Upload
nikkitaihsan
View
75
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pendekatan (approach) pada penyakit jantung bawaan - FK UNISBA 2008
Citation preview
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah adanya lesi jantung yang telah muncul saat lahir, dan
merupakan penyebab kematian akibat abnormalitas dari usia satu tahun kehidupan. Penyakit
jantung bawaan adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi
jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB,
yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan
memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Kondisi ini mempengaruhi 8 dari 1000 kelahiran
hidup dan diperkirakan 1 juta orang di US memiliki lesi jantung bawaan. Beberapa abnormalitas
berat dan membutuhkan perhatian medis sesegera mungkin, sementara beberapa yang lainnya
hanya memiliki konsekuensi medis yang minimal. Meskipun penyakit jantung bawaan telah
muncul pada saat lahir, kerusakan yang ringan akan tetap tidak tampak pada beberapa minggu,
bulan ataupun tahun, dan pada kasus yang yang jarang, deteksi akan terjadi pada saat dewasa.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan dari jantung dalam uterus diantaranya adalah
kondisi ibu seperti penyakit rubella, SLE pada ibu, serta adanya gangguan genetik yang
berkaitan dengan adanya penyakit jantung bawaan, sepeti pada trisomi 21, sindrom Turner,
sindrom Marfan. Angka harapan hidup anak dengan penyakit jantung bawaan telah membaik
pada beberapa decade terakhir karena teknik diagnostik dan intervensi yang telah membaik.
Pemeriksaan dilakukan dari mulai anamnesis hingga pemeriksaan penunjang untuk
mengobservasi beberapa poin, gejala dan tanda yang penting, mengetahui tingkat keparahan dari
penyakit, dan lokasi terjadinya penyakit jantung bawaan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Batasan
Merupakan kelainan bawaan sejak lahir yang paling sering dijumpai, meliputi hampir 30%
dari seluruh kelainan bawaan.1,3
Epidemiologi
- Penyakit jantung bawaan terjadi sekitar 0,5-0,8% pada kelahiran hidup.
- Kerusakan jantung bawaan memiliki keparahan dengan spectrum luas pada bayi, sekitar
2-3 pada 1000 bayi baru lahir akan memperlihatkan gejala penyakit jantung dalam usia 1
tahun.
- Diagnosis ditegakkan, 40-50% pada usia 1 minggu dan 50-60% pada usia 1 bulan.1
- Frekuensi dari Penyakit Jantung Bawaan1
Lesi Persentase (%)
Defek Septum Ventrikel (VSD)
Defek Septum Atrial (ASD)
Duktus Arteriosus Persisten (PDA)
Koartasio Aorta
Tetralogi Fallot
Stenosis pulmonal valvular
Stenosis aorta
Transposisi arteri besar
Lain-Lain
25-30
6-8
6-8
5-7
5-7
5-7
4-7
3-5
Etiologi
- Umumnya penyebab dari penyakit jantung bawaan tidak diketahui.
- Kasus-kasus yang terjadi merupakan multifactor, yakni kombinasi antara predisposisi
genetic dan stimulus lingkungan.
- Predisposisi genetis dapat berupa adanya abnormalitas kromosom atau kerusakan gen
spesifik
- Kondisi lingkungan atau keadaan ibu yang dapat mempengaruhi ialah, penyakit DM,
fenilketouria, systemic lupus erythematous, congenital rubella syndrome, dan konsumsi
obat-obatan oleh ibu (lithium, etanol, warfarin, thalidomide, antimetabolite dan
antikonvulsi).1
Klasifikasi3
A. Kelainan Jantung Bawaan Tipe Non Sianotik
1. Defek Septum Atrial
2. Defek Septum Ventrikel
3. Defek Septum Arteioventricularis
4. Duktus Arteriosus Persisten
5. Stenosis pulmonal valvular
6. Stenosis pulmonal infundibular
7. Stenosis pulmonal distal
8. Koartasio aorta
9. Stenosis aorta
10. Prolaps katup mitral
B. Kelainan Jantung Bawaan Tipe Sianotik
1. Tetralogi Fallot
2. Atresia pulmonal
3. Atresia tricuspid
4. Hypoplastic left heart syndrome
5. Transposisi arteri besar
6. Trunkus arteriosus persisten
2. SKRINING PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Evaluasi awal pada anak yang kemungkinan memiliki abnormalitas jantung ditegakkan oleh4 :
I. Anamnesa (history taking)
II. Pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi
III. Elektrokardiografi (EKG) dan,
IV. Foto rontgen thoraks
I. Anamnesa (History taking)
Anamnesa merupakan tahap dasar dari evaluasi jantung. Riwayat kehamilan ibu sangat
membantu mendiagnosis penyakit jantung bawaan (PJB) karena beberapa kejadian prenatal
diketahui berhubungan dengan keadaan yang teratogenik. Riwayat sebelumnya, seperti periode
postnatal, dapat memberikan banyak informasi mengenai evaluasi jantung. Selain itu riwayat
keluarga juga membantu untuk mengetahui prevalensi adanya gangguan jantung ataupun
masalah medis lainnya di keluarga.4
Aspek yang ditanyakan pada saat anamnesa untuk anak yang memiliki potensi untuk
memiliki gangguan jantung :
1. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Infeksi
- Infeksi Rubella pada ibu, terutama pada trimester pertama akan
mengakibatkan beberapa abnormalitas, salah satunya pada kerusakan jantung.
- Infeksi oleh cytomegalovirus, herpesvirus, coxsacievirus B pada awal
kehamilan, bersifat teratogenik, sedangkan pada akhir kehamilan dapat
mengakibatkan myocarditis.
