50
PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI CURAH HUJAN BERDASARKAN INDEKS MONSUN DAN EL NIÑO DI BEBERAPA KAWASAN DI INDONESIA RENDRA EDWUARD DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

i

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI CURAH

HUJAN BERDASARKAN INDEKS MONSUN DAN EL NIÑO DI

BEBERAPA KAWASAN DI INDONESIA

RENDRA EDWUARD

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

ii

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI CURAH

HUJAN BERDASARKAN INDEKS MONSUN DAN EL NIÑO DI

BEBERAPA KAWASAN DI INDONESIA

RENDRA EDWUARD

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Mayor Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 3: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

iii

ABSTRACT

RENDRA EDWUARD. The application of ARIMA Model in rainfall Anomalies prediction base

on Monsoon and El Niño Index in some areas in Indonesia. Supervised by RIZALDI BOER and

EDDY HERMAWAN.

This study based on atmosphere-ocean interaction that is very important to be investigated because

of its influences to the rainfall variability over Indonesia. This study aims to investigate Monsoon

and Niño 3.4 interaction in influencing rainfall fluctuation over Indonesia. The study areas cover

Lampung, Sumbawa Besar, Indramayu, Banjarbaru, and Pandeglang from Januari 1976 - Desember

2000. The results of Power Spectral Density (PSD) and Wavelet analysis on rainfall anomaly and

monsoon index data show strong at 12 months. Dominant oscillation pattern of Niño 3.4 is about

60 months. The result of regression analyses shows more significant relation between rainfall

anomaly and AUSMI (Australian Monsoon Index) and WNPMI (Western North Pacific Monsoon

Index). Therefore, it is suggested that the Monsoon (AUSMI and WNPMI) and El-Niño(Niño 3.4)

can be used for further analysis. This study was undertaken with assumption that Monsoon

oscillation and El-Niño are interacted and the model is developed by using multivariate regression

method: Y = a + bAUSMI + cWNPMI + dNiño3.4. By using Box-Jenkins method based on

ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), the prediction model that is close to

observed time series data of rainfall anomaly is ARIMA (1,0,1)12

with model equation Zt =

0.9989Zt-12 - 0.9338at-12 + at (AUSMI), ARIMA (1,1,1)12

with model equation Zt = -0.0674Zt-12

+ Zt-12 - Zt-24 - 0.9347at-12 + at, (WNPMI), dan ARIMA (2,0,2) with model equation Zt = 3.594Zt-1 -

0.8362Zt-2 – 1.634at-1 - 0.1053at-2 + at (NINO3.4). Model equation shows that time series data

forecast of rainfall anomaly depend on previous “t” months data and previous ”t” months error.

Keywords: Monsoon, El-Niño , ARIMA

Page 4: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

iv

RINGKASAN

RENDRA EDWUARD. Penerapan Model ARIMA untuk Prediksi Anomali Curah Hujan

Berdasarkan Indeks Monsun dan El Niño di Beberapa Kawasan di Indonesia. Dibimbing Oleh

RIZALDI BOER dan EDDY HERMAWAN.

Penelitian ini didasarkan pada interaksi antara atmosfer dan laut yang sangat penting untuk diteliti

terkait pengaruhnya yang besar terhadap variabilitas curah hujan di Indonesia. Penelitian ini

bertujuan untuk mempelajari interaksi Monsun dan Niño 3.4 dalam mempengaruhi fluktuasi curah

hujan di Indonesia. Wilayah kajian penelitian meliputi Lampung, Sumbawa Besar, Indramayu,

Banjarbaru, dan Pandeglang untuk periode Januari 1976 - Desember 2000. Hasil analisis Power

Spectral Density (PSD) dan analisis wavelet pada anomali curah hujan dan data indeks monsun

terlihat kuat pada 12 bulanan. Pola osilasi dominan Nino 3.4 adalah sekitar 60 bulanan. Hasil

analisis regresi menunjukkan hubungan yang signifikan antara anomali curah hujan dengan data

AUSMI (Australian Monsoon Index) dan WNPMI (Western North Pacific Monsoon Index). Oleh

karena itu, hal ini menunjukkan monsun (AUSMI dan WNPMI) dan El Niño (Niño 3.4) dapat

digunakan untuk analisis lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan dengan asumsi ketika osilasi Monsun

dan El Niño berinteraksi dan dikembangkan dengan menggunakan metode regresi multivariat

dengan model awal Y = a + bAUSMI + cWNPMI + dNiño3.4. Melalui metode Box-Jenkins

berdasarkan ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), model yang digunakan untuk

prediksi data deret waktu indeks iklim global adalah ARIMA (1,0,1)12

dengan persamaan Zt =

0.9989Zt-12 - 0.9338at-12 + at (AUSMI), ARIMA (1,1,1)12

dengan persamaan Zt = -0.0674Zt-12 +

Zt-12 - Zt-24 - 0.9347at-12 + at, (WNPMI), dan ARIMA (2,0,2) dengan persamaan Zt = 3.594Zt-1 -

0.8362Zt-2 – 1.634at-1 - 0.1053at-2 + at (NINO3.4). Persamaan model menunjukkan, untuk prakiraan

data deret waktu anomali curah hujan waktu mendatang tergantung dari data “t” bulan sebelumnya

dan galat “t” bulan sebelumnya.

Kata kunci : Monsun, El Niño, ARIMA

Page 5: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

v

Judul Skripsi : Penerapan Model ARIMA untuk Prediksi Anomali Hujan Berdasarkan Indeks

MONSUN dan El Niño di Beberapa Kawasan di Indonesia

Nama : Rendra Edwuard

NIM : G24070063

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc.

NIP. 19600927 198903 1 002 NIP. 19620128 199003 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi,

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS

NIP. 19600305 198703 2 002

Tanggal Lulus :

Page 6: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan Karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penerapan Model ARIMA Untuk

Prediksi Anomali Hujan Berdasarkan Indeks ENSO dan MONSUN di Beberapa Kawasan di

Indonesia“. Penelitian, penulisan, dan penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari peranan pihak-

pihak yang telah membantu hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua atas doa, kasih sayang, dan segala dukungan moril serta materil.

2. Bapak Prof. Rizaldi Boer sebagai pembimbing I dan Bapak Prof. Eddy Hermawan sebagai

pembimbing II, yang telah banyak memberikan pengarahan, ilmu, masukan dan bimbingan

dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Pihak Centre for Climate Risk and Opportunity Management (CCROM), yang sudah

memberikan izin menggunakan data curah hujan.

4. Staff bidang Permodelan Atmosfer LAPAN Bandung.

5. Seluruh Dosen dan Staff Departemen Geofisika dan Meteorologi.

6. Teman-teman penelitian di LAPAN.

7. Teman-teman di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi.

8. Teman-teman GFM 44, kakak dan adik kelas GFM.

9. Teman-teman di Istana Ceria.

10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis berbesar hati untuk menerima saran, kritik, dan masukan yang sifatnya

membangun. Semoga tugas akhir ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

Rendra Edwuard

Page 7: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 28 November 1988 dari pasangan Edi Suaedi dan Yuliani.

Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD

Harapan Abadi Jakarta Utara pada tahun 2001, SMP Tarsisius Vireta pada tahun 2004, dan SMAN

4 Tangerang pada tahun 2007. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, penulis melajutkan

pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

mengambil Mayor Meteorologi Terapan. Selama menjalani studinya penulis aktif di Keluarga

Mahasiswa Katolik. Penulis juga aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Agrometeorolgi

(HIMAGRETO) tahun 2008/2009 sebagai Staff Bidang Kemasyarakatan dan Informasi serta Staff

Departemen of Publik Relation HIMAGRETO pada tahun 2009-2010. Pada Juli-Agustus 2011

penulis melakukan magang di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung.

Page 8: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .................................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ix

PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1

Latar Belakang ................................................................................................................ 1

Tujuan ............................................................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 1

Curah Hujan di Indonesia ................................................................................................ 1

Fenomena El Niño di Samudera Pasifik .......................................................................... 3

Fenomena Monsun .......................................................................................................... 4

Analisis Spektral ............................................................................................................. 6

FFT (Fast Fourier Transform) ............................................................................... 6

Transformasi Wavelet ............................................................................................ 6

Metode Box-Jenskins ...................................................................................................... 7

Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial ............................................. 7

Stasioneritas dan Nonstasioneritas .......................................................................... 7

Klasifikasi Model ARIMA ..................................................................................... 8

Korelasi Silang ............................................................................................................... 8

Regresi Linear Berganda ................................................................................................. 9

DATA DAN METODOLOGI ................................................................................................ 9

Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................................... 9

Alat dan Data yang digunakan ........................................................................................ 10

Metode Penelitian ........................................................................................................... 10

Anomali Curah Hujan ............................................................................................ 10

Analisis Spektral .................................................................................................... 10

FFT (Fast Fourier Transform) ...................................................................... 10

Transformasi Wavelet ................................................................................... 10

Analisis Statistik .................................................................................................... 10

Metode Korelasi Silang ................................................................................ 10

Analisis Multivariat ...................................................................................... 10

Metode Pendekatan Box-Jenskins ................................................................. 11

Lokasi Kajian.................................................................................................................. 11

Tahapan Penelitian .......................................................................................................... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................... 13

Analisis Data Curah Hujan .............................................................................................. 13

Analisis Monsun dan Nino 3.4 ........................................................................................ 14

Analisis Spektral Monsun dan Nino 3.4 .......................................................................... 15

Analisis Statistik Data Curah Hujan dan Data Iklim Global ............................................. 17

Analisis Korelasi Silang .................................................................................................. 18

Model Prediksi ARIMA .................................................................................................. 19

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 24

LAMPIRAN ........................................................................................................................... 26

Page 9: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

ix

DAFTAR TABEL

1 Tingkat anomali SPL berdasarkan kekuatan El Niño ...................................................... 4

2 Acuan model ACF dan PACF ........................................................................................ 7

3 Kaitan interaksi antara dua fenomena (AUSMI - WNPMI - Nino3.4) dengan curah

hujan bulanan Periode 1976 – 2000 ................................................................................ 18

4 Persamaan ARIMA ........................................................................................................ 20

DAFTAR GAMBAR

1 Pola hujan di Indonesia .................................................................................................. 2

2 Wilayah Nino di Samudera Pasifik................................................................................. 3

3 Struktur laut Samudera Pasifik pada saat normal dan El Niño ........................................ 4

4 Pola pergerakan Monsun Musim Dingin Asia Timur (the East Asian Winter Monsun)

dan Monsun Musim Panas Asia Selatan (the South Asian Summer Monsun). ................. 5

5 Skema transformasi wavelet ........................................................................................... 7

6 Skema pendekatan Box-Jenskin ..................................................................................... 11

7 Wilayah kajian ............................................................................................................... 11

8 Diagram alir penelitian .................................................................................................. 12

9 Deret waktu curah hujan berbagai wilayah di Indonesia periode 1976-2000 ................... 13

10 Power Spektral Density (PSD) curah hujan periode 1976-2000 ...................................... 14

11 Deret waktu data iklim global periode 1976-2000 .......................................................... 14

12 Power Spektral Density (PSD) indeks monsun (a), Nino 3.4 (b) dan periode 1976 –

2000............................................................................................................................... 15

13 Wavelet Indian Summer Monsun Index (ISMI) periode 1976 – 2000 .............................. 15

14 Wavelet Western North Pacific Monsun Index (WNPMI) periode 1976 – 2000 .............. 16

15 Wavelet Australian Monsun Index (AUSMI) periode 1976 – 2000 ................................. 16

16 Wavelet Nino 3.4 periode 1976 – 2000 .......................................................................... 16

17 Mean varians monsun dan Nino 3.4 periode 1976 – 2000 .............................................. 16

18 Diagram batang fenomena interkoneksi dan curah hujan periode 1996-1999 .................. 17

19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ........... 19

20 Plot data, Plot data differencing 2, ACF(2), PACF iklim global bulanan di di berbagai

wilayah kajian periode Januari 1976 – Desember 1999 .................................................. 21

21 Plot data validasi iklim global asli dengan prediksi iklim global (Januari 2000 –

Desember 2000) dan plot data prediksi iklim global (Januari 2013 – Desember 2013). .. 22

22 Prediksi anomali curah hujan model multivariate untuk wilayah kajian periode Januari

2013 – Desember 2013 .................................................................................................. 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Script untuk pengolahan time series data menggunakan software Matlab R2008a ............ 27

2 Script untuk pengolahan data dengan teknik Power Spectral Density (PSD) .................... 28

3 Script Wavelet ................................................................................................................. 29

4 Pendugaan Model ARIMA(p,d,q) wilayah kajian ............................................................. 32

5 Output SPSS 16 untuk menentukan nilai CCF hubungan antara fenomena interaksi

terhadap curah hujan wilayah kajian................................................................................. 35

6 Output SPSS 16 untuk regresi multivariate wilayah kajian ............................................... 37

Page 10: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Iklim dapat didefinisikan sebagai ukuran

statistik cuaca untuk jangka waktu tertentu.

Iklim terdiri atas berbagai parameter, seperti

tekanan, suhu, kelembaban, arah dan

kecepatan angin serta curah hujan. Diantara

parameter iklim tersebut, curah hujan

merupakan unsur iklim yang paling dominan

di Indonesia. Secara umum curah hujan di

indonesia didominasi oleh dua tipe monsun

yang dicirikan oleh musim basah dan musim

kering. Monsun merujuk pada siklus tahunan

yang membedakan secara tegas keadaan

atmosfer selama fase kering dan fase basah.

Siklus tahunan ini membagi fase kering dan

fase basah menjadi dua periode.

Meskipun Monsun terjadi secara periodik,

tetapi awal musim hujan dan musim kemarau

tidak selalu sama sepanjang tahun. Ini

disebabkan musim di Indonesia dipengaruhi

oleh beberapa fenomen, seperti El Niño/La

Niña, Osilasi Selatan, dan Dipole Mode Event

(DME) atau Indian Ocean Dipole (IOD),

sirkulasi Timur-Barat (Siklus Walker) dan

sirkulasi Utara-Selatan (Siklus Hadley) serta

beberapa sirkulasi karena pengaruh lokal

(McBride 2002). Monsun berkaitan dengan

variasi curah hujan tahunan, sedangkan El

Niño dan IOD berkaitan dengan variasi curah

hujan antar-tahunan.

Fenomena iklim sangat berpengaruh

terhadap sektor pertanian di Indonesia.

Kejadian tersebut memperlihatkan peran yang

semakin penting dengan munculnya kondisi

iklim yang semakin ekstrim sehingga

menimbulkan dampak yang signifikan

terhadap produksi pertanian (IPCC 2001),

seperti pergeseran pola curah hujan dan

perubahan temperatur udara. Beberapa contoh

nyata ketika terjadi musim kering panjang

diikuti dengan musim basah panjang adalah

tahun 1997 sampai tahun 1998. Pada periode

tersebut di Indonesia mengalami musim

kering panjang hampir 10 bulan lamanya dan

juga musim basah yang panjang.

