121
i PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DI DESA KUTOWINANGUN KEC. TINGKIR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam Oleh: M. Yusuf Eka Putra NIM : 21110015 JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015

PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/818/1/M.Yusuf.Eka.Putra.21110015.pdfB. Gambaran Kasus Penerapan Hak dan kewajiban Suami Isteri

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA

    AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM

    ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG

    PERLINDUNGAN ANAK DI DESA KUTOWINANGUN KEC.

    TINGKIR

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

    Oleh:

    M. Yusuf Eka Putra

    NIM : 21110015

    JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

    FAKULTAS SYARI'AH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2015

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    34. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan

    kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.

    Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).

    13. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini saya persembahkan untuk Kedua orang tuaku, Mama Rina dan Bapak Rukhul

    sebagai wujud kasih sayang atas bimbingan dan kepedulian tiada batas untuk anak-

    anaknya.

    Untuk adik-adik perempuanku Putri dan Jihan semoga dengan selesainya skripsi dapat

    menginspirasi kalian untuk selalu semangat belajar dan menggapai cita-cita.

    Untuk keluarga besar yang juga memberikan semangat tiada henti untuk selalu berada

    di jalan Allah.

    Untuk teman-teman Ahwal Al-Syakhshiyyah 2010

    Dan untuk seseorang yang selalu menemaniku dimanapun, kapanpun, dan seperti

    apapun ENS. Dan untuk semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini dan

    tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih yang sebsar-besarnya .

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala

    puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNYA sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa

    tercurah kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun ummatnya kejalan yang di

    ridhoi Allah SWT.

    Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan banyak pihak. Maka dari itu

    penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

    1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd, selaku rektor IAIN Salatiga

    2. Bapak Syukron Ma'mun, M.Si., selaku ketua jurusan Ahwal Al-

    Syakhshiyyah

    3. Bapak Moh Khusen, M.A selaku pembimbing akademik

    4. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag,. Selaku dosen pembimbing skripsi

    5. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga.

    6. Warga desa Kutowinangun Kec. Tingkir

    7. Teman-teman Ahwal Al-Syakhshiyyah 2010

    8. dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam segala hal untuk

    menyelesaikan skripsi.

    Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Terima Kasih

    Wassalamu'alikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Penulis

  • viii

    ABSTRAK

    Putra, M. Yusuf Eka. 2015. Penerapan Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Desa Kutowinangun Kec. Tingkir. Skripsi. Fakultas Syari'ah. Jurusan Ahwal Al- Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    Pembimbing : Drs. Machfudz, M.Ag.

    Peneltian ini merupakan upaya mengetahui bagaimana penerapan Hak dan

    kewajiban pengasuhan anak dalam keluarga beda agama menurut Hukum Islam dan UU

    No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec. Tingkir?. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir? Jenis penelitian ini merupakan peneltian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan situasi yang sedang terjadi di masyarakat mengenai penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut hukum islam dan undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Tujuandari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec. Tingkir juga untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir. selama kurang lebih 3 minggu. Dalam kurun waktu tersebut penulis mewawancarai beberapa nara sumber dan menganalisa hasil wawancara tersebut dengan dokumen-dokumen yang berupa ayat Al-qur’an, hadits, pendapat para ulama fiqh dan Undang-undang perlindungan anak no 23 Tahun 2002. Berdasarkan hasil penelitian, pengasuhan anak merupakan tanggung jawab penuh bagi kedua orang tua untuk menanamkan aqidah sebagaimana yang terdapat dalam ayat Al-qur’an,hadits, dan pendapat para ulama sebagai pondasi Hukum Islam.Dalam hal pengasuhan anak keluarga beda agama, belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan Hukum Islam dan UU No. 23 Tahu 2002 Tentang perlindungan anak.Keluarga beda agama tersebut belum sepenuhnya mengetahui bahwa pegasuhan anak telah diatur dalam Hukum Islam yang menyebabkan ketidak seimbangan pengasuhan anak dalam hal pendidikan agama. Selain itu UU No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak juga menjelaskan bahwa seharusnya kedua orang tua dapat menyeimbangkan pendidikan agama dalam keluarga beda agama. Sehingga yang terjadi anak akan mendapatakan haknya dengan seimbang.

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................... i

    NOTA PEMBIMBING .......................................................... ii

    PENGESAHAN KELULUSAN................................................. iii

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... iv

    MOTTO............................................................................... v

    PERSEMBAHAN .................................................................. vi

    KATA PENGANTAR ............................................................. vii

    ABSTRAK ............................................................................ viii

    DAFTAR ISI ......................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. LatarBelakangMasalah ................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .......................................................... 3

    C. Tujuan dan Kegunaan .................................................... 3

    D. Penegasan Istilah ........................................................... 4

    E. Telaah Pustaka ............................................................... 6

    F. Metodologi Penelitian ................................................... 8

    G. Sistematika Penulisan .................................................... 10

  • x

    BAB II KONSEP PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM

    ISLAM DAN UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 2002 TENTANG

    PERLINDUNGAN ANAK

    A. Tinjauan Terhadap Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam

    1. Pengertian pengasuhan anak ................................. 12

    2. Bentuk-bentuk pengasuhan anak ........................... 13

    B. Konsep Pengasuhan Anak Menurut UU No.23 Tahun 2002

    Tentang Perlindungan Anak ........................................... 20

    BAB III PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

    BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK DI

    KUTOWINANGUN KEC.TINGKIR

    A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

    1. Letak dan keadaan geografis ............................ 29

    2. Keadaan penduduk........................................... 30

    3. Daftar lembagabidang keagamaan dan pendidikan

    keagamaan kelurahan Kutowinangun ............. 33

    B. Gambaran Kasus Penerapan Hak dan kewajiban Suami Isteri

    Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak di Desa Kutowinangun

    Kec. Tingkir

    1. Penerapan Hak dan kewajiban suami isteri beda

    agama terhadap pengasuhan anak pada keluarga N

  • xi

    ...................................................................... 37

    2. Penerapan Hak dan kewajiban suami isteri beda

    agama terhadap pengasuhan anak pada keluarga E

    ...................................................................... 43

    BAB IV ANALISIS PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI

    ISTERI BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT

    HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMO 23 TAHUN

    2002

    A. Analisis PengasuhanAnakDalamKeluarga Beda Agama

    menurut Hukum Islam ................................................... 50

    B. Analisispenerapanhakdankewajiban Suami Isteri Beda

    Agama dalamPengasuhanAnakMenurutUndang-Undang

    No.23 Tahun 2002 TentangPerlindunganAnak ..............

    ................................................................................... 57

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan .................................................................... 61

    B. Saran .............................................................................. 62

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang Masalah

    Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada manusia.

    Itu adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT, sebagai jalan bagi manusia

    untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya (Tihami dan Sahrani,

    2009:06). Pernikahan merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah yaitu

    penataan kebutuhan manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi.

    Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan dan

    melangsungkan keturunan. Keturunan merupakan anak dari hasil pernikahan

    yang memiliki kemiripan sifat dan bentuk fisik dari suami isteri yang terikat

    dalam hubungan resmi. Keberadaan anak pada umumnya sangat didambakan

    oleh setiap pasangan suami isteri. Karena tidak sedikit suami isteri yang

    menikah tapi belum diberi kepercayaan untuk mempunyai anak. Didalam

    kelangungan hidupnya anak merupakan tanggung jawab yang dilimpahkan

    bagi pasangan suami isteri.

    Suami isteri memiliki hak dan tanggung jawab secara bersama yang

    diantaranya adalah anak yang mempunyai nasab yang jelas (Tihami dan

    Sahrani, 2009). Kewajiban bagi suami isteri lainnya adalah mengasuh anak,

    yaitu mendidik dan memelihara, mengurus makanan, minuman, pakaian dan

    kebersihannya dalam periode umurnya yang pertama ( Al Barry, 1977:51).

  • 2

    Dalam pengasuhan anak, seorang wanita atau isterilah yang memiliki

    keutamaan dibanding laki-laki atau suami, karena wanita dinilai lebih mampu

    dalam hal pengasuhan anak dibandingkan laki-laki. Wanita dinilai lebih tekun,

    lebih sabar, lemah lembut dan lebih banyak waktunya.

    Dalam hubungan pernikahan umumnya pasangan laki-laki dan perempuan

    memiliki kepercayaan agama yang sama dalam melangsungkan pernikahan.

    Namun penulis menemui fenomena banyaknya pernikahan beda agama yang

    terjadi. Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang berlangusng diantara

    laki-laki dan perempuan yang memiliki kepercayaan agama yang berbeda.

    Narasumber yang penulis temui berjumlah dua pasang suami istri beda agama

    yaitu suami yang memiliki keyakinan kristen dan isteri yang memiliki

    keyakinan islam dan suami yang berkeyakinan Islam dan istri yang

    berkeyakinan kristen. Hubungan tersebut terus berlanjut sampai mempunyai

    keturunan atau anak.

    Hal yang menarik bagi penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai

    tumbuh kembang anak dari pasangan suami istri beda agama ini karena di

    dalam upaya pengasuhan anak, pemerintah sendiri telah menetapkan

    perlindungan anak dengan UU No.23 Tahun 2002. Hal tersebut menjadikan

    dasar bagi penulis untuk melakukan studi kasus terhadap masalah diatas

    dengan judul PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

    BEDA AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM

    ISLAM DAN UU No. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN

    ANAK.DI DESA KUTOWINANGUN KEC. TINGKIR

  • 3

    B. Rumusan Masalah

    Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai

    berikut.

    1. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam

    pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun Kec.

    Tingkir?

    2. Bagaimana penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam

    pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23

    Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun Kec.

    Tingkir?

