Upload
renyrachmairen
View
92
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penjelasan penelitian etnografik
Citation preview
Penelitian Etnografik (Ethnographic Research)
Pengertian Etnografi
Etnografi merupakan salah satu dari sekian pendekatan dalam Penelitian Kualitatif
yang sering digunakan dalam ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan beberapa
cabang sosiologi, juga dikenal sebagai bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari
masyarakat, kelompok etnis dan formasi etnis lainnya. istilah etnografi sebenarnya
merupakan istilah antropologi. Etnografi merupakan embrio dari antropologi, yaitu lahir pada
tahap pertama dari perkembangannya, yaitu sebelum tahun 1800-an. Etnografi merupakan
hasil-hasil catatan penjelajah Eropa tatkala mencari rempah-rempah ke Indonesia. Mereka
mencatat semua fenomena menarik yang dijumpai selama perjalanannya, antara lain berisi
tentang adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri fisik dari sukusuku bangsa
tersebut (Koentjaraningrat, 1989).
Menurut Burhan Bungin ( 2008:220) Etnografi sendiri merupakan embrio dari
antropologi., berarti sebuah deskripsi mengenai orang-orang atau, secara harfiah, “penulisan
budaya” (Atkinson, 1992).Dalam perspektif keilmuan, tipe penelitian etnografi menurut
Ember dan Ember (1990) mengemukakan bahwa etnografi adalah salah satu tipe penelitian
antropologi budaya. Hal serupa dinyatakan oleh Neuman (2000), yaitu bahwa etnografi
muncul dari antropologi budaya. Istilah etnografi berasal dari kata Ethnos (bangsa) berarti
orang atau folk, sementara Graphein (menguraikan) mengacu pada penggambaran sesuatu.
Oleh karena itu etnografi merupakan penggambaran suatu budaya atau cara hidup orang-
orang dalam sebuah komunitas tertentu.
Etnografi adalah usaha untuk menjelaskan suatu budaya atau suatu aspek dari budaya.
Secara lebih khusus, etnografi berusaha memahami tingkah laku manusia ketika mereka
berinteraksi dengan sesamanya di suatu komunitas. Singkatnya, etnografer berusaha
memahami budaya atau aspek budaya melalui serangkaian pengamatan dan interpretasi
perilaku manusia, yang berinteraksi dengan manusia lain. Frey et al (1992) berpendapat
etnografi digunakan untuk meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah.
Etnografer berusaha menangkap sepenuh mungkin, dan berdasarkan perspektif orang
yang diteliti, cara orang menggunakan dalam konteks spesifik. Etnografi sering dikaitkan
dengan hidup secara intim dan untuk waktu yang lama dengan suatu komunitas pribumi yang
diteliti yang bahasanya dikuasai peneliti. Sarantakos (1993) mengemukakan bahwa budaya
merupakan konsep sentral dari etnografi. Budaya dipelajari sebagai sebuah kesatuan. Entitas
1
budaya adalah sistem yang digunakan bersama oleh komunitas. Para anggota budaya ini
mempelajari unsur-unsur dan konfigurasinya melalui interaksi, serta dengan cara hidup dalam
budaya lain. Guna mencapai hal itu, kerja etnografer tak dapat dilakukan di tataran
permukaan, ia perlu melakukan in-depth studies. Cara ini menjadi jaminan kedalaman
informasi yang diperoleh peneliti, sekaligus kedalaman penghayatan atas pengalaman budaya
yang dimiliki oleh subjek penelitian.
Etnografi yang akarnya antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk
memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati
kehidupan sehari-hari (Symon dan Cassell, 1998). Ini berarti, sebagai sebuah disiplin riset,
etnografi didasarkan pada kultur konsep yang tersusun, menggunakan kombinasi teknik-
teknik pengamatan, wawancara, dan ana lisis dokumen, untuk merekam komunikasi dan
perilaku orang-orang dalam latar sosial tertentu.
Etnografi, Kebudayaan dan Masyarakat
Secara umum etnografi disebut sebagai ‘menuliskan tentang kelompok masyarakat’.
Secara khusus hal tersebut juga berarti menuliskan tentang kebudayaan sebuah kelompok
masyarakat. Disebutkan bahwa seluruh manusia, dan juga beberapa binatang,
mentransmisikan, membagi, merubah, menolak, dan menciptakan kembali budaya di dalam
sebuah kelompok. Semua peneliti etnografi memulai, dan mengakhiri penelitiannya dengan
berfokus pada pola-pola ini, dan sifat-sifat yang ‘dipersamakan’ atau ‘disepakati’ bersama,
membentuk sebuah kebudayaan masyarakat. Dokumen yang dihasilkan dari fokus tersebut
disebut dengan etnografi.
Bicara etnografi tidak bisa dilepaskan dari permasalahan definisi kebudayaan, di
mana dari proses berbagi di dalamnya terbentuk suatu kelompok orang-orang, lembaga atau
masyarakat. Penelitian etnografi tidak bisa dilepaskan dari permasalahan kebudayaan
masyarakat di dalam setting tertentu. Etnografi itu sendiri juga menjadi sebuah cara untuk
memperbicangkan teori-teori kebudayaan melalui fenomena yang diteliti di lapangan.
Etnografi membangun teori kebudayaan atau penjelasan tentang bagaimana orang berpikir,
percaya, dan berperilaku yang disituasikan dalam ruang dan waktu setempat.
