Upload
vutruc
View
283
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMENDALAM KEGIATAN DAKWAH PASCA REFORMASI
(Studi Kasus Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat)
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar MagisterDalam Bidang Dakwah dan Komunikasi
Oleh:ALIF FAHLEFI
NIM: 99.2.00.1.07.01.0161
Pembimbing:Prof. Dr. H.M. Yunan Yusuf, MA
Dr. A. Wahib Mu’thi
KONSENTRASI DAKWAH DAN KOMUNIKASISEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA2007-2008
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
DALAM KEGIATAN DAKWAH PASCA REFORMASI (Studi Kasus
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa Barat)” yang ditulis oleh Alif
Fahlefi dengan nomor NIM: 99.2.00.1.07.01.0161 disetujui untuk diajukan ke
sidang ujian tesis.
Pembimbing I, Pembimbing, II
Prof. Dr. H.M. Yunan Yusuf, MA Dr. A. Wahib Mu’thi
Tanggal: Tanggal:
PERSETUJUAN PENGUJI
Tesis dengan judul “PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
DALAM KEGIATAN DAKWAH PASCA REFORMASI (Studi Kasus
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa Barat)” yang ditulis oleh Alif
Fahlefi dengan nomor NIM: 99.2.00.1.07.01.0161 disetujui untuk diajukan ke
sidang ujian tesis.
Penguji I, Penguji II, Penguji, III
PENGESAHAN
Tesis dengan judul “PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
DALAM KEGIATAN DAKWAH PASCA REFORMASI (Studi Kasus
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat)” yang ditulis oleh
Alif Fahlefi dengan nomor NIM: 99.2.00.1.07.01.0161, telah diujikan pada
tanggal 27 Maret 2008 dan telah direvisi untuk selanjutnya diberikan persetujuan
akhir dari tim penguji.
Ketua Sidang,
Dr. Fuad Jabali, MA
Tanggal:
Penguji, I Penguji, II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA
Tanggal: Tanggal:
Pembimbing, I Pembimbing, II
Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, MA Dr. A. Wahib Mu’thi
Tanggal: Tanggal:
PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN DALAM KEGIATAN DAKWAH PASCA REFORMASI
(Studi Kasus Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat)
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar MagisterDalam Bidang Dakwah dan Komunikasi
Oleh:ALIF FAHLEFI
NIM: 99.2.00.1.07.01.0161
Pembimbing:Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, MA
Dr. A. Wahib Mu’thi
KONSENTRASI DAKWAH DAN KOMUNIKASISEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI (UIN)JAKARTA
2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan lahiriyah dan bathiniyah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan
kepada kepada Basyarun la kalbasyar, yaitu, nabi Muhammad SAW.
Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan pelajaran
yang sangat berharga baik yang berupa keberanian, keuletan dan kesabaran,
serta pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menjadikan diri untuk secara
konsisten mendalami keilmuan atau bidang tertentu, yang secara tidak
langsung bukan hanya untuk diri penulis sendiri tetapi juga untuk orang lain,
agar apa yang penulis dapatkan melalui bimbingan para dosen memiliki atsar
atau bekas, sebagai bekal dikemudian hari.
Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, MA, selaku dosen pembimbing I.
Selama dalam penulisan tesis, banyak hal yang penulis dapatkan dari
beliau yang berupa pendidikan dan pelajara yang sangat berharga,
terutama mengenai konsistensi menjadi seorang penulis dan peneliti, yang
memerlukan kesabaran dan keuletan dalam melakukan penulisan tersebut.
Dengan kesabaran dan kebaikannya, beliau telah memberikan waktu yang
begitu banyak, sehingga dengan rasa Syukur kepada Allah penulisan tesis
ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Dr. Wahib Mu’thi, selaku dosen pembimbing II. Beliau adalah
seorang yang baik budi. Sewaktu penulis mendapatkan kesulitan dalam
penulisan tesis ini, beliau telah memberikan solusi yang terbaik, sehingga
dalam penulisan tesis ini penulis telah mendapatkan motivasi, seakan
memberikan titik api yang penulis rasakan terkadang redup kemudian
kembali berkobar.
3. Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, selaku Rektor Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA, selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Kedua orang tuaku yang tercinta, Bapak H. Karman dan Ibu Hj. Arsiah.
6. Istriku yang tercinta Imas Masniyati, yang begitu sabar dalam menjaga
keutuhan dan kebahagian rumah tangga.
7. Penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada kakakku Nuryasin, A.Md,
yang telah mendukung dalam pengambilan perkuliahan program magister
ini.
8. Anakku yang tercinta Sayyid Agil fahlefi dan Abu Yazid Fahlefi
9. Bagian administrasi Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk kesemuanya itu, penulis hanya dapat menyerahkan kepada
Tuhanku yang Maha Adil yang akan membalas semua kebaikan mereka.
Akhirnya, penulis menyadari akan adanya kekurangan dan
kesalahan yang memerlukan perbaikan dan kesempurnaan. Dengan
demikian penulis mengharapkan saran-saran yang dapat menyempurkan
tesis ini. Dengan harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat terutama
untuk meningkatkan kegiatan dakwah secara efektif, serta dapat menjadi
bagian dari sumbangsi akademis dalam Program Studi Pengkajian Islam,
terutama pada konsentrasi Dakwah dan Komunikasi.
Jakarta, 06 Desember
2006
Penulis
ABSTRAK
Dakwah yang mengandung pengertian mengajak kepada kebaikan
sesuai dengan aturan Al-Qur’an dan As-Sunnah, adalah merupakan perintah
Tuhan yang diwajibkan bagi setiap umat Islam. Perintah dakwah pada
dasarnya merupakan bagian dari usaha atau sebagai upaya manusia dalam
mencapai hubungan yang lebih dekat dengan Tuhannya. Seperti halnya para
nabi, kegiatan dakwah yang dilakukan merupakan bagian dari usaha untuk
liraf’i al-darajat atau meningkatkan derajat kenabiannya.
Namun demikian, tugas dakwah yang dianggap sebagai tugas suci itu,
tidaklah cukup dengan hanya memberikan wejangan-wejangan atau nasihat-
nasihat tanpa memperhatikan efektivitasnya. Manajemen yang dianggap
sebagai ilmu, seni atau apapun dia, di dalamnya terdapat cara-cara untuk
mencapai tujuan dalam suatu kegiatan, agar kegiatan tersebut berjalan lebih
baik sesuai dengan yang diharapkan. Cara-cara atau proses dalam mencapai
tujuan itu, dikenal dalam ilmu manajemen dengan istilah fungsi manajemen
yaitu, planning (perencanaan), organizing (pengelompokkan), staffing
(kepegawaian), motivating (pengarahan) dan controlling (pengawasan).
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang lebih dikenal dengan
nama Dewan Dakwah, adalah merupakan organisasi yang sangat konsen
terhadap kegiatan dakwah khususnya di Indonesia. Lembaga dakwah tersebut
telah mempunyai perwakilan-perwakilan diberbagai daerah di Indonesia dan
salah satunya adalah di Provinsi Jawa Barat.
Tesis ini akan meneliti hal-hal tersebut di atas, yakni apa saja fungsi-
fungsi manajemen dakwah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
Provinsi Jawa Barat ?, apakah mereka telah menerapkan fungsi-fungsi
manajemen tersebut dalam kegiatan dakwahnya ?, dan bagaimana proses
penerapannya ?.
Kesimpulan Tesis
Tesis ini memberikan penjelasan bahwa, Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) Provinsi Jawa Barat tidak atau belum menerapkan fungsi-
fungsi manajemen dalam kegiatan dakwahnya.
Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian terhadap 135
responden yang menunjukkan:
1. Organizing (pembagian kerja berdasarkan keahlian), 40% yang menjawab
”Ya” atau sudah dilaksanakan dengan baik dan 60% ”Tidak” atau belum
dilaksanakan dengan baik. Staffing (perekrutan dan seleksi para pegawai)
49,2% yang menjawab ”Ya” atau sudah dilakukan dan 50,8% yang
menjawab ”Tidak” atau belum dilakukan. Motivating (pengarahan) 30%
yang menjawab ”Ya” dan 70% yang menjawab ”Tidak” atau belum
diakukan. Controlling (pengawasan yang berupa tindakan korektif dan
evaluasi), 40% yang menjawab ”Ya” atau sudah dilaksanakan dengan baik
dan 60% yang menjawab ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik.
2. Akar masalah ”Tidak” atau belum dilaksanakannya fungsi-fungsi
manajemen dalam kegiatan dakwah Provinsi Jawa Barat dengan baik
adalah, karena disebabkan oleh para pengurus yang lebih disibukkan
dengan kegiatan masing-masing pengurus atau para da’i, seperti
terlibatnya dalam kegiatan kepartaian dan adanya pengurus yang masuk
anggota DPRD.
Ini merupakan esensi dari permasalahan tidak atau belum dilaksanakannya
fungsi-fungsi manajemen oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat
dengan baik, sehingga terjadi perbedaan antara yang ideal dengan realisasi.
Metode Yang Digunakan.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penulisan atau penelitian
tesis ini dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu metode
penelitian yang bertujuan untuk meneliti fenomena sosial atau keagamaan
dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang akan diteliti. Atau
membuat sesuatu yang kompleks yang sulit dimengerti, menjadi sesuatu yang
dapat dimengerti dengan menguraikan menjadi sebuah komponen-komponen.
Berdasarkan sumber datanya, penelitian ini dengan menggunakan metode
penelitian lapangan atau studi kasus, yaitu suatu penelitian yang menggunakan
pendekatan atau penelaahannya pada suatu kasus, yang dilakukan secara
intensif dan mendalam. Sedangkan berdasarkan proses penelitiannya, dengan
menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu metode yang tidak selalu mencari
sebab-akibat sesuatu, tetapi juga berupaya memahami situasi tertentu dan
menginterpretasikan masalahnya.
Sedangkan untuk teknik analisis data langkah-langkah yang diambil
yaitu:
1. menyusun data-data atau kata-kata dari hasil wawancara, record (bukti
catatan) dan dokumen-dokumen berdasarkan katagorisasi. Data ini tidak
dianggap sebagai error reality (data yang dipersalahkan) tetapi another
reality (apa adanya).
2. Berdasarkan katagorisasi, dicari makna dan inferensi (kesimpulan)
3. Untuk menghilangkan subjektifitas si pelaku, maka dilakukan
pengecekkan terhadap objek lain mengenai hal yang sama dengan melalui
angket. Metode ini dinamakan dengan metode triangulasi, yaitu suatu
metode dengan mencocokkan antara hasil-hasil yang telah didapatkan
melalui studi dokumenter, wawancara, angket dan hasil observasi di
lapangan.
ABSTRACT
Dakwah or acussation that has understanding “call or invite” to the
good as Al-Qur’an and As-sunnah rools, is the instruction of god that has been
obliged for every Moslems. The instruction of acussation, realy is part of
humanbeing effort in reaching relationship with their god. As Prophets,
acussation activities were done as part of effort for “liraf’i ad-darajat” or
increase prophets level.
Nevertheless, the duty of acussation that considered as the holy effort,
is not enough by just giving the advices without paying attention the
efectivity. The management is considered as the science and art, there are the
methods to increase the purpose in an activity, in order tobe effective and as
the hope. The methods or increasing process the purpose, are known in the
management science by the name management functions are, planning,
organizing, staffing, motivating and controlling.
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) that was known as Dewan
Dakwah, is the organization verry consistent for the acussation activity
specially in Indonesia. That acussation institution has the representations in
every region in Indonesia and one of it is in west Java Province.
This thesis will discuss about it, such as everything else the
management functions of Dewan Dakwah West Java Province ?, have they
used the functions of management in their acussation activities ? and how do
they process ?.
The Conclusion
This thesis gives the explanation that, Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) West Java Province did not used the functions of
management in their acussation activity.
It has been proved by the research result to 135 respondence that
explans:
1. Organizing (Jobs organizing based on the talent), 40% answer ”Yes” or
has been done as good as possible and 60% ”No” or did not practiced
goodly. Staffing (recruitment and officials selection) 49,2% answer ”Yes”
or has been done and 50,8% ”No” or did not practiced. Motivating
(direction) 30% answer ”Yes” or has been done and 70% ”No” or did not
practiced. Controlling (controlling as corrective action and evaluatioan),
40% answer ”Yes” or has been done as good as possible and 60% ”No” or
did not practiced as good as possible.
2. The sourch of problem ”No” or did not practiced functions of management
in the acussation activity West Java Province is because of the officials
were busied by the every work from the officials and the caller or inviter,
such as the party and there are the officials are DPRD team.
This is the essential of problem “No” or it did not practiced the
management functions by the Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia goodly,
so there is the difference between the ideal and the reality.
The Methode Was Used
Based on the aim will be reached, writing or research this thesis by the
description methode, is the research methode has the aim to research social
phenomenon or religion by description every variable will be researched. Or
make the difficulties to understand, becomes easy tobe understood. Base on
the data source, this research by the field research methode, is the research for
some problems will be understood deepenly. And based on researching
process, by using the qualitative methode, the methode does not just for
looking for the cause and effect, but looking for the situation understanding
and interpreting the problem.
For the data analysis the methodes are:
1. Arrange the datas or the words from the interview, record and the
documents based on word for word. This data is not error reality but
another reality
2. Based on word for word is looked for the inference
3. for losing the subjectivity, so it was crossed chect to the another object
about the same problem by the questionnaire . this methode namely is
triangulasi methode, is a methode by adapt between the results have been
found from the document study, interview, questionnaire and observation
in the field
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap
penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan dakwah pasca
reformasi, yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII) Provinsi Jawa Barat, dapat dideskripsikan atau digambarkan
sebagai berikut:
a. Perencanaan, perencanaan jangka panjang dan jangka pendek, sudah
berjalan dengan baik karena sudah terealisasi 60 %
b. Pembagian kerja dan keahlian belum dilaksanakan dengan baik,
karena hanya terealisasi 43,7 %
c. Koordinasi antara para pegawai atau da’i belum berjalan dengan
baik sebagaimana mestinya, karena baru terealisasi 33,3 %
d. Perekrutan dan seleksi para pegawai belum dilaksanakan dengan
baik, karena terealisasi 49,6 %
e. Pengarahan belum berjalan dengan baik, karena baru terealisasi 33,3
%
f. Pengawasan dan tindakan korektif, belum dilakukan dengan baik
karena baru terealisasi 39,2 %
g. Evaluasi belum dilaksanakan dengan baik, karena baru terealisasi
44,4 %
Dengan gambaran di atas, maka penerapan fungsi-fungsi
manajemen dalam kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat dapat disimpulkan
sebagai berikut:
3. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat, hanya
menerapkan pada Fungsi manajemen yang pertama yaitu planning
(perencanaan), karena responden yang memilih ”Ya” berjumlah 81
orang, lebih banyak dari responden yang menjawab ”Tidak” atau
belum dilaksanakan dengan jumlah responden 51 orang.
4. Pada penerapan fungsi-fungsi manajemen yang lainnya, seperti
organizing (pembagian kerja berdasarkan keahlian dan koordinasi
antara para pegawai atau da’i), staffing (perekrutan dan seleksi para
pegawai), motivating (pengarahan) serta controlling (pengawasan yang
berupa tindakan korektif dan evaluasi), belum dilaksanakan dengan
baik. Karena jumlah responden yang memilih ”Ya” atau sudah
dilaksanakan dengan baik lebih sedikit yaitu 58,4% dengan
responden yang menjawab ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan
baik yaitu berjumlah 76,6%
5. Yang paling rendah nilainya di antara fungsi-fungsi manajemen yang
belum diterapkan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat dengan
baik adalah organizing atau pengorganisasian, yaitu dalam hal
koordinasi antara para pegawai.
6. Secara keseluruhan, kesimpulan tentang penerapan fungsi-fungsi
manajemen dalam kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan
Dakwah Provinsi Jawa Barat pasca reformasi belum dilaksanakan
dengan baik, karena baru terlaksana 43,3 %
7. Akar masalah ”Tidak” atau belum dilaksanakannya fungsi-fungsi
manajemen dalam kegiatan dakwah Provinsi Jawa Barat dengan
baik, karena disebabkan oleh para pengurus yang lebih disibukkan
dengan kegiatan masing-masing pengurus atau para da’i, seperti
terlibatnya dalam kegiatan kepartaian, adanya pengurus yang masuk
anggota DPRD dan lain sebagainya.
Ini merupakan esensi dari permasalahan tidak atau belum
dilaksanakannya fungsi-fungsi manajemen oleh Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat dengan baik, sehingga terjadi perbedaan antara
yang ideal dengan realisasi.
Metode Yang Digunakan.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, penulisan atau
penelitian tesis ini dengan menggunakan metode penelitian deskriptif,
yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk meneliti fenomena social
atau keagamaan dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang
akan diteliti. Atau membuat sesuatu yang kompleks yang sulit
dimengerti, menjadi sesuatu yang dapat dimengerti dengan menguraikan
menjadi sebuah komponen-komponen. Berdasarkan sumber datanya,
penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian lapangan atau
studi kasus, yaitu suatu penelitian yang menggunakan pendekatan atau
penelaahannya pada suatu kasus, yang dilakukan secara intensif dan
mendalam. Sedangkan berdasarkan proses penelitiannya, dengan
menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu metode yang tidak selalu
mencari sebab-akibat sesuatu, tetapi juga berupaya memahami situasi
tertentu dan menginterpretasikan masalahnya.
Data-data yang telah diambil dalam penelitian tesis ini yaitu dari
sumber primer, yang terdiri dari hasil wawancara, angket, observasi.
Dan yang kedua sumber sekunder (studi dokumenter), yaitu cara
pengumpulan data dengan melalui peninggalan tertulis
Sedangkan untuk teknik analisis data langkah-langkah yang
diambil yaitu:
3. menyusun data-data atau kata-kata dari hasil wawancara, record
(bukti catatan) dan dokumen-dokumen berdasarkan katagorisasi.
Data ini tidak dianggap sebagai error reality (data yang
dipersalahkan) tetapi another reality (apa adanya).
4. Berdasarkan katagorisasi, dicari makna dan inferensi
(kesimpulan)
5. Untuk menghilangkan subjektifitas si pelaku, maka dilakukan
pengecekkan terhadap objek lain mengenai hal yang sama dengan
melalui angket. Metode ini dinamakan dengan metode triangulasi,
yaitu suatu metode dengan mencocokkan antara hasil-hasil yang telah
didapatkan melalui studi dokumenter, wawancara, angket dan hasil
observasi di lapangan.
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Signifikansi Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Sistematika Penulisan
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Manajemen
1. Pengertian Manajemen
2. Fungsi-fungsi Manajemen
B. Manajemen Dakwah
C. Sejarah Perkembangan dan Timbulnya Teori Manajemen
D. Teori Manajemen Klasik
E. Teori Manajemen Ilmiah
BAB III : METODELOGI PENELITIAN
A. Metode dan Objek Penelitian
B. Teknik Pengumpulan Data
C. Teknik Analisis Data
BAB IV : GAMBARAN UMUM DEWAN DAKWAH ISLAMIYAH
INDONESIA
( DDII )
A. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ( DDII ) Pusat
1. Sejarah Berdirinya
2. Organisasi dan Kepengurusan DDII
3. Visi dan Misi Dewan Dakwah
B. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ( DDII ) Provinsi Jawa
Barat
1. Struktur Organisasi DDII Provinsi Jawa Barat
2. Tugas dan Fungsi Personalia
3. Sejarah Berdirinya
BAB V : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam Kegiatan
Dakwah DDII Provinsi Jawa Barat Pasca Reformasi
1. Perencanaan (Planning)
2. Pengorganisasian (Organizing)
3. Kepegawaian (Staffing)
4. Pengarahan (Motivating)
5. Pengawasan (Controlling)
B. Analisis Pelaksanaan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam
Kegiatan Dakwah DDII Provinsi Jawa Barat Pasca Reformasi
1. Analisis Fungsi Perencanaan
2. Analisis Fungsi Pengorganisasian
3. Analisis Fungsi Kepegawaian
4. Analisis Fungsi Pengarahan
5. Analisis Fungsi Pengawasan
C. Faktor Pendukung dan Penghambat
D. Analisis SWOT Kegiatan Dakwah DDII Jawa Barat
BAB VI : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Mas’oed, H., Islam Dalam Pelukan Muhtadin Mentawai: 30 Tahun Perjalanan Dakwah Ila’llah Mentawai Menggapai Cahaya Iman, (Jakarta: Biro Khusus Dakwah Mentawai DDII 1997), cet. Ke-1,
Abu Bakar, Hasanuddin, Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi, (Jakarta: Dewan Dakwah, 2000)
A.F. Stoner, James., Manajemen, (Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1988), cet. Ke-2, Pengantar Manajemen Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1991), cet. Ke-1
Ahmad, Amrullah, Dakwah Islam Sebagai Ilmu, Sebuah Pendekatan Epistimologi Islam, Makalah Simposium di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga, 14 Desember 1995
Alijoyo, Antonius., Enterprise Risk Management Pendekatan Praktis,(Jakarta: PT. Ray Indonesia, 2005), cet. Ke-I
Alwasilah, A. Chaedar, Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2006), cet. Ketiga
Busyairi, Badruzzaman : Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1989), cet. I
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), cet.Ke-3
Dewan Dakwah Pusat, Selayang Pandang Dewan Dakwah Islamiyan Indonesia, (Jakarta: Dewan Dakwah)
, , Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan,
(Dewan Dakwah: Jakarta, 2000), vol. 2. no. 1 Juli
Echols, John, M., dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), cet. Ke-XIX.
Evison, Alan, Oxford Learner’s Pocket Dictionary, (Hongkong: Oxford University Press, 1987), cet. Ke-6
Habib, M. Syafa’at, Buku Pedoman Da’wah, (Jakarta: PT. Bumirestu, 1982),
cet. ke-1
Hakiem, Lukman dan Tamsil Linrung, Menunaikan Panggilan Risalah Dokumentasi Perjalanan 30 Tahun Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (Jakarta: Media Dakwah, 1997)
Handoko, T. Hani, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1997), cet. ke-11
Husin, Asna, “Phylosophical and Sociological Aspect of Da’wah: Study of Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia”, Disertasi (Colombia: Colombia University, 1998)
Koontz, Harold dan Cyril O’donnell, Prinsip-prinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi Managerial, (Jakarta: Bhratara, 1966), Jilid 1
Luth, Thohir, M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1
Ma’luf, Luwais, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam, (Beirut: Daaru al-Masyrik,1992), cet. XXXIII.
M. Arifin, Tatang, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995)
Moleong, Lexy J, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. Ke-23
, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke-13
Muchtarom, Zaini, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin dan IKFA, 1996), cet. ke-1
Mukhyi, M.A, Pengantar Manajemen Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1991),
cet. Ke-1
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2006), cet. Ke-1
Nasution, Mulia, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Djambatan, 1196)
Nawawi, H. Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), cet. Ke-7
P. Robbins, Stephen., dan Mary Coulter, Management, Sixth Edition(Terjemahan), (PT. Prenhallindo: Jakarta, 1999)
, Perilaku Organisasi Seventh Edition, (PT. Prenhallindo:
Jakarta:1996)
Pujaatmaka, Hadyana, Perilaku Organisasi, (PT. Prenhallindo: Jakarta:1996)
Rahardjo, M. Dawam, Intelektual, Inteligensia dan Prilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1993), cet. Ke-1
Rahmat, Jalaluddin, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1986), cet.Ke-1
R. Terry, Georgy., dan Leslie W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet. Ke-9
Sabarguna, Boy S. MARS, Sabarguna, Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI Press, 2006), cet. Pertama
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991), cet. Ke-8
Shaleh, Abd. Rosyad, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. Ke-3
Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama,(Bandung: Mizan, 1997), cet. Ke-1
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1995), cet.
Ke-10
Subagyo, P. Jiko Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991)
Tanthowi, Jawahir, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an,(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983)
Uwes, Sanusi, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Pertama
Warman, John, Manajemen Pergudangan,(Jakarta: PT.Sinar Agape Press, 1993),cet.Ke-3
Widyatmini, Izzati Amperaningrum, Pengantar Organisasi dan Metode, (Jakarta: Gunadarma, 1991)
Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen,(Bandung: Mandar Maju, 2002).
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005)
U. Maman, et.al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
I. PRIBADI:
Nama : Alif Fahlefi
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 06 Mei 1972
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Jend. Sudirman Gg. Masjid Al-Falah Rt.
05/06
Babakan Tangerang. Telp. 55780639
II. KELUARGA:
Istri : Imas Masniyati
Anak : 1. Sayyid Agil Fahlefi
2. Abu Yazid Fahlefi
III.ORANG TUA
Bapak : H. Karman
Ibu : Hj. Arsiyah
IV. RIWAYAT PENDIDIKAN:
SD : Madrasah Ibtidaiyah (MI) Buaran Tangerang
SLTP : Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nyimas
Melati
Tangerang
SLTA : Madrasah Aliyah (MA) Al-Husna Tangerang
Pondok Pesantren Daru At-Tafsir Bogor
Pondok Pesantren Gontor Jawa Timur
S.1 : Universitas Islam As-syafi’iyah (UIA) Jakarta
S.2 : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah
Jakarta
V. PENGALAMAN KERJA
Guru di Sekolah Menengah Umum (SMU) Yayasan Pendidikan Karya
Tangerang
Guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Cipondoh Tangerang
Guru di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Otomotif Al-Husna
Tangerang
VI. PENGALAMAN ORGANISASI
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bekasi
Pengurus Anak Cabang (PAC) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Kejayaan Demokrasi
(PEKADE)
Kota Tangerang
BAB IPENDAHULUAN
HALAMAN : 7
C. Tujuan Penelitian
D. Hipotesis
Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk menjawab beberapa
pertanyaan permasalahan. Di dalam kegiatan ini ada beberapa anggapan dasar
atau asumsi berupa pernyataan yang perlu pembuktian secara empiris untuk
menentukan jawabannya. Pertanyaan tersebut adalah merupakan permasalahan
yang akan dijawab sesuai dengan salah satu tujuan penelitian, yaitu untuk
mengetahui perbedaan sikap para pengurus, da’I dan masyarakat terhadap
penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan dakwah pasca reformasi,
sudah dilaksanakan dengan baik atau belum di lembaga dakwah Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat.
Untuk mengetahui perbedaan sikap secara empiris, maka penulis
menggunakan hipotesis sebagai berikut:
- Hipotesis Alternatif = Ha
“Ada perbedaan yang signifikan antara pegawai yang menjawab bahwa
fungsi-fungsi manajemen sudah dilaksanakan dengan baik, dengan
pegawai yang menjawab belum dilaksanakan dengan baik.
- Hipotesis Nihil =Ho
“Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pegawai yang menjawab
bahwa fungsi-fungsi manajemen telah dilaksanakan dengan baik, dengan
pegawai yang menjawab belum dilaksanakan dengan baik.
E. Signifikansi Penelitian
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
HALAMAN: 82
A. Metodelogi dan Objek Penelitian (H.76)
B. Populasi
Populasi dalam sebuah penelitian mempunyai kedudukan yang sangat
penting pada setiap penelitian ilmiah. Karena semua kegiatan yang dilakukan
dalam penelitian, selalu berkaitan dengan populasi. Dan dari hasil penelitian
itu, biasanya akan digeneralisasikan juga pada populasi.
Menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud dengan populasi adalah
“keseluruhan subjek penelitian”. Kemudian menurut P. Joko Subagyo,
populasi adalah “objek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data”. Selanjutnya menurut Sudjana, populasi adalah “totalitas
semua yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif
maupun kualitatif dari pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek
yang lengkap dan jelas”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa
populasi adalah seluruh objek penelitian baik benda hidup maupun benda
mati, secara kualitatif dan kuantitif yang akan dijadikan sebagai sumber data
dalam suatu penelitian.
Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah, seluruh pengurus Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat, para da’i dan masyarakat,
dengan mengambil penarikan sample sebanyak 135 orang, dengan rincian da’i
berjumlah 35 orang dan masyarakat berjumlah 100 orang.
C. Sampel
Menurut Sutrisno Hadi, yang dimaksud dengan sample atau contoh
adalah “sebagian individu yang diselidiki”. Selanjutnya Sudjana menyebutkan
bahwa sample adalah “sebagian yang diambil dari populasi dengan
menggunakan cara-cara tertentu”. Sejalan dengan itu, H. Hadari Nawawi
mengemukakan bahwa, “sample secara sederhana diartikan sebagai bagian
dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian.
Dengan kata lain, sample adalah sebagian dari populasi untuk mewakili dari
populasi.”
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, sample
adalah sebagian objek penelitian yang diambil dari populasi untuk mewakili
seluruh populasi”.
Sutrisno Hadi mengatakan bahwa, ada dua teknik pengambilan sample
yang sering digunakan yaitu:
“(1). Random Sampling. Random sampling adalah pengambilan sample
secara random atau tanpa pandang bulu, semua individu dalam populasi
baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, diberi kesempatan yang
sama untuk dipilih menjadi anggota sample. (2) Nonrandom Sampling.
Dalam sampling ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang
yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sample”.
Bila dilihat dari pendapat tersebut di atas, maka teknik pengambilan
sample dalam penulisan tesis ini adalah dengan menggunakan nonrandom
sampling, karena tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang
sama, yaitu hanya para da’i dan masyarakat. Hal tersebut dilakukan dengan
pertimbangan:
1. Pengambilan sample para da’i dan masyarakat, dapat dijadikan tolak
ukur sudah dilakukan atau tidaknya fungsi-fungsi manajemen tersebut
dalam kegiatan dakwah yang telah dilaksanakan oleh Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat
2. Para da’I dan masyarakat, mereka adalah orang-orang yang mengetahui
benar terhada apa-apa yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat
3. Mengindarkan subjektivitas dari pengurus kantor Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat. Karena pada umumnya, setiap
organisasi lebih cenderung dikatakan baik dari pada tidak baiknya.
D. Teknik Pengumpulan Data (H. 82)
E. Teknik Analisis Data (H.88)
F. Pengujian Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab I, maka
digunakan analisis statistik komparasional bivariat, yaitu dengan
menggunakan teknik analisis tes “Kai Kuadrat” atau Chi Square Test” dengan
menggunakan rumus seperti yang telah dikemukakan Anas Sudiono sebagai
berikut:
N (AD-BC)X =
(A+B) (C+D) (A+C) (B+D)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan lahiriyyah dan batiniyyah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Salawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada
kepada basyarun la ka al-basyar, yaitu, nabi Muhammad SAW.
Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan pelajaran
yang sangat berharga baik yang berupa keberanian, keuletan dan kesabaran,
serta pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menjadikan diri untuk secara
konsisten mendalami keilmuan atau bidang tertentu, yang secara tidak langsung
bukan hanya untuk diri penulis sendiri tetapi juga untuk orang lain, agar apa
yang penulis dapatkan melalui bimbingan para dosen memiliki atsar atau
bekas, sebagai bekal dikemudian hari.
Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Qomaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, MA, selaku dosen pembimbing I.
4. Bapak Dr. Wahib Mu’thi, selaku dosen pembimbing II.
5. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku penguji I
6. Bapak Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA, selaku penguji II
7. Bapak Dr. Fuad Jabali, MA selaku Ketua Sidang
ii
8. Bapak Dr. Yusuf Rahman
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada pihak
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), yang telah mengijinkan penulis
dalam melakukan penelitian, yaitu H. Mishbah Malim, Lc, Msc., Kepala Biro
Administrasi dan Organisasi/ Kepala Koordinator Da’i DDII Pusat, H. Moch.
Daud Gunawan, S.E, Wakil Ketua Umum DDII Provinsi Jawa Barat,
Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Provinsi Jawa Barat, M. Roinul
Balad, S.Sos, Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan, Ayi Suhyadi Nata,
Ketua DDII Kabupaten Cimahi, Amri Sobri, Kepala Sekretariat.
Terakhir, penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
orang-orang yang telah mendukung perkuliahan ini dan telah membantu baik
dalam bentuk moril maupun materil, yaitu Kedua orang tuaku yang tercinta,
Bapak H. Karman dan Ibu Hj. Arsiah, Istriku yang tercinta Imas Masniyati,
Anakku yang tercinta Sayyid Agil fahlefi dan Abu Yazid Fahlefi
Akhirnya, penulis menyadari akan adanya kekurangan dan kesalahan
yang memerlukan perbaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian penulis
mengharapkan saran-saran yang dapat menyempurkan tesis ini. Dengan
harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat terutama untuk meningkatkan
kegiatan dakwah secara efektif, serta dapat menjadi bagian dari sumbangsi
akademis dalam Program Studi Pengkajian Islam, terutama pada konsentrasi
Dakwah dan Komunikasi.
Jakarta, 26 Mei 2008
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
KATA PENGANTAR ……………………………………………...
DAFTAR ISI ………………………………………………………..
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .........................
C. Tujuan Penelitian ........................................................
D. Signifikansi Penelitian ................................................
E. Tinjauan Pustaka ........................................................
F. Sistematika Penulisan ..................................................
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Manajemen
1. Pengertian Manajemen ..........................................
2. Fungsi-fungsi Manajemen .....................................
B. Manajemen Dakwah ....................................................
C. Sejarah Perkembangan dan Timbulnya Teori
Manajemen...................................................................
D. Teori Manajemen Klasik .............................................
E. Teori Manajemen Ilmiah .............................................
i
iii
1
4
6
6
7
9
12
15
42
54
71
73
iv
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi dan Objek Penelitian.................................
B. Teknik Pengumpulan Data ..........................................
C. Teknik Analisis Data ...................................................
BAB IV : GAMBARAN UMUM DEWAN DAKWAH
ISLAMIYAH INDONESIA ( DDII )
A. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ( DDII ) Pusat
1. Sejarah Berdirinya .................................................
2. Organisasi dan Kepengurusan DDII ......................
3. Visi dan Misi Dewan Dakwah ...............................
B. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ( DDII )
Provinsi Jawa Barat
1. Struktur Organisasi DDII Provinsi Jawa Barat .....
2. Tugas dan Fungsi Personalia .................................
3. Sejarah Berdirinya .................................................
BAB V : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam
Kegiatan Dakwah DDII Provinsi Jawa Barat Pasca
Reformasi
1. Perencanaan (Planning) ........................................
2. Pengorganisasian (Organizing) .............................
3. Kepegawaian (Staffing) .........................................
4. Pengarahan (Motivating) .......................................
80
87
93
97
103
110
113
116
118
126
128
129
131
v
5. Pengawasan (Controlling)......................................
B. Analisis Pelaksanaan Fungsi-fungsi Manajemen
Dalam Kegiatan Dakwah DDII Provinsi Jawa Barat
Pasca Reformasi
1. Analisis Fungsi Perencanaan .................................
2. Analisis Fungsi Pengorganisasian .........................
3. Analisis Fungsi Kepegawaian ...............................
4. Analisis Fungsi Pengarahan ..................................
5. Analisis Fungsi Pengawasan .................................
C. Faktor Pendukung dan Penghambat ............................
D. Analisis SWOT Kegiatan Dakwah DDII Provinsi
Jawa Barat ...................................................................
BAB VI : PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................
B. Saran-saran ..................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
132
139
142
145
147
149
152
154
152
158
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah yang mengandung pengertian mengajak kepada kebaikan sesuai
dengan aturan Al-Qur’an dan As-Sunnah, adalah perintah Tuhan yang diwajibkan
bagi setiap umat Islam. Perintah dakwah, pada dasarnya merupakan bagian dari
usaha atau sebagai upaya manusia dalam mencapai hubungan yang lebih dekat
kepada Tuhan. Seperti halnya para nabi, kegiatan dakwah yang dilakukannya
merupakan bagian dari usaha untuk liraf’i al-darajat atau meningkatkan darajat
kenabiannya.
Begitu juga seorang da’i, ia adalah seorang yang mempunyai tugas untuk
mengajak kepada kebersihan dan kebaikan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.
Seorang pengajak, maka ia harus mempunyai jiwa yang bersih terlebih dahulu.
Karena dengan jiwa yang bersih, akan memberikan pancaran kebersihan kepada
orang yang akan diajaknya. Oleh karena itu, bila tugas dakwah yang dilakukan
oleh para nabi termasuk bagian dari usaha untuk meningkatkan kenabiannya
(liraf’i al-darajat), maka bagi manusia juga sebagai bagian dari usaha untuk
meningkatkan kemanusiaannya, yang pada dasarnya manusia itu bersih dan
menyadari akan keterikatan “kontrak ilahiyyah”, yakni dengan mengajak seluruh
manusia kepada jalan kebaikan, sesuai dengan filosofi dakwah yaitu mengajak
dari kekufuran kepada keimanan.
Dalam era globalisasi sekarang ini, tuntuan dan tantangan kehidupan
semakin berat, sehingga memungkinkan masyarakat untuk berpikir kepada paham
kebendaan atau materialistik. Adalah sebuah konsekwensi logis bila masyarakat
2
akan semakin jauh dari ajaran-ajaran agamanya, dalam hal ini adalah Al-Qur’an
sebagai kitab suci umat Islam, serta memungkinkan terjadinya konversi agama.
Selanjutnya, kegiatan dakwah Islam yang sedang dan telah dilakukan oleh
para da’i lebih banyak pada kegiatan dakwah secara praktis sama dengan tabligh,
yang dipahami sebagai kegiatan menyampaikan ajaran Islam secara lisan.
Disamping ada kelebihannya, namun da’wah bi al-lisan juga mempunyai
kekurangannya yaitu, tidak adanya continuitas, kurangnya pendekatan personal
yang secara psikologis sangat mempengaruhi dari kegiatan dakwah, serta tidak
adanya evaluasi yang berupa penilaian hasil dari kegiatan dakwah tersebut.
Dengan melihat problematika dakwah di atas, hal tersebut mendorong para
aktifis dakwah untuk berpikir kritis terhadap efektivitas dakwah yang akan
mereka lakukan, dengan melihat permasalahan dakwah yang semakin kompleks
yang harus mereka benahi. Dengan melihat kompeksitas permasalahan dakwah
dan timbulnya kesadaran akan keterbatasan kemampuan manusia, maka para da’i
atau aktivis dakwah, memandang perlu, adanya kerjasama antar mereka. Karena
dengan bekerjasama manusia dapat mengerjakan maksud dan tujuannya menjadi
rapih. Dengan demikian, dibentuklah sebuah wadah dengan nama organisasi atau
lembaga, yang digunakan sebagai instrumen yang di dalamnya mengandung
rumusan-rumusan cara mencapai tujuan yang dikenal dengan istilah fungsi-fungsi
manajemen.
