Upload
trinhtuong
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERJEMAHAN SINONIM ISTILAH TAUHID
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
FINA SULASTRI
NIM: 104024000836
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
2
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strara 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 18 Juni 2008
Fina Sulastri
NIM: 104024000836
3
PENERJEMAHAN SINONIM ISTILAH TAUHID
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
FINA SULASTRI
NIM: 104024000836
Pembimbing,
Drs. Abdullah, M.Ag.
NIP: 150262446
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
4
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Penerjemahan Sinonim Istilah Tauhid” telah diujikan
dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 18 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta,18 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. Ikhwan Azizi, M.A Akhmad Syaekhuddin, M.Ag
NIP: 150268589 NIP: 150303001
Anggota,
Ismakun Ilyas, Lc. M.A
NIP: 150274620
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah rasa puji dan syukur penulis haturkan pada Allah Swt. yang
Mengatur hati para hamba dengan kehendak-Nya, Maha Pengasih dan Penyayang
terhadap seluruh makhluk-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan selalu
pada Rasulullah Saw. utusan Allah di muka bumi yang mengangkat bangunan
hidayah dengan pernyataan kebenaran sebagai pembawa risalah Islam dan
pembawa rahmat bagi alam semesta serta memberi syafaat di akhir zaman. Berkat
ridha-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tak dapat dipungkiri bahwa proses penelitian dan penulisan skripsi ini telah
melibatkan banyak pihak, baik secara langsung maupun tak langsung ikut
berpartisipasi membangun teori, data, dan anlisis sehingga skripsi ini dapat selesai
sebagaimana mestinya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
memberikan banyak bantuan sumbangsih, pikiran, inspirasi dan semangat dalam
penyelesaian tugas akhir ini. Diantaranya:
Penghargaan yang setinggi-tingginya Penulis persembahkan pada mama dan
papa (bapak Supandi dan Ibu Euis Dinawati), yang telah memberikan do’a,
semangat, dan dorongan pada penulis. Buat teh pia, Iman, Endar, dan Ayep,
terima kasih banyak atas semangat dan dukungan kalian yang selalu menanyakan
’kapan selesai?’
Bapak Dr. Abdul Chair, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora,
Kepada bapak Ikhwan Azizi MA, selaku ketua Jurusan Tarjamah. Bapak
Saehudin M.Ag selaku sekertaris Jurusan. Kepada segenap dosen Fakultas Adab
dan Humaniora khususnya Jurusan Tarjamah yang telah mentransfer ilmunya
pada Penulis.
Bapak Drs. Abdullah M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu dan inspirasinya kepada Penulis hingga selesai. Kepada
seluruh jajaran perpustakaan seperti perpustakaan utama, perpustakaan Adab dan
Humaniora, dan perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, yang
telah memberikan berbagai macam refrensi pada penulis.
6
Teman-teman tercinta jurusan Tarjamah angkatan 2004 Tatam, Hafid,
Omen, Heri, Luki dan Erwan. Juga Poet, Ana, Muna, Munay, nununk, dan Isil.
thank a lot for your spirit and your halping. Specially forLaa Turbi ten graduate
Guntor famale, yaitu Eva, Wahyu, Lala, Rani, Nora, Nunk, dan yang lainnya tak
penulis sebutkan namanya satu-persatu. Teruntuk anak-anak kosan al-Markaz
al-Islam, Mimil, k Nita, k Toton, Santi, Umi dan yang lainnya terima kasih atas
semangat dan canda kalian yang selalu mewarnai suasana selama penulisan ini.
Semua pihak yang membantu penulisan ini, yang tidak Penulis sebutkan
namanya satu persatu. Semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat bagi
peminat penerjemahan khususnya penerjemahan Al-Qur’ân. Walaupun Penulis
sadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga masukan dan saran-
saran dari semua pihak dapat melengkapi skripsi ini.
Ciputat, 18 Juni 2008
7
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan....................................................................... ii
Pengesahan Pembimbing.............................................................. iii
Pengesahan Panitia Ujian ............................................................. iv
Kata Pengantar ............................................................................. v
Daftar Isi ...................................................................................... vii
Pedoman Transliterasi .................................................................. ix
Abstrak......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN. ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 7
C. Tujuan dan manfaat Penulisan ............................................... 10
D. Tinjauan Pustaka.................................................................... 10
E. Sistematika Penulisan ............................................................ 10
BAB II KERANGKA TEORI .................................................................. 12
A. Penerjemahan ........................................................................ 12
1. Definisi Terjemah ........................................................... 12
2. Jenis-jenis Penerjemahan ................................................. 17
3. Pergeseran Padanan dalam Penerjemahan ........................ 18
4. Macam-macam Terjemahan Terjemahan Al-Qur’ân......... 20
B. Sinonim dalam Bahasa Arab .................................................. 21
C. Sinonim dalam Bahasa Indonesia .......................................... 22
1. Pengertian ....................................................................... 22
2. Sifat-sifat ......................................................................... 25
3. Jenis-jenis Sinonim. ........................................................ 26
4. Faktor Penyebab munculnya Sinonim .............................. 29
D. Semantik................................................................................ 33
1. Pengertian Makna ........................................................... 34
2. Jenis-senis Makna ........................................................... 38
8
E. Ketauhidan ............................................................................ 42
1. Konsekuensi Tauhid. ....................................................... 42
2. Konsep Tuhan Menurut Islam .......................................... 44
3. Konsep Al-Qur’ān Tentang Tauhid .................................. 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 51
A. Pendekatan Data...................................................................... 51
B. Sumber dan Metode Pengumpulan Data................................. 52
C. Analisis Data ......................................................................... 54
BAB IV ANALISIS TERJEMAHAN SINONIM ISTILAH TAUHID....... 55
BAB V PENUTUP................................................................................... 75
A. Kesimpulan............................................................................ 75
B. Saran ..................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 78
9
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
PEDOMAN TRANSLITERASI
Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
No. Lambang Bunyi Transliterasi Keterangan
ا 1
Tidak dilambangkan
b be ب 2
t te ت 3
ts te dan es ث 4
j je ج 5
h h dengan garis bawah ح 6
kh ka dan ha خ 7
d de د 8
dz de dan zet ذ 9
r er ر 10
z zet ز 11
s es س 12
sy es dan ye ش 13
s es dengan garis di bawah ص 14
10
d de dengan garis di bawah ض 15
No. Lambang Bunyi Transliterasi Keterangan
z zet dengan garis di bawah ظ 17
t te dengan garis di bawah ط 16
‘ ع 18koma terbalik di atas hadap
kanan
gh ge dan ha غ 19
f ef ف 20
q ki ق 21
k ka ك 22
l el ل 23
m em م 24
n en ن 25
w we و 26
h ha هـ 27
apostrof ` ء 28
y ye ي 29
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
11
No. Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
1 __َ_ a fathah
i kasrah ــِ 2
3 __ُ_ u dammah
b. Vokal Rangkap
Untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
No. Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
_َ__ ي 1 ai a dan i
_َ__ و 2 au a dan u
c. Vokal panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
No. Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ـَ$ 1
î i dengan topi di atas ـِْ& 2
û u dengan topi di atas ـُْ' 3
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf ,ال
qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.
12
ABSTRAK
Fina Sualastri
JUDUL: Penerjemahan Sinonim Istilah Tauhid
Bahasa di dunia beraneka ragam, karena bahasa bersifat konvensial yang dipakai
sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan, pikiran, dan perbuatan. Dengan adanya ragam bahasa itu, tak menutup kemungkinan terjadi proses
sinonimi. Begitu pula istilah yang terdapat dalam Ilmu Tauhid sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan juga tak lepas dari sinonimi.
Dalam agama Islam konsep Tuhan hanya satu yaitu Allah Swt, tidak ada yang disebut atau dianggap sebagai Tuhan melainkan Allah Swt. Karena
seseorang mengetahui bahwa adanya Allah dengan adanya penciptaan di dunia
ini, dalam semua urusan itu Allah tak memiliki sekutu bahkan dalam penciptaan
benda yang amat terkecil sekalipun. Pernyataan tauhid ketuhanan semacam ini
adalah sebab yang paling utama untuk menghadirkan pemahaman masyarakat.
Pokok permasalahan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan sinonim
bahasa Arab istilah tauhid dengan bahasa Indonesia, dan mengetahui padanan
terjemahan istilah tauhid yang bersinonim bahasa Arab dalam bahasa Indonesia.
Dengan menggunakan komponen makna antara terjemahan Departemen Agama
melalui kamus al-Munjid dan tafsir al-Misbah.
Hasil peneitian ini menunjukkan bahwa ayat al-Qur’ân yang beristilah
tauhid tidak terdapat al-Tarāduf al-Hakiki melainkan al-Tarāduf al-Dalali yaitu
adanya kedekatan makna.
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan
oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasi diri.1 Sedangkan menurut Suhendra Yusuf bahasa adalah
perpaduan antara sistem simbol dengan sistem makna, dan keduanya tidaklah
mudah dapat dipisahkan.2
Bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sistem
lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang bersifat
sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk
melahirkan perasaan dan pikiran.3
Belakangan ini makin dirasakan pentingnya fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Kenyataan yang dihadapi adalah bahwa selain ahli bahasa, semua
ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam
dirinya dalam bidang teori dan praktik bahasa. Semua orang menyadari bahwa
interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa
bahasa.4
1Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), cet.
Ke-1, h. 1 2 Suhandra Yusuf, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik, (Bandung: Mandar Maju, 1994), cet. Ke-1, h. 122 3 Tim Penyusun KBBI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet. Ke-3, h.66 4 Gorys keraf, Komposisi, (Ende: Nusa Indah, 1997), cet. Ke-11, h.1
14
������ ������ �� ���
������ ���� ��������
�� ����!" #$�%&�'()�* �+,- . /
�01()!� 2��3 ��� 45���678
9�:;<�=�� ��� 45���678 >
��?@�� 49=9?B*�3
CDE0F!B*�3.
Artinya: “Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan
memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan
yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana, (Q.S. Ibrahim [14]:4).”5
Setiap lambang bahasa mengacu pada konsep atau ide tertentu yang
disebut makna. Seluruh makna yang terkandung dalam bahasa saling berhubungan
satu sama lain. Hubungan atau relasi makna ini mungkin menyangkut hal
kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna
(homonim), kelebihan makna (redundasi) dan sebagainya.6
Menerjemah merupakan seni yang rumit dan menuntut adanya bakat serta
pengetahuan mendalam tentang Bahasa Sumber (Bsu) dan Bahasa Sasaran (Bsa).
Kesulitan menerjemah timbul bukan saja karena setiap bahasa memiliki
sui generis (karakteristik), tetapi juga proses penerjemahan merupakan pekerjaan
5 Departemen Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989 ),
h. 379 6 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), cet.
Ke-2, h. 82.
15
yang memiliki banyak aspek. Pada dasarnya menerjemahkan merupakan proses
linguistik yang saripatinya terangkum dalam upaya mencari padanan kata-kata
suatu bahasa dengan kata-kata bahasa lain. Setiap bahasa merupakan sistem,
dimana setiap bahasa ibu penerjemah berbeda dengan sistem BSU yang
diterjemahkan.7
Dalam bahasa Arab sinonim disebut al-Tarāduf dalam al-Qur’ân yang
juga bahasa Arab sering dijumpai kata-kata yang bersinonim, seperti:
!H�IJ�(( (�KL> M5�N� ���O�PQ
��D�)DR.
Artinya: “Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa,” (Q.S
as-Syuara: [26]:222).”
��. -,+�� (�KLS T!U�1
��"!V�W!� ��� ���?,XB��=.
Artinya: “Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan
membunuhku,” (Q.S as-Syuara [26]:14).”
�:�(��!�B*�3�� Z���
�5�����%[*�3 \]^_O*�3 `�
���(a�b�= "☯K"!F�U d�B)K!�
e�K)B<�fg a([7�h.....
7 Ahmad Satori, “Diktat Penerjemahan Tahririah: Prinsip-prinsip Penerjemahan”, 2004)
16
Artinya:“Dan perempuan-perempuan tua yang Telah terhenti (dari haid dan
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa
,...... (Q.S an-Nur[24]: 60).”8
Kata-kata yang bergaris bawah dalam ayat-ayat di atas merupakan bahasa
Arab bersinonim. Semua kata itu diterjemahkan sama, yaitu dosa. Namun, apabila
kata-kata tersebut diletakkan pada kalimat atau ayat yang berbeda, maka tidak
dapat saling menggantikan secara pas atau bahkan dapat mengubah maksud yang
terkandung dalam ayat tersebut.
Dalam hal ini, al-Syarif Ali bin Muhammad al-Jarzani berpendapat bahwa
kata *+أ adalah ‘sesuatu yang harus dihindari baik menurut agama maupun alam/
natural’.9 Kemudian kata -.ذ adalah sesuatu yang dapat menghalangi kamu dari
keridhaan Tuhan.10
Namun menurut Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qodir
al-Razi kata *+أ semakna dengan kata 11 0/$ح, padahal arti dosa menurut KBBI
adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama, perbuatan salah
terhadap orangtua, adat, dan negara.12
Kata sinonim dalam bahasa Indonesia adalah kata yang bentuknya
berbeda, tapi mengandung satu makna atau hampir sama. Oleh sebab itu, setiap
pemakai bahasa harus tahu bagaimana menggunakan kata-kata sinonim itu karena
ada kata sinonim yang dapat saja saling menggantikan (bersubstitusi), tetapi ada
8 Ibid., h. 555
9 Al-Syarif Ali bin Muhammad al-Jarjani, Kitab al-Ta’rifat, (Mesir: Daarul Kutub al
Ilmiyah), h. 9 10
Ibid., h. 107 11
Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir al-Razi, Mukhtar as-Sahih, (Mesir: Daarul
Kutub al Ilmiyah), h. 67 12 DepDikBud, KBBI, h. 212
17
juga yang tidak. Ada yang dapat bersubstitusi dalam kalimat tertentu, tetapi dalam
kalimat lain tidak dapat. Karena ketidaktahuan pemakaian kata secara tepat.13
Kata-kata tersebut mempunyai kesamaan makna, namun tetap
memperlihatkan perbedaan dalam hal pemakaian. Analisis komponen makna
diperlukan juga untuk menentukan kesinoniman, meskipun kata tersebut sudah
ditempatkan di dalam konteks.
Berkaitan dari itu, Mariana Tutescu menerangkan teori semantiknya
berdasarkan analisis komponen makna, dengan contoh: kata orang dan manusia.
1. Tumpukan pakaian itu dari jauh nampak seperti orang
x
2. Tumpukan pakaian itu dari jauh nampak seperti manusia
y
kalimat (1) dan (2) sinonim, karena X dapat mengganti Y atau orang dapat
mengganti manusia.
Tutesccu menjelaskan kesinoniman dengan menguraikan X dan Y atas komponen
maknanya.
Makhluk Bernyawa Berakal budi
Orang + + +
Manusia + + +
Namun, kata orang dalam kalimat berikut tidak dapat digantikan dengan kata
manusia, seperti pada :
Tuan Vincent orang asing
13
J.S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
1994), cet. Ke-5, h. 72.
18
*Tuan Vincent manusia asing
Kalimat (1) tidak sama dengan kalimat (2), hal tersebut dapat dilihat melalui
analisis komponen:
Makhluk Bernyawa Berakal budi
Datang dari negeri
lain
Orang asing + + + +
Manusia asing + + + -
Analisis tersebut menunjukkan adanya perbedaan semestaan sehingga jelas bahwa
orang asing bukan sinonim dari manusia asing.14
Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak diakui adanya sinonim.
Tiap kata mempunyai makna atau nuansa makna yang berlainan, walaupun ada
ketumpang-tintihan antara satu kata dengan kata yang lain. Maka ketumpang-
tindihan inilah yang membuat orang menerima konsep sinonim. Disamping itu,
konsep ini juga diterima untuk tujuan praktis guna mempercepat pemahaman
makna sebuah kata yang baru, yang dikaitkan dengan kata-kata lama yang sudah
dikenal.15
Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan
yaitu: pertama, kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya kata
mati dan mampus. Kedua, kata-kata yang mengandung makna sama, misalnya
kata memberitahukan dan kata menyampaikan. Ketiga, kata-kata yang dapat
14
Dr. T. Fatimah Djajasudarma, Semantik ‘Pengantar ke Arah Ilmu Makna 1, (Bandung:
Refika Aditama, 1999), cet. Ke-2, h. 38-39 15 Gorys Keraf, Diksi and Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1990), cet. ke-6, h. 34
19
disubstitusikan dalam konteks yang sama, misalnya “kami berusaha agar
pembangunan masjid berjalan terus”, dan “kami berupaya agar pembangunan
masjid berjalan terus”.16
Dalam agama Islam, perbedaan sudut pandang kebahasaan ini memicu
perbedaan pandangan dalam memahamai agama. Perbedaan yang paling
mencolok adalah pola pemahaman yang dilakukan oleh kelompok Islam
fundamentalis (kelompok yang dianggap mewakili pihak yang memahami Islam
dari teks-teks keagamaan secara harfiah),17
dan sebaliknya kelompok Islam
Liberal mencoba memahami ajaran agama dari sisi lain teks untuk dapat mencapai
makna kontekstual teks-teks keagamaan. Meskipun begitu, kedua bentuk
pemikiran tersebut sama-sama meyakini adanya kebenaran hakiki yang terdapat di
balik teks suci al-Qur’ân.18
Meski memiliki banyak kelemahan, posisi bahasa bagi setiap orang tetap
berbeda, apakah ia hanya merupakan simbol dan sistem penandaan dari dunia
nyata atau menjadi pusat terungkapnya realitas. Posisi ini akhirnya menentukan
kesan pemahaman bagi setiap orang terutama bidang tauhid dalam agama Islam
terhadap sebuah teks tertentu.
