12
Kulit ikan kakap merah samak kombinasi untuk atasan sepatu...... (Murti et al.) 45 Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 36(2), 45-56, 2020 ©Author(s), https://doi.org/10.20543/mkkp.v36i2.6215 Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) untuk bahan kulit atasan sepatu wanita Application of chromium combination tanning system on red snapper (Lutjanus sp.) fish skin for women shoe upper leather Rihastiwi Setiya Murti 1 *, Heru Budi Susanto 2 , Asri Dwi Pertiwi 1 1 Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9, Yogyakarta 55166, Indonesia 2 Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia, Komplek Pasar Wisata Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur 61272, Indonesia *Penulis korespondensi. Telp. +62274512929, Fax. +62274563655 E-mail: [email protected] Diterima: 19 Mei 2020 Direvisi: 27 Agustus 2020 Disetujui 30 Agustus 2020 ABSTRACT The application of chromium combination tanning system on red snapper (Lutjanus sp.) fish skin for women shoe upper has been done. Red Snapper fish skin is a waste from snapper fillet industry that can be used as raw material for leather tanning industry. It has unique, attractive, and exotic nerf/grain that makes it possible to be made into crafts and women shoes. This study aimed to determine the optimum combination of chromium, vegetable, and glutaraldehyde tanning agent for women shoe upper. There were 3 variations of tanning combination, namely chromium-chromium, chromium-glutaraldehyde, and chromium-mimosa. Mechanical properties, ecolabel parameters, identification of functional groups, surface morphology characterization, and distribution of elements in red snapper tanned leather were tested. The test results showed that chromium-mimosa combination tanning system was the optimum formulation for women shoe upper leather. All variations in tanning met the requirements of ecolabel criteria SNI 19-7188.3. 1-2006. Keywords: chromium combination tanning, red snapper fish skin, women shoe upper. ABSTRAK Telah dilakukan penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) untuk shoe upper sepatu wanita. Kulit ikan kakap merah merupakan limbah dari industri filet ikan kakap yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri penyamakan kulit. Kulit ikan kakap merah mempunyai rajah yang unik, menarik, dan eksotis, sehingga memungkinkan untuk dibuat menjadi kerajinan maupun sepatu wanita. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi yang optimum antara bahan penyamak krom, nabati, dan glutaraldehid untuk shoe upper sepatu wanita. Terdapat 3 variasi kombinasi penyamakan yaitu kombinasi krom-krom, kombinasi krom-glutaraldehid, dan kombinasi krom-mimosa. Sifat-sifat mekanis, parameter ekolabel, identifikasi gugus fungsional, morfologi permukaan, dan distribusi unsur-unsur dalam kulit ikan kakap merah tersamak telah diuji. Hasil uji menunjukkan bahwa sistem penyamakan kombinasi krom-mimosa merupakan formula yang optimum untuk bahan kulit atasan sepatu wanita. Seluruh variasi penyamakan memenuhi persyaratan kriteria ekolabel SNI 19-7188.3.1-2006. Kata kunci: atasan sepatu wanita, kulit ikan kakap merah, samak kombinasi krom. PENDAHULUAN Penyamakan adalah suatu proses kimia yang mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak dengan melibatkan penambahan cross-linking

Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

Kulit ikan kakap merah samak kombinasi untuk atasan sepatu...... (Murti et al.) 45

Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 36(2), 45-56, 2020©Author(s), https://doi.org/10.20543/mkkp.v36i2.6215

Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) untuk bahan kulit atasan sepatu

wanita

Application of chromium combination tanning system on red snapper (Lutjanus sp.) fish skin for women shoe upper leather

Rihastiwi Setiya Murti1*, Heru Budi Susanto2, Asri Dwi Pertiwi1

1 Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9, Yogyakarta 55166, Indonesia2 Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia, Komplek Pasar Wisata Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur

61272, Indonesia*Penulis korespondensi. Telp. +62274512929, Fax. +62274563655

E-mail: [email protected]

Diterima: 19 Mei 2020 Direvisi: 27 Agustus 2020 Disetujui 30 Agustus 2020

ABSTRACTThe application of chromium combination tanning system on red snapper (Lutjanus sp.) fish skin for women

shoe upper has been done. Red Snapper fish skin is a waste from snapper fillet industry that can be used as raw material for leather tanning industry. It has unique, attractive, and exotic nerf/grain that makes it possible to be made into crafts and women shoes. This study aimed to determine the optimum combination of chromium, vegetable, and glutaraldehyde tanning agent for women shoe upper. There were 3 variations of tanning combination, namely chromium-chromium, chromium-glutaraldehyde, and chromium-mimosa. Mechanical properties, ecolabel parameters, identification of functional groups, surface morphology characterization, and distribution of elements in red snapper tanned leather were tested. The test results showed that chromium-mimosa combination tanning system was the optimum formulation for women shoe upper leather. All variations in tanning met the requirements of ecolabel criteria SNI 19-7188.3. 1-2006.

Keywords: chromium combination tanning, red snapper fish skin, women shoe upper.

ABSTRAKTelah dilakukan penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.)

untuk shoe upper sepatu wanita. Kulit ikan kakap merah merupakan limbah dari industri filet ikan kakap yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri penyamakan kulit. Kulit ikan kakap merah mempunyai rajah yang unik, menarik, dan eksotis, sehingga memungkinkan untuk dibuat menjadi kerajinan maupun sepatu wanita. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi yang optimum antara bahan penyamak krom, nabati, dan glutaraldehid untuk shoe upper sepatu wanita. Terdapat 3 variasi kombinasi penyamakan yaitu kombinasi krom-krom, kombinasi krom-glutaraldehid, dan kombinasi krom-mimosa. Sifat-sifat mekanis, parameter ekolabel, identifikasi gugus fungsional, morfologi permukaan, dan distribusi unsur-unsur dalam kulit ikan kakap merah tersamak telah diuji. Hasil uji menunjukkan bahwa sistem penyamakan kombinasi krom-mimosa merupakan formula yang optimum untuk bahan kulit atasan sepatu wanita. Seluruh variasi penyamakan memenuhi persyaratan kriteria ekolabel SNI 19-7188.3.1-2006.

Kata kunci: atasan sepatu wanita, kulit ikan kakap merah, samak kombinasi krom.

