95
PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN (STUDI KASUS IRMAN GUSMAN) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : KHAIDIR MUSA 1113048000034 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439H/2018M

PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

  • Upload
    others

  • View
    31

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN

DAERAH DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN (STUDI KASUS IRMAN GUSMAN)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

KHAIDIR MUSA

1113048000034

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439H/2018M

Page 2: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Scanned with CamScanner

Page 3: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Scanned with CamScanner

Page 4: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

iv

LEMBAR PERNYATAAN

ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti hasil saya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 6 April 2018

Khaidir Musa

Page 5: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

v

ABSTRAK

KHAIDIR MUSA. NIM 1113048000034. PEMBERHENTIAN DAN

PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM

PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (STUDI KASUS

IRMAN GUSMAN). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Kelembagaan

Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/

2018 M. x halaman + 77 halaman + Daftar Pustaka+ Lampiran.

Penelitian dalam skripsi ini memperlihatkan pelaksanaan suatu sistem

bikameral dalam tatanan kenegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia

sehingga menimbulkan pertanyaan akan peran dan wewenang alat kelengkapan

DPD RI yaitu Badan Kehormatan, keabsahan suatu putusan dalam pengangkatan

dan pemberhentian ketua DPD RI yang terkena kasus tindak pidana korupsi.

Kewenangan Badan Kehormatan DPD RI berwenang untuk melakukan

pengawasan internal DPD RI melalui penyelidikan dan verifikasi suatu aduan

serta menetapkan suatu keputusan dalam musyawarah pengambilan keputusan,

harus didasari aturan yang berlaku dan sistem yang sesuai, tetapi dari dua hal

tersebut Badan Kehormatan masih banyak memiliki kelemahan sehingga

menimbulkan pro dan kontra hasil pemberhentian dan pengangkatan ketua DPD

RI yang secara kenyataan adanya “cacat” putusan Badan Kehormatan yang tidak

sah dalam perannya untuk menegakan kode etik.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Normatif

Empiris, Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah dengan cara

content analysis dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi ketentuan-

ketentuan normatif dan pelaksanaan dilapangan secara empiris. Serta penelitian

ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data melalui studi dokumen atau

kepustakaan (library research) dan wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwasannya kewenangan Badan

Kehormatan DPD RI dalam pemberhentian dan pengangkatan ketua DPD RI

Periode 2014-2017 Irman Gusman yang terkena kasus Tindak Pidana Korupsi

adalah tidak sah. Demikian pula, dengan Muhammad Saleh (ketua DPD RI

periode 2017-2018) yang menggantikannya. Kewenangan Badan Kehormatan

DPD RI sebagai alat kelengkapan yang belum maksimal dalam menjalankan tugas

dan kewenangannya.

Kata Kunci : DPD RI, Badan Kehormata, Pengangkatan Dan Pemberhentian.

Pembimbing : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H, M.H

Daftar Pustaka : Tahun 1942 Sampai Tahun 2017

Page 6: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahiim

Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat

dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya.

Selanjutnya, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini,

baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan

dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Disamping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Bapak Dr. Asep Saepudin

Jahar, M.A., Beserta para pembantu dekan Fakultas Syariah dan Hukum

(FSH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Bapak Dr. H. Asep Syarifudin Hidayat,

S.H., M.H., Serta Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Bapak Drs. Abu

Tamrin, S.H., M. Hum., beserta seluruh staffnya.

3. Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, S.H, M.H., selaku dosen

pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini selesai. Beliau juga senantiasa

memberikan banyak ide, gagasan dan keritikan yang membangun dalam

penulisan sekripsi ini. Semoga ilmu yang beliau curahkan menjadi amal

jariyah serta pahala yang berlimpah disisi Allah SWT.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat

dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat

bermantaaf dikemudian hari.

Page 7: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

vii

5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis

haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua

penulis yang tercinta, Almarhum Ayahanda Mat Sodik dan Ibunda terkasih

Nong Sulhiyah dengan segala pengorbananya tak akan pernah penulis

lupakan atas jasa-jasa mereka. Do’a restu, nasihat dan petunjuk dari

mereka kiranya merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi studi

penulis hingga saat ini.

6. Ungkapan terima kasih kepada saudara penulis, kakak tercinta yang selalu

mendorong penulis untuk menyelesaikan pendidikan Pada jenjang

perguruan Tinggi S1 Ainullulu’ah, S.Pd., Ahmad Yazid Bustomi, Maya

Mariatul Qibtiah, S. Pd., dan Yani Afriyan Umami, Am.Keb., Serta para

keponakan tersayang Sabillarosyad, Elsya Fairuz, Barra Sayidil Absor,

Drisana Falgouri dan Mikail Azla Rafeva

7. Bapak JM. Muslimin P.hD., sebagai orang tua yang selalu memberikan

nasehat dan masukan untuk penulis lebih maju.

8. Seseorang terdekat dan terkasih Mentari Kurnia Utami yang telah

membantu, meberikan semangat, mendorong serta menemani penulis di

setiap waktu baik suka maupun duka. Terimakasi untuk segalanya yang

telah kau curahkan untuk penulis semoga kebersamaan kita selalu di ridhai

Allah SWT.

9. Kawan-kawan yang selalu menemani penulis bagai keluarga dengan

hadirnya mereka sebagai Stimulus untuk menyelesaikan S1 M. Zulfikar

Rhomi Prayoga, Ahmad Kandiaz, M. Nasrulloh, Mizana Rhamadan.

10. Kakak-kakak Terbaik dalam membimbing penulis M. Caesal Regia,

Mustafa AB, Fanny Fatwati P, Sri Andreani, Lisanul Fikri, Waldan

Mufatir, Yuli Andreansyah, Muhammad Yusuf, M. Raziv Barokah,

Khairul Atma, Muchtar Ramadhan, dan M. Murtadlo.

11. Teman Seperjuangan di Himpunan Mahasiswa Islam dan Ilmu Hukum

yang ingin selalu berproses Ryan Adhitama, Khairul Falah, Raden

Ramandha, Wulida Misdilah Almatin dan Bella Octavia.

Page 8: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

viii

12. Adik-adik tercinta, Purba Indah, Agung Laksono Wibowo, M Eddy

Kurniawan, Ksatria Imam Nugraha, Dalillah Hazimah, M. Faiz Putra

Syanel, Nila Tari, Nur Rahmi, Nur Wasiah A, Aulia Permana, Amri

Rahman, Jamsari, M. Arif, Bening Setara Bulan, Fauzi Bowo, M. Riyadh,

Rasyid Rahmat, dan Ilham Ulin yang selalu memberikan motivasi untuk

segera terselesaikannyas kripsi ini.

13. Kawan-kawan HMPS Ilmu Hukum Periode 2016, dan Senat Mahasiswa

Universitas Periode 2017 serta kanda dan yunda Himpunan Mahasiswa

Islam

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala

dari rahmat Allah SWT. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbala’lamin.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan

rujukan penyusunan skripsi selanjutnya.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Jakarta, 6 April 2018

Penulis

Page 9: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iv

ABSTRAK .................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................... vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .......... 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ........................................................... 7

E. Metode Penelitian............................................................. 8

F. Tinjauan (Review) kajian terdahulu ............................... 10

G. Kerangka Teori dan Konseptual.................................... 12

H. Sistematika Penulisan .................................................... 25

BAB II TINJAUAN UMUM DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

A. Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia .. 27

B. Badan Kehormatan DPD RI .......................................... 36

C. Pemberhentian dan pengangkatan ketua DPD RI .......... 39

BAB III KEWENANGAN BADAN KEHORMATAN DPD RI

A. Kewenangan Badan Kehormatan DPD RI ..................... 46

B. Peran Pengawasan Badan Kehormatan DPD RI dalam

pemberhentian dan pengangkatan ketua DPD RI ......... 48

Page 10: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

x

C. Kewenangan Badan Kehormatan DPD RI dalam

pemberhentian dan pengangkatan ketua DPD RI

dalam kasus Irman Gusman .......................................... 50

BAB IV KEABSAHAN PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN

KETUA DPD RI DALAM KASUS TINDAK PIDANA

KORUPSI IRAMAN GUSMAN

A. Pemberhentian Irman Gusman dalam kasus tindak

pidana korupsi ................................................................. 57

B. Posisi Irman Gusman sebagai ketua DPD RI dalam

kasus tindak pidana korupsi ............................................. 63

C. Analisis Keabsahan Pemberhentian Dan Pengangkatan

Ketua DPD RI .................................................................. 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... 77

B. Saran ............................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Parlemen seperti MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang di bidang

legislatif yang hampir anggota di lembaga ini secara keseluruhan yaitu kurang

lebih 1.223 anggota yang rinciannya yaitu 550 orang dari MPR dan DPR, 128

orang DPD, sementara itu, di tingkat Provinsi terdapat 33 anggota, dan ditingkat

kabupaten/kota 440 anggota. Yang masing-masing ada ketua dan Dewan

Kehormatan di dalamnya.1

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah salah satu

lembaga tinggi Negara hasil dari perubahan ke-tiga UUD 1945. Disahkan pada

tanggal 9 November 2001. Lembaga ini dimaksudkan agar mekanisme checks and

balances dapat berjalan relatif seimbang, khususnya mengenai kebijakan pusat

dan daerah. Karena itu, lembaga baru ini memiliki arti yang sangat strategis dalam

perkembangan ketatanegaraan indonesia sebagai kamar kedua sistem parlemen,

sebagai upaya membangun prinsip saling mengawasi dan mengimbangi antara

legislatif dan eksekutif.2 Hadirnya DPD RI dalam struktur ketatanegaraan

Indonesia diatur dalam Pasal 22C dan 22D.3 Selanjutnya dalam Pasal 22D ayat (4)

berbunyi bahwa “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari

jabatannya, yang syarat-syarat serta tata caranya diatur dalam undang-undang” di

sini perlu kita telaah bahwa tugas dan wewenang DPD RI sebagai lembaga

legislatif yang yang menjalani fungsi check and balances merupakan tujuan utama

Amandemen UUD 1945 yang ke-tiga.

1Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2013. h.

260-261. 2 Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

Bekasi: Gramata Publishing, 2016. h. v. 3Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Edisi revisi), Jakarta:Rajawali

Pers,2015. h. 181.

Page 12: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

2

Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah dimaksudkan agar mekanisme

check and balances dapat berjalan relatif seimbang, terutama yang berkaitan

dengan kebijakan pusat maupun daerah dan sudah di atur dengan jelas dan

sistemantis di UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Menurut Ramlan Subakti, beberapa alasan atau pertimbangan Indonesia

membentuk DPD RI:

1. Distribusi penduduk indonesia menurut wilayah sangatlah timpang dan

terlampau besar dan terkonsentrasi di pulau Jawa.

2. Sejarah Indonesia menunjukan aspirasi kedaerahan sangat nyata dan

mempunyai basis materiil yang sangat kuat, yaitu adanya pluralisme

daerah otonom seperti daerah istimewa dan daerah khusus.4

Pada masa Orde Baru utusan daerah dalam MPR tidak dipilih langsung

oleh rakyat, tetapi diangkat oleh Presiden, Sedangkan dalam masa reformasi

utusan daerah dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan UU Nomor 4 tahun 1999

tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD utusan daerah

ditetapkan 135 orang, yaitu 5 orang dari daerah tingkat I, juga tidak dipilih

langsung oleh rakyat, tetapi pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Tata Tertib

DPRD I.5

Struktur keangotaan DPD RI terdapat Dewan Kehormatan atau Badan

Kehormatan sebagai alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap dengan tugas

dan fungsinya yaitu:

1. Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota

DPD karena:

a. Tidak melaksanakan kewajiban.

b. Tidak melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap

sebagai anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan

apapun.

4Ramlan Subekti, Pilkada adalah Pemilu, Harian Kompas, 30 Maret 2005.

5Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen

UUD 1945, Jakarta:Kencan,.2011. h. 197.

Page 13: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

3

c. Tidak menghadiri sidang Paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan

DPD yang menjadi tugas dan kewajibanya sebanyak 6 (enam) kali

berturut-turut tanpa alasan yang sah.

d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota sesuai dengan

peraturan Perundang-Undangan mengenai pemilihan umum.

e. Melanggar ketentuan larangan anggota.

2. Menetapkan keputusan atas hasil penyelidikan dan verifikasi atas

pengaduan terhadap anggota.

3. Menyampaikan keputusan sebagaimana atas penyelidikan dan verifikasi

atas pengaduan terhadap anggota pada sidang paripurna untuk ditetapkan.

4. Selain tugas-tugas sebagaimana diatas BK juga melakukan evaluasi dan

penyempurnaan peraturan DPD tentang Tata Tertib dan Kode Etik DPD.

Melihat tugas dan fungsinya terdapat di poin ke 4 Badan Kehormatan

DPD RI juga berperan dalam Tata Tertib dan Kode Etik DPD RI terdapat pada

Pasal 211, 212, 213 dan 214 di Peraturan Dewan Perwakilan Daerah mengenai

Tata Tertib No.1 Tahun 2014.6

Badan Kehormatan atau Dewan Kehormatan DPD mempunyai tugas

pengawasan yang terdapat di Tata Tertib dan lebih khususnya Kode Etik

penyelidikan yang mana ketika ketua atau keanggotaan DPD RI tersangkut kasus

Pidana seperti pada Pasal 211 ayat 3 dimana berbunyi “Penanganan atas dugaan

Kode Etik menjadi wewenang Badan Kehormatan” serta pada Pasal 212 ayat (1)

dan (3) dimana berbunyi “Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk

penyidikan terhadap anggota yang diduga melakukan tindak pidana harus

mendapat persetujuan tertulis dari presiden.” Tetapi pada ayat (3) berbunyi

“Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota:

a. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana.

b. Disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana

mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap

6http://www.dpd.go.id/alatkelengkapan/badankehormatandpd diakses pada tanggal 13

januari 2016.

Page 14: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

4

kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang

cukup; atau

c. Disangka melakukan tindak pidana khusus.

Dilihat dari pasal-pasal mengenai larangan dan sanksi yang ada dalam

Tata Tertib dan Kode Etik dalam keanggotaan DPD RI bahwa setiap anggota

DPD RI yang terkena kasus pidana dan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di

kenakan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota DPD RI.

Begitu pula dalam Tata Tertib dan Kode Etik DPD RI Nomor 1 Tahun

2014 yaitu terdapat pada Pasal 27 dan Pasal 28 mengenai penggantian antar

waktu dan Pasal 29 mengenai pemberhentian sementara dan rehabilitasi yang

berbunyi:

1. Anggota diberhentikan sementara karena.

a. Menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum dengan diancam

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

b. Menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

2. Dalam hal anggota dinyatakan terbukti bersalah karena tindak pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kekuatan putusan

pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota bersangkutan

diberhentikan sebagai anggota.

3. Dalam hal anggota dinyatakan tidak terbukti bersalah karena tindak pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kekuatan putusan

pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota bersangkutan

diaktifkan.

4. Anggota yang diberhentikan sementara, tetap diberikan hak keuangan

tertentu.

Sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 pada pasal 313

tentang pemberhentian sementara jika memang statusnya dalam kasus pidana

belum jelas atau belum (ingkrah).

Menurut Azis Syamsudin bahwa hukum pidana khusus adalah perundang-

undangan di bidang tertentu yang bersanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur

dalam undang-undang khusus. Kewenangan penyelidikan dan penyidikan dalam

Page 15: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

5

hukum pidana khusus antara lain polisi, jaksa, PPNS, dan KPK. Pemeriksaan

perkara hukum pidana khusus dapat dilakukan di pengadilan tipikor, pengadilan

pajak, pengadilan hubungan industrial, pengadilan anak, pengadilan HAM,

pengadilan niaga dan pengadilan perikanan.7

Selanjutnya, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khsusus

yang diatur dalam undang-undang hukum pidana yang khusus, yaitu undang-

undang No. 31 tahun 1999 kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 20

tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 20 Tahun 2001).8

Irman Gusman adalah politisi non-partisian yang merintis karier dari

daerah dan dalam waktu cepat menjadi tokoh yang menonjol di tingkat nasional.

Memulai kiprah politik sebagai anggota MPR utusan daerah Sumatera Barat dan

Terpilih menjadi ketua DPD RI dalam usia 47 tahun.9 Dan Dr. (HC) A.M. Fatwa,

politisi senior yang pernah menjadi Wakil Ketua DPR RI perode 1999-2004 dan

sekarang menjadi ketua Dewan Kehormatan DPD RI.10

Kasus yang dihadapi Irman Gusman mantan ketua Dewan Perwakilan

Daerah RI 2 periode yaitu 2009-2014 dan 2014-2016, yang mana KPK telah

menetapkan sebagai Tersangka, akan tetapi kasus ini masih sedang dalam proses

praperadilan sehingga belum diputuskan setatus Irman Gusman yang memang

secara hukum tetap (ingkrah). Dalam kasus ini, Irman Gusman tertangkap dalam

Oprasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di kediamannya pada 16

September 2016. Ketika menerima uang dari Direktur CV Semesta Berjaya

Xaveriandy Susanto sebesar 100 juta untuk dijadikan pengurusan kuota gula

impor yang diberikan Bulog.

7 Azis Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, h. 9.

8 Mahkamah Konstitusi melalui putusannya nomor 003/Peraturan Perundang-undangan-

IV/2006, 24 Juli 2006 telah membatalkan Pasal 2 ayat (1) dan penjelasannya, Pasal 3 ayat (1) dan

penjelasannya serta Pasal 15 (sepanjang mengenai kata percobaan) UU nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Pembatalan dikarenakan Pasal-

Pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. 9Irman Gusman, Daerah Maju Indonesia Satu, Jakarta: Anugrah Tri Lestari, 2014. h. 31.

10Katalog dalam Terbitan (KDT), Senator Bertanya: Catatan Penggunaan Hak Bertanya

Anggota DPD RI kepada Presiden RI. Jakarta: DPD, 2015.