Fungsi-fungsi manajemen, pada dasarnya sudah banyak diterapkan pada
organisasi-organisasi sosial ataupun keagamaan, salah satunya adalah Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). DDII yang dikenal dengan sebutan Dewan
Dakwah ini, adalah sebuah organisasi Islam yang mempunyai sejarah panjang
3
terhadap perkembangan dakwah Islam khususnya di Indonesia. Dewan Dakwah
lahir, yaitu pada masa peralihan, dari masa Orde Lama ke masa Orde Baru
tepatnya tanggal 26 Pebruari 1967, yang berorientasi kepada dakwah Islam.
Lembaga ini lahir dari sebuah kesepakatan yang dihasilkan oleh beberapa
alim ulama di Jakarta pada pertemuan halal bi halal tahun itu juga. Pada
pertemuan tersebut dibahas tentang perkembangan dakwah Islam, terutama yang
dapat diamati pada masa transisi politik setelah terjadinya pergolakan G.30 S /
PKI. Forum yang dihadiri oleh M. Natsir, H.M. Rasyidi, K.H. Taufiqurrahman,
Haji Mansur Daud, Datuk Palimo Kayo dan Haji Nawawi Duski, memiliki
pengamatan yang khusus. Menurut mereka, perkembangan agama Islam cukup
memprihatinkan. Dakwah Islam yang dilakukan, baik perorangan maupun
lembaga organisasi keagamaan, dinilai berjalan sporadis, kurang koordinasi..
Melihat kenyataan demikian, maka didirikanlah lembaga yang berbentuk yayasan
yang tujuan umumnya untuk menggiatkan dan meningkatkan mutu dakwah Islam
di Indonesia.1
Sebagai realisasi dari pengembagangan dakwahnya, Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia telah membuka cabang-cabang atau perwakilan-
perwakilannya di 16 Provinsi di Indonesia, seperti di Kepulauan Mentawai2,
Aceh, Jawa Barat, Maluku, Kalimantan dan lain sebagainya.
1 . Thohir Luth, M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet. Ke-1,
h. 56. Lihat juga, Hasanuddin Abu Bakar Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi, (Jakarta: Dewan Dakwah, 2000), h. 2
2 . Tesis yang meneliti tentang Penerapan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam Kegiatan Dakwah Pasca Reformasi ini, sebelumnya mengambil objek atau tempat di Kepulauan Mentawai, dan sekarang dipilih atau dialihkan ke Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dilakukan pertama, Kegiatan dakwah di kepulauan Mentawai telah dilakukan dari tahun 1967 sampai sekarang, sehingga dalam memberikan batasan waktu penelitian sulit dilakukan. Kedua, Mempermudah penelitian yang akan dilakukan, terutama dalam hal transportasi, jarak yang akan ditempuh dan pendanaan. Mengenai kepulauan Mentawai, lihat H. Mas’oed Abidin, Islam Dalam Pelukan Muhtadin Mentawai: 30 Tahun Perjalanan Dakwah Ila’llah Mentawai Menggapai Cahaya Iman, (Jakarta: Biro Khusus Dakwah Mentawai, 1997), cet. Ke-1. h. 85.
4
Dalam melakukan kegiatan dakwahnya, DDII telah melakukan pengiriman
da’i dalam rangka membina umat Islam terutama di daerah pedesaan, sekaligus
membentengi umat dari berbagai pengaruh terhadap pendangkalan aqidah,
pemurtadan dan lain sebagainya. Para da’i umumnya direkrut dari masyarakat
desa sendiri. Mereka dididik dan dilatih dibekali dengan berbagai ilmu dan
keterampilan yang diperlukan, baik dari golongan awam, menengah maupun
pelajar. Tujuannya adalah memberikan informasi keagamaan dan sosial
kemasyarakatan kepada masyarakat secara luas, supaya mereka memahami agama
dan persoalan-persoalan sosial secara tepat.3
Melihat kenyataan tersebut, menurut hemat penulis Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII) yang dikenal dengan nama Dewan Dakwah adalah
sebuah lembaga dakwah Islam yang layak diteliti dari segi manajemen, terutama
mengenai penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan dakwah, dengan
alasan:
1. Dewan Dakwah adalah lembaga dakwah yang sangat konsen terhadap
perkembangan dakwah Islam khususnya di Indonesia.
2. Manajemen dakwah merupakan unsur yang sangat penting dalam menentukan
keberhasilan dakwah.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Proses dalam mencari objek dakwah serta penentuan kegiatan-kegiatan
dakwah yang dilakukan oleh Dewan Dakwah Pusat di daerah-daerah, baik
terhadap suku terasing atau pedalaman maupun daerah perkotaan, itu sepenuhnya
ditentukan oleh Dewan Dakwah Propinsi. Karena Dewan Dakwah Provinsi lebih
3 . Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi, h. 70
5
mengetahui keadaan serta kebutuhan-kebutuhan yang akan diperlukan ketika
kegiatan dakwah itu dilaksanakan. Sedangkan Dewan Dakwah Pusat, memberikan
rekomendasi serta solusi-solusi seperti masalah pendanaan, yang memungkinkan
kegiatan dakwah yang akan dilakukan di daerah dapat berjalan dengan baik.4
Hal ini menggambarkan bahwa, manajemen dakwah yang dilakukan oleh
Dewan Dakwah Pusat adalah manajemen dakwah yang bersifat umum. Dalam
pengertian, manajemen dakwah tersebut mencakup seluruh kegiatan dakwah yang
dilakukan oleh Dewan Dakwah untuk seluruh wilayah di Indonesia. Sedangkan
kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi memiliki cakupan
tidak begitu luas, yang terfokus pada kegiatan dakwah terhadap daerahnya
masing-masing. Seperti halnya kegiatan dakwah yang telah dilakukan di Jawa
Barat dan daerah-daerah lainnya. Dewan Dakwah Provinsi sepenuhnya
menentukan kegiatan-kegiatan dakwah yang akan dilakukannya. Dengan
demikian, menurut hemat penulis Dewan Dakwah di daerah atau Provinsi
merupakan objek penelitian yang lebih layak untuk diteliti terutama berkaitan
dengan manajemen dakwahnya.
Oleh karena itu, mengingat luasnya cakupan pemikiran tentang
manajemen dakwah, terutama yang berkaitan dengan manajemen dakwah DDII
maka penulis membatasi diri, yaitu dengan mengambil objek penelitian Dewan
Dakwah Provinsi Jawa Barat yang merupakan program dakwah Dewan Dakwah
pasca reformasi,5 dengan mengambil judul “Penerapan Fungsi-fungsi Manajemen
4 . H. Mishbah Malim, Kepala Biro Administrasi dan Organisasi/ Kepala Koordinator
Da’i di Lapangan DDII Pusat, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Oktober 20065 . H. Mishbah Malim, Kepala Biro Administrasi dan Organisasi/ Kepala Koordinator
Da’i di Lapangan DDII Pusat, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 April 2007
6
dalam Kegiatan Dakwah Pasca Reformasi” (Studi kasus Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Jawa Barat)6
Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa fungsi-fungsi manajemen Dakwah DDII Provinsi Jawa Barat ?
2. Apakah DDII Provinsi Jawa Barat telah menerapkan fungsi-fungsi manajemen
dalam kegiatan dakwahnya ?
3. Bagaimana proses penerapan fungsi-fungsi manajemen tersebut dalam
kegiatan dakwahnya pasca reformasi ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan tesis yang berjudul Penerapan Fungsi-fungsi
Manajemen Dalam Kegiatan Dakwah Pasca Reformasi (Studi kasus Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa Barat) adalah sebagai berikut:
1. Menguraikan fungsi-fungsi manajemen DDII Jawa Barat
2. Untuk memberikan bukti empiris tentang penerapan fungsi-fungsi manajemen
DDII Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan dakwahnya
3. Menganalisis penerapan fungsi-fungsi manajemen DDII Jawa Barat pasca
reformasi
D. Signifikansi Penelitian
Secara akademis, penelitian tentang penerapan fungsi-fungsi manajemen
dalam kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa
6 . Pasca reformasi yang dimaksud dalam tesis ini adalah, untuk memberikan batasan-
batasan waktu dalam penulisan atau penelitian tesis. Sehingga penelitian yang akan dilakukan tidak terlalu luas dan akan terfokus pada permasalahan atau kegiatan dakwah yang hanya dilakukan oleh DDII Provinsi Jawa Barat pasca reformasi.
7
Barat pasca reformasi ini, dapat dijadikan sebagai sumbangsi akademis dalam
Program Studi Pengkajian Islam, terutama pada konsentrasi Dakwah dan
Komunikasi.
Secara praktis penelitian ini mempunyai signifikansi, pertama, secara
umum sebagai bahan perbandingan dan masukan bagi para da’i dan lembaga-
lembaga dakwah yang konsen terhadap perkembangan dakwah di Indonesia, dan
secara khusus bagi Dewan Dakwah itu sendiri. Kedua, untuk melihat efektivitas
lembaga dakwah yang sudah ada dalam melakukan kegiatan dakwahnya.
Sedangkan untuk kepentingan sosial, diharapkan menjadi khazanah intelektual
bagi para pembacanya.
E. Tinjauan Pustaka
Penulisan tentang manajemen dakwah secara umum sudah banyak
dilakukan, seperti yang telah dilakukan oleh Opi Palopi dari Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan tesisnya yang berjudul Studi Teoritis
Pengembangan Manajemen Lembaga Dakwah. Tesis yang ditulis pada tahun
2002 ini, merupakan studi pustaka dan tidak melibatkan organisasi atau lembaga
dakwah tertentu, atau dengan kata lain, penulisan manajemen lembaga dakwah
tersebut hanya pada kerangka teoritis yang bersifat umum. Sedangkan penulisan
atau penelitian yang berhubungan dengan penerapan fungsi-fungsi manajemen
dakwah yang dilakukan oleh Dewan Dakwah belum pernah dilakukan. Asna
Husin dari Colombia University, dengan disertasinya yang berjudul
”Phyloshopical and Sociological Aspects of Da’wah (Study of Dewan Dakwh
Islamiyah Indonesia).” Dalam penulisan tesisnya ini, ia mengambil studi kasus
dengan objek Dewan Dakwah, ia menulis atau meneliti dari segi aspek sosial dan
8
filosofi dakwah yang dilakukan oleh Dewan Dakwah, yang dibagi menjadi empat
bagian. Pada bagian pertama, ia menulis tentang konsep dakwah menurut Al-
Qur’an (the qur’anic concept of da’wah). Pada bagian ke-dua, ia menulis dalam
konteks sejarah, idiologi dan sosial politik Dewan Dakwah (the historical –
ideological and socio- political contexts in which DDII). Pada bagian ke-tiga,
penulisannya difokuskan pada objek dan tempat dakwah (Specifically target
muslims and projects as religions learning institution). Dan yang terakhir,
menulis tentang sikap kritis yang dilakukan oleh Dewan Dakwah terhadap paham-
paham atau gerakan-gerakan sekuler yang dipandang “menyimpang” dari ajaran
agama Islam (DDII’s criticism of the religious currents and ideologies)7.
Sedangkan penulis melakukan penulisan dan penelitian dengan judul ”Penerapan
Fungsi-fungsi Manajemen dalam Kegiatan Dakwah Pasca Reformasi (Studi
Kasus Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa Barat).”
Perbedaan dengan apa yang telah dilakukan oleh Asna Husin adalah, Asna
Husin dalam penelitiannya, lebih mengarah kepada kerangka berpikir Dewan
Dakwah sebagai suatu lembaga dakwah Islam. Karenanya, ia membahas juga
tentang sejarah, idiologi dan sosial politik, yang menurut hemat penulis dapat
dianggap sebagai latar belakang terbentuknya kerangka berpikir atau cara
pandang Dewan Dakwah terhadap dakwah. Sedangkan penulis sendiri, lebih
mengedepankan kepada bagaimana cara Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII) Provinsi Jawa Barat dalam menuangkan cara pandang atau kerangka
berpikirnya tentang dakwah yang dikemas dalam bentuk manajemen pasca
reformasi. Dalam bentuk manajemen yang dimaksud di sini adalah, fungsi-fungsi
7 . Asna Husin, “Phylosophical and Sociological Aspect of Da’wah: Study of Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia”, Disertasi (Colombia: Colombia University, 1998), h. 6.
9
manajemen yang diterapkan oleh Dewan Dakwah provinsi Jawa Barat dalam
melakukan kegiatan dakwahnya pasca reformasi. Seperti bagaimana Dewan
Dakwah melakukan perencanaan, pengorganisasian, kepegawaian, pengarahan
dan melakukan pengontrolan atau pengawasan secara teoritis. Dalam tesis ini
pula, akan dibahas mengenai pembuktian secara empiris tentang penerapan
fungsi-fungsi manajemen DDII Provinsi Jawa Barat pasca reformasi dalam
kegiatan dakwahnya, serta menganalisis fungsi-fungsi manajemen tersebut yang
mereka terapkan berdasarkan teori Georgy R. Terry.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan ini setelah kata pengantar dan daftar isi, dilakukan
pembahasan masalah yang dibagi menjadi lima bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan penulisan, signifikansi penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. Pendahuluan ini penulis
letakkan pada bab I, sebagai landasan atas permasalahan-permasalahan
yang akan dibahas dalam tesis ini
BAB II : Landasan teori yang meliputi, manajemen yang terdiri dari pengertian
Manajemen, fungsi - fungsi manajemen dan pengertian manajemen
dakwah, serta sejarah perkembangan dan timbulnya teori manajemen
teori manajemen klasik dan teori manajemen ilmiah. Landasan
teori ini penulis letakkan pada bab II, dimaksudkan sebagai pengenalan
awal atau penjelasan mengenai pemahaman tentang pengertian
manajemen secara umum, manajemen dakwah secara khusus serta
kaitannya yang berhubungan dengan manajemen yakni fungsi-fungsi
10
manajemen itu sendiri. Sehingga hal tersebut akan memberikan
dan membantu pemahaman tentang materi yang akan dibahas atau
diteliti dalam penulisanan tesis ini.
BAB III : Metodelogi penelitian yang meliputi, metode dan objek penelitian,
teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Metodelogi
penelitian ini diletakkan pada bab III setelah landasan teori,
dimaksudkan sebagai bahan acuan atau rujukan metode yang
digunakan terhadap permasalahan yang akan diteliti atau ditulis
terutama berkaitan dengan fungsi - fungsi manajemen yang akan
dibahas dalam landasan teori tersebut
BAB IV : Gambaran umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII ), yang
terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat yang meliputi
sejarah berdirinya, organisasi dan kepengurusan DDII, visi dan misi
Dewan Dakwah. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Provinsi
Jawa Barat, yang terdiri dari struktur organisasi DDII Provinsi Jawa
Barat, tugas dan fungsi personalia serta sejarah berdirinya. Gambaran
umum ini diletakkan pada bab IV, hal tersebut dimaksudkan, sebagai
penjelasan terhadap objek yang akan diteliti yang berupa organisasi
dakwah dengan nama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
terutama mengenai manajemennya yang telah dijelaskan pada bab II
berdasarkan teori Georgy R. Terry, dengan menggunakan metodelogi
penelitian yang telah dijelaskan dan diletakkan pada bab III.
BAB V : Pembahasan hasil penelitian, yang meliputi pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen dalam kegiatan dakwah DDII Provinsi Jawa Barat pasca
11
reformasi, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
kepegawaian, pengarahan dan pengawasan. Analisis
pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen dalam kegiatan dakwah
DDII Provinsi Jawa Barat pasca reformasi, yang terdiri dari
analisis fungsi perencanaan, analisis fungsi pengorganisasian,
analisis fungsi kepegawaian, analisis fungsi pengarahan dan
analisis fungsi pengawasan, serta faktor pendukung dan
penghambat, dan analisis SWOT kegiatan dakwah DDII Provinsi Jawa
Barat. Pembahasan hasil penelitian ini diletakkan pada bab V, sebagai
bahan gambaran secara empiris yang telah dilakukan dan
didapatkan oleh penulis di lapangan, agar hasil yang didapatkan
tergambar secara jelas.
BABVI : Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran-saran. Penutup ini
diletakkan pada bab terakhir, yang sudah barang tentu dijadikan
sebagai bahan atau jawaban terhadap apa-apa yang menjadi target
dalam penulisan dan penelitian tesis ini.
12
BAB IILANDASAN TEORI
A. Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Selama hayat di kandung badan, hampir selama ini pula kita adalah
anggota dari suatu organisasi atau lainnya, sebuah perguruan tinggi, sebuah tim
olah raga, sebuah kelompok musik atau drama, sebuah asosiasi keagamaan atau
kesenian, sebuah jajaran angkatan bersenjata, atau sebuah perusahaan. Dalam
banyak hal, organisasi-organisasi yang kita masuki itu akan jelas berbeda satu
sama lain. Ada sebagian, seperti angkatan bersenjata atau perusahaan yang besar,
mungkin diorganisasikan dengan sangat formal. Sebagiannya lagi, seperti tim
bola basket di kampung mungkin dibentuk dengan begitu sederhana. Akan
tetapi, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, semua organisasi yang kita
masuki itu memiliki beberapa kesamaan pokok.
Barangkali unsur kesamaan yang paling jelas, tampak dimiliki oleh
organisasi-organisasi kita adalah, tujuan atau maksud. Tujuan tersebut dapat
berupa memenangkan sebuah kejuaraan, menghibur penonton, menjual sebuah
produk. Tetapi tanpa suatu tujuan, maka tidak ada alasan bagi suatu organisasi
untuk hadir di tengah-tengah kita.
Organisasi-organisasi kita pun harus memiliki suatu program atau metode
tertentu untuk mencapai tujuan. Tanpa adanya rencana untuk apa rencana itu
harus dibuat, tidak ada satu organisasipun yang mungkin dapat bekerja secara
efektif. Organisasi-organisasi kita harus memperoleh dan mengalokasikan
13
sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Organisasi
kita tidaklah hidup sendirian, tetapi selalu berada di sebuah lingkungan bersama
organisasi-organisasi lainnya, karena hal itu merupakan sumberdaya yang akan
diperoleh oleh organisasi kita. Dalam sebuah organisasi harus ada pemimpin dan
yang dipimpin, tidak lah kita melihat bahwa kita harus selalu menjadi pemimpin
atau yang dipimpin, lepas dari pada itu, semua orang yang ada dalam organisasi
tersebut mempunyai maksud yang sama yaitu agar tujuan mereka dapat
terlaksana dengan baik.
Hal ini kita akui sebagai manusia, yang mempunyai kemampuan-
kemampuan fisik, bilogis dan jiwanya terbatas, manusia telah menyadari akan
perlunya kerjasama dengan orang lain untuk mencapai maksud dan tujuannya.
Koordinasi manusia itu adalah sesuatu yang hakiki dari semua aksi
berkelompok, baik tujuan yang dicarinya itu adalah berupa dagang, militer,
agama, pendidikan atau kemasyarakatan, dimana kerjasama para individu kearah
tujuan yang sama menjadi terorganisasi di dalam perkumpulan yang formal,
komponen yang azasi dan hakiki dari perkumpulan ini ialah manajemen yang
berfungsi menjadikan hal-hal dikerjakan melalui orang lain. Di dalam
mewujudkan koordinasi kegiatan kelompok, si pemimpin, sebagai pemimpin
merencanakan, mengorganisasikan, menempatkan petugas-petugas,
mengarahkan dan mengontrol kegiatan-kegiatan.
Manajemen bukan hanya berfungsi untuk organisasi-organisasi besar,
tetapi juga digunakan pada segala tingkatan organisasi. Manajemen bukan hanya
digunakan oleh seorang pemimpin umum perusahaan dan seorang Jendral
14
tentara, akan tetapi manajemen juga berfungsi untuk si mandor pabrik dan si
komandan kompi.1 Dengan pengertian lain, bahwa manajemen berfungsi pada
semua aspek kehidupan manusia.
Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris,
management (Noun/kata benda), yang berarti control collectively (pengontrolan
atau pengawasan secara kelompok). Management berasal dari kata kerja
“manage” yang memiliki arti yang sama yaitu “control” (pengontrolan atau
pengawasan) 2. Management atau manage juga mempuyai pengertian,
mengurus, mengatur atau mengelola.3 Pengaturan atau pengelolaan adalah
sesuatu yang bersifat umum dan sesuatu hal yang wajar apabila manajemen
memiliki pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan seseorang.
Oleh karena itu, dalam literatur-literatur yang ada, definisi manajemen
memiliki bermacam- macam pengertian. Pertama, manajemen diartikan sebagai
suatu proses, kedua, manajemen diartikan sebagai suatu kolektivitas manusia,
dan yang ketiga, manajemen diartikan sebagai ilmu (science) dan seni (art).4
1 . Harold Koontz dan Cyril O’donnell, Prinsip-prinsip Manajemen: Suatu Analisa
Mengenai Fungsi-fungsi Managerial, (Jakarta: Bhratara, 1966), Jilid 1, h. 13.2 . Alan Evison, Oxford Learner’s Pocket Dictionary, (Hongkong: Oxford University
Press, 1987), cet. Ke-6, h. 227.3 . John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia
1990), cet. Ke-XIX., h. 372.4 . Manajemen sebagai suatu kolektifitas manusia yaitu merupakan suatu kumpulan dari
orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Lihat, Widyatmini dan Izzati Amperaningrum, Pengantar Organisasi dan Metode, (Jakarta: Gunadarma, 1991), h. 3. Manajemen sebagai ilmu yaitu manejemen sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha untuk memahami mengapa dan bagaimana orang-orang bekerjasama untuk mencapai sasaran dan menjadikan system kerjasama ini lebih berguna bagi kemanusiaan. James A.F. Stoner, Manajemen, (Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1988), cet. Ke-2, h. 28. Manajemen sebagai seni, karena dalam melakukan pekerjaannya dengan melalui orang lain. M.A. Mukhyi, Pengantar Manajemen Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1991), cet. Ke-1, h. 3.
15
Dalam penulisan tesis ini, terutama berkaitan dengan teori manajemen,
penulis membatasi dengan menggunakan teori George R. Terry dan Leslie W.
Rue.5 Dalam bukunya Principles of Management yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Dasar-dasar Manajemen, George R. Terry dan Leslie
W. Rue mendefinisikan bahwa manjemen adalah suatu proses atau kerangka
kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang
ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.6
Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah managing, yang
memiliki pengertian pengelolaan. Sedangkan orang yang melaksanakannya
disebut manager atau pelaksana.
2. Fungsi-fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen menurut Georgy R. Terry dan Leslie W. Rue
adalah sebagai berikut:
5 . Menurut hemat penulis, pemikiran Georgy R. Terry dan Leslie W. Rue yang dituangkan dalam
bukunya yang berjudul Principles of Manajement (Dasar-dasar Manajemen), walaupun bersifat klasik namun masih relevan. Menjelaskan tentang definisi manajemen, proses dan fungsi-fungsinya serta bagaimana cara menguji keefektifannya. Sehingga penjelasannya, dapat dijadikan standarisasi atau ukuran penilaian dalam penulisan dan penelitian tesis ini. Georgy R. Terry adalah seorang pakar manajemen yang sangat dikenal oleh kalangan mahasiswa lewat bukunya yang berjudul “Principles of Management” yang ditulis sekitar tahun delapan puluhan. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, (Bandung: Mandar Maju, 2002), h. 3
6 . Georgy R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, terjemahan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet. Ke-9, h. 1. Pengertian manajemen sebagai proses, telah diungkapkan pula oleh James A.F. Stoner dan Charles Wanker, yakni, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengendalian agar tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Pengertian manajemen sebagai proses ini, merupakan batasan yang diambil oleh James A.F. Stoner dan Charles Wanker ketika mulai pembahasan mengenai manajemen. James A.F. Stoner dan Charles Wanker, Manajement,(Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1988), cet. Ke-2, h. 4.
16
a. Planning (Perencanaan)
Perencanaan adalah proses memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan
dikejar selama suatu jangka waktu yang akan datang, dan apa yang dilakukan
agar tujuan-tujuan itu dapat tercapai. Perencanaan adalah suatu proses
memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang mendatang dan
mempersiapkan sesuatu untuk masa mendatang. Ini berarti bahwa setidak-
tidaknya harus ada sepercik seni dan segenggam ilmu dalam perencanaan. Apa
yang harus jelas sebelum melakukan perencanaan ialah saran atau sejumlah
sasaran yang pasti, sekalipun hanya berupa inti sari dari harapan dan keinginan.
Seorang perencana harus mempunyai cukup daya khayal untuk membayangkan
apa yang akan terjadi, dan dapat mengubah gagasan ke dalam bentuk yang cukup
praktis, sehingga dapat diterjemahkan ke dalam tindakan.7
Perencanaan tidak bersangkut paut dengan keputusan-keputusan yang
akan datang, tetapi dengan dampak akan datang dari keputusan-keputusan yang
sekarang. Perencanaan menjembatani lowongan antara dimana anda berada dan
kemana anda hendak pergi. Ia menjawab, terlebih dahulu, siapa, apa, kapan, di
mana, mengapa dan bagaimana dari kegiatan-kegiatan yang akan datang.
Perencanaan yang efektif haruslah didasarkan atas fakta-fakta dan
informasi dan tidak atas emosi dan keinginan. Fakta-fakta yang bersangkutan
langsung dengan situasi yang dalam pembahasan, dikaitkan dengan pengalaman
dan pengetahuan manajer itu. Karenanya, John Adair mengatakan bahwa,
7 . John Warman, Manajemen Pergudangan,(Jakarta: PT. Sinar Agape Press,
1993),cet.Ke-3,h.23
17
perencanaan adalah menciptakan metode untuk membuat atau melakukan
sesuatu untuk mencapai tujuan. 8 Cara berpikir reflektif diperlukan. Imajinasi dan
pandangan ke depan sangat membantu. Seorang perencana harus mampu untuk
membayangkan pola kegiatan yang diusulkan dengan jelas.9 Pada dasarnya
perencanaan adalah suatu proses intelektual.
Dengan menggunakannya, para manajer mencoba memandang ke depan,
menduga-duga kemungkinan - kemungkinan, bersedia siap untuk hal yang
tak terduga, memetakan kegiatan-kegiatan, dan mengadakan urutan-urutan yang
teratur untuk mencapai tujuan-tujuan.
1). Perencanaan Strategis dan Taktis
Perencanaan strategis dan perencanaan taktis adalah, dua buah konsep
yang secara luas digunakan dalam manajemen sekarang. Perencanaan strategis
meliputi suatu jangka waktu yang relatif panjang, mencakup perumusan tujuan-
tujuan, dan mempengaruhi banyak segi-segi organisasi. Perencanaan taktis,
meliputi suatu jangka waktu yang relatif pendek, terutama sekali mengenai
8 . John Adair, Menjadi Pemimpin yang Efektif, (Jakarta: PT. Gramedia, 1994), cet. Ke-
3, h. 1149 . Cara berpikir imajinatif ini, Georgy R. Terry menyebutnya dengan istilah forecasting atau
ramalan. Ramalan dalam sebuah perencanaan diistilahkan sebagai usaha untuk meramalkan melalui penelitian atau analisa data-data bersangkutan yang tersedia sekarang dan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi dimasa datang. Kecakapan meramalkan dipertinggi dengan memeriksa data-data yang tersedia, meminta partisipasi para personil dalam meramalkan dan berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Ketepatan ramalan juga haruslah mempunyai informasi yang berhubungan dengan, pertama, lingkungan. Data-data ini mengenai faktor-faktor ekonomi, politik dan sosial, yang mempengaruhi iklim dalam mana organisasi itu harus beroperasi. Kedua persaingan. Informasi ini berkaitan dengan persaingan organisasi lain yang dianggap sebagai “penghambat” bagi terlaksananya kegiatan. Dan ketiga, organisasi itu sendiri, yaitu mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan organisasi. R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 55-59. Informasi-informasi seperti ini, pada masa sekarang dikenal dengan istilah informasi internal dan eksternal. Informasi-informasi ini digunakan untuk memproses dan menyaring sejumlah besar data menjadi informasi yang dapat ditindak-lanjuti.. Tantangan ini dipenuhi dengan membuat infrastruktur sistem informasi terkomputerisasi untuk menjadi sumber, menangkap, memproses, menganalisis dan melaporkan informasi yang relevan. Lihat, Antonius Alijoyo, Enterprise Risk Management Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT. Ray Indonesia, 2005), cet. Ke-I, h. 67
18
bagaimana caranya mencapai tujuan-tujuan dan biasanya sangat khusus
sifatnya.10 Dinyatakan dengan jelas, perencanaan strategis menjawab pertanyaan
”kemana harusnya kita akan pergi ?”. Sebalikanya, perencanaan taktis menjawab
”bagaimana caranya kita sampai ke situ?”.11
Perencanaan strategis dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan dengan
pengacuan kepada maksud dan operasi-operasi organisasi. Hasil-hasil dan jasa-
jasa apakah yang kita coba mengadakannya ?. Haruskah kita membuat segala
yang kita adakan sekarang ?. Apakah yang akan terjadi secara sosial, politik
dan teknologi, yang akan dapat
mempunyai dampak yang serius pada kita ?.12 Jawaban -jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan seperti ini akan membantu dalam penentuan, apakah apa
yang sekarang sedang dikerjakan seharusnya dikerjakan, sambil memutuskan
kegiatan-kegiatan yang mana harus dipertahankan atau tambah, dan
memasukkan pemikiran-pemikiran ini ke dalam rencana-rencana.
Pokok-pokok yang biasa dari perencanaan strategis adalah tujuan dari
organisasi, pengaruh-pengaruh utama dari lingkungan, permintaan untuk hasil
produksi atau jasa dari praktek-praktek persaingan. Beberapa keuntungan-
10 . Mengenai perencanaan strategis dan taktis, hal senada telah diungkapkan oleh Stephen P.
Robbins dan Mary Coulter seorang dosen pada Universitas Montreal dan Universitas Arkansas, bahwa perencanaan adalah mencakup mendefinisikan tujuan, menetapkan strategi dan mengembangkan rencana untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menetapkan strategi termasuk di dalamnya menyediakan sarana-sarana untuk mencapainya. Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Management, Sixth Edition (Terjemahan), (PT.Prenhallindo: Jakarta, 1999),h. 11
11 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 6212 . Bila kita perhatikan perencanaan strategis dan taktis dalam sebuah perusahaan yang telah
diungkapkan oleh Georgy R. Terry, maka kita dapat mengadakan juga pada lembaga atau organisasi dakwah, seperti kegiatan-kegiatan apa saja yang akan kita lakukan ?, apakah kegiatan tersebut akan memiliki tantangan atau dampak baik secara politik maupun sosial ?. Sedangkan perencanaan taktisnya adalah yang berkaitan dengan teknik pelaksanaan dari kegiatan strategis tersebut, seperti, bagaimana cara melakukannya ?.
19
keuntungan terbit dari perencanaan strategis, seperti (1) kesalahan-kesalahan dan
bidang-bidang lemah yang ada sekarang dapat dikoreksi, (2) diberikannya
bantuan untuk sampai kepada keputusan-keputusan mengenai hal-hal yang tepat
pada waktu yang tepat pula (3) membantu menanggulangi hal-hal yang tak
terduga yang diperoleh masa datang, dan (4) tindakan-tindakan yang akan datang
itu sebagai yang diinginkan, jadi teridentifikasikan dengan jelas.
Perencanaan taktis mendukung perencanaan strategis, gabungan rencana
strategis dan taktis membuatnya layak bagi para pegawai untuk mendapatkan
suatu pengertian dari berbagai-bagai kegiatan sebuah organisasi dan mengapa
kegiatan-kegiatan ini akan dilakukan.
2). Ciri-ciri Tujuan yang Efektif
Sang manajer mungkin saja bertanya, apakah yang sebenarnya mampu
dicapai perorangan atau kelompok itu ?, Apa yang sedang terjadi
dalam industri ?.Tujuan-tujuan seharusnya merupakan tantangan, praktis dan
dapat dicapai oleh para pegawai-pegawainya.
Tujuan-tujuan harus mempunyai arti yang tepat bagi manajer.
Menyatakan tujuan-tujuan dalam istilah-istilah yang kabur, akan membiarkan
banyak peluang untuk berangan-angan. Manajer perlu mengetahui berapa
banyak penduduk, dengan ciri-ciri khas apa dan dalam kurun waktu yang mana.
Sumber-sumber apa yang akan digunakan, dalil-dalil dan resiko yang mana yang
akan diterima, apa kemungkinan-kemungkinannya untuk berhasil, dan apa yang
20
harus diperbuat, semuanya itu akan lebih mudah ditentukan, kalau tujuan-tujuan
itu dinyatakan dengan tegas.
Tujuan-tujuan dan ”timing” haruslah bertalian secara logis. Tujuan mana
yang harus dikejar terlebih dahulu. Jikalau lebih dari satu, maka dalam urutan
yang mana dan bagaimana seharusnya mereka mengkoordinasikannya ?.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Organizing atau pengorganisasian adalah, proses pengelompokkan
kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan13 dan penugasan setiap kelompok
kepada seorang manajer, yang mempunyai kekuasaan, yang perlu untuk
mengawasi anggota-anggota kelompok14 Pengorganisasian dilakukan untuk
menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan termasuk
manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilakukan dengan berhasil.
Sebenarnya, manusia adalah yang paling terdepan dalam pentingnya dan
perhatian. Dengan cara mengorganisir, orang-orang dipersatukan dalam
pelaksanaan tugas-tugas yang paling berkaitan.. Tinjauan teratas dari
”organizing” adalah untuk membantu orang-orang dalam bekerja bersama-sama
secara efektif.
13 . Istilah tujuan, digunakan dalam pengertian untuk menunjukkan hasil akhir yang dicari dan akan
dicapai. T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1997), cet. ke-11, h. 107. Tujuan juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang ingin dicapai dalam kadar tertentu dengan segala usaha yang diarahkan kepadanya. Batasan ini mengandung empat unsure, (1). Apa sasaran yang akan dicapai, (2) berapa kadar atau jumlah yang diinginkan, (3) kejelasan tentang sesuatu yang akan dicapai, dan (4) arah yang dituju dari setiap usaha. Zaini Muchtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin dan IKFA, 1996), cet. ke-1, h. 18
14 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 82. Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, fungsi ini mencakup proses menentukan mana tugas yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas itu harus dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa dan pada tingkat mana keputusan-keputusannya harus diambil. P. Robbins dan Coulter, Management, Sixth Edition, h. 11
21
Seorang manajer harus mengetahui, kegiatan-kegiatan apa yang akan
diurus, siapa yang membantu dan siapa yang dibantu, saluran-saluran
komunikasi, pengelompokkan pekerjaan yang diikuti, hubungan-hubungan
antara kelompok-kelompok kerja yang berbeda-beda susunan umum dari
kelompok kerja itu. Jawaban-jawaban untuk persoalan-persoalan diberikan
dengan cara pengorganisasian yang efektif. Seharusnya, semua pegawai harus
(a) mempunyai pengertian yang tepat dan ringkas mengenai keperluan-keperluan
pekerjaan mereka dan (b) mengetahui hubungan mereka dengan manajer dalam
kelompok kerja itu. Dalam organizing, banyak pikiran, tangan dan kecakapan
yang mungkin dihimpun, dan semuanya ini harus dikoordinasikan tidak saja
untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditentukan, tetapi juga dengan cara yang
paling efektif.
1). Pembagian Kerja
Pada dasarnya mengorganisir adalah suatu proses pembagian kerja. Kerja dapat dibagi-bagi secara garis tegak (vertikal) maupun mendatar (horisontal).Pembagian kerja secara vertikal didasarkan atas penetapan garis-garis kekuasaan dan menentukantingkat-tingkat yang membentuk bangunan organisasi itu secara tegak. Selain dari menetapkan kekuasaan, pembagian kerja vertikal memudahkan arus komunikasi dalam organisasi.15
Pembagian kerja secara horisontal, didasarkan atas spesialisasi kerja.16
Asumsi dasar yang melandasi pembagian kerja garis datar adalah bahwa, dengan
15 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 8416 . Henry Ford mengatakan bahwa pada spesialisi kerja atau pembagian tenaga kerja
difungsikan untuk memberikan sampai tingkat mana tugas dalam organisasi di pecah-pecah menjadi pekerjaan-pekerjaan yang terpisah-pisah. Stephen P. Robbins dan Mary Coulter,Perilaku Organisasi Seventh Edition, (PT. Prenhallindo: Jakarta:1996), h.166-167
22
membuat setiap tugas pekerja menjadi terperinci, makin banyak pekerjaan yang
dapat dihasilkan dengan usaha yang sama melalui peningkatan efisiensi dan
kualitas. Secara terperinci, pembagian kerja horisontal berakhir dengan
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Lebih sedikit kecakapan diperlukan seseorang.
2. Lebih mudah untuk memperinci kecakapan-kecakapan yang diperlukan
untuk penyaringan atau tujuan-tujuan latihan.
3. Mengulangi atau mempraktekkan kerja yang sama mengembangkan
kemahiran.17
4. Penggunaan kecakapan-kecakapan secara efisien, terutama sekali dengan
menggunakan kecakapan-kecakapan terbaik setiap pekerja.
5. Kemampuan untuk beroperasi bersama-sama.
Persoalan utama dengan pembagian kerja secara garis datar adalah,
bahwa cara itu dapat berakhir dengan kebosanan dan bahkan dengan penurunan
martabat si pekerja.
2). Komponen-komponen Pengorganisasian
Ada empat komponen nyata dari penorganisasian, dan komponen-
komponen itu dapat diingat dengan perkataan ”WERE”, yang berarti
”work” (pekerja), employes (pegawai-pegawai), relationships (hubungan-
17 . Teori ini, sama halnya dengan apa yang telah diterapkan oleh Henry Ford, Henry
Ford adalah seorang yang menjadi terkenal dengan membuat mobil pada suatu lini perakitan. Semua buruh Ford diberi tugas yang spesifik dan berulang-ulang. Misalnya, satu orang hanya bertugas memasang roda depan dan seorang lain akan memasang pintu kanan depan. Lihat, P. Robbins dan Coulter, Perilaku Organisasi Seventh Edition, h.166-167.
23
hubungan) dan environment (lingkungan-lingkungan)”. Penjelasan empat macam
komponen itu adalah sebagai berikut:
- Work (Pekerjaan)
Fungsi-fungsi yang akan dijalankan berasal dari tujuan-tujuan yang
dinyatakan itu. Mereka merupakan landasan bagi organisasi. Fungsi-fungsi itu
dipisah-pisahkan dalam sub fungsi-sub fungsi. Hal ini dilakukan karena: (a)
pembagian pekerjaan dikalangan sebuah kelompok menghendaki, bahwa
pekerjaan itu harus dibagi-bagi dan (b) spesialisasi pekerjaan mengharuskan
satuan-satuan tugas yang kecil-kecil. Dari berbagai fungsi ini, kelompok-
kelompok kegiatan kerja sekarang dibentuk atas dasar persamaan pekerjaan
maupun efesiensi, yaitu fungsi-fungsi tertentu, jika ditempatkan dalam
kelompok-kelompok akan terlaksanakan dengan cara yang paling baik.
