Upload
vokhue
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN ACTIO PAULINA DALAM MENJAMIN BOEDEL PAILIT ATAS TINDAKAN FRAUDULENT TRANSFER YANG DILAKUKAN OLEH
DEBITOR PAILIT
(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus pailit/2016)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
MUHAMMAD RIZKI RAMADHAN
NIM 11140480000023
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2018 M
i
PENERAPAN ACTIO PAULINA DALAM MENJAMIN BOEDEL PAILIT ATAS TINDAKAN FRAUDULENT TRANSFER YANG DILAKUKAN OLEH
DEBITOR PAILIT
(Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus pailit/2016)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
MUHAMMAD RIZKI RAMADHAN
NIM 11140480000023
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2018 M
v
ABSTRAK
MUHAMMAD RIZKI RAMADHAN, NIM 11140480000023, “PENERAPAN ACTIO PAULINA DALAM MENJAMIN BOEDEL PAILIT ATAS TINDAKAN FRAUDULENT TRANSFER YANG DILAKUKAN OLEH DEBITOR PAILIT (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus Pailit/2016)”. Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M.
Salah satu upaya melawan hukum debitor pailit adalah terkadang debitor pailit memindahtangankan maupun menjual hartanya kepada Perusahaan afiliasi, teman, bahkan keluarganya sendiri demi menyelamatkan hartanya tersebut atau yang biasa dikenal transfer pricing. Adapun di Amerika Serikat sebagaimana didalam Bankruptcy Code tindakan ini dinamakan Fraudulent transfer yang maksudnya adalah debitor melakukan manipulasi dengan cara melakukan transfer harta kekayaan sebeum pernyataan pailit sehingga mengurangi atau menghabiskan kekayaan debitor, sehingga harta debitor pailit akan dinyatakan nol (nihil) bahkan minus sekalipun. Peristiwa tersebut tentu akan membuat kesulitan bagi kurator untuk mengurusnya sehingga bermuara merugikan para kreditor yang telah lama menantikan pembayaran utang debitor. Untuk mencegah maupun mengatasi hal tersebut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah memfasilitasi kreditur maupun kurator yang dengan persetujuan hakim pengawas menempuh jalur actio paulina, dengan demikian action paulina adalah tambahan (accesoir) dari pernyataan suatu kepailitan. Tidaklah mudah untuk dapat membuktikan tindakan debitor pailit tersebut karena Kurator maupun Kreditor nantinya di muka Hakim, harus membuktikan secara kumulatif unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Disinilah peneliti ingin menganalisis lebih dalam terkait dengan adanya peristiwa tersebut yang sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 Juncto Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 07/ Pdt.Sus-Actio Pauliana/ 2015/ Pengadilan.Niaga.Mdn.
Kata Kunci : Kepailitan, Actio Paulina, Transfer Pricing, Fraudulent Transfer, Kurator, Kreditor, Debitor Pailit, Debitor Nakal, Pengadilan Niaga Dosen Pembimbing : Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Daftar Pustaka : 1982-2018
vi
KATA PENGANTAR
حیم حمن الر بسم هللا الر
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,
hidayat dan juga anugerah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Penerapan Actio Paulina dalam Menjamin Boedel Pailit Atas Tindakan
Fraudulent Transfer yang Dilakukan Oleh Debitor Pailit (Studi Kasus Putusan
Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus Pailit/2016)”. Sholawat serta salam
tidak lupa tercurah oleh peneliti kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah, kepada zaman islamiyah pada
saat ini
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
tidak dapat diselesaikan oleh peneliti tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak selama penyusunan skripsi ini.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para
pihak yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas
pencampaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Dosen pembimbing Skripsi peneliti,
terimakasih atas kesempatan waktu, arahan dan kritik serta saran yang diberikan
demi penelitian yang saya lakukan.
4. Ayah Alm. H. Syamsudin dan Mama saya Suminarsih, yang telah memberikan
dukungan materi dan imateriil berupa motivasi, do’a, bahkan kepercayaan
untuk bisa duduk dibangku kuliah hingga mendapat gelar sarjana. Tak akan
vii
sanggup Peneliti untuk membalas segala jasa bapak dan mama sampai kapan
pun.
5. Efa Agustiana selaku kakak dan seluruh saudara-saudara saya yang tidak bisa
disebut satu persatu atas segala jerih payahnya sehingga telah membantu
Peniliti menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi saya, sehingga saya mampu untuk
memahami keilmuan hukum serta perkembanganya pada saat ini.
7. Pimpinan perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan referensi untuk
melengkapi hasil penelitian saya.
8. Gerombolan teman pertama saya dengan kebiasaanya yang hanya membuat
rencana tapi minim implementasi yaitu Anggit, Husen, Wahyu Ayam, Bang Jal,
Brodol, Wahyu Gontor, dan Panda.
9. Keluarga besar Moot Court Community anggota maupun pengurus tahun 2016
sampai 2018 Bang Reza, Kak Mala, Edi, Rahmi, Sidik, Syanel, Nila, Zul, Satria
sebagai keluarga diranah kampus tempat Peniliti menggali ilmu-ilmu akademis
yang tidak didapat dikelas.
10. Kerabat-kerabat delegasi sidang semu konstitusi di Mahkamah Konstitusi,
Martunis, Iqra, Dadi, Nisa atas perjuangaannya selama 1 tahun menghadapi
kompetisi sehingga membuat memori manis yang tak terlupakan.
11. Adik-adik sidang semu konstitusi Jejen, Marica, Sabila, Dina, Adnan dan yang
lainnya semoga dapat meneruskan budaya prestasi yang selama ini kita
pertahankan.
12. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………. ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ………………………………………... iii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………………… iv
ABSTRAK …………………………………………………………………………... v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………. viii
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………………… 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ………………….. 6
1. Identifikasi Masalah ……………………………………………….. 6
2. Pembatasan Masalah ………………………………………………. 6
3. Perumusan Masalah ……………………………………………….. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………. 7
D. Metode Penelitian ……………………………………………………. 8
E. Sistematika Penulisan ……………………………………………….. 11
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual ……………………………………………….. 14
1. Tinjauan Umum Kepailitan ………………………………………. 14
a. Pengertian Kepailitan ………………………………………... 14
ix
b. Asas-Asas dalam Hukum Kepailitan ……………………….... 16
c. Syarat-Syarat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit ….. 23
d. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan ……………. 25
e. Pengertian Debitor, Debitor Pailit dan Kurator ……………… 26
f. Akibat Kepailitan …………………………………………….. 27
2. Tinjauan Umum Kurator …………………………………………. 29
a. Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian Kurator ……. 29
b. Tugas Kurator ……………………………………………….. 31
c. Wewenang Kurator ………………………………………….. 32
d. Tanggung Jawab Kurator ……………………………………. 33
3. Tinjauan Umum Fraudulent Transfer ……………………………. 34
4. Tinjauan Umum Actio Paulina …………………………………… 36
a. Pengertian Actio Paulina …………………………………….. 36
b. Syarat-Syarat Gugatan dikabulkannya Actio Paulina ……….. 39
c. Akibat Hukum dikabulkannya Actio Paulina ……................... 41
B. Kerangka Teori ……………………………………………………… 41
1. Teori Perlindungan Hukum …………………………………….... 41
2. Teori Keadilan Hukum …………………………………………… 43
C. Review (tinjauan ulang) Hasil Studi Terdahulu …………………….. 44
x
BAB III : KEWAJIBAN PT. HEAT EXCHANGERS INDONESIA SELAKU
DEBITOR PAILIT MEMBAYAR UTANG-UTANGNYA
A. Kedudukan Para Pihak ……………………………………………… 47
1. Marolop Tua Sagala Selaku Kurator ……………………………... 47
2. PT. Heat Exchangers Indonesia Selaku Debitor Pailit …………… 47
3. PT. KPE Industries (Pemohon Kasasi I, dahulu Tergugat II) ...…... 48
4. Chew Fook Sin (Pemohon Kasasi II, dahulu Tergugat III
Sekaligus Tergugat V) …………………………………………… 48
5. Lee Swee Eng (Pemohon Kasasi II, dahulu Tergugat III
sekaligus Tergugat V) ……………………………………………. 48
6. KNM PTY Ltd (Tergugat VII) ………………………………….... 48
7. KNM Process SDN BHD (Pemohon Kasasi IV, dahulu Turut
Tergugat I) ……………………………………………………….. 49
8. KNM Capital SDN BHD (Pemohon Kasasi V, dahulu Turut
Tergugat II) ………………………………………………………. 49
B. Duduk Perkara ………………………………………………………. 49
1. Kasus Posisi ……………………………………………………… 49
2. Pertimbangan Hukum oleh Mahkamah Agung pada putusan
nomor 15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 …………………………………. 51
3. Pertimbangan Hukum oleh Pengadilan Niaga medan
xi
pada Putusan dengan Nomor perkara: 07/Pdt.Sus-Actio
Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn …………………………... 51
4. Putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Niaga Medan ………...54
BAB IV : PEMBATALAN TINDAKAN FRAUDULENT TRANSFER YANG
DILAKUKAN DEBITOR PAILIT MELALUI MEKANISME ACTIO
PAULINA
A. Mekanisme Kurator Mengajukan Actio Paulina ……………………. 56
B. Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor
15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 …………………………………………… 57
1. Analisis Pertimbangan Hukum ………………………………….... 57
a. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung …………………… 57
b. Pertimbangan Hukum Pengadilan Niaga Medan …………….. 59
1.) Kurator telah Memenuhi Ketentuan Formil dan Materil … 62
2.) Terangnya Tindakan Fraudulent Transfer yang
dilakukan Debitor Pailit …………………………………. 70
2. Analisis Kurator Sebagai Pemegang Peranan Penting dalam
Melindungii Boedel Pailit ………………………………………… 72
C. Akibat Hukum Terhadap Harta Pailit atas Putusan Mahkamah
Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016 ……………………………. 75
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………..79
B. Rekomendasi ………………………………………………………... 80
xii
DAFTAR PUSTAKA …........................................................................................... 81
LAMPIRAN Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan kegiatan bidang ekonomi dan perdagangan negara-
negara di dunia pada dasawarsa belakangan ini didorong oleh arus globalisasi
yang menyebabkan sistem informasi, komunikasi dan transportasi jauh lebih
mudah. Dengan semakin mudahnya hal itu maka membuka peluang di dunia
usaha untuk mengembangkan usahanya dengan berbagai macam cara. Jika
ditinjau dari sisi manfaat derasnya kemajuan para pelaku usaha, maka negara
diuntungkan dengan masifnya penerimaan negara karena hal itu. Justru
sebaliknya jika lebih dalam ditinjau fenomena tersebut, terkadang dengan
semakin ketatnya persaingan usaha menjadi sebuah tuntutan bagi para pelaku
usaha untuk menghadapi keadaan sekarang ini dengan menempuh segala cara
agar tetap survive dari jahatnya dunia bisnis era ini.
Keinginan para pelaku usaha untuk meningkatkan produksinya maka
akan menambah permintaan untuk menambah modal usahanya1, atas hal
tersebut hadirlah berbagai lembaga keungan bank maupun non-bank yang
tersedia bagi para pelaku usaha untuk menambah amunisi modal kegiatan
bisnisnya. Semakin gencarnya pengeksploitasian terhadap lembaga pinjaman,
maka kemajuan bisnis dari pelaku usaha yang akan menentukan lancar atau
tidaknya peminjaman modal sedangkan kemunduran bisnis akan melahirkan
kondisi terhambatnya pengembalian modal.
Menjadi permasalahan kelak tatkala pelaku usaha yang telah meminjam
dana untuk dijadikan modal usaha mengalami kemacetan usaha
1 Andhika Prayoga, Solusi Hukum Ketika Bisnis Terancam pailit (Bangkrut), (Jakarta:
PT Buku Seru, 2014), h. 2.
2
yang menyebabkan telat ataupun gagal bayar (stop to pay). Disatu pihak
kreditor memerlukan dana tersebut untuk terus menghidupi usahanya kedepan,
namun pihak debitor tidak mampu melunasi utangnya karena berbagai macam
faktor yang menyebabkan insolvensi. Demikian dimensi yang kompleks
tersebut, sehingga bisnis harus berada dalam ruang pengaturan hukum yang
baik agar tidak terjadi ketimpangan dan ketidakadilan. Pemerintah telah
menyediakan lembaga kepailitan beserta perangkat hukumnya yang berupa
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU KPKPU) sebagai
hukum materiil sekaligus formil yang digunakan menyelesaikan sengketa
utang-piutang.
Dalam hal debitor mempunyai banyak kreditor dan harta kekayaan
debitor tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditor, maka para kreditor
akan berlomba dengan berbagai macam cara, baik yang sesuai dengan prosedur
hukum maupun yang tidak sesuai dengan prosedur hukum untuk mendapatkan
pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditor yang datang belakangan sudah
tidak dapat lagi pembayaran karena harta debitor sudah tidak bisa lagi melunasi
pembayaran karena sudah habis diambil kreditor yang lebih dahulu
mengambilnya2. Hal ini tentu sungguh tidak adil dan merugikan baik kreditor
maupun debitor sendiri, oleh karenanya disinilah peran lembaga kepailitan
yang memutuskan perselisihan untuk memangkas jurang ketidakadilan
tersebut. Bagi debitor sejak diucapkannya putusan bahwa dirinya pailit, maka
sesuai dengan Pasal 24 UU KPKPU ia kehilangan hak untuk melakukan
pengurusan dan penguasaan atas bendanya, hal tersebut akan beralih tangan ke
kurator yang bertindak selaku pengampu (curatele).3
2 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan,
(Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group, 2008), Cet.1, h. 4. 3 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Di
Indonesia, (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013), h. 52.
3
Kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan nantinya berperan sebagai aktor
yang membereskan (likuidasi) segala harta yang dimiliki debitor baik yang
bergerak maupun tidak bergerak serta harta yang ada sekarang maupun yang
akan ada kelak. Harta yang telah dibereskan oleh kurator itu nantinya akan
dibagikan secara proporsional kepada kreditor konkuren, kreditor preferen,
maupun kreditor separatis berdasarkan prinsip pari posu pro rata parte. Debitor
pailit masih diberikan kesempatan untuk mengajukan perdamaian setelah
putusan pengadilan tersebut kepada para kreditor, jikalau perdamaian itu
diterima maka putusan pailit tersebut akan berakhir, sebaliknya jika ditolak
maka demi hukum seluruh harta debitor pailit akan dibereskan oleh kurator.
Namun demikian, sekiranya debitor yang tidak puas akan putusan pengadilan
yang menyatakan dirinya pailit maka secara sah dan konstitusional dapat
mengajukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali. Upaya diluar
daripada itu maka mutatis mutandis adalah upaya debitor melawan peraturan
perundang-undangan yang ada.
Salah satu upaya melawan hukum debitor pailit adalah terkadang
debitor pailit memindah tangankan maupun menjual hartanya kepada
Perusahaan afiliasi, teman, bahkan keluarganya sendiri demi menyelamatkan
hartanya tersebut atau yang biasa dikenal Fraudulent Transfer, sehingga harta
debitor pailit akan dinyatakan nol (nihil) bahkan minus sekalipun. Peristiwa
tersebut tentu akan membuat kesulitan bagi kurator untuk mengurusnya
sehingga bermuara merugikan para kreditor yang telah lama menantikan
pembayaran utang debitor. Untuk mencegah maupun mengatasi hal tersebut
UU KPKPU memfasilitasi Kurator yang dengan persetujuan hakim pengawas
menempuh jalur actio paulina, dengan demikian action paulina adalah
tambahan (accesoir) dari pernyataan suatu kepailitan.
Gugatan action paulina yang bertalian erat dengan Pasal 1341 KUH
Perdata ditempuh manakala debitor pailit menjual maupun memindah
tangankan hartanya dalam kurun waktu 1 tahun sebelum putusan pailit
4
dinyatakan dan debitor mengetahui hal tersebut dapat merugikan para kreditor.4
Hal ini berarti kurator harus cermat ketika menginventarisasi boedel pailit
debitor agar mendapatkan keseluruhan harta debitor pailit secara keseluruhan
untuk nantinya dibereskan dan dibagikan secara proporsional kepada para
kreditor berdasarkan prinsip pari posu pro rata parte.5
Tindakan debitor yang menjual maupun memindah tangankan hartanya
sebelum putusan pailit tentu sangat merugikan kreditor dan hal tersebut jika
dikaitkan dengan prinsip kepailitan bahwa debitor pailit tidak memiliki hak
mengurus dan memiliki hartanya ketika putusan dijatuhkan, maka dapat
dikategorikan tindakan debitor tersebut adalah perbuatan melawan hukum.
Tidaklah mudah untuk dapat membuktikan tindakan debitor pailit tersebut
karena Kurator nantinya di muka Hakim, harus membuktikan secara kumulatif
unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 42 UU KPKPU. Konfilk penjualan harta
debitor semakin pelik karena disatu sisi debitor pailit dalam hal ini direksi
selaku organ perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha berdalih tindakan
tersebut diambil karena bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, namun untuk
kepentingan menyehatkan perusahaan sebagaimana layaknya kewajiban direksi
yang tertuang dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (UU PT) sehinggga mendapat pengecualian Pasal 41 UU
KPKPU. Tentu hal itu perlu dipertanyakan dan diteliti lebih lanjut karena
melindungi hak-hak kreditor merupakan salah satu kewajiban dari Kurator
dalam melaksanakan tugasnya
4 Andriani Nurdin, Masalah Seputar Actio Paulina dalam Emmy Yuhassarie, ed.,
Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum: Prosiding Rangkaian lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis lainnya, 20-22 Juli 2004, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004), h. 264.
5 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan …, Cet.1, h. 29.
5
Hal itu tergambarkan secara nyata pada kasus di Pengadilan Niaga
Medan dimana tindakan debitor pailit yang menjual aset-asetnya kepada
perusahaan lain yang tidak lain dan tidak bukan merupakan perusahaannya
sendiri. Perkara di Pengadilan Niaga Medan dengan perkara Nomor 07/Pdt.Sus-
Actio Pauliana/2015/ Pengadilan.Niaga.Mdn merupakan bukti konkret adanya
penyalahgunaan wewenang dengan mengakali putusan Pengadilan
(circumventing a judge’s decision). Setelah diinventarisir oleh Kurator ternyata
seluruh aset Debitor pailit dinyatakan nol (Rp. 0,-) sehingga tidak dapat
keuntungan jika dilelang. Setelahnya diketahui debitor pailit yakni PT. Heat
Exchangers menjual aset pailit kepada PT. KPE Industries dimana kedua
perusahaan tersebut sama-sama memiliki direktur dan komisaris yang sama,
yakni Chew Fook Sin selaku direktur PT. Heat Exchangers sekaligus direktur
PT. KPE Industries dan Lee Swee Eng selaku Komisaris pada kedua
perusahaan tersebut. Maka melalui Putusan pada perkara tersebut yang juga
bahkan dikuatkan dengan putusan Kasasi Nomor Nomor 15 K/Pdt.Sus-
Pailit/2016 yang diajukan PT. Heat Exchangers, Penyelamatan harta pailit
dengan metode fraudulent transfer terbukti merugikan para kreditor dan
otomatis melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka Peneliti berkeinginan melakukan
suatu penelitian diranah hukum Kepailitan dengan judul “PENERAPAN
ACTIO PAULINA DALAM MENJAMIN BOEDEL PAILIT ATAS
TINDAKAN FRAUDULENT TRANSFER YANG DILAKUKAN OLEH
DEBITUR PAILIT (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 15 K/PDT.SUS PAILIT/2016)”.
B. Indentifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Bahwa dari pemaparan di atas terdapat berbagai masalah yang dapat di
identifikasi, yang pada gilirannya akan di teliti sesuai batasan kemampuan
dalam studi ini, masalah yang dapat di identifikasi, yaitu:
6
a. Syarat-syarat mengajukan gugatan action paulina
b. Mekanisme atau prosedur pengajuan gugatan action paulina sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
c. Segala tindakan debitor pailit yang dapat dikualifikasikan sebagai
tindakan fraudulent transfer yang dilakukan oleh PT. Heat
Exchangers dengan PT. KPE Industries
d. Membuktikan adanya itikad buruk PT. Heat Exchangers selaku
debitor pailit dimuka persidangan
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan dari seluruh apa yang telah peneliti identifikasi, karena
begitu luasnya cakupan penelitian ini, maka pada penulisan skripsi ini
pembahasan akan dibatasi hanya pada perihal adanya gugatan action
paulina dalam putusan nomor 07/Pdt.Sus-Actio Pauliana/2015/
Pengadilan.Niaga. yang dikuatkan dengan putusan kasasi nomor 15
K/Pdt.Sus-Pailit/2016 untuk menjamin boedel pailit dalam mencegah
maupun menangani segala tindakan debitur pailit yang sekiranya
merugikan kreditor.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dijabarkan sebelumnya yaitu adanya pembatalan tindakan fraudulent
transfer yang dilakukan oleh debitor pailit melalui actio paulina, maka
dibuat perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
a. Bagaimana pertimbangan Hakim pada perkara nomor 15 K/Pdt.Sus-
Pailit/2016 dalam menjamin hak-hak Kreditor dari tindakan
fraudulent transfer ?
b. Bagaimana akibat hukum atas putusan mahkamah agung nomor 15
K/Pdt.Sus-Pailit/2016 terhadap seluruh boedel pailit yang telah
dipindahtangankan oleh debitor pailit ?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menjelaskan hukum kepailitan di Indonesia dalam memberikan
perlindungan hukum hak-hak Kreditor melalui jalur actio paulina atas
tindakan debitor pailit yang melakukan fraudulent transfer boedel
pailit.
Berdasarkan tujuan umum tersebut, secara khusus penelitian ini
bertujuan :
a. Untuk memahami pertimbangan Hakim dalam memutus gugatan
action paulina guna menjamin hak-hak Kreditor pada seluruh
boedel pailit dari tindakan fraudulent transfer.
b. Untuk memahami akibat hukum atas boedel pailit yang telah
dipindahtangankan oleh debitor pailit.
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan yang ingin dicapai, ada beberapa hal yang
merupakan manfaat dari studi ini diantaranya :
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan sebisa mungkin
memperkaya dan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum sehingga dapat menjadi sumbangan pemikiran
dalam pengembangan dalam ilmu hukum pada umumnya dan
hukum persaingan usaha pada khususnya.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi
masyarakat perihal perilaku fraudulent transfer sebagai salah satu
perilaku debitor pailit yang lari dari tanggung jawabnya dalam
melaksanakan kewajiban pembayaran utang terhadap Kreditor.
8
D. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak
adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
1. Pendekatan Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
library research (studi kepustakaan) dengan metode penelitian yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang
dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai peraturan
perundang-undangan dibidang hukum kekayaan intelektual khususnya
dibidang Hukum Kepailitan. Metode berpikir yang digunakan adalah
metode berpikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang
ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia
benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus).
2. Jenis Penelitian
Sehubungan dengan penelitian dalam skripsi ini merupakan penilitian
normatif maka Peneliti menggunakan pendekatan undang-undang (statute
approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan
perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang
berkaitan dengan Kepailitan. Pendekatan konsep (conceptual approach)
digunakan untuk memahami konsep-konsep tentang pengertian actio
paulina pada hukum kepailitan, pengertian fraudulent transfer, mekanisme
actio paulina dan akibat hukum dari putusan yang berasal dari gugatan actio
paulina. Dengan didapatkan konsep yang jelas maka diharapkan penormaan
9
dalam aturan hukum ke depan tidak lagi terjadi pemahaman yang kabur dan
ambigu.
3. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritati artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer
meliputi perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim.6
Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer antara
lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas;
4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman;
5) Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor : 07/ Pdt.Sus-Actio
Pauliana/ 2015/ Pengadilan.Niaga.Mdn;
6) Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus-pailit/2016;
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu: Yang termasuk dalam
bahan hukum skunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi7. Misalnya dapat berupa hasil
6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : kencana, 2010), h. 14 7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Kencana, 2005), h. 141
10
karya dari kalangan hukum, penelusuran internet, majalah, surat kabar
dan sebagainya.
c. Bahan Non-Hukum
Bahan non-hukum merupakan bahan diluar bahan primer dan
bahan skunder yang dipandang perlu. Bahan non-hukum dapat berupa
buku-buku mengenai ilmu politik, ekonomi, sosiologi, filsafat,
kebudayaan, kamus hukum, kamus bahasa inggris. atau laporan-
laporan penelitian noon-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan
topik penelitian8. Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk
memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu studi
kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari referensi untuk
mendukung materi penelitian ini melalui berbagai literature seperti buku,
bahan ajar perkuliahan, artikel, jurnal, skripsi, tesis dan Undang-Undang di
berbagai perpustakaan umum dan universitas.
Data yang dikumpulkan akan dianalisa secara kualitatif yang berarti
bahwa data bersangkutan yang dikumpulkan terkait dengan objek penelitian
ini akan dihimpun, diolah, dan dianalisa lalu akan dikonstruksikan.
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum seperti bahan hukum primer, bahan hukum
skunder dan bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa
11
sehingga dapat ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk
menjawab semua permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan
masalah.
Mengenai cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif
yakni dengan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat
umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah
bahan hukum diolah dan dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut
yang akhirnya dapat menjawab permasalahan mengenai Penerapan actio
paulina dalam menjamin boedel pailit atas tindakan fraudulent transfer
yang dilakukan debitor pailit.
6. Metode Penulisan
Acuan metode penulisan yang peneliti rujuk mengacu kepada “Petunjuk
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2017” berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang
sudah ditentukan oleh fakultas.
