Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
v
PENGALAMAN MASYARAKAT MENGIMPLEMENTASIKAN FATWA MUI TENTANG IBADAH DALAM MASA PANDEMI COVID-19
DI DESA BONTO BIRAO KABUPATEN PANGKEP ( TINJAUAN SOSIOLOGI AGAMA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
NUR INDAHSARI NIM: 105381116916
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI JANUARI, 2021
vi
MOTTO
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya”
(Q.S. Al-Baqarah:286)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada kedua orang tuaku sebagai tanda bakti, hormat,
dan rasa terima kasih tidak terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada
mamaku tersayang (Jasmawati), ayahku tercinta (Ibrahim, S.Pd), serta keluargaku
yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada
hingga yang tiada mungkin bisa ku balas hanya dengan selembar kertas yang
bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk
membuat kedua orang tuaku bahagia. Terima kasih telah memberikan motivasi
dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakan, dan selalu menasehati.
vii
ABSTRAK
Nur Indahsari, 2021. Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Ibadah Dalam Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep (Tinjauan Sosiologi Agama). Skripsi. Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Nurdin, dan pembimbing II Hadisaputra.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19 dan faktor pendukung dan penghambat masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemic COVID-19 di desa Bonto Birao kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilakukan di desa Bonto Birao. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, sebagai situasi atau berbagai fenomena realita sosial tentang implementasi fatwa MUI yang ada di masyarakat desa Bonto Birao. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui berbagai tahapan yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, metode dan triangulasi teknik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep bahwa fatwa MUI nomor 14 dan 31 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19 merupakan salah satu solusi yang paling tepat bagi masyarakat dalam beribadah di masa pandemi terlebih bagi masyarakat di pedesaan. Pelaksanaan fatwa MUI ini juga bisa dikatakan berjalan lancar karena sebagian besar masyarakat desa Bonto Birao mematuhi protokol kesehatan dan paham akan kondisi sekarang ini yang mengharuskan mereka mengikuti beberapa aturan dari pemerintah agar COVID-19 tidak menyebar luas, meskipun masih ada segelintir masyarakat yang tidak mematuhi aturan karena menganggap desa Bonto Birao berada jauh dari kota dan juga alasan tidak terbiasa menggunakan masker.
Kata Kunci: Implementasi, Fatwa, COVID-19.
viii
ABSTRACT
Nur Indahsari, 2021. Community Experience in Implementing MUI Fatwa About Worship During the Covid-19 Pandemic in Bonto Birao Village, Pangkep Regency (Sociology of Religion Review). Essay. Sociology Education Study Program, Teacher Training and Education Faculty, Muhammadiyah University of Makassar. Advisor I Nurdin, and mentor II Hadisaputra.
The purpose of this study is to determine the experience of the community implementing the MUI fatwa regarding the implementation of worship during the COVID-19 pandemic and the supporting and inhibiting factors for the community to implement the MUI fatwa regarding the implementation of worship during the COVID-19 pandemic in Bonto Birao village, Pangkep district. This research was conducted in the village of Bonto Birao. This type of research is qualitative research, which is a study that aims to describe, as a situation or various social reality phenomena about the implementation of the MUI fatwa in the Bonto Birao village community. Data collection techniques, namely by observation, interviews, and documentation. The technique of analyzing data through various stages, namely, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Meanwhile, the data validity technique used source triangulation, method and technique triangulation.
The results of this study indicate that, the implementation of the fatwa of the Indonesian Ulema Council regarding the implementation of worship during the COVID-19 pandemic in Bonto Birao Village, Pangkep Regency, that MUI fatwas number 14 and 31 concerning the implementation of worship in a situation of the COVID-19 outbreak are one of the most appropriate solutions for people in worshiping during the pandemic, especially for people in rural areas. The implementation of this MUI fatwa can also be said to have run smoothly because most of the people of Bonto Birao village adhere to health protocols and understand the current conditions which require them to follow several regulations from the government so that COVID-19 does not spread widely, although there are still a handful of people who do not comply with the rules. because he considered the village of Bonto Birao to be far from the city and also the reason for not being accustomed to wearing masks.
Keywords: Implementation, Fatwa, COVID-19.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw sosok teladan umat dalam segala
perilaku keseharian yang berorientasi kemuliaan hidup di dunia dan akhirat.
Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan
Fatwa MUI Tentang Ibadah Dalam Masa Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto
Birao Kabupaten Pangkep ( Tinjauan Sosiologi Agama)” yang merupakan
salah satu syarat guna menempuh ujian gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah menyumbangkan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan, motivasi beserta
doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Keberhasilan dalam skripsi ini
tidak hanya terletak pada diri peneliti semata tetapi tentunya banyak pihak yang
memberikan sumbangsih khususnya kepada orang tua, ayah tercinta Ibrahim S.Pd
dan ibunda tercinta Jasmawati yang selama ini telah memberikan banyak
dukungan dan doa yang tidak pernah putus dan hampir tidak mungkin bisa
dibalaskan oleh apapun serta adik-adik ku tercinta Widya Lestari dan Khaerunnisa
x
yang selalu memberikan dukungan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
menimba ilmu pengetahuan di kampus tercinta ini. Bapak Erwin Akib, S.Pd.,
M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Bapak Drs. H.
Nurdin, M.Pd. Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah
Makassar, dan Bapak Kaharuddin, S.Pd., M.Pd., Ph.D Sekretaris Jurusan
Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar.
Bapak Drs. H. Nurdin, M.Pd selaku pembimbing I (satu) yang telah
memberikan saran, motivasi dan sumbangan pemikiran kepada penulis sehingga
tersusunnya skripsi ini. Bapak Hadisaputra, S.Pd,. M.Si selaku pembimbing II
(dua) yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran membimbing dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas
Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
bimbingan, arahan dan jasa-jasa yang tak ternilai harganya kepada penulis. Orang
terkasih, serta seluruh keluargaku tercinta yang selalu mendukung dalam segala
hal.
Teman-teman seperjuanganku khususnya Sahabatku yang selalu memberi
motivasi dan dukungan nya dalam pembuatan skripsi ini. Serta semua pihak yang
xi
tidak sempat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini, terima kasih atas bantuan, doa, dan dukungan nya.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan, penulis ucapkan terima kasih. Adapun permohonan maaf
penulis yang sangat dalam jika dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan
serta masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran agar dalam perbaikan skripsi ke depannya dapat menumbuhkan rasa syukur
kepada Allah SWT. Semoga apa yang kita lakukan dapat bernilai dan bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
Makassar, Januari 2021
Nur Indahsari
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iv
SURAT PERJANJIAN ............................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
ABSTRACK................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
E. Definisi Operasional.......................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 9
xiii
A. Kajian Konsep ................................................................................... 9
B. Sosiologi Agama ............................................................................... 16
C. Kajian Teori Tindakan Sosial (Max Weber) ..................................... 20
D. Kerangka Fikir .................................................................................. 22
E. Penelitian Relevan ............................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 27
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian ....................................................... 27
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................................ 28
C. Informan Penelitian ........................................................................... 29
D. Fokus Penelitian ................................................................................ 31
E. Instrumen Penelitian.......................................................................... 31
F. Jenis Dan Sumber Data ..................................................................... 32
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 33
H. Teknik Analisis Data ......................................................................... 34
I. Teknik Keabsahan Data .................................................................... 35
J. Etika Penelitian ................................................................................. 36
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................... 37
A. Sejarah Desa Bonto Birao ................................................................. 37
B. Kondisi Umum Desa Bonto Birao .................................................... 39
C. Keadaan Sosial Budaya ..................................................................... 42
D. Keadaan Keagamaan ......................................................................... 43
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 45
xiv
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 45
1. Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan
Ibadah di masa pandemi COVID-19 ........................................... 45
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi fatwa
MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi
COVID-19 ................................................................................... 56
a. Faktor Pendukung ................................................................. 56
b. Faktor Penghambat................................................................ 58
B. Pembahasan ....................................................................................... 60
1. Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan
Ibadah di masa pandemi COVID-19 ........................................... 60
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Fatwa
MUI tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi
COVID-19 ................................................................................... 64
a. Faktor Pendukung ................................................................. 64
b. Faktor Penghambat................................................................ 65
BAB VI PENUTUP ..................................................................................... 67
A. Kesimpulan ....................................................................................... 67
B. Saran .................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 73
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... 93
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Nama Tabel Halaman
Tabel 3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................... 28
Tabel 3.2 Waktu Penelitian ....................................................................... 29
Tabel 3.3 Daftar Nama Informan .............................................................. 30
Tabel 4.1 Nama Narasumber Sejarah Desa............................................... 38
Tabel 4.2 Nama Pemimpin Atau Kepala Desa.......................................... 39
Tabel 4.3 Jumlah KK Dan Jiwa Desa Bonto Birao ................................... 40
Tabel 4.4 Pendidikan Masyarakat Berdasarkan Status ............................. 41
Tabel 4.5 Jumlah Masjid ........................................................................... 43
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Nama Gambar Halaman
Gambar 5.1 Area Wajib Masker ............................................................... 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2020 merupakan tahun yang mengkhawatirkan bagi seluruh
Negara, tanpa terkecuali Negara Republik Indonesia. Hal itu disebabkan
munculnya wabah virus corona, yang bermula dari Kota Wuhan China, lalu
merebak dan menyebar ke penjuru dunia. Pada 2 Maret 2020 pemerintah
mengumumkan pertama kalinya 2 kasus pasien positif corona di Indonesia. Data
Indonesia menunjukkan ada 27.549 orang yang tersebar di 34 provinsi positif
COVID-19 dan 1.663 orang diantaranya meninggal dunia, hingga saat ini jumlah
data mengenai pasien positif COVID-19 terus meningkat di Indonesia. Dalam
kondisi saat ini, virus corona bukanlah satu wabah yang bias di abaikan begitu
saja. Jika dilihat dari gejalanya, orang awam akan mengiranya hanya sebatas
influenza biasa, tetapi bagi analisis kedokteran virus ini cukup berbahaya dan
mematikan.
Pandemi dari epidemi COVID-19 berhasil memporak-porandakan tatanan
seluruh aspek kehidupan manusia, tidak hanya mencabik-cabik kesehatan yang
berujung kematian, tetapi juga mengancam luluh lantak nya sendi-sendi
kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan pertahanan, keamanan, dan
keagamaan.
COVID-19 menjadi bencana global yang tidak memilih targetnya
berdasarkan pertimbangan agama, suku dan budaya serta aliran. Setiap person
2
berpotensi terjangkit apabila kualitas tubuh tidak kuat, tidak menerapkan pola
hidup sehat atau tidak menjaga jarak (physical distancing).
Mengantisipasi dan mengurangi jumlah penderita virus corona di
Indonesia sudah dilakukan di seluruh daerah. Diantaranya dengan memberikan
kebijakan membatasi aktifitas keluar rumah, kegiatan sekolah dirumahkan,
bekerja dari rumah, bahkan kegiatan beribadah pun di rumah kan (Rezki,
2020:228).
Terkait kebijakan yang membatasi aktifitas keluar rumah termasuk
kegiatan beribadah yang di rumah kan, segala permasalahan yang muncul di
masyarakat beragama islam pun meningkat tajam dan semakin kompleks, hal ini
perlu segera dipecahkan oleh lembaga yang kapabel, untuk memecahkan
permasalahan tersebut sesuai dengan aspirasi mayoritas masyarakat yang
beragama islam. Hal ini penting agar umat islam tidak menjauhkan mereka dari
agama, tetapi justru fenomena nya masalah tersebut mendekatkan mereka kepada
ajaran islam, untuk mencari jawaban terhadap masalah yang mereka hadapi.
Masyarakat muslim tidak semuanya memiliki pengetahuan keagamaan yang
mendalam meskipun semangat keagamaan mereka tinggi. Oleh karena itu Majelis
Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang penyelenggaraan ibadah di tengah
pandemi COVID-19.
Fatwa ini diharapkan mampu mengatasi masalah yang terjadi di
masyarakat. Dalam fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 tersebut dijelaskan beberapa
hal diantaranya: Pertama, dalam hal menjaga tujuan pokok beragama, menjaga
kesehatan dan menjauhi hal yang bisa menyebabkan terpapar virus merupakan
3
wujud ikhtiar umat yang harus dilakukan, Kedua, orang yang telah terpapar virus,
wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan terhadap orang
lain, baginya salat Jum’at dapat diganti dengan salat dzuhur, karena salat Jum’at
berpeluang menularkan virus secara massal, maka haram baginya melakukan
ibadah salat Jum’at dan ibadah lainnya ditempat umum. Ketiga, apabila berada
dalam kawasan yang potensi penularan nya tinggi maka boleh meninggalkan salat
Jum’at, menggantinya dengan salat Dzuhur di rumah dan meninggalkan ibadah
lain di masjid atau tempat umum lainnya. Keempat, apabila berada di kawasan
yang potensi penularan nya rendah maka tetap wajib menjalankan peribadahan
seperti semula dengan menjaga jarak, membawa sajadah masin-masing dan sering
membasuh tangan dengan sabun. Kelima, dalam kawasan dengan penyebaran
COVID-19 tidak terkendali dan mengancam keselamatan jiwa, maka
menyelenggarakan salat Jum’at di kawasan tersebut tidak boleh dilaksanakan di
masjid dan wajib mengganti dengan salat Dzuhur di rumah masing-masing (
Fatwa Nomor 14 tahun 2020).
Selang beberapa bulan adanya pandemi COVID-19 MUI kembali
mengeluarkan fatwa setelah pemerintah mengumumkan berlakunya new normal.
Fatwa yang dikeluarkan di era new normal nomor 31 tahun 2020 menjelaskan
beberapa hal diantaranya yaitu : pertama, fatwa MUI tentang shift salat Jum’at
saat pandemi, terdapat dua pendapat yang menyatakan bahwa ketika salat Jum’at
dengan model shift (bergelombang) hukumnya sah. Sedangkan pendapat kedua
mengatakan salat Jum’at dengan model shift tidak sah, sehingga jamaah yang
tidak tertampung mengerjakan salat Dzuhur sebagai pengganti. Terkait dua
4
pendapat ini MUI menegaskan, jamaah dapat memilih salah satu di antara dua
pendapat tersebut. Kedua, fatwa MUI tentang penggunaan masker saat salat
Jum’at, menggunakan masker yang menutup hidung saat salat hukumnya boleh
dan sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada
tempat sujud saat salat. Menutup mulut saat salat hukumnya makruh, kecuali ada
hajat Sariyah. Karena itu salat dengan memakai masker karena ada hajat untuk
mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh (Fatwa
Nomor 31 Tahun 2020).
