15
PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI PANTAI TIMUR BINTAN DESA MALANG RAPAT David Simanjuntak Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Risandi Dwirama Putra Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] Arief Pratomo Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi dan tipe pasang surut (pasut) yang mempengaruhi zona intertidal, memetakan zona intertidal dan memetakan lama ketergenangan zona intertidal pada daerah pesisir Desa Malang Rapat. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai maret 2016 di Pantai desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, dengan titik koordinat lokasi pada 140 o 36'7,70"BT ; 1 o 7'27,84"LU sampai dengan 140 o 38'24,97"BT ; 1 o 4'43,82"LU. Data primer yang digunakan yaitu data batimetri hasil pemeruman dengan menggunakan alat Fish Finder secara singlebeam (pancaran tunggal) yang telah dikoreksi terhadap trasducer dan pasut. Sedangkan data sekunder berupa data pasang surut DISHIDROS TNI-AL pada stasiun pengamatan Tanjung Uban sepanjang tahun 2016 dan Peta Rupa bumi Bintan. Metode pemodelan menggunakan perangkat lunak Surfer 10 dan ArcGIS 10.1. Hasil penelitian menunjukkan pasut di perairan Kabupaten Bintan bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol (mixed tide predominantly semidiurnal) dengan nilai Formzahl 0.59. Tunggang pasut zona intertidal berada pada kedalaman 0 hingga 3,4 meter, dengan luas zona intertidal pada peta ± 5 km 2 . Kemiringan pantai didominasi kelas pantai dengan lereng miring sebanyak 52%. Berdasarkan hasil filter data pasang surut sepanjang tahun 2016 dengan interval 0,5 maka diperoleh lama ketergenangan pada zona kedalaman 0-0,5 m tergenang 8,4 hari/tahun; 0,5-1 m tergenang 51,9 hari/tahun; 1-1,5 m tergenang 133,9 hari/tahun; 1,5-2 m tergenang 252,3 hari/tahun; 2-2,5 m tergenang 356,9 hari/tahun; 2,5-3 m mengalami ketergenangan sepanjang tahun untuk periode tahun 2016. Kata Kunci: Intertidal, Pasang Surut, Lama Ketergenangan, Batimetri, Surfer 10 ArcGIS 10.1

PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

  • Upload
    vothuan

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI

PANTAI TIMUR BINTAN DESA MALANG RAPAT

David Simanjuntak

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Risandi Dwirama Putra

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

Arief Pratomo

Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi dan tipe pasang surut

(pasut) yang mempengaruhi zona intertidal, memetakan zona intertidal dan memetakan lama

ketergenangan zona intertidal pada daerah pesisir Desa Malang Rapat. Penelitian telah

dilaksanakan pada bulan Februari sampai maret 2016 di Pantai desa Malang Rapat

Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, dengan titik koordinat lokasi pada

140o36'7,70"BT ; 1

o7'27,84"LU sampai dengan 140

o38'24,97"BT ; 1

o4'43,82"LU. Data

primer yang digunakan yaitu data batimetri hasil pemeruman dengan menggunakan alat Fish

Finder secara singlebeam (pancaran tunggal) yang telah dikoreksi terhadap trasducer dan

pasut. Sedangkan data sekunder berupa data pasang surut DISHIDROS TNI-AL pada stasiun

pengamatan Tanjung Uban sepanjang tahun 2016 dan Peta Rupa bumi Bintan. Metode

pemodelan menggunakan perangkat lunak Surfer 10 dan ArcGIS 10.1. Hasil penelitian

menunjukkan pasut di perairan Kabupaten Bintan bertipe campuran dengan tipe ganda yang

menonjol (mixed tide predominantly semidiurnal) dengan nilai Formzahl 0.59. Tunggang

pasut zona intertidal berada pada kedalaman 0 hingga 3,4 meter, dengan luas zona intertidal

pada peta ± 5 km2. Kemiringan pantai didominasi kelas pantai dengan lereng miring

sebanyak 52%. Berdasarkan hasil filter data pasang surut sepanjang tahun 2016 dengan

interval 0,5 maka diperoleh lama ketergenangan pada zona kedalaman 0-0,5 m tergenang 8,4

hari/tahun; 0,5-1 m tergenang 51,9 hari/tahun; 1-1,5 m tergenang 133,9 hari/tahun; 1,5-2 m

tergenang 252,3 hari/tahun; 2-2,5 m tergenang 356,9 hari/tahun; 2,5-3 m mengalami

ketergenangan sepanjang tahun untuk periode tahun 2016.

Kata Kunci: Intertidal, Pasang Surut, Lama Ketergenangan, Batimetri, Surfer 10 ArcGIS

10.1

Page 2: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

MAPPING OF OLD INUNDATE INTERTIDAL ZONE ON THE EAST

COAST BINTAN MALANG RAPAT VILLAGE

ABSTRACT

This study was conducted to determine the condition and type of tidal that affect

intertidal zones, mapping the intertidal zone and map out long inundate intertidal zone at the

Malang Rapat village coastal areas. Research has been conducted from February to March

2016 in the coastal areas of Malang Rapat village, Gunung Kijang District, Bintan regency,

with the coordinates of the location at 140o36'7,70 "BT; 1

o7'27,84" LU up to 140

o38 '24, 97

"BT; 1o4'43,82" LU. Primary data that is used is bathymetric data from Sounding activities

by using the tool singlebeam Fish Finder, which has been corrected for trasducer and tidal.

The secondary data is tidal analysis from DISHIDROS TNI-AL at observation stations

Tanjung Uban, along the 2016 and Map Form Earth Bintan. Modeling method using the

software Surfer 10 and ArcGIS 10.1. The results show the tidal waters of Bintan regency is

determined as mixed-type with a prominent double type (mixed predominantly semidiurnal

tide) with 0,59 Formzahl value. Stables tidal intertidal zone is at a depth of 0 to 3,4 m, with

an area of intertidal zone on a map ± 5 km2. The slope of the beach is dominated by the

coastal classroom angled slopes as much as 52%. Based on the results filter tide data

throughout 2016 with long intervals of 0.5, the obtained Inundate at 0-0,5 m depth zone

inundated by 8,4 days/year; 0,5-1 m inundated 51,9 days/year; 1-1,5 m inundated 133,9

days/year; 1,5-2 m inundated 252,3 days/year; 2-2,5 m inundated 356,9 days/year; 2,5-3 m

experiencing Inundate throughout the year for the period 2016

Keywords: Intertidal, Tidal, Old Inundate, Bathymetry, Surfer 10, ArcGIS 10.1

Page 3: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

I. PENDAHULUAN

Desa Malang Rapat merupakan bagian

dari wilayah administrasi Kecamatan Gunung

Kijang, Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan

Riau. Desa ini memiliki wilayah pantai karena

berbatasan langsung dengan laut. Menurut

Wibisono (2005), daerah pinggir laut atau

wilayah darat yang berbatasan langsung

dengan bagian laut disebut sebagai pantai.