Kelompok-kelompok ini dinamakan dengan istilah ”organization work
units”.
- Employes (Pegawai-pegawai)
Kepada setiap orang ditugaskan suatu bagian khusus dari pekerjaan
keseluruhannya. Lebih disukai, kalau penugasan itu akan memberikan
pengakuan sepenuhnya kepada perhatian pegawai itu, prilakunya,
pengalamannya dan kecakapannya. Pengakuan ini adalah vital dalam
mengorganisir.
- Relationships (Hubungan-hubungan)
Ini merupakan kepentingan utama dalam pengorganisasian. Hubungan
seorang pegawai dengan pekerjaan, interaksi seorang pegawai dengan
24
yang lain dan dari satuan unit pekerjaan dengan unit pekerjaan lain,
merupakan isu-isu yang menentukan pengorganisasian. Keselarasan dan
kesatuan usaha mungkin hanya kalau hubungan-hubungan ini baik.
Kebanyakan persoalan dalam pengorganisasian, sampai beberapa jauh
menyangkut kesulitan kesulitan-kesulitan hubungan.18
- Environment (Lingkungan)
Komponen nyata terakhir ini dari pengorganisasian mencakup alat-alat fisik
dan iklim umum, yang mana para pegawai akan melaksanakan pekerjaan.
Lokasi, peralatan, penerangan, semangat umum dan sikap-sikap adalah
contoh-contoh dari faktor-faktor yang membentuk lingkungan. Lingkungan
mempunyai dampak yang berarti kepada hasil-hasil yang diperoleh dari
pengorganisasian.
3). Departementasi
Departementasi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk
melakukan pembagian kerja.19 Departementasi mencakup pengelompokkan
kegiatan-kegiatan dalam satuan yang berhubungan. Ada beberapa faktor
18 . Wujud dari pelaksanaan organizing adalah, tampaknya kesatuan yang utuh, kekompakkan,
kesetiakawanan dan terciptanya mekanisasi yang sehat, sehingga kegiatan lancar, stabil dan mudah mencapai tujuan yang ditetapkan. Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983), h. 71
19 . Departementasi, adalah salah satu cara paling popular untuk mengelompokkan kegiatan menurut fungsi yang dijalankan. Dan spesialisasi pekerjaan ini, merupakan dasar yang dipakai dalam mengelompokkan pekerjaan. Sebagai contoh departementasi adalah, seperti kita pernah pergi ke kantor kendaraan bermotor untuk membuat SIM. Kita akan melalui beberapa departemen sebelum memperoleh surat ijin itu. Paling tidak ada tiga tahapan, masing-masing ditangani oleh departemen yang terpisah. Pertama validasi, oleh devisi kendaraan bermotor. Kedua, pemrosesan, oleh departemen lisensi, dan ketiga, penerimaan pembayaran, oleh departemen bendahara.. P. Robbins dan Coulter,Perilaku Organisasi, h. 168-169
25
berkaitan dengan pengorganisasian, yang mempengaruhi kepuasan, yang
diambilkan seseorang dari pekerjaannya.
- Lingkup Pembuatan Keputusan
Kebebasan untuk memutuskan isu-isu yang bersangkutan dengan pekerjaan
seseorang sanggup memberikan penahanan diri, yang secara pribadi
memuaskan kebanyakan orang. Kebebasan ini membantu untuk keperluan-
keperluan pengungkapan diri dan memungkinkan orang untuk memperoleh
perasaan, bahwa mereka melakukan pekerjaannya sendiri, mempersiapkan
diri sendiri untuk pertumbuhan yang akan datang, serta menikmati kepuasan
mencapai tujuan.
- Hubungan-hubungan Timbal Balik
Untuk kepuasan yang setinggi-tingginya, pengorganisasian harus
mengusahakan hubungan-hubungan timbal balik, bukan satu arah. Para
pegawai senang dengan pembicaraan ”tolak angsur” mengenai isu-isu,
mengenai mereka maupun faktor-faktor yang mempengaruhi pekerjaan
mereka.
- Besarnya Satuan Pegawai Kerja
Kepuasan akan ”masuk hitungan”, hasil yang dicapai sendiri dan
melaksanakan suatu yang penting diperkuat kalau kelompok kerja itu dibatasi
sampai ukuran yang wajar. Jumlah pegawai yang berlebihan, pemuasan
keperluan-keperluan pribadi para pegawai melalui pengorganisasian menjadi
lebih sulit. Begitu juga, menyuruh seorang pegawai bekerja seorang diri saja
26
mungkin menimbulkan kesulitan-kesulitan, karena orang itu jadi terpencil dan
tidak dapat berinteraksi dengan sesama pekerja-pekerja lainnya.
- Tingkatan Perincian Pekerjaan
Sebuah pekerjaan yang amat terperinci dapat merampas pegawai itu dari
kesempatan untuk tumbuh, untuk melihat hubungan tugas itu dengan
pekerjaan keseluruhannya, dan untuk mencapai suatu rasa keberhasilannya.
Perincian kerja dapat jadi dilebih-lebihkan sampai titik akhir, dimana
perhatian pegawai itu dalam pekerjaan menjadi tumpul, suatu rasa
keberhasilan menjadi berkurang dan kelesuan pun datang dengan lebih cepat.
Akibat-akibat yang tidak diinginkan ini dapat dihindari dengan memperluas
keanekaragaman pekerjaan dan menghapuskan pemusatan pada satu tugas
tunggal. Ini diacukan sebagai ”job enlargement” perluasan kerja.
- Melapor Kepada Para Executive Tingkat Tinggi
Hampir setiap orang suka melapor kepada seorang pada tingkat puncak. Ini
menandakan status, menambah tingginya prestise sang pelapor, dan
mencerminkan pentingnya pekerjaan yang dilakukan. Pengorganisasian dapat
mengadakan pengaturan ini, kalau dianggap perlu. 20
4). Ciri-ciri Departementasi yang Efektif{
- Membantu Koordinasi21
20 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 98-99.21. Ketika berbicara tentang pengkoordinasian, Abd. Rosyad Shaleh mengatakan bahwa,
pengorganisasian yang mengandung koordinasi, akan mendatangkan keuntungan yang berupa, terpadunya berbagai kemampuan dan keahlian dari para pelaksana dakwah dalam satu kerangka kerjasama dakwah, yang kesemuanya diarahkan pada sasaran yang telah ditentukan. Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. Ke-3, h. 78
27
Penugasan kerja kepada kesatuan, yang paling baik dapat melaksanakannya
serta menyederhanakan koordinasi. Satuan - satuan yang tidak sama dan
terpisah-pisah, yang mengharuskan koordinasi ketat, mungkin ditempatkan
dalam departemen yang sama. Selanjutnya, dimana terdapat dengan jelas
suatu tujuan dominan berkaitan dengan beberapa satuan yang berbeda-beda,
biasanya adalah efektif untuk menempatkan satuan-satuan ini dalam satu
bagian dari struktur organisasi.
- Mempercepat Pengawasan
Ia membantu pengawasan untuk mempunyai seorang anggota manajemen
berkemampuan tinggi dalam setiap satuan organisasi. Karena itu, suatu satuan
dapat ditempatkan sedemikian dalam organisasi keseluruhannya agar tujuan
ini dapat tercapai.
- Mengurangi Biaya
Biaya harus selalu dipertimbangkan dalam menentukan struktur organisasi.
Jumlah satuan-satuan yang digunakan mempunyai akibat langsung pada
biaya. Biaya-biaya tambahan, seharusnya tidak diperbuat tanpa sekedar
pemikiran mengenai nilai sumbangan dari satuan.
- Memberikan Nilai pada Hubungan-hubungan Manusia
Untuk menilai kita tidak boleh melupakan bahwa, pengorganisasian yang
efektif harus memperhitungkan hubungan-hubungan manusia. Pendekatan
yang logis, tidak dapat berhasil untuk suatu masa yang panjang, jika tidak
dibarengi dengan penilaian hubungan-hubungan antar manusia.
28
c. Staffing (Kepegawaian)
Staffing atau kepegawaian adalah, menentukan keperluan-keperluan
sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan
tenaga kerja. Adalah penting untuk menggunakan sebuah organisasi yang baik,
tetapi sama juga pentingnya untuk menempatkan orang-orang yang tepat dalam
berbagai pekerjaan. Kualitas pegawailah yang biasanya membuat perbedaan
antara keberhasilan dan kegagalan sebuah organisasi. Kalau pegawai-pegawai
tidak mampu dibimbing oleh manajer, manajer tidak mampu, maka hampir
pastilah, bahwa hasil-hasilnya akan mengecewakan. Karena itu, maka sangatlah
penting, bahwa tugas penunjukkan staf dilakukan dengan keahlian. ”Staffing”
melibatkan pemeriksaan teliti, perkembangan personal untuk pekerjaan-
pekerjaan, yang diciptakan oleh fungsi-fungsi pengorganisasian. Ia juga meliputi
pengerahan, penyaringan, penaikkan pangkat, pemindahan dan pensiunan
pegawai.22
1). Sebuah Pendekatan Terhadap Staffing
Untuk maksud-maksud praktis, staffing adalah sebuah fungsi yang
digunakan untuk menyusun pekerjaan-pekerjaan, yang diungkapkan dengan ”job
descreption” penguraian pekerjaan. Sesudah itu diperlukan perincian-
22 . Georgy R. Terry mengatakan bahwa dirinya dan sebagian orang yang menganggap staffing
suatu fungsi manajer tersendiri, sedangkan yang lain menganggapnya sebagai sebuah bagian dari fungsi pengorganisasian. Namun demikian, ada kesepakatan umum bahwa perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan harus disebutkan sebagai fungsi-fungsi manajemen. R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 14. Salah satu contoh sesuai dengan yang telah diungkapkan oleh Georgy R. Terry adalah Henrt Fayol. Fayol mengatakan bahwa pengorganisasian mencakup semua aktivitas, yang menyebabkan timbulnya sebuah struktur tugas-tugas. Fungsi ini juga, mengarah kepada penggunaan mesin-mesin yang tepat, bahan-bahan dan manusia sebagai pelaksana. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, (Bandung: Mandar Maju, 2002), h.12
29
perinciannya. Calon-calon yang memenuhi persyaratan pekerjaan ini, kemudian
dikerahkan, dipilih dan diupah.23
Hal yang pertama yang harus diperbuat adalah mengidentifikasikan isi
setiap jabatan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti (a) Apa yang diharapkan
akan diperbuat oleh orang dalam jawaban itu ?, (b) Apa yang diliputi pekerjaan
itu ?, (c) Hubungan-hubungan penting apakah yang harus dikembangkan dan
dipelihara oleh pemegang jabatan ini ? misalnya, mengeja dengan tepat isi
pekerjaan itu serta hubungan-hubungan yang diminta oleh pendudukan jabatan
itu. Semuanya itu menghasilkan ”job descreption” uraian jabatan. Namun
demikian, sebuah uraian pekerjaan itu tidak berusaha untuk merupakan daftar
dari semua kewajiban-kewajiban dan semua tanggungjawab yang dibawanya.
Kalau diperbuat seperti itu, maka uraian itu akan menjadi penghalang dan tidak
praktis. Lebih baik, sebuah uraian kerja dipusatkan pada faktor-faktor utama dari
pekerjaan.
2). Recruiting (Pengerahan Tenaga Kerja)
Dengan selesainya perincian-perincian pekerjaan, langkah berikutnya
dalam mengisi staf organisasi adalah mengerahkan calon-calon. Dalam bagian
tertentu kasus-kasus disarankan untuk selalu mengadakan pengamatan-
pengamatan untuk calon-calon yang potensial. Pengerahan yang yang agresif
diperlukan, jika perusahaan akan menemukan dan menarik calon-calon yang
23 . Menyusun pekerjaan-pekerjaan dalam bentuk “job descreption” seperti, tugas-tugas,
kegiatan-kegiatan, tanggungjawab dan hasil yang diharapkan. Sedangkan seleksi calon-calon adalah seperti penilaian kemampuan dan keahlian, kepribadian dan pengalaman dengan cara test, interview dan observasi. Lihat, R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 160
30
paling mungkin. Tidak ada organisasi yang dapat berleha-leha untuk mengiming-
iming nama baiknya dan mengharapkan jumlah yang cukup untuk lamaran
calon-calon yang memenuhi syarat.
3). Pengerahan Pegawai-pegawai dari Luar
Kalau lamaran-lamaran baru, pikiran-pikiran segar dan pandangan yang
lebih baik perlu dipercayai, tidak tersedia dalam organisasi, maka mungkin
pegawai-pegawai diperoleh dari luar. Seringkali terjadi yang demikian, kalau
organisasi itu memasuki suatu jenis kegiatan yang berbeda dan baru baginya atau
kalau sudah tercapai suatu kedudukan yang mandek. Sebaliknya, masalah-
masalah semangat dapat timbul dengan memilih pegawai-pegawai dari luar.
Namun demikian, mungkin tidak benar, bahwa seorang calon dari luar lebih baik
persyaratan-persyaratannya dari pada seorang yang sudah berada dalam
organisasi. Maka diperlukanlah ukuran-ukuran untuk kualifikasi-kualifikasi.
4). Pemilihan Tenaga Kerja
Pemilihan dapat mengikuti pola-pola yang berbeda-beda. Kebanyakan
meliputi beberapa ”appraisals” (perkiraan) dengan menggunakan data biografi,
wawancara, pengamatan dan ujian. Appraisal itu tidak selalu mengikuti urutan
ini, tetapi perkiraan-perkiraan itu diintegrasikan ke dalam suatu paduan dari
kualifikasi-kualifikasi calon itu. Data - data riwayat hidup, yang menunjukkan
data pribadi, tempat-tempat kerja yang lalu, dan keberhasilan-keberhasilan yang
lalu, memberikan informasi yang diperlukan untuk rekaman-rekaman pekerjaan.
Wawancara oleh pewawancara yang berlainan untuk setiap calon, dapat
31
digunakan untuk memberikan pandangan mengenai cara mengungkapkan,
tujuan-tujuan, perhatian dan nilai-nilai calon itu.
Pengamatan-pengamatan memberikan informasi mengenai (a) reaksi-
reaksi seorang calon terhadap keadaan, (b) pemikiran-pemikiran yang
dikemukakan, (c) cara beraspirasi dan (d) kesan umum yang diberikan kepada
orang lain. Ujian-ujian mengukur sejumlah sifat-sifat dan dapat menolong, tetapi
tidak menentukan. Serentetan ujian-ujian yang direncanakan untuk mengukur
banyak sifat-sifat, yang biasanya dipercayakan untuk memberikan keinsafan
akan sebanyak mungkin sifat-sifat calon itu.
d. Motivating (Pengarahan)
Motivating atau pengarahan adalah, mengarahkan atau menyalurkan
perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan.24 Semua usaha kelompok memerlukan
pengarahan. Untuk maksud ini, rencana-rencana haruslah diberitahukan kepada
semua anggota dalam bentuk instruksi-instruksi atau perintah-perintah, yang
diakui secara resmi. Pengarahan yang baik bukanlah kediktatoran. Seorang
pegawai harus diberikan informasi yang diperlukan mengenai kuantitas, kualitas
dan batas-batas pemakaian waktu pekerjaannya. Karena cara pelaksanaan
24 . Menurut Georgy R. Terry, adanya ketidak sepakatan mengenai istilah yang diberikan
kepada fungsi manajemen terutama mengenai pemotivasian (motivating). Beberapa penulis menggunakan motivating bagian dari “directing”, sedangkan yang lain menggunakan istilah “leading” (memimpin). “Influencing” (mempengaruhi), atau “actuating” (menjalankan). Sedangkan Geory R. Terry sendiri menggunakan istilah ini dengan “motivating”. R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 10-14. Henri Fayol menyebut motivating dengan istilah commanding (memimpin), yang memiliki pengertian mengarahkan aktivitas-aktivitas bawahan agar mencapai keberhasilan. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 12
32
pekerjaan diperinci menjadi rentetan-rentetan situasi rutin, maka ditentukanlah
cara-cara kelaziman untuk bekerjasama dan menyelesaikan pekerjaan. Partisipasi
oleh pegawai, komunikasi yang mencukupi dan kepemimpinan yang kuat, adalah
penting bagi keberhasilan pengarahan.
Motivasi yang efektif dimulai dari diri sendiri, dengan kepercayaan pada
diri sendiri dan pada orang lain (di bawah pengaruh pimpinan). Dan pimpinan
mempunyai keyakinan bahwa ia dapat mendorong bawahan. Kepercayaan yang
diberikan ini dapat meningkatkan peran dalam membuat rencana, kekuasaan dan
pekerjaan yang lebih baik. Motivasi adalah menyangkut perilaku manusia dan
merupakan sebuah unsur yang vital dalam manajemen. Ia dapat didefinisikan
sebagai membuat seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan semangat, karena
orang itu ingin melakukannya. Tugas manajer adalah menciptakan kondisi-
kondisi kerja yang akan membangkitkan dan memelihara keinginan yang
bersemangat ini. Untuk melakukan hal ini, pengetahuan mengenai manusia dan
kecakapan dalam berurusan dengan perilaku mereka adalah penting. Motivasi
berbeda-beda, tergantung dari banyak faktor-faktor seperti kewibawaan, ambisi,
pendidikan dan umur. Seorang manajer yang tidak bermotivasi untuk kemajuan
dan keberhasilan, akan mendapatkan hal yang sangat sulit untuk memotivasikan
orang-orang lain. Motivasi diri sendiri berasal dari keinginan yang keras untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Tidak peduli terhadap kesulitan-kesulitan apapun
yang harus diatasi. Pemikiran-pemikiran positif dan ketaatan kepada jalannya
kegiatan yang dinyatakan, juga merupakan faktor-faktor motivasi. Namun
demikian, perangai dapat dipercaya atau tidak dan sikap dari manajer itu
33
terhadap anggota kelompok akan ditimbang oleh para bawahan dan akan
mempengaruhi dayaguna manajer itu dalam mengarahkan mereka.
1). Faktor-faktor yang Mendorong Seseorang Dapat Melakukan
Pekerjaan
- Buatlah Pekerjaan itu Menarik
Manajer harus dengan hati-hati memeriksa setiap pekerjaan, dalam
pengawasannya. Manajer harus selalu bertanya ”dapatkah pekerjaan itu
diperkaya agar dapat membuat pekerjaan itu lebih merupakan tantangan ?”,
ada batasnya seberapa jauh orang dapat diharapkan untuk melaksanakan
dengan memuaskan dalam tugas-tugas yang sangat rutin. Melakukan tugas
sederhana yang sama berulang-ulang kali setiap menit hari kerja, dapat dengan
cepat membawa pegawai itu kepada keadaan tak perduli dan kebosanan
- Perlihatkanlah Ganjaran-ganjaran dengan Pelaksanaan
Banyak alasan, mengapa para manajer merasa enggan untuk mengaitkan
ganjaran- ganjaran secara langsung dengan pelaksanaan. Terutama sekali,
adalah lebih mudah untuk memberikan kepada setiap orang kenaikan upah
yang sama. Dalam contoh-contoh lain, kebanyakan organisasi menentukan,
bahwa kenaikan upah adalah selaras dengan garis-garis petunjuk tertentu, yang
tidak berkaitan dengan pekerjaan. Walaupun begitu, biasanya ada ganjaran-
ganjaran, lain dari upah yang dapat dihubungkan dengan pekerjaan. Dalamnya
mungkin, termasuk penunjukkan tugas-tugas yang lebih disenangi atau suatu
34
jenis pengakuan formal.25 Dalam ilmu psikologi Abraham H. Maslow
mengatakan, ”semua orang dalam masyarakat kita, mempunyai kebutuhan-
kebutuhan dan keinginan-keinginan akan penilaian, harga diri dan penghargaan
dari orang lain. Karenanya, kebutuhan-kebutuhan ini dapat diklasifikasikan
dalam dua perangkat tambahan, yakni pertama, keinginan akan prestasi,
kecukupan, keunggulan dan kemerdekaan. Kedua, kita memiliki apa yang
disebut dengan hasrat akan nama baik atau gengsi, prestise (yang dirumuskan
sebagai penghormatan dan penghargaan diri orang lain).”26
- Perlakukan Pegawai Sebagai Perorangan-perorangan
Orang-orang yang berbeda-beda mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda
pula. Memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama, berarti
mengabaikan perbedaan-perbedaan ini. Dalam dunia zaman sekarang yang
sangat impersonal, terdapat kecenderungan yang bertambah besar untuk
memperlakukan pegawai-pegawai seakan-akan mereka angka-angka komputer.
Kebanyakan orang suka menerima perhatian khusus dan diperlakukan sebagai
perorangan.
- Doronglah Partisipasi
Sebagian orang suka merasa sebagai bagian dari sekelilingnya. Begitu pula
orang suka merasakan bahwa, mereka memberikan sumbangannya kepada
25 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 17826 . Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1993), cet. Ke-4, h. 55
35
sekelilingnya. Juga biasa bagi orang banyak merasa terikat dengan keputusan-
keputusan, yang didalamnya mereka ikut serta.
- Adakanlah Umpan Balik yang Tepat dan Pada Waktunya
Tidak ada orang yang suka berada dalam kegelapan mengenai pekerjaan.
Sebenarnya, suatu tunjangan pekerjaan yang negatif mungkin lebih baik dari
pada tidak ada tunjangan. Dalam keadaan ini, seseorang sekurang-kurangnya
mengetahui, apa yang harus diperbuat untuk memperbaiki. Ketiadaan umpan
balik biasanya mengakibatkan kebingungan pada pegawai. Seringkali
kebingungan ini memempunyai dampak yang negatif pada pekerjaan
pegawai.27
2). Cara-cara mengarahkan
Yang paling baik pengarahan efektif dilakukan oleh seorang-perorangan untuk satu kelompok. Biasanya, ini adalah manajernya, karena orang itu (a) mengenal orang-orang bawahannya, (b) sudah biasa dengan kecakapan dan kemampuan mereka, (c) mengerti akan kapasitas-kapasitas dan perhatian mereka, (d) mengetahui apa yang dapat mereka hasilkan, dan (e) sudah mengamati perilaku mereka.28
Dengan semuanya ini, sebagai latar belakang, maka manajer itu cukup
mempunyai kualifikasi untuk memilih teknik pengarahan untuk melanjutkan
tujuan-tujuan yang dicari dengan cara sebaik-baiknya. Memberikan informasi
yang diperlukan untuk mengambil tindakan yang efektif, merupakan sumbangan
yang penting dari pengarahan. Informasi apa yang diperlukan untuk pekerjaan
27 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 180. Mengenai pentingnya
seorang manajer, Stephen P. Robbins dan Mary Coulter mengomentari bahwa, para manajer penting karena mereka menanamkan perilaku yang diharapkan (berorientasi perusahaan) di dalam diri para karyawan untuk mencapai sasaran-sasaran. P. Robbins dan Coulter, Perilaku Organisasi Six Edition, h. 12
28 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 183
36
yang baik dan bagaimana cara menyampaikannya, adalah keputusan-keputusan
yang dibuat oleh manajer itu. Biasanya di dalamnya tercakup (a) lokasi peralatan
yang bersangkutan (b) sebuah rumusan kerja, (c) hubungan suatu kerja tertentu
dengan kerja-kerja lain dalam organisasi itu, (d) saran-saran mengenai cara
mengisi laporan-laporan yang diminta, dan (e) informasi mengenai cara
bagaimana pekerjaan seseorang akan dinilai. Adalah sesuatu yang sangat
penting, bahwa para bawahan selalu memberitahukan manajer-manajer mereka
segala sesuatunya, kalau tidak, manajer-manajer itu menjadi terhalang dalam
pengarahan usaha-usaha. Sering kali laporan-laporan dan rapat-rapat, yang
biasanya digunakan untuk maksud ini, tidak mencukupi. Pertanyaan-pertanyaan
besar dalam pikiran orang-orang bawahan adalah, apa yang harus saya laporkan
?. Haruskah dilaporkan semua kegiatan-kegiatan dan diambil risiko
memberatkan atasan tidak pada tempatnya ?. Jawabannya adalah, orang bawahan
haruslah hanya menyampaikan informasi yang bersangkutan dan yang penting-
penting saja untuk penyelesaian tugas itu. Menjalankan mandat ini memerlukan
kepandaian memilih dan keberanian.
3). Instruksi-instruksi
Sebuah bagian penting dari pengarahan adalah memberikan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk. Perintah dan petunjuk dapat dimulai, stop atau memperbaiki suatu kegiatan. Semua itu digunakan oleh para manajer. Sebagai alat pengarah, sebuah aturan adalah dalam sifat perintah, yang mengharuskan seorang bawahan untuk bertindak dengan cara tertentu dan dalam suatu keadaan tertentu. Namun praktek yang biasa adalah, untuk mengungkapkan sebuah perintah secara informal dalam bahasa yang tidak otoriter, seperti ”mari kita teruskan dengan rencana yang diubah sekarang juga”. 29
29 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 184
37
Biasanya terdapat suatu hubungah pribadi antara orang yang memberi
perintah dan yang menerima perintah dan urutannya adalah selalu dari atasan
kepada bawahan. Untuk kesempurnaannya, sebuah perintah mengatakan apa
yang akan dikerjakan, siapa yang akan mengerjakan, kapan, dimana, bagaimana
dan mengapa. Lebih disukai, ia haruslah jelas sedemikian, sehingga dapat
ditafsirkan hanya sebagai yang dimaksud. Perintah-perintah dilakukan secara
lisan atau tertulis, terutama sekali tergantung dari: (a) tingkat kepercayaan yang
ada antara pemberi dan penerima, (b) lamanya mereka berada dalam organisasi
itu, dan (c) perlu adanya sebuah catatan untuk acuan yang akan datang. Dalam
sebagian organisasi, perintah-perintah lisan yang berkaitan dengan soal-soal
penting, diulang oleh si penerima untuk memastikan kesempurnaannya dan
ketepatannya. Perintah-perintah haruslah diberikan hanya kalau perlu saja.
Perintah-perintah yang berlebih-lebihan menyebabkan kebingungan dan
pemborosan.
e. Controlling (Pengawasan)
Controlling atau pengawasan, yaitu mengukur pelaksanaan dengan
tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan
mengambil tindakan - tindakan korektif dimana perlu.30 Pengawasan
30 . Definisi yang telah diutarakan oleh Georgy R. Terry ini, diutarakan pula oleh Henri
Fayol dan William A. Shrode. William mengatakan bahwa pengawasan adalah mencakup evaluasi kegiatan-kegiatan dan ia meliputi penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana-rencana, saran-saran dan keputusan-keputusan. Sedangkan Fayol mengatakan bahwa fungsi pengawasan adalah upaya untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas actual adalah konsisten dengan rencana-rencana yang disusun.. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 13-36.
38
merupakan penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh
bawahan, dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa
tujuan organisasi dan rencana-rencana yang digunakan untuk mencapainya
dilaksanakan. Dengan demikian, pengawasan berhubungan erat dengan
perencanaan. Sebab, segala rencana ketika dilaksanakan, sering ditemukan
penyimpangan-penyimpangan baik besar maupun kecil. Maka dengan adanya
fungsi pengawasan ini dapat dikontrol seberapa besar rencana yang terlaksana
dengan baik, dan seberapa besar penyimpangan yang terjadi.31
Seorang manajer mengelola agar tercapai hasil-hasil yang diinginkan atau
direncanakan. Keberhasilan atau kegagalan yang disajikan hasil-hasil ini
dipertimbangkan dari segi tujuan yang telah ditentukan. Hal ini mencakup
pengawasan, yaitu mengevaluasikan pelaksanaan kerja, pemeriksaan untuk
memastikan dan jika perlu, memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk
menjamin tercapainya hasil-hasil menurut rencana.32
Georgy R. Terry mencontohkan pengawasan sebagai alat pengatur suhu untuk rumah tangga. Ia mengatakan bahwa fungsi kerja dalam pengawasan adalah ibarat sebuah termostat, yang alat ini mencakup sebuah barometer dan sebuah satuan pemanas dan pendingin. Umpamakanlah termostat itu distel pada suhu 70, dengan harapan bahwa suhu ini akan tetap bertahan ”expectancy”(yang diharapkan). Sesudah itu, termometer mencatat 60, suhu yang sebenarnya sedang diterima ”performance” (pelaksanaan). Kemudian, dengan membandingkan expectancy dan performance, maka kita melihat suatu perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh ”comparison”
31 . Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1991), cet. Ke-8, h. 9632 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 232. P. Robbins dan Coulter juga
mengatakan bahwa, pengawasan berfungsi untuk untuk memantau kemajuan bawahan. P. Robbins dan Coulter, Perilaku Organisasi Seventh Edition, h. 174
39
(perbandingan). Dari hasil perbandingan ini, maka diambillah langkah ”correction” (koreksi).33
1). Menentukan Performance (Pelaksanaan Kerja)
Ada beberapa cara untuk menentukan pelaksanaan kerja: pengamatan-
pengamatan, laporan-laporan dan data-data. Pengamatan langsung memberikan
gambaran yang dikenal baik dari pelaksanaan kerja. Kuantitas dan kualitas
pekerjaan, metode-metode yang diikuti dan lingkungan umum pekerjaan, sesuai
benar dengan pengamatan dan merupakan alat yang sangat baik untuk
memeriksa dan melaporkan.
Laporan-laporan mengambil bentuk (a) lisan seperti wawancara-wawancara dan pembahasan berkelompok, (b) tertulis, yang mungkin hanya deskriptif semata atau membuat data statistik. Pelaporan lisan, memuaskan untuk keadaan-keadaan yang beruang lingkup luas atau dimana diperlukan peluang pertanyaan-pertanyaan untuk menjernihkan salah paham atau memastikan informasi tambahan. Laporan tertulis yang paling baik adalah, kalau informasi panjang lebar dan terperinci yang harus disampaikan. Mereka merupakan suatu catatan tetap dan memudahkan kompilasi analisa-analisa kecenderungan. Laporan tertulis haruslah ditinjau secara berkala untuk menentukan apakah mereka masih diperlukan. Ukurannya haruslah dirancang sedemikian, sehingga mudah dibaca dan mempercepat pengawasan, untuk mana laporan itu digunakan.34
Langkah selanjutnya dari proses pengawasan menyeluruh adalah
membandingkan sebenarnya mengevaluasi pelaksanaan kerja ”performance”.
Dimana terdapat suatu perbedaan antara ekspektansi dan performance, maka
diperlukan pertimbangan untuk menentukan pentingnya ”differential” itu.
Dalam beberapa hal, suatu penyimpangan kecil saja mungkin jadi serius, namun
33 .Tentang pentingnya pengawasan telah diungkapkan pula oleh Antonius Alijoyo, bahwa
pelaporan dan pengawasan adalah infrastruktur yang amat krusial, karena mereka akan menentukan efektifitas informasi yang mengalir dari atas ke bawah dan sebaliknya. Lihat, Alijoyo, Enterprise Risk Management Pendekatan Praktis,h. 24
34 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 236
40
dalam beberapa hal tidak demikian. Untuk kepentingan pengelolaan yang baik,
perbandingan itu haruslah dibuat sedekat mungkin dengan waktu pelaksanaan
kerja. Yang lebih penting dalam langkah perbandingan itu adalah kasus-kasus
pengecualian perbandingan-perbandingan, yang memperlihatkan penyimpangan-
penyimpangan, yang jauh lebih besar dari pada apa yang dapat dianggap biasa.
Biasanya, kasus-kasus pengecualian ini berada dalam jumlah yang kecil dan
dengan begitu mempermudah pengawasan. Karenanya, Antonius Alijoyo
mengatakan bahwa, ”proses evaluasi mencakup analisis baik atas desain sistem
atau proses maupun dari hasil pengujian yang dilaksanakan. Analisis atas desain
sistem adalah, untuk menentukan apakah prosesnya memberikan jaminan wajar
dengan memperhatikan tujuan yang dinyatakan, sementara ”pengujian kinerja”
adalah untuk menentukan bagaimana sebenarnya sistem itu bekerja.”35
Sedangkan yang terakhir dari proses pengawasan adalah melakukan
pembetulan atau koreksi, yang terdiri atas penjagaan, bahwa operasi-operasi
disesuaikan untuk mencapai hasil-hasil yang selaras dengan ekspektansi.
Mungkin pula diperlukan penyesuaian-penyesuaian dalam sebuah atau semua
kegiatan pengelolaan. Misalnya, mungkin suatu metode, suatu kesemrawutan
kekuasaan diperlurus atau motivasi yang lebih baik dicapai. Tindakan
pembetulan haruslah diambil oleh orang yang mempunyai kekuasaan atas
pekerjaan itu. Dalam setiap departemen atau bagian, dinasihatkan untuk
35 .Alijoyo, Enterprise Risk Management Pendekatan Praktis, h. 74
41
mempertanggungjawabkan seorang anggota manajemen dengan pelaksanaan
pekerjaan mengoreksi yang diperlukan dalam kesatuan itu.
2). Pengawasan yang Efektif
Pengawasan yang tepat membantu hubungan-hubungan manusia yang
baik. Pengawasan dapat dan seharusnya digunakan untuk meningkatkan
hubungan yang menguntungkan dikalangan semua pegawai. Pengawasan
haruslah merupakan suatu kegiatan yang positif dan membantu. Manajer yang
efektif menggunakan pengawasan untuk membagi-bagi informasi, memuji
pelaksanaan yang baik dan menjelaskan mereka yang memerlukan bantuan, serta
menentukan bantuan jenis apa yang mereka perlukan. Bersamaan dengan itu,
pegawai-pegawai ingin menyumbangkan pelaksanaan yang baik, mereka ingin
mengetahui dan memenuhi persyaratan-persyaratan itu. Dalam semua usaha-
usaha itu, pengawasan benar-benar dapat merupakan bantuan dan karena itu,
dapat memberikan sumbangan untuk hubungan-hubungan manusia dengan baik.
Seterusnya, pengawasan haruslah dihubungkan pola organisasi, dan
dengan demikian membuatnya lebih mudah untuk menugaskan tanggungjawab
untuk pengawasan kepada orang-orang yang mengelola kegiatan masing-masing
dan memberikan data-data pengawasan, yang dapat dipakai kepada manajer yang
bersangkutan. Dan yang terakhir, pengawasan haruslah menunjukkan jalan bagi
tindakan koreksi, termasuk di dalamnya mencari tahu dimana tindakan itu perlu
diambil, siapa yang bertanggungjawab untuk mengambil tindakan itu dan apa
yang seharusnya dilakukan. Pengawasan membantu untuk mengidentifikasikan
42
persoalan pengelolaan. Sepanjang pengidentifikasian suatu persoalan,
merupakan tantangan terus-menerus bagi para manajer, maka sumbangan
pengawasan ini adalah sangat relevan. Seorang manajer menjadi sadar akan
suatu persoalan, kalau tampak penyimpangan dari suatu tujuan.36 Paling tidak
rumusan dalam pengawasan adalah, yaitu untuk mengetahui hasil pelaksanaan,
kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki kemudian, dan mencegah terulangnya
kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sehingga pelaksanaan tidak
berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan.37
B. Manajemen Dakwah
1. Pengertian Manajemen Dakwah
Manajemen dakwah adalah terminologi yang terdiri dari dua kata, yakni
manajemen dan dakwah. Kedua kata ini berangkat dari dua disiplin ilmu yang
sangat berbeda sama sekali. Istilah yang pertama, berangkat dari disiplin ilmu
yang sekuler, yakni ilmu ekonomi. Ilmu ini diletakkan di atas paradigma
materialistis. Prinsipnya adalah, dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sementara itu, istilah yang
kedua berasal dari lingkungan agama, yakni ilmu dakwah. Ilmu ini diletakkan di
atas prinsip, ajakan menuju keselamatan dunia dan akhirat, tanpa paksaan dan
intimidasi serta tanpa bujukan dan iming-iming material. Ia datang dengan tema
menjadi rahmat bagi sekalian alam.
36 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 23837 . Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, h. 78.
43
Pada penjelasan sebelumnya telah dikatakan bahwa, manajemen
memiliki pengertian yang bermacam-macam yakni sebagai proses, kolektivitas
manusia, ilmu (science) dan seni (art). Begitu juga halnya dengan dakwah. Bila
ditinjau dari segi bahasa, dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk
perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut masdar. Sedangkan bentuk kata
kerja atau fi’ilnya adalah da’a, yad’u, yang berarti memanggil, menyeru atau
mengajak. Dalam pengertian inilah, dakwah memiliki maknah luas. Sebab, apa
saja yang termasuk menyeru atau mengajak, dapat dikatakan sebagai dakwah.
Dakwah dalam pengertian terminologis, banyak pakar yang memberikan
definisi. Muhammad Javad As-Sahlani, dalam Al-tarbiyyah wa Al-ta’lim fi Al-
Qur’an Al-karim, mendefinisikan dakwah Islam didasarkan pada ayat-ayat al-
Qur’an.38
1. Dakwah Islam adalah sebagai proses pencapaian kepada tingkat
kesempurnaan. Gambaran tentang manusia sempurna ialah manusia yang
sudah mencapai ketinggian iman dan ilmu.
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: ”Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
38 . Definisi dakwah yang diutarakan oleh Muhammad Javad As-Sahlani ini adalah,
definisi dakwah yang dapat dilakukan dalam bidang pendidikan. Pendidikan dalam pengertian formal disepakati sebagai bidang strategis dakwah, yang kita perlukan ialah bagaimana membentuk pola dakwah yang secara naqli dapat dipertanggung jawabkan, dan secara aqli dapat dilaksanakan. Lihat, Jalaluddin Rahmat , Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1986), cet.Ke-1, h. 115-119.
44
derajat. Dan Allah akan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadalah:11). 39
Tingkat ini ditunjukkan dengan kemampuan melahirkan amal terbaik.
Artinya: ”Yang menjadi mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (Al-Mulk:2).
Sebagaimana kata iman seringkali dikaitkan dengan amal saleh dan ilmu
juga sering diberi sifat ”yang bermanfaat”.
2. Al-Qur’an menunjukkan bahwa pada diri manusia ada potensi berbuat baik
dan berbuat jahat sekaligus.
Artinya: ”Maka Allah mengilhami kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaan”. (as-Syams: 8)
Di banyak ayat Al-Qur’an disebutkan potensi-potensi negatif di dalam
diri manusia, seperti lemah, tergesa-gesa dan selalu berkeluh-kesah.
Artinya: Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia
dijadikan bersifat lemah.” (an-Nisa: 28)
39 . Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qu’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Al-Hidayah,
2002), h. 910
45
Artinya: ”Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku
perlihatkan tanda-tanda (azab Ku), maka janganlah kamu minta kepada-Ku
mendatangkannnya dengan segera.” (al-Anbiya: 37)
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir.”
