96
PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICES SAPI POTONG DI PT LEMBU JANTAN PERKASA SERANG - BANTEN SKRIPSI TANTIA SAFITRI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sapi

Citation preview

Page 1: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICES SAPI POTONG

DI PT LEMBU JANTAN PERKASA

SERANG - BANTEN

SKRIPSI

TANTIA SAFITRI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

RINGKASAN

TANTIA SAFITRI. D14070016. 2011. Penerapan Good Breeding Practices Sapi

Potong di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten. Skripsi. Departemen Ilmu

Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini M.Si.

Peningkatan populasi ternak sapi yang terjadi di Indonesia dari tahun ke

tahun diikuti pula dengan peningkatan pemotongan ternak sapi. Hal ini

mengindikasikan adanya peningkatan pada kebutuhan akan daging sapi di Indonesia.

Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam meningkatkan produksi daging

sapi di Indonesia yaitu diantaranya dengan melakukan impor daging dan sapi

bakalan. Sapi bakalan impor ini juga digunakan untuk usaha penggemukan di

Indonesia. Namun, usaha ini akan terus bergantung pada impor bakalan apabila tidak

ada usaha pembibitan ternak. Pelaksanaan usaha pembibitan sapi potong

memerlukan suatu pedoman yang harus diterapkan dengan baik yaitu Good Breeding

Practices (GBP). Penerapan GBP merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan

produktivitas sapi potong yang dihasilkan. Wujud nyata dari adanya penerapan ini

adalah terbentuknya suatu manual mutu, yaitu semacam pedoman Standard

Operational Procedure (SOP) dalam melaksanakan kegiatan usaha ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan GBP sapi potong di PT

Lembu Jantan Perkasa (LJP), Serang-Banten. Penerapan GBP meliputi empat aspek,

yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan, dan pengawasan. Kegiatan

magang penelitian dilakukan di PT LJP, Serang-Banten. Magang penelitian ini

dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2010. Metode yang digunakan berupa

pengamatan, penyebaran kuisioner, dan wawancara. Analisis data penelitian

dilakukan secara deskriptif dengan peubah yang diamati, yaitu evaluasi pelaksanaan

GBP, calving interval (CI), service per conception (S/C), conception rate (C/R),

serta calving rate (CR).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan aspek GBP sapi potong di

PT LJP Serang-Banten telah dilakukan dengan baik. Penerapan GBP yang baik pada

perusahaan ini ditunjukkan pada ketercapaian produktivitas yang tinggi pada tahun

2010 yaitu CI sebesar 372 hari, S/C sebesar 1,5, CR sebesar 88%, dan C/R sebesar

84%. Kesimpulan yang diperoleh yaitu diperlukan adanya perbaikan pada aspek

GBP diantaranya, perbaikan tempat penampungan limbah, perusahaan

mempertimbangkan kembali mengenai replacement stock, peningkatan pengawasan

areal perusahaan, serta adanya fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan

kendaraan tamu di pintu masuk perusahaan.

Kata Kunci : Good Breeding Practices (GBP), penerapan, dan sapi potong

Page 3: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

ABSTRACT

The Implementation of Good Breeding Practice for Beef Cattle

at PT Lembu Jantan Perkasa in Serang-Banten

T. Safitri, R. Priyanto, and Henny .N

Cow-calf production is fundamental to the other cattle production system, i.e

growing of stocker and cattle finishing. Good Breeding Practices (GBP) for beef

cattle is important for breeding goal achievement that is producing breeding animal.

The scope of GBP in beef cattle farming includes four aspects: facilities, cattle

breeding, environmental protection and supervision. The study aimed to examine the

Good Breeding Practices for beef cattle at PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) in Serang

-Banten. Descriptive analysis was used to review the breeding operation in PT LJP

Serang-Banten. The breeding parameters observed were calving interval, service per

conception, conception rate, and calving rate. The result showed that in general the

company had applied well GBP in its operation. There were several aspects that

should be considered to improve the GBP operation those site plant building and

security, replacement stock, and animal health. Calving interval are 408 days in 2009

and 372 days in 2010. Service per conception are 1,6 in 2009 and 1,5 in 2010.

Conception rate are 78% in 2009 and 88% in 2010 and calving rate are 23% in 2009

and 84% in 2010.

Keywords: beef cattle, cow-calf production, implementation of good breeding

practices

Page 4: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICES SAPI POTONG

DI PT LEMBU JANTAN PERKASA

SERANG - BANTEN

TANTIA SAFITRI

D14070016

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 5: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

PENERAPAN GOOD BREEDING PRACTICES SAPI POTONG

DI PT LEMBU JANTAN PERKASA SERANG-BANTEN

Oleh

TANTIA SAFITRI

D14070016

Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 19 April 2011

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rudy Priyanto) (Dr. Ir. Henny Nuraini M.Si)

NIP : 19601216 198603 1 003 NIP : 19640202 198903 2 001

Page 6: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1989 di Tanjung Karang,

Bandar Lampung. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan

Bapak Mukrin Abdullah dan Ibu Darty Sabkie.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar

Negeri 2 Palapa, Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan

lanjutan menengah pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun

2004 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung. Penulis melanjutkan

pendidikan di SMA Yayasan Pembina Universitas Lampung pada tahun 2004 dan

diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada

tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di

jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor pada tahun 2008. Penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa

(UKM) Century Institut Pertanian Bogor sebagai staf divisi ilmu teknologi pada

periode 2008-2009 dan sebagai ketua divisi ilmu teknologi pada periode 2009-2010.

Penulis menjadi sekretaris umum pada periode 2009-2010 di Himpunan Mahasiswa

Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter). Penulis juga mengikuti kegiatan

Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2009 dan 2010, serta menjadi peserta

dalam kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIII yang diselenggarakan oleh

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional bekerjasama

dengan Universitas Mahasaraswati, Denpasar dalam bidang pengabdian pada

masyarakat. Penulis menjadi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik

(PPA) selama menyelesaikan studinya.

Page 7: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT

atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong di PT Lembu

Jantan Perkasa Serang-Banten. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah

kepada Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Penyelesaian

skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan.

Upaya dalam meningkatkan produksi daging sapi di Indonesia yaitu

diantaranya dengan melakukan impor daging dan sapi bakalan. Sapi bakalan impor

ini juga digunakan untuk usaha penggemukan di Indonesia. Namun, usaha ini akan

terus bergantung pada impor bakalan apabila tidak adanya usaha pembibitan ternak.

Pelaksanaan usaha pembibitan sapi potong memerlukan suatu pedoman yang harus

diterapkan dengan baik yaitu Good Breeding Practices (GBP). Selanjutnya, sebagai

wujud nyata dari adanya penerapan ini adalah terbentuknya suatu manual mutu, yaitu

semacam pedoman Standard Operational Procedure (SOP) dalam melaksanakan

kegiatan usaha ini. Maka dari itu Penulis tertarik untuk mengkaji penerapan GBP

pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) Serang-Banten yang telah berkontribusi dalam

usaha pembibitan ternak. Pengkajian terhadap aspek GBP di PT LJP, Serang-Banten

ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan usaha pembibitan sapi

potong skala kecil hingga besar di Indonesia.

Penulis menyadari karya sederhana ini masih jauh dari sempurna. Penulis

berharap penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi yang bermanfaat

kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, 02 Mei 2011

Penulis

Page 8: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ……........................................................................................ i

ABSTRACT ................................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………......... x

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...... xi

PENDAHULUAN …………………………………………………............. 1

Latar Belakang ………………………………………………........... 1

Tujuan ................................................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3

Bangsa Sapi ........................................................................................ 3

Sapi Brahman Cross ............................................................... 3

Sapi Simmental ...................................................................... 5

Sapi Limousin ........................................................................ 5

Produktivitas Sapi Potong di Indonesia ............................................. 6

Produksi Sapi Potong ............................................................. 6

Reproduksi Sapi Potong ......................................................... 7

Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi ...................................................... 8

Efisiensi Reproduksi .......................................................................... 9

Service per Conception (S/C) ................................................. 9

Conception Rate (CR) ............................................................ 10

Calving Interval (CI) .............................................................. 10

Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong .............................................. 11

Sistem Pemeliharaan Sapi Potong .......................................... 11

Bangunan dan Fasilitas Peternakan ........................................ 12

Perkandangan ......................................................................... 13

Manajemen Pakan .................................................................. 13

Iklim ....................................................................................... 14

Good Breeding Practice (GBP) ......................................................... 15

MATERI DAN METODE ............................................................................ 16

Lokasi dan Waktu .............................................................................. 16

Page 9: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

viii

Materi dan Alat .................................................................................. 16

Prosedur .............................................................................................. 16

Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 16

Analisis Data ...................................................................................... 16

Peubah yang diamati .............................................................. 17

1. Evaluasi pelaksanaan Good Breeding Practices .. 17

2. Calving Interval (CI) ............................................ 17

3. Service per Conception (S/C) ............................... 17

4. Conception Rate (CR) .......................................... 17

5. Calving Rate (C/R) ............................................... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 18

Keadaan Umum Lokasi ...................................................................... 18

Stuktur Organisasi .................................................................. 20

Bangsa Sapi yang Dipelihara ................................................. 20

Evaluasi Penerapan Pembibitan Sapi Potong yang Baik ................... 22

Sarana dan Prasarana .............................................................. 37

Proses Produksi Bibit ............................................................. 43

Kesehatan Hewan ................................................................... 45

Pelestarian Lingkungan .......................................................... 46

Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan ...................................... 47

Ketercapaian Penerapan GBP di PT. LJP Serang-Banten ................. 48

Calving Interval (CI) .............................................................. 48

Service per Conception (S/C) ................................................. 49

Conception Rate (CR) ............................................................ 51

Calving Rate (C/R) ................................................................. 51

Evaluasi Penerapan Standard Operational Procedure (SOP) ........... 53

Penimbangan .......................................................................... 55

Seleksi Awal .......................................................................... 56

Pemeliharaan Calon Bibit (Cabit) dan Proses Pengawinan ... 57

Pemeriksaan Kebuntingan (PKB) .......................................... 59

Pemeliharaan Induk Bunting .................................................. 60

Kelahiran ................................................................................ 61

Perawatan Induk dan Anak .................................................... 63

Penjualan Sapi Bibit ............................................................... 65

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 66

Kesimpulan ........................................................................................ 66

Saran ................................................................................................... 66

UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 68

LAMPIRAN ................................................................................................. 71

Page 10: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Populasi Ternak Sapi di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten per-

Juli 2010 ...................................................................................................

19

2. Hasil Evaluasi Penerapan Aspek Sarana dan Prasarana di PT Lembu

Jantan Perkasa ..........................................................................................

24

3. Hasil Evaluasi Penerapan Aspek Proses Produksi Bibit di PT Lembu

Jantan Perkasa ..........................................................................................

29

4. Hasil Evaluasi Penerapan Aspek Pelestarian Lingkungan di PT Lembu

Jantan Perkasa ..........................................................................................

35

5. Hasil Evaluasi Penerapan Aspek Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan di

PT Lembu Jantan Perkasa........................................................................

36

6. Ketercapaian Penerapan Good Breeding Practices di PT Lembu Jantan

Perkasa Serang-Banten ............................................................................

48

7. Penjualan Ternak Breeding PT Lembu Jantan Perkasa Periode 2009-

2010 ........................................................................................................

65

Page 11: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagan Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa ............................ 21

2. Sarana: (a) Kantor, (b) Mess Karyawan, (c) Mushola, dan (d) Unit

Kesehatan Hewan ....................................................................................

38

3. Prasarana: (a) Kandang pemeliharaan, (b) Kandang Isolasi, (c) Gudang

Pakan, dan (d) Unit Penanganan Limbah ................................................

39

4. Peralatan Kesehatan Hewan: (a) Obat-obatan dan (b) Alat Suntik ......... 43

5. Fasilitas Desinfeksi .................................................................................. 46

6. Alur Penanganan Sapi Pembibitan di PT Lembu Jantan Perkasa …….. 53

7. Penerimaan Sapi: (a) Loading Chute dan (b) Penampungan .................. 55

8. Penimbangan Awal: (a) Penimbangan Ternak dan (b) Pemasangan Ear-

Tag ...........................................................................................................

56

9. Pemeriksaan Alat Reproduksi ................................................................. 57

10. Peralatan Inseminasi Buatan ………………………………………….... 58

11. Kelahiran: (a) Induk Setelah Beranak dan (b) Induk Menjilati Anak ..... 61

12. Pengobatan Pedet Sakit ........................................................................... 64

Page 12: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Good Breeding Practices ........................................................ 72

2. SOP Usaha Pembibitan Ternak ................................................................. 78

3. Data Perhitungan pada Tahun 2009 dan 2010 ......................................... 84

Page 13: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan mengenai pemenuhan akan daging sapi di Indonesia masih

belum teratasi dengan baik. Hal ini disebabkan populasi ternak sapi yang ada belum

dapat memenuhi kebutuhan akan konsumsi daging sapi di Indonesia. Berdasarkan

data Badan Pusat Statistika (2009), pada tahun 2007 populasi ternak sapi potong di

Indonesia berjumlah 11.514.900 ekor dan meningkat menjadi 11.869.200 ekor pada

tahun 2008. Jumlah ternak yang dipotong pun meningkat dari tahun ke tahun, pada

tahun 2007 jumlah ternak yang dipotong sebesar 1.218.560 ekor dan meningkat

menjadi 1.295.789 ekor pada tahun 2008. Kondisi ini menunjukkan adanya

peningkatan populasi ternak sapi yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan akan

daging sapi. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam meningkatkan

produksi daging sapi di Indonesia yaitu diantaranya dengan melakukan impor daging

dan sapi bakalan. Impor daging sapi tahun 2009 mencapai 110.245,6 ton atau senilai

266,5 juta dollar AS. Impor sapi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun 1990-an

dan umumnya berasal dari Australia. Sapi bakalan impor ini juga digunakan untuk

usaha penggemukan di Indonesia. Usaha ini akan terus bergantung pada impor

bakalan apabila tidak ada usaha pembibitan ternak. Usaha pembibitan merupakan

salah satu upaya dalam mendukung swasembada daging pada tahun 2014.

Beberapa perusahaan yang bergerak di bidang sapi potong telah mulai

merintis usaha pembibitan sapi potong sejak tujuh tahun terakhir. Menurut Direktorat

Jenderal Peternakan (2006), usaha pembibitan adalah kegiatan budidaya

menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk diperjualbelikan. Bibit

sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai

nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan daging. Upaya

pengembangan pembibitan sapi potong secara berkelanjutan diperlukan untuk

mencapai tujuan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha

ternak potong, antara lain penentuan bibit ternak potong yang baik, penyediaan dan

pemberian pakan hijauan yang baik, pembuatan kandang yang memenuhi

persyaratan kesehatan, pemeliharaan yang baik, sistem perkawinan yang baik, dan

pengawasan terhadap penyakit ternak (Direktorat Jenderal Peternakan, 1985).

Page 14: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

2

Pelaksanaan usaha pembibitan sapi potong memerlukan suatu pedoman yang harus

diterapkan dengan baik yaitu Good Breeding Practices (GBP).

Direktorat Jenderal Peternakan (2006) telah mengeluarkan pedoman GBP

bagi pembibit, sebagai acuan dalam melakukan pembibitan sapi potong untuk

menghasilkan bibit yang bermutu baik serta bagi petugas dinas yang menangani

fungsi peternakan di daerah, sebagai pedoman dalam melakukan pembinaan,

bimbingan dan pengawasan dalam pengembangan pembibitan sapi potong. Ruang

lingkup pedoman pembibitan sapi potong yang baik meliputi empat aspek yaitu 1)

sarana dan prasarana, 2) proses produksi bibit, 3) pelestarian lingkungan, 4)

monitoring, evaluasi dan pelaporan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006).

PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten merupakan salah satu perusahaan

swasta yang bergerak dalam pembibitan, penggemukan, dan pemasaran sapi potong.

Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1996 hingga sekarang dan telah banyak

menyuplai bibit sapi untuk bakalan, calon pejantan, maupun calon induk, oleh sebab

itu penerapan GBP menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaan ini. Penerapan

GBP merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang

dihasilkan. Wujud nyata dari adanya penerapan ini adalah terbentuknya suatu manual

mutu, yaitu semacam pedoman Standard Operational Procedure (SOP) dalam

melaksanakan kegiatan usaha ini.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan GBP sapi potong di PT

Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten berdasarkan empat aspek, yaitu sarana dan

prasarana, proses produksi, pelestarian lingkungan, dan pengawasan.

Page 15: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa Sapi

Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik

tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut, bangsa sapi dapat dibedakan

dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang

dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya.

Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi mempunyai klasifikasi

taksonomi sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub class : Theria

Infra class : Eutheria

Ordo : Artiodactyla

Sub ordo : Ruminantia

Infra ordo : Pecora

Famili : Bovidae

Genus : Bos (cattle)

Group : Taurinae

Spesies : Bos taurus (sapi Eropa)

Bos indicus (sapi India/sapi Zebu)

Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)

Sapi Brahman Cross

Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara

komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi

Hereford-Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal dengan nama

Brahman Cross (BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu

panas dan gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek, serta

mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Sapi Brahman Cross (BX) pada

awalnya dikembangkan di stasiun CSIRO‟S Tropical Cattle Research Centre di

Rockhampton Australia. Materi dasarnya adalah sapi American Brahman, Hereford,

Page 16: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

4

dan Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah

Hereford, dan 25% darah Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotif sapi BX lebih

cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya yang lebih

dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan telinga besar

menggantung, sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi tetuanya

(Turner, 1977).

Sapi BX memiliki sifat-sifat seperti: (1) persentase kelahiran 81,2%, (2)

rataan bobot lahir 28,4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai 212 kg dan umur 18 bulan

bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal sampai umur 7 hari sebesar

5,2%, mortalitas sebelum disapih 4,4%, mortalitas lepas sapih sampai umur 15 bulan

sebesar 1,2% dan mortalitas dewasa sebesar 0,6%, (4) daya tahan terhadap panas

cukup tinggi karena produksi panas basal rendah dengan pengeluaran panas yang

efektif, (5) ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik, serta (6) efisiensi

penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan Hereford-Shorthorn

(Turner, 1977).

Menurut Winks et al. (1979), jantan kebiri sapi BX di daerah tropik

Quensland secara normal memiliki performa di bawah bangsa sapi Eropa. Sapi

Hereford steer lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan sapi BX pada lingkungan

beriklim sedang. Bobot hidup finishing yang sama pada produksi karkas sapi BX

lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase karkas (dressing

percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi Shorthorn terletak antara sapi

Brahman dan Hereford. Persentase karkas sapi Hereford lebih rendah dibandingkan

sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. Karkas sapi Frisian memiliki

persentase tulang lebih tinggi dibandingkan sapi Shorthorn dan BX. Trim lemak

bervariasi mulai dari 4,2% sampai 11,2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi

pada Shorthorn.

Sapi BX di Indonesia diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun

penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil pengamatan di

ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan: (1) persentase beranak 40,91%, (2)

calf crop 42,54%, (3) mortalitas pedet 5,93%, (4) mortalitas induk 2,92%, (5) bobot

sapih umur 8-9 bulan 141,5 kg (jantan) dan 138,3 kg (betina), (6) pertambahan bobot

Page 17: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

5

badan sebelum disapih sebesar 0,38 kg/hari (Hardjosubroto, 1994; Ditjen Peternakan

dan Fapet UGM, 1986).

Sebagian besar sapi di Australia merupakan sapi American Brahman dan

Santa Gertrudis yang diimpor dari Amerika. Persilangan antara kedua bangsa sapi ini

dengan sapi Zebu menghasilkan bangsa sapi yang sama dengan sapi American

Brahman dan Santa Gertrudis yakni Brangus dan Braford. Persilangan lebih lanjut

menghasilkan sapi Droughtmaster yang merupakan hasil persilangan dengan

komposisi darah 3/8 – 5/8 darah Zebu utamanya American Brahman yang diimpor

dari Texas (Payne, 1970). Sementara sapi Brangus mempunyai komposisi darah 5/8

Angus dan 3/8 Brahman (Minish dan Fox, 1979).

