184
Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Di Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah PENELITIAN Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Di Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2016 DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2016 Pembantu Peneliti ROMI NUGROHO, S.Si Dra. RATNA DJUITA Peneliti Madya/Koordinator Penulis buku ini Dra.Ratna Djuita, dilahirkan di Lahat tanggal 5 April 1952 dan sejak tahun 1955 pindah lagi ke Palembang ibu kota Provinsi Sumatera Selatan dan berturut-turut bersekolah dari Taman kanak kanak sampai dengan menamatkan SMA di SMA Negeri II Kota Palembang. Kemudian melanjutkan kuliah ke Surabaya di Akademi Ajun Akuntan Surabaya (A3S), kemudian dindak lanju kuliah di Sekolah Tinggi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (STIA LAN-RI) di Jakarta jurusan Administrasi Negara. Sejak tahun 1978 sampai dengan 1980 bekerja di Klinik Hukum Persatuan Advokad Indonesia (PERADIN) (Persatuan Advokat, dan pada tahun 1981 sampai dengan 1985 bergabung di Perusahaan Swasta yang bergerak dibidang Perumahan dan Jasa. Pada tahun 1986 masuk Pegawai Negeri Sipil dan bekerja di Pusat Penelian dan Pengembangan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila (Puslitbang BP-7 Pusat) dan juga lulus sebagai Penatar Tingkat Nasional. Sejak periswa polik tahun 1998 BP-7 dibubarkan, kemudian bergabung pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) sejak Juli 1999 yang kemudian berubah dengan nama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Unit Pusat Penelian dan Pengembangan sebagai Peneli Madya bidang pertanahan. Penulis sudah memimpin dan melaksanakan penelian baik di BP-7 Pusat dan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

ASEP DINDIN HAERUDIN, ST ROMI NUGROHO, S.SI SURYALITA, A.PTNH

Pembantu Peneliti

Peneliti Muda/Koordinator

INDRIAYATIIndriayati merupakan peneliti muda di Puslitbang-BPN RI. Pendidikan S1 diselesaikan dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta pada tahun 2001 dan meraih master dalam bidang Administrasi Publik dari STIA-LAN Jakarta tahun 2011. Beberapa penelitian yang pernah dilaksanakan diantaranya, pengembangan SDM dalam mendukung pelayanan pertanahan (2009), penataan kebijakan pertanahan di kawasan bekas pertambangan (2010), model access reform dan pemberdayaan masyarakat di wilayah perkebunan (2011), pelimpahan kewenangan di BPN (2012) dan peluang peningkatan optimalisasi penggunaan CORS dalam mendukung pelayanan pertanahan (2013).

Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Di Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah

PENELIT

IAN

Penyelesaian

Peng

uasaan

Tanah

Masyar

akat D

i Kaw

asan H

utan

D

alam R

ang

ka Pen

daftar

an Tan

ah

DITERBITKAN OLEH:PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG /BADAN PERTANAHAN NASIONAL2016

DITERBITKAN OLEH:PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL2016

Pembantu Peneliti

ROMI NUGROHO, S.Si

Dra. RATNA DJUITAPeneliti Madya/Koordinator

Penulis buku ini Dra.Ratna Djuita, dilahirkan di Lahat tanggal 5 April 1952 dan sejak tahun 1955 pindah lagi ke Palembang ibu kota Provinsi Sumatera Selatan dan berturut-turut bersekolah dari Taman kanak kanak sampai dengan menamatkan SMA di SMA Negeri II Kota

Palembang. Kemudian melanjutkan kuliah ke Surabaya di Akademi Ajun Akuntan Surabaya (A3S), kemudian ditindak lanjuti kuliah di Sekolah Tinggi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (STIA LAN-RI) di Jakarta jurusan Administrasi Negara.

Sejak tahun 1978 sampai dengan 1980 bekerja di Klinik Hukum Persatuan Advokad Indonesia (PERADIN) (Persatuan Advokat, dan pada tahun 1981 sampai dengan 1985 bergabung di Perusahaan Swasta yang bergerak dibidang Perumahan dan Jasa. Pada tahun 1986 masuk Pegawai Negeri Sipil dan bekerja di Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila (Puslitbang BP-7 Pusat) dan juga lulus sebagai Penatar Tingkat Nasional.

Sejak peristiwa politik tahun 1998 BP-7 dibubarkan, kemudian bergabung pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) sejak Juli 1999 yang kemudian berubah dengan nama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Unit Pusat Penelitian dan Pengembangan sebagai Peneliti Madya bidang pertanahan.

Penulis sudah memimpin dan melaksanakan penelitian baik di BP-7 Pusat dan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Page 2: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

i

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

PENELITIAN PENYELESAIAN

PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT

DI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA

PENDAFTARAN TANAH

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional2016

Page 3: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

ii

Penyusunan laporan akhir ini dibuat dalam rangka pertanggung jawaban terhadap Penelitian Swakelola tahun 2016 tentang: Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah.

Melalui laporan akhir ini secara garis besar dapat diketahui : Pertama, data responden: (a) masyarakat yang menguasai dan mengunakan/menggarap tanah dalam kawasan hutan di desa/kelurahan dalam Kecamatan, di Kabupaten/Kota di Provinsi, (b) mempunyai sifat: (i) masyarakat lokal, (ii) masyarakat yang tinggal menetap/establish. Penggunaan tanah masyarakat di fokuskan pada penggunaan pemukiman dan tanah garapan yang digunakan untuk persawahan/perladangan. Pendekatan penelitian melalui yuridis empiris.

Kedua, secara garis besar gambaran hasil lapangan (lokasi sampel penelitian) dalam kawasan hutan berupa: (1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan melalui Surat Keputusan (SK) Kementerian Kehutanan tentang fungsi kawasan hutan, adalah: (a) Berdasarkan PerMenHut Nomor :P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan penunjukan areal bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan berasal dari: (i) lahan pengganti dari tukar menukar kawasan hutan dan (ii)lahan kompensasi dari izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan. Akibat dinamisnya perubahan SK tentang kawasan hutan, maka terjadi pula perubahan kondisi obyek tanah yang dikuasai oleh masyarakat. (b) Kesesuaian perubahan SK dengan PP 104/2015 adalah: (i) Sesuai, (ii) Tidak sesuai, dan (iii) Tetap tidak merubah fungsi lahan.

(2) Riwayat penguasaan tanah serta penggunaan dan pemanfaatannya dalam rangka pendaftaran tanah, adalah: tanah-tanah di lokasi penelitian dapat dilepaskan oleh Kementerian Kehutanan. Hal ini disebabkan berdasarkan riwayat penguasaan dan penggunaan tanah diketahui: (a) Era sebelum Indonesia Merdeka, sebelum tahun 1950 dan tahun 1950-1960. Penguasaan tanah dapat dilepaskan sesuai dengan: (i) Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pasal 24 ayat 2 dan Penjelasannya, dapat berupa bukti penguasaan fisik dan > 20 tahun. (ii) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (1) mengatakan bahwa: Bukti-bukti hak pihak ketiga dapat berbentuk tertulis atau tidak tertulis. (b) Era tahun 1970-an (bersertipikat), yakni wilayah masyarakat Transmigrasi dan HGB diatas HPL (Kota Batam).Hubungan hukum dibuktikan secara yuridis, berupa sertipikat tanah. Terhadap penggunaan tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni > 10 KK dan > 10 rumah, (ii) Fasum, dan (iii) Fasus. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, pasal 24 ayat (6). Pelepasan tanah harus juga termasuk tanah pertanian/ladang yang di garapan masyarakat secara intensif. Berdasarkan arahan UUPA adalah penguasaan tanah di seluruh wilayah Indonesia diatur secara adil. Ketentuan batas maksimum tanah pertanian di dalam Undang Undang Nomor 56/Prp/1960 di dalam pasal 1 ayat (2) dan Penjelasan Umum butir (7) mengenai batas maksimum penguasaan tanah

Kata Pengantar

Page 4: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

iii

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

pertanian ditentukan oleh faktor-faktor, yakni: jumlah penduduk, luas daerah serta faktor-faktor lainnya.

(3) Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam kawasan hutan adalah melalui: (a) IP4T Kawasan Hutan dengan kriteria: (i) berhasil tidak ada hambatan, (ii) berhasil ada hambatan dan (iii) tidak berhasil/tidak dilaksanakan. (b) Enclave tidak berhasil (Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan), dan (c) Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berhasil.

Ketiga, tindak lanjut : (1) Tanah di lokasi penelitian seyogia dapat dilepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga demi kepastian hukum, dapat di proses dalam pendaftaran tanah oleh Kementerian ATR/BPN, karena sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam poin kedua di atas. (2) Pengukuhan kawasan hutan hendaknya mengacu pada Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 15 ayat (1) melalui proses: (a) penunjukan kawasan hutan; (b) penataan batas kawasan hutan; (c) pemetaan kawasan hutan; dan (d) penetapan kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. (3) Peningkatan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan menjadi Peraturan Presiden atau Intruksi Presiden dan penyusunannya melibatkan semua Kementerian agar terjadi harmonisasi dalam pelaksanaan IP4T kawasan hutan.

Jakarta, Nopember 2016

TimPeneliti

Page 5: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

iv

Daftar Isi

iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 2 1.2 Permasalahan 7 1.3 Tujuan Penelitian 7 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 7 1.5 Manfaat Penelitian 8 1.6 Kerangka Pikir 8

BAB II. TINJAUAN LITERATUR

2.1 Landasan Yuridis 10 2.2 Landasan Operasional 11

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 16 3.2 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 16 3.3 Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian 16 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 18

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

4.1 Provinsi Banten 20 4.2 Provinsi Kalimantan Selatan 30 4.3 Provinsi Jambi 44 4.4 Provinsi Kepulauan Riau 51 4.5 Provinsi Kalimantan Barat 55 4.6 Provinsi Kalimantan Tengah 62

BAB V HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

5.1 Hasil Lapangan 72

Page 6: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

v

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR v BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 2 1.2 Permasalahan 7 1.3 Tujuan Penelitian 7 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 7 1.5 Manfaat Penelitian 8 1.6 Kerangka Pikir 8

BAB II. TINJAUAN LITERATUR

2.1 Landasan Yuridis 10 2.2 Landasan Operasional 11

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 16 3.2 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 16 3.3 Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian 16 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 18

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

4.1 Provinsi Banten 20 4.2 Provinsi Kalimantan Selatan 30 4.3 Provinsi Jambi 44 4.4 Provinsi Kepulauan Riau 51 4.5 Provinsi Kalimantan Barat 55 4.6 Provinsi Kalimantan Tengah 62

BAB V HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

5.1 Hasil Lapangan 72

iv

5.1.1. Identifikasi Perkembangan Perubahan Peraturan Kementerian

Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Lokasi

Penelitian 72

5.1.2. Identifikasi Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam

Kawasan Hutan Di Lokasi Penelitian 83

5.1.3. Karakteristik Identifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah

Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Di Desa/Kelurahan,

Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi Lokasi Penelitian 100

5.2 Pembahasan 131

5.2.1. Perkembangan Perubahan Peraturan Kementerian

Kehutanan Tentang Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian 121

5.2.2. Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan

Hutan Dalam Rangka PendaftaranTanah 125

5.2.3. Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam

Kawasan Hutan Dalam Rangka PendaftaranTanah 133

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan 140

6.2 Rekomendasi 143

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 7: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

vi

v

DAFTAR TABEL Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2006 4

Tabel 2. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2008 5

Tabel 3. Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan 5

Tabel 4. Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan

Hutan 17

Tabel 5. Sebaran Desa dan Kecamatan dalam Kawasan Hutan 26

Tabel 6. Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel 27

Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Sampel 28

Tabel 8. Luas Wilayah Lokasi IP4T di Kecamatan Muncang 28

Tabel 9. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Banjar (SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun

2009) 31

Tabel 10. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Hulu Sungai Selatan (SK Menteri Kehutanan No.

435 Tahun 2009) 37

Tabel 11. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Tahun 2015 44

Tabel 12. Desa-desa Masuk Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten

Kerinci 45

Tabel 13. Desa Sungai Kuning Sampel Penelitian 48

Tabel 14. Sebaran Kecamatan dalam Kawasan Hutan 49

Tabel 15. Penggunaan Lahan di Kabupaten Muaro Jambi 50

Tabel 16. Sampel Desa Kecamatan Dalam Kawasan Hutan 50

Tabel 17. Luas Hutan Kabupaten Bintan 52

Tabel 18. Lokasi Rencana kegiatan IP4T Kawasan Hutan 53

Tabel 19. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan Barat 56

Tabel 20. Rincian Luas Lahan dan Penggunaannya 58

Tabel 21. Luas Hutan Kabupaten Sekadau 59

Tabel 22. Sebaran Hutan Tiap Kecamatan di Kabupaten Sekadau 59

Tabel 23. Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya 61

Tabel 24. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan

TengahTahun 2014 63

Tabel 25. Penggunaan Tanah Kalimantan Tengah 64

Daftar Tabel

Page 8: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

vii

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

v

DAFTAR TABEL Tabel 1. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2006 4

Tabel 2. Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan

Hutan Tahun 2008 5

Tabel 3. Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan 5

Tabel 4. Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan

Hutan 17

Tabel 5. Sebaran Desa dan Kecamatan dalam Kawasan Hutan 26

Tabel 6. Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel 27

Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Sampel 28

Tabel 8. Luas Wilayah Lokasi IP4T di Kecamatan Muncang 28

Tabel 9. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Banjar (SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun

2009) 31

Tabel 10. Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Hulu Sungai Selatan (SK Menteri Kehutanan No.

435 Tahun 2009) 37

Tabel 11. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Tahun 2015 44

Tabel 12. Desa-desa Masuk Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten

Kerinci 45

Tabel 13. Desa Sungai Kuning Sampel Penelitian 48

Tabel 14. Sebaran Kecamatan dalam Kawasan Hutan 49

Tabel 15. Penggunaan Lahan di Kabupaten Muaro Jambi 50

Tabel 16. Sampel Desa Kecamatan Dalam Kawasan Hutan 50

Tabel 17. Luas Hutan Kabupaten Bintan 52

Tabel 18. Lokasi Rencana kegiatan IP4T Kawasan Hutan 53

Tabel 19. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan Barat 56

Tabel 20. Rincian Luas Lahan dan Penggunaannya 58

Tabel 21. Luas Hutan Kabupaten Sekadau 59

Tabel 22. Sebaran Hutan Tiap Kecamatan di Kabupaten Sekadau 59

Tabel 23. Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya 61

Tabel 24. Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan

TengahTahun 2014 63

Tabel 25. Penggunaan Tanah Kalimantan Tengah 64

vi

Tabel 26. Jumlah Penduduk Kota Palangka Raya 2014 65

Tabel 27. Luas Kawasan Hutan dan Penggunaan Lainnya Kota

Palangka Raya, 2013 66

Tabel 28. Jumlah penduduk Kabupaten Katingan tahun 2014-2015 67

Tabel 29. Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya 68

Tabel 30. Luas Kawasan Hutan 74

Tabel 31. Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan TGHK 76

Tabel 32. Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau 77

Tabel 33. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan 77

Tabel 34. Luas Hutan Kabupaten Bintan 79

Tabel 35. Identifikasi Perkembangan Perubahan Peraturan

Kementerian Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan

Hutan di Lokasi Penelitian 82

Tabel 36. Identifikasi Riwayat Penguasaan Penggunaan Tanah

Masyarakat Dalam Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian 92

Tabel 37. Identifikasi Penyelesaian Penguasaan Penggunaan Tanah

Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Di Lokasi Penelitian 118

Page 9: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

viii

vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Republik Indonesia 4

Gambar 2. Penggunaan Tanah Didalam dan Diluar Kawasan Hutan 6

Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian 8

Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Pandeglan 22

Gambar 5. Peta Penguasaan Tanah Desa Cigorondong 22

Gambar 6. Peta Penguasaan Tanah Desa Taman Jaya 23

Gambar 7. Peta Penguasaan Tanah Desa Tunggal Jaya 23

Gambar 8. Peta Penguasaan Tanah Desa Ujung Jaya 24

Gambar 9. Peta Tematik Wilayah Kabupaten Lebak dan Perum

Perhutani 26

Gambar 10. Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Tanjungwangi 28

Gambar 11. Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Sukanagara 29

Gambar 12. Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Girijagabaya 29

Gambar 13. Persentase Luasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan 30

Gambar 14. Peta Posisi Desa dalam Hutan Produksi dan Taman

Nasional Kerinci Sebelat 48

Gambar 15. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Muaro Jambi 50

Gambar 16. Sampel Desa Kecamatan Dalam Kawasan Hutan 51

Gambar 17. Luas Hutan Kabupaten Bintan 53

Gambar 18. Peta Administrasi Kota Batam 54

Gambar 19. Peta Sebaran Desa Dan Kecamatan Masuk Kawasan

Hutan 60

Gambar 20. Peta Penggunaan Kelurahan Sabaru 67

Daftar Gambar

Page 10: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

1

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional1Bab I

Pendahuluan

Page 11: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB I. PENDAHULUAN

2

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengandung konsep dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, yaknibahwa: 1) bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, 2) bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam tersebut dipergunakan untuk sebesar-besar kemamuran rakyat. Undang Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), merupakan pengatur pelaksanaan pengelolaan agraria yang sangat memperhatikan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan sosial dengan berusaha menata ulang struktur penguasaan, pemilikan tanah, penggunaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lain yang menyertainya agar terwujud masyarakat yang sejahtera yang dimaknai dengan pembaruan agraria atau reforma agraria.

UUPA Pasal 2 ayat (1) mengatakan: Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3

UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara. Dalam ayat (2) Hak menguasai Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk:

(a). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi tersebut;

(b). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi;

(c). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi.

Kemudian Pasal 4 UUPA ayat (1) antara lain dikatakan atas dasar Hak Menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut Tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang dengan orang lain serta badan-badan hukum. Selanjutnya di dalam Pasal 16 UUPA ayat (1) antara lain mengatakan Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud ialah: a. Hak Milik, b. Hak Guna Usaha, c. Hak Guna-Bangunan, d. Hak Pakai, e. Hak Sewa, f. Hak membuka tanah dan seterusnya.

Dalam Pasal 19 ayat (1) dikatakan: Untuk menjamin kepastian hukum oleh

Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) dalam hal ini diatur dalam PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Terkait dengan kehutanan, maka UUPA tidak memberikan pengertian apa yang

dimaksud dengan kehutanan, di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf g dinyatakan: "hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah hak memungut hasil hutan. Kemudian Pasal 46 ayat (2) dikatakan: "dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu".

Dalam Peraturan Kepala Badan Nomor 9 Tahun 1999, tentang Tata Cara Pemberian

dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, dalam Pasal 4 ayat (1)

Page 12: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

3

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

2

dikatakan: Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku, kemudian di dalam ayat (3) dikatakan: Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Kawasan Hutan. Harus lebih dahulu dilepaskan dari statusnya sebagai Kawasan Hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Artinya penguasaan dan pemanfaatan atas tanah dalam Kawasan Hutan tersebut

tidak serta merta negara dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN memberikan legalitas hak dan keleluasaan kepada pemiliknya untuk menguasai sepenuhnya. Walaupun secara konseptual seluruh permukaan bumi (tanah) yang ada di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dimiliki dan diberikan hak-hak atas tanah kepada perorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, karena harus melalui pelepasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terlebih dahulu dan pada saat ini Desa-Desa tersebut menuntut dan menunggu kejelasan status.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 di dalam Pasal 5 ayat (1), hanya mengatur

dua kelompok status hutan, yakni Hutan Negara dan Hutan Hak, sedangkan Hutan Adat yang telah diklaim secara turun-temurun oleh berbagai masyarakat adat/lokal > 20 tahun, status hak-nya belum/kurang diakui.

Apabila kita memperhatikan di dalam Pasal 3 UUPA mengatakan: “Dengan

mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bolehbertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.

Kemudian berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012

dalam perkara pengujian Undang undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang dibacakan pada 16 Mei 2013 yang mengabulkan sebagian gugatan pemohon merupakan suatu terobosan hukum yang penting dalam proses pembaharuan hukum yang sedang berjalan saat ini dalam perjuangan pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan hak-haknya, terutama status hak atas wilayah adat yang sejalan dengan prinsip penghormatan hak-hak asasi manusia. Oleh sebab itu, maka penguasaan tanah masyarakat adat masuk ke dalam kriteria hutan hak.

Pada saat ini diindikasikan luas Indonesia 190 juta hektar, sekitar 65% wilayah

Indonesia merupakan Kawasan Hutan sedangkan sisanya adalah areal penggunaan lain yang bisa ditempati masyarakat dan bisa diberikan sertipikat (Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN tahun 2014). Kawasan Hutan Republik Indonesia dan penguasaannya dapat kita lihat dalam peta dan tabel di bawah ini, berdasarkan data Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tahun 2015 sebagai berikut.

Page 13: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB I. PENDAHULUAN

4

4

Tabel 2: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2008

Sumber: Potensi Desa 2008

Tabel 3: Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan

No. Provinsi

Jenis Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan Jumlah

Kampung Sawah Tegalan/ Ladang

Kebun Campuran

1 . Aceh 1.795 11.407 74.505 131.455 219.161 2 . Sumatera Utara 6.198 38.597 378.514 281.199 704.507 3 . Riau 14.367 73.978 314.746 132.225 535.316 4 . Sumatera Barat 1.179 9.512 108.488 210.291 329.471 5 . Jambi 1.229 3.520 19.144 258.469 282.363 6 . Bengkulu 2.206 953 84.441 156.349 243.949 7 . Sumatera Selatan 9.843 35.124 173.24 724.768 942.975 8 . Lampung 6.124 24.169 120.749 239.917 390.959 9 . Bangka-belitung 9.653 - 76.36 130.666 216.679 10 . Kepulauan Riau 11.233 23 42.949 80.106 134.31 11 . Banten 464 7.640 13.292 39.937 61.332 12 . DKI Jakarta 119 - - - 119 13 Jawa Barat 4.805 34.585 113.493 144.595 297.478 14 . Jawa Tengah 2.143 22.49 124.967 52.975 202.576 15 . DI Yogyakarta 94 618 6.866 7.153 14.731

Sumber: Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN tahun 2015

3

Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Republik Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh dari Potensi Desa (PODES) 2006 yang kemudian dilakukan identifikasi guna melihat sebaran Desa, baik yang masuk dalam Kawasan Hutan Lindung, hutan suaka konservasi, hutan produksi, hutan produksi terbatas, hutan produksi konservasi maupun areal penggunaan lain diperoleh data sesuai pada tabel berikut.

Tabel 1: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2006

Sedangkan berdasarkan PODES 2008 (kelanjutan dari PODES 2006) diperoleh data sebaran Desa (tabel) sebagai berikut:

Page 14: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

5

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

4

Tabel 2: Jumlah dan Sebaran Desa Menurut Fungsi Pokok Kawasan Hutan Tahun 2008

Sumber: Potensi Desa 2008

Tabel 3: Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan

No. Provinsi

Jenis Penggunaan Tanah Dalam Area Kawasan Hutan Jumlah

Kampung Sawah Tegalan/ Ladang

Kebun Campuran

1 . Aceh 1.795 11.407 74.505 131.455 219.161 2 . Sumatera Utara 6.198 38.597 378.514 281.199 704.507 3 . Riau 14.367 73.978 314.746 132.225 535.316 4 . Sumatera Barat 1.179 9.512 108.488 210.291 329.471 5 . Jambi 1.229 3.520 19.144 258.469 282.363 6 . Bengkulu 2.206 953 84.441 156.349 243.949 7 . Sumatera Selatan 9.843 35.124 173.24 724.768 942.975 8 . Lampung 6.124 24.169 120.749 239.917 390.959 9 . Bangka-belitung 9.653 - 76.36 130.666 216.679 10 . Kepulauan Riau 11.233 23 42.949 80.106 134.31 11 . Banten 464 7.640 13.292 39.937 61.332 12 . DKI Jakarta 119 - - - 119 13 Jawa Barat 4.805 34.585 113.493 144.595 297.478 14 . Jawa Tengah 2.143 22.49 124.967 52.975 202.576 15 . DI Yogyakarta 94 618 6.866 7.153 14.731

Sumber: Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN tahun 2015

Page 15: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB I. PENDAHULUAN

6

6

6) Data BPS dan Kementerian Kehutananan tahun 2007 dan 2009, terdapat 31.957 Desa teridentifikasi berada di sekitar dan dalam Kawasan Hutan, saat ini Desa-Desa tersebut menunggu kejelasan status.

Pertanyaannya adalah apakah penguasaan tanah oleh masyarakat di Desa/Kelurahan yang masuk dalam Kawasan Hutan dapat di lepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga demi menjamin kepastian hukum masyarakat atas tanah yang dikuasainya (UUPA Pasal 19 ayat 1), dapat di proses pendaftaran tanahnya di Kantor-Kantor Pertanahan.

Oleh sebab itu, untuk memberikan kepastian hukum atas Kawasan Hutan, maka

diperlukan proses pengukuhan Kawasan Hutan, dimana seluruh proses yang harus dilakukan adalah melalui tahapan-tahapan, yakni: penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan Kawasan Hutan, yang merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 44/2004 tentang Perencanaan Hutan, Permenhut P.44/Menhut‐II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Memperhatikan permasahan-permasalah tersebut di atas, maka Puslitbang pada

tahun 2016 Puslitbang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan melaksanakan penelitian tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah.

1.2. Permasalahan 1) Bagaimana perkembangan perubahan peraturan Kehutanan tentang Kawasan Hutan. 2) Bagaimana riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan. 3) Bagaimana penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan Hutan dalam rangka

pendaftaran tanah.

1.3. Tujuan Penelitian 1) Mengidentifikasi dan menganalisa perkembangan perubahan peraturan Kehutanan

tentang Kawasan Hutan. 2) Mengidentifikasi dan menganalisa riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam

Kawasan Hutan. 3) Mengidentifikasi dan menganalisa penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan

Hutan dalam rangka pendaftaran tanah.

1.4. Ruang lingkup Penelitian a) Ruang Lingkup Materi

1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan mengenai: perubahan fungsi Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

2) Riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

3) Penyelesaian Penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan yang dilaksanakan di lokasi sampel penelitian.

5

Gambar 2. Penggunaan Tanah didalam dan diluar Kawasan Hutan

Selain data tersebut diatas, maka pada saat ini diindikasikan adanya penguasaan

atas tanah oleh masyarakat yang tinggal dalam pemerintahan Desa/Kelurahan yang berada dalam Kawasan Hutan, hal ini dapat kita ketahui berdasarkan data dari:

1) Kementerian Kehutanan sampai dengan tahun 2011 terdapat lebih dari 1,6 juta KK atau 5 juta jiwa berada di 3.500 Desa di sekitar kawasan konservasi;

2) Kementerian Kehutanan dan BPS (tahun 2007 dan 2009) yang menunjukkan 31.957 Desa teridentifikasi berada di sekitar dan dalam Kawasan Hutan yang diklaim sebagai hutan negara;

3) Dirjen Penataan Agraria Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN tahun 2015, sekitar 63,66% luas wilayah Indonesia adalah Kawasan Hutan, dan dari luas tersebut sudah banyak yang diduduki dan dikuasai masyarakat, namun tidak bisa disertipikatkan.

4) Kantah Kota Tanjung Pinang, berdasarkan data tahun 2014 mengenai Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.463/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Kepulauan Riau, tanggal 27 Juni 2013. Di dalam SK tersebut dikatakan, bahwa seluruh wilayah Kota Tanjungpinang masuk Kawasan Hutan, di mana sebagian besar merupakan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT), serta sebagian kecil berupa Hutan Lindung (HL). Akibatnya terjadi ketidak puasan masyarakat terhadap BPN-RI dalam rangka mensertipikatkan tanah yang mereka kuasai.

5) Kementerian Kehutanan sudah melakukan pengukuhan Kawasan Hutan di Jawa sampai 65 % (Direktorat Jenderal Planologi, 2012), tetapi kenyataannya masih ada tanah masyarakat di 5000 Desa yang wilayahnya masuk Kawasan Hutan, namun penguasaannya oleh Perhutani maupun Kementerian Kehutanan (Kementerian Kehutanan & Badan Pusat Statistik).

Page 16: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

7

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

6

6) Data BPS dan Kementerian Kehutananan tahun 2007 dan 2009, terdapat 31.957 Desa teridentifikasi berada di sekitar dan dalam Kawasan Hutan, saat ini Desa-Desa tersebut menunggu kejelasan status.

Pertanyaannya adalah apakah penguasaan tanah oleh masyarakat di Desa/Kelurahan yang masuk dalam Kawasan Hutan dapat di lepaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga demi menjamin kepastian hukum masyarakat atas tanah yang dikuasainya (UUPA Pasal 19 ayat 1), dapat di proses pendaftaran tanahnya di Kantor-Kantor Pertanahan.

Oleh sebab itu, untuk memberikan kepastian hukum atas Kawasan Hutan, maka

diperlukan proses pengukuhan Kawasan Hutan, dimana seluruh proses yang harus dilakukan adalah melalui tahapan-tahapan, yakni: penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan Kawasan Hutan, yang merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 44/2004 tentang Perencanaan Hutan, Permenhut P.44/Menhut‐II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Memperhatikan permasahan-permasalah tersebut di atas, maka Puslitbang pada

tahun 2016 Puslitbang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN akan melaksanakan penelitian tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan Dalam Rangka Pendaftaran Tanah.

1.2. Permasalahan 1) Bagaimana perkembangan perubahan peraturan Kehutanan tentang Kawasan Hutan. 2) Bagaimana riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan. 3) Bagaimana penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan Hutan dalam rangka

pendaftaran tanah.

1.3. Tujuan Penelitian 1) Mengidentifikasi dan menganalisa perkembangan perubahan peraturan Kehutanan

tentang Kawasan Hutan. 2) Mengidentifikasi dan menganalisa riwayat penguasaan tanah Masyarakat dalam

Kawasan Hutan. 3) Mengidentifikasi dan menganalisa penyelesaian penguasaan tanah dalam Kawasan

Hutan dalam rangka pendaftaran tanah.

1.4. Ruang lingkup Penelitian a) Ruang Lingkup Materi

1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan mengenai: perubahan fungsi Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

2) Riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

3) Penyelesaian Penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan yang dilaksanakan di lokasi sampel penelitian.

Page 17: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB I. PENDAHULUAN

8

7

b) Ruang Lingkup Lokasi Penelitian Sampel penelitian di fokuskan pada penguasaan tanah masyarakat di 1 (satu)

Desa/Kelurahan dalam 1 (satu) Kecamatan di 1 (satu) Kota/Kabupaten dalam 1 (satu) Provinsi yang dipergunakan untuk pemukiman dan atau persawahan/kebun/tegalan.

1.5. Manfaat Penelitian Penerima manfaat dari penelitian ini antara lain :

1) Kementerian ATR/BPN sebagai lembaga yang diamanatkan untuk mengelola bidang pertanahan sehingga diharapkan dapat melaksanakan Program-programnya dengan kepastian agar tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dapat dilepaskan dalam rangka Kepastian hukum melalui pendaftaran tanah;

2) Kementerian Lingkungan hidup dan kehutanan dalam rangka perubahan batas Kawasan Hutan/RTRW;

3) Masyarakat/penduduk di lokasi penelitian dapat memperoleh jaminan kepastian hukum atas penguasaan dan penggunaan tanahnya.

1.6. Kerangka Pikir

Gambar 3: Kerangka Pikir Penelitian

8

Gambar 3: Kerangka Pikir Penelitian

Page 18: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

9

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional2Bab II

Tinjauan Literatur

Page 19: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB II. TINJAUAN LITERATUR

10

8

BAB II TINJAUAN LITERATUR

2.1. Landasan Yuridis

1) TAP MPR Nomor IX Tahun 2001, tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang mengamanatkan kepada Pemerintah dalam hal ini Kemeterian Agraria dan Tata Ruang/BPN mempunyai tugas untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat;

2) UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, yang mengatakan bawa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”; Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang“;

3) UUPA Pasal 19 ayat (1) dikatakan: Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) dalam hal ini diatur dalam PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Ayat (2) pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi antara lain:

a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah. b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian

yang kuat. 4) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam Pasal 5 ayat (1) ada 2 (dua)

kelompok status hutan, yakni Hutan Negara dan Hutan Hak; 5) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 6) PP 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah, dalam Pasal 1 angka 1 dikatakan

antara lain: pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan adata yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Kemudian di dalam Pasal 9 ayat (1) obyek pendaftaran tanah melipui, antara lain dalam huruf f. adalah tanah negara kemudian dalam ayat (2) Pasal ini, dalam hal tanah negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah;

7) Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;

8) Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;

Page 20: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

11

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

9

9) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan;

10) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 dalam perkara pengujian UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang dibacakan pada 16 Mei 2013 yang mengabulkan sebagian gugatan pemohon merupakan suatu terobosan hukum yang penting dalam proses pembaharuan hukum yang sedang berjalan saat ini. Penetapan perubahan Pasal 1 angka 6, Pasal 4 ayat 3, Pasal 5 ayat 1, Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 3 merupakan pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan hak-haknya, terutama status hak atas wilayah adat, yang sebelumnya, Kawasan Hutan ditunjuk dan/atau ditetapkan secara sepihak oleh Pemerintah c.q. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai hutan Negara;

11) Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan;

12) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu.

2.2. Landasan Operasional

1) Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alami hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan;

2) Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan HHutan dibagi ke dalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut:

a) Hutan Konservasi adalah Kawasan Hutan dengan ciri kkhas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan Hutan Konservasi terdiri dari Kawasan Hutan Suaka Alam dan Pelstarian Alam Darat, Kawasan Hutan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Perairan serta Taman Buru;

b) Hutan Lindung adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah;

c) Hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan yang dipertahankan sebagai Kawasan Hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat, industri dan eksport. Hutan ini biasanya terletak di dalam batas-batas suatu HPH (memiliki ijin HPH) dan dikelola untuk menghasilkan kayu. Dengan pengelolaan yang baik, tingkat penebangan diimbangi dengan penanaman dan pertumbuhan ulang, sehingga hutan terus menghasilkan kayu secara lestari. Secara praktis hutan-hutan di kawasan HPH sering dibalak secara berlebihan dan kadang-kadang di tebang habis. Hutan Produksi dapat di bagi menjadi Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK).

Page 21: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB II. TINJAUAN LITERATUR

12

10

Hutan Produksi Tetap (HP) merupakan hutan yang dapat di eksploitasi dengan perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis;

Hutan Produksi Terbatas (PT) merupakan hutan yang hanya dapat di eksploitasi dengan cara tebang pilih. Hutan ini merupakan hutan yang di alokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Umumnya berada di wilayah pegunungan dimana lereng-lereng yang curam mempersulit untuk pembalakan;

Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK), yakni: - Kawasan Hutan dengan faktor kelas lereng jenis, tanah dan intensitas

hujan setelah masing-masing di kalikan dengan angka penimbang mempunyai nilai 124 atau kurang di luar Hutan Suaka Alam dan Hutan Pelestarian Alam;

- Kawasan Hutan yang secara ruang di cadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, permukiman pertanian dan perkebunan.

3) Desa/Kelurahan adalah kesatuan masyarakat yang secara hukum memiliki kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional. Secara administratif, Desa merupakan bagian dari wilayah Kabupaten, dan Kelurahan merupakan bagian dari wilayah Kota.

Berdasarkan konsep yang digunakan dalam pelaksanaan PODES 2008, menurut letaknya terhadap Kawasan Hutan, Desa/Kelurahan terdiri dari: a) Di dalam Kawasan Hutan adalah Desa/Kelurahan yang letaknya ditengah atau

dikelilingi Kawasan Hutan, termasuk Desa enclave. Enclave adalah pemilikan hak-hak pihak ketiga di dalam Kawasan Hutan yang dapat berupa permukiman dan atau lahan garapan;

b) Desa/Kelurahan di tepi Kawasan Hutan adalah Desa/Kelurahan yang berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan, atau sebagian wilayah Desa tersebut berada dalam Kawasan Hutan;

c) Tidak berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan. 4) Masyarakat/penduduk sekitar hutan, menurut Sardjono (1998) masyarakat sekitar

hutan adalah sekelompok orang yang secara turun temurun bertempat tinggal di dalam atau di sekitar hutan dan kehidupan serta penghidupannya (mutlak) bergantung pada hasil hutan dan/atau lahan hutan. Sekelompok orang tersebut dalam konteks yang lebih spesifik (dikaitkan dengan nilai kearifan terhadap sumber daya hutan yang ada) disebut sebagai masyarakat tradisional (traditional community) dan dari sisi kepentingan yang lebih luas (pembangunan daerah) lebih sering diistilahkan sebagai masyarakat lokal (local community). Masyarakat tradisional ini melihat hutan tidak hanya sebagai sumber daya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka. Bahkan ada sebagian masyarakat tradisional yang meyakini bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni percaya bahwa hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan dan/atau pesan supranatural yang mereka miliki;

5) Pemohon adalah orang perorangan, pemerintah, badan sosial/keagamaan, masyarakat hukum adat yang memiliki bukti hak atas tanah atau bukti penguasaan atas tanah;

6) Tim IP4T adalah Tim yang melaksanakan kegiatan pendataan P4T;

Page 22: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

13

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

11

7) Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya;

8) Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya;

9) Peta IP4T Non Kadastral adalah hasil kegiatan pendataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menggunakan Global Positioning System tipe navigasi dan diolah dengan sistem informasi geografis;

10) Sket bidang tanah adalah data fisik bidang tanah di lapangan secara umum (general boundary);

11) Pendataan adalah kegiatan pengumpulan atau pencarian keterangan mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;

12) Penguasaan Tanah adalah hubungan hukum antara orang perorangan, kelompok orang atau badan hukum dengan tanah;

13) Pemilikan Tanah adalah hubungan hukum orang per orang, kelompok orang, atau badan hukum yang dilengkapi dengan bukti kepemilikan baik yang sudah terdaftar (sertipikat hak atas tanah) maupun yang belum terdaftar;

14) Tanah Ulayat Masyarakat Adat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat kewenangan yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumberdaya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya dari suatu masyarakat hukum adat tertentu;

15) Hak Milik Adat adalah hak perseorangan atas tanah yang pemiliknya berkuasa penuh atas tanah tersebut;

16) Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan Pemerintah (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) secara terus menerus, berkesinambunangan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya. Pendaftaran tanah merupakan hal yang penting dalam peng-administrasi-an tanah demi untuk mengamankan hak-hak seseorang atas tanah yang dikuasai dan digarapnya demi terwujudnya jaminan hukum atas tanah seseorang warga negara, maka Negara dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, maka berdasarkan Undang Undang pokok Agraria (UUPA) Pasal 19 ayat (1) mengatakan:"bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah di adakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan yang di atur dengan peraturan pemerintah". Kemudian UUPA Pasal 19 ayat (1) tersebut di implemnteasikan ke dalam Peraturan Pemeritah 10/161 yang di revisi mejadi Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah;

17) Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.

Page 23: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB I. PENDAHULUAN

14

Page 24: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

15

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional3Bab III

MetodologiPenelitian

Page 25: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

16

13

c. Lokasi Penelitian Penelitian akan mengambil 6 provinsi sebagai lokasi penelitian dengan

pertimbangan: Provinsi sampel tersebut mempunyai sebaran Desa/Kelurahan per Kecamatan Kabupaten yang masuk kedalam Kawasan Hutan. Adapun 6 (enam) provinsi, sebagai lokasi penelitian yakni: 1) Kalimantan Selatan 2) Kalimantan Tengah 3) Kalimantan Barat 4) Jambi 5) Kepulauan Riau 6) Banten

Tabel 4: Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan Hutan

PROVINSI KAB./KOTA KECAMATAN DAN

KELURAHAN PENGGUNAAN TANAH YANG DIKUASAI

MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN

Banten

Kab. Pandeglang

Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong, dan Tunggal Jaya, Kec. Sumur

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Lebak Desa: Tanjung Wangi, Sukanagara dan Girijagabaya, Kec. Muncang

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kalimantan Selatan

Kab. Banjar Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Hulu Sungai Selatan

Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung.

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Jambi

Kab. Kerinci Desa sungai kuning, Kec. Siulak Mukai

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Muaro Jambi

Desa Tanjung Lanjut, Kec. Sakernan

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kepulauan Riau

Kab. Bintan Desa Lancang Kuning, Kec. Bintan Utara

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kota Batam Kelurahan Bulian Kelurahan

Sekupang dan Batu Ampar

Permukiman dan Jasa Buliang

Kalimantan Barat

Kab. Sekadau Desa Sebetung, Kec. Belitang Hulu

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Kubu Raya

Desa Limbung, Kec.Sungai Raya

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kalimantan Tengah

Kota Palangkaraya

Kelurahan Sabaru, Kec. Sabangau

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian (Sabaru)

Kab. Katingan Desa Tumbang Kalemai, Kec. Katingan Tengah

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kalemei

Sumber: Pengolahan data Puslitbang Kementerian ATR/BPN 2016

Responden penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah: 1) Kepala Kantor Wilayah Provinsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN c.q Kabid

Penataan Agraria 2) Kantah Kabupaten/Kota Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN: Kepala Kantor

Pertanahan dan Kasi Penataan Agraria, Kasi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, Kasi Pengukuran dan pemetaan serta Kasi Sengketa Konflik dan Perkara.

3) Balai Pemantapan Kawasan Hutan/Balai UPT dan atau Dinas Kehutanan.

12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sebagai penelitian deskrifptif kualitatif. Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan sebagai acuan dasar berupa peraturan-peraturan yang berhubungan dengan: (1) Perkembangan Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Kawasan Hutan, (2) Riwayat penguasaan dan penggarapan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di, (3) Penyelesaian penguasaan dan penggarapan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian.

Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisa bagaimana status

penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian sesuai dengan: (1) peraturan perundang undangan Kementerian Kehutanan tentang Kawasan Hutan dan (2) peraturan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tentang penguasaan tanah sebagai kenyataan data di lapangan dan penyelesaiannya.

1.2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Data 1) Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara dengan para

pejabat di tingkat Kanwil BPN Provinsi, Pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten, Pejabat Pemerintah Daerah, Pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi dan Kabupaten;

2) Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, hasil-hasil penelitian ataupun dokumen yang terkait dengan penguasaan tanah dalam sebaran Desa-Desa yang masuk dalam Kawasan Hutan.

b. Teknik Pengumpulan Data Observasi melalui melihat fakta penguasaan tanah yang sudah dikuasai masyarakat

berupa bukti-bukti tertulis dan/atau fakta pengunaan tanah tidak tertulis berupa photo/gambar di lokasi penelitian.

1.3. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian

a. Populasi Populasi penelitian adalah masyarakat yang menguasai dan mengunakan/menggarap

tanah dalam Kawasan Hutan di Desa/Kelurahan dalam kecamatan, di Kabupaten/kota di provinsi.

b. Sampel Penelitian Dari populasi tersebut akan ditetapkan sampel penelitian melalui purposive sampling,

yakni mempunyai sifat: (1) masyarakat lokal, (2) masyarakat yang tinggal menetap/establish.

Pendekatan penelitian Penguasaan Tanah masyarakat adalah Non Probibilitas, dengan menetapkan sampel masing-masing masyarakat yang berada di dalam 1 (satu) Desa/Kelurahan di 1 (satu) Kecamatan dalam 1 (satu) Kota/Kabupaten di dalam 1 (satu) Provinsi. Adapun Penggunaan tanah masyarakat di fokuskan pada penggunaan pemukiman dan atau tanah garapan yang digunakan untuk persawahan/perladangan yang masuk dalam Kawasan Hutan.

Page 26: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

17

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

13

c. Lokasi Penelitian Penelitian akan mengambil 6 provinsi sebagai lokasi penelitian dengan

pertimbangan: Provinsi sampel tersebut mempunyai sebaran Desa/Kelurahan per Kecamatan Kabupaten yang masuk kedalam Kawasan Hutan. Adapun 6 (enam) provinsi, sebagai lokasi penelitian yakni: 1) Kalimantan Selatan 2) Kalimantan Tengah 3) Kalimantan Barat 4) Jambi 5) Kepulauan Riau 6) Banten

Tabel 4: Lokasi Penelitian Dan Penggunaan Tanah Dalam Kawasan Hutan

PROVINSI KAB./KOTA KECAMATAN DAN

KELURAHAN PENGGUNAAN TANAH YANG DIKUASAI

MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN

Banten

Kab. Pandeglang

Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong, dan Tunggal Jaya, Kec. Sumur

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Lebak Desa: Tanjung Wangi, Sukanagara dan Girijagabaya, Kec. Muncang

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kalimantan Selatan

Kab. Banjar Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Hulu Sungai Selatan

Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung.

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Jambi

Kab. Kerinci Desa sungai kuning, Kec. Siulak Mukai

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Muaro Jambi

Desa Tanjung Lanjut, Kec. Sakernan

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kepulauan Riau

Kab. Bintan Desa Lancang Kuning, Kec. Bintan Utara

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kota Batam Kelurahan Bulian Kelurahan

Sekupang dan Batu Ampar

Permukiman dan Jasa Buliang

Kalimantan Barat

Kab. Sekadau Desa Sebetung, Kec. Belitang Hulu

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kab. Kubu Raya

Desa Limbung, Kec.Sungai Raya

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian

Kalimantan Tengah

Kota Palangkaraya

Kelurahan Sabaru, Kec. Sabangau

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian (Sabaru)

Kab. Katingan Desa Tumbang Kalemai, Kec. Katingan Tengah

Permukinan dan tanah garapan untuk pertanian Kalemei

Sumber: Pengolahan data Puslitbang Kementerian ATR/BPN 2016

Responden penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber data adalah: 1) Kepala Kantor Wilayah Provinsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN c.q Kabid

Penataan Agraria 2) Kantah Kabupaten/Kota Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN: Kepala Kantor

Pertanahan dan Kasi Penataan Agraria, Kasi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, Kasi Pengukuran dan pemetaan serta Kasi Sengketa Konflik dan Perkara.

3) Balai Pemantapan Kawasan Hutan/Balai UPT dan atau Dinas Kehutanan.

Page 27: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

18

14

4) Pemeritahan Desa/Kelurahan sampel

1.4. Metode Pengolahan dan Analisa Data a. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara: 1) Mengidentifikasi Perkembangan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan di lokasi penelitian; 2) Mengidentifikasi riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di

lokasi penelitian; 3) Mengidentifikasi penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan

dan hambatannya di lokasi penelitian.

b. Analisa Data Hasil dari pengolahan data tersebut selanjutnya dilakukan analisa yang dihubungkan

dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku, baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional serta peraturan lain yang terkait dengan tujuan penelitian.

Page 28: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

19

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional4Bab IV

Sebaran Konflik Pertanahan di Wilayah

Perkebunan di Lokasi Sampel Penelitian

Page 29: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

20

16

negara baru mencapai 208.161,27 ha dan sebagian besar Kawasan Hutan tersebut merupakan Kawasan Hutan Konservasi.

4.1.1. Kabupaten Pandeglang

1). Profil Kabupaten Pandeglang Secara geografis Kaupaten Pandeglang terletak pada 6º21’-7º10’ Lintang Selatan

dan 104º48’- 106º11’ Bujur Timur, dengan memiliki luas wilayah 2.747 Km2 (274.689,91 ha), atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten. Garis pantai Kabupaten Pandeglang memiliki panjang 307 km, mulai dari sisi barat dan selatan serta beberapa pulau kecil.

Melihat dari sisi administrasi pemerintahan, Kabupaten Pandeglang memiliki 322

Desa, 13 Kelurahan dan 35 Kecamatan, dengan batas-batas administrasi : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang; Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda; Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak.

Topografi wilayah Kabupaten Pandeglang memiliki variasi dengan ketinggian antara

0 – 1.778 m di atas permukaan laut (dpl). Namun begitu, sebagian besar wilayah Kabupaten Pandeglang merupakan dataran rendah, khususnya dibagian tengah dan selatan dengan luasan sekitara 85,07% dari luas Kabupaten Pandeglang. Jenis tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang cukup bervariasi dengan sebaran pada kecamatan bisa berbeda-beda, diantararanya adalah: (a). Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran, Picung,

Labuan dan Munjul; (b). Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu; (c). Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan

Cimanggu; (d). Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi,

Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput, Labuan dan Sumur;

(e). Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul, Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan Angsana. Tingkat kesuburan tanah yang bervariasi dan keadaan geologi ikut berpengaruh

pada jenis tanaman yang tumbuh diatasnya dan lebih jauh adalah keterlibatan penduduknya dalam budidaya usaha pemanfaatan tanah.

Wilayah Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan sekitar Gunung Karang (utara)

didominasi oleh tanaman keras dan masuk kedalam Kawasan Hutan. Dibagian selatan, khususnya yang masuk kedalam Taman Nasional Ujung Kulon kerapatan tanamannya masih cukup baik dan tidak terjadi aktivitas pemanfaatan tanah untuk budidaya seperti Hutan Produksi.

15

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN

PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

Adapun profil dan sebaran penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di

Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi Sampel penelitian adalah sebagai berikut:

4.1. Provinsi Banten Provinsi Banten merupakan daerah Tingkat I yang terbentuk pada tanggal 17

Oktober 2014 setelah terjadi pemekaran dari Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten beribukota di Serang dan terbagi kedalam 4 Kabupaten dan 4 Kota administratif. Berdasarakn data publikasi BPS Provinsi Banten tahun 2015, jumlah penduduk di provinsi tersebut sebanyak 11.955.243 jiwa yang terbagi 6.097.184 jiwa adalah laki-laki dan 5.858.059 bejenis kelamin perempuan. Kabupaten Tangerang merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi (3.370.594 jiwa) dibandingkan dengan Kabupaten/kota lainnya. Dilihat dari letak astronomi, Provinsi Banten berada pada batas 5º 7’ 50” – 7º 1’ 11” Lintang Selatan dan 105º 1’ 11” – 106º 7’ 12” Bujur Timur, sedangkan pada letak geografis memiliki batasan:

Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat Sebelah Selatan : Samudra Hindia Sebelah Barat : Selat Sunda

Kondisi topografi Provinsi Banten sangat bervariasi, antara 0 hingga 2.000 m dpl. Wilayah Provinsi Banten bagian utara mulai dari sebagian Kota Cilegon, sebgaian besar Kabupaten Serang, sebagian Kabupaten Pandeglang, Kota/Kab. Tangerang dan Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 – 200 m dpl. Adapun untuk daerah Lebak Tengah dan sebagian Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian 201 – 2.000 m dpl. Kondisi morfologi berupa permukaan wilayah Provinsi Banten setidaknya terbagi kedalam 3 kelompok, yaitu morfologi dataran, perbukitan landai-sedang dan perbukitan terjal.

Kondisi hidrologi wilayah Provinsi Banten dengan ciri potensi sumber daya air yang

cukup banyak berada di Kabupaten Lebak dengan sebagian besar wilayahnya merupakan Kawasan Hutan Lindung dan produksi. Daerah Aliran Sungai di provinsi ini terbagi menjadi 6 (enam) DAS, yaitu:

1) DAS Ujung Kulon, meliputi wilayah bagian barat Kabupaten Pandeglang (Taman Naional Ujung Kulon dan sekitarnya);

2) DAS Cibaliung-Cibareno, meliputi bagian Selatan wilayah Kabupaten Pandeglang dan bagian selatan wilayah Kabupaten Lebak;

3) DAS Ciujung-Cidurian, meliputi bagian barat wilayah Kabupaten Pandeglang; 4) DAS Rawadano, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten

Pandeglang; 5) AS Teluklada, meliputi bagian barat wilayah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon; 6) DAS Cisadane-Ciliwung, meliputi bagian Timur wilayah Kabupaten Tangerang dan

Kota Tangerang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi

Banten, luas wilayah Provinsi Banten seluas 865.120 ha, sedangkan luas Kawasan Hutan

Page 30: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

21

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

16

negara baru mencapai 208.161,27 ha dan sebagian besar Kawasan Hutan tersebut merupakan Kawasan Hutan Konservasi.

4.1.1. Kabupaten Pandeglang

1). Profil Kabupaten Pandeglang Secara geografis Kaupaten Pandeglang terletak pada 6º21’-7º10’ Lintang Selatan

dan 104º48’- 106º11’ Bujur Timur, dengan memiliki luas wilayah 2.747 Km2 (274.689,91 ha), atau sebesar 29,98% dari luas Provinsi Banten. Garis pantai Kabupaten Pandeglang memiliki panjang 307 km, mulai dari sisi barat dan selatan serta beberapa pulau kecil.

Melihat dari sisi administrasi pemerintahan, Kabupaten Pandeglang memiliki 322

Desa, 13 Kelurahan dan 35 Kecamatan, dengan batas-batas administrasi : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang; Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda; Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lebak.

Topografi wilayah Kabupaten Pandeglang memiliki variasi dengan ketinggian antara

0 – 1.778 m di atas permukaan laut (dpl). Namun begitu, sebagian besar wilayah Kabupaten Pandeglang merupakan dataran rendah, khususnya dibagian tengah dan selatan dengan luasan sekitara 85,07% dari luas Kabupaten Pandeglang. Jenis tanah yang berada di Kabupaten Pandeglang cukup bervariasi dengan sebaran pada kecamatan bisa berbeda-beda, diantararanya adalah: (a). Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran, Picung,

Labuan dan Munjul; (b). Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu; (c). Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur, Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan

Cimanggu; (d). Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi,

Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput, Labuan dan Sumur;

(e). Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, Menes, Saketi, Bojong, Munjul, Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan Angsana. Tingkat kesuburan tanah yang bervariasi dan keadaan geologi ikut berpengaruh

pada jenis tanaman yang tumbuh diatasnya dan lebih jauh adalah keterlibatan penduduknya dalam budidaya usaha pemanfaatan tanah.

Wilayah Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan sekitar Gunung Karang (utara)

didominasi oleh tanaman keras dan masuk kedalam Kawasan Hutan. Dibagian selatan, khususnya yang masuk kedalam Taman Nasional Ujung Kulon kerapatan tanamannya masih cukup baik dan tidak terjadi aktivitas pemanfaatan tanah untuk budidaya seperti Hutan Produksi.

Page 31: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

22

18

(b). Desa Taman Jaya

Gambar 6: Peta Penguasaan Tanah Desa Taman Jaya

(c). Desa Tunggal Jaya

Gambar 7: Peta Penguasaan Tanah Desa Tunggal Jaya

17

Gambar 4: Peta Administrasi Kabupaten Pandeglang

2). Sampel Desa Dalam Taman Nasional Ujung Kulon

Lokasi sampel Desa dalam Taman Nasional Ujung Kulon meliputi Desa Cigorondong, Desa Taman Jaya, Desa Tunggal Jaya dan Desa Ujung Jaya yang keseluruhannya masuk Kecamatan Sumur, yang masuk dalam Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.

(a). Desa Cigorondong

Gambar 5: Peta Penguasaan Tanah Desa Cigorondong

Page 32: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

23

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

18

(b). Desa Taman Jaya

Gambar 6: Peta Penguasaan Tanah Desa Taman Jaya

(c). Desa Tunggal Jaya

Gambar 7: Peta Penguasaan Tanah Desa Tunggal Jaya

Page 33: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

24

20

d. Sebelah Timur : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi

Dilihat dari ciri geografis, Kabupaten Lebak memiliki posisi letak astronomi 6º18’ -7º00’ Lintang Selatan dan 105º25’-106º30’ Bujur Timur, dengan ciri fisiografis lahannya adalah kecenderungan datar dan landai seluas 90.033 Ha, lahan bergelombang, lahan berbukit 104.792 Ha dan lahan pegunungan/curam 91.171 Ha. Begitu juga dengan kondisi topografinya, Kabupaten Lebak memiliki variasi topografi. Pada daerah selatan khususnya disekitar pantai yang memanjang dari barat ke timur memiliki ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut (dpl), bagian Lebak Tengah 201-500 meter dpl dan daerah Lebak Timur dengan puncaknya yaitu Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun 501-1.000 meter dpl. Temperatur di sepanjang pantai dan perbukitan berkisar antara 200C - 320C sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian di atas 400 m dpl antara 180C - 290C.

Berkaitan dengan kehutanan (RPJPD Kab. Lebak 2005-2025), di Kabupaten

Lebak setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi hutan yaitu berfungsi sebagai konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Fungsi konservasi pada Kabupaten ini dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun seluas 16.380 Ha dengan rencana pengembangan kawasan konservasi sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Sedangkan hutan yang berfungsi sebagai fungsi lindung berada pada hutan yang dibebani hak milik antara lain terdapat pada:

1) Lahan dengan kemiringan > 40 %; 2) 100 meter dari kiri kanan tepi sungai; 3) 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 4) Radius 200 meter dari tepi mata air; 5) 500 meter dari tepi waduk/situ/danau; 6) 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 7) 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

Hutan dengan fungsi produksi dari Kawasan Hutan negara sepenuhnya dikelola oleh Perum Perhutani KPH Banten yang luasnya mencapai 62.384,85 Ha. Sementara itu hutan dengan fungsi produksi milik rakyat dan disebut sebagai hutan rakyat saat ini tercatat 25.240 Ha. Di Kabupaten Lebak juga terdapat Kawasan Hutan titipan Baduy yang merupakan Hak Ulayat masyarakat Badui dengan luas lebih kurang 5.101,85 Ha yang dapat dikategorikan sebagai Hutan Adat. Untuk menjaga tetap terpeliharanya fungsi hak ulayat masyarakat Baduy maka Pemerintah Kabupaten Lebak telah mengambil langkah-langkah diantaranya, yaitu dengan memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Badui melalui Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2001.

19

(d). Desa Ujung Jaya

Gambar 8: Peta Penguasaan Tanah Desa Ujung Jaya

Adapun struktur Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah adalah sebagai

berikut: (a). Struktur Penguasaan Tanah: Dari pendataan yang dilakukan walaupun tidak penuh dalam satu Kecamatan Sumur

didapati kenyataan bahwa semua bidang tanah yang didata melalui kegiatan IP4T dikuasai dan digarap oleh para petani setempat, dan semuanya tinggal dalam Wilayah Kecamatan Sumur sehingga penguasaan tanah yang bersifat Absentee tidak ada.

(b). Struktur Penggunaan Tanah: Pengunaan Tanah di Kecamatan Sumur khusus Lokasi kegiatan IP4T sebagian besar digunakan untuk Pertanian baik pertanian basah (sawah) maupun pertanian tanah kering (kebun campuran dan tegalan) juga digunakan untuk perkampungan serta sarana lainnya (seperti Masjid, Mushala juga ada kuburan yang bersifat umum terbatas) kontur tanah Kecamatan Sumur relatif datar dan bertesktur agak halus dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 25 sampai dengan 100 m.

(c). Struktur Pemanfaatan Tanah: Pemanfaatan tanah yang dominan didalam kawasan kegiatan IP4T Kecamatan Sumur dimanfaatkan secara terus sepanjang tahun, sedangkan bidang-bidang tanah yang digunakan untuk pertanian basah khusunya sawah digarap 3 kali dalam 14 bulan.

4.1.2. Kabupaten Lebak

1). Profil Kabupaten Lebak Luas wilayah Kabupaten Lebak sebesar 304.472 Ha (3.044,72 Km2) dan memiliki

batas administrasi sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Kabupaten Serang dan Tangerang b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia c. Sebelah Barat : Kabupaten Pandeglang

Page 34: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

25

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

20

d. Sebelah Timur : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi

Dilihat dari ciri geografis, Kabupaten Lebak memiliki posisi letak astronomi 6º18’ -7º00’ Lintang Selatan dan 105º25’-106º30’ Bujur Timur, dengan ciri fisiografis lahannya adalah kecenderungan datar dan landai seluas 90.033 Ha, lahan bergelombang, lahan berbukit 104.792 Ha dan lahan pegunungan/curam 91.171 Ha. Begitu juga dengan kondisi topografinya, Kabupaten Lebak memiliki variasi topografi. Pada daerah selatan khususnya disekitar pantai yang memanjang dari barat ke timur memiliki ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut (dpl), bagian Lebak Tengah 201-500 meter dpl dan daerah Lebak Timur dengan puncaknya yaitu Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun 501-1.000 meter dpl. Temperatur di sepanjang pantai dan perbukitan berkisar antara 200C - 320C sedangkan suhu di pegunungan dengan ketinggian di atas 400 m dpl antara 180C - 290C.

Berkaitan dengan kehutanan (RPJPD Kab. Lebak 2005-2025), di Kabupaten

Lebak setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi hutan yaitu berfungsi sebagai konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Fungsi konservasi pada Kabupaten ini dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun seluas 16.380 Ha dengan rencana pengembangan kawasan konservasi sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Sedangkan hutan yang berfungsi sebagai fungsi lindung berada pada hutan yang dibebani hak milik antara lain terdapat pada:

1) Lahan dengan kemiringan > 40 %; 2) 100 meter dari kiri kanan tepi sungai; 3) 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 4) Radius 200 meter dari tepi mata air; 5) 500 meter dari tepi waduk/situ/danau; 6) 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang; 7) 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

Hutan dengan fungsi produksi dari Kawasan Hutan negara sepenuhnya dikelola oleh Perum Perhutani KPH Banten yang luasnya mencapai 62.384,85 Ha. Sementara itu hutan dengan fungsi produksi milik rakyat dan disebut sebagai hutan rakyat saat ini tercatat 25.240 Ha. Di Kabupaten Lebak juga terdapat Kawasan Hutan titipan Baduy yang merupakan Hak Ulayat masyarakat Badui dengan luas lebih kurang 5.101,85 Ha yang dapat dikategorikan sebagai Hutan Adat. Untuk menjaga tetap terpeliharanya fungsi hak ulayat masyarakat Baduy maka Pemerintah Kabupaten Lebak telah mengambil langkah-langkah diantaranya, yaitu dengan memberikan perlindungan atas hak ulayat masyarakat Badui melalui Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2001.