Hubungan yang terjadi antara monsun dan

El Niño perlu dikaji lebih mendalam terkait

dampak yang ditimbulkannya terhadap iklim

global. Pada dasarnya proses penyimpangan

iklim terjadi secara bertahap. Oleh karena itu,

upaya untuk mengantisipasi pengaruh dari

penyimpangan iklim harus dipahami secara

menyeluruh mulai dari proses terjadinya

hingga penanganan dampak yang tepat dan

benar. Oleh karena itu perlu pengembangan

ilmu pengetahuan yang menggabungkan

atmosfer dan lautan, termasuk interaksinya

untuk mangantisipasi hingga beberapa tahun

kedepan.

Akurasi model yang akurat dan handal

akan sangat membantu dalam pengembangan

informasi prakiraan iklim. Akan tetapi,

penelitian yang mengkaji interaksi secara fisis

dan dinamis antara fenomena El Niño dan

monsun di wilayah Indonesia masih jarang

dilakukan. Hal ini di antaranya karena

kompleksitas kondisi monsun di wilayah

Indonesia yang secara acak dipengaruhi oleh

beberapa monsun sekaligus; monsun Asia,

India, Pasifik, dan monsun Australia.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh interaksi Monsun

dan El Niño terhadap fluktuasi curah hujan

di beberapa kawasan di indonesia.

2. Menentukan model prediksi dengan

ARIMA.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Curah Hujan di Indonesia

Curah hujan merupakan ketinggian air

hujan yang terkumpul dalam tempat yang

datar, tidak menguap, tidak meresap, dan

tidak mengalir dalam satuan milimeter (mm).

Curah hujan 1 (satu) milimeter, artinya dalam

luasan satu meter persegi pada tempat yang

datar tertampung air setinggi satu milimeter

atau tertampung air sebanyak satu liter

(BMKG 2010).

Tipe hujan monsoonal, adalah tipe curah

hujan yang wilayahnya memiliki

perbedaan yang jelas antara periode

musim hujan dan periode musim kemarau

kemudian dikelompokkan dalam Zona

Musim (ZOM), tipe curah hujan yang

bersifat unimodal (satu puncak musim

hujan, DJF musim hujan, JJA musim

kemarau).

Tipe hujan ekuatorial, adalah tipe curah

hujan yang wilayahnya memiliki

distribusi hujan bulanan bimodal dengan

dua puncak musim hujan maksimum dan

hampir sepanjang tahun masuk kriteria

musim hujan. Musim hujan biasanya

terjadi sekitar bukan Maret dan Oktober

atau pada saat terjadi ekinoks.

Tipe hujan lokal, adalah tipe curah hujan

yang wilayahnya memiliki distribusi

hujan bulanan kebalikan dengan pola

curah hujan monsun. Cirinya adalah pola

hujan unimodal dan bentuknya

berlawanan dengan monsun.

Page 11: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

2

Gambar 1 Pola hujan di Indonesia (BMKG dalam Kadarsah 2007)

Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk

setiap tahunnya tidak sama. Namun masih

tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000

– 3000 mm/tahun. Begitu pula antara tempat

yang satu dengan tempat yang lain rata-rata

curah hujannya tidak sama.

Pola umum curah hujan di Indonesia

antara lain dipengaruhi oleh letak geografis.

Secara rinci pola umum hujan di Indonesia

dapat diuraikan sebagai berikut (Kadarsah

2007)

1. Pantai sebelah barat setiap pulau

memperoleh jumlah hujan selalu lebih

banyak daripada pantai sebelah timur.

2. Curah hujan di Indonesia bagian barat

lebih besar daripada Indonesia bagian

timur. Sebagai contoh, deretan pulau-

pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang

dihubungkan oleh selat-selat sempit,

jumlah curah hujan yang terbanyak

adalah Jawa Barat.

3. Curah hujan juga bertambah sesuai

dengan ketinggian tempat. Curah hujan

terbanyak umumnya berada pada

ketinggian antara 600 – 900 m di atas

permukaan laut.

4. Di daerah pedalaman, di semua pulau

musim hujan jatuh pada musim

pancaroba. Demikian juga halnya di

daerah-daerah rawa yang besar.

5. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari

barat ke timur seperti: Pantai barat pulau

Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat

hujan terbanyak pada bulan November,

Lampung-Bangka yang letaknya ke timur

mendapat hujan terbanyak pada bulan

Desember, Jawa bagian utara, Bali, NTB,

dan NTT pada bulan Januari – Februari.

6. Di Sulawesi Selatan bagian timur,

Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah,

musim hujannya berbeda, yaitu bulan

Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain

sedang mengalami musim kering. Batas

daerah hujan Indonesia barat dan timur

terletak pada kira-kira 120( Bujur Timur.

Grafik perbandingan empat pola curah

hujan di Indonesia dapat Anda lihat pada

gambar dibawah ini.

Ada beberapa daerah yang mendapat curah

hujan sangat rendah dan ada pula daerah yang

mendapat curah hujan tinggi (Kadarsah 2007):

1. Daerah yang mendapat curah hujan rata-

rata per tahun kurang dari 1000 mm,

meliputi 0,6% dari luas wilayah

Indonesia, di antaranya Nusa Tenggara,

dan 2 daerah di Sulawesi (lembah Palu

dan Luwuk).

2. Daerah yang mendapat curah hujan antara

1000 – 2000 mm per tahun di antaranya

sebagian Nusa Tenggara, daerah sempit

di Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar.

3. Daerah yang mendapat curah hujan antara

2000 – 3000 mm per tahun, meliputi

Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan

Timur sebagian besar Jawa Barat dan

Jawa Tengah, sebagian Irian Jaya,

Kepulauan Maluku dan sebagaian besar

Sulawesi.

4. Daerah yang mendapat curah hujan

tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun

meliputi dataran tinggi di Sumatera Barat,

Kalimantan Tengah, dataran tinggi Irian

bagian tengah, dan beberapa daerah di

Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.

Menurut Kadarsah 2007 hujan terbanyak

di Indonesia terdapat di Baturaden Jawa

Tengah, yaitu curah hujan mencapai 7,069

mm/tahun. Hujan paling sedikit di Palu

Sulawesi Tengah, merupakan daerah yang

paling kering dengan curah hujan sekitar 547

mm/tahun. Sebagai bahan perbandingan curah

hujan di daerah lain :540 mm/tahun di Eropa

sedangkan dipedalaman 1250 mm/tahun, di

Pegunungan Rocky 3400 mm/tahun, di

pedalaman Amerika 400 mm/tahun. Daerah

yang memiliki curah hujan tertinggi di

Cherrapunji 10820 mm/tahun ( selama 1860-

Juli 1861 memiliki curah hujan 2646,12

Page 12: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

3

mm/tahun dan selama 5 hari berturut-turut

dibulan Agustus 1841 sebesar 38000

mm/tahun atau setara dengan curah hujan

selama 4 tahun di New York), sedangkan di

Puncak Gunung Waialeale di Kanai Tengah,

Kepulauan Hawaii sebesar 1175,84

mm/tahun.

2.2 Fenomena El Niño di Samudera Pasifik

Salah satu parameter yang sangat penting

untuk menentukan sistem iklim adalah suhu

permukaan laut, karena suhu permukaan laut

menentukan fluks panas nyata (sensible) dan

panas terselubung (latent) melalui permukaan

laut. Bjerkness (1966) untuk pertama kali

menunjukkan kemungkinan adanya hubungan

antara fluktuasi atmosfer dengan ragam

oseanik. Sejak itu, pengkajian intensif terkait

iklim global telah dilakukan dengan

pengembangan konsep kopel atmosfer-lautan.

Sehingga diketahui adanya fluktuasi suhu

permukaan laut (SPL) antar tahunan. Salah

satu yang sangat terkenal adalah fenomena El

Niño, yaitu penyimpangan suhu permukaan

laut di pantai Peru yang menjadi panas.

Kemudian diketahui bahwa ragam suhu

permukaan laut ini berkaitan dengan ragam

suhu permukaan global di atas basin Pasifik.

Anomali pemanasan terjadi dalam interval

waktu beberapa tahun (~4 tahunan). Pada

waktu terjadi El Niño, konveksi di daerah

tropis bergeser ke arah timur (Tjasyono 2004).

Gambar 2 Wilayah Nino di Samudera Pasifik

(www.hko.gov.hk 2011)

El Niño sebagai mode dominan interaksi

kopel atmosfer-lautan dengan skala waktu

antar tahunan memiliki karakter penghangatan

dari kondisi normal di sepanjang Samudera

Pasifik bagian tengah dan timur. Menurut

Trenberth (1997), El Niño didefenisikan oleh

4 wilayah Niño (Gambar 2) yaitu, Niño1 (80º–

90ºW dan 5º–10ºS), Niño2 (80º–90ºW dan 0º–

5ºS), Niño3 (90º–150ºW dan 5ºN–5ºS), Niño4

(150ºW–160ºE dan 5ºN–5ºS), Niño3.4

(120Wº–170ºW dan 5ºN–5ºS).

Menurut Tjasyono (2004), El Niño adalah

peristiwa memanasnya suhu air permukaan

laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika

Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim

secara global) yang mengakibatkan suhu air

permukaan laut di daerah tersebut dingin

karena adanya up‐welling (arus dari dasar laut

menuju permukaan). Menurut bahasa

setempat El Niño berarti bayi laki‐laki karena

munculnya di sekitar hari Natal (akhir

Desember). Dalam keadaan normal, sirkulasi

atmosfer-lautan di Samudera Pasifik akan

memusat di sekitar wilayah Indonesia. Akan

tetapi pada tahun El Niño, terjadi subsidensi

sirkulasi Walker di atas benua maritim

Indonesia yang menghambat konvergensi

sirkulasi Hadley dan konveksi lokal.

Mekanisme kondisi normal dan El Niño dapat

dilihat pada gambar 3.

Selama perkembangan El Niño, struktur

permukaan laut Samudera Pasifik seperti pada

gambar 3 menunjukkan adanya air hangat di

lapisan dalam yang tidak normal dan

meningkatnya kedalaman termoklin di

sepanjang Pasifik tropis bagian timur,

sehingga kemiringan (slope) berkurang

sepanjang basin tersebut. Pada episode El

Niño yang sangat kuat, termoklin secara nyata

menjadi datar di seluruh Pasifik tropis untuk

waktu beberapa bulan. Kondisi ini diikuti

dengan adanya sea level yang lebih tinggi dari

normalnya di Pasifik bagian timur, yang

menghasilkan penurunan kemiringan (slope)

ketinggian permukan laut di sepanjang basin

tersebut. Evolusi ini terjadi sebaliknya pada

episode La Niña (Philander 1990).

Fenomena El Niño merupakan sirkulasi

zonal (timur-barat) yang terjadi di sepanjang

Pasifik tropis. El Niño merupakan salah satu

bentuk penyimpangan iklim di Samudera

Pasifik yang ditandai dengan kenaikan SPL di

daerah katulistiwa bagian tengah dan timur.

Sebagai indikator untuk memantau kejadian

El Niño, biasanya digunakan data pengukuran

SPL di zona Nino 3.4 dimana anomali positif

mengindikasikan terjadinya El Niño.

Kenaikan anomali SST Nino 3.4 diikuti

dengan melemahnya angin pasat (trade winds)

yang mengakibatkan pergeseran daerah

konveksi pembentukan awan-awan hujan.

Pada kondisi normal (Gambar 3a), daerah

konveksi berada di daerah barat Samudera

Pasifik. Namun pada kondisi El Niño

(Gambar 3b), zona konveksi bergeser ke

bagian timur Samudera Pasifik

(Septicorini 2009).

Page 13: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

4

a. Kondisi Normal

b. Kondisi El Niño

Gambar 3 Struktur laut Samudera Pasifik pada

saat Normal dan El Niño (NOAA

2011)

Menurut Haryanto (1998), yang dimaksud

dengan tahun El Niño adalah periode dimana

kondisi anomali SST di kawasan ekuator

samudera pasifik bagian tengah dan timur >

1⁰C dari rata-rata kurun waktu tertentu. Tabel

1 menunjukkan besar tingkat anomali SST,

maka tingkat kekuatan El Niño di bagi dalam

empat kategori :

Tabel 1 Tingkat anomali SPL berdasarkan

kekuatan El Niño.

Anomali SPL (⁰C) Kondisi

> 3 Sangat kuat

2.5 – 3 Kuat

1.5 – 2.5 Lemah

0 – 1.5 Sangat lemah

Adapun dampak El Niño terhadap kondisi

cuaca global, antara lain: angin pasat timuran

melemah, sirkulasi monsun melemah,

akumulasi curah hujan berkurang di wilayah

Indonesia, Amerika Tengah dan amerika

Selatan bagian Utara. Cuaca di wilayah ini

cenderung lebih dingin dan kering. Selain itu

El Niño juga menyebabkan meningkatnya

potensi hujan yang terdapat di sepanjang

Pasifik ekuatorial tengah dan barat serta

wilayah Argentina, cuaca cenderung hangat

dan lembab. Adapun dampaknya di Indonesia,

angin monsun (muson) yang datang dari Asia

dan membawa banyak uap air, sebagian besar

juga berbelok menuju daerah tekanan rendah

di pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya,

angin yang menuju Indonesia hanya

membawa sedikit uap air sehingga terjadilah

musim kemarau yang panjang.

Sejauh mana pengaruh El Niño di

Indonesia, sangat tergantung dengan kondisi

perairan wilayah. Fenomena El Niño yang

berpengaruh di wilayah Indonesia yang diikuti

berkurangnya curah hujan secara drastis, baru

akan terjadi bila kondisi suhu perairan

Indonesia cukup dingin. Namun bila kondisi

suhu perairan Indonesia cukup hangat tidak

berpengaruh terhadap kurangnya curah hujan

secara signifikan di Indonesia. Disamping itu,

mengingat luasnya wilayah Indonesia, tidak

seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh

fenomena El Niño (BMKG 2011).

2.3 Fenomena Monsun

Monsun merupakan angin yang bertiup

sepanjang tahun dan berganti arah dua kali

dalam setahun. Umumnya pada setengah

tahun pertama bertiup angin darat yang kering

dan setengah tahun berikutnya bertiup angin

laut yang basah. Pada bulan Oktober – April,

matahari berada pada belahan langit Selatan,

sehingga benua Australia lebih banyak

memperoleh pemanasan matahari dari benua

Asia. Akibatnya di Australia terdapat pusat

tekanan udara rendah (depresi) sedangkan di

Asia terdapatpusat-pusat tekanan udara tinggi

(kompresi). Keadaan ini menyebabkan arus

angin dari benua Asia ke benua Australia. Di

Indonesia angin ini merupakan angin musim

Timur Laut di belahan bumi Utara dan angin

musim Barat di belahan bumi Selatan. Oleh

karena angin ini melewati Samudra Pasifik

dan Samudra Hindia maka banyak membawa

uap air, sehingga pada umumnya di Indonesia

terjadi musim penghujan. Musim penghujan

meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia,

hanya saja persebarannya tidak merata. Makin

ke Timur curah hujan makin berkurang karena

kandungan uap airnya makin sedikit.

