44
Penelitian kebijakan, seperti telah diuraikan sebelumnya, termasuk ke dalam kelompok penelitian terapan atau didalam lingkup penelitian sosial yang dalam aplikasinya mengikuti prosedur umum penelitian yang berlaku, disertai dengan sifat spesifiknya. Secara sederhana penelitian kebijakan dapat didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendukung kebijakan. Oleh karena sifatnya mendukung kebijakan, maka penelitian ini bersifat khas, namun tidak berarti mengada- ada. Ann Majchrzak (1984) mendefinisikan penelitian kebijakan sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan dengan jalan menyediakan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatik. Oleh karena sifatnya berorientasi kepada tingkah laku pragmatik, maka yang perlu dihasilkan oleh peneliti kebijakan adalah bukan terletak pada hingga mana bobot ilmiah sebuah hasil penelitian, namun hingga mana hasil penelitian punya aplikabilitas atau kemamputerapan dalam rangka memecahkan masalah sosial. Kegiatan penelitian kebijakan diawali dengan pemahaman yang menyeluruh terhadap masalah sosial, seperti kekurangan nutrisi, kemiskinan, ledakan penduduk urbanisasi, inflasi, kerawanan sosial, dan lain- lain, dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Kegiatan akhir dari penelitian kebijakan adalah merumuskan rekomendasi pemecahan masalah untuk disampaikan kepada pembuat kebijakan. Seperti halnya penelitian- penelitian sosial atau penelitian terapan, penelitian kebijakan diarahkan untuk memberi efek terhadap tindakan praktis, yaitu pemecahan masalah sosial. Kekhasan penelitian kebijakan terletak pada fokusnya, yang berorientasi kepada tindakan untuk memecahkan masalah sosial yang unik, yang jika tidak dipecahkan akan memberikan efek negatif yang sangat luas. Tidak ada ukuran pada mengenai luas atau sempitnya suatu masalah sosial. Sebagai misal, rendahnya kualitas pendidikan dapat dipersepsi dari banyak sisi

Penelitian kebijakan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bhan

Citation preview

Page 1: Penelitian kebijakan

Penelitian kebijakan, seperti telah diuraikan sebelumnya, termasuk ke dalam kelompok penelitian terapan atau didalam lingkup penelitian sosial yang dalam aplikasinya mengikuti prosedur umum penelitian yang berlaku, disertai dengan sifat spesifiknya. Secara sederhana penelitian kebijakan dapat didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendukung kebijakan. Oleh karena sifatnya mendukung kebijakan, maka penelitian ini bersifat khas, namun tidak berarti mengada-ada. Ann Majchrzak (1984) mendefinisikan penelitian kebijakan sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan dengan jalan menyediakan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatik. Oleh karena sifatnya berorientasi kepada tingkah laku pragmatik, maka yang perlu dihasilkan oleh peneliti kebijakan adalah bukan terletak pada hingga mana bobot ilmiah sebuah hasil penelitian, namun hingga mana hasil penelitian punya aplikabilitas atau kemamputerapan dalam rangka memecahkan masalah sosial. Kegiatan penelitian kebijakan diawali dengan pemahaman yang menyeluruh terhadap masalah sosial, seperti kekurangan nutrisi, kemiskinan, ledakan penduduk urbanisasi, inflasi, kerawanan sosial, dan lain-lain, dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Kegiatan akhir dari penelitian kebijakan adalah merumuskan rekomendasi pemecahan masalah untuk disampaikan kepada pembuat kebijakan. Seperti halnya penelitian-penelitian sosial atau penelitian terapan, penelitian kebijakan diarahkan untuk memberi efek terhadap tindakan praktis, yaitu pemecahan masalah sosial. Kekhasan penelitian kebijakan terletak pada fokusnya, yang berorientasi kepada tindakan untuk memecahkan masalah sosial yang unik, yang jika tidak dipecahkan akan memberikan efek negatif yang sangat luas. Tidak ada ukuran pada mengenai luas atau sempitnya suatu masalah sosial. Sebagai misal, rendahnya kualitas pendidikan dapat dipersepsi dari banyak sisi yang menyebabkan rendahnya kualitas itu, seperti: 1. Kualitas guru. 2. Kualitas proses belajar mengajar. 3. Kualitas kurikulum. 4. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta sumber belajar. 5. Kualitas raw-input lembaga pendidikan. 6. Kondisi lingkungan sosial budaya dan ekonomi.

Oleh karena penelitian kebijakan berorientasi kepada fokus, maka pengkajian atau penelitian mengenai rendahnya kualitas pendidikan, misalnya, akan dititikberatkan kepada fokus mana – kualitas guru, kualitas proses belajar mengajar dan sebagainya. Jika penelitian kebijakan difokuskan kepada kualitas proses belajar mengajar, misalnya, maka fokus kajian dapat menyangkut masalah yang luas, seperti: 1. Intensitas proses belajar siswa di kelas. 2. Intensitas proses belajar siswa di luar kelas. 3. Kualitas guru dalam mengajar. 4. Kualitas interaksi guru dengan siswa. 5. Kualitas interaksi guru dengan siswa kualitas jaringan-jaringan belajar. 6. Kualitas menu sajian dalam proses belajar mengajar. 7. kualitas kegiatan ko dan ekstra kurikuler yang mendukung kegiatan inti di lembaga pendidikan

Page 2: Penelitian kebijakan

PENELITIAN DAN KEBIJAKAN

Penelitian dan kebijakan pada prinsipnya berbeda, baik tujuannya, terminologi yang umum dipakai, kriteria keberhasilan dan proses kerjanya. Penelitian berkembang dengan mensyaratkan sumber daya manusia, alat dan bahan, situasi dan proses kerjanya yang khas. Kegiatan penelitian berkembang pesat di kelembagaan penelitian yang dinaungi oleh Perguruan Tinggi, departemen, organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dengan menggunakan setting laboratorium, kelas, alam terbuka atau lapangan.

Pekerja penelitian (researcher) umumnya terdiri dari kaum akademisi atau pakar yang piawai dalam bidang metodologi penelitian. Kebijakan dengan segala tatanan perilakunya, disebut kebijaksanaan sebagai padanan kata policy dalam bahasa Inggris, ada di dunia birokrasi pemerintahan yang pelakunya umumnya adalah para birokrat atau politisi sebagai pembuat kebijakan sekaligus sebagai pelaksana kebijakan itu. Penelitian dipersepsikan sebagai milik peneliti, sedangkan membuat kebijakan merupakan garapan para birokrat atau politisi.

Perkembangan kehidupan modern (modern life order) memungkinkan konsep penelitian dan kebijakan itu berakomodasi dalam suasana serasi. Kini, penelitian dan kebijakan telah menjelma sebagai field of study yang disebut dengan ‘Penelitian Kebijakan’. Proses kerja penelitian kebijakan me-refer pada proses kerja penelitian pada umumnya, namun dilihat dari hasil akhir yang diinginkan penelitian kebijakan dapat dikatakan berbeda dengan penelitian tradisional (ilmiah).

1. Penelitian Tradisional (Ilmiah) dan Penelitian Kebijakan

Istilah ‘penelitian tradisional’ merupakan terjemahan dari traditional research dalam bahasa Inggris, namun tidak dimaksudkan sebagai lawan penelitian modern. Istilah "penelitian tradisional" dipakai hanya untuk membedakan dengan penelitian kebijakan (policy research), tanpa adanya pretensi untuk menyatakan bahwa policy research adalah modern research. Penelitian tradisional (penelitian ilmiah pada umumnya) dibedakan dengan penelitian kebijakan hanya karena sifat khasnya.

Penelitian merupakan proses kerja sistematis yang dilakukan oleh peneliti, dimulai dari identifikasi dan perumusan masalah, telaah teoritis, penyusunan rancangan penelitian, pengumpulan dan analisis data untuk menghasilkan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Sementara penelitian menurut Ardhana (1987) mempunyai sejumlah arti dan karena itu dapat diterapkan dalam berbagai konteks. Penelitian dapat dibedah dengan membuat klasifikasi atas dasar jenis, latar atau fokus kajian dan metode. Masing-masing jenis, fokus kajian dan metode tersebut melahirkan perilaku yang berbeda, demikian juga hasil akhir yang diharapkan.

Page 3: Penelitian kebijakan

Dilihat dari jenisnya, penelitian dibedakan atas penelitian murni (basic/pure research) dan penelitian terapan (applied/ practical research). Penelitian murni adalah penelitian yang semata-mata dimaksudkan untuk keperluan penelitian tanpa ada misi praktis yang diinginkan. Fokus kajiannya adalah masalah kealaman dan hukum-hukumnya. Penelitian terapan adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematis dan terus-menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu (Nazir, 1985). Penelitian kebijakan (policy research), merupakan kelompok penelitian terapan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil segera, yaitu tersusunnya rekomendasi yang diperlukan oleh pengambil kebijakan.

Proses kerja penelitian kebijakan, pola kerjanya relatif sama dengan penelitian lainnya, namun dalam hal tertentu khas sifatnya. Kekhasan penelitian kebijakan antara lain adalah rendahnya ketertiban ilmiah akibat kuatnya pengaruh lingkungan sosio-politik (sociopolitical environtment) dan kemauan pembuat kebijakan (user) hasil penelitian, serta lebih menekankan kepada sintesis terfokus dan data sekunder. Arah penelitian kebijakan, diwarnai oleh political will pembuat kebijakan. Sehingga pengaruh lingkungan sosio-politik mewarnai proses perumusan hasil penelitian kebijakan sangat ditentukan oleh budaya politik suatu negara.