PENDAHULUANPenyamakan adalah suatu proses kimia yang

mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak dengan melibatkan penambahan cross-linking

Page 2: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 36 No. 2 Desember 2020: 45-5646

pada kolagen (Ali et al., 2019). Penyamakan menggunakan krom masih menjadi teknologi yang paling disukai oleh industri penyamakan kulit di seluruh dunia karena kemampuannya menghasilkan kulit tersamak dengan kualitas tinggi (China et al., 2020; Pratama et al., 2018; Devikavathi et al., 2014), seperti stabilitas hidrotermal (China et al., 2020; Elhassan, 2016), fullness, dan softness (Qiang et al., 2016; Elhassan, 2016), serta karakteristik pewarnaan yang baik (China et al., 2020). Selama proses penyamakan kulit, terdapat potensi terjadinya oksidasi krom (III) menjadi krom (VI) yang bersifat toksik dan karsinogenik (Devikavathi et al., 2014). Teknologi penyamakan menggunakan krom dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang dapat berdampak pada kesehatan manusia (China et al., 2020; Pratama et al., 2018). Namun oksidasi krom (III) menjadi krom (VI) dapat dihindari dengan kontrol proses yang benar, diantaranya dengan mengendalikan pH pada proses netralisasi, menghindari penggunaan amonia pada proses pewarnaan, dan menggunakan 1-3% zat penyamak nabati pada proses retanning (Font et al., 2006).

Beberapa jenis bahan penyamak telah digunakan untuk penyamakan kulit, diantaranya penyamakan mineral dengan garam logam, minyak, nabati, aldehid, dan synthetic tanning agent (syntan). Setiap bahan penyamak mempunyai keunggulan dan kelemahan. Kulit samak nabati mempunyai sifat kaku (rigid) sampai fleksibel, tergantung bahan dan teknik penyamakan (Falcao & Araujo, 2018), serta suhu kerutnya rendah dan padat/fullness (Elhassan, 2016). Kulit samak aldehid (glutaraldehid) mempunyai keunggulan sifat, seperti kulitnya empuk, lemas, berisi, tahan keringat, dan tahan cuci, namun formaldehid bebas berpotensi muncul dalam kulit tersamak karena glutaraldehid disintesis dari formaldehid (Yi et al., 2019). Formaldehid sangat beracun dan karsinogenik (Maina et al., 2019). Oleh karena itu, pencucian harus dilakukan dengan benar agar kulit tidak mengandung formaldehid bebas.

Kulit yang disamak nabati memiliki suhu kerut 80-85 °C (Kuria et al., 2016), samak aldehid (70-80) °C (Maina et al., 2019) sedangkan suhu kerut dari samak krom mencapai di atas 100 °C. Suhu kerut yang tinggi yaitu mencapai 100 °C diperlukan dalam pembuatan shoe upper (Elhassan, 2016). Pada proses vulkanisasi untuk sistem sol cetak, suhu kerut merupakan parameter penting karena kulit dikenakan suhu di atas 100 °C.

Menurut China et al. (2020), jika kulit menyusut pada suhu di bawah 100 °C akan mempengaruhi kualitas alas kaki yang diproduksi.

Bahan penyamak dapat diaplikasikan secara tunggal maupun kombinasi. Penyamakan secara kombinasi akan menghasilkan kulit dengan sifat fisis yang lebih baik, karena sifat-sifat unggul dari masing-masing bahan penyamak akan saling melengkapi sehingga menghasilkan kualitas bahan kulit yang lebih baik. Sistem penyamakan kombinasi dengan krom adalah sistem yang cocok untuk mengurangi penggunaan krom dalam penyamakan kulit. Penggunaan krom yang dikombinasikan dengan bahan penyamakan lainnya dapat menghasilkan kulit dengan sifat yang lebih baik (Maina et al., 2019). Penyamakan kombinasi krom ini dapat diaplikasikan pada semua jenis kulit untuk shoe upper, termasuk kulit ikan yang merupakan kulit eksotis.

Kulit eksotis disukai karena kuat dan mempunyai pola/rajah alami yang unik dan menarik (Alla et al., 2017). Kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) merupakan limbah dari perusahaan filet ikan, selama ini hanya dimanfaatkan sebagai kerupuk ikan yang nilai tambahnya sangat kecil. Berdasarkan Maina et al. (2019), kulit ikan dapat dikonversi menjadi kulit yang dapat digunakan untuk membuat berbagai barang dari kulit. Kulit ikan kakap mempunyai rajah yang sangat indah dan menarik sehingga dapat digunakan untuk barang kerajinan. Kulit ikan tersamak dapat menjadi material yang berguna bagi industri fashion dan tekstil (Duraisamy et al., 2016).

Penelitian tentang penyamakan kulit ikan telah banyak dilakukan, diantaranya penyamakan kulit ikan kakap putih menggunakan tingi (Kasmudjiastuti & Murti, 2019), penyamakan zirkonium pada kulit ikan nila, kakap, dan bandeng (Hergiyani et al., 2018), penyamakan nabati pada kulit ikan kakap merah (Pratama et al., 2018), penyamakan nabati kulit ikan nila menggunakan ekstrak kayu tingi (Murti & Kasmudjiastuti, 2016), dan penyamakan ikan nila menggunakan krom (Pahlawan & Kasmudjiastuti, 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kombinasi penyamakan yang optimum untuk variasi penyamakan kombinasi krom-krom, kombinasi krom-glutaraldehid, dan kombinasi krom-mimosa pada kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) untuk bahan kulit atasan sepatu wanita. Sifat-sifat mekanis, identifikasi parameter ekolabel, seperti krom (VI) dan formaldehid, karakteristik gugus

Page 3: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

47

fungsional, dan morfologi kulit, serta distribusi unsur di dalam kulit tersamak juga dipelajari dalam penelitian ini.

BAHAN DAN METODEBahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) awetan garam, wetting agent, Na2S, kapur (Ca(OH)2), ammonium sulfat ((NH4)2SO4), bating agent, degreasing agent, garam (NaCl), indikator phenolptalein (pp), asam formiat (HCOOH), asam sulfat (H2SO4), bahan penyamak krom (Cr(OH)(SO4)), mimosa, glutaraldehid, natrium bikarbonat (NaHCO3), natrium formiat (HCOONa), syntan, acrylic resin syntan, sulphited natural oil with synthetic softening agents (Derminol CNR), cationic fatliquor (Catalix GS), dan oxi-sulphited fish oil (Derminol SPE).