Penelitian di lingkungan alamiah (natural setting)
Penelitian etnografi dilakukan di lingkungan alamiah (natural setting) penelitian ini
tidak dilakukan di laboratorium atau lingkungan buatan lainnya. Dalam penelitian etnografi
peneliti datang ke tempat di mana masyarakat atau kelompok tinggal untuk ‘mengalami
2
bersama’ apa yang mereka lakukan sehari-hari. Dari pengalaman bersama dengan ‘yang
diteliti’ ini diharapkan peneliti bisa memahami bagaimana kehidupan sosial dan budaya dari
sudut pandang mereka.
Peneliti tidak bisa mengubah setting alamiah dalam penelitian etnografi – misalnya
dengan membuat sawah baru, model ruang tunggu dengan alasan ‘kemudahan’ penelitian.
Namun dalam beberapa metode pengumpulan data di dalam etnografi peneliti bisa
‘mengontrol’ setting , misal: dengan mengundang beberapa anggota masyarakat ke balai
desa setempat untuk melakukan focus group interview dan focus group discussion.
Interaksi manusia dengan lingkungan alam dan sosialnya menjadi hal yang penting
karena di dalamnya juga bisa terlihat bagaimana manusia berbagi (pengetahuan, nilai-nilai,
perilaku) yang kemudian disebut sebagai bentuk kebudayaan. Hal tersebut menjadi
pertimbangan mengapa peneliti tidak bisa mengubah setting. Metode focus group interview
juga tidak menjadi satu-satunya cara yang dipilih untuk mengumpulkan data dalam etnografi.
Sebagai sebuah penelitian yang menggunakan sejumlah teknik pengumpulan data, hasil yang
didapat dari focus group interviews akan di cek ulang dengan informasi yang didapat dari
teknik lainnya melalui observasi dan wawancara mendalam yang dilakukan di dalam setting
alamiah.
Peneliti sebagai alat pengumpul data
Etnografi menggunakan peneliti sebagai alat pengumpul data melalui indera
penglihatan, pendengaran, dan perasa. Melalui kegiatan wawancara dan observasi peneliti
mengumpulkan data untuk kemudian merumuskan permasalahan, dan mencari
pemecahannya. Keberadaan peneliti sebagai alat pengumpul data ini juga menimbulkan
perdebatan panjang berkenaan dengan validitas dan reliabilitas ketika etnografi dibandingkan
dengan metode penelitian lainnya terutama yang tidak menggunakan peneliti sebagai alat
pengumpul data. “Ilmu pengetahuan yang obyektif” menjadi sesuatu yang memberatkan,
ketika keberadaan peneliti, dan interaksinya dengan ‘yang diteliti’ di lapangan
memungkinkan terjadinya bias dalam data yang dihasilkan.
Sebagian peneliti percaya bahwa metode yang digunakannya dalam penelitian
etnografi bisa dan harus netral dan bebas nilai, meskipun mereka menyadari bahwa nilai-nilai
peneliti memainkan peranan penting dalam penyeleksian pertanyaan penelitian. Para peneliti
juga menyadari bahwa nilai dan kepentingan mempengaruhi bagaimana hasil penelitian akan
digunakan. Mereka yang berpendapat demikian juga sepakat untuk menggunakan beberapa
3
metode dan teknik pengumpulan data sekaligus untuk mengatasi permasalahan obyektivitas
ini.
Pada banyak kasus, peneliti diharuskan tinggal bersama dengan ‘yang diteliti’ di
dalam setting alamiah mereka. Ketika itu pula dibangun suatu hubungan mutualisme di mana
peneliti juga harus membantu ‘yang diteliti’ untuk menyelesaikan permasalahan mereka,
yang mungkin menjadi permasalahan penelitiannya. Kedekatan yang dibangun selama berada
di lapangan dalam rangka mendapatkan jawaban yang lebih mendalam, bisa jadi akan
berpengaruh di dalamnya terutama bila peneliti harus bekerja sama dengan orang-orang di
dalam setting yang berbeda pendapat, atau saling berlawanan.
Serangkaian teknik pengumpulan data digunakan seperti observasi, wawancara,
survey dan sampel populasi, focus group interviews, metode audiovisual, pemetaan,
penelitian jaringan. Dalam satu penelitian etnografi bisa digunakan beberapa metode
pengumpulan data sekaligus dengan tujuan saling melengkapi, menghilangkan ‘bias’ menjadi
salah satu alasan di dalamnya.
Observasi dan wawancara dalam etnografi
Observasi dan wawancara adalah cara pengumpulan data yang umum dilakukan
dalam penelitian etnografi. Keduanya dilakukan bersamaan di dalam setting alamiah ‘yang
diteliti’, dan saling melengkapi untuk mendapatkan gambaran tentang ‘yang lain’. Observasi
dan wawancara menggunakan peneliti sebagai alat pengumpul data – melalui indera
(penglihatan, pendengaran, dan perasa), dan kemampuan untuk berkomunikasi.
Observasi dan wawancara dalam etnografi tidak bisa dilepaskan dari partisipasi, yang
berarti peneliti hampir sepenuhnya menenggelamkan diri di dalam kehidupan bersama
masyarakat yang diteliti. Kegiatan ini kemudian dikenal sebagai pengamatan partisipatif
Dalam pengertian modern, pengamatan partisipatif tidak mengharuskan peneliti untuk terlibat
secara penuh, menjadi anggota masyarakat ‘yang diteliti’ atau penduduk tetap. Partisipasi di
sini bisa diartikan sebagai sebuah rangkaian waktu keberlanjutan. Observasi merujuk pada
segala sesuatu yang dapat teramati melalui indera penglihatan peneliti etnografi. Observasi
selalu mengalami ‘penyaringan’, melalui kerangka interpretasi peneliti.