- Infeksi HIV, berkaitan pada terjadinya infantile cardiomyopathy.
b. Pengobatan, penggunaan alcohol dan merokok
- Beberapa obat-obatan yang diketahui bersifat teratogenik :
i. Amfetamin, diketahui berkaitan dengan terjadinya defek septum ventrikel
(DSV), Duktus arteriosus persisten (DAP), Defek septum atrial (DSA)
dan transposisi arteri besar (TGA)
ii. Obat antikonvulsi yang dicurigai menyebabkan PJB. Fenitoin (dilantin)
dikaitkan dengan stenosis pulmonal, dan stenosis aorta, koartasio aorta,
dan duktus arteriosus persisten.
iii. Trimethadione (trione) berkaitan dengan tetralogi Fallot, dan hypoplastic
left heart syndrome.
iv. Litium berkaitan dengan anomaly Ebstein
v. Asam retinoat dapat menyebabkan conotrunkal
vi. Asam valproic berkaitan dengan DSA, DSV, SA, dan KA.
vii.Dan pengobatan lainnya yang dicurigai menyebabkan PJB termasuk
progesterone dan estrogen (DSV, TF, TAB)
- Asupan alcohol yang berlebihan disebutkan berkaitan dengan DSV, DAP,
DSA dan TF
- Meskipun merokok saat hamil belum disebut teratogenik akan tetapi dapat
menyebabkan intrauterine growth retardation.
c. Kondisi ibu
- Ibu dengan diabetes, memiliki insidensi tinggi memiliki bayi dengan
kerusakan struktur jantung (contoh : DSA, TAB, DAP)
- Ibu dengan SLE
- Insidensi PJB meningkat sekitar 1-15% pada populasi ibu dengan PJB.
d. Berat lahir
Berat lahir memperlihatkan informasi mengenai masalah pada jantung yang dapat
terjadi :
- Apabila bayi SGA (small for gestational age), mengindikasikan adanya
infeksi intrauterine atau adanya penggunaan bahan kimia dan obat tertentu
(contohnya pada rubella syndrome dan fetal alcohol syndrome)
- Bayi dengan berat lahir besar, seringkali ada pada ibu dengan diabetes
2. Riwayat setelah lahir (postnatal), riwayat sebelumnya dan riwayat sekarang
a. Riwayat postnatal
- Penambahan berat badan, perkembangan dan pola makan
Penambahan berat badan dan perkembangan secara umum lainnya dapat
mengalami keterlambatan pada bayi dan anak yang mengalami CHF
(ccongestive heart failure) atau sianosis berat. Berat akan lebih berpengaruh
dibandingkan dengan tinggi. Makan yang kurang (poor feeding) dapat
menjadi tanda awal dari bayi dengan CHF, dapat diakibatkan dari kelelahan
(fatigue) atau dispnea.
b. Sianosis (Cyanotic spell) dan squatting
Adanya sianosis harus dinilai. Apabila orangtua berpikir anaknya sianosis, maka
dokter harus menanyakan tentang onset (apa pada saat lahir, beberapa hari setelah
lahir?), keparahan dari sianosis, permanen atau proxismal, bagian tubuh mana
yang sianosis (contoh : jari tangan, jari kaki, bibir) dan apakah sianosis memburuk
setelah diberi makan.
Cyanotic spell lebih sering terlihat pada pasien TF dan mebutuhkan perhatian
sesegera mungkin. Tanyakan kapan muncul sianosis (pada pagi hari saat bangun
tidur, setelah makan), durasi saat menjadi sianosis, dan frekuensinya.
Dokter menanyakan kapan anak squat apa saat lelah apakah pasien memiliki
posisi tubuh tertentu seperti knee-chest position ketika lelah. Riwayat squatting
berkaitan dengan TF
c. Takipnea, Dispnea dan Kelopak mata bengkak
Takipnea, dispnea dan mata yang bengkak merupakan tanda dari CHF. Gagal
jantung kiri mengakibatkan takipnea dengan atau tanpa dispnea. Takipnea akan
memburuk saat diberi makan sehingga sebabkan makan menjadi susah dan sulit
naik berat badan. Pernapasan lebih dari 40 kali/menit saat tidur perlu menjadi
catatan. Pernapasan lebih dari 60 kali/menit adalah abnormal bahkan pada bayi
baru lahir.Wheezing atau batuk yang menetap pada malam hari dapat menjadi
tanda awal dari CHF. Kelopak mata yang bengkak dan edema sacral merupakan
tanda sistemik dari kongesti vena. Edema ankle umumnya terlihat di dewasa.
d. Infeksi pernapasan yang berulang
PJB dengan left to right shunt besar dan peningkatan aliran darah pulmonary,
memiliki predisposisi untuk terkena infeksi saluran napas bawah
e. Intoleransi pada aktivitas
Penurunan ketahanan terhadap suatu aktivitas (exercise) dapat menjadi suatu
akibat dari penyakit jantung, termasuk lesi left-to-right yang besar, kerusakan
dengan sianotik, stenosis valvular atau regurgitasi dan aritmia. Anak yang obese
akan inaktif dan toleransi terhadap aktivitasnya menurun bahkan tanpa penyakit
jantung sekalipun.
f. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan alasan umum dari rujukkan dan kekhawatiran orang tua.
Apabila nyeri dada menjadi keluhan primer, maka tanyakan apakah nyeri
berkaitan dengan aktivitas (apakah terasa saat aktif atau terasa juga bahkan saat
menonton TV?). Tanyakan mengenai durasi (detik, menit atau jam) dan rasa nyeri
(tajam, menusuk atau teremas), dan apakan nyeri menjalar ke bagian tubuh lain
(leher, bahu kiri atau lengan kiri). Nyeri dada yang berasal dari jantung, tidak
tajam, biasanya akan bermanifestasi nyeri yang dalam, tekanan berat atau prasaan
tersedak atau terperas dan dicetuskan oleh aktivitas. Dan apakah nyeri akan
diperburuk oleh bernapas atau tidak.
Banyak anak mengeluhkan nyeri dada yang tidak memiliki gangguan jantung.
Tiga penyebab utama nyeri dada yang tidak berkaitan dengan jantung adalah
costochondritis, trauma pada dinding dada atau peregangan otot dan penyakit
pernapasan dengan batuk (contoh : bronchitis, asthma, pneumonia, pleuritis)
g. Syncope
Syncope merupakan hilangnya kesadaran sementara dan tonus otot yang
disebabkan oleh perfusi cerebral yang inadekuat. Dizziness merupakan gejala
prodromal dari syncope. Sincope dapat merupakan adanya kondisi jantung yang
serius yang dapat mengakibatkan sudden death. Sincope juga dapat diakibatkan
oleh sebab lain nonjantung seperti gangguan metabolic, kondisi neuropsikiatri.