Fatwa tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah
COVID-19 ini ternyata mendapat respon yang beragam dari masyarakat maupun
pengelola masjid. Sama halnya yang terjadi di Desa Bonto Birao dimana
pemahaman masyarakat tentang bahaya COVID-19 dan penyelenggaraan ibadah
di tengah pandemi COVID-19 ini masih sangat minim mengingat desa ini jauh
dari pengaruh kota, dilihat dari kasus yang ada seperti pelaksanaan salat Jum’at
dan salat taraweh di masjid , beberapa masjid masih melaksanakan salat jamaah
seperti biasanya, dan ada pula yang sudah tidak melaksanakan salat jamaah di
masjid sesuai edaran yang berlaku.
Penelitian tentang fatwa MUI dan COVID-19 pernah dilakukan oleh
Yunus dan Rezki (2020) yang membahas tentang kebijakan pemberlakuan
lockdown sebagai antisipasi penyebaran virus corona, Nashiruddin (2017)
membahas tentang fatwa MUI dan perannya dalam kehidupan bernegara dan
berbangsa, Hamzah (2018) membahas tentang peran dan pengaruh fatwa MUI
dalam arus transformasi sosial budaya di Indonesia, Shodiqin (2020) membahas
5
tentang model pemberdayaan jamaah masjid menghadapi dampak corona virus
disease 2019 (covid 19), Rusyana (2020) mengkaji tentang fatwa penyelenggaraan
ibadah di saat pandemi COVID-19 di Indonesia dan Mesir.
Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang penerapan fatwa MUI tentang
penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19. Kajian ini memiliki
kesamaan dari kajian Nashiruddin (2017), Hamzah (2018), Hkikmat (2020), dan
Rusyana (2020) yang mengkaji tentang fatwa MUI dan perannya. Dalam kajian
Nashiruddin fokus ke peran fatwa MUI dalam kehidupan dan juga metode
penetapan fatwa MUI. Kajian Hamzah fokus ke bagaimana peran fatwa MUI
dalam merespon dinamika sosial dan budaya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hkimat fokus ke langkah yang diambil MUI untuk memutus mata
rantai persebaran COVID-19 di Indonesia. Dan kajian Rusyana fokus ke respon
para ulama Indonesia dan Mesir yang telah merespon pandemi virus COVID-19
dengan tepat yaitu dengan mengeluarkan fatwa yang mengatur pelaksanaan
ibadah di saat pandemi.
Melihat kenyataan yang ada bahwa di desa Bonto Birao masih ada
segelintir masyarakat yang tidak mematuhi aturan beribadah di masa pandemi
sesuai edaran pemerintah, oleh karena itu penulis tertarik meneliti dan mengkaji
mengenai “Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI
Tentang Ibadah Dalam Masa Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao
Kabupaten Pangkep ( Tinjauan Sosiologi Agama)”.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI
tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto
Birao Kabupaten pangkep?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat masyarakat mengimplementasikan
fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di
Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pengalaman masyarakat mengimplementasikan fatwa
MUI tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa
Bonto Birao Kabupaten Pangkep.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat masyarakat
mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah saat
pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat yang sangat penting meliputi:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini yaitu memperkaya khazanah ilmu Sosiologi
seputar peranan elit agama dalam mempengaruhi kehidupan pemeluk agama.
7
Secara khusus peneliti menerapkan teori Tindakan Sosial untuk mengkaji
fenomena tersebut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat: Menyosialisasikan fatwa MUI seputar tata cara
beribadah di masa pandemi COVID-19.
b. Bagi penulis: Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian.
E. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional adalah sebagai berikut:
1. Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga independen yang mewadahi para
ulama, zu’ama, dan cendikiawan islam untuk membimbing, membina, dan
mengayomi umat islam di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada
tanggal 17 Rajab 1395 Hijriah atau 1975 Masehi di Jakarta, Indonesia.
2. Fatwa
Fatwa adalah sebuah istilah mengenai pendapat atau tafsiran pada suatu
masalah yang berkaitan dengan hukum islam. Fatwa sendiri dalam bahasa arab
artinya adalah nasihat, petuah, jawaban atau pendapat. Adapun yang dimaksud
adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga
atau perorangan yang diakui oleh otoritas nya, disampaikan oleh seorang mufti
atau ulama, sebagai tanggapan terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta
fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai ketertarikan. Dengan demikian fatwa
tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya (Hamzah,
2018:132).
8
3. Pandemi COVID-19
Pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak dimana-mana, meliputi
daerah geografis yang luas. Virus Corona atau Severe actuate respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem
pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus corona
bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru
yang berat, hingga kematian. Virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus
yang menyebar kemanusiaan.
4. Sosiologi Agama
Secara umum Sosiologi Agama merupakan ilmu yang mempelajari
fenomena agama menggunakan perspektif, pendekatan, dan kerangka penjelasan
Sosiologis. Menurut Dillon dalam Haryanto (2015:7), Sosiologi Agama
memperlakukan agama sebagai fakta sosial yang dapat di observasi secara
empiris. Sosiologi Agama menggunakan perspektif Sosiologi dalam
mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan berbagai cara bagaimana agama
berlaku di masyarakat.
Ruang lingkup kajian dalam Sosiologi Agama yakni masyarakat agama,
bukanlah agama sebagai sebuah ajaran (dogma dan moral) tetapi agama sebagai
sebuah fenomena sosial. Contohnya, kelompok atau institusi agama yang
memiliki ciri khusus lewat peraturan yang telah ditentukan oleh agama, yang akan
disoroti struktur dan fungsinya serta pengaruhnya terhadap masyarakat.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Tinjauan Umum Majelis Ulama Indonesia
a. Peran Majelis Ulama Indonesia
Dalam khittah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah
dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi. Sebagai pewaris tugas-tugas
para Nabi, Majelis Ulama Indonesia menjalankan fungsi profetik
yakni memperjuangkan fungsi perubahan kehidupan agar berjalan
sesuai ajaran islam, walaupun dengan konsekuensi akan menerima
kritik, tekanan, dan ancaman karena perjuangannya bertentangan
dengan sebagian tradisi budaya, dan peradaban manusia.
2. Sebagai pemberi fatwa, Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai
pemberi fatwa bagi umat islam baik diminta maupun tidak diminta.
Sebagai lembaga pemberi fatwa, Majelis Ulama Indonesia
mengakomodasikan dan menyalurkan aspirasi umat islam Indonesia
yang sangat beragam aliran paham dan pemikiran serta organisasi
keagamaan nya.
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat. Majelis Ulama Indonesia
berperan sebagai pelayan umat yaitu melayani umat islam dan
masyarakat luas dalam memenuhi harapan, aspirasi, dan tuntutan
mereka. Dalam kaitan ini, MUI senantiasa berikhtiar memenuhi
9
10
permintaan umat islam, baik langsung maupun tidak langsung, akan
bimbingan dan fatwa keagamaan.
4. Sebagai gerakan Islah wa Al Tajdid, Majelis Ulama Indonesia
berperan sebagai pelapor islah yaitu gerakan pemurnian islam serta
tajdid yaitu gerakan pembaharuan pemikiran islam. Apabila terjadi
perbedaan pendapat di kalangan umat islam, maka MUI dapat
menempuh jalan kompromi dan mencari hukum yang lebih kuat.
5. Sebagai penegak amar makruf dan nahi Munkar, yaitu dengan
menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai
kebatilan dengan penuh hikmah dan Istiqamah. Dalam menjalankan
fungsi ini, MUI tampil di barisan terdepan sebagai kekuatan moral
bersama sebagai berbagai potensi bangsa lainnya untuk melakukan
rehabilitasi sosial (wibowo, 2006:5).
b. Fungsi Majelis Ulama Indonesia
1) Sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan
muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan
Islami.
2) Sebagai wadah silaturahmi para ulama, zu’ama dan cendekiawan
muslim untuk mengembangkan dan mengamalkan ajaran islam dan
menggalang ukhuwah islamiah.
3) Sebagai wadah yang mewakili umat islam dalam hubungan dan
konsultasi antar umat beragama.
11
4) Sebagai pemberi fatwa kepada umat islam dan pemerintah, baik
diminta maupun tidak (Khaera, 2019: 29).
c. Kewenangan Majelis Ulama Indonesia Dalam Berfatwa
1) Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan menyangkut
umat Islam Indonesia secara Nasional.
2) Masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang diduga dapat
meluas ke daerah lain.
3) Teknik berfatwa yang dilakukan MUI adalah rapat komisi dengan
menghadirkan ahli yang diperlukan dalam membahas suatu
permasalahan yang akan di fatwa kan (Ibid:27).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
Majelis Ulama Indonesia adalah sebuah wadah yang mempersatukan
pendapat dan pemikiran ulama-ulama di Indonesia melalui pertemuan atau
musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’uma yang datang dari
berbagai penjuru tanah air, guna menjawab berbagai permasalahan yang
ada dalam masyarakat.
2. Tinjauan Umum Fatwa
a. Pengertian Fatwa
Pengertian fatwa secara etimologi kata fatwa berasal dari bahasa
Arab al-fatwa. Menurut Ibnu Manzhur kata fatwa ini merupakan bentuk
mashdar dari kata fata, yaitu, fatwan, yang bermakna muda, baru, penjelasan,
penerangan. Jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa
(mustafi) baik secara perorangan atau kolektif (Hamzah, 2017:132).
12
Dari pengertian diatas, terdapat dua hal penting, yaitu:
1) Fatwa bersifat responsive, yaitu merupakan jawaban hukum (legal
opinion) yang dikeluarkan setelah adanya suatu pertanyaan atau
permintaan fatwa (based on demand).
2) Fatwa sebagai jawaban hukum (legal opinion) tidaklah bersifat mengikat.
Orang yang meminta fatwa (mustafti), baik perorangan, lembaga, maupun
masyarakat luas tidak harus mengikuti isi atau hukum yang diberikan
kepadanya (Ahyar, 2011:23).
Secara bahasa fatwa bermakna petuah, nasihat ulama, keputusan
yang diberikan oleh mufti (pemberi fatwa) tentang suatu masalah. Secara
bahasa fatwa memiliki tiga makna yaitu penjelasan, jawaban atas
pertanyaan dan penjelasan serta jawaban atas sebuah persoalan yang rumit.
Sedangkan istilah fatwa bisa bermakna al-ikhbar bi al-hukm asy-syar’I
ma’a al-m’rifah bi dalilihi, mengkhabarkan atau memberitahukan sebuah
hukum syara’ disertai pengetahuan atas dalilnya (Nashiruddin, 2017:4).
Makna fatwa secara bahasa dan istilah tersebut setidaknya
memberikan pengertian bahwa fatwa bisa berupa komentar atas sebuah
peristiwa, dan juga bisa jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Fatwa
sebagai sebuah ikhbar oleh karena itu tidak bersifat mengikat, baik untuk
si penanya ataupun orang lain. Orang yang bukan penanya pun, atas
pertimbangannya sendiri, boleh mengikuti fatwa yang dikeluarkan
berdasar pertanyaan orang lain. Orang yang mengetahui fatwa memiliki
opsi untuk mengikuti atau menolak sebuah fatwa. Al-Qarafi, misalnya,
13
mengatakan bahwa fatwa berbeda dengan keputusan pengadilan, karena
jika fatwa bersifat ikhbar, maka keputusan pengadilan itu mengikat pada
pihak-pihak yang bersengketa (Ibid, 2017:5).
b. Metode Penetapan Fatwa MUI
Fatwa mempunyai kedudukan yang tinggi dalam agama islam.
Fatwa dipandang menjadi salah satu alternatif yang bisa memecahkan
kebekuan dalam perkembangan hukum islam. Hukum islam yang penetapan
nya tidak bisa terlepas dari dalil-dalil keagamaan menghadapi persoalan yang
serius ketika berhadapan dengan permasalahan yang semakin berkembang
yang tidak ter cover dalam Nash-Nash keagamaan.
Salah satu syarat menetapkan fatwa adalah harus memenuhi
metodologi (man haj) dalam berfatwa, karena menetapkan fatwa tanpa
mengindahkan man haj termasuk yang dilarang oleh agama. Menetapkan
fatwa yang didasarkan semata karena adanya kebutuhan (li al-hajah), atau
karena adanya kemaslahatan (li al-mashlahah), atau karena intisari ajaran
agama (li maqashid as-syari’ah), dengan tanpa berpegang pada mushus
syari’ah, termasuk kelompok kebablasan (ifrathi).
Sebaliknya kelompok yang rigid memegang teks keagamaan
dengan tanpa memperhatikan kemaslahatan dan intisari ajaran agama,
sehingga banyak permasalahan yang tidak bisa dijawab, maka kelompok
seperti ini termasuk gegabah (tafrithi).
Oleh karenanya, dalam berfatwa harus tetap menjaga
keseimbangan, antara harus tetap memakai man haj yang telah disepakati para
14
ulama, sebagai upaya untuk tidak terjerumus dalam kategori memberikan
fatwa tanpa pertimbangan dalil hukum yang jelas. Tapi di sisi lain juga harus
memperhatikan unsur kemaslahatan dari fatwa tersebut, sebagai upaya untuk
mempertahankan posisi fatwa sebagai salah satu alternative pemecah
kebekuan dalam perkembangan hukum islam.
Dalam pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI, fatwa adalah
jawaban atau penjelasan dari ulama mengenai masalah keagamaan dan berlaku
untuk umum (Pasal 1). Penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu
lembaga yang disebut Komisi Fatwa dengan didasarkan pada Al-Qur’an,
Hadis, Ijma’, Qiyas, dan dalil lain yang muktabar (pasal 2, 3). Proses
penetapan fatwa bersifat responsive, proaktif dan antisipatif, dan fatwa yang
ditetapkan bersifat argumentative (memiliki kekuatan hujjah), legitimatif
(menjamin penilaian keabsahan hukum, kontekstual (waqi’iy), aplikatif (siap
diterapkan), dan moderat (pasal 4) (Nashiruddin, 2017:4).