Observasi yang paling akurat adalah yang dibentuk melalui kerangka teoritis dan
perhatian yang teliti terhadap detail. Pengaruh lain dalam observasi adalah bias personal dan
nilai, dan teori yang tidak teratikulasikan, yang justru tidak membantu. Peneliti etnografi
harus memahami dengan seksama permasalahan peneltian dan kerangka teoritis yang
4
membentuknya, sama baiknya dengan bias-bias yang mungkin akan muncul di dalamnya
sebagai upaya untuk meminimalkan bias.
Kualitas hasil pengamatan tergantung pada kemampuan peneliti untuk mengamati,
mendokumentasikan dan menginterpretasikan apa yang bisa diamati. Apa yang diamati oleh
peneliti etnografi akan berbeda selama berada di lapangan. Peneliti menghabiskan hari
pertamanya di lapangan untuk melakukan pengenalan terhadap situasi dan kondisi.
Selain kondisi lingkungan, peristiwa juga merupakan hal yang menjadi sasaran
pengamatan peneliti etnografi. Peristiwa didefinisikan sebagai kegiatan yang berurutan yang
terbatas pada ruang dan waktu. Peristiwa adalah kegiatan yang lebih luas, lebih lama, dan
melibatkan lebih banyak orang di dalamnya dibandingkan dengan kegiatan tunggal. Peristiwa
biasanya diselenggarakan di suatu tempat spesifik, dan mempunyai arti dan tujuan khusu
yang disepakati bersama oleh kebanyakan orang, meskipun penafsiran individu atas arti
peristiwa tersebut berbeda-beda – tergantung perbedaan di antara para informan. Peristiwa
biasanya melibatkan lebih dari satu orang, punya kesejarahan dan kepentingan, dan berulang
dalam periode waktu tertentu. Pertanyaan tentang siapa, apa yang terjadi, di mana, kapan,
mengapa dan untuk siapa merupakan hal umum yang ditanyakan untuk memperoleh
gambaran tentang peristiwa.
Wawancara dalam etnografi digunakan untuk menggali lebih dalam informasi dari
topik yang telah ditentukan, mengetahui riwayat hidup, memahami pengetahuan dan
kepercayaan, dan penjelasan tentang tindakan. Secara teknis terdapat dua macam wawancara
yang umumnya digunakan dalam etnografi, yaitu:
1) wawancara mendalam (in-depth interview)
2) wawancara terbuka (open-ended interview)
Wawancara mendalam merujuk pada eksplorasi segala dan semua aspek sebuah topik
secara detail. Sementara wawancara terbuka membiarkan respon terbuka pada penilaian yang
diwawancara dan tidak terikat pada pilihan yang disediakan oleh pewawancara atau
membatasi pada sepotong jawaban. Tidak ada jawaban yang benar , dan yang diwawancara
tidak dihadapkan pada serangkaian alternatif pilihan.Bentuk pertanyaan terbuka dan
eksploratif ini memungkinkan peneliti untuk menggunakan fleksibilitasnya secara maksimal
di dalam mengeksplorasi topik secara mendalam, dan membuka topik baru yang muncul di
dalamnya.
Tujuan utama wawancara terbuka adalah mengeksplorasi bidang yang belum
dijelaskan dalam model jaringan konsep; mengidentifikasi bidang baru; merinci bidang-
bidang ke dalam bagian faktor-faktor, dan sub-faktor; mendapatkan informasi terarah tentang
5
konteks dan sejarah tentang permasalahan yang diteliti dan lokasi penelitian; membangun
pemahaman dan hubungan positif antara pewawancara dan orang yang diwawancara. Sebuah
wawancara eksploratif membutuhkan ingatan yang selalu waspada, pemikiran logis, dan
kemampuan komunikasi yang bagus.
Dalam penelitiannya, etnograf berusaha untuk mengumpulkan artefak, bukti fisik,
ataupun yang berkaitan dengan ceritera, mitos, dan lain sebagainya sebagai bukti dan
rekaman akan aktivitas yang ada dalam kelompok tersebut. Selain itu, etnograf juga
melakukan kerja lapangan seperti melakukan observasi, wawancara, dan cara lain dalam
pengembangan deskripsi aturan budaya dalam kelompok guna menentukan pola hubungan
sosial antaranggota kelompok yang mengatur pola perilaku individu dalam kelompok
tersebut.
Dalam kerja lapangan yang dilakukan, etnograf diwajibkan sensitif terhadap masalah
akses masuk ke dalam kelompok yang tentu tidak selalu mudah untuk dilakukan. Selain itu,
keberadaan informan kunci juga perlu diketahui untuk menunjang keberhasilan dari
penelitian tersebut. Jika informasi sudah didapat, maka perlu adanya kepedulian dengan
memberikan timbal balik yang sesuai bagi orang atau sumber yang telah sudi memberikan
informasi.
Jenis Metodologis Penelitian Etnografi
Sebagai sebuah metode penelitian yang lahir dari pemahaman terhadap budaya sebuah
masyarakat, etnografi mengalami perkembangan, dalam metode ini berdasarkan
perkembangan waktu berdasarkan pemikiran Spradley mengalami perubahan dan
perkembangan dari sisi pola kerja hingga pada pola analisis yang digunakan. Berikut ini
adalah perjalanan metode etnografi sebagaimana yang disusun oleh Spradley.
a. Etnografi awal (akhir abad ke-19).
Etnografi awal dimaksudkan untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan
evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul di permukaan bumi sampai ke
masa terkini. Seperti layaknya analisis wacana, para ilmuwan pada saat itu melakukan kajian
etnografi melalui tulisan-tulisan dan referensi dari perpustakaan yang telah ada tanpa terjun
ke lapangan. Pola kerja seperti bisa dikatakan dengan pola kerja yang dilakukan ilmuwan
sejarah/arkeologi/antropologi yang hanya terfokus pada pemahaman mereka terhadap budaya
manusia melalui naskah-naskah yang tersimpan dalam sebuah perpustakaan.
