9
1 Oase MNPK ada 23 – 26 Nopember 2018, MNPK menggelar hari studi di Hotel Horison, Jayapura, Papua. Dengan mengusung tema “Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Multikultural Menuju Peradaban Kasih,” hari studi ini dihadiri 200 peserta dari MPK dan yayasan-yayasan di seluruh Indonesia. Bertindak sebagai panitia pelaksana adalah MPK Papua, di bawah koordinasi ketua panitia pelaksana Silvester Lobya, yang juga Direktur Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini,” kata Pastor Vinsen- sius Darmin Mbula OFM, Ketua MNPK. Sementara itu, Silvester mengatakan, selain berupa diskusi, hari studi ini didesain sebagai bagian dari pengenalan budaya Papua lewat pentas seni budaya oleh anak-anak Katolik di Jayapura. “Ini merupakan wujud apresiasi terhadap khazanah budaya Papua,” katanya.*** Pendidikan Berbasis Multikultural dari Papua untuk Indonesia P edisi khusus hari studi 2018 NASIB SEKOLAH SWASTA DI TENGAH SLOGAN SEKOLAH GRATIS

Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

  • Upload
    lynhan

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

1

Oase MNPK

ada 23 – 26 Nopember 2018, MNPK menggelar hari studi di Hotel Horison, Jayapura, Papua. Dengan mengusung tema “Penguatan Pendidikan

Karakter Berbasis Multikultural Menuju Peradaban Kasih,” hari studi ini dihadiri 200 peserta dari MPK dan yayasan-yayasan di seluruh Indonesia.

Bertindak sebagai panitia pelaksana adalah MPK Papua, di bawah koordinasi ketua panitia pelaksana Silvester Lobya, yang juga Direktur Yayasan Pendidikan

dan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura.

“Kita bersyukur bahwa MPK Papua den-gan senang hati menyambut dan menyiapkan pelaksanaan kegiatan ini,” kata Pastor Vinsen-sius Darmin Mbula OFM, Ketua MNPK.

Sementara itu, Silvester mengatakan, selain berupa diskusi, hari studi ini didesain sebagai bagian dari pengenalan budaya Papua lewat pentas seni budaya oleh anak-anak Katolik di Jayapura.

“Ini merupakan wujud apresiasi terhadap khazanah budaya Papua,” katanya.***

Pendidikan Berbasis Multikulturaldari Papua untuk Indonesia

P

edisi khusus hari studi 2018

NASIB SEKOLAH SWASTA DI TENGAH SLOGAN SEKOLAH GRATIS

Page 2: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

2

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018 Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

3

MAJELIS NASIONAL PENDIDIKAN KATOLIKJl. Cikini 2 No.10, RT.12/RW.5, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10330Telepon: (021) 31922082

alam suasana kasih persaudaraan, saya menyampaikan Se-lamat Datang untuk kita semua. Setelah

menempuh perjalanan yang jauh, akhirnya kita sampai juga ke Tanah Papua, Tanah yang diberkati Tuhan.

Di sini, kita akan mengikuti hari studi, di mana kita akan mengalami kebersamaan sebagai saudara dan saudari.

Dari Tanah Papua inilah kita hendak belajar: belajar tentang apa maknanya menjadi sesama saudara sebangsa dan setanah air, belajar ten-tang bagaimana kita bersaudara dalam keanekaragaman.

Hari studi kita mengambil tema: “Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Multikultural Menuju Per- adaban Kasih.

Ada beberapa hal yang hendak saya sampaikan berkaitan dengan tema tersebut.

Pertama, MNPK sangat men-dukung upaya implementasi program Penguatan Pendidikan Karakter - yang sudah menjadi program pemerintah di bawah masa kepemimpinan Presiden

Joko Widodo. Dalam konteks In-donesia, kita ingin selalu menem-patkan hal itu di atas corak sebagai bangsa yang multikultural.

Kedua, peradaban kasih, ter-minologi yang dipakai oleh Paus Fransiskus, adalah sebuah situasi hidup harmonis, yang akan terca-pai melalui praktik dialog antar iman dan antar budaya. Peradaban kasih merupakan paradigma peda-gogis untuk menjawab kompleksi-tas era milenium yang ditandai dengan keanekargaman suku dan budaya, agama, aliran-aliran isme, serta ideologi-ideologi yang seolah disatukan dan dipercepat oleh arus teknologi dan informasi globalisasi.

Ketiga, meskipun konteks ke-budayaan yang beraneka ragam itu sangat penting, MNPK menyadari bahwa saat ini dalam tataran kon-sep dan praksis pendidikan, peda-gogi serta metodenya nyaris lepas pisah dari konteks sosial budaya Indonesia. Dalam hari studi ini, MNPK ingin menggali tema ini, tentang bagaimana kita memahami pendidikan dan kebudayaan dalam satu kesatuan.

Belajar Bersamadi Tanah Papua

Keempat, pendidikan karakter ber-basis multikultural itu pada prinsipnya terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, melalui pedagogi kasih dan paradigma pedagogi kritis reflektif, serta metode pembelajaran seperti colaborative learning, contextual learning, project based learning, signi- ficant experiencial learning serta deeper learning. Pendidikan karakter melalui paradigma pedagogi kasih dan metode-metodenya adalah jalan untuk mewujudkan apa yang kita sebut sebagai keadilan sosial, perda-maian, keutuhan ciptaan, ekonomi berke-lanjutan dan berkeadilan serta demokrasi.

Ada harapan juga bahwa ke depan kita bisa mendesain kurikulum dan mem-buat racikan menu sendiri dalam bentuk RPP berkarakter kasih dengan mengin-tegrasikan nilai-nilai Ajaran Sosial Gereja sebagai sebuah sistesis antara iman dan kehidupan, iman dan kebudayaan.

Dalam hari studi ini kita bersama- sama belajar dan berdialog, yang dibantu sejumlah narasumber untuk semakin me-mahami dan mendalami tujuan pendi-dikan karakter berbasis multikultural.

Kita diajak untuk memahami pendi-dikan berdasarkan nilai-nilai Pancasila: religius, nasionalis, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Selain itu kita akan

Buletin ini diterbitkan oleh Bagian Publikasi Pengurus Harian MNPK

Penanggung Jawab: RP. Vinsensius Darmin Mbula OFM Dewan Redaksi: Fr. Monfoort Mere, BHK; RD. YAM Fridho Mulya, SCJ; RD. Egidius Minori, Pr Pemimpin Redaksi: Ryan D. Sekretaris: Theo Wargito Staf Redaksi: Rio J. Layout: Alders Jangkar Bendahara: Roy AS Yusuf Sirkulasi: Densi Naus

Ikuti terus informasi terbaru terkait kegiatan-kegiatan MNPK lewat situs resmi www.mnpkindonesia.org.

D

semakin memahami keanekara- gaman budaya, yang nilai-nilainya perlu kita hayati dalam praksis adat istiadat serta permainan tradisional. Kita akan dia-jak untuk semakin memahami bahasa ibu, bahasa nasional dan bahasa asing sebagai ungkapan identitas jati diri dan kepribadian bangsa dalam arus komu-nikasi global. Kita juga akan belajar bersama mengenai pemahaman yang

komprehensif tentang psikologi lintas budaya.

Akhirnya, kita berharap, semoga proses pendidikan di sekolah-sekolah kita yang berkualitas dan unggul secara akademik dan non akademik mampu meningkatkan penghargaan terhadap martabat dan hak asasi manusia, serta menghasilkan generasi-generasi yang mampu berpikir cerdas mengenai Indo-

nesia yang maju, berbudaya, beradab, adil dan makmur.

Dalam upaya itu, kita tentu juga tetap menjunjung tinggi prinsip dasar pendidikan kita sebagai me-dia kabar baik, unggul dan berpihak kepada orang miskin dan kaum yang terpinggirkan. ***

Romo Vincensius Darmin Mbula, OFMKetua Presidium MNPK

Tim Kerja Pembina OSIS MNPK sudah resmi terbentuk dalam acara workshop di Palembang, pada 29-31 Oktober 2018. Workshop yang diikuti

150 orang itu diisi dengan Misa, pentas seni, sharing dari masing-masing MPK, materi penguatan Pembina OSIS oleh Frans Lim (Lentera Kasih), city tour, ple-no pemilihan pengurus dan pelantikan.