Page 16: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

6

Terkait dengan kasus di atas, Badan Kehormatan DPD RI memberhentikan

Irman Gusman sebagai ketua DPD RI dan memilih Mohammad Saleh sebagai

ketua DPD RI yang baru. Pergantian ketua baru tersebut menimbulkan pro dan

kontra, ketua Badan Kehormatan DPD RI AM Fatwa mengatakan bahwa, Pasal

52 ayat (3) huruf C “Ketua dan/atau Wakil Ketua DPD RI diberhentikan

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) satu huruf D apabila bersetatus

tersangka dalam perkara pidana”. Disini menimbulkan beberapa poin yang

menjadi permasalahan yang diangkat, dimana Kode Etik atau Tata Tertib DPD RI

yang menjadi landasan Badan Kehormatan dalam mengawasi keanggotaan DPD

RI masih belum begitu kuat, masih terjadinya pro dan kontra mengenai pemilihan

ketua baru DPD RI yang mana masih adanya proses praperadilan dalam status

ketua lama yang belum kuat. Selanjutnya, peran Badan Kehormatan di sini

menimbulkan suatu permasalahan yang mana alat kelengkapan DPD RI

mempunyai begitu besar kewenanganya dalam memberhentikan serta mengganti

ketua DPD RI.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dalam

bentuk skripsi dengan judul Pemberhentian dan Pengangkatan Dewan

Perwakilan Daerah dalam Perspektif Peraturan Perundang- Undangan

(Studi Kasus Irman Gusman).

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Pengawasan yang dilakukan Badan Kehormatan DPD RI.

b. Kewenangan yang dimiliki Badan Kehormatan DPD RI.

c. Peran Badan Kehormatan DPD RI dalam pemberhentian dan

pengangkatan ketua DPD RI.

d. Keabsahan pemberhentian ketua DPD RI yang sedang menjalani

proses Hukum.

e. Keabsahan pengangkatan/pergantian Muhammad Saleh (dalam kasus

Irman Gusman) sebagai ketua DPD RI.

2. Pembatasan Masalah

Page 17: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

7

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti

membatasi masalah yang akan diteliti dalam skripsi ini, yaitu hanya terfokus pada

keabsahan pemberhentian dan pengangkatan ketua DPD RI yang di lakukan oleh

Badan Kehormatan DPD RI yang terkena kasus pidana.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah yang telah

disebutkan di atas, maka peneliti merumuskan masalah tersebut:

a. Bagaimana kewenangan Badan Kehormatan DPD RI dalam

pemberhentian ketua DPD RI yang terkena kasus pidana?

b. Bagaimana keabsahan pemberhentian dan pergantian Irman Gusman

sebagai ketua DPD RI?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah dijelaskan, maka tujuan

penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menjelaskan dan mendeskripsikan peran Badan Kehormatan

DPD dalam pemberhentian ketua DPD RI yang terkena kasus pidana.

b. Untuk mengetahui keabsahan pemberhentian Irman Gusman sebagai

ketua DPD RI yang dilakukan oleh Badan Kehormatan DPD RI.

c. Untuk mengetahui keabsahan pergantian Irman Gusman sebagai ketua

DPD RI.

D. Manfaat Penelitian

Berawal dari rumusan masalah penelitian yang telah dijelaskan di atas, ada

beberapa manfaat yang ingin penulis peroleh, yaitu:

1. Manfaat Akademisi

a. Memberikan sumbangan khazanah ilmu pengetahuan bagi

perkembangan keilmuan Hukum, khususnya pada ranah Hukum

Kelembagaan Negara.

Page 18: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

8

b. Menjadi sumber referensi baik bagi mahasiswa, akademisi dan peneliti

yang berniat melakukan penelitian selanjutnya yang terkait dengan

kasus pidana pada Lembaga Negara

2. Manfaat Praktis

a. Memberi masukan kepada seluruh DPD RI, badan Kehormatan DPD RI

dan Instansi lain untuk kasus yang sama.

b. Menjadi bahan pertimbangan kepada Badan Kehormatan dalam

merumuskan peraturan, Tata Tertib yang berkaitan Kode Etik DPD RI.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis

dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul dalam gejala yang bersangkutan.11

Metode penelitian yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah

penelitian normatif dan empiris. Penelitian hukum normatif mencakup, penelitian

terhadap azas-azas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian

terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian terhadap sejarah hukum, dan

perbandingan hukum dan empiris yaitu menelaah terhadap objek penelitian

sebagai objek prilaku yang nyata terhadap masyarakat yang ditunjukan terhadap

penegakan Hukum.

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah dengan

caracontent analyze dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi ketentuan-

ketentuan normatif dan pelaksanaan dilapangan secara empiris.yaitu penelitian

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press), 1986. h. 2.

Page 19: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

9

yang menggunakan studi hukum (normatif) dan empiris. Dalam studi hukum,

pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan Perundang-Undangan (statute

approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).

Pendekatan Perundang-Undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan

yang mengatur mekanisme pemberhentian dan pengangkatan ketua DPD RI yang

terkena kasus pidana.

Pendekatan konsep dilakukan untuk memahami konsep-konsep hak asasi

manusia dan asas praduga tak bersalah dalam kasus Irman Gusman.

Pendekatan empiris, yang memang terjun langsung ke lapangan untuk

mencari tahu kebenaran suatu kasus permasalahan yang sedang diteliti.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primerdan

data sekunder. Data primer dapat diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni

peraturan perundang-undangan, wawancara dengan pihak yang terlibat secara

langsung dan buku referensi yang relevan dengan penelitian penulis dan sesuai

dengan bahan Hukum yang dapat dibagi menjadi:12

a. Bahan Hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif

atau yang berarti memiliki otoritas. Bahan-bahan Hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan dan putusan Hakim.

b. Bahan Hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang terdiri dari buku-

buku Hukum, termasuk didalamnya skripsi, tesis, dan disertasi Hukum

serta jurnal Hukum. Bahan Hukum sekunder yang digunakan adalah

berupa buku referensi yang terkait dengan Hukum Tata Negara.

c. Bahan Hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang

sumber Hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedia, kamus bahasa

dan artikel dalam internet.

4. Prosedur Pengumpulan Sumber Data13

12

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2005. h: 141.

13

Suratman dan Phiips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung: ALFABETA, 2014.

h.122.

Page 20: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

10

Penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpulan data melalui

studi dokumen atau kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan

penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan

dengan DPD RI, Dewan Kehormatan DPD RI, dan Tata Tertib atau Kode Etik

Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014,

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, pendapat sarjana, surat

kabar, artikel, jurnal, kamus, dan juga berita dari internet.14

Penelitian secara

empiris mencari data yang terjun langsung ke masayrakat, melalui wawancara,

melalui identifikasi dan hal- hal nyata.

5. Pengolahan dan Analisis data Bahan Hukum

Adapun bahan Hukum yang telah diperoleh melalui studi pustaka akan

dikorelasikan dan dianalisis dengan peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan judul penelitian penulis guna disajikan dalam penulisan yang telah

dirumuskan. Cara pengolahan bahan Hukum dilakukan secara deduktif.

F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, peneliti menyertakan

beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi

yang akan dibahas, sebagai berikut:

1. Skripsi yang berjudul : Implikasi Hukum Terhadap Kewenangan Dan

Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/Puu/X/2012

Skripsi disusun Oleh : Arfandy Ranriady mahasiswa Universitas

Hasanudin Makassar.

Isi Skripsi : Mengetahui Implikasi Hukum Mahkamah

Konstitusi terhadap kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, serta untuk mengetahui implikasi hukum Mahkamah Konstitusi

terhadap kedudukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.

14

Sri Mamuji, dkk.,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. h. 4.

Page 21: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

11

2. Skripsi yang berjudul : Eksistensi Dewan Perwakilan Daerah Dalam

Sistem Bikameral di Indonesia

Skripsi di susun oleh : Miki Pirmansyah Mahasiswa Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Isi Skripsi : Untuk mengetahui eksistensi Dewan Perwakilan

Daerah republik Indonesia dalam sistem bikameral yang mana sistem

perwakilan dua kamar ini menjadikan lembaga legislatif sebagai unsur

terciptanya good governance, serta terciptanya check and balances antar

lembaga negara dan khususnya lembaga legislatif.

3. Jurnal yang berjudul : Tinjauan Yuridis Kedudukan Dan

Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia

Jurnal di susun oleh : Adrian Fiski Oday, tahun 2013

Isi Jurnal : Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Dewan

Perwakilan Daerah dalam sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia dan

bagaimana kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia.

4. Jurnal yang berjudul : Fungsi Legislasi DPD Dalam Sistem

Ketatanegaran Indonesia Jurnal disusun oleh : Stevanus Evan Setio

Mahasiswa Universitas Udayana Denpasar

Isi Jurnal : Sistem perwakilan bikameral yang dianut pada

lembaga perwakilan Indonesia sebagai sistem bikameral lunak. Dengan

kewenangan yang begitu terbatas, ketentuan yang terdapat dalam Pasa1

22D UUD 1945 tidak dikatakan DPD mempunyai fungsi legislasi. Fungsi

legislasi harus dilihat secara utuh yaitu dimulai dari proses pengajuan

sampai menyetujui sebuah rancangan undangundang menjadi undang-

undang. Ketimpangan fungsi legislasi menjadi semakin nyata dengan

adanya penegasan Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 bahwa kekuasaan

membentuk undang-undang berada di tangan DPR.

Page 22: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

12

Perbedaan skripsi peneliti dengan jurnal dan skripsi terdahulu yaitu

peneliti menjelaskan secara detail peran dan wewenang Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia yang secara khusus yaitu Badan Kehormatan DPD RI,

serta untuk mengetahui keabsahan pengangkatan dan pergantian ketua Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam kasus pidana.

Dari tinjauan terdahulu yang peneliti tulis memang belum ada skripsi dan

jurnal yang membahas tentang masalah Badan Kehormatan DPD RI ini, tapi

sudah ada beberapa skripsi dan jurnal yang membahas tentang kewenangan serta

tipoksi lembaga negara, sehingga skripsi ini menjadi tolak ukur skripsi pertama

yang masih adanya kesimpangsiuran penegakan hukum atau aturan yang jelas

dalam lembaga negara dan khususnya Badan Kehormatan DPD RI dalam kasus

pidana.

G. Kerangka Teori dan Koseptual

1. Kerangka Teori

a. Asas Negara Hukum

Asas yang dikemukakan oleh Herbert L. Packer dalam bukunya yang

terkenal The Limits of the Criminal Sanction bahwa ada dua model dalam Sistem

Peradilan Pidana, yaitu Crime Control Model (CCM), dan Due Process Model

(DPM).15

Kemudian Menurut Herbert model kedua yakni due process

model dengan ciri-ciri selalu menganggap penting adanya refresif kejahatan, yaitu

tahap ajudicatif (dalam sidang pengadilan harus ditentukan salah tidaknya

tersangka), atas dasar legal guilt. Dan kemudian selalu mengadakan chek and

recheck (obstacle couse) dan hal ini harus diuji menurut peraturan yang berlaku.

Ciri Selanjutnya adalah menghormati undang-undang. Kemudian menempatkan

kedudukan yang sama bagi setiap orang di depan hukum (quality control).

Sehingga model ini dikatakan orang lebih manusiawi dan menghormati Hak Asasi

Manusia.16

15

Herbert L.Packer, The Limits of Criminal Sanction, Stanford University. Press,

California, 1968, h. 197. 16

Herbert L.Packer, The Limits of Criminal Sanction, h. 197.

Page 23: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

13

Kepustakaan Indonesia dalam istilah negara hukum merupakan terjemahan

langsung dari rechsstaat.17

Istilah rechsstaat mulai populer sejak abad ke XIX

meskipun pemikirannya sudah ada sejak lama. Demikian juga ditemukan hasil

survei yang sama dengan yang dilakukan oleh Fakultas Hukum UI pada tahun

1975. Respondennya dari kalangan Praktisi dan Teoretisi.18

Hal sama juga

dikemukakan oleh Djokosoetono yang banyak diikuti oleh banyak praktisi

“Negara Hukum yang demokratis sesungguhnya istilah ini adalah salah, sebab

kalau kita bilangkan Democratische Rechtsstaat, yang penting dan primair adalah

Rechtsstat.” Yang mana ini adalah type Rechtsstaat dalam tiga tingkatan: Formrle

rechtsstaat, liberale rechtsstaat, dan Materiele rechtsstaat.”19

Ungkapan-ungkapan di atas, dapat di tarik beberapa ciri-ciri rechtsstaat

sebagai berikut:

a. Adanya Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang memuat ketentuan

tertulis antara hubungan penguasa dan rakyat.

b. Adanya pembagian kekuasaan negara.

c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Ciri-ciri di atas menunjukan bahwa ide sentral rechtsstaat adalah

pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bertumpu atas

prinsip kebebasan dan persamaan.20

Menurut Wirjono Prodjodikoro, Negara hukum yang berarti suatu negara

yang didalam wilayahnya adalah:

1. Semua alat-alat perlengkapan dari negara khususnya alat-alat perlengkapan

dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun

17

Padomo Wahjono, Ilmu Negara Suatu Sistematik Dan Penjelasan 14 Teori Ilmu

Negara dari Jellinek , Jakarta: Melati Study Grup, 1977, h. 30. 18

Padomo Wahjono, Pembakuan Istilah Hukum ,Jakarta: Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 1975, h.193. 19

Azhary, Negara Hukum Indonesia-analisis yuridis normatif tentang unsur-unsurnya,

Jakarta: UI-Press, 1995, h. 30-31. 20

Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2010. h. 72.

Page 24: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

14

dalam saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang,

melainkan harus memperhatikan peraturan hukum yang berlaku.

2. Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada

peraturan-peraturan yang berlaku.21

Salah satu asas penting negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari

asas legalitas tersebut adalah menghendaki agar setiap badan/ pejabat administrasi

berdasarkan undang-undang. Tanpa dasar Undang-undang, badan/pejabat

administrasi negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat

merubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga masyarakat.

Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakan dengan

tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka. Prinsip negara hukum tidak boleh

ditegakan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam

Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan

ditangan rakyat yang diberlakukan menurut Undang-undang Dasar yang di

imbangi dengan penegasan bahwa negara indonesia adalah negara hukum yang

berkedaulatan rakyat atau demokratis.22

Dari segi Ilmu Hukum, negara merupakan

sistem kaidah yang menata kehidupan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan.

Hukum yang khusus mengenai keorganisasian negara, baik keadaan diam maupun

keadaan bergerak, baik hal-hal pokok maupun perinciannya, baik mengenai hal-

hal yang nampak di atas permukaan maupun di bawah permukaan, dipelajari oleh

ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum tata usaha negara atau hukum

pemerintah.23

b. Teori Perwakilan

Di setiap Negara dan setiap pemerintahan yang modern pada akhirnya

akan berbicara tentang rakyat. Dalam proses bernegara rakyat sering dianggap

hulu sekaligus muaranya. Rakyatlah titik sentralnya, dan rakyat di suatu Negara

21

Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, Bandung: Eresco, 1971, h.

38. 22

Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, h. 80. 23

Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1999. h. 181.

Page 25: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

15

adalah pemegang kedaulatan. Manakala kata kedaulatan itu diartikan sebagai

“kekuasaan yang tertinggi yang menentukan segala kekuasaan yang ada, atau

sering diucapkan orang rakyatlah sumber kekuasaan itu, maka pertanyaan yang

muncul adalah kapan kekuasaan yang tertinggi itu dapat dilihat dan bagaimana

caranya rakyat melaksanakan kekuasaan tersebut.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah tidak mungkin rakyat memerintah

dirinya. Pada masyarakat yang bagaimanapun sifatnya, mulai yang sederhana

sampai yang modern, akan terdapat dua pihak, yaitu pihak yang memerintah dan

yang diperintah, pihak pertama yang memerintah selalu berjumlah kecil, dan

yang berjumlah banyak adalah pihak yang diperintah.

Seperti yang dijelaskan sebelumya, saat ini dan pada masa yang akan

datang, seperti juga pada masa yang lalu, sekelompok kecil orang tersebut adalah

mereka yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan banyak orang.

Kelebihan itu pada dewasa ini, mungkin karena faktor pendidikan, dimana

mereka itu mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan banyak orang

atau karena faktor pekerjaan, dimana mereka itu mempunyai pekerjaan yang

lebih baik dibandingkan dengan banyak orang.24

Namun timbulnya lembaga perwakilan ini atau dengan sebutan yang

bermacam-macam seperti “parlemen Legislatif”, “Dewan Perwakilan ” atau

apapun sebutannya, ternyata lahirnya bukan karena sistem demokrasi itu sendiri,

melainkan karena kelicikan sistem feudal, seperti dikatakan oleh A.F. Polllard

dalam bukunya berjudul “The Evolution of Parliament” yang menyatakan

“Representation was not the off spring of democratic theory, but an incident of

the feudal system.”25

Pada awalnya penentuan siapa yang akan duduk di lembaga perwakilan

tersebut dilakukan dengan cara pengangkatan. Sejarah telah mencatat bahwa

24

David N. Obson, The Legislative Process, New York: A Comparative Approach.,

Harper & Raw Publication, 1980, h.99. 25

Bintan R. Saragih. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta:

Gaya Media Pratama, 1987, h. 79

Page 26: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

16

awalnya, House of Commons yang sering dianggap sebagai parlemen pertama di

dunia (Inggris) anggotanya diangkat.26

Walaupun diakui secara konstitusional bahwa rakyatlah yang berdaulat,

tetapi sekaligus disadari bahwa rakyat tidak mungkin melaksanakan sendiri

kedaulatannya, seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta : “Kedaulatan rakyat

adalah kekuasaan yang dijalankan oleh rakyat atau atas nama rakyat di atas dasar

permusyawaratannya.”27

Ketidak mampuan rakyat melaksanakan sendiri kedaulatannya tidak hanya

karena jumlahnya yang relatif banyak dan tersebar di wilayah yang relatif cukup

luas. Juga karena tingkat kehidupan yang semakin kompleks.28

Kehidupan yang

semakin kompleks itu melahirkan spesialisasi yang pada gilirannya menuju

profesionalisme. Akibatnya orang tidak akan lagi mampu mengerjakan beberapa

jenis pekerjaan yang sifatnya berbeda pada waktu yang relatif sama. Orang sudah

terbiasa berpendapat, urusan-urusan yang ia pandang bukan bidangnya akan

diserahkan pada orang lain untuk mengerjakannya. Demikian pula dalam masalah

kenegaraan, rakyat akan menyerahkannya pada ahlinya.29

d. Hak Pergantian Antar Waktu

Dalam bahasa sehari-hari, Penggantian antar waktu anggota DPD RI

diasosiasikan sebagai recall. Secara etimologis, kata recall dalam bahasa Inggris

mengandung beberapa pengertian. Setidaknya menurut Peter Salim (dalam The

Contemporary English-Indonesia), yakni mengingat, memanggil kembali,

menarik kembali atau membatalkan. Penggantian antar waktu diartikan sebagai

proses penarikan kembali atau penggantian kembali anggota DPR oleh induk

organisasinya yang tentu saja partai politik.30

Recall yang terdiri kata “re” yang

artinya kembali, dan “call” yang artinya panggil atau memanggil. Jika kata ini

26

Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia, h. 79. 27

Mohammad Hatta, Kedaulatan Rakyat, Surabaya: Usaha Nasional, 1980, h. 11. 28

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,

Jakarta: Liberty, 1997, hlm. 132 29

Hanna Fenichel Pettkin, The Concept of Representation, California: University of

California Press,1980, hlm. 169 30

BN. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006, h.417.