Namun, akhir abad ke-19, pola kerja dan legalitas penelitian ini mulai dipertanyakan,
mengingat tidak ada fakta yang dapat dijadikan pendukung peneliti dalam
6
mengintepretasikan data, kecuali hanya menginterpretasikan naskah yang dibaca tanpa
pernah tahu dan mengerti realitas budaya manusia yang terjadi sesungguhnya. Dengan kata
lain, muncul pemikiran baru yang mengharuskan peneliti terjun ke lapangan langsung untuk
mengetahui dan memahami budaya kelompok masyarakat dengan menjadi anggota
masyarakat secara langsung.
b. Etnografi Modern (1915-1925).
Dipelopori oleh antropolog sosial Inggris, Radclifffe-Brown dan B. Malinowski,
etnografi modern dibedakan dengan etnografi mula-mula berdasarkan ciri penting, yakni
mereka tidak terlalu mamandang hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan
suatu kelompok masyarakat (Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada
kehidupan masa kini, yaitu tentang the way of life masayarakat tersebut. Menurut pandangan
dua antropolog ini tujuan etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan membangun struktur
sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan
wawancara, namun hendaknya berada bersama informan sambil melakukan observasi.
c. Ethnografi Baru Generasi Pertama (1960-an).
Berakar dari ranah cognitive anthropology, “etnografi baru” memusatkan usahanya
untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran
mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Analisis dalam
penelitian ini tidak didasarkan semata-mata pada interpretasi peneliti tetapi merupakan
susunan pikiran dari anggota masyarakat yang dikorek keluar oleh peneliti. Karena tujuannya
adalah untuk menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran dari suatu masyarakat,
maka pemahaman peneliti akan studi bahasa menjadi sangat penting dalam metode penelitian
ini. “Pengumpulan riwayat hidup atau suatu strategi campuran, bahasa akan muncul dalam
setiap fase dalam proses penelitian ini.
Etnografi baru jenis ini dikenal dengan nama ethnoscience yang muncul tahun awal
1960-an dan semakin popular ditahun 1970-an. Heddy Shri Ahimsa Putra (2009) menyatakan
bahwa ethnoscience berasal dari kata ethno yang berarti suku bangsa, dan science yang
berarti ilmu pengetahuan. Sehingga ethnoscience dapat dimaknai sebagai perangkat
pengetahuan dari suatu komunitas, masyarakat atau suku bangsa, mengenai berbagai macam
hal yang ada dalam lingkungan dan kehidupan mereka. Pengetahuan ini berupa cirri, sifat,
keadaan, kategorisasi-kategorisasi, aturan-aturan, nilai-nilai dan atau petunjuk-petunjuk untuk
mewujudkan tindakan tertentu. Perangkat pengetahuan inilah yang membimbing manusia
7
mewujudkan perilakunya dalam situasi dan kondisi lingkungan tertentu. Dengan demikian,
pemahaman mengenai pola-pola perilaku suatu pendukung kebudayaan akan dapat diperoleh
manakala seseorag mengetahui dengan baik perangkat pengetahuan yang mendasari pola-
pola perilaku tersebut.
d. Etnografi Baru Generasi Kedua.
Inilah metode penelitian hasil sintesis pemikiran Spardley yang dipaparkan dalam
buku “Metode Etnografi” ini. Secara lebih spesifik, Spardley mendefinisikan budaya –
sebagai yang diamati dalam etnografi – sebagai proses belajar yang mereka gunakan untuk
megintepretasikan dunia sekeliling mereka dan menyusun strategi perilaku untuk
menghadapinya. Dalam pandangannya ini, Spardley tidak lagi menganggap etnografi sebagai
metode untuk meneliti “Other culture”, masyarakat kecil yang terisolasi, namun juga
masyarakat kita sendiri, masyarakat multicultural di seluruh dunia.
Pemikiran ini kemudian dia rangkum dalam “Alur Penelitian Maju Bertahap” yang
terdiri atas lima ,prinsip, yakni: Peneliti dianjurkan hanya menggunakan satu teknik
pengumpulan data; mengenali langkah-langkah pokok dalam teknik tersebut., misalnya 12
langkah pokok dalam wawancara etnografi dari Spardley.; setiap langkah pokok dijalankan
secara berurutan; praktik dan latihan harus selalu dilakukan; memberikan problem solving
sebagia tanggung jawab sosialnya, bukan lagi ilmu untuk ilmu.
Inti dari “Etnografi Baru” Spardley ini adalah upaya memperhatikan makna tindakan
dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami melalui kebudayaan mereka.
Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya manusia dari tiga
sumber: (1) dari hal yang dikatakan orang, (2) dari cara orang bertidak, (3) dari berbagai
artefak yang digunakan.
Sementara itu, etnografi sebagai metode penelitian menunjukkan perkembangan
cukup berarti pada dua dasawarsa terakhir. Kondisi itu dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan yang semakin akseleratif dan budaya manusia sendiri yang semakin kompleks
yang mengarah pada budaya cyber (cyberculture). Ada dua model baru dalam metode
etnografi, yaitu etnografi baru generasi ketiga, dan etnografi virtual yang bersentuhan dengan
teknologi internet.
e. Etnografi Baru Generasi Ketiga.
