10
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dasar dari perpajakan sejatinya adalah untuk membiayai pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya demi kemajuan dan kesejahteraan negara. Namun, dalam menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara semestinya pajak tidaklah memberatkan masyarakat dalam hal ini wajib pajak. Meskipun dalam pemungutannya telah diatur dengan undang – undang sebagai dasar hukum yang jelas, masyarakat masih menilai pemungutan pajak tidak memenuhi rasa keadilan dan dirasa amat memberatkan. Hal tersebut diakibatkan pungutan pajak dilakukan dengan cara dua kali atas objek yang sama atau pajak berganda. Contoh Pajak berganda pada umumnya terjadi terhadap penghasilan orang atau badan yang sama akibat adanya perbedaan sistem perpajakan dan asas pemungutan pajak yang dianut oleh dua negara yang melakukan interaksi di bidang ekonomi, yang disebut dengan pajak berganda internasional. Syarat utama terjadinya pajak berganda adalah adanya dua pungutan pajak yang dikenakan atas objek yang sama. Dengan kondisi seperti hal tersebut maka dapat pula terjadi pada suatu negara antara pajak pusat dan pajak daerah, yang disebut dengan pajak berganda nasional. Pembagian jenis pajak menjadi pajak pusat dan pajak daerah didasarkan atas pemilik kewenangan untuk memungut dan menggunakan hasil pemungutan pajak. Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan negara yang tampak sebagai komponen pendapatan dalam APBN, sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah.

PENDAHULUAN pjk berganda.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PENDAHULUAN pjk berganda.doc

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan dasar dari perpajakan sejatinya adalah untuk membiayai pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya demi kemajuan dan kesejahteraan negara. Namun, dalam menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara semestinya pajak tidaklah memberatkan masyarakat dalam hal ini wajib pajak. Meskipun dalam pemungutannya telah diatur dengan undang undang sebagai dasar hukum yang jelas, masyarakat masih menilai pemungutan pajak tidak memenuhi rasa keadilan dan dirasa amat memberatkan. Hal tersebut diakibatkan pungutan pajak dilakukan dengan cara dua kali atas objek yang sama atau pajak berganda.

Contoh Pajak berganda pada umumnya terjadi terhadap penghasilan orang atau badan yang sama akibat adanya perbedaan sistem perpajakan dan asas pemungutan pajak yang dianut oleh dua negara yang melakukan interaksi di bidang ekonomi, yang disebut dengan pajak berganda internasional. Syarat utama terjadinya pajak berganda adalah adanya dua pungutan pajak yang dikenakan atas objek yang sama. Dengan kondisi seperti hal tersebut maka dapat pula terjadi pada suatu negara antara pajak pusat dan pajak daerah, yang disebut dengan pajak berganda nasional. Pembagian jenis pajak menjadi pajak pusat dan pajak daerah didasarkan atas pemilik kewenangan untuk memungut dan menggunakan hasil pemungutan pajak. Pajak pusat dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan negara yang tampak sebagai komponen pendapatan dalam APBN, sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah.Apabila pungutan pajak bersifat ganda, berarti pungutan pajak masih belum memiliki sifat hukum keadilan dan kepastian yang bertentangan dengan prinsip hukum. Sebagai contoh terjadinya pajak berganda dan adanya potensi pajak berganda di indonesia, yakni adanya putusan MK No.77/PUU-VII/2010 mengenai pengujian atas UU No.12/1985 tentang PBB terhadap UU No.31/2004 tentang Perikanan. Begitupun Putusan MK No.42/PU-IX/2011 mengenai pengujian atas UU No.28/2009 tentang PDRD, khususnya pajak hiburan yakni atas permainan golf terhadap UU No.42/2009 tentang PPN dan PPn BM.Rumusan MasalahBerdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang dapat dikemukakan antaralain : apa yang melatarbelakangi terjadinya pajak berganda dalam pemungutannya, bagaimana dengan prinsip hukum mengenai sifat kepastian dan keadilan, dan bagaimana solusi untuk mengatasi atau menghindari terjadinya pajak berganda dan potensinya.Dasar HukumDasar hukum yang berkaitan dengan perihal terjadinya pajak berganda di indonesia, antara lain :1. Undang Undang No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan Penjelasan Undang Undang tersebut disebutkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat, dalam hal ini disebut Pajak Daerah.2. Undang Undang No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna menunjang pembangunan nasional, Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu sumber penerimaan negara perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.3. Undang Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi dimaknai sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.4. Undang Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.5. Undang Undang No.42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan PPn BM.