Page 27: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

17

disatukan maka kata recall ini akan berarti dipanggil atau memanggil kembali.

Kata recall ini merupakan suatu istilah yang ditemukan dalam kamus ilmu politik

yang digunakan untuk menerangkan suatu peristiwa penarikan seorang atau

beberapa orang wakil yang duduk dalam lembaga perwakilan (melalui proses

pemilu), oleh rakyat pemilihnya. Jadi dalam konteks ini recall merupakan suatu

hak yang dimiliki pemilih terhadap orang yang dipilihnya.31

Penggantian antar waktu atau recall adalah istilah pinjaman yang belum

ada padanya di Indonesia. Pengertian recall di Indonesia berbeda dengan

pengertian recall di Amerika Serikat. Di Amerika serikat istilah recall, lengkapnya

Recall Election yang digunakan untuk menyatakan hak rakyat pemilih

(konstituen) untuk melengserkan wakil rakyat sebelum masa jabatannya

berakhir.32

Penggantian antar waktu juga diartikan sebagai proses penarikan

kembali anggota lembaga perwakilan rakyat untuk diberhentikan dan digantikan

dengan anggota lainnya sebelum berakhir masa jabatan anggota yang ditarik

tersebut33

Adapun Moh. Mahfud MD, mengartikan Penggantian antar waktu adalah

hak untuk mengganti anggota lembaga permusyawaratan/ perwakilan dari

kedudukannya sehingga tidak lagi memiliki status keanggotaan di lembaga

tersebut.34

Menurut penulis, Penggantian antar waktu juga dapat diartikan hak

suatu organisasi sosial politik yang mempunyai wakil di MPR, DPR , DPD dan

DPRD untuk mengganti wakil-wakilnya di lembaga perwakilan sebelum yang

bersangkutan habis keanggotaannya, dengan terlebih dahulu bermusyawarah

dengan pimpinan lembaga perwakilan tersebut dengan alasan tertentu.

31

Haris Munandar, Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi Manusia,

Jakarta: Gramedia, 1994. h.128. 32

Ananda B. Kusuma, Jurnal Konstitusi Volume 3 Nomor 4 Tentang Recall, Jakarta:MK

RI, 2006. h.156. 33

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. h.318. 34

Moh. Mahfud MD, Perkembangan Politik Hukum, Studi tentang Pengaruh Konfigurasi

Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Yogyakarta: FH UGM Press, 1993, h.324.

Page 28: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

18

e. Asas Praduga Tak Bersalah

Istilah "Presumption of Innocence" atau praduga tak bersalah adalah asas

di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakannya

bersalah. Asas ini sangat penting pada demokrasi modern dengan banyak negara

memasukannya kedalam sebuah konstitusi. Dalam koridor ilmu hukum sendiri

terdapat beragam pengembangan penafsiran yang lugas sehingga akan mudah

ditangkap maknanya oleh masyarakat awam sekalipun dalam menafsirkan.

Pemahaman asas ini sangat penting agar dalam peristiwa hukum apapun, semua

persoalan hendaknya diletakkan secara teratur dan terukur atau proporsional.

Kecenderungan yang terjadi khususnya di masayarakat kita dewasa ini adalah

kerap terjadi pengadilan opini bahkan pengadilan media (trial by the press) ketika

seorang tersangka, bahkan terperiksa hingga saksi, seolah-olah sudah berada pada

posisi bersalah.

Asas praduga tak bersalah oleh berbagai penulis seperti Harahap

mencantumkan serta menguraikan prinsip-prinsip KUHAP sebagai salah satu

penghormatan hak asasi, mesti ada prinsip praduga tak bersalah pada orang yang

diduga sebagai pelaku tindak pidana. Menurutnya bahwa:35

“Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki

hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa

bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang

menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan

pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan

asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah

berkekuatan tetap.”

Sistem peradilan pidana (criminal justice system) berdasarkan sistem

hukum Common Law, asas hukum ini merupakan prasyarat utama untuk

menetapkan bahwa suatu proses telah berlangsung jujur, adil, dan tidak

35

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan

Dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika,2006. h.34.

Page 29: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

19

memihak (due process of law). Pemahaman ini sangat penting untuk

disosialisasikan secara luas dan menyeluruh kepada seluruh elmen masyarakat,

sebagai bentuk kesadaran hukum sekaligus kedewasaan dalam berpolitik.

Mengapa dikaitkan dengan politik?. Ya memang kecenderungan permainan

politik praktis kerapkali ditunggangi kepentingan subyektif yang mendorong

pembelokan opini hingga intervensi di ranah hukum, sehingga asas-asas hukum

diabaikan. Situasi tersebut merupakan preseden buruk bagi pendidikan karakter

bangsa. Boleh saja membenci seseorang ketika padanya disangkakan suatu tindak

pidana tertentu, namun kebencian tidak boleh menjadikan kita berlaku tidak adil.

Didalam kitab suci Al-Qur‟an. Allah SWT dalam firmannya:36

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang

yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu

untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada

takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

apa yang kamu kerjakan”. Dengan Ini menegaskan bahwa betapa Agama Islam

sangat menjunjung tinggi asas keadilan atas manusia, tanpa membeda-bedakan

unsur SARA, menegakkan hukum dan keadilan harus berdasarkan fakta atau

argumen, bukan kebencian atau sentimen.

Kedewasaan dalam berpolitik harus seiring sejalan dengan kesadaran

hukum. Kesatuan dan persatuan bangsa ini harus tetap dijaga betul agar jangan

sampai rentan menjadi konflik. Marilah kita memberikan kesadaran seluas-

luasnya kepada masyarakat atas asas hukum “praduga tidak bersalah

„ (presumption of innocence) ini, guna menghindarkan diri dari pengadilan sesat

dan menyesatkan. Kepada semua pihak yang berwenang juga hendaknya tetap

berfikir utuh, bertindak rasional dan proporsional serta melaksanakan standar

yang tinggi dalam penanganan dan penerapan hukum di negara ini.

36

Quraish Shihab, Tafsir jalalayn diskusi , Surah Al-Ma‟idah ayat 8.

https://tafsirq.com/5-Al-Ma'idah/ayat-8 di akses pada 15 maret 2018

Page 30: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

20

c. Teori Pemisahan Kekuasaan

Teori pemisahan kekuasaan (separation of power), oleh Immanuel Kant

disebut sebagai doktrin Trias Politica yang berarti “Politik Tiga Serangkai”,

doktrin ini mulai terkenal setelah pecahnya Revolusi Prancis pada tahun 1789, tak

lama kemudian orang paham tentang kekuasaan yang tertumpuk ditangan raja

menjadi lenyap.37

Ketika itu timbul gagasan baru mengenai pemisahan kekuasaan

oleh Montesquieu dalam bukunya L’esprit Des Lois. Dasar pemikiran Trias

Politika sudah pernah dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian juga pernah

dikembangkan oleh Jhon Locke.38

Ciri khas teori pemisahan kekuasaan

(separation of power) dalam era modern saat ini ialah bersifat demokratis,

pemerintah yang terbatas kekuasaannya tidak dibenarkan bertindak sewenang-

wenang terhadap hukum, dan warganya.

Teori ini mengandung beberapa istilah yang menjadi perdebatan para

ilmuan, yang berhubungan erat dengan pemisahan kekuasaan (separation of

power) adalah distribusi kekuasaan (distribution of power) dan penempatan

(division of power) yang dalam arti sekilas tampak mirip, Soepomo misalnya

menegaskan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin trias politica dalam arti

paham pemisahan kekuasaan (separation of power), ala Montesquieu, melainkan

menganut sistim pembagian kekuasaan (distribution of power).39

Separation of

power oleh O. Hood Phillips dan yang lainnya diartikan sebagai the distribution of

the various power of government among different organs. Dengan kata lain

separation of power diidentikkan dengan distribution of power, oleh karena itu,

istilah tersebut dapat dipertukarkan maknanya satu sama lain. Misalnya Arthur

Mass, menggunakan istilah division of power sebagai genus yang terbagi menjadi

capital division of power dan territorial division of power.40

37

C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Cet.

I, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008. h. 74-75. 38

Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran

Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Cet. Ke-2, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Nusantara, 2004,

h. 200-203. 39

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Seketariat Jendral dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, h. 23. 40

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Jilid II, h. 19-20.

Page 31: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

21

Menurut C. F.Strong, fenomena pembagian kekuasaan seperti itu

dikarenakan adanya proses normal dari spesialisasi fungsi. Fenomena ini bisa

diamati pada semua bidang pemikiran dan tindakan yang disebabkan peradaban

bergerak semakin maju, bertambahnya bidang aktifitas, dan karena organ-organ

pemerintahan menjadi semakin kompleks.41

Strong melihat pada mulanya raja

adalah pembuat dan pelaksana undang-undang, disamping ia juga bertidak sebagai

hakim. Namun dalam perkembangannya tidak dapat dihindari tumbuhnya

tendensi untuk mendelegasikan kekuasaan-kekuasaan tesebut sehingga

menghasilkan adanya pembagian kekuasaan.42

Benang merah dari teori di atas, lebih tepat untuk memakai pendekatan G.

Marshall, yang membedakan ciri-ciri doktrin pemisahan kekuasaan (separation of

power) kedalam lima aspek,43

yaitu :

1. Differentiation

2. Legal incompatibility of office holding

3. Isolation, imunity, independence

4. Check and balances

5. Co-ordinate status and lack of accountability.

Pertama, doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power) itu bersifat

membedakan fungsi-fungsi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial.

Legislator membuat aturan, eksekutor melaksanakannya, sedangkan pengadilan

menilai konflik yang terjadi dalam pelaksanaan aturan itu dan menerapkan norma

aturan itu untuk menyelesaikan konflik atau perselisihan.

Kedua, doktrin pemisahan kekuasaan menghendaki orang yang menduduki

lembaga legislatif tidak boleh merangkap jabatan diluar cabang legislatif.

Meskipun demikian dalam praktek sistem pemerintahan parlemen, hal ini tidak

41

Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

1945 dengan Delapan Negara Maju, Cet ke-1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h.

12. 42

Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD

1945 dengan Delapan Negara Maju, Cet ke-1, h. 13. 43

John Alder and Peter English, Constitutional and Administrative Law, London:

Macmillan 1989, h. 57-59.

Page 32: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

22

diterapkan secara konsisten. Para menteri pemerintahan cabinet di Inggris justru

dipersyaratkan harus berasal dari mereka yang duduk sebagai anggota parlemen.

Ketiga, doktrin pemisahan kekuasaan juga menentukan bahwa masing-

masing organ tidak boleh turut campur atau melakukan intervensi terhadap organ

yang lain dengan demikian independensi masing-masing cabang dapat terjamin

dengan sebaik-baiknya.

Keempat, dalam doktrin pemisahan kekuasaan itu, juga paling penting

adalah adanya prinsip check and balances, dimana setiap cabang mengendalikan

dan mengimbangi kekuatan cabang-cabang kekuasaan lain. Dengan adanya

perimbangan yang saling mengendalikan tersebut, diharapkan agar tidak terjadi

penyalahgunaan kekuasaan dimasing-masing organ yang bersifat independen itu.

Kelima, adalah prinsip ko-ordinasi dan kesederajatan, yaitu semua (organ)

atau lembaga tinggi negara yang menjalankan fingsi legislatif, eksekutif dan

yudisial mempunya kedudukan sederajat dan mempunya hubungan yang bersifat

co-ordinatif, tidak bersifat sub-ordinatif satu dengan yang lainnya.44

Tiap-tiap

pembagian kekuasaan tersebut harus ada hukum yang mengatur secara detil agar

kedudukan dan kekuasaannya tidak tumpang-tindih dan tidak saling

mengintervensi antara satu dengan yang lain.

2. Kerangka Konseptual

a. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah salah satu

lembaga negara yang muncul dari perubahan ke-tiga UUD 1945.45

Sebagai

lembaga negara, yaitu suatu istitusi negara yang menjalankan kewenangan, peran,

fungsi, dan jabatan tertentu dalam hubungannya dengan kegiatan negara atau

44

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Jilid II, h. 21-22. 45

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945.

h: 196.

Page 33: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

23

pemerintah46

yang diwakilkan oleh wakil daerah yang berfungsi untuk

menyalurkan kepentingan daerah sebagai keseluruhan, terlepas dari kepentingan

individu-individu rakyat yang kepentingannya yang seharusnya kepentingannya di

salurkan melalui dewan perwakilan rakyat.47

Dewan Perwakilan Daerah itu sendiri suatu lembaga legislatif yang juga

mempunya alat kelengkapan di dalamya untuk menyangga dan membantu

memaksimalkan tugas dan fungsinya.

b. Dewan/ Badan Kehormatan DPD RI

Dewan/Badan Kehormatan DPD RI adalah alat kelengkapan DPD RI yang

bersifat tetap yang bertugas untuk melakukan pengawasan. Badan Kehormatan

dibentuk oleh DPD RI Tata cara pelaksanaan tugas Badan Kehormatan diatur

dengan peraturan DPD RI tentang tata beracara Badan Kehormatan. Pembentukan

BK di DPD RI merupakan respon atas sorotan publik terhadap kinerja sebagian

anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan

konflik kepentingan. BK DPD RI melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap

dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR, dan pada akhirnya

memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPD RI sebagai

bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik

Anggota. Rapat-rapat Badan Kehormatan bersifat tertutup. Tugas Badan

Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada

Pimpinan DPD RI.48

Seperti yang dijelaskan, Badan Kehormatan ini alat

kelengkapan yang mengawasi secara intern DPD RI dalam menjalankan Kode

Etiknya

c. Kode Etik DPD RI

46

Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,

h. 24. 47

Jilmly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitualisme Indonesia Ed.1. Cet. 2, Jakarta:

Sinar Grafika, 2011. h. 153. 48

Marulak Pardede dan Tim, Penelitian Tentang Efektivitas Putusan Badan Kehormatan,

Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementian Hukum dan Ham,2011. h. 88.

Page 34: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

24

Kode Etik adalah suatu sistem norma, nilai dan juga aturan profesional

tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak

benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja

yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan perbuatan apa

yang harus dihindari.49

Sedangkan Kode Etik DPD RI adalah suatu peraturan yang

dibuat oleh DPD RI sebagai panduan prilaku dalam upaya menertibkan secara

tertulis.50

Sebagai suatu organisasi pemerintahan DPD RI mempunyai “Cara”

yang tertulis untuk seluruh keanggotaanya dalam menjalankan tugas dan

sebagainya.

d. Peraturan Perundang-Undangan

Dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

Peraturan Perundang-undangan. Tapi dalam skripsi ini yang menjadi peraturan

perundang-undangan yang di maksud yaitu peraturan mengenai DPD RI dan alat

kelengkapannya serta semua aturan yang berkaitan dengan pemberhentian dan

pergantian ketua yang terkena kasus pidana.

e. Irman Gusman

Irman Gusman adalah ketua Dewan Perwakilan Daerah 2 periode yaitu

2009-2014 dan 2014-2016 yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan

(OTT) dikediamannya 16 September 2016. Irman sudah cukup lama berkarier di

bidang politik hingga membawanya menjadi pimpinan DPD tiga kali berturut-

turut.

Pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat ini memulai karier

politiknya sejak tahun 1999 dengan menjadi anggota MPR. Di MPR, Irman

dipercaya oleh Fraksi TNI/Polri DPRD Sumatera Barat.

49

http://www.pengertianku.net/2015/02/pengertian-kode-etik-dan-tujuannya-lengkap.html

diakses pada tanggal 6 maret 2018. 50

Ni‟matul Huda, Hukum Tata negara Indonesia. h. 193.

Page 35: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

25

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2017, yang terbagi dalam lima Bab. Pada setiap bab terdiri dari sub

bab yang digunakan untuk memperjelas ruang lingkup dan inti permasalahan yang

diteliti.

Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta inti permasalahan

adalah sebagai berikut:

BAB I. Pendahuluan

Merupakan pendahuluan yang bermuatkan: Latar belakang Masalah,

Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual, Tinjauan (Review) Kajian

Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II. Tinjauan Umum Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia

Bab ini Berisi tentang Tinjauan Umum yang bermuatkan: Profil Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Profil Badan Kehormatan DPD

RI, Pengertian Tindak Pidana Korupsi, dan Pemberhentian dan

Pengangkatan DPD RI

BAB III. Kewenangan Badan Kehormatan DPD RI

Bab ini Menjelaskan tentang perihal: Peran serta Kewenangan Badan

Kehormatan DPD RI dalam hal Pengawasan, Kedudukan, dan Keputusan

yang dilakukan Badan Kehormatan DPD RI

BAB IV. Keabsahan Pemberhentian Dan Pengangakatan Ketua DPD RI

Yang Terkena Pidana (Kasus Irman Gusman)

Bab ini menganalisis permasalahan keabsahan putusan Badan

Kehormatan DPD RI dalam pemberhentian dan pengangkatan ketua

DPD RI Yang Tersangkut Kasus Pidana.