Pastor YAM Fridho Mulya, SCJ, selaku ketua panitia pelaksana menga-takan, sesuai dengan tema bahwa OSIS sebagai perwujudan peradaban kasih, melalui workshop ini diharapkan para pembina OSIS mampu mewujudkan ke-beradaan OSIS di sekolah masing-masing agar semakin menampakkan peradaban kasih yang sejati.”

Sementara itu Frater Patrick, BHK, Ketua MPK Palembang menyatakan, Ba-pak Uskup Agung Palembang, Mgr Aloy-sius Sudarso SCJ yang pernah menjadi Ketua Komisi Pendidikan KWI menyam-but baik penyelenggaraan acara ini.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada panitia dan pendukung, seperti Periplus Education, Erlangga dan Pener-bit Kanisius.

Pastor Vinsensius Darmin Mbula, OFM, Ketua Presidium MNPK men-jelaskan, OSIS adalah salah satu program

kaderisasai MNPK, selain Pramuka dan kepemimpinan kepala sekolah.

“Pembinaan OSIS sangat penting kare-na memiliki potensi untuk membentuk kader-kader pemimpin yang kompeten, bahkan jalur masuk pergurun tinggi mulai memberi peluang dan prioritas kepada pen-gurus OSIS untuk bisa masuk dengan jalur khusus,” katanya.

Romo Heru Atmojo SCJ dalam keynote speech-nya menjelaskan, penguatan pem-bina OSIS adalah jalan penyadaran panggi-lan dalam tugas di bidang pendidikan.

Ia juga menegaskan, sekolah merupa-kan tempat kaderisasi bagi siswa-siswi dan kaum muda, (termasuk) melalui OSIS.

“Suasana pendidikan di sekolah harus diperhatikan supaya menjadi tempat yang bisa membentuk pribadi yang unggul,” te-gasnya.

Sementara itu, dalam sharing dari MPK-MPK, pada pada umumnya di seko-lah-sekolah, baik SMP dan SMA, OSIS ber-peran dalam banyak kegiatan.

Pembentukan pengurusnya dilakukan dengan menjaring siswa yang dianggap memiliki komitmen dan kompetensi, juga melalui mekanisme debat dan adu program. Proses pemilihannya pun dengan pemilu yang melibatkan seluruh warga sekolah.

Ada juga sekolah yang menetapkan bahwa pengurus inti harus Katolik, se-mentara pengurus seksi bisa non Katolik.

Namun ada juga yang menerapkan ke-bhinekaan, bahwa ketua pun bisa dari non Katolik, yang terpenting punya komitmen dan kompetensi.

Setiap OSIS memiliki pembina dari unsur wakil kepala sekolah bidang kes-iswaan.

Di samping itu, ada juga MPK yang sudah membentuk Tim Kerja OSIS, sep-erti di MPK Tanjungkarang.

Namun, ada juga sejumlah kend-ala. Misalnya, ada anggota pengurus yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, ada program atau kegiatan OSIS yang kurang mendapat dukungan dari kepala sekolah atau seko-lah kurang berkomitmen

Dalam workshop ini, ada kerinduan dibuatnya tupoksi atau panduan pembi-na OSIS yang bisa menjadi pedoman bagi pembina OSIS

Ig Nugroho Budhi Prasojo, ketua terpilih panitia tim kerja Pembina OSIS MNPK mengatakan, langkah awalnya adalah secara intensif melakukan koor-dinasi dengan pengurus lain.

“Kemudian target dalam tiga bulan ke depan, masing-masing MPK memiliki pengurus tingkat keuskupan dan yang terakhir menyempurnakan AD ART, sehingga tahun 2019 sudah bisa menga-dakan kegiatan nasional seperti Jambore OSIS,” katanya.***

D

Tim KerjaPembina OSIS MNPK Terbentuk

Page 3: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

4

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018 Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

5

NPK menggelar acara rembug nasional di Ge-dung Karya Kartika, Sura-baya, Jawa Timur pada 20-21 April 2018, yang

membahas mengenai Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di Lembaga Pendidikan Katolik (LPK). Rembug ini dihadiri oleh 42 peserta, yang mewakili 30 MPK.

Semangat dasar rembug ini adalah memperkuat peran Pendidikan Agama

Katolik dan Budi Pekerti dalam mewujudkan Indonesia sebagai “ru-mah bersama” berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Rembug ini juga merespons keprihatinan dan tantangan yang dialami sejumlah MPK berhadapan dengan desakan pemerintah untuk menerapkan tuntutan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional (UU Sisdiknas), khususnya Pasal 12 ayat 1a dan Peraturan Pemerintah No. 55 Ta-hun 2007 Pasal 4 ayat 2 yang antara lain mewajibkan satuan pendidikan untuk memberi pelajaran agama kepada peserta didik sesuai agama mereka.

Memang, ada perdebatan soal penafsiran UU Sisdiknas itu, kare-na di dalamnya juga terdapat pasal yang mengatur hak masyarakat da-lam menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat sesuai dengan kekhasan agama, sebagaimana dite-gaskan dalam Pasal 55 ayat 1.

Pada 25 Februari 2008, Komisi Pendidikan KWI – dengan mengacu pada alasan tentang kekhasan itu

fokus

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

Rembug Nasional

Suasana Rembug Nasional membahas Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti, yang berlangsung di Surabaya, April 2018.

M

- sudah membuat pedomaan yang menekankan bahwa semua sekolah Katolik hanya mengajarkan Pen-dididikan Agama Katolik kepada semua peserta didik.

Namun, mengingat adanya perkembangan terbaru, baik dari segi kebijakan pemerintah, khu-susnya terkait sistem data pokok pendidikan (Dapodik) dan e-raport maupun masalah-masalah konkret yang dialami sejumlah MPK, yang berdampak pada eksistensi LPK-LPK, maka MNPK menanggap perlu menyikapinya.

Rembug itu mengikuti alur se-bagai berikut. Pertama, presentasi tentang gambaran realitas pendi-dikan agama secara nasional. Tahap ini diisi dengan pemaparan hasil penelitian oleh Prof. Dr. Anita Lie (dosen Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya) yang berjudul “Peran Pendidikan Agama di LPK.” Hasil penelitian ini membantu pe-serta untuk menyadari tantangan perutusan Gereja di Indonesia, khu-susnya di dunia pendidikan.

Kedua, sharing MPK-MPK ten-tang realitas dan tantangan perwu-judan kekhasan LPK. Pencerahan Prof. Dr. Anita Lie membantu MPK untuk masuk dalam realitas dan tantangan yang dialami.

Ketiga, pendalaman mengenai realitas dan tantangan yang dialami. Untuk membantu agar proses pen-dalaman ini lebih fokus dan terarah, persoalan-persoalan diurai.

Rembug ini tidak menghasilkan keputusan, tetapi hanya berupa se-jumlah rekomendasi, yang kemu-dian disampaikan oleh Ketua Pre-sidium MNPK, Pastor Vinsensius Darmin Mbula,OFM kepada Komisi Pendidikan (Komdik) KWI dalam pertemuan pada 15 Mei 2018.

Keputusan KomdikKeputusan Komdik KWI me-

negaskan bahwa sekolah-sekolah Katolik tetap berpegang pada surat KWI tahun 2008, yakni mengajar-kan Pendidikan Agama Katolik dan

Budi Pekerti bagi semua peserta didik.Komdik juga membuka kemung-

kinan bagi LPK-LPK untuk mengajar-kan pendidikan agama sesuai dengan agama peserta didik.

Namun, ada sejumlah catatan agar hal itu diatur secara bijaksana. Perta-ma, Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti diberikan kepada semua peserta didik, di mana namanya bisa berubah, misalnya Budi Pekerti tetapi memuat nilai-nilai Katolik. Sekolah juga mengalokasikan satu jam per-temuan atau penambahan waktu pe-lajaran untuk pelajaran agama yang diberikan kepada peserta didik se-suai dengan agamanya, untuk menye-suaikan dengan ketentuan e-raport.

Kedua, sekolah turut menentukan kriteria dalam memilih guru untuk mata pelajaran agama non-Katolik.