(al-Ma’arij: 19)
disamping itu, disebutkan juga bahwa manusia diciptakan dengan bentuk
yang paling baik, dan bahwa ruh Tuhan ditiupkan kepadanya pada saat
penyempurnaan penciptaannya
Artinya: Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah
meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud.” (al-Hijr: 29)
Karena itu, dakwah Islam harus ditunjukkan untuk membangkitkan
potensi-potensi baik kepada mad’unya dan mengurangi potensi-potensi jelek.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa dakwah Islam adalah,
sebagai usaha atau proses mengajak manusia atau membangkitkan potensi-
potensi manusia yang baik, yang mengarah kepada pencapaian ketinggian iman
dan ilmu.
M. Syafa a’t Habib mengartikan dakwah secara luas, yaitu dakwah
sebagai agen merubah manusia ke arah yang lebih baik.40 Dalam arti yang lebih
40 . M. Syafa’at Habib, Buku Pedoman Da’wah, (Jakarta: PT. Bumirestu, 1982), cet. ke-
1, h. 93.
46
luas itu, dakwah akan menjamah kegiatan-kegiatan fisik, termasuk pembangunan
sarana pendidikan, hospital, rumah anak yatim-piatu, bahkan pembangunan
tempat-tempat rekreasi yang sesuai dengan selera ajaran agama, jalan, jembatan
dan lain sebagainya, yang bertujuan untuk memberikan pengaruh ”perubahan”
pada tingkah laku manusia, sesuai dengan yang dikehendaki dakwah.
Alwi Shihab mengatakan bahwa, dakwah adalah merupakan istilah teknis
yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk mengimbau orang lain ke
arah Islam.41 Dalam hal ini, dakwah lebih dititik beratkan kepada teknik atau
metode mengajak atau mengimbau seseorang dengan penuh kebijakan, perhatian
dan kesabaran. Atau dengan kata lain, dakwah harus dicapai melalui pengertian
dan kasih sayang.
Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) mendefinisikan dakwah
”sebagai suatu kegiatan membawa masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain
yang lebih baik”. Definisi yang diungkapkan pada dasawarsa 1980-an,
sebenarnya mengandung dasar-dasar pemikiran dan teori yang memuat pada
perspektif perubahan sosial.42 Definisi yang sama juga diungkapkan oleh
Quraish Shihab yang mengatakan bahwa dakwah adalah, seruan atau ajakan
41 . Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung:
Mizan, 1997), cet. Ke-1, h. 252-25342 . Pemikiran dakwah pada perspektif perubahan social itu, adalah merupakan refleksi
terhadap situasi dan keadaan pada tahun-tahun 1960-an, yang antara lain ditandai oleh kecenderungan sebagian masyarakat terhadap Marxisme yang kufur. M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Inteligensia dan Prilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1993), cet. Ke-1, 159-160.
47
kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik
dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.43
M. Natsir mengatakan bahwa dakwah ialah, tidak hanya diucapkan
dengan lidah saja tetapi juga diciptakan dengan amal.44 Menurut M. Natsir, etika
berdakwah merupakan suatu yang sangat penting untuk mendukung proses
pencapaian tujuan dakwah Islam. Karenanya, akhlak karimah dalam dakwah
bagi M. Natsir merupakan masalah penting yang tidak boleh dilupakan oleh para
pelaku dakwah. Dalam bukunya ”Fungsi Dakwah Islam Dalam Rangka
Perjuangan”, M. Natsir juga mendefinisikan dakwah adalah sebagai ”usaha-
usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh
umat konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini,
yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara
yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam
perikehidupan perorangan, perikehidupan dalam berumah tangga (usrah),
perikehidupan kemasyarakatan dan perikehidupan dalam bernegara”.45
Amrullah Ahmad, mendefinisikan dakwah dengan mangajak atau
menyeru kepada orang lain, agar masuk ke dalam sabilillah bukan untuk
mengikuti da’i, atau bukan pula untuk mengikuti sekelompok orang.46
43 . M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1995), cet. Ke-10, h.
19444 . Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani Press,
1999), cet. Ke-1, h. 6845 . Muhammad Natsir, Fungsi Da’wah Islam Dalam Rangka Perjuangan, h. 7. Hal
senada telah diungkapkan juga oleh Abd. Rosyad Shaleh Shaleh, Abd. Rosyad, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. Ke-3, h. 8
46 . Amrullah Ahmad, Dakwah Islam Sebagai Ilmu, Sebuah Pendekatan Epistimologi Islam, Makalah Simposium di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga, 14 Desember 1995
48
Definisi dakwah yang diberikan oleh mereka di atas, paling tidak dapat
kita pahami bahwa kegiatan dakwah mengandung makna ajakan yang mengarah
kepada perbaikan-perbaikan, baik perbaikan terhadap perekonomian umat,
pemahaman keagamaan dan perbaikan sikap sesuai dengan tuntunan ajaran
Islam.
Setiap usaha apapun hanya dapat berjalan secara efektif dan efesien,
bilamana sebelumnya sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu
dengan matang. Demikian juga dengan dakwah Islam yang menyangkut segi-
segi yang sangat luas itu pun hanya dapat berlangsung dengan efektif dan
efesien, apabila sebelumnya sudah dilakukan tindakan-tindakan persiapan dan
perencanaan secara matang. Sesuai dengan pengertian dakwah yang begitu luas,
maka pelaksanaan dakwah tidaklah mungkin dilakukan oleh orang-perorang.
Pelaksanaan dakwah yang memiliki skope kegiatan yang begitu kompleks, hanya
akan berjalan secara efektif, bilamana dilakukan oleh tenaga-tenaga yang secara
kualitatif dan kuantitatif mampu melaksanakan tugasnya. Dengan perkataan lain,
proses dakwah yang mencakup segi-segi yang begitu luas, hanya dapat berjalan
dengan lancar dan berhasil dengan baik, bilamana tersedia tenaga-tenaga
pelaksana yang cukup, serta masing-masing memiliki kemampuan dan keahlian
yang diperlukan.
Di samping itu, adanya tenaga-tenaga yang cukup dan berkemampuan
tersebut, barulah efektif setelah mereka diorganisir dan dikombinasikan
sedemikian rupa dengan faktor-faktor lain yang diperlukan. Ini berarti bahwa,
faktor tenaga manusia yang bermacam-macam kemampuan dan keahliannya itu
49
haruslah disusun dan diatur dengan sebaik-baiknya. Sehingga dalam
menjalankan kegiatan dakwah yang mencakup berbagai segi itu, mereka
merupakan satu kesatuan dan kebulatan. Sebab bilamana tidak, tenaga-tenaga
yang bermacam-macam tersebut cenderung untuk memperturutkan kemauannya
sendiri-sendiri. Bilamana hal ini sampai terjadi, maka akan mengakibatkan
timbulnya kekacauan, kekosongan dan kesamaan dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan dakwah, yang pada gilirannya akan mengakibatkan kegagalan bagi
proses dakwah itu sendiri. Demikian juga faktor-faktor lain yang diperlukan
dalam proses dakwah, misalnya fasilitas dan lain sebagainya, haruslah dapat
dihimpun dan dikerahkan serta diatur penggunaannya sesuai dengan keperluan
dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan.
Faktor tenaga pelaksana yang memiliki kemampuan dan keahlian yang
bermacam-macam itu, tidaklah tersedia dan terhimpun dengan sendirinya,
terkadang harus dicari dan dipersiapkan terlebih dahulu. Demikian pula, setelah
tenaga-tenaga itu berhasil dapat dihimpun dan dipersiapkan, mereka pun tidak
dengan sendirinya mengetahui dibidang mana mereka masing-masing harus
bertugas, apa tugas yang harus dilaksanakan, bagaimana cara melakukan tugas
tersebut, kapan, dimana, dan dengan apa tugas tersebut harus dilaksanakan dan
sebagainya. Begitu pula masing-masing tenaga pelaksana itu, tidak dengan
sendirinya dapat mengatur dirinya sendiri dan menjalin hubungan antara satu
dengan yang lainnya. Sehingga, walaupun tugasnya bermacam-macam dan
berbeda-beda, tetapi merupakan satu kesatuan. Disinilah pentingnya manajemen
dakwah Islam.
50
Bila dipahami pengertian manajemen dakwah adalah, bila kegiatan
dakwah yang dilakukan berdasarkan profesionalisme sesuai dengan prinsip-
prinsip manajemen. Inilah yang dijadikan inti bahwa kegiatan dakwah yang
dilakukan secara manajerial. Sedangkan efektivitas dan efisiensi dalam
penyelenggaraan dakwah adalah merupakan suatu hal yang harus mendapatkan
prioritas, dan kegiatan dakwah dikatakan berjalan secara efektif, jika apa yang
menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai.
A. Rosyad Shaleh mengartikan manajemen dakwah sebagai proses
perencanaan tugas, mengelompokkan tugas, menghimpun dan menempatkan
tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas, dan kemudian
menggerakkan ke arah pencapaian tujuan dakwah.47
Inilah yang merupakan inti dari manajemen dakwah, yaitu pengaturan
secara sistematis dan koordinatif dalam sebuah kegiatan dakwah, yang dimulai
dari sebelum pelaksanaan sampai akhir pelaksanaan.
2. Prinsip Manajemen Islam
Dalam sejarah perkembangannya, manajemen telah dipengaruhi oleh
agama, tradisi, adat istiadat dan sosial budaya. Hal ini karena bidang garapan
utama manajemen adalah aspek sosial kemasyarakatan yang berbentuk
organisasi. Organisasi dibutuhkan karena manusia terbatas kemampuan dan
47 . M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset,
2006), cet. Ke-1, h. 36
51
pengetahuannya, dan hakikat organisasi adalah kumpulan orang-orang yang
bekerja sama dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam sejarah kita banyak mengenal tentang struktur masyarakat zaman dahulu, yang tampak ada perbedaan dengan fungsi dan status mereka, seperti halnya dalam masyarakat kerajaan dengan rakyat biasa, dalam agama Hindu terdapat kasta-kasta yang satu dengan kasta-kasta yang lain berbeda. Dalam Islam kita mengenal Khalifah, Amir, Imam dan Ulama atau pemimpin keagamaan. Semua mereka pada hakekatnya disisi Allah S.W.T, adalah sama sedang yang membedakan mereka hanyalah taqwanya. Secara fakta menurut sosio masyarakat, status mereka berada antara seorang pemimpin dengan masyarakat biasa.48
Berkaitan pada pandangan di atas, maka Islam dalam memandang
manajemen berdasarkan teologi, yakni pada dasarnya manusia itu memiliki
potensi positif yang dilukiskan dengan istilah hanif. Potensi semacam ini
didasari atas cara pandang seseorang dalam melakukan pengelolaan,
pemberdayaan, serta penilaian terhadap manusia. Sebagaimana diketahui bahwa
ilmu manajemen itu berkembang sepanjang perkembangan dan perjalanan
manusia yang akan terus berubah. Keterkaitan antara manajemen dan watak
hanif adalah, watak hanif, akan menggiring manusia pada sifat dasarnya, yaitu
cenderung untuk memilih yang baik dan yang benar dalam kehidupannya.
Sedangkan standar penilaian tentang baik dan benar itu dapat diukur dengan latar
belakang pendidikannya, serta pengalamannya. Untuk itu manajemen sangat
berkaitan erat dengan kepemimpinan. Karena pada dasarnya manusia itu
memiliki potensi dasar untuk menjadi seorang pemimpin dalam pengertian yang
luas.
48 . Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, 25-26.
52
Sebenarnya Islam telah jauh lebih dahulu dalam merumuskan tentang
bagian-bagian fungsi dari pemimpin tersebut. Dalam kitab suci Al-Qur’an
memberikan batasan ”peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, dan
juga sabda Nabi Muhammad s.a.w menyebutkan bahwa ”tiap-tiap kamu adalah
pemimpin dan kepemimpinan kamu pasti kelak akan diminta pertanggung
jawabannya”.49 Dan banyak memuat pokok-pokok ajaran yang merupakan
prinsip dasar manajemen. Di mana di dalamnya, akan tergambar ajaran
mengenai hubungan manusia dengan khaliqnya (hablu mina Allah), pokok-
pokok ajaran hubungan antara manusia dengan manusia lainnya (hablu mina al-
nas), hubungan manusia dengan alam (hablu mina al-’alam), serta prinsip ajaran
akhlak.50
Kondisi semacem ini, merupakan sebuah konsekuensi dari manusia
sebagai bagian dinamis dari alam semesta, dimana manusia memiliki
kemampuan nalar yang sempurna di bandingkan dengan makhluk yang lain.
Pada saat yang sama, manusia memiliki misi sebagai rahmatan lil ’alamin, yang
maknanya sama dengan al-salam. Untuk itu harus mampu mengembangkan
potensi hubungan mereka dalam menjaga keseimbangan kehidupan.
Banyak teladan (uswah) dalam manajemen yang dapat diambil dari
kehidupan dakwah Rasulullah SAW. Karena pada dasarnya beliau diutus di
muka bumi ini untuk mengatur tatanan umat manusia, agar supaya selaras
dengan aturan-aturan Allah SWT. Karakter tersebut terpancar dari kepribadian
49 . Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, 36-37.50 . Munir dan Wahyu, Manajemen Dakwah, h. 43
53
Rasulullah yang mulia dan direfleksikan secara nyata dalam kegiatan
dakwahnya, serta dalam kehidupan bermasyarakat-bernegara pada masanya.
Melalui petunjuk dan hidayah dari Allah SWT, Rasulullah mulai menata dan mengatur aktivitas dakwahnya. Secara hierarkis, tugas utama beliau adalah sebagai nabi, kemudian sebagai pengingat keluarga dekatnya, pengingat kaumnya, pengingat bangsa Arab, dan yang terakhir beliau adalah pengingat seluruh manusia sampai akhir zaman.51
Ketika Tuhan memerintahkan dalam surat al-Mudatsir, yang
mengandung seruan agar beliau tegak melakukan andzir (peringatan). Pada
kondisi semacem itu, objek dakwah nabi tidak pada masyarakat secara umum,
melainkan melakukan pendekatan secara persuasif pada orang-orang yang
terdekat secara sembunyi-sembunyi. Betapa tidak, bila kegiatan dakwah
dilakukan secara terbuka, maka secara langsung mereka akan menolaknya dan
bahkan akan bereaksi secara keras. Secara sistematis urutan dakwah yang
dilakukan Rasulullah SAW, adalah sebagai berikut:
- Dakwah pertama ditujukan kepada orang-orang yang serumah dengannya
- Berdakwah kepada orang-orang yang bersahabat dengannya
- Berdakwah kepada orang-orang yang agak dekat dengan beliau. Setelah itu
barulah secara terbuka Nabi Muhammad berdakwah kepada masyarakat luas,
disiplin dan militan, baru kemudian menyebarkan dakwah secara terbuka.
Dari situ terlihat bahwa dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW,
dilihat dari objek dakwahnya mengandung gambaran berlangsung secara
bertahap, dan menunjukkan sebuah pemikiran yang cermat dalam mencapai
51 . Munir dan Wahyu, Manajemen Dakwah, h. 48
54
sasaran yang dikehendaki. Mula-mula secara sembunyi-sembunyi, dan setelah
mendapatkan pengikut yang kuat, disiplin dan militan, baru kemudian
menyebarkan dakwah secara terbuka. Inilah kerangka kerja yang telah
diterapkan oleh Rasulullah dalam melakukan kegiatan dakwahnya, sesuai
dengan pengertian manajemen sebagai suatu proses atau kerangka kerja, yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah
tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.
C. Sejarah Perkembangan dan Timbulnya Teori Manajemen
Mengingat kebutuhan yang mendesak akan teori manajemen, kita
memang dapat mengharapkan, bahwa teori fungsi-fungsi kepemimpinan akan
menjadi salah satu bidang ilmu pengetahuan sosial yang paling maju. Kenyataan
bahwa ini tidaklah benar adanya, bahwa perkembangan teori manajemen hanya
terbatas selama beberapa puluh tahun belakangan ini saja, dan bahwa para
pengusaha dan lain-lain pada umumnya baru menyadari sejak Perang Dunia II
akan kebutuhan kesatuan susunan prinsip-prinsip demikian. 52 Para negara yang
industrial maju, mulai banyak melakukan riset manajemen dan para pimpinan
bisnis, makin tertarik untuk mempekerjakan para ahli lulusan universitas yang
terampil dalam konsep-konsep manajemen. Perhatian demikian, menyebabkan
munculnya sekolah-sekolah bisnis dan manajemen sebagai bidang studi.53
52 . Harold Koontz dan Cyril O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa
Mengenai Fungsi-fungsi Managerial, (Jakarta: Bhrata, 1967), Jilid 1, h. 3053 . Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 169
55
Di dalam menunjukkan beberapa alasan bagi kelambatan di dalam
mengembangkan prinsip-prinsip demikian ini, kita tidak dapat mengabaikan
abad-abad ketika perdagangan itu kurang dihargai. Kendatipun lembaga-lembaga
seperti asuransi, kredit dan marketing mulai tumbuh sejak jaman pertengahan
dan meskipun usaha ini dan lain-lain sudah cukup terbentuk menjelang waktu
Revolusi Industri, perusahaan itu sendiri dianggap sebagai pekerjaan yang
merendahkan derajat. Penggambaran Aristoteles tentang jual beli sebagai
manajemen yang “tidak wajar” , telah ditulis olehnya dalam buku Politics and
Ethics, adalah sebagai berikut:
“Diantara dua jenis cara mencari uang, yang bertama termasuk ke dalam manajemen rumah tangga, dan kedua adalah merupakan perdagangan eceran: Yang pertama, perlu dan terhormat, dan yang kedua, merupakan sejenis pertukaran yang baru saja diakui; karena perdagangan itu tidak wajar, dan menjadi suatu cara bagaimana seseorang dapat memperoleh keuntungan dari orang lain”. 54
Dalam buku Wealth of Nations, Adam Smith mengatakan tentang para
usahawan, “Mereka merupakan “segolongan manusia”, yang kepentingannya
tidak pernah sama dengan kepentingan umum, dan kepentingannya pada
umumnya adalah untuk menipu bahkan untuk menindas orang umum.”
Sebab lain dari kelambatan perkembangan ini adalah, perhatian yang
banyak dari para ahli ekonomi, ditumpahkan pada ekonomi politik dan aspek-
aspek nonmanagerial dari perusahaan. Di dalam analisa mereka mengenai usaha
dagang dan pertumbuhan ajaran-ajaran filosofis mengenai perusahaan, para ahli
54 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial, h. 31
56
ekonomi pada umumnya mengikuti pimpinan Adam smith, yang perhatiannya
ditumpahkan kepada tindakan yang akan menambah kekayaannya sesuatu negara
dan ajaran Ricardo, yang titik beratnya diletakkan pada distribusi kekayaan
kepada faktor-faktor produksi. Perhatian yang dibatasi para ahli ekonomi ini,
sehingga tidak memungkinkan mereka untuk memeriksa implikasi-implikasi
teoritis dari aspek perusahaan yang paling penting.
Kita mungkin mengharapkan, bahwa ilmu pengetahuan politik
seyogyanya menjadi bapak dari teori manajemen. Oleh karena pelaksanaan
kebijaksanaan politik menjadi salah-satu tugas utama pemerintah, dan
pemerintah itu sendiri merupakan bentuk yang paling lama dan lengkap dari
organisasi social. Akan tetapi, kendatipun sudah nyata pentingnya, para ahli teori
politik dahulu lambat mengalihkan perhatiannya kepada masalah-masalah
administrasi. Mereka, ssebagaimana halnya dengan para ekonomi permulaan itu,
terlalu menumpahkan perhatiannya pada soal-soal penentuan politik di tingkat
nasional dan internasional. Kendati demikian, sebagian dari sumbangan-
sumbangan di dalam teori manajemen, datang dari para sarjana di bidang Public
Administration, dan sumbangan-sumbangan yang penting terus mengalir dengan
deras dari sumber ini.
Pada batas tertentu kelambanan ini juga, disebabkan oleh kecenderungan
membagi di dalam kotak-kotak disiplin yang termasuk di dalam bidang ilmu
pengetahuan sosial yang luas, serta juga di dalam kegagalan menggunakan
research para ahli sosiologi dan psikologi pada bidang manajemen perusahaan.
Teori-teori sosiologi mengenai organisasi-organisasi formal dan informal,
57
belakangan ini telah dipakai di dalam fungsi-fungsi manager perusahaan. Begitu
juga, research para ahli psikologi di dalam bidang-bidang dasar yang mendorong
prilaku seseorang reaksinya terhadap penguasa dan arti serta ukutan
kepemimpinan telah meluas ke persoalan-persoalan perusahaan.
Faktor yang lain adalah terdapat kepercayaan yang luas di kalangan para
pemimpin di dalam perusahaan, pemerintahan dan organisasi-organisasi lainnya,
bahwa manajemen itu tidak mudah untuk dikenakan prinsip, bahwa manajemen
itu ialah suatu keahlian bukan ilmu pengetahuan. Patut diperhatikan, bahwa bagi
pembuka studi sekarang ini, tentang manajemen sebagai ilmu pengetahuan,
dipatahkan oleh apa yang dinamakan manajemen Frederick W. Taylor 55 yang
memusatkan perhatiannya pada tingkat pabrik. Ia melihat banyaknya terjadi
berbagai kelemahan, pemborosan serta kurangnya efesiensi organisasi dan
pengawasan atas bekerja. Kemudian ia membentuk standar kerja untuk setiap
jenis, dan tahap kerja, dengan mengadakan aturan dan pengujian kepada setiap
bentuk dan unsur kerja, memperincinya sesuai dengan bagian-bagian yang
dibutuhkan. Setelah Taylor menyusun bagian-bagian dengan fungsinya masing-
masing, maka pada tahun 1911, ia menyusun prinsip-prinsip manajemen dalam
karyanya yang berjudul “The principle of management”. Maksud Taylor
55 . Pada tahun 1978, ia bekerja pada Madvale Steel Company di Philadelphia sebagai
seorang ahli mesin pada perusahaan tersebut. Di dalam bekerja ia selalu merenung, memikirkan bagaimana menciptakan suatu bentuk kerja yang lebih baik dan hemat. Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, h. 16. Ia dikenal sebagai “Bapak Manajemen Ilmiah (The Father of Scientific Manajement). Perhatian utamanya selama hidupnya adalah, upaya untuk memperbesar efisiensi dalam bidang produksi, bukan saja untuk menurunkan biaya-biaya dan meningkatkan laba, tetapi jug memungkinkan meningkatnya imbalan bagi para pekerja melalui produktivitas mereka yang lebih tinggi. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 142
58
menyusun ilmu pengetahuan manajemen adalah, untuk mengubah sistem yang
tidak berencana, kemudian menggerakkan fungsinya masing-masing.56
Sebagai tambahan dari faktor-faktor tersebut di atas adalah para
usahawan sendiri di masa yang lampau tidak mendorong perkembanga teori
manajemen. Terlalu sering dititik beratkan kepada teknologi, harga dan daftar
saldo. Suatu orientasi yang sama sekali tidak membantu ke arah pengetian dan
penelitian kerja manager itu.
Dorongan utama kearah perkembangan teori manajemen perusahaan datang pada seperempat abad belakangan ini, sebagai hasil dari pengakuan, bahwa ‘Missing Link’ di dalam mencapai sistem perusahaan yang efektif ialah soal hubungan-hubungan antar manusia. Zaman Malaise, sesudah tahun 1929 menimbulkan gejala-gejala kegelisahan manusia seperti New Deal dan Perserikatan Buruh yang mempertegas peringatan kepada para usahawan, bahwa diantara kekurangan-kekurangan dari perkembangan industri Amerika,agaknya yang paling besar adalah perhatiannya yang dipusatkan hanya pada manipulasi sumber-sumber. Agaknya tidak terlalu berlebih-lebihan, untuk mengatakan bahwa, pergolakan tahun tiga puluhan itu, serangan pemerintah dan lain-lain kelompok sosial terhadap lembaga-lembaga usaha swasta menjadi menjadi perantara di dalam memaksakan para manager perusahaan untuk meneliti sifat pekerjaan mereka.57
Perang Dunia II dan program-program pertahanan sebagai kelanjutannya
memberikan pengaruh yang malahan lebih penting lagi di dalam perkembangan
teori manajemen. Titik berat yang diletakkan atas produksi dengan ongkos yang
sekecil-sekecilnya di dalam bahan-bahan dan tenaga kerja menyorotkan
perhatian atas pekerjaan si manager, pada setiap tingkat di dalam organisasi,
sebagai faktor strategis di dalam mencapai maksud tujuan. Maka pentingnya
56 . Untuk lebih jelas mengenai empat prinsip yang telah diutarakan oleh Taylor, penulis
membahas pada bagian “teori manajemen ilmiah”, yang diutarakan pada pembahasan berikutnya.57 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial h. 34
59
manager itu di dalam perusahaan, sebaliknya dari pada berkurang menjelang
akhir Perang Dunia II, menjadi bertambah besar di dalam tahun-tahun sesudah
peperangan itu. Di satu pihak, penyedotan pemuda-pemuda yang semakin cakap
ke dalam program-program militer selama perang, mengakibatkan kurangnya
tenaga kerja yang dapat diharapkan sesudah perang itu. Di lain pihak, kemajuan-
kemajuan teknik yang mengikuti perang itu lebih membesar, keterbelakangan
pengetahuan dan kecakapan managerial dari pada kemampuan teknik.
Lawrence A. Appley, Presiden dari American Management Association,
mengemukakan bahwa:
“jumlah para pemimpin perusahaan yang telah menyadari kebutuhan ini bertambah dengan cepat sekali. Personalia manajemen di Amerika, dapat dibagi dalam empat golongan. Pertama, golongan tradisional, kedua, golongan tidak beruntung, ketiga, golongan yang jujur dan sungguh-sungguh, dan keempat adalah golongan yang tumbuh dengan lambat.” 58
Golongan tradisional, adalah golongan yang telah menganggap
manajemen sebagai manipulasi modal dan eksploitasi manusia, pandangan
seperti itu dengan cepat mulai lenyap di Amerika. Golongan kedua adalah,
yang disebut Appley sebagai golongan yang “tidak sadar dan tidak beruntung”,
yaitu golongan manager yang tampil bekerja setiap hari secara rutin. Jumlah
golongan ini, sudah banyak yang lenyap. Golongan ketiga, yang disebut “jujur di
dalam hasratnya dan sungguh-sungguh di dalam usahanya”, adalah masa yang
terus tumbuh bertambah besar dari para manager perusahaan, pada semua tingkat
58 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial h. 35
60
organisasi, yang dengan sungguh-sungguh mencoba mencari penjelasan
mengenai kerja manajemen. Sedangkan golongan keempat yang
disebut tumbuh dengan lambat ialah, apa yang dikarakterisir Apply sebagai
yang “terang di dalam tujuan dan sehat di dalam tindakan”. Golongan ini, tidak
hanya merasakan tanggungjawab manajemen, tetapi telah membangun,
memikirkan dan melaksanakan falsafah manajemen yang didasarkan atas
prinsip-prinsip yang dapat dilaksanakan.
Penggolongan ini memberikan gambaran yang jelas, mengenai kesadaran
yang semakin bertambah besar akan teori manajemen. Dengan terus hidupnya
kesadaran ini, dengan dipahaminya dan terus diperhalusnya prinsip-prinsip yang
ada, dan ditemukannya prinsip-prinsip baru, sebuah teori manajemen yang luas
dan vital dapatlah dipastikan. Malahan, tidaklah akan terlalu dilebih-lebihkan
untuk meyakini bahwa Abad Kedua Puluh ini, dan terutama bagian keduanya
yang terakhir, akan tercatat di dalam sejarah sebagai Zaman Manajemen.
Walaupun orang baru saja mementingkan teori manajemen perusahaan,
kita tidak boleh mengambil kesimpulan bahwa, perhatian terhadap hal tersebut
merupakan fenomena seperempat abad belakangan ini. Persoalan manajemen
dan usaha-usaha pemecahannya sudah sama tuanya dengan peradaban itu
sendiri. Namun demikian, terdapat sumbangan-sumbangan pada permulaan
perkembangan teori manajemen. Sumbangan-sumbangan itu adalah sebagai
berikut:
Tafsiran-tafsiran surat lontar Mesir Kuno, sampai sejauh tahun 1300
sebelum Isa, menunjukkan pentingnya arti organisasi dan administrasi di dalam
61
negara-negara birokrasi zaman kuno. Bukti serupa dapat diperoleh di dalam
catatan-catatan Tiongkok Kuno. Perumpamaan-perumpamaan Cunfucius, juga
mengandung saran-saran yang praktis bagi pemerintahan umum yang patut,
termasuk peringatan-peringatan untuk memilih pejabat-pejabat pemerintah yang
jujur, tidak mementingkan diri sendiri dan cakap.
Walaupun catatan-catatan dan tulisan-tulisan orang Yunani tidak
memberikan banyak keterangan mengenai penggunaan dan penemuan prinsip-
prinsip semacam itu, kenyataan adanya persemakmuran Athenia, dengan dewan-
dewannya, mahkamah rakyatnya, pejabat-pejabat administratifnya, serta Dewan-
dewan Jendralnya, menunjukkan adanya penghargaan atas fungsi managerial itu.
Socrates, di dalam percakapannya dengan Nichomachides, memberikan
pandangannya tentang manajemen sebagai berikut:
“Saya mengatakan, bahwa apapun yang dipimpin oleh seorang, bila ia mengetahui apa yang dibutuhkan dan dapat mengadakannya, akan menjadi seorang presiden yang baik, apakah ia memimpin suatu rombongan, suatu keluarga, suatu kota atau balatentara, …maka, janganlah, Nichomachides melecehkan orang-orang yang cakap di dalam mengendalikan rumah tangganya, oleh karena melaksanakan urusan-urusan pribadi berbeda dari urusan-urusan umum, hanya di dalam luasnya.”59
Sebagaimana dapat diduga, beberapa prinsip dan praktek-praktek
manajemen perusahaan modern dapat diikuti jejaknya yang berasal dari
organisasi-organisasi kemiliteran. Kecuali gereja, tidak ada organisasi di dalam
sejarah peradaban Barat sepanjang masa itu, yang terpaksa menghadapi masalah-
masalah pimpinan kelompok-kelompok yang boleh dikatakan besar, sehingga
59 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi
Managerial h. 38
62
perlu menggunakan prinsip-prinsip organisasi. Akan tetapi, walaupun terdapat
kebutuhan akan cara-cara dan prinsip-prinsip manajemen, organisasi-organisasi
militer tidak berhasil menggunakannya secara efektif sampai pada dua abad yang
belakangan ini.
Walaupun organisasi-organisasi militer nampaknya tetap masih boleh dikatakan sederhana sampai waktu belakangan ini, oleh karena dibatasi sampai sekecil-kecilnya oleh hubungan-hubungan wewenang berjenjang, militer selama berabad yang lalu telah menyempurnakan cara-cara penjurusannya. Militer di masa lalu, walaupun mereka terdiri dari serdadu-serdadu bayaran dikarekterisir oleh moril yang efektif dan hubungan yang saling mengisi, di antara maksud-maksud individual dan kelompok. Sejarah cukup banyak menceritakan, contoh-contoh pemimpin militer yang menggunakan banyak waktu mengkomunikasikan rencana-rencana dan maksud-maksud tujuannya kepada pengikutnya, untuk mencapai apa yang dinamakan “kesatuan doktrin” di dalam organisasi. Seorang panglima yang begitu otokratis seperti Napoleon sekalipun memperkuat wewenangnya, untuk memberikan komando dengan penjelasan yang cermat mengenai maksud dan tujuan perintahnya.60
Akan tetapi pada tahun-tahun belakangan ini, organisasi-organisasi
militer telah menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang lain. Di antara yang
terpenting dari padanya ialah prinsip staf. Walaupun istilah “staf umum” terdapat
di dalam tentara Prancis di tahun 1790 dan beberapa fungsi staf telah
mengkarakterisir organisasi-organisasi militer selama berabad-abad, konsep
modern mengenai staf umum itu dapat diikuti jejaknya, yang berasal dari
balatentara Rusia dari abad ke-sembilan belas. Kelompok ini, yang diorganisasi
oleh kepala staf, memberikan nasehat khusus dan informasi serta memberikan
jasa-jasa tambahan, yang sekarang telah merupakan segi-segi yang esensial dari
usaha-usaha militer dan perdagangan.
60 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial h. 39
63
Kaum kameralis terdiri dari golongan pelaksana dan intelektual publik
administration Jerman dan Austria, yang pada umumnya mempunyai paham-
paham yang sama dengan kaum Merkantilis Inggris dan aliran Physiokratis dari
ekonomi politik Prancis. Mereka berkeyakinan, bahwa untuk mempertinggi
kedudukan negara, perlu pelaksanaan cara-cara menambah sebanyak-banyaknya
kekayaan material. Tetapi aliran kameralis, yang hidup subur dari abad ke-
enambelas sampai ke-delapan belas, menegaskan, berbeda dengan kaum
Merkantilis dan Physiokrat, administrasi yang sistematis sebagai sumber dari
kekuatan ini. Dan oleh karena itu, merupakan salah-satu dari golongan pertama
yang memuja sistem teknologi administratif.
Kaum kameralis, juga bertanya di dalam sifat universal dari cara-cara
manajemen, dengan mengemukakan bahwa nilai-nilai yang sama, yang
menambah kekayaan seseorang individu diperlukan di dalam administrasi yang
sewajarnya dari negara atau salah-satu bagiannya. Di dalam membangun
beberapa prinsip-prinsip dari teknologi administratif ini, mereka memberikan
titik berat pada soal-soal seperti spesialisasi dari fungsi, kecermatan di dalam
mendidik dan seleksi pegawai-pegawai bawahan untuk jabatan-jabatan
administratif, penetapan jabatan pengawas yang penting di dalam urusan-urusan
pemerintahan, penyegeraan proses-proses hukum dan penyederhanaan prosedur-
prosedur administratif.61
61 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial h. 40
64
Sejak zaman Fayol dan Taylor, teori manajemen yang dapat dipakai
secara secara universal telah berkembang dengan cepat. Walaupun lama kurang
diperhatikan, dari pada penelitian terhadap segi-segi teknis dan fungsional dari
pada prilaku manusia, kesadaran akan peranan yang khas dari seorang manajer
itu dan keinginan untuk menyempurnakan kemantapannya melalui seleksi,
pendidikan dan penilaian diri sendiri telah menghasilkan penelitian yang
semakin banyak di bidang ini. Walaupun tidak mengkin mengulangi di sini
segala sumbangan-sumbangan yang terpenting di dalam teori manajemen itu
beberapa di antaranya yang paling penting, dapat disebutkan di sini.
Bertepatan dengan gerakan manajemen ilmiah itu, dan dengan dorongan
olehnya, sejumlah para ahli mencoba menciptakan efesiensi yang lebih sempurna
di dalam pemerintahan dengan praktek-praktek personalia yang lebih baik dan
manajemen yang lebih mantap. Salah seorang penganjur yang terkemuka dari
gerakan ini ialah Woodrow Wilson, yang sejak tahun 1885 dan berkali-kali pada
tahun-tahun kemudiannya, menyerukan efesiensi di dalam pemerintahan. Di
dalam usaha mencapai penghematan, mereka yang menaruh minat di dalam
public administration, dengan
sendirinya memberikan arti penting anggaran belanja dan perencanaan. Bagi
bidang ini banyak pelaksanaan public administration dan sarjana-sarjana politik
yang memberikan sumbangan sangat penting. Di antara para ahli ini, terdapat
Luther Gulick, dengan pengamatan-pengamatannya mengenai organisasi
pemerintahan dan penelitiannya yang lama di dalam pemakaian metodolog
ilmiah di dalam public administration. Perintis-perintis lain, seperti White, Gaus
65
dan Friedrick, Stene, Dimock, Simon dan Merriam, yang telah melakukan
pendekatan terhadap bidang ini, yang tidak hanya sebagai pelaksana public
administration yang praktis, tetapi juga sebagai para ahli yang universitas
Agaknya, sumbangan yang paling penting bagi bidang teori manajemen,
diberikan oleh para usahawan, yang di antaranya telah kita sebut Henri Fayol.62
Ada beberapa sebab bagi kenyataan ini. Pertama, kerja manajemen yang mantap
telah dirasakan amat sukar, dan akibat dari manajemen yang buruk, begitu serius
artinya bagi kedudukan manajerial atasan, sehingga usaha mencari prinsip ini
telah merupakan usaha mencari cara-cara untuk mempertahankan diri sendiri.
Kedua, masalah ini agaknya terlihat lebih tajam di bidang perusahaan dari pada
di bidang pemerintahan atau bidang-bidang lainnya. Dimana sasaran politik atau
sosial cenderung untuk lebih dipentingkan dari pada soal-soal kemantapan
administrative. Pengaruh selanjutnya, terutama di masa belakangan ini, ialah
perasaan yang benar, bahwa usaha swasta sedang menghadapi ujian, dan kunci
dari kesuksesan usaha tersebut adalah terletak pada manajemen.
Kedua ialah, merupakan salah satu di antara para penulis yang pertama,
Russell Robb, yang di tahun 1910, pada Graduate School of Bussiness
Adminstration, memberikan serangkaian tiga ceramah yang khas mengenai
organisasi, sebagai berikut:
62 . Henri Fayol dikenal sebagai “Bapak” teori manajemen operasional modern. Beliau
adalah seorang industrialis Prancis, yang pada tahun 1961 telah menerbitkan karya besarnya yang berjudul “Administration Industrielle et Generale” dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1929. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen,h. 145
66
“organisasi ialah sebagai alat untuk mengerahkan tenaga manusia dan
bahan-bahan secara efisien, suatu alat yang harus disesuaikan dengan
keadaan setiap usaha, akan tetapi yang juga dapat digunakan secara
melewati batas.”
Ia juga mengemukakan pentingnya arti ketegasan mengenai wewengan,
begitu pula, keselarasan dan “kerjasama regu”, Robb memperingatkan akan
bahaya, bahwa terlalu banyak spesialisasi fungsional di dalam organisasi
perusahaan, akan menimbulkan persoalan-persoalan koordinasi.”
Ketiga, Oliver Sheldon. Seperti Fayol, Sheldon berusaha mencari
rumusan teori manajemen di dalam keseluruhannya. Dengan merumuskan
maksud dan tujuannya, mengikuti jejak pertumbuhannya dan mengemukakan
prinsip-prinsip yang menguasai prakteknya.63 Sheldom menanggapi hal-hal
penentuan kebijaksanaan serta pengerahan organisasi-organisasi (manajemen
secara khas), dan proses mengkombinasikan kerja seseorang atau kelompok
dengan bakat-bakat yang diperlukan bagi pelaksanaannya.