Peralatan PenelitianAlat yang digunakan dalam penyamakan

adalah drum penyamakan, pisau fleshing, papan fleshing, papan pentang, dan alat uji suhu kerut. Karakteristik morfologi dan komposisi dari kulit tersamak dipelajari menggunakan Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray (SEM EDX JLM-6510LA) dan spektrofotometer FT-IR (Thermo Scientific Nicolet iS10) untuk analisis gugus fungsional. Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1601 PC) untuk uji krom (VI) dan formaldehid.

Metode PenelitianPenyamakan kulit ikan kakap merah

Proses penyamakan dimulai dari soaking, liming, fleshing, deliming, bating, degreasing, pickling, tanning, retanning, dyeing, fatliquoring, fiksasi, dan finishing. Proses penyamakan kulit dari soaking sampai tanning disajikan pada Tabel 1. Sebanyak 3 (tiga) variasi kombinasi penyamakan digunakan dalam penelitian ini yaitu, kombinasi krom 4%-krom 2% (kode A), kombinasi krom 4%-glutaraldehid 2% (kode B), dan kombinasi krom 4%-mimosa 2% (kode C).

Pengujian kulit ikan kakap merah tersamakPengujian sifat fisis kulit ikan kakap merah

tersamak dilakukan sesuai persyaratan mutu ISO/TR 20879:2007 Footwear – Performance requirements for components for footwear – Uppers, bagian 4.7. Performance requirements

for components for womens town footwear (ISO, 2007), meliputi parameter uji ketahanan bengkuk (flex resistance) ISO 17694:2016 (ISO, 2016), ketahanan letup (lastability) SNI ISO 17693:2011 (BSN, 2011a), kekuatan sobek SNI ISO 17696:2011 (BSN, 2011b), kekuatan jahit SNI ISO 17697:2011 (BSN, 2011c), color fastness SNI ISO 17700:2011 (BSN, 2011d), kekuatan tarik, dan kemuluran SNI ISO 17706:2011 (BSN, 2011e).

Pengujian parameter ekolabel kulit sesuai persyaratan SNI 19-7188.3-2006 (BSN, 2006) dengan parameter krom (VI) sesuai SNI ISO 17075:2017 (BSN, 2017) dan formaldehid ISO 17226-2:2018 (ISO, 2018) dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Identifikasi gugus fungsional dilakukan menggunakan spektrofotometer FTIR, dan morfologi kulit serta mapping distribusi unsur dilakukan dengan alat uji Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-ray (SEM-EDX).

HASIL DAN PEMBAHASANFlex Resistance and Colour Fastness Kulit Ikan Kakap Tersamak

Hasil uji flex resistance dan color fastness disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh kulit ikan kakap merah tersamak telah lolos uji, hal ini menunjukkan bahwa kulit yang dihasilkan cukup elastis dan lemas. Uji ketahanan bengkuk dilakukan pada 20.000 cycles sesuai ISO/TR 20879:2007 (ISO, 2007) untuk bahan kulit atasan (shoe upper) sepatu wanita dan semua variasi kulit hanya terjadi keretakan ringan. Hal ini menunjukkan bahwa semua variasi penyamakan kulit ikan kakap merah cocok untuk bahan kulit atasan sepatu wanita. Persyaratan mutu uji flex resistance berbeda-beda tergantung dari jenis sepatu.

Uji ketahanan luntur warna (color fastness) dari semua variasi memenuhi persyaratan SNI ISO 17700:2011 (BSN, 2011d), sehingga semua variasi kulit cocok digunakan sebagai shoe upper sepatu wanita. Tabel 2 menunjukkan bahwa uji ketahanan luntur basah dan kering warnanya tidak luntur. Hal ini disebabkan karena cat dasar yang digunakan adalah cat asam. Cat asam dalam larutannya akan bersifat anionik, mampu menembus ke dalam serat kulit sehingga ketika dilakukan proses fiksasi dengan penambahan asam, mengakibatkan muatan serat kulit menjadi kationik. Hal tersebut menyebabkan gugus anionik cat dasar akan

Kulit ikan kakap merah samak kombinasi untuk atasan sepatu...... (Murti et al.)

Page 4: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 36 No. 2 Desember 2020: 45-5648

Tabel 1. Proses penyamakan kulit ikan kakap merah.Proses Bahan Jumlah (%)*

Soaking AirWetting agent

5002

Liming AirNa2SCa(OH)2

30023

Fleshing - -Deliming

DegreasingBating

Air(NH4)2SO4Degreasing agentBating agent

300211

Pickling AirNaClHCOOHH2SO4

100101

0,5Tanning Krom, glutaraldehid, mimosa

HCOONaNaHCO3

A, B, C11

Aging - -Netralisasi Air

HCOONaNaHCO3Neutralizing syntan

2001

1,52

Retanning

DyeingFatliquoring

fiksasi

Air 60 °CSyntan Resin Cat dasar coklatMinyak ikanMinyak sintetisSulfited oilHCOOHAnti jamur

2003323331

0,02Hanging, drying, staking, toggling - -*Persentase (%) berdasarkan berat kulit

Tabel 2. Ketahanan bengkuk dan color fastness kulit ikan kakap merah tersamak.

No Parameter Uji VariasiA B C

1 Flex resistance (Dry 15 Kcs) Light Light Light2 Color fastness

StainingWet (20 cycles) (grey scale) 4 4/5 4/5Dry (100 cycles) (grey scale) 5 4 4/5MarringWet (20 cycles) (grey scale) 5 5 5Dry (100 cycles) (grey scale) 5 5 5

berikatan kuat dengan serat kulit yang bermuatan positif, sehingga cat dasar tidak luntur.