Ada dua ciri utama daripada iklim

Monsun, yakni adanya perbedaan yang tegas

antara musim basah (wet season) dan musim

kering (dry season) yang umumnya terjadi

pada periode Desember, Januari, dan februari

(DJF) dan Juni, Juli dan Agustus (JJA). Pada

tahun 1686, Edmund Halley mengemukakan

teori bahwa Monsun terjadi akibat adanya

perbedaan panas antara daratan dengan lautan

Page 14: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

5

sebagai hasil dari zenithal march matahari

(Chang 1984). Kata Monsun biasanya

digunakan hanya untuk system angin

(Neuwolt 1977). Ramage (1971) memberikan

kriteria untuk areal Monsun berdasarkan

sirkulasi permukaan bulan Januari dan Juli

sebagai berikut:

1. Pergeseran arah angin yang berlangsung

kurang lebih 120o antara bulan Januari dan

Juli.

2. Frekuensi rata-rata angin dominan pada

bulan Januari dan Juli melebihi 40%.

3. Rata-rata kecepatan resultan angin pada

salah satu bulan tersebut (Januari dan Juli)

melebihi 10 m/s.

4. Kurang dari satu siklon-antisiklon

alternatif terjadi setiap dua tahun di salah

satu bulan pada 5o latitude-longitude

rectangle.

Chang (1984) menyatakan angin dalam

sistem Monsun tersebut harus ditimbulkan

akibat efek thermal, dan bukan dari

pergerakan akibat angin dalam skala planetan

dan pressure belt. Ramage (1971)

mengemukakan bahwa ada dua sistem

Monsun di Asia, yaitu Monsun Musim Dingin

Asia Timur (the East Asian Winter Monsun)

dan Monsun Musim Panas Asia Selatan (the

South Asian Summer Monsun).

1. Monsun Musim Dingin Asia Timur (the

East Asian Winter Monsun).

Angin yang terjadi sekitar bulan Desember

– Februari. Angin monsun barat ini terjadi

ketika letak matahari berada di bagian

selatan bumi (Australia) yang

menyebabkan daerah selatan bersuhu lebih

tinggi (bertekanan rendah). Sedangkan di

bagian utara bumi (Asia) bersuhu lebih

rendah (bertekanan lebih tinggi). Dengan

sifat angin yang bergerak dari daerah

bertekanan tinggi menuju yang bertekanan

rendah, maka angin pun akan berhembus

dari Asia menuju Australia. Sehingga pada

periode ini, sebagian besar wilayah

Indonesia akan memiliki curah hujan yang

tinggi karena angin ini berhembus dengan

membawa banyak massa uap air ketika

melalui lautan luas dari arah Timur Laut

dari Pasifik menuju ke Selatan –

Tenggara.

2. Monsun Musim Panas Asia Selatan (the

South Asian Summer Monsun) Biasanya

terjadi pada bulan Juni-Agustus. Posisi

matahari berada di belahan utara bumi.

Sehingga di belahan utara (Asia) bersuhu

tinggi (bertekanan rendah), sedangkan di

belahan selatan (Australia) bersuhu rendah

(bertekanan tinggi). Maka angin akan

bertiup dari belahan selatan ke utara.

Angin bertiup dari arah Tenggara melalui

gurun pasir di bagian utara Australia yang

kering dan hanya melalui lautan yang

sempit, menuju Utara – Timur Laut dan

menyebabkan curah hujan sedikit di

sebagian besar wilayah Indonesia (musim

kemarau). Namun angin membawa udara

dingin dari arah Selatan yang sedang

musim dingin, sehingga cenderung saat

kemarau relatif lebih sejuk.

Gambar 4 Pola pergerakan Monsun Musim Dingin Asia Timur (the East Asian Winter Monsun)

dan Monsun Musim Panas Asia Selatan (the South Asian Summer Monsun).

Page 15: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

6

Asia Timur dan Asia sebelah Selatan

mempunyai sirkulasi Monsun yang terbesar

dan paling berkembang. Sedangkan Monsun

Asia Timur dan tenggara adalah Monsun yang

berkembang dengan baik dan Monsun di

Indonesia merupakan bagian dari Monsun

Asia Timur dan Asia Tenggara. Hal ini

disebabkan oleh besarnya Benua Asia dan

efek dari daratan tinggi Tibet terhadap aliran

udara (Prawirowardoyo 1996).

2.4 Analisis Spektral

Data deret waktu adalah data yang

merupakan fungsi atas waktu dan antar

pengamatannya terdapat suatu hubungan yang

disebut dengan istilah berautokorelasi,

sehingga untuk menyajikan bentuk hubungan

fungsional antara data dengan waktunya tidak

bisa menggunakan metode analisis regresi

biasa. Salah satu metode dalam analisis data

deret waktu yang jarang dibahas, padahal

peranannya sangat besar dalam melengkapi

informasi mengenai ciri (characters) data

deret waktu adalah analisis spektral. Analisis

spektral membahas mengenai cara menelaah

periodesitas data tersembunyi (hidden

periodecities) yang sulit diperoleh pada saat

kajian dilakukan pada kawasan (domain)

waktu. Kajian periodesitas data perlu

dilakukan untuk menambah informasi

mengenai karakteristik dari data deret waktu

tersebut, dan harus dilakukan pada kawasan

frekuensi melalui analisis spektral (Mulyana

2004).

2.4.1 FFT (Fast Fourier Transform)

Salah satu metode analisis spektral

yang umum digunakan adalah FFT (Fast

Fourier Transform). Data deret waktu dapat

dinyatakan sebagai deret fourier yang

merupakan fungsi harmonis, sehingga dengan

membangun fungsi spektrum kuasanya,

periodesitas data dapat ditentukan. Tetapi

menentukannya tidak dapat dalam kawasan

(domain) waktu, dan harus dalam kawasan

frekuensi sebab fungsi spektrum kuasa

merupakan fungsi atas autokorelasi dengan

frekuensi. Jika dilakukan pendugaan terhadap

fungsi spektrum kuasa, dan nilai-nilai

dugaannya dipetakan terhadap frekuensinya,

maka akan diperoleh sebuah garis spektrum.

Telaahan periodesitas data dilakukan terhadap

frekuensi yang berpasangan dengan titik-titik

puncak garis spektrumnya (Mulyana 2004).

Definisi deret fourier adalah sebagai

berikut (Hermawan 2003):

dimana:

Tranformasi Fourier (Tranformasi Fourier

kompleks atau Spektrum Fourier) dari suatu

fungsi f(t) adalah F(ω):

Persamaan ini merupakan analisis fourier dari

f(t).

adalah phase-lag spectrum dengan n = Ø, ±1,

±2, … -Ø(ω) yang juga disebut sebagai.

Langkah berikutnya adalah melakukan invers

transformasi Fourier sebagai berikut :

Persamaan ini merupakan sintesis fourier

dari f(t), yaitu sintesis dari berbagai komponen

spektral F(ω) ke fungsi asalnya f(t). Fungsi

f(t) dan F(ω) disebut pasangan fourier,

dualisme pasangan fungsi tersebut dinyatakan

dengan: f(t) ↔ F(ω). Dengan menggunakan

sifat ortogonalitas dari fungsi trigonometri,

faktor e-iωt berfungsi sebagai sebuah

operator, yang hanya mempunyai komponen

berfrekwensi ω dari f(t) atau dengan kata lain,

F(ω) adalah rata-rata dari komponen f(t)

tersebut yang mempunyai frekwensi ω.

Apabila F(ω) berada dalam satuan interval

frekuensi, kuantitas F(ω) disebut sebagai

kerapatan spektral atau spectral density, dan

|F(ω)| disebut kerapatan amplitudo atau

amplitudo density. (Hermawan 2003)

2.4.2 Transformasi Wavelet

Seperti halnya transformasi fourier,

transformasi wavelet digunakan juga untuk

menganalisis sinyal ataupun data.

Transformasi Wavelet (TW) adalah suatu alat

untuk memilah-milah data, fungsi atau

operator ke dalam komponen frekuensi yang

berbeda-beda, kemudian mempelajari setiap

komponen dengan suatu resolusi yang cocok

dengan skalanya (Tang 2009).

Page 16: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

7

Gambar 5 Skema Transformasi Wavelet

(Tang 2009)

2.5 Metode Box-Jenkins

Pengertian time series di sini adalah deret

atau urutan observasi atau pengamatan, dan

biasanya urutan ini berdasarkan waktu (Wei

1994). Analisis deret waktu diperkenalkan

pertama kali pada tahun 1970 oleh George E.

P. Box dan Gwilym M. pendekatan time series

dapat menggunakan metode analisis fungsi

autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial

untuk mempelajari perubahan data runtun

waktu. Untuk model perametrik seringkali

dikenal dengan analisis ARIMA (Von Storch

dan Zwier 1999).

Autoregressive Integrated Moving

Average (ARIMA) adalah model yang secara

penuh mengabaikan independen variabel

dalam membuat peramalan. ARIMA sering

juga disebut metode runtun waktu Box-

Jenskins. ARIMA sangat baik digunakan

untuk peramalan jangka pendek, sedangkan

untuk peramalan jangka panjang ketepatan

peramalan kurang baik. Arima biasanya akan

cenderung mendatar atau flat untuk periode

jangka waktu yang cukup panjang. ARIMA

menggunakan nilai masa lalu dan sekarang

dari variabel dependen untuk menghasilkan

peramalan jangka pendek yang akurat.

ARIMA sangat cocok jika observasi dari deret

waktu (time series) secara statistik

berhubungan satu sama lain (dependent).

2.5.1 Stasioneritas dan Nonstasioneritas

Perlu diperhatikan bahwa kebanyakan

data deret waktu bersifat nonstasioner dan

bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model

ARIMA hanya berkenan dengan data deret

waktu yang bersifat stasioner. Data stasioner

berarti tidak terdapat pertumbuhan atau

penurunan pada data. Data secara kasarnya

harus horizontal sepanjang sumbu waktu.

Dengan kata lain, fluktuasi data berada di

sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak

tergantung pada waktu dan varians dan

fluktuasi tersebut pada pokoknya tetap

konstan setiap waktu.

Suatu data yang tidak stasioner harus diubah

menjadi data yang stasioner dengan

melakukan differencing. Yang dimaksud

dengan differencing adalah menghitung

perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai

selisih yang diperoleh dicek ulang apakah data

tersebut sudah stasioner atau tidak. Apabila

data tersebut belum stasioner maka dilakukan

differencing lagi. Jika varians tidak stasioner,

maka dilakukan transformasi logaritma.

2.5.2 Fungsi Autokorelasi dan Fungsi

Autokorelasi Parsial

Konsepsi autokorelasi setara dengan

korelasi Pearson untuk data bivariat, yang

berarti, autokorelasi merupakan korelasi

antara suatuderet dengan dirinya sendiri.

Koefisien autokorelasi menunjukkan keeratan

hubungan dengan nilai peubah yang

samadalam periode waktu yang berbeda

(Makridakis 1983). Notasi untuk fungsi

autokorelasi adalah

dengan k = 0,1,2,...

Dalam analisis data deret waktu untuk

mendapatkan hasil yang baik, nilai n harus

cukup besar, dan autokorelasi disebut berarti

jika nilai k cukup kecil dibandingkan dengan

n, sehingga bisa dianggap.

Seperti halnya autokorelasi yang

merupakan fungsi atas lagnya, yang

hubungannya dinamakan fungsi autokorelasi

(ACF), autokorelasi parsial juga merupakan

fungsi atas lagnya, dan hubungannya

dinamakan Fungsi Autokorelasi Parsial

(partial autocorrelation function, PACF).

Gambar dari ACF dan PACF dinamakan

korelogram (correlogram) dan dapat

digunakan untuk menelaah signifikansi

autokorelasi dan kestasioneran data. Jika

gambar ACF membangun sebuah histogram

yang menurun (pola eksponensial), maka

autokorelasi signifikans atau data

berautokorelasi, dan jika diikuti oleh gambar

PACF yang histogramnya langsung terpotong

pada lag-2, maka data tidak stasioner, dan

dapat distasionerkan melalui proses diferensi.

Tabel 2 Acuan model ACF dan PACF

Page 17: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

8

2.5.3 Klasifikasi Model ARIMA

Model Box-Jenkins (ARIMA) dibagi

kedalam 3 kelompok, yaitu: model

autoregressive (AR), moving average (MA),

dan model campuran ARIMA (autoregresive

moving average) yang mempunyai

karakteristik dari dua model pertama.

1) Autoregressive Model (AR)

Bentuk umum model autoregressive

dengan ordo p (AR(p)) atau model ARIMA

(p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:

Dimana,

Zt = deret waktu stasioner

Φp = koefisien model autoregresif

Zt-p = nilai masa lalu yang berhubungan

at = residual pada waktu t

2) Moving Average Model (MA)

Bentuk umum model moving average

ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q).

Persamaan moving avergae ditunjukkan oleh

Dimana,

Zt = deret waktu stasioner

θp = koefisien model moving average

at-q = residual lampau yang digunakan oleh

model

3) Model campuran

a. Proses ARMA

Model ARMA merupakan gabungan dari

model autoregresif dan moving average.

Asumsi yang diterapkan adalah ketika deret

waktu merupakan campuran dari fungsi

autoregresif dan moving average, maka

persamaan model ARMA (p,q) menjadi:

Zt = ϕ1Zt-1 + ϕ2Zt-2 +...+ ϕpZt-p + at - θ1at-1 - θ2at-

2-...-θqat-q

Dimana Zt dan atsama seperti sebelumnya, Zt

adalah konstanta, ϕ dan θ adalah koefisien

model. Zt dikatakan proses campuran

autoregressive moving average orde p dan q.

b. Proses ARIMA

Apabila nonstasioneritas ditambahkan

pada campuran proses ARMA, maka model

umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. secara

umum persamaan untuk model ARIMA

(1,1,1) adalah:

Zt = (1+Ø1)Zt-1 + (-Ø1)Zt-2 + at – θ1 at-1

Nilai ordo dari proses autoregressive dan

moving average diduga secara visual dari plot

ACF dan PACF. Plot tersebut menampilkan

distribusi koefisien autokorelasi dan koefisien

autokorelasi parsial.

