Upload
gilang-fvckin-stark
View
70
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
saraf jiwa upr
Citation preview
DK1P4
Pemicu 4Rara, 22 tahun, seorang mahasiswi, datang ke IGD, dibawa oleh keluarganya. Mereka berasal
dari provinsi Lampung. Ia mengalami diare dan muntah-muntah sejak 5 hari yang lalu dan masih
berlangsung sampai saat ini. Ia juga terlihat lebih sering berada di kamarnya, berbaring, enggan
berbicara, dan hanya minum sesekali. Sejak 2 hari yang lalu ia berbicara kacau, mudah marah,
dan memukul orang-orang di dekatnya. Ibu pasien berusaha menenangkan Rara, namun ia tetap
gelisah, dan mencengkeram tangan ibunya serta terus berbicara meracau. Orangtuanya merasa
bingung karena Rara biasanya bersifat sopan dan santun. Mereka bertambah kaget setelah Rara
berulang kali mengatakan bahwa orang-orang di sekitarnya berbuat jahat kepadanya dan ia yakin
ada orang yang telah meracuni makanannya.
Saat masuk IGD, Rara tampak gelisah, mudah menjadi marah, berulangkali turun dari tempat
tidur periksa, bicara kacau. Ia berulang kali menyatakan bahwa ia melihat bayangan putih yang
menakutkan, kemudian memeluk ibunya erat-erat.
Dalam pemeriksaan fisik dijumpai tanda vital seperti; tekanan darah 130/90 mmHg, denyut nadi
110 kali/menit, dan suhu 38,50C.
Orang tuanya menceritakan bahwa Rara adalah mahasiswi yang baik dan rajin. Dia selalu
mematuhi aturan dan berusaha mendapatkan nilai yang baik. Rara hanya mempunyai sedikit
teman, sangat tertutup, dan selalu berusaha menyenangkan hati teman-temannya.
Kata Kunci Wanita 22 tahun
Diare dan muntah (5 hari)
Mengurung diri di kamar
Berbicara kacau
Mudah marah
Memukul orang-orang disekitarnya
Sifat awal : sopan dan santun
Menurut Rara :
- Orang-orang disekitarnya berbuat jahat padanya
- Ada yang meracuni makanannya
- Ada bayangan putih yang menakutkan
Tampak gelisah
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Denyut nadi : 110x/menit
Suhu : 38,5 oC Demam
Aloanamnesis :
- Mahasiswa yang baik dan rajin
- Selalu mematuhi aturan
- Hanya punya sedikit teman
- Sangat tertutup
- Berusaha menyenangkan hati teman-temannya
Identifikasi MasalahWanita 22 tahun menderita diare dan muntah (5 hari), disertai perubahan sikap, perilaku dan
emosi.
Analisis Masalah
Berusaha menyenangkan teman
Sangat tertutup
Sedikit teman
Tumor
Tumor
Tekanan intrakranial↑
Faktor penyebab
Faktor sosial
Faktor psikologis
Faktor somatik
Etiologi organik
Gangguan jiwa
Waham : Ada orang jahat
disekitarnya Ada yang telah
meracuni makanannya
Gejala psikotik: Berbicara
kacau Mudah marah Gelisah Halusinasi Tak dapat
menjalani fungsinya sebagai mahasiswa
Pemeriksaan fisik: TD : 130/90
mmHg Nadi :
110x/menit Suhu : 38,5 oC
Tanda dan gejala fisik : Diare dan
muntah (5 hari)
Wanita 22 tahun
Bicara kacau
DeliriumMood dan afek labil
ParanoidHalusinasiAda waham
Gangguan bicara
Gangguan persepsi
Gangguan kepribadian
Gangguan emosi
Gangguan kesadaran
Gangguan proses pikir
Pemeriksaan psikiatri dan penunjang lainnya
DD : Skizofrenia Delirium Gangguan waham
HipotesisPasien menderita gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh faktor somatic, psikologis, dan
sosial.
Pertanyaan Terjaring1. Jelaskan tentang gangguan kejiwaan :
a. Definisi dan etiologi
b. Klasifikasi
c. Tanda dan gejala
d. Faktor predisposisi
e. Patofisiologi
f. Diagnosis multiaksial
g. Tatalaksana
2. Jenis-jenis waham? Pasien masuk yang mana?
3. Jelaskan tentang gangguan proses pikir! (khusunya waham)
4. Jelaskan tentang gangguan persepsi! (khususnya halusinasi)
5. Jelaskan tentang gangguan kepribadian! (khususnya paranoid)\
6. Jelaskan tentang gangguan emosi!
7. Jelaskan tentang gangguan kesadaran! (delirium)
8. Jelaskan tentang gangguan bicara!
9. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik!
10. Hubungan diare dan muntah dengan gangguan kejiwaan!
11. Hubungan faktor somatic dengan gangguan kejiwaan!
12. Hubungan faktor psikologis dengan gangguan kejiwaan!
13. Hubungan faktor sosial dengan gangguan kejiwaan!
14. Mekanisme biokimiawi molecular di otak yang megatur tentang perasaan dan sikap
seseorang?
15. Terapi biologic dan psikososial pada gangguan kejiwaan!
16. Jelaskan tentang skizofrenia :
a. Definisi dan etiologi
b. Klasifikasi
c. Tanda dan gejala
d. Faktor predisposisi
e. Patofisiologi
f. Diagnosis multiaksial
g. Tatalaksana
17. Jelaskan tentang delirium :
a. Definisi dan etiologi
b. Klasifikasi
c. Tanda dan gejala
d. Faktor predisposisi
e. Patofisiologi
f. Diagnosis multiaksial
g. Tatalaksana
18. Jelaskan tentang gangguan waham :
a. Definisi dan etiologi
b. Klasifikasi
c. Tanda dan gejala
d. Faktor predisposisi
e. Patofisiologi
f. Diagnosis multiaksial
g. Tatalaksana
19. Apa saja DD yang disebabkan gangguan saraf pada pemicu?
20. Perbedaan gangguan mental organic dan non-organik dan cara membedakannya!
21. Tatalaksana gangguan jiwa :
a. Farmakologi (mekanisme kerja, farmakodinamaik dan farmakokinetik)
b. Non-farmakologi
22. Perbedaan delirium berdasarkan PPDGJ III dan OSM IV?
23. Hubungan gaduh gelisah dan skizofrenia?
24. Hubungan gaduh gelisah dan delirium?
25. Hubungan gaduh gelisah dan gangguan waham?
26. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnose serta interpretasinya!
DK2P4
1. Jelaskan tentang gangguan kejiwaan : (Yogi Prasetyo)
a. Definisi dan etiologi
Gangguan jiwa adalah gangguan pada satu atau lebih fungsi jiwa. Gangguan
jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir,
perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan
stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya.
Etiologi :
1. Peristiwa yang sangat menekan.
Hidup ini dengan berbagai macam pengalaman dan peristiwa. Beberapa diantaranya
dapat membuat orang sangat khawatir dan tertekan. Hampir semua orang akan
belajar bagaimana cara menghadapi peristiwa tersebut dan melanjutkan hidup. Tetapi
kadang-kadang peristiwa tersebut dapat menyebabkan timbulnya gangguan jiwa.
Berbagai peristiwa hidup yang dapat menyebabkan stress hebat yaitu pengangguran,
kematian orang yang dicintai, masalah ekonomi seperti terlilit hutang, kesepian,
konflik rumah tangga, kekerasan, trauma dan lain-lain
2. Latar belakang keluarga yang sulit.
Orang yang masa kecilnya tidak berbahagia karena kekerasan atau penelantaran
secara emosional lebih rentan menderita gangguan jiwa seperti depresi dan
kecemasan saat ia dewasa
3. Penyakit otak.
Retardasi mental, demensia dan gangguan emosional yang disebabkan infeksi otak,
AIDS, cedera kepala, epilepsi dan stroke. Belum ada patologi otak yang berhasil
dikenali pada banyak kasus gangguan jiwa. Meskipun ada bukti yang menunjukkan
bahwa banyak gangguan diserta dengan perubahan kimiawi otak seperti
neurotransmitter
4. Hereditas atau genetik.
Merupakan faktor yang penting pada gangguan jiwa berat. Tetapi jika salah satu
orang tua mengalami gangguan jiwa, risiko terhadap anak akan mengalami gangguan
jiwa sangat kecil. Hal ini karena gangguan jiwa ini juga di pengaruhi oleh faktor –
faktor lingkungan seperti halnya penyakit fisik seperti diabetes atau penyakit jantung.
5. Gangguan medis atau penyakit fisik
Seperti gagal ginjal, penyakit hati, kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan
jiwa. Beberapa jenis obat –obat juga ada yang dapat menimbulkan depresi.
b. Klasifikasi
Urutan hierarki blok diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ-III:
I. = Gangguan mental organik dan simtomatik (F00-F09).
= Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F10-F19)
Ciri khas: etiologi organik/ fisik jelas, primer/ sekunder.
II. = Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham (F20-F29).
Ciri khas: gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas.
III. = Gangguan suasana perasaan (mood/ afektif) (F30-F39).
Ciri khas: gejala gangguan afek (psikotik dan non-psikotik).
IV. = Gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan stress (F40-F48).
Ciri khas: gejala non-psikotik, etiologi non-organik
V. = Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologi dan faktor fisik
(F50-F59).
Ciri khas: gejala disfungsi fisiologis, etiologi non-organik.
VI. = Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa (F60-F69).
Ciri khas: gejala perilaku, etiologi non-organik.
VII. = Retardasi mental (F70-F79).
Ciri khas: gejala perkembangan IQ, onset masa kanak.
VIII. = Gangguan perkembangan psikologis (F80-F89).
Ciri khas: gejala perkembangan khusus, onset masa kanak.
IX. = Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja (F90-
F98).
Ciri khas: gejala perilaku/ emosional, onset masa kanak.
X. = Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis (Kode Z)
Ciri khas: tidak tergolong gangguan jiwa.
c. Tanda dan gejala
Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) meskipun
telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak biasa
(delusi).
Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber
dari suara/bisikan itu.
Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun pekerjaan
tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu ditakuti
atau dicemaskan.
Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya
bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba
malas dan selalu terlihat sedih.
d. Faktor resiko
Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
(Faktor-faktor somatik)
o Nerofisiologi
o Nerokimia
o Tingkat kematangan dan perkembangan organic
o Faktor-faktor pre dan peri – natal
Faktor risiko yang dapat diubah:
(Faktor-faktor psikologik)
o Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak
percaya dan kebimbangan)
o Peranan ayah
o Persaingan antara saudara kandung
o Inteligensi
o Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
o Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
o Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
o Keterampilan, bakat dan kreativitas
o Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
o Tingkat perkembangan emosi
Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) :
o Kestabilan keluarga
o Pola mengasuh anak
o Tingkat ekonomi
o Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
o Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memada
o Pengaruh rasial dan keagamaan
o Nilai-nilai
e. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit dimulai dengan fase :
Fase Prodomal
Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun. Gangguan dapat berupa Self care,
gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial,
gangguan pikiran dan persepsi.
Fase Aktif
Berlangsung kurang lebih 1 bulan. Gangguan dapat berupa psikotik , halusinasi,
delusi, disorganisasi proses berpikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai
kelainan neurokimiawi.
Fase Residual
Pasien mengalami minimal 2 gejala : gangguan afek dan gangguan peran. Biasanya
serangan berulang
f. Diagnosis multiaksial
Terdiri dari 5 aksis
Aksis I : - Gangguan klinis
- Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
Aksis II : - Gangguan kepribadian
- Retardasi Mental
Aksi III : - Kondisi Medik umum
Aksis IV : - Masalah Psikososial dan lingkungan
Aksis V : - Penilaian fungsi secara global
g. Tatalaksana
Yang termasuk obat- obat psikofarmaka adalah golongan:
1. Anti psikotik, pemberiannya sering disertai pemberian anti parkinson
2. Anti depresi
3. Anti maniak
4. Anti cemas (anti ansietas)
5. Anti insomnia
6. Anti obsesif-kompulsif
7. Anti panic
A. Anti Psikotik
Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik: neuroleptika.
Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di ganglia dan
substansia nigra) pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal.
Efek farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan
proses berpikir.
Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk gangguan maniak dan
paranoid
EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK
a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
1. Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias
gejala parkonsonisme:
Tremor: paling jelas pada saat istirahat
Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat
berjalan
Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku)
2. Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak
terkontrol
3. Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti
adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan
gerakan mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa
hilang/kembali normal).
4. Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan
jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan
involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak
seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek
samping anti kolinergik adalah:
Mulut kering
Konstipasi
Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot
siliaris) menyebabkan presbyopia
Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic
Kongesti/sumbatan nasal
Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:
• Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ)
• Halloperidol disingkat Haldol
• Serenase
B. Anti Parkinson
Mekanisme kerja: meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala
parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik.
Efek samping: sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi.
Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).
C. Anti Depresan
Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic
neurotransmitter (seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di
SSP, khususnya pada sistem limbik.
Mekanisme kerja obat:
• Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter
• Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter
• Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga
terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.
Efek farmakologi:
o Mengurangi gejala depresi
o Penenang
o Indikasi: syndroma depresi
o Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor,
amitriptyline (nama dagang).
o Efek samping: yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem
saraf perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi,
hipotensi orthostatik.
D. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate
Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas
reseptor dopamin.
o Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
o Efek farmakologi:
o Mengurangi agresivitas
o Tidak menimbulkan efek sedatif
o Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea
o Indikasi:
o Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania dengan
kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan obat antipsikotik.
o Efek samping: efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi
pada awal terapi dapat juga terjadi nausea, diare.
o Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi,
nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga
menambah keadaan oedema.
E. Anti Ansietas (Anti Cemas)
Ansxiolytic agent, termasuk minor tranquilizer. Jenis obat antara lain: diazepam
(chlordiazepoxide).
F. Obat Anti Insomnia
o Phenobarbital
G. Obat Anti Obsesif Kompulsif
o Clomipramine
H. Obat Anti Panik
o Imipramine
2. Jenis-jenis waham? Pasien masuk yang mana? (Rayma Hayati)
Waham (delusi) : keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak cocok dengan inteligensi dan latar belakang kebudayaannya, biarpun
dibuktikan kemustahilan itu.
Macam-macam waham
1. Waham bizzare
Kepercayaan yang salah, tidak mungkin, aneh. Contoh : pasien meyakini adanya alien
yang akan menguasai dunia.
2. Waham sistematik
Kepercayaan yang salah dalam satu tema (bersifat sistematik). Contoh : pasien yakin
bahwa dikejar pemerintah karena akan dibunuh, serta dokter adalah salah satu orang
yang akan menangkapnya.
3. Waham nihilistik
Kepercayaan yang salah bahwa diri dan lingkungan tidak ada atau menuju kiamat.
4. Waham somatik
Kepercayaan yang salah yang berhubungan dengan anggota/organ tubuhnya, misalnya
bahwa ususnya sudah busuk, otaknya sudah cair, ada seekor kuda di dalam perutnya.
5. Waham paranoid
Ketakutan maupun kecurigaan mengenai suatu hal. Waham ini diklasifikasikan menjadi:
- Waham kebesaran
Kepercayaan bahwa dirinya adalah orang yang sanagt kuat dan berkuasa, misalnya,
bahwa dialah ratu adil, dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan
rumah atau mobil.
- Waham kejaran (persekutorik)
Kepercayaan bahwa dirinya akan dilukai atau digagalkan tindakannya.
- Waham rujukan (delusion of reference)
Kepercayaan yang salah bahwa apapun yang dilakukan orang lain dimaksudkan
untuk meyakiti dirinya.
- Waham dikendalikan
Kepercayaan yang salah bahwa dirinya dikendalikan oleh kekuatan tertentu.
Terbagi menjadi :
Thought withrawal : pikiran yang ditarik oleh suatu kekuatan
Thought insertion : pikiran yang disisipi oleh suatu kekuatan
Thought broadcasting : pikiran yang diketahui dan disairkan
Thought control :pikiran yang dikendalikan suatu kekuatan
- Waham cemburu
Cemburu patologis yang salah.
- Erotomania
Kepercayaan yang salah (umum pada perempuan) bahwa seseorang sangat
mencintainya.
Waham pada pemicu
“Rara berulang kali mengatakan bahwa orang-orang di sekitarnya berbuat jahat
kepadanya dan ia yakin ada orang yang telah meracuni makanannya”
Waham paranoid
Ketakutan maupun kecurigaan mengenai suatu hal. Waham ini diklasifikasikan
menjadi salah satunya yaitu:
Waham kejaran (persekutorik)
Kepercayaan bahwa dirinya akan dilukai atau digagalkan tindakannya.
3. Jelaskan tentang gangguan proses pikir! Khusunya waham! (Evan Kristanto Gampa)
- Gangguan proses pikir terbagi menjadi :
• Gangguan mental
• Psikosis
• Tes realitas
• Gangguan pikiran normal
• Berpikir tidak logis
• Dereisme
• Berpikir autistik
• Berpikir magis
- Gangguan bentuk pikir terbagi atas :
• Neurologisme
• Word salad
• Sirkumtansialitas
• Tangensialitas
• Inkoherensi
• Pelanggaran asosiasi
• Derailment
• Flight of Ideas
• Preservasi
• Verbiginasi
• Ekokalia
• Asosiasi longgar
• Jawaban yang tidak relevan
• Asosiasi Bunyi
• Blocking
• Glossosalia
- Gangguan isi pikir terbagi atas :
• Poverty of Idea
• Ide yang berlebihan
• Waham
• Tought insertion
• Tought broadcasting
• Tought control
• Erotomania
• Pseudologi
4. Jelaskan tentang gangguan kepribadian! Khususnya paranoid! (Helen Angelin K. M)
Jenis-Jenis Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian Paranoid
Gangguan Kepribadian Skizoid
Gangguan Kepribadian Skizotipal
Gangguan Kepribadian Antisosial
Gangguan Kepribadian Emosional Tidak Stabil
Gangguan Kepribadian Histrionik
Gangguan Kepribadian Narsistik
Gangguan Kepribadian Menghindar
Gangguan Kepribadian Dependen
Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif
Gangguan Kepribadian Yang Tidak Ditentukan
- Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif
- Gangguan Kepribadian Depresif
- Gangguan Kepribadian Sadomasokis
- Gangguan Kepribadian Sadistik
GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Definisi: Kecurigaan dan ketidakpercayaan pada orang lain bahwa orang lain
berniat buruk kepadanya, bersifat pervasif, awitan dewasa muda, nyata dalam berbagai
konteks.
Tanda khas dari gangguan kepribadian paranoid adalah kecurigaan yang berlebihan
dan ketidakpercayaan orang lain yang dinyatakan sebagai kecenderungan pervasif untuk
menafsirkan tindakan orang lain sebagai sengaja merendahkan, jahat, mengancam,
mengeksploitasi, atau menipu. Kecenderungan ini dimulai dengan awal masa dewasa dan
muncul dalam berbagai konteks. Hampir selalu, orang-orang dengan gangguan ini
mengharapkan untuk dieksploitasi atau dirugikan oleh orang lain dalam beberapa cara.
Mereka sering terlibat dalam sengketa, tanpa pembenaran, teman atau rekan setia atau
kepercayaan. Orang seperti ini sering cemburu dan, tanpa alasan mempertanyakan
kesetiaan pasangan mereka atau mitra seksual. Orang dengan gangguan ini
mengeksternalisasi emosi mereka sendiri dan menggunakan mekanisme pertahanan
proyeksi, mereka atribut lain impuls dan pikiran bahwa mereka tidak dapat menerima
dalam diri mereka. Ide referensi dan ilusi logis membela yang umum.
Diagnosis
Pada pemeriksaan psikiatrik, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid
seringkali kaku dan mengagalkan untuk mencari pertolongan dari ahli psikiatrik.
Ketegangan muskular, ketidakmampuan untuk rileks, dan keharusan untuk mengamati
lingkungan dapat memberi petunjuk sebagai bukti, dan siap pasien cenderung kurang
humoris dan sangat serius. Walaupun pernyataan dari argumen mereka dapat salah, namun
kemampuan berbicara itu memiliki tujuan terarah dan logis. Isi pikiran menunjukkan
adanya proyeksi, prejudice, dan kadang-kadang ideas of reference.
Kriteria diagnostik gangguan kepribadian paranoid berdasarkan DSM IV:
A. Sebuah ketidakpercayaan meluas dan kecurigaan orang lain sehingga motif mereka
ditafsirkan sebagai jahat, dimulai dengan awal masa dewasa dan hadir dalam berbagai
konteks, seperti yang ditunjukkan oleh empat (atau lebih) sebagai berikut:
1. kecurigaan, tanpa dasar yang cukup, bahwa orang lain memanfaatkan,
membahayakan, atau menipu dia
2. sibuk dengan keraguan yang tidak tepat tentang loyalitas atau kepercayaan dari
teman-teman atau rekan
3. enggan untuk menceritakan pada orang lain karena takut yang tidak beralasan
bahwa informasi tersebut akan digunakan jahat terhadap dia atau dia
4. membaca arti merendahkan yang tersembunyi atau mengancam dalam komentar
atau peristiwa
5. terus-menerus dendam, menolak memaafkan penghinaan atau masalah kecil yang
menyebabkan hatinya terluka
6. merasakan serangan pada karakter atau reputasinya yang tidak jelas dan cepat
untuk bereaksi dengan marah atau membalas
7. memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pembenaran, tentang kesetiaan
pasangan atau pasangan seksual
B. Tidak terjadi secara eksklusif selama skizofrenia, gangguan mood dengan ciri psikotik,
atau gangguan psikotik lain dan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu
kondisi medis umum.
Catatan : apabila kriteria ditemukan sebelum awitan Skizofrenia, ditambahkan
“premorbid”.
Tatalaksana
A. Psikoterapi
Psikoterapi adalah pengobatan pilihan untuk gangguan kepribadian paranoid. Terapis
harus jujur dalam menangani pasien ini. Apabila terapis melakukan ketidaktetapan
atau kesalahan, seperti terlambat, kejujuran dan permintaan maaf lebih disukai untuk
penjelasan defensif. Terapis harus ingat bahwa kepercayaan dan toleransi keakraban
adalah hal yang menjadi perhatian bagi pasien dengan gangguan ini. Psikoterapi
individual membutuhkan gaya yang profesional dan hangat dari terapis. Pasien dengan
gangguan ini kurang baik dalam psikoterapi kelompok, walaupun hal ini dapat
memperbaiki kemampuan sosial dan mengurangi kecurigaan melalui role playing.
Pasien memiliki perilaku merasa terancam sehingga terapis harus mengatur atau
membatasi tindakan mereka. Tuduhan delusi harus ditangani dengan realistis tapi
lembut dan tanpa mempermalukan pasien. Pasien yang paranoid sangat takut ketika
merasa bahwa terapis yang berusaha untuk membantu mereka (pasien) yang lemah dan
tak berdaya, karena itu, terapis tidak harus menawarkan untuk mengambil kontrol
kecuali pasien bersedia dan mampu melakukannya.
B. Farmakoterapi
Pada banyak kasus, agen anti-ansietas seperti diazepam (Valium) cukup. Apabila
diperlukan, dapat diberikan anti-psikotik seperti haloperidol (Haldol) dalam dosis kecil
dan untuk periode singkat untuk menangani kegelisahan pasien yang buruk atau
pemikiran seakan-akan delusi. Obat anti-psikotik pimozide (Orap) berhasil
mengurangi pemikiran paranoid pada beberapa pasien.
Perjalanan gangguan dan prognosis
Pada beberapa, gangguan kepribadian paranoid berlangsung seumur hidup; pada yang
lainnya dapat mendahului terjadinya skizofrenia. Sikap paranoid dapat memberikan cara
untuk pembentukan reaksi, perhatian yang sesuai dengan moralitas, dan sifat
mengutamakan orang lain atau penghilang stress. Secara umum, orang dengan gangguan
kepribadian paranoid memiliki masalah berkaitan dengan pekerjaan dan berhubungan
dengan orang lain seumur hidup. Masalah pekerjaan dan dalam kehidupan pernikahan juga
umum terjadi.
5. Jelaskan tentang gangguan emosi! (Nova Auditha)
Proses terjadinya emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis.
Kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa,
yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap oleh
reseptor kita, lalu melalui otak. Kita menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan
kondisi pengalaman dan kebiasaan kita dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi
yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh kita.