Kualitas cat dasar dan bahan kimia untuk finishing kulit seperti bahan kimia untuk pelapisan (coating) kulit dapat mempengaruhi ketahanan

luntur. Kasmudjiastuti (2014) menyatakan bahwa aplikasi larutan finishing, temperatur, dan lamanya waktu plating, membentuk lapisan film pada finishing kulit ikan nila menjadi kompak sehingga kulit tahan terhadap gosokan baik secara kering

Page 5: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

49

maupun basah. Plating berfungsi meratakan lapisan film yang terbentuk (good levelling of the film) menjadi kompak dan permanen sehingga ketahanan warna (fastness) meningkat. Penggunaan nano partikel polialdehid pada bahan kimia untuk coating finishing kulit juga akan menunjukkan peningkatan ketahanan luntur gosok basah, kering, ketahanan terhadap keringat, dan migrasi warna (Yasothai et al., 2019).

Kekuatan Sobek Kulit Ikan Kakap TersamakHasil uji ketahanan sobek kulit ikan kakap

merah tersamak disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa semua variasi penyamakan tidak memenuhi persyaratan ISO/TR 20879:2007, yaitu minimal 30 N. Hal ini dikarenakan kulit ikan kakap merah di tiap pangkal sisik tergolong tipis, sehingga kekuatan sobeknya rendah. Berdasarkan Suparno & Wahyudi (2012), ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain mempengaruhi kekuatan sobek kulit tersamak, sehingga semakin tinggi kekuatan sobek maka kualitas yang dihasilkan semakin bagus.

Kekuatan sobek dapat ditingkatkan dengan mengontrol persentase (jumlah) bahan bating yang digunakan dan waktu proses pengikisan protein (bating). Penggunaan bahan bating yang terlalu banyak dan waktu proses bating yang terlalu lama akan mengakibatkan kekuatan sobek rendah, sedangkan pada proses pembuatan sepatu, kekuatan sobek shoe upper ditingkatkan dengan adanya bahan pelapis (lining) pada setiap pembuatan sepatu. Penelitian ini mempunyai kontribusi meningkatkan nilai tambah limbah kulit ikan dan untuk diversifikasi bahan baku industri alas kaki, dimana nerf kulit yang khas dan unik akan menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen

Gambar 1 menunjukkan bahwa kombinasi krom-glutaraldehid mempunyai kekuatan sobek tertinggi. Hal tersebut disebabkan oleh kulit yang disamak krom akan membentuk ikatan silang dengan gugus COO- sedangkan glutaraldehid yang merupakan suatu aldehid membentuk crosslinking dengan gugus amino pada kolagen. Maina et al. (2019) menyatakan bahwa pada sistem tanning aldehid terjadi crosslinking antara gugus amino pada kolagen dengan aldehid untuk mencegah pembusukan kulit. Crosslinking yang terbentuk pada serat kolagen dengan aldehid bersifat irreversibel namun kekuatan ikatan silangnya masih lebih lemah dibandingkan kekuatan ikatan silang antara krom dengan serat

kolagen. Kombinasi ikatan silang ini akan saling menguatkan sehingga diperoleh ketahanan sobek paling tinggi.

Ketahanan Letup (Lastability) Kulit Ikan Kakap Tersamak

Ketahanan letup (lastability) merupakan ketahanan kulit menerima tusukan dan tekanan dari benda tumpul, semakin tinggi ketahanan letup maka kualitas kulit semakin baik. Ketahanan letup ini untuk mengukur seberapa tahan kulit sepatu menahan tekanan ujung jari kaki ketika sepatu dipakai. Semua variasi penyamakan memenuhi persyaratan ketahanan letup, yaitu minimal 6 mm. Ketahanan letup kulit ikan kakap merah tersamak disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa kulit yang disamak menggunakan kombinasi krom dengan mimosa mempunyai ketahanan letup paling tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena kulit yang disamak dengan kombinasi krom-mimosa lebih berisi (Elhassan, 2016). Ketahanan letup yang tinggi akan menyebabkan sepatu lebih awet karena tidak cepat berlubang pada bagian depan oleh tekanan jari kaki saat bergerak.

Kekuatan Jahit Kulit Ikan Kakap TersamakSemua variasi penyamakan kulit ikan kakap

merah memenuhi persyaratan shoe upper untuk sepatu wanita. Kekuatan jahit kulit ikan kakap merah tersamak disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa kombinasi krom-nabati memberikan nilai kekuatan jahit tertinggi, hal ini dikarenakan kulit yang disamak nabati akan diperoleh kulit yang padat berisi (fullness), sehingga sifat fisisnya bagus dan tahan terhadap sobekan. Penggunaan kombinasi krom dengan bahan penyamak nabati dapat meningkatkan shrinkage temperature dan fullness (Elhassan, 2016).

Pada teknologi pembuatan sepatu lazim digunakan pelapis (lining) dan lapis dalam (interlining), terutama jika digunakan kulit tipis dan lemas pada bagian shoe upper. Pelapis berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan menjaga agar sepatu tidak terlalu mulur. Pelapis juga dapat meningkatkan ketahanan fisis kulit seperti kekuatan tarik, kuat sobek, maupun kuat jahit shoe upper.

Kekuatan Tarik Kulit Ikan Kakap TersamakHasil pengujian kekuatan tarik digunakan

Kulit ikan kakap merah samak kombinasi untuk atasan sepatu...... (Murti et al.)

Page 6: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 36 No. 2 Desember 2020: 45-5650

Gambar 1. Kekuatan sobek kulit ikan kakap merah tersamak.

Gambar 2. Ketahanan letup kulit ikan kakap merah tersamak.

untuk mengevaluasi produk kulit yang sering mendapatkan tarikan secara fisik, seperti ikat pinggang, sepatu, maupun tali mesin jahit. Gambar 4 menunjukkan bahwa semua variasi penyamakan memenuhi persyaratan untuk shoe upper sepatu wanita, yaitu kekuatan tarik minimal 8 N/mm. Kombinasi penyamakan krom-mimosa mempunyai kuat tarik paling tinggi. Elhassan (2016) menyatakan bahwa tanin dari bahan penyamak nabati mengandung gugus polifenol. Interaksi antara tanin dengan kolagen membentuk ikatan hidrogen ganda yang dapat membentuk cross linking dengan molekul kolagen dan menstabilkan serat-serat kulit. Penyamakan kombinasi krom dengan bahan penyamak nabati menghasilkan kulit dengan suhu kerut tinggi dan berisi (fullness) sehingga mempunyai kekuatan tarik yang tinggi. Menurut Kholifah et al. (2014), kekuatan tarik merupakan salah satu indikator kualitas kulit yang berdasarkan pada ikatan antara

Gambar 3. Kekuatan jahit kulit ikan kakap merah tersamak.

serat kolagen kulit dengan tanin. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kekuatan tarik adalah kualitas kulit mentah, metode pengawetan kulit, dan proses-proses selama penyamakan, seperti pengapuran, bating, peminyakan, dan pementangan (Pahlawan & Kasmudjiastuti, 2012).

