7
Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan disuatu negara. Angka kematian ibu di indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain di ASEAN. Ditahun 2007 angka kematian ibu berkisar 248 per 100.000 kelahiran. Direktur Women Reaserch Institute, Purnami (2008) mengatakan bahwa angka kematian ibu saat melahirkan dari 307/100.000 menjadi 420/100.000 ibu melahirkan. Berdsarkan data penelitian World Bank tahun 2008 hal ini salah satunya dikarenakan minimum anggaran untuk penurunan angka kematian ibu dan keengganan ibu untuk melakukan ANC (antenatal care) secara rutin. Masalah-masalah yang dihadapi bangsa indonesia sekarang ini adalah masih tingginya angka kematian ibu yang merupakan masalah mendasar karena secara langsung menentukan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan derajat kesehatan. Upaya untuk penurunan angka kematian ibu terutama pada pelayanan kesehatan dasar telah banyak diupayakan di Jawa Tengah hingga dapat menekan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Angka absolut kematian ibu juga semakin menurun dimana pada tahun 2007: terjadi 750 kasus, tahun 2008: 653, tahun 2009: 678 kasus dan pada tahun 2010: 611 kasus. Untuk lebih menurunkan angkat tersebut maka intervensi pada pelayanan dasar dan pemberdayaan masyarakat tidaklah cukup, disamping karena kematian ibu di Jawa Tengah saat ini terutama terjadi di rumah‐sakit dibandingkan di rumah atau di tempat pelayanan kesehatan dasar namun juga karena penyebab utama kematian yang masih sama yaitu perdarahan, eklampsia dan infeksi. (Dinkes Jawa Tengah, 2011) REFERENSI Asian Development Bank (ADB), “Public–Private Partnership Handbook”, ADB, diakses pada

PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx

Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan disuatu negara. Angka kematian ibu di indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain di ASEAN. Ditahun 2007 angka kematian ibu berkisar 248 per 100.000 kelahiran. Direktur Women Reaserch Institute, Purnami (2008) mengatakan bahwa angka kematian ibu saat melahirkan dari 307/100.000 menjadi 420/100.000 ibu melahirkan. Berdsarkan data penelitian World Bank tahun 2008 hal ini salah satunya dikarenakan minimum anggaran untuk penurunan angka kematian ibu dan keengganan ibu untuk melakukan ANC (antenatal care) secara rutin.

Masalah-masalah yang dihadapi bangsa indonesia sekarang ini adalah masih tingginya angka kematian ibu yang merupakan masalah mendasar karena secara langsung menentukan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan derajat kesehatan. Upaya untuk penurunan angka kematian ibu terutama pada pelayanan kesehatan dasar telah banyak diupayakan di Jawa Tengah hingga dapat menekan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Angka absolut kematian ibu juga semakin menurun dimana pada tahun 2007: terjadi 750 kasus, tahun 2008: 653, tahun 2009: 678 kasus dan pada tahun 2010: 611 kasus. Untuk lebih menurunkan angkat tersebut maka intervensi pada pelayanan dasar dan pemberdayaan masyarakat tidaklah cukup, disamping karena kematian ibu di Jawa Tengah saat ini terutama terjadi di rumah sakit dibandingkan di rumah atau di tempat pelayanan‐ kesehatan dasar namun juga karena penyebab utama kematian yang masih sama yaitu perdarahan, eklampsia dan infeksi. (Dinkes Jawa Tengah, 2011)

REFERENSI

Asian Development Bank (ADB), “Public–Private Partnership Handbook”, ADB, diakses pada

http://www.adb.org/Documents/Handbooks/Public Private Partnership/default.asp‐ ‐

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, “Strategi Penurunan Angka Kematian Ibu (Aki) Di Provinsi Jawa Tengah”, Materi Rakernis Dinkes Jawa Tengah 2011