Perubahan tersebut misalnya napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi
sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap dan perubahan tekanan darah kita.
Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih banyak ditentukan oleh hasil
interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa. Kita bisa memandang dan menginterpretasikan
sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak menyenangkan, menyengsarakan,
menjengkelkan, mengecewakan.
Persepsi yang lebih positif seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang
mengharukan, atau membahagiakan. Interpretasi yang kita buat atas sebuah peristiwa
mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis kita secara internal, ketika kita
menilai sebuah peristiwa secara lebih positif maka perubahan fisiologis kita pun menjadi
lebih positif.
Lewis and Rosenblum (stewart, at.al 1985) mengutarakan proses terjadinya emosi melalui
lima tahapan sebagai berikut ;
1. Elicitors
Elicitors yaitu adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa.
2. Receptors
Receptors, yaitu aktivitas dipusat system syaraf.
3. State
State yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi.
4. Expression
Expression yaitu terjadinya perubahan pada daerah yang dapat diamati.
5. Experience
Experience yaitu persepsi dan interprestasi individu pada kondisi emosionalnya.
Syamsuddin (2000;69) mengutarakan mekanisme emosi dalam rumusan yang lebih ringkas
dalam tiga variabel, yaitu:
1. Variable Stimulus
Rangsangan yang menimbulkan emosi disebut sebagai variable stimulus.
2. Variable organismik
Perubahan – perubahan fisilogis yang terjadi saat mengalami emosi disebut variable
organic
3. Variable Respons
Pola sambutan exspresif atas terjadinya pengaalaman emosi disebut sebagai variable
respons.
6. Jelaskan tentang gangguan kesadaran! Khususnya delirium! (Novia Kaisarianti)
Definisi
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi
petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal
organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi
dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal
menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu
kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif,
dengan menggunakan skala koma Glasgow.
Disorientasi : gangguan orientasi terhadap waktu, tempat & orang
Kesadaran berkabut : suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu tidak mampu
berpikir jernih dan berespons secara memadai terhadap situasi sekitarnya. Seringkali
individu tampak bingung, sulit memusatkan perhatian dan mengalamidisorientasi.
Stupor : derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan kesadaran stupor nyaris
tidak berespon terhadap stimulus dari luar atau hanya memberikan respon minimal
terhadap rangsangan kuat.
Delirium : suatu perubahan kesadaran yang disertai gangguan fungsi kognitif yang luas.
Perilaku fluktuatif, dapat gaduh gelisah kemudian pendiam dan disertai halusinasi dan
ilusi.
Koma : derajat ketidaksadaran paling berat. Individu dalam keadaan koma tidak dapat
bereaksi terhadap rangsang dari luar.
Twilight state : keadaan perubahan kualitas kesadaran yang disertai halusinasi.
Seringkali terjadi pada gangguan kesadaran oleh sebab gangguan otak organik.
Penderita seperti berada dalam keadaan separuh sadar, respon terhadap lingkungan
terbatas, perilakunya impulsif, emosinya labil dan tak terduga.
Dreamlike state : gangguan kualitas kesadaran yang terjadi pada seorang epilepsi
psikomotor.
Somnolen : suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung tidur, orang dengan
kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan bereaksi lambat terhadap stimulus
luar.
7. Jelaskan tentang gangguan bicara! (Devina Aulia Aziza)
Pada DSM IV TR mencakup empat gangguan komunikasi spesifik dan satu katagori sisa,
yaitu :
Dua gangguan komunikasi gangguan bahasa (kosa kata terbatas, berbicara dalam kalimat
sederhana dan singkat, dapat mengungkapkan suatu cerita dengan cara yang tidak lengkap
dan tidak teratur),
- Gangguan komunikasi ekspresif
Terdapat keterampilan dalam kosakata, penggunaan kalimat yang benar, dan
menciptakan kalimat yang kompleks, serta mengulangi kata-kata, berada didalam
bawah tingkat yang diharapkan.
- Gangguan campuran komunikasi reseptif-ekspresif
Nilai perkembangan bahasa reseptif (pemahaman) maupun ekspresif berada jauh
dibawah nilai yang didapat dari metode standar untuk kapasitas intelektual nonverbal.
Sedangkan dua lainnya merupakan gangguan pembicaraan (menggunakan kata-kata
deskriftif yang sesuai, tetapi memiliki kesulitan mengucapkan bunyi dengan benar dan juga
dapat mengabaikan atau mengucapkan bunyi dengan cara yang tidak biasa)
- Gangguan fonologis
Gangguan ini mencakup buruknya pengeluaran bunyi, penggantian suatu bunyi dengan
bunyi lain, pengabaian bunyi yang merupakan bagian dari kata-kata. Gangguan ini
menimbulkan kesalahan dalam keseluruhan kata-kata karena pengucapan konsonan yang
salah, penggantian suatu bunyi dengan bunyi lain, pengabaian keseluruhan fonem, dan
pada beberapa kasus disartria (bicara tidak jelas akibat inkoordinasi otot-otot bicara) atau
dispraksia (kesulitan merencanakan dan mengeluarkan pembicaraan).
- Gagap
Ditandai dengan gangguan aliran bicara yang involunter dan mengakibatkan
ketidaklancaran berbicara.
Gangguan cara berbicara :
- Tekanan berbicara
Gaya bicara cepat yang meningkat dalam jumlah dan sulit diinterupsi
- Suka mengoceh (logorea)
Gaya bicara logis, koheren dan banyak
- Miskin bicara
Restriksi jumlah pembicaraan yang digunakan ; jawaban dapat hanya terdiri dari satu
suku kata
- Gaya bicara tidak spontan
Jawaban verbal hanya diberikan bila ditanya atau diajak bicara langsung ; tidak ada
inisiatif untuk memulai pembicaraan
- Miskin isi pembicaraan
Gaya bicara dalam jumlah yang adekuat namun hanya menyampaikan sedikit informasi
akibat banyaknya kehampaan, kekosongan, dan kalimat stereotip.
- Disprosodi
Hilangnya irama berbicara normal (prosodi)
- Disartria
Kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam menemukan kata atau tata bahasa
- Gaya bicara yang sangat keras atau sangat pelan
Hilangnya modulasi volume bicara normal, mungkin mencerminkan berbagai keadaan
patologis mulai dari psikosis sampai depresi atau ketulian
- Gagap
Pengulangan yang sering atau pemanjangan suatu bunyi atau suku kata, mengarah ke
gangguan kelancaran bicara yang cukup nyata
- Latah
Gaya bicara serampangan dan tidak berirama, terdiri atas seruan spontan dan cepat
- Akulalia
Gaya bicara tak masuk akal terkait dengan gangguan pemahaman yang cukup bermakna
- Bradilalia
Gaya bicara lambat yang abnormal
- Disfonia
Kesulitan atau nyeri saat berbicara
8. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik! (Gilang Aria Santosa)
Interpretasi Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dijumpai tanda vital seperti;
Tekanan darah 130/90 mmHg
Denyut nadi 110 kali/menit
Suhu 38,50C.
Pemeriksaan Fisik Kadar pasien Kadar Normal Interpretasi
Tekanan darah 130/90 mmHg 120/80 mmHg Normal
Nadi 110 kali/menit 60-100 kali Takikardi
Suhu 38,50C 36-37,5 0C Hipertermia
9. Hubungan diare dan muntah dengan gangguan kejiwaan! (Aditya Chandra Foresta)
Dispepsia Fungsional
Dispepsia non ulkus diperkenalkan oleh Thompson (1984) untuk menggambarkan keadaan
kronis berupa rasa tidak enak pada daerah episgastrium yang sering berhubungan dengan
makanan, gejalanya seperti ulkus tapi pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya ulkus.
Lagarde dan Spiro (1984) menyebutkan sebagai dyspepsia fungsional untuk keluhan tidak
enak pada perut bagian atas yang bersifat intermiten sedangkan pada pemeriksaan tidak
didapatka kelainan organis. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien berupa rasa penuh
pada ulu hati sesudah makan, kembung, sering bersendawa, cepat kenyang, anoreksia,
nausea, vomitus, rasa terbakar pada daerah ulu hati dan regurgitasi dan sering kambuh
Suatu penelitian melaporkan angka kejadian dyspepsia dimasyarakat sebesar 38% dan
seperempat dari jumlah ini berobat kepada dokter umum.
Psikofisiologi
Patofisiologi terjadinya sindrom dyspepsia ini masih diperdebatkan. Penyebabnya bersifat
multifactorial. Namun tidak disangkal lagi bahwa factor psikis/emosi memegang peranan
penting baik untuk timbulnya gangguan maupun pengaruh terhadap perjalanan penyakitnya.
Peran factor psikososial pada dispepsi fungsional sangat penting karena dapat menyebabkan
hal-hal dibawah ini:
1. Menimbulkan perubahan fisiologi saluran cerna
2. Perubahan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul
3. Mempengaruhi karakter dan perjalanan penyakitnya
4. Mempengaruhi prognosis.
Beberapa factor yang diduga menyebabkan sindrom dyspepsia ialah:
1. Peningkatan asam lambung
2. Dismotilitas lambung
3. Gastritis dan duodenitis kronis
4. Stres psikososial
5. Faktor lingkungan dan lain-lain
Rangsangan psikis/emosi sendiri secara fisiologi dapat mempengaruhi lambung dengan dua
cara yaitu:
1. Jalur neurogen: Rangsangan konflik emosi pada kortek serebri mempengaruhi kerja
hypothalamus anterior dan selanjutnya ke nucleus vagus, nervus vagus dan kemudian ke
lambung.
2. Jalur neurohumoral: Rangsangan pada korteks serebri diteruskan ke hypothalamus
anterior selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Hormon ini
merangsang korteks adrenal dan kemudian menghasilkan hormone adrenal yang
selanjutnya merangsang produksi asam lambung.
Faktor psikis dan emosi dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan mengakibatkan
perubhana sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa
lambung serta menurunkan ambang rangsang nyeri. Pasien dyspepsia umumnya
mendeirita ansietas, depresi dan neurotic lebih jelas dibandingkan orang normal.
Psikosomatik Pada Saluran Cerna Bagian Bawah
Saluran cerna selain berfungsi mencernakan dan mengabsorpsikan berbagai
makanan yang masuk melalui mulut, juga berfungsi mengeksresikan hasil produk
makanan yang bersifat sampah. Setiap makanan atau minuman yang masuk melalui
mulut akan mengalami suatu proses penelanan, pencairan, pencernaan dan penyerapan.
Proses tersebut dilaksanakan disaluran cerna bagian atas. Semua makanan dan minuman
yang berguna untuk badan aka diserap oleh usus halus. Sedangkan yang tidak berguna
yang sekiranya dapat meracuni badan akan dikeluarkan sebagain sebagai sampah
makanan. Ekskresi sampah ini dilakukan oleh usus besar, pada keadaan normal secara
teratur setiap 24 jam sekali.
Proses sekresi disaluran cerna mungkin dapat mengalami gangguan yaitu dapat
mengalami kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rectum, sehingga timbul
kesulitan defekasi atau tumbul obstipasi. Selain itu dapat timbul terlalu cepatnya pasase
bolus dan terganggunyeea resorpsi air di usus besar, sehingga menyebabkan diare.
Gangguan pasase bolus dapat kelainan psikoneurosis. Yang termasuk gangguan pasasae
bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme, kelainan organm
misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna.
Usus besar merupakan salah satu bagian saluran cerna yang juga menerima
rangsangan dari hipotalamus melalui susuna saraf autonom. Setiap kelainan atau
gangguan jiwa seseorang akan mempengaruhi ada tidaknya rangsangan di hypothalamus.
Sebagai contoh, seseorang yang sedang murung, kecewa, putus asa, rasa sakit hati,
mempunyai perasaan terlalu pesimis, sering disertai hipomotilitas pada usus besar,
sehingga timbul konstipasi. Sebaliknya seseorang yang emosional, pemarah, mempunyai
perasaan dendam, cemas, ketegangan jiwa sering menyebabkan timbulnya hiperaktivitas
usus besar.
Diare Psikogenik
Setiap hari ditemukan pasien dengan keluhan diare, baik dari tingkat ringan maupun yang
berat, sehingga perlu ditangani secara serius. Keluhan ini dapat timbul sebagai salah satu
gejala penyakit atau kelainan organic dan juga dapat sebagai akibat gangguan psikis.