Walaupun Sheldon menggaris bawahi, hal-hal seperti tanggungjawab
sosial dari manajemen dan meneliti bidang-bidang fungsional dari manajemen,
seperti personalia (manajemen buruh) dan manajemen produksi, banyak di antara
prinsip-prinsipnya sama dengan Fayol. Akan tetapi, kita mendapat kesan dari
kerja Sheldon, bahwa ia tidak memiliki keluasan pengertian Fayol kecuali
63. Dengan usahanya untuk mencari rumusan teori manajemen di dalam keseluruhannya,
terutama di dalam mencari dan mempelajari rumusan maksud dan tujuannya, Sheldon merumuskan perencanaan sebagai “sesuatu yang menjuruskan dan mengawasi proses produksi menurut tujuan yang ditentukan”. Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi Managerial h. 57
67
mengenai organisasi. Ia tidak melihat fungsi-fungsi manajer itu dapat dipakai
secara umum. Seperti, uraiannya mengenai perencanaan, terutama hanya
berputar pada sekitar pabrik saja.
Sumbangan yang penting lagi ialah Henri Dennison, seorang usahawan
bagi perkembangan permulaan teori manajemen dan merupakan seorang
industrialis dari Massachusetts yang memiliki cara-cara manajemen yang maju di
Dennison Mining Company, yang memungkinkan ia meneliti prinsip-prinsip
manajemen. Di dalam sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 1931. Dennison
mulai mempelajari segi-segi ilmiah dari manajemen, terutama mengenai
organisasi dan menentukan apakah metode seorang insinyur dapat dikenakan
bagi lapangan ini. Di dalam berbuat demikian, Dennison mengembangkan
konsep-konsep motivasi (hal-hal yang memberikan atau merupakan alasan),
kepemimpnan serta kerjasama kelompok dan menganalisa faktor-faktor
struktural dan organisasi di dalam pengaruhnya terhadap kepribadian.
Agaknya, usaha yang paling terang oleh kaum usahawan untuk
menyusun kerangka bagi teori organisasi, terdapat di dalam kerja Mooney dan
Reiley.64 Belajar dari sejarah, terutama dari organisasi militer, pengarang-
pengarang ini berusaha mengkombinasikan prinsip-prinsip organisasi ke dalam
suatu pola prinsip, proses dan akibat (efek) yang logis. Dimulai dengan prinsip
koordinasi, mereka memasuki bidang konsepsi-konsepsi organisasi berjenjang
64. Buku karangannya yang pertama kali diterbitkan, dengan judul J.D. Mooney and
A.C. Reiley, Omward Industry. Buku ini, kemudian diterbitkan kembali dengan perubahan-perubahan kecil dengan judul yang berbeda, yaitu “ The Principles of Organization”. Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi Managerial, h. 58
68
dan fungsionalisme, dengan mencapai secara rangkaian-rangkaiaan tiga
(triads), yang berjumlah sembilan prinsip organisasi. Sementara karya
Mooney dan Reiley telah dikritik sebagai terlalu doktriner. Karya itu merupakan
approach yang paling logis untuk menghubungkan satu sama lain prinsip-
prindip fundamental dari organisasi.
Salah satu karangan, yang paling berpengaruh dan lengkap di lapangan
ini ialah karangan Chester I Barnard, The Functions of the Executive, diterbitkan
tahun 1938. Di dalam karyanya yang lama sebagai seorang pemimpin
perusahaan, Barnard, terkesan oleh kebutuhan akan beberapa azas pokok yang
universal, untuk menjelaskan kerja eksekutif itu dan membantunya memperbaiki
kesanggupannya sebagai seorang manager. Banyak mengambil dari penelitian-
penelitian ilmiah para ahli sosiologi dan ilmu jiwa. Barnard menghasilkan
sebuah karangan yang sangat menggugah pikiran (propokatif). Karangannya itu,
sebagaimana yang telah dikemukakannya, sebenarnya merupakan dua buah
karangan pendek. Yang pertama mengenai teori organisasi, dan yang kedua
mengenai fungsi-fungsi seorang eksekutif. Teori organisasinya, yang berat
bersifat sosiologis di dalam pendekatannya, bertolak dari prinsip-prinsip
kerjasama kelompok dan sampai kepada prinsip-prinsip organisasi formal.
Prinsip-prinsip fungsi eksekutif yang dikemukakannya, cenderung
kepada teori organisasi. Dan selanjutnya sangat mementingkan segi
kepemimpinan dari managerial dan pentingnya komunikasi. Suatu sumbangan
yang menarik lagi ialah, penelitiannya mengenai proses pengambilan keputusan,
dengan perhatian yang khas untuk mencari faktornya yang strategis. Kaitannya
69
dengan penting segi kepemimpinan dari seorang manajer, pada akhir tahun
1960-an, Mintzberg telah melakukan suatu pengamatan mendetail terhadap lima
manajer puncak yang sedang bekerja. Apa yang ditemukannya menantang
beberapa pengertian yang lama mengenai pekerjaan manajer. Misalnya berbeda
dengan pandangan-pandangan yang lazim pada waktu itu, bahwa manajer-
manajer itu merupakan pemikir-pemikir yang suka merenung dengan seksama
dan sistematis memproses informasi sebelum mengambil keputusan-keputusan,
Mintzberg menemukan bahwa manajer-manajer itu terlibat dalam sejumlah besar
kegiatan-kegiatan beragam, tidak berpola dan berjangka pendek. Seorang
manajer harus memiliki kemampuan teknis, manusiawi dan konseptual.65
Karangan Barnard begitu lengkap dan memberikan hasil, sehingga,
sumbangannya yang pokok terhadap teori manajemen yang sedang tumbuh itu
tidak dapat diringkaskan. Akan tetap, dapat dikatakan bahwa sumbangannya itu
sama nilai penggugahannya dengan isinya, karena ia banyak mengemukakan
pemandangan-pemandangannya yang baru untuk mencari prinsip-prinsip
manajemen selanjutnya.
Sumbanga lain, yaitu, seorang usahawan Alvin Brown, karangannya yang
berjudul Organization of Industry, diterbitkan tahun 1947. karangan ini pada
pokoknya, merupakan analisa delegasi wewenang, dengan usaha untuk
menyusun suatu teori organisasi dan pembagian fungsi-fungsi managerial ke
65 . Peran konseptual yaitu, seperti alokasi sumber daya, keuangan dan lain sebagainya.
Peran manusiawi, seperti menjadikan saudara kandung, sebagai karyawan, relawan.. Kemampuan teknis, seperti bagaimana caranya agar orang lain dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Stephen P Robins dan Marry Coulter, Management, Sixth Edition, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 1999), h. 14
70
dalam “fase-fase administrasi” dari perencanaan dan pengawasan. Walaupun
Brown selalu menyebut-nyebut “tanggungjawab”, bila yang dimaksudnya ialah
wewenang, atau wewenang plus kegiatan yang ditugaskan, karangannya penting
sebagai salah satu analisa yang paling dalam mengenai pendelegasian dan
wewenang dan bagi percobaannya, untuk mengkodifikasikan beberapa prinsip
manajemen.
Di antara sumbanga lain, oleh kalangan usahawan dan manajemen professional, kita tidak boleh mengabaikan uraian yang tajam dan sintese dari Lyndall Urwick, berkas-berkas dari Mary Parker Follett, dan kerja rintisan dari Ordway Tead dan Paul Holden, untuk menyebut hanya sedikit di antaranya. Begitu pula, kita tidak boleh mengabaikan dorongan yang begitu kuat, yang diberikan oleh Society for the Advancement of Management dan American Management Association. Organisasi yang disebut belakangan ini, terutama yang mempunyai akarnya di kalangan managerial atasan di Amerika, yang anggota-anggotanya sebagian besar diambil dari kelompok para manager perusahaan yang kritis, yang dengan sungguh-sungguh mencari dasar-dasar ilmiah bagi pekerjaan managerialnya. Dan banyak perhatiannya ditujukan pada segi-segi manajemen produksi dari pada masalah manajemen pada umumnya.66
Walaupun hanya sedikit dari para ahli sosiologi dan ilmu jiwa, yang
menaruh minat pada soal-soal manajemen, sumbangan-suimbangan mereka
terhadap perkembangan teori manajemen boleh dikatakan banyak. Para ahli
sosiologi telah memberikan sumbangan yang banyak di dalam masalah anatomi
organisasi dengan penelitian-penelitian mereka, mengenai kelompok, prilaku
kelompok dan kepemimpinan. Para ahli ilmu jiwa telah memberikan penerangan
mengenai segi-segi prilaku rasional di dalam hal mengambil keputusan,
mengenai mekanisme pengaruh kelompok, prilaku, sifat kepemimpinan dan
66. Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen:Suatu Analisa MengenaiFungsi-
fungsi Managerial h. 60
71
masalah-masalah motives. Manajemen tidak merupakan bidang yang khas dari
seorang pemimpin perusahaan atau pamongpraja, teori manajemen perlu
menggunakan semua disiplin ilmu, yang ditujukan untuk memahami sikap dan
prilaku individu atau kelompok.
D. Teori Manajemen Klasik
Walaupun teori manajemen ilmiah muncul sekitar1900-an, namun
tulisan-tulisan tentang manajemen sudah ada sebelumnya, sebagaimana halnya
dengan pekembangan-perkembangan kebudayaan yang lain. Prinsip manajemen
juga mengatakan, bahwa akar dari prinsip-prinsip manajemen ilmiah ditemukan
ketika timbul kebutuhan pemakaiannya. Timbulnya industri-industri besar,
pemakaian mesin-mesin yang mahal harganya dan penyempurnaan sistem-sistem
pabrik, merupakan dorongan yang memaksa untuk memberikan titik berat baru
yang kepada masalah manajemen. Akan tetapi, setidaknya ada dua tokoh
manajemen yang mengawali munculnya manajemen, yaitu:
1. Robert Owen (1771-1858)
Seperti halnya para ahli manajemen lainnya, Robert Owen juga mendapatkan
julukan Bapak Manajemen Personalia atas keberhasilan yang ia capai.67 Dimulai pada
awal tahun 1800-an, sebagai Manager Pemintalan Kapas di New Lanark, Skotlandia.
Robert Owen mencurahkan perhatiannya pada penggunaan faktor produksi mesin dan
faktor produksi tenaga kerja. Pada suatu saat sampailah ia pada suatu kesimpulan
bahwa, bilamana terhadap mesin dilakukan suatu perawatan yang baik, akan
67 . Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, h. 18
72
memberikan keuntungan kepada perusahaan. Demikian pula halnya pada tenaga kerja,
apabila tenaga kerja dipelihara dan dirawat (dalam arti adanya perhatian, baik
konvensasi, kesehatan, tunjangan dan lain-lain) oleh pimpinan perusahaan, akan
memberikan keuntungan kepada perusahaan. Selanjutnya dikatakan bahwa, kuantitas
dan kuantitas hasil pekerjaan dipengaruhi oleh situasi ekstern dan intern dari
pekerjaan.68
2. Charles Babbage (1792-1871)
Charles Babbage adalah seorang profesor matematika dari Inggris yang
menaruh perhatian dan minat pada bidang manajemen. Perhatiannya pada
operasi-operasi pabrik yang dapat dilakukan secara efisien. Dia percaya bahwa
aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menaikkan produktivitas
dari tenaga kerja dan menurunkan biaya, karena pekerjaan-pekerjaan dilakukan
secara efektif dan efisien. Dia menganjurkan agar para manager bertukar
pengalaman dan dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen, perhatiannya
diarahkan dalam hal pembagian kerja (devision of labour), yang mempunyai
beberapa keunggulan, yaitu:
- Waktu yang diperlukan untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang baru
- Banyak waktu yang terbuang bila seseorang berpindah dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain, dan orang tersebut harus menyesuaikan kembali pada
pekerjaan barunya, sehingga akan menghambat kemajuan dan keterampilan
pekerja, untuk itu dilakukan spesialisasi dalam pekejaannya
68 . Mohammad Abdul Mukhyi, Pengantar Manajemen Umum, (Jakarta: Gunadarma, 1991), cet.
Ke-1, h. 18
73
- Kecakapan dan keahlian seseorang bertambah, karena seorang pekerja bekerja
terus-menerus dalam tugasnya
- Adanya perhatian pada pekerjaannya sehingga dapat meresapi alat-alatnya
karena perhatiannya pada itu-itu saja
Kontribusi lain dari Charles Babbage, yaitu menciptakan mesin hitung (calculator) mekanis yang pertama, mengembangkan program-program permainan untuk komputer, mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan antara para pekerja dengan pemilik perusahaan, juga membuat skema perencanaan pembagian keuntungan.69
E. Teori Manajemen Ilmiah
Pada awal abad ini, proses industrial sesungguhnya tidak lain dari suatu
kumpulan keterampilan-keterampilan tradisional. Di Eropa dan di Amerika
Utara, terdapat apa yang dinamakan “system pabrik” (A Factory System) yang
mengeksploitasi tenaga kerja, dan yang hanya mementingkan upaya mencapai
output semaksimal mungkin.70 Teori manajemen dan prinsip-prinsip yang
berhubungan dengannya, adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dan sangat
penting bagi seseorang yang memimpin suatu lembaga atau organisasi-
organisasi.
Talcott Parsons, secara tajam memberikan perspektif yang tepat
mengenai peranan teori manajemen. Ia mengatakan, bahwa:
“Tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa, indeks yang paling
penting dari kedewasaan suatu ilmu pengetahuan, ialah keadaan teorinya
69 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial h. 18-1970 . Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 172
74
yang sistematis. Dan termasuk di dalamnya, cara-cara dimana ia
sesungguhnya digunakan di dalam penyelidikan ilmiah secara empiris.”
Tokoh-tokoh dari teori manajemen ilmiah antara lain:
1. Frederick Winslow Taylor (1856-1915)
Pertama kali manajemen ilmiah atau manajemen yang menggunakan
ilmu pengetahuan dibahas, pada sekitar tahun 1900-an. Taylor adalah manager
dan penasehat perusahaan dan merupakan salah seorang tokoh terbesar
manajemen. Taylor dikenal pula sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (scientifick
management).71 Walaupun ia mendapatkan pendidikan leberal yang mendalam,
di sekolah-sekolah Amerika dan Eropa, Frederick W. Taylor, mendapatkan
latihan sebagai masinis pada zaman Malaise tahun 1873, dan bekerja di tahun
1878 di pabrik Midvale Steel company di Philadelphia. Meningkat dengan cepat
ia menjadi juru mesin kepala pabrik itu di tahun 1884. Selama tahun-tahun
tersebut dan berikutnya, Taylor menggunakan banyak waktunya menganalisa
keadaan kerja pabrik, dengan mengukur secara cermat dengan menggunakan
stop watch, pita-pita pengukur dan timbangan-timbangan, kerja burih di dalam
mengerjakan bahan-bahan dan melayani mesin-mesin. Dengan diilhami oleh
kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan keinsinyuran itu dapat dipakai di dalam
cara-cara kerja pabrik. Taylor mencari “satu jalan yang terbaik”, dan sampai
kepada kesimpulan, bahwa persentase yang amat besar dari tenaga buruh dan
71. Mohammad Abdul Mukhyi, Pengantar Manajemen Umum, h. 19. Ia disebut sebagai
“Bapak Manajemen Ilmiah”, karena beliau berhasil menciptakan revolusi-revolusi mental tentang bagaimana cara melaksanakan pekerjaan di dalam organisasi-organisasi. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen h. 173
75
bahan-bahan yang terbuang, oleh karena organisasi dan pengawasan kerja yang
tidak efesien. 72
Maka, ditetapkan beberapa prinsip yang menggantikan prinsip-prinsip lama, yaitu sistem coba-coba atau yang lebih dikenal dengan sistem Trial andError. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitiannya, yaitu bahwa perusahaan akan mendapat hasil yang memuaskan, apabila pekerjaan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, juga memperhatikan unsur teknologinya (mesin) maupun pelaksananya dalam hal ini adalah manusianya.73
Hakekat pertama dari pada manajemen ilmiah yaitu A great Mental
Revolution, karena hal ini menyangkut manager dan karyawan. Hakekat kedua,
yaitu penerapan ilmu pengetahuan untuk menghilangkan sistem coba-coba dalam
setiap unsur pekerjaan.
Gagasan Taylor dicetuskan dalam tiga makalah, yaitu Shop Management, The Principle of Scientific Management dan Testimory Before the Special HouseCommitte. Ketiga makalah ini kemudian dirangkum dalam sebuah buku yang berjudul Scientific Management, yang diterbitkan pertama kali oleh Darmouth College, Hannover pada tahun 1911.74
Taylor mengungkapkan Empat Prinsip Scientific Management, yaitu:75
- Kembangkanlah sebuah ilmu untuk setiap pekerjaan dengan implementasi
pekerjaan yang distandarisasi, serta metode-metode efisiensi untuk diikuti
oleh semua pihak
72. Dengan pemikiran barunya tentang manajemen ini, maka pada masa itu timbul suatu
gerakan yang dikenal dengan “Gerakan Efisiensi”, yaitu suatu sistem manajemen yang memusatkan perhatiannya pada efesiensi kerja seorang manager di dalam produksi barang-barang. Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi Managerial, h. 39-41
73. Sebelum muncul karangannya, banyak terjadi kesimpang-siuran mengenai siapa yang harus mengerjakan bila perencanaan harus dilakukan. Sebagai contoh, dua orang manager yang memerintahkan bawahan yang sama. Menurutnya, bila kerja perencanaan itu dilakukan sebagai sesuatu nasehat, maka hal tersebut adalah sesuatu yang produktif. lebih lengkapnya mengenai hal tersebut, baca, Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi Managerial, h. 62
74 . Mohammad Abdul Mukhyi, Pengantar Manajemen Umum, h. 1975 . Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 175
76
- Pilihlah para pekerja secara ilmiah yang memiliki keterampilan-keterampilan
dan kemampuan-kemampuan yang sesuai dengan macam-macam pekerjaan
yang ada, dan latihlah mereka dengan cara yang paling efisien untuk
melaksankan tugas-tugas mereka
- Upayakan adanya kerjasama melalui perangsang-perangsang, dan sediakan
lingkungan pekerjaan yang memperkuat hasil-hasil pekerjaan optimal dengan
cara ilmiah
- Bagilah tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan manajemen dan mereka
yang bekerja, dan berilah dukungan kepada para individu di dalam kelompok-
kelompok, dimana mereka dapat bekerja sebaik mungkin. Ada orang yang
lebih mampu melaksanakan kegiatan managing, sedangkan ada pula pihak
lain yang lebih mampu melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepada
mereka
Hal yang menarik dari pendapat Taylor salah satunya adalah mengenai
posisi manager. Dimana manager adalah pelayan bagi bawahannya yang
bertentangan dengan pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa bawahan
adalah pelayan manager. Taylor mengatakan bahwa Scientific Management
merupakan tugas setiap manager untuk mengetahui hal-hal yang baik (best of the
best) melalui penganalisaan, observasi dan percobaan-percobaan. Percobaan
yang dilakukan oleh Taylor adalah mencari berat terbaik untuk muatan skor agar
tercapai hasil yang maksimal dan pekerjaan yang mudah. Mula-mula dengan
berat 38 pon, 36 pon dan seterusnya menurun, sampai diketahui berat yang ideal,
yaitu 21 pon yang dapat menghasilkan pekerjaan yang optimal dan paling
77
mudah. Oleh Taylor ini dinamakan Studi Gerak dan Waktu (Time and a Motion
Study).
Observasi lainnya yaitu Sistem Organisasi yang lebih dikenal dengan
nama Organisasi Fungsional yang terbagi dalam dua bagian, yaitu perencanaan
dan pelaksanaan pada perencanaan dikenal manager yang bernama Gang Boss,
Speed Boss, Repair Boss dan Inspector. Dalam pabrik ada mandor yang diberi
nama diciplinarian.
Karya lainnya, yaitu mengenai upah perpotong minuman dan upah perpotong maksimum. Upah ini dimaksudkan untuk memotivasi karyawan sehingga mau bekerja secara maksimal. Sistem upah perpotong ini dikenal dengan nama The Taylor Differential Rate System. Upah perpotong minuman diberikan kepada pekerja yang menghasilkan sama dengan standar atau di bawah standar yang telah ditentukan, sedangkan upan perpotong maksimum diberikan kepada pekerja yang menghasilkan di atas standar. Hasil kerja standar, yaitu jumlah hasil yang dapat dicapai oleh pekerja yang berkemampuan biasa-biasa saja.76
2. Frank Bunker Gilbreth dan Lilian Gilbreth (1869-1924 dan 1878-1917)
Suami istri yang berkecimpung dalam mengembangkan manajemen
ilmiah. Frank adalah pelapor Studi Gerak dan Waktu.77 Frank Bunker Gilbreth
para usia 17 tahun menjadi seorang petugas pemasang batu bata. Kemudian ia
mencapai pangkat superintendent kepala pada sebuah perusahaan konstruksi
sepuluh tahun kemudian, dan setelah itu ia menjadi kontraktor bangunan.
Mengemukakan beberapa teknik manajemen yang diilhami oleh beberapa
76 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial, h. 2077 . ia mempelajari gerakan yang tidak perlu dalam hal memasang batu bata, dan
akhirnya ia berhasil mengurangi gerakan-gerakan pekerjaan tersebut dari 18 macam gerakan hingga 5 macam gerakan, hingga produktivitas pekerjaan bangunan meningkat dua kali lipat, tanpa upaya lebih intensif. Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 144
78
pendapat dari Taylor. Dia tertarik pada suatu pekerjaan yang memperoleh
efisiensi tertinggi.
Lilian Gilbreth adalah salah seorang di antara para psikologi industrial
pertama pada masa itu. Setelah suaminya meninggal dunia pada tahun 1924,
Lillian meneruskan perusahaan konsultan suaminya, dan mendapatkan nama
julukan “First lady of manajement”.78 Ia cenderung tertarik pada aspek-aspek
dalam kerja, seperti penyeleksian penerimaan tenaga kerja baru, penempatan
dan latihan bagi tenaga kerja baru. Bukunya yang berjudul The Pshicology of
Management, menyatakan bahwa tujuan akhir dari manajemen ilmiah yaitu
membantu para karyawan untuk meraih potensinya sebagai makhluk hidup.
3. Henry Laurance Gantt (1861-1919)
Henry merupakan asisten dari Taylor, dia berdiri sendiri sebagai seorang
konsultan, dimana titik perhatiannya pada unsur manusia dalam menaikkan
produktivitas kerjanya.79 Dia juga seorang insinyur yang memusatkan
perhatiannya pada sistem-sistem “pengendalian” untuk scheduling produksi di
pabrik, sistem pengawasan, bonus-bonus yang mensuplemen upah dasar,
memilih kemiripan dengan konsep “berbagi hasil” (Gainsharing concept), yang
dewasa ini dianggap sebagai metode terbaru untuk memotivasi kinerja para
pekerja.80
Adapun gagasan yang dicetuskannya yaitu:
78 . Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 144-14579 . Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-
fungsi Managerial, h. 2180 . Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen, h. 176
79
- Kerjasama yang saling menguntungkan antara manager dengan tenaga kerja
untuk mencapai tujuan bersama
- Mengadakan seleksi ilmiah terhadap tenaga kerja
- Membayar upah pegawai dengan menggunakan sistem bonus
- Penggunaan instruksi kerja yang terperinci
Kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa, adanya manajemen sebagai
suatu ilmu pengetahuan adalah berkat hasil penelitian mereka yang sangat
mendalam pada bidang usaha, terutama yang menyangkut beberapa orang yang
terlibat di dalamnya.
Memang asal kejadian semula, pada sebuah badan usaha yang sifatnya
business, tetapi kemudian manajemen berkembang menjadi suatu ilmu
pengetahuan, yang meliputi badan-badan usaha bersama yang tergabung dalam
suatu ikatan atau kelompok tertentu, untuk mencapai sasaran dan tujuannya.
Sebab manajemen adalah mengatur, menciptakan, merencanakan dengan
melaksanakan berbagai fungsi yang sesuai untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Dengan demikian, manajemen tidak hanya menyangkut
badan usaha tetapi juga menyangkut berbagai aspek kehidupan.
80
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi dan Objek Penelitian
1. Metode Penelitian
Banyak ragam dari jenis penelitian atau tipe penelitian keagamaan yang
dapat dilakukan untuk menggali secara luas tentang hal-hal yang
mempengaruhi terjadinya sesuatu yang dapat dijelaskan secara teori dari hasil
penelitian yang telah dilaksanakan. Menurut U. Maman, Berdasarkan tujuan
yang hendak dicapai, penelitian dapat dibedakan menjadi: (a) eksploratif
(penyelidikan), (b) deskriptif (gambaran), (c) historis (sejarah), (d) korelasional
(hubungan), (e) eksperimen (percobaan). Berdasarkan sumber data penelitian
dapat dibedakan menjadi (a) penelitian lapangan dan (b) penelitian
kepustakaan. Selain itu, penelitian dapat dibedakan menurut jenis data dan
proses penelitian menjadi (a) penelitian kuantitatif dan (b) penelitian
kualitatif.1
Penelitian eksploratif dapat digunakan untuk mengamati gejala
keagamaan yang sedang terjadi, atau gejala keagamaan yang telah terjadi pada
masa lalu. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian eksploratif, dapat
dikembangkan berbagai penelitian lain, seperti penelitian historis, deskriptif,
korelasional dan eksperimen. Oleh karena itu, penelitian eksploratif sering
disebut penelitian pendahuluan. Sedangkan contoh dari penelitian ini adalah,
1 . U. Maman, et.al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2006), h. 25
81
seperti diperbolehkannya menggunakan qaulul ulama (fatwa ulama) dalam
menjelaskan pemahaman keagamaan selama tujuan itu bernilai positif.
Penomena keagamaan tersebut dapat dieksplorasi, baik melalui telaah
kepustakaan, data lapangan maupun gabungan antara keduanya.
Penelitian deskriptif berbeda dengan penelitian eksploratif. Penelitian eksploratif belum memiliki variabel yang menjadi fokus pengamatan, karena penelitian belum banyak memperoleh informasi tentang gejala keagamaan tersebut. Sedangkan penelitian deskriptif, sudah memiliki variabel yang menjadi fokus pengamatan.2 Menurut Boy Sabarguna, penelitian deskriptif adalah membuat sesuatu yang kompleks dapat dimengerti dengan menguraikan menjadi sebuah komponen-komponen.3
Dalam penelitian deskriptif, variabel yang menjadi fokus pengamatan
boleh lebih dari satu, sesuai dengan minat peneliti. Peneliti misalnya
mempertanyakan: Sejauh mana kaum santri memiliki semangat wirausaha
Sejauh mana mereka memiliki kemampuan manajerial . Sejauh mana mereka
memiliki akses terhadap modal dan pasar . Dari mana mereka selama ini
memiliki modal usaha . Apakah mereka melakukan bekerja sama permodalan
dengan pihak lain.
Penelitian historis atau sejarah, bila gejala keagamaan telah terjadi di
masa lampau dan peneliti berminat mengetahuinya. Peneliti dapat melakukan
penelitian sejarah, yakni melakukan rekonstruksi terhadap penomena masa
lampau, baik gejala keagamaan yang terkait dengan masalah politik, sosial,
ekonomi dan budaya. Bagaimana peran pesantren dan kyai dalam melakukan
2 . Maman, et.al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik, h. 293 . H. Boy S. Sabarguna, MARS, Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI
Press, 2006), h. 71
82
perlawanan terhadap tentara Belanda dalam Agresi Militer Belanda Kedua .
Sejarah ini belum terlalu lama berlalu, sehingga masih banyak saksi hidup.
Oleh karena itu, untuk mengkonstruksinya penelitian dapat melakukan
wawancara mendalam dengan pelaku sejarah dan saksi hidup. Juga dapat
melakukan telaah kepustakaan, seperti koran, majalah, arsip, dokumen-
dokumen pribadi dan lain sebagainya.
Penelitian korelasional ialah penelitian yang berusaha menghubungkan atau mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. Oleh karena itu, dalam penelitian korelasional dikenal adanya variabel bebas (variabel yang diduga mempengaruhi variabel lain) dan variabel terikat (variabel yang diduga dipengaruhi oleh variabel bebas).4
Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, dapat
dibuktikan dengan data lapangan (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) dan
data hasil studi kepustakaan, atau gabungan antara studi lapangan dengan hasil
studi kepustakaan. Contohnya: Hubungan Pendidikan Agama dengan Ketaatan
Beragama Buruh Pabrik di Wilayah Bekasi, Bogor dan Jawa Barat.
Penelitian eksperimen, tidak hanya melihat hubungan antara satu
variabel dengan variabel lain, melainkan sejauh mana suatu variabel
berpengaruh pada variabel lain secara kausalitas. Berbagai variabel lain yang
diduga akan mengganggu hubungan sebab-akibat dikendalikan sedemikian
rupa, sehingga penelitian dapat melihat sejauh mana suatu variabel berpengaruh
secara kausalitas bagi terjadinya satu fenomena sosial. Penelitian eksperimen
adalah penelitian kuantitatif. Sekalipun penelitian kualitatif dapat melihat
4 . Maman, et.al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik, h. 30
83
hubungan kausalitas, tetapi penelitian kualitatif dalam eksperimen sulit
dilaksanakan.
Contoh dari penelitian eksperimen. Seorang peneliti ingin mengetahui
pengaruh metode belajar terhadap peningkatan pengetahuan keagamaan.
Peningkatan pengetahuan keagamaan siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai
variabel, seperti metode mengajar, kontinuitas proses belajar mengajar, latar
belakang siswa, pendidikan lain di luar sekolah, dorongan orang tua, tingkat
kecerdasan siswa, suasana kelas dan lain sebagainya. Namun demikian, peneliti
hanya ingin mengetahui sejauh mana metode belajar mengajar tertentu
meningkatkan pengetahuan keagamaan siswa. Dengan kata lain, peneliti ingin
menguji sejauh mana teknik belajar-mengajar tertentu menimbulkan pengaruh
bagi peningkatan pengetahuan keagamaan siswa.
Penelitian yang telah dilakukan dalam rangka penyusunan atau
penulisan tesis ini, jika ditinjau dari tujuan yang hendak dicapai, maka
penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Karena disamping penelitian yang
mengambil judul “Penerapan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam Kegiatan
Dakwah Pasca Reformasi (Studi Kasus Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
Provinsi Jawa Barat), disamping sudah memiliki variabel yang menjadi fokus
pengamatan dan variabel yang menjadi fokus pengamatan lebih dari satu, tetapi
juga menurut Prof. DR. Lexy J. Moleong, data yang dikumpulkan adalah
berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan angka-angka, seperti wawancara,
catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo dan
dokumen resmi lainnya. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode
84
kualitatif. Data-data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci
terhadap apa yang sudah diteliti. Dan pertanyaan dengan kata tanya mengapa,
alasan apa dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh
peneliti. Dengan demikian, penelitian tidak akan memandang bahwa sesuatu itu
sudah memang demikian keadaannya.5
Berdasarkan sumber data penelitian sebagaimana telah disebutkan di
atas, dibagi menjadi dua bagian, pertama penelitian lapangan dan penelitian
kepustakaan. Dalam penelitian tesis ini, penulis menggunakan penelitian
lapangan atau studi kasus. Studi kasus adalah merupakan tipe pendekatan dalam
penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif,
mendalam, mendetail dan komprehensif.
Pada tipe penelitian ini, seseorang atau suatu kelompok yang diteliti,
permasalahannya ditelaah secara komprehensif, mendetail dan mendalam.
Berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan
hubungan antara variabel yang ada. Karenanya, penelitian sesuatu kasus, bisa
jadi melahirkan pernyataan-pernyataan yang bersifat eksplanasi (keterangan).
Akan tetapi “eksplanasi” yang demikian itu, tidak dapat diangkat sebagai
sesuatu generalisasi.
Latar belakang kehidupan dan lingkungan seseorang pecandu narkotika,
kehidupan intern sebuah gang, faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya
5 . Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), cet. Ke-23, h. 11
85
swadaya pembangunan di suatu desa, adalah merupakan beberapa contoh dari
topik telaahan suatu studi kasus.6
Mengenai jenis data dan proses penelitian, penelitian dapat dibedakan
menjadi (a) penelitian kuantitatif dan (b) penelitian kualitatif. Penelitian
kuantitatif adalah, lebih menekankan kepada cara berpikir yang lebih
positivistis yang bertitik tolak pada fakta sosial, yang ditarik dari realitas objek,
disamping asumsi teoritis lainnya. Maka penelitian bertitik tolak dari paradigma
fenomenologis yang objektivitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi
tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok sosial tertentu
dan relevan dengan tujuan dari penelitian itu.
Perbedaan dengan penelitian kuantitatif, tujuan penelitian kualitatif tidak selalu
mencari sebab akibat sesuatu, tetapi lebih berupaya memahami situasi tertentu. Kalau
penelitian kuantitatif mencoba mengurangi “kesalahan” (reduce errors)
pengamatannya melalui desain eksperimental atau korelatif untuk sampai pada
kesimpulan yang objektif, maka penelitian kualitatif mencoba mendalami dan
menerobosi gejalanya dengan menginterpretasikan masalahnya atau menyimpulkan
kombinasi dari berbagai arti permasalahan sebagaimana disajikan oleh situasinya.7
Bila di lihat dari pengertian di atas, maka proses penelitian tesis ini
adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Karena dalam penelitian ini,
tidak selalu mencari sebab-akibat sesuatu, tetapi juga berupaya memahami
situasi tertentu dan menginterpretasikan masalahnya. Perbedaan yang sangat
6 . Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 227 . Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet. Ke-23, h. iv
86
mencolok adalah, penelitian kualitatif tidak didasari pada pengamatan melalui
desain eksperimental atau korelatif. Menurut Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A,
penelitian kualitatif ini dilakukan karena beberapa pertimbangan. Pertama,
metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti
dengan responden. Kedua, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan
diri dengan banyak penajaman pengaruh terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi.8
2. Objek Penelitian
Yang menjadi objek dalam penelitian tesis yang berjudul “Penerapan
Fungsi-fungsi Manajemen Dalam Kegiatan Dakwah Pasca Reformasi adalah
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Provinsi Jawa Barat. Agar tidak
terlalu luas terhadap objek atau permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian dan penulisan tesis ini, maka diadakan pembatasan pasca reformasi,
yaitu dari tahun 1998-2007, didukung dengan Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia Provinsi Jawa Barat itu sendiri telah memiliki program khusus
dakwah pasca reformasi, terutama untuk daerah Cimahi, yang merupakan
daerah binaan dakwahnya pasca reformasi tersebut.
8 . Dari hasil penelaahan kepustakaan Lexy J. Moleong, ia menyimpulkan bahwa
metode penelitian ini adalah metode yang digunakan oleh Bogdan dan Biklen. Lebih lengkapnya, lihat Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet. Ke-23, h. 9-10.
87
B. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data penelitian terdiri atas tiga bagian, yakni manusia, dokumen
dan suasana. Sedangkan untuk teknik pengumpulkan data sesuai dengan fokus
penelitian, peneliti membagi menjadi dua bagian :
1. Sumber Primer
Data primer ini diperoleh dengan jalan mengadakan :
Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. 9
Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan
Guba, antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain
Sedangkan para responden yang akan diwawancarai adalah, seperti
Wakil Ketua Umum Dewan Dakwah Propinsi Jawa Barat, Sekretaris Umum,
Ketua Dewan Dakwah Daerah Cimahi dan Ketua Koordinator da’i di lapangan
sebagai responden kelembagaan atau pengurus, para da’i dan para tokoh
masyarakat sebagai responden umum. Sebagai responden kelembagaan atau
pengurus, Ketua Umum diwawancarai dengan tujuan agar hasil yang dicapai
dalam penelitian atau penulisan tesis ini, menjadi sebuah karya tulis yang dapat
dipertanggungjawabkan dan Wakil Ketua Umum adalah merupakan cerminan
9 . Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000), cet. Ke-13, h. 186.
88
dari lembaga dakwah tersebut. Sekretaris Umum, bertujuan untuk mendapatkan
data-data, baik data-data secara tertulis, keterangan data-data tersebut dan hasil-
hasil yang telah dicapai oleh Dewan Dakwah selama menjalankan kegiatan
dakwahnya selama pasca reformasi. Ketua Dewan Dakwah Daerah Cimahi,
bertujuan untuk mendapatkan data-data, baik data-data secara tertulis,
keterangan data-data dan hasil-hasil yang telah dicapai selama malakukan
kegiatan dakwahnya, sinkronisasi data-data dan informasi-informasi yang ada
di Provinsi dengan di daerah Cimahi, yang merupakan objek dakwah dari
kegiatan dakwah yang telah dan sedang dilakukan oleh Dewan Dakwah
Provinsi pasca reformasi yang dapat dijadikan sebagai pembuktian secara
empiris, terhadap penulisan atau penelitian tesis ini. Sedangkan Ketua
Koordinator Da’i di lapangan, bertujuan untuk mendapatkan informasi-
informasi, baik yang berkenaan dengan da’i-dai yang telah ditugaskan kepada
mereka, kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilakukan pasca reformasi,
serta sampai kepada proses penyeleksian atau pengangkatan da’i-da’i tersebut
dan sampai kepada hasil-hasil yang telah dicapai di lapangan.
Para da’i dan masyarakat sebagai responden umum, wawancara ini
bertujuan untuk mendapatkan kebenaran-kebenaran mengenai kegiatan-
kegiatan yang telah dan sedang dilakukan, hasil-hasil yang telah dicapai, serta
proses pelaksanaan terhadap program-program atau rencana-rencana yang telah
disepakati bersama, yang didasari pada penggunakan fungsi-fungsi manajemen
yang menjadi fokus kajian penulisan atau penelitian tesis ini. Sedangkan
89
masyarakat, bertujuan sebagai pelengkap pembuktian secara empiris terhadap
kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilakukan oleh Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat tersebut.
Pembagian dua kelompok responden ini yakni responden lembaga atau
pengurus kantor dan umum, penulis berharap data-data secara tertulis dan
informasi-informasi yang telah didapatkan dari responden pengurus kantor
yang penulis anggap sebagai data dalam bentuk “teoritis” atau konsep, perlu
adanya pembuktian secara empiris dengan melakukan wawancara terhadap
responden umum, dan sebagai pembuktian di lapangan.