Metode penetapan fatwa MUI dilakukan dengan lebih dahulu
melakukan kajian komprehensif untuk mendapatkan gambaran yang utuh
tentang masalah (tashawwur al-masalah) dengan cara menelaah pendapat para
fukaha, para imam madzhab, fatwa-fatwa lain yang terkait serta pandangan
ahli fiqih untuk masalah yang dihadapi. Jika masalah yang diajukan untuk
mendapatkan fatwa sudah jelas dalil dan hukumnya, maka akan ditetapkan
sebagaimana adanya, jika terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama,
maka akan dilakukan metode al-jamu wa at-Taufiq untuk mencari titik temu
dan langkah kompromistis atas perbedaan yang ada, dan jika metode itu tidak
15
bisa digunakan, maka akan dilakukan tar jih, mencari dalil dan pendapat yang
paling kuat. Sebaliknya, jika persoalan yang diajukan belum ditemukan
pendapat hukumnya, maka akan dilakukan ijtihad secara kolektif melalui
metode bayani dan ta’lili (qiyasi, istishlahi, ilhaqi, istihsani dan sad adz-
dzarai’) dengan memperhatikan kemashlahatan umum dan maqashid asy-
syari’ah (pasal 5-7) (Ibid, 2017:5).
3. COVID-19
Virus Corona adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit
karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus corona bisa menyebabkan
gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga
kematian. Virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menyebar
kemanusiaan. Walaupun lebih banyak menyerang lansia, tapi sebenarnya virus ini
bisa menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa,
termasuk ibu hamil dan menyusui (Fadli, 2020:1).
Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019)
dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019.
Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua
Negara termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Hal tersebut
membuat beberapa Negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan
lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Di Indonesia sendiri,
diberlakukan kebijakan berupa Pembatasan Berskala Besar (PSBB) untuk
menekan penyebaran virus ini.
16
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem
pernafasan. Pada banyak yang terjadi, virus ini hanya menyebabkan infeksi
pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi
pernafasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).
Gejala Virus Corona (COVID-19)
Gejala awal infeksi Virus Corona bisa menyerupai gejala flu, yaitu
demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Setelah itu,
gejala dapat hilang dan sembuh atau malah berat. Penderita dengan gejala yang
berat bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak
napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi
melawan virus.
Secara umum, ada 3 gejala umum yang bisa menandakan seseorang
terinfeksi virus Corona, yaitu demam (suhu tubuh diatas 38 derajat Celsius), batuk
kering, dan sesak napas. Adapun beberapa gejala lain yang bisa muncul pada virus
Corona meskipun lebih jarang yaitu, diare, sakit kepala, conjunctivitis, hilangnya
kemampuan mengecap rasa atau mencium bau dan ruam di kulit. Gejala-gejala ini
umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah penderita terpapar
virus Corona (Fadli, 2020:3).
B. Sosiologi Agama
1. Pengertian Dan Ruang Lingkup Kajian Sosiologi Agama
Secara umum Sosiologi Agama merupakan ilmu yang mempelajari
fenomena agama menggunakan perspektif, pendekatan, dan kerangka
penjelasan sosiologis. Menurut Dillon dalam Haryanto (2015:31), Sosiologi
17
Agama memperlakukan agama sebagai fakta sosial yang dapat di observasi
secara empiris. Sosiologi Agama menggunakan perspektif Sosiologi dalam
mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan berbagai cara bagaimana
agama berlaku di masyarakat. Sosiologi Agama tidak berusaha membuktikan
kebenaran keberadaan Tuhan atau menunjukkan kecocokan antara agama dan
ilmu pengetahuan.
Bagi Sosiologi Agama, agama sama halnya dengan struktur sosial
lain. Sebagai institusional yang formal, agama menjadi basis orientasi
personal. Agama dan sikap religi utas berfungsi mempertahankan solidaritas
dan integritas di masyarakat. Melemahnya peran agama pada masyarakat
modern berpotensi menghilangkan sumber potensial kesatuan moral dan
spiritual (Simmel dalam Haryanto, 2015:32). Agama dalam perspektif
Sosiologi memiliki dua aspek, yakni agama sebagai sistem kepercayaan dan
agama sebagai salah satu institusi sosial. Aspek pertama, agama terdiri atas
seperangkat kepercayaan, nilai, norma, dan hukum yang menginstruksikan
kebenaran bagi para penganutnya. Selanjutnya konstruksi tersebut membentuk
pandangan dunia (word views) dan berbagai persepsi –pesepsi yang
menyangkut berbagai persoalan hidup sehari-hari. Agama sebagai suatu
institusi sosial merupakan suatu pola tindakan sosial terorganisasi dalam
kaitannya dengan kepercayaan dan praktik-praktiknya. Jadi perbedaan antara
dua aspek tersebut terletak pada lokus nya. Aspek pertama menyangkut lokus
mind, artinya agama sebagaimana yang dipahami dalam alam pikiran manusia.
18
Sementara aspek kedua lokus nya ialah action, yakni ekspresi keagamaan
masyarakat yang mencerminkan kepercayaan yang diyakininya.
Ruang lingkup kajian dalam Sosiologi Agama ialah: Pertama,
masyarakat beragama, yakni suatu perhimpunan hidup, yang unsur paling
utamanya adalah agama atau nilai-nilai keagamaan. Kedua, kelompok-
kelompok dan lembaga keagamaan. Pandangan Sosiologi Agama ialah melihat
kelompok-kelompok serta lembaga-lembaga keagamaan dengan berbagai
kompleksitas sosialnya, yakni yang mencakup pembentukan nya,
pemeliharaan dan pembaharuan, serta kegiatan demi kelangsungan hidup.
Ketiga, perilaku individu dan kelompok agama, perilaku individu dalam
kelompok agama dapat dikatakan sebagai suatu proses sosial yang dapat
mempengaruhi proses sosial yang kemudian mempengaruhi kesadaran
kelompok sosial dalam bentuk status keagamaan serta perilaku keagamaan ya.
Keempat, konflik antar kelompok agama, contoh konflik sosial yang terjadi
merujuk pada konflik antar kelompok agama yang saling berseteru akibat
adanya kesalahpahaman. Kelima, organisasi keagamaan, dalam organisasi
keagamaan Sosiologi mengkaji bagaimana suatu organisasi agama dapat
mengorganisir dan menggerakkan kelompok agama dalam satu tujuan
(Wibisono, 2020:8).
2. Sosiologi Agama Emile Durkheim Dan Max Weber
Emile Durkheim melalui pengamatannya terhadap fenomena
keagamaan masyarakat Aborigin di Australia, membuktikan bahwa agama
memiliki fungsi mengintegrasikan masyarakat dalam suatu tatanan moral.
19
Anggota masyarakat masing-masing mempunyai peran dalam menyusun
tatanan moral tersebut melalui aktivitas ritual suci sebagai tindakan kolektif
yang mencerminkan kelompok solidaritas kelompok. Menurut Durkheim,
masyarakat dibangun di atas entitas dan realitas moral. Ritual-ritual agama
meningkatkan kesadaran dan loyalitas kelompok. Agama menentukan struktur
sosial suatu masyarakat. Selain itu, agama mengendalikan perilaku
menyimpang pada satu sisi dan pada sisi lain meningkatkan harmoni dan
solidaritas sosial. Agama juga meningkatkan kepatuhan dan loyalitas dalam
masyarakat. Durkheim percaya bahwa agama merupakan pemujaan
masyarakat (Haryanto, 2015:58).
Max Weber menyatakan religi utas atau perilaku-perilaku yang di
motivasi secara magis adalah perilaku yang relatif rasional, khususnya dalam
manifestasi-manifestasi awalnya. Hal itu diikuti aturan pengalaman, dengan
demikian tidak dapat digolongkan ke dalam tindakan rasional (skema-alat-
tujuan). Pandangan ini bertentangan dengan para pemikir kontemporer yang
pada umumnya menyatakan bahwa ilmu pengetahuan mampu mengkover
seluruh problema sebagai suatu penjelasan karena berdasarkan fakta empiris
sementara agama hanya menawarkan penjelasan filosofis dan magis dan
menegasikan pengalaman. Weber juga berpendapat bahwa sesungguhnya
dogma agama aslinya ialah irasional. Ia kemudian menyatakan bahwa agama
“secara relatif rasional” dan berbeda dengan ilmu pengetahuan dan tindakan
rasional atau tindakan ber skema alat-tujuan (Ibid, 2015:64).
20
Menurut Eglitis dalam Haryanto (2015:65), karya weber tersebut
menunjukkan bahwa agama dan spiritualitas yang memotivasi perusahan-
perusahan kapitalis memiliki kontribusi bagi perkembangan rasionalisasi di
dunia, tetapi secara paradoksal terdapat kecenderungan untuk semakin
melupakan agama dan kepercayaan-kepercayaan magis. Etika dan nilai-nilai
yang tumbuh pada awal perkembangan kapitalisme mengalami keruntuhan,
ketika kapitalisme tidak mendukung kepercayaan agama apa pun. Institusi-
institusi kapitalisme pada lain pihak membutuhkan dukungan struktur-struktur
rasional termasuk birokrasi dan kewenangan politik yang legal-rasional.
C. Teori Tindakan Sosial (Max Weber)
Tindakan sosial merupakan suatu perilaku, perbuatan seorang individu
atau kelompok dalam upaya pencapaian tujuan dirinya. Tindakan tersebut juga
bisa dilakukan secara berkelompok, sehingga memberikan pengaruh bagi
lingkungannya. Max Weber mengatakan bahwa tindakan sosial adalah sebuah
tindakan manusia yang dapat memengaruhi individu-individu lain yang ada
dalam masyarakat (Putra, 2020:6).
Dalam tindakan sosial, manusia melakukan sesuatu dikarenakan ada
sebuah tujuan yang ingin didapatkan, barulah setelah itu dilakukan sebuah
tindakan/pergerakan. Ada empat tipe tindakan sosial yang dikemukakan oleh
Weber, yaitu:
1. Tindakan Rasionalitas Instrumental, yaitu tindakan ini ditujukan dalam
mencapai tujuan-tujuan secara rasional dan diperhitungkan dengan
baik oleh aktor yang melakukannya. Seperti halnya penelitian ini
21
tentang tindakan yang diambil pemerintah agar masyarakat dapat
terhindar dari virus COVID-19, dan tetap menjalankan ibadah
sebagaimana semestinya.
2. Tindakan Rasional Nilai, tindakan rasional ini memiliki sifat bahwa
ala-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan
yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam
hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Dalam
penelitian ini pemerintah maupun lembaga Majelis Ulama Indonesia
melakukan sosialisasi tentang fatwa penyelenggaraan ibadah di masa
pandemi agar masyarakat tidak bingung perihal melaksanakan ibadah
di masa pandemi.
3. Tindakan Tradisional, yaitu tindakan yang dilakukan karena telah
bersifat turun-temurun dan akhirnya berkelanjutan.
4. Tindakan Afektif, yaitu sebuah tindakan yang dilakukan dengan
dorongan emosi, dan tentunya dilakukan dengan pemikiran yang
irasional (tidak rasional). Seperti dalam penelitian ini ketika seseorang
melihat ada yang tidak mematuhi protokol kesehatan di tengah
keramaian orang tersebut akan menegur langsung dan memberi
pengertian bahwa pentingnya mematuhi protokol kesehatan (Ibid,
2020:8).
Kesimpulan pengutaraan yang dijelaskan oleh Max Weber terkait
dengan tindakan sosial sebenarnya memiliki tujuan yang baik ditengah-tengah
masyarakat, hanya saja kembali lagi kepada individu yang melakukan suatu
22
tindakan sosial tersebut. Tindakan yang dilakukan bisa bersifat positif bagi
dirinya atau malah merugikan banyak orang lain.
D. Kerangka Pikir
Kerangka Berpikir adalah sebuah model atau gambaran yang berupa
konsep yang di dalamnya menjelaskan tentang hubungan antara variabel yang
satu dengan variabel lainnya. Yang menjadi kriteria utama dalam membuat
suatu kerangka berpikir agar dapat meyakinkan ilmuwan adalah alur-alur
pemikiran yang logis dalam membuat suatu kerangka berpikir dapat
membuahkan kesimpulan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji, menggambarkan
atau mendeskripsikan tentang pengalaman masyarakat mengimplementasikan
fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi COVID-19.
Dimana Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa nomor 14 tahun 2020
dan nomor 31 tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi
COVID-19 untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat.
Adanya fatwa ini terkait dengan kebijakan pemerintah yang menganjurkan
masyarakat membatasi aktifitas keluar rumah termasuk kegiatan beribadah
yang di rumah kan, dan anjuran memakai masker ketika salat berjamaah di
masjid.
Dari penjelasan diatas, maka dapat digambarkan kerangka pikir
sebagai berikut:
23
Bagan 2.1 Kerangka Pikir
Bagan 2.1 Kerangka pikir
E. Penelitian Relevan
Penelitian relevan atau penelitian terdahulu yang diuraikan dalam
penelitian ini pada dasarnya dapat dijadikan acuan untuk mendukung dan
memperjelas penelitian. Sehubungan dengan masalah yang akan di teliti perlu ada
penelitian yang sudah ada yang di anggap relevan dengan penelitian ini.
Penelitian terdahulu tersebut antara lain sebagai berikut:
Pandemi COVID-19
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor 14 Tahun 2020 Dan Nomor 31 Tahun 2020
Bagaimana Implementasi Fatwa
MUI Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Saat Pandemi COVID-19
Faktor Pendukung Dan Penghambat
Implementasi Fatwa MUI
Hasil Penelitian
Teori Tindakan
Sosial
24
1. Yunus dan Rezki (2020) meneliti tentang Kebijakan Pemberlakuan Lockdown
Sebagai Antisipasi Penyebaran COVID-19. Penelitian ini menggunakan
metode pendekatan hukum normatif dan pendekatan kasus. hasil penelitiannya
menyatakan bahwa kegiatan lockdown dalam suatu wilayah yang ter dampak
wabah virus corona perlu dilakukan sebagai upaya meminimalisir penyebaran
wabah virus tersebut. Walaupun tentunya menimbulkan dampak negatif yang
beresiko pada tatanan perekonomian Negara. Dan penelitian ini juga
menyatakan bahwa Indonesia sudah mengalami kondisi dimana kekhawatiran
masyarakat terhadap COVID-19 cukup besar, sehingga diperlukan kebijakan
pemerintah untuk melakukan Lockdown, sebagai upaya memutus mata rantai
penyebaran virus corona COVID-19. Adapun perbedaan dari penelitian ini
dengan penelitian yang akan saya teliti, penelitian ini lebih kepada
pelaksanaan fatwa MUI tentang ibadah dalam masa pandemi dan akan lebih
mendalam lagi meneliti tentang dampak dan faktor implementasi fatwa MUI
tersebut, sedangkan penelitian relevan dari Yunus dan Rezki ini lebih kepada
kebijakan perlakuan lockdown di masa pandemi.