Penyakit yang dapat menimbulkan diare diantaranya disebabkan oleh parasite, bakteri,
virus. Kelainan organic yang menimbulkan diare misalnya adalah colitis ulseratif, tumor
jinak dan ganas. Kelainan anorganik yang sering menyebabkan diare ialah akibat
kelainan psikogenik, misalnya akibat ketegangan jiwa, emosi, stress, frustasi, dan lain-
lain.
Seseorang yang sedang mengalami ketegangan jiwa, sedang emosi, atau sedang
dalam keadaan stress, hidupnya tidak teratur. Keadaan demikian akan menyebabkan
terangsangnya hipotalamus terus-menerus secara tidak teratur. Rangsangan di
hypothalamus ini akan diteruskan ke susunan saraf autonomy. Susunan saraf yang
berulang kali terangsang ini akan menyebabkan timbulnya hiperperistaltik kolon,
sehingga bolus makanan terlalu cepat dikeluarkan. Sebagaimana diketahui fungsi kolon
yang normal ialah melakukan reabsorbsi air dikolon terganggu, dan timbullah diare. Bila
hal ini terjadi berulang kali, timbul diare kronik. Keadaan demikian disebut diare
psikogenik konik.
Diare psikogenik ini sering timbul pada mereka yang mempunyai sifat perasa atau
mereka yang mudah tersinggung perasaannya, pada mereka yang mempunyai konstitusi
pemarah, emosional atau mereka yang bertipe psikoneurotik. Demikian pula mereka yang
sedang mengalami frustasi dalam hidupnya dapat timbul gejala ini. Banyak contoh yang
terjadi didalam hidup kita sehari-hari mengenai hal ini. Misalnya seseorang merasa tidak
puas dalam pekerjaannya, dapat menyebabkan ketegangan jiwa, atau timbul suatu stress.
Seseorang koruptor yang ketahuan oleh atasannya, harus mempertanggung jawabkan
perbuatannya tersebut sehingga hidupnya selalu tegang dan tidak tenang, sering timbul
diare psikogenik. Mereka yang tidak memperoleh kepuasan dalam rumah tangga atau
ketidakpuasan seksual , sehingga tidak betah tinggal di rumah dan mencari jalan keluar
lain yang dapat menambah ketegangan jiwanya, sering menunjukkan keluhan diatas.
Masih banyak contoh lain misalnya, stress ekonomi, emosional, kesibukan dengan
pekerjaan yang tidak teratasi , hilangnya jabatan sebagai penguasa, rasa tegang
menghadapi ujian kenaikan tingkat, dan lain-lain, yang dapat memberika rangsangan
berlebihan pada susunan saraf pusat terutama pada hipotalamus yang dapat menimbulkan
hiperperistalktik. Pasien dengan diare psikogenik biasanya timbul karena adanya konflik
dalam batinnya, dimana ia tidak dapat mengatasi problem yang sedang menyangkut
dirinya. Biasanya keluhan ini tidak berdiri sendiri, seringkali disertai ketidaktenangan
jiwa, tidur tidak nyenyak , nafsu makan tidak teratur.
10. Hubungan faktor somatic dengan gangguan kejiwaan! (Devina Aulia Aziza)
Berikut beberapa penyakit medis yang dapat mempengaruhi (organik)
1. Sindrom otak organic karena tumor intracranial
Tumor intracranial mungkin di jaringan otak, selaput otak, system ventrikel, plexus
khorioid, glandula pinealis serta hipofisis dan mungkin primer atau sekunder akibat
metastase. Manifestasi klinisnya tergantung pada beberapa factor yatu jenis neoplasma,
kecepatan tumbuh, lokalisasi tumor dan kecepatan tekanan intracranial.
Salah satu gejala dini mengenai sindrom otak organic adalah gangguan ingatan,
terutama ingatan yang baru saja terjadi. Kemudian timbul gangguan pada emosi
penderita, misalnya menjadi lekas marah, labil dan sering juga timbul depresi.
Pertimbangannya dan kecerdasannya berkurang, kemudian mungkin timbul disorientasi.
Gejala-gejala ini adalah umum pada kebanyakan sindrom otak organic, disertai juga
gejaja-gejala neurologis lainnya seperti sakit kepala, muntah-muntah, kejang-kejang dan
kelumpuhan.
Gejala-gejala psikiatrik mungkin timbul cepat atau pelan-pelan dan bervariasi luas.
Gejala-gejala ini tidak membentuk suatu sindrom psikiatrik yang khas, karena itu tidak
dapat digunakan untuk menentkan jenis tumor.
2. Ensefalopati Hipoglikemik
Sebagai salah satu kausa disfungsi otak organic yang lazim, mampu menimbulkan
perubahan proses mental, perilaku dan fungsi neurologis. Penyakit ini disebabkan baik
oleh produksi insulin endogen berlebihan maupun pemberian insulin eksogen
berlebihan. Gejala pertandanya yang tidak muncul pada semua pasien, meliputi mual,
berkeringat, takikardia, rasa lapar, bimbang, serta gelisah. Seiring dengan berlanjutnya
penyakit dapat timbul disorientasi, kebingungan, halusinasi juga gejala medis dan
neurologis lainnya. Stupor dan koma dapat terjadi.
3. Toksin karena timbal
Terjadi bila jumlah timbal yang teringesti melampaui kemampuan tubuh untuk
mengeliminasi. Diperlukan watu beberapa bulan sebelum timbul gejala toksik. Tanda
dan gejala keracunan timbal yaitu pusing, canggung, ataksia, iritabilitas, kegelisahan,
nyeri kepala dan insomnia. Belakangan muncul delirium tereksitasi dengan muntah dan
gangguan visual berlanjut menjadi konvulsi, letargi dan koma.
4. Malaria
Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangnsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai
dengan nyeri kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau
diare ringan. Demam mugkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit,
diagnosis pada stadium ini tergantung dari ananmnesis riwayat berpergian ke daerah
endemic malaria. Penyakit berlangsung terus, keadaan umum memburuk. Pada stadium
ini penderita tampak gelisah, pikau mental. Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan
periodisitas yang jelas. Kerngat keluar banyak walaupun demamnya tiak terlalu tinggi.
Nadi dan nafas menjadi lebih cepat. Mual muntah dan diare menjadi lebih hebat,
kadang-kadang batuk oleh kelainan paru. Jika sudah menjadi malaria otak gejala
klinisnya berupa sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan kesadaran,
kelainan saraf dan kejang yang bersifat fokal atau menyeluruh. Gejala neurologi yang
timbul dapat menyerupai meningitis, epilepsy, delirium akut, intoksikasi, dan sengatan
panas
11. Hubungan faktor sosial dengan gangguan kejiwaan! (Evan Kristanto Gampa)
Budaya merupakan unsur-unsur materialis yang dibentuk oleh masyarakat tertentu dan
untuk menghubungkan antara pola hidup dan sumber daya alam.
Budaya mencakup agama, sejarah, adaptasi terhadap lingkungan fisik, teknologi, hubungan
social, dan ekonomi.
Menurut beberapa teori, budaya diketahui dapat :
Menentukan pola dari gangguan-gangguan mental spesifik tertentu
Menghasilkan tipe-tipe kepribadian dasar, beberapa tipe lebih rentan terhadap gangguan
mental
Membentuk kelainan psikiatrik melalui pola asuh anak tertentu
Mempengaruhi kejiwaan melalui bentuk-bentuk sanksi
Melangsungkan malfungsi psikiatrik dengan memberikan reward pada tingkah laku
yang sesuai
Menghasilkan gangguan kejiwaan melalui peran-peran penyebab stress tertentu
Menyebabkan gangguan kejiwaan melalui proses perubahan
Mempengaruhi gangguan jiwa melalui indoktrinasi anggotanya dengan jenis pandangan
tertentu
Dapat menyebabkan gangguan jiwa
Mempengaruhi persebaran gangguan kejiwaan melalui pola pernikahan
Mempengaruhi persebaran gangguan jiwa dimana polanya menyebabkan kebersihan
fisik yang buruk.
12. Mekanisme biokimiawi molecular di otak yang megatur tentang perasaan dan sikap
seseorang? (Rayma Hayati)
Mengamuk atau gaduh gelisah adalah suatu keadaan peningkatan aktifitas mental dan
motorik seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan dan merupakan salah
satu yang tak terpisahkan dari emosi.
Keadaan gaduh-gelisah biasanya timbul akut atau subakut. Gejala utama adalah
gangguan psikomotorik yang sangat meningkat. Orang itu banyak sekali berbicara,
berjalan mondar-mandir, tidak jarang ia berlari-lari dan meloncat-loncat bila keadaan itu
berat. Gerakan tangan dan kaki serta mimik dan suaranya cepat dan hebat. Mukanya
kelihatan bingung, marah-marah atau takut. Ekspresi ini mencerminkan adanya gangguan
afek-emosi dan proses berpikir yang tidak realistik lagi. Jalan pikiran biasanya cepat dan
sering terdapat waham curiga. Tidak jarang juga timbul halusinasi penglihatan terutama
Waham curiga
Proses berpikir tidak realistik
Gangguan afek-emosi
Gaduh gelisah
Gangguan psikomotorik meningkat
pada sindrom otak organik yang akut atau halusinasi pendengaran terutama pada
Skizofrenia. Karena gangguan berpikir ini, serta waham curiga dan halusinasi lebih-lebih
bila halusinasi ini menakutkan, maka pasien menjadi sangat bingung, gelisah dan gaduh.
Ia bersikap bermusuhan dan mungkin menjadi berbahaya bagi dirinya sendiri dan/atau
lingkungannya.
13. Terapi biologic dan psikososial pada gangguan kejiwaan! (Nova Auditha)
Tujuan dari terapi
tujuannyaa adalah untuk memampukan klien dapat hidup diluar lembaga yang diciptakan
melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari RS ke komunitas.
Terapi biologis
Didasarkan pada model medikal : memandang gangguan jiwa sebagai penyakit
Tekanan : pengkajian spesifik dan pengelompokkan gejala dalam sindroma spesifik
Perilaku abnormal akibat penyakit atau organisme tertentu dan akibat perubahan
biokomina tertentu
Jenisnya : medikansi psikoaktif, intervensi nutrisi, fototerapi, ECT, bedah otak
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan
kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada
klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien
untuk membangkitkan kejang grandmall. Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi
pada psikosa manik depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik.
ECT lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham,
paranoid, dan gejala vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin 200-300 mg/hari
selama 4 minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan tindakan ECT.
Teknik terapi psikososial umum yang perlu dipelajari antara lain:
Teknik pencegahan agar tidak kambuh.
Teknik pemecahan masalah.
Teknik membangun persahabatan.
Teknik membangun pola hidup sehat.
Teknik mencegah upaya bunuh diri.
Teknik terapi psikososial khusus yang terkait dengan tanda atau gejala penyakit tertentu,
misalnya:
Teknik terapi kognitif bagi penderita depresi dan episode depresi dari gangguan bipolar.
Teknik terapi aktivasi perilaku bagi penderita depresi dan episode depresi dari penderita
gangguan bipolar.