Etnografi baru generasi ketiga lahir sekitar tahun 2003 yang dipelopori peneliti
berkebangsaan Jepang, Paula Saokko. Etnografi jenis lebih lebih dipengaruhi oleh displin
8
keilmuan cultural studies. Karena itu yang menjadi landasan dalam etnografi ini adalah
hermeneutika dan poststrukturalisme. Istilah etnografi baru dimunculkan, karena rasa
frustasinya terhadap kerja metodologi penelitian yang tidak pernah mengungkap realitas
sosial secara objektif, selalu berpihak kepada informan yang memiliki otoritas, sementara
informan yang tak memiliki otoritas terabaikan. Penelitian itu harus adil, tidak ada
keberpihakan. Karena informan atau subjek penelitian harus juga memperhatikan individu
yang termarginalkan, karena bisa jadi apa yang mereka sampaikan merupakan kebenaran
sesungguhnya. Jadi, adil dalam konteks Paula Saokko adala keberimbangan informan yang
dipilih peneliti ketika menggali data.
Sebagai etnografi baru, Paula Saokko menolak cara kerja etnografi konvensional yang
dinilai sangat esensialis. Karena itu, selain wawancara mendalam, observasi partisipan, dan
dokumentasi sebagai teknik pengumpulan datanya, maka perspektif emik-etikpun digunakan
secara bersamaan. Dalam arti, seorang etnografer jenis ini harus menggunakan perspektif
emik dalam meneliti, sehingga ia mengerti betul apa subjek penelitiannya, dan pada saat yang
sama dia harus menggunakan perspektif etik, yaitu segera keluar dari lingkungan subjek
penelitian, untuk melakukan refleksi terhadap apa yang selama ini dilakukan. Apakah yang
etnografer tangkap, maknai, pahami telah benar-benar objektif, atau hanya emosional karena
terlalu larut menjadi orang dalam subjek penelitian.
f. Etnografi Virtual
Munculnya etnografi jenis ini berawal dari sebuah pemikiran tentang aktivitas
komunikasi manusia ketika menggunakan teknologi internet (new media, media online).
Hadirnya media baru tersebut telah memberikan keleluasaan bagi penggunanya dalam
mentransmisi dan menerima pesan tanpa terikat oleh aturan kelembagaan sebagaimana media
darkomunikasi konvensional. Tema yang dibicarakan menjadi sangat beragam, mulai dari
persoalan kekuasaan, ketidaksetaraan, gender, integrasi sosial, identitas, perubahan sosial,
pembangunan hingga persoalan-persoalan yang sifatya sepele (waste of informations). Ketika
manusia semakin “terbenam dan larut” dalam kebiasaan menggunakan media baru, maka
tanpa disadari telah melahirkan sebuah budaya baru bagi manusia. Budaya baru inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah cyberculture.
Lahirnya budaya baru sebagai konsekuensi dari pola prilaku manusia dalam
menggunakan teknologi, telah menarik beberapa pakar untuk mengkajinya. Salah satunya
adalah Christine Hine. Menjadi persoalan besar bagi Christine Hine ketika ingin mengetahui
dan memahami budaya baru tersebut, karena metodologi penelitian yang ada (etnografi
9
konvensional) tidak memungkinkan untuk digunakan. Hal ini disebabkan oleh dua persoalan,
yaitu:
(a) posisi peneliti dan subjek penelitian yang tidak asimetris, padahal dalam penelitian
kualitatif, atau etnografis syarat posisi peneliti dan subjek penelitian harus simetris, yaitu
peneliti dan subjek penelitian harus bertatap muka (face to face).
(b) keontentikan data. Mengingat posisi peneliti dan subjek penelitian tidak asimetris,
maka bisa jadi keontentikan data yang diberikan subjek penelitian ketika melakukan
wawancara virtual, validatasnya tidak bisa terjaga, apalagi identitas subjek penelitian ketika
online dan offline tidak sama (disamarkan). Untuk menghadapi dua persoalan itu Christine
Hine menyaratkan keterlibatan etnografe virtual harus terlibat secara online dan offline,
melakukan wawancara juga dilakukan secara online dan offline. Semuanya ini dilakukan
untuk mengklarifikasi dan menjaga validitas data.
Informan Kunci
Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan terhormat
dan berpengetahuan dalam langkah awal penelitian. Orang semacam ini sangat dibutuhkan
bagi peneliti etnografi. Orang tersebut diperlukan untuk membukan jalan (gate keeper)
peneliti berhubungan dengan responden, dapat juga berfungsi sebagai pemberi ijin, pemberi
data, penyebar ide, dan perantara. Bahkan akan lebih baik apabila informan kunci mau
memperkenalkan peneliti kepada responden agar tidak menimbulkan kecurigaan. Bagi
peneliti memang tidak mudah menentukan informan kunci. Karena itu, berbagai hal perlu
dipertimbangkan agar jendela dan pintu masuk peneliti semakin terbuka dan peneliti mudah
dipercaya oleli responden. Pertimbangan yang harus dilakukan dalam menentukan informan
kunci, antara lain:
a. orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi tentang masalah yang
diteliti
b. usia telah dewasa
c. sehat jasmani rohani
d. bersikap netral, tidak memiliki kepentingan pribadi
e. berpengetahuan luas
Pada saat etnografer ke lapangan, mengambil data, mereka akan mendengarkan dan
mengamati langsung maupun berperan serta, lalu mengambil keksimpulan. Setiap langkah
pengambilan data akan disertai pengambilan kesimpulan sementara. Pemilihan informan
kunci ada strategi khusus, antara lain dapat melalui empat macam cara, sebagai berikut:
10
a. Secara insidental, artinya peneliti menemui seseorang yang sama sekali belum
diketahui pada salah satu wilayah penelitian. Tentu cara semacam ini kurang begitu
menguntungkan, tetapi tetap strategis dilakukan. Peneliti bias menyamar sebagai
pembeli atau penjual tertentu ke suatu wilayah. Yang penting, sikap dan perilaku
peneliti tidak menimbulkan kecurigaan.
b. Menggunakan modal orang-orang yang telah dikenal sebelumnya. Peneliti
berusaha mengubungi beberapa orang, mungkin melalui orang terdekay. Cara ini
dipandang lebih efektif, karena peneliti bisa mengemukakan maksudnya lebih leluasa.