Page 35: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

26

22

NO. KECAMATAN DESA 2 Hariang 3 Cilebang 4 Sukajaya 5 Sindanglaya 6 Cirompang 7 Sukamaju 8 Citujah 9 Majasari 10 Sukaresmi 11 Blok Gunung Endut VIII Muncang 1 Karangcombong

2 Pasirnangka 3 Leuwicoo 4 Cikarang

IX Cipanas 1 Pasir Haur 2 Giriharja 3 Girilaya 4 Luhurjaya 5 Cipanas

X Lebakgedong 1 Banjaririgasi 2 Banjarsari 3 Ciladeun 4 Lebakgedong 5 Lebaksangka 6 Lebaksitu

JUMLAH 10 Kecamatan (44 Desa) Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak 2015

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Obyek lokasi penelitian di Kabupaten Lebak terdiri atas 3 (tiga) Desa, yang masuk

dalam Kawasan Hutan Produksi, yaitu Desa Tanjungwangi, Desa Sukanagara dan Desa Girijagabaya. Ketiga lokasi Desa tersebut berada di Kecamatan Muncang dan memiliki sebaran jumlah penduduk yang beragam dan yang paling banyak berada di Desa Sukanagara.

Tabel 6:Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel

No. Desa Jumlah Penduduk (Jiwa)

Total Laki-Laki Perempuan

1. Tanjungwangi 1.415 1.380 2.795 2. Sukanagara 1.651 1.542 3.193 3. Girijagabaya 1.077 940 2.017

Sumber: Kecamatan Muncang Dalam Angka 2014 Mata pencaharian penduduk Desa lokasi sampel didominasi oleh mereka yang

bekerja disektor pertanian, baik sebagai pemilik lahan atauapun yang bekerja sebagai buruh. Sedangkan lainnya tersebar pada jenis pekerjaan yang beragam, seperti pada tabel berikut:

21

Gambar 9: Peta Tematik Wilayah Kabupaten Lebak dan Perum Perhutani

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan

Sebaran Desa dalam Kawasan Hutan yang berada di Kabupaten Lebak berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak jumlahnya cukup banyak dan tersebar di 10 Kecamatan. Berdasarkan hasil identifikasi, jumlah Desa yang masuk dalam Kawasan Hutan berjumlah 44 Desa dengan jumlah Desa terbanyak berada di Kecamatan Cibeber (13 Desa) dan Kecamatan Sobang (11 Desa), yakni:

Tabel 5: Sebaran Kecamatan, Desa dalam Kawasan Hutan NO. KECAMATAN DESA

I Cibeber 1 Sinargalih 2 Gunung wangun 3 Situmulya 4 Kujangsari 5 Cisungsang 6 Hegarmanah 7 Cihambali 8 Sukamulya 9 Citorek selatan 10 Citorek barat 11 Citorek Timur 12 Citorek Tengah 13 Kujangjaya

II Panggarangan 1 Jatake 2 Gunung Gede 3 Blok Cirotan

III Bayah 1 Cisuren IV Cigemblong 1 Wangun Jaya V Leuwidamar 1 Kanekes VI Sajira 1 Desa Maraya VII Sobang 1 Sobang

Page 36: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

27

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

22

NO. KECAMATAN DESA 2 Hariang 3 Cilebang 4 Sukajaya 5 Sindanglaya 6 Cirompang 7 Sukamaju 8 Citujah 9 Majasari 10 Sukaresmi 11 Blok Gunung Endut VIII Muncang 1 Karangcombong

2 Pasirnangka 3 Leuwicoo 4 Cikarang

IX Cipanas 1 Pasir Haur 2 Giriharja 3 Girilaya 4 Luhurjaya 5 Cipanas

X Lebakgedong 1 Banjaririgasi 2 Banjarsari 3 Ciladeun 4 Lebakgedong 5 Lebaksangka 6 Lebaksitu

JUMLAH 10 Kecamatan (44 Desa) Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak 2015

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Obyek lokasi penelitian di Kabupaten Lebak terdiri atas 3 (tiga) Desa, yang masuk

dalam Kawasan Hutan Produksi, yaitu Desa Tanjungwangi, Desa Sukanagara dan Desa Girijagabaya. Ketiga lokasi Desa tersebut berada di Kecamatan Muncang dan memiliki sebaran jumlah penduduk yang beragam dan yang paling banyak berada di Desa Sukanagara.

Tabel 6:Jumlah Penduduk di Lokasi Sampel

No. Desa Jumlah Penduduk (Jiwa)

Total Laki-Laki Perempuan

1. Tanjungwangi 1.415 1.380 2.795 2. Sukanagara 1.651 1.542 3.193 3. Girijagabaya 1.077 940 2.017

Sumber: Kecamatan Muncang Dalam Angka 2014 Mata pencaharian penduduk Desa lokasi sampel didominasi oleh mereka yang

bekerja disektor pertanian, baik sebagai pemilik lahan atauapun yang bekerja sebagai buruh. Sedangkan lainnya tersebar pada jenis pekerjaan yang beragam, seperti pada tabel berikut:

Page 37: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

28

24

(b). Desa Sukanagara Struktur penguasaan tanah di Desa Sukanagara berdasarkan hasil identifikasi 350 bidang (109.030 m2) merupakan Kawasan Hutan, sedangkan penggunaan dan pemanfaatannya secara keseluruhan dari luasan tersebut adalah berupa permukiman.

Gambar 11: Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Sukanagara

(c). Desa Girijagabaya

Struktur penguasaan tanah di Desa Girijagabaya berdasarkan hasil identifikasi sebanyak 300 bidang (94.650 m2) merupakan Kawasan Hutan, sedangkan penggunaan dan pemanfaatan tanah dari luasan tersebut, 16.303 m2 berupa permukiman dan 78.347 m2 adalah kebun.

Gambar 12: Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Girijagabaya

23

Tabel 7: Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Sampel

No. Desa Mata Pencaharian (Jiwa)

Petani Buruh Tani PNS Peternak Pedagang Lainnya

1. Tanjungwangi 483 137 12 4

63 2. Sukanagara 150 286 13 6 160 80 3. Girijagabaya 114 127 6 3

230

Sumber: Kecamatan Muncang Dalam Angka 2014 Berdasarkan hasil identifikasi oleh tim IP4T Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak

2015 bahwasannya lokasi ketiga Desa sampel memiliki keberagaman penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan. Penggunaan lainnya merupakan yang paling luas pada masing-masing Desa, sedangkan luas hutan terbesar berada di Desa Girijagabaya. Berikut tabel penguasaan, penggunana dan pemanfaatan lahan hasil IP4T di Kecamatan Muncang.

Tabel 8: Luas Wilayah Lokasi IP4T di Kecamatan Muncang

No Desa Luas

Wilayah (Ha)

Luas Hutan (Ha)

Permukiman (Ha)

Kebun Campuran

(Ha)

Sawah Tadah Hujan (Ha)

Penggunaan Lain (Ha)

1 Tanjungwangi 989 162 10,5 4,6 0,95 810,9 2 Sukanagara 581 184 10,9 386,1 3 Girijagabaya 1.166,4 320 1,6 7,8 837

Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak 2015

(a). Desa Tanjungwangi Struktur penguasaan tanah di Desa Tanjungwangi berdasarkan hasil identifikasi sebanyak 350 bidang (161.020 m2) merupakan Kawasan Hutan, sedangkan penggunaan dan pemanfaatan tanah dari luasan tersebut, 105.550 m2 berupa permukiman, 45.950 m2 untuk kebun campuran dan 9.520 m2 merupakan sawah tadah hujan.

Gambar 10: Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Tanjungwangi

Page 38: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

29

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

24

(b). Desa Sukanagara Struktur penguasaan tanah di Desa Sukanagara berdasarkan hasil identifikasi 350 bidang (109.030 m2) merupakan Kawasan Hutan, sedangkan penggunaan dan pemanfaatannya secara keseluruhan dari luasan tersebut adalah berupa permukiman.

Gambar 11: Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Sukanagara

(c). Desa Girijagabaya

Struktur penguasaan tanah di Desa Girijagabaya berdasarkan hasil identifikasi sebanyak 300 bidang (94.650 m2) merupakan Kawasan Hutan, sedangkan penggunaan dan pemanfaatan tanah dari luasan tersebut, 16.303 m2 berupa permukiman dan 78.347 m2 adalah kebun.

Gambar 12: Peta Penggunaan Tanah Lokasi IP4T Desa Girijagabaya

Page 39: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

30

26

wilayah Kabupeten Banjar berada pada posisi 2°49’55 - 3°43’38 LS dan 114°30’20" - 115°35’37" BT dengan batasan geografis sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Tapin; Sebelah Timur : Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu; Sebelah Selatan : Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut; Sebelah Barat : Kab. Barito Kuala dan Kota Banjarmasin.

2). Sebaran Desa Dalam Kawasan Hutan

Kecamatan yang wilayahnya masuk dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Banjar sedikitnya ada 12 kecamatan dengan luasan 246.498,22 Ha. Dari luasan tersebut terbagi kedalam beberapa fungsi kawasan seperti Hutan Konservasi, Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas. Rincian sebaran Desa dan kecamatan yang masuk dalam penunjukan Kawasan Hutan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9: Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Banjar

(SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun 2009) No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

1 Aluh-Aluh

Bakambat KSA/KPA 20.79 Labat Muara KSA/KPA 44.83 Sungai Musang KSA/KPA 186.37 Sungai Telan Besar KSA/KPA 16.23 Tanipah KSA/KPA 4.42

Aluh-Aluh Total 272.64

2 Aranio

Apuai KSA/KPA 1,906.34 Aranio KSA/KPA 1,774.66 Artain KSA/KPA 3,815.58 Awang Bangkal Barat KSA/KPA 672.05 Awang Bangkal Timur KSA/KPA 945.17 Baru KSA/KPA 331.87

Batu Bulan HL 20.19

HPT 0.36 KSA/KPA 3.71

Belangian KSA/KPA 14,776.45

Benua Riam HP 5,783.10

KSA/KPA 4,048.33 Bunglai KSA/KPA 2,752.46 Damit KSA/KPA 0.24 Damit Hulu KSA/KPA 88.41

Kalaan HP 3,303.35

KSA/KPA 6,553.82 Mandi Angin Barat KSA/KPA 443.01 Mandi Angin Timur KSA/KPA 576.53

Maniapun HP 257.96

KSA/KPA 674.10 Paau KSA/KPA 5,271.45 Rantau Balai HP 210.59

25

4.2. Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis berada dibagian tenggara Pulau

Kalimantan dengan posisi astronomis 1140 19' 13'' - 1160 33' 28'' Bujur Timur dan 10 21' 49'' - 40 10' 14'' Lintang Selatan. Dilihat dari segi topografi, wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dapat dikelaskan kedalam 4 (empat) bagian, yaitu dataran aluvial, dataran rawa, perbukitan dan pegunungan. Untuk jenis tanah yang paling dominan adalah podsolik merah kuning dan alluvial. Penduduk yang mendiami wilayah ini didominasi oleh masyarakat lokal dari Suku Banjar dan beberapa suku lain dari luar. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Suku Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 2.686.627 jiwa (74,34%), Suku Jawa 524.276 jiwa (14,51%), Suku Bugis 101.727 jiwa (2,81%), Dayak 80.708 jiwa (2,23%) dan sisanya adalah beberapa suku pendatang dari luar Pulau Kalimantan.

Kondisi wilayah di Provinsi Kalimantan didominasi oleh Kawasan Hutan dengan

prosentase kurang lebih 43% dari luas wilayah. Luas daratan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan sesuai dengan SK Menhut No. 435/MenhutII/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan adalah 1.779.982 ha dengan rincian sebagai berikut.

1. Hutan Konservasi seluas 213.285 ha 2. Hutan Lindung seluas 526.425 ha 3. Hutan Produksi Terbatas seluas 126.660 ha 4. Hutan Produksi Tetap seluas 762.188 ha 5. Hutan Produksi yang dapat dikonversi 151.424 ha

Gambar 13: Persentase Luasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan

4.2.1. Kabupaten Banjar

1). Profil Kabupaten Banjar Kabupaten Banjar merupakan salah satu wilayah Daerah Tingkat II di Provinsi

Kalimantan Selatan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1959 dengan ibukotanya adalah Martapura. Luas wilayah Kabupaten Banjar ±4.668,50 Km2 dengan terdiri dari 20 Kecamatan, 277 Desa dan 13 Kelurahan. Secara astronomis

25

4.2. Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis berada dibagian tenggara Pulau

Kalimantan dengan posisi astronomis 1140 19' 13'' - 1160 33' 28'' Bujur Timur dan 10 21' 49'' - 40 10' 14'' Lintang Selatan. Dilihat dari segi topografi, wilayah Provinsi Kalimantan Selatan dapat dikelaskan kedalam 4 (empat) bagian, yaitu dataran aluvial, dataran rawa, perbukitan dan pegunungan. Untuk jenis tanah yang paling dominan adalah podsolik merah kuning dan alluvial. Penduduk yang mendiami wilayah ini didominasi oleh masyarakat lokal dari Suku Banjar dan beberapa suku lain dari luar. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Suku Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 2.686.627 jiwa (74,34%), Suku Jawa 524.276 jiwa (14,51%), Suku Bugis 101.727 jiwa (2,81%), Dayak 80.708 jiwa (2,23%) dan sisanya adalah beberapa suku pendatang dari luar Pulau Kalimantan.

Kondisi wilayah di Provinsi Kalimantan didominasi oleh Kawasan Hutan dengan

prosentase kurang lebih 43% dari luas wilayah. Luas daratan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan sesuai dengan SK Menhut No. 435/MenhutII/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Selatan adalah 1.779.982 ha dengan rincian sebagai berikut.

1. Hutan Konservasi seluas 213.285 ha 2. Hutan Lindung seluas 526.425 ha 3. Hutan Produksi Terbatas seluas 126.660 ha 4. Hutan Produksi Tetap seluas 762.188 ha 5. Hutan Produksi yang dapat dikonversi 151.424 ha

Gambar 13: Persentase Luasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan

4.2.1. Kabupaten Banjar

1). Profil Kabupaten Banjar Kabupaten Banjar merupakan salah satu wilayah Daerah Tingkat II di Provinsi

Kalimantan Selatan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1959 dengan ibukotanya adalah Martapura. Luas wilayah Kabupaten Banjar ±4.668,50 Km2 dengan terdiri dari 20 Kecamatan, 277 Desa dan 13 Kelurahan. Secara astronomis

Page 40: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

31

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

26

wilayah Kabupeten Banjar berada pada posisi 2°49’55 - 3°43’38 LS dan 114°30’20" - 115°35’37" BT dengan batasan geografis sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Tapin; Sebelah Timur : Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu; Sebelah Selatan : Kota Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut; Sebelah Barat : Kab. Barito Kuala dan Kota Banjarmasin.

2). Sebaran Desa Dalam Kawasan Hutan

Kecamatan yang wilayahnya masuk dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Banjar sedikitnya ada 12 kecamatan dengan luasan 246.498,22 Ha. Dari luasan tersebut terbagi kedalam beberapa fungsi kawasan seperti Hutan Konservasi, Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas. Rincian sebaran Desa dan kecamatan yang masuk dalam penunjukan Kawasan Hutan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9: Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Banjar

(SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun 2009) No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

1 Aluh-Aluh

Bakambat KSA/KPA 20.79 Labat Muara KSA/KPA 44.83 Sungai Musang KSA/KPA 186.37 Sungai Telan Besar KSA/KPA 16.23 Tanipah KSA/KPA 4.42

Aluh-Aluh Total 272.64

2 Aranio

Apuai KSA/KPA 1,906.34 Aranio KSA/KPA 1,774.66 Artain KSA/KPA 3,815.58 Awang Bangkal Barat KSA/KPA 672.05 Awang Bangkal Timur KSA/KPA 945.17 Baru KSA/KPA 331.87

Batu Bulan HL 20.19

HPT 0.36 KSA/KPA 3.71

Belangian KSA/KPA 14,776.45

Benua Riam HP 5,783.10

KSA/KPA 4,048.33 Bunglai KSA/KPA 2,752.46 Damit KSA/KPA 0.24 Damit Hulu KSA/KPA 88.41

Kalaan HP 3,303.35

KSA/KPA 6,553.82 Mandi Angin Barat KSA/KPA 443.01 Mandi Angin Timur KSA/KPA 576.53

Maniapun HP 257.96

KSA/KPA 674.10 Paau KSA/KPA 5,271.45 Rantau Balai HP 210.59

Page 41: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

32

28

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) KSA/KPA 636.08

Tanjung KSA/KPA 77.05 Tiwingan Baru KSA/KPA 332.82 Tiwingan Lama KSA/KPA 57.43

KARANG INTAN TOTAL 7,709.91 7 Martapura Barat Landasan Ulin Barat HL 0.07

MARTAPURA BARAT TOTAL 0.07

8 Paramasan

Angkipih HL 3,767.18 HP 4,057.26

HPT 1,147.80 Balawaian HL 5.56 Batung HL 0.13 Belimbing Baru HP 84.46 Belimbing Lama HL 910.49

Buni'in Jaya HL 0.04 HP 1.73

Cantung Kanan HL 15.87 Emil Baru HL 156.91

Hangui HL 0.01 HP 3.31

Harakit HL 0.35 Hulu Sampanahan HL 7.21 Kamawakan HL 5.67 Limbur HL 401.36 Lok Lahung HL 0.29

Paramasan Atas HL 14,624.35 HP 23.32

HPT 4,162.35

Paramasan Bawah HL 3,933.39 HP 1,844.83

HPT 3,719.74 Pipitak Jaya HL 68.91 Rantau Bujur HP 0.10

Remo HL 2,737.71 HP 4,917.65

HPT 2,901.38 Tamunih HL 609.58

PARAMASAN TOTAL 50,108.94

9 Pengaron

Alimukim HP 3,302.69 Antaraku HP 1,483.59 Ati'im HP 788.25 Bagak HP 104.95 Baru HP 561.44

27

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) KSA/KPA 3,440.95

Rantau Bujur

HL 973.62 HP 3,078.35

HPT 3,077.98 KSA/KPA 20,813.57

Riam Adungan KSA/KPA 0.82 Salaman KSA/KPA 274.00 Simpang Empat Sungai Baru KSA/KPA 1,007.30 Tanjung KSA/KPA 310.38 Tiwingan Baru KSA/KPA 4,417.86 Tiwingan Lama KSA/KPA 3,724.47

ARANIO TOTAL 95,329.03

3 Astambul

Abirau HPK 143.54 Artain KSA/KPA 87.19

Baru HP 0.17

KSA/KPA 1,632.68 Bunglai KSA/KPA 174.45

Gunung Ulin HPK 224.41

KSA/KPA 62.05

Pulau Nyiur HPK 39.16

KSA/KPA 832.44 Rantau Bujur KSA/KPA 6.44

ASTAMBUL TOTAL 3,202.53

4 Beruntung Baru Kampung Baru HL 89.68 Selat Makmur HL 279.32 Tambak Padi HL 169.94

BERUNTUNG BARU TOTAL 538.94

5 Gambut

Guntung Ujung HL 21.10 Kampung Baru HL 178.56 Keladan Baru HL 142.82 Tambak Padi HL 93.86

GAMBUT TOTAL 436.34

6 Karang Intan

Artain KSA/KPA 78.30 Awang Bangkal Barat KSA/KPA 508.43 Awang Bangkal Timur KSA/KPA 1,254.03 Belangian KSA/KPA 523.19 Bentok Darat HL 54.87 Cempaka KSA/KPA 920.31 Kiram KSA/KPA 1,095.70 Mandi Angin Barat KSA/KPA 1,603.28 Mandi Angin Timur KSA/KPA 355.67 Mandi Kapau Timur KSA/KPA 171.70 Pulau Nyiur HPK 41.05

Page 42: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

33

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

28

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) KSA/KPA 636.08

Tanjung KSA/KPA 77.05 Tiwingan Baru KSA/KPA 332.82 Tiwingan Lama KSA/KPA 57.43

KARANG INTAN TOTAL 7,709.91 7 Martapura Barat Landasan Ulin Barat HL 0.07

MARTAPURA BARAT TOTAL 0.07

8 Paramasan

Angkipih HL 3,767.18 HP 4,057.26

HPT 1,147.80 Balawaian HL 5.56 Batung HL 0.13 Belimbing Baru HP 84.46 Belimbing Lama HL 910.49

Buni'in Jaya HL 0.04 HP 1.73

Cantung Kanan HL 15.87 Emil Baru HL 156.91

Hangui HL 0.01 HP 3.31

Harakit HL 0.35 Hulu Sampanahan HL 7.21 Kamawakan HL 5.67 Limbur HL 401.36 Lok Lahung HL 0.29

Paramasan Atas HL 14,624.35 HP 23.32

HPT 4,162.35

Paramasan Bawah HL 3,933.39 HP 1,844.83

HPT 3,719.74 Pipitak Jaya HL 68.91 Rantau Bujur HP 0.10

Remo HL 2,737.71 HP 4,917.65

HPT 2,901.38 Tamunih HL 609.58

PARAMASAN TOTAL 50,108.94

9 Pengaron

Alimukim HP 3,302.69 Antaraku HP 1,483.59 Ati'im HP 788.25 Bagak HP 104.95 Baru HP 561.44

Page 43: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

34

30

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

Hakim Makmur HL 159.02 HP 7,048.50

HPT 3,413.36

Kahelaan HL 4,153.54 HP 5,447.40

HPT 1,746.40

Kupang Rejo HL 332.51 HP 1,328.57

HPT 687.58

Loktanah HL 94.63 HP 19.41

HPT 296.94 Maniapun HP 185.75

Pakutik HL 345.67 HP 899.96

HPT 759.56 Panyiuran HP 391.58 Rampah HP 3.34

Rantau Bakula HL 454.55 HP 2,840.71

HPT 196.66

Rantau Balai HP 984.95

KSA/KPA 185.09

Rantau Bujur HP 806.07

HPT 959.87 KSA/KPA 102.57

Rantau Nangka HL 967.74 HP 1,012.16

HPT 491.25 Sumber Baru HP 3,903.89

Sumber Harapan HL 404.29 HP 1,786.48

HPT 382.71

Sungai Pinang HL 288.69 HP 1,914.44

HPT 510.73 Tamunih HL 3,281.76

SUNGAI PINANG TOTAL 64,587.22

12 Telaga Bauntung

Asam Randah HL 7.90 HP 120.50

Belimbing Baru HP 210.11

Loktanah HL 138.37 HP 556.75

29

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) KSA/KPA 646.43

Batang Banyu HP 0.01

Kupang Rejo HP 378.86

HPT 36.82

Lobang Baru HP 509.98

HPK 1,247.86 KSA/KPA 30.58

Loktunggul HPK 59.20 Lumpangi HP 484.60 Mangkauk HP 133.11

Maniapun HP 4,019.08

HPK 309.89 KSA/KPA 1,037.46

Panyiuran HP 1,402.88 Pasar Baru HP 258.23 Pengaron HPK 35.35 Rantau Bujur KSA/KPA 174.16 Sungai Lurus HP 535.42

PENGARON TOTAL 17,540.84

10 Sambung Makmur

Bagak HL 37.21 HP 364.95

HPT 143.04 Batang Banyu HP 50.04 Kupang Rejo HP 2.72 Pasar Baru HP 36.35 Sungai Lurus HP 123.04

Tarungin HP 55.81

HPT 74.80 SAMBUNG MAKMUR TOTAL 887.96

11 Sungai Pinang

Alimukim HP 1,888.95

Angkipih HL 135.18 HP 2,043.78

Antaraku HP 470.07

Bagak HL 205.70 HP 11.50

HPT 4.16

Batu Bulan HL 9.75

HPT 11.12

Belimbing Baru HL 145.68 HP 4,031.91

HPT 415.81

Belimbing Lama HL 2,439.18 HP 3,986.10

Page 44: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

35

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

30

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

Hakim Makmur HL 159.02 HP 7,048.50

HPT 3,413.36

Kahelaan HL 4,153.54 HP 5,447.40

HPT 1,746.40

Kupang Rejo HL 332.51 HP 1,328.57

HPT 687.58

Loktanah HL 94.63 HP 19.41

HPT 296.94 Maniapun HP 185.75

Pakutik HL 345.67 HP 899.96

HPT 759.56 Panyiuran HP 391.58 Rampah HP 3.34

Rantau Bakula HL 454.55 HP 2,840.71

HPT 196.66

Rantau Balai HP 984.95

KSA/KPA 185.09

Rantau Bujur HP 806.07

HPT 959.87 KSA/KPA 102.57

Rantau Nangka HL 967.74 HP 1,012.16

HPT 491.25 Sumber Baru HP 3,903.89

Sumber Harapan HL 404.29 HP 1,786.48

HPT 382.71

Sungai Pinang HL 288.69 HP 1,914.44

HPT 510.73 Tamunih HL 3,281.76

SUNGAI PINANG TOTAL 64,587.22

12 Telaga Bauntung

Asam Randah HL 7.90 HP 120.50

Belimbing Baru HP 210.11

Loktanah HL 138.37 HP 556.75

Page 45: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

36

32

2). Sebaran Desa Dalam Kawasan Hutan Wilayah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang masuk dalam Kawasan Hutan setidaknya terdapat 7 kecamatan dengan berbagai fungsi, antara lain fungsi Hutan Lindung, Hutan Produksi, dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi. Adapun sebaran fungsi kawasan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan tersaji pada tabel berikut.

Tabel 10: Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun 2009)

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

1 Kec. Angkinang

Ds. Angkinang APL 368.11 Ds. Angkinang Selatan APL 107.26

Ds. Bakarung APL 458.38 Ds. Bamban APL 333.08

Ds. Bamban Selatan APL 194.50 Ds. Bamban Utara APL 109.67

Ds. Kayu Abang APL 1,396.41 Ds. Taniran Kubah APL 419.73 Ds. Taniran Selatan APL 588.80

Ds. Tawia APL 1,385.44 Ds. Telaga Sili Sili APL 531.75

Kec. Angkinang Total 5,893.12

2 Kec. Daha Barat

Ds. Badaun APL 368.58

Perairan 7.52

Ds. Bajayau APL 2,416.66 HPK 92.28

Perairan 16.87

Ds. Bajayau Lama APL 2,690.27

Perairan 31.46

Ds. Bajayau Tengah APL 1,661.34

Perairan 27.30

Ds. Baru APL 2,420.06 HPK 656.40

Perairan 30.95

Ds. Siang Gantung APL 3,204.40 HPK 1,682.95

Perairan 17.27

Ds. Tanjung Selor APL 1,569.53

Perairan 13.16 Kec. Daha Barat Total 16,906.99

3 Kec. Daha Selatan

Ds. Banjar Baru APL 310.94

Perairan 6.74

Ds. Banua Hanyar APL 750.83

Perairan 30.97

Ds. Baruh Jaya APL 1,235.63 HPK 3,857.49

31

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) HPT 180.24

Rampah HP 1,237.48

Rantau Bujur HL 62.22 HP 1,070.28

Remo HP 612.52

Telaga Baru HL 631.77 HP 1,055.66

Telaga Bauntung Total 5,883.80 Grand Total 246,498.22

Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun 2009

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Lokasi sampel kegiatan penelitian di Kabupaten Banjar adalah Desa Tambak Padi

Kecamatan Beruntung Baru (Kec.Gambut). Dalam penetapan SK tersebut diatas, wilayah Desa Tambak Padi berada pada Kawasan Hutan Lindung Gambut seluas 169,94 Ha. Namun jika diamati pada kondisi fisik lapangan wilayah ini lebih banyak merupakan tanah garapan dan permukiman penduduk. Tanah garapan masyarakat berupa sawah yang sudah memiliki irigasi cukup baik dan sudah lama diusahakan penduduk setempat sebagai sumber penghidupan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pembekal (Kepala Desa) Tambak Padi (Suriansyah) diketahui bahwa wilayah Desanya didominasi oleh lahan persawahan yang sudah jadi dan sudah diusahakan secara turun-temurun.

4.2.2. Kabupaten Hulu Sungai Selatan 1). Profil Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan salah satu wilayah Tingkat II di Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki letak astronomis antara 2°29′ 59″- 2° 56’10″ Lintang Selatan dan 114°51′ 19″ – 115° 36’19″ Bujur Timur dengan luas wilayah 1.804,92 Km², yang terbagi atas 11 Kecamatan, 4 Kelurahan dan 114 Desa. Adapun batasan geografis Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah sebagai berikut: 1) Sebelah Utara : Kab. Hulu Sungai Tengah dan Kab. Hulu Sungai Utara; 2) Sebelah Timur : Kab. Hulu Sungai Tengah dan Kab. Kotabaru; 3) Sebelah Selatan : Kab. Tapin; 4) Sebelah Barat : Kab. Hulu Sungai Utara dan Kab. Tapin.

Kondisi topografi Kabupaten Hulu Sungai Selatan ditinjau dari segi kemiringan tanah didominasi 0-2% dengan persentase luasan 43,05%. Adapun untuk kelas kemiringan lainnya 2-15% dengan mencakup 31,87%. Kemiringan 15-40% mencakup 19,02% dan >40% sebesar 6, 16% dari luas wilayah.

Dari segi kependudukan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki jumlah

penduduk sebanyak 212.485 jiwa dengan rincian 105.766 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 106.719 jiwa adalah perempuan. Rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahunnya sekitar 1% sedangkan jika dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia tahun 2014 (metode baru) adalah 65,25. Angka ini masih berada dibawah rata-rata nasional yaitu 68,90.

Page 46: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

37

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

32

2). Sebaran Desa Dalam Kawasan Hutan Wilayah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang masuk dalam Kawasan Hutan setidaknya terdapat 7 kecamatan dengan berbagai fungsi, antara lain fungsi Hutan Lindung, Hutan Produksi, dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi. Adapun sebaran fungsi kawasan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan tersaji pada tabel berikut.

Tabel 10: Kecamatan dan Desa Masuk Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun 2009)

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

1 Kec. Angkinang

Ds. Angkinang APL 368.11 Ds. Angkinang Selatan APL 107.26

Ds. Bakarung APL 458.38 Ds. Bamban APL 333.08

Ds. Bamban Selatan APL 194.50 Ds. Bamban Utara APL 109.67

Ds. Kayu Abang APL 1,396.41 Ds. Taniran Kubah APL 419.73 Ds. Taniran Selatan APL 588.80

Ds. Tawia APL 1,385.44 Ds. Telaga Sili Sili APL 531.75

Kec. Angkinang Total 5,893.12

2 Kec. Daha Barat

Ds. Badaun APL 368.58

Perairan 7.52

Ds. Bajayau APL 2,416.66 HPK 92.28

Perairan 16.87

Ds. Bajayau Lama APL 2,690.27

Perairan 31.46

Ds. Bajayau Tengah APL 1,661.34

Perairan 27.30

Ds. Baru APL 2,420.06 HPK 656.40

Perairan 30.95

Ds. Siang Gantung APL 3,204.40 HPK 1,682.95

Perairan 17.27

Ds. Tanjung Selor APL 1,569.53

Perairan 13.16 Kec. Daha Barat Total 16,906.99

3 Kec. Daha Selatan

Ds. Banjar Baru APL 310.94

Perairan 6.74

Ds. Banua Hanyar APL 750.83

Perairan 30.97

Ds. Baruh Jaya APL 1,235.63 HPK 3,857.49

Page 47: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

38

34

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

Ds. Paharangan APL 936.82

Perairan 40.45

Ds. Pakan Dalam APL 4,302.64 HPK 668.97

Perairan 1.83

Ds. Pakapuran Kecil APL 96.14

Perairan 1.02

Ds. Pandak Daun APL 1,774.86 HPK 4,213.82

Perairan 39.08

Ds. Panggandingan APL 36.83

Perairan 4.65

Ds. Paramaian APL 3,486.55 HPK 4,060.73

Perairan 47.17

Ds. Pasungkan APL 122.87

Perairan 6.20

Ds. Sungai Garuda APL 27.87

Perairan 0.73

Ds. Sungai Mandala APL 9.85

Perairan 1.23

Ds. Taluk Haur APL 174.02

Perairan 3.39

Ds. Tambak Bitin APL 25.06

Perairan 1.04

Ds. Teluk Labak APL 594.98

Perairan 16.64 Kec. Daha Utara Total 25,128.47

5 Kec. Kalumpang

Ds. Bago Tanggul APL 1,926.68

Perairan 0.34

Ds. Balanti APL 1,202.43

Perairan 1.48

Ds. Balimau APL 4,036.23

Perairan 29.51

Ds. Kalumpang APL 2,124.00

Perairan 4.57

Ds. Karang Bulan APL 899.49

Perairan 2.90

Ds. Karang Paci APL 377.95

Perairan 7.32 Ds. Sirih APL 542.77

Ds. Sirih Hulu APL 261.39 Ds. Tambingkar APL 780.94

33

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) Perairan 7.69

Ds. Bayanan APL 25.22

Perairan 1.87

Ds. Habirau APL 377.73

Perairan 5.29

Ds. Habirau Tengah APL 574.08

Perairan 3.21

Ds. Muning Baru APL 5,438.57

Perairan 34.62 Ds. Muning Dalam APL 6,163.41

Ds. Muning Tengah APL 1,742.38

Perairan 9.75

Ds. Pandan Sari APL 10.87

Perairan 2.17

Ds. Parigi APL 463.23

Perairan 5.63

Ds. Pihanin Raya APL 961.37

Perairan 23.83

Ds. Samuda APL 2,863.05 HPK 1,167.48

Perairan 14.71

Ds. Sungai Pinang APL 299.87

Perairan 2.17

Ds. Tambangan APL 101.86

Perairan 2.98

Ds. Tumbukan Banyu APL 206.06

Perairan 2.55 Kec. Daha Selatan Total 26,704.22

4 Kec. Daha Utara

Ds. Baruh Kembang APL 130.96

Perairan 4.29

Ds. Belah Paikat APL 54.63

Perairan 0.86

Ds. Hakurung APL 918.34 HPK 1,420.53

Perairan 47.63

Ds. Hamayung APL 670.10

Perairan 21.94

Ds. Hamayung Utara APL 390.68

Perairan 26.86 Ds. Mandala Murung

Mesjid APL 13.00

Perairan 0.97

Ds. Murung Raya APL 699.17

Perairan 33.08

Page 48: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

39

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

34

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha)

Ds. Paharangan APL 936.82

Perairan 40.45

Ds. Pakan Dalam APL 4,302.64 HPK 668.97

Perairan 1.83

Ds. Pakapuran Kecil APL 96.14

Perairan 1.02

Ds. Pandak Daun APL 1,774.86 HPK 4,213.82

Perairan 39.08

Ds. Panggandingan APL 36.83

Perairan 4.65

Ds. Paramaian APL 3,486.55 HPK 4,060.73

Perairan 47.17

Ds. Pasungkan APL 122.87

Perairan 6.20

Ds. Sungai Garuda APL 27.87

Perairan 0.73

Ds. Sungai Mandala APL 9.85

Perairan 1.23

Ds. Taluk Haur APL 174.02

Perairan 3.39

Ds. Tambak Bitin APL 25.06

Perairan 1.04

Ds. Teluk Labak APL 594.98

Perairan 16.64 Kec. Daha Utara Total 25,128.47

5 Kec. Kalumpang

Ds. Bago Tanggul APL 1,926.68

Perairan 0.34

Ds. Balanti APL 1,202.43

Perairan 1.48

Ds. Balimau APL 4,036.23

Perairan 29.51

Ds. Kalumpang APL 2,124.00

Perairan 4.57

Ds. Karang Bulan APL 899.49

Perairan 2.90

Ds. Karang Paci APL 377.95

Perairan 7.32 Ds. Sirih APL 542.77

Ds. Sirih Hulu APL 261.39 Ds. Tambingkar APL 780.94

Page 49: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

40

36

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) HL 3,125.60

Perairan 9.01

Ds. Loksado

APL 681.47 HL 894.70 HP 21.59

Perairan 52.80

Ds. Lumpangi

APL 880.01 HL 388.31 HP 503.96

KSA/KPA 111.67 Perairan 35.96

Ds. Malinau

APL 555.78 HL 2,423.13 HP 1,297.96

Perairan 2.87

Ds. Muara Ulang APL 6.25 HL 3,186.14 HP 919.99

Ds. Panggungan

APL 369.57 HL 76.18 HP 506.16

Perairan 21.76

Ds. Tumingki APL 1,359.70 HL 988.74

Perairan 37.17 Kec. Loksado Total 32,099.39

8 Kec. Padang Batung

Ds. Batu Bini

APL 1,463.44 HL 17.99 HP 316.03

Perairan 22.54

Ds. Batu Laki

APL 156.06 HL 533.05 HP 3,545.76

Perairan 13.44

Ds. Durian Rabung APL 160.47

Perairan 10.01

Ds. Jalatang

APL 458.98 HL 102.56 HP 13.02

Perairan 26.30

Ds. Jambu Hulu APL 598.18

Perairan 10.75 Ds. Jembatan Merah APL 276.58

35

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) Kec. Kalumpang Total 12,197.98

6 Kec. Kandangan

Ds. Amawang Kanan APL 155.10 Ds. Amawang Kiri APL 559.74

Ds. Amawang Kiri Muka APL 122.75

Perairan 10.83

Ds. Baluti APL 231.08

Perairan 1.59

Ds. Bangkau APL 2,296.21

Perairan 590.28 Ds. Bariang APL 176.44

Ds. Gambah Dalam APL 272.57 Ds. Gambah Dalam Barat APL 114.75

Ds. Gambah Luar APL 137.02 Ds. Gambah Luar Muka APL 175.22

Ds. Jambu Hilir APL 301.53

Perairan 20.50

Ds. Kandangan Barat APL 290.48

Perairan 6.57

Ds. Kandangan Kota APL 157.34

Perairan 7.82 Ds. Kandangan Utara APL 146.74

Ds. Lungau APL 1,784.61

Perairan 44.23

Ds. Sungai Kupang APL 1,632.86

Perairan 8.52 Ds. Sungai Paring APL 273.89

Ds. Tibung Raya APL 126.61

Perairan 0.97 Kec. Kandangan Total 9,646.26

7 Kec. Loksado

Ds. Halunuk

APL 1,695.55 HL 254.35 HP 313.78

Perairan 51.99

Ds. Haratai HL 4,778.56

Perairan 43.18

Ds. Hulu Banyu

APL 772.25 HL 228.73 HP 987.57

KSA/KPA 129.54 Perairan 27.53

Ds. Kamawakan APL 324.58 HL 3,530.22

Ds. Lok Lahung APL 505.09

Page 50: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

41

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

36

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) HL 3,125.60

Perairan 9.01

Ds. Loksado

APL 681.47 HL 894.70 HP 21.59

Perairan 52.80

Ds. Lumpangi

APL 880.01 HL 388.31 HP 503.96

KSA/KPA 111.67 Perairan 35.96

Ds. Malinau

APL 555.78 HL 2,423.13 HP 1,297.96

Perairan 2.87

Ds. Muara Ulang APL 6.25 HL 3,186.14 HP 919.99

Ds. Panggungan

APL 369.57 HL 76.18 HP 506.16

Perairan 21.76

Ds. Tumingki APL 1,359.70 HL 988.74

Perairan 37.17 Kec. Loksado Total 32,099.39

8 Kec. Padang Batung

Ds. Batu Bini

APL 1,463.44 HL 17.99 HP 316.03

Perairan 22.54

Ds. Batu Laki

APL 156.06 HL 533.05 HP 3,545.76

Perairan 13.44

Ds. Durian Rabung APL 160.47

Perairan 10.01

Ds. Jalatang

APL 458.98 HL 102.56 HP 13.02

Perairan 26.30

Ds. Jambu Hulu APL 598.18

Perairan 10.75 Ds. Jembatan Merah APL 276.58

Page 51: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

42

38

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) HP 231.48

Ds. Batang Kulur Tengah APL 166.39 Ds. Bumi Barkat APL 669.52

Ds. Hamalau APL 160.36

Ds. Hariti APL 326.83 HP 66.09

Ds. Ida Manggala APL 444.58 HP 150.00

Ds. Karasikan APL 171.74 Ds. Paring Agung APL 361.09 Ds. Sarang Halang APL 371.49

Ds. Sungai Kali APL 212.51 Ds. Sungai Raya Selatan APL 656.55 Ds. Sungai Raya Utara APL 193.79

Ds. Tamiyang APL 366.32 Ds. Tanah Bangkang APL 360.37 Ds. Telaga Bidadari APL 240.61

Kec. Sungai Raya Total 6,227.53

11 Kec. Telaga Langsat

Ds. Ambutun APL 578.23

Ds. Gumbil APL 878.81 HL 22.33

Ds. Hamak APL 916.49 HL 330.54 HP 51.62

Ds. Hamak Timur APL 450.78 HL 151.10

Ds. Hamak Utara APL 713.90 HL 410.15 HP 346.33

Ds. Lok Binuang APL 177.42 Ds. Longawang APL 137.30

Ds. Mandala APL 414.11 Ds. Pakuan Timur APL 256.01 Ds. Pandulangan APL 149.90

Ds. Telaga Langsat APL 365.51 Kec. Telaga Langsat Total 6,350.53 Luas Total 169,798.18 Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun 2009

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Lokasi sampel kegiatan penelitian di Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah Desa

Batu Laki Kecamatan Padang Batung. Dalam penetapan SK tersebut diatas wilayah Desa Batu Laki berada pada Kawasan Hutan Lindung dengan luas 533,05 Ha dan hutan Produksi 3.545,76 Ha. Namun jika diamati pada kondisi fisik lapangan wilayah

37

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) Perairan 4.53

Ds. Kaliring APL 403.53

Perairan 5.23

Ds. Karang Jawa APL 360.51

Perairan 0.00

Ds. Karang Jawa Muka APL 139.14

Perairan 0.39

Ds. Madang APL 1,403.44 HP 266.21

Ds. Malilingin

APL 679.94 HL 1,606.33 HP 2,252.45

Perairan 35.63

Ds. Malutu

APL 1,284.47 HL 504.58 HP 340.12

Perairan 27.83

Ds. Mawangi APL 1,022.82 HL 300.66 HP 311.75

Ds. Padang Batung APL 201.53

Perairan 2.06 Ds. Pahampangan APL 286.52 Ds. Pandulangan APL 600.79

Ds. Tabihi APL 274.80 Kec. Padang Batung Total 20,040.49

9 Kec. Simpur

Ds. Amparaya APL 1,025.21 Ds. Garunggang APL 1,107.59

Ds. Kapuh APL 229.44 Ds. Panjampang Bahagia APL 816.58

Ds. Pantai Ulin APL 3,573.88

Perairan 14.33 Ds. Simpur APL 210.09

Ds. Tebing Tinggi APL 430.96 Ds. Ulin APL 375.25

Ds. Wasah Hilir APL 371.37 Ds. Wasah Hulu APL 249.55

Ds. Wasah Tengah APL 198.96 Kec. Simpur Total 8,603.20

10 Kec. Sungai Raya

Ds. Asam APL 353.36 Ds. Baru APL 150.79

Ds. Batang Kulur Kanan APL 192.13 Ds. Batang Kulur Kiri APL 381.53

Page 52: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

43

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

38

No. KECAMATAN DESA FUNGSI KAWASAN LUAS (Ha) HP 231.48

Ds. Batang Kulur Tengah APL 166.39 Ds. Bumi Barkat APL 669.52

Ds. Hamalau APL 160.36

Ds. Hariti APL 326.83 HP 66.09

Ds. Ida Manggala APL 444.58 HP 150.00

Ds. Karasikan APL 171.74 Ds. Paring Agung APL 361.09 Ds. Sarang Halang APL 371.49

Ds. Sungai Kali APL 212.51 Ds. Sungai Raya Selatan APL 656.55 Ds. Sungai Raya Utara APL 193.79

Ds. Tamiyang APL 366.32 Ds. Tanah Bangkang APL 360.37 Ds. Telaga Bidadari APL 240.61

Kec. Sungai Raya Total 6,227.53

11 Kec. Telaga Langsat

Ds. Ambutun APL 578.23

Ds. Gumbil APL 878.81 HL 22.33

Ds. Hamak APL 916.49 HL 330.54 HP 51.62

Ds. Hamak Timur APL 450.78 HL 151.10

Ds. Hamak Utara APL 713.90 HL 410.15 HP 346.33

Ds. Lok Binuang APL 177.42 Ds. Longawang APL 137.30

Ds. Mandala APL 414.11 Ds. Pakuan Timur APL 256.01 Ds. Pandulangan APL 149.90

Ds. Telaga Langsat APL 365.51 Kec. Telaga Langsat Total 6,350.53 Luas Total 169,798.18 Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 435 Tahun 2009

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Lokasi sampel kegiatan penelitian di Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah Desa

Batu Laki Kecamatan Padang Batung. Dalam penetapan SK tersebut diatas wilayah Desa Batu Laki berada pada Kawasan Hutan Lindung dengan luas 533,05 Ha dan hutan Produksi 3.545,76 Ha. Namun jika diamati pada kondisi fisik lapangan wilayah

Page 53: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

44

40

9. Gunung Kerinci 16 -

10 Siulak 26 -

11 Kayu Aro 21 -

12 Gunung Tujuh 13 -

13 Siulak mukai 14 -

14 Bukit kerman 15 -

15 Air hangat barat 12 -

16 Kayu Aro Barat 17 -

Jumlah 285 2

Sumber: BPS Kabupaten Kerinci 2015 Wilayah Kabupaten Kerinci yang sebagain besar merupakan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) tentunya penggunaan tanah dalam porsi terbesar sebagai Kawasan Hutan. Penggunaan tanah untuk jenis yang lain tersebar diantaranya berupa permukiman, sawah, perkebunan, tegalan. Adapun besaran penggunaan tanah di Kabupaten Kerinci yang bersumber dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi adalah sebagai berikut: a. sawah : 16.125 Ha b. Perkebunan : 11.455 Ha c. pemukiman : 2.135 Ha d. Tegal, ladang, huma : 130.720 Ha e. Padang rumput : 28.025 Ha f. Tambak, empang, kolam : 5.080 Ha g. Hutan Negara/TNKS : 215.000 Ha h. Hutan rakyat : 1.740 Ha i. Lahan kering : 765 Ha j. Jalan atau sungai : 8.955 Ha

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan Sebaran Kawasan Hutan Produksi melingkupi berbagai wilayah di Kabupaten

Kerinci. Dari sebaran tersebut dapat dilihat pada berbagai Desa sehingga diketahui luasan lebih rinci. Berikut tabel Desa yang wilayahnya terdapat Hutan Produksi.

Tabel 12: Desa-Desa Masuk Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Kerinci

No. Nama Desa Perkiraan Luas HP

(Ha)

Perkiraan Jumlah

Masyarakat Pemilik (Orang)

Rata-Rata Kepemilikan Lahan (Ha)

Mulai Digarap Tahun

1 2 3 4 5 6

POLIGON TANGKIL 1. Sungai Sikai 90 90 1 1973 2. Tangkil 74 74 1 1973

POLIGON SUNGAI SAMPUN 3. Sungai Sampun 139 139 1 1973 4. Koto Baru 45 45 1 1973

39

ini lebih banyak merupakan tanah garapan dan permukiman penduduk. Tanah garapan masyarakat berupa kebun kelapa sawit, karet, kebun pisang, padi gunung dan tanaman palawija yang sudah lama diusahakan penduduk setempat sebagai sumber penghidupan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pembekal (Kepala Desa) Batu Laki (Rudi) dan

beberapa tetua/tokoh masyarakat diketahui bahwa wilayah Desanya didominasi oleh lahan garapan dan sudah turun-temurun. Keberadaan masyarakat yang sudah lama mendiami wilayah tersebut dapat juga dilihat dari situs makam yang tersebar disekitar permukiman dengan ciri batu nisan yang sudah berumur puluhan tahun.

4.3. Provinsi Jambi

4.3.1. Kabupaten Kerinci 1). Profil Kabupaten Kerinci

Secara geografis Kabupaten kerinci terletak antara 1040’ Lintang Selatan sampai dengan 20261 Lintang selatan dan diantar 101008’ Bujur Timur sampai dengan 101050’ Bujur timur. Kabupaten kerinci merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut 500 m Sampai 1500 m dpl

Luas wilayah Kabupaten kerinci 3.328,42 km2 yang secara administrasi mempunyai batas-batas wilayah,sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat;

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Muko-Muko, Provinsi Bengkulu; Sebalah barat berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera

Barat; Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bungo dan Kabupaten Merangin.

Kabupaten Kerinci termasuk daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan merata sepanjang tahun rata-rata 126,6 mm perhari dengan intensitas hujan rata-rata 11 hari hujan. Temperatur rata-rata 220C dengan variasi tenperatur antara musin hujan dengan kemarau relatif kecil. Secara administratif Kabupaten Kerinci sampai dengan tahun 2015, terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan, 2 Kelurahan, dan 285 Desa, jumlah Desa/Kelurahan pada masing-masing kecamatan yang ada diKabupaten kerinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 11: Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan Tahun 2015

No. Kecamatan Jumlah

Desa Kelurahan

1. Gunung Raya 11 1

2. Batang Merangin 9 -

3. Keliling Danau 32 -

4. Danau Kerinci 18 1

5. Sitijau Laut 20 -

6. Air Hangat 16 -

7. Air Hangat Timur 25 -

8. Depati VII 20 -

Page 54: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

45

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

40

9. Gunung Kerinci 16 -

10 Siulak 26 -

11 Kayu Aro 21 -

12 Gunung Tujuh 13 -

13 Siulak mukai 14 -

14 Bukit kerman 15 -

15 Air hangat barat 12 -

16 Kayu Aro Barat 17 -

Jumlah 285 2

Sumber: BPS Kabupaten Kerinci 2015 Wilayah Kabupaten Kerinci yang sebagain besar merupakan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) tentunya penggunaan tanah dalam porsi terbesar sebagai Kawasan Hutan. Penggunaan tanah untuk jenis yang lain tersebar diantaranya berupa permukiman, sawah, perkebunan, tegalan. Adapun besaran penggunaan tanah di Kabupaten Kerinci yang bersumber dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi adalah sebagai berikut: a. sawah : 16.125 Ha b. Perkebunan : 11.455 Ha c. pemukiman : 2.135 Ha d. Tegal, ladang, huma : 130.720 Ha e. Padang rumput : 28.025 Ha f. Tambak, empang, kolam : 5.080 Ha g. Hutan Negara/TNKS : 215.000 Ha h. Hutan rakyat : 1.740 Ha i. Lahan kering : 765 Ha j. Jalan atau sungai : 8.955 Ha

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan Sebaran Kawasan Hutan Produksi melingkupi berbagai wilayah di Kabupaten

Kerinci. Dari sebaran tersebut dapat dilihat pada berbagai Desa sehingga diketahui luasan lebih rinci. Berikut tabel Desa yang wilayahnya terdapat Hutan Produksi.

Tabel 12: Desa-Desa Masuk Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Kerinci

No. Nama Desa Perkiraan Luas HP

(Ha)

Perkiraan Jumlah

Masyarakat Pemilik (Orang)

Rata-Rata Kepemilikan Lahan (Ha)

Mulai Digarap Tahun

1 2 3 4 5 6

POLIGON TANGKIL 1. Sungai Sikai 90 90 1 1973 2. Tangkil 74 74 1 1973

POLIGON SUNGAI SAMPUN 3. Sungai Sampun 139 139 1 1973 4. Koto Baru 45 45 1 1973

Page 55: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

46

42

No. Nama Desa Perkiraan Luas HP

(Ha)

Perkiraan Jumlah

Masyarakat Pemilik (Orang)

Rata-Rata Kepemilikan Lahan (Ha)

Mulai Digarap Tahun

38. Tanjung Sam 500 100 5 1973 39. Talang Kemuning 575 115 5 1973 40. Bintang Marak 500 100 5 1973

POLIGON LEMPUR 1 41. Talang Kemuning 377 75 5 1970 42. Lolo Kecil 300 60 5 1970

POLIGON LEMPUR 2 43. Desa Baru Lempur 150 30 5 1967 44. Lempur Mudik 197 39 5 1967

POLIGON MASGO 45. Desa Baru Lempur 900 180 5 1975 46. Lempur Mudik 1 200 5 1975 47. Lempur Tengah 900 180 5 1975 48. Lempur Hilir 900 180 5 1975 49. Selampaung 1 200 5 1975 50. Masgo 1.464 293 5 1975

POLIGON TARUTUNG 51. Pengasi Baru 300 60 5 1967 52. Tarutung 350 70 5 1967 53. Baru Pulau Sangkar 250 50 5 1967 54. Pulau Sangkar 300 60 5 1967 55. Seberang Merangin 200 40 5 1967 56. Lubuk Paku 200 40 5 1967 57. Pasar Tamiai 150 30 5 1967 58. Tamiai 574 115 5 1967

Jumlah 34.632 13.113 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci 2015

41

No. Nama Desa Perkiraan Luas HP

(Ha)

Perkiraan Jumlah

Masyarakat Pemilik (Orang)

Rata-Rata Kepemilikan Lahan (Ha)

Mulai Digarap Tahun

5. Koto Tuo 45 45 1 1973 6. Bedeng baru 50 50 1 1973

POLIGON SUNGAI DALAM 1 7. Sungai Dalam 276 276 1 1973 8. Danau Tinggi 400 400 1 1973

POLIGON SUNGAI DALAM 2 9. Sungai Dalam 44 44 1 1973

POLIGON SUNGAI BETUNG MUDIK 10. Sungai Betung Mudik 89 89 1 1920

POLIGON SUKO PANGKAT 11. Suko Pangkat 156 156 1 1920

POLIGON KEBUN BARU – BELUI 12. Kebun Baru 500 500 1 1973 13. Sungai Lintang 600 400 1,5 1973 14. Sako Duo 400 267 1,5 1935 15. Bedeng Dua 400 267 1,5 1935 16. Bedeng Delapan 500 333 1,5 1935 17. Batu Ampar 500 333 1,5 1935 18. Pasar Minggu 500 333 1,5 1935 19. Sungai Renah 505 337 1,5 1946 20. Sungai Betung Mudik 500 333 1,5 1940

21. Desa Baru Sungai Betung 500 333 1,5 1940

22. Air Betung 500 333 1,5 1940 23. Sungai Betung Hilir 500 333 1,5 1940 24. Suko Pangkat 521 347 1,5 1948 25. Simpang Tutup 600 400 1,5 1948 26. Tanjung Genting 600 400 1,5 1948 27. Sungai Gelampeh 400 267 1,5 1948 28. Air Terjun 500 333 1,5 1948 29. Siulak Kecil Mudik 600 400 1,5 1948 30. Siulak Kecil Hilir 600 400 1,5 1948 31. Koto Mebai 300 200 1,5 1948 32. Air Bersih 500 333 1,5 1973 33. Air Panas Baru 500 333 1,5 1973

POLIGON RENAH PEMETIK 34. Sungai Kuning 2.5 500 5 1946 35. Lubuk Tabun 1.5 300 5 1946 36. Pasir Jaya 2.5 500 5 1946 37. Pungut Mudik 2.429 485 5 1946

POLIGON BUKIT KERMAN

Page 56: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

47

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

42

No. Nama Desa Perkiraan Luas HP

(Ha)

Perkiraan Jumlah

Masyarakat Pemilik (Orang)

Rata-Rata Kepemilikan Lahan (Ha)

Mulai Digarap Tahun

38. Tanjung Sam 500 100 5 1973 39. Talang Kemuning 575 115 5 1973 40. Bintang Marak 500 100 5 1973

POLIGON LEMPUR 1 41. Talang Kemuning 377 75 5 1970 42. Lolo Kecil 300 60 5 1970

POLIGON LEMPUR 2 43. Desa Baru Lempur 150 30 5 1967 44. Lempur Mudik 197 39 5 1967

POLIGON MASGO 45. Desa Baru Lempur 900 180 5 1975 46. Lempur Mudik 1 200 5 1975 47. Lempur Tengah 900 180 5 1975 48. Lempur Hilir 900 180 5 1975 49. Selampaung 1 200 5 1975 50. Masgo 1.464 293 5 1975

POLIGON TARUTUNG 51. Pengasi Baru 300 60 5 1967 52. Tarutung 350 70 5 1967 53. Baru Pulau Sangkar 250 50 5 1967 54. Pulau Sangkar 300 60 5 1967 55. Seberang Merangin 200 40 5 1967 56. Lubuk Paku 200 40 5 1967 57. Pasar Tamiai 150 30 5 1967 58. Tamiai 574 115 5 1967

Jumlah 34.632 13.113 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci 2015

Page 57: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

48

44

kebutuhan Kota jambi seperti hasil pertanian, perikanan, industri dan jasa. Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah dataran rendah, termasuk daerah yang beriklim tropis .

Luas wiayah Kabupaten Muaro Jambi lebih kurang 5.246 Km2, secara administrasi

mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Slatan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Batang hari dan Kabupaten

Tanjung Jabung Barat Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan

Luas wilayah Kabupaten Muaro jambi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah seluas lebih kurang 540.342 Ha. Luas Kawasan Hutan berdasarkan SK.863/Menhut-II/2014 seluas lebih kurang 163.330 Ha (30,2%) sedangkan luas area penggunaan lain 377.012 Ha (69,8%). Pembagian luas Kawasan Hutan pada masing-masing Kecamatan belum secara definitif dikukuhkan baru dalam tahap batas tentatif. Pembagian luas Kawasan Hutan untuk tiap Kecamatan adalah sebagai berikut.

Tabel 14: Sebaran Kecamatan Dalam Kawasan Hutan

No. Kecamatan Luas Kawasan Hutan (Ha) 1. Bahar Selatan 24 2. Kumpeh 126.599 3. Maro Sebo 8.599 4. Sekernan 11.868 5. Sungai Gelam 4.810 6. Taman Rajo 11.430

JUMLAH 163.330

43

Gambar 14: Peta Posisi Desa dalam Hutan Produksi dan Taman Nasional Kerinci Sebelat

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan

Lokasi sampel kegiatan penelitian di Kabupaten Kerinci adalah Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai Dalam penetapan SK. 863/2014 Kementerian Kehutanan tersebut diatas, berada dalam Kawasan Hutan Hutan Produksi Pola Partisipasi Masyarakat (HP3M) dengan luas 169,94 Ha. Namun jika diamati pada kondisi fisik lapangan wilayah ini lebih banyak merupakan tanah garapan dan permukiman penduduk. Penggarapan tanah dimulai sekitar tahun 1946, karena ketika revolusi fisik penduduk di wilayah Sungai Penuh mengungsi ke wilayah perbukitan salah satunya adalah ke wilayah yang sekarang bernama Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai.

TabeL 13: Desa Sungai Kuning Sampel Penelitian Kecamatan Desa Jumlah bidang Luas (ha)

Siulak Mukai Pasir Jaya 200 301

Lubuk Tabun 200 205

Sungai Kuning 200 315

Total 600 821

Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Kerinci

4.3.2. Kabupaten Muaro Jambi 1). Profil Kabupaten Muaro Jambi

Letak geografis dan luas daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 tahun 1999 sebagai daerah pemekaran Kabupaten Batanghari, secara resmi Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mulai dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 1999. Pusat Pemerintaha di Kota Sengeti sebagai ibukota Kabupaten Muaro jambi dengan Pusat Perkantoran di bukit Baling Kecamatan Sekernan.

Letak geografis wilayah yang cukup strategis berada di hinterland Kota Jambi,

memberikan keuntungan bagi Kabupaten Muaro Jambi peluang yang besar pemasok

Page 58: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

49

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

44

kebutuhan Kota jambi seperti hasil pertanian, perikanan, industri dan jasa. Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah dataran rendah, termasuk daerah yang beriklim tropis .

Luas wiayah Kabupaten Muaro Jambi lebih kurang 5.246 Km2, secara administrasi

mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Slatan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Batang hari dan Kabupaten

Tanjung Jabung Barat Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan

Luas wilayah Kabupaten Muaro jambi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah seluas lebih kurang 540.342 Ha. Luas Kawasan Hutan berdasarkan SK.863/Menhut-II/2014 seluas lebih kurang 163.330 Ha (30,2%) sedangkan luas area penggunaan lain 377.012 Ha (69,8%). Pembagian luas Kawasan Hutan pada masing-masing Kecamatan belum secara definitif dikukuhkan baru dalam tahap batas tentatif. Pembagian luas Kawasan Hutan untuk tiap Kecamatan adalah sebagai berikut.

