25
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di antara 210 juta penduduk Indonesia, terdapat 32 juta anak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka terancam kelaparan disertai serangan diare dan infeksi saluran pernapasan. Rangkaian penyakit itu merupakan ancaman terhadap kematian anak. Bila anak-anak itu hidup terus maka kemampuan intelektual mereka akan turun 10-15 IQ poin, dengan konsekuensi drop out dari sekolah sebagai akibat defisiensi berbagai mikro nutrient, seperti yodium, ferum, dan kurang energi protein (KEP). Nutrient sangat dibutuhkan anak sebagai bahan tumbuh kembang otak serta kepribadian. Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang

Penelitian Gizi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penelitian Gizi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Di antara 210 juta penduduk Indonesia, terdapat 32 juta anak yang hidup di bawah

garis kemiskinan. Mereka terancam kelaparan disertai serangan diare dan infeksi saluran

pernapasan. Rangkaian penyakit itu merupakan ancaman terhadap kematian anak.

Bila anak-anak itu hidup terus maka kemampuan intelektual mereka akan turun 10-15

IQ poin, dengan konsekuensi drop out dari sekolah sebagai akibat defisiensi berbagai mikro

nutrient, seperti yodium, ferum, dan kurang energi protein (KEP). Nutrient sangat dibutuhkan

anak sebagai bahan tumbuh kembang otak serta kepribadian.

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak

dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi

disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang

kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat

kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index

(HDI).

Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro

dan kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan

yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah

masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan

energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi

mikro.

Page 2: Penelitian Gizi

Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 %

(1989) menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan

prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.

Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5

juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak

gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi

kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-

29%), sangat tinggi (=>30%).

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,

atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang

dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang

Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

Kurang gizi khususnya Kurang energi protein (KEP) masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi balita gizi kurang, balita kurus dan balita

pendek masih tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi gizi

kurang (BB/U <-2 SD WHO 2006) sebesar 18,4%, balita pendek ( TB/U <-2 SD WHO 2006)

sebesar 36,8 %, dan balita kurus (BB/TB <-2 SD WHO 2006) sebesar 13,6 %. Hal ini

menunjukkan bahwa meskipun prevalensi gizi kurang sudah menurun di mana lebih rendah

dari target pembangunan kesehatan Indonesia 2009 sebesar 20% dan Millenium Development

Goals (MDGs) 2015 sebesar 18,5%, namun prevalensi balita pendek dan balita kurus masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2008).

KEP yang terjadi pada usia awal masa kanak-kanak akan memiliki dampak yang

bersifat permanen pada usia selanjutnya. KEP dapat mengakibatkan perubahan structural dan

fungsional otak yang sebagiannya dapat bersifat permanen. Anak-anak dengan kekurangan

gizi berat memiliki kepala yang lebih kecil daripada anak yang normal berdasar hasil

Page 3: Penelitian Gizi

pemeriksaan auditory-evoced potensials, dan tetap abnormal walaupun telah terjadi

pemulihan dari stadium akut (Baker-Henningham & Grantham-McGregor, 2009).

Menurut Hadi (2005), masa balita ini menjadi lebih penting lagi oleh karena

merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang

berkualitas. Terlebih lagi 6 bulan terakhir masa kehamilan dan dua tahun pertama pasca

kelahiran merupakan masa emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang optimal. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa

emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki. Anak yang

menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah

dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak stunted (UNICEF, 1998).

I.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh gizi buruk terhadap perkembangan inteligensi pada balita di

kota Padang ?

I.3. Tujuan Masalah

I.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gizi buruk terhadap

perkembangan inteligensi pada balita di kota Padang.

I.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahu prevalensi gizi buruk di kota Padang.

b. Mengetahui adanya hubungan gizi buruk terhadap perkembangan inteligensi pada balita.

Page 4: Penelitian Gizi

I.4. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui gambaran gizi buruk di kota Padang diharapkan dapat sebagai

informasi yang dapat menambah pengetahuan penulis tentang masalah gizi buruk dan juga

dapat informasi bagi semua orangtua tentang gizi buruk untuk dapat meningkatkan derajat

kesehatan anaknya.

Page 5: Penelitian Gizi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Gizi Buruk

II.1.1. Pengertian

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,

atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang

dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Kasus KEP (Kurang Energi Protein)

adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

II.1.2. Penyebab Gizi Buruk

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF

ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari

makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya

tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu

kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan

oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan

secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: (1) Faktor

ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya

dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan

perawatan kesehatan yang tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),

ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan

orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak,

seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

Page 6: Penelitian Gizi

II.1.3. Klasifikasi Gizi Buruk

Dua Tipe Gizi Buruk (Kwasiorkor dan Marasmus)

Kwasiorkor

Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama

punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis

kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah

rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi pembesaran

hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk;

(7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna

menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis); (8) sering disertai

penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan diare.