Berdasarkan pada masalah inilah penulis tertarik untuk menganalisis
sinonim bahasa Arab dan metode penerjemahannya. Maka dari itu, penelitian ini
berjudul: ”PENERJEMAHAN SINONIM ISTILAH TAUHID.”
16
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. ke-2, h. 222-223 17
Penggunaan istilah fundamentalis dalam agama berawal dari agama Kristen Protestan, pandangan dasar yang menandai gerakan fundamentalisme Protestan ini adalah bahwa orang harus
berpegang pada kitab suci secara literal, Lihat Mujibburrahman, Menakar Fenomena
Fundamentalisme Islam, Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi no. 13, Tahun 2003, (Jakarta: LakPesDam,
2003), h. 89 18
Moch Mansyur dan Kurniawan, Pedoman Bagi Penerjemah; Arab-Indonesia Indonesia-
Arab, (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h. 20
20
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan yang Penulis gunakan adalah terdiri dari beberapa surat dan ayat
al-Qur’ân dimana terdapat sinonim istilah tauhid, antara lain:
No. Mufradat Surat/ Ayat
Q.S. Al-Baqarah [2] : 2 ا123$ب
Q.S. Al-Baqarah [2] : 9
Q.S. An-Nisa [4] : 47
Q.S. As-Syuraa [26] : 2
Q.S. Al-Baqarah [2] : 85
Q.S. Al-Furqan [25] : 35
Q.S. Ali Imran [3] : 48
Q.S. Al-Furqan [25] : 30 ا453أن
1
Q.S. Al-Ahqaf [46] : 29
670 Q.S. Al-Baqarh [2] : 22
Q.S. An-Nisa [4] : 90
Q.S. Al-Maidah [5] : 103
Q.S. Thaha [20] : 53
89: Q.S. Al-Maidah [5] : 1
Q.S. Al-Maidah [5] : 2
Q.S. Baqarah [2] : 29
2
Q.S. Al-'Araf [7] : 54
Q.S. Al-Anbiya [21] : 45 3 ا3>;$ء
Q.S. Huud [11] : 62
21
Q.S. Al-Ahqaf [46] : 31
Q.S. Ar-Ra'd [13] :14
Q.S. Al-Mukmin [40] : 50
Q.S. Ali Imran [3] : 14 لا53'
Q.S. Al-Jatsiah [45] :20 ه>ى
Q.S. Ali Imran [3] : 3
Q.S. Yunus [10] : 45
Q.S. An-Naml [27] : 92
Q.S. Huud [11] : 17 إ<$م
4
Q.S. Al-Ahqaf [46] : 12
Q.S. Al-Baqarah [2] : 112 أ40
Q.S. Huud [11] : 51
Q.S. Yusuf [12] : 104
Q.S. Al-Maidah [5] : 83 +'اب
5
Q.S. Ali Imran [3] : 145
Sedangkan permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa perbedaan sinonim bahasa Arab istilah tauhid dengan Bahasa
Indonesia?
2. Apakah ayat-ayat al-Qur’ân tentang istilah tauhid diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia dengan kata yang sama bersinonim dan saling
menggantikan?
22
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perbedaan sinonim bahasa Arab istilah tauhid dengan Bahasa
Indonesia.
2. Mengetahui padanan terjemahan istilah tauhid yang bersinonim bahasa
Arab dalam bahasa Indonesia.
Skripsi ini ditulis sebagai suatu usaha yang sederhana yang membahas
tentang istilah tauhid. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat
menambah jumlah kepustakaan yang berkenaan dengan masalah sinonimi
khususnya yang berkaitan dengan istilah tauhid dalam al-Qur’ān juga untuk
membantu umat Islam yang tidak dapat berbahasa Arab untuk memahami isi
kandungan al-Qur’ān terutama masalah Tauhid.
D. Tinjauan Pustaka (Penelitian yang telah ada)
Penelitian yang telah ada pada fakultas Adab dan Humaniora yang berkaitan
dengan masalah sinonim ialah karya Ana Afanti tentang sinonim bahasa Arab
(perbedaan para ahli) dan Eka Saukoh yang berjudul Sinonim Bahasa Arab dan
Padanannya dalam Bahasa Indonesia, namun dia hanya membahas tentang Verba.
Sedangkan permasalahan yang dilakukan Penulis ialah tentang “Penerjemahan
Sinonim Istilah Tauhid.”
23
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang di susun oleh tim Penulis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan atas kerja sama UIN Jakarta dengan
CeQDA tahun 2007.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini ialah:
BAB I : Pendahuluan, berisi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Tinjauan Pustaka, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Kerangka Teori, berisi: Penerjemahan: Definisi Penerjemahan, Jenis-
jenis Penerjemahan, Macam-macam Terjemahan dalam al-Qur’ān.
Sinonim dalam Bahasa Arab, Sinonim dalam Bahasa Indonesia,
Ketauhidan: Konsekuensi Tauhid, Konsep Tuhan Menurut Islam,
dan Konsep Al-Qur’ān Tentang Tauhid.
BAB III : Metodologi Penelitian yang berisi tentang : Pendekatan Kata, Sumber
dan Metode Pengumpulan Data, dan Analisis Data.
BAB IV : Analisis Penerjemahan Sinonim Istilah Tauhid.
BAB V : Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
24
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Penerjemahan
1. Definisi Terjemah
Sejauh yang dapat dilacak, bukti sejarah tertua tentang aktivitas penerjemahan
yang paling pertama kali dilakukan adalah terjemahan yang terpatri pada batu
Rosetta di sepanjang sungai Nil (Mesir), yang ditemukan para arkeolog barat
tahun 1799 M. Pada batu itu terpahat tulisan Mesir Kuno Hiroglyf dengan
terjemahannya dalam bahasa Yunani kuno.19
Kegiatan terjemah juga dikerjakan oleh bangsa Yahudi sekitar 397SM
tahun, atau tahun 445 SM dalam catatan sejarah yang lain. Masyarakat Nehemiah
biasa dikumpulkan di alun-alun kota untuk mendengarkan berbagai penjelasan
hukum. Masyarakat asing yang tidak mengenal bahasa Ibrani kemudian dapat
mendengarkan terjemahannya dalam bahasa Aramaika, bahasa yang dipergunakan
secara luas di Mediterania.20
Penerjemah interlingual karya sastra Eropa yang pertama kali dikerjakan
oleh Livius Adronicus yang menterjemahkan naskah karya Homerus, Odyssey,
dari bahasa Yunani kuno ke dalam bahasa latin dan Naevius. Kemudian Ennius
menerjemahkan naskah-naskah Yunani kuno karya Euripides, dan yang paling
19
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah, (Bandung: Mandar Maju, 1999), h. 32-33 20
Eko Setyo Humanika, Mesin Penerjemah: Sebuah Tinjauan Linguistik, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2003), h. 4
25
terkenal sangat produktif adalah Cicero dan Catulus dalam menerjemahkan
naskah-naskah Yunani ke dalam bahasa latin.21
Pada tahun 384 SM, Paus Damasus menugaskan Jerome untuk
menerjemahkann kitab suci Perjanjian Baru ke dalam bahsa latin, karena
terjemahan lama yang dikerjakan para penerjemah terdahulu dirasakan kaku dan
buruk, dan diubahnya dengan model terjemahan bebas.22
Pada abad ke-7, Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan melakukan
penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filsafat klasik Aristoteles,
Plato, Galen, Hipocrates, dan lain-lainnya ke dalam bahasa Arab. Sedangkan
penerjemahan al-Qur’ân ke dalam bahasa Eropa dimulai pada abad ke-12 oleh
Riobert de Ratines pada tahun 1141-1143 M. terjemahan ini, menurut Abu Bakar
Aceh, dianggap banyak yang menyimpang banyak yang sengaja disimpangkan
agar isi al Qur’ân menjadi rusak. Terjemahan itu pula yang dijadikan pegangan
untuk menterjemahkan al Qur’ân kedalam bahasa Inggris.23
Selanjutnya dengan berkembangnya ilmu lingustik, mulai banyak para ahli
yang berbicara tentang teori terjemah, diantaranya: Eugene A. Nida, Ian Finly,
Theodore Savory, J.C Catford, J.B Carol, Leonard Foster, P. Newmark, dan lain-
lain.24
Kemudian cara menerjemahkan al-Qur’ân tentu saja sangat berbeda
dengan menerjemahkan teks biasa. Seorang penerjemah al-Qur’ân harus memulai
dengan beberapa tahapan. Seperti diungkapkan oleh H. Datuk Tombak Alam
dalam bukunya yang berjudul Metode Menerjemahkan Al-Qur’ân Al-Karim 100
21
Ibid 22
Yusuf, h. 34 23
Ibid., h. 33-35 24 Ibid., h. 38
26
Kali Pandai, beliau memberikan beberapa proses yang harus ditempuh seorang
mutarjim al-Qur’ân. Adapun tahapannya sebagai berikut: Pertama,
menerjemahkan secara harfiyah dan menurut susunan bahasa Arabnya yang sudah
tentu tidak cocok dengan susunan bahasa Indonesia yang baik. Hal ini dilakukan
pada tahap pertama agar dalam menerjemahkan dapat mengenal kedudukan dan
hukum kata-kata itu. Kedua, yaitu membuang kata-kata yang ada dalam al-Qur’ân
ke dalam terjemahan. Proses ketiga, menggeser atau menyusun kalimatnya dalam
terjemahan untuk mencapai bahasa Indonesia yang baik, yaitu di awal digeser ke
belakang dan yang di akhir diletakkan di muka sesuai dengan susunan kalimat
dalam bahasa Indonesia (SPOK). Tahap ini boleh digunakan jika diperlukan, akan
tetapi jika seorang penerjemah ingin dikatakan terjemahannya itu baik, maka
tahap in harus dipenuhi.25
Definisi terjemah menurut Widyawartama adalah: penerjemahan dengan
memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan
pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya
bahasanya.26
Sedangkan penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara
dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Secara luas terjemah
dapat diartikan semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan,
baik verbal maupun non verbal, dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lainnya.27
25
Datuk Tombak Alam, Metode Menerjemahkan Al-Qur’ân Al-Kqrim 100 Kali Pandai, 26
A. Widyamartama, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta, Kanisius, 1989), h. 11 27 Mansur Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. Ke-1, h. 119
27
Lain dengan pendapat Bunyamin Ahmad yang menyebutkan dengan lebih
sederahana bahwa terjemah merupakan aktifitas dan mengalih kata dari bahasa
sumber kebahasa kedua.28
Namun menurut Maurits Simatupang menerjemahkan adalah mengalihkan
makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dan
mewujudkan kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang
sewajar mungkin menurut aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Jadi yang
dialihkan adalah makna bukan bentuk.29
Kualitas penerjemah berdampak pada kualitas terjemahan. Penerjemah
berkualitas buruk akan menghasilkan terjemahan yang buruk. Karena seorang
penerjemah tidak dapat menerjemahkan naskah untuk segala bidang. Penerjemah
harus menguasai pengetahuan umum, seperti tentang kehidupan sosial, politik,
ekonomi, budaya, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Penerjemah yang
berspesialisasi, misalnya hukum, tehnik, atau kedokteran, harus menguasai
subtansi yang diterjemahkan.30
Syarif Hidayatullah mengatakan cara menanggulangi penerjemah berkualitas
buruk adalah :
Pertama, etik. Salah satu butir kode etik Himpunan Penerjemah
Indonesia menyebutkan penerjemah tidak dibenarkan menerima pekerjaan
penerjemah yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Kedua, peningkatan
diri. Penerjemah harus selalu meningkatkan dan memperluas serta
menyegarkan pengetahuannya. Ketiga, perguruan tinggi harus berperan
sebagai tempat mengembangkan program pelatihan disamping program
28
Solihin Banyumas Ahmad, Metode Granada: Sistem 8 Jam Bisa Menerjemah a- Qur’ân,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000), h. 22 29
Maurits Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, (Jakarta, Dirjen Dikti Depdiknas,
1999), h. 2 30
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, (Jakarta, Tp,
2007), h. 3
28
pendidikan formal dijenjang pascasarjana (spesialis atau magister).
Keempat, HPI sedang membina para penerjemah dengan pendidikan
nonformal untuk meningkatkan kualitas. Kelima, peneliti dan kritisi
terjemah harus berperan sebagai pendorong peningkatan kualitas.
Keenam, pengembangan karir penerjemah harus mendapat dorongan dari
masyarakat pengguna.31
Sedangkan pengertian terjemah menurut Khalid Abdurrahman al-Ak adalah
memindahkan makna dari satu bahasa ke bahasa lain.32 Secara definitif, terjemah
adalah suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa pertama
atau bahasa sumber dengan padanannya di dalam bahasa kedua atau bahasa
sasaran.33
Meski secara definitif terdengar sederhana, proses penerjemahan tidaklah
mudah. Proses penerjemahan senantiasa melewati sebuah proses interpretasi ulang
atas apa yang dipahami seorang penerjemah dalam sebuah bahasa untuk
diterjemahkannya dalam sebuah bahasa lainnya. Proses ini, tentunya melewati
sebuah proses pencitraan, di mana gambaran tentang sebuah konsep, baik itu
sebuah peristiwa atau hanya sebuah benda, direpresentasi hanya dengan satu atau
beberapa buah kata. Hal ini karena bahasa merupakan simbol dan sistem
penandaan dari dunia nyata. Realitas adalah realitas yang diketahui setelah
dibahasakan, atau realitas adalah realitas yang terbahasakan.34
31
Hidayatullah, h. 3-4 32
Khalid Abdurrahman al-Ak. Ushul at Tafsîr wa Qawaiduhu, (Beirut, Daru al-Nafais,
1986), h. 461 33
Yusuf, h. 8 34
H. Tedjoworo, Imaji dan Imajinas: Suatu Telaah Filsafat Postmodernnisme,
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 27
29
Sedangkan Muhammad ibn Shalih menyebutkan bahwa terjemah adalah
“menerangkan suatu pembicaraan dengan menggunakan bahasa yang lain”.35
2. Jenis-jenis Penerjemahan
Para ahli membagi kegiatan penerjemahan berbeda-beda, seperti Nida dan Taber
membagi terjemahan menjadi terjemahan harfiah dan dinamis, larson
membaginya menjadi terjemahan yang berdasarkan makna (meaning-based
translation) dan terjemahan yang berdasarkan bentuk (form-based translation).
Sedangkan Maurits Simatupang membagi dalam dua bagian besar, yaitu
terjemahan harfiah (literal translation ) dan terjemahan yang tidak harfiah/
terjemahan bebas (non-literal translation/free translation).36
Dalam metode penerjemahan Newmark membagi menjadi delapan bagian,
yaitu:
1. Penerjemahan kata demi kata(word for word)
2. Penerjemahan harfiah (literal translation)
3. Penerjemahan setia (faithful translation)
4. Penerjemahan semantik (semantic translation)
5. Saduran (adaptation)
6. Penerjemahan bebas (free translation)
7. Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation)
8. Penerjemahan komunikasi (comunicative translation)
35
Muhammad ibn Shalih al Ashimaini, Ushul fî al Tafsîr, (Kairo: Dar ibn al Qayyim,
1989), cet. ke-1, h.31 36
Maurits Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, (Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas,
1999), h.2
30
Namun dari delapan metode ini Penulis hanya membatasi tentang bahasan nomor
empat saja, yaitu penerjemahan semantik yang paling berkaitan dekat dengan
judul ini. Penerjemahan semantik berupaya menghasilkan makna kontekstual Bsu
yang luwes dan tepat.37
3. Pergeseran Padanan dalam Penerjemahan
Macam terjamah secara sederhana terbagi dua yaitu terjemah lisan dan tulisan.38
Dalam penerjemahan, padanan merupakan unsur yang terpenting kedua setelah
makna. Padanan adalah kata atau frase yang sama atau bersamaan dalam bahasa
lain.39
Nida dan Taber menyebutkan padanan terjemah sebagai padanan dinamis.