Teknik terapi perilaku untuk mencegah timbulnya hipomania dan mania
Teknik Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk mengatasi gejala waham
Teknik CBT untuk mengatasi halusinasi
Dalam tahap pelaksanaan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menilai atau
melakukan assessment atas keadaan atau masalah penderita gangguan jiwa. Dengan
melakukan penilaian atau assessment kita tahu prioritas dan besarnya masalah. Langkah
kedua adalah membuat perencanaan untuk mengatasi semua masalah tersebut secara
bertahap dan terencana. Sebagai contoh, bila halusinasi suara sebagai masalah utama yang
dikeluhkan penderita, maka kita bisa mulai upaya pemulihan dengan memperkuat dan
mengembangkan teknik untuk mengatasi halusinasi suara tersebut. Pelaksanaan pemulihan
bersifat jangka panjang. Pemulihan mungkin harus terus menerus dilakukan selama masih
hidup. Hal ini tidak ubahnya dengan penyakit gula darah atau tekanan darah tinggi dimana
penderita harus minum obat seumur hidupnya. Salah satu komponen penting dari pemulihan
adalah mempunyai kegiatan yang bernilai ekonomis. Dengan mempunyai pekerjaan, maka
pemulihan akan mendapat dukungan yang kuat karena adanya pekerjaan merupakan salah
satu faktor positif bagi pemulihan
14. Jelaskan tentang skizofrenia : (Yogi Prasetyo)
a. Definisi dan etiologi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau
kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran,
emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien
digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik,
yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi,
khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah
gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala
sekundernya adalah waham dan halusinasi
Menurut Maramis (1994), faktor-faktor yang berisiko untuk terjadinya
Skizofrenia adalah sebagai berikut :
a. Keturunan
Faktor keturunan menentukan timbulnya skizofrenia, dibuktikan dengan
penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama
anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9
– 1,8%, bagi saudara kandung 7 – 15%, bagi anak dengan salah satu
anggota keluarga yang menderita Skizofrenia 7 – 16%, bila kedua orang
tua menderita Skizofrenia 40 – 68%, bagi kembar dua telur (heterozigot)
2 – 15%, bagi kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.
b. Endokrin
Skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori
ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau peuerperium dan waktu
klimakterium.
c. Metabolisme
Ada yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu
gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak
pucat dan tidak sehat.
d. Susunan saraf pusat
Ada yang berpendapat bahwa penyebab skizofrenia ke arah kelainan
susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau kortex otak.
e. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah tetapi
merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Oleh karena itu
timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu
menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Terjadi kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik
ataupun somatik. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga
lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
g. Eugen Bleuler
Skizofrenia, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
h. Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam sebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lesi otak,
arterosklerosa otak dan penyakit yang lain belum dikettahui.
i. Skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatik, gejala-gejala pada badan
hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau merupakan
manifestasi somatik dari gangguan psikogenik.
b. Tanda dan gejala
Dibagi dalam tiga kategori :
1. Gejala Positif
Fungsi otak dari penderita penyakit skizofrenia akan bekerja lebih aktif
atau bisa dikatakan berlebihan, hal ini menyebabkan otak bekerja dengan
tidak normal. Akibatnya, penderita akan mengalami beberapa hal seperti
berikut ini
- Berkhayal
Ini merupakan hal yang paling umum dialami oleh para penderita,
mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang normal.
Mereka akan melihat realitas yang berbeda pula, selain itu, penderita
juga sering salah menafsirkan persepsi.
- Halusinasi
Orang yang mengalami penyakit ini sering berhalusinasi, mereka
seringkali melihat atau mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak
ada.
- Gangguan pikiran
Penderita skizofrenia akan kesulitan berbicara dan mengatur
pikirannya sehingga hal ini mengganggu kemampuan
berkomunikasi.
- Perilaku tidak teratur
Orang yang mengalami skizofrenia sering berperilaku aneh, seperti
anak kecil yang melakukan hal-hal konyol.
2. Gejala Negatif
Gejala ini mengacu pada berkurangnya atau bahkan tidak adanya
karakteristik fungsi otak yang normal, gejala ini mungkin muncul
disertai atau tanpa adanya gejala positif. Gejala-gejala yang ditimbulkan
antara lain :
- Sulit mengekspresikan emosi.
- Menarik diri dari lingkungan social
- Kehilangan motivasi.
- Tidak minat melakukan kegiatan sehari-hari.
- Mengabaikan kebersihan pribadi.
Gejala-gejala tersebut seringkali dianggap sebagai kemalasan yang biasa
dialami oleh tiap orang. Namun, hal itu ternyata keliru.
3. Gejala Kognitif
Jenis gejala ini akan menimbulkan masalah pada proses berpikir, tanda
dan gejala yang mungkin timbul, antara lain :
- Masalah dalam membuat informasi yang masuk akal dan dapat
dimengerti.
- Sulit berkonsentrasi
- Masalah pada memori otak
Selain ketiga gejala di atas, penyakit skizofrenia juga akan
menimbulkan masalah pada suasana hati, para penderitanya akan
mengalami depresi, cemas, dan seringkali mencoba untuk bunuh diri.
Gejala-gejala dari penyakit ini lambat laun dapat melumpuhkan para
penderitanya. Sebab, hal ini sangatlah mengganggu kemampuan mereka
untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari. Namun, apabila
penderitanya masih berusia remaja, gejala yang ditimbulkan sulit untuk
dideteksi dan kemudian dianggap sebagai penyakit skizofrenia. Sebab,
pada usia tersebut mereka pasti akan mengalami hal-hal ini yang
ternyata merupakan gejala dari penyakit skizofrenia :
1. Menarik diri dari keluarga dan teman
2. Penurunan kinerja di sekolah
3. Sulit tidur
4. Cepat emosi
c. Faktor resiko
Faktor-faktor yang menyebabkan individu mengalami ganggun jiwa,
skizofrenia, dapat berasal dari internal maupun eksternal. Menurut Stuart
(2013), menggambarkan faktor risiko pada gangguan jiwa pada Stuart Stress
Adaptation Model, ialah :
Stuart, G. W. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing
Berdasarkan model Stuart di atas, faktor predisposisi mencakup tiga,
yaitu faktor biologi, psikologis, serta faktor kultur sosial. Menurut Stuart dan
Laraia (2001), faktor biologi mencakup faktor genetik dan neurobiologi.
Faktor genetik diidentifikasi kecacatan pada kromosom 6, serta beberapa
kromosom lainnya, seperti kromosom 4, 8, 15, serta 22 (Buchanan dan
Carpenter dalam Stuart dan Laraia, 2001). Faktor neurobiologi menurut
Stuart dan Laraia (2001), berdasarkan penelitian neurobiologi
menggmbarkan bahwa terjadi penurunan volume otak dan ketidaknormalan
fungsi otak pada individu skizofrenia. Faktor biologi, genetik dan
neurobiologi, termasuk faktor internal yang dapat menyebabkan skizofrenia.
Faktor lain yang berisiko skizofrenia menurut Stuart dan Laraia
(2001), faktor psikologis, mencakup kecacatan karakter individu. Hal ini
disebabkan karena konflik yang terjadi pada keluarga individu, seperti
contoh, jika terjadi konflik pada kedua orang tua yang dapat mempengaruhi
kondisi psikis anaknya, dan kedua orang tua yang memiliki sifat tidak
memperhatikan perkembangan psikis anaknya. Hal-hal ini akan berpengaruh
pada karakter individu yang pada akhirnya akan berisiko pada gangguan
skizofrenia.
Tidak hanya faktor biologi dan psikologis, tetapi juga terdapat faktor
kultur sosial. Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor kultur sosial pada
skizofrenia yaitu disebabkan isolasi atau pengasingan dalam kehidupan.
Seperti contoh, seorang individu yang melakukan tindakan penganiayaan
dalam rumah tangga, individu tersebut akan diasingkan oleh masyarakat di
sekitarnya. Faktor kultur sosial berhubungan dengan nilai dan norma yang
dianut oleh masyarakat. Jika nilai dan norma ini tidak diterapkan dengan
baik oleh individu atau kelompok, individu atau kelompok tersebut akan
diisolasi oleh masyarakat lainnya.
Selain faktor predisposisi, terdapat faktor presipitasi yang menjadi
pencetus gangguan skizofrenia. Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor
pencetusnya ialah hal-hal yang dapat menyebabkan stres. Penyebab stres
mencakup faktor biologi dan symptom tiggers. Faktor biologi terjadi karena
penurunan fungsi saraf di otak dalam penyampaian informasi ke thalamus
serta proses pengolahan informasi pada lobus frontalis. Menurut Muscari
(2001), fungsi dari lobus frontalis yaitu sebagai pusat kepribadian, perilaku,
serta fungsi intelektual. Penyebab stres lainnya ialah faktor symptom tiggers.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), symptom tiggers mencakup kesehatan,
lingkungan, dan sikap. Menurut Stuart dan Laraia (2001) menjelaskan
symptom tiggers kesehatan seperti kurangnya nutrisi, kurang tidur, kurang
latihan atau olah raga, kelelahan, dan infeksi.
Symptom tiggers lainnya ialah lingkungan. Menurut Stuart dan Laraia
(2001), menjelaskan symptom tiggers lingkungan seperti isolasi sosial,
kurangnya sarana dan prasarana dalam lingkungan, ketidakmampuan dalam
mendapatkan atau mempertahankan pekerjaan, tekanan dalam pekerjaan,
serta kurangnya dukungan sosial. Tidak hanya symptom tiggers pada
kesehatan dan lingkungan, tetapi juga symptom tiggers pada sikap individu.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), symptom tiggers pada sikap ialah seperti
rendahnya konsep diri individu, kurangnya keyakinan terhadap diri sendiri,
kurangnya motivasi diri, serta kurangnya kemampuan dalam bersosialisasi
di lingkungan. Hal-hal ini yang menjadi penyebab individu menjadi stres.
Pada akhirnya, stres dapat menjadi faktor pencetus gangguan skizofrenia.
d. Patofisiologi
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :
a. Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergic
b. Hiperdopaminegia pada sistem meso limbikà berkaitan dengan gejala
p[osistif
c. Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan
nigrostriatalà bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala
ekstrapiramidal.
Jalur dopaminergik saraf :
a. Jalur nigrostriatal : dari substansia nigra ke basal gangliaà fungsi
gerakan, EPS
b. Jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem
limbik à memori, sikap, kesadaran, proses stimulus.
c. Jalur mesokortikal : dari tegmental area menuju ke frontal
cortex à kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress.
d. Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar
pituitary à pelepasan prolaktin.
Terdiri dari 3 fase :
a. Premorbid : semua fungsi masih normal
b. Prodomal : simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas,
gangguan tidur, curiga). Pada fase ini, individu mengalami kemunduran
dalam fungsi- fungsi mendasar ( pekerjaan dan rekreasi) dan muncul
symptom nonspesifik seperti gangguan tidur, ansietas, konsentrasi
berkurang, dan deficit perilaku. Simptom positif seperti curiga mulai
berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati
menjadi fase psikosis.
c. Psikosis :
Fase Akut : dijumapi gambaran psikotik yang jelas,
misalnya waham, halusinasi, gangguan proses piker,pikiran kacau.
Simptom negative menjadi lebih parah sampai tak bisa mengurus
diri. Berlangsung 4 – 8 minggu
Stabilisasi : 6 – 18 bulan
Stabil : terlihat residual, berlangsung 2- 6 bulan
e. Tatalaksana
Penatalaksanaan skizofrenia dan halusinasi
a. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola
fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik
yang dikenal saat ini, yaitu :
Antipsikotik Konvensional merupakan obat antipsikotik yang paling
lama penggunannya. Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
- Haldol (haloperidol)
- Mellaril (thioridazine)
- Navane (thiothixene)
- Prolixin (fluphenazine)
- Stelazine
- Thorazine (chlorpromazine)
- Trilafon (perphenazine)
Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena
prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping
bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara
lain :
- Risperdal (risperidone)
- Seroquel (quetiapine)
- Zyprexa (olanzopine)
Clozaril
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Namun, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada
kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel
darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Oleh karena itu,
pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah
putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman
tidak berhasil.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak
begitu mengganggu kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari, sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis), dievaluasi
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan, dosis optimal, dipertahankan
sekitar 8-12 minggu (stabilisasi), diturunkan setiap 2 minggu, dosis
maintanance, dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug
holiday 1-2 hari/mingu), tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu),
stop.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic
rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar
dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic
agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil)
b. Terapi Psikososial
Terapi perilaku dengan menggunakan hadiah dan latihan ketrampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif
didorong dengan pujian. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif
atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan
- Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa
terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Angka relaps
tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan
terapi keluarga.
- Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
- Psikoterapi individual
Penelitian tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi individual membantu
dan menambah efek terapi farmakologis. Peran tenaga medis antara lain
dengan perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan.
Namun kehangatan yang berlebihan tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi
- Program rehabilitasi : living skills, social skills, basic education, work
program,supported housingSasaran terapi: bervariasi, berdasarkan fase
dan keparahan penyakit
- Pada fase akut : mengurangi atau menghilangkan gejala psikotik dan
meningkatkan fungsi
- Pada fase stabilisasi: mengurangi resiko kekambuhan dan
meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat
c. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar.
Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo
cerleti(1887-1963). Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari
keadaan penderita dapat diberi:
- 2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
- 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
- Maintenance tiap 2-4 minggu
- Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang
tidak dianut lagi.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan
bagi pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan
antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian
antipsikotik.
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis,
aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan
pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh
dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak.
d. Terapi koma insulin pada skizofrenia paranoid dan katatonik.
e. Penatalaksanaan relapse
Penyebab: tidak patuh dalam pengobatan, dosis obat, psikososial (masalah
di rumah, akses pelayanan kesehatan), penyalahgunaan alkohol dan obat.
Pasien menolak secara aktif / pasif dengan menyimpan, membuang obat
dan ragu saat menerima obat karena : keparahan penyakit, efek samping
yang menganggu, kurangnya dukungan, ikatan terapeutik yang buruk,
masalah keuangan.
Penanganan : keterlibatan dengan keluarga dalam proses perencanaan
pengobatan penyakitnya, menepati jadwal pertemuan sebelumnya.
f. Kombinasi obat tipikal dan atipikal
Sebelum mendapat obat anti psikotik yang tepat, pasien mencoba beberapa
jenis obat antipsikotik. Dari dosis rendah sampai dosis optimal. Kalau tidak
mendapatkan kecocokan maka dilakukan kombinasi obat antipsikotik.
Sebagai contoh antipsikotik konvensional dengan atipikal, dan lain – lain.
g. Terapi efek samping :
Benzodiazepin digunakan pada fase akut untuk mengatasi agitasi,
insomnia, kecemasan, akatisia.
Beta blocker untuk mengatasi akatisia
Antidepresan untuk mengatasi gejala – gejala depresif
Antikholinergik untuk mengatasi efek samping karena antipsikotik.
Mengatasi gejala psikotik yang refrakter, komorbid / gejala non
psikotik seperti agitasi, kecemasan dan depresi.
Lithium untuk menstabilkan mood dan mengurangi kegelisahan
Valproate dan Carbamazepine untuk meningkatkan mood dan
membantu menurunkan agitasi persisten
15. Jelaskan tentang delirium : (Gilang Aria Santosa)
a. Definisi dan etiologi
Delirium adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset
yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi kognitif
yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu, delirium juga
mempengaruhi atensi dan beberapa pasien ada yang mengalami gangguan persepsi.
Delirium dapat terjadi sebagai reaksi dari setiap keadaan yang dapat mengganggu
metabolisme otak:
- Kausa Intra Kranial :
Epilepsi
Trauma kapitis
Infeksi
Perdarahan subarachnoid
Gangguan serebrovaskuler
- Kausa Ekstra Kranial
Gangguan metabolik
Pemakaian dan penghentian tiba-tiba obat
Disfungsi endokrin
Infeksi extrakranial
b. Klasifikasi
- Delirium Akibat Kondisi Medis Umum (KMU)
- Delirium Akibat Intoksikasi Zat
- Delirium Akibat Putus Zat
- Delirium Akibat Etiologi Beragam
- Delirium yang Tidak Spesifik
Terdapat dua subtipe dari delirium berdasarkan perubahan dari aktivitas psikomotor
- Subtipe hipoaktif-hipoalert.
Subtipe ini bercirikan retardasi psikomotor. Pasien mengalami letargi dan penurunan
arousal
- Subtipe hiperaktif-hiperalert
Pasien mengalami kewaspadaan yang lebih tinggi, agitasi serta kerja berlebihan dari
sistem syaraf otonomik. Tipe ini lebih cenderung untuk mengalami waham dan
gangguan persepsi.
c. Tanda dan gejala
- Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar, dengan penurunan kemampuan
untuk focus, mempertahankan atau mengganti perhatian.
- Gangguan atensi
Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah
melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyan untuk
diulang berkali kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan
menyuruh pasien menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.
- Gangguan memori dan disorientasi
Deficit memori merupakan hal yang sering terlihat jelas pada pasien delirium.
Disorientasi waktu tempat dan situasi juga sering di dapatkan juga pada delirium.
- Agitasi
Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan
lingkungan yang mereka alami. Sebagai contoh pasien yang disorientasi menggangap
mereka berada di rumah meskipun mereka ada dirumah sakit sehingga staf rumah
sakit dianggap sebagai orang asing yang menerobos ke rumahnya.
- Apatis dan menarik diri (withdrawl)
Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan with drawl. Mereka dapat
terlihat depresi, penurunan nafsu makan, penurunan motifasi dan gangguan pola tidur
- Gangguan persepsi
Terjadi halusinasi visual dan auditori
- Tanda tanda neurologis
Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain: tremorgait (berjalan seperti
zombie atau tidak seimbang), sulit untuk menulis dan membaca, serta gangguan
visual.
d. Faktor predisposisi
Non-correctable
• Usia
• Jenis kelamin laki-laki
• Gangguan kognitif ringan, demensia, penyakit Parkinson dijumpai pada >50% pasien
• Komorbiditas multipel meliputi: - Penyakit ginjal dan hati - Riwayat CVA - Riwayat
jatuh dan mobilitas yang buruk - Riwayat delirium sebelumnya
Correctable
Gangguan pendengaran atau penglihatan meningkatkan risiko tiga kali lipat
Malnutrisi, dehidrasi, albumin rendah berhubungan dengan peningkatan risiko dua
kali lipat
Isolasi sosial, kurang tidur, lingkungan baru, pergerakan di rumah sakit
Kateter indwelling dan jangka panjang
Tambahan tiga atau lebih medikasi yang baru
Tidak ada orientasi waktu
Merokok
Potentially Correctable
Uremia – urea darah >10 merupakan faktor risiko independen
Depresi
Rawatan rumah sakit lama – risiko meningkat setelah 9 hari
e. Patofisiologi
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan struktural dan fisiologik.
Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy
dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme
oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari neurotransmitter
- Asetilkolin
Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari
neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Kadar asetilkolin
yang redah menyebabkan munculnya gejala-gejala pada pasien delirium. Hal yang
mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab
keadaan bingung, pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga
muncul gejala ini. Pada pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga
meningkat.
- Dopamin
Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada
delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik. Pengobatan simptomatis
dengan pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat
dopamin.
- Neurotransmitter lainnya
Serotonin : terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encefalopati
hepatikum.
- Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-
6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan
paparan toksik, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel.
Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium,terdapat
hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
- Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.
- Mekanisme struktural
Pada studi menggunakan MRI, terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa jalur
anatomi tertentu memainkan peranan yang penting dalam patofisiologi delirium.
Formatio retikularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan
delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis
mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium.
Adanya gangguan metabolik (hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural
(stroke, trauma kepala) yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat
menyebabkan delirium. Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan
delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel
peradangan (sitokin) untuk menembus otak.
f. Diagnosis banding
- Sindrom organic lainnya, Demensia
- Gangguan psikotik akut dan sementara
- Skizofrenia dalam keadaan akut
- Gangguan afektif + “confusional features”
g. Tatalaksana
Tujuan utama terapi delirium adalah :
Mencari dan mengobati penyebab delirium (diperlukan pemeriksaan fisik yang cermat
dan pemeriksaan penunjang yang adekuat. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis
gas darah, fungsi hati, fungsi ginjal, dan EEG atau pencitraan otak bila terdapat indikasi
disfungsi otak
Memastikan keamanan pasien
Mengobati gangguan perilaku terkait dengan delirium, misalnya agitasi psikomotor.
Terapi farmakologi
Hanya dapat diberikan pada kasus delirium tipe hiperaktif yang membahayakandiri
sendiri dan lingkungannya atau dengan kegagalan terapi nonfarmokologis (psikoterapi).
Pemberian terapi dimulai dengan obat antipsikotik dosis rendah per oral, yaitu :
- Haloperidol 0,5 mg tiap 4-6 jam, dapat ditingkatkan sampai maksimal 10 mg per
hari. Pada lansia dosis maksimal 3 mg per hari.
- Risperidon 2 × 0,5 mg dosis maksimal 4 mg untuk dewasa dan 1 mg untuk lansia
Pada agitasi berat atau kondisi yang tidak memungkinkan pemberian per oral dapat
diberikan injeksi haloperidol 2,5 mg IM, dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimal pemberian untuk dewasa 10 mg per hari. Dosis maksimal bagi lansia
sebesar 5 mg per hari.
16. Jelaskan tentang gangguan waham : (Aditya Chandra Foresta)
a. Definisi dan Etiologi
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan
keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah nabi yang menciptakan biji
mata manusia”) atau bias pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh
masyarakat di surge selalu menyertai saya kemanapun saya pergi”) dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya
(Purba dkk, 2008).
Penyebab gangguan waham tidak diketahui. Pasien yang saat ini digolongkan
mengalami gangguan waham mungkin mengalami sekelompok keadaan heterogen
dengan waham sebagai gejala yang menonjol. Konsep utama mengenai penyebab
gangguan waham adalah perbedaannya dengan skizofrenia dari gangguan mood.
Gangguan waham lebih jauh jarang daripada skizofrenia maupun gangguan mood,
awitannya lebih lambat dari ada skizofrenia dan dominasi perempuan kurang nyata
daripada gangguan mood. Data yang paling meyakinkan berasal dari studi keluarga yang
melaporkan peningkatan prevalensi gangguan waham dan ciri kepribadian pada keluarga
proban skizofrenik. Studi keluarga melaporkan tidak terjadi peningkatan insiden
skizofrenia dan gangguan moodpada keluarga proban gangguan waham, demikian juga
tidak terjadi peningkatan insiden gangguan waham dalam keluarga proban skizofrenik.
Pemantauan lanjutan jangka panjang panjang pasien dengan gangguan waham
menunjukkan bahwa diagnosis gangguan waham relative menetap, kurang dari
seperempat pasien akhirnya direklasifikasi sebagai penderita skizofrenia dan kurang dari
10 persen pasien akhirnya direklasifikasi mengalamai gangguan mood. Data tersebut
menunjukkan bahwa gangguan waham bukan suatu stadium awal perkembangan salah
satu atau kedua gangguan yang lebih sering tersebut.
b. Klasifikasi
Waham erotomania:
Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih tinggi, jatuh cinta
kepada dirinya.
Waham kebesaran:
Pada tipe waham ini, terdapat kekuatan, pengetahuan, penghargaan, identitas yang
berlebihan atau hubungan khusus terhadap orang yang terkenal atau dewa.
Waham cemburu:
Pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang dianggap tidak setia.
Waham kejar:
Pada tipe waham ini, orang dianggap diperlakukan dengan kasar.
Waham somatic:
Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau kondisi medis
umum.
Waham campuran:
Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tioe di atas tetapi tidak ada tema yang
menonjol.
c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien
menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien
menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan
isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang
berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan,
ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada
orang lain, gelisah.
Menurut Kaplan dan shadok( 1997):
1. Status Mental
- Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
- Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
- Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga
- Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan
identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal
- Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan.
- Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap.,
kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien
kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
2. Sensorium dan kognisi
- Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang
memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
- Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh)
- Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.
- Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,
keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien
adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang
direncanakan.
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2009):
a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “saya
ini pejabat departemen kesehatan lho!” atau, “saya punya tambang emas”.
b. Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka
hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”.
c. Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh, “kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip
hari”.
d. Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”. (Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengataka
bahwa ia sakit kanker.)
e. Waham nihilistic: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada
didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kadaan
nyata. Misalnya, “Ini kana lam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.”
d. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan oleh
Towsend 1998 adalah :
1. Teori Biologis
Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap waham:
a. Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan
yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
b. Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia
mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi
pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan
dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita
skizofrenia.
c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmiter
yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang
berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada
psikosis.
2. Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (1998 : 147) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga.
Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam
anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu
kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling
mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan anakanak. Anak harus
meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke
dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu
memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak
menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua
dan tidak mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego
yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling
mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah
penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim
menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali merupakan
penampilan dan segmen id dalam kepribadian.
e. Patofisiologi
Perjalanan gejala waham berasal dari demensia, demensia yaitu;berkurangnya kognisi
pada tingkat kesadaran yang stabil. Sedangkan waham yaitu Suatu keyakinan yang salah
didasarkan pada kesimpulan salah mengenal realita eksterna yang sangat kuat bertahan
meskipun orang percaya dan meskipun isi waham trsebut membuktikan bahwa
kenyataan terbukti berbeda dengan yang dipercaya.