Ketiga, sekolah-sekolah Katolik harus merawat, menjaga dan mem-perhatikan identitasnya, bukan hanya dengan Mata Pelajaran Agama Kato-lik dan Budi Pekerti, tetapi juga nilai-nilai Katolik harus terintegrasi dalam semua mata pelajaran dan seluruh iklim serta budaya sekolah, melalui kehadiran kepala sekolah yang baik, guru-guru yang berkualitas dan mum-puni, juga tata kelola yayasan yang baik dan profesional.

Media Kabar BaikPada prinsipnya, MNPK bersama

MPK-MPK senantiasa mendorong semua yayasan agar sekolah-sekolah tetap menjadi media kabar baik yang unggul dan berpihak kepada kaum miskin.

MNPK bersama MPK-MPK memotivasi terus-menerus agar se-kolah Katolik mengintegrasikan nilai-nilai Ajaran Sosial Gereja dan nilai-nilai injili dalam kurikulum, manajemen, budaya serta ekosistem sekolah demi terwujudnya peradaban kasih persaudaraan yang selaras den-gan nilai-nilai Pancasila demi kema-juan dan kejayaan gereja dan bangsa. ***

PK Bogor gencar melaku-kan sosialisasi pemakaian buku versi digital inter-aktif untuk PAUD.Rencananya, tahun

depan buku berjudul “Saya Hebat” tersebut sudah diterapkan di 25 PAUD di wilayah MPK Bogor.Roy A.S. Yusuf, Ketua PAUD MPK Bogor mengatakan, sosialisasi dan pela-tihan penggunaan buku itu digelar di lima kota dalam Keuskupan Bogor. “Rinciannya, wilayah timur di Sukabumi untuk 6 TK, di Rangkas Bitung 4 TK, di Bogor 5 TK, di Cibinong 5 TK dan di Depok 5 TK,” katanya.Sejauh ini, hanya PAUD di Depok yang belum diberi pelatihan, sementara di tempat lainnya sudah dilakukan. “Kami jadwalkan awal Desember untuk Depok,” katanya.Ia menjelaskan, meski harapannya buku tersebut dipakai pada tahun ajaran baru Juli mendatang, namun tidak tertutup kemungkinan untuk mulai memakainya bagi sekolah yang berminat.Ia menambahkan, tidak hanya di MPK Bogor, buku tersebut juga akan ditawarkan ke MPK lain.Di MPK Ruteng, katanya, buku ini sudah diperkenalkan saat workshop awal Oktober, dan akan menyusul di MPK Ende, MPK Manado, MPK Pontianak dan MPK Medan.Materi dalam buku digital interaktif, yang diakses dengan perangkat telepon seluler atau komputer, disajikan dengan tampilan mirip buku, namun diperkaya oleh animasi dan simulasi interaktif. berkualitas tinggi, audio narasi, dan berbagai fitur interaktif lainnya.***

MPK Bogor Mulai Terapkan Buku PAUD Versi Digital Interaktif

M

Page 4: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

6

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018 Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

7Apa Itu Zonasi?

Doni menjelaskan, pada era poli-tik seperti saat ini, di saat banyak ka-bar simpang siur pada media seperti whatsapp, kebijakan tentang zonasi banyak disalahpahami.

Yang jelas, kata dia, inti dari kebi-jakan zonasi adalah menetapkan agar sekolah menerima minimum 90% siswa pada zonanya, 5% dari jalur prestasi dan 5% untuk siswa pindahan dari zona lain yang wilayahnya terkena bencana.

Tujuan atau spirit dari kebijakan ini, kata dia, adalah untuk pemerataan atau distribusi akses dan mutu pen-didikan hingga ke daerah-daerah, me-layani tanpa membedakan anak apapun keadaannya, yang pintar atau sebalik- nya, juga yang mampu secara ekonomi atau sebaliknya.

“Adanya zonasi juga dapat menghi-langkan eksklusivitas sekolah negeri,” jelasnya.

Rencana melibatkan sekolah swas-ta dalam kebijakan zonasi, kata dia, be-rangkat dari pemikiran bahwa sekolah swasta cenderung sepi dan muridnya

FOKUS

NPK menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada Senin, 13 Agustus 2018, yang khusus memba-has kebijakan pemerintah

terkait zonasi. FGD ini yang digelar di Aula Gedung

KWI, Jakarta, mengkaji dampak kebijakan itu bagi sekolah-sekolah swasta.

Diskusi dipandu oleh Roy A Yusuf, pengurus Harian MNPK. Para pembicara adalah pemerhati pendidikan Doni Koe-suma A.; Ketua Presidium MNPK, Pastor Vinsensius Darmin Mbula, OFM dan Se- kretaris MNPK, Theo Wargito.

Peserta mencapai 50 orang yang me-wakili beberapa MPK, yakni MPK Jakarta, MPK Bogor, MPK Maumere, MPK Den-pasar, MPK Bandung dan MPK Tanjung-karang

Hadir pula dua orang staf dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementeri-an Pendidikan dan Kebudayaan (Balitbang Kemendikbud), yakni Ibu Yufrida dan Ibu Yuni, yang bertugas melakukan riset dan analisis sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan oleh Kemendikbud.

MNPK GELAR FGD BAHAS KEBIJAKAN ZONASI

Pembicara dalam diskusi ini adalah pemerhati pendidikan Doni Koesuma A.; Ketua Presidium MNPK, Pastor Vinsensius Darmin Mbula OFM dan Sekertaris MNPK, Theo Wargito.

M

sedikit karena banyak yang memilih masuk sekolah negeri, meski yang terjadi di lapangan tidak semua se- perti itu.

Namun, kata dia, di sisi lain, ada juga kekhwatiran bahwa jika sistem ini diterapkan, maka sekolah swasta tertentu bisa-bisa tidak mendapat murid.

“Contohnya, Sekolah De Britto di Yogyakarta, yang kurang lebih 80% siswanya berasal dari seluruh Indo-nesia. Kalau zonasi ini dia terapkan, maka sekolah akan kekurangan mu-rid, karena hanya dapat menyerap sekitar 7% siswa,” katanya.

Ia menerangkan, untuk sekarang, pada prinsipnya jika sistem ini dite- rapkan juga untuk sekolah swasta, pihak sekolah diberi kebebasan un-tuk memilih menjalankannya atau tidak.

Sharing PengalamanDalam sesi diskusi, perwakilan

tiap MPK membagi pengalaman konkret di wilayah masing-masing. Dari hasil sharing itu, ada perbedaan pandangan juga terkait perlu tidak- nya sistem zonasi.

Robby Keupung dari MPK Maumere, misalnya mengatakan, di daerahnya, ada sekolah negeri yang menambah jumlah siswa dalam satu rombel hingga 42 siswa.

“Hal ini terjadi sebab yang mendaftar ke sekolah tersebut masih cukup banyak,” katanya.

Di sisi lain, sejumlah sekolah swasta kekurangan jumlah murid, malah ada yang harus “mengakali” jumlah rombelnya pada Dapodik.

“Contohnya, secara fakta hanya ada 4 rombel, tetapi karena aturan- nya harus punya 6 rombel, maka pada Dapodik ditambah 2 ‘kelas hantu’ (virtual class) agar sesuai,” katanya.

“Kalau tidak sesuai 6 rombel, guru sekolah swasta tersebut tidak akan mendapatkan sertifikasi karena kurangnya jumlah jam mengajar.”

Perwakilan dari Bogor, Depok, dan Jakarta mengungkap apa yang mereka sebut sebagai “penculikan

murid” dari sekolah swasta ke sekolah negeri, yang memang tidak hanya terja-di di sekolah Katolik, melainkan juga di sekolah Muslim dan sekolah swasta lain.

Praktik itu, kata mereka, terjadi ke-tika pada semester 2 atau 3, murid-murid yang sudah diterima di sekolah swas-ta ditelepon oleh sekolah negeri bahwa mereka masih memiliki kuota.

Senada dengan hal ini, Sigit dari Yayasan Tarakanita menambahkan, ku-rang lebih 30 orangtua siswa dari siswa yang “hilang” dari sekolah mereka mem-berikan alasan kepindahan yang sama, yaitu “karena anak kami diterima di se-kolah negeri, berdasarkan sistem zonasi.” Ada yang pindah saat para siswa sudah mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) selama sepekan.