2. Peneliti Kebijakan dan Perumusan Kebijakan

Kebijakan (policy) dalam latar penelitian kebijakan diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah publik. Pemecahan masalah publik oleh policymaker dilakukan atas dasar rekomendasi yang dibuat oleh policy researcher berdasarkan hasil penelitiannya. Kebijakan dalam hal ini tidak dipersepsi dari sudut pandang politik pemerintahan, melainkan kebijakan sebagai objek studi.

Anderson (1979) merumuskan batasan kebijakan sebagai objek study studi atau field of study sebagai berikut : "A purpose course of action followed by an actor or set of factor in dealing with problem or matter of concern. This concept of policy focusses attention in what actually done againts what is purposed or intended, and it differentieates a policy from decision."

Kerr (1976) merumuskan batasan kebijakan sebagai objek studi atau field of study sebagai berikut : "To this poin in our analysis, we can say that a policy exist when following is statisfied : some agent or agency (a) must be obligated to act in accord with some conditional imperative i.e.: do something in particular, (b) whenever specified conditions, (c) occur, in order to achieve some purpose."

Kebijakan sebagai field of study lebih menekankan pada ‘apa yang dikerjakan’ dari pada ‘apa yang diusulkan atau dikehendaki’, dengan mengedepankan kedudukan aktor di dalamnya. Aktor dalam hal ini bisa berupa orang atau badan hukum yang bekerja untuk mencapai tujuan dengan tindakan tertentu. Kata aktor (actor) bisa berupa orang atau badan hukum, dengan derajat keterlibatan intensif atau tidak, langsung atau tidak. Peneliti kebijakan merupakan salah satu

Page 4: Penelitian kebijakan

subjek yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Pihak lain yang terlibat dalam pembuat kebijakan, dalam terminology penelitian kebijakan, sebagian diantaranya adalah stakeholder.

Secara lebih luas perumus kebijakan adalah pembuat kebijakan (administrator, eksekutif, legislator dan sejenisnya), peserta non-struktural, kelompok peneliti dan kelompok lain yang berkepentingan, dan pribadi perseorang-an. Keterlibatan mereka ada dalam proses identifikasi masalah, formulasi kebijakan, pelak sanaan, evaluasi, pengawasan dan pengendalian kebijakan, dengan kadar yang berbeda.

Peneliti kebijakan adalah orang yang memiliki pemikiran cemerlang dan idealis. Lindblom (1980) mengemukakan bahwa orang yang memiliki pikiran cemerlang dan mempunyai idealisme merupakan kelompok yang paling besar perannya dalam perumusan kebijakan pemerintah. Bahwa pembuat keputusan dapat bekerja atas dasar pengalaman yang dimilikinya. Tetapi, khusus untuk Indonesia yang wilayahnya sangat luas dan berbhinneka, setiap keputusan yang akan dibuat oleh pejabat tidak hanya dilakukan atas dasar gejala yang muncul dipermukaan. Kondisi ini memberi peluang banyak bagi masuknya pengaruh kelompok peneliti dalam perumusan kebijakan. Hasil akhir tentu saja dapat dirumuskan kebijakan yang benar secara ilmiah dan dapat diterima secara politis.

3. Mengilmiahkan Kebijakan

Dunia kebijakan dalam terminologi politik adalah milik birokrat, dan dunia ilmiah dalam terminologi penelitian adalah ilmuwan. Pembuat kebijakan formal terutama eksekutif pemerintahan adalah birokrat dan peneliti yang bernaung dikelembagaan penelitian atau peneliti independen adalah ilmuwan tulen. Keduanya tentu saja tidak mungkin lagi bekerja sendiri-sendiri.

Peneliti cenderung tampil sebagai tenaga profesional, syarat dengan metodologi dan perpikir analisis. Profesional dipersepsi sebagai kemampuan akademik yang diperoleh di bangku kullah, bukan dalam konsep Arturo Israel (1992) memperluas konsep ini pada banyak keahlian, bahkan pada tingkatan yang rendah. Penggabungan dua perilaku itu oleh Hoy dan Miskel (1978) disebut dengan proses akomodasi -mengakomodasikan konsep birokrasi dengan konsep profesional- yang pada gilirannya akan melahirkan kebijakan yang lebih banyak berwarna ilmiah ketimbang warna politik. Inilah yang dimaksud dengan mengilmiahkan kebijakan.

Penggabungan ini seyogianya merupakan menjadi budaya umum di negara kita. Dikatakan oleh Israel (1992) bahwa setiap negara harus mencari jalannya sendiri untuk mengembangkan norma tingkah laku yang kuat, ditentukan secara jelas untuk berbagai keahlian dan menanamkan seperangkat nilai baru serta perangsang non-uang.

Page 5: Penelitian kebijakan

Layaknya kebijakan yang selalu mengacu ke masa depan dan tidak jarang memerlukan waktu yang panjang, maka sifat ketidakpastian.dari sebuah kebijakan akan selalu ada. Oleh karena itu, kedudukan ilmuwan berperan, karena mereka punya kapasitas menyusun proyeksi kuantitatif, mulai dari perhitungan yang sederhana, seperti t-test, analisis korelasi sederhana sampai dengan analisis multivariat. Tanpa perhitungan yang saksama, maka ketidakpastian itu akan makin menjadi-jadi sejalan dengan kompleksnya permasalahan yang dihadapi.

Penelitian kebijakan hadir untuk mengilmiahkan kebijakan atau menghasil-kan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dalam batas-batas yang tidak berbenturan keras dengan political will di suatu negara. Ada sekelompok pendukung yang penuh keyakinan bahwa kalaupun otak manusia punya keterbatasan, namun ada saatnya akan dapat mengimbangi kepelikan dunia sosial melalui suatu sistem rekayasa yang disebut dengan rekayasa sosial. Karena itu, seperti dikemukakan oleh Lindblom (1980) ada kemungkinan kelompok ini untuk meningkatkan peran komponen analisis (akademik-ilmiah) dan menurunkan bobot politis dalam perumusan kebijakan.

Dalam wawasan atau idealisme ini, proses perumusan kebijakan berkaitan erat dengan proses kerja ilmiah apa pun, yang meliputi:

1. Identifikasi dan formulasi masalah kebijakan.

2. Penentuan alternatif kebijakan untuk pemecahan masalah.

3. Pengkajian atau analisis kelayakan masing-masing alternatif kebijakan.

4. Pelaksanaan kebijakan dan menentukan standar kinerja minimal.

5. Evaluasi keberhasilan, dengan ukuran-ukuran kuantitatif seperti cost-benefit analysis, cost-effectiveness analysis dan lain-lain

B. HAKIKAT PENELITIAN KEBIJAKAN

Penelitian kebijakan secara spesifik ditujukan untuk membantu pembuat kebijakan (policymaker) dalam menyusun rencana kebijakan, dengan jalan memberikan pendapat atau informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, penelitian kebijakan merupakan rangkaian aktivitas yang diawali dengan persiapan peneliti untuk mengadakan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan diakhiri dengan penyusunan rekomendasi.

Berikut ini gambar menyajikan penyederhanaan rangkaian aktivitas penelitian kebijakan atau arah penelitian kebijakan.

Page 6: Penelitian kebijakan

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa penelitian kebijakan pada hakikatnya merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk melahirkan rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan masalah publik.

Penelitian kebijakan merupakan perpaduan antara dua unsur, yaitu ilmu dan seni (Ann Majchrzak, 1984). Ilmu merupakan batang tubuh dari teori, konsep dan prinsip-prinsip metodologi. Paling tidak ada dua dimensi ilmu yang terkait yaitu ilmu dalam arti subject matter dan ilmu dalam arti metodologi penelitian. Dua hal ini harus dimiliki oleh peneliti, yang pertama berkenaan dengan akurasi kajian atas permasalahan dan yang kedua berkenaan dengan akurasi cara pengkajian. Seni atau kiat (art) adalah langkah, gaya, dan cara melakukan kerja penelitian.

Proses kerja dalam penelitian secara metodologis sama untuk satu metode yang dipakai, namun cara peneliti bekerja dalam proses itu sangat individual sifatnya. Sebagai contoh, untuk menyusun instrumen penelitian, ada peneliti yang mengawalinya dengan penyusunan kisi-kisi instrumen, namun ada yang hanya beranjak dari definisi operasional variabel. Dua cara itu pada akhirnya dimaksudkan untuk menghasilkan instrumen yang memenuhi kriteria valid dan reliabel, namun kegiatan awal untuk mencapai kondisi itu berbeda pada masing-masing peneliti.

Keberhasilan penelitian. kebijakan khususnya, sangat ditentukan oleh kapasitas peneliti mengkombinasikan unsur ilmu dan seni. Aktivitas penelitian kebijakan tidak hanya berkenaan dengan masalah yang muncul, namun melibatkan, kreativitas dan penilaian peneliti. Kreativitas personal peneliti sangat dimungkinkan dalam penelitian kebijakan dan dalam banyak hal sangat menentukan keberhasilan, mulai dari persiapan, pelaksanaan, sampai dengan pengakhiran, yaitu penyusunan rekomendasi untuk pembuat kebijakan. Memadukan hal tersebut bagi terlaksananya penelitian kebijakan memerlukan seni tersendiri.