Plot yang tampak dalam plot ACF dan PACF

dapat digunakan dalam pendugaan ordo MA

dan AR karena masing – masing model

memiliki pola yang khusus. Secara teoritis ρk

= 0 bagi k > q dalam model MA(q) dan ϕkk =

0 bagi k > pdalam model AR(p). Arti dari

ARIMA (p,d,q) sendiri adalah model tersebut

menggunakan p nilai lag dependen, d tingkat

proses pembedaan, dan q lag residual.

2.6 Korelasi Silang

Korelasi menunjukkan adanya

hubungan keeratan antara dua variabel atau

lebih. Jika dua variabel atau lebih tersebut

saling berhubungan maka hasilnya dapat

ditentukan dengan nilai koefisien korelasi

yang berkisar antara -1 dan +1. Nilai koefisien

korelasi menunjukkan berbagai derajat

hubungan dari yang sangat lemah hingga

sangat kuat.

Karakteristik korelasi silang sama

dengan korelasi biasa dengan nilai berkisar

antara -1 dan +1 yang berfungsi sebagai

autokorelasi di dalam pemodelan untuk

analisis deret berkala inivariat, korelasi silang

sangat berperan penting dalam pemodelan

multivariate yang berhubungan dengan suatu

data time series dengan adanya suatu

hubungan antara satu deret yang

dilambangkan dengan lag dengan yang

lainnya dan sebaliknya (Makridakis 1983).

Perhatikan dua buah proses stokastik, Xt

dan Yt, t = 0, ± 1, ± 2, . . .. X t dan Yt

dikatakan stasioner gabungan ( jointly

stationary), jika Xt dan Yt masing-

masingmerupakan proses stasioner, dan

kovarians silang (cross-covariance) Xt dengan

Ys, kov.(Xt, Ys) hanya merupakan fungsi atas

selisih waktu (t – s). Untuk beberapa kasus

kovarians silang Xt dengan Yt, didefinisikan

oleh

µx dan µy masing-masing rata-rata hitung Xt

dan Yt , k = 0, ± 1, ± 2, . . . karena γ XY(k)

merupakan fungsi atas k, maka γ XY(k)

selanjutnya ditulis, γ XY(k), dan dinamakan

fungsi kovarians silang. Jika varians Xt dan

Yt masing-masing σ x2 dan σ y

2, maka fungsi

dinamakan fungsi korelasi silang (cross-

dorrelation function, CCF), yang merupakan

bentuk standarisasi dari fungsi kovarians

silang. Jika ditelaah dari deskripsinya, fungsi

korelasi silang merupakan formulasi umum

dari fungsi autokorelasi (ACF), sebab γ XX(k)

= γ X

(k) tetapi perbedaannya, jika autokorelasi

merupakan bentuk simetris, artinya ρX(k)

=ρX(−k), sedangkan fungsi korelasi silang

Page 18: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

9

tidak simetris sebab ρXX(k) ≠ ρXX(−k).

Jika nilai ACF sebagai ukuran kekuatan dari

hubungan antar pengamatan, maka nilai CCF

selain sebagai ukuran kekuatan hubungan

antar variabel, nilai dari CCF juga sebagai

ukuran arah hubungan. Untuk mendapatkan

gambaran secara menyeluruh mengenai

hubungan antara data deret waktu Xt dengan

Yt, pengujian mengenai CCF, ρXX(k), harus

dilakukan untuk k > 0 dan k < 0, melalui

analisis korelasi silang atau gambar CCF yang

biasa dinamakan korelogram silang (cross

correlogram) (Mulyana 2004).

2.7 Regresi Linear Berganda

Analisis Multivariat (Multivariat

Analysis) merupakan salah satu jenis analisis

statistik yang digunakan untuk menganalisis

data dimana data yang digunakan berupa

banyak peubah bebas (independen variabels)

dan juga banyak peubah terikat (dependen

variabels). Analisis Regresi Linear Ganda atau

sering disebut juga Analisis Multiple

Regression Linear merupakan perluasan dari

Simple Regression Linear (Regresi Linear

Sederhana). Pada analisis ini bentuk

hubungannya adalah beberapa variabel bebas

terhadap satu variabel terikat. Misalkan untuk

mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan

tekanan darah sistolik (variabel Y) analisis

dilakukan dengan melibatkan kadar glukosa

darah (variabel X1), kadar kolesterol darah

(X2) dan Berat Badan (X3). Perbedaan

dengan analisis-analisis statistik yang lain

adalah bahwa jumlah peubah tak bebas pada

analisis statistik lain, seperti analisis regresi

ganda, terdiri dari hanya satu peubah misalnya

(Y) tetapi pada analisis multivariat, peubah

terikat dapat berjumlah lebih dari satu

(misalnya Y1, Y2, ……….Yq). Secara

sederhana model persamaan regresi ganda

digambarkan sebagai berikut :

Y = a + b1X1+b2X2+…+bnXn+e

Keterangan :

Y = variabel terikat

a = konstanta

b1,b2 = koefisien regresi

X1, X2 = variabel bebas

e = nilai kesalahan (error) yaitu selisih

antara nilai Y individual yang

teramati dengan nilai Y

sesungguhnya pada titik X tertentu

Menurut (Yusuf 2003) Untuk

menentukan model yang paling fit

(sesuai/cocok) menggambarkan faktor-faktor

yang terkait dengan variabel dependen

(terikat). Model Regresi Ganda dapat berguna

untuk dua hal, yaitu :

Prediksi, memperkirakan variabel

dependen dengan menggunakan informasi

yang ada pada sebuah atau beberapa

variabel independen. Misalnya kita

melakukan analisis variabel independen

kadar glukosa darah, kadar kolesterol

darah dan BB dihubungkan dengan

tekanan darah sistolik. Dari hasil regresi,

seseorang individu dapat diperkirakan

tekanan darahnya pada kadar glukosa,

kolesterol dan BB tertentu.

Estimasi, mengkuantifikasi hubungan

sebuah atau beberapa variabel independen

dengan sebuah variabel dependen.

Difungsi ini regresi dapat digunakan untuk

mengetahui variabel independen apa saja

yang berhubungan dengan variabel

dependen. Difungsi ini regresi dapat

digunakan untuk mengetahui variabel

independen apa saja yang berhubungan

dengan variabel dependen. Selain itu kita

dapat mengetahui seberapa besar

hubungan masing-masing variabel

independen dengan dependen setelah

memperhitungkan/mengontrol variabel

independen lainnya. Dari analisis tersebut

dapat diketahui variabel mana yang paling

besar pengaruhnya/dominan dalam

mempengaruhi variabel dependen, yang

ditujukan dari nilai koefisien regresi (b)

yang sudah distandarisasi yaitu nilai beta.

Analisis regresi berganda ini memiliki

tujuan untuk memperkirakan/meramalkan

nilai Y, jika semua variable bebas diketahui

nilainya. Persamaan regresi linear berganda

dibentuk dengan menggunakan metode

kuadrat terkecil (least square method). Selain

itu juga untuk mengetahui besarnya pengaruh

dari setiap variable bebas yang terdapat dalam

persamaan (Avip 2007).

III. DATA DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret

hingga Agustus 2011 di bagian Pemodelan

Atmosfer Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung dan

Laboratorium Klimatologi Departemen

Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian

Bogor (IPB).

Page 19: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

10

3.2 Alat dan Data yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Laptop dengan software MATLAB

versi 2008a, SPSS versi 16.0, Minitab 15,

Microsoft excel dan Microsoft word 2007.

Data yang digunakan dalam penelitian kali ini

adalah sebagai berikut:

a. Data curah hujan bulanan daerah

Lampung, Sumbawa Besar, Indramayu,

Banjar Baru, dan Pandeglang periode

1976–2000.

b. Data Nino 3.4 yang diperoleh dari

(http://www.cpc.noaa.gov/data/indices/

nino34.mth.ascii.txt). Periode 1950-2009

c. Data Monsoon Index periode 1950-2009

• Australian Monsoon Index (AUSMI)

• Western North Pasific Monsoon

Index (WNPMI)

• Indian Summer Monsoon Index

(ISMI)

Data indeks monsun diperoleh dari:

http://iprc.soest.hawaii.edu/users/ykaji/

monsoon/realtime-monidx.html

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Anomali Curah Hujan

Sebelum melakukan tahapan penelitian

lebih lanjut, tahap awal penelitian yaitu

mengubah data curah hujan bulanan menjadi

suatu data anomali, tujuannya agar data

tersebut lebih mudah diolah. Ada berbagai

macam cara pengolahan data curah hujan

menjadi data anomali. Dalam penelitian ini,

metode yang digunakan adalah

Rumus diatas digunakan dengan tujuan

agar sifat monsunal pada data curah hujan

bulanan tidak dihilangkan. Setelah data curah

hujan berbentuk anomali, maka dapat

dilakukan tahap-tahap penelitian selanjutnya.

3.3.2 Analisis Spektral

Salah satu metode dalam analisis data

deret waktu yang jarang dibahas, padahal

peranannya sangat besar dalam melengkapi

informasi mengenai ciri (characters) data

deret waktu adalah analisis spektral. Analisis

spektral membahas mengenai cara menelaah

periodesitas data tersembunyi (hidden

periodecities) yang sulit diperoleh pada saat

kajian dilakukan pada kawasan (domain)

waktu. Kajian periodesitas data perlu

dilakukan untuk menambah informasi

mengenai karakteristik dari data deret waktu

tersebut, dan harus dilakukan pada kawasan

frekuensi melalui analisis spektral (Mulyana

2004).

3.3.2.1 FFT (Fast Fourier Transform)

Salah satu metode analisis spektral yang

umum digunakan adalah FFT (Fast Fourier

Transform). Data deret waktu dapat

dinyatakan sebagai deret fourier yang

merupakan fungsi harmonis, sehingga dengan

membangun fungsi spektrum kuasanya,

periodesitas data dapat ditentukan.

3.3.2.2 Transformasi Wavelet

Seperti halnya transformasi fourier,

transformasi wavelet digunakan juga untuk

menganalisis sinyal ataupun data.

Transformasi Wavelet (TW) adalah suatu alat

untuk memilah-milah data, fungsi atau

operator ke dalam komponen frekuensi yang

berbeda-beda, kemudian mempelajari setiap

komponen dengan suatu resolusi yang cocok

dengan skalanya. (Tang 2009)

3.3.3 Analisis Statistik

Analisis statistik pada penelitian kali ini

menggunakan dua metode yaitu: metode

korelasi silang dan metode pendekatan Box-

jenkins.

3.3.3.1 Metode Korelasi Silang

Korelasi menunjukkan adanya

hubungan keeratan antara dua variabel atau

lebih. Jika dua variabel atau lebih tersebut

saling berhubungan maka hasilnya dapat

ditentukan dengan nilai koefisien korelasi

yang berkisar antara -1 dan +1.

3.3.3.2 Analisis Multivariat

Analisis Regresi Linear Berganda

(multivariat) digunakan untuk mengukur

pengaruh antara lebih dari satu variabel

predictor (variabel bebas) terhadap variabel

terikat. Adapun persamaan umum dari regresi

berganda adalah

Y = a + b1X1+b2X2+…+bnXn

Keterangan : Y = variabel terikat

a = konstanta

b1,b2 = koefisien regresi

X1, X2 = variabel bebas

Analisis regresi berganda dalam

penelitian digunakan untuk membuktikan

hubungan antara interaksi fenomena monsun

dan Nino3.4 terhadap curah hujan. Analisis

regresi berganda dapat digunakan untuk

menentukan model prediksi awal pengaruh

antara interaksi monsun dan Nino3.4 terhadap

curah hujan. Selain itu, dapat juga digunakan

untuk menentukan berapa lamakah waktu

tunggu iklim global dapat mempengaruhi

curah hujan di wilayah kajian. Analisis ini

dilakukan dengan bantuan software SPSS 16.0

dan Microsoft excel.

Page 20: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

11

3.3.3.3 Metode Pendekatan Box-Jenskins

Menurut Makridakis 1983 metode ini

menggunakan beberapa tahapan-tahapan yang

perlu dilakukan sebelum membuat model.

Tahap 1: Identifikasi Model

Cara yang dilakukan pada tahapan

identifikasi model adalah:

Plot data aktual (data iklim global yang

meliputi AUSMI, WNPMI dan Nino 3.4)

sehingga dapat terlihat apakah data tersebut

stasioner atau tidak. Apabila data belum

stasioner maka data harus distasionerkan

terlebih dahulu agar data dapat dimodelkan.

Melihat plot dari fungsi autokorelasi (ACF)

dan fungsi autokorelasi parsial (PACF)

untuk melihat model data.

Apabila ACF signifikan pada lag (lead

time) q dan PACF menurun secara

eksponensial, maka data dapat dimodelkan

dengan model MA(q) (Moving average

derajat q) dan jika ACF turun secara

eksponensial dan PACF signifikan pada lag p

maka data dapat dimodelkan dengan model

AR(p) (Autoregresif derajat p). Apabila kedua

hal tersebut tidak diperoleh, ada kemungkinan

model merupakan gabungan antara AR dan

MA atau ARMA(p,q).

Gambar 6 Skema pendekatan Box-Jenskin.

Tahap 2: Pendugaan Parameter Model

Cara-cara yang dapat dilakukan adalah:

Cara mencoba-coba (trial and error),

menguji beberapa nilai yang berbeda dan

memilih salah satu nilai tersebut

(sekumpulan nilai apabila terdapat lebih

dari satu parameter yang akan ditaksir) yang

meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa

(sum of squared residuals)

Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran

awal dan kemudian membiarkan program

computer memperhalus penaksiran tersebut

secara iteratif (Makridakis 1983).

Tahap 3: Pengujian atau Validasi Model

Setelah berhasil menduga nilai parameter

dari model ARIMA selanjutnya melakukan

pemeriksaan diagnostic untuk membuktikan

bahwa model tersebut cukup memadai. Cara

yang dapat dilakukan adalah dengan

mempelajari nilai sisa (residual) untuk

melihat apakah masih terdapat model yang

dapat dipertimbangkan. Kedua dengan cara

mempelajari statistik sampling dari

pemecahan optimum untuk melihat apakah

model masih dapat disederhanakan

(Makridakis 1983).

Tahap 4: Penetapan Model ARIMA

Tahap ini merupakan tahap terakhir

dimana kita dapat melakukan prakiraan

(forecasting) dari model yang kita buat.

3.4 Lokasi Kajian

Gambar 7 Wilayah kajian

Page 21: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

12

3.5 Tahapan Penelitian

Gambar 8 Diagram alir penelitian

Page 22: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adanya perubahan perilaku iklim di

Indonesia dengan munculnya curah hujan

yang ekstrim tidak terlewati oleh pengaruh

fenomena iklim global. El Niño menjadi

faktor dominan yang mempengaruhi

keragaman iklim global. Pengaruhnya

terhadap perilaku curah hujan monsunal di

Indonesia menarik perhatian untuk mengkaji

lebih dalam mengenai interaksi atmosfer dan

lautan.