Tabel 14: Sebaran Kecamatan Dalam Kawasan Hutan

No. Kecamatan Luas Kawasan Hutan (Ha) 1. Bahar Selatan 24 2. Kumpeh 126.599 3. Maro Sebo 8.599 4. Sekernan 11.868 5. Sungai Gelam 4.810 6. Taman Rajo 11.430

JUMLAH 163.330

Page 59: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

50

46

4.4. Provinsi Kepulauan Riau 4.4.1. Kabupaten Bintan

1). Profil Kabupaten Bintan Kabupaten Bintan merupakan salah satu wilayah administrasi Tingkat II Provinsi

Kepulauan Riau yang terbentuk dengan nama administrasi tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006. Sebelum memiliki nama Kabupaten Bintan, lebih dahulu memiliki nama Kabupaten Kepulauan Riau. Namun agar tidak kerancuan dengan nama provinsi, maka sesuai peraturan tersebut secara resmi diubah menjadi Kabupaten Bintan. Kabupaten Bintan sendiri berada pada 0’6’17”– 1’34’52” LU dan 104’12’47”– 108’2’27” BT dengan luasan wilayah mencapai88.038,54Km2. Dari luasan tersebut, luas daratan hanya 1.946,13 Km2 sedangkan luas lautan mencapai 86.092,41 Km2. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Bintan adalah:

Utara : Kabupaten Natuna, Anambas dan Negara Malaysia Selatan : Kabupaten Lingga Barat : Kota Batam dan Kota Tg. Pinang Timur : Provinsi Kalimantan Barat.

Secara adminitratif, Kabupaten Bintan terdiri dari 10 Kecamatan (51 Desa/Kelurahan) dan memiliki luasan yang bervariasi antar kecamatannya. Kabupaten Bintan saat ini terdiri dari 240 buah pulau besar dan kecil. Hanya 39 buah diantaranya yang sudah dihuni, sedangkan sisanya walaupun belum berpenghuni sebagian sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, khususnya usaha perkebunan. Dari sisi kependudukan, jumlah penduduk Kabupaten Bintan pada tahun 2014 (Bintan Dalam Angka 2015) mencapai 151.123 jiwa dengan kepadatan 78 jiwa per km2.

Gambar 16: Peta Administrasi Kab.Bintan

Kondisi kehutanan di Kabupaten Bintan dalam sejarahnya tidak terlepas dari

kondisi kehutanan pada Pulau Bintan secara keseluruhan (Wilayah Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang). Seiring dengan perkembangan daerah telah terjadi perubahan tipe kawasanhutan berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor: 955/Kpts-II/1992 yang merubahfungsi hutan produksi seluas 12.950 ha hutan dan konversi seluas 21.750 ha yangterletak di kelompok hutan Sungai Jago, S. Ekang, S. Anculai, S. Bintan, S. Kangboidan S. Kawal Pulau Bintan menjadi Kawasan Hutan Lindung yang selanjutnya dikenaldengan nama kawasan Catchment Area. Dengan demikian tipe Kawasan Hutan

45

Gambar 15: Peta Kawasan Hutan Kabupaten Muaro Jambi

Kabupaten Muaro jambi sampai dengan tahun 2012 terdiri dari 11 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 150 Desa. Jumlah penduduk sebanyak 355.502 jiwa.Penggunaan tanah di Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan pengolahan Peta RBI Skala 1:50.000 memperlihatkan sebagian besar untuk perkebunan dan hutan. Luasan tanah untuk kegiatan perkebunan kurang lebih 197.079,79 Ha (36,47%) sedangkan luasan hutan mencapai 171.803,07 Ha (31,80%). Adapun untuk jenis penggunaan lain rata-rata dibawah 10%. Berikut rincian penggunan tanah di Kabupaten Muaro Jambi adalah sebagai berikut.

Tabel 15: Penggunaan Lahan di Kabupaten Muaro Jambi

No. Kecamatan Luas

Hektar Persen (%)

1 Air Danau / Situ 103,22 0,02 2 Air Empang 620,10 0,11 3 Air Kanal 12,63 0,00 4 Air Rawa 912,13 0,17 5 Air Tambak 9,07 0,00 6 Air Tawar Sungai 5.303,88 0,98 7 Bangunan / Gedung 102,02 0,02 8 Hutan 171.803,07 31,80 9 Hutan Rimba 52.559,77 9,73

10 Pasir / Bukit Pasir Darat 83,30 0,02 11 Perkebunan / Kebun 197.079,79 36,47 12 Permukiman dan Tempat Kegiatan 6.162,15 1,14 13 Sawah 2.633,59 0,49 14 Semak Belukar / Alang Alang 56.679,00 10,49 15 Tegalan / Ladang 4.6279,34 8,56

Jumlah 54.0343,06 100 Sumber: Peta RBI Skala 1:50.000 (Kantor Pertanahan Kab. Muaro Jambi)

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan

Tabel 16: Sampel Desa Kecamatan Dalam Kawasan Hutan

Kecamatan Desa Jumlah Bidang Luas (Ha)

Sekernan

Tanjung Lanjut 711 2.195 Suak Putat 35 136 Bukit Baling 130 575 Suko Awin Jaya 482 1.626

Taman Rajo Manis Mato 34 170 Rukam 138 772 Sekumbung 54 522

Maro Sebo Lubuk Raman 125 550 TOTAL 1.709 6.546

Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Muaro Jambi 2016 Yang dijadikan sampel penelitian adalah Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan

Sakernan, sebagai Kawasan Hutan Produksi.

Page 60: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

51

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

46

4.4. Provinsi Kepulauan Riau 4.4.1. Kabupaten Bintan

1). Profil Kabupaten Bintan Kabupaten Bintan merupakan salah satu wilayah administrasi Tingkat II Provinsi

Kepulauan Riau yang terbentuk dengan nama administrasi tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006. Sebelum memiliki nama Kabupaten Bintan, lebih dahulu memiliki nama Kabupaten Kepulauan Riau. Namun agar tidak kerancuan dengan nama provinsi, maka sesuai peraturan tersebut secara resmi diubah menjadi Kabupaten Bintan. Kabupaten Bintan sendiri berada pada 0’6’17”– 1’34’52” LU dan 104’12’47”– 108’2’27” BT dengan luasan wilayah mencapai88.038,54Km2. Dari luasan tersebut, luas daratan hanya 1.946,13 Km2 sedangkan luas lautan mencapai 86.092,41 Km2. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Bintan adalah:

Utara : Kabupaten Natuna, Anambas dan Negara Malaysia Selatan : Kabupaten Lingga Barat : Kota Batam dan Kota Tg. Pinang Timur : Provinsi Kalimantan Barat.

Secara adminitratif, Kabupaten Bintan terdiri dari 10 Kecamatan (51 Desa/Kelurahan) dan memiliki luasan yang bervariasi antar kecamatannya. Kabupaten Bintan saat ini terdiri dari 240 buah pulau besar dan kecil. Hanya 39 buah diantaranya yang sudah dihuni, sedangkan sisanya walaupun belum berpenghuni sebagian sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, khususnya usaha perkebunan. Dari sisi kependudukan, jumlah penduduk Kabupaten Bintan pada tahun 2014 (Bintan Dalam Angka 2015) mencapai 151.123 jiwa dengan kepadatan 78 jiwa per km2.

Gambar 16: Peta Administrasi Kab.Bintan

Kondisi kehutanan di Kabupaten Bintan dalam sejarahnya tidak terlepas dari

kondisi kehutanan pada Pulau Bintan secara keseluruhan (Wilayah Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang). Seiring dengan perkembangan daerah telah terjadi perubahan tipe kawasanhutan berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor: 955/Kpts-II/1992 yang merubahfungsi hutan produksi seluas 12.950 ha hutan dan konversi seluas 21.750 ha yangterletak di kelompok hutan Sungai Jago, S. Ekang, S. Anculai, S. Bintan, S. Kangboidan S. Kawal Pulau Bintan menjadi Kawasan Hutan Lindung yang selanjutnya dikenaldengan nama kawasan Catchment Area. Dengan demikian tipe Kawasan Hutan

Page 61: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

52

48

Gambar 17: Peta sebaran Desa, Kecamatan dalam Kawasan Hutan

(Sumber: SK. 76/MenLHK-II/2015)

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Lokasi sampel kegiatan penelitian di Kabupaten Kerinci adalah Desa Lancang

Kuning, Kecamatan Bintan Utara di dalam penetapan SK Kementerian Kehutanan Nomor 867/2014 dan SK. 76/MenLHK-II/2015, wilayah Desa berada pada Kawasan Hutan Lindung. Namun jika diamati pada kondisi fisik lapangan wilayah ini lebih banyak merupakan tanah garapan dan permukiman penduduk.

Berdasarkan data tahun 2015, lokasi kegiatan penduduk seperti permukiman dan

penguasan tanah untuk kegiatan budidaya masyarakat dinyatakan sebagai Kawasan Hutan.

Berdasarkan hal tersebut maka Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan membuat

perencanaan tentang pelaksanaan IP4T dalam Kawasan Hutan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 18: Lokasi Rencana kegiatan IP4T Kawasan Hutan No. Kelurahan/Desa Kecamatan 1. Sri Bintan Teluk Sebong 2. Ekang Anculai Teluk Sebong 3. Sebong Pereh Teluk Sebong 4. Tanjung Uban Utara Bintan Utara 5. Tanjung Uban Timur Bintan Utara 6. Lancang Kuning Bintan Utara 7. Teluk Lobam Seri Kuala Lobam 8. Kuala Sempang Seri Kuala Lobam 9. Busung Seri Kuala Lobam 10. Gunung Kijang Gunung Kijang

Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan 2016

47

yangada di Pulau Bintan dapat dikelompokkan menjadi Hutan Lindung (4.355 Ha), Catchment Area (37.000 Ha), Hutan Produksi Terbatas (21.250 Ha), Hutan konversi(40.250 ha), Hutan Mangrove (9.146 Ha), dengan total jumlah 112.001 Ha.

Hingga pada tahun 2014 memiliki luas hutan sekitar 38.796,23Ha. Semuanya

termasuk hutan lindung, yang tersebar hampir disemua kecamatan. Hutan Lindung Gunung Bintan Besar di Kecamatan Teluk Bintan seluas 280 Ha, Hutan Lindung Sei Jago di Kecamatan Bintan Utara seluas 1.629,60 Ha, Hutan Lindung Gunung Bintan Kecil seluas 308 Ha di Kecamatan Teluk Sebong, Hutan Lindung Gunung Lengkuas danHutan Lindung Sei Pulai masing-masing seluas 1.071,80 Ha dan 441,20 Ha di kecamatan Bintan Timur dan di kecamatan Gunung Kijang ada Hutan Lindung Gunung Kijang seluas 760 Ha (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bintan).

Pada tahun 2015 dengan terbitnya SK. Menteri Kehutanan No. 76 Tahun 2015 ikut

mengakibatkan perubahan luas dan status Kawasan Hutan di Pulau Bintan. Desa-Desa yang masuk Kawasan Hutan di Kabupaten Bintan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan setidaknya sudah terpetakan, meskipun belum secara keseluruhan. Dari SK tersebut kemudian diketahui bahwasannya luas keseluruhan hutan khusus Pulau Bintan menjadi 46.383,86 Ha, dengan rincian:

Tabel 17: Luas Hutan Kabupaten Bintan No. Kawasan Hutan Luas (Ha) 1 Kawasan Suaka Alam (KSA) 1,223.77 2 Hutan Lindung (HL) 20,301.79 3 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 5,783.85 4 Hutan Produksi (HP) 14,223.30 5 Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) 4,851.15

Total 46,383.86 Sumber: Kantor Pertanahan Kab. Bintan 2016 (Diolah dari SK. 76/MenLHK-II/2015)

2). Sebaran Desa, Kecamatan Dalam Kawasan Hutan Persebaran Kawasan Hutan di Kabupaten Bintan meliputi keseluruhan kecamatan

dengan berbagai macam variasi luasan dan jenis Kawasan Hutan yang ada didalamnya. Meskipun demikian, berdasarkan SK. 76/MenLHK-II/2015 lokasi sebaran Kawasan Hutan dapat diketahui memiliki pola tidak berkumpul pada satu lokasi, tetapi terlihat pada spot-spot tertentu dan cenderung tersebar. Berikut sebaran wilayah yang masuk Kawasan Hutan di Kabupaten Bintan seperti pada peta berikut:

Page 62: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

53

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

48

Gambar 17: Peta sebaran Desa, Kecamatan dalam Kawasan Hutan

(Sumber: SK. 76/MenLHK-II/2015)

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Lokasi sampel kegiatan penelitian di Kabupaten Kerinci adalah Desa Lancang

Kuning, Kecamatan Bintan Utara di dalam penetapan SK Kementerian Kehutanan Nomor 867/2014 dan SK. 76/MenLHK-II/2015, wilayah Desa berada pada Kawasan Hutan Lindung. Namun jika diamati pada kondisi fisik lapangan wilayah ini lebih banyak merupakan tanah garapan dan permukiman penduduk.

Berdasarkan data tahun 2015, lokasi kegiatan penduduk seperti permukiman dan

penguasan tanah untuk kegiatan budidaya masyarakat dinyatakan sebagai Kawasan Hutan.

Berdasarkan hal tersebut maka Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan membuat

perencanaan tentang pelaksanaan IP4T dalam Kawasan Hutan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 18: Lokasi Rencana kegiatan IP4T Kawasan Hutan No. Kelurahan/Desa Kecamatan 1. Sri Bintan Teluk Sebong 2. Ekang Anculai Teluk Sebong 3. Sebong Pereh Teluk Sebong 4. Tanjung Uban Utara Bintan Utara 5. Tanjung Uban Timur Bintan Utara 6. Lancang Kuning Bintan Utara 7. Teluk Lobam Seri Kuala Lobam 8. Kuala Sempang Seri Kuala Lobam 9. Busung Seri Kuala Lobam 10. Gunung Kijang Gunung Kijang

Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan 2016

Page 63: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

54

50

Dari sisi tinjauan kehutanan, memiliki riwayat yang sama dengan Kehutanan

Tingkat Provinsi yang di atur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena setiap Keputusan yang dikeluarkan oleh kementerian tersebut khususnya untuk Provinsi Riau selalu menampilkan kondisi kehutanan yang ada di Kota Batam. Berdasarkan SK. 867/Menhut-II/2014 yang kemudian diikuti SK.76/MenLHK-II/2015 untuk mengatur peruntukan kawasan kehutanan di Provinsi Kepulauan Riau tidak terjadi perubahan yang signifikan didalamya, khususnya di Kota Batam.

2). Sebaran Kecamatan dan Kelurahan Dalam Kawasan Hutan TAD

3). Sampel Desa/Kelurahan dan Kecamatan Dalam Kawasan Hutan Kelurahan sampel kegiatan penelitian yang diambil dan memiliki riwayat masuk

Kawasan Hutan terletak di Kecamatan Batu Aji, Kota Batam. Wilayah Kecamatan Batu Aji memiliki 4 Kelurahan, yakni:

1) Kelurahan Bukit Tempayan; 2) Kelurahan Buliang; 3) Kelurahan Kibing; 4) Kelurahan Tanjung Uncang

Sedangkan yang menjadi obyek sampel penelitian adalah Kelurahan Buliang dengan yang memiliki penampakan fisik sudah bukan lagi sebagai Kawasan Hutan, tetapi penggunaannya adalah sebagai wilayah permukiman dan jasa dimana bangunan fisik yang berdiri kokoh hampir diseluruh wilayah Kelurahan. Selain Kelurahan Buliang, maka sampel penelitian lainnya adalah Kelurahan Batu Ampar dan Sekupang dimana di lokasi tersebut sebagai lokasi Jasa yang diwakili oleh badan usaha milik swasta adalah antara lain PT. Maligas Sukses Abadi dan PT. Milenium Invesment. Kelurahan-Kelurahan tersebut sebagai lokasi permukiman dan Jasa yang sudah bersertipikat HGB diatas HPL, sedangkan ke dua perusahaan tersebut sedang mengajukan hak guna bangunan. Penggunaan tanah masyarakat untuk jasa di ambil sebagai sampel penelitian disebabkan ke dua perusahaan inilah yang berani menggugat Kementerian Kehutanan yang kemudian berdampak pada permukiman penduduk di Kelurahan-Kelurahan lainnya terkait dengan penetapan Kawasan Hutan Lindung.

4.5. Provinsi Kalimantan Barat

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu Daerah Tingkat I yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 dan pada tanggal 1 Januari 1957 Kalimantan Barat resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan. Luas wilayah provinsi Kalimantan Barat mencapai 146.807 km² (7,53% luas Indonesia) yang merupakan salah satu provinsi terluas di Indonesia. Ditinjau dari letak astronomis, provinsi ini terletak pada agris 2008’ LU serta 3002’ LS dan 108030’ BT serta 114010’ BT. Dari letak tersebut juga memperlihatkan bahwa wilayah ini berada pada sekitar garis khatulistiwa dan untuk Ibukota Provinsi yaitu Kota Pontianak berada pada titik 00. Ditinjau dari letak geografis, Provinsi Kalimantan Barat berada pada daerah yang memiliki ciri cukup spesifik, karena berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Adapun rincian batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara : Serawak (Malaysia Timur) Selatan : Laut Jawa dan Provinsi Kalimantan Tengah Barat : Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan TImur Timur : Laut Natuna dan Selat Karimata.

49

4.4.2. Kota Batam 1). Profil Kota Batam

Kota Batam merupakan salah satu daerah Tingkat II di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki lokasi strtaegis karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka dan jalur pelayaran Internasional. Dilihat dari sejarahnya sebelum terbentuk administratif Kota Batam, wilayah ini dahulunya merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kepulauan Riau dan apabila ditarik lebih jauh kebelakang maka wilayah ini adalah bagian dari Kerajaan Melayu. Sesuai Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973, Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) dan sekarang menjadi Badan Pengembangan (BP) Batam. Seiring berjalannya waktu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, wilayah Kecamatan Batam yang merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau, ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Batam yang memiliki tugas dalam menjalankan administrasi pemerintahan dan kemasyarakatan serta mendudukung pembangunan yang dilakukan Otorita Batam (BP Batam).

Perkembangan jumlah penduduk di wilayah ini berkembang sangat pesat, dari awal

pembangunan tahun 1970-an yang jumlah penduduknya sekitar 6.000 jiwa kini pada tahun 2010 (Sensus Penduduk 2010) telah mencapai 944.285 jiwa dan berdasarkan Statistik Daerah Kota Batam 2015 jumlah penduduk tahun 2014 mencapai 1.141.816 jiwa. Letakastronomis Kota Batam berada antara 0o25’29“ LUdan 1o15’00”LU sertaantara103o34’35” BT dan 104o26’04” BT. Posisi tersebut terbentang seluas 3.829,93 km2, yang terdiri atas 1.038,84 km2daratandan 2.791,09 km2lautan. Adapun batas wilayah administrasi Kota Batam adalah sebagai berikut:

Utara : Negara Singapura dan Malaysia Selatan : Kabupaten Lingga Barat : Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang Timur : Kabupaten Karimun

Gambar 18: Peta Administrasi Kota Batam

Page 64: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

55

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

50

Dari sisi tinjauan kehutanan, memiliki riwayat yang sama dengan Kehutanan

Tingkat Provinsi yang di atur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena setiap Keputusan yang dikeluarkan oleh kementerian tersebut khususnya untuk Provinsi Riau selalu menampilkan kondisi kehutanan yang ada di Kota Batam. Berdasarkan SK. 867/Menhut-II/2014 yang kemudian diikuti SK.76/MenLHK-II/2015 untuk mengatur peruntukan kawasan kehutanan di Provinsi Kepulauan Riau tidak terjadi perubahan yang signifikan didalamya, khususnya di Kota Batam.

2). Sebaran Kecamatan dan Kelurahan Dalam Kawasan Hutan TAD

3). Sampel Desa/Kelurahan dan Kecamatan Dalam Kawasan Hutan Kelurahan sampel kegiatan penelitian yang diambil dan memiliki riwayat masuk

Kawasan Hutan terletak di Kecamatan Batu Aji, Kota Batam. Wilayah Kecamatan Batu Aji memiliki 4 Kelurahan, yakni:

1) Kelurahan Bukit Tempayan; 2) Kelurahan Buliang; 3) Kelurahan Kibing; 4) Kelurahan Tanjung Uncang

Sedangkan yang menjadi obyek sampel penelitian adalah Kelurahan Buliang dengan yang memiliki penampakan fisik sudah bukan lagi sebagai Kawasan Hutan, tetapi penggunaannya adalah sebagai wilayah permukiman dan jasa dimana bangunan fisik yang berdiri kokoh hampir diseluruh wilayah Kelurahan. Selain Kelurahan Buliang, maka sampel penelitian lainnya adalah Kelurahan Batu Ampar dan Sekupang dimana di lokasi tersebut sebagai lokasi Jasa yang diwakili oleh badan usaha milik swasta adalah antara lain PT. Maligas Sukses Abadi dan PT. Milenium Invesment. Kelurahan-Kelurahan tersebut sebagai lokasi permukiman dan Jasa yang sudah bersertipikat HGB diatas HPL, sedangkan ke dua perusahaan tersebut sedang mengajukan hak guna bangunan. Penggunaan tanah masyarakat untuk jasa di ambil sebagai sampel penelitian disebabkan ke dua perusahaan inilah yang berani menggugat Kementerian Kehutanan yang kemudian berdampak pada permukiman penduduk di Kelurahan-Kelurahan lainnya terkait dengan penetapan Kawasan Hutan Lindung.

4.5. Provinsi Kalimantan Barat

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu Daerah Tingkat I yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 dan pada tanggal 1 Januari 1957 Kalimantan Barat resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan. Luas wilayah provinsi Kalimantan Barat mencapai 146.807 km² (7,53% luas Indonesia) yang merupakan salah satu provinsi terluas di Indonesia. Ditinjau dari letak astronomis, provinsi ini terletak pada agris 2008’ LU serta 3002’ LS dan 108030’ BT serta 114010’ BT. Dari letak tersebut juga memperlihatkan bahwa wilayah ini berada pada sekitar garis khatulistiwa dan untuk Ibukota Provinsi yaitu Kota Pontianak berada pada titik 00. Ditinjau dari letak geografis, Provinsi Kalimantan Barat berada pada daerah yang memiliki ciri cukup spesifik, karena berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Adapun rincian batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara : Serawak (Malaysia Timur) Selatan : Laut Jawa dan Provinsi Kalimantan Tengah Barat : Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan TImur Timur : Laut Natuna dan Selat Karimata.

Page 65: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

56

52

menjadi Kawasan Hutan seluas ± 52,386 ha, di Provinsi Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 2014, diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 733/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat. Luasan yang ada dalam SK tersebut juga mengalami perubahan, menjadi ± 8.389.600 Ha. Adapun rincian fungsi hutan berdasarkan SK ini adalah sebagai berikut:

a) Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) seluas ± 1.621.046 Ha; b) Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas ± 2.310.874 Ha; c) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 2.132.398 Ha; d) Kawasan Hutan Produksi (HP) seluas ± 2.127.365 Ha; e) Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ± 197.918 Ha.

4.5.1. Kabupaten Sekadau

1). Profil Kabupaten Sekadau Kabupaten Sekadau merupakan salah satu wilayah administrasi Tingkat II Provinsi

Kalimantan Barat yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat.

Sebelum terbentuk Kabupaten tersediri, wilayah Kabupaten Sekadau masuk wilayah

administrasi Kabupaten Sanggau. Secara astronomis, Kabupaten Sekadau terletak di 0038'23'' Lintang Utara sampai dengan 0044'25'' Lintang Selatan dan 110033'07'' Bujur Barat sampai dengan 111017'44'' Bujur Timur.

Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Sekadau adalah: Utara : Kabupaten Sintang Selatan : Kabupaten Ketapang Barat : Kabupaten Sanggau Timur : Kabupaten Sintang

Wilayah Kabupaten Sekadau memiliki luas 5.444,3 km 2 yang terbagi kedalam 7 kecamatan dan 76 Desa/Kelurahan. Kondisi topografi di Kabupaten Sekadau merupakan kondisi alam yang berupa daratan dan perbukitan. Tingkat ketinggian daratan apabila diukur dibawah permukaan laut (dpl) berada pada kisaran 0 meter dpl sampai dengan 1.000 meter dpl. Penggunaan lahan yang ada di Kabupaten ini cukup beragam dan cukup dinamis karena sangat berkaitan dengan aktivitas penduduk.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanaian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sekadau

pada tahun 2011 sebagian besar lahan yang ada di manfaatkan untuk lahan perkebunan. Berikut tabel rincian luas lahan dan penggunaannya di Kabupaten Sekadau sebagai berikut.

51

Kondisi kependudukan di Provinsi Kalimantan Barat memiliki komposisi yang sangat beragam. Ditinjau dari etnisitasnya, setidaknya ada belasan suku yang mendiami wilayah ini. Suku Dayak dan Melayu merupakan 2 (dua) suku yang mendominasi di Provinsi ini, yaitu sekitar ± 68% kemudian diikuti suku Jawa (± 9,74 %) dan Tionghoa (± 8,17%). Berdasarkan hasil proyeksi yang dilaksanakan oleh BPS Provinsi Kalimantan Barat, jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 4,716 juta jiwa, dimana sekitar 2,403 juta jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 2,313 juta jiwa adalah perempuan. Persebaran penduduknya tidak terlalu merata antar setiap Kabupaten/kotanya. Hampir 50% penduduknya berada mendiami di wilayah yang ada dipesisir bagian barat, sedangkan yang ada dibagian tengah dan timur relatif lebih sedikit dan tingkat kepadatannya rendah.

Tabel 19: Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan Barat

No. Kabupaten/Kota 2000 2005 2010 2014* 1 Kab. Sambas 454.126 476.283 496.120 519.887 2 Kab. Bengkayang 333.089 194.134 215.277 232.873 3 Kab. Landak 282.026 307.669 329.649 352.897 4 Kab. Pontianak 631.546 680.056 234.021 249.521 5 Kab. Sanggau 508.320 372.128 408.468 438.994 6 Kab. Ketapang 426.285 471.716 427.460 464.227 7 Kab. Sintang 460.594 343.544 364.759 390.796 8 Kab. Kapuas Hulu 182.589 204.347 222.160 240.410 9 Kab. Sekadau - 171.286 181.634 191.797

10 Kab. Melawi - 160..906 178.645 192.301 11 Kab. Kayong Utara - - 95.594 103.282 12 Kab. Kubu Raya - - 500.970 538.815 13 Kota Pontianak 472.220 502.133 554.764 598.097 14 Kota Singkawang - 168.143 186.462 202.196

Jumlah 3.750.795 4.052.345 4.395.983 4.716.093 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat 2015 Catatan: * Hasil Proyeksi penduduk Kondisi penggunaan tanah sebagian besar di Kalimantan Barat adalah berupa hutan

(67,96%), yang terdiri dari hutan belukar (25,49%), hutan lebat (41,54%) dan hutan sejenis (0,93%). Adapun areal hutan terluas terletak di Kabupaten Kapuas Hulu seluas 2.636.785 ha, kemudian diikuti oleh Kabupaten Ketapang yaitu seluas 1.927.057 ha. Sementara itu areal perkebunan mencapai 2.640.199 ha atau 17,8%. Dari 14,68 juta ha luas Kalimantan Barat, areal untuk pemukiman hanya berkisar 0,31 persen. Adapun areal pemukiman terluas berada di Kabupaten Sintang diikuti kemudian oleh Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang.

Riwayat perkembangan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat setidaknya diawali dari adanya penunjukkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 tentang penunjukan areal hutan diwilayah Propinsi Dati I Kalimantan Barat seluas ± 9.204,375 Ha sebagai Kawasan Hutan. Kemudian dalam perkembangannya pada tahun 2000 diterbitkan kembali Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Informasi yang disampaikan dari SK tersebut bahwa luas Kawasan Hutan yang ditunjuk berubah menjadi ± 9.178.760 Ha. Pada tahun 2013 kembali diterbitkan SK. 936/Menhut-II/2013 tanggal 20 Desember 2013 tentang perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan seluas ± 554,137 Hektar, perubahan fungsi Kawasan Hutan seluas ± 352,772 ha, dan penunjukan kawasan bukan Kawasan Hutan

Page 66: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

57

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

52

menjadi Kawasan Hutan seluas ± 52,386 ha, di Provinsi Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 2014, diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 733/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat. Luasan yang ada dalam SK tersebut juga mengalami perubahan, menjadi ± 8.389.600 Ha. Adapun rincian fungsi hutan berdasarkan SK ini adalah sebagai berikut:

a) Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) seluas ± 1.621.046 Ha; b) Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas ± 2.310.874 Ha; c) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 2.132.398 Ha; d) Kawasan Hutan Produksi (HP) seluas ± 2.127.365 Ha; e) Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ± 197.918 Ha.

4.5.1. Kabupaten Sekadau

1). Profil Kabupaten Sekadau Kabupaten Sekadau merupakan salah satu wilayah administrasi Tingkat II Provinsi

Kalimantan Barat yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat.

Sebelum terbentuk Kabupaten tersediri, wilayah Kabupaten Sekadau masuk wilayah

administrasi Kabupaten Sanggau. Secara astronomis, Kabupaten Sekadau terletak di 0038'23'' Lintang Utara sampai dengan 0044'25'' Lintang Selatan dan 110033'07'' Bujur Barat sampai dengan 111017'44'' Bujur Timur.

Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Sekadau adalah: Utara : Kabupaten Sintang Selatan : Kabupaten Ketapang Barat : Kabupaten Sanggau Timur : Kabupaten Sintang

Wilayah Kabupaten Sekadau memiliki luas 5.444,3 km 2 yang terbagi kedalam 7 kecamatan dan 76 Desa/Kelurahan. Kondisi topografi di Kabupaten Sekadau merupakan kondisi alam yang berupa daratan dan perbukitan. Tingkat ketinggian daratan apabila diukur dibawah permukaan laut (dpl) berada pada kisaran 0 meter dpl sampai dengan 1.000 meter dpl. Penggunaan lahan yang ada di Kabupaten ini cukup beragam dan cukup dinamis karena sangat berkaitan dengan aktivitas penduduk.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanaian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sekadau

pada tahun 2011 sebagian besar lahan yang ada di manfaatkan untuk lahan perkebunan. Berikut tabel rincian luas lahan dan penggunaannya di Kabupaten Sekadau sebagai berikut.

Page 67: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

58

54

Tabel 21: Luas Hutan Kabupaten Sekadau No. Kawasan Hutan Luas (Ha) 1 Area Penggunaan Lain (APL) 403.894 2 Hutan Lindung (HL) 52.834 3 Hutan Produksi (HP) 99.193 4 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 348

5 Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA Air) 4.934

Luas Total 561.203 Sumber: SK Menhut No. 733/Kpts-II/2014

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan Persebaran Kawasan Hutan di Kabupaten Sekadau hampir terdapat pada tiap-tiap

kecamatan, kecuali Kecamatan Sekadau Hulu. Pola dari lokasi Kawasan Hutan tidak terkumpul menjadi satu melainkan tersebar dan mendominasi wilayah Kabupaten Sekadau bagian utara dan selatan. Sebaran jenis Kawasan Hutan yang ada di masing-masing kecamatan juga cukup bervariasi, antara lain seperti pada tabel berikut:

Tabel 22: Sebaran Hutan Tiap Kecamatan di Kabupaten Sekadau

No. Kecamatan Jenis Kawasan Hutan 1. Belitang Hulu Hutan Produksi 2. Belitang Hutan Produksi 3. Belitang Hilir Hutan Produksi 4. Sekadau Hilir Hutan Produksi 5. Nanga Taman Hutan Produksi dan Hutan Lindung 6. Nanga Mahap Hutan Produksi dan Hutan Lindung

Sumber: Diolah dari SK. Menhut No. 936 Tahun 2013

Apabila ditunjukkan kedalam peta maka persebarannya dapat dilihat pada gambar berikut yang bersumber dari SK. Menteri Kehutanan Nomor 936 Tahun 2013, adapun Desa-Desa atau satuan permukiman yang masuk Kawasan Hutan seperti pada gambar berikut.

53

Tabel 20: Rincian Luas Lahan dan Penggunaannya

Luas Lahan Luas Lahan

(Total Area) (Total Area)

2010 2011

(2) (3)

I. 16.391 15.796

01. Irigasi Teknis 0 0

02. Irigasi Setengah Teknis 70 70

03 Irigasi Sederhana 801 1.043

04. Irigasi Desa 616 796

.05. Tadah Hujan 12.390 11.551

06. Pasang Surut 0 0

07. Lebak 1.723 1.545

08. Rembesan, dll 791 791

II. 366.856 366.684

01. Tegal/Kebun 38.080 38.090

02. Ladang/Huma 9.743 9.561

03 Perkebunan 144.280 144.280

04. Ditanami Pohon / Hutan Rakyat 65.094 65.094

.05. Tambak 0 0

06. Kolam/Tebat/Empang 494 494

07. Padang Penggembalaan 3.122 3.122

08. Sementara Tidak Diusahakan *) 100.654 100.65409. Lainnya (Pekarangan Yang Ditanami

Tanaman Pertanian , Dll) 5.369 5.369

III.Lahan Bukan Pertanian 161.188 161.18801. Rumah Bangunan Dan Halaman

Sekitarnya 48.202 48.202

02. Hutan Negara 37.620 37.620

03 Rawa-Rawa (Tidak Ditanam) 13.029 13.02904. Laninnya (Jalan, Danau, Sungai, Lahan

Tandus Dll 62.337 62.337

Lahan Sawah

Lahan Bukan Sawah

Sumber : Dinas Pertanian. Perikanan Dan Peternakan Kabupaten Sekadau

Luas Lahan Dan Penggunaannya

Di Kabupaten Sekadau

Total Area Its Usage In Sekadau Regency

2011

(1)

Jenis Lahan (Kinds Of Land)

Dari segi kependudukan, jumlah penduduk di Kabupaten Sekadau berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 sebanyak 181.634 jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2015 menjadi 193.391 jiwa dengan rincian 99.586 laki-laki dan 93.805 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 sebanyak 1,2% dan pada tahun 2015 diperkirakan menjadi 1,24%. Sebaran penduduk antar kecamatan tidak begitu merata yang mana Kecamatan Sekdau Hilir memiliki jumlah penduduk paling banyak yaitu 55.897 jiwa dan paling sedikit berada di Kecamatan Belitang sebanyak 11.531 jiwa (SP 2010).

Kondisi kehutanan di Kabupaten Sekadau dalam sejarahnya tidak terlepas dari

kondisi kehutanan Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan SK Menhut No. 733/Kpts-II/2014, wilayah Kabupaten Sekadau memiliki sebaran fungsi terkait dengan kehutanan adalah sebagai pada tabel berikut.

Page 68: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

59

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

54

Tabel 21: Luas Hutan Kabupaten Sekadau No. Kawasan Hutan Luas (Ha) 1 Area Penggunaan Lain (APL) 403.894 2 Hutan Lindung (HL) 52.834 3 Hutan Produksi (HP) 99.193 4 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 348

5 Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA Air) 4.934

Luas Total 561.203 Sumber: SK Menhut No. 733/Kpts-II/2014

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan Persebaran Kawasan Hutan di Kabupaten Sekadau hampir terdapat pada tiap-tiap

kecamatan, kecuali Kecamatan Sekadau Hulu. Pola dari lokasi Kawasan Hutan tidak terkumpul menjadi satu melainkan tersebar dan mendominasi wilayah Kabupaten Sekadau bagian utara dan selatan. Sebaran jenis Kawasan Hutan yang ada di masing-masing kecamatan juga cukup bervariasi, antara lain seperti pada tabel berikut:

Tabel 22: Sebaran Hutan Tiap Kecamatan di Kabupaten Sekadau

No. Kecamatan Jenis Kawasan Hutan 1. Belitang Hulu Hutan Produksi 2. Belitang Hutan Produksi 3. Belitang Hilir Hutan Produksi 4. Sekadau Hilir Hutan Produksi 5. Nanga Taman Hutan Produksi dan Hutan Lindung 6. Nanga Mahap Hutan Produksi dan Hutan Lindung

Sumber: Diolah dari SK. Menhut No. 936 Tahun 2013

Apabila ditunjukkan kedalam peta maka persebarannya dapat dilihat pada gambar berikut yang bersumber dari SK. Menteri Kehutanan Nomor 936 Tahun 2013, adapun Desa-Desa atau satuan permukiman yang masuk Kawasan Hutan seperti pada gambar berikut.

Page 69: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

60

56

Kabupaten Kubu Raya memilki 9 kecamatan, 101 Desa dan 370 dusun dengan luas keseluruhan 6.985,20 km². Kecamatan Batu Ampar merupakan wilayah terluas kerena hampir 30% dari wilayah Kabupaten atau ± 2.002,00 km². Secara astronomis Kabupaten Kubur Raya berada pada posisi 0°11’48” Lintang Utara, 0°54’06” Lintang Selatan, dan 108°54’55” – 110°00’’49’ Bujur Timur sedangkan dari letak geografisnya memiliki batas sebagai berikut:

Utara : Kabupaten Mempawah Selatan : Kabupaten Ketapang Barat : Laut Natuna Timur : Kabupaten Landak dan Kabupaten Sanggau.

Dilihat dari segi kependudukan, Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebanyak 500.970 jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2015 mencapai 545.405 dengan laju pertumbuhan 1,22%. Kecamatan Sungai Raya sebagai ibukota Kabupaten memiliki populasi paling banyak yaitu 204.929 jiwa, sedangkan Kecamatan Terentang memiliki populasi paling kecil dengan jumlah 11.045 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan karena memiliki sex ratio 103.

Penggunaan tanah di Kabupaten Raya sangat bervariasi meskipun secara umum

didominasi oleh Kawasan Hutan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kubu Raya tahun 2015, penggunaan tanah dapat dirinci seperti pada tabel berikut.

Tabel 23: Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya

No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) 1. Sawah Irigasi Sederhana 2.111

2. Sawah Tadah Hujan 24.400

3. Sawah Pasang Surut 48.853

4. Lebak 821

5. Tegal 29.303

6. Ladang 19.404

7. Perkebunan 99.976

8. Hutan Rakyat 28.621

9. Tambak 276

10. Kolam 532

11. Permukiman 41.965

12. Hutan Negara 355.400

13. Rawa-Rawa 5.120

14. Lainnya 41.738

Jumlah 698.520 Sumber: BPS Kabupaten Kubu Raya

Dari sisi tinjauan kehutanan, memiliki riwayat yang sama dengan Kehutanan Tingkat Provinsi yang di atur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena setiap Keputusan yang dikeluarkan oleh kementerian tersebut khususnya untuk Provinsi Kalimantan Barat selalu menampilkan kondisi kehutanan yang ada di Kabupaten Kubu Raya.

55

Gambar 19: Peta Sebaran Desa, Kecamatan Masuk Kawasan Hutan

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan

Berdasarkan peta Desa dan kecamatan yang masuk Kawasan Hutan di Kabupaten Sekadau, maka yang di jadikan sampel enelitian adalah Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu yang masuk dalam Kawasan Hutan Produksi. Kondisi existing dilokasi tersebut berupa permukiman dan lahan garapan bagi sumber penghidupan untuk pertanian dan sudah didiami secara turun temurun oleh Suku Dayak. Desa Sebetung memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Utara : Desa Seburuh Satu Selatan : Desa Sungai Antu Hulu Barat : Desa Sungai Tapah Timur : Desa Terduk Dampak

4.5.2. Kabupaten Kubu Raya

1). Profil Kabupaten Kubu Raya Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu daerah Tingkat II di Provinsi

Kalimantan Barat yang terbentuk dari pemekaran Kabupaten Pontianak (Mempawah) berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2007. Secara administratif wilayah

Page 70: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

61

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

56

Kabupaten Kubu Raya memilki 9 kecamatan, 101 Desa dan 370 dusun dengan luas keseluruhan 6.985,20 km². Kecamatan Batu Ampar merupakan wilayah terluas kerena hampir 30% dari wilayah Kabupaten atau ± 2.002,00 km². Secara astronomis Kabupaten Kubur Raya berada pada posisi 0°11’48” Lintang Utara, 0°54’06” Lintang Selatan, dan 108°54’55” – 110°00’’49’ Bujur Timur sedangkan dari letak geografisnya memiliki batas sebagai berikut:

Utara : Kabupaten Mempawah Selatan : Kabupaten Ketapang Barat : Laut Natuna Timur : Kabupaten Landak dan Kabupaten Sanggau.

Dilihat dari segi kependudukan, Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebanyak 500.970 jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2015 mencapai 545.405 dengan laju pertumbuhan 1,22%. Kecamatan Sungai Raya sebagai ibukota Kabupaten memiliki populasi paling banyak yaitu 204.929 jiwa, sedangkan Kecamatan Terentang memiliki populasi paling kecil dengan jumlah 11.045 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan karena memiliki sex ratio 103.

Penggunaan tanah di Kabupaten Raya sangat bervariasi meskipun secara umum

didominasi oleh Kawasan Hutan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kubu Raya tahun 2015, penggunaan tanah dapat dirinci seperti pada tabel berikut.

Tabel 23: Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya

No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) 1. Sawah Irigasi Sederhana 2.111

2. Sawah Tadah Hujan 24.400

3. Sawah Pasang Surut 48.853

4. Lebak 821

5. Tegal 29.303

6. Ladang 19.404

7. Perkebunan 99.976

8. Hutan Rakyat 28.621

9. Tambak 276

10. Kolam 532

11. Permukiman 41.965

12. Hutan Negara 355.400

13. Rawa-Rawa 5.120

14. Lainnya 41.738

Jumlah 698.520 Sumber: BPS Kabupaten Kubu Raya

Dari sisi tinjauan kehutanan, memiliki riwayat yang sama dengan Kehutanan Tingkat Provinsi yang di atur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena setiap Keputusan yang dikeluarkan oleh kementerian tersebut khususnya untuk Provinsi Kalimantan Barat selalu menampilkan kondisi kehutanan yang ada di Kabupaten Kubu Raya.

Page 71: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

62

58

Kabupaten dan 1 kota dengan dominasi vegetasi hutan. Topografi Provinsi Kalimantan Tengah cukup bervariasi, mulai dari daerah pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian 0 - 50 m dari permukaan laut dan kemiringan 0% - 8%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50 - 100 m dan ketinggian rata-rata 25%. Daerah pantai dan rawa terdapat di wilayah bagian Selatan, sedangkan dataran dan perbukitan berada di wilayah bagian Tengah dan pegunungan berada di bagian Utara dan Barat Daya. Batasan geografis provinsi ini adalah:

Utara : Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur Selatan : Laut Jawa Barat : Provinsi Kalimantan Barat Timur : Provinsi Kaliantan Timur dan Kalimantan Selatan

Kondisi kependudukan di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah, jumlah penduduk tahun 2014 mencapai 2.439.858 jiwa. Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki jumlah penduduk paling banyak yaitu 416. 151 jiwa dan diikuti oleh Kabupaten Kapuas. Adapun untuk Kota Palangka Raya sebagai ibukota provinsi jumlah penduduknya 252.105 jiwa. Wilayah Tingkat II yang memiliki jumlah penduduk relatif sedikit, dibawah 100.000 jiwa berada di Kabupaten Sukamaran dan Kabupaten Lamandau. Adapun sebaran jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2014 tersaji pada tabel berikut.

Tabel 24: Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan TengahTahun 2014

Kabupaten/Kota Penduduk

Jumlah Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

1. Kotawaringin Barat 142.742 126.887 269.629 112

2. Kotawaringin Timur 219.693 196.458 416.151 112

3. K a p u a s 175.951 169.004 344.955 104

4. Barito Selatan 66.623 63.986 130.609 104

5. Barito Utara 65.669 60.825 126.494 108

6. Sukamara 28.259 24.931 53.190 113

7. Lamandau 38.285 33.513 71.798 114

8. Seruyan 90.134 77.487 167.621 116

9. Katingan 82.575 75.079 157.654 110

10. Pulang Pisau 64.517 59.498 124.015 108

11. Gunung Mas 57.079 50.388 107.467 113

12. Barito Timur 56.835 53.611 110.446 106

13. Murung Raya 55.991 51.733 107.724 108

14. Palangka Raya 128.949 123.156 252.105 105

Total 1.273.302 1.166.556 2.439.858 109 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Tengah

Kondisi penggunaan tanah sebagian besar di Kalimantan Tengah didominasi oleh Kawasan Hutan yang mencapai 82,01%, sedangkan Areal Penggunaan Lain (APL) seperti permukiman, perkebunan masyarakat, lading, fasilitas umum, fasilitas sosial, lahan tanaman berkelanjutan, wilayah pertambangan masyarakat, perkebunan besar swasta dan budidaya lainnya hanya sekitar 16,83%. Angka ini jika dibandingkan dengan Perda No. 5 Tahun 1993 sangat berbeda sekali persentase besarannya, antara Kawasan Hutan dan kawasan non

57

2). Sebaran Kecamatan dan Desa Dalam Kawasan Hutan Sebaran bagian dari wilayah kecamatan yan memiliki atau berada dalam Kawasan

Hutan di Kabupaten Kubu Raya cukup merata, bahkan disetiap kecamatan memiliki areal Kawasan Hutan meskipun besaran luasannya berbeda-beda. Sebagai contoh, Hutan Lindung tersebar disembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Kubu Raya dengan luasan mencapai 171.407,35 Ha (2013). Berdasarkan SK. Menhut 733/2014 wilayah Hutan (keseluruhan) Kabupaten Kubu Raya mencapai 388.392,73 Ha sedangkan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 443.286,83 Ha. Apabila lebih dirinci kembali, luas hutan terbagi menjadi:

a) Hutan Lindung (HL) : 171.477,35 Ha b) Hutan Produksi (HP) : 98,104,39 Ha c) Hutan Produksi Konversi (HPK) : 53.041,54 Ha d) Hutan Produksi Terbatas : 65.769,45 Ha

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan Kelurahan/Desa yang masuk Kawasan Hutan di Kabupaten Kubu Raya dan

menjadi sampel kegiatan penelitian berada di Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya. Wilayah ini merupakan daerah transmigrasi yang penduduknya didatangkan sejak tahun 1955 dan 1957. Penggunaan tanah yang berada di Desa tersebut antara lain berupa permukiman, kebun sawit, sawah, tanaman palawija dan berbagai jenis sayuran.

4.6. Provinsi Kalimantan Tengah

Provinsi Kalimantan Tengah terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1957 dengan memiliki 3 (tiga) wilayah administrasi Tingkat II yaitu Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin. Seiring berjalannya waktu tepatnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan, Kabupaten tersebut dimekarkan menjadi:

a. Kabupaten Daerah Tingkat II Barito dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yakni : - Kabupaten Barito Utara, dengan ibukotanya Muara Teweh. - Kabupaten Barito Selatan, dengan ibukotanya Buntok.

b. Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas tetap/ tidak mengalami perubahan. c. Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin dimekarkan menjadi 2 Kabupaten, yakni:

- Kabupaten Kotawaringin Timur, dengan ibukotanya Sampit. - Kabupaten Kotawaringin Barat, dengan ibukotanya Pangkalan Bun.

Pada 2 Juli 2002 Kementerian Dalam Negeri Atas Nama Presiden RI menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 guna memekarkan beberapa wilayah Kabupaten di Kalimantan Tengah sehingga terjadi penambahan 8 Kabupaten baru, yakni dari 5 Kabupaten dan 1 Kota menjadi 13 Kabupaten, 1 Kota. Adapun 8 Kabupaten baru tersebut adalah:

a. Kabupaten Katingan, dengan Ibukota Kasongan; b. Kabupaten Seruyan, dengan Ibukota Kuala Pembuang; c. Kabupaten Sukamara, dengan Ibukota Sukamara; d. Kabupaten Lamandau, dengan Ibukota Nanga Bulik; e. Kabupaten Gunung Mas, dengan Ibukota Kuala Kurun; f. Kabupaten Pulang Pisau, dengan Ibukota Pulang Pisau; g. Kabupaten Murung Raya, dengan Ibukota Puruk Cahu; h. Kabupaten Barito Timur, dengan Ibukota Tamiang Layang.

Ditinjau dari letak astronomis, Provinsi Kalimantan Tengah terletak pada garis 0°45 LU, 3°30 LS, 111° BT dan 116° BT dengan luas mencapai 157.983 Km2 mencakup 13

Page 72: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

63

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

58

Kabupaten dan 1 kota dengan dominasi vegetasi hutan. Topografi Provinsi Kalimantan Tengah cukup bervariasi, mulai dari daerah pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian 0 - 50 m dari permukaan laut dan kemiringan 0% - 8%, daerah perbukitan dengan ketinggian 50 - 100 m dan ketinggian rata-rata 25%. Daerah pantai dan rawa terdapat di wilayah bagian Selatan, sedangkan dataran dan perbukitan berada di wilayah bagian Tengah dan pegunungan berada di bagian Utara dan Barat Daya. Batasan geografis provinsi ini adalah:

Utara : Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur Selatan : Laut Jawa Barat : Provinsi Kalimantan Barat Timur : Provinsi Kaliantan Timur dan Kalimantan Selatan

Kondisi kependudukan di Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah, jumlah penduduk tahun 2014 mencapai 2.439.858 jiwa. Wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki jumlah penduduk paling banyak yaitu 416. 151 jiwa dan diikuti oleh Kabupaten Kapuas. Adapun untuk Kota Palangka Raya sebagai ibukota provinsi jumlah penduduknya 252.105 jiwa. Wilayah Tingkat II yang memiliki jumlah penduduk relatif sedikit, dibawah 100.000 jiwa berada di Kabupaten Sukamaran dan Kabupaten Lamandau. Adapun sebaran jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2014 tersaji pada tabel berikut.

Tabel 24: Jumlah Penduduk (Jiwa) di Provinsi Kalimantan TengahTahun 2014

Kabupaten/Kota Penduduk

Jumlah Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

1. Kotawaringin Barat 142.742 126.887 269.629 112

2. Kotawaringin Timur 219.693 196.458 416.151 112

3. K a p u a s 175.951 169.004 344.955 104

4. Barito Selatan 66.623 63.986 130.609 104

5. Barito Utara 65.669 60.825 126.494 108

6. Sukamara 28.259 24.931 53.190 113

7. Lamandau 38.285 33.513 71.798 114

8. Seruyan 90.134 77.487 167.621 116

9. Katingan 82.575 75.079 157.654 110

10. Pulang Pisau 64.517 59.498 124.015 108

11. Gunung Mas 57.079 50.388 107.467 113

12. Barito Timur 56.835 53.611 110.446 106

13. Murung Raya 55.991 51.733 107.724 108

14. Palangka Raya 128.949 123.156 252.105 105

Total 1.273.302 1.166.556 2.439.858 109 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Tengah

Kondisi penggunaan tanah sebagian besar di Kalimantan Tengah didominasi oleh Kawasan Hutan yang mencapai 82,01%, sedangkan Areal Penggunaan Lain (APL) seperti permukiman, perkebunan masyarakat, lading, fasilitas umum, fasilitas sosial, lahan tanaman berkelanjutan, wilayah pertambangan masyarakat, perkebunan besar swasta dan budidaya lainnya hanya sekitar 16,83%. Angka ini jika dibandingkan dengan Perda No. 5 Tahun 1993 sangat berbeda sekali persentase besarannya, antara Kawasan Hutan dan kawasan non

Page 73: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

64

60

4.6.1. Kota Palangkaraya

1). Profil Kota Palangkaraya Kota Palangka Raya merupakan satu-satunya daerah Tingkat II di Provinsi

Kalimantan Tengah yang berstatus sebagai Kota Administrasi. Kota yang juga sebagai ibukota provinsi ini terbentuk setelah menyusul sesaat ditetapkannya Kalimantan Tengah sebagai provinsi sendiri. Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah pada awal terbentuknya provinsi tersendiri berada di daerah Pahandut yang sekarang juga bagian dari Kota Palangka Raya. Kota Palangka Raya terdiri dari 5 kecamatan dan memiliki luas 2.853,52 Km2. Adapun kecamatan terluas berada di Kecamatan Rakumpit dengan luas 1.101,95 Ha.

Secara astronomis, Kota Palangka Raya berada pada posisi 2°12′36″LU-2,21°LS dan 113°55′12″BT-113,92°BT. Batas-batas wilayah Kota Palangka Raya antara lain:

Utara : Kabupaten Gunung Mas Selatan : Kabupaten Pulang Pisau Barat : Kabupaten Katingan Timur : Kabupaten Pulang Pisau

Kondisi kependudukan di Kota Palangka Raya berdasarkan sebaran pada masing-masing kecamatan cukup bervariasi dan jumlahnya tidak merata. Berdasarkan dari data BPS Kota Palangka Raya, jumlah penduduk yang ada di kota ini mencapai 252.105 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Jumlah penduduk paling banyak berada di Kecamatan Jekan Raya dan yang menempati wilayah ini lebih dari 50% penduduk Kota Palangka Raya. Jumlah penduduk yang cukup banyak juga berada di wilayah Kecamatan Pahandut yang mencapai 88.304 jiwa. Wilayah Kecamatan Pahandut adalah daerah yang sudah berkembang cukup lama dan merupakan wilayah yang didiami oleh penduduk asli. Wilayah ini awalnya dijadikan ibukota Provinsi Kalimantan Tengah saat terbentuk pertama kali. Kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Rakumpit dengan jumlah penduduk 3.258 jiwa. Kecamatan Rakumpit juga merupakan daerah terluas di Kota Palangka Raya tetapi kepadatan penduduknya cukup rendah. Berikut tabel jumlah penduduk Kota Palangka Raya tahun 2014.

Tabel 26: Jumlah Penduduk Kota Palangka Raya 2014

Kecamatan Penduduk (orang) Rasio

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Pahandut 45.059 43.245 88.304

104,19

2. Sabangau 8.482 7.880 16.362

107,64

3. Jekan Raya 66.845 64.174 131.019

104,16

4. Bukit Batu 6.840 6.322 13.162

108,19

5. Rakumpit 1.723 1.535 3.258

112,25 Palangka Raya 128.949 123.156 252.105 104,7

Sumber: BPS Kota Palangka Raya Penggunaan tanah di Kota Palangka Raya berdasarkan sumber dari Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kota Palangka Raya didominasi oleh Kawasan Budidaya, baik yang berupa APL maupun hutan produksi yang dapat dikonversi maupun hutan

59

hutan. Pada tahun 1993, luas Kawasan Hutan ditetapkan 63,01%, sedangkan kawasan non kehutanan 36,99%. Perubahan seperti ini yang cenderung mengecilkan APL akan mengganggu kegiatan kehidupan masyarakat karena banyak wilayahnya yang selama ini jadi sumber penghidupan berubah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan. Berikut tabel kondisi penggunaan tanah anatara Kawasan Hutan dan non ke hutanan berdasarkan Perda No. 5 Tahun 2015.

Tabel 25: Penggunaan Tanah Kalimantan Tengah

No. Penggunaan Tanah Eksisting (Ha) Presentase

A KAWASAN HUTAN 1. Kawasan Suaka Alam/Kawasan

Pelestarian Alam 1.595.696 10,28 2. Hutan Lindung 1.388.608 8,95 3. Hutan Produksi Terbatas 3.326.975 21,43 4. Hutan Produksi 3.878.724 24,99 5. Hutan Produksi Konversi 2.540.571 16,37 6. Taman Laut - -

Jumlah 12.730.574 82,01

B KAWASAN NON KEHUTANAN 1 Areal Penggunaan Lain 2.612.893 16,83 2 Perairan + Taman Laut 180.165 1,16

Jumlah 2.793.058 17,99

Luas Total 15.523.632 100 Sumber: Perda Kalimantan Tengah No. 5 Tahun 2015

Riwayat perkembangan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Tengah diawali

dengan terbitnya Keputusan Menteri Pertanian No. 759/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 tentang penunjukan Areal Hutan seluas ± 15.300.000 Ha sebagai Kawasan Hutan. Seiring berjalannya waktu pada tahun tanggal 31 Mei 2011 terbitlah Keputusan Menteri Kehutanan No. 292/Menhut-II/2011 tentang penetapan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas ± 1.168.656 Ha, Perubahan antar Fungsi Kawasan Hutan seluas ± 689.666 Ha dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas ± 29.672 Ha. Dinamika perubahan terkait dengan kawsan hutan dan non kehutanan terus berlanjut, karena berbagai faktor kondisi dilapangan yang cenderung dinamis. Berselang satu tahun SK Menhut tahun 2011, diterbitkan kembali Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK.529/Menhut-II/2012 yang berisikan perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian No. 759/Kpts/Um/10/1982, dimana luas Kawasan Hutan yang ditetapkan kembali seperti SK Tahun 1982 seluas ± 15.300.000 Ha. Isi dari SK. 529/Menhut-II/2012 menetapkan luas Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan menjadi 12.719.707 Ha dengan rincian sebagai berikut:

a) Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) seluas ± 1.630.828 Ha;

b) Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas ± 1.346.066 Ha; c) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 3.317.461 Ha; d) Kawasan Hutan Produksi (HP) seluas ± 3.881.817 Ha; e) Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) seluas ± 2.543.535 Ha.

Page 74: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

65

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

60

4.6.1. Kota Palangkaraya

1). Profil Kota Palangkaraya Kota Palangka Raya merupakan satu-satunya daerah Tingkat II di Provinsi

Kalimantan Tengah yang berstatus sebagai Kota Administrasi. Kota yang juga sebagai ibukota provinsi ini terbentuk setelah menyusul sesaat ditetapkannya Kalimantan Tengah sebagai provinsi sendiri. Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah pada awal terbentuknya provinsi tersendiri berada di daerah Pahandut yang sekarang juga bagian dari Kota Palangka Raya. Kota Palangka Raya terdiri dari 5 kecamatan dan memiliki luas 2.853,52 Km2. Adapun kecamatan terluas berada di Kecamatan Rakumpit dengan luas 1.101,95 Ha.

Secara astronomis, Kota Palangka Raya berada pada posisi 2°12′36″LU-2,21°LS dan 113°55′12″BT-113,92°BT. Batas-batas wilayah Kota Palangka Raya antara lain:

Utara : Kabupaten Gunung Mas Selatan : Kabupaten Pulang Pisau Barat : Kabupaten Katingan Timur : Kabupaten Pulang Pisau

Kondisi kependudukan di Kota Palangka Raya berdasarkan sebaran pada masing-masing kecamatan cukup bervariasi dan jumlahnya tidak merata. Berdasarkan dari data BPS Kota Palangka Raya, jumlah penduduk yang ada di kota ini mencapai 252.105 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Jumlah penduduk paling banyak berada di Kecamatan Jekan Raya dan yang menempati wilayah ini lebih dari 50% penduduk Kota Palangka Raya. Jumlah penduduk yang cukup banyak juga berada di wilayah Kecamatan Pahandut yang mencapai 88.304 jiwa. Wilayah Kecamatan Pahandut adalah daerah yang sudah berkembang cukup lama dan merupakan wilayah yang didiami oleh penduduk asli. Wilayah ini awalnya dijadikan ibukota Provinsi Kalimantan Tengah saat terbentuk pertama kali. Kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Rakumpit dengan jumlah penduduk 3.258 jiwa. Kecamatan Rakumpit juga merupakan daerah terluas di Kota Palangka Raya tetapi kepadatan penduduknya cukup rendah. Berikut tabel jumlah penduduk Kota Palangka Raya tahun 2014.

Tabel 26: Jumlah Penduduk Kota Palangka Raya 2014

Kecamatan Penduduk (orang) Rasio

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Pahandut 45.059 43.245 88.304

104,19

2. Sabangau 8.482 7.880 16.362

107,64

3. Jekan Raya 66.845 64.174 131.019

104,16

4. Bukit Batu 6.840 6.322 13.162

108,19

5. Rakumpit 1.723 1.535 3.258

112,25 Palangka Raya 128.949 123.156 252.105 104,7

Sumber: BPS Kota Palangka Raya Penggunaan tanah di Kota Palangka Raya berdasarkan sumber dari Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kota Palangka Raya didominasi oleh Kawasan Budidaya, baik yang berupa APL maupun hutan produksi yang dapat dikonversi maupun hutan

Page 75: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

66

62

Gambar 20: Peta Penggunaan Kelurahan Sabaru (Sumber IP4T Kawasan Hutan)

4.6.2. Kabupaten Katingan

1). Profil Kabupaten Katingan Kabupaten Katingan merupakan salah satu daerah Tingkat II di Provinsi

Kalimantan Tengah yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002. Secara administratif Kabupaten ini memilki 13 kecamatan dengan luasan wilayah yang sangat beragam. Kabupaten Katingan yang memilki motto Penyang Hinje Simpei (Hidup Rukun dan Damai untuk Kesejahteraan Bersama), memiliki luas wilayah 17.800 km² dan berpenduduk sebanyak 141.205 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Dilihat dari letak astronomis berada di daerah Khatulistiwa, yaitu tertetak diantara 112° 0’BT – 0o20 LS dan 113° 45’ BT - 30° 30’ LS dan dialiri oleh sungai besar, yaitu Sungai Katingan dengan panjang + 650 km. Secara administratif batas wilayah Kabupaten KatinganBujur Timur sedangkan dari letak geografisnya memiliki batas sebagai berikut:

Utara : Kabupaten Malawi Provinsi Kalimantan Barat Selatan : Laut Jawa Barat : Kabupaten Kotawaringin Timur Timur : Kabupaten Gunung Mas, Kota Palangkaraya serta

Kabupaten Pulang Pisau. Ditinjau dari segi kependudukan, jumlah penduduk Kabupaten Katingan pada

tahun 2015 berjumlah 160.305 jiwa yang terdiiri dari penduduk laki-laki sebanyak 83.964 jiwa dan penduduk perempuan 76.341 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling banyak adalah Kecamtan Katingan Hilir, kemudian diikuti Kecamatan Katingan Tengah. Begitu juga dengan tingkat kepadatan penduduk paling banyak berada pada kecua kecamatan tersebut. Berikut tabel jumlah penduduk Kabupaten Katingan tahun 2014-2015.