Data-data yang didapati penulis, baik yang berupa data-data tertulis
maupun yang tidak tertulis yang berupa pembuktian di lapangan ini, kemudian
dijadikan sebagai bahan untuk dianalisis terhadap penerapan fungsi-fungsi
manajemen dalam kegiatan dakwah pasca reformasi yang telah dilakukan oleh
Dewan Dakwah Provinsi, dengan menggunakan atau berdasarkan teori Georgy
R. Terry.
Angket
Disamping dengan menggunakan kuesioner, metode pengumpulan data ini juga menggunakan angket. Angket dan kuesioner pada dasarnya dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan data dari responden. Angket dan kuesioner berisikan beberapa pertanyaan atau pernyataan yang menyangkut permasalahan yang sedang diteliti, yang diajukan kepada responden untuk mendapatkan jawabannya. Dari jawaban responden tersebut, akan terkumpul data untuk menjawab pertanyaan permasalahan dan sekaligus akan dapat menguji dan menjawab hipotesis yang diajukan dalam penelitian.10
10 . H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1995), cet. Ke-7, h. 23
90
Angket dalam penelitian atau penulisan tesis ini, digunakan untuk
mengetahui sikap atau respon terhadap kegiatan yang telah dan sedang
dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat, terutama mengenai
pelaksanaan atau penerapan fungsi-fungsi manajemen tersebut. Angket ini
digunakan sebagai alat tes kepribadian (personality measurement), yang
dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran kepribadian seseorang (sikap), dengan
menggunakan teknik Skala Likert (attitude scale), yaitu teknik dengan
mengedepankan pada pernyataan “positif dan “negatif”.11
Untuk angket ini, hanya difokuskan pada responden umum yakni para da’i
dan masyarakat. Karena penulis mengganggap bahwa mereka adalah
merupakan pelaksana di lapangan, orang yang mengetahui dan “memahami
benar” tentang kondisi di lapangan serta sebagai alat penilai terhadap kegiatan-
kegiatan dakwah yang telah dan sedang dilakukan oleh Dewan Dakwah Povinsi
Jawa Barat pasca reformasi.
Disamping itu pula, angket juga dapat digunakan sebagai alat pembuktian
secara empiris dan sebagai alat untuk melakukan sinkronisasi data dengan teori
Georgy R. Terry yang akan dilakukan oleh penulis. Jadi penelitian atau
penulisan tesis ini, disamping dapat dijadikan sebagai penambah
keakurasiannya atau kebenarannya, tetapi juga dapat dijadikan perbandingan
adanya kesamaan atau tidak antara analisis yang didasari teori Geory R. Terry
yang dihasilkan dari hasil wawancara dan observasi di lapangan dengan sikap
responden umum yang dihasilkan dengan melalui angket.
11 . Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi, h. 143
91
Observasi
Menurut Lexy J. Moleong, Observasi atau pengamatan dapat digolongkan menjadi dua bagian, pertama pengamatan terbuka dan kedua adalah pengamatan tertutup. Pengamatan secara terbuka adalah diketahui oleh subjek, sedangkan sebaliknya para subjek dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi, dan mereka menyadari bahwa ada orang yang mengamati hal yang dilakukan oleh mereka. Sebaliknya pada pengamatan tertutup, pengamatnya beroperasi dan dan mengadakan pengamatan tanpa diketahui oleh para subjeknya. Biasanya seperti pengamatan yang terakhir ini dilakukan oleh peneliti pada tempat-tempat umum seperti bioskop, taman, lapangan olah-raga, tempat rapat umum, atau tempat hiburan lainnya.12
Bila dilihat dari dua pengertian di atas, maka observasi atau pengamatan
yang telah dilakukan oleh penulis adalah pengamatan terbuka. Karena
pengamatan yang telah dilakukan telah diketahui oleh subjek, dan mereka
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengamati secara langsung
fenomena-fenomena yang telah dan sedang mereka kerjakan. Teknik ini
digunakan oleh penulis dengan tujuan, pertama, memungkinkan melihat dan
mengamati sendiri, kemudian mencatat prilaku dan kejadian sebagaimana yang
terjadi pada keadaan sebenarnya. Kedua, sering terjadi keraguan pada peneliti,
jangan-jangan pada data yang dijaringnya, ada yang keliru atau bias. Hal itu
dapat terjadi, karena kurang dapat mengingat peristiwa atau adanya jarak antara
peneliti dengan yang diwawancarai. Oleh karena itu, untuk mengecek
kepercayaan data tersebut, ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan.
Ketiga, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-
situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi, bila peneliti ingin
12 . Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet. Ke-13, h. 176.
92
memperhatikan beberapa keperibadian atau tingkah laku. Keempat, untuk
situasi tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan,
pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.
Penelitian pada lembaga dakwah ini, sudah dilakukan pada tanggal 10
Agustus 2002 selama 2 bulan, terutama untuk data-data yang berkaitan dengan
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat dan kaitannya dengan
Dewan Dakwah Provinsi. Untuk Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
Provinsi Jawa Barat penelitian dilakukan selama 1 bulan. Sedangkan masalah
yang diobservasi adalah, permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
akurasi data terhadap teori-teori yang telah diutarakan oleh Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat, terurama yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen,
seperti planning, organizing, staffing, motivating dan controlling, sebagai
bahan pembuktian penerapan di lapangan.
2. Sumber Sekunder
Salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh data yang
mendukung kegiatan penelitian ini adalah melalui tekhnik / studi dokumenter.
Menurut H. Hadari Nawawi, yang dimaksud dengan tekhnik / studi dokumenter
adalah:
“Cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa
arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori,
93
dalil/hukum-hukum dan lain-lain, yang berhubungan dengan masalah
penyelidikan.”13
Dalam pengumpulan data ini, penulis juga menggunakan studi
dokumenter, yaitu penelaahan dokumen-dokumen atau karya-karya yang
berfungsi sebagai pelengkap dari penelitian ini. Dokumen-dokumen ini seperti,
surat dan diari. Sedangkan karya-karya adalah, makalah-makalah, jurnal, artikel
dan buku-buku yang membicarakan tentang Dewan Dakwah, terutama yang
diterbitkan oleh Dewan Dakwah sendiri. Dengan melalui dua sumber inilah
proses penelitian dilakukan dan kemudian dianalisis.
C. Teknik Analisis Data
Bogdan mendefinisikan analisis data adalah sebagai poses yang merinci
usaha secara formal untuk menemukan tema dan menemukan hipotesis (ide)
seperti yang disarankan oleh data.14 Secara teknis, analisis data menurutnya
adalah sebagai upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat
diceriterakan kepada orang lain.15
Menurut Tatang M. Arifin, secara garis besarnya data dapat digolongkan
menjadi dua macam dan dapat dianalisis melalui dua teknik pula, yaitu “data
13 . Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, h. 2314 . Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, cet. Ke-13, h. 10315 . Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet. Ke-23, h. 248
94
kualitatif dan data kuantitatif.16 Analisis data kualitatif, menurut P. Joko
Subagyo “dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk
bahasa prosa lalu dikaitkan dengan data yang lain untuk mendapatkan kejelasan
terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, dan bukan berupa angka-angka”.
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa, analisis data kuantitatif yaitu “ analisis
data dalam bentuk jumlah, dituangkan untuk menerangkan suatu kejelasan dari
angka-angka atau memperbandingkan dari beberapa gambaran sehingga
memperoleh gambaran baru, kemudian dijelaskan kembali dalam bentuk
kalimat atau uraian”.17
Bila dilihat dari uraian di atas mengenai teknik analisis data, maka
dalam penelitian atau penulisan tesis ini, dilakukan analisis data dengan
menggunakan analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif yaitu berdasarkan
data-data yang didapat dari hasil wawancara (primer) dan data-data tertulis
(sekunder). Data-data tertulis itu berasal dari arsip-arsip, buku-buku tentang
pendapat, teori-teori, makalah-makalah, jurnal-jurnal dan karya-karya yang
membicarakan tentang Dewan Dakwah yang diterbitkan dari Dewan Dakwah
itu sendiri.
Mengenai data yang dihasilkan melalui angket dalam penelitian tesis ini,
data tersebut sebenarnya adalah data kuantitatif, terutama bila kita pahami
sebagai data yang berupa angka-angka. Studi kasus atau penelitian lapangan
16 . Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995), h. 9517 . P. Jiko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1991), h. 106
95
sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya, diharapkan
berlangsung intensif, komprehensif, rinci dan tuntas. Dalam hal ini menurut
Sanapiah Faisal, “data kuantitatif bukan ditolak, data kuantitatif dijadikan salah
satu rujukan saja dalam rangka memahami atau memperoleh pengertian yang
mendalam dan komprehensif mengenai permasalahan yang diteliti.”18
Sedangkan langkah-langkah yang diambil dalam melakukan analisis
data adalah, pertama dilakukan penyusunan data yang meliputi, penyusunan
kata-kata hasil wawancara, records (bukti catatan) dan dokumen-dokumen19
berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian. Dalam
penelitian ini, data tidak dianggap sebagai error reality yang dipersalahkan oleh
teori yang ada, tapi dianggap sebagai another reality.20 Dalam hal ini, peneliti
mencatat data apa adanya, tanpa adanya interpretasi dari teori yang ada atau
paradigma peneliti yang selama ini dimiliki. Situasi wajar apa adanya (natural
setting) dijadikan sebagai bahan untuk memahami kelakuan tersebut dalam
konteks yang lebih luas, dipandang dari kerangka pikiran dan perasaan si
pelaku. Berdasarkan hal tersebut, maka data yang didapat merupakan data yang
langsung dari tangan pertama.
18 . Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi, h. 25519 . Dalam literatur paradigma kualitatif, terdapat perbedaan pengertian antara
“records” dan dokumen. Records diartikan sebagai segala catatan tertulis yang disiapkan seseorang atau lembaga untuk membuktikan sebuah peristiwa atau menyajikan perhitungan. Dalam hal ini berupa catatan-catatan peristiwa yang dialami oleh peneliti sendiri. Sedangkan dokumen diartikan sebagai barang yang tertulis atau terfilmkan. Lihat, A. Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2006), cet. Ketiga, h. 155
20 . Sanusi Uwes, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Pertama, h. 78
96
Kedua, yaitu berdasarkan katagorisasi dicari makna dan inferensi
(kesimpulan). Walaupun bila dilihat dari tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian atau penulisan tesis ini bersifat deskriptif, namun demikian analisis
data tersebut tidak hanya dideskripsikan tapi ditafisirkan. Dalam kegiatan ini,
penulis memberikan interpretasi yang bersifat inovatif yakni mengembangkan
ide-ide dengan argumen yang didasarkan pada data yang ditemukan.21 Dalam
rangka menghilangkan bias pemahaman peneliti dengan pemahaman si pelaku,
diadakan pengecekan terhadap objek lain mengenai hal yang sama.22 Tujuan hal
ini terutama adalah, membandingkan informasi yang didapat dari berbagai
pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data. Dan hal ini,
sekaligus mencegah subjektivitas peneliti.
21 . Dalam rumusan hipotesis kualitatif, beberapa penyelidikan tidak merumuskan
hipotesis melainkan menghasilkan hipotesis sebagai kesimpulan hasil penyelidikannya. H. Boy S. Sabarguna, h. 10
22 . Langkah-langkah seperti ini dalam teknik analisis data, dinamakan dengan metode triangulasi, yaitu suatu metode yang mencocokkan (cross check) antara hasil-hasil yang telah didapat yaitu dengan melalui wawancara dengan hasil di lapangan atau pendapat lain. H.Boy S.Sabarguna,h. 66
97
BAB IV GAMBARAN UMUM
DEWAN DAKWAH ISLAMIYAH INDONESIA ( DDII )
A. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat
1. Sejarah Berdirinya
Masa Orde Lama (1959-1965) tercatat sebagai masa paling gelap dalam
sejarah kehidupan kebangsaan Indonesia. Presiden mencanangkan konsepsi
Presiden yang secara operasional terwujud, dalam bentuk demokrasi terpimpin.
Demokrasi terpimpin memusatkan seluruh kekuasaannya di tangan Presiden.
Para pemimpin nasional, seperti Mohammad Natsir, Sutan Sjahrir, Prawoto
Mangkusasmito, M. Mohammad Roem, Mochtar Lubis, K.H. Isa Anshari, Mr.
Asaat, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Boerhanuddin Harahap, S.H., M. Yunan
Nasution, Buya Hamka, Mr. Kasman Singodimedjo dan K.H. E.Z. Muttaqin
yang bersikap kritis terhadap demokrasi terpimpin, ditangkap dan dipenjarakan
tanpa proses peradilan.1 Puncak dari masa penuh kegelapan itu ialah pecahnya
pemberontakan berdarah G. 30.S/PKI.
Partai Masyumi dinyatakan sebagai partai yang bertentangan dengan
azas dan tujuan negara. Hal ini terbukti dengan diundangnya Prawoto
Mangkusasmito dan M. Yunan Nasution oleh Presiden Soekarno di Istana
Merdeka untuk memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab oleh Masyumi, berkenaan dengan telah dikeluarkannya Pen-Pres
1. Lukman Hakiem dan Tamsil Linrung, Menunaikan Panggilan Risalah
Dokumentasi Perjalanan 30 Tahun Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (Jakarta: Media Dakwah, 1997), h. 7
98
No. 7 Tahun 1959, yang diundangkan pada tangggal 31 Desember 1959.
Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh Masyumi adalah sebagai
berikut:
“Apakah Masyumi terkena atau tidak dengan ketentuan-ketentuan penetapan Presiden No. 7 Tahun 1959. Pasal 9 Pen-Pres No. 7/1959 itu seluruhna berbunyi sebagai berikut: “Presiden sesudah mendengarkan Mahkamah Agung, dapat melarang dan / atau membubarkan partai yang ; bertentangan dengan azas dan tujuan negara.”2
Seluruh kekuatan bangsa yang anti komunis bangkit menghancurkan
pemberontakan tersebut, datanglah zaman baru yang membawa banyak
harapan, yaitu Orde Baru yang bertekad melaksanakan pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Pada masa inilah para pemimpin bangsa
yang dipenjarakan oleh Rezim Orde Lama, dibebaskan.3
Para pemimpin Nasionalisme Islami yang tidak dapat duduk berpangku
tangan, seperti Mohammad Natsir dan Prawoto Mangkusasmito, mulai
merancang gagasan untuk perpartisipasi penuh mendukung pemerintah Orde
Baru. Pada mulanya mereka mengharapkan pemerintah bersedia merehabilitasi
partai politik Masyumi yang dipaksa membubarkan diri oleh Presiden
Soekarno. Musyawarah Nasional ke III, Persatuan Sarjan Hukum Indonesia
(Persahi), menyatakan:
2. Badruzzaman Busyairi : Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, (Jakarta: PT.
Pustaka Panjimas, 1989), cet. I, h. 3973 . Hakiem dan Linrung, Menunaikan Panggilan Risalah Dokumentasi Perjalanan
30 Tahun Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, h. 7
99
“Bahwa pembubaran Masyumi, Partai sosialis Indonesia (PSI), dan
Persatuan Ahli Mahasiswa Indonesia (KAMI), yuridis formal tidak
syah dan yuridis material tidak beralasan.”4
Namun pembubaran Masyumi ternyata bukanlah masalah hukum
semata. Pembubaran tersebut adalah masalah politik. Oleh karena itu ketika
permintaan tersebut, oleh berbagai pertimbangan tidak dapat dipenuhi oleh
pemerintah, kelompok Nasionalis Islami itu tidak ngotot, juga tidak berputus
harapan, bagi mereka aktivitas hidup ini semata-mata dalam rangka beribadat
dan berdakwah untuk meraih keridaan Ilahi.
Berkecimpung di lapangan politik, bagi mereka merupakan
bagian dari ibadah dan dakwah. Maka ketika mereka tidak lagi mendapatkan
kesempatan, untuk berkiprah di lapangan politik, jalan ibadah dan dakwah
dalam bentuk lain masih terbuka sangat lebar. Dalam kata-kata pak Natsir, dulu
berdakwah lewat jalur politik, sekarang berpolitik lewat jalur dakwah. Dan
dalam buku Catatan Perjuangan H.M. Yunan nasution, H.M. Yunan Nasution
berkata:
“Banyak cara dilakukan untuk menjalankan tugas-tugas dakwah, antara
lain dengan ucapan, nasehat, tulisan, perbuatan akhlak dan
sebagainya.”5
4. Hakiem dan Linrung, Menunaikan Panggilan Risalah Dokumentasi Perjalanan 30
Tahun Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, h. 75 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 329
100
Oleh karena itu, pada hari Ahad tanggal 26 Februari 1967, atas
undangan Masjid Al-Munawarah kampung Bali I No. 53 Tanah Abang Jakarta
Pusat, pada acara halal bi halal, hadir beberapa tokoh ummat seperti bapak
Mohammad Natsir, bapak Prawoto Mangkusasmito, bapak Mohammad Roem,
DR. Mohammad Rasyidi, K.H. Taufiqurrahman, Buya H. Mansyur Daud, Dt.
Palimo Kayo, K.H. Hasan Basri, Al-Ustadz H. agoes Cik.6
Mereka berkumpul untuk bermusyawarah, membahas, meneliti dan
menilai beberapa masalah, terutama yang rapat hubungannya dengan masalah
pembangunan umat, juga tentang usaha mempertahankan aqidah di dalam
kesimpang-siuran kekuatan yang ada dalam masyarakat.
Musyawarah tersebut menyimpulkan dua hal sebagai berikut:
1. Menyatakan rasa syukur atas hasil dan kemajuan yang telah dicapai hingga kini dalam usaha-usaha dakwah yang secara terus menerus dilakukan oleh berbagai kalangan umat, yakni para ulama dan para muballigh secara pribadi, serta atas usaha-usaha yang telah dicapai dalam rangka organisasi dakwah.
2. Memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan hasil dakwah hingga tarap yang lebih tinggi, sehingga tercipta suatu keselarasan antara banyaknya tenaga lahir yang dikerahkan dan banyaknya tenaga batin yang dicurahkan dalam rangka dakwah tersebut.7
Untuk Menindak lanjuti kesimpulan pada butir kedua di atas,
musyawarah para ulama dan zu’ama mengkonstatir terdapatnya berbagai
persoalan, antara lain:
1. Mutu dakwah yang di dalamnya tercakup persoalan penyempurnaan sistem perlengkapan peralatan, peningkatan tekhnik komunikasi, lebih-lebih lagi sangat dirasakan perlunya dalam usaha menghadapi tantangan (konfrontasi)
6 . Hasanuddin Abu Bakar Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan
Missi, (Jakarta: Dewan Dakwah, 2000), h. 27 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 9
101
dari bermacam-macam usaha yang sekarang giat dilancarkan oleh penganut agama-agama lain dan kepercayaan-kepercayaan (antara lain paham anti Tuhan yang masih merayap di bawah tanah), Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan sebagainya terhadap masyarakat Islam.
2. Planning dan integrasi yang di dalamnya tercakup persoalan-persoalan yang diawali oleh penelitian (research) dan disusul oleh pengintegrasian segala unsur-unsur dan badan-badan dakwah yang telah ada dalam masyarakat ke dalam suatu kerjasama yang baik dan berencana.8
Dalam menampung masalah-masalah tersebut, yang mengandung
cakupan yang cukup luas dan sifatnya yang cukup kompleks, maka
musyawarah alim ulama itu memandang perlu membentuk suatu wadah yang
kemudian dijelmakan dalam sebuah yayasan yang diberi nama Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia disingkat Dewan Dakwah. Kata “Dewan”
dalam bahasa Arab “Diwanun”, atau dalam bahasa Inggris Executive
Committee, yang bermakna Badan Eksekutif, bahkan dapat disebut pula dengan
“government”yang bermakna Badan Eksekutif. Jadi Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia berarti suatu Badan Pelaksana Dakwah Islamiyah, satu Lembaga
yang aktif dalam operasional dakwah.9 Pengurus pusat yayasan ini
berkedudukan di Ibu Kota Negara, dan dimungkinkan memiliki perwakilan di
tiap-tiap Ibu Kota Daerah Tingkat I, serta pembantu perwakilan di tiap-tiap Ibu
Kota Daerah Tingkat V seluruh Indonesia.10
8 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 99 . Pilihan kata “Dewan” itu adalah atas usulan H.M. Rasyidi. Dan oleh Agus Chik, DDII
diterjemahkan dengan “Al-Majlis al-A’la al-Indunisiyyi li ad-Da’wah al-Islamiyah”. Lihat Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi,h. 4-5
10 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 9
102
Dewan Dakwah dikukuhkan keberadaannya melalui Akte Notaris
Syahrin Abdul Manan NO. 4, tertanggal 9 Mei 1967, melandaskan
kebijaksanaannya kepada empat hal :
1. Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia berdasarkan taqwa dan keridhaan Allah.
2. Dalam mencapai maksud dan tujuannya, Dewan Dakwah mengadakan kerjasama yang erat dengan badan-badan yang telah ada di seluruh Indonesia.
3. Dalam hal yang bersifat kontroversial dan dalam usaha melicinkan jalan dakwah, Dewan Dakwah bersikap menghindari dan atau mengurangi pertikaian faham antara pendukung dakwah, istimewa dalam melaksanakan tugas dakwah.
4. Dimana perlu dan dalam keadaan mengizinkan, Dewan Dakwah dapat tampil mengisi kekosongan, antara lain menciptakan suatu usaha berbentuk atau bersifat dakwah, usaha mana sebelumnya yang belum pernah diadakan, seperti mengadakan Pilot Projek dalam bidang dakwah.11
Musyawarah alim ulama itu menyetujui kepengurusan Dewan Dakwah
pertama kalinya yang diketuai oleh Mohammad Natsir (1967-1993) dan
merumuskan program kerja sebagai penjabaran dari landasan kebijaksanaan di
atas. Program kerja tiga pasal itu ialah :
1. Mengadakan pelatihan-pelatihan atau membantu mengadakan pelatihan bagi muballighin dan calon muballighin.
2. Mengadakan research (penelitian) atau membantu mengadakan penelitian, yang hasilnya dapat segera dimanfaatkan bag perlengkapan usaha para muballighin pada umumnya.
3. Menyebarkan aneka macam penerbitan, antara lain buku-buku, brosur dan atau siaran lain yang terutama ditujukan untuk melengkapi para muballighin dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya, guna meningkatkan mutu dan hasil dakwah. Usaha ini diharapkan dapat mengisi kekosongan-kekosongan di bidang lektur, yang khusus diperlukan dalam masyarakat.12
11 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 1012 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 10-11
103
2. Organisasi dan Kepengurusan DDII
Kepengurusan Dewan Dakwah, merupakan kepengurusan kolektif dari
berbagai unsur atau kalangan, para ulama, cendekiawan yang mempunyai visi
yang sama dalam perjuangan. Wadah ini menghimpun para aktifis dakwah,
yang ingin berpartisipasi dalam mendukung program dakwah secara sukarela
dan ikhlas karena Allah SWT. Kepengurusan Dewan Dakwah yang ada
sekarang adalah, pencerminan dari partisipasi aktif dari berbagai pimpinan
organisasi keagamaan terbesar di tanah air secara pribadi. Hal ini
memungkinkan mereka untuk menyatukan visi dan ide dalam menghadapi
permasalahan ummat, dan dapat mengurangi perbedaan pendapat dan
mempersempit jurang pemisah di antara para pendukung dakwah. Sebagai satu
yayasan, Dewan Dakwah tidak mempunyai anggota terdaftar. Setiap aktifis dan
para du’at di Dewan Dakwah adalah merupakan partisipan dan mitra dalam
pelaksanaan dakwah.
Dewan Dakwah, berpusat di Jakarta, di mana berkedudukan Pengurus
Pusat, dan mempunyai Cabang-cabang/Perwakilan di tiap-tiap Daerah Tingkat I
di seluruh Indonesia. Dalam membentuk dan menetapkan kepengurusan di
daerah-daerah tingkat I di seluruh tanah air, berdasarkan permintaan dari
pemuka masyarakat, ulama dan para cendekiawan setempat, dalam rangka
kerjasama dakwah dan meningkatkan mutu dakwah, menggerakkan kegiatan
dakwah dalam berbagai bidang kehidupan.
Kerjasama ini, dalam bentuk saling menunjang dan mendukung untuk kemajuan dakwah, tidak dalam bentuk sistem birokrasi ataupun intruksional. Perwakilan berhak mengembangkan program utama dakwah yang ada, sesuai
104
dengan kondisi dan situasi di lapangan setempat. Dan begitu pula, perwakilan dapat membentuk Pembantu Perwakilan di Daerah Tingkat II dengan pola yang sama, dengan hubungan kerjasama, atas permintaan dan inisiatif pemuka masyarakat setempat. Selain dari itu, perwakilan dapat menunjuk seseorang, atau menempatkan seorang da’i, sebagai penggerak, menyambung informasi dan sekaligus sebagai monitor.13
Organisasi Intern Cabang/Perwakilan adalah sama dengan Organisasi Intern Pusat. Bedanya terletak pada ukuran, yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Pimpinan biro-biro dan seksi-seksi di Cabang/Perwakilan dapat dirangkap, dalam melaksanakan tugas-tugas tiap bidang harus diusahakan suatu korelasi antara Pusat dan Daerah (Cabang/Perwakilan) guna kelancaran flow of job. Untuk melaksanakan efesiensi dalam melaksanakan tugas, maka struktur organisasi ini bila perlu dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata.14
Untuk pertama kalinya, Dewan Dakwah diketua oleh M. Natsir. Setelah
M. Natsir Wafat pada 14 Sya’ban 1413/6 Februari 1993, berdasarkan hasil
pertemuan silaturrahmi Keluarga Besar Dewan Dakwah yang diselenggarakan
di Jakarta pada 1-2 Dzulqa’dah 1413/23-24 April 1993, maka diputuskan
komposisi kepengurusan baru yang diketuai oleh Prof. Dr. H.M. Rasjidi.15 Dan
penyegaran kepengurusan kembali dilakukan pada tahun 1997, berdasarkan SK
No. 003/A-DDIIP/1417/1997 dengan Dr. H. Anwar Harjono sebagai Ketua
Umum.16 Pengaturan mengenai masalah keorganisasian ini, terdapat dalam
Akte Notaris Syahrim Abdulmanan No. 4, tertanggal 9 Mei 1967 untuk
13 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 2-314 . Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi,h. 2615 . Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi h. 1216 .Untuk periode selanjutnya, Dewan Dakwah belum mengadakan Musyawarah Besar
untuk menentukan susunan kepengurusan baru beserta ketua. Hal ini diungkapkan dengan melalui wawancara penulis dengan bapak Misbach Maalim, Kepala Biro Organisasi dan Administrasi, Wawancara pribadi, Jakarta, 10 Agustus 2002.
105
Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.17
a. Organisasi Intern:
1. Musyawarah Besar adalah merupakan instansi tertinggi dari badan ini.18
Musyawarah Besar ini terdiri dari a. Pengurus b. Badan Pekerja, c.
Anggota-anggota.
2. Badan Pekerja terdiri dari pengurus dan anggota yang bertempat tinggal
di Jakarta. Badan pekerja Pertama dari Pengurus Pusat ialah para peserta
dari musyawarah Alim Ulama se-Jakarta Raya yang diadakan pada
tanggal 26 Februari 1967 dan merupakan pendiri dari yayasan ini.
3. Pengurus adalah mereka yang bekerjasama dengan ketua yang dipilih
oleh Musyawarah Besar, Ketua Yayasan yang pertama dipilih oleh
Musyawarah Alim Ulama se-Jakarta Raya dan memiliki masa kerja
selama dua tahun.
b. Biro-biro:
Guna mendapatkan hasil usaha yang efektif, pengurus membentuk
beberapa biro sebagai berikut :
1. Biro Research dan Dokumentasi
2. Biro Organisasi dan Planning
3. Biro Operasional
4. Biro Dana dan Usaha
17 . Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi,h. 2418 . Musyawarah ini dilakukan lima tahun sekali, wawancara penulis dengan bapak
Misbach Maalim, Kepala Biro Organisasi dan Administrasi, Misbach Maalim, Kepala Biro Organisasi dan Administrasi, Wawancara pribadi, Jakarta, 10 Agustus 2002.
106
Di bawah masing-masing biro terdapat beberapa seksi-seksi :
1. Biro Research dan Dokumentasia. Seksi Internal Researchb. Seksi External Researchc. Seksi Nasional Researchd. Seksi Special Research
2. Biro Organisasi dan Planninga. Seksi Organisasi Internb. Seksi Organisasi Luar (antar organisasi)c. Perencanaan Lokald. Perencanaan Nasioale. Perencanaan Khusus
3. Biro Operasionala. Seksi Pendidikan dan Latihanb. Seksi Komunikasic. Seksi Publicityd. Hubungan Masyarakat
4. Biro Dana dan Usahaa. Seksi Usahab. Seksi Pembukuanc. Seksi Pembiayaan dan Perencanaand. Organisasi Intern Cabang/Perwakilan19
Kepengurusan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dari tahun ketahun
adalah sebagai berikut:
Ketua : Mohammad NatsirWakil Ketua : Dr. H. M. RasjidiSekretaris : H. Buchari TamamSekretaris II : H. Nawawi DuskiBendahara : H. Hasan BasriAnggota : K.H. TaufiqurrahmanAnggota : Muchtar LintangAnggota : H. Zainal Abidin AhmadAnggota : Prawoto MangkusasmitoAnggota : H. Mansur Daud Datuk Plimo KajoAnggota : Prof. Usman RalibyAnggota : Abdul Hamid
19 . Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi,h. 25-26
107
Karena banyak pengurus yayasan yang telah wafat, maka dilakukan
penyegaran pengurus sehingga komposisinya menjadi sebagai berikut:
Ketua : Mohammad. NatsirWakil Ketua I : Prof. Dr. H.M. RasjidiWakil Ketua II : H.M. Yunan NasutionWakil Ketua III : Dr. Anwar Harjono, S.HSekretaris : H. Buchari TamamWakil Sekretaris : H. Nawawi DuskiBendahara : K.H. Hasan BasriAnggota : Boerhanoedin Harahap, S.HAnggota : K.H. A. Malik AhmadAnggota : Prof. Usman RalibyAnggota : Ir. Ahmad Mas’oed Lutfhi
Pada tahun 1989, kembali dilakukan penyegaran kepengurusan menjadi
sebagai berikut:
Ketua : Mohammad NatsirWakil Ketua I : Prof. Dr. H.M. RasjidiWakil Ketua II : H. M. Yunan NasutionWakil Ketua III : Dr. Anwar HarjonoSekretaris : H. Buchari TamamWakil Sekretaris : Hasanuddin Abu BakarBendahara : K.H. Hasan BasriAnggota : K.H. A. Malik AhmaAnggota : Prof. Usman RalibyAnggota : Ir. Ahmad Mas’oed LutfhiAnggota : K.H. Sholeh IskandarAnggota : K.H. M. Rusjad NurdinAnggota : Mohammad SoleimanAnggota : Drs. Saefullah Mahyuddin, M.AAnggota : Ir. Shaleh Widodo, M.EdAnggota : H. Hussein UmarAnggota : Abdul Wahid Alwy, M.A
Setelah M. Natsir wafat pada 14 Sya’ban 1413/ 6 Pebruari 1993,
berdasarkan hasil pertemuan Silaturrahmi Keluarga Besar Dewan Dakwah yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 1-2 Dzulqa’dah 1413/23/24 April
1993, diputuskan komposisi kepengurusan sebagai berikut:
108
Ketua : Prof. Dr. H.M. RasjidiWakil Ketua I : H.M. Yunan NasutioanWakil Ketua II : Dr. Anwar Harjono, S.HWakil Ketua III : K.H. M. Rusjad NurdinSekretaris : H. Buchari TamamWakil Sekretaris : H. Hasanuddin Abu BakarBendahara : H. Moh. Nazief, S.EAnggota : K.H. Hasan BasriAnggota : H. A. Wahid Alwy, M.AAnggota : Ir. Ahmad Mas’oed LuthfiAnggota : Drs. Saefullah Mahyuddin, M.AAnggota : Mohammad SoleimanAnggota : H. Hussein UmarAnggota : K.H. Malik AhmadAnggota : Prof. Osman RalibyAnggota : K.H. Latief Muchtar, M.AAnggota : K.H. Drs. Didin Hafidhuddin, M.ScAnggota : K.H. Affandi RidhwanAnggota : Dr. H. M. Amien Rais, M.A
Komposisi kepengurusah Dewan Dakwah Pusat pada tahun 1997,
berdasarkan SK No. 003/A-DDIIP/1417/1997, adalah sebagai berikut:
Ketua Umum : Dr. Anwar Harjono, S.HKetua : Prof. Dr. H.M. RasjidiKetua : K.H. M. Rusjad NurdinWakil Ketua : Muhammad SoleimanWakil Ketua : Drs. H.M. Chalil BadawiWakil Ketua : Ir. H.A.M. LuthfiWakil Ketua : H. Hartono Marjono, S.H.Wakil Ketua : Dr. Ir. H.M. SaefuddinSekretaris Umum : H. Hussein UmarSekretaris : H. Hasanuddin Abu BakarSekretaris : H. Mas’adi Sulthani, M.ASekretaris : H.M. Nazier, S.EWakil Bendahara : Tamsil LinrungAnggota : K.H. Hasan BasriAnggota : Prof. H. Osman RalibyAnggota : H.A. Wahid Alwy, M.AAnggota : K.H. Didin Hafidhuddin, M.ScAnggota : K.H. Affandi RidhwanAnggota : Dr. H.M. Amien Rais, M.AAnggota : H. Muzayyin Abdul Wahhab, LcAnggota : H. Wardi Kamili
109
Anggota : H. Ramlan MarjoneAnggota : H. Heman KhailurrahmanAnggota : H. Amlir Syaifa Yasin, B.AAnggota : H. Syuhada BahriAnggota : H. Syaiful Alamsyah, LcAnggota : Drs. H. Misbach Malim, LcAnggota : H. Zulfi Syukur, B.AAnggota : H. Hamlika Hs Dt. MaradjoAnggota : H. Hardi M. ArifinAnggota : Ramli Hutabarat, S.H., H.HumAnggota : Drs. Muhsin, MKAnggota : H. Mazni Mohd. Yunus, LcAnggota : Prof. Dr. A. Rahman ZainuddinAnggota : H. Abdul Wahid Sahari, M.AAnggota : Prof. Dr. H. Dochak LatiefAnggota : H. Faisal Baasir, S.HAnggota : H. Fadhol Arofah, M.AAnggota : H. farid Prawiranegara, A.KAnggota : H. Geys Amar, S.HAnggota : Prof. Dr. H. Hassan LanggulungAnggota : K.H. A. Khalil Ridwan, LcAnggota : Dr. Ir. H. Imaduddin Abdul RahimAnggota : Dr. H. KuntowijoyoAnggota : Drs. H. Muhammad Siddiq, M.AAnggota : Prof. H. Daud Ali, S.HAnggota : Dr. H. Muslim NasutionAnggota : H. Moeslim Aboud Ma’ani, M.AAnggota : H. Nuhtada LabinaAnggota : Dr. H. Nurhay AbdurrahmanAnggota : Drs. H. NursalAnggota : Drs. H. Nurul HudaAnggota : H. Rais Ahmad, S.H., M.AAnggota : H. Rusydi, S.H., S.AgAnggota : Dr. H. Sohirin Mohammad SholihinAnggota : Drs. H. Taufiq IsmailAnggota : Dr. H. Yahya Muhaimin, M.AAnggota : Dr.H. Yusril Ihya Mahendra, S.H Anggota : Prof.Dr.H. Yusuf Amir Feisal 20
20 . Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi, h. 27. Untuk
kepungurusan yang baru periode 2005 s/d 2010 penulis letakkan pada lembaran lampiran.
110
3. Visi dan Misi Dewan Dakwah
Visi berasal dari bahasa Inggris “vision”, yang memiliki arti “daya
lihat”.21 Dalam istilah Arabnya ialah “basirah” yang memiliki kesamaan arti
dengan “syahidah”, artinya “kesaksian atau pandangan”,22 yakni satu
pandangan dari seseorang yang punya akal untuk berpikir dan punya hati untuk
menimbang dalam memilih dan menentukan jalan hidupnya. Seorang muslim
yang percaya bahwa ia diciptakan oleh Allah untuk menjadi hamba-Nya,
sekaligus untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini, tentulah mempunyai
visi yang jelas, yaitu satu pandangan hidup yang tidak boleh keluar dari
ketentuan dan aturan Allah. Demikian pula pandangan dan pendirian organisasi
yang dibentuknya.
1. Maka Dewan Dakwah sebagai satu lembaga (organisasi) Islam yang didirikan oleh tokoh-tokoh ulama dan intelektul pejuang Islam mempunyai satu visi yang berorientasi kepad ajaran Islam, yang bertitik tolak dari azas taqwa dan keridhaan Allah.
2. Dewan Dakwah adalah satu lembaga Islam yang independen, tidak terikat kepada salah satu partai, tapi bersedia bekerjasama dengan semua golongan atau badan yang punya visi sama.
3. Dewan Dakwah memandang semua umat sama dalam posisinya terhadap Allah, tidak membedakan ras, daerah asal, maupun status sosialnya.
4. Dewan Dakwah berjiwa keummatan dan senantiasa “concern” terhadap nasib ummat yang lemah, terutama dalam bidang agama Islam dengan segala ajaran dan tuntunannya dan ingin sekali menolong mereka agar kembali ke jalan yang benar dan bisa menduduki posisi yang kuat dan terhormat dala hidup bermasyarakat dan bernegara, yang diridhai Allah.23
21 . John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia,
1990), cet. XIX., h. 63122 . Al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam,(Beirut:Daaru al-Masyrik,1992),cet.XXXIII.,h. 40 23 . Dinyatakan dalam Anggaran Dasar pasal 3. Lihat, Busyairi, Catatan Perjuangan
H.M. Yunan Nasution, h. 9-10. Dan dalam rangka menanggulangi krisis atas beberapa peristiwa di tanah air, Dewan Dakwah telah mendirikan KOMPAK (Komite Penanggulangan Akibat Krisis). Baca, Dewan Dakwah Pusat, Selayang Pandang Dewan Dakwah Islamiyan Indonesia, (Jakarta: Dewan Dakwah), h. 9
111
Missi dalam bahasa Inggris ialah mission, yang mengandung arti
“tugas”.24 Dalam hal ini tugas-tugas dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Tugas-tugas tersebut bertitik tolak dari tujuan yayasan, yaitu: “Menggiatkan
dan meningkatkan mutu dakwah Islamiyah di Indonesia”.
Tugas-tugas itu dapat dibagi kepada tugas-tugas keluar (extern) dan
tugas-tugas ke dalam (intern).
Tugas-tugas keluar (Extern):
1. Menyampaikan seruan Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia dengan
bijaksana, memberi pelajaran yang baik dan dengan berdialog dalam
suasana dan dengan cara serta hujjah yang lebih baik.
3. Melakukan pendekatan (approaches) kepada individu maupun jamaah
dengan ramah tamah dan kasih sayang, sehingga terjalin silaturrahmi untuk
sama-sama berusaha mempelajari, memahami dan seterusnya bersama-sama
melaksanakan ajaran-ajaran Islam.
4. Menjalin kerjasama dengan pimpinan lembaga-lembaga Islam lainnya, baik
yang begerak dalam bidang pendidikan, bidang kesehatan, sosial, budaya
dan sebagainya.25
5. Menjalin hubungan baik dan saling pengertian dengan para elit politik, para
intelektuak dan para ulama, para kiyai dan habaib, agar dapat saling
24 . M. Echol dan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, h. 38325 . Dalam hal ini, Dewan Dakwah telah melakukan amal yang nyata, yaitu bersama para
Kiyai Pondok Pesantren telah merintis dan aktif membina BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren se- Indonesia), sebagai wadah pertemuan dan kerjasama antara pimpinan-pimpinan pondok pesantren. Lihat, Dewan Dakwah Pusat, Selayang Pandang Dewan Dakwah Islamiyan Indonesia, h. 9
112
membantu dalam ikatan koordinasi, demi kemajuan, kecerdasan dan
kesejahteraan ummat, bangsa dan negara.
6. Menjalin kerjasama dengan pihak pemerintah dan segala jajarannya dalam
usaha meningkatkan kecerdasan, ekonomi, kesehatan dan kesejahteraan
rakyat.26
7. Berusaha melicinkan jalan dakwah, antara lain dengan menghindari dan /
atau mengurangi pertikaian faham antara pendukung dakwah dalam
melaksanakan tugas dakwah.27
Tugas-tugas ke dalam (Intern):
1. Menata organisasi secara profesional dan effesien dalam segala bidang dan
program kegiatan, dan mengatur pembagian tugas diantara pengurus secara
proporsional.
2. Berusaha melengkapi persiapan para da’i dalam melaksanakan tugasnya di
bidang ilmiah, khittah dan alat-alat, sehingga dapat mencapai hasil yang
lebih sempurna dan terwujudnya ummat penegak dakwah.
3. Mengusahakan adanya dana bagi kepentingan dakwah dan kesejahteraan
pendukung dakwah.28
26 . Mengenai kerjasama dengan pemerintah, Dewan Dakwah telah dipercaya sebagai
Dewan Pertimbangan Pengelolaan Dana Haji Departemen Agama. Dewan Dakwah Pusat, Selayang Pandang Dewan Dakwah Islamiyan Indonesia,h. 8
27 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 11-1228 . Di samping telah mendirikan KOMPAK sebagai usaha untuk pengumpulan dana,
Dewan Dakwah juga telah memprakarsai berdirinya KISDI (Komite Islam untuk Solidaritas Dunia Islam), sebagai wadah untuk memperjuangkan aspirasi umat dan menggairahkan solidaritas antar umat Islam nasional, regional dan internasional. Dewan Dakwah Pusat, Selayang Pandang Dewan Dakwah Islamiyan Indonesia, h. 9
113
4. Mewajibkan kepada seluruh jajaran pengurus Dewan Dakwah, baik di
Kantor Pusat, Perwakilan dan Pembantu Perwakilan, maupun para du’at di
lapangan agar supaya pertama, senantiasa berusaha membersihkan jiwa
(tazkiat al-nafs) dan mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah)
dengan melaksanakan ibadah-ibadah (terutama shalat) baik yang wajib,
maupun yang sunnah pada waktu-waktu yang ditentukan oleh syariat Islam.
Kedua, senantiasa berusaha meningkatkan ilmu dan kefahaman Islam
(tafaqquh fi al-din) dan melaksanakan ajaran-ajaran agama, sesuai dengan
petunjuk yang tersebut dalam Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang shahih dari
Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Ketiga, senantiasa memelihara diri dan
keluarga dari ancaman neraka (perilaku, perbuatan dan perkataan yang tidak
senonoh, yang mengandung dosa). Keempat, senantiasa berjiwa besar dan
mau saling membantu dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan sekali-kali
mendorong kepada perbuatan dosa dan permusuhan. Kelima, berlomba-
lomba dalam berbuat kebaikan. Keenam, memulai dengan diri sendiri,
berikan contoh kepada keluarga anda dan keluarga-keluarga yang lain.29
B. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Provinsi Jawa Barat
1. Struktur Organisasi DDII Provinsi Jawa Barat
Dari segi bahasa, struktur dapat berarti cara bagaimana sesuatu disusun
atau dibangun. Sedangkan organisasi berarti susunan atau aturan dari berbagai
29 . Busyairi, Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution, h. 12-14
114
bagian, sehingga menjadi kesatuan yang teratur dan tersusun.30 Dengan
demikian, struktur organisasi Dewan Dakwah Islamiyah dapat diartikan sebagai
suatu kerangka, susunan atau bangunan yang menjadi wadah bagi segenap
kegiatan usaha pengelolaan organisasi dengan jalan membagi-bagikan atau
mengelompokkan pekerjaan yang harus dikerjakan, serta menetapkan dan
menyusun jalinan hubungan kerja antar satuan organisasi, sehingga menjadi
kesatuan yang teratur.
Adanya struktur organisasi tersebut mempunyai arti penting bagi
pengelolaan kegiatan atau program-program kerja, sebab dengan adanya
struktur organisasi tersebut, maka rencana kegiatan yang berkenaan dengan
pengelolaan program dapat berjalan dengan efektif dan efesien. Hal ini
disebabkan setiap tugas dapat dibagi-bagi dalam kesatuan tugas yang terperinci
dengan job description yang jelas, sehingga mencegah terjadinya akumulasi
pekerjaan pada satu bagian.
Adapun struktur organisasi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa
Barat adalah sebagai berikut:
SUSUNAN PENGURUS DEWAN DA’WAH ISLAMIYAHINDONESIA JAWA BARAT
PERIODE 2005 - 2008
A. Majelis Syuro1. Ketua : KH. Athian Aly M. Da’i, M.A2. Anggota-anggota:
1. KH. Syamsuri Siddik 2. Dr. KH. Miftah Faridl 3. Dr. KH. M. Abdurrahman, M.A
30 . Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), cet. ke-3,
h. 860
115
4. Dr. Ing. Suparno Satira 5. Ir. H. Irwanda D. Nasution 6. H. Ating Alimuddin
B. Pengurus
1. Ketua Umum : Prof. Dr. H. Jusuf Amir Feisal, S.Pd. Wakil Ketua Umum : H. Moch. Daud Gunawan, S.E. Ketua : KH. Drs. Entang Muchtar Z.A. Ketua : KH. Drs. Bahrul Hayat Ketua : H. Syaifullah Rusyad Ketua : Drs. H. Agus Halimi, M.Ag.2. Sekretaris Umum : Hadiyanto A. Rachim Sekretaris : Drs.H.M. Noeh Djuremi Sekretaris : Muchsin Al-Fikry, S.Sos Sekretaris : Indra Gumilar S.T. Sekretaris : Drs. Agus Ishaq A.R.3. Bendahara Umum : Fadhlullah Rusyad, S.T.
3.1. Bidang-Bidang
3.1.1. Bidang Pendidikan dan Pelatihan : M. Roinul Balad, S.Sos.I.3.1.2. Bidang Penerbitan dan Penerangan : Asep Syamsul Romi, S.IP.3.1.3. Bidang Kerjasama antar Lembaga : Agus Safaruddin, S.Pd.3.1.4. Bidang Penelitian dan Pengembangan : Ir. Asep Najmuddin, M.P.
3.1.2. Seksi-Seksi
3.1.2.1. Sie Kaderisasi : Dadang Abdul Fatah3.1.2.2. Sie Publikasi : Mamat Rahmat3.1.2.3. Sie Percetakan : Alit Supriyana3.1.2.4. Sie Ekonomi dan UKM : Najmi Ali Imran3.1.2.5. Sie Pemetaan Da’wah : Nono Mulyana3.1.2.6. Sie Humas : Asep Kusmiadi
4. Kepala Sekretariat : Amri Sobri
C. Anggota Pleno
Dr. Hermawan K. Dipoyono Prof. dr. H. Sambas Wiradisuria Prof. Dr. Ir.H. Hidayat Salim Dr.H. Benyamin Harits
116
dr. H. Sahir Ismail, S.PA H. Zainudin Burhan H. Ahmad Saelan Iman Setiawan Lathief Muchtar Drs. H. Muhsin M.K. KH. Harun Muhimmuddin H. U. Ruchayat Abdul Cholil Dedi Achyadi KH. Asep Sudrajat KH. Ahmad Baradja KH. Nana Supriatna M. Rizal Fadhillah, S.H. Drs. H. Djaja Djahari, MPd. H. Arga Lukman Abubakar
Organisasi internal cabang atau perwakilan seabagaimana telah
dikatakan sebelumnya, adalah sama dengan organisasi internal pusat, bedanya
terletak pada ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Pimpinan
biro-biro dan seksi-seksi di cabang atau perwakilan dapat dirangkap dan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya pada setiap bidang harus diusahakan suatu
korelasi antara pusat dan daerah (cabang atau perwakilan) guna kelancaran flow
of job. Untuk melaksanakan efesiensi dalam melaksanakan tugas, maka struktur
organisasi ini bila perlu dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata.31
2. Tugas dan Fungsi Personalia
Tugas dan fungsi personalia pada lembaga dakwah Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia adalah:
a. Majelis Syura
31 . Misbach Malim, Kepala Biro Administrasi dan Organisasi / Kepala Biro
Koordinator Da’i di Lapangan DDII Pusat, Wawancara Pribadi, Jakarta, 10 Agustus 2002
117
Majelis Syura bertugas untuk mempertimbangkan program-program yang
akan dilaksanakan dan memberikan nasihat-nasihat. Majelis Syura ini juga
mempertimbangkan mengenai kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan
oleh Dewan Dakwah Provinsi dalam berbagai permasalahan.
b. Pengurus
Pengurus adalah orang-orang yang bertugas melakukan atau melaksanakan
program-program Dewan Dakwah yang akan dilakukan di lapangan, atau
dengan kata lain pengurus adalah sebagai pelaksana di lapangan.
c. Bidang-bidang
Bidang-bidang pada stuktur organisasi Dewan Dakwah Jawa Barat
mempunyai tugas, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau program yang
telah disepakati bersama, baik yang telah atau sedang dilakukan yang lebih
terfokus pada kegiatan lapangan. Seperti pembagian pekerjaan-pekerjaan
atau pengelompokkan kegiatan-kegiatan yang dikoordinir oleh ketua pada
bidang tersebut.32
d. Seksi-seksi
Seksi-seksi ini bertugas atau berfungsi sama dengan bidang-bidang, akan
tetapi seksi-seksi ini bertujuan untuk memperkecil tugas dakwah yang akan
32 . Contoh pada Bidang Penelitian, bertugas untuk meneliti, mengantisipasi serta
memberikan informasi yang berkenaan dengan dakwah yang akan dan sedang dilakukan, agar tujuan dakwah Dewan Dakwah terlaksana dengan baik. Pada bidang Diklat, bertugas untuk meningkatkan sumberdaya manusia yang bersifat praktis. Seperti mengadakan penyuluhan, memberikan bimbingan para da’i serta dalam usahanya untuk meningkatkan wawasan para da’i tersebut. Mishbah Malim, Kepala Biro Administrasi dan Organisasi/Kepala Biro Koordinator Da’i DDII Pusat, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Oktober 2006.
118
dilakukan. Seperti membuat panitia pada kegiatan Maulid Nabi, membentuk
kepanitian pada acara Isra Mi’raj dan lain sebagainya.
e. Kepala Sekretariat
Bidang ini bertugas untuk membuat, memberikan serta menginpentarisir
surat-surat atau data-data yang masuk dan keluar yang berhubungan dengan
kegiatan dakwah yang akan dan telah dilakukan.33
f. Anggota Pleno
Anggota pleno adalah merupakan anggota yang terdiri dari perwakilan-
perwakilan ormas-ormas Islam yang ada, tokoh masyarakat, ketua Dewan
Dakwah Kota dan Kabupaten.
3. Sejarah Berdirinya
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat berdiri sejak tahun 1978. Untuk
pertama kalinya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat
diketuai oleh K.H. Nursyanurdin dan Sekretaris Umum H. Moch. Daud
Gunawan. Didirikannya Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat bermula dari hasil
musyawarah yang dilaksanakan pada hari Ahad tanggal 26 Februari 1967 di
Masjid Al-Munawarah kampung Bali I No. 53 Tanah Abang Jakarta Pusat,
pada acara halal bi halal, hadir beberapa tokoh ummat seperti bapak
Mohammad Natsir, bapak Prawoto Mangkusasmito, bapak Mohammad Roem,
33 . Mishbah Malim, Kepala Biro Administrasi dan Organisasi/Kepala Biro Koordinator
Da’i DDII Pusat, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Oktober 2006.
119
DR. Mohammad Rasyidi, K.H. Taufiqurrahman, Buya H. Mansyur Daud, Dt.
Palimo Kayo, K.H. Hasan Basri, Al-Ustadz H. agoes Cik.34
Dalam pertemuan tersebut ada beberapa kesimpulan yang disepakati
bersama dan salah satu kesimpulan yang dihasilkan dalam musyawarah tersebut
adalah, memandang perlu (urgent) lebih ditingkatkan hasil dakwah hingga tarap
yang lebih tinggi, sehingga tercipta suatu keselarasan antara banyaknya tenaga
lahir yang dikerahkan dan banyaknya tenaga batin yang dicurahkan dalam
rangka dakwah tersebut.
Hal ini dengan melihat mutu dakwah yang di dalamnya tercakup persoalan
penyempurnaan sistem perlengkapan peralatan, peningkatan tekhnik
komunikasi, lebih-lebih lagi sangat dirasakan perlunya dalam usaha
menghadapi tantangan (konfrontasi) dari bermacam-macam usaha yang
sekarang giat dilancarkan oleh penganut agama-agama lain dan kepercayaan-
kepercayaan (antara lain paham anti Tuhan yang masih merayap di bawah
tanah), Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan sebagainya terhadap masyarakat
Islam. Dalam pertemuan itu juga, mereka memandang perlu adanya tindakan
atau kerjasama antar tokoh dan para da’i dalam masyarakat, dengan
menginstruksikan berdirinya Dewan Dakwah Provinsi dan Kabupaten yang ada
di seluruh Indonesia.
34 . H. Moch. Daud Gunawan, Wakil Ketua Umum Dewan Dakwah Provinsi Jawa
Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 23 Oktober 2007. Beliau adalah termasuk anggota Masyumi yang berasal dari Bandung yang aktif pada masa kepemimpinan M. Natsir.
120
Dua tokoh tersebut yakni K.H. Nursyanurdin dan Sekretaris Umum H.
Moch. Daud Gunawan adalah merupakan anggota dari partai Masyumi pada
masa kepemimpinan seorang ulama besar yaitu M. Natsir. Dengan tujuan yang
sama antara K.H. Nursyanurdin denga para tokoh masyumi lainnya, yaitu ”dulu
berdakwah lewat jalur politik dan sekarang berpolitik melalui jalur dakwah”.
Dengan konsep inilah kemudian perkembangan dakwah yang akan
direncanakan mereka, tidak hanya dilakukan pada suatu tempat tertentu saja
tapi bahkan lebih dari itu, mereka mengembangkan sayap dakwahnya ke
berbagai provinsi atau daerah yang ada di Indonesia.
Bila kita melihat sejarah Dewan Dakwah, salah satu yang menyebabkan
berdirinya adalah disebabkan karena adanya satu daerah tertentu yang tadinya
masyarakat tersebut lebih banyak beragama Islam, namun perkembangan
selanjutnya kuantitas umat Islam di daerah tersebut menjadi berkurang. Hal ini
disebabkan, karena adanya kegiatan Kristenisasi, yang berusaha memanfaatkan
umat Islam pada kondisi tertentu, yakni kurang pengetahuan tentang agama
Islam dan faktor ekonomi yang kurang mendukung.
Sama halnya dengan sejarah berdirinya Dewan Dakwah Pusat dengan
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat, yang salah satu faktornya adalah adanya
usaha kristenisasi. Paling tidak, ada tiga hal yang mendorong terjadinya
pembentukan Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat. Pertama, adanya
kesepakatan para pendiri Dewan Dakwah untuk membentuk Dewan Dakwah di
setiap Provinsi dan Kabupaten yang ada di Indonesia. Kedua, Dakwah yang
telah dilakukan oleh para da’i terutama untuk masyarakat Bandung masih
121
kurang maksimal dan tidak terkoordinir dengan rapih, bahkan dengan
kepemimpinan Orde Baru dakwah yang telah dilakukan pada waktu itu
dirasakan mengalami banyak hambatan, seperti diharuskannya izin dalam
menyelenggarakan suatu kegiatan keagamaan walaupun sesederhana mungkin,
dan dipersulitnya gerakan dakwah yang telah dilakukan oleh para ulama. Dan
ketiga, adanya usaha pemurtadan aqidah yang terjadi dikalangan umat Islam
Bandung yang dikenal dengan Kristenisasi, terutama untuk di daerah Cimahi
sebagai pusat gerakan Kristenisasi.
Namun demikian, menurut Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
Pusat, sambutan hangat masyarakat dan pemerintah terhadap aktivitas dakwah
yang dilakukannya menyebabkan Dewan Dakwah terpacu, untuk melakukan
langkah desentralisasi.35 Seperti pelatihan da’i yang mulai dilaksanakan di
daerah, program-program lain pun mulai diserahkan pengelolaannya kepada
Dewan Dakwah perwakilan. Dewan Dakwah Pusat hanya memberikan
pengarahan global, sementara teknis operasional diserahkan sepenuhnya kepada
perwakilan. Dan Dewan Dakwah telah memantapkan perwakilannya di
berbagai Provinsi. Kini terdapat 16 perwakilan yang sudah mantap dan bahkan
sudah mulai membuka Pembantu Perwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat II.
Perwakilan-perwakilan yang relatif sudah mantap itu ialah:
35 . Usaha desentralisasi yang telah dilkakukan oleh Dewan Dakwah Pusat termasuk
disebabkan telah wafatnya pimpinan Dewan Dakwah yang karismatik yaitu M. Natsir. Karena pada masa kepemimpinan M. Natsir, kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Dewan Dakwah telah berjalan sangat baik, hal ini disalah satu penyebabnya disebabkan karismatik yang dimilikinya. M. Roinul Balad, Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 23 Oktober 2007.
122
1. Daerah Istimewa Aceh
2. Sumatera Utara
3. Sumatera Barat
4. Riau
5. Bengkulu
6. Lampung
7. Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
8. Jawa Barat
9. Jawa Tengah
10. Daerah Istimewa Yogyakarta
11. Jawa Timur
12. Sulawesi Selatan
13. Sulawesi Tengah
14. Nusa Tenggara Barat
15. Maluku
16. Kalimantan Barat
Sedangkan Dewan Dakwah Perwakilan yang masih harus ditingkatkan
dan dikembangkan eksistensinya adalah:
1. Jambi
2. Sumatera Selatan
3. Kalimantan Selatan
4. Kalimantan Tengah
5. Kalimantan Timur
123
6. Sulawesi Utara
7. Sulawesi Tenggara
8. Bali
9. Nusa Tenggara Timur
10. Irian Jaya
11. Timor-Timur. 36
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat yang diketuai oleh K.H. Nursyanurdin dan dengan Sekretaris Umum H. Moch. Daud Gunawan ketika itu, melihat bahwa tertariknya umat Islam dengan beralihnya dari agama Islam ke agama Kristen itu, disebabkan karena kurangnya Sumberdaya umat serta perekonomian masyarakat yang masih rendah.37
Maka program-program dakwah yang dijalankan oleh Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat ketika itu, yaitu bagaimana mengatasi permasalahan-
permasalahan di atas. Yaitu pembentengan aqidah umat dengan mengadakan
pendekatan terhadap masyarakat dengan mengadakan bakti sosial, memberikan
sembako-sembako, memberikan pengetahuan-pengetahuan keagamaan,
mendirikan masjid-masjid, pemberdayaan perekonomian masyarakat, serta
berusaha meningkatkan mutu pendidikan umat Islam.
36 . Data ini yang telah ditulis oleh Dewan Dakwah pada tahun 1997. Lukman Hakiem
dan Tamsil Linrung, Menunaikan Panggilan Risalah: Dokumentasi Perjalanan 30 Tahun Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (Jakarta: Dewan Dakwah, 1997), h. 52
37 . Setelah wafatnya M. Natsir, para pengurus Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat menyadari bahwa hal tersebut akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap langkah-langkah atau sikap-sikap yang harus dilakukan oleh mereka. Dulu mereka melihat dengan karismatiknya M. Natsir langkah dakwah yang mereka lakukan bisa dibilang sudah cukup, namun sekarang para pengurus dan da’I Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat harus lebih giat lagi menyuarakan kegiatan dakwahnya tanpa diikuti kewibawaan M. Natsir tersebut. M. Roinul Balad, Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 23 Oktober 2007.
124
Sampai sekarang pun, gerakan Kristenisasi masih sering ditemui oleh
para da’i dan pengurus Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat, seperti adanya
komik-komik untuk anak-anak yang materinya mengarah kepada pemurtadan
aqidah generasi Islam.
Setelah tumbangnya Orde Baru dengan suasana yang baru pula, maka
sekarang ini program-program atau kegiatan dakwah yang akan dilakukan
dirasakan lebih leluasa, dengan diberikannya kebebasan berpikir bagi kemajuan
umat. Dari sinilah, kemudian Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat
mengembangkan sayap dakwahnya, dengan membentuk perwakilan-perwakilan
di daerah-daerah atau Kabupaten-kabupaten, seperti di kota Bandung,
kabupaten Bandung, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Bekasi, Depok,
Subang, Cirebon, Kuningan, Banjar, Ciamis, Tasik dan Garut. Jumlah pengurus
dan da’i pada setiap kabupaten paling sedikit 13 orang, yang terdiri dari 8 orang
pengurus dan 5 orang da’i.
Salah satu contoh dari keberhasilan Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) Jawa Barat adalah, kegiatan dakwah yang telah dilakukan
oleh mereka di daerah Ujung Kulon Banten. Masyarakatnya sebagian besar
petani, banyak yang belum bisa membaca Al-Qur’an. Kemudian mereka
mengadakan Diklat Metode Iqra dan TK Al-Qur’an. Sekarang sudah berhasil
didirikan 18 kampung yang terdiri dari:
1. Kampung Sinar Laut berjumlah 23 santri
2. Kampung Marapat berjumlah 20 santri
3. Kampung Cikendak, berjumlah 23 santri
125
4. Kampung Cangkudu, berjumlah 21 santri
5. Kampung Panimbang Jaya, berjumlah 41 santri
6. Kampung Babakan Kiara, berjumlah 30 santri
7. Kampung Ciwangun, berjumlah 35 santri
8. Kampung Sadang, berjumlah 60 santri
9. Kampung Ciburial, berjumlah 30 santri
10. Kampung Citeluk, berjumlah 29 santri
11. Kampung Sumur, berjumlah 46 santri
12. Kampung Cibadak, berjumlah 35 santri
13. Kampung Sindang, berjumlah 31 santri
14. Kampung Cikeusik, berjumlah 38 santri
15. Kampung Rac Seneng, berjumlah 32 santri
16. Kampung Suka Jaya, berjumlah 21 santri
17. Kamung BK Bandung, berjumlah 48 orang
18. Kampung Situ Potong, berjumlah 19 santri. 38
38 . Data ini ditulis pada bulan Juni tahun 2001. Jumlah santri di 18 kampung tersebut
jumlah totalnya adalah 565 santri anak-anak maupun remaja. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Ukhuwah: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (Jakarta: Biro Penerangan Dewan Dakwah, 2001), no. 21 s/d 30, . 13
126
BAB VPEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam Kegiatan Dakwah
DDII Jawa Barat Pasca Reformasi
1. Perencanaan (Planning)
Pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang telah dilakukan oleh
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat dalam melakukan kegiatan dakwahnya
ini, merupakan hasil temuan peneliti atau penulis dalam bentuk data natural
setting (apa adanya) tanpa adanya subjektivitas peneliti. Maka data ini disebut
juga sebagai another reality dan bukan error reality (data yang
dipersalahkan).1
Menurut Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat pengertian perencanaan
adalah, proses merencanakan suatu program atau kegiatan, yang didasarkan
kepada hasil evaluasi sebelumnya, serta adanya tuntutan kondisi aktual yang
harus segera direspon.2
Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa
Barat dalam melakukan proses perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Asesmen (Pendataan masalah atau kebutuhan)
b. Penentuan tujuan
c. Perumusan program
1 . Data Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat yang dianalisis berdasarkan teory
Georgy R. Terry diletakkan pada pembahasan selanjutnya yaitu “analisis Analisis Pelaksanaan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam Kegiatan Dakwah DDII Jawa Barat Pasca Reformasi.”
2 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 04 September 2007.
127
d. Penentuan kegiatan
e. Penentuan schedulling
Dalam merencanakan suatu kegiatan, Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia Jawa Barat telah memiliki program jangka panjang dan jangka
pendek. Program jangka panjang dan jangka pendek itu adalah sebagai
berikut:
Program jangka pendek:
a. Konsolidasi organisasi internal
b. Konsolidasi da’i
c. Penataan sarana dakwah
d. Penataan perpustakaan
e. Fund-rising
Program jangka panjang:
a. Pembuatan peta dakwah
b. Pembinaan jaringan organisasi dakwah
c. Pembangunan sistem informasi dakwah
d. Pembangunan Islamic Center Terpadu
Berdasarkan penelitian di lapangan, program-program jangka pendek
yang telah dan sedang dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat di
daerah Cimahi yang merupakan daerah binaannya, seperti mensosialisasikan
keberadaan lembaga dakwah itu sendiri, baik dari segi eksistensi maupun
pengenalan pemahaman keagamaan yang mereka pahami, dengan melalui
pemberian bulletin terhadap para jama’ah shalat Jum’at. Memberikan
128
pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan anak 15 tahun.
Untuk mengatasi hal ini, Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat telah melakukan
kegiatannya seperti, mencari donatur baik dari pengurus Dewan Dakwah
sendiri maupun dari luar Dewan Dakwah.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian menurut Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat adalah,
proses menata dan mengembangkan tiap-tiap program atau kegiatan
berdasarkan kriteria, sehingga dapat diaplikasikan sesuai missi dan visi Dewan
Dakwah.3
Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa
Barat dalam melakukan pengorganisasian adalah sebagai berikut:
a. Penentuan SDM yang relevan
b. Penentuan organisasi yang sesuai program
c. Penentuan sumber materi/ non materi
d. Persiapan pelaksanaan4
Ada beberapa kriteria yang menjadi landasan Dewan Dakwah Provinsi
Jawa Barat dalam melakukan pengorganisasian. Kriteria-kriteria itu adalah
sebagai berikut:
a. Disesuaikan dengan bidang garapan
3 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 04 September 2007.
4 . Yang ditunjuk dalam melakukan pengorganisasian adalah, setiap Ketua Bidang yang relevan di bawah koordinasi salah satu ketua yang membidangi garapan yang bersangkutan. Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 04 September 2007.
129
b. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan
c. Memiliki mobilitas yang tinggi
d. Memiliki pengalaman dan dedikasi yang tinggi pada DDII Jawa Barat
Ketika akan mengadakan suatu pengorganisasian di daerah binaannya,
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat terlebih dahulu membuat team formatur
yang beranggotakan 5 orang.5 Team formatur ini, bertugas tidak hanya
melakukan pengelompokkan atau pembagian kerja, tetapi juga menentukan
orang-orang yang akan melakukannya. Berdasarkan hasil penelitian, dalam
melakukan pembagian kerja ini tidak didasarkan pada keahliannya, dengan
alasan karena pemilihan tersebut masih bersifat umum dan belum diketahui
keahlian-keahlian pada masing-masing calon pengurus.6
3. Kepegawaian (Staffing)
Staffing menurut pengertian Dewan Dakwah Jawa Barat adalah, proses
penentuan SDM, yang ditempatkan pada bidang atau struktur organisasi sesuai
keahlian atau kecakapan yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan
organisasi.7
5 . Team Formatur yang beranggotakan 5 orang tersebut, yaitu berasal dari orang-
orang yang telah mendapatkan Pelatihan Muballigh yang disebut dengan istilah daurah. Daerah Cimahi adalah merupakan daerah binaan Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat Pasca Reformasi. Ayi Suhyadi Nata, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia daerah Cimahi, Wawancara Pribadi, Bandung, 01 September 2007.
6 . Ayi Suhyadi Nata, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia daerah Cimahi, Wawancara Pribadi, Bandung, 01 September 2007.
7 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 04 September 2007.
130
Dalam melakukan rekruitmen pegawai, orang yang melakukannya
adalah langsung ditangani oleh pimpinan, yakni Ketua Umum, Wakil Ketua
Umum dan Sekretaris Umum. Sedangkan tahapan-tahapan yang dilakukan
oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat dalam kepegawaian itu adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan kriteria rekruitmen yang sesuai dengan vissi dan missi,
kebutuhan dan kemampuan DDII Jawa Barat
b. Melakukan komunikasi terbatas dengan potensi SDM hasil binaan DDII
c. Penentuan kesepakatan melaksanakan tugas atau amanah
d. Pembuatan SK penepatan
Ada kriteria-kriteria yang menjadi landasan dalam melakukan
pemilihan atau rekruitmen pegawai. Kriteria-kriteria itu adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki jiwa berdakwah yang tinggi
b. Menerima vissi dan missi DDII Jawa Barat
c. Bersikap Islami
Berdasarkan penelitian lapangan yang telah dilakukan oleh penulis,
dari masalah kepegawaian yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi
Jawa Barat terhadap kepengurusan untuk daerah Cimahi, terutama dalam
masalah perekrutan pegawai atau pengurus kantor, perekrutan dilakukan
dengan cara mengadakan Musyawarah Kerja terlebih dahulu yang dilakukan
131
oleh Dewan Dakwah Provinsi secara terbuka kepada masyarakat umum,
dengan melalui team formatur.8
4. Pengarahan (Motivating)
Pengertian motivating atau pengarahan menurut Dewan Dakwah Jawa
Barat adalah, proses memberikan dorongan dalam meningkatkan kinerja
dakwah.9
Tahapan-tahapan yang diambil oleh Dewan Dakwah Jawa Barat dalam
melakukan pengarahan adalah sebagai berikut:
a. Menginventarisasi kegiatan yang intensitasnya tinggi
b. Mengevaluasi SDM yang memiliki komitmen pada program
c. Memberi pencerahan unjuk kerja
d. Memberikan stimulus atas prestasi kerja
Permasalahan-permasalahan yang harus diarahkan adalah sebagai
berikut:
a. Kembali kepada orientasi vissi dan missi
b. Motivasi dalam dakwah
c. Strategi dakwah
d. Metode dakwah
8 . Hal ini dibenarkan oleh Ayi Suhyadi Nata, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia daerah Cimahi, Wawancara Pribadi, Bandung, 06 September 2007.9 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi,
Bandung, 04 September 2007.
132
Sedangkan cara-cara yang dilakukan oleh Dewan Dakwah Jawa Barat
dalam melakukan pengarahan adalah sebagai berikut:
a. Melalui Forum Rapat Pimpinan
b. Melalui Taushiyah10
c. Melalui kerjasama antar program
5. Pengawasan (Controlling)
Dewan Dakwah Jawa Barat mengartikan pengawasan adalah, sebagai
proses mengendalikan seluruh program agar sesuai dengan vissi dan missi dan
dengan tujuan DDII Jawa Barat.11
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengadakan pengawasan
adalah sebagai berikut:12
a. Melakukan sinkronisasi antara program dan vissi/missi
b. Melakukan pembinaan keorganisasian
c. Melakukan evaluasi program
Cara-cara Dewan Dakwah Jawa Barat dalam melakukan pengawasan:
a. Melakukan Rapat Rutin Pimpinan
b. Melakukan pemantauan program
c. Melaksanakan evaluasi kerja
10 . Pengarahan melalui taushiyah ini, Dewan Dakwah Jawa Barat melakukannya
dengan melalui pemanggilan pengurus atau para da’i di daerah. Ayi Suhyadi Nata, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia daerah Cimahi, Wawancara Pribadi, Bandung, 01 September 2007.
11 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi, Bandung, 04 September 2007.
12 . Dewan Dakwah Jawa Barat melakukan pengawasan setiap satu semester (6 bulan). Ayi Suhyadi Nata, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia daerah Cimahi, Wawancara Pribadi, Bandung, 01 September 2007.
133
Cara-cara dalam mengukur performance atau pelaksanaan kerja:
a. Fasilitas memadai
b. Kualitas SDM
c. Kerjasama antar bidang
d. Komunikasi organisasi
e. Pelaksanaan atau realisasi program
f. Sesuai dengan vissi dan missi, strategi dan metode dakwah DDII Jawa
Barat
Pengawasan terhadap kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat, terutama di wilayah
Cimahi belum dilakukan sampai sekarang ini, dan akan direncanakan pada
bulan Ramadhan yang akan dilakukan oleh Dewan Dakwah Pusat.13
B. Analisis Pelaksanaan Fungsi-fungsi Manajemen Dalam Kegiatan
Dakwah DDII Jawa Barat Pasca Reformasi
Penelitian yang dilakukan pada lembaga dakwah Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Jawa Barat salah satu tujuannya adalah, untuk mengetahui
bukti empiris tentang penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan
dakwahnya, diantaranya: Perencanaan dan perencanaan jangka panjang dan
jangka pendek, pembagian kerja dan keahliannya, koordinasi antara para
13 . Pelantikan pengurus yang berada di daerah Cimahi ini dilakukan pada tanggal 18
Pebruari 2007. Ayi Suhyadi Nata, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia daerah Cimahi, Wawancara Pribadi, Bandung, 01 September 2007.
134
pegawai atau da’i, perekrutan dan seleksi para pegawai, pengarahan,
pengawasan dan tindakan korektif, dan evaluasi kegiatan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden yang
merupakan sampel dan sekaligus sebagai populasi terhadap para da’i dan
masyarakat yang berada dalam wilayah pembinaan Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia Provinsi Jawa Barat sebanyak 135 orang, diperoleh informasi
melalui angket sebagai berikut:
Pendapat Responden Terhadap Penerapan Fungsi-fungsi Manajemen dalam Kegiatan Dakwah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat. 14
Tabel 5.1.
No.Penerapan Fungsi-fungsi
Manajemen dalam Kegiatan Dakwah
Jawaban”Ya”
Jawaban”Tidak”
1Perencanaan, perencanaan jangka panjang dan jangka pendek
81/60% 54/40%
2 Pembagian kerja dan keahlian 59/40% 76/60%
3Koordinasi antara para pegawai atau da’i
44/30% 91/70%
4Perekrutan dan seleksi para pegawai
67/49,2% 68/50,8%
5 Pengarahan 45/30% 90/70%
6Pengawasan dan tindakan korektif
53/40% 82/60%
7 Evaluasi 60/40% 75/60% 15
14 . Metode angket ini sebagaimana telah dibahas pada teknik pengumpulan data,
digunakan sebagai alat tes yang bertujuan untuk mendapatkan ukuran keperibadian seseorang (sikap), dengan menggunakan pengukuran Skala Likert, yaitu teknik pengukuran dengan mengedepankan pada pernyataan “positif dan negatif”. Jawaban “Ya “ atau “Tidak” merupakan gambaran dari jumlah responden (pemilih).
15 . Rumus atau cara penghitungan prosentase pada table 5.1 yaitu, yang menjawab “Ya” dibagi dengan jumlah responden keseluruhan dikali dengan 100 ( 81:135 x 100 = 60%) dan begitu juga yang menjawab “Tidak”.
135
Dari pendapat responden pada tabel di atas, dapat ditemukan jawaban
terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Perencanaan, perencanaan jangka panjang dan jangka pendek, sudah
berjalan dengan baik karena 60 % yang menjawab ”Ya” atau sudah
dilaksanakan dengan baik dan 40% yang menjawab ”Tidak” atau belum
dilaksanakan dengan baik.
2. Pembagian kerja dan keahlian belum dilaksanakan dengan baik, karena
60% yang menjawab ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik dan
40% yang menjawab ”Ya” atau sudah dilaksanakan dengan baik
3. Koordinasi antara para pegawai atau da’i belum berjalan dengan baik
karena 70% yang menjawab ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik
dan 30% yang menjawab ”Ya” atau sudah dilaksanakan dengan baik
4. Perekrutan dan seleksi para pegawai belum terlaksana dengan baik, karena
50,8% yang mengatakan ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik
dan hanya 49,2% yang mengatakan ”Ya” atau telah dilaksanakan dengan
baik
5. Pengarahan belum berjalan dengan baik, karena 70% yang mengatakan
”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik dan 30% yang mengatakan
”Ya” atau sudah dilaksanakan dengan baik
6. Pengawasan dan tindakan korektif belum dilakukan dengan baik karena
60% yang menjawab ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik, dan
40% yang mengatakan ”Ya” atau telah dilaksanakan dengan baik
136
7. Evaluasi belum dilaksanakan dengan baik, karena 60% yang mengatakan
”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik dan 40% yang mengatakan
”Ya” atau telah dilaksanakan dengan baik.
Dari data pada tabel 5.1., maka penerapan fungsi-fungsi manajemen
yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa
Barat dalam melakukan kegiatan dakwahnya, juga dapat disimpulkan atau
diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat hanya
menerapkan Fungsi manajemen yang pertama yaitu planning
(perencanaan), Menurut hemat penulis, ciri-ciri dari sebuah organisasi
salah satunya adalah memiliki perencanaan baik rencana jangka
panjang dan jangka pendek. Akan tetapi kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi yaitu terletak pada pelaksanakan program-program yang akan
dilaksanakan, seperti halnya yang terjadi pada lembaga dakwah Dewan
Dakwah Provinsi Jawa Barat.
b. Pada penerapan fungsi-fungsi manajemen yang lainnya, seperti organizing
(pembagian kerja berdasarkan keahlian dan koordinasi antara para pegawai
atau da’i), staffing (perekrutan dan seleksi para pegawai), motivating
(pengarahan) serta controlling (pengawasan yang berupa tindakan korektif
dan evaluasi), belum dilaksanakan dengan baik.
c. Yang paling rendah nilainya di antara fungsi-fungsi manajemen yang
belum diterapkan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat dengan baik
adalah pengorganisasian (koordinasi antara para pegawai).
137
d. Bila dilihat dari permasalahan yang ada di lapangan, maka akar masalah
”Tidak” atau belum dilaksanakannya fungsi-fungsi manajemen dalam
kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat
dengan baik adalah, karena para pengurus yang lebih disibukkan dengan
kegiatan masing-masing pengurus atau para da’i, seperti terlibatnya dalam
kegiatan kepartaian, adanya pengurus yang masuk anggota DPRD dan lain
sebagainya. Maka tidak mustahil, kantor Dewan Dakwah Provinsi Jawa
Barat tersebut sering terlihat ”kosong” dan hanya dihadiri oleh Kepala
Sekretariat saja. Inilah esensi dari tidak atau belum dilaksanakannya
fungsi-fungsi manajemen oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat
dengan baik, sehingga terjadi perbedaan antara yang ideal dengan realisasi.
