Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGALAMAN PERAWAT MEMBERIKAN PERAWATAN TERMINAL
DI KOTA MEDAN
TESIS
Oleh:
HIZRAH HANIM LUBIS
157046017/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
NURSES’ EXPERIENCE IN PROVIDING TERMINAL CARE
IN MEDAN
THESIS
BY :
HIZRAH HANIM LUBIS
157046017/SURGICAL MEDICAL NURSING
NURSING FACULTY MASTER’ STUDY PROGRAM
FACULTY OF NURSING
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
PENGALAMAN PERAWAT MEMBERIKAN PERAWATAN TERMINAL
DI KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HIZRAH HANIM LUBIS
157046017/KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji
Pada Tanggal 07 Februari 2019
KOMISI PENGUJI TESIS
Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D
Anggota : 1. Nunung Febriany Sitepu, S.Kep., Ns., MNS
2. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D
3. Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp., MNS
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
Judul Tesis : Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Terminal di Kota
Medan
Nama : Hizrah Hanim Lubis
NIM : 157046017
Program Studi : Magister Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2019
Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Terminal di Kota Medan
ABSTRAK Pasien terminal adalah pasien yang dalam keadaan menderita penyakit dengan stadium lanjut yang
penyakit utamanya tidak bisa diobati kembali dan bersifat progresif. Pengobatan yang diberikan
hanya bersifat menghilangkan gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup, dan pengobatan
penunjang lainnya. Pada pasien yang mengalami kondisi terminal harapan dan pengobatan serta
usaha memperpanjang harapan hidup menurun, kondisi ini membuat perawat dan keluarga
mengalami sedih, ketakutan, merasa bersalah dan merasa gagal sehingga meningkatkan
kecemasan. Perawat membutuhkan pendekatan secara holistik dalam memberikan perawatan
penyakit terminal pada pasien dan keluarga meliputi kebutuhan fisik, emosi dan spiritual. Perawat
merupakan salah satu tim perawatan terminal yang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam memberikan perawatan terminal yang terbaik untuk pasien dan keluarga. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah design kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan
tekhnik wawancara. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
wawancara secara mendalam (indepth interview) yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan
durasi 60-90 menit dan metode observasi dengan jumlah partisipan12 orang perawat yang bekerja
di ruang paliatif dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan
tiga tema yaitu memberikan dukungan spiritual, memberikan pelayanan dengan baik, dan
melakukan kolaborasi multidisiplin ilmu Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi perawat
dalam melayani pasien menjelang ajal yang mempunyai kebutuhan yang beragam dalam
perawatannya, tidak hanya masalah fisik namun masalah psikologis, spiritual, dan dukungan
social
Kata kunci : Pengalaman, Perawatan terminal, Kanker
Universitas Sumatera Utara
ii
Thesis Title : Nurses’ Experience in Providing Terminal Care in
Medan
Name : Hizrah Hanim Lubis
Student ID : 157046017
Study Program : Magister Keperawatan
Interest in Study : Keperawatan Medikal Bedah
Year : 2019
Nurses’ Experience in Providing Terminal Care in Medan
ABSTRACT
A terminal patient one who suffers from the last stage of sickness which is progressive and cannot
be cured. Medication is only given to temporarily move the symptom and complaint, to improve
quality of life, and to give any other supporting medication. In patients who experience terminal
hope and treatment conditions and efforts to prolong life expectancy to decline, this condition
makes nurses and families experience sadness, fear, feeling guilty and feeling like a failure that
increases anxiety. Nurses need a holistic approach in providing terminal disease care to patients
and families including physical, emotional and spiritual needs. The nurse is one of the terminal
care teams who must have the knowledge and skills to provide the best terminal care for patients
and families. The research used qualitative phenomenological method. The data were gathered by
conducting in-depth interviews in duration of 60-90 minutes and observation on 12 nurses as the
informants who worked in plaintive wards, taken by using purposive sampling technique. The
result of the research showed that there were 3 themes: providing spiritual support, providing
nurses’ care, and collaboration. It is recommended that nurses use this research in motivating
them to take care of patients who are dying and who have various needs for their nursing, not only
for their physical problems but also for their psychological, spiritual, and social supports.
Keywords: Experience, Terminal Care, Cancer
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul ―Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Penyakit Terminal di Kota
Medan‖, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU. Terima
kasih atas kesempatan yang telah beliau berikan kepada penulis dalam
meningkatkan aktualisasi diri selama masa pendidikan.
2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kep., MNS., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU.
3. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D selaku dosen pembimbing I. Terimakasih telah
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini
hingga selesai.
4. Nunung Febriany Sitepu, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing II yang
tidak henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada
penulis sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini.
5. Ayah, Ibu, dan Keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan
materil dan moril dalam penyelesaian tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
iv
6. Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Angkatan V 2015/2016 dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi
dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan
penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
profesi keperawatan.
Medan, Januari 2019
Penulis
Hizrah Hanim Lubis
Universitas Sumatera Utara
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................ i
ABSTRACT .............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
DAFTAR TABEL..................................................................................... vii
DAFTAR SKEMA ................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ x
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar belakang ................................................................................ 1
Permasalahan.................................................................................. 9
Tujuan penelitian ............................................................................ 9
Manfaat penelitian .......................................................................... 9
Bagi praktik keperawatan ................................................... 10
Bagi peneliti selanjutnya .................................................... 10
Bagi institusi pendidikan .................................................... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep penyakit terminal .............................................................. 11
Definisi ............................................................................... 11
Penyakit terminal ............................................................... 12
Jenis-jenis penyakit terminal .............................................. 13
Efek fisik dan psikis pasien terminal ................................. 13
Fase- fase menjelang kematian .......................................... 14
Manifestasi klinik ............................................................... 16
Hal- hal yang perlu diperhatikan dengan pasien penyakit
terminal .............................................................................. 20
Tujuan perawatan pada pasien terminal ............................. 21
Konsep bimbingan pada pasien terminal .......................... 22
Komunikasi terapeutik pada klien dengan penyakit kronis 24
atau penyakit terminal .......................................................