Kemuluran (Elongation at Break)Parameter kemuluran menunjukan kemampuan

kulit untuk mulur. Gambar 5 menunjukkan bahwa variasi krom-mimosa mempunyai kemuluran paling rendah. Hal ini disebabkan karena pada kulit yang disamak dengan bahan penyamak nabati menghasilkan kulit yang padat, berisi, tetapi kaku (rigid) sehingga kemulurannya rendah (Covington, 2009). Bahan penyamak menjadikan kulit tersamak mempunyai struktur yang kompak. Kulit yang mempunyai nilai kuat tarik tinggi maka nilai kemulurannya rendah, dan sebaliknya (Hergiyani et al., 2018).

Gambar 4. Kekuatan tarik kulit ikan kakap merah tersamak.

Gambar 5. Kemuluran kulit ikan kakap merah tersamak.

Page 7: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

51

Karakter kulit samak nabati bervariasi dari kaku sampai fleksibel tergantung dari raw material yang digunakan, baik kulit mentahnya atau bahan penyamak nabatinya, serta teknik penyamakannya (Falcao & Araujo, 2018). Kulit yang terlalu mulur tidak bisa mempertahankan bentuk sepatu tetapi dapat menyebabkan kaki lecet apabila kemuluran kurang. Kemuluran merupakan parameter penting yang harus dimiliki bahan untuk sepatu, khususnya pada saat pengopenan (lasting) (Widari et al., 2013). Lasting merupakan proses penggabungan shoe upper dan insole dengan cara meletakkan shoe upper di atas shoelast yang bagian bawahnya telah ditempel insole, kemudian bagian tepi shoe upper ditarik secara merata mengikuti bentuk shoelast dan direkatkan dengan insole menggunakan lem atau paku. Kekuatan tarik dan kemuluran kulit yang memadai diperlukan pada proses penarikan kulit agar tidak retak atau pecah.

Identifikasi Kadar Krom (VI), Formaldehid, dan Suhu Kerut pada Kulit Ikan Kakap Merah Tersamak

Hasil uji kadar krom (VI), suhu kerut, dan formaldehid bebas pada kulit ikan kakap merah tersamak disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar krom (VI) memenuhi baku mutu, yaitu maksimal 3 mg/kg. Pada penyamakan kombinasi krom-mimosa, kadar krom (VI) adalah yang paling rendah. Penggunaan mimosa yang mengandung antioksidan dapat menghambat oksidasi krom (III) menjadi krom (VI). Menurut Devikavathi et al. (2014) dan Colak et al. (2014), antioksidan (tanin) yang terdapat pada bahan penyamak nabati, seperti tara dan mirobalan, dapat mencegah atau menghambat terbentuknya krom (VI) dalam kulit. Suhu kerut kulit ikan kakap merah tersamak di atas 100 oC. Suhu kerut merupakan faktor penting dalam pembuatan sepatu. Penyamakan kombinasi krom dengan material lain dapat mengurangi penggunaan krom dan meningkatkan suhu kerut. Suhu kerut yang tinggi (mencapai 100 oC) diperlukan untuk kulit shoe upper (Elhassan, 2016).

Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar formaldehid bebas pada kulit ikan kakap merah tersamak tidak terdeteksi. Formaldehid bebas dapat berasal dari penggunaan glutaraldehid dan syntan. Formaldehid digunakan dalam produksi syntan sehingga finished leather bisa mengandung formaldehid bebas. Syntan diproduksi pertama kali dengan kondensasi formalin dengan phenol

sulphonic acid (Ammenn et al., 2015). Menurut Shahriar et al. (2019), syntan disintesis dengan kondensasi senyawa aromatik seperti fenol, asam sulfonik naftalen dengan formaldehid atau urea. Polimer terkondensasi ini digunakan untuk produksi retanning agent.

Pada penelitian ini, syntan digunakan sebagai retanning agent sehingga kulit yang dihasilkan berpotensi mengandung formaldehid bebas. Proses retanning merupakan tahapan yang penting dalam penyamakan kulit untuk meningkatkan sifat-sifat mekanis-fisis dari kulit tersamak (Sun et al., 2018). Formaldehid digunakan secara luas dalam sintesis bahan-bahan kimia untuk pembuatan kulit karena reaktivitas formaldehid yang tinggi dan murah (Yi et al., 2019). Hasil identifikasi parameter kimia krom (VI) dan formaldehid bebas menunjukkan bahwa kulit ikan kakap merah tersamak memenuhi SNI 19-7188.3.1-2006 (BSN, 2006) sehingga aman digunakan sebagai bahan kulit shoe upper.

Analisis Gugus FungsionalAnalisa gugus fungsional pada kulit ikan

kakap merah tersamak disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan adanya serapan melebar dari bilangan gelombang 3400 cm-1 sampai 3290 cm-1. Menurut Nashy et al. (2012), serapan ini menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH) pada kulit. Sedangkan serapan pada 3100-2900 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi stretching -NH dari gugus NH2 yang berasal dari asam amino dan vibrasi stretching asimetri dari gugus -CH2. Puncak vibrasi N-H stretching dari amina primer dapat terjadi pada bilangan gelombang 3410-3277 cm-1 (Yao et al., 2019). Gambar 6 juga menunjukkan adanya serapan pada 1728 cm-1 yang mengindikasikan terjadi stretching dari gugus C=O pada amida I. Serapan pada bilangan gelombang 1725 cm-1 merupakan serapan dari vibrasi gugus ketonik (C=O) (Puica et al., 2006; Malea et al., 2010).