4.1 Analisis Data Curah hujan

Curah hujan merupakan jumlah air yang

jatuh di permukaan tanah datar selama periode

tertentu yang diukur dengan satuan tinggi

(mm). Secara umum, pola curah hujan di

Indonesia terbagi menjadi 3 tipe: monsunal,

ekuatorial, dan lokal. Penelitian ini

menggunakan data curah hujan wilayah

Lampung, Sumbawa Besar, Indramayu,

Banjarbaru, dan Pandeglang untuk melihat

pengaruh interaksi El Niño dan monsun

terhadap kondisi curah hujan di wilayah

kajian.

Gambar 9 menunjukkan adanya fase

positif (+) dan negatif (-). Fase positif (+)

merupakan suatu fase dimana dalam periode

tertentu pada suatu wilayah mengalami hujan

atau kondisi basah yang biasanya terjadi pada

bulan DJF (Desember, Januari, Februari)

dengan nilai puncak maksimum pada bulan

Januari, sedangkan untuk fase negatif (-)

merupakan suatu fase dimana dalam periode

tertentu pada suatu wilayah tidak turun hujan

dan mengalami kondisi yang kering yang

biasanya terjadi pada bulan JJA (Juni, Juli,

Agustus) dengan nilai puncak minimum pada

bulan Juli.

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat

bahwa wilayah Lampung, Sumbawa Besar,

Indramayu, Banjarbaru, dan Pandeglang

memiliki tipe hujan monsunal yang dicirikan

oleh distribusi curah hujan bulanan berbentuk

huruf V dengan jumlah curah hujan musiman

terendah terjadi pada bulan kering (JJA) dan

tertinggi pada bulan basah (DJF). Wilayah

dengan pola curah hujan monsunal memiliki

perbedaan yang jelas antara periode musim

hujan dan periode musim kering. Berdasarkan

penjelasan dari BMKG dalam Marjuki 2011,

curah hujan bulanan ketika dalam

kondisi basah (musim penghujan) adalah >

150 mm, sedangkan curah hujan bulanan

ketika dalam kondisi kering (musim kemarau)

adalah < 150 mm.

Berdasarkan hasil deret waktu curah

hujan yang telah diperoleh dapat dilihat

bahwa wilayah-wilayah yang memiliki hujan

tipe monsunal antara puncak yang satu dengan

yang lain baik puncak maksimum maupun

puncak minimum memiliki periode atau

osilasi 12 bulan. Berbeda dengan wilayah

kajian yang memiliki hujan tipe equatorial

dalam satu tahun terdapat dua puncak

maksimum dengan osilasi yang nyata terlihat

antara 6 bulan.

Untuk melihat adanya osilasi yang nyata

terhadap data curah hujan di wilayah

Lampung, Sumbawa Besar, Indramayu,

Banjarbaru, dan Pandeglang selain

menggunakan analisis deret waktu, dapat juga

dilakukan analisis PSD (Power Spectral

Density) seperti gambar 10.

Jan-76 Jan-77 Jan-78 Jan-79 Jan-80 Jan-81 Jan-82 Jan-83 Jan-84 Jan-85 Jan-86 Jan-87 Jan-88 Jan-89 Jan-90 Jan-91 Jan-92 Jan-93 Jan-94 Jan-95 Jan-96 Jan-97 Jan-98 Jan-99 Jan-00-400

-200

0

200

400

600

800

1000

1200

Waktu

An

om

ali

SUMBAWA BESAR

INDRAMAYU

BANJARBARU

PANDEGLANG

LAMPUNG

Gambar 9 Deret waktu anomali curah hujan berbagai wilayah di Indonesia periode 1976-2000.

Page 23: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

14

1 6 12 180

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5x 10

8

Periode (bulan)

Ene

rgi S

pekt

ral

SUMBAWA BESAR

INDRAMAYU

BANJAR BARU

PANDEGLANG

LAMPUNG

Gambar 10 Power Spektral Density (PSD) curah hujan periode 1976-2000.

Analisis PSD (Power Spectral Density)

merupakan salah satu metode yang digunakan

untuk mengetahui periodesitas dari suatu data

deret waktu. Pada gambar 10 dapat dilihat

bahwa wilayah-wilayah kajian yang bertipe

curah hujan monsunal (Lampung, Sumbawa

Besar, Indramayu, Banjarbaru, dan

Pandeglang) menunjukkan pola osilasi

dominan 12 bulanan. Hal ini terlihat dari

puncak energi spektral masing-masing

wilayah kajian berada pada periode 12

bulanan, artinya kejadian kuat akan berulang

dalam selang waktu 12 bulanan. Wilayah

Indramayu dan Banjarbaru memiliki puncak

yang lebih tinggi dibandingkan wilayah

Lampung, Sumbawa Besar, dan Pandeglang,

hal ini berarti kekuatan monsun di wilayah

Indramayu dan Banjarbaru lebih kuat

dibandingkan wilayah lainnya.

4.2 Analisis Monsun dan Nino 3.4

Monsun merupakan siklus tahunan yang

membedakan secara tegas keadaan atmosfer

ketika musim basah dan musim kering.

Menurut Webster 1987 monsun juga

merupakan suatu fenomena yang kuat dan

luas sehingga suatu sistem monsun dapat

mempengaruhi suatu wilayah yang luas.

Fenomena ini juga sangat berpengaruh

terhadap penentuan awal musim hujan dan

musim kering.

Menurut Bhalme 1991, El Niño

merupakan anomali suhu permukaan laut yang

terjadi di daerah khatulistiwa bagian tengah

dan timur, yaitu menghangatnya permukaan

laut hingga mencapai suhu satu derajat di atas

standar deviasi rata – rata bulanan selama

empat bulan berturut – turut. Secara umum

hubungan antara monsun dengan Nino 3.4

adalah berbanding terbalik, artinya apabila

monsun melemah maka Nino 3.4 akan

menguat dan begitu juga sebaliknya semakin

melemahnya monsun maka Nino 3.4 akan

semakin menguat.

Jan-76 Jan-77 Jan-78 Jan-79 Jan-80 Jan-81 Jan-82 Jan-83 Jan-84 Jan-85 Jan-86 Jan-87 Jan-88 Jan-89 Jan-90 Jan-91 Jan-92 Jan-93 Jan-94 Jan-95 Jan-96 Jan-97 Jan-98 Jan-99 Jan-00-15

-10

-5

0

5

10

15

Waktu

Ind

eks

ISMI WNPMI AUSMI NINO3.4

Gambar 11 Deret waktu data iklim global periode 1976 – 2000.

Page 24: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

15

Berdasarkan hasil plot (Gambar 11) data

monsun indeks (ISMI, WNPMI, dan AUSMI)

dengan Nino 3.4 dapat dilihat bahwa tidak

selamanya kedua fenomena tersebut

berbanding terbalik. Monsun ASIA (ISMI dan

WNPMI) sendiri berbanding terbalik dengan

monsun AUSTRALIA (AUSMI), ketika

AUSMI menguat maka monsun ASIA

melemah dan sebaliknya ketika AUSMI

melemah maka monsun ASIA menguat.

Namun ketika digabungkan dengan Nino 3.4,

ada kalanya monsun Asia maupun monsun

AUSTRALIA sama-sama menguat dengan

Nino 3.4, begitu juga sebaliknya ketika Nino

3.4 melemah maka ketiga indeks monsun

tersebut juga melemah.

4.3 Analisis Spektral Monsun dan Nino 3.4

Analisis PSD (Power Spectral Density)

untuk indeks monsun (ISMI, WNPMI, dan

AUSMI) dapat dilihat pada gambar 6. Pada

gambar terlihat bahwa ISMI, WNPMI, dan

AUSMI memiliki osilasi dominan sekitar 12

bulanan artinya kejadian kuat akan terjadi

sekali dalam waktu 12 bulan. Selain itu osilasi

6 bulanan juga terlihat. Osilasi 6 bulan berarti

dalam 1 tahun terjadi dua kejadian kuat

dengan masing-masing kejadian memiliki

periode 6 bulanan.

Selain analisis PSD, untuk memperjelas

periodesitas data digunakan juga analisis

wavelet. Monsun (ISMI, WNPMI, dan

AUSMI) memiliki osilasi dominan sekitar 12

bulanan yang ditunjukkan oleh spektrum

wavelet global pada gambar 13b (ISMI), 14b

(WNPMI), dan 15b (AUSMI). Spektrum

kuasa wavelet (13a, 14a, dan 15a)

menunjukkan kekuatan osilasi tiap monsun.

Spektrum warna wavelet yang yang semakin

mengarah ke warna merah menunjukkan

indeks monsun yang semakin kuat dan warna

wavelet yang semakin mengarah ke warna

biru menunjukkan indeks monsun yang

semakin lemah. ISMI, WNPMI, dan AUSMI

memiliki pola yang sama. Spektrum warna

wavelet yang berwarna merah pada tahun

1976-2000 berada pada periode 12 bulanan.

Untuk mempertajam analisis PSD pada

Nino 3.4, digunakan analisis wavelet

ditunjukkan oleh gambar 16. Spektrum

wavelet global Nino 3.4 (16b) semakin

mempertegas bahwa kejadian kuat Nino 3.4

akan berulang dalam waktu 60 bulan. Gambar

16a merupakan spektrum kuasa wavelet Nino

3.4. Spektrum warna wavelet yang yang

semakin mengarah ke warna merah

menunjukkan anomali suhu muka laut yang

semakin menghangat atau berada pada fase

positif di atas 0oC. Spektrum warna wavelet

yang semakin mengarah ke warna biru

menunjukkan anomali suhu muka laut yang

semakin mendingin atau berada pada fase

negatif di bawah 0oC.

1 6 12 180

2

4

6

8

10

12

14

16x 10

5

Periode (bulan)

En

erg

i S

pektr

al

ISMI

WNPMI

AUSMI

1 6 12 18 2224 30 3638 43 600

2000

4000

6000

8000

10000

12000

Periode (bulan)

En

erg

i S

pektr

al

Power Spectral Density NINO3.4 Periode Jan 1976 - Ags 2000

NINO3.4

(a) (b)

Gambar 12 Power Spektral Density (PSD) indeks monsun (a) dan Nino 3.4 (b) periode 1976 –

2000

Time Observation

Pe

rio

d (

mo

nth

)

a) The Wavelet Power Spectrum

76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00

4

8

16

32

64

128

256 -4

-2

0

2

4

0 200 400 600

4

8

16

32

64

128

256

b) The Global Wavelet Spectrum

Gambar 13 Wavelet Indian Summer Monsun Index (ISMI) periode 1976 – 2000

Page 25: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

16

Time Observation

Pe

rio

d (

mo

nth

)

a) The Wavelet Power Spectrum

76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00

4

8

16

32

64

128

256 -4

-2

0

2

4

0 200 400 600

4

8

16

32

64

128

256

b) The Global Wavelet Spectrum

Gambar 14 Wavelet Western North Pacific Monsun Index (WNPMI) periode 1976 – 2000

Time Observation

Peri

od

(m

on

th)

a) The Wavelet Power Spectrum

76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00

4

8

16

32

64

128

256 -4

-2

0

2

4

0 50 100 150 200 250

4

8

16

32

64

128

256

b) The Global Wavelet Spectrum

Gambar 15 Wavelet Australia Monsun Index (AUSMI) periode 1976 – 2000

Time Observation

Peri

od

(m

on

th)

a) The Wavelet Power Spectrum

76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 00

4

8

16

32

64

128

256 -4

-2

0

2

4

0 5 10 15 20

4

8

16

32

64

128

256

b) The Global Wavelet Spectrum

Gambar 16 Wavelet Nino 3.4 periode 1976 – 2000

Gambar 17 Mean varians monsun dan Nino 3.4 periode 1976 – 2000

Analisis varians pada gambar 17

menunjukkan nilai rata-rata sebaran data deret

waktu. Mean varians (rata-rata varians)

merupakan suatu kisaran nilai rata-rata data

menyimpang dari kondisi normalnya. Jika

dibandingkan, monsun (ISMI, WNPMI,

AUSMI) dan Nino 3.4 menunjukkan puncak

yang sama pada tahun 1997-1998. Akan

tetapi, pola rata-rata varians AUSMI dan

WNPMI yang hampir menyamai pola

pergerakan rata-rata varians Nino 3.4 pada

periode 1976-2000. Tahun 1997-1998

merupakan tahun El Niño kuat (1997) dan

langsung disambut tahun La Nina (1998).

Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya

mengenai pemodelan untuk memprediksi

curah hujan monsunal wilayah kajian maka

dapat menggunakan variabel AUSMI,

WNPMI dan Nino 3.4.

Page 26: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

17

4.4 Analisis Statistik Data Curah Hujan

dan Data Iklim Global

Berdasarkan ketiga monsun (ISMI,

WNPMI dan AUSMI) yang akan dianalisis

lebih lanjut dan dilihat pengaruhnya apabila

digabungkan dengan Nino 3.4 adalah AUSMI

dan WNPMI. Kedua monsun ini merupakan

monsun yang memiliki pengaruh yang besar

terhadap wilayah Indonesia dimana ketika

dalam kondisi basah monsun ASIA yang

berperan dan salah satunya WNPMI,

sedangkan ketika Indonesia dalam keadaan

kering monsun AUSTRALIA yang akan

berberan secara langsung. Ketika monsun

menguat dan Nino 3.4 melemah, di Indonesia

akan mengalami kondisi yang basah.

Sebaliknya apabila monsun melemah dan

Nino 3.4 menguat maka sebagian besar

wilayah Indonesia akan mengalami kondisi

yang cenderung kering.

Gambar 18 Diagram batang fenomena interkoneksi dan curah hujan periode 1996-1999

Page 27: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

18

Gambar 18 menjelaskan kondisi pada

tahun 1996–1999 baik dari segi

interkoneksinya maupun dari curah hujan.

Pada gambar terlihat, secara keseluruhan

curah hujan mengalami kondisi ekstrim akibat

terjadi interkoneksi antara monsun dan El

Niño. Pada gambar dapat dilihat bahwa pola

curah hujan seluruh wilayah kajian mengikuti

pola interaksi antara monsun dan Nino 3.4.

Akibat dari interkoneksi kedua fenomena

tersebut ditunjukkan oleh curah hujan yang

ekstrim kering pada tahun 1997 dilanjutkan

dengan curah hujan yang ekstrim basah pada

tahun 1998.

4.5 Analisis Korelasi Silang

Asumsi mendasar interaksi antara

monsun dan Nino 3.4 ialah curah hujan yang

terjadi atau turun di suatu wilayah dipengaruhi

oleh iklim global, maka curah hujan yang

akan turun di suatu wilayah merupakan fungsi

dari fenomena global diatas yang

disederhanakan menjadi : CH = f (AUSMI,

WNPMI, Nino3.4) (Hermawan 2010). Dari

asumsi tersebut didapatkan sebuah persamaan

multivariate (tabel 3) dari masing-masing

wilayah.