    C. Tujuan dan Kegunaan

    Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan sebagai

    berikut

    1. Untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama

    dalam pengasuhan anak menurut Hukum Islam di desa Kutowinangun

    Kec. Tingkir.

    2. Untuk mengetahui penerapan hak dan kewajiban suami isteri beda agama

    dalam pengasuhan anak menurut Undang-undang Republik Indonesia

    Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak di desa Kutowinangun

    Kec. Tingkir.

    Kegunaan dari hasil penelitian ini, penulis harapkan dapat memberikan

    manfaat antara sebagai berikut.

  • 4

    1. Sebagai stimulan untuk mengembangkan ataupun mencari tema

    pembahasan dalam penyusunan skripsi selanjutnya.

    2. Dapat memberikan pemahaman tentang pengasuhan anak dalam keluarga

    beda agama menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun

    2002 tentang perlindungan anak.

    3. Dapat menambah perbendaharaan penelitian khususnya jurusan Ahwal Al-

    Syakhsiyyah.

    D. Penegasan istilah

    Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan

    mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi

    ini, sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul Hak Dan

    Kewajiban Ssuami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan Anak Menurut

    Hukum Islam Dan UU RI NO.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

    1. Hak dan kewajiban

    Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan

    penggunaannya tergantung pada kita sendiri.

    Kewajiban sesuatu yang dilakukan dengan tanggung jawab

    (Depdiknas: 1988).

    2. Suami isteri beda agama

    Suami adalah pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang

    wanita.Isteri adalah wanita yang menjadi pasangan hidup resmi seorang

    pria. (Depdiknas: 1988).

  • 5

    Suami isteri beda agama adalah pasangan hidup resmi antara pria

    dan wanita yang memiliki perbedaan keyakinan agama. (Depdiknas:

    1988).

    3. Pengasuhan

    Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah

    proses, cara, perbuatan mengasuh. Menurut Gunarsa (2002) dikutip dari

    Pratiwi, bahwa pola asuh orangtua merupakan pola interaksi antara anak

    dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik

    (makan, minum, pakaian, dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis

    (afeksi atau perasaan) tetapi juga normanorma yang berlaku di

    masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.

    4. Anak

    Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk

    anak yang masih dalam kandungan (Depdiknas: 1988).

    5. Hukum Islam

    Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan

    dengan kehidupan berdasarkan al-qur’an dan hadits; hukum syara.

    6. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak

    Yaitu peraturan yang mengatur tentang segala kegiatan untuk

    menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,

    tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat

    dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

    diskriminasi.

  • 6

    Jadi hak dan kewajiban suami isteri beda agama dalam pengasuhan

    anak menurut Hukum islam dan UU No. 23 Tahun 2002 adalah bentuk

    tanggung jawab pasangan suami isteri dalam mendidik dan mengasuh

    anak yang dipelajari menurut hukum Islam dan UU No.23 Tahun 2002

    tentang perlindungan anak ( RI: 2002).

    E. Telaah Pustaka

    Setelah diadakan penulusuran, dapat ditemui banyak penelitian dan

    karya tulis mengenai pengasuhan anak, diantaranya:

    Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Laila Miftahul Jannah

    Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul penelitian “ Kekerasan Orang

    tua Terhadap Anak Sebagai Penyebab Dicabutnya Hak Asuhnya ( Studi

    Komparasi antara Kompilasi Hukum Islam dan KUHperdata). Skripsi ini

    membahas tentang pencabutan hak asuh anak akibat kekerasn yang

    dilakukan oleh pemegang hak asuh anak. Dalam skripsi ini, pembahasan

    hak asuh anak setelah putusan pengadilan menjatuhkan putusan dalam

    tinjauan komparasi antara KHI dan KUHPerdata.

    Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Umi Azizah Mahasiswa

    STAIN Salatiga dengan judul penelitian “Hak Asuh Anak Akibat Putusnya

    Perkawinan Karena Perceraian (Studi Analisisis Kompilasi Hukum

    Islam). Skripsi ini membahas secara umum bagaiamana pandangan

    Kompilasi Hukum islam dalam memutuskan hak asuh anak ketika terjadi

    perceraian

  • 7

    Ketiga, penelitian yang dilakukan Muhammad Imamul Umam

    Mahasiswa STAIN Salatiga dengan judul penelitian “Hak Asuh Anak

    dalam Perkara Cerai Talak Karena Istri Murtad (Studi Analitis Penetapan

    PA No. 447/Pdt.G/2003/PA.Sal)”. Skripsi ini membahas mengenai hasil

    putusan yang ditentukan oleh Hakim Pengadilan Agama Salatiga. Dalam

    putusan tersebut menerangkan tentang hak asuh setelah terjadinya putusan

    yang dikeluarkan oleh Hakim Pengadilan Agama Salatiga.

    Keempat, penelitian yang dilakukan oleh David Idris Mahasiswa

    UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Tinjauan Makasid Asy

    Syariah Imam Asy Syatibi Terhadap Hak Asuh Anak (Hadhanah) Bagi

    yang murtad”. Skripsi ini membahas hak asuh anak bagi ibu yang murtad

    ditinjau dari maqosid as syariahh mengenai maslahat dan mafsadat jika

    pengasuhan anak ada pada ibu yang murtad. Sehingga dapat digunakan

    sebagai bahan pertimbang para Hakim dalam Istinbat hukum hak asuh

    anak bagi ibu yang murtad.

    Kelima, penilitian yang dilakukan oleh Muhlisin Mahasiswa

    STAIN Salatiga dengan judul “Upaya Perlindungan Hukum Terhadap

    Anak Akibat Perceraian (Studi Komparasi Putusan Pengadilan Agama

    Nomor 256/Pdt.G/2004/PA.SAL dan Yurisprudensi Mahkamah Agung

    Nomor 386 K/AG/2005”. Skripsi ini membahas tentang hasil putusan

    setalah terjadinya perceraian, dimana anak berhak untuk mendapatakan

    perlindungan dan berhak mendpatakan pengasuhan dari orang tua

    meskipun setelah terjadinya perceraian.

  • 8

    F. Metodologi penelitian

    1. Jenis penelitian

    Penelitian ini merupakan deskriptifkualitatif yang termasuk dalam

    jenis penelitian kualitatif. Peneltian deskriptif kualitatif menafsirkan dan

    menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi di

    dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan/ lebih, hubungan antarvariabe;

    perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi dan lain-lain.

    2. Sumber data

    Sumber data adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian.

    Yang dimaksud dengan sumber data dalam suatu penelitian adalah subjek

    darimana data diperoleh. Kesalahan-kesalahan dalam menggunakan atau

    memahami sumber data, maka data yang diperoleh juga akan meleset dari

    yang diharapkan. (Bungin:2001).

    Sumber data dalam penilitian ini berupa hasil wawancara dengan

    narasumber, Al-qura’an dan hadits, pendapat para ulama fiqh, dan UU

    No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selain itu, penulis juga

    memperoleh data mengenai gambaran umum daerah penelitian, tempat

    ibadah, kelompok ibadah, dan pendidikan keagamaan dari kelurahan

    Kutowinangun.

    3. Metode pengumpulan data

    a. Wawancara

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara

    mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa

  • 9

    digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang

    menyangkut masa lampau, masa kini maupun masa sekarang.

    (Bungin, 2010 : 67).

    Proses wawancara terhadap narasumber di kelurahan

    Kutowinangun membutuhkan waktu kurang lebih 3 minggu dalam

    beberapa kali sesi tanya jawab. Narasumber tersebut meliputi keluarga

    NT dan NM, keluarga NR dan EH, dan beberapa masyarakat

    setempat.

    b. Telaah Dokumen

    Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk

    catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy).

    Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian,

    manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan

    lainnya. (Sarosa, 2012:61)

    Dalam penelitian yang diperoleh berupa ayat Al- qur’an, Hadits,

    Undang-Undang, Buku, catatan, rekaman wawancara, dan data

    kelurahan Kutowinangun.

    c. Observasi

    Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah

    ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau

    peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi

    adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian,

    untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku

  • 10

    manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap

    aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

    Observasi yang dilakukan penulis antara lain mengamati pola

    hidup sehari-hari dan keagamaan,dan kehidupan sosial narasumber.

    4. Teknik Analisis Data

    Setelah dilakukan pengumpulan data, penulis menganalisis data

    dengan menggunakan pendekatan analisis (analitical approach) yaitu

    mengetahui makna yang terkandung oleh istilah- istilah yang digunakan

    dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional.(Ibrahim,

    2006:310)

    G. Sistematika penulisan

    BAB I Pendahuluan

    Dalam bab ini berisi latar belakang masalah yang akan dikaji penulis, agar

    tidak terjadi kerancuan, penulis memberikan penegasan istilah, rumusan

    masalah sebagai titik fokus pembahasan masalah, tujuan dan kegunaan

    penelitian.

    BAB II Konsep Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan Undang-

    Undang Perlindungan Anak

    Bab ini berisi tinjauan terhadap pengasuhan anak dari pasangan suami istri

    beda agama, konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama menurut

    hukum Islam, dan konsep pengasuhan anak dari suami istri beda agama

    menurut undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

  • 11

    BAB III Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam Pengasuhan

    Anak DiDesa KutowinangunKecamatan Tingkir

    Bab ini berisi gambaran umum desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan

    gambaran umum kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri

    beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir

    BAB IV Analisis Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama Dalam

    Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 23

    Tahun 2002

    Bab ini berisi kasus mengenai penerapan hak dan kewajiban suami istri

    beda agama dalam pengasuhan anak di desa Kutowinangun Kec. Tingkir dan

    analisis penerapanhak dan kewajiban dari suami istri beda agama dalam

    pengasuhan anak menurut hukum Islam dan undang-undang No. 23 tahun 2002

    tentang perlindungan anak.