Padanan terjemahan juga harus diungkapkan secara wajar di dalam bahasa sasaran
dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah bahasa terjemahan, sehingga yang
membaca terjemahan itu dapat menikmati bacaannya dan melupakan sejenak
bahwa yang ia baca itu sebenarnya adalah terjemahan.40
Namun, padanan terjemahan sangatlah penting dalam suatu terjemahan.
Menurut Zenner, padanan merupakan kriteria yang mendasar bagi suatu
terjemahan. Padanan bukanlah sinonim secara utuh. Kata sepadan itu bukan
berarti identik, disebabkan responsinya tidak sama. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan budaya, sejarah, dan situasinya. Sulit kita pungkiri, bahwa terjemahan
hendaklah melahirkan responsi yang sepadan.41
37
Hidayatullah, h. 15-16 38
Ibid., h. 46 39
Kridalaksana, h. 152 40
Yusuf, h. 9 41
Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Ende Flores: Nusa Indah, 1985), cet.
ke-1, h. 55
31
M. Tata Taufik menyebutkan dalam Diktat Teori dan Permasalahan
Terjemah bahwa bahasa Arab dan bahasa Indonesia memiliki perbedaan dalam
karekternya, perbedaan itu bisa dilihat dari segi usia bahasa, kekayaan bahasa,
juga ditambahkan segi kultur yang membentuk kedua bahasa itu.42
Pergeseran padanan dalam terjemahan sering terjadi pada beberapa
terjemahan. Pada pembahasan ini Benny H. Hoed membagi pergeseran menjadi
dua bagian, yaitu pergeseran bentuk dan pergeseran makna. Pergeseran bentuk itu
sendiri terdiri dari dua, yakni:
a. Pergeseran tataran, yaitu pergeseran yang menghasilkan unsur bahasa
sasaran yang berbeda tatarannya, yaitu fonologi, morfologi, gramatikal,
atau leksikal.
b. Pergeseran kategori, yakni bila pergeseran menghasilkan unsur bahasa
sasaran yang berbeda dari segi struktur, kelas kata, dan kait sistemnya.
Begitu juga pergeseran makna dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pergeseran sudut pandang, yaitu bila pergeseran menghasilkan bahasa
sasaran yang berupa unsur dengan sudut pandang semantis yang
berbeda.
b. Pergeseran medan makna, yakni bila pergeseran itu menghasilkan unsur
bahasa yang medan maknanya lebih luas atau lebih sempit.43
42
Hidayatullah, h. 40 43
Benny H. Hoed, Prosedur Penerjemahan dan Akibatnya: dalam lintas Bahasa Media
Komunikasi Penerjemah 2, 1995), h. 4
32
4. Macam-macam Terjemahan Al-Qur’ân
Al-Shabuni menjelaskan, mengalihkan al-Qur’ân kepada bahasa asing selain
bahasa Arab dan terjemahan, dicetak dengan tujuan agar dapat dikaji oleh mereka
yang tidak menguasai bahasa Arab sehingga dapat mengerti maksud dari firman
Allah dengan bantuan terjemahan tadi, sehingga ia bisa memahami maksud
al-Qur’ân dengan perantara terjemah.44
Sedangkan Muhammad mansur mengelompokkan penerjemahan al-Qur’ân
menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Terjemahan harfiah, yaitu kata kedua ditempatkan ditempat kata pertama
(bahasa sumber) dan terjemahan ini disebut pula terjemah lafdziyah
b. Terjemahan tafsiriah, yakni peniruan bahasa sumber dalam susunan dan
tertib kata-katanya tidak diperlihatkan. Hal yang paling penting adalah
baik dan sempurnanya gambaran makna serta tujuan kalimat bahasa
sumber.
c. Terjemah maknawiyah, yaitu pengertian kata dan tujuan di dalamnya
sudah jelas, sehingga disebut juga terjemahan tafsiriyah.
Menerjemahkan al-Qur’ân adalah tugas suci ilmiah yang sangat berat,
karena yang diterjemahkan adalah al-Qur’ân. Oleh karena itu, wajar apabila
sebagian ulama menghindari menerjemahkan al-Qur’ân. Kekhawatiran mereka itu
sebenarnya sikap kehati-hatian dan rasa tanggung jawab terhadap Kitab Sucinya
dari penyelewengan yang tidak diinginkan. Karena redaksi al-Qur’ân tidak dapat
dijangkau secara pasti, kecuali Allah sendiri. Hal ini menghasilkan
44
Muhammad Ali al-Shabuni, al Tibyan fi Ulum al Qur’ân, (Beirut, Alam al Kutub, 1985),
h. 205
33
keanekaragaman penerjemah maupun penafsir. Bahkan para sahabat Nabi pun
sering berbeda pendapat dalam menerjemahkan dan menafsirkan serta menangkap
maksud firman-firman Allah Swt.45
B. Sinonim dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab terdapat banyak kosa kata yang mempunyai makna yang
sama. Kata yang mempunyai makna yang sama dalam ilmu bahasa (lingustik)
disebut sinonim atau al-Tarāduf. Para ahli bahasa Arab memberikan definisi yang
berbeda mengenai al-Tarāduf, seperti Fakhru al-Razi yang mendefinisikan
tarāduf dengan kata yang memepunyai makna yang sama.46
Emil Badi Ya’kub mendefinisikan tarāduf dengan dua buah kata atau lebih
yang berbeda lafalnya, tetapi mempunyai makna yang sama. Seperti kata @AB3ا ,
</DE3ا , F.$EA3ا dan م$BG3ا yang mempunyai makna yang sama.47
Al-Ashfani juga mengatakan bahwa al-Tarāduf al-Haqiqi hanya terdapat
pada kata-kata yang berada pada satu dialek atau lahjah. Sedangkan kata-kata
yang tidak satu lahjah bagaimanapun terdapat tarāduf.48
Kemudian Abu Hilal al-Askari, seorang kritikus sastra yang menolak
adanya tarāduf cenderung untuk membedakan kata-kata yang dianggap tarāduf.
Bahwa perbedaan pada ungkapan dan nama mengakibatkan perbedaan pula pada
makna. Apabila sebuah kata menunjukkan sebuah makna tertentu, maka tidak
tepat bila kata tersebut ditunjukkan pada makna yang lain. Menurutnya, bahasa
45
M. Quaraish Shihab, Membumikan al Qur’ān, (Bandung: Mizan, 1997), H. 75 46
Mukhtar Umar, Ilmu ad Dalālah, (Kuwait: Maktabah Dar Urubah, 1982), cet. Ke-1,
h. 215 47
Emil Badi Ya’kub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashaishuha, (Beirut: Dar
al-Tsaqāfah al-Islamiyah, tt), cet. ke-4, h. 173 48 Umar, h. 216-218
34
mempunyai kata-kata yang jelas maknanya, sehingga kata-kata tersebut sudah
menunjukkan satu makna, sedangkan makna lain yang dimilikinya sudah tidak
tepat lagi, walaupun hanya makna tambahan saja. Oleh karena itu, ia menyatakan
tidak benar apabila ada sebuah kata yang mempunyai dua makna atau lebih,
begitu juga sebaliknya.49
C. Sinonim dalam Bahasa Indonesia
1. Pengertian Sinonim
Kata sinonim terdiri dari sin (“sama” atau serupa”) dan akar kata onim “nama”
yang bermakna “sebuah kata yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam
klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum. Dengan kata lain: sinonim
adalah kata-kata yang mengandung arti pusat yang sama tetapi berbeda dalam
nilai kata. Atau secara singkat: sinonim adalah kata-kata yang mempunyai
denotasi yang sama tetapi berbeda konotasi.50 Contohnya:
a. Mati, meninggal dunia, berpulang ke rahmatullah, menutup mata buat
selama-lamanya, wafat, mampus
b. Cantik, molek, indah, permai, bagus
c. Bodoh, tolol, dungu, goblok, otak udang.
Pada definisi Abdul Chaer mengatakan bahwa sinonim adalah: hubungan
semantik yang meyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan
satuan ujaran lainnya.51
Sedangkan Verhaar mengatakan, “maknaya kurang lebih sama” ini berarti
, dua buah kata yang bersinonim itu kesamaannya tidak seratus persen, hanya
49
Ibid, h. 35-36 50
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kosakata, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 78 51 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), cet. Ke-1, h. 297
35
kurang lebih saja, kesamaannya tidak bersifat mutlak. Karena berdasarkan prinsip
umum semantik, apabila bentuk berbeda maka maknanya pun tidak persis sama.52
Dalam ilmu bahasa yang murni, kata sinonim tidak diakui. Tiap kata
mempunyai makna atau nuansa makna yang berlainan, walaupun ada
ketumpangtindihan antara satu kata dengan kata yang lain. Ketumpang tindihan
makna inilah yang membuat orang menerima konsep sinonim. Disamping itu,
konsep ini juga diterima untuk tujuan praktis guna mempercepat pemahaman
makna sebuah kata yang baru, yang dikaitkan dengan kata-kata lama yang sudah
dikenal.53
Masalahnya ialah setiap pemakai bahasa harus tahu betul bagaimana
menggunakan kata-kata sinonim itu karena ada kata sinonim yang dapat saja
saling menggantikan (bersubstitusi), tetapi ada juga yang tidak.54 Namun
kesibstusian di masalah ini adalah pada pemakaian kalimat. Contoh:
1. Setelah sekulah usai, murid-murid kelas enam mengadakan rapat
2. Ketika kami tiba di lapangan itu, pertandingan telah usai.
Permasalahan ini tidak dibahas jauh, karena Penulis hanya membatasi dengan
sinonim dari segi semantis saja.
Pendefinisian sinonim Mansur Pateda berpendapat dengan tiga batasan
yaitu, pertama, kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, mislnya kata
mati dan mampus, kedua, kata-kata yang mengandung makna yang sama,
misalnya kata memberitahukan dan kata menyampaikan, dan ketiga, kata-kata
yang dapat disubstitusikan dalam konteks yang sama, misalnya “kami berusaha
52
Chaer, Pengantar Semantik bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 83 53
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1990), cet. Ke-6, h. 34 54
J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar II, (Jakarta, Gramedia, 1994), cet. Ke-
5, h. 72
36
agar pembangunan berjalan terus”, “kami berupaya agar pembangunan berjalan
terus”.55 Sinonim ini dipergunakan untuk mengalih-alihkan permakaian kata
pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam
pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa
seseorang dan mengkongkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi
lewat (bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini paemakai bahasa dapat memilih
bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakannya, sesuai dengan
kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.56
Namun T. Fatimah Djajasudarma mengatakan bahwa kesamaan makna
sinonim dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Substitusi (penyulihan), hal ini dapat terjadi bila kata dalam konteks
tertentu dapat disulih dengan kata yang lain dan makna konteks tidak
berubah, maka kedua kata itu disebut sinonim. Lyons mengemukakan
bila dua kalimat memiliki struktur yang sama, makna yang sama, dan
hanya berbeda karena dalam kalimat yang satu terdapat kata ‘Y’, maka
‘X’ sinonim dengan ‘Y’, misalnya Amir anak pandai dengan Amir anak
pintar.
2. Pertentangan, sejumlah kata dapat dipertentangkan dengan kata lain
dan dapat menghasilkan sinonim. Misalnya, kata berat bertentangan
dengan ringan dan enteng.
3. Penentuan konotasi, jika terdapat perangkat kata yang memiliki makna
kognitifnya sama, tetapi makna emotifnya berbeda, maka kat-kata itu
55
Mansur Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. ke-2, h. 222-223 56
Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia: untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta , Akademika Pressindo, 2004), h. 29
37
tergolong sinonim, misalnya: kamar kecil, kakus, jamban, dan WC,
mengacu ke acuan yang sama, tetapi konotasinya berbeda.57
Makna sebuah kata bergantung pada konteks. Sebuah kata terkadang
berbeda maknanya di dalam berbagai konteks. Misalnya pada kalimat “Ayah naik
mobil ke kantor”, kata naik tidak sama dengan ‘memanjat’, tetapi mengendarai.
Jadi naik bersinonim dengan mengendarai. Oleh karena itu, analisa komponen
makna diperlukan juga untuk menentukan kesinoniman, meskipun kata tersebut
sudah ditempatkan di dalam konteks.58
2. Sifat-sifat Sinonim
Henry Guntur Tarigan mengatakan, dua buah kata dapat bersinonim bila kata-kata
tersebut mempunyai denotasi yang sama, tetapi konotasinya beda.59
Sinonim
berhubungan dengan kesamaan kemiripan, dan kedekatan makna. Dua bentuk kata
dikatakan bersinonim atau mempunyai makna yang sama, jika kedua bentuk itu
mempunyai komponen atau komposisi semantik yang identik. Kesinoniman ini
akan tampak jelas apabila kita membandingkan dua bahasa, misalnya kata ayam
dalam bahasa Indonesia bersinonim dengan kata manu dalam bahasa Sikka,
karena dua kata tersebut berkomposisi semantik yang identik.60
57
T. Fatimah Djaja sudarma, Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung:
Eresco, 1993), cet. ke-1, h. 36-37 58
Ibid., h. 37-38 59
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: Angkasa, 1985), cet. ke-1, h. 17 60 J.D. Parera, Teori Semantik, (Jakarta:Erlangga, 1991), cet. ke-2, h. 50
38
3. Jenis-jenis Sinonim
Penggolongan jenis sinonim dapat dilihat dari pendapat para ahli bahasa sebagai
berikut:
1. Penggolongan sinonim menurut Colliman yang dikutip Fatimah membagi
sinonim pada sembilan, yaitu:
1. Sinonim yang salah satu anggotanya memiliki makna yang lebih umum
(generik) Misalnya, menghidangkan dan menyediakan; dan kelamin
dengan seks.
2. Sinonim yang salah satu anggotanya memiliki unsur makna yang lebih
intensif. Misalnya, jenuh dan bosan; kejam dan bengis; dan imbalan dan
pahala.
3. Sinonim yang salah satu anggotanya lebih menonjolkan makna emotif.
Misalnya, mungil dan kecil; bersih dan ceria; dan hati kecil dan hati
nurani.
4. Sinonim yang salah satu anggotanya bersifat mencela atau tidak
membenarkan. Misalnya, boros dan tidak hemat; hebat dan dahsyat;
mengamat-amati dan memata-matai.
5. Sinonim yang salah satu anggotanya menjadi istilah bidang tertentu.
Misalnya, plasenta dan ari-ari; ordonansi dan peraturan; disiarkan dan
ditayangkan.
6. Sinonim yang salah satu anggotanya lebih banyak dipakai di dalam ragam
bahasa tulisan. Misalnya, selalu dan senantiasa; enak dan lezat; lalu dan
lampau; bisa dan racun.
39
7. Sinonim yang salah asatu anggotanya lebih lazim dipakai di dalam bahasa
percakapan. Misalnya, kayak dan seperti; ketek dan ketiak.
8. Sinonim yang salah satu anggotanya dipakai dalam bahasa kanak-kanak.
Misalnya, pipis dan berkemih; mimik dan minum; bobo dan tidur; mam
(mamam) dan makan.
9. Sinonim yang salah satu anggotanya biasa dipakai di daerah tertentu saja.
Misalnya, cabai dan lombok; sukar dan susah; katak dan kodok; sawala
dan diskusi.61
2. Pembagian sinonim dengan mengikuti Palmer yang dikutif Fatimah yaitu:
1. Perangkat sinonim yang salah satu anggotanya berasal dari bahasa daerah
atau bahasa asing dan yang lainnya, yang terdapat di dalam bahasa umum.
Misalnya, konde dan sanggul; domisili dan kediaman; khawatir dan
gelisah.
2. Perangkat sinonim yang pemakaiannya bergantung kepada langgam dan
laras bahasa. Misalnya, dara, gadis dan cewek; mati, meninggal dan wafat.
3. Perangkat sinonim yang berbeda makna emotifnya, tetapi makna
kognitifnya sama. Misalnya, negarawan dan politikus; ningrat dan foedal.
4. Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata tertentu
(keterbatasan kolokasi). Misalnya, telur busuk, nasi basi, mentega tengik,
susu asam, baju apek. Busuk, basi, tengik, asam dan apek memiliki makna
yang sama, yakni buruk, tetapi tidak dapat saling menggantikan karena
dibatasi persandingan yang dilazimkan.