Melalui orang dekat tersebut, peneliti bisa meyakinkan bahwa penelitiannya akan
dihargai.
c. Sistem kuota, artinya informan kunci telah dirumuskan kriterianya, misalkan ketua
organisasi, ketua RT, tokoh masyarakat dan sebagainya.
d. Secara snowball, artinya informan kunci dimulai dengan jumlah kecil (satu orang),
kemudian atas rekomendasi orang tersebut, infotman kunci menjadi semakin bersar
sampai jumlah tertentu. Informan akan berkembang terus, sampai memperoleh data
jenuh. Dari cara-cara tersebut, peneliti dapat memilih salah satu yang paling cocok.
Pemilihan didasarkan pada aspek kemudahan peneliti memasuki setting dan
pengumpulan data.
Prinsip Metodologis Penelitian Etnografi
Meski model metode etnografi cukup banyak ragamnya, namun secara prinsip
metodologis, menurut Hammersley (1990) dan Genzuk (2005) etnografi memiliki kesamaan,
yaitu :
Naturalisme, yaitu pandangan yang menyatakan bahwa tujuan dari penelitian sosial
adalah untuk menangkap karakter perilaku manusia yang muncul secara alami, dan bahwa
tujuan ini hanya dapat diperoleh melalui kontak langsung dengannya, bukan melalui inferensi
dari apa yang dilakukan orang dalam latar buatan seperti eksperimen atau dari apa yang
mereka katakana alam wawancara tentang apa yang mereka lakukan. Ini adalah alasan bahwa
ahli etnografi melakukan penelitian mereka dalam latar “alami”, latar yang ada kebebasan
proses penelitiab, bukan dalam latar yang secara spesifik dibuat untuk tujuan penelitian.
Implikasi penting lainnya dari naturalism adalah bahwa penelitian dengan latar alami, peneliti
harus berusaha meminimalkan pengaruh mereka terhadap perilaku orang-orang yang akan
mereka teliti. Di samping itu naturalism menghendaki proses dan peristiwa sosial harus
dijelaskan hubungannya dengan konteks tempat munculnya.
11
Pemahaman (verstehen), tindakan manusia berbeda dengan perilaku objek fisik,
bahkan dari makhluk lainnya. Tindakan tersebut tidak hanya berisi tanggapan stimulus, tetapi
meliputi interpretasi terhadap stimulus dan konstruksi tanggapan. Kadang-kadang tanggapan
ini mencerminkan penolakan yang lengkap terhadap konsep kausalitas sebagai tidak dapat
diterapkan dalam dunia sosial, dan desakan tegas atas karakter yang dibangun secara bebas
dar tindakan manusia dan institusi. Dari sudut pandang ini, peneliti harus mampu
menjelaskan tindakan manusia secara efektif, dengan cara ini peneliti akan memperoleh
pemahaman tentang perspektif cultural yang mendasarinya.
Penemuan (invention), salah satu prinsip penting dari penelitian etnografi adalah
mendasarkan pada proses penelitian yang berjalan secara induktif atau berdasarkan temuan
daripada dibatasi oleh pengujian hipotesis secara eksplisit. Dengan posisi ini, penelitian akan
berjalan secara alamiah tanpa rekayasa. Karena alamiah, bisa jadi dalam proses penelitian
focus persoalan menjadi dipertajam, dibatasi bahkan mungkin menjadi berubah secara
subtantif layaknya sebuah proses sosial yang terjadi pada manusia.
Alur Penelitian Etnografi
Secara prosedural, alur penelitian etnorafi cukup beragam, namun alur penelitian
etnografi yang cukup baik disampaikan oleh Spradley. Alur ini dikenal dengan nama siklus
penelitian etnografi.
Pertama, pemilihan suatu proyek etnografi. Siklus ini dimulai dengan memilih suatu
proyek penelitian etnografi dengan mempertimbangkan ruang lingkup penelitian. Ruang
lingkup penelitian dapat berjarak sepanjang satu kontinum dari etnografi makro ke etnografi
mikro. Makro etnografi dalam konteks ini dapat berupa : kompleksitas masyarakat,
multipleksitas komunitas, studi komunitas tunggal, multipleksitas institusi-institusi sosial,
institusi sosial tunggal, dan multipleksitas situasi sosial. Sementara mikro etnografi berupa
situasi sosial tunggal.
Kedua, pengajuan pertanyaan etnografi. Mengajukan pertanyaan etnografi
menunjukkann bukti yang cukup referensial ketika hendak melakukan wawancara, termasuk
ketika etnografer sedang melakukan observasi dan membuat catatan lapangan. Dalam
penelitian etngrafir, peneliti dapat mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan (1)
suatu diskripsi tentang konteks, (2) analisis tentang tema-tema utama, (3) interpretasi perilaku
cultural.
Ketiga, pengumpulan data etnografi. Tahap berikutnya dari siklus penelitian
etnografi adalah mengumpulkan data lapangan. Melalui observasi partisipan, peneliti akan
12
mengamati aktivitas oranf, karakteristik fisik situasi sosial dan apa yang akan menjadi bagian
dari tempat kejadian. Singkatnya semua data tentang kehidupan sehari-hari subjek penelitian
perlu digali dan dipahami oleh seorang peneliti melalui instrument penggali data.