Komunikasi dengan pasien sesuai dengan tahapan berduka 25
Asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit terminal 27
Konsep fenomenologi .................................................................... 37
Konsep teori ................................................................................... 44
Kerangka konseptual ...................................................................... 49
BAB 3 METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ............................................................................... 50
Lokasi dan waktu penelitian........................................................... 51
Lokasi penelitian ................................................................ 51
Waktu penelitian ................................................................ 51
Partisipan ........................................................................................ 52
Pengumpulan data .......................................................................... 52
Metode pengumpulan data ................................................. 54
Tehnik pengumpulan data .................................................. 55
Alat pengumpulan data ...................................................... 55
Universitas Sumatera Utara
vi
Variabel dan definisi operasional ................................................... 57
Metode analisa data ........................................................................ 57
Tingkat keabsahan data (Trustworthiness)..................................... 58
Pertimbangan etik........................................................................... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................... 63
Karakteristik demografi partisipan .............................................. 63
Pengalaman perawat memberikan perawatan terminal.............. 64
BAB V PEMBAHASAN .......................................................................... 77
Keterbatasan peneliti .................................................................... 85
Implikasi penelitian ...................................................................... 85
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 90
LAMPIRAN .............................................................................................. 94
A. Penjelasan Tentang Penelitian.................................................. 95
B. Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan .................................. 97
C. Kuesioner Data Demografi ...................................................... 98
D. Panduan Wawancara ................................................................ 99
E. Format Catatan Lapangan ........................................................ 100
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1. Diagram Sistem Adaptasi Manusia ................................................. 47
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema
1. Manusia sebagai sistem adaptif ....................................................... 46
2. Kerangka Konseptual ....................................................................... 49
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Data demografi ................................................................................ 64
2. Matriks tema.................................................................................... 77
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1. Instrumen Penelitian........................................................................ 95
2. Biodata Expert ................................................................................. 101
3. Izin Penelitian................................................................................... 104
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi terminal sering digunakan untuk menggambarkan pasien pada
kondisi hidup yang terbatas dimana kematian sulit untuk dihindari. Perawatan
penyakit terminal ditujukan untuk menutupi atau menyembunyikan keluhan
pasien, dan memberikan kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan tidak
mungkin disembuhkan (Muckaden, 2011).
Pasien terminal adalah pasien yang dalam keadaan menderita penyakit
dengan stadium lanjut yang penyakit utamanya tidak bisa diobati kembali dan
bersifat progresif (meningkat). Pengobatan yang diberikan hanya bersifat
menghilangkan gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup, dan pengobatan
penunjang lainnya. Pasien terminal yang menghadapi penyakit kronis
beranggapan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit, kecemasan, dan kegelisahan tidak akan berkumpul
lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya (Ali Yafie, 1996).
Pada kondisi terminal, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium terminal suatu penyakit tidak hanya pemenuhan
atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan. Respon klien dalam
Universitas Sumatera Utara
2
kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang
dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal
ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
(Smeltzer & Suzanne, 2014)
Pada kondisi terminal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, dan
nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien,
klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi
kematian. Perawat harus tanggap terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri. (Smeltzer & Suzanne, 2014)
Seseorang yang menghadapi kondisi terminal cenderung menjalani hidup
dengan merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai
kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian
itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman
nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan
perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau
sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal
yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang
lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Universitas Sumatera Utara
3
Kondisi terminal adalah kondisi yang sangat rumit seperti kerentanan
kehidupan fisik, emosional dan spiritual dan ketidakamanan pada akhir
kehidupan mereka. Kondisi terminal merupakan situasi yang tidak hanya
dibatasi pada kondisi kronik seperti gagal ginjal, kondisi onkologi, dan proses
penuaan. (Dong & Fu, 2014).
Pengobatan dan perawatan penyakit terminal adalah spesialisasi yang
diakui dan fokusnya meredakan gejala pada orang yang penyakitnya tidak dapat
disembuhkan (fase terminal). Intervensi (tindakan) yang mungkin diberikan untuk
meringankan penderitaan pasien meliputi tindakan bedah, kemoterapi, dan
monitoring gejala (WHO, 1990).
Perawatan penyakit terminal bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/ penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan rasa
sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI, 2007).
Masalah di akhir kehidupan sangat beragam mulai dari usaha
memperpanjang hidup pasien yang sekarat sampai teknologi eksperimental
canggih. Pengobatan paliatif dapat juga diberikan pada pasien segala usia, dari
anak-anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu
aspek dalam pengobatan paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol
rasa sakit. WHO menekankan bahwa dalam memberikan pelayanan paliatif
harus berpijak pada pola sebagai berikut: 1) meningkatkan kualitas hidup dan
menganggap kematian sebagai proses yang normal, 2) tidak mempercepat
atau menunda kematian, 3) menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang
menganggu, 4) menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual, 5)
Universitas Sumatera Utara
4
mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya, 6)
mengusahakan dan membantu mengatasi suasana duka cita pada keluarga
(Dzauzi et al., 2011).
Dalam memberikan perawatan penyakit terminal perawat sebagai
manusia biasa dapat mengalami perasaan emosional seperti kesedihan dan
kecemasan saat memberikan perawatan paliatif, sehingga cepat menimbulkan
kehilangan semangat (merasa gagal). Peningkatan kejadian ini terjadi saat di
rumah sakit. Tantangan dan hambatan kedepan bagi perawat profesional akan
muncul dalam memberikan perawatan paliatif pada pasien dan keluarga.