2. Nashiruddin (2017) meneliti tentang Fatwa MUI Bidang Ibadah Dan Perannya
Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. Dimana hasil penelitiannya
menyatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia merupakan wadah musyawarah
para ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim, yang paling berkompeten di
Indonesia untuk menjawab dan memecahkan persoalan sosial yang dihadapi
oleh masyarakat muslim Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
yang akan saya teliti, penelitian ini lebih kepada pengalaman masyarakat
25
mengimplementasikan fatwa MUI tentang ibadah dalam masa pandemi,
sedangkan penelitian Nashiruddin lebih kepada peran MUI dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
3. Suhartono (2017) meneliti tentang Eksistensi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Dalam Perspektif Negara Hukum Pancasila. Penulisan ini merupakan
penelitian hukum yang berobjek kan substansi hukum islam, yaitu suatu
proses untuk menemukan aturan hukum , maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam menjawab isu hukum yang
diajukan dalam penulisan ini, digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach). Dimana kesimpulan dari penelitian ini menyimpulkan
bahwa keberadaan fatwa MUI di Indonesia sangat penting bagi
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam
konteks pembangunan system hukum berbasis syariah.
4. Hkikmat, DKK. (2020) meneliti tentang Implementasi Ma Qasid Syariah
Dalam Mata Rantai Persebaran COVID-19 Di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan subyektif
interpretif terhadap berbagai fenomena yang berkembang terkait dengan
berbagai ikhtiar, baik yang dilakukan pemerintah, organisasi keagamaan,
maupun masyarakat dalam kerangka penanggulangan persebaran COVID-19.
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu Fatwa MUI merupakan
salah satu sumber hukum dan pedoman bagi umat islam dalam menjalankan
aktivitas keagamaan di tengah-tengah pandemi COVID-19 .
26
5. Rusyana, DKK. (2020) meneliti tentang Fatwa Penyelenggaraan Ibadah Di
Saat Pandemi COVID-19 Di Indonesia Dan Mesir. Penelitian ini
menggunakan metode perbandingan (comparative), dengan mengkaji fatwa di
dua Negara secara comparative, dengan metode penulisan deskriptif-analitis.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa keseriusan dan kewaspadaan
kita di dalam menghadapi virus COVID-19 yang sampai saat ini belum
ditemukan vaksin untuk mengobatinya, seharusnya lebih diutamakan
dibandingkan dengan perdebatan tentang kepatuhan kepada teks. Mematuhi
fatwa yang mengatur pelaksanaan ibadah di tengah pendemi adalah jalan
terbaik bagi umat islam untuk mengurangi resiko terkena virus-19.
Dari semua penelitian tersebut memiliki persamaan setiap penelitian
yaitu meneliti tentang pandemi COVID-19, Fatwa, dan Majelis Ulama Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut terdapat perbedaan pada penelitian
terdahulu. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti kali ini yaitu
mengkaji tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pandemi COVID-19 dengan
fokus kajian yang akan di teliti mengenai pengalaman masyarakat
mengimplementasikan fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di tengah
pandemi COVID-19. Kebaruan dari penelitian ini merupakan penelitian pertama
yang mengkaji mengenai Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa
MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah Di Masa Pandemi COVID-19 Di Desa
Bonto Birao Kabupaten Pangkep.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian sosial yang menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, sebagai situasi atau berbagai
fenomena realita sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan
berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, model,
tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, atau fenomena tertentu (Afrizal,
2015:13).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Fenomenologi. Pendekatan Fenomenologi ini mencoba menjelaskan atau
mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang disadari oleh
kesadaran yang terjadi pada beberapa individu (Auliyah, 2014:79).
Disini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena
peneliti akan berusaha mendeskripsikan, menganalisis serta memaparkan
mengenai Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang
Ibadah Dalam Masa Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten
Pangkep ( Tinjauan Sosiologi Agama).
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian, peneliti memberikan penjelasan alasan pemilihan lokasi,
baik Obyektif maupun Subyektif.
27
28
Tabel 3.1 Lokasi Penelitian
Rancangan Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini terkait dengan
pengalaman masyarakat
mengimplementasikan fatwa MUI
tentang penyelenggaraan ibadah
dalam masa pandemi COVID-19,
dilakukan di Desa Bonto Birao
kabupaten Pangkep.
Peristiwa/ Persoalan (Issue)
Di desa Bonto Birao masih banyak
masyarakat yang melakukan aktifitas
di luar rumah dan masih aktif
melakukan salat jamaah di masjid di
tengah pandemi COVID-19 ini.
Dengan adanya fatwa tentang
penyelenggaraan ibadah di masa
pandemi COVID-19 ini yang
menyarankan agar kegiatan
beribadah termasuk salat jamaah di
masjid digantikan dengan salat di
rumah masing-masing. Oleh sebab
itu peneliti tertarik meneliti tentang
implementasi masyarakat desa Bonto
Birao terhadap fatwa MUI tersebut.
29
2. Waktu Penelitian: Peneliti terlebih dahulu menjelaskan waktu pelaksanaan
penelitian, selanjutnya peneliti membuat table jadwal penelitian, dengan
format sebagai berikut:
Tabel 3.2 Waktu Penelitian
No.
Jenis kegiatan
Bulan I
Bulan II
Bulan III
BULAN IV
I I
I
III IV I I
I
III IV I II III IV I II III IV
1 Pengusulan judul
2 Penyususnan proposal
3 Konsultasi pembimbing
4 Seminar proposal
5 Pengurusan izin penelitian
6 Pelaksanaan penelitian
7 Pengolahan data, analisis
dan penyususnan laporan
8 Seminar hasil
C. Informan Penelitian
Informasi penelitian merupakan sebagai informasi yang telah memberikan
data yang diperlukan oleh peneliti dengan cara melakukan wawancara dengan
beberapa orang yang dianggap dapat memberikan data atau informasi yang benar
dan akurat terhadap yang diteliti. Yang dijadikan sebagai informan penelitian ini
adalah:
30
1. Informan Kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi pokok yang diperlakukan dalam penelitian.
Informan kunci dalam penelitian ini yaitu Saleh Mustafa selaku Ketua
MUI Kecamatan Tondong Tallasa dan Rahmatullah S.I.Pem selaku Kepala
Desa Bonto Birao.
2. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam
interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah
Santuo S.Pd (Imam Masjid Nurul Yaqin) dan Nurdin (Wakil Imam Masjid
Jami Aenal Yaqin).
3. Informan Tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.
Dalam penelitian ini, informan tambahan yaitu, M.Yahya (Jamaah Jami
Aenal Yaqin), Maleng (Jamaah Nurul Yaqin), dan Ibrahim (Jamaah Nurul
Yaqin).
Tabel 3.3 Daftar Nama Informan No. Nama Usia Alamat Pekerjaan Jama’ah
1. Saleh Mustafa 66 Tondong
kura
Ketua MUI
Kec. Tondong
tallasa
2. Rahmatullah S.I.Pem 43 Bonto Kepala Desa
Bonto Birao
Jami Aenal
Yaqin
3. Santuo S.Pd 36 Pullomba Imam dan Guru Nurul Yaqin
4. Nurdin 46 Bonto Wakil Imam Jami Aenal
31
dan petani Yaqin
5. M. Yahya 57 Bonto Petani Jami Aenal
Yaqin
6. Maleng 60 Birao Petani Nurul Yaqin
7. Ibrahim 50 Mamalle Guru Nurul Yaqin
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif
sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana
data yang tidak relevan. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada bagaimana
dan apa faktor pendukung serta penghambat masyarakat mengimplementasikan
fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah di tengah pendemi COVID-19 di desa
Bonto Birao kabupaten Pangkep.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Peneliti sendiri sebagai instrument dalam penelitian kualitatif. Adapun alat-alat
penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara, adalah alat yang digunakan dalam melakukan
wawancara yang dijadikan dasar untuk memperoleh informasi dari
informan yang berupa daftar pertanyaan (Terlampir).
32
2. Pedoman observasi, digunakan agar ketika peneliti sampai di lapangan,
peneliti tidak kaget dan tetap pada tujuan utamanya melakukan
penelitian dengan fokus yang diminati nya. Pedoman observasi ini jug
berguna dalam memperlancar perolehan data apabila digunakan secara
maksimal (Terlampir).
3. Checklist dokumen, adalah menggunakan dokumen/arsip untuk
menambah informasi. Dalam penelitian ini dokumentasi berbentuk
Profil desa, surat edaran Bupati, dan fatwa Majelis Ulama Indonesia
nomor 14 dan 31 tahun 2020.
4. Alat tulis menulis yaitu : buku, pulpen, atau pensil sebagai alat untuk
mencatat informasi yang didapat pada saat wawancara.
5. Gawai, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan
dengan informan, dan Kamera untuk mengambil gambar di lapangan
yaitu pada saat wawancara.
F. Jenis Dan Sumber Data
Sugiyono (2010:15), data yang diperlukan dalam penelitian bersumber
dari data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung untuk
melengkapi data, maka melakukan wawancara secara langsung dan mendalam
dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai alat
pengumpulan data. Dalam hal ini sumber data utama (data primer) diperoleh
33
langsung dari setiap informan yang diwawancarai secara langsung dalam
penelitian.
2. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2013: 308), data sekunder merupakan sumber data
yang tidak didapat secara langsung oleh peneliti. Data bukan berasal dari
pihak pertama, tetapi dari pihak kedua. Data yang didapat berupa data tertulis,
yaitu sumber di luar kata-kata dan tindakan yang termasuk sebagai sumber
data kedua, namun tetap penting untuk menunjang pengumpulan data
penelitian. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data
yang diperoleh dari jurnal, dan data lain yang relevan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi, adalah dimana peneliti langsung turun kelapangan mengamati
perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Para penelti
kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam (Creswell,
2016:254). Jadi disini peneliti melakukan pengamatan secara langsung
terhadap objek penelitian di Desa Bonto Birao. Adapun tempat observasi
yang dilakukan peneliti adalah masjid dan wilayah sekitar desa Bonto
Birao.
2. Wawancara (Interview), adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada
responden dicatat atau direkam dengan alat. Peneliti melakukan
wawancara secara langsung dengan narasumber dan wawancara dilakukan
34
dengan cara penyampaian sejumlah pertanyaan kepada narasumber,
hingga keterangan dianggap cukup untuk melengkapi informasi terhadap
penelitian. Terkait topik-topik yang diajukan kepada narasumber salah
satunya yaitu tentang bagaimana penerapan fatwa MUI dan apa faktor
penghambat serta pendukung fatwa tersebut, serta bagaimana tanggapan
masyarakat terhadap fatwa MUI ini.
3. Dokumentasi, merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2013:
326). Penggunaan dokumen dalam penelitian ini sangat penting sebagai
data sekunder karena menjadi bahan pendukung data primer yang telah
didapat dari wawancara dan observasi untuk menjawab rumusan masalah.
Dokumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan foto, fatwa
MUI nomor 14 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi
wabah COVID-19, fatwa MUI nomor 31 tentang penyelenggaraan salat
Jum’at dan jamaah untuk mencegah penularan wabah COVID-19, dan
data-data penduduk desa Bonto Birao (Propil Desa).
H. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Reduksi data, yaitu proses penyelesaian, penyederhanaan, dan abstraksi
dari data yang diperoleh dan catatan tertulis yang terdapat di lapangan.
Pada penelitian ini peneliti melakukan tindakan reduksi data dengan cara
35
menyeleksi, dan menyederhanakan catatan-catatan hasil wawancara dari
lokasi penelitian yang bersumber dari informan di Desa Bonto Birao
Kabupaten Pangkep.
2. Penyajian data, yaitu rangkaian informasi yang memungkinkan untuk
ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang akan dilakukan. Selain
berbentuk sajian dengan kalimat, sajian data dapat ditampilkan dengan
berbagai jenis gambar, kaitan kegiatan, dan table. Informasi berupa data
yang peneliti dapatkan dari Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.
3. Penarikan kesimpulan, yaitu semua hal yang terdapat dalam reduksi data
dan sajian yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan
pencatatan-pencatatan, pernyataan , konfigurasi yang mungkin berkaitan
dengan data. Penarikan kesimpulan merupakan tahapan akhir penelitian.
I. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data adalah proses men triangulasi tiga data yang terdiri
dari tiga data Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Adapun alat yang
digunakan untuk menguji keabsahan data yaitu:
1. Triangulasi Sumber Data adalah menggali kebenaran informasi tertentu
melalui berbagai metode dan sumber pengolahan data. Disini peneliti
melakukan wawancara tentang fatwa MUI secara mendalam dan
observasi.
2. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan inormasi atau
data dengan cara yang berbeda.
36
3. Triangulasi Teknik, menurut Sugiyono (2013:330) triangulasi teknik
berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Peneliti
menggunakan observasi, wawancara mendalam, serta dokumentasi untuk
sumber data.
J. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Oleh
karena itu maka segi etika harus di perhatikan. Masalah etika yang harus
diperhatikan antara lain :
1. Meminta persetujuan informan (Informan Consent) terlampir.
2. Meminta izin kepada informan jika ingin merekam wawancara, dan
mengambil foto/video.
3. Integritas, yaitu tepati selalu janji dan perjanjian lakukan penelitian dengan
tulus, upayakan selalu menjaga konsistensi pikiran dan perbuatan.
4. Menginformasikan tujuan penelitian kepada informan.
37
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Lokasi Penelitian
Sebagaimana halnya Daerah atau Desa – Desa yang lain , Desa
Bonto Birao memiliki Sejarah dan latar belakang tersendiri. Menurut
keterangan yang dapat dihimpun oleh Tim Penyusun RPJM Desa dari
berbagai sumber dan fakta yang ada di lapangan bahwa Desa Bonto Birao
meliputi Kampung yaitu :
Kampung Bonto Sebagai Ibu kota Desa
Kampung Birao
Kampung Kalajong
Kampung Kulanga
Kampung Barone
Kampung Mangguliling
Sebelum adanya PP Nomor 5 Tahun 1978, bahwa Desa Bonto Birao
awalnya adalah Kampung Kahu atau Karaeng Kahu yang merupakan
lanjutan dari Kampung Birao dan kampung Bonto yang berasal dari
Minasate’ne. Kemudian pada Tahun 1967 di gabung menjadi Desa
Biranne (Birao, Bonto dan Lanne) karena pada waktu itu jumlah
penduduk tidak bersyarat di jadikan dua Desa. Nama Desa Biranne
berlangsung sejak Tahun 1962 hingga pada Tahun 2000 karena pada
tahun 2000 sejumlah Tokoh Masyarakat menghendaki adanya pemekaran
37
38
Desa Biranne kembali menjadi dua buah Desa yaitu: Desa Bonto Birao
dan Desa Lanne (Dokumen RPJM Desa Bonto Birao, 2017-2022:5).