Page 36: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

26

BAB V. Penutup

Bab ini berisi mengenai kesimpulan yang dapat ditarik yang mengacu

pada hasil penelitian sesuai dengan perumusan masalah yang telah

ditetapkan dan saran-saran yang akan lahir setelah pelaksanaan penelitian

dan pengulasannya dalam skripsi.

Page 37: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

27

BAB II

TINJAUAN UMUM DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK

INDONESIA

A. Profil Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) lahir pada

tanggal 9 November 2001, saat 128 anggota DPD RI yang terpilih untuk pertama

kalinya dilantik dan diambil sumpahnya. DPD RI lahir dalam tuntutan demokrasi,

guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta

meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan

nasional, serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka

dalam rangka perubahan konstitusi, MPR RI membentuk sebuah lembaga

perwakilan baru, yakni DPD RI.1 DPD RI adalah lembaga tinggi negara yang

dibentuk untuk memenuhi sistem bikameral yang ada di indonesia melalui

pembagian kekuasan pusat dan daerah, dengan batasan-batasan kekuasaan

regional itu sendiri, atau dengan ranah wewenang dan tugas lembaga negara

legislatif, eksekutif dan yudikatif. Tetapi Pendapat Jhon Locke yang memasukan

kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan eksekutif. Dan federatif sebagai

kekuasaan luar negeri yang berdiri sendiri sesuai pemikiran seperti itu, yang

timbul dari pengalamannya menjadi hakim, dimana kekuasaan yudikatif sangat

berbeda dengan kekuasaan eksekutif. Sebaliknya oleh Montesquieu, kekuasaan

hubungan luar negeri yang disebut oleh Jhon Locke federatif dimasukkannya

kedalam kekuasaan eksekutif.2 Di Indonesia Legislatif membedakan kekuasaan di

sistem bikameralnya dari daerah dan pusat.

Mengapa kekuasaan itu harus dipisahkan satu sama lain agar tidak tercipta

pemerintahan sewenang-wenang, hal ini juga dikatakan oleh sejarawan inggris,

1 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. h.

298. 2 Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, Cet. Ke-2, Jakarta: Aksara Baru, 1978, h.

6.

Page 38: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

28

Lord Acton dengan dalilnya “Power tends corrupt, but absolute power corrupt

absolutly”.3 Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-

misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’

dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan

satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi

kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara vertikal. Dengan begitu,

kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu

tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.4

Ajaran tersebut bukan lagi ajaran yang baru, bagi Montesquieu secara

garis besar pemisahan kekuasaan sebagai berikut : Pertama, terciptanya

masyarakat yang bebas. Keinginan seperti ini muncul karena Montesquieu hidup

dalam kondisi sosial dan politik yang tertekan dibawah kekuasaan Raja Lodewijk

XIV yang memerintah secara absolut. Kedua, jalan untuk mencapai masyarakat

yang bebas adalah pemisahan antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan

eksekutif. Montesquieu tidak membenarkan jika kedua fungsi berada di satu orang

atau badan karena dikhawatirkan akan melaksanakan pemerintahan tirani. Ketiga,

kekuasaan yudisial harus dipisah dengan fungsi legislatif. Hal ini dimaksudkan

agar hakim dapat bertindak secara bebas dalam memeriksa dan memutus perkara.5

Ketiga kekuasaan tersebut di atas, menurut Monstesquieu, harus terpisah

satu sama lain, mulai dari fungsi maupun mengenai alat perlengkapannya.

Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif harus berdiri sendiri karena

kekuasaan tersebut dianggapnya sangat penting.

Pada awal-awal pembentukan, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh

DPD RI antara lain. Tantangan tersebut mulai dari wewenangnya yang dianggap

jauh dari kata memadai untuk menjadi kamar kedua yang efektif dalam sebuah

3 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet. Ke-6, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2013, h. 107. 4 Jimly Asshiddiqie, Konsep Negara Hukum, dalam (Artikel Hukum) “Gagasan Hukum

Indonesia”, www.docudesk.com, h. 10. 5 Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia

(Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridik Pertanggung Jawaban Kekuasaan), Surabaya:

Disertasi Doktor Pascasarjana Universitas Airlangga, 1990, h. 58-59.

Page 39: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

29

parlemen bikameral, sampai dengan persoalan kelembagaannya yang juga jauh

dari kata memadai. Tantangan-tantangan tersebut timbul terutama karena tidak

banyak dukungan dalam segi politik yang diberikan kepada lembaga baru ini6.

Pada saat itu berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang

dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga

keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan

serasi. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih

mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar

kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal

terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut

berangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat

sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa

ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi ancaman keutuhan wilayah

negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsur Utusan Daerah dalam

keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-

Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-

tantangan tersebut.

Dalam perjalanannya, gagasan tentang parlemen bikameral yang baik itu

ternyata kemudian hilang karena kompromi-kompromi dan menonjolkan

kepentingan politik selama proses amandemen. Meskipun kedudukannya

merupakan salah satu lembaga negara yang sejajar dengan DPR, MPR, Presiden,

MA, MK, dan BPK. DPD RI yang anggotanya dipilih langsung melalui pemilu

ternyata didalam konstitusi hanya memiliki fungsi yang sangat sumir dan sama

sekali tak berarti jika dibandingkan dengan biaya politik dan proses perekrutannya

yang demokratis. Berbeda dengan DPR RI yang diatur dalam tujuh pasal (Pasal

19 sampai dengan Pasal 22B), DPD RI hanya diatur dalam 2 pasal (Pasal 22C dan

Pasal 22D).7

6 Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:Rajawali Pers,2009. h. 173.

7 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2011. h.

68.

Page 40: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

30

Lembaga baru yang muncul melalui perubahan ke-tiga UUD 1945 ini yang

dilihat dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diatur dalam pasal 22C dan 22D

dan 22E mengenai pemilihan umum.8 Dalam perubahan itu sistem perwakilan

dan parlemen di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi sistem

bikameral dengan kaitan checks and balances yang diajukan dari supermasi MPR

RI. Perubahan tersebut tidak terjadi otomatis dan seketika, tetapi melalui tahap

pembahasan yang panjang baik di masyarakat maupun di MPR RI, khususnya di

Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain memperhatikan tuntutan

politik dan pandangan-pandangan yang berkembang bersama reformasi, juga

melibatkan pembahasan yang bersifat akademis, dengan mempelajari sistem

pemerintahan yang berlaku di negara-negara lain khususnya di negara yang

menganut paham demokrasi.9

Jika dibandingkan dari segi dibentuk lembaganya, DPD RI memang

sangatlah jauh lebih muda dari DPR RI, karena DPR RI lahir sejak tahun 1918

(dulu bernama Volksraad). Namun, apabila dilihat dari segi gagasannya pemikiran

pembentukannya, keberadaan lembaga seperti DPD RI, yang mewakili daerah di

dalam parlemen nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan dapat dilacak sejak

sebelum masa kemerdekaan. Dicatat oleh Indra J. Piliang dalam sebuah buku

yang diterbitkan DPD RI, bahwa pemikiran ini lahir pertama kali dalam

konferensi GAPI pada 31 Januari 1941.10

Sampai gagasan pemikiran

pembentukan itu terus bergulir, dan pada masa pendirian Republik Indonesia ini

pun, gagasan untuk membentuk lembaga perwakilan daerah di dalam parlemen

nasional ikut dibahas. Gagsan pemikiran tersebut dikemukakan oleh Moh. Yamin

dalam rapat perumusan UUD 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dikatakannya:

Kekuasaan yang dipegang oleh permusyawaratan oleh seluruh rakyat

Indonesia diduduki, tidak saja oleh wakil daerah-daerah Indonesia, tetapi

8 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22 ayat 1 Perubahan keempat.

9 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara, h. 69.

10 Kelompok DPD RI, Mengenal DPD RI, Jakarta:Kelompok DPD RI di MPR, 2006. h.

15.

Page 41: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

31

semata-mata pula oleh wakil golongan atau rakyat Indonesia seluruhnya, yang

dipilih dengan bebas dan merdeka oleh rakyat dengan suara terbanyak. Majelis

Permusyawaratan juga meliputi segala anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Kepada Majelis Presiden bertanggung jawab. Jadi ada dua syaratnya, yaitu wakil

daerah dan wakil golongan langsung daripada rakyat Indonesia.11

Gagasan-gagasan Pemikiran akan pentingnya keberadaan perwakilan

daerah di dalam parlemen nasional pada awalnya diakomodasi dalam konstitusi

pertama Indonesia, UUD 1945, dengan konsep “utusan daerah” di dalam Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), yang bersanding dengan

“utusan golongan” dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(DPR RI). Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa

“MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-

daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-

undang.”12

Pengaturan yang longgar dalam UUD 1945 tersebut kemudian diatur

lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Periode konstitusi berikutnya, UUD Republik Indonesia Serikat (RIS),

gagsan pemikiran tersebut terwujudkan dalam bentuk Senat Republik Indonesia

Serikat yang mewakili negara bagian dan bekerja bersisian disamping dengan

DPR-RIS. Sehingga dalam kandungan UUD Sementara (UUDS) 195013

tetap

mengakomodasi Senat yang sudah ada sebelumnya, selama masa transisi

berlangsung. Masa transisi ini ada karena UUDS 1950, yang dibuat untuk

menghentikan federalisme ini, secara khusus mengamanatkan adanya pemilihan

umum (Pemilu) dan pemilihan anggota Konstituante untuk membuat UUD yang

definitif yang akan menjadi landasan bentuk dan pola baru pemerintahan

Indonesia. Karena itulah, penting untuk dicatat, adanya Senat dalam UUDS 1950

hanya diberlakukan selagi Pemilu yang direncanakan belum terlaksana (kemudian

terlaksana pada tahun 1955). Dalam sistem perwakilan UUDS itu sendiri, Senat

ditiadakan karena bentuk negara tidak lagi federal.

11

Sekertariat Negara Republik Indonesia, Jakarta: Sekertariat Negara RI,1995. 12

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 2 Belum Ada Perubahan. 13

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950. Tentang Perubahan Konstitusi Sementara

Republik Indonesia Serikat Mendjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia

Pasal.

Page 42: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

32

Setelah UUD RIS 1949 dan UUDS 1950, Indonesia kembali ke UUD 1945

melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Konsekuensinya, “utusan daerah” kembali

hadir. Dekrit ini lantas diikuti dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 2

Tahun 1959 tentang Pembentukan MPR Sementara (MPRS) dan Penetapan

Presiden No. 12 Tahun 1959 tentang Susunan MPRS. Penetapan Presiden No.

12/1959 ini menetapkan bahwa MPRS terdiri dari anggota DPRS (hasil Pemilu

1955) ditambah utusan daerah dan golongan karya. Anggota MPRS tidak dipilih

melalui Pemilu, melainkan melalui penunjukan oleh Soekarno.14

Kemudian

Soekarno memangkas fungsi, kedudukan, dan wewenang MPRS melalui

Ketetapan MPRS No. 1 Tahun 1960 sehingga MPRS hanya bisa menetapkan

GBHN, tanpa bisa mengubah UUD.

Pada masa pemerintahan Soeharto, skema ini tidak berubah. Utusan

daerah sebagai anggota MPR hanya bekerja sekali dalam lima tahun, untuk

memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta menetapkan GBHN. Tidak ada hal

lainnya yang dapat dilakukan oleh utusan daerah selama lima tahun masa

jabatannya. Akibatnya, efektivitasnya sebagai wakil daerah dalam pengambilan

keputusan tingkat nasional dapat dipertanyakan. Bila dibandingkan dengan

konsep parlemen dua kamar (bikameral) yang menjadi rujukan perwakilan daerah,

keberadaan utusan daerah ini berada di luar konteks.

Perkembangan pemikiran yang signifikan kemudian muncul pada

pembahasan amandemen UUD 1945 pada 1999-2002. Perubahan pertama UUD

1945 disahkan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang berlangsung pada

tanggal 14-21 Oktober 1999 dan perubahan kedua dilakukan pada Sidang

Tahunan MPR yang berlangsung pada tanggal 7-18 Agustus 2000. Setelah

perubahan kedua tersebut, MPR masih memandang perlu untuk melanjutkan ke

perubahan ketiga UUD 1945. Dalam perubahan ketiga inilah muncul gagasan

untuk membentuk parlemen yang menganut sistem bikameral, yang kemudian

melahirkan secara legal formal DPD RI yang ada sekarang.

14

Robert Endi Jaweng, Mengenal DPD RI: Sebuah Gambaran Awal. Institut For local

Development : Jakarta, 2005, h. 10.

Page 43: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

33

Perlu diketahui, menurut MH. M Syaiful Rahman yang di kutip Salman

Maggalatung bahwa ada lima asumsi yang melatar belakangi lahirnya DPD RI

dalam struktur ketatanegaraan RI sebagai kamar kedua dalam lembaga legislatif,

yaitu pertama, sistem perwakilan setidaknya harus mencerminkan keterwakilan

penduduk, keterwakilan ruang (daerah), dan keterwakilan deskriptif. Kedua, ada

keterkaitan budaya, sejarah, ekonomi, dan politik antara penduduk dengan ruang

(daerah) dan penyebaran penduduk indonesia yang tidak merata disetiap daerah.

Ketiga, kondisi geopolitik Indonesia yang terdiri daerah kepulauan yang

terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan

masyarakatnya yang plural dengan keragaman suku, adat, bahasa, budaya, dan

lain sebagainya, tertampung dalam otonomi yang lebih luas. Keempat,

menghindari monopoli dalam pembuatan Undang-Undang. Kelima,mewujudkan

mekanisme checks and balances dalam lembaga legislatif dan menghindari

kesewenang-wenangan oleh salah satu lembaga negara . hadirnya lembaga baru

ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas keterwakilan rakyat, lebih responsif

pada pluralisme dalam rangka memperkuat NKRI serta memperkokoh mekanisme

demokrasi dalam sistem pemerintahan negara.15

Pengusulan DPD RI dalam perubahan kelima UUD NRI Tahun 1945

dimaksudkan agar eksistensi dan keberadaan DPD RI dapat menyetujui atau

menolak rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat-daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi lain, serta pertimbangan keuangan

pusat-daerah yang tidak disetujui oleh DPR RI. Kewenangan DPD RI

sebagaimana yang telah termaktub dalam konstitusi, terlihat sangat lemah dan

tidak menentukan.16

Sedangkan kecendrungan DPD RI membangun checks and

balances dengan DPR RI dalam penggunaan fungsi legislasi, adalah sebuah

keniscayaan.

15

Salman Maggalatung, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945, h.

69. 16

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan ketiga Pasal

22D

Page 44: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

34

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan

MPR, DPR, DPD dan DPRD pada saat sekarang sudah diganti dan diatur dalam

pasal 256 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

DPRD. Sebagaimana DPR, DPD juga mempunyai hak sebagai anggota yang

mempunyai kewajiban.

a. Mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah.

b. Ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

c. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan rancangan

undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan

agama.

d. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai

otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,

hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

17

Sesuai dengan ketentuan Pasal 257 dan 258 Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD

bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

1. Hak

a. Bertanya

17

Abu Tamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Ciputat: Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. h. 131.

Page 45: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

35

b. Menyampaikan usul dan pendapat

c. Memilih dan dipilih

d. Membela diri

e. Imunitas

f. Protokoler

g. Keuangan dan administratif

2. Kewajiban

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila

b. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan

c. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia

d. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok, golongan, dan daerah

e. Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

negara

f. Menaati tata tertib dan kode etik

g. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain

h. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat

i. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada

masyarakat di daerah yang diwakilinya.

Kinerja DPD RI di era reformasi kurang optimal karena pengaturan di

dalam UUD 1945 setelah perubahan dan peraturan perundang-undangan lainnya,

kekuasaan DPD RI tidak seimbang dengan kekuasaan DPR. Hal ini disebabkan

karena yang berwenang membentuk Undang-Undang di era reformasi adalah

DPR. Di dalam pembahasan perubahan pasal UUD 1945 peranan DPR sebagai

anggota MPR juga dominan khususnya dalam membahas kewenangan dalam

membahas pasal-pasal perubahan UUD 1945 tentang DPR. DPD RI hanya dapat

mengajukan rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan kepentingan

daerah, karena DPD RI mewakili daerah provinsinya. Tidak semua rancangan

Page 46: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

36

Undang-Undang DPD RI dapat terlibat tetapi hanya rancangan Undang-Undang

yang berkaitan dengan kepentingan daerah dan beberapa rancangan Undang-

Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

DPD RI juga tidak bisa melakukan pengawasan terhadap pemerintah

terhadap semua tindakan Pemerintah berdasarkan peraturan Perundang-undangan

tetapi hanya tindakan pemerintah berdasarkan Undang-Undang yang berkaitan

dengan kepentingan daerah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja

Negara (APBN), pajak, pendidikan dan agama.18

Anggota DPD RI dari setiap provinsi adalah 4 orang dengan demikian

jumlah anggota DPD RI saat ini adalah 136 Orang. Didalam keanggotaan DPD RI

terdapat pula alat kelengkapan yang terdiri dari Komite, Badan Kehormatan, dan

panita-panitia lain yang diperlukan.

B. Badan Kehormatan DPD RI

Badan Kehormatan DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang

baru, sebagaimana termaktub dalam Pasal 270 ayat (1) Undang Undang Nomor

17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Badan Kehormatan DPR

RI dibentuk oleh DPD RI sebagai alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap.

Berbeda halnya dengan periode 1999 – 2004 yang menyebut: ”Dewan

Kehormatan” sebagai kelembagaan yang tidak bersifat tetap (ad hoc) karena

lembaga ini dapat dibentuk oleh DPD RI bila terdapat kasus terkait dengan

perilaku anggota DPD RI. Hingga periode 1999 – 2004 berakhir, tidak ada kasus

yang berhasil diproses oleh ”Dewan Kehormatan”, sehingga dalam periode

tersebut ”Dewan kehormatan” belum pernah terbentuk guna menjalankan tugas

dan fungsinya dalam penegakan Kode Etik DPD RI. Di sisi lain pembentukan

Badan Kehormatan di Indonesia, baik badan kehormatan DPD RI, dan dewan

kehormatan legislatif lainnya merupakan efek dari munculnya gagasan Reformasi,

Etik, Rezim Etik, Kode Etik dan Kode Perilaku pada sejumlah parlemen di

18

Abu Tamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, h. 132-133.