    BAB V Penutup

    Bab ini berisi kesimpulan dan saran

  • 12

    BAB II

    KONSEP PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN

    UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002

    TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

    A. Tinjauan terhadap pengasuhan anak menurut hukum Islam

    1. Pengertian pengasuhan anak

    Pengasuhan atau biasa disebut parenting merupakan proses

    menumbuhkan dan mendidik anak dari kelahiran anak hingga anak

    memasuki usia dewasa. Tugas ini umumnya dikerjakan oleh ibu dan

    ayah (orang tua biologis dari anak), namun bila orang tua biologisnya

    tidak mampu melakukan pengasuhan, maka tugas ini diambil oleh

    kerabat dekat termasuk kakak, nenek dan kakek, orang tua angkat, atau

    oleh institusi seperti panti asuhan.

    Menurut Myers (1992) pengasuhan anak paling tidak mencakup

    beberapa aktivitas berikut yaitu : melindungi anak, memberikan

    perumahan atau tempat perlindungan, pakaian, makanan, merawat

    anak (termasuk memandikan, mengajarkan cara buang air, dan

    memelihara bila anak sakit), memberikan kasih sayang dan perhatian

    pada anak, berinteraksi dengan anak dan memberikan stimulasi

    kepadanya, serta memberikan kemampuan sosialisasi dengan

    budayanya.

  • 13

    Agar anak memiliki perkembangan yang optimal, perlu adanya

    kerjasama dari orang tua dan juga interaksi yang cukup baik antara

    anak dan orang tua terutama ibu. Bentuk interaksi dan pemberian

    stimulasi yang tepat pada anak akan menghasilkan dampak positif

    bagi tumbuh kembang anak. Misalnya, memberikan contoh kata-kata

    positif yang diperdengarkan pada anak sejak kecil sehingga anak

    mampu meniru dan menerapkan hal tersebut sampai dewasa.

    Setiap orang tua memiliki caranya masing-masing dalam menddik

    dan mengasuh anak. Latar belakang ekonomi, sosial, budaya , bahkan

    agama menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan

    anak. Untuk itu setiap orang tua wajib memahami karakter dan jiwa

    anak sehingga perbedaan pada orang tua tidak menimbulkan konflik

    dalam pengasuhan anak.

    2. Bentuk-bentuk pengasuhan anak

    Menurut Suardiman (1983 : 22) pengertian pola asuh adalah cara

    mengasuh anak, usaha memelihara,membimbing, membina,

    melindungi anak untuk kelangsungan hidupnya.

    Bentuk-bentuk pengasuhan anak antara lain :

    a. Pola asuh permisif

    Pola asuh permisif merupakan pola asuh yang cenderung

    terhadap kemauan si anak. Apapun yang diinginkan anak

    sekalipun itu hal-hal yang negatif selalu diijinkan orang tua,

    seperti membolos, pergaulan bebas, dan sebagainya. Pola

  • 14

    pengasuhan anak semacam ini seringkali diakibatkan karena

    orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga

    mengabakan kewajiban dalam mendidk anak. Orang tua hanya

    memberikan materi tanpa pengarahan ataupun perhatian khusus

    pada anak sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi

    perkembangan anak.

    Anak yang diasuh dengan metode semacam ini cenderung

    kurang perhatian, tidak memiliki kemampuan sosialisasi yang

    baik, serta kurang menghargai orang-orang di sekitarnya.

    b. Pola asuh otoriter

    Pola asuh otoriter adalah bentuk pengasuhan anak yang

    bersifat memaksa, keras, dan otoriter. Hal ini dapat

    dicerminkan dari peraturan-peraturan yang dibuat orang tua

    tanpa memperhatikan kemauan si anak. Orang tua tidak segan-

    segan memberikan hukuman mental maupun fisik apabila anak

    melanggar peraturan.

    Anak yang menginjak usia remaja maupun dewasa akan

    sangat tertekan dengan pola pengasuhan semacam ini. Mereka

    lebih senang berada diluar rumah, mudah sedih dan berpikir

    negatif tentang orang tua. Namun, dampak positif dari pola

    pengasuhan ini adalah anak menjadi pribadi yang mandiri,

    disiplin, dan lebih bertanggung jawab dalam meraih kehidupan

    yang lebih baik.

  • 15

    c. Pola asuh otoritatif

    Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak

    yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan

    mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak

    dengan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini

    adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para

    orangtua kepada anak-anaknya.

    Anak yang diasuh dengan pola semacam ini akan lebih

    percaya diri, cerdas, ceria, kreatif, terbuka pada orang tua,

    menghormati orang tua, tidak mudah stres maupun depresi, dan

    disegani masyarakat sekitar.

    (http://pgpaud2009.blogspot.com/2013/05/polapengasuhan-

    anak-dalam-keluarga.html)

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak dalam keluarga

    beda agama

    Dalam kehidupan berumah tangga, perbedaan merupakan hal yang

    umum dialami setiap pasangan. Perbedaan latar belakang, sosial,

    budaya, agama merupakan hal yang wajar meskipun seringkali

    menimbulkan ketidakharmonisan. Perbedaan tersebut dapat diatasi

    seiring dengan saling memahami satu sama lain dan mengutamakan

    kepentingan bersama yaitu keberhasilan dalam mengasuh dan

    mendidik anak.

  • 16

    Perbedaan agama atau prisip adalah hal yang seringkali dihadapi

    dalam kehidupan rumah tangga pasangan berbeda agama. Hal ini tentu

    akan berdampak besar bagi perkembangan fisik dan mental anak.

    Dasar rasa cinta anak terhadap Tuhan serupa dengan dasar rasa

    cintanya terhadap orang tua. Jika orang tua mengenalkan konsep

    Tuhan, anak akan menerima dengan sungguh-sungguh. Dalam

    mengenalkan itu biasanya sikap orang tua cenderung menekankan

    sikap-sikap yang berkenan di hati mereka sendiri. (Spock, 1991:91).

    Selain faktor agama itu sendiri, terdapat banyak faktor yang

    mempengaruhi pola pengasuhan anak dalam keluarga beda agama.

    Menurut Triwardani (2001) dikutip dari Pratiwi menjelaskan bahwa

    faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu: sosial, ekonomi,

    pendidikan, kepribadian, nilai-nilai yang dianut orang tua, dan jumlah

    anak.

    Pergaulan orang tua dengan lingkungan sekitar akan

    mempengaruhi bagaimana cara mereka dalam mendidik anak, apabila

    lingkungan tersebut lebih banyak orang yang berpendidikan rendah,

    atau bahkan apabila orang tua itu sendiri yang berpendidikan rendah,

    maka orang tua juga cenderung tidak akan menanamkan pendidikan

    yang tinggi untuk anak-anaknya. Hal tersebut juga dapat terjadi karena

    faktor ekonomi dan juga kurangnya wawasan orang tua tentang

    pentingnya pendidikan untuk masa depan.

  • 17

    4. Pengasuhan anak menurut hukum Islam

    Hadhanah dalam perspektif islam diatur dengan sangat jelas sejak

    anak masih dalam rahim ibunya, seperti hak waris, hak wakaf, dan hak

    nasab. Menurut Dahlan (1999) dikutip dari Hannah (2014) hadhanah

    secara terminologis adalah merawat dan mendidik seseorang yang

    belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena tidak

    bisa memenuhi keperluannya sendiri.

    Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pada prinsipnya

    hukum merawat dan mendidik anak adalah kewajiban bagi

    orang tua, karena apabila anak yang masih kecil dan belum

    mumayyiz tidak dirawat dan didik dengan baik, maka akan

    berakibat buruk pada diri dan masa depan mereka, bahkan bisa

    mengancam eksistensi jiwa mereka. Oleh karena itu anak-anak

    tersebut wajib dipelihara, diasuh, dirawat dan dididik dengan

    baik. Dalam surat Al Baqoroh ayat 233 telah diterangkan

    dengan jelas sebagai berikut :

  • 18

    Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama

    dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

    Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu

    dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut

    kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan

    karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun

    berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum

    dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka

    tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan

    oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu

    memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu

    kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang

    kamu kerjakan “ (QS. Al Baqarah : 233)

    Dalam ayat tersebut terkandung penjelasan bahwa tanggung jawab

    pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab penuh seorang ayah,

    namun demikian, seorang suami atau ayah itu sendiri juga wajib

    bertanggung jawab terhadap kebutuhan ibu. Hal ini diperkuat dengan

    ilustrasi apabila anak tersebut disusui oleh perempuan lain maka ayah

    wajib membayar perempuan yang menyusui anaknya tersebut.

    Sedangkan mengenai hak dalam hadhanah, hak seorang ibu

    terhadap anak lebih kuat daripada hak ayah. Menurut schacht

    (1985:214) ibu mempunyai hak merawat dan memelihara anak dalam

    keadaan masih kecil sampai berumur tujuh atau sembilan tahun. Ini

    bukan merupakan kewajiban, akan tetapi hak yang dapat menjadi

    hilang apabila ibu memutuskan perkawinan kemudian mempunyai

    hubungan terlarang dengan orang yang berbeda mahram dengan anak.

  • 19

    Selain itu, sosok ayah sebagai seorang pendidik yang baik

    dikisahkan dalam Alquran melalui figur Luqman sebagai berikut :

    Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada

    Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang

    bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk

    dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka

    Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (12) dan

    (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

    memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

    mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)

    adalah benar-benar kezaliman yang besar".(13) dan Kami perintahkan

    kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya

    telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah,

    dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku dan kepada

    dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. “(14) (QS.

    Luqman : 12-14).