Tabel 4.1 Nama-Nama Narasumber Sejarah Desa No. Nama Umur Alamat Keterangan
1. Muh. Ali Cam 67 Bonto Mantan kades
2. Abdullah Sira 63 Birao Mantan kadus
birao
3. Cam Dg.
Ngerang
90 Bonto Sesepuh
4. Pahaj 71 Barone Tokoh masyarakat
5. Lallung 74 Kalajong Tokoh masyarakat
*Sumber: dokumen RPJM Desa Bonto Birao 2017-2022
Dengan disetujuinya Pemekaran Desa Biranne pada tahun 2000 oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, maka Desa
Biranne resmi menjadi dua buah Desa yaitu :
1. Desa Bonto Birao
2. Desa Lanne
Kedua desa diatas kemudian selanjutnya masing-masing berdiri
sendiri sejak Tahun 2000 hingga sekarang.
Sejak adanya istilah Pemerintahan Desa, desa Bonto Birao
mengalami beberapa pergantian pemimpin atau Kepala Desa Yaitu:
39
Tabel 4.2 Nama Pemimpin atau Kepala Desa
NO. NAMA TAHUN KETERANGAN
1. Muh. Ali Cam 2001-2002 Pjs
2. Muh. Ali Cam 2002-2007 Kepala Desa
3. Mustamin, SE 2007-2008 Pjs
4. Abd. Kadir 2008-2014 Kepala Desa
5. Bahtiar, S. I. pem 2014-2015 Pjs
6. Mustamin, SE 2016 Pjs
7. Rahmatullah, S. I. pem 2016-sekarang Kepala Desa
*Sumber: dokumen RPJM Desa Bonto Birao 2017-2022
B. Kondisi Umum Desa Bonto Birao
1. Batas Wilayah
a) Sebelah Utara: Berbatasan dengan Desa Lanne
b) Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Desa Tompo Bulu Kec.
Balocci
c) Sebelah Timur: Berbatasan dengan Desa Patanyamang Kab. Maros
d) Sebelah Barat: Berbatasa dengan Desa Tondong Kura dan
Bantimurung
Desa Bonto Birao merupakan salah satu dari 6 desa yang
berada di Kecamatan Tondong Tallasa. Luas wilayah Desa Bonto
Birao secara keseluruhan adalah seluas + 15,92 Km2, desa Bonto
Birao berada di ketinggian 880 meter di atas permukaan laut. Desa
Bonto Birao Kecamatan Tondong Tallasa secara topografi merupakan
40
perbukitan/pegunungan. Wilayah Desa Bonto Birao yang beriklim
tropik basah memiliki curah hujan sebesar 200-300 mm per tahun.
Desa Bonto Birao memiliki intensitas curah hujan sedang sehingga
suhu udara tinggi dan kategori ini cukup untuk dapat mendukung
kegiatan masyarakat dalam bidang pertanian. Iklim di Desa Bonto
Birao terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Musim hujan terjadi pada bulan November hingga Mei. Musim
kemarau umumnya terjadi pada bulan Juni sampai Oktober (Dokumen
RPJM Desa Bonto Birao, 2017-2022:1).
2. Jumlah penduduk
Penduduk merupakan satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap
pembangunan, disebabkan karena maju mundurnya daerah sangat
berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Desa Bonto Birao
memiliki jumlah penduduk sebanyak 1543, jiwa laki-laki 698,
perempuan 845 terbagi dalam dua dusun. Untuk lebih jelasnya jumlah
penduduk dapat di lihat pada table berikut:
Tabel 4.3 Jumlah Kk Dan Jiwa Desa Bonto Birao No. Dusun Jumlah Kk Jumlah Jiwa Jumlah %
Lk Pr Kk Jiwa Kk Jiwa
1. Bonto 252 430 526 252 956 60 67
2. Birao 203 468 319 203 587 40 33
Total 455 698 845 455 1543 100 100
*Sumber: dokumen RPJM Desa Bonto Birao 2017-2022
41
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di desa Bonto Birao dapat dilihat
berdasarkan status pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.4 Pendidikan Masyarakat Berdasarkan status No. Tingkat pendidikan Jumlah jiwa
Dusun
bonto
jml Dusun
birao
Jml Total
%
Lk Pr Lk Pr
1. Tidak pernah
sekolah
18 39 57 15 26 41 98 6,5
2. Belum sekolah 20 28 48 12 28 40 88 5,5
3. Belum tamat SD 51 33 84 20 27 47 131 11
4. Tamat SD 116 146 262 47 39 86 348 26,5
5. Tidak tamat SD 26 23 49 24 25 49 98 5,0
6. Belum tamat SLTP 17 46 63 23 35 58 121 7,5
7. Tamat SLTP 47 53 100 20 23 43 143 11,5
8. Tidak tamat SLTP 19 20 39 28 20 48 87 4,0
9. Belum tamat SLTA 19 29 48 20 23 43 91 5,5
10. Tamat SLTA 37 47 84 18 35 53 137 9,0
11. Tidak tamat SLTA 20 18 38 11 12 23 61 2,0
12. Sarjana 29 18 47 12 9 21 68 1,5
13. Belum sarjana 11 26 37 18 17 35 72 3,0
Total 430 526 956 268 319 587 1543 100
*Sumber: dokumen RPJM Desa Bonto Birao 2017-2022
42
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi
pendidikan di desa Bonto Birao sudah cukup berkembang karena sebagian
besar orang tua telah mendukung kelanjutan pendidikan bagi anaknya.
Latar belakang pendidikan masyarakat desa Bonto Birao sangat
berpengaruh terhadap pemahaman dan kepatuhan masyarakat mengenai
fatwa MUI tentang ibadah di masa pandemi ini, dimana masyarakat yang
tergolong berpendidikan memahami tentang situasi di masa pandemi ini
dan ikut berpartisipasi dalam mencegah penyebaran COVID-19 salah
satunya mematuhi aturan pemerintah dan melaksanakan protokol
kesehatan, sedangkan masyarakat yang latar belakang pendidikannya
rendah terkadang acuh tak acuh mematuhi aturan karena menganggap
masyarakat desa jauh dari pengaruh ibu kota.
C. Keadaan Sosial Budaya
1. Sosial
Keadaan sosial yang ada di lokasi penelitian sebagaimana
masyarakat umumnya yang ada di pedesaan yang sangat menjunjung
tinggi rasa saling menghargai dan kepedulian antar masyarakat.
Penduduk Desa Bonto Birao mayoritas memeluk agama Islam dengan
suku Bugis Makassar, kondisi kemasyarakatan cukup baik ditandai
dengan adanya kebiasaan saling membantu, gotong-royong misalnya
pada saat salah satu anggota masyarakat mengadakan hajatan , bangun
rumah, maka masyarakat lainnya akan turut membantu baik secara
materi maupun tenaga. Selain daripada itu mereka juga terbuka
43
terhadap orang-orang yang membutuhkan informasi tentang kondisi
setempat (Dokumen RPJM Desa Bonto Birao,2017-2022:10).
2. Budaya
Keadaan budaya yang ada di desa Bonto Birao tepatnya merupakan
lokasi peneliti melaksanakan penelitian memiliki kekhasan dan budaya
tersendiri yang sering dilakukan. Masyarakat yang ada di desa Bonto
Birao menggunakan bahasa daerah sebagaimana umumnya digunakan
di kabupaten Pankgkajene yaitu bahasa Dentong. Beberapa msyarakat
di tempat tersebut sering melakukan ritual adat yang telah menjadi
kebiasaannya pada waktu-waktu tertentu. masyarakat disana juga dapat
dikatakan terbuka dan ramah untuk orang-orang yang ingin mencari
informasi.
D. Keadaan Keagamaan
Tabel 4.5 Jumlah Masjid (Jumlah Jamaah)
No. Nama Masjid Alamat Jumlah Jamaah
1. Jami Aenal Yaqin Bonto 35
2. Nurul Yaqin Birao 28
Masyarakat desa Bonto Birao 100% beragama islam. Terdapat
masjid sebagai sarana keagamaan di desa ini. Dalam kehidupan
masyarakat desa Bonto Birao banyak skali aktivitas-aktivitas keagamaan
yang kerap dilakukan, dari hal yang paling umum misalnya pelaksanaan
salat lima waktu, berzakat, berpuasa di bulan Ramadhan serta berhaji bagi
44
yang mampu. Mengajarkan anak-anak membaca al-Qur’an dan pengajian
bagi ibu-ibu atau para orang tua tanpa terkecuali. Demikian juga dalam hal
mempraktikkan syariat Islam yang lain.
Kekompakan masyarakat desa Bonto Birao salah satunya Nampak
dalam menyambut bulan Ramadhan. Mereka sangat akrab dan harmonis,
selama menjalankan ibadah puasa para Ibu-ibu per kepala rumah tangga
secara bergantian menyiapkan takjil (makanan untuk buka puasa di
masjid) di bantu remaja masjid. Malam-malam Ramadhan diramaikan
dengan salat Tarawih dan pembacaan al-Qur’an diseluruh musholla dan
masjid yang ada di desa Bonto Birao. Kekompakan lain juga terlihat di
hari raya, diseluruh musholla dan masjid akan bergema kumandang takbir
hingga terdengar sampai ke ujung desa, dan juga anak muda mudi
melakukan takbir keliling desa yang turut meramaikan malam takbir di
hari raya. Kemudian, usai salat ‘Idul Fitri, masyarakat melakukan
silaturrahim, saling berkunjung dan bermaaf-maafan.
45
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Saat Pandemi COVID-19 Di
Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.
Implementasi merupakan pelaksanaan tindak oleh individu,
pejabat, instansi pemerintah, maupun kelompok swasta yang bertujuan
untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi
berkaitan dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk
melaksanakan dan merealisasikan program yang telah disusun demi
tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan, karena pada
dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target
yang hendak dicapai.
Akibat adanya pandemi COVID-19 yang merebak di bumi
merubah tatanan diberbagai aspek kehidupan bermasyarakat
seluruhnya, baik ekonomi, pendidikan, kesehatan, bahkan cara umat
islam beragama khususnya dalam pelaksanaan ibadah. Hal ini terjadi
akibat kondisi darurat menuntut setiap orang untuk tidak melakukan
aktivitas di luar rumah, sehingga berdampak pada seluruh aktivitas
ibadah yang harusnya dilaksanakan dengan cara berjamaah di masjid
harus dihindari dan diganti dengan salat di rumah masing-masing, oleh
45
46
karena itu pemerintah mengambil langkah berbagai macam upaya
pencegahan penyebaran COVID-19.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan lembaga keagamaan
yang berwenang juga sebagai wadah pemberi fatwa kepada umat islam
dan pemerintah, baik diminta maupun tidak. Kondisi pandemi
sekarang yang mengharuskan Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan
fatwa dalam pelaksanaan ibadah di masa pandemi, fatwa nomor 14
tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi
wabah COVID-19 dengan tujuan kebijakan pembatasan sosial, yang
berisikan pada poin ketiga:
“Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularan nya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jum’at dan menggantikannya salat Dzuhur di tempat kediamannya, serta meninggalkan salat lima waktu/rawatib di masjid atau tempat umum lainnya. Sedangkan dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularan nya rendah berdasarkan ketetapan pihak berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak langsung, membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun”. (D1/Fatwa MUI nomor 14 tahun 2020)
Isi fatwa nomor 14 tahun 2020 diatas dapat disimpulkan bahwa
pemerintah menghimbau bagi masyarakat apabila berada di kawasan
yang potensi penularan COVID-19 tinggi atau sangat tinggi
berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh
meninggalkan salat Jum’at dan menggantinya dengan salat Dzuhur di
rumah masing-masing. Sedangkan bagi masyarakat yang berada di
47
kawasan potensi penularan nya rendah maka ia tetap wajib
menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasanya akan tetapi tetap
menjaga diri agar tidak terpapar virus COVID-19 atau mematuhi
protokol kesehatan.
Selang beberapa bulan Majelis Ulama Indonesia kembali
mengeluarkan fatwa Nomor 31 tahun 2020 berisi tentang
penyelenggaraan salat Jum’at dan jamaah untuk mencegah penularan
wabah COVID-19, yang berisikan:
“Pertama, fatwa MUI tentang shift salat Jum’at saat pandemi, terdapat dua pendapat yang menyatakan bahwa ketika salat Jum’at dengan model shift (bergelombang) hukumnya sah. Sedangkan pendapat kedua mengatakan salat Jum’at dengan model shift tidak sah, sehingga jamaah yang tidak tertampung mengerjakan salat Dzuhur sebagai pengganti. Terkait dua pendapat ini MUI menegaskan, jamaah dapat memilih salah satu diantara dua pendapat tersebut. Kedua, fatwa MUI tentang penggunaan masker saat salat Jum’at, menggunakan masker yang menutup hidung saat salat hukumnya boleh dan sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat salat. Menutup mulut saat salat hukumnya makruh, kecuali ada hajat Sariyah. Karena itu salat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh”. (D2/Fatwa Nomor 31
Tahun 2020)
Dapat disimpulkan bahwa isi fatwa nomor 31 terdiri dari dua
pendapat, pendapat pertama menyatakan bahwa ketika
melaksanakan shalat Jum’at dengan model shift bergelombang di
masa pandemi maka hukumnya sah. Sedangkan pendapat kedua,
mengatakan salat Jum’at dengan model shift bergelombang tidak
sah, sehingga jamaah yang tidak tertampung mengerjakan salat
48
Dzuhur sebagai pengganti. Terkait dua pendapat tersebut Majelis
Ulama Indonesia menegaskan jamaah dapat memilih salah satu
diantara dua pendapat tersebut.