Meskipun tidak semua sekolah ne-geri melakukan praktik demikian, pada

kenyataannya hal tersebut terjadi dan cukup meresahkan karena menimbul-kan kesan seolah sekolah negeri begitu “rakus” mencari murid, sampai “men-culik” siswa yang sudah diterima di sekolah swasta dan menambah jumlah rombelnya, bahkan ada yang membuat “kelas terbuka” seperti universitas.

Praktik ini dinilai sebagai salah satu faktor yang membuat sekolah swasta ti-dak dapat memenuhi kuota, karena ba-nyak murid diambil oleh sekolah negeri.

Pengalaman serupa juga dialami Sekolah Bintang Kejora di Cengkareng. Mereka pun tak luput dari masalah “penculikan” siswa, baik saat semester 2 maupun saat tingkat 2.

Yayasan Bunda Hati Kudus, se-bagaimana disampaikan oleh L. Supri-yadi juga mengeluhkan kekurangan siswa. Banyak sekolah mereka yang berada di Cengkareng dan Kalideres, yang berdekatan dengan sekolah negeri, merasakan hal yang sama seperti yang dialami oleh Sekolah Bintang Kejora.

Perwakilan dari Budi Mulia men-jelaskan, beberapa alasan orangtua memilih sekolah negeri ketimbang seko-lah swasta adalah karena SPP-nya yang gratis, sehingga dapat menabung untuk masuk perguruan tinggi dan kabar bah-wa kesempatan lulus dalam Seleksi Na-sional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan lebih besar dari- pada sekolah swasta.

Tidak SemuaAkan tetapi, tidak semua sekolah

mengalami kekurangan murid.Perwakilan dari Bogor misalnya,

menyatakan sekolahnya justru memi-liki lebih siswa dalam 1 rombel yang ditetapkan, yaitu 30 dari 28, dan tidak mungkin untuk “membuang” 2 siswa yang lebih tersebut.

Hal yang sama terjadi pada Sekolah Charitas di Pondok Labu, di mana mer-eka biasa mengelola 36-37 siswa dalam 1 rombel, tetapi dengan adanya peratur-an maksimum 28 siswa dalam 1 rombel, timbul kebingungan, apakah anak yang datang harus ditolak atau tidak.

Mardi Yuana Depok juga mengaku masih dapat “menolak” sejumlah siswa

Inti dari kebijakan zonasi

adalah menetapkan agar

sekolah menerima

minimum 90% siswa pada

zonanya, 5% dari jalur prestasi dan 5% untuk siswa

pindahan dari zona lain yang

wilayahnya terkena bencana.

Page 5: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

8

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018 Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

9

yang mendaftar. Namun, mereka tetap membuat agar jumlah siswa yang dite-rima dilebihkan dari ketentuan rombel yang ada, untuk mengantisipasi siswa yang seringkali “menghilang” saat MPLS atau sebulan setelah tahun aja-ran baru dimulai.

Meski tahun ajaran baru sudah ber-jalan kurang lebih 1 bulan dan belum ada siswa yang “menghilang”, bukan tidak mungkin hal tersebut akan terjadi saat naik kelas nanti, karena kenyata-annya hal itu pernah terjadi.

Apapun alasannya, menurut per-wakilan dari Yayasan Charitas, kehi- langan murid sesedikit apapun sangat berarti bagi sekolah swasta, terutama dampaknya terhadap dana operasional.

Usulan untuk PemerintahFGD ini sampai pada sejumlah usu-

lan untuk pemerintah. Pertama, sekolah swasta sebaiknya

tetap diberi kebebasan untuk memilih akan ikut serta dalam kebijakan zona-si atau tidak. Ada sekolah-sekolah ter-tentu yang tidak bisa memakai sistem zonasi. Contohnya, Sekolah Santa Ma-ria di Jakarta Pusat, sekolah ini tidak mungkin menerapkan sistem zonasi, sebab murid-muridnya berasal dari De-pok, Tangerang, dan wilayah lain yang bahkan di luar Jakarta. Meski ada yang dari Jakarta, tetapi radiusnya sudah di luar zonasi, misalnya murid dari Glo-dok, Mangga Dua dan Sunter.

Kedua, pemerintah diharapkan dapat memberikan “batasan” bagi se-kolah negeri, misalnya dalam hal jum-lah rombel, tidak boleh melebihi atur-an yang telah ditentukan. Hal ini bisa berjalan jika saja dari aplikasi Dapodik dapat mengunci (“lock”) maksimum rombel, sehingga tidak bisa ditambah-kan lagi jika sudah maksimum. Hal ini juga konsisten dengan standar Permen-dikbud. Jika Pemerintah tidak mem-batasi ruang kelas, maka sangat sulit bagi sekolah swasta, terutama yang be-rada di daerah.

Ketiga, Pemda perlu mempertim-bangkan keadaan sekolah-sekolah

swasta yang ada di wilayahnya. Misal-nya jika di suatu daerah terdapat sekian banyak jumlah sekolah swasta, perlu dipikirkan cara agar mereka tidak keku-rangan murid.

Keempat, Pemerintah perlu mem-batasi pertumbuhan sekolah di zona yang sudah padat. Apabila alasan pem-bangunan sekolah karena banyak siswa tidak tertampung, hal tersebut sebet-ulnya terjadi di sekolah negeri, bukan swasta. Perlu juga kerja sama antara sekolah swasta dengan sekolah neg-eri dalam satu wilayah, agar sepakat saling terima siswa yang berasal dari PPDB saja. Jangan sampai murid seko-lah swasta “diambil” lagi oleh sekolah negeri.

Kelima, Jika pada akhirnya sekolah swasta juga menerapkan sistem zonasi, perlu ada integrasi dalam sistem PPDB. Jadi sekolah negeri dan sekolah swasta berada dalam satu platform, sehingga tidak ada yang “ketinggalan”, karena tanggal buka dan tutup pendaftaran disamakan.

Keenam, Jika memang salah satu tujuan zonasi adalah berangkat dari pemikiran bahwa sekolah swasta cend-erung sepi dan muridnya sedikit, maka kelebihan kuota pada sekolah negeri ha-rus disikapi dengan baik. Contoh kasus, jika kuota SMA N 1 hanya 100, tetapi yang daftar ada 200, maka 100 sisanya dapat disalurkan pada sekolah swasta. Apabila orangtua yang bersangkutan keberatan karena kesulitan biaya, maka pemerintah pusat atau daerah dapat membantu untuk membiayai mereka, ketimbang membangun lagi sekolah-se-kolah negeri yang baru. Hal ini penting sebab yang terjadi di lapangan saat ini adalah, misalnya di Cianjur atau Suka-bumi, kelebihan kuota sekolah negeri biasanya dialihkan ke sesama sekolah negeri lainnya. Contohnya, jika tidak muat di SMA N 1, maka ke SMA N 2; SMA N 2 tidak muat, maka ke SMA N 3, dst.

Ketujuh, Kebijakan ini mungkin diterapkan secara nasional tetapi juga dengan sistem “zona.” Maksunya, han-

UU tentang Pesantren dan Pendidikan Keag-amaan secara aklamasi disetujui menjadi RUU Usul Inisiatif DPR, da-

lam Rapat Paripurna, 16 Oktober 2018. Hampir dua pekan sesudahnya, KWI melalui Komisi Kerasulan Awam memberikan tanggapan, di mana dalam proses perumusannya, MNPK juga ter-libat penuh.

Secara umum, KWI mengapresia-si RUU tersebut sebagai sebuah ben-tuk kepedulian dan kehadiran negara dalam melindungi dan mencerdaskan setiap warga melalui penyelenggaraan pendidikan yang terencana dan terpadu bagi setiap pemeluk agama. “Namun, kami berharap negara tidak terlalu jauh mengatur urusan teknis pendidikan agama, karena setiap agama memili-ki kekhasannya masing-masing,” tulis Romo Siswantoko, sekertaris eksekutif Komisi Kerawam dalam surat tersebut.