61 Sudarma, h. 39-40
40
5. Perangkat sinonim yang maknanya kadang-kadang tumpang tindih.
Misalnya, buluh dan bumbu; bumbu dan rempah-rempah; bimbang, cemas
dan sangsi; nyata dan kongkret.62
3. Pembagian menurut Lyons menjadi empat golongan, yakni:
1. Sinonim lengkap dan mutlak. Contoh, surat kabat dan koran
2. Sinonim lengkap dan tidak mutlak. Contoh, orang dan manusia
3. sinonim tidak lengkap dan mutlak. Contoh, wanita dan perempuan
4. Sinonim tidak lengkap dan tidak mutlak. Contoh, gadis dan cewek.
Namun para ahli bahasa berpendapat jarangnya sinonim lengkap dan mutlak
sebagai landasan untuk menolak adanya sinonim.63
4. Pembagian sinonim menurut Verhaar lain halnya dengan pendapat Lyons.
1. antarkalimat, misalnya:
Ali melihat Ahmad dan Ahmad dilihat Ali
2. Antarfrase, misalnya:
bunga harum itu dan bunga yang harum itu
3. Antarkata, misalnya:
nasib dan takdir; memuaskan dan menyenangkan
4. Antarmorfem, misalnya:
bukuku dan buku saya; kutulis dan saya tulis.64
5. Sedangkan Gorys Keraf membagi dua kriteria:
1. Kedua kata itu harus saling bertukar dalam semua konteks; ini disebut
sinonim total;
62
Ibid., h. 40 63
Keraf, h. 35 64 Ibid., h. 41
41
2. Kedua kata itu memiliki identitas makna kognitif dan emotif yang sama;
hal ini disebut sinonim komplet.65
4. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Sinonim
Faktor yang menyebabkan adanya sinonimi seperti, kata-kata yang berasal dari
bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa asing. Contoh, kukul (bahasa Jawa)
bersinonimi dengan jerawat (bahasa Indonesia); diabetes bersinonimi dengan
penyakit kencing manis; kata-kata yang berasal dari kosakata bahasa sehari-hari
dan istilah, seperti penyakit kencing manis dengan dabetes; telepon genggam
bersinonimi dengan kosakata yang berasal dari bahasa asing, yakni handphone.
Sinonimi dapat muncul antarkata (frasa atau kalimat) yang berbeda ragam
bahasanya, seperti bini (ragam bahasa (percakapan tak resmi) dengan istri (ragam
resmi), bokap (ragam bahasa remaja) dengan ayah (ragam resmi). Kata-kata yang
mendapat nilai rasa (konotasi) yang berbeda juga dapat bersinonimi, seperti partai
gurem (perasaan negatif) dengan partai kecil (perasaan netral).66
Gorys berpendapat bahwa sinonim tak dapat dihindari dalam sebuah bahasa
yaitu: Pertama, ia terjadi karena proses serapan (borrowing). Pengenalan dengan
bahasa lain membawa akibat penerimaan kata-kata baru yang sebenarnya sudah
ada padanannya dalam bahasa sendiri. Dalam bahasa Indonesia sudah ada
padanannya dalam bahasa sendiri. Dalam bahasa Indonesia sudah ada kata hasil
kita masih menerima kata prestasi dan produksi; sudah ada kata jahat dan kotor
masih kita terima kata maksiat; sudah ada kata karangan masih dianggap perlu
65
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta, Gramedia, 2007), h. 35 66
Kushartanti DKK, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta,
Pustaka Utama, 2005), h. 118
42
untuk menerima istilah baru risalah, artikel, makalah, atau esei. Serapan ini
bukan hanya menyangkut referen yang sudah ada katanya dalam bahasa sendiri,
tetapi juga menyangkut referen yang belum ada katanya dalam bahasa sendiri.
Dalam hal ini sinonim terjadi karena menerima dua bentuk atau lebih dari sebuah
bahasa donor, atau menerima beberapa bentuk dari beberapa bahasa donor seperti:
buku, kitab, pustaka; sekolah dan madrasah; reklame, iklan adpertensi. Kedua,
penyerapan kata-kata daerah ke dalam bahasa Indonesia. Tempat kediaman yang
berlainan mempengaruhi pula perbedaan kosa kata yang digunakan, walaupun
referennya sama, misalnya kata tali, dan tambang, parang dan golok, ubi kayu dan
singkong, lempung dan tanah liat. Hampir sama dengan kelas sinonim ini adalah
sinonim yang terjadi karena pengambilan data dari dialek yang berlainan,
misalnya tuli dan pekak, sore dan petang dan sebagainya. Ketiga, makna emotif,
(nilai rasa) dan evaluatif. Makna kognitif dari kata-kata yang bersinonim itu tetap
sama, hanya nilai evaluatif dan nilai emotifnya berbeda, misalnya kata ekonomis,
hemat, dan irit; kikir dan pelit; rindu dan damba; mayat, jenazah, dan bangkai;
mati, meninggal, wafat, dan mangkat.67
Dalam bahasa Indonesia, kesinoniman mutlak atau kesinoniman simetris
memang tidak ada. Oleh karena itu, kata kata yang dapat dipertukarkan begitu saja
pun jarang ada. Seperti kata mati dan meninggal, tetapi di tempat lain tidak
dapat.68
Sedangkan Ramadhan Abd al-Tawwab, di dalam bukunya Fushūl Fî Fîqh
al-Lughah mengemukakan beberapa faktor penyebab munculnya tarāduf, yaitu:
67
Keraf, h. 35 68 Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 85
43
1. Banyaknya nama suatu benda dengan ungkapan yang berbeda. Suatu
benda terkadang mempunyai nama yang banyak, sehingga timbullah
hubungan arti antara nama-nama tersebut. Kondisi kebahasan seperti ini
biasanya dipengaruhi oleh faktor agama, ekonomi, maupun politik yang
terjadi pada saat itu. Contohnya kata H2I dalam dialek mesir sama dengan
4I4اI dialek lebanon, atau antara kata &4ش ,آ4س; dan <75>.
2. Adanya perkembangan bahasa (penggunaan kosa kata), sehingga sebuah
benda dapat memiliki nama yang cukup banyak, contoh kata @AB3ا kata
ini sebenarnya mempunyai arti yang spesifik, tetapi dalam perkembangan
berikutnya muncul nama-nama lain, seperti رم$L3ا MN$53ت4, ا$P3ا,
3. Pengucapan dua kata yang mirip dan jumlah hurufnya sama tapi
susunannya berbeda. Pengucapan kata-kata seperti ini menjadi salah satu
faktor munculnya tarāduf, misalnya kata QNر dan kata -Rر . Disebabkan
pula adanya dua kata lebih yang jumlah hurufnya sama, hanya saja salah
satu huruf pada kata-kata tersebut berbeda, contoh kata S91ه dengan T//ه.
Kedua kata ini berbeda tapi karena kemiripan antara keduanya, akhirnya
diartikan sama.
4. Meminjam kata asing, sebagaimana terjadi pada masa Jahiliyah, sehingga
terjadi asimilasi bahasa. Pada masa itu bahasa yang banyak diadopsi
adalah bahasa Persia, seperti kata UB><34ق ,اPVسWا yang berarti sutra.
Abdul Chaer berpendapat bahwa ketidakmungkinan kita untuk menukar
sebuah kata dengan kata lain yang bersinonim disebabkan berbagai faktor, antara
lain:
44
1. Faktor waktu, misalnya kata hulubalang bersinonim dengan kata
komandan. Namun, keduanya tidak mudah dipertukarkan. Karena kata
hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, klasik atau arkais. Sedangkan
kata komandan hanya cocok untuk situasi masa kini.
2. Faktor tempat atau daerah, misalnya kata saya bersinonim dengan kata
beta. Tetapi kata beta hanya cocok untuk digunakan dalam konteks
pemakaian bahasa Indonesia Timur (Maluku). Sedangkan kata saya dapat
digunakan secara umum di mana saja.
3. Faktor sosial, misalnya kata aku dan saya adalah bersinonim. Tetapi kata
aku hanya dapat digunakan untuk teman yang sebaya dan tidak dapat
digunakan pada orang yang lebih tua atau yang status sosialnya labih
tinggi.
4. Faktor bidang kegiatan, misalnya kata tasawuf, kebatinan dan mistik
adalah tiga buah kata yang bersinonim. Namun kata tasawuf hanya lazim
dalam agama islam; kata kebatinan untuk yang bukan Islam, dan kata
mistik untuk semua agama.
5. Faktor nuansa makna, misalnya kata-kata melihat, melirik, melotot,
meninjau dan mengintip adalah bersinonim. Kata melihat bisa digunakan
secara umum; tapi kata melirik hanya digunakan untuk melihat dengan
sudut mata, kata melotot untuk menyatakan melihat dengan mata terbuka
lebar, kata meninjau digunakan untuk melihat dari tempat jauh atau tinggi
dan kata mengintip hanya cocok digunakan untuk melihat dari celah yang
sempit.69
69 Chaer, h. 85-86
45
5. Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sama (kata benda) yang berarti “tanda”
atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau
“melambangkan”.70 Sedangkan menurut Verhaar semantik adalah cabang
sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti (dalam linguistik kedua istilah
itu lazimnya tidak dibedakan). 71
Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna.72 Dalam
pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna
satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.73
Sedangkan
menurut Verhaar semantik adalah cabang sistematik bahasa yang menyelidiki
makna atau arti (dalam linguistik kedua istilah itu lazimnya tidak dibedakan). 74
Istilah semantik baru muncul pada tahun 1894 M yang dikenal melalui
American Philological Association ‘Organisasi Filologi Amerika’ dalam sebuah
artikel yang berjudul Reflected Meaning: A Point in Semantic. Istilah ini sudah
ada sejak abad ke-17 SM bila dipertimbangkan melalui frase Semantic
Philosophy.75
Namun, sejak tahun enam puluhan studi mengenai makna ini menjadi
kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi linguistik lainnya. Orang mulai
menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan
mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut untuk menyampaikan makna-
70 Ibid., h. 2 71
J.W.M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1995), cet. Ke-20, h. 9 72
J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), h. 12
73 http://rahman-azzam.blogspot.com/2007/05/wacana-theon-lvan-dijk.html
74 J. W. M. Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1995), cet. Ke-20, h.
9 75
T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung:
Eresco, 1993), cet. Ke-1, h.1
46
makna yang ada pada lambang tersebut, kepada lawan bicaranya (dalam
komunikasi lisan) atau pembacanya (dalam komunikasi tulis). Jadi, pengetahuan
akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa, dengan maknanya
sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu.76
1. Pengertian Makna
Sudah disebutkan pada sub bab yang lalu bahwa objek studi semantik adalah
makna; atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran
seperti kata, klausa, dan kalimat.77
Aristoteles (384-322 SM) seorang sarjana
bangsa Yunani sudah menggunakan istilah makna, yaitu ketika dia mendifinisikan
mengenai kata. Menurutnya, kata adalah satuan terkecil yang mengandung
makna.78
Makna dalam kamus linguistik adalah hubungan dalam arti kesepadanan
atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran
dan semua hal yang ditujunya.79 Sedangkan Verhaar mendifinisikan makna
dengan sesuatu yang berada di dalam ujaran itu sendiri, atau makna adalah gejala
dalam ujaran.80
Palmer dan Lyons membedakan pengertian makna dan arti. Makna adalah
pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).
Menurut Palmer makna hanya menyangkut intra bahasa. Lyons menyebutkan
bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata
tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata
76
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 2 77
Ibid., h. 27 78
Ibid., h. 13 79
Kridalaksana, h. 132 80 Verhaar, Pengantar Linguistik, h. 127
47
tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal
dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung terdapat di dalam kamus sebagai
leksem.81
Kemudian hakikat makna itu sendiri telah banyak dikemukakan orang.
Menurut pandangan Ferdinand de Saussure dengan teori tanda linguistiknya,
setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu
komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtunan
bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa
pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian).82
Mengenai makna kata biasanya dibedakan bermacam-macam makna, maka
pertama-tama harus diketahui dasar-dasar mengenai pengertian makna. Di sekitar
kita terdapat bermacam-macam peristiwa atau hal yang dapat diserap panca indra
kita yang secara tradisional kita kenal sebagai rumah, binatang, bulan, tanah,
batu, dan pohon. Kata-kata semacam itu merupakan lambang bunyi ujaran untuk
mengacu pada benda-benda yang ada di alam itu. Masyarakat bahasa yang lain
akan melambangkan barang-barang itu dengan lambang bunyi ujaran yang lain.
Bila orang Indonesia menyebut rumah dan langsung menghubungkannya dengan
gejala: tempat tinggal yang ada atap, dinding, pintu, dan jendela, maka timbullah
suatu hubungan yang disebut arti.83
81
Sudarma, h. 5 82
Chaer, Linguistik Umum, h. 285-286 83
Gorys keraf, Tata bahasa Ruhukan Bahasa Indonesia: untuk Tingkat Pendidikan
Menengah, , (Jakarta: Grasindo, 1991), h. 159-160
48
Jika kita telah menyepakati salah stu teori tentang makna atau
penggabungan antara teori refrensial kontekstual, maka sekarang timbul masalah
bagaimana makna-makna itu dianalisis.84
Berikut ini adalah sebuah tabel yang menerangkan tentang hubungan makna:
Makna denotasi dan
konotasi
Makna dalam
konteks
Hubungan makna
dengan kebudayaan Perubahan makna
Bentuk-bentuk
makna daripada
hubungan semantik
denotasi ialah makna
tersurat
Denotasi juga
dikenali sebagai
makna kamus, makna
kognitif, makna
rujukan, makna
konseptual dan
makna ideasional
Contoh:
Ayam tambatan:
Ayam yang ditambat
atau diikat dengan
tali atau lain-lain alat
pengikat.
Makna sesuatu
perkataan yang
diujarkan boleh
diketahui dengan
melihat konteks
penggunaannya.
Contoh:
1. Awak betul-betul
hati batu ( hati
membawa maksud
degil, tetap
pendirian)
2. Sedap betul
makan hati dengan
nasi beriyani. (Hati
membawa maksud
Penggunaan dan
pemilihan perkataan
juga berhubungan
dengan kebudayaan
sesuatu masyarakat.
Contoh:
Engkau/kau:
digunakan dalam
hubungan yang rapat
yang tidak formal
dan untuk
menimbulkan
kemesraan.
Awak/anda:
Digunakan dalam
hubungan biasa (anda
Makna sesuatu
perkataan itu akan
berubah mengikut
perubahan masa,
teknologi dan
hubungan sosial
masyarakat.
Contoh:
rawat: Makna umum
menjaga dan
mengobati orang
sakit, tetapi makna
baru meliputi
merawat sisa
kumbahan, pokok
(nurseri).
Bentuk-bentuk
makna kata yang
timbul daripada
hubungan semantik
ialah sinonim,
antonim, hiponim,
polisemi, homonim,
hiponim dan
homograf.
Sinonim - kata yang
mempunyai makna
yang sama atau
hampir sama.
Contoh:
sang surya = matahari
hangat = panas
84
J. D Parera, Teori Semantik , (Jakarta: Erlangga, 2004), Ed. Ke-2, h. 51 85 http://www.tutor.com.my/stpm/semantik/semantik.htm
49
Konotasi pula ialah
makna tambahan,
atau makna tersirat.
Contoh:
Ayam tambatan:
Orang
harapan/penting di
dalam satu kumpulan,
pasukan.
Istilah lain untuk
konotasi ialah emotif
atau makna evaluatif
Terdapat kata-kata
sinonim (seperti)
yang mempunyai
makna denotasi yang
sama, tetapi makna
konotasi yang
berbeda.
Contoh:
Kata wafat, mati,
meninggal dunia,
mampus membawa
maksud denotasi
yang sama yaitu jasad
organ hewan yang
menjadi hidangan
yang
menyelerakan)
3. Berhati-hati di
jalan raya. (Hati
bermaksud
berwaspada di jalan
raya bagi
mengelakkan
kemalangan).
lebih rasmi).
Tuanku: Digunakan
oleh orang biasa
untuk merendah diri
apabila berhubung
dengan golongan
raja.
Antonim-lawan kata
Misalnya tinggi-
rendah, besar-kecil
Hiponim- hubungan
dalam semantik
antara makna spesifik
dan generik
Contoh: kucing,
kambing, kambing
Polisemi- pemakaian
bentuk bahasa
seperti kata, frasa dsb
dengan makna yang
berbeda.
Contoh: Sumber
1. sumur
2. asal
3. tempat sesuatu
yang banyak.
Homonim-
hubungan antara kata
yang ditulis/
dilafalkan dengan
cara yang sama
50
dan roh terpisah.
Tetapi dari segi
denotasi, wafat untuk
tokoh-tokoh ulama
terhormat dan
disegani, meninggal
dunia untuk sebutan
yang sopan, mati
untuk sebutan umum
dan mampus untuk
sebutan yang lebih
kasar.85
dengan kata lain,
tetapi tidak punya
hubungan makna.