WHO (2011), menyatakan bahwa pada tahun 2011, lebih dari 29 juta orang
(29.063.194) meninggal dunia akibat penyakit terminal. Perkiraan jumlah orang
yang membutuhkan perawatan paliatif sebesar 20.4 juta orang. Proporsi terbesar
94% pada orang dewasa sedangkan 6% pada anak-anak. Apabila dilihat dari
penyebaran penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif adalah penyakit
jantung (38,5%) dan kanker (34%) kemudian diikuti oleh gangguan pernapasan
kronik (10,3%), HIV/AIDS (5,7%) dan diabetes (4,5%).
Berdasarkan penelitian tentang pengalaman pasien, keluarga dan
perawat di New York yang dilakukan oleh Cypress (2011) memunculkan
tema: 1) keluarga sebagai unit, 2) mamastikan perawatan fisik, 3) perawatan
fisiologi, 4) dukungan psikososial, dan 5) transformasi. Sementara penelitian
kualitatif yang dilakukan oleh Calvin et al. (2009) tentang pengalaman perawat
terhadap perawatan teminal dengan masalah kardiovaskular memunculkan tema:
1) kelelahan pemberian obat, 2) kehadiran dukungan keluarga, dan 3) mengetahui
wewenang dokter. Penelitian lain dengan desain penelitian kualitatif deskriptif
Universitas Sumatera Utara
5
memunculkan tema: 1) mengalami kesulitan, 2) diskusi pengambilan keputusan,
3) memberikan semangat kepada pasien, 4) dukungan keluarga, dan 5) dukungan
perawat.
Menghadapi pasien yang dalam kondisi antara hidup dan mati kadang
menimbulkan dilema. Meminta petimbangan keluarga pasien, seringkali tidak
menyelesaikan masalah justru menimbulkan masalah baru. Pasien yang menuju
akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang terfokus akan
kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat mengalami
gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif atau
memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah psikososial,
spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses kematian.
Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam melayani
anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan rasa
sedih dan kehilangan.
Dalam memberikan perawatan paliatif perawat sebagai manusia biasa
dapat mengalami perasaan emosional seperti kesedihan dan kecemasan saat
memberikan perawatan paliatif, sehingga cepat menimbulkan kehilangan
semangat (merasa gagal). Peningkatan kejadian ini terjadi saat di rumah sakit.
Tantangan dan hambatan kedepan bagi perawat profesional akan muncul
dalam memberikan perawatan paliatif pada pasien dan keluarga.
Perawat dalam memberikan perawatan paliatif menghadapi perasaan
emosional termasuk rasa sakit, stres dan kelelahan ketika merawat pasien
sekarat. Perawat perlu mengembangkan kompetensi dan keyakinan dalam
Universitas Sumatera Utara
6
memberika perawatan dan mengelola serta mampu mengatasi kesedihan
untuk keberhasilan perawatan pasien. (Rushton et al, 2006)
Penelitian Brunelli dan Mulligan (2004) menyatakan bahwa proses
kesedihan bagi perawat berbeda dengan kesedihan dengan anggota keluarga.
Ketika mengalami kesedihan perawat menemukan diri mereka dalam peran yang
saling bertentangan. Pada satu sisi mereka adalah orang-orang yang harus tetap
kuat dalam memberikan dukungan, pada sisi lain mereka juga terpengaruh oleh
hilangnya seseorang yang pernah berhubungan erat dengannya akibatnya perawat
mengadopsi mekanisme koping yang tidak efektif seperti menghindari diri dari
pengalaman yang dapat mengakibatkan perasaan emosional.
Penelitian Wright dan Hogan (2008) yang menyatakan pemimpin
perawatan mengenali bahwa perawat mengalami kesedihan ketika pasien mereka
meninggal dan banyak perawat yang minimal dalam menghadapi proses
kesedihan sementara penelitian Davies et al (2008) menyatakan bahwa hambatan
dalam memberikan perawatan terminal yaitu akses terbatas penyedia perawatan
terminal, ketidakpastian dalam prognosis dan hasil pengobatan dan kurangnya
komunikasi serta hambatan dari pemberi perawatan. Sejalan dengan penelitian di
atas banyak penelitian telah mencatat bahawa kurangnya pendidikan dan pelatihan
keterampilan adalah penghalang untuk perawatan terminal (Ogle et al., 2003).
Rumah sakit bertanggung jawab memfasilitasi perawat dalam memberikan
asuhan pada akhir kehidupan pasien seperti mempertimbangkan tempat asuhan
atau pelayanan yang diberikan, tipe pelayanan yang diberikan dan kelompok
pasien yang dilayani. Rumah sakit mengembangkan proses untuk mengelola
pelayanan akhir hidup seperti memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan
Universitas Sumatera Utara
7
asesmen dan dikelola secara tepat, memastikan bahwa pasien dengan penyakit
terminal dilayani dengan hormat dan respek, melakukan asesmen keadaan pasien
sesering mungkin sesuai kebutuhan untuk mengidentifikasi gejala-gejala,
merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-gejala,
mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.
Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus
sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya.
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
asuhan selama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang diberikan
rumah sakit termasuk pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan
keinginan pasien dan keluarga, menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi
dan donasi organ, menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi
budaya, mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan,
memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari pasien dan keluarganya.
Rumah sakit staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang unik pada
akhir hidupnya seperti dijelaskan dalam salah satu instrumen akreditasi rumah
sakit pada bagian Hak Pasien dan Keluarga (HPK) disebutkan bahwa rumah sakit
mengevaluasi mutu asuhan akhir kehidupan, berdasarkan evaluasi persepsi
keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan
Pelayanan perawatan terminal yang diberikan oleh perawat akan memiliki
kualitas yang baik apabila asuhan keperawatan yang diberikan dapat memenuhi
kebutuhan pasien. Pelayanan tersebut dapat dicapai dengan memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
8
pendidikan dan pelatihan yang dimiliki oleh perawat. Pendidikan dan pelatihan
tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi (Efendi & Makhfudli,
2015).