Page 47: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

37

daerah. Keempat gagasan ini awalnya dikembangkan oleh sektor swasta (private

sector). Di tengah sistem ekonomi – pasar global,negara tidak lagi mampu

mengontrol, mengakses dan memberikan sanksi terhadap permasalahan yang ada.

Sebagai contoh, pelanggaran seringkali melakukan boikot produk dan perusahaan

yang dicurigai tidak menghargai standar etika bisnis. Akhirnya perusahaan

menyusun instrumen Reformasi Etik dan Rezim.19

Badan kehormatan DPD RI adalah salah satu alat kelengkapan parlemen

yang penting. Tugasnya dalam menegakan kode etik anggota, membuat alat

kelengkapan ini di satu sisi sangat berguna dan di sisi lain memiliki tantangan

yang sangat berat. Maraknya kasus indikasi pelanggaran kode etik yang

kongkuren dan berjalan paralel dengan skandal kasus publik seperti korupsi juga

membuat alat kelengkapan ini tugasnya semakin berat. Ada persoalan kewajiban

melaksanakan fungsi alat kelengkapan sesuai dengan amanat Undang Undang,

Tata Tertib dan Kode Etik di satu sisi. Di sisi lain, BK juga harus berada di dalam

dilema antara membela kepentingan publik dan menjaga citra, baik citra

kelembagaan DPD RI maupun citra Partai Politik serta anggota DPD RI. Beratnya

tugas dan tanggung jawab Badan Kehormatan memerlukan penguatan

kewenangan yang dapat menunjang pelaksanaan fungsinya menegakan Citra DPD

RI. Pengaturan terkait Badan Kehormatan DPD RI harus juga mampu

memperkuat dari sisi kelembagaan sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan.

Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwkilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MPR, DPR, DPD, dan

DPRD). Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, akan meninjau

kembali fungsi kewenangan dari lembaga perwakilan. Proses ini sangat penting

untuk memastikan perubahan yang berarti dari pelaksanaan kewenangan beberapa

perwakilan sekaligus alat kelengkapan yang ada di dalamnya, termasuk Badan

Kehormatan DPD RI.

19

Marulak Pardede dan Tim, Penelitian Tentang Efektivitas Putusan Badan Kehormatan,

h.16.

Page 48: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

38

Ketentuan tentang Badan Kehormatan DPD diatur di dalam Peraturan

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata

Tertib DPD, Badan Kehormatan yang merupakan lembaga baru di parlemen di

Indonesia, awalnya Badan Kehormatan di DPD pada periode sebelumnya diberi

nama ”Dewan Kehormatan” yang tidak bersifat tetap dan hanya dibentuk bila

terdapat kasus dan disepakati untuk menuntaskan suatu kasus yang menimpa

anggota DPR dan DPRD. Tepat pada Periode 2004-2009, Badan Kehormatan di

Indonesia didisain sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap, artinya Badan

Kehormatan merupakan suatu keharusan untuk segera dibentuk di seluruh

parlemen di Indonesia, Argumentasi ini didapatkan bila kita menafsirkan pasal

271 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

DPRD jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.20

Alat Kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap dan mempunyai

tugas sebagai berikut:21

1. melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota

DPD RI karena :

a. tidak melaksanakan kewajiban;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau

berhalangantetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut

tanpa keterangan apapun;

c. tidak menghadiri Sidang Paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan

DPD RI yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam )

kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;

d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota sesuai dengan

peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;

e. melanggar ketentuan larangan Anggota.

20

Ni‟matul Huda, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah dan Perkembangan dan

Problamatika, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h. 123. 21

Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib. Pasal 271.

Page 49: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

39

2. menetapkan keputusan atas hasil penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan

terhadap Anggota.

3. menyampaikan keputusan sebagaimana atas penyelidikan dan verifikasi atas

pengaduan teradap Anggota pada Sidang Paripurna untu ditetapkan.

4. selain tugas-tugas sebagaimana di atas BK juga melakukan evaluasi dan

penyempurnaan peraturan DPD tentang Tata Tertib dan Kode Etik DPD.

C. Pemberhentian dan Pengangkatan Ketua DPD RI

Aturan di dalam Tata Tertib Nomor 1 tahun 2014 mengenai

pemberhentian antarwaktu, penggantian antarwaktu, dan pemberhentian

sementara Dewan Perwakilan Daerah mengenai pemberhentian dan pengangkatan

DPD Ini juga perlunya mengapa DPD di berhentiakn atau di ganti oleh yang baru.

Pada paragraf pertama yaitu mengenai pemberhentian antar waktu diatur dalam

pasal 23 yaitu:

1. Anggota berhenti antarwaktu karena

a. Meninggal dunia

b. Mengundurkan diri

c. Diberhentikan.

2. Anggota diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c, apabila:

3. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap

sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa

pun.

a. Melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik.

b. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Page 50: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

40

c. Tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat Alat Kelengkapan

DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali

berturut-turut tanpa alasan yang sah.

d. Tidak memenuhi syarat sebagai calon Anggota sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum.

e. Melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam peraturan

ini.

Pemberhentian antar waktu pada Pasal 24 memiliki tata cara yang harus di

ikuti menurut kode etik dan Tata Tertib DPD RI yaitu:

a. Pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf

a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c diusulkan oleh Pimpinan DPD yang

diumumkan dalam Sidang paripurna.

b. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak usul pimpinan DPD diumumkan dalam

Sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPD

menyampaikan usul pemberhentian anggota kepada Presiden untuk

memperoleh peresmian pemberhentian.

c. Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian

anggota dari pimpinan DPD.

d. Apabila Presiden belum meresmikan pemberhentian anggota setelah 14

(empat belas hari) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengikuti kegiatan DPD

tanpa mengurangi hak-hak administratifnya.

Di jelaskan pasal 25 lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian antar

waktu sebagai berikut yaitu:

1. Pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf

a, huruf b, huruf d, sampai dengan huruf f, dilakukan setelah adanya hasil

penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan Badan

Page 51: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

41

Kehormatan atas pengaduan dari Pimpinan DPD, masyarakat dan/atau

pemilih.

2. Keputusan Badan Kehormatan mengenai pemberhentian Anggota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan

kepada Sidang paripurna.

3. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPD menyampaikan keputusan Badan

Kehormatan kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian.

4. Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian

Anggota dari Pimpinan DPD.

5. Apabila Presiden belum meresmikan pemberhentian Anggota setelah 14

(empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Anggota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengikuti kegiatan DPD

tanpa mengurangi hak-hak administratifnya.

Di Pasal selanjutnya yaitu pasal 26 juga dijelaskan lebih lanjut:

1. Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (1), Badan Kehormatan dapat meminta bantuan dari ahli

independen.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan, verifikasi, dan

pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan diatur dengan Peraturan

DPD tentang Tata Beracara Badan Kehormatan.

Pada pasal selanjutnya mengenai Penggantian Antarwaktu di Pasal 27 di

dalam Tata Tertib DPD RI yaitu:

1. Anggota yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

ayat (1) digantikan oleh calon Anggota yang memperoleh suara terbanyak

urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara calon Anggota dari

provinsi yang sama.

Page 52: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

42

2. Dalam hal calon Anggota yang memperoleh suara terbanyak urutan

berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara calon Anggota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan diri,

atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota, Anggota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon Anggota yang

memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.

3. Masa jabatan Anggota pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan

Anggota yang digantikannya.

Penggantian antar waktu adalah suatu proses penarikan kembali atau

pergantian DPD RI oleh induk organisasinya. Hak Penggantian antar waktu diatur

dalam Pasal 213 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,

DPD dan DPRD. Penggantian antar waktu berfungsi sebagai mechanism control

dari partai politik yang memiliki wakilnya yang duduk sebagai anggota parlemen.

Hak Penggantian antar waktu didefinisikan oleh sejumlah ahli, salah

satunya oleh M. Isnaeni mengatakan: Hak Penggantian antar waktu pada

umumnya merupakan suatu „pedang Democles‟ bagi tiap-tiap anggota DPD RI.

Dengan adanya hak recall maka anggota DPR akan lebih banyak menunggu

petunjuk dan pedoman pimpinan fraksinya dari pada ber-oto-aktivitas. Melakukan

oto-aktivitas yang tinggi tanpa restu pimpinan fraksi kemungkinan besar

melakukan kesalahan fatal yang dapat berakibat recalling. Karena itu untuk

keamanan keanggotaannya lebih baik menunggu apa yang diinstruksikan oleh

pimpinan fraksinya.22

Moh. Hatta juga pernah mengatakan: Hak Penggantian antar waktu

bertentangan dengan demokrasi apalagi dengan demokrasi Pancasila. Pimpinan

partai tidak berhak membatalkan anggotanya sebagai hasil dari pemilu. Rupanya

dalam kenyataannya pimpinan partai merasa lebih berkuasa dari rakyat

pemilihnya. Kalau demikian adanya ia menganjurkan agar pemilu ditiadakan saja.

22

M. Isnaeni, MPR-DPR sebagai Wahana Mewujudkan Demokrasi Pancasila, Jakarta:

Yayasan Idayu, 1982, h.57-58.

Page 53: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

43

Pada dasarnya hak Pergantian antar waktu ini hanya ada pada negara komunis dan

fasis yang bersifat otoriter.23

Selanjutnya Pada Pasal 28 menerangkan yaitu:

1. Pimpinan DPD menyampaikan nama Anggota yang diberhentikan

antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU

paling lambat 14 (empat belas) hari sejak Anggota berhenti.

2. KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2)

kepada Pimpinan DPD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat

Pimpinan DPD.

3. Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti

antarwaktu dari KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPD

menyampaikan nama Anggota yang diberhentikan dan nama calon

pengganti antarwaktu kepada Presiden.

4. Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama Anggota yang

diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari Pimpinan DPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden meresmikan pemberhentian

dan pengangkatannya dengan keputusan Presiden.

5. Sebelum memangku jabatannya, Anggota pengganti antarwaktu

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengucapkan sumpah/janji yang

pengucapannya dipandu oleh Pimpinan DPD, dengan tata cara dan teks

sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan pasal 9.

6. Setelah pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (5),

Anggota menandatangani Pakta Integritas sebagaimana diatur dalam Pasal

10.

7. Penggantian antarwaktu Anggota tidak dilaksanakan apabila sisa masa

jabatan Anggota yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.

23

Deliar Noer, Mohammad Hatta Suatu Biografi Politik, Jakarta: LP3ES, 1989, h.305-

306

Page 54: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

44

Pasal 29 menyebutkan tentang pemberhentian sementara dan rehabilitasi

yaitu:

1. Anggota diberhentikan sementara karena:

a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau

b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

2. Dalam hal Anggota dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak

pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Anggota yang bersangkutan

diberhentikan sebagai Anggota.

3. Dalam hal Anggota dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Anggota yang bersangkutan

diaktifkan.

4. Anggota yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan

tertentu.

5. Hak keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi gaji pokok,

tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.

Pasal 30 (1) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3)

dapat direhabilitasi nama baiknya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan DPD

tentang Kode Etik, yaitu Pasal 31 tentang tata cara pemberhentian sementara dan

rehabilitasi yaitu:

1. Tata cara pemberhentian sementara Anggota sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 adalah:

a. Pimpinan DPD setelah menerima surat pemberitahuan mengenai status

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) meneruskan kepada

Badan Kehormatan;

Page 55: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

45

b. Badan Kehormatan melakukan verifikasi mengenai status Anggota yang

hasilnya dituangkan dalam keputusan Badan Kehormatan

c. Keputusan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilaporkan oleh Badan

Kehormatan kepada Sidang paripurna dan disampaikan kepada Anggota

yang bersangkutan.

2. Dalam hal Pimpinan DPD belum menerima surat pemberitahuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pimpinan DPD dapat menugasi Badan

Kehormatan untuk melakukan klarifikasi terhadap Anggota terkait dengan

kasus tersebut.

3. Badan Kehormatan dapat mencari informasi terkait proses penegakan hukum.

Page 56: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

46

BAB III

KEWENANGAN BADAN KEHORMATAN DPD RI

A. Kewenangan Badan Kehormatan DPD RI

Badan kehormatan DPD RI adalah salah satu alat kelengkapan parlemen

yang penting. Tugasnya dalam menegakan kode etik anggota, membuat alat

kelengkapan ini di satu sisi sangat berguna dan di sisi lain memiliki tantangan

yang sangat berat. Maraknya kasus indikasi pelanggaran kode etik yang

kongkuren dan berjalan paralel dengan skandal kasus publik seperti korupsi juga

membuat alat kelengkapan ini tugasnya semakin berat. Ada persoalan kewajiban

melaksanakan fungsi alat kelengkapan sesuai dengan amanat Undang - Undang,

Tata Tertib dan Kode Etik di satu sisi. Di sisi lain, Badan Kehormatan juga harus

berada di dalam dilema antara membela kepentingan publik dan menjaga citra,

baik citra kelembagaan DPD RI maupun citra partai politik dan daerah anggota

DPD RI. Beratnya tugas dan tanggung jawab Badan Kehormatan memerlukan

penguatan kewenangan yang dapat menunjang pelaksanaan fungsinya menegakan

Citra DPD RI. Pengaturan terkait Badan Kehormatan DPD RI harus juga mampu

memperkuat dari sisi kelembagaan sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan.

Di sisi lain pembentukan Badan Kehormatan di Indonesia, baik Badan

Kehormatan DPD RI, dan dewan kehormatan legislatif lainnya merupakan efek

dari munculnya gagasan Reformasi, Etik, Rezim Etik, Kode Etik dan Kode

Perilaku pada sejumlah parlemen di daerah. Keempat gagasan ini awalnya

dikembangkan oleh sektor swasta (private sector). Di tengah sistem ekonomi –

pasar global,negara tidak lagi mampu mengontrol, mengakses dan memberikan

sanksi terhadap permasalahan yang ada. Sebagai contoh, pelanggaran seringkali

melakukan boikot produk dan perusahaan yang dicurigai tidak menghargai

standar etika bisnis. Akhirnya perusahaan menyusun instrumen Reformasi Etik

dan Rezim.1

1 Marulak Pardede dan Tim, Penelitian Tentang Efektivitas Putusan Badan Kehormatan,

h.16.

Page 57: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

47

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwkilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MPR, DPR, DPD, dan DPRD).

Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, meninjau kembali fungsi

kewenangan dari lembaga perwakilan. Proses ini sangat penting untuk

memastikan perubahan yang berarti dari pelaksanaan kewenangan beberapa

perwakilan sekaligus alat kelengkapan yang ada di dalamnya, termasuk Badan

Kehormatan DPD RI.

Ketentuan tentang Badan Kehormatan DPD RI diatur di dalam Peraturan

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata

Tertib DPD, Badan Kehormatan yang merupakan lembaga baru di parlemen di

Indonesia, awalnya Badan Kehormatan di DPD RI pada periode sebelumnya

diberi nama ”Dewan Kehormatan” yang tidak bersifat tetap dan hanya dibentuk

bila terdapat kasus dan disepakati untuk menuntaskan suatu kasus yang menimpa

anggota DPD RI saja. Tepat pada Periode 2004-2009, Badan Kehormatan di

Indonesia didisain sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap, artinya Badan

Kehormatan merupakan suatu keharusan untuk segera dibentuk di seluruh

parlemen di Indonesia, Argumentasi ini didapatkan bila kita menafsirkan Undang-

Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD jo.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.2 Selain

alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap dan mempunyai tugas3:

1. melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota

DPD RI karena :

a. tidak melaksanakan kewajiban;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan

tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa

keterangan apapun;

2 Ni’matul Huda, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah dan Perkembangan dan

Problamatika, h. 123. 3 Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib. Pasal 271.

Page 58: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

48

c. tidak menghadiri Sidang Paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan

DPD RI yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam ) kali

berturut-turut tanpa alasan yang sah;

d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota sesuai dengan

peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;

e. melanggar ketentuan larangan Anggota.

2. menetapkan keputusan atas hasil penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan

terhadap Anggota.

3. menyampaikan keputusan sebagaimana atas penyelidikan dan verifikasi atas

pengaduan teradap Anggota pada Sidang Paripurna untu ditetapkan.

4. selain tugas-tugas sebagaimana di atas BK juga melakukan evaluasi dan

penyempurnaan peraturan DPD tentang Tata Tertib dan Kode Etik DPD.

Pengawasan internal DPD RI untuk menegakkan kode etik serta Badan

kehormatan ini punyai peran memutuskan hasil dari setiap putusan mengenai kode

eik internal sendiri.

B. Peran Pengawasan Badan Kehormatan DPD RI dalam Pemberhentian dan

Pengangkatan Ketua DPD RI

Secara jujur harus dikatakan, keberhasilan membentuk kamar kedua di

lembaga perwakilan rakyat dengan sebutan DPD RI dalam sidang tahun MPR

2001 tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan. Dalam pembahasan penuh

kontroversi yaitu adanya kekhawatiran bahwa eksistensi DPD RI akan

memporakporandakan atau meluluhlantakan bangunan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Disinyalir, keberadaan DPD RI akan mengurangi efektifitas

kebijakan pusat terhadap daerah. Ujung-ujungnya, DPD RI dituding mengusung

semangat federasi yang sangat bertentangan dengan negara kesatuan.4

4 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara. h. 68.

Page 59: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

49

Meskipun mengundang kontroversi, kehadiran DPD RI sudah tidak

terhindari lagi. Bahkan lembaga baru ini diatur dalam ketentuan Bab VIIA tentang

DPD RI. Eksistensi DPD RI dinyatakan dalam Pasal 22C UUD 1945. DPD RI

mempunyai alat kelengkapan DPD RI dan salah satunya yaitu Badan Kehormatan

yang di sini mempunyai peranan dalam mengawasi kenerja keanggotaan DPD RI.