E. Sistematika Penulisan
Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab sesuai pembahasan
dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan, Pada bab ini menguraikan tentang
Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian
Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metodologi Penelitian,
Sistematika Penulisan yang berkenaan dengan permasalahan
yang akan dibahas dalam skripsi ini.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Merupakan bab kajian pustaka mengenai teori dan membahas
beberapa aspek diantaranya definisi Kepailitan, definisi Pailit,
12
definisi actio paulina, definisi fraudulent transfer, mekanisme
pengajuan actio paulina yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang dan aturan terkait. Pada bab ini
juga dibahas review studi terdahulu yang relevan yang fokus
pembahasannya mendeskripsikan persamaan dan studi-studi
dengan studi yang akan dilakukan
BAB III DATA PENELITIAN
Merupakan bab penyajian data dan penelitian secara deskriptif
dimana data yang dimaksud adalah Putusan Mahkamah Agung
Nomor 15 K/Pdt.Sus pailit/2016 Juncto Putusan Pengadilan
Niaga Medan dengan putusan Nomor: 07/Pdt.sus-Actio
Paulina/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn yang membahas mengenai
kasus, pertimbangan hukum hakim dan putusan terhadap
Marolop Tua Sagala selaku Kurator dengan PT. Heat
Exchangers Indonesia selaku Debitor pailit
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM MENGENAI
TINDAKAN FRAUDULENT TRANSFER YANG
DILAKUKAN DEBITOR PAILIT
Merupakan bab analisis permasalahan yang membahas dan
menjawab permasalahan pada penelitian ini diantaranya
menganalisis peran vital kurator dalam mempertahannkan hak-
hak Kreditor akibat tindakan fraudulent transfer yang dilakukan
oleh debitor pailit sebagaimana dalam perkara yang diputus
dalam putusan kasasi nomor Nomor 15 K/Pdt.Sus-pailit/2016
Juncto Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 07/ Pdt.Sus-
Actio Pauliana/ 2015/ Pengadilan.Niaga.Mdn
13
BAB V PENUTUP
Merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan
rekomendasi. Bab ini merupakan bab terakhir dalam sistematika
penuliasan skripsi yang pada akhirnya peneliti menarik
kesimpulan dari penelitian untuk menjawab rumusan masalah
dan beberapa saran yang coba diajukan peneliti.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Tinjauan Umum Kepailitan
a. Pengertian Kepailitan
Kepailitan secara apriori dianggap sebagai kegagalan yang
disebabkan karena kesalahan dari debitor dalam menjalankan usahanya
sehingga menyebabkan utang tidak mampu dibayar. Oleh karenanya
sering diidentikkan sebagai pengemplangan utang atau penggelapan
terhadap hal-hak yang seharusnya dibayarkan kepada Kreditor. Bahkan
Kartono mendeskripsikan bahwa kepailitan memang tidak
merendahkan martabatnya sebagai manusia, tapi apabila nantinya ia
berupaya untuk mendapatkan kredit, maka disitulah baru terasa baginya
sisi gelap sebagai orang yang pernah dinyatakan pailit.1 Dengan
perkataan lain, kepailitan memengaruhi “credietwaardigheid”-nya
dalam arti yang merugikan, ia akan sulit mendapatkan kredit. Lebih
lanjut bahkan Munir Fuady mengatakan bahwa kepailitan bukan hanya
dianggap sebagai sarana penagih utang, namun dianggap sebagai
“monster” yang seolah-olah siap menghisap darah debitor yang nakal
maupun yang jujur.2
Kepailitan sendiri diambil dari kata “pailit” yang merupakan
suatu keadaan dimana debitor tidak mampu Untuk melakukan
pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediornya.
1 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, (Jakarta: Pradnya Paramita,
1982), h. 42.
2 Munir Fuady, Hukum pailit 1998: dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 2.
15
Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan
kondisi keungan (financial distress) dari usaha debitor yang tengah
mengalami kemunduran. Sedangkan Kepailitan merupakan putusan
Pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan
debitor pailit, baik harta yang telah ada saat ini maupun yang akan ada
dikemudian hari.3 Hal ini pun selaras dengan rumusan pengertian
Kepailitan yang dicantumkan dalam Pasal 1 angka 1 yang mengatakan
bahwa Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
Adapun Kepailitan dalam kepustakaan Black’s law dictionary
menyatakan “Bankrupt is the state or condition of one who is unable to
pay his debts as they are, or become, due.4
Pembicaraan makna kepailitan diatas tentu pula tak terlepas dari
sisi yuridis kepailitan yang pondasi dasarnya diatur dalam Pasal 1131
KUH Perdata yang berbunya :
“segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun
yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang ada dikemudian
hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan”
Secara gramatikal tentu rumusan Pasal tersebut memberikan
gambaran akan adanya tanggung jawab yang dimiliki oleh debitor yang
muncul dari perikatan dirinya dengan kreditor. Harta yang dimiliki oleh
debitor baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, yang saat ini ada
3 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta:
PT Kencana Prenada Media Group, 2015), Cet.5, h. 1.
4 Henry Campbell Black. Black’s law dictionary, (West Publishing Co.,St. Paul Minnesota, 1979), h. 134.
16
maupun yang ada dikemudian hari menjadi jaminan untuk Perikatan
tersebut. Dengan seperti itu maka Debitor harus menyadari pula bahwa
bila kewajibannya membayar utang tidak dituntaskan sebagaimana
mestinya maka tinggal menghitung hari saja harta debitor seluruhnya
akan disita melalui jalur kepailitan.
Disitanya harta debitor pailit Setelah dinyatakan pailit oleh
Pengadilan maka pengurusan dan pemberesan harta debitor pailit
diserahkan kepada Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagai mitra kerja Kurator agar pemberesan harta tersebut dapat
dibagikan secara proporsional sesuai dengan asas umum kepailitan
yakni pari posu pro rata parte.
b. Asas-Asas dalam Hukum Kepailitan
Asas atau prinsip merupakan ratio legis dari adanya norma
hukum. Satjipto Raharjo menyatakan bahwa asas hukum merupakan
jantungnya peraturan hukum dan ia merupakan landasan yang paling
luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, yang berarti bahwa
peraturan-peraturan itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-
asas tersebut.5 Asas hukum sangat diperlukan sebagai dasar
pembentukan aturan hukum sekaligus sebagai dasar dalam
memecahkan persoalan hukum manakala aturan hukum yang ada tidak
tersedia. Dalam Hukum Kepailitan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang setidaknya telah memiiliki Asas umum
Kepailitan, yang diantaranya :6
5 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), h. 85.
6 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan …, Cet.5, h. 1.
17
1) Asas Paritas Creditorium
Paritas Creditorium (Kesetaraan kedudukan para
kreditor) menentukan bahwa para Kreditor mempunyai hak
yang sama terhadap semua harta benda debitor. Asas ini
mengandung makna bahwa semua kekayaan Debitor baik
bergerak maupun yang tidak bergerak, yang saat ini ada maupun
yang dikemudian hari ada akan terikat kepada penyelesaian
kewajiban Debitor. Filosofi Paritas Creditorium berangkat dari
peristiwa ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda
sementara utang debitor tidak terbayarkan. Oleh karenanya
hukum memberikan jaminan umum bahwa harta kekayaan
debitor demi hukum menjadi jaminan terhadap utang-utangnya
meskipun harta Debitor tersebut tidak ada kaitannya secara
langsung terhadap utang-utangnya. Namun demikian, asas ini
kendatipun merupakan reaksi dari ketidakadilan tersebut, jika
diterapkan secara berdiri sendiri maka akan menimbulkan
ketidakadlian berikutnya.
Karena asas paritas creditorium menganggap para
kreditor berkedudukan sama dengan kreditor lainnya sehingga
tidak membedakan sama sekali. Tentu hal ini akan
menimbulkan ketidakadilan berikutnya mengingat dalam
praktiknya ada kreditor yang memiliki piutang yang besar dan
ada pula kreditor yang memiliki piutan kecil. Maka asas ini
harus dipasangkan dengan asas lain dalam hukum kepailitan
yaitu asas pari posu pro rata parte dan asas structured creditors.
2) Asas Pari Posu Pro Rata Parte
Jika asas Paritas Creditorium bertujuan untuk
memberikan keadilan bagi semua Kreditor tanpa pembedaan
18
kondisinya terhadap harta kekayaan Debitor kendatipun harta
kekayaan tersebut tidak berkaitan langsung dengan transaksi
yang dilakukannya, maka asas pari posu pro rata parte
memberikan keadilan kepada kreditor dengan konsep keadilan
proporsional dimana kreditor yang memiliki utang yang lebih
besar, maka akan mendapatkan porsi pembayaran lebih besar
pula dari pada kreditor yang memiliki piutang lebih kecil.
Artinya asas ini menunjukkan bahwa segala harta kekayaan
Debitor itu sebagai jaminan akan kewajiban untuk membayar
utang-utangnya kepada para kreditor dengan sama rata, kecuali
jika antara para kreditor itu ada yang menuru undang-undang
harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya.
3) Asas Structured Creditors
Pelaksanaan hukum dengan mempergunakan asas paritas
creditorium yang digandengkan dengan asas pari posu pro rata
parte dalam realitasnya ternyata juga bukan tanpa kelemahan.
Kedua asas tersebut masih menafikkan adanya kreditor yang
memiliki hak atas jaminan kebendaan harta kekayaan debitor
serta kreditor yang juga memiliki hak preferensi. Jika pada
akhirnya disamakan kedudukannya maka adanya lembaga
hukum jaminan menjadi tidak bermakna lagi. Bentuk
ketidakadilan lanjutan inilah yang pada akhirnya melahirkan
asas structured creditors guna melindungi para kreditor yang
memiliki jaminan atas kebendaan debitor dan juga kreditor yang
memiliki hak preferensi. Adapun asas ini adalah asas yang
mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam
kreditor sesuai dengan kelasnya masing-masing, yaitu :
19
(1) Kreditor separatis;
(2) Kreditor preferen;
(3) Kreditor konkuren.
Dalam hukum kepailitan kreditor preferen menurut
undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya,
seperti pemegang hak privilege, pemegang hak retensi dan lain
sebagainya. Sedangkan kreditor separatis adalah kreditor yang
memiliki jaminan kebendaan. Lain hal dengan kreditor
konkuren, kreditor ini hanya diklasifikasikan sebagai kreditor
biasa yang biasanya mendapatkan porsi akhir atas harta debitor
pailit.
4) Asas Utang
Tanpa adanya utang esensi kepailitan menjadi tidak ada
karena kepailitan adalah pranata hukum untuk melakukan
likuidasi aset debitor untuk membayar utang-utangnya kepada
para kreditor, karenanya M. hadi shubhan mengatakan bahwa
utang merupakan raison d’etre dari suatu kepailitan. utang
menjadi dasar utama untuk mempailitkan subjek hukum
sehingga sangat penting sekali untuk dikaji lebih lajut prinsip
mendasar utang. Utang dalam kepailitan di Amerika disebutkan
sebagai claim. Claim diartikan oleh Robert L. Jordan sebagai:
(1) Right to payment, whether or not such right is reduced to
judgement, liquidated, unliquidaited, fixed, contingent,
matured, unmatured, disputed, undisputed, legal,
equitable, secure or unsecured; or
(2) Right to an equitable remedy for breach of performance if
such breach gives rise to a right to payment, whether or
not such right to an equitable remedy is reduced to
20
judgement, fixed, contingent, matured, unmatured,
disputed, undisputed, secured or unsecured.7
Ada perbedaan mendasar menurut Ned Waxman antara claim
dengan debt, sebagaimana Robert L. Jordan kemukakan diatas,
“Clain is a right to payment, even if it is unliquidated,
unmatured, disputed, or contingent. It also includes the right to
an equitable remedy for breach of performance if such breach
gives rise to right to payment.
Begitu pula dengan Sutan Remy Sjahdeiny yang
mengatakan claim dalam Bankruptcy Code Amerika
mengharuskan adanya right to payment, dengan demikian
apabila kewajiban debitor tidak menimbulkan suatu right to
payment maka kewajiban debitor tidak dapat digolongkan
sebagai claim.8 Right to payment mengindikasikan adanya hak
kepada kreditor agar utangnya dibayarkan. Pada konsep utang
di Indonesia, dalam hal seseorang karena perbuatannya atau
tidak melakukan sesuatu yang mengakibatkan bahwa ia
mempunyai kwajiban membayar ganti rugi, memberikan
sesuatu atau tidak memberikan sesuatu, maka pada saat itu juga
ia mempunya utang, mempunyai kewajiban melakukan prestasi.
Sehingga dapat dikatakan utang sama dengan prestasi menurut
Fred B.G Tumbuan.9
7 Ned Waxman, “Bankruptcy”, (1992), dalam Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan:
Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Jakarta: PT Kencana Prenada Media Group, 2015), h. 34.
8 Sutan Remy Sjahdeiny,Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, (Jakarta: Grafiti, 2002), h. 105.
9 Sutan Remy Sjahdeiny,Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 …, h. 106.
21
5) Asas Debt Collection
Debt collection mempunyai makna sebagai konsep
pembalasan dari kreditor terhadap debitor pailit. Pada hukum
kepailitan asas ini dipergunakan sebagai mekanisme pemaksaan
dan pemerasan melalui likuidasi aset. Lebih lanjut emmy
mengatakan bahwa hukum kepailitan dibutuhkan sebagai
collective proceeding, artinya tanpa adanya hukum kepailitan
masing-masing kreditor akan berlomba-lomba secara sendiri-
sendiri mengklaim aset debitor untuk kepentingannya.10 Oleh
karena itu hukum kepailitan dapat memberikan suatu
mekanisme dimana para kreditor dapat bersama-sama
menentukan apakah sebaiknya perusahaan debitor diteruskan
kelanjutan usahanya atau tidak. Sehingga dengan adanya asas
ini menekankan kembali fungsi adanya hukum kepailitan
sebagai sarana pemaksa untuk mewujudkan hak-hak Kreditor
melalui likuidasi aset debitor dengan bersama-sama dengan para
kreditor lainnya.
6) Asas Debt Pooling
Asas ini mengatur bagaimana harta kekayaan debitor
pailit harus dibagi diantara para kreditornya. Dalam melakukan
pendistribusian aset tersebut, sudah barang tentu kurator akan
berpegang pada prinsip paritas creditorium dan prinsip pari
posu pro rata parte, serta pembagian berdasarkan jenis masing-
masing kreditor (structured credtors). Debt pooling mencakup
pula pengaturan dalam sistem kepailitan terutama berkaitan
10 Sutan Remy Sjahdeiny,Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening
juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 …, h. 109.
22
dengan bagaimana aset debitor pailit dibagikan ke para
kreditornya. Penjabaran sistem ini akan berkaitan dengan
kelembagaan yang terlihat dalam proses kepailitan mulai dari
lembaga peradilan, hukum acara yang digunakan, serta
terdapatnya hakim pengawas dan kurator dalam pelaksanaan
kepalitan.
7) Asas Debt Forgiveness
Debt forgiveness mengartikan bahwa kepailitan bukan
hanya sebagai alat memaksa debitor untuk melunasi utangnya
kepada para kreditor, namun lebih jauh dari itu kepailitan juga
bisa bermakna sebaliknya, yaitu sebagai sarana hukum yang
dapat digunakan untuk meringankan beban debitor yang sedang
mengalami kesulitan kondisi keungan dengan agreement antara
dirinya dengan para kreditornya. Dalam praktiknya dari asas ini
adalah diberikannya moratorium terhadap debitor atau yang
biasa dikenal sebagai penundaan kewajiban pembayaran utang
untuk jangka waktu yang akan ditentukan. Diberkkannya fresh-
starting bagi debitor memungkinkan untuk melakukan kembali
usahanya agar dapat kembali mendapatkan kondisi keuangan
yang sehat. Bahkan Gross mengungkapkan pengampunan
sebagai solusi terhadap utang-utang debitor yang tak
terbayarkan, “the solution to the problem of non-paying debtors
is forgiveness. The freshstart is how society (through the
bankruptcy system) mandates that creditors and other members
of society forgive nonpaying debtors.11
11 Karen Gross, Failure and Forgiveness: Rebalancing the Bankruptcy System, (New
Heaven: Yale University Press, 1997), h. 244.
23
c. Syarat-Syarat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit
Akar yang menjadi penopang sebagai regulasi untuk Pengajuan
permohonan pernyataan pailit dapat kita temui dalam rumusan Pasal 2
Ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik
atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih kreditornya.”
Setidaknya jika dibaca secara gramatikal dari ketentuan norma diatas
dapat kita temukan segala persyaratan untuk mengajukan permohonan
pailit ke Pengadilan, seperti:
1) Syarat adanya dua Kreditor atau lebih (Concurcus Creditorium)
Adanya syarat ini dipandang sebagai satu langkah untuk
bisa melindungi debitor akan adanya kreditor yang hanya
berniat untuk menjatuhkan debitor melalui arena kepailitan.
Debitor yang ingin dinyatakan pailit harus dipastikan terlebih
dahulu bahwa ia memiliki setidaknya dua kreditor. Syarat
mutlak ini harus dipenuhi sebab jika debitor hanya memiliki satu
kreditor, maka otomatis seluruh aset debitor menjadi jaminan
atas pelunasan utang tersebut dan tidak diperlukan pembagian
secara pari posu pro rata parte.
2) Harus ada Utang
Syarat ini sebetulnya mengingatkan kita kembali atas
adanya asas utang sebagaimana diuraikan diatas. Bentuk
pengejawantahan asas utang sebagai salah satu syarat untuk
mengajukan permohonan pailit merupakan syarat yang harus
dipenuhi dan harus juga dibuktikan di Pengadilan. Pada
mulanya menurut Jono frasa “utang” dalam dunia hukum
24
kepailitan menjadi multitafsir12 tatkala dulu didalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tidak ada
definisinya. Apakah makna “utang” hanya terbatas pada utang
yang lahir dari perjanjian utang piutang atau perjanjian pinjam-
meminjam ataukah “utang” merupakan suatu prestasi ?. akan
tetapi hal itu pun sudah terjawab dengan hadirnya Pasal 1 butir
6 UU Kepailitan yang menyatakan :
“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan
dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun
mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul
di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian
atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan
bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”
Sehingga adanya Pasal tersebut pemaknaan frasa
“utang” secara luas terjabarkan, yang intinya tidak hanya
meliputi utang yang timbul dari perjanjian utang-piutang tetapi
juga utang yang timbul karena undang-undang atau perjanjian
yang bisa dinilai dengan uang.
3) Cukup Satu Utang yang Telah Jatuh Waktu dan Dapat Ditagih
Disejajarkan dengan syarat pertama diatas dan
disandingkan dengan syarat ini maka mengandung pengertian
untuk dapat meminta permohonan pailit cukup hanya dengan
menggunakan 2 kreditor dengan catatan diantara salah satunya
utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Suatu utang
dikatakan jatuh dan harus diayar jika utang tersebut sudah
waktunya untuk dibayar, terhadap istilah “jatuh waktu” dan
12 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.10
25
“dapat ditagih”, Sutan Remi Sjahdeni berpendapat bahwa kedua
istilah itu berbeda pengertian dan kejadiannya. Suatu utang
dapat saja telah dapat ditagih tetapi belum jatuh waktu.
Utang yang telah jatuh waktu maka dengan sendirinya
menjadi utang yang dapat ditagih, namun utang yang telah dapat
ditagih belum tentu merupakan utang yang jatuh waktu.13 Utang
hanyalah jatuh waktu bila menurut perjanjian utang-piutang
telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi.
d. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan
Tertuang dalam Pasal 2 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) UU Kepailitan
menunjukkan bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit
bagi seorang debitor adalah :
1) Debitor yang bersangkutan;
2) Kreditor atau para Kreditor;
3) Kejaksaan untuk kepentingan umum;
4) Bank Indonesia apabila Debitornya adalah bank;
5) Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dalam hal
Debitornya adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring
dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian; dan
6) Menteri Keuangan dalam hal Debitornya adalah perusahaan
asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension, atau Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang
kepentingan publik.
13 Sutan Remy Sjahdeiny, Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening
..., h. 64.
26
e. Pengertian Debitor, Debitor Pailit dan Kreditor
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
yang dimaksud dengan Debitor sebagai berikut:
“Orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-
undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka Pengadilan.”
Sedangkan dalam KUHperdata tidak memakai istilah “debitor
maupun “kreditor” melainkan si berutang dan si berpiutang. Menurut
Pasal 1235 dihubungkan dengan Pasal 1234 dan Pasal 1239
KUHperdata, bahwa si berutang adalah pihak yang wajib memberikan,
berbuat atau tidak berbuat sesuatu berkenaan dengan perikatannya, baik
perikatan itu timbul karena perjanjian maupun karena undang-undang.
Sedangkan subjek hukum dikatakan sebagai Debitor pailit manakalah
ia adalah orang yang berutang dan diputus pailit oleh Pengadilan Niaga
sebagai lembaga yang berwenang untuk memutskan hal itu.14
Sementara itu yang dimaksud dengan Kreditor dalam Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai berikut:
“Orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
undang-undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan.”
f. Akibat Kepailitan
1) Akibat Kepailitan terhadap diri dan hartanya
Debitor pailit demi hukum kehilangan haknya untuk
mengurus (daden van behooren) dan melakukan perbuatan
14 Sutan Remy Sjahdeini, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016, h. 206.
27
kepemilikan (daden van beschikking) atas harta kekayaanya
yang termasuk dalam kepailitan. Debitor pailit hanya hilang hak
untuk menguasi hak kebendaanya tersebut dan tidak kehilangan
hak-hak keperdataan lainnya. Pada dasarnya putusan kepailitan
serta merta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap
putusan tersebut masih ada upaya hukum yang dilayangkan
lebih lanjut. Sehingga segala akibat pailitpun otomatis berlaku
kendatipun sedang ditempuh upaya hukum. Kurator yang
didampingi Hakim pengawas dapat langsung menjalankan
fungsinya untuk melakukan likuidasi aset Debitor pailit.
Jikalaupun kelak putusan pailit dibatalkan karena adanya upaya
hukum, maka perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator
sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan
adanya putusan pembatalan tesebut tetap sah dan mengikat bagi
debitor.
Hal ini merupakan Ratio Legis yang menurut M. Hadi
Shubhan hukum kepailitan adalah sebagai alat untuk
mempercepat likuidasi aset debitor pailit untuk digunakan
membayar utang-utangnya, sehingga implikasi negatif berupa
kerugian tidak akan dialami oleh Kurator maupun debitor pailit
karena utang-utangnya telah sebagian atau seluruhnya
terbayarkan.15
2) Perikatan yang Muncul Setelah Adanya Kepalitan
Sesudah Debitor dinyatakan pailit kemudian timbul
perikatan, maka perikatan debitor tersebut tidak dapat dibayar
15 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan …, Cet.5, h. 163.
28
dari harta pailit.16 Jika ketentuan ini dilanggar oleh si pailit,
maka perbuatannya tidak mengikat kekayaannya tersebut,
kecuali perikatan tersebut mendatangkan keuntungan terhadap
harta pailit. Ketentuan ini sering disusupi dengan membuat
perikatan dengan krediotr fiktif untuk kepentingan debitor pailit.
Disamping itu pula, utang dalam kepailitan harus dibedakan
menjadi utang pailit, utang yang tidak dapat diverifikasi dan
utang harta/boedel pailit. Menurut Marjan E. Pane,17 Kurator
harus mengelompokan atas utang Debitor pailit menjadi:
(1) Utang pailit; yaitu utang yang telah ada pada waktu
diputusnya kepailitan termasuk utang yang dijamin
dengan agunan
(2) Utang yang tidak dapat diverifikasi; yaitu utang yang
timbul setelah putusan kepailitan dan karenanya tidak
dapat dikelompokkan dalam utang pailit, tetap
mempunyai hak tagih namun kedudukannya
terbelakang dari utang pailit
(3) Utang harta/boedel pailit; yaitu utang yang timbul
setelah keputusan pailit. Utang ini dibuat dengan tujuan
untuk memperlancar proses pengurusan dan pembersan
harta pailit. Utang ini akan dilunasi dari harta pailit
tanpa perlu diverifikasi dan mempunyai kedudukan
didahulukan atas utang pailit.
16Man. S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, (Bandung: PT. Alumni, 2010), h. 109.
17 Marjan E. Pane, “Inventarisasi dan Verifikasi dalam Rangka Pemberesan Harta Pailit dalam Pelaksanaanya”, dalam Emmy Yuhassarie, ed., Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), h. 280.
29
3) Akibat Kepailitan Terhadap Pekerja
Pekerja yang bekerja pada Debitor pailit dapat
memutuskan hubungan kerja, begitupun sebaliknya Kurator pun
dapat memberhentikannya dengan memerhatikan jangka waktu
menurut persetujuan atau ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. M. Hadi Shubhan berpendapat ketentuan tersebut tidak
harmonis dengan hukum ketenagakerjaan yang ada. Ketentuan
dalam UU Kepailitan tidak menjabarkan secara komprehensif
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). UU kepailitan tidak
membedakan PHK demi hukum, PHK dari pengusaha, dan PHK
dari buruh, sehingga menimbulkan kerancuan dalam praktiknya
karena konsekuensi yuridis pada PHK tersebut masing-masing
berbeda.18
Misalnya pekerja yang mengundurkan diri dengan
pekerja yang di PHK karena perusahaan dinyatakan pailit akan
berbeda hak-hak yang akan didapat. Dalam hal pekerja
mengundurkan diri entah perusahaan pailit ataupun tidak, maka
tidak perlu meminta penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan perburuhan serta tidak mendapatkan pesangon.
Sedangkan jika pekerja di PHK dengan alasan perusahaan pailit,
maka disamping perlu penetapan dari lembaga yang berwenang
pekerja juga memperoleh uang pesangon, penghargaan, dan
hak-hak lainnya. Ditegaskan pula dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 bahwa pembayaran upah
pekerja harus didahulukan atas semua jenis kreditor termasuk
atas kreditor separatis, bahkan juga terhadap tagihan hak negara.
18 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan …, Cet.5, h. 171.
