Upload
dangdung
View
232
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PENCITRAAN LASKAR PEMBELA ISLAM FPI
DALAM MENTRANSFORMASIKAN NILAI-NILAI
ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT
(Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)
Skripsi
“Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)”
Oleh:
Arip Rahman Hakim
NIM: 109051000231
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014 M.
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Berkenaan dengan sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Namun, jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
(Arip Rahman Hakim)
v
ABSTRAK
Arip Rahman Hakim.
Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam Mentransformasikan Nilai-
nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi Kasus Program Pembinaan
Keagamaan Lembaga Dakwah Front)
Kehadiran Front Pembela Islam sebagai organisasi Islam yang berjuang
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar cukup menyita perhatian masyarakat. Hal
ini karena aksi-aksi yang dilakukan oleh para laskar militernya yakni laskar
pembela Islam dianggap tidak sejalan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Puncaknya pada tahun 2002 Ketua Umum Front Pembela Islam bersama para
aktivis FPI dijebloskan dalam sel tahanan Polda Metro Jaya. Belajar dari
pengalaman tersebut perubahan besarpun terjadi pada organisasi FPI. Tepatnya
pada tahun 2004 FPI membentuk suatu lembaga dakwah yang diberi nama
Lembaga Dakwah Front (LDF). Salah satu fungsi LDF adalah sebagai humas FPI
dalam memberikan informasi yang komperhensif tentang FPI.
Dalam penelitian ini penulis mencoba membahas permasalahan yang telah
dirumuskan dalam perumusan masalah, yaitu; Bagaimana peran Lembaga
Dakwah Front dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI? Apa hambatan dan
pendukung proses pencitraan Laskar Pembela Islam FPI?
Teori yang digunakan adalah teori pencitraan. Dalam teori ini disebutkan 5
jenis pencitraan diantaranya citra bayangan, citra berlaku, citra harapan, citra
perusahaan atau lembaga, dan citra majemuk. Adapun metodologi penelitian yang
digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh
melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dalam menciptakan citra positif Laskar Pembela Islam FPI di tengah
masyarakat. Lembaga Dakwah Front (LDF) mengadakan berbagai kegiatan
pembinaan keagamaan antara lain Safari Dakwah dan pengabdian kepada
masyarakat, Salah satunya adalah program santunan kepada anak yatim piatu dan
dhuafa (YATAMA). Lembaga Dakwah Front (LDF) juga mengadakan kaderisasi
aktivis FPI seperti; rekrutment dan diklat-diklat keorganisasian. Selain itu,
Lembaga Dakwah Front melakukan pembinaan akivis melalui kegiatan pengajian.
Dalam menjalankan peranya sebagai humas FPI, ada beberapa hambatan
yang menjadi permasalahan LDF selama ini salah satunya adalah media massa,
LDF beranggapan bahwa ada ketidak berimbangan informasi yang disampaikan
oleh media massa, khususnya media mainstream.Dalam penyampaian berita
media mainstream cenderung tendensius menjelekkan FPI. Selain itu, hal lain
yang menjadi persoalan adalah masalah pendanaan kegiatan organisasi.
Rangkaian kegiatan pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh LDF
merupakan satu bentuk usaha untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat
terhadap perjuangan FPI. Karena selama ini yang terlihat di permukaan muncul
opini masyarakat yang mendiskreditkan FPI. Namun penulis melihat usaha-usaha
yang dilakukan LDF masih belum efektif, karena jangkauan syi’arnya masih
terbatas baik ruang maupun waktunya. Dalam hal pengelolaan sumber dana LDF
belum memiliki sistem pengelolaan yang baik. Untuk melakukan kegiatan saja
LDF harus secara swadaya mengumpulkan dana dari anggota.
Kata kunci: LDF, FPI, Peran, pencitraan, dan Pembinaan.
vi
vi
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta
syukur penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam
nikmat dan kekuatan, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Meskipun, dalam pelaksanaannya banyak hambatan yang terkadang
menjadi beban pikiran penulis. Tetapi semua itu penulis jadikan sebagai
pembelajaran dan pengalaman yang berharga.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurah untuk sang pembawa risalah
Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, serta orang-orang yang selalu
istiqomah meneladani jejak langkahnya. Alhamdulillah atas izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun
dan ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1) pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang penulis
temukan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, hambatan-hambatan
tersebut dapat diatasi, maka dengan penuh ketulusan hati yang terdalam,
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
vii
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik, Pembantu Dekan Bidang
Administrasi Umum dan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Bapak Rachmat Baihaky, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam.
4. Ibu Fita Fathurohmah, M.Si. Selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam dan Bapak H. Ahmad Fatoni, S.Sos. Selaku Staf TU yang
telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.
Terutama dalam pengurusan nilai-nilai kuliah.
5. Bapak Ade Masturi, MA, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Fauzun Jamal, LC, Pembimbing Akademik KPI G 2009 yang tak
pernah lelah mendengarkan keluh kesah kami dalam setiap permasalahan
perkuliahan semenjak semester satu hingga saat ini.
7. Kepada seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan motivasi yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
8. Pimpinan beserta staff Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan juga Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
9. Panitia Ujian Skripsi Bapak Drs. Jumroni, M.Si (Ketua), Ibu Fita
Fathurohmah, M.Si (Penguji I merangkap Sekartaris), dan Ibu Umi
Musyarofah, MA (Penguji II) yang telah bersedia meluangkan waktunya
viii
untuk menguji, mengoreksi, dan mengkritisi, dan memberikan arahan pada
penulis dalam rangka menyempurnakan skripsi yang penulis susun.
10. Kepada seluruh jajaran pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF) terutama
kepada Habib Rizieq Syihab selaku Ketua Umum FPI, Habib Idrus Ali Al-
Habsyi selaku Sekertaris Umum LDF, dan juga Ustad Haris Ubaidillah
Bendahara Umum LDF. Yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
penulis wawancarai. Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan
terima kasih karena telah banyak membantu saya, karena mungkin tanpa
bantuan kalian semua, skripsi ini tidak mungkin akan dapat terselesaikan.
11. Untuk kedua orang tua penulis Bapak Munadi dan Ibunda tercinta, Ibu
Nyai yang tak pernah lelah mendo’akan penulis agar menjadi anak yang
sukses dikemudian hari. Setiap do’a yang mereka ucapkan merupakan
sumber kekuatan penulis dalam menghadapi berbagai cobaan dan
rintangan dalam menjalani hidup dan mencapai masa depan. Untuk
kakakku Erwin saputra, Dedi Irawan, Nazwah, dan juga Adikku tercinta
Siti Maesuri dan Anas Suhada jadilah anak yang selalu berbakti kepada
kedua orang tua.
12. Kepada teman-teman seperjuangan khususnya KPI G angkatan 2009, Dwi
Agus Prasetyo S.Kom.I, Iskandar Zulqornaen S.Kom.I, Arief Fadillah
S.Kom.I, Soleh Setiawan S.Kom.I, Rizal Fikri S.Kom.I, Ahmad Mursanih
S.Kom.I, Fitri Hadiyani S.Kom.I, Wulan Maulidia S.Kom.I, Dewi Karlina
S.Kom.I, Sofwatun Nida S.Kom.I, Muhammad Edi Abdillah S.Kom.I,
yang selalu menolong saat penulis berada dalam kesuitan. Semoga
persahabatan kita tidak berakhir hanya dengan melepas almamater ini. Dan
ix
semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima
kasih semua.
Penulis hanya bisa mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu atas kelancaran studi penulis untuk meraih
gelar sarjana. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal dengan
pengorbanan kalian semua, serta segala urusan kalian dimudahkan dan seluruh
hajat kalian dikobul oleh Allah SWT. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang
salah dalam penulisan skripsi ini. penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat kepada yang membaca. Amien.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7
D. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 7
E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ..................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Media, Masyarakat, dan Budaya Denis McQuail .............. 14
B. Teori Citra ....................................................................................... 15
1. Pengertian Citra ................................................................... 15
2. Jenis-Jenis Citra .................................................................. 16
3. Pembentukan Citra .............................................................. 18
xi
C. Peran Lembaga Dakwah .................................................................. 21
1. Pengertian peran .................................................................. 21
2. Pengertian Lembaga Dakwah .............................................. 22
3. Fungsi Lembaga Dakwah ..................................................... 26
4. Klasifikasi Lembaga Dakwah .............................................. 27
D. Pembinaan Keagamaan ................................................................... 28
1. Pengertian Pembinaan keagamaan ...................................... 28
2. Materi Pembinaan Keagamaan ........................................... 32
3. Metode Pembinaan Keagamaan .......................................... 38
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH FRONT (LDF)
A. Profil Lembaga Dakwah Front (LDF) ............................................ 40
1. Latar Belakang Berdirinya Lembaga Dakwah Front (LDF) 40
2. Visi misi Lembaga Dakwah Front ...................................... 42
3. Struktur Organisasi ............................................................... 43
B. Program- Program Kegiatan Lembaga Dakwah Front .................... 44
1. Internal ................................................................................. 44
2. Eksternal ............................................................................... 45
3. Fasilitas Kegiatan Lembaga Dakwah Front ......................... 46
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Peran Lembaga Dakwah Front dalam pencitraan
Laskar Pembela Islam FPI ................................................................ 47
B. Hambatan dan Pendukung Lembaga Dakwah Front dalam
Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI .............................................. 58
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 62
B. Saran ................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67
LAMPIRAN- LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah kenyataan bahwa proses kehancuran suatu bangsa ditandai
dengan rapuhnya pegangan atau pemahaman manusia tentang nilai-nilai
agama. Terlebih lagi di tengah dinamika kehidupan yang terus meningkat
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
membawa kepada nilai-nilai baru dan bahkan tidak sejalan atau bertentangan
dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Disadari atau tidak perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sedikit banyak telah menggiring umat manusia
senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instan
dan matematis.
Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia
atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecenderungan
menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidup adalah
nilai material. Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa
menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk
memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.1 Puncaknya ialah kenyataan
yang melanda umat Islam sekarang ini semakin terjerat oleh kehampaan
spiritual.
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, dan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
sebagaimana pula tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI,
1 H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), Cet ke-4, h. 17.
2
Pasal 29 ayat 1 yaitu; Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.2
ini menunjukan bahwa pendidikan agama sangat penting dalam menunjang
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Islam adalah agama yang dapat menuntun umat untuk hidup lebih
bijaksana dan berakhlak mulia. Karena memang Islam adalah agama yang
kάmil syάmil (sempurna lagi menyeluruh). Islam mengatur secara ijmάli
(global) maupun tafshili (rinci) berbagai masalah dan tata cara kehidupan
manusia. Sehingga bagi seorang muslim tidak mungkin melepaskan diri
sesaatpun dari ikatan ajaran Islam. Kapan saja, dimana saja, dan dalam
kondisi apa saja wajib manusia tunduk kepada aturan Islam secara kaffah.3
Islam adalah agama yang disebarluaskan dan diperkenalkan kepada
umat manusia melalui aktivitas dakwah. Aktivitas yang sampai dengan saat
ini masih banyak digeluti oleh para ulama baik secara personal maupun
kelompok. Hal ini dapat membuktikan bahwa dakwah menempati posisi
kunci dalam kemajuan agama Islam. Islam merupakan agama dakwah artinya
agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan
kegiatan dakwah.4 Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat QS. An-
Nahl:125:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
2 Sahilun A. Nasir, Peran Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1999), Cet ke-1, h. 19. 3 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 31. 4 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet ke-3, h. 64.
3
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl:125)
Salah satu organisasi yang aktif berjuang membela agama Islam
adalah Front Pembela Islam (FPI). Kelahiran Front Pembela Islam
menjadi babak baru dalam sebuah perjalanan perjuangan Islam di
Indonesia. Sejak dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 Front Pembela
Islam (FPI) mencanangkan gerakan nasional anti ma‟siat dengan cara
menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar.5 Front Pembela Islam (FPI)
merupakan salah satu organisasi Islam yang cukup penting pasca reformasi
Indonesia. Gerakannya yang kerap diwujudkan dalam tindakan-tindakan
dan aksi-aksi yang „tegas‟ telah menimbulkan ketakutan dan bahkan
menjadi momok bagi sebagian anggota masyarakat.
Apa yang diyakini Front Pembela Islam merupakan konsekuensi
dari pemahaman mereka tentang khairu ummah (umat yang terbaik). Bagi
mereka untuk menjadi umat yang terbaik, kaum muslim harus
menjalankan apa yang disebut Al-Qur‟an amar ma‟ruf nahi munkar
(menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran). Sebagaimana Allah Swt
berfirman dalam surat QS. Ali-„Imran:104:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-„Imran:104)
5 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 3.
4
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan Front Pembela Islam
untuk menciptakan masyarakat religius tidak ada cara lain selain
menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Bagi FPI amar ma‟ruf nahi
munkar menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan kalau hanya
menegakkan amar ma‟ruf saja atau nahi munkar saja, masyarakat religius
yang dicita-citakan tidak akan bisa tercapai.6 Sasaran utama aksi-aksi FPI
hampir semuanya adalah tempat-tempat maksiat yang meresahkan
masyarakat setempat. Tempat-tempat maksiat ini, ada yang berbentuk bar,
diskotik, dan kafe yang terselubung transaksi narkoba, prostitusi dan
kejahatan illegal lainnya.7
Sikap „tegas‟ FPI tidak lain karena didorong oleh pandangan
mereka bahwa Indonesia sudah lama dilanda wabah penyakit maksiat,
bahkan hal ini semakin parah sejalan dengan datangnya reformasi. Oleh
karena itu, Front Pembela Islam (FPI) selalu berada di garis terdepan
dalam memerangi berbagai kebatilan. Untuk itu, orientasi kegiatan yang
dikembangkan FPI lebih kepada tindakan kongkrit berupa aksi nyata, dan
tegas, dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar dengan membentuk
Laskar Pembela Islam (LPI) sebagai ujung tombak perjuangan FPI dalam
menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar. Laskar Pembela Islam (LPI)
adalah anggota para militer FPI yang fungsinya adalah untuk
melaksanakan tujuan utama FPI, yaitu menegakkan amar ma‟ruf nahi
6 Jamhari Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta: PT Raja
Grapindo Persada, 2004), Cet ke-1, h. 141. 7 Syahrul Efendi D, dan Yudi Pramuko, Habib-FPI Gempur Playboy, (Jakarta: Yudi
Pramuko,2006),Cet ke-1, h. 52.