Misalnya:
Keranjang dan
ke ranjang.
Homofon- kata yang
berhomofon dengaan
kata lain. Misalnya:
bang dan bank.
Homograf- kata
yang berhomograf
dengaan kata lain.
Misalnya: tahu
1. makanan
2. paham
2. Jenis-jenis Makna
Dari jenis makna yang ada dari berbagai pendapat para ahli, Penulis hanya akan
membahas jenis makna yang paling tepat pada pembahasan ini.
51
a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa
konteks apapun.86 Sedangkan di buku lain yaitu Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia, Abdul Chaer menerangkan leksikal adalah bentuk ajektif yang
diturunkan dan bentuk nomina leksikon (vocabuler, kosa kata, perbendaharaan
kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang
bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan
kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata.87
Makna leksikal dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya
atau konteksnya. Hal ini berarti bahwa makna leksikal suatu kata terdapat dalam
kata yang berdiri sendiri-sendiri. Sebab makna sebuah kata dapat berubah apabila
kata tersebut berada di dalam kalimat.88
Makna gramatikal adalah makna yang terbentuk akibat susunan kata-kata
dalam frase, klausa, atau kalimat,89misalnya, dalam proses afiksasi prefiks ber-
dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal “mengenakan atau memakai
baju”.
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Makna refrensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang
ditunjukoleh kata. 90
Acuan yang ditunjuk oleh kata tersebut bisa berupa benda,
gejala, peristiwa, proses, sifat dan sebagainya. Contohnya kata meja. Makna yang
diacu adalah benda, yaitu wujud atau bentuk meja, seperti kalimat, meja itu
terbuat dari kayu jati.
86
Chaer, Linguistik Umum, h. 289 87
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 60 88
Mansur Pateda, Semantik leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. Ke-1, h.119 89
Machali, h.24 90 Ibid., h. 125
52
c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang
dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi makna denotatif ini sebenarnya sama dengan
makna leksikal.91 Makna denotatif sifatnya objektif. Contohnya, pada kalimat ia
membeli amplop di warung itu. Leksem amplop dimaknai sebagai ‘tempat atau
alat pembungkus surat’. Makna denotatif bukan makna kiasan atau perumpamaan.
Makna konotatif adalah makna lain yang ‘ditambahkan’ pada makna
denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang
yang menggunakan kata tersebut.92
Misalnya berilah ia amplop agar urusanmu
cepat selesai. Leksem amplop bermakna konotatif uang yang diisi di dalam
amplop atau biasa disebut uang sogok atau pelicin.
d. Makna Konseptual
Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya dan makna yang
bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini
sama dengan makna refrensial, makna leksikal, dan makna denotatif.93
e. Makna Idiomatikal
Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (entah kata frase, atau
kalimat) yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-
unsur pembentukya. Untuk mengetahui makna idiom sebuah kata (frase atau
kalimat) tidak ada jalan lain selain mencarinya di dalam kamus, contoh raja siang
(matahari).94
91
Ibid., h. 98 92
Chaer, linguistik Umum, h. 292 93
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 72 94 Ibid., h. 75
53
f. Makna Kias
Semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada
arti sebenarnya (arti leksikal, arti konsptual, atau arti denotatif) mempunyai arti
kiasan. Bentuk-bentuk seperti putri malam dalam arti bulan, pencakar langit
dalam arti gedung bertingkat, semuanya mempunyai arti kiasan.
g. Makna Kognitif
Makna ini yang ditunjukkan acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat
hubungannya dengan dunia luar bahasa, abjek atau gagasan, dan dapat dijelaskan
berdasarkan analisis komponennya.
Kata pohon bermakna tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Jika
orang berkata pohon, terbayang pada kita bahwa pohon yang selama ini kita
kenal, makna kognitifnya lebih banyak berhubungan dengan otak dan pemikiran
kita tentang sesuatu.95
h. Makna Emotif
Makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau
sikap pembicara terhadap apa yang difikirkan atau dirasakan. Misalnya, kata
meninggal, mati, tewas, mampus, yang memiliki makna kognitif tidak bernyawa
lagi, sedangkan kata-kata ini mengandung makna emotif yang berbeda.96
Salah satu unsur penerjemah adalah semantik, karena semantik mempunyai
manfaat yang sangat besar dalam menerjemahkan. Penguasaan seorang
penerjemah terhadap bahasa Arab (BSU) dan BSA adalah syarat utama yang
harus dimiliki. Namun, apabila penerjemah tidak mempunyai keterampilan dan
kreativitas di dalam merangkai kata dalam kalimat teks terjemahan, maka hasil
95
Pateda, h. 109 96 Ibid., h. 101
54
terjemahan akan terlihat kaku akibatnya pembaca akan merasa jenuh dan tidak
tertarik untuk membacanya.
E. Ketauhidan
1. Konsekuansi Tauhid
Ilmu tauhid menurut arti bahasa adalah ilmu pengetahuan yang menyatukan,
mengesakan, menganggap satu. Adapun menurut istilah ialah suatu yang
menerangkan tentang sifat-sifat Allah yang wajib diketahui dan dipercayai.
Dengan ringkas dapat disimpulkan: ilmu mengenai Allah.97
Ilmu artinya pengetahuan, ke-Tuhanan yang Maha Esa yaitu menyatukan,
menegaskan, dan menganggap satu. Maksud Ilmu ke-Tuhanan yang maha Esa
atau ilmu Tauhid adalah ilmu yang menerangkan sifat-sifat Allah yang dipercayai
kaum Muslimin. Dapat dikatakan juga ilmu mengenal Allah.98
Seseorang yang tahu bahwa Tuhan itu Esa dan bahwa Ia Maha Tahu akan
segala sesuatu dan memiliki kekuasaan untuk melakukan segalanya, kemudian
percaya bahwa seluruh makhluk dibentuk dan diciptakan oleh-Nya, tak akan
pernah memberikan ketaatannya kepada benda-benda lain karena hal ini.
Kekuasaan yang terbesar, kemakmuran yang melimpah, tak akan pernah
memperbudak dan membuatnya membungkuk terhadap sesuatu benda. Orang
seperti itu akan menyerahkan diri hanya kepada Tuhan, dan akan sujud hanya di
depan keagungannya. Di dalam naungan tauhid, tak ada alternatif lain bagi abdi-
abdi Tuhan kecuali mengikuti hukum Tuhan yang dibangun di atas kebijakan dan
97
H. Hamzah Yaqub, Ilmu Ma’rifah; Sumber Kekuatan dan Ketentraman Bathin, (Jakarta:
Atisa, 1988), cet. ke-3, h. 1 98
T.M Usman el Muhammady, Ilmu Ketuhanan yang Maha Esa, (Jakarta: Tp, 1970), cet.
Ke-3, h. 42
55
keadilan. Jelas bahwa mengikuti hukum Allah akan menyebabkan keadilan sejati
bertambah, dan segala bentuk kelaliman dan agresi sirna.99
Di pihak lain, para penyembah berhala dan orang-orang yang tidak percaya
kepada Tuhan Yang Esa takkan pernah bisa menciptakan keadilan sejati diantara
diri-diri mereka sendiri, karena setiap suku atau kelompok memiliki tuhannya
sendiri yang berbada dari suku-suku yang lain, dan mengandalkan pada tuhan ini
memberanikan mereka untuk bersifat agresif kepada kelompok-kelompok atau
suku-suku lain. Dengan cara ini keadilan sejati tak mungkin terjadi, tapi justru
kejahilan, keterpecahan dan kelaliman di dalam kata-kata dan perbuatan akan
berlangsung.100
Keesaan Allah sebagai Tuhan bukanlah seperti sebuah sapu lidi, yang
kenyataannya terdiri dari beberapa batang lidi yang diikat menjadi satu,
sedangkan antara yang satu dengan yang lain, masih terpisah sendiri-sendiri.
Tidak juga dengan sebatang rokok yang kenyataannya terdiri dari selembar kertas,
tembakau dan cengkeh, yang kalau dipisahkan satu dengan lain tidak lagi bernama
sebagai rokok. Masing-masing punya sifat tersendiri. Jadi, keesaan Allah tidak
terdiri dari beberapa benda yang disatukan, baik bisa diuraikan lepas kembali atau
tidak. Di sinilah kelainan Allah dengan semua makhluk yang terdapat di alam
ini.101
Oleh karena itu, Tauhid atau pengesaan Allah memainkan peranan penting
dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Tauhid menjadi pemancar kebaikan
99
Dewan Ulama Darul Haq, Belajar Mudah Ushuludin, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996),
cet. Ke-2, h.52
100
Dewan Ulama Darul Haq, h.53-54 101
Muhammad bin Abdul Wahab, Syarah Kitab al-Tauhid, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1984), h. 25
56
di dunia dan keselamatan di akherat. Kadar keselamatan manusia di akherat
berbanding lurus dengan kadar keyakinan dalam bertauhid. Begitu pula halnya
dengan keridhaan Allah di dunia dan di akhirat. Dunia adalah tempat pengujian
dan akhirat adalah tempat pembalasan.102
Bertolak dari sini, tauhid di dunia ini tidak tampak dengan wajah yang
sesungguhnya sebagai parameter final dan pasti diterima atau ditolaknya semua
amal perbuatan manusia. Namun, di akherat kelak mereka ini tidak mempunyai
timbangan amal kebaikan sedikit pun; usaha mereka di dunia ini tidak bernilai
sama sekali. Penolakan atas tauhid menjadikan semua amal kebaikan di dunia
tidak memiliki nilai dan harga. Bahkan, amal-amal kebaikan itu justru akan
memberikan aib bagi para pelakunya jika mereka tidak mentauhidkan Allah.103
2. Konsep Tuhan Menurut Islam
Dalam agama Islam konsep Tuhan bermakna bahwa di dunia hanya ada satu
Tuhan, yaitu Allah Swt. Tidak ada yang disebut Tuhan, dianggap sebagai Tuhan,
atau dinobatkan sebagai Tuhan, selain Allah Swt. Jadi yang ada di alam semesta
ini, adalah makhluk belaka. Tidak ada yang boleh menyelinap dalam hati, bahwa
selain-Nya ada yang pantas atau patut dipertuhankan. Jika masih ada sedikit
kepercayaan selain-Nya, maka harus segera dikikis habis.104
Allah adalah nama dzat yang Maha Sempurna dan yang Maha Agung.
Dzatnya adalah tunggal, tidak terdiri dari unsur-unsur, bagian-bagian dan tidak
ada suatu apapun yang serupa dengannya. Dan karena itu manusia dilarang
102
Ahmad Bahjat, Akulah Tuhanmu; Mengenal Allah Risalah Baru Tauhid, (Bandung,
Pustaka Hidayah, 2005), cet. Ke-4, h. 13 103
Ahmad Bahjat, Akulah Tuhanmu; Mengenal Allah Risalah Baru Tauhid, h. 13 104 Muhammad bin Abdul Wahab, h. 25
57
berfikir tentang dzat Allah karena tidak dapat mengetahuinya. Manusia dipanggil
untuk menggunakan akalnya bagi memikirkan alam ini dan segala isinya, tidak
untuk memikirkan dzat Allah yang gaib itu dan tidak ada yang serupa dengan-
Nya.105
Seorang hamba mengetahui bahwa adanya Allah Swt adalah Maha Esa yang
menciptakan segala sesuatu, Allah dengan sifat ke-Esaan-Nya memiliki kerajaan
yang telah diciptakan dan dengan sifat ke-Esaan-Nya pula dia mengatur segala
sesuatu yang telah di ciptakan, dalam semua urusan itu Allah tak memiliki sekutu
bahkan dalam penciptaan benda yang amat terkecil sekalipun, pernyataan tauhid
Ketuhanan semacam ini adalah sebab yang paling utama untuk menghadirkan
sikap tawakal, maka jika pengenalan Allah yang serupa telah ada pada diri
seseorang, maka pada saat itu pula akan memberi pengaruh kepada hati, ia tidak
lagi menemukan jalan selain harus menyandarkan hatinya kepada yang Maha Esa,
percaya kepada-Nya merasa tenang hanya dihadapan-Nya, karena orang itu telah
mengetahui bahwa segala kebutuhannya, segala kepentingannya serta seluruh
kebaikannya berada ditangan Allah yang Esa dan tidak ada ditangan selain-Nya.
Setelah seserang mengetahui hal ini, kepada siapa seseorang menyerahkan hatinya
untuk bertawakal? Jadi tawakal seseorang kepada Allah bila memiliki keimanan
yang sempurna berupa pengetahuan tentang ketauhidan Tuhan, dan mengetahui
kesempurnaan Allah yang meliputi penguasaan segala sesuatu.106
105
Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), cet. pertama,
h.70 106
Dr. Abdullah bin Umar ad-Dumaiji, Rahasia Twakal; dan Sebab Akibat, ( Jakarta:
Pustaka Azzam, 2000), cet. pertama, h. 37-38
58
Islam tergolong sebagai agama monoteistik107
(Tauhid). Pemeluknya
mengimani Keesaan Tuhan. Konsep ini oleh Islam disebut Tauhid. Untuk
mengenal Tuhannya Islam, maka kita harus mengenal ciptaan-Nya. Pencipta
dikenal melalui ciptaannya, karena Tuhan Maha Pencipta, maka untuk mengenal
Tuhan, kita mengenal ciptaan-Nya.108
Ibn Abbas109
mengatakan, bahwa suatu hari seorang Badui datang kepada
Rasulullah Saw. Badui itu berkata, ”Wahai Rasulullah! Ajari aku pengetahuan
yang paling luar biasa!” Rasul bertanya, ”Manfaat apa yang dapat engkau petik
dari puncak pengetahuan sehingga engkau kini menanyakan pengetahuan yang
luar biasa?” si Badui bertanya, ”Wahai Rasullullah! Apa itu puncak pengetahuan?
Rasul Saw menjawab, ”Puncak pengetahuan adalah mengenal Allah sebagaimana
Dia patut dikenal sebagaimana semestinya?” Rasulullah Saw menjawab, ”Yaitu
engkau mengenal bahwa tak ada contoh, bandingan, dan lawan untuk-Nya bahwa
Dia satu: Dia nyata sekaligus gaib, pertama sekaligus terakhir; inilah sebenar-
benar pengetahuan tentang Dia.”110
Sifat-sifat Tuhan pun dijelaskannya dengan berbagai redaksi. Memang pada
wahyu pertama, al-Qur’ân belum menggunakan nama ”Allah” untuk menunjuk
Sang Maha Pencipta itu, tetapi menggunakan ”Rabbuka/ Tuhanmu” (wahai
107 Kepercayaan bahwa Allah hanya satu 108
Yasin T. Al-Jibouri, Konsep Tuhan Menurut Islam, (Jakarta: Lentera Basritama, 2003),
cet. Pertama, h.17 109
Ibn Abbas adalah salah seorang saudara sepupu Nabi Muhammad Saw. Nama
lengkapnya adalah Abdullah ibn Abbas ibn Abdul Mutholib. Dia dari Bani Hasyim. Dari suku
Qurays. Hadis yang diriwayatkannya digolongkan oleh Bukhori dan Muslim sebagai Hadis-hadis
yang shahih (akurat dan otentik). 110
Yasin T. Al-Jibouri, Konsep Tuhan Menurut Islam, (Jakarta: Lentera Basritama, 2003),
cet. Pertama, h.34
59
Muhammad).111
Setelah berkali-kali al-Quran menggunakan kata itu, kaum
musrikin meminta kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk menjelaskan sifat-sifat
Tuhannya. Maka turunlah penjelasan rinci dan tegas melalui wahyu :
-6Z. Selanjutnya berdatangan wahyu-wahyu yang lebih merinci nama ه' اY اح>
nama dan sifat tersebut. Sedemikian rincinya al-Qur’ân sehingga sementara ulama
berpendapat bahwa tidak dibenarkan memberi nama/ sifat kepada-Nya kecuali
yang disebut oleh Yang Maha Esa itu dalam al-Qur’ân dan yang diajarkan oleh
Rasul Saw.112
Maka mengenal Allah dengan sebenar-benarnya merupakan pilar penyangga
segenap bangunan Islam.113
3. Konsep Al-Qur’ân Tentang Tauhid
Al-Qur’ân merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah Swt kepada
Rasul-Nya Muhammad Saw, melalui malaikat Jibril dalam rentang waktu selama
22 tahun 2 bulan 22 hari. Ia berfungsi sebagai pedoman hidup, nasihat dari Tuhan
bagi umat manusia, penyembuh berbagai penyakit hati, petunjuk dan rahmat serta
landasan bagi keberagaman umat. Di samping itu, al-Qur’ân juga sebagai objek
studi tidak hanya khusus bagi kalangan umat Islam, tetapi juga bagi kalangan non
muslim.114
111
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang penafsiran surah al-Alaq dan al-Ikhlash, lihat karya
penulis Tafsir al-Qur’ân al-Karim Pustaka Hidayah, 1998 (yang diterbitkan ulang oleh penerbit Lentera Hati dengan judul Tafsir Surah-surah pendek, 2006)
112 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi; al-Asma al-Husna dalam Perspektif
al-Qur’ân, (Jakarta, Lentera Hati, 2006), cet. ke viii, h. xxix 113
Yasin T. Al-Jibouri, Konsep Tuhan Menurut Islam, h. 33-34 114
Objek studi Ulum al-Qur’ân dan Ulum al-Hadits sama halnya dengan objek studi ilmu
lainnya, seperti alam dan segala isinya datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
60
Tauhid menurut al-Qur’ân suci merupakan sumber pengetahuan bagi orang-
orang yang berupaya membahas tema ini. Sebuah sumber pengetahuan yang tak
pernah ada habis-habisnya kalau digali. Di sini penulis lebih memilih malakukan
pembahasan ringkas tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan Tauhid menurut
al-Qur’ân Suci.115
Pendekatan yang dipakai dalam studi Tauhid ini bersifat filosofis116
dari
ilmu-ilmu pengetahuan itu, namun kesemuanya lebih diorientasikan pada
penanaman sikap moral dan psikomotorik daripada kognitifnya. Nilai-nilai
filosofis tersebut diperoleh melalui studi al-Qur’ân yang lebih menitikberatkan
pada asfek-asfek manhaji (metodologis) dari aspek formal kaidah-kaidah
kebahasaan yang parsial.117
Dalam literatur Ilmu Tauhid dikenal dengan konsep Tauhid Allah. Sifat
Tuhan yang tersebar dalam al-Qur’ân dan al-Hadits itu berjumlah banyak sekali.