Pengawasan yang dilakukan Badan Kehormatan DPD RI untuk

pengangkatan anggota atau ketua DPD RI tidak ada keterkaitannya baik dari tugas

maupun wewenang dalam hal tersebut, karena untuk mengangkat Keanggotaan

dan ketua DPD RI sudah jelas di tuangkan dalam Peraturan Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib yang di mana

Pasal 49 untuk pemilihan Pimpinan DPD RI dan untuk keanggotaan tertuang pada

Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017. Tetapi pengawasan mengeni

pemberhentian yang dilakukan oleh Badan Kehormatan DPD RI untuk anggotaan

dan ketua yang sudah tertuang dalam Pasal 92 pada Peraturan Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib dan Pada

Pasal 271 pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD

dan DPRD melalui tugasnya yang berbunyi:

1. melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap Anggota

DPD RI karena :

a. tidak melaksanakan kewajiban;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau

berhalangantetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut

tanpa keterangan apapun;

c. tidak menghadiri Sidang Paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPD

yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam ) kali berturut-

turut tanpa alasan yang sah;

d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota sesuai dengan

peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;

e. melanggar ketentuan larangan Anggota.

Page 60: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

50

2. menetapkan keputusan atas hasil penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan

terhadap Anggota.

3. menyampaikan keputusan sebagaimana atas penyelidikan dan verifikasi atas

pengaduan teradap Anggota pada Sidang Paripurna untu ditetapkan.

4. selain tugas-tugas sebagaimana di atas BK juga melakukan evaluasi dan

penyempurnaan peraturan DPD tentang Tata Tertib dan Kode Etik DPD.

Di aturan ini terlihat bahwa badan kehormatan mempunyai kewenangan

menyelidiki dan verifikasi, serta menetapkan hasil dan menyampaikan hasil suatu

penyelidikan dan verifikasi tersebut untuk di tindaklanjuti dalam proses

selanjutrnya terlihat bahwa Badan kehormatan mempunyai peran pengawasan

dalam memberhentikan anggota DPD RI yang menyalahi aturan perundang-

undangan. Serta pemilihan kembali ketua DPD RI di aturan tersebut sesuai

dengan pemilihan ketua atau pimpinan yang dilakukan awal periode.

C. Kewenangan Badan Kehormatan DPD RI dalam Pemberhentian dan

Pengangkatan Ketua DPD RI Dalam Kasus Irman Gusman

Seperti di jelaskan pada bab sebelumnya bahwasanya keanggotaan DPD

RI adanya suatu Badan Kehormatan yang mempunyai tugas pengawasan internal

keanggotaan DPD RI dalam kaitannya untuk melaksanakan tata tertib ataupun

kode etik DPD RI. Dalam pelaksanaannya tugas dan wewenang Badan

Kehormatan DPD RI yang termaktub dalam Pasal 270 dan 271 dalam Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yaitu:

1. Badan Kehormatan dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan

DPD yang bersifat tetap.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan Badan Kehormatan

diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib.

Dan tugas dan wewenang DPD RI termaktub pada Pasal 271 yaitu:

1. Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas

pengaduan terhadap anggota karena:

Page 61: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

51

a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258.

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan

tetap sebagai anggota DPD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa

keterangan apa pun.

c. tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPD

yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-

turut tanpa alasan yang sah.

d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD sesuai dengan

peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota

DPR, DPD, dan DPRD.

e. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini.

2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan

melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPD tentang tata tertib

dan kode etik DPD.

3. Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan kerja

sama dengan lembaga lain.

4. Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan.

Serta lebih jelas lagi di atur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Daerah

Nomor 1 Tahun 2014 yang menjadi aturan fudamental untuk mengetahui

kewenangan putusan yang di jatuhkan Badan Kehormatan untuk ketua DPD RI

yang melanggar kode etik, termaktub pada pasal 93 dan 94 dalam pelaksanaan

tugas dan wewenang yaitu: “memanggil anggota yang bersangkutan untuk

memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang

dilakukan dan memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait

untuk dimintai keterangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau bukti lain.”

Dan pelaksanaanya yaitu:

1. Dalam penanganan kasus tertentu Badan Kehormatan dapat membentuk

Komisi Kode Etik.

Page 62: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

52

2. Komisi Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Anggota

Badan kehormatan dan 3 (tiga) orang unsur masyarakat.

3. Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari mantan

Anggota, Akademisi, dan tokoh masyarakat.

4. Dalam hal ditemukan terdapat indikasi pelanggaran dan atau diperoleh

informasi tentang penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum,

Badan Kehormatan menyampaikan keputusan tentang penonaktifan pimpinan

dimaksud.

5. Dalam hal terbukti bahwa pimpinan dimaksud melakukan pelanggaran

dan/atau dinyatakan sebagai tersangka oleh pejabat penegak hukum,

pimpinan dimaksud diberhentikan dari jabatannya.

Pada pasal 94 ayat (4) sudah sangat jelas, bahwa dalam memutuskan suatu

kasus mengenai keanggotaan maupun pimpinan DPD RI yang berindikasi

melanggar Kode Etik dan larangan yang sudah di selidiki oleh penegak hukum

yang mana Dewan Kehormatan DPD RI menyampaikan penon-aktifan pimpinan

dan anggota yang di maksud dengan pertimbangan yang di kemukakan oleh

penegak hukum, Selanjutnya di pertegas di ayat (5) bahwa: “Dalam hal terbukti

bahwa pimpinan dimaksud melakukan pelanggaran dan/atau dinyatakan sebagai

tersangka oleh pejabat penegak hukum, pimpinan dimaksud diberhentikan dari

jabatannya” di sini dinyatakan menjadi tersangka otomatis harus mempunyai

putusan yang tetap (Ingkrah) bukan hanya satu pernyataan yang sifatnya masih

bisa di bawa ke arah putusan persidangan yang tetap yang berupa dakwaan. Oleh

karena itu, pada kasus Irman Gusman menurut peneliti di “paksa” untuk turun dari

jabatannya dengan posisi masih bisa proses hukum selanjutnya dengan hanya

dakwaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Belakangan ini, berbagai pelanggaran kode etik oleh anggota legislatif

semakin banyak terungkap mulai dari percaloan, pemerasan, penyalah gunaan

wewenang, sampai permesuman. Untuk menyikapi hal tersebut, tindakan

kewenangan Badan Kehormatan DPD RI perlu diperbesar dan diperjelas. Badan

Kehormatan DPD RI perlu mengubah mekanisme yang selama ini dilakukan

Page 63: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

53

dalam menanggapi dugaan penyimpangan etika anggota DPD RI dengan tidak

lagi bersifat pasif tapi lebih pro-aktif. Di sisi lain Badan Kehormatan DPD RI

belum berfungsi secara optimal dan maksimal, sehingga makin menambah beban

citra DPD RI. Padahal Badan Kehormatan diharapkan berperan tidak hanya

sekedar menjadi penjaga moral dan integritas anggota DPD RI, melainkan juga

menjadi mekanisme internal untuk menegakkan kode etik DPD RI secara

menyeluruh ke semua anggotanya.

Biasanya hasil yang tidak memuaskan terhadap kinerja Badan Kehormatan

ini disebabkan gagalnya Badan Kehormatan dalam mencegah dan memperbaiki

citra anggota DPD RI yang terpuruk karena berbagai skandal yang mereka

lakukan, baik dalam kaitannya dengan indikasi perbuatan pidana (korupsi)

maupun pelanggaran nilai-nilai moral publik lainnya. Terungkapnya beberapa

kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan

anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesian secara khusus. Oleh

karena itu, anggota Dewan yang memang melanggar kode etik DPD RI masih

mempunyai hak pembelaan untuk memperjelas dan mempertegas bahwa aturan

yang tertulis sudah dijalankan dengan efektif.

Termaktub pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 di Pasal 289

yang mana berbunyi:

”Anggota DPD yang diduga melakukan pelanggaran sumpah atau janji,

kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota diberi

kesempatan untuk membela diri dan/atau memberikan keterangan kepada Badan

Kehormatan. Dan ketentuan mengenai tata cara membela diri dan/atau

memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan.”

Hak seseorang tersangka untuk tidak dianggap bersalah sampai ada

putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya (praduga tak bersalah)

sesungguhnya juga bukan hak yang bersifat absolut, baik dari sisi formil maupun

sisi materiel, karena hak ini tidak termasuk non-derogable rights seperti halnya

Page 64: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

54

hak untuk hidup atau hak untuk tidak dituntut dengan hukum yang berlaku

surut (non-retroaktif). Bahkan UUD 1945 dan Perubahannya, sama sekali tidak

memuat hak, praduga tak bersalah. Asas praduga tak bersalah diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang No. 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman).

Asas praduga tak bersalah dalam KUHP di jelaskan dalam Penjelasan

Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu: “Setiap orang yang disangka, ditangkap,

ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib

dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.” Sedangkan dalam UU

Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1), yang

berbunyi,“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau

dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada

putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.”5

Terlepas dari asas praduga tak bersalah yang terkesan individualis, hanya

mengutamakan hak tersangka, lalu melupakan hak atas kepentingan umum (public

interest). Tidaklah menjadi alasan, oleh karena KUHAP juga menganut prinsip

kebenaran sejati alias materil. Bahkan dalam penekanan hak asasi yang lebih jauh,

sudah mejadi kewajiban untuk mengutamakan hak-hak seorang tersangka sebelum

pemeriksaan dengan penerapan prinsip Miranda Rule (a right to remaint silent, a

right to the presence of an attorney or the right counsil).

Pandangan demikian sangat tidak dewasa di alam demokrasi. Orang boleh

saja memiliki banyak argumen hukum atas disangkakannya seseorang. Akan

tetapi sebelum pengadilan memutuskannya bersalah, tidak ada alasan untuk

“mengadili”nya sebelum mengadili. Bahkan sekalipun palu hakim sudah diketok

alias vonis sudah jatuh, masih ada hak-hak si terdakwa untuk naik banding, yang

membuat putusan tersebut belum memiliki keputusan hukum tetap (“in

5 Undang-Undang Nomor Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 8 ayat 1.

Page 65: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

55

kracht”). Presumption of innocence adalah salah satu unsur dari "Rule of Law"

seperti terdapat didalam : Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 66

:"Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian". Penjelasan

Pasal 66 dikatakan bahwa ketentuan ini adalah penjelmaan dari asas praduga tak

bersalah. Hal ini di perkuat Pasal 158 KUHAP yang berbunyi, " Hakim dilarang

menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan

mengenai salah atau tidaknya terdakwa".6

Perlu di definisikan bahwa tindakan atau putusan Dewan Kehormatan

mempunyai peran vital dalam menjunjung dan melaksanakan sebuah kebijakan

kode etik ataupun tata tertib yang ada di Dewan Perwakilan Daerah dengan segala

hal mengenai keanggotaan DPD RI. Oleh karena itu, hak dalam membela diri di

berikan kepada anggota yang kedapatan melanggar sumpah atau janji, kode etik

ataupun kewajibannya atau juga bisa memberikan keterangan kepada Badan

Kehormatan mengenai pembelaanya.

Pembuktian menjadi dasar pengambilan keputusan dalam sidang

verifikasi. Proses pengambilan keputusan adalah verifikasi terhadap risalah atau

transkrip rekaman rapat atau sidang verifikasi, pendapat etik seluruh pimpinan

dan anggota Badan Kehormatan. Badan Kehormatan menetapkan keputusan hasil

penyelidikan dan verifikasi. Sebelum mengambil keputusan, seluruh hasil sidang

rapat Badan Kehormatan diverifikasi dan hasilnya ditulis dalam lembar

keputusan. Rapat pengambilan keputusan Badan Kehormatan didasarkan atas:

1. Asas kepatutan.

2. Fakta-fakta dalam hasil sidang verifikasi.

3. Fakta-fakta dalam pembuktian.

4. Fakta-fakta dalam pembelaan; dan

5. Tata tertib dan kode etik.

6 KUHAP, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 66 dan Pasal 158.

Page 66: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

56

Isi putusan terkait dengan terbukti atau tidaknya suatu pelanggaran,

disertai pemberian sanksi atau rehabilitasi. Selanjutnya hasil keputusan Badan

Kehormatan disampaikan kepada pimpinan DPD RI. Keputusan Badan

Kehormatan bersifat final dan mengikat.7

7 Marulak Pardede dan Tim, Penelitian Tentang Efektivitas Putusan Badan Kehormatan,

h.36.

Page 67: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

57

BAB IV

KEABSAHAN PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN KETUA DPD

RI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI IRAMAN GUSMAN

A. Irman Gusman dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian

dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam

memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana

mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam

lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang

bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan

istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.1

Tindak pidana biasanya disamakan dengan delik, yang berasal dari bahasa

latin yakni kata delictum. Delik tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

sebagai berikut : “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena

merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”.2 Seperti yang

diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Moeljatno yang berpendapat

bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan

pidana adalah: ”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut.” 3

Bambang Poernomo berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan

pidana akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut: “Bahwa perbuatan

1 Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, h. 62.

2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 , Jakarta, Balai Pustaka, 1989. h.

219. 3 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, h. 54.

Page 68: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

58

pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan

diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.” 4

Tindak pidana dibedakan dalam tindak pidana umum dan khusus yang

mana tindak pidana khusus adalah suatu tindak pidana yang mana jenis

perbuatannya ataupun sanksi hukumannya diatur tersendiri di luar KUHP. Hukum

Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang

tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Oleh

karena itu hukum tindak pidana khusus harus dilihat dari substansi dan berlaku

kepada siapa Hukum Tindak Pidana Khusus itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa

Hukum Tindak Pidana Khusus adalah UU Pidana atau Hukum Pidana yang diatur

dalam UU Pidana tersendiri.5 Termasuk tindak pidana korupsi.

Istilah korupsi berasal dari kata Latin corruptio artinya penyuapan,

dan corrumpere diartikan merusak. Gejala dimana para pejabat badan-badan

negara menyalahgunakan jabatan mereka, sehingga memungkinkan terjadinya

penyuapan, pemalsuan serta berbagai ketidakberesan lainnya.6 Pengertian korupsi

menurut pendapat para ahli: (1) Andi Hamzah: “Korupsi berasal dari kata

corruption atau corruptus yang secara harfiah berarti kebusukan, keburukan,

ketidakjujuran, dan tidak bermoral”7 (2) Robert Klitgaard: “Korupsi ada apabila

seseorang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadi diatas kepentingan

masyarakat dan sesuatu yang dipercayakan kepadanya untuk

dilaksanakan”.8 Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diketahui

bahwa pengertian korupsi adalah penyalahgunaan wewenang demi

4 Bambang Poernomo. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, h.130.

5 Andi Hamzah, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, h. 2.

6 Hassan Shadily. dkk., Ensiklopedi Indonesia 4, Edisi Khusus, Ichtiar Baru-Van Hoeve,

Jakarta, h. 876. 7 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 1999, Strategi Pemberantasan

Korupsi Nasional, Edisi Maret 1999, BPKP, 1996, h. 267. 8 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 1999, Strategi Pemberantasan

Korupsi Nasional , h. 274.

Page 69: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

59

kepentingannya sendiri. Dalam konteks kriminologi atau ilmu tentang kejahatan

ada delapan tipe korupsi9 yaitu:

1. Political bribery adalah termasuk kekuasaan dibidang legislatif sebagai badan

pembentuk undang-undang. Secara politis badan tersebut dikendalikan oleh

suatu kepentingan karena dana yang dikeluarkan pada masa pemilihan umum

sering berkaitan dengan aktivitas perusahaan tertentu. Para pengusaha

berharap anggota yang duduk di parlemen dapat membuat aturan yang

menguntungkan mereka.

2. Political kickbacks, yaitu kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sistem

kontrak pekerjaan borongan antara pejabat pelaksana dan pengusaha yang

memberi peluang untuk mendatangkan banyak uang bagi pihak-pihak yang

bersangkutan.

3. Election fraud adalah korupsi yang berkaitan langsung dengan kecurangan

pemilihan umum.

4. Corrupt campaign practice adalah praktek kampanye dengan menggunakan

fasilitas Negara maupun uang Negara oleh calon yang sedang memegang

kekuasaan Negara.

5. Discretionary corruption yaitu korupsi yang dilakukan karena ada kebebasan

dalam menentukan kebijakan.

6. Illegal corruption ialah korupsi yang dilakukan dengan mengacaukan bahasa

hukum atau interpretasi hukum. Tipe korupsi ini rentan dilakukan oleh aparat

penegak hukum, baik itu polisi, jaksa, pengacara, maupun hakim.

7. Ideological corruption ialah perpaduan antara discretionary

corruption dan illegal corruptionyang dilakukan untuk tujuan kelompok.

8. Mercenary corruption yaitu menyalahgunakan kekuasaan semata-mata untuk

kepentingan pribadi.

Didalam hukum pidana, tidak semua tipe korupsi yang kita kenal diatas

dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana. Oleh Karena itu, perbuatan apa saja

9 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi). Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2009.

Page 70: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

60

yang dinyatakan sebagai korupsi, kita harus merujuk pada undang-undang

pemberantasan korupsi.10

Pengertian korupsi diatur juga dalam Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20

Tahun 2001, yaitu:

1. Pasal 2 ayat (1): “Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana …”

2. Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan

atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana ….”.

3. Barangsiapa melakukan tindak pidana tersebut dalam KUHP yang ditarik

sebagai tindak pidana korupsi, yang berdasarkan Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam

KUHP tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam

masing-masing Pasal KUHP.

4. Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pada Pasal 1

butir 3, dimuat pengertian korupsi sebagai berikut: “korupsi adalah tindak

pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi”.

Korupsi bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Sebagai salah satu

penyalahgunaan kekuasaan yang popular, korupsi telah menyebar dalam berbagai

aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia telah menganggap

bahwa korupsi adalah suatu perbuatan yang wajar dilakukan dalam kehidupan

berbisnis, bermasyarakat, dan bernegara.

10

Zamrony, dkk., Buku Panduan Kuliah Kerja Nyata Pemberdayaan Hukum

Masayarakat Pengguna Pengadilan, Cetakan II, Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi: Fakultas

Hukum, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2009, h. 5-7.

