Upload
dangnhan
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMIJAHAN IKAN SUMATRA Puntius tetrazona DENGAN
MENGGUNAKAN SISTEM INDUKSI
FEGA IKEN AMALIA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemijahan Ikan
Sumatra Puntius tetrazona dengan menggunakan Sistem Induksi” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Fega Iken Amalia
NIM C14144006
ABSTRAK
FEGA IKEN AMALIA. Pemijahan Ikan Sumatra Puntius tetrazona dengan
menggunakan Sistem Induksi. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR
dan HARTON ARFAH.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh induksi dari induk ikan
sumatra yang sedang memijah ke induk betina ikan sumatra lainnya. Penelitian ini
dilakukan dengan dua tahap. Pada tahap awal, sebagai penginduksi digunakan
perlakuan berupa pasangan induk ikan sumatra dimana jantan, betina atau keduanya
disuntik dengan ovaprim, serta sepasang induk ikan sumatra tanpa disuntik sebagai
perlakuan kontrol. Pada tahap kedua, sebagai penginduksi digunakan perlakuan
berupa induk ikan sumatra jantan disuntik ovaprim, ikan sumatra jantan tanpa
disuntik, ikan sumatra betina disuntik, dan ikan sumatra betina tanpa disuntik, serta
sepasang ikan sumatra tanpa disuntik sebagai perlakuan kontrol. Induk ikan sumatra
penginduksi dipijahkan di dalam spawning trap sesuai perlakuan. Setelah itu
ditambahkan 10 ekor ikan sumatra betina penerima induksi yang ditempatkan di
luar spawning trap di dalam setiap akuarium dan diberi substrat eceng gondok.
Hormon ovaprim yang digunakan sebanyak 0.01 ml per ekor ikan. Setelah
pemijahan, dilakukan stripping terhadap induk ikan sumatra penerima induksi
untuk melihat adanya ovulasi. Penelitian tahap satu menunjukkan bahwa
rangsangan dari induk yang sedang berovulasi ataupun sedang memijah mampu
merangsang betina penerima induksi untuk berovulasi, namun belum diketahui
apakah sumber rangsangan berasal dari jantan atau betina yang sedang memijah.
Pada penelitian tahap kedua, digunakan penginduksi berupa induk ikan sumatra
jantan yang disuntik ovaprim maupun tidak, serta sepasang induk tanpa suntikan
sebagai kontrol. Ikan penerima induksi ditempatkan di luar spawning trap yang
diberi eceng gondok. Stimulasi dari induk betina ikan Sumatra yang sedang
berovulasi karena disuntik ovaprim maupun tidak disuntik, tanpa kehadiran jantan,
tidak memberikan stimulasi yang kuat pada induk betina penerima induksi di luar
spawning trap. Stimulasi terbesar bagi induk betina penerima induksi, diperoleh
pada perlakuan induk jantan penginduksi yang disuntik hormon. Pada penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa ikan sumatra dapat dirangsang memijah oleh jantan yang
sedang mengalami spermiasi atau betina yang sedang berovulasi. Namun induksi
yang terkuat didapatkan berasal dari jantan yang sedang mengalami spermiasi.
Kata kunci: ikan sumatra, Puntius tetrazona, pemijahan, sistem induksi.
ABSTRACT
FEGA IKEN AMALIA. Stimulation of Spawning in Tiger Barb Puntius tetrazona
by Induction System. Supervised by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR and
HARTON ARFAH.
This study aimed to determine the effect of induction in tiger barb that are
spawning to the other females of tiger barb. This research was done in two phase as
follows. In the first phase, inducers used a mature couple of male tiger barb, female
or both injected by ovaprim, as well as a pair of tiger barb pair without injection as
a control. The second phase, as inducers used mature male injected by ovaprim,
mature male without injection, mature female injection, and mature female without
injection, as well as a pair of tiger barb without injection as a control. Tiger barb
inducers spawn in the spawning trap according to treatment. Thereafter females
tiger barb that act as induction receiver were placed in outside of the spawning trap
in each aquarium and provided by water hyacinth as spawning substrat. Ovaprim
hormones were used as much as 0.01 ml per fish. After spawning the inducers tiger
barb occurred, tiger barb recipient were stripped to see their ovulation. The result
of this research showed that in the stimulation phase one, tiger barb that are
ovulating were being capable to induce ovulation of females recipient, but was not
yet known whether the source of stimulation came from inducers male or female.
In the second phase of this research, used inducers were mature males or females
tiger barb that were injected by ovaprim or not, as well as a pair of mature without
injections as a control. Then mature females of tiger barb as induction receiver were
placed in outside of the spawning trap in each aquarium and provide by water
hyacinth. Stimulation of the mature female that were ovulating by ovaprim injection
or not, without the presence of males, do not provide strong induction stimulation
to the mature female recipients outside the spawning trap. The stimulation for the
mature female recipint were obtained from treatment of mature male inducer that
were injected by ovaprim. In this research it can be concluded that the tiger barb
may be induced to spawn by males that were undergoing spermiation or ovulating
females, but the strongest induction were obtained from males that were undergoing
spermiation.
Keyword: induction system, Puntius tetrazona, spawning, tiger barb.
PEMIJAHAN IKAN SUMATRA Puntius tetrazona DENGAN
MENGGUNAKAN SISTEM INDUKSI
FEGA IKEN AMALIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul : Pemijahan Ikan Sumatra Puntius tetrazona dengan
menggunakan Sistem Induksi
Nama : Fega Iken Amalia
NIM : C14144006
Program studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Prof Dr Ir M Zairin Jr., MSc
Pembimbing I
Ir Harton Arfah, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Sukenda, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul
“Pemijahan Ikan Sumatra Puntius tetrazona dengan Menggunakan Sistem Induksi.”
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2016 hingga Juli 2016 di Teaching
Farm, Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen
Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian dan penyusunan tugas akhir ini, diantaranya orang tua
beserta keluarga yang telah banyak memberikan doa dan motivasi secara moril
maupun materil yang tak ternilai. Prof Dr Ir Muhammad Zairin Jr., MSc selaku
dosen pembimbing akademik maupun ketua pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan serta motivasi dalam perjalanan studi dan
penyusunan karya tulis ini, dan Ir Harton Arfah, MSi selaku dosen pembimbing II,
atas segala masukan ilmu dan dukungannya selama pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi ini serta Dr Ir Widanarni, MSi selaku dosen penguji tamu atas
segala masukan untuk skripsi ini. Geky Rizkia Alrifly, SPi yang telah banyak
membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini serta dukungan
dan motivasinya. Teman-teman seperjuangan Alih Jenis BDP 2014 atas semangat,
motivasi, dan kebersamaan selama kuliah. Semua pihak yang telah membantu saya
dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dalam menambah ilmu dan
informasi bagi seluruh pihak yang membutuhkan.
Bogor, November 2016
Fega Iken Amalia
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL 2 DAFTAR GAMBAR 2 DAFTAR LAMPIRAN 2 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 1
BAHAN DAN METODE 2 Rancangan Penelitian ......................................................................................... 2 Persiapan Wadah ................................................................................................ 3
Ikan Uji ............................................................................................................... 3 Penyuntikan Induk .............................................................................................. 4 Pemijahan Induk ................................................................................................. 5 Parameter Pengamatan ....................................................................................... 6 Analisis Data ...................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Hasil .................................................................................................................... 7 Pembahasan .................................................................................................. 1415
KESIMPULAN 1919 DAFTAR PUSTAKA 1919 LAMPIRAN 1721 RIWAYAT HIDUP 3130
2
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rancangan tahap 1 perlakuan induksi pemijahan ikan sumatra terhadap ikan
sumatra betina lainnya. ....................................................................................... 2 2 Rancangan tahap 2 perlakuan induksi ikan sumatra jantan dan betina terhadap
ikan sumatra betina lainnya. ............................................................................... 2 3 Keberhasilan induksi pemijahan ikan sumatra terhadap ikan sumatra betina
penerima. ............................................................................................................. 8 4 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra penginduksi yang berperan sebagai ..... 8 5 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah. ............ 9
6 Keberhasilan induksi ikan sumatra jantan dan betina terhadap ikan sumatra .. 10 7 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra penginduksi yang berperan sebagai ... 11 8 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah. .......... 11 9 Waktu ovulasi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi ovulasi/pemijahan
dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah. ........................................ 13 10 Waktu ovulasi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi ovulasi/pemijahan
dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah. ........................................ 14 11 Hasil pengamatan kualitas air parameter suhu, pH, dan kelarutan oksigen ..... 14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Induk jantan ikan sumatra .................................................................. 4 2 Induk betina ikan sumatra 4
3 Induk ovulasi ................................................................................ 6
4 Induk tidak ovulasi 6
5 Mekanisme hormon seks pada ikan sumatra jantan yang menstimulasi ........... 16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Skema rancangan penelitian pendahuluan ..................................................... 1721 2 Skema rancangan penelitian utama ............................................................... 1822
3 Hasil analisa statistik tahap 1 (individu penerima) ........................................ 1923 4 Hasil analisa statistik tahap 2 (individu penerima) ........................................ 2327
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan sumatra (Puntius tetrazona) yang memiliki nama lain barbus sumatra
(sumatra barb atau tiger barb) merupakan komoditas ikan hias air tawar Indonesia
yang mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi, baik di pasar dalam negeri
maupun ekspor. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
tahun 2012 nilai perdagangan ikan hias melebihi target yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 850 juta ekor dan sudah mencapai 978 juta ekor atau 115.16 % dari target
semula dan meningkat menjadi 1.04 miliar ekor pada tahun 2013. Namun demikian,
upaya untuk memproduksi benih dengan skala besar masih menghadapi kendala
yaitu pemijahan pada wadah yang terlalu besar menyulitkan pemijahan secara
serentak. Selain itu, pemberian hormon secara massal sukar dilakukan karena
ukuran ikan sumatra relatif kecil, juga hormon harganya mahal. Hal ini
mempengaruhi ketersediaan benih ikan sumatra secara kontinyu sehingga tidak
dapat memenuhi permintaan pasar. Bagi pembudidaya, untuk menghasilkan
keuntungan yang besar maka produksi harus tinggi, sehingga harus didukung
dengan metode pemijahan yang mampu menghasilkan benih yang lebih banyak
secara serentak.