Persepsi terjadi dari cara berpikir seseorang dalam memahami informasi
yang didapat melalui stimulus panca indera. Proses yang terintegrasi tersebut
menyebabkan stimulus yang sama tetapi dapat menimbulkan persepsi yang
berbeda oleh masing-masing individu. Penelitian persepsi tenaga kesehatan
mengenai terminal kanker pernah dilakukan di Timur Tengah. Sebagian besar
mereka menganggap bahwa perawatan terminal merupakan hal penting yang
harus disembunyikan dari pasien agar dapat mengurangi tekanan psikologisnya.
Sehingga hal ini tidak sesuai dengan standar peraturan perundang-undangan dan
program pelatihan perawatan terminal (Khalil, 2012).
Penelitian lain tentang perawatan terminal juga pernah dilakukan di Inggris,
mereka mempersepsikan pelayanan keperawatan paliatif merupakan hal penting
untuk membantu pasien mencapai kematian yang damai. Mereka memberikan
pelayanan berstandar tinggi dengan pendekatan multidisiplin. Pelayanan tersebut
dapat tercapai dengan baik apabila ada hubungan terbuka antara pasien, keluarga
dan layanan lainnya (Austin, 2000).
Dampak positif yang ditimbulkan dari persepsi perawat mengenai perawatan
paliatif berupa terciptanya hubungan yang baik antara perawat-pasien,
meningkatkan keberanian perawat dalam merawat pasien paliatif, perawat
memiliki sikap yang baik, perawat mampu membuat pasien bertahan dengan
nyerinya, pasien memiliki upaya untuk bertahan, pasien tidak mencari kesalahan
perawat dan pasien memperoleh dukungan spiritual (Kendall, 2006).
Universitas Sumatera Utara
9
Berdasarkan uraian diatas pengalaman perawat dalam memberikan
perawatan penyakit terminal perlu digali sehingga dapat menjadi solusi bagi
perawat dan manajemen dalam memberikan pelayanan yang berpusat pada pasien.
Permasalahan
Pada pasien yang mengalami kondisi terminal harapan dan pengobatan serta
usaha memperpanjang harapan hidup menurun, kondisi ini membuat perawat dan
keluarga mengalami sedih, ketakutan, merasa bersalah dan merasa gagal sehingga
meningkatkan kecemasan. Pada tahap ini, perawat membutuhkan pendekatan
secara holistik dalam memberikan perawatan penyakit terminal pada pasien dan
keluarga meliputi kebutuhan fisik, emosi dan spiritual.
Perawat merupakan salah satu tim perawatan terminal yang harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan perawatan terminal yang
terbaik untuk pasien dan keluarga. Melihat berbagai fenomena diatas maka
peneliti tertarik untuk mengeksplorasi lebih dalam bagaimana pengalaman
perawat memberikan perawatan terminal di kota Medan dengan desain kualitatif
dengan menggunakan pendekatan fenomenologi.
Tujuan Penelitian
Mengeksplorasi pengalaman perawat dalam memberikan perawatan
penyakit terminal di Kota Medan.
Manfaat Penelitian
Bagi praktik keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
dalam rangka meningkatkan profesionalisme keperawatan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien terminal.
Universitas Sumatera Utara
10
Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai data dasar untuk selanjutnya
terutama untuk mengembangkan instrument penelitian untuk menilai pengalaman
perawat dalam memberikan perawatan penyakit terminal.
Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan dan sebagai
bahan bacaan serta sumber informasi tentang pengalaman perawat dalam
memberikan perawatan penyakit terminal.
Universitas Sumatera Utara
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Perawatan Terminal
Definisi
Perawatan terminal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
dukungan dan perawatan yang diberikan selama waktu mendekati kematian
dimana perawatan tersebut diberikan tanpa menunggu pasien mengalami
kegawatan nafas. Salah satu penyebab perawatan terminal adalah penyakit kronis
yang membutuhkan hari perawatan yang lama bahkan sampai dengan beberapa
bulan (Ichikyo, 2012). Sementara pengertian perawatan terminal menurut Noome,
Dijkstra, Leeuen dan Vloet 2015 menyatakan bahwa perawatan terminal adalah
sebagai perawatan dan dukungan pelayanan yang diberikan kepada pasien dan
keluarga dengan penyakit serius untuk mengambil keputusan dalam mengakhiri
pengobatan.
Kondisi terminal merupakan kondisi progrefis penyakit yang menuju kearah
kematian. Contohnya seperti penyakit jantung, dan kanker atau penyakit terminal
dimana harapan hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah menyerah
dan kondisi ini sudah mengarah kepada kematian (White, 2002).
Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya penyakit yang dideritanya. Perhatian ini tidak dibatasi pada pasien
secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu
metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan
mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan pada
pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, sosial, dan
Universitas Sumatera Utara
12
spiritual. Maka timbulah pelayanan perawatan terminal yang mencakup pelayanan
terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas sosial-medis, psikolog,
rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Pelawatan terminal menekankan bahwa pelayanan terminal berpijak pada
pola dasar berikut ini: 1) meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian
sebagai proses yang normal; 2) tidak mempercepat atau menunda kematian; 3)
menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu; 4) menjaga
keseimbangan psikologis dan spiritual; 5) berusaha agar penderita tetap aktif
sampai akhir hayatnya; dan 6) berusaha membantu mengatasi suasana dukacita
pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perawatan terminal
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan dukungan kepada
keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum
meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres
menghadapi penyakit yang dideritanya.
Penyakit terminal
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian
berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual
bagi individu (Carpenito, 2006). Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang
tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian
bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang.
Kondisi Terminal adalah Suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
Universitas Sumatera Utara
13
individu (Carpenito,2006). Pasien Terminal adalah pasien-pasien yang dirawat,
yang sudah jelas bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama
makin memburuk (Stevens et al., 1999).
Pendampingan dalam proses kematian adalah suatu pendampingan dalam
kehidupan, karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan. Manusia dilahirkan,
hidup beberapa tahun, dan akhirnya mati. Manusia akan menerima bahwa itu
adalah kehidupan, dan itu memang akan terjadi, kematian adalah akhir dari
kehidupan (Stevens et al., 1999).
Jenis-jenis penyakit terminal
Jenis-jenis penyakit terminal antra lain: 1) diabetes militus; 2) penyakit
kanker; 3) congestif renal failure; 4) stroke; 5) AIDS; dan 6) akibat kecelakaan
fatal.
Efek Fisik dan Psikhis Pasien Terminal
Pada kondisi terminal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, dan
nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien,
klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi
kematian. Perawat harus tanggap terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
Seseorang yang menghadapi kondisi terminal akan menjalani hidup yang
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri
Universitas Sumatera Utara
14
tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri
yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan
perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau
sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal
yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang
lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Fase-Fase menjelang kematian
Denial (fase penyangkalan/pengingkaran dan pengasingan diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak
dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya. Reaksi pertama setelah mendengar, bahwa penyakitnya diduga
tidak dapat disembuhkan lagi adalah, "tidak, ini tidak mungkin terjadi dengan
saya." Penyangkalan ini merupakan mekanisme pertahanan yang biasa ditemukan
pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita mengejutkan
tentang keadaan dirinya. Hampir tak ada orang yang percaya, bahwa kematiannya
sudah dekat, dan mekanisme ini ternyata memang menolong mereka untuk dapat
mengatasi shock khususnya kalau peyangkalan ini periodik.
Normalnya, pasien itu akan memasuki masa-masa pergumulan antara
menyangkal dan menerima kenyataan, sampai ia dapat benar-benar menerima
kenyataan, bahwa kematian memang harus ia hadapi.
Universitas Sumatera Utara
15
Anger (fase kemarahan)
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan terus menerus.
Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah dekat. Tetapi
kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan kemarahan.
"Mengapa ini terjadi dengan diriku?", "mengapa bukan mereka yang sudah tua,
yang memang hidupnya sudah tidak berguna lagi?" kemarahan ini seringkali
diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di
rumah sakit atau di rumah.Bahkan kadang-kadang ditujukan pada orang-orang
yang dikasihinya, dokter, pendeta, maupun Tuhan. Seringkali anggota keluarga
menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya mereka
tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien tidak masuk akal, meskipun normal,
sebagai ekspresi dari frustasi yang dialaminya.Sebenarnya yang dibutuhkan pasien
adalah pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang
tersinggung oleh karena kemarahannya.
Bargaining (fase tawar menawar)
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup
sedikit lebih lama lagi atau dikurangi penderitaannya.
Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi.Penderita
merasa putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.Sebagai orang
percaya memang mungkin dia mengerti adanya tempat dan keadaan yang jauh
lebih baik yang telah Tuhan sediakan di surga. Namun, meskipun demikian
perasaan putus asa masih akan dialami.
Universitas Sumatera Utara
16
Acceptance (fasemenerima)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang
ia alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat, sehingga mereka mulai
kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita
dan persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien-pasien seperti ini biasanya
membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh teman-teman dan
keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga pada saat-
saat terakhir justru menjadi sangat besar
Manifestasi klinik
Manifestasi klinik pada pasien tahap terminal, antara lain: 1) fisik: a)
gerakan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur dari ujung kaki dan
ujung jari, b) aktifitas dari gastri intestinal berkurang, c) reflek mulai menghilang,
d) kulit kebiruan dan pucat, e) denyut nadi tidak teratur dan lemah, f) nafas
berbunyi keras dan cepat mendengkur, g) penglihatan mulai kabur, h) pasien
kadang-kadang kelihatan rasa nyeri, dan i) pasien dapat tidak sadarkan diri; 2)
psikososial: a) respon kehilangan (rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah,
ketakutan. cemas diungkapkan dengan cara menggerakan otot rahang dan
kemudian mengendurkannya. rasa sedih diungkapkan dengan menangis), b)
hubungan dengan orang lain (kecemasan timbul akibat ketakutan akan
ketidakmampuan untuk berhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan).
Respon pasien menjelang kematian
Respon pasien dalam kondisi terminal sangat individual
tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang
Universitas Sumatera Utara
17
ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat
kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.Perawat harus memahami
apa yang dialami pasien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat
menyiapkan dukungan dan bantuan bagipasien sehingga pada saat-saat terakhir
dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai.
Menurut Doka (2013) respon terhadap penyakit yang mengancam
hidup dibagi kedalam empat fase: 1) fase prediagnostik: terjadi ketika diketahui
ada gejala atau faktor resiko penyakit, 2) fase akut: terpusat pada kondisi
krisis. Pasien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi
medis, interpersonal, maupun psikologis, 3) fase kronis: pasien bertempur dengan
penyakit dan pengobatannya, 4) fase terminal: dalam kondisi ini kematian bukan
lagi hanya kemungkinan tetapi pasti terjadi. Gambaran masalah yang dihadapi
oada kondisi terminal anntara lain: a) oksigenasi: respirasi irregular, cepat atau
lambat, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan
darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler, b) eliminasi: konstipasi,
medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat dan asupan
makanan juga mempengaruhi konstipasi, c) nutrisi dan cairan: asupan makanan
dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir
kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan,
dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun, d) suhu: ekstremitas dingin,
kedinginan menyebabkan harus memakai selimut, e) sensori: penglihatan menjadi
kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan
pada kornea, pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi
Universitas Sumatera Utara
18
menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun, f) nyeri: ambang nyeri
menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien harus selalu
didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyaman, g) kulit
dan morbilitas: seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering, h) psikologis:
pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain
yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri,
tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan,
kesenjangan komunikasi/ barrier komunikasi, i) perubahan social spiritual:
pasien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi
peredaan terhadap penderitaan
Pokok- pokok perawatan terminal: 1) Peningkatan kenyamanan:
kenyamanan bagi pasien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan
distress psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga
tentang tindakan penenangan bagi pasien sakit terminal. Kontrol nyeri penting
karena mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis.
Pemberian kenyamanan bagi pasien terminal juga mencakup pengendalian gejala
penyakit dan pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan
keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa
memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara
memberikan kenyamanan pada klien. 2) pemeliharaan kemandirian: tempat
perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif, pilihan lain
Universitas Sumatera Utara
19
adalah perawatan hospice yang memungkinkan perawatan komprehensif di
rumah. Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga
danpasien. Sebagian besar pasien terminal ingin mandiri dalam melakukan
aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti
mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat pasien. Perawat tidak
boleh memaksakan partisipasi pasien terutama jika ketidakmampuan secara fisik
membuat partisipasi tersebut menjadi sulit. Perawat bias memberikan dorongan
kepada keluarga untuk membiarkan pasien membuat keputusan. 3) pencegahan
kesepian dan isolasi: perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk
merespon secara efektif terhadap pasien menjelang ajal. Untuk mencegah
kesepian dan penyimpangan sensori, perawat meningkatkan kualitas lingkungan.
Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga,
teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus
diperbolehkan bersama pasien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat
memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien
menjelang ajal, terutama saat-saat terakhir hidupnya. 3) peningkatan ketenangan
spiritual: peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari
sekedar meminta rohaniawan. Ketika kematian mendekat, pasien sering mencari
ketenangan. Perawat dan keluarga dapat membantu pasien mengekspresikan nilai
dan keyakinannya. pasien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan
tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Pasien
mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari anggota
keluarga. Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual dengan
menggunakan keterampilan komunikasi, empati, berdoa dengan pasien, membaca
Universitas Sumatera Utara
20
kitab suci, atau mendengarkan musik. 4) dukungan untuk keluarga yang berduka:
anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian
dari orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang digunakan
pada pasien harus diberikan penjelasan, seperti alat bantu nafas atau pacu jantung.
Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien terminal harus dijelaskan
pada keluarga
Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan pasien penyakit terminal
yaitu:
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi respon psikologis pasien pada penyakit
terminal, sistem pendekatan bagi pasien. Ras Kerud telah mengklasifikasikan
pengkajian yang dilakukan yaitu: a) riwayat psikososial, b) banyaknya distress
yang dialami dan respon terhadap krisis, c) kemampuan koping, d) tingkat
perkembangan, dan e) adanya reaksi sedih dan kehilangan.
Faktor sosio cultural
Pasien mengekspresikan sesuai tahap perkembangan, pola kultur terhadap
kesehatan, penyakit dan kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal
maupun nonverbal.
Faktor presipitasi
Faktor presipitas antara lain: 1) prognosa akhir penyakit yang menyebabkan
kematian; 2) faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian; 3) support dari
keluarga dan orang terdekat; dan 4) hilangnya harga diri karena kebutuhan tidak
terpenuhi sehingga pasien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat
hidup
Universitas Sumatera Utara
21
Faktor perilaku
Faktor perilaku antara lain: 1) respon terhadap pasien; 2) respon terhadap
diagnose; dan 3) isolasi social.
Mekanisme koping
Denial
Denial adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik
yang berfungsi sebagai pelindung pasien untuk memahami penyakit secara
bertahap adalah: 1) tahap awal (initial Stage) tahap menghadapi ancaman terhadap
kehilangan ―saya harus meninggal karena penyakit ini‖; 2) tahap kronik (kronik
stage) persetujuan dengan proses penyakit ―aku menyadari dengan sakit akan
meninggal tetapi tidak sekarang‖ terjadi secara mendadak dan timbul perlahan-
lahan; 3) tahap akhir (finansial stage) menerima kehilangaan ―saya akan
meninggal‖ kedamaian dalam kematian sesuai kepercayaan.
Regresi
Mekanisme pasien untuk menerima ketergantungan fungsi perannya
Kompensasi
Suatu tindakan dimana pasien tidak mampu mengatasi keterbatasan karena
penyakit yang dialami.
Belum menyadari (clossed awereness)
Pasien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian tidak
mengerti mengapa pasien sakit.
Tujuan perawatan pada pasien terminal
Universitas Sumatera Utara
22
Tujuan perawatan pada pasien terminal antara lain: 1) membantu pasien
untuk hidup lebih nyaman dan sepenuhnya sampai meninggal; 2) membantu
keluarga memberi support pada pasien; dan 3) membantu pasien dan keluarga
untuk menerima perhatian.
Konsep bimbingan pada pasien terminal
Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus
dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan. Pokok –
pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan pasien
terminal terdiri dari :
Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan
distress psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga
tentang tindakan penenangan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama
penting karena mengganggu tidur, nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis.
Ketakutan terhadap nyeri umum terjadi pada klien kanker. Pemberian
kenyamanan bagi klien terminal juga mencakup pengendalian gejala penyakit dan
pemberian terapi. Klien mungkin akan bergantung pada perawat dan keluarganya
untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga perawat bisa memberikan
bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang bagaimana cara memberikan
kenyamanan pada klien.
Pemeliharan kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan
intensif, yang memungkinkan perawatan komprehensif di rumah. Perawat harus
memberikan informasi tentang pilihan ini kepada keluarga dank lien. Sebagian
Universitas Sumatera Utara
23
besar klien terminal ingin mandiri dalam melakukan aktivitasnya. Mengizinkan
pasien untuk melakukan tugas sederhana seperti mandi, makan, membaca, akan
meningkatkan martabat klien. Perawat tidak boleh memaksakan partisipasi klien
terutama jika ketidakmampuan secara fisik membuat partisipasi tersebut menjadi
sulit. Perawat bisa memberikan dorongan kepada keluarga untuk membiarkan
klien membuat keputusan.
Pencegahan kesepian dan isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara
efektif terhadap klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan
penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk meningkatkan kualitas
lingkungan. Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota
keluarga, teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus
diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat
memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien
menjelang ajal, terutama saat-saat terkhir hidupnya.
Peningkatan ketenangan spiritual
Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar
meminta rohaniawan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari
ketenangan. Perawat dan keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai
dan keyakinannya. Klien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan
tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian. Klien
mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari anggota
keluarga. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapn dan cinta, cinta dapat
diekspresikan dengan baik melalui perawatan yang tulus dan penuh simpati dari
Universitas Sumatera Utara
24
perawat dan keluarga. Perawat dan keluarga memberikan ketenangan spiritual
dengan menggunakan ketrampilan komunikasi, empati, berdoa dengan klien,
membaca kitab suci, atau mendengarkan musik.
Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan
kematian dari orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang
digunakan pada klien harus diberikan penjelasan, seperti alat bantu nafas atau
pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien terminal harus
dijelaskan padakeluarga.
Komunikasi terapeutik pada klien dengan penyakit kronis atau
penyakit terminal
Seseorang dengan penyakit kronis atau dengan penyakit terminal akan
mengalami rasa berduka dan kehilangan. Seorang perawat harus mampu
memahami hal tersebut. Komunikasi dengan klien penyakit terminal dan kronis
merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengethauan
tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang proses berduka
dan kehilangan. Sehingga pada saat berkomunikasi perawat menggunakan konsep
komunikasi terapeutik.
Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan
timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat
menggunakan komunikasi terapetik. Membangun hubungan saling percaya dan
caring dengan klien dan keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik
membentuk dasar bagi intervensi pelayanan paliatif (Potter & Perry, 2010).
Universitas Sumatera Utara
25
Dalam berkomunikasi, perawat hendaknya menggunakan komunikasi
terbuka dan jujur dan menunjukkan rasa empati. Perawat juga harus bisa menjadi
pendengar yang baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon verbal dan
nonverbal klien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan
menghindari topik pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk
berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon
berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat
komunikasi menjadi sulit. Jika klien memilih untuk tidak mendiskusikan
penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan menyampaikan bahwa klien
bisa kapan saja mengungkapkannya.
Beberapa klien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan pribadi atau
budaya, dan klien lain ragu-ragu untuk mengungkapkan emosi mereka karena
orang lain akan meninggalkan mereka (Potter & Perry, 2010). Memberi
kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat
hubungan terapeutik dengan klien berkembang. Terkadang klien perlu mengatasi
berduka mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika
klien ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang
tepat.
Komunikasi dengan pasien terminal sesuai dengan tahapan berduka
Denial
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi: 1) listening
(dengarkan apa yang diungkapkan pasien); 2) silent (mengkomunikasikan minat
perawat pada pasien secara non verbal); 3) broad opening (mengkomunikasikan
topik/pikiran yang sedang dipikirkan pasien).
Universitas Sumatera Utara
26
Angger
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tekhnik komunikasi listening:
perawat berusaha dengan sabar mendengar apapun yang dikatakan pasien dengan
cara bargaining: a) focusing, b) bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang
penting, c) sharing perception, dan d) menyampaikan pengertian perawat dan
mempunyai kemampuan untuk meluruskan kerancuan.
Acceptance
Pada tahap ini kita dapat menggunkan dengan cara: 1) Informing
(membantu dalam memberikan penkes tentang aspek yang sesuai dengan
kesejahteraan atau kemandirian pasien); 2) broad opening (komunikasikan
kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-harapannya); 3)
focusing (membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan
menjaga agar tujuan komunikasi tercapai).
Persiapan pasien
Fase denial
Fase deniel terdiri dari: 1) beri keamanan emosional yaitu dengan
memberikan sentuhan dan ciptakan suasana tenang; dan 2) menganjurkan pasien
untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar dari situasi sesungguhnya.
Fase anger
Fase anger meliputi: 1) membiarkan pasien untuk mengekspresikan
keinginan, menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka; dan 2)
beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
Universitas Sumatera Utara
27
Fase bargaining
Fase bargainning antara lian: 1) ajarkan pasien agar dapat membuat
keputusan dalam hidupnya yang bermakna; dan 2) dengarkan pasien pada saat
bercerita tentang hidupnya.
Fase depresi
Fase depresi antara lain: 1) perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian
dan tetap realitas; dan 2) kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada
asal pengertian harusnya diklarifikasi.
Fase acceptance
Fase acceptance antara lain: 1) bina hubungan saling percaya; dan 2)
pertahankan hubungan pasien dengan orang-orang terdekat.
Intervensi dengan keluarga
Intervensi dengan keluarga yang dilakukan pada pasien dengan penyakit
terminal antara lain: 1) bantu keluarga untuk mengenal koping pasien dalam
melewati fase ini; 2) bantu keluarga dalam melewati proses kematian, resolusi
yang dapat dilakukan setelah kematian; dan 3) fokus aspek sosial.
Asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit terminal
Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan
holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada
penyakit dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek
psikososial lainnya. Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji
Universitas Sumatera Utara
28
data psikososial pada klien terminal yaitu dengan menggunakan metode
―PERSON‖.
Personal Strenghat yaitu kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya
hidup, kegiatannya atau pekerjaan contoh yang positif: bekerja ditempat yang
menyenangkan bertanggung jawab penuh dan nyaman dan bekerja dengan siapa
saja dalam kegiatan sehari-hari. Contoh yang negative seperti kecewa dalam
pengalaman hidup, bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Emotional Reaction yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.
Contoh yang positif seperti binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan
sedangkan contoh yang negative seperti tidak berespon (menarik diri). Respon to
Stress yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu. Contoh yang
positif seperti memahami masalah secara langsung dan mencari informasi,
menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan olah raga.
Sedangkan contoh yang negative seperti menyangkal masalah dan pemakaian
alkohol. Support System yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti. contoh yang
positif mencari dukungan keluarga, aktif di lembaga masyarakat sedangkan
contoh yang negatif seperti tidak mempunyai dukungan keluarga.
Optimum Health Goal yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
Contoh yang positif: menjadi orang tua, melihat hidup sebagai pengalaman positif
sedangkan contoh yang negative seperti memandang hidup sebagai masalah yang
terkuat dan berfikiran tidak mungkin mendapatkan yang terbaik. Nexsus yaitu:
bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau
mempunyai gejala yang serius.Contoh yang positif seperti melibatkan diri dalam
Universitas Sumatera Utara
29
perawatan dan pengobatan sedangkan coontoh yang negative seperti tidak
berusaha melibatkan diri dalam perawatan serta menunda keputusan.\
Pengkajian yang perlu diperhatikan pasien dengan penyakit terminal
menggunakan pendekatan meliputi.
Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit
terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan
pengkajian yang dilakukan yaitu: riwayat psikosisial, termasuk hubungan-
hubungan interpersonal, penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya,
banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis, kemampuan koping,
sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan support
tambahan, ingkat perkembangan, fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan
post pengobatan, identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi
hidup, adanya reaksi sedih dan kehilangan, pengetahuan klien tentang penyakit,
pengalaman masa lalu dengan penyakit, persepsi dan wawasan hidup respon klien
terhadap penyakit terminal, persepsi terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan,
tersedianya fasilitas kesehatan dan beratnya perjalanan penyakit dan kapasitas
individu untuk membuat psikosial kembali dalam penderitaan.
Fokus sosiokultural
Pasien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur
atau latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan
kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu: prognosa akhir
penyakit yang menyebabkan kematian, faktor transisi dari arti kehidupan menuju
Universitas Sumatera Utara
30
kematian support dari keluarga dan orang terdekat, hilangnya harga diri, karena
kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien menarik diri, cepat tersinggung dan
tidak ada semangat hidup. Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat
merupakan faktor predisposisi, diantaranya penyakit kanker, enyakit akibat infeksi
yang parah/ kronis, Congestif Renal Failure (CRF), stroke multiple sklerosis,
akibat kecelakaan yang fatal
Faktor perilaku
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis
dan keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara
langsung dapat menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.
Respon terhadap diagnose
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock
atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien dapat
berupa emosi kesedihan dan kemarahan.
Isolasi sosial
Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien
kehilangan kontak dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti bagaimana
pendapat orang terhadap dirinya.
Mekanis koping
Denial
Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang
berfungsi pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan
tersebut adalah: tahap awal (initial stage) yaitu tahap menghadapi ancaman
terhadap kehilangan ―saya harus meninggal karena penyakit ini‖, tahap kronik
Universitas Sumatera Utara
31
(kronik stage). Persetujuan dengan proses penyakit ―aku menyadari dengan sakit
akan meninggal tetapi tidak sekarang‖ dan tahap akhir (finansial stage) yaitu
menerima kehilangan ―saya akan meninggal‖ kedamaian dalam kematiannya
sesuai dengan kepercayaan.
Regresi
Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi perannya.
Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit klien dalam
masa penyembuhan.
Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya
karena penyakit yang dialami.
Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji
saat pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:
Belum menyadari (closed awereness)
Yaitu klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian,
tidak mengerti mengapa klien sakit, dan mereka yakin klien akan sembuh.
Berpura-pura (mutual pralensa)
Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lainnya tahu prognosa
penyakit terminal.
Menyadari (open awereness)
Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui klien akan adanya kematian
dan merasa tenang mendiskusikan adanya kematian.
Diagnosa Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
32
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien penyakit terminal antara
lain: 1) anxietas/ cemas berhubungan dengan antisipasi kehilangan, konflik yang
tidak terselesaikan, rasa takut, 2) isolasi diri berhubungan dengan perasaan tidak
berharga, perasaan meninggalkan aktivitasnya, menarik diri, 3) perubahan rasa
nyaman berhubungan dengan nyeri fisiologi atau emosional, 4) depresi
berhubungan dengan keadan fisik yang bertambah peran dan kunjungan keluarga
yang tidak teratur, 5) gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan status mental, denial, kehilangan kepercayaan (trust), depresi, riwayat
keterampilan komunikasi verbal, 6) menarik diri/ isolasi diri berhubungan dengan
ketidakmampuan mengekpresikan perasaannya, 7) tidak efektifnya koping
individu berhubungan dengan rasa bersalah, rasa takut, gangguan mood, gangguan
mengambil keputusan, 8) Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan
rasa takut, 9) ketidakmampuan mengekpresikan perasaannya berhubungan dengan
denial, aspek fisik perawatan klien, 10) perubahan proses keluarga berhubