Upload
benediktusbayu
View
106
Download
3
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENENTUAN KANDUNGAN KIMIA DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam)
DETERMINATION of CHEMICAL CONTENT AND TOXICITY TEST of RED FRUIT ETHANOL EXTRACT ( Pandanus conoideus Lam).
Soerya Dewi M, Fajar Rahman W, Nestri Handayani, Rita Rahmawati
Abstract. The purpose of this research was to know chemical component content and toxicity test either in vitro and also in vivo of red fruit ethanol extract ( Pandanus conoideus Lam). Determination of chemical content is done with phytochemical screenings while in vitro toxicity test applies test BST ( Brine Shrimp Lethality Test) and in vivo applies strain white mouse wistar. Red fruit ethanol extract contained of fatty acid compound, steroid/terpenoid, carotenoid, essential oils, cardiac glycosides, anthraquinone, flavonoid and coumarin. The LC50 value for in vitro toxicity test was 138,05 µ g/ml. The LD50 value for in vivo toxicity test was bigger than 5,687 g/kg BB. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan komponen kimia dan uji toksisitas baik in vitro maupun in vivo ekstrak etanol buah merah (Pandanus conoideus Lam). Penentuan kandungan kimia dilakukan dengan metode penapisan fitokimia yang diperkuat dengan uji KLT (kromatografi lapis tipis) sedangkan uji toksisitas in vitro menggunakan uji BST (Brine Shrimp Lethality Test) dan in vivo menggunakan mencit galur wistar. Ekstrak etanol buah merah mengandung golongan senyawa asam lemak, steroid/terpenoid, karotenoid, minyak atsiri, glikosida jantung, antrakuinon, flavonoid dan kumarin. Uji toksisitas in vitro dengan menggunakan metode BST diperoleh nilai LC50 sebesar 138,05 µg/ml. Uji toksisitas in vivo dengan menggunakan mencit galur wistar diperoleh nilai LD50 semu yaitu lebih besar dari 5,687 g/kg BB.
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang termasuk penyakit degeneratif adalah penyakit kanker.
Jumlah penderita kanker saat ini semakin meningkat, dan menempati urutan keenam sebagai
penyebab kematian (Hariani R, 2005). Buah merah (Pandanus conoideus Lam.) merupakan
salah satu alternatif pengobatan kanker.Tingginya kandungan antioksidan pada buah merah
diduga memiliki aktifitas antikanker. Senyawa ini didalam tubuh akan menangkap radikal
bebas penyebab kanker (Lee JY et. al. 2004).
Buah merah (Pandanus conoideus) merupakan tanaman asli Papua yang ekstraknya
akhir-akhir ini banyak digunakan masyarakat untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Beberapa di antaranya ada yang mengkonsumsi buah ini dengan mengombinasikan bersama
obat dokter, ada yang mencampurnya dengan herbal lain, dan ada pula yang
mengkonsumsinya secara tunggal.
2
Sari buah merah yang diolah dari 100% daging buah Pandanus Conoideus Lam
mengandung senyawa antioksidan dalam dosis tinggi. Di antaranya betakaroten, tokoferol,
dan virblastin. Selain itu, juga mengandung asam oleat dan asam linoleat, asam lemak tak
jenuh yang gampang diserap oleh tubuh. Kandungan beta karoten, tokoferol, asam lemak tak
jenuh (omega 3, omega 6, omega 9), kalsium, energi, dan zat aktif lainnya terbukti sangat
efektif untuk mengatasi berbagai penyakit degeneratif dan gangguan metabolisme akibat pola
makan yang keliru.
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat,pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk
penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya – upaya
dalam peningkatan keamanan dan khasiat obat tradisional, termasuk juga obat herbal (WHO,
2003).
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini perlu dilakukan penentuan
kandungan kimia, uji aktivitas ekstrak etanol buah Merah (Pandanus conoideus Lam.)
sebagai antikanker serta uji toksisitas in vitro dan in vivo. Uji toksisitas sangat penting karena
diperlukan untuk menjamin keamanan buah merah sebagai obat herbal yang akan akan
dikonsumsi oleh manusia tidak boleh bersifat toksik. Diharapkan penelitian ini dapat
mengembangkan manfaat buah merah sebagai obat dari bahan alam untuk penyembuhan
penyakit kanker baik dari segi khasiat maupun keamanannya.