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 515/Menkes/SK/III/2011 Tentang Penerima Dana Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat Dan Jaminan Persalinan Di Pelayanan Dasar Untuk Tiap Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1051/Menkes/SK/IX/2008 tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di Rumah Sakit

Page 2: PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx

Kementerian Kesehatan, “Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu”, Materi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Jakarta, 2011.

http://ihqn.or.id/wp content/files/Pengembangan_Regulasi_Mutu_Pelayanan_KIA_di_RS__Hanevi__edit_1.pdf

. PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini masih merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan AKI

negara-negara ASEAN lainnya. Menurut SDKI tahun 2002/2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran

hidup, sementara itu di negara tetangga Malaysia sebesar 36 per 100.000 kelahiran hidup, di Singapura

6 per 100.000 kelahiran hidup, bahkan di Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup.

Pemerintah sejak kemerdekaan melakukan berbagai kebijakan perbaikan akses dan kualitas pelayanan

kesehatan ibu dan bayi baru lahir, seperti pelatihan dukun bayi; pengembangan klinik Kesehatan Ibu dan

Anak; pembangunan rumah sakit; pengembangan puskesmas, pondok bersalin desa, dan posyandu;

pendidikan dan penempatan bidan di desa; dan penggerakan masyarakat untuk penyelamatan ibu hamil

dan bersalin, namun demikian hasil berbagai upaya tersebut belum menggembirakan.

Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk menurunkan AKI, termasuk diantaranya Program Safe

Motherhood yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1988. Program Safe Motherhood

dilaksanakan dengan keterlibatan aktif dari berbagai sektor pemerintah, organisasi non-pemerintah dan

masyarakat, serta dengan dukungan dari berbagai badan internasional. Upaya ini telah berhasil

menurunkan AKI dari 450 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 1985 menjadi 334 per 100.000 kelahiran

hidup pada tahun 1997. Walaupun menunjukkan penurunan yang bermakna, namun target nasional

untuk menurunkan AKI menjadi 125 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 masih

jauh untuk dicapai. Target AKI sebesar 125 kematian per 100.000 kelahiran hidup bukan merupakan

tanpa perhitungan, tetapi target tersebut merupakan komitmen global yang tertuang dalam Millenium

Development Goals (MDGs). Salah satu target dalam MGDs adalah menurunkan angka kematian ibu

sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990 hingga tahun 2015.

Menyadari kondisi tersebut, Departemen Kesehatan pada tahun 2000 telah menyusun Rencana Strategis

(Renstra) jangka panjang upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam

Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk

Page 3: PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx

menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal

dengan sebutan "Making Pregnancy Safer (MPS)" melalui tiga pesan kunci.

Tiga pesan kunci MPS itu adalah setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap

komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia subur

mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi

keguguran.

Dari pelaksanaan MPS, target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian

ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi baru lahir menjadi 15 per 1.000

kelahiran hidup.

Berbagai faktor yang terkait dengan risiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan

dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap

tinggi. Diperkirakan terjadi lima juta persalinan setiap tahunnya. Duapuluh ribu diantaranya berakhir

dengan kematian akibat sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan.

Permasalahan yang dihadapi dalam upaya menurunkan AKI dan AKN ini sangat kompleks, sehingga

kegiatan yang harus dilaksanakan juga menggambarkan kompleksitas dari masalah tersebut.

Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama dan

komplikasi abortus. Menurut Dr. Ieke Irdjiati, MPH. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa 90% kematian ibu disebabkan oleh

perdarahan, teksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling

banyak terjadi pada masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah. Lebih lanjut beliau

mengemukakan bahwa sesungguhnya tragedi kematian ibu tidak perlu terjadi karena lebih dari 80%

kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, semisal pemeriksaan kehamilan,

pemberian gizi yang memadai dan lain-lain.

Perdarahan merupakan sebab kematian utama, yang sebagian besar disebabkan oleh retensi plasenta,

hal menunjukkan adanya manajemen Persalinan Kala III yang kurang adekuat.