5
munkar membela kaum mustadh‟afin dan madzlumin (kaum yang tertindas
dan teraniaya), serta menjaga harkat martabat umat Islam umumnya.
Namun demikian, aksi para mujahid atau yang lebih akrab disebut
Laskar Pembela Islam (LPI), menuai kritik oleh sebagian individu maupun
kelompok, terlebih lagi aksi para mujahid yang kerap berujung kepada
tindak kekerasan sehingga mengundang kecaman oleh banyak orang salah
satunya adalah Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan
ketidak setujuannya atas aksi sweeping dan kekerasan yang digelar oleh
Front Pembela Islam karena kekerasan yang dilakukan malah
menimbulkan citra buruk kepada umat Islam.8
Sebagai ujung tombak FPI dalam menegakkan amar ma‟ruf nahi
munkar para aktivis Laskar Pembela Islam haruslah memiliki Pengetahuan
serta pemahaman keagamaan yang mendalam. Karena, tanpa bekal ilmu
keagamaan yang memadai akan memudahkan seseorang untuk melakukan
penyimpangan dengan kesadaran atau tanpa kesadaran. Ajaran agama
Islam memang harus diketahui dan dipahami, pemahaman yang benar
tentang ajaran Islam dapat membantu benarnya dalam mengamalkan
ajaran Islam.
Berkenaan dengan hal tersebut, FPI membentuk lembaga khusus
dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF). Lembaga ini
dibentuk oleh FPI sebagai wadah silaturahim para muballigh FPI,
sekaligus sebagai pusat pengembangan dakwah Islam. Kehadiran
Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam kerangka organisasi FPI tidak
8 http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,10184-lang,id-c,warta-
t,Fitnah+Akhir+Zaman-.phpx di akses pada 19 April 2014, Pukul 08.44.
6
hanya bertugas menyerukan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Tetapi
juga bertugas memberikan informasi tentang apa dan bagaimana
organisasi FPI selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan
keagamaan bagi para aktivis FPI.
Atas dasar inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam
Mentransformasikan Nilai-nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi
Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini agar dapat menghasilkan penelitian yang
maksimal dan tidak terlalu meluas, maka difokuskan pada Peran
Lembaga Dakwah Front (LDF) Dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam
FPI pusat.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan
yang ingin dikaji peneliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan,
yakni sebagai berikut:
a. Bagaimana peran Lembaga Dakwah Front dalam Pencitraan
Laskar Pembela Islam FPI?
b. Apa hambatan dan pendukung proses pencitraan Laskar Pembela
Islam FPI?
7
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin
dicapai pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana proses
pencitraan yang dilakukan Lembaga Dakwah Front dalam
mentransformasikan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Serta untuk
mengetahui hambatan dan pendukung Lembaga Dakwah Front (LDF)
dalam proses pencitraan Laskar Pembela Islam FPI.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberi tambahan
referensi bagi khazanah keilmuan khusunya dalam hal ilmu
dakwah, dan diharapkan mampu memberikan gambaran umum
tentang peran dan penerapan dakwah dalam sebuah organisasi
atau lembaga dakwah.
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
informasi awal bagi penelitian selanjutnya mengenai pembahasan
tentang peran lembaga dakwah serta dapat memenuhi kebutuhan
khalayak mengenai informasi keagamaan.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan
kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
juga di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis
8
mencoba menjelaskan tentang perbedaan penelitian yang sebelumnya dengan
penelitian yang hendak penulis lakukan. maka langkah awal yang peneliti
tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi terdahulu yang meneliti
tentang Front Pembela Islam (FPI) atau judul yang memiliki keterkaitan
dengan yang akan peneliti lakukan. Maksud mengkaji ini adalah agar dapat
diketahui bahwa apa yang penulis akan teliti sekarang tidak sama dengan
penelitian sebelumnya.
Pertama, Dodiana Kusuma dengan skripsi yang berjudul “Strategi
Dakwah Front Pembela Islam (FPI) Dalam Menanggulangi Dampak Negatif
Globalisasi” Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dalam skripsi ini berisi
tentang bagaimana strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak
negatif globalisasi.
Kedua, Rhendi dengan skripsi yang berjudul “Peranan Majelis Taklim
Assyabab Dalam MeningkatkanPengamalan Ibadah Komunitas Motor
PUSVA ”Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Dalam Skripsi ini berisi
tentang bagaimana peranan Majelis Taklim Assyabab dalam meningkatkan
pengamalan ibadah komunitas puspa, serta memberikan gambaran tentang
konsep dakwah majelis taklim dalam meningkatkan pengamalan ibadah.
Ketiga, Saipul Adnan, dengan skripsi yang berjudul “Peran Majelis
Taklim Al-Mahabbah Dalam Meningkatkan Pengetahuan Keagamaan Warga
Komplek Mega Cinere Blok M Depok” Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa penelitian
yang penulis lakukan berjudul “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI
Dalam Mentransformasikan Nilai-nilai Islam Di Tengah Masyarakat
9
(Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah
Front)” pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum
tentang Lembaga Dakwah Front (LDF), serta Peran Lembaga Dakwah Front
(LDF) Dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Bentuk penelitian skripsi ini adalah studi kasus. Studi kasus
adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Studi kasus
merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki
sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan
diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena
kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.9
Menurut Schramm studi kasus adalah mencoba menjelaskan
keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana
mengimplementasikannya, dan apa hasilnya. Sedangkan, menurut Yin
studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena
tak tampak dengan tegas, dan di mana multi sumber bukti
dimanfaatkan.10
Teknik studi kasus banyak menggunakan berbagai sumber data
yang dapat diteliti, menganalisis dan menjelaskan secara komperhensif
9 Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2008), h. 1. 10
Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, h. 17-18.
10
dari berbagai individu, kelompok, program, dan organisasi yang
mengalami peristiwa tertentu dan sistematis.
Dalam studi kasus, peneliti berupaya secara seksama mengkaji
variabel mengenai kasus-kasus tertentu, dengan mempelajari aspek
individu, kelompok dari suatu peristiwa khusus untuk menganalisa secara
lengkap, dan secara mendalam tentang subjek yang akan diteliti.11
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati.12
Pendekatan kualitatif ini digunakan karena bersifat luwes, sangat
rinci, tidak rumit dalam mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan
kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang
lebih mendasar, menarik, dan unik yang terjadi di lapangan.13
2. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam peneletian ini yang menjadi subjek penelitian adalah
pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF). Sedangkan yang menjadi
objek penelitiannya adalah Peran Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam
pencitraan Laskar Pembela Islam FPI.
11
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2003), Cet ke-4, h. 230. 12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1999), Cet ke-1, h. 138. 13
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. RadjaGrafindo
Persada, 2003), Cet ke-2, h. 39.
11
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan selama bulan Juni–Agustus 2014
bertempat di markas Front Pembela Islam pusat. Petamburan III, Jakarta.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan salah satu unsur atau komponen utama dalam
melaksanakan penelitian, artinya tanpa data tidak akan ada penelitian.
Pengumpulan data merupakan suatu langkah dalam metode ilmiah
melalui prosedur sistematik, logis, dan proses pencarian data yang valid,
baik diperoleh secara langsung ataupun tidak langsung.14
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan data lewat
prosedur-prosedur ilmiah sebagai berikut:
a. Obsevasi, penulis mendatangi markas FPI pusat guna
memperoleh data-data yang valid tentang hal-hal yang menjadi
objek penelitian.
b. Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
tanya jawab langsung tatap muka antara penanya dengan
narasumber menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara).15
Dalam penelitian ini, penulis telah
melakukan wawancara dengan Habib Idrus Ali Al- Habsyi selaku
Sekertaris Umum LDF dan Ustad. Haris Ubaidillah selaku
Bendahara Umum LDF.
14
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, h. 27. 15
M. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 63.
12
c. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
berupa catatan formal, dan juga buku-buku, majalah, Koran, dan
catatan lain yang berkaitan dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Kegiatan analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian
dianalisis dengan cara reduksi data. Reduksi data merupakan suatu
bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa.
Alur kedua yang penting dalam analisis data kualitatif adalah
penyajian data, yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
keputusan. Kegiatan analisis data yang ketiga adalah menarik
kesimpulan dan verifikasi. 16
6. Pedoman Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
16
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), Cet
ke-1, h. 338.
13
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari skripsi ini maka sistem
penulisan akan disusun sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian yang digunakan, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori, pembahasan mengenai konsep media,
masyarakat, dan budaya Denis McQuail. Teori citra, pengertian,
jenis, dan pembentukan citra. Peran lembaga dakwah, pengertian
peran, pengertian dan fungsi lembaga dakwah, serta klasifikasi
lembaga dakwah. Pembinaan keagamaan, meliputi pengertian,
materi dan metode pembinaan keagamaan.
BAB III : Gambaran umum lembaga dakwah front, Profil lembaga
dakwah front Latar belakang berdirinya Lembaga Dakwah Front
(LDF), visi dan misi, struktur organisasi. Program-program
kegiatan lembaga dakwah front, meliputi internal, eksternal, dan
fasilitas kegiatan lembaga dakwah front.
BAB IV : Temuan dan Analisis, Peran lembaga dakwah front dalam
pencitraan laskar pembela Islam FPI. Hambatan dan dukungan
dalam pencitraan laskar pembela Islam FPI.
BAB V : Penutup, uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya
kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk kesimpulan dan saran.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Media, Masyarakat, dan Budaya Denis McQuail
Komuikasi massa dapat dianggap sebagai fenomena „masyarakat‟ dan
„budaya‟. Lembaga media massa merupakan bagian dari struktur masyarakat,
dan infrastruktur teknologinya adalah bagian dari dasar ekonomi dan
kekuatan, sementara ide, citra, dan informasi disebarkan oleh media jelas
merupakan aspek penting dari budaya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Rosengren menawarkan tipologi
sederhana di mana terdapat dua proposisi berlawanan yang ditabulasi silang:
„struktur sosial mempengaruhi budaya‟ dan sebaliknya, „budaya
mempengaruhi struktur sosial.‟ Hal ini menghasilkan empat pilihan utama
yang tersedia untuk menggambarkan hubungan antara media masa dan
masyarakat. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar sebagai berikut:
Struktur sosial
Mempengaruhi budaya
Ya Tidak
Ya
Budaya
mempengaruhi
struktur sosial
Tidak
Gambar 2.1 Empat jenis hubungan antara budaya dan masyarakat
Kesalingtergantungan
(pengaruh dua arah)
Idealisme
(pengaruh media yang
kuat)
Materialism (media
ketergantungan)
Otonomi (tidak ada
hubungan khusus)
15
Jika kita menganggap bahwa media massa sebagai sebuah aspek
dalam masyarakat (dasar atau struktur), maka terdapat pilihan materialisme
(materialism). Teori ini berasumsi bahwa siapapun yang memiliki atau
mengontrol media, dapat memilih atau membatasi apa yang mereka lakukan.
Idealisme (idealism) media diasumsikan memiliki pengaruh signifikan yang
potensial, tetapi ide dan nilai yang dibawa oleh media (dalam kontennya)
dilihat sebagai penyebab utama perubahan sosial.
Kesalingtergantungan (interdependence) menyiratkan bahwa media
massa dan masyarakat secara terus-menerus berinteraksi dan memengaruhi
satu sama lain (seperti masyarakat dan budaya). Otonomi (autonomy) di mana
hubungan antara budaya dan masyarakat tidak harus bertentangan,
masyarakat yang secara budaya mirip terkadang memiliki sistem media yang
berbeda.1
B. Teori Citra
1. Pengertian Citra
Citra adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan
pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang
sesungguhnya.2 Citra yang positif diharapkan dapat menciptakan
ketertarikan seseorang pada organisasi tertentu sehingga seseorang dapat
memberikan dukungannya terhadap organisasi tersebut.
Suatu citra dapat dimunculkan kapan saja, caranya adalah dengan
menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya, baik itu
1 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), Edisi
ke-6, h. 86-88. 2 M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005),
Cet ke-5, h. 69
16
informasi yang salah maupun perilaku yang keliru. Sehingga masyarakat
tidak memberikan kesan negatif tetapi masyarakat memberikan dorongan
dan dukungan terhadap masalah tersebut.
Citra yang positif bagi sebuah organisasi sangatlah penting karena
jika citra tersebut sudah didapatkan maka masyarakat akan menerima
dengan baik jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Dari sedikit pengertian
citra di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa citra adalah suatu gambaran
mengenai realitas yang ada. Seseorang dapat menilai suatu organisasi
dalam keadaan positif atau negatif menurut apa yang telah didengar,
dirasakan, dan atas dasar persepsi yang dimiliki.
Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang tidak
menutup kemungkinan terjadinya perubahan citra pada objek dari adanya
penerimaan informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan objek terhadap
sumber informasi dapat berasal dari organisasi secara langsung dan atau
pihak-pihak lain secara tidak langsung.3
2. Jenis-jenis Citra
Menurut M. Linggar Anggoro dalam bukunya Teori dan profesi
kehumasan membagi citra kedalam beberapa jenis, yakni: citra bayangan
(mirror image), citra yang berlaku (current image), citra harapan (wish
image), serta citra majemuk (multiple image).
a) Citra Bayangan
Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota
organisasi biasanya adalah pemimpinnya mengenai anggapan
3 Frank Jefkins, Public Relation, ( Jakarta: PT. Erlangga, 2002), h. 27.
17
pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra
bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai
pandangan pihak luar terhadap organisasinya. Citra ini sering kali
tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak
memadainya informasi, pengetahuan, ataupun pemahaman yang
dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat
atau pandangan pihak-pihak luar.
b) Citra yang berlaku
Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang
dianut oleh pihak-pihak luar mengenai organisasi. Citra ini
sepenuhnya ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang
dimiliki oleh mareka yang mempercayainya.
c) Citra Harapan
Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak
manajemen. Citra harapan itu biasanya dirumuskan dan
diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yakni
ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai.
d) Citra Perusahaan
Citra perusahaan atau citra lembaga adalah citra dari suatu
organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk
dan pelayanan. Citra lembaga terbentuk oleh banyak hal terutama
hal-hal yang positif seperti; riwayat hidup lembaga, dan reputasi
yang diraih.
18
e) Citra Majemuk
Setiap organisasi pasti memiliki banyak anggota, anggota
tersebut memiliki perangai dan tingkah laku tersendiri, sehingga
secara sengaja atau tidak mereka pasti memunculkan suatu citra
yang belum tentu sama dengan citra organisasi secara keseluruhan.
Citra majemuk yaitu adanya image yang bermacam-macam
dari publik terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh
mereka yang mewakili organisasi dengan tingkah laku yang
berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas
organisasi.
Variasi citra tersebut harus ditekan seminim mungkin dan
citra lembaga harus ditegakkan. Caranya adalah dengan
mewajibkan semua karyawan mengenakkan pakaian seragam,
symbol-simbol tertentu, dan sebagainya.4
3. Pembentukan Citra
Terdapat empat komponen pembentukan citra, yaitu persepsi,
kognisi, motivasi, dan sikap. Persepsi diartikan sebagai pengamatan unsur
lingkungan di mana kemampuan persepsi inilah yang dapat melanjutkan
proses pembentukan citra dengan memberikan informasi-informasi kepada
individu untuk memunculkan suatu keyakinan. Sehingga dari keyakinan
tersebut timbul suatu sikap pro dan kontra tentang produk atau jasa, dari
sikap itulah terbentuknya citra yang positif atau negatif. Pembentukan citra
dapat digambarkan sebagai berikut:
4 M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005),
Cet ke-5, h. 59- 68.
19
Pengalaman
Stimulus Respon
Gambar 2.2 Pembentukan Citra
(Sumber: Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Relation)
a) Stimulus adalah rangsangan (kesan lembaga yang diterima dari
luar) untuk membentuk persepsi. Sensasi adalah fungsi alat indera
dalam menerima informasi dari langganan.
b) Persepsi, diartikan sebagai hasil pengamatan unsur lingkungan
yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan dengan kata lain.
individu akan memberikan memberikan makna terhadap
rangsangan berdasarkan pengalamannya mengenai rangsangan.
Kemampuan mempersepsi inilah yang dapat melanjutkan proses
pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif
apabila informasi yang diberikan oleh rangsangan dapat memenuhi
kognisi individu.
c) Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus.
Keyakinan ini akan timbul apabila individu harus memberikan
Citra
Kognisi
Persepsi Sikap
Motivasi
20
informasi-informasi yang cukup dapat mempengaruhi
perkembangan kognisinya.
d) Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti
yang diinginkan oleh pemberi rangsangan. Motif adalah keadaan
dalam peribadi seseorang yang mendorong keinginan, individu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
e) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpesepsi, berpikir, dan
merasa dalam menghadapi objek, situasi, ide, atau nilai, sikap
bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku
dengan cara-cara tertentu, sikap mempunyai dara pendorong atau
motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra
terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan
diinginkan, sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung
nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sikap juga dapat
diperhitungkan atau diubah.
f) Tindakan adalah akibat atau respon individu sebagai organism
terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari dalam dirinya
maupun lingkungannya.
g) Respons atau tingkah laku adalah tindakan-tindakan seseorang
sebagai reaksi terhadap rangsangan atau stimulus.5
Proses ini menunjukan bagaimana yang berasal dari luar
diorganisasikan dan mempengaruhi respon. Stimulus atau rangsangan
yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsangan
5 Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Realtion, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2010), h. 99.
21
ditolak maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Sebaliknya, jika
rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat perhatian dari
individu, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan dengan baik.
Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan
tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tertentu dari publik mengenai
organisasi. Tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tersebut dapat berupa
dukungan, kepercayaan, pengertian, dan penerimaan terhadap suatu
organisasi atau instansi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa informasi yang disampaikan oleh humas atau yang
lazim disebut public relation dalam sebuah organisasi atau instansi dapat
membentuk persepsi dan citra dimata publik.
C. Peran Lembaga Dakwah
1. Pengertian Peran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran memiliki banyak arti
“menjadi bagian atau pemegang pimpinan yang terutama, peran,
memainkan suatu peran, peran lakon, bagian utama.”6
Menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian rumusan
yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang
kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga
diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi, dan
lain-lain. kalau peran ibu digabungkan dengan peran ayah maka menjadi
6 Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.735.
22
peran orang tua dan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang
diharapkan juga menjadi lebih beraneka ragam.7
Peran memang tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan),
walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara
satu dengan yang lainnya. Seseorang yang telah menjalankan hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang
tersebut telah melaksanakan suatu peran. Peran sangat penting karena
dapat mengatur perikelakuan seseorang, di samping itu, peran
menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada
batas-batas tertentu sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya
sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.8
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirangkum bahwa peran
adalah suatu sikap yang secara langsung ataupun tidak sudah tertanam
dalam pribadi seseorang untuk menjalankan suatu tindakan.
2. Pengertian Lembaga Dakwah
Istilah lembaga dakwah terdiri dari dua kata yang berbeda lembaga
dan dakwah. Dalam penelitian ini akan dijelaskan pengertiannya satu
persatu, kemudian setelah ditemukan kejelasan dari masing-masing kata
akan ditarik suatu kesimpulan dan didefinisikan menjadi satu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada beberapa arti tentang
lembaga. Pertama menjelaskan tentang asal sesuatu, kedua, menjelaskan
sesuatu yang memberi petunjuk kepada yang lain, dan yang ketiga, adalah
7 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2000), Cet ke-5, h. 224-225. 8 J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet ke-2, h. 158.
23
badan atau organisasi yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan
keilmuan atau melakukan suatu usaha.9
Robert M. MacIver (1937) dalam bukunya Society: A Textbook of
sociology mengartikan lembaga sebagai satu prosedur yang mapan untuk
mengatur hubungan antar manusia sesuai dengan karakteristik aktivitas
dalam satu kelompok.10
Earl Babbie (1982) dalam bukunya Understanding Sosiology
memahami bahwa lembaga adalah sekelompok kesepakatan sosial yang
saling terkait dalam satu kehidupan sosial masyarakat.11
Dalam pengertian lain, menurut Horton dan Hunt (1987), yang
dimaksud dengan lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk
mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting.12
Tujuan utama diciptakannya lembaga sosial, selain untuk
mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai,
juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial masyarakat bisa
berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku.
Berdasarkan pemaparan mengenai lembaga di atas, dapat
disimpulkan bahwa lembaga adalah suatu sistem norma yang mengatur
perilaku dan tata hubungan masyarakat sosial sesuai dengan kaidah-kaidah
yang berlaku dalam masyarakat.
9 Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.512. 10
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Tangerang, Mitra Sejahtera, 2008), Cet
ke-1, h. 66. 11
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 67. 12
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, h. 216.
24
Sedangkan pengertian dakwah dilihat dari segi bahasa kata dakwah
berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata عوةد -
,yang diartikan sebagai mengajak, menyeru, memanggil دعا - يدعو - دعاء
seruan, permohonan, dan permintaan.13
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dakwah adalah: “penyiaran agama dan pengembangannya
dikalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan
mengamalkan ajaran agama.”14
Secara terminologi, terdapat banyak tentang definisi dakwah
Syeikh Ali Makhfudz dalam kitabnya Hidatul Mursyidin mendefinisikkan
dakwah sebagai: “Suatu kegiatan mendorong manusia untuk melakukan
kebaikan dan mencegah kepada perbuatan munkar agar dapat memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.”15
Selain itu H.M. Arifin menguraikan bahwa dakwah adalah kegiatan
ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, yang dilakukan
secara sadar dan terencana dalam upaya mempengaruhi orang lain, baik
secara individu maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu
pengertian, kesadaran, sikap penghayatan, serta pengalaman terhadap
ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya dengan tanpa
adanya unsur paksaan.16
Berdasarkan uraian pengertian dakwah tersebut dapat disimpulkan
bahwa dakwah adalah suatu kegiatan menyeru atau mengajak manusia
13
Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2002), Cet ke-1, h. 39. 14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 232. 15
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet ke-1, h. 2. 16
Hasanudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet ke-1, h. 40.
25
kejalan yang penuh dengan kebaikan dengan penuh kesadaran agar mampu
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dari pengertian lembaga dan dakwah di atas
dapat diketahui sistem operasionalnya, bahwa pengertian lembaga dakwah
yang dimaksud lebih mengarah kepada sebuah organisasi yang memiliki
tujuan bersama untuk melakukan dan mengarahkan manusia kepada sistem
norma dan nilai yang didasarkan pada ajaran agama Islam.
Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan definisi lembaga dakwah
secara konseptual menurut para ahli.
a) M. Munir dan Wahyu Ilaihi
Lembaga dakwah atau organisasi dakwah merupakan
kumpulan manusia yang berserikat yang memiliki tujuan bersama
untuk mengajarkan dan menyampaikan ajaran Islam secara
komprehensif kepada umat agar mereka memahami dan menyakini
kebenarannya yang mutlak, sehingga ajaran Islam mampu
mempengaruhi pandangan hidup, sikap batin, dan tingkah
lakunya.17
b) Abdul Rosyad Shaleh
Lembaga dakwah adalah rangkaian aktifitas menyusun
suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha
dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokan pekerjaan
17
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Group,
2009), h.83.
26
yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan
hubungan kerja antara satuan-satuan petugasnya.18
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa lembaga
dakwah adalah suatu wadah atau kelompok masyarakat yang terikat dan
saling bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama untuk mengajarkan
serta menyampaikan ajaran agama Islam secara menyeluruh.
3. Fungsi Lembaga Dakwah
Sebagai sebuah wadah yang didasarkan pada ajaran agama Islam.
Lembaga dakwah memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsi lembaga
dakwah tersebut antara lain:
a) Mewujudkan masyarakat Islami
b) Memasyarakatkan Islam dengan sumber murni (Al-Qur‟an dan As-
Sunnah)
c) Memberikan pedoman pada masyarakat (muslim) bagaimana
mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi
berbagai masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat,
terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok mereka.
d) Memberikan pegangan kepada masyarakat dalam melakukan
pengendalian sosial menurut sistem tertentu yakni sistem
pengawasan tingkah laku para anggotanya.
e) Menjaga keutuhan masyarakat.19
18
Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), Cet ke-
2, h. 77. 19
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-1, h. 2.
27
4. Klasifikasi Lembaga Dakwah
Berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 6 tahun 1979 tentang
susunan organisasi Departemen Agama, lembaga dakwah adalah semua
organisasi Islam baik yang sifatnya lokal, berlevel daerah atau nasional.
Secara terperinci, dalam keputusan Menteri Agama tersebut dijelaskan bahwa
lembaga dakwah meliputi 4 (empat) kelompok organisasi, yaitu; badan-badan
dakwah, majelis taklim, pengajian-pengajian, organisasi kemakmuran
masjid.20
1) Badan-badan dakwah
Badan dakwah adalah organisasi Islam yang bersifat umum,
yang memungkinkan melaksanakan berbagai kegiatan seperti
masalah pendidikan, ekonomi, keterampilan, sosial, dan lain-lain.
badan-badan dakwah terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu:
a) Badan dakwah induk seperti: Nahdlatul Ulama,
Muhammadiya, Persis, ICMI, dan semacamnya.
b) Badan dakwah wanita seperti: Aisyiyah, Muslimat Nu,
Fatayat Nu, dan semacamnya.
c) Badan dakwah pemuda mahasisiwa dan pelajar seperti:
HMI, Pemuda Muhammadiyah, dan semacamnya.
d) Badan dakwah khusus seperti P3M.
e) Badan dakwah remaja masjid seperti: RISKA, RISMA, dan
JISC.
20
Hasanuddin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet ke-1, h.129.
28
2) Majelis-majelis taklim
Majelis taklim adalah organisasi penyelenggara pendidikan
non formal dibidang agama Islam untuk orang dewasa, dibeberapa
daerah sering disebut juga dengan nama pengajian.
3) Pengajian-Pengajian
Lembaga ini merupakan forum pendidikan non formal
agama Islam untuk tingkat anak-anak, dewasa ini popular dengan
sebutan Taman Pendidikan Anak Al-Qur‟an (TPA), TK Al-Qur‟an,
dan sejenisnya.
4) Organisasi kemakmuran masjid dan mushola
Organisasi ini dibentuk untuk mengelola dan melaksanakan
berbagai kegiatan dalam masjid atau mushola seperti pendidikan
perpustakaan, kesehatan, dan koperasi.
D. Pembinaan Keagamaan
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan
Ditinjau dari segi bahasa pembinaan keagamaan terdiri dari dua
kata yaitu pembinaan dan keagamaan. Pembinaan merupakan asal kata
dari kata “bina”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pembinaan berarti
“pembaharuan atau penyempurnaan” dan “usaha” tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang
lebih baik.21
Menurut Hediyat Soetopo dan Westy Soemanto, bahwa pembinaan
adalah menunjuk pada suatu kegiatan yang mempertahankan dan
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 152.
29
menyempurnakan apa yang telah ada.22
Adapun pengertian pembinaan
menurut Dzakiah Daradjat yaitu:
“Pembinaan adalah upaya pendidikan baik formal maupun
non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah,
teratur, dan bertanggung jawab, dalam rangka memperkenalkan,
menumbuhkan, mengembangkan, suatu dasar kepribadian yang
seimbang, utuh, selaras. Pengetahuan dan keterampilannya sesuai
dengan bakat, keinginan dan prakarsa sendiri, menambah,
meningkatkan dan mengembangkan kearah tercapainya martabat,
mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang
mandiri.”23
Pembinaan dan pengembangan masyarakat yang dilakukan
Rasulullah SAW, pada dasarnya merupakan suatu proses yang sistematis
dalam upaya menciptakan masyarakat yang bermoral, pembinaan dan
pengembangan tersebut dirumuskan kedalam tiga tahap yakni; pertama,
tahap perintisan dan pembentukan (takwin), kedua, tahap pembinaan dan
penataan (tanzhim), ketiga, tahap pelepasan dan kemandirian yang dibina
(tawdi‟).24
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah
suatu aktivitas yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan
atau mengembangkan potensi seseorang atau kelompok masyarakat untuk
merubah kehidupan sosial ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
Setelah mengetahui beberapa definisi mengenai pembinaan,
penulis mencoba menjelaskan beberapa pengertian mengenai agama dari
sudut pandang bahasa dan istilah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
22
Aat Syafaat, dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan
Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 154. 23
Dzakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,1976), Cet ke-15, h. 36. 24
Istilah- istilah ini diperkenalkan oleh Amrullah Ahmad dalam bukunya Dakwah Islam
Sebagai Ilmu, dikutip oleh Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur‟an, h. 188.
30
agama berarti kepercayaan kepada tuhan dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.25
Menurut Harun Nasution kata agama dikenal juga dengan kata din
(dalam bahasa arab), dan religi (dalam bahasa Eropa). Ada yang
berpendapat bahwa agama terdiri dari dua kata, a berarti tidak dang am
berarti pergi, jadi agama berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-
temurun. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab
suci. Selanjutnya dikatakan bahwa agama berarti tuntunan. Karena
memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup
bagi pemeluknya.26
Masih dalam buku yang sama, menurut Sultan Takdir Alisjahbana
agama adalah suatu sistem kelakuan dan penghubung manusia yang
berpokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuatan dan
kegaiban yang tiada terhingga luas, dalam, dan mesranya disekitarnya,
sehingga member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang
mengelilinginya.
Parsudi Suparlan mengkhususkan pengertian agama adalah suatu
sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan
oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasikan dan
member respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang
gaib dan suci.
25
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 9. 26
Amsal Bakhtiar, Fisafat Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Cet ke-1,
h. 10.
31
Agama adalah risalah yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi
sebagai petunjuk bagi manusia dengan ketentuan hukum-hukum yang
sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara
hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab
kepada Allah SWT, kepada masyarakat dan alam sekitarnya.
Sedangkan pengertian Islam secara etimologi adalah kata benda
yang berasal dari kata kerja salima. Akar dari huruf م - ل - س sin, lam, mim.
Arti yang dikandung perkataan Islam itu adalah penyerahan diri,
kepatuhan, kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan.27
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Islam berarti “agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW.”28
Islam adalah agama tauhid. Artinya, keyakinan akan keesaan Allah
SWT. Tauhid merupakan prima causa (asal yang pertama, asal dari
segala-galanya) dari seluruh keyakinan Islam. Nama Islam sebagai sebuah
agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diberikan langsung oleh
Allah SWT, termuat dalam surat Ali-Imran :19.
…..
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam.” (Qs Ali-Imran :19)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
agama Islam adalah agama Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang
27
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-1, hal. 43. 28
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), h. 388.
32
mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah), dan ketentuan-
ketentuan ibadah dan mu‟amalah (syari‟ah). Dengan tujuan untuk memberi
tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
2. Materi Pembinaan Keagamaan
Pembinaan keagamaan merupakan segala upaya untuk memahami
nilai-nilai keagamaan yang terdapat dalam Islam yang diajarkan maupun
yang dilaksanakan oleh pemeluk agama.29
Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW merupakan sumber
etika Islam. kedua sumber ini penuh dengan nilai-nilai serta norma yang
menjadi ukuran sikap manusia apakah itu baik atau buruk. Nilai-nilai
Islam pada hakekatnya merupakan himpunan dari prinsip-prinsip hidup,
serta ajaran-ajaran tentang bagaimana manusia menjalankan kehidupan di
dunia.
E.S. Anshari yang dikutip dari buku Lembaga-lembaga Islam di
Indonesia karangan Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali
mengungkapkan bahwa kerangka dasar ajaran Islam terdiri dari akidah,
syari‟ah, dan akhlak. Ketiganya mengikuti sistematika iman, Islam, dan
Ihsan yang berasal dari Hadits Nabi Muhammad SAW. Materi pembinaan
keagamaan tentunya meliputi berbagai aspek. Namun secara garis besar
mengikuti kerangka dasar ajaran agama Islam. Adapun uraiannya sebagai
berikut:
29
Syaikh Musthofa Masyhur, Fikih Dakwah, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2000), Cet ke-1, h.
102.
33
1) Akidah
Akidah adalah bentuk masdar dari kata “ „aqoda, ya‟qidu,
„aqdan, „aqidatan” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan,
perjanjian, dan kokoh.30
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
akidah berarti kepercayaan , keyakinan.31
Sedangkan menurut
istilah, terdapat dua pengertian yaitu pengertian secara umum dan
secara khusus:
a) Secara umum, aqidah adalah hukum yang qath‟i tanpa
keraguan lagi, baik berdasarkan syar‟i (naqli) maupun hasil
pemikiran yang sehat (aqli), seperti itikad yang benar atau
salah.
b) Secara khusus, aqidah adalah pokok-pokok ajaran din Islam
dan hukum-hukumnya yang qath‟i.32
Seperti mengimani
terhadap enam hal yang lazim disebut dengan rukun iman,
yang tertuang dalam firman Allah Swt dalam surat An-Nisa:
136:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
30
Tadjab, Muhaimin, dan Abd. Mujib, Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya
Abditama, 1994), Cet ke-1, h.241. 31
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 15. 32
Saefuddaulah dan Ahmad Basyuni, Akhlak (Ijtima‟iyyah), (Jakarta: PT Pamator,
1998), h. 5.
34
turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya.”(Q.S. An- Nisa: 136)
Akidah adalah konsep-konsep yang diimani manusia
sehingga seluruh perbuatan dan perilakunya bersumber pada
konsepsi tersebut. Sebagian ulama berpendapat bahwa pembahasan
pokok akidah Islam meliputi rukun iman yang enam, yaitu:
a) Iman kepada Allah Swt
b) Iman kepada malaikat Allah Swt
c) Iman kepada kitab-kitab Allah Swt
d) Iman kepada rasul-rasul Allah Swt
e) Iman kepada hari akhir
f) Iman kepada qada dan qadar.
Imam Al- Ghazaly juga membedakan tingkatan iman setiap
hamba menjadi tiga tingkatan, yaitu:33
a) Iman orang awam yaitu orang-orang yang hanya beriman
karena ada orang yang dipercayainya (Rasul).
b) Iman orang alim yaitu orang-orang yang beriman karena
hasil penelitiannya, analisanya, serta kesimpulan dari upaya
akalnya.
c) Iman orang arif (bijaksana) yaitu orang-orang yang beriman
setelah menyaksikan sendiri kebenaran hakiki yang
33
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 230.
35
didapatkan oleh pengalaman rohaninya, tanpa ada unsur
hijab (tabir) yang menghalanginya.
Rukun iman merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan, apa bila seseorang mengingkari salah satunya
maka leburlah amal dan keimanannya pada rukun iman yang lain.
Keimanan seseorang baru dapat dikatakan sempurna apa bila
didalamnya terdapat tiga unsur yang berpadu yaitu meyakini
dengan hati, diikrarkan dengan lisan, serta diamalkan dengan
tindakan.
2) Syari‟ah
Secara etimologis, syari‟ah adalah jalan yang harus
ditempuh oleh setiap umat Islam. Dalam arti teknis syari‟ah adalah
seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan
sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan
hidupnya. 34
Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan antara manusia
dengan Allah SWT disebut juga kaidah ibadah. Sedangkan, yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, benda dan
lingkungan masyarakat disebut juga kaidah mu‟amalah.
Menurut Muhammad Salam Madkur dalam bukunya Al-
Madkhal Lil Fiqh Al-Islami menjelaskan bahwa syari‟ah adalah
hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, agar
34
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia,
h. 28.
36
manusia mentaati hukum tersebut atas dasar iman, baik berkaitan
dengan akidah, amaliyah (ibadah dan mu‟amalah) maupun dengan
akhlak. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat al-Jaatsiah
:18.
Artinya: “Kemudian kami jadikan kamu berada di atas
suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah
syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui.” (Q.S. Al- Jaatsiah: 18)
3) Akhlak
Secara etimologis kata akhlak berasal dari bahasa Arab,
jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia akhlak berarti budi pekerti.35
Dilihat dari sudut istilah (terminologi), terdapat beberapa
ahli yang memberikan definisi tentang akhlak. Yaitu:
a) Imam Al-Ghazali dalam buku Akhlak Tasawuf karangan
H.A. Mustofa mengungkapkan definisi akhlak bahwa:
“akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih
dahulu.”
b) Ibnu maskawih mendefinisikan bahwa akhlak adalah
“keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
35
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 15.
37
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”
c) Sedangkan Prof. Dr. Amin mendefinisikan bahwa akhlak
adalah “kehendak yang dibiasakan. Artinya, bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu
dinamakan akhlak.” 36
Akhlak yang baik haruslah berpijak pada keimanan. Oleh
karena itu iman tidaklah cukup sekedar disimpan dalam hati,
melainkan harus dilahirkan dalam perbuatan yang nyata berupa
amal saleh dan atau tingkah laku yang baik.
Sebagaimana Rasulullah Saw pernah bersabda, yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang
terbaik budi pekertinya” (H.R. Abu Hurairah)
Secara garis besar akhlak digolongkan menjadi dua yaitu;
akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah
adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik atau terpuji
yang terpendam dalam jiwa manusia. Sedangakan akhlak
mazmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang
tercela yang terpendam dalam jiwa manusia.
36
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, h. 12.
38
3. Metode Pembinaan Keagamaan
Agar proses pembinaan berjalan dengan lancar, maka penting
kiranya untuk memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi
dakwah. Adapun metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
a) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan
maksud untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian,
dan penjelasan tentang sesuatu kepada pendengar dengan
menggunakan lisan. Metode ceramah merupakan metode yang
sudah sejak lama dipakai dalam proses pembelajaran. Oleh sebab
itu, metode ini digolongkan sebagai metode tradisional. Dalam
prakteknya, metode ini sering dibarengi dengan metode tanya
jawab.
b) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan
menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana
ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami dan menguasai
materi dakwah, di samping itu, juga untuk merangsang perhatian
penerima dakwah.
c) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan
materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan
secara terbuka. Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran
pikiran (gagasan, pendapat, dan sebagainya) antara sejumlah orang
39
secara lisan dengan membahas suatu masalah tertentu yang
dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh
kebenaran.
d) Metode Keteladanan
Metode keteladanan atau yang biasa disebut juga sebagai
demonstrasi berarti suatu cara penyajian dakwah dengan
memberikan keteladanan langsung kepada mad‟u agar tertarik
untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkan.37
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Islam sebagai
ajaran memiliki sistem tersendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja
sama untuk mencapai suatu tujuan. Sumbernya adalah tauhid, yang
berkembang melalui akidah, dari akidah itu mengalir syari‟at dan akhlak
Islam. Ketiganya laksana bejana yang saling berhubung.
37
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, h. 101.
40
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH FRONT (LDF)
A. Profil Lembaga Dakwah Front (LDF)
1. Latar belakang berdirinya Lembaga Dakwah Front (LDF)
Kelahiran Front Pembela Islam menjadi babak baru dalam sebuah
perjalanan perjuangan Islam di Indonesia. Sejak dideklarasikan pada 17
Agustus 1998 Front Pembela Islam (FPI) mencanangkan gerakan nasional
anti ma’siat dengan cara menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Awal
lahirnya FPI bak masjid yang siapa saja dari kaum muslimin boleh
memasukinya. Karenanya, anggota FPI menjadi sangat beragam mulai dari
yang baik akhlaknya sampai yang masih membutuhkan pembinaan. 1
Kehadiran FPI menjadi sangat terkenal karena aksi yang dilakukan
oleh laskar para militernya yakni Laskar Pembela Islam tak jarang aksi-
aksi yang dilakukan mengakibatkan terjadinya konflik horizontal.
Sehingga aksi-aksi tersebut menuai kritik dan mengundang kecaman oleh
sebagian orang. Pada tahun 2002 menjelang ramadhan 1423H Ketua
Umum Front Pembela Islam Habib Muhammad Rizieq Syihab bersama
para aktivis FPI di jebloskan dalam sel tahanan Polda Metro Jaya.2
Belajar dari pengalaman tersebut pada tahun 2004 perubahan
besarpun terjadi dalam organisasi FPI. Pada tahun 2004 FPI membentuk
satu lembaga dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF).
1 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 3.
2 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, 310.
41
Lembaga Dakwah Front (LDF) merupakan lembaga otonom yang
dibentuk oleh FPI yang salah satu fungsinya adalah untuk menjalankan
kegiatan dakwah FPI yang berkaitan erat dengan aktivis atau laskar FPI
maupun masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan dasar keagamaan bagi
para aktivis FPI dan mentransformasikan nilai-nilai Islam di tengah
masyarakat. 3
Terbentuknya Lembaga Dakwah Front (LDF) diprakarsai oleh
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Bin
Husein Syihab, sebagai ketua umum beliau membagi medan juang FPI
kedalam tiga bagian yakni; Dakwah, Hisbah (amar ma’ruf nahi munkar),
dan Jihad.
Lembaga Dakwah Front (LDF) didirikan sebagai wadah para
ustadz FPI dalam mentransformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat
melalui kegiatan-kegiatan dakwah. Lembaga Dakwah Front (LDF)
bermaksud meneggakkan syariat Islam secara kaffah disegenap sektor
kehidupan.
Selama ini Lembaga Dakwah Front (LDF) menjadi tulang
punggung FPI dalam bidang kehumasan (public relation) dengan
mensosialisasikan tentang apa dan bagaimana FPI.4 Sebagai anak
organisasi yang dibentuk oleh FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF)
memiliki beberapa fungsi di dalam tubuh organisasi FPI diantaranya:5
3 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014. 4 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 198. 5 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014.
42
a) Fungsi pergerakan merupakan fungsi LDF dalam menterjemehkan
da’wah sebagai sebuah perjuangan mentranformasikan nilai-nilai
Islam di masyarakat.
b) Fungsi sebagai pengabdian adalah melaksanakan transformasi
nilai-nilai dalam Islam di masyarakat.
c) Fungsi pengkaderan merupakan fungsi LDF dalam mencetak kader
Islami untuk mengemban visi dan misi LDF yang meliputi
pembekalan dan pemberdayaan kualitas dan potensi anggota FPI.
d) Fungsi Pembinaan merupakan fungsi LDF dalam meningkatkan
kualitas sumber daya insani meliputi aspek fikriah, ruhiyah,
jasadiyah dan skill manajerial aktivis FPI.
Dengan kata lain bahwa Lembaga Dakwah Front (LDF) didirikan
bukan hanya sebagai wadah silaturahmi para da’i FPI. Tetapi juga sebagai
penggerak dakwah FPI diantaranya dengan menambah wawasan
keagamaan para anggota laskar FPI, termasuk juga mensosialisasikan
dakwah dengan menggelar majelis-majelis ilmu di tengah masyarakat
diberbagai daerah.
2. Visi dan Misi Lembaga Dakwah Front (LDF)
Sepertihalnya FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF) mempunyai
sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi (visi), bahwa
upaya mewujudkan tegaknya syariat Islam di Indonesia adalah suatu yang
mutlak harus dikerjakan terlebih mayoritas penduduk Indonesia
merupakan umat Islam.
Adapun misi besar Lembaga Dakwah Front (LDF) yaitu:
43
a) Mengajak manusia ke jalan Allah Swt dengan hikmah dan
argument yang baik, dengan cara membentuk dan mengkader para
dai yang mempunyai ciri khas sesuai dengan asas dan tujuan
organisasi FPI
b) Menjadikan LDF sebagai salah satu pusat refrensi keilmuan,
keislaman dan pelayanan umat, yang sesuai dengan asas dan tujuan
organisasi FPI
c) Menjadikan LDF sebagai pusat pembekalan dan pendistribusian
para dai, ke tempat yang ditunjuk oleh FPI atau yang dipandang
perlu oleh LDF.6
3. Struktur Organisasi Lembaga Dakwah Front (LDF)
Struktur organisasi adalah kerangka kerja formal oganisasi yang
dengan kerangka itu tugas-tugas dan jabatan dibagi-bagi, dikelompokan
dan dikoordinasikan. Lembaga Dakwah Front (LDF) adalah organisasi
non formal yang menjadi wadah silaturahmi para ustadz FPI sekaligus
menjalankan fungsi dakwah FPI. LDF dikelola oleh pengurus yang
struktur organisasinya adalah sebagai berikut:
Ketua Umum : Habib Ahmad Fikri Bafaraj
Sekretaris Umum : Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi
Wakil Sekretaris : Habib Ali b. Husein Alatas
Bendahara : Ust. Haris Ubaidillah
Wk. Ketua Bidang Dai : Ust. H. Reza Pahlevi
6 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014.
44
Koordinator Bidang Dai : Ust. Muhammad Subhan Burhanudin
Wk. Ketua Bid. Litbang : Ust. Salman Al-Farisi
Wk. Ketua Bid. Humas : Ust. Muhammad Irfan
Wk. Ketua Bid. IT : Ust. Ade Suherman7
Para pengurus inilah yang senantiasa mengelola kegiatan yang ada
di Lembaga Dakwah Front (LDF) pusat sehingga berbagai kegiatan syi’ar
Islam dapat berjalan dengan baik, teratur dan sistematis.
B. Program Program Kegiatan Lembaga Dakwah Front (LDF)
Dalam rangka mengembangkan konsep dakwah yang dimiliki
Lembaga Dakwah Front (LDF), maka segenap pengurus merumuskan dan
menyusun segala kegiatan dakwahnya secara sistematis, terarah dan
berkesinambungan. Oleh karena memang keberhasilan atau kegagalan suatu
dakwah dapat ditentukan atau diukur oleh perencanaan dan perumusan tujuan
yang matang.
Sesuai dengan fungsinya program kerja Lembaga Dakwah Front
(LDF) terbagi menjadi dua bagian yaitu internal dan eksternal:
1. Internal
Lembaga Dakwah Front (LDF) selalu mengadakan diklat-diklat
tentang keorganisasian FPI, pengajian rutin mingguan setiap malam kamis
ba’da maghrib di Masjid Al-Islah Petamburan Jakarta, dan setiap selasa
sore dengan membaca dzikir disambung dengan kajian kitab di markas
7 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014.
45
syariah petamburan.8
Pengajian bulanan setiap minggu pagi di minggu pertama bulan
nasional, di markas syariah petamburan Jakarta. Yang dibimbing langsung
oleh Habib Rizieq bin Husein Syihab dimulai dari jam 8 (delapan),
dilanjutkan dengan sholat dzuhur berjamaah. Dengan materi pelajaran
Kursus-Kursus Materi Agama seperti , Ushul Fiqh, Ululumul Quran,
Ulumul Hadits, Ilmu Faroid, Ilmu Falaq dll.
Adapun program rutin tahunan dari bulan rajab sampai ramadhan
LDF mengadakan program menghatamkan kitab hadis Shahih Bukhari dan
muslim, disusul dengan menghatamkan Al-qur’an pada saat memasuki
bulan ramadhan. Di tutup dengan acara buka puasa bersama dan santunan
anak yatim setiap malam 29 ramadhan.9 Selain itu LDF juga mengadakan
program tahunan yang bersifat momentum yaitu Peringatan Hari-hari
Besar Islam (PHHBI).
Selain itu para aktivis FPI juga dianjurkan dan ditekankan untuk
terus mencari ilmu dari sumber lain yang dapat dipercaya, sebagai bekal
dakwah di tengah umat.
2. Eksternal
Secara umum kegiatan yang dilakukan Lembaga Dakwah Front
(LDF) adalah mensosialisasikan dakwah di tengah-tengah masyarakat
dengan mengadakan tabligh akbar serta menggelar majelis-majelis ilmu di
8 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 9 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014.
46
tengah masyarakat diberbagai daerah.10
Lembaga Dakwah Front (LDF) berperan aktif melakukan safari
dakwah ke tempat-tempat yang masih minim sentuhan dakwah.11
LDF
juga rutin mengadakan acara-acara peringatan Maulid Nabi Muhammad
Saw, isra Mi’raj, dan acara-acara keagamaan Islam lainnya, juga
mengadakan berbagai kegiatan syiar Islam lainnya di seluruh nusantara.
Lembaga Dakwah Front (LDF) juga gencar melawan berbagai
program kristenisasi di berbagai daerah. Di jawa barat LDF berhasil
mengembalikan keimanan ribuan warga Ahmadiyah kembali ke agama
Islam. Dalam upaya mengembalikan akidah warga ahmadiyah ini LDF
juga cukup sering bekerja sama dengan ormas Islam lainnya seperti NU,
dan Muhammadiyah.
3. Fasilitas Kegiatan Lembaga Dakwah Front (LDF)
Diantara fasilitas penunjang kegiatan Lembaga Dakwah Front
(LDF) dalam pembinaan keagamaan Laskar Pembela Islam FPI pusat,
yaitu sebagai berikut:
a) Gedung (Markas Syariah).
b) Infocus, dan Laptop
c) 1 Set Hadroh dan Sound System.
d) White board.
e) Perpustakaan kitab-kitab Islami.
10
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF.
Jakarta, 20 Agustus 2014. 11
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014.
47
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
A. Analisis Peran Lembaga Dakwah Front Dalam Pencitraan Laskar
Pembela Islam FPI
Pada dasarnya tujuan umum dari setiap program kerja atau berbagai
kegiatan yang selama ini dilakukan oleh Lembaga Dakwah Front (LDF)
adalah cara untuk menciptakan hubungan harmonis antara FPI dengan
masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis di lapangan,
bahwa Lembaga Dakwah Front (LDF) memiliki peran penting dalam
membangun dan membentuk citra positif Laskar Pembela Islam FPI di
masyarakat melalui beberapa kegiatan sebagai berikut:
1) Safari Dakwah
Persepsi yang berkembang di masyarakat terhadap FPI adalah
organisasi yang kerap melakukan aksi yang berujung pada tindak kekerasan.
Sehingga wajar apabila kritik dan petisi selalu mendera organisasi ini.
Menurut Habib Idrus Ali Al-habsyi dalam petikan wawancara bahwa hal
tersebut disebabkan karena kurangnya informasi yang diterima oleh
masyarakat tentang kegiatan FPI secara komperhensif. Ini merupakan sebuah
citra negatif yang berkembang di masyarakat.
Dalam hal ini Lembaga Dakwah Front berfungsi sebagai humas FPI,
dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memulihkan citra
negatif FPI di masyarakat. Salah satunya adalah safari dakwah. Yaitu
dakwah dalam bentuk tabligh dengan berkeliling ke seluruh daerah
48
khususnya daerah-daerah yang masih terbelakang. Kegiatan ini diadakan
setiap enam bulan sekali. Materi-materi yang disampaikan secara umum
tentang amar ma‟ruf nahi munkar namun selalu disisipi dengan penjelasan-
penjelasan tentang organisasi FPI.
Dalam teori pencitraan kasus ini merupakan bentuk citra bayangan,
yaitu anggapan dari pihak luar terhadap organisasi FPI. Dalam konteks ini
citra yang muncul adalah citra negatif.
2) Pengabdian Kepada Masyarakat
Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI tidak hanya terbatas pada
pendekatan tabligh melalui safari dakwah. Namun, Lembaga Dakwah Front
berupaya merealisasikannya dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Yaitu dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sosial. Salah satunya adalah
program santunan kepada anak yatim piatu dan dhuafa (YATAMA) setiap
malam 29 ramadhan. Program ini bertujuan untuk memberikan contoh dan
meningkatkan kepedulian sosial kepada seluruh aktivis FPI. Lembaga
Dakwah Front selalu mendorong dan melibatkan aktivis FPI dalam setiap
kegiatan-kegiatan sosial.
Sejarah mencatat bahwa, di tahun 2004 Lembaga Dakwah Front
(LDF) beserta seluruh pengurus FPI maupun aktivis membantu korban
sunami di Aceh dengan membagikan sembako dan membuat tenda-tenda
untuk korban bencana. Selain itu para ustadz LDF yang dipimpin langsung
oleh Habib Rizieq Syihab juga membantu proses evakuasi, mengurus, dan
49
memakamkan korban yang meninggal pada peristiwa tersebut tidak kurang
dari 70.000 korban meninggal selama empat bulan.1
Dalam kasus Gaza yang terjadi saat ini, LDF dan segenap pengurus
maupun aktivis FPI menghimpun dan mengumpulkan dana untuk membantu
saudara muslim di Gaza. Pada hari Ahad, 14 Syawwal 1435 H/10 Agustus
2014 tepatnya relawan Front Pembela Islam untuk GAZA telah
menyampaikan donasi kepada saudara muslim di Jabaliya - Gaza. Sumbangan
yang disampaikan oleh para relawan diterima langsung oleh As-syeikh
Ya‟qub Sulaiman Pimpinan Jam‟iyyatus Salaam (Salam Society for Relief
and Development) di Jabaliya GAZA Palestina. Menurut Habib Idrus dalam
wawancara pribadi dengan penulis bahwa donasi yang diberikan hampir tidak
kurang dari satu milliar rupiah.2
3) Kaderisasi Anggota
Kaderisasi anggota merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan dalam
setiap organisasi, agar melahirkan kader-kader yang tangguh, berkualitas,
sehingga kader tersebut dapat menjadi unsur perjuangan dalam kerangka
organisasi. Sukses atau tidaknya sebuah organisasi dapat diukur dari
kesuksesannya dalam proses kaderisasi internal. Karena, wujud dari
keberlanjutan organisasi adalah munculnya kader-kader yang memiliki
kapabilitas dan komitmen terhadap dinamika organisasi untuk masa depan.
Berikut adalah bentuk kegiatan pengkaderan yang dilakukan Lembaga
Dakwah Front (LDF), diantaranya:
1 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014. 2 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014.
50
a. Rekrutmen
Proses rekrutmen anggota merupakan sebuah kegiatan estafet
yang dilakukan oleh Lembaga Dakwah Front guna menambah sumber
daya aktivis yang dimiliki oleh FPI. Pada awal terbentuknya organisasi,
FPI tidak mengadakan seleksi kepada para aktivis, sehingga seringkali
setiap aksi aktivis keluar dari prosedur perjuangan FPI.
Sesuai ketetapan munas yang ke tiga, Lembaga Dakwah Front
membuat prosedur standar penerimaan anggota FPI. Calon anggota harus
memenuhi persyaratan yakni; beragama Islam, memiliki wawasan
keIslaman yang memadai, dan yang terpenting adalah harus mendapat
izin dari orang tua. Setelah itu Lembaga Dakwah Front mengadakan
seleksi yang cukup ketat kepada para calon anggota yang ingin menjadi
aktivis FPI. Pertama, interview, calon anggota akan diwawancarai oleh
ustad LDF tujuannya untuk mengetahui tentang niatnya menjadi aktivis
FPI. Kedua, mampu membaca Al-Qur'an.
Umumnya metode yang digunakan oleh Lembaga Dakwah Front
untuk merekrut aktivis FPI adalah dengan membuka pendaftaran melalui
ta‟lim-ta‟lim umum atau even-even syi‟ar Islam lainnya (kegiatan yang
sifatnya pengenalan nilai-nilai Islam) kemudian merekrut orang yang
hadir untuk menjadi aktivis FPI. Ini tidaklah salah karena proses seperti
ini sama dengan menyeleksi masyarakat yang memiliki kecenderungan
lebih besar kepada Islam.