Selanjutnya dijelaskan bahwa wilayah pantai

(shore) merupakan wilayah yang basah dalam

zona pasang surut.

Dalam cabang ilmu kelautan

(oceanography) zona yang termasuk dalam

pasang surut disebut sebagai zona intertidal.

Menurut Nybakken (1992) zona intertidal pada

wilayah pantai merupakan daerah yang relatif

sempit, terletak diantara air tinggi (high water)

dan air rendah (low water). Luasan zona

intertidal pada wilayah pantai diukur dari

daerah yang masih tergenang saat pasang

tertinggi hingga daerah yang kering saat surut

terendah. Luasannya juga dipengaruhi oleh

kontur kemiringan (slope) pantai dan dasar

perairan. Semakin landai suatu pantai maka

akan semakin luas daerah intertidalnya

(Nybakken, 1992). Dinamika pasang surut

yang selalu berubah-ubah dan banyaknya

pengaruh masukan materi organik atau kimia

dari darat menjadikan zona intertidal sangat

ekstrim, namun menjadikan zona yang

memiliki keragaman organisme yang

melimpah (Katili, 2011).

Desa Malang Rapat merupakan wilayah

pantai dengan zona intertidal yang memiliki

potensi dan kekayaan alam yang melimpah,

sehingga mendorong pemanfaatan oleh

masyarakat. Pada zona intertidal ini terdapat

ekosistem yang menjadi penyangga bagi

kehidupan berbagai organisme, yaitu

ekosistem padang lamun, ekosistem mangrove

dan ekosistem terumbu karang. Berdasarkan

SK No.36/VIII/2007 Bappeda Kabupaten

Bintan 2007 tentang KKLD (Kawasan

Konservasi Laut Daerah) Kabupaten Bintan,

padang lamun di kawasan ini menjadi salah

satu lokasi strategis untuk menjaga kelestarian

alam melalui kegiatan konservasi lamun di

pulau Bintan.

Dalam proses penelitian dan

pengembangan kawasan konservasi di zona

intertidal diperlukan identifikasi mengenai

zona intertidal, apakah dapat diketahui luas

wilayah kajian tersebut. Selanjutnya hal ini

dapat menentukan lama ketergenangan suatu

wilayah intertidal. Menurut Hafizh (2013)

untuk melihat zonasi mangrove perlu adanya

data mengenai pasang surut untuk melihat

keterganangan kawasan mangrove selama satu

tahun, sehingga dapat dilihat hubungannya

dengan struktur formasi mangrove pada zona

intertidal.

Identifikasi zona intertidal dapat

dilakukan melalui proses pemetaan. Melalui

prosedur pemetaan akan dihasilkan data

berupa peta letak dan batas zona intertidal di

Desa Malang Rapat serta lama

ketergenangannya pada masing-masing kelas

zona.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan pada

bulan Februari hingga Maret 2016 di Pantai

Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung

Kijang, Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan

Riau. Dengan penentuan lebar lokasi

berdasarkan pada wilayah yang berada pada

peta 1:25.000 yang telah ditentukan. Titik

koordinat lokasi terletak pada 140o36'7,70"BT

; 1o7'27,84"LU sampai dengan

140o38'24,97"BT ; 1

o4'43,82"LU. Data diolah

dan dianalisis di laboratorium sistem informasi

dan komputasi, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode survei yaitu melakukan

penyelidikan untuk memperoleh data dari

gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan

secara faktual pada lokasi penelitian, dan

metode kuantitatif yaitu metode yang bersifat

realistis dan dapat diklasifikasikan, konkrit

teramati, serta terukur.

Page 4: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

Tabel 1. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan Kegunaan

Perangkat Survei

Lapangan

1. GPS Penentuan posisi

2. Meteran 100 m Mengukur panjang

lintasan kemiringan

pantai

3. Fishfinder Mengukur

Kedalaman perairan

4. Perahu Alat media survei

5. Tongkat Ukur Mengukur tinggi

6. Kamera Dokumentasi

7. Alat Tulis Untuk mencatat hasil

pengukuran

Perangkat Analisa

Data

1. Hardware dan

Software

Komputer (MS.

Excel, , Surfer

dan ArcGIS 10.1)

Pengolahan dan

analisa data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian

terdiri atas dua jenis data, yaitu data primer

dan data sekunder. Data primer yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data

kemiringan pantai (Slope) dan data batimetri

zona intertidal. Sedangkan data skunder yang

digunakan adalah data Pasang Surut pulau

Bintan Sepanjang tahun 2016 dan peta Rupa

Bumi Bintan.

A. Metode Pengumpulan Data

1. Kemiringan Pantai (slope)

Pengukuran kemiringan pantai digunakan

untuk melihat profil pantai suatu wilayah.

Dalam penelitian ini pengukuran slope pantai

menggunakan alat sederhana yaitu tongkat

ukur dan selang waterpass. Pengukuran ini

menggunakan prinsip yang sama dengan

metode pengukuran kemiringan pantai metode

Blong (Setiyono, 2008 dalam Masrukhin et al,

2014). Kemiringa pantai (slope) dihitung

dengan menggunakan persamaan trigonometri

segitiga, yang dirumuskan sebagai berikut:

x 100% (3)

Keterangan:

α : Besarnya persen (%) kemiringan pantai

(slope)

a : Selisih ketinggian yang diperoleh tongkat

ukur (m)

b : Jarak antara kedua tongkat ukur (m)

Selanjutnya hasil dari perhitungan

kemiringan pantai akan dikelompokkan

berdasarkan kelas kemiringan pantai menurut

Sunarto (1991) dalam Patty (2010).

2. Pengukuran Kedalaman Perairan

(batimetri)

Pengukuran kedalaman (batimetri)

dilakukan dengan menggunakan prosedur

pemeruman (sounding). Proses pemeruman

dilakukan dengan alat Fish Finder secara

singlebeam (pancaran tunggal) dimana yang

digunakan adalah gelombang akustik yang

dipancarkan kedasar perairan sehingga

dipantulkan kembali dan diterima oleh

receiver tranduser. Pengukuran data

kedalaman dilakukan langsung di pesisir

pantai desa Malang Rapat dengan metode

Shallow Sonding menggunakan kapal kecil

mengikuti lajur yang sejajar garis pantai.