Page 71: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

61

Salah satu bentuk korupsi yang telah begitu mendarah-daging di negara

kita adalah korupsi dalam lembaga peradilan atau dikenal dengan istilah judicial

corruption. Praktek-praktek judicial corruptionini dilakukan oleh para aparat

penegak hukum itu sendiri (law enforcement agencies) den secara kolektif

mereka dikenal dengan sebutan mafia peradilan.11

Sebelumnya kasus yang menimpa Irman Gusman yang sudah di

berhentikan di Keputusan Presiden RI Nomor 64/P Tahun 2017. yaitu politisi

non-partisian yang merintis karier dari daerah dan dalam waktu cepat menjadi

tokoh nasional. Memulai kiprah politik sebagai anggota MPR utusan daerah

Sumatera Barat dan Terpilih menjadi ketua DPD RI dalam usia 47 tahun.12

Dan

Dr. (HC) A.M. Fatwa, politisi senior yang pernah menjadi Wakil Ketua DPR RI

perode 1999-2004 dan sekarang menjadi ketua Dewan Kehormatan DPD RI.13

Ketua Badan Kehormatan DPD RI AM Fatwa seusai Sidang Paripurna

DPD RI Nusantara 5 Gedung DPD RI Senayan Jakarta Selasa, tanggal 20

September 2016 menjelaskan, keputusan BK secara tegas memberhentikan

sebagai Ketua DPD RI. Hal itu menurut Fatwa bersifat final dan mengikat.

"Keputusan BK itu adalah final dan mengikat. Tidak ada lagi di BK

tentang hal ini. Kalau dikembalikan, kami tidak bersedia membahas soal itu,

kecuali kalau ada perkembangan dari kelanjutan pengadilan, kalau dia jadi

terdakwa. Kalau untuk yang tersangka ini keputusan BK bagi kami adalah final

dan mengikat, diberhentikan sebagai Ketua DPD RI. Bukan non aktif !

Diberhentikan sebagai Ketua DPD RI. Titik !," kata AM Fatwa.14

Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhamad menjelaskan,

keputusan pemberhentian Irman dari jabatannya sebagai Ketua DPD RI merujuk

11

Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP: Korupsi, Money

Laundring,dan Trafficking, Jakarta:Penebar Suwadaya Grup,2014. h. 29. 12

Irman Gusman, Daerah Maju Indonesia Satu, Jakarta: Anugrah Tri Lestari, 2014. H.

31. 13

Katalog dalam Terbitan (KDT), Senator Bertanya: Catatan Penggunaan Hak Bertanya

Anggota DPD RI kepada Presiden RI. Jakarta: DPD, 2015. 14

Andylala Waluyo “Paripurna DPD RI Resmi Berhentikan Irman Gusman Sebagai

Ketua DPD” VOAINDONESIA.com, 20 September 2016.

Page 72: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

62

pada hasil keputusan Badan Kehormatan DPD RI setelah dilakukan persidangan

etika.15

Kasus yang dihadapi mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman

Gusman, KPK telah menetapkan sebagai tersangka, akan tetapi kasus ini masih di

proses praperadilan sehingga belum di putuskan setatus Irman Gusman yang

memang secara hukum tetap (ingkrah). Dalam kasus ini Irman Gusman

tertangkap dalam Oprasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di

kediamannya. Ketika menerima uang dari Direktur CV Semesta Berjaya

Xaveriandy Susanto sebesar 100 juta untuk dijadikan pengurusan kuota gula

impor yang diberikan Bulog.16

Terkait dengan kasus di atas yang sudah di tetapkan di Keputusan Nomor

11 Tahun 2016, Badan Kehormatan DPD RI memberhentikan Irman Gusman

sebagai ketua DPD RI atau memecat dan mengangkat ketua baru DPD RI terpilih

yaitu Mohammad Saleh sebagai ketua DPD RI. Di sini bisa dilihat bahwa

permasalahan yang timbul sehingga terjadinya pro dan kontra dalam putusan

Badan Kehormatan yang mana Badan Kehormatan DPD RI diketuai AM Fatwa

mengatakan bahwa Pasal 52 ayat (3) huruf C “Ketua dan/atau Wakil Ketua DPD

diberhentikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf D, apabila

bersetatus tersangka dalam perkara pidana”. Ya memang ketika langsung

merujuk pasal tersebut, tetapi disini poin yang menjadi permasalahan yang di

angkat, dimana Kode Etik atau Tata Tertib DPD RI yang menjadi landasan

Dewan Kehormatan dalam mengawasi keanggotaan DPD RI masih belum begitu

kuat, masih terjadinya kontroversi mengenai pemilihan ketua baru DPD RI yang

mana masih adanya proses praperadilan dalam status ketua lama yang belum

kuat.

15

Andylala Waluyo “Paripurna DPD RI Resmi Berhentikan Irman Gusman Sebagai

Ketua DPD” 16

Ambaranie Nadia Kemala Movanita,”Kronologi Oprasi Tangkap Tangan terhadap

Irman Gusman oleh KPK” Kompas.com, 17 September 2016.

Page 73: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

63

Mencermati kasus dalam pengawasan yang dilakukan oleh Badan

Kehormatan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai salah satu

lembaga atau alat kelengkapan DPD RI tidak sesuai apa yang dijalankan dan di

ajukan, status Irman Gusman ini masih dalam penetapan oleh KPK yang mana

Irman Gusman belum ditetapkan secara tetap (ingkrah) bersalah oleh pengadilan

karena masih ada praperadilan dikarenakan belum adanya putusan.

Perlu diketahui pula badan kehormatan hanya mempunayi wewenang

untuk menyelidiki dan memverifikasi, serta menentapkan dan mengumumkan

hasil dari penyelidikan dan verifikasi tersebut untuk dikenakan sanksi kode etik.

Dalam Kasus ini Irman Gusman langsung digantikan oleh Muhammad Saleh

yang Padahal, putusan kasus pidana Irman Gusman masih belum ditetapkan.

B. Posisi Irman Gusman Sebagai Ketua DPD RI dalam Kasus Tindak Pidana

Korupsi

Kasus Pidana korupsi dalam penjelasan UU No 7 Tahun 2006, adalah

ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi transparansi,

integritas dan akuntabilitas, serta keamanan dan strabilitas bangsa Indonesia. Oleh

karena itu, maka korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan

merugikan langkah-langkah pencegahan tingkat nasional maupun tingkat

internasional. Dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata

pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional, termasuk di dalamnya

pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi tersebut.17

Tindak

pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana

korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara dalam

masyarakatnya, membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat,

17

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang PENGESAHAN UNITED NATIONS

CONVETIONS AGAINST CORRUPTION, 2OO3 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti

Korupsi, 2003) pada penjelasan umum

Page 74: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

64

politik, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa

karena dapat berdampak membudayannya tindak pidana korupsi tersebut. Hal

tersebut sebagaimana tercantum dalam Preambul Ke-4 United Nation Convention

Against Corruption, 2003 yang berbunyi sebagai berikut yaitu, “Meyakini bahwa

korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, melainkan suatu fenomena

transnasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi yang

mendorong kerja sama Internasional unruk mencegah dan mengontrollnya

esensial”. 18

Kegiatan pemberantasan korupsi akan selalu tetap menjadi bahan yang

aktual untuk disajikan sebagai persoalan jenis kejahatan yang rumit

penanggulangannya, karena korupsi mengandung aspek yang majemuk dalam

kaitannya dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya. Perbuatan korupsi

membentuk aneka ragam pola perilaku dalam suatu siklus pertumbuhan negara,

perkembangan sistem sosial dan keserasian struktur pemerintahan. Bentuk

perbuata korupsi yang beraneka ragam dan berbagai faktor penyebab timbulnya

korupsi itu dalam pertumbuhannya makin meluas, sehingga batasan dari ciri

perbuatan korupsi dan ciri perbuatan yang tidak korupsi tetapi berciri sangat

merugikan negara atau masyarakat menjadi sukar dibedakan, serta mengakibatkan

ketidakpastian cara memformulasikan kelompok kejahatannya, korupsi dewasa ini

selain menggerogoti keuangan (kekayaan negara), juga sekaligus dapat merusak

sendi-sendi kepribadian bangsa.

Sangat mengherankan kalau korupsi dimasa kini dapat menghancurkan

negara, menjatuhkan pemerintah atau minimal menghambat pembangunan untuk

kesejahteraan rakyat. Asumsi bahwa korupsi merupkan sumber penyebab

kemiskinan bangsa-bangsa sebagaimana di tegaskan pada konvensi PBB Anti

Korupsi 2003 yang berdasarkan data-data mengenai jumlah perkara tindak pidana

korupsi selama 2009-2014.19

Baru baru ini di awal tahun 2017 Pimpinan lembaga

18

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi) di Indonesia. h.3. 19

Romli Atmasasmita, Rekonstruksi Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2017. h. 50.

Page 75: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

65

negara terjerat kasus korupsi yang mana menimbulkan suatu permasalahan di

mata hukum kelembagaan negara.

Kasus yang dialami Irman Gusman pimpinan DPD RI yang terjerat pidana

akibat Oprasi Tangkap Tangan (OTT) tentang impor gula tanpa standar Nasional

Indonesia (SNI) dan sudah diputuskan Keputusan Presiden RI Nomor 64/P Tahun

2017. Peneliti menjadikan referensi kasus yang dianalisis dalam penulisan ini,

yang mana kasus dalam kronologinya berawal dari penangkapan yang terjadi di

sekitar rumah Irman Gusman. Pada awalnya dari mengusut dugaan suap kepada

jaksa di Kejati Sumatra Barat Farizal oleh Direktur Utama CV Semesta Berjaya,

Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi.20

Ketua KPK Agus Rahardjo lalu menuturkan kronologi operasi tangkap

tangan keempat orang ini di rumah milik IG. "Pada tanggal 16 September 2016,

sekitar pukul 22.15, XSS, MMI, dan WS mendatangi rumah bapak IG di Jakarta.

Pada pukul 00.30, ketiganya keluar dari rumah dan tim KPK menghampiri

ketiganya di dalam mobil di halaman rumah bapak IG," kata Agus. "Tim KPK

lalu minta tolong masuk ke rumah bapak IG dan di dalam rumah, penyidik KPK

meminta bapak IG untuk menyerahkan bungkusan yang diduga merupakan

pemberian dari saudara XSS dan MMI. Kemudian sekitar pukul 01.00, tim

membawa saudara XSS, MMI WS dan IG ke gedung KPK," tambahnya

kemudian.21

Dari operasi tangkap tangan ini, KPK mengamankan uang Rp 100 juta.

Diduga, uang itu merupakan pemberian kepada IG terkait pengurusan kuota gula

impor yang diberikan oleh Bulog kepada CVSB pada tahun 2016 untuk Provinsi

Sumatera Barat. Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, KPK lalu menetapkan

XSS, MMI dan IG sebagai tersangka.22

20

Abba Gabrillin, “Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara” Kompas.com, 22

Februari2017. 21

Abba Gabrillin, “Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara” 22 Abba Gabrillin, “Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara”

Page 76: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

66

Menurut majelis hakim, Irman Gusman terbukti melanggar Pasal 12 huruf

b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam

pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa Irman Gusman telah

mencederai amanat sebagai Ketua DPD RI. Irman tidak mendukung pemerintah

dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Irman Gusman tidak berterus terang

dalam persidangan. Irman terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua

DPD RI untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada

perusahaan milik Xaveriandy.23

Majelis hakim dalam persidangan Irman terbukti bersedia membantu

Memi dengan meminta keuntungan sebesar Rp 300 dari setiap kilogram gula yang

diberikan Perum Bulog. Irman menghubungi Direktur Utama Perum Bulog Djarot

Kusumayakti agar Bulog mendistribusikan gula ke Sumatera Barat. Irman juga

merekomendasikan Memi sebagai distributor gula Bulog. "Karena terdakwa

sebagai Ketua DPD RI, Djarot bersedia membantu," kata Hakim Anshori

Saifuddin.24

Kejahatan korupsi makin marak terjadi di masyarakat Indonesia,

kecanggihan teknologi dan modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku

kejahatan ini memang tak bisa dipisahkan. Artinya, kejahatan ini tidak berdiri

sendiri, memerlukan pelaku lain dan bahkan jaringan besar (networking), yang

terorganisir dan memiliki pola sendiri.25

Berbagai tindakan korupsi ini diatur

dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Secara umum peraturan

perundang-undangan ini dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu tindak pidana

korupsi dalam KUHP dan di luar KUHP. Yang meliputi, tindak pidana suap,

tindak pidana penggelapan, tindak pidana pemerasan, tindak pidana berkenaan

dengan pemborongan atau rekanan, tindak pidana yang berkaitan dengan

23

Umar Mukhtar “Irman Gusman Divonis 4,6 Tahun Penjara” Republika.co.id, 20

Februari 2017. 24

Umar Mukhtar “Irman Gusman Divonis 4,6 Tahun Penjara” 25

Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP: Korupsi, Money

Laundring,dan Trafficking, h. 3.

Page 77: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

67

peradilan, tindak pidana melampaui batas kekuasaan, dan tindak pidana

pemberatan saksi. Hal-hal ini diatur dalam KUHP dan peraturan perundang-

undangan.26

Kronologis di atas dapat di lihat benang merahnya bahwa, Irman Gusman

terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang berupa suap dalam hal ini OTT

Impor Gula yang tak berstandar SNI. Walau memang hanya dari pernyataan KPK

belum secara putusan pengadilan yang tetap (Ingkrah) yang mana masih ada

proses hukum selanjutnya. Akan tetapi, untuk putusan yang di lakukan Badan

Kehormatan yang memberhrntikan Irman Gusman sebagai ketua DPD RI tidaklah

sah. Menurut Muhammad Syafii “ Kewenangan KPK seakan kecil dalam

menangani kasus Irman, yang mana SOP KPK kasus suap Rp. 1 Milyar ke atas,

kalau Rp 100 juta itu bukan suap!” dan menurut beliau dalam kasus ini tidak ada

penyalahgunaan jabatan yang tidak terkait. Untuk masalah mekanisme

pemberhentian beliau tidak banyak berkomentar.27

Pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,

Dan DPRD di Keanggotaan DPD RI dilarang keras untuk melakukan suatu tindak

pidana yang termaktub di Pasal 302 mengenai larangan yaitu :

1. Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya.

b. hakim pada badan peradilan.

c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian

Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara,

badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber

dari APBN/APBD.

2. Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada

lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau

26

Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP: Korupsi, Money

Laundring,dan Trafficking, h. 29. 27

H.R. Muhammad Syafi’i, Anggota Komisi III DPR-RI Periode 2014-2019 dari partai

Gerindra Dapil Sumatra Utara, Interview Pribadi, Jakarta, 19 Maret 2018.

Page 78: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

68

pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan

wewenang dan tugas DPD serta hak sebagai anggota DPD.

3. Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Prihal larangan dalam aturan di atas, dilihat bagaimana profesionalitas dan

larangan keras suatu lembaga pemerintahan, mengapa larangan itu harus

dipisahkan di suatu pasal lain agar tercipta sistem aturan pemerintahan lembaga

DPD RI. Hal ini juga dikatakan oleh sejarawan inggris, Lord Acton dengan

dalilnya “Power tends corrupt, but absolute power corrupt absolutly”.28

Karena

itu, larangan aturan selalu harus tercantum jelas di dalam suatu peraturan yang

berlaku untuk terciptanya „checks and balances‟ dalam kehidupan pemerintahan

yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain.

Ajaran tersebut bukan lagi ajaran yang baru bagi DPD RI Dan lembaga

tinggi lainnya, menurut Montesquieu secara garis besar pemisahan kekuasaan

dalam artian larangan bagi suatu lembaga tinggi sebagai berikut : Pertama,

terciptanya masyarakat yang bebas. Keinginan seperti ini muncul karena

Montesquieu hidup dalam kondisi sosial dan politik yang tertekan dibawah

kekuasaan Raja Lodewijk XIV yang memerintah secara absolut. Kedua, jalan

untuk mencapai masyarakat yang bebas adalah pemisahan antara kekuasaan

legislatif dengan kekuasaan eksekutif. Montesquieu tidak membenarkan jika

kedua fungsi berada di satu orang atau badan karena dikhawatirkan akan

melaksanakan pemerintahan tirani. Ketiga, kekuasaan yudisial harus dipisah

dengan fungsi legislatif. Hal ini dimaksudkan agar hakim dapat bertindak secara

bebas dalam memeriksa dan memutus perkara.29

Selanjutnya dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

mengenai sanksi yang termaktub pada pasal 303 yaitu:

28

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet. Ke-6, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2013, h. 107. 29

Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia

(Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridik Pertanggung Jawaban Kekuasaan), Surabaya:

Disertasi Doktor Pascasarjana Universitas Airlangga, 1990, h. 58-59.

Page 79: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

69

1. Anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 258 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.

2. Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 302 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian

sebagai anggota DPD.

3. Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 302 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai

anggota DPD.

Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2014 tentang Tata Tertib di Pasal 213 yang tak jauh berbeda bunyinya dengan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1014 yaitu:

1. Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya.

b. hakim pada badan peradilan.

c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian

Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara,

badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber

dari APBN/APBD.

2. Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada

lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau

pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan

wewenang dan tugas DPD serta hak sebagai anggota DPD.

3. Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta

dilarang menerima gratifikasi.

4. Anggota yang menerima gratifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Page 80: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

70

5. Penerimaan oleh Anggota karena pemikiran dan tenaganya, antara lain berupa

honor undangan diskusi/seminar, tidak termasuk gratifikasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3).

Bagi anggota DPD RI yang tak mematuhinya akan mendapatkan ganjaran

berupa sanksi yang termaktub di pasal selanjutnya yaitu Pasal 214 yang

termaktub:

1. Anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.

2. Jenis sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. teguran lisan.

b. teguran tertulis, dan/atau

c. diberhentikan dari pimpinan pada Alat Kelengkapan.

3. Anggota yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 213 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian sebagai

Anggota.

4. Anggota yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 213 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai Anggota.