Tabel 28: Jumlah penduduk Kabupaten Katingan tahun 2014-2015

61

produksi. Luasan Kawasan Budidaya di Kota Palangka Raya mencapai 205.971 Ha sedangkan lainnya merupakan Kawasan Lindung dengan luas 78.836 Ha. Adapun penggunaan tanah terkait dengan Kawasan Hutan tersaji pada tabel berikut:

Tabel 27:Luas Kawasan Hutan dan Penggunaan Lainnya Kota Palangka Raya, 2013 No. Pembagian Kawasan Hutan Menurut Status Luas (Ha)

A. Kawasan Lindung 78.836 1. Daerah Sempadan Sungai (DSS) 14.248 2. Hutan Lindung 8.516 3. Suaka Alam 56.072

B. Kawasan Budidaya 205.971 1. Area Penggunaan Lainnya (APL) 41.880 2. Hutan Produksi dapat Dikonversi (HPK) 90.704 3. Hutan Produksi (HP) 73.387 Luas Total 284.807

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palangka Raya

Riwayat kehutanan di Kota Palangka Raya memiliki persamaan dengan yang ada di Provinsi Kalimantan Barat karena setiap perubahan yang terjadi di Provinsi ini melalui SK. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ikut mempengaruhi besaran luas hutan. Kota Palangka Raya yang merupakan ibukota provinsi, sejak diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 759/Kpts/Um/10/1982 didominasi oleh wilayah hutan. Namun begitu keadaan dilapangan berbeda dan banyak lokasi yang bukan berfungsi sebagai Kawasan Hutan tetapi banyak aktivitas kehidupan penduduk. Kondisi ini tentu saja bertolak belakang dengan Keputusan tersebut sehingga dalam perjalanannya terdapat revisi Keputusan yang merubah fungsi hutan menjadi Area Penggunaan Lain.

2). Sebaran Kecamatan Dalam Kawasan Hutan

Persebaran Kawasan Hutan khususnya di Kota Palangka Raya terdapat pada tiap-tiap kecamatan dengan luasan dan jenis hutan yang berbeda-beda. Keberadaan hutan di Kota Palangka Raya dapat dibedakan kedalam 4 jenis, yaitu Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam, Hutan Produksi yang dapat di Konversi dan Hutan Produksi.

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan

Sampel Desa dan menjadi obyek IP4T berada di Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau, masuk dalm Kawasan Hutan Produksi. Lokasi obyek yang ditetapkan masuk Kawasan Hutan Produksi ini memiliki ciri pemanfaatan tanahnya berupa permukiman, ladang bercocok tanam berupa nanas, sawit, karet, sayuran dan buah. Berikut peta penggunaan lahan di lokasi sampel yang merupakan hasil IP4T Kawasan Hutan.

Page 76: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

67

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

62

Gambar 20: Peta Penggunaan Kelurahan Sabaru (Sumber IP4T Kawasan Hutan)

4.6.2. Kabupaten Katingan

1). Profil Kabupaten Katingan Kabupaten Katingan merupakan salah satu daerah Tingkat II di Provinsi

Kalimantan Tengah yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002. Secara administratif Kabupaten ini memilki 13 kecamatan dengan luasan wilayah yang sangat beragam. Kabupaten Katingan yang memilki motto Penyang Hinje Simpei (Hidup Rukun dan Damai untuk Kesejahteraan Bersama), memiliki luas wilayah 17.800 km² dan berpenduduk sebanyak 141.205 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Dilihat dari letak astronomis berada di daerah Khatulistiwa, yaitu tertetak diantara 112° 0’BT – 0o20 LS dan 113° 45’ BT - 30° 30’ LS dan dialiri oleh sungai besar, yaitu Sungai Katingan dengan panjang + 650 km. Secara administratif batas wilayah Kabupaten KatinganBujur Timur sedangkan dari letak geografisnya memiliki batas sebagai berikut:

Utara : Kabupaten Malawi Provinsi Kalimantan Barat Selatan : Laut Jawa Barat : Kabupaten Kotawaringin Timur Timur : Kabupaten Gunung Mas, Kota Palangkaraya serta

Kabupaten Pulang Pisau. Ditinjau dari segi kependudukan, jumlah penduduk Kabupaten Katingan pada

tahun 2015 berjumlah 160.305 jiwa yang terdiiri dari penduduk laki-laki sebanyak 83.964 jiwa dan penduduk perempuan 76.341 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling banyak adalah Kecamtan Katingan Hilir, kemudian diikuti Kecamatan Katingan Tengah. Begitu juga dengan tingkat kepadatan penduduk paling banyak berada pada kecua kecamatan tersebut. Berikut tabel jumlah penduduk Kabupaten Katingan tahun 2014-2015.

Tabel 28: Jumlah penduduk Kabupaten Katingan tahun 2014-2015

Page 77: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

68

64

No. Kelas Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

15. Rawa 35.054,99 2,00 16. Sawah 17.844,28 1,02 17. Semak/Belukar 200.788,65 11,47 18. Tanah terbuka/kosong 14.278,64 0,82 19. Transmigrasi 47,70 0,00

Jumlah 1.750.000,00 100,00

Rekapitulasi Penutupan Lahan

Kawasan Berhutan 1.840.431 73,22

Kawasan Tidak Berhutan 190.886 26,78

JUMAH 2.031.317 100,00

Sumber: RTRW Kabupaten Katingan Tahun 2012-2032

2). Sebaran Kecamatan Dalam Kawasan Hutan Sebaran bagian dari wilayah kecamatan yan memiliki atau berada dalam

Kawasan Hutan di Kabupaten Katingan cukup merata, bahkan disetiap kecamatan memiliki areal Kawasan Hutan meskipun besaran luasannya berbeda-beda. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Katingan tahun 2014-2034 Kawasan Hutan di Kabupaten Katingan dibagi menjadi dua Kawasan Hutan, yaitu hutan sebagai Kawasan Lindung dan Hutan sebagai Kawasan Budidaya.

Peruntukan kawasan lindung di Kabupaten Katingan diarahkan pada bagian

utara, tepatnya di Kecamatan Katingan Hulu, Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Senaman Mantikei. Keberadaan hutan ini selain sebagai pelindung DAS Katingan juga dapat berfungsi sebagai cagar alam yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata terbatas (adventure tourism). Kawasan Hutan untuk Kawasan Budidaya di Kabupaten Katingan dibagi menjadi tiga kawasan budidaya, yaitu:

a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), adalah jenis hutan peruntukan bagi keperluan produksi kayu hutan alam dimana kegiatan penebangan diatur dengan 14 ketentuan pembatasan yang ketat untuk tujuan meminimalkan kerusakan lingkungan. Kawasan ini diarahkan pada bagian utara Kabupaten Katingan tepatnya di Kecamatan Hulu. Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Senaman Mantikei. Selain itu, kawasan ini juga diarahkan ke bagian selatan karena adanya lahan bergambut yang tergenang tetap ditunjukkan sebagai buffer bagi kawasan lindung dan kawasan budidaya lainnya. Lokasinya berada di Kecamatan Mendawai dan Kecamatan Katingan Kuala.

b. Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT), adalah jenis peruntukan bagi keperluan produksi kayu hutan alam yang penebangannya boleh dilakukan secara leluasa. Kawasan ini diarahkan tersebar ke seluruh kecamatan yang terdapat dalam Kabupaten Katingan.

c. Kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), adalah jenis peruntukan bagi keperluan produksi kayu yang mengandalkan sumber kayu dari hutan tanaman. Kawasan ini diarahkan ke Kecamatan Marikit.

Pemanfaatan kawasan untuk sektor kehutanan di wilayah Kabupaten Katingan seluas ± 1.058.140,31 ha atau sekitar 60,47% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan, dengan rincian peruntukkan sebagai berikut:

63

Kecamatan

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Katingan (Jiwa)

Laki-laki Perempuan Jumlah 2014 2015 2014 2015 2014 2015

Katingan Kuala 10.539 10.625 9.752 9.836 20.291 20.461

Mendawai 2.050 2.070 1.917 1.936 3.967 4.006

Kamipang 3.362 3.393 3.166 3.199 6.528 6.592

Tasik Payawan 4.287 4.327 4.021 4.060 8.308 8.387

Katingan Hilir 17.345 17.817 15.952 16.367 33.297 34.184 Tewang Sangalang Garing 6.320 6.399 5.794 5.869 12.114 12.268

Pulau Malan 4.587 4.630 4.382 4.425 8.969 9.055

Katingan Tengah 16.514 16.969 14.500 14.905 31.014 31.874

Sanaman Mantikei 5.296 5.351 4.764 4.815 10.060 10.166

Petak Malai 2.135 2.156 1.807 1.825 3.942 3.981

Marikit 3.613 3.645 3.284 3.315 6.897 6.960

Katingan Hulu 4.388 4.427 3.994 4.029 8.382 8.456

Bukit Raya 2.139 2.155 1.746 1.760 3.885 3.915

Katingan 82.575 83.964 75.079 76.341 157.654 160.305 Sumber: BPS Kabupaten Katingan 2016

Terkait dengan penggunaan tanah, sekitar 60% wilayah Kabupaten Katingan masih berupa hutan belukar dan hutan lebat. Perkebunan menempati porsi terbesar nomor 2 (dua), yaitu sekitar 11% sehingga penggunaan lahan lainnya tidak sampai 10%. Lokasi pengembangan tambak seluas 2.000 ha di Kabupaten Katingan, yaitu di Kecamatan Katingan Kuala, termasuk dalam wilayah lahan hutan belukar (mangrove).

Tabel 29: Penggunaan Tanah di Kabupaten Kubu Raya

No. Kelas Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Air 17.464,51 1,00 2. Belukar Rawa 127.448,18 7,28 3. Hutan Mangrove Primer 10,42 0,00 4. Hutan Mangrove Sekunder 16.067,50 0,92 5. Hutan Primer 213.350,32 12,19 6. Hutan Rawa Primer 16.674,22 0,95 7. Hutan Rawa Sekunder 541.573,16 30,95 8. Hutan Sekunder 487.881,23 27,88

9. Hutan Tanaman 5.871,24 0,34 10. Pemukiman 1.934,78 0,11 11. Perkebunan 4.979,82 0,28 12. Pertambangan 14.425,41 0,82 13. Pertanian Lahan Kering 1.979,96 0,11

14. Pertanian Lahan Kering Campuran 32.324,97 1,85

Page 78: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

69

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

64

No. Kelas Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

15. Rawa 35.054,99 2,00 16. Sawah 17.844,28 1,02 17. Semak/Belukar 200.788,65 11,47 18. Tanah terbuka/kosong 14.278,64 0,82 19. Transmigrasi 47,70 0,00

Jumlah 1.750.000,00 100,00

Rekapitulasi Penutupan Lahan

Kawasan Berhutan 1.840.431 73,22

Kawasan Tidak Berhutan 190.886 26,78

JUMAH 2.031.317 100,00

Sumber: RTRW Kabupaten Katingan Tahun 2012-2032

2). Sebaran Kecamatan Dalam Kawasan Hutan Sebaran bagian dari wilayah kecamatan yan memiliki atau berada dalam

Kawasan Hutan di Kabupaten Katingan cukup merata, bahkan disetiap kecamatan memiliki areal Kawasan Hutan meskipun besaran luasannya berbeda-beda. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Katingan tahun 2014-2034 Kawasan Hutan di Kabupaten Katingan dibagi menjadi dua Kawasan Hutan, yaitu hutan sebagai Kawasan Lindung dan Hutan sebagai Kawasan Budidaya.

Peruntukan kawasan lindung di Kabupaten Katingan diarahkan pada bagian

utara, tepatnya di Kecamatan Katingan Hulu, Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Senaman Mantikei. Keberadaan hutan ini selain sebagai pelindung DAS Katingan juga dapat berfungsi sebagai cagar alam yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata terbatas (adventure tourism). Kawasan Hutan untuk Kawasan Budidaya di Kabupaten Katingan dibagi menjadi tiga kawasan budidaya, yaitu:

a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), adalah jenis hutan peruntukan bagi keperluan produksi kayu hutan alam dimana kegiatan penebangan diatur dengan 14 ketentuan pembatasan yang ketat untuk tujuan meminimalkan kerusakan lingkungan. Kawasan ini diarahkan pada bagian utara Kabupaten Katingan tepatnya di Kecamatan Hulu. Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Senaman Mantikei. Selain itu, kawasan ini juga diarahkan ke bagian selatan karena adanya lahan bergambut yang tergenang tetap ditunjukkan sebagai buffer bagi kawasan lindung dan kawasan budidaya lainnya. Lokasinya berada di Kecamatan Mendawai dan Kecamatan Katingan Kuala.

b. Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT), adalah jenis peruntukan bagi keperluan produksi kayu hutan alam yang penebangannya boleh dilakukan secara leluasa. Kawasan ini diarahkan tersebar ke seluruh kecamatan yang terdapat dalam Kabupaten Katingan.

c. Kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), adalah jenis peruntukan bagi keperluan produksi kayu yang mengandalkan sumber kayu dari hutan tanaman. Kawasan ini diarahkan ke Kecamatan Marikit.

Pemanfaatan kawasan untuk sektor kehutanan di wilayah Kabupaten Katingan seluas ± 1.058.140,31 ha atau sekitar 60,47% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan, dengan rincian peruntukkan sebagai berikut:

Page 79: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN TENTANG PROFIL DAN SEBARAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DI LOKASI PENELITIAN

70

65

a. Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA atau HPH) seluas ± 619.474,45 ha atau sekitar 35,40% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan.

b. Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman (IUPHHK-HT atau HTI) seluas ± 13.900,00 ha atau sekitar 0,79% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan.

c. Kawasan Taman Nasional seluas ± 424.765.86 ha atau sekitar 24,27% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan. Sedangkan pencadangan hutan untuk Areal Restorasi Ekosistem seluas ± 232.610,25 ha atau sekitar 13,29% dari luas wilayah administrasi Kabupaten Katingan.

3). Sampel Desa Dalam Kawasan Hutan

Wilayah Desa masuk Kawasan Hutan dan menjadi sampel di Kabupaten Katingan adalah Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah. Wilayah Desa ini menurut SK. 529/Menhut-II/2012 termasuk daerah Kawasan Hutan Produksi. Existing penggunaan tanah yang ada di Desa ini tidak sepenuhnya merupakan tegakan hutan melainkan sudah banyak permukiman, fasilitas umum dan sosial, kebun masyarakat dengan berbagai komoditi yang menjadi tumpuan sumber penghidupan warga setempat.

Page 80: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

71

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional5BAB V

Hasil Lapangan dan Pembahasan

Page 81: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

72

66

BAB V

HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN

HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

Berdasarkan basis data lapangan di lokasi sampel penelitian, yakni di 9 Kabupaten

serta 3 Kota di 6 provinsi di Indonesia, maka bab ini akan menampilkan identifikasi dan membahas mengenai: 1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan tentang Penunjukan

Kawasan Hutan; 2) Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan; 3) Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan dan

Hambatannya.

5.1. Hasil Lapangan 5.1.1. Identifikasi Perkembangan Perubahan Peraturan Kementerian Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian

Perkembangan peraturan Kementerian Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan di lokasi sampel adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.Kep.16/3/1967 tentang Penunjukan Sebagian Hutan Tutup Hutan Gunung Hondje (Skpt.tanggal 26-4-1927 No. 4 ayat IIa-2) seluas 10.000 Ha sebagai Cagar Alam dan digabungkan dengan Cagar Alam Ujung Kulon (Skpt.tanggal 17-1-1958 No.48/Um/58) selanjutnya diberi nama "Cagar Alam Ujungkulon". Terletak dalam kawasan Kewedanaan Cibariung, Daerah Tingkat II Pandeglang, Keresidenan Banten Daerah Tingkat I Jawa Barat.

Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor 419/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Seluas 1.045.071 (satu juta empat puluh lima ribu tujuh puluh satu) hektar. Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dirinci menurut fungsi hutan dengan luas sebagai berikut:

(1) Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam (Daratan dan Perairan) Taman Baru seluas................................................... 252.604 hektar

(2) Hutan Lindung seluas .................................. 240.402 hektar (3) Hutan Produksi Terbatas.............................. 213.412 hektar (4) Hutan Produksi Tetap................................... 338.653 hektar

----------------------------------------------------------------------- Jumlah .............................................1.045.071 hektar

a). Kabupaten Pandeglang Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor: 48/Um/1958 Tanggal 17 April 1958

Kawasan Ujung Kulon berubah status kembali menjadi Kawasan Suaka Alam dengan memasukkan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah. Dalam perkembangannya melalui Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK 3658/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan seluas 105.694,46 (seratus lima ribu enam ratus

Page 82: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

73

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

67

sembilan puluh empat dan empat puluh enam perseratus) hektar di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 2014). Berdasarkan adanya perkembangan SK. Kementerian Kehutanan tahun 2014 tersebut, maka tersebar pula Desa-Desa yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TUNK), diantaranya adalah Kecamatan Sumur dengan luas wilayah lebih kurang 1.818 Ha dan 4 (empat) Desa sebagai lokasi sampel penelitian, yakni:

1). Desa Ujungjaya 2). Desa Tamanjaya 3). Desa Cigorondong 4). Desa Tunggaljaya Luas wilayah Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang adalah Potensi alam

Kecamatan Sumur sangat komplit, disamping ada laut dengan pantai putih, ada hutan alam yang telah digunakan untuk penelitian, serta hamparan sawah yang luas dan sangat cocok untuk tujuan wisata.

Ke empat Desa tersebut sebelumnya pada tahun 1999 ada yang masuk dalam Kawasan Hutan Produksi , dan pada tahun 2014 berubah fungsi menjadi hutan konservasi. Hal ini merujuk pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.3658/Menhut-VII/KUH/2014. Berdasarkan hal MEMUTUSKAN dan MENETAPKAN pada point KESATU, bahwa Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon seluas 105.694,46 hektar terdiri dari:

a. Kawasan Hutan Taman Nasional seluas 61.357,46 hektar; b. Kawasan Taman nasional Perairan seluas 44.337 hektar.

b). Kabupaten Lebak

Berdasarkan SK.3658/Menhut-VII/KUH/2014, maka lokasi penelitian yakni di 3 (tiga) Desa masuk kedalam Kawasan Hutan Produksi. Ketiga Desa tersebut adalah: :

1). Desa Tanjungwangi 2). Desa Sukanagara 3). Desa Girijagabaya

2) Kabupaten Banjar dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan

Dilihat dari riwayat penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan: (1) Tata Guna Hutan Kawasan (TGHK) tahun 1987; (2) Tata Ruang Provinsi Kalimantan Selatan tahun 1992; (3) Padu Serasi Tata Ruang antara Tata Ruang dan Kehutanan tahun 1996; (4) Tata Ruang Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2000; (5) Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 453 tahun 1999 dan; (6) Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 435 tahun 2009 di Provinsi Kalimantan

Selatan, yang merubah SK 453/1999, dirinci menurut fungsi dan luas sebagai berikut: a. Kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam lebih kurang 213.285 Ha; b. Hutan lindunglebih kurang 526.425 Ha; c. Hutan produksi terbatas lebih kurang 126.660 Ha; d. Hutan Produksi tetap lebih kurang 762.188 Ha; e. Hutan produksi yang dapat di konversi lebih kurang 151.424 Ha.

Jumlah lwbih kurang 1.779.982 Ha.

Mengingat Padu Serasi Tata Ruang antara Tata Ruang dan Kehutanan tahun 1996 serta Tata Ruang Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2000 sudah di terbitkan, kemudian

66

BAB V

HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN

HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

Berdasarkan basis data lapangan di lokasi sampel penelitian, yakni di 9 Kabupaten

serta 3 Kota di 6 provinsi di Indonesia, maka bab ini akan menampilkan identifikasi dan membahas mengenai: 1) Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan tentang Penunjukan

Kawasan Hutan; 2) Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat dalam Kawasan Hutan; 3) Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan dan

Hambatannya.

5.1. Hasil Lapangan 5.1.1. Identifikasi Perkembangan Perubahan Peraturan Kementerian Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian

Perkembangan peraturan Kementerian Kehutanan tentang penunjukan Kawasan Hutan di lokasi sampel adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.Kep.16/3/1967 tentang Penunjukan Sebagian Hutan Tutup Hutan Gunung Hondje (Skpt.tanggal 26-4-1927 No. 4 ayat IIa-2) seluas 10.000 Ha sebagai Cagar Alam dan digabungkan dengan Cagar Alam Ujung Kulon (Skpt.tanggal 17-1-1958 No.48/Um/58) selanjutnya diberi nama "Cagar Alam Ujungkulon". Terletak dalam kawasan Kewedanaan Cibariung, Daerah Tingkat II Pandeglang, Keresidenan Banten Daerah Tingkat I Jawa Barat.

Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor 419/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Seluas 1.045.071 (satu juta empat puluh lima ribu tujuh puluh satu) hektar. Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dirinci menurut fungsi hutan dengan luas sebagai berikut:

(1) Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam (Daratan dan Perairan) Taman Baru seluas................................................... 252.604 hektar

(2) Hutan Lindung seluas .................................. 240.402 hektar (3) Hutan Produksi Terbatas.............................. 213.412 hektar (4) Hutan Produksi Tetap................................... 338.653 hektar

----------------------------------------------------------------------- Jumlah .............................................1.045.071 hektar

a). Kabupaten Pandeglang Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor: 48/Um/1958 Tanggal 17 April 1958

Kawasan Ujung Kulon berubah status kembali menjadi Kawasan Suaka Alam dengan memasukkan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah. Dalam perkembangannya melalui Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK 3658/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan seluas 105.694,46 (seratus lima ribu enam ratus

Page 83: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

74

68

Kementerian Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan tentang Kawasan Hutan, namun tidak merujuk pada peraturan tata ruang tersebut di atas.

Adapun SK yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan yakni: SK. Menteri

Kehutanan Nomor 453 tahun 1999 luas Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan dan SK. Menteri Kehutanan Nomor 435 tahun 2009. Apabila kedua SK tersebut dikomparasikan terdapat perbedaan luasan pada masing-masing jenis Kawasan Hutan dari jumlah total luasan, didalam SK Menteri Kehutanan Nomor 453 tahun 1999 luas Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan adalah 1.839.494 Ha, sedangkan pada penerbitan SK Menteri Kehutanan Nomor 435 tahun 2009 disebutkan luas Kawasan Hutan menyusut menjadi 1.779.982 Ha. Luasan pada masing-masing jenis Kawasan Hutan juga terdapat penurunan, tetapi terdapat pula yang mengalami penambahan. Detail luasan jenis hutan di Provinsi Kalimantan Selatan tersaji pad tabel berikut.

Tabel 30: Luas Kawasan Hutan

No. Jenis Kawasan Hutan SK Menteri Kehutanan

Selisih 453/Kpts-II/1999

435/Menhut-II/2009

1 Kws Suaka Alam+Kws Pelestarian Alam/ **) 175,565.00 213,285.00 +37,720.00

2 Hutan Lindung 554,139.00 526,425.00 -27,714.00 3 Hutan Produksi Terbatas 155,268.00 126,660.00 -28,608.00 4 Hutan Produksi Tetap 688,884.00 762,188.00 +73,304.00

5 Hutan Produksi yg dpt dikonversi 265,638.00 151,424.00 -114,214.00

Jumlah Luas Kawasan Hutan 1,839,494.00 1,779,982.00 -59,512.00

**): Data Kawasan Konservasi belum disinkronkan dengan luas penunjukan parsial (Sumber: Dirjen Planologi Kehutanan)

a). Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan

Adapun Desa sampel adalah Desa Tambak Padi Kecamatan Beruntung Baru merupakan sampel penelitian, berdasarkan SK 453/2009 masuk ke dalam Kawasan Hutan Produksi. Namun Desa tersebut sudah merupakan permukiman dan hamparan sawah. Batas wilayah Desa Tambak Padi:

Sebelah Utaran dengan Kecamatan Gambut; Sebelah Selatan dengan Kecamatan Bumi Makmur; Sebelah Barat dengan Desa Sungai Musang, Kecamatan Alih Huih; Sebelah Timur dengan Kelurahan Landasan Ulin Selatan.

b). Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan

Adapun obyek sampel penelitian berada di Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung yang berdasarkan SK. 453/21999, Desa tersebut ditunjuk sebagai kawasan Area Penggunaan Lain (APL). Namun dengan terbitnya SK. 435/2009, maka Desa tersebut merupakan bagian dari Kawasan Hutan Produksi. Adapun batas wilayah Desa sebagai berikut:

Sebelah Utara dengan Batu Bini dan Desa Jalatang Kecamatan Padang Batung; Sebelah Selatan dengan Desa Batu Ampar dan Pipitak Jaya Kecamatan Piani; Sebelah Barat dengan Desa Malutu Kecamatan Padang Batung; Sebelah Timur dengan Desa Malilingin Kecamatan Padang Batung.

Page 84: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

75

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

69

Dengan terbitnya SK 435/2009 yang menyatakan Desa Batu Laki sebagai Kawasan Hutan prosuksi, maka masyarakat/penduduk setempat keberatan dan mengajukan pelepasan daerah dari Kawasan Hutan, seperti yang tertuang dalam hasil wawancara dengan kepala Desa Batu Laki (Bapak Rudi) adalah sebagai berikut:

a) Pada tahun 2009 tanpa sosialisasi dari Kementerian Kehutanan kepada masyarakat Desa Batu Laki, langsung diterbitkan SK. 435/2009 tentang Kawasan Hutan pengganti SK. 453/1999;

b) Mei 2013 Kepala Desa dan masyarakat membuat Surat Pernyataan menolak penanda tanganan berita acara tentang penetapan tata batas Kawasan Hutan (surat terlampir);

c) Januari 2014 Kepala Desa dan masyarakat membuat Surat yang ditujukan ke Kementerian Kehutanan Jakarta sebagai tindak lanjut dari Surat Mei 2013, dan tidak ada tanggapan dari instansi terkait;

d) Dalam periode 2009-2014, Kepala Desa dan masyarakat sudah beberapa kali melakukan usaha meminta penjelasan dari dinas terkait dan tidak ada tanggapan dan di lapangan juga aksi damai dengan tidak memperbolehkan daerah untuk dikelaola/dilakukan kegiatan karena masyarakat telah hidup bertani/berkebun/berladang secara turun-temurun, terbukti dengan kondisi lahanyang ada sebagian besar bekas kebun/ladang milik warga Desa;

e) Pada tanggal 8 September Kepala Desa dan Masyarakat membuat Surat ke Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian LHK di Jakarta;

f) Pada tanggal 3 November 2015 ada Surat balasan dari Kementerian LHK yang ditujukan ke BPKH Wil. V Banjarbaru;

g) Tindak lanjut dari Surat tersebut di atas, maka BPKH Wil. V melakukan pengumpulan data lapangan pada tanggal 3-8 Desember 2015 bersama-sama masyarakat dengan identifikasi lahan sesuai laporan dalam surat untuk di laporkan ke Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan;

h) Tanggal 20 April 2016 Kepala Desa Batu laki membuat surat yang ditujukan ke BPKH Wilayah V menanyakan hasil identifikasi lapangan tanggal 3-8 Desember 2015.

3) Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

Riwayat Kawasan Hutan yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan tidak lepas dari sejarah penunjukan Kawasan Hutan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 421/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Provinsi Jambi seluas ± 2.179.440 Ha. Rincian luas ini terbagai kedalam, antara lain:

a) Hutan Konservasi seluas 676.120 ha; b) Hutan Lindung seluas 191.130 ha; c) Hutan Produksi Terbatas seluas 340.700 ha; d) Hutan Produksi Tetap seluas 971.490 ha.

Seiring berjalannya waktu terbit Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.727/Menhut-II/2012 tanggal 10 Desember 2012 yang menyebutkan terdapat perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan seluas ± 13.712 Ha, perubahan fungsi Kawasan Hutan seluas ± 20.529 Ha di Provinsi Jambi. Begitu juga pada tahun 2014, diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.863/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Jambi yang menegaskan bahwa luas hutan di provinsi ini adalah ± 2.098.535 Ha, dengan rincian menurut fungsi:

a) Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) seluas ± 685.471 Ha;

68

Kementerian Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan tentang Kawasan Hutan, namun tidak merujuk pada peraturan tata ruang tersebut di atas.

Adapun SK yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan yakni: SK. Menteri

Kehutanan Nomor 453 tahun 1999 luas Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan dan SK. Menteri Kehutanan Nomor 435 tahun 2009. Apabila kedua SK tersebut dikomparasikan terdapat perbedaan luasan pada masing-masing jenis Kawasan Hutan dari jumlah total luasan, didalam SK Menteri Kehutanan Nomor 453 tahun 1999 luas Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Selatan adalah 1.839.494 Ha, sedangkan pada penerbitan SK Menteri Kehutanan Nomor 435 tahun 2009 disebutkan luas Kawasan Hutan menyusut menjadi 1.779.982 Ha. Luasan pada masing-masing jenis Kawasan Hutan juga terdapat penurunan, tetapi terdapat pula yang mengalami penambahan. Detail luasan jenis hutan di Provinsi Kalimantan Selatan tersaji pad tabel berikut.

Tabel 30: Luas Kawasan Hutan

No. Jenis Kawasan Hutan SK Menteri Kehutanan

Selisih 453/Kpts-II/1999

435/Menhut-II/2009

1 Kws Suaka Alam+Kws Pelestarian Alam/ **) 175,565.00 213,285.00 +37,720.00

2 Hutan Lindung 554,139.00 526,425.00 -27,714.00 3 Hutan Produksi Terbatas 155,268.00 126,660.00 -28,608.00 4 Hutan Produksi Tetap 688,884.00 762,188.00 +73,304.00

5 Hutan Produksi yg dpt dikonversi 265,638.00 151,424.00 -114,214.00

Jumlah Luas Kawasan Hutan 1,839,494.00 1,779,982.00 -59,512.00

**): Data Kawasan Konservasi belum disinkronkan dengan luas penunjukan parsial (Sumber: Dirjen Planologi Kehutanan)

a). Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan

Adapun Desa sampel adalah Desa Tambak Padi Kecamatan Beruntung Baru merupakan sampel penelitian, berdasarkan SK 453/2009 masuk ke dalam Kawasan Hutan Produksi. Namun Desa tersebut sudah merupakan permukiman dan hamparan sawah. Batas wilayah Desa Tambak Padi:

Sebelah Utaran dengan Kecamatan Gambut; Sebelah Selatan dengan Kecamatan Bumi Makmur; Sebelah Barat dengan Desa Sungai Musang, Kecamatan Alih Huih; Sebelah Timur dengan Kelurahan Landasan Ulin Selatan.

b). Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan

Adapun obyek sampel penelitian berada di Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung yang berdasarkan SK. 453/21999, Desa tersebut ditunjuk sebagai kawasan Area Penggunaan Lain (APL). Namun dengan terbitnya SK. 435/2009, maka Desa tersebut merupakan bagian dari Kawasan Hutan Produksi. Adapun batas wilayah Desa sebagai berikut:

Sebelah Utara dengan Batu Bini dan Desa Jalatang Kecamatan Padang Batung; Sebelah Selatan dengan Desa Batu Ampar dan Pipitak Jaya Kecamatan Piani; Sebelah Barat dengan Desa Malutu Kecamatan Padang Batung; Sebelah Timur dengan Desa Malilingin Kecamatan Padang Batung.

Page 85: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

76

70

b) Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas ± 179.588 Ha; c) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 258.285 Ha; d) Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 963.792 Ha; e) Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 11.399 Ha.

a). Kabupaten Kerinci Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan tahun 2013, di Kabupaten

Kerinci terdapat Hutan Hak dan Hutan Adat dengan luasan masing-masing 5.000 ha dan 2.398 Ha. Sedangkan untuk Hutan Konservasi memiliki luas 191.822 Ha dan Hutan Produksi (Pola HP3M) seluas 28.665 Ha.

Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai sebagai lokasi sampel penelitian

berdasarkan SK.863/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Jambi berada dalam Kawasan Hutan Produksi (Pola HP3M) .

b). Kabupaten Muaro Jambi

Wilayah Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah adalah seluas ± 540.342 ha yang terbagi dalam 11 (sebelas) kecamatan. Luas Kawasan Hutan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan SK. 863/Menhut-II/2014 adalah seluas ± 163.330 Ha (30,2%). Luas Area Penggunaan Lain adalah seluas ± 377.012 Ha (69,8%). Pembagian luas Kawasan Hutan pada masing-masing kecamatan ini belum secara definitif dikukuhkan dan baru dalam tahap batas tentatif dalam pemetaan lokasi sampel penelitian adalah Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan berdasarkan SK.863/Menhut-II/2014 masuk dalam kawasan hutan produksi.

4) Kabupaten Bintan dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau

Kondisi Kehutanan di Provinsi Kepulauan Riau tidak terlepas dari sebelum tebentuknya provinsi ini secara definitif (masih tergabung dengan Provinsi Riau) hingga tahun 2015 yangperkembangannya cukup dinamis. Berdasarkan sumber dari Kementerian Kehutanan penunjukan Kawasan Hutan masih berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 173/Kpts-II/1986 tanggal 06 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK).

Penunjukan Kawasan Hutan yang merupakan penetapan areal wilayah tertentu

sebagai Kawasan Hutan dengan keputusan Menteri Kehutanan dapat mencakup wilayah Provinsi yaitu Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 173/Kpts-II/1986 tanggal 06 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK), luas Kawasan Hutan di Provinsi Riau (dahulu mencakup wilayah Provinsi Kepulauan Riau) adalah 9.456.160 Ha. kemudian luas Kawasan Hutan untuk Kabupaten Kepulauan Riau menjadi seluas 847.255,47 Ha.

Tabel 31:Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan TGHK (1986)

No. Daratan / Kawasan Hutan dan Perairan Luas (Ha) Keterangan

1. Hutan Konservasi 2.401,56 -

Page 86: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

77

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

71

2. Hutan Lindung 35.967,25 - 3. Hutan Produksi Terbatas 354.926,73 -

4. Hutan Produksi yang dapat dikonversi 453.959,93 -

5. Tubuh Air

-

Jumlah 847.255,47 - Sumber : BPKH Wilayah XII Tanjungpinang (perhitungan dengan SIG) Pada tahun 1987 melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 47/Kpts-II/1987

telah ditunjuk areal hutan di wilayah Kotamadya Batam seluas ± 23.430 Ha. Lima tahun berikutnya diterbitkan Surat Keputusan Nomor 955/Kpts-II/1992 tentang Perubahan Fungsi Htan Produksi Terbatas seluas ± 12.950 Ha dan Hutan Produksi yang dapat di Konversi seluas ± 21.750 Ha. Pada tahun 2011 sejalan dengan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau sebagai hasil pemekaran Provinsi Riau dilakukan pemutakhiran sesuai dengan perkembangan pengukuhan Kawasan Hutan serta perubahan peruntukan dan fungsi Kawasan Hutan secara parsial diperoleh luas ± 739,902 Ha.

Kemudian pada tahun 2013 diterbitkan lagi Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:

SK. 463/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas ± 124.775 Ha, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± 86.663 Ha dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ±1.834 Ha. Setahun kemudian terbit lagi Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau seluas ± 590.020 Ha yang dirinci menurut fungsi dengan luasan sebagai berikut.

Tabel 32: Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau

No. Daratan / Kawasan Hutan Luas (Ha) Keterangan

1. Kawasan Suaka Alam (KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA)/Taman Buru 17.100 -

2. Kawasan Hutan Lindung (HL) 105.879 - 3. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) 164.662 - 4. Kawasan Hutan Produksi Tetap 49.439 -

5. Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) 252.940 -

Jumlah 590.020 -

Sumber: Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 867/Menhut-II/2014 Perubahan terbaru Kawasan Hutan di Provinsi Kepualauan Riau pada tahun 2015,

melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK. 76/MenLHK-II/2015 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ± 207.569 Ha, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas ± 60.299 Ha dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan menjadi Hutan Seluas ± 536 Ha. Adapun rincian detail perubahan dalam SK tersebut tersaji pada tabel berikut.

Tabel 33: Perubahan peruntukan Kawasan Hutan

No. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Luas (Ha) Keterangan

1. HPT menjadi APL ± 52. 427 2. HP menjadi APL ± 8.743

70

b) Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas ± 179.588 Ha; c) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 258.285 Ha; d) Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 963.792 Ha; e) Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 11.399 Ha.

a). Kabupaten Kerinci Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan tahun 2013, di Kabupaten

Kerinci terdapat Hutan Hak dan Hutan Adat dengan luasan masing-masing 5.000 ha dan 2.398 Ha. Sedangkan untuk Hutan Konservasi memiliki luas 191.822 Ha dan Hutan Produksi (Pola HP3M) seluas 28.665 Ha.

Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai sebagai lokasi sampel penelitian

berdasarkan SK.863/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Jambi berada dalam Kawasan Hutan Produksi (Pola HP3M) .

b). Kabupaten Muaro Jambi

Wilayah Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah adalah seluas ± 540.342 ha yang terbagi dalam 11 (sebelas) kecamatan. Luas Kawasan Hutan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan SK. 863/Menhut-II/2014 adalah seluas ± 163.330 Ha (30,2%). Luas Area Penggunaan Lain adalah seluas ± 377.012 Ha (69,8%). Pembagian luas Kawasan Hutan pada masing-masing kecamatan ini belum secara definitif dikukuhkan dan baru dalam tahap batas tentatif dalam pemetaan lokasi sampel penelitian adalah Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan berdasarkan SK.863/Menhut-II/2014 masuk dalam kawasan hutan produksi.

4) Kabupaten Bintan dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau

Kondisi Kehutanan di Provinsi Kepulauan Riau tidak terlepas dari sebelum tebentuknya provinsi ini secara definitif (masih tergabung dengan Provinsi Riau) hingga tahun 2015 yangperkembangannya cukup dinamis. Berdasarkan sumber dari Kementerian Kehutanan penunjukan Kawasan Hutan masih berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 173/Kpts-II/1986 tanggal 06 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK).

Penunjukan Kawasan Hutan yang merupakan penetapan areal wilayah tertentu

sebagai Kawasan Hutan dengan keputusan Menteri Kehutanan dapat mencakup wilayah Provinsi yaitu Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 173/Kpts-II/1986 tanggal 06 Juni 1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK), luas Kawasan Hutan di Provinsi Riau (dahulu mencakup wilayah Provinsi Kepulauan Riau) adalah 9.456.160 Ha. kemudian luas Kawasan Hutan untuk Kabupaten Kepulauan Riau menjadi seluas 847.255,47 Ha.

Tabel 31:Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan TGHK (1986)

No. Daratan / Kawasan Hutan dan Perairan Luas (Ha) Keterangan

1. Hutan Konservasi 2.401,56 -

Page 87: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

78

72

No. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Luas (Ha) Keterangan

3. HPK menjadi APL ± 146.399

Jumlah I ± 207.569 4. KSA menjadi HPT ± 45

5. KSA/TB menjadi HL ± 3.655 6. HL menjadi HPT ± 2.231 7. HL menjadi HP ± 8.518 8. HL menjadi HPK ± 984 9. HPT menjadi HL ±1.231 10. HPT menjadi HP 10.250 11. HPT menjadi HPK ± 3.638 12. HP menjadi HPT ± 269 13. HPK menjadi HL ±299 14. HPK menjadi HPT ± 18.369 15. HPK menjadi HP ± 10.783

Jumlah II ± 60.299 16. APL menjadi HL ± 274 17. APL menjadi HP ± 262

Jumlah III 536 Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:SK. 76/ MenLHK-II/2015

BerdasarkanKeputusan Menteri Kehutanan Nomor: 173/Kpts-II/1986 tanggal 06 Juni

1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK) bahwa luas Kawasan Hutan untuk Kabupaten Kepulauan Riau adalah 847.255,47 Ha. Hingga tahun 2015 dengan adanya SK. 76/MenLHK-II/2015 terjadi perubahan cukup signifikan atas Kawasan Hutan (Kawasan Hutan menjadi Areal Penggunaan Lain) seluas ± 207.569 Ha.

a). Kabupaten Bintan

Kondisi kehutanan di Kabupaten Bintan dalam sejarahnya tidak terlepas dari kondisi kehutanan pada Pulau Bintan secara keseluruhan (Wilayah Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang). Seiring dengan perkembangan daerah telah terjadi perubahan tipe Kawasan Hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 955/Kpts-II/1992 yang merubah fungsi hutan produksi seluas 12.950 ha dan hutan konversi seluas 21.750 ha yang terletak di kelompok hutan Sungai Jago, S. Ekang, S. Anculai, S. Bintan, S. Kangboidan S. Kawal Pulau Bintan menjadi Kawasan Hutan Lindung yang selanjutnya dikenal dengan nama Kawasan Catchment Area. Dengan demikian tipe Kawasan Hutan yang ada di Pulau Bintan dapat dikelompokkan menjadi Hutan Lindung (4.355 Ha),Catchment Area (37.000 Ha), Hutan Produksi Terbatas (21.250 Ha), Hutan konversi(40.250 ha), Hutan Mangrove (9.146 Ha), dengan total jumlah 112.001 Ha.Hingga pada tahun 2014 memiliki luas hutan sekitar 38.796,23Ha. Semuanya termasuk hutan lindung, yang tersebar hampir disemua kecamatan. Hutan Lindung Gunung Bintan Besar di Kecamatan Teluk Bintan seluas 280 Ha, Hutan Lindung Sei Jago di kecamatan Bintan Utara seluas 1.629,60 Ha, Hutan Lindung Gunung Bintan Kecil seluas 308 Ha di kecamatan Teluk Sebong, Hutan Lindung Gunung Lengkuas dan Hutan Lindung Sei Pulai masing-masing seluas 1.071,80 Ha dan 441,20 Ha di kecamatan Bintan Timur

Page 88: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

79

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

73

dan di kecamatan Gunung Kijang ada Hutan Lindung Gunung Kijang seluas 760 Ha (Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bintan).

Dengan terbitnya SK. Menteri Kehutanan No. 76 Tahun 2015, mengakibatkan perubahan luas dan status Kawasan Hutan di Pulau Bintan. Luas keseluruhan hutan khusus Pulau Bintan menjadi 46.383,86 Ha, dengan rincian.

Tabel 34: Luas Hutan Kabupaten Bintan

No. Kawasan Hutan Luas (Ha) 1 Kawasan Suaka Alam (KSA) 1,223.77 2 Hutan Li Hutan Lindung (HL) 20,301.79 3 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 5,783.85 4 Hutan Produksi (HP) 14,223.30 5 Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) 4,851.15

Total 46,383.86 Sumber: Kantor Pertanahan Kab. Bintan 2016 (Diolah dari SK. 76/MenLHK-II/2015)

Berdasarkan perkembangan perubahan surat keputusan Kementerian Kehutanan

No. 76 Tahun 2015, maka Desa Lancang Kuning yang dinyatakan sebagai Kawasan Hutan Lindung, yang sebelumnya menurut SK.955/Kpts-II/1992, Desa tersebut masuk ke dalam Area Penggunaan Lain (APL).

b). Kota Batam

Dari sisi tinjauan kehutanan, maka kota Batam memiliki riwayat yang sama dengan Kehutanan Tingkat Provinsi, berdasarkan SK.955/Kpts-II/1992 dinyatakan sebagai Area Penggunaan Lain (APL), kemudian terbit SK.463/Menhut-II/2013 sebagai Kawasan Hutan Lindung, selanjutnya dalam SK 867/Menhut-II/2014 dinyatakan sebagai hutan lindung. Denagan adanya perlawanan masyarakat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara yang diwakili oleh PT. Milenium Invesment dan PT. Maligas Sukses Abadi yang berada di Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar melwan Kantor Pertanahan Kota Batam dan Kementerian Kehutanan, yang selanjutnya dimenangkan oleh ke dua perusahaan tersebut, sehingga kemudian di terbitkan SK nomor 76/MenLHK-II/2015, mengembalikan fungsi Kawasan Hutan di kota Batam menjadi APL. Hal ini berdampak pada Kelurahan Buliang, Kecamatan Batuaji sebagai lokasi sampel penelitian.

5) Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Kuburaya Provinsi Kalimantan Barat

Perkembangan Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Barat dapat dikatakan cukup dinamis karena mengalami beberapa perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan luas Kawasan Hutan maupun perubahan fungsi dari jenis hutan itu sendiri.

Sebagaimana Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts/Um/10/1982

tanggal 12 Oktober 1982 tentang penunjukan areal hutan diwilayah Propinsi Dati I Kalimantan Barat yang ditindak lanjuti Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.259/Kpts-II/2000 bahwa luasannya mencapai ± 9.204,375 Ha. Kemudian terbit SK.936/Menhut-II/2013 adanya perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan seluas lebih kurang 554.137 Ha dimana fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 352.772 Ha sedangkan penunjukan bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan 52.386 Ha.

72

No. Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Luas (Ha) Keterangan

3. HPK menjadi APL ± 146.399

Jumlah I ± 207.569 4. KSA menjadi HPT ± 45

5. KSA/TB menjadi HL ± 3.655 6. HL menjadi HPT ± 2.231 7. HL menjadi HP ± 8.518 8. HL menjadi HPK ± 984 9. HPT menjadi HL ±1.231 10. HPT menjadi HP 10.250 11. HPT menjadi HPK ± 3.638 12. HP menjadi HPT ± 269 13. HPK menjadi HL ±299 14. HPK menjadi HPT ± 18.369 15. HPK menjadi HP ± 10.783

Jumlah II ± 60.299 16. APL menjadi HL ± 274 17. APL menjadi HP ± 262

Jumlah III 536 Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:SK. 76/ MenLHK-II/2015

BerdasarkanKeputusan Menteri Kehutanan Nomor: 173/Kpts-II/1986 tanggal 06 Juni

1986 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan (Tata Guna Hutan Kesepakatan/TGHK) bahwa luas Kawasan Hutan untuk Kabupaten Kepulauan Riau adalah 847.255,47 Ha. Hingga tahun 2015 dengan adanya SK. 76/MenLHK-II/2015 terjadi perubahan cukup signifikan atas Kawasan Hutan (Kawasan Hutan menjadi Areal Penggunaan Lain) seluas ± 207.569 Ha.

a). Kabupaten Bintan

Kondisi kehutanan di Kabupaten Bintan dalam sejarahnya tidak terlepas dari kondisi kehutanan pada Pulau Bintan secara keseluruhan (Wilayah Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang). Seiring dengan perkembangan daerah telah terjadi perubahan tipe Kawasan Hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 955/Kpts-II/1992 yang merubah fungsi hutan produksi seluas 12.950 ha dan hutan konversi seluas 21.750 ha yang terletak di kelompok hutan Sungai Jago, S. Ekang, S. Anculai, S. Bintan, S. Kangboidan S. Kawal Pulau Bintan menjadi Kawasan Hutan Lindung yang selanjutnya dikenal dengan nama Kawasan Catchment Area. Dengan demikian tipe Kawasan Hutan yang ada di Pulau Bintan dapat dikelompokkan menjadi Hutan Lindung (4.355 Ha),Catchment Area (37.000 Ha), Hutan Produksi Terbatas (21.250 Ha), Hutan konversi(40.250 ha), Hutan Mangrove (9.146 Ha), dengan total jumlah 112.001 Ha.Hingga pada tahun 2014 memiliki luas hutan sekitar 38.796,23Ha. Semuanya termasuk hutan lindung, yang tersebar hampir disemua kecamatan. Hutan Lindung Gunung Bintan Besar di Kecamatan Teluk Bintan seluas 280 Ha, Hutan Lindung Sei Jago di kecamatan Bintan Utara seluas 1.629,60 Ha, Hutan Lindung Gunung Bintan Kecil seluas 308 Ha di kecamatan Teluk Sebong, Hutan Lindung Gunung Lengkuas dan Hutan Lindung Sei Pulai masing-masing seluas 1.071,80 Ha dan 441,20 Ha di kecamatan Bintan Timur

Page 89: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

80

74

Dalam perkembangannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 733/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat seluas lebih kurang 8.389.600 Ha, yang dirinci menurut funsi dan luas:

a. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam seluas lebih kurang 1.621.046 Ha;

b. Kawasan Hutan Lindung lebih kurang 2.310.874 Ha; c. Kawasan Hutan Produksi terbatas seluas lebih kurang 2.132.398 Ha; d. Kawasan Hutan Produksi seluas lebih kurang 2.127.365 Ha; e. Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi seluas lebih kurang 197.918 Ha.

a). Kabupaten Sekadau

Kondisi kehutanan di Kabupaten Sekadau dalam sejarahnya tidak terlepas dari kondisi kehutanan Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan SK Menhut No. 733/Kpts-II/2014, maka Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu masuk ke dalam Kawasan Hutan Produksi.

Desa Sebetung memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara : Desa Seburuh Satu Selatan : Desa Sungai Antu Hulu Barat : Desa Sungai Tapah Timur : Desa Terduk Dampak

b). Kabupaten Kuburaya Sebaran bagian dari wilayah kecamatan yan memiliki atau berada dalam Kawasan

Hutan di Kabupaten Kubu Raya cukup merata, bahkan disetiap kecamatan memiliki areal Kawasan Hutan meskipun besaran luasannya berbeda-beda. Berdasarkan SK. Menhut 733/2014 wilayah Hutan (keseluruhan) Kabupaten Kubu Raya mencapai 388.392,73 Ha sedangkan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 443.286,83 Ha. Apabila lebih dirinci kembali, luas hutan terbagi menjadi:

1) Hutan Lindung (HL) di 9 Kecamatan (2013) : 171.477,35 Ha 2) Hutan Produksi (HP) : 98,104,39 Ha 3) Hutan Produksi Konversi (HPK) : 53.041,54 Ha 4) Hutan Produksi Terbatasn : 65.769,45 Ha

Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya sebagai lokasi sampel penelitian

merupakan daerah transmigrasi yang penduduknya didatangkan dari pulau Jawa sejak tahun 1955 dan 1957, dinyatakan sebagai Kawasan Hutan Lindung Gambut.

6) Kota Palangkaraya dan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah

Berdasarkan Kep.Men.Pertanian Nomor 759/Ppts/Um/10/1982 telah ditunjuk Areal Hutan seluas lebih kurang 15.300.000 Ha untuk wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah sebagai Kawasan Hutan. dan telah dilakukan perubahan peruntukan secara parsial seluas lebih kurang 1.266.817 Ha. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.292/Menhut-II/2011 telah ditetapkan perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan seluas lebih kurang 1.168.656 Ha, perubahan antar fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 689.666 Ha dan Penunjukan bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 29.672 Ha.. Dengan terbitnya SK. 529/Menhut-II/ 2012 beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian

Page 90: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

81

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

75

No.759/Kpts/Um/10/1982 tentang penunjukan areal hutan di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah seluas lebih kurang 15.300.000 Ha, diubah menjadi sebagai berikut:

a. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam seluas lebih kurang 1.630.828 Ha;

b. Hutan Lindung lebih kurang 1.346.066 Ha; c. Hutan Produksi Terbatas lebih kurang3.317.461 Ha; d. Hutan Produksi Tetap lebih kurang 3.881.817 Ha; e. Hutan Produksi yang dapat di Konversi lebih kurang 2.543.535 Ha.

a). Kota Palangkaraya

Riwayat kehutanan di Kota Palangka Raya memiliki persamaan dengan yang ada di Provinsi Kalimantan Barat karena setiap perubahan yang terjadi di Provinsi ini melalui SK. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ikut mempengaruhi besaran luas hutan. Kota Palangka Raya yang merupakan ibukota provinsi, sejak diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 759/Kpts/Um/10/1982 didominasi oleh wilayah hutan.

Kota Palang Karaya, khususnya Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau

berdasarkann SK. 529/Menhut-II/ 2012 termasuk dalam Kawasan Hutan Lindung. Namun berdasarkan fakta/keadaan dilapangan sudah merupakan aktivitas kehidupan penduduk dan tanah garapannya. Sedangkan kawasan Sungai Sebangau yang sebaiknya dinyatakan sebagai Kawasan Hutan ;indung, tetapi dinyatakan sebagai kawasan Area Penggunaan Lain (APL).

b). Kabupaten Katingan

Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah menurut SK. 529/Menhut-II/2012 termasuk daerah Kawasan Hutan Produksi. Existing penggunaan tanah yang ada di Desa ini tidak sepenuhnya merupakan tegakan hutan melainkan sudah banyak permukiman, fasilitas umum dan sosial, sedangkan pemanfaatan lainnya berupa kebun masyarakat dengan berbagai komoditi (Karet dan Kelapa Sawit) yang menjadi tumpuan sumber penghidupan warga setempat.

Berdasarkan hasil lapangan yang diuraikan di atas mengenai perkembangan

perubahan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Kawasan Hutan melalui surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di lokasi sampel penelitian, maka dapat diidentifikasi seperti di bawah ini (tabel 35).

74

Dalam perkembangannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 733/Menhut-II/2014 tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat seluas lebih kurang 8.389.600 Ha, yang dirinci menurut funsi dan luas:

a. Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam seluas lebih kurang 1.621.046 Ha;

b. Kawasan Hutan Lindung lebih kurang 2.310.874 Ha; c. Kawasan Hutan Produksi terbatas seluas lebih kurang 2.132.398 Ha; d. Kawasan Hutan Produksi seluas lebih kurang 2.127.365 Ha; e. Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi seluas lebih kurang 197.918 Ha.

a). Kabupaten Sekadau

Kondisi kehutanan di Kabupaten Sekadau dalam sejarahnya tidak terlepas dari kondisi kehutanan Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan SK Menhut No. 733/Kpts-II/2014, maka Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu masuk ke dalam Kawasan Hutan Produksi.

Desa Sebetung memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara : Desa Seburuh Satu Selatan : Desa Sungai Antu Hulu Barat : Desa Sungai Tapah Timur : Desa Terduk Dampak

b). Kabupaten Kuburaya Sebaran bagian dari wilayah kecamatan yan memiliki atau berada dalam Kawasan

Hutan di Kabupaten Kubu Raya cukup merata, bahkan disetiap kecamatan memiliki areal Kawasan Hutan meskipun besaran luasannya berbeda-beda. Berdasarkan SK. Menhut 733/2014 wilayah Hutan (keseluruhan) Kabupaten Kubu Raya mencapai 388.392,73 Ha sedangkan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 443.286,83 Ha. Apabila lebih dirinci kembali, luas hutan terbagi menjadi:

1) Hutan Lindung (HL) di 9 Kecamatan (2013) : 171.477,35 Ha 2) Hutan Produksi (HP) : 98,104,39 Ha 3) Hutan Produksi Konversi (HPK) : 53.041,54 Ha 4) Hutan Produksi Terbatasn : 65.769,45 Ha

Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya sebagai lokasi sampel penelitian

merupakan daerah transmigrasi yang penduduknya didatangkan dari pulau Jawa sejak tahun 1955 dan 1957, dinyatakan sebagai Kawasan Hutan Lindung Gambut.

6) Kota Palangkaraya dan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah

Berdasarkan Kep.Men.Pertanian Nomor 759/Ppts/Um/10/1982 telah ditunjuk Areal Hutan seluas lebih kurang 15.300.000 Ha untuk wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah sebagai Kawasan Hutan. dan telah dilakukan perubahan peruntukan secara parsial seluas lebih kurang 1.266.817 Ha. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.292/Menhut-II/2011 telah ditetapkan perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan seluas lebih kurang 1.168.656 Ha, perubahan antar fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 689.666 Ha dan Penunjukan bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 29.672 Ha.. Dengan terbitnya SK. 529/Menhut-II/ 2012 beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian

Page 91: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

82

76

Tabe

l 35.

Ide

ntifi

kasi

Per

kem

bang

an P

erub

ahan

Per

atur

an K

emen

teria

n K

ehut

anan

Te

ntan

g Pe

nunj

ukan

Kaw

asan

Hut

an d

i Lok

asi P

enel

itian

PRO

VIN

SI

KAB

UPA

TEN

/ K

OTA

K

ECAM

ATAN

K

EL/D

ESA

PER

ATU

RAN

K

EHU

TAN

AN

DAN

FU

NG

SI

HU

TAN

BAN

TEN

Kab

. Pan

degl

ang

Des

a U

jung

Jay

a, T

aman

Jay

a, C

igor

ondo

ng, d

an T

ungg

al

Jaya

, Kec

amat

an S

umur

.

Kep

utus

an M

enH

utB

un N

o. 4

19/K

pts-

II/19

99: H

utan

Pro

duks

i

SK.

365

8/20

14: T

aman

Nas

iona

l Uju

ng K

ulon

(TU

NK

)

Kab

. Leb

ak

Des

a Ta

njun

g W

angi

, S

ukan

egar

a da

n G

irija

gaba

ya,

Kec

amat

an M

unca

ng

S

K. M

enH

utB

un N

o. 4

19/K

pts-

II/19

99: H

utan

Pro

duks

i

SK.

365

8/20

14

: H

utan

Pro

duks

i

KAL

IMAN

TAN

SEL

ATAN

Kab

. Ban

jar

Des

a Ta

mba

k P

adi,

Kec

.Bar

untu

ng B

aru

S

K. N

o. 4

53/1

999:

Hut

an P

rodu

ksi

S

K. N

o. 4

35/2

009:

Hut

an L

indu

ng

Kab

. Hul

u Su

ngai

Sel

atan

D

esa

Bat

u La

ki, K

ecam

atan

Pad

ang

Bat

ung.

SK.

No.

453

/199

9: H

utan

Pro

duks

i

SK.

No.

435

/200

9: H

utan

Pro

duks

i

JAM

BI

Kab

. Ker

inci

D

esa

Sun

gai K

unin

g, K

ec. S

iula

k M

ukai

SK.

No.

421

/199

9: H

utan

Pro

duks

i

SK.

No.

727

/201

2: H

utan

Pro

duks

i

SK.

No.

863

/201

4: H

utan

Pro

duks

i (H

P3M

)

Kab

. Mua

ro J

ambi

D

esa

Tanj

ung

Lanj

ut, K

ec. S

aker

nan

S

K. N

o. 4

21/1

999:

Hut

an P

rodu

ksi

S

K. N

o. 7

27/2

012:

Hut

an P

rodu

ksi

S

K. N

o. 8

63/2

014:

Hut

an P

rodu

ksi

KEP

ULA

UAN

RIA

U

Kab

. Bin

tan

Des

a La

ncan

g K

unin

g, K

ec. B

inta

n U

tara

SK.

No.

955

/Kpt

s-II/

1992

: AP

L

SK

. No.

463

/Men

hut-I

I/201

3: H

utan

Lin

dung

SK.

No.

867

/Men

hut-I

I/201

4: H

utan

Lin

dung

SK.

No.

76/

Men

LHK

-II/2

015:

Hut

an L

indu

ng

Kot

a B

atam

K

elur

ahan

Bul

iang

, Kec

. Bat

u A

ji

PT.

M

ileni

um I

nves

men

t da

n PT

. M

alig

as

Suk

ses

Aba

di

S

K. N

o. 9

55/K

pts-

II/19

92: A

PL

S

K. N

o. 4

63/M

enhu

t-II/2

013:

Hut

an L

indu

ng

S

K. N

o. 8

67/M

enhu

t-II/2

014:

Hut

an L

indu

ng

S

K. N

o. 7

6/M

enLH

K-II

/201

5: A

PL

KAL

IMAN

TAN

BAR

AT

Kab

. Sek

adau

D

esa

Seb

etun

g, K

ec. B

elita

ng H

ulu

S

K. N

o. M

enta

n 75

7/K

pts/

Um

/10/

1982

SK.

Men

Hut

Bun

No.

259

/Kpt

s-II/

2000

SK

. No.

733

/Men

hut-I

I/201

4: H

utan

Pro

duks

i

Kab

. Kub

u R

aya

Des

a Li

mbu

ng, K

ec.S

unga

i Ray

a

SK.

No.

Men

tan

757/

Kpt

s/U

m/1

0/19

82

S

K. M

enH

utB

un N

o. 2

59/K

pts-

II/20

00: H

utan

Lin

dung

(Gam

but)

S

K. N

o. 7

33/M

enhu

t-II/2

014:

Hut

an L

indu

ng (G

ambu

t)

KAL

IMAN

TAN

TEN

GAH

Kot

a Pa

lang

kara

ya

Kel

urah

an S

abar

u, K

ec. S

aban

gau

S

K. M

enta

n N

o. 7

59/K

pts/

Um

/10/

1982

: Hut

an L

indu

ng

S

K. N

o. 2

92/M

enhu

t-II/2

011:

per

untu

kan

Kaw

asan

Hut

an m

enja

di

buka

n K

awas

an H

utan

SK.

529

/Men

hut-I

I/ 20

12: H

utan

Lin

dung

Kab

. Kat

inga

n

Des

a Tu

mba

ng K

alem

ei, K

ec. K

atin

gan

Teng

ah

S

K. M

enta

n N

o. 7

59/K

pts/

Um

/10/

1982

: Hut

an

S

K. N

o. 2

92/M

enhu

t-II/2

011:

per

untu

kan

Kaw

asan

Hut

an m

enja

di

buka

n K

awas

an H

utan

SK.