Berdasarkan informasi hadits Nabi Saw, sifat Tuhan itu berjumlah 99 nama.118
Bahkan bila diteliti lebih lanjut, sifat Tuhan itu melebihi jumlah bilangan tersebut.
Masing-masing sifat Tuhan itu, satu sama lain memiliki hubungan yang tidak
terpisahkan, sehingga diperoleh kesatuan sifat yang sempurna, yaitu al-Kamal.119
115
Yasin T. Al-Jibouri, Konsep Tuhan Menurut Islam, (Jakarta: Lentera Basritama, 2003),
cet. Pertama, h. 232 116
Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab hukum dari
segala yang ada di alam semesta atau pun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu. 117
Dua pendekatan dalam studi al-Quran: pertama, pola syir’atan; dan kedua, pola
minhajan. Ali al-Sayis, seorang pakar hukuman yata’allaqu bi af’al al-mukallaf (hukum yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf). Pola pendekatan yang dipergunakannya adalah formalitas
kebahasaan dan parsial, sebagaimana dipergunakannya adalah formalitas kebahasaan dan parsial,
sebagaimana dilakukan oleh para ahli fiqh dan pada umumnya umat Islam yang menstudi al-Qur’ân/al-Hadits.
118 “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, barang siapa yang menjaganya dengan
menghitung nama-nama itu, maka akan masuk surga” (HR Ibnu Majah dari Huraerah). 119
Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam: Pengurus Wilayah Muhammadiyah
Jawa Barat, Tauhid Ilmu: dan Implementasinya dalam al-Qur’ân, (Bandung: Nuansa, 2000). Cet.
Pertama, h. 39-40
61
Firman Allah Ta’ala:
ijB�Kا ���Z k�0<Bl�3 d�Ujd�3��
���� ����:,'?�E�*
Artinya: ”Aku menciptakan jin dan manusia, tiada lain hanyalah untuk
beribadah120 kepada-Ku,” (Q.S adz-Dariyat [51] : 56).”121
T.M Usman Muhammady mengatakan bahwa: Tauhid sebagai induk ilmu
dan filsafat dalam ilmu pengetahuan pada abad ke XX, adalah suatu keadaan
nyata. Berdasarkan kenyataan yang sungguh terjadi berisi bukti-bukti tentang
pendidikan. Tidak berdasarkan prasangka atau sangkaan-sangkaan yang ternyata
didengar dari orang lain. Kejadian dalam sejarah dunia yang seolah-olah diluar
perhitungan manusia menentang peradaban ataupun menyimpang dari tujuan
hukum hidup bermasyarakat, selalu mendorong manusia yang berfikir untuk
mengerti dan jika dapat menguasai kejadian-kejadian ini, pertama dengan maksud
untuk menjadikan mereka sedapat mungkin berguna bagi manusia.122
Konsep al-Qur’ân menurut Ayat Dimyati adalah pada surah al-Maidah ayat
3, yaitu:
...> �n���EB*�3 ij�☺BM��
�+5F!* �+5F7[=�) ij;☺7pBq����
�+5FBEK�e \]^☺?�U
120
Ibadah ialah: penghambaan diri kepada Allah Ta’ala dengan mentaati segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. Dan inilah hakikat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah
semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri
dan cinta. 121
Ibid., h. 555 122
T.M Usman el Muhammady, Ilmu Ketuhanan yang Maha Esa, (Jakarta: Tp, 1970), cet.
Ke-3, h. 53
62
ij)0r� �� (+5F!* Z+_K�jd�3
�[[=�) >....
Artinya: “… Hari ini Aku sempurnakan agama Islam bagimu, dan Aku
sempurnakan pula nikmat-Ku (ilmu pengetahuan) atas kamu sekalian
dan Aku pula relakan bagi kamu sekalian al-Islam sebagai
agama….(Q.S. al-Maidah [3] : 3).
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yang bersifat kajian pustaka,
dan berlandaskan pada penelitian terhadap pencarian data.
Selain itu penulis menggunakan metode penelitian studi naskah
terjemahan al-Qur’ân dan bahasa Arab lainnya, yaitu dengan cara menginvetarisir
kata-kata terkait dengan masalah yang diteliti untuk menguak fakta yang ada
sekaligus menemukan masalah baru.
Penelitian yang dilakukan ini bersifat kajian pustaka (library research).
Adapun metode yang penulis gunakan adalah deskriptif analisis, yaitu dengan
cara membuat deskripsi atau gambaran mengenai sinonimi.
Dalam penelitian ini yang pertama kali dilakukan adalah pencarian data,
yakni dengan mencari kata-kata yang bersinonimi yang terdapat dalam al-Qur’ân
terjemahan Departemen Agama. Setelah mendapatkan data, kemudian data
tersebut dianalisis. Adapun langkah-langkahnya yaitu mengumpulkan data-
datanya, kemudian mencari kata-kata yang bersinonim, dan mencari faktor
penyebabnya, sehingga permasalahan-permasalahan yang ada dapat terselesaikan.
Al-Qur’ân dan Terjemahnya yang beredar pertama kali diterbitkan oleh
Lembaga Penyelenggara Penterjemah Kitab Suci Al-Qur’ân Departemen Agama
pada tanggal 17 Agustus 1965, dicetak secara bertahap dalam 3 (tiga) jilid.
Masing-masing terdiri dari sepuluh juz. Kemudian dalam cetakan selanjutnya
64
pada tahun 1971 Al-Qur’ân dan Terjemahnya tersebut digabungkan menjadi satu
jilid oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir Departemen Agama
yang dipimpin oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, SH. dengan anggota terdiri dari: Prof.
T.M. Hasbi Ashshiddiqi, Prof. H. Bustami A. Gani, Prof. H. Muchtar Jahya, Prof.
H.M. Toha Jahya Omar, Dr. H.A. Mukti Ali, Drs Kamal Muchtar, H. Gazali
Thaib, K.H.A. Musaddad, K.H. Ali Makdum, dan Drs. Busjairi Madjidi.123
Perbaikan dan penyempurnaan terjemahan Al-Qur’ân Depag teleh
beberapa kali dilakukan. Pada tahun 1989 telah dilakukan penyempurnaan yang
belum menyeluruh, di bawah pimpinan Ketua Lajnah Drs. H.A. Hafizh Dasuki,
MA. Akan tetapi, lebih difokuskan kepada penyempurnaan redaksional yang
dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan bahasa Indonesia ketika itu.
Sedangkan hal-hal yang substansial tidak banyak disentuh. Lalu, hasil perbaikan
tersebut telah dicetak pada tahun berikutnya, termasuk yang dicetak oleh
Pemerintah Saudi Arabia pada tahun 1990.
B. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Primer yang digunakan
Al-Qur’ân dan terjemahannya, al-Munjîd fi al-Lughah wa al-’Alam
karangan al-Abu Luwis Ma’luf al Yasuui, dan tafsir Al-Misbah karya
Quraish Shihab.
2. Sumber Buku Sekunder yang digunakan
t Sumber buku bahasa Indonesia yang digunakan adalah: Karya Abdul Chaer
tentang Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesi; J.S Badudu Pengantar
123 Kata Pengantar Ketua Lajnah Pentashih Mushaf Alquran Depag RI.hlm v
65
Semantik Bahasa Indonesia; Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II;
Dr. T. Fatimah Djajasudarma, Semantik ‘Pengantar ke Arah Ilmu Makna 1;
Gorys Keraf, Diksi and Gaya Bahas; dan karya Mansoer Pateda, Semantik
Leksikal.
t Sumber buku yang berkaitan dengan penerjemahan ialah: Departemen
Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya; Karya Suhandra Yusuf tentang
Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik; Ahmad Satori, Diktat Penerjemahan Tahririah: Prinsip-
prinsip Penerjemahan; Eko Setyo Humanika, Mesin Penerjemah: Sebuah
Tinjauan Linguistik; A. Widyamartama, Seni Menerjemahkan;, Solihin
Banyumas Ahmad, Metode Granada: Sistem 8 Jam Bisa Menerjemah
al-Qur’ân; Maurits Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan; Moch.
Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah;
Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan; Benny H. Hoed,
Prosedur Penerjemahan dan Akibatnya: dalam lintas Bahasa Media
Komunikasi Penerjemah 2.
t Kamus yang digunakan ialah: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim
Penyusun KBBI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; Kamus
Kontemporer Arab-Indonesia oleh Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdlor;
Kamus Tesaurus Bahasa Indonesia oleh Eko Endarmoko; dan Kamus
Linguistik oleh Harimurti Kridaklasana.
t Sumber buku tentang tauhid adalah: karya H. Hamzah Yaqub, Ilmu
Ma’rifah; Sumber Kekuatan dan Ketentraman Bathin, T.M Usman
el-Muhammady, Ilmu Ketuhanan yang Maha Esa, Dewan Ulama Dārul
66
Haq, Belajar Mudah Ushuludin, Muhammad bin Abdul Wahab, Syarah
Kitab al-Tauhid, Ahmad Bahjat, Akulah Tuhanmu; Mengenal Allah Risalah
Baru Tauhid, Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, Dr. Abdullah bin
Umar ad-Dumaiji, Rahasia Tawakal; dan Sebab Akibat, Yasin T. Al-Jibouri,
Konsep Tuhan Menurut Islam, dan karya M. Quraish Shihab, Menyingkap
Tabir Ilahi; al-Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur’ān.
C. Analisis Data
Untuk mempermudah dalam melakukan analisa data, maka penulis terlebih
dahulu menginventarisir data-data yang dibutuhkan. Data yang akan dinventarisir
oleh penulis adalah data berupa beberapa istilah tauhid yang terdapat dalam
al-Qur’ân yaitu أن , ا����ب .أ , ��اب , إ��م , ه�ى , ا��ل , ا����ء , ��� , �� , ا�
Analisis yang akan dilakukan adalah dengan cara menjelaskan kata-kata
tersebut dari dua sisi makna, yaitu makna menurut kamus dan tafsirnya. Kamus
yang digunakan adalah al-Munjid fi al Lughah wa al ’Alam karangan al-Abu
Luwis Ma’luf al Yasuui, sedangkan tafsir yang penulis gunakan adalah Tafsir
al-Misbah karya Quraish Shihab.
Sedangkan untuk menganalisis makna kata istilah tauhid yang bersinonim
dalam bahasa Arab, penulis cenderung melihat pada makna leksikal saja. Analisis
yang akan dilakukan adalah analisis komponen makna, yaitu kata-kata yang
bersinonim dipilih satu persatu, diuraikan dalam komponen makna berdasarkan
kelompok, objek, dan cara. Dari analisis itu dapat dilihat sebuah kata bersinonim
satu sama lain atau tidak, kemudian kata tersebut disubstitusi.
67
BAB IV
ANALISIS PENERJEMAHAN SINONIM ISTILAH-ISTILAH
TAUHID
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap kata istilah tauhid yang bersinonim
dalam al-Qur’ân, penulis menemukan beberapa pasangan bersinonim, yang akan
dilakukan adalah dengan cara menjelaskan kata-kata tersebut dari dua sisi makna,
yaitu makna menurut kamus dan tafsirnya. Kamus yang digunakan adalah
al-Munjid fi al Lughah wa al-’Alam karangan al-Abu Luwis Ma’luf al Yasuui,
sedangkan tafsir yang penulis gunakan adalah Tafsir al-Misbah karya Quraish
Shihab, yaitu:
ا��ب dan ا���أن .1
Kata ا453أن diartikan sebagai kitab suci agama Islam untuk seluruh umat manusia
yang bersifat umum. Sedangkan kata ا123$ب dalam kamus diartikan buku, kitab,
himpunan yang bisa ditafsirkan pada al-Qur’ân, Taurat, Injil dan Zabur.
Misalnya pada potongan ayat sebagai berikut:
T!*�' 3�*Bu0v�_w �` �=� � � E�� � 9x:?@ Z�)]�yX�☺��z*.
Artinya: “Kitab 124
(al-Qur’ân) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”125
124
Tuhan menamakan al-Quran dengan al-Kitab yang di sini berarti “yang ditulis”, sebagai
isyarat bahwa al-Qur’an diperintahkan menuliskannya 125 Departemen Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya, Q.S. al-Baqarah [2]: 2
68
��*!☺k� �"�5�@?+� M�v�_1 ;��%� �:[�( {��3 }�@:�~(�
�☺�z* �+�<?�� .... Artinya: “Dan setelah datang kepada mereka al-Qur’ân dari Allah yang
membenarkan apa yang ada pada mereka.”126
��' 5�3=�_ji 3�*BF0v�_] ��&�'�☺B*�3.
Artinya: “Inilah ayat-ayat al-Qur’ân yang menerangkan.”127
Semua kata 123با$ di atas menunjukkan satu arti yaitu kitab al-Qur’ân, sedangkan
potongan ayat dibawah ini menunjukkan kitab lain.
...> ���!v,!��[(��� ��'�?�� 3�*BF0v�_] ��!Fpib(��#
��?�'�� >.... Artinya: “... apakah kamu beriman kepada sebahagian al-Kitab (Taurat) dan
ingkar terhadap sebahagian yang lain?....”128
;:!�!*�� �7[�!3�5 �\a�� ���b��5�=�` 3�*BF0v�_�....
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab
(Taurat),....” 129
��*!�!:; 5�3!�[7� �(��\ 3�*Bu0X�_� ....
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan al-Kitab (Taurat) kepada
Musa….”130
126
Ibid, Q.S. al-Baqarah [2]: 89
127 Ibid, Q.S. asy-Syuraa [26] : 2 128
Ibid, Q.S al-Baqarah [2] : 85 129
Ibid, Q.S al-Jatsiyah [45] : 16 130 Ibid, Q.S al-Furqan [25] : 35
69
��=(?��☺� , 3�*BF0v�_� !�☺�u��Bl�3�� !��� ��yv*�3�� `�E0<�jd�3��
Artinya: “Dan Allah akan mengajarkan kepadanya al-Kitab131
, Hikmah, Taurat,
dan Injil.”132
���#:�W�_�= ���"O��3 ���?�3/ 3�*BF0v�_�
/3�([��3�5 �7p�F ���B*J9�U ��"�@:�~(� �☺�z* +5F?��
��%� ���u!"... . Artinya: “Hai orang-orang yang telah diberi al-Kitab, berimanlah kamu kepada
apa yang telah Kami turunkan (al-Qur’ân) yang membenarkan Kitab
yang ada pada kamu sebelum Kami merubah mukamu,....”133
Potongan ayat ا123$ب di bawah ini tidak jelas diartikan kitab al-Qur’ân atau kitab
lainnya, bila kalimat selanjutnya tidak diberi keterangan tentang konteks
al-Qur’ân. Sedangkan potongan ayat ا453أن di bawah ini jelas hanya tertuju pada
kitab al-Qur’ân saja.
���!"�� (�����b*�3 ]�Q�b_�= J��� "!��vL 3��2=!E5�3/ @_E⌧3 3�*B�ib�5�3�� ��<;�i� [3 .