Sebelum melakukan pemeruman terlebih

dahulu ditentukan perencanaan jalur perum

pada peta lokasi. Lajur pemeruman berupa

garis, dilakukan sebanyak 4 garis lajur sejajar

garis pantai. Dalam proses pemeruman

diperoleh data berupa data posisi (koordinat),

waktu pengambilan data dan data kedalaman

perairan yang dicatat pada log book.

Gambar 2. Titik Jalur pemeruman.

3. Data Pasang Surut

Dalam penelitian ini data pasang surut

yang digunakan berupa data sekunder. Dimana

data pasut yang digunakan merupakan prediksi

pasut oleh DISHIDROS TNI-AL sepanjang

tahun 2016 untuk daerah Bintan. Titik stasiun

pengambilan data pasut berada di Selat Kijang

Page 5: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

yang dalam penelitian ini dapat dianggap sama

dengan lokasi penelitian. Data ini meliputi

tinggi pasang surut setiap jam sepanjang tahun

2016.

4. Peta Dasar Rupa Bumi Bintan

Peta dasar yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah peta rupa bumi Bintan

yang telah didigitasi dengan menggunakan

software ArcGIS 10.1 yang diperoleh dari

laboratorium TIK Fakultas Kelautan dan

Perikanan UMRAH.

B. Analisa Data

1. Analisis Konstanta Harmonik Pasang

Surut

Dalam analisa konstanta harmonik pasut

yang digunakan adalah data satu bulan dari

tabel pasang surut DISHIDROS TNI-AL tahun

2016. Dimana data yang akan dianalisa

merupakan bulan Maret yang merupakan

waktu pengambilan data lapangan. Pasang

surut dianalisa menggunakan metode Least

Squar. Least Square adalah metode analisa

data pasang surut untuk memperoleh besarnya

nilai komponen-komponen pasang surut.

Analisis menggunakan metode Least Square

menghasilkan besarnya nilai komponen-

komponen harmonik pasang surut air laut (Z0,

M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M2 dan MS4),

sehingga dapat dihitung nilai Formzahl untuk

mengetahui tipe pasang surut dan chart datum

(Z0) yang akan digunakan sebagai koreksi data

kedalaman laut untuk memperoleh kedalaman

laut sebenarnya. Rumus Formzahl ialah

sebagai berikut :

F : Formzahl

K1 : Amplitudo dari anak gelombang pasang

surut Harian Tunggal rata-rata yang

dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan mata

hari

O1 : Amplitudo dari anak gelombang pasang

surut Harian Tunggal yang dipengaruhi

oleh deklinasi matahari

M2 : Amplitudo dari anak gelombang pasang

surut Harian ganda rata-rata yang

dipengaruhi oleh bulan

S2 : Amplitudo dari anak gelombang pasang

surut Harian Ganda rata-rata yang

dipengaruhi oleh matahari.

Untuk penentuan Chart datum (Z0) dalam

penelitian ini dihitung menggunakan

persamaan yang digunakan DISHIDROS

cilacap (Ongkosongo dan Suyarso, 1987),

sebagai berikut:

Z0= S0 – (1.2 x (M2 + S2 + K2))

Keterangan :

S0 : Muka air rerata (Mean Sea Level)

Z0 : Chart Datum

M2 : Pasang surut semi diurnal yang

dipengaruhi oleh bulan

S2 : Pasang surut semi diurnal yang

dipengaruhi oleh matahari

K2 : Pasang surut semi diurnal karena

pengaruh perubahan jarak akibat

lintasan bulan yang elips.

Setelah didapatkan Chart datum,

kemudian akan dicari nilai dari HAT (Hide

Astronomical Tide) atau pasang tertinggi

berdasarkan astronomi. HAT ini akan

dijadikan sebagai acuan dalam nilai koreksi

kedalaman. Hubungan antara masing-masing

nilai-nilai penting dalam analisis pasang surut

dapat dijelaskan dalam rumus berikut ini :

LAT = Z0 - (M2+S2+N2+K2+K1+O1+P1+M2+MS4)

HAT = Z0+(M2+S2+N2+K2+K1+O1+P1+M2+MS4)

Keterangan :

LAT : Lowest Astronomical Tides / nilai

muka air terendah dihitung

berdasarkan astronomi

HAT : Highest Astronomical Tides / nilai

muka air tertinggi dihitung

berdasarkan astronomi.

2. Koreksi Kedalaman

a) Koreksi terhadap kedalaman alat

(transducer)

Draft transducer yang digunakan untuk

menerima pantulan gelombang akustik yang

dipancarkan berada di bawah permukaan

perairan, sehingga dalam memperoleh nilai

kedalaman sebenarnya dari permukaan

perairan sampai dasar perairan diperlukan

koreksi terhadap draft transducer.

Page 6: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

Gambar 3. Koreksi trasducer

d = A + B

Keterangan :

d : Kedalaman aktual hasil koreksi terhadap

transducer

B : Kedalaman air hasil sounding

A : Jarak transducer ke permukaan air (nilai

koreksi transducer)

b) Koreksi terhadap kedalaman acuan

Dalam penelitian ini kedalaman acuan

(datum) yang akan digunakan untuk

mengkoreksi adalah HAT (Hide Astronomical

Tide) Nilai HAT digunakan agar zona

intertidal kedarat diperoleh dengan akurat dan

tidak ada nilai minus (-) dalam perhitungan

kedalaman. Nilai HAT akan menjadi nilai nol

(0) meter. HAT diperoleh dari hasil analisis

konstanta harmonik pasang surut tabel

DISHIDROS TNI-AL pada satu bulan

tertentu. Dalam mencari nilai kedalaman

terkoreksi dapat digunakan rumus sebagai

berikut:

Z = d(t) + (hmax - htab(t))

Keterangan :

Z : Kedalaman terkoreksi

d(t) : Kedalaman aktual pada waktu

tertentu

hmax : Tinggi muka air laut berdasarkan

HAT (Hide Astronomical Tide)

htab(t) : Tinggi muka air laut ditabel pasut

DISHIDROS TNI-AL pada waktu

pengukuran.

3. Analisis kontur kedalaman

Analisis kedalaman perairan dilakukan

dengan memetakan kontur kedalaman

berdasarkan pada letak titik kordinat

pengambilan data kedalaman pada peta dasar.