Penelitian Kebijakan

Secara sederhana penelitian kebijakan didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendukung kebijakan. Oleh karena sifatnya mendukung kebijakan, maka penelitian ini bersifat khas, namun tidak berarti mengada-ada. Ann Majchrzak (1984) mendefinisikan penelitian kebijakan sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah-masalah publik yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan masalah dengan menyediakan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan atau tingkah laku pragmatis.

Oleh karena sifatnya berorientasi kepada tingkah laku pragmatis, yang perlu dihasilkan oleh peneliti kebijakan bukan terletak pada bobot ilmiah sebuah hasil penelitian, namun hingga mana hasil penelitian punya aplikabilitas atau kemampu terapan dalam rangka memecahkan masalah publik.

Page 7: Penelitian kebijakan

Kegiatan penelitian kebijakan diawali dengan pemahaman yang menyeluruh terhadap masalah publik, seperti kekurangan nutrisi, kemiskinan, ledakan penduduk, urbani sasi, inflasi, kerawanan sosial dan lain-lain, dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Kegiatan akhir dari penelitian kebijakan adalah merumuskan rekomendasi pemecahan masalah untuk disampaikan kepada pembuat kebijakan.

Penelitian sosial atau penelitian terapan, penelitian kebijakan diarahkan untuk memberi efek terhadap tindakan praktis, yaitu pemecahan masalah publik. Namun demikian penelitian kebijakan bersifat sangat khas. Kekhasan penelitian kebijakan terletak pada fokusnya, yaitu berorientasi kepada tindakan untuk memecahkan masalah public yang unik, yang jika tidak dipecahkan akan memberikan efek negatif yang sangat luas.

Tidak ada ukuran pasti mengenai luas atau sempitnya suatu masalah publik. Sebagai misal, rendahnya kualitas pendidikan dapat dipersepsi dari banyak sisi yang menyebabkan rendahnya kualitas tersebut, seperti :

1. Kualitas guru.

2. Kualitas proses belajar mengajar.

3. Kualitas kurikulum.

4. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta sumber belajar.

5. Kualitas raw input lembaga pendidikan.

6. Kondisi lingkungan sosial budaya dan ekonomi.

Oleh karena penelitian kebijakan berorientasi kepada fokus, maka penelitian mengenai rendahnya kualitas pendidikan, akan dititikberatkan kepada kualitas guru, kualitas proses belajar mengajar dan sebagainya. Jika penelitian kebijakan difokuskan kepada kualitas proses belajar mengajar, misalnya, maka fokus kajian dapat menyangkut masalah yang luas, seperti :

1. Intensitas proses belajar siswa di kelas.

2. Intensitas proses belajar siswa di luar kelas.

3. Kualitas guru dalam mengajar.

4. Kualitas interaksi guru dengan siswa.

5. Kualitas jaringan-jaringan belajar.

6. Kualitas menu sajian dalam proses belajar mengajar.

Page 8: Penelitian kebijakan

7. Kualitas kegiatan ko dan ekstra kurikuler yang mendukung kegiatan inti di lembaga pendidikan.

Tipologi Penelitian Kebijakan

Dikemukakan oleh Majchrzak (1984), bahwa penelitian kebijakan merupakan bagian dari penelitian sosial terapan yang dalam pelaksanaannya mengikuti prosedur umum penelitian yang berlaku. Akan tetapi, untuk hal-hal khusus, pelaksanaan penelitian kebijak an berbeda dengan penelitian ilmiah lainnya.

Aada empat tipe proses penelitian yang dapat memberikan efek terhadap pemecahan masalah publik. Proses-proses penelitian itu meliputi :

1. Penelitian .dasar analisis kebijakan -bukan dalam makna pure research seperti yang ada pada jenis penelitian tradisional.

2. Penelitian teknikal

3. Analisis kebijakan.

4. Penelitian kebijakan.

Penelitian sosial dasar (basic sosial research) atau penelitian dasar analisis kebijakan mengacu kepada penelitian akademik yang secara umum dilaksanakan pada beberapa departemen/jurusan di universitas atau di lembaga-lembaga penelitian lain, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Penelitian sosial teknikal (technical social research) merupakan penelitian yang diselenggarakan untuk memecahkan masalah sosial yang sangat spesifik dan masalahnya dirumuskan secara khusus. Misal, penelitian yang dimaksudkan untuk kesesuaian pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) pada kelas-kelas permulaan di sekolah dasar. Pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan apakah CBSA fisibel diterapkan di kelas-kelas permulaan sekolah dasar atau tidak, dirumuskan serta didiskusikan secara intensif dalam penelitian teknikal. Oleh karena itu, fokus utama penelitian teknikal adalah masalah yang sangat teknis sifatnya.

Analisis kebijakan (policy analisis) merupakan penelitian untuk mengkaji proses pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan ditampilkan secara tipikal oleh ilmuwan atau pakar politik yang berminat dengan proses di mana kebijakan diadopsi sebagai efek dari peristiwa politik. Analisis kebijakan (policy analysis), seperti diakui oleh Lindblom (1986) memiliki sejumlah kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu terlihat dari empat sisi, yaitu :

1. Analisis tidak selalu benar atau bisa saja salah

Page 9: Penelitian kebijakan

2. Analisis tidak selalu adaptif menyelesaikan konflik antara nilai dan kepentingan

3. Proses kerja analisis lambat dan biayanya mahal

4. Analisis tidak sepenuhnya dapat menunjukkan secara nyata, masalah mana yang harus diselesaikan segera.

Empat proses penelitian tersebut, diklasifikasikan atas dasar tindakan dan fokus. Proses penelitian yang berorientasi tinggi pada tindakan (high action orientation) lebih diarahkan untuk mendapatkan kemanfaatan atau hasil segera dibandingkan dengan proses penelitian yang berorientasi rendah pada tindakan (low action orientation). Proses penelitian juga berfokus pada pertanyaan-pertanyaan teknikal atau isu-isu fundamental. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan umumnya mempunyai tiga sifat, yaitu :

1. Dimensinya sangat luas.

2. Bersifat multifaset.

3. Menggali keanekaragaman konsekuensi kelompok orang dalam jumlah besar.

Gambar : Dua dimensi yang membangun penelitian kebijakan

Penelitian kebijakan memusatkan perhatian kepada dua hal utama, yaitu berorientasi tinggi pada tindakan dan concern pada masalah-masalah sosial yang bersifat fundamental. penelitian kebijakan dapat pula disertakan dengan penelitian teknikal, oleh karena sifatnya berorientasi tinggi pada tindakan yang bersifat teknis, masalah penelitian bersifat mengkhusus dan dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang sangat spesifik. Walaupun bagaimanapun, penelitian kebijakan hanyalah bentuk penelitian dengan dua orientasi utama, yaitu (1) Berorientasi kepada tindakan, (2) Berorientasi pada masalah-masalah yang bersifat fundamental.

Arena kebijakan adalah bahwa proses pembuatan kebijakan kompleks adanya sebagaimana kompleksitas masalah publik itu. Proses pembuatan kebijakan adalah kompleks, sebab proses itu melibatkan banyak aktor yang bervariasi. Aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan, menurut Supandi (1988) sebagai berikut :

1. Pembentuk undang-undang atau legislature.

2. Eksekutif.

3. Partai politik.

4. Kelompok berkepentingan atau interest groups.

Page 10: Penelitian kebijakan

5. Tokoh perorangan.

Tanpa pemahaman memadai, proses pembuatan kebijakan guna memecah-kan pelbagai masalah sosial tidak mungkin dilakukan oleh pembuat kebijakan. Tanpa mekanisme yang jelas dan pelaku kebijakan yang relevan dan menghendaki persetujuan, penelitian kebijakan tidak mampu menyediakan informasi yang relevan bagi pembuatan kebijakan. Sebaliknya, tanpa informasi memadai, pembuat kebijak-an tidak mungkin menghasilkan kebijakan yang relevan dan efektif bagi pemecahan masalah sosial.

Berikut ini menyajikan gambar pola interaksi antara peneliti dan pembuat kebijakan serta aktor lain untuk menghasilkan kebijakan yang efektif bagi pemecahan masalah publik.

Bentuk Penelitian Kebijakan

Saat ini penelitian kebijakan telah berkembang pesat, terutama di organisasi-organisasi sosial dan pemerintahan dan di instansi lain. Usaha penelitian kebijakan makin berkembang secara pesat sejalan dengan bermunculan penyandang dana (funders) dan pengguna basil studi (study users), makin tajamnya fokus penelitian, penyelenggaraan penelitian kebijakan yang makin bervariasi -untuk beberapa kasus disebut penelitian operasional atau riset operasi- dan makin bervariasinya latar belakang peneliti.

Beberapa faktor yang mempengaruhi berkembang pesatnya penyelenggara-an penelitian kebijakan adalah :

1. Makin banyaknya penyandang dana, baik instansi pemerintah maupun non pemerintah

2. Pengguna hasil studi yang makin variatif

3. Fokus masalah yang dikaji semakin luas dan memiliki keanekaragaman corak dan jenisnya

4. Penyelenggaraan penelitian kebijakan yang makin hervariasi.

5. Bervariasinya latar belakang peneliti.

6. Adanya political will untuk mengilmiahkan suatu kebijakan

7. Makin terbatasnya kemampuan organisasi, terutama organisasi pemerintah, untuk dapat menyelesaikan masalah dengan dan olehnya sendiri.