30
2. Tinjauan Umum Kurator
a. Pengangkatan, Penggantian dan Pemberhentian Kurator
Berangkat dari Pasal 15 Ayat (1) UU Kepailitan, dapat diketahui
bahwa pengangkatan kurator adalah wewenang hakim Pengadilan
Niaga. Pihak debitor, kreditor atau pihak yang lain (BAPPEPAM,
Menteri Keuangan, Kejaksaan, Bank Indonesia) hanya mempunyai hak
untuk mengajukann usul pengangkatan kurator kepada Pengadilan
Niaga. Bila pihak debitor, kreditor atau pihak lain tidak mengajukan
usulan mengenai pengangkatan kurator, maka secara otomatis Balai
Harta Peninggalan (BHP) diangkat sebagai kurator. Pengangkatan
kurator didasarkan pada putusan pernyataan pailit, dalam artian bahwa
dalam pernyataan pailit harus pula dinyatakan adanya pengangkatan
kurator.
Lebih lanjut dalam Pasal 71 Ayat (1) UU Kepailitan menjelaskan bahwa
Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian kurator,
setelah memanggil dan mendengar kurator dan mengangkat kurator lain
dan/atau mengangkat kurator tambahan atas:
1) Permohonan kurator sendiri;
2) Permohonan kurator lainnya (jika ada);
3) Usul hakim pengawas; atau
4) Permintaan debitor pailit.
Ini berarti keputusan untuk mengganti dan mengangkat lagi kurator atas
permohonan kurator sendiri/kurator lain/hakim pengawas/ debitor pailit
adalah diskresi hakim.19 Hakim berwenang untuk mengangkat atau
tidak mengangkat atau mengganti atau tidak mengganti kurator tersebut.
19 Jono, Hukum Kepailitan …, h.142.
31
Lain hal dalam permasalahan pemberhentian kurator, dalam
Pasal 71 Ayat (2) UU Kepailitan mengatakan bahwa pengadilan harus
memberhentikan atau mengangkat kuraot atas permohonan atau usul
kreditor konkuren berdasarkan putusan rapat kreditor, dengan
persyaratan putusan tersebut diambil berdasarkan persetujuan suara
lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang
mewakili lebih dari ½ jumlah piutang kreditor konkuren. Ini artinya
dalam hal pemberhentian hakim memiliki kewajiban mutlak untuk
memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan kreditor
konkuren dengan putusan rapat tersebut.
b. Tugas Kurator
Tugas umum dan utama dari Kurator adalah melakukan
pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Disamping tugas utama
tersebut, kurator ternyata memiliki beberapa kewajiban yang
diamanahkan dalam UU Kepailitan, diantaranya:
1) Dalam jangka waktu paling lambat 5 hari setelah tanggal putusan
pernyataan pailit diterima oleh kurator, kurator wajib
mengumumkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia dan
paling sedikit dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim
pengawas (Pasal 15 Ayat (4) UU Kepailitan)
2) Kurator wajib mengumumkan putusan kasasi atau peninjauan
kembali yang membatalkan putusan pailit dalam Berita Negara
RI dan paling sedikit dalam dua surat kabar harian (Pasal 17
Ayat (1) UU Kepailitan)
3) Kurator wahub memanggil semua kreditor yang mempunyai hak
suara dengan surat tercatat atau melalui kurir, dan dengan iklan
paling sedkit dalam dua surat kabar harian untuk menghadiri
rapat (Pasal 90 Ayat (4) UU Kepailitan)
32
4) Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat dua
hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai
kurator. (Pasal 100 Ayat (1) dan (2) UU Kepailitan)
5) Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai
pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukan kepada Hakim
Pengawas paling lama 30 hari setelah berakhirnya kepailitan
(Pasal 202 Ayat (3) UU Kepailitan).
c. Wewenang Kurator
Dalam hukum Publik, pengertian wewenang sebagai kekuasan
yuridis dari suatu jabatan. Karena sifat jabatan terletak dalam hukum
publik, ia melahirkan kewenangan publik.20 Kekuasaan yang terletak
dibidang publik disebut kewenangan, sedangkan dibidang perdata
disebut kecakapan. Korelatif dari kekuasaan adalah
pertanggungjawaban atau kekurangan yang ada (liability).21 Wewenang
kurator merupakan hak dalam arti kekuasaan yang diberikan oleh
Undang-Undang yang diberikan kepadanya. Wewenang kurator terkait
dengan hukum kepailitan memiliki tugas pokok yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dalam kaitannya dengan
tugas pokoknya, antara lain sebagai berikut:
1) Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam
rangka meningkatkan nilai harta pailit. Jika dalam melakukan
pinjaman, kurator perlu membebani harta pailit dengan lembaga
jaminan (gadai, hipotek, fidusia, hak tanggungan, atau hak
20 Jono, Hukum Kepailitan …, h.147.
21 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum …, h. 58.
33
agunan atas kebendaan lainnya), maka kurator harus mendapat
persetujuan hakim pengawas terlebih dahulu.
2) Dapat mengalihkan harta pailit sejauh diperlukan untuk menutup
biaya kepailitan atau apabila penahananya akan mengakibatkan
kerugian pada harta pailit.
3) Dengan persetujuan dari hakim pengawas, kurator dapat
mengajukan gugatan lain lain (seperti actio paulina),
meneruskan perkara yang sedang berlangsung, ataupun
menyanggah gugatan yang diajukan atau yang sedang
berlangsung.
4) Dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan atas
dasar alasan untuk mengamankan harta pailit.
5) Kurator berwenang meminta pertanggungjawaban kreditor
separatis yang melaksanakan haknya atas hasil penjualan benda
yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan
setelah dikurangi jumlah utang, bunga, dan biaya kepada
kurator.
d. Tanggung Jawab Kurator
Seorang kurator memiliki tugas yang cukup berat, yaitu
melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. oleh karenanya
segala perbuatan hukum yang telah diperbuat oleh kurator dalam
melakukan tugasnya tidak dapat dipulihkan ke keadaan semula dan
mengikat terhadap semua pihak. Apalagi mengingat adanya Pasal 17
Ayat (2) UU Kepailitan dinyatakan secara tegas bahwa dalam hal
putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau
PK, maka segala perbuatan yang telah dilakukan kurator tetap sah dan
mengikat debitor. Setiap perbuatan kurator yang merugikan terhadap
harta pailit, baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kurator
34
maka kurator harus dapat bertanggung jawab, Jelas dalam Pasal 72 UU
Kepailitan:
“Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau
kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.”
Ini berarti kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan
tidak dapat bertindak sewenang-wenang, karena bila merugikan harta
pailit, maka harta pribadi kurator turut bertanggung jawab atas
perbuatannya.22 Sebagai bentuk pertanggungjawabannya setiap 3 bulan
kurator harus menyampaikan laporan kepada hakim pengawas
mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya sebagaimana
dituangkan dalam Pasal 74 Ayat (1) UU Kepailitan.
3. Tinjauan Umum Perbuatan Fraudulent Transfer
Di Amerika Serikat tindakan Fraudulent transfer law awalnya disahkan
dalam Uniform Fraudulent Conveyance Act (UFCA), The bankruptcy
Code, dan the Uniform Fraudulent Transfer Act (UFTA).23 Yang dibuat
dengan tujuan untuk mencegah debitor melakukan manipulasi dengan cara
melakukan transfer harta kekayaan yang dilakukan debitor sebeum
pernyataan pailit sehingga mengurangi atau menghabiskan kekayaan
debitor.24 Lengkapnya pengertian dari fraudulent transfer tertera pada The
Bankruptcy Code Amerika Section 548 (a)(1) berbunyi :
22 Jono, Hukum Kepailitan …, h.151.
23 Douglas G. Baird & Thomas H. Jacson, Fraudulent Conveyance Law and its Proper Domain, 38 Vanderbilt Law Review 829 (1985), h.829.
24 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, (Yogyakarta: Total Media, 2008), h. 205.
35
“The trustee may avoid any transfer (including any transfer to or for
the benefit of an insider under an employment contract) of an interest of
the debtor in property, or any obligation (including any obligation to or
for the benefit of an insider under an employment contract) incurred by
the debtor, that was made or incurred on or within 2 years before the
date of the filing of the petition, if the debtor voluntarily or
involuntarily.”
Lebih lanjut dalam the Uniform Fraudulent Transfer Act (UFTA)
menjelaskan pula mengenai fraudulent transfer dalam section 4 (a)(1) yang
mengatakan :
“A transfer is fraudulent (whether the creditor's claim arose before
or after the transfer was made) if the debtor made the transfer with actual
intent to hinder, delay, or defraud any creditor.”25
Dari definisi diatas memberikan gambaran bahwa fraudulent transfer
terjadi ketika debitor menjual harta kekayaanya dengan harga rendah dan
dari hasil penjualan harta kekayaanya membuat debitor menjadi pailit, atau
jika debitor telah pailit ketika penjualan harta kekayaan yang tidak masuk
akal itu dilakukan oleh debitor. Hal ini terjadi karena debitor berniat untuk
menghalangi atau menunda pembayaran utangnya kepada kreditor.26
Adapun tujuan dibentuknya fraudulent transfer law adalah untuk mencegah
debitor menutupi atau menjual harta kekayaanya untuk menipu para
kreditornya, sehingga tidak merugikan para kreditor. maka bila debitor
melakukan perbuatan-perbuatan itu, maka dapat dibatalkan. Sayangnya
25 Uniform Fraudulent Transfer Act, artikel diakses pada tanggal 16 September 2018
dari http://www.fraudconference.com/uploadedFiles/Fraud_Conference/Content/Course-Materials/presentations/23rd/ppt/12G-David-Wall.pdf
26 Sti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia …, h. 206.
36
didalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU tidak secara terang membahas fraudulent transfer, namun hanya
membahas secara umum mengenai tindakan debitor yang merugikan para
kreditornya dapat digugat melalui gugatan actio paulina.
Pada sisi lain istilah fraudulent transfer serupa dengan transfer pricing,
yang sama-sama memindahtangankan aset dengan harga dibawah harga
wajar untuk suatu kepentingan tertentu, dimana jika dalam dunia
perpajakan maksud dari kepentingan tertentu tersebut adalah berupa
pengurangan nilai kena pajak. Menurut OECD (Organization for Economic
Co-operation and Development), Transfer Pricing adalah
“prices at which a company undertakes any transactions with
associated enterprises. When a company transfer good, intangible
property or services to a related company, the prices charged is defined
as a transfer price.”27
4. Tinjauan Umum Actio Pauliana
a. Pengertian Actio Paulina
Pada dasarnya actio paulina adalah legal recourse yang
diberikan kepada kurator untuk membatalkan tindakan-tindakan hukum
yang dilakukan debitor pailit sebelum penetapan pernyataan pailit
dijatuhkan28, yang mana untuk kepentingan D ebitor tersebut yang dapat
27 Rizqi Agustin Khoirinnisa, “Pengaruh Pajak, Profitabilitas, ukuran perusahaan dan
tunnelling incentive terhadap keputusan perencanaan pajak dengan transfer pricing (Studi empiris pada Sektor Manufaktur yang Terdaftar di BEI periode 2009-2012).” (Skripsi S-1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif HidAyatullah Jakarta, 2014), h. 66
28 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 90.
37
merugikan para Kreditornya.29 Pengajuan actio paulina dalam
kepailitan diajukan ke Pengadilan Niaga, Hal ini sesuai dengan Pasal 3
Ayat (1) UU Kepailitan yang menyatakan bahwa putusan atas
permohonan pailit dan hal lain lain diatur dalam undang-undang ini
diputuskan oleh pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi
daerah tempat kedudukan hukum debitor. Yang dimaksud frasa “hal-hal
lain” adalah antara lain actio paulina, perlawanan pihak ketiga teradap
penyitaan, maupun gugatan kurator terhadap direksi yang menyebabkan
perseorang dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.30
Hukum acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang
termasuk “hal-hal lain” adalah sama dengan hukum acara perdata yang
berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit, termasuk pula
mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaian, upaya hukum, dan
keberlakuan putusannya yang bersifat serta-merta. Dalam sistem hukum
perdata dikenal ada 3 jenis actio paulina yakni:
1) Actio paulina (umum) sebagaimana diatur dalam Pasal 1341
KUH Perdata;
2) Actio paulina (waris) sebagaimana diatur dalam Pasal 1061
KUH Perdata; dan
3) Actio paulina dalam kepailitan, sebagaimana diatur dalam
Pasal 41 sampai 47 UU Kepailitan.
Asas Privity of Contract (asas personalia) yang terkandung dalam Pasal
1340 Ayat (1) KUHperdata yang mengatakan:
29 Tiga Syarat Gugatan Actio Paulina dalam Kepailitan, artikel diakses pada tanggal 9
September 2018 dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5376411a7aba8/tiga-syarat-gugatan-iactio-pauliana-i-dalam-kepailitan
30 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan …, Cet.5, h. 177.
38
“suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang
membuatnya”.
Asas ini sesungguhnya tidak berlaku secara kaku, dalam arti masih ada
pengecualian. Pengecualian inilah yang terlihat dalam Pasal 1341 yang
menjadi dasar actio paulina yang berbunyi:
“Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan
batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan
oleh si berutang dengan nama apapun juga, yang merugikan
orang-orang berpiutang…..”
Hal ini bermakna bahwa kreditor boleh mengajukan pembatalan atas
segala tindakan yang dilakukan oleh debitor yang sekiranya hal tersebut
dapat merugikan kreditor. Untuk mengajukan batalnya tindakan yang
dilakukan debitor, cukuplah kreditor menunjukan bahwa pada waktu
melakukan tindakan itu debitor mengetahui dengan cara demikian dia
merugikan para kreditor, tak peduli apakah orang yang diuntungkan
juga mengetahui hal itu atau tidak.31
Selain itu actio paulina didunia waris diatur pula didalam Pasal 1061
KUHperdata, yang mengatakan:
(1) “Dimana dalam hal seorang ahli waris menolak warisan,
maka kreditornya dapat memohonkan ke pengadilan agar
warisan tersebut dikuasakan kepadanya atas nama kreditor
untuk menerima warisan dalam rangka pemenuhan
piutangnya;
(2) Penolakan terhadap permohonan tersebut tidak akan menjadi
batal.”
31 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan …, Cet.5, h. 175.
39
Dalam Pasal tersebut, berarti sekalipun permohonan ditolak maka tidak
akan merugikan ahli waris.
Sedangkan dalam UU Kepailitan actio paulina diatur dalam
Pasal 41-47 UU Kepailitan. Berbeda dengan actio paulina dalam
KUHperdata yang dilakukan kreditor, maka actio paulina dalam
kepailitan diajukan oleh kurator, dan kurator hanya dapat mengajukan
gugatan itu atas persetujuan hakim pengawas.
b. Syarat-Syarat dikabulkannya Gugatan Actio Paulina
Kurator yang ingin membatalkan tindakan debitor pailit melalui
gugatan actio paulina, maka menurut Sutan Remy Sjahdeini kurator
tersebut harus memenuhi 5 beban kriteria/syarat sebagai berikut:32
1) Perbuatan hukum yang digugat tesebut merupakan perbuatan
yang merugikan kreditor yang dilakukan oleh debitor 1 tahun
sebelum putusan pailit dibacakan;
2) Perbuatan hukum yang digugat tersebut merupakan perbuatan
yang tidak wajib dilakukan oleh debitor pailit;
3) Perbuatan hukum tersebut merupakan perbuatan yang
merugikan kreditor;
4) Pada saat melakukan perbuatan hukum, debitor mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
merugikan kreditor;
5) Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut, pihak dengan
siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditor.
32 Sutan Remy Sjahdeiny, Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening
…, h. 300-301.
40
Meskipun secara teoritis dan normatif actio paulina tersedia
dalam kepailitan, akan tetapi dalam praktiknya tidak mudah untuk
mengajukan gugatan ini sampai dikabulkan oleh hakim. Hal ini antara
lain disebabkan oleh pembuktian actio paulina serta perlindungan
hukum terhadap pihak ketiga yang bertransaksi dengan debitor tersebut.
Menurut Andriani Nurdin menyatakan bahwa berdasarkan data di
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sejak 1998 sampai tahun 2004, perkara
actio paulina hanya ada 6 perkara, dan kesemuanya di tolak baik
ditingkat pertama hingga kasasi maupun PK di Mahkamah Agung.33
Lebih lanjut menurutnya terdapat perbedaan persepsi diantara
para hakim niaga baik tingkat pertama maupun tingkat MA mengenai
apakah tindakan-tindakan ataupun transaksi yang dilakukan oleh
debitor merupakan kecurangan, sehingga merugikan para kreditor dan
karenanya dapat dibatalkan, serta mengenai yurisdiksi peradilan yang
berwenang memeriksa dan mengadili permohonan actio paulina.34
Syarat Pembuktian sebagaimana diutaran diatas memang sangat
sulit dibuktikan terutama berkaitan dengan pembuktian bahwa debitor
atau hak siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan merugikan
kreditor.
c. Akibat Hukum dikabulkannya Actio Paulina
jika gugatan actio paulina dikabulkan, maka pihak terhadap
siapa gugatan actio paulina dikabulkan wajib:
33 Andriani Nurdin, “Masalah Seputar Actio Paulina”, dalam Emmy Yuhassarie, eds.,
Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004), h. 261.
34 Andriani Nurdin, “Masalah Seputar Actio Paulina”, dalam Emmy Yuhassarie, eds., Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum …, h. 261.
41
1) Mengembalikan barang yang ia peroleh dari harta kekayaan si
debitor sebelum ia pailit, dikembalikan kedalam harta; atau
2) Bila harga/nilai barang berkurang, pihak tersebut wajib
mengembalikan barang ditambang ganti rugi; atau
3) Bila barang tidak ada, ia wajib mengganti rugi nilai barang
tersebut.35
B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Hukum
Menurut Fitzgerald menjelaskan teori perlindungan hukum salmond
bahwa hukum bertujuan untuk dapat mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam
suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu
dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain
pihak.36 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan
manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan
kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan
hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu
ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat
tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota
masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap
mewakili kepentingan masyarakat.
Pendapat Fitzgerald itu sekiranya selaras dengan pemikiran dari
Phillipus M. Hadjon yang pada intinya menyimpulkan bahwa perlindungan
35 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan …, Cet.5, h. 178.
36 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53
42
hukum bagi rakyat sebagai upaya pemerintah yang bersifat preventif dan
represif. Preventif maksudnya suatu perlindungan hukum yang bertujuan
untuk mencegah agar tidak terjadi suatu sengketa, yang mengarahkan
tindakan Pemerintah lebih bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan.
Sedangkan represif maksudnya adalah bertujuan untuk menyelesaikan
suatu sengketa, yang termasuk penanganannya di ranah pengadilan.37
Begitu pula dalam perlindungan hukum pada bidang kepailitan di
Indonesia. Hadirnya instrumen hukum penyelesaian sengketa utang-
piutang melalui sarana kepailitan bertujuan untuk mengatasi masalah
insolvensi yang dialami oleh debitor. Keputusan pengadilan terhadap
debitor pailit menyebabkan lahirnya sebuah kewajiban bagi debitor
membayar utangnya dengan melikuidasi hartanya oleh Kurator. Sehingga
harta-harta yang dilikuidasi tersebut dapat digunakan untuk membayar hak-
hak para kreditor berdasarkan prinsip pro rata parte. Disinilah sangat kental
adanya perlindungan hukum yang lahir akibat adanya suatu ketentuan
hukum dan peraturan hukum sebagaimana menurut Fitzgerald maupun
pemikiran dari Phillipus M. Hadjon.
Demikian jika dikaitkan dengan teori beserta pendapat diatas maka
suatu langkah actio paulina yang bertujuan untuk membatalkan transaksi
penjualan boedel pailit yang dilakukan debitor adalah suatu langkah represif
guna mendapatkan perlindungan hukum yang dijanjikan oleh Pemerintah.
2. Teori Keadilan Hukum
Keadilan artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan
adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda ataupun orang, sehingga John Rawls, seorang filsuf
37 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1987), h. 29.
43
Amerika menganggap bahwa keadilan adalah kelebihan dari institusi
sosial.38 Ditelisik dari pandangan Aristoteles, keadilan dibentuk menjadi
dua bentuk, yaitu:
1) Keadilan distributif: yakni keadilan yang ditentukan oleh pembuat
undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak dan kebaikan bagi
anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proposal.
2) Keadilan korektif: yaitu keadilan yang menjamin mengawasi dan
memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan illegal.
Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan
menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik
korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi
milikinya yang hilang.39
Bisa juga keadilan diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak
berdasarkan kesewenang-wenangan. Pada kesempatan yang sama dalam
pembahasan keadilan kali ini, Thomas Hobbes juga mengemukakan bahwa
perbuatan dikatakan “adil” manakala telah didasarkan pada perjanjian yang
telah disepakati. Inilah yang membuat Notonegoro menambahkan keadilan
legalitas atau keadilan hukum sebagai nilai untuk menentukan perbuatan adil
atau tidaknya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.40
Pendapat para ahli hukum mengenai keadilan inilah yang selalu
menghiasi dalam pembuatan peraturan yang ada. Refleksi keadilan melalui
UU Kepailitan dirasa amat penting mengingat hidup matinya usaha
seseorang sangat bergantung pada selesai atau tidaknya perkara pailit.
38 Muhammad Syukri Albani dkk (Zul pahmi lubis), Hukum dalam Pendekatan Filsafat,
(Jakarta: Kencana, 2016), h. 207.
39 Helmi Juni, Filsafat Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 399.
40 Muhammad Syukri Albani dkk (Zul pahmi lubis), Hukum dalam Pendekatan Filsafat …, h. 211.
44
Debitor yang mengalami kemacetan pembayaran utang kepada Kreditor
sudah barang tentu akan mengakibatkan resahnya kemajuan usaha Kreditor.
Maka mengingat Pendapat Thomas Hobbes diatas Makna “adil” dalam
perkara Kepailitan berarti debitor harus membayar utang-utangnya kepada
para kreditor sesuai dengan perjanjian yang berlaku baik ia dipailitkan atau
tidak.
Adalah sebuah ketidakadilan manakala debitor yang sudah dinyatakan
pailit melalui putusan Pengadilan, menjual harta kekayaanya baik sebelum
maupun sesudah putusan dinyatakan. Untuk mendaptkan bentuk Keadilan
Korektif sebagaimana dikemukakan Aristoteles diatas, hal demikian
sesungguhnya dapat diatasi dengan ketegasan Kurator untuk
mengembalikan harta kekayaan debitor pailit yang sudah dijual melalui
mekanisme gugatan actio paulina guna mengembalikan hak-hak korban
dalam hal ini para Kreditor.
C. Review (tinjauan ulang) Hasil Studi Terdahulu
1. Kepastian Hukum Bagi Kreditor Konkuren Pada Babbington
Developments Limited Terhadap Pt.Polysindo Eka Perkasa Tbk
Berdasarkan Prinsip Pari Passu Pro Rate Parte (Putusan Ma No. 118
K/Pdt.Sus/2007)41, skripsi yang ditulis oleh Septiana Utami Putri, Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif HidAyatullah Jakarta
pada tahun 2015. Pada skripsi tersebut membahas mengenai permasalahan
pembagian kepada seluruh Kreditor Konkuren berdasarkan prinsip pari
posu pro rata parte setelah Pengadilan menyatakan pailit terhadap debitor,
karena terdapat beberapa kreditor yang ingin didahului mendapatkan hak-
41Septiana Utami, “Kepastian Hukum Bagi Kreditor Konkuren Pada Babbington
Developments Limited Terhadap PT.Polysindo eka Perkasa TBK Berdasarkan Prinsip Pari Passu Pro Rate Parte (Putusan MA No. 118 K/Pdt.Sus/2007)”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif HidAyatullah Jakarta, 2015), h. 5.
45
haknya. Skripsi tersebut membahas hanya pada titik pelaksanaan
pembagian boedel pailit kepada kreditor, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan peneliti adalah fokus kepada permasalahan jika boedel pailit
tersebut dipindahtangankan oleh debitor pailit, dengan kata lain skripsi
tersebut berbeda dengan skripsi yang peneliti tinjau saat ini.
2. Gugatan Actio Pauliana Oleh Kurator Terhadap Debitor Yang Telah
Melakukan Penjualan Aset Sebelum Dinyatakan Pailit (Studi Putusan
Nomor 61 Pk/Pdt.Sus-Pailit/2015)42, skripi yang ditulis oleh Astrid Fauzia
Zahra Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2017.
Skripsi tersebut membahas mengenai gugatan actio paulina yang diajukan
oleh kurator atas adanya kesalahpahaman antara debitor pailit dengan
kurator mengenai aset-aset apa saja yang masuk dalam inventarisasi boedel
pailit. Perbedaan pandangan tersebut mengakibatkan debitor pailit menjual
salah satu tanah dengan sertifikat Hak Guna Bangunan ke pihak ketiga,
dimana kurator menanggap bahwa aset tersebut termasuk dalam boedel
pailit. Berbeda dengan skripsi yang peneliti buat saat ini, gugatan actio
paulina pada penelitian ini lebih menekankan kepada perbuatan debitor
pailit yang melakukan Fraudulent Transfer sehingga menyebabkan seluruh
harta debitor pailit dinyatakan nol.
3. Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang43,
buku yang ditulis oleh Man S. Sastrawidjaja pada tahun 2010. Buku ini
membahas mengenai teori-teori hukum kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang di Indonesia secara luas meliputi subjek yang
dapat berperkara dalam dunia kepailitan, hingga sampai berapa lama sebuah
42Astrid Fauzia, “Gugatan Actio Paulina oleh Kurator Terhadap Debitor yang Telah
Melakukan Penjualan Aset Sebelum Dinyatakan Pailit (Studi Putusan Nomor 61 PK/Pdt.sus-Pailit/2015”, (Skripsi-S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017), h. 8.
43 Man. S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: PT. Alumni, 2010), h. 109.
46
perkara harus diputus oleh Pengadilan Niaga. Daya pembeda dari penelitian
yang dilakukan oleh Peneliti adalah, Penelitian dalam skripsi ini lebih
membahas tataran mekanisme gugatan pembatalan atau yang biasa disebut
actio paulina dalam menjamin boedel pailit yang sudah terlebih dahulu
dipindah tangankan oleh debitor pailit.
4. Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern44, jurnal
hukum bisnis volume 7 karya Sri Redjeki Hartono pada tahun 1999. Jurnal
tersebut menjelaskan keterkaitan hukum perdata dengan hukum kepailitan
sebagai salah satu sumber hukum yang mengasilkan sebuah cabang ilmu
hukum kepailitan. Berbeda dengan peneliti yang akan membahas mengenai
lebih jauh salah satu kegunaan instrumen hukum dalam perkara kepailitan,
yaitu actio paulina.
44 Sri Redjeki Hartono, “Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern”,
Jurnal Hukum Bisnis Vol.7 (Jakarta, 1992), h. 22.
47
BAB III
KEWAJIBAN PT. HEAT EXCHANGERS INDONESIA SELAKU DEBITOR PAILIT MEMBAYAR UTANG-UTANGNYA
A. Kedudukan Para Pihak
1. Marolop Tua Sagala Selaku Kurator
Secara resmi Marolop Tua Sagala menjadi Kurator PT Heat
Exchagers Indonesia (selanjutnya disebut PT HEI) berdasarkan
putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor : 03/Pdt.Sus-
Pembatalan/2015/Pengadilan Niaga.Mdn, Jo. Nomor : 07/Pdt.Sus-
PKPU/2014/Pengadilan Niaga Medan, yang diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 09 Juli 2015. Oleh
karenanya sesuai dengan Pasal 24 UU KPKPU debitor pailit telah
kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas
bendanya (Persona Standin Ludicio), segala hal pengurusan harta
bahkan bertindak secara hukum semua beralih tangan ke kurator yang
bertindak selaku pengampu.
2. PT. Heat Exchangers Indonesia Selaku Debitor Pailit
Bergerak pada pembuatan peralatan pemindahan panas,
penyulingan, perpipaan, dan peralatan khusus lainnya untuk
pertambangan dan pembangkit listrik. Berlokasi di Kawasan Industri
Terpadu Kabil (KITK) Jalan Hang Kesturi I, Kelurahan Batu Besar,
Kecamatan Nongsa Batam, PT. Heat Exchangers Indonesia adalah
Perusahaan asing dan anak perusahaan dari KNM Pty. Ltd, dan KNM
Pty. Ltd adalah salah satu anak perusahaan KNM Process SDN BHD.
Tepat pada 9 Juli 2015 PT HEI dinyatakan pailit. Pailitnya PT HEI
karena adanya Pembatalan Perdamaian yang diajukan oleh para
krediturnya ke Pengadilan Niaga Medan karena PT HEI tidak
48
membayar utang sebagaimana tersebut dalam Perjanjian Perdamaian
yang di buat oleh PT HEI dengan Para Krediturnya yakni PT. Eka Surya
Solusi, PT. Taka Asia fasific, PT. Quality Supply, PT. Multi Bajatama,
Fabricat International Ltd. yang telah di Homologasi oleh Pengadilan
Niaga Medan dalam Putusan Homologasi Nomor : 07/ PKPU/
2014/Pengadilan.Niaga.Mdn.
3. PT. KPE Industries (Pemohon Kasasi I, dahulu Tergugat II)
Bergerak di bidang migas PT. KPE Industries merupakan
sebagai perusahaan afiliasi tergugat I dimana Tergugat I mengalihkan
seluruh asetnya kepada Tergugat II untuk kepentingan pribadi
melindungi aset pailit.
4. Chew Fook Sin (Pemohon Kasasi II, dahulu Tergugat III sekaligus
Tergugat V)
Direktur PT Heat Exchangers (dalam pailit) yang dianggap telah
melakukan pengalihan aset secara fiktif kepada PT. KPE Industries,
dimana Chew Fook Sin juga merupakan Direktur PT. KPE Industries,
oleh karenanya ia juga ditarik sebagai Tergugat V untuk mewakili PT.
KPE Industries.
5. Lee Swee Eng (Pemohon Kasasi II, dahulu Tergugat IV sekaligus
Tergugat VI)
Komisaris PT Heat Exchangers (dalam pailit) yang dianggap
sebagai salah satu pihak yang mengetahui pengalihan aset secara fiktif
kepa PT KPE Industries, dimana Lee Swee Eng juga sekaligus sebagai
Komisaris PT KPE Industries. Oleh karenanya ia juga ditarik sebagai
Tergugat VI untuk PT KPE Industries.
6. KNM PTY Ltd (Tergugat VII)
Selaku Pemegang Saham terbesar yang Memiliki 889.155
(delapan ratus delapan puluh sembilan seratus lima puluh lima) saham
terdiri dari : 499.999 (empat ratus sembilan puluh sembilan ribu
49
sembilan ratus Sembilan puluh sembilan) Saham seri A. 389.156 (tiga
ratus delapan puluh sembilan ribu seratus lima puluh enam) Saham Seri
B.Atas PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit). ditarik sebagai
pihak karena diketahui Tergugat I selaku debitor pailit mentransfer dana
dalam rangka membayar utang kepada KNP PTY Ltd.
7. KNM Process SDN BHD (Pemohon Kasasi IV, dahulu Turut Tergugat
I)
Induk perusahaan KNM Pty. Ltd yang mana KNM Pty.Ltd adalah
Sebagai pemegang saham terbesar PT. Heat Exchangers Indonesia
(debitor pailit) untuk menentukan segala tindakan Tergugat I
8. KNM Capital SDN BHD (Pemohon Kasasi V, dahulu Tururt Tergugat
II)
Sebagai perusahaan satu grup dengan debitor pailit yang
berhubungan karena Tururt Tergugat II menerima hasil jual beli aset
antara Debitor pailit (tergugat I) dengan Tergugat II yang menyebabkan
Debitor pailit tidak mendapatkan pemasukan hasil penjualan tersebut,
karena hasil penjualannya langsung di set off ke Turut Tergugat II
karena Debitor pailit dianggap memiliki utang kepada Turut Tergugat
II.
B. Duduk Perkara
1. Kasus Posisi
Setelah dinyatakan pailit, Marolop Tua Sagala sebagai Kurator
PT Heat Exchagers Indonesia (debitor pailit) pergi ke lokasi perusahaan
PT HEI beroperasi dengan tujuan untuk memeriksa dan memverifikasi
dokumen-dokumen maupun aset PT HEI. Melihat dokumen-dokumen
yang ada ternyata diketahui pada November 2014 PT HEI telah menjual
seluruh asetnya kepata PT. KPE Industries sejumlah US$ 1.405.358,13.
Penjualan yang dilakukan PT HEI berdasarkan laporan keuangan
internalnya sebagaimana diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Riyanto,
50
SE, AK membuat aset dari PT HEI menjadi nihil (Rp. 0,-). Adapun aset-
aset yang dijual, dapat dirincikan sebagai berikut :
a. Plant and Equipment, sejumlah US$ 1.360.496,20
b. Motor Vehicle, sejumlah US$ 901,68
c. Furniture, Fitting, and Computer, sejumlah US$ 43.960,25
Tidak berhenti sampai disitu karena menganggap memiliki utang
Debitor pailit juga mentransfer dana sebesarar US$ 562.452,00 Kepada
KNM Pty Ltd. k sebagaimana ditandatangani oleh Finance Manager
dan General Manager. Semakin mencurigkan karena berdasarkan
AD/ART PT HEI dan PT. KPE Industries memiliki direktur dan
komisaris yang sama, yaitu Chew Fook Sin selaku Direktur PT HEI
sekaligus Direktur PT. KPE Industries dan Lee Swee Eng selaku
komisarus PT HEI Sekaligus PT. KPE Industries serta diketahui
perjanjian jual belinya pun ditandatangani oleh orang sama.
Dalam praktik jual-belinya pun penjualan hanya mencantumkan
harganya saja tanpa adanya pembayaran dari pembeli yakni PT KPE
Industries, karena PT HEI dianggap memiliki utang ke Perusahaan
Induk sehingga hasil penjualan tersebut langsung di set off untuk
membayar utang kepada perusahaan induk yaitu KNM Capital SDN
BHD. Padahal pada saat rentang waktu adanya perjanjian perdamaian
bagi PT HEI, KNM Capital SDN BHD selaku perusahaan induk tidak
tercantum dan tidak terverifikasi dalam daftar kreditor PT HEI. Oleh
adanya peristiwa itu maka Kurator berdasarkan penetapan hakim
pengawas nomor 02/HP/03/ Pdt. Sus-Pembatalan/2015/PN.Niaga.Mdn.
yang pada intinya menyatakan bahwa Kurator memiliki alasan hukum
yang kuat untuk mengajukan Gugatan sehingga Hakim Pengawas
memberikan izin kepada Kurator untuk melakukan Gugatan Actio
Pauliana ke Pengadilan Niaga Medan.
51
2. Pertimbangan Hukum oleh Mahkamah Agung pada putusan nomor 15
K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Menimbang, bahwa putusan dan pertimbangan Judex Facti telah
tepat dan benar yaitu mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian,
putusan mana telah sesuai dengan fakta persidangan yang telah
dipertimbangkan secara cukup oleh Judex Facti yang menunjukkan
bahwa perbuatan Tergugat I menjual seluruh asetnya kepada Tergugat
II dan mentransfer dana kepada Tergugat VII dalam perkara a quo
bukan merupakan kewajiban Tergugat I dan dilakukan dalam periode 1
(satu) tahun sebelum dinyatakan pailit, sehingga terjadi actio pauliana
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 42 Undang Undang
Nomor 37 Tahun 2004, karena itu putusan Judex Factisudah tepat
sehingga layak untuk dipertahankan;
3. Pertimbangan Hukum oleh Pengadilan Niaga medan pada putusan
Nomor: 07/Pdt.Sus-Actio Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn
a. Eksepsi para tergugat yang menyatakan bahwa gugatan
pengunggat (kurator) salah tuju (error in persona) karena PT
Heat Exchangers telah dinyatakan pailit, dan segala tindakan
hukum sudah selayaknya dijalankan oleh si kurator. Sehingga
seharusnya gugatan diajukan ke kurator itu sendiri selaku
pemegang kewenangan atas PT Heat Exchangers yang sudah
pailit.
b. Menimbang karena PT Heat Exchangers telah dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan sebelumnya, maka hubungan
antara Penggugat dengan Tergugat I adalah hubungan Kurator
dengan Debitor secara hukum, yang oleh Penggugat dinyatakan
telah melakukan perbuatan mengalihkan dengan cara menjual
Asset (Boedel Pailit) kepada Tergugat II dan mentransfer dana
52
hasil Penjualan Boedel Pailit kepada Tergugat VII perbuatan
tersebut dilakukan Tergugat I dengan Para Tergugat dalam
kurun waktu 1 (satu) tahun sebelum Pernyataan Pailit Tergugat
I PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) diucapkan dan
perbuatan tersebut oleh Penggugat dinyatakan sebagai perbuatan
melawan hukum yang telah menimbulkan kerugian bagi Para
Kreditor Tergugat 1.
c. berdasarkan Pasal 41 ayat (1), Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang No. 37 Tahun 2004
menyatakan “Untuk kepentingan harta pailit, kepada
Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan
hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan
kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan“, selanjutnya dalam ketentuan
Pasal 47 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan
“Tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45 dan
Pasal 46 diajukan oleh Kurator ke Pengadilan”.
d. Sehingga tuntutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) Undang-Undang Kepailitan tersebut diajukan oleh
Kurator ke Pengadilan Niaga dalam lingkungan Peradilan
Umum didaerah tempat kedudukan hukum Debitor, maka dapat
disimpulkan bahwa essensi Gugatan Penggugat adalah
pembatalan perbuatan Tergugat I Debitor PT. Heat Exchangers
Indonesia (Dalam Pailit), yang telah melakukan perbuatan
mengalihakan dengan cara menjual Asset (Boedel Pailit) kepada
Tergugat II.
e. Menimbang hal tersebut maka Penggugat selaku Kurator
memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengajukan Gugatan
53
sehingga Hakim Pengawas memberikan izin kepada Penggugat
untuk melakukan Gugatan Actio Pauliana ke Pengadilan Niaga
Medan, dengan demikian sangat beralasan jika Debitor PT.Heat
Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) diposisikan sebagai Pihak
Tergugat – I dalam Gugatan Actio Pauliana dalam perkara aquo,
sehingga Gugatan Penggugat tidak dapat dinyatakan salah tuju.
f. Adanya bukti foto copy penjualan aset PT HEI kepada PT KPE
Industries ditambah dengan adanya kesaksian Nigel Maurice
yang menungkapkan telah mengetahui peristiwa tersebut,
sehingga terungkap fakta bahwa jual beli itu benar adanya.
g. Adanya bukti foto copy berupa transfer dana dari PT HEI
Kepada KNM PTY Ltd dengan dalil untuk membayar utang,
padahal KNM PTY Ltd tidak ada daftar debitor ketika ada
perjanjian perdamaian kala itu. Terlebih status KNM PTY ltd
sebagai salah satu pemegang saham, menguatkan indikasi
adanya upaya itikad tidak baik PT HEI selaku debitor pailit
untuk menyelamatkan hartanya.
h. Adanya bukti dalam AD/ART dua perusahaan yakni PT HEI dan
PT KPE Industries membuktikan bahwa Direktur dan Komisaris
dijabat oleh kedua orang yang sama, yakni Chew Fook Sin
selaku Direktur dan Lee Swee Eng selaku Komisaris dikedua
perusahaan tersebut.
i. Menimbang segala bukti yang ditunjukkan dalam persidangan
maka majelis hakim berkesimpulan bahwa Penggugat (kurator)
dapat membuktikan segala dalil-dalilnya.
4. Putusan Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 15 K/Pdt.Sus-
Pailit/2016 dan Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor: 07/Pdt.Sus-
Actio Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn
54
Putusan yang dikeluarkan Majelis Hakim Mahkamah Agung
melalui Syamsul Ma’arif, S.H.,LL.M.,Ph.,D., Hakim Agung yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.
Abdurrahman, S.H.,M.H., dan I Gusti Agung Sumanatha, S.H.,M.H.,
Hakim-Hakim Agung, masing-masing sebagai Anggota, putusan
tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada senin
tanggal 29 Februari 2016 menghasilkan putusan sebagai berikut:
a. Menolak Permohonan Kasasi oleh para Pemohon kasasi yakni
PT KPE Industries, Chew Fook Sin sebagai direktur PT Heat
Exchangers Indonesia dan PT KPE Industries, Lee Swee Eng
selaku Komisaris PT Heat Exchangers Indonesia dan PT KPE
Industries, KNM Process SDN BHD, KNM Capital SDN BHD;
b. Menghukum para Pemohon membayar biaya perkara dalam
tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah);
Maka dengan kata lain Mahkamah Agung sudah memperkuat
putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan tingkat 1 yaitu Pengadilan
Niaga Medan dalam Putusan Nomor 07/Pdt.Sus-Actio
Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn yaitu :
a. Menerima dan Mengabulkan Gugatan Actio Paulina yang
diajukan Kurator untuk seluruhnya;
b. Menyatakan perbuatan hukum Tergugat I (selaku debitor pailit),
Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI,
Tergugat VII, yang dilakukan dalam jual beli aset Tergugat I
tersebut melawan hukum yang merugikan Para Kreditur dan
tidak sah menurut hukum;
55
c. Menyatakan Surat Jual Beli yang dibuat Tergugat - I dengan
Tergugat - II batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat;
d. Menyatakan bahwa seluruh aset Tergugat I yang dialihkan
Tergugat I kepada Tergugat II senilai total USD. 1.405.358,13,-
(Satu Juta Empat Ratus Lima ribu Tiga Ratus Lima Puluh
Delapan Dollar Amerika tiga belas sen) terdiri dari:
a. Plant and Equipment ;
b. Motor Vehicle ;
c. Furniture, Fitting and Computer ;
Yang berada dilokasi PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam
Pailit) berkedudukan di Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau,
Indonesia dan berkantor di Kawasan Industri Terpadu Kabil
(KITK) Jalan Hang Kesturi I Kav. A21, Batu Besar, Nongsa-
Batam 29467 Indonesia, adalah sah harta pailit Debitor PT. Heat
Exchangers Indonesia (Dalam Pailit);
e. Menyatakan Pengalihan dana oleh Tergugat I kepada Tergugat
VII KNM PTE LTD senilai USD 562.452.00,- (lima ratus enam
puluh dua ribu empat ratus lima puluh dua dollar Amerika) tidak
sah dan melawan hukum;
f. Menghukum Tergugat VII KNM PTE LTD untuk menyerahkan
kembali dana senilai USD.562.452,00 (lima ratus enam puluh
dua ribu empat ratus lima puluh dua dollar Amerika) kepada
Kurator (Penggugat) sebagai boedel Pailit PT. Heat Exchangers
Indonesia (Dalam Pailit);
Menghukum Tergugat I, II, III, IV.V, VI, VII, Turut Tergugat I
dan Turut Tergugat II untuk membayar biaya yang timbul dalam
perkara ini secara tanggung renteng yang sampai saat ini ditaksir
sebesar Rp. 1.911.000,- (satu juta sembilan ratus sebelas ribu rupiah).
56
BAB IV
PEMBATALAN TINDAKAN FRAUDULENT TRANSFER YANG DILAKUKAN DEBITOR PAILIT MELALUI MEKANISME ACTIO PAULINA
A. Mekanisme Kurator Mengajukan Actio Paulina
Actio paulina termasuk gugatan “lain-lain” dalam Pasal 3 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Melakukan gugatan Actio Paulina pada
dasarnya dilakukan oleh seorang Kurator yang sebelumnya ditunjuk melalui
putusan kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Hukum acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang
termasuk “hal-hal lain” adalah sama dengan hukum acara perdata yang berlaku
bagi perkara permohonan pernyataan pailit, termasuk pula mengenai
pembatasan jangka waktu penyelesaian, upaya hukum, dan keberlakuan
putusannya yang bersifat serta-merta.1 Hal yang membedakan hanyalah
sebelum mengajukan actio paulina Kurator harus mendapatkan izin dari Hakim
pengawas sebagai mitra kerjanya, sehingga nanti Hakim pengawas
mengeluarkan penetapannya.2
Dalam perkara a quo Kurator telah mendapatkan persetujuan berupa
sebuah ketetapan dari seorang Hakim pengawas dengan nomor :
02/HP/03/Pdt.Sus Pembatalan/2015/PN.Niaga.Mdn Tanggal 30 Juli 2015 dari
Hakim Pengawas Dr.Marsudin Nainggolan, S.H, M.H. Sehingga Kurator PT.
Heat Exchangers Indonesia (debitor pailit) telah menunaikan tanggung jawab
memenuhi formalitas gugatan actio paulina.
1 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan …, Cet.5, h. 177.
2Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit …, h. 73
57
B. Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus-
Pailit/2016
Berangkat dari serangkaian pemahaman sebagaimana peneliti uraikan
diatas, maka dapat peneliti jabarkan hal substansial dalam analisis penelitian
ini, yaitu :
1. Analisis Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 15
K/Pdt.Sus-Pailit/2016. Juncto Putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor
07/Pdt.Sus-Actio Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn
a. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung pada perkara a quo adalah
sebagai berikut :
Menimbang, bahwa putusan dan pertimbangan Judex Facti telah
tepat dan benar yaitu mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian,
putusan mana telah sesuai dengan fakta persidangan yang telah
dipertimbangkan secara cukup oleh Judex Facti yang menunjukkan
bahwa perbuatan Tergugat I (sekarang Pemohon Kasasi) menjual
seluruh asetnya kepada Tergugat II dan mentransfer dana kepada
Tergugat VII dalam perkara a quo bukan merupakan kewajiban
Tergugat I dan dilakukan dalam periode 1 (satu) tahun sebelum
dinyatakan pailit, sehingga terjadi actio pauliana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasal 42 Undang Undang Nomor 37 Tahun
2004, karena itu putusan Judex Facti sudah tepat sehingga layak untuk
dipertahankan.
Pertimbangan Hukum demikian yang dibuat oleh Mahkamah Agung
memungkinkan adanya perdebatan yang muncul, hal ini didasari bahwa
sebenarnya inti dari poin-poin keberatan Pemohon Kasasi (debitor
pailit) tidak terjawab secara mendetail dan substansial. Namun menurut
peneliti hal ini tidak terlepas dari status Mahkamah Agung sebagai
Judex Jurist yang hanya menilai tepat atau tidaknya Judex Jurist dalam
58
menerapkan hukum. Hal ini menjadi logis dan tepat karena bila kita teliti
Pemohon Kasasi (debitor pailit) hanya menggaungkan poin-poin
keberatan mengenai bukti yang ada. Adapun dalil-dalil keberatannya
adalah sebagai berikut :
1) Bahwa Judex Facti tingkat pertama tidak mempertimbangkan
dengan cermat semua alat bukti yang telah diajukan oleh semua
Tergugat dalam persidangan;
2) Bahwa sesuai dengan alat bukti yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi dahulu semua alat bukti Para Tergugat tidak
dipertimbangkan secara utuh dan saling ada keterkaitan oleh Judex
Facti tingkat pertama;
3) Bahwa utang yang timbul atas pembiayaan tersebut dan
pembayaran atasnya seharusnya oleh Judex Facti tingkat pertama
dapat dipertimbangkan sebagai bagian yang tidak termasuk dalam
perbuatan hukum;
4) pertimbangannya Judex Facti tingkat pertama dalam satu bagian
pertimbanngannya justru mempertimbangkan bukti tertulis yang
lemah dari pihak Penggugat yakni kartu nama Saksi yang diajukan
oleh Penggugat yakni Saksi Nigel Maurice Wormsley dan Judex
Facti tingkat pertama menganggap suatu kartu nama dapat
dipertimbangkan kebenarannya sebagai alat bukti padahal kartu
nama tersebut tidak layak untuk dipertimbangkan;
5) Bahwa seharusnya Judex Facti tingkat pertama lebih dahulu
dengan cermat mempertimbangkan semua bukti tertulis yang
diajukan oleh Pemohn Kasasi dahulu Tergugat II.
Berdasarkan poin-poin inti argumentasi para Pemohon Kasasi
(dahulu tergugat) lalu dihubungkan dengan pertimbangan hukum
Mahkamah Agung yang memperkuat Judex Facti, maka menurut
Peneliti Mahkamah Agung telah tepat. Karena pada prinsipnya
59
Mahkamah Agung hanya perlu melihat dan berfokus pada Pasal 42
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai landasan yuridis
unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam pembuktian actio paulina.
Sehingga demikian putusan Mahkamah Agung tersebut setidaknya
telah memuat alasan dan dasar hukum yang menjadi acuan terbentuknya
putusan tersebut, sebagaimana telah sesuai dengan Pasal 50 Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
b. Pertimbangan Hukum Pengadilan Niaga Medan dalam Perkara a quo
Guna keperluan penelitian agar lebih menyeluruh maka kiranya
perlu juga ditinjau hasil pertimbangan yang telah dikeluarkan oleh
hakim di tingkat pertama sebagai judex facti untuk mendapatkan
gambaran yang terang tentang perkara ini, adapun pertimbangannya
sebagai berikut :
1) Eksepsi para tergugat yang menyatakan bahwa gugatan pengunggat
(kurator) salah tuju (error in persona) karena PT Heat Exchangers
telah dinyatakan pailit, dan segala tindakan hukum sudah
selayaknya dijalankan oleh si kurator. Sehingga seharusnya gugatan
diajukan ke kurator itu sendiri selaku pemegang kewenangan atas
PT Heat Exchangers yang sudah pailit.
2) Menimbang karena PT Heat Exchangers telah dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan sebelumnya, maka hubungan
antara Penggugat dengan Tergugat I adalah hubungan Kurator
dengan Debitor secara hukum, yang oleh Penggugat dinyatakan
telah melakukan perbuatan mengalihkan dengan cara menjual Asset
(Boedel Pailit) kepada Tergugat II dan mentransfer dana hasil
Penjualan Boedel Pailit kepada Tergugat VII perbuatan tersebut
dilakukan Tergugat I dengan Para Tergugat dalam kurun waktu 1
60
(satu) tahun sebelum Pernyataan Pailit Tergugat I PT. Heat
Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) diucapkan dan perbuatan
tersebut oleh Penggugat dinyatakan sebagai perbuatan melawan
hukum yang telah menimbulkan kerugian bagi Para Kreditor
Tergugat 1.
3) berdasarkan Pasal 41 Ayat (1), Undang-Undang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang No. 37 Tahun 2004
menyatakan “Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan
dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor
yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor,
yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan“,
selanjutnya dalam ketentuan Pasal 47 Ayat (1) UU Kepailitan dan
PKPU, menyatakan “Tuntutan hak berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal
44, Pasal 45 dan Pasal 46 diajukan oleh Kurator ke Pengadilan”.
4) Sehingga tuntutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 Ayat
(1) Undang-Undang Kepailitan tersebut diajukan oleh Kurator ke
Pengadilan Niaga dalam lingkungan Peradilan Umum didaerah
tempat kedudukan hukum Debitor, maka dapat disimpulkan bahwa
essensi Gugatan Penggugat adalah pembatalan perbuatan Tergugat
I Debitor PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit), yang telah
melakukan perbuatan mengalihakan dengan cara menjual Asset
(Boedel Pailit) kepada Tergugat II.
5) Menimbang hal tersebut maka Penggugat selaku Kurator memiliki
alasan hukum yang kuat untuk mengajukan Gugatan sehingga
Hakim Pengawas memberikan izin kepada Penggugat untuk
melakukan Gugatan Actio Pauliana ke Pengadilan Niaga Medan,
dengan demikian sangat beralasan jika Debitor PT.Heat Exchangers
Indonesia (Dalam Pailit) diposisikan sebagai Pihak Tergugat – I
61
dalam Gugatan Actio Pauliana dalam perkara aquo, sehingga
Gugatan Penggugat tidak dapat dinyatakan salah tuju.
6) Adanya bukti foto copy penjualan aset PT HEI kepada PT KPE
Industries ditambah dengan adanya kesaksian Nigel Maurice yang
menungkapkan telah mengetahui peristiwa tersebut, sehingga
terungkap fakta bahwa jual beli itu benar adanya.