Kedua fatwa tersebut sejalan dengan adanya surat edaran dari
pemerintah kabupaten Pangkaje’ne yang menghimbau agar
seluruh masyarakat mengurangi aktifitas keluar rumah termasuk
kegiatan beribadah, yang berisikan pada point 12:
“Pelaksanaan salat Jum’at dan salat berjamaah rawatib di masjid untuk sementara ditiadakan diganti dengan salat Dzuhur dan salat berjamaah rawatib ditempat tinggal masing-masing hingga kondisi sudah pulih dan normal dari wabah pandemi COVID-19 berdasarkan penetapan dari institusi pemerintah yang berwenang”. (D3/Edaran Bupati Pangkaje’ne)
Peneliti menyimpulkan edaran diatas bahwa pelaksanaan salat
Jum’at di masjid ditiadakan diganti dengan salat Dzuhur dan salat
berjamaah lima waktu untuk sementara dilaksanakan di rumah
masing-masing sampai keadaan kembali pulih dan normal dari wabah
pandemi COVID-19.
Adapun hasil wawancara mengenai latar belakang dikeluarkannya
fatwa tersebut dengan Saleh Mustafa selaku Ketua Majelis Ulama
Indonesia Kecamatan Tondong Tallasa mengatakan bahwa:
“Karena memang ada, ada dasarnya itu berdasarkan ulama dan
mualamah bahwa membolehkan untuk tidak berjamaah di masjid sepanjang ada virus Karna ini “la dharara wa la
dhirara” yang artinya menjaga bahaya dan membahayakan orang nah itu dasarnya. Sehingga Indonesia itu ikut menguatkan itu hadits untuk menjaga dan mentaati protokol
49
kesehatan yang diatur oleh pemerintah, sehingga kita disini e dibenarkan tidak salat berjamaah di masjid yaa tapi hanya daerah-daerah tertentu, ya itu dasarnya majelis ulama mengeluarkan fatwa”. (D1/Wawancara/Ketua MUI kec.Tondong Tallasa/Saleh Mustafa/11/11/20)
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
pemerintah dan lembaga Majelis Ulama Indonesia senantiasa
melakukan berbagai upaya agar penyebaran COVID-19 tidak
menyebar luas di berbagai daerah, dan juga fatwa dikeluarkan atas
dasar yang telah di tetapkan oleh para ulama dan mualamah salah satu
dasarnya yaitu hadits yang mengatakan bahwa “la dharara wa la
dhirara”. Dengan adanya fatwa dan surat edaran tersebut pemerintah
dan Majelis Ulama Indonesia berharap agar masyarakat senantiasa
memperhatikan instruksi pemerintah pusat dan daerah setempat terkait
pencegahan dan penanganan COVID-19.
Sebelum menghimbau masyarakat mematuhi protokol kesehatan
pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia terlebih dahulu melakukan
sosialisasi dan memberikan pembinaan kepada masyarakat terkait isi-
isi fatwa dan bahaya COVID-19 agar tidak muncul berbagai pendapat
yang bisa menyebabkan kesalahpahaman. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di desa Bonto Birao
bahwa: Aparat desa Bonto Birao dan Satgas COVID-19 kecamatan
Tondong Tallasa telah melakukan sosialisasi arahan serta pembinaan
kepada masyarakat desa sebelum menghimbau mereka menerapkan
protokol kesehatan di masa pandemi. (D1/Observasi/11/11/20)
50
Seperti hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
Rahmatullah, S. I. Pem selaku kepala desa Bonto Birao, mengatakan
bahwa:
“Saya beserta seluruh staf desa pada awal adanya ini edaran
Majelis Ulama Indonesia dan dari Bupati kami mengadakan sosialisasi di balai desa dibantu juga sama satgas COVID kecamatan terkait ini fatwa MUI dan selalu menyampaikan kepada masyarakat tentang pentingnya itu mentaati protokol kesehatan supaya ini corona cepat hilang”
(D2/Wawancara/Kepala desa Bonto Birao/Rahmatullah/11/11/20)
Senada dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
Nurdin selaku Imam Masjid Jami Aenal Yaqin mengatakan bahwa:
Pak Kades telah melakukan sosialisasi seputar fatwa MUI. Kepala desa
juga sudah memberi peringatan agar mematuhi protokol kesehatan
dengan baik dalam setiap kegiatan kemasyarakatan ataupun
keagamaan, khususnya dalam pelaksanaan salat lima waktu di masjid.
(Wawancara/11/11/20) S
Di per tegas kembali dari hasil wawancara peneliti dengan Santuo
selaku Imam Masjid Nurul Yaqin, mengatakan:
“Memang aparat desa disini sudah adakan ini sosialisasi tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia dan juga tentang itu surat edarannya Bupati yang harus dipatuhi”. (D4/Wawancara/Santuo/Imam Masjid/11/11/20)
Dari hasil observasi dan wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa memang benar aparat desa dan juga satgas COVID-19
kecamatan telah mengadakan sosialisasi agar masyarakat desa dapat
mengerti tentang fatwa MUI dan juga menyampaikan kepada seluruh
51
masyarakat untuk selalu mematuhi protokol kesehatan agar virus
COVID-19 tidak menyebar luas.
Setelah mengadakan sosialisasi maka aparat desa Bonto Birao
memberi ketegasan terhadap setiap masyarakat untuk mematuhi
protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan dan
menjaga jarak pada saat pelaksanaan salat lima waktu dan salat Jum’at
di masjid maupun acara-acara lainnya, seperti hasil observasi yang
dilakukan peneliti bahwa: Aparat desa dan masyarakat disana telah
menerapkan himbauan protokol kesehatan seperti menyediakan
pencuci tangan di setiap masjid, poster area wajib memakai masker,
menjaga jarak dan lain-lain, agar jamaah mematuhi protokol
kesehatan, dan juga apabila salah satu masyarakat melanggar maka
aparat desa atau masyarakat lainnya akan memberi
pengetahuan/pemahaman terkait pentingnya mematuhi protokol
kesehatan dan bahayanya COVID-19”. (D2/Observasi/17/11/20)
Dikutip dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
Rahmatullah selaku Kepala Desa mengatakan:
“Itu juga di sampaikan pada saat sosialisasi berlangsung bahwa kami menghimbau kepada pengurus masjid agar menyiapkan protokol kesehatan seperti pencuci tangan dan lain-lain, dan sebagian sudah ada mi yang terapkan di setiap masjid, juga kalo ada yang melanggar itu kami kasi saja teguran berupa peringatan dan jangan bermasa bodoh”.
(D5/Wawancara/ Rahmatullah/Kepala Desa/17/11/20)
52
Hal ini dipertegas kembali oleh Santuo sebagai Imam Masjid
Nurul Yaqin bahwasanya di masjid Nurul Yaqin dan Jami Aenal Yaqin
setelah ada penyampaian dari aparat desa, pengurus masjid masing-
masing telah menyediakan seperti tempat pencuci tangan dan poster
area wajib masker, dan juga telah disampaikan kepada jamaah masjid
untuk menjaga jarak minimal 1 meter serta membawa sajadah sendiri.
(D6/Wawancara/17/11/20).
Gambar 5.1 Area Wajib Masker
53
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diatas peneliti
dapat menyimpulkan bahwa masyarakat desa Bonto Birao sudah
melaksanakan himbauan dari pemerintah dalam menerapkan protokol
kesehatan pada saat pelaksanaan ibadah, seperti menjaga jarak,
menggunakan masker, dan mencuci tangan agar menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan, dan juga memberikan peringatan apabila ada
masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Hal ini juga
sejalan dengan isi fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 pada poin 1 bahwa
setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi
setiap hal yang diyakini dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena
hal itu merupakan bagian dari pokok beragama.
Terlepas dari adanya himbauan-himbauan, masih ada saja
segelintir masyarakat desa yang tidak taat akan himbauan tersebut.
Dibuktikan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti
bahwasanya:
“Fatwa tersebut telah menimbulkan beragam sikap masyarakat yang dimana sebagian besar mengerti/paham tentang fatwa MUI dan mematuhi himbauan dari pemerintah terkait protokol kesehatan, akan tetapi sebagian juga ada yang melanggar dan kontra terhadap fatwa tersebut, ini dikarenakan adanya sebagian kecil masyarakat yang pengetahuannya minim tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan di desa Bonto Birao. Hal tersebut dapat dilihat pada waktu-waktu tertentu, seperti pada saat waktu pelaksanaan ibadah dimasjid sebagian besar jamaah menggunakan masker dan mencuci tangan dan ada yang tidak sama sekali menerapkan protokol kesehatan dengan alasan tidak terbiasa menggunakan masker”.
(D3/Observasi/20/11/20).
54
Adapun hasil wawancara memperkuat tentang kepatuhan
masyarakat terkait protokol kesehatan yang dilakukan oleh peneliti
dengan Yahya selaku warga yang mematuhi protokol kesehatan.
Mengatakan bahwa beliau secara pribadi mengenai pake masker yah
beliau memakai masker selama adanya pandemi COVID-19 untuk
jaga-jaga meskipun desa akan tetapi kita tetap berhati-hati, dan dengan
memakai masker kita juga sudah membantu pemerintah mencapai
dalam upaya mencegah virus corona tidak menyebar luas.
(D7/Wawancara/20/11/20)
Adapula hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan
Maleng salah satu warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
“Karna kan jauh jaki dari kota kita, di desa sini juga termasuk zona hijau ji baru saya pribadi tidak biasa ka pake masker karna sesak nafas ka jadi tidak nyaman kurasa pake masker, tapi kalau mencuci tangan yah saya cuci tangan ja juga selalu”. (D8/Wawancara/Jama’ah/Maleng/17/11/20) Dari hasil observasi dan wawancara diatas dapat disimpulkan
bahwa memang benar ada sebagian masyarakat yang mematuhi aturan
dan ada juga yang tidak mematuhi aturan. Hal ini terjadi karena
minimnya pengetahuan masyarakat tersebut, juga tidak terbiasa
menggunakan masker dan menjaga jarak pada saat beribadah di masa
pandemi dan beranggapan bahwa tidak perlu memakai masker karena
desa berada jauh dari pusat keramaian kota.
Akan tetapi masyarakat desa Bonto Birao menanggapi positif
terkait pemerintah yang menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman
55
dalam menetapkan kebijakan terkait penanggulangan COVID-19
terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaati nya.
Dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
Yahya mengatakan bahwa:
“Kalau kita tanggapi dari pada pemerintah itu menyetujui memberikan apa namanya Majelis Ulama Indonesia sampe mengeluarkan aturan sangat bagus kenapa dikatakan bagus karena wabah yang melanda kita ee supaya terhindar daripada penyakit itu atau COVID-19 ini, jadi artinya anjuran pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia itu sudah sangat tepat”. (D9/Wawancara/M. Yahya/20/11/20)
Senada dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
Nurdin mengatakan bahwa: Tanggapan saya terkait tentang keputusan
pemerintah yang menjadikan fatwa sebagai pedoman dalam
menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 ini beliau setuju,
dan Nurdin juga mengatakan kita sebagai warga Negara yang baik
adalah mematuhi kebijakan pemerintah apalagi hal ini dilakukan agar
COVID-19 tidak menyebar luas. (D10/Wawancara/20/11/20)
Dari beberapa tanggapan informan diatas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa masyarakat desa Bonto Birao setuju dengan
tindakan pemerintah yang menjadikan fatwa Majelis Ulama Indonesia
sebagai pedoman untuk menjawab berbagai permasalahan keagamaan
yang ada di dalam lingkungan masyarakat di masa pandemi meskipun
masih ada segelintir masyarakat yang tidak mematuhi protokol
kesehatan.
56
Jadi, kesimpulan dari dokumen, hasil observasi dan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti pada implementasi fatwa Majelis
Ulama Indonesia tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi
COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten pangkep bahwa fatwa
MUI nomor 14 dan 31 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi
terjadi wabah COVID-19 merupakan salah satu solusi yang paling
tepat bagi masyarakat dalam beribadah di masa pandemi terlebih bagi
masyarakat di pedesaan. Pelaksanaan fatwa MUI ini juga bisa
dikatakan berjalan lancar karena sebagian besar masyarakat Desa
Bonto Birao mematuhi protokol kesehatan dan paham akan kondisi
sekarang ini yang mengharuskan mereka mengikuti beberapa aturan
dari pemerintah agar COVID-19 tidak menyebar luas, meskipun masih
ada segelintir masyarakat yang tidak mematuhi aturan karena
menganggap desa Bonto Birao berada jauh dari kota dan juga alasan
tidak terbiasa menggunakan masker.
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Masyarakat
Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Saat Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten
Pangkep.
1) Faktor Pendukung
Dalam melakukan setiap kegiatan ada faktor pendukung
yang melancarkan berbagai kegiatan, salah satu faktor pendukung
dalam implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang
57
penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto
Birao, Ibrahim selaku jamaah mengatakan faktor pendukung
implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang ibadah di
masa pandemi ini sebagai berikut:
“Faktor pendukung implementasi ini salah satunya yaitu dengan adanya kesadaran masyarakat itu sendiri dalam mematuhi aturan pemerintah dan juga adanya sosialisasi dari pemerintah desa yang memberi pengetahuan/pemahaman dan motivasi kepada masyarakat akan pentingnya mematuhi protokol kesehatan di masa pandemi ini”. (D1/Wawancara/ Ibrahim/20/11/20)
Kesimpulan dari hasil wawancara diatas adalah dengan
adanya kesadaran dari dalam diri masyarakat ikut berpartisipasi
yang membatu berjalannya implementasi fatwa ini dengan baik
serta pemahaman dan motivasi yang diberikan pemerintah desa
juga termasuk faktor pendorong dari implementasi fatwa MUI
tentang ibadah di masa pandemi COVID-19.
Hal senada di dukung oleh Nurdin selaku wakil imam
masjid, mengatakan bahwa: Ada beberapa faktor pendukung
implementasi fatwa MUI ini, yaitu dari jamaah itu sendiri yang
artinya di desa Bonto Birao sebagian besar masyarakat sudah
mengerti akan kondisi di masa pandemi ini yang mengharuskan
kita mematuhi protokol kesehatan dan masjid-masjid juga sudah
berusaha mengadakan fasilitas berupa tempat pencuci tangan
bahkan membeli pengukur suhu badan dan juga antusiasnya
58
jamaah mau melaksanakan salat di masjid namun tetap kita itu
mengikuti protokol kesehatan”. (D2/Wawancara/ Nurdin/20/11/20)
Dapat di perkuat berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan peneliti, bahwa:
“Pendukung dari implementasi ini, selain dari adanya
kesadaran masyarakat itu sendiri juga adanya faktor dorongan motivasi dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat yang memberikan bimbingan-bimbingan kepada masyarakat agar bisa beradaptasi dengan kondisi sekarang ini meskipun berada di pedesaan tetap harus mematuhi protokol kesehatan guna mengurangi penyebaran virus corona”.