Persamaan Multivariate menjelaskan

peranan masing-masing fenomena iklim

dalam mempengaruhi curah hujan wilayah

kajian. Persamaan multivariate (tabel 3)

digunakan untuk membuat curah hujan model

yang akan dipakai untuk membuat model

prediksi. Keeratan antara curah hujan model

dengan curah hujan pengamatan dijelaskan

melalui nilai koefisien korelasi (r). Korelasi

merupakan teknik analisis yang termasuk

dalam salah satu teknik pengukuran hubungan

mengenai ada atau tidaknya hubungan antara

dua fenomena atau lebih (Hasan 2003).

Wilayah Banjarbaru memiliki nilai korelasi

(r) yang lebih besar dibandingkan dengan

wilayah kajian lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa wilayah Banjarbaru menunjukkan

respon yang lebih besar pada telekoneksi yang

menurunkan curah hujan di daerah tersebut.

Analisis Cross Correlation Fungtion

(CCF) digunakan untuk mengetahui waktu

tunda atau lag time antara fenomena interaksi

(AUSMI dan El Niño) terhadap curah hujan.

Tanda positif (+) dan negatif (-) pada nilai

CCF menunjukkan arah hubungan terhadap

dua variabel. Jika nilai CCF memiliki tanda

(+) berarti kedua variabel memiliki hubungan

yang berbanding lurus dan sebaliknya, apabila

nilai CCF memiliki nilai negatif (-) maka

kedua variabel memiliki hubungan yang

berbanding terbalik.

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa seluruh

wilayah kajian (Lampung, Sumbawa Besar,

Indramayu, Banjarbaru dan Pandeglang)

memiliki nilai CCF yang positif (+), hal ini

menunjukkan bahwa fenomena interaksi

antara monsun dan El Niño terhadap curah

hujan memiliki hubungan yang berbanding

lurus. Artinnya apabila fenomena interaksi

menguat maka curah hujan di wilayah kajian

akan meningkat, begitu juga sebaliknya

semakin melemahnya fenomena interaksi

maka curah hujan di wilayah kajian akan

semakin menurun.

Selain mengetahui nilai CCF, pada tabel

3 dapat dilihat juga seberapa lama lag time

atau waktu tunda di beberapa wilayah kajian.

Lag time atau waktu tunda ini merupakan

waktu yang dibutuhkan oleh fenomena

interaksi monsun dan El Niño untuk dapat

mempengaruhi curah hujan di wilayah kajian.

Pada tabel dapat dilihat bahwa seluruh

wilayah kajian (Lampung, Sumbawa Besar,

Indramayu, Banjarbaru, dan Pandeglang)

memiliki lag time 0 bulan. Artinya antara

kejadian interaksi monsun dan El Niño tidak

memiliki waktu tunda untuk mempengaruhi

curah hujan di wilayah tersebut.

Tabel 3 Kaitan Interaksi antara dua Fenomena (AUSMI – WNPMI – Nino3.4) dengan Curah

Hujan Bulanan Periode 1976 – 2000.

KOTA CCF Lag time

(bulan) Error r2 Persamaan Multivariant

Sumbawa Besar 0.692 0 78.23313 0.532 Y = 16.267X1 - 3.940X2 - 6.790X3 + 6.819

Indramayu 0.642 0 124.86441 0.445 Y = 20.549X1 - 5.976X2 - 15.042X3 + 10.883

Banjarbaru 0.76 0 84.99061 0.591 Y = 8.195X1 - 12.388X2 - 25.964X3 + 7.408

Pandeglang 0.695 0 74.67462 0.535 Y = 15.923X1 - 3.445X2 - 5.264X3 + 6.509

Lampung 0.694 0 75.64186 0.486 Y = 9.954X1 - 6.721X2 - 2.913X3 + 6.593

Keterangan: Y menunjukkan Curah Hujan

X1 menunjukkan nilai AUSMI

X2 menunjukkan nilai WNPMI

X3 menunjukkan nilai Nino3.4

Page 28: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

19

Gambar 19 merupakan validasi dari data

curah hujan model multivariate dengan data

asli. Pada gambar dapat dilihat bahwa kelima

wilyah kajian memiliki nilai korelasi yang

besar. Hal ini menunjukkan bahwa model

tersebut baik dan dapat digunakan untuk

menjelaskan kejadian hujan di wilayah kajian

yang telah terpengaruh oleh interaksi antara

monsun dengan Nino 3.4. Hasil validasi

menjelaskan, curah hujan di seluruh wilayah

kajian mendapat pengaruh yang berbeda-beda

dari interaksi monsun dan nino 3.4. Ini

dikarenakan adanya pengaruh geografis

masing-masing wilyah kajian.

121110987654321

200

150

100

50

0

-50

-100

WAKTU (BULAN)

Da

ta

CH asli

CH model

Variable

Time Series Plot of CH asli, CH model SUMBAWA BESAR

Korelasi 0.943

121110987654321

500

400

300

200

100

0

-100

-200

Waktu (bulan)

Da

ta

CH asli

CH model

Variable

Time Series Plot of CH asli dan CH model INDRAMAYU

Korelasi 0.683

121110987654321

300

200

100

0

-100

-200

Waktu (bulan)

Da

ta

CH asli

CH model

Variable

Time Series Plot of CH asli dan CH model BANJARBARU

Korelasi 0.846

121110987654321

400

300

200

100

0

-100

Waktu (bulan)

Da

ta

CH asli

CH model

Variable

Time Series Plot of CH asli dan CH Model PANDEGLANG

Korelasi 0.810

121110987654321

150

100

50

0

-50

-100

waktu (bulan)

Da

ta

CH asli

CH model

Variable

Time Series Plot of CH asli dan CH model LAMPUNG

Korelasi 0.951

Gambar 19 Validasi curah hujan model

multivariate periode Januari

2000 – Desember 2000

4.6 Prediksi ARIMA

Sebelum melakukan pemodelan data

curah hujan, maka dilakukan uji stasioneritas

data. Hal itu dilakukan karena merupakan

syarat pemodelan data deret waktu, karena

data yang tidak stasioner sulit untuk diprediksi

sehingga model yang dihasilkan tidak

maksimal. Perlu diperhatikan bahwa

kebanyakan data deret waktu bersifat

nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan

MA dari model ARIMA hanya berkenan

dengan data deret waktu yang bersifat

stasioner. Data stasioner berarti tidak terdapat

pertumbuhan atau penurunan pada data. Data

secara kasarnya harus horizontal sepanjang

sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data

berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang

konstan, tidak tergantung pada waktu dan

varians dan fluktuasi tersebut pada pokoknya

tetap konstan setiap waktu.

Untuk memeriksa stasioneritas dapat

dilihat melalui fungsi autokorelasi, fungsi

autokorelasi parsial, dan plot deret waktu dari

data yang akan diperiksa stasioneritasnya.

Suatu data yang tidak stasioner harus diubah

menjadi data yang stasioner dengan

melakukan differencing. Yang dimaksud

dengan differencing adalah menghitung

Page 29: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

20

perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai

selisih yang diperoleh dicek ulang apakah data

tersebut sudah stasioner atau tidak. Apabila

data tersebut belum stasioner maka dilakukan

differencing lagi. Jika varians tidak stasioner,

maka dilakukan transformasi logaritma.

Gambar 20 menunjukkan pemeriksaan

terhadap data untuk stasioneritas. Hasil dari

pemeriksaan menunjukkan bahwa data yang

digunakan tidak stasioner. Oleh karena itu

data tersebut diolah kembali dengan teknik

differencing, cukup satu kali differencing.

Setelah dilakukan differencing terlihat bahwa

data menjadi lebih stasioner dan dapat

diperkirakan daripada sebelum dilakukan

differencing. ACF dan PACF pada seluruh

wilayah kajian memiliki pola musiman

sehingga data curah hujan merupakan data

seasonal pada lag 1.

Melalui proses identifikasi, penaksiran

dan pengujian, diperoleh model sementara

dari plot data iklim global adalah model

ARIMA (1,0,1)12

, ARIMA (0,1,1)12

, ARIMA

(1,1,1)12

, dan ARIMA (2,0,2)12

. Dari semua

model sementara diperoleh model yang cocok

untuk data iklim global yaitu model ARIMA

(1,0,1)12

untuk AUSMI, ARIMA (1,1,1)12

untuk WNMPI, dan ARIMA (2,0,2)

untuk

Nino 3.4. Dari model arima didapatkan

sebuah persamaan pada masing-masing iklim

global (tabel 4) dimana Zt merupakan data

pada bulan ke-t dan at merupakan galat pada

bulan ke-t. Persamaan tersebut kemudian

divalidasi dengan data observasi.

Validasi dilakukan dengan

membandingkan hasil perhitungan model

dengan data observasi, periode waktu yang

digunakan untuk memvalidasi model adalah

Januari 2000 – Desember 2000 (gambar 21).

Plot data untuk model ARIMA seluruh data

ikim global memiliki nilai korelasi yang besar

yaitu diatas 0.9. Hal ini menunjukkan bahwa

model ARIMA

sangat baik dan dapat

digunakan untuk menjelaskan kejadian

monsun dengan Nino 3.4.

Berdasarkan persamaan model ARIMA di

dapatkan data deret waktu iklim global

prediksi bulan Januari 2013 – Desember 2013

(gambar 21). Data tersebut kemudian

dikembangkan kembali dengan persamaan

multivariate, sehingga didapatkan curah hujan

prediksi untuk bulan Januari 2013 – Desember

2013. Model ARIMA yang baik akan

membantu untuk memperkirakan curah hujan

ketika kejadian interaksi berlangsung

sehingga dapat diantisipasi dengan tepat. Hal

ini sangat penting karena kelima wilayah

tersebut merupakan kawasan sentra produksi

pangan terutama Indramayu yang menjadi

lumbung padi Indonesia. Sehingga, fluktuasi

curah hujan pada kelima wilayah tersebut

harus diawasi dengan baik.

Tabel 4 Persamaan ARIMA

KOTA PERSAMAAN ARIMA Korelasi

AUSMI (1,0,1)12

Zt = 0.9989Zt-12 - 0.9338at-12 + at 0.944

WNPMI (1,1,1)12

Zt = -0.0674Zt-12 + Zt-12 – Zt-24 - 0.9347at-12 + at 0.94

Nino 3.4 (2,0,2) Zt = 3.594Zt-1 – 0.8362Zt-2 – 1.634at-1 – 0.1053at-2 + at 0.951

Page 30: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

21

Gambar 20 Plot data, Plot data differencing, ACF, PACF iklim global periode Januari 1976 – Desember 1999.

AUSMI WNPMI NINO 3.4

2612322031741451168758291

10

5

0

-5

-10

WAKTU (bulan)

ausm

i

605550454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Au

toco

rre

lati

on

Autocorrelation Function for C16(with 5% significance limits for the autocorrelations)

605550454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

utoc

orre

lati

on

Partial Autocorrelation Function for C16(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

2612322031741451168758291

15

10

5

0

-5

-10

Waktu (bulan)

wnp

mi

605550454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Aut

ocor

rela

tion

Autocorrelation Function for C16(with 5% significance limits for the autocorrelations)

605550454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

utoc

orre

latio

n

Partial Autocorrelation Function for C16(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

2612322031741451168758291

3

2

1

0

-1

-2

-3

waktu (bulan)

nino

7065605550454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Aut

ocor

rela

tion

Autocorrelation Function for ANOM(with 5% significance limits for the autocorrelations)

7065605550454035302520151051

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1.0

Lag

Part

ial A

utoc

orre

lati

on

Partial Autocorrelation Function for ANOM(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Page 31: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

22

Iklim Global Validasi (Jan 2000 – Des 2000) Prediksi (Jan 2013 – Des 2013)

AUSMI

ARIMA (1,0,1)12

121110987654321

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

-7.5

waktu (bulan)In

deks

data asli

forecast

Variable

Time Series Plot of data asli dan forecast AUSMI

121110987654321

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

-7.5

WAKTU (bulan)

ausm

i

Time Series Plot of ausmi

WNPMI

ARIMA (1,1,1)12

121110987654321

5

0

-5

-10

waktu (bulan)

inde

ks

data asli

forecast

Variable

Time Series Plot of data asli dan forecast WNPMI

121110987654321

5

0

-5

-10

waktu (bulan)

wnp

mi

Time Series Plot of wnpmi

NINO 3.4

ARIMA

(2,2)

121110987654321

2

1

0

-1

-2

Index

Data

C36

C37

Variable

Time Series Plot of C36, C37

121110987654321

-14

-15

-16

-17

-18

-19

-20

-21

-22

-23

waktu (bulan)

nino

Time Series Plot of nino 3.4

Gambar 21 Plot data validasi iklim global asli dengan prediksi iklim global (Januari 2000 – Desember 2000) dan plot data prediksi (Januari 2013 – Desember 2013)

Page 32: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

23

Setelah melewati tahap-tahap ARIMA,

didapatkan nilai prediksi data fenomena iklim

global (AUSMI, WNMPI, dan Nino3.4)

periode Januari 2013 – Desember 2013. Data

iklim global tersebut kemudian

disubstitusikan ke dalam persamaan

multivariate pada tabel 3. Dari proses

substitusi didapatkan data anomali curah

hujan untuk masing-masing wilayah kajian

periode Januari 2013 – Desember 2013

(gambar 22). Dengan demikian, dapat

diartikan bahwa persamaan multivariate dapat

digunakan untuk menjelaskan kejadian curah

hujan yang telah terpengaruh oleh interaksi

antara monsun dengan Nino 3.4.

121110987654321

100

50

0

-50

-100

-150

WAKTU (BULAN)

DA

TA

Time Series Plot of SUMBAWA BESAR

Rataan curah hujan = 102 mm per bulan

121110987654321

150

100

50

0

-50

-100

-150

WAKTU (BULAN)

DA

TA

Time Series Plot of INDRAMAYU

Rataan curah hujan = 151 mm per bulan

121110987654321

150

100

50

0

-50

-100

WAKTU (BULAN)

DA

TA

Time Series Plot of BANJARBARU

Rataan curah hujan = 210 mm per bulan

121110987654321

100

50

0

-50

-100

WAKTU (BULAN)

DA

TA

Time Series Plot of PANDEGLANG

Rataan curah hujan = 120 mm per bulan

121110987654321

100

50

0

-50

-100

WAKTU (BULAN)

DA

TA

Time Series Plot of LAMPUNG

Rataan curah hujan = 152 mm per bulan

Gambar 22 Prediksi anomali curah hujan

model multivariate untuk

wilayah kajian periode Januari

2013 – Desember 2013

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Fenomena El Niño dan Monsun

berpengaruh besar terhadap curah hujan di

Indonesia pada saat kedua fenomena ini

berinteraksi. Pola curah hujan seluruh wilayah

kajian mengikuti pola interaksi antara monsun

asia, monsun Australia, dan nino 3.4.