Pengolahan peta kedalaman dengan

menggunakan software Surfer 10. Data yang

dimasukkan dalam membuat peta kontur

kedalman adalah nilai koordinat dalam sistem

proyeksi Universal Transverse Mercator

(UTM) yaitu Easting (X) dan Northing (Y)

serta nilai kedalaman perairan (Z).

Hasil dari proses interpolasi dengan

menggunakan metode Krigging dan tampilan

secara contour map pada software atau

perangkat lunak Surfer 10 akan di export

kedalam bentuk shapefile (shp) dan kemudian

akan diolah lebih lanjut dengan mendigitasi

zona berdasarkan intervalnya menggunakan

perangkat lunak ArcGIS 10.1.

4. Penentuan Zona Intertidal

Dari hasil analisis sebelumnya kemudian

dapat diketahui batasan antara titik awal HAT

yang telah dikoreksi serta MSL dan LAT.

Setelah itu data tersebut kemudian di input

kedalam peta dasar dengan menggunakan

ArcGIS 10.1. Sehingga terlihat tiap batasan

zona intertidal dalam peta dasar sepanjang

daerah Malang Rapat tersebut.

5. Lama Ketergenangan

Pengolahan data lama ketergenangan ini

menggunakan data pasang surut dari

DISHIDROS TNI AL. Data pasang surut

diolah dengan Microsoft Excel yang kemudian

dibagi berdasarkan kelas-kelas kedalaman.

Disaat kelas kedalaman teratas

mengalami ketergenangan maka kelas

kedalaman dibawahnya akan mengalami

ketergenangan juga, sehingga semakin tinggi

kelas kedalaman akan mengalami

ketergenangan semakin lama hingga selalu

tergenang sepanjang tahun. Berdasarkan kelas

kedalamannya maka untuk memperoleh lama

ketergenangan pada tiap kelas digunakan

rumus sebagai berikut:

Tabel 2. Rumus mencari lama ketergenangan

per kelas kedalaman

Kelas

Kedalaman

(m)

Jumlah

Waktu Pada

Tabel Pasut

Rumus Lama

Ketergenangan

0-0,5 a a

0,5-1 b a+b

1-1,5 c a+b+c

1,5-2 d a+b+c+d

2-2,5 e a+b+c+d+e

2,5-3 f a+b+c+d+e+f

>3 g a+b+c+d+e+f+g

Page 7: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pasang surut

Dalam penelitian ini digunakan data

pasang surut yang diperoleh dari DISHIDROS

TNI-AL sepanjang tahun 2016. Data yang

diguanakan merupakan data tabel pasang surut

stasiun Tanjung Uban. Dalam proses analisa

pasang surut untuk memperoleh komponen

pasang surut, nilai elevasi penting dan nilai

Formzahl digunakan data pasang surut selama

30 hari pada bulan Maret 2016.

Gambar 4. Data pasang surut bulan maret

2016 dari DISHIDROS TNI-AL

pada stasiun pengamatan Tanjung

Uban

Data diolah dengan menggunakan

metode Least Square. Melalui metode Least

Square diperoleh komponen harmonik pasang

surut berupa nilai Z0, M2, S2, N2, K2, K1, O1,

P1, M2 dan MS4.

Tabel 3. Nilai konstanta harmonik pasang

surut

Berdasarkan nilai konstanta dihitung nilai

Formzahl sehingga diperoleh nilai 0.59.

Bilangan Formzahl ini menunjukkan bahwa

tipe pasang surut di perairan kabupaten Bintan

adalah bertipe campuran dengan tipe ganda

yang menonjol (mixed tide predominantly

semidiurnal). Tipe pasang surut campiran

dominan keharian ganda ditandai dengan

dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan

dua kali air surut, tetapi dengan tinggi dan

periode yang berbeda (Triadmodjo, 1999).

Melalui perhitungan dari komponen

harmonik pasang surut maka akan diperoleh

juga nilai elevasi penting MSL, LAT dan

HAT. Nilai elevasi penting melalui

perhitungan komponen pasang surut

ditunjukkan pada tabel 4.

Tabel 4. Nilai-nilai elevasi penting hasil

pengolahan data pasang surut

Berdasarkan tabel 4 maka tunggang

antara pasang tertinggi dan surut terendah

berdasarkan perhitungan astronomis sebesar

3,4 m. Dalam penelitian ini datum yang

digunakan adalah HAT. Nilai HAT yang

didapat dari hasil analisis adalah 3,4 m, artinya

dalam kurun waktu tertentu pasang tertinggi

dapat mencapai ketinggian 3,4 m.

B. Pengukuran batimetri

Pengukuran kedalaman perairan

(batimetri) dilakukan disepanjang zona

intertidal perairan Desa Malang Rapat.

Terdapat 543 data hasil pengukuran yang

dilakukan pada perairan dengan menggunakan

prosedur pemeruman (sounding) dan 261 data

merupakan data prediksi titik pasang tertinggi

zona intertidal yang ditandai dengan

munculnya tanda alam seperti teritip, lumut

atau rumput laut yang terseret paling jauh

kedarat. Data yang pertama kali diperoleh dari

prosedur pemeruman (sounding) adalah berupa

waktu pemeruman, koordinat titik dan data

kedalaman yang terbaca pada layar monitor

alat atau yang disebut kedalaman terbaca.

No Konstanta A (m) g

1 M2 0,6111 224,4752°

2 S2 0,2269 347,4035°

3 N2 0,1354 20,7292°

4 K2 0,0516 299,8686°

5 K1 0,2361 313,2679°

6 O1 0,2577 65,4292°

7 P1 0,0880 172,7200°

8 M4 0,0319 298,1912°

9 MS4 0,0251 74,9161°

Symbol Elevasi (m)

HAT 3,4

MHWL 2,8

MSL 1,7

MLWL 0,6

LAT 0

Page 8: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

Gambar 5. Peta titik fiks pemeruman

Selanjutnya dilakukan koreksi terhadap

kedalaman hasil pemeruman, yaitu koreksi

terhadap kedalaman trasducer dan nilai acuan

kedalaman (chart datum) menggunakan HAT

(Highest Astronomical Tide).

Tabel 5. Contoh tabel hasil koreksi kedalaman

Berdasarkan hasil koreksi kedalaman,

didapati bahwa nilai kedalaman setelah

dikoreksi bertambah dibandingkan dengan

kedalaman terbaca saat pemeruman.