7) Adanya bukti foto copy berupa transfer dana dari PT HEI Kepada
KNM PTY Ltd dengan dalil untuk membayar utang, padahal KNM
PTY Ltd tidak ada daftar debitor ketika ada perjanjian perdamaian
kala itu. Terlebih status KNM PTY ltd sebagai salah satu pemegang
saham, menguatkan indikasi adanya upaya itikad tidak baik PT HEI
selaku debitor pailit untuk menyelamatkan hartanya.
8) Adanya bukti dalam AD/ART dua perusahaan yakni PT HEI dan PT
KPE Industries membuktikan bahwa Direktur dan Komisaris dijabat
oleh kedua orang yang sama, yakni Chew Fook Sin selaku Direktur
dan Lee Swee Eng selaku Komisaris dikedua perusahaan tersebut.
Maka ada 2 hal yang perlu dianalisis dalam pertimbangan hukum pada
putusan Pengadilan Niaga Medan tersebut, yakni :
1. Landasan Formil dan Materiil Kurator mengajukan actio paulina;
2. Pembuktian adanya tindakan fraudulent transfer.
Kedua hal tersebut akan Peneliti analisis secara satu per satu sehingga
mudah untuk memetakannya, adapaun analisis Peneliti adalah sebagai
berikut :
1) Kurator telah Memenuhi Ketentuan Formil dan Materil actio
paulina
Dalam rangka memenuhi ketentuan substansi dan formil dalam
mengajukan gugatan actio paulina, kurator dalam perkara ini telah
62
membuktikan secara keseluruhan unsur-unsur tersebut. Perihal
ketentuan formiil gugatan actio paulina yang masuk dalam
kewenangan Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) UU
KPKPU :
“Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain
yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang Undang ini, di
putuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
daerah tempat kedudukan hukum Debitor”
Penjelasan frasa “hal-hal lain” dalam Pasal 3 Ayat (1) UU KPKPU
menyatakan :
“Yang dimaksud dengan “hal-hal lain” adalah antara lain,
actio pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan,
atau perkara dimana dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau
pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang
berkaitan dengan harta pailit termasuk gugatan Kurator
terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan dinyatakan
pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.”
Lebih lanjut Pasal 47 Ayat (1) UU KPKPU menyatakan :
“tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45 dan
Pasal 46 diajukan oleh Kurator ke Pengadilan“
Pasal 1 Ayat (7) UU KPKPU :
“Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan
peradilan umum”
Bahwa dalam perkara ini memang PT. Heat Exchangers
Indonesia telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Medan
berdasar Putusan Nomor: 03/Pdt.Sus.Pembatalan/2015/Pengadilan
Niaga.Mdn, karena para Kreditor mengajukan pembatalan
63
perjanjian perdamaian kedua belah pihak. Dengan dinyatakannya
pailit maka secara hukum kurator berwenang untuk mengurus
seluruh aset debitor pailit untuk kepentingan para Kreditornya, pun
demikian pula dengan tindakan hukum seperti actio paulina
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1) UU KPKPU. Alas
hak yang dimiliki Kurator untuk mengajukan gugatan actio
paulina pun telah tepat diajukan ke Pengadilan Niaga Medan yang
terdaftar tanggal 4 Agustus 2015 dengan nomor register perkara
07/Pdt.Sus-Actio Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn Juncto
03/Pdt.Sus.Pembatalan/2015/ Pengadilan Niaga.Mdn. Sehingga
menurut Peneliti Pengadilan Niaga Medan telah tepat
mempertimbangkan hal tersebut
Lebih lanjut untuk pemenuhan unsur-unsur pembuktian actio
paulina, kurator harus membuktikan unsur-unsur tersebut. Adapun
unsur-unsurnya dapat ditemui dalam Pasal 41 Ayat (1) UU KPKPU
yang mengatakan :
“Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat
dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor
yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan
Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan“
Selebihnya diatur dalam Pasal 41 (2) UU KPKPU :
“Pembatalan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) hanya
dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat
perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa
perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut
akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.”
Begitu pula dalam Pasal 42 UU KPKPU :
64
“Apabila perbuatan hukum yang merugikan Kreditor dilakukan
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut
tidak wajib dilakukan Debitor, kecuali dapat dibuktikan
sebaliknya, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan
tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya
mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan
kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
Ayat (2).”
Dari ketiga Pasal tersebut, kita dapat telaah bahwa untuk
memenuhi unsur substansial actio paulina kurator harus
membuktikan; a.) debitor dan pihak dengan siapa melakukan
perbuatan hukum itu mengetahui perbuatannya akan merugikan
kreditor, b.) perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor, dan
c.) perbuatan tersebut dilakukan 1 tahun sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan. Fred B.G Tumbuan berpendapat adalah
tugas Kurator untuk membuktikan terpenuhinya syarat
dikabulkannya actio paulina tersebut.3
a) Debitor dan pihak dengan siapa melakukan perbuatan itu
mengetahui perbuatannya akan merugikan kreditor
Adanya bukti dokumen berupa perjanjian jual beli
antara debitor pailit untuk menjual seluruhnya kepada PT.
KPE Industries pada bulan November 2014 senilai US$
1.405.358,13,- (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima
puluh delapan koma tiga belas US Dollar). Keseluruhan nilai
3 Sutan Remy Sjahdeiny,Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening
juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 …, h. 105.
65
uang tersebut terbagi dalam 3 kategori aset yang dijual,
seperti :
- Plant and Equipment US$ 1.360.496,20
- Motor Vehicle US$ 901,68
- Furniture, Fitting and Computer US$ 43.960,25
Terlebih adanya tindakan transfer dana yang dilakukan
debitor pailit kepada perusahaan KNM Pty Ltd tanpa alasan
yang jelas senilai US$ 562.452,00 (lima ratus enam puluh dua
ribu empat ratus lima puluh dua dollar Amerika).
Perbuatan yang dilakukan debitor pailit diatas jelas
telah merugikan para kreditornya, karena tidak akan
mendapatkan hak-haknya dari utang si debitor pailit. hal ini
dibuktikan dengan adanya hasil audit oleh Kantor Akuntan
Publik Riyanto bahwa laporan keuangan debitor pailit per
tanggal 31 desember 2014 menyatakan aset debitor pailit
telah nihil (Rp.0,-). Lantas demikian bagaimana mungkin aset
debitor pailit dapat di likuidasi dan hasilnya akan dibagikan
para Kreditornya dengan prinsip dasar hukum kepailitan pari
posu pro rata parte. Kalaupun dikatakan hal yang dilakukan
debitor pailit tersebut tidak lain sebagai tanggung jawabnya
sebagai direksi demi kepentingan keberlanjutan perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 Ayat (1) dan Pasal 97
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Namun dalam hal ini yang dilakukan
debitor pailit tidak sama sekali bertujuan untuk kepentengan
perseroan, tetapi justru lebih kepada kepentingan pribadinya
untuk menyelamatkan aset-aset perusahaan yang telah
dinyatakan pailit.
66
Nihilnya keuangan debitor pailit juga tidak terlepas
dari tindakan jual belinya dengan PT. KPE Industries yang
ternyata hasil penjualan aset senilai US$ 1.405.358,13
tersebut tidak sama sekali masuk dalam kas debitor pailit. Hal
ini terjadi karena nilai uang tersebut langsung di set off ke
perusahaan. Perbuatan itu dilakukan karena untuk membayar
ke perusahaan induk KNM Capital SDN BHD. Perihal
maksud dari set off dapat ditemui dalam Pasal 1425 dan Pasal
1426 KUHperdata yang menyatakan
“Jika dua orang saling berutang satu pada yang lain,
maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan
mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan
dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan
sesudah ini”
Pasal 1426 KUHperdata :
“Perjumpaan terjadi demi hukum bahkan dengan tidak
setahunya orang-orang yang berutang dan kedua utang itu
yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat
utang-utang itu besama-sama ada, bertimbal balik untuk
suatu jumlah yang sama"
bahwa mengenai frasa "perjumpaan terjadi demi
hukum" sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1462
KUHPerdata tersebut, Subekti berpendapat bahwa
perjumpaan utang atau kompensasi itu tidak terjadi secara
otomatis, tetapi harus diajukan atau diminta oleh pihak yang
berkepentingan. Atas hal tersebutlah alasan hasil penjualan
tersebut di set off kepada perusahaan induk hemat peneliti
67
tidak dapat dibenarkan menurut hukum karena tidak
memenuhi syarat dari Pasal 1425 dan 1426 KUHperdata,
sehingga tindakan tersebut layak untuk dibatalkan.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut maka
sepantasnya debitor mengetahui tindakan tersebut akan
merugikan para kreditornya, karena sebelumnya PT. Heat
Exhcangers telah mengikatkan dirinya melalui perjanjian
perdamian bersama para kreditornya yakni : PT. Eka Surya
Solusi, PT. Taka Asia fasific, PT. Quality Supply, PT. Multi
Bajatama, Fabricat International Ltd. Tidak dibayarkannya
utang-utang kepada para kreditornya tapi malah justru
menjual seluruh asetnya ke pihak lain merupakan tindakan
yang dapat dikatergorikan sebagai tindakan yang disengaja
atas sepengetahuannya. Meskipun memang terdapat frasa
“dan pihak dengan siapa melakukan perbuatan itu
mengetahui perbuatannya akan merugikan kreditor” dalam
unsur pembuktian rumusan norma Pasal 42 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Namun menurut Sutan Remy
Sjahdeini cukuplah Kurator hanya perlu membuktikan bahwa
si debitor pada waktu melakukan perbuatan itu tahu bahwa ia
dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang
mengutangkan kepadanya, tidak peduli apakah orang yang
menerima keuntungan itu juga mengetahui atau tidak,4 hal itu
pun sesuai pula dengan norma Pasal 1341 KUH Perdata.
4 Sutan Remy Sjahdeini, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan: Memahami
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), Cet. 1, h. 363.
68
b) Perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan Debitor
Munculnya kewajiban pembayaran utang PT. Heat
Exchagers Indonesia (debitor pailit) kepada para kreditor
telah muncul melalui perjanjian perdamaian yang
dihomologasi oleh Pengadilan Niaga Medan tanggal 8 Juli
2014. Dalam perjanjian perdamaian tersebut terdapat 5
Kreditor yang harus dilunasi yaitu PT. Eka Surya Solusi, PT.
Taka Asia fasific, PT. Quality Supply, PT. Multi Bajatama,
Fabricat International Ltd. Namun seiring berjalannya waktu
debitor pailit juga tak kunjung membayar utang-utangnya,
oleh sebab itulah para kreditornya mengajukan pembatalan
perjanjian perdamaian yang telah dikabulkan oleh hakim
tingkat 1 sebagai Judex Facti dengan melalui putusan nomor
03/Pdt.Sus.Pembatalan/2015/Pengadilan Niaga.Mdn
mekanisme memailitkan subjek hukum tersebut tidak
lepas dari adanya prinsip Debt collection, dimana mempunyai
makna sebagai konsep pembalasan dari kreditor terhadap
debitor pailit. Pada hukum kepailitan asas ini dipergunakan
sebagai mekanisme pemaksaan dan pemerasan melalui
likuidasi aset. Sehingga dengan adanya asas ini menekankan
kembali fungsi adanya hukum kepailitan sebagai sarana
pemaksa untuk mewujudkan hak-hak Kreditor melalui
likuidasi aset debitor dengan bersama-sama dengan para
kreditor lainnya.
Dikabulkannya pembatalan perjanjian perdamaian
tersebut membuat PT. Heat Exchangers Indonesia
dikategorikan pailit, konsekuensi putusan tersebut PT. Heat
Exchangers harus dilikuidasi oleh Kurator guna membayar
segala utang-utang kepada para kreditor. Peristiwa dijualnya
69
seluruh aset debitor pailit kepada PT. KPE Industries, set off
hasil penjualan jual beli tersebut kepada perusahaan induk
KNM Capital SDN BHD dan transfer dana kepada perusahan
KNM Pty Ltd karena dianggap memiliki utang, jelas
bukanlah merupakan kewajiban debitor pailit untuk
melakukannya. Karena KNM Capital SDN BHD dan KNM
Pty Ltd tidak termasuk kedalam daftar kreditor yang harus
dibayarkan utang-utangnya, sehingga tepat jika hal itu
dibatalkan oleh majelis hakim.
c) perbuatan tersebut dilakukan 1 tahun sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan.
Secara hukum berdasarkan bukti yang terungkap PT.
Heat Exchangers Indonesia dinyatakan pailit 9 Juli 2015 dan
peristiwa hukum penjualan aset debitor pailit kepada PT. KPE
Industries sebesar US$ 1.405.358,13 dilakukan pada bulan
November 2014, serta dibulan April 2015 debitor pailit
mentransfer dana sebesar US$ 562.452,00 ke KNM Pty Ltd.
Hal ini membuktikan bahwa seluruh tindakan tersebut
dilakukan masih dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Maka dengan demikian berdasarkan uraian bukti-
bukti diatas adalah tepat jika majelis hakim dalam
pertimbangannya menanggap bahwa kurator telah memenuhi
seluruh unsur-unsur pembuktian dalam gugatan actio
paulina.
70
2) Terangnya tindakan Fraudulent Transfer yang dilakukan Debitor
Pailit
istiliah Fraudulent transfer5 yang tertuang dalam the
bankruptcy code Amerika maksudnya adalah suatu peristiwa yang
terjadi ketika debitor menjual harta kekayaanya dengan harga
rendah dan dari hasil penjualan harta kekayaanya membuat debitor
menjadi pailit, atau jika debitor telah pailit ketika penjualan harta
kekayaan yang tidak masuk akal itu dilakukan oleh debitor. Hal ini
terjadi karena debitor berniat untuk menghalangi atau menunda
pembayaran utangnya kepada kreditor.6
Hal itu dibuat dengan tujuan untuk mencegah debitor
melakukan manipulasi dengan cara melakukan transfer harta
kekayaan yang dilakukan debitor sebeum pernyataan pailit
sehingga mengurangi atau menghabiskan kekayaan debitor.7
Tujuan lain dari fraudulent transfer law adalah untuk mencegah
debitor menutupi atau menjual harta kekayaanya untuk menipu para
kreditornya.
Dalam perkara yang saat ini peneliti teliti, ditemukan secara
terang melalui bukti yang ada, terdapat tindakan-tindakan debitor
pailit melakukan fraudulent transfer yaitu :
a) Bahwa dalam Perjanjian jual beli aset antara Debitor pailit
dengan PT. KPE Industries harga jual asset tersebut tidak
5 Douglas G. Baird & Thomas H. Jacson, Fraudulent Conveyance Law and its Proper
Domain, 38 Vanderbilt Law Review 829 (1985), h.829.
6 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia …, h. 206.
7 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia …, h. 205.
71
melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) / appraisal
melainkan hanya ditentukan oleh kesepakatan antara
Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak dapat
dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah
sesuai dengan harga pasar atau tidak;
b) Bahwa adanya bukti berupa AD/ART yang menyatakan
debitor pailit sebagai penjual dengan PT. KPE Industries
sebagai pembeli sama-sama memiliki Direktur dan
Komisaris yang sama. Yaitu Chew Fook sin selaku Direktur
PT. Heat Exchangers Indonesia (debitor pailit) sekaligus
Direktur PT. KPE Industries dan Lee Swee Eng selaku
Komisaris PT. Heat Exchangers Indonesia (debitor pailit)
sekaligus Komisaris PT. KPE Industries. Serta ditambah
surat perjanjian jual belinya pun sama-sama ditandatangani
oleh orang yang sama. Terlebih diketahui pula kedua
perusahaan tersebut memiliki hubungan istimewa karena
berada satu grup;
c) Bahwa hasil penjualan antara debitor pailit dengan PT. KPE
Industries ternyata tidak masuk ke kas debitor pailit, namun
langsung di set off ke Perusahaan KNM Capital SDN BHD
karena debitor pailit dianggap memiliki utang. Ternyata
setelah diusut lebih jauh KNM Capital SDN BHD adalah
induk dari perusahaan grup dimana debitor pailit bernaung;
d) Terungkapnya aliran dana ke Perusahaan KNM Pty Ltd,
yang ternyata juga memiliki hubungan grup dengan debitor
pailit.
Dari bukti-bukti tersebut kiranya sangatlah terang terdapat
kecacatan proses jual beli/ pengalihan aset yang dilakukan debitor
pailit serta terungkapnya itikad buruk dari debitor pailit untuk
72
menyelamatkan hartanya dengan melakukan fraudulent transfer
dalam satu grup perusahaan. Tentu hal ini menjadi sebuah persoalan
serius, karena setelah diaudit aset-aset debitor pailit telah
dinyatakan Rp. 0,- (nihil). Jika sudah demikian, lantas debitor pailit
sudah tentu tidak dapat membayar utang-utangnya kepada para
kreditor melalui Kuratornya, yang akan berimbas pada tidak
tercapainya prinsip pari posu pro rata parte dan prinsip Structured
Creditors. Maka menurut Peneliti penilaian berupa pertimbangan
hukum Pengadilan Niaga Medan guna menguji legal standing
Kurator dalam mengajukan actio paulina maupun pertimbangan
mengenai unsur-unsur pembuktian pembatalan tindakan debitor
pailit telah tepat dan sesuai dalam menerapkan hukum yang
berlaku karena memang nyata sekali tindakan pengalihan aset yang
dilakukan oleh debitor pailit.
2. Analisis Kurator Sebagai Pemegang Peranan Penting dalam Melindungi
Boedel Pailit
Terbayarkannya utang-utang ke para Kreditor sangat ditentukan dengan
kinerja dari Kurator. Seorang kurator memiliki tugas yang cukup berat, yaitu
melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. oleh karenanya segala
perbuatan hukum yang telah diperbuat oleh kurator dalam melakukan
tugasnya tidak dapat dipulihkan ke keadaan semula dan mengikat terhadap
semua pihak. Terlebih dalam realitanya membereskan harta pailit, Kurator
acapkali mendapatkan ancaman fisik hingga proses hukum yang tidak perlu
(seperti dilaporkan ke polisi).8
8 AKPI Minta Kurator Lebih Dilindungi Secara Hukum, artikel diakses pada tanggal 11
September 2018 dari http://kabar24.bisnis.com/read/20170701/16/667393/akpi-minta-kurator-lebih-dilindungi-secara-hukum
73
Apalagi mengingat adanya Pasal 17 Ayat (2) UU Kepailitan dinyatakan
secara tegas bahwa dalam hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai
akibat adanya kasasi atau PK, maka segala perbuatan yang telah dilakukan
kurator tetap sah dan mengikat debitor. Setiap perbuatan kurator yang
merugikan terhadap harta pailit, baik secara disengaja maupun tidak
disengaja oleh kurator maka kurator harus dapat bertanggung jawab, Jelas
dalam Pasal 72 UU Kepailitan:
“Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya
dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang
menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.”
Ini berarti kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan tidak dapat
bertindak sewenang-wenang, karena bila merugikan harta pailit, maka harta
pribadi kurator turut bertanggung jawab atas perbuatannya.9 Mengingat
pentingnya dalam mengelola aset pailit, Kurator telah dipersenjatai segala
instrumen hukum untuk melindungi aset pailit. untuk menilai baik atau
buruknya peran Kurator bila mengacu pada perkara yang sedang diteliti
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Bahwa Marolop Tua Sagala telah sah sebagai Kurator PT. Heat
Exchangers Indonesia (debitor pailit) berdasarkan putusan
Pengadilan Niaga Medan dengan Nomor putusan :
03/Pdt.Sus/Pembatalan/2015/PN.Niaga.Mdn Jo. Nomor:
07/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga Medan, yang diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum pada hari Kamis, tertanggal 9 Juli
2015.
b. Kurator telah mengumumkan kepailitan debitor pailit di Harian
Batam Pos dan Harian Rakyat Merdeka, hal ini sesuai dengan Pasal
9 Jono, Hukum Kepailitan …, h.151.
74
15 Ayat (4) UU Kepailitan yang mengharuskan kurator dalam
waktu paling lambat 5 hari setelah putusan diterima oleh kurator, ia
wajib mengumumkan pailitnya debitor pailit ke berita negara dan
paling sedikit dua surat kabar harian.
c. Kurator telah beritikad baik untuk segera membereskan boedel
pailit si debitor pailit dengan memberitahukan dengan surat bahwa
Kurator akan berkunjung ke Perusahaan Debitor pailit, untuk
memverifikasi seluruh aset debitor pailit baik secara fisik maupun
dari dokumen dan juga seluruh utang-utang debitor pailit termasuk
utang kepada Buruh/Karyawannya;
d. Mengingat adanya itikad buruk dari debitor pailit yang
menyelamatkan asetnya, kurator dengan persetujuan hakim
pengawas melalui penetapan nomor 02/HP/03/Pdt.Sus-
Pembatalan/2015/PN.Niaga.Mdn., Jo. No. 07/Pdt.Sus-PKPU/
2014/Pengadilan Niaga Mdn, Tanggal 30 Juli 2015 dari Bapak
Hakim Pengawas Dr.Marsudin Nainggolan, S.H, M.H. yang pada
intinya memberikan izin untuk mengajukan gugatan actio paulina
ke Pengadilan Niaga medan karena memiliki alasan dan bukti yang
kuat. Dengan ini kurator telah memiliki alas hak yang kuat dalam
mengajukan actio paulina;
e. Kurator telah membuktikan seluruhnya unsur-unsur pembuktian
dalam perkara gugatan actio paulina, hal ini telah diutarakan dalam
poin analisis diawal.
Dari penjabaran tersebut memberikan gambaran bahwa Kurator telah
melaksanakan tanggung jawabnya untuk melindungi boedel pailit yang salah
satunya melalui mekanisme actio paulina, meskipun dikatakan pembuktian
untuk dikabulkannya actio paulina itu sulit seperti yang dikatakan oleh Fred
B.G Tumbuan, namun Kurator kali ini telah melaksanakan tugasnya dengan
75
baik dalam rangka melindungi aset debitor pailit yang telah di
pindahtangankan melalui tindakan fraudulent transfer ke pihak lain.
C. Akibat Hukum Terhadap Harta Pailit atas Putusan Hakim Mahkamah
Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Mengingat adanya putusan yang menyatakan tindakan jual beli aset
yang melibatkan PT Heat Exchangers Indonesia (debitor pailit) dengan PT KPE
Industries, serta transfer dana ke perusahaan KNM PTY Ltd sebagai perbuatan
melawan hukum karena menimbulkan kerugian bagi para kreditor PT. Heat
Exchangers, maka dengan semestinya jual beli dan transfer dana tersebut batal
demi hukum. Dibatalkannya tindakan tersebut karena telah terbukti secara sah
dan meyakinkan adanya tindakan penyelamatan aset yang dapat merugikan
para kreditor PT Heat Exchangers Indonesia (debitor pailit), terlebih yang
mengejutkan antara PT Heat Exchangers Indonesia (debitor pailit) dengan PT
KPE Industries sama-sama memiliki Direktur dan Komisaris yang sama pula,
serta perjanjian jual belinya pun ditandatangani dengan orang yang sama.
Pembatalan transaksi melalui putusan ini pun berlaku pula kepada
perusahaan KNM Capital dan perusahaan KNM PTY Ltd. KNM Capital
sebagai perusahaan dalam satu grup dengan debitor pailit sekaligus yang
menerima hasil penjualan aset PT Heat Exchangers berkat upaya set off,
sedangkan KNM PTY Ltd sebagai pihak yang menikmati aliran dana dari PT
Heat exchangers karena dianggap untuk pembayaran utang. Padahal
sebelumnya kedua perusahaan ini sama sekali tidak terdaftar sebagai kreditor
dalam perjanjian perdamaian PT Heat exchangers dengan para Kreditor kala
itu. Jika ditelisik adapun frasa “batal demi hukum” merupakan frasa khas
bidang hukum yang bermakna tidak berlaku/ tidak sah berdasarkan hukum.10
10 Elly Erawati dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian,
(Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2005), h. 45.
76
Batalnya perjanjian jual beli dan transfer dana yang dilakukan PT. Heat
Exchangers Indonesia (debitor pailit) melalui putusan hakim merupakan salah
satu cara hapusnya perikatan yang dikemukakan oleh Subekti.11 Sehingga
konsekuensi logis hapusnya perikatan yang disebabkan pembatalan perjanjian
melalui putusan hakim mengakibatkan status hukum kembali pada keadaan
semula, yakni seluruh aset PT. Heat Exchangers Indonesia (debitor pailit)
meliputi aset senilai US$ 1.405.358,13,- yang terdiri 3 kategori aset yang dijual,
seperti :
- Plant and Equipment US$ 1.360.496,20
- Motor Vehicle US$ 901,68
- Furniture, Fitting and Computer US$ 43.960,25
Serta ditambah aset senilai US$ 562.452,00 yang diserahkan kepada
perusahaan KNM Pty Ltd, harus dikategorikan sebagai milik Debitor Pailit.
Dengan dikategorikannya seluruh aset tersebut adalah milik Debitor pailit maka
demi hukum hemat peneliti aset-aset tersebut harus dikembalikan oleh para
pihak dengan siapa perjanjian tersebut dilakukan. Logika ini pun nampaknya
jelas pula dituangkan dalam putusan Pengadilan Niaga Medan nomor Nomor :
07/Pdt.Sus-Actio Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn yang juga telah
diperkuat oleh Mahkamah Agung yang berbunyi “Menghukum Tergugat VII
KNM PTY LTD untuk menyerahkan kembali dana senilai USD.562.452,00
(lima ratus enam puluh dua ribu empat ratus lima puluh dua dollar Amerika)
kepada Kurator sebagai boedel Pailit PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam
Pailit)”. (Vide putusan Pengadilan Niaga Medan poin mengadili nomor 6).
11 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet.31, h. 152.
77
Menurut Peneliti putusan Pengadilan tingkat 1 dan Mahkamah Agung
yang menyatakan seluruh aset tersebut merupakan bodel pailit dan wajib
dikembalikan kepada kurator adalah tepat, karena dengan dikembalikannya
seluruh aset yang dipindahtangkan/dijual tersebut mengindikasikan peran
positif hakim untuk melindungi kepentingan kreditor sesuai dengan landasan
hukum dalam Pasal 41 Ayat (1) yang menyatakan “Untuk kepentingan harta
pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan
hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan
Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan“.
Terlebih dari sudut filosofis, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus
M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai upaya pemerintah
yang bersifat preventif dan represif. Preventif maksudnya suatu perlindungan
hukum yang bertujuan untuk mencegah agar tidak terjadi suatu sengketa,
sedangkan represif maksudnya adalah bertujuan untuk menyelesaikan suatu
sengketa, yang termasuk penanganannya di ranah pengadilan.12 Dikaitkan
dengan pendapat tersebut, akibat hukum yang dilahirkan paska putusan
Mahkamah Agung ini merupakan cerminan perlindungan hukum represif , yang
muaranya menyelesaikan adanya sengketa antara Debitor pailit dengan para
kreditornya, dan bahkan bukan tidak mungkin hemat peneliti adanya putusan
ini menjadi trademark tersendiri agar tidak adalagi debitor pailit lainnya
melakukan hal serupa, sehingga memberikan perlindungan hukum secara
preventif sebagaimana yang dikemukakan Philipus M.Hadjon.
Lain hal dalam sisi keadilan hukum, jika berkaca makna dari Keadilan
adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ditelisik dari pandangan
Aristoteles, keadilan dibentuk menjadi dua bentuk, yaitu:
12 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1987), h. 29.
78
1) Keadilan distributif: yakni keadilan yang ditentukan oleh pembuat
undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak dan kebaikan bagi
anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proposal.
2) Keadilan korektif: yaitu keadilan yang menjamin mengawasi dan
memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan illegal. Fungsi
korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan
menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik
korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi milikinya
yang hilang.13
Adalah sesuai dikatakan serangan illegal, manakala debitor pailit
sebelum putusan pailit diucapkan, telah memindahtangankan/menjual seluruh
asetnya kepada perusahaan lain yang masih dalam satu grup, sehingga seluruh
aset dinyatakan habis. Adalah sesuai dikatakan korban, manakala para Kreditor
tidak mendapatkan hak-haknya untuk dibayarkan seluruh piutangnya. Maka
adalah tepat menurut Peneliti Putusan hakim tingkat 1 maupun Mahkamah
Agung yang membatalkan transaksi tersebut sebagai upaya guna
mengembalikan status quo seluruh aset yang dipindahtangankan. Sehingga
keadilan hukum korektif menurut Aristoteles diatas mampu tercipta berkat
adanya peristiwa hukum yang dilahirkan melalui putusan hakim. Sungguh
dengan demikian teori perlindungan hukum dan keadlian hukum yang peneliti
kemukakan diatas serta juga didalam Bab II penelitian ini telah terpenuhi
melalui putusan hakim yang tentu saja dipelopori oleh Kurator.
13 Helmi Juni, Filsafat Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 399.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah peneliti kaji
pada setiap sup bab pembahasan, maka dalam hal ini peneliti memberikan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Menjamin boedel pailit terkadang tidak cukup hanya menggantungkan
segalanya pada Kurator, peranan dari Hakim Pengawas maupun Hakim
Pengadilan Niaga maupun Hakim tingkat Kasasi memiliki peranan yang
penting dalam melindungi boedel pailit atas tindakan fraudulent transfer
yang dilakukan oleh debitor pailit. Setidaknya pentingnya peranan Hakim
Pengadilan judex facti maupun judex jurist pada kasus yang peneliti teliti
telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Hakim Pengadilan Niaga Medan
maupun Hakim tingkat kasasi telah memenuhi Perlindungan dan Keadlian
Hukum memutus perkara a quo, karena telah objektif dalam
mempertimbangkan seluruh bukti yang ada seperti perjanjian jual beli yang
ditandatangani oleh kedua pihak yang sama, bukti yang menunjukkan
AD/ART antara debitor pailit dengan PT. KPE Industries ternyata direksi
dan komisarisnya dijabat oleh orang yang sama, bukti transfer dana yang
tidak sesuai peruntukkannya. Sehingga menjadi terang adanya tindakan
curang yang dilakukan debitor pailit untuk menyelamatkan aset-asetnya.
Dengan demikian selama bukti yang diajukan menguatkan maka actio
paulina sangat efektif dalam menjamin boedel pailit atas tindakan
fraudulent transfer yang dilakukan debitor pailit;
2. Konsekunsi dari putusan pembatalan tindakan yang dilakukan oleh debitor
pailit tersebut maka secara hukum akibat yang ditimbulkan adalah
mengembalikkan seluruh aset pailit yang telah dijual seluruhnya seperti
80
sedia kala baik itu aset pailit yang diperjualbelikan antara debitor pailit
dengan PT. KPE Indutries, maupun aset berupa dana yang disetor oleh
debitor pailit ke Perusahaan KNM Capital SDN BHD.
B. Rekomendasi
Berdasarkan pada permasalahan dalam bahasan pada penelitian ini,
maka peneliti mencoba untuk memberikan rekomendasi berupa :
1. Selaku pihak yang memikul tanggung jawab besar untuk mengurus bodel
pailit, kurator harus cermat untuk melakukan langkah-langkah dalam
membereskan boedel pailit dan tidak lupa untuk menelusuri lebih jauh
pergerakan aset debitor pailit. Penurunan nilai maupun habisnya aset
debitor pailit yang merugikan para kreditor tentu mencoreng hakekat dari
tujuan hukum kepailitan;
2. Hakim diharapkan agar terus menjaga komitmenya untuk menegakkan
keadilan dan kepastian dalam hal menjamin boedel pailit sehingga tujuan
hukum kepailitan yaitu terbayarkannya hak-hak kreditor dapat terpenuhi;
3. Rumitnya pembuktian untuk dikabulkannya actio paulina menjadi batu
sandungan tersendiri bagi para kreditor yang diwakili oleh kuratornya untuk
melindungi seluruh aset debitor pailit. Sehingga diperlukan langkah lebih
lanjut oleh Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk
merevisi ketentuan ini.
81
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Albani, Muhammad Syukri, dkk. Hukum dalam Pendekatan Filsafat, Jakarta:
PT. Kencana, 2016.
Anisah, Siti, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum
Kepailitan di Indonesia, Yogyakarta: Total Media, 2008
Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang Di Indonesia, Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013.
Baird, Douglas G, & Thomas H. Jacson, Fraudulent Conveyance Law and its
Proper Domain, 38 Vanderbilt Law Review 829, 1985.
Black, Henry Campbell, Black’s law dictionary, West Publishing Co.,St. Paul
Minnesota, 1979.
Erawati, Elly dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum tentang Kebatalan
Perjanjian, Jakarta: Nasional Legal Reform Program, 2005.
Fuady, Munir, Hukum pailit 1998: dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2002.
Gross, Karen, Failure and Forgiveness: Rebalancing the Bankruptcy System,
New Heaven: Yale University Press, 1997.
Hadjon, Phillipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya:
PT Bina Ilmu, 1987.
Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Juni, Helmi, Filsafat Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
82
Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Jakarta: Pradnya
Paramita, 1982.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Kencana, 2010.
______________, Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Kencana, 2005.
Nating, Imran, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan
Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 90.
Nurdin, Andriani, “Masalah Seputar Actio Paulina” dalam Emmy Yuhassarie,
ed., Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum: Prosiding
Rangkaian lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan
Wawasan Hukum Bisnis lainnya, 20-22 Juli 2004, Jakarta: Pusat
Pengkajian Hukum, 2004, h. 264.
Pane, Marjan E., “Inventarisasi dan Verifikasi dalam Rangka Pemberesan Harta
Pailit dalam Pelaksanaanya”, dalam Emmy Yuhassarie, ed., Undang-
Undang Kepailitan dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat Pengkajian
Hukum, 2005, h. 280.
Prayoga, Andhika, Solusi Hukum Ketika Bisnis Terancam pailit (Bangkrut),
Jakarta: PT. Buku Seru, 2014.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Alumni, 1986.
______________, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Sastrawidjaja, Man. S. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Bandung: PT. Alumni, 2010.
Shubhan, Hadi, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan,
Cet.1, Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2008..
83
______________, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, dan Praktik di
Peradilan, Cet.5, Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2015.
Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan: Memahami
Faillissementsverordening juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1998, Jakarta: Grafiti, 2002.
Sjahdeini, Sutan Remy, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan:
Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran, Cet. 1, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 31, Jakarta: PT. Intermasa, 2003.
Waxman, Ned, “Bankruptcy”, 1992, dalam Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan:
Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Jakarta: PT Kencana
Prenada Media Group, 2015, h. 34.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis: Kepailitan, Cet. 3,
Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002.
JURNAL
Hartono, Sri Redjeki, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan
Modern, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.7, Jakarta, 1992.
SKRIPSI
Utami, Septiana, “Kepastian Hukum Bagi Kreditor Konkuren Pada Babbington
Developments Limited Terhadap PT.Polysindo eka Perkasa TBK
Berdasarkan Prinsip Pari Passu Pro Rate Parte (Putusan MA No. 118
K/Pdt.Sus/2007)”, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
84
Fauzia, Astrid, “Gugatan Actio Paulina oleh Kurator Terhadap Debitor yang
Telah Melakukan Penjualan Aset Sebelum Dinyatakan Pailit (Studi
Putusan Nomor 61 PK/Pdt.sus-Pailit/2015”, Skripsi S1 Fakultas
Hukum Universitas Lampung, 2017.
INERNET
Deliana Pradhita Sari, “AKPI Minta Kurator Lebih Dilindungi Secara
Hukum”, artikel diakses pada tanggal 11 September 2018 dari
http://kabar24.bisnis.com/read/20170701/16/667393/akpi-minta-
kurator-lebih-dilindungi-secara-hukum
HRS, “Tiga Syarat Gugatan Actio Paulina dalam Kepailitan”, artikel diakses
tepat pada hari Minggu tanggal 9 September 2018 dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5376411a7aba8/tiga-
syarat-gugatan-iactio-pauliana-i-dalam-kepailitan
Wall, David, “Uniform Fraudulent Transfer Act (UFTA)”, artikel diakses
tepat pada hari Minggu Tanggal 16 September 2018 dari
http://www.fraudconference.com/uploadedFiles/Fraud_Conference/C
ontent/Course-Materials/presentations/23rd/ppt/12G-David-Wall.pdf
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
LAMPIRAN
Putusan Mahkamah Agung Nomor 15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 1 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
P U T U S A NNomor 15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAM A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus gugatan actio pauliana pada tingkat kasasi
telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:
1. PT. KPE INDUSTRIES, yang diwakili oleh Direktur Lee Wai
Kit, terakhir diketahui berkedudukan di Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau, Indonesia dan berkantor terdaftar di
Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK), Jalan Hang Kesturi I,
Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Batam 29467,
Indonesia, dalam hal ini memberi kuasa kepada Zunaldi
Zamzami, S.H., Advokat, beralamat di Komplek Bida Asri I
Blok A2, Nomor 17, Batam, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 9 September 2015;
2. CHEW FOOK SIN, sebagai Direktur PT KPE Industries,
berkedudukan di Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK),
Jalan Hang Kesturi I, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan
Nongsa, Batam 29467, Indonesia, dalam hal ini memberi
kuasa kepada Zunaldi Zamzami, S.H., Advokat, beralamat di
Komplek Bida Asri I Blok A2, Nomor 17, Batam, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tanggal 25 Agustus 2015;
3. LEE SWEE ENG, Komisari PT KPE Industries, berkedudukan
di Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK), Jalan Hang Kesturi
I, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Batam 29467,
Indonesia;
4. KNM PROCESS SDN BHD, Selaku Pemegang Saham
Perseroan: Memiliki/Memegang 1 (satu) Saham Seri A, atas
PT Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit), berkedudukan
di 15, Jalan Dagang SB4/I Taman Sungai Besi Indah 43300,
Seri Kembangan Selangor, Darul Ehsan, Malaysia;
5. KNM CAPITAL SDN BHD, Selaku Perusahaan Dalam Satu
Group Dengan Para Tergugat sehubungan dengan hasil
penjualan aset Tergugat I, berkedudukan di 15, Jalan Dagang
SB4/I Taman Sungai Besi Indah 43300, Seri Kembangan
Selangor, Darul Ehsan, Malaysia, Nomor 3 s/d 5 dalam hal ini
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 2 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
memberi kuasa kepada Zunaldi Zamzami, S.H., Advokat,
beralamat di Komplek Bida Asri I Blok A2, Nomor 17, Batam,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 21 Agustus 2015,
sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Tergugat II, V, VI, Turut
Tergugat I, II
Lawan:
MAROLOP TUA SAGALA, S.H., Kurator PT. Heat Exchangers
Indonesia (dalam Pailit), bertempat tinggal di Jalan Pramuka Raya,
Komplek Bina Marga Nomor 56, Jakarta Timur 13140, Indonesia,
dalam hal ini memberi kuasa kepada Viktor Raya Pinem,
S.H.,M.H., dan kawan-kawan, Para Advokat, beralamat di Setia
Budi Bisnis Point, Blok BB Nomor 7, Jalan Setia Budi, Medan
20127, sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat;
d a n:
1. PT. HEAT EXCHANGERS INDONESIA (Dalam Pailit),terakhir diketahui berkedudukan di Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau, Indonesia, berkantor dan terdaftar di
Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK), Jalan Hang Kesturi I
Kaveling A21, Batu Besar, Nongsa, Batam 29467, Indonesia;
2. CHEW FOOK SIN, Direktur PT. HEAT EXCHANGERSINDONESIA (Dalam Pailit) (in casu) (Tergugat I),
berkedudukan di Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK), Jalan
Hang Kesturi I, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa,
Batam 29467, Indonesia;
3. LEE SWEE ENG, Komisaris PT Heat Exchangers Indonesia
(dalam Pailit) (in casu) (Tergugat I), berkedudukan di Kawasan
Industri Terpadu Kabil (KITK), Jalan Hang Kesturi I, Kelurahan
Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Batam 29467, Indonesia;
4. KNM PTY LTD, Selaku Pemegang Saham Perseroan:
Memiliki/Memegang 889.155 (delapan ratus delapan puluh
Sembilan ribu seratus lima puluh lima) saham terdiri dari:
499.999 (empat ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan
ratus sembilan puluh sembilan) Saham Seri A. 389.156 (tiga
ratus delapan puluh Sembilan ribu seratus lima puluh enam)
Saham Seri B, atas PT Heat Exchangers Indonesia (dalam
Pailit), berkedudukan di 15, Jalan Dagang SB4/I Taman Sungai
Besi Indah 43300, Seri Kembangan Selangor, Darul Ehsan,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 3 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Malaysia, sebagai Para Turut Termohon Kasasi dahulu
Tergugat I, III, IV, VII;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan
terhadap sekarang Para Pemohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat II, V, VI,
Turut Tergugat I, II dan Para Turut Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat I,
III, IV, VII, di depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Medan, pada pokoknya sebagai berikut:
A. Pendahuluan:
1. Bahwa, Penggugat adalah Kurator PT. Heat Exchangers Indonesia
(dalam Pailit) berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor 03/
Pdt. Sus/Pembatalan/2015/PN.Niaga.Mdn, Jo. Nomor 07/Pdt. Sus-
PKPU/2014/PN.Niaga Medan, yang diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum pada hari Kamis, tertanggal 9 Juli 2015, (Bukti P – 1);
2. Bahwa, PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) (in casu Tergugat
I) adalah Debitor Pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Medan
Nomor 03/ Pdt.Khusus/Pembatalan/2015/PN.Niaga Mdn, Jo. Nomor 07/
Pdt - PKPU/2014/PN.Niaga Medan, yang diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari Kamis, tertanggal 9 Juli 2015, (Bukti P –
1);
3. Bahwa, berdasarkan dokumen yang Penggugat dapatkan, Tergugat I
dan Tergugat II adalah Perusahaan Asing dan merupakan Anak
Perusahaan dari KNM Pty Ltd., dan KNM Pty Ltd. adalah salah satu dari
Anak Perusahaan KNM Process Systems Sdn Bhd (“KNMPS”), dan
selanjutnya “KNMPS” adalah salah satu dari Perusahaan KNM Group
Berhad yang berpusat di 15, Jalan Dagang SB4/1, Taman Sungai Besi
Indah 43300, Seri Kembangan Selangor Darul Ehsan, Malaysia, (Bukti P
- 2);
4. Bahwa, Penggugat setelah mengumumkan kepailitan Tergugat di Harian
Batam Pos dan Harian Rakyat Merdeka, selanjutnya memberitahukan
dengan surat bahwa Penggugat akan berkunjung ke Perusahaan
Tergugat, dan Penggugat menindaklanjutinya dengan kunjungan ke
Batam, untuk memverifikasi seluruh asset Tergugat (boedel pailit) baik
secara fisik maupun dari dokumen dan juga seluruh utang-utang
Tergugat termasuk utang kepada Buruh/Karyawan Tergugat;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 4 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
5. Bahwa, Penggugat telah menerima beberapa dokumen Debitur Pailit
dari Karyawan Tergugat I dengan tanda terima (transmital slip) yang
diberikan kepada Penggugat, (Bukti P – 3);
6. Bahwa, dari Dokumen yang ada terlihat bahwa antara Tergugat I dengan
Tergugat II berada dalam satu lokasi sebagaimana alamat tersebut di
atas, dimana Tergugat I memiliki mesin-mesin serta alat-alat produksi
lainnya serta peralatan kantor;
7. Bahwa, selanjutnya Direktur dan Komisaris dari Tergugat I dan Tergugat
II adalah orang yang sama pula, yaitu Chew Fook Sin dan Lee Swee
Eng, (Bukti P – 10), (Bukti P – 11);
8. Bahwa, sebagian Karyawan Tergugat diangkat secara bersama-sama
oleh Tergugat I dan Tergugat II dan Project/ Pekerjaan baik itu milik
Tergugat I maupun milik Tergugat II dikerjakan oleh Karyawan yang
sama sebagaimana tersebut di atas;
9. Bahwa, Penggugat telah mendapatkan Penetapan Hakim Pengawas
Nomor 02/HP/03/Pdt.Khusus/Pembatalan/2015/PN.Niaga.Mdn., Jo.
Nomor 07/PKPU/2014/PN.Niaga Mdn, Tanggal 30 Juli 2015 dari Bapak
Hakim Pengawas Dr. Marsudin Nainggolan, SH, MH. yang pada intinya
menyatakan bahwa Kurator (incasu Penggugat) memiliki alasan hukum
yang kuat untuk mengajukan gugatan sehingga Hakim Pengawas
memberikan izin kepada Penggugat untuk melakukan Gugatan Actio
Pauliana ke Pengadilan Niaga Medan, (Bukti P – 4);
B. Kewenangan mengadili terhadap gugatan actio pauliana:
10. Bahwa, untuk kepentingan Harta Pailit, Kurator (in casu Penggugat)
berwenang untuk memintakan pembatalan perbuatan hukum Debitor
yang telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga, dan perbuatan
tersebut merugikan kreditor, hal tersebut sebagaimana dinyatakan
dalam Undang Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) Nomor 37 Tahun 2004 selanjutnya disebut
“UU Kepailitan Dan PKPU”;
Pasal 41 ayat (1), UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan
pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan
pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum
putusan pernyataan pailit diucapkan“;
11. Bahwa, tuntutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1)
Undang Undang Kepailitan tersebut diajukan oleh Kurator (in casu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 5 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Penggugat) ke Pengadilan Niaga dalam lingkungan Peradilan Umum
didaerah tempat kedudukan hukum Debitor;
Pasal 47 ayat (1), UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45 dan Pasal 46 diajukan
oleh Kurator ke Pengadilan“;
Selanjutnya Pasal 1 Ayat (7) UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan
umum”;
12. Bahwa, kemudian Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU mengatur
tentang gugatan actio pauliana yang diputus Pengadilan Niaga dalam
lingkungan Peradilan Umum didaerah tempat kedudukan hukum
Debitor;
Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang
berkaitan dan/atau diatur dalam Undang Undang ini, di putuskan oleh
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan
hukum Debitor”;
Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Yang dimaksud dengan “hal-hal lain” adalah antara lain, actio pauliana,
perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana
dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu
pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk
gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan
dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya“;
13. Bahwa, berdasarkan penjelasan di atas, Kurator (in casu Penggugat)
mempunyai hak untuk memintakan pembatalan hukum perbuatan
Debitor (in casu Tergugat I) berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan
dan PKPU, yang selanjutnya unsur-unsur pemenuhannya termaktub
dalam Pasal 41 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU;
Pasal 41 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum
dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut
dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan
hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor“;
Selanjutnya Pasal 42 UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 6 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
“Apabila perbuatan hukum yang merugikan Kreditor dilakukan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan Debitor,
kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dan pihak dengan siapa
perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya
mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian
bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)”;
14. Berdasarkan penjelasan dan Uraian tersebut diatas, maka adalah jelas
bahwa Kurator (in casu Penggugat) berhak mengajukan suatu Gugatan
Pembatalan atas suatu perbuatan hukum (actio pauliana) terhadap
Debitor (in casu Tergugat I) dan pihak lainnya ( in casu Tergugat II – VII,
dan Turut Tergugat I-II) ke Pengadilan Niaga dalam lingkungan
Peradilan Umum di daerah tempat kedudukan hukum Debitor;
C. Latar belakang perkara a quo:
15. Bahwa, Pailitnya Tergugat I karena Pembatalan Perdamaian yang
diajukan oleh para kreditur Tergugat I ke Pengadilan Niaga Medan
karena Tergugat I tidak membayar utang sebagaimana tersebut dalam
Perjanjian Perdamaian yang di buat oleh Tergugat I dengan Para
Krediturnya yang telah di Homologasi oleh Pengadilan Niaga Medan
dalam Putusan Homologasi Nomor 07/PKPU/2014/PN.Niaga.Mdn.,
Tanggal 8 Juli 2014, (Bukti P – 5);
16. Bahwa, pada Tanggal 14 – 16 Juli 2015 Penggugat selaku Kurator PT.
Heat Exchanger Indonesia (dalam Pailit) (in casu Tergugat) berkunjung
ke Lokasi Perusahaan Tergugat I untuk memeriksa dan memverifikasi
Asset/ Boedel Pailit baik secara fisik maupun dokumen-dokumennya,
dan saat itulah Penggugat menemukan dokumen yang menyatakan
bahwa Tergugat I telah mengalihkan/ menjual seluruh hartanya kepada
Tergugat II, pengalihan/jual beli tersebut juga dibenarkan oleh Para
Karyawan dari Tergugat I;
17. Bahwa, berdasarkan dokumen tersebut, Penggugat mengetahui
Tergugat I telah mengalihkan/ menjual seluruh Asset-Assetnya kepada
Tergugat II pada Bulan November 2014 dengan harga total senilai USD.
1.405.358,13,- (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh
delapan koma tiga belas US Dollar), (Bukti P – 6);
18. Bahwa, Tergugat I juga telah menjual Asset berupa 5 (lima) Unit Mobil
milik Tergugat I kepada Tergugat II senilai USD. 901,68 (sembilan ratus
satu koma enam puluh delapan US Dollar), (Bukti P – 7);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 7 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
19. Bahwa, Penggugat juga menemukan dokumen Laporan Keuangan
Tergugat I Per 31 Desember 2014 yang di Audit oleh : Kantor Akuntan
Publik Riyanto, SE, AK., yang beralamat di Komp. Ruko Palm Spring,
Blok B-2, Nomor 2, Batam Centre, Batam 29432 dimana Laporan
Auditor tersebut menyatakan bahwa Asset milik Tergugat telah nihil
(nol), (Bukti P – 8);
20. Bahwa, Tergugat I dan Tergugat II adalah Perusahaan Asing dimana
Tergugat I mempunyai Peralatan dan Mesin-Mesin Produksi dan alat-
alat tersebutlah yang digunakan oleh Tergugat I dan Tergugat II secara
bersama-sama dan bergantian dalam menghasilkan keuntungan;
21. Bahwa, Penjualan seluruh Asset-Asset milik Tergugat I senilai Total
USD.1.405.358,13 (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh
delapan dollar Amerika tiga belas sen) (Bukti P – 6) yang di lakukan
oleh Tergugat I kepada Tergugat II adalah berupa :
a. Plant and Equipment: USD 1.360.496,20
b. Motor Vehicle: USD 901,68
c. Furniture, Fitting and Computer: USD 43.960,25
22. Bahwa, 5 (lima) unit mobil Tergugat yang di jual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P – 8) adalah:
22.1. Merk : FORD
Type : RANGER
Nomor Polisi : BM 8518 XC
Tahun Pembuatan: 2000
Isi Silinder : 2499 CC
Nomor Rangka : SCZWYL 85836
Nomor Mesin : WLAT 105979
22.2. Merk : TOYOTA
Type : INNOVA AT
Nomor Polisi : BP 1184 MY
Tahun Pembuatan: 2005
Isi Silinder : 2499 CC
Nomor Rangka : SCZWYL 85836
Nomor Mesin : WLAT 105979
22.3. Merk : TOYOTA
Type : KIJANG
Nomor Polisi : BM 8817 H
Tahun Pembuatan: 1998
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 8 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Isi Silinder : 2446 CC
Nomor Rangka : MHF3ILF 6000003082
Nomor Mesin : IL.9515621
22.4. Merk : TOYOTA
Type : HARRIER
Nomor Polisi : BM 8518 XC
Tahun Pembuatan: 2003
Isi Silinder : 2994 CC
Nomor Rangka : MCU30.0003781
Nomor Mesin : MZ.1615126
22.5. Merk : NISSAN
Type : SUNNY
Nomor Polisi : BM 1597 XJ
Tahun Pembuatan: 1997
Isi Silinder : 1600 CC
Nomor Rangka : JNIBDAB14Z0316309
Nomor Mesin : GA16.494714C
23. Bahwa, pada Tanggal 17 April 2015 Tergugat I telah mentransfer dana
sebesar USD562.452,00 (lima ratus enam puluh dua ribu empat ratus
lima puluh dua dollar Amerika) kepada KNM Pty Ltd. (in casu Tergugat
VII), transfer dana dari Tergugat I tersebut dilakukan dan ditandatangani
oleh Finance Manager dan General Manager dari Tergugat I, dan
transfer dana tersebut tidak didukung oleh dokumen dokumen yang
seharusnya dilengkapi, (Bukti P – 9);
24. Bahwa, berdasarkan aturan Batas Kewenangan Keuangan Perusahaan
(Financial Limited Authority) yang berlaku di Group Para Tergugat dan
berlaku juga untuk Tergugat I, dimana untuk transaksi di atas USD
100.000 adalah menjadi kewenangan CEO perusahaan ke atas dan
itupun baru dapat dilakukan apabila telah dilengkapi dengan dokumen-
dokumen pendukungnya, berupa:
24.1. Purchase Order;
24.2. Invoice;
24.3. DO./Delivery Order;
24.4. MRR (Material Resitting Report);
24.5. Dokumen-dokumen pendukung lainnya;
25. Bahwa, transfer yang dilakukan oleh Tergugat I kepada Tergugat VII
(Bukti P – 9) dilakukan tanpa dokumen pendukung dan dilakukan oleh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 9 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
orang yang jabatannya di Perusahaan berada di bawah CEO, hal ini
membuktikan bahwa transfer dana tersebut tanpa tujuan yang jelas dan
melanggar aturan dan ketentuan dalam perusahaan;
26. Bahwa, kalaupun transfer dana tersebut bertujuan untuk membayar
utang Tergugat I kepada Tergugat VII juga harus dilakukan dengan
bukti-bukti pendukung yang kuat, sehingga dengan demikian Penggugat
menduga bahwa transfer dana tersebut merupakan tindakan manipulasi
dari Tergugat I dan Tergugat VII dan terindikasi bahwa utang utang
yang ada di Group Perusahaan Para Tergugat adalah rekayasa;
D. Tindakan Para Tergugat melawan hukum:
Penjualan asset dilakukan Para Tergugat dengan itikad buruk untuk
menghindar dari kewajiban membayar dan melunasi seluruh utang-
utangnya;
27. Bahwa, sebagaimana (Bukti P – 5) di atas Tergugat I Pailit karena tidak
membayar lunas utang kepada Para Krediturnya sebagaimana
Perjanjian Perdamaian yang telah di Homologasi oleh Pengadilan Niaga
Medan pada tanggal 8 Juli 2014;
28. Bahwa, Para Kreditur Tergugat I yang tidak dibayar oleh Tergugat I
sebagaimana Perjanjian Perdamaian yang dilakukan oleh Tergugat I
dengan Para Krediturnya antara lain:
- Fabricat International Ltd.;
- PT. Eka Surya Solusi;
- PT. Taka Asia Facific;
- PT. Quality Supply;
- PT. Multi Karya Bajatama;
29. Bahwa, Tergugat I selain tidak melaksanakan sepenuhnya Perjanjian
Perdamaian dengan para Krediturnya tersebut dan selanjutnya Tergugat
I malah menjual/ mengalihkan seluruh asset-assetnya/hartanya kepada
Tergugat II, dalam hal ini tindakan Tergugat I telah bertentangan dengan
Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa seluruh asset/harta
Tergugat I, menjadi jaminan atas utang-utang Tergugat I;
Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan:
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik
yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk
perikatan perorangan debitur itu”;
30. Bahwa, dengan dijual/dialihkannya asset Tergugat I kepada Tergugat II
menyebabkan Tergugat I tidak dapat lagi melunasi utang kepada para
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 10 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Krediturnya, apalagi saat ini Tergugat I sudah dalam keadaan Pailit,
dimana Penggugat yang ditunjuk dan diangkat oleh Pengadilan Niaga
Medan bertugas untuk memverifikasi seluruh utang Tergugat I dan juga
seluruh Asset Tergugat I dan selanjutnya melikuidasi seluruh asset
Tergugat I tersebut untuk membayar utang-utang Tergugat I termasuk
Utang Upah/ Pesangon kepada Para Karyawan Tergugat I, akan tetapi
akibat Penjualan/ Pengalihan Asset yang dilakukan oleh Tergugat I
tersebut Penggugat tidak dapat lagi membayar tagihan para kreditur
tersebut;
Hasil penjualan asset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat;
31. Bahwa, Penjualan Seluruh Asset yang dilakukan Tergugat I kepada
Tergugat II juga telah melanggar salah satu Prinsip Dasar Kepailitan
yang diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata (pembayaran utang harus
dilaksanakan dengan prinsip pari pasu/pro rata);
Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan:
“Harta debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua
kreditur yang memberikan hutang kepadanya”;
32. Bahwa, dalam Perjanjian Penjualan seluruh asset Tergugat I (Bukti P –
6) menyebutkan bahwa penjualan tersebut hanya menyebutkan harga
tanpa adanya pembayaran harga dari Pembeli/ Tergugat II kepada
Penjual/ Tergugat I karena dinyatakan bahwa Tergugat I mempunyai
utang kepada Perusahaan Induk dan hasil penjualan asset Tergugat I
tersebut langsung di Set Off untuk membayar utang kepada Perusahaan
Induk KNM Capital SDN BHD;
33. Bahwa, alasan tidak adanya pembayaran dalam jual beli asset Tergugat
I tersebut karena Tergugat I harus membayar utang kepada Perusahaan
Induknya jelas telah melanggar Prinsip dan ketentuan dalam Pasal 1132
KUH Perdata;
34. Bahwa, selain itu utang Tergugat I kepada Perusahaan Induknya
tersebut belum jelas asal-usulnya karena utang tersebut tidak
terverifikasi dalam Perjanjian Perdamaian Tergugat I di Pengadilan
Niaga Medan sebelumnya (Bukti P – 5) dan akibatnya utang Tergugat I
yang belum dilunasi yang terdapat dalam Perjanjian Perdamaian yang di
Homologasi Pengadilan Niaga Medan berikut utang kepada karyawan
Tergugat I tidak akan terbayar lagi dan hal ini jelas sangat merugikan
Para Kreditur Tergugat I;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 11 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Harga penjualan asset tidak ditentukan melalui appraisal
35. Bahwa, dalam Perjanjian jual beli asset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual asset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) / appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak dapat
dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah sesuai
dengan harga pasar atau tidak ;
Surat jual beli cacat hukum dan penuh rekayasa:
36. Bahwa, surat jual beli seluruh asset Tergugat senilai USD 1.405.358,13
(satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh delapan koma tiga
belas US Dollar) (Bukti P – 6) telah cacat hukum ini terbukti karena
pihak penjual Tergugat I dan pihak pembeli Tergugat II masing-masing
ditandatangani oleh orang yang sama, karena Pimpinan dari Tergugat I
dan Pimpinan dari Tergugat II adalah orang yang sama yaitu:
Chew Fook Sin : adalah Direktur PT. Heat Exchangers Indonesia (in
casu Tergugat I) dan juga Direktur PT. KPE
Industries (in casu Tergugat II);
Lee Swee Eng : adalah Komisaris PT. Heat Exchangers Indonesia
(in casu Tergugat I) dan juga Komisaris PT. KPE
Industries (in casu Tergugat II);
Sebagaimana tersebut dalam Perubahan Anggaran Dasar Tergugat
Nomor 9, tanggal 5 Maret 2015 yang dibuat oleh Notaris Yudo Diharjo
Lantanea, SH., MKn. Dan juga Perubahan Anggaran Dasar Tergugat I
Nomor 27, tanggal 29 Mei 2013 yang juga dibuat oleh Notaris Yudo
Diharjo Lantanea, SH., MKn. Notaris di Batam, Gedung M3G, Jalan Yos
Sudarso, Kota Batam, (Bukti P – 10), (Bukti P – 11);
37. Bahwa, dalam Perjanjian jual-beli asset Tergugat I pihak Penjual/
Tergugat I ditandatangai oleh Chew Fook Sin sebagai Direktur Tergugat
I dan Lee Swee Eng sebagai Komisaris Tergugat I dan pihak pembeli
juga ditandatangani oleh Chew Fook Sin sebagai Direktur Tergugat II
dan Lee Swee Eng sebagai Komisaris Tergugat II, (Bukti P – 12);
38. Bahwa, demikian pula jual beli atas asset Tergugat I berupa 5 (lima) unit
kendaraan berupa mobil (Bukti P – 7) adalah juga rekayasa dan akal-
akalan Tergugat I dengan Tergugat II karena Chew Fook Sin sebagai
Direktur PT. Heat Exchangers Indonesia (in casu Tergugat I) memberi
kuasa kepada Richard Conrod Kimbin sebagai Financial Controller
Tergugat I untuk menjual 5 (lima) unit kendaraan mobil tersebut dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 12 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
selanjutnya Richard Conrod Kimbin memberikan Kuasa menjual kepada
Chew Fok Sin untuk menjual 5 (lima) unit kendaraan mobil tersebut,
(Bukti P–13), (Bukti P–14);
39. Bahwa, kemudian Richard Conrod Kimbin sebagai Penjual dengan
Chew Fook Sin sebagai Pembeli mengadakan Perjanjian Jual Beli atas
5 (lima) unit kendaraan mobil tersebut;
40. Bahwa, Rekayasa Penjualan Asset Tergugat I kepada Tergugat II senilai
USD1.405.358,13 (satu juta empat ratus lima ribu tiga ratus lima puluh
delapan koma tiga belas US Dollar) (Bukti P – 6) dapat terlihat dalam
Purchase Order Tergugat I Nomor 000571 ada 2 (dua) dan diwakili dan
ditanda tangani oleh orang yang sama yang mewakili Tergugat I,
sekaligus mewakili Tergugat II. Selanjutnya dokumen tersebut dibuat
dua kali pada tanggal yang berbeda, yaitu pada tanggal 14 Desember
2014 dan 10 Januari 2015, (Bukti P – 15), (Bukti P – 16);
Tergugat I dan Tergugat II dua badan hukum yang direkayasa menjadi
sama:
41. Bahwa, selain (Bukti P – 10), (Bukti P – 11) yang menunjukkan Direktur
Tergugat I sama dengan Direktur Tergugat II adalah orang yang sama
yaitu Chow Fook Sin serta Komisaris Tergugat I dan Komisaris Tergugat
II adalah juga orang yang sama yaitu Lee Swee Eng. Lebih ironis lagi
bahwa ternyata pihak pihak yang diberi wewenang untuk
menandatangani pengeluaran dana dari Tergugat I dan Tergugat II
adalah orang orang yang sama pada Bank HSBC (The Hongkong and
Shanghai Banking Corporation Limited) Cabang Batam;
Tergugat I Tergugat II
Pihak Berwenang mengeluarkan Pihak Berwenang mengeluarkan
Dana dari Tergugat I Dana dari Tergugat II
1. Lee Swee Eng 1. Lee Swee Eng
2. Tan Koon Ping 2. Tan Koon Ping
3. Ng Boon Su 3. Ng Boon Su
4. Ho Guan Ming 4. Ho Guan Ming
5. Richard Conrod Kimbin 5. Richard Conrod Kimbin
6. Nigel Maurice Womersley 6. Nigel Maurice Womersley
Dengan demikian ada indikasi rekayasa dan ikhtikad buruk untuk
terjadinya percampuran dana-dana Tergugat I menjadi dana Tergugat II
demikian pula sebaliknya. Bahwa selain itu terjadi pelanggaran bahwa
Lee Swee Eng sebagai Komisaris Tergugat I dan Tergugat II turut
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 13 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
mengurusi pengeluaran dana dana Tergugat I dan Tergugat II, yang
seharusnya berfungsi menjadi pengawas dalam posisi Komisaris dalam
satu perusahaan, (Bukti P -17), (Bukti P -18);
42. Bahwa, selain yang tersebut di atas Project Tergugat I maupun Tergugat
II dikerjakan oleh Karyawan yang sama yaitu Karyawan Tergugat I dan
Karyawan yang diangkat secara bersama oleh Tergugat I maupun
Tergugat II, (Bukti P – 19), (Bukti P – 20);
43. Bahwa, selanjutnya Surat Keterangan Domisili Usaha serta Surat Tanda
Daftar Perusahaan dari Tergugat I dan Tergugat II adalah atas nama
orang yang sama yaitu Tergugat III dan Tergugat V, (Bukti P – 21),
(Bukti P–22);
44. Bahwa, persamaan-persamaan yang direkayasa oleh Tergugat I dan
Tergugat II tersebut di atas sengaja dirancang untuk memanipulasi Para
Kreditur Tergugat I agar Tergugat I dapat menghindar dari kewajibannya
untuk membayar utang termasuk yang sudah di homologasi oleh
Pengadilan Niaga sekalipun (dalam perkara a quo);
45. Bahwa, dengan persamaan-persamaan yang dibuat oleh Tergugat I dan
Tergugat II tersebut sangat jelas terlihat perbuatan rekayasa yang
dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II untuk mengalihkan Asset
Tergugat I sangat bertentangan dengan hukum dan sangat merugikan
Para Kreditur Tergugat I;
Para Tergugat Mengetahui tindakannya melawan hukum dan merugikan
Kreditur:
46. Bahwa, dari apa yang di jelaskan oleh Penggugat di atas bahwa Para
Tergugat dan Para Turut Tergugat telah dengan sengaja melakukan
Rekayasa-Rekayasa Pengalihan/ Penjualan Asset dengan mudah
karena yang menjadi Direktur dan Komisaris Tergugat I maupun
Tergugat II serta Karyawan Tergugat I dan Tergugat II juga sama, maka
dapat dipastikan oleh Penggugat bahwa Para Tergugat sangat
mengetahui bahwa tindakannya adalah Melawan Hukum dan sangat
merugikan Kreditur;
E. Pemenuhan unsur gugatan actio pauliana:
47. Berdasarkan uraian-uraian dan pejelasan-penjelasan tersebut diatas
maka adalah jelas bahwa gugatan a quo yang merupakan gugatan actio
pauliana telah memenuhi unsur-unsur untuk dapat dikabulkan menurut
UU Kepailitan dan PKPU;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 14 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Adapun dalil-dalil yang Penggugat berhasil uraikan adalah sebagai
berikut:
I. Penjualan Asset dilakukan Para Tergugat dengan itikad buruk untuk
menghindar dari kewajiban membayar dan melunasi seluruh utang-
utangnya;
II. Hasil penjualan asset Tergugat I kepada Tergugat II tanpa
pembayaran dana yang masuk ke dalam Kas/Rekening Tergugat I;
III. Harga Penjualan Asset tidak ditentukan melalui appraisal;
IV. Surat Jual Beli cacat Hukum dan penuh Rekayasa;
V. Tergugat I dan Tergugat II Dua Badan Hukum yang direkayasa
menjadi sama;
VI. Para Tergugat mengetahui tindakannya melawan hukum dan
merugikan kreditur;
Lebih lanjut, unsur-unsur gugatan a quo yang merupakan gugatan actio
pauliana menurut Undang Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:
I. Terpenuhinya unsur “untuk kepentingan harta pailit”;
II. Terpenuhinya unsur “diajukan pembatalan oleh Kurator (in casu
Penggugat)”;
III. Terpenuhinya unsure “atas perbuatan hukum yang dilakukan
Debitor (in casu Tergugat I) dan pihak dengan siapa perbuatan
hukum tersebut dilakukan (in casu Tergugat II) mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi Para Kreditor”;
IV. Terpenuhinya unsur “atas perbuatan yang dilakukan Debitor (in
casu Tergugat I) dalam waktu 1 (satu) tahun sebelum Putusan
Pailit”;
V. Terpenuhinya unsur “diajukan di Pengadilan Niaga dalam
Lingkungan Peradilan Umum di daerah tempat kedudukan hukum
Debitor”;
Bahwa, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat mohon
kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan agar memberikan
putusan sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan actio pauliana dari Penggugat;
2. Menyatakan perbuatan hukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III,
Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI , Tergugat VII dan Turut Tergugat
I, Turut Tergugat II, yang dilakukan dalam surat Jual Beli Asset Tergugat I
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 15 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
tidak sah menurut hukum dan perbuatan tersebut melawan hukum yang
merugikan Para Kreditur;
3. Menyatakan surat jual beli yang di buat Tergugat I dengan Tergugat II
batal demi hukum;
4. Menyatakan bahwa seluruh Asset Tergugat I yang dialihkan Tergugat I
kepada Tergugat II senilai total USD 1.405.358,13 (satu juta empat ratus
lima ribu tiga ratus lima puluh delapan dollar Amerika tiga belas sen) terdiri
dari:
a. Plant and Equipment;
b. Motor Vehicle;
c. Furniture, Fitting and Computer;
Yang berada dilokasi PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit)
berkedudukan di Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau, Indonesia dan
berkantor terdaftar di Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK) Jalan Hang
Kesturi I Kav. A21, Batu Besar, Nongsa – Batam 29467 – Indonesia,
adalah Sah Harta Pailit PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam
Pailit)/Tergugat I;
5. Menyatakan pengalihan dana oleh Tergugat I kepada Tergugat VII senilai
USD. 562.452,00,- (lima ratus enam puluh dua ribu empat ratus lima puluh
dua dollar Amerika) tidak sah dan melawan hukum;
6. Menghukum KNM PTE LTD untuk menyerahkan kembali dana senilai USD
562.452,00 (lima ratus enam puluh dua ribu empat ratus lima puluh dua
dollar Amerika) kepada Kurator (in casu Penggugat) sebagai Boedel Pailit
PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) (in casu Tergugat I);
7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini;
Atau, apabila Majelis Hakim pemeriksa perkara a quo berpendapat lain, mohon
kiranya diberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut, Para Tergugat dan Para
Turut Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
Eksepsi Tergugat II:
1. Bahwa, Tergugat II menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam
gugatannya, kecuali apa yang diakui secara tegas oleh Tergugat II dalam
Jawaban ini;
A. Gugatan Penggugat salah tuju (error in persona):
2. Bahwa, gugatan Penggugat salah tuju/error in persona, karena dalam
gugatannya Penggugat telah menarik sebagai pihak dalam perkara a quo
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 16 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) selaku Tergugat I, padahal
PT. Heat Exchangers Indonesia telah Pailit, sehingga Direksi sudah tidak
memiliki kewenangan bertindak atas nama perseroan dan yang dapat
bertindak untuk dan atas nama perseroan adalah Kurator. Sehingga
seharusnya gugatan ditujukan kepada Kurator selaku pihak yang menurut
hukum berwenang mewakili Tergugat I;
Oleh karena itu gugatan Penggugat terbukti salah tuju atau error in persona,
sehingga sangat beralasan bagi Majelis Hakim yang mulia untuk menolak
gugatan Penggugat;
B. Gugatan Penggugat tidak jelas (obscuur libel):
3. Bahwa, di dalam gugatan Penggugat pada halaman 1 dan halaman 2
menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang (badan hukum dan perorangan)
yang menjadi pihak yang dalam perkara a quo yaitu:
1. Penggugat;
2. Tergugat I;
3. Tergugat II;
4. Tergugat III;
5. Tergugat IV;
6. Tergugat V;
7. Tergugat VI;
8. Tergugat VII;
9. Turut Tergugat I dan
10. Turut Tergugat II;
Namun uraian di dalam Posita Gugatan Penggugat ada pihak yang
disebut sebagai “Tergugat”, dan untuk jelasnya dikutip sebagai berikut:
a. Pada Poin 22 halaman 6, Penggugat menyebutkan sebagai berikut:
“22. Bahwa 5 (lima) unit mobil Tergugat yang dijual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P-8) adalah :....dstnya”;
b. Pada halaman 8 yang pada intinya menyebutkan:
“hasil penjualan aset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat”;
c. Pada poin 35 halaman 9, Penggugat menyebutkan:
“35. Bahwa dalam perjajian jual beli aset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual aset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) / appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak
dapat dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 17 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
sesuai dengan harga pasar atau tidak”;
Bahwa, penyebutan berulangkali tentang adanya pihak “Tergugat”
oleh Penggugat dalam perkara a quo tentunya bukanlah suatu
kesalahan ketik tetapi membuktikan gugatan Penggugat terbukti tidak
jelas (obscuur libel); Dikarenakan yang menyebutkan adanya pihak
“Tergugat”, Padahal pada halaman 1 dan halaman 2 dari gugatan
Penggugat sama sekali tidak ada pihak yang disebut sebagai
“Tergugat”;
Oleh karena terbukti bahwa gugatan Penggugat mengenai pihak-
pihak dalam gugatan perkara a quo adalah “salah tuju (error in
persona dan “tidak jelas (obscuur libel), maka sangat berdasar hukum
bagi Majelis Hakim Yang Mulia untuk menolak perkara a quo;
Eksepsi Tergugat III, IV:
1. Bahwa, Tergugat III dan Tergugat IV menolak seluruh dalil-dalil para
Penggugat dalam gugatannya, kecuali apa yang diakui secara tegas oleh
Tergugat III dan Tergugat IV dalam Jawaban ini;
A. Gugatan Penggugat salah tuju (error in persona):
2. Bahwa, Gugatan Penggugat Salah Tuju/ Erro In Persona, karena dalam
gugatannya Penggugat telah menarik sebagai pihak dalam perkara a quo
PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) selaku Tergugat I, padahal
PT. Heat Exchangers Indonesia telah Pailit, sehingga Direksi sudah tidak
memiliki kewenangan bertindak atas nama dan yang dapat bertindak untuk
dan atas nama perseroan Kurator; Sehingga seharusnya Gugatan ditujukan
kepada Kurator selaku pihak yang menurut hukum berwenang mewakili
kepentingan hukum Tergugat I;
Oleh karena itu gugatan Penggugat terbukti salah tuju atau error in persona,
sehingga sangat beralasan bagi Majelis Hakim yang mulia untuk menolak
gugatan Penggugat;
B. Gugatan Penggugat tidak jelas (obscuur libel):
1. Bahwa, didalam gugatan Penggugat pada halaman 1 dan Halaman 2
menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang (badan hukum dan perorangan)
yang menjadi pihak yang dalam perkara a quo, yaitu:
1. Penggugat;
2. Tergugat I;
3. Tergugat II;
4. Tergugat III;
5. Tergugat IV;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 18 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
6. Tergugat V;
7. Tergugat VI;
8. Tergugat VII;
9. Turut Tergugat I dan
10. Turut Tergugat II;
Namun uraian didalam posita gugatan Penggugat yaitu pada halaman 6,
halaman 8 dan halaman 9 Penggugat mebyebutkan adanya pihak yang
disebut sebagai “Tergugat”, dan untuk jelasnya Tergugat III dan
Tergugat IV kutip sebagai berikut:
a. Pada poin 22 Halaman 6, Penggugat menyebutkan sebagai berikut:
“22. Bahwa 5 (lima) unit mobil Tergugat yang dijual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P-8) adalah:....dstnya”;
b. Pada halaman 8 yang pada intinya menyebutkan:
c. “Hasil penjualan aset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat”;
d. Pada poin 35 halaman 9, Penggugat menyebutkan:
“35. Bahwa dalam perjajian jual beli aset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual aset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP)/ Appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak
dapat dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah
sesuai dengan harga pasar atau tidak”;
Bahwa, Penyebutan berulangkali tentang adanya pihak “Tergugat” oleh
Penggugat dalam perkara a quo tentunya bukanlah suatu kesalahan ketik
tetapi membuktikan gugatan Penggugat terbukti tidak cermat dan tidak
jelas (obscuur libel) sehingga menyebabkan gugatan mengandung cacat
formal. Dikarenakan Penggugat mendalilkan/menyebutkan adanya
pihak “Tergugat”, padahal pada halaman 1 dan halaman 2 dari gugatan
Penggugat sama sekali tidak ada pihak yang disebut sebagai “Tergugat”;
Oleh karena terbukti bahwa dalil gugatan Penggugat mengenai pihak-
pihak dalam gugatan perkara a quo “tidak cermat dan salah tuju (error in
persona serta “tidak jelas (obscuur libel), maka menyebabkan gugatan
cacat formal, sehingga sangat berdasar hukum bagi Majelis Hakim Yang
Mulia untuk menolak perkara a quo;
Ekspesi Tergugat V:
1. Bahwa, Tergugat V menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam
gugatannya, kecuali apa yang diakui secara tegas oleh Tergugat V dalam
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 19 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Jawaban ini;
A. Gugatan Penggugat salah tuju (error in persona):
2. Bahwa, gugatan Penggugat salah tuju/error in persona, karena dalam
gugatannya Penggugat telah menarik sebagai pihak dalam perkara a quo
PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) selaku Tergugat I, padahal
PT. Heat Exchangers Indonesia telah Pailit; sehingga Direksi sudah tidak
memiliki kewenangan bertindak atas nama perseroan dan yang dapat
bertindak untuk dan atas nama Perseroan adalah Kurator. Sehingga
seharusnya gugatan ditujukan kepada Kurator selaku pihak yang menurut
hukum berwenang mewakili Tergugat I;
Oleh karena itu gugatan Penggugat terbukti salah tuju atau error in persona,
sehingga sangat beralasan bagi Majelis Hakim Yang Mulia untuk menolak
gugatan Penggugat;
B. Gugatan Penggugat tidak jelas (obscuur libel)
1. Bahwa, didalam gugatan Penggugat pada halaman 1 dan Halaman 2
menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang (badan hukum dan perorangan)
yang menjadi pihak yang dalam perkara a quo, yaitu:
1. Penggugat;
2. Tergugat I;
3. Tergugat II;
4. Tergugat III;
5. Tergugat IV;
6. Tergugat V;
7. Tergugat VI;
8. Tergugat VII;
9. Turut Tergugat I dan
10. Turut Tergugat II;
Namun uraian didalam posita gugatan Penggugat yaitu pada halaman 6,
halaman 8 dan halaman 9 Penggugat mebyebutkan adanya pihak yang
disebut sebagai “Tergugat”, dan untuk jelasnya Tergugat V kutip sebagai
berikut:
a. Pada Poin - 22 halaman 6, Penggugat menyebutkan sebagai berikut:
“22. Bahwa 5 (lima) unit mobil Tergugat yang dijual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P-8) adalah :....dstnya”;
b. Pada halaman 8 yang pada intinya menyebutkan:
“Hasil penjualan aset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 20 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
c. Pada Poin - 35 halaman 9, Penggugat menyebutkan:
“35. Bahwa dalam perjajian jual beli aset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual aset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) / appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak
dapat dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah
sesuai dengan harga pasar atau tidak”;
Bahwa, Penyebutan berulangkali tentang adanya pihak “Tergugat” oleh
Penggugat dalam perkara a quo tentunya bukanlah suatu kesalahan ketik
tetapi membuktikan gugatan Penggugat terbukti tidak cermat dan tidak
jelas (obscuur libel) sehingga menyebabkan gugatan mengandung cacat
formal. Dikarenakan Penggugat mendalilkan/menyebutkan adanya pihak
“Tergugat”, padahal pada halaman 1 dan halaman 2 dari gugatan
Penggugat sama sekali tidak ada pihak yang disebut sebagai “Tergugat”;
Oleh karena terbukti bahwa dalil gugatan Penggugat mengenai pihak-
pihak dalam gugatan perkara a quo “tidak cermat dan salah tuju (error in
persona serta “tidak jelas (obscuur libel), maka menyebabkan gugatan
cacat formal, sehingga sangat berdasar hukum bagi Majelis Hakim Yang
Mulia untuk menolak perkara a quo;
Eksepsi Tergugat VI:
1. Bahwa, Tergugat VI menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam
gugatannya, kecuali apa yang diakui secara tegas oleh Tergugat VI dalam
Jawaban ini;
A. Gugatan Penggugat salah tuju (error in persona):
2. Bahwa, gugatan Penggugat salah tuju/error in persona, karena dalam
gugatannya Penggugat telah menarik sebagai pihak dalam perkara a quo
PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) selaku Tergugat I, padahal
PT. Heat Exchangers Indonesia telah Pailit; sehingga Direksi sudah tidak
memiliki kewenangan bertindak atas nama perseroan dan yang dapat
bertindak untuk dan atas nama Perseroan adalah Kurator. Sehingga
seharusnya gugatan ditujukan kepada Kurator selaku pihak yang menurut
hukum berwenang mewakili Tergugat I;
Oleh karena itu gugatan Penggugat terbukti salah tuju atau error in persona,
sehingga sangat beralasan bagi Majelis Hakim yang mulia untuk menolak
gugatan Penggugat;
B. Gugatan Penggugat tidak jelas (obscuur libel):
3. Bahwa, di dalam gugatan Penggugat pada halaman 1 dan halaman 2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 21 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang (badan hukum dan perorangan) yang
menjadi pihak yang dalam perkara a quo, yaitu:
1. Penggugat;
2. Tergugat I;
3. Tergugat II;
4. Tergugat III;
5. Tergugat IV;
6. Tergugat V;
7. Tergugat VI;
8. Tergugat VII;
9. Turut Tergugat I dan
10.Turut Tergugat II;
Namun uraian didalam posita gugatan Penggugat yaitu pada halaman 6,
halaman 8 dan halaman 9 Penggugat mebyebutkan adanya pihak yang
disebut sebagai “Tergugat”, dan untuk jelasnya Tergugat V kutip sebagai
berikut:
a. Pada poin 22 halaman 6, Penggugat menyebutkan sebagai berikut:
“22. Bahwa 5 (lima) unit mobil Tergugat yang dijual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P-8) adalah :....dstnya”;
b. Pada halaman 8 yang pada intinya menyebutkan:
“Hasil penjualan aset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat”;
c. Pada poin 35 halaman 9, Penggugat menyebutkan:
“35. Bahwa dalam perjajian jual beli aset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual aset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) / appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak dapat
dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah sesuai
dengan harga pasar atau tidak”;
Bahwa, Penyebutan berulangkali tentang adanya pihak “Tergugat” oleh
Penggugat dalam perkara a quo tentunya bukanlah suatu kesalahan ketik
tetapi membuktikan gugatan Penggugat terbukti Tidak Cermat dan Tidak
Jelas (Obscuur libel) sehingga menyebabkan Gugatan mengandung
cacat formal. Dikarenakan Penggugat mendalilkan/menyebutkan adanya
pihak “Tergugat”, padahal pada halaman 1 dan halaman 2 dari gugatan
Penggugat sama sekali tidak ada pihak yang disebut sebagai “Tergugat”;
Oleh karena terbukti bahwa dalil gugatan Penggugat mengenai pihak-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 22 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
pihak dalam gugatan perkara a quo “tidak cermat dan salah tuju (error in
persona serta “tidak jelas (obscuur libel), maka menyebabkan gugatan
cacat formal, sehingga sangat berdasar hukum bagi Majelis Hakim Yang
Mulia untuk menolak perkara a quo;
Eksepsi Tergugat VII:
1. Bahwa, Tergugat VII menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam
gugatannya, kecuali apa yang diakui secara tegas oleh Tergugat VII dalam
jawaban ini;
Dalam Eksepsi:
A. Gugatan Penggugat salah tuju (error in persona):
2. Bahwa, gugatan Penggugat Salah Tuju (error in persona), karena dalam
gugatannya Penggugat telah menarik PT. Heat Exchangers Indonesia
(dalam Pailit) selaku Tergugat I sebagai pihak dalam perkara a quo, padahal
PT. Heat Exchangers Indonesia telah Pailit, sehingga tidak dapat lagi
melakukan perbuatan hukum dikarenakan Direksi sudah tidak memiliki
kewenangan bertindak atas nama perseroan. Dimana pihak yang dapat
bertindak untuk dan atas nama Perseroan adalah Kurator. Sehingga dengan
demikian gugatan Penggugat menjadi salah tuju (error in persona);
Oleh karena gugatan Penggugat terbukti salah tuju atau error in persona,
maka sangat beralasan bagi Majelis Hakim yang mulia untuk menolak
gugatan Penggugat;
B. Gugatan Penggugat tidak jelas/kabur (obscuur libel):
3. Bahwa, didalam gugatan Penggugat pada halaman 1 dan halaman 2
menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang (perorangan dan badan hukum) yang
menjadi pihak yang dalam perkara a quo disebut sebagai:
1. Penggugat;
2. Tergugat I;
3. Tergugat II;
4. Tergugat III;
5. Tergugat IV;
6. Tergugat V;
7. Tergugat VI;
8. Tergugat I;
9. Turut Tergugat I dan
10.Turut Tergugat II;
Namun didalam posita gugatan Penggugat menyebutkan ada yang menjadi
pihak dalam perkara a quo yang oleh Penggugat disebut sebagai “Tergugat”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 23 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Untuk jelasnya Tergugat VII kutip uraian posita yang menyebutkan adanya
pihak “Tergugat” sebagai berikut:
a. Pada poin 22 halaman 6, Penggugat menyebutkan sebagai berikut:
“22. Bahwa, 5 (lima) Unit Mobil Tergugat yang dijual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P-8) adalah :....dstnya”;
b. Pada halaman 8 yang pada intinya menyebutkan:
“Hasil penjualan aset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat”;
c. Pada poin 35 halaman 9, Penggugat menyebutkan:
“35. Bahwa dalam perjajian jual beli aset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual aset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) / appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak dapat
dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah sesuai
dengan harga pasar atau tidak”;
Bahwa, penyebutan tentang adanya pihak “Tergugat” dalam perkara a
quo oleh Penggugat tentunya bukanlah hanya suatu kesalahan ketik
tetapi membuktikan gugatan Penggugat tidak jelas/kabur (obscuur libel);
Oleh karena terbukti gugatan Penggugat mengenai pihak-pihak dalam
gugatan perkara a quo adalah “tidak jelas/kabur (obscuur libel), maka sangat
berdasar hukum bagi Majelis Hakim Yang Mulia untuk menolak perkara a
quo;
Eksepsi Turut Tergugat I:
1. Bahwa, Turut Tergugat I menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam
gugatannya, kecuali apa yang diakui secara tegas oleh Turut Tergugat I
dalam Jawaban ini;
A. Gugatan Penggugat salah tuju (error in persona):
2. Bahwa, gugatan Penggugat salah tuju/error in persona, karena dalam
gugatannya Penggugat telah menarik sebagai pihak dalam perkara a quo
PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) selaku Tergugat I, padahal
PT. Heat Exchangers Indonesia telah Pailit; sehingga Direksi sudah tidak
memiliki kewenangan bertindak atas nama perseroan dan yang dapat
bertindak untuk dan atas nama perseroan adalah Kurator. Sehingga
seharusnya gugatan ditujukan kepada Kurator selaku pihak yang menurut
hukum berwenang mewakili Tergugat I;
Oleh karena itu gugatan Penggugat terbukti salah tuju atau error in persona,
sehingga sangat beralasan bagi Majelis Hakim yang mulia untuk menolak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 24 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
gugatan Penggugat;
B. Gugatan Penggugat tidak jelas (obscuur libel):
1. Bahwa, didalam gugatan Penggugat pada halaman 1 dan halaman 2
menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang (perorangan dan badan hukum) yang
menjadi pihak yang dalam perkara a quo disebut sebagai:
1. Penggugat;
2. Tergugat I;
3. Tergugat II;
4. Tergugat III;
5. Tergugat IV;
6. Tergugat V;
7. Tergugat VI;
8. Tergugat I;
9. Turut Tergugat I dan
10.Turut Tergugat II ;
Namun didalam posita gugatan Penggugat menyebutkan ada yang menjadi
pihak dalam perkara a quo yang oleh Penggugat disebut sebagai “Tergugat”;
Untuk jelasnya Tergugat VII kutip uraian posita yang menyebutkan adanya
pihak “Tergugat” sebagai berikut:
a. Pada poin 22 halaman 6, Penggugat menyebutkan sebagai berikut:
“22. Bahwa, 5 (lima) Unit Mobil Tergugat yang dijual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P-8) adalah :....dstnya”;
b. Pada halaman 8 yang pada intinya menyebutkan:
“Hasil penjualan aset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat”;
c. Pada Poin - 35 Halaman 9, Penggugat menyebutkan:
“35. Bahwa dalam perjajian jual beli aset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual aset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) / appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak dapat
dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah sesuai
dengan harga pasar atau tidak”;
Bahwa, penyebutan tentang adanya pihak “Tergugat” dalam perkara a
quo oleh Penggugat tentunya bukanlah hanya suatu kesalahan ketik
tetapi membuktikan gugatan Penggugat tidak jelas/kabur (obscuur libel),
dikarenakan yang menyebutkan adanya Pihak “Tergugat”, pada hal pada
halaman 1 dan halaman 2 dari gugatan Penggugat sama sekali tidak ada
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 25 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
pihak yang disebut sebagai “Tergugat”;
Oleh karena terbukti gugatan Penggugat mengenai pihak-pihak dalam
gugatan perkara a quo adalah adalah salah tuju/error in persona dan
“tidak jelas (obscuur libel), maka sangat berdasar hukum bagi Majelis
Hakim Yang Mulia untuk menolak perkara a quo;
Eksepsi Turut Tergugat II:
1. Bahwa, Turut Tergugat II menolak seluruh dalil-dalil Penggugat dalam
gugatannya, kecuali apa yang diakui secara tegas oleh Turut Tergugat II
dalam Jawaban ini;
A. Gugatan Penggugat salah tuju (error in persona):
2. Bahwa, gugatan Penggugat salah tuju/error in persona, karena dalam
gugatannya Penggugat telah menarik sebagai pihak dalam perkara a quo
PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) selaku Tergugat I, padahal
PT. Heat Exchangers Indonesia telah Pailit; sehingga Direksi sudah tidak
memiliki kewenangan bertindak atas nama perseroan dan yang dapat
bertindak untuk dan atas nama perseroan adalah Kurator. Sehingga
seharusnya gugatan ditujukan kepada Kurator selaku pihak yang menurut
hukum berwenang mewakili Tergugat I;
Oleh karena itu gugatan Penggugat terbukti salah tuju atau error in persona,
sehingga sangat beralasan bagi Majelis Hakim yang mulia untuk menolak
gugatan Penggugat;
B. Gugatan Penggugat tidak jelas (obscuur libel):
3. Bahwa, didalam gugatan Penggugat pada halaman 1 dan halaman 2
menyebutkan ada 10 (sepuluh) orang (perorangan dan badan hukum) yang
menjadi pihak yang dalam perkara a quo disebut sebagai:
1. Penggugat;
2. Tergugat I;
3. Tergugat II;
4. Tergugat III;
5. Tergugat IV;
6. Tergugat V;
7. Tergugat VI;
8. Tergugat I;
9. Turut Tergugat I dan
10.Turut Tergugat II;
Namun didalam posita gugatan Penggugat menyebutkan ada yang menjadi
pihak dalam perkara a quo yang oleh Penggugat disebut sebagai “Tergugat”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 26 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Untuk jelasnya Tergugat VII kutip uraian posita yang menyebutkan adanya
pihak “Tergugat” sebagai berikut:
a. Pada poin 22 halaman 6, Penggugat menyebutkan sebagai berikut:
“22. Bahwa, 5 (lima) Unit Mobil Tergugat yang dijual Tergugat kepada
Tergugat I (Bukti P-8) adalah :....dstnya”;
b. Pada halaman 8 yang pada intinya menyebutkan:
“Hasil penjualan aset Tergugat kepada Tergugat I tanpa pembayaran
dana yang masuk ke dalam kas/rekening Tergugat”;
c. Pada poin 35 halaman 9, Penggugat menyebutkan:
“35. Bahwa dalam perjajian jual beli aset Tergugat antara Tergugat I
dengan Tergugat II harga jual aset tersebut tidak melalui Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP) / appraisal melainkan hanya ditentukan oleh
kesepakatan antara Tergugat I dengan Tergugat II sehingga tidak dapat
dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah sesuai
dengan harga pasar atau tidak” ;
Bahwa, penyebutan berulangkali tentang adanya pihak “Tergugat” dalam
perkara a quo oleh Penggugat tentunya bukanlah hanya suatu kesalahan
ketik tetapi membuktikan gugatan Penggugat tidak jelas (obscuur libel),
dikarenakan yang menyebutkan adanya Pihak “Tergugat”, pada hal pada
halaman 1 dan halaman 2 dari gugatan Penggugat sama sekali tidak ada
pihak yang disebut sebagai “Tergugat”;
Oleh karena terbukti bahwa gugatan Penggugat mengenai pihak-pihak
dalam gugatan perkara a quo adalah adalah salah tuju/error in persona dan
“tidak jelas (obscuur libel), maka sangat berdasar hukum bagi Majelis Hakim
Yang Mulia untuk menolak perkara a quo;
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Medan telah memberikan Putusan Nomor 07/Pdt.Sus-Actio
Pauliana/2015/Pengadilan Niaga.Mdn, Jo. Nomor 03/Pdt.Sus.Pembatalan/
2015/Pengadilan Niaga.Mdn Jo. Nomor 07/Pdt.Sus-PKPU/2014/Pengadilan
Niaga.Mdn tanggal 26 Oktober 2015, yang amarnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi Tergugat II, V, VI, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dan
eksepsi Tergugat III, IV serta eksepsi Tergugat VII, untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan actio pauliana dari Penggugat untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan hukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 27 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
IV, Tergugat V, Tergugat VI, Tergugat VII, yang dilakukan dalam jual beli
asset Tergugat I tersebut melawan hukum yang merugikan Para Kreditur
dan tidak sah menurut hukum;
3. Menyatakan Surat Jual Beli yang dibuat Tergugat I dengan Tergugat II batal
demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan bahwa seluruh asset Tergugat I yang dialihkan Tergugat I
kepada Tergugat II senilai total USD 1.405.358,13 (satu juta empat ratus
lima ribu tiga ratus lima puluh delapan dollar amerika tiga belas sen) terdiri
dari:
a. Plant and Equipment;
b. Motor Vehicle;
c. Furniture, Fitting and Computer;
Yang berada dilokasi PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit)
berkedudukan di Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau, Indonesia dan
berkantor di Kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK) Jalan Hang Kesturi I
Kav. A21, Batu Besar, Nongsa-Batam 29467-Indonesia, adalah sah harta
pailit Debitor PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit)/Tergugat I;
5. Menyatakan Pengalihan dana oleh Tergugat I kepada Tergugat VII KNM
PTE LTD senilai USD 562.452.00 (lima ratus enam puluh dua ribu empat
ratus lima puluh dua dollar Amerika) tidak sah dan melawan hukum;
6. Menghukum Tergugat VII KNM PTE LTD untuk menyerahkan kembali dana
senilai USD 562.452,00 (lima ratus enam puluh dua ribu empat ratus lima
puluh dua dollar Amerika) kepada Kurator (in casu Penggugat) sebagai
boedel Pailit PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) (in casu
Tergugat I);
7. Menghukum Tergugat Tergugat I, II, III, IV.V, VI, VII, Turut Tergugat I dan
Turut Tergugat II untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini
secara tanggung renteng yang sampai saat ini ditaksir sebesar
Rp1.911.000,00 (satu juta sembilan ratus sebelas ribu rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Medan tersebut diucapkan dengan dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan
Kuasa Tergugat II, V, VI, Turut Tergugat I, Turut Tergugat II, dan kuasa
Tergugat III, Tergugat IV serta Kuasa Tergugat VII pada tanggal 26 Oktober
2015, terhadap putusan tersebut oleh Tergugat II, V, VI, Turut Tergugat I, II
melalui kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 9 September 2015,
tanggal 25 Agustus 2015, tanggal 21 Agustus 2015 mengajukan permohonan
kasasi pada tanggal 2 November 2015 sebagaimana ternyata dari Akta
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 28 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
permohonan Kasasi Nomor 07/Pdt.Sus-Actio Pauliana/K/2015/PN.Niaga/
Medan yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Medan, permohonan
tersebut disertai dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri/Niaga Medan pada tanggal itu juga;
Bahwa memori kasasi tersebut telah disampaikan kepada Penggugat
pada tanggal 4 November 2015, kemudian Penggugat mengajukan kontra
memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Medan
pada tanggal 12 November 2015;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan-
keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam jangka waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Undang
Undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat
diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Para
Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah:
1. Bahwa Judex Facti tingkat pertama telah memberikan putusan atas perkara
yang dimohonkan Kasasi dalam perkara a quo pada tanggal 26 Oktober
2015 dan sebagaimana diktum putusan menerima seluruhnya gugatan
Penggugat, maka Pemohon Kasasi keberatan dengan putusan tersebut oleh
karena Judex Facti tingkat pertama tidak mempertimbangkan dengan cermat
semua alat bukti yang telah diajukan oleh semua Tergugat dalam
persidangan;
2. Bahwa Pemohon Kasasi dahulu Tergugat II dalam jawaban maupun duplik
dan alat bukti tertulis telah makin memperjelas bukti tertulis Turut Tergugat II
bahwa semua yang dilakukan oleh Terguguat II cukup beralasan untuk
dipertimbangkan secara utuh bahwa yang menjadi dasar pengalihan asset
dimaksud adalah perjanjian pembiayaan yang dibuat oleh Turut Tergugat II
dengan Tergugat I bertahun-tahun sebelumnya sehingga dengan demikian
seharusnya perbuatan hukum yang dilakukan oleh Tergugat II tersebut tidak
dibatalkan, oleh karena tidak termasuk ke dalam objek action pauliana dan
perbuatan hukum tersebut adalah hal yang wajib dilakukannya berdasarkan
perjanjian yang ada sebelumnya, hal ini sejalan dan sesuai dengan Pasal 41
angka 3 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepalitan dan
PKPU;
3. Bahwa sesuai dengan alat bukti yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dahulu
Tergugat II adalah guna memperjelas bahwa tindakan dan atau perbuatan
hukum yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi dahulu Tergugat II sebagai
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 29 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
penerima asset adalah tindakan yang dapat diterima sebagai bagian
pertanggung-jawaban Tergugat I atas perjanjian pembiayaan yang dibuatnya
dengan Turut Tergugat II akan tetapi semua alat bukti Para Tergugat tidak
dipertimbangkan secara utuh dan saling ada keterkaitan oleh Judex Facti
tingkat pertama;
4. Bahwa utang yang timbul atas pembiayaan tersebut dan pembayaran
atasnya seharusnya oleh Judex Facti tingkat pertama dapat dipertimbangkan
sebagai bagian yang tidak termasuk dalam perbuatan hukum yang dapat
dimintakan pembatalan melalui action pauliana sehingga Tergugat II
sehingga perbuatan hukum tersebut adalah perbuatan hukum yang tidak
dapat dibatalkan;
5. Bahwa selanjutnya putusan Judex Facti tingkat tidak dengan cermat
menerapkan Pasal 41 angka 3 sebagaimana dimaksud oleh point 2 diatas
dimana dalam pertimbangannya tidak mempertimbangkan penggunaan
Pasal tersebut dan telah mengabaikan yang telah ada sebelumnya
sebagaimana fakta hukum yang ada;
6. Bahwa pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama yang menyatakan
bahwa Terggugat II tidak dapat membuktikan itikad baik dalam menerima
pengalihan asset adalah pertimbangan yang tidak didasarkan atas fakta
hukum dipersidangan dan berdasarkan bukti-bukti yang telah diajukan oleh
Para Tergugat;
7. Bahwa selanjutnya dalam pertimbangannya Judex Facti tingkat pertama
dalam satu bagian pertimbanngannya justru mempertimbangkan bukti
tertulis yang lemah dari pihak Penggugat yakni kartu nama Saksi yang
diajukan oleh Penggugat yakni Saksi Nigel Maurice Wormsley dan Judex
Facti tingkat pertama menganggap suatu kartu nama dapat dipertimbangkan
kebenarannya sebagai alat bukti padahal kartu nama tersebut tidak layak
untuk dipertimbangkan;
8. Bahwa seharusnya Judex Facti tingkat pertama lebih dahulu dengan cermat
mempertimbangkan semua bukti tertulis yang diajukan oleh Pemohn Kasasi
dahulu Tergugat II dihubungkan dengan bukti tertulis Para Tergugat lainnya
sehingga dapat mempertimbangkan bahwa utang pembiayaan tersebut
memang ada berdasarkan Perjanjian sehingga demikian objek sengketa
tidak termasuk ke dalam perbuatan hukum yang dapat dibatalkan;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 30 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 2 November 2015 dan kontra
memori tanggal 9 November 2015 dihubungkan dengan pertimbangan putusan
Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan
ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
Bahwa putusan dan pertimbangan Judex Facti telah tepat dan benar yaitu
mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian, putusan mana telah
sesuai dengan fakta persidangan yang telah dipertimbangkan secara cukup
oleh Judex Facti yang menunjukkan bahwa perbuatan Tergugat I menjual
seluruh asetnya kepada Tergugat II dan mentransfer dana kepada Tergugat
VII dalam perkara a quo bukan merupakan kewajiban Tergugat I dan
dilakukan dalam periode 1 (satu) tahun sebelum dinyatakan pailit, sehingga
terjadi actio pauliana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 42
Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004, karena itu putusan Judex Facti
sudah tepat sehingga layak untuk dipertahankan;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata
putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 07/Pdt.Sus-
Actio Pauliana/2015/Pengadilan Niaga.Mdn, Jo. Nomor 03/Pdt.Sus.Pembatalan/
2015/Pengadilan Niaga.Mdn Jo. Nomor 07/Pdt.Sus-PKPU/2014/Pengadilan
Niaga.Mdn tanggal 26 Oktober 2015, dalam perkara ini tidak bertentangan
dengan hukum dan/atau Undang Undang, sehingga permohonan kasasi yang
diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: PT. KPE INDUSTRIES, dan kawan-kawan
tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Para Pemohon
Kasasi ditolak, Para Pemohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya
perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhalikan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perUndang Undangan lain yang
bersangkutan;
M E N G A D I L IMenolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. PT. KPE
INDUSTRIES, 2. CHEW FOOK SIN, sebagai Direktur PT KPE Industries, 3.
LEE SWEE ENG, Komisari PT KPE Industries, 4. KNM PROCESS SDN BHD,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 31 dari 31 hal. Put. No.15 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
Selaku Pemegang Saham Perseroan: Memiliki/Memegang 1 (satu) Saham Seri
A, atas PT Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) dan 5. KNM CAPITALSDN BHD, Selaku Perusahaan Dalam Satu Group Dengan Para Tergugat
sehubungan dengan hasil penjualan aset Tergugat I tersebut;
Menghukum Para Pemohon Kasasi/Tergugat II, V, VI, Turut Tergugat I, II
untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
pada Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 29 Februari 2016 oleh
Syamsul Ma’arif, S.H.,LL.M.,Ph.,D., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. Abdurrahman, S.H.,M.H., dan I
Gusti Agung Sumanatha, S.H.,M.H., Hakim-Hakim Agung, masing-masing
sebagai Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh Anggota-anggota
tersebut dan Retno Kusrini, S.H., M.H., Panitera Pengganti tanpa tidak dihadiri
oleh Para Pihak.
Hakim-Hakim Anggota, Ketua Majelis,
ttd/. Dr. H. Abdurrahman, S.H.,M.H. ttd/.Syamsul Ma’arif, S.H.,LL.M.,Ph.,D.
ttd/. I Gusti Agung Sumanatha, S.H.,M.H.
Panitera Pengganti,ttd/. Retno Kusrini, S.H., M.H.
Biaya-biaya Kasasi:
1. M e t e r a i…………….. Rp 6.000,00
2. R e d a k s i…………….. Rp 5.000,00
3. Administrasi kasasi……….. Rp4.989.000,00 +
Jumlah ……………… Rp5.000.000,00
Untuk SalinanMahkamah Agung R.I.
a.n. PaniteraPanitera Muda Perdata Khusus
RAHMI MULYATI, SH.,MH.NIP. 19591207 1985 12 2 002
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31