No.

529

/Men

hut-I

I/ 20

12: H

utan

Pro

duks

i S

umbe

r: D

iola

h ol

eh T

im P

enel

iti P

uslit

bang

Kem

ente

rian

ATR

/BP

N, O

ktob

er 2

016

Page 92: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

83

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

77

5.1.2. Identifikasi Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Di Lokasi Penelitian

Riwayat penguasaan tanah masyarakat di lokasi sampel adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten

a). Kabupaten Pandeglang Riwayat penguasaan tanah di 4 (empat) Desa sampel adalah i). Desa Ujungjaya,

ii). Desa Tamanjaya, iii). Desa Cigorondong, dan iv). Desa Tunggaljaya terletak di Kecamatan Sumur sejak tahun zaman Belanda dimana merupakan tempat padang perburuan, yang pada akhirnya sekitar tahun 1950 sudah ada masyarakat yang tinggal/bermukim dan menggarap tanah di wilayah tersebut. Pada tahun 1999 dinyatakan masuk dalam Kawasan Hutan Produksi, dimana pada waktu itu dan masyarakat diperkenankan unuk bercocok tanam dengan tanaman tumpang sari. Dengan perkembangan waktu, maka jumlah penduduk semakin meningkat dan meningkat pula permukiman dan penggarapan atas tanah untuk pertanian di 4 Desa tersebut. Pada kenyataannya pada masa itu penggarapan tanah oleh masyarakat disana tidak pernah dipermasalahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kemudian pada tahun 2014 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 3658/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Ujung Kulon berubah fungsi menjadi hutan konservasi, telah membuat resah masyarakat. Selain itu tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan oleh masyarakat juga sudah beralih sebagai tanah warisan, hibah maupun karena jual beli.

b). Kabupaten Lebak

Riwayat penguasaan dan penggarapan tanah oleh masyarakat lokal di Desa Tanjungwangi, Sukanagara, dan Girijagabaya sudah ada sejak tahun 1950 secara turun-temurun. Penguasaan tanah oleh masyarkat sudah lebih dari 30 tahun. Selain itu tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan oleh masyarakat juga sudah terjadi peristiwa berpindah tangan baik dengan jual beli maupun dengan warisan dari mereka yang mengawali pembukaan tanah ke “tangan” kedua dan dengan luasan tanah yang bervariasi. Dari hasil IP4T Kawasan Hutan teridentifikasi masyarakat yang sudah menguasai dan menggunakan tanah seperti di Desa:

(1) Tanjungwangi (berdasarkan hasil inventarisasi oleh tim IP4T Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak, penguasaan tanah diawali sejak tahun 1980 sejumlah 350 bidang. Dari jumlah bidang tersebut diketahui luasnya mencapai 161.020 m2 dengan penggunaan tanah terbesarnya adalah untuk permukiman).

(2) Desa Sukanagara, Penggunaan tanah tersebut adalah sebagai tempat tinggal/permukiman dengan luas 109.030 m2 (350 bidang).

(3) Desa Girijagabaya sebagian besar digunakan sebagai areal kebun (78.347 m2) dari luas hasil identifikasi tim IP4T (94.650 m2). Dari luas tersebut terbagi menjadi 300 bidang.

2) Kabupaten Banjar Dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan

a). Kabupaten Banjar Asal mula penguasaan dan penggarapan tanah masyarakat di Desa Tambak

Padi, Kecamatan Beruntung Baru adalah sejak sebelum tahun 1950. Mereka berasal dari Sungai Salai, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Nenek moyang mereka membuka hutan di Desa Tambak Murah, Kecamatan Tambak Lawaahan dan pada tahun 1980 menjadi Desa Tambak Padi, Kecamatan Beruntung Baru.

Page 93: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

84

78

Penguasaan dan penggarapan tanah di Desa ini merupakan warisan keturunan ke 5, karena di usia 14/15 tahun masyarakat sudah dewasa dan menikah. Luas tanah yang dikuasai untuk permukiman dan tanah garapan untuk sawah seluas lebih kurang 500 Ha. Jumlah penduduk di Desa Tambak Padi sejumlah 886 jiwa atau 215 KK dengan mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani tadah hujan. Rata-rata penguasaan tanah 2 hektar, sedangkan penguasaan dan penggarapan tanah rata-rata > 20 tahun.

b). Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Menurut hasil wawancara dengan tetua kampung, penguasaan dan penggarapan tanah oleh masyarakat adalah sejak sebelum Indonesia merdeka. Masyarakat disini merupakan Suku Banjar Pahuluan yang pada ± 40 tahun sebelum Indonesia merdeka telah dipimpin seorang tokoh bernama Rama Andin. Wilayah kekuasaan panglima tersebut terdiri dari 3 daerah, yaitu Muara Pipi’i, Pipi’i (saat ini disebut Tambak Pipi’i) dan Malilingin. Setelah jaman kemedekaan, sekitar tahun 1950 wilayah ini dipimpin oleh Kepala Desa (Pembekal) bernama Junait (1950-1960) dengan cakupan daerah meliputi Tambak Loktampang, Murung, Malutu, Batu Laki, Malilingin, Lokbahan, Paniungan dan Tambak Pipi’i. Sektar tahun 1980 dilakukan pemekaran dan tahun 2001 dilakukan penggabungan lagi dengan nama administrasi Desa Batu Laki, yang meliputi Muara Pipi’i, Tambak Pipi’i, Pangkulan, dan Batu Laki.

3) Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

a). Kabupaten Kerinci Adapun riwayat sejarah pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan keberadaan

masyarakat Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai tersebut dimulai sejak tahun 1942 ketika Jepang masuk. Secara resmi pada hari kamis tanggal 11 september 1991 dimulai dari pembukaan Kunci Mendawo berupa pembukaan lahan yang digunakan untuk tempat berkebun dan tempat berladang oleh Depati Tigo Luhah Tanah Sekudung beserta pemangku dan pemantinya dengan memotong satu ekor kerbau serta beras seratus nasi berambung gulai bertangguk lauk bercawaan. Penguasaan dan penggarapan bidang tanah tempat bermukim dan yang diusahakan masyarakat lebih dari 20 tahun, sedangkan luasan hasil verifikasi dan pengolahan data ditemukan angka seluas 821 Ha. Penguasaan tanah di Desa ini sudah cukup lama, dapat kita lihat dengan berdasarkan dengan tanaman kayu manis yang sudah di tanam sejak generasi pertama. Pohon Kayu Manis dapat di panen setelah berumur 6 sampai 7 tahun. Sedangkan usia tanaman kayu mamins lebih kurang 15 tahun. Saat ini yang mendiami serta mengelola tanah pertanian antara lain tanaman kayu manis adalah generasi ke 3.

b) . Kabupaten Muaro Jambi

Dalam Kedudukan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 definisi Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun sebelum terbentuknya menjadi sebuah Desa yang saat ini menjadi Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan tentulah memiliki sejarah asal muasal untuk menjadi sebuah Desa. Berdasarkan sejarah keberadaan Desa ini sudah sejak lama. Hal ini berdasarkan riwayat secara lisan dari tetua-tetua kampung,

Page 94: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

85

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

79

maupun tertulis dan didalamnya ada situs bersejarah menunjukkan wilayah ini sudah terdapat aktivitas penduduk sudah cukup lama.

Mengenai sejarah Desa Tanjung Lanjut semula hanya sebuah dusun, dimulai

dengan adanya pembukaan hutan sewaktu masih dalam pemerintahan Marga Mendapo, sebelum Indonesia merdeka. Pasirah sebagai kepala Marga dan juga sebagai kepala adat. Hukum yang mengatur para pejabat dan mengatur marga adalah pemangku adat, sedangkan dusun yang dikepalai kepala dusun. Dengan demikian jalan Pemerintahan Marga berjalan dengan baik dan lancar sekali, peran serta rakyat sangat tinggi dan mereka sangat mematuhi perintah Kepala Marga karena pejabat tersebut adalah kepala adat mereka sendiri yang menetapkan adat istiadat itu sendiri.

Namun penulis (Kepala Desa saat ini) menyimpulkan bahwasanya Tajung Lanjut

sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, hal ini di buktikan dengan adanya makam Keramat yang sampai saat ini tidak di ketahui namanya, makam tersebut berada di pinggir Danau Tanjung Kaos Dusun Tanjung dengan batu nisan yang bernama kayu sungkai, menurut penelitian dan keterangan warga setempat kayu sungkai bisa berubah menjadi batu dengan waktu yang tidak dapat ditentukan yang pasti lebih dari 100 tahun lamanya, dan sudah terbukti di makam keramat itu, batu nisan kayu sungkai sekarang sudah berubah menjadi batu sungkai.

Menurut keterangan tokoh masyarakat (Datuk Bujang Surif, beliau lahir pada

tahun 1940), merupakan salah satu masyarakat adat yang asli tinggal Desa Tanjung Lanjut dan menganggap hutan dan sungai adalah tanah, tumbuhan dan air yang diciptakan oleh Allah SWT, tujuanya untuk kehidupan umat manusia, hewan dan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Para leluhur dan nenek moyang mereka pun beranggapan yang sama, mereka memberi gelar nama hutan yaitu Hutan Rimbo Gando yang artinya bahwa hutan adalah milik sesama mahluk ciptaan Tuhan yang dapat di pergunakan dan di manfaatkan bagi siapa saja yang mau, baik untuk mengambil hasil hutan itu sendiri maupun mengalihkan fungsinya menjadi kebun karet.

Pada masa itu tidak ada aturan yang mengikat terkait dengan hutan tidak ada juga

larangan dan bolehan untuk mengalih fungsikan hutan menjadi tanaman karet. Semuanya berjalan dengan sendirinya dan seiring perkembangan waktu masyarakatpun beranggapan bahwa siapapun berhak menguasai hutan yang akan dijadikan kebun yang hasilnya nanti semata-mata untuk menghidupi kehidupan rumah tangganya dan kelak sebagai warisan anak cucu mereka. Dahulu kehidupan masyarakat adat Desa Tanjung Lanjut berada dipinggiran bantaran sungai dan Danau Tanjung Kaos. Selain mudah untuk sarana transportasi merekapun dapat memenuhi kehidupan rumah tangga mereka sehari¬hari, seperti mandi,mencuci dan mencari ikan dari sungai dan danau tempat dimana mereka tinggal. Masyarakat memanfaatkan tanah rawa untuk di tanami padi satu masa panen dalam 1 tahun sesuai dengan kondisi air sungai dan danau.

Dahulu yang menjadi Kepala Dusun yang pertama kali di Dusun Tanjung Lanjut

adalah Datuk Rd. Yasin menurut keterangan tokoh masyarakat beliaulah yang memberi nama Desa ini menjadi Desa Tanjung Lanjut makna dan arti Tanjung adalah suatu dusun yang dikelilingi sungai atau danau

78

Penguasaan dan penggarapan tanah di Desa ini merupakan warisan keturunan ke 5, karena di usia 14/15 tahun masyarakat sudah dewasa dan menikah. Luas tanah yang dikuasai untuk permukiman dan tanah garapan untuk sawah seluas lebih kurang 500 Ha. Jumlah penduduk di Desa Tambak Padi sejumlah 886 jiwa atau 215 KK dengan mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani tadah hujan. Rata-rata penguasaan tanah 2 hektar, sedangkan penguasaan dan penggarapan tanah rata-rata > 20 tahun.

b). Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Menurut hasil wawancara dengan tetua kampung, penguasaan dan penggarapan tanah oleh masyarakat adalah sejak sebelum Indonesia merdeka. Masyarakat disini merupakan Suku Banjar Pahuluan yang pada ± 40 tahun sebelum Indonesia merdeka telah dipimpin seorang tokoh bernama Rama Andin. Wilayah kekuasaan panglima tersebut terdiri dari 3 daerah, yaitu Muara Pipi’i, Pipi’i (saat ini disebut Tambak Pipi’i) dan Malilingin. Setelah jaman kemedekaan, sekitar tahun 1950 wilayah ini dipimpin oleh Kepala Desa (Pembekal) bernama Junait (1950-1960) dengan cakupan daerah meliputi Tambak Loktampang, Murung, Malutu, Batu Laki, Malilingin, Lokbahan, Paniungan dan Tambak Pipi’i. Sektar tahun 1980 dilakukan pemekaran dan tahun 2001 dilakukan penggabungan lagi dengan nama administrasi Desa Batu Laki, yang meliputi Muara Pipi’i, Tambak Pipi’i, Pangkulan, dan Batu Laki.

3) Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

a). Kabupaten Kerinci Adapun riwayat sejarah pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan keberadaan

masyarakat Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai tersebut dimulai sejak tahun 1942 ketika Jepang masuk. Secara resmi pada hari kamis tanggal 11 september 1991 dimulai dari pembukaan Kunci Mendawo berupa pembukaan lahan yang digunakan untuk tempat berkebun dan tempat berladang oleh Depati Tigo Luhah Tanah Sekudung beserta pemangku dan pemantinya dengan memotong satu ekor kerbau serta beras seratus nasi berambung gulai bertangguk lauk bercawaan. Penguasaan dan penggarapan bidang tanah tempat bermukim dan yang diusahakan masyarakat lebih dari 20 tahun, sedangkan luasan hasil verifikasi dan pengolahan data ditemukan angka seluas 821 Ha. Penguasaan tanah di Desa ini sudah cukup lama, dapat kita lihat dengan berdasarkan dengan tanaman kayu manis yang sudah di tanam sejak generasi pertama. Pohon Kayu Manis dapat di panen setelah berumur 6 sampai 7 tahun. Sedangkan usia tanaman kayu mamins lebih kurang 15 tahun. Saat ini yang mendiami serta mengelola tanah pertanian antara lain tanaman kayu manis adalah generasi ke 3.

b) . Kabupaten Muaro Jambi

Dalam Kedudukan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 definisi Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun sebelum terbentuknya menjadi sebuah Desa yang saat ini menjadi Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan tentulah memiliki sejarah asal muasal untuk menjadi sebuah Desa. Berdasarkan sejarah keberadaan Desa ini sudah sejak lama. Hal ini berdasarkan riwayat secara lisan dari tetua-tetua kampung,

Page 95: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

86

80

Pada masa kepemimpinan Datuk Rd. Abu Hasan setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Marga Mendapo dan Kampung kemudian diteruskan karena terjadi agresi Belanda I dan II kemudian pada Tahun 1965 IGO dan IGOB di cabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja sebagai bentuk peralihan dan mempercepat terbentuknya daerah tingkat II diseluruh wilayah indonesia. Undang-Undang menganggap IGO dan IGOB telah usang dan telah mengandung unsur kolonial dan Federal tetapi Undang-Undang itu belum mengandung otonom penuh kepada Desa dan tidak selaras dengan adat-istiadat sebab itu banyak timbul reaksi dari rakyat sehingga Undang-Undang tersebut tidak jadi diberlakukan.

Pada Tahun 1959 s/d 1971 sudah mulai Banyak Suku Jawa yang merantau di

Desa Tanjung Lanjut, mereka bekerja sebagai kuli sadap karet kepada toke/induk semang (juragan) yang mempunyai kebun-kebun karet yang luas untuk di sadap. Selain bekerja sebagai kuli sadap karet, sebagai sambilan mereka membangun/membuka hutan yang sudah dikuasai oleh masyarakat adat/pribumi dengan pola Bangun Bagi. Bangun Bagi adalah pola perjanjian kerja apabila kebun tersebut sudah jadi sesuai dengan perjanjian maka kebun tersebut sudah dapat di bagi menjadi dua, 50 % untuk si pemilik tanah dan 50% untuk pekerja. Kemudian, pemerintah mengeluarkan undang¬undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok pemerintahan Desa Undang-Undang ini dan segala peraturan dan pelaksanaanya baru menjurus pada pengaturan pemerintahannya saja maka pelaksanaan tugas adsminitrastif sedangkan hal yang berkenaan dengan keamanan, keadaan Desa dan ketentuan adat istiadat seperti yang terdapat dalam kesadaran Undang-Undang ini belum diperhatikan dan dilaksanakan.

Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pokok-

Pokok Pemeritahan Desa barulah terbentuk Desa definitif hal ini dijelaskan oleh tokoh masyarakat ( Datuk M.A. Sani) kemudian terjadilah pemilihan Kepala Desa Generasi ke-III maka terpilihlah Dathalib sampai dengan tahun 1984 sebagai Kepala Desa Tanjung Lanjut Kecamatan Sekernan Kabupaten Batang Hari. Kepala Desa generasi yang ke-IV sampai tahun 2001 yang bernama Datuk Rd. Somad beliau mendapat gelar baik secara adat dengan panggilan Datuk Penghulu karena pepatah Jambi mengatakan Kepala Desa atau Datuk Penghulu itu adalah sebagai pemangku adat, adat istiadat yang telah berlangsung dan berkembang di masyarakat ibarat slokoh adat: bak kayu Rimbun ditengah Dusun Daunnya Lebat tempat berteduh Dahannyo kuat tempat bergantung Batangnya Besak tempat bersandar Banernya lebar tempat bersilo Bejalan dulu selangkah Becakap dulu sepatah Netak mutuskan Makan Ngabiskan Selokoh ini mempunyai arti yang sangat luas segala sesuatu dan permaslahan yang terjadi di Desa harus diketahui dan diselesaikan oleh Kepala Desa atau Pemangku Adat Desa. Generasi ke -V Datuk M. Saman.T selama kurang lebih 2 periode pemilihan mulai dari Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2013 pada masa awal kepemimpinan beliau terjadi pemekaran wilayah Kabupaten dari Kabupaten Batang Hari dimana Desa Tanjung Lanjut masuk dalam wilayah pemekaran Kabupaten Muaro Jambi sehingga Desa Tanjung Lanjut menjadi Desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Batang Hari dengan batas Alam yaitu Sungai Kaos.

Kepala Desa Generasi ke VI Periode 2013-2019 yang bernama Datuk Edi Sugito

beliau adalah keturunan Jawa, yang tanah kelahirannya di Desa Tanjung Lanjut , Beliau adalah anak dari seorang petani/pekebun, ayahnya yang bernama Kasdi dan Ibunya

Page 96: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

87

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

81

yang bernama Seripah. Kakeknya yang bernama H. Sarwi sudah merantau ke Desa Tanjung Lanjut ini sejak Tahun 1959 karena sulitnya perekonomian di Pulau Jawa ditambah lagi permasalahan G 30 S PKI yang semakin meresahkan masyarakat beliau memutuskan Hijrah kepulau Sumatera beserta keluarganya tepatnya di Desa Tanjung Lanjut.

Pada tahun 1970 masuk pula perusahaan PT. Gunung Jati dan PT. Hee Cheng Timber

Industri Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri Kayu/Loging, mereka mengambil kayu-kayu yang berkwalitas dari Hutan Rimbo Gando Pada masa kepemimpinan Datuk Rd. Abu Hasan. Setelah berahirnya masa perusahaan tersebut diatas, pada tahun 1975 s/d 1980 banyak masyarakat pribumi baik Desa Tanjung Lanjut maupun Desa lain yang ikut kembali membuka hutan untuk di tanami kebun karet. Tidak ada dasar secara tertulis mereka membuka hutan, tidak ada kepastian hukum dan sosialisasi bahwa hutan tersebut di larang untuk di buka dan dijadikan kebun karet, mereka berfikir bahwa hutan tersebut adalah hutan adat warisan nenek moyang mereka yang diperuntukan seluas-luasya bagi kesejahteraan masyarakat. Sebahagian Kebun yang dimiliki oleh masyarakat pribumi banyak yang dijual kepada suku jawa dan para juragan dari luar Desa-Desa lain yang punya banyak uang. Pada Tahun 1987 Pihak Pemerintah Kabupaten Batang Hari membeli Kebun Karet milik Masyarakat di Desa Tanjung Lanjut untuk dijadikan Tanah Kas Desa (TKD) Yang Di peruntukan dan dikelola oleh Desa yakni Desa Tanjung Lanjut, Seluas 5.5 Ha Desa Gerunggung Seluas 6.5 Ha, Desa Tantan, Seluas 6.5 Dan Desa Suak Putat, 5,5 Ha dan masing-masing tanah tersebut sudah bersertifikat. Pada masa itu masyarakatpun sudah mulai membayar kewajibanya kepada negara yaitu pembayaran PBB, dengan membuktikan surat-surat sebagai dasar kepemilikanya.

Menurut keterangan Datuk H. Syarif, pada tahun 1995 dimasa kepimimpinan

Datuk Rd.Somad Masuklah perusahaan PT. Kirana Sekernan.Perusahaan tersebut bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Selain mempunyai izin HGU PT. KIRANA SEKERNAN juga bermitra kepada masyarakat dengan pola plasma 70%, untuk pemilik tanah dan 30% Untuk Pihak Perusahaan, Adapun Ruang Lingkup perusahaan tersebut berada diwilayah Desa Tanjung Lanjut Dan Desa Bukit Baling. Masuknya Perusahaan ini banyak masyarakat yang mengalihkan fungsi kebunnya untuk dimitrakan kepada pihak perusahaan, selain itu juga sebahagian warga banyak yang menjual kebunnya kepada pihak perusahaan maupun perseorangan yang selanjutnya untuk di mitrakan ke pihak perusahaan untuk dibangun menjadi kebun kelapa sawit.

Pada tahun 2005 perusahaan PT. Kirana Sekernan Melanjutkan kembali pola

kemitraan plasma tahap II di Desa Tanjung Lanjut, Desa Suak Putat, dan Desa Bukit Baling. Melihat keberhasilan petani kelapa sawit pola plasma tahap I yang sangat dirasakan oleh masyarakat, merekapun banyak yang tergiur untuk bermitra kembali dengan perusahaan PT. Kirana Sekernan. Keberhasilanpun kembali dirasakan oleh masyarakat khususnya Desa Tanjung Lanjut, tingkat kesejahteraan masyarakat sudah mulai meningkat dengan hasil yang diperoleh para petani kelapa sawit.

Dari Uraian dan penjelasan di atas dapatlah kita simpulkan bahwa ada beberapa

tahapan/ fase masyarakat adat dalam memanfaatkan Hutan Rimbo Gando yang ada di Desa Tanjung Lanjut, mulai dari hutan belantara hingga kegiatan penduduk dalam

80

Pada masa kepemimpinan Datuk Rd. Abu Hasan setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Marga Mendapo dan Kampung kemudian diteruskan karena terjadi agresi Belanda I dan II kemudian pada Tahun 1965 IGO dan IGOB di cabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja sebagai bentuk peralihan dan mempercepat terbentuknya daerah tingkat II diseluruh wilayah indonesia. Undang-Undang menganggap IGO dan IGOB telah usang dan telah mengandung unsur kolonial dan Federal tetapi Undang-Undang itu belum mengandung otonom penuh kepada Desa dan tidak selaras dengan adat-istiadat sebab itu banyak timbul reaksi dari rakyat sehingga Undang-Undang tersebut tidak jadi diberlakukan.

Pada Tahun 1959 s/d 1971 sudah mulai Banyak Suku Jawa yang merantau di

Desa Tanjung Lanjut, mereka bekerja sebagai kuli sadap karet kepada toke/induk semang (juragan) yang mempunyai kebun-kebun karet yang luas untuk di sadap. Selain bekerja sebagai kuli sadap karet, sebagai sambilan mereka membangun/membuka hutan yang sudah dikuasai oleh masyarakat adat/pribumi dengan pola Bangun Bagi. Bangun Bagi adalah pola perjanjian kerja apabila kebun tersebut sudah jadi sesuai dengan perjanjian maka kebun tersebut sudah dapat di bagi menjadi dua, 50 % untuk si pemilik tanah dan 50% untuk pekerja. Kemudian, pemerintah mengeluarkan undang¬undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok pemerintahan Desa Undang-Undang ini dan segala peraturan dan pelaksanaanya baru menjurus pada pengaturan pemerintahannya saja maka pelaksanaan tugas adsminitrastif sedangkan hal yang berkenaan dengan keamanan, keadaan Desa dan ketentuan adat istiadat seperti yang terdapat dalam kesadaran Undang-Undang ini belum diperhatikan dan dilaksanakan.

Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pokok-

Pokok Pemeritahan Desa barulah terbentuk Desa definitif hal ini dijelaskan oleh tokoh masyarakat ( Datuk M.A. Sani) kemudian terjadilah pemilihan Kepala Desa Generasi ke-III maka terpilihlah Dathalib sampai dengan tahun 1984 sebagai Kepala Desa Tanjung Lanjut Kecamatan Sekernan Kabupaten Batang Hari. Kepala Desa generasi yang ke-IV sampai tahun 2001 yang bernama Datuk Rd. Somad beliau mendapat gelar baik secara adat dengan panggilan Datuk Penghulu karena pepatah Jambi mengatakan Kepala Desa atau Datuk Penghulu itu adalah sebagai pemangku adat, adat istiadat yang telah berlangsung dan berkembang di masyarakat ibarat slokoh adat: bak kayu Rimbun ditengah Dusun Daunnya Lebat tempat berteduh Dahannyo kuat tempat bergantung Batangnya Besak tempat bersandar Banernya lebar tempat bersilo Bejalan dulu selangkah Becakap dulu sepatah Netak mutuskan Makan Ngabiskan Selokoh ini mempunyai arti yang sangat luas segala sesuatu dan permaslahan yang terjadi di Desa harus diketahui dan diselesaikan oleh Kepala Desa atau Pemangku Adat Desa. Generasi ke -V Datuk M. Saman.T selama kurang lebih 2 periode pemilihan mulai dari Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2013 pada masa awal kepemimpinan beliau terjadi pemekaran wilayah Kabupaten dari Kabupaten Batang Hari dimana Desa Tanjung Lanjut masuk dalam wilayah pemekaran Kabupaten Muaro Jambi sehingga Desa Tanjung Lanjut menjadi Desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Batang Hari dengan batas Alam yaitu Sungai Kaos.

Kepala Desa Generasi ke VI Periode 2013-2019 yang bernama Datuk Edi Sugito

beliau adalah keturunan Jawa, yang tanah kelahirannya di Desa Tanjung Lanjut , Beliau adalah anak dari seorang petani/pekebun, ayahnya yang bernama Kasdi dan Ibunya

Page 97: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

88

82

memanfaatkan tanah untuk perkebunan karet rakyat. Dalam perkembangan waktu, maka sampai saat sekarang ini dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka berkembang pula pemukiman penduduk, serta penggunaan lainnya seperti: sarana ibadah, sarana sosial, jalan umum dan fasilitas-fasilitas dasar lainnya yang semata-mata untuk masyarakat Desa dalam hal melanjutkan kelangsungan hidup mereka dan bagi generasi-generasi yang akan datang guna kemajuan dan tingkat kesetaraan hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Republik Indonesia.

4) Kabupaten Bintan dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau a). Kabupaten Bintan

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh perangkat Desa Lancang Kuning terhadap subyek yang menguasai tanah tidak hanya orang Melayu saja, tetapi ada juga dari daerah lain seperti Jawa, Sumatera, Bugis bahkan Tionghoa. Meskipun demikian, masyarakat diluar Melayu sudah mendiami daerah tersebut cukup lama dan beranak cucu yang kemudian ikut menggarap tanah yang sudah diusahakan. Khusus untuk etnis Tionghoa, sudah ada datang dan mendiami sejak tahun 1940-an.

Penguasaan tanah yang berada di Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan

Utara berdasarkan data IP4T, obyek paling lama penguasaan tanah sudah ada sejak tahun 1960 atau jika dihitung hingga 2015 dengan lama penguasaan 55 tahun. Keterangan penguasaan tanah oleh masyarakat juga diperkuat dengan SKRPPT (Surat Keterangan Riwayat Pemilikan dan Penguasaan Tanah) yang diterbitkan Kelurahan/Desa setempat.

Penguasaan tanah pada Kawasan Hutan yang sudah terinventarisasi di Desa

Lancang Kuning rata-rata dimanfaatkan sebagai kebun masyarakat setempat dan permukiman. Sedangkan riwayat perolehan tanahnya sehingga dapat menguasai dan mengusahakan diantaranya adalah pembukaan lahan (hasil usaha) yang kemudian diwariskan kepada keturunannya, hibah ataupun melalui jual beli. Penguasaan tanah oleh masyarakat Desa Lancang Kuning antar setiap subyeknya memiliki luasan yang bervariasi. Ada yang hanya sebatas untuk permukiman, tetapi ada juga yang merupakan tanah garapan berupa kebun. Adapun lama penguasaan tanah hasil IP4T di Desa Lancang Kuning dapat dibagi sebagai berikut: (a). Dikuasai> 20 tahun: 243 bidang, (b). Dikuasai ≤ 20 tahun : 179 bidang.

b). Kota Batam

Adapun riwayat penguasaan tanah masyarakat di Kelurahan lokasi sampel adalah dimulai sejak diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam didalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dikatakan: Seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Otorita Batam. Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan di dukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) atau dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) dan menjadi Badan Pengembangan (BP) Batam.

Tindak lanjut dari Keppres 41/1973 tersebut, maka dikeluarkan Keputusan Menteri

Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, yang memutuskan: Memberikan Hak Pengelolaan (HPL)

Page 98: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

89

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

83

kepada OPDIPB seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam termasuk areal tanah di gugusan pulau Janda Berhias, Tanjung Sauh, Ngenang dan Pulau Kasem Kabupaten Kepulauan Riau. Semua kegiatan pembangunan dalam wilayah kerja Otorita Pulau Batam sesuai dengan Keppres No.41/1973, Keppres Nomor 56 tahun 1984 dan Keppres nomor 28 tahun 1992 harus melalui OPDIPB dan semua hak-hak atas tanah yang dimohon oleh semua pihak baik Hak Milik, Hak Pakai, Hak Guna Bangunan maupun Hak Guna Usaha harus berada di atas Hak Pengelolaan (HPL).

Dalam perkembangan waktu Kecamatan Batam ditingkatkan statusnya

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983 menjadi Kotamadya Batam. Merujuk kepada PMA Nomor 1 tahun 1966 tentang Pendaftaran Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, semua HPLdidaftar menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. HPL yang sudah dikeluarkan sertipikat HPL sebagai tanda bukti mempunyai kewenangan kepada pemegang haknya antara lain:

1) merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; 2) menyerahkan bagian-bagian tanah HPL tersebut kepada pihak ketiga dengan HGB

dan HP sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan. Kemudian dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2007,

maka OPDIPB menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Namun pada tahun 2013 berdasarkan kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.463/2013 Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan eluas lebih kurang 124.775 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 86.663 hektar dan perubahan bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 1.834 hektar di Provinsi Kepulauan Riau.

Adapun wilayah yang berada di Pulau Batam, yakni Kota Batam dinyatakan

Kawasan Hutan Lindung berdasarkan SK. 463/2013, yang mana hal ini ikut merasakan dampaknya antara lain pada : (1) Kelurahan Bukit Tempayan, Kelurahan Buliang dan Kelurahan Kibing. Penguasaan

tanah masyarakat sudah diterbitkan sertipikat HGB yang jumlahnya mencapai ribuan bidang.Adapun jumlah sertipikat HGB yang sudah diterbitkan pada wilayah ketiga Kelurahan adalah sebagai berikut: (a). Kelurahan Bukit Tempayan sebanyak 2.340 bidang; (b). Kelurahan Buliang sebanyak 4.046 bidang (lokasi sampel); (c). Kelurahan Kibing sebanyak 2.539 bidang.

(2) Kelurahan Sekupang dan Kelurahan Batu Ampar dengan sampel antara lain PT. Maligas Sukses Abadi dan PT. Milenium Invesment yang sedang mengajukan sertipikat Hak Guna Bangunan di atas HPL

5) Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Kuburaya Provinsi Kalimantan Barat

a). Kabupaten Sekadau Penguasaan tanah yang berada di Desa Sebetung, Kecamatan Kecamatan

Belitang Hulu asal mulanya digarap oleh masyarakat dari Suku Dayak Mualang yang sudah lama mendiami daerah tersebut yang berasal dari tempat yang disebut Temawai/Temawang Tampun Juah yang terletak di hulu sungai Sekayam Kabupaten Sanggau sekitar 2.000 tahun lalu, tepatnya didekat Kampung Segumon Kecamatan

82

memanfaatkan tanah untuk perkebunan karet rakyat. Dalam perkembangan waktu, maka sampai saat sekarang ini dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka berkembang pula pemukiman penduduk, serta penggunaan lainnya seperti: sarana ibadah, sarana sosial, jalan umum dan fasilitas-fasilitas dasar lainnya yang semata-mata untuk masyarakat Desa dalam hal melanjutkan kelangsungan hidup mereka dan bagi generasi-generasi yang akan datang guna kemajuan dan tingkat kesetaraan hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Republik Indonesia.

4) Kabupaten Bintan dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau a). Kabupaten Bintan

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh perangkat Desa Lancang Kuning terhadap subyek yang menguasai tanah tidak hanya orang Melayu saja, tetapi ada juga dari daerah lain seperti Jawa, Sumatera, Bugis bahkan Tionghoa. Meskipun demikian, masyarakat diluar Melayu sudah mendiami daerah tersebut cukup lama dan beranak cucu yang kemudian ikut menggarap tanah yang sudah diusahakan. Khusus untuk etnis Tionghoa, sudah ada datang dan mendiami sejak tahun 1940-an.

Penguasaan tanah yang berada di Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan

Utara berdasarkan data IP4T, obyek paling lama penguasaan tanah sudah ada sejak tahun 1960 atau jika dihitung hingga 2015 dengan lama penguasaan 55 tahun. Keterangan penguasaan tanah oleh masyarakat juga diperkuat dengan SKRPPT (Surat Keterangan Riwayat Pemilikan dan Penguasaan Tanah) yang diterbitkan Kelurahan/Desa setempat.

Penguasaan tanah pada Kawasan Hutan yang sudah terinventarisasi di Desa

Lancang Kuning rata-rata dimanfaatkan sebagai kebun masyarakat setempat dan permukiman. Sedangkan riwayat perolehan tanahnya sehingga dapat menguasai dan mengusahakan diantaranya adalah pembukaan lahan (hasil usaha) yang kemudian diwariskan kepada keturunannya, hibah ataupun melalui jual beli. Penguasaan tanah oleh masyarakat Desa Lancang Kuning antar setiap subyeknya memiliki luasan yang bervariasi. Ada yang hanya sebatas untuk permukiman, tetapi ada juga yang merupakan tanah garapan berupa kebun. Adapun lama penguasaan tanah hasil IP4T di Desa Lancang Kuning dapat dibagi sebagai berikut: (a). Dikuasai> 20 tahun: 243 bidang, (b). Dikuasai ≤ 20 tahun : 179 bidang.

b). Kota Batam

Adapun riwayat penguasaan tanah masyarakat di Kelurahan lokasi sampel adalah dimulai sejak diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam didalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dikatakan: Seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Otorita Batam. Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan di dukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) atau dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) dan menjadi Badan Pengembangan (BP) Batam.

Tindak lanjut dari Keppres 41/1973 tersebut, maka dikeluarkan Keputusan Menteri

Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, yang memutuskan: Memberikan Hak Pengelolaan (HPL)

Page 99: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

90

84

Noyan. Tampun Jauh juga merupakan tempat pertemuan dan gabungan bangsa Dayak dimasa lalu yang kini lebih dikenal sebagai Ibanic Group. Namun karena situasi peperangan masyarakat mulai berpencar meninggalkan Tampun Juah untuk mencari tempat penghidupan baru dan sampailah di muara Sungai Ketungau. Kelompok ini dipimpin oleh Guyau Temenggung Budi dengan membawa seorang pengawal disebut manok sabung/semacam prajurit dan dikenal dengan nama Mualang. Tetapi dalam perjalanan pengawalan tersebut, Mualang meninggal dan dimakamkan disebelah kanan mudik Sungai Ketungau.

Akhirnya Mualang diabadikan untuk menyebut anak sungai menjadi Sungai

Mualang dan rombongan Guyau Temenggung Budi mengabadikan nama kelompok yang dipimpinnya tersebut dengan sebutan Orang Mualang. Orang Mualang akhirnya memutuskan menetap di Sungai Mualang dan menyebar ke Sekadau, seluruh Belitang dan sebagian ke Sepauk di Kabupaten Sintang.

Penguasaan dan penggarapan tersebut ada yang masih oleh orang pertama

yang datang (sudah tua), namun hampir semua sudah beralih tangan melalui warisan dan jual-beli. Penguasaan tanah oleh masyarakat Desa Sebetung setiap subyeknya memiliki luasan yang bervariasi. Ada yang hanya sebatas untuk permukiman, tetapi ada juga yang merupakan tanah garapan berupa kebun. Keterangan yang dihimpun dari warga setempat, sudah banyak juga yang terbit Surat Penguasaan/Keterangan Tanah (SKT) sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Hutan sehingga kegiatan masyarakat yang terkait dengan simpan pinjam bisa menggunakan surat tersebut sebagai jaminan. Namun setelah wilayah yang diusahakan tersebut ditunjuk masuk Kawasan Hutan, para pemberi pinjaman yang selama ini melayani masyarakat Desa Sebetung tidak berani lagi menerima jaminan SKT.

b). Kabupaten Kubu Raya

Riwayat penguasaan tanah yang berada di Desa Limbung dan sekitarnya sudah ada sejak lama, bahkan sebelum ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Kegiatan pengelolaan tanah di Desa ini diawali sejak didatangkannya transmigran dari Pulau Jawa pada tahun 1955 dan 1957 yang pada waktu itu lokasinya masih didominasi vegetasi semak belukar dan tanaman keras dengan ciri ketebalan tanah gambut sekitar 7-8 meter. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1982 masyarakat transmigran sebagian mulai mendapatkan sertipikat tanah dengan ketentuan selama 10 (sepuluh) tahun pertama sejak sertipikat ini diterbitkan tidak boleh dipindah tangankan kepemilikannya. Tetapi bagi sertipikat yang diterbitkan setelah tahun 1999 berdasarkan Pasal 32 (1) Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1999 Hak Milik atas tanah tersebut tidak dapat dipindah tangankan selama 20 tahun pertama, kecuali bagi transmigran PNS yang dialihkan tugaskan atau transmigran meninggal dunia. Permasalahan kemudian timbul terhadap tanah-tanah yang masih dikuasai dan diusahakan masyarakat transmigran tetapi belum disertipikatkan, karena sebagian wilayahnya ditunjuk masuk Kawasan Hutan Lindung Pinang Dalam (HL. Gambut Kuala Dua-Rasau Jaya). Bahkan sebelumnya ada permasalahan lain, yakni ada pihak lain mengklaim atas tanah-tanah yang sebenarnya sudah dikuasi masyarakat dan diperuntukan bagi para transmigran, namun dengan adanya bukti-bukti tertulis yang bersumber dari Direktorat Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat dan di mediasi oleh Komnas HAM serta Ombudsman RI mengakui bahwa tanah-tanah tersebut tetap menjadi hak bagi para transmigran.

Page 100: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

91

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

85

6) Kota Palangkaraya dan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan

a). Kota Palangkaraya Riwayat Penguasaan dan penggarapan tanah sudah diusahakan lama sekali

sebelum Indonesia merdeka oleh masyarakat setempat yakni Suku Dayak Ngaju dari Desa Kereng Bangkirai yang terletak di tepi Sungai Sebangau yang sehari-hari pekerjaannya mencari ikan dan selagi menunggu mendapatkan ikan dari kail yang dipasang, banyak masyarakat dayak Ngaju membuka hutan ditepian sungai tersebut dengan membuat pondok-pondok kecil dan memanfaatkan tanah disekitarnya untuk menanam berbagi tanaman seperti sayuran serta tanaman keras lainnya yang mana lokasi garapan Suku Dayak. Penggunaan tanahnya berupa permukiman dan ladang bercocok tanam berupa nanas, sawit, karet, sayuran dan buah. Kemudian dengan perkembangan waktu terjadi peralihan melalui pewarisan, dan pada era tahun 1980-an oleh penduduk asli suku dayak terjadi juga peralihan berupa jual beli dengan pendatang dari suku-suku pendatang (Jawa dan Bugis). Lokasi tersebut kemudian di beri nama Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. SK.529/Menhut-II/2012 wilayah ini masuk Kawasan Hutan Lindung.

Penggarap pada tanah-tanah yang mereka beli tersebut saat ini banyak yang

sudah memiliki surat garapan/pernyataan penguasaan dengan diketahui dan disahkan oleh Lurah setempat. Lama penguasaan dalam surat yang diterbitkan oleh Kelurahan cukup bervariasi, ada yang lebih dari 20 tahun dan adapula yang masih berusia 5 tahunan.

b). Kabupaten Katingan Penguasaan tanah yang berada di Desa Tumbang Kalemei diawali dari

pembukaan lahan disekitar sungai yang merupakan tempat beburu ikan. Sejarah yang tertulis dalam profil di Kantor Desa menjelaskan bahwa keberadaan masyarakat diawali dari Nusa Punduh (diperkirakan) tahun 1926) dengan dipimpin oleh Kepala Kampung bernama Loting yang kemudian dengan beberapa keluarga mendiami wilayah ini. Sebelum secara resmi terbentuk Desa, sistem pemerintahan lokal masih menggunakan istilah “Kepala Kampung” hingga tahun 1970.

Peningkatan status dari kampung menjadi Desa tidak lain karena jumlah

penduduk dan luas penguasaan tanah warga Tumbang Kalemei semakin bertambah sehingga sudah layak menjadi Desa tersendiri. Pada tahun 1971 yang menjadi Kepala Desa pertama bernama Benuang Tupai hingga tahun 1981. Penggunaan tanah oleh masyarakat pada saat ini banyak dimanfaatkan sebagai tempat permukiman, infrastruktur peribadatan, sekolah (SD-SMP), fasilitas kesehatan (Polindes) dan lahan kebun dengan menanami karet, kelapa sawit, rotan. Dari identifikasi di atas untuk lebih jelasnya dapat pula kita lihat pada tabel 36.

.

84

Noyan. Tampun Jauh juga merupakan tempat pertemuan dan gabungan bangsa Dayak dimasa lalu yang kini lebih dikenal sebagai Ibanic Group. Namun karena situasi peperangan masyarakat mulai berpencar meninggalkan Tampun Juah untuk mencari tempat penghidupan baru dan sampailah di muara Sungai Ketungau. Kelompok ini dipimpin oleh Guyau Temenggung Budi dengan membawa seorang pengawal disebut manok sabung/semacam prajurit dan dikenal dengan nama Mualang. Tetapi dalam perjalanan pengawalan tersebut, Mualang meninggal dan dimakamkan disebelah kanan mudik Sungai Ketungau.

Akhirnya Mualang diabadikan untuk menyebut anak sungai menjadi Sungai

Mualang dan rombongan Guyau Temenggung Budi mengabadikan nama kelompok yang dipimpinnya tersebut dengan sebutan Orang Mualang. Orang Mualang akhirnya memutuskan menetap di Sungai Mualang dan menyebar ke Sekadau, seluruh Belitang dan sebagian ke Sepauk di Kabupaten Sintang.

Penguasaan dan penggarapan tersebut ada yang masih oleh orang pertama

yang datang (sudah tua), namun hampir semua sudah beralih tangan melalui warisan dan jual-beli. Penguasaan tanah oleh masyarakat Desa Sebetung setiap subyeknya memiliki luasan yang bervariasi. Ada yang hanya sebatas untuk permukiman, tetapi ada juga yang merupakan tanah garapan berupa kebun. Keterangan yang dihimpun dari warga setempat, sudah banyak juga yang terbit Surat Penguasaan/Keterangan Tanah (SKT) sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Hutan sehingga kegiatan masyarakat yang terkait dengan simpan pinjam bisa menggunakan surat tersebut sebagai jaminan. Namun setelah wilayah yang diusahakan tersebut ditunjuk masuk Kawasan Hutan, para pemberi pinjaman yang selama ini melayani masyarakat Desa Sebetung tidak berani lagi menerima jaminan SKT.

b). Kabupaten Kubu Raya

Riwayat penguasaan tanah yang berada di Desa Limbung dan sekitarnya sudah ada sejak lama, bahkan sebelum ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Kegiatan pengelolaan tanah di Desa ini diawali sejak didatangkannya transmigran dari Pulau Jawa pada tahun 1955 dan 1957 yang pada waktu itu lokasinya masih didominasi vegetasi semak belukar dan tanaman keras dengan ciri ketebalan tanah gambut sekitar 7-8 meter. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1982 masyarakat transmigran sebagian mulai mendapatkan sertipikat tanah dengan ketentuan selama 10 (sepuluh) tahun pertama sejak sertipikat ini diterbitkan tidak boleh dipindah tangankan kepemilikannya. Tetapi bagi sertipikat yang diterbitkan setelah tahun 1999 berdasarkan Pasal 32 (1) Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1999 Hak Milik atas tanah tersebut tidak dapat dipindah tangankan selama 20 tahun pertama, kecuali bagi transmigran PNS yang dialihkan tugaskan atau transmigran meninggal dunia. Permasalahan kemudian timbul terhadap tanah-tanah yang masih dikuasai dan diusahakan masyarakat transmigran tetapi belum disertipikatkan, karena sebagian wilayahnya ditunjuk masuk Kawasan Hutan Lindung Pinang Dalam (HL. Gambut Kuala Dua-Rasau Jaya). Bahkan sebelumnya ada permasalahan lain, yakni ada pihak lain mengklaim atas tanah-tanah yang sebenarnya sudah dikuasi masyarakat dan diperuntukan bagi para transmigran, namun dengan adanya bukti-bukti tertulis yang bersumber dari Direktorat Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat dan di mediasi oleh Komnas HAM serta Ombudsman RI mengakui bahwa tanah-tanah tersebut tetap menjadi hak bagi para transmigran.

Page 101: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

92

86

Tabe

l 36:

Ide

ntifi

kasi

Riw

ayat

Pen

guas

aan

Peng

guna

an T

anah

Mas

yara

kat

Dal

am K

awas

an H

utan

Di

Loka

si P

enel

itian

PRO

VIN

SI

KO

TA//

KAB

UPA

TEN

K

ECAM

ATAN

K

EL/D

ESA

RIW

AYAT

PE

NG

UAS

AAN

TAN

AH

PEN

GU

ASA

AN T

ANAH

SA

AT

INI

BAN

TEN

Kab

. Pan

degl

ang

Des

a U

jung

Ja

ya,

Des

a Ta

man

Ja

ya,

Des

a C

igor

ondo

ng,

dan

Des

a Tu

ngga

l Ja

ya, K

ecam

atan

Sum

ur.

Mas

y. lo

kal m

embu

ka h

utan

sej

ak ja

man

pe

njaj

ahan

Bel

anda

dan

men

ggar

ap t

nh

1950

. P

ada

tahu

n 19

99

diny

atak

an

seba

gai

Hut

an

Pro

duks

i da

n m

asy.

men

anam

tu

mpa

ng

sari

sehi

ngga

be

rtahu

n-ta

hun

berk

emba

ng

men

jadi

D

esa.

Th

n 20

14

diny

atak

an

seba

gai

TNU

K d

an a

da D

esa-

Des

a ya

ng s

ebag

ian

mas

uk k

e d

alam

TN

UK.

Ter

jadi

per

alih

an b

erup

a W

aris

an d

an

jual

-bel

i.

Kab

. Leb

ak

Des

a Ta

njun

g W

angi

, D

esa

Suk

anag

ara

dan

Des

a G

irija

gaba

ya,

Kec

amat

an

Mun

cang

.

Sej

ak

tahu

n 19

50-a

n m

asya

raka

t lo

kal

suda

h m

engg

arap

kaw

asan

ter

sebu

t da

n ke

mud

ian

diny

atak

an

seba

gai

Kaw

asan

H

utan

P

rodu

ksi

dan

mas

yara

kat

di

perk

enan

kan

untu

k m

eman

faat

kan

tana

h de

ngan

tana

man

tum

pang

sar

i.

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li

KAL

IMAN

TAN

SEL

ATAN

Kab

. Ban

jar

Des

a Ta

mba

k P

adi,

Kec

. Bar

untu

ng B

aru

Mas

yara

kat

pend

atan

g se

belu

m

tahu

n 19

50 d

ari S

unga

i Sal

ai, A

mun

tai K

ab.H

ulu

Sun

gai U

tara

mem

buka

hut

an,

kem

udia

n su

dah

berk

emba

ng

men

jadi

D

esa

dan

diny

atak

an s

ebag

ai K

awas

an H

utan

....

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li

Kab

. Hul

u Su

ngai

Sel

atan

D

esa

Bat

u La

ki,

Kec

amat

an

Pad

ang

Bat

ung.

M

asya

raka

t Lo

kal

suda

h ad

a se

belu

m

Indo

nesi

a M

erde

ka.

Seb

elum

nya

diny

atak

an s

bg K

awas

an H

utan

Pro

duks

i ya

ng d

pt d

i K

onve

rsi

kem

udia

n m

enja

di

Hut

an

Kon

vers

i. S

udah

ad

a Iz

in

Pem

anfa

atan

H

asil

Hut

an

Kay

u

Kem

ente

rian

kehu

tana

n kp

d P

T. D

wim

a In

tiga,

se

hing

ga

apab

ila

mas

y.m

au

men

ggar

ap

tana

h ya

ng

sela

ma

ini

mer

upak

an

gara

pan

mas

y.,

mak

a hr

s m

inta

ijin

dg

PT.D

wim

a.

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li

JAM

BI

Kab

. Ker

inci

D

esa

Sun

gai k

unin

g, K

ec. S

iula

k M

ukai

P

ada

mas

a re

volu

si

fisik

ba

nyak

m

asy.

yang

m

engu

ngsi

ke

perb

ukita

n di

se

kita

r S

unga

i P

enuh

da

n de

ngan

pe

rkem

bang

an w

aktu

men

jadi

Kam

pung

ke

mud

ian

ada

3 D

esa.

Pad

a 19

91 k

e-3

Des

a ts

b di

Res

mik

an s

ecar

a A

dat.

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

Kab

. Mua

ro J

ambi

D

esa

Tanj

ung

Lanj

ut, K

ec. S

aker

nan

Pem

erin

taha

n M

arga

m

embe

ri ka

n kp

d M

asy.

nya

mem

buka

hut

an u

tk t

empa

t m

engg

arap

da

n be

rmuk

im

dan

dgn

perk

emba

ngan

w

aktu

m

enja

di

Des

a te

rmas

uk j

uga

Mar

ga s

bg p

emer

inta

han

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li

Page 102: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

93

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

87

indu

k se

belu

mny

a (U

U 5

/197

9)..

KEP

ULA

UAN

RIA

U

Kab

. Bin

tan

Des

a La

ncan

g K

unin

g, K

ec.B

inta

n U

tara

S

ejak

seb

elum

196

0 sd

ada

mas

y.M

elay

u da

n Ti

ongh

oa

kem

udia

n m

asuk

pa

ra

pend

atan

g di

er

a th

n 19

60

dgn

perk

emba

ngan

wak

tu m

enja

di D

esa

dan

sd

ada

Sur

at

Ket

eran

gan

Riw

ayat

P

emilk

an

dan

Pen

guas

aan

Tana

h,

kem

udia

n di

nyat

akan

sbg

Kaw

asan

Hut

an

Lind

ung

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li se

rta h

ibah

.

Kot

a B

atam

Kel

urah

an B

ulia

ng, K

ec. B

atu

Aji

P

T. M

ileni

um In

vesm

ent d

an

P

T. M

alig

as S

ukse

s A

badi

Kep

pres

41

/197

3 sb

g D

aera

h In

dust

ri P

ulau

Bat

am d

an d

iser

ahka

n se

baga

i Hak

P

enge

lola

an k

pd O

torit

a B

atam

, kem

udia

n ba

nyak

te

rbit

HP

L-H

PL

Per

usah

aan

yg

dise

rahk

an k

pd p

ihak

ke

3 (B

adan

Usa

ha)

men

jadi

HG

B In

duk

kem

udia

n kp

d m

asy.

dg

n H

GB

- HG

B.

SK.9

55/1

992

:AP

L,

SK.

463/

2013

dan

867

/201

4:K

awsa

n hu

tan

lindu

ng.

Den

gan

kem

enan

gan

PT.

Mile

nium

Inv

esm

ent

dan

PT.

Mal

igas

S

ukse

s A

badi

di

P

TUN

m

aka

terb

it S

K.76

/201

5 di

nyat

akan

kaw

asan

AP

L.

Tana

h-ta

nah

hak

mas

yara

kat

dan

bada

n us

aha

yang

sud

ah b

erse

rtipi

kat

HP

L da

n H

GB

KAL

IMAN

TAN

BAR

AT

Kab

. Sek

adau

D

esa

Seb

etun

g, K

ec.B

elita

ng H

ulu

Day

ak M

uala

ng y

ang

suda

h se

cara

tur

un

tem

urun

tin

ggal

da

n m

engg

arap

ta

nah

ters

ebut

, ke

mud

ian

ada

perk

awai

nan

cam

pura

n dg

n pe

ndat

ang.

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li

Kab

. Kub

u R

aya

Des

a Li

mbu

ng, K

ec.S

unga

i Ray

a K

awas

an T

rans

mig

rasi

tah

un 1

955

dan

1957

sdh

ber

serti

pika

t thn

198

2 Te

rjadi

per

alih

an b

erup

a W

aris

an d

an ju

al-

beli

KAL

IMAN

TAN

TEN

GAH

Kot

a Pa

lang

kara

ya

Kel

urah

an S

abar

u, K

ec.S

aban

gau

Day

ak N

gaju

yan

g m

engg

arap

akh

irnya

m

enet

ap d

i se

kita

r K

ampu

ng D

ayak

di

hulu

,

kem

udia

n be

rkem

bang

m

enja

di

Des

a

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li

Kab

. Kat

inga

n D

esa

Tum

bang

Kal

emai

, K

ec.

Kat

inga

n Te

ngah

D

ayak

Nga

ju y

ang

men

ggar

ap a

khirn

ya

men

etap

di

seki

tar

Kam

pung

Day

ak y

g la

ma

di

hi

lir

, ke

mud

ian

berk

emba

ng

men

jadi

Des

a

Terja

di p

eral

ihan

ber

upa

War

isan

dan

jual

-be

li

Sum

ber:

Dio

lah

oleh

Tim

Pen

eliti

Pus

litba

ng K

emen

teria

n A

TR/B

PN

, Okt

ober

201

6

Page 103: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

94

88

Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Lokasi Penelitian

Penggunaan di lokasi penelitian dengan perkembangan waktu mulai dari riwayat penguasaan dan makin bertambahnya penduduk, maka berkembang pula penggunaan dan pemanfaatan di lokasi penelitian seperti di terlihat pada gambar dibawah ini di bawah ini:

Gambar. Permukiman dan Jalan Masuk Kawasan Hutan

di Kecamatan Muncang Kab. Lebak

Gambar. Sarana Gedung Sekolah yang Masuk Kawasan Hutan

di Kecamatan Muncang Kab. Lebak

Page 104: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

95

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

89

Gambar. Permukiman dan Sarana Peribadatan di Desa Tambak Padi,

Kecamatan Baruntung Baru Kabupaten Banjar (Masuk Kawasan Hutan)

Gambar. Kondisi Pemanfaatan Tanah di Desa Tambak Padi, Kecamatan Baruntung Baru

Kabupaten Banjar (Masuk Kawasan Hutan)

88

Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Lokasi Penelitian

Penggunaan di lokasi penelitian dengan perkembangan waktu mulai dari riwayat penguasaan dan makin bertambahnya penduduk, maka berkembang pula penggunaan dan pemanfaatan di lokasi penelitian seperti di terlihat pada gambar dibawah ini di bawah ini:

Gambar. Permukiman dan Jalan Masuk Kawasan Hutan

di Kecamatan Muncang Kab. Lebak

Gambar. Sarana Gedung Sekolah yang Masuk Kawasan Hutan

di Kecamatan Muncang Kab. Lebak

Page 105: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

96

90

Gambar. Bangunan Sarana Pendidikan di Desa Batu Laki,

Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Gambar. Bangunan Sarana Masjid di Desa Batu Laki,

Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Gambar. Pemanfatan Tanah untuk Sawah dengan Latar Belakang Permukiman

Page 106: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

97

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

91

(Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci)

Gambar. Pemanfatan Tanah untuk Permukiman di Desa Sungai Kuning,

Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci

Gambar. Keberadaan Makam Lama di Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci

90

Gambar. Bangunan Sarana Pendidikan di Desa Batu Laki,

Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Gambar. Bangunan Sarana Masjid di Desa Batu Laki,

Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Gambar. Pemanfatan Tanah untuk Sawah dengan Latar Belakang Permukiman

Page 107: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

98

92

Gambar. Gedung SD di Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kab. Muaro Jambi

Gambar. Penampakan Kondisi Fisik Kelurahan Buliang, Kecamatan Batu Aji Kota Batam

Page 108: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

99

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

93

Gambar. Penampakan Kondisi Fisik Bangunan Masjid Desa Lancang Kuning, Kec.Bintan Utara, Kab. Bintan

Gambar. Kondisi Jalan dan Permukiman Penduduk Desa Tumbang Kalemeri,

Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan

Gambar. Kondisi Jalan dan Permukiman Penduduk Kelurahan Sabaru,

Kec.Sabangau, Tengah, Kota Palangka Raya

92

Gambar. Gedung SD di Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kab. Muaro Jambi

Gambar. Penampakan Kondisi Fisik Kelurahan Buliang, Kecamatan Batu Aji Kota Batam

Page 109: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

100

94

5.1.3. Identifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Di Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi Lokasi Penelitian Adapun beberapa penyelesaian bagi penguasaan tanah masyarakat di lokasi sampel

adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten

a). Kabupaten Pandeglang Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan berdasarkan

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor: 8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan. Selanjutnya ditindak lanjuti dengan di terbitkannya Surat Keputusan Nomor: 590/Kep.112-Huk/2015 Bupati Pandeglang menetapkan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T).

Setelah Tim IP4T menerima permohonan dari Bupati tersebut maka Tim

melakukan penjadwalan penyuluhan di Kecamatan Sumur di 4 Desa sampel penelitian,yakni:

1). Desa Ujungjaya 2). Desa Tamanjaya 3). Desa Cigorondong 4). Desa Tunggaljaya

Kantor Pertanahan yang memotori kegiatan IP4T telah memberitahukan dengan patut kesemua anggota Tim yang telah dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Pandeglang, (seharusnya hal ini kewajiban dari Sekretaris Tim dalam hal ini Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pandeglang), Sampai pada Hari H pelaksanaan kegiatan penyuluhan dimaksud hanya tim penyuluh dari Kantor Pertanahan Kabupaten Pandeglang yang melaksanakan tanpa dihadiri oleh anggota Tim lainnya. Kantor Pertanahan Kabupaten Pandeglang kembali melaksanakan penyuluhan kali ini dilakukan dengan cara penyuluhan tidak langsung yakni dengan memberikan penyuluhan kepada pemuka-pemuka masyarakat.

Terhadap keempat Desa tersebut telah dilakukan pengumpulan data dan

pemetaan bidang-bidang tanah serta tercatat lebih dari 2000 bidang tanah ada yang overlap dengan Taman Nasional Ujung Kulon. Adapun rincian bidang yang terpetakan terdiri dari:

Desa Ujung Jaya, KK sebanyak 1.165 Bidang. Desa Tamanjaya, KK sebanyak 235 Bidang Desa Cigorondong, KK sebanyak 270 Bidang Desa Tunggaljaya, KK sebanyak 330 Bidang

Keempat Desa tersebut semua bidang tanah dikuasai dan di garap oleh para petani setempat. Penggunaan tanah sebagian besar untuk permukiman berupa perkampungan yang sudah ada sarana lainnya seperti masjid dan kuburan, serta penggunaan tanah untuk pertanian baik pertanian basah (sawah) maupun pertanian tanah kering (kebun campuran dan tegalan). Pemanfaatan tanah sudah dimanfaatkan

Page 110: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

101

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

95

secara terus-menerus sepanjang tahun, sedangkan bidang-bidang tanah yang digunakan untuk pertanian basah khususnya sawah digarap 3 kali dalam 1 tahun.

Lamanya waktu penguasaan tanah di 4 (empat) Desa tersebut adalah sebagai berikut:

1. Desa Ujung Jaya 1) Dikuasai > 20 tahun : 1.165 bidang = 419,52 ha (79,02%) 2) Dikuasai < 20 tahun : - bidang = 111,37 ha (20,98 %) Total Luas : 530,89 Ha

2. Desa Tamanjaya 1) Dikuasai > 20 tahun : 214 bidang = 127,43 ha (95,53%) 2) Dikuasai < 20 tahun : 21 bidang = 10,37 ha (4,47 %) Total Luas : 137,8 Ha

3. Desa Cigorondong 1) Dikuasai > 20 tahun : 261 bidang = 110,71 ha (95,5%) 2) Dikuasai < 20 tahun : 9 bidang = 5,18 ha (4,5 %)

Total Luas : 115,89 Ha 4. Desa Tunggaljaya

1) Dikuasai > 20 tahun : 321 bidang = 163,425 ha (97,44%) 2) Dikuasai < 20 tahun : 9 bidang = 4,3 ha (2,56 %)

Total Luas : 167,725 Ha

Dari hasil kegiatan IP4T dalam Kawasan Hutan di 4 Desa Kecamatan Sumur tersebut, telah memberikan manfaat bagi masyarakat, pemerintah setempat dan Kantor Pertanahan sebagai berikut: 1) Bagi aparat DDesa terhimpunnya data pertanahan tentang: Letak, Luas perkiraan

(luas yang dihasilkan bukan luas ukur secara kadastral), Batas serta Subyek penguasaan bidang-bidang tanah;

2) Bagi masyarakat penggarap tanah merasakan adanya kepastian tentang batas tanah yang mereka garap;

3) Bagi Kantor Pertanahan Pandeglang kegiatan IP4T telah mendapatkan kepastian subyek dan obyek dari masing-masing bidang, serta mampu menghasilkan peta potensi masalah yang akurat baik tentang subyek dan obyek.