51
b. Diklat-Diklat Keorganisasian
Dalam hal meminimalisir tejadinya tindakkan aktivis yang keluar
dari prosedur perjuangan FPI. Lembaga Dakwah Front memberikan
pendidikan dan pengenalan keorganisasian yang meliputi prosedur
perjuangan, tujuan perjuangan FPI. Tujuannya adalah agar seluruh calon
anggota mengerti dan memahami akan hakikat perjuangan FPI.
Selanjutnya para aktivis akan dibina dan diberikan pendidikan
keagamaan.
Dalam rangka menjaga dan menumbuh suburkan karakteristik
aktivis FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF) menempuh cara yang cukup
sederhana yaitu dengan menyeragamkan pakaian resmi FPI di seluruh
daerah. Seragam yang dipilih adalah kemeja dan celana taqwa atau baju
panjang yang berwarna putih dan peci haji atau imamah yang berwarna
putih pula. Serta dilengkapi dengan sal, sorban, dan sabuk yang berwarna
hijau. Dengan harapan dari kerapihan dan kebersihan seragam tersebut
dapat memperoleh manfaat antara lain:3
a. Pakaian putih untuk senantiasa mengingatkan pemakainya kepada
kematian yang pasti akan datang.
b. Pakaian putih juga mendorong pemakainya agar selalu menjaga
kebersihan diri dan kesucian hati.
c. Sal, sorban, dan sabuk berwarna hijau untuk menghidupkan suasana
religius yang menyejukkan.
3 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 233
52
d. Pakaian takwa untuk menumbuhkan rasa malu sehingga bisa
menjadi benteng dari perbuatan tidak terpuji.
e. Keseragaman pakaian takwa untuk menghidupkan rasa kebersamaan
dan semangat kekompakan.
f. Pakaian takwa untuk memupuk kedisiplinan, ketertiban, loyalitas,
dan kewibawaan.
g. Keseragaman pakaian takwa untuk menjadi identitas pengenal
sesama kawan seperjuangan sekaligus sebagai penunjukan jati diri
sebagai muslim.
h. Keseragaman pakaian takwa untuk menjadi pendorong semangat
menjaga karakteristik perjuangan.
i. Keseragaman pakaian takwa untuk membentuk mental para aktivis
FPI sekaligus menjatuhkan mental lawan.
j. Keseragaman pakaian takwa untuk menghidupkan semangat
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, sekaligus sebagai
pengontrol sikap.
4) Pembinaan Kader
Lembaga Dakwah Front (LDF) memiliki kedudukan dan peranan
yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan pengetahuan dan
pemahaman keagamaan para aktivis juang FPI agar mereka mampu
menjadi bagian dari unsur perbaikan bangsa di masa yang akan datang.
Menurut hasil pengamatan peneliti, bahwa kegiatan pembinaan
keagamaan yang dilaksanakan oleh Lembaga Dakwah Front (LDF)
53
selama ini dalam rangka meningkatkan pemahaman keagamaan aktivis
FPI tidak terlepas dari kegiatan ta‟lim atau pengajian.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kegiatan pembinaan
keagamaan Lembaga Dakwah Front (LDF), penulis mencoba
memaparkan data-data berdasarkan hasil wawancara penulis di lapangan
dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi (Sekertaris Umum) dan Ustad Haris
Ubaidillah selaku bendahara umum LDF serta aktivis FPI yang berperan
aktif mengikuti segala bentuk kegiatan LDF. Adapun program kegiatan
Lembaga Dakwah Front (LDF) secara garis besar, sebagai berikut:
a) Pengajian Rutin Minguan
Kesadaran akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman
keagamaan bagi para aktivis FPI, diterjemahkan ke dalam satu
bentuk kegiatan pengajian yang rutin diadakan oleh Lembaga
Dakwah Front (LDF) setiap minggunya di Masjid Jami Al-Islah
Petamburan tiga Jakarta.
Pengajian ini diadakan setiap malam kamis ba‟da maghrib.
Adapun materi agama yang disampaikan dalam pengajian kepada
seluruh aktivis adalah membahas tentang Ilmu Fiqih, Tauhid, dan
Ilmu Akhlak (Tasawuf). Sebagaimana yang telah penulis uraikan
dalam bab sebelumnya bahwa materi tersebut merupakan kerangka
dasar ajaran agama Islam, artinya ketiga materi tersebut wajib
hukumnya dipelajari bagi setiap muslim.
Kitab yang digunakan dalam pengajian untuk aqidah adalah
Aqîdatul„awwam karangan As-Sayyid Ahmad Al-Marzuqi Al-Mâliki
54
Al-Makki materi yang disampaikan mencakup pengenalan dan
pemahaman terhadap rukun iman dan rukun Islam. LDF juga
membuka kitab dakwah yaitu Ad-da‟wah At-Tâmmah karangan Al-
Imam Al-Habîb „Abdullah ibnu „Alwi Al-Haddâd. Aktivis FPI
ditekankan untuk berdakwah serta aktivis diarahkan tentang
bagaimana pola dakwah yang baik dan yang benar.
Adapun masalah akhlak LDF membuka kitab Ta‟lim
muta‟alim yaitu aktivis diajarkan tentang akhlak terhadap Allah
SWT, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap guru, serta akhlak
terhadap muslim lainnya. Dengan bekal ilmu akhlak, aktivis dapat
dengan mudah mengetahui batasan-batasan mengenai yang baik dan
yang buruk dalam mejalankan aksi-aksinya.4
Rangkaian kegiatan pengajian tidak terlepas dari peran serta
metode yang digunakan oleh para ustad LDF. Di dalam organisasi
LDF terhimpun para pengajar yang berkualitas baik dari segi
pengetahuan maupun pemahamannya tentang Islam. Diantara para
pengajar dalam pengajian mingguan di masjid Al-Islah ini adalah al-
Habib Muhammad Rizieq Syihab selaku penasehat Lembaga
Dakwah Front (LDF) yang juga sebagai Ketua Umum FPI, KH.
Misbahul Anam, KH. Zaenudin Ali serta masih banyak lagi pengajar
yang mengisi kegiatan pengajian tersebut.
4 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014.
55
Metode yang digunakan tidak terlepas dari metode ceramah
yang diselingi dengan tanya jawab5 tujuannya adalah untuk
mengetahui sampai sejauh mana pemahaman aktivis terhadap materi
yang telah disampaikan. Dalam penyampaian materi para ustad
Front menggunakan bahasa yang lemah lembut dengan sedikit
sentuhan humor yang mendidik sehingga aktivis yang mendengarkan
merasa mudah memahami dan tidak merasa jenuh.
Aktivis FPI yang hadir dalam pengajian ini dari tahun
ketahun mengalami peningkatan baik dari segi pengetahuan maupun
pemahaman tentang agama Islam. Sebagaimana ustad Haris
Ubaidillah selaku Bendahara Umum LDF mengatakan
“Alhamdulillah perkembangan aktivis FPI dari tahun ketahun
semakin matang, terbukti dengan semakin besarnya dukungan
masyarakat terhadap FPI dan perjuangan FPI dalam amar ma‟ruf
nahi munkar.” 6
Selain pengajian buka kitab seperti yang penulis jelaskan di
atas, LDF juga mengadakan pengajian materi-materi khusus kepada
seluruh aktivis FPI. Yakni setiap selasa di markas syariah
Petamburan III Jakarta. Materi yang dipelajari sesuai dengan kondisi
yang terjadi dalam masyarakat. LDF memberikan pemahaman
kepada seluruh aktivis tentang hak asasi manusia menurut Islam, apa
5 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014. 6 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014.
56
bedanya hak asasi manusia menurut Islam dengan barat. LDF juga
membahas tentang sitem demokrasi dan musyawarah menurut Islam.
b) Peringatan Hari-Hari Besar Islam
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam agama Islam terdapat
beberapa hari besar Islam yang selalu rutin diperingati setiap
tahunnya, antara lain peringatan tahun baru Hijriyah pada 1
Muharam, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (12
Rabiul Awal), pada tanggal 27 rajab (Peringatan hari Isra‟ Mi‟raj
Nabi Muhammad SAW), 10 Zulhijjah (Hari Raya Idul Adha),
peringatan malam nuzulul Qur‟an, peringatan 1 syawal (Hari Raya
Idul Fitri).
Semua momentum peristiwa tersebut di atas, merupakan hari
bersejarah dalam Islam yang memiliki arti sangat penting bagi
seluruh umat Islam. maka tak heran apabila pemerintah Indonesia
menanggalkan PHBI sebagai hari libur nasional.
Lembaga Dakwah Front (LDF) berperan aktif dengan
menggelar Tabligh Akbar setiap tahunnya dalam rangka menyambut
Maulid Nabi Muhammad SAW serta Peringatan Hari-Hari Besar
Islam (PHHBI) lainnya. Kegiatan ini diselenggarakan untuk
mempererat ukhuwah Islamiyah sesama muslim dan kepada aktivis
FPI khususnya guna menambah kecintaan kepada Rasulullah SAW.
Kecintaan terhadap Rasulullah SAW haruslah tertanam pada
diri setiap muslim, mencintai Rasulullah berarti mengikuti dan
meneladani segala ucapan dan perbuatan yang telah dicontohkan
57
Rasulullah SAW, baik dalam bidang akidah (keimanan), ibadah,
maupun akhlak.“Barang siapa tidak mengikuti sunahku (rasulullah),
maka tiadalah termasuk golonganku (umat Rasulullah /umat Islam)”
(HR. Muslim).
Acara tabligh akbar ini terbuka untuk umum artinya tidak
hanya dihadiri oleh para aktivis FPI. Tetapi juga masyarakat di luar
lingkungan masjid Jami Al-Islah ikut menghadiri kegiatan tahunan
ini. Sehingga jama‟ah yang hadir biasanya melebihi kapasitas tempat
yang telah disediakan.
Adapun program selama bulan Rajab hingga Ramadhan
Lembaga Dakwah Front (LDF) mengadakan khataman hadis Sahih
Bukhari dan Muslim kepada seluruh aktivis. Memasuki bulan
ramadhan LDF menambah dengan khataman Al-Quran. Rangkaian
kegiatan dilakukan hingga malam 29 ramadhan, dan acara tersebut
ditutup dengan acara buka puasa bersama.7
Bagi LDF pengetahuan Islam, keberanian, dan akhlak merupakan
sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang aktivis FPI. Dengan sebuah
analog, Habib Idrus Ali Al-Habsyi berkata:
“Orang yang berani tanpa memiliki ilmu percuma tidak ada
strategi perjuangan, sebaliknya orang berilmu tapi juga tidak ada
keberanian bagaimana bisa membela agama. Orang yang berilmu,
berani tidak akan bermanfaat bila tidak ada akhlak maka akan
menjadi sombong. Jadi ilmu, akhlak, dan keberanianlah yang ingin
kita tekankan kepada aktivis FPI.”8
7 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014. 8 Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta,
20 Agustus 2014.
58
Jadi jelas bahwa dengan didirikannya Lembaga Dakwah Front
(LDF), FPI akan dengan mudah menyalurkan ilmu pengetahuan kepada
aktivis dan masyarakat yang ada di berbagai daerah. Selain itu, ini juga
dapat membuktikan bahwa laskar, anggota maupun pengurus FPI adalah
manusia yang berilmu, berakhlak, dan bertakwa kepada Allah SWT.
Apabila dikaitkan dengan tipologi yang diperkenalkan oleh
Rosengren, ada empat jenis hubungan antara budaya dan masyarakat,
antara lain; materialisme, idealisme, kesalingtergantungan, dan otonomy.
Materialisme, Lembaga Dakwah Front adalah lembaga yang
dibentuk oleh FPI sebagai media penghubung antara FPI dan masyarakat.
Artinya dakwah LDF dipengaruhi dan dibatasi oleh FPI. Di lihat dari
kegiatan (idealisme), maka LDF memiliki pengaruh signifikan yang
potensial dalam membentuk citra positif FPI di masyarakat. Dari ke dua
hal tersebut menyiratkan bahwa LDF dan FPI dapat saling mempengaruhi
(kesalingtergantungan). Namun, secara struktur keorganisasian setidaknya
sangat mungkin LDF maupun FPI dapat saling mandiri (autonomy).
B. Faktor pendukung dan penghambat Proses Pencitraan Laskar Pembela
Islam FPI
1. Faktor Pendukung
Dalam perjuangan dakwahnya Lembaga Dakwah Front (LDF)
telah banyak mengalami berbagai macam cobaan dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatannya. Dalam hal ini yang menjadi faktor pendukung
kegiatan Lembaga Dakwah Front adalah:
59
a) Sosok Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) al- Habib Rizieq
Syihab yang telah memiliki tempat tersendiri dihati umat Islam
khususnya aktivis FPI, sehingga dapat memudahkan para ustadz
LDF dalam berdakwah di tengah-tengah masyarakat.9
Seorang habib merupakan kelompok elit dari sebagian
masyarakat, baik dilihat dari segi pemahaman keagamaannya (ilmu
agama), ataupun dari sosial ekonomi.10
para habaib di Indonesia
sangatlah banyak memberikan pencerahan dan pengetahuan akan
agama Islam. Para habaib sangat dihormati pada masyarakat
muslim Indonesia karena dianggap sebagai tali pengetahuan yang
murni, karena garis keturunannya yang langsung dari nabi
Muhammad SAW.
b) Adanya dukungan dari beberapa media Islam FPI seperti Radio
Streaming FPI, dan Radio Rasil, ataupun media-media cetak
Islami, seperti Suara Islam, dan Al-Kisah.
Media massa mampu mengatasi salah satu faktor
penghambat aktivitas dakwah (jarak, ruang, dan waktu).
Kekuatannya dalam menembus batas ruang dan waktu dapat
membuat aktivitas dakwah lebih massif dan komprehensif. Dalam
wawancara dengan Ust. Haris Ubaidillah media Islami turut
berpartisipasi membantu me-relay kegiatan-kegiatan sosial LDF
9 Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 10
Bisri Effendy, A. Nuqoyyah, Gerak Transformasi Sosial Madura, (Jakarta: P3M,
1985), h.51
60
dan juga media Islami ini dijadikan sarana untuk berdakwah oleh
para ustad LDF.
Namun penulis melihat bahwa media partner LDF seperti
Suara Islam apabila ditinjau dari waktu terbitnya yang hanya satu
bulan sekali. Artinya peran media partner LDF masih sangat rentan
tergerus oleh arus media-media pro sekuler barat.
c) Semakin besarnya dukungan dari masyarakat terhadap perjuangan
FPI.11
Basis gerakan FPI adalah masyarakat pinggiran kota,
seperti Ciputat, Tangerang dan Bekasi. Menurut pengakuan KH.
Misbahul Anam, FPI sudah memiliki anggota sebanyak 15 juta
jiwa yang tersebar di 18 provinsi.12
Hal ini mungkin pengaruh dari
jaringan habib (keturunan nabi) yang memang sangat dihormati
oleh masyarakat.
Dukungan masyarakat semakin dirasakan oleh FPI terutama
dalam tragedi sunami di Aceh yang mana tidak kurang dari seribu
aktivis ikut menjadi relawan FPI untuk membantu mengevakuasi
korban dalam peristiwa tersebut selama kurang lebih empat bulan.
2. Faktor Penghambat
Dalam melakukan kegiatan safari dakwah dan program pembinaan
keagamaan aktivis FPI. Terdapat beberapa hambatan yang dialami oleh
Lembaga Dakwah Front, hal ini merupakan bentuk ujian untuk mencapai
sebuah tujuan atau perbaikan, hambatan tersebut adakalanya datang dari
11
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 12
Jamhari Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, h. 24.
61
dalam maupun dari luar. Adapun yang menjadi faktor penghambat
perjuangan dakwah LDF adalah:
a) Media massa adalah kendala yang terberat yang dirasakan oleh para
ustadz Lembaga Dakwah Front dalam penyampaian berita yang tidak
berimbang bahkan cenderung tendensius menjelekkan FPI terutama
oleh media-media pro sekuler barat.13
b) Minimnya dana yang dimiliki organisasi sehingga tidak jarang dana
yang dikeluarkan dari kantong pribadi.14
c) Banyaknya aktivis yang sudah bekerja menyebabkan terjadinya
benturan jadwal kerja dengan kegiatan pengajian.
Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan dan hambatan di
atas, memang bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran dan
keikhlasan pengajar dalam membina aktivis FPI, serta dengan kegiatan
safari dakwah dan kegiatan sosial kemasyarakatan yang diadakan secara
berkesinambungan dapat membentuk citra baru dan menghapus citra yang
sebelumnya melekat pada organisasi FPI.
13
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28
Juni 2014. 14
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF.
Jakarta, 20 Agustus 2014.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan, dan mempelajari penelitian yang
penulis lakukan tentang “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam
Mentransformasikan Nilai-Nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi
kasus program pembinaan keagamaan Lembaga Dakwah Front)”
akhirnya penulis sampai pada tahap kesimpulan.
1. Dalam menciptakan citra positif Laskar Pembela Islam FPI di tengah
masyarakat. Lembaga Dakwah Front (LDF) mengadakan berbagai
kegiatan pembinaan keagamaan antara lain Safari Dakwah dan pengabdian
kepada masyarakat, Salah satunya adalah program santunan kepada anak
yatim piatu dan dhuafa (YATAMA). Dengan itu mereka berharap
masyarakat dapat menerima informasi secara benar dan utuh tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan FPI. Hal ini adalah bentuk respon
FPI terhadap persepsi yang berkembang di tengah masyarakat.
2. LDF beranggapan bahwa ada ketidak berimbangan informasi yang
disampaikan oleh media massa, khususnya media mainstream. Ini tentu
menjadi hambatan bagi LDF untuk menjelaskan kepada masyarakat
tentang duduk persoalan yang sebenarnya. Karena jangkauan media masa
yang luas sementara sumberdaya yang dimiliki FPI sangat terbatas.
Kesimpulannya bahwa tantangan terberat FPI adalah pemberitaan media
massa.
63
B. Saran-saran
Hasil penelitian ini belum sepenuhnya sempurna, mungkin ada yang
tertinggal atau terlupa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan penelitian ini
dapat dilanjutkan dan dikaji ulang yang tentunya lebih teliti, kritis, dan lebih
mendalam guna menambah wawasan pengetahuan bagi masyarakat. Karena
perbedaan sejatinya adalah sebuah rahmat, dan jangan dijadikan sebagai
pemicu konflik.
Ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan untuk kemajuan
dan eksistensi perjuangan Lembaga Dakwah Front (LDF) kedepan, sebagai
berikut:
a) Tingkatkan kekompakan dan kesolidan pengurus organisasi agar
tercipta iklim yang kondusif dalam organisasi.
b) Budayakan sikap saling menasehati dan mengingatkan sesama aktivis.
c) Untuk menunjang perjuangan LDF pusat penting kiranya membuka
cabang Lembaga Dakwah disetiap DPC FPI yang terfokus pada
pemberdayaan masyarakat.
d) Kepada seluruh aktivis juang FPI sebaiknya mendukung dan
membantu setiap program LDF, dan hendaklah taat menjalankan
ajaran agama, agar dalam setiap aksi tidak lagi terjadi bentrokan fisik
yang berpotensi menimbulkan konflik yang berkepanjangan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud dan Ali, Habibah Daud. Lembaga-Lembaga Islam Di
Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.
Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009.
Anggoro, M. Linggar. Teori dan Profesi Kehumasan, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2005.
Ardianto, Elvinaro. Metodologi Penelitian Untuk Public Realtion, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2010.
Bakhtiar, Amsal. Fisafat Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Bungin, Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. RadjaGrafindo
Persada, 2003.
Daradjat, Dzakiah. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang,1976.
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Efendi D, Syahrul dan Pramuko, Yudi, Habib-FPI Gempur Playboy, Jakarta:
Yudi Pramuko,2006.
Hasanudin. Manajemen Dakwah, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Jahroni, Jamhari Jajang, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: PT Raja
Grapindo Persada, 2004.
Jefkins, Frank. Public Relation, Jakarta: PT. Erlangga, 2002.
Masyhur, Syaikh Musthofa. Fikih Dakwah, Jakarta: Al-I’tishom, 2000.
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa,Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1999.
Muhaimin, Tadjab. dan Mujib, Abd. Dimensi-dimensi Studi Islam, Surabaya:
Karya Abditama, 1994.
Muhiddin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2002.
Munir, M dan Ilaihi, Wahyu. Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada
Group, 2009.
65
Munir, M. Metode Dakwah, Jakarta: Kencana, 2009.
Mustofa, H.A. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Nasir, A. Sahilun. Peran Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema
Remaja. Jakarta: Kalam Mulia, 1999.
Nazir, M. Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.
Razak, Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar, Tangerang, Mitra Sejahtera, 2008.
Ruslan, Rosady, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2003.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2000.
Shaleh, Abd. Rosyad. Manajemen Dakwah, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986.
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009.
Syafaat, Aat. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan
Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Syihab, Muhammad Rizieq. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah, 2008.
Yin, K. Robert. Studi Kasus Desain dan Metode, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2008.
Sumber lain:
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,10184-lang,id-c,warta-
t,Fitnah+Akhir+Zaman-.phpx di akses pada 19 April 2014, Pukul 08.44.
http://fpi.or.id/106-Gerakan-FPI-dalam-Penanggulangan-Bencana-Alam-.html di akses
pada 18 Agustus 2014, pukul 10.59.
Wawancara dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi (Sekertaris Umum) LDF.
Wawancara dengan Ust. Haris Ubay Dillah (Bendahara Umum) LDF.
SURAT KETERANGAN
Pimpinan Lembaga Dakwah Front (LDF) dengan ini menerangkan bahwa :
Nama : Arip Rahman Hakim
Nim : 109051000231
TTL : Tangerang, 18 April 1989
Status Pendidikan : Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Adalah benar telah melakukan penelitian di Lembaga Dakwah Front FPI
yang kami pimpin pada rentang waktu bulan Juni sampai dengan Agustus 2014.
Demikian surat keterangan ini kami buat, agar digunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 27 Agustus 2014
Pimpinan Lembaga Dakwah Front FPI
Habib Idrus Ali Al- Habsyi
Wawancara Dengan Pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF)
Nama : Ustad Haris Ubay Dillah
Jabatan : Bendahara Umum Lembaga Dakwah Front (LDF)
Tempat : Markas FPI Pusat Petamburan 3 Jakarta.
Hari : Jum’at 27 Juni 2014 (14.00 wib)
1. Penulis : Apa Latar belakang dan tujuan didirikannya Lembaga Dakwah
Front (LDF)?
Ust. Ubay Dillah:
LDF didirikan sebagai wadah untuk para ustadz FPI, untuk menjalankan
fungsi da'wah dan hisbahnya FPI. Sebagaimana diketahui bahwa medan
juang Islam itu ada tiga, yaitu : Dawah, Hisbah dan Jihad, Dalam
berdawah, para ustadz FPI ditekankan mengajak umat dengan simpatik
dan penuh kelembutan disertai dengan dalil-dalil yang sesuai syariat.
adapun Hisbahnya para anggota LDF diminta lebih tegas menolak
kemunkaran dengan retorika yang jelas dan tegas, sehingga umat menjadi
lebih faham akan bahaya dan dosa ma'siat, bila diperlukan LDF bisa
bekerja sama dengan Laskar Pembela Islam dalam menegakakan amar
ma'ruf Nahi munkarnya.
2. Penulis: Apa Visi dan Misi Lembaga Dakwah Front (LDF)?
Ust. Ubay Dillah:
Visi mewujudkan tegaknya syariat Islam di tengah umat Islam Indonesia
Misi LDF, yaitu
a. mengajak manusia ke jalan Allah SWT dengan hikmah dan argument
yang baik, dengan cara membentuk dan mengkader para dai yang
mempunyai ciri khas sesuai dengan asas dan tujuan organisasi FPI
b. Menjadikan LDF sebagai salah satu pusat refrensi keilmuan, keislaman
dan pelayanan umat, yang sesuai dengan asas dan tujuan organisasi
FPI.
c. Menjadikan LDF sebagai pusat pembekalan dan pendistribusian para
dai ke tempat yang ditunjuk oleh FPI atau yang dipandang perlu oleh
LDF.
3. Bagaimana Struktur Organisasi LDF?
Ust. Ubay Dillah:
Ketua Umum : Habib Ahmad Fikri Bafaraj
Sekretaris Umum : Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi
Wakil Sekretaris : Habib Ali b. Husein Alatas
Bendahara : Ust. Haris Ubaidillah
Wk. Ketua Bidang Dai : Ust. H. Reza Pahlevi
Koordinator Bidang Dai : Ust. Muhammad Subhan Burhanudin
Wk. Ketua Bid. Litbang : Ust. Salman Al-Farisi
Wk. Ketua Bid. Humas : Ust. Muhammad Irfan
Wk. Ketua Bid. IT : Ust. Ade Suherman
4. Penulis : Bagaimana Peran atau fungsi LDF dalam FPI?
Ust. Ubay Dillah:
Fungsi LDF dalam FPI
a. Fungsi pergerakan merupakan fungsi LDF dalam menterjemehkan
da’wah sebagai sebuah perjuangan mentranformasikan nilai-nilai Islam
di masyarakat.
b. Fungsi sebagai pengabdian adalah melaksanakan transformasi nilai-
nilai dalam Islam di masyarakat
c. Fungsi pengkaderan merupakan fungsi LDF dalam mencetak kader
Islami untuk mengemban visi dan misi LDF yang meliputi pembekalan
dan pemberdayaan kualitas dan potensi aktivis FPI.
d. Fungsi Pembinaan merupakan fungsi LDF dalam meningkatkan
kualitas sumber daya insani meliputi aspek fikriah, ruhiyah, jasadiyah
dan skill manajerial aktivis FPI.
e. Fungsi Pengkajian merupakan fungsi LDF dalam memaknai hikmah,
melakukan pembelajaran dan mengambil sikap terhadap fenomena-
fenomena yang berkembang dalam masyarakat serta keterkaitannya
dalam arah gerak da’wah LDF, dan membantu memberikan informasi
yang terkait dalam BAHTSUL MASAIL organisasi FPI.
f. Fungsi Pelayanan merupakan fungsi LDF dalam memberikan
pelayanan kepada umat sebagai penterjemah Islam yang rohmatan
lil’alamin.
5. Penulis : Bagaimana perkembaganan aktivis FPI?
Ust. Ubay Dillah:
Alhamdulillah perkembangan Aktivis FPI dari tahun ketahun semakin baik
dan matang, terbukti dengan semakin besarnya dukungan masyarakat
terhadap FPI dan perjuangan FPI dalam amar ma’ruf Nahi Munkar.
6. Penulis : Bagaimana cara kaderisasi aktivis FPI?
Ust. Ubay Dillah:
Kaderisasi Aktivis FPI ada dua cara yaitu Internal dan External, untuk
a. internalnya DPP-FPI selalu mengadakan Diklat-Diklat tentang
Keorganisasian FPI, Pengajian Rutin Mingguan setiap Malam Kamis
di Masjid Al-Islah Petamburan, Pengajian Bulanan setiap Ahad
Pertama bulan Nasional, Kursus-Kursus Materi Agama seperti , Ushul
Fiqh, Ululumul Quran, Ulumul Hadits, Ilmu Faroid, Ilmu Falaq dll
b. externalnya: Para aktifis FPI dianjurkan dan ditekankan untuk terus
mencari ilmu dari sumber lain yang dapat dipercaya, sebagai bekal
da’wah ditengan umat
7. Penulis : Bagaimana prosedur standar amar ma’ruf nahi munkar FPI dan
bagaimana realisasinya?
Ust. Ubay Dillah:
Standar Amar Ma’ruf Nahi Munkar FPI adalah syariat Islam yang
berdasarkan Madzhab Ahlussunah Assyafi’iy dan Asy’ary, Realisasinya
sudah cukup banyak diantaranya Terbitnya Perda Penutupan Tempat
Hiburan Malam selama bulan Ramadhan, Terbitnya Perda yang bernuansa
Syariah, Bantuan Relawan Bencana Alam seperti Tsunami, Gempa bumi,
Banjir dan sebagainya.