C. Pengukuran Kemiringan Pantai

Pengukuran dimulai pada titik

1o7'27,84"N; 140

o36'7,70"E ; hingga

1o4'43,82"N; 140

o38'24,97"E. Terdapat total

261 titik pengukuran kemiringan pantai yang

dilakukan disepanjang pantai desa malang

rapat. Jarak antara tiap titik pengukuran

kemiringan pantai berkisar ± 25 – 30 m.

Terdapat 49 titik yang tidak dapat dilakukan

pengukuran dikarenakan kondisi bentang alam

seperti adanya tebing terjal dan batu miring.

Gambar 6. Peta titik pengukuran kemiringan

pantai

Hasil pengukuran berupa persen (%)

kemiringan sehingga sesuai dengan klasifikasi

profil pantai menurut Sunarto (1991) dalam

Patty (2010) yang telah mengklasifikasikan

kemiringan pantai menjadi 7 kelas pantai

sebagai berikut :

0 - 2,9 % : Lereng Datar

3,0 - 7,9 % : Lereng Landai

8,0 - 13,9 % : Lereng Miring

14,0 - 20,9 % : Lereng Sangat Miring

21,0 - 55,9 % : Lereng Curam

56,0 - 140,9 % : Lereng Sangat Curam

Slope >140,9 % : Lereng Terjal

Tabel 6. Contoh data pengukuran Kemiringan

Pantai

Page 9: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

Berdasarkan kelas kemiringan pantainya

Desa Malang Rapat memiliki variasi kelas

kemiringan pantai yang beragam. Setelah

dipersentasekan menurut banyak data

berdasarkan kelasnya (gambar 6)

Gambar 7. Grafik persen kelas kemiringan

pantai

Terdapat 52% pantai di Desa Malang

Rapat masuk dalam kelas pantai dengan

lereng miring. Dimana kelas lereng miring

sangat mendominasi. Terdapat 19% pantai

yang masuk dalam kelas lereng sangat miring,

19% pantai merupakan pantai yang telah

terkena abrasi (telah dibatu miring), 9% pantai

masuk dengan kelas landai dan 1% pantai

masuk dalam kelas lereng curam. Data hasil

pengukuran persen kemiringan pantai ini

menunjukkan bahwa perairan intertidal di

Desa Malang Rapat memiliki variasi kelas

yang beragam, sehingga ini juga berpengaruh

pada luasan zona intertidal. Menurut

Nybakken (1992) semakin landai suatu pantai

maka akan semakin luas daerah intertidalnya.

D. Pemetaan Kontur Kedalaman Perairan

Kontur kedalaman perairan didapat dari

penggolahan menggunakan software Surfer

10. Dengan metode interpolasi Krigging

(gambar 8).

Gambar 8. Hasil awal interpolator krigging

pada surfer 10 profil kontur

kedalaman perairan Desa Malang

Rapat

Hasil dari proses interpolasi titik fiks dari

pemeruman dengan menggunakan metode

Krigging pada software Surfer 10 akan di

export kedalam bentuk shapefile (shp) dan

kemudian akan diolah lebih lanjut

menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.1.

Untuk pembuatan peta kontur kedalaman,

wilayah analisis yang dihasilkan dari

interpolasi dengan metode Krigging kemudian

dibatasi dalam wilayah cakupan saat

pengambilan data batimetri dilapangan.

Sebelumnya, wilayah dari lajur pemeruman di

digitasi terlebih dahulu dan di jadikan file

shapefile (shp) dalam bentuk polygon. File

wilayah tersebut kemudian dijadikan sebagai

batasan analisis interpolar Krigging dengan

bantuan tool geoprocessing Intersect di

ArcGIS 10.1. Sehingga wilayah yang

terinterpolasi hanya sebatas wilayah saat lajur

pemeruman (gambar 16). Sedangkan untuk

menghasilkan model tiga dimensi kedalaman

perairan (batimetri) hasil interpolasi diolah

pada software surfer 10 menggunakan tools

3D Surface (gambar 17).

Gambar 9. Peta kontur kedalaman perairan

Desa Malang Rapat

9%

52%

19%

1%

19%

PERSEN KELAS KEMIRINGAN PANTAI

Lereng Landai

Lereng Miring

Lereng SangatMiringLereng Curam

Abrasi/ Batu Miring

Page 10: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

Gambar 10. Peta Profil 3D Kedalaman

Berdasarkan pemetaan kontur kedalaman

menunjukkan adanya kontur berbentuk kontur

kurva tertutup pada kedalaman 1,5 – 2 meter.

Hal ini menunjukkan pada kedalaman tersebut

terdapat adanya gundukan berupa karang,

bebatuan atau gundukan berupa lidah pasir

atau spit. Kecenderungan pola garis kontur

pada peta batimetri sejajar dengan garis pantai

membentuk pola tidak bercabang dan tidak

terpotong terdapat pada kedalaman 0 m hingga

1,5 m dan 2,5 meter ke atas.

Berdasarkan profil 3D (gambar 17) bahwa

permukaan dasar laut cenderung landai dari

kedalaman 0 hingga 1,5 m. Pada kedalaman 2

m cenderung datar namun terdapat gundukan

berupa karang atau lidah pasir. Selanjutnya

mulai kedalaman 2,5 m permukaan dasar laut

relatif terjal. Namun pada wilayah depan

pelabuhan nelayan, dimulai dari kedalaman

1,5m permukaan dasar laut sangat terjal

hingga kedalaman 6 m.

E. Pemetaan Zona Intertidal

Nyabakken (1992) mengemukakan bahwa

Zona intertidal adalah daerah pantai yang

terletak antara pasang tinggi dan surut

terendah, daerah ini mewakili peralihan dari

kondisi lautan ke kondisi daratan. Berdasarkan

perhitungan pasang surut, pasang tertinggi

berdasarkan astronomis (HAT) bernilai 3,4

meter sedangkan surut terendah berdasarkan

astronomis (LAT) bernilai 0,0 meter. Dapat

disimpulkan wilayah yang dipengaruhi oleh

pasut berada pada kedalaman 0-3,4 meter,

sehingga dihasilkan peta sebagai berikut :

Gambar 11. Peta Zona Intertidal Perairan

Desa Malang Rapat

F. Lama Ketergenangan

Dalam mencari lama ketergenangan

digunakan data pasang surut DISHIDROS

TNI-AL sepanjang tahun 2016 pada stasiun

pengamatan Tanjung Uban. Data pasang surut

sepanjang tahun 2016 di filtel berdasarkan

kedalaman pada interval 0,5 meter

menggunakan software Microsoft Excel.

Adapun hasilnya dapat dilihat pada grafik

dibawah ini.

a. Lama ketergenangan dalam saruan

jam/tahun

b. Lama ketergenangan dalam saruan

hari/tahun

202 1245

3213

6054

8565 8784

0

5000

10000

0-0,5 0,5-1 1-1,5 1,5-2 2-2,5 2,5-3

WA

KTU

(JA

M)

KELAS KEDALAMAN Lama Ketergenangan

8,4 51,9

133,9

252,3

356,9 366

0,0

100,0

200,0

300,0

400,0

0-0,5 0,5-1 1-1,5 1,5-2 2-2,5 2,5-3

WA

KTU

(H

AR

I)

KELAS KEDALAMAN

Lama Ketergenangan

Page 11: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

c. Lama ketergenangan dalam saruan

jam/tahun

Gambar 12. Grafik lama ketergenangan

menurut kelas kedalaman

berdasarkan satuan jam (a), hari

(b) dan bulan (c)

Berdasarkan hasil dari perhitungan lama

ketergenangan dimasukkan kedalam peta zona

intertidal yang memiliki interval 0,5. Sehingga

diperoleh peta lama ketergenagan zona

intertidal sebagai berikut :

Gambar 13. Peta lama ketergenangan zona

intertidal 2016 pantai Timur

Bintan Desa malang Rapat

G. Keterkaitan Lama Ketergenangan

Terhadap Ekosistem Peraira di Zona

Intertidal

Peta lama ketergenangan sangat berguna

dalam melihat pola penyebaran (zonasi)

organisme yang menempati zona intertidal,

seperti sebaran zonasi mangrove, lamun atau

hewan-hewan bentos yang menempati zona

intertidal. Menurut Ongkosongo (1989)

perubahan muka pasang surut akan

mempengaruhi pola dan siklus hidup serta

sebaran dan rantai makanan yang diperlukan

bagi kehidupan terutama bagi hewan pada

zona intertidal. Pasang surut akan

mempengaruhi kondisi parameter perairan

terutama salinitas dan substrat yang terbawa

oleh arus pasang surut. Data sebaran zonasi

mangrove tentunya sangat berguna bagi

kegiatan rehabilitasi lahan pada zona intertidal.

Data sebaran zonasi akan menjadi salah satu

parameter penting bagi proses penentuan

lokasi rehabilitasi dan jenis dari flora maupun

fauna yang akan direhabilitasi.

1. Keterkaitan Lama Ketergenangan

Perairan Terhadap Mangrove

Hutan mangrove dapat didefinisikan

sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di

daerah pasang surut (terutama di pantai yang

terlindung, laguna, muara sungai) yang

tergenang pasang dan bebas dari genangan

pada saat surut yang komunitas tumbuhannya

bertoleransi terhadap garam atau salinitas

(Santoso, 2004 dalam Nur Iman, 2014). Hutan

mangrove meliputi pohon dan semak yang

tergolong ke dalam 8 famili yang terdiri atas

12 genera tumbuhan berbunga yaitu:

Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,

Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera,

Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda

dan Conocarpus (Bengen, 2000 dalam Nur

Iman, 2014). Namun masing-masing jenis

tumbuhan mangrove memiki toleransi

tersendiri terhadap salinitas, dimana salinitas

akan sangat dipengaruhi oleh lama

ketergenangan oleh air laut.

Tjandra dan Siagian (2011) menuliskan

berdasarkan salinitasnya dan kondisi

ketergenangan dalam air laut hutan mangrove

dibagi menjadi 6 zona, yaitu :

a) Zona 1, memiliki kisaran salinitas 10 – 30

ppm, digenangi air pasut 1 – 2 kali sehari

0,3 1,7

4,5

8,4

11,9 12

0,0

5,0

10,0

15,0

0-0,5 0,5-1 1-1,5 1,5-2 2-2,5 2,5-3

WA

KTU

(B

ULA

N)

KELAS KEDALAMAN

Lama Ketergenangan

Page 12: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

selama sekurang kurangnya 20 hari dalam

sebulan. Jenis tumbuhan yang tumbuh

dalam zona ini misalnya Avicenia,

Sonneratia, dan Rhizophora;

b) Zona 2, memiliki kisaran salinitas 10 – 30

ppm, digenangi air pasut antara 10 sampai

dengan 19 hari dalam sebulan. Pada zona

ini tumbuh jenis Bruguiera gymnorrhiza.

c) Zona 3, memiliki kisaran salinitas 10 – 30

ppm, digenangi air pasut 9 hari atau

kurang dalam sebulan. Pada zona ini

tumbuh jenis Xylocarpus dan Heritiera.;

d) Zona 4, memiliki kisaran salinitas 10 – 30

ppm, digenangi air pasut selama beberapa

hari saja dalam setahun. Dalam zona ini

tumbuh jenis Bruguiera, Scyphiphora dan

Nypa fructicans.;

e) Zona 5, memiliki salinitas 0 ppm, pasang

surut hanya sedikit sekali mempengaruhi

daerah ini.

f) Zona 6, memiliki salinitas 0 ppm.

digenangi air hanya pada musim hujan.

Jika diestimasikan pembagian zona

mangrove menurut Tjandra dan Siagian (2011)

dengan lama ketergenangan perairan zona

intertidal Desa Malang Rapat, maka mangrove

jenis Avicenia, Sonneratia, dan Rhizophora

yang digenangi pasut selama 20 hari dalam

sebulan dapat ditemui pada kedalaman ±1,5-2

meter, dengan lama ketergenagan menurut

data pasang surut sekitar ± 252,3 hari. Untuk

jenis Bruguiera gymnorrhiza yang digenangi

pasut selama 10-19 hari dalam satu bulan akan

ditemui pada kedalaman ±1-1,5 meter, dengan

lama ketergengan menurut data pasang surut

sekitar ± 133,9 hari. Untuk jenis Xylocarpus

dan Heritiera dengan lama ketergenangan

kurang dari 9 hari dalam sebulan akan ditemui

pada kedalman 0,5-1 meter, dengan lama

ketergengan menurut data pasang surut sekitar

±51,9 hari. Sedangkan untuk jenis jenis

Bruguiera, Scyphiphora dan Nypa fructicans

dan jenis mangrove ikutan lainnya yang

tergenang hanya beberapa hari saja dalam

setahun dan yang hanya tergenang pada musim

hujan dapat dijumpai pada kedalman 0-0,5

meter hingga kewilayah vegetasi datar yang

tidak mendapat pengaruh dari pasang surut,

dengan lama ketergengan menurut data pasang

surut sekitar ±8,4 hari.

2. Keterkaitan Lama Ketergenangan

Perairan Terhadap Lamun

Zonasi sebaran lamun dari pantai kearah

tubir secara umum berkesinambungan, namun

bisa terdapat perbedaan pada komposisi jenis

maupun luas penutupannya. Ekosistem lamun

dapat berupa vegetasi tunggal dan vegetasi

campuran. Vegetasi tunggal tersusun atas 1

jenis lamun dengan membentuk padang lebat.

Vegetasi campuran terdiri dua atau lebih jenis

lamun yang tumbuh bersama-sama pada satu

substrat. Spesies lamun yang biasanya tumbuh

dengan vegetasi tunggal adalah Thalassia

hemprichii, Enhalus acoroides, Halophilla

ovalis, Holodule uninervis, Cymodocea

serrulata, dan Thalassodendron ciliatum

(Dahuri, 2001).

Kiswara (1997) dalam Nainggolan

(2011) membagi pola penyebaran lamun

berdasarkan genangan air dan kedalaman,

sebaran lamun secara vertikal dapat

dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal

dan selalu terbuka saat air surut yang

mencapai kedalaman kurang dari 1 m saat

surut terendah. Contoh: Holodule pinifola,

Holodule uninervis, Halophila minor,

Halophilla ovalis, Thalassia hemprichii,

Cymodoceae rodunata, Cymodoceae

serrulata, Syringodinium isotifolium dan

Enhalus acoroides;

b. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dengan

kedalaman sedang atau daerah pasang surut

dengan kedalaman perairan berkisar 1-5 m.

Contoh: Holodule uninervis, Halophilla

ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae

rodunata, Cymodoceae serrulata,

Syringodinium isotifolium, Enhalus

acoroides dan Thalassodendron ciliatum;

c. Jenis lamun yang tumbuh pada perairan

dalam dengan kedalaman mulai dari 5-35

m. Contoh: Halophila ovalis, Halophila

decipiens, Halophila 9 spinulosa, Thalassia

hemprichii, Syringodinium isotifolium dan

Thalassodendron ciliatum.

3. Keterkaitan Lama Ketergenangan

Perairan Terhadap Karang

Karang merupakan ekosistem terluar dari

zona intertidal. Ekosistem karang dalam

pembagian zona intertidal menurut Yulianda

(2007) umumnya terdapat pada zona pasang

Page 13: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

tengah dan pasang bawah. Jika data lama

ketergenangan diestimasikan dengan letak

ekosistem karang yang ada pada zona pasang

tengah dimana zona pasang tengah dianggap

sebagai MSL atau muka rata-rata perairan.

Maka keberadaan ekosistem karanga berkisar

pada ± 1.7 m sampai ke laut dalam dengan

lama genangannya selama 8.4 bulan dalam

setahun.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan pengolahan data pasang

surut menggunakan metode Least Aquare

diperoleh perairan Bintan memiliki nilai

tunggang pasut terbesar 3,4 m. Dengan

nilai bilangan Formzahl 0.59 maka tipe

pasang surut di perairan Kabupaten

Bintan adalah bertipe campuran dengan

tipe ganda yang menonjol (mixed tide

predominantly semidiurnal).

2. Berdasarkan tunggang pasut maka zona

intertidal di perairan Desa Malang Rapat

berada pada kedalaman 0 hingga 3,4

meter. Dengan luas zona intertidal ± 5

km2 yang dapat dilihat pada peta.

3. Dalam penelitian ini kelas ketergenangan

dibagi berdasarkan kedalamannya, yaitu:

a. Kedalaman 0-0,5 meter mengalami

ketergenangan selama 202 jam/tahun

b. Kedalaman 0,5-1 meter mengalami

ketergenangan selama 1.245

jam/tahun

c. Kedalaman 1-1,5 meter mengalami

ketergenangan selama 3213

jam/tahun

d. Kedalaman 1,5-2 meter mengalami

ketergenangan selama 6054

jam/tahun

e. Kedalaman 2-2,5 meter mengalami

ketergenangan selama 8565

jam/tahun

f. Kedalaman 2,5-3 meter mengalami

ketergenangan selama 8784

jam/tahun

g. Kedalaman > 3 meter mengalami

ketergenangan sepanjang tahun

B. Saran

1. Untuk memperoleh data ketergenangan

yang lebih akurat disarankan untuk

melakukan analisa pasan surut dengan

menggunakan data pengukuran secara

langsung pada wilayah pemetaan

2. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan

dapat mencoba menggunakan metode

Interpolasi yang lain sehingga dapat

dilihat metode interpolasi mana yang

akurat dapat digunakan dalam pemetaan

zona intertidal

3. Dalam penelitian selanjutnya dapat

dilakukan konfirmasi data sebaran lamun,

mangrove, dan biota intertidal lainnya

berdasarkan data lama ketergenagannya.

4. Peta zona intertidal ini bisa dijadikan

referensi dalam melihat sebaran zonasi

dan rahabilitasi flora dan fauna pada zona

intertidal di daerah perairan Desa Malang

Rapat.

DAFTAR PUSTAKA

Arifa, D. 2014. Biomassa Padang Lamun di

Perairan Desa Teluk Bakau

Kabupaten Bintan Provinsi

Kepulauan Riau. FIKP UMRAH :

Tanjungpinang.

Awaludin, N. 2010. Geographical

Information Systems With ArcGIS 9.x

Principles, Techniques, Applications,

and Management. ANDI :

Yogyakarta.

BIG, ____. Presentasi Pendahuluan :

Pekerjaan Survey Hidrografi dan

Pembuatan Peta Lingkungan Pantai

Indonesia (LPI) Skala 1 : 25000

(Paket 2). Slide Peresentasi.

Brown, B. 2006. 5 Tahap Rehabilitasi

Mangrove. Mangrove Action Project

dan

Yayasan Akar Rumput Laut

Indonesia : Yogyakarta.

Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumber Daya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. PT. Pradnya Paramita :

Jakarta.

Dewi, Lusi Swastika., Ismanto, Aris., dan

Indrayanti, Elis,.2015. Pemetaan

Batimetri Menggunakan Singlebeam

Echosounder di Perairan Lembar,

Lombok Barat, Nusa Tenggara

Barat. Jurnal Oseanografi. Volume

4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman

10 – 17

Fatoni, K.I,.2011. Pemetaan Pasang Surut dan

Pola Perambatannya di Perairan

Indonesia. Skripsi. Institut Pertanian

Bogor.