Munculnya variasi-variasi atau keanekaragaman itu membawa implikasi penting bagi ditemukannya cara-cara spesifik tentang penyelenggaraan penelitian kebijakan, membuka peluang bagi penajaman proses dan diskusi penelitian dan hasil penelitian kebijakan. Beberapa variasi yang mewujud sebagai bentuk penelitian kebijakan, dikemukakan oleh Ann Majchrzak (1984), yaitu;

Page 11: Penelitian kebijakan

1. Penelitian kebijakan yang diselenggarakan atas permintaan penyandang dana dan pengguna hasil studi kebijakan.

2. Penelitian kebijakan berfokus pada perumusan atau pemecahan masalah.

3. Penelitian kebijakan sebagai kajian terhadap setting organisasi

4. Penelitian kebijakan sebagai disiplin akademik peneliti

Masing-masing bentuk ini melahirkan sosok perilaku dan ikatan yang berbeda antara peneliti dengan pengguna hasil penelitian, fokus kajian dan settingnya. Di sini pulalah letak ciri khas penelitian kebijakan untuk dapat dibedakan dengan penelitian tradisional, meskipun perbedaan itu tidak selalu dapat dirasakan dan ditonjolkan setiap saat. Namun demikian belum saatnya peneliti kebijakan untuk menyelenggarakan berbagai bentuk penelitian dengan ketertiban ilmiah (scientific regulation) sebagaimana layaknya penelitian ilmiah lainnya.

Karakteristik Penelitian Kebijakan

Usaha penelitian kebijakan dapat saja bervariasi dan dilakukan dengan banyak cara, banyak disiplin ilmu dan banyak alat atau bahan yang diperlukan. Namun demikian penelitian kebijakan punya karakteristik khusus, terutama pada proses kerjanya. Untuk hal-hal spesifik, proses kerja penelitian kebijakan berbeda dengan penelitian lainnya.

Adapun karakteristik utama penelitian kebijakan menurut Ann Majchrzak (1984) adalah sebagai berikut :

1. Fokus penelitian bersifat multidimensi

2. Orientasi penelitian bersifat empiris-induktif

3. Menggabungkan dimensi masa depan dan masa kini.

4. Merespons kebutuhan pemakai hasil studi

5. Menonjolkan dimensi kerja sama secara eksplisit

Karakteristik penelitian kebijakan di atas dalam artian biasa tidak sepenuhnya tidak dimiliki oleh penelitian lainnya. Perbedaan karakteristik penelitian kebijakan dengan penelitian lainnya hanya pada penekanan-penekanan khusus dari masing-masing karakteristik tersebut serta kepaduan masing-masing karakteristik tersebut

Langkah-langkah Penelitian Kebijakan

Page 12: Penelitian kebijakan

Penelitian kebijakan dilaksanakan dengan menempuh langkah-langkah yang dalam banyak hal sama dengan penelitian tradisional (ilmiah). Perbedaan utamanya hanya terletak pada telaah pustaka dan perumusan rekomendasi hasil studi. Peneliti kebijakan pun perlu melakukan telaah pustaka, namun sifatnya bukanlah sebagai predetermined theory atau predefined theory sebagaimana lazimnya penelitian ilmiah lainnya. Penelitian ilmiah pun sering diakhiri dengan rekomendasi, namun sifat rekomendasi tidak sama dengan rekomendasi yang dihasilkan dalam penelitian kebijakan. Ann Majchrzak (1984) mengemukakan lima langkah penelitian kebijakan sebagai berikut :

1. Persiapan.

2. Konseptualisasi studi.

3. Analisis teknikal.

4. Perumusan rekomendasi.

C. PERSIAPAN STUDI PENELITIAN KEBIJAKAN

1. Urgensi Persiapan

Proses penelitian kebijakan mengisyaratkan keterlibatan peneliti lebih banyak pada penyusunan rencana studi dan implementasi rencana metodologi serta analisis data. Dari sekian banyak aktivitas yang dilakukan dalam proses penelitian kebijakan, perhatian utama dan merupakan prerekuisit bagi proses-proses berikutnya terfokus pada kegiatan persiapan dan konseptualisasi studi penelitian kebijakan. Akurasi raneangan penelitian, pengumpulan dan analisis data serta perumusan hasil dan penyusunan rekomendasi sangat ditentukan oleh kegiatan awal yang menjadi prasyarat, yaitu : persiapan dan konseptualisasi studi penelitian kebijakan.

Aktivitas-aktivitas utama yang dilakukan pada persiapan awal (preliminary activities) bermuara pada satu tujuan, yaitu diperolehnya informasi yang memadai untuk menentukan fokus studi penelitian kebijakan yang akan dilakukan. Informasi yang mencukupi merupakan titik awal bagi keberhasilan proses kerja (throughout) penelitian lebih lanjut. Kesukaran atau kemudahan peneliti kebijakan untuk menemukan informasi awal (data dasar) berbeda pada masing-masing peneliti kebijakan. Bagi in house researcher informasi awal dapat dengan mudah diperoleh, bahkan mungkin sudah diperoleh jauh sebelum penelitian direncanakan. Akan tetapi bagi external researcher perlu waktu khusus untuk memperoleh informasi awal yang mencukupi.

Informasi awal dapat berupa data kuantitatif dan data kualitatif atau nuansa-nuansa politik serta nuansa-nuansa keorganisasian. Lebih spesifik dapat dikemukakan bahwa informasi awal yang diperlukan oleh peneliti kebijakan adalah:

1. Isu-isu yang muncul secara temporal dan kekinian.

Page 13: Penelitian kebijakan

2. Konteks pembuatan kebijakan masa lalu.

3. Sumber-sumber studi yang akan digunakan.

4. Tipe rekomendasi studi yang dikehendaki.

5. Ancaman-ancaman yang akan muncul jika masalah yang ada tanpa dipecahkan.

6. Kekuatan dan peluang-peluang yang ada pada sistem.

Dalam penataan konsep studi penelitian kebijakan, informasi-informasi yang diperlukan pada tahap persiapan dimanfaatkan untuk erbagai kepentingan, yaitu :

a. Mengembangkan preliminary model masalah sosial yang akan menjadi fokus penelitian.

b. Merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian secara spesifik.

c. Memilih tenaga peneliti atau research investigators yang memenuhi kriteria.

Aktivitas-aktivitas yang dilakukan selama fase persiapan didiskusikan, dengan fokus utama pembahasan adalah :

1. Jenis-jenis informasi awal atau data awal yang harus dikumpulkan dan cara mengumpulkannya

2. Metodologi pengumpulan informasi.

3. Isu-isu yang terkait dengan keputusan pelaksanaan penelitian kebijakan

4. Alat untuk menjaring data awal dan data penelitian

2. Fokus Inkuiri Informasi

Menyusun persiapan studi penelitian kebijakan, perangkat yang peneliti butuhkan adalah pengetahuan yang cukup memadai untuk menentukan arah penelitian kebijakan tersebut akan dilakukan sampai dengan menghasilkan rekomendasi yang berguna bagi pembuatan kebijakan. Sebagaimana penelitian ilmiah lainnya, efektivitas penelitian kebijakan sangat banyak tergantung kepada nuansa-nuansa lingkungan. Oleh karena itu pemahaman peneliti secara menyeluruh terhadap kondisi lingkungan merupakan satu syarat urgen, tanpa itu kerja penelitian akan sia-sia.

Ann Majchrzak (1984) mengemukakan bahwa ada empat issu pokok yang harus diketahui oleh peneliti sebelum melakukan kerja penelitian kebijakan. Keempat isu tersebut adalah :

1. Latar pembuatan kebijakan untuk memecahkan masalah publik.

2. Rumusan dari dan nilai-nilai yang terkandung dalam masalah-masalah publik.

Page 14: Penelitian kebijakan

3. Tipe rekomendasi pemecahan masalah publik yang paling mungkin dirumuskan dan aplikatif.

4. Sumber-sumber yang dibutuhkan dan tersedia bagi penyelenggaraan studi penelitian kebijakan.

Lindblom dalam bukunya "The. Policy-Making Process" mengemukakan lima langkah untuk mempelajari perumusan kebijakan. Kelima langkah tersebut Lindblom (1980) adalah sebagai berikut :

a. Pelajari bagaimana masalah-masalah itu timbul dan masuk ke dalam agenda acara para pembuat kebijakan pemerintah,

b. Pelajari bagaimana khalayak merumuskan masalah-masalah tersebut untuk pembuatan suatu tindakan,

c. Pelajari sikap apa yang diambil oleh badan legislatif atau lembaga lainnya atas kebijakan itu.

d. Pelajari bagaimana para pemimpin merapatkan kebijakan itu.

e. Pelajari bagai,mana kebijakan.itu dievaluasi.

Lasswell, seperti dikutip oleh Freidrich (1962) menguraikan tahap-tahap pembuatan atau mekanisme kebijakan, yang menurut penulis agak tumpang tindih. Tahap-tahap dimaksud adalah :

a. Penjelasan.

b. Anjuran.

c. Himbauan.

d. Desakan.

e. Aplikasi,

f. Evaluasi,

g. Pencabutan.

Ann Majchrzak (1984) mengemukakan bahwa tools mekanisme kebijakan dapat dipilah menjadi enam tipe. Keenam tipe tersebut adalah sebagai berikut :

a. Mekanisme desiminasi.

b. Mekanisme finansiaL

Page 15: Penelitian kebijakan

c. Mekanisme keteraturan dan pengawasan.

d. Mekanisme operasi tindakan kebijakan.

e. Mekanisme setting prioritas,

f. Mekanisme penelitian dan pengembangan.