Akibat dari kurangnya kognisi(demensia) informasi factor-faktor eksternal yang
sebernanya salah itu masuk dan mempengaruhi pola pikir seseorang yang menjadikan
seseorang waham.
f. Diagnosis Banding
Delirium dan demensia sebaiknya dipertimbangkan dalam diagnosis banding pasein
dengan waham. Delirium dapat dibedakan berdasarkan adanya fluktuasi tingkat
kesadaran atau gangguan kemampuan kognitif. Waham pada awal perjalanan pemyakit
demensia, seperti pada demensia tipe Alzheimer, dapat memberikan gambaran gangguan
waham namun uji neuropsikologis biasanya mendeteksi gangguan kognitif. Meskipun
penyalahgunaan alcohol memberi gambaran yang mirip dengan pasien gangguan waham,
gangguan waham harus dibedakan dari gangguan psikotik akibat alcohol dengan
halusinasi. Intoksikasi obat simptomimetik, marijuana atau L-dopa mungkin
menyebabkan gejala waham
g. Tatalaksana
Gangguan Waham
Gangguan waham umumnya dianggap resisten terhadap pengobatan dan
intervensi sering difokuskan pada penanganan morbiditas gangguan dengan
mengurangi efek waham terhadap ke hidupan pasien. Namun, pada tahun-tahun
terakhir pandangan menjadi kurang pesimistik atau terbatas pada perencanaan
pengobatan yang efektif untuk keadaan tersebut. Tujuan pengobatan adalah
menegakkan diagnosis, memutuskan intervensi yang sesuai dan menangani
komplikasi. Dasar keberhasilan tujuan tersebut adalah hubungan pasien dokter
yang terapeutik dan efektif yang sebenarnya tidak mudah ditegakkan. Pasien
tidak mengeluh mengenai gejala keinginannya, bahkan ahli psikatri dapat ditarik
dalam jaringan waham mereka.
Psikoterapi
Unsur penting dalam psikoterapi yang efektif adalah menegakkan suatu
hubungan yang menyebabkan pasien mulai mempercayai terapis, Terapi
individual tampaknya lebih efektif daripada terapi kelompok; terapi perilaku,
kognitif dan suportif yang berorientasi pemahaman sering efektif. Awalnya,
seorang terapis sebaiknya tidak menyetujui maupun menentang waham pasien.
Meskipun ahli terapi harus menanyakan waham untuk menegakkan luasnya
pertanyaan persisten mengenau kemungkinan tersebut ada sebaiknya dihindari.
Dokter dapat merangsang motivasi pasien agar menerima bantuan dengan
menekan keinginan untuk membantu pasien terhadap ansietas atau iritablitasnya,
tanpa menunjukkan bahwa waham diobati, tetapi terapis sebaiknya tidak
mendukung secara aktif gagasan bahwa waham benar-benar ada.
Rawat Inap di Rumah Sakit
Pasien dengan gangguan waham biasanya dapat menjalani pengobatan sebagain
pasien rawat jalan, tetapi klinisi harus mempertimbangkan rawat inap untuk
beberapa alasan, Pertama, pasien mungkin memerlukan evaluasi neurologis dan
medis lengkao untuk menentukan apakah keadaan medis non psikatri
menyebabkan gejala waham. Kedua, pasien memerlukan penilaian kemampuan
pasien mengontrol impuls kekerasan, seperti melakukan pembunuhan dan bunuh
diri, yang mungkin disebabkan oleh isi waham. Ketiga, perilaku pasien mengenai
aham secara signifikan dapat mempengaruhi kemampuannya berfungsi dalam
keluarga atau pekerjaannya mereka mungkin memerlukan intervensi professional
untuk menstabilkam hubungan social atau pekerjaan.
Famakoterapi
Dalam situasi gawat darurat, pasien yang teragitasi berat harus diberikan obat
antipsikotik intramuscular. Meskipun belum dilakukan uji coba klinis secara
adekuat terhadapa banyak pasien. Sebagian besar klinis berpikir bahwa obat
antipsikotik adalah pengobatan pilihan gangguan waham. Pasien mungkin
menolak pengobatan karena dengan mudah dapat memasukan pemberian obat
kedalam system waham mereka: dokter sebaiknya tidak memaksakan memerikan
obat segera setelah rawat inap tetapi sebaiknya habiskan beberapa hari membina
rapport dengan pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada
pasien sehingga pasien tidak mencurigai dokter berbohong.
17. Apa saja DD yang disebabkan gangguan saraf pada pemicu? (Novia Kaisarianti)
Gangguan pencernaan dapat mempengaruhi keseimbangan. Dalam kondisi demikian
telingga, mata terkadang juga terganggu fungsinya. Gangguan tersebut sering terjadi akibat
demam tinggi akibat adanya infeksi pencernaan atau saluran kencing. Demam tinggi ini pula
yang sering berefek pada saraf-saraf pusat terutama kepala. Gangguan keseimbangan juga
mempengaruhi keadaan psikis seseorang. Penderita sering mempunyai perasaan ingin
marah, jiwanya tergoncang, rasa tertekan, kepala seperti berputar, timbul perasaan takut
(perasaan negatif), rasa tidak enak di badan yang tidak terlukiskan serta halunisasi. Orang
yang menderita gangguan keseimbangan susah berkonsentrasi bahkan ketika mata menatap,
tubuh tersa melayang dan akan jatuh. Kaki tersa berat untuk melangkah. Berda di ruang
sempit, seperti kamar madni misalnya tubuh terasa merinding, takut dingin bahkan terasa
mau pingsan. Pada kondisi demikian timbul perasaan takut tak terlukiskan.
Gejala yang sering timbul kepala terasa pusing, perut kembung, makan tak makan terasa
tak enak, mual dan ingin muntah, sering sesak nafas, perut terasa penuh, ulu hati terasa
terbakar, kepala tersa berputar (vertigo). Anggota gerak bawah terasa sangat berat, berjalan
susah, kaki berat (bahkan pada konsisi tertentu tertatih-tatih) berdiri sperti akan jatuh,
berpikir sangat lemah bahkan timbul perasaan takut dan jantung berdebar debar kencang.
Pendengaran menjadi sangat kurang (saraf keseimbangan berada di telinga). Pada kondisi
demikian cek kimia darah tetatp dalam kondisi normal.
Pada diagnosa awal biasanya disebabkan karena adanya infeksi saluran cerna atau maag
dan radang saluran kencing yang membuat sarafsaraf menjadi sangat lemah. Oleh karena itu
di era yang serba cepat, sibuk dan banyak lupa waktu saat ini, perawatan, relaksasi dan
perbaikan fungsi saraf sangat penting guna menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.
Antioksidan berfungsi mencegah terjadinya kanker. Makanlah timun setelah memakan sate,
karena daging gosong sperti sate mengandung senyawa nitrosimin penyebab kanker.
senyawa ini bisa dilawan dengan saonin yang terkandung di ketimun. Ketimun mengandung
saponin, enzim proteolik, glutation. Juga CLA (conjugated linoleat acid) yang bersifat
antioksidan yang melawan kerusakan akibat radikalisasi.
Migrain Vestibular
Migrain vestibular merupakan kelainan di mana terdapat migrain yang menyebabkan
vertigo. Kelainan ini merupakan salah satu kelainan terbanyak yang menyebabkan vertigo
spontan yang bersifat episodik. Migrain vestibular lebih banyak terdapat pada wanita
dibandingkan pria, dengan perbandingan 1,5-5 : 1. Usia terbanyak yang sering terkena
migrain yaitu usia 20-40 tahun. Biasanya, migrain muncul lebih dulu sebelum adanya
vertigo. Pada beberapa penelitian, diketahui bahwa individu yang memiliki migrain lebih
berisiko terkena vertigo.
Migrain ditunjukkan dengan adanya nyeri kepala unilateral yang progresif. Pada 35% pasien
migrain biasanya disertai dengan vertigo. Vertigo tersebut bersifat posisional dan spontan.
Vertigo tersebut memiliki durasi yang bervariasi, mulai dari beberapa detik hingga beberapa
hari. Serangan tersebut dapat berlangsung hingga beberapa bulan atau tahun. Setelah
serangan selesai, pasien membutuhkan beberapa minggu untuk dapat benar-benar pulih dari
serangan tersebut. Dapat juga terjadi vertigo visual, yaitu vertigo yang terjadi karena dipicu
oleh pergerakan lingkungan, seperti keramaian. Dapat terjadi migrain yang berlangsung
hingga 60 menit sebelum serangan vertigo. Migrain ini tidak pernah berlangsung bersamaan
dengan vertigo. Selain itu, pada serangan migrain, dapat ditemukan adanya aura yang
biasanya berlangsung sebelum serangan sakit kepala. Aura tersebut dapat berupa fotofobia,
fonofobia (intoleransi terhadap suara), dan osmofobia.
Beberapa gejala lain yang dapat muncul yaitu intoleransi pergerakan kepala, mual, muntah,
pusing, penurunan tajam penglihatan bila dipengaruhi oleh fotofobia, nyeri leher,
disorientasi spasial, dan ansietas. Gangguan pendengaran dan tinitus jarang ditemukan.
Gangguan pendengaran yang terjadi biasanya ringan dan tidak mengalami progresivitas.
Meniere’s disease
Penyakit Meniere merupakan penyakit di mana terjadi gangguan keseimbangan terutama
saat berdiri, yang menyebabkan pasien tersebut tidak mampu berdiri tegak. Penyakit ini
ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861. Insiden penyakit Meniere yaitu sebesar 10-150
orang per 100.000 orang per tahunnya. Penyakit ini biasanya menyerang pasien yang berusia
50 tahun ke atas, namun jarang ditemukan pada pasien berusia <20 tahun atau >70 tahun.4,5
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh meningkatnya volume endolimfa pada skala media koklea.
Peningkatan cairan tersebut diakibatkan oleh adanya gangguan biokimia pada cairan
endolimfa dan gangguan klinik pada membran labirin.4 Pada beberapa penelitian, diketahui
bahwa pasien dengan penyakit Meniere memiliki kantung endolimfatik yang kecil dan
memiliki daya absorpsi cairan yang rendah.
Gejala klinis
Gejala klinis dari penyakit Meniere yaitu adanya trias atau sindrom Meniere, yaitu vertigo,
tinitus, dan tuli sensorineural terhadap nada rendah. Vertigo yang pertama kali terjadi
biasanya berat dan disertai mual, muntah, berkeringat, dan wajah pucat. Gejala tersebut
biasanya muncul pada saat orang tersebut berdiri. Hal tersebut berlangsung selama beberapa
hari hingga minggu. Vertigo tersebut bersifat periodik, dan pada serangan berikutnya,
vertigo tersebut lebih ringan. Selain itu, pada setiap muncul vertigo, disertai dengan
gangguan pendengaran yang berupa tinitus dan perasaan penuh di telinga.Tinitus tersebut
biasanya bersifat nyaring, seperti suara mesin atau ombak air.
Setelah serangan vertigo selesai, biasanya pasien merasakan lelah. Tidak terdapat kehilangan
kesadaran selama serangan Meniere. Biasanya, pasien merasakan panik akibat stres
emosional dari serangan tersebut.
Diagnosis untuk penyakit Meniere dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria diagnosis,
yaitu:
Adanya vertigo yang hilang timbul
Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
Tidak terdapat kemungkinan penyebab gangguan keseimbangan sentral
Vestibular neuritis
Neuritis vestibular merupakan disfungsi sistem vestibular perifer yang bersifat akut.
Disfungsi tersebut diakibatkan oleh inflamasi pada saraf telinga dalam. Neuritis ini hampir
sama gejala klinisnya dengan labirintitis, namun berbeda dalam hal fungsi auditorinya.
Penyakit ini biasanya menyerang pada usia pertengahan, yaitu di atas 40 tahun.
Etiologi
Etiologi dari neuritis vestibular masih belum diketahui. Namun, terdapat hipotesis kuat
bahwa etiologi dari neuritis ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus pada saraf
vestibular atau labirin. Salah satu virus tersebut yaitu infeksi laten HSV tipe 1 pada ganglion
vestibular. Beberapa virus lain yang dapat menyebabkan neuritis vestibular yaitu virus
influenza, campak, rubella, polio, hepatitis, dan Epstein-Barr. Selain itu, iskemi terlokalisasi
akut dari vestibular juga dapat menyebabkan neuritis vestibular.