(D1/Observasi/20/11/20)
Jadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa faktor pendukung
Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah Saat
Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao ini yaitu adanya
kesadaran dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan di bantu juga
dengan bimbingan/sosialisasi dari aparat desa yang mendorong
masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan guna mencapai
tujuan dari implementasi fatwa ini yaitu diharapkan mampu
mengurangi jumlah penyebaran virus COVID-19.
2) Faktor Penghambat
Adanya suatu proses kegiatan tidak lupa dengan faktor
pendukung dan faktor penghambat dalam menjalankan suatu
kegiatan, supaya menghasilkan yang diharapkan dan terkadang
59
adanya kendala atau faktor penghambat, seperti wawancara dengan
Yahya sebagai berikut:
“Faktor penghambat pada Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah Saat Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao ini pertama adalah alasannya yang tidak terbiasa menggunakan masker dan merasa malu kalo pake ki masker”.
(D1/Wawancara/Yahya/20/11/20)
Begitu juga sama yang dikatakan oleh Ibrahim bahwa
faktor penghambat dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
Faktor penghambat dari implementasi ini yang paling sering
terjadi/paling sering kita dengar yaitu alasan masyarakat yang tidak
terbiasa menggunakan masker serta sebagian masyarakat kurang
percaya akan adanya COVID-19 karena belum melihat secara
langsung orang yang terpapar virus corona hanya melihat dan
mendengar lewat media yang membuat masyarakat desa Bonto
Birao sebagian kurang percaya. (D2/Wawancara/20/11/20)
Dari uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
faktor pendukung implementasi fatwa MUI tentang ibadah di masa
pandemi ini adalah dengan adanya kesadaran dari dalam diri
individu masyarakat dan dengan adanya motivasi dari berbagai
kalangan baik dari pemerintah maupun sesama masyarakat yang
saling mengingatkan agar mematuhi protokol kesehatan.
Sedangkan faktor penghambat nya antara lain adanya segelintir
masyarakat yang kurang percaya dengan COVID-19 karena belum
melihat langsung pasien yang terkena virus corona mereka hanya
60
mendengar dan melihat di sosial media dan berita di televisi saja,
sebagian juga beralasan bahwa tidak terbiasa memakai masker dan
kurang nyaman menggunakan masker saat melaksanakan salat.
B. Pembahasan
1. Pengalaman Masyarakat Mengimplementasikan Fatwa MUI
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Saat Pandemi COVID-19 Di
Desa Bonto Birao Kabupaten Pangkep.
Saat ini Indonesia sedang maraknya virus yang tersebar di dunia
yaitu virus COVID-19 atau dikenal dengan virus corona. Virus
COVID-19 merupakan virus yang menyebabkan infeksi saluran
pernapasan atas ringan hingga sedang. Virus corona diduga menyebar
di antara orang-orang terutama melalui percikan pernafasan (droplet)
yang dihasilkan selama batuk. Percikan ini juga dapat dihasilkan dari
bersin dan pernafasan normal. Selain itu virus ini dapat menular
melalui permukaan benda yang terkontaminasi menyentuh benda
tersebut.
Dengan adanya wabah ini membuat para pemimpin dunia untuk
menerapkan kebijakan yang ketat dalam penyebaran virus COVID-19.
Di Indonesia dalam mengatasi wabah tersebut pemerintah menerapkan
kebijakan yang menghimbau masyarakat mengurangi aktifitas di luar
rumah termasuk kegiatan beribadah yang di rumah kan. Dalam hal
keagamaan Majelis Ulama Indonesia lembaga independen yang
mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendikiawan islam untuk
61
membimbing, membina, dan mengayomi umat islam di Indonesia ikut
andil dalam menerapkan kebijakan di masa pandemi ini, oleh karena
itu Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan beberapa fatwa yang berisi
tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi agar seluruh umat
beragama terutama umat muslim tidak lagi mempermasalahkan
mengenai kebijakan pelaksanaan ibadah yang di rumah kan untuk
sementara.
Dalam hal menghadapi berbagai sikap dan respon masyarakat
terkait fatwa Majelis Ulama Indonesia yang beragam tentunya
membutuhkan tindakan ekstra agar masyarakat dapat memahami
maksud dan tujuan dikeluarkannya fatwa tersebut dan juga agar
masyarakat dapat mematuhi aturan protokol kesehatan dengan nyaman
tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Peneliti menggunakan teori Tindakan Sosial yang dipopulerkan
oleh Max Weber yang menyatakan bahwa tindakan sosial adalah
proses aktor terlibat dalam pengambilan keputusan subjektif tentang
sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih,
tindakan tersebut mengenai semua jenis perilaku manusia, yang
dengan penuh arti diorientasikan kepada perilaku orang lain, yang
telah lewat, yang sekarang, dan yang diharapkan di masa akan datang.
Dalam Teori Tindakan Sosial terdapat beberapa point yang
berkaitan dengan penelitian ini yaitu:
62
1. Tindakan Rasionalitas Instrumental, dimana tindakan ini
ditujukan dalam mencapai tujuan-tujuan secara rasional dan
diperhitungkan dengan baik oleh aktor yang melakukannya.
Dalam penelitian ini tindakan yang dilakukan oleh lembaga
Majelis Ulama Indonesia terkait kondisi di masa sekarang ini
yang terjadi dimana dunia sedang dilanda wabah virus
COVID-19 mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan
guna mencegah penyebaran wabah COVID-19 tindakan yang
diambil salah satunya yaitu mematuhi protokol kesehatan
seperti menggunakan masker, jaga jarak, dan mencuci tangan,
hal tersebut tentunya telah diperhitungkan dengan baik sebelum
disampaikan kepada seluruh masyarakat, apa yang telah
disampaikan pemerintah merupakan suatu arahan agar
masyarakat ikut andil dalam mematuhi kebijakan yang telah
ada dan berharap tindakan tersebut dapat mencapai tujuan
sesuai yang telah diperhitungkan.
2. Tindakan Rasional Nilai, tindakan rasional ini memiliki sifat
bahwa ala-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan
perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada
di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat
absolut. Dalam penelitian ini pemerintah desa melalukan
sosialisasi kepada masyarakat tentang fatwa penyelenggaraan
ibadah di masa pandemi agar masyarakat tidak lagi bingung
63
dan tetap menjalankan ibadah salat Jum’at meskipun untuk
sementara digantikan dengan salat Dzuhur, serta tetap
melaksanakan salat lima waktu di rumah masing-masing.
3. Tindakan Afektif, tipe tindakan sosial ini lebih didominasi
perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan
sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional dan
merupakan ekspresi emosional dari individu. Seperti di
kerumunan masyarakat, masjid, ataupun tempat keramaian
lainnya, Kepala desa atau sesama masyarakat yang paham akan
protokol kesehatan akan memberi peringatan/menegur secara
tiba-tiba apabila melihat seseorang tidak mematuhi protokol
kesehatan seperti tidak menggunakan masker di keramaian, hal
tersebut dilakukan agar masyarakat memakai masker demi
keamanan bersama terhindar dari kemungkinan terkena virus
corona.
Dari pembahasan diatas, peneliti dapat membandingkan dari
temuan atau penelitian relevan dimana terdapat perbedaan dari hasil
penelitian ini dengan hasil penelitian oleh Rusyana, dkk (2020), dapat
ditarik kesimpulan bahwa dari hasil penelitian terdahulu lebih kepada
perbandingan antara fatwa penyelenggaraan ibadah di saat pandemi
COVID-19 di dua Negara yaitu Indonesia dan Mesir yang dikaji
menggunakan metode perbandingan. Sedangkan penelitian ini sendiri
lebih kepada bagaimana masyarakat mengimplementasikan fatwa MUI
64
tentang ibadah di masa pandemi COVID-19, dan juga faktor
pendukung dan penghambat implementasi tersebut.
2. Faktor Pendukung Dan Penghambat Masyarakat
Mengimplementasikan Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Saat Pandemi COVID-19 Di Desa Bonto Birao Kabupaten
Pangkep.
Di desa Bonto Birao ada faktor pendukung dan penghambat
masyarakat mengimplementasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia
tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19.
a. Faktor Pendukung
Adanya kesadaran dari masyarakat ini menjadi salah satu
faktor pnting dalam implementasi fatwa MUI tentang
penyelenggaraan ibadah saat pandemi COVID-19 di desa
Bonto Birao. Dengan adanya kesadaran dari masyarakat ini
sehingga keberadaan fatwa MUI dalam lingkungan masyarakat
dapat berjalan dengan baik. Salah satu bentuk dukungan dari
masyarakat terhadap implementasi fatwa MUI ini adalah
dengan patuh terhadap himbauan memakai masker apabila
berada di keramaian, beraktivitas di luar rumah, dan juga
apabila melaksanakan salat di masjid maupun ditempat umum
lainnya.
Selain dukungan dari pihak masyarakat, implementasi
fatwa MUI juga tidak terlepas dari dukungan pemerintah yang
ikut andil dan mendukung berjalannya fatwa MUI tersebut.
65
Bentuk dukungan dari pemerintah terhadap implementasi fatwa
MUI di desa bonto Birao yaitu dengan mengadakan sosialisasi
mengenai fatwa tentang penyelenggaraan ibadah saat pandemi
COVID-19, dan juga memberikan motivasi, pemahaman
kepada masyarakat yang kurang mengerti dan bisa dikatakan
kontra terhadap fatwa agar bisa diajak kerja sama mematuhi
himbauan protokol kesehatan tanpa memaksa, dikarenakan
kondisi sekarang ini yang mengharuskan kita apabila berada di
keramaian harus menggunakan masker, jaga jarak, dan sebisa
mungkin mengurangi aktifitas di luar rumah.
Sarana dan prasarana juga ikut andil dalam implementasi
fatwa MUI ini seperti penyediaan pencuci tangan di setiap
pintu utama masjid serta poster berupa area wajib masker,
karena dengan adanya prasarana yang memadai yang membuat
masyarakat desa Bonto Birao kembali antusias melaksanakan
ibadah di masjid kembali meskipun dengan syarat harus
mematuhi protokol kesehatan, dan juga tidak lagi dihantui rasa
takut akan penyebaran virus corona.
b. Faktor Penghambat
Dalam implementasi fatwa MUI di desa Bonto Birao ini
ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat sehingga
dalam menjalankan perannya tidak maksimal. Dari hasil
penelitian faktor penghambat implementasi fatwa ini yaitu
66
dengan alasan tidak terbiasa menggunakan masker saat
melaksanakan salat, alasan ini paling sering dijumpai di dalam
lingkungan masyarakat dimana masih ada segelintir orang yang
belum bisa beradaptasi dengan kondisi sekarang, apalagi ketika
melaksanakan salat hal tersebut sangat mengganggu apabila
menggunakan masker alasan tidak nyaman tersebut karena
ketika kita menggunakan masker terkadang mengganggu cara
kita bernafas jadi masyarakat menganggap menggunakan
masker itu tidak nyaman terlebih lagi saat kita salat bisa-bisa
mengganggu konsentrasi.
Adanya masyarakat yang tidak percaya dengan wabah
COVID-19 ini karena menganggap wabah tersebut hanya
permainan politik dalam artian masyarakat tersebut
berpendapat bahwa virus ini hanya dijadikan alat permainan
kaum elit saja, dan juga karena mereka belum melihat secara
langsung pasien COVID-19 sehingga hal tersebut memperkuat
masyarakat tidak percaya dengan virus COVID-19 ini.
67
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,
maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang penyelenggaraan
ibadah saat pandemi COVID-19 di Desa Bonto Birao Kabupaten
pangkep bahwa fatwa MUI nomor 14 dan 31 tentang penyelenggaraan
ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19 merupakan salah satu
solusi yang paling tepat bagi masyarakat dalam beribadah di masa
pandemi terlebih bagi masyarakat di pedesaan. Pelaksanaan fatwa MUI
ini juga bisa dikatakan berjalan lancar karena sebagian besar
masyarakat desa Bonto Birao mematuhi protokol kesehatan dan paham
akan kondisi sekarang ini yang mengharuskan mereka mengikuti
beberapa aturan dari pemerintah agar COVID-19 tidak menyebar luas,
meskipun masih ada segelintir masyarakat yang tidak mematuhi aturan
karena menganggap desa Bonto Birao berada jauh dari kota dan juga
alasan tidak terbiasa menggunakan masker.
2. Faktor pendukung implementasi fatwa MUI tentang ibadah di masa
pandemi ini adalah dengan adanya kesadaran dari masing-masing
individu masyarakat dan dengan adanya motivasi dari berbagai
kalangan baik dari pemerintah maupun sesama masyarakat yang saling
mengingatkan agar mematuhi protokol kesehatan.
67
68
3. Faktor penghambat nya antara lain yaitu adanya segelintir masyarakat
yang kurang percaya dengan COVID-19 karena belum melihat
langsung pasien yang terkena virus corona mereka hanya mendengar
dan melihat di sosial media dan berita di tv saja, sebagian juga
beralasan bahwa tidak terbiasa memakai masker dan kurang nyaman
menggunakan masker saat melaksanakan salat.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, peneliti mengajukan beberapa
saran diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Diharapkan kepada masyarakat terkhusus yang tidak mematuhi
protokol kesehatan hendaknya dapat meningkatkan kerjasama dalam
melaksanakan/mematuhi protokol kesehatan demi mencapai tujuan
memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19 dan demi keamanan
bersama.
b. Diharapkan kepada Pemerintah atau Pimpinan Desa agar lebih
memberikan pemahaman dan motivasi kepada masyarakat serta lebih
tegas memberikan sanksi bagi masyarakat yang tidak mematuhi
protokol kesehatan.
c. Saran bagi peneliti selanjutnya agar bisa memperluas kembali secara
keseluruhan mengenai implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia
tentang ibadah saat pandemi COVID-19 dan juga lebih mendalami
tentang respon masyarakat terhadap fatwa Majelis Ulama Indonesia,
serta lebih mendalami saja faktor pendukung dan penghambat
69
masyarakat dalam implementasi fatwa Majelis Ulama Indonesia
tentang penyelenggaraan ibadah di masa pandemi ini.