    Menurut Rafiq (1998) dikutip dari Nurrudin dan Tarigan (2006),

    setidaknya ada delapan nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan

    orang tua kepada anaknya seperti berikut ini :

    1. Agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT

    2. Tidak mensyarikatkan Allah dengan sesuatu yang lain.

    3. Berbuat baik kepada orang tua, sebagai bukti kesyukuran anak.

  • 20

    4. Mempergauli orang tua secara baik-baik (ma’ruf)

    5. Setiap perbuatan betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan

    dari Allah SWT.

    6. Menaati perintah Allah SWT. Seperti shalat, amar ma’ruf dan

    nahi munkar, serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan.

    7. Tidak sombong dan angkuh.

    8. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata

    Proses pemeliharaan anak dan pendidikannya akan dapat berjalan

    dengan baik, jika kedua orang tua saling bekerja sama dan saling

    membantu. Tentu saja ini dapat dilakukan dengan baik jika keluarga

    tersebut benar-benar keluarga yang sakinah dan mawaddah.(Nuruddin &

    Tarigan : 2006)

    B. Konsep pengasuhan anak menurut UU no 23 tahun 2002 tentang

    perlindungan anak

    Dalam pasal 1 undang-undang ini, yang dimaksud denganAnak adalah

    seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

    masih dalam kandungan.Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

    menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

    berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

    kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  • 21

    Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri,

    atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau

    keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat

    Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah

    dan/atau ibu angkat.

    Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan

    kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Anak terlantar adalah anak yang

    tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun

    sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik

    dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya

    secara wajar.

    Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan

    luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa. Anak angkat adalah

    anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali

    yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,

    dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua

    angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

    Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk

    diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena

    orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh

    kembang anak secara wajar. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk

    mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan

  • 22

    menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan

    kemampuan, bakat, serta minatnya.

    Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

    dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan

    negara. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi

    sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah pekerja sosial

    yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.

    Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak

    dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok

    minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,

    anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,

    alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,

    penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak

    yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

    Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Pemerintah adalah

    Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

    Dalam pasal 2 undang-undang ini, Penyelenggaraan perlindungan anak

    berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-

    prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: nondiskriminasi; kepentingan

    yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;

    dan penghargaan terhadap pendapat anak.

    Di dalam bab II mengenai asas dan tujuan, berisi pasal 3 yangmenjelaskan

    bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak

  • 23

    agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

    dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

    kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,

    berakhlak mulia, dan sejahtera.

    Selanjutnya dalam bab III mengenai hak dan kewajiban anak, ditegaskan

    dalam pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,

    dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

    serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kemudian pasal 5

    menerangkan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan

    status kewarganegaraan. Selanjutnya, pasal 6 menguraikan tentang setiap anak

    yang berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai

    dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

    Pasal 7 mengandung pengertian bahwa setiap anak berhak untuk

    mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

    Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh

    kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak

    diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai

    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 8 berisi setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan

    jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

    Selanjutnya pasal 9 menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh

    pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

    kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain hak anak sebagaimana

  • 24

    dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak

    memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki

    keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

    Pasal 10 berkaitan dengan setiap anak berhak menyatakan dan didengar

    pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan

    tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-

    nilai kesusilaan dan kepatutan. Kemudian pasal 11 mejelaskan bahwa setiap anak

    berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak

    yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan

    tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

    Pasal 12 tentang hak penyandang cacat yaitu setiap anak yang

    menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan

    pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

    Pasal 13 mengenai hak anak dalam pengasuhan yaitu setiap anak selama

    dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung

    jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari

    perlakuandiskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran;

    kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah

    lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk

    perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan

    pemberatan hukuman.

    Pasal 14 menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang

    tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah

  • 25

    menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak

    dan merupakan pertimbangan terakhir.

    Pasal 15 tentang hak perlindungan anak yaitu setiap anak berhak untuk

    memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan

    dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam

    peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan.

    Pasal 16 menjelaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan

    dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak

    manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan

    hukum.Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

    dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan

    sebagai upaya terakhir.

    Kemudian dilanjutkan dalam pasal 17 bahwa setiap anak yang dirampas

    kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan

    penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum atau

    bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;

    dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang

    objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang

    menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan

    hukum berhak dirahasiakan.

    Pasal 18 berisi tentang setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak

    pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Kemudian pasal

    19 menerangkan bahwa setiap anak berkewajiban untuk: menghormati orang tua,

  • 26

    wali, dan guru; mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

    mencintai tanah air, bangsa, dan negara; menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran

    agamanya; dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

    Dalam bab IV undang-undang ini menjelaskan tentang kewajiban dan

    tanggung jawab dalam pengasuhan anak secara umum. Pada bagian kesatu pasal

    20 diterangkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

    berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan

    anak. Pada bagian kedua mengenai kewajiban dan tanggung jawab negara dan

    pemerintah terangkum dalam pasal 21 yang berisi negara dan pemerintah

    berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap

    anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya

    dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau

    mental.

    Kemudian pasal 22 menjelaskan bahwa negara dan pemerintah

    berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana

    dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

    Dilanjutkan dalam pasal 23 yaitu negara dan pemerintah menjamin

    perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak

    dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung

    jawab terhadap anak. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan

    perlindungan anak.

  • 27

    Pasal 24 menerangkan negara dan pemerintah menjamin anak untuk

    mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan

    tingkat kecerdasan anak.

    Pada bagian ketiga yaitu kewajiban dan tanggung jawab masyarakat

    dijelaskan dalam pasal 25kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap

    perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam

    penyelenggaraan perlindungan anak. Pada bagian keempat mengenai kewajiban

    dan tanggung jawab keluarga dan orang tua terangkum dalam pasal 26 yaitu

    Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara,

    mendidik, dan melindungi anak; menumbuhkembangkan anak sesuai dengan

    kemampuan, bakat, dan minatnya; dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia

    anak-anak. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya,

    atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung

    jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam

    ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan

    ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dalam Pasal 30 mengenai kuasa asuh, dalam hal orang tua sebagaimana

    dimaksud dalam pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan

    tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut. Tindakan

    pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

    Selanjutnya pasal 31 ayat 1 diterangkan bahwa salah satu orang tua,

    saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga, dapat mengajukan

  • 28

    permohonan ke pengadilan untk mendapatkan penetapan pengadilan tentang

    pencabutan kuasa asuh orang tua atau melakukan tindakan pengawasan apabila

    terdapat alasan yang kuat utuk itu. Kemudian dijelaskan dalam ayat 2 apabila

    salah satu orang tua, saudara kandung, atau keluarga sampai derajat ketiga, tidak

    dapat melaksanakan fungsinya, maka pencabutan hak kuasa asuh orangtua

    sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat juga diajukan oleh pejabat berwenang

    atau lembaga lan yang mempunyai kewenangan untuk itu.

    Dalam bab IX mengenai penyelenggaraan perlindungan, pada bagian

    kesatu perihal agama, dalam pasal 42 ayat 1 diterangkan bahwa setiap anak

    mendapatkan perlindungan untuk beribadah menurut agamanya. Sebelum anak

    dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang

    tuanya.

  • 29

    BAB III

    PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA

    AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK DI KUTOWINANGUN KEC

    TINGKIR

    A. Gambaran umum daerah penelitian

    1.Letak dan Keadaan Geografis

    Kelurahan Kutowinangun terletak di Jl. Taman Pahlawan No.34

    Salatiga, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Lokasinya sangat berdekatan

    dengan Pasar Blauran, jaraknya sekitar ± 100 meter.

    Secara geografis, Kelurahan Kutowinangun letaknya sangat strategis.

    Kelurahan ini terletak di pinggir jalan raya yang sering dilalui angkutan

    kota dengan nomor trayek 06, 05, 04, dan 16. Sehingga mudah untuk

    menuju ke Kelurahan Kutowinangun. Kelurahan Kutowinangun juga

    dekat dengan pusat pasar Kota Salatiga yang jaraknya ± 200 meter.

    Kelurahan Kutowinangun dibatasi dengan:

    a) Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kalicacing dan Kelurahan

    Salatiga.

    b) Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kauman Kidul.

    c) Sebelah timur berbatasan dengan Kelurathan Sidorejo Kidul dan Dusun

    Sukoharjo Kab. Semarang.

    d) Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Gendongan.

    (Sumber: Peta Rencana Pemekaran Kelurahan Kutowinangun).

  • 30

    2. Keadaan Penduduk

    Adapun keadaan penduduk Kelurahan Kutowinangun Kecamatan

    Tingkir Kota Salatiga dilihat dari Rekapitulasi Data Jumlah Penduduk

    pada bulan Juli 2012 dapat dibagi sebagai berikut ini:

    a. Jumlah penduduk yang dikelompokkan menurut umur dan jenis

    kelamin

    Tabel

    Umur

    (Tahun)

    Laki-

    laki

    Perempuan Jumlah

    0-4 610 600 1.210

    5-9 848 759 1.607

    10-14 824 782 1.606

    15-19 823 776 1.599

    20-24 877 828 1.705

    25-29 986 935 1.921

    30-39 1.946 2.017 3.963

    40-49 1.598 1.720 3.318

    50-59 1.230 1.391 2.621

    60 keatas 1.083 1.424 2.507

    Jumlah 10.825 11.232 22.057

    Sumber : Kelurahan Kutowinangun

  • 31

    b. Penduduk berdasarkan agama yang dianut

    Tabel

    Agama Laki-laki Perempuan

    Budha 79 100

    Hindu 3 1

    Islam 7.797 7.927

    Kaholik 636 720

    Kristen Protestan 2.298 2.466

    Sumber : Kelurahan Kutowinangun

    c. Penduduk menurut berdasarkan mata pencaharian

    Tabel

    No. Mata

    Pencaharian

    Jumlah No. Mata

    Pencaharian

    Jumlah

    1 Mengurus rumah

    tangga

    2.896 32 Penata Rambut 16

    2 Pelajar/Mahasisw

    a

    4.066 33 Mekanik 33

    3 Pensiunan 453 34 Seniman 19

    4 PNS 344 35 Tabib 3

    5 TNI 51 36 Paraji 3

  • 32

    6 POLRI 26 37 Perancang

    Busana

    1

    7 Perdgangan 41 38 Pendeta 23

    8 Petani/Pekebun 45 39 Pastor 5

    9 Peternak 15 40 Wartawan 3

    10 Pekerja Industri 9 41 Ustadz/Mubalig

    h

    4

    11 Pekerja

    Konstruksi

    9 42 Juru Masak 10

    12 Pekerja

    Transportasi

    38 43 Anggota DPRD

    Kabupaten/Kota

    2

    13 Karyawan Swasta 2.624 44 Dosen 40

    14 Karyawan BUMN 54 45 Guru 204

    15 Karyawan BUMD 8 46 Pengacara 7

    16 Karyawan

    Honorer

    101 47 Notaris 1

    17 Buruh Harian

    lepas

    1.774 48 Arsitek 4

    18 Buruh

    Tani/Perkebunan

    50 49 Akuntan 5

    19 Buruh

    Nelayan/Perikana

    n

    2 50 Konsultan 6

  • 33

    20 Buruh Peternakan 11 51 Dokter 20

    21 Pembantu Rumah

    Tangga

    87 52 Bidan 5

    22 Tukang Cukur 6 53 Perawat 12

    23 Tukang Listrik 12 54 Apoteker 4

    24 Tukang Batu 80 55 Penyiar Radio 2

    25 Tukang Kayu 19 56 Pelaut 16

    26 Tukang Sol

    Sepatu

    6 57 Peneliti 216

    27 Tukang

    Las/Pandai Besi

    9 58 Sopir 216

    28 Tukang Jahit 64 59 Pedagang 1.197

    29 Tukang Gigi 1 60 Perangkat desa 1

    30 Penata Rias 13 61 Wiraswasta 2.180

    31 Penata Busana 1

    Sumber : Kelurahan Kutowinangun

    3. Daftar lembaga bidang keagamaan dan pendidikan keagamaan kelurahan

    Kutowinangun

    a. Tempat Ibadah

    Di kelurahan Kutowinangun kecamatan Tingkir kota Salatiga,

    terdapat 23 tempat ibadah yang telah resmi tercatat di kantor kelurahan.

    Diantaranya adalah sembilan Masjid, tujuh Gereja, enam Mushola dan

    satu Vihara.

  • 34

    Di RW I tercatat ada tiga tempat ibadah yaitu Masjid Jamiul Qoil

    yang diketuai oleh Hadi Winarto, Gereja Bethel Indonesia Bethany dan

    Gereja Kristen Indonesia yang terletak di Jl. Jendral Sudirman RW I

    Kalioso.

    Di RW II terdapat dua tempat ibadah yaitu Masjid Al Muklis yang

    diketuai oleh Suranta serta Mushola Nurul Amal Kalibodri yang diketuai

    oleh Muji Santoso.

    Sedangkan di RW III, terdapat enam tempat ibadah yang masing

    masing adalah Masjid At Taubah yang diketuai oleh Zahroni, Masjid Ar

    Rohmah yang diketuai oleh Sigit, Mushola Nurul Iman yang terletak di Jl.

    Bengawan dan diketuai oleh Masudi, Mushola Nurul Hidayah yang

    bertempat di RT 16 dan diketuai oleh Basuni, Mushola Hamdan yang

    terletak di Jl. Kaligelis dan diketuai oleh H. Iskandar, serta terdapat satu

    gereja yaitu Gereja Bethel Indonesia Pondok Daud.

    Di RW IV hanya terdapat satu tempat ibadah yaitu Gereja sidang

    Jemaat Allah yang terletak di komplek perumahan Wahid yang diketuai

    oleh pendeta Yoseph Triyanto.

    Sementara itu, di RW V Nanggulan terdapat tiga tempat ibadah

    yaitu Masjid Nidaul Sunah yang diketuai oleh Purwanto, serta dua

    Mushola yang masing-masing adalah Mushola Hamdan yang diketuai oleh

    Karno dan Mushola Bengkok yang diketuai oleh Muhdasori.

    Di RW VI terdapat dua masjid yaitu Masjid Al Huda yang diketuai

    oleh Slamet HS serta Masjid At Taubah yang diketuai oleh Muhadi. Di

  • 35

    RW VII terdapat tiga tempat ibadah yaitu Masjid Sub Inti.. yang diketuai

    oleh H. Parmin, Gereja Kristen Jawa Salatiga Timur,dan Vihara.

    Kemudian di RW VIII Blondo Celong terdapat satu masjid dan dua

    gereja yang masing-masing adalah Masjid Istiqomah yang diketuai oleh

    Giman, Gereja Bethel Indonesia Blondo Celong, dan Gereja Pantekosta

    Seluruh Indonesia Blondo Celong.

    b. Kelompok Ibadah

    Untuk mendukung berbagai macam kegiatan keberagamaan dari

    masing-masing agama yang berbeda di kelurahan Kutowinangun ini, maka

    masyarakat Kutowinangun membentuk beberapa kelompok ibadah.

    Sampai saat ini, kantor kelurahan mencatat ada sebanyak 11 kelompok

    ibadah yang terdiri dari tujuh kelompok ibadah umat muslim, dua

    kelompok ibadah umat nasrani, dan dua kelompok ibadah umat Budha.

    Tujuh kelompok ibadah umat muslim tersebut diantaranya adalah

    Pengajian Malam Sabtu di Jl. Kaliwungu RW II yang diketuai oleh

    Mulyono, Majelis Taklim Hati Beriman di Jl. Taman Pahlawan No 36 RT

    16 RW III yang diketuai oleh Hj.Titiek Sularti, pengajian Al Hidayah RW

    III yang juga diketuai oleh Hj.Titiek Sularti, pengajian Nidaul Sunah RW

    V Nanggulan yang diketuai oleh Susariwati, pengajian Al Huda RW VI

    Nanggulan yang diketuai oleh Sugiarti.

    Selain kelompok ibadah yang berupa pengajian ataupun majelis

    taklim, di kelurahan Kutowinangun juga memiliki dua kelompok ibadah

  • 36

    yang dibentuk oleh remaja setempat yaitu Remaja Masjid Al Muklis yang

    bertempat di Jl. Kaliwungu RW I dan diketuai oleh Endang, serta Remaja

    Nanggulan Peduli Pendidikan yang terletak di Masjid Al Huda RW VI

    yang diketuai oleh Lilik Yulianto.

    Kemudian dua kelompok ibadah umat nasrani yaitu Persekutuan

    Doa Efrata yang terletak di RW III dan diketuai oleh Purwariati, serta

    Persekutuan Lingkungan St. Benedictus Wilayah Matheus yang terletak di

    RW IV dan diketuai oleh J. Eddy Prasetyo.

    Selain kelompok ibadah agama Islam dan Kristen, terdapat pula

    dua kelompok ibadah agama budha yaitu Oikumene yang masing0masing

    terletak di RW VI dan RW VII Nanggulan dan diketuai oleh YF Arini.

    c. Pendidikan Keagamaan

    Dalam rangka upaya penanaman nilai-nilai keagamaan sejak dini

    bagi anak-anak, diperlukan adanya kegiatan atau lembaga yang mampu

    mendorong semangat, kegiatan bersosialisai dan rasa ingin tahu terhadap

    pengetahuan agama. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, kelurahan

    Kutowinangun bekerja sama dengan masyarakat mendirikan beberapa

    lembaga pendidikan keagamaan diantaranya adalah empat Taman

    Pendidikan Alquran (TPQ), satu RA, dan satu sekolah minggu.

    Empat TPQ tersebut masing-masing adalah TPQ Al Muklis yang

    bertempat di RW II Kalioso yang diketuai oleh H. Hariadi, S.Pd, TPQ

    Nurul Hidayah yang bertempat di RT 16 RW III, TPQ Bengkok yang

    bertempat di RW V Nanggulan, serta TPQ At Taubah yang bertempat di

  • 37

    RW VI Nanggulan yang diketuai oleh Sugiarti. Sementara itu, satu RA

    yang terdapat di kelurahan Kutowinangun adalah RA Aisiyah yang

    bertempat di RW VII Nanggulan dan diketuai oleh Sunarno.

    Sedangkan pendidikan keagamaan untuk anak-anak yang beragama

    Kristen, di daerah tersebut terdapat satu Sekolah Minggu yang terletak di

    RW IV dan diketuai oleh Yulya.

    B. Gambaran Kasus Penerapan Hak dan Kewajiban Suami Istri Beda

    Agama Dalam Pengasuhan Anak di Desa Kutowinangun Kec. Tingkir

    1. Penerapan Hak dan kewajiban suami istri beda agama terhadap

    pengasuhan anak pada keluarga N.

    a. Data keluarga

    1) Suami

    Nama : NM

    Umur : 58 tahun

    Jenis kelamin : laki- laki

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec.Tingkir

    Agama : Islam

    Pekerjaan : buruh harian lepas

    Pendidikan terakhir : SMP

    2) Istri

  • 38

    Nama : NT

    Umur : 55 tahun

    Jenis kelamin : perempuan

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec.Tingkir

    Agama : Kristen

    Pekerjaan : pembantu rumah tangga

    Pendidikan terakhir : SMA

    3) Anak pertama

    Nama : EH

    Umur : 28 tahun

    Jenis kelamin : laki-laki

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec.Tingkir

    Agama : Kristen

    Pekerjaan : operator warnet

    Pendidikan terakhir : SMA

    4) Anak kedua

    Nama : DS

  • 39

    Umur : 25 tahun

    Jenis kelamin : laki-laki

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec. Tingkir

    Agama : Islam

    Pekerjaan : buruh pabrik

    Pendidikan terakhir : SMA

    5) Anak ketiga

    Nama : PM

    Umur : 21 tahun

    Jenis kelamin : perempuan

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec. Tingkir

    Agama : Kristen

    Pekerjaan : buruh pabrik

    Pendidikan terakhir : SMA

    b. Latar belakang keluarga

    NM dan NT adalah pasangan yang menikah pada tahun

    1985. Setelah menikah, keduanya berdomisili di Sragen (tempat

    asal NM) bersama kedua orang tua NM. Sebenarnya, orang tua

  • 40

    NM tidak menyetujui anakya menikah dengan NT karena

    perbedaan agama. Namun NM mendesak orang tuanya untuk

    merestui pernikahannya dengan NT karena apabila tidak mendapat

    restu orang tua, NM akan kawin lari dengan NT hal ini

    dikarenakan komitmen antara mereka berdua yang sudah kuat

    walaupun dengan resiko yang besar. Oleh sebab itu, orang tua NM

    dengan berat hati menyetujui pernikahan anaknya walaupun

    mengakibatkan mereka tidak akan pernah sepaham dengan NT.

    Pernikahan NM dan NT berjalan sesuai syariat Islam di

    Kantor Urusan Agama (KUA) Sragen. Dalam hal ini, NT terpaksa

    memeluk Islam terlebih dahulu demi berlangsungnya pernikahan

    dan mendapat restu kedua orang tua NM.

    Namun setelah dua tahun menikah, NT kembali lagi

    memeluk agama Kristen dan NM tidak melarang hal tersebut

    karena NM masih ingin menunjukkan toleransi nya pada NT dan

    hal ini juga dikarenakan cinta NM yang begitu besar pada NT.

    Kemudian NM dan NT dikaruniai anak laki-laki yang

    diberi nama EH. Dua tahun berselang, lahir anak kedua NM dan

    NT yang juga berjenis kelamin laki-laki yang diberi nama DS.

    Beberapa tahun kemudian NM dan NT beserta anak-anaknya

    pindah ke Kutowinangun Salatiga dikarenakan adanya selisih

    paham antara NT dan orang tua NM. perselisihan antara orang tua

  • 41

    dan menantu tersebut tidak pernah menemukan titik temu

    dikarenakan perbedaan prinsip keduanya.

    Setelah pindah ke Salatiga, kehidupan pasangan NM dan

    NT berangsur membaik. Pada tahun 1994, lahir anak ketiga dari

    NM dan NT yang berjenis kelamin perempuan dan diberi nama

    PM. NM bekerja sebagai buruh harian lepas di sekitar wilayah

    tersebut seperti menjadi buruh tani atau kuli bangunan. Sedangkan

    NT bekerja sebagai asisten rumah tangga di Tengaran. Meskipun

    hidup sederhana, keduanya mampu menyekolahkan ketiga anak

    mereka sampai tingkat SMA.

    Saat ini, anak pertama mereka EH telah menikah dan masih

    tinggal bersama kedua orang tuanya. Begitu juga dengan PM yang

    masih tinggal bersama NM dan NT dan sudah bekerja sebagai

    buruh pabrik. Sedangan DS, saat ini menetap di Sragen bersama

    dengan anak istrinya.

    c. Proses pengasuhan anak

    Menurut keterangan dari NT pada saat wawancara tanggal

    10 Mei 2015 , NM dan NT berusaha mengasuh anak secara

    bersama-sama dan tidak memaksakan kehendak masing-masing.

    NM dan NT memberi kebebasan pada anak mereka dalam

    menentukan agama. Selain itu, NM dan NT juga mengedepankan

    toleransi satu sama lain dalam menjalankan agama masing-masing,

    misalnya dalam kewajiban beribadah sesuai agamanya, NM justru

  • 42

    sering mengingatkan istrinya NT untuk pergi ke gereja setiap hari

    minggu. Sebaliknya, NT juga tidak lupa mengingatkan suamiya

    NM untuk sholat lima waktu maupun mengikuti pengajian rutin.

    Dalam toleransi beragama memang pasangan ini cukup

    baik dan mampu menghargai satu sama lain. Namun dalam

    mendidik dan mengasuh anak terutama dalam pengenalan agama,

    NT lebih berperan besar daripada NM. Hal ini dapat diketahui

    berdasarkan penuturan NT bahwasanya sejak kecil ketiga anak NM

    dan NT yaitu EH,DS,dan PM sudah sering diajak ke gereja dan

    diberi pengetahuan mengenai agama Kristen. Dalam hal ini, NM

    tidak pernah melarang NT berbuat demikian bahkan NM juga tidak

    berusaha untuk mengimbangi anak-anaknya dengan pengetahuan

    agama Islam. Hal ini dikarenakan pengetahuan NM tentang agama

    Islam juga tidak begitu banyak dan NM cenderung mengalah pada

    istrinya NT.

    Mengetahui hal tersebut, orang tua NM yang memiliki

    pengetahuan agama yang cukup baik berusaha untuk menasehati

    NM agar tidak terlalu mengalah pada NT dan juga agar NM mau

    mengajarkan anak-anaknya mengenai Islam. Namun NM tidak

    melaksanakan anjuran itu dengan baik sehingga orang tua NM

    meminta salah satu anak dari NM dan NT ikut dengan mereka

    tinggal di Sragen dan dididik secara Islam.

  • 43

    Akhirnya pada tahun 1998, anak kedua NM dan NT yaitu

    DS ikut bersama dengan orang tua NM. Sampai saat ini DS

    memeluk agama Islam dan telah menikah dengan AN yang juga

    beragama Islam dan telah memiliki seorang anak. Sedangkan anak

    pertama dan ketiga NM dan NT yaitu EH dan PM memeluk agama

    kristen.

    d. Dampak pada anak

    Berdasarkan wawancara dengan NM pada tanggal 13 Mei

    2015, dalam mengasuh anak dan mengenalkan agama, NM dan NT

    memiliki cara yang berbeda. NM cenderung membiarkan anaknya

    dalam memilih agama apapun yang akan mereka anut, sedangkan

    NT cenderung melakukan pendekatan tersendiri agar anak-anaknya

    mengikuti agama yang dianutnya.

    Karena anak tidak memperoleh pengetahuan yang

    seimbang antara agama Islam yang dianut oleh NM dan agama

    Kristen yang dianut oleh NT, mengakibatkan anak-anak tersebut

    tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai agama sehingga

    pada akhirnya mereka mengikuti kemauan ibunya kecuali DS. DS

    yang tinggal bersama kakek nenek nya dan diberi pengetahuan

    mengenai agama Islam memilih untuk menganut agama Islam

    walaupun sebelumnya sudah memiliki pengetahuan agama Kristen

    dari ibunya.

  • 44

    2. Penerapan Hak dan kewajiban suami istri beda agama terhadap

    pengasuhan anak pada keluarga E.

    a. Data keluarga

    1) Suami

    Nama : EH

    Umur : 28 tahun

    Jenis kelamin : laki-laki

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec.Tingkir

    Agama : kristen

    Pekerjaan : operator warnet

    2) Istri

    Nama : NR

    Umur : 24 tahun

    Jenis kelamin : perempuan

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec.Tingkir

    Agama : Islam

    Pekerjaan : penjahit

  • 45

    3) Anak

    Nama : SAN

    Umur : 4 tahun

    Jenis kelamin : perempuan

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Alamat : Jl. Tanggul Ayu 2 006/013

    Kutowinangun kec.Tingkir

    Agama : Islam

    Pekerjaan : -

    b. Latar belakang keluarga

    EH dan NR adalah pasangan yang menikah pada tahun

    2011. Keduanya merupakan tetangga kampung karena rumah

    mereka yang hanya berjarak beberapa meter saja. Sebelum

    menikah, hubungan EH dan NR juga tidak berjalan mulus layaknya

    pasangan pada umumnya. Perbedaan keyakinan antara EH sebagai

    seorang kristiani dan NR yang merupakan seorang muslim menjadi

    kendala untuk menuju pernikahan.

    Apa yang dialami EH sama halnya dengan kedua orang tua

    EH yaitu NM dan NT yang menjalani kehidupan rumah tangga

    yang berbeda agama. Pada awalnya, hubungan EH dan NR

    ditentang sepenuhnya oleh NT yang merupakan ibu dari EH.

    Sedangkan ayah EH yaitu NM lebih menyerahkan keputusan

  • 46

    kepada EH karena EH lah yang nantinya akan menjalani kehidupan

    rumah tangga apapun konsekuensi yang harus ditanggung. NM

    justru mendukung hubungan EH dan NR karena NR adalah

    seorang muslim sama seperti dirinya. Harapan NM adalah NR

    dapat mengajak EH untuk memeluk agama Islam.

    Namun seiring berjalannya waktu, NT tetap bersikeras

    melarang EH menikah dengan NR hingga percekcokan pun sering

    terjadi. Pada akhirnya EH memutuskan pergi dari rumah diikuti

    NR. Sebenarnya orang tua NR berat melepas NR, tapi dikarenakan

    tidak tega melihat anaknya menderita, orang tua NR akhirnya

    melepas NR pergi bersama EH dalam keadaan belum menikah.

    Sampai pada suatu saat NR mengandung anak dari EH. NR dan EH

    memutuskan kembali kerumah dan meminta restu orang tua

    masing-masing agar diijinkan menikah.

    Perilaku nekat EH membuat NT marah besar, namun tidak

    ada cara lain selain menikahkan EH dan NR demi menutupi aib

    keluarga. EH dan NR pun menikah sesuai syariat islam. Seperti

    halnya yang pernah dilakukan NT pada kasus sebelumnya, EH

    untuk sementara memeluk Islam demi menikahi NR yang tengah

    hamil muda. Beberapa bulan kemudian lahir anak pertama EH dan

    NR yang ber jenis kelamin perempuan dan diberi nama SAN.