Lebih lanjut ia menegaskan orien-tasi mendasar dari pendidikan agama yang terletak pada upaya membentuk pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai perwujudan pengamalan ajaran, nilai-nilai dan keutamaan-keutamaan dalam agama. Demikian pula tujuan Pendidikan Agama Katolik yang terutama berupaya melahirkan pribadi-pribadi yang beriman dan ber-tanggung jawab terhadap imannya, diri sendiri dan sesama. “Berbagai ben-tuk kegiatan pendidikan informal dan nonformal Katolik yang disebut dalam RUU pada dasarnya merupakan wujud dari orientasi pendidikan khas Katolik,” lanjutnya.

Romo Siswantoko menyebut bah-wa KWI menilai RUU ini belum meng-gambarkan pemahaman yang kompre-

hensif terhadap Pendidikan Agama Katolik. Hal itu tampak dengan masih adanya konsep dan istilah yang kurang tepat sehingga dapat menimbulkan kebingungan dan permasalahan yang amat mendasar.

Selain itu, RUU tersebut tidak pernah dikonsultasikan dengan Gereja Katolik.

“Kami juga menemukan beberapa bagian dari RUU itu yang sangat kru-sial dari konsideran, pasal, dan ayat yang membutuhkan perubahan dan/atau tidak perlu diatur,” tulis Romo Siswantoko pada butir kelima.

Misalnya, judul RUU itu perlu dipertimbangkan kembali mengingat secara keseluruhan RUU itu mengatur pendidikan semua agama, sedangkan judul pesantren hanya merujuk pada Pendidikan Agama Islam. Ada pula ru-musan yang belum lengkap pada Pasal 1 angka 9 dari RUU tersebut, karena pendidikan Keagamaan Katolik tidak hanya bersumber pada ajaran, tetapi juga pada Kitab Suci dan Tradisi.

Karena itu, KWI mengharapkan agar hal itu perlu dirumuskan kembali, sehingga isi dan maknanya benar-be-nar sesuai dengan ajaran Gereja Kato-lik.

Pada Pasal 3 huruf a, KWI menilai makna kata ta’awun, tawazun, dan tawasut perlu dijelaskan, karena ka-ta-kata tersebut masuk dalam tujuan pengaturan RUU dan hanya dikenal dan dipahami oleh agama Islam. Pada-hal tujuan ini diberlakukan untuk kes-eluruhan agama dalam menyelenggara-kan pendidikan keagamaan.

KWI juga menemukan kekeliruan dalam rumusan pasal 81 huruf e yang memasukan Pendidikan Diniyah yang tidak dikenal dalam Pendidikan Ag-

R

ya wilayah-wilayah tertentu saja yang menerapkannya, yang memang dinilai akan membawa dampak positif, meng-ingat ada juga daerah yang akan mera-sakan hal sebaliknya. Karena itu, perlu ada pemetaan.

Untuk Sesama MPKPertama, Bekerja sama dengan ses-

ama sekolah Katolik, jangan malah “re-butan” murid. Sekolah-sekolah Katolik mesti tetap terbuka untuk menerima siswa dari agama lain, karena akan menjadi kesempatan bagi anak-anak yang berbeda agama itu untuk dapat mengenal Kristus. Jika sekolah-sekolah Katolik menerapkan kebijakan zonasi, maka kesempatan sekolah untuk me-nerima siswa non-Katolik akan lebih besar.

Kedua, Bekerja sama dengan seko-lah negeri yang berada dalam satu zo-nasi.

Ketiga, Memiliki strategi yang lebih kreatif untuk menjaring murid baru, agar tidak kalah dengan strate-gi-strategi sekolah swasta umum/ber-basis keagamaan lainnya, sebab terkait kebijakan zonasi bagi sekolah swasta ini, mereka (sekolah swasta lain) pun pasti juga sudah memikirkan rencana sendiri agar tidak kekurangan murid dan dapat tetap beroperasi.

Keempat, Menggandeng grup-grup diskusi yang lain, misalnya dari Yasay-an-yayasan Kristen atau Muslim.

Kelima, PPDB dibuka lebih awal dan tetap dibuka terus meski tahun ajaran baru sudah dimulai, terutama untuk sekolah yang sering mengalami kekurangan murid.

Keenam, kita belajar membangun relasi yang baik dengan pembuat ke-bijakan, sehingga jika ada pendapat terhadap kebijakan tertentu, dapat langsung disampaikan ke mereka. Gu-nakan semua relasi yang kita miliki. Se-lain itu, secara internal kita juga perlu membangun solidaritas dan sinergisi-tas.***

ama Katolik dan Pasal 83 angka 1 yang memasukan Pendidikan Keagamaan Kristen, padahal pasal tersebut secara khusus berbicara tentang Pendidikan Keagamaan Katolik.

Lebih lanjut KWI menilai Pasal 85, Pasal 86, dan Pasal 87 yang mengatur pendidikan nonformal, serta Pasal 88 yang mengatur pendidikan informal ha-rus dihapus, karena hal-hal itu merupa-kan wujud peribadatan Gereja Katolik yang diatur secara internal dan mandiri oleh Gereja Katolik.

Pada poin terakhir, KWI berjanji akan memberikan Daftar Isian Masalah (DIM) sandingan secara lengkap kepa-da Presiden dan kepada DPR RI dalam membantu pembahasan RUU.

Tanggapan PGIPGI juga menyampaikan keberatan

dengan RUU ini. Secara khusus mereka menitikberatkan perhatian pada pasal 69 dan 70 yang mengatur soal sekolah ming-gu dan katekisasi.

“Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat di-batasi oleh jumlah peserta, serta mestin-ya tidak membutuhkan izin karena mer-upakan peribadahan,” demikian menurut PGI.

Secara umum, PGI sepakat dengan RUU ini sejauh tidak mengatur pengaja-ran nonformal gereja.

Janji untuk RevisiRUU ini tidak begitu saja akan di-

sahkan pemerintah. Berhadapan dengan reaksi yang beragam dari berbagai pihak, DPR dan pemerintah membuka kemun-gkinan merivisinya dengan melibatkan organisasi atau lembaga terkait.***

Polemik RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Page 6: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

10

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018 Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

11

iaya pendidikan merupakan salah satu kom-ponen yang sangat penting dalam penye-lenggaraan pendidikan. Setiap upaya penca-paian tujuan pendidikan—baik tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif—se-lalu membutuhkan biaya. Tanpanya, pros-

es pendidikan (di sekolah) tidak akan berjalan (Supriadi, 2006:3 dalam Sudarmanto: 2010).

Di era globalisasi ini, pembiayaan pendidikan—khu-susnya bagi lembaga swasta—menjadi perhatian serius da-lam meningkatkan kualitas pendidikan. Diperlukan inovasi khusus dalam penggalangan dan penggalian dana demi ke-langsungan dan perkembangan lembaga swasta, yang mer-upakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasi-onal.

Kemandirian pembiayaan pendidikan bagi lembaga swasta semakin diuji dengan berbagai kebijakan yang meng-himpit, diantaranya adalah kebijakan pendidikan gratis, yang diklaim sebagai kebijakan yang pro rakyat. Kebijakan ini menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, ia diandaikan mampu menjawab harapan rakyat akan pendidikan murah. Di sisi lain, kebijakan ini kontraproduktif jika dimplementa-sikan secara salah.

Tulisan ini akan fokus pada tiga poin berikut. Pertama, akan diuraikan secara ringkas landasan keterlibatan pemer-intah dalam bidang pendidikan. Kedua, akan dipaparkan kendala yang dihadapi sekolah swasta berhadapan dengan kebijakan sekolah gratis. Pada bagian akhir akan diuraikan langkah yang dapat diambil sebagai jalan terbaik dalam soal pembiayaan pendidikan.

Dasar PijakDalam UUD 1945 (Amandemen IV) hal mengenai pem-

biayaan pendidikan diatur secara jelas. Di sana ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Dinyatakan bahwa negara perlu memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Keterlibatan pemerintah dalam bidang pendidikan juga diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendi-dikan Nasional. Beberapa pasalnya secara khusus berbicara tentang pendanaan pendidikan. Dalam Pasal 11 Ayat 2, mis-alnya ditegaskan bahwa pemerintah wajib menjamin tersedi-anya dana demi terselenggaranya pendidikan bagi setiap war-ga negara. Hal serupa juga dinyatakan dalam pasal 34 perihal wajib belajar.

Sementara dalam Pasal 12 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan ber-hak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi dan yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan.