Page 14: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

Hafizh, Ibnu.2013. Studi Zonasi Mangrove di

Kampung Gisi Desa Tembeling

Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten

Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Maritim Raja

Ali Haji.

Hasibuan, G.P,. 2009. Analisa Astronomis

Terendah di Perairan Sabang,

Sibolga, Padang, dan Benoa

Menggunakan Superposisi

Komponen Harmonik Pasang Surut.

Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Ismail, Neira Purwaty. 2012. Skripsi :

Dinamika Perubahan Garis Pantai

Pekalongan dan Batang, Jawa

Tengah. FPIK IPB : Bogor

Katili, Abubakar Sidik. 2011. Struktur

Komunitas Echinodermata pada

Zona Intertidal di Gorontalo. Jurnal

Penelitian dan Pendidikan, Vol.8,

No.1,pp 51-61, Maret 2011.

Kiswara, Wawan., dan Hutomo

Malikusworo.1985.Habitat Sebaran

Geografi Lamun.Oseana ISSN 0216-

1877. Volum X Nomor 1: 21-30

Laporan Pengkajian (LP),2014, Pembuangan

Limbah Cair Pltu Molotabu 2 X 12

Mw Ke Laut Oleh PT. Tenaga

Listrik Gorontalo. PT. Tenaga

Listrik Gorontalo : Sulawesi.

Masrukhin, M. Ali Agus. et al. 2014. Studi

Batimetri dan Morfologi Dasar LauT

Dalam Penentuan Jalur Peletakan

Pipa Bawah Laut (Perairan

Larangan-Maribaya, Kabupaten

Tegal). Vol 3 : 1. (Internet). (diunduh

8 Desember 2015)

Mustary. La Ode Ahmad. 2013. Skripsi :

Pemetaan Batimetri Perairan Laut

Dangkal di Gugusan Pulau Tiga,

Kabupaten Natuna Dengan

Menggunakan Citra Alos Avnir-2.

FPIK IPB : Bogor (Tidak

diterbitkan).

Nainggolan, P. 2011. Skripsi : Distribusi

Spasial dan Pengelolaan Lamun

(Seagrass) Di Teluk Bakau,

Kepulauan Riau. FPIK IPB : Bogor

(Tidak diterbitkan).

Nugraha, A. R., Siddhi S., dan Purwanto.

2013. Pemetaan Batimetri dan

Analisis Pasang Surut untuk

Menentukan Elevasi Lantai dan

Panjang Dermaga 136 di Muara

Sungai Mahakam, Sanga-Sanga,

Kalimantan Timur. Jurnal Ilmiah

Semesta Teknika, Vol. 16, No. 1,

Hlm. 21-30.

Nur Iman, Akhzan. 2014. Kesesuaian Lahan

Untuk Perencanaan Rehabilitasi

Mangrove Dengan Pendekatan

Analisis Elevasi di Kuri Caddi,

Kabupaten Maros. Skripsi. Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Nybakken, J. W. 1992, Biologi Laut Suatu

Pendekatan Ekologis. Penerjemah:

H.Muhammad Eidman. PT Gramedia

Pustaka, Jakarta.

Ongkosongo, Otto S. R. 1989. Penerapan

Pengetahuan dan Data Pasang-

Surut. Katalog Dalam Terbitan

(KDT) LIPI, Pusat Penelitian dan

Pengembangan

Oseanologi.Penyunting: OSR

Ongkosongo dan Suyarso. Jakarta.

Hal 241-255.

Pariwono, J.I,. 1989. Gaya Penggerak Pasang-

Surut. Katalog Dalam Terbitan

(KDT) LIPI, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanologi.

Penyunting: OSR Ongkosongo dan

Suyarso. Jakarta. Hal 13-23

Patty, Wilhelmina.2010. Karakteristik Tipe

Dasar dan Pemanfaatan Perairan di

Sekitar Pulau Gangga, Kabupaten

Minut. UNSRAT. Vol. VI-2,

Agustus 2010

Poerbondono, Djunarsjah. 2005. Survei

Hidrogravi. PT. Rfika Aditama :

Bandung.

Rampengan, R. M. 2013. Amplitudo Konstanta

Pasang Surut M2, S2, K1, dan O1 di

Perairan Sekitar Kota Bitung Sulawesi

Utara. Jurnal Ilmiah Platax, Vol. 1.

No. 3. Hlm. 118-124.

Seri, D. S. 2014. Skripsi : Analisis Harmonik

Gelombang Pasang Surut dan

Gelombang Permukaan di Teluk

Pelabuhan Ratu. FPIK IPB : Bogor

(Tidak diterbitkan).

Subagio. 2003. Pengetahuan Peta. Penerbit

ITB : Bandung.

Surfer ®. 2011. Quick Start Guide :

Contouring and 3D Surface Mapping

for Scientists and Engineers. Golden

Software, Inc : Colorado.

Surfer 10.1 manual

Page 15: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · menggunakan alat sederhana yaitu tongkat ukur dan selang

Suryana. 2010. Metodologi Penelitian. Buku

Ajar Perkuliahan. Universitas

Pendidikan Indonesia : Bandung

Tjandra, Ellen., dan Siagian, Yosua

Ronaldo.2011. Mengenal Hutan

Mangrove. Cita Insan Madani

(CIM): Bogor

Triatmodjo, Bambang. (1999). Teknik Pantai.

Unit Antar Universitas Ilmu Teknik,

Universitas Gaja Mada, Beta Offset,

Yogyakarta. Hal 114-125

Wibisono M.S.2011.Pengantar Ilmu Kelautan

Edisi 2.UI-Press : Jakarta. Hal 111-

119.

Yenni.1987. Karakteristik Komunitas Fauna

Benthos di Daerah Intertidal Pantai

Kamal Kecamatan Penjaringan

Jakarta Utara. Skripsi. Institut

Pertanian Bogor.

Yulianda, F. 1999. Aspek Biologi Reproduksi

Siput Gastropoda Laut. FPIK IPB :

Bogor.

Yulianda, F. 2007. Komunitas Intertidal

Bersubstrat Pasir, Karang dan

Berbatu Pada Musim Hujan dan

Musim Kemarau di Sumbawa Barat.

Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol. 8,

No. 1, Hlm. 1-7.

Yulianda, F., Yusuf M.S., dan Prayogo W,.

2013. Zonasi Dan Kepadatan

Komunitas Intertidal di Daerah

Pasang Surut, Pesisir Batuhijau,

Sumbawa. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 2, Hlm.

409-416.