Posisi kasus di atas dalam Perspektif perundang-undangan yang mengatur

tentang pimpinan suatu lembaga negara yang terjerat kasus pidana sudah di atur

dengan jelas dengan larangan dan sanksi yang termaktub di dalamnya. Pada Pasal

302 ayat (3) di UU Nomor 17 Tahun 2014 dan Pasal 213 ayat (3) Peraturan DPD

RI Nomor 1 Tahun 2014 bahwa “Anggota DPD dilarang melakukan korupsi,

kolusi dan nepotisme.” Dan di beri ganjaran berupa sanksi pada pasal 303 ayat (3)

di UU Nomor 17 Tahun 2014 dan Pasal 214 ayat (3) Peraturan DPD RI Nomor 1

Tahun 2014 “Anggota yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 213 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap (Ingkrah) dikenai sanksi pemberhentian sebagai Anggota”.

Page 81: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

71

Ada kejanggalan yang mana kasus Irman Gusman ketika diputuskan oleh

Badan Kehormatan DPD RI Nomor 11 Tahun 2016 sebenarnya belum

memperoleh kekuatan hukum tetap (Ingkrah) seperti di jelaskan terdahulu. Oleh

karena itu, jika dilihat dari perspektif perundang-undangan kasus ini murni akan

tindak pidana korupsi dan diganjar dengan larangan dan sanksi yang berlaku. Tapi

prosedural pemberhentian dan pengangkatan pimpinan DPD RI yang dilakukan

Badan Kehormatan pada kali ini memunculkan suatu permaslahan di dalam

kebijakan putusan kewenangan Badan Kehormatan. Oleh karena itu,

pemberhentian dan pergantian Irman Gusman tidaklah sah dan cacat secara

prosedural.

C. Analisis Keabsahan Pemberhentian Dan Pengangkatan Ketua DPD RI

Jika didasarkan kepada peraturan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1

Tahun 2014 tentang Tata Tertib pada Pasal 67 bahwa:

1. Pimpinan DPD berhenti dari jabatannya karena:

a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis.

b. berhenti sebagai Anggota; dan

c. diberhentikan.

2. Pimpinan DPD diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

karena:

a. meninggal dunia.

b. tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Pimpinan DPD karena

menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental

tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat

keterangan dokter yang berwenang, tidak diketahui keberadaannya,

dan/atau tidak hadir dalam sidang tanpa keterangan apapun selama

3 (tiga) bulan berturut-turut; atau

c. melanggar sumpah/janji jabatan dan Kode Etik DPD berdasarkan

Keputusan Sidang paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh

Badan Kehormatan DPD.

Page 82: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

72

Pada pasal ini pimpinan bisa diberhentikan yang tertuang pada pasal di

atas ayat 1 huruf c dengan jelas dan pada ayat 2 huruf c bahwa melanggar

sumpah atau janji jabatan dan Kode Etik DPD berdasarkan Keputusan Sidang

paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPD RI. Dan

pada Pasal 68 tertuang:

1. Dalam hal Pimpinaan diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 29 ayat (1), Pimpinan DPD yang bersangkutan tidak

diperbolehkan melaksanakan tugas memimpin sidang dan berbicara atas

nama DPD.

2. Pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan

kembali tugasnya dan dapat direhabilitasi nama baiknya oleh Badan

Kehormatan apabila yang bersangkutan dinyatakan tidak terbukti

melakukan tindak pidana dimaksud berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pimpinan diberhentikan sementara dalam Pasal 29 dengan mengikuti aturan

kode etik DPD yang mana Pimpinan dan keanggotaan di atur dalam satu pasal

yang sama yaitu:

1. Anggota diberhentikan sementara karena:

a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

2. Dalam hal Anggota dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak

pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Anggota yang bersangkutan

diberhentikan sebagai Anggota.

3. Dalam hal Anggota dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Anggota yang bersangkutan

diaktifkan.

Page 83: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

73

4. Anggota yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan

tertentu.

5. Hak keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi gaji pokok,

tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.

Seperti yang yang dijelaskan diatas bahwa Dewan Kehormatan DPD RI

seharusnya memberhentikan Iman Gusman sebagai pimpinan DPD RI hanya

pemberhentian sementara yang sudah jelas tertuang pada pasal 29 karena posisi

Irman Gusman pada waktu itu masih belum memiliki kekuatan hukum tetap, bisa

dilihat pada pasal 29 ayat (2) Bahwa : “Dalam hal Anggota dinyatakan terbukti

bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

Anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai Anggota begitupun sebaliknya

sebelum adanya putusan yang sudah tetap (Ingkrah) kasus ini diganjar dengan

pemberhentian sementara. Tetapi secara kenyataanya Badan Kehormatan DPD RI

memberhentikan Irman Gusman sebagai pimpinan pada tanggal 19 September

2016 dengan keputusan Badan Kehormatan Nomor 11 Tahun 2016 sebelum Irman

Gusman mengajukan gugatan praperadilan pada hari kamis, 29 September 2016

dengan nomor perkara 129/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel. Dengan kata lain ini masih

belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Lalu, Irman Gusman diberhentikan

sebagai anggota DPD RI melalui keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

64/P Tahun 2017 pada tanggal 19 Mei 2017. Selanjutnya menurut Abdul Azis

Khafia “Dalam pemberhentian dan pergantian pimpinan DPD RI harus melalui

mekanisme sesuai dengan tatib DPD RI yang di sepakati bersama.”30

Karenanya dalam penerapan hukum dikenal "rule of law" bukan "law of

the ruler". Jangan sampai “pengadilan opini’, trial By Press atau peradilan dengan

penggunaan media yang bersifat publikasi massa menjadi “pengadilan di luar

pengadilan” yang bersifat menekan hingga mempengaruhi putusan pengadilan.

Tindakan kebablasan dalam menyikapi peristiwa hukum, hanya akan

30

Abdul Azis Khafia, Anggota DPD RI DKI Jakarta, Interview Pribadi, Jakarta, 20 Maret

2018

Page 84: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

74

memercikkan potensi konflik yang lebih besar yang dapat mengancam keutuhan

bangsa. The last but not least, mari kita sama-sama hormati hukum dan hak-hak

asasi manusia, utamanya dari sisi asas praduga tak bersalah ini. Ingatlah

bahwa menuntut seseorang yang tidak bersalah sangat buruk dampaknya

dibandingkan dengan kegagalan menuntut seseorang yang bersalah.31

Pada Pasal 67 Sendiri Selain Kode Etik Bisa diberhentikan melalui

sumpah janji jabatan yaitu pada Pasal 54 yang mana berbunyi:

1. Sebelum memangku jabatannya, ketua dan wakil ketua DPD

mengucapkan sumpah/janji dalam Sidang paripurna yang dipandu oleh

Ketua Mahkamah Agung.

2. Bunyi sumpah/janji ketua/wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat

(1): “Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan

memenuhi kewajiban saya sebagai ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan

Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya; bahwa saya akan

memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 serta peraturan perundang-undangan;

bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada

bangsa dan negara; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi daerah

untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara

Kesatuan Republik Indonesia”.

Dalam UU Nomor 17 tahun 2014 pada pasal 254 yang juga berbunyi:

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan

memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan

Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan

kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan

31

Nur Rohim Yunus, Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, Jakarta:

Jurispudence Press, 2012. h. 94.

Page 85: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

75

demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan daerah daripada

kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan, bahwa saya akan memperjuangkan

aspirasi daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi

kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari analisis ini perlu di tegaskan bahwa pencopotan Irman Gusman harus

mengikuti aturan yang sesuai dengan aturan yang berlaku sedangkan dalam hal

pemilihan Pimpinan DPD RI yang baru, Dewan Kehormatan mempunyai peranan

yang cukup penting yaitu yang termaktub pada Pasal 57 di peraturan Dewan

Perwakilan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 yang Berbunyi:

1. Pejabat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 bertugas sampai

ditetapkannya Pimpinan DPD baru.

2. Pemilihan pimpinan DPD baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. pemilihan 1 (satu) orang calon untuk mengisi kekosongan jabatan

Pimpinan DPD yang mewakili wilayah yang sama.

b. proses pemilihan calon Pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada

huruf a dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 50 ayat (2) sampai dengan

ayat (7) sampai ditetapkannya Pimpinan DPD terpilih dari wilayah yang

bersangkutan.

3. Proses pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipimpin oleh

Ketua Badan Kehormatan.

4. Proses pemilihan ketua dilakukan terhadap Pimpinan DPD terpilih dan kedua

orang wakil ketua dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52

sampai dengan Pasal 53 sampai dihasilkannya ketua terpilih.

Disini bisa kita analisis pada ayat (3) ketika pengangkatan pimpinan baru

melalui pemilihan yang termaktub pada pasal 50 ayat (2) sampai dengan ayat (7)

mengenai tata cara pemilihan dengan Badan Kehormatan sebagai pimpinan

musyawarah dalam masa pemilihan pimpinan DPD RI yang baru, tapi haruslah

sesuai dengan aturan dan prosedural yang berlaku jika memang Pimpinan DPD RI

Page 86: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

76

kosong secara sah sesuai Pasal 56 Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1

Tahun 2014. Dan perlu di garis bawahi bahwa Dewan Kehormatan hanya

memimpin proses musyawarah untuk pimpinan DPD RI yang baru, tetap

keputusan semua anggota sebagai putusan yang bersifat tetap. Tetapi tetap saja,

ketika pemberhentiannya “Cacat” prosedural, pergantiannyapun “Cacat” dan tidak

sah.

Page 87: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam penelitian ini, maka

dapat di kemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kewenangan Badan Kehormatan DPD RI dalam mengawasi pelanggaran

kode etik DPD RI begitu signifikan karena tugas dan wewenangnya adalah

melakukan penyelidikan dan verifikasi pengaduan, menetapkan putusan,

menyampaikan hasil, pengawasan internal, dan evaluasi dan penyempurnaan

tatib.

2. Pemberhentian Irman Gusman yang dilakukan Badan Kehormatan DPD RI

sebagai pimpinan DPD RI seharusnya hanya pemberhentian sementara yang

sudah jelas tertuang pada pasal 29 karena posisi Irman Gusman pada waktu

itu masih belum memiliki kekuatan hukum tetap. Tetapi secara kenyataanya

Badan Kehormatan DPD RI memberhentikan Irman Gusman sebagai

pimpinan pada tanggal 19 September 2016 sebelum Irman Gusman

mengajukan gugatan praperadilan pada Kamis, 29 September 2016. Dengan

kata lain ini masih belum mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga

pemberhentiannya menyalahi aturan. Demikian pula pergantiannya sebagai

ketua DPD RI, juga tidak sesuai aturan karena pergantiannya tidak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Saran

Badan Kehormatan DPD RI dalam pemberhentian dan pengangkatan ketua

DPD RI yang tersangkut tindak pidana korupsi harus menghayati, memahami, dan

mempelajari peraturan yang berlaku, sehingga dalam memutuskan suatu putusan

tidak gegabah dan tidak sewenang-wenang. Karena itu, Badan Kehormatan DPD

RI sebelum melakukan tindakan sebaiknya mengundang atau mendengarkan

pendapat pakar hukum tata negara, selain itu, Badan Kehormatan DPD RI

menghindari dari unsur politisasi dalam pengangkatan dan pemberhentian ketua

DPD RI.

Page 88: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

DAFTAR PUSTAKA

Abba Gabrillin, “Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara” Kompas.com, 22

Februari2017.

Alder, John, and Peter English. Constitutional and Administrative Law, London:

Macmillan, 1989.

Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP: Korupsi, Money

Laundring,dan Trafficking, Jakarta:Penebar Suwadaya Grup, 2014.

Ali, Zaenuddin. Metode Penelittian Hukum. Cetakan ke-I. Jakarta: Sinar Grafika.

2009.

Ambaranie Nadia Kemala Movanita,”Kronologi Oprasi Tangkap Tangan

terhadap Irman Gusman oleh KPK” Kompas.com, 17 September 2016.

Andylala Waluyo “Paripurna DPD RI Resmi Berhentikan Irman Gusman

Sebagai Ketua DPD” VOAINDONESIA.com, 20 September 2016.

Asshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Seketariat Jendral dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.

______, Konstitusi Dan Konstitualisme Indonesia Ed.1. Cet. 2, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

______, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

______, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

______, “Gagasan Hukum Indonesia”, Konsep Negara Hukum, dalam (Artikel

Hukum), di akses pada 13 Desember 2017 di www.docudesk.com.

Atmasasmita, Romli, Rekonstruksi Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2017.

Azhary, Negara Hukum Indonesia-analisis yuridis normatif tentang unsur-

unsurnya, Jakarta: UI-Press, 1995.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, “Strategi Pemberantasan

Korupsi Nasional”, BPKP Edisi Maret 1999, (1996): 267.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1989.

Page 89: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi). Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2009.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 , Jakarta, Balai Pustaka,

1989.

Ghoffar, Abdul, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Cet ke-1, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2009.

Gusman, Irman, Daerah Maju Indonesia Satu, Jakarta: Anugrah Tri Lestari, 2014.

Hamzah, Andi, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta,

1991.

Harahap, M. Yahya Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidikan Dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika,2006.

Hatta, Mohammad, Kedaulatan Rakyat, Surabaya: Usaha Nasional, 1980.

Huda, Ni’matul , Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2010.

______, Hukum Tata Negara Indonesia (Edisi revisi), Jakarta: Rajawali Pers,

2015.

______, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

______, Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah dan Perkembangan dan

Problamatika, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Interview Pribadi dengan H.R. Muhammad Syafi’i, Anggota Komisi III DPR-RI

Periode 2014-2019 dari partai Gerindra Dapil Sumatra Utara, Jakarta, 19

Maret 2018.

Interview Pribadi dengan Abdul Azis Khafia, Anggota DPD RI DKI Jakarta,

Jakarta, 20 Maret 2018.

Isnaeni, MH, MPR-DPR sebagai Wahana Mewujudkan Demokrasi Pancasila,

Jakarta: Yayasan Idayu, 1982.

Jaweng, Robert Endi, Mengenal DPD RI: Sebuah Gambaran Awal. Jakarta:

Institut For local Development, 2005.

Kansil, C.S.T., dan Christine S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia,

Cet. I, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.

Page 90: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa.

Katalog Dalam Terbitan (KDT), Senator Bertanya: Catatan Penggunaan Hak

Bertanya Anggota DPD RI kepada Presiden RI. Jakarta: DPD,2015.

Kelompok DPD RI, Mengenal DPD RI, Jakarta: Kelompok DPD RI di MPR,

2006.

Kusuma, Ananda B, “Recall”, Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta: Jurnal Konstitusi

Volume 3 Nomor 4 (2006): 156.

Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara

Indonesia, Jakarta: Liberty, 1997.

Mahfud MD, Moh., Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

______, Perkembangan Politik Hukum, Studi tentang Pengaruh Konfigurasi

Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Yogyakarta: FH UGM

Press, 1993.

______, Perdebatan Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Maggalatung, Salman, Desain Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD

1945, Bekasi: Gramata Publishing, 2016.

Mamuji, Sri, et.al.,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Marbun, BN, Kamus Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2005.

Mulyosudarmo, Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik

Indonesia (Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridik Pertanggung

Jawaban Kekuasaan), Surabaya: Disertasi Doktor Pascasarjana

Universitas Airlangga, 1990.

Munandar, Haris, Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi Manusia,

Jakarta: Gramedia, 1994.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Noer, Deliar, Mohammad Hatta Suatu Biografi Politik, Jakarta: LP3ES, 1989.

Page 91: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Obson, David N, The Legislative Process, New York: A Comparative Approach.,

Harper & Raw Publication, 1980.

Packer, Herbert L, The Limits of Criminal Sanction, California:Stanford

University. Press,1968.

Pardede, Marulak, dan Tim, Penelitian Tentang Efektivitas Putusan Badan

Kehormatan, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementian

Hukum dan Ham, 2011.

Prodjodikoro, Wiryono, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, Bandung: Eresco,

1971.

Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 1996.

Ramlan Subekti, “Pilkada Adalah Pemilu”, Harian Kompas, 30 Maret 2005.

Ranawijaya, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1999.

Saragih, Bintan R, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia,

Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987.

Sekertariat Negara Republik Indonesia, Jakarta: Sekertariat Negara RI,1995.

Syamsuddin, Azis, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Shadily, Hassan, dkk., Ensiklopedi Indonesia 4, Edisi Khusus, Jakarta: Ichtiar

Baru-Van Hoeve, Jakarta, h. 876.

Shihab, Quraish,”Tafsir Jalalayn Diskusi” , Surah Al-Ma’idah ayat 8. Di akses

pada 15 Maret 2018 https://tafsirq.com/5-Al-Ma'idah/ayat-8

Sirait, Hasudungan. Politik Pemilu Pilkada. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen

(AJI). 2006.

Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press), 1986.

Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan

Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Cet. Ke-2, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Nusantara, 2004.

Suny, Ismail, Pembagian Kekuasaan Negara, Cet. Ke-2, Jakarta: Aksara Baru,

1978.

Page 92: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Suratman dan Phiips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung: ALFABETA,

2014.

Tamrin, Abu, dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, Ciputat: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.

Tutik, Titik Triwulan, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Amandemen UUD 1945, Jakarta:Kencan, 2011.

Ubaedillah, A dan Abdul Rozak . Pendidikan Kewarganegaraan (Civic

Education) Edisi Ketiga: Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat

Madani. Jakarta: Kencana. ICCE UIN Jakarta. 2008.

Umar Mukhtar “Irman Gusman Divonis 4,6 Tahun Penjara” Republika.co.id, 20

Februari 2017.

Pettkin, Hanna Fenichel, The Concept of Representation, California: University of

California Press,1980.

Wahjono, Padomo, Ilmu Negara Suatu Sistematik Dan Penjelasan 14 Teori Ilmu

Negara dari Jellinek, Jakarta: Melati Study Grup, 1977.

______, Pembakuan Istilah Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 1975.

Yunus, Nur Rohim, Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, Jakarta:

Jurispudence Press, 2012.

Zamrony, dkk., Buku Panduan Kuliah Kerja Nyata Pemberdayaan Hukum

Masayarakat Pengguna Pengadilan, Cetakan II, Pusat Kajian Anti

(PUKAT) Korupsi: Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, 2009.

Page 93: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Scanned with CamScanner

Page 94: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Scanned with CamScanner

Page 95: PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44144/1/KHAIDIR MUSA... · tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Scanned with CamScanner