70
DAFTAR PUSTAKA
Auliyah, R. (2014). Studi Fenomenologi Peranan Manajemen Masjid At-Taqwa Dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Bangkalan. Competence: Journal Of Management Studies, 8(1).
Afrizal. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers
Azanella. (2020) Virus Corona : Penyebab, Gejala, Pencegahan Dan Kapan Harus Kedokter. (https://amp.kompas.com/tren/read/2020/03/31/16200665/virus-corona-penyebab-gejala-pencegahan-dan-kapan-harus-segera-ke-dokter. Html, diakses 31 Maret 2020).
Creswell, John (2016). Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, Dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Firdaus. (2020) Isi Lengkap Fatwa MUI Tentang Sholat Jum’at Saat Pandemi COVID-19. (https://tirto.id/isi-lengkap-fatwa-mui-tentang-sholat-Jum’at-saat-pandemi-COVID-19-fFlw. Html, di akses 05 Juni 2020).
Fadli, A. (2020). Mengenal COVID-19 Dan Cegah Penyebarannya Dengan “Peduli Lindungi” Aplikasi Berbasis Android. Pengabdian Kepada
Masyarakat Jurusan Teknik Elektro, Universitas Jendral Soedirman.
Gayo, Ahyar A., et al. Laporan Akhir Penelitian Hukum Tentang Kedudukan Fatwa MUI Dalam Upaya Mendorong Pelaksanaan Ekonomi Syariah. Jakarta: Badan pembinaan hukum nasional kementerian hukum dan HAM RI. 2011
Haryanto. (2015) Sosiologi Agama, Dari Klasik Hingga Post Modern. AR-RUZZ Media.
Hkikmat, dkk. (2020) Implementasi Maqasi Syari’ah Dalam Ikhtiar Memutus Mata Rantai Persebaran COVID-19 Di Indonesia. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Hamzah, M. M. (2018) Peran Dan Pengaruh Fatwa Mui Dalam Arus Transformasi Sosial Budaya Di Indonesia. Millah: Jurnal Studi Agama, 1(1), 127-154
Khaerah. (2019) Persepsi Masyarakat Kecamatan Tallo Kota Makassar Terhadap Fatwa MUI Tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella (SKRIPSI). Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Makassar.
70
71
Mashabi. (2020) MUI Rilis Fatwa Terkait Ibadah Saat Wabah Corona. (https://nasional.kompas.com/read/2020/03/17/010011/mui-rilis-fatwa-terkait-ibadah-saat-wabah-corona-ini-isi-lengkapnya. Html, 17 Maret 2020).
Marzali. (2006) Struktural-Fungsionalisme. Universitas Indonesia.
Mukhlisin, dkk. (2018) Metode Penetapan Hukum Dalam Berfatwa. Jurnal Hukum Islam.
Mahmudi. (2009) Respon Masyarakat Sekitar Kampus AL-Mubarok Parung Bogor Jawa Barat Terhadap Ahmadiyah (SKRIPSI). Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nashiruddin, M. (2017) Fatwa MUI Bidang Ibadah Dan Perannya Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara. International Islamic Conferernce on MUI Studies. Jakarta: MUI, 553.
Putra, A., & Suryadinata, S. (2020). Menelaah Fenomena Klitih Di Yogyakarta Dalam Persfektif Tindakan Sosial Dan Perubahan Sosial Max Weber. Asketik: Jurnal Agama Dan Perubahan Sosial, 4(1), 1-21.
Rusyana, dkk. (2020) Fatwa Penyelenggaraan Ibadah Di Saat Pandemi COVID-19 Di Indonesia Dan Mesir. UIN Gunung Djati Bandung.
Sugiyono. (2013) Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan R & D. Bandung : Alfabeta
Suhartono, Slamet. Eksistensi fatwa majelis ulama Indonesia dalam persfektif Negara hukum pancasila. Al-lhkam: Jurnal Hukum dan Paranata Sosial, 2018, 12.2:448-465.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: alfabeta
Sujarweni. (2014) Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT Pustaka baru.
Shodiqin, dkk. (2020) Model Pemberdayaan Jamaah Masjid Menghadapi Dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid 19). UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Simmel. (1997). Essays On Religion. New heaven, CT: Yale University Press.
Wibowo. (2006) Studi Krisis Terhadap Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Aliran Ahmadiyah Dan Kebijakan Negara Dalam Penyelesaian Kasus Ahmadiyah. Universitas Islam Indonesia.
Wirawan, (2012) Teori-Teori Sosiologi Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Defenisi Sosial, Dan Perilaku Sosial). Prenadamedia group.
72
Wibisono, M. Y. (2020) Sosiologi Agama.
Yunus & Rezki. (2020) Kebijakan Pemberlakuan Lockdown Sebagai Antisipasi Penyebaran Corona Virus COVID-19. Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yasmin, Puti. (2020) Apa Itu Virus Corona Dan COVID-19, (https://m.deti.com/news/berita/d-4941084/apa-itu-virus-corona-dan-COVID-19-ini-info-yang-perlu-diketahui. Html di akses 10 April 2020).
73
L
A
M
P
I
R
A
N
74
PEDOMAN WAWANCARA
Lembar Wawancara
Informan kunci
Untuk Ketua MUI Kecamatan Tondong Tallasa:
Nama:
Jabatan:
Waktu:
Tempat:
Pertanyaan:
1. Apa yang melatarbelakangi Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa
tentang ibadah di masa pandemi ini?
2. Sosialisasi apa saja yang dilakukan lembaga MUI mengenai fatwa tentang
ibadah di masa pandemi ini?
3. Bagaimana cara MUI menyikapi masyarakat yang kontra terhadap fatwa
tentang ibadah di masa pandemi ini?
Untuk Kepala Desa:
1. Apakah bupati mengeluarkan surat edaran mengenai pelaksanaan ibadah
di masa pandemi?
2. Sejauh mana masyarakat mengikuti aturan fatwa MUI tentang ibadah di
masa pandemi ini?
3. Apakah di setiap masjid sudah menyiapkan/mematuhi protokol kesehatan?
4. Tindakan apa saja yang dilakukan aparat desa sehingga masyarakat
mampu beradaptasi dengan apa yang di tetapkan fatwa MUI tentang
ibadah di masa pandemi?
75
5. Bagaimana menyikapi masyarakat yang tidak mematuhi aturan sesuai
edaran fatwa MUI?
Informan Utama Dan Tambahan
Untuk Imam Masjid dan Jamaah Masjid:
Nama:
Jabatan:
Waktu:
Tempat:
Pertanyaan:
1. Apakah bapak pernah mendengar fatwa MUI nomor 14 dan 31 tahun 2020
tentang ibadah di masa pandemi COVID-19?
2. Apa yang Anda ketahui soal fatwa MUI nomor 14 dan 31 tahun 2020
tentang ibadah di masa pandemi COVID-19?
3. Bagaimana tanggapan Anda mengenai penerapan physical distancing sat
salat berjamaah?
4. Bagaimana tanggapan Anda tentang pengguna masker pada saat salat?
a. Apakah Anda menggunakan masker sesuai protokol kesehatan? Kalau
iya, apa alasannya? Kalau tidak, juga apa alasannya?
5. Apa tanggapan Anda mengenai pemerintah yang menjadikan fatwa ini
sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan terkait penanggulangan
76
COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat islam wajib
mentaati nya?
6. Apakah aparat desa pernah mengadakan sosialisasi dan selalu memberikan
pembinaan kepada masyarakat?
7. Apa saja faktor pendukung dari implementasi fatwa MUI tentang
penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19?
8. Apa pula faktor penghambat dari implementasi fatwa MUI tentang
penyelenggaraan ibadah di masa pandemi COVID-19?
77
PEDOMAN OBSERVASI
Implementasi Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Masa Pandemi COVID-19.
No Hari/Tanggal Tempat/ Kegiatan yang diamati
Deskripsi Hasil Pengamatan
1. 11/11/20 Masjid/ Pelaksanaan salat Jum’at
Kegiatan beribadah salat Jum’at
pada saat pandemi COVID-19
sangatlah berbeda sebelum
adanya COVID-19 dimana pada
saat pandemi sekarang ini jamaah
sedikit berkurang terutama
jamaah yang usianya 60an ke atas
karena sangat rawan terjangkit
virus corona. Tata cara
pelaksanaan salat Jum’at juga
sedikit berbeda seperti sebelum
ada pandemi saf harus rapat dan
diluruskan, sedangkan di masa
pandemi ini pemerintah
menghimbau model shift yang
bergelombang ketika
melaksanakan salat Jum’at di
masjid, dan juga para jamaah
memakai masker, meskipun
78
beberapa Jamaah masih ada yang
belum menggunakan masker.
2. 17/11/20 Masjid/ Pelaksanaan salat 5 waktu
Pelaksanaan salat lima waktu
tidak jauh berbeda dengan
pelaksanaan salat Jum’at,
pelaksanaan salat lima waktu juga
di masa pandemi ini sangat
berbeda karena harus
menggunakan masker, dan saf
minimal menjaga jarak 1 meter.
3. 2/11/20 Masjid/ Pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW
Pelaksanaan Maulid Nabi
Muhammad saw di desa Bonto
Birao pada saat pandemi COVID-
19 berjalan seperti biasanya,
hanya saja jumlah orang yang ikut
berpartisipasi lebih sedikit dari
biasanya, Karena sebagian masih
takut berkumpul di keramaian dan
juga Maulid kali ini tidak
semeriah tahun sebelumnya
karena beberapa rangkaian acara
tidak terlaksana akibat aturan dari
pemerintah desa yang
79
menghimbau agar mempersingkat
rangkaian acara, guna
menghindari keramaian yang
berkumpul terlalu lama.
4. Masjid/ Pengajian Ibu-ibu, dan TK/TPA
Untuk sementara selama pandemi
kegiatan pengajian dan Tk/Tpa di
masjid desa Bonto Birao
sementara tidak dilaksanakan
selama masa pandemi COVID-
19, dan akan dilaksanakan
kembali apabila kondisi sudah
normal.
80
PEDOMAN STUDI DOKUMEN
No Nama Dokumen Sumber Deskripsi Singkat Isi Dokumen
1. Profil desa Kantor desa bonto birao
Isi dari pada profil desa Bonto Birao
diantaranya yaitu: letak geografis
desa, sejarah desa Bonto Birao,
keadaan penduduk, sumber daya
alam, keadaan sosial dan budaya,
sarana dan prasarana perekonomian
desa, dan keadaan pemerintah desa
Bonto Birao.
2. Surat Edaran
Pemerintah
Kabupaten
Pangkaje’ne
Arsip kantor desa
Berisi tentang himbauan kepada
seluruh masyarakat kabupaten
Pangkaje’ne agar mempedomani
panduan suasana antisipasi dan
pencegahan pandemi wabah
COVID-19 salah satu diantaranya
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan salat Jum’at dan
salat berjamaah rawatib di
masjid untuk sementara
ditiadakan diganti dengan
81
salat Dzuhur dn salat
berjamaah rawatib di tempat
tinggal masing-masing
hingga kondisi sudah pulih
dan normal dari wabah
pandemi COVID-19
berdasarkan penetapan dari
institusi pemerintah yang
berwenang.
3. Fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 Tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19
Majelis Ulama
Indonesia
Adapun isi fatwa 14/20 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi COVID-19 yaitu:
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena
82
shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang, sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.
3. Yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar covid-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
4. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
5. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularan nya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak fisik langsung
83
(bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
6. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim.
7. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.
8. Pemerintah menjadikan
84
fatwa ini sebagai pedoman dalam menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib menaatinya.
9. Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan.
4. Fatwa MUI nomor 31 tahun2020 Penyelenggaraan Shalat Jum’at Dan
Jamaah Untuk Mencegah Penularan Wabah COVID-19
Majelis Ulama
Indonesia
1. Pe renggangan Saf Saat Berjamaah:
a. Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada shalat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah.
b. Shalat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah.
c. Untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, shalat nya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah.
2. Pelaksanaan Shalat Jum’at: a. Pada dasarnya shalat Jum’at
hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan.
b. Untuk mencegah penularan wabah COVID-19 maka penyelenggaraan shalat Jumat boleh menerapkan
85
physical distancing dengan cara perenggangan saf.
c. Jika jamaah shalat Jum’at
tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh menyelenggarakan shalat Jum’at berbilang
(ta’addud aljumu’ah),
dengan menyelenggarakan shalat Jum’at di tempat
lainnya seperti musholla, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.
d. Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah shalat Jum’at
dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan shalat Jum’at, maka Sidang Komisi
Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan shalat Jum’at
sebagai berikut: 1) Pendapat pertama,
jamaah boleh menyelenggarakan shalat Jum’at di
masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan shalat Jum’at dengan model
shift, dan pelaksanaan shalat Jum’at dengan model
shift hukumnya sah. 2) Pendapat kedua,
jamaah melaksanakan shalat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan shalat Jum’at dengan
model shift
86
hukumnya tidak sah. Terhadap perbedaan pendapat di atas (point 1 dan 2), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.
3. Penggunaan Masker Saat Shalat:
a. Menggunakan masker yang menutup hidung saat shalat hukumnya boleh dan shalat nya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat shalat.
b. Menutup mulut saat shalat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar’iyyah.
Karena itu, shalat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh.
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
DOKUMENTASI
Kantor Desa Bonto Birao
113
Wawancara dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Tondong Tallasa.
114
Wawancara dengan Kepala Desa Bonto Birao
Wawancara dengan Imam Masjid Nurul Yaqin
115
Wawancara dengan Imam Masjid Jami Aenal Yaqin
Wawancara dengan Jama’ah Masjid Aenal Yaqin
116
Wawancara dengan Jama’ah Masjid Nurul Yaqin
117
Suasana Pelaksanaan salat Jum’at
118
RIWAYAT HIDUP
Nur Indahsari, dilahirkan di Bonto Birao, 27 November
1998. Anak pertama dari Tiga bersaudara pasangan dari
Ayahanda Ibrahim S.Pd dan Ibunda Jasmawati. Penulis
menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN 21 Birao
pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun
itu juga penulis melanjutkan pendidikan di SMPS
Pesantren Immim Minasate’ne dan tamat pada tahun 2013. Kemudian
melanjutkan Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Pangkaje’ne pada tahun
2013 dan tamat pada tahun 2016, dan pada tahun yang sama penulis terdaftar
sebagai Mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Makassar, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Sosiologi melalui seleksi
penerimaan mahasiswa baru (SPMB).