Marasmus

Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya

terbungkus kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4)

kulit menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy

pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) sering disertai penyakit

infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air).

Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis

kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

Page 7: Penelitian Gizi

II.1.4. Hubungan Gizi Buruk dengan Inteligensi

Kekurangan gizi anak pada masa kehamilan ibu dan usia dini anak selain

menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik, juga akan

mengganggu perkembangan kognitif yang menyebabkan berkurangnya IQ (intelligence

quotient) hingga 15 poin.

Kebutuhan gizi dibagi atas dua bagian yaitu kebutuhan zat-zat gizi makro seperti

energi, protein dan lemak dan kebutuhan zat gizi mikro yakni vitamin dan mineral.

Zat gizi makro berfungsi pada proses metabolisme otak dan peningkatan efisiensi

proses rangsangan otak, sehingga kekurangan gizi makro menyebabkan terganggunya asupan

makanan ke otak dan terganggunya proses metabolisme otak. Energi sangat dibutuhkan otak.

Selain untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan otak, energi diperlukan

untuk metabolisme sel-sel syaraf. Demikian juga lemak yang sangat dibutuhkan dalam

perkembangan otak di mana lebih dari 60 persen berat otak adalah lemak.

Sedangkan zat gizi mikro seperti iodium, asam folat, zat besi, seng, tembaga, vitamin,

dan cholin, diperlukan dalam pertumbuhan otak. Asam folat berfungsi untuk pembentukan

tabung syaraf, zat besi untuk pembentukan mielin, monoamin dan mendukung metabolisme

energi di sel syaraf dan sel glia, yang diperlukan untuk pembentukan DNA, tembaga untuk

metabolisme energi sel syaraf dan sel glia, dan cholin untuk membentuk neurotransmitter,

metilasi DNA dan pembentukan mielin, urainya. Sedangkan Vitamin D berperan pada

kemampuan daya ingat, kontrol motorik dan keseimbangan emosi, vitamin A untuk

pembentukan struktur sel syaraf, vitamin E berfungsi dalam proteksi dari membran sel-sel

syaraf, vitamin B6 dan B12 untuk pembentukan neurotransmitter, vitamin C berfungsi

sebagai antioksidan dan vitamin B1 memproduksi energi.

Page 8: Penelitian Gizi

II.2. Inteligensi

II.2.1. Pengertian

Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara

rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan

bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara

rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus

disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir

rasional itu.

Inteligensi dapat diukur dengan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah

skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan

sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan

seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental

Age) dengan umur kronologik (Chronological Age).

Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan

dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada

pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor

ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian

timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi,

bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.

Pada saat ini ada beberapa tes IQ yang popular antara lain : Standford-Binet

Intelligence Scale untuk usia 3-14 tahun, The Wechsler Intelligence Scale for Children-

Revised (WISC-R) untuk usia 6-16 tahun, The Wechsler Adult Intelligence Scale Revised

(WAIS-R) untuk usia 16 sampai 64 tahun, The Standard Progressive Matrices (SPM) dan The

Kaufman Assesment Battery for Children (K-ABC) untuk anak usia 4 sampai 12,5 tahun.

Page 9: Penelitian Gizi

Perkembangan inteligensi juga dapat dilihat melalui proses tumbuh kembang anak

tersebut pada penilaian KPSP ( Kuisioner Pre Skrining Perkembangan).

II.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi

Faktor genetik :

Faktor genetik merupakan modal dasar untuk dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh

kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung dalam sel telur yang telah dibuahi,

dapat ditentukan kualitas pertumbuhan. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat

berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal

Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi

bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,

sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.

1. Status Gizi

Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik maka diperlukan zat makanan yang

adekuat. Makanan yang kurang baik secara kualitas maupun kuantitas akan

menyebabkan gizi kurang. Keadaan gizi kurang dapat mengakibatkan perubahan

struktural dan fungsional pada otak. Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan

menghambat multiplikasi sel janin, sehingga jumlah sel neuron di otak dapat

berkurang secara permanen. Sedangkan kekurang gizi pada usia anak sejak lahir

hingga 3 tahun akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel

glia dan proses mielinisasi otak. Sehingga kekurangan gizi saat usia kehamilan dan

usia anak sangat berpengaruh terhadap kualitas otaknya.

Page 10: Penelitian Gizi

2. Stimulasi

Perkembangan psikis seseorang tidak saja ditentukan oleh faktor-faktor dari dalam

dirinya, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri anak tersebut.

Oleh karena itu lingkungan sosial harus mendukung perkembangan anak melalui

pemberian berbagai stimulasi. Bila anak mendapatkan stimulasi maka ia akan

mengembangkan kemampuannya dalam batas-batas yang diberikan oleh keluarga atau

lingkungannya.

3. Pendidikan ibu

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak.

Ibu yang berpendidikan tinggi lebih terbuka menerima informasi dari luar tentang

cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan

sebagainya (Soetjiningsih, 1995).