3. Tahapan Inkuiri Informasi

Ada empat aktivitas yang terpaut dalam proses penelitian kebijakan dan harus dipahami oleh peneliti. Keempat hal tersebut yaitu :

(1) pembuatan kebijakan dilihat dari masalah sosial,

(2) rentang pendapat tentang masalah sosial,

(3) tipe rekomendasi yang fisibel, dan

(4) kebutuhan dan ketersediaan sumber yang diperlukan dalampelaksanaan penelitian kebijakan.

Untuk mendapatkan pemahaman yang tajam mengenai masalah sosial yang menjadi fokus penelitian, peneliti kebijakan harus mencari dan memperoleh informasi dari sumber yang berbeda. Proses pencarian informasi tersebut sering disebut proses inkuiri (inquiry processes).

Berikut ini akan dikemukakan tahap-tahap pendekatan untuk memperoleh dan mensintesis informasi, yang disebut dengan tahap-tahap inkuiri informasi. Joyce dan Weil (1980) mengemukakan bahwa proses inkuiri sosial menempuh enam tahap, yaitu :

1. Menghadirkan atau menjelaskan situasi yang masih bersifat teka-teki.

2. Mengembangkan hipotesis untuk menjelaskan atau memecahkan masalah.

3. Merumuskan dan mengklasifikasi hipotesis.

4. Mengeksplorasi hipotesis dalam terminologi asumsi-asumsi,implikasi-implikasi dan validitas logisnya.

5. Mengumpulkan fakta-fakta dan bukti-bukti untuk mendukung hipotesis.

6. Merumuskan generalisasi atau solusi.

Ann Majehrzak (1984) mengemukakan delapan tahap inkuiri informasi, yaitu :

Page 16: Penelitian kebijakan

1. Merumuskan masalah.

2. Mengidentifikasi isu-isu kebijakan kunei.

3. Analisis sejarah perundang-undangan dari isu-isu kebijakan.

4. Menjejaki perkembangan usaha penelitian dan perubahan sebelumnya.

5. Membuat bagan organisasi batang tubuh pembuatan keputusan.

6. Menggambarkan proses pembuatan kebijakan.

7. Mewawancarai stekeholders.

8. Membuat sintesis informasi

Di dalam penjajakan terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya dan hasil-hasil penelitian yang lebih mutakhir atau usaha-usaha perubahan yang berkaitan dengan masalah penelitian, penelitian kebijakan akan melihat dan mendapatkan jenis-jenis informasi sebagai berikut :

a. Organisasi-organisasi, seperti stakeholders dan peneliti yang sering dan pernah terlibat dalam proses penelitian dan usaha-usaha perubahan.

b. Nilai guna masa lampau dari hasil penelitian untuk pembuatan kebijakan.

c. Partisipan kunci dalam pembuatan kebijakan.

d. Pemakai hasil penelitian atau study user, baik yang rutin maupun yang masih harus dicari.

e. Usaha-usaha penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya

4. Keputusan untuk Penyelenggaran Studi

Bila aktivitas-aktivitas preliminari telah ditempuh dan pada setiap tahap dilakukan secara baik, berarti peneliti kebijakan telah sampai kepada fase: siap memutuskan penyelenggaraan studi. Masalahnya sekarang adalah peneliti kebijakan harus mampu menjawab pertanyaan : Dengan cara apa studi penelitian kebijakan akan dilakukan? Apakah situasinya sudah memungkinkan bagi terlaksananya penelitian kebijakan? Sepanjang situasinya belum memungkinkan, baik dilihat dari kesiapan peneliti maupun du kungan lingkungan yang kondusif, penelitian kebijakan tidak akan dapat dilakukan secara baik. Sebelum keputusan penyelenggaraan penelitian ditetapkan, sekali lagi, perlu dipertimbangkan secara ekstra hati-hati.

Sebagai pertimbangan terakhir untuk membuat keputusan mengenai penyelenggaraan studi, pertanyaan-pertanyaan berikut ini harus ditemukan jawabannya oleh peneliti kebijakan, baik secara perorangan maupun dengan tim.

Page 17: Penelitian kebijakan

1. Apakah studi penelitian kebijakan ini bermanfaat dan fisibeldilakukan dilihat dari konteks pengguna studi?

2. Apakah studi penelitian kebijakan ini bermanfaat dan fisibel dilakukan dilihat dari konteks lingkungan sosio-politik?

3. Apakah studi penelitian kebijakan ini bermanfaat dan fisibel dilakukan dilihat dari sumber-sumber yang sudah tersedia atau mungkin disediakan?

4. Pada skala kecil atau besarkah studi penelitian kebijakan ini akan dilakukan?

5. Apakah saya merupakan subjek yang mumpuni untuk menyelenggarakan studi semacam itu?

5. Merumuskan Masalah dan Pertanyaan Kebijakan Pendidikan

Pola kerja penelitian kebijakan dalam banyak hal mengikuti pola kerja penelitian pada umumnya, namun fokus penelitian ini bersifat sangat khas yaitu tertuju selalu kepada pemecahan masalah publik.

Masalah penelitian kebijakan umumnya dirumuskan dalam bentuk pernyataan (problems statement) dengan membandingkan dua kondisi subjek atau mengkontradiksi-kan antara harapan dengan kenyataan. Beberapa contoh masalah penelitian kebijakan disajilian berikut ini.

1. Tingkat school drop-out anak-anak sekolah dasar di pedesaan lebih tinggi daripada anak-anak sekolah dasar di perkotaan.

2. Tingkat nutrisi anak-anak di daerah kumuh lebih rendah dari pada anak-anak bukan di daerah kumuh.

3. Angka efisiensi edukasi (AEE) perguruan tinggi negeri di bawah standar yang diinginkan.

4. Tingkat nutrisi anak-anak ghetto di bawah standar yang diinginkan.

Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi pemilihan masalah penelitian kebijakan, yaitu:

(1) Kekuatan-kekuatan yang ada pada peneliti

(2) Kekuatan-kekuatan yang ada pada stakeholders, dan

(3) Hasil telaah terhadap hasil penelitian dan usaha perubahan sebelumnya.

Page 18: Penelitian kebijakan

Secara lebih mendalam, Bailey (1982) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan masalah yang akan dirumuskan dalam bentuk rumusan masalah penelitian, yaitu :

1. Paradigma sosiologis yang digunakan oleh peneliti.

2. Nilai-nilai yang dimiliki oleh peneliti.

3. Tingkat keberaksian peneliti dalam pelaksanaan pengumpulan data.

4. Metodologi yang dipakai oleh peneliti.

5. Satuan analisis yang ditetapkan.

6. Waktu kerja yang tersedia bagi peneliti.

Nilai-nilai yang dimiliki oleh peneliti dan stakeholder sangat menentukan pemilihan masalah sosial yang menjadi fokus studi penelitian kebijakan dan pada gilirannya akan mewarnai model masalah sosial yang dikembangkan. Nilai-nilai yang dimiliki oleh peneliti dan stakeholder secara sederhana dapat dituangkan dalam bentuk dua kutub yang berlawanan seperti gambar berikut ;

Pandangan peneliti dan stakeholder terhadap suatu objek sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dianutnya.

Dalam menyajikan variasi yang mungkin tentang tipe dampak yang dapat dicapai dalam studi penelitian kebijakan, penelitian perlu mengakses lingkungan sosio-politik untuk menentukan bentuk dampak yang paling fisibel. Penilaian atau assesmen tersebut dimaksudkan untuk melihat beberapa besar perubahan atau dampak yang diinginkan itu dapat mewujud dilihat dari keterbukaan lingkungan. Penilaian ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya konflik nilai-nilai serta definisi-definisi, serta tingkatan di mana pembuatan kebijakan untuk perubahan itu akan dilakukan.

Oleh karena itu, maka arah pertanyaan penelitian dihubungkan dengan dampak yang dikehendaki, terdiri atas beberapa kemungkinan, yaitu :

a. Merumuskan masalah sosial yang akan diidentifikasikan sebagai model, jika informasi yang diperlukan belum tersedia,

b. Mengidentifikasikan dan membandingkan pemecahan alternatif, apakah akan menggunakan Model A atau Model B

c. Membedakan dampak yang diinginkan, apakah inkremental, mixed scanning atau fundamental,

d. Menentukan pada level mana kebijakan perubahan itu dikehendaki

Page 19: Penelitian kebijakan

Ada lima kriteria pertanyaan penelitian yang cocok untuk kebijakan publik lanjut (advance public policy). Lima kriteria dimaksud menurut Bernard Berelson (1976) adalah sebagai berikut :

a. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus mengarah kepada aspek-aspek penting tentang masalah publik

b. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus dapat dikerjakan (doable), artinya memungkinkan bagi tidak munculnya kendala-kendala studi.

c. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus mempertimbangkan dimensi waktu, di mana informasi yang diperlukan kelak akan berguna bagi pembuatan keputusan masa kini dan esok.

d. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus merupakan sintesis dari keanekaragaman sudut pandang, dengan demikian akan dicapai kemewakilan integrasi data lapangan dibandingkan dengan sudut pandangsampel.

e. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus menampilkan keresponsifan kebijakan dengan penekanan isu pada perkara yang akan membantu tindakan pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah sosial.