Riwayat sinkope dapat memperlihatkan adanya aritmia atau lesi obstructive
lainnya.
h. Palpitasi
Palpitasi merupakan perasaan subjekti adanya denyut jantung yang cepat.
Beberapa orangtua dan anak-anak melaporkan sinus tachycardia menjadi
palpitasi. Palpitasi juga dapat diakibatkan oleh hipertroidism.
i. Gejala neurologis
Riwayat adanya stroke mengesankan terjadinya tromboembolism sekunder akibat
PJB sianotik dengan polisitemia atau infective endokarditis. Tanpa sianosis,
stroke dapat disebabkan oleh embolism dari thrombus vena melalui DSA.
Pertimbangkan juga keadaan hiperkoagulasi pada defisiensi antitrombin III,
defisiensi protein C, dan lainnya.
j. Pengobatan
Catat penggunaan obat, nama, dosis, waktu, dan durasi pemakaian baik
pengobatan jantung ataupun yang non jantung.
3. Riwayat keluarga
a. Penyakit herediter
Beberapa penyakit herediter berkaitan dengan penyakit jantung yang spesifik,
seprti pada Marfan’s syndrome yang berkaitan dengan aortic aneurysm dan
mitral insufficiency. Stenosis pulmonary pada Noonan’s syndrome.
b. Penyakit jantung bawaan
Riwayat adanya PJB pada keluarga terdekat meningkatkan kemungkinan
terjadinya PJB pada anak. Ketika salah satu anak memiliki PJB maka rekurensi
pada saudara sekandungnya adalah sebesar 3%.
II. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan pada anak, pemeriksaan dengan anak yang memiliki potensi untuk
memiliki kelainan jantung makan pemeriksaan harus dilakukan dengan baik.
1. Pola pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan seringkali diobservasi pada bayi dengan PJB. Kurva
pertumbuhan harus dilihat untuk merefleksikan tinggi dan berat terhadap usia dan
persentile-nya. Plot pada kurva dan evaluasi selanjutnya sangat penting pada anak
dengan gangguan jantung.
Perbedaan gangguan pola pertumbuhan dapat terlihat dengan tipe berbeda pada PJB :
a. Pasien sianosis memiliki gangguan pada berat maupun tinggi badan
b. Pasien non sianosis, terutama dengan lesi left-to-right shunt, cendrung memiliki
masalah pada kenaikan berat badan dibandingkan dari pertumbuhan linear. Tingkat
gangguan prtumbuhan proporsional dengan ukuran dari shunt.
c. Pasien non sianosis dengan lesi pressure overload tanpa shunt akan tumbuh normal.
2. Inspeksi
Banyak informasi yang didapat dengan inspeksi sederhana tanpa menggagu tidur bayi
atau menakuti anak dengan stetoskop. Inspeksi yang dilakukan meliputi :
a. Keadaan umum (general apperance) dan keadaan nutrisi
Keadaan pasien apakah mengalami distress, gizi baik atau kurang gizi terlihat senang
atau mudah marah. Obesitas juga menjadi catatan karena berkaitan dengan factor
resiko penyakit jantung lain.
b. Tanda sindrom atau gangguan kromosom
Abnormalitas kromosom diketahui berkaitan dengan beberapa PJB, misalnya pada
down syndrome 40-50% memiliki PJB, yang paling sering adalah DSV.
Berikut adalah beberapa syndrome yang memiliki abnormalitas pada jantung :
Sindrom Abnormalitas pada jantung
Sindrom Cri du chat
Sindrom Turner
Sindrom Edward
Sindrom Noonan
DSA, DSV, DAP
Koartasio arteri besar (35%)
DSV dan DAP
Stenosis pulmonar
c. Warna
Keadaan pasien dari warna harus dicatat, apakah pasien sianosis, pucat atau
kekuningan. Pada pasien yang sianosis perlu dilihat bagian yang terkena. Sianosis
akan lebih terlihat pada cahaya alami. Sianosis pada bibir dapat terlihat mirip
terutama pada anak dengan pigmen gelap. Makan harus dilihat pada bagian lidah,
kuku, dan konjunctiva. Ketika ragu-ragu maka gunakan oksimetri untuk
mengkonfirmasi. Anak dengan sianosis tidak selalu memiliki PJB, sianosis dapat
diakibatkan oleh penyakit pernapasan atau gangguan sistem saraf pusat. Sianosis
yang berhubungan dengan desaturasi arterial disebut sianosis sentral, sedangkan
sianosis dengan saturasi arteri yang normal disebut sianosis perifer. Bayi baru lahir
dapat terlihat kekuningan pada bati dengan DAP dan stenosis pulmonary yang
disertai dengan hipotiroidism.
d. Clubbing
Desaturasi arterial yang berlangsung lama (umumnya durasi lebih dari 6 bulan), akan
menyebabkan clubbing pada jari tangan dan jari kaki. Clubbing dikarakteristikan
dengan adanya pelebaran dan penebalan dari ujung jari tangan dan kaki . Kemerahan
pada terminal phalanges akan terlihat pada tahap awal dari clubbing. Clubbing akan
terlihat di awal dan mudah dikenali pada ibu jari. Clubbing dapat berkaitan juga
dengan penyakit lain seperti penyakit paru, sirosis hati, dan bacterial endokarditis.
e. Pernapasan, dispnea, dan retraksi
Respiratori rate (RR), harus dicatat pada tiap bayi dan anak. Apabila bayi bernapas
irregular maka lakukan penghitungan selama satu menit penuh. RR akan lebih cepat
ketika anak menangis, rewel, makan atau sedang demam. RR yang paling baik
dilihat saat pasien tertidur. RR saat istirahat yang lebih dari 40 kali/menit tidak wajar
dan apabila lebih dari 60 kali/menit adalah abnormal pada usia berapapun. Tachipnea
akan bersamaan dengan tachycardia, yang merupakan tanda awal dari gagal jantung
kiri. Bila anak mengalami dispnea atau retraksi, merupakan tanda yang gagal jantung
kiri yang berat atau gangguan paru-paru.
f. Keringat di dahi
Bayi dengan gagal jantung kongesti sering memiliki keringat pada dahi, yang
merupakan ekspresi dari peningkatan aktivitas simpatis yang merupakan mekanisme
kompensasi dari penurunan cardiac output.
g. Inspeksi dada
Tonjolan precordial dengan atau tanpa aktivitas jantung yang terlihat, mengesankan
adanya pembesaran jantung yang kronis. Dilatasi akut tidak menimbulkan tonjolan
prekordial.