Ikan sumatra termasuk famili Siprinidae yang biasa hidup bergerombol
(schooling) dan memiliki kebiasaan berkembang biak secara massal. Ikan-ikan
siprinid yang di alam bereproduksi secara massal, biasanya memijah mengandalkan
zat feromon sebagai perangsang untuk memijah. Proses pemijahan massal ini
terjadi akibat adanya rangsangan dalam lingkungan pemijahannya berupa interaksi
antara lawan jenis sehingga individu lawan jenisnya ikut terangsang karena adanya
zat feromon yang dikeluarkan/dilepaskan dari individu/ikan lainnya yang berada
disekitarnya. Kehadiran lawan jenis menjadi pemicu ovulasi dan atau pemijahan
karena pelepasan feromon yaitu sesaat sebelum dan selama pemijahan (Zairin et al.
2005). Selain merangsang, feromon yang dilepaskan akan membantu
penyeragaman aktivitas seksual yang maksimum, peningkatan kemungkinan
pembuahan dan waktu kematangan telur. Menurut Zairin et al. (2005), sistem
pemijahan induksi dapat memicu ikan untuk memijah secara serentak. Pada
penelitian ini diharapkan bahwa ikan yang memijah akan merangsang ikan lainnya
yang berada disekitarnya untuk ikut memijah. Metode ini dinilai sederhana, murah
dan sangat efektif untuk spesies tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui kemampuan induksi pasangan yang memijah terhadap pemijahan
ikan lainnya pada ikan sumatra. Diharapkan dengan metode pemijahan ini induk
ikan sumatra dapat memijah dengan serentak sehingga dapat menghasilkan benih
berukuran seragam, memudahkan pemeliharaan, dan menjamin ketersediaan benih
untuk memenuhi permintaan pasar.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh rangsangan induksi
induk ikan sumatra yang sedang memijah ke induk betina ikan sumatra lainnya.
2
BAHAN DAN METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan empat perlakuan termasuk kontrol dan tiga kali ulangan
pada tahap awal (Tabel 1), sedangkan pada tahap kedua dilakukan dengan lima
perlakuan termasuk kontrol dan lima ulangan yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Rancangan tahap 1 perlakuan induksi pemijahan ikan sumatra terhadap
ikan sumatra betina lainnya.
Perlakuan Keterangan
K Induk jantan dan betina tidak disuntik
P1 Induk jantan disuntik + betina tidak disuntik
P2 Induk jantan tidak disuntik + betina disuntik
P3 Induk jantan dan betina disuntik
Tabel 2 Rancangan tahap 2 perlakuan induksi ikan sumatra jantan dan betina
terhadap ikan sumatra betina lainnya.
Perlakuan Keterangan
K Induk jantan dan betina tidak disuntik
P1 Induk jantan tidak disuntik
P2 Induk jantan disuntik
P3 Induk betina tidak disuntik
P4 Induk betina disuntik
Penelitian tahap awal dilakukan untuk melihat stimulasi induk yang memijah
atau berovulasi terhadap induk betina lainnya. Selanjutnya dilakukan penelitian
tahap dua untuk mengetahui kemampuan rangsangan zat feromon dilepaskan oleh
induk jantan tahap spermiasi atau induk betina ikan sumatra yang sedang berovulasi
dalam merangsang pemijahan ikan betina sumatra.
3
Persiapan Wadah
Ikan uji (jantan dan betina) dipelihara secara terpisah di dalam akuarium
berukuran 100 x 50 x 50 cm3. Pada proses pemijahan, digunakan akuarium
berukuran 50 x 30 x 25 cm3 yang didalamnya terdapat spawning trap berupa jaring
yang terbuat dari bahan nylon halus berukuran 25 x 20 x 15 cm3 pada penelitian
tahap awal. Pada penelitian tahap kedua, digunakan double spawning trap (25 x 20
x 15 cm3 dan 30 x 25 x 20 cm3).
Sebelum digunakan, wadah-wadah tersebut didesinfeksi menggunakan
Kalium Permanganat (KMnO4 atau PK) dengan konsentrasi 0.03 g/l untuk sanitasi
akuarium dan jaring. Eceng gondok dibersihkan menggunakan Methylene Blue
(MB). Setelah akuarium direndam dengan larutan PK selama satu hari (24 jam),
kemudian akuarium dicuci dan digosok menggunakan spons setelah itu dicuci dan
dibilas dengan air bersih. Akuarium dibiarkan kering selama satu hari. Akuarium
pemijahan diisi air dari tandon hingga ketinggian 20 cm. Setelah itu instalasi aerasi
disiapkan pada setiap akuarium yang digunakan.
Pemasangan spawning trap berukuran 25 x 20 x 15 cm3 dan 30 x 25 x 20 cm3
pada akuarium dilakukan dengan membuat keempat sisi atas jaring menjadi kaku
menggunakan tongkat kayu (lidi bambu) sebagai penyangga kemudian dipasang di
dalam akuarium dan diberi batu pada dasar spawning trap sebagai pemberat agar
terdapat ruang di dalam spawning trap. Setelah itu diletakkan substrat berupa eceng
gondok yang diletakkan di dalam dan di luar spawning trap dengan posisi masing-
masing ditengah-tengah untuk peletakkan telur ikan sumatra yang bersifat adhesif
(menempel pada substrat) dan agar sesuai dengan habitat di alamnya saat pemijahan
ikan sumatra. Kemudian akuarium diberi penutup berupa jaring untuk menghindari
terjadinya ikan yang lompat keluar.
Ikan Uji
Induk ikan sumatra diperoleh dari pembudidaya ikan sumatra di daerah
Kampung Setu, Parung, Bogor. Induk yang sudah diperoleh dari pembudidaya,
dipelihara dan diadaptasikan terlebih dahulu selama dua minggu dengan
pemeliharaan intensif induk hingga ikan memiliki nafsu makan yang baik
(tingginya respon makan) dan siap untuk dipijahkan. Pakan yang diberikan berupa
bloodworm Chironomus Sp. secara ad libitum dengan frekuensi pemberian dua kali
sehari pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB. Selama proses pematangan induk
dilakukan penyiponan dan pergantian air sebanyak 50 % setiap hari dan
penambahan methylene blue (MB) untuk mencegah adanya jamur dan mengurangi
risiko penyakit.
Induk ikan sumatra yang digunakan adalah induk yang sudah matang gonad
dengan rerata bobot ikan betina 4 gram dan memiliki rerata panjang baku 4.3 cm.
Sedangkan ikan jantan yang dipilih mempunyai bobot rerata 3 gram dengan panjang
baku 4 cm. Pengamatan kematangan gonad ikan dilakukan terhadap beberapa ciri-
ciri morfologi, diantaranya bentuk perut atas dan warna daerah genital. Ciri
morfologi induk ikan sumatra yang sudah matang gonad, yaitu pada ikan jantan
bagian mulut dan ujung sirip berwarna merah cerah, dan bersifat agresif terhadap
ikan lainnya (Gambar 1). Induk betina ikan sumatra memiliki warna tubuh yang
4
relatif lebih pucat atau memudar dan bagian perut atas (di bawah linea lateralis)
induk betina yang membesar dan menggembung mulai dari pangkal sirip pektoral
hingga urogenital. Selain itu, warna daerah genital yang cenderung berwarna
kuning bening dan kemerahan sehingga terlihat beberapa butir telur berwarna putih
kekuningan yang mengindikasikan bahwa induk siap dipijahkan (Gambar 2). Induk
betina yang siap dipijahkan relatif tidak agresif bila dibandingkan dengan induk
yang belum siap dipijahkan dan perutnya lembek.
Gambar 1 Induk jantan ikan sumatra Gambar 2 Induk betina ikan sumatra
yang matang gonad yang matang gonad
Ikan sumatra yang sudah dipelihara dan telah diseleksi dipisahkan antara
jantan dan betina untuk selanjutnya dilakukan pemijahan. Sebelum dipijahkan,
induk-induk dipuasakan (diberok) sehari sebelum perlakuan untuk memeriksa
kemungkinan menggembungnya perut induk ikan bukan karena berisi telur
melainkan feses serta untuk membuang feses yang masih berada dalam saluran
pencernaan induk ikan sumatra.
Penyuntikan Induk
Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan hormon sebagai perangsang
ovulasi yaitu hormon sintetik produk dari Syndel Kanada yang berisi hormon
GnRH dan domperidon (ovaprim®). Dosis yang diberikan sebanyak 0.01 ml/ekor
untuk setiap perlakuan induk yang diinduksi karena dosis tersebut sudah efektif
sesuai dengan yang telah diteliti oleh Novianto (2004), dosis yang paling efektif
untuk penyuntikan ikan sumatra adalah 0.5 ml/kg. Dosis ini sesuai dengan bobot
rata-rata induk yang digunakan dalam penelitian ini. Sebelum penyuntikan, induk
terlebih dahulu dipingsankan untuk mengurangi resiko induk stress dan mati.
Pemingsanan dilakukan menggunakan 2-phenoxyethanol dengan dosis 0.3 ml/l.
Penyuntikan pada induk betina dan jantan dilakukan satu kali, pada pukul 17.00
WIB. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung atau di bawah sirip dorsal
(intramuscular) dengan kemiringan 45 derajat menggunakan spuit kecil 1.0 ml dan
jarum yang sesuai (sepasang antara spuit dengan jarum suntik) agar dapat masuk
tubuh induk lebih dalam ke daging sehingga hormon yang disuntikkan benar-benar
5
masuk dan hormon tersebut dapat sampai ke otak lalu bekerja. Saat ikan disuntik
dilakukan pemijatan pada bagian yang disuntik agar tidak ada hormon yang keluar
saat jarum suntik dilepaskan. Penyuntikan dilakukan pada bagian intramuskular
karena lebih aman terhadap induk ikan sumatra dan lebih cepat merangsang ikan
untuk ovulasi.
