18
Penempatan Model Mediator dan Moderator pada Penelitian Psikologi Kepribadian Ayu Dwi Nindyati Program Studi Psikologi Universitas Paramadina [email protected] Tb. Zulrizka Iskandar Fakultas Psikologi Universitas Padjdjaran Pendahuluan Perkembangan metode penelitian dalam bidang psikologi, tidak hanya terkait dengan teknik analisis data statistik. Penelitian yang dilakukan tidak hanya membuktikan suatu hipotesis penelitian yang diajukan. Chaplin (dalam Robins, Fraley & Krueger, 2007) menjelaskan bahwa pada tahun-tahun 1960an awal 1980an, penelitian dalam psikologi kepribadian mengalami masa gelap. Hal ini didukung oleh adanya kritikan Walter Mischel pada tahun 1968, bahwa pada masa tersebut yang menyatakan adanya kesimpulan dini terkait dengan adanya perbedaan individu. Pada masa tersebut dikatakan bahwa perbedaan individu (dalam hal ini adalah kepribadian) tidak berfungsi sepenuhnya dalam memprediksikan dan memahami perilaku manusia. Kebangkitan psikologi kepribadian dimulai pada akhir masa 1980an yang ditandai dengan adanya banyaknya pembuatan alat ukur tentang kepribadian (Swann & Seyle,

Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perbedaan variabel moderator dan mediator dalam penelitian psikologi

Citation preview

Page 1: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Penempatan Model Mediator dan Moderator pada Penelitian Psikologi

Kepribadian

Ayu Dwi Nindyati

Program Studi Psikologi Universitas Paramadina

[email protected]

Tb. Zulrizka Iskandar

Fakultas Psikologi Universitas Padjdjaran

Pendahuluan

Perkembangan metode penelitian dalam bidang psikologi, tidak hanya terkait

dengan teknik analisis data statistik. Penelitian yang dilakukan tidak hanya membuktikan

suatu hipotesis penelitian yang diajukan. Chaplin (dalam Robins, Fraley & Krueger,

2007) menjelaskan bahwa pada tahun-tahun 1960an – awal 1980an, penelitian dalam

psikologi kepribadian mengalami masa gelap. Hal ini didukung oleh adanya kritikan

Walter Mischel pada tahun 1968, bahwa pada masa tersebut yang menyatakan adanya

kesimpulan dini terkait dengan adanya perbedaan individu. Pada masa tersebut dikatakan

bahwa perbedaan individu (dalam hal ini adalah kepribadian) tidak berfungsi sepenuhnya

dalam memprediksikan dan memahami perilaku manusia.

Kebangkitan psikologi kepribadian dimulai pada akhir masa 1980an yang ditandai

dengan adanya banyaknya pembuatan alat ukur tentang kepribadian (Swann & Seyle,

Page 2: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

2005). Kritikan terhadap pembuatan alat ukur ini berdatangan pada masa kebangkitan

psikologi kepribadian. Secara umum dianggapnya kurang menggunakan metodologi dan

statistik yang menunjang reliabilitas dari alat ukur tersebut. Terkait dengan kritikan-

kritikan tersebut, maka berangsur-berangsu penelitian tentang psikologi kepribadian

mulai berkembang dengan mengikuti perkembangan metode penelitian. Pada umumnya

penelitian ini masih bersifat korelasi antara hasil pengukuran self report dengan outcome

subjek penelitian.

Pada titik tertentu, penelitian tentang kepribadian terbatas pada korelasi bivariate

dan analisis regresi, masih dirasa kurang menarik dan kurang berdaya guna, baik untuk

kepentingan keilmuan maupun terapan (aplikasi/praktek). Dalam dekade terakhir,

penelitian dalam psikologi sudah lebih berkembang kompleksitasnya. Kekompleksitasan

ini tercermin pada metode penelitian (korelasi bivariate dan analisis regresi) dan tujuan

dalam penelitiannya. Kondisi ini tidak lagi berorientasi pada pembuktian hipotesis atau

pertanyaan penelitian, namun juga terkait dengan adanya usaha untuk membuktikan

model yang disusun berdasarkan konseptual dengan data lapangan yang diperoleh. Salah

satu tujuan dari uji model ini adalah untuk membuat atau memperbarui teori-teori yang

sudah lama dalam psikologi. Sebagai contoh, kita lihat model perilaku dari Kurt Lewin.

Lewin (Weiten & Lloyd, 2006) mengeluarkan model perilaku dengan menyampaikan

bahwa perilaku merupakan fungsi dari lingkungan dan kepribadian (B = f P x E).

Berdasarkan konsep tersebut banyak hal yang berkembang, seperti adanya pendapat

bahwa lingkungan membentuk kepribadian melalui penghayatan budayanya

(Matsumoto,2001), baru dapat berpengaruh pada perilaku.

Dekade terakhir, uji model menjadi salah satu alternatif desain penelitian yang

memuaskan peneliti. Oleh karena itu, penggunaannya pun mulai sering digunakan. Salah

satu uji model yang mulai banyak dipergunakan, namun secara konseptual belum cukup

banyak dibahas, adalah model yang melibatkan variabel ketiga dalam penelitian. Variabel

ketiga ini adalah variabel penelitian di luar variabel bebas dan variabel terikat. Secara

umum dapat peran variabel ketiga dapat dibagi dalam dua fungsi (Baron & Kenny, 1986),

yaitu (a) fungsi moderator dan (b) fungsi mediator.

Page 3: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan perbedaan mediator dan

moderator, mengingat dalam penelitian sosial termasuk dalam psikologi, sering

dipertukarkan makna kedua variabel tersebut. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui

tantangan-tantangan yang dihadapi dalam model mediator dan moderator. Tujuan ketiga

adalah untuk mengetahui pendekatan statistic yang digunakan dalam pengujian model ini.

Model Mediator

Konsep dasar model mediator ini adalah suatu mekanisme yang menjelaskan

bagaimana satu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Baron & Kenny, 1986; James

& Brett, 1984). MacKinnon (2007) menjelaskan bahwa relasi yang kompleks dapat

diperlihatkan pada adanya variabel ketiga yang terletak diantara hubungan causa antara

independent variabel (IV) dan dependenet variabel (DV). Tipe relasi ini dikenal dengan

mediation, dan variabel ketiga tersebut dikenal dengan variabel mediator (M). Judd &

Kenny, (1981); MacCorquodale & Meehl, (1948); Rozeboom, (1956) menjelaskan

konsep mediator ini sebagai dampak tidak langsung (indirect effect), intervening variable

atau intermediate effects (Chaplin dalam Robins, Kraley & Krueger, 2007). Untuk

menjelaskan lebih komperhensif dari model mediator ini dapat dilihat pada gambar 1

berikut.

a (B1)

IV DV

a’ (B3)

IV DV

b (B2) c (B4)

M

Page 4: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Gambar 1. Diagram jalur mode mediation.

Catatan: B1, B2, B3, and B4 adalah koefisien regresi dari persamaan regresi 1, 2, dan 3

yang digunakan untuk memprediksi jalurnya.

Sumber: Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). Journal of Personality and Social

Psychology, 51, 1173–1182.

Berdasarkan gambar 1 di atas, maka dapat diperoleh penjabaran terkait dengan

konseptualisasi model mediator. Model pertama mengindikasikan adanya relasi

sederhana antara IV dan DV. Untuk dapat membuktikan adanya model mediator, maka

pada relasi IV dan DV ini tidak boleh nol. Hal ini dikarenakan, jika tidak ada korelasi

antara IV dan DV, maka sudah dapat dipastikan tidak dapat diukur adanya dampak

mediator. Model ke dua menggambarkan adanya model mediation. Dalam model tersebut

dampak langsung IV terhadap DV dialihkan melalui mediator (M) dengan menggunakan

jalur b dan c. Jika IV dan DV berkorelasi melalui M maka jalur a’ menjadi nol, dan

korelasi antara IV dan DV dapat dikatakan bah wa variabel M berperan penuh sebagai

mediator. Jika jalur a’ tidak menjadi nol, namun lebih kecil dibandingkan jalur a, maka

dapat dikatakan bahwa fungsi mediation dari variabel M hanya sebagaian.

James dan Brett (1984) menegaskan, bahwa asumsi terjadinya full mediation pada

dasarnya adalah korelasi sebab akibat yang linier. Prinsip ini diilustrasikan dalam bentuk

x m y, dimana x adalah antiseden, m adalah mediator dan y adalah consequence.

Antiseden x diharapkan dapat mempengaruh consequence y secara tidak langsung, karena

harus melewati mediator m. Jika terjadi proses mediasi yang lengkap, maka diasumsikan

bahwa model tersebut adalah linier causal. Dengan demikian dapat diprediksikan bahwa

x berdampak langsung pada m, sedangkan m berdampak langsung pada y, dan x tidak

akan berdampak pada y pada saat m tetap atau konstan.

Baron dan kenny (1986) menjelaskan terdapat empat kondisi yang harus dipenuhi

untuk dapat menjelaskan model mediation. Kondisi tersebut mengikuti adanya tiga model

Page 5: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

statistik sebagai berikut (pada umumnya mengunakan least square estimators). Tiga

model statistik tersebut adalah sebagai berikut:

DV = B0 + B1 (IV) (1)

Me = B0 + B2 (IV) (2)

DV = B0 + B3 (IV) + B4 (M) (3)

Dari tiga model statistic tersebut dapat dipahami sebagai berikut:

1. pesamaan 1 menjelaskan relasi dasar antara IV dan DV dan mengestimasikan

besarnya B1, berarti mencerminkan koefisien path a pada model pertama di

gambar 1.

2. persamaan 2 memberikan estimasi terhadap B2 (relasi antara IV dan Me) yang

berarti menjelaskan adanya koefisien path b, terlihat pada model 2 pada gambar

1.

3. persamaan 3 mengestimasikan B4 yang menjelaskan path c (relasi antara Me dan

DV) pada model kedua dan B3 yang menjelaskan path a’ pada gambar 1.

Setelah melakukan estimasi atas parameter yang ada, maka untuk mengatakan apakah

suatu variabel berperan sebagai mediator, maka harus memperhatikan 4 kondisi sebagai

berikut:

1. relasi IV dan DV signifikan (persamaan 1),

2. relasi IV dan Me signifikan (persamaan 2),

3. relasi Me dan DV juga signifikan setelah mengontrol IV.

4. peran IV terhadap DV menjadi berkurang setelah Me dikontrol.

Dengan memenuhi empat kondisi tersebut di atas, maka jika peran IV terhadap DV lebih

kecil dibandingkan peran IV dan Me terhadap DV, maka dikatakan Me adalah variabel

mediator, dan model yang diajukan terbukti sebagai model mediating.

Page 6: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Dengan demikian, penempatan variabel mediator akan memberikan pengembangan

yang baru dalam menjelaskan pengaruh beberapa variabel terhadap suatu variabel.

Bahwa tidak semua variabel berkedudukan sebagai variabel yang menyebabkan

perubahan pada variabel lain. Ternyata ada variabel yang dapat menjadi intervening bagi

suatu variabel satu untuk mempengaruhi variabel lainnya. Apalagi dalam bidang

psikologi, termasuk psiklogi kepribadian, tidak mungkin hanya memperhatikan satu

variabel yang dapat menyebabkan perubahan pada variabel lainnya.

Model Moderator

Seperti halnya konsep mediator, pada model moderator pun melibatkan adanya

variabel ketiga selain IV dan DV pada penelitian. Model moderator melibatkan variabel

ke tiga sebagai variabel moderator. Secara umum variabel moderator dijelaskan sebagai

variabel yang dapat mempengaruhi arah dan atau kekuatan hubungan antara IV atau

varibel predictor dan DV atau variabel criterion. Variabel ini dapat saja meningkatkan,

menurunkan atau merubah relasi yang ada antara IV dan DV. Variabel yang berfungsi

sebagai variabel moderator ini, pada umumnya adalah karakteristik individual (jenis

kelamin, coping) atau contextual (dukungan sosial, lingkungan keluarga), dapat

berbentuk kualitatif (jenis kelamin, ras atau kelompok) atau kuantitatif (tingkat dari

reward, tingkat resistensi dll). (James & Brett, 1984; Baron & Kenny, 1986; & Chaplin

(dalam Robins, Fraley & Krueger, 2007; Jandasek, Grayson, Holmbeck dan Rose (dalam

Hersen & Gross, 2008); MacKinnon, 2007). Chaplin menambahkan, bahwa untuk

mengetahui model moderator dapat diibaratkan dengan kondisi ”it depends” yang akan

mnejelaskan setiap pertanyaan yang diajukan. Misalkan, apakah kecemasan seseorang

akan mempengaruhi kinerjanya sebagai seorang karyawan? Maka jawaban yang muncul

tergantung pada...(it depend on...), variabel yang muncul tersebut menjelaskan adanya

peran variabel moderator. Grayson, Holmbeck dan Rose (dalam Hersen & Gross,

2008)menjelaskan model moderator tersebut dalam gambar 2 berikut ini.

Page 7: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

B

A C

Gambar 2. Diagram jalur model Moderation.

Sumber. Hersen, M. & Gross, A.M. (2008) Handbook of Clinical Psychology, Volume

2: Children and Adolescents.

Tidak seperti pada mediator, bahwa antar variabel harus berpengaruh langsung

secara signifikan, baru dapat diukur kekuatan mediatornya, maka pada model moderator,

tidak membutuhkan syarat tersebut. Hal ini dikarenakan model moderator ini adalah

model linear sederhana. Chaplin (dalam Robins, Fraley & Krueger, 2007) menegaskan,

bahwa evaluasi moderator dapat dilakukan dengan menggunakan hierarchical regression

(bisa juga yang berbentuk ordinal, seperti logistic regression). Persamaan regresi untuk

model moderator ini dapat dilihat pada persamaan regresi berikut ini. Model ini

melakukan dua tahap pengujian statistik, yang pertama adalah melakukan regresi antara

IV dan Mo terhadap DV, kedua adalah dengan menambahkan product IV dan Mo, pada

regresi yang pertama (Cohen, 1978, dalam Chaplin pada Robins, Fraley & Krueger,

2007). Persamaan regresi yang biasa dihasilkan dari model moderator ini adalah sebagai

berikut:

Y = B0 + B1X + B2Mo (4)

Y = B0 + B1X + B2Mo + B3 Mo*X (5)

Dimana B0 adalah intercept, B1, B2, B3 adalah koefisien regresi yang belum terstandard

untul IV (X), moderator (Mo) dan product (Mo*X). Hipotesis moderator terbukti jika efek

product terhadap DV terbukti signifikan. Hal ini membedakan pada persamaan 4, bahwa

IV dan Mo, keduanya berperan sebagai antiseden dari DV.

Manfaat Penggunaan Model Mediator dan Moderator

Page 8: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Beberapa penelitian yabng telah dilakukan menunjukkan bahwa model meditor dan

moderator ini tidak hanya berhasil untuk meningkatkan kualitas dari pengembangan

konsep-konsep yang terdapat dalam psikologi, khususnya psikologi kepribadian.

Penelitian yang dilakukan Chandler, 1973 menjelaskan bahwa model mediator sangat

berperan untuk menguji apakah variabel self-centeredness mampu mereduksi kenakalan

remaja dalam program role-modeling yang dikembangkannya. Sementara itu Bickman,

1998, menjelaskan bahwa model mediator ini digunakannya untuk melakukan evaluasi

terhadap Family Empowerment Project. Bickman membuat kurikulum pelatihan yang

dirancang untuk orangtua yang mempunyai anak yang sedang dalam program

improvement kesehatan mentalnya. Dengan menggunakan model mediator ini, Bickman

mampu menunjukkan hasil evaluasi, bahwa program pelatihan yang dirancang terbukti

mampu meningkatkan pengetahuan dan self-efficacy orangtua, dimana hal ini dimediatori

oleh antisipasi terhadap perubahan. Sehingga dapat dirancang intervensi selanjutnya

untuk subjek yang sama (dalam Petrosino, 2000).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model mediator,

kita dapat memperoleh informasi sejauh mana sebuah intervensi dapat bermanfaat. Selain

itu juga dapat diperoleh informasi apakah intervensi tersebut harus dilanjutkan atau

dirubah. Untuk subjek yang mengalami intervensi, juga dapat diperoleh informasi,

apakah sudah layak untuk intervensi tahap selanjutnya atau cukup pada tahap tertentu

saja. Program evaluasi yang menggunakan mediator berpotensi untuk warning system

terkait dengankeberhasilan programnya.

Pada sisi lain, model moderator pun mempunyai manfaat untuk kepentingan praktis,

bukan hanya dalam hal teoritis. Seperti halnya model mediator, model moderator juga

dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program pelatihan atau intervensi.

Evaluator biasanya mencari dampak moderator setelah mendapatkan laporan dampak

utama dari interfensi yang diberikan. Dengan mengetahui fungsi moderator akan

memperkuat analisa dari dampal utama sebuah intervensi. Baron dan Kenny (1986)

menegaskan, pada umumnya, para peneliti berhenti menganalisa jika vaiabel independent

Page 9: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

tidak menunjukkan dampak yang signifikan terhadap variabel dependent, padahal masih

dapat diolah variabel lain yang berperan sebagai moderator.

Gortmaker dan Wiecka (1999) mengevaluasi program prevensi obesitas pada siswa

sekolah di Boston. Pada program ini secara menyeluruh menunjukkan hasil yang

signifikan. Bahkan mereka menemukan informasi tambahan yang menguatkan program

prevensi selanjutnya dengan membuat program khusus berdasarkan gender dan ras

subjek. Hal ini dikarenakan, pada evaluasi program prevensi yang dilakukan

menunjukkan hasil yang signifikan terhadap program obesitas pada siswa perempuan.

Penelitian lain dilakukan oleh Adam (1970). Adam melakukan eksperimen terhadap

sekelompok anak yang nakal dengan melakukan eksperimen memberikan perlakuan

konseling kelompok intensif. Hasil eksperimen menjelaskan bahwa treatment yang

diberikan tidak memberikan dampak pada subjek penelitian. Kemudian dia mencoba

melakukan evaluasi dengan melakukan pengujian moderator, yaitu dengan melibatkan

sekelompok anak yang sudah pernah diberikan treatment sebelumnya oleh psikolog klinis

(sebelum eksperimen dimulai), ternyata menunjukkan hasil konseling yang bagus.

Dengan demikian, aspek pengalaman subjek penelitian dalam menghadapi seorang

profesional untuk melakukan treatment tertentu, memberikan dampak terhadap

keberhasilannya dalam mengikuti program konseling. Mark, Hofmann, dan Reichardt

(dalam Petrosino, 2000) menjelaskan bahwa dengan melakukan analisis moderator,

seorang evaluator dapat terpacu untuk mencari teori tentang mengapa sebuah program

dapat memberikan dampak yang berbeda. Dengan demikian, analisis moderator tidak

berhneti pada menghasilkan alternatif lain dari program yang dibuat, namun juga

mengembangkan konseptual yang mendasari suatu program.

Pendekatan Statistik Untuk Uji Model Mediator dan Moderator

Pengujian statistik untuk model mediator dan moderator diperlukan untuk

memberikan kekuatan ilmiah dari pengujian model tersebut. Sehingga tidak hanya dapat

dipahami secara konseptual, namun juga memiliki kekuatan pembuktian kesesuaian

Page 10: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

antara model teoritis dengan data dari penelitian. Teknik statistik yang dapat digunakan

untuk membuktikan model mediator dan moderator ada dua, yaitu dengan menggunakan

regresi dan structural equation modelling (SEM). Pembahasan selanjutnya akan

dipisahkan untuk model mediator dan moderator dengan pendekatan regresi dan SEM.

Pendekatan Regresi Untuk Menguji Model Mediator

Pendekatan regresi untuk menguji model mediator yang banyak dijadikan acuan

adala yang disampaikan Baron dan Kenny (1986). Menurut Baron dan Kenny, ada empat

kondisi yang harus dipenuhi untuk suatu variabel agar dapat berperan sebagai variabel

mediator. Empat kondisi tersebut memenuhi model yang terdapat pada gambar 1, yaitu:

1. prediktor (A) harus terbukti berhubungan (associated) secara signifikan dengan

variabel yang dihipotesiskan sebagai mediator (B)

2. prediktor (A) harus terbukti berhubungan (associated) dengan variabel dependen (C)

secara signifikan

3. variabel yang dihipotesiskan sebagai mediator (B) harus berhubungan dengan

variabel dependen (C) setelah mengontrol dampak dari prediktor (A).

4. dampak prediktor terhadap variabel dependen berkurang setelah dikendalikan oleh

mediator.

Secara umum dapat dipahami bahwa korelasi pertama antara prediktor dan variabel

dependen harus signifikan, demikian juga antara mediator dan variabel dependen, untuk

membuktikan adanya perang mediating. Dengan kata lain jika perdktor dan variabel

dependen tidak terbukti berhubungan, maka tidak akan ada dampak yang signifikan untuk

dimediasi.

Keempat kondisi tersebut dapat dites dengan menggunakan analisis multiple

regresi. Strategi ini sama dengan yang dilakukan untuk menguji path analysis (Cohen &

Cohen, 1983). Untuk menguji signifikansi path A B (kondisi 1 ) dilakukan analisis

regresi yang pertama. Untuk menguji signifikansi path A C (kondisi 2), juga

dilakukan analisis regresi yang kedua. Pada akhirnya A dan B secara simultan sebagai

Page 11: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

prediktor untuk persamaan ketiga, dimana C adalah variabel dependennya. Baron dan

Kenny (1986) lebih menyarankan untuk menggunakan simultaneous entry dibandingkan

hierarchical entry pada persamaan ketiga. Hal ini dikarenakan dampak B terhadap C

dapat diuji setelah mengontrol A, dan dampak A pada C dapat diuji juga setelah

mengontrol B (berdasarkan pada prinsip path analysisi). Signifikansi path B C pada

persamaan ketiga ini menguji kondisi ketiga. Dampak A pada C di persamaan kedua

(pada saat B tidak dikontrol), untuk menguji kondisi 4. Secara khusus, maka korelasi A

dengan C seharusnya kurang pada persamaan ketiga dibandingkan pada persamaan

kedua.

Pada penelitian sebelumnya dijelaskan apakah akan terjadi pengaruh predictor

outcome dari signifikan (p< .05) menjadi tidak signifikan (p > .05) setelah mediator

dilibatkan pada model tersebut. Jandasek, Grayson, Bolmbeek dan Rose (dalam Hersen &

Gross, 2008, menyatakan bahwa strategi tersebut mengandung kecacatan, bagaimanapun

penurunan dari signifikan menjadi tidak signifikan sangat mungkin sekali terjadi.

Misalnya sangat mungkin terjadi penurunan koefisien regresi dari .28 menjadi .27, namun

tidak dari .75 menjadi .35. Hal ini menjelaskan bahwa, sangat memungkinkan model

mediation yang signifikan tidak terjadi pada saat dampak prediktor terhadap outcome

turun dari signifikan menjadi tidak signifikan setelah melibatkan variabel mediator.

Sebaliknya sangat mungkin terjadi peran mediator meskipun secara statistik, dampak

prediktor terhadap outcome tetap signifikan meskipun setelah adanya keterlibatan

variabel mediator.Penurunan dari signifikan menjadi tidak signifikan ini memerlukan

suatu pengujian, sehingga penurunan tersebut memenuhi standard uji signifikansi. Untuk

itu perlu dilakukan Sobel test (Sobel, 1988).

Pendekatan SEM Untuk Menguji Model Mediator

Pendekatan SEM dipilih jika seorang peneliti ingin mengetahui lebih dari satu

variabel yang diukur dari konstruk variabel laten yang ada. Misalkan ada laten variabel

prediktor (A), laten variabel mediator yang dihipotesiskan (B) dan variabel outcome yang

Page 12: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

dihipotesiskan (C). Pertama kali yang akan diukur adalah dampak langsung dari A C.

Jika diperoleh hasil yang cocok (fit) pada model dampak langsung, maka dilanjutkan

dengan menguji kecocokan pada keseluruhan model yaitu A B C. Jika untuk model

keseluruhan ini cocok, maka dilanjutkan dengan menguji kecocokan pada model A B

dan B C, untuk mengetahui koefisien path analysis.dalam kondisi ini maka diharuskan

semua path (A C, A B dan B C) dalam model A B C harus signifikan

(analogi dari model regresi sebelumnya).

Langkah terakhir untuk menggunakan SEM dalam menguji model mediator adalah

dengan melakukan pengujian model A B C denga dua kondisi yaitu (1) jika path A

C diarahkan menjadi 0 dan ketika (2) jika path A C tidak diarahkan. Pengujian

kecocokan dilakukan dengan melihat perbedaan antara dua model chi-squares. Dampak

mediasi akan terjadi jika penambahan path A C pada model yang sudah tetap tidak

akan meningkatkan kecocokan pada model. Dengan kata lain signifikansi path A C

berkurang menjadi tidak signifikan pada saat mediator dilibatkan pada analysis tersebut

(analogi dari pendekatan regresi) (Jandasek, Grayson, Holmbeck dan Rose, dalam Hersen

& Gross, 2008).

Sebagai informasi tambahan, Jandasek dkk. Menjelaskan bahwa penggunaan SEM

untuk menguji dampak mediasi, maka perlu untuk membedakan dampak tidak langsung

(indirect) dan mediasi (mediated). Jandasek dkk, menjelaskan bahwa dampak tidak

langsung dapat berfungsi sebagai dampak mediasi jika path A c tidak signifikan (tidak

ada dampat mediasi dan hanya ada path A B dan B C yang signifikan, ada dampak

tidak langsung, tapi tidak ada dampak mediasi, karena dampak langsung A c tidak

signifikan). Hal ini dapat terlihat pada penelitian yang dilakukan Capaldi, Crosby dan

Clark (1996). Capaldi dkk melakukan penelitian longitudinal yang dianalisis dengan

menggunakan SEM. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa agresi pada

keluarga (tercermin pada agresi yang terjadi pada hubungan intim pasangan muda)

dimediasi oleh tingkat perilaku anti sosialnya di masa remaja. Hasil penelitian yang lebih

komprehensif menyebutkan kalau dampak langsung prediktor terhadap criterion tidak

signifikan, meskipun path predictor – mediator dan mediator – criterion signifikan.

Page 13: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Dengan kata lain meskipun nampak ada dampak tidak langsung antara prediktor dan

criterion namun tidak menemukan adanya mediator. Hasil akhir dari penelitian Capaldi

dkk menjelaskan bahwa terjadi kecocokan kriteria untuk dampak tidak langsung, namun

tidak terjadi kecocokan kriteria untuk dampak mediasi.

Pendekatan Regresi Untuk Menguji Model Moderator

Satu aspek yang harus diperhitungkan terlebih dahulu sebelum menguji model

moderator secara statistik adalah jenis dari variabel prediktor dan atau moderatornya

apakah kontinyu atau dikotomi. Seperti yang telah dijelaskan, dampak moderator adalah

dampak interaksi. Jika jenis variabelnya adalah kontinyu, maka teknik analisis yang dapat

digunakan adalah multiple regresi (Cohen dan Cohen, 1983).

Cara yang dilakukan adalah dengan menguji terlebih dahulu dampak prediktor dan

moderator terhadap outcome, kemudian disusul dengan dampak interaksi antara prediktor

dan moderator (product) terhadap outcome. Teknik entry ini dapat menggunakan

hierarchical, stepwise atau simultaneous. Meskipun metode entry dapat dilakukan

dengan berbagai cara, Jandasek dkk menyarankan agar tetap memperhatikan dampak

utama dari prediktor dan moderator terhadap outcome. Fungsi moderator akan muncul

jika R2

pada hasil multi regresi meningkat pada saat melibatkan product (prediktor x

moerator) dibandingkan harga R2 pada dampak prediktor dan moderator terhadap

outcome (Baron & Kenny, 1986; Chaplin dalam Robins, Fraley & Krueger,2007).

Penggunaan Variabel Mediator dan Moderator pada Penelitian Psikologi

Kepribadian

Penelitian-penelitian dalam psikologi kepribadian dihadapkan pada satu isu utama

yaitu terkait dengan seberapa kuat aspek kepribadian mampu memprediksi outcome yang

mencerminkan perilaku manusia dalam berbagai aspek (Chaplin, dalam Robins, Fraley &

Page 14: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Krueger, 2007). Seharusnya hal tersebut tidak lagi menjadi satu isu yang perlu

diperdebatkan. Lebih lanjut Chaplin menjelaskan keyakinan beberapa peneliti, bahwa

situasi lebih memiliki kekuatan untuk memprediksikan perilaku manusia dibandingkan

dengan kepribadian, hendaknya sudah mulai pudar. Hal ini dikarenakan ada beberapa

penelitian yang telah menegaskan bahwa hal tersebut belum terbukti secara langsung

(Funder & Ozer, 1983). Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian Funder dan Ozer

adalah penelitian yang dilakukan oleh Kenny, Mohr dan Lavesque (2001). Kenny dkk

menjelaskan bahwa varian yang menjelaskan perilaku manusia lebih besar berkaitan

dengan dengan faktor personal dibandingkan dengan faktor situasi maupun interaksi

situasi dan person (situasi x person).

Penelitian-penelitian tersebut mendasari suatu asumsi bahwa kepribadian tetap

memberikan peran pada perilaku manusia. Chaplin menegaskan bahwa pengaruh

kepribadian pada outcome apapun tidak hanya sekedar menjumlahkan aspek-aspek

kepribadian yang ada dalam diri individu. Sebagai contoh, kinerja sales terbukti

dikarenakan ada dua kepribadian yaitu extraversion dan conscientiousness. Model ini

adalah model linear, namun bukan berarti bahwa kinerja sales merupakan hasil

penjumlahan dari dua kepribadian tersebut. Dalam perkembanganya penelitian yang

melibatkan aspek kepribadian mempertanyakan apakah kepribadian merupakan konstruk

yang cukup kuat berperan sebagai prediktor. Pertanyaan tersebut memberikan peluang

adanya perkembangan penggunaan variabel mediator dan moderator pada penelitian

psikologi kepribadian.

Krueger, Schmutte, Caspi, Moffitt, Campbell, dan Silva (1994) menjelaskan

bahwa, kepribadian dapat bermanfaat sebagai IV, namun lemah sebagai variabel

explanatory. Alasan aspek kepribadian lemah sebagai variabel explanatory karena adanya

mekanisme operasionalisasi definisi kepribadian yang kurang spesifik. Sebagai contoh

adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Chaplin, yang menyebutkan bahwa

extraversion terbukti berkaitan dengan kemampuan memimpin seseorang. Penjelasan

lebih lanjut hasil penelitian ini juga menimbulkan suatu permasalahan. Hal ini

dikarenakan tidak ada yang dapat digunakan dalam penemuan tersebut untuk mengajari

Page 15: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

orang lain bagaimana meningkatkan kemampuan kepemimpinannya. Pemasalahan

pertama muncul pada saat dikatakan bahwa untuk menjadi pemimpin yang lebih baik

adalah dengan menjadi individu yang lebih extrovert. Tidak adanya penjelasan

bagaimana menjadi individu yang lebih extrovert menjadi saran tersebut kurang

bermakna, karena kurang spesifik. Selain itu, berdasarkan teori kepribadian saran-saran

tersebut tidak dapat ditindaklanjuti. Teori kepribadian menyebutkan bahwa extraversion

dipandang sebagai sifat yang stabil dan cenderung sulit untuk dirubah.

Memahami uraian di atas, maka penggunaan model mediation untuk menjelaskan

mengapa konstruk kepribadian dapat berkorelasi dengan variabel outcome menjadi

penting untuk dilakukan. Hipotesis penelitian yang menyertakan konstruk kepribadian

sebagai variabel mediator masih terbilang jarang. Kondisi ini terjadi karena pada

umumnya konstruk kepribadian dipandang sebagai entities yang relatif stabil dan

menetap, yang kurang memungkinkan terjadinya perubahan karena pemberian treatment

atau keberadaan variabel lain. Dengan demikian meletakkan variabel kepribadian di

tengah relasi antara variabel kepribadian yang dipengaruhi oleh IV mungkin tidak akan

selalu berhasil. Meskipun demikian, tetap ada beberapa kondisi atau circumtances yang

memungkinkan untuk menempatkan variabel kepribadian berperan sebagai variabel

mediator. Salah satu kondisi yang memungkinkan variabel kepribadian sebagai variabel

mediator adalah jika diposisikan sebagai state daripada trait. Sebagai state, berarti

kepribadian dipengaruhi oleh adanya faktor situasi. Kondisi lainnya adalah adanya

variabel yang muncul karena memang sudah inheren pada individu seperti jenis kelamin.

Sementara itu penerapan model moderator pada penelitian kepribadian dapat

dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah dengan menerapkan prinsip penggunaan

moderator yang mengkombinasikan konstruk kepribadian seseorang menjadi dua, tiga

atau lebih kombinasi yang interaktif. Cara kedua adalah dengan memperlakukan konstruk

kepribadian sebagai moderator pada hubungan antar faktor situasi dengan

memanipulasinya pada eksperiment tertentu. Cara ini dikenal dengan penelitian

kepribadian eksperimental (West, Aiken & Krull, 1996). Dengan dua cara tersebut dapat

diperoleh hasil penelitia kepribadian yang lebih memuaskan. Sebagai contoh penelitian

Page 16: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

yang dilakukan oleh Dance dan Neufel (1988). Dala penelitiannya Dance dan Neufel,

mendapatkan informasi interaksi pasien dan treatmen di psikologi klinis adalah negatif.

Temuan negatif ini, menurut mereka karena adanya metode dan analisis data yang

konfensional. Dari proses tersebut disadari perlunya usaha untuk memanupulasi faktor

situasi agar treatment yang diberikan pada pasien lebih bermanfaat.

Kesimpulan

Dari apa yang telah dijelaskan tersebut, maka dapat dipahami bahwa metode

penelitian dalam psikologi terus berkembang, tidak terkecuali dalam psikologi

kepribadian. Penelitian-penelitian awal yang terbatas pada adanya pembuktia hipotesis

pengaruh IV terhadap DV ikut berkembang dengan ditemukannya analisis variabel

ketiga. Apalagi telah dipahami bahwa penjelasan peran kepribadian pada munculnya

perilaku manusia merupakan suatu usaha yang lemah, bila tidak mneyertakan adanya

variabel lain. Kedudukan konstruk kepribadian yang lebih dipandang sebagai kesatuan

yang cenderung menetap dan tidak mudah berubah, lebih sering menempatkan kontruk

kepribadian sebagai IV. Padahal hasil riset yang menempatkan kepribadian sebagai IV

mengalami kendala yang cukup kuat untuk mengambil manfaat dari hasil penelitian

tersebut karena kurang spesifik dalam operasionalisasi variabelnya.

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait dengan penelitian dalam psikologi

kepribadian tersebut cukup dapat diatasi setelah dikenalkannya mode mediator dan

moderator. Walaupun pada awalnya lebih banyak berkembang dalam bidang psikologi

sosial, namun akhir-akhir ini telrah banyak penelitian dala psikologi kepribadian yang

menggunakan model ini juga. Dengan menggunakan model ini, maka tidak lagi

mengalami kesulitan dalam menjelaskan kontribusi hasil penelitian yang menyebutkan

adanya korelasi antara konstruk kepribadian dengan outcome. Dengan lebih

memperdalam kajian korelasi konstruk kepribadian dan outcome dengan lebih memahami

kondisi spesifik yang menyertai atau tidak menyertai (model moderator). Selain itu juga

dengan memperhatikan pengujian hipotesis tentang mengapa korelasi antar kepribadian

Page 17: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

dan outcome itu terbentuk (model mediator). Hal ini dikarenakan, dengan mengetahui

korelasi kepribadian dan outcome hanya akan diperoleh informasi awal. Tidak akan

mendapatkan pembahasan yang lebih komprehensif bagaimana bisa berkorelasi.

Daftar Pustaka

Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The moderator mediator variable distinction in

social psychological research: Conceptual, strategic, and statistical considerations.

Journal of Personality and Social Psychology, 51, 1173–1182.

Capaldi, D. M., Crosby, L., & Clark, S. (1996, March). The prediction of aggression in

young adult intimate relationships from aggression in the family of origin: A

mediational model. Paper presented at the meeting of the Society for Research on

Adolescence, Boston.

Cohen, J., & Cohen, P. (1983). Applied multiple regression/correlation analysis for the

behavior sciences (2nd ed.). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Dance, K. A., & Neufeld, R. W. J. (1988). Aptitude– treatment interaction research in the

clinical setting: A review of attempts to deal with the “patient uniformity” myth.

Psychological Bulletin, 104, 192–213.

Funder, D. C., & Ozer, D. J. (1983). Behavior as a function of the situation. Journal of

Personality and Social Psychology, 44, 107–112.

Hersen, M. & Gross, A.M. (2008) Handbook of Clinical Psychology, Volume 2: Children

and Adolescents, New Jersey: JohnWiley & Sons, Inc.

James, L. R., & Brett, J. M. (1984). Mediators, Moderators, And Tests For Mediation.

Journal of Applied Psychology, 69, 307–321.

Kenny, D. A., Mohr, C. D., & Levesque, M. J. (2001). A social relations variance

partitioning of dyadic behavior. Psychological Bulletin, 127, 128–141.

Krueger, R. F., Schmutte, P. S., Caspi, A., Moffitt, T. E.,Campbell, K.,&Silva, P. A.

(1994). Personality traits are linked to crime among men and women: Evidence

from a birth cohort. Journal of Abnormal Psychology, 103, 328–338.

MacKinnon, D.P. (2007) Introduction to Statistical Mediation Analysis. New York:

Lawrence Erlbaum Associates.

Matsumoto, D. (Ed.). (2001). The handbook of culture and psychology. Oxford:, UK

Oxford University Press.

Page 18: Penempatan Variabel Ketiga Sebagai Variabel Mediator Atau Moderator Dalam Penelitian Psikologi (1)(1)

Petrosino, A. (2000) Mediators and Moderators in The Evaluation of Programs for

Children: Current Practice and Agenda for Improvement. Evaluation Review, Vol.

24, No. 1, 47 - 72

Robins, R.W.., Fraley, R.C. & Krueger, R.F. (2007) Handbook of Research Methods in

Personality Psychology. New York: The Guilford Press.

Sobel, M. E. (1988) Direct and indirect effect in linear structural equation models. In J. S.

Long (Ed.), Common problems/proper solutions: Avoiding error in quantitative

research (pp. 46–64). Beverly Hills, Ca: Sage.

Swann, W. B., & Seyle, C. (2005). Personality psychology’s comeback and its emerging

symbiosis with social psychology. Personality and Social Psychology Bulletin, 31,

155–165.

Weiten, W. & Lloyd, M.A. (2006). Psychology Applied to Modern Life: Adjustment in

the 21st Century. Canada: Thomson Wadsworth.

West, S. G., Aiken, L. S., & Krull, J. (1996). Experimental personality designs:

Analyzing categorical by continuous variable interactions. Journal of Personality,

64, 1–47.