Keempat, pembuatan rekaman etnografi. Tahap ini memberikan penekanan kepada
kemampuan peneliti untuk mencatat dan merekam semua kegiatan penelitian yang sedang
dan telah dilakukan. Mulai dari mencatat hasil wawancara dan observasi, mengambil
gambar/foto, membuat peta situasi. Ini semua dilakukan agar tidak terjadi gap antara hasil
observasi dengan analisis.
Kelima, analisis data etnografi. Dalam penelitian etnografi, analisis data tidak
dilakukan diakhir pekerjaan, tapi dilakukan pada saat melakukan pekerjaan. Karena analisis
data tidak perlu menunggu data terkumpul banyak. Analisis data yang diilakukan pada saat
penelitian akan memperkaya peneliti untuk menemukan pertanyaan baru terkait data yang
diperoleh, sehingga dengan munculnya pertanyaann baru ini, akan memperkaya dan
memperdalam penelitian yang dilakukan.
Keenam, penulisan sebuah etngrafi. Sebagai akhir dari pekerjaan etnografi, menjadi
kewajiban peneliti menyampaikan atau memaparkan hasil penelitiannya. Mengingat sifat
etnografi yang natural, maka pemaparan yang dilakukan harus dilakukan secara natural,
seperti layaknya proses alami yang dialami seorang manusia ketika berada dalam sebuah
lingkungan budaya.
Instrumen Pengumpul dan Paparan Data Etnografi
Sebagaimana layaknya penelitian kualitatf yang mengedepankan naturalitik dalam
mendapatkan data yang sifat deskriptif, maka penelitian etnografi juga memafaatkan teknik
pengumpulan data yang digunakan penelitian kualitatif pada umumnya, namun ada beberapa
teknik yang khas. Adapun instrumenn pengumpul data pada penelitian etnografi sebagai
berikut :
Pertama, wawancara mendalam (indepth interview) merupakan serangkaian
pertanyaan yang diajukan peneliti kepada subjek penelitian. Mengingat karakter etnografi
yang naturalistic, maka bentuk pertanyaan atau wawancara yang dilakukan merupakan
pertanyaan terbuka dan sifatnya mengalir, meski demikian untuk menjaga focus penelitian
ada baiknya seorang peneliti memiliki panduan wawancara yang sifatnya fleksibel.
Kedua, Observasi partisipan (participant observation). Untuk mengetahui secara
detail langsung bagaimana budaya yang dimiliki individu atau sekelompok masyarakat maka
seorang peneliti eetnografi harus menjadi “orang dalam”. Menjadi “orang dalam” akan
13
memberi keuntungan peneliti dalam menghasilkan data yang sifatnya natural. Peneliti akan
mengetahui dan memahami apa saja yang dilakukan subjek penelitian, prilaku keseharian,
kebiasaan – kebiasaan yang dilakukan keseharian, hingga pada pemahaman terhadap symbol-
simbol kehidupan subjek penelitian dalam keseharian yang bisa jadi orang lain tidak
memahami apa sebenarnya symbol itu.
Ketiga, Diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion), merupakan kegiatan
diskusi bersama antara peneliti dengan subjek penelitian secara terarah. Dalam konteks ini
sebenarnya kemampuan peneliti untuk menyajikan isu atau tema utama, mengemasnya dan
kemudian mendiskusikan serta mengelola diskusi itu menjadi terarah dalam arti proses
diskusi tetap berada dalam wilayah tema dan tidak terlalu melebar apalagi sampai
menyertakan emosi subjek secara berlebihan menjadi kata kunci dari proses FGD yang baik.
Proses inilah yang kemudian oleh peneliti dicatat secara rinci untuk kemudian dijadikan dasar
pijak untuk memperdalam dan memperkaya data etnografi.
Keempat, Sejarah hidup (Life history), merupakan catatan panjang dan rinci sejarah
hidup subjek penelitian. Melalui catatan sejarah hidup ini peneliti etnografi akan memahami
secara detail apa saja yang menjadi kehidupan subjek penelitian dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya termasuk budaya yang ada di lingkungannya.
Kelima, analisis dokumen (Document analysis). Analisis dokumen diperlukan untuk
menjawab pertanyaan menjadi terarah, disamping menambah pemahaman dan informasi
penelitian. Mengingat dilokasi penelitian tidak semua memiliki dokumen yang tersedia, maka
ada baiknya seorang peneliti mengajukan pertanyaan tentang informan-informan yang dapat
membantu untuk memutuskan apa jenis dokumen yang mungkin tersedia.
Setelah melakukan proses penggalian data dan menganalisisnya, maka langkah
selanjutnya yang harus dilakukan peneliti adalah membuat laporan etnografi. Ada enam
bentuk laporan etnografi yang dapat disajikan peneliti, yaitu :
a. ethnocentric descriptions adalah studi yang dibentuk dengan tidak menggunakan bahasa
asli dan mengabaikan makna yang ada. Masyarakat dan cara berperilaku
dikarakteristikkan secara stereotipe.
b. ethnocentric descriptions adalah studi yang dibentuk dengan tidak menggunakan bahasa
asli dan mengabaikan makna yang ada. Masyarakat dan cara berperilaku
dikarakteristikkan secara stereotype
c. standard ethnographies menggambarkan variasi luas yang ada pada penutur asli dan
menjelaskan konsep asli. Studi ini juga menyesuaikan kategori analitisnya pada budaya
lain
14
d. monolingual ethnographies, seorang anggota masyarakat yang dibudayakan menulis
etnografi dalam bahasa aslinya. Etnografer secara hati-hati membawa sistem semantis
bahasanya dan menterjemahkan ke dalam bahasanya
e. life histories adalah salah satu bentuk deskripsi yang menawarkan pemahaman terhadap
budaya lain. Mereka yang melakukan studi ini akan mengamati secara mendetail
kehidupan seseorang dan proses yang menunjukkan bagian penting dari budaya tersebut.