Setelah proses penyuntikan, kemudian dilakukan pemulihan (recovery)
dengan memasukkan induk yang pingsan tadi ke dalam air baru dari air tandon yang
tidak tercampur obat bius, kemudian diberi aerasi kuat. Saat induk berada dalam
wadah recovery (1 sampai 2 menit), perlahan induk akan sadar dan bergerak aktif
kembali. Setelah itu induk dapat dilakukan pemijahan.
Pemijahan Induk
Induk ikan sumatra matang gonad yang telah disuntik diletakkan dalam
wadah akuarium (50 x 30 x 25 cm3) sesuai perlakuan. Penebaran induk dilakukan
ke dalam maupun di luar spawning trap. Tahap awal dilakukan pemijahan dengan
rasio jantan dan betina 4:2 menggunakan spawning trap (25 x 20 x 15 cm3) dan
ikan sumatra betina berjumlah 10 ekor ditempatkan di luar spawning trap di dalam
setiap akuarium dan diberi substrat berupa eceng gondok. Rasio ini dipilih untuk
menjamin bahwa pasangan tersebut benar-benar memijah. Setelah penyatuan
induk, selama 1 sampai 2 jam dilakukan pengamatan tingkah laku ikan secara visual
saat proses pemijahan, setelah itu 8 jam kemudian dilakukan pemeriksaan dan
pengamatan kembali terhadap proses pemijahan induk. Saat proses pemijahan
akuarium ditutup menggunakan plastik hitam.
Pada penelitian tahap kedua, digunakan induk ikan sumatra matang gonad
dengan masing-masing perlakuan pada setiap ulangan yaitu berjumlah 6 ekor induk
jantan tanpa induk betina dan 6 ekor induk betina tanpa induk jantan. Induk ikan
sumatra dipijahkan menggunakan double spawning trap (25 x 20 x 15 cm3 dan 30
x 25 x 20 cm3). Ikan sumatra betina berjumlah 10 ekor ditempatkan di luar
spawning trap di dalam setiap akuarium (50 x 30 x 25 cm3) dan diberi substrat
berupa eceng gondok.
Setelah induk ikan sumatra dipijahkan, dilakukan stripping untuk melihat
induk ikan berovulasi. Stripping dilakukan apabila induk sudah tidak mengeluarkan
telur (setelah jam ke-5 saat pengamatan yang dilakukan setiap jam, selama 5 jam
setelah pengeluaran telur pertama pada substrat karena ikan sumatra bertelur secara
parsial). Pada umumnya, ikan sumatra memijah pada pagi hari berkisar antara jam
5 pagi sampai jam 9 pagi. Berdasarkan pengamatan di lapang dan wawancara dari
pembudidaya ikan sumatra, ikan sumatra selesai memijah pada pukul 9 pagi. Selain
itu, Novianto (2004) mengemukakan bahwa pemijahan ikan sumatra menggunakan
suntikan ovaprim dapat berovulasi dan memijah lebih cepat (6-8 jam
pascapenyuntikan) dibandingkan dengan ikan sumatra yang dipijahkan secara
alami atau tanpa disuntik ovaprim (15 jam).
6
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi persentase keberhasilan
betina berovulasi, fekunditas, diameter telur, dan parameter kualitas air.
Persentase Keberhasilan Betina Berovulasi
Keberhasilan pemijahan ditandai dengan adanya telur pada substrat. Apabila
ikan berovulasi yang ditandai dengan pengeluaran telur oleh betina pada substrat
maka dilakukan pencatatan terhadap lamanya waktu ikan tersebut berovulasi
berdasarkan pengamatan yang dimulai pada 12 jam pascapenyuntikan dan dapat
dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Pengamatan dilanjutkan pada setiap jam selama 5
jam setelah pengeluaran telur pertama pada substrat karena ikan sumatra bertelur
secara parsial. Apabila induk sudah tidak mengeluarkan telur setelah jam ke-5 saat
pengamatan lanjutan, maka dilakukan stripping induk betina untuk mengetahui
induk tersebut berovulasi yang ditandai dengan telur yang mudah dikeluarkan dan
berwarna kuning bening saat distripping dan tidak menyatu atau menempel dengan
telur lainnya seperti buah anggur (Gambar 3), sedangkan induk ikan sumatra yang
tidak berovulasi sulit untuk distripping dan telur yang dikeluarkan berwarna putih
dan menyatu seperti buah anggur (Gambar 4).
Gambar 3 Induk ovulasi dan telur Gambar 4 Induk tidak ovulasi dan
berwarna kuning telur berwarna putih
Melalui rangsangan stimulasi dari perlakuan yang diberikan, dapat diketahui
pengaruhnya terhadap keberhasilan berovulasi pada induk betina lainnya, dengan
rumus :
Persentase induk berovulasi (%) = 𝚺 𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐨𝐯𝐮𝐥𝐚𝐬𝐢
𝚺 𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐮𝐣𝐢 x 100
Jumlah Telur yang Dihasilkan
Jumlah telur yang dihasilkan oleh satu ekor induk yang dipijahkan dihitung
secara manual dari setiap induk betina setelah distripping, kemudian diambil
gambar sebagai dokumentasi untuk dihitung kembali jumlahnya menggunakan
software Image-J.
7
Diameter Telur
Sampel telur ikan diambil sesaat setelah ikan distripping lalu diukur
diameternya menggunakan mikrometer okuler pada mikroskop dengan pembesaran
40 kali di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen
Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor. Rata-rata diameter telur dihitung
berdasarkan hasil pengukuran 100 butir telur setiap induk betina yang berovulasi.
Parameter Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dalam pemijahan ikan sumatra dilakukan dengan
mengukur suhu air setiap hari menggunakan termometer yang terpasang dalam
akuarium, dan dilakukan penyifonan setiap pagi dan sore. Sedangkan parameter
lain yang diukur pada awal dan akhir pengamatan, yaitu DO menggunakan DO
meter dan pH menggunakan pH meter. Parameter kualitas air tersebut diukur untuk
mendapatkan keyakinan bahwa ketiga faktor tersebut tidak mengganggu proses
pemijahan ikan sumatra sehingga sesuai dengan habitat pemijahan ikan sumatra di
alamnya.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 dilanjutkan
dengan analisis statistik menggunakan SPSS 16.0 analisis sidik ragam (One-Way
ANOVA). Perbedaan nyata antar perlakuan diuji lanjut dengan uji Duncan
berselang kepercayaan 95%. Rincian analisis statistik disajikan pada Lampiran 5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian pendahuluan (tahap 1) dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya stimulasi dari induk ikan sumatra betina yang sedang berovulasi/memijah
terhadap ovulasi/pemijahan induk ikan sumatra betina lainnya. Tabel 3
memperlihatkan pengaruh rangsangan stimulasi dari ikan sumatra yang sedang
berovulasi/memijah terhadap keberhasilan ovulasi pada induk betina lainnya.
8
Tabel 3 Keberhasilan induksi pemijahan ikan sumatra terhadap ikan sumatra betina
penerima.
Perlakuan
Induk yang berovulasi
Induk Penginduksi Induk Penerima
Σ induk
betina
Σ induk
jantan
%
ovulasi
Σ induk
betina
Σ induk berovulasi
(individu)
%
ovulasi
K 6 12 100 30 22 73.3
P1 6 12 100 30 23 76.7
P2 6 12 100 30 22 73.3
P3 6 12 100 30 23 76.7
K = kontrol induk jantan dan betina tanpa disuntik, dengan perlakuan: induk jantan disuntik dan
betina tidak disuntik (P1), induk jantan tidak disuntik dan betina disuntik (P2), dan induk jantan dan
betina disuntik (P3).
Pada perlakuan K, P1, P2 dan P3 yang ditujukan sebagai penginduksi, semua
induk betina yang berada di dalam jaring (100%) berovulasi/memijah. Perlakuan K
dan P2 berhasil menginduksi induk 73.3% ikan sumatra betina berovulasi/memijah.
Sementara itu, perlakuan P1 dan P3 berhasil memicu 76.7% induk betina ikan
sumatra lainnya untuk berovulasi. Stimulasi ovulasi/pemijahan dari perlakuan
induk jantan disuntik dan betina tidak disuntik (P1) serta stimulasi dari sepasang
induk jantan dan betina yang disuntik (P3) menyebabkan lebih banyak induk betina
penerima (76.7%) yang berovulasi/memijah dibandingkan dengan pasangan induk
ikan sumatra yang tidak disuntik (K) dan yang induk betinanya saja yang disuntik
(P2). Hasil ini menunjukkan bahwa jantan memberikan stimulasi
ovulasi/pemijahan yang lebih kuat terhadap ikan betina penerima. Untuk
memperoleh gambaran mengenai kekuatan stimulasi dari ikan penginduksi, maka
dievaluasi kinerja reproduksi dari ikan penginduksi yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra penginduksi yang berperan sebagai
penginduksi ovulasi/pemijahan ikan sumatra lainnya.
Perlakuan
Parameter
Panjang
(cm)
Bobot
(g)
Jumlah telur
(butir/induk)
Diameter telur
(mm)
K 4.5 ± 0.12a 4.38 ± 0.41a 798 ± 99.81a 1.08 ± 0.07a
P1 4.4 ± 0.10a 4.62 ± 0.42a 938 ± 150.66a 1.11 ± 0.03a
P2 4.4 ± 0.14a 4.43 ± 0.13a 755 ± 132.89a 1.03 ± 0.03a
P3 4.5 ± 0.13a 4.46 ± 0.41a 928 ± 152.13a 1.14 ± 0.06a
Data ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan baku dari tiga ulangan. Huruf superskrip yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0.05). K =
kontrol induk jantan dan betina tanpa disuntik, dengan perlakuan: induk jantan disuntik dan betina
tidak disuntik (P1), induk jantan tidak disuntik dan betina disuntik (P2), dan induk jantan dan betina
disuntik (P3).