Di samping itu, disebutkan pula bahwa setiap peserta didik wajib menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dapat dikatakan bahwa pendanaan pendidikan mer-upakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, yang pengelolaannya berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik.

Tantangan Dalam tataran aplikasi, pembiayaan pendidikan dibe-

dakan antara sekolah negeri dan swasta. Pembiayaan pendi-dikan antara keduanya berbeda, di mana untuk sekolah neg-eri sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara, beda halnya dengan sekolah swasta.

Sekolah swasta yang sering disebut sebagai mitra pemer-intah dalam pendidikan, acapkali mengalami kesulitan serius dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Misalnya, soal kebi-jakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kebijakan ini ber-potensi menghancurkan kelangsungan sekolah swasta.

Sebenarnya sekolah swasta membiayai operasional seko-lah secara mandiri. BOS di satu sisi membantu dalam pem-biayaan operasional. Namun, kebijakan ini akan jadi soal jika disertai dengan kebijakan sekolah gratis. Dengan ini, seluruh biaya operasional ditanggung oleh pemerintah, dengan cara memberikan sejumlah biaya yang dihitung berdasarkan jum-lah peserta didik. Semua sekolah—baik kaya maupun seder-hana—akan mendapatkan biaya dalam jumlah yang sama.

Kebijakan sekolah gratis akan menyulitkan sekolah swasta. Sekolah swasta tidak mampu mencukupi biaya op-erasionalnya yang pada gilirannya akan berdampak pada kualitas pendidikan.

Permasalahan yang dihadapi sekolah swasta pada masa sekarang bukan hanya soal pembiayaan, tetapi juga kualitas dan ketersediaan peserta didik yang memadai serta tenaga pendidik. Teori yang mengatakan bahwa sekolah negeri dan swasta sama-sama dikembangkan oleh negara perlu dikriti-si. Dana block grant yang selalu didengungkan belum mam-pu menjangkau seluruh sekolah yang membutuhkan. Aki-batnya, sebagian sekolah swasta akan semakin terpuruk.

Solusi: Sekolah MurahPendidikan sebagai sebuah investasi Sumber Daya

Manusia (SDM) bagi kehidupan bangsa dan negara tidak boleh dipandang remeh. Amanat UU yang mewajibkan pe-merintah merealisasikan 20% dari APBN untuk pendidikan sesungguhnya didasari oleh suatu wawasan jauh ke depan. Namun, implementasi dari anggaran 20% tersebut masih dipelintir dan dipolitisasi.

Sekolah swasta tidak boleh terlalu tergantung pada ke-bijakan pemerintah di bidang keuangan. Sebab, pengelolaan keuangan di yayasan bersifat mandiri. Dukungan dana dari pemerintah tentu sangat berarti bagi sekolah swasta, sejauh kebijakan tersebut adil dalam implementasinya.

Intervensi yang berlebihan dari pemerintah atas pendi-dikan swasta—termasuk dalam bidang pembiayaan—ber-potensi membunuh kemandirian lembaga. Sistem subsidiar-itas yang pernah ada dapat dilanjutkan dengan pembaruan tata aturan.

Meskipun demikian, keseriusan pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakan patut diapresiasi. Kebija-kan sekolah gratis yang dikaitkan dengan program BOS per-lu disempurnakan dengan kebijakan lanjutan. Dengan itu, hak masyarakat luas untuk memperoleh pendidikan murah dapat terlayani. Sedangkan sekolah negeri dan swasta tetap eksis mengambil peran dalam pendidikan nasional.

Kebijakan pendidikan gratis tidak boleh mematikan peran serta masyarakat serta orangtua peserta didik untuk

Nasib Sekolah Swasta di Tengah Jargon Sekolah Gratis

B

opini

ikut membiayai pendidikan, mengingat pendidikan adalah in-vestasi berharga untuk masa depan. Konsep pendidikan gratis seyogyanya diubah menjadi pendidikan murah: pembiayaan pendidikan yang terjangkau oleh segala kalangan.

Dengan konsep tersebut, dana BOS nasional dapat diting-katkan nominalnya, dibarengi dengan keterlibatan pemerintah daerah dengan mengalokasikan dana BOS daerah. Bila kedua bantuan tersebut dilakukan dengan perhitungan matang, se-kolah negeri sudah bisa menjalankan proses pembelajaran se-cara standar. Kebijakan yang melibatkan komite sekolah untuk membiayai program-program khusus dapat tetap dipertahank-an demi realisasi program-program unggulan sekolah.

Tanggung Jawab BersamaPendidikan nasional adalah tanggung jawab bersama. Lem-

baga pendidikan negeri dan swasta harus menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat, yang harus mendapat perlakuan dan pelayanan yang adil. Pemerintah wajib membina lembaga pendidikan swasta, karena peran lembaga ini sangat besar da-lam ikut mencerdaskan bangsa. Pelayanan pemerintah untuk lembaga pendidikan negeri dan swasta tidak boleh berat sebe-lah.

Lembaga pendidikan swasta harus tetap diberi kesempatan menggali dana dari masyarat untuk kelangsungan pendidikan. Produk-produk kebijakan pemerintah tidak boleh mematikan peran masyarakat, yang pada gilirannya akan mematikan lemba-ga pendidikan. Kebijakan sekolah gratis tidak realistis jika dit-erapkan untuk seluruh sekolah negeri dan swasta, karena setiap lembaga pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Konsep pendidikan murah, dengan subsidi biaya pendidikan dari pemerintah pusat dan daerah sesungguhnya sangat mem-bantu lembaga pendidikan dalam menjaga eksistensinya.

Diluar itu semua, lembaga swasta perlu berusaha keras menggali sumber dana demi kelangsungan dan perkembangan karya di bidang pendidikan. Berbagai inovasi dan pemberdayaan perlu dilakukan demi tercapainya “kecukupan” dan “kelimpah-an” dalam pembiayaan pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan peran luas yayasan pendidikan dapat membantu peningkatan penggalangan dana serta manajemen keuangan yang memadai.***

Oleh: Frater Dr. M. Monfoort BHK

Ketua Yayasan Mardi Wiyata Malang dan Anggota Presidium MNPK

Page 7: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

12

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018 Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

13

ada Rabu-Kamis, 10-11 Oktober 2018, MNPK menggelar workshop di Ruteng, Kabupat-en Manggarai untuk

menyusun modul buku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Isi buku tersebut, dengan meng-gunakan contoh dari buku PAUD “Saya Hebat” yang diterbitkan MPK Bogor, akan disusun sesuai dengan konteks lokal di Manggarai.

Peserta yang hadir dalam work-shop yang berlangsung di Wisma Efa-ta, Ruteng ini mencapai 55 orang dari 31 lembaga PAUD.

Romo Edi Menori, Ketua MPK Ruteng menyatakan, pelatihan ini merupakan realisasi dari pro-gram MNPK, “Guru Bermutu, Buku Berkualitas,” di mana guru diberday-akan untuk menyusun sendiri buku yang kemudian akan mereka gunakan dalam proses pengajaran.

“Guru bermutu akan menghasil-kan buku berkualitas. Guru bermutu dan buku berkualitas menentukan mutu pendidikan,” kata imam yang juga anggota Presidium MNPK ini.

“Kalau hanya salah satunya yang bermutu, maka pincang. Ibaratnya, dua kaki kita, kalau satunya saja yang baik, maka kita akan jalan pincang,”

tambahnya.Peningkatan kualitas guru, kata dia,

sangatlah penting, karena gurulah yang mengeksekusi seluruh kebijakan, arahan, konsep besar dalam pendidikan.

“Ketika bicara kualitas pendidikan, maka yang utama adalah juga soal pen-dampingan guru. Tanggung jawab perta-ma juga ada di tangan guru,” katanya.

Ia menjelaskan, “kita percaya, kita punya kemampuan” untuk mengikuti proses penyusunan buku tersebut.

Karena itu, jelasnya, yang digali da-lam proses workshop itu adalah melihat kembali apa yang selama ini sudah dip-raktekkan, lalu kemudian dirumuskan untuk menjadi materi buku.

Roy AS Yusuf dari MNPK menga-takan, Ruteng dipilih sebagai pilot proj-ect penyusunan buku PAUD yang sesuai dengan konteks lokal.