Persamaan multivariate dapat digunakan

untuk menjelaskan kejadian hujan di wilayah

kajian yang telah terpengaruh oleh interaksi

antara monsun dengan Nino 3.4. Pola

interaksi digambarkan berdasarkan sudut

pandang temporal dan spasial terhadap

perilaku curah hujan wilayah kajian

(Sumbawa Besar, Indramayu, Banjarbaru,

Pandeglang, dan Lampung). Berdasarkan hasil

analisis, wilayah kajian memiliki tipe hujan

monsoonal yang ditunjukkan dengan pola

osilasi 12 bulanan.

Berdasarkan hasil analisis model dengan

menggunakan metode Box-Jenkins dan

melalui proses identifikasi, penaksiran dan

pengujian, maka diperoleh model prediksi

ARIMA (1,0,1)12

untuk data AUSMI, ARIMA

Page 33: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

24

(1,1,1)12

untuk data WNPMI, dan ARIMA

(2,0,2) untuk Nino3.4. Persamaan ARIMA

untuk ketiga indeks tersebut adalah Zt =

0.9989Zt-12 - 0.9338at-12 + at (AUSMI), Zt =

-0.0674Zt-12 + Zt-12 - Zt-24 - 0.9347at-12 + at,

(WNPMI), dan Zt = 3.594Zt-1 - 0.8362Zt-2 –

1.634at-1 - 0.1053at-2 + at (Nino3.4).

Persamaan ARIMA menunjukkan, untuk

prakiraan waktu mendatang tergantung dari

data ke-t bulan sebelumnya dan galat ke-t

bulan sebelumnya. Model ARIMA dapat

digunakan untuk memprediksi curah hujan di

seluruh wilayah kajian dengan R2 validasi

sebesar 0.9.

5.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya, untuk

memperoleh suatu model prediksi yang akurat

sebaiknya menggunakan data deret waktu

yang lebih panjang dan lengkap. Selain itu,

untuk menjelaskan distribusi curah hujan

wilayah dengan analisis spasial sebaiknya

menggunakan analisis Hovmoller. Penelitian

selanjutnya diharapkan juga dapat membuat

model statistik dengan menggunakan metode

statistik lainya seperti CCA (Canonical

Correlation Analysis).

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] http://www.bmkg.go.id/ [2010]

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika. 2011.

http://www.bmkg.go.id/Bmkg_Pusat/Dat

aDokumen/Update_Niño_040411.pdf [6

April 2011].

[CPC-NCEP] Climate Center Prediction –

National Centers for Environmental

Prediction.Mothly Atmospheric and SST

Indices.http://www.cpc.noaa.gov/data/indi

ces/nino34.mth.ascii.txt [September 2010].

[HKO] Hong Kong Observatory. 2011.

Graphical depiction of the four Niño

regions and the location of Tahiti and

Darwin for SOI.

http://www.hko.gov.hk/lrf/enso/enso-

backgnd.htm [20 April 2011].

Bhalme HN. 1991. El-Niño-Southern

Oscillation (ENSO) – Onset, Growth,

and Decay.WMO/TD. 496 : 84-87.

Chang J. 1984. The Monsoon Circulation of

Asia, hlm 3-34. Di dalam M.M.

Yoshino (Penyunting). Climate and

Agricultural Land Use in Monsoon

Asia. University of Tokyo Press.

Tokyo.

Haryanto U. 1998. Memahami ENSO untuk

Meramalkan Kekeringan. Majalah

BPPT. Hlm 165-171.

Hasan M. Iqbal. 2003. Pokok-Pokok Materi

Statistik 2 (Statistik Iterensif) Edisi

Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Hermawan E. 2003. The Characteristics of

Indian Ocean Dipole Mode

Premiliminary Study of the Monsoon

Variability in the Western Part of

Indonesian Region. Jurnal Sains

Dirgantara,Vol. 1 No.1 Desember 2003.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional ( LAPAN ). Jakarta.

Hermawan E. 2010. Evaluasi Kondisi

Monsun, El Niño & La-Nina, DM, SOI,

dan MJO Selama Bulan Mei 2010 dan

Proyeksinya dalam Beberapa Bulan

Mendatang. Bandung: Pusat

Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim

LAPAN.

IPCC. 2001 .Climate Change 2001 : Impact,

Adaptation and Vulnerabi1ity.

Cambridge: Cambridge University

Press.

Kadarsah. 2007. Tiga Pola Curah Hujan

Indonesia.

http://kadarsah.wordpress.com/2007/06/

29/tiga-daerah-iklim-indonesia/

Makridakis S, Wheelwright SC. Mcgee VE.

1983. Forecasting Terjemahan: metode

dan aplikasi peramalan oleh Untung SA

dan Abdul B edisi 2 jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Marjuki. 2011. Model Prediksi Awal Musim

Hujan di Pulau Jawa Dengan

Menggunakan Infoemasi Suhu Muka

Laut di Kawasan Pasifik dan India.

Page 34: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

25

[tesis] Bogor: Departemen Geofisika dan

Meteorologi FMIPA IPB.

McBride. 2002. Kapan Hujan Turun? Dampak

Osilasi Selatan dan El Niño di Indonesia.

Department of Primary Industries,

Queensland.

Monsoon Monitoring Page.

http://iprc.soest.hawaii.edu/users/ykaji/

monsoon/realtime-monidx.html

[September 2010] Mulyana. 2004. Analisis Spektral untuk

Menelaah Periodesitas Tersembunyi dari

Data Deret Waktu. Bandung: Statistika

FMIPA Universitas Padjadjaran.

Neuwolt S. 1977. Tropical Climatology.

Cichaster. New York: John Willey and

Sons.

Philander SG. 1990. El Niño, La Niña, and the

Southern Oscillation, Academic Press,

Inc. New York, USA.

Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi.

Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Priatna BA. 2007. Teknik-Teknik Analisis

Multivariat Terkini Yang Sering

Digunakan Dalam Penelitian.

Bandung: Matematika FMIPA-UPI

Bandung.

Ramage C. 1971. Monsoon Meteorology.

International Geophisics Series, Vol. 15.

San Diego, CA: Academic Press.

Septicorini, Purwandini E. 2009. Identifikasi

Fenomena ENSO (El Niño-Southern

Oscillation) dan IOD (Indian Ocean

Dipole Mode) terhadap Dinamika

Waktu Tanam Padi di Daerah Jawa

Barat (Studi Kasus Kabupaten

Indramayu dan Cianjur). [Tesis] Insitut

Pertanian Bogor.

Storch HV and Zwlers FH. 1999. Statistical

Analysis in Climate Research. United

Kingdom: Cambridge University.

Tang YY. 2009. Wavelet Theory Approach to

Pattern Recognition 2nd Edition.

Singapore: World Scientific Publishing

Co. Pte. Ltd.

Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Edisi Ke-2.

Bandung: Penerbit ITB.

Trenberth, KE. 1997. The definition of El

Niño. Bull. Amer. Meteor. Soc

78:2771–2777.

Webster PJ. 1987. The Variable and

Interactive Monsoon. Dalam Fein JS and

Stephen PL, (eds) Monsoon. John Wiley

and son: New York; 269-330.

Yusuf MN. 2003. Analisis Data Multivariat

(Konsep Dan Aplikasi Regresi

Berganda). Depok.

Page 35: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

LAMPIRAN

Page 36: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

27

Lampiran 1 Script untuk pengolahan time series data menggunakan software Matlab R2008a

%====================================================================

% Program Membaca Data Curah hujan Sumbawa Besar, Indramayu, Banjarbaru, Pandeglang,

Lampung

% Januari 1976 – Desember 2000

% By: Rendra Edwuard

% Departemen Geofisika dan Meteorologi

% Institut Pertanian Bogor

%====================================================================

% Load Data

%====================================================================

y=xlsread('DATA BARU',1,'B2:F301'); x=1:length(y); plot(x,y); xlabel('Waktu','fontweight','bold','fontsize',16); ylabel('Indeks','fontweight','bold','fontsize',16); h= legend('SUMBAWA

BESAR','INDRAMAYU','BANJARBARU','PANDEGLANG','LAMPUNG',5) set(gca,'xtick',[1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205 217 229 241 253

265 277 289]); set(gca,'xticklabel',{'Jan-76' 'Jan-77' 'Jan-78' 'Jan-79' 'Jan-80' 'Jan-81' 'Jan-82' 'Jan-83' 'Jan-84' 'Jan-

85' 'Jan-86' 'Jan-87' 'Jan-88' 'Jan-89' 'Jan-90' 'Jan-91' 'Jan-92' 'Jan-93' 'Jan-94' 'Jan-95' 'Jan-96' 'Jan-

97' 'Jan-98' 'Jan-99' 'Jan-00'}); title('Time Series Anomali Cujan Hujan bulanan periode 1976-

2000','fontweight','bold','fontsize',20)

Page 37: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

28

Lampiran 2 Script untuk pengolahan data dengan teknik Power Spectral Density (PSD)

%====================================================================

% Program Membaca Data Curah hujan Sumbawa Besar, Indramayu, Banjarbaru, Pandeglang,

Lampung

% Teknik PSD

% Januari 1976 – Desember 2000

% By: Rendra Edwuard

% Departemen Geofisika dan Meteorologi

% Institut Pertanian Bogor

%====================================================================

% Load Data

%====================================================================

%load data dari excel data=xlsread('DATA BARU',1,'B2:F301'); [m,n]=size(data); t=1:length(data); y=data; [spec,f]= fftrl(y,t); spec=real(spec).^2+imag(spec).^2; %rms frekuensi f=1./f; figure;semilogx(f,spec);grid on h= legend('SUMBAWA

BESAR','INDRAMAYU','BANJARBARU','PANDEGLANG','LAMPUNG',5) set (gca,'xtick',[1 6 12 18 24 30 36 42 60]) xlabel('Periode (bulan)','fontweight','bold','fontsize',16) ylabel('Energi Spektral','fontweight','bold','fontsize',16) title('Power Spectral Density Curah Hujan Bulanan Periode 1976-

2000','fontweight','bold','fontsize',16)

Page 38: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

29

Lampiran 3 Script Wavelet

%====================================================================

% Program Membaca Data AUSMI dengan Teknik Wavelet

% Januari 1976 – Desember 2000

% By: Rendra Edwuard

% Departemen Geofisika dan Meteorologi

% Institut Pertanian Bogor

%====================================================================

% Load Data

%====================================================================

% WAVETEST Example Matlab script for WAVELET, using NINO3 SST dataset % See "http://paos.colorado.edu/research/wavelets/" % Written January 1998 by C. Torrence % Modified Oct 1999, changed Global Wavelet Spectrum (GWS) to be sideways, % changed all "log" to "log2", changed logarithmic axis on GWS to a normal % axis. % normalize by standard deviation (not necessary, but makes it easier % to compare with plot on Interactive Wavelet page, at % "http://paos.colorado.edu/research/wavelets/plot/" % Modified by rendra edwuard on July, 2011 % ------------------------ loading data -------------------------------- % load 'AUSMI.txt' ; % input zonal wind series % ---------------------------------------------------------------- %------------------------- computation --------------------------- madden_julian = AUSMI(:,:); variance = std(madden_julian)^2; madden_julian = (madden_julian-mean(madden_julian))/sqrt(variance) ; n = length(madden_julian); dt = 1 ; time = [0:length(madden_julian)-1]*dt + 1.0 ; % construct time array xlim = [1,85]; % plotting range pad = 1; % pad the time series with zeroes (recommended) dj = 0.25; % this will do 4 sub-octaves per octave s0 = 2*dt; % this says start at a scale of 6 months j1 = 7/dj; % this says do 7 powers-of-two with dj sub-octaves each lag1 = 0.72; % lag-1 autocorrelation for red noise background mother = 'Morlet'; % Wavelet transform: [wave,period,scale,coi] = wavelet(madden_julian,dt,pad,dj,s0,j1,mother); power = (abs(wave)).^2 ; % compute wavelet power spectrum % Significance levels: (variance=1 for the normalized SST) [signif,fft_theor] = wave_signif(1.0,dt,scale,0,lag1,-1,-1,mother); sig95 = (signif')*(ones(1,n)); % expand signif --> (J+1)x(N) array sig95 = power ./ sig95 ; % where ratio > 1, power is significant % Global wavelet spectrum & significance levels: global_ws = variance*(sum(power')/n); % time-average over all times dof = n - scale; % the -scale corrects for padding at edges global_signif = wave_signif(variance,dt,scale,1,lag1,-1,dof,mother); % Scale-average between Madden_Julian periods of 30--60days avg = find((scale >= 30) & (scale < 60)); Cdelta = 0.776; % this is for the MORLET wavelet

Page 39: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

30

scale_avg = (scale')*(ones(1,n)); % expand scale --> (J+1)x(N) array scale_avg = power ./ scale_avg; % [Eqn(24)] scale_avg = variance*dj*dt/Cdelta*sum(scale_avg(avg,:)); % [Eqn(24)] scaleavg_signif = wave_signif(variance,dt,scale,2,lag1,-1,[2,7.9],mother); whos %------------------------------------------------------ Plotting %--- Plot time series subplot('position',[0.08 0.75 0.56 0.18]) plot(time,madden_julian) grid set(gca,'XLim',xlim(:)) %set(gca,'XTickLabel',a) xlabel('Time Observation','fontweight','bold','fontsize',14) set(gca,'xtick',[1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205 217 229 241 253

265 277 289]); set(gca,'xticklabel',{'76' '77' '78' '79' '80' '81' '82' '83' '84' '85' '86' '87' '88' '89' '90' '91' '92' '93' '94'

'95' '96' '97' '98' '99' '00'}); ylabel('Index','fontweight','bold','fontsize',14) title('a) The Time Series of AUSMI for Period Jan 1976 to Dec

2000','fontweight','bold','fontsize',14) hold off %--- Contour plot wavelet power spectrum subplot('position',[0.08 0.38 0.66 0.25]) levels = [0.0625,0.125,0.25,0.5,1,2,4,8,16] ; Yticks = 2.^(fix(log2(min(period))):fix(log2(max(period)))); % contour(time,log2(period),log2(power),log2(levels)); %*** or use 'contourfill' [C,h]=contourf(time,log2(period),log2(power),log2(levels)); %*** or use 'contourfill' colormap colorbar %imagesc(time,log2(period),log2(power)); %*** uncomment for 'image' plot xlabel('Time Observation','fontweight','bold','fontsize',14) set(gca,'xtick',[1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205 217 229 241 253

265 277 289]); set(gca,'xticklabel',{'76' '77' '78' '79' '80' '81' '82' '83' '84' '85' '86' '87' '88' '89' '90' '91' '92' '93' '94'

'95' '96' '97' '98' '99' '00'}); ylabel('Period (month)','fontweight','bold','fontsize',14) title('b) The Wavelet Power Spectrum','fontweight','bold','fontsize',14) set(gca,'XLim',xlim(:)) set(gca,'YLim',log2([min(period),max(period)]), ... 'YDir','reverse', ... 'YTick',log2(Yticks(:)), ... 'YTickLabel',Yticks) % 95% significance contour, levels at -99 (fake) and 1 (95% signif) hold on contour(time,log2(period),sig95,[-99,1],'k'); hold on % cone-of-influence, anything "below" is dubious plot(time,log2(coi),'k') hold off %--- Plot global wavelet spectrum subplot('position',[0.78 0.37 0.2 0.25]) plot(global_ws,log2(period))

Page 40: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

31

grid hold on plot(global_signif,log2(period),'--') grid hold off xlabel('Power (m/s)^2','fontweight','bold','fontsize',14) Yticks = 2.^(fix(log2(min(period))):fix(log2(max(period)))); title('c) The Global Wavelet Spectrum','fontweight','bold','fontsize',14) set(gca,'YLim',log2([min(period),max(period)]), ... 'YDir','reverse', ... 'YTick',log2(Yticks(:)), ... 'YTickLabel',Yticks) set(gca,'XLim',[0,1.25*max(global_ws)]) %--- Plot 30--60 days scale-average time series subplot('position',[0.08 0.07 0.56 0.18]) plot(time,scale_avg) grid set(gca,'XLim',xlim(:)) xlabel('Time Observation','fontweight','bold','fontsize',14) set(gca,'xtick',[1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205 217 229 241 253

265 277 289]); set(gca,'xticklabel',{'76' '77' '78' '79' '80' '81' '82' '83' '84' '85' '86' '87' '88' '89' '90' '91' '92' '93' '94'

'95' '96' '97' '98' '99' '00'}); ylabel('Mean varians (m/s)^2','fontweight','bold','fontsize',14) title('d) The Average Time Series','fontweight','bold','fontsize',14) hold on plot(xlim,scaleavg_signif+[0,0],'--') hold off

Page 41: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

32

Lampiran 4 Pendugaan Model ARIMA(p,d,q) wilayah kajian

ARIMA Model: ausmi

Estimates at each iteration

Iteration SSE

Parameters

0 1669.20 0.100 0.100

0.098

1 1329.49 -0.050 0.250

0.008

2 1271.48 0.051 0.400

0.004

3 1205.83 0.142 0.550

0.000

4 1129.31 0.215 0.700

-0.004

5 1035.08 0.245 0.850

-0.010

6 974.81 0.095 0.971

-0.012

7 935.96 0.022 0.953

0.002

8 931.71 0.002 0.942

-0.000

9 931.29 0.001 0.939

-0.002

10 931.25 0.001 0.938

-0.003

11 931.24 0.001 0.938

-0.003

12 931.24 0.001 0.938

-0.003

13 931.24 0.001 0.938

-0.003

14 931.24 0.001 0.938

-0.003

Relative change in each estimate

less than 0.0010

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T

P

SAR 12 0.0013 0.0654 0.02

0.985

SMA 12 0.9376 0.0357 26.25

0.000

Constant -0.00307 0.01204 -0.25

0.799

Differencing: 0 regular, 1

seasonal of order 12

Number of observations: Original

series 300, after differencing 288

Residuals: SS = 894.102

(backforecasts excluded)

MS = 3.137 DF =

285

Modified Box-Pierce (Ljung-Box)

Chi-Square statistic

Lag 12 24 36

48

Chi-Square 9.7 28.5 38.5

46.2

DF 9 21 33

45

P-Value 0.376 0.126 0.236

0.421

Forecasts from period 288

95% Limits

Period Forecast Lower

Upper

289 3.53712 0.06484

7.00940

290 4.32196 0.84968

7.79424

291 -0.51431 -3.98659

2.95797

292 -4.38558 -7.85786 -

0.91330

293 -5.51570 -8.98798 -

2.04342

294 -5.43306 -8.90534 -

1.96078

295 -5.69540 -9.16768 -

2.22313

296 -6.09752 -9.56980 -

2.62524

297 -5.56317 -9.03545 -

2.09089

298 -4.54908 -8.02136 -

1.07680

299 -2.18675 -5.65903

1.28553

300 1.47250 -1.99978

4.94478

Correlations: C4, C5

Pearson correlation of C4 and C5 =

0.941

P-Value = 0.000

ARIMA Model: wnpmi

Estimates at each iteration

Iteration SSE

Parameters

Page 42: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

33

0 3412.18 0.100 0.100

0.099

1 2682.06 -0.050 0.250

0.014

2 2553.75 0.046 0.400

0.005

3 2406.09 0.130 0.550

-0.005

4 2230.97 0.190 0.700

-0.015

5 2011.85 0.203 0.850

-0.025

6 1884.80 0.171 0.925

-0.027

7 1798.72 0.021 0.932

-0.031

8 1785.04 -0.055 0.933

-0.027

9 1784.73 -0.064 0.935

-0.027

10 1784.73 -0.066 0.934

-0.027

11 1784.71 -0.071 0.934

-0.026

12 1784.66 -0.067 0.935

-0.027

Unable to reduce sum of squares

any further

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef T

P

SAR 12 -0.0674 0.0641 -1.05

0.294

SMA 12 0.9347 0.0373 25.07

0.000

Constant -0.02693 0.01571 -1.71

0.088

Differencing: 0 regular, 1

seasonal of order 12

Number of observations: Original

series 300, after differencing 288

Residuals: SS = 1724.52

(backforecasts excluded)

MS = 6.05 DF = 285

Modified Box-Pierce (Ljung-Box)

Chi-Square statistic

Lag 12 24 36

48

Chi-Square 27.2 37.8 39.8

50.9

DF 9 21 33

45

P-Value 0.001 0.014 0.192

0.252

Forecasts from period 288

95% Limits

Period Forecast Lower

Upper

289 -8.5762 -13.3985 -

3.7539

290 -8.9182 -13.7405 -

4.0959

291 -8.9630 -13.7853 -

4.1407

292 -6.7271 -11.5494 -

1.9047

293 -2.7405 -7.5629

2.0818

294 -0.3408 -5.1631

4.4815

295 3.5480 -1.2743

8.3703

296 6.2259 1.4036

11.0482

297 5.7691 0.9468

10.5914

298 2.2747 -2.5477

7.0970

299 -2.0324 -6.8547

2.7899

300 -6.0965 -10.9188 -

1.2742

Correlations: C4, C6

Pearson correlation of C4 and C6 =

0.940

P-Value = 0.000

ARIMA Model: nino

Estimates at each iteration

Iteration SSE

Parameters

0 273.167 0.100 0.100

0.100 0.100 0.083

1 173.395 0.250 0.046

-0.050 0.154 0.071

2 143.911 0.275 -0.085

-0.141 0.004 0.080

3 135.881 0.425 -0.091

-0.014 0.048 0.065

4 129.077 0.575 -0.106

0.117 0.090 0.052

5 122.159 0.725 -0.130

0.248 0.129 0.039

6 114.037 0.875 -0.165

0.375 0.161 0.028

7 103.091 1.025 -0.218

0.493 0.179 0.018

8 88.724 1.175 -0.295

0.594 0.182 0.011

9 77.098 1.325 -0.376

0.701 0.192 0.005

Page 43: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

34

10 54.467 1.475 -0.523

0.727 0.158 0.004

11 37.701 1.625 -0.658

0.745 0.156 0.003

12 27.689 1.753 -0.808

0.689 0.102 0.005

13 23.771 1.842 -0.877

0.698 0.070 0.002

14 23.636 1.850 -0.881

0.696 0.053 -0.000

15 23.629 1.850 -0.881

0.693 0.047 -0.001

Unable to reduce sum of squares

any further

Final Estimates of Parameters

Type Coef SE Coef

T P

AR 1 3.8498 0.0527

35.08 0.000

AR 2 -0.8362 0.0481 -

18.31 0.000

MA 1 -1.634 0.0780

8.89 0.000

MA 2 -0.1053 0.0669

0.70 0.484

Constant -0.000978 0.004226 -

0.23 0.817

Mean -0.0313 0.1353

Number of observations: 300

Residuals: SS = 23.3038

(backforecasts excluded)

MS = 0.0790 DF =

295

Modified Box-Pierce (Ljung-Box)

Chi-Square statistic

Lag 12 24 36

48

Chi-Square 15.6 30.2 48.5

55.7

DF 7 19 31

43

P-Value 0.029 0.050 0.024

0.093

Forecasts from period 288

95% Limits

Period Forecast Lower

Upper

289 -1.58429 -2.13528 -

1.03330

290 -1.45147 -2.29395 -

0.60899

291 -1.29008 -2.36502 -

0.21514

292 -1.10856 -2.37703

0.15992

293 -0.91497 -2.34374

0.51381

294 -0.71680 -2.27549

0.84190

295 -0.52078 -2.18149

1.13993

296 -0.33278 -2.07040

1.40483

297 -0.15773 -1.95037

1.63490

298 0.00045 -1.82894

1.82984

299 0.13883 -1.71287

1.99053

300 0.25543 -1.60800

2.11886

Correlations: C4, C7

Pearson correlation of C4 and C7 =

0.951

P-Value = 0.000

Page 44: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

35

Lampiran 5 Output SPSS 16 untuk menentukan nilai CCF hubungan antara fenomena interaksi

terhadap curah hujan wilayah kajian

SUMBAWA BESAR

Cross Correlations

Series Pair:Sumbawa with

INTERAKSI

Lag Cross

Correlation Std. Error

a

-5 -0.605 0.058

-4 -0.43 0.058

-3 -0.153 0.058

-2 0.226 0.058

-1 0.51 0.058

0 0.692 0.058

1 0.611 0.058

2 0.382 0.058

3 0.09 0.058

4 -0.195 0.058

5 -0.444 0.058

INDRAMAYU

Cross Correlations

Series Pair:Indramayu with

INTERAKSI

Lag Cross

Correlation Std. Error

a

-5 -0.478 0.058

-4 -0.325 0.058

-3 -0.054 0.058

-2 0.207 0.058

-1 0.45 0.058

0 0.642 0.058

1 0.583 0.058

2 0.361 0.058

3 0.046 0.058

4 -0.231 0.058

5 -0.385 0.058

BANJARBARU

Cross Correlations

Series Pair:BanjarBaru with

INTERAKSI

Lag Cross

Correlation Std. Error

a

-5 -0.579 0.058

-4 -0.365 0.058

-3 -0.038 0.058

-2 0.3 0.058

-1 0.589 0.058

0 0.76 0.058

1 0.681 0.058

2 0.441 0.058

3 0.06 0.058

4 -0.295 0.058

5 -0.557 0.058

Page 45: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

36

PANDEGLANG

Cross Correlations

Series Pair:Pandeglang with

INTERAKSI

Lag Cross

Correlation Std. Error

a

-5 -0.578 0.058

-4 -0.435 0.058

-3 -0.143 0.058

-2 0.182 0.058

-1 0.476 0.058

0 0.695 0.058

1 0.665 0.058

2 0.418 0.058

3 0.102 0.058

4 -0.189 0.058

5 -0.416 0.058

LAMPUNG

Cross Correlations

Series Pair:Lampung with

INTERAKSI

Lag Cross

Correlation Std. Error

a

-5 -0.594 0.058

-4 -0.407 0.058

-3 -0.098 0.058

-2 0.254 0.058

-1 0.567 0.058

0 0.694 0.058

1 0.641 0.058

2 0.391 0.058

3 0.1 0.058

4 -0.254 0.058

5 -0.475 0.058

Page 46: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

37

Lampiran 6 Output SPSS 16 untuk regresi multivariate wilayah kajian

SUMBAWABESAR

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 NINO34,

WNPMI, AUSMIa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: sumbawabesar

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .729a .532 .527 78.23313

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2055732.245 3 685244.082 111.960 .000a

Residual 1811645.210 296 6120.423

Total 3867377.455 299

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

b. Dependent Variable: sumbawabesar

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 33.259 6.819

4.877 .000

WNPMI -3.940 1.006 -.208 -3.915 .000

AUSMI 16.267 1.502 .577 10.833 .000

NINO34 6.790 4.854 .057 1.399 .163

a. Dependent Variable: sumbawabesar

Page 47: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

38

INDRAMAYU

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 NINO34,

WNPMI,

AUSMIa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: indramayu

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .667a .445 .439 124.86441

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3698135.840 3 1232711.947 79.065 .000a

Residual 4614972.147 296 15591.122

Total 8313107.987 299

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

b. Dependent Variable: indramayu

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 40.297 10.883

3.703 .000

WNPMI -5.976 1.606 -.215 -3.721 .000

AUSMI 20.549 2.397 .497 8.574 .000

NINO34 -15.042 7.748 -.086 -1.941 .053

a. Dependent Variable: indramayu

Page 48: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

39

BANJARBARU

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 NINO34,

WNPMI,

AUSMIa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: banjarbaru

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate

1 .769a .591 .586 84.99061

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3084395.628 3 1028131.876 142.333 .000a

Residual 2138127.758 296 7223.405

Total 5222523.387 299

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

b. Dependent Variable: banjarbaru

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -1.887 7.408

-.255 .799

WNPMI -12.388 1.093 -.563 -11.331 .000

AUSMI 8.195 1.631 .250 5.023 .000

NINO34 -25.964 5.273 -.187 -4.924 .000

a. Dependent Variable: banjarbaru

Page 49: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

40

PANDEGLANG

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 NINO34,

WNPMI,

AUSMIa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: pandeglang

Model Summary

Model R

R

Square Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate

1 .731a .535 .530 74.67462

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1898505.386 3 632835.129 113.487 .000a

Residual 1650584.544 296 5576.299

Total 3549089.930 299

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

b. Dependent Variable: pandeglang

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 33.340 6.509

5.123 .000

WNPMI -3.445 .961 -.190 -3.587 .000

AUSMI 15.923 1.433 .589 11.110 .000

NINO34 -5.264 4.633 -.046 -1.136 .257

a. Dependent Variable: pandeglang

Page 50: PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK PREDIKSI ANOMALI … · 19 Validasi curah hujan model multivariate periode Januari 2000 – Desember 2000 ..... 19 . 20. Plot data, Plot data differencing

41

LAMPUNG

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed

Metho

d

1 NINO34,

WNPMI,

AUSMIa

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: lampung

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate

1 .697a .486 .481 75.64186

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1604411.809 3 534803.936 93.470 .000a

Residual 1693620.376 296 5721.690

Total 3298032.184 299

a. Predictors: (Constant), NINO34, WNPMI, AUSMI

b. Dependent Variable: lampung

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 12.600 6.593

1.911 .057

WNPMI -6.724 .973 -.385 -6.911 .000

AUSMI 9.952 1.452 .382 6.855 .000

NINO34 -2.925 4.693 -.026 -.623 .534

a. Dependent Variable: lampung