Sapi Simmental

Sapi Simmental berasal dari lembah Simme di Swiss, berwarna merah,

bervariasi mulai dari yang gelap sampai hampir kuning dengan totol-totol serta

mukanya berwarna putih. Sapi ini terkenal karena menyusui anak dengan baik

pertumbuhan cepat, serta badan panjang dan padat. Sapi Simmental berukuran besar,

baik pada kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa (Blakely dan Bade,

1991). Pertumbuhan otot sangat baik dan tidak banyak terdapat penimbunan lemak di

bawah kulit. Warna bulu pada umumnya krem kecokelatan hingga sedikit merah dan

warna bulu pada muka putih, demikian pula dari lutut ke bawah dan pada ujung ekor

berwarna putih. Tanduk tidak begitu besar, meskipun berat lahir anaknya tidak

setinggi anak Charolais dan Maineanjou, tetapi berat sapih tinggi demikian pula

pertambahan berat badan setelah sapih. Produksi susu tinggi (rata-rata 3.900

kg/laktasi) dengan persentase lemak susu sebesar 4%. Berat sapi jantan dewasa kira-

kira 1.150 kg dan betina kira-kira 800 kg. Melihat daya gunanya yang luas (triguna),

diperkirakan sapi ini cocok untuk memperbaiki mutu sapi di Indonesia (Pane, 1986).

Sapi Limousin

Bangsa sapi Limousin berasal dari sebuah propinsi di Perancis yang banyak

berbukit batu. Warna mulai dari kuning sampai merah keemasan. Tanduk berwarna

cerah. Bobot lahir tergolong kecil sampai medium yang berkembang menjadi

golongan besar pada saat dewasa. Betina dewasa dapat mencapai 575 kg sedangkan

pejantan dewasa mencapai berat 1.100 kg. Fertilitas cukup tinggi, mudah melahirkan,

Page 18: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

6

mampu menyusui dan mengasuh anak dengan baik serta pertumbuhan cepat (Blakely

dan Bade, 1991).

Produktivitas Sapi Potong di Indonesia

Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber

daging belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dikarenakan jumlahnya masih

rendah. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah adalah rendahnya

populasi ternak sapi dan tingkat produksi sapi.

Produksi Sapi Potong

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa usaha peternakan ruminansia besar

penghasil daging dapat dikelompokkan ke dalam beberapa program produksi sapi

yang masing-masing memiliki kekhususan dalam pengelolaannya. Program tersebut

antara lain produksi anak (cow calf), pembesaran anak sapi sapihan (stocker), dan

penggemukan (finisher). Program Cow Calf (CC) bertujuan untuk menghasilkan

anak, batas program ini dengan program lain atau program selanjutnya ialah pada

waktu anak yang dihasilkan, disapih. Program ini merupakan dasar semua program

yang ada dalam industri beef, anak yang dihasilkan dalam program ini merupakan

materi untuk program lain. Program stocker atau pembesaran anak dapat dimulai dari

awal pemanfaatan anak yang disapih dari program CC sampai anak tersebut akan

digemukkan atau untuk replacement stock. Produk program ini adalah feeder untuk

digemukkan ataupun untuk replacement stock. Gabungan berbagai program bukanlah

suatu hal yang tidak mungkin apabila beberapa program bergabung bersama jika

kondisi yang memungkinkana atau mengharuskan. Program CC yang bersatu dengan

program pembesaran anak sering dilakukan oleh peternak (Parakkasi, 1999).

Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa produksi ternak sapi potong sangat

berhubungan dengan performa, seperti bobot badan, ukuran tubuh, komposisi tubuh

dan kondisi ternak. Penimbangan bobot badan ternak sapi tidak mungkin dilakukan

sehingga ukuran tubuh dapat digunakan sebagai alat penduga bobot hidup dan dapat

menggambarkan penampilan produksi ternak sapi. Beberapa ukuran tubuh seperti

lingkar dada, panjang badan, dan tinggi gumba dapat dijadikan indikator bagi bobot

hidup ternak sapi potong. Produksi ternak yang menguntungkan membutuhkan

ternak-ternak yang sehat karena penyakit merupakan faktor pembatas keuntungan

Page 19: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

7

pada kebanyakan daerah tropis (Williamson dan Payne, 1993). Kondisi ternak sapi

dapat diamati dengan cara observasi, pengamatan, dan perabaan bagian tulang

belakang.

Reproduksi Sapi Potong

Aspek reproduksi merupakan dasar utama dalam peternakan dan menentukan

tingkat prestasi produksi. Semakin tinggi tingkat reproduksi yang dicapai, maka

produksi yang dihasilkan akan meningkat pula (Natasasmita dan Mudikdjo, 1979).

Sistem reproduksi jantan dan betina belum berfungsi secara sempurna sebelum

seekor sapi mencapai masak kelamin (pubertas), yakni umur pada saat dicapai

kematangan kelamin atau kematangan seksual. Hal ini ditandai dengan estrus yang

pertama sebagai akibat dari pengaruh hormon esterogen yang disekresikan oleh ovari

(Blakely dan Bade, 1991). Umur pada saat tercapainya masak kelamin bervariasi

diantara bangsa-bangsa sapi, dengan suatu kisaran umur 8-18 bulan (Blakely dan

Bade, 1991). Terjadinya estrus pertama pada hewan betina muda sangat mencolok

karena timbul secara tiba-tiba.

Umumnya sapi-sapi Brahman dan Zebu mencapai pubertas 6-12 bulan lebih

lambat dari pada bangsa-bangsa sapi Eropa. Pubertas pada ternak sapi betina bangsa

Eropa mulai timbul pada umur 6-18 bulan, sedangkan sapi Brahman dan Zebu pada

umur 12-30 bulan. Penurunan tingkat makanan pada sapi potong pada umumnya

dapat memperlambat pubertas (Toelihere, 1979). Menurut Wijono et al. (1998),

umur pubertas lebih awal dapat terjadi pada perkembangan sapi dara yang dipelihara

dengan baik atau memiliki kondisi badan yang baik. Adapun berat yang dicapai pada

saat pubertas berkisar antara 250-400 kg (Blakely dan Bade, 1991). Umur pubertas

sangat dipengaruhi oleh musim, suhu, makanan, dan genetik, oleh karena itu

perkawinan awal sebaiknya dilakukan pada umur 14-22 bulan atau pada bobot badan

160-270 kg (Toelihere, 2006). Sapi-sapi dara Eropa yang tumbuh baik tidak

dikawinkan sebelum mencapai umur 14-18 bulan karena pubertas berkembang jauh

sebelum dapat terjadi konsepsi, kebutingan, dan kelahiran normal. Sapi potong yang

kurang baik pertumbuhanya baru dapat dikawinkan sesudah mencapai umur 18-24

bulan (Toelihere, 1979).

Page 20: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

8

Sapi betina hanya akan menerima pejantan selama periode estrus yang

lamanya rata-rata 16 jam, dan jika tidak terjadi perkawinan maka kondisi ini akan

berulang setiap 21 hari (Blakely dan Bade, 1991). Periode estrus ini menurut

Frandson (1993) ditentukan oleh tingkat sirkulasi esterogen. Arthur et al. (1989)

mengatakan bahwa lama estrus ini berkisar 12-30 jam dengan rata-rata 20 jam,

sedangkan ovulasi setelah estrus rata-rata 31 jam atau antara 18-48 jam.

Pembuahan atau konsepsi atau fertilisasi merupakan awal dari periode

kebuntingan (Salisbury dan Vandemark, 1985). Menurut Frandson (1993), periode

kebuntingan dimulai dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai anak lahir.

Periode kebuntingan yang normal berkisar antara 240-330 hari atau rata-rata 283 hari

(Blakely dan Bade, 1991).

Inseminasi Buatan (IB) pada Sapi

Fertilisasi maksimal akan dihasilkan jika mortalitas dan kesehatan sperma

yang dideposisikan ke dalam saluran kelamin betina berjumlah cukup serta pada

tempat dan waktu yang terbaik saat ovulasi (Gomes, 1977). Hal ini, menurut

Toelihere (1993), memerlukan deteksi dan pelaporan berahi yang tepat sehingga

inseminasi dapat dilakukan pada waktu yang tepat. Demikian juga teknik inseminasi

dilakukan secara cermat oleh tenaga terampil dan juga hewan betina yang sehat

dalam kondisi reproduksi yang optimal (Toelihere, 1993). Bearden dan Fuguay

(1997) menambahkan bahwa puncak keberhasilan inseminasi buatan (IB) tergantung

dari penempatan semen berkualitas tinggi yang tepat di dalam alat reproduksi betina.

Tanda-tanda visual sapi betina menjelang birahi adalah pembengkakan dan

vulva yang menjadi merah serta keadaan gelisah yang menunjukkan keinginan untuk

kawin, tetapi perilaku yang amat menonjol adalah mengusir atau diusir oleh

temannya. Kunci untuk menentukan yang mana di antara sapi-sapi itu yang sedang

birahi adalah sapi betina yang akan tetap diam apabila dinaiki (Blakely dan Bade,

1991). Menurut Frandson (1993), konsepsi masih dapat terjadi pada sapi yang

dikawinkan mulai dari 34 jam sebelum ovulasi sampai 14 jam setelah ovulasi.

Spermatozoa dari pejantan harus hadir sekurang-kurangnya 6 jam di dalam uterus

atau oviduk betina sebelum mampu membuahi sebuah ovum (Frandson, 1993).

Inseminasi yang tepat sebaiknya dilakukan pada saat mulai pertengahan estrus

Page 21: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

9

sampai 6 jam sesudah puncak berahi (Salisbury dan Vandemark, 1985). Evaluasi

semen harus dilakukan untuk menentukan pergerakan (motilitas) dan daya hidup

(viabilitas) sperma yang diejakulasikan, meskipun keadaan fisik pejantan itu tidak

memperlihatkan kelemahan atau kekurangan tertentu (Blakely dan Bade, 1991).

Efisiensi Reproduksi

Payne (1970) menyatakan bahwa IB dapat dipakai untuk meningkatkan

efisiensi reproduksi terutama dalam mengatasi kegagalan reproduksi, tetapi tidak

selamanya IB dapat memberikan hasil yang lebih baik dari kawin alam, misalnya

jumlah pelayanan per kebuntingan atau service per conception . Balai Inseminasi

Buatan Singosari (1997) memberikan suatu gambaran efisiensi reproduksi ternak

dengan mengevaluasi nilai conception rate (CR) dan services per conception (S/C).

Direktorat Jenderal Peternakan (1991) memberikan pedoman dalam mengevaluasi

keberhasilan pelaksanaan IB dengan memberikan nilai standar dari calving interval

(CI) 12 bulan, service per conception (S/C) 1,6, dan conception rate (CR) 62,5%.

Service per Conception (S/C)

Service per conception adalah jumlah pelayanan inseminasi sampai seekor

ternak menjadi bunting (Salisbury dan Van Demark, 1985). Service per conception

merupakan ukuran berapa kali seekor ternak sapi melakukan perkawinan hingga

ternak tersebut bunting. Nilai S/C yang normal menurut Toelihere (1979) berkisar

antara 1,6-2,0. Penelitian Depison et al. (2003) pada persilangan Simmental dan

Brahman (Simbrah) dapat mencapai nilai S/C sebesar 1,45. Semakin rendah nilai

tersebut, makin tinggi nilai kesuburan hewan-hewan betina kelompok-kelompok

tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan S/C diantaranya kualitas

semen yang digunakan, deteksi birahi, body condition score (BCS), tingkat

kemampuan inseminator, dan bobot hidup (Kutsiyah et al., 2002). Menurut

Vandeplassche (1982), nilai S/C yang rendah sangat penting dalam arti ekonomis,

baik dalam perkawinan alam maupun melalui IB. Nilai S/C dianggap tidak baik

apabila melebihi angka 2,0 karena hal ini menunjukan gambaran reproduksi yang

tidak efisien dan akan merugikan secara ekonomis.

Page 22: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

10

Conception Rate (CR)

Angka dari persentase sapi betina yang bunting disebut dengan nilai CR atau

angka konsepsi yang ditentukan berdasarkan hasil diagnosis kebuntingan oleh dokter

hewan dalam waktu 45–60 hari sesudah inseminasi (Partodihardjo 1987). Toelihere

(1993) menyatakan bahwa conception rate di negara maju dapat berkisar antara 60-

70%, namun untuk kondisi di Indonesia conception rate sebesar 50% sudah termasuk

normal, dan jika dibawah 50% berarti menunjukkan wilayah tersebut memiliki ternak

yang kurang subur. Menurut Toelihere (1993), angka konsepsi ditentukan oleh tiga

faktor, yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi. Pengaruh

ketiga kombinasi tersebut dapat menghasilkan angka konsepsi sebesar 64%. Teknik

inseminasi yang baik dan benar akan mempertahankan nilai tersebut. Penelitian

Depison et al. (2003) menunjukkan hasil persilangan Simmental dan Brahman

(Simbrah) dapat mencapai nilai CR sebesar 61,29%.

Calving interval (CI)

Jarak beranak (calving interval) adalah periode waktu antara dua kelahiran

yang berurutan dan dapat juga dihitung dengan menjumlahkan periode kebuntingan

dengan periode days open (interval antara saat kelahiran dengan terjadinya

perkawinan yang subur berikutnya) (Sutan, 1988). Interval kelahiran atau jangka

waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya seharusnya 12-13 bulan

(Toelihere, 1979). Peters (1996) menyatakan bahwa CI yang optimum adalah 365

hari atau 12 bulan. Efisiensi yang buruk ditandai dengan interval kelahiran yang

lebih panjang. Umur sapih pedet cenderung memperpanjang jarak beranak. Sapi

menyusui pedet lebih lama akan menunda perkawinan pertama kali setelah beranak.

Nilai CI pada sapi peranakan Simmental yang dikawinkan secara IB yaitu sebesar

392,28±77,27 hari (Iswoyo dan Priyantini, 2008). Faktor -faktor yang mempengaruhi

jarak beranak, yaitu lama bunting, jenis kelamin pedet yang dilahirkan, umur

penyapihan pedet, S/C, bulan beranak, bulan saat terjadinya konsepsi, dan jarak

waktu sapi pertama kali dikawinkan setelah beranak (Bowker et al., 1978). Nilai CI

yang optimum tersebut akan dapat dicapai jika sapi-sapi betina yang telah

melahirkan dikawinkan lagi setelah 50-70 hari (Craig, 1981).

Page 23: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

11

Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong

Sistem Pemeliharaan Sapi Potong

Kelangsungan hidup sapi potong yang sehat dengan pertumbuhan yang baik

dapat dijaga dengan pemeliharaan dan perawatan yang baik. Keberhasilan tahap

pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal pemeliharaan berikutnya sehingga

usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang

bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda, dan sapi dewasa (finishing).

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi

menjadi tiga, yaitu intensif, ektensif, dan mixed farming system. Pemeliharaan secara

intensif dibagi menjadi dua, yaitu (a) sapi di kandangkan terus-menerus dan (b) sapi

dikandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut

semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak

sapi dengan cara dikandangkan secara terus-menerus dengan sistem pemberian pakan

secara cut and carry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara

ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan

pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem

ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang digunakan lebih tinggi, masalah

penyakit, dan limbah peternakannya.

Pemeliharaan secara ekstensif adalah pemeliharaan ternak di padang

penggembalaan, pola pertanian menetap atau di hutan. Aktivitas perkawinan,

pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan ternak sapi pada sistem ekstensif

biasanya dilakukan oleh satu orang yang sama di padang penggembalaan yang sama

(Parakkasi, 1999). Usaha peternakan secara ekstensif dapat dilakukan di daerah dan

padang rumput luas, tandus, dan iklimnya tidak memungkinkan untuk pertanian.

Dibeberapa daerah ternak dilepaskan di lapangan tanpa memperhatikan kecukupan

pakan dan keadaan padang rumput (Tafal, 1981). Sistem pemeliharaan mix farming

system atau sistem pertanian campuran dilakukan petani dengan memelihara

beberapa ekor ternak sapi untuk digemukkan dengan pakan yang ada di dalam atau di

sekitar usaha pertanian (Parakkasi, 1999).

Page 24: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

12

Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Office International des Epizooties (2006) menjelaskan bahwa bangunan dan

fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di

dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti

mikroba patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan tenak secara

langsung dan tidak langsung. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk

meminimalisasi bahaya yang datang dari lingkungan terdekat ternak, yaitu (a)

menghindarkan setiap kegiatan beternak dekat dengan pabrik industri yang dapat

menjadi sumber polusi.

Lokasi sumber polusi meliputi: (i) pembakaran sampah lokal yang

melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan senyawa

pelarut dan logam berat, atau (ii) dalam suatu lingkungan yang mudah terkena polusi

udara (dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan hidrokarbon),

(iii) polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan beracun), atau

(iv) tempat perkembangbiakan hama seperti tempat pembuangan sampah akhir, dan

(b) menempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu

banguan khusus yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah.

Tata letak bangunan diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak antar

bangunan dalam peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko

terjadinya perpindahan penyakit antar peternakan, membuat kandang dengan luas

yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik, membuat kandang isolasi

bagi ternak yang sakit dan kandang karantina bagi ternak yang sehat. Mengisolasi

kandang dari ganguan hama dan serangga, merancang kandang agar mudah

dibersihkan dan mengunakan bahan bangunan yang aman. Akses keluar masuk

peternakan dirancang agar orang yang tidak berkepentingan tidak sembarangan

masuk ke areal peternakan.

Bangunan peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan,

kesehatan, dan produktivitas ternak. Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air

dengan kualitas yang baik, serta penerangan dan kenyamanan ternak harus

diperhatikan untuk meningkatkan performan ternak (Ensminger dan Taylor, 2006).

Area yang terpisah diperlukan untuk mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak.

Area ini harus dibuat agar nyaman bagi ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta

Page 25: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

13

memiliki penerangan yang cukup. Area perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan

kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini

dilakukan untuk efisiensi pekerja dan sering disebut dengan kandang untuk

kebutuhan khusus (Palmer, 2005).

Perkandangan

Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa kandang bagi

ternak sapi potong merupakan sarana yang mutlak harus ada. Kandang merupakan

tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari, pengamanan ternak terhadap

binatang buas, pencuri, dan sarana untuk menjaga kesehatan. Persyaratan teknis

kandang menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006) meliputi:

1. Konstruksi kandang harus kuat

2. Terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh

3. Sirkulasi udara dan sinar matahari cukup

4. Drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan

5. Lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering, dan tahan injak

6. Luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung

7. Kandang isolasi dibuat terpisah

Manajemen Pakan

Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting

untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan

ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan

ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya,

yaitu lebih besar dari 18%. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada

hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang

relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit

(Williamson dan Payne, 1993).

Jerami termasuk salah satu hijauan yang sering digunakan pada ternak, tetapi

hijauan ini umumnya memiliki nilai nutrisi yang rendah (Williamson dan Payne,

1993). Jerami padi memiliki palatabitas yang cukup baik, tetapi apabila diberikan

terlalu banyak dalam pakan sapi akan menyebabkan kebutuhan hidup pokoknya tidak

terpenuhi karena kandung nutriennya rendah (Panjono et al., 2000). Tingkat

Page 26: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

14

konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologinya. Sapi

dewasa dapat mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot badan/hari,

sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat

mengkonsumsi 3% dari bobot badan (Parakkasi, 1999).

Office International des Epizooties (2006) menjelaskan bahwa pakan

komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan

komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar,

tanggal kadaluarsa, dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebut

harus utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording

kualitas bahan pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai

dengan label, serta tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak diperbolehkan.

Pakan yang dicampur atau diproduksi sendiri mengandung resiko bahaya terdapat

residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencampuran bahan-bahan

mentah harus dipastikan komposisinya dan tercampur dengan sempurna. Menurut

Parakkasi (1999), konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk

hidup dan menentukan produksi. Hal ini antara lain disebabkan oleh: 1) segi

ekonomi, dengan fixed maintanance cost tingkat konsumsi penting dimaksimumkan

guna memaksimumkan produksi, 2) berdasarkan pengetahuan tingkat konsumsi

dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidup pokok dan produksi, 3) makanan yang berkualitas baik, tingkat

konsumsinya relatif lebih tinggi dibanding dengan makanan berkualitas rendah, 4)

hewan yang mempunyai sifat dan kapasitas konsumsi yang lebih tinggi, produksinya

pun relatif akan lebih tinggi dibanding dengan hewan (yang sejenis) dengan

kapasitas/ sifat konsumsi rendah (dengan ransum yang sama), dan 5) variabilitas

kapasitas produksi yang disebabkan oleh makanan pada berbagai ternak karena

perbedaan dalam konsumsi (± 60%), kecernaan (± 25%) ataupun konversi hasil

pencernaan menjadi produksi ( ±15%).