Menurut Yao et al. (2019), serapan yang berlokasi pada 1651 cm-1 dan 1539 cm-1 menunjukkan adanya -C=O dan N-H stretching dari amida. Gugus bending NH2 dan vibrasi stretching C-N pada gugus amida II ditunjukkan pada serapan 1552 cm-1. Gugus bending -NH dari amida III ditunjukkan pada serapan 1240 cm-

1. Serapan pada bilangan gelombang 1649 cm-1

diduga merupakan serapan karakteristik yang menunjukkan adanya interaksi krom dengan protein. Hal ini sesuai dengan Nashy et al. (2012)

Kulit ikan kakap merah samak kombinasi untuk atasan sepatu...... (Murti et al.)

Page 8: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 36 No. 2 Desember 2020: 45-5652

Tabel 3. Hasil uji kadar krom (VI), formaldehid, dan suhu kerut pada kulit ikan kakap merah tersamak.

Kode Parameter ujiSuhu kerut (°C) Krom (VI) (mg/kg) Formaldehid (mg/kg)

A 104 2,93 Tidak terdeteksiB 102 2,13 Tidak terdeteksiC 101 2,03 Tidak terdeteksi

yang menyatakan bahwa interaksi krom dengan protein (-Cr-OOC-) ditunjukkan dengan serapan yang khas pada bilangan gelombang sekitar 1636 cm-1.

Gambar 6b merupakan spektra FTIR dari kulit ikan kakap merah yang disamak menggunakan krom dan glutaraldehid. Gambar 6B menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 1622 cm-1 yang mengindikasikan adanya interaksi antara glutaraldehid dengan protein. Serapan pada bilangan gelombang 1620,21 cm-1 menunjukkan keberadaan senyawa Schiff base (Sirumapea & Anggraini, 2016; You et al., 2016; Jadhav et al., 2017). Senyawa Schiff base merupakan senyawa yang mengandung gugus fungsional azometin (C=N) hasil kondensasi amina primer dengan senyawa karbonil.

Schiff base dalam penelitian ini terbentuk karena adanya interaksi antara amina primer pada protein dengan gugus karbonil (C=O) pada

(a)

Gambar 6. Spektra FTIR dari kombinasi krom 4%-krom 2% (a), kombinasi krom 6-glutaraldehid 2% (b), dan kombinasi krom 6%-mimosa 2% (c).

glutaraldehid. Menurut Ramachandran et al. (2011), reaksi antara glutaraldehid dengan kitosan menghasilkan Schiff base yang ditunjukkan dengan terbentuknya serapan baru pada bilangan gelombang 1610 cm-1. Serapan ini menunjukkan adanya vibrasi stretching dari gugus fungsional C=N pada Schiff base. Pada penyamakan aldehid, terjadi pembentukan cross linking antara antara gugus asam amino pada kolagen dengan aldehid (Maina et al., 2019).

Penyamakan kombinasi krom dengan mimosa disajikan pada Gambar 6c. Mimosa merupakan bahan penyamak nabati yang mengandung tanin. Tanin mengandung gugus polifenol yang reaktif dan dapat berdifusi ke kulit. Pada Gambar 6c, terdapat serapan baru pada bilangan gelombang 1038 cm-1 yang diperkirakan menunjukkan adanya vibrasi C-H dari gugus aromatis. Vibrasi simetris dan asimetris dari C-O terjadi pada bilangan gelombang 1326 cm-1 dan 1037 cm-1 (Puica et al.,

(b)

(c)

Page 9: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

53

2016). Serapan pada bilangan gelombang 1396 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C-O dari gugus karbonil (Yao et al., 2019). Menurut Hedberg et al. (2014), pada bilangan gelombang 1350-1000 cm-1

terdapat serapan karakteristik dari gugus aromatis yang berasal dari tanin pada bahan penyamak nabati. Pada penelitian ini, vibrasi simetri dan asimetri dari C-O dan keberadaan gugus aromatis pada tanin dari mimosa ditunjukkan pada bilangan gelombang 1375 cm-1 dan 1038 cm-1. Serapan pada bilangan gelombang 1038 cm-1 menunjukkan vibrasi bending C-H dari gugus aromatis.

Morfologi Permukaan dan Mapping Distribusi Unsur

Hasil karakterisasi kulit ikan kakap merah tersamak menggunakan SEM-EDX disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Menurut Alla et

Gambar 7. SEM image dengan perbesaran 50x dari penyamakan kombinasi krom 4%-krom 2% (a); krom 4%-glutaraldehid 2% (b); dan krom 4%-mimosa 2% (c).

al. (2017), EDX merupakan teknik analisa yang digunakan untuk menganalisa unsur-unsur pada suatu spesimen. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pada interaksi gelombang elektromagnetik dengan sampel.

Komposisi unsur disajikan pada Gambar 8. Data EDX menunjukkan adanya unsur krom yang berasal dari bahan penyamak. Unsur-unsur yang lain seperti C, O, N, dan S berasal dari unsur-unsur penyusun protein pada kulit. Logam berat yang lain seperti Pb dan Cd, yang berpotensi muncul dari penggunaan pigmen, zat warna, ataupun cat, tidak tampak dalam hasil EDX. Menurut Crudu et al. (2012), logam berat seperti Cr, Pb, Cd, Hg, dan Ni diatur dan dibatasi kadarnya dalam kulit tersamak untuk mendapatkan kulit yang lebih ramah lingkungan.

Distribusi unsur-unsur pada tiap bagian kulit

(a) (b) (c)

Gambar 8. Mapping unsur dari kombinasi krom 4%-krom 2% (a); krom 4%-glutaraldehid 2% (b); krom 4%-mimosa 2% (c).

(a)

(b)

(c)

Kulit ikan kakap merah samak kombinasi untuk atasan sepatu...... (Murti et al.)

Page 10: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

54 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 36 No. 2 Desember 2020: 45-56

tidak sama karena ketebalan kulit tidak homogen. Menurut Crudu et al. (2014), kulit merupakan material yang tidak homogen, sehingga distribusi bahan penyamak ke kulit akan berbeda-beda pada setiap bagian. Pendapat ini didukung oleh Ali et al.(2020) yang menyatakan kulit merupakan material yang tidak uniform.

KESIMPULANFormula penyamakan kulit ikan kakap merah

yang optimum untuk bahan kulit atasan (shoe upper) sepatu wanita adalah kombinasi krom 4% dengan mimosa 2%, karena mempunyai keunggulan pada kekuatan tarik, kekuatan jahit, dan ketahanan letup yang lebih tinggi. Hasil uji SEM menunjukkan bahwa kulit ikan kakap merah yang disamak dengan kombinasi krom dan mimosa mempunyai serat yang kompak dan padat. Kulit ikan kakap merah tersamak memenuhi SNI 19-7188.3.1-2006 untuk parameter krom (VI) dan formaldehid bebas sehingga aman digunakan untuk shoe upper sepatu wanita.

UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada

Kepala Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik dan pihak-pihak terkait yang mendukung terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKAAli, A. A., Gasmelseed, G. A., & Ahmed, A. E.

(2019). Innovation an eco friendly technology: Tanning system using semi chrome and improved indigenous tannins (Acacia nilotica pods). Journal of Biotechnology and Biomedicine, 2, 15–23. https://doi.org/10.26502/jbb.2642-9128006

Ali, F., Kamal, M., & Islam, M. S. (2020). Comparative study on physical properties of different types of leather in Bangladesh. International Journal of Engineering Research and Applications, 10(2), 55–63.

Alla, J. P., Ramanathan, G., Fathima, N. N., Uma, T. S., & Rao, J. J. (2017). Fish skin and exotic leathers. Journal of the American Leather Chemists Association, 112(2), 36–43.

Ammenn, J., Huebsche, C., Schilling, E., & Dannheim, B. (2015). Chemistry of syntans and their influence on leather quality. Journal of the American Leather Chemists Association, 110(11), 349–354.

BSN. (2006). SNI 19-7188.3.1:2006 Kriteria ekolabel - Bagian 3: Kategori produk kulit - Seksi 1: Kulit jadi. Jakarta, Indonesia: Badan Standardisasi Nasional.

BSN. (2011a). SNI ISO 17693:2011 Alas kaki - Metode uji bagian atas sepatu - Ketahanan terhadap kerusakan pada pengopenan. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

BSN. (2011b). SNI ISO 17696:2011 Alas kaki - Metode uji untuk bagian atas sepatu, lapis dan tatakan - Kekuatan sobek. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

BSN. (2011c). SNI ISO 17697:2011 Alas kaki - Metode uji bagian atas sepatu, lapis dan tatakan - Kekuatan jahit. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

BSN. (2011d). SNI ISO 17700:2011 Alas kaki - Metode uji untuk bagian atas sepatu, lapis dan tatakan - Ketahanan warna terhadap gosokan. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

BSN. (2011e). SNI ISO 17706:2011 Alas kaki - Metode uji bagian atas sepatu - Kuat tarik dan kemuluran. Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

BSN. (2017). SNI ISO 17075:2017 Kulit - Uji kimiawi - Penentuan kadar kromium (VI). Jakarta, Indonesia: Badan Standarisasi Nasional.

China, C. R., Maguta, M. M., Nyandoro, S. S., Hilonga, A., Kanth, S. V, & Njau, K. N. (2020). Alternative tanning technologies and their suitability in curbing environmental pollution from the leather industry: A comprehensive review. Chemosphere, 254, 126804. https://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2020.126804

Colak, S. M., Dandar, U., & Kilic, E. (2014). Antioxidant effect of tannic acid on formation of formaldehyde and hexavalent chromium compounds in leather. Tekstil ve Confeksiyon, 24(1), 105–110.

Covington, A. D. (2009). Tanning chemistry : The science of leather. Cambridge, UK: Royal Society of Chemistry.

Crudu, M., Deselnicu, V., Deselnicu, D. C., & Albu, L. (2014). Valorization of titanium metal wastes as tanning agent used in leather industry. Waste Management, 34(10), 1806–1814. https://doi.org/10.1016/j.wasman.2013.12.015

Crudu, M., Deselnicu, V., Ioannidis, I., Albu, L., & Crudu, A. (2012). New wet white tanning agents and technology. Proceedings of the 4th International Conference on Advanced Materials and Systems, 27–34.

Devikavathi, G., Suresh, S., Rose, C., & Muralidharan, C. (2014). Prevention of carcinogenic Cr (VI) formation in leather – A three pronged approach for leather products. Indian Journal of Chemical Technology, 21(1), 7–13.

Duraisamy, R., Shamena, S., & Berekete, A. K. (2016). A review of bio-tanning materials for processing of fish skin into leather. International Journal of Engineering Trends and Technology, 39(1), 10–20.

Elhassan, A. M. (2016). Chromium combination

Page 11: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

tannage of rural and minimal tanned crusts. Journal of Advances in Biology, 9(2), 1816–1824.

Falcao, L., & Araujo, M. E. M. (2018). Vegetable tannins used in the manufacture of historic leathers. Molecules, 23(5), 1081. https://doi.org/10.3390/molecules23051081

Font, J., Rius, A., Marsal, A., Sanchez, D., Hauber, C., & Tommaselli, M. (2006). Prevention of chromium (VI) formation by improving the tannery processes. Eurocongress of the International Union of Leather Technicians and Chemists Societies.

Hedberg, Y. S., Liden, C., & Wallinder, I. O. (2014). Correlation between bulk and surface chemistry of Cr-tanned leather and the release of Cr(III) and Cr(VI). Journal of Hazardous Material, 280, 654–661. https://doi.org/10.1016/j.jhazmat.2014.08.061

Hergiyani, R., Darmanto, Y. S., & Purnamayati, L. (2018). Pengaruh penyamakan zirkonium terhadap uji kekuatan tarik, uji kekuatan sobek, uji kemuluran dan uji suhu kerut pada berbagai jenis kulit ikan. Saintek Perikanan, 13(2), 105–110. https://doi.org/10.14710/ijfst.13.2.105-110

ISO. (2007). ISO/TR 20879:2007 Footwear - Performance requirements for components for footwear - Uppers. Geneva, Switzerland: International Organization for Standardization.

ISO. (2016). ISO 17694:2016 Footwear - Test methods for uppers and lining-flex resistance. Geneva, Switzerland: International Organization for Standardization.

ISO. (2018). ISO 17226-2:2018 Leather - Chemical determination of formaldehyde content - Part 2: Method using colorimetric analysis. Geneva, Switzerland: International Organization for Standardization.

