6

Click here to load reader

Pendahuluan BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. KLB ini mempunyai makna sosial dan politik tersendiri oleh karena peristiwanya yang demikian mendadak, mengenai banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian. Penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di Indonesia dicantumkan Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Penyakit potensial wabah : 1.2.

3. 4. 5. 6.7.

8.9.

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Kholera Pertusis Pes Rabies Demam kuning Malaria Demam bolak-balik Influenza Tifus bercak wabah Hepatitis DBD Tifus perut Campak Meningitis Polio Ensefalitis Difteri Antraks Pengertian Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau

meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu. Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Meliputi semua kejadian penyakit; 2) dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun penyakit non infeksi. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena

keadaan penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi dan negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun. Kriteria Kerja Kejadian Luar Biasa (KLB) KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan 1) Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu:

Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal; 2) Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya; 3) Peningkatan kejadian/kematian > 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya 4) Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan >2 kali bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya; 5) Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya; 6) CFR suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikkan 50 % atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya; 7) Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan > 2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.

B.

Skenario

KLB Difteri di JatimBelum Ada Laporan Kasus di Provinsi Lain Jakarta, KOMPAS enam bulan terakhir, 23 orang meninggal karena difteri di Jawa Timur. Tahun lalu, 19 orang meninggal karena difteri sehingga ditetapkan sebagai kejadian luar biasa. Pemerintah didesak segera bertindak mencegah korban bertambah. Tahun 2012, hingga bulan Juni saja, penderita difetri di Jatim ada 509 orang. Tahun 2011 jumlah penderitanya 665 orang. Tahun ini baru enam bulan ada 509 penderita, yang meninggal 23 orang, ujar Kepala Dinas Kesehatan provinsi Jatim Budi Rahaju, dihubungi dari Jakarta, Minggu (1/7). Difteri adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang disebabkan Chorynebacterium diphtheriae. Bakteri ini umumnya ditemukan di daerah beriklim sedang dan tropis. Biasanya menyerang tenggorokan dan hidung, kadang pada kulit. Kebanyakan penderita adalah anak-anak yang belum diimunisasi, meskipun imunisasi difteri gratis di Posyandu dan Puskesmas. Di Jatim, jumlah penderita pada tahun ini masih bisa bertambah. Dari 38 kota/kabupaten, baru 37 daerah yang melaporkan kejadian. Kabupaten Bojonegoro belum melaporkan jumlah kasus yang terjadi ataupun korban meninggal. Jumlah penderita difteri terbanyak ditemukan di Situbondo dan Jombang. Penyebabnya, salah satunya karena cakupan imunisasi kurang. Penanganan Saat Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun lalu, lanjut Budi, pemerintah daerah bersama pemerintah pusat mengadakan imunisasi ulangan difteri.

Imunisasi tersebut hanya dilakukan di 11 kabupaten dengan sasaran usia tertentu. Alasannya, alokasi anggaran terbatas. Menanggapi merebaknya kasus difteri di Jatim, Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Kementrian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama Sp.P (K) mengatakan, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah sudah menangani. Di antaranya, menemukan kasus dan mengobati, termasuk mengisolasi penderita. Selain itu, melacak orang-orang yang kontak dengan penderita. Pelacakan disertai dengan tindakan menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit. Caranya, memberikan eritromisin, antibiotik yang bekerja menghambat protein bakteri. Selain di Jatim, penyakit difteri juga mengancam Kalimantan Timur. Pada 2010 ditemukan 47 kasus di sana, 2011 ada 52 kasus, dan pada 2012 belum ditemukan lagi kasus di Kaltim. (NK)