9
Berdasarkan hasil pada Tabel 4, kinerja reproduksi dari induk ikan sumatra
penginduksi yang disuntik ataupun tidak disuntik, diperoleh jumlah telur dan
diameter telur tidak berbeda nyata. Rerata jumlah telur yang dihasilkan tidak
berbeda nyata antar perlakuan yaitu berkisar antara 755 butir hingga 938 butir untuk
setiap satu ekor induk ikan sumatra betina. Diameter telur rerata yang diperoleh
berkisar antara 1.03 mm hingga 1.14 mm dan tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh stimulasi dari ikan
penginduksi terhadap ikan penerima, maka dilakukan evaluasi terhadap kinerja
reproduksi dari ikan penerima yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah.
Perlakuan
Parameter
Panjang
(cm)
Bobot
(g)
Jumlah telur
(butir/induk)
Diameter telur
(mm)
K 4.4 ± 0.15a 4.50 ± 0.63a 845 ± 57.89a 1.06 ± 0.03a
P1 4.5 ± 0.06a 4.47 ± 0.54a 935 ± 143.25a 1.06 ± 0.03a
P2 4.4 ± 0.15a 4.58 ± 0.57a 875 ± 182.26a 1.07 ± 0.02a
P3 4.4 ± 0.06a 4.17 ± 0.05a 699 ± 21.20a 1.04 ± 0.05a
Data ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan baku dari tiga ulangan. Huruf superskrip yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0.05). K =
kontrol induk jantan dan betina tanpa disuntik, dengan perlakuan: induk jantan disuntik dan betina
tidak disuntik (P1), induk jantan tidak disuntik dan betina disuntik (P2), dan induk jantan dan betina
disuntik (P3).
Berdasarkan hasil pada Tabel 5, kinerja reproduksi dari induk ikan sumatra
yang menerima stimulasi ovulasi/pemijahan dari induk ikan sumatra yang sedang
berovulasi/memijah diperoleh jumlah telur rerata yang dikeluarkan setiap ekor
induk betina berovulasi dan ukuran diameter telur yang dihasilkan tidak berbeda
nyata antar perlakuan. Rerata jumlah telur yang dihasilkan tidak berbeda nyata antar
perlakuan yaitu berkisar antara 699 butir hingga 935 butir untuk setiap satu ekor
induk ikan sumatra betina. Diameter telur rerata yang diperoleh berkisar antara 1.04
mm hingga 1.07 mm dan tidak berbeda nyata antar perlakuan.
Dari penelitian tahap awal ini dapat ditunjukkan bahwa rangsangan dari induk
yang sedang berovulasi ataupun sedang memijah mampu merangsang betina
lainnya untuk berovulasi, tetapi belum diketahui apakah sumber rangsangan berasal
dari jantan atau betina yang sedang memijah. Oleh karena itu dilakukan penelitian
lanjutan (tahap 2) untuk mengetahui keterlibatan induk jantan atau induk betina
ikan sumatra yang sedang berovulasi atau spermiasi dalam merangsang pemijahan
ikan betina sumatra.
Penelitian lanjutan (tahap 2) dilakukan untuk mengetahui kemampuan
rangsangan zat feromon yang dilepaskan oleh induk jantan pada tahap spermiasi
atau induk betina ikan sumatra yang sedang berovulasi dalam merangsang
pemijahan ikan betina sumatra. Pengaruh rangsangan stimulasi dari perlakuan yang
diberikan terhadap keberhasilan ovulasi pada induk betina lainnya (penerima) dapat
dilihat pada Tabel 6.
10
Tabel 6 Keberhasilan induksi ikan sumatra jantan dan betina terhadap ikan sumatra
betina penerima.
Perlakuan
Induk yang bertelur/ovulasi
Induk Penginduksi Induk Penerima
Σ induk
betina
Σ induk
jantan
Σ induk
berovulasi
(individu)
%
ovulasi
Σ induk
betina
Σ induk
berovulasi
(individu)
%
ovulasi
K 10 20 9 90 50 19 38
P1 0 30 0 0 50 22 44
P2 0 30 0 0 50 30 60
P3 30 0 1 3.3 50 0 0
P4 30 0 26 86.7 50 1 2
K = kontrol induk jantan dan betina tanpa disuntik, dengan perlakuan: induk jantan tanpa disuntik
(P1), induk jantan disuntik (P2), induk betina tanpa disuntik (P3), dan induk betina disuntik (P4).
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa tidak semua induk betina ikan
sumatra penginduksi pada perlakuan K, P1, P2, P3, dan P4 berovulasi/memijah.
Pada perlakuan K dan P4, induk betina ikan sumatra berhasil berovulasi/memijah
dengan tingkat keberhasilan tinggi yaitu mencapai 90% pada kontrol dan 86.7%
pada perlakuan induk betina yang disuntik (P4). Pada perlakuan induk betina
penginduksi yang disuntik (P3), induk betina yang memijah hanya 3.3%.
Evaluasi terhadap stimulasi pemijahan pada induk betina lainnya dapat
dijelaskan sebagai berikut. Perlakuan K tanpa suntikan hormon pada induk
penginduksi baik jantan maupun betina menghasilkan 38% induk betina lainnya
berovulasi/memijah. Jika yang digunakan adalah induk jantan saja tanpa suntikan
hormon sebagai penginduksi (P1), menghasilkan 44% induk betina memijah.
Selanjutnya jika yang digunakan adalah induk jantan saja dengan suntikan hormon
sebagai penginduksi (P2), maka dihasilkan 60% induk betina memijah. Sementara
itu penyuntikan hormon pada induk betina penginduksi (P4) hanya menghasilkan
2% induk betina lainnya memijah; sedangkan induk betina saja tanpa suntikan
hormon sebagai penginduksi (P3), tidak menghasilkan induk yang memijah.
Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa stimulasi dari induk betina yang sedang
berovulasi/memijah tanpa kehadiran jantan, tidak memberikan stimulasi yang kuat
pada induk betina lainnya untuk berovulasi/memijah. Sebaliknya, induk jantan saja
tanpa kehadiran induk betina, baik disuntik hormon maupun tidak, memberikan
stimulasi yang kuat pada induk betina lainnya untuk berovulasi/memijah.
Selanjutnya, stimulasi terbesar bagi induk betina penerima stimulasi, diperoleh
pada perlakuan induk jantan yang disuntik hormon.
Evaluasi terhadap kinerja reproduksi dari ikan penginduksi disajikan pada
Tabel 7.
11
Tabel 7 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra penginduksi yang berperan sebagai
penginduksi ovulasi/pemijahan ikan sumatra lainnya.
Perlakuan
Parameter
Panjang
(cm)
Bobot
(g)
Jumlah telur
(butir/induk)
Diameter telur
(mm)
K 4.2 ± 0.07a 4.10 ± 0.22a 646 ± 39b 1.09 ± 0.04b
P1 4.0 ± 0.16a 3.95 ± 0.41a 0 ± 0a 0 ± 0a
P2 3.9 ± 0.32a 4.07 ± 0.44a 0 ± 0a 0 ± 0a
P3 4.3 ± 0.19a 4.43 ± 0.50a 700 ± 313a 1.10 ± 0.49a
P4 4.2 ± 0.13a 4.32 ± 0.56a 687 ± 49b 1.11 ± 0.05b
Data ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan baku dari lima ulangan. Huruf superskrip yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0.05). K =
kontrol induk jantan dan betina tanpa disuntik, dengan perlakuan: induk jantan tanpa disuntik (P1),
induk jantan disuntik (P2), induk betina tanpa disuntik (P3), dan induk betina disuntik (P4).
Berdasarkan hasil pada Tabel 7, bobot dan panjang rerata dari induk ikan
sumatra penginduksi, baik yang disuntik maupun tidak, menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata antar perlakuan. Sementara itu, jumlah telur dan diameter telur
rerata yang dihasilkan dari setiap ekor induk ikan sumatra yang berovulasi
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada perlakuan kontrol dan P4, dihasilkan
masing-masing sebanyak 646 butir dan 687 butir; sedangkan perlakuan P3
menghasilkan telur sebanyak 700 butir. Diameter telur terbesar diperoleh pada
perlakuan P4 dan K, masing-masing sebesar 1.11 mm dan 1.09 mm; sedangkan
diameter telur dari perlakuan P3 sebesar 1.10 mm.
Selain itu, dilakukan pula evaluasi terhadap kinerja reproduksi dari ikan
penerima untuk melihat gambaran mengenai pengaruh stimulasi dari ikan
penginduksi (Tabel 8).
Tabel 8 Kinerja reproduksi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah.
Perlakuan
Parameter
Panjang
(cm)
Bobot
(g)
Jumlah telur
(butir/induk)
Diameter telur
(mm)
K 4.34 ± 0.21a 4.49 ± 0.56a 762 ± 101.28b 1.07 ± 0.03b
P1 4.38 ± 0.13a 4.37 ± 0.38a 768 ± 43.66b 1.06 ± 0.03b
P2 4.28 ± 0.24a 4.33 ± 0.09a 747 ± 14.13c 1.02 ± 0.05b
P3 4.36 ± 0.11a 4.26 ± 0.07a 0 ± 0a 0 ± 0a
P4 4.34 ± 0.09a 4.22 ± 0.13a 689 ± 308.13a 1.06 ± 0.47a
Data ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpangan baku dari lima ulangan. Huruf superskrip yang
berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0.05). K =
kontrol induk jantan dan betina tanpa disuntik, dengan perlakuan: induk jantan tanpa disuntik (P1),
induk jantan disuntik (P2), induk betina tanpa disuntik (P3), dan induk betina disuntik (P4).