    Menurut keterangan dari EH pada wawancara tanggal 15

    Mei 2015, sebagai seorang muallaf EH tidak pernah melakukan

  • 47

    ibadah selayaknya orang muslim bahkan EH cenderung kembali

    beribadah menurut keyakinannya dahulu yaitu kristen. Namun NR

    tetap sabar dan berusaha meyakinkan EH tentang kebenaran ajaran

    Islam. Meskipun bukan orang Islam yang betul-betul taat, NR tetap

    bersikukuh dalam agama Islam dan mendidik anaknya SAN sesuai

    dengan ajaran Islam.

    c. Proses pengasuhan anak

    Dalam mengasuh anak yaitu SAN, antara EH dan NR tidak

    ada kesepakatan tertentu mengenai agama apa yang akan dianut

    SAN nantinya. Semua berjalan begitu saja dengan sendirinya. EH

    yang bekerja sebagai operator warnet jarang berada dirumah

    sehingga SAN lebih dekat dengan ibunya yaitu NR. NR yang

    hanya bekerja dirumah sebagai penjahit memiliki waktu yang

    cukup banyak untuk mengasuh SAN dan mendidik SAN.

    Peran NR begitu besar dalam proses tumbuh kembang

    SAN. NR memberikan perhatian penuh sekaligus sedikit demi

    sedikit mengenalkan kepada SAN tentang apa itu agama Islam.

    Meskipun SAN baru berusia 4 tahun, SAN sudah pandai

    menghafal doa sehari-hari seperti doa mau tidur dan doa mau

    makan. SAN juga sering memperhatikan NR ketika sholat maupun

    membaca Al-quran.

    Sebelum menikah dengan EH, NR bukanlah seorang

    muslim yang taat, akan tetapi setelah menikah NR banyak merubah

  • 48

    pola hidupnya menjadi lebih islami. Hal itu dilakukan NR supaya

    SAN mendapati figur yang baik dan layak dijadikan contoh dalam

    hal beragama. Karena usia SAN yang masih balita, NR belum

    pernah menjelaskan maupun memberi pengertian mengenai

    perbedaan agama antara NR dan EH. NR hanya berusaha untuk

    merawat SAN dengan baik juga menjaga komunikasi dan

    keterbukaan dengan EH tentang mendidik SAN untuk medapatkan

    masa depan yang lebih baik. EH dan NR juga menjalin kerjasama

    yang baik dalam memberikan pendekatan keagamaan pada SAN

    supaya tidak timbul kebingungan dalam diri SAN atas agama yang

    dianut oleh orang tuanya.

    Walaupun EH masih diintervensi oleh ibunya dalam hal

    mendidik SAN, EH tetap menyerahkan keputusan kepada NR atas

    agama apa yang akan dianut oleh SAN. EH yang pada dasarnya

    bukan penganut kristen yang taat lebih memilih untuk mengalah

    dalam hal mengasuh anak karena EH tidak ingin kehidupan rumah

    tangganya terjadi banyak selisih paham diakrenakan agama. Hal

    tersebut merupakan bagian dari konsekuensi EH dan NR yang

    memutuskan untuk menikah walaupun berbeda agama. Hal ini

    mereka sadari penuh agar anak mereka yaitu SAN tidak menjadi

    korban perselisihan orang tua.

    Sampai saat ini kehidupan pasangan EH san NR tetap

    berjalan dengan baik sekalipun ada perbedaan yang sangat

  • 49

    menonjol diantara mereka. EH dan NR berusaha menghargai dan

    menghormati satu sama lain dalam hal agama. Namun NR tidak

    bosan-bosannya mengajak suaminya EH untuk kembali memeluk

    Islam meskipun sulit karena EH juga masih dibawah pengaruh

    ibunya yaitu NT karena tempat tinggal yang masih berdekatan.

    Harapan NR kehidupan rumah tangganya bisa menjadi satu

    keluarga yang utuh memeluk Islam.

    d. Dampak pada anak

    Berdasarkan wawancara dengan NR pada tanggal 15 Mei

    2015, pada usia 4 tahun saat ini, SAN masih menikmati masa kecil

    yang penuh keceriaan dan belum mengerti mengenai perbedaan

    agama kedua orang tuanya. Sejauh ini antara EH dan NR mampu

    memposisikan secara proporsional antara hak dan kewajiban

    mereka sebagai orang tua dalam hal memberikan rasa aman dan

    nyaman dalam diri SAN. EH dan NR jarang sekali terlibat

    percekcokan dikarenakan perbedaan agama.

    Walaupun NT, ibu dari EH masih berusaha supaya SAN

    mengikuti agamanya, namun NR sebagai ibu dari SAN merasa

    lebih berhak atas SAN sehingga terkadang NR membatasi SAN

    dalam berhubungan dengan NT.

  • 50

    BAB IV

    ANALISIS PENERAPAN HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI BEDA

    AGAMA DALAM PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM

    DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

    A. Analisis Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Pengasuhan Anak

    Menurut Hukum Islam.

    Kurangnya pemahaman terhadap kitab suci Al-Qur’an, Hadits,

    maupun undang-undang perlindungan anak merupakan sebab dari terjadinya

    pernikahan beda agama. Keluarga beda agama yang ada di tengah masyarakat

    Kutowinangun merupakan salah satu contoh bahwa pernikahan beda agama

    bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi. Dalam praktiknya pernikahan beda

    agama ini memiliki dampak yang kurang baik.

    Hal tersebut bisa dilihat pada keluarga NM dengan NT, dan juga EH

    dengan NR. Perbedaan agama yang mereka jalani dalam ikatan keluarga

    dianggap solusi terbaik untuk menyatukan rasa kasih sayang antara satu sama

    lain. Di dalam pasal 75 poin a Kompilasi Hukum Islam (KHI) diterangkan

    dengan jelas bahwa perkawinan bisa dianggap batal apabila salah satu dari

    suami atau istri murtad. Pada kasus kedua pasangan tersebut, saat

    melangsungkan akad nikah secara Islam, NT dan EH menyatakan masuk

    Islam untuk mendapatkan legalisasi pernikahan walaupun setelah pernikahan

    keduanya kembali ke agama semula. Hal ini sangat tidak dibenarkan dalam

  • 51

    Islam, namun pengetahuan agama yang minim membuat hal tersebut menjadi

    hal yang dianggap biasa dan tidak menimbulkan dampak apapun.

    Masyarakat di lingkungan Kutowinangun tersebut mengetahui hal itu

    namun tidak menjadi masalah yang berarti karena mereka menganggap

    bahwa pernikahan beda agama adalah hal yang wajar. Penilaian masyarakat

    yang demikian disebabkan kurangnya pengetahuan agama walaupun di

    lingkungan tersebut terdapat banyak fasilitas dan kegiatan keagamaan Islam

    maupun Kristen. Menurut informasi dari WN selaku tetangga NT, warga

    sekitar tidak merasa keberatan ada penduduk yang menikah beda agama

    dalam hal ini pasangan NT dan NM juga pasangan EH dan NR. Masyarakat

    lebih mengedepankan toleransi antar umat beragama sehingga tidak ada

    inisiatif menegur kedua keluarga tersebut. Dalam bersosialisasi dengan

    masyarakat maupun keikutsertaan dalam kegiatan keberagamaan, kedua

    keluarga ini dinilai cukup aktif walaupun kegiatan mereka berbeda sesuai

    dengan agama masing-masing.

    NM dan NT yang telah memiliki tiga orang anak memutuskan

    menikah atas dasar rasa kasih sayang yang kuat antara keduanya dan

    keyakinan bahwa keduanya mampu menjalani rumah tangga walaupun

    berbeda agama. NM dan NT sempat mendapatkan perlawanan dari kedua

    orang tua mereka namun pasangan ini tetap pada pendirian mereka untuk

    menikah.

    Sedangkan EH dan NR yang juga merupakan pasangan suami istri

    beda agama, memutuskan menikah atas dasar NR telah hamil diluar nikah.

  • 52

    Hubungan ini juga tidak disetujui oleh NM dan NT maupun orang tua dari

    NR. Namun EH tetap bersikeras menikahi NR. Dalam hal ini EH merasa

    dirinya berhak menikahi NR karena melihat masa lalu orang tua nya yaitu

    NM dan NT yang juga berbeda agama. Dengan kata lain EH mengikuti jejak

    orangtua nya dalam mendapatkan pasangan hidup yang berbeda agama. EH

    dan NR dikaruniani satu anak bernama SAN yang kini berusia tiga tahun.

    Dari kedua kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dampak dari

    pernikahan antara NT dan NM adalah salah satu dari anak mereka yaitu EH

    mengikuti jejak orang tuanya dalam mendapatkan pasangan hidup yang

    berbeda agama. Sedangkan kesimpulan dari kasus kedua yaitu pasangan beda

    agama EH dan NR, belum terlihat menimbulkan dampak yang berarti pada

    anak mereka yaitu SAN yang masih berusia tiga tahun. Untuk menghindari

    percekcokan dalam rumah tangga, EH lebih menyerahkan hak sepenuhnya

    kepada NR mengenai agama yang akan dianut sang anak walaupun konflik-

    konflik kecil kerap terjadi dalam rumah tangga EH dan NR. Untuk itu, sedini

    mungkin NR berusaha mengenalkan agama Islam kepada SAN dengan

    harapan setelah dewasa kelak SAN akan memilih beragama Islam.

    Di dalam Islam dijelaskan bahwa orangtua mempunyai peran besar

    dalam pengenalan agama kepada anaknya. Penanaman nilai-nilai aqidah,

    akhlak dan ibadah jelas mengharuskan campur tangan orang tua. Pendidikan

    dari orang tua merupakan salah satu kunci sukses masa depan anak

    sebagaimana sabda Nabi yaitu :

  • 53

    ِ ٌَّ َرُسَٕل َّللاَّ ُث أَ ٌَ أَثُٕ َُْرْيَرحَ يَُحدِّ ٍْ » :قَبَل - صهى َّللا عهيّ ٔسهى-َكب َيب ِي

    ِّ َراَِ ْٔ يَُُصِّ ِّ أَ َداَِ ِّٕ اُِ يَُٓ َٕ ٌَ أَثَ نٍُٕد فِى ثَُِى آَدَو إاِلَّ يُٕنَُد َعهَى اْنفِْطَرِح َحتَّى يَُكٕ ْٕ َي

    ٍْ َجْدَعبَء ٌَ فِيَٓب ِي ٕ َعبَء َْْم تُِحسُّ ًْ خً َج ًَ ِٓي خُ ثَ ًَ ِٓي ُْتَُج اْنجَ ب تُ ًَ ِّ َك َسبَِ جِّ ًَ ْٔ يُ ثُىَّ . «أَ

    ٌْ ِشْئتُْى اْقَرُءٔا إِ َٔ ِ انَّتِى فَطََر انَُّبَس َعهَْيَٓب الَ تَْجِديَم )يَقُُٕل أَثُٕ َُْرْيَرحَ فِْطَرحَ َّللاَّ

    ٌَ ٕ ًُ ٍَّ أَْك ََر انَُّبِس الَ يَْعهَ نَِك َٔ ٍُ اْنقَيُِّى ي ِ َ نَِ اندِّ ِحيِح (نَِ ْهِ َّللاَّ اُِ ُيْسهٌِى فِى انصَّ َٔ َر

    ٍِ َحْرةٍ ِد ْث ًَّ ٍْ ُيَح نِيِد َع َٕ ٍِ اْن ٍْ َحبِجِت ْث َع

    Artinya :

    Abu Hurairah menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW

    bersabda “setiap bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam kesucian (fitrah).

    Kedua orang tua nya lah yang membuatnya kelak jadi yahudi, nasrani, atau

    majusi, seperti hewan yang diturutsertakan ke dalam hewan-hewan lain yang

    bergerombol : apakah disitu ada hewan yang tidak mau ikut?” Abu Hurairah

    lalu berkata : jika kalian mau, bacalah surat Ar rum : 30 : tetaplah diatas fitrah

    Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Sunnguh tidak ada

    perubahan pada fitrah Allah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan

    manusia tidak mengetahuinya. (HR. Muslim)

    Hadits tersebut diperkuat dengan pendapat Imam Syafi’i, bahwa

    seorang kafir tidak boleh mengasuh anak yang beragama islam. Sedangkan

    madzhab-madzhab lainnya tidak mensyaratkannya. Hanya saja ulama

    madzhab hanafi mengatakan bahwa, kemurtadan wanita atau laki-laki yang

    mengasuh, menggugurkan hak asuhan. (Mughniyah: 1994)

    Namun pada kenyataan yang tercermin dari kasus NT dan NM, fitrah

    pada anak sebagaimana sabda Rasulullah tidak lagi berlaku pada anak-anak

    mereka sekalipun NM beragama Islam. Hal ini disebabkan NT yang

    beragama kristen memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap keagamaan

    anak-anak mereka dibanding NM. NT sejak dini menghendaki anak-anaknya

  • 54

    untuk aktif mengikuti berbagai macam kegiatan agama Kristen, misalnya

    sekolah minggu, meryakan hari natal, paskah dan hari besar lainnya. Padahal

    perlu diketahui bahwa sebagian ulama-ulama, diantaranya Imam Syafi’i,

    berpendapat, bahwa sebaiknya anak kecil itu diberi hak untuk memilih, kalau

    ia sudah dapat mengerti. (Al-Barry: 1977) Latar belakang pendidikan NM

    yang merupakan lulusan SMP berdampak pada kurangnya wawasan

    keagamaan dan cenderung menyerahkan perihal pendidikan keagamaan anak

    pada istrinya NT yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih dari

    NM yaitu lulusan SMA.

    Selain faktor pendidikan, faktor ekonomi juga menjadikan pengaruh

    NT yang mendominasi pendidikan agama bagi anak-anaknya. NT yang

    bekerja sebagai asisten rumah tangga, memiliki penghasilan yang lebih besar

    daripada NM yang bekerja serabutan. Sehingga hal ini membuat NT merasa

    lebih berhak memegang kendali rumah tangga. Hal ini kontras dengan sikap

    NM yang cenderung pasif dalam urusan pengasuhan maupun pendidikan

    terhadap anak-anaknya. Hal ini bertolak belakang dengan firman Allah yang

    menjelaskan tentang peran seorang suami didalam kehidupan berumah tangga

    sebagai berikut :

  • 55

    Artinya :

    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,oleh karena

    Allah SWT telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang

    lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari

    harta mereka. Sebab itu maka wanita yang sholeh, ialah yang taat kepada

    Allah SWT lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena

    Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan

    nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur

    mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka

    janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya

    Allah Maha tinggi lagi Maha besar. (QS An nisa : 34)

    Dalam ayat ini tergambar jelas bahwa seorang suami berhak

    memimpin keluarga dan seorang istri harus mentaati suaminya.

    Imam Nawawi menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan suami yaitu:

    1. Memberi nasihat, menyuruh dan mengingatkan untuk berbuat baik

    serta menyenangkan hati istri.

    2. Memberi nafkah istri sesuai dengan usaha dan kemampuan.

    3. Selalu bersabar dan tidak mudah marah apabila istri berkata dan

    berbuat sesuatu yang menyakitkan.

    4. Bersikap lemah lembut dan berbuat baik terhadap istri karna pada

    umumnya mereka kurang sempurna akal dan agamanya.

    5. Menuntun istri dalam jalan kebaikan.

    6. Mengajari dalam urusan agama seperti berkenaan dengan thaharah

    dan lain-lain.

  • 56

    Selanjutnya berkenaan dengan kewajiban istri pada suami dijelaskan bahwa

    wanita-wanita yang shalih seperti yang dijelaskan oleh ayat adalah mereka

    yang taat pada suami. Mereka melaksanakan kewajiban ketika suami tidak

    drumah, menjaga kehormatan, serta memelihara rahasia dan harta suami

    sesuai dengan ketentuan Allah SWT; karena Allah telah menjaga dan

    memberikan pertolongan kepada mereka. (Nuruddin dan Tarigan : 2006)

    Namun kenyataan dalam kasus ini suami lah yang lebih tunduk pada

    istrinya. Seharusnya NM sebagai kepala keluarga maupun ayah dari anak-

    anaknya mampu memberikan teladan dalam hal aqidah, syariat dan akhlak.

    Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam surat Luqman ayat 17 yang

    berbunyi :

    Artinya: “Wahai anakku dirikanlah shalat dan suruhlah (umat

    manusia) mengerjakan yang baik dan mencegah yang munkar dan bersabarlah

    terhadap segala yang menimpa atas dirimu. Sesungguhnya yang demikian itu

    adalah salah satu yang diwajibkan oleh Allah.” (QS Al Luqman : 17)

    Pemahaman orang tua terhadap aqidah sangat diperlukan karena

    mengajarkan aqidah pada anak adalah wajib hukumnya. Bahwasanya satu-

    satunya dzat yang harus disembah hanyalah Allah SWT karena Allah SWT

    yang menciptakan alam semesta.

    Penerapan dalam kasus pasangan beda agama EH dan NR, pendidikan

    agama pada anak lebih didominasi oleh NR selaku ibunya. NR yang

  • 57

    sebetulnya bukan Islam yang taat, mulai belajar tentang Islam lebih jauh

    untuk dapat mendidik anaknya SAN secara Islam. Hal ini cukup selaras

    dengan perintah Allah dalam Alquran tentang kewajiban menyembah Allah.

    Namun kenyataan yang bertolak belakang ada pada keluarga beda

    agama NT dan NM. Dengan adanya pendidikan agama yang hanya didapat

    dari NT, anak-anak NT dan NM tidak mendapatkan pengetahuan mengenai

    agama Islam sehingga tidak mampu memahami ajaran Islam. Bahkan salah

    satu dari anak mereka yaitu EH juga memiliki pasangan yang berbeda agama

    pula walaupun pada awalnya tidak disetujui oleh NT dan NM. Namun EH

    tetap menikahi pasangannya yaitu NR dikarenakan NR telah hamil diluar

    nikah.

    B. Analisis Penerapan Hak dan Kewajiban Suami Isteri Beda Agama

    dalam Pengasuhan Anak Menurut Undang-undang No 23 tahun

    20002 Tentang Perlindungan Anak

    Selain dari sisi hukum Islam, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak

    juga telah dijelaskan mengenai hak anak dalam memeluk agama sebagaimana

    tertera dalam pasal 42 sebagai berikut:

    (1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya

    (2) Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya.

    Jadi telah diterangkan dengan jelas apabila anak belum memiliki

    pengetahuan yang cukup tentang agamanya maka wajib mengikuti agama

    orang tua. Namun apabila orang tua tersebut berbeda agama, maka

  • 58

    seharusnya orang tua mampu mengenalkan agama mereka masing-masing

    sehingga anak memperoleh kemudahan mengenai pemilihan agama pada saat

    dewasa kelak.

    Sedangkan DS yang merupakan anak kedua dari NT dan NM berada

    di bawah pengasuhan orang tua NM sejak umur 8 tahun dan di didik secara

    Islam. Hal ini dikarenakan orang tua NM mengkhawatirkan adanya

    penyalahgunaan hak anak dalam memeluk agama. Hal ini sesuai dengan pasal

    26 ayat 1 dan 2 undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

    yang berisi:

    (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan,

    bakat, dan minatnya;

    c.