Kematian ibu akibat infeksi merupakan indikator kurang baiknya upaya pencegahan dan manajemen

infeksi.

Kematian ibu yang disebabkan karena komplikasi aborsi adalah akibat dari kehamilan yang tidak

dikehendaki (KTD). Data SDKI 1997 menunjukkan bahwa wanita berstatus kawin yang tidak ingin

mempunyai anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan, tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi

(unmet needs) masih cukup tinggi yaitu 9,2%.

Pola morbiditas maternal menggambarkan pentingnya pertolongan persalonan oleh tenaga kesehatan

terampil, karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat sekitar persalinan. Persalinan dengan

komplikasi harus ditolong dengan Seksio Sesaria; sebagian besar dari kasus ini disebabkan oleh partus

lama dan perdarahan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa upaya penurunan angka kematian ibu

Page 4: PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx

dapat ditempuh dengan menciptakan kondisi ibu selama kehamilan, persalinan dan post partum atau

nifas menjadi aman dan terpantau oleh tenaga kesehatan.

II. HASIL CAKUPAN PELAYANAN KIA

Dari hasil pencatatan yang dihimpun oleh Seksi Upaya Kesehatan Dasar Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2006 dengan mengambil tiga indikator Kewenangan Wajib - Standar Pelayanan Minimal

(KW-SPM) Provinsi Jawa Tengah, yaitu :

1. Kunjungan Antenatal (K4)

2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (PN)

3. Kunjungan Nifas (KN)

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2006

sumber : Seksi Upaya Kesehatan Dasar

III. Analisis

A. KUNJUNGAN ANTENATAL (K4)

Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk

melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan

distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan dua, dan dua kali pada triwulan ketiga.

Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu hamil yang berkunjungan ke tempat

pelayanan kesehatan atau antenatal care (ANC) meliputi Penimbangan Berat Badan, Pemeriksaan

kehamilannya, Pemberian Tablet Besi, Pemberian Imunisasi TT dan Konsultasi.

Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 adalah 79,21%, dengan rentang

antara yang terrendah 21,06% (Kabupaten Tegal) dengan yang tertinggi 96,63% (Kabupaten Demak).

Bila dibandingkan dengan target K4 Propinsi Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 80%, maka terdapat 24

dari 35 kabupaten/kota atau 68,57% yang berhasil mencapai target, sedangkan 11 kabupaten/kota

lainnya atau 31,43% masih di bawah target, yaitu : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen,

Kabupetan Wonogiri, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati,

Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, dan Kota Tegal.

Sementara itu terdapat delapan Kabupaten yang sudah berhasil mencapat target Indonesia Sehat 2010

sebesar 90%, yaitu Kota Salatiga, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, Kota Pekalongan, Kabupaten

Brebes, Kota Magelang, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.

CAKUPAN PELAYANAN ANTENATAL (K4)

PROPINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2006

B. PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH BIDAN ATAU TENAGA KESEHATAN YANG MEMILIKI KOMPETENSI

Page 5: PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx

KEBIDANAN

Tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tenaga

profesional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan) dan

dukun bayi (dukun bayi terlatih dan tidak terlatih).

Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (profesional, tidak termasuk oleh dukun bayi

meskipun terlatih dan didampingi oleh bidan) tingkat Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar

73,06% kisaran rentang antara yang terrendah 16,89% (Kabupaten Tegal) dengan yang tertinggi 92,52%

(Kabupaten Demak). 

Bila dibandingkan dengan target pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan Propinsi Jawa Tengah

tahun 2006 sebesar 80%, maka terdapat 17 dari 35 kabupaten/kota atau 48,57% yang berhasil

mencapai target, sedangkan 18 kabupaten/kota lainnya atau 51,43% masih di bawah target, yaitu :

Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupetan Wonosobo,

Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Semarang,

Kabupaten Temanggung, Kabupaten Batang, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, dan Kota Tegal.