8. Penulis : Media apa saja yang biasa digunakan Lembaga Dakwah Front
(LDF) dalam berdakwah?
Ust. Ubay Dillah:
Secara umum LDF menggunakan media Da’wah Mimbar dan Majlis
Ta’lim, yang terkadang di relay melalui media Radio Streaming FPI,
Radio Rasil, ataupun melalui tulisan di media-media Islami, seperti Suara
Islam, Al-Kisah dll.
9. Penulis : Apa saja faktor pendukung dan penghambat Lembaga Dakwah
Front (LDF)?
Ust. Ubay Dillah:
Faktor pendukung LDF yang paling terasa adalah Figur Imam Besar FPI
(Habib Rizieq Syihab) yang sudah memiliki tempat tersendiri di hati umat
Islam, ini tentunya menjadi modal besar sekaligus beban tersendiri karena
bersandar kepada tokoh yang sudah mempunyai nama secara Nasional dan
Internasional. Adapun Kendala yang terberat adalah Penyampaian berita
yang tidak berimbang bahkan cenderung tendensius menjelekkan FPI oleh
media-media sekuler pro barat.
10. Penulis :Apa harapan Lembaga Dakwah Font kepada umat Islam
umumnya dan kepada aktivis FPI khususnya?
Ust. Ubay Dillah:
Untuk pengurus FPI dan LDF kami berharap semua aktivis betul-betul
bisa menjadi teladan di tengah umat, sekaligus guru untuk umat sehingga
keberadaan FPI bisa menjadi Lokomotif Perjuangan Amar Ma’ruf Nahi
Munkar dan Penerapan Syariah di bumi NKRI tercinta. Untuk umat Islam
umummnya kami berharap bahwa tugas mulia amar ma’ruf nahi munkar
bisa menjadi tugas bersama, bukan menjadi tugas FPI sendiri, Apabila
anda setuju dengan gerakan kami bantulah sesuai dengan kemampuan
anda, boleh bantu kami tenaga, harta, fikiran dan doa, ataupun dukungan
sosial ke masyarakat. Andaikata anda belum setuju dengan cara kami,
sampaikanlah kepada kami, kami akan terima sebagai kritik dan saran
yang membangun, tolong jangan berikan komentar negatif ditengah
masyarakat, umat akan bingung. Wassalaam.
Jakarta, Jum’at 27 Juni 2014.
Penulis Narasumber
(Arip Rahman Hakim) (Ust. Haris Ubay Dillah)
Wawancara Dengan Pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF)
Nama : Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi
Jabatan : Sekertaris Umum Lembaga Dakwah Front (LDF)
Tempat : Rumah Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi, di belakang polsek kebon
jeruk jakarta.
Hari : Rabu, 20 Agustus 2014 (15.00 wib)
1. Penulis : Bagaimana sejarah dan latar belakang didirikannya LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Lembaga Dakwah Front (LDF) ini merupakan suatu lembaga otonom di
bawah naungan FPI. LDF ini dibentuk untuk menghimpun para asatidz-
asatidz, para ustad-ustad yang mempunyai visi dan misi yang sama wabil
khusus yang mempunyai akidah yaitu Ahlu Sunah Wal Jama’ah. Dalam
aqidah menganut paham Asy’aryah dan dalam mazhab Fikih menganut
syafi’i. kita membentuk suatu sistem dibawah naungan LDF dari berbagai
macam ustad-ustad itu kita bentuk dalam LDF. LDF didirikan tahun 2004
dengan visi dan misi yaitu menyatukan para ustad-ustad yang kedua untuk
memberikan pelayanan bagi umat wabil khusus masalah dakwah yaitu
simple ngajarin tentang masalah ta’lim ilmu, akhlak, wabil khusus kepada
para laskar-laskar agar kita bekali ilmu dan akhlak.
2. Penulis : Siapa saja tokoh pendiri LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Pada masa awal itu ada KH. Zaenudin Ali, Ust. Abdurahman jaelani, dan
tentunya adalah Habib Rizieq. Dan sekarang yaitu periode 2011-2014
periode ketuanya habib Fikri.
3. Penulis : Bagaimana struktur organisasi LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Untuk struktur organisasi LDF itu.
Ketua Umum : Habib Ahmad Fikri Bafaraj
Sekretaris Umum : Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi
Wakil Sekretaris : Habib Ali b. Husein Alatas
Bendahara : Ust. Haris Ubaidillah
Wk. Ketua Bidang Dai : Ust. H. Reza Pahlevi
Koordinator Bidang Dai : Ust. Muhammad Subhan Burhanudin
Wk. Ketua Bid. Litbang : Ust. Salman Al-Farisi
Wk. Ketua Bid. Humas : Ust. Muhammad Irfan
Wk. Ketua Bid. IT : Ust. Ade Suherman
4. Penulis : Apa program kegiatan LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Jadi, adapun masalah kegiatan LDF ada kegiatan mingguan ada kegiatan
bulanan, ada kegiatan tahunan. Kegiatan mingguan ini diadakan setiap
selasa sore dengan membaca dzikir disambung dengan kajian kitab di
markas syariah petamburan. Adapun kegiatan bulanan LDF membuat
pengajian ngider (keliling) seperti tabligh akbar ini kita biasa bergantian
bulan ini Jakarta Barat, besok Pusat, besok Timur. Sebulan sekali setiap
malam minggu ketiga. Dan LDF juga memiliki agenda program 6 (enam)
bulan sekali mengadakan program safari dakwah wabil khusus ketempat-
tempat terpencil yang kering akan dakwah. Kami sudah pernah ke Pulau
Seribu, Cibatok jawa barat. Adapun program tahunan LDF setiap malam
29 ramadhan kita menghatamkan Al-qur’an dan Shahih Bukhari dan
muslim, jadi agenda kita dari rajab sampai ramadhan menghatamkan kitab
hadis shahih bukhari dan muslim di tutup dengan acara buka puasa
bersama dan santunan anak yatim setiap malam 29 ramadhan.
5. Penulis : Apa saja kitab-kitab yang dibahas dalam pengajian?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Kalau untuk laskar karena FPI juga sudah ada pengajian setiap malam
kamis tapi yang mengajar adalah dari ustad LDF juga, untuk kitab Aqidah
itu Aqidatul Awam, dan juga kita membuka kitab dakwah da’wa tuttamah
yaitu tentang bagaimana pola dakwah yang baik dan yang benar, adapun
masalah akhlak kita buka kitab ta’lim muta’alim.
6. Penulis : Bagaimana metode yang diterapkan dalam pengajian tersebut?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Metode yang digunakan LDF adalah ceramah dengan membuka kitab,
setelah itu kita adakan sesi tanya jawab.
7. Penulis : Darimana dana LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Jadi untuk dana kegiatan LDF itu dari iuran masing-masing anggota untuk
para ustad-ustad kita iurkan lima puluh ribu sebulan. Dan juga dari
beberapa donator-donatur di luar LDF.
8. Penulis : Apakah program safari dakwah LDF sudah berhasil?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Kalau untuk masyarakat non muslim masuk Islam itu belum, tapi sudah
ada kemajuan seperti tentang bagaimana pencitraan FPI di masyarakat,
yang tadinya orang tau FPI anarkis, FPI keras, ternyata kita sampaikan FPI
tidak seperti itu, FPI pakai prosedur FPI dalam segala aksipun sebetulnya
ingin menjauhkan segala masalah kekerasan. Adapun itu masalah
kekerasan itu adalah FPI yang dahulu kurang lebih sepuluh tahun yang
lalu itu pun bentrok dengan tempat maksiat kita atas dorongan masyarakat
juga, nah jadi kita jelaskan lah FPI juga suka mengadakan program
kegiatan sosial seperti di Aceh tahun 2004 pada saat sunami itu bagaimana
FPI bisa mengevakuasi seratus ribu jenazah. Terus bagaimana FPI ini
membuka posko-posko kemanusiaan seperti gempa di Padang, di Jogja,
bahkan sampai hari ini kita mengumpulkan dana untuk palestina hampir
tidak kurang satu miliar, kita sudah dua kali tahap ngasih bantuan dan
Alhamdulillah kebetulan kita ada hubungan dengan beberapa Ikhwan di
Gaza sebab waktu itu Ust. Sobri wakil ketua umum tahun 2008 delegasi
FPI di utus dengan Ust. Sobri diutus dari situ kita mulai berhubungan, dan
kebetulan pada 29 ramadhan pada saat acara LDF itu ada perwakilan dari
Gaza datang dan kita tunai memberikan ratusan juta tapi saya lupa
nominalnya dan terus sampai dengan saat ini kita menggalang dana untuk
Gaza.
9. Penulis : Apa sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengajian
LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Kita selain pengajian buka kitab, kita ada pengajian materi-materi khusus
(pengajian tematik) yang pembahasannya sesuai dengan yang terjadi saat
ini. Seperti kita membahas tentang hak asasi manusia menurut Islam, apa
perbedaannya hak asasi manusia menurut Islam dengan barat terus kita
coba mengkritisi sistem demokrasi, apa sih perbedaannya sistem
demokrasi dengan musyawarah dengan Islam terus kita mengkaji tentang
bagaimana problematika umat dalam menjelaskannya kita pakai infokus.
10. Penulis : Apa hambatan dalam kegiatan LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Untuk kegiatan pengajian bulanan karena baru berjalan kurang lebih satu
tahun belakangan, ya mungkin hambatannya karena kurangnya sosialisasi
aja.
11. Penulis : Apa faktor pendukung kegiatan LDF?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Faktor pendukungnya ya Alhamdulillah juga setiap kita mengadakan
pengajian laskar bantudalam menyiapkan segala sesuatunya. Dan juga kita
program LDF ini sangat didukung oleh DPP FPI bahkan diwajibkan laskar
untuk membantu pengajian LDF ini. Dan juga manfaat pengajian itu yaitu
menjadi corong antara FPI dengan masyarakat itu untuk kita mengcounter
isu- isu yang miring ya itu melalui mimbar-mimbar tabligh seperti itu.
12. Penulis : Apa harapan Lembaga Dakwah Font kepada umat Islam
umumnya dan kepada aktivis FPI khususnya?
Habib Idrus Ali Al-Habsyi:
Jadi kita untuk LDF ini harapannya bagaimana kita bisa mencetak kader-
kader yang berilmu, berakhlak, dan berani. Orang berani tanpa ada ilmu
percuma tidak ada strategi perjuangan, sebaliknya orang berilmu tapi juga
tidak ada keberanian bagaimana bisa membela agama. Orang yang
berilmu, berani tidak akan bermanfaat bila tidak ada akhlak maka akan
menjadi sombong. Jadi ilmu akhlak dan keberanianlah yang ingin kita
tekankan kepada aktivis FPI. Untuk masyarakat umumnya LDF dapat
dijadikan suatu wadah dan di manfaatkan kepada masyarakat untuk
menimba ilmu.
Jakarta, 20 Agustus 2014.
Penulis Narasumber
(Arip Rahman Hakim) (Habib Idrus Ali Al-Habsyi)
Wawancara Dengan Aktivis FPI
Nama : Nana Al Farisi
Jabatan : Ketua Umum DPC FPI Ciledug
Tempat : Rumah Nana Al Farisi, Ciledug.
Hari : Rabu, 13 Agustus 2014 (13.00 wib)
1. Penulis : Sejak kapan anda bergabung dengan FPI?
Nana Al Farisi:
Kalau bergabung secara tertulis secara nyata sekitar tahun 2008 tapi kalau
kenal dengan FPI sudah lama sejak FPI berdiri, cuma secara aktif baru
tahun 2000 sampai tahun 2004 ketika ada kejadian bencana di Aceh.
2. Penulis : Apakah saudara aktif dalam pengajian yang diadakan LDF?
Nana Al Farisi:
Selama ini kami selalu datang pada pengajian setiap malam kamis dan
juga pengajian bulanan yang ada setiap hari minggu kita selalu hadir
kesana.
3. Penulis :Siapa saja pengajar dalam pengajian tersebut?
Nana Al Farisi:
Kalau pengajian malam kamis itu biasanya beragam terutama adalah habib
rizieq, dan juga biasanya di isi oleh KH. Zaenudin Ali, KH. Misbahul
Anam.
4. Penulis : Apa saja kitab-kitab yang dibahas dalam pengajian?
Nana Al Farisi:
Sekarang pola pengajarannya dibagi beberapa bagian yaitu tafsir Al-
Qur’an, pengkajian hadis (hadir arbain nabawi), dan tafsirnya sekarang
sudah dibahas tafsir Jalalain, dan untuk akhlaknya atau tasawuf, itu dikaji
juga cuma saya lupa nama kitabnya.
5. Penulis : Apakah selama ini saudara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial
LDF?
Nana Al Farisi:
Kita temen-temen di DPC FPI ciledug sangat aktif dalam kegiatan-
kegiatan sosial terutama dalam masalah-masalah yang terjadi belakangan
ini seperti masalah banjir di ciledug indah, dan juga seperti masalah Gaza
yang saat ini sedang timbul kita juga aktif dalam menggalang dana. Kita
pernah ikut juga program reboisasi dalam menanam sekitar seribu pohon
di Megamendung bersama temen-temen DPC di sekitar wilayah
jabodetabek.
Tangerang, 13 Agustus 2014
Penulis Narasumber
(Arip Rahman Hakim) (Nana Al Farisi)
Lampiran-Lampiran
Foto Bareng Habib Idrus Ali Al-Habsyi (Sekertaris Umum LDF) setelah
wawancara di rumah Habib Idrus Kebon Jeruk, Jakarta.
Foto Bareng Ust. Haris Ubay Dillah (Bendahara Umum LDF) setelah wawancara
di markas FPI Petamburan III Jakarta.
Foto Kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Bersama KH. Misbahul Anam
Foto Kegiatan Pengajian dan Dzikir Lembaga Dakwah Front (LDF) di Markas
Syariah FPI Petamburan III Jakarta, Juni 2014.