Artinya: “Berkatalah Rasul: ” Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur’ân ini suatu yang tidak diacuhkan.”134
BT���� ��7[B����� 'BE!*�� 3Hb⌧p�U Z��%� �@�]�B*�3
87�v�☺�?(��# 3�*B�ib�5�3��. ...
Artinya: “Dan ingatlah ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang
mendengarkan al-Qur’ân....”135
131
Al-Kitab di sini ada yang menafsirkan dengan pelajaran menulis, dan ada pula yang menafsirkan dengan kitab-kitab yang diturunkan Allah sebelumnya selain Taurat dan Injil,
Departemen Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya 132
Departemen Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya, Q.S. Ali Imran [3] : 48 133
Ibid, Q.S an-Nisa[4]: 47 134
Ibid, Q.S al-Furqan [25] : 30 135 Ibid, Q.S al-Ahqaf [46] : 29
70
Pada contoh potongan ayat al-Qur’ân di atas, tampak bahwa kata ا123$ب
diartikan berbeda. Tapi antara keduanya bersifat sinonimi karena
menginformasikan sama, yaitu kitab yang diturunkan Allah pada para Nabi.
Hanya saja al-Qur’ân diartikan sebagai firman-firman Allah yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. dengan perantara malaikat jibril untuk
menyempurnakan ahklak lalu dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk
atau pedoman hidup bagi umat manusia. Sedangkan al-Kitab yaitu kitab-kitab
Allah yang diturunkan pada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Kemudian
alkitab menurut KBBI adalah kitab suci agama kristen terdiri atas Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Jadi adanya al-Qur’ân untuk melengkapi dan
menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Sehingga analisis tabel menyimpulkan
sebagai berikut.
Al-Kitab yang merujuk pada kitab-kitab sebelum al-Qur’ân
Diturunkan pada Ditujukan pada
No. Komponen Objek Nabi
Muhammad
Bukan Nabi
Muhammad Muslim
Non
Muslim
1 Al-Qur’ân + + - + +
2 Al-Kitab + + + - +
Al-Kitab yang merujuk pada al-Qur’ân
Diturunkan pada Ditujukan pada
No. Komponen Objek Nabi
Muhammad
Bukan Nabi
Muhammad Muslim
Non
Muslim
1 Al-Qur’ân + + - + +
2 Al-Kitab + + - + +
71
Diartikan dalam bahasa Indonesia Ditujukan pada No. Komponen Objek
Al-Qur’ân Al-Kitab Muslim Non
Muslim
+ + - + + ا453أن 1
+ + + + + ا123$ب 2
Para siswa berbondong-bondong membawa al-Qur’ân ke Masjid
*Para siswa berbondong-bondong membawa kitabnya ke Masjid
Contoh kalimat di atas belum jelas bila tidak ada keterangan tempat yaitu
“Masjid,” karena Masjid jelas tempat umat Islam beribadah. Dan kitab suci umat
Islam adalah al-Qur’ân. Sedangkan kata kitab masih bersifat umum.
Al-Qur’ân adalah kitab suci, sedangkan
Kitab suci belum tentu al-Qur’ân, karena masih ada kitab lainnya.
Sehingga kata al-Qur’ân dan al-Kitab bersinonim tapi tidak mutlak, karena
al-Qur’ân berarti khusus untuk kitab agama Islam, sedangkan al-Kitab bersifat
umum yaitu bisa untuk kitab (Taurat, Injil, Zabur) untuk semua agama atau tertuju
pada al-Qur’ân saja.
Walaupun kata al dalam bahasa Arab menunjukkan ma’rifah tapi tetap saja
bukan jaminan pada kata al-Kitab diartikan al-Qur’ân.
No Mufradat Terjemahan
Depag
Makna Menurut
Kamus
Makna Menurut
Tafsir
آ1$ب اAl-Qur’ân \AE9BE3 ا453أن .1
\AE9BE93 5>سE3آ1$ب ا
Al-Qur’ân
72
/Al-Qur’ân ا123$ب .2
Taurat
AI[ <$آ1-
-12E3ا
H^AGL3ا
*2G3ا
1. al-Qur’ân, kitab
yang sempurna.
2. bersifat umum,
kitab Taurat, Injil,
dan Zabur.
2. � �–���
Arti kata 670 adalah menjadikan atau mengadakan sesuatu dari bahan yang sudah
ada sebelumnya; menjadikan suatu bentuk kebentuk yang lain.
Sedangkan kata 89: diartikan sebagai penciptaan sesuatu dari bahan atau
materi yang tidak ada asal mulanya; begitu juga pengertian yang diberikan tafsir.
Dari penjelasan di atas, kita bisa lihat bahwa kata 670 dan 89:
menginformasikan hampir sama tapi berbeda arti. Kata menjadikan, menciptakan,
dan membuat adalah bersinonim. Namun dari pembahasan ini kata 670 bisa
dilakukan oleh siapa saja. Seperti dalam potongan ayat berikut:
3��O"�9 a?�` *!F5+( ��� XV�3 ��O�b��
�5��☺��*�3�� ☯5��7[��.... Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap….”136
...�!☺� a?�` 3��2 *!F5�� �+���K�( x⌧E�u�.
Artinya: “.... maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan
membunuh) mereka.”137
136
Ibid, Q.S al-Baqarah [2] : 22 137 Ibid, Q.S an-Nisa [4] : 90
73
��� a?�` 3��2 ���M .7��b���� `��� '��u���� `��� 'W!3E���� `��� R�"�K g.....
Artinya: “Allah sekali-kali tidak pernah mensyariatkan adanya bahirah138
,
saaibah139
, washillah140
dan ham,....”141
3��O"�9 a?�` *!F5+( ��� XV�3 3[:;<��....
Artinya: “Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan....”142
Kata 670 di atas menunjukkan segala bentuk perbuatan, sedangkan kata 89: lebih
merujuk pada penciptaan Allah saja. Seperti ayat di bawah ini:
@?�� 3��O"�9 ZK�!F5+ �%�� ��&�....
Artinya: “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah....”143
3�lB��☺;:� �� 3��O"�9 VK�� 3�*��☺_��+� ��3�VX ��� ��a?�`
�j_��5Q�i*�3 � � �*�3�� /.... Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan
mengadakan gelap dan terang....”144
@?�� 3��O"�9 VK[# *!F5+ �J� L�� ��� XV�3 �[?)�☺a......
138
Bahirah ialah: unta betina yang telah beranak lima kali dan anak yang kelima itu jantan,
lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan tidak boleh
diambil air susunya, Departemen Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya 139
Saibah adalah: unta betina yang dibiarkan pergi kemana saja lantaran sesuatu nazar.
Seperti, jika seseorang Arab Jahiliya akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, maka ia
bisa ber nazar akan menjadikan untanya saibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dan
selamat, Departemen Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya 140
Washillah ialah: seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, maka yang jantan ini disebut washillah, tidak disembelih dan diserahkan kepada
berhala, Departemen Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya 141
Ibid, Q.S al-Maidah [5] : 103 142
Ibid, Q.S Thahaa [20] : 53 143
Ibid, Q.S al-Maidah [6] : 2 144 Ibid, Q.S al-Maidah [6] : 1
74
Artinya: “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi....”145
���� ��yF5+( 3��2 3��O"�9 VK�� 3�*��☺_��+�
��� XV�3��..........
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi....”146
Sebagian besar penerjemahan Depag tentang kata 670 diartikan sebagai
“menjadikan.” Sedangkan kata 89: dengan ”menciptakan.” Oleh karena itu
penulis menganalisis dengan tabel berikut:
Ditujukan pada Ditujukan pada
No. Komponen Objek Bahan yang
belum ada
Bahan yang
sudah ada
Bernyawa Tak bernyawa
1 Menjadikan + - + - +
2 Menciptakan + + - + +
Walaupun kata menjadikan dan menciptakan bersinonim dengan informasi hampir
sama, tetapi maknanya jauh berbeda. Kata menjadikan untuk penggunaan bahan
yang sudah ada dan tak bernyawa, sedangkan kata menciptakan digunakan untuk
bahan yang belum ada. Akan tetapi dalam bahasa Indonesia kata menciptakan:
mobil, listrik, alat-alat.
Kekhususan kata menciptakan hanya pantas tertuju pada Allah saja,
sedangkan kata menjadikan bisa untuk Allah dan manusia. Seperti contoh kalimat
di bawah ini:
145
Ibid, Q.S al-Baqarah [2] : 29 146 Ibid, Q.S al-A’raf [7] : 54
75
Allah telah menciptakan alam dan segala isinya
*Allah telah menjadikan alam dan segala isinya
Jadi dari contoh tersebut di atas menerangkan kata menciptakan bisa diartikan
sebagai menjadikan, tapi kata menjadikan belum tentu bisa diartikan menciptakan.
Kedua kata ini memiliki arti yang hampir sama, maka kedua tersebut bersinnonim
tapi tidak mutlak. Karena tidak saling menggantikan antara keduanya.
No Mufradat Terjemahan
Depag
Makna Menurut
Kamus
Makna Menurut Tafsir
1. 670 Menjadikan <N4 اإA_ \> ع ا3`&ء
ءأص6 وa اح1>ا
إیc$د ا3`&ء <\ ا3`&ء
Menciptakan segala
sesuatu yang belum ada
2. ��� Menciptakan 89:
إیc$د ش&ء <\ ش&ء
وت2'ی/[ </[
Menjadikan sesuatu
yang sudah ada
bahannya
��ل -ا���ء .3
Kata ءا��� dalam kamus diartikan dengan seruan, panggilan dan disinonimkan
dengan 6D1Nإ dan 4عfت .
Pada potongan ayat di bawah ini ada pertukaran arti ءا��� dan ل�� dengan do’a
dan seruan.
...> ���` =��☺�� 3�*~ D 3��� e�"�5� ��T!3 ���
#��4 ⌧E�(=.
76
Artinya: “…tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka
diberi peringatan.”147
.......����U���� L0¡!* 'N'⌧O �%�☺k� !:;((�U��� ��*!EB �
R= �¢ . Artinya: “…sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan
terhadap agama yang kamu serukan kepada kami.”148
=�_�!�������� ��a0)',�3/ )3,0\Z 3��{.....
Artinya: “Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada
Allah….”149
Pada potongan ayat di atas kata ءا��� diartikan dengan seruan, tapi lain dengan
potongan ayat dibawah ini yang mengartikan kata ءا��� dan ل�� dengan doa.
*! ,£ )(;��75 3�lB���@� /.... Artinya: “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do’a yang benar....”150
...> "!�*5�3/ �!��)((�3/ F ����� )�(�_�!i3/
��b�p_⌧uB*�3 ���� L�� ��_K�r.
Artinya: “… berdoalah kamu, dan do’a orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia
belaka.”151
Kata ل�� di bawah ini hanya mengartikan seabagai do’a saja.
����� M⌧"�� "!��*!<�D ���� ��� /3�5*�!" ���y��
�b�pBh�3 ���!*....
147
Ibid, Q.S al-Anbiyaa [21] : 45 148
Ibid, Q.S Huud [11] : 62 149
Ibid, Q.S al-Ahqaaf [46] : 31 150
Ibid, Q.S ar-Ra’d [13] : 14 151 Ibid, Q.S al-Mukmin [40] : 50
77
Artinya: “Tidak ada do’a mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami ampunilah dosa-
dosa kami,....”152
Dalam bahasa Indonesia sinonim kata seruan adalah panggilan, ajakan, anjuran
dan peringatan. Sedangkan kata do’a diartikan sebagai permohonan kepada
Tuhan.
Ditujukan pada Sifat No. Komponen Objek
Tuhan Selain Tuhan Khusus Umum
1 Seruan + + + - +
2 Do’a + + - + -
Diartikan dalam bahasa
Indonesia Tertuju pada
No. Komponen Objek
Do’a Seruan Allah Selain Allah
- + + + + ا���ء 1
+ + + + + ��ل 2
Ahmad mendengarkan seruan temannya untuk datang ke kamarnya
*Ahmad mendengarkan do’a temannya untuk datang ke kamarnya
Kata do’a bisa diartikan seruan, tapi
Kata seruan belum tentu bisa diartikan sebagai do’a.
Jadi kata seruan dan doa bersinonim tapi tidak mutlak, karena kata tersebut
tidak bisa saling dipertukarkan. Kata seruan berarti panggilan atau ajakan pada
152 Ibid, Q.S Ali Imran [3] : 147
78
manusia dan sejenisnya, sedangkan doa berarti permohonan atau permintaan pada
Tuhan.
Begitu juga dengan kata ءا��� dan ل�� bersinonim, tapi tidak mutlak
karena makna kata tersebut pun tidak bisa saling bertukar.
No Mufradat Terjemahan
Depag
Makna Menurut
Kamus
Makna Menurut Tafsir
.$دSeruan g ا���ء .1
]A3ر_- ا
Ibadah
تDo’a h^9 ��ل .2
ت92*
روي
H.$71إس
Perkataan,
1. Allah: curahan rahmat
2. Melaikat: maghfirah
3. Manusia: doa kepada
Allah
إ�م, ه�ى .4
Kata ه>ى dan إ<$م diartikan petunjuk dan pedoman. Seperti pada potongan ayat di
bawah ini.
@_E⌧3 ��~�_�¤��, *�[J�J ��@?:[9....
Artinya: “Al Qur’ân ini adalah pedoman bagi manusia,....”153
��� "!'��( @?:x9 *z�[J�J ���9U���� ���!"�bipB*�3 F....
Artinya: “Sebelum al-Quran menjadi petunjuk bagi manusia,….”154
153 Ibid, Q.S al-Jatsiyah [45]: 20
79
� ...;:!" ��0kZ ���"O��3 /3�,�¦E⌧M �5��!����
3��{ ����� M⌧"U,�3/ �(<;v�:���.
Artinya: “… sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan
mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.”155
����� /3��?B�� ��3�5�bi�B*�3 / ��☺!�
3�@X�:9F �!§�U�☺� :���v�:�9 *���pB�0 �� /....
Artinya: “Dan supaya aku membacakan al-Qur’ân (kepada manusia). Maka
barang siapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk kebaikan dirinya,....”156
Kata مإ$> di bawah ini mengartikan sebagai pedoman.
�☺!��� ��"⌧M >LK�( '�7[]%��� ��%� �� �K�� ,K�?v�=�� \:�@�⌧O
, [�%� ����� ����3�'!" w_�X�M �(��\3 ������[� �� � ;☺� >....
Artinya: “Apakah (rang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada
mempunyai bukti yang nyata (al-Qur’ân) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum al-Qur’ân itu
telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat?....”157
����� "!'�3���� M�X�_w �(��\3 ������[� �� � ;☺�� >....
Artinya: “ Dan sebelum al-Qur’ân itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan
rahmat,....”158
154
Ibid, Q.S Ali Imran [3] : 3 155
Ibid, Q.S Yunus [10] : 45 156
Ibid, Q.S an-Naml [27] : 92 157
Ibid, Q.S Huud [11]: 17 158 Ibid, Q.S al-Ahqaf [46] : 12
80
Dari keterangan potongan ayat di atas menerangkan antara kata ه>ى dan إ<$م bisa
saling dipertukarkan. Padahal menurut KBBI kenyataannya adalah:
Kata pedoman : Kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu
harus dilakukan, sedangkan kata petunjuk : sesuatu tanda atau isyarat untuk
menunjukkan arah.
Penekanan yang No. Komponen Objek
Menunjukkan
Arah Wajib Dilakukan Anjuran
1 Pedoman + + + +
2 Petunjuk + + - +
Diartikan dalam bahasa Indonesia No. Komponen Objek
Menunjukkan
Arah Pedoman Petunjuk
+ + + + ه>ى 1
+ - + + إ<$م 2
Allah hanya memberikan petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
*Allah hanya memberikan pedoman bagi orang-orang yang beriman.
diartikan petunjuk yang mengantarkan seseorang mencapai harapannya ه>ى
diartikan sebagai orang yang memegang kekuasaan baik di dunia maupun إ<$م
tentang agama.
Kata pedoman bisa diartikan sebagai petunjuk, tapi
Kata petunjuk belum tentu diartikan sebagai pedoman.
Contoh kalimat di atas menunjukkan jelas bahwa perbedaan maknanya. Jadi kata
pedoman dan petunjuk adalah bersinonim tapi tidak mutlak. Karena walaupun
81
menginformasikan arti yang bisa dipertukarkan tentang kedua kata tersebut, tapi
maknanya berbeda dan tidak bisa dipertukarkan antara kalimat yang pertama dan
yang kedua.
Begitu juga dengan kata ه>ى dan إ<$م bersinonim tapi tidak mutlak, karena
antara kata tersebut tidak bisa saling dipertukarkan.
No Mufradat Terjemahan
Depag
Makna Menurut Kamus Makna Menurut
Tafsir
/Pedoman ه>ى .1
petunjuk
رش$د
AN$ن
H3aد
]N اي ی15>ي ]N *تiی \>
Petunjuk
/Pedoman إ<$م .2
petunjuk
1Eل<$ ی$VE3ا ]A9; 6V
ا3'اض4j9Gی$5
Pedoman
��اب, أ�� .5
Kata أ�� dan اب�� diartikan dengan satu makna yaitu pahala.
>LK�� ;��� Z+K��� £, <;a�� �� ��?@�� ⌦�0�B�?q
�!3!�(£p ��a;b(K,£ (�[: �� �K�� `��� ����Z �+�<B)K�e `��� �+?@ ���,U�9B�!©
.
Artinya: “ (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada
Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
82
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
meraka bersedih hati,….”159
......������ 3��O (�[:K,£p ��a;b (�i�)D1.
Artinya: “…. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”160
'�*!T 4 �¢�� {��3 p£(�!��9U�� D5F�E!*�� > �����
��yv�= O��3 �b�Np!F(= , ��( �� ���{«E� �+�i?(=��
�!�(£p ��a;b3. Artinya: “Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barang
siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menutupi
kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.”161
.../ ;����� >LK���� �☺�� :<_�( , BEK�e O��3
�!��E(!�E � ��a;b3 ��☺E�i�(.
Artinya: “... barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan
memberinya pahala yang besar.”162
]���!�_�= � ��5F?�{��� (�KEB � ��a;b3....
Artinya: “Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini....”163
159
Ibid, Q.S al-Baqarah [2] : 112 160
Ibid, Q.S al-Anfal [8] : 28 161
Ibid, Q.S ath-Thalaq [65] : 5 162
Ibid, Q.S al-Fath [48] : 10 163 Ibid, Q.S Huud [11] : 51
83
����� D�<?�{�K� � BEK�( ���; ��a;b� > ��� @?�� ����
⌦b���T ��&��!Q_?��z* Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap
seruanmu ini), ini tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam.”164
Pada potongan ayat di atas kata أ�� diartikan dengan pahala, begitu juga kata اب��
di bawah ini.
�!W�D�_u�<�DC 3��2 ��☺� /3�5*�!" .j_J�a 9®bB<�� ��� �<�XB��� (b_<UXV�3
�����3_Z ������ >.... Artinya: “ Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka
ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya,…..”165
...F ����f =(b®) D���3QZ ��EU :*�3 �� �!,U
������.... Artinya: “ … Barang siapa menghendaki pahala dunia. Niscaya Kami berikan
kepadanya pahala dunia itu,….”166
Dalam bahasa Indonesia kata pahala bersinonim dengan ganjaran, dan kata pahala
diartikan sebagai imbalan perbuatan baik atas segala perbuatan yang telah
dikerjakan. sedangkan kata ganjaran lebih tepatnya diartikan balasan perbuatan
yang baik dan yang buruk. Akan tetapi kata أ�� dan ��اب tetap diartikan pahala
saja. kemudian dalam kamus, kata اب�� bisa diartikan sebagai ganjaran perbuatan
baik dan buruk. Karena kata pahala hanya bisa diartikan dalam balasan yang
164
Ibid, Q.S Yusuf [12] : 104 165
Ibid, Q.S al-Maidah [5]: 85 166 Ibid, Q.S Ali-Imran [3] : 145
84
positif, berarti kata أ�� labih tepatnya diartikan dengan pahala saja. Sedangkan
kata اب�� bisa diartikan dengan ganjaran atau balasan.
Berarti kata أ�� lebih tepat diartikan sebagai pahala, dan
Kata اب�� lebih tepat diartikan ganjaran
Diartikan dalam bahasa
Indonesia sebgai perbuatan No. Komponen Objek
Diartikan
sebagai pahala
Baik Buruk
- + + + أ�� 1
��اب 2 + + + +
Walaupun potongan ayat dengan kata أ�� dan اب�� di atas diartikan pahala,
tapi kata tersebut tidak bisa dipertukarkan satu sama lain dengan ayat–ayat yang
berbeda, karena dapat mengubah maksud ayat yang terkandung tersebut. Kata ini
bersinonim tapi tetap tidak bisa dipertukarkan, jadi ini bukan sinonim mutlak.
Diartikan dalam bahasa
Indonesia sebgai perbuatan No. Komponen Objek
Diartikan
sebagai pahala
Baik Buruk
1 Pahala + + + -
2 Ganjaran + + + +
Andi mendapatkan pahala atas amal perbuatannya
85
*Andi mendapatkan ganjaran atas amal perbuatannya
Kalimat pertama, jelas diartikan sebagai balasan yang positif dari hasil perbuatan
Andi. Sedangkan kalimat yang kedua, dari kata ganjaran bisa diartikan sebagai
balasan perbuatan yang baik atau buruk dari hasil perbuatan Andi.
Jadi kata أ�� dan اب�� bersinonim, tapi tidak mutlak. Karena makna dari
��اب lebih umum maknanya.
No Mufradat Terjemahan
Depag
Makna Menurut
Kamus
Makna Menurut
Tafsir
mI$2> Pahalaة Upah أ�� .1
��اب .2 Pahala ل$E;nاء ;9& اo0
:4Aه$
4Vش4ه$ وأآ'D3
إسE71$ل
4Ap3ا &I
Pahala
Dari semua analisis di atas dapat dilihat bahwa tidak semua pasangan sinonim
diterjemahkan atau memiliki padanan sebagaimana pengertian biasa. Karena itu
semua harus disesuaikan denagn tujuan dan makna yang terkandung dalam ayat
al-Quran tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:
No. Mufradat Surat/ Ayat Makna
Q.S. Al-Baqarah [2] : 2 Al-Qur’ân ا123$ب 1
86
Q.S. Al-Baqarah [2] : 9 Al-Qur’ân
Q.S. An-Nisa [4] : 47 Al-Qur’ân
Q.S. As-Syuraa [26] : 2 Al-Qur’ân
Q.S. Al-Baqarah [2] : 85 Taurat
Q.S. Al-Furqan [25] : 35 Taurat
Q.S. Ali Imran [3] : 48 Zabur
Q.S. Al-Furqan [25] : 30 Al-Qur’ân ا453أن
Q.S. Al-Ahqaf [46] : 29 Al-Qur’ân
670 Q.S. Al-Baqarah [2] : 22 Menjadikan
Q.S. An-Nisa [4] : 90 Memberi
Q.S. Al-Maidah [5] : 103 Mensyariatkan
Q.S. Thaha [20] : 53 Menjadikan
89: Q.S. Al-Maidah [5] : 1 Menciptakan
Q.S. Al-Maidah [5] : 2 Menciptakan
Q.S. Baqarah [2] : 29 Menjadikan
2
Q.S. Al-'Araf [7] : 54 Menciptakan
Q.S. Al-Anbiya [21] : 45 Seruan ا3>;$ء
Q.S. Huud [11] : 62 Seruan
Q.S. Al-Ahqaf [46] : 31 seruan
Q.S. Ar-Ra'd [13] :14 Doa
Q.S. Al-Mukmin [40] : 50 Doa
3
Q.S. Ali Imran [3] : 14 Doa ا53'ل
Q.S. Al-Jatsiah [45] :20 Pedoman ه>ى 4
87
Q.S. Ali Imran [3] : 3 Petunjuk
Q.S. Yunus [10] : 45 Petunjuk
Q.S. an-Naml [27] : 92 Petunjuk
Q.S. Huud [11] : 17 Pedoman إ<$م
Q.S. Al-Ahqaf [46] : 12 Petunjuk
Q.S. Al-Baqarah [2] : 112 Pahala أ40
Q.S. Huud [11] : 51 Upah
Q.S. Yusuf [12] : 104 Upah
Q.S. Al-Maidah [5] : 83 Pahala +'اب
5
Q.S. Ali Imran [3] : 145 Pahala
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat Penulis simpulkan bahwa pada dasarnya menerjemahkan
itu bukanlah pekerjaan yang mudah apalagi kalau yang diterjemahkannya itu
al-Qur’ân yang berkaitan masalah tauhid.
Bedasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat penulis simpulkan
bahwa dalam ayat al-Qur’ân, tidak terdapat al-Tarāduf al-Hakiki (sinonim
mutlak), yaitu sinomim mempunyai makna yang benar-benar sama dan dapat
menggantikan dalam semua konteks kalimat tanpa adanya perubahan makna.
Tetapi yang ada hanyalah al-Taqarrub al-Dalali, yaitu kata yang hanya
mempunyai kedekatan makna.
Begitu pun dalam bahasa Indonesia, juga tidak terdapat sinomim mutlak
atau absolute yang dapat saling menggantikan dalam semua konteks kalimat tanpa
merubah makna. Yang ada hanyalah near synomymy, yaitu sinonim yang hanya
mempunyai kedekatan makna seperti diungkapkan oleh Verhar.
Dari penjelasan bab IV, tampak bahwa istilah tauhid yang di analisis
memang mempunyai korelasi makna yang dekat. Namun bila dilihat lebih jauh
tampaknya masing-masing kata memiliki makna yang berbeda satu dengan yang
lainnya, dan masing-masing kata memiliki makna yang spesifik. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa dalam al-Qur’ân tidak terdapat istilah tauhid yang
bersinomim mutlak, melainkan memiliki kedekatan kata.
89
Maka tentang kesinoniman baik dari bahasa Arab maupun bahasa Indonesia
tetap terdapat sinonim, hanya saja makna yang terkandung berbeda dan tidak bisa
saling bertukar satu dengan yang lainnya. Kalaupun ada kata-kata yang sulit untuk
dibedakan kata أ�� dan اب�� dapat dikatakan sebagai syibh al-Tarāduf, karena
kata tersebut tidak dapat saling menggantikan dalam ayat yang berbeda.
Tidak semua pasangan sinomim dalam al-Qur’ân memiliki padanan yang
sesuai sebagaimana pengertian biasa. Karena perbedaan maksud dan tujuan yang
berbeda dan harus disesuaikan dengan tujuan dan makna yang terkandung dalam
ayat al-Qur’ân tersebut.
Penulis menyimpulkan bahwa dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia
memiliki teori yang sama, baik segi sifat, maupun jenisnya. Dalam teori sinomim
bahasa Arab dan bahasa Indonesia keduanya sama-sama tidak terdapat adanya
sinomim mutlak.
Mungkin yang berbeda dari keduanya adalah pemakaian bahasanya. Karena
itu kata-kata yang bersinomim tersebut juga tidak dapat saling menggantikan
dalam semua konteks.
Setelah melakukan penelitian melalui kajian pustaka dan melakukan analisis
ini, Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena
itu kritik dan saran akan menjadi sebuah solusi yang baik guna terselesaikannya
suatu permasalahan, karena manusia itu tak pernah luput dari kesalahan. Agar
pembahasan mengenai sinonimi lebih menarik, harapan Penulis ada penelitian
lanjutan yang dapat mengembangkan penelitian ini.
90
B. Saran
1. Agar pembaca al-Qur’ân dapat memahami semua makna terutama
sinomim tauhid dalam al-Qur’ân secara tepat, maka sebaiknya didalam
al-Qur’ân yang diterbitkan oleh Departemen agama republik Indonesia ada
penjelasan secara singkat makna kata yang jelas. Dan Perlu adanya usaha
untuk memilih makna yang tepat untuk sinomim tauhid di dalam
al-Qur’ân, sehingga dapat dipahami secara langsung tentang penjelasan
secara khusus atau foot note agar orang yang membaca al-Qur’ân dapat
membedakan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut.
2. Penulis mengharapkan agar dilakukannya penelitian lanjutan baik secara
konprehensif maupun secara argumentatif khususnya terhadap hasil
penelitian yang penulis lakukan dan masih jauh dari kesempurnaan ini.
91
DAFTAR PUSTAKA
A. Widyamartama, Seni Menerjemahkan, Yogyakarta, Kanisius, 1989
Ad-Dumaiji, Abdullah bin Umar, Rahasia Tawakal; dan Sebab Akibat, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2000
Agama RI, Al-Qur’ân dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1989
Ahmad, Solihin Banyumas, Metode Granada: Sistem 8 Jam Bisa Menerjemah
al-Qur’ân, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000
Al Ashimaini, Muhammad ibn Shalih, Ushūl fī al Tafsīr, Kairo: Dar ibn
al-Qayyim, 1989
Ali, As Syarif bin Muhammad, Kitab at Ta’rifat, Mesir: Daarul Kutub al Ilmiyah,
tt
Al-Jibouri ,Yasin T., Konsep Tuhan Menurut Islam, Jakarta: Lentera Basritama,
2003
Al-Shabuni, Muhammad Ali, al Tibyān fī Ulūm al Qur’ān, Beirut, Alam al Kutub,
1985
Al-Razi, Muhammad bin Abu Bakar Abdul Qadir, Mukhtar as-Sahih, Beirut :
Daarul al-Ilmiyah, tt
Badudu, J.S, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama 1994
Bahjat, Ahmad, Akulah Tuhanmu; Mengenal Allah Risalah Baru Tauhid,
Bandung, Pustaka Hidayah, 2005
92
Chaer, Abdul, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
1995
__________, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
__________, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
Daudy , Ahmad, Kuliah Akidah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra,
1989
Dewan Ulama Darul Haq, Belajar Mudah Ushuludin, Bandung: Pustaka Hidayah,
1996
Fatimah, T. Djajasudarma, Semantik ‘Pengantar ke Arah Ilmu Makna 1,
Bandung: PT Refika Aditama, 1999
Hanafi, Nurachman, Teori dan Seni Menerjemahkan, Ende Flores: Nusa Indah,
1985
Hidayatullah, Moch. Syarif, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, Jakarta:
Tp, 2007
Hoed, Benny H., Prosedur Penerjemahan dan Akibatnya: dalam lintas Bahasa,
Media Komunikasi Penerjemah 2, 1995
Humanika, Eko Setyo, Mesin Penerjemah: Sebuah Tinjauan Linguistik,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003
Keraf,Gorys, Diksi and Gaya Bahasa,Jakarta: Gramedia, 1990
__________, Komposisi, Ende: Nusa Indah, 1997
93
Khalid Abdurrahman al-Ak. Ushul at Tafsir wa Qawaiduhu, Beirut, Daru
al-Nafais, 1986
Kushartanti DKK, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta,
Pustaka Utama, 2005). h. 118
Mansyur, Moch dan Kurniawan, Pedoman Bagi Penerjemah; Arab-Indonesia
Indonesia-Arab, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002
Muhammady, el T.M Usman, Ilmu Ketuhanan yang Maha Esa, Jakarta: Tp, 1970
Pateda, Mansur, Semantik Leksikal, Jakarta: Rineka Cipta, 2001
Satori, Ahmad, “Diktat Penerjemahan Tahririah: Prinsip-prinsip Penerjemahan”,
2004
Shihab, M. Quaraish, Membumikan al Quran, Bandung: Mizan, 1997
Simatupang, Maurits, Pengantar Teori Terjemahan, Jakarta, Dirjen Dikti
Depdiknas, 1999
Sudarma, T. Fatimah Djaja, Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna,
(Bandung: Eresco, 1993
Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Kosakata, Bandung: Angkasa, 1993
Tasai, Zaenal Arifin dan S. Amran, Cermat Berbahasa Indonesia: untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta , Akademika Pressindo, 2004
Tedjoworo, Imaji dan Imajinas: Suatu Telaah Filsafat Postmodernnisme,
Yogyakarta: Kanisius, 2001
94
Umar, Mukhtar, Ilmu ad Dalalah, Kuwait: Maktabah Dar Urubah, 1982
Wahab, Muhammad bin Abdul, Syarah Kitab al-Tauhid, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1984
Verhaar, J. W. M, Asas-asas Linguistik Umum, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, tt
______________, Pengantar Linguistik, Yogyakarta: Gajah Mada, 1995
Ya’kub, Emil Badi, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashaishuha, Beirut: Dar
al-Tsaqofah al-Islamiyah, tt
Yaqub, H. Hamzah, Ilmu Ma’rifah; Sumber Kekuatan dan Ketentraman Bathin,
Jakarta: Atisa, 1988
Yusuf, Suhandra, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik, Bandung: Mandar Maju, 1994
Internet
http://rahman-azzam.blogspot.com/2007/05/wacana-theon-lvan-dijk.html
http://www.tutor.com.my/stpm/semantik/semantik.htm
Kamus
Ali, Atabik Dan Ahmad Zuhdi Muhdar, Al-Ashr, Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 2003
Endarmoko, Eko, Tsaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2006
95
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1993
Tim Penyusun KBBI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1990
Luwis, Al-Abu Ma’luf al-Yasuui, Munjid fī al-Lughah wa al-’Alam, Beirut:
al-Maktabah as-Syarkiyah, 2002
96