“Kita nanti akan membuatnya menja-di buku “Saya Hebat versi MPK Ruteng.’” katanya.

Targetnya, kata dia, buku ini bisa selesai awal tahun depan, sehingga bisa digunakan pada tahun ajaran 2019/2020.

Ia menjelaskan, selain buku teks, juga akan diupayakan pembuatan buku versi digital.

Buku digital ini, kata dia, sudah di-gunakan di lebih dari 20 PAUD di MPK Bogor.

Merancang Buku PAUD Khusus untuk MPK Ruteng

Pelatihan ini diisi dengan disku-si, yang dipandu oleh Ana Dwi Aryani, fasilitator dari MPK Bogor, yang juga salah satu dari 10 anggota tim penulis buku “Saya Hebat.” Hadir juga Teguh Suprapto dari Andi Offset, perusahan penerbitan yang berbasis di Yogyakarta yang menerbitkan buku “Saya Hebat.”

Suster Herlina, Ketua PAUD MPK Ruteng mengatakan, bersyukur karena dilibatkan secara penuh dalam proses penyusunan buku ini.

“Kami semua adalah guru-guru he-bat dan pasti hasilnya nanti buku yang hebat,” ungkapnya optimis.

Usai workshop, dibentuk sebuah tim kecil dengan anggota enam orang yang menindaklanjuti proses penyusu-nan buku dari bahan-bahan hasil disku-si selama workshop.

Rm Edi mengatakan saat penutupan workshop, MPK dan MNPK akan me-mantau kelanjutan proses penyusunan buku tersebut, agar isinya benar-benar berbobot dan layak dipakai.

“Keputusan dipakai atau tidaknya nanti ada di tangan kami, yang akan mengkajinya lebih dahulu,” katanya.

“Ini mesti menjadi buku PAUD versi MPK Ruteng karena isinya sesuai kon-teks lokal di Manggarai, bukan hanya karena dibuat di Ruteng.” tegasnya.***

Peserta workshop di Ruteng, Kabupaten Manggarai untuk menyusun modul buku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada Rabu-Kamis, 10-11 Oktober 2018

PROGRAM MNPK

Para guru Matemati-ka SMP dan SMA di wilayah MPK Den-pasar mengikuti pela-tihan pada Kamis dan

Jumat, 18-19 Oktober 2018 di Rumah Kalawat Tegaljaya – Denpasar yang difasilitasi oleh MNPK dan Penerbit Erlangga.

Pelatihan pada hari pertama dikhususkan untuk 16 guru SMP dan hari kedua untuk 10 guru SMA.

Mengambil tema, “Kupas Tun-tas Materi HOTs dengan MAKER (Metode Akselerasi Kreatif Erlang-ga)” pelatihan ini menghadirkan narasumber Prof. Sukino Supar-min, M.Sc, ahli matematika dengan metode kinomatika (pembelajaran matematika dengan pola sederhana).

Dalam pemaparannya, Prof Suki-no mengatakan, dalam mengajar ten-tang penyelesaian soal-soal matem-atika, diharapkan disajikan dengan kreatif, sehingga anak menyukai pe-lajaran Matematika dan guru kemu-dian tidak lagi menjadi momok yang menakutkan. Bagi para peserta didik.

“(Kalau) anak nyaman, (mereka akan dengan) senang menghadapi soal-soal matematika,” katanya.

Beliau menjelaskan, soal HOTs jangan ditakuti. Memang, kata dia, banyak orang yang menyebut bahwa soal HOTs adalah soal yang kesulitan-nya tingkat dewa.

“Soal HOTs sebaiknya diselesaikan dengan cara sederhana dan kreatif,” katanya.

Misalnya, kata dia, soal yang dise-diakan di tingkat SMA, 40 soal, di mana 36 soal pilihan ganda dengan 5 pilihan dan 4 soal esai, dengan alokasi waktu 120 menit.

“Jika cara menyelesaikannya den-gan metode kinomatika, maka dalam 1 jam (pengerjaan) soal selesai, 60 menit sisanya untuk mengoreksi,” katanya.

Ia juga menjelaskan, untuk soal UN tahun depan pasti berhubungan den-gan soal UN tahun ini.

“Soal Ujian Nasional Matematika SMP dipastikan ada 2 atau 3 soal dari SD. Soal Ujian Nasional Matematika SMA juga dipastikan ada 2 atau 3 soal dari SMP,” katanya.

Pastor Paskalis Nyoman SVD, Ket-ua MPK Denpasar mengatakan, saat ini mereka fokus pada upaya peningkatan kualitas guru dalam menguasai bidang studi, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi unggul terha-

dap kualitas kelulusan siswa.“Maka kami MPK Denpasar dan

seluruh pengurus yayasan yang ada di Denpasar mengucapkan terimakasih kepada Erlangga dan MNPK,” katan-ya.

Untuk program berikutnya, kata dia, adalah pelatihan K13 untuk gu-ru-guru SD.

“Pernyataan ini sekaligus permo-honan. Kami sangat menyambut posi-tif program kemitraan dengan Erlang-ga, dengan mengirimkan narasumber yang cukup kompeten,” ungkapnya.

Sementara itu, I Wayan Suwiraja-na yang hadir mewakili Erlangga men-gatakan, sebagai penerbit buku, mer-eka memiliki narasumber sekaligus sebagai penulis yang cukup kompeten untuk mendampingi sekolah-sekolah.

“Erlangga siap untuk mendukung kegiatan-kegiatan selanjutnya melalui wadah MPK,” katanya.

“Prinsipnya Erlangga memiliki visi yang sama dalam usaha menc-erdaskan anak bangsa. Soal apakah sekolah menggunaka buku Erlangga atau tidak, kami tetap serahkan kepa-da pihak sekolah,” lanjutnya.***

PROGRAM MNPK

Peserta pelatihan, para guru SMP di wilayah MPK Denpasar

Guru-guruMatematika

SMP dan SMAMPK Denpasar

Ikut PelatihanMateri HOTs

P

Page 8: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

14

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018 Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

15

NPK bekerja sama den-gan Penerbit Erlangga memfasilitasi workshop untuk guru SMP dan SMA Bidang Studi Bimb-

ingan Konseling (BK) di Keuskupan Agung Medan.

Workshop digelar di dua lokasi, masing-masing selama satu hari. Perta-ma, workshop berlangsung di Aula SMP Cinta Rakyat, Jl. Sibolga, Pematang Siantar pada 11 September 2018, diikuti 35 guru. Kedua digelar pada 13 Septem-ber 2018 di di Aula SMP Cahaya Medan Jl. Hayam Wuruk, Medan, dengan pe-serta 75 guru.

Narasumber workshop ini adalah

Prof. Dr. Laura F.N. Sudarnoto dan Maria Claudia Wahyu T, Psi. M.Si, keduanya dari Prodi Bimbingan dan Konseling FKIP dan Bahasa Universi-tas Katolik Atma Jaya, Jakarta.

Materi workshop antara lain ter-kait peran guru BK dalam layanan BK di sekolah, kajian penanganan kasus, yang diselingi dengan diskusi kelom-pok, sharing serta presentasi dalam pleno.

Prof. Dr. Laura menekankan tiga peran guru BK, yakni sebagai desain-er atau perancang program layanan, aktor atau pelaku utama layanan dan motivator atau pendorong kemandi-rian keberhasilan siswa.

KEGIATAN MPK

Guru BK di Keuskupan Agung Medan Ikut Workshop

Peserta workshop untuk guru SMP dan SMA Bidang Studi Bimbingan Konseling (BK) di Pematansiantar, Keuskupan Agung Medan.

M

Materi yang disampaikan dinilai oleh peserta sangat bermanfaat, apalagi kebanyakan dari mereka tidak berlatar belakang BK.

Di Rayon Pematangsiantar dari 35 peserta, hanya 3 yang berlatar belakang BK, sedangkan di Rayon Medan, hanya 24 dari 75 peserta.

Theo Wargito, Sekertaris MNPK mengatakan, ini merupakan kegiatan kedua dari program kemitraan antara MNPK dan Erlangga yang ditandatan-gani dalam bentuk MoU tahun lalu.