Dada merpati (pigeon chest/pectus carinatum), dimana strnum menonjol keluar pada
daerah midline, bukan diakibatkan oleh cardiomegali.
3. Palpasi
Palpasi meliputi nadi perifer (ada tidaknya, nadi, volume) dan precordial (ada tidaknya
thrills pada point of maximal impulse (PMI), hiperaktivitas prekordial)
a. Peripheral pulse
1. Hitung pulse rate atau nadi dan catat adakah iregularitas dan volumenya. Nadi
normal akan berbeda pada usia dan status, pasien yang lebih muda akan memiliki
nadi yang lebih cepat. Peningkatan nadi mengindikasikan adanya demam, gagal
jantung kongesti, atau aritmia. Bradikardia dapat memperlihatkan adanya
toksisitas digitalis, heart block.
2. Bandingkan volume nadi di tangan kanan dan kiri, ektrimitas atas dan bawah.
Palpasi pulse pada pedal di dorsalis pedis, tibialis posterior. Apabila nadi pedal
baik maka Koertasio aorta dihilangkan, nadi kaki yang lemah dan nadi kuat di
tangan mengesankan adanya koartasio aorta. Apabila nadi brachial kanan lebih
kuat dibandingkan yang kiri, kemungkinan koartasio aorta terjadi dekat dengan
arteri subklavia kiri atau stenosis pulmonary.
3. Bounding pulse dapat ditemukan pada lesi seperti DAP, regurgitasi aorta.
4. Nadi yang lemah, thready dapat ditemukan pada gagal jantung atau syok atau
pada kaki pasien dengan koartasio aorta.
5. Pulsus paradoxux (paradoxical pulse) dicurigai ketika adanya variasi pada
volume nadi arteri dengan siklus pernapasan. Pulsus paradoxus dapat
dihubungkan dengan tamponade jantung akibat efusi pericardial atau perikarditis
atau pada asma dan pneumonia berat. Adanya pulsus paradoxus dikonfirmasi
dengan menggunakan spigmomanometer.
b. Dada
Yang harus dipalpasi pada bagian dada adalah : impulse apical, PMI dan
hiperaktivitas prekordium dan thrill yang terpalpasi.
1. Apical impulse
- Palpasi dari impulse apical merupakan tanda dari kardiomegali. Lokasinya
dan penyebarannya dicatat. Perkusi pada bayi tidak akurat. Normalnya impuls
apical ada di interkostal ke-5 pada garis midclavikular setelah usia 7 tahun.
Sebelum usia ini, impuls apical berada di interkostal ke-4 di bagian
midkalvikular kiri. Impuls apical yang berada lbih lateral atau rendah maka
memperlihatkan adanya pembesaran jantung.
2. PMI (Point of Maximal Impulse)
PMI membantu dalam menentukan apakah yang dominan ventrikel kiri atau
ventrikel kanan. Apabila ventrikel kanan dominan, PMI berada pada lower left
sternal border atau di procesus xiphoideus, dengan dominan pada ventrikel kiri,
PMI berda di apex. Pada bayi baru lahir dan bayi dominan pada ventrikek kanan.
Jika impulse menyebar dan slow rising disebut heave, sedangkan apabila
terlokalisasi dan sharp rising disebt tap. Heave pada volume overload dan taps
pada pressure overload.
3. Tekanan darah
Lakukan pengukuran tekanan darah apabila memungkinkan sebagai bagian dari
pemeriksaan fisik.
4. Auskultasi
Aspek yang menjadi perhatian pada pemeriksaan auskultasi :
i. Heart rate dan regularitas
Tiap anak harus dicatat. Terlalu cepat atau lambat atau adanya iregularitas harus
dievaluasi dengan EKG
ii. Bunyi jantung
Intensitas dan kualitas dari bunyi jantung, terutama bunyi kedua (S2), harus
dievaluasi. Abnormalitas dari bunyi jantung pertama (S1), suara ketiga (S3) atau
gallop rhythm atau suara keempat harus dicatat.
iii.Bunyi sistolik dan diatolik : ejection click pada sistol awal merupakan petunjuk dari
stenosis aorta atau pulmonary. Midsistolik click memberikan petunjuk pada prolapse
katup mitral.
iv. Murmur jantung : evaluasi intensitas, waktu (sistolik atau diastolic), lokasi, tansmisi
dan kualitas.
Bunyi Jantung
o Bunyi jantung pertama (S1)
Bunyi S1 berkaitan dengan penutupan katup mitral atau tricuspid. Paling terdengar
jelas di apeks atau di border sternal kiri. Aadanya split pada S1 dapat terjadi pada
anak, tetapi jarang. Split yang melebar abnormal ditemukan pada RBBB (right
bundle branch block).
o Bunyi jantung kedua (S2)
S2 pada border sternal kiri atas (area katup pulmonary). Tentukan split dan intensitas
dari penutupan katup pulmonary (P2) dan katup aortic (A2).
o Bunyi jantung ketiga (S3)
S3 adalah suara dengan frekuensi rendah pada systole awal dan berhubungan dengan
pengisisan cepat ventrikel. Terdengar jelas di bagian apex atau sborder sternal kiri
bawah. Normalnya terdengar pada anak-anak dan remaja. S3 yang terdenagr keras
berkaitan dengan dilatasi ventrikel dan penurunan komplians ventrikel. (DSV),
ketika terjadi tachycardia maka akan terjadi ‘’Kentuky’ gallop.
o Bunyi jantung keempat
S4 merupakan bunyi frekuensi rendah pada akhir diastole, berkaitan dengan
penurunan komplias ventrikel, dengan tachycardia menyebabkan ‘Tenese’ gallop.
o Gallop rhythm
Merupakan ritme triple akibat dari kombinasi S3 yang keras dengan atau tanpa S4,
dan tachycardia. Terdengar pada gagal jantung kongesti.
o Murmur jantung
Tiap murmur analisa intensitasnya, waktu (sistolik atau diatolik), lokasi, transmisi
dan kualitas (musical, vibratory, blowing, dll)
- Intensitas Murmur
III. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG secara serial sering membantu apabila dicurigai adanya abnormalitas.
Hal ini dilakukan karena adanya perubahan yang cepat yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehidupan dan adanya ventrikel kanan yang dominan pada masa awal kehidupan.
Pemeriksaan EKG masih mempunyai kontribusi yang bermakna dalam diagnosis dan penentuan
progres penyakit. Informasi yang bermanfaat yang bisa didapat dari EKG antara lain : irama,
hipertrofi/hipoplasia ventrikel, pelebaran atrium, iskemia miokardium. Penentuan sumbu P atau
QRS dapat memberikan arah akan adanya defek jantung.
Sumbu jantung
Sumbu QRS pada umur minggu pertama normal antara 120o dan 180o. Deviasi
sumbu QRS ke kanan (+180o sampai +210o ) dapat terlihat pada hipertrofi ventrikel kanan,tetapi
seringkali masih dalam batas normal untuk neonatus. Overload ventrikel kiri sering berhubungan
dengan sumbu QRS antara 0o sampai 90o. Deviasi sumbu QRS ke kiri antara –30o sampai –120o
selalu patologis. Sumbu P abnormal umumnya berhubungan dengan dekstrokardia, situs
inversus,atau PJB kompleks dengan cardio-viseral isomerism.
Hipertrofi ventrikel
Sulit mendiagnosis hipertrofi ventrikel kanan pada neonatus. Hipertrofi ventrikel kiri lebih
mudah didiagnosis . Hipoplasia ventrikel apabila didapatkan voltase rendah pada ventrikel
tersebut dan voltase yang tinggi pada ventrikel lainnya.
IV. Foto Rontgen Thoraks
Rontgen dada merupakan bagian yang esensial dari evaluasi jantung. Informasi yang bisa
didapatkan ialah :
1.Ukuran jantung
Dapat diukur dengan CTR (Cardio Thorax Ratio)
Dihitung dengan rumus : CT ratio = (A + B) ÷ C
Nilai CT yang lebih dari 0,5 mengindikasikan adanya kardiomegali, akan tetapi tidak
akurat pada bayi baru lahir dan bayi kecil, karena foto membutuhkan inspiratori yang baik
saat dilakukan.
2.Siluet Jantung
Border jantung yang dibentuk oleh struktur jantung dalam hasil foto rontgen
posteroanterior.
Siluet Jantung Abnormal
Bentuk dari jantung dapat menjadi petunjuk dalam tipe defek, beberapa adalah sebagai
berikut :
1. Boot shaped
Terjadi pada TF dengan adanya penurunan aliran darah pulmonary dan atresia
tricuspid, dibedakan dari EKG pada TF terjadi right axis deviation (RAD), right axis
deviation (RAD), right ventricular hypertrophy (RVH) dan terkadang right arial
hypertrophy (RAH), sedangkan pada atresia tricuspid menunjukan left ventricular
hypertrophy (LVH)
2. Egg shaped
Berkaitan dengan transposisi arteri besar, terutama pada pasien sianosis.
3. Snowman
Bentuk snowman dengan peningkatan aliran pulmonary terlihat pada bayi dengan
supracardiac type of total anomalous pulomary venous return (TAPVR)
4.Pembesaran pada ruang jantung
a. Pembesaran atrium kanan
b. Pembersaran atrium kiri
c. Pembesaran ventrikel kanan
d. Pembesaran ventrikel kiri
5.Aliran darah pulmonary
a. Peningkatan aliran darah pulmonary
Peningkatan aliran darah terlihat ketika arteri pulmonary kanan dan kiri membesar.
Biasanya terjadi pada aliran darah di anak yang non sianosis seperti pada DSA, DSV
dan DAP.
b. Penurunan aliran darah pulmonary
Penurunan aliran pulmonary dicurigai ketika hilum terlihat kecil, dan bagian paru
lainnya terlihat gelap. Dengan pembuluh darah kecil dan tipis, dapat terjadi pada TF.
V. Flow Diagram
Flow diagram membantu mendiagnosis PJB berdasar ada tidaknya sianosis, status aliran darah
pulmonary, apakah normal, meningkat atau menurun. Adanya hipertrofi ventrikel kanan (RVH)
atau hipertrofi ventrikel kiri (LVH).4
VI. Echokardiografi
Echokardiografi 2 dimensi yang dilengkapi echokardiografi dopler telah menggantikan
sebagian besar kateterisasi jantung, karena alat ini memberikan diagnosis PJB yang detail.
Mobilitas alat memungkinkan pemeriksaan dapat dilakukan di ruang neonatus tanpa
mengganggu bayi dalam inkubatornya. Pemeriksaan yang menyeluruh memerlukan pengetahuan
yang menyeluruh tentang anatomi 3 dimensi jantung dan patologi anatomi kelainan jantung yang
umum atau yang jarang. Tanpa pemahaman yang mendalam, tidak mungkin melakukan
interpretasi data dengan tepat.
VII. Tes Hiperoksik
Tersedianya pulse oxymeter untuk monitor non invasif saturasi oksigen (dan nadi)
bermanfaat untuk menilai kemajuan terapi pada neonatus dengan PJB sianotik. Pemeriksaan
PaO2 dan hematokrit sangat membantu dalam diagnosis dan penatalaksanaan neonatus dengan
sianosis. Umumnya direkomendasikan pengambilan sampel darah dari lengan kanan (a. radialis)
untuk menghindari pengaruh pirau kanan ke kiri melalui duktus arteriosus. Pada keadaan tekanan
oksigen rendah, pemeriksaan diulangi setelah pemberian oksigen 100% selama 10-20 menit.
Apabila hipoksia sentral berkaitan dengan faktor respirasi PaO2 akan meningkat > 150 mmHg.
Sebaliknya pada PJB sianotik PaO2 tetap dibawah 100 mmHg,sering kurang dari 50 mmHg. Tes
ini hanya valid jika bayi telah diventilasi baik.
3. KLASIFIKASI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
3.1 Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung
yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung
sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur
keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-
masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat
tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru. Yang akan dibicarakan
disini hanya 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu (1) PJB non sianotik dengan lesi atau
lubang di jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal
defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA), dan (2) PJB non
sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat
di jantung, misalnya aortic stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).
3.1.1 Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau dari kiri ke kanan
Masalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau dari kiri ke kanan
melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran darah ke paru berlebihan.
Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai simptomatik seperti
kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan
gagal jantung kongestif.
3.1.1.1 Ventricular Septal Defect
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga
sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru
makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum
sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke
kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3 bulan dimana
proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat
maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volum langsung
pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung.
Pada VSD yang kecil umumnya asimptomatik dengan riwayat pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, sehingga adanya PJB ini sering ditemukan secara kebetulan saat
pemeriksaan rutin, yaitu terdengarnya bising pansistolik di parasternal sela iga 3 – 4 kiri. Bila
lubangnya sedang maka keluhan akan timbul saat tahanan vaskuler paru menurun, yaitu sekitar
usia 2–3 bulan. Gejalanya antara lain penurunan toleransi aktivitas fisik yang pada bayi akan
terlihat sebagai tidak mampu mengisap susu dengan kuat dan banyak, pertambahan berat badan
yang lambat, cenderung terserang infeksi paru berulang dan mungkin timbul gagal jantung yang
biasanya masih dapat diatasi secara medikamentosa. Dengan bertambahnya usia dan berat badan,
maka lubang menjadi relatif kecil sehingga keluhan akan berkurang dan kondisi secara umum
membaik walaupun pertumbuhan masih lebih lambat dibandingkan dengan anak yang normal.
VSD tipe perimembranus dan muskuler akan mengecil dan bahkan menutup spontan pada usia
dibawah 8–10 tahun.
Pada VSD yang besar, gejala akan timbul lebih awal dan lebih berat. Kesulitan mengisap
susu, sesak nafas dan kardiomegali sering sudah terlihat pada minggu ke 2–3 kehidupan yang
akan bertambah berat secara progresif bila tidak cepat diatasi. Gagal jantung timbul pada usia
sekitar 8–12 minggu dan biasanya infeksi paru yang menjadi pencetusnya yang ditandai dengan
sesak nafas, takikardi, keringat banyak dan hepatomegali. Bila kondisi bertambah berat dapat
timbul gagal nafas yang membutuhkan bantuan pernafasan mekanik. Pada beberapa keadaan
kadang terlihat kondisinya membaik setelah usia 6 bulan, mungkin karena pirau dari kiri ke
kanan berkurang akibat lubang mengecil spontan, timbul hipertrofi infundibuler ventrikel kanan
atau sudah terjadi hipertensi paru. Pada VSD yang besar dengan pirau dari kiri ke kanan yang
besar ini akan timbul hipertensi paru yang kemudian diikuti dengan peningkatan tahanan
vaskuler paru dan penyakit obstruktif vaskuler paru. Selanjutnya penderita mungkin menjadi
sianosis akibat aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri, bunyi jantung dua komponen pulmonal
keras dan bising jantung melemah atau menghilang karena aliran pirau yang berkurang. Kondisi
ini disebut sindroma Eisenmengerisasi.
Bayi dengan VSD perlu dievaluasi secara periodik sebulan sekali selama setahun
mengingat besarnya aliran pirau dapat berubah akibat resistensi paru yang menurun. Bila terjadi
gagal jantung kongestif harus diberikan obat-obat anti gagal jantung yaitu digitalis, diuretika dan
vasodilator. Bila medikamentosa gagal dan tetap terlihat gagal tumbuh kembang atau gagal
jantung maka sebaiknya dilakukan tindakan operasi penutupan VSD secepatnya sebelum terjadi
penyakit obstruktif vaskuler paru. Indikasi operasi penutupan VSD adalah bila rasio aliran darah
yang ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi paliatif Pulmonary Artery Banding (PAB)
dengan tujuan mengurangi aliran ke paru hanya dilakukan pada bayi dengan VSD multipel atau
dengan berat badan yang belum mengijinkan untuk tindakan operasi jantung terbuka.
3.1.1.2 Patent Ductus Arteriosus
Penampilan klinis PDA sama dengan VSD yaitu tergantung pada besarnya lubang dan
tahanan vaskuler paru. Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak
membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising
kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di
parasternal sela iga 2–3 kiri dan dibawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru
yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana tahanan vaskuler
paru menurun dengan cepat. Gagal jantung kongestif akan timbul disertai infeksi paru. Nadi akan
teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat
aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi
paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar
hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis
sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan.
Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi
prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif
vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini
otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses penurunan tahanan
vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul
lebih awal saat usia neonatus. Upaya untuk menutup PDA dapat dilakukan dengan pemberian
Indometasin bila tidak ada kontra indikasi. Bila tidak berhasil dan gagal jantung juga tidak
teratasi maka harus dilakukan operasi ligasi (pengikatan) PDA.
Pada bayi atau anak tanpa gagal jantung dan gagal tumbuh kembang, tindakan penutupan
PDA secara bedah dapat dilakukan secara elektif pada usia diatas 3–4 bulan. Pengobatan anti
gagal jantung dengan digitalis, diuretika dan vasodilator harus diberikan pada bayi dengan PDA
yang besar disertai tanda-tanda gagal jantung kongestif. Selanjutnya bila kondisi membaik maka
operasi ligasi dapat ditunda sampai usia 12–16 minggu karena adanya kemungkinan PDA
menutup secara spontan. Tindakan penutupan PDA tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi
hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru. Dalam dekade terakhir ini
penutupan PDA dapat dilakukan juga secara non bedah dengan memasang coil atau alat seperti
payung/jamur bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
3.1.1.3 Atrial Septal Defect
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan
aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga
menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan
pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya
sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan
diatas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap
tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran
piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran
deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia
dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler
paru. Seperti pada VSD indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru
dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–4 tahun)
kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongestif yang tidak teratasi
secara medikamentosa.
Seperti pada PDA dalam dekade terakhir ini penutupan ASD juga dapat dilakukan tanpa
bedah yaitu dengan memasang alat berbentuk seperti clam (kerang) bila memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan. Tindakan penutupan ASD tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi hipertensi
pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru.
3.1.2 Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirau
Obstruksi di alur keluar ventrikel kiri dapat terjadi pada tingkat subvalvar, valvar ataupun
supravalvar sampai ke arkus aorta. Akibat kelainan ini ventrikel kiri harus memompa lebih kuat
untuk melawan obstruksi sehingga terjadi beban tekanan pada ventrikel kiri dan hipertrofi otot
miokardium. Selama belum terjadi kegagalan miokardium, biasanya curah jantung masih dapat
dipertahankan, pasien asimptomatik dan ukuran jantung masih normal. Tergantung beratnya
obstruksi presentasi klinis penderita kelompok ini dapat asimptomatik atau simptomatik. Yang
simptomatik umumnya adalah gagal jantung yang gejalanya sangat bervariasi tergantung dari
beratnya lesi dan kemampuan miokard ventrikel. Gejala yang ditemukan antara lain sesak nafas,
sakit dada, pingsan atau pusing saat melakukan aktivitas fisik dan mungkin kematian mendadak.
Pada keadaan yang berat dengan aliran darah sistemik yang tidak adekwat, sebelum terjadi
perburukan akan ditandai dahulu sesaat dengan kemampuan mengisap susu yang cepat menurun
dan bayi terlihat pucat, takipnoe, takikardia dan berkeringat banyak. Adanya penurunan perfusi
perifer ditandai dengan nadi yang melemah, pengisian kapiler yang lambat dan akral yang
dingin.
Obstruksi pada alur keluar ventrikel kanan juga dapat berada di tingkat subvalvar atau
infundibular, valvar dan supravalvar sampai ke percabangan arteri pulmonalis. Obstruksi ini
akan menyebabkan terjadinya beban tekanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Penderita kelompok
PJB ini umumnya juga asimptomatik kecuali bila obstruksinya berat dan kemampuan miokard
ventrikel kanan menurun. Presentasi klinisnya dapat berupa gagal jantung kanan seperti edema
perifer, hepatomegali dan asites, atau sindroma curah jantung rendah seperti sulit bernafas,
lemah, sakit dada, sinkop dan mungkin kematian mendadak akibat aritmia. Bila bayi dan anak
dengan Patent Foramen Ovale (PFO) maka mungkin akan terlihat sianosis akibat pirau dari
kanan ke kiri melalui celah ini.
3.1.2.1 Aorta Stenosis
AS derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis
secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa
klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS
derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-
bulan pertama kehidupannya.
Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu
dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty
harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak
dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg.
3.1.2.2 Coarctatio Aorta
CoA pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya
sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang,
tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah
tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri
brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta
desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai.
Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini
dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik
pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga
dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer.
Pemberian Prostaglandin E1 (PGE1) dengan tujuan mempertahankan PDA agar tetap terbuka
akan sangat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi
koreksi.
3.1.2.3 Pulmonal Stenosis
Status gisi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang
memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis. Penemuan
pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar
bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal
membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak
terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras
terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus
akan ditemukan pada stenosis yang berat.
Intervensi non bedah Balloon Pulmonary Valvuloplasty (BPV) dilakukan pada bayi dan
anak dengan PS valvular yang berat dan bila tekanan sistolik ventrikel kanan supra sistemik atau
lebih dari 80 mmHg. Sedangkan intervensi bedah koreksi dilakukan bila tindakan BPV gagal
atau disertai dengan PS infundibular (subvalvar).
3.2 Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa
sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah
oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau
terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa
bibir dan mulut serta kuku jari tangan–kaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan
akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.
Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2 golongan PJB
sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi of
Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala aliran darah ke
paru yang bertambah, misalnya Transposition of the Great Arteries (TGA) dan Common Mixing.
3.2.1 Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang berkurang
Pada PJB sianotik golongan ini biasanya sianosis terjadi akibat sebagian atau seluruh
aliran darah vena sistemik tidak dapat mencapai paru karena adanya obstruksi sehingga mengalir
ke jantung bagian kiri atau ke aliran sistemik melalui lubang sekat yang ada. Obstruksi dapat
terjadi di katup trikuspid, infundibulum ventrikel kanan ataupun katup pulmonal, sedangkan
defek dapat di septum atrium (ASD), septum ventrikel (VSD) ataupun antara kedua arteri utama
(PDA).
Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah bila menangis atau melakukan
aktivitas fisik, akibat aliran darah ke paru yang makin berkurang. Pada keadaan yang berat sering
terjadi serangan spel hipoksia, yang ditandai khas dengan hiperpnea, gelisah, menangis
berkepanjangan, bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang. Pada
kondisi ini bila tidak diatasi dengan cepat dan benar akan berakibat kematian. Serangan ini
umumnya terjadi pada usia 3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul saat bangun tidur pagi atau
siang hari ketika resistensi vaskuler sistemik rendah. Dapat kembali pulih secara spontan dalam
waktu kurang dari 15–30 menit, tetapi dapat berkepanjangan atau berulang sehingga
menyebabkan komplikasi yang serious pada sistim susunan saraf pusat atau bahkan
menyebabkan kematian. Karena itu diperlukan pengenalan dan penanganannya dengan segera
secara tepat dan baik. Pada anak yang lebih besar sering juga memperlihatkan gejala squatting,
yaitu jongkok untuk beristirahat sebentar setelah berjalan beberapa saat dengan tujuan
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan sehingga aliran darah ke paru meningkat.
3.2.1.1 Tetralogi Fallot
TF adalah golongan PJB sianotik yang terbanyak ditemukan yang terdiri dari 4 kelainan,
yaitu VSD tipe perimembranus subaortik, aorta overriding, PS infundibular dengan atau tanpa PS
valvular dan hipertrofi ventrikel kanan. Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak bayi
adalah gejala utamanya yang dapat disertai dengan spel hipoksia bila derajat PS cukup berat dan
squatting pada anak yang lebih besar. Bunyi jantung dua akan terdengar tunggal pada PS yang
berat atau dengan komponen pulmonal yang lemah bila PS ringan. Bising sistolik ejeksi dari PS
akan terdengar jelas di sela iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri.
Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan Propranolol peroral
sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot infundibuler berkurang dan
frekwensi spel menurun. Selain itu keadaan umum pasien harus diperbaiki, misalnya koreksi
anemia, dehidrasi atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel. Bila spel
hipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya memburuk, maka
harus secepatnya dilakukan operasi paliatif Blalock-Tausig Shunt (BTS), yaitu memasang
saluran pirau antara arteri sistemik (arteri subklavia atau arteri inominata) dengan arteri
pulmonalis kiri atau kanan. Tujuannya untuk menambah aliran darah ke paru sehingga saturasi
oksigen perifer meningkat, sementara menunggu bayi lebih besar atau keadaan umumnya lebih
baik untuk operasi definitif (koreksi total).
Neonatus dengan PS yang berat atau PA maka aliran ke paru sangat tergantung pada
PDA, sehingga sering timbul kegawatan karena hipoksia berat pada usia minggu pertama
kehidupan saat PDA mulai menutup. Saat ini diperlukan tindakan operasi BTS emergensi dan
pemberian PGE1 dapat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk
operasi.
Penderita dengan kondisi yang baik tanpa riwayat spel hipoksia atau bila ada spel tetapi
berhasil diatasi dengan propranolol dan kondisinya cukup baik untuk menunggu, maka operasi
koreksi total dapat dilakukan pada usia sekitar 1 tahun. Koreksi total yang dilakukan adalah
menutup lubang VSD, membebaskan alur keluar ventrikel kanan (PS) dan rekonstruksi arteri
pulmonalis bila diperlukan.
3.2.1.2 Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang bertambah
Pada PJB sianotik golongan ini tidak terdapat hambatan pada aliran darah ke paru bahkan
berlebihan sehingga timbul gejala-gejala antara lain tidak mampu mengisap susu dengan kuat
dan banyak, takipnoe, sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung
kongestif.
3.2.1.3 Transposition of the Great Arteries
TGA adalah kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya, yaitu
aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Pada kelainan ini
sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan
hidup bayi yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung dengan adanya percampuran darah
balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD),
ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau tanpa VSD,
dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang berbeda dari
ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah sianosis sejak lahir
dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata
saat PDA mulai menutup pada minggu pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul
hipoksia berat dan asidosis metabolik. Sedangkan pada TGA dengan VSD akan timbul tanda dan
gejala akibat aliran ke paru yang berlebih dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada usia 2–3
bulan saat tahanan vaskuler paru turun. Karena pada TGA posisi aorta berada di anterior dari
arteri pulmonalis maka pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras,
sedangkan bising jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau
obstruksi pada alur keluar ventrikel kiri.
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus PGE1 untuk
mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi pencampuran yang baik antara vena sistemik
dan vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus
secepatnya dilakukan Balloon Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat lubang di septum atrium
dengan kateter balon untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium. Biasanya dengan
kedua tindakan tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi koreksi dapat
dilakukan secara elektif. Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial switch, yaitu menukar
ke dua arteri utama ketempat yang seharusnya yang harus dilakukan pada usia 2–4 minggu
sebelum ventrikel kiri menjadi terbiasa memompa darah ke paru-paru dengan tekanan rendah.
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak perlu
dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita dapat ditunda sampai usia
3–6 bulan dimana berat badan penderita lebih baik dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler
paru akibat hipertensi pulmonal yang ada.
3.2.1.4 Common Mixing
Pada PJB sianotik golongan ini terdapat percampuran antara darah balik vena sistemik
dan vena pulmonalis baik di tingkat atrium (ASD besar atau Common Atrium), di tingkat
ventrikel (VSD besar atau Single Ventricle) ataupun di tingkat arterial (Truncus Arteriosus).
Umumnya sianosis tidak begitu nyata karena tidak ada obstruksi aliran darah ke paru dan
percampuran antara darah vena sistemik dan pulmonalis cukup baik. Akibat aliran darah ke paru
yang berlebihan penderita akan memperlihatkan tanda dan gejala gagal tumbuh kembang, gagal
jantung kongestif dan hipertensi pulmonal.
Gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan
dan timbul pada saat penurunan tahanan vaskuler paru. Pada auskultasi umumnya akan terdengar
bunyi jantung dua komponen pulmonal yang mengeras disertai bising sistolik ejeksi halus akibat
hipertensi pulmonal yang ada. Hipertensi paru dan penyakit obstruktif vaskuler paru akan terjadi
lebih cepat dibandingkan dengan kelainan yang lain.
Pada kelainan jenis ini, diagnosis dini sangat penting karena operasi paliatif ataupun definitif
harus sudah dilakukan pada usia sebelum 6 bulan sebelum terjadi penyakit obstruktif vaskuler.
Operasi paliatif yang dilakukan adalah PAB dengan tujuan mengurangi aliran darah ke paru
sehingga penderita dapat tumbuh lebih baik dan siap untuk operasi korektif atau definitif.
Tergantung dari kelainannya, operasi definitif yang dilakukan dapat berupa bi-ventricular repair
(koreksi total) ataupun single ventricular repair (Fontan).
Daftar Pustaka
1. Lilly L. Pathophysiology of Heart Disease. 4th edition. Philadelphia. William & Wilkins.
2007.
2. Garna H, Nataprawira HMD. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi ke-3. Bandung.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RS Hasan Sadikin. 2005.
3. Braunwald E, Zipes DP, Libby P. Heart Disease, A Textbook of Cardiovascular
Medicine. 6th Edition, WB Saunder Coy, Philadelphia, 2001.
4. Park MK. Pediatric Cardiology for Practitioners.; R George Troxler 4th Edition. St Louis;
Mosby 2002.
5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics.17 th ed.
Pennsylvania. Saunders. 2004.