Untuk mengetahui perbedaan sikap antara para da’i dan masyarakat,
dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 135 orang tersebut,
mengenai penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan dakwah yang
dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat pasca reformasi, diperoleh
data sebagai berikut:
Sikap yang dikemukakan 135 orang terhadap penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan dakwah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Barat pasca reformasi sudah dilaksanakan dengan baik atau
belumTabel 5.2.
Status Ya (sudah)dilaksanakan
Tidak (belum)dilaksanakan
Da’i 16 19
Masyarakat 43 57
138
Dari tabel 5.2. di atas dapat diinterpretasikan atau tafsirkan sebagai
berikut:
1. Masyarakat merupakan responden yang paling banyak menjawab ”Tidak”
atau belum dilaksanakan dengan baik dengan jumlah 57 responden,
sedangkan dari da’i hanya 19 responden. Hal ini disebabkan dari hasil
obsevasi di lapangan, ada sebagian responden (masyarakat) yang tidak
mengetahui sama sekali program-program atau kegiatan-kegiatan yang
akan dan telah dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat.16 Ini
menunjukkan bahwa pertama, kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat tidak atau belum menyentuh pada
kebutuhan atau sesuai dengan yang telah diharapkan oleh masyarakat.
Kedua, kurang adanya sosialisasi kepada masyarakat terutama mengenai
kegiatan-kegiatan dakwah yang akan dilakukan.
2. Dari tabel di atas juga menunjukkan para da’i dan masyarakat memiliki
kesamaan pendapat bahwa, penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam
kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa
Barat, ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat
diketahui dari 19 responden (da’i) yang menjawab ”Tidak” atau belum
dilaksanakan dengan baik,16 responden (da’i) yang menjawab ”Ya” atau
sudah dilaksanakan dengan baik. Dan 57 responden (masyarakat) yang
16 . kebanyakan dari responden yang menjawab “Tidak” atau belum dilaksanakan
dengan baik, peneliti temui pada kegiatan pengajian tepatnya pada tanggal 25 September 2007 yang dipimpin oleh seorang Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) yang juga merangkap sebagai ketua MUI Daerah Cimahi.
139
menjawab ”Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik, 43 responden
(masyarakat) yang menjawab ”Ya” atau sudah dilaksanakan dengan baik.
1. Analisis Fungsi Perencanaan
Penelitian yang dilakukan pada lembaga dakwah Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat, memiliki tujuan juga yaitu untuk menganalisis penerapan
fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan dakwahnya, dengan menggunakan
teori Georgy R. Terry dan Leslie W. Rue.
Fungsi pertama dalam manajemen adalah perencanaan (planning).
Pada bab sebelumnya, telah diutarakan bahwa pengertian perencanaan
menurut Georgy R. Terry adalah proses memutuskan tujuan-tujuan apa yang
akan dicapai, apa yang akan dikejar selama suatu jangka waktu yang akan
datang, dan apa yang dilakukan agar tujuan-tujuan itu dapat tercapai.17
Bila dilihat dari pengertian Georgy R. Terry dan Leslie W. Rue dengan
pengertian yang telah diutarakan oleh Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat,
terdapat kesamaan pengertian, yakni kesemuanya berpendapat bahwa
perencanaan dalam sebuah kegiatan, merupakan proses penentuan tujuan-
tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang, baik pada tujuan jangka
panjang maupun jangka pendek.
Menurut Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat, perencanaan merupakan
hasil evaluasi atau keputusan yang didasari pada observasi di lapangan yang
17 . Georgy R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2005), cet. Pertama, h. 43-44.
140
berupa informasi-informasi. Menurut Georgy R. Terry pun demikian,
perencanaan yang efektif haruslah didasarkan atas fakta-fakta dan informasi
tidak atas emosi, dan dia merupakan suatu proses intelektual.
Program-program jangka pendek yang telah dan sedang dilakukan oleh
Dewan Dakwah Jawa Barat di daerah Cimahi yang merupakan daerah
binaannya, seperti mensosialisasikan keberadaan lembaga dakwah itu sendiri,
baik dari segi eksistensi maupun pengenalan pemahaman keagamaan yang
mereka pahami, dengan melalui pemberian bulletin terhadap para jama’ah
shalat Jum’at. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
pentingnya pendidikan anak 15 tahun. Untuk mengatasi hal ini, Dewan
Dakwah Provinsi Jawa Barat telah melakukan kegiatannya seperti, mencari
donatur baik dari pengurus Dewan Dakwah sendiri maupun dari luar Dewan
Dakwah.
Bila dilihat dari kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan
Dakwah Jawa Barat, fungsi manajemen yang pertama ini, telah diterapkan
dalam organisasi mereka. Hal ini terlihat dari dari program kegiatan dakwah
yang mereka lakukan berjalan secara terarah dan teratur rapi. Mereka
menentukan program-program apa saja yang akan dilakukan, baik dalam
jangka waktu pendek maupun panjang yang didahulukan dengan Asesmen
atau pendataan masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan, sebelum
dilakukannya kegiatan perencanaan. Program-program jangka panjang dan
jangka pendek itu disebut dalam istilah Georgy R. Terry dengan perencanaan
taktis dan strategis.
141
Dari paparan di atas, terlihat bahwa organisasi dakwah atau lembaga
dakwah yang dikenal dengan Dewan Dakwah tersebut, telah berupaya
mengaplikasikan fungsi perencanaan ini dalam pengelolaan organisasinya.
Dengan demikian, perencanaan yang mereka terapkan telah menempuh
langkah-langkah manajerial, seperti penentuan program dalam sebuah
perencanaan, dengan mendahulukan pengenalan terhadap Dewan Dakwah
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan, karena lembaga dakwah tersebut belum
banyak dikenal di daerah Cimahi, dan perlu adanya penjelasan nama Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) itu sendiri, yang terkadang memiliki
kesamaan nama dengan organisasi lain yang memiliki konotasi negatif.
Bila Georgy R. Terry mengatakan bahwa, perencanaan strategis adalah
menjawab pertanyaan ”kemana harusnya kita akan pergi ?”, sedangkan
perencanaan taktis adalah ”bagaimana seharusnya kita sampai ke situ ?”, maka
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat sudah melakukannya, dengan
mensosialisasikan pertama kali lembaga dakwah itu sendiri, artinya agar
masyarakat lebih mengenal apakah Dewan Dakwah itu sebenarnya. Dan ini
termasuk dalam bentuk perencanaan strategis, dengan menjawab pertanyaan
”akan dibawa kemana seharusnya Dewan Dakwah itu ?”. Sedangkan
perencanaan taktisnya adalah, menjawab pertanyaan ”bagaimana seharusnya
Dewan Dakwah sampai kepada tujuan yang telah direncanakan itu ?”, yaitu
dengan cara mengadakan suatu kegiatan-kegiatan dengan menggunakan
bendera Dewan Dakwah, dengan menyebarkan bulletin pada usai shalat
Jum’at dan pada waktu bulan Ramadhan. Disamping sebagai usaha
142
pengenalan tentang Dewan Dakwah, tetapi juga sebagai usaha pendekatan
organisasi tersebut dengan masnyarakat setempat.
2. Analisis Fungsi Pengorganisasian
Suatu rencana yang telah dirumuskan atau ditetapkan, dilaksanakan
oleh sekelompok orang yang tergabung dalam satuan-satuan kerja tertentu.
Satuan-satuan kerja tersebut merupakan bagian dari pengorganisasian. Dengan
demikian, pengorganisasian merupakan upaya mempertimbangkan susunan
organisasi, pembagian pekerjaan, yang dikelompokkan menjadi beberapa
bagian, baik berupa kegiatan-kegiatan yang dianggap penting atau pun sangat
penting.
Organizing atau pengorganisasian menurut Georgy R. Terry adalah,
proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan, dan
penugasan setiap kelompok kepada seorang manager yang mempunyai
kekuasaan, yang perlu untuk mengawasi anggota-anggota kelompok.18
Pengorganisasian menurut Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat adalah,
proses menata dan mengembangkan tiap-tiap program atau kegiatan
berdasarkan kriteria, sehingga dapat diaplikasikan sesuai missi dan visi Dewan
Dakwah.19
Bila kita lihat dari dua pengertian ini, maka tidaklah ada perbedaan
pengertian, karena kedua-duanya mengartikan pengorganisasian sebagai
18 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 82.19 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi,
Bandung, 04 September 2007.
143
proses atau usaha pengelompokkan kegiatan dan orang-orang yang akan
melakukannya berdasarkan kriteria-kriteria. Dan hal ini, sesuai dengan Georgy
R. terry yang mengatakan bahwa, tujuan teratas dari organizing atau
pengorganisasian adalah, untuk membantu orang-orang dalam bekerja
bersama-sama secara efektif.
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat dalam melakukan
pengorganisasian sudah sesuai dengan teori Georgy R. Terry, yakni telah
menggunakan fungsi pengorganisasian sebagaimana mestinya, dengan usaha
melakukan pengelompokkan baik terhadap kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan maupun terhadap orang-orang yang akan melakukannya, yaitu
dengan membentuk team formatur, yang ditugaskan tidak hanya
mengelompokkan kegiatan dakwah yang akan dilakukan tetapi juga
menentukan orang-orang yang akan melakukan kegiatan dakwah tersebut,
berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukannya.
Menurut Georgy R. Terry, ada empat macam komponen dalam
pengorganisasian. Empat macam itu adalah, work (pekerjaan), employes
(pegawai-pegawai), relationship (hubungan-hubungan) dan environment
(lingkungan). Kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat pasca reformasi, telah memenuhi beberapa komponen-
komponen tersebut di atas. work atau pekerjaan, sesuai dengan yang telah
mereka realisasikan adalah penentuan sumber materi yang disesuaikan dengan
bidang garapannya. Employes atau pegawai-pegawai, yaitu dengan
menentukan para pegawai dengan diikuti oleh penentuan SDM yang relevan.
144
Relationships atau hubungan-hubungan, pada dasarnya secara organisasi telah
dilakukan dengan penentuan garis instruksi yang merupakan cerminan
hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya, interaksi seorang pegawai
dengan yang lainnya, dan dari satuan unit pekerjaan dengan pekerjaan lainnya.
Namun demikian, bila dilihat dari realisasi di lapangan, terdapat suatu sikap
para da’i atau pengurus yang membawa kepada akses yang kurang
menguntungkan dalam bidang relationship atau hubungan-hubungan ini,
terutama sekali, adanya perbedaan sikap atau perbedaan pendapat oleh para
da’i atau pengurus terhadap kegiatan kepartaian. Setiap da’i atau para
pengurus dibebaskan untuk memilih partai yang akan mereka dukung.
Menurut pemantauan penulis di lapangan, telah terjadi adanya aksi
saling dukung-mendukung diatara para pengurus dan da’i itu, sehingga secara
psikologis kegiatan tersebut akan mengganggu dari tujuan relationship atau
hubungan-hubungan antar para da’i dan para pengurus, bahkan tidak menutup
kemungkinan, para da’i dan pengurus akan lebih memikirkan atau terkuras
kepada pemikiran bagaimana memajukan partainya masing-masing, yang
sudah barang tentu akan mempengaruhi tujuan-tujuan dakwah yang telah
disepakati bersama. 20
20 . Padahal sikap seperti ini, dapat dikatakan bertentangan dengan apa yang telah
dikatakan oleh Husein Umar Sekjen Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat. Ia mengatakan bahwa “Dewan Dakwah akan selalu menjaga jati dirinya sebagai gerakan dakwah yang independen. Tak berafiliasi dengan salah satu parpol manapun. Bahkan DDII ingin menjadi perekat parpol-parpol yang berbasis masa Islam”. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan, (Dewan Dakwah: Jakarta, 2000), vol. 2. no. 1 Juli, h. 65
145
Yang terakhir dari komponen dalam pengorganisasian menurut Georgy
R. Terry adalah, environment atau lingkungan. Lingkungan ini termasuk di
dalamnya iklim umum, yang mana para da’i atau pengurus harus mengetahui
serta menciptakan iklim yang kondusif, agar tujuan yang telah direncanakan
dapat terlaksana dengan baik. Dengan melihat kenyataan di lapangan,
komponen terakhir ini, juga belum dilaksanakan dengan baik, karena Dewan
Dakwah Provinsi Jawa Barat lebih mengikuti suasana lingkungan yang multi
partai. Dengan pengertian lain, bahwa Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat
tidak berusaha untuk membentuk atau menciptakan suasana atau kondisi
masyarakat, tetapi justru telah ”terpengaruh” kepada kondisi masyatakat yang
multi tersebut. Jika hal ini terjadi, maka program-program yang telah
direncanakan dan diorganisasikan atau dikelompokkan dengan sedemikian
rupa, akan mengalami kesulitan ketika kegiatan dakwah akan dilaksanakan
dan sulit untuk berjalan sebagaimana mestinya. Sebaik manapun program-
program itu telah direncanakan dan diorganisasikan atau dikelompokkan,
namun bila tidak dibarengi dengan kondisi yang memungkinkan, maka
kesulitan-kesulitanlah yang akan kita dapati terutama ketika kegiatan-kegiatan
dakwah tersebut akan dilaksanakan.
3. Analisis Fungsi Kepegawaian
Staffing menurut pengertian Dewan Dakwah Jawa Barat adalah, proses
penentuan SDM, yang ditempatkan pada bidang atau struktur organisasi sesuai
keahlian atau kecakapan yang bersangkutan dan dengan kebutuhan
146
organisasi.21 Sedangkan menurut Georgy R. Terry adalah, menentukan
keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan
dan pengembangan tenaga kerja.22
Dari dua pengertian ini, maka pengertian staffing atau kepegawaian
memiliki pengertian yang berbeda walaupun terdapat kesamaan pemahaman.
Georgy R. Terry menganggap bahwa staffing tidak hanya sebagai proses
penentuan sumber daya manusia, tetapi lebih jauh dari itu, ia merupakan
proses penyaringan, latihan dan bahkan mengarah kepada proses
pengembangan tenaga kerja atau para da’i.
Bila dilihat dari masalah kepegawaian yang telah dilakukan oleh
Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat, lembaga dakwah ini telah melakukan
sebagai mana mestinya sesuai dengan apa yang mereka pahami dari pengertian
staffing atau kepegawaian itu, yaitu dengan berusaha untuk menentukan
sumber daya manusia dalam melaksanakan kegiatan dakwahnya, sesuai
dengan kebutuhan organisasi tersebut.
Namun demikian, kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan
Dakwah Provinsi Jawa Barat terutama untuk daerah Cimahi sebagai daerah
binaannya pasca reformasi, ketika melakukan pengangkatan atau rekruitmen
para da’i atau pegawai tidak melaksanakan proses penyeleksian atau
penyaringan terlebih dahulu. Georgy R. Terry sendiri mengatakan bahwa
proses penyeleksian merupakan usaha untuk mengadakan pengamatan-
21 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi,
Bandung, 04 September 200722 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 10-12.
147
pengamatan terhadap calon-calon yang potensial. Bahkan lebih jauh dari itu,
pemilihan tenaga pegawai atau para da’i hendaknya diikuti dengan melakukan
pendataan biografi, wawancara dan ujian.
Memang benar, pengangkatan team formatur yang beranggotakan
lima orang tersebut yang bertugas untuk mengadakan pengangkatan para da’i
dan pengurus di daerah adalah merupakan hasil dari pembinaan Dewan
Dakwah Provinsi Jawa Barat Akan tetapi hal tersebut dilakukan hanya pada
tahapan pengurus untuk tingkat Provinsi saja, dan tidak dilakukan juga untuk
para da’i dan pengurus pada tingkat daerah. Padahal, sebaik manapun rencana-
rencana yang telah kita tetapkan dan diorganisasikan, namun bila tidak
dibarengi dengan kemampuan manusia yang tidak mencukupi, maka program-
program yang telah direncanakan akan sulit untuk terlaksana dengan baik, dan
bahkan target-target dakwah yang akan dicapai akan terbuang dengan sia-sia.
4. Analisis Fungsi Pengarahan
Pengertian motivating atau pengarahan menurut Dewan Dakwah Jawa
Barat adalah, proses memberikan dorongan dalam meningkatkan kinerja
dakwah.23 Sedangkan menurut Georgy R. Terry, pengarahan adalah,
mengarahkan atau menyalurkan prilaku manusia ke arah tujuan-tujuan.24
Pengertian di atas tersebut, tidaklah ada perbedaan pemahaman yang
mendasar, keduanya sama-sama memahami, pengarahan sebagai proses
23 . Hadiyanto A. Rachim, Sekretaris Umum DDII Jawa Barat, Wawancara Pribadi,
Bandung, 04 September 2007.24 . R. Terry dan W. Rue, Dasar-dasar Manajemen, h. 14.
148
memberikan dorongan yang mengarah kepada perubahan atau pengarahan
sikap manusia dalam melaksanakan suatu kegiatan, agar rencana-rencana atau
program-program yang telah ditetapkan dan telah diorganisasikan dapat
terlaksana dengan baik dan sesuai dengan yang diinginkan dan telah
direncanakan oleh organisasi.
Dari fungsi manajemen yang satu ini berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat telah melakukannya dengan
cara melakukan pemanggilan terhadap para pengurus atau para da’i di daerah
yang menjadi daerah binaannya. Pemanggilan ini telah dilakukan setiap
semester atau enam bulan sekali dalam bentuk tausiyyah atau nasihat.
Sedangkan materi yang dibicarakan adalah sekitar permasalahan kegiatan
dakwah yang sedang dilakukan oleh para da’i dan pengurus di daerah.
Menurut Georgy R. Terry fungsi pengarahan ini amatlah penting,
karena ia dapat didefinisikan sebagai suatu usaha mengarahkan prilaku
seseorang agar dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan semangat, karena
orang itu ingin melakukannya. Seorang pegawai yang tidak mendapatkan
motivasi atau pengarahan dalam melakukan suatu kegiatan, maka sulit baginya
untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya sebagaimana mestinya.
Namun demikian menurut hemat penulis, bila dilihat dari manfaat
fungsi pengarahan ini, pengarahan tidaklah cukup dilakukan hanya dalam
waktu enam bulan sekali sebagaimana telah dilakukan oleh Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat. Sebab permasalahan di lapangan biasanya sangat berbeda
dengan apa yang diprediksikan atau diperkirakan. Terutama sekali, kegiatan
149
dakwah merupakan kegiatan yang selalu berhubungan dengan manusia, yang
bisa terjadi perubahan-perubahan dalam waktu yang begitu singkat, atau
mungkin kondisi-kondisi lingkungan itu sendiri yang memungkinkan
terjadinya perubahan-perubahan. Dan usaha pengarahan tidaklah selalu
dilakukan dengan cara pemanggilan para pengurus atau da’i, tetapi juga tidak
kalah pentingnya, bila pengawasan itu dilakukan dengan melihat secara
langsung atau pada tempat kegiatan dakwah tersebut dilakukan, hal ini akan
memberikan dampak psikologis yang berbeda terhadap para da’i dan
pengurus.
5. Analisis Fungsi Pengawasan
Dewan Dakwah Jawa Barat mengartikan pengawasan adalah, sebagai
proses mengendalikan seluruh program agar sesuai dengan vissi dan missi dan
dengan tujuan DDII Jawa Barat. Sedangkan pengawasan menurut Georgy R.
Terry adalah, mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan
sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan
korektif dimana perlu, untuk menjamin tercapainya hasil-hasil menurut
rencana.
Bila dilihat dari pengertian di atas, pada dasarnya memiliki pengertian
yang sama, yakni sebagai usaha pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang
sedang dan telah dilakukan, yang berupa penyimpangan-penyimpangan dan
dilakukannya tindakan korektif bila mana perlu. Karena dalam kegiatan
150
pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Dakwah tidak hanya berupa
pemantauan program, tetapi termasuk di dalamnya evaluasi kerja.
Dari hasil wawancara dan pemantauan di lapangan, kegiatan
pengawasan yang dilakukan Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat terhadap
kegiatan dakwahnya, terutama di daerah Cimahi yang merupakan daerah
binaan pasca reformasi, yaitu belum dilakukan sampai sekarang ini, dan akan
direncanakan pada bulan Ramadhan yang akan dilakukan oleh Dewan Dakwah
Pusat dan Provinsi.
Menurut Georgy R. Terry, dalam pengawasan dilakukan kegiatan
pengukuran performance atau pelaksanaan kerja. Dalam pengukuran
performance itu, dilakukan dengan cara pengamatan-pengamatan, laporan-
laporan serta data-data. Sedangkan Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat,
mengukur pelaksanaan kerja yaitu dengan melihat fasilitas kegiatan,
pelaksanaan atau realisasi program.
Memang dalam mengukur pelaksanaan kerja, tidaklah cukup dengan
hanya melihat realisasi atau pelaksanaan program dan fasilitas dalam sebuah
kegiatan. Pengukuran itu haruslan bersifat pemantauan di lapangan, laporan-
laporan secara lisan dan data-data dalam bentuk tulisan. Ketiga cara
pengukuran ini menurut hemat penulis, adalah cara-cara pengukuran
pelaksanaan kerja yang sudah memiliki kesempurnaan. Karena pengukuran
itu, harus dengan penglihatan secara langsung terhadap kegiatan dakwah yang
sedang dan telah dilakukan, dengan mendengarkan laporan-laporan para da’i
atau pelaksana kegiatan dan dengan laporan tertulis yang telah dibuat oleh para
151
pelaksana kegiatan dalam bentuk tulisan. Bila dilihat dari waktu pembentukan
pengurus Dewan Dakwah Daerah Cimahi dan dengan pemantauan di
lapangan, maka kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Dakwah
Provinsi yaitu sekitar 6 bulan sekali. Hal ini menunjukkan bahwa, selama 6
bulan setelah kegiatan dakwah itu dijalankan belum dilakukan pengukuran
pelaksanaan kerja, evaluasi pelaksanaan kegiatan dan tindakan korektif
terhadap kegiatan-kegiatan dakwah yang telah dan sedang dijalankan. Padahal,
tindakan korektif terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilakukan
sudah seharusnya dilakukan, mengingat kegiatan-kegiatan dakwah adalah
suatu kegiatan yang mudah akan terjadinya perubahan-perubahan. Jadi selama
itu pula, telah terjadi penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan atau di
lapangan yang tidak sesuai dengan program-program yang telah direncanakan.
Frederick Winslow Taylor, yang dikenal sebagai “Bapak Manajemen
Ilmiah, ia menganalisis tentang kinerja para pegawai pabrik, yang
mengutamakan penggunaan mesin yang efesien, dan penghitungan waktu yang
tepat dalam menjalankan suatu pekerjaan, ia sampai kepada suatu kesimpulan
bahwa, persentase yang amat besar dari tenaga buruh dan bahan-bahan yang
terbuang, oleh karena organisasi dan pengawasan kerja yang tidak efesien. 25
Sedangkan bila kita lihat pada bab sebelum telah diungkapkan bahwa, prinsip
pengawasan adalah untuk mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan
25. Dengan pemikiran barunya tentang manajemen ini, maka pada masa itu timbul
suatu gerakan yang dikenal dengan “Gerakan Efisiensi”, yaitu suatu sistem manajemen yang memusatkan perhatiannya pada efesiensi kerja seorang manager di dalam produksi barang-barang. Koontz dan O’donnell, Prinsip-rinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi Managerial, (Jakarta: Bhrata, 1967), Jilid 1, h. 39-41
152
untuk diperbaiki kemudian dan mencegah terulangnya kembali kesalahan itu,
begitu pula mencegah sehingga pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana
yang telah ditetapkan.26 Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa, tindakan
pengawasan dalam suatu kegiatan dakwah amatlah penting, yang bila tidak
dijalankan akan mengakibatkan kesalahan yang fatal, karena tidak sesuainya
dengan program-program yang telah disepakati dan direncanakan.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat
Berhasil atau tidaknya sebuah organisasi dalam pencapaian tujuan,
tergantung pada sejauh mana organisasi tersebut memiliki kemampuan
manajerial, terutama dalam mengatasi segala hambatan yang akan datang.
Kemampuan-kemampuan mensosialisasikan diri, termasuk juga sebagai usaha
dalam mensukseskan tujuan organisasi.
Ada beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam mencapai
kesuksesan lembaga dakwah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa Barat.
Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:
Faktor penghambat:
1. Faktor Manusia
Setiap para da’i dan pengurus ikut terlibat dalam masalah kepartaian. Hal
ini akan mengakibatkan kurangnya fokus pemikiran terhadap kegiatan
dakwah yang akan dan sedang dilakukan. Dan bahkan tidak menutup
26 . Jawahir Tanthowi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Al-Husna, 1983), h. 78.
153
kemungkinan, akan terjadi perbedaan sikap terhadap masing-masing da’i
dan pengurus dengan membawa nama atau bendera partai masing-masing.
2. Teknik Pelaksanaan
a. Pada kegiatan rekrutimen pegawai atau para da’i terutama untuk di
daerah binaan, tidak dilakukan dengan cara penyaringan atau
penyeleksian, dan penyeleksian itu hanya dilakukan untuk tingkat
Provinsi. Padahal, rekruitmen dengan penyeleksian itu sangat penting
demi terlaksananya kegiatan dakwah dengan baik.
b. motivating atau pengarahan yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah
Provinsi Jawa Barat terhadap para da’i dan pengurus, masih kurang
dilakukan, karena kegiatan pengarahan tersebut dilakukan selama enam
bulan sekali. Dan pengarahan itu hendaknya dilakukan secara langsung
dan tidak hanya dengan melakukan pemanggilan-pemanggilan para
da’i dan pengurus.
c. Dalam mengukur pelaksanaan kerja, Dewan Dakwah Provinsi Jawa
Barat hanya sebatas melihat terhadap realisasi program atau kegiatan
saja. Sedangkan pengukuran tersebut, hendaknya dilakukan dengan
cara penglihatan atau pemantauan secara langsung, mendengarkan
laporan-laporan dalam bentuk lisan dan menelaah laporan-laporan
dalam bentuk tulisan atau data-data.
Walaupun ada faktor penghambat dalam melakukan kegiatan
dakwahnya, tetapi juga ada faktor pendukung yang memudahkan kegiatan
154
dakwah itu dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan yang diinginkan oleh
organisasi.
Faktor pendukung:
1. Keinginan atau motivasi dakwah para da’i dan pengurus yang cukup tinggi
2. Sumber daya manusia yang sudah cukup memadai
D. Analisis SWOT Kegiatan Dakwah DDII Jawa Barat
Agar perencanaan yang telah ditetapkan berjalan dengan baik dan
sesuai dengan sasaran suatu organisasi, maka terlebih dahulu harus
menganalisis kemungkinan apa saja yang mempengaruhi program-program
yang telah ditetapkan.
Analisis SWOT merupakan cara mengidentifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi atau suatu perusahaan.
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(strength), dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalisir kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Analisis SWOT ini biasanya digunakan oleh suatu perusahaan untuk
meramalkan masa depan perusahaan. Namun dapat juga digunakan untuk
sebuah organisasi keagamaan seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Analisis SWOT pada lembaga dakwah Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia Jawa Barat dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Strength (kekuatan), yaitu kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan
memberikan keuntungan kepada organisasi, seperti: keinginan atau
155
motivasi dakwah para da’i dan pengurus yang cukup tinggi dan sumber
daya manusia yang cukup memadai.
2. Weakness (kelemahan), yaitu keterbatasan yang terdapat pada organisasi.
Dengan mengetahui keterbatasan-keterbatasan atau kelemahan-kelemahan
yang dimiliki sebuah organisasi, maka organisasi dapat mengadakan suatu
perbaikan atau perubahan ke arah yang lebih baik. Kelemahan yang
terdapat pada lembaga dakwah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa
Barat adalah seperti: para pengurus dan da’i yang terlibat partai politik,
rekruitmen terhadap para pegawai tidak berdasarkan penyeleksian,
kurangnya melakukan kegiatan pengarahan dan kurang efektifnya
pengukuran performance atau pelaksanaan kerja. Hal ini dapat ditutupi
atau diatasi dengan kekuatan yang ada dalam organisasi tersebut, yaitu
dengan adanya keinginan atau motivasi dakwah yang tinggi terhadap para
da’i dan pengurus, serta dengan sumber daya manusia yang cukup
memadai.
3. Opportunity (kesempatan), merupakan situasi yang penting yang dapat
menguntungkan organisasi. Dengan merumuskan segala kemungkinan
peluang yang terdapat dalam organisasi, maka proses pencapaian tujuan
akan dapat dilaksanakan lebih mudah. Dalam melakukan kegiatan
dakwahnya, Dewan Dakwah Provinsi Jawa Barat pada dasarnya telah
mempunyai banyak peluang, peluang itu misalnya, sikap demokrasinya
masyarakat terhadap kegiatan keagamaan, hal ini dapat memberikan
156
kesempatan atau peluang bagi Dewan Dakwah untuk terus eksis dalam
melakukan kegiatan dakwahnya.
4. Threat (ancaman), ancaman itu harus diketahui oleh sebuah organisasi
secara baik, sehingga dapat diambil langkah-langkah yang berupa
antisipasi-antisipasi agar tidak menjadi hambatan-hambatan dalam
pencapaian suatu tujuan. Ancaman-ancaman itu misalnya, sikap multi
partai para pengurus dan da’i, partai-partai politik yang merasa terganggu
terhadap kepentingan politiknya dan organisasi-organisasi keagamaan di
luar Islam.
Dengan menggunakan analisis SWOT ini, maka dapat diketahui
kekuatan dan kelemahan yang sebenarnya, baik yang datang dari internal
organisasi maupun dari luar organisasi. Sehingga hal tersebut dapat
dikendalikan dan diantisipasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Mas’oed, H., Islam Dalam Pelukan Muhtadin Mentawai: 30 Tahun Perjalanan Dakwah Ila’llah Mentawai Menggapai Cahaya Iman. Jakarta: Biro Khusus Dakwah Mentawai DDII, 1997, cet. Ke-1.
Abu Bakar, Hasanuddin, Dt. Rajo Angek, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Visi dan Missi. Jakarta: Dewan Dakwah, 2000.
Adair, John, Menjadi Pemimpin yang Efektif. Jakarta: PT. Gramedia, 1994, cet. Ke-3.
A.F. Stoner, James., Manajemen. Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1988.
Ahmad, Amrullah, Dakwah Islam Sebagai Ilmu, Sebuah Pendekatan Epistimologi Islam, Makalah Simposium di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga, 14 Desember 1995.
Alijoyo, Antonius., Enterprise Risk Management Pendekatan Praktis. Jakarta: PT. Ray Indonesia, 2005, cet. Ke-I.
Alwasilah, A. Chaedar, Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2006, cet. Ketiga.
Arifin, M, Tatang, Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Busyairi, Badruzzaman : Catatan Perjuangan H.M. Yunan Nasution. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1989, cet. I.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993, cet.Ke-3.
Dewan Dakwah Pusat, Selayang Pandang Dewan Dakwah Islamiyan Indonesia. Jakarta: Dewan Dakwah.
, Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan. Jakarta:
Dewan Dakwah, 2000, vol. 2. no. 1 Juli.
Echols, John, M., dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 1990, cet. Ke-XIX.
Evison, Alan, Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Hongkong: Oxford University Press, 1987, cet. Ke-6.
Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Habib,M. Syafa’at, Buku PedomanDa’wah.Jakarta: PT.Bumirestu,1982,cet.ke-1
Hakiem, Lukman dan Tamsil Linrung, Menunaikan Panggilan Risalah Dokumentasi Perjalanan 30 Tahun Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Jakarta: Media Dakwah, 1997.
Handoko, T. Hani, Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 1997, cet. ke-11.
Husin, Asna, “Phylosophical and Sociological Aspect of Da’wah: Study of Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia”, Disertasi, Colombia: Colombia University, 1998.
Koontz, Harold dan Cyril O’donnell, Prinsip-prinsip Manajemen: Suatu Analisa Mengenai Fungsi-fungsi Managerial. Jakarta: Bhratara, 1966, Jilid 1.
Luth, Thohir, M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet. Ke-1.
Ma’luf, Luwais, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam. Beirut: Daaru al-Masyrik,1992, cet. XXXIII.
Maman, U, et.al, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Maslow, H, Abraham Motivasi dan Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993, cet. Ke-4.
Moleong, Lexy J, Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, cet. Ke-23
, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, cet. Ke-13.
Muchtarom, Zaini, Dasar-dasar Manajemen Dakwah. Yogyakarta: Al-Amin dan IKFA, 1996), cet. ke-1.
Mukhyi, M.A, Pengantar Manajemen Umum. Jakarta:Gunadarma,1991,cet.Ke-1
Munir, M, dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah. Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2006, cet. Ke-1.
Nasution, Mulia, Pengantar Manajemen. Jakarta: Djambatan, 1996.
Nawawi, H. Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995, cet. Ke-7.
Pujaatmaka, Hadyana, Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996.
Rahardjo, M. Dawam, Intelektual, Inteligensia dan Prilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim. Bandung: Mizan, 1993, cet. Ke-1.
Rahmat, Jalaluddin, Islam Alternatif. Bandung: Mizan, 1986, cet.Ke-1.
Robbins, P, Stephen., dan Mary Coulter, Management, Sixth Edition. Jakarta: PT. Prenhallindo, 1999.
, Perilaku Organisasi Seventh Edition. Jakarta: PT. Prenhallindo,1996
R. Terry, Georgy., dan Leslie W. Rue, Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005, Cet. Ke-9.
Sabarguna, Boy S. MARS, Sabarguna, Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif.Jakarta: UI Press, 2006, cet. Pertama.
Sarwoto, Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991, cet. Ke-8.
Shaleh, Abd. Rosyad, Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993, cet. Ke-3.
Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. Bandung: Mizan, 1997, cet. Ke-1.
Shihab, M.Quraish, Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1995,cet.Ke-10.
Subagyo, P. Jiko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.
Tanthowi, Jawahir, Unsur-unsur Manajemen Menurut Ajaran Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983.
Uwes, Sanusi, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Pertama.
Warman, John, Manajemen Pergudangan. Jakarta: PT. Sinar Agape Press, 1993,cet.Ke-3.
Widyatmini, Izzati Amperaningrum, Pengantar Organisasi dan Metode. Jakarta: Gunadarma, 1991.
Winardi, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Bidang Manajemen.Bandung: Mandar Maju, 2002.
Pengurus Kantor
LAMPIRAN 1MATERI-MATERI WAWANCARA
1. Apakah Dewan Dakwah telah menerapkan fungsi-fungsi manajemen
dalam kegiatan dakwahnya ?
2. Apa saja fungsi-fungsi manajemen dakwah DDII Jawa Barat pasca
reformasi ?
3. Apakah planning atau perencanaan itu menurut Dewan Dakwah Jawa
Barat ?
4. Tahapan-tahapan apa saja yang dilakukan oleh Dewan Dakwah dalam
melakukan sebuah perencanaan ?
5. Adakah perencanaan jangka panjang dan jangka pendek ?
6. Apa saja perencanaan jangka panjang dan jangka pendek itu ?
7. Apakah Organizing atau pengorganisasian itu menurut Dewan
Dakwah Jawa Barat ?
8. Tahapan-tahapan apa saja yang dilakukan oleh Dewan Dakwah dalam
melakukan sebuah pengorganisasian ?
9. Siapa yang ditunjuk ?
10. Kriteria-kriteria apa saja yang menjadi landasan dalam mengambil
keputusan pemilihan tersebut ?
11. Apakah Staffing atau kepegawaian menurut Dewan Dakwah Jawa
Barat itu ?
12. Tahapan-tahapan apa saja yang dilakukan oleh Dewan Dakwah dalam
merekrut para pegawai ?
13. Siapa yang ditunjuk ?
14. Kriteria-kriteria apa saja yang menjadi landasan dalam mengambil
keputusan pemilihan tersebut ?
15. Apakah Motivating atau pengarahan menurut Dewan Dakwah Jawa
Barat itu ?
16. Tahapan-tahapan apa saja yang dilakukan oleh Dewan Dakwah dalam
melakukan pengarahan ?
17. Permasalahan-permasalahan apa saja yang harus diarahkan ?
18. Bagaimana cara mengarahkannya ?
19. Apakah Controlling atau pengawasan menurut Dewan Dakwah itu ?
20. Tahapan-tahapan apa saja yang dilakukan oleh Dewan Dakwah dalam
melakukan pengawasan ?
21. Seberapa sering Dewan Dakwah melakukan pengawasan ?
22. Bagaimana cara mengawasinya ?
23. Bagaimana cara mengukur performance atau pelaksanaan kerjanya ?
Responden Umum
LAMPIRAN 2ANGKET
Petunjuk Pengisian Angket !
1. Isilah angket ini dengan jujur sesuai hati nurani saudara, karena informasi
yang kami peroleh dari angket ini semata-mata kami gunakan hanya untuk
kepentingan penelitian dan akan kami jamin kerahasiaannya.
2. Saudara tidak perlu mencantumkan nama, cukup dengan melingkari status
saudara apakah saudara sebagai da’i atau masyarakat.
3. Untuk menjawab setiap pertanyaan, cukup saudara melingkari huruf “a”
jika jawabannya “Ya” atau sudah dilaksanakan dengan baik, atau huruf
“b” jika jawabannya “Tidak” atau belum dilaksanakan dengan baik.
KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI SAUDARA DALAM RANGKA MEMBERIKAN INFORMASI YANG JUJUR
MELALUI ANGKET INI
Menurut pengamatan saudara, baik status saudara sebagai da’i atau
masyarakat :
1. Apakah kegiatan dakwah yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah
selama ini telah berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah
direncanakan dan waktu yang telah ditentukan ?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah pembagian kerja yang telah dilakukan oleh Dewan Dakwah
terhadap para pegawainya atau para da’i telah dilaksanakan dengan baik
dan sesuai dengan keahliannya ?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah koordinasi antara para pegawai atau para da’i telah berjalan
sebagaimana mestinya ?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah Dewan Dakwah telah melakukan perekrutan para pegawai atau
da’i dari luar Dewan Dakwah dan berdasarkan seleksi ?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah para pegawai atau da’i dalam melakukan kegiatan dakwahnya,
telah mendapatkan pengarahan yang baik ?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah para da’i dalam melakukan pekerjaannya telah mendapatkan
pengawasan yang baik dan adanya tindakan korektif ?
a. Ya b. Tidak
7. Adakah evaluasi pekerjaan atau kegiatan terhadap kegiatan-kegiatan yang
telah dilakukan oleh para da’i ?
a. Ya b. Tidak