Tanda dan gejala
Vertigo merupakan gejala utama yang dikeluhkan pasien, karena vertigo ini terasa berat dan
disertai dengan mual dan muntah. Vertigo ini lebih berat pada pergerakan kepala dan
biasanya terasa pada saat bangun pagi. Vertigo biasanya menyerang selama beberapa jam
dan terasa semakin berat. Dalam beberapa hari, vertigo ini semakin berat dan kemudian
menjadi ringan pada beberapa minggu.Gangguan keseimbangan pada pasien terjadi selama
beberapa bulan. Selain itu, pada penyakit ini tidak ditemukan adanya penurunan
pendengaran, defisit saraf kranial, inflamasi membran timpani, demam tinggi, dan nyeri
pada mastoid.
Sedangkan, tanda yang utama yaitu adanya nistagmus spontan dan horizontal. Nistagmus
fase cepat terlihat jika mata melirik ke arah telinga sehat, dan fase lambat terlihat ketika
mata melirik ke arah telinga sakit. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan sinyal
vestibular dari telinga yang sakit. Nistagmus ini juga terlihat pada manuever Hallpike.
18. Perbedaan gangguan mental organic dan non-organik dan cara
membedakannya! (Helen Angelin K. M.)
19. Tatalaksana gangguan jiwa : (Evan Kristanto Gampa)
a. Farmakologi
Psikofarmako atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada SSP
dan berefek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang.
Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropik dapat dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Antipsikosis (major tranquilizer) → golongan tipikal dan atipikal
2. Antiansietas (minor tranquilizer) → golongan benzodiazepin
3. Antidepresi → SSRIs (Lini I); antidepresi trisiklik (Lini II); antidepresi atipikal,
MAO inhibitor (Lini III)
4. Antimania (mood stabilizer) → Litium, Asam valproat, karbamazepin
5. Psikotogenik → Meskalin, dietil asam lisergat
b. Non-farmakologi (rehabilitasi)
Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan
vokasional sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal
serta mempersiapkan pasien secara fisik, mental, sosial, dan vokasional untuk suatu
kehidupan penuh sesuai dengan kemampuannya.
Tahap rehabilitasi terbagi atas :
- Tahap persiapan
- Tahap pelaksanaan
- Tahap pengawasan
Jenis kegiatan rehabilitasi terdiri atas :
- Orientasi
- Assertion
- Accupation
- Recreation
20. Perbedaan delirium berdasarkan PPDGJ III dan OSM IV? (Gladys Suwanti)
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa, delirium adalah :
1. Penyakit intrakranial
- Epilepsi atau keadaan kejang
- Trauma otak
- Infeksi (meningitis & ensetalitis)
- Neoplasma
2. Penyebab ekstrakranial
- Obat-obatan
3. Penyakit organ non-endokrin
Sedangkan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV),
delirium adalah :
1. Delirium akibat kondisi medis umum, seperti infeksi
2. Delirium yang diinduksi oleh obat-obatan, seperti zat psikoaktif
3. Delirium dengan etiologi multiple, seperti trauma kepala dan penyakit ginjal
4. Delirium yang tak tergolongkan.
21. Hubungan gaduh gelisah dan skizofrenia? (Novia Kaisarianti)
Skizofrenia Katatonik
- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
- satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a) stupor (amat berkurangnya reaktivitas terhadap lingkungan dan gerakan serta aktivitas
spontan) atau mutisme
b) gaduh-gelisah
c) menampilkan posisi tubuh tertentu
d) negativism
e) rigiditas
f) waxy flexibility
g) gejala lin seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap
perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala lainnya. penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik
bukan petunjuk diagnostic untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolic, atau alcohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
22. Hubungan gaduh gelisah dan delirium? (Devina Aulia Aziza)
Delirium menunjuk kepada sindrom otak organic karena gangguan fungsi atau metabolisme
otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolisme otak. Gejala
utamanya ialah kesadaran yang menurun. Gejala-gejala lain adalah penderita tidak mampu
mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah dan
panic, ada pasien yang terutama berhalusinasi dan ada yang hanya berbicara komatkamit dan
inkoheren. Delirium perlu didiagnosis bandingkan dengan skizofrenia, demensia, hysteria
dan isolasi sensorik.
Gelisah dalam delirium meliputi terganggunya atensi yang mencakup berkurangnya
kemampuan memfokuskan, mempertahankan atau mengalihkan atensi, hendaya dalam
bidang orientasi (khususnya terhadap waktu dan tempat).
Skizofrenia jenis katatonik yang stupor atau gaduh gelisah bila timbul sangat akut memang
sukar dibedakan dari delirium. Diagnosis angan berdasarkan psikopatologi saja, tetapi
carilah gejala-gejala badaniah. Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang
menyebabkannya sudah sembuh, mungkin sampai kira-kira 1 bulan setelahnya. Jika
disebabkan oleh proses yang langsung menyerang otak, bila sembuh maka gejalanya
tergantung pada besarnya kerusakan yang ditinggalkan gejala-gejala neurologis dana tau
gangguan mental dengan gejala utama gangguan intelegensi.
Penderita harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab ia berbahaya untuk diri
sendiri (jatuh, lari, loncat keluar dari jendela dan sebagainya).
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaduh gelisah tidak memiliki kaitan erat dengan delirium,
pada delirium hanya terdapat gelisah tetapi bukan gaduh gelisah. Disamping itu juga
terdapat kebingungan, kecemasan, halusinasi dan psikomotor meningkat.
23. Hubungan gaduh gelisah dan gangguan waham? (Rayma Hayati)
Peptida
Peptida yang merupakan senyawa yang terbentuk dengan menghubungkan satu atau lebih
asam amino melalui ikatan kovalen. Petida dibebaskan dari sistem limbik otak. Sistem
limbik dan peptida bertanggung jawab untuk semua emosi dan memori.
Sel dan Reseptor
Peptida yang telah dirilis akan menuju ke reseptor di otak. Ada lebih dari seratus ribu
reseptor di otak. Reseptor ini bertindak seperti satelit. Mereka menerima pesan dari peptida
dan mengirimkan pesan ke sel-sel melalui gelombang. Kemudian sel-sel mulai bekerja untuk
membuat emosi, dengan membuat protein baru, pembelahan sel, menambah atau
menghilangkan bahan kimia, seperti fosfat, atau membuka / menutup saluran ion.
Neuropeptida dan reseptor
Neuropeptida tersimpan dalam otak emosional dan dikirim ke seluruh tubuh ketika
seseorang merasakan suatu emosi, lalu memberitahukan tubuh bagaimana harus bereaksi.
Neuropeptida (peptida yang terletak di otak) memiliki situs reseptor khusus. Neuropeptida
hanya berikatan ke lokasi reseptor yang spesifik. Neuropeptida harus berikatan ke lokasi
tersebut agar dapat menyampaikan informasi.
Emosi dan efeknya
Ketika seseorang stres, epinefrin dilepaskan.
Ketika seseorang bersemangat atau cemas, adrenalin dilepaskan.
Ketika seseorang bahagia, dopamin, serotonin, oksitosin atau endorphin dilepaskan.
Ketika seseorang sedih, serotonin, norepinefrin, dan dopamin dilepaskan.
24. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnose serta interpretasinya! (Aditya
Chandra Foresta)
1. Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi.
Secara umum didapatkan:
Atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motoric primer, system
somatosensorik tetap utuh.
Berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2. Pemeriksaan
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
ganggian fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang
terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian Bahasa.
3. CT scan
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer
seperti multiinfark da tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik
pada penyakit ini.
Penipisan Substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beranya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.
4. MRI
Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan perventrikuler. Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal,
gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii.
MRI telah lebih sensitive untuk membedaka demensia dari penyakit Alzheimer
dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran dari hipokampus.
5. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang subklinis. Sedang pada
penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik.
6. PET ( Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan:
- Penurunan aliran darah
- Metabolisme 02
- Glukosa didaerah serebral
- Up take L123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi
dengan kelainan fungsi kognisi dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi.
7. SPECT (Single Photon Emissin Computed Tomography)
Aktifitas L 123 pada region parietal penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan deficit kognitif. Kedua pemeriksaan ini tidak
digunakan secara rutin.
8. Laboratorium Darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer.
Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, calcium, fosfor, BSE, fungsi
renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan
secara selektif.
Kriteria diagnostic DSM-IV-TR Skizofrenia
A. Gejala karakteristik; Dua poin berikut, masing-masing terjadi dalam porsi waktu yang
signifikan selama periode 1 bulan:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara kacau
4. Perilaku sangant kacau atau katatonik
5. Gejala negative
B. Dsifungsi social
Selama suatu porsi waktu yang signifika sejak awitan gangguan, terdapat satu atau lebih
area fungus utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan diri yang
berada jauh dibawah tingkatan yang telah dicapai sebelum awitan.
C. Durasi:
Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan. Periode 6 bulan ini
harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala yang memenuhi kriteria dan mencakup
periode gejala prodromal atau residual. Selama periode gejala prodromal atau residual
ini, tanda gangguan dapat bermanifestas sebagai gejala negative saja atau dua atau lebih
gejala yang lemah.
D. Ekslusi gangguan mood dan skizifrenia:
Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan baik
karena 1. Tidak ada episode depresif, manik atau campuran mayor yang terjadi
bersamaan dengan gejala fase aktif maupun 2. Jika episode mood terjadi selama gejala
fase aktif durasi totalnya relative singkat dibanding durasi perode aktif dan residual.
E. Eksklusi kondisi medis umum/zat:
Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat.
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif:
Jika terdapat riwayat gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasif lainnya,
diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang prominem
juga terdapat selama setidaknya satu bulan.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Sub Tipe
Tipe Paranoid
Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria berikut.
A. Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering.
B. Tidak ada hal berikut yang prominen; bicara kacau, perilaku kacau atau katatonik
atau afek datar atau tidak sesuai.
Tipe Hebefernik
Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria berikut.
A. Semua hal yang memenuhi kriteria berikut :
1. Bicara kacau
2. Perilaku kacau
3. Afek datar atau tidak sesuai
B. Tidak memenuhi kriteria tipe katatonik
Tipe Katatonik
Tipe Skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi setidaknya dua hal berikut.
1. Imobilitas motoric sebagaimana dibuktikan dengan katalepsi atau stupor.
2. Aktivitas motoric yang berlebihan.
3. Negativisme ekstrim atau mutisme.
4. Keanehan gerakan volunter sebagaimana diperlihatkan oleh pembentukan postur,
gerakan stereotipi, manerisme prominen atau menyeringai secara prominen.
5. Ekolaila atau ekopraksia.
Tipe Tak Diferensiasi
Tipe Skizofrenai yang gejalanya memenuhi Kriteria A, namun tidak memenuhi kriteria
paranoid, hebefrenik atau katatonik.
Tipe Residual
Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria berikut:
A. Tidak ada waham, halusinasi, bicara kacau yang prominen, serta perilaku sangat
kacau atau katatonik.
B. Terdapat bukti kontinu adanya gangguan, sebagaimana diindikasikan oleh adanya
gejala negative atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada kriteria A untuk
Skizofrenia, yang tampak dalam bentuk yang lebih lemah.
Ktiteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Waham
A. Waham tidak bizar sekurang-kurangnya 1 bulan.
B. Kriteria A Skizofrenia tidak pernah terpenuhi.
C. Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak terganggu secara
nyata dan perilaku tidak secara jelas aneh atau bizar.
D. Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi totalnya singkat
dibandingkan durasi periode waham.
E. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung atau kondisi
medis umum.
Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Untuk Delirium
A. Gangguan kesadaran disertai penurunan kemampuan memfokuskanm,
mempertahankan atau mengalihkan atensi.
B. Perubahan kognisi atau timbulnya gangguan persepsi yang tidak disebabkan oleh
demensia yang telah ada sebelumnya telah ditegakkan sebelumnya, atau sedang
berkembang.
C. Gangguan tersebut muncul dalam jangka waktu singkat dan cenderung berfluktuasi
sepanjang hari.
D. Terdapat bukti berdasarkan bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh konsekuensi
fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.