12
Berdasarkan hasil pada Tabel 8, kinerja reproduksi dari induk ikan sumatra
yang menerima stimulasi dari induk ikan sumatra jantan yang sedang spermiasi dan
atau betina yang berovulasi, menunjukkan jumlah telur rerata dan ukuran diameter
telur yang dihasilkan dari setiap ekor induk betina berovulasi adalah berbeda nyata
antar perlakuan. Jumlah telur rerata terbanyak ada pada perlakuan P1 (768 butir)
untuk setiap satu ekor induk ikan sumatra betina. Pada perlakuan kontrol dan P2,
dihasilkan masing-masing sebanyak 762 butir dan 747 butir; sedangkan perlakuan
P4 hanya menghasilkan telur sebanyak 689 butir, dan P3 tidak ada telur yang
dihasilkan oleh induk betina ikan sumatra. Nilai rerata diameter telur berkisar antara
1.02 mm hingga 1.07 mm. Diameter telur terbesar diperoleh pada perlakuan K, P1
dan P4, masing-masing sebesar 1.07 mm dan 1.06 mm; sedangkan diameter telur
dari perlakuan P2 memiliki rerata diameter 1.02 mm. Sementara itu, bobot dan
panjang rerata dari induk ikan sumatra penerima, menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata antar perlakuan.
Dari hasil diatas, dapat dilihat bahwa stimulasi dari adanya induk jantan yang
sedang berada pada tahap spermiasi tanpa kehadiran induk betina, baik disuntik
hormon maupun tidak, mampu meningkatkan jumlah betina berovulasi sehingga
jumlah telur dan ukuran diameter telur yang dihasilkan juga meningkat. Stimulasi
dari induk betina yang sedang berovulasi tanpa kehadiran jantan, tidak memberikan
stimulasi yang kuat pada induk betina lainnya untuk berovulasi dan menghasilkan
telur. Jumlah telur terbanyak yang dihasilkan dari induk betina penerima stimulasi,
diperoleh pada perlakuan induk jantan yang disuntik hormon, sedangkan ukuran
diameter telur terbesar ada pada kontrol yang distimulasi dari induk jantan dan
betina yang sedang berovulasi/memijah tanpa disuntik.
Berdasarkan pengamatan waktu ovulasi induk ikan sumatra yang menerima
stimulasi ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah,
data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa respon keberhasilan dari stimulasi induk
ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah ternyata berbeda antar perlakuan.
Respon dari induk ikan sumatra (penginduksi) pascapenyuntikan (waktu suntik
pukul 17.00 WIB), mulai terlihat dengan adanya telur pada substrat pada 12 jam
hingga 13 jam yaitu pada pukul 05.20 WIB hingga pukul 06.30 WIB (P1),
sedangkan respon dari stimulasi induk ikan sumatra yang sedang
berovulasi/memijah ke induk ikan sumatra penerima induksi dari perlakuan P1,
mulai terlihat ditandai dengan adanya telur pada substrat pada 13 jam hingga 15
jam yaitu pada pukul 06.40 WIB hingga pukul 08.50 WIB. Selain itu, tidak berbeda
jauh dengan perlakuan P1, respon dari induk ikan sumatra (penginduksi)
pascapenyuntikan pada perlakuan P3, mulai terlihat dengan adanya telur pada
substrat pada 12 jam hingga 13 jam yaitu pada pukul 05.30 WIB hingga pukul 06.00
WIB (P1), sedangkan respon dari stimulasi induk ikan sumatra yang sedang
berovulasi/memijah ke induk ikan sumatra penerima induksi dari perlakuan P3,
mulai terlihat ditandai dengan adanya telur pada substrat pada 13 jam hingga 14
jam yaitu pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 06.20 WIB. Selanjutnya, respon dari
induk ikan sumatra (penginduksi) pada perlakuan control, mulai terlihat pada 13
jam hingga 14 jam yaitu pada pukul 05.50 WIB hingga pukul 07.30 WIB, namun
respon dari stimulasi induk ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah ke induk
ikan sumatra penerima induksi dari perlakuan kontrol tidak terlihat adanya telur
pada substrat sehingga pada 18 jam yaitu pada pukul 11.00 WIB dilakukan stripping.
Pada perlakuan P2, respon dari induk ikan sumatra (penginduksi) pascapenyuntikan
13
mulai terlihat dengan adanya telur pada substrat pada 13 jam hingga 15 jam yaitu
pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 07.40 WIB (P1), sedangkan respon dari
stimulasi induk ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah ke induk ikan
sumatra penerima induksi dari perlakuan P2, tidak terlihat adanya telur pada
substrat sehingga pada 18 jam yaitu pada pukul 11.00 WIB dilakukan stripping.
Respon tercepat dari pengaruh stimulasi induk ikan sumatra yang sedang
berovulasi/memijah ke induk ikan sumatra penerima induksi terdapat pada
perlakuan induk ikan sumatra yang distimulasi oleh jantan dan betina yang disuntik
ovaprim (P3), yaitu berkisar antara 30 menit hingga 1 jam. Selanjutnya, respon dari
induk ikan sumatra yang distimulasi oleh jantan yang disuntik ovaprim dan betina
tanpa disuntik (P1), berkisar antara 2 jam hingga 3 jam. Selain itu, respon dari induk
ikan sumatra yang distimulasi oleh jantan tanpa disuntik dan betina disuntik (P2),
berkisar antara 3 jam hingga 5 jam. Respon dari induk ikan sumatra yang
distimulasi oleh jantan dan betina tanpa disuntik ovaprim (kontrol), terlihat pada 3
jam 30 menit hingga 5 jam.
Tabel 9 Waktu ovulasi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah.
Perlakuan Waktu ovulasi (jam)
Penginduksi Penerima induksi Respon induksi
K (√) 05.50 – 07.30 WIB
(13 – 14.5 jam) (—)
11.00 WIB
(18 jam) 3.5 – 5 jam
P1 (√) 05.20 – 06.30 WIB
(12 – 13.5 jam) (√)
06.40 – 08.50 WIB
(13 – 15 jam) 2 – 3 jam
P2 (√) 06.00 – 07.40 WIB
(13 – 15 jam) (—)
11.00 WIB
(18 jam) 3 – 5 jam
P3 (√) 05.30 – 06.00 WIB
(12.5 – 13 jam) (√)
06.00 – 06.20 WIB
(13 – 14 jam) 0.5 – 1 jam
Keterangan:
(√) = induk bertelur
(—) = tidak ada induk yang bertelur
Waktu ovulasi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah, pada Tabel
10 menunjukkan bahwa respon keberhasilan dari stimulasi induk ikan sumatra yang
sedang berovulasi/memijah ternyata berbeda antar perlakuan. Respon dari induk
ikan sumatra pada perlakuan kontrol, mulai terlihat dengan adanya telur pada
substrat pada 13 jam hingga 14 jam yaitu pada pukul 05.50 WIB hingga pukul 07.50
WIB, sedangkan respon dari stimulasi induk ikan sumatra yang sedang
berovulasi/memijah ke induk ikan sumatra penerima induksi dari perlakuan kontrol,
mulai terlihat ditandai dengan adanya telur pada substrat pada 16 jam hingga 18
jam yaitu pada pukul 08.50 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Selanjutnya, respon dari
induk ikan sumatra (penginduksi) pascapenyuntikan pada perlakuan P4, mulai
terlihat dengan adanya telur pada substrat pada 14 jam yaitu pada pukul 07.30 WIB,
namun respon dari stimulasi induk ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah
ke induk ikan sumatra penerima induksi dari perlakuan P4, tidak terlihat adanya
14
telur pada substrat sehingga pada 18 jam yaitu pada pukul 11.00 WIB dilakukan
stripping. Pada perlakuan P3, dilakukan stripping terhadap induk ikan sumatra
penginduksi maupun penerima induksi pada 18 jam, yaitu pada pukul 11.00 WIB
karena tidak terlihat respon adanya ovulasi atau pengeluaran telur oleh induk ikan
sumatra betina. Selanjutnya pada perlakuan P1 dan P2, tidak terlihat respon adanya
ovulasi atau pengeluaran telur oleh induk ikan sumatra betina penerima induksi
sehingga dilakukan stripping pada 18 jam, yaitu pada pukul 11.00 WIB. Respon
tercepat dari pengaruh stimulasi induk ikan sumatra yang sedang
berovulasi/memijah ke induk ikan sumatra penerima induksi terdapat pada
perlakuan induk ikan sumatra yang distimulasi oleh jantan dan betina tanpa disuntik
ovaprim (K), yaitu berkisar antara 3 jam hingga 5 jam. Selanjutnya, respon dari
induk ikan sumatra yang distimulasi oleh betina yang disuntik ovaprim (P4), waktu
berovulasi hingga 4 jam. Selain itu, respon dari induk ikan sumatra yang distimulasi
oleh jantan tanpa disuntik (P1) maupun stimulasi dari jantan yang disuntik (P2),
waktu berovulasi mencapai 18 jam.
Tabel 10 Waktu ovulasi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah.
Perlakuan Waktu ovulasi (jam)
Penginduksi Penerima induksi Respon induksi
K (√) 05.50 – 07.50 WIB
(13 – 14 jam) (√)
08.50 – 11.00 WIB
(16 – 18 jam) 3 – 5 jam
P1 (—)
(—) 11.00 WIB
(18 jam) 18 jam
P2 (—)
(—) 11.00 WIB
(18 jam) 18 jam
P3 (—) 11.00 WIB
(18 jam) (—)
11.00 WIB
(18 jam) 18 jam
P4 (√) 07.30 WIB
(14.5 jam) (—)
11.00 WIB
(18 jam) 4 jam
Keterangan:
(√) = induk bertelur
(—) = tidak ada induk yang bertelur
Data kualitas air pada Tabel 11 menunjukkan bahwa media pemeliharaan dan
pemijahan induk ikan sumatra selama percobaan berada dalam kisaran optimal,
dengan pH berkisar antara 6.6 – 6.9, dan suhu berkisar antara 26 – 27C.
Tabel 11 Hasil pengamatan kualitas air parameter suhu, pH, dan kelarutan oksigen
Parameter Satuan Kisaran Verhoef-Verhallen (2000)
Suhu ◦C 26 – 27 25 - 28
pH - 6.6 – 6.9 6 - 8
15
Pembahasan
Pengaruh rangsangan berupa induk yang sedang memijah terhadap
keberhasilan ovulasi pada induk betina lainnya dapat dilihat pada Tabel 3 (tahap 1)
dan Tabel 6 (tahap 2). Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan bahwa stimulasi dari
adanya pemijahan induk ikan sumatra, dapat merangsang betina lainnya untuk
berovulasi dengan persentase keberhasilan sebesar 76.7%. Hal ini berbeda dengan
persentase induk betina yang berovulasi pada tahap 2 yaitu sebesar 60% (P2). Hal
ini diduga karena pada metode pemijahan tahap 2 digunakan dua lapis spawning
trap untuk menghindari kontak fisik antara induk ikan yang disuntik dengan induk
ikan betina di luar spawning trap, sehingga kemungkinan terjadinya pemijahan
lebih rendah. Hasil penelitian tahap 1 ini tidak berbeda nyata antar perlakuan,
diduga karena ikan uji yang diberi perlakuan sebagai rangsangan pemijahan mampu
berkontak langsung merangsang betina lainnya untuk berovulasi dan semuanya
melibatkan induk jantan. Hal ini menunjukkan bahwa zat feromon yang dilepaskan
oleh induk ikan sumatra apakah jantan atau betina diterima dan dimanfaatkan
sehingga terjadi umpan balik untuk melakukan ovulasi/pemijahan. Secara teknis
pada ikan siprinid yang memijah massal, ikan yang memijah dapat merangsang ikan
lainnya di sekitarnya untuk ikut memijah (Zairin et al. 2005).
Pada penelitian tahap 2, induk betina ikan sumatra yang distimulasi oleh
induk jantan yang disuntik ovaprim (P2), menghasilkan persentase ovulasi tertinggi
mencapai 60 %, sedangkan stimulasi dari induk betina yang disuntik maupun tidak
disuntik (P3 dan P4) tidak berpengaruh terhadap keberhasilan ovulasi induk betina
ikan sumatra lainnya. Stimulasi induk jantan yang tidak disuntik (P1) terhadap
induk betina ikan sumatra menghasilkan persentase betina berovulasi yang lebih
besar daripada perlakuan kontrol, tetapi masih mampu merangsang induk betina
lainnya berovulasi/memijah.
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 6 dapat dilihat bahwa ikan yang berada di luar
spawning trap yang distimulasi oleh masing-masing perlakuan tidak semua berhasil
berovulasi. Stimulasi rangsangan dari induk jantan ikan sumatra yang disuntik
hormon, memiliki nilai persentase yang lebih besar dibandingkan dengan nilai
persentase stimulasi induk jantan ikan sumatra tanpa disuntik dalam merangsang
induk betina ikan sumatra untuk berovulasi. Sementara itu, stimulasi rangsangan
dari induk betina ikan sumatra yang disuntik hormon maupun tidak, tidak
berpengaruh dalam merangsang induk betina ikan sumatra lainnya untuk
berovulasi.
Ikan sumatra jantan yang matang gonad menstimulasi ikan sumatra betina
untuk berovulasi. Adanya stimulasi atau rangsangan dari jantan yang melepaskan
sinyal kimia dan diterima oleh individu betina ikan sumatra diluar spawning trap
kemudian dimanfaatkan sehingga individu betina berovulasi. Setelah proses ovulasi
kemudian terjadi tingkah laku seksual antara jantan dan betina untuk melakukan
pemijahan. Mekanisme induksi pemijahan dengan stimulasi dari individu jantan
ikan sumatra terhadap individu betina ikan sumatra dapat dilihat pada Gambar 5.
16
Keterangan:
= proses jantan menstimulasi betina
= proses menuju pemijahan
Gambar 5 Mekanisme hormon seks pada ikan sumatra jantan yang menstimulasi
ikan sumatra betina (Puntius tetrazona). Gambar dimodifikasi dari
Sorensen & Stacey (1999).
Ikan sumatra jantan yang matang gonad mestimulasi ikan sumatra betina
untuk berovulasi. Adanya stimulasi atau rangsangan dari jantan yang melepaskan
sinyal kimia dan diterima oleh individu betina ikan sumatra kemudian
dimanfaatkan sehingga individu betina berovulasi. Setelah proses ovulasi kemudian
terjadi tingkah laku seksual antara jantan dan betina untuk melakukan pemijahan.
Individu jantan matang gonad yang siap pijah melepaskan Luteinizing
Hormone (LH) yang berperan dalam memicu kematangan oosit dan ovulasi. LH
yang disekresikan akan sampai ke gonad melalui peredaran darah kemudian
merangsang lapisan teka untuk mensekresikan hormon 17α-hidroksi-progesteron.
Setelah itu diubah menjadi Maturation Inducing Steroid (MIS) oleh enzim 20β-
dihidroksi steroid dehydrogenase yang kemudian diubah menjadi 17α,20β-
dihydroxy-4-pregnen-3-one (17α,20β-P) dengan bantuan enzim 20β-
hydroxysteroid dehydrogenase (20β-HSD) dan mendorong produksi peningkatan
Milt (sperma dan cairan mani) untuk dilepaskan ke dalam air.
Hormon seks termasuk feromon yang telah dilepaskan oleh individu jantan
ke dalam air melalui urin atau saat spermiasi, kemudian diterima oleh ikan betina
dan dimanfaatkan sehingga merangsang betina untuk mensekresikan LH.
Selanjutnya LH akan sampai ke gonad melalui peredaran darah kemudian
merangsang lapisan teka untuk mensekresikan hormon 17α-hidroksi progesteron
dan diubah menjadi MIS oleh enzim 20β-dihidroksi steroid dehydrogenase. Setelah
17
itu, berubah menjadi 17α,20β-dihydroxy-4-pregnen-3-one (17α,20β-P) dengan
bantuan enzim 20β-hydroxysteroid dehydrogenase (20β-HSD) yang akan
merangsang proses peleburan inti dan pecahnya lapisan folikel sehingga telur
keluar menuju rongga ovari atau terjadi ovulasi. Menurut Zairin (2003), steroid
pemicu pematangan akan merangsang pembentukan Maturation Promoting Factor
(MPF) yang akan mendorong inti telur ke pinggir dekat dengan mikrofil kemudian
melebur. Setelah inti melebur (Germinal Vesicle Break Down, GVBD), lapisan
folikel akan pecah dan telur akan dikeluarkan menuju rongga ovari atau dikenal
dengan istilah ovulasi. Pada ovulasi esok harinya, telur dalam saluran reproduksi
merangsang produksi prostaglandin (PGFs) yang bertindak sebagai hormon untuk
merangsang perilaku seksual betina. Metabolit PGFs lepas dan fungsi sebagai
feromon releaser dari individu betina merangsang perilaku seksual individu jantan
(Dulka 1993).
Tingginya persentase keberhasilan ovulasi terhadap induk betina yang
distimulasi oleh jantan menandakan bahwa stimulasi pemijahan dengan teknik
sistem induksi pada ikan sumatra ada pada jantan. Pada Tabel 6 dapat diketahui
bahwa perlakuan induk jantan yang disuntik ovaprim dapat merangsang ovulasi
dengan tingkat keberhasilan paling tinggi mencapai 60 %. Sementara itu, perlakuan
jantan yang tidak disuntik ovaprim tanpa kehadiran betina maupun perlakuan
kontrol memiliki nilai persentase lebih rendah dalam menstimulasi induk betina
ikan sumatra lainnya untuk berovulasi. Sebaliknya, stimulasi rangsangan dari induk
betina ikan sumatra yang disuntik hormon maupun tidak, tidak berpengaruh dalam
merangsang induk betina ikan sumatra lainnya untuk berovulasi.
Hal ini membuktikan bahwa induk ikan sumatra jantan dapat merangsang
induk betina sumatra lainnya untuk berovulasi melalui semacam zat feromon.
Induksi hormon ovaprim diduga membantu memicu ikan sumatra jantan untuk
melepaskan hormon seksnya. Induk jantan ikan sumatra yang disuntik ovaprim
maupun tidak, dapat menstimulasi individu ikan sumatra betina untuk berovulasi.
Kehadiran lawan jenis menjadi pemicu ovulasi dan atau pemijahan karena adanya
pelepasan feromon yaitu sesaat sebelum dan selama pemijahan (Zairin et al. 2005).
Selain merangsang, feromon yang dilepaskan akan membantu proses pemijahan
yang seragam (bersamaan) sehingga proses pemijahan maksimum, selain itu juga
meningkatkan kemungkinan pembuahan dan waktu kematangan telur.
Pada ikan sumatra betina yang disuntik maupun tidak disuntik ovaprim,
suntikan tidak dapat mempengaruhi atau memicu ikan sumatra betina lainnya untuk
berovulasi, sehingga tidak dapat menjadi stimulan terhadap ikan betina lainnya
untuk berovulasi. Berbeda dengan hasil pengamatan yang dilakukan Sorensen dan
Stacey (1999), stimulasi pemijahan pada ikan mas koki Carassius auratus ada pada
betina. Ikan mas koki betina yang matang gonad atau siap pijah melepaskan
feromon seks ke dalam air kemudian diterima dan dimanfaatkan oleh individu
jantan ikan mas koki lalu individu jantan memberikan respons dengan melepaskan
feromon seks untuk kemudian diterima dan dimanfaatkan oleh individu betina yang
kemudian individu betina tersebut berovulasi lalu terjadi perilaku seksual antara
jantan dan betina untuk melakukan pemijahan. Pengamatan mengungkapkan bahwa
ikan mas jantan sangat sensitif (dengan batas picomolar) terhadap hormon steroid
dan prostaglandin serta metabolitnya yang dilepaskan ke dalam air oleh betina.
Pada penelitian ini, meskipun ikan sumatra dan ikan mas koki termasuk famili
siprinidae dan hidup bergerombol (schooling) serta berkembang biak secara massal
18
yang biasanya memijah mengandalkan zat feromon sebagai perangsang untuk
memijah, namun stimulasi untuk pemijahannya berbeda. Feromon seks dihasilkan
dari individu yang matang seksual. Zat feromon dilepaskan dari suatu individu yang
sudah matang seksual kemudian diterima dan dimanfaatkan oleh individu resipien
kemudian terjadi perilaku seksual antar kedua individu lalu terjadi pemijahan.
Berdasarkan pengamatan di lapang, dalam satu populasi ikan sumatra jantan
yang sudah matang seksual akan bergerombol saling mengejar dan sangat agresif.
Namun apabila salah satu ikan tersebut sudah mengetahui bahwa ikan yang
dikejarnya itu adalah jantan, maka ikan tersebut berhenti mengejar. Untuk itu
diperlukan ikan betina yang matang seksual juga sebagai respon dan umpan balik
untuk terjadinya pemijahan. Hal ini juga membuktikan dan memperkuat dugaan
bahwa pada ikan sumatra, stimulasi pemijahan diawali pada induk jantan ikan
sumatra. Hormon-hormon gonad pada gilirannya akan memberikan umpan balik
untuk mengatur aktivitas hipotalamus ataupun hipofisis sehingga siklus reproduksi
dapat berlangsung (Peter dan Yu 1997).
Pada penelitian ini, tidak semua ikan sumatra berovulasi diduga karena
stimulasi dari jantan belum cukup kuat sehingga induk betina ikan sumatra tidak
bisa mencapai tingkat akhir kematangan telur dan berovulasi. Hal ini menimbulkan
kegagalan pada induk ikan sumatra dalam mengalami masa birahi akibat
kekurangan rangsangan yang tepat (Liley dan Stacey 1983). Selain itu, penyebab
lainnya adalah kondisi induk ikan sumatra yang belum cukup matang gonad
meskipun didukung oleh faktor eksternal yang cukup. Faktor eksternal berupa
lingkungan seperti faktor fisika (cahaya, suhu, arus), faktor kimia (pH, kelarutan
oksigen, feromon) dan faktor biologis (lawan jenis). Pada penelitian ini ovaprim
menstimulasi secara internal sedangkan zat feromon yang dihasilkan dari masing-
masing perlakuan dapat menstimulasi secara eksternal terhadap induk betina ikan
sumatra lainnya yang tidak disuntik hormon.
Kuatnya stimulasi dari individu jantan ikan sumatra yang menginduksi
individu betina ikan sumatra lainnya, menjadi tolok ukur dari kualitas suatu induk
betina untuk menghasilkan jumlah telur dengan ukuran diameter telur berkualitas
baik. Nilai jumlah telur dari induk sumatra betina yang terdapat pada Tabel 8
diperoleh rata-rata berkisar antara 14 hingga 449 butir per induk. Berdasarkan data
jumlah telur yang diperoleh dari hasil penelitian ini tampak bahwa jumlah telur
yang dihasilkan dari induk ikan sumatra berbeda antar perlakuan, yaitu pada
perlakuan P3 dan P4. Hal ini disebabkan karena tidak ada induk betina ikan sumatra
yang berovulasi sehingga jumlah telur yang dihasilkan pada perlakuan tersebut
berbeda dengan perlakuan P1, P2, dan K (Tabel 8). Jumlah telur terbanyak ada pada
perlakuan P2, karena jumlah betina berovulasi lebih banyak sehingga hasil rerata
jumlah telurnya menjadi lebih banyak. Menurut Sakurai et al. (1992), ikan sumatra
dapat menghasilkan jumlah telur berkisar antara 300 hingga 1.000 butir per induk.
Induk-induk ikan sumatra yang diuji pada perlakuan ini memiliki bobot dan ukuran
rerata yang hampir seragam karena induk-induk yang digunakan berasal dari stok
populasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu agar sama sehingga telur yang
dihasilkan setiap induk tidak berbeda nyata antar perlakuan P1, P2, dan K.
Ukuran diameter telur ikan sumatra dari hasil penelitian menunjukkan nilai
rerata berkisar antara 1.02 mm hingga 1.07 mm. Berdasarkan data diameter telur
yang diperoleh dari hasil penelitian ini tampak bahwa ukuran diameter telur yang
dihasilkan dari induk ikan sumatra berbeda antar perlakuan, yaitu pada perlakuan
19
P3 dan P4. Hal ini disebabkan karena jumlah betina yang berovulasi pada perlakuan
P3 dan P4 tidak ada sehingga rerata diameter telur yang dihasilkan pada perlakuan
tersebut berbeda dengan perlakuan P1, P2, dan K (Tabel 8). Ukuran diameter telur
terbesar ada pada kontrol, karena diduga dengan adanya induk jantan dan betina
dalam satu wadah menyebabkan ikan betina terstimulasi langsung oleh jantan yang
dapat mendorong proses pematangan dan perkembangan telur di dalam ovari
sehingga dapat menghasilkan diameter telur yang lebih besar.
Waktu ovulasi induk ikan sumatra yang menerima stimulasi
ovulasi/pemijahan dari ikan sumatra yang sedang berovulasi/memijah disajikan
pada Tabel 9 dan Tabel 10. Pengaruh induksi dari induk jantan ikan sumatra yang
disuntik ovaprim dapat mempercepat waktu ovulasi pada induk betina penerima
induksi. Hal ini diduga karena dengan adanya suntikan ovaprim yang diberikan
dengan dosis yang sesuai, dapat mempercepat waktu ovulasi maupun spermiasi
pada induk ikan sumatra penginduksi, sehingga lebih cepat mempengaruhi dan
menginduksi induk ikan sumatra penerima induksi untuk lebih cepat berovulasi.
Selain itu, adanya peranan induk jantan ikan sumatra dalam menstimulasi induk
ikan sumatra betina, menunjukkan bahwa induk ikan sumatra penerima induksi
dapat berovulasi meskipun tidak terjadi pengeluaran produk seks (telur pada
substrat). Hal ini membuktikan bahwa pengeluaran feromon pada jantan saat
spermiasi dapat merangsang betina penerima untuk berovulasi (Zairin et al. 2005).
Nilai kualitas air selama percobaan induksi pemijahan pada ikan sumatra
disajikan pada Tabel 11. Kualitas air media pemijahan pada masing-masing
perlakuan dan kontrol relatif sama dan berada pada kisaran normal. Adanya induk
ikan sumatra yang bertelur menandakan kualitas air pada proses pemijahan dalam
kisaran yang sesuai dan tidak bermasalah. Kondisi lingkungan yang baik untuk ikan
sumatra di alamnya pada perairan tropis adalah pH 6-8, DO ≥ 5 dan temperatur 24-
28oC, dan pemijahan ikan sumatra berlangsung secara optimal pada suhu 28 oC
(Verhoef-Verhallen 2000).
KESIMPULAN
Ikan sumatra Puntius tetrazona dapat dirangsang memijah oleh jantan yang
sedang mengalami spermiasi atau betina yang sedang berovulasi. Namun induksi
yang terkuat didapatkan berasal dari jantan yang sedang mengalami spermiasi.
DAFTAR PUSTAKA
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Ikan hias primadona baru ekspor
Indonesia. Tersedia pada: http://budidaya-ikan.com/ikan-hias-primadona-
baru-ekspor-indonesia/. [Januari 2014]
Chung Davidson, YW., Huertas M., and Li W. 2011. A review of research in fish
pheromones. Department of Fisheries and Wildlife, Michigan State
University. USA.
20
Coward K dan Bromage NR. 2000. Reproductive physiology of female tilapia
broodstok. Reviews in Fish Biology and Fisheries. 10:1-25.
Dulka JG. 1993. Sex pheromone systems in goldfish: comparisons to vomeronasal
systems in tetrapods. Department of Anatomy and Neurobiology, University
of Ottawa, Canada. Review. 42(4-5):265-80.
Liley, NR. and NE. Stacey. 1983. Hormones, pheromones, and reproductive
behavior. P:1-62. In: W.S. Hoar and D.J. Randall, (Eds.). Fish Physiology.
Vol IXB. Academic Press. London.
Novianto, Eko. 2004. Evaluasi penyuntikan ovaprim-c dengan dosis yang berbeda
kepada ikan Sumatra Puntius tetrazona. Skripsi. Departemen Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Peter, RE. and KL. Yu. 1997. Neuroendocrine regulation of ovulation in fishes:
basic and applied aspects. Reviews in Fish Biology and Fisheries. 7:173-197.
Rottmann, RW., JV. Shireman, and FA. Chapman. 1991. Hormonal Control of
Reproduction in Fish for Induced Spawning. The Southern Regional
Aquaculture Center through Grant No. 89-38500-4516. United States
Department of Agriculture. Institute of Food and Agricultural Services,
University of Florida. Southern Regional Aquaculture Center (SRAC)
Publication No. 424.
Sakurai, A., Sakamoto Y., dan Mori F. 1992. Aquarium fish in the world (English
translation). Chronicle Books, San Fransisco, California. 298p.
Sorensen PW., Stacey NE. 1999. Evolution and specialization of fish hormonal
pheromones. In: Johnston RE, Muller-Schwarze D, Sorensen PW (eds)
Advances in chemical signals in vertebrates. Kluwer/Plenum, New York, pp
14-47.
Stacey, NE. 2003. Hormones, pheromones and reproductive behavior. Fish Physiol
Biochem 28:229-235.
Verhoef-Verhallen, EJJ. 2000. The complete encyclopedia of tropical fish. Grange
Books PLC, United Kingdom. 255p.