4. Status ekonomi

Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

kecerdasan anak. Kemiskinan berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan

lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan. Kemiskinan akan menyebabkan

keterbatasan keluarga dalam menyediakan berbagai fasilitas bermain menyebabkan

otak anak kurang mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat menghambat

perkembangannya (Depkes, 2007).

Page 11: Penelitian Gizi

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

III.1. Kerangka Konsep

III.2. Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh gizi buruk terhadap perkembangan inteligensi pada balita di kota

Padang

Ha : Ada pengaruh gizi buruk terhadap perkembangan Inteligensi pada balita di kota Padang.

Gizi Buruk

Inteligensi

Asupan Nutrisi

Page 12: Penelitian Gizi

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah bersifat Deskriptif Analitik dengan menggunakan rancangan

Cross sectional study, dimana variable-variabel yang termasuk factor resiko dan variable-

variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.

IV.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kota Padang pada bulan January tahun 2010.

IV.3. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua anak balita dengan diagnosa medis gizi

buruk yang ada di kota Padang.

Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode sampel acak sistematik, dengan

mengambil sampel acak dilakukan secara berurutan dengan interval tertentu pada bulan

tersebut, yaitu semua balita dengan gizi buruk yang ada di kota Padang.

IV.4. Variabel dan Defenisi Operasional

IV.4.1. Variabel Penelitian

a. Variabel independen :

Gizi buruk

b. Variabel dependen :

Perkembangan inteligensi

Page 13: Penelitian Gizi

IV.4.2. Defenisi Operasional

a. Gizi Buruk

Gizi buruk yaitu tampak sangat kurus dan atau edema pd kedua punggung kaki sp

seluruh tubuh dan pada hasil Antropometri (BB/PB) <-3 SD (bila ada edema BB bisa lebih).

Alat ukur : Timbangan Berat Badan dan Pengukur Panjang Badan

hasil ukur : 1. Tipe Kwarshiorkor BB 60% - 69% baku, disertai edema

2. Marasmus dengan BB < 60% baku, tanpa melihat proporsi tubuh

Skala ukur yang digunakan adalah skala interval.

b. Inteligensi

Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara

rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Inteligensi dapat disimpulkan dari

berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Alat ukur : pengamatan dan KPSP ( Kuisioner Pre Skrining Perkembangan)

hasil ukur : - rendah

- sedang

- tinggi

Skala yang digunakan adalah skala nominal.

IV.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuisioner tersrtuktur dan alat pengukur berat

badan.

IV.6. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan Data

Page 14: Penelitian Gizi

Data penelitian adalah data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan dan hasil

kuisioner terhadap keluarga balita yang gizi buruk. Sedangkan data sekunder terdiri dari

identitas pasien yang meliputi umur, jenis kelamin, alamat.

Data perkembangan inteligensi dengan memberikan angket berisi pertanyaan tentang

perkembangan inteligensi anak tersebut. Sedangkan untuk identitas pasien dan diagnose gizi

buruk diambil dari buku status pasien.

Pengolahan Data

Univariat

Analisa ini meliputi seleksi data, mengelompokan data dan menurut variasi yang ada

dalam pertanyaan yang sesuai dengan subvariable penelitian untuk selanjutnya dilakukan

tabulasi data dan penyajian data dalam bentuk table distribusi frekuensi kemudian dianalisa

dengan teknik presentase. Setiap jawaban yang benar diberi nilai (1), dan yang jawaban yang

salah diberi nilai (0). Untuk menentukan persentase setiap subvariabel digunakan rumus :

FP = N x 100%Keterangan : P = Persentase

F = FrekuensiN = Jumlah Responden

Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variable dependen dengan

independen dengan mengugunakan uji statistic chi square dengan derajat kepercayaan 95%

atau p = 0,05, yaitu : Hubungan gizi buruk dengan perkembangan inteligensi anak balita.

Rumus :

X2=∑ (O−E)2

E

Keterangan :

X2 = chi Square

∑❑= Jumlah

Page 15: Penelitian Gizi

O = nilai yang diobservasi

E = nilai yang diharapkan

Jika p < 0,05 maka secara statistic desebut bermakna dan jika p > 0,05 maka hasil

perhitungan disebut tidak bermakna.

Page 16: Penelitian Gizi

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. 2009. Status gizi dan perkembangan inteligensi. Diakses dari

http://anwarsasake.wordpress.com/

Badan Litbang Kesehatan. 2001. Dampak Kekurangan Gizi. Diakses dari

Http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?

node=0&PHPSESSID=2914503ab35f3c6bdb40b19b371c6b3f.

Markum, A.H. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.

Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.

Jakarta: Rineka Cipta

Sabri, Luknis, Sutanto Priyo Hastono. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak . EGC. Penerbit Buku Kedokteran.

Lampiran

Kuisioner :

Page 17: Penelitian Gizi

1. Data Sampel

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

BB/TB :

2.