10
Nama Pasien : Bp. s Alamat : Sonosewu RT 05 No174 Ngestiharjo Kasian Bantul, Yogyakarta Umur : 44 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Karyawan swasta 1. Anamnesa · Keluhan Utama Kulit di daerah paha kanan terasa gatal, panas dan beran keluar cairan. · Riwayat Penyakit Sekarang Kulit di daerah paha kanan sekitar 2 bulan ini muncul bintik- bintik merah, terus membesar dengan diameter sekitar 13 cm, warna merah kecoklatan dan seminggu berobat ke dokter umum, tidak ada perubahan. Dan seminggu ini atas inisiatif sendiri pasien menggunakan acyclovir salep namun tidak ada perubahan. · Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit yang sama (+) 2x, sekitar 5 tahun yang lalu · Riwayat Keluarga Riwayat penyakit yang sama (+) yaitu ibu kandung,sekitar tahun 1990 an (pasien lupa kapan tepatnya). · Lokasi rumah D i sekitar rumah pasien banyak persawahan 2. Pemeriksaan fisik

PENATALAKSAAN Dermatitis Kontak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

m

Citation preview

Nama Pasien : Bp. sAlamat : Sonosewu RT 05 No174 Ngestiharjo Kasian Bantul, YogyakartaUmur : 44 TahunJenis kelamin : Laki-lakiPekerjaan : Karyawan swasta1. Anamnesa Keluhan UtamaKulit di daerah paha kanan terasa gatal, panas dan beran keluar cairan. Riwayat Penyakit SekarangKulit di daerah paha kanan sekitar 2 bulan ini muncul bintik-bintik merah, terus membesar dengan diameter sekitar 13 cm, warna merah kecoklatan dan seminggu berobat ke dokter umum, tidak ada perubahan. Dan seminggu ini atas inisiatif sendiri pasien menggunakan acyclovir salep namun tidak ada perubahan. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit yang sama (+) 2x, sekitar 5 tahun yang lalu Riwayat KeluargaRiwayat penyakit yang sama (+) yaitu ibu kandung,sekitar tahun 1990 an (pasien lupa kapan tepatnya). Lokasi rumahD i sekitar rumah pasien banyak persawahan 2. Pemeriksaan fisik UKK : Terdapat plak dengan batas tegas krusta yang mongering, warna merah kecoklatan, bentuk melingkar, distribusi regional, predileksi dipaha kanan.3. Different diagnosis DKI Cantharides Herpes zoster4. DiagnosisDKI Cantharides5. Terapi Upaya pengobatan DKIK yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan (cantharidin/ toksin serangga). Untukmengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical, missal hidrocortison. Jika terdapat sekunder infeksi maka dapat diberikan antibiotik.6. Saran dan Nasehat Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja atau berada di lingkungan yang mudah kontak dengan serangga, seperti daerah persawahan dan perkebunan. Diskusi :TINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiDKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.62.2 EpidemiologiDKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh. Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35x tiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan (OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak.6,7 Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada berbagai usia. Banyak kasus karena dermatitis diaper (popok) terjadi karena iritan kulit langsung pada urine dan feses. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran terhadap sabun dan pelarut. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien, tetapi individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang.6,7

2.3 EtiologiPenyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 1, 2, 6, 9, 10, 11 Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (rowayat atopi misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan. Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak.10 2.4 PatogenesisKelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerisakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler. DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.12.5 Klinisa.Riwayat PenyakitRiwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Tes tempel juga digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut6: Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulitOnset gejala muncul dalam beberapa menit hingga beberapa jam pada DKI akut. Pada DKI subakut merupakan ciri iritan tertentu seperti benzalkonium klorida (ada pada disinfektak) yang mendatangkan reaksi radang 8-24 jam setelah paparan. Onset dan gejala bisa tertunda beberapa minggu pada DKI kumulatif. Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal. Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan yang sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi pada karyawan baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan. Individu dengan dermatitis atopik (khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6b.Pemeriksaan FisikKriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi:6 Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol. Kulit epidermis seperti terbakarProse penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin Kriteria objektif minor meliputi: Batas tegas pada dermatitis Bukti pengaruh gravitasi seperti efek menetesKecenderungan untuk menyebar lebih rendah dibanding DKA Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala klinis DKI dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula bentuk DKI lainnya yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan DKI subyektif.2.6 HistopatologikGambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bila. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6 Pada DKI kronis adalah hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges.62.7 DiagnosisDiagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.12.8 Pemeriksaan Laboratorium6Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi. Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk membuktikan adanya iritan penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat paparan iritan yang cukup Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel T2.9 PenatalaksanaanUpaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.a.Dermatitis akutUntuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang mengandung hidrokortison 1-2,5%. Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada perbaikan dilakukan tapering. Bila terdapat infrksi sekunder diberikan antibiotik dengan dosis 3x500 mg selama 5-7 hari.12b.Dermatitis kronikTopikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.122.10 KomplikasiAdapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut: DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikalLesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak. 2.11PrognosisPrognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI kronis yang penyebabnya multifaktor.1,6

DAFTAR PUSTAKA

1.Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2005. hal:129-153.2.Contact Dermatitis. University of Virginia Health System; 2005. Available at: http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd3.Lehrer, M. S. Contact dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html 4.Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at: http://www.emedicine.com/specialties.htm 5.Schalock, P. C. Dermatitis. Merck Manual Home Edition; 2006. Available at: http://www.merck.com 6.Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at: http://www.emedicine.com/specialties.htm 7.Irritant Contact Dermatitis. DermsnetMZ; 2007. Available at: http://dermnetnz.org 8.Jovanovi, D. L. et al. Chronic Contact Allergic And Irritant Dermatitis Of Palms And Soles: Routine Histopathology Not Suitable For Differentiation. Acta Dermatoven APA Vol 12, No 4; 2003.p:127-99.Dermatitis, Irritant Contact. VisualDxHealth; 2007. Available at: http://visualdxhealth.com 10.A Guide To Occupational Skin Disease. In: Occupational Safety and Health Information Series. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour Wellington. New Zealand; 199511.What is occupational irritant contact dermatitis? Canadas National Occupational Health and Safety Resources; Available at: http://www.ccohs.ca