Iklim

Iklim merupakan manifestasi dari berbagai unsur, seperti suhu, curah hujan,

kelembaban, gerakan udara, tekanan udara, kondisi cahaya, dan pengionan. Suhu dan

curah hujan merupakan faktor lingkungan yang paling penting (Tafal, 1981).

Indonesia termasuk daerah tropis sehingga tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan

Page 27: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

15

iklim yang berbeda-beda. Indonesia termasuk dalam wilayah iklim tropis yaitu tipe

iklim di bumi yang daerahnya berada di sekitar equator (Suharsono, 1995). Negara

yang cukup luas ini (± 52.000.000 km2) disertai banyaknya pegunungan dan bukit

yang dipisahkan lembah dan laut mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu udara di

daerah-daerah tertentu. Keadaan tersebut menyebabkan Indonesia memiliki kondisi

tanah dan vegetasi yang berbeda-beda dan memiliki daerah-daerah yang beriklim

sangat basah, setengah basah, dan kering. Iklim tropis merupakan tipe iklim dengan

suhu dan kelembabann tinggi sepanjang tahun. Suhu rata-rata tahunan terendah di

daerah beriklim tropis yaitu 18 °C (Suharsono, 1995). Banyak daerah yang memiliki

iklim yang cocok untuk peternakan, baik untuk bangsa-bangsa sapi lokal (tropis)

maupun sapi impor dari luar negeri. Faktor iklim yakni suhu lingkungan yang tinggi

dapat menurunkan feed intake dan sebaliknya akan menaikkan konsumsi air minum.

Bila hal ini terus terjadi, akan mempengaruhi produktivitas yang diukur dari

pertumbuhan dan produksi ususnya serta dapat langsung mempengaruhi reproduksi

dari sapi (Williamson dan Payne, 1993).

Good Breeding Practices (GBP)

Good Breeding Practices (GBP) ditetapkan bagi pembibit, sebagai acuan

dalam melakukan pembibitan sapi potong untuk menghasilkan bibit yang bermutu

baik serta bagi petugas dinas yang menangani fungsi peternakan di daerah, sebagai

pedoman dalam melakukan pembinaan, bimbingan dan pengawasan dalam

pengembangan pembibitan sapi potong (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006).

Tujuan ditetapkannya pedoman GBP yaitu agar dalam pelaksanaan kegiatan

pembibitan sapi potong dapat diperoleh bibit sapi potong yang memenuhi

persyaratan teknis minimal dan persyaratan kesehatan hewan. Ruang lingkup

pedoman pembibitan sapi potong yang baik meliputi empat aspek, yaitu 1) sarana

dan prasarana, 2) proses produksi bibit, 3) pelestarian lingkungan, 4) monitoring,

evaluasi, dan pelaporan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ternak potong, antara

lain penentuan bibit ternak potong yang baik, penyediaan dan pemberian makanan

hijauan yang baik, pembuatan kandang yang memenuhi persyaratan kesehatan,

pemeliharaan yang baik, sistem perkawinan yang baik, dan pengawasan terhadap

penyakit ternak (Direktorat Jenderal Peternakan, 1985).

Page 28: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Kegiatan magang penelitian dilakukan di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-

Banten. Magang penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2010.

Pengambilan data di perusahaan dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011.

Materi dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada magang penelitian ini yaitu ternak pada

unit breeding, data primer, dan data sekunder. Data primer terdiri atas hasil

pengamatan wawancara, kuisioner, dan lembar evaluasi penerapan Standard

Operational Prosedure. Data sekunder merupakan data periode tahun 2009-2010

yang terdiri atas sejarah perusahaan, struktur organisasi, SOP (penerimaan ternak,

penimbangan awal, perkandangan, manajemen pemberian pakan, pembersihan

kandang, seleksi ternak, recording ternak, pengawinan ternak, penanganan ternak

bunting, penanganan kelahiran, penanganan induk laktasi, penanganan anak,

pengelolaan limbah, penanganan kesehatan penjualan, dan pembelian ternak),

populasi sapi pembibitan, serta jumlah karyawan. Alat- alat yang digunakan pada

penelitian ini yaitu alat tulis, meteran, dan termohigrometer.

Prosedur

Teknik Pengumpulan Data

Data primer didapatkan melalui wawancara, kuisioner, dan lembar

pengamatan ceklist yang berisikan instrumen SOP serta observasi langsung di

lapangan. Kuisioner, wawancara, dan observasi berpedoman pada instrumen GBP

sapi potong. Pengisian kuisioner dilakukan oleh berbagai pihak yang berkompeten

atau ahli dalam perusahaan tersebut. Kuisioner yang telah disebar berjumlah 15

eksemplar. Wawancara dilakukan kepada farm manager, kepala unit, dan supervisor

masing-masing unit. Data sekunder diperoleh dari PT LJP, Serang-Banten.

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif

dalam magang penelitian ini digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi

peternakan sapi di PT LJP, Serang-Banten terutama dalam penerapan GBP sapi

Page 29: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

17

potong serta membandingkan penerapannya dengan pedoman Pembibitan Sapi

Potong yang Baik (Good Breeding Practices) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal

Produksi Peternakan.

Peubah yang diamati

1. Evaluasi pelaksanaan Good Breeding Practices

Dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan magang di PT Lembu Jantan

Perkasa, Serang-Banten dan terlibat langsung dalam kegiatan tersebut.

2. Calving Interval (CI)

Calving interval (CI) adalah selang waktu dari beranak sampai beranak

berikutnya (jarak beranak).

CI (bulan) : kelahiran ke-i – kelahiran ke (i-1)

3. Service per Conception (S/C)

Service per conception (S/C) adalah jumlah pelayanan IB (jumlah straw)

yang diperlukan untuk menghasilkan kebuntingan seekor sapi.

4. Conception Rate (CR)

Conception rate (CR) adalah jumlah positif bunting dibagi akseptor yang di

IB dkali 100%.

5. Calving Rate (C/R)

Calving rate adalah jumlah kelahiran dibagi jumlah bunting dikali 100%.

Page 30: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) Serang-Banten didirikan pada tahun 1990

oleh Bapak Djaya Gunawan. Perusahaan ini merupakan perusahaan swasta Nasional

yang bergerak di bidang usaha breeding, fattening, dan trading. Visi perusahaan

adalah meningkatkan kualitas dan modernisasi tata niaga sapi potong, yang bertujuan

untuk menunjang usaha peningkatan gizi masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan

ternak sapi potong dalam lingkup regional dan nasional. Perusahaan ini memiliki

kantor pusat yang terletak di Jalan Tarum Barat E11-12 No. 8, Jakarta Timur.

Perusahaan terdaftar sebagai anggota Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan

Feedlot Indonesia) dengan nomor registrasi 015/APFINDO/1995 tanggal 29 Agustus

1995 dan fokus pada usaha di bidang perdagangan, impor, dan penggemukan sapi

potong.

PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten, terletak di Jalan Raya Serang-

Pandeglang km. 9,6 Desa Sindang Sari, Kecamatan Pabuaran, Serang-Banten.

Perusahaan ini terletak sekitar 200 m dari jalan raya dan memiliki topografi yang

landai dan datar dengan ketinggian 200 m di atas permukaan laut. Rataan suhu di

sekitar lokasi perusahaan adalah 28 ºC dengan kisaran 24,5 – 31 ºC dan rataan

kelembaban udara 72% dengan kisaran 54 - 90%. Curah hujan di daerah ini sebesar

1500-3000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 141 hari per tahun.

Perusahaan ini sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Rancang Lutung dan

Kampung Baruan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Tanjung dan

persawahan, sebelah Barat berbatasan dengan kebun masyarakat Desa Sindangsari,

dan sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Tonggoh.

PT LJP merupakan salah satu perusahaan penggemukan sapi terbaik di

Indonesia dan didukung tenaga peternak berpengalaman sejak 1973, walaupun bukan

yang terbesar. PT Lembu Jantan Perkasa mengantisipasi penurunan populasi sapi

potong dan peningkatan kebutuhan dengan cara mulai merintis usaha pembibitan

sapi potong (breeding) secara intensif di Serang pada tahun 2004. Keadaan ini

menjadikan perusahaan ini sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak

di bidang pembibitan sapi potong secara intensif. Usaha ini diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan daerah-daerah akan sapi bibit pilihan dan berkualitas. PT

Page 31: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

19

Lembu Jantan Perkasa memiliki beberapa cabang perusahaan yaitu di Serang-

Banten, Cikalong-Bandung, Langkat-Medan, dan Sawah Lunto-Padang. Populasi

ternak sapi per-Juli 2010 di perusahaan ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Populasi Ternak Sapi di PT Lembu Jantan Perkasa Serang Banten per-Juli

2010

Sumber : LJP (2010)

Fasilitas yang terdapat di PT LJP Serang-Banten adalah kantor, loading

chute, cattle yard, gang way, crush (kandang jepit), kandang pemeliharaan, kandang

isolasi, hospital pen, mess manager dan karyawan, pos satpam, gudang alat,

mushola, gudang pakan, dan unit penanganan limbah. Loading chute digunakan

untuk menurunkan dan menaikkan sapi dari atau ke truk dengan tinggi loading chute

sekitar 1,15 m. Cattle yard merupakan tempat penanganan ternak sementara seperti

bongkar muat sapi, penimbangan, pemasangan ear tag, pengobatan, pemeriksaan

kebuntingan (PKB), pemeriksaan alat reproduksi (PAR), seleksi sapi, inseminasi

buatan (IB), dan penyapihan. Gang way merupakan lorong tempat sapi berjalan dari

cattle yard menuju ke kandang ataupun sebaliknya. Kandang di PT LJP Serang-

Banten terdiri atas 2 jenis, yaitu kandang tertutup dan kandang terbuka.

Kelas ternak Status Ternak Jumlah Sapi (ekor)

Heifer Calon bibit 42

IB 76

Bunting 421

Cow Laktasi 137

Kering 29

IB 117

Bunting 89

Calves Jantan 98

Betina 64

Weaners Jantan 110

Betina 248

Foster mother - 4

Jumlah 1435

Page 32: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

20

Stuktur Organisasi

Struktur organisasi sangat dibutuhkan dalam menunjang operasional suatu

usaha. PT LJP Serang-Banten yang memiliki struktur kerja yang jelas dengan

didukung oleh staf dan karyawan dalam melaksanakan berbagai aktifitas hariannya.

Struktur organisasi di PT LJP dapat dilihat pada Gambar 1.

Bangsa Sapi yang Dipelihara

Spesies sapi yang dipelihara di PT LJP Serang-Banten yaitu Brahman Cross

(BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas dan

gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek serta mempunyai

kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah

Brahman, 25% darah Hereford dan 25% darah Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotif

sapi BX lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya

yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan

telinga besar menggantung, sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi

tetuanya (Turner, 1977).

Page 33: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

21

Direksi

General Marketing Administrasi Head Office

General Manager

Unit Manager Cikalong

Supervisor

Staf

Hijauan

Makanan

Ternak

Administrasi Farm

Unit Fattening

Staf

Bagian Umum

MmMekanik

Unit Feedmill Unit

Breeding

Keamanan

Farm manager

Kesehatan Hewan

HHewan

Kandang Breeding

Supervisor

Kandang Fattening

Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa (Sumber : LJP, 2010)

ktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa (Sumber : Arsip PT Lembu Jantan)

[Type a quote from the document or the summary of an interesting point. You can position the text box anywhere in the document.

Use the Text Box Tools tab to change the formatting of the pull quote text box.]

Kesehatan Hewan

Hewan

21

Unit Limbah

Page 34: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

22

Evaluasi Penerapan Pembibitan Sapi Potong yang Baik

(Good Breeding Practices)

PT Lembu Jantan Perkasa merupakan salah satu perusahaan swasta Nasional

yang telah merintis usaha pembibitan sapi potong sejak tahun 2004 hingga sekarang.

Usaha pembibitan ternak bukan merupakan usaha yang mudah untuk dijalankan,

dalam kegiatannya diperlukan suatu pedoman berupa Good Breeding Practices.

Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2006) menetapkan GBP bagi pembibit

sebagai acuan dalam melakukan pembibitan sapi potong untuk menghasilkan bibit

yang bermutu baik serta bagi petugas dinas yang menangani fungsi peternakan di

daerah dan sebagai pedoman dalam melakukan pembinaan, bimbingan dan

pengawasan dalam pengembangan pembibitan sapi potong. Tujuan ditetapkannya

pedoman GBP yaitu agar dalam pelaksanaan kegiatan pembibitan sapi potong dapat

diperoleh bibit sapi potong yang memenuhi persyaratan teknis minimal dan

persyaratan kesehatan hewan. Ruang lingkup pedoman pembibitan sapi potong yang

baik meliputi empat aspek yaitu 1) sarana dan prasarana, 2) proses produksi bibit, 3)

pelestarian lingkungan, 4) monitoring, evaluasi dan pelaporan (Direktorat Jenderal

Produksi Peternakan, 2006). Evaluasi terhadap penerapan GBP pada PT LJP dapat

dilihat pada Tabel 2 sampai 5.

Page 35: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

23

Tabel 2. Hasil Penerapan Good Breeding Practices Aspek Sarana dan Prasarana di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi Di lapangan Kesesuaian/koreksi

1. Lokasi Tidak bertentangan dengan Rencana

Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana

Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD)

Sesuai dengan Rencana Umum Tata

Ruang (RUTR) dan Rencana Detail

Tata Ruang Daerah (RDTRD) dengan

adanya izin pendirian bangunan

Mempunyai potensi sebagai sumber bibit

sapi potong serta dapat ditetapkan

sebagai wilayah sumber bibit ternak

Dibangun di wilayah Jawa yang

berpotensi untuk pengembangan usaha

ternak sapi

Terkonsentrasi dalam satu kawasan atau

satu Village Breeding Center (VBC) atau

satu unit pembibitan ternak

Perusahaan ini melakukan kegiatan

usaha pembibitan, penggemukan, dan

pemasaran ternak.

Tidak mengganggu ketertiban dan

kepentingan umum setempat

Jarak perusahaan dengan jalan raya ±

200 m

Memperhatikan lingkungan dan topografi

sehingga kotoran dan limbah yang

dihasilkan tidak mencemari lingkungan

Memiliki topografi yang landai dan datar

dengan ketinggian 200 m dpl

Jarak antara usaha pembibitan sapi

potong dengan usaha pembibitan unggas

minimal 1.000 meter

Jarak antara usaha pembibitan sapi

potong dengan usaha pembibitan unggas

yaitu 2.000 meter

2. Lahan Bebas dari jasad renik patogen yang

membahayakan ternak dan manusia

Bukan merupakan daerah endemic

penyakit antrax

Sesuai dengan peruntukannya menurut Izin pendirian bangunan dari pemerintah

Kabupaten Serang dengan No.

24

Page 36: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

24

perundang–undangan yang berlaku. 03.647/0423.07/2008

3. Sumber Air Air yang digunakan tersedia sepanjang

tahun dalam jumlah yang mencukupi

Air selalu tersedia

Sumber air mudah dicapai atau mudah

disediakan

Sumber air berasal dari sumur bor dan

sumur summermersible yang ada di

dalam wilayah peternakan

Penggunaan sumber air tanah tidak

mengganggu ketersediaan air bagi

masyarakat

Selama ini tidak terdapat keluhan

masyarakat mengenai penggunaan air,

kedalaman sumur summermersible

mencapai ± 100 m

4. Bangunan dan

Peralatan

Bangunan:

- kandang pemeliharaan;

- kandang isolasi;

- gudang pakan dan peralatan;

- unit penampungan dan pengolahan

limbah.

Telah memiliki unit penanganan limbah,

namun limbah belum dikelola secara

maksimal dikarenakan hanya ditumpuk

pada areal terbuka dan dikarungkan

Sebaiknya dibuat tempat

penampungan limbah

yang berada di belakang

kandang, agar lebih

terlihat bersih dan tidak

tampak secara langsung

oleh pengunjung atau

dengan cara perbaikan

tempat penampungan

limbah yang ada

Peralatan:

- tempat pakan dan tempat minum;

- alat pemotong dan pengangkut rumput;

- alat pembersih kandang dan pembuatan

kompos;

- Tempat pakan dan minum terbuat

dari semen dan terdapat pada tiap

kandang

- Alat pemotong rumput berupa

chooper, alat pengangkut rumput

Page 37: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

25

- peralatan kesehatan hewan. yaitu mobil bak terbuka dan truk

- Tersedia alat pembersih kandang,

alas kandang menggunakan sistem

beding

- Perlatan kesehan hewan tersedia di

unit kesehatan hewan

Persyaratan teknis kandang:

- konstruksi harus kuat;

- terbuat dari bahan yang ekonomis dan

mudah diperoleh;

- sirkulasi udara dan sinar matahari

cukup;

- drainase dan saluran pembuangan

limbah baik, serta mudah dibersihkan;

- lantai rata, tidak licin, tidak kasar,

mudah kering dan tahan injak;

- luas kandang memenuhi persyaratan

daya tampung;

- kandang isolasi dibuat terpisah.

- Konstruksi kuat terbuat dari beton dan

besi

- Bahan yang digunakan ekonomis dan

mudah didapat

- Sirkulasi udara berjalan lancar, sinar

matahari tidak langsung mengenai ternak

- Alas kandang berupa serbuk gergaji

sehingga limbah yang dihasilkan berupa

limbah padat

- Lantai terbuat dari paving block dan

semen dengan kemiringan 5º

- Daya tampung cukup, jumlah sapi tiap

pen 40 - 50 ekor dengan luasan sekitar 3

m2/ekor

- kandang isolasi terletak lebih landai

dibandingkan kandang pemeliharaan

Letak kandang memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

- mudah diakses terhadap transportasi;

- Kandang mudah diakses terutama

Page 38: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

26

- tempat kering dan tidak tergenang

saat hujan;

- dekat sumber air;

- cukup sinar matahari, kandang

tunggal menghadap timur, kandang

ganda membujur utara-selatan;

- tidak mengganggu lingkungan hidup;

- memenuhi persyaratan higiene dan

sanitasi.

alat transportasi pengangkut pakan

- Areal kandang telah menggunakan

paping blok sehingga terhindar dari

genangan saat hujan

- Setiap kandang memiliki tempat

penampungan air

- Kandang membujur dari utara ke

selatan

5. Bibit Bibit sapi potong diklasifikasikan

menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:

a. bibit dasar (elite/foundation stock)

b. bibit induk (breeding stock)

c. bibit sebar (commercial stock),

Hanya terdapat bibit induk dan bibit

sebar

Persyaratan umum:

i. sapi bibit harus sehat dan bebas dari

segala cacat fisik seperti cacat mata

(kebutaan), tanduk patah, pincang,

lumpuh, kaki dan kuku abnormal, serta

tidak terdapat kelainan tulang punggung

atau cacat tubuh lainnya;

ii. semua sapi bibit betina harus bebas

dari cacat alat reproduksi, abnormal

ambing serta tidak menunjukkan gejala

kemandulan;

iii. sapi bibit jantan harus siap sebagai

pejantan serta tidak menderita cacat pada

Sapi bibit memiliki catatan kesehatan

yang lengkap dan dijual dalam keadaan

sehat.

Diterapkan sistem afkir / culling bagi

bibit betina yang memiliki kualitas

reproduksi rendah

Page 39: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

27

alat kelaminnya.

6. Pakan Setiap usaha pembibitan sapi potong

harus menyediakan pakan yang cukup

bagi ternaknya, baik yang berasal dari

pakan hijauan, maupun pakan konsentrat.

Pakan berupa hijauan dan konsentrat

yang diproduksi sendiri oleh perusahaan

Pakan hijauan dapat berasal dari rumput,

leguminosa, sisa hasil pertanian dan

dedaunan yang mempunyai kadar serat

yang relatif tinggi dan kadar energi

rendah.

Pakan hijauan yaitu rumput Taiwan dan

jerami

Pakan konsentrat yaitu pakan dengan

kadar serat rendah dan kadar energi

tinggi, tidak terkontaminasi mikroba,

penyakit, stimulan pertumbuhan,

hormon, bahan kimia, obat-obatan,

mycotoxin melebihi tingkat yang dapat

diterima oleh negara pengimpor.

Pakan konsentrat diproduksi sendiri dan

setiap status ternak berbeda-beda jenis

pakan konsentratnya.

Air minum disediakan ad libitum. Air minum disediakan ad libitum.

7.

Obat hewan Obat hewan yang digunakan meliputi

sediaan biologik, farmasetik, premik dan

obat alami.

Obat hewan yang digunakan yaitu

sediaan biologik, farmasetik, premik dan

obat alami.

Obat hewan yang dipergunakan seperti

bahan kimia dan bahan biologik harus

memiliki nomor pendaftaran.

Untuk sediaan obat alami tidak

dipersyaratkan memiliki nomor

Setiap obat memiliki nomor pendaftaran

tersendiri.

Page 40: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

28

pendaftaran.

Penggunaan obat keras harus di bawah

pengawasan dokter hewan sesuai

ketentuan peraturan perundang-udangan

yang berlaku di bidang obat hewan.

Penggunaan obat keras di bawah

pengawasan tim kesehatan hewan

(Keswan) yaitu dokter hewan dan kepala

unit Keswan

8. Tenaga Kerja Sehat jasmani dan rohani

Tidak memiliki luka terbuka

Sehat jasmani dan rohani

Tidak memiliki luka terbuka

Jumlah tenaga kerja sesuai kebutuhan

pada pembibitan sapi potong dengan

sistem intensif, setiap satu orang/hari

kerja, untuk 5 satuan ternak (ST)

Satu orang mengawasi ± 100 ekor ternak

dikarenakan efisiensi tenaga kerja

Telah mendapat pelatihan teknis

pembibitan sapi potong.

Ada sistem training khusus para

karyawan baru

Page 41: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

29

Tabel 3. Hasil Evaluasi Penerapan Aspek Proses Produksi Bibit di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi

1. Pemeliharaan Dalam pembibitan sapi potong,

pemeliharaan ternak dapat dilakukan

dengan sistem pastura (penggembalaan),

sistem semi intensif, dan sistem intensif.

Pemeliharaan ternak dilakukan dengan

sistem intensif

2. Produksi Berdasarkan tujuan produksinya,

pembibitan sapi potong dikelompokkan

ke dalam pembibitan sapi potong

bangsa/rumpun murni dan pembibitan

sapi potong persilangan.

Pembibitan sapi potong yang dilakukan

yaitu pembibitan sapi potong persilangan.

3. Seleksi Bibit Sapi Induk

a. sapi induk harus dapat menghasilkan

anak secara teratur;

b. anak jantan maupun betina tidak cacat

dan mempunyai rasio bobot sapih umur

205 hari (weaning weight ratio) di atas

rata-rata.

Seleksi bibit induk dilakukan dengan cara

pemeriksaan alat reproduksi (PAR) dengan

kriteria kondisi tubuh dan saluran

reproduksi baik, serta bobot badan ≤ 350

kg.

Calon Pejantan

a. bobot sapih terkoreksi terhadap umur

205 hari umur induk dan musim

kelahiran, di atas rata-rata;

b. bobot badan umur 365 hari di atas rata-

rata;

c. pertambahan bobot badan antara umur

Tidak dipelihara untuk pembibitan sebab

menggunakan perkawinan dengan sistem

Inseminasi Buatan (IB).

Page 42: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

30

1-1,5 tahun di atas rata-rata;

d. bobot badan umur 2 tahun di atas rata-

rata;

e. libido dan kualitas spermanya baik;

f. penampilan fenotipe sesuai dengan

rumpunnya.

Calon induk

a. bobot sapih terkoreksi terhadap umur

205 hari umur induk dan musim

kelahiran, di atas rata-rata;

b. bobot badan umur 365 hari di atas rata-

rata;

c. penampilan fenotipe sesuai dengan

rumpunnya.

Seleksi berdasarkan berat badan minimal

270 kg dan kondisi tubuh serta saluran

reproduksi.

4. Perkawinan Dalam upaya memperoleh bibit yang

berkualitas melalui teknik perkawinan

dapat dilakukan dengan cara kawin alam

dan Inseminasi Buatan (IB).

Teknik perkawinan dilakukan dengan

Inseminasi Buatan (IB).

5. Ternak

Pengganti

(Replacement

Stock )

Calon bibit betina dipilih 25% terbaik

untuk replacement, 10% untuk

pengembangan populasi kawasan, 60%

dijual ke luar kawasan sebagai bibit dan

5% dijual sebagai ternak afkir (culling)

Dikarenakan orientasi perusahaan ini untuk

bisnis, sehingga sistem ini sangat minim

diterapkan

Lebih mempertimbang-

kan kembali mengenai

masalah replacement

stock ini.

Calon bibit jantan dipilih 10% terbaik

pada umur sapih dan bersama calon bibit

Semua jantan dijual atau dijadikan bakalan

penggemukan

Page 43: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

31

betina 25% terbaik untuk dimasukkan

pada uji performan.

6. Afkir (Culling) Sapi betina yang tidak memenuhi

persyaratan sebagai bibit (10%)

dikeluarkan sebagai ternak afkir (culling).

Sapi induk yang tidak produktif segera

dikeluarkan

Kriteria ternak afkir yaitu yang kelebihan

berat dan kualitas saluran reproduksi jelek.

7. Pencatatan

(Recording)

Pencatatan (recording) tersebut meliputi:

1. Rumpun;

2. Silsilah;

3. Perkawinan (tanggal, pejantan, IB/

kawin alam);

4. Kelahiran (tanggal, bobot lahir);

5. Penyapihan (tanggal, bobot badan);

6. Beranak kembali (tanggal, paritas);

7. Pakan (jenis, konsumsi);

8.Vaksinasi, pengobatan (tanggal,

perlakuan / treatment);

9. Mutasi (pemasukan dan pengeluaran

ternak)

Pencatatan yang ada yaitu pencatatan

perkawinan (tanggal, pejantan, IB/ kawin

alam), kelahiran (tanggal, bobot lahir),

penyapihan (tanggal, bobot badan),

beranak kembali (tanggal, paritas), pakan

(jenis, konsumsi), vaksinasi, pengobatan

(tanggal, perlakuan) dan mutasi

8. Persilangan Komposisi darah sapi persilangan

sebaiknya dijaga komposisi darah

sapi temperatenya tidak lebih dari 50%

Persilangan diterapkan berdasarkan

kondisi induk dan diterapkan tiap satu

siklus laktasi

Prinsip-prinsip seleksi dan culling sama Diterapkan prinsip-prinsip seleksi dan

Page 44: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

32

dengan pada rumpun murni. culling

9. Sertifikasi Sertifikat induk elite untuk sapi induk

yang telah terseleksi dan memenuhi

standar.

Sertifikat diberikan oleh Dinas Kabupaten

dan Direktorat Jendral Peternakan

10. Kesehatan

Hewan

1. Situasi penyakit

Pembibitan sapi potong harus terletak di

daerah yang tidak terdapat gejala klinis

atau bukti lain tentang penyakit mulut

dan kuku (Foot and Mouth Disease),

ingus jahat (Malignant Catarhal Fever),

Bovine Ephemeral Fever, lidah biru

(Blue Tongue), radang limpa (Ánthrax),

dan kluron menular (Brucellosis).

Pembibitan sapi potong terletak di daerah

yang bebas endemik penyakit zoonosis

a. Pencegahan/Vaksinasi

b. pembibitan sapi potong harus

melakukan vaksinasi dan

pengujian/tes laboratorium ter-

hadap penyakit tertentu yang

ditetapkan oleh instansi yang

berwenang

Vaksin dilakukan saat ternak datang, saat 6

bulan setelah datang, dan pada induk

setelah weaning.

Pemberian vaksin diawasi oleh tim

Keswan.

c. mencatat setiap pelaksanaan

vaksinasi dan jenis vaksin yang

dipakai dalam kartu kesehatan

ternak

d. melaporkan kepada Dinas yang

membidangi fungsi peternakan

dan kesehatan hewan setempat

Page 45: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

33

(instansi yang berwenang) setiap

timbulnya kasus penyakit

terutama yang diduga/dianggap

penyakit menular;

e. penggunaan obat harus sesuai

dengan ketentuan dan diper-

hitungkan secara ekonomis;

e. pemotongan kuku dilakukan minimal 3

bulan sekali;

Tidak dilakukan pemotongan kuku, sebab

kebersihan kandang dijaga dan meng-

gunakan alas kandang berupa saw dust.

f. dilakukan tindakan Biosecurity

terhadap keluar masuknya ternak.

1). Lokasi usaha tidak mudah dimasuki

binatang liar serta bebas dari hewan

peliharaan lainnya yang dapat

menularkan penyakit

lokasi mudah dimasuki hewan peliharaan

lainnya sebab berdekatan dengan

masyarakat, namun hanya mampu masuk

hingga wilayah kebun rumput.

pengawasan lebih di-

tingkatkan agar tidak

terjadi penularan pe-

nyakit dari luar peternak-

an, seperti penambahan

alokasi tenaga kerja

untuk mengawasi areal

yang berdekatan lang-

sung dengan masyarakat.

2). Melakukan desinfeksi kandang dan

peralatan dengan menyemprotkan

insektisida pembasmi serangga, lalat dan

hama lainnya

Diterapkan pemakaian insektisida tabur

dan cair.

3). Untuk mencegah terjadinya penularan

penyakit dari satu kelompok ternak ke

kelompok ternak lainnya, pekerja yang

melayani ternak yang sakit tidak

Terdapat pembagian tugas untuk para

karyawan.

Page 46: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

34

diperkenankan melayani ternak yang

sehat

4). Menjaga agar tidak setiap orang dapat

bebas keluar masuk kandang ternak yang

memungkinkan terjadinya penularan

penyakit

Terdapat unit keamanan yang memantau

setiap orang yang keluar masuk peternakan

5). Membakar atau mengubur bangkai

kerbau yang mati karena penyakit

menular

Ternak mati segera dikuburkan setelah

diperiksa penyebab kematiaannya

6). Menyediakan fasilitas desinfeksi

untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu

di pintu masuk perusahaan;

Tidak tersedia lebih baik terdapat

fasilitas desinfeksi ini

agar dapat menghindari

kemungkinan penyakit

dari luar peternakan

7). Segera mengeluarkan ternak yang

mati dari kandang untuk dikubur atau

dimusnahkan oleh petugas yang

berwenang

Ternak mati segera dikuburkan setelah

diperiksa penyebab kematiaannya

8). Mengeluarkan ternak yang sakit dari

kandang untuk segera diobati atau

dipotong oleh petugas yang berwenang

Terdapat kandang khusus ternak sakit

(hospital pen)

Page 47: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

35

Tabel 4. Hasil Penerapan Good Breeding Practices Aspek Pelestarian Lingkungan di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi

1. Menyusun

rencana pen-

cegahan dan

penanggula-

ngan pen-

cemaran

lingkungan

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1997 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Sesuai dengan persyaratan

b. Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 1999 tentang Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL);

c. Peraturan Pelaksanaan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL).

2. Melakukan

upaya

pencegahan

pencemaran

lingkungan

a. mencegah terjadinya erosi dan

membantu pelaksanaan penghijauan

di areal peternakan

Terdapat penanaman tanaman di areal

peternakan.

b. mencegah terjadinya polusi dan

gangguan lain seperti bau busuk,

serangga, pencemaran air sungai dan

lain-lain

Belum terdapat keluhan masyarakat,

pencegahan dilakukan dengan penaburan

insektisida dan penanganan limbah

padat.

c. membuat dan mengoperasionalkan

unit pengolahan limbah peternakan

(padat, cair, gas) sesuai kapasitas

produksi limbah yang dihasilkan.

Saat ini permintaan limbah sudah ada

meskipun hanya dikarungkan

Page 48: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

36

Tabel 5. Hasil Penerapan Good Breeding Practices Aspek Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan di PT Lembu Jantan Perkasa

No. Aspek Kondisi Seharusnya Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi

1. Monitoring

dan Evaluasi

1. Monitoring dan evaluasi kualitas

bibit dilakukan secara berkala

dengan sampling acak minimal

sekali setahun.

2. Monitoring dan evaluasi dilakukan

dengan pengumpulan data performa

tubuh, produksi, reproduksi dan

kesehatan sapi bibit.

Monitoring dilakukan setiap bulan oleh

tim Dinas Peternakan Kabupaten dan

Propinsi.

2. Pelaporan Pejabat fungsional pengawas bibit ternak

atau petugas yang ditunjuk pada dinas

yang membidangi fungsi peternakan dan

kesehatan hewan kabupaten/kota wajib

membuat laporan tertulis secara berkala

setiap 6 (enam) bulan sekali dan laporan

tahunan kepada Kepala Dinas yang

membidangi fungsi peternakan dan

kesehatan hewan kabupaten/kota.

Pelaporan ke pemeritah dilakukan setiap

1 tahun sekali

Di samping laporan tersebut di atas,

setiap pelaku usaha pembibitan sapi

potong wajib membuat laporan teknis

dan administratif secara berkala untuk

kepentingan internal, sehingga apabila

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan

dapat diadakan perbaikan secepatnya

Laporan internal terdiri atas :

- laporan bulanan

- laporan per semester

- laporan tahunan

Page 49: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

37

Kuisioner yang telah diberikan pada pihak PT LJP Serang-Banten menunjukkan

bahwa secara keseluruhan, perusahaan ini telah mampu menerapkan GBP dengan

baik dalam menjalankan usahanya. Beberapa hal masih perlu diperbaiki lagi.

Sarana dan Prasarana

Aspek sarana terdiri atas lokasi, lahan, sumber air, bangunan dan peralatan,

bibit, pakan, obat hewan, dan tenaga kerja. Lokasi usaha ini tidak bertentangan

dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah

(RDTRD) serta mempunyai potensi sebagai sumber bibit sapi potong dan dapat

ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit ternak. Letak perusahaan dengan jalan raya

berjarak ± 200 m sehingga tidak mengganggu ketertiban dan kepentingan umum

setempat. Topografi yang landai dan datar dengan ketinggian 200 m dpl membuat

kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. Persyaratan jarak

minimal dengan usaha pembibitan unggas yaitu 1000 m dan usaha pembibitan sapi

potong ini berjarak 2.000 m dengan usaha pembibitan unggas. Kegiatan usaha yang

dilakukan oleh perusahaan ini yaitu pembibitan, penggemukan, dan pemasaran

ternak.

PT Lembu Jantan Perkasa memiliki lahan seluas kurang lebih 26 ha. Lahan

tersebut digunakan untuk membangun kantor, kandang, mess manager dan

karyawan, pos satpam, gudang alat, mushola, gudang pakan, dan unit penanganan

limbah. Keseluruhan aspek lahan berdasarkan GBP telah dipenuhi oleh perusahaan

ini, yaitu bebas dari jasad renik patogen yang membahayakan ternak dan manusia

dikarenakan bukan merupakan daerah endemik penyakit Antrax dan sesuai dengan

peruntukannya menurut perundang–undangan yang berlaku. Hal ini dibuktikan

dengan adanya perizinan pendirian bangunan dari pemerintah Kabupaten Serang

dengan No. 03.647/0423.07/2008. Sumber air yang digunakan selalu tersedia

sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi serta mudah dicapai atau mudah

disediakan. Sumber air berasal dari sumur bor dan sumur summersible yang ada di

dalam wilayah peternakan. Air tersebut ditampung dalam tower air yang berkapasitas

8000 liter dengan debit air 4000 liter per jam. Jumlah tower yang dimiliki perusahaan

yaitu sebanyak 14 buah. Air dialirkan melalui pipa ke seluruh kandang untuk

membersihkan kandang dan air minum sapi, sedangkan air yang dialirkan ke kantor

dan mess digunakan untuk kebutuhan karyawan sehari-hari seperti mandi, mencuci,

Page 50: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

38

dan lainnya. Selama ini tidak terdapat keluhan masyarakat mengenai penggunaan air

sehingga mengindikasikan bahwa penggunaan sumber air tanah tidak mengganggu

ketersediaan air bagi masyarakat. Berikut gambaran sarana yang ada pada

perusahaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.

( a ) ( b )

( c ) ( d )

Gambar 2. Sarana: (a) Kantor, (b) Mess Karyawan, (c) Mushola, dan (d) Unit

Kesehatan Hewan

Office International des Epizooties (2006) menjelaskan bahwa bangunan dan

fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di

dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti

mikroba patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan tenak secara

Page 51: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

39

langsung dan tidak langsung. Prasarana yang ada pada perusahaan ini dapat dilihat

pada Gambar 3.

( a ) ( b )

( c ) ( d )

Gambar 3. Prasarana: (a) Kandang Pemeliharaan, (b) Kandang Isolasi, (c) Gudang

Pakan, dan (d) Unit Penanganan Limbah

Aspek bangunan dan peralatan yang harus dimiliki dalam usaha pembibitan

sapi potong yaitu kandang pemeliharaan, kandang isolasi, gudang pakan dan

peralatan, serta unit penampungan dan pengolahan limbah. Kandang isolasi

merupakan area yang terpisah diperlukan untuk mengisolasi ternak dan untuk

perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi ternak dan memiliki suplai

obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area perawatan ini biasanya

dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak

Page 52: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

40

yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiensi pekerja dan sering disebut dengan

kandang untuk kebutuhan khusus (Palmer, 2005). Perusahaan ini telah memiliki

unit penanganan limbah, namun limbah belum dikelola secara maksimal dan hanya

ditumpuk pada areal terbuka dan dikarungkan. Sebaiknya dibuat tempat

penampungan limbah yang berada di belakang kandang, agar lebih terlihat bersih dan

tidak tampak secara langsung oleh pengunjung atau dengan cara pembuatan tanggul

pembatas pembuangan limbah pada unit yang telah ada. Peralatan penunjang yang

harus dimiliki dan telah ada pada perusahaan yaitu tempat pakan dan tempat minum,

alat pemotong dan pengangkut rumput, alat pembersih kandang, dan peralatan

kesehatan hewan. Perusahaan tidak memiliki peralatan pengomposan dikarenakan

menggunakan sistem beding yaitu penggunaan alas kandang dari sawdust atau

serbuk gergaji.

Ensminger dan Taylor (2006) menyatakan bahwa bangunan peternakan harus

dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktifitas ternak.

Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan

dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performa ternak.

Kandang bagi ternak sapi potong merupakan sarana yang mutlak harus ada. Kandang

merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari, pengamanan ternak

terhadap binatang buas, pencuri, dan kandang juga merupakan salah satu sarana

untuk menjaga kesehatan (Direktorat Jenderal Peternakan, 1985). Persyaratan teknis

kandang diantaranya yang telah terpenuhi oleh perusahaan yaitu konstruksi yang

kuat terbuat dari beton dan besi, bahan yang digunakan ekonomis dan mudah

didapat, sirkulasi udara berjalan lancar, sinar matahari tidak langsung mengenai

ternak, drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan,

lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak, alas kandang

berupa serbuk gergaji, lantai terbuat dari paving block dan semen dengan kemiringan

5º, daya tampung kandang mencukupi dengan luasan sekitar 3 m2/ekor dan jumlah

sapi tiap pen 40 - 50 ekor, kandang isolasi terletak lebih landai dibandingkan

kandang pemeliharaan. Letak kandang memenuhi persyaratan karena mudah diakses

terhadap transportasi, tempat kering dan tidak tergenang saat hujan, dekat sumber air,

cukup sinar matahari, kandang tunggal menghadap timur, kandang ganda membujur

Page 53: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

41

utara-selatan, tidak mengganggu lingkungan hidup, dan memenuhi persyaratan

hygiene dan sanitasi.

Bibit sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu bibit

dasar (elite/foundation stock), bibit induk (breeding stock), dan bibit sebar

(commercial stock). PT Lembu Jantan Perkasa hanya memiliki bibit induk dan bibit

sebar saja. Persyaratan umum bibit sapi potong menurut GBP telah terpenuhi oleh

perusahaan sebab sapi-sapi bibit memiliki catatan kesehatan yang lengkap dan dijual

dalam keadaan sehat serta perusahaan menerapkan sistem afkir (culling) pada bagi

bibit betina yang memiliki kualitas reproduksi rendah.

Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting

untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan

ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Setiap

usaha pembibitan sapi potong harus menyediakan pakan yang cukup bagi ternaknya,

baik yang berasal dari pakan hijauan, maupun pakan konsentrat. Perusahaan telah

memiliki kebun rumput dan dua unit gudang pengolahan pakan. Hijauan ditandai

dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak yaitu lebih dari 18% daripada berat

keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit yaitu kurang

dari 18% daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang

relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit

(Williamson dan Payne, 1993). Pakan hijauan dapat berasal dari rumput, leguminosa,

sisa hasil pertanian dan dedaunan yang mempunyai kadar serat yang relatif tinggi

dan kadar energi rendah.

Pakan hijauan yang digunakan yaitu rumput Taiwan dan jerami. Rumput

Taiwan digunakan karena produksinya yang tinggi, mampu menyimpan air saat

musim kemarau, dan batang tidak terlalu cepat tua. Jerami termasuk salah satu

hijauan yang sering digunakan pada ternak. Namun, hijauan ini umumnya memiliki

nilai nutrisi yang rendah (Williamson dan Payne, 1993). Jerami padi memiliki

palatabitas yang cukup baik, tetapi apabila diberikan terlalu banyak dalam pakan sapi

akan menyebabkan kebutuhan hidup pokoknya tidak terpenuhi karena kandungan

nutriennya rendah (Panjono et al., 2000). Produksi hijauan yang ada telah mampu

mencukupi kebutuhan ternak di perusahaan ini. Produksi rumput pada tahun 2009

sebesar 1500 ton dan mencapai 1220 ton pada pertengahan tahun 2010.

Page 54: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

42

Pakan konsentrat yaitu pakan dengan kadar serat rendah dan kadar energi

tinggi, tidak terkontaminasi mikroba, penyakit, stimulan pertumbuhan, hormon,

bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin melebihi tingkat yang dapat diterima oleh

negara pengimpor. Pakan konsentrat diproduksi sendiri oleh perusahaan dan setiap

status ternak berbeda-beda jenis pakan konsentratnya. Kode konsentrat diantaranya

yaitu “weaner” untuk pedet, “R-Brd New” untuk calon bibit dan induk bunting, “R1

G048” untuk laktasi. Bahan-bahan pakan yang digunakan pada pembuatan

konsentrat “weaner “ diantaranya yaitu polard, kopra, bungkil kedelai, molases,

onggok, dan premix. Bahan-bahan pakan yang digunakan pada pembuatan konsentrat

“R-Brd New” dan “R1 G048” sama, namun berbeda pada komposisinya. Bahan

tersebut diantaranya yaitu polard, kopra, bungkil sawit, molases, onggok, gaplek,

kulit kopi, dan premix. Perusahaan membuat label pada setiap pakan komersial yang

dibuatnya meliputi kode pakan dan tanggal pembuatan. Pakan yang dicampur atau

diproduksi perusahaan mengandung resiko terdapat bahaya residu bahan kimia,

tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencampuran bahan-bahan mentah harus

dipastikan komposisinya dan tercampur dengan sempurna. Air minum disediakan ad

libitum.

Obat hewan yang digunakan oleh PT LJP meliputi sediaan biologik,

farmasetik, premik dan obat alami. Obat hewan yang dipergunakan seperti bahan

kimia dan bahan biologik telah memiliki nomor pendaftaran. Penggunaan obat keras

di bawah pengawasan tim kesehatan hewan (Keswan) yaitu kepala unit Keswan.

Berdasarkan ketentuan pada GBP diharuskan tenaga kerja yang ada sehat jasmani

dan rohani serta tidak memiliki luka terbuka. Tenaga kerja PT LJP terdiri atas tenaga

kerja tetap/staf, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja borongan. Staf dan kepala unit

umumnya berpendidikan Diploma dan Sarjana. Tenaga kerja harian dan borongan

tidak terlalu mengutamakan pendidikan formal melainkan hanya kemampuan

menulis, membaca, menghitung dan bertanggung jawab. Jumlah tenaga kerja (TK)

yang ada di perusahaan sekitar 150 orang. Rasio TK dengan sapi yaitu 1 : 100 untuk

efisiensi tenaga kerja. Staf yang baru bergabung dalam perusahaan akan terlebih

dahulu mengikuti sistem training. Peralatan kesehatan hewan yang digunakan oleh

perusahaan disajikan pada Gambar 4.

Page 55: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

43

( a ) ( b )

Gambar 4. Peralatan Kesehatan Hewan: (a) Obat-obatan dan (b) Alat Suntik

Proses Produksi Bibit

Aspek proses produksi bibit terdiri atas pemeliharaan, produksi, seleksi bibit,

perkawinan, ternak pengganti (replacement stock), afkir (culling), pencatatan,

(recording), persilangan, sertifikasi, dan kesehatan hewan. Menurut GBP, sistem

pemeliharaan dalam pembibitan sapi potong dilakukan dengan sistem pastura

(penggembalaan), sistem semi intensif, dan sistem intensif. Sistem pemeliharaan

ternak sapi dibagi menjadi tiga yaitu intensif, ektensif, dan mixed farming system

(Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh PT LJP adalah sistem

pemeliharaan intensif, yaitu ternak dikandangkan terus menerus dan pakan diatur

pemberiannya. Menurut Parakkasi (1999), pemeliharaan ternak secara intensif yaitu

sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus-menerus

dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Keuntungan sistem ini adalah

penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding

dengan sistem ekstensif, sedangkan kelemahannya modal yang digunakan lebih

tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakannya.

Berdasarkan tujuan produksinya, pembibitan sapi potong dikelompokkan ke

dalam pembibitan sapi potong bangsa/rumpun murni dan pembibitan sapi potong

persilangan. Pembibitan sapi potong yang dilakukan perusahaan ini yaitu pembibitan

sapi potong persilangan. Sapi potong yang dijadikan indukan yaitu sapi Brahman

Cross. Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara

Page 56: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

44

komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi

Hereford-Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal dengan nama

Brahman Cross (BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu

panas dan gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek serta

mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi.

Upaya untuk memperoleh bibit yang berkualitas melalui teknik perkawinan

dapat dilakukan dengan cara kawin alam dan IB. Teknik perkawinan di PT LJP

dilakukan dengan IB. Payne (1970) menyatakan bahwa IB dapat dipakai untuk

meningkatkan efisiensi reproduksi terutama dalam mengatasi kegagalan reproduksi.

Namun demikian tidak selamanya IB dapat memberikan hasil yang lebih baik dari

kawin alam. Bearden dan Fuguay (1997) menyatakan bahwa puncak keberhasilan IB

tergantung dari penempatan yang tepat semen berkualitas tinggi di dalam alat

reproduksi betina. Pemeriksaan kualitas semen dilakukan setiap 6 bulan sekali oleh

unit kesehatan hewan untuk mengetahui kualitas sperma yang berasal dari Balai

Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari.

Aspek proses produksi tentang ternak pengganti (Replacement Stock)

dinyatakan dalam GBP bahwa calon bibit betina dipilih 25% terbaik untuk

replacement, 10% untuk pengembangan populasi kawasan, 60% dijual ke luar

kawasan sebagai bibit, dan 5% dijual sebagai ternak afkir (culling). Namun

dikarenakan orientasi perusahaan untuk bisnis, sehingga sistem ini belum diterapkan.

Saran yang diberikan adalah untuk lebih mempertimbangkan kembali mengenai

masalah replacement stock ini. Selain untuk meningkatkan populasi bibit sapi, hal ini

dilakukan juga mengingat izin impor sapi yang semakin berkurang.

Semua calon bibit jantan dijual atau dijadikan bakalan penggemukan oleh

pihak perusahaan. Sapi betina yang tidak memenuhi persyaratan sebagai bibit (10%)

dikeluarkan sebagai ternak afkir (culling). Sapi induk yang tidak produktif segera

dikeluarkan dengan kriteria yaitu kelebihan berat dan kualitas saluran reproduksi

jelek. Sistem pencatatan (recording) pada perusahaan lengkap meliputi rumpun,

silsilah, perkawinan (tanggal, pejantan, IB), kelahiran (tanggal, bobot lahir),

penyapihan (tanggal, bobot badan), beranak kembali (tanggal, partus), pakan (jenis,

konsumsi), vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment), dan mutasi

(pemasukan dan pengeluaran ternak). Pencatatan berguna untuk mempermudah

Page 57: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

45

kelengkapan data pada perusahaan dan menelusuri silsilah ternak. Persilangan yang

dilakukan tetap mengikuti jalur persilangan yang sesuai. Prinsip-prinsip seleksi dan

culling diterapkan oleh pihak perusahaan. Sertifikat diberikan oleh Dinas Kabupaten

dan Direktorat Jendral Peternakan.

Kesehatan Hewan

Pembibitan sapi potong diharuskan terletak di daerah yang bebas endemik

penyakit zoonosis. Selama berdirinya perusahaan ini, ternak yang ada tidak pernah

menderita penyakit zoonosis. Pembibitan sapi potong harus melakukan vaksinasi dan

pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi

yang berwenang. Vaksinisasi pada PT LJP dilakukan saat ternak datang, saat 6 bulan

setelah datang, dan pada induk setelah weaning. Pemberian vaksin diawasi oleh tim

Keswan. Pencatatan setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai

dalam kartu kesehatan ternak. Pelaporan kepada Dinas yang membidangi fungsi

peternakan dan kesehatan hewan setempat atau dilakukan instansi yang berwenang

setiap timbul kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular.

Penggunaan obat dalam menangani ternak harus sesuai dengan ketentuan dan

diperhitungkan secara ekonomis. Pemotongan kuku pada ternak tidak dilakukan di

PT LJP, sebab kebersihan kandang dijaga dan menggunakan alas kandang berupa

serbuk gergaji. Pemotongan kuku umumnya dilakukan pada ternak yang tidak

dikawinkan secara IB, sedangkan ternak di perusahaan ini dikawinkan secara IB.

Tindakan biosecurity berupa pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan pada ternak

yang masuk atau keluar dari peternakan dilakukan.

Lokasi usaha tidak mudah dimasuki binatang liar serta bebas dari hewan

peliharaan lainnya yang dapat menularkan penyakit untuk menjamin kesehatan

hewan. Perusahaan ini mudah dimasuki hewan peliharaan masyarakat yaitu kambing

karena wilayah perusahaan berdekatan dengan masyarakat, namun hewan ini hanya

mampu masuk hingga wilayah kebun rumput. Saran yang diberikan yaitu

pengawasan lebih ditingkatkan agar tidak terjadi hal yang merugikan, ataupun

penularan penyakit dari luar perusahaan. Syarat lain adalah menyediakan fasilitas

desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan.

Fasilitas desinfeksi (kolam desinfektan) pada praktiknya hanya tersedia untuk ternak

yaitu di pintu masuk unit breeding. Fasilitas desinfeksi dapat dilihat pada Gambar 5.

Page 58: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

46

Gambar 5. Fasilitas Desinfeksi

Fasilitas desinfeksi yang ada di perusahaan ini yaitu berupa kolam

desinfektan yang berada di pintu masuk unit breeding PT LJP. Kolam ini digunakan

pada saat ternak masuk ke unit breeding untuk menghindari kemungkinan

penyebaran penyakit dari luar wilayah perusahaan. Kolam desinfektan ini berisi

campuran air dan kaporit. Fasilitas ini sebaiknya tersedia untuk pekerja agar dapat

menghindari kemungkinan penyakit dari luar peternakan.

Pelestarian Lingkungan

Aspek pelestarian lingkungan terdiri atas menyusun rencana pencegahan dan

penanggulangan pencemaran lingkungan, dan melakukan upaya pencegahan

pencemaran lingkungan. Perusahaan telah melakukan upaya pencegahan pencemaran

lingkungan serta mencegah terjadinya erosi dan membantu pelaksanaan penghijauan

di areal peternakan dengan cara penanaman tanaman di areal peternakan.

Pencegahan polusi dan gangguan lain seperti bau busuk, serangga,

pencemaran air sungai dan lain-lain dengan cara pengelolaan limbah dan

pembasmian lalat menggunakan insektisida berupa “musca down”, “racun lalat”,

ataupun “gusanex” yang mengandung azamethipo 1%. Dosis yang digunakan 2

gram/m2 dan pemberian dengan cara ditaburkan ke seluruh lingkungan kandang atau

dioleskan pada bambu atau lidi. Sesuai dengan pernyataan Blakely dan Bade (1991)

bahwa parasit eksternal dapat dikendalikan dengan cara penaburan insektisida secara

Page 59: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

47

sistemik guna mencegah perkembangan larva „heel fly‟. Selama ini belum terdapat

keluhan masyarakat mengenai polusi dari kegiatan perusahaan ini. Operasionalisasi

unit pengolahan limbah padat yang dihasilkan dilakukan dengan cara dikarungkan

dan dijual. Permintaan limbah sudah ada meskipun saat ini hanya dikarungkan tanpa

perlakuan tambahan.

Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

Aspek monitoring, evaluasi dan pelaporan pada perusahaan ini sudah

diterapkan dengan baik yaitu sesuai dengan GBP. Monitoring dilakukan setiap bulan

oleh tim Dinas Peternakan Kabupaten dan Propinsi dengan mengumpulkan data

performan tubuh, performan produksi, performan reproduksi, dan kesehatan sapi

bibit. Pelaporan ke pada pihak pemeritah dilakukan setiap satu tahun sekali.

Perusahaan juga membuat laporan teknis dan administratif secara berkala untuk

kepentingan internal, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat

diadakan perbaikan secepatnya. Laporan internal terdiri atas laporan bulanan, laporan

per semester, dan laporan tahunan.

Page 60: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

48

Ketercapaian Penerapan GBP di PT LJP Serang-Banten

Penerapan GBP bibit sapi potong yang baik dapat dilihat dari ketercapaian

produktivitasnya. Balai Inseminasi Buatan Singosari (1997) memberikan suatu

gambaran efisiensi reproduksi ternak dengan mengevaluasi nilai conception rate

(CR) dan services per conception (S/C). Selain dari nilai CR dan S/C, penelitian ini

juga mengevaluasi efisiensi reproduksi ternak di PT LJP melalui nilai calving

interval (CI) dan calving rate (C/R). Hasil ketercapaian pada penerapan GBP di PT

LJP Serang-Banten dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Ketercapaian Penerapan Good Breeding Practice di PT Lembu Jantan

Perkasa Serang-Banten

Peubah yang diamati Tahun

2009 2010

Calving interval (hari) 408 372

Service per conception (S/C) 1,6 1,5

Concep Conception rate (%) 78 88

Calving Calving rate ( %) 23 84

Sumber : PT LJP Serang-Banten (2010)

Calving Interval (CI)

Jarak beranak (calving interval) adalah periode waktu antara dua kelahiran

yang berurutan dapat juga dihitung dengan menjumlahkan periode kebuntingan

dengan periode days open (interval antara saat kelahiran dengan terjadinya

perkawinan yang subur berikutnya) (Sutan, 1988). Interval kelahiran atau jangka

waktu antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya seharusnya 12-13 bulan

(Toelihere, 1979). Hasil data menunjukkan CI pada tahun 2009 sebesar 408 hari dan

372 hari pada tahun 2010. Calving interval menurun dari tahun 2009 ke 2010 sebesar

36 hari yang menunjukkan bahwa perusahaan ini berhasil memperbaiki kinerjanya.

Efisiensi yang baik ditandai dengan interval kelahiran yang lebih pendek. Direktorat

Jenderal Peternakan (1991) memberikan nilai standar dari calving interval (CI)

sebesar 365 hari, perusahaan belum dapat memenuhi kriteria ini, namun nilai 372

Page 61: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

49

hari ini lebih baik dibandingkan penelitian Iswoyo dan Priyantini (2008) yang

menunjukkan calving interval sebesar 392,28±77,27 hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jarak beranak yaitu lama bunting, jenis

kelamin pedet yang dilahirkan, umur penyapihan pedet, S/C, bulan beranak, bulan

saat terjadinya konsepsi dan jarak waktu sapi pertama kali dikawinkan setelah

beranak (Bowker et al., 1978). Umur sapih pedet merupakan faktor yang

mempengaruhi jarak beranak. Hal ini dikarenakan induk sapi yang menyusui pedet

lebih lama akan menunda perkawinan pertama kali setelah beranak, sehingga dapat

memperpanjang jarak beranak. Namun, PT LJP menerapkan sistem perkawinan

kembali pada induk-induk laktasi yang masih menyusui anaknya. Perkawinan

dilakukan pada induk yang mengalami birahi kembali dengan persyaratan induk

tersebut telah mengalami involusi saluran reproduksi yaitu minimal 40 hari atau pada

siklus berahi ke-2 setelah beranak. Menurut Toelihere (2006), involusi atau regresi

uterus ke ukuran dan statusnya semula membutuhkan waktu yang relatif lama.

Selama involusi, lapisan urat daging uterus berkurang karena penurunan ukuran sel

dan kehilangan sel. Secara klinis involusi sudah selesai pada hari ke 30-40, tetapi

secara histologik, involusi baru benar-benar selesai 50-60 hari postpartus. Maka

sehubungan dengan kenyataan ini sebaiknya pihak perusahaan mengawinkan

kembali ternaknya lebih dari 50-60 hari setelah partus.

Service per Conception (S/C)

Service per Conception adalah jumlah pelayanan inseminasi sampai seekor

ternak menjadi bunting (Salisbury dan Vandemark, 1985). Service per Conception

merupakan ukuran berapa kali seekor ternak sapi melakukan perkawinan hingga

ternak tersebut bunting. Menurut Toelihere (1979), nilai S/C yang normal yaitu

berkisar antara 1,6-2,0. Berdasarkan data perusahaan didapatkan hasil bahwa nilai

S/C pada tahun 2009 sebesar 1,6 dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 1,5.

Sedangkan penelitian Depison et al. (2003) pada persilangan Simmental dan

Brahman (Simbrah) dapat mencapai nilai S/C sebesar 1,45. Nilai S/C sebesar 1,6

pada perusahaan ini masih lebih baik dari standar Direktorat Jenderal Peternakan

(1991). Semakin rendah nilai tersebut, makin tinggi nilai kesuburan hewan-hewan

betina kelompok-kelompok tersebut. Menurut Vandeplassche (1982), nilai S/C yang

Page 62: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

50

rendah sangat penting dalam arti ekonomis, baik dalam perkawinan alam maupun

melalui IB.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan S/C diantaranya kualitas

semen yang digunakan, deteksi birahi, body condition score (BCS), tingkat

kemampuan inseminator, dan bobot hidup (Kutsiyah et al., 2002). Bearden dan

Fuguay (1997) menambahkan bahwa puncak keberhasilan IB tergantung dari cara

meletakkan semen yang tepat di dalam alat reproduksi betina. Semen yang

digunakan oleh PT LJP berasal dari Balai Inseminasi Buatan Singosari. Kualitas

semen diperiksa secara berkala di unit kesehatan hewan yang dimiliki perusahaan

yaitu setiap 6 bulan sekali oleh unit kesehatan hewan. Evaluasi semen harus

dilakukan untuk menentukan pergerakan (motilitas) dan daya hidup (viabilitas)

sperma yang diejakulasikan, meskipun keadaan fisik pejantan itu tidak

memperlihatkan kelemahan atau kekurangan tertentu (Blakely dan Bade,1991).

Kondisi tubuh yang baik dan sehat serta dengan bobot hidup minimal 270 kg

merupakan kriteria sebagai calon bibit di PT LJP.

Nilai S/C yang rendah pada perusahaan ini dikarenakan pelaksanaan deteksi

birahi dan ketepatan waktu IB yang baik serta tingkat kemampuan inseminator yang

tinggi. Deteksi birahi diamati oleh petugas kandang dan kemudian dicatat pada papan

yang ada disetiap pen kandang. Sesuai dengan pendapat Toelihere (1993), bahwa

diperlukan deteksi dan pelaporan berahi yang tepat sehingga inseminasi dapat

dilakukan pada waktu yang tepat. Demikian juga teknik inseminasi dilakukan secara

cermat oleh tenaga terampil dan juga hewan betina yang sehat dalam kondisi

reproduksi yang optimal (Toelihere, 1993). Pencatatan terdiri atas nomor telinga

(notel) ternak dan waktu berahi yang teramati. Inseminasi yang tepat sebaiknya

dilakukan pada saat mulai pertengahan estrus sampai 6 jam sesudah puncak berahi

(Salisbury dan Vandemark, 1985). Calon bibit yang terdeteksi berahi akan dibawa ke

unit kesehatan hewan untuk dikawinkan secara IB. Waktu IB yang diterapkan di

perusahaan ini yaitu ± 10 jam setelah tanda birahi terlihat, hal ini dilakukan agar

sperma mencapai waktu yang bersamaan dengan terlontarnya ovum yaitu saat

ovulasi terjadi sehingga kebuntinganpun dapat terjadi.

Page 63: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

51

Conception Rate (CR)

Angka dari persentase sapi betina yang bunting disebut dengan nilai CR atau

angka konsepsi yang ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan oleh dokter

hewan dalam waktu 45 – 60 hari sesudah inseminasi (Partodihardjo 1987). Toelihere

(1993) menyatakan bahwa CR di negara maju dapat berkisar antara 60-70%. Di

Indonesia nilai CR sebesar 50% sudah termasuk normal, dan jika dibawah 50%

berarti menunjukkan wilayah tersebut memiliki ternak yang kurang subur. Nilai CR

di PT LJP Serang-Banten pada tahun 2009 sebesar 78% dan meningkat pada tahun

2010 menjadi 88%. Nilai ini lebih besar dibandingkan CR pada persilangan

Simmental dan Brahman (Simbrah) yaitu 61,29% (Depison, 2003) dan standar

Direktorat Jenderal Peternakan (1991) yaitu sebesar 62,5%. Menurut Toelihere

(1993) angka konsepsi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu kesuburan pejantan,

kesuburan betina dan teknik inseminasi. Kesuburan pejantan menjadi salah satu

faktor penentu CR dikarenakan kualitas sperma yang baik akan meningkatkan

kebuntingan. Induk yang subur memiliki kualitas ovarium dan kondisi fisik yang

baik sehingga mampu mempertahankan kebuntingan hingga tahap akhir kebuntingan.

Selain itu, teknik inseminasi dapat mempengaruhi tingkat CR dikarenakan puncak

keberhasilan IB tergantung dari penempatan yang tepat dari semen berkualitas tinggi

di dalam alat reproduksi betina (Bearden dan Fuguay, 1997). Angka kebuntingan

juga terkait dengan ketepatan waktu IB. Pemeriksaan kebuntingan (PKB) dilakukan

dua bulan setelah ternak di IB dan tidak mengalami birahi kembali dengan cara

palpasi rektal oleh tim unit breeding. Setelah dinyatakan bunting, sapi-sapi ini

diletakkan di kandang bunting. Bagi sapi-sapi ex-IB yang tidak berahi namun tidak

terdeteksi bunting, maka akan dilakukan PKB ulang 1 bulan kemudian untuk

menghindari kemungkinan kesalahan pada PKB awal.

Calving rate (C/R)

Calving rate (C/R) di perusahaan ini tahun 2010 sebesar 84%, berbeda jauh

dengan pada tahun 2009 yang hanya mencapai 23%. Hal ini dikarenakan adanya

perbedaan populasi induk bunting dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 populasi

induk bunting yaitu 1635 ekor sementara pada tahun 2010 sebanyak 882 ekor.

Kelahiran yang berlangsung pada tahun 2010 sebanyak 738 ekor lebih tinggi

Page 64: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

52

dibandingkan pada tahun 2009 yang hanya mencapai 379 ekor. Pada tahun 2009

induk bunting yang terjual lebih banyak 166 ekor dibandingkan tahun 2010,

sehingga mempengaruhi jumlah kelahiran yang berlangsung di PT LJP. Calving rate

bergantung pada perlakuan ternak saat bunting dan saat beranak. Pemberian pakan

serta penempatan kandang dengan kapasitas ternak yang lebih sedikit dan

penanganan sebelum, saat, dan setelah beranak sangat diperhatikan.

Page 65: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

53

Evaluasi Penerapan Standard Operational Procedure (SOP)

Prosedur Operasional Baku (POB) atau Standard Operational Procedure

(SOP) merupakan pedoman yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas

di perusahaan. Alur penanganan ternak pada unit breeding di PT LJP Serang-Banten

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Alur Penanganan Ternak Sapi Pembibitan di PT Lembu Jantan Perkasa

Penerimaan Sapi

Penimbangan

Seleksi

Tidak lolos seleksi

Digemukkan di Unit Fattening

Penjualan Sapi

Lolos seleksi

Pemeliharaan Calon Bibit dan

Proses Pengawinan

Pemeriksaan Kebuntingan

Pemeliharaan Induk Bunting

Kelahiran

Perawatan Induk dan Anak

Penjualan Sapi Bibit

Page 66: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

54

Penerimaan Sapi

Penanganan pada penerimaan sapi terdiri atas penanganan sebelum dan

setelah ternak datang. Penanganan yang dilakukan sebelum kedatangan ternak yaitu:

a) pembentukan tim petugas bongkar, tim ini terdiri dari supervisor sebagai

pengawas serta petugas kandang, b) persiapan kandang yang terdiri atas jumlah dan

alokasi pen, kebersihan, bak pakan atau bak minum disesuaikan jumlah ternak yang

datang, c) penerangan yang cukup, d) persiapan cattle yard, loading chute, dan gang

way, e) peralatan yaitu ear tag, tang aplikator, alat komunikasi, dan tang, f) obat-

obatan dan vitamin yang terdiri atas antibiotik, elektrolit, dan gusanex, g) persiapan

pakan yaitu jumlah konsentrat dan hijauan, h) persiapan peralatan administrasi yang

terdiri dari form-form dan berita acara, i) kebutuhan/perlengkapan lain yaitu bambu,

tambang, sawdust, tali rafia,dan sarung tangan, dan j) melakukan koordinasi internal

dan eksternal.

Penanganan yang dilakukan saat penerimaan sapi, yaitu a) memastikan sapi

tersebut sesuai order pembelian dari kantor pusat atas izin dewan direksi, b)

pemeriksaan dokumen yang lengkap dan sah surat jalan dan surat kesehatan ternak

dari tempat asal, c) sapi yang telah sampai terlebih dahulu ditimbang bersama dengan

truk pengangkutnya, d) sapi diturunkan di cattle yard segera setelah dokumen

dianggap sah oleh supervisor atau oleh petugas yang bertanggung jawab, e)

penanganan/handling sapi dilakukan dengan baik dan benar ( hati-hati, tidak gaduh,

tidak menyakiti ternak untuk menghindari stres pada ternak), f) sapi digiring ke

dalam pen yg sudah dipersiapkan, g) membuat berita acara apabila terdapat kondisi

sapi yang mati di perjalanan, lemah, patah kaki, atau kondisi tidak normal lainnya, h)

berita acara ditandatangani oleh petugas ekspedisi, supir truk, dan petugas penerima

sapi, i) pemberian obat stres (contra stress ATP plus) sampai dengan timbang awal

dengan dosis 100 gram per 200 L air minum. Vitamin ini berfungsi untuk mengatasi

stres transportasi, meningkatkan daya tahan tubuh, nafsu makan, dan meningkatkan

pertumbuhan, j) pakan dan air minum bersih sudah tersedia di bak pakan/ bak

minum, k) pembuatan laporan penerimaan jumlah dan kesusutan berat sapi dari

pelabuhan hingga ke peternakan. Rata-rata penyusutan bobot badan sapi dari

pelabuhan hingga ke peternakan yaitu 2%, l) catatan penimbangan dan penerimaan

atau penolakan sapi sebagai sapi bibit harus segera dilaporkan ke pimpinan langsung

Page 67: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

55

untuk segera dilaporkan ke kantor pusat, m) petugas penerimaan harus setingkat

supervisor atau pejabat lain yang ditunjuk langsung oleh pimpinan, serta n)

penandatanganan dokumen/berita acara penerimaan sapi oleh supervisor ternak atau

pejabat lain yg telah ditunjuk oleh pimpinan dan diserahkan ke bagian administrasi

ternak. Pada kedatangan malam hari, petugas yang bertanggung jawab adalah

perwira piket dibantu oleh karyawan yang bertugas pada malam itu. Penerimaan sapi

berlangsung dapat dilihat pada Gambar 7.

( a ) ( b )

Gambar 7. Penerimaan Sapi: (a) Loading Chute dan (b) Penampungan

Penimbangan

Penimbangan awal dimulai minimal setelah sapi diistirahatkan selama dua

hari. Kondisi dan akurasi timbangan diperiksa, timbangan yang digunakan yaitu

timbangan elektrik yang berada di cattle yard. Kegiatan pada saat penimbangan awal

meliputi pemasangan ear tag, penimbangan individu, treatment berupa vitamin

(injectamin) dengan dosis 5 ml/ekor, vaksinasi serta pengelompokan sapi

berdasarkan jenis kelamin, berat, dan kondisi kesehatan. Pencatatan individu ternak

dilakukan meliputi berat, identifikasi, ex-property (asal), breed dan kondisi (sehat

dan sakit). Klasifikasi ternak berdasarkan berat yaitu ≤ 250 kg, 251-280 kg, 281-320

kg, 321-350 kg, dan > 350 kg. Ternak ditempatkan pada pen sesuai klasifikasi

beratnya untuk menghindari persaingan dalam mengkonsumsi pakan. Penanganan

Page 68: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

56

sapi selama proses penimbangan dilakukan dengan hati-hati. Gambaran saat

penimbangan dapat dilihat pada Gambar 8.

( a ) ( b )

Gambar 8. Penimbangan Awal: (a) Penimbangan Ternak dan (b) Pemasangan

EarTag

Vitamin yang diberikan pada saat penimbangan yaitu Injectamin dengan

dosis pemberian 5 ml/ ekor. Vitamin ini berfungsi untuk mencegah dan mengobati

defisiensi vitamin, seperti gangguan pertumbuhan, pencernaan, reproduksi dan otot.

Vaksin yang diberikan yaitu vaksin SE (Septicaemia epizootica) dengan merk

dagang Septivak sebanyak 3 ml/ekor, pemberian vaksin dilakukan untuk

menimbulkan kekebalan terhadap penyakit Septicaemia epizootica. Obat anti stress

diberikan selama dua hari setelah penimbangan awal kemudian dibuat laporannya.

Seleksi Awal

Seleksi dilakukan pada sapi-sapi yang telah beradaptasi selama 2 – 3 minggu

dan telah masak kelamin guna mendapatkan calon bibit. Sistem reproduksi jantan

dan betina belum berfungsi secara sempurna sebelum seekor sapi mencapai masak

kelamin (pubertas), yaitu umur pada saat dicapai kematangan kelamin atau

kematangan seksual. Umur pada saat tercapainya masak kelamin, bervariasi di antara

bangsa-bangsa sapi, dengan suatu kisaran umur antara 8 – 18 bulan (Blakely dan

Bade, 1991). Untuk memudahkan pengerjaan sistem seleksi pada sapi tersebut,

perusahaan menerapkan sistem seleksi berdasarkan kelayakan dan kesehatan saluran

Page 69: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

57

reproduksinya dengan berat badan minimal 270 kg. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Blakely dan Bade (1991) bahwa pada beberapa bangsa sapi tertentu, masak kelamin

lebih merupakan fungsi berat badan dan bukannya fungsi umur, dan banyak peternak

menggunakan berat badan 275 sampai 350 kg sebagai ukuran masak kelamin untuk

sapi betina.

Pemeriksaan alat reproduksi (PAR) dimulai dari bobot badan terbesar dan

diberikan vitamin A,D, dan E saat PAR. Pentingnya penggunaan sarung tangan yang

steril dan dilumasi saat PAR dilakukan guna melindungi sapi maupun manusianya

dari kemungkinan terjadinya infeksi (Blakely dan Bade, 1991). Gambar 9

menunjukkan saat PAR berlangsung.

Gambar 9. Pemeriksaan Alat Reproduksi

Sapi yang lolos seleksi akan dilanjutkan ke proses adaptasi, perbaikan kondisi dan

pengamatan siklus berahi. Sapi yang lolos seleksi dipindahkan ke kandang calon

bibit (cabit). Pengamatan berahi ( oestrus/heat ) dilakukan selama 24 jam setiap

harinya. Sapi yang tidak lolos karena alasan reproduksi dan kesehatan akan

digemukkan dan dijual sebagai sapi potong. Klasifikasi ternak sapi bibit pada

umumnya ditentukan oleh a) umur, b) jenis kelamin, dan c) breed.

Pemeliharaan Calon Bibit (Cabit) dan Proses Pengawinan

Pemberian pakan pada ternak sapi di perusahaan ini disesuaikan dengan

status fisiologis ternak tersebut. Pakan terdiri atas dua jenis yaitu konsentrat dan

Page 70: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

58

hijauan. Frekwensi pemberian pakan minimal 2 kali sehari untuk setiap jenis pakan.

Pakan untuk calon bibit yaitu konsentrat sebanyak 8 kg/ekor/hari dan hijauan

sebanyak 5 kg/ekor/hari. Pemberian pakan ini sesuai dengan NRC (1984) bahwa

konsumsi bahan kering dara yaitu 7,3 kg/ekor/hari. Sapi calon bibit akan dilakukan

pengamatan berahi setiap harinya oleh petugas kandang. Menurut Blakely dan Bade

(1991), tanda-tanda visual sapi betina menjelang birahi adalah pembengkakan dan

vulva yang menjadi merah serta keadaan gelisah yang menunjukkan keinginan untuk

kawin, tetapi perilaku yang amat menonjol adalah mengusir atau diusir oleh

temannya dan tetap diam bila dinaiki. Pengamatan termudah yang juga diterapkan

oleh perusahaan dalam mendeteksi berahi yaitu sapi betina yang akan tetap diam

apabila dinaiki. Sapi betina hanya mau menerima pejantan dalam periode birahi saja,

yang berlangsung sekitar 16 jam, dan hal ini akan terulang lagi tiap 21 hari, apabila

tidak terjadi kebuntingan (Blakely dan Bade, 1991). Sapi yang berahi dicatat ear tag

dan waktu berahinya, lalu dipindahkan ke unit kesehatan, ±10 jam setelah tanda

berahi terlihat sapi tersebut akan dikawinkan dengan cara Inseminasi Buatan (IB)

dengan semen berada pada straw plastik. Peralatan yang digunakan saat IB dapat

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Peralatan Inseminasi Buatan

Menurut Blakely dan Bade (1991), dalam waktu inseminasi, semen yang

berasal dari straw plastik atau ampul dimasukkan ke dalam saluran reproduksi sapi

Page 71: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

59

betina. Apabila semen tersebut berada di dalam straw plastik maka alat yang

digunakan yaitu straw gun. Keuntungan yang didapat dengan menggunakan straw

plastik adalah bahwa semen tersebut dapat secara langsung ditempatkan di dalam

saluran reproduksi, tanpa harus memindahkan semen dari ampul ke kateter. Hal ini

menyebabkan penggunaan straw menjadi lebih sederhana serta lebih menjamin

jumlah sperma hidup yang maksimum bisa diinseminasikan.

Masa hidup sel telur adalah 6 sampai 12 jam, sedangkan masa hidup sperma

adalah 30 jam. Jadi, agar dapat terjadi pembuahan maka perkawinan harus

berlangsung pada bagian akhir dari saat birahi (Blakely dan Bade, 1991). Menurut

Salisbury dan Vandemark (1985) inseminasi yang tepat sebaiknya dilakukan pada

saat mulai pertengahan estrus sampai 6 jam sesudah puncak berahi. Sapi yang telah

di IB dipindahkan ke kandang IB.

Pemeriksaan Kebuntingan (PKB)

Pemeriksaan kebuntingan (PKB) pada sapi IB yang tidak mengalami berahi

kembali dilakukan dengan cara palpasi rektal. Sapi yang akan diperiksa ditempatkan

di dalam kandang jepit yang berukuran 160 cm x 70 cm x 170 cm untuk mencegah

bahaya bagi pemeriksa terhadap tendangan, pergerakan ke depan dan ke samping

oleh ternak yang diperiksa. Sapi yang terkejut dapat menendang ke belakang dan

biasanya tendangan terjadi menjelang atau pada saat tangan dimasukkan ke dalam

rektum (Toelihere, 2006). Palang diletakkan di bagian belakang kandang jepit atau di

belakang sapi, di atas legokan kaki belakang untuk menghindari tendangan tersebut.

Pemeriksaan kebuntingan (PKB) dilakukan setelah semua persiapan selesai. Prinsip

palpasi rektal adalah memasukkan tangan dan lengan ke dalam rektum seekor sapi

betina dan dari dinding rektum dirasakan adanya tanda-tanda kebuntingan (Blakely

dan Bade, 1991).

Pemeriksaan kebuntingan dilakukan dua bulan setelah IB, sama halnya

dengan Toelihere (2006) yang menyatakan bahwa diagnosis menggunakan metode

ini dapat dilakukan paling cepat 35 hari setelah inseminasi dan ketepatan di atas 95%

dapat diperoleh sesudah 60 hari kebuntingan. Sapi yang dinyatakan bunting akan

dipindahkan ke kandang bunting, sedangkan sapi yang tidak dinyatakan bunting

akan dipindahkan ke kandang ex-PKB untuk dilakukan PKB ulang 1 bulan

kemudian.

Page 72: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

60

Pemeliharaan Induk Bunting

Sapi bunting ditempatkan di kandang bunting. Kandang sapi bunting dibuat

lebih longgar. Pakan disesuaikan dengan statusnya dan dicatat setiap hari. Persentase

kasus yang tinggi pada induk bunting di tahun 2010 yaitu abortus sebesar 4%.

Abortus atau keluron adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan

dengan fetus yang belum sanggup hidup. Abortus umumnya disebabkan oleh faktor

yang mempengaruhi fetus atau kedua-duanya. Secara ekonomis, abortus merupakan

masalah besar bagi peternak, karena kehilangan fetus dapat diikuti dengan penyakit

pada uterus dan sterilitas untuk waktu yang lama. Penyebab abortus antara lain

infeksi bakteri (Brucellosis), sejenis virus Herpes, jamur (Aspergillus spp), infeksi

protozoa (Trichomonas foetus), bahan kimia, obat, dan tanaman beracun, sebab-

sebab hormonal, defisiensi makanan, ataupun kecelakaan. Stres berat pada induk

juga dapat menyebabkan abortus (Toelihere, 2006).

Penanganan pada induk abortus yang dilakukan oleh pihak perusahaan yaitu

dengan pemisahan ternak dari kelompoknya dan dipindahkan ke hospital pen,

kemudian sampel darah ternak tersebutpun diambil untuk diidentifikasi penyebab

penyakitnya. Pengobatan abortus yang dilakukan di PT LJP yaitu dengan pemberian

antibiotik (Limoxin 200 LA) sebanyak 15 ml dan hormon oxytocin sebanyak 7 ml.

Ternak yang dinyatakan abortus akibat infeksi maka akan diculling agar tidak

menularkan ke ternak lainnya. Infeksi sering terjadi dikarenakan ingesti kotoran-

kotoran yang mengkontaminasi makanan dari alat kelamin hewan yang mengalami

abortus (Toelihere, 2006).

Pengamatan lebih ditingkatkan pada induk bunting menjelang 2–3 hari

sebelum beranak. Menurut Toelihere (2006) hewan betina bertambah tenang, lamban

dan hati-hati dalam pergerakannya sesuai dengan pertambahan umur kebuntingan,

terutama pada minggu-minggu terakhir dan terdapat kecenderungan pertambahan

berat badan. Ligamenta pelvis mulai mengendur, dan pada hewan yang kurus terlihat

pelegokan yang jelas pada pangkal ekor. Oedema dan relaksasi vulva terlihat pada

beberapa minggu terakhir kebuntingan. Satu minggu setelah beranak induk dan

anaknya dipindahkan kedalam kandang laktasi.

Page 73: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

61

Kelahiran

Induk sapi yang dapat melahirkan normal hanya diamati oleh petugas

kandang, namun bila terjadi kesulitan beranak sapi tersebut akan digiring ke unit

kesehatan untuk dibantu proses beranaknya. Presentasi fetus yang normal adalah kaki

depan terlebih dahulu, dengan kepala berada di antaranya. Kontraksi uterus

menyebabkan kaki mendorong plasenta lalu terlepaslah cairan amnion yang berperan

sebagai pelumas untuk lewatnya fetus. Waktu kelahiran yang normal variasinya

besar, rata-rata sekitar 30 menit tanpa pertolongan (Blakely dan Bade, 1991).

Induk yang melahirkan normal atau eutokia diberi antibiotik (Limoxin LA)

sebanyak 15 ml, hormon oxytocin sebanyak 5 ml dan vitamin A, D, E (Vitol)

sebanyak 7 ml. Pedet yang baru lahir umumnya akan dijilati oleh induknya. Apabila

hal tersebut tidak dilakukan oleh induk guna membantu pernafasan pedet, peternak

haruslah yakin bahwa tidak ada selaput-selaput yang menutupi mulut dan lubang

hidung (Blakely dan Bade, 1991). Pemotongan tali pusat (disisakan ±5 cm dari

pangkal) dilakukan setelah pedet lahir, lalu tali pusat diberi desinfektan dan anti lalat.

Pemberian yodium pada pusar pedet yang baru lahir sangat dianjurkan untuk

mencegah timbulnya tetanus atau penyakit lain (Blakely dan Bade, 1991). Gambaran

pada saat setelah kelahiran dapat dilihat pada Gambar 11.

( a ) ( b )

Gambar 11. Kelahiran: (a) Induk Setelah Beranak dan (b) Induk Menjilati Anak

Page 74: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

62

Penimbangan/pencatatan berat lahir dilakukan paling lambat 24 jam setelah

kelahiran dan dicatat ear tag induknya. Bobot badan pedet yang baru lahir rata-rata

20-25 kg. Pedet dipastikan mendapat kolostrum. Kolostrum yang merupakan susu

khusus yang dihasilkan selama 3 hari pertama sesudah kelahiran, diperlukan oleh

pedet yang baru lahir itu untuk kehidupannya. Kolostrum itu tidak saja mengandung

banyak energi, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memulai kehidupan bagi

pedet yang bersangkutan, tetapi juga mengandung antibodi yang merupakan

pelindung terhadap kemungkinan adanya infeksi dan penyakit (Blakely dan Bade,

1991). Situasi proses kelahiran dan kondisi pedet yang baru lahir harus dicatat dalam

buku induk. Pedet yang lahir dan induknya mati serta induknya tidak menghasilkan

susu dipelihara di dalam calves box (berukuran 100 cm x 126 cm x 135 cm) dan

diberikan susu yang berasal dari foster mother melalui dot. Induk yang tidak ingin

menyusui anaknya ditempatkan di dalam kandang jepit agar pedet tidak ditendang

saat menyusu, sedangkan induk yang memiliki puting besar, susunya diperah

kemudian diberikan pada pedet lain menggunakan dot.

Menurut Blakely dan Bade (1991), apabila kelahiran tidak juga terjadi dalam

waktu sekitar 2 jam sejak permulaan munculnya „labor pain‟, seorang dokter hewan

hendaknya mulai mengamati apakah ada masalah persentasi yang tidak normal.

Kasus yang umum dialami oleh induk saat melahirkan yaitu distokia. Menurut

Toelihere (2006), kesulitan melahirkan atau distokia merupakan salah satu kondisi

kebidanan yang harus ditangani oleh dokter hewan atau bidan ternak. Penyebab

distokia diantaranya sebab herediter, nutrisional dan manajemen, penyakit menular,

traumatik dan sebab-sebab campuran. Sebab herediter yaitu terdapat pada induk yang

berpredisposisi terhadap distokia, atau faktor-faktor tersembunyi yang dapat

menghasilkan foetus yang defektif. Sebab nutrisional dan manajemen diantaranya

kondisi makanan ternak yang sedang bunting dan manajemen saat partus. Distokia

dikarenakan ukuran induk yang kecil sering ditemukan pada sapi dara yang baru

pertama kali beranak. Penyebab lain distokia yaitu posisi fetus yang tidak normal.

Penanganan kasus ini yaitu dengan pemberian antibiotik (Limoxin 200 LA) sebanyak

15 ml, hormon oxytocin 5 ml dan multivitamin (vitol) 5 ml.

Pengeluaran atau eksplusi plasenta (setelah lahir) biasanya terjadi 2 atau 6

jam setelah kelahiran. Dalam keadaan biasa kotiledon yang menempel pada uterus

Page 75: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

63

terpisah sehingga memungkinkan membran yang tidak menempel keluar melalui

saluran kelahiran. Apabila setelah 24 jam membran itu masih belum keluar, tentulah

terdapat keadaan yang abnormal dan perlu konsultasi dengan dokter hewan. Hal ini

perlu mendapat perhatian, sebab dapat terjadi infeksi. Kondisi tidak keluarnya

plasenta ini disebut retensio, perusahaan menanganinya dengan cara melepas satu per

satu kotiledon tersebut dan diberi amphoprim sebanyak 2 tablet, antibiotik (Limoxin

200 LA) sebanyak 15 ml, multivitamin (injectamin) sebanyak 5 ml dan hormon

oxytocin sebanyak 7 ml.

Perawatan Induk dan Anak

Pedet dibiarkan menyusu pada induk secara bebas selama 2-3 bulan. Pedet

diberi vitamin A, D, dan E sebanyak 2 ml/ekor saat pemberian ear tag ( 3 hari

setelah lahir), selain untuk memudahkan dalam mengenalinya, “ear tag” disarankan

untuk dipasang agar tidak perlu melakukan cek ulang (Blakely dan Bade, 1991).

Pencegahan penyakit diberikan pada pedet bila diperlukan. Kondisi pengobatan,

harus dicatat dalam buku induk. Penyakit yang umum diderita oleh pedet adalah

diare dan pneumonia. Menurut Blakely dan Bade (1991), diare dianggap berasal dari

adanya invasi bakteri atau virus. Penyebabnya adalah kompleks, mulai dari bakteri,

virus dan keadaan lingkungan, kepadatan ternak yang terlalu tinggi, kekurangan

kolostrum, terlalu banyak mengkonsumsi pakan, defisiensi vitamin A dan adanya

parasit-parasit. Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan pemberian antibiotik

(amphoprim) 1 bolus dan vitamin A,D,E sebanyak 2 ml. Anak dan induk lalu

dipisahkan selama 12 jam. Menurut Blakely dan Bade (1991), waktu 12 jam adalah

waktu efektif maksimum bagi antibiotika yang disuntikkan. Pencegahan terhadap

penyakit ini yaitu pemberian elektrolit yang terdiri dari campuran antibiotik, soda

kue, gula merah, garam dan air hangat. Soda kue digunakan sebagai pengembang

usus dikarenakan usus ternak akan mengkerut saat menderita diare. Gula merah

digunakan sebagai sumber energi tambahan, garam digunakan dalam cairan lambung

untuk mempertahankan persentase air tubuh (Blakely dan Bade, 1991) sedangkan air

hangat digunakan untuk melarutkan semua bahan. Gambar 12 menunjukkan saat

pengobatan pedet yang sakit.

Page 76: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

64

Gambar 12. Pengobatan Pedet Sakit

Pneumonia disebabkan oleh virus yang masuk ke dalam tubuh melalui udara,

air, maupun cairan yang diloloh ke dalam mulut, atau penghisapan zat-zat kimia atau

debu. Tanda-tanda pneumonia adalah sikap berdiri dengan kaki merenggang lebar,

kelainan dari dada dan paru-paru, adanya cairan yang keluar dari lubang hidung,

lidah yang menjulur serta kesulitan bernafas (Blakely dan Bade, 1991). Pengobatan

penyakit ini yaitu dengan cara pemindahan induk dan anak pada kandang tertentu

dan diberi elektrolit serta antibiotik (penstrep) sebanyak 5 ml dengan interval

pemberian 24 jam selama 5 hari. Apabila penyakitnya tergolong parah maka interval

pemberian menjadi setiap 12 jam selama 5 hari. Mortalitas calves dan weaner di

perusahaan ini sebesar 3,5 %.

Induk di perusahaan ini terkadang terjangkit mastitis, menurut Blakely dan

Bade (1991) penyebab penyakit mastitis adalah bakteri yang dapat menular dari

seekor hewan ke hewan yang lain karena keadaan sanitasi yang kurang baik. Infeksi

dapat terjadi hanya pada satu kuartir saja yang kemudian berkembang dan bersifat

fatal. Pengobatan pada mastitis awal dapat dilakukan dengan menggunakan

antibiotik dengan menyuntikkannya langsung ke dalam kanal puting. Induk yang

mengalami mastitis diberi suntikan antibiotik (mastilak) sebanyak 5 ml/quarter dan

pengeringan ambing atau dapat juga diberi antibiotik (penstrep) 20 ml/quarter

pemberian diulang 12 jam kemudian selama 3 hari setelah diperah. Kandang induk

Page 77: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

65

laktasi tersedia shelter yaitu tempat yang hanya dapat dimasuki oleh pedet sehingga

pakan pedet hanya dikonsumsi oleh pedet saja. Shelter ini berukuran 265 cm x 345

cm x 150 cm. Pedet sudah dikenalkan konsentrat dan hijauan ± 2 minggu setelah

lahir.

Penjualan Sapi Bibit

Pelayanan penjualan regular dimulai pukul 13:00 WIB, kecuali terdapat

pertimbangan khusus dan disposisi manajemen. Petugas mengetahui pen dan harga

sapi yang akan dijual lalu mempersiapkan dokumen kesehatan ternak dan memeriksa

timbangan sebelum sapi dikeluarkan dari pen. Kondisi ternak dan alat transportasi

harus memenuhi syarat pada kasus pengiriman ternak dengan menggunakan truk

yaitu bak truk harus cukup tinggi, kokoh, beralas sawdust (serbuk gergaji) yang

cukup tebal ( +/- 20 cm ), persiapan pakan hijauan segar dan air minum, sebaiknya

setiap beberapa saat pengawal sapi harus mengontrol kondisi sapi, pengiriman

sebaiknya pada sore/malam hari, kecepatan kendaraan yang digunakan stabil, serta

pada proses penurunan, sapi harus diturunkan pada tangga turun yang berdekatan

dengan kandang. Sapi yang baru tiba diberi obat anti stres (suntikan atau via air

minum). Berikut merupakan hasil penjualan ternak bibit di PT LJP dapat dilihat pada

Tabel 7.

Tabel 7. Penjualan Ternak Breeding PT Lembu Jantan Perkasa Periode 2009-2010

Status Ternak

Penjualan (ekor)

Tahun 2009 Tahun 2010

Bunting 553 387

Weaner 521 486

Ex-Breed 795 913

Reject 21 56

Total 1.890 1.842

Sumber : LJP (2010)

Page 78: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

66

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kegiatan dalam usaha pembibitan sapi potong memerlukan suatu pedoman

yaitu Good Breeding Practices (GBP). Penerapan aspek GBP sapi potong di PT LJP

Serang-Banten telah dilakukan dengan baik. Penerapan aspek sarana, proses produksi

bibit, pelestarian lingkungan, monitoring, evaluasi, dan laporan berdasarkan GBP

sebagian besar telah dilakukan dengan baik oleh perusahaan, namun diperlukan

perbaikan pada unit penanganan limbah, lebih mempertimbangkan mengenai

masalah replacement stock, peningkatan pengawasan pada areal peternakan yang

langsung berbatasan dengan masyarakat, serta pembuatan fasilitas desinfeksi untuk

staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan. Penerapan GBP yang

baik pula ditunjukkan pada ketercapaian produktivitas yang tinggi pada tahun 2010

yaitu calving interval sebesar 372 hari, service per conception sebesar 1,5 ,

conception rate sebesar 88%, dan calving rate sebesar 84%. Alur proses kegiatan

yang berlangsung di unit pembibitan PT Lembu Jantan Perkasa terdiri atas

penerimaan sapi, penimbangan, seleksi, pemeliharaan calon bibit, proses

pengawinan, pemeriksaan kebuntingan, pemeliharaan induk bunting, kelahiran,

perawatan induk dan anak, dan penjualan sapi bibit.

Saran

Saran yang diberikan bagi pihak perusahaan yaitu perbaikan pada dokumen

yang belum terekapitulasi dengan baik seperti penanganan kesehatan, agar tidak

bergantung pada beberapa karyawan saja. Perlu diadakan sosialisasi atau penyuluhan

mengenai aspek-aspek GBP dan SOP kepada seluruh karyawan agar penerapannya

dapat dilakukan secara optimal. Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan mengenai GBP

di peternakan lainnya sehingga mutu usaha pembibitan sapi potong lainnya di

Indonesia lebih baik lagi.

Page 79: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

67

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Alhamdulillah, penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang

selalu melimpahkan nikmat-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dan studi ini. Shalawat beriring salam semoga senantiasa

tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabat-Nya.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Rudy Priyanto

selaku dosen pembimbing utama dan pembimbing akademik atas bimbingan,

motivasi, ilmu, saran serta dukungan yang diberikan kepada penulis. Penulis

menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini M.Si selaku dosen

pembimbing anggota atas bimbingan, motivasi, ilmu, saran serta dukungan yang

diberikan kepada penulis. Terima kasih Penulis juga ucapkan kepada Bapak Ahmad

Yani S.TP, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Didid Diapari M.Si. selaku dosen penguji serta

Bapak Dr. Rudi Afnan S.Pt, M.Sc.Agr selaku panitia ujian sidang atas saran dan

masukan yang diberikan. Terima kasih kepada Pimpinan PT LJP serta staf khususnya

unit breeding atas ilmu dan perizinannya untuk melakukan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Mukrin Abdullah

dan Ibunda Darty Sabkie atas segala doa, kasih sayang, dukungan moril, dan materil

sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini, juga kepada kakak

Sepriniasula Putra, Noverdiansyah Putra dan Apririandi Putra atas nasihat,

kebersamaan serta kasih sayangnya selama ini.

Terima kasih kepada Melati Lestari Z dan Nailla Rachmawati selaku rekan

penelitian atas bantuan serta kebersamaannya selama melakukan penelitian. Terima

kasih juga kepada sahabat-sahabat Desi A, Riri S.N, Annisa O.R, Wike R.P,

Ramadhani S, Revy P, Mayang M, Ade F, Tri S, Paulina Y, Handa H, dan Fuad H.

atas keceriaan dan persahabatan manis selama ini juga kepada rekan-rekan IPTP 44

atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

dunia peternakan.

Bogor, Mei 2011

Penulis

Page 80: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

68

DAFTAR PUSTAKA

Arthur, G.H., E.N. David, & H. Pearson. 1989. Veterinary Reproduction and

Obstetrics (Theriogenology). 6th Ed. Bailliere Tindall, London.

Badan Pusat Statistika. 2009. Statistical Pocket Book of Indonesia. BPS-Statistics

Indonesia, Jakarta.

Balai Inseminasi Buatan Singosari. 1997. Petunjuk Penampungan, Produksi,

Distribusi dan Evaluasi Semen Beku BIB Singosari, Malang.

Bearden, H. J. & Fuguay, J.W. 1997. Applied Animal Reproduction. 4th Ed. Prentice

Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

Blakely, J. & D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan : B.

Srogandono. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Bowker, W.A.T, R.G Dumday, J.E Frisch, R.A Swan, & M.M.Tulloh 1978. A

Course Manual Beef Cattle Management and Economic. A.A.U.C.S.

Canberra.

Craig, J.V. 1981. Domestic Animal Behaviour. Department of Animal Science and

Industry. Kansas State University, USA.

Depison, A.Y. Putra, & Z. Elymayzar. 2003. Evaluasi produktivitas sapi Brahman

dan sapi Simbrah di BPTU-Sembawa. J. Ilmiah ilmu-ilmu peternakan. 4: 251

– 259.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1985. Pedoman Peningkatan Mutu Ternak.

Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1991. Petunjuk Pelaksanaan Program Inseminasi

Buatan Terpadu. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan, [Fapet UGM] Fakultas Peternakan Universitas

Gadjah Mada. 1986. Laporan survai evaluasi pengadaan dan penyebaran

ternak impor crash program. Direktorat Bina Produksi, Ditjen Peternakan dan

Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik

(Good Breeding Practices). Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

Ensminger, M.E & H.D. Taylor. 2006. Dairy Cattle Science. 4th

Ed. Pearson

Education Inc , New Jersey.

Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed. Ke-4. Terjemahan B.

Srigandono dan Koen Praseno. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Gomes, W. R. 1977. Artificial insemination. In : Cole, H.H. and Cupps P.T. (eds).

Reproduction in Domestic Animal. 3th Ed. Academic Press, New York.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapang. PT Gramedia

Widiasarana Aksara Indonesia, Jakarta.

Page 81: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

69

Iswoyo & W. Priyantini. 2008. Performans reproduksi sapi peranakan Simmental

(Psm) hasil inseminasi buatan di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. J.

Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. 3: 125 – 133.

Kutsiyah F, Kusmartono, & S. Trinil. 2002. Studi komparatif produktivitas antara

sapi Madura dan persilangannya dengan Limousin di Pulau Madura. J. Ilmu

ternak dan Veteriner. 8: 98 – 106.

Minish, J.L. & D.G. Fox. 1979. Beef Production and Management. Reston Pub. Co.

Inc. A Prentice-Hall Company. Reston, Viginia.

Natasasmita, A. & K. Mudikdjo. 1979. Beternak Sapi Pedaging. Unit Penataran,

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

NRC. 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th

Revised Edition. Nasional

Academy of Science, Washington.

Office International des Epizooties. 2006. Guide to good farming practices for

animal production food safety. Animal Production Food Safety Working

Group. World Organization for Animal Health (OIE), Paris.

Palmer, R. W. 2005. Dairy Modernization. Thomson Delmar Learning, Canada.

Pane, I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta.

Panjono, Harmadji, E. Baliarti, & Kustono. 2000. Performans induk dan pedet sapi

Peranakan Ongole yang diberi ransum jerami padi dengan suplementasi daun

gamal. Buletin Peternakan Vol. 24 (2).

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas

Indonesia Press, Jakarta.

Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Payne, W.J.A. 1970. Cattle Production in the Tropics. Logman Group Ltd., New

York.

Peters, A.R. 1996. Herd management for reproduction efficiency. J. Anim. Rep. Sci.

42 : 455-464.

Salisbury G.W & W.J. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi

Buatan pada Sapi. Terjemahan : R. Djanuar. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Suharsono H. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya, Jakarta.

Sutan, S.M. 1988. Suatu perbandingan performans reproduksi dan produksi antara

sapi Brahman, Peranakan Onggole, dan Bali di daerah transmigrasi Batumarta

Sumatera Selatan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Tafal, Z. B. 1981. Ranci Sapi Usaha Peternakan yang Lebih Bermanfaat. Bharata

Karya Aksara, Jakarta.

Page 82: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

70

Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa,

Bandung.

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Toelihere, M. R. 2006. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. UI Press,

Jakarta.

Turner H. G. 1977. The tropical adaptation of beef cattle. An Australian study. In:

animal breeding: Selected articles from the Word Anim. Rev. FAO Animal

Production and Health Paper 1:92-97.

Vandeplassche, M. 1982. Reproductive Efficiency in Cattle: A Guideline for Projects

in Developing Countries. Food and Agriculture Organization of the United

Nation, Rome.

Wijono, D.B., K. Ma‟sum, M. Ali Yusran, D.E. Wahyono & L. Abdullah. 1998.

Tampilan kondisi badan, pertumbuhan sapi potong dara dan kejadian estrus

pertama di peternakan rakyat. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan

Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Williamson, G. & W.J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis.

Terjemahan S.G.N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Winks L, A.E Holmes, P.O Grady, T.A James, & P.K Rourke. 1979. Comparative

growth and carcase characteristics of Shorthorn, Brahman-british Cross,

Friesian and Sahiwal-friesian Cross steers on the atherton tableland, North

Quensland. Aus J. Exp. Agr. Anim. Husb. 19:133-139.

Page 83: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

LAMPIRAN

Page 84: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

72

Lampiran 1. Kuisioner Good Breeding Practices

BAB I

SARANA DAN PRASARANA

A. Lokasi

1. Apakah anda mengetahui tentang Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan

Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD)?

a. Tahu (lanjut pertanyaan no.2) b. Tidak tahu

2. Menurut anda sesuai atau tidak perusahaan ini didirikan di lokasi ini?

a. Ya b. Tidak (saran)

Saran:

3. Apakah lokasi ini berpotensi sebagai wilayah sumber bibit sapi potong?

a. Sangat berpotensi d. kurang berpotensi

b. Berpotensi e. tidak berpotensi

c. Biasa

4. Apakah lokasi ini telah terkonsentrasi menjadi satu unit pembibitan ternak

(village breeding center)?

a. Ya b. tidak (saran)

Saran:

5. Apakah peternakan ini menggangu ketertiban dan kepentingan umum

setempat?

a. Ya b. tidak

6. Apa yang selama ini menjadi keluhan masyarakat?

7. Apakah lokasi memperhatikan lingkungan dan topografi sehingga kotoran

dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan?

a. Ya b. tidak

Saran:

8. Adakah usaha pembibitan unggas disekitar lokasi ini?

a. Ada (jarak: m) b. tidak

B. Lahan 1. Apakah lokasi ini bebas dari jasad renik pathogen yang membahayakan

ternak dan manusia?

a. ya b. tidak

2. Apakah lahan ini sesuai peruntukannya?

a. Ya b. tidak

C. Sumber Air

1. Air yang digunakan tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi?

a. Ya b. tidak

2. Apakah sumber air mudah dicapai atau mudah disediakan?

a. Ya b. tidak

3. Sumber air yang digunakan berasal dari mana?

Page 85: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

73

4. Apakah pengunaan sumber air tanah menggangu ketersediaan air bagi

masyarakat?

a. Ya b. tidak

D. Bagunan dan Peralatan

1. Apakah ada Cattle Yard (berapa jumlah)?

a. Ya ( ) b. tidak

2. Bangunan apa saja yang ada diareal peternakan?

kandang pemeliharaan

kandang isolasi

gudang peralatan

unit penampungan

unit pengolahan limbah

gudang pakan

dll………………………………………………………………………

3. Peralatan apa saja yang ada diareal peternakan?

Tempat pakan dan tempat minum

Alat pemotong dan pengangkut rumput

Alat pembersih kandang

Alat pembuat kompos

Peralatn kesehatan ternak

dll…………………………………………………………………………

4. Persyaratan Teknis Kandang

Konstruksi harus kuat

Bahan ekonomis dan mudah diperoleh

Sirkulasi udara dan sinar matahari cukup

Drainase dan saluran pembuangan limbah baik serta mudah dibersihkan

Lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering, tahan injak

Luas kandang memenuhi persyaratan daya tamping

Kandang isolasi dibuat terpisah

5. Persyaratan letak kandang

Mudah diakses terhadap transportasi

Tempat kering dan tidak tergenang saat hujan

Dekat sumber air

Cukup sinar matahari

Kandang tunggal menghadap timur

Kandang ganda membujur utara selatan

Tidak mengganggu lingkungan hidup

Memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi

E. BIBIT

1. Apakah klasifikasi bibit sapi potong yang ada dipeternakan ini?

Bibit dasar : diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang

mempunyai nilai pemuliaan diatas nilai rata-rata

Bibit induk (Breeding Stock) diperolah dari proses pengembangan bibit

dasar

Page 86: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

74

Bibit sebar (Comersial Stock ) diperolah dari proses pengembangan bibit

induk

dll………………………………………………………………...........

2. Persyaratan dalam menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan

konsumen

Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik

Semua sapi bbit betina bebas dari cacat alat reproduksi

Ambing normal

Tidak menunjukan kemandulan

F. Pakan

1. Apakah ketersediaan pakan cukup?

a. Ya b. tidak

2. Apakah jenis pakan yang diberikan?

3. Bagaimana sistem pemberian pakan?

4. Bagaimana sistem pemberian minum?

a. Ad-libitum b. terbatas

G. Obat Hewan

1. Apakah jenis obat yang umum digunakan disini?

Sediaan biologik

Farmasetik

Premik

Obat alami

Dll…………………………………………………………………………

2. Bila menggunakan obat dengan bahan kimia atau bahan biologik, adakah

nomor pendaftaraannya??

a. Ya b.Tidak

3. Bagaimana sistem pemesanan obat dilakukan?

4. Bagaimana sistem pemberian obat dilakukan?

5. Adakah pengawasan saat pemberian obat dilakukan?

a. Ada b.Tidak

jika ada, siapakah yang memberi pengawasan? ……………………………....

H. Tenaga Kerja

1. Bagaimana sistem perekrutan karyawan yang ada?

2. Adakah persyaratan dalam perekrutan pegawai, selain criteria di bawah ini?

Sehat jasmani dan rohani

Tidak memiliki luka terbuka

Telah mendapat pelatihan teknis pembibitan sapi potong

Dll…………………………………………………………………………..

Page 87: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

75

3. Berapa tenaga kerja yang ada disini?

4. Satu orang tenaga kerja bertanggungjawab untuk berapa sapi atau berapa

kandang?

5. Bagaimana sistem penempatan tenaga kerja disini?

BAB II

PROSES PRODUKSI BIBIT

A. Seleksi bibit

1. Bagaimana sistem seleksi bibit dilakukan?

1.1 Seleksi Sapi induk

Sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur

Anak jantan maupun betina tidak cacat dan mempunyai rasio bobot

sapih umur 205 hari (weaning weight ration) diatas rata-rata.

Dll……………………………………………………………………

1.2 seleksi calon induk

bobot sapih terkoreksi terhadap umur 205 hari umur induk dan musim

kelahiran, diatas rata-rata

bobot badan umur 365 hari diatas rata-rata

penampilan fenotipe sesuai dengan rumputnya

dll………………………………………………………………………

B. Perkawinan, ternak pengganti, dan afkir

1. Apakah sistem perkawinan di peternakan ini?

Kawin alam

Inseminasi buatan

Transfer embrio

Jika perkawinan dilakukan secara (IB), darimana semen cair diperoleh?

2. Bagaimana sistem ternak pengganti (Replacement stock) dilakukan?

Calon betina dipilih 25% untuk replacement

10% untuk pengembangan populasi kawasan

60% dijual ke luar kawasan sebagai bibit

5% dijual sebagai ternak afkir (culling)

Tidak ada sistem ternak pengganti

Dll……………………………………………………………………..

3. Apakah yang menjadi ketentuan dalam afkir (culling) ternak disini?

C. Pencatatan (Recording)

1. Pencatatan yang ada di peternakan ini?

Rumpun

Silsilah

Perkawinan (tanggal, pejantan, IB/kawin alam)

Kelahiran (tanggal, bobot lahir)

Penyapihan (tanggal, bobot badan)

Peranakan kembali (tanggal, partus)

Page 88: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

76

Pakan (jenis, konsumsi)

Vaksnasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment)

Mutasi (pemasukan dan pengeluaran ternak)

Dll……………………………………………………………………

2. Bagaimana sistem persilangan di peternakan ini?

3. Apakah lembaga yang memberikan sertifikasi untuk peternakan ini?

D. Kesehatan Hewan

1. Bagaimana sistem pengelolaan kesehatan di peternakan ini?

2. Apakah pernah terdapat penyakit menular di peternakan ini?

a. Ada (jenis penyakit : …………………………………………………….)

b. Tidak

3. Bagaimana penjadwalan pemberian vaksin di peternakan ini?

4. Adakah kartu kesehatan ternak di peternakan ini?

a. Ada b. Tidak

5. Adakah penjadwalan khusus mengenai kesehatan ternak kepada Dinas

setempat?

a. Ada (jadwal :……………….) b. Tidak

6. Adakah jadwal pemotongan kuku di peternakan ini?

a. Ada (jadwal :……………….) b. Tidak

7. Apakah sistem Biosecurity telah diterapkan pada peternakan ini?

a. Ya b. Tidak

jika ya, jelaskan

BAB III

PELESTARIAN LIGKUNGAN

1. Bagaimana sistem pengelolaan limbah di peternakan ini?

2. Adakah keluhan masyarakat sekitar mengenai pencemaran limbah di

peternakan ini?

a. Ya b. Tidak

Jika ya, jelaskan penanggulangannya

3. Apakah ada rencana penanggulangan pencemaran lingkungan sebagaimana

diatur di dalam

undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan

pokok pengolahan lingkungan hidup.

Peraturan pemerintan nomor 27 tahun 1999 tentang analisa mengenai

dampak lingkungan

Peraturan pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan

(AMDAL).

4. Apakah dilakukan pencegahan pencemaran lingkungan?

Page 89: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

77

Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal

usaha.

Menghindari timbulnya polusi dan ganguan lain yang berasal dari

lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk,

suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/air sumur?

Setiap usaha penggemukan sapi potong harus membuat unit

pengolahan limbah perusahaan (padat, cair dan gas) yang sesuai

dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan.

Setiap penggemukan usaha sapi potong membuat pembuangan

kotoran dan penguburan bangkai.

BAB IV

MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring

1. Apakah monitoring dan evaluasi dilakukan oleh instansi yang berwenang?

a. Ya b. tidak

2. Kapankah jadwal monitoring dilakukan pada peternakan ini?

3. Siapakah yang berperan sebagai tim monitoring?

4. Apakah dilakukan pembuatan laporan tertulis secara berlaka kepada instansi?

a. Ya b. tidak

5. Apakah dilakukan pembutan laporan baik teknis maupun administrasi secara

berkala?

a. Ya b. tidak

6. Kapankah jadwal pelaporan kepada pemerintah dilakukan?

B. Sistem pengawasan

1. Apakah sistem pengawasan dilakukan secara baik?

a. Ya b. tidak

2. Apakah instansi yang berwenang dalam bidang peternakan melakukan

pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan?

a. Ya b. tidak

c. Sertifikasi

1. Apakah peternakan dilengkapi sertifikat ?

a. Ya b. tidak

2. Apakah sertifikat dikeluarkan oleh instansi berwenang setelah melalui

penilaian dan rekomendasi?

a. Ya b. tidak

Page 90: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

78

Lampiran 2. SOP Usaha Pembibitan Ternak

No Kegiatan Juklak Ya Tidak

1. Persiapan Penerimaan Sapi

1) Sebelum Kedatangan

a. Bentuk team petugas bongkar

b. Persiapkan kandang ( ∑ dan alokasi pen, kebersihan, cek bak pakan/

bak minum

c. Cukup penerangan ( Kandang, Cattle Yard, sarana lain)

d. Persiapkan Jalur dari Cattle Yard – Pen

e. Inventarisasi kebutuhan peralatan seperti : Ear Tag, Tang Aplikator,

Alat komunikasi, Tang ,dan lain-lain

f. Inventarisasi Obat seperti : Vitamin, antibiotik, elektrolit, gusanex, dll

g. Proyeksikan & persiapkan pakan (∑ Konsentrat dan Hijauan)

h. Persiapkan peralatan administrasi (Form-form, Berita Acara)

i. Kebutuhan /perlengkapan lain ( Bambu, tambang, Sawdust, tali rafia,

Sarung Tangan)

j. Melakukan koordinasi baik internal (antar unit, KP) dan eksternal

2) Saat Penerimaan sapi a) Sapi tersebut harus sesuai order pembelian dari kantor pusat (Ijin

direksi)

b) Sapi tersebut harus berdokumen lengkap dan sah :

c) Surat jalan, surat kesehatan ternak dari tempat asal,dan surat surat lain

yg dianggap perlu

d) Sapi diturunkan di Cattle Yard segera setelah dokumen dianggap sah

oleh supervisor atau oleh petugas yg bertanggung jawab. Peralatan /

perlengkapan penurunan Sapi ke CY harus sudah dipersiapkan dengan

baik

e) Penanganan/handling sapi dengan baik dan benar ( hati-hati, tidak

Page 91: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

79

gaduh, tidak menyakiti ternak, menghindari stress pada ternak)

f) Sapi digiring ke dalam Pen yg sudah dipersiapkan

g) Membuat berita acara apabila terdapat kondisi sapi : mati di perjalanan,

lemah, patah kaki, kondisi tidak normal lainnya). BA ditandatangani

oleh Petugas Expedisi, supir truk, dan petugas penerima sapi

h) Pemberian obat stress (contra stress ATP plus) sesuai administer (dosis

dan petunjuk label) sampai dengan timbang awal

i) Pakan dan air minum bersih sudah tersedia di bak pakan/ bak minum

j) Laporan penerimaan jumlah dan kesusutan berat sapi dari pelabuhan ke

timbang terima truk

k) Catatan timbang dan catatan diterima atau ditolaknya sapi sebagai sapi

bibit harus segera dilaporkan ke pimpinan langsung untuk segera

dilaporkan ke kantor Pusat.

l) Petugas penerimaan harus setingkat Supervisor atau pejabat lain yang

ditunjuk langsung oleh Pimpinan.

m) Dokumen / berita acara penerimaan sapi harus ditandatangani oleh

Supervisor atau pejabat lain yg telah ditunjuk oleh pimpinan dan

diserahkan ke Bagian Administrasi Ternak

n) Pada kedatangan malam hari, petugas yang bertanggung jawab adalah

Perwira Piket di bantu oleh karyawan yg piket pada malam itu

2. Timbang Awal (TA) a) TA dimulai minimal setelah sapi istirahat 2 hari (2x24jam) setelah

penerimaan

b) Pemeriksaan kondisi dan akurasi timbangan

c) Pemasangan ear tag, penimbangan individu, treatment, dan drafting/

pengelompokan sapi berdasarkan jenis kelamin, berat, kondisi

sakit/sehat

d) Pencatatan berat, identifikasi, ex-property (asal), breed dan kondisi

(sehat dan sakit)

e) Penanganan / handling sapi selama proses TA dilakukan dengan hati-

hati

Page 92: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

80

f) Pemberian obat anti stress selama 2 hari setelah TA, ikuti petunjuk label

administer ( dosis dan aturan pemberian)

g) Laporan Timbang Awal

3 Seleksi Awal a) Sapi yang sudah beradaptasi awal selama 2 bulan , akan diseleksi / uji

kelayakan Reproduksi dan kesehatan Reproduksi, berat minimal badan

minimal ( untuk breed non- local : 270 kg)

b) Sapi yg lolos seleksi awal ini akan dilanjutkan ke proses

adaptasi,perbaikan kondisi dan pengamatan siklus berahi

c) Sapi yang tidak lolos karena alasan reproduksi dan kesehatan

digemukkan dan dijual sebagai sapi potong

d) Sapi yang lolos seleksi terus diamati kondisinya dan diberikan vit ADE

saat PAR, pengamatan berahi ( oestrus , heat ) dilakukan selama 24 jam

e) Sapi yg berahi dicatat no telinganya dan dikirim ke Cattle yard untuk di

IB

4. Perawatan Sapi Bibit Induk Bunting

a) Sapi yang bunting ditempatkan di kandang bunting

b) Kandang sapi bunting dibuat lebih luas

c) Pakan disesuaikan dengan kebutuhan dan dicatat setiap hari

d) Sapi yang akan segera beranak (2 – 3 hr) dipindahkan ke kandang

beranak dalam kondisi bersih. Setelah 1 minggu beranak dimasukkan

kedalam kandang Laktasi

e) Sapi kelompok ini tidak boleh banyak gangguan (Stress)

Saat Lahir

a) Tali pusat dipotong ( sisa +/- 2 cm dr pangkal )

b) Tali pusat diberi desinfektan dan anti Lalat ( Yodium , Gusanex dll )

c) Dilakukan penimbangan / pencatatan berat lahir (Maksimal 24 jam

setelah kelahiran),dan ear tag induknya

d) Harus mendapat kolostrum induk semaksimal mungkin

Page 93: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

81

e) Pada kasus pedet sulit menyusui (lemah dll) harus dibantu untuk disusui

f) Pedet dibiarkan menyusui Induk secara bebas selama 2-3 bulan

(Tergantung kondisi Pedet dan kondisi Induk)

g) Diberi vit ADE @ 2ml / ekor saat pemberian ear tag ( 3 hari setelah

lahir)

h) Diberi pengobatan / pencegahan penyakit bila diperlukan.

i) Pedet umur > 3 bulan harus di identifikasi ( pemberian notel)

Induk Laktasi

a) Pakan disesuaikan dengan kebutuhan dan dicatat setiap hari

b) Induk yang mengalami Mastitis ( Radang Ambing ) harus mendapatkan

suntikan antibiotik (mastilak),dan pengeringan ambing

c) Kondisi pengobatan harus dicatat dalam buku Induk

d) Situasi proses kelahiran harus dicatat ( Kesulitan beranak, Abortus dll )

dalam buku Induk

e) Kondisi Pedet yang baru lahir harus dicatat ( Lemah, sehat ,dapat

menyusu sendiri dll)

5. Perkawinan Heifer / Cow

a) Umur ; Minimal : 1.5 - 2 tahun

b) Berat : Minimal : 270 non Lokal

c) Alat Reproduksi : Normal

d) Siklus Heat : Normal

e) Exterior : Bagus (ex: tinggi gumba min 120 cm)

f) Temperament : Bagus

g) Kesehatan : Bagus

Metoda Perkawinan

a) Artificial Insemination ( Inseminasi Buatan)

b) Kawin Alam

Page 94: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

82

6. Penjualan Sapi Bibit

1) Waktu Penjualan

a) Pelayanan penjualan reguler dimulai jam 13.00, kecuali ada

pertimbangan khusus dan disposisi manajemen

b) Adanya dokumen kesehatan ternak (surat ket.sehat dari disnak,ket.

Bebas penyakit dri balitnak) Catatan Individu Sapi Bibit dll

2) Teknis Penjualan a) Petugas mengetahui pen sapi yang kan dijual dan harga sapi

b) Mempersiapkan dan memeriksa timbangan, sebelum sapi dikeluarkan

dari pen (sesuai spesifikasi konsumen)

3) Pengiriman Ternak a) Untuk kasus Pengiriman Ternak dengan memakai Truk, harus benar

benar memenuhi syarat antara lain: Bak Truk harus cukup tinggi, kokoh,

beralas sawdust (serbuk gergaji) yang cukup tebal ( +/- 20 cm )

b) Persiapan pakan hijauan segar dan air minum harus cukup

c) Sebaiknya setiap beberapa saat pengawal sapi harus mengontrol kondisi

Sapi

d) Perjalan sebaiknya pada sore / malam hari

e) Kecepatan kendaraan sebaiknya stabil

f) Pada proses penurunan, Sapi harus diturunkan pada tangga turun yang

berdekatan dengan kandang

g) Sapi yang baru sampai diberi obat anti stress ( suntikan atau via air

minum

7. Sistim Pencatatan /

Rekording / Pelaporan

a) Record Harian

b) Record Layak Servis

c) Record Servis IB

d) Record / kartu IB

e) Record Populasi

f) Record Peralatan IB Individu Induk/Heifer

8. Penanganan Sapi sakit a) Treatment sesuai diagnosa , ikuti petunjuk label administer ( dosis dan

aturan pemberian)

b) Ditempatkan dalam kandang khusus perawatan (hospital pen)

c) Pola pakan untuk sapi sakit

Page 95: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

83

d) Pengamatan dan Evaluasi kondisi sapi secara periodik ( catatan

konsumsi)

e) Untuk sapi yang kondisinya semakin menurun, dibuat tertulis ajuan

untuk di jual ke marketing

f) Laporan Sapi Sakit

9. Pengelolaan Lingkungan a) Lingkungan tempat kerja dan sekitarnya harus tertata dengan baik, asri ,

bersih dan nyaman

b) Penanganan limbah bersih dan baik

Page 96: Penerapan Good Breeding Practices Sapi Potong Di Pt Lembu Jantan Perkasa Serang Banten

84

Lampiran 3. Data Perhitungan pada Tahun 2009 dan 2010

Peubah yang diamati

Service per

conception (%)

Straw yang

digunakan (buah) Akseptor (ekor) Total

Tahun

2009

Tahun

2010

Tahun

2009

Tahun

2010

Tahun

2009

Tahun

2010

1697 891 1084 594 1,6 1,5

Conception Rate

(%)

Induk bunting (ekor)

Akseptor yang

bunting (ekor) Total

Tahun

2009

Tahun

2010

Tahun

2009

Tahun

2010

Tahun

2009

Tahun

2010

1084 594 1398 675 78 88

Calving Rate (%)

Kelahiran (ekor)

Akseptor yang

bunting (ekor) Total

Tahun

2009

Tahun

2010

Tahun

2009

Tahun

2010

Tahun

2009

Tahun

2010

379 738 1635 882 23 84