Jadhav, S. P., Kapadnis, K. H., Deshmukh, A. S., & Hiray, A. P. (2017). Synthesis and characterization of Schiff base derived from vanillin with various amine and formation of Co(II), Cu(II) and Ni(II) metal complexes with derived Schiff base. World Journal of Pharmaceutical Research, 6(12), 1361–1368.

Kasmudjiastuti, E. (2014). Optimasi proses finishing kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) untuk bagian atasan sepatu. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 30(2), 107–114. https://doi.org/10.20543/mkkp.v30i2.131

Kasmudjiastuti, E., & Murti, R. S. (2019). The effect of level concentration ceriops tagal on leather tanning of barramundi (Lates calcarifer) fish skin on chemical, mechanical and leather morphology properties. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 536, 012076. https://doi.org/10.1088/1757-899X/536/1/012076

Kholifah, N., Darmanto, Y. S., & Wijayanti, I. (2014).

Perbedaan konsentrasi mimosa pada proses penyamakan terhadap kualitas fisik dan kimia ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4), 113–118.

Kuria, A., Ombui, J., Onyuka, A., Sasia, A., Kipyegon, C., Kaimenyi, P., & Ngugi, A. (2016). Quality evaluation of leathers produced by selected vegetable tanning materials from Laikipia County, Kenya. IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Sciences, 9(4), 13–17.

Maina, P., Ollengo, M. A., & Nthiga, E. W. (2019). Trends in leather processing: A review. International Journal of Scientific and Research Publications, 9(12), 212–223. https://doi.org/10.29322/ijsrp.9.12.2019.p9626

Malea, E., Boyatzis, S. C., & Kehagia, M. (2010). Cleaning of tanned leather: Testing with Infra Red Spectroscopy and SEM-EDAX. Proceedings of the ICOM-CC Joint Interim Meeting, 1–12.

Murti, R. S., & Kasmudjiastuti, E. (2016). Penyamakan kulit ikan nila (Oerochromis niloticus) menggunakan ekstrak kulit kayu tingi (Ceriops tagal) sebagai bahan penyamak ulang. Prosiding Seminar Kulit, Karet, dan Plastik ke-5, 5(1), 51–60.

Nashy, E. H. A., Osman, O., Mahmoud, A. A., & Ibrahim, M. (2012). Molecular spectroscopic study for suggested mechanism of chrome tanned leather. Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomelecular Spectroscopy, 88, 171–176. https://doi.org/10.1016/j.saa.2011.12.024

Pahlawan, I. F., & Kasmudjiastuti, E. (2012). Pengaruh jumlah minyak terhadap sifat fisis kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) untuk bagian atas sepatu. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 28(2), 105–112. https://doi.org/10.20543/mkkp.v28i2.113

Pratama, M., Sahubawa, L., Pertiwiningrum, A., Rahmadian, Y., & Puspita, I. D. (2018). The effect of mimosa and syntan mixture on the quality of tanned red snapper leather. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 139, 012048. https://doi.org/10.1088/1755-1315/139/1/012048

Puica, N. M., Pui, A., & Florescu, M. (2006). FTIR spectroscopy for the analysis of vegetable tanned ancient leather. European Journal of Science and Theology, 2(4), 49–53.

Qiang, T., Gao, X., Ren, J., Chen, X., & Wang, X. (2016). A chrome-free and chrome-less tanning system based on the hyperbranched polymer. ACS Sustainable Chemical Engineering, 4(3), 701–707. https://doi.org/10.1021/acssuschemeng.5b00917

Ramachandran, S., Nandhakumar, S., & Dhanaraju, M. D. (2011). Formulation and characterization of glutaraldehyde cross-linked chitosan

55Kulit ikan kakap merah samak kombinasi untuk atasan sepatu...... (Murti et al.)

Page 12: Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan

56 MAJALAH KULIT, KARET, DAN PLASTIK Vol. 36 No. 2 Desember 2020: 45-56

biodegradable microspheres loaded with famotidine. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 10(3), 309–316. https://doi.org/10.4314/tjpr.v10i3.13

Shahriar, A., Zohra, F. T., Murad, A. B. M. W., & Ahmed, S. (2019). Enhancement of waterproofing properties of finished upper leather produced from Bangladesh cow hides. European Journal of Engineering Research and Science, 4(7), 63–71. https://doi.org/10.24018/ejers.2019.4.7.1426

Sirumapea, L., & Anggraini, D. (2016). Sintesis dan karakterisasi senyawa antibakteri kompleks Schiff base dengan tembaga (Cu). Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology, 3(1), 1–8.

Sun, X., Jin, Y., Lai, S., Pan, J., Du, W., & Shi, L. (2018). Desirable retanning system for aldehyde-tanned leather to reduce the formaldehyde content and improve the physical-mechanical properties. Journal of Cleaner Production, 175, 199–206. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.12.058

Suparno, O., & Wahyudi, E. (2012). Pengaruh konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air pada penyamakan kulit samoa terhadap mutu

kulit samoa. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 22(1), 1–9.

Widari, Rambat, & Suparti. (2013). Pembuatan kulit atasan sepatu bebas krom. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 29(2), 99–104. https://doi.org/10.20543/mkkp.v29i2.197

Yao, Q., Wang, Y., Chen, H., Huang, H., & Liu, B. (2019). Mechanism of high chrome uptake of tanning pickled pelt by carboxyl-terminated hyper-branched polymer combination chrome tanning. Chemistry Select, 4(2), 670–680. https://doi.org/10.1002/slct.201802952

Yasothai, A., Jayakumar, G. C., Angayarkanny, S., Peter, N. K., & Swarna, V. K. (2019). Nano-bio aldehyde system for leather manufacture. Proceedings of XXXV IULTCS Congress, 1–5.

Yi, Y., Ding, W., Wang, Y., & Shi, B. (2019). Determination of free formaldehyde in leather chemicals. Journal of the American Leather Chemists Association, 114(10), 382–390.

You, Y., Sun, X., Cui, Q., Wang, B., & Ma, J. (2016). The retention and drainage behavior of cross-linked gelatin with glutaraldehyde in a papermaking system. Bioresources, 11(3), 6162–6173.