Kegiatan IP4T dalam Kawasan Hutan di Taman Nasional Ujung Kulon pada tahap

ini penuh dengan hambatan, yakni: 1) Pihak Pemerintah Daerah menerima kabar terjadinya pembakaran lahan di dalam

Kawasan Hutan ternyata isu tersebut dapat ditepis oleh tim IP4T yang dimaksud terbakarnya lokasi pembuatan bata merah diperkampungan penduduk (diluar kawasan );

2) Terjadinya kebakaran di Wilayah kerja IP4T, yang pada saat issue tersebut berkembang tapi pekerjaan pemetaan telah selesai dikerjakan dilapangan, setelah diklarifikasi ke pihak Desa ternyata kebakaran tersebut benar adanya tetapi kebakaran itu dilaksanakan oleh pihak Taman Nasional Ujung Kulon sendiri sebagai sarana latihan pemadaman kebakaran hutan;

3) Terjadi penangkapan oleh Pihak Polsek Sumur terhadap salah seorang penduduk yang menjadi penggarap lahan dikawasan kegiatan IP4T melakukan perambahan baru di dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, dan beberapa petugas Kantor Pertanahan Kabupaten Pandeglang turut dimintai keterangan oleh Pihak Polres

94

5.1.3. Identifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan Di Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi Lokasi Penelitian Adapun beberapa penyelesaian bagi penguasaan tanah masyarakat di lokasi sampel

adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten

a). Kabupaten Pandeglang Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan berdasarkan

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor: 8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan. Selanjutnya ditindak lanjuti dengan di terbitkannya Surat Keputusan Nomor: 590/Kep.112-Huk/2015 Bupati Pandeglang menetapkan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T).

Setelah Tim IP4T menerima permohonan dari Bupati tersebut maka Tim

melakukan penjadwalan penyuluhan di Kecamatan Sumur di 4 Desa sampel penelitian,yakni:

1). Desa Ujungjaya 2). Desa Tamanjaya 3). Desa Cigorondong 4). Desa Tunggaljaya

Kantor Pertanahan yang memotori kegiatan IP4T telah memberitahukan dengan patut kesemua anggota Tim yang telah dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Pandeglang, (seharusnya hal ini kewajiban dari Sekretaris Tim dalam hal ini Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pandeglang), Sampai pada Hari H pelaksanaan kegiatan penyuluhan dimaksud hanya tim penyuluh dari Kantor Pertanahan Kabupaten Pandeglang yang melaksanakan tanpa dihadiri oleh anggota Tim lainnya. Kantor Pertanahan Kabupaten Pandeglang kembali melaksanakan penyuluhan kali ini dilakukan dengan cara penyuluhan tidak langsung yakni dengan memberikan penyuluhan kepada pemuka-pemuka masyarakat.

Terhadap keempat Desa tersebut telah dilakukan pengumpulan data dan

pemetaan bidang-bidang tanah serta tercatat lebih dari 2000 bidang tanah ada yang overlap dengan Taman Nasional Ujung Kulon. Adapun rincian bidang yang terpetakan terdiri dari:

Desa Ujung Jaya, KK sebanyak 1.165 Bidang. Desa Tamanjaya, KK sebanyak 235 Bidang Desa Cigorondong, KK sebanyak 270 Bidang Desa Tunggaljaya, KK sebanyak 330 Bidang

Keempat Desa tersebut semua bidang tanah dikuasai dan di garap oleh para petani setempat. Penggunaan tanah sebagian besar untuk permukiman berupa perkampungan yang sudah ada sarana lainnya seperti masjid dan kuburan, serta penggunaan tanah untuk pertanian baik pertanian basah (sawah) maupun pertanian tanah kering (kebun campuran dan tegalan). Pemanfaatan tanah sudah dimanfaatkan

Page 111: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

102

96

Pandeglang serta melakukan menyita sampel berkas IP4T untuk setiap Desa masing-masing 10 berkas. Berdasarkan isu tersebut, kemudian di tindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah dengan mengundang semua pemangku kebijakan untuk rapat membahas persoalan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan IP4T. Rekomendasi rapat menghendaki dilaksanakan Verifikasi ulang terhadap data yang dihasilkan petugas pendata dari kantor pertanahan yang akan dilaksanakan oleh semua peangku kebijakan, namun rekomendasi rapat tersebut belum terlaksana.

4) Hasil IP4T tidak di akui oleh Pejabat Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon dengan tidak ada tanda bukti tanda tangan dari Berita Acara tentang IP4T dalam Kawasan Hutan di 4 Desa tersebut.

b). Kabupaten Lebak

Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di 3 (tiga) Desa yakni: 1). Desa Tanjungwangi, 2). Desa Sukanagara, dan 3). Desa Girijagabaya berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Keputusa Bupati Lebak Nomor

590/KEP.107/BPN/2015 tanggal 26 Pebruari 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah Kabupaten Lebak dan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak Nomor: 89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T sebagai kegiatan inventarisasi data tekstual dan data spasial P4T.

Setelah itu berdasarkan DIPA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Tahun Anggaran 2015, maka dilakukan pelaksanan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) di Kawasan Hutan di Kabupaten Lebak dengan target 1000 bidang.

Adapun Kecamatan Muncang merupakan lokasi pelaksanaan IP4T yang dijadikan

lokasi penelitian di Desa-Desa dengan hasil sebagai berikut: a) Desa Tanjungwangi sebanyak 350 bidang dengan luas 161.020 M2 dari hasil IP4T

penggunaan tanah terdiri dari permukiman dengan luas 105.550 M2, Kebun Campuran 45.950 M2 dan Sawah Tadah Hujan seluas 9.520 M2. berupa data spasial bidang-bidang tanah sebagai petunjuk data kepemilikan.

b) Desa Sukanagara sebanyak 350 bidang dengan luas 109.030 M2 dan dari hasil IP4T merupakan penggunaan tanah untuk permukiman (100%) berupa data spasial atau peta bidang-bidang tanah sebagai petunjuk data kepemilikan.

c) Desa Girijagabaya sebanyak 300 bidang dengan luas 94.650 M2 dari hasil IP4T penggunaan tanah terdiri dari permukiman dengan luas 16.303 M2 dan Kebun seluas 78.347 M2 berupa data spasial atau peta bidang-bidang tanah sebagai petunjuk data kepemilikan.

Lamanya penguasaan Tanah di 3 (tiga) Desa tersebut adalah sebagai berikut: 1). Desa Tanjungwangi - Dikuasai > 20 tahun : 350 bidang = 16,102 ha (100%)

Page 112: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

103

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

97

- Dikuasai < 20 tahun : - bidang = - ha (0 %) Total Luas : 16,102 Ha 2). Desa Sukanagara - Dikuasai > 20 tahun : 350 bidang = 10,903 ha (100%) - Dikuasai < 20 tahun : - bidang = - ha (0 %) Total Luas : 10,903 Ha 3). Desa Girijagabaya - Dikuasai > 20 tahun : 300 bidang =9,465 ha (100%) - Dikuasai < 20 tahun : - bidang = - ha (0 %) Total Luas : 9,465 Ha

Pelaksanaan IP4T pada Kawasan Hutan Produksi di Kabupaten Lebak secara fisik dan yuridis telah selesai dilaksanakan dan menghasilkan dokumen penguasaan bidang tanah yang ada di tiga Desa (Desa Tanjungwangi, Desa Sukanagara dan Desa Girijagabaya). Namun, pelaksanaan IP4T di 3 Desa dalam Kecamatan Muncang tersebut mengalami hambatan yakni: 1) Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan

Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan di anggap cacat hukum karena di tanda tangani dalam masa transisi Kepemimpinan Nasional;

2) Petunjuk Teknis IP4T seolah-olah merupakan hasil dari BPN saja tanpa melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan lainnya, sehingga mereka tidak mempunyai Anggaran untuk pelaksanaan P4T;

3) Dinas Kehutanan Kabupaten Lebak tidak mau menanda tangani Berita Acara IP4T Kawasan Hutan di 3 Desa tersebut.

2) Kabupaten Banjar Dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan

a). Kabupaten Banjar Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di 3 (tiga)

Desa yakni: 1). Desa Tanjungwangi, 2). Desa Sukanagara, dan 3). Desa Girijagabaya berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Berdasarkan DIPA Kabupaten Banjar mendapat kegiatan IP4T Kawasan Hutan

sebanyak 600 bidang: (1) Kantah Kabupaten banjar melakukan rapat pertama koordinasi persiapan

pelaksanaan IP4T dalam Kawasan Hutan tahun 2015, pada 11 Maret 2015 di ruang Kantor Kab. Banjar yang dihadiri oleh satuan kerja terkait yaitu Dinas Kehutanan, Bidang Tapem dan Kepala Seksi Landreform Kanwil PN Provinsi Kalimantan Selatan dengan agenda persiapan pembentukan Tim IP4T serta langkah-langkah pelaksanaannya;

(2) Mengingat rapat pertama belum semua anggota tim bisa hadir, maka dilakukan rapat kedua pada 29 April 2015 bertempat di ruang Kepala Kantor Pertanahan Kab. Banjar yang dihadiri semua anggota Tim ditambah dengan Kepala Bidang 3 Kanwil Provinsi

96

Pandeglang serta melakukan menyita sampel berkas IP4T untuk setiap Desa masing-masing 10 berkas. Berdasarkan isu tersebut, kemudian di tindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah dengan mengundang semua pemangku kebijakan untuk rapat membahas persoalan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan IP4T. Rekomendasi rapat menghendaki dilaksanakan Verifikasi ulang terhadap data yang dihasilkan petugas pendata dari kantor pertanahan yang akan dilaksanakan oleh semua peangku kebijakan, namun rekomendasi rapat tersebut belum terlaksana.

4) Hasil IP4T tidak di akui oleh Pejabat Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon dengan tidak ada tanda bukti tanda tangan dari Berita Acara tentang IP4T dalam Kawasan Hutan di 4 Desa tersebut.

b). Kabupaten Lebak

Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di 3 (tiga) Desa yakni: 1). Desa Tanjungwangi, 2). Desa Sukanagara, dan 3). Desa Girijagabaya berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Keputusa Bupati Lebak Nomor

590/KEP.107/BPN/2015 tanggal 26 Pebruari 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah Kabupaten Lebak dan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak Nomor: 89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T sebagai kegiatan inventarisasi data tekstual dan data spasial P4T.

Setelah itu berdasarkan DIPA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Tahun Anggaran 2015, maka dilakukan pelaksanan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) di Kawasan Hutan di Kabupaten Lebak dengan target 1000 bidang.

Adapun Kecamatan Muncang merupakan lokasi pelaksanaan IP4T yang dijadikan

lokasi penelitian di Desa-Desa dengan hasil sebagai berikut: a) Desa Tanjungwangi sebanyak 350 bidang dengan luas 161.020 M2 dari hasil IP4T

penggunaan tanah terdiri dari permukiman dengan luas 105.550 M2, Kebun Campuran 45.950 M2 dan Sawah Tadah Hujan seluas 9.520 M2. berupa data spasial bidang-bidang tanah sebagai petunjuk data kepemilikan.

b) Desa Sukanagara sebanyak 350 bidang dengan luas 109.030 M2 dan dari hasil IP4T merupakan penggunaan tanah untuk permukiman (100%) berupa data spasial atau peta bidang-bidang tanah sebagai petunjuk data kepemilikan.

c) Desa Girijagabaya sebanyak 300 bidang dengan luas 94.650 M2 dari hasil IP4T penggunaan tanah terdiri dari permukiman dengan luas 16.303 M2 dan Kebun seluas 78.347 M2 berupa data spasial atau peta bidang-bidang tanah sebagai petunjuk data kepemilikan.

Lamanya penguasaan Tanah di 3 (tiga) Desa tersebut adalah sebagai berikut: 1). Desa Tanjungwangi - Dikuasai > 20 tahun : 350 bidang = 16,102 ha (100%)

Page 113: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

104

98

Kalimantan Selatan serta Camat Gambur, Pembakal/Kades Desa Guntung Ujung dan Pembakal Desa Tambak Padi. Kesimpulan rapat untuk segera membentuk Tim IP4T Kabupaten Banjar;

(3) Pada 3 Juni 2015 terbit Keputusan Bupati Banjar Nomor 511 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kabupaten Banjar.

IP4T dalam Kawasan Hutan belum dapat dilaksanakan, hal ini disebabkan:

(1) Proses terbitnya SK Tim IP4T berjalan sangat lambat karena pada saat menjelang berakhirnya masa Tugas Bupati, sehingga SK Tim IP4T baru terbit bulan Juni (SK Bupati Nomor 511 tahun 2015) dan baru diterima oleh Kepala Kantor Pertanahan Kab. Banjar bulan Oktober 2015;

(2) Setelah mendapatkan SK Bupati nomor 511/2015, kembali dilaksanakan Rapat Koordinasi pada 5 November 2015 di Ruang Rapat Kantor Pertanahan Kab. Banjar yang dihadiri oleh satuan kerja terkait yaitu Dinas Kehutanan, Bagian Tata Pemerintahan Pemda Banjar, Bappeda Kabupaten Banjar dan dihadiri oleh Kabid 3 Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan. Adapun agendanya adalah persiapan pelaksanaan kegiatan IP4T dalam Kawasan Hutan. Kesimpulan rapat yaitu Tim IP4T akan melaporkan dan meminta petunjuk dalam pelaksanaan IP4T dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Banjar;

(3) Tim IP4T melakukan pertemuan dengan Seketaris Daerah Kab.Banjar beserta Asisten Bidang Pemerintahan bertempat di ruangan Asisten Sekda Kab.Banjar. Berdasarkan arahan Sekretaris Daerah Kab.Banjar disepakati hal-hal sebagai berikut: (a). Sosialisasi kegiatan IP4T ditunda, menunggu Juknis bersama dalam

pelaksanaan IP4T walaupun sudah ada Juknis dari BPN, namun dianggap belum ada memadai untuk dapat dilaksanakan IP4T;

(b). Pelaksanaan sosialisasi IP4T belum bisa dilaksanakan karena untuk menghindari penguasaan Kawasan Hutan oleh masyarakat secara berlebihan serta ditenggarai akan banya pembukaan Kawasan Hutan yang baru oleh masyarakat secara membabi buta.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka penyelesaian penguasaan tanah

masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian, adalah: Desa Tambak Padi, Kecamatan Beruntung Baru, maka pelaksanaan IP4T dalam Kawasan Hutan, berdasarkan Keputusan Bupati Banjar Nomor 511 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim IP4T Kabupaten Banjar digugurkan/tidak dilaksanakan. Hal ini merujuk pada hasil rapat Tim IP4T dengan Seketaris Daerah Kab.Banjar beserta Asisten Bidang Pemerintahan bertempat di ruangan Asisten Sekda Kabupaten Banjar. Pertanyaannya mengapa hasil Rapat dapat mengalahkan Keputusan Bupati Banjar Nomor 511 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan Dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kabupaten Banjar? karena sebaiknya dengan sudah terbit SK. Bupati No.511/2015, maka wajib untuk dilaksanakan.

Selain itu ada juga penyelesaian penyelesaian penguasaan tanah masyarakat

dalam Kawasan Hutan selain melalui IP4T, juga dilakukan pelaksanaan melalui:

Page 114: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

105

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

99

Enclave dari Kehutanan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035. Namun begitu lokasi yang masuk enclave masih ditandai outline yang artinya obyek lokasi tersebut belum bisa dikeluarkan dari wilayah kehutanan saat itu juga pada saat Perda RTRW disahkan sehingga tanahnya belum bisa di inclave. Salah satu Desa yang sudah di enclave dengan ditandai outline adalah Desa Aranio, Kecamatan Aranio.

b). Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batu, berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor: 8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan. Diterbitkan Surat Keputusan Bupati Nomor: 21 tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kemudian ditindak lanjuti dengan membentuk Tim IP4T untuk mengumpulkan data subyek dan obyek baik berupa data fisik, sosial, ekonomi di Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batu. Setelah Kantor Pertanahan Kabupaten Hulu Sungai Selatan beserta Tim IP4T Kawasan Hutan melakukan sosialisasi, maka pada tangga 4 Agustus 2015 atas nama Kepala Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, mengajukan permohonan Invetarisasi Penguasaan Tanah Dalam Kawsan Hutan dengan rincian:

1) Luas tanah yang dimohon : lebih kurang 1.325,4 Ha; 2) Jumlah bidang : lebih kurang 708 bidang; 3) Jumlah pemohon : lebih kurang 467 orang.

Sebagai kelengkapan permohonan, masyarkat sudah melampirkan: 1) Peta Kawasan Hutan; 2) Peta Penggunaan Tanah Eksisting (manual); 3) Surat Pernyataan Fisik Bidang Tanah dari pemohon; 4) Foto copy KTP; 5) Peta sketsa lokasi yang dimohon (manual); 6) Daftar subyek Inventarisasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan.

Setelah dokumen permohonan sudah dilengkapi, tim IP4T turun kelapangan untuk

melakukan kegiatan ploting lokasi sekaligus melakukan inventarisasi secara lebih detail mengenai obyek yang diajukan dan menambah informasi yang diperlukan sehingga nantinya akan diperoleh gambaran riil di lokasi IP4T. Secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan IP4T tahun 2015 di Kabupaten Hulu Sungai Selatan tidak mengalami hambatan karena seluruh jajaran, baik dari Kantor Pertanahan, Dinas Kehutanan, BPKH Wilayah V, Perangkat Kecamatan, Perangkat Desa dan masyarakat Batu Laki secara aktif ikut mensukseskan kegiatan tersebut.

Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan di Desa

Batu Laki, Kecamatan Padang Batung melalui kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Desa Batu Laki secara umum tidak ada kendala sehingga sudah mampu terselesaikan. Pelaksanaan dilapangan melibatkan

98

Kalimantan Selatan serta Camat Gambur, Pembakal/Kades Desa Guntung Ujung dan Pembakal Desa Tambak Padi. Kesimpulan rapat untuk segera membentuk Tim IP4T Kabupaten Banjar;

(3) Pada 3 Juni 2015 terbit Keputusan Bupati Banjar Nomor 511 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kabupaten Banjar.

IP4T dalam Kawasan Hutan belum dapat dilaksanakan, hal ini disebabkan:

(1) Proses terbitnya SK Tim IP4T berjalan sangat lambat karena pada saat menjelang berakhirnya masa Tugas Bupati, sehingga SK Tim IP4T baru terbit bulan Juni (SK Bupati Nomor 511 tahun 2015) dan baru diterima oleh Kepala Kantor Pertanahan Kab. Banjar bulan Oktober 2015;

(2) Setelah mendapatkan SK Bupati nomor 511/2015, kembali dilaksanakan Rapat Koordinasi pada 5 November 2015 di Ruang Rapat Kantor Pertanahan Kab. Banjar yang dihadiri oleh satuan kerja terkait yaitu Dinas Kehutanan, Bagian Tata Pemerintahan Pemda Banjar, Bappeda Kabupaten Banjar dan dihadiri oleh Kabid 3 Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan. Adapun agendanya adalah persiapan pelaksanaan kegiatan IP4T dalam Kawasan Hutan. Kesimpulan rapat yaitu Tim IP4T akan melaporkan dan meminta petunjuk dalam pelaksanaan IP4T dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Banjar;

(3) Tim IP4T melakukan pertemuan dengan Seketaris Daerah Kab.Banjar beserta Asisten Bidang Pemerintahan bertempat di ruangan Asisten Sekda Kab.Banjar. Berdasarkan arahan Sekretaris Daerah Kab.Banjar disepakati hal-hal sebagai berikut: (a). Sosialisasi kegiatan IP4T ditunda, menunggu Juknis bersama dalam

pelaksanaan IP4T walaupun sudah ada Juknis dari BPN, namun dianggap belum ada memadai untuk dapat dilaksanakan IP4T;

(b). Pelaksanaan sosialisasi IP4T belum bisa dilaksanakan karena untuk menghindari penguasaan Kawasan Hutan oleh masyarakat secara berlebihan serta ditenggarai akan banya pembukaan Kawasan Hutan yang baru oleh masyarakat secara membabi buta.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka penyelesaian penguasaan tanah

masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian, adalah: Desa Tambak Padi, Kecamatan Beruntung Baru, maka pelaksanaan IP4T dalam Kawasan Hutan, berdasarkan Keputusan Bupati Banjar Nomor 511 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim IP4T Kabupaten Banjar digugurkan/tidak dilaksanakan. Hal ini merujuk pada hasil rapat Tim IP4T dengan Seketaris Daerah Kab.Banjar beserta Asisten Bidang Pemerintahan bertempat di ruangan Asisten Sekda Kabupaten Banjar. Pertanyaannya mengapa hasil Rapat dapat mengalahkan Keputusan Bupati Banjar Nomor 511 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan Dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kabupaten Banjar? karena sebaiknya dengan sudah terbit SK. Bupati No.511/2015, maka wajib untuk dilaksanakan.

Selain itu ada juga penyelesaian penyelesaian penguasaan tanah masyarakat

dalam Kawasan Hutan selain melalui IP4T, juga dilakukan pelaksanaan melalui:

Page 115: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

106

100

berbagai instansi Pemerintah Daerah maupun BPKH Wilayah V sehingga kegiatan inventarisasi bisa berjalan lancar.

Hasil pelaksanaan IP4T di Desa Batu Lai, Kecamatan Padang Batung oleh Kantah

Kabupaten Hulu Sungai Selatan sudah di laporkan ke Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan untuk kemudian dapat ditindaklanjuti.

Terhadap penguasaan tanah masyarakat di wilayah kehutanan tersebut terdapat

perbedaan pandangan, yang mana dari Kementerian Kehutanan memberikan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu kepada PT. Dwima Intiga melalui SK. 817/MENHUT-II/2009 yang diklaim areanya juga berada dilahan garapan masyarakat. Sehingga dalam situasi seperti ini menurut PT. Dwima Intiga apabila ada masyarakat ada yang mau mengelola lahan harus meminta izin terlebih dahulu kepada PT tersebut. Terhadap keputusan ini, masyarakat setempat merasa bahwa lahan yang digarap sudah jauh lama sebelum penunjukan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan tidak memberikan keleluasaan untuk kedepannya. Untuk itu melalui kegiatan IP4T di Kawasan Hutan, masyarakat berharap mendapatkan keadilan. Pelepasan Kawasan Hutan tersebut disebabkan wilayah Desa tersebut sudah tidah ada hutannya dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat.

3) Kabupaten Kerinci Dan Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

a). Kabupaten Kerinci Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Desa

Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Setelah itu berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 15.01/Kep.341/2015 tentang

Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Kerinci. Kemudian dari Keputusan tersebut ditindak lanjuti dengan merealisasikan pelasakanaan pengumpulan data subyek dan obyek baik berupa data fisik, sosial, ekonomi pada ketiga Desa yang menjadi sampel penelitian (Desa Pasir Jaya, Desa Lubuk Tabun dan Desa Sungai Kuning Kecamatan Siulak Mukai). Hasil kegiatan IP4T yang meliputi kegiatan pengolahan data secara spasial, tekstual serta review kebijakan sebagai dasar untuk menerbitkan rekomendasi IP4T sebagai berikut:

(1) Hasil pengolahan analisis dibahas dalam rapat IP4T. Selanjutnya tim IP4T memutuskan dalam bentuk rekomendasi yang berisi: a. Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan

pertimbangan permohonan melalui penegasan/pengakuan hak adalah seluas 1.456,3 ha, mengingat bidang tanah tersebut dikuasai lebih dari 20 tahun dan dimanfaatkan secara intestif;

b. Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan dalam rangka Reforma Agraria/redistribusi tanah adalah 2.865,6 ha, mengingatkan bidang-bidang tanah tersebut dikuasai kurang dari 20 tahun dan imanfaatkan secara intensif.

Page 116: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

107

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

101

(2) Tim IP4T membuat rekomendasi dalam bentuk berita acara tim IPI4T yang ditandatangani ketua, sekretaris dan semua anggota tim IP4T dengan lampiran peta bidang-bidang tanah hasil verifikasi peta IP4T (peta penggunaan tanah dan penguasan tanah) dalam bentuk hardcopy, data digital dan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (SP2FBT) serta salinan bukti-bukti penguasaan tanah lainnya.

Pelaksanaan kegiatan IP4T dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Kerinci secara

umum tidak terjadi hambatan karena kegiatan tersebut sudah mampu diselesaikan. Pelaksanaan dari tahap awal berupa permohonan pendaftaran dari perangkat Desa hingga menyerahkan hasil analisa dengan dokumen-dokumen kelengkapannya sudah dipenuhi. Namun begitu hanya sedikit kendala terutama saat menuju obyek lokasi kegiatan yang sangat minim sarana, seperti jalan yang masih berupa tanah, rawan tergenang dan cukup terjal sehingga apabila terdapat hujan sangat rentan tidak bisa masuk atau keluar lokasi.

b). Kabupaten Muaro Jambi

Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di 3 (tiga) Desa yakni: 1). Desa Tanjungwangi, 2). Desa Sukanagara, dan 3). Desa Girijagabaya berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Pelaksanaan kegiatan IP4T di Kabupaten Muaro Jambi didasarkan atas

Keputusan Bupati No. 675/Kep.Bup/HUTBUN/2014 tanggal 17 November 2014 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Pengunaan, dan Pemanfaatan Tanah dalam Kawasan Hutan di Muaro Jambi. Dari Surat Keputusan tersebut ditindaklanjuti dengan kegiatan persiapan dan sosialisasi dengan SKPD yang terlibat kegiatan IP4T sehingga diperoleh kesepemahaman dengan suatu gambaran kegiatan yang terstruktur. Kemudian sosialiasi berikutnya dilakukan pada pihak kecamatan dan Desa yang diikuti dengan kegiatan teknis berupa permohonan dan kelengkapan berkas untuk dilakukan verifikasi guna menentukan kelayakan penerima program IP4T. Dari kegiatan tersebut setelah ditentukan obyek yang sesuai kriteria ditindaklanjuti dengan pengumpulan data fisik dan data yuridis oleh Tim IP4T.

Adapun hasil pengolahan data secara spasial, tekstual serta review kebijakan

sebagai dasar untuk menerbitkan rekomendasi IP4T sebagai berikut : a. Hasil pengolahan dan analisis dibahas dalam rapat Tim IP4T. Selanjutnya Tim

IP4T memutuskan dalam bentuk rekomendasi yang berisi: (a). Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan

permohonannya melalui penegasan/pengakuan hak adalah seluas 3.461,56 ha, mengingat bidang-bidang tanah tersebut dikuasai lebih dari 20 tahun dan dimanfaatkan secara intensif;

(b). Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan dalam rangka Reforma Agraria/redistribusi tanah adalah seluas 874,41 ha, mengingat bidang-bidang tanah tersebut dikuasai kurang dari 20 tahun dan dimanfaatkan secara intensif;

100

berbagai instansi Pemerintah Daerah maupun BPKH Wilayah V sehingga kegiatan inventarisasi bisa berjalan lancar.

Hasil pelaksanaan IP4T di Desa Batu Lai, Kecamatan Padang Batung oleh Kantah

Kabupaten Hulu Sungai Selatan sudah di laporkan ke Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Selatan untuk kemudian dapat ditindaklanjuti.

Terhadap penguasaan tanah masyarakat di wilayah kehutanan tersebut terdapat

perbedaan pandangan, yang mana dari Kementerian Kehutanan memberikan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu kepada PT. Dwima Intiga melalui SK. 817/MENHUT-II/2009 yang diklaim areanya juga berada dilahan garapan masyarakat. Sehingga dalam situasi seperti ini menurut PT. Dwima Intiga apabila ada masyarakat ada yang mau mengelola lahan harus meminta izin terlebih dahulu kepada PT tersebut. Terhadap keputusan ini, masyarakat setempat merasa bahwa lahan yang digarap sudah jauh lama sebelum penunjukan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan tidak memberikan keleluasaan untuk kedepannya. Untuk itu melalui kegiatan IP4T di Kawasan Hutan, masyarakat berharap mendapatkan keadilan. Pelepasan Kawasan Hutan tersebut disebabkan wilayah Desa tersebut sudah tidah ada hutannya dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat.

3) Kabupaten Kerinci Dan Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi

a). Kabupaten Kerinci Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Desa

Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Setelah itu berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 15.01/Kep.341/2015 tentang

Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Kerinci. Kemudian dari Keputusan tersebut ditindak lanjuti dengan merealisasikan pelasakanaan pengumpulan data subyek dan obyek baik berupa data fisik, sosial, ekonomi pada ketiga Desa yang menjadi sampel penelitian (Desa Pasir Jaya, Desa Lubuk Tabun dan Desa Sungai Kuning Kecamatan Siulak Mukai). Hasil kegiatan IP4T yang meliputi kegiatan pengolahan data secara spasial, tekstual serta review kebijakan sebagai dasar untuk menerbitkan rekomendasi IP4T sebagai berikut:

(1) Hasil pengolahan analisis dibahas dalam rapat IP4T. Selanjutnya tim IP4T memutuskan dalam bentuk rekomendasi yang berisi: a. Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan

pertimbangan permohonan melalui penegasan/pengakuan hak adalah seluas 1.456,3 ha, mengingat bidang tanah tersebut dikuasai lebih dari 20 tahun dan dimanfaatkan secara intestif;

b. Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan dalam rangka Reforma Agraria/redistribusi tanah adalah 2.865,6 ha, mengingatkan bidang-bidang tanah tersebut dikuasai kurang dari 20 tahun dan imanfaatkan secara intensif.

Page 117: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

108

102

(c). Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan melalui pola pemberdayaan masyarakat di dalam/sekitar Kawasan Hutan (hutan kemasyarakatan) adalah seluas 1.212,63 ha.

b. Tim IP4T membuat rekomendasi dalam bentuk "Berita Acara Rapat Tim IP4T" yang ditandatangani Ketua, Sekretaris dan semua anggota Tim IP4T dengan lampiran peta bidang-bidang tanah hasil verifikasi peta IP4T (Peta Penggunaan Tanah dan Penguasaan Tanah) dalam bentuk hardcopy, data digital dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SP2FBT) serta salinan bukti-bukti penguasaan tanah lainnya.

Pelaksanaan kegiatan IP4T dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Muaro Jambi secara umum tidak terjadi hambatan karena kegiatan tersebut sudah mampu diselesaikan. Pelaksanaan dari tahap awal berupa permohonan pendaftaran dari perangkat Desa hingga menyerahkan hasil analisa dengan dokumen-dokumen kelengkapannya sudah dipenuhi. Kerjasama antara Kantor Pertanahan Kabupaten Muaro Jambi dan beberapa Dinas di Kabupaten tersebut berjalan baik yang dibuktikan dengan segala bentuk proses pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan menghasilkan keputusan yang disepakati bersama dan sama-sama memiliki semangat untuk mencari solusi terbaik bagi penduduk yang berada pada Kawasan Hutan. Namun untuk pelaksanaannya dengan mengundang BPKH Wilayah II tidak menghasilkan kesepakatan karena perwakilan dari lembaga tersebut tidak datang.

Penyelesaian tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Muaro

Jambi khususnya pada lokasi sampel yang sudah dilaksanakan kegiatan IP4T dapat mengikuti rekomendasi sebelumnya bahkan untuk Peraturan Bersama yang sudah ada agar dapat lebih cepat dilaksanakan yaitu dengan membuat Instruksi Presiden, sehingga seluruh jajaran terkait dapat segera menindak-lanjutinya.

4) Kabupaten Bintan dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau

a). Kabupaten Bintan Pelaksanaan kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Bintan dilaksanakan pada tahun 2015 sebagai bentuk pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan.

Kemudian di tindak lanjuti dengan Keputusan Bupati Bintan Nomor: 354/VII/2015

maka dibentuklah Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Dalam Kawasan Hutan. Dari Keputusan Bupati tersebut kemudian dilaksanakan kegiatan koordinasi antar Dinas dan Lembaga terkait yang ditindaklanjuti dengan kegiatan teknis dilapangan, baik pengumpulan data yuridis maupun data pendukung lain atas obyek IP4T.

Kegiatan IP4T Kawasan Hutan di Kabupaten Bintan pada tahun 2015 dalam awal

pelaksanaannya direncanakan tersebar di beberapa Desa dan kecamatan, antara lain: (1) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara (2) Kelurahan Tanjung Uban Timur, Kecamatan Bintan Utara

Page 118: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

109

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

103

(3) Kelurahan Tanjung Uban Utara, Kecamatan Bintan Utara (4) Kelurahan Teluk Lobam, Kecamatan Seri Kuala Lobam (5) Desa Busung, Kecamatan Seri Kuala Lobam (6) Desa Kuala Sempang, Kecamatan Seri Kuala Lobam (7) Desa Sebong Pereh, Kecamatan Teluk Sebong (9) Desa Seri Bintan, Kecamatan Teluk Sebong (10) Desa Ekang Anculai, Kecamatan Teluk Sebong (11) Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang

Namun dalam perjalanannya, hanya 9 (Sembilan) Desa yang bisa dilaksanakan kegiatan IP4T, hal ini dikarenakan Kelurahan Tanjung Uban Utara di Kecamatan Bintan Utara tidak menyerahkan permohonan IP4T sampai batas waktu yang sudah ditetapkan kepada Tim. Adapun dari kesembilan Desa tersebut diperoleh data inventarisasi sebanyak 2.470 bidang dengan 1.336 pemilik yang luasnya mencapai 3.221,52 Ha. Khusus untuk Desa Lancang Kuning dari kegiatan IP4T diperoleh hasil inventarisasi sebanyak 491 bidang dengan luas 361,73 Ha.

Penguasaan tanah pada Kawasan Hutan di Desa Lancang Kuning yang sudah

terinventarisasi di rata-rata digunaan untuk permukiman, serta fasilitas umum dan fasilitas sosial, selain itu dimanfaatkan untuk kebun masyarakat setempat.

Penguasaan tanah oleh masyarakat Desa Lancang Kuning antar setiap

subyeknya memiliki luasan yang bervariasi. Ada yang hanya sebatas untuk permukiman, tetapi ada juga yang merupakan tanah garapan berupa kebun. Adapun lama penguasaan tanah hasil IP4T di Desa Lancang Kuning dapat dibagi sebagai berikut:

1) Dikuasai> 20 tahun : 243 bidang 2) Dikuasai ≤ 20 tahun : 179 bidang 3) Tanpa Keterangan : 69 bidang

Pelaksanaan IP4T di Kawasan Hutan akan menjadi bahan untuk menyajikan gambaran bahwa masyarakat yang selama ini berada pada wilayah tersebut membutuhkan penanganan karena tidak sedikit dari mereka yang sudah sangat lama mendiami dan mengusahakan tanah yang ada disitu, jauh sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Hutan. Dari hasil pelaksanaan IP4T pada Kawasan Hutan tahun 2015 telah diperoleh informasi tematik berupa jumlah bidang, luasan dan jenis pemanfaatan tanah beserta dokumen surat yang diterbitkan oleh pihak Desa/Kelurahan yang menerangkan penguasan oleh subyek setempat. Selain itu pada lokasi IP4T memperlihatkan bahwa masyarakat yang mendiami bukanlah warga baru (membuka lahan baru) tetapi sudah banyak yang turun temurun. Hasil rekomendasi dari kegiatan IP4T menegaskan terhadap bidang-bidang mana saja yang dapat diberikan Hak Atas Tanah maupun hanya sebatas hak garapan. Sehingga dalam hal ini sangat diperlukan koordinasi semua lembaga terkait sehingga diperoleh kejelasan mengenai tata batas wilayah yang dapat didaftarkan oleh masyarakat maupun yang menjadi kewenangan Kementerian/Dinas Kehutanan.

Hambatan darai pelaksanaan kegiatan IP4T Kawasan Hutan di Kabupaten Bintan

diantaranya: 1) Adanya pemblokiran anggaran sehingga pelaksanaan kegiatan IP4T menjadi

kurang maksimal dan tidak memenuhi dari target yang ditetapkan yaitu 9.300 bidang;

102

(c). Bidang tanah yang direkomendasikan untuk dapat dipertimbangkan melalui pola pemberdayaan masyarakat di dalam/sekitar Kawasan Hutan (hutan kemasyarakatan) adalah seluas 1.212,63 ha.

b. Tim IP4T membuat rekomendasi dalam bentuk "Berita Acara Rapat Tim IP4T" yang ditandatangani Ketua, Sekretaris dan semua anggota Tim IP4T dengan lampiran peta bidang-bidang tanah hasil verifikasi peta IP4T (Peta Penggunaan Tanah dan Penguasaan Tanah) dalam bentuk hardcopy, data digital dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SP2FBT) serta salinan bukti-bukti penguasaan tanah lainnya.

Pelaksanaan kegiatan IP4T dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Muaro Jambi secara umum tidak terjadi hambatan karena kegiatan tersebut sudah mampu diselesaikan. Pelaksanaan dari tahap awal berupa permohonan pendaftaran dari perangkat Desa hingga menyerahkan hasil analisa dengan dokumen-dokumen kelengkapannya sudah dipenuhi. Kerjasama antara Kantor Pertanahan Kabupaten Muaro Jambi dan beberapa Dinas di Kabupaten tersebut berjalan baik yang dibuktikan dengan segala bentuk proses pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan menghasilkan keputusan yang disepakati bersama dan sama-sama memiliki semangat untuk mencari solusi terbaik bagi penduduk yang berada pada Kawasan Hutan. Namun untuk pelaksanaannya dengan mengundang BPKH Wilayah II tidak menghasilkan kesepakatan karena perwakilan dari lembaga tersebut tidak datang.

Penyelesaian tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Muaro

Jambi khususnya pada lokasi sampel yang sudah dilaksanakan kegiatan IP4T dapat mengikuti rekomendasi sebelumnya bahkan untuk Peraturan Bersama yang sudah ada agar dapat lebih cepat dilaksanakan yaitu dengan membuat Instruksi Presiden, sehingga seluruh jajaran terkait dapat segera menindak-lanjutinya.

4) Kabupaten Bintan dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau

a). Kabupaten Bintan Pelaksanaan kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Bintan dilaksanakan pada tahun 2015 sebagai bentuk pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan.

Kemudian di tindak lanjuti dengan Keputusan Bupati Bintan Nomor: 354/VII/2015

maka dibentuklah Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Dalam Kawasan Hutan. Dari Keputusan Bupati tersebut kemudian dilaksanakan kegiatan koordinasi antar Dinas dan Lembaga terkait yang ditindaklanjuti dengan kegiatan teknis dilapangan, baik pengumpulan data yuridis maupun data pendukung lain atas obyek IP4T.

Kegiatan IP4T Kawasan Hutan di Kabupaten Bintan pada tahun 2015 dalam awal

pelaksanaannya direncanakan tersebar di beberapa Desa dan kecamatan, antara lain: (1) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara (2) Kelurahan Tanjung Uban Timur, Kecamatan Bintan Utara

Page 119: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

110

104

2) Partisipasi dari aparat Desa, RW dan RT kurang maksimal dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan sehingga tidak dapat mendampingi tim IP4T ke lokasi;

3) Pemilik tanah yang berdomisili di luar Kabupaten atau tidak diketahui keberadaanya sehingga tidak dapat menunjukan lokasi dan batas-batas tanah yang bersangkutan dan tidak dapat menandatangi Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SP2FBT) dan Surat Pernyataan Telah Memasang Tanda Batas;

4) Tidak semua pemilik tanah memasang tanda batas pada bidang tanahnya; 5) Tim IP4T yang turun ke lokasi saat pendataan lapang hanya dari instansi BPN.

Adapun dari instansi lain yang terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bintan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang, BAPPEDA Kabupaten Bintan tidak ikut serta karena sampai batas waktu pelaksanaan surat tugas peninjauan lokasi, instansi tersebut tidak dapat memberikan keterangan apapun terkait ketidak hadirannya dalam pendataan lapang;

6) Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XII Tanjungpinang tidak dapat menandatangani Berita Acara IP4T dengan alasan belum adanya petunjuk pelaksana yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait dengan pelaksanaan IP4T dalam Kawasan Hutan;

7) Camat Seri Kuala Lobam tidak dapat menandatangani Berita Acara IP4T dengan alasan adanya kekhawatiran terkait dengan lokasi yang diajukan tumpang tindih dengan tanah perusahaan sehingga penandatanganan di wakilkan oleh Kepala Urusan Pemerintahan Kecamatan Seri Kuala Lobam;

8) Batas Desa/Kelurahan yang belum disepakati dan kurangnya sosialisasi dari Dinas terkait kepada masyarakat sehingga ada tanah di wilayah administrasi Desa A tetapi yang mengeluarkan Alas Hak adalah Desa B;

9) Waktu pelaksanaan pengumpulan data fisik dan data yuridis baru dimulai pada Bulan September maka tim IP4T dalam melaksanakan pengambilan titik koordinat sekaligus mengumpulkan data yuridis. Dengan demikian permohonan IP4T kami lakukan bersamaan saat pengumpulan data fisik dilapangan. Meskipun yang seharusnya permohonan IP4T tersebut diterima tim IP4T sebelum pelaksanaan kegiatan pengumpulan data fisik dan data yuridis;

10) BPKH Wilayah XII Tanjungpinang yang beralasan masih menunggu petunjuk teknis pelaksanaan dari implementasi Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014;

b). Kota Batam

Penyelesaian penguasaan tanah oleh masyarakat di Kota Batam adalah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) . Kota Batam sebagian besar adalah Hak Pengelolaan (HPL) sehingga sebagian besar sudah ada sertipikat HPL dan setelah diberikan kepada pihak ke tiga maka diterbitkan HGB diatas HPL yang jumlahnya mencapai ribuan bidang.

Adapun jumlah sertipikat HGB yang sudah diterbitkan pada wilayah antara lain

ada di 3 (tiga) Kelurahan lokasi sampel adalah sebagai berikut: 1) Kelurahan Bukit Tempayan sebanyak 2.340 bidang; 2) Kelurahan Buliang sebanyak 4.046 bidang;

Page 120: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

111

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

105

3) Kelurahan Kibing sebanyak 2.539 bidang.

Sedangkan badan usaha yang sedang memperoses sertipikat HGB di atas HPL adalah:

1) PT. Milenium Invesment, Sertipikat HPL No.88/Teluk Tering dan No.11/Sungai Beduk di Kelurahan Batu Ampar.

2) PT. Maligas Sukses Abadi, Sertipikat HPL No.78/Tanjung Riau, Sekupang.

Namun, berdasarkan kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:SK.463/2013 Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan Seluas lebih kurang 124.775 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 86.663 hektar dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 1.834 hektar di Provinsi Kepulauan Riau. Adapun wilayah yang ikut merasakan dampak dari adanya SK tersebut antara lain tiga Kelurahan di Kecamatan Batu Aji, yakni: Kelurahan Bukit Tempayan, Kelurahan Buliang dan Kelurahan Kibing masuk dalam Kawasan Hutan Lindung.

Sebagai bentuk konsekuensi dari penunjukan Kawasan Hutan, terutama pada

bidang-bidang tanah yang sebelumnya masuk Area Penggunaan Lain, diantaranya adalah:

1) Penolakan pendaftaran tanah baru dan penerbitan sertipikat oleh Kantor Pertanahan Kota Batam;

2) Penolakan Hak Tanggungan oleh Bank; 3) Ketidak pastian hukum atas penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat yang

sudah bersertipikat HGB diatas HPL; 4) Keresahan masyarakat yang berdampak pada demo di Kantor Pertanahan Kota

Batam.

Artinya dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:SK.463/Menhut-II/2013 tanggal 27 Juni 2013 berdampak kepada terhentinya pelayanan publik di Kota Batam. Penyelesaian Kelurahan Buliang Kecamatan Batuaji masuk dalam Kawasan Hutan Lindung merupakan dampak dari Putusan Nomor 125/B/2014/PT.TUN-MDN tanggal 08 September 2014 dengan amar menguatkan Putusan PTUN Tanjungpinang 16/G/2013/PTUN-TPI atas sengketa antara PT. Milenium Investment dan PT. Maligas Sukses Abadi yang kami uraikan urutan penyelesaian sebagai berikut: Penyelesaian Kawasan Hutan Lindung di Kota Batam melalui Pengadilan Tata Usaha Negara yang kami uraikan sebagai berikut:

1) Lokasi tanah PT. Milenium Invesment dengan penetapan lokasi No. 213.22030404 tanggal 7 Januari 2013 seluas 31.132 M2 dengan Sertipikat HPL No.88/Teluk Tering dan No.11/Sungai Beduk yang berlokasi di wilayah pengembangan Batu Ampar-Batam;

2) Lokasi tanah PT. Maligas Sukses Abadi dengan penetapan lokasi No.20020773 tanggal 4 Nopember 2008 seluas 100.000 M2 dengan Sertipikat HPL No.78/Tanjung Riau yang berlokasi di wilayah pengembangan Sekupang-Batam;

3) PT. Milenium Invesment dan PT. Maligas Sukses Abadi telah dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan telah di jual kepada para komsumen, namun Kantor Pertanahan Kota Batam menolak menerbitkan Sertipikat HGB atas nama PT. Milenium Invesment dan PT. Maligas Sukses Abadi berdasarkan:

104

2) Partisipasi dari aparat Desa, RW dan RT kurang maksimal dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan sehingga tidak dapat mendampingi tim IP4T ke lokasi;

3) Pemilik tanah yang berdomisili di luar Kabupaten atau tidak diketahui keberadaanya sehingga tidak dapat menunjukan lokasi dan batas-batas tanah yang bersangkutan dan tidak dapat menandatangi Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SP2FBT) dan Surat Pernyataan Telah Memasang Tanda Batas;

4) Tidak semua pemilik tanah memasang tanda batas pada bidang tanahnya; 5) Tim IP4T yang turun ke lokasi saat pendataan lapang hanya dari instansi BPN.

Adapun dari instansi lain yang terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bintan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang, BAPPEDA Kabupaten Bintan tidak ikut serta karena sampai batas waktu pelaksanaan surat tugas peninjauan lokasi, instansi tersebut tidak dapat memberikan keterangan apapun terkait ketidak hadirannya dalam pendataan lapang;

6) Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XII Tanjungpinang tidak dapat menandatangani Berita Acara IP4T dengan alasan belum adanya petunjuk pelaksana yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait dengan pelaksanaan IP4T dalam Kawasan Hutan;

7) Camat Seri Kuala Lobam tidak dapat menandatangani Berita Acara IP4T dengan alasan adanya kekhawatiran terkait dengan lokasi yang diajukan tumpang tindih dengan tanah perusahaan sehingga penandatanganan di wakilkan oleh Kepala Urusan Pemerintahan Kecamatan Seri Kuala Lobam;

8) Batas Desa/Kelurahan yang belum disepakati dan kurangnya sosialisasi dari Dinas terkait kepada masyarakat sehingga ada tanah di wilayah administrasi Desa A tetapi yang mengeluarkan Alas Hak adalah Desa B;

9) Waktu pelaksanaan pengumpulan data fisik dan data yuridis baru dimulai pada Bulan September maka tim IP4T dalam melaksanakan pengambilan titik koordinat sekaligus mengumpulkan data yuridis. Dengan demikian permohonan IP4T kami lakukan bersamaan saat pengumpulan data fisik dilapangan. Meskipun yang seharusnya permohonan IP4T tersebut diterima tim IP4T sebelum pelaksanaan kegiatan pengumpulan data fisik dan data yuridis;

10) BPKH Wilayah XII Tanjungpinang yang beralasan masih menunggu petunjuk teknis pelaksanaan dari implementasi Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014;

b). Kota Batam

Penyelesaian penguasaan tanah oleh masyarakat di Kota Batam adalah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) . Kota Batam sebagian besar adalah Hak Pengelolaan (HPL) sehingga sebagian besar sudah ada sertipikat HPL dan setelah diberikan kepada pihak ke tiga maka diterbitkan HGB diatas HPL yang jumlahnya mencapai ribuan bidang.

Adapun jumlah sertipikat HGB yang sudah diterbitkan pada wilayah antara lain

ada di 3 (tiga) Kelurahan lokasi sampel adalah sebagai berikut: 1) Kelurahan Bukit Tempayan sebanyak 2.340 bidang; 2) Kelurahan Buliang sebanyak 4.046 bidang;

Page 121: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

112

106

(a). Surat Kepala kantor Pertanahan Kota Batam Nomor:426/200-21.71/IX/2013 tanggal 18 September 2018 tentang Penolakan penerbitan Sertipkat Hak Guna Bangunan atas nama PT.Milenium Invesment;

(b). Surat Kepala kantor Pertanahan Kota Batam Nomor:441/200-21.71/IX/2013 tanggal 30 September 2013 tentang Penolakan penerbitan Sertipkat Hak Guna Bangunan atas nama PT.Maligas Menhut-II/2013 tanggal 27 Juni 2013 tentang Perubahan Peruntukan Sukses Abadi;

4) Penolakan penerbitan Sertipkat Hak Guna Bangunan atas nama PT.Milenium Invesment dan PT. Maligas Sukses Abadi oleh Kantor Pertanahan Kota Batam berdasarkan/merujuk kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.463/Menhut-II/2013 tanggal 27 Juni 2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan Seluas lebih kurang 124.775 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 86.663 hektar dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 1.834 hektar di Provinsi Kepulauan Riau;

5) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:SK.463/Menhut-II/2013, maka pengalokasian wilayah pengembangan Sekupang dan Batu Ampar terkena Hutan Lindung;

6) Pada tanggal 21 April Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjungpinang No.16/G/2013/PTUN-TPI mengabulkan Gugatan sebagian dengan pokok Amarnya yaitu: membatalkan SK.463/Menhut-II/2013 tanggal 27 Juni 2013, karena Cacat Administrasi, serta memerintahkan Kepala Kantor untuk Mencabut Surat Nomor 426/200-21.71/IX/2013 tanggal 18 September 2013, dan Surat Nomor 441/200-21.71/IX/2013 tanggal 30 September 2013;

7) Pada tanggal 7 Mei Kantor Pertanahan Mengajukan Banding sebagai Upaya Hukum dan diberi register Nomor 125/B/2014/PT.TUN-MEDAN;

8) Pada tanggal 11 Agustus 2014 bertempat di Kantor Ombudsman RI Jakarta yang dihadiri oleh Komisi IV DPR-R, Dirjend Planologi Kementerian Kehutanan RI, Kantor Pertanahan Kota Batam, BP. Batam, KADIN Kota Batam, dll dengan hasil: bahwa para pihak sepakat untuk berdamai dengan ketentuan pihak Kementerian Kehutanan RI untuk melakukan perubahan terhadap SK.463/Menhut-II/2013 taggal 27 Juni 2013;

9) Pada tanggal 15 Agustus 2014 bertempat di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjungpinang di Batam dilakukan tindak lanjut dari kesepakatan pada pertemuan 11 Agustus 2014 di Ombudsman RI Jakarta, dengan hasil rapat para pihak akan menyelesaikan sengketa ini sesuai dengan kesepakatan bersama tanpa mengganggu proses penyelsaian sengketa di Tingkat Banding, namun mengedepankan pelayanan publik khususnya pihak Badan Pertanahan Nasional;

10) Pada tanggal 8 September 2014 terbit Putusan BandingNomor 125/B/2014/PT.TUN-MDN dari Pengadilan Tinggi TUN Medan amar menguatkan Putusan PTUN Tanjungpinang Nomor 16/G/2013/PTUN-TPI;

11) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:SK. 867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau seluas ± 590.020 H, maka wilayah yang sebelumnya disengketakan telah dirubah menjadi Areal Penggunaan Lain termasuk wilayah yang selama ini sudah banyak dihuni (permukiman) maupun pusat kegiatan yang secara fisik sudah bukan mencirikan Kawasan Hutan lagi;

Page 122: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

113

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

107

12) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 76/MenLHK-II/2015, tidak terjadi perubahan lagi pada areal yang tahun 2013 disengketakan tersebut dan tetap sesuai denganSK. 867/Menhut-II/2014.

5) Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Kuburaya Provinsi Kalimantan Barat

a). Kabupaten Sekadau Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan,

Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Momor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan, kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Bupati Sekadau Nomor: 61.10/BPN/IP4T/2015 tanggal 4 Mei 2015 tentang Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Kabupaten Sekadau Tahun 2015 maka pelaksanaan IP4T pada Kawasan Hutan dapat dilaksanakan.

Kemudian untuk mempertegas Keputusan Bupati tersebut diperkuat dengan

Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sekadau Selaku Ketua Tim IP4T Nomor: 61.100/15/BPN/IP4T/2015 tentang Penetapan Lokasi Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kabupaten Sekadau Tahun 2015. Berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan bahwa lokasi yang ditunjuk berada di Desa Sebetung Kecamatan Belitang Hulu dengan target 1.000 (seribu) bidang. Dari target yang telah dicanangkan dan telah dilaksanakan, diperoleh luasan hasil inventarisasi sebanyak 9.624,46 Ha dengan jumlah 1.000 bidang dari 284 orang.

Penguasaan tanah oleh masyarakat Desa Sebetung antar setiap subyeknya

memiliki luasan yang bervariasi. Ada yang hanya sebatas untuk permukiman, tetapi ada juga yang merupakan tanah garapan berupa kebun. Adapun lama penguasaan tanah hasil IP4T di Desa Sebetung dapat dibagi sebagai berikut:

a. Dikuasai ≥ 20 tahun : 986 bidang b. Dikuasai < 20 tahun : 12 bidang c. Tanpa Keterangan : 2 bidang

Pelaksanaan kegiatan IP4T telah menghasilkan: informasi tematik berupa jumlah bidang, luasan dan jenis pemanfaatan tanah

beserta dokumen surat yang diterbitkan oleh pihak Desa/Kelurahan yang menerangkan penguasan oleh subyeksetempat.

bahwa masyarakat yang mendiami bukanlah warga baru tetapi sudah banyak yang turun temurun (Suku Dayak).

rekomendasi dari kegiatan IP4T menegaskan terhadap bidang-bidang mana saja yang dapat diberikan Hak Atas Tanah.

Pelaksanaan kegiatan tersebut memang tidak selalu lancar karena mengalami

hambatan: 1) Lemahnya koordinasi dengan BPKH Wilayah III Pontianak; BPKH Wilayah III

Pontianak secara nyata selalu tidak menghadiri dan tidak ikut melaksanakan dari tahap awal hingga selesainya kegiatan. BPKH Wilayah IIIPontianak yang berasalan masih menunggu petunjuk teknis pelaksanaan dari implementasi Peraturan

106

(a). Surat Kepala kantor Pertanahan Kota Batam Nomor:426/200-21.71/IX/2013 tanggal 18 September 2018 tentang Penolakan penerbitan Sertipkat Hak Guna Bangunan atas nama PT.Milenium Invesment;

(b). Surat Kepala kantor Pertanahan Kota Batam Nomor:441/200-21.71/IX/2013 tanggal 30 September 2013 tentang Penolakan penerbitan Sertipkat Hak Guna Bangunan atas nama PT.Maligas Menhut-II/2013 tanggal 27 Juni 2013 tentang Perubahan Peruntukan Sukses Abadi;

4) Penolakan penerbitan Sertipkat Hak Guna Bangunan atas nama PT.Milenium Invesment dan PT. Maligas Sukses Abadi oleh Kantor Pertanahan Kota Batam berdasarkan/merujuk kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.463/Menhut-II/2013 tanggal 27 Juni 2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi bukan Kawasan Hutan Seluas lebih kurang 124.775 hektar, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 86.663 hektar dan Perubahan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan seluas lebih kurang 1.834 hektar di Provinsi Kepulauan Riau;

5) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:SK.463/Menhut-II/2013, maka pengalokasian wilayah pengembangan Sekupang dan Batu Ampar terkena Hutan Lindung;

6) Pada tanggal 21 April Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjungpinang No.16/G/2013/PTUN-TPI mengabulkan Gugatan sebagian dengan pokok Amarnya yaitu: membatalkan SK.463/Menhut-II/2013 tanggal 27 Juni 2013, karena Cacat Administrasi, serta memerintahkan Kepala Kantor untuk Mencabut Surat Nomor 426/200-21.71/IX/2013 tanggal 18 September 2013, dan Surat Nomor 441/200-21.71/IX/2013 tanggal 30 September 2013;

7) Pada tanggal 7 Mei Kantor Pertanahan Mengajukan Banding sebagai Upaya Hukum dan diberi register Nomor 125/B/2014/PT.TUN-MEDAN;

8) Pada tanggal 11 Agustus 2014 bertempat di Kantor Ombudsman RI Jakarta yang dihadiri oleh Komisi IV DPR-R, Dirjend Planologi Kementerian Kehutanan RI, Kantor Pertanahan Kota Batam, BP. Batam, KADIN Kota Batam, dll dengan hasil: bahwa para pihak sepakat untuk berdamai dengan ketentuan pihak Kementerian Kehutanan RI untuk melakukan perubahan terhadap SK.463/Menhut-II/2013 taggal 27 Juni 2013;

9) Pada tanggal 15 Agustus 2014 bertempat di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjungpinang di Batam dilakukan tindak lanjut dari kesepakatan pada pertemuan 11 Agustus 2014 di Ombudsman RI Jakarta, dengan hasil rapat para pihak akan menyelesaikan sengketa ini sesuai dengan kesepakatan bersama tanpa mengganggu proses penyelsaian sengketa di Tingkat Banding, namun mengedepankan pelayanan publik khususnya pihak Badan Pertanahan Nasional;

10) Pada tanggal 8 September 2014 terbit Putusan BandingNomor 125/B/2014/PT.TUN-MDN dari Pengadilan Tinggi TUN Medan amar menguatkan Putusan PTUN Tanjungpinang Nomor 16/G/2013/PTUN-TPI;

11) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:SK. 867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Riau seluas ± 590.020 H, maka wilayah yang sebelumnya disengketakan telah dirubah menjadi Areal Penggunaan Lain termasuk wilayah yang selama ini sudah banyak dihuni (permukiman) maupun pusat kegiatan yang secara fisik sudah bukan mencirikan Kawasan Hutan lagi;

Page 123: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

114

108

Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014.

2) Sulitnya untuk mendapatkan data yang sama-sama diakui dan terukur karena hanya pihak Kantor Pertanahan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau (dinas terkait) yang selalu berkoordinasi dan turun kelapangan;

3) Sulitnya medan yang menjadi obyek IP4T, karena akses jalan ke wilayah Desa tersebut hanya bisa menggunakan kendaraan roda 2 sedangkan untuk kendaraan roda 4 tidak bisa masuk.

Upaya penyelesaian permasalahan masyarakat yang berlokasi di Kawasan Hutan

Produksi di Kabupaten Sekadau adalah diperlukan koordinasi semua lembaga terkait sehingga diperoleh kejelasan mengenai tata batas wilayah yang dapat didaftarkan oleh masyarakat maupun yang menjadi kewenangan Kementerian/Dinas Kehutanan.

b). Kabupaten Kubu Raya

Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Desa Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Kemudian di tindak lanjuti dengan kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan di

Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2015 didasarkan atas Keputusan Bupati Nomor 20/SETDA/2015 tentang Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Kabupaten Kubu Raya. Selanjutnya menindaklanjuti Keputusan Bupati tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya mengeluarkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Nomor: 65/KEP-61.12/VIII/2015 tentang Penunjukan dan Penetapan Lokasi Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Tahun Anggaran 2015 yang menetapkan Desa Limbung, Desa Kuala Dua (Kecamatan Sungai Raya) dan Desa Rasau Jaya Umum (Kecamatan Rasau Jaya) sebagai obyek lokasi IP4T.

Untuk memulai kegiatan tersebut telah dilakukan koordinasi dengan instansi-

instansi lain terkait seperti Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Kubu Raya, Bagian Pertanahan Setda Kabupaten Kubu Raya, Bappeda, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan, BPKH Wilayah III Pontianak, Subbagian Tata Guna Tanah Setda, Camat dan Kepala Desa setempat. Pada tingkat Desa juga telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi yang menjelaskan tentang maksud dan inti kegiatan IP4T sehingga nantinya masyarakat dapat turut serta aktif mensukseskan program tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, pada tanggal 27 Agustus 2015 BPKH Wilayah III Pontianak mengeluarkan surat pemberitahuan agar menangguhkan proses IP4T sambil menunggu petunjuk pelaksanaan (Juklak) kegiatan dimaksud. Berdasarkan surat dari BPKH tersebut, pelaksanaan IP4T pada Kawasan Hutan di Kabupaten Kubu Raya diputuskan untuk dihentikan sehingga hingga akhir tahun anggaran 2015 tidak sampai memperoleh hasil inventarisasi.