Setelah pertanyaan penelitian diformulasikan, kerja penelitian selanjutnya adalah menyusun instrumen penelitian. Instrumen penelitian kebijakan disusun dengan maksud untuk mendapatkan data tertentu. Oleh karena data yang ingin dikumpulkan atau didapatkan oleh peneliti kebijakan banyak adanya dan bervariasi, maka instrumen penelitian harus dibuat dengan kriteria yang tertentupula. Kriteria umum sebuah instrumen yang baik adalah sebagaiberikut :

a. Bentuk instrumen harus sesuai dengan jenis data yang diperlukan

b. Setiap butir instrumen hanya menjaring satu butir data penelitian

c. Tidak ada duplikasi antar setiap butir instrumen

d. Tata instrumen bersifat sederhana dan mudah dimengerti

e. Antara butir instrumen yang satu dengan yang lain dapat merupakan lanjutan, akan tetapi bukan merupakan lanjutan yang terputus

f. Jumlah butir instrumen secukupnya

Membuat instrumen penelitian seperti dimaksudkan di atas tidak selalu dapat dilakukan dengan mudah. Langkah-langkah berikut ini layak dipakai bagi usaha merumuskan instrumen penelitian yang baik.

Rumuskan pertanyaan penelitian secara spesifik.

Page 20: Penelitian kebijakan

a. Tentukan variabel pokok yang termuat dalam pertanyaan penelitian.

b. Tentukan sub variabel yang termuat dalam variabel pokok.

c. Jabarkan sub-variabel itu ke dalam butiran-butiran data dikumpulkan.

d. Tentukan sumber data untuk setiap butiran dimaksud.

e. Buat instrumen sesuai dengan kriteria

6. Memilih Tim Peneliti

Aktivitas terakhir dalam menyusun konsep studi peneliti kebijakan adalah memilih anggota tim peneliti atau research investigators. Tim peneliti yang menyelenggarakan kerja penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Tim inti, yang terdiri atas ketua tim dan anggota peneliti serta asisten peneliti.

2. Tenaga pengumpul data atau inumerator dan tenaga lain, seperti tenaga teknis, tenaga administrasi, petugas lapangan atau sebutan lain yang relevan.

Secara lebih spesifik, dalam memilih investigators ada tiga keputusan yang harus dibuat, yaitu :

1. Untuk menyelenggarakan studi apakah sebagai usaha tim atau usaha perorangan. Untuk penelitian kebijakan yang berskala besar, dianjurkan peneliti tidak bekerja sendiri.

2. Memilih peneliti dengan latar belakang disiplin ilmu yang tepat, mampu dan mau bekerja serta punya waktu yang cukup. Tidak ada satu pun penelitian kebijakan yang akan berhasil dengan baik jika dilakukan secara sambilan.

3. Keterlibatan penasihat dalam proses studi. Jika peneliti masih memandang perlu memanfaatkan advisor, hal ini sangat dianjurkan. Akan .tetapi jika peneliti merupakan peneliti yang mandiri, memanfaatkan advisor hanya akan memperlambat proses kerja studi penelitian kebijakan.

Dua keputusan pertama barangkali hanya merupakan proforma, hal ini tentunya akan sangat tergantung kepada ukuran studi. Dalam studi berskala kecil (small study), peneliti boleh jadi merupakan satu-satunya peneliti dengan latar belakang keilmuan yang tepat. Di dalam studi berskala besar, dua keputusan pertama memerlukan pertimbangan sangat serius, atas dasar pemikiran yang hati-hati. Perlu keputusan tersendiri, apakah penelitian, akan di dekati sebagai usaha tim atau usaha perseorangan.

Pendekatan tim akan makin terasa bermanfaat, jika :

Page 21: Penelitian kebijakan

a. Sumber data banyak jumlahnya dan menyebar pada wilayah geografis yang berbeda dan berjauhan.

b. Fokus studi dapat dipilah-pilah menjadi tugas-tugas yang terpisah-pisah.

c. Variasi keahlian dalam studi diperlukan adanya.

D. METODOLOGI PENELITIAN KEBIJAKAN

Pola kerja analisis teknikal sesungguhnya hampir sama dengan aplikasi metodologi penelitian dalam nenelitian tradisional. Meskipun demikian analisis teknikal dalam terminologi penelitian kebijakan dipersepsi sebagai usaha untuk menguji faktor-faktor yang menyebabkan munculnya masalah sosial. Berdasarkan hasil telaah dapat dirumuskan sebuah atau beberapa konklusi sebagai rekomendasi tentatif untuk mengurangi dampak dari faktor-faktor penyebab munculnya masalah sosial. Analisis teknikal adalah satu fase proses kerja penelitian kebijakan yang melibatkan aktivitas-aktivitas, yang secara analogi sama saja dengan proses kerja penelitian tradisional -aplikasi metodologi penelitian dalam kerja penelitian. Kalaupun proses penelitian kebijakan dalam banyak hal sama dengan kerja penelitian tradisional, namun sesungguhnya tidak identik.

Dalam hal tertentu, proses dan produk penelitian kebijakan berbeda dengan penelitian tradisional. Pertama, penelitian kebijakan punya ketertiban ilmiah yang rendah. Kedua, penelitian kebijakan memerlukan acuan teoretis, meskipun bukan merupakan predetermined theory. Ketiga, penelitian kebijakan yang diselenggara-kan oleh peneliti kebijakanmensyaratkan keterlibatan intensif para stakeholder atau study user. Keempat, penelitian kebijakan umumnya dilakukan atas dasar permintaan klien. Kelima, penelitian kebijakan mensyaratkan variabel lunak yang bersifat multifaset dan multidimensional. Keenam, penelitian kebijakan sangat prihatin dengan kekuatan sosio-politik serta lingkungan. Ketujuh, penelitian kebijakan selalu diakhiri dengan rekomendasi untuk keperluan pengambilan kebijakan dalam rangka memecahkan masalah sosial.

1. Operasionalisasi Variabel

Variabel merupakan suatu konsep yang mempunyai variasi nilai (Manasse Malo dkk., 1986). Variasi nilai itu akan tampak jika variabel itu didefinisikan secara operasional atau ditentukan tingkatannya. Pemahaman mengenai konsep variabel sangat diperlukan oleh para peneliti kebijakan, mengingat umumnya mereka meneliti masalah sosial yang unik serta keterkaitan antar berbagai faktor determinatif yang menentukan dampak tertentu. Pembaca atau peneliti kebijakan

Page 22: Penelitian kebijakan

yang ingin mendalami secara lebih jauh mengenai konsep variabel disarankan untuk membaca beberapa literatur metodologi penelitian yang relevan.

Variabel dalam penelitian kebijakan bersifat khas, yaitu variabel-variabel lunak dan variabel inilah yang harus dioperasionalisasikan. Pada tahap ini dan sangat erat kaitannya dengan keseluruhan proses penelitian kebijakan, seperangkat pertanyaan penelitian akan diformulasikan secara spesifik, dengan cara tertentu, terutama berkenaan dengan pengaruh variabel-variabel lunak yang dipilih terhadap masalah sosial.

Untuk mempermudah penjelasan sebagai variabel pengaruh diberi simbol X dan variabel terpengaruh diberi simbol Y. Variabel pengaruh dapat saja bersifat berganda, seperti X1, X2, X3 dan seterusnya, sepanjang masih dalam kategori variabel lunak. Variabel terpengaruh dapat bersifat tunggal atau ganda, seperti Y1, Y2 dan seterusnya.

Gambar : Model sederhana Keterkaitan antar Variabel

2. Metode Penelitian Pendidikan

Penelitian kebijakan lebih mengamanatkan ambisi pembuat kebijakan daripada kemauan peneliti sebagai akademisi. Dalam proses kerjanya, peneliti kebijakan umumnya menempatkan diri pada format metodologi penelitian ilmu-ilmu sosial -mengadaptasi, mengkombinasikan dan memperbaiki cara kerjanya. Literatur yang dipakai oleh peneliti kebijakan, terutama menyangkut teknis metodologis dan statistika hampir sepenuhnya mengacu kepada literatur umum yang berlaku.

Tidak ada metode yang komprehensif untuk menyelenggarakan penelitian kebijakan, peneliti harus mengetahui variasi-variasi metode yang berbeda dalam tata penerapannya secara selektif untuk merumuskan pertanyaan penelitian.

Beberapa metode tersebut penerapannya akan sangat tergantung kepada ketersediaan informasi, seperti sintesis terfokus. Metode-metode lainnya barangkali akan lebih tepat jika waktu keria penelitian relatif pendek dan informasi yang ada telah tersedia dan memenuhi kriteria reliabilitas. Metode lain mensyaratkan pengumpulan data secara intensif, seperti survai; metode ini sangat tepat diterapkan jika penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan informasi baru yang diperlukan untuk mengembangkan kebijakan baru. Metode lainnya barangkali lebih tepat ketika ada alternatif kebijakan, seperti analisis biaya-keuntungan dan analisis keefektifan biaya. Metode ini akan sangat membantu peneliti dalam rangka menyeleksi kebijakan optimal di antara alternatif yang dievaluasi.

Page 23: Penelitian kebijakan

Beberapa sampel metode-metode penelitian yang relevan dengan penelitian kebijakan akan disajikan secara singkat, berikut penjelasan dan contoh-contohnya. Beberapa metode tersebut yaitu :

1. Sintesis terfokus.

2. Analisis data sekunder.

3. Eksperimen lapangan.

4. Metode kualitatif.

5. Metode survai.

6. Penelitian kasus.

7. Analisis biaya-keuntungan.

8. Analisis keefektifan biaya.

9. Analisis kombinasi.

10. Penelitian tindakan.

3. Rancangan Metode Penelitian Pendidikan

Sejalan dengan uraian mengenai metode-metode yang telah dijelaskan di atas, peneliti kebijakan punya alternatif pilihan yang begitu banyak untuk merancang metodologi studi penelitian. Jika kita mengikuti pola kerja penelitian tradisional, rancangan penelitian dapat dipilah menjadi dua, yaitu rancangan persiapan dan rancangan pelaksanaan. Rancangan persiapan penelitian meliputi identifikasi dan formulasi masalah, perumusan tujuan dan pentingnya penelitian, telaah pustaka, perumusan hipotesis dan lain-lain.