Salah satu prinsip dalam menetapkan pajak daerah adalah bahwa objek pajak daerah merupakan objek pajak yang belum ditetapkan sebagai objek pajak pusat. Pajak pusat di Indonesia dipungut atas penghasilan orang atau badan (dalam Pajak Penghasilan), pertambahan nilai (dalam Pajak Pertambahan Nilai), kepemilikan tanah dan/atau bangunan (dalam Pajak Bumi dan Bangunan), peralihan hak atas tanahdan bangunan (dalam Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan dokumen (dalam Bea Materai) serta barang-barang yang dapat merugikan kesehatan (dalam Cukai). Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan, pelaksanaan pemungutannya diserahkan kepada pemerintah daerah dan hasil pemungutannya akan diberikan sebagian besar kepada pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang. Sebaliknya, pemerintah pusat juga tidak boleh memungut pajak yang telah dipungut oleh pemerintah daerah.

Walaupun demikian, dalam kenyataannya terdapat pajak daerah yang dipungut atas objek yang sama dengan objek pajak pusat. Hal yang demikian ini merupakan pajak berganda. Apapun jenisnya, pemungutan pajak berganda seperti ini harus dihindarkan, karena akan menghambat laju investasi yang berarti mengganggu perekonomian, dimana hal tersebut bertentangan dengan asas pemajakan. Akibat lain yang mungkin terjadi adalah semakin gencarnya usaha untuk melakukan penyelundupan pajak (tax evasion).Penghindaran pajak berganda sebagai salah satu manifestasi fungsi regulator dari pajak diarahkan pada upaya memberi kepastian hukum tentang pihak yang memiliki kewenangan untuk memungut pajak dan/atau pihak yang menjadi subjek dan wajib pajak serta objek yang menjadi dasar pemajakan. Tulisan ini akan membahas satu kasus pajak berganda nasional yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu antara pajak hiburan atas permainan Golf dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketidakcermatan pemerintah dalam mengatur objek pajak hiburan dan PPN atas permainan golf mengakibatkan suatu ketidakpastian hukum bagi pengusaha penyedia permainan golf.Landasan Teori

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dalam hal ini alasan dilakukannya desentralisasi. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah.

Pajak Daerah dan Pajak Pusat

Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diarahkan untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Daerah dalam perpajakan dan Retribusi Daerah melalui perluasan basis Pajak dan Retribusi dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif Pajak dan Retribusi tersebut.Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajibkepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berikut adalah jenis jenis pajak daerah, antaralain :1. Pajak Provinsi

a) Pajak Kendaraan Bermotor;

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d) Pajak Air Permukaan; dan

e) Pajak Rokok.

2. Pajak Kabupaten

a) Pajak Hotel;

b) Pajak Restoran;

c) Pajak Hiburan;

d) Pajak Reklame;

e) Pajak Penerangan Jalan;

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g) Pajak Parkir;

h) Pajak Air Tanah;

i) Pajak Sarang Burung Walet;

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Mengenai besaran Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif diatur selengkapnya dalam Undang Undang PDRD.Pajak Pusat

Pajak Pusat yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajibkepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak Pusat dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.

Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi : 1. Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang Kena Buku Panduan Hak dan Kewajiban Wajib Pajak. Pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :

a) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau

b) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

c) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau

d) Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

e) Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

4. Bea Meterai

5. PBB

Pajak BergandaDalam pengertian konsep yuridis, pengenaan pajak berganda adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh yurisdiksi yang sama atas penghasilan yang secara yuridis sama jenisnya. Menurut konsep yuridis, pengenaan pajak atas gaji sebagaimana dicontohkan di atas bukan merupakan pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan, pajak yang dikenakan atas penghasilan tersebut didasarkan pada yurisdiksi yang berbeda. Pajak penghasilan atas gaji dikenakan berdasarkan UU PPh. Sedangkan pajak yang dikenakan saat mengonsumsi barang tertentu dikenakan berdasarkan UU PPN. Selain itu, subjek pajaknya pun berbeda. PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan tersebut. Sedang PPN dikenakan atas pembelian Barang Kena Pajak (BKP) yang dikonsumsi oleh karyawan tersebut. Pengenaan Pajak berganda terjadi apabila pengenaan pajak dikenakan pungutan pajak dengan cara dua kali atas objek yang sama.Pengenaan pajak berganda tidak hanya dalam lingkup pajak pusat, tetapi juga lingkup pajak pusat dan pajak daerah. Intinya, selama pemajakan tersebut dikenakan dengan yurisdiksi yang berbeda dan dikenakan atas objek pajak yang berbeda, maka atas pengenaan pajaknya tidak dapat dikatakan terjadi pengenaan pajak berganda.Pengertian ini yang lazim digunakan untuk menentukan adanyadouble taxation dalam sebuah transaksi atau penghasilan.Kepastian dan Keadilan dalam Hukum Pajak

Kepastian HukumSyarat-Syarat dalam Pembuatan Undang-Undang Perpajakan, meliputi :

1) Asas Falsafah Hukum

Undang-undang perpajakan harus mengabdi kepada keadilan, baik dalam arti perundang-undangan, maupun pelaksanaannya. Oleh karena itu, harus memperhatikan teori-teori, seperti teori bakti, teori asuransi, teori kepentingan, teori gaya pikul, dan teori gaya beli.2) Asas YuridisHukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan bagi negara dan warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak dinegara hukum haruslah berdasarkan undang-undang agar tercapai kepastian hukum. Hal-hal yang perlu dipastikan ialah:a) Hak-hak aparatur perpajakan harus dijamin agar dapat dilaksanakan tugasnya dengan lancar.b) Wajib pajak harus mendapatkan jaminan hukum agar tidak dilakukan dengan semena-mena oleh aparatur perpajakan. Wajib pajak tidak hanya dituntut memenuhi kewajiban-kewajibannya, tetapi hak-hak wajib pajak juga diperhatikan.c) Adanya jaminan terhadap keberhasilan diri wajib pajak maupun perusahaannya.3) Asas EkonomiKebijakan pemungutan pajak harus diusahakan agar jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan. Dengan perkataan lain, keseimbangan dalam kehidupan ekonomi harus selalu diperhatikan4) Asas FinansialSesuai dengan fungsi budgeter, maka biaya untuk pemungutan pajak harus seminimal mungkin, dan hasil pemungutan pajak hendaknya cukup untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran negara. Harus pula diperhitungkan saat pengenaan pajak hendaknya sedekat mungkin dengan terjadinya perbuatan, peristiwa, keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak. Adam smith dalam teorinya the four maxims mengemukakan asas-asas yang harus diperhatikan dalam pengenaan pajak adalah sebagai berikut:a) Asas EqualityDalam suatu negara tidak diperbolehkan mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Pengenaan pajak terhadap subjek pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya.b) Asas CertainityPajak yang harus dibayar oleh wajib pajak harus pasti untuk menjamin adanya kepastian hukum, baik mengenai subjek, objek, besarnya pajak, maupun saat pembayarannya.c) Asas Convenience(asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.d) AsasEconomic Of CollectionBiaya pemungutan pajak hendaknya seminimal mungkin, artinya biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari pemasukan pajaknya.Keadilan Pajak

Pengertian keadilan merupakan pengertian yang sangat luas dan pelik. Dalam hubungan ini dikemukakan pengertian secara khusus, yaitu pengertian keadilan dalam hukum pajak. Salah satu sendi keadilan dalam hukum pajak adalah perlakuan yang sama kepada wajib pajak, yang tidak membedakan kewarganegaraan, baik pribumi, maupun asing, dan tidak membedakan agama, aliran politik, dan sebagainya. Namun, apabila ada pertentangan kepentingan antara kepastian hukum pajak dan prinsip keadilan pajak, maka dalam hal ini yang harus didahulukan adalah kepastian hukum guna menjamin pelaksanaan pajak kepada setiap wajib pajak.