Kegiatan pertama, kata dia, telah berlangsung di MPK Ketapang dengan

materi Bimbingan Teknis K13 SD.Sementara itu, Benny Simanjutak,

Manajer Erlangga Pematangsiantar men-gatakan, menyambut baik kegiatan yang diadakan oleh MPK.

“Erlangga juga bersedia untuk mem-fasilitasi kelanjutan dari program-pro-gram yang dicanangkan oleh MPK Med-an,” katanya.

“Erlangga juga menyediakan gedung dan aula yang dimiliki oleh kantor Pe-matangsiantar dengan daya tampung 600 guru. Kami dengan gembira menyambut karena kita sama-sama punya visi yang sama, mencerdaskan dan meningkatkan

kualitas guru melalui buku-buku yang bermutu,” lanjutnya.

Saat membuka workshop di Medan, Sr. Yovita SFD, Sekretaris MPK Medan menyatakan, “beta-pa bersyukurnya kita guru-guru BK Medan mendapat kesempatan mendapatkan narasumber yang seki-an lama ditunggu-tunggu.”

“Pelatihan ini hanya tahap awal. Setelah MNPK dan Erlangga men-erbitkan buku modulnya maka kita pastikan akan mengundang lagi narasumber untuk menindaklanjuti workshop ini,” katanya.***

alam rangka realisasi program Guru Bermutu, Buku Berkualitas, MNPK bekerja sama dengan Penerbit Erlangga meng-

gelar Bimbingan Teknis Kurikulum 2013 untuk para guru di MPK Ketapang.

Kegiatan ini berlangung di SD St Yosef Pangudi Luhur, Ketapang, Kali-mantan Barat pada 5-8 Juni 2018.

Peserta adalah 50-an guru SD dari Yayasan Pangudi Luhur milik Bruderan FIC, Yayasan Pelayanan Kasih Fatima milik Konggregasi OSA, dan Yayasan Usaha Baik milik Keuskupan Ketapang.

Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang juga ikut hadir dalam pelati-han ini yang difasilitasi dua pembicara, Setyo Iswoyo dari Lembaga Training Milenial ’21 dan Dr. Dwi Ilham Rahard-jo, M.Pd dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur.

“Program ini dicanangkan dalam rangka meningkatkan kualitas Lembaga Pendidikan Katolik,” kata Theo Wargito, sekertaris MNPK saat membuka rang-kaian acara.

“Semoga guru berkualitas dapat menggunakan dan menguasai buku yang bermutu, dan buku yang bermutu jatuh di tangan guru yang berkualitas,”

Guru di MPK Ketapang Ikut Bimtek K13

lanjutnya.Br Jarwo FIC,

Ketua MPK Keuskupan Ketapang menekankan pentingnya peningkatan kualitas guru dan ke- butuhan terhadap buku yang bermutu.

”Di Ketapang, peningkatan kualitas guru dalam proses pembelajaran menjadi salah satu yang harus kami perhatikan dan terus kami tingkatkan,” ujarnya.

Upaya itu, kata dia, tentu saja dilaku-kan dengan keyakinan bahwa guru mer-upakan agen perubahan bagi anak didik.

“Selain menguasai proses pembelaja-ran, karakter guru pun perlu ditingkat-kan,” katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan juga membutuhkan perhatian yang sung-guh dari pihak pemerintah.

Bruder Jawo menyampaikan harapan-nya agar pihak pemerintah, dalam setiap keputusan yang diambil, lebih berpihak pada peningkatan kualitas pendidikan.

“Kecendrungan upaya sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan juga berbenturan dengan kebijakan pemerin-tah dalam menentukan buku pelajaran,” katanya.

Hilarius Wibi Hardian, Market-ing Komunikasi Penerbit Erlangga mengatakan, program ini adalah bentuk kepedulian mereka terhadap kemajuan LPK. (Foto: dok. MNPK)

Kegiatan ini merupakan bagian dari kerja sama MNPK dan Penerbit Erlangga yang ditandatangai pada 23 Maret 2018, di mana salah satunya adalah menyelenggarakan pelatihan sebanyak sepuluh kali dalam periode satu tahun.

MPK Ketapang merupakan yang pertama mendapat kesempatan pela-tihan ini.

Hilarius Wibi Hardian, Market-ing Komunikasi Penerbit Erlangga mengatakan, program ini adalah bentuk kepedulian mereka terhadap kemajuan LPK, hal yang menurut dia sama dengan apa yang diupayakan MNPK.

“Kita memiliki misi yang sejalan,” katanya.***

D

Page 9: Pendidikan Berbasis Multikultural - mnpkindonesia.org filedan Persekolahan Katolik Kota/Kabupaten Jayapura. “Kita bersyukur bahwa MPK Papua den- gan senang hati menyambut dan menyiapkan

16

Oase MNPK Edisi Khusus Hari Studi 2018

ara imam kepala sekolah dari MPK Ruteng menga-dakan kunjungan ke mi-tra-mitra MNPK, antara lain Margita Magiswara,

Penerbit Erlangga, Pesona Edu. juga Kolese Kanisius pada Selasa-Rabu, 23-24 Oktober 2018.

Kegiatan ini diadakan setelah 14 imam ini ini mengikuti ret-ret di Band-ung, Jawa Barat. Kunjungan ke Margita Magiswara di Bandung didampingi oleh Ketua Presidium MNPK, Rm Vinsensius Darmin Mbula OFM.

Penerbit Erlangga kemudian mem-fasilitasi keberangkatan mereka ke Ja-karta.

Selama kegiatan, mereka juga didampingi, Sekertaris MNPK, Theo Wargito dan salah satu pengurus harian, Roy AS Yusuf.

Saat mengunjungi Kolese Kanisius di Jakarta Pusat, mereka diterima oleh rektor sekolah tersebut yang juga Ketua MPK Keuskupan Agung Jakarta, Romo Heru Hendarto, SJ.

Dalam perbincangan, Romo Heru menjelaskan tentang buku roadmap

atau rencana induk pengembangan pen-didikan Kolese Kanisius sampai 2027, saat sekolah tersebut menginjak usia satu abad. Salah satu yang masuk da-lam roadmap itu adalah pembangunan Teacher Learning Center.

Romo Heru juga mengajak para imam melihat kondisi kantor yayasan, yang berisi ruang kerja pengurus yayasan dan ruang rapat.

Ruang rapat yang dilengkapi dengan teknologi yang cukup canggih, tidak ha-nya dimanfaatkan untuk rapat yayasan, tetapi juga digunakan untuk rapat MPK KAJ.

Dari ruang yayasan, para imam kemudian di arahkan ke ruang informa-si, yang kapasitasnya bisa menampung 30 orang. Di ruang ini, mereka mendapat penjelasan dari seorang petugas public relations, tentang profil SMP dan SMA Kolese Kanisus.

Kemudian, Romo Eduardus Ratu Dopo SJ, kepala sekolah SMA Kanisius memberikan gambaran secara luas ten-tang visi dan misi serta model-model pembelajaran untuk mendapatkan lulu-san yang unggul.

Keunggulan pendidikan Kolese Kanisius, kata dia, didasari empat pilar, yaitu competence, compassion, comitment dan conscience.

Romo Edu menjelaskan prestasi akademik sekolahnya, baik di level nasional maupun internasional.

Setelah itu, para kepala sekolah langsung di ajak field trip untuk me-lihat beberapa sarana dan prasarana sekolah.

Dari Kanisius, mereka bergerak menuju markas Penerbit Erlangga di Ciracas, Jakarta Timur, di mana sela-ma sekitar satu jam mereka mendapat penjelasan tentang profil perusahaan, lalu mengunjungi percetakan untuk melihat proses percetakan buku.

Pada hari berikutnya, mereka mendatangi kantor Pesona Edu, yang mempublikasi buku-buku digital di Serpong, Banten,

Di sana, mereka diterima oleh pemilik perusahan, Bambang Dju-wana dan CEO Digital Books, Yusti-nus, yang menjelaskan tentang profil perusahaan dan pengenalan produk buku digital.***

Imam Kepala Sekolah dari MPK Ruteng Safari ke Mitra MNPK

Para imam kepala sekolah dari Keuskupan Ruteng berfoto bersama di Kolese Kanisius, Jakarta.

KEGIATAN MPK

P