Rancangan pelaksanaan meliputi teknik pengukuran variabel, sampling, alat dan cara pengumpulan data, coding, editing dan analisis data. Shah (1972) mengemukakan bahwa rancangan penelitian secara luas meliputi proses-proses kerja sebagai berikut:

1. Identifikasi dan pemilihan fokus masalah penelitian.

2. Menyusun kerangka konseptual untuk masalah penelitian dihubung kan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

3. Merumuskan masalah penelitian secata spesifik, meliputi :

a. tujuan penelitian;

Page 24: Penelitian kebijakan

b. ruang lingkup penelitian;

c. hipotesis yang akan diuji.

4. Menyusun rancangan penelitian untuk percobaan atau membangun ancangan penyelidikan.

5. Memilih dan mendefinisikan variabel disertai ancangan pengukurannya.

6. Memilih dan menentukan prosedur penarikan sampel atau sampling

7. Menyusun alat serta cara pengumpulan data.

8. Membuat coding, mengedit dan memproses data.

9. Menganalisis data serta memilih prosedur statistik untuk mengadakan generalisasi serta inferensi statistik.

10. Menyusun laporan penelitian secara lengkap.

Ada beberapa petunjuk dasar dalam merancang metodologi studi penelitian kebijakan. Majchrzak (1984) menyajikan lima petunjuk dasar untuk merancang metodologi studi penelitian kebijakan, yaitu sebagai berikut :

Pertama, secara ideal studi penelitian kebijakan adalah studi yang mengkombinasikan beberapa metode penelitian yang berbeda, seperti survai dengan sintesis terfokus, studi kasus dengan penelitian grounded, penelitian grounded dengan penelitian kuali tatif, studi kasus dengan analisis data sekunder, dan lain-lain. Secara ideal, penelitian kebijakan adalah menggunakan kombinasi pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Smith, Seashore dan Louis, 1982). Kombinasi semacam itu mempunyai banyak keuntungan, yaitu validitasnya lebih tajam, hasilnya lebih mantap, dan menambah keluasan wawasan. Ada beberapa variasi kombinasi metode kualitatif dengan metode kuantitatif atau sebaliknya, yaitu :

a. Fokus utama data kualitatif dan data kuantitatif bersifat sebagai pelengkap.

b. Fokus utama data kuantitatif dan data kualitatif bersifat sebagai pelengkap.

c. Fokus utama data yang dicari di lapangan ditentukan oleh ketersediaan data, namun keduanya ada dalam gamitan peneliti.

d. Analisis data kuantitatif dan selanjutnya dibahas secara kualitatif.

e. Deskripsi atau analisis kualitatif, disertai bukti-bukti kuantitatif.

Kedua, untuk merancang metodologi penelitian kebijakan, peneliti dapat menggunakan pendekatan empiris-induktif (empirico-inductive process), antar aksi masalah sosial yang berbeda untuk dicarikan pemecahannya. Karena itu agak berbeda dengan sikap "menyerang"

Page 25: Penelitian kebijakan

secara frontal terhadap masalah, metodologi yang disusun dimungkinkan untuk diadaptasi secara rutin dalam konteks interaksinya dengan masalah. Implikasinya adalah bahwa metodologi penelitian tidak dapat dibuat secara kaku, melainkan terbuka ruang untuk diadaptasi. Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian kebijakan selalu menunjukkan sifat semacam ini.

Ketiga, bahwa peneliti kebijakan harus hati-hati, tidak untuk menstruktur isu hanya untuk teknik "serangan tiba-tiba binatang kesayangan (peneliti) dalam kotak tosnya "(House dan Coleman, 1980)." Metodologi harus lebih didasarkan atas pertanyaan penelitian daripada pertanyaan penelitian dirumuskan kembali untukserangan tiba-tiba dari metodologi yang direferensikan. Sebagai contoh, disajikan berikut ini.

Rendahnya kepatuhan staf tidak dapat sepenuhnya "diserang" dengan pertanyaan perihal wibawa pimpinan atau ketidakjelasan aplikasi aturan, melainkan dapat ditelaah dari sisi besarnya kemandirian atau keinginan untuk bebas dari kelompok kerja.

Tidak berkembangnya diskusi terbimbing tidak dapat sepenuhnya "diserang" dengan pertanyaan mengenai kedalaman penguasaan anggota kelompok terhadap masalah, melainkan dapat ditelaah dari sisi iklim diskusi, rasa takut atau kreativitas peserta.

Kondisi lingkungan kampung yang kumuh tidak dapat sepenuhnya dianalisis dengan pertanyaan besar atau kecilnya kesadaran masyarakat akan makna lingkungan yang bersih dan sehat, melainkan apakah dilihat dari waktu kerja mereka cukup tersedia untuk memperbaiki kondisi tersebut.

Keempat, oleh karena adanya keterbatasan waktu dan sumber studi yang secara tipikal dihadapi oleh peneliti kebijakan, penggunaan instrumen-instrumen asli dan aplikasi pengumpulan data primer secara ketat, sebisa mungkindikurangi (Stewart, 1984). Banyak data penelitian kebijakan dapat dengan mudah didapat, demikian juga banyak tersedia instrumen yang langsung bisa digunakan. Jika fokus studi penelitian kebijakan dapat dengan mudah dimodifikasi secara teratur untuk menggunakan data yang ada, perubahan semacam itu sangat berguna adanya.

Beberapa jenis instrumen yang dapat langsung peneliti gunakan (tidak perlu lagi menggunakan/membuat instrumen asli), seperti :

a. instrumen tes intelegensi;

b. instrumen tes kecenderungan kepribadian;

c. instrumen-instrumen lain yang telah divalidasikan.

Kelima, untuk merancang metodologi penelitian kebijakan peneliti perlu merefleksi kepada lingkungan sosio-politik dimana studi itu dilakukan. Rancangan metodologi harus responsif terhadap berbagai kritik terutama berkenaan dengan validitas studi, pendapat pengguna

Page 26: Penelitian kebijakan

studi tentang rancangan yang ada, perubahan iklim politik, kondisi sosial yang senantiasa berubah yang kemungkinan memberi efek terhadap kesimpulan.

E. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS REKOMENDASI STUDI

1. Hasil Penelitian dan kesimpulan

Untuk mendapatkan hasil dan kesimpulan dari pengumpulan informasi, peneliti kebijakan menggunakan prinsip kontrol substansial (Majchrzak, 1984). Kebanyakan informasi secara tipikal dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dan untuk selanjutnya dikomunikasikan dengan pembuat kebijakan atau study user. Untuk itu, peneliti harus dapat memutuskan dua hal, yaitu data apa yang dapat dianalisis dan dengan cara apa. Beberapa saran ditawarkan untuk membantu peneliti kebijakan dalam rangka mendapatkan kesimpulan dan basil penelitian. Saran ini harus mendapatkan perhatian serius bagi peneliti kebijakan, agar hasil, kesimpulan dan rekomendasi studi menjadi bermakna.

Salah satu saran yang tidak dapat dilupakan oleh peneliti kebijakan adalah babwa hasil penelitian harus disajikan sesederhana mungkin, mudah dipahami dan apa yang tersurat itulah adanya. Sepanjang dimungkinkan, peneliti kebijakan tidak sekali-kali berusaha mengingkari saran ini. Sungguhpun study user secara tipikal ingin mengetahui secara mendalam tentang basil studi untuk dapat mengevaluasinya secara kritis, secara umum mereka tidak banyak tahu tentang statistik dan istilah-istilah teknisnya. Karena itu peneliti kebijakan harus banyak memperoleh dan menyajikan hasil penelitian yang dapat dengan mudah dimengerti oleh orang kebanyakan atau lay people. Untuk itu, analisis data dapat dikerjakan dengan cara-cara tertentu. Pertama, analisis data kualitatif secara kualitatif dan kedua analisis kuantitatif. Cara apa pun yang dipakai oleh peneliti kebijakan, yang perlu diperhatikan olehnya adalah bahwa hasil dan kesimpulan yang didapat dari analisis data harus dapat dengan mudah dimengerti oleh pembuat kebijakan.

Peneliti harus memutuskan untuk membuat sajian hasil penelitian yang mudah dimengerti, seperti alat-alat visualisasi (grafik, gambar, tabel frekuensi, tabulasi silang), uji chi-square, uji t (student t), uji korelasi, rata-rata tertimbang (weighted mean score) dan lain-lain. Hasil yang diperoleh dengan teknik analisis semacam ini umumnya dapat dengan mudah disajikan.

Perumusan hasil dan kesimpulan penelitian kebijakan pun harus dikaitkan dengan isu-isu etik, sebagaimana disarankan oleh Nagel (1982). Menurut Nagel, bahwa peneliti berkewajiban terhadap subjek kesimpulannya, terhadap analisis kesensitifan dengan jalan mana menentukan bahwa kesimpulan mereka akan berubah sehubungan dengan aneka perubahan, seperti : (a) data masukan; (b) nilai-nilai dan asumsi, (c) pengukuran-pengukuran; (d) sampling; dan (e) analisis.