Wyatt, TD. 2003. Pheromones and animal behaviour: communication by smell and
taste. University of Cambridge. Cambridge University Press. United
Kingdom.
Zairin, M. Jr. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan
Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi dan Endokrinologi
Hewan Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
70p.
Zairin, MJ., Sari RK., dan Raswin M. 2005. Pemijahan ikan tawes dengan sistem
imbas menggunakan ikan mas sebagai pemicu. Jurnal Akuakultur Indonesia,
4: 103–108.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Skema rancangan penelitian pendahuluan
Keterangan:
K (Kontrol) = induk tidak diinduksi
P1 (Perlakuan 1) = induk jantan diinduksi
P2 (Perlakuan 2) = induk betina diinduksi
P3 (Perlakuan 3) = induk jantan dan betina
diinduksi
= ikan yang diinduksi
= ikan yang tidak diinduksi
Skema perlakuan penelitian Tahap 1
2 ekor
10 ekor
4 ekor
K
4 ekor
10 ekor
P2
2 ekor
P1
10 ekor
2 ekor
4 ekor
P3
10 ekor
4 ekor
2 ekor
21
Lampiran 2 Skema rancangan penelitian utama
Keterangan:
K (Kontrol) = induk jantan dan betina tidak
diinduksi
P1 (Perlakuan 1) = induk betina tidak diinduksi
P2 (Perlakuan 2) = induk betina diinduksi
P3 (Perlakuan 3) = induk jantan tidak diinduksi
P4 (Perlakuan 4) = induk jantan diinduksi
= ikan yang diinduksi
= ikan yang tidak diinduksi
Skema perlakuan penelitian Tahap 2
2 ekor
P1 P2
P4 P3
10 ekor
6 ekor
10 ekor
6 ekor
10 ekor
6 ekor
10 ekor
6 ekor
10 ekor
4 ekor
K
22
Lampiran 3 Hasil analisa statistik tahap 1 (individu penerima)
Descriptives
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum
Maximum
Lower Bound Upper Bound
Panjang K 3 4.467 .1528 .0882 4.087 4.846 4.3 4.6
P1 3 4.467 .0577 .0333 4.323 4.610 4.4 4.5
P2 3 4.367 .1528 .0882 3.987 4.746 4.2 4.5
P3 3 4.367 .0577 .0333 4.223 4.510 4.3 4.4
Total 12 4.417 .1115 .0322 4.346 4.487 4.2 4.6
Bobot K 3 4.5567 .63438 .36626 2.9808 6.1325 3.83 5.00
P1 3 4.4700 .53507 .30892 3.1408 5.7992 3.93 5.00
P2 3 4.5767 .56536 .32641 3.1722 5.9811 3.94 5.02
P3 3 4.1667 .05132 .02963 4.0392 4.2941 4.11 4.21
Total 12 4.4425 .46178 .13330 4.1491 4.7359 3.83 5.02
Ovulasi K 3 73.33 5.774 3.333 58.99 87.68 70 80
P1 3 76.67 15.275 8.819 38.72 114.61 60 90
P2 3 73.33 15.275 8.819 35.39 111.28 60 90
P3 3 76.67 5.774 3.333 62.32 91.01 70 80
Total 12 75.00 10.000 2.887 68.65 81.35 60 90
Fekunditas K 3 845.00 57.888 33.422 701.20 988.80 780 891
P1 3 935.33 143.253 82.707 579.47 1291.19 828 1098
P2 3 841.67 157.646 91.017 450.05 1233.28 665 968
P3 3 869.00 146.687 84.690 504.61 1233.39 702 977
Total 12 872.75 119.653 34.541 796.73 948.77 665 1098
23
Diameter Telur K 3 1.0567 .02887 .01667 .9850 1.1284 1.04 1. 09
P1 3 1.0600 .02646 .01528 .9943 1.1257 1.03 1.08
P2 3 1.0667 .02082 .01202 1.0150 1.1184 1.05 1.09
P3 3 1.0367 .05132 .02963 .9092 1.1641 .98 1.08
Total 12 1.0550 .03119 .00900 1.0352 1.0748 .98 1.09
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Panjang 1.714 3 8 .241
Bobot 2.477 3 8 .136
Ovulasi 1.714 3 8 .241
Fekunditas 1.400 3 8 .312
Diameter Telur 1.484 3 8 .291
24
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Panjang Between Groups (Combined) .030 3 .010 .750 .552
Linear Term Contrast .024 1 .024 1.800 .217
Deviation .006 2 .003 .225 .803
Within Groups .107 8 .013
Total .137 11
Bobot Between Groups (Combined) .324 3 .108 .427 .739
Linear Term Contrast .170 1 .170 .671 .436
Deviation .154 2 .077 .305 .746
Within Groups 2.022 8 .253
Total 2.346 11
Ovulasi Between Groups (Combined) 33.333 3 11.111 .083 .967
Linear Term Contrast 6.667 1 6.667 .050 .829
Deviation 26.667 2 13.333 .100 .906
Within Groups 1066.667 8 133.333
Total 1100.000 11
Fekunditas Between Groups (Combined) 17000.917 3 5666.972 .323 .809
Linear Term Contrast 70.417 1 70.417 .004 .951
Deviation 16930.500 2 8465.250 .482 .634
Within Groups 140483.333 8 17560.417
Total 157484.250 11
Diameter Telur Between Groups (Combined) .002 3 .001 .435 .734
Linear Term Contrast .000 1 .000 .371 .559
Deviation .001 2 .001 .467 .643
Within Groups .009 8 .001
Total .011 11
25
Ovulasi
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1
K 3 73.33
P2 3 73.33
P1 3 76.67
P3 3 76.67
Sig. .747
Fekunditas
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1
P2 3 841.67
K 3 845.00
P3 3 869.00
P1 3 935.33
Sig. .438
Diameter Telur
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1
P3 3 1.0367
K 3 1.0567
P1 3 1.0600
P2 3 1.0667
Sig. .337
24 26
Lampiran 4 Hasil analisa statistik tahap 2 (individu penerima)
Descriptives
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
Ovulasi K 5 38.00 8.367 3.742 27.61 48.39 30 50
P1 5 44.00 5.477 2.449 37.20 50.80 40 50
P2 5 60.00 7.071 3.162 51.22 68.78 50 70
P3 5 .00 .000 .000 .00 .00 0 0
P4 5 2.00 4.472 2.000 -3.55 7.55 0 10
Total 25 28.80 24.886 4.977 18.53 39.07 0 70
Fekunditas K 5 291.60 82.191 36.757 189.55 393.65 204 391
P1 5 338.20 45.828 20.495 281.30 395.10 286 390
P2 5 448.40 56.087 25.083 378.76 518.04 374 531
P3 5 .00 .000 .000 .00 .00 0 0
P4 5 13.80 30.858 13.800 -24.51 52.11 0 69
Total 25 218.40 189.590 37.918 140.14 296.66 0 531
Diameter Telur K 5 1.0680 .03421 .01530 1.0255 1.1105 1.03 1.12
P1 5 1.0560 .02608 .01166 1.0236 1.0884 1.03 1.09
P2 5 1.0200 .04637 .02074 .9624 1.0776 .98 1.09
P3 5 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00
P4 5 .2120 .47405 .21200 -.3766 .8006 .00 1.06
Total 25 .6712 .51469 .10294 .4587 .8837 .00 1.12
27
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Ovulasi 2.462 4 20 .078
Fekunditas 5.170 4 20 .005
Diameter Telur 6.248 4 20 .002
Ovulasi
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
P3 5 .00
P4 5 2.00
K 5 38.00
P1 5 44.00
P2 5 60.00
Fekunditas
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
P3 5 .00
P4 5 13.80
K 5 291.60
P1 5 338.20
P2 5 448.40
28
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Ovulasi Between Groups (Combined) 14184.000 4 3546.000 104.294 .000
Linear Term Contrast 6728.000 1 6728.000 197.882 .000
Deviation 7456.000 3 2485.333 73.098 .000
Within Groups 680.000 20 34.000
Total 14864.000 24
Fekunditas Between Groups (Combined) 810850.000 4 202712.500 78.246 .000
Linear Term Contrast 399439.220 1 399439.220 154.182 .000
Deviation 411410.780 3 137136.927 52.934 .000
Within Groups 51814.000 20 2590.700
Total 862664.000 24
Diameter Telur Between Groups (Combined) 5.443 4 1.361 29.746 .000
Linear Term Contrast 3.831 1 3.831 83.747 .000
Deviation 1.612 3 .537 11.746 .000
Within Groups .915 20 .046
Total 6.358 24
29
31
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bekasi pada tanggal 21 Mei 1993 dari ayah
bernama Khozali, SP, MSi dan ibu bernama Krisdiana. Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis di SMA Negeri 59 Jakarta
dan lulus pada tahun 2011, dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program
Diploma III Institut Pertanian Bogor pada progam keahlian Teknologi Produksi dan
Manajemen Perikanan Budidaya melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Tahun 2014 penulis meraih gelar Ahli Madya (A.Md) dengan predikat
sangat memuaskan dengan judul tugas akhir “Budidaya Ikan Black Ghost
Apteronotus albifrons dan Sinodontis Synodontis eupterus di Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias. Depok. Jawa Barat”. Pada tahun yang
sama, penulis melanjutkan studi strata satu (S1) pada Program Alih Jenis di
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan di strata satu, penulis ikut aktif
dalam HIMAKUA (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) divisi Public Relation
periode 2014-2015. Penulis juga ikut dalam kepanitiaan acara Aquaculture Festival
(AQUAFEST) IPB 2015. Selain itu penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah
Fisiologi Ikan di progam keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan
Budidaya, Diploma IPB. Penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan
skripsinya ini dengan judul “Pemijahan Ikan Sumatra Puntius tetrazona dengan
menggunakan Sistem Induksi” yang termasuk ke dalam bagian Laboratorium
Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik.
30