Sementara itu terdapat dua Kabupaten/Kota atau 5,71% yang sudah berhasil mencapat target Indonesia

Sehat 2010 sebesar 90%, yaitu Kabupaten Demak dan Kabupaten Karanganyar.

CAKUPAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN

PROPINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2006

Bila cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibandingkan dengan kunjungan ibu hamil

K4 diperoleh gambaran bahwa angka drop out sebagai berikut :

DROP OUT CAKUPAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN

PROPINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2006

Berdasarkan data tersebut diatas angka drop out untuk Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 6,16%,

hal tersebut masih dapat ditolerir karena masih dibawah angka 10%. Terdapat tujuh dari 35

kabupaten/kota atau sebesar 20% yang angka drop outnya melebihi 10%, yaitu : Kabupaten Kudus,

Kabupaten Jepara, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten

Temanggung dan Kabupaten Wonosobo. Namun demikian terdapat dua dari 35 kabupaten/kota yang

cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan lebih besar dibandingkan dengan kunjungan ibu

hamil K4, yaitu : Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang. Hal ini menunjukkan bahwa ibu-ibu hamil

masih apresiasi terhadap pertolongan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan meskipun

kehamilannya sendiri tidak pernah diperiksakan pada tenaga kesehatan.

C. KUNJUNGAN NIFAS (KN)

Page 6: PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx

Cakupan kunjungan nifas merupakan perawatan ibu maternal pasca persalinan. Kunjungan nifas sering

disamaartikan dengan kunjungan neonatus karena waktunya yang bersamaan dan disingkat sama-sama

dengan KN.

Kunjungan nifas tingkat Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar 77,45% kisaran rentang antara

yang terrendah 20,94% (Kabupaten Tegal) dengan yang tertinggi 98,75% (Kabupaten Demak). 

Bila dibandingkan dengan target kunjungan neonatus Propinsi Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 80%,

maka terdapat 23 dari 35 kabupaten/kota atau 65,71% yang berhasil mencapai target.

Penetapan target cakupan kunjungan neonatus seharusnya lebih besar atau minimal sama dengan

target pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, sebab bidan diharapkan lebih proaktif melakukan

kunjungan neonatus meskipun terhadap bayi yang persalinannya ditolong oleh dukun.

Sementara itu terdapat dua Kabupaten/Kota atau 5,71% yang sudah berhasil mencapat target Indonesia

Sehat 2010, yaitu Kabupaten Demak dan Kabupaten Karanganyar.

CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS

PROPINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2006

Bila cakupan kunjungan nifas dibandingkan dengan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

diperoleh gambaran bahwa angka drop out sebagai berikut :

DROP OUT CAKUPAN kunjungan nifas/neonatus

PROPINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2006

Berdasarkan data tersebut diatas menunjukkan bahwa untuk Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 tidak

terjadi drop out bahkan melebihi (nilai positif) sebesar 4,40%. Terdapat 25 dari 35 kabupaten/kota atau

sebesar 71,43% yang bernilai positif. Hal ini dapat terjadi karena bidan diharapkan lebih proaktif

melakukan kunjungan neonatus meskipun terhadap bayi yang persalinannya ditolong oleh dukun.

Namun demikian terdapat 10 dari 35 kabupaten/kota yang cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan lebih besar dibandingkan dengan kunjungan nifas, yaitu : Kota Semarang, Kabupaten Pati,

Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo,

Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Klaten.

IV. kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya menjaga kualitas pelayanan khususnya

terhadap ibu maternal. Dengan kualitas yang baik maka kepercayaan ibu-ibu terhadap tenaga kesehatan

dapat terjalin. Ingat, bahwa terjadinya drop out pelayanan karena adanya ketidakpercayaan klien

terhadap tenaga kesehatan.Untuk dapat menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi mau tidak mau

harus mendekatkan ibu maternal dengan pelayanan kesehatan atau dengan tenaga kesehatan yang

kompeten.

Page 7: PENDAHULUAN LAPORAN KIA.docx