Page 124: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

115

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

109

Akibatnya, kegiatan pelaksanaan IP4T pada Kawasan Hutan di Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2015 hanya sampai tahap sosisalisasi di tingkat kecamatan yang melibatkan aparat kecamatan, Desa dan kepala dusun sehingga akhirnya program-program yang telah disusun dan direncanakan dihentikan. Agar upaya penyelesaian masalah yang dialami oleh masyarakat terkait dengan penunjukan Kawasan Hutan Lindung Gambut Kuala Dua-Rasau Jaya perlu penanganan lintas lembaga kementerian bahkan bisa pada tataran presiden sebagai pemimpin negara. Mengingat upaya penyelsaian yang dilakukan melalui IP4T hanya dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional beserta jajaran pemerintah daerah tanpa diikuti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena menunggu petunjuk pelaksanaan akan terasa tidak maksimal bahkan bisa berhenti.

Oleh karena itu, maka diperlukan sebuah ketegasan dalam bentuk peraturan yang lebih tinggi guna mengatur penyelesaian tata batas Kawasan Hutan dengan tanah yang sudah lama dikuasai dan diusahakan masyarakat. Meskipun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan suatu lokasi sebagai Kawasan Hutan (diatas kertas/peta) tetapi kondisi dilapangan bukan lagi hutan tentunya tidak akan memberikan dampak positif bagi fungsi sejatinya hutan itu sendiri bahkan akan cenderung merugikan masyarakat yang selama ini sudah puluhan tahun mengusahakan tanah tersebut. Hal inilah yang perlu ditata kembali dengan melibatkan masyarakat sehingga nantinya tidak terjadi lagi gejolak dilapangan.

6) Kota Palangkaraya dan Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah a). Kota Palangkaraya

Penyelesaian penguasaan dan penggarapan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel, yakni Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Momor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan, kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Walikota Palangkaraya Nomor: 188.45/122/2015 tanggal 30 Maret 2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah dalam Kawasan Hutan di Kota Palangka Raya maka pelaksanaan IP4T pada Kawasan Hutan dapat dilaksanakan. Kemudian untuk mempertegas Keputusan Walikota tersebut diperkuat dengan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan walikota Palangka Raya Selaku Ketua Tim IP4T Nomor: 243.a400.09.62.71/IV/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Dalam Kawasan Hutan di Kota Palangka Raya.

Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan merupakan jalan pertama mengetahui situasi

penguasaan tanah, baik berupa kondisi fisik maupun yuridis yang melekat pada obyek tersebut. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan di Kota Palangka Raya telah berhasil dilaksanakan pada tahun 2015 dengan memperoleh informasi data dari 1.000 bidang tanah yang dikuasai dan digarap masyarakat dengan beragam luasan, mulai yang kecil (ratusan meter) hingga 2 Ha. Penguasaan tanah dengan ukuran kecil banyak

108

Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014.

2) Sulitnya untuk mendapatkan data yang sama-sama diakui dan terukur karena hanya pihak Kantor Pertanahan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau (dinas terkait) yang selalu berkoordinasi dan turun kelapangan;

3) Sulitnya medan yang menjadi obyek IP4T, karena akses jalan ke wilayah Desa tersebut hanya bisa menggunakan kendaraan roda 2 sedangkan untuk kendaraan roda 4 tidak bisa masuk.

Upaya penyelesaian permasalahan masyarakat yang berlokasi di Kawasan Hutan

Produksi di Kabupaten Sekadau adalah diperlukan koordinasi semua lembaga terkait sehingga diperoleh kejelasan mengenai tata batas wilayah yang dapat didaftarkan oleh masyarakat maupun yang menjadi kewenangan Kementerian/Dinas Kehutanan.

b). Kabupaten Kubu Raya

Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Desa Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan.

Kemudian di tindak lanjuti dengan kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan di

Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2015 didasarkan atas Keputusan Bupati Nomor 20/SETDA/2015 tentang Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Kabupaten Kubu Raya. Selanjutnya menindaklanjuti Keputusan Bupati tersebut oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya mengeluarkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Nomor: 65/KEP-61.12/VIII/2015 tentang Penunjukan dan Penetapan Lokasi Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Tahun Anggaran 2015 yang menetapkan Desa Limbung, Desa Kuala Dua (Kecamatan Sungai Raya) dan Desa Rasau Jaya Umum (Kecamatan Rasau Jaya) sebagai obyek lokasi IP4T.

Untuk memulai kegiatan tersebut telah dilakukan koordinasi dengan instansi-

instansi lain terkait seperti Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Kubu Raya, Bagian Pertanahan Setda Kabupaten Kubu Raya, Bappeda, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Kebersihan, BPKH Wilayah III Pontianak, Subbagian Tata Guna Tanah Setda, Camat dan Kepala Desa setempat. Pada tingkat Desa juga telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi yang menjelaskan tentang maksud dan inti kegiatan IP4T sehingga nantinya masyarakat dapat turut serta aktif mensukseskan program tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, pada tanggal 27 Agustus 2015 BPKH Wilayah III Pontianak mengeluarkan surat pemberitahuan agar menangguhkan proses IP4T sambil menunggu petunjuk pelaksanaan (Juklak) kegiatan dimaksud. Berdasarkan surat dari BPKH tersebut, pelaksanaan IP4T pada Kawasan Hutan di Kabupaten Kubu Raya diputuskan untuk dihentikan sehingga hingga akhir tahun anggaran 2015 tidak sampai memperoleh hasil inventarisasi.

Page 125: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

116

110

dimanfaatkan sebagi tempat bermukim, sedangkan tanah garapan yang luas di manfaatkan sebagai obyek pertanian.

Dari kegiatan IP4T yang berada di Kelurahan Sabaru telah dihasilkan pendataan

penguasaan tanah sebanyak 704 bidang dengan luas 483,3 Ha. Adapun rincian lama penguasaan tanahnya adalah sebagai berikut:

1) Penguasaan Tanah < 20 Tahun sebanyak 516 bidang (Luas 309,4 Ha) 2) Penguasaan Tanah > 20 Tahun sebanyak 188 bidang (Luas 175,9 Ha)

Dalam proses penyelesaain kegiatan IP4T tersebut dilaksanakan dengan berkoordinasi antar lembaga, baik dari Dinas di Pemerintah Daerah Kota Palangka Raya maupun dari BPKH Wilayah XXI sebagai kepanjangan tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan dilapangan tidak selalu lancar, terutama saat berkoordinasi dengan BPKH Wilayah XXI karena masih belum adanya kesepemahaman atas Peraturan Bersama 4 Menteri. Perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini beranggapan bahwa petunjuk pelaksanaan masih hanya mengatur di lingkup Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional saja sehingga BPKH Wilayah XXI tidak siap, baik dari segi anggaran maupun yuridis formal yang menjadi landasan pelaksnaan kegiatan IP4T. Namun demikian keraguan dari BPKH Wilayah XXI tidak menyurutkan pelaksanaan IP4T dilapangan mengingat selain sudah terbentuk tim pelaksana juga masyarakat sangat mendukung kegiatan ini. Kondisi dilapangan juga sudah menjelaskan bahwa tanah-tanah yang menjadi obyek IP4T ini sebenarnya bukan berfungsi sebagai hutan karena sudah lama digarap masyarakat kemudian diusahakan untuk lahan pertanian.

Pelaksanaan IP4T di Kawasan Hutan akan menjadi bahan untuk menyajikan

gambaran bahwa masyarakat yang selama ini berada pada wilayah tersebut membutuhkan penanganan karena tidak sedikit dari mereka yang sudah cukup lama mendiami dan mengusahakan tanah yang ada disitu, jauh sebelum ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Selain itu hasil IP4T juga dapat membantu pihak yang memiliki kewenangan tata batas kehutanan dengan menyajikan data spasial dan data yuridis yang diperlukan.

b). Kabupaten Katingan Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di di Desa

Tumbang Kalemei, melalui kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan di Kabupaten Katingan diawali dari terbitnya Keputusan Bupati Nomor: 050/143/KPTS/III/2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Kabupaten Katingan. Menindaklanjuti Keputusan tersebut oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Katingan diterbitkan juga Keputusan Nomor: 24.a/KEP. 400.10.62.06/VI/2015 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatn Tanah (IP4T) Tahun anggaran 2015. Adapun lokasi yang ditunjuk sebagai obyek IP4T Kawasan Hutan berada di Desa Tumbang Kalemei dengan target 650 bidang. Adapun lokasi ini masuk dalam Kawasan Hutan Produksi.

Dalam perjalanannya, kegiatan IP4T yang sudah menunjuk lokasi dan telah

dilaksanakan tahap sosialisasi hingga pengumpulan data yuridis justru menuai hambatan. Hambatan tersebut berupa kurang dukungannya Kementerian Lingkungan Hidup dan

Page 126: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

117

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

111

Kehutanan, dalam hal ini BPKH Wilayah XXI Palangka Raya sehingga berdampak pada kinerja Tim IP4T Kawasan Hutan. Sebagai akibat dari persoalan tersebut, hingga akhir tahun anggaran 2015 kegiatan IP4T berhenti dan tidak teruskan sehingga tidak menghasilkan produk. Seluruh dokumen dan data yang sebagian sudah mulai dikumpulkan pada akhirnya dikembalikan lagi kepada masyarakat.

Namun, harapan dari masyarakat Desa Tumbang Kalemei, yang wilayahnya

ditunjuk masuk dalam Kawasan Hutan Produksi agar dapat di keluarkan sangat tergantung pada kebijakan dari pimpinan pusat khususnya Kementerian/Lembaga terkait. Penataan batas secara tepat dan tidak sepihak menunjuk sebagai Kawasan Hutan akan memberikan kesempatan masyarakat Desa Tumbang Kalemei dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada di Desa tersebut. (hasil wawancara). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 41.

110

dimanfaatkan sebagi tempat bermukim, sedangkan tanah garapan yang luas di manfaatkan sebagai obyek pertanian.

Dari kegiatan IP4T yang berada di Kelurahan Sabaru telah dihasilkan pendataan

penguasaan tanah sebanyak 704 bidang dengan luas 483,3 Ha. Adapun rincian lama penguasaan tanahnya adalah sebagai berikut:

1) Penguasaan Tanah < 20 Tahun sebanyak 516 bidang (Luas 309,4 Ha) 2) Penguasaan Tanah > 20 Tahun sebanyak 188 bidang (Luas 175,9 Ha)

Dalam proses penyelesaain kegiatan IP4T tersebut dilaksanakan dengan berkoordinasi antar lembaga, baik dari Dinas di Pemerintah Daerah Kota Palangka Raya maupun dari BPKH Wilayah XXI sebagai kepanjangan tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan dilapangan tidak selalu lancar, terutama saat berkoordinasi dengan BPKH Wilayah XXI karena masih belum adanya kesepemahaman atas Peraturan Bersama 4 Menteri. Perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini beranggapan bahwa petunjuk pelaksanaan masih hanya mengatur di lingkup Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional saja sehingga BPKH Wilayah XXI tidak siap, baik dari segi anggaran maupun yuridis formal yang menjadi landasan pelaksnaan kegiatan IP4T. Namun demikian keraguan dari BPKH Wilayah XXI tidak menyurutkan pelaksanaan IP4T dilapangan mengingat selain sudah terbentuk tim pelaksana juga masyarakat sangat mendukung kegiatan ini. Kondisi dilapangan juga sudah menjelaskan bahwa tanah-tanah yang menjadi obyek IP4T ini sebenarnya bukan berfungsi sebagai hutan karena sudah lama digarap masyarakat kemudian diusahakan untuk lahan pertanian.

Pelaksanaan IP4T di Kawasan Hutan akan menjadi bahan untuk menyajikan

gambaran bahwa masyarakat yang selama ini berada pada wilayah tersebut membutuhkan penanganan karena tidak sedikit dari mereka yang sudah cukup lama mendiami dan mengusahakan tanah yang ada disitu, jauh sebelum ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Selain itu hasil IP4T juga dapat membantu pihak yang memiliki kewenangan tata batas kehutanan dengan menyajikan data spasial dan data yuridis yang diperlukan.

b). Kabupaten Katingan Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di di Desa

Tumbang Kalemei, melalui kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan di Kabupaten Katingan diawali dari terbitnya Keputusan Bupati Nomor: 050/143/KPTS/III/2015 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah di Kabupaten Katingan. Menindaklanjuti Keputusan tersebut oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Katingan diterbitkan juga Keputusan Nomor: 24.a/KEP. 400.10.62.06/VI/2015 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatn Tanah (IP4T) Tahun anggaran 2015. Adapun lokasi yang ditunjuk sebagai obyek IP4T Kawasan Hutan berada di Desa Tumbang Kalemei dengan target 650 bidang. Adapun lokasi ini masuk dalam Kawasan Hutan Produksi.

Dalam perjalanannya, kegiatan IP4T yang sudah menunjuk lokasi dan telah

dilaksanakan tahap sosialisasi hingga pengumpulan data yuridis justru menuai hambatan. Hambatan tersebut berupa kurang dukungannya Kementerian Lingkungan Hidup dan

Page 127: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

118

112

Tabe

l 37:

Iden

tifik

asi P

enye

lesa

ian

Peng

uasa

an P

engg

unaa

n Ta

nah

Mas

yara

kat D

alam

Kaw

asan

Hut

an D

i Lok

asi P

enel

itian

PRO

VIN

SI

KO

TA/

KAB

UPA

TEN

K

ECAM

ATAN

K

EL/D

ESA

CAR

A

PEN

YELE

SAIA

N

PEN

YELE

SAIA

N D

AN H

AMB

ATAN

BAN

TEN

Kab

. Pan

degl

ang

Des

a U

jung

Ja

ya,

Des

a Ta

man

Ja

ya,

Des

a C

igor

ondo

ng,

dan

Tung

gal

Jaya

, Kec

amat

an S

umur

IP4T

Per

.Ber

M

enda

gri,M

enH

ut,M

en.P

U

dan

Ka.

BP

N

No.

79

tahu

n 20

14,

No.

PB.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP

/X/2

014

Ttg.

Tata

Car

a P

enye

lesa

ian

Pen

guas

aan

Tnh

yg b

erad

a da

lam

kw

san

huta

n. K

emud

ian

di im

plem

enta

sika

n da

lam

JU

KN

IS/J

UK

LAK

IP4T

.

SK.

Bup

ati K

ab.P

ande

glan

g N

o.59

0/K

ep.1

12-H

uk/2

015

Ttg.

Pem

bent

ukan

Tim

IP4T

.

Pel

aksa

naan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an m

engh

asilk

an d

ata/

info

rmas

i Sub

yek

dan

Oby

ek, J

umla

h B

idan

g da

n je

nis

pem

anfa

atan

tana

h.

H

amba

tan:

- D

alam

rap

at d

g PE

MD

A p

erlu

Ver

ifika

si t

erha

dap

data

tap

i bel

um d

ilaks

anak

an,-

Has

il IP

4T t

dk d

iaku

i ole

h TN

UK

dan

Ber

ita A

cara

IP

4T K

ws.

Hut

an t

dk d

i td.

tang

ani p

ihak

TN

UK

, ha

l ini

di

seba

bkan

: (1

)Per

ber

dian

ggap

cac

at h

ukum

krn

di

td.ta

ngan

i dl

m m

asa

trans

isi

kepe

mim

pina

n N

asio

nal,

(2) J

ukni

s IP

4Tkw

san

huta

n ha

sil d

ari B

PN

dan

td.m

elib

atka

n K

emen

train

Keh

utan

an.

Kab

. Leb

ak

Des

a Ta

njun

g W

angi

, D

esa

Suk

anag

ara

dan

Des

a G

irija

gaba

ya,

Kec

amat

an

Mun

cang

IP4T

P

er.B

er

Men

dagr

i,Men

Hut

,Men

.PU

da

n K

a.BP

N

No.

79

tahu

n 20

14,

No.

PB.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP

/X/2

014

Ttg.

Tata

Car

a P

enye

lesa

ian

Pen

guas

aan

Tnh

yg b

erad

a da

lam

kw

san

huta

n. K

emud

ian

di im

plem

enta

sika

n da

lam

JU

KN

IS/J

UK

LAK

IP4T

. S

K.B

upat

i Kab

.Leb

ak N

o. 5

90/K

EP.1

07/B

PN

/201

5 te

ntan

g P

embe

ntuk

anTi

m IP

4T.

SK.

Kan

tah

Leba

k N

o.89

/KE

P-4

00.3

6.02

/III/2

015

tent

ang

Pem

bent

ukan

Sek

reta

riat T

im IP

4T K

awas

an

Hut

an.

Pel

aksa

naan

IP

4T K

awas

an H

utan

men

ghas

ilkan

dat

a/in

form

asi S

ubye

k da

n O

byek

, Ju

mla

h Bi

dang

da

n je

nis

pem

anfa

atan

tana

h.

Ham

bata

n: H

asil

IP4T

tdk

dia

kui

oleh

Din

as K

ehut

anan

dan

Ber

ita A

cara

IP

4T K

ws.

Hut

an t

dk d

i td

.tang

ani

piha

k D

inas

Keh

utan

an,

hal

ini

dise

babk

an:

(1)P

erbe

r di

angg

ap c

acat

huk

um k

rn d

i td

.tang

ani d

lm m

asa

trans

isi k

epem

impi

nan

Nas

iona

l, (2

) Juk

nis

IP4T

kwsa

n hu

tan

hasi

l dar

i BP

N d

an

td.m

elib

atka

n K

emen

train

Keh

utan

an.

KAL

IMAN

TAN

SE

LATA

N

Kab

. Ban

jar

Des

a Ta

mba

k P

adi,

Kec

. Bar

untu

ng B

aru.

D

esa

Ara

nio,

K

ec. A

rani

o

IP4T

dan

Enc

lave

1.

Pel

aksa

naan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an

Per

.Ber

M

enda

gri,M

enH

ut,M

en.P

U

dan

Ka.

BPN

N

o.79

ta

hun

2014

, N

o.PB

.3/M

enH

ut-II

/201

4,

No.

17/P

RT/

M.2

014,

No.

8/SK

P/X/

2014

ten

tang

Tat

a C

ara

Pen

yele

saia

n P

engu

asaa

n Tn

h yg

ber

ada

dala

m k

wsa

n hu

tan.

Kem

udia

n di

impl

emen

tasi

kan

dala

m J

UK

LAK

IP4T

. S

K.B

upat

i Kab

.Ban

jar

No.

511/

2015

tent

ang.

Pem

bent

ukan

Tim

IP4T

. P

elak

sana

an d

an H

amba

tan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an t

idak

dila

ksan

akan

ber

dasa

rkan

dar

i has

il R

apat

da

n pe

tunj

uk d

ari S

EK

DA

Kab

.Ban

jar,

hal i

ni d

iseb

abka

n JU

KN

IS/J

UK

LAK

IP4T

td.d

iaku

i ole

h D

inas

K

ehut

anan

. 2.

Pel

aksa

naan

Enc

lave

Des

a A

rani

o K

awas

an H

utan

ber

dasa

rkan

PE

RD

A P

rov.

Kal

.Sel

No.

9/20

15 T

tg

Ren

cana

Tat

a R

uang

Wil.

Pro

v.ka

l-Sel

thn

2015

-203

5 tid

ak d

apat

dila

njut

kan,

nam

un s

udah

di t

anda

i O

UT

LIN

E.

Kab

. H

ulu

Sung

ai

Sela

tan

Des

a B

atu

Laki

, K

ecam

atan

P

adan

g B

atun

g.

IP4T

Per

.Ber

M

enda

gri,M

enH

ut,M

en.P

U

dan

Ka.

BP

N

No.

79 t

ahun

201

4,

No.

PB.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP

/X/2

014

Ttg.

Tata

Car

a P

enye

lesa

ian

Pen

guas

aan

Tnh

yg b

erad

a da

lam

kw

san

huta

n. K

emud

ian

di im

plem

enta

sika

n da

lam

JU

KLA

K IP

4T.

S

K.B

upat

i Kab

.Hul

u S

unga

i Sel

atan

No.

21

Tahu

n 20

15 te

ntan

g P

embe

ntuk

anTi

m IP

4T.

P

elak

sana

an IP

4T K

awas

an H

utan

men

ghas

ilkan

dat

a/in

form

asi S

ubye

k da

n O

byek

, Jum

lah

Bid

ang

dan

jeni

s pe

man

faat

an ta

nah.

Ham

bata

n: -

Ber

dasa

rkan

aha

sil I

P4T

, mak

a Ti

m K

ehut

anan

sud

ah tu

run

ke la

pang

an, s

ecar

a lis

an

hany

a ak

an m

elep

aska

n in

frast

rukt

ur s

edan

gkan

laha

n ga

rapa

n tid

ak d

i lep

aska

n kr

n su

dah

men

jadi

Page 128: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

119

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

113

huta

n pr

oduk

si d

an p

ihak

keh

utan

an s

udah

mem

berik

an I

jin P

eman

faat

an H

asil

Hut

an K

ayu

kpd

PT.

Dw

imaI

ntig

a m

elal

ui S

K.17

/ME

NH

UT-

II/20

09 d

an m

asy.

apab

ila a

kan

men

ggar

ap la

han

hrs

min

ta

ijin

pada

PT.

Dw

ima.

JAM

BI

Kab

. Ker

inci

D

esa

sung

ai k

unin

g,

Kec

. Siu

lak

Muk

ai

IP4T

P

er.B

er

Men

dagr

i,Men

Hut

,Men

.PU

da

n K

a.BP

N

No.

79

tahu

n 20

14,

No.

PB.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP

/X/2

014

tent

ang

Tata

Car

a P

enye

lesa

ian

Pen

guas

aan

Tana

h ya

ng

bera

da d

alam

Kaw

asan

Hut

an. K

emud

ian

di im

plem

enta

sika

n da

lam

JU

KLA

K IP

4T.

SK.

Bup

ati K

ab. K

erin

ci N

o.15

.01/

Kep

.341

/201

5 te

ntan

g P

embe

ntuk

an T

im IP

4T.

Pel

aksa

naan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an m

engh

asilk

an:

- A

dany

a K

oord

inas

i dal

am p

elak

sana

an IP

4T K

awas

an H

utan

den

gan

piha

k-pi

hak

terk

ait;

- da

ta/in

form

asi S

ubye

k da

n O

byek

, Jum

lah

Bid

ang

dan

jeni

s pe

man

faat

an ta

nah;

-

Ber

ita A

cara

has

il IP

4T K

awas

an H

utan

dita

nda

tang

ani

oleh

: K

etua

, S

ekre

taris

dan

sem

ua

Ang

gota

Tim

. K

ab. M

uaro

Jam

bi

Des

a Ta

njun

g La

njut

, K

ec. S

aker

nan

IP4T

P

erB

er

Men

dagr

i,Men

Hut

,Men

.PU

da

n K

a.B

PN

N

o.79

ta

hun

2014

, N

o.P

B.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP/

X/20

14 T

ten

tang

Tat

a C

ara

Pen

yele

saia

n P

engu

asaa

n Ta

nah

yang

be

rada

dal

am K

awas

an H

utan

. Kem

udia

n di

impl

emen

tasi

kan

dala

m J

UK

LAK

IP4T

. S

K. B

upat

i Kab

. Mua

ro J

ambi

No.

675/

Kep

.Bup

/HU

TBU

N/2

014

Ttg.

Pem

bent

ukan

Tim

IP4T

. P

elak

sana

an IP

4T K

awas

an H

utan

men

ghas

ilkan

: -

Ada

nya

Koo

rdin

asi d

alam

pel

aksa

naan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an d

g pi

hak2

terk

ait;

- da

ta/in

form

asi S

ubye

k da

n O

byek

, Jum

lah

Bid

ang

dan

jeni

s pe

man

faat

an ta

nah;

-

Ber

ita A

cara

has

il IP

4T K

awas

an H

utan

dita

nda

tang

ani o

leh:

Ket

ua, S

ekre

taris

dan

sem

ua A

nggo

ta

Tim

.

KEP

ULA

UAN

R

IAU

Kab

. Bin

tan

Des

a La

ncan

g K

unin

g,

Kec

. Bin

tan

Uta

ra

IP4T

P

er.B

er

Men

dagr

i,Men

Hut

,Men

.PU

da

n K

a.BP

N

No.

79

tahu

n 20

14,

No.

PB.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP/

X/20

14 te

ntan

g T

ata

Car

a P

enye

lesa

ian

Pen

guas

aan

Tnh

yg b

erad

a da

lam

kw

san

huta

n. K

emud

ian

di im

plem

enta

sika

n da

lam

JU

KLA

K IP

4T.

SK.

Bup

ati K

ab.B

inta

n N

o.35

4/VI

I/201

5 te

ntan

g P

embe

ntuk

an T

im IP

4T.

Pel

aksa

naan

IP

4T K

awas

an H

utan

men

ghas

ilkan

dat

a/in

form

asi S

ubye

k da

n O

byek

, Ju

mla

h Bi

dang

da

n je

nis

pem

anfa

atan

tana

h.

Ham

bata

n: -

Ber

ita A

cara

has

il IP

4T K

awas

an H

utan

tid

ak d

itand

a ta

ngan

i Din

as K

ehut

anan

, ha

l ini

di

seba

bkan

: (1

)Per

Ber

di

angg

ap

caca

t hu

kum

ka

rena

di

Ta

nda

tang

ani

dala

m

mas

a tra

nsis

i ke

pem

impi

nan

Nas

iona

l, (2

) Ju

knis

IP

4Tkw

san

huta

n ha

sil

dari

BP

N

dan

tidak

m

elib

atka

n K

emen

teria

n K

ehut

anan

. K

ota

Bat

am

K

elur

ahan

Bul

ian,

Kec

. B

atu

Aji

P

T. M

ileni

um In

vesm

ent

dan

PT.

Mal

igas

Suk

ses

Aba

di

PTU

N

Kon

seku

ensi

dar

i pen

unju

kanK

awas

an H

utan

Lin

dung

yan

gg s

ebel

umny

a m

asuk

Are

a P

engg

unaa

n La

in (

AP

L),

berd

ampa

k: (

1) p

enol

akan

pen

dafta

ran

tana

h ba

ru a

n pe

nerb

itan

serti

pika

t ol

eh K

anto

r P

erta

naha

n K

ota

Bat

am,

(2)

peno

laka

n H

ak T

angg

unga

n ol

eh B

ank,

(3)

Ket

idak

past

ian

huku

m a

tas

peng

uasa

an d

an p

emilik

an ta

nah

mas

yara

kat y

ang

suda

h be

rser

tipik

at H

PL

dan

HG

B di

atas

HP

L.

2

(dua

) per

usah

aan

yakn

i PT.

Mile

nium

Inve

smen

t den

gan

HP

L N

o.88

/Tel

uk T

erin

g da

n N

o.11

/Sun

gai

Bed

u, B

atu

Ampa

r da

n P

T.M

alig

ai S

ukse

s A

badi

Ser

tipik

at H

PL N

o.78

/Tan

jung

Ria

u, S

ekup

ang

ME

NG

GU

GA

T: K

anta

h K

ota

Bat

am d

an K

EM

EN

TER

IAN

KE

HU

TAN

AN

; B

erda

sark

an

SK.

M

ente

ri K

ehut

anan

R

I N

o.S

K.86

7/M

enhu

t-II/2

014

tent

ang

Kaw

asan

H

utan

P

rov.

Kep

ri se

luas

le

bih

kura

ng 5

90.0

00 H

a, m

aka

: w

ilaya

h ya

ng s

ebel

umny

a di

sen

gket

akan

tela

h di

ruba

h m

enja

di A

PL

term

asuk

wila

yah

yang

sel

ama

ini s

udah

ban

yak

perm

ukim

an (

dihu

ni)

mau

pun

pusa

t keg

iata

n ya

ng s

ecar

a fis

ik s

udah

buk

an m

enci

rikan

Kaw

asan

Hut

an

KAL

IMAN

TAN

B

ARAT

Kab

. Sek

adau

D

esa

Seb

etun

g,

Kec

. Bel

itang

Hul

u IP

4T

P

er.B

er M

enda

gri,

Men

Hut

, M

en.P

U d

an K

a.BP

N N

o.79

tah

un 2

014,

No.

PB

.3/M

enH

ut-II

/201

4,

No.

17/P

RT/

M.2

014,

No.

8/SK

P/X/

2014

Ttg

.Tat

a C

ara

Pen

yele

saia

n P

engu

asaa

n Ta

nah

yang

ber

ada

dala

m K

awas

an H

utan

. Kem

udia

n di

impl

emen

tasi

kan

dala

m J

UK

LAK

IP4T

.

SK.

K

epal

a K

anto

r P

erta

naha

n K

ab.

Sek

adau

N

o.61

.10/

BPN

/IP4T

/201

5,

tent

ang

Tata

C

ara

Pen

yele

saia

n P

engu

asaa

n Ta

nah

Dal

am K

awas

an H

utan

.

Page 129: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

120

114

Pel

aksa

naan

IP

4T K

awas

an H

utan

men

ghas

ilkan

dat

a/in

form

asi S

ubye

k da

n O

byek

, Ju

mla

h Bi

dang

da

n je

nis

pem

anfa

atan

tana

h.

Ham

bata

n: :

- Sur

at B

PKH

Wil.

III P

ontia

nak

tgl.2

7 A

gs.2

015

yang

g be

risi a

gar m

enan

gguh

kan

pros

es

IP4T

sam

bil m

enun

ggu

JUK

NIS

/JU

KLA

K yg

bar

u da

lam

keg

iata

n IP

4T K

awas

an H

utan

. K

ab. K

ubu

Ray

a D

esa

Lim

bung

, K

ec.

Sun

gai

Ray

a IP

4T

Per

.Ber

M

enda

gri,

Men

Hut

,Men

.PU

da

n K

a.B

PN

N

o.79

ta

hun

2014

, N

o.P

B.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP/

X/20

14 t

enta

ng T

ata

Car

a P

enye

lesa

ian

Pen

guas

aan

Tnh

yg b

erad

a da

lam

kw

san

huta

n. K

emud

ian

di im

plem

enta

sika

n da

lam

JU

KLA

K IP

4T.

SK.

Bup

ati K

ab.K

ubu

Ray

a N

o.20

/SE

TDA

/201

5 te

ntan

g P

embe

ntuk

an T

im IP

4T.

Pel

aksa

naan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an :

Han

ya s

ampa

i pad

a ta

hap

Sos

ialis

asi I

P4T

Kaw

asan

Hut

an.

Ham

bata

n: -

Sur

at B

PKH

Wil.

III

Pon

tiana

k tg

l. 27

Ags

201

5 yg

ber

isi a

gar

men

angg

uhka

n pr

oses

IP

4T s

ambi

l men

ungg

u JU

KN

IS/J

UK

LAK

yg b

aru

dala

m k

egia

tan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an.

KAL

IMAN

TAN

TE

NG

AH

Kot

a Pa

lang

kara

ya

Kel

urah

an S

abar

u,

Kec

. Sab

anga

u IP

4T

P

er.B

er

Men

dagr

i, M

enH

ut,M

en.P

U

dan

Ka.

BP

N

No.

79

tahu

n 20

14,

No.

PB.3

/Men

Hut

-II/2

014,

N

o.17

/PR

T/M

.201

4, N

o.8/

SKP

/X/2

014

tent

ang

Tata

Car

a P

enye

lesa

ian

Pen

guas

aan

Tana

h ya

ng

bera

da d

alam

Kaw

asan

Hut

an. K

emud

ian

di im

plem

enta

sika

n da

lam

JU

KLA

K IP

4T.

S

K.W

ali K

ota

Pal

angk

aray

a N

o.18

8.45

/122

2/20

15 te

ntan

g P

embe

ntuk

an T

im IP

4T.

K

ep.K

akan

tah

Pal

angk

aray

a N

o.24

3.a4

00.0

9.62

.71/

V/2

015

tent

ang

Pem

bent

ukan

Sek

reta

riat

Tim

IP

4T.

Pel

aksa

naan

IP4T

Kaw

asan

Hut

an m

engh

asilk

an :

- A

dany

a K

oord

inas

i dal

am p

elak

sana

an IP

4T K

awas

an H

utan

den

gan

piha

k-pi

hak

terk

ait;

- da

ta/in

form

asi S

ubye

k da

n O

byek

, Jum

lah

Bid

ang

dan

jeni

s pe

man

faat

an ta

nah;

-

Ber

ita A

cara

has

il IP

4T K

awas

an H

utan

dita

nda

tang

ani

oleh

: K

etua

, S

ekre

taris

(BP

KH

Wil.

XXI

P

alan

gkar

aya)

dan

sem

ua A

nggo

ta T

im.

Kab

. Kat

inga

n D

esa

Tum

bang

K

alem

ii,

Kec

. Kat

inga

n Te

ngah

IP

4T

Per

.Ber

M

enda

gri,M

enH

ut,M

en.P

U

dan

Ka.

BPN

N

o.79

ta

hun

2014

, N

o.PB

.3/M

enH

ut-II

/201

4,

No.

17/P

RT/

M.2

014,

No.

8/S

KP/X

/201

4 Tt

g.Ta

ta C

ara

Pen

yele

saia

n P

engu

asaa

n Tn

h yg

ber

ada

dala

m k

wsa

n hu

tan.

Kem

udia

n di

impl

emen

tasi

kan

dala

m J

UK

LAK

IP4T

. S

K.B

upat

i Kab

.Kat

inga

n N

o.05

0/14

3/K

PTS/

III/2

015

tent

ang

Pem

bent

ukan

Tim

IP4T

. S

K.K

akan

tah

Kab

.Kat

inga

n N

o.24

.a/K

EP.

400.

10.6

2.06

/VI/2

015

tent

ang

Pen

etap

an L

okas

i K

egia

tan

IP4T

P

elak

sana

an IP

4T K

awas

an H

utan

: sa

mpa

i tah

ap S

osia

lisas

i IP

4T

Ham

bata

n: T

idak

di d

ukun

g ol

eh B

PK

H W

il. X

XI P

alan

kara

ya.

S

umbe

r: D

iola

h ol

eh T

im P

enel

iti P

uslit

bang

Kem

ente

rian

ATR

/BP

N, O

ktob

er 2

016

Page 130: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

121

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

115

5.2. Pembahasan 5.2.1. Pembahasan Perkembangan Perubahan Peraturan Kementerian Kehutanan

Tentang Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian Pembahasan dalam bab ini menggunakan pendekatan: (1) PerMenHut Nomor

:P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Memperhatikan identifikasi perkembangan perubahan peraturan Kementerian

Kehutanan tentang Kawasan Hutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan di Lokasi Penelitian (tabel 35), maka dapat diuraikan seperti di bawah ini:

1) Desa Ujung Jaya, Desa Taman Jaya, Desa Cigorondong dan Desa Tunggal Jaya, Kecamatan Sumur di Kabupaten Pandeglang berdasarkan SK.MenHutBun No. 419/Kpts-II/1999, Kab.Pandeglang sebagai Kawasan Hutan Produksi berubah menjadi SK. 3658/2014: sebagai Taman Nasional Ujung Kulon sebagai Kawasan Hutan Konservasi;

2) Desa Tanjung Wangi, Desa Sukanegara dan Desa Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak berdasarkan SK. MenHutBun No. 419/Kpts-II/1999 sebagai Kawasan Hutan Produksi dengan adanya perubahan menjadi SK 3658/2014 sebagai Hutan Produksi;

3) Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar berdasarkan SK. 453/1999 sebagai Kawasan Hutan Produksi berubah menjadi SK.435/2009 sebagai Kawasan Hutan Lindung;

4) Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan berdasarkan SK. 453/1999 sebagai Kawasan Hutan Produksi yang dapat di konversi berubah menjadi SK. 435/2009 sebagai Kawasan Hutan Produksi;

5) Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci berdasarkan SK.No. 421/1999 sebagai Hutan Produksi berubah SK.No. 727/2012 sebagai Kawasan Hutan Produksi dan berubah lagi dalam SK. 863/2014 sebagai Hutan Produksi (HP3M);

6) Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi dari SK SK.No. 421/1999 sebagai hutan produksi berubah SK. No. 727/2012 sebagai Kawasan Hutan Produksi dan berubah lagi dalam SK. 863/2014 sebagai Hutan Produksi;

7) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan berdasarkan SK. 955/1992 Kab. Bintan sebagai kawasan Area Penggunaan Lain (APL) berubah menjadi SK. 463/2013, SK. 867/2014 dan SK. 76/2015 sebagai Kawasan Hutan Lindung;

8) Kelurahan Buliang dan Badan Usaha PT.Maligas Sukses Abadi, Sekupang dan PT. Milenium Invesment, Batu Ampar yang ber- sertipikat HPL berdasarkan SK. 955/1992 Kota Batam sebagai kawasan Area Penggunaan Lain (APL) berubah menjadi SK. 463/2013 dan SK.867/2014sebagai Kawasan Hutan Lindung;

9) Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau berdasarkan SK. Mentan 757/Kpts/Um/10/1982 TGHK, kemudian berdasarkan SK. MenHutBun No. 259/Kpts-II/2000 sebagai Kawasan Hutan kemudian terbit lagi SK No. 733/MenHut-II/2014 sebagai Kawasan Hutan Produksi.

Page 131: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

122

116

10) Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya berdasarkan SK.Mentan 757/Kpts/Um/10/1982 TGHK, SK.MenHutBun No. 259/Kpts-II/2000 sebagai Kawasan Kutan Lindung (Gambut);

11) Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau , Kota Palangkaraya berdasarkan SK.Mentan No. 759/Kpts/Um/10/1982 sebagai Kawasan Hutan Lindung, terbit SK. 529/MenHut-II/2012 sebagai Kawasan Hutan Lindung;

12) Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan berdasarkan SK. Mentan No. 759/Kpts/Um/10/1982 sebagai TGHK, terbit SK. 529/MenHut-II/2012 sebagai Kawasan Hutan Lindung.

Apabila kita merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :P.44/Menhut-

II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan Pasal 4 ayat (2) yang mengatakan bahwa: Penunjukan wilayah tertentu secara parsial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penunjukan areal bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan yang berasal dari:

a) lahan pengganti dari tukar menukar Kawasan Hutan; b) lahan kompensasi dari izin pinjam pakai Kawasan Hutan dengan kompensasi

lahan; c) tanah timbul; d) tanah milik yang diserahkan secara sukarela; atau e) tanah selain dimaksud huruf a sampai dengan huruf d sesuai ketentuan

peraturan perUndang-Undangan.

Artinya perubahan Surat Keputusan Kementerian Kehutanan di lokasi penelitian terhadap status dan fungsi hutan di uraikan di atas point 1) sampai dengan 12) pada 5.2.1. di lokasi-lokasi sampel penelitian di sebabkan sebagai : a). lahan pengganti dari tukar menukar Kawasan Hutan atau sebagai b). lahan kompensasi dari izin pinjam pakai Kawasan Hutan dengan kompensasi lahan (PerMenHut No. P.44/ Menhut-II/2012). Selanjutnya mari kita lihat kesesuaian antara Perubahan Surat Keputusan Kementerian Kehutanan di lokasi penelitian dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, juga mengatur tentang tata cara perubahan fungsi Kawasan Hutan, yang dilakukan untuk memantapkan dan mengoptimalkan fungsi Kawasan Hutan.

Di dalam PP ini dikatakan, bahwa “perubahan Fungsi Kawasan Hutan dilakukan

pada Kawasan Hutan dengan fungsi pokok: a. Hutan Konservasi; b. Hutan Lindung; dan c. Hutan Produksi, yang dilakukan secara parsial atau untuk wilayah provinsi. Perubahan fungsi antar fungsi pokok Kawasan Hutan meliputi perubahan fungsi dari: a. Kawasan Hutan Konservasi menjadi Kawasan Hutan Lindung dan/atau Kawasan Hutan Produksi; b. Kawasan Hutan Lindung menjadi Kawasan Hutan Konservasi dan/atau Hutan Produksi; dan c. Kawasan Hutan Produksi menjadi Kawasan Hutan Koservasi dan/atau Kawasan Hutan Lindung”.

Berdasarkan perkembangan perubahan peraturan kementerian kehutanan melalui

surat keputusan tentang perubahan fungsi lahan di lokasi sampel penelitian, maka dapat kita ketahui : 1) Sesuai dengan PP 104/2015, 2) Tidak sesuai dengan PP 104/2015, dan 3) Tetap tidak merubah fungsi lahan, seperti di uraikan di bawah ini:

Page 132: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

123

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

117

1) Sesuai dengan PP 104/2015 a) Desa Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan

Sumur di Kabupaten Pandeglang berdasarkan SK. MenHutBun No. 419/Kpts-II/1999, Kab.Pandeglang sebagai Kawasan Hutan Produksi berubah menjadi SK.3658/2014: sebagai Taman Nasional Ujung Kulon (Kawasan Hutan Konservasi).

b) Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar berdasarkan SK. 453/1999 sebagai Kawasan Hutan Produksi berubah menjadi SK. 435/2009 sebagai Kawasan Hutan Lindung.

c) Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya berdasarkan SK. Mentan 757/Kpts/Um/10/1982 TGHK, SK. MenHutBun No. 259/Kpts-II/2000 sebagai Kawasan Hutan Lindung (Gambut).

2) Tidak sesuai dengan PP No.104/2015 a) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan berdasarkan

SK. 955/1992 Kab.Bintan sebagai kawasan Area Penggunaan Lain (APL) berubah menjadi SK. 463/2013, SK. 867/2014 dan SK.76/2015 sebagai Kawasan Hutan Lindung.

b) Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan dari Area Penggunaan Lain (APL) yang dapat di konversi berubah menjadi Kawasan Hutan Produksi;

c) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara dari APL berubah sebagai Kawasan Hutan Lindung ;

d) Kelurahan Buliang, Kelurahan Sekupang dan Kelurahan Batu Ampar yang ber- sertipikat HPL berdasarkan SK. 955/1992 Kota Batam sebagai kawasan Area Penggunaan Lain (APL) berubah menjadi SK. 463/2013 dan SK.867/2014sebagai Kawasan Hutan Lindung.

3) Tetap tidak merubah fungsi Kawasan Hutan a) Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi dari SK SK. No.

421/1999 sebagai hutan produksi berubah SK. No. 727/2012 sebagai Kawasan Hutan Produksi dan berubah lagi dalam SK. 863/2014 sebagai Hutan Produksi;

b) Desa Tanjung Wangi, Sukanegara dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak berdasarkan Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau berdasarkan SK. Mentan 757/Kpts/Um/10/1982 TGHK, kemudian berdasarkan SK.MenHutBun No. 259/Kpts-II/2000 sebagai Kawasan Hutan kemudian terbit lagi SK No.733/MenHut-II/2014 sebagai Kawasan Hutan Produksi.

Akibat dinamisnya terjadi perubahan SK tentang Kawasan Hutan di lokasi

penelitian, maka terjadi pula perubahan peruntukan maupun fungsi Kawasan Hutan, sehingga dengan kondisi tersebut akan mempengaruhi/berdampak pada kondisi obyek tanah yang dikuasai oleh masyarakat. Dari hasil wawancara dengan Kantor Wilayah Kalimantan Selatan dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Palangkaraya mengatakan, apabila Surat Keputusan yang lama dengan Surat Keputusan yang baru terbit tersebut dikomparasikan, maka terdapat: 1) Perbedaan luasan pada masing-masing fungsi Kawasan Hutan dari jumlah total

luasan. Pada masing-masing fungsi Kawasan Hutan ada terdapat penurunan luasan tetapi terdapat pula yang mengalami penambahan luasan;

116

10) Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya berdasarkan SK.Mentan 757/Kpts/Um/10/1982 TGHK, SK.MenHutBun No. 259/Kpts-II/2000 sebagai Kawasan Kutan Lindung (Gambut);

11) Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau , Kota Palangkaraya berdasarkan SK.Mentan No. 759/Kpts/Um/10/1982 sebagai Kawasan Hutan Lindung, terbit SK. 529/MenHut-II/2012 sebagai Kawasan Hutan Lindung;

12) Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan berdasarkan SK. Mentan No. 759/Kpts/Um/10/1982 sebagai TGHK, terbit SK. 529/MenHut-II/2012 sebagai Kawasan Hutan Lindung.

Apabila kita merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :P.44/Menhut-

II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan Pasal 4 ayat (2) yang mengatakan bahwa: Penunjukan wilayah tertentu secara parsial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penunjukan areal bukan Kawasan Hutan menjadi Kawasan Hutan yang berasal dari:

a) lahan pengganti dari tukar menukar Kawasan Hutan; b) lahan kompensasi dari izin pinjam pakai Kawasan Hutan dengan kompensasi

lahan; c) tanah timbul; d) tanah milik yang diserahkan secara sukarela; atau e) tanah selain dimaksud huruf a sampai dengan huruf d sesuai ketentuan

peraturan perUndang-Undangan.

Artinya perubahan Surat Keputusan Kementerian Kehutanan di lokasi penelitian terhadap status dan fungsi hutan di uraikan di atas point 1) sampai dengan 12) pada 5.2.1. di lokasi-lokasi sampel penelitian di sebabkan sebagai : a). lahan pengganti dari tukar menukar Kawasan Hutan atau sebagai b). lahan kompensasi dari izin pinjam pakai Kawasan Hutan dengan kompensasi lahan (PerMenHut No. P.44/ Menhut-II/2012). Selanjutnya mari kita lihat kesesuaian antara Perubahan Surat Keputusan Kementerian Kehutanan di lokasi penelitian dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, juga mengatur tentang tata cara perubahan fungsi Kawasan Hutan, yang dilakukan untuk memantapkan dan mengoptimalkan fungsi Kawasan Hutan.

Di dalam PP ini dikatakan, bahwa “perubahan Fungsi Kawasan Hutan dilakukan

pada Kawasan Hutan dengan fungsi pokok: a. Hutan Konservasi; b. Hutan Lindung; dan c. Hutan Produksi, yang dilakukan secara parsial atau untuk wilayah provinsi. Perubahan fungsi antar fungsi pokok Kawasan Hutan meliputi perubahan fungsi dari: a. Kawasan Hutan Konservasi menjadi Kawasan Hutan Lindung dan/atau Kawasan Hutan Produksi; b. Kawasan Hutan Lindung menjadi Kawasan Hutan Konservasi dan/atau Hutan Produksi; dan c. Kawasan Hutan Produksi menjadi Kawasan Hutan Koservasi dan/atau Kawasan Hutan Lindung”.

Berdasarkan perkembangan perubahan peraturan kementerian kehutanan melalui

surat keputusan tentang perubahan fungsi lahan di lokasi sampel penelitian, maka dapat kita ketahui : 1) Sesuai dengan PP 104/2015, 2) Tidak sesuai dengan PP 104/2015, dan 3) Tetap tidak merubah fungsi lahan, seperti di uraikan di bawah ini:

Page 133: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

124

118

2) Perubahan fungsi Kawasan Hutan berdampak pada status penguasaan tanah masyarakat. Contoh di dalam SK sebelumnya dinyatakan sebagai kawasan APL tetapi berubah menjadi Hutan Produksi atau Hutan Lindung;

3) Meskipun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan suatu lokasi sebagai Kawasan Hutan (diatas kertas/peta) tetapi kondisi dilapangan bukan lagi hutan tentunya tidak akan memberikan dampak positif bagi fungsi sejatinya hutan itu sendiri bahkan akan cenderung merugikan masyarakat yang selama ini sudah puluhan tahun mengusahakan tanah tersebut.

Hal-hal inilah yang perlu ditata kembali dengan melibatkan masyarakat sehingga nantinya tidak terjadi lagi gejolak dilapangan.

Kemudian jika berpedoman pada beberapa ketentuan yang menjadi sumber hukum

kegiatan terkait dengan pertanahan, seperti: 1) TAP MPR Nomor IX Tahun 2001, tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan

Sumber Daya Alam yang mengamanatkan kepada Pemerintah dalam hal ini Kemeterian Agraria dan Tata Ruang/BPN mempunyai tugas untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat;

2) UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, yang mengatakan bawa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” dan di dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang“.

3). PMNA/KBPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu. Selanjutnya diperbaharui kembali dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Dalam Kawasan Tertentu.

Dengan Merujuk pada TAP MPR IX/2001, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 dan

Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 10/2016 serta dengan memperhatikan perubahan-perubahan surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di lokasi penelitian, maka kami mempertanyakan sampai sejauhmana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melaksanakan: 1) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yakni:

a) Bagian Ketiga, Pengukuhan Kawasan Hutan di dalam Pasal 14, ayat (1) Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintah menyelenggarakan pengukuhan Kawasan Hutan, ayat (2) Kegiatan pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas Kawasan Hutan.

b) Pasal 15 ayat (1) Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut:

a. penunjukan Kawasan Hutan,

Page 134: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

125

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

119

b. penataan batas Kawasan Hutan, c. pemetaan Kawasan Hutan, dan d. penetapan Kawasan Hutan.

Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.

c) Bagian Keempat, Penatagunaan Kawasan Hutan di dalam Pasal 16 ayat (1) Berdasarkan hasil pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15, pemerintah menyelenggarakan penatagunaan Kawasan Hutan. Pada ayat (2) Penatagunaan Kawasan Hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan Kawasan Hutan. Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Putusan Hakim yang dalam hal ini termasuk Putusan Hakim Konstitusi maka sebaiknya dalam penetapan batas wilayah kehutanan berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi, yakni: a) Putusan MK. Nomor 34/PUU-IX/2011, Penguasaan Hutan Oleh Negara harus

menghormati hak atas tanah masyarakat, b) Putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011, Pengukuhan Kawasan Hutan harus segera

dituntaskan untuk menghasilkan Kawasan Hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan,

c) Putusan MK. Nomor 35/PUU-X/2012, Hutan Adat bukan Hutan Negara. 3) Salah satu Surat Keputusan tentang Kawasan Hutan, yakni SK3658/Menhut-

VII/KUH/2014 dalam hal MEMUTUSKAN dan MENETAPKAN pada point KESATU, bahwa Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang, seluas 105.694,46 hektar terdiri dari:

a. Kawasan Hutan Taman Nasional seluas 61.357,46 hektar; b. Kawasan Taman nasional Perairan seluas 44.337 hektar.

Dimana dalam poin KETIGA dikatakan: Dalam hal masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang sah dalam penetapan Kawasan Hutan ini dikeluarkan dari Kawasan Hutan sesuai peraturan perUndang-Undangan.

5.2.2. Pembahasan Riwayat Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan Hutan

Dalam Rangka PendaftaranTanah Pembahasan dalam Bab ini adalah dengan pendekatan : (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah serta (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan. Berdasarkan riwayat penguasaan tanah masyarakat, maka pelepasannya dari Kawasan Hutan harus segera di tuntaskan untuk menghasilkan Kawasan Hutan dan penguasaan tanah masyarakat yang berkepastian hukum dan berkeadilan.

Dengan memperhatikan pendekatan peraturan tersebut di atas, dan dengan

memperhatikan perubahan status dan fungsi Kawasan Hutan berdasarkan perubahan pada Surat Kementerian Kehutanan di lokasi penelitian, maka sampai berapa jauh penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dapat didaftarkan?

Berdasarkan identifikasi riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian (tabel 40), maka dapat diuraikan seperti di bawah ini:

118

2) Perubahan fungsi Kawasan Hutan berdampak pada status penguasaan tanah masyarakat. Contoh di dalam SK sebelumnya dinyatakan sebagai kawasan APL tetapi berubah menjadi Hutan Produksi atau Hutan Lindung;

3) Meskipun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan suatu lokasi sebagai Kawasan Hutan (diatas kertas/peta) tetapi kondisi dilapangan bukan lagi hutan tentunya tidak akan memberikan dampak positif bagi fungsi sejatinya hutan itu sendiri bahkan akan cenderung merugikan masyarakat yang selama ini sudah puluhan tahun mengusahakan tanah tersebut.

Hal-hal inilah yang perlu ditata kembali dengan melibatkan masyarakat sehingga nantinya tidak terjadi lagi gejolak dilapangan.

Kemudian jika berpedoman pada beberapa ketentuan yang menjadi sumber hukum

kegiatan terkait dengan pertanahan, seperti: 1) TAP MPR Nomor IX Tahun 2001, tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan

Sumber Daya Alam yang mengamanatkan kepada Pemerintah dalam hal ini Kemeterian Agraria dan Tata Ruang/BPN mempunyai tugas untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat;

2) UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, yang mengatakan bawa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” dan di dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang“.

3). PMNA/KBPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu. Selanjutnya diperbaharui kembali dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Dalam Kawasan Tertentu.

Dengan Merujuk pada TAP MPR IX/2001, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 dan

Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 10/2016 serta dengan memperhatikan perubahan-perubahan surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di lokasi penelitian, maka kami mempertanyakan sampai sejauhmana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melaksanakan: 1) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yakni:

a) Bagian Ketiga, Pengukuhan Kawasan Hutan di dalam Pasal 14, ayat (1) Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintah menyelenggarakan pengukuhan Kawasan Hutan, ayat (2) Kegiatan pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas Kawasan Hutan.

b) Pasal 15 ayat (1) Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut:

a. penunjukan Kawasan Hutan,

Page 135: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

126

120

1) Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan Sumur di Kabupaten Pandeglang. Masyarakat lokal membuka hutan dan menggarap tanah masih di masa penjajahan Belanda sampai dengan tahun 1950-an dan kemudian terbentuklah kampung-kampung. Pada saat ini penguasaan dan penggunaan tanah di Desa tersebut sudah banyak yang beralih kepada pihak lain karena sistem waris maupun karena jual beli.

2) Desa Tanjung Wangi, Sukanegara dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak Penguasaan dan penggarapan tanah dimulai sejak tahun 1950-an, namun rata-rata terjadi pada tahun 1980 kemudian digunakan dan dimanfaatkan untuk permukiman dan pertanian bagi penghidupan masyarakat hingga saat ini sudah lebih dari 30 tahun. Kemudian tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan oleh masyarakat juga sudah berpindah tangan baik dengan waris maupun jual beli dan dengan luasan tanah yang bervariasi.

3) Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar. Asal mula penguasaan dan penggarapan tanah di Desa Tambak Padi, Kecamatan Beruntung Baru oleh masyarakat/penduduk adalah sejak sebelum tahun 1950. Mereka berasal dari Sungai Salai, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Nenek moyang mereka membuka hutan di Desa Tambak Murah, Kecamatan Tambak Lawaahan dan pada tahun 1980 menjadi Desa Tambak Padi, Kecamatan Beruntung Baru. Penguasaan dan penggarapan tanah di Desa ini merupakan warisan keturunan ke 5, karena di usia 14/15 tahun masyarakat sudah dewasa dan menikah. Luas tanah yang dikuasai untuk permukiman dan tanah garapan untuk sawah seluas lebih kurang 500 Ha. Jumlah penduduk di Desa Tambak Padi sejumlah 886 jiwa atau 215 KK dengan mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani tadah hujan. Rata-rata penguasaan tanah 2 hektar, sedangkan penguasaan dan penggarapan tanah rata-rata > 20 tahun. Penguasaan dan penggarapan tanah di Desa ini merupakan warisan keturunan ke 5, karena di usia 14/15 tahun masyarakat sudah dewasa dan menikah. Luas tanah yang dikuasai untuk permukiman dan tanah garapan untuk sawah seluas lebih kurang 500 Ha.

4) Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Menurut hasil wawancara dengan tetua kampung, penguasaan dan penggarapan tanah oleh masyarakat adalah sejak sebelum Indonesia merdeka. Artinya penguasaan dan penggarapan tanah > 20 tahun dengan luasan yang bervariasi, dan masyarakat adalah penduduk asli di wilayah tersebut. Saat ini sudah ada yang diwariskan dan di perjualbelikan.

5) Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci Adapun riwayat sejarah keberadaan masyarakat Desa tersebut yaitu ketika revolusi fisik tahun 1942 ketika Jepang masuk setelah kekalahan Belanda dalam perang. Masyarakat berasal 65 Km dari daerah Sungai Penuh. Masyarakat mengungsi ke pedalaman di perbukitan sekitar Kota Sungai Penuh dan kemudian berkembang menjadi kampung yang pada akhirnya menjadi Desa. Secara resmi dimulai dari pembukaan Kunci Mendawo berupa pembukaan hutan untuk lahan pertanian yang digunakan untuk tempat berkebun dan tempat berladang oleh Depati Tigo Luhah Tanah Sekudung beserta pemangku dan pemantinya pada hari kamis tanggal 11 september 1991. Keseluruhannya merupakan bidang tanah yang dikuasai dan diusahakan masyarakat > 20 tahun, sedangkan luasan hasil verifikasi dan

Page 136: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

127

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

121

pengolahan data ditemukan angka seluas 821 Ha. Saat ini tanah-tanah sudah di wariskan pada keturunan mereka.

6) Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi Sebelumnya Desa ini merupakan bagian dari Pemerintahan Marga pada masa penjajahan Belanda, yang pada saat itu Kepala Marga sebagai Kepala Pemerintahan dan Ketua Adat memberikan kepada masyarakatnyanya untuk membuka hutan tempat menggarap lahan pertanian. Dengan perkembangan waktu menjadi wilayah permukim dan tanah garapan yang berkembang menjadi kampung-kampung. Berdasarkan UU 5/1979 berubah menjadi Desa. Penguasaan dan garapan tanah di Desa tersebut sudah > 20 tahun, dan pada saat ini penguasaan dan penggunaan tanah di Desa tersebut sudah banyak yang beralih kepada pihak lain karena sistem waris maupun karena jual beli.

7) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan Penguasaan tanah yang berada di Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara sudah ada sejak tahun 1960 (data dari IP4T Kantah Kab.Bintan) atau jika dihitung hingga 2015 dengan lama penguasaan 55 tahun. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh perangkat Desa Lancang Kuning terhadap subyek yang menguasai tanah tidak hanya orang Melayu saja, tetapi ada juga dari daerah lain seperti Jawa, Sumatera, Bugis bahkan Tionghoa sejak tahun 1940-an. Keterangan penguasaan tanah oleh masyarakat juga diperkuat dengan SKRPPT (Surat Keterangan Riwayat Pemilikan dan Penguasaan Tanah) yang diterbitkan Kelurahan/Desa setempat. Pada saat ini penguasaan dan penggunaan tanah di Desa tersebut sudah banyak yang beralih kepada pihak lain karena sistem waris maupun karena jual beli.

8) Kelurahan Buliang, Kelurahan Sekupang dan Kelurahan Batu Ampar Kota Batam Adapun riwayat penguasaan tanah masyarakat adalah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam. Pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan di dukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) atau dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) dan menjadi Badan Pengembangan (BP) Batam. Tindak lanjut dari Keppres 41/1973 tersebut, maka dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, yang memutuskan: Memberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada OPDIPB seluruh areal tanah yang terletak di pulau Batam termasuk areal tanah di gugusan Pulau Janda Berhias, Tanjung Sauh, Ngenang dan Pulau Kasem Kabupaten Kepulauan Riau. Semua kegiatan pembangunan dalam wilayah kerja Otorita Pulau Batam sesuai dengan Keppres No.41/1973, Keppres nomor 56 tahun 1984 dan Keppres nomor 28 tahun 1992 harus melalui OPDIPB dan semua hak-hak atas tanah yang dimohon oleh semua pihak baik hak milik, hak pakai, Hak Guna Bangunan maupun hak guna usaha harus berada di atas HPL. Kemudian dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007, maka OPDIPB menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

9) Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau. Penguasaan tanah yang berada di Desa Sebetung, Kecamatan Kecamatan Belitang Hulu asal mulanya digarap oleh masyarakat dari Suku Dayak Mualang yang sudah lama mendiami daerah tersebut yang berasal dari tempat yang disebut Temawai/Temawang Tampun Juah yang terletak di hulu sungai Sekayam Kabupaten

120

1) Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan Sumur di Kabupaten Pandeglang. Masyarakat lokal membuka hutan dan menggarap tanah masih di masa penjajahan Belanda sampai dengan tahun 1950-an dan kemudian terbentuklah kampung-kampung. Pada saat ini penguasaan dan penggunaan tanah di Desa tersebut sudah banyak yang beralih kepada pihak lain karena sistem waris maupun karena jual beli.

2) Desa Tanjung Wangi, Sukanegara dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak Penguasaan dan penggarapan tanah dimulai sejak tahun 1950-an, namun rata-rata terjadi pada tahun 1980 kemudian digunakan dan dimanfaatkan untuk permukiman dan pertanian bagi penghidupan masyarakat hingga saat ini sudah lebih dari 30 tahun. Kemudian tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan oleh masyarakat juga sudah berpindah tangan baik dengan waris maupun jual beli dan dengan luasan tanah yang bervariasi.

3) Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar. Asal mula penguasaan dan penggarapan tanah di Desa Tambak Padi, Kecamatan Beruntung Baru oleh masyarakat/penduduk adalah sejak sebelum tahun 1950. Mereka berasal dari Sungai Salai, Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Nenek moyang mereka membuka hutan di Desa Tambak Murah, Kecamatan Tambak Lawaahan dan pada tahun 1980 menjadi Desa Tambak Padi, Kecamatan Beruntung Baru. Penguasaan dan penggarapan tanah di Desa ini merupakan warisan keturunan ke 5, karena di usia 14/15 tahun masyarakat sudah dewasa dan menikah. Luas tanah yang dikuasai untuk permukiman dan tanah garapan untuk sawah seluas lebih kurang 500 Ha. Jumlah penduduk di Desa Tambak Padi sejumlah 886 jiwa atau 215 KK dengan mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani tadah hujan. Rata-rata penguasaan tanah 2 hektar, sedangkan penguasaan dan penggarapan tanah rata-rata > 20 tahun. Penguasaan dan penggarapan tanah di Desa ini merupakan warisan keturunan ke 5, karena di usia 14/15 tahun masyarakat sudah dewasa dan menikah. Luas tanah yang dikuasai untuk permukiman dan tanah garapan untuk sawah seluas lebih kurang 500 Ha.

4) Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Menurut hasil wawancara dengan tetua kampung, penguasaan dan penggarapan tanah oleh masyarakat adalah sejak sebelum Indonesia merdeka. Artinya penguasaan dan penggarapan tanah > 20 tahun dengan luasan yang bervariasi, dan masyarakat adalah penduduk asli di wilayah tersebut. Saat ini sudah ada yang diwariskan dan di perjualbelikan.

5) Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci Adapun riwayat sejarah keberadaan masyarakat Desa tersebut yaitu ketika revolusi fisik tahun 1942 ketika Jepang masuk setelah kekalahan Belanda dalam perang. Masyarakat berasal 65 Km dari daerah Sungai Penuh. Masyarakat mengungsi ke pedalaman di perbukitan sekitar Kota Sungai Penuh dan kemudian berkembang menjadi kampung yang pada akhirnya menjadi Desa. Secara resmi dimulai dari pembukaan Kunci Mendawo berupa pembukaan hutan untuk lahan pertanian yang digunakan untuk tempat berkebun dan tempat berladang oleh Depati Tigo Luhah Tanah Sekudung beserta pemangku dan pemantinya pada hari kamis tanggal 11 september 1991. Keseluruhannya merupakan bidang tanah yang dikuasai dan diusahakan masyarakat > 20 tahun, sedangkan luasan hasil verifikasi dan

Page 137: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

128

122

Sanggau sekitar 2.000 tahun lalu, tepatnya didekat Kampung Segumon Kecamatan Noyan. Penguasaan dan penggarapan tersebut ada yang masih oleh orang pertama yang datang (sudah tua), namun hampir semua sudah beralih tangan melalui warisan dan jual-beli. Penggunaan tanahnya untuk permukiman dan pertanian/kebun. Keterangan yang dihimpun dari warga setempat, sudah banyak juga yang terbit Surat Penguasaan/Keterangan Tanah (SKT).

10) Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya Riwayat penguasaan tanah yang berada di Desa Limbung dan sekitarnya sudah ada sejak lama, bahkan sebelum ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Kegiatan pengelolaan tanah di Desa ini diawali sejak didatangkannya transmigran dari Pulau Jawa pada tahun 1955 dan 1957 yang pada waktu itu lokasinya masih didominasi vegetasi semak belukar dan tanaman keras dengan ciri ketebalan tanah gambut sekitar 7-8 meter. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1982 masyarakat transmigran sebagian mulai mendapatkan sertipikat tanah. Bukti-bukti tertulis yang bersumber dari Direktorat Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat. Sebagian besar tanahtanah tersebut sudah di wariskan.

11) Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya Riwayat Penguasaan dan penggarapan tanah sudah diusahakan lama sekali sebelum Indonesia merdeka oleh masyarakat setempat yakni Suku Dayak Ngaju dari Desa Kereng Bangkirai yang terletak di tepi sungai Sebangau. Kemudian oleh penduduk asli suku dayak di masa tahun 1980-an terjadi peralihan tanah/jual beli dengan pendatang dari suku-suku pendatang (Jawa dan Bugis) dan ada juga yang di wariskan. Lokasi tersebut kemudian di beri nama Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau. Masyarakat penggarap pada tanah-tanah yang mereka beli tersebut saat ini banyak yang sudah memiliki surat garapan/pernyataan penguasaan dengan diketahui dan disahkan oleh Lurah setempat.

12) Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan. Penguasaan dan penggarapan tanah yang berada di Desa Tumbang Kalemei diawali dari pembukaan lahan disekitar sungai yang merupakan tempat beburu ikan. Sejarah yang tertulis dalam profil di Kantor Desa menjelaskan bahwa keberadaan masyarakat diawali dari Nusa Punduh (diperkirakan) tahun 1926) dengan dipimpin oleh Kepala Kampung bernama Loting yang kemudian dengan beberapa keluarga mendiami wilayah ini. Sebelum secara resmi terbentuk Desa, sistem pemerintahan lokal masih menggunakan istilah “Kepala Kampung” hingga tahun 1970. Peningkatan status dari Kampung menjadi Desa tidak lain karena jumlah penduduk dan luas penguasaan tanah warga Tumbang Kalemei semakin bertambah sehingga sudah layak menjadi Desa tersendiri. Penguasaan tanah oleh masyarakat pada saat ini banyak dimanfaatkan sebagai lahan kebun dengan menanami karet, kelapa sawit, rotan. Pada saat ini penguasaan dan penggunaan tanah di Desa tersebut sudah banyak yang beralih kepada pihak lain karena sistem waris maupun karena jual beli.

Memperhatikan riwayat penguasaan dan penggunaan tanah masyarakat dalam

Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian di atas, maka dapat dibagi dalam: 1. Penguasaan tanah berdasarkan riwayatnya

Pengusaan tanah berdasarkan riwayatnya dapat dibagi ke dalam beberapa fase yakni: 1) Penguasaan tanah sebelum Indonesia Merdeka

Page 138: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

129

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

123

(1) Desa Batulaki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, (masyarakat lokal);

(2) Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci (masyarakat lokal);

(3) Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi (bekas masyarakat Marga/lokal)

(4) Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau, (Suku Dayak Mualang);

(5) Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya, (Suku Dayak Ngaju)

(6) Desa Tumbang Kelemai, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan (Suku Dayak Ngaju)

2) Penguasaan tanah di era sebelum 1950 dan tahun 1950-1960

(1) Desa Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, (masyarakat lokal);

(2) Desa: Tanjung Wangi, Sukanagara, dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak, (masyarakat lokal);

(3) Desa Tambak Padi, Kecamatan Baruntung Baru, Kabupaten Banjar, (masyarakat pendatang dari Amuntai, Kab.Hulu Sungai Utara);

(4) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan,(masyarakat pendatang: Melayu, Jawa, Palembang, Bugis bahkan Tionghoa (1940);

(5) Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya (Transmigrasi 1955 dan 1957 sudah bersertipikat tahun 1982).

3) Penguasaan Tanah era tahun 1970 (sudah bersertipikat)

(1) Kelurahan Buliang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam; (2) Kelurahan Sekupang dan Kelurahan Batu Ampar, Kota Batam.

Merujuk pada riwayat penguasaan tanah di atas, maka pembahasannya adalah

sebagai berikut: 1) Penguasaan tanah sebelum Indonesia Merdeka, dan era sebelum tahun 1950

dan tahun 1950-1960 Perolehan hak atas tanah juga termasuk dalam hal perbuatan hukum orang

untuk mendapatkan tanah dengan melakukan penguasaan tanah secara fisik berupa penggarapan atau pembukaan tanah. Bahkan lahirnya pemilikan tanah bagi individu menurut sistem hukum adat umumnya diawali dengan pembukaan tanah yang diberitahukan kepada persekutuan hukum dan diberikan tanda bahwa tanah itu telah digarap.

Dari pembukaan tanah tersebut apabila terus dikuasai dan diusahakan secara terus-menerus dan mendapat persetujuan pemerintahan Desa/persekutuan adat akan melahirkan hak dan wewenang. Kemudian menjadi hak menarik hasil, selanjutnya jika dari upaya penguasaan dan pengusahaan tanah tersebut telah beberapa kali panen dan tetap mengolah tanahnya secara tidak terputus lalu diperolehnya hak milik atas tanah. Disebabkan dengan perkembangan waktu, maka penguasaan tanah di lokasi penelitian secara fisik tadi sudah di wariskan atau di perjual belikan.

122

Sanggau sekitar 2.000 tahun lalu, tepatnya didekat Kampung Segumon Kecamatan Noyan. Penguasaan dan penggarapan tersebut ada yang masih oleh orang pertama yang datang (sudah tua), namun hampir semua sudah beralih tangan melalui warisan dan jual-beli. Penggunaan tanahnya untuk permukiman dan pertanian/kebun. Keterangan yang dihimpun dari warga setempat, sudah banyak juga yang terbit Surat Penguasaan/Keterangan Tanah (SKT).

10) Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya Riwayat penguasaan tanah yang berada di Desa Limbung dan sekitarnya sudah ada sejak lama, bahkan sebelum ditunjuk sebagai Kawasan Hutan. Kegiatan pengelolaan tanah di Desa ini diawali sejak didatangkannya transmigran dari Pulau Jawa pada tahun 1955 dan 1957 yang pada waktu itu lokasinya masih didominasi vegetasi semak belukar dan tanaman keras dengan ciri ketebalan tanah gambut sekitar 7-8 meter. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1982 masyarakat transmigran sebagian mulai mendapatkan sertipikat tanah. Bukti-bukti tertulis yang bersumber dari Direktorat Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat. Sebagian besar tanahtanah tersebut sudah di wariskan.

11) Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya Riwayat Penguasaan dan penggarapan tanah sudah diusahakan lama sekali sebelum Indonesia merdeka oleh masyarakat setempat yakni Suku Dayak Ngaju dari Desa Kereng Bangkirai yang terletak di tepi sungai Sebangau. Kemudian oleh penduduk asli suku dayak di masa tahun 1980-an terjadi peralihan tanah/jual beli dengan pendatang dari suku-suku pendatang (Jawa dan Bugis) dan ada juga yang di wariskan. Lokasi tersebut kemudian di beri nama Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sabangau. Masyarakat penggarap pada tanah-tanah yang mereka beli tersebut saat ini banyak yang sudah memiliki surat garapan/pernyataan penguasaan dengan diketahui dan disahkan oleh Lurah setempat.

12) Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan. Penguasaan dan penggarapan tanah yang berada di Desa Tumbang Kalemei diawali dari pembukaan lahan disekitar sungai yang merupakan tempat beburu ikan. Sejarah yang tertulis dalam profil di Kantor Desa menjelaskan bahwa keberadaan masyarakat diawali dari Nusa Punduh (diperkirakan) tahun 1926) dengan dipimpin oleh Kepala Kampung bernama Loting yang kemudian dengan beberapa keluarga mendiami wilayah ini. Sebelum secara resmi terbentuk Desa, sistem pemerintahan lokal masih menggunakan istilah “Kepala Kampung” hingga tahun 1970. Peningkatan status dari Kampung menjadi Desa tidak lain karena jumlah penduduk dan luas penguasaan tanah warga Tumbang Kalemei semakin bertambah sehingga sudah layak menjadi Desa tersendiri. Penguasaan tanah oleh masyarakat pada saat ini banyak dimanfaatkan sebagai lahan kebun dengan menanami karet, kelapa sawit, rotan. Pada saat ini penguasaan dan penggunaan tanah di Desa tersebut sudah banyak yang beralih kepada pihak lain karena sistem waris maupun karena jual beli.

Memperhatikan riwayat penguasaan dan penggunaan tanah masyarakat dalam

Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian di atas, maka dapat dibagi dalam: 1. Penguasaan tanah berdasarkan riwayatnya

Pengusaan tanah berdasarkan riwayatnya dapat dibagi ke dalam beberapa fase yakni: 1) Penguasaan tanah sebelum Indonesia Merdeka

Page 139: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

130

124

Memperhatikan di semua lokasi sampel penelitian, dimana tanah-tanah yang dikuasai bukan dipegang oleh pihak pertama, namun sudah beralih kepada pihak lain karena waris atau jual beli, maka masyarakat dapat diberikan pengakuan dan penegasan hak untuk bekas hak adat. Hubungan hukum tersebut dapat dibuktikan dengan cara menguasai secara fisik tanah yang bersangkutan dan atau mempunyai bukti yuridis atas penguasaan tanahnya. Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum.

Memperhatikan yang bersangkutan/masyarakat telah menguasai fisik tanah > 20 tahun, walaupun kemudian beralih pada warisan dan jual beli, maka berdasarkan pada: a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

Pasal 24 ayat (2) dalam Penjelasan disebutkan: bahwa ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan baik bukti tertulis maupun bentuk lainnya yang dapat dipercaya. Pada kenyataan penguasaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan serta hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya.

Terhadap hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.

Terhadap hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan penguasaan fisik sebagai berikut: (1) Penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan

secara nyata dan dengan iktikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

(2) Kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan;

(3) Hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

(4) Telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 PP 24/1997.

Merujuk pada peraturan tersebut di atas, maka penguasaan tanah di lokasi-lokasi penelitian dapat dilepaskan karena sudah memenuhi kriteria-kriteria, yakni > 20 tahun. Pada kenyataannya penguasaan dan penggunaan tanahnya tidak di ganggu gugat dan dibenarkan oleh masyarakat atau Desa/Kelurahan setempat, juga diperkuat oleh kesaksia

Page 140: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

131

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

125

orang-orang yang dipercaya (lihat hasil IP4T Kawasan Hutan di lokasi penelitian).

b) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (1) mengatakan bahwa: Bukti-bukti hak pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat berbentuk tertulis atau tidak tertulis.

Penguasaan tanah di lokasi penelitian berdasarkan riwayatnya adalah sebelum Indonesia merdeka dan era tahun 1950-1960 serta tahun 1970-an, maka penguasaan tanah di lokasi-lokasi penelitian dapat dilepaskan karena sudah memenuhi kriteria-kriteria dapat di lepaskan. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat 6, yakni pembuktian secara tidak tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan ketentuan, bahwa: (a) permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial yang berdasarkan sejarah keberadaannya sudah ada sebelum penunjukan Kawasan Hutan, (b) permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dalam Desa/kampung yang berdasarkan sejarah keberadaannya ada setelah penunjukkan Kawasan Hutan dapat dikeluarkan dari Kawasan Hutan Setelah dikeluarkan dari Kawasan Hutan atau ada pelepasan dari Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan, maka selanjutnya dapat di proses di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam rangka pendaftaran tanahnya. Kegiatan pendaftaran tanah baik untuk pendaftaran pertama kali maupun untuk pendaftaran yang berkelanjutan berupa pendaftaran peralihan haknya, baru dapat dilakukan apabila subyek hak dapat membuktikan adanya hubungan, baik yang bersifat keperdataan (perorangan) maupun bersifat publik (tanah yang dikuasai oleh instansi Pemerintah atau tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat antara subyek hak dengan tanahnya.

2) Penguasaan Tanah era tahun 1970 (sudah bersertipikat)

Wilayah masyarakat Transmigrasi yang sudah bersertipikat tahun 1982 di Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya (Transmigrasi 1955 dan 1957), masyarakat di Kelurahan Buliang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam (sertipikat HGB) serta Badan Usaha, yakni: PT. Maligas Sukses Abadi, Sekupang dan PT. Milenium Invesment, Batu Ampar, Kota Batam (sertipikat HPL).

Hubungan hukum tersebut dapat dibuktikan dengan cara menguasai secara fisik tanah yang bersangkutan dan atau mempunyai bukti yuridis atas penguasaan tanahnya, berupa sertipikat tanah.

Mengingat penguasaan dan pemilikan tanah sudah bersertipikat di lokasi tersebut di atas sebelum dinyatakan Kawasan Hutan, maka Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup harus merevisi dan mengeluarkan lokasi-sampel tersebut dari Kawasan Hutan.

2. Penggunaan tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian

124

Memperhatikan di semua lokasi sampel penelitian, dimana tanah-tanah yang dikuasai bukan dipegang oleh pihak pertama, namun sudah beralih kepada pihak lain karena waris atau jual beli, maka masyarakat dapat diberikan pengakuan dan penegasan hak untuk bekas hak adat. Hubungan hukum tersebut dapat dibuktikan dengan cara menguasai secara fisik tanah yang bersangkutan dan atau mempunyai bukti yuridis atas penguasaan tanahnya. Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum.

Memperhatikan yang bersangkutan/masyarakat telah menguasai fisik tanah > 20 tahun, walaupun kemudian beralih pada warisan dan jual beli, maka berdasarkan pada: a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

Pasal 24 ayat (2) dalam Penjelasan disebutkan: bahwa ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan baik bukti tertulis maupun bentuk lainnya yang dapat dipercaya. Pada kenyataan penguasaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan serta hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya.

Terhadap hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.

Terhadap hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan penguasaan fisik sebagai berikut: (1) Penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan

secara nyata dan dengan iktikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

(2) Kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan;

(3) Hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

(4) Telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 PP 24/1997.

Merujuk pada peraturan tersebut di atas, maka penguasaan tanah di lokasi-lokasi penelitian dapat dilepaskan karena sudah memenuhi kriteria-kriteria, yakni > 20 tahun. Pada kenyataannya penguasaan dan penggunaan tanahnya tidak di ganggu gugat dan dibenarkan oleh masyarakat atau Desa/Kelurahan setempat, juga diperkuat oleh kesaksia

Page 141: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

132

126

Selanjutnya, apabila kita memperhatikan penggunaan tanah, di lokasi penelitian hampir seluruhnya sudah menggunakan tanahnya berupa: 1) Permukiman yang di huni > 10 KK 2) Fasilitas Umum (Fasum): Jalan dan Jembatan masih rusak karena tidak ada biaya

untuk pembangunan dari Pemerintah Daerah, Jaringan Listrik (bantuan PLN) 3) Fasilitas Khusus (Fasus): Sekolah, Mesjid, Pasar, Makam (Swadaya masyarakat) (lihat dalam photo/gambar di masing-masing lokasi di Bab 5.1.2. Penggunaan Tanah)

Berkaitan dengan penggunaan tanah di lokasi penelitian tersebut di atas, maka dengan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 mengatakan: ayat (5) Selain pembuktian secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan ayat (3) pembuktian hak-hak pihak ketiga dapat secara tidak tertulis; ayat (6) Pembuktian secara tidak tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

dengan ketentuan: a. permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial yang berdasarkan sejarah

keberadaannya sudah ada sebelum penunjukan Kawasan Hutan; b. permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dalam Desa/kampung yang

berdasarkan sejarah keberadaannya ada setelah penunjukkan Kawasan Hutan dapat dikeluarkan dari Kawasan Hutan dengan kriteria: 1) Telah ditetapkan dalam Perda, dan 2) Tercatat pada statistik Desa/Kecamatan, dan 3) Penduduk di atas 10 (sepuluh) KK dan terdiri dari minimal 10 (sepuluh)

rumah. 4) Ketentuan tersebut tidak berlaku pada Provinsi yang luas Kawasan

Hutannya di bawah 30% (per seratus). c. ayat (7) Keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial

sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didukung dengan citra penginderaan jauh resolusi menengah sampai tinggi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Berita Acara Tata Batas.

Berdasarkan penggunaan tanah di atas, maka di seluruh lokasi penelitian dapat dilepaskan dalam Kawasan Hutan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan merujuk pada: (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (6), maka penguasaan tanah masyarakat sebelum dinyatakan /ditunjuk sebagai Kawasan Hutan, dapat di lepaskan, oleh karenanya untuk lokasi-lokasi sampel hampir seluruhnya adalah penguasaan tanah masyarakat pada sebelum Indonesia merdeka sampai dengan pada era tahun 1950-1960. Sedangkan peraturan tentang Kawasan Hutan baru di mulai pada tahun 1982 tentang TGHK.

(2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 62 tahun 2013 dalam Pasal 24 ayat (5) dan ayat (6) di atas, maka penggunaan tanah di lokasi sampel penelitian sudah memenuhi persyaratan tersebut, karena sudah ada permukiman yang dihuni >10 KK atau 10 rumah, sudah ada Fasilitas Umum dan Fasilitas Khusus.

Page 142: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

133

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

127

Oleh sebab itu dengan telah dipenuhinya kriteria tersebut di atas, diharapkan Desa/Kelurahan lokasi sampel dapat dilepaskan dari Kawasan Hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang untuk selanjunya dapat di proses pendaftaran tanah di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Melalui pelepasan lokasi yang masuk dalam Kawasan Hutan, maka pemerintah daerah dapat menganggarkan program-program yang potensi dari daerah tersebut, sehingga Desa-Desa di pedalaman dapat bangkit untuk membangun dirinya, terutama pembangunan infrastruktur seperti jalanan, listrik dan air. Pelepasan tanah yang digunakan masyarakat tidak hanya sebatas permukiman dan fasilitas umum serta fasilitas sosialnya saja, tetapi juga harus termasuk tanah garapan masyarakat. Arahan yang ditetapkan dalam UUPA adalah penguasaan tanah di seluruh wilayah Indonesia diatur secara adil. Berdasarkan aturan tentang ketentuan batas maksimum tanah pertanian di dalam Undang Undang Nomor 56/Prp/1960 di dalam Pasal 1 ayat (2) mengenai batas maksimum penguasaan tanah pertanian ditentukan oleh faktor-faktor, yakni: jumlah penduduk, luas daerah serta faktor-faktor lainnya. Di dalam Penjelasan Umum UU No.56/Prp/1960 butir (7) di jelaskan lebih lanjut, bahwa faktor-faktor tersebut meliputi: a. Tersedianya tanah-tanah yang dapat dibagi; b. Kepadatan penduduk; c. Jenis-jenis dan kesuburan tanahnya (di bedakan antara sawah dan tanah kering); d. Besarnya usaha tani yang sebaik-baiknya menurut kemampuan satu keluarga; e. Tingkat kemajuan teknik pertanian sekarang ini. Patut kita ketahui dikarenakan penduduk Desa tidak mendapatkan dana dari pemerintah daerah, maka pembangunan fasilitas umum serta fasilitas sosial dilakukan secara swadaya masyarakat, walaupun ada juga bantuan sekedarnya dari pemerintah daerah. Bantuan sekedarnya dari pemerintah daerah disebabkan Desa-Desa tersebut masih dinyatakan dalam Kawasan Hutan, akibatnya perekonomian masyarakat tidak berkembang sebagaimana mestinya suatu Desa. Mengingat jalan-jalan penghubung ke Desa/Kelurahan lokasi penelitian, dan apabila sudah dikeluarkan dalam Kawasan Hutan, maka pihak pemerintah daerah akan dapat menganggarkan dana bagi program-program pembangunan Desa/Kelurahan. Dengan terbangunnya infrastruktur berupa jalan di harapkan akses masyarakat untuk mengangkut hasil-hasil pertaniannya dapat di jual ke pasaran. Hal ini akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Desa/Kelurahan.

5.2.3. Pembahasan Penyelesaian Penguasaan Tanah Masyarakat Dalam Kawasan

Hutan Dalam Rangka PendaftaranTanah Memperhatikan perubahan status dan fungsi Kawasan Hutan berdasarkan

perubahan Peraturan Kementerian Kehutanan tentang Penetapan Kawasan Hutan, serta riwayat penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan yang sudah kita bahas pada Bab di atas, maka bagaimana penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dalam rangka pendaftaran tanah?

126

Selanjutnya, apabila kita memperhatikan penggunaan tanah, di lokasi penelitian hampir seluruhnya sudah menggunakan tanahnya berupa: 1) Permukiman yang di huni > 10 KK 2) Fasilitas Umum (Fasum): Jalan dan Jembatan masih rusak karena tidak ada biaya

untuk pembangunan dari Pemerintah Daerah, Jaringan Listrik (bantuan PLN) 3) Fasilitas Khusus (Fasus): Sekolah, Mesjid, Pasar, Makam (Swadaya masyarakat) (lihat dalam photo/gambar di masing-masing lokasi di Bab 5.1.2. Penggunaan Tanah)

Berkaitan dengan penggunaan tanah di lokasi penelitian tersebut di atas, maka dengan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 mengatakan: ayat (5) Selain pembuktian secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan ayat (3) pembuktian hak-hak pihak ketiga dapat secara tidak tertulis; ayat (6) Pembuktian secara tidak tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

dengan ketentuan: a. permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial yang berdasarkan sejarah

keberadaannya sudah ada sebelum penunjukan Kawasan Hutan; b. permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dalam Desa/kampung yang

berdasarkan sejarah keberadaannya ada setelah penunjukkan Kawasan Hutan dapat dikeluarkan dari Kawasan Hutan dengan kriteria: 1) Telah ditetapkan dalam Perda, dan 2) Tercatat pada statistik Desa/Kecamatan, dan 3) Penduduk di atas 10 (sepuluh) KK dan terdiri dari minimal 10 (sepuluh)

rumah. 4) Ketentuan tersebut tidak berlaku pada Provinsi yang luas Kawasan

Hutannya di bawah 30% (per seratus). c. ayat (7) Keberadaan permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial

sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didukung dengan citra penginderaan jauh resolusi menengah sampai tinggi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Berita Acara Tata Batas.

Berdasarkan penggunaan tanah di atas, maka di seluruh lokasi penelitian dapat dilepaskan dalam Kawasan Hutan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan merujuk pada: (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (6), maka penguasaan tanah masyarakat sebelum dinyatakan /ditunjuk sebagai Kawasan Hutan, dapat di lepaskan, oleh karenanya untuk lokasi-lokasi sampel hampir seluruhnya adalah penguasaan tanah masyarakat pada sebelum Indonesia merdeka sampai dengan pada era tahun 1950-1960. Sedangkan peraturan tentang Kawasan Hutan baru di mulai pada tahun 1982 tentang TGHK.

(2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 62 tahun 2013 dalam Pasal 24 ayat (5) dan ayat (6) di atas, maka penggunaan tanah di lokasi sampel penelitian sudah memenuhi persyaratan tersebut, karena sudah ada permukiman yang dihuni >10 KK atau 10 rumah, sudah ada Fasilitas Umum dan Fasilitas Khusus.

Page 143: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

134

128

Pembahasan penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dalam Bab ini adalah melalui pendekatan: 1) Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014,

8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan,

2) Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan 3) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

1. IP4T Kawasan Hutan

Memperhatikan identifikasi penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian (tabel 41), maka dapat diuraikan seperti di bawah ini: 1. Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014,

8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan, yakni di: a. Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan

Sumur di Kabupaten Pandeglang SK. Bupati Kab. Pandeglang No.590/Kep.112-Huk/2015 tentang PembentukanTim IP4T.

b. Desa Tanjung Wangi, Sukanegara dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak.

SK. Bupati Kab.Lebak No. 590 tentang Pembentukan Tim IP4T. dan SK. Kepala Kantor Pertanahan Kab. Lebak No.89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T Kawasan Hutan. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan.

c. Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar Kemudian diterbitkan SK. Bupati Kab.Banjar No.511/2015 Tentang

PembentukanTim IP4T. d. Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kemudian di tindak lanjuti dengan SK. Bupati Kab. Hulu Sungai Selatan No.21

Tahun 2015 tentang PembentukanTim IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan. e. Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci SK.Bupati Kab. Krinci No.15.01/Kep.341/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. f. Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi SK.Bupati Kab. Muaro Jambi No.675/Kep.Bup/HUTBUN/2014 tentang

Pembentukan Tim IP4T. g. Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan SK.Bupati Kabupaten. Bintan No.354/VII/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. h. Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau SK. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sekadau no.61.10/BPN/IP4T/2015,

Ttg Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan. i. Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya SK. Bupati Kubu Kubu Raya No.20/SETDA/2015 tentang Pembentukan Tim

IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan: Hanya sampai pd tahap Sosialisasi IP4T Kawasan Hutan.

j. Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya. Setelah itu diterbitkan SK.Wali Kota Palangkaraya No.188.45/1222/2015, tentang Pembentukan Tim IP4T serta terbit pula Keputusann Kepala Kantor Pertanahan

Page 144: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

135

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

129

KotaKakantah Palangkaraya No.243.a400.09.62.71/V/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T.

k. Desa Tumbang Kalemei, Kecamatan Katingan Tengah, Kabupaten Katingan Diterbitkan SK. Bupati Kab. Katingan No.050/143/KPTS/III/2015 tentang

Pembentukan Tim IP4T. serta SK. Kakantah Kab. Katingan No.24.a/KEP.400.10.62.06/VI/2015 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan: sampai tahap Sosialisasi IP4T.

Pelaksanaan IP4T tersebut hampir di semua lokasi berjalan dengan baik, namun di temukan ada yang tidak mengalami hambatan dan mengalami hambatan, yakni: a) Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan berhasil dan tidak mempunyai hambatan

yakni : 1) Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci, 2) Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi dan 3) Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya.

Keberhasilan pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan dan tidak mengalami hambatan ada di 3 (tiga) lokasi penelitian tersebut disebabkan karena: (1) Adanya koordinasi yang baik dalam perencanaan, pelaksanaan hingga

penyelesaian kegiatan IP4T Kawasan Hutan (penandatanganan berita acara IP4T). Adapun instansi/lembaga yang terlibat dalam kegiatan tersebut yaitu BPN, Pemda (Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang, Setda, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat) dan BPKH.

(2) Dengan adanya koordinasi, maka Berita Acara IP4T Kawasan Hutan di tanda tangani oleh semua pihak, tanda bahwa pelaksanaannya sudah sah demi hukum.

(3) Data tentang subjek dan objek, jumlah bidang dan jenis pengunaaan/pemanfaatan berhasil didata dan dikumpulkan.

b) Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan berhasil tetapi mengalami hambatan, yakni:

1) Desa Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang,

2) Desa Tanjung Wangi, Sukanagara, dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak,

3) Desa Batulaki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 4) Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan, dan 5) Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau.

Hambatan pelaksanaan yang menjadikan IP4T Kawasan Hutan ada di 5 (lima) lokasi penelitian. Hal tersebut disebabkan adanya keraguan terhadap: a) Peraturan Bersama Empat Menteri dianggap cacat hukum karena

ditandatangani dalam masa transisi kepimpinan nasional, dan di tingkat operasional hanya di akui oleh BPN saja, tidak oleh Dinas Kehutanan ataupun BPKH.

b) Juknis IP4T kawasanan hutan hanya disusun oleh BPN tanpa melibatkan Kementerian Kehutanan.

c) Akibatnya lemahnya koordinasi antara instansi/lembaga yang terlibat dalam kegiatan tersebut yaitu BPN, Pemda (Bappeda, Dinas Kehutanan,

128

Pembahasan penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dalam Bab ini adalah melalui pendekatan: 1) Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014,

8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan,

2) Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan 3) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

1. IP4T Kawasan Hutan

Memperhatikan identifikasi penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di Lokasi Penelitian (tabel 41), maka dapat diuraikan seperti di bawah ini: 1. Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014,

8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan, yakni di: a. Desa: Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong dan Tunggal Jaya, Kecamatan

Sumur di Kabupaten Pandeglang SK. Bupati Kab. Pandeglang No.590/Kep.112-Huk/2015 tentang PembentukanTim IP4T.

b. Desa Tanjung Wangi, Sukanegara dan Girijagabaya, Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak.

SK. Bupati Kab.Lebak No. 590 tentang Pembentukan Tim IP4T. dan SK. Kepala Kantor Pertanahan Kab. Lebak No.89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T Kawasan Hutan. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan.

c. Desa Tambak Padi, Kec. Baruntung Baru, Kabupaten Banjar Kemudian diterbitkan SK. Bupati Kab.Banjar No.511/2015 Tentang

PembentukanTim IP4T. d. Desa Batu Laki, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kemudian di tindak lanjuti dengan SK. Bupati Kab. Hulu Sungai Selatan No.21

Tahun 2015 tentang PembentukanTim IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan. e. Desa Sungai Kuning, Kecamatan Siulak Mukai, Kabupaten Kerinci SK.Bupati Kab. Krinci No.15.01/Kep.341/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. f. Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sakernan, Kabupaten Muaro Jambi SK.Bupati Kab. Muaro Jambi No.675/Kep.Bup/HUTBUN/2014 tentang

Pembentukan Tim IP4T. g. Desa Lancang Kuning, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan SK.Bupati Kabupaten. Bintan No.354/VII/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T. h. Desa Sebetung, Kecamatan Belitang Hulu, Kabupaten Sekadau SK. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sekadau no.61.10/BPN/IP4T/2015,

Ttg Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan. i. Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kuburaya SK. Bupati Kubu Kubu Raya No.20/SETDA/2015 tentang Pembentukan Tim

IP4T. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan: Hanya sampai pd tahap Sosialisasi IP4T Kawasan Hutan.

j. Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau, Kota Palangkaraya. Setelah itu diterbitkan SK.Wali Kota Palangkaraya No.188.45/1222/2015, tentang Pembentukan Tim IP4T serta terbit pula Keputusann Kepala Kantor Pertanahan

Page 145: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB V . HASIL LAPANGAN DAN PEMBAHASAN PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH MASYARAKAT DALAM KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENDAFTARAN TANAH DI LOKASI PENELITIAN

136

130

Dinas Tata Ruang, Setda, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat) dan BPKH.

d) Sehingga pada akhirnya Berita Acara Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak di tanda tangani oleh Dinas Kehutanan ataupun BPKH.

Hasil IP4T Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian adalah berupa: 1). Data/informasi Subyek dan Obyek, 2). Jumlah Bidang dan 3). Jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah.

c) Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak dilaksanakan.

Hambatannya adalah: (1) Kabupaten Kubu Raya yaitu berupa penebitan surat dari BPKH Wilayah III

Pontianak yang meminta penghentian kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan dengan alasan menunggu petunjuk lebih lanjut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

(2) Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, dari Sekda setempat meminta untuk menghentikan kegiatan IP4T meskipun sudah diterbitkan SK. Bupati tentang Pelaksanaan Kegiatan IP4T Pada Kawasan Hutan.

2. Melalui Enclave (Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) Pelaksanaan Enclave Desa Aranio Kawasan Hutan berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan No.9/2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 tidak dapat dilanjutkan, namun sudah ditandai OUT LINE. Tanda tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Daerah setempat dengan BPKH dan Planologi Kemeneterian Kehutanan saat melakukan tata batas yang intinya akan mengeluarkan obyek permukiman dan tanah garapan di Desa tersebut.

3. Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Di dalam gugatan terhadap Kantor Pertanahan Kota Batam dan Kementerian Kehutanan terkait Kawasan Hutan Lindung di Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar, Kota Batam oleh 2 perusahaan swasta yang dalam pengurusan sertipikat HGB diatas HPL tidak dapat di proses oleh Kantah Kota Batam. Konsekuensi dari penunjukan Kawasan Hutan Lindung yg sebelumnya masuk Area Penggunaan Lain (APL), berdampak: (1) penolakan pendaftaran tanah baru dan penerbitan sertipikat oleh Kementerian

Pertahanan Kota Batam, (2) penolakan Hak Tanggungan oleh Bank, (3) ketidak pastian hukum atas penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat yang

sudah bersertipikat HPL dan HGB diatas HPL.

Akibatnya, 2 (dua) perusahaan yakni PT.Milenium Invesment dg.HPL No.88/Teluk Tering dan No.11/Sungai Bedu, Batu Ampar dan PT.Maligai Sukses Abadi Sertipikat HPL No.78/Tanjung Riau, Sekupang MENGGUGAT: Kantah Kota Batam dan KEMENTERIAN KEHUTANAN. Berdasarkan SK.Mnteri Kehutanan RI No.SK.867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Prov.Kepri seluas lebih kurang 590.000 Ha.

Page 146: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

137

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

131

Dalam amar putusannya setelah Banding dimenangkan oleh 2 perusahaan swasta tersebut. Dimenangkannya ke 2 perusahaan tersebut, maka berdampak pada diterbitkan SK. Menteri Kehutanan yang baru dengan menerangkan perubahan Hutan Lindung menjadi APL kembali. SK ini berdampak pada Kelurahan- Kelurahan yang lain diantaranya Kelurahan Buliang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam, sebagai lokasi penelitian.

130

Dinas Tata Ruang, Setda, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat) dan BPKH.

d) Sehingga pada akhirnya Berita Acara Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak di tanda tangani oleh Dinas Kehutanan ataupun BPKH.

Hasil IP4T Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian adalah berupa: 1). Data/informasi Subyek dan Obyek, 2). Jumlah Bidang dan 3). Jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah.

c) Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak dilaksanakan.

Hambatannya adalah: (1) Kabupaten Kubu Raya yaitu berupa penebitan surat dari BPKH Wilayah III

Pontianak yang meminta penghentian kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan dengan alasan menunggu petunjuk lebih lanjut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

(2) Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, dari Sekda setempat meminta untuk menghentikan kegiatan IP4T meskipun sudah diterbitkan SK. Bupati tentang Pelaksanaan Kegiatan IP4T Pada Kawasan Hutan.

2. Melalui Enclave (Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) Pelaksanaan Enclave Desa Aranio Kawasan Hutan berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan No.9/2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 tidak dapat dilanjutkan, namun sudah ditandai OUT LINE. Tanda tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Daerah setempat dengan BPKH dan Planologi Kemeneterian Kehutanan saat melakukan tata batas yang intinya akan mengeluarkan obyek permukiman dan tanah garapan di Desa tersebut.

3. Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Di dalam gugatan terhadap Kantor Pertanahan Kota Batam dan Kementerian Kehutanan terkait Kawasan Hutan Lindung di Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar, Kota Batam oleh 2 perusahaan swasta yang dalam pengurusan sertipikat HGB diatas HPL tidak dapat di proses oleh Kantah Kota Batam. Konsekuensi dari penunjukan Kawasan Hutan Lindung yg sebelumnya masuk Area Penggunaan Lain (APL), berdampak: (1) penolakan pendaftaran tanah baru dan penerbitan sertipikat oleh Kementerian

Pertahanan Kota Batam, (2) penolakan Hak Tanggungan oleh Bank, (3) ketidak pastian hukum atas penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat yang

sudah bersertipikat HPL dan HGB diatas HPL.

Akibatnya, 2 (dua) perusahaan yakni PT.Milenium Invesment dg.HPL No.88/Teluk Tering dan No.11/Sungai Bedu, Batu Ampar dan PT.Maligai Sukses Abadi Sertipikat HPL No.78/Tanjung Riau, Sekupang MENGGUGAT: Kantah Kota Batam dan KEMENTERIAN KEHUTANAN. Berdasarkan SK.Mnteri Kehutanan RI No.SK.867/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Prov.Kepri seluas lebih kurang 590.000 Ha.

Page 147: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

138

Page 148: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

139

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional6BAB VI

Kesimpulan dan Rekomendasi

Page 149: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

140

133

(a). Putusan MK. Nomor 34/PUU-IX/2011, Penguasaan Hutan Oleh Negara harus menghormati hak atas tanah masyarakat,

(b). Putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011, Pengukuhan Kawasan Hutan harus segera dituntaskan untuk menghasilkan Kawasan Hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan,

(c). Putusan MK. Nomor 35/PUU-X/2012, Hutan Adat bukan Hutan Negara.

3) Salah satu Surat Keputusan tentang Kawasan Hutan, yakni SK3658/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang dalam hal MEMUTUSKAN dan MENETAPKAN pada point KETIGA dikatakan: Dalam hal masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang sah dalam penetapan Kawasan Hutan ini dikeluarkan dari Kawasan Hutan sesuai peraturan perUndang-Undangan.

6.1.2. Memperhatikan riwayat penguasaan dan penggunaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian di atas, maka disimpulkan bahwa penguasaan tanah berdasarkan riwayatnya dapat dibagi ke dalam beberapa fase yakni: 1) Penguasaan tanah sebelum Indonesia Merdeka ada di 6 lokasi; 2) Penguasaan tanah di era sebalum 1950 dan tahun 1950-1960 ada di 5 lokasi; 3) Penguasaan Tanah era tahun 1973 Kota Batam sebagai OPDIPB menjadi Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (sudah bersertipikat) ada di 1 lokasi.

Memperhatikan, bahwa masyarakat telah menguasai fisik tanah sebelum Indonesia merdeka, era tahun 1950-1960 dan era tahun 1973 (Kawasan Otorita Batam), maka penguasaan tanah masyarakat dapat di lepaskan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, hal ini berdasarkan pada: 1) Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal

24 ayat (2) dalam Penjelasan antara lain disebutkan: jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan baik bukti tertulis maupun bentuk lainnya yang dapat dipercaya. Namun, pada kenyataan penguasaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan serta diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya, yakni berdasarkan bukti penguasaan fisik sebagai berikut: (a). Penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara

nyata dan dengan iktikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

(b). Kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan;

(c). Hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (1) mengatakan bahwa: Bukti-bukti hak pihak ketiga dapat berbentuk tertulis atau tidak tertulis. Selain adanya penguasaan tanah, maka bukti tidak tertulis berupa penggunaan tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian adalah: (a). Permukiman yang di huni > 10 KK; (b). Fasilitas Umum (Fasum): (c). Fasilitas Khusus (Fasus) Kemudian pada ayat (5) dengan ketentuan: (a). permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial yang berdasarkan sejarah

keberadaannya sudah ada sebelum penunjukan Kawasan Hutan;

132

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan 6.1.1. Perkembangan perubahan peraturan Kementerian Kehutanan melalui surat

keputusan tentang perubahan fungsi lahan di lokasi sampel penelitian, maka disimpulkan tentang ada tidaknya kesesuaian dengan PP 104/2015, yakni : 1) Sesuai, 2) Tidak sesuai, 3) Tetap tidak merubah fungsi lahan, sebagai berikut: 1) Sesuai dengan PP 104/2015 ada di 3 (tiga) lokasi; 2) Tidak sesuai dengan PP No.104/2015 ada di 5 (empat) lokasi; 3) Tetap tidak merubah fungsi Kawasan Hutan ada di 3 (tiga) lokasi.

Akibat dinamisnya terjadi perubahan Surat Keputusan (SK) Kementerian Kehutanan tentang Kawasan Hutan di lokasi penelitian, maka terjadi pula perubahan peruntukan maupun fungsi Kawasan Hutan, sehingga dengan kondisi tersebut akan mempengaruhi/berdampak pada kondisi obyek tanah yang dikuasai oleh masyarakat. Apabila Surat Keputusan yang lama dengan Surat Keputusan yang baru terbit tersebut dikomparasikan, maka terdapat: 1) Perbedaan luasan pada masing-masing fungsi Kawasan Hutan dari jumlah total

luasan. Pada masing-masing fungsi Kawasan Hutan ada terdapat penurunan luasan tetapi terdapat pula yang mengalami penambahan luasan;

2) Perubahan fungsi Kawasan Hutan berdampak pada status penguasaan tanah masyarakat. Contoh di dalam SK sebelumnya dinyatakan sebagai kawasan APL tetapi berubah menjadi hutan produksi atau hutan lindung;

3) Meskipun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan suatu lokasi sebagai Kawasan Hutan (peta) tetapi kondisi dilapangan bukan lagi hutan tentunya tidak akan memberikan dampak positif bagi fungsi sejatinya hutan itu sendiri bahkan akan cenderung merugikan masyarakat yang selama ini sudah puluhan tahun mengusahakan tanah tersebut. Hal inilah yang perlu ditata kembali dengan melibatkan masyarakat sehingga nantinya tidak terjadi lagi gejolak dilapangan.

Memperhatikan perubahan-perubahan surat keputusan Kementerian Kehutanan yang di komparasikan di lokasi penelitian tersebut, maka kami mempertanyakan sampai sejauhmana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam melaksanakan pengukuhan Kawasan Hutan sudah berpedoman pada: 1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yakni:

(a). Bagian Ketiga, Pengukuhan Kawasan Hutan di dalam Pasal 14, ayat (1) Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintah menyelenggarakan pengukuhan Kawasan Hutan, ayat (2) Kegiatan pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas Kawasan Hutan.

(b). Pasal 15 ayat (1) Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut: a. penunjukan Kawasan Hutan, b. penataan batas Kawasan Hutan, c. pemetaan Kawasan Hutan, dan d. penetapan Kawasan Hutan. Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.

2) Putusan Hakim yang dalam hal ini termasuk Putusan Hakim Konstitusi maka

sebaiknya dalam penetapan batas wilayah kehutanan berpedoman pada Putusan Mahkamah Konstitusi, yakni:

Page 150: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

141

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

133

(a). Putusan MK. Nomor 34/PUU-IX/2011, Penguasaan Hutan Oleh Negara harus menghormati hak atas tanah masyarakat,

(b). Putusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011, Pengukuhan Kawasan Hutan harus segera dituntaskan untuk menghasilkan Kawasan Hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan,

(c). Putusan MK. Nomor 35/PUU-X/2012, Hutan Adat bukan Hutan Negara.

3) Salah satu Surat Keputusan tentang Kawasan Hutan, yakni SK3658/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang dalam hal MEMUTUSKAN dan MENETAPKAN pada point KETIGA dikatakan: Dalam hal masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang sah dalam penetapan Kawasan Hutan ini dikeluarkan dari Kawasan Hutan sesuai peraturan perUndang-Undangan.

6.1.2. Memperhatikan riwayat penguasaan dan penggunaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan di lokasi sampel penelitian di atas, maka disimpulkan bahwa penguasaan tanah berdasarkan riwayatnya dapat dibagi ke dalam beberapa fase yakni: 1) Penguasaan tanah sebelum Indonesia Merdeka ada di 6 lokasi; 2) Penguasaan tanah di era sebalum 1950 dan tahun 1950-1960 ada di 5 lokasi; 3) Penguasaan Tanah era tahun 1973 Kota Batam sebagai OPDIPB menjadi Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (sudah bersertipikat) ada di 1 lokasi.

Memperhatikan, bahwa masyarakat telah menguasai fisik tanah sebelum Indonesia merdeka, era tahun 1950-1960 dan era tahun 1973 (Kawasan Otorita Batam), maka penguasaan tanah masyarakat dapat di lepaskan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, hal ini berdasarkan pada: 1) Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal

24 ayat (2) dalam Penjelasan antara lain disebutkan: jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan baik bukti tertulis maupun bentuk lainnya yang dapat dipercaya. Namun, pada kenyataan penguasaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan serta diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya, yakni berdasarkan bukti penguasaan fisik sebagai berikut: (a). Penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara

nyata dan dengan iktikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;

(b). Kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak di ganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan;

(c). Hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;

2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Pasal 24 ayat (1) mengatakan bahwa: Bukti-bukti hak pihak ketiga dapat berbentuk tertulis atau tidak tertulis. Selain adanya penguasaan tanah, maka bukti tidak tertulis berupa penggunaan tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian adalah: (a). Permukiman yang di huni > 10 KK; (b). Fasilitas Umum (Fasum): (c). Fasilitas Khusus (Fasus) Kemudian pada ayat (5) dengan ketentuan: (a). permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial yang berdasarkan sejarah

keberadaannya sudah ada sebelum penunjukan Kawasan Hutan;

Page 151: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

142

135

Akibatnya: (a). Lemahnya koordinasi antara instansi/lembaga yang terlibat dalam kegiatan

tersebut yaitu BPN, Pemda (Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang, Setda, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat) dan BPKH;

(b). Akhirnya Berita Acara Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak di tanda tangani oleh Dinas Kehutanan ataupun BPKH.

Di lokasi yang tidak berhasil pelaksanaan IP4T disebabkan: (a). Diterbitkan surat dari BPKH Wilayah III Pontianak yang meminta penghentian

kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan dengan alasan menunggu petunjuk lebih lanjut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

(b). Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, dari Sekda setempat meminta untuk menghentikan kegiatan IP4T meskipun sudah diterbitkan SK. Bupati tentang Pelaksanaan Kegiatan IP4T Pada Kawasan Hutan

2) Melalui Enclave (Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)

Pelaksanaan Enclave Hutan Desa Aranio Kawasan Hutan berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan No.9/2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 tidak dapat dilanjutkan, namun sudah ditandai OUT LINE. Tanda tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Daerah setempat dengan BPKH dan Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat melakukan tata batas yang intinya akan mengeluarkan obyek permukiman dan tanah garapan di Desa tersebut.

3) Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Mengingat Kota Batam sebagian besar ditunjuk sebagai hutan lindung, Kantor Pertanahan Kota Batam dan Kementerian Kehutanan di gugat oleh 2 perusahaan swasta yang berkedudukan di Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar, Kota Batam dalam rangka mengurus sertipikat HGB diatas HPL. Konsekuensi dari penunjukan Kawasan Hutan Lindung yg sebelumnya masuk Area Penggunaan Lain (APL), berdampak: (a). penolakan pendaftaran tanah baru dan penerbitan sertipikat oleh Kantah

Kota Batam, (b). penolakan Hak Tanggungan oleh Bank, (c). ketidak pastian hukum atas penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat

yang sudah bersertipikat HPL dan HGB diatas HPL. Dalam amar putusannya setelah Banding dimenangkan oleh 2 perusahaan swasta yang berdomisili di Batuampar dan Sekupang. Kemudian diterbitkan SK. Menteri Kehutanan yang baru yang menerangkan perubahan Hutan Lindung menjadi APL kembali. Hal ini berdampak pada Kelurahan-Kelurahan yang lain menjadi kawasan APL diantaranya Kelurahan Buliang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam.

6.2. Rekomendasi

1) Peningkatan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan menjadi Peraturan Presiden atau Intruksi Presiden dan penyusunannya melibatkan semua Kementerian agar terjadi harmonisasi dalam pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan;

2) Petunjuk Teknis Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan sebaiknya melibatkan semua Kementerian agar terjadi harmonisasi pelaksanaan di lapangan;

134

(b). permukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial dalam Desa/kampung yang berdasarkan sejarah keberadaannya ada setelah penunjukkan Kawasan Hutan dapat dikeluarkan dari Kawasan Hutan dengan kriteria yang sudah di tetapkan.

Artinya dengan adanya bukti tidak tertulis seperti permukiman > 10KK, Fasum dan Fasus di lokasi-lokasi penelitian, maka tanah-tanah tersebut dapat dilepaskan. Selain permukiman dan fasum serta fasus, maka tanah pemanfaatan tanah berupa garapan masyarakat, yakni: pertanian kering ataupun basah dapat juga dilepaskan. Hal ini merujuk pada ketentuan batas maksimum tanah pertanian berdasarkan Undang Undang Nomor 56/Prp/1960 di dalam Pasal 1 ayat (2) mengenai batas maksimum penguasaan tanah pertanian ditentukan oleh faktor-faktor, yakni: jumlah penduduk, luas daerah serta faktor-faktor lainnya. Di dalam Penjelasan Umum UU No.56/Prp/1960 butir (7) di jelaskan lebih lanjut, bahwa faktor-faktor tersebut meliputi: (a). Tersedianya tanah-tanah yang dapat dibagi; (b). Kepadatan penduduk; (c). Jenis-jenis dan kesuburan tanahnya (di bedakan antara sawah dan tanah

kering); (d). Besarnya usaha tani yang sebaik-baiknya menurut kemampuan satu

keluarga; (e). Tingkat kemajuan teknik pertanian sekarang ini.

6.1.3. Penyelesaian penguasaan tanah masyarakat dalam Kawasan Hutan dapat disimpulkan melalui sebagai berikut: 1) IP4T Kawasan Hutan

Berdasarkan Peraturan Bersama Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan, yang diimplementasikan ke dalam JUKLAK/TEKNIS IP4T Kawasan Hutan. Selanjutnya diimplementasikan dalam SK-SK Bupati/Walikota, yang dilaksanakan oleh di 11 (sebelas) lokasi. Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tersebut dapat di bagi ke dalam : (a). Pelaksanaan IP4T yang berhasil dan tidak ada hambatan, ada di 3 lokasi. (b). Pelaksanaan IP4T yang berhasil tetapi mengalami hambatan ada 5 lokasi. (c). IP4T tidak dilaksanakan ada di 2 lokasi. Keberhasilan pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tersebut adalah terkumpulnya: (a). Data/informasi Subyek dan Obyek, (b). Jumlah Bidang dan (c). Jenis penggunaan dan pemanfaatan tanah. Hambatan pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan disebabkan adanya perbedaan pandangan mengenai: (a). Peraturan Bersama Empat Menteri dianggap cacat hukum karena

ditandatangani dalam masa transisi kepimpinan nasional; (b). Juknis IP4T kawasanan hutan hanya disusun oleh BPN tanpa melibatkan

Kementerian Kehutanan;

Page 152: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

143

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

135

Akibatnya: (a). Lemahnya koordinasi antara instansi/lembaga yang terlibat dalam kegiatan

tersebut yaitu BPN, Pemda (Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang, Setda, Camat, Lurah/Kepala Desa setempat) dan BPKH;

(b). Akhirnya Berita Acara Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan tidak di tanda tangani oleh Dinas Kehutanan ataupun BPKH.

Di lokasi yang tidak berhasil pelaksanaan IP4T disebabkan: (a). Diterbitkan surat dari BPKH Wilayah III Pontianak yang meminta penghentian

kegiatan IP4T pada Kawasan Hutan dengan alasan menunggu petunjuk lebih lanjut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

(b). Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, dari Sekda setempat meminta untuk menghentikan kegiatan IP4T meskipun sudah diterbitkan SK. Bupati tentang Pelaksanaan Kegiatan IP4T Pada Kawasan Hutan

2) Melalui Enclave (Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)

Pelaksanaan Enclave Hutan Desa Aranio Kawasan Hutan berdasarkan PERDA Provinsi Kalimantan Selatan No.9/2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 tidak dapat dilanjutkan, namun sudah ditandai OUT LINE. Tanda tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Daerah setempat dengan BPKH dan Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat melakukan tata batas yang intinya akan mengeluarkan obyek permukiman dan tanah garapan di Desa tersebut.

3) Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Mengingat Kota Batam sebagian besar ditunjuk sebagai hutan lindung, Kantor Pertanahan Kota Batam dan Kementerian Kehutanan di gugat oleh 2 perusahaan swasta yang berkedudukan di Kelurahan Sekupang dan Batu Ampar, Kota Batam dalam rangka mengurus sertipikat HGB diatas HPL. Konsekuensi dari penunjukan Kawasan Hutan Lindung yg sebelumnya masuk Area Penggunaan Lain (APL), berdampak: (a). penolakan pendaftaran tanah baru dan penerbitan sertipikat oleh Kantah

Kota Batam, (b). penolakan Hak Tanggungan oleh Bank, (c). ketidak pastian hukum atas penguasaan dan pemilikan tanah masyarakat

yang sudah bersertipikat HPL dan HGB diatas HPL. Dalam amar putusannya setelah Banding dimenangkan oleh 2 perusahaan swasta yang berdomisili di Batuampar dan Sekupang. Kemudian diterbitkan SK. Menteri Kehutanan yang baru yang menerangkan perubahan Hutan Lindung menjadi APL kembali. Hal ini berdampak pada Kelurahan-Kelurahan yang lain menjadi kawasan APL diantaranya Kelurahan Buliang, Kecamatan Batuaji, Kota Batam.

6.2. Rekomendasi

1) Peningkatan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: P.79 Tahun 2014, Nomor: PB.3/Menhut-II/2014, Nomor: 17/PRT/M2014, Nomor:8/SKP/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah yang berada di Dalam Kawasan Hutan menjadi Peraturan Presiden atau Intruksi Presiden dan penyusunannya melibatkan semua Kementerian agar terjadi harmonisasi dalam pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan;

2) Petunjuk Teknis Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan sebaiknya melibatkan semua Kementerian agar terjadi harmonisasi pelaksanaan di lapangan;

Page 153: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

144

136

3) Hasil pelaksanaan IP4T merupakan salah satu masukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan lingkungan Hidup untuk melakukan Perubahan Batas, karena pesoalan yang menonjol di Kehutanan tidak adanya batas yang pasti berdasarkan hasil penelitian terhadap perubahan-perubahan Surat Keputusan Kementerian Kehutanan;

4) Terhadap tanah yang sudah dikuasai masyarakat berdasarkan riwayat penguasaan, penggunaan sebelum ditunjuk sebagai Kawasan Hutan serta pemanfaatan tanah yang intensif seyogia dapat dilepaskan, yang selanjutnya dalam rangka memberikan kepastian hukum dapat didaftarkan pada Kementerian ATR/BPN.

Page 154: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

145

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

139

Daftar Pustaka

Page 155: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

146

137

DAFTAR PUSTAKA Peraturan PerUndang-Undangan

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia Nomor IX Tahun 2001,

tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Undang Undang Dasar tahun 1945.

Undang Undang Pokok Agraria.

Undang Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan.

Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No.9/2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012, hutan adat bukan merupakan Hutan Negara.

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.

SK.Bupati Kabupaten Pandeglang No.590/Kep.112-Huk/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T.

SK. Bupati Kab. ebak Nomor 590/KEP.107/BPN/2015 tentang PembentukanTim IP4T dan SK. Kantah Lebak No.89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Banjar No.511/2015 Tentang Pembentukan Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Hulu Sungai Selatan No.21 Thn 2015 Tentang PembentukanTim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Krinci No.15.01/Kep.341/2015 Tentang Pembentukan Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Muaro Jambi No.675/Kep.Bup/HUTBUN/2014 tentang PembentukanTim IP4T Kawasan Hutan.

Page 156: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

147

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

138

SK. Bupati Kab. Bintan No.354/VII/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Kepala Kantor Pertanahan Kab. Sekadau no.61.10/BPN/IP4T/2015, tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Kubu Raya No.20/SETDA/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Wali Kota Palangkaraya No.188.45/1222/2015, tentang Pembentukan Tim IP4T serta terbit pula Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kota Palangkaraya No.243.a400.09.62.71/V/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T.

SK. Bupati Kab.Katingan No.050/143/KPTS/III/2015 Ttg.Pembentukan Tim IP4T. serta SK. Kepala Kantor Pertanahan Kab. Katingan No.24.a/KEP.400.10.62.06/VI/2015 tentang Penetapan Lokasi Kegiatan IP4T dan Pelaksanaan IP4T Kawasan Hutan.

Buku Harsono, Budi. 2003. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1: Jakarta, Djambatan.

Bakri, Muhammad. 2011. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reforma Agraria). Malang: UB Press.

Mccarthy, Jhon F. and Roynson Kathryn. 2016. Land and Development In Indonesia: Searching for the People's Sovereignty. Singapore: ISEAS-Yusof Ishak Institute.

Pamulardi, Bambang. 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunn Bidang Kehutanan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sumardjono, Maria S.W. 2005. Kebijakan Pertanahan: antara regulasi dan implementasi. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Suhendar, Endang. 1994. Pemetaan Pola-Pola Sengketa Tanah di Jawa Barat. Bandung: Akatiga.

Supriyadi, Bambang Eko. 2013. Hukum Agraria Kehutanan (Aspek Hukum Pertanahan Dalam Pengelolaan Hutan Negara). Depok: Raja Grafindo.

Wiradi, Gunawan. 2009. Metodologi Studi Agraria: karya terpilih Gunawan Wiradi. Bogor: Sajogyo Institute.

Wiyono, Agung dkk. 2006. Kehutanan Multipihak: langkah menuju perubahan. Bogor: Centre for International Forestry Research.

137

DAFTAR PUSTAKA Peraturan PerUndang-Undangan

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia Nomor IX Tahun 2001,

tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Undang Undang Dasar tahun 1945.

Undang Undang Pokok Agraria.

Undang Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan.

Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No.9/2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012, hutan adat bukan merupakan Hutan Negara.

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum Dan Kepala BPN-RI Nomor 79 Tahun 2014, PB.3/Menhut-III/2014, 17PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang berada Dalam Kawasan Hutan.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.62/Menhut-II/2013, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/MENHUT-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.

SK.Bupati Kabupaten Pandeglang No.590/Kep.112-Huk/2015 tentang Pembentukan Tim IP4T.

SK. Bupati Kab. ebak Nomor 590/KEP.107/BPN/2015 tentang PembentukanTim IP4T dan SK. Kantah Lebak No.89/KEP-400.36.02/III/2015 tentang Pembentukan Sekretariat Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Banjar No.511/2015 Tentang Pembentukan Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Hulu Sungai Selatan No.21 Thn 2015 Tentang PembentukanTim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Krinci No.15.01/Kep.341/2015 Tentang Pembentukan Tim IP4T Kawasan Hutan.

SK. Bupati Kab. Muaro Jambi No.675/Kep.Bup/HUTBUN/2014 tentang PembentukanTim IP4T Kawasan Hutan.

Page 157: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

148

Page 158: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

149

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Lampiran

Page 159: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

150

LAMPIRAN 1. SEJARAH DESA TANJUNG LANJUT

Page 160: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

151

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 161: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

152

Page 162: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

153

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 163: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

154

Page 164: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

155

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 165: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

156

Page 166: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

157

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 167: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

158

Page 168: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

159

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 169: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

160

Page 170: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

161

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 171: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

162

Page 172: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

163

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 173: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

164

Page 174: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

165

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 175: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

166

Page 176: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

167

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 177: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

168

Page 178: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

169

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 179: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

170

Page 180: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

171

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

Page 181: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

172

LAMPIRAN 2. A. RIWAYAT DS. BATU LAKI-KAB. HULU SUNGAI SELATAN

Page 182: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

173

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

LAMPIRAN 3. B. RIWAYAT DS. BATU LAKI-KAB. HULU SUNGAI SELATAN

Page 183: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

lampiran

174

FOTO SEGEL JUAL BELI KAB. MUARO JAMBI

Page 184: Penelitian Penyelesaian Penguasaan Tanah Dra. RATNA ......tanah oleh masyarakat di lokasi penelitian, maka dapat dilepaskan seluruhnya, karena sudah ada: (i) Permukiman yang di huni

175

PENELITIAN POLA-POLA KONFLIK PERTANAHAN DI WILAYAH PERKEBUNAN

FOTO SEGEL JUAL BELI KAB. MUARO JAMBI