Semua dicatat dalam bahasa asli, kemudian diterjemahkan dan disajikan dalam bentuk
yang sama sesuai dengan pencatatan
Langkah-langkah Etnografer
Menurut Spradley (1997) dalam buku Metode Etnografi, ada lima syarat minimal dalam
memilih dan menentukan informan, yaitu :
a. enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik
b. keterlibatan langsung, artinya ia terjun langsung ke lapangan dan di dalam masalah yang
ditelitinya
c. suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya
sebagaimana adanya, dia tidak akan basa basi
d. memiliki waktu yang cukup
e. non-analitis
Tentu saja, lima syarat ini merupakan idealisme, sehingga kalau peneliti kebetulan hanya
mampu memenuhi dua sampai tiga syarat pun juga sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki
lapangan, peneliti juga masih menduga-duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat
sesuai penelitiannya.
Selanjutnya Spradley juga menjelaskan hal-hal yang penting dalam etnografi yaitu
pertama, melakukan wawancara kepada informan. Sebaiknya dilakukan dengan wawancara
yang penuh persahabatan. Pada saat awal wawancara perlu menginformasikan tujuan,
penjelasan etnografis (meliputi perekaman, model wawancara, waktu dan dalam suasana
bahasa asli), penjelasan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif, struktural, dan kontras).
Wawancara hendaknya jangan sampai menimbulkan kecurigaan yang berarti pada informan.
Kedua, membuat catatan etnografis. Catatan dapat berupa laporan ringkas, laporan yang
diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan analisis atau interpretasi. Catatan ini juga
sangat fleksibel, tidak harus menggunakan kertas ini itu atau buku ini itu, melainkan cukup
sederhana saja. Yang penting, peneliti bias mencatat jelas tentang identitas informan.
15
Ketiga, mengajukan pertanyaan deskriptif. Pertanyaan ini digunakan untuk merefleksikan
setempat. Pada saat mengajukan pertanyaan, bisa dimulai dari keprihatinan, penjajagan, kerja
sama, dan partispasi. Penjajagan bisa dilakukan dengan prinsip: membuat penjelasan
berulang, menegaskan kembali yang dikatakan informan, dan jangan mencari makna
melainkan kegunaannya.
Keempat, melakukan analisis wawancara etnografis. Analisis dikaitkan dengan simbol
dan makna yang disampaikan informan. Tugas peneliti adalah memberi sandi simbol-simbol
budaya serta mengidentifikasikan aturan-aturan penyandian dan mendasari.
Kelima, membuat analisis domain. Peneliti membuat istilah pencakup dari apa yang
dinyatakan informan. Istilah tersebut seharusnya memiliki hubungan semantis yang jelas.
Keenam, mengajukan pertanyaan struktural. Yakni, pertanyaan untuk melengkapi
pertanyaan deskriptif.
Ketujuh, membuat analisis taksonomik. Taksonomi adalah upaya pemfokusan pertanyaan
yang telah diajukan.
Kedelapan, mengajukan pertanyaan kontras. Kita bisa mengajukan pertanyaan yang
kontras untuk mencari makna yang berbeda, seperti wanita, gadis, perempuan, orang dewasa,
simpanan, dan sebagainya.
Kesembilan, membuat analisis komponen. Analisis komponen sebaiknya dilakukan
ketika dan setelah di lapangan. Hal ini untuk menghindari manakala ada hal-hal yang masih
perlu ditambah, segera dilakukan wawancara ulang kepada informan.
Kesepuluh, menemukan tema-tema budaya. Penentuan tema budaya ini boleh dikatakan
merupakan puncak analisis etnografi. Keberhasilan seorang peneltii dalam menciptakan tema
budaya, berarti keberhasilan dalam penelitian. Tentu saja, akan lebih baik justru peneliti
mampu mengungkap tema-tema yang orisinal, dan bukan tema-tema yang telah banyak
dikemukakan peneliti sebelumnya.
Kesebelas, menulis etnografi. Menulis etnografi sebaiknya dilakukan secara deskriptif,
dengan bahasa yang cair dan lancar. Jika kemungkinan harus berceritera tentang suatu
fenomena, sebaiknya dilukiskan yang enak dan tidak membosankan pembaca. Penentuan
informan kunci juga penting dalam penelitian etnografi. Informan kunci dapat ditentukan
menurut konsep Benard (1994:166) yaitu orang yang dapat berceritera secara mudah, paham
terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada
peneliti.
16
KESIMPULAN
Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial.
peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara
hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai proses,
etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu kelompok, dimana
dalam pengamatan tersebut peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui
wawancara satu per satu dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau
makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam kelompok.
17
Sumber Buku :
- Mulyana, Deddy. 2001. metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya
Sumber Internet:
- http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/pendekatan-etnografi-dalam-
penelitian.html. Diunduh pada 24 September 2013, pukul 19.20
- http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/etnografi-antropologi-pengertian-
metode-penelitian-contoh-komunikasi.html. Diunduh pada 24 September 2013, pukul
19.22
- http://teoriantropologi.blogspot.com/2011/02/pengertian-etnografi.html. Diunduh
pada 24 September 2013, pukul 19.25
18