Page 27: Penelitian kebijakan

Prinsip-prinsip etik ini secara tidak langsung menyatakan bahwa peneliti kebijakan perlu waktu untuk merefleksi terhadap hasil-hasil dan kesimpulannya. Bahwa apa yang ada sesungguhnya punya keterbatasan-keterbatasan dan ada kendala kemampu generalisasian di persilangan situasi yang berbeda dan metode-metode yang dipahami secara jelas. Penjelasan-penjelasan semacam itu rasa-rasanya sangat berguna, terutama jika hasil dan kesimpulan studi penelitian kebijakan melampaui batas-batas situasi yang cenderung berubah jika dikaitkan dengan pada saat data dioeroleh dan dianalisis

2. Analisis Rekomendasi Studi

Berkaitan dengan hasil analisis teknikal, seperangkat kesimpulan dan rekomendasi kebijakan tentatif dapat dirumuskan dan diharapkan dapat membantu memecahkan masalah-masalah sosial, sesuai dengan misi dasar penelitian kebijakan. Mencurahkan kerjasebegitu jauh, peneliti .kebijakan akan merasakan penghampiran tertentu, bahwa rekomendasi kebijakan akan tercapai secara efektif sesuai dengan tujuan yang dikehendaki jika diimplementasikan secara baik.

Rekomendasi yang dibuat oleh peneliti kebijakan secara hipotetik akan menjelma menjadi tiga kemungkinan, yaitu dapat diimplementasikan secara penuh, diimplementasikan sebagian dan tidak dapat di implementasikan. Lingkungan sosio-politik, lingkungan sosiokultural-ekonomi dan kemauan pembuat kebijakan akan sangat menentukan ujud akhir implementasi rekomendasi studi penelitian kebijakan.

Rekomendasi berbenturan dengan kondisi lingkungan sosio-kultural-politik-ekonomi yang senantiasa berubah, pembuat kebijakan dapat saja memperlakukan rekomendasi studi penelitian kebijakan dengan berbagai kemungkinan, seperti :

a. mengadopsi rekomendasi studi;

b. mengadaptasi rekomendasi studi;

c. membangun "rekomendasi" baru; dan

d. menolak rekomendasi.

Menyusun rekomendasi hasil studi penelitian kebijakan tidak cukup hanya memuat apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya, melainkan memerlukan seperangkat pertimbangan yang saling mengait. Perangkat yang saling mengait itu dapat berupa subjek manusia, lingkungan, materi dan fisibilitas lain. Adapun perangkat dimaksud meliputi:

a. subjek pemberi rekomendasi;

b. isi dan kualitas rekomendasi;

Page 28: Penelitian kebijakan

c. pembuat kebijakan yang menerima rekomendasi;

d. hubungan antara pembuat dan penerima rekomendasi;

e. alat dan bahan tersedia bagi kemungkinan implementasi rekomendasi;

f. satuan waktu yang akan digunakan untuk implementasi;

g. kondisi lingkungan dalam makna luas; dan

h. perbedaan kepentingan

Tidak jarang bahwa rekomendasi yang dibuat oleh para perumus kebijakan, katakanlah dalam bentuk rekomendasi hasil studi, mengalami perubahan besar di tangan administrator atau pembuat kebijakan. Lindblom (1980) mengemukakan bahwa pengubahan itu dapat disebabkan oleh beberapa hal:

Rincian kebijakan dasar yang kurang lengkap. Dapat dipastikan bahwa tidak ada perumus kebijakan yang dapat merumuskan kebijakan secara lengkap. Hanya sedikit orang yang berusaha mencobanya, malah kebanyakan di antara mereka meminta atau mengizinkan administrator untuk melanjutkan peraneangan elemen-elemen kebijakan yang telah mereka susun drafnya.

Kriteria kontradiktif dalam pelaksanaan. Misalnya, ketentuan untuk meningkatkan upah minimal selalu berkontradiksi dengan kemampuan membayar; keinginan untuk memodernisasi masyarakat seringkali berbenturan dengan kultur lokalit yang masih tertutup.

Insentif yang tidak efektif. Perangsang-perangsang administratif kadangkala tidak cukup tersedia bagi implementasi kebijakan. Banyak aparat pelaksana yang menghindari kerja berat, keengganan melaksanakan kebijakan, kebijakan yang tidak disukai dengan berbagai alasan.

Kontradiksi pengarahan. Pelaksanaan kebijakan seringkali dikomando atau diinstruksi oleh lebih dari satu sumber, terutama kebijakan yang melibatkan antar departemen. Hal ini jangankan memperlancar, malah justru membingungkan.

Keterbatasan kemampuan. Para administrator atau pembuat kebijakan tidak tahu harus bertindak apa, demikian juga aparat pelaksana. Adakalanya administrator bertindak sendiri-sendiri, bahkan tidak berbuat apa pun.

Terbatasnya sarana administratif. Para administrator seringkali kekurangan/ tidak punya kewenangan dan lemah dalam mengontrol berbagai aspek yang diperlukan, termasuk staf, fasilitas fisik dan dana untuk melaksanakan kebijakan dasar.

F. MENGKOMUNIKASIKAN HASIL PENELITIAN

Page 29: Penelitian kebijakan

1. Peneliti Sebagai Komunikator

Peneliti kebijakan yang baik adalah komunikator yang baik, dia adalah subjek yang dapat mengkomunikasikan isi pesan yang direkomendasikan kepada pembuat kebijakan. Hasil studi penelitian kebijakan, berupa rekomendasi untuk usaha pemecahan masalah sosial, tanpa dikomunikasikan kepada pembuat kebijakan atau dikomunikasikan dalam keadaan tidak dapat diterima baik olehnya, merupakan pekerjaan yang sia-sia.

Artinya, kerja penelitian kebijakan tidak punya arti apa-apa, jika basil penelitian yang berupa rekomendasi untuk pemecahan masalah sosial tidak dapat dikomunikasikan secara baik dengan pembuat kebijakan. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rumusan ini, seseorang disebut sebagai peneliti dan orang lain disebut sebagai pembuat kebijakan, sedangkan informasi adalah isi rekomendasi yang disusun oleh peneliti kebijakan, serta tujuan tertentu dipersepsi sebagai implementasi kebijakan untuk pemecahan masalah sosial. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa tugas peneliti kebijakan adalah menyelenggarakan penelitian mulai dari proses awal sampai dengan tersusunnya rekomendasi untuk kebijakan, serta mengkomunikasikan hasil penelitian itu kepada pembuat kebijakan. Tugas pembuat kebijakan adalah menerima rekomendasi hasil penelitian, meneIaah dan mengimplementasikannya.

Mewujudkan komunikasi yang efektif antara peneliti dengan pembuat kebijakan bukanlah pekerjaan sederhana (Etzioni, 1981), Uraian berikut ini, sebagai bagian integral dari pembahasan mengenai proses kerja penelitian kebijakan, dimaksudkan untuk mencari alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh peneliti kebijakan dalam usaha mengefektifkan proses komunikasinya dengan pembuat kebijakan. Meskipun demikian, uraian ini tidak disertaipretensi bahwa hanya dengan format khusus efektivitas komunikasi antara peneliti dengan pembuat kebijakan dapat menjelmadalam realitas. Proses komunikasi antara peneliti dengan pembuat kebijakan dengan segala dinamikanya, banyak diwarnai oleh peristiwa interaktif yang terjadi.

2. Nilai Hubungan Komunikatif

Salah satu komponen kunci terpenting dalam keseluruhan proses kerja penelitian kebijakan adalah mengkomunikasikan hasil penelitian (study results) kepada pembuat kebijakan. Tanpa hubungan komunikatif yang tepat antara peneliti dengan pembuat kebijakan, akan sangat sulit bagi peneliti untuk menjamin hasil penelitian dan rekomendasi yang disusunnya dapat diimplementasikan. Fakta menunjukkan bahwa tanpa keterbukaan, keaktifan dan komunikasi yang konstruktif antara peneliti dengan pembuat kebijakan, usaha penelitian kebijakan akan menjadi sangat kecil nilainya.

Pada penelitian kebijakan, istilah mengkomunikasikan hampir selalu dipersepsi sebagai upaya peneliti kebijakan untuk menyampaikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan (Majchrzak,

Page 30: Penelitian kebijakan

1984; Etzioni, 1981). Oleh karena itu, hasil penelitian kebijakan diperuntukkan bagi "konsumsi'' kalangan terbatas, yaitu pembuat kebijakan itu sendiri.

Hubungan komunikatif yang padu antara peneliti dengan pembuat kebijakan atau study user, stakeholder atau sebutan lain untuk itu, akan menghasilkan beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan dimaksud adalah :

1. Mengurangi skeptisme pembuat kebijakan terhadap hasil penelitian dan kapasitas peneliti.

2. Memberi peluang luas bagi peneliti untuk memahami kendala dan realitas kerja pembuat kebijakan.

3. Menyatupadukan perbedaan kepentingan peneliti dengan kepen-tingan pembuat kebijakan, bahwa tujuan akhir kerja mereka adalah untuk memecahkan masalah sosial.

4. Memberi peluang bagi pembuat kebijakan untuk dapat mengetahui secara lebih jauh tentang.informasi yang relevan bagi pembuatan kebijakan di masa datang.

5. Memberi peluang kepada peneliti kebijakan untuk dapat mengetahui aneka perubahan diarena kebijakan yang mungkin berpengaruh terhadap studi lebih lanjut.