METODOLOGI
A. Bahan dan Alat penelitian
1. Bahan
Buah merah (Pandanus conoideus Lam) berasal dari Papua, Etanol, n-heksan,
Metanol , Butanol, H2SO4 , NH3, CHCl3, Etil asetat, Asam formiat, Asam asetat glasial,
Toluene, Pereaksi anisaldehid asam sulfat, Pereaksi asam sulfat 50 %, Pereaksi aluminium
klorit, Pereaksi Dragendorff, Pereaksi besi (III) klorit, Pereaksi KOH etanolik 5 %, Pereaksi
vanilin asam sulfat, semua bahan yang digunakan berderajat pro analisis (pa), (pa), air laut
buatan dengan kadar garam 3,5%, telur A. Salina Leach, suspensi ragi (Fermipan®),
aquadest, mencit jantan 120 ekor, pakan berupa pellet, silika gel GF254 (E. Merck),
Penampak bercak yang digunakan serium (IV) sulfat (pemanasan 110°C, 10-15 menit).
3
2. Alat
Rotaevaporator, alat gelas pada umumnya, alat timbang, cawan porselen, corong
buchner, bejana kromatografi, pipa kapiler, oven, alat penyemprot bercak, lampu UV, kolom
kromatografi, mikropipet, flakon, alat-alat untuk menetaskan Artemia salina L., lampu (40
watt), aerator, mikrosiring, kandang hewan, spuit untuk pemberian peroral, timbngan hewan,
Handrefaktometer (Atago®), kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS).
B. Prosedur Penelitian
1. Isolasi buah merah
Sebanyak 200 gram buah merah dimaserasi dengan 400 ml etanol. Campuran
dibiarkan selama 2 x 24 jam sambil diaduk sesekali, diletakan di tempat yang terlindung
cahaya pada suhu kamar. Cairan hasil maserasi kemudian difiltrasi. Proses maserasi
dilakukan sebanyak 3 kali (2x24 jam) . Ketiga hasil maserasi digabung dan diuapkan hingga
sepertiga dari volume total.
2. Penapisan fitokimia
Hasil maserasi dari pelarut etanol dilakukan penapisan fitokimia dengan pereaksi
tertentu dan dilanjutkan dengan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Penapisan Fitokimia
digunakan untuk mengetahui golongan senyawa dalam ektrak buah merah.
Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan water bath dan kemudian diidentifikasi
golongan senyawanya dengan uji KLT (silica gel GF 254) dan sinar UV dengan λ 254 nm
dan 365 nm. Uji-uji yang dilakukan meliputi :
a. Uji asam lemak.
Ekstrak sampel (cuplikan) dilarutkan dalam dietil eter kemudian ditotolkan ke plat
KLT dan dielusi dengan Benzen : dietil eter (19:1). Hasil KLT disemprot dengan rhodamin B
dalam etanol kemudian diamati melalui sinar UV ditandai dengan bercak warna ungu.
b. Uji steroid dan terpenoid
Cuplikan dilarutkan dalam dietil eter kemudian ditotolkan pada plat KLT dan dielusi
dengan pelarut n-heksana : etil asetat (95% : 5%). Spot dari KLT dideteksi dengan SbCl3
dalam kloroform memberikan warna hijau tua.
c. Uji karotenoid.
Cuplikan dalam dietil eter ditotolkan pada plat KLT dan dielusi dengan dieti eter :
benzen (95% : 5%) kemudian dilihat dengan sinar UV memberikan warna hijau.
4
d. Uji minyak atsiri.
Cuplikan dalam dietil eter ditotolkan pada plat KLT kemudian dielusi dengan toluena
: etil asetat (93:7) dan dideteksi menggunakan anisaldehid asam sulfat dan dipanaskan 100°
C. Penganmatan sinar UV memberikan warna biru, hijau dan merah.
e. Uji antrakuinon.
Cuplikan ekstrak etanol ditotolkan pada plat KLT kemudian dielusi dengan etil asetat
: metanol : air (100:13,5:10). Hasil KLT dideteksi dengan KOH 5% etanolik dan diperiksa
dibawah sinar UV memberikan warna coklat merah.
f. Uji glokosida jantung
Cuplikan ditotolkan pada plat KLT dan dielusi menggunakan pelarut etil asetat :
metanol : air (100:13,5:10). Deteksi yang digunakan adalah SbCl3 kemudian dilihat dengan
sinar UV memberikan warna merah.
g. Uji flavanoid.
Cuplikan yang telah ditotolkan pada plat KLT dielusi dengan etil asetat : asam format
: asetat glasial : air (100:11:11:27) kemudian dideteksi menggunakan AlCl3.Di bawah sinar
UV memberikan warna kuning, hijau atau jingga.
h. Uji saponin
Cuplikan ditotolkan pada plat KLT dan dielusi menggunakan pelarut kloroform :
metanol : air (64:50:10). Deteksi yang digunakan adalah anisaldehid asam sulfat dan
dipanaskan 100° C, kemudian dilihat dengan sinar UV memberikan warna biru violet.
i. Uji kumarin
Cuplikan ditotolkan pada plat KLT dan dielusi mengguna kan pelarut dietil etil :
toluen (1:1). Deteksi yang digunakan adalah KOH 5% etanolik , kemudian dilihat dengan
sinar UV memberikan warna biru muda atau coklat (sawo matang).
3.Penentuan partisi
Penentuan pelarut untuk partisi dilakukan dengan mencari perbandingan pelarut
antara etanol-n-heksana dan etanol- etil asetat, diperoleh campuran etanol - n-heksana dengan
perbandingan 1:1 (v/v). Sebanyak 50 ml ekstrak etanol ditambah 50 ml n-heksana
dimasukkan ke dalam corong pisah. Ekstrak n-heksana (lapisan atas) dipisahkan, ekstrak
etanol sisa dicampur dengan ekstrak etanol awal dan diambil lagi 50 ml kemudian
ditambahkan 50 ml n-heksana. Proses partisi tersebut dilakukan sampai 5 x pengulangan.
Ekstrak n-heksana dan etanol kemudian dievaporasi kemudian dilanjutkan uji sitotoksik (uji
BST).
5
2. Uji toksisitas
a. In vitro
Metode uji toksisitas yang digunakan dalam percoban adalah metode BST, yaitu suatu
uji ketoksikan terhadap larva Artemia salina dengan menghitung prosentase kematian larva
seperti yang digunakan oleh Meyer, (1982). Setiap langkah dalam isolasi senyawa dipandu
dengan Bioassay Guided Isolation menggunakan metode BST. Metode ini telah banyak
dikembangkan sebagai salah satu cara penentuan bioaktivitas ekstrak tanaman maupun
senyawa murni. Meyer, (1982), menyatakan bahwa suatu senyawa dikatakan aktif jika
mempunyai nilai LC50 dibawah 1000 g/ml. Berdasarkan hal itu maka dilakukan pengujian
dengan metode BST dengan konsentrasi 1000 dan 500 g/ml pada masing-masing ekstrak
tanaman sebagai langkah awal dalam melakukan skrining. Penurunan konsentrasi dilakukan
untuk mengetahui ekstrak mana yang mempunyai efek toksik yang paling tinggi terhadap
larva udang dengan konsentrasi terkecil.
Pembuatan air laut buatan (ALB) :
Dibuat ALB dengan komposisi Natrium klorida 5g,Magnesium sulfat 1,3g, Natrium
hidrokarbonat 2g,Magnesium klorida 1g,Kalsium klorida 0,3g,Kalium klorida 0,2, dilarutkan
dengan Aquades hingga 1L.
Penetasan larva udang :
Telur udang A. salina diletakkan pada wadah berisi aquadest, kemudian ditiriskan
sampai airnya tuntas kemudian ditempatkan pada wadah gelap dari aquarium berisi air laut
buatan yang diberi aerasi. Wadah atau aquarium yang digunakan dibagi dengan sekat menjadi
dua bagian, bagian gelap dan terang. Telur akan menetas setelah 24 jam dan akan menuju
daerah terang melalui sekat. Larva yang sehat bersifat fototropik dan siap dijadikan sebagai
hewan uji setelah beumur 48 jam.
Preparasi sampel :
Seri konsentrasi sampel uji dibuat dengan pengambilan volume tertentu dari larutan
stok dan dimasukkan dalam flakon yang berisi larutan sampel dengan konsentrasi tertentu.
Pelarut yang digunakan disesuaikan dengan sifat kelarutan sampel. Pembuatan kontrol uji
dlakukan dengan memasukkan pelarut saja dalam flakon. Flakon-flakon yang telah diisi
sampel dan kontrol selanjutnya diangin-anginkan sampai kering dan tidak berbau pelarut lagi.
Pengujian sampel :
Senyawa uji dalam flakon dilarutkan dengan air laut secukupnya dan diaduk
menggunakan vortex. Sepuluh ekor larva yang sehat dimasukkan pada masing-masing flakon
6
dan ditambahkan air laut sampai volume 5 ml. Selanjutnya dibuat suspensi yeast 0,6 mg/ml
dan diteteskan pada masing-masing flakon satu tetes sebagai makanan larva. Flakon-flakon
tersebut diletakkan dibawah lampu pijar selama 24 jam. Jumlah larva yang mati dihitung
sehingga diketahui prosentasi kematian dan dicari LC50
b.Pemisahan dengan kromatografi kolom
Ekstrak etanol pekat (dari bahan awal) dilakukan uji BST untuk menentukan
konsentrasi awal potensi aktif BST, sisanya dipartisi dengan n-heksan untuk memisahkan
antara senyawa polar dan non polar dengan perbandingan 1:1, partisi dilakukan sampai warna
ekstrak etanol benar-benar sudah kuning (bening) dengan 4x pemisahan. Diperoleh 2 ekstrak
partisi yaitu ekstrak fraksi n-heksan dan ekstrak fraksi etanol. Fraksi hasil partisi dipekatkan
dengan alat rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat. Dari kedua fraksi juga
dilakukan uji BST untuk mengetahui dari kedua fraksi tersebut mana yang teraktif BST.
Fraksi yang paling aktif BST kemudian dilanjutkan ke pemisahan kromatografi kolom dan
juga di KLT untuk mencari perbandingan sistem eluen yang akan digunakan. Perbandingan
sistem eluen yang digunakan adalah yang memberikan pemisahan paling baik dan diperoleh
perbandingan antara n-heksan : etil asetat masing-masing 80% : 20%; 10%:90 %, dan 100 %
etil asetat.
Kolom Vakum Cair (KVC) :
Preparasi kolom : 100 gram silika gel dimasukkan kedalam siter glass (kolom) dengan
diberikan tekanan-tekanan dan divakum hingga tinggi silika ± ½ tinggi kolom sambil terus
ditekan dan divakum sampai silika benar-benar padat dan permukaan silika rata, kolom siap
digunakan.
Preparasi sampel : 5 gr sampel ditambah dengan n-heksan (agar tidak terlalu pekat)
kemudian ditambah dengan silika gel 10 gam, dicampur dan diaduk sampai rata kemudian
dipanaskan dengan water bath dan diangin-anginkan hingga terbentuk serbuk yang benar-
benar halus dan mawur (kering), warna sampel merah pucat. Sampel siap digunakan.
Proses KVC :
Serbuk sampel dimasukkan ke dalam kolom di atas permukaan silika kolom,
permukaan dibuat rata kemudian ditambahkan kertas saring diatasnya untuk menghindari
agar sampel tidak berhamburan saat terkena eluen. Elusi dilakukan dengan perbandingan
eluen n-heksan : etil asetat masing-masing 80 %:20%, 10%:90 % dan 100 % etil asetat
dengan divakum dan diperoleh 6 eluet (6 fraksi), fraksi tersebut di evaporasi sehingga
diperoleh fraksi pekat hasil KVC. Dari ke enam fraksi tersebut dilakukan uji KLT untuk
melihat spot pemisahannya dan dilihat profil yang sama untuk penggabungan fraksi. Dari
7
hasil KLT dapat digabungkan Fraksi I : fraksi 1, Fraksi II : penggabungan fraksi 2 dan 3,
Fraksi III : penggabungan fraksi 4, 5 dan 6. Dari penggabungan fraksi tersebut diperoleh 3
fraksi gabungan, fraksi I, II, dan III kemudian di lakukan uji BST dari ketiga fraksi tersebut
untuk mengetahui fraksi mana yang teraktif BST untuk dilanjutkan identifikasi stuktur
komponen senyawa kimia yang terkandung dalam fraksi teraktif.
c. In vivo.
Hasil uji BST dari fraksi teraktif kemudian digunakan untuk uji toksisitas secara in
vivo. Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :
Pengelompokan hewan uji :
Digunakan mencit jantan berat sekitar 20 g, dikelompokkan dalam empat peringkat
dosis ditambah satu kelompok kontrol negatif, masing-masing kelompok terdiri 6 ekor
mencit. Peringkat dosis mulai dari yang tidak memberikan efek hingga dosis mematikan.
Untu keperluan statistika dilakukan replikasi 4 kali.
Pengamatan :
Dilakukan pengamatan tiap hari selama 7 hari setelah pemberian peroral (dosis
tunggal). Pengamatan meliputi (1) gejala klinis termasuk gerak, perilaku,pernafasan, kejang
otot,dan muntah; (2) berat badan ; (3) jumlah hewan mati. Data jumlah hewan yang mati pada
setiap kelompok, dipergunakan untuk menghitung harga LD50 menggunakan metode
statistika yang sesuai.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan golongan senyawa kimia dilakukan dengan metode penapisan fitokimia.
Pada dasarnya penapisan fitokimia ini merupakan uji kualitatif dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan pereaksi-pereaksi yang spesifik untuk menentukan
golongan senyawa. Golongan senyawa yang dianalisis dalam penelitian ini adalah asam
lemak, terpenoid/ steroid; karotenoid, minyak atsiri, alkaloid, saponin, glikosida jantung,
flavonoid, antrakuinon, dan kumarin.
Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol buah merah menunjukkan bahwa ekstrak
etanol buah merah mengandung asam lemak, steroid/terpenoid, karotenoid, minyak atsiri,
glokosida jantung, antraquinon, flavonoid dan kumarin. Apabila diperhatikan golongan
senyawa yang terdapat di dalam ekstrak buah merah tersebut sebagian besar merupakan
komponen senyawa antioksidan. Senyawa antioksidan merupakan salah satu senyawa yang
dapat digunakan untuk antikanker.
8
Komponen bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak etanol buah merah dilakukan
pengujian secara bioassay menggunakan metode BST yang merupakan langkah awal dalam
proses pencarian senyawa antikanker pada buah merah. Masing-masing konsentrasi ekstrak
etanol buah merah diuji tingkat ketoksikannya dengan metode BST untuk mengetahui kisaran
konsentrasi ekstrak yang dapat memberikan efek ketoksikan yaitu konsentrasi suatu bahan
sampel yang dapat menyebabkan kematian sebesar 50% dari jumlah hewan uji setelah 24 jam
perlakuan sehingga dapat diketahui berpotensi tidaknya buah merah sebagai kandidat
antikanker. Konsentrasi sampel yang digunakan adalah 1000 µg/ml, 500 µg/ml dan 100
µg/ml. Hewan uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah A. salina yang berumur 48 jam,
yang dinamakan nauplius. Hasil uji toksisitas masing-masing konsentrasi ekstrak etanol buah
merah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji toksisitas ekstrak etanol buah merah terhadap A. salina.
Rata-rata persentase kematian A salina (%) Sampel uji Konsentrasi (µg/ml) Replikasi I Replikasi II Replikasi III
1000 62 56 60 500 42 44 44
Ekstrak Etanol
100 24 20 22
Berdasarkan hasil pengujian toksisitas ekstrak etanol buah merah seperti yang tertera
pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa rata-rata persentase kematian Artemia salina Leach.
lebih dari 50%, sehingga dapat dikatakan bahwa kandungan komponen bioaktif ekstrak
etanol buah merah berpotensi sebagai kandidat antikanker karena memberikan efek toksik
terhadap Artemia salina Leach. Kemudian esktrak aktif tersebut dilakukan proses pemisahan
komponen bioaktif lebih lanjut dengan menggunakan metode partisi cair-cair untuk
mendapatkan komponen bioaktif yang lebih spesifik sebagai antikanker dengan pengujian
BST.
Ekstrak etanol buah merah yang telah diuji keaktifannya menggunakan metode BST
kemudian dipartisi mengunakan pelarut n-heksan sehingga akan dihasilkan dua bagian yang
terpisah yaitu bagian yang larut n-heksan dan bagian yang tidak larut n-heksan. Partisi ini
dimaksudkan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang bersifat polar agar masuk dalam
bagian tidak larut n-heksan sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat non polar masuk
dalam bagian larut n-heksan. Langkah selanjutnya dilakukan uji toksisitas bagian larut n-
heksan dan bagian tidak larut n-heksan terhadap A. salina. Hasil uji toksisistas hasil partisi
dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Tabel 2. Hasil uji toksisitas larut n-heksan (non polar) dan tidak larut n-heksan (polar) buah merah terhadap A. Salina.
Rata-rata persentase kematian A salina (%) Sampel uji Konsentrasi
(µg/ml) Replikasi I Replikasi II Replikasi III 400 50 54 58 200 28 36 30
Larut n-heksan (non polar) 100 20 26 26
400 52 48 42 200 24 22 24
Tidak larut n-heksan (polar)
100 16 18 12 Berdasarkan hasil pengujian toksisitas diatas dapat diketahui bahwa rata-rata
persentase kematian fraksi n-heksana lebih besar daripada fraksi etanol terhadap Artemia
salina Leach. Hasil ini dapat memberikan informasi bahwa komponen senyawa bioaktif buah
merah sebagai senyawa antikanker terlokalisasi pada bagian fraksi n-heksana. Sehingga dapat
dikatakan bahwa komponen bioaktif buah merah yang berpotensi sebagai senyawa antikanker
tergolong dalam komponen bioaktif non-polar. Bagian larut n-heksan tersebut selanjutnya
difraksinasi untuk diuji lebih lanjut.
Bagian larut n-heksan hasil dari partisi selanjutnya difraksinasi menggunakan
kromatografi Vacuum Liquid Chromatography (KVC) untuk memisahkan kandungan
senyawa-senyawa di dalamnya berdasarkan polaritasnya. Bagian larut n-heksan dielusi
dengan berbagai komposisi pelarut berdasar gradien polaritas, dimulai dari yang non polar
kemudian tingkat kepolaran dinaikkan perlahan-lahan. Pemisahan dengan fraksinasi tersebut
menghasilkan enam fraksi. Keenam fraksi yang diperoleh kemudian dianalisis dengan KLT
untuk kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan kesamaan profil. Fase gerak yang
digunakan adalah n-heksana:etil asetat yang dapat memberikan pemisahan yang cukup baik
terhadap fraksi larut n-heksan.
Berdasarkan profil kandungan kimia, fraksi-fraksi dengan profil KLT yang hampir
sama (yaitu fraksi II dan III yang selanjutnya disebut sebagai fraksi II), kemudian (fraksi IV,
V dan VI disebut sebagai fraksi III), fraksi-fraksi tersebut dijadikan satu dengan
pertimbangan memiliki kandungan senyawa yang hampir sama. Untuk fraksi I tetap menjadi
fraksi I karena tidak memiliki kesamaan profil KLT dengan fraksi-fraksi yang lainnya.
Selanjutnya fraksi-fraksi tersebut diuji potensi ketoksikannya terhadap A. salina untuk
mengetahui fraksi mana yang paling toksik. Hasil uji toksisitas masing-masing fraksi dan
perhitungan nilai LC50-24jam dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 3. Hasil uji toksisitas fraksi-fraksi hasil fraksinasi dari partisi larut n-heksan buah merah terhadap A. Salina
10
Rata-rata persentase kematian A salina (%) Sampel uji Konsentrasi (µg/ml) Replikasi I Replikasi II Replikasi III
200 54 56 60 100 24 28 26
Fraksi I
50 6 10 8 200 76 62 62 100 34 36 38
Fraksi II
50 16 12 10 200 30 32 34 100 14 14 16
Fraksi III
50 8 6 8
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa fraksi yang paling toksik adalah
fraksi II dengan nilai rata-rata persentase kematian terbesar. Nilai rata-rata persentase
kematian fraksi II yang peroleh selanjutnya diubah menjadi nilai probit dengan menggunakan
tabel probit kemudian dibuat kurva hubungan antara log konsentrasi (x) dan nilai probit (y)
sehingga diperoleh persamaan garis lurus yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persamaan regresi linier dan perhitungan nilai LC50-24 jam fraksi II hasil fraksinasi dari fraksi larut n-heksan ekstrak etanol buah merah dengan 3 replikasi
Replikasi Persamaan regresi linier LC50 (µg/ml)
I y = 2,823* x – 0,887
r2 = 0.967 121,72
II y = 2,458* x -0,329
r2 = 0,996 147,23
III y= 2,574 * x -0,565
r2 = 0,983 145,2 1
LC50-24jam rata-rata 138,05
Kurva hubungan antara log konsentrasi dan persen kematian larva A. salina dapat
dilihat pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.
11
Replikasi 1
Gambar 1 . Kurva regresi linier hasil uji toksisitas fraksi II hasil fraksinasi dari fraksi
larut n-heksan ekstrak etanol buah merah terhadap A. salina replikasi I
Replikasi II
Gambar 2 . Kurva regresi linier hasil uji toksisitas fraksi II hasil fraksinasi dari fraksi
larut n-heksan ekstrak etanol buah merah terhadap A. salina replikasi II
12
Replikasi III
Gambar 3 . Kurva regresi linier hasil uji toksisitas fraksi II hasil fraksinasi dari fraksi
larut n-heksan ekstrak etanol buah merah terhadap A. salina replikasi III. Berdasarkan persamaan garis lurus dari masing-masing replikasi dapat ditentukan
nilai LC50 dengan cara memasukkan nilai y=5 ke dalam persamaan persamaan garis lurus,
sehingga diperoleh log konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian. LC50 menunjukkan
konsentrasi yang menyebabkan kematian pada 50% hewan uji. LC50 merupakan indikasi
untuk toksisitas senyawa. Harga LC50 yang diperoleh mencerminkan toksisitas bahan
terhadap hewan uji. Semakin besar harga LC50 berarti toksisitasnya semakin kecil dan
sebaliknya semakin kecil harga LC50 maka semakin besar toksisitasnya.
Menurut Meyer dkk. (1982), senyawa uji dikatakan toksik jika harga LC50-24jam lebih
kecil dari 1000 µg/ml. Hasil perhitungan diperoleh harga LC50-24 jam rata-rata dari ketiga
replikasi sebesar 138,05µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi II bersifat toksik dan
berpotensi sebagai antikanker.
Uji toksisitas merupakan bagian dari toksikologi. Toksikologi itu sendiri didefinisikan
sebagai ilmu tentang aksi berbahaya zat kimia, atau mekanisme biologi tertentu. Setiap zat
kimia pada kondisi tertentu mampu menimbulkan suatu tipe efek atas jaringan biologi, oleh
karena itu uji toksikologi merupakan uji yang menentukan kondisi-kondisi yang dapat
menimbulkan efek. Toksisitas merupakan sifat relatif yang digunakan dalam membandingkan
suatu senyawa dengan senyawa yang lain dengan menunjukkan suatu efek berbahaya atas
jaringan biologi tertentu. Bahan yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian pada
sistem biologi disebut sebagai racun. Bahan-bahan tersebut dapat berasal dari sumber alam
atau síntesis. Oleh karena itu dalam penelitian ini selain dilakukan pencarían komponen
13
bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker pada buah merah juga dilakukan penelitian
mengenai efek toksisitasnya untuk mengetahui gambaran keamanan bahan obat tersebut jika
akan dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai obat yang terstandar. Melalui pengujian
toksisitas secara akut dapat diketahui nilai LD50 sebagai parameter tingkat ketoksikan
komponen bioaktif secara biologis
Penentuan nilai LD50 pada pengujian toksisitas akut merupakan tahap awal untuk
mengetahui keamanan suatu bahan obat yang akan digunakan manusia berdasarkan besarnya
dosis yang dapat menyebabkan kematian 50% pada hewan uji dengan satuan berat badan
setelah pemberian dosis tunggal. Toksisitas akut adalah efek total yang didapat pada dosis
tunggal dalam 24 jam setelah pemaparan. Toksisitas akut bersifat mendadak, waktu singkat,
biasanya reversibel. Uji toksisitas atas dasar dosis dan waktu bearti spesifik toksisitas akut.
Dosis merupakan jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh. Besar kecilnya dosis
menentukan efek secara biologi.
Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian bagian komponen bioaktif buah merah
secara akut terhadap hewan uji mencit (Mus musculus) dengan dilakukan pemberian suspensi
sampel dari partisi n-heksan yang memiliki komponen senyawa yang lebih aktif pada
pengujian bioassay metode BST. Suspensi diberikan sekali secara per oral pencekokan)
dengan jarum kanul berukuran 1 mL. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mencit putih jantan galur balb/C dengan kisaran berat badan 20-30 gram. Hewan uji yang
digunakan sudah dikondisikan dengan lingkungan laboratorium. Hal ini mutlak dilakukan
agar tidak menyebabkan perbedaan secara signifikan antar hewan uji sehingga dapat
mempengaruhi hasil. Sebanyak 30 ekor mencit yang dibagi ke dalam 6 kelompok dosis
dengan masing-masing kelompok terdiri 5 ekor. Setiap kelompok diuji dengan dosis yang
berbeda yaitu 5,687 g/kgBB (A), 4,687 g/kgBB (B), 3,687 g/kgBB (C), 2,687 g/kgBB (D),
1,687 g/kgBB (E) dan kontrol negatif (suspensi CMC-Na 0,5%).
Pengamatan dilakukan pada 3 jam pertama setelah pencekokan kemudian dilanjutkan
pengamatan setiap hari selama 7-14 hari. Pengamatan meliputi gejala klinis, berat badan dan
jumlah hewan mati. Gejala klinis yang diamati antara lain keaktifan gerak (aktif
bergelantungan pada atap kandang dan sering mengendus-endus sekeliling/rasa ingin tau
yang tinggi), kejang otot, dan muntah. Setiap hari selama 7 hari berat badan (gram) ditimbang
dari sebelum diberi perlakuan dan setelah diberikan perlakuan. Jumlah hewan yang
mengalami kematian pada setiap kelompok dosis selama pengamatan akan digunakan untuk
menentukan nilai LD50 untuk mengetahui keamanan buah merah sebagai kandidat obat
antikanker secara akut.
14
Gambaran perkembangan berat badan mencit selama 8 hari setelah pemberian dosis
tunggal secara oral bahan uji untuk buah merah hasil partisi n-heksan tersaji pada Tabel 5
sedangkan grafik perubahan berat badan mencit yang diamati selama 8 hari setelah
pemberian dosis tunggal dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 5. Pengamatan Berat badan (gram) Hewan Mencit setelah pemberian dosis tunggal
secara oral Rata-rata Replikasi
Hari ke- Dosis I Dosis II Dosis III Dosis IV Dosis V kontrol H0 24,62 24,86 23,87 24,53 24,98 24,67 H1 25,6 26,91 24,73 25,71 25,97 26,47 H2 26,52 27,28 25,43 26,44 26,16 26,82 H3 27,73 28,49 26,52 27,46 27,02 27,92 H4 27,96 28,68 26,68 27,69 27,79 28,24 H5 28,5 29,37 27 28,34 28,56 28,7 H6 29,13 30,59 28,25 28,95 29,1 29,57 H7 29,93 30,95 28,66 29,36 29,65 29,83 H8 30,52 31,19 28,74 29,69 29,76 30,13
Gambar 4. Perubahan berat badan mencit yang diamati selama 8 hari setelah pemberian dosis
tunggal.
Berdasarkan tabel pengamatan di atas dapat diketahui bahwa pemberian dosis dari
level terendah hingga tertinggi tidak menimbulkan efek toksik yang negatif dan tidak adanya
kematian yang terjadi pada hewan uji. Karena hingga dosis terbesar 5,687 g/kgBB pada
pemberian sampel tidak ditemukan adanya kematian hingga 8 hari setelah pemberian dosis
tunggal oral bahan uji, sehingga nilai LD50 dari sampel buah merah tidak dapat dihitunh,
karena untuk menghitung LD50 harus ada hewan uji yang mengalami kematian. sehingga
15
hanya dapat dinyatakan sebagai nilai LD50 semu yaitu lebih besar dari 5,687 g/kgBB pada
hewan uji.
Tabel 5. memberikan gambaran perkembangan berat badan mencit selama 8 hari
setelah pemberian dosis tunggal secara oral bahan uji untuk buah merah hasil partisi n-heksan
Berdasarkan dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan one way anova
memberikan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kenaikan berat badan
dengan pemberian dosis yang bervariasi. pemberian dosis yang bervariasi. hal ini dapat
ditunjukan dengan tingkat signifikansi > 0,05. (Lampiran). Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa dosis tunggal oral kelima dosis tidak berpengaruh terhadap perkembangan
berat badan mencit selama 8 hari pengamatan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol buah merah (pandanus conoideus Lam) mengandung golongan
senyawa asam lemak, steroid/terpenoid, karotenoid, minyak atsiri, glikosida jantung,
antrakuinon, flavonoid dan kumarin.
2. Uji toksisitas in vitro dengan menggunakan metode BST diperoleh nilai LC50 sebesar
138,05 µg/ml.
3. Uji toksisitas in vivo dengan menggunakan mencit galur wistar diperoleh nilai LD50
semu yaitu lebih besar dari 5,687 g/kg BB.
DAFTAR PUSTAKA
Aspan, R., 2004, Pengembangan Pemanfaatan Obat Bahan Alam dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Makalah Seminar Tanaman Obat Indonesia, Tawangmangu, Surakarta.
Berger, John M., 2001, Isolation, characterization, and synthesis of bioactive natural
products from rainforest flora, Dissertation, Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg, Virginia.
Bohlin, L. and Jan G.Bruhn., 1999, Bioassay methods in natural products research and drug
development, kluwer academic publisher, London.p 41. Bosch, F.X., Schwartz, E., Boukamp, P., Fusening, N.E., Bartsch, D., and zur Hausen, H.,
1990, Suppresion in vivo of human papillomavirus type 18 E6-E7 gene expression in nontumorigenic HeLa X fibroblast hybrid cells, J. Virol., 64, 4743-4754.
16
Cannell, R. J.P. (Ed), 1998, How to approach the isolation of a natural product. In R.J. P. Cannell (Ed.), Methods in Biotechnology, Vol. 4: Natural Products Isolation, Humana, Totowa, NJ, pp. 1–51.
Carballo, J.L., Inda, Z.L.H., Perez, P., and Gravalos, M. D. G. 2002, A Comparison between
two brine shrimp assays to detect invitro cytotoxicity in murine natural products. BMC Biotechnology, 1-5.
Cassaret, L. J. and Doull, J. 1975, Toxicology, The Basic Science of Poisons,
MacMillan Publishing Co., Inc., New York, 112-113. Cutler Stephen J and Horace G, Cutler, 2000, Biologically active natural products:
Pharmaceuticals, CRC Press. Coll, J. C. and Bowden, B. F. 1986, The application of vacuum liquid chromatography to
the separation of terpene mixtures. J. Nat. Prod., 49 (5), 934-936. Dell. G and Gaston, K., 2001, Contributions in the domain of cancer research: review human
papillomavirus and their role in cervical cancer, CMLS Cell. Mol.Life. Sci, 58, 1923-1942.
Gitawati, R., 1995. Radikal Bebas : Sifat dan Peran dalam Menimbulkan Kerusakan
(Kematian Sel). Cermin Dunia Kedokteran, No. 102. Gibbons, S. and Gray, A. I., 1998, Isolation by Planar Chromatography, Natural Products
Isolation, Methods in Biotechnology, pp. 209-245, Edited by Richard J.P. Cannell, Glaxo Wellcome Research and Development, Stevenage, Herts, UK, Humana Press Inc., Totowa, New Jersey.
Gritter, R. J., Bobbit, J.M., Schwarting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung, 1-6, 107-115, 160-165.
Gu, Z..M., Zeng, L., Schwendler, J. T., Wood, K.V. and McLaughlin, J. L. 1995, New
bioactive adjacent bis-THF annonaceous acetogenins from Annona bullata. Phytochemistry, 40 (2), 467-477.
Harborne, J. B. 1987, Metode Fitokimia, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan
Iwang Sudiro, Terbitan II, 5-9, 147-155, Penerbit ITB, Bandung. Hegnauer, R. 1962–1996. Chemotaxonomie der Pflanzen, Vols 1–11. Birkhäuser, Basel. Hostettmann, K., 1999, Strategy for the biological and chemical evaluation of plant
extracts,http://www.iupac.org/symposia/proceedings/phuket97/ hostettmann.html. Houghton, P. J., 2000, Use of small scale Bioassays in the Discovery of novel drugs from
Natural Sources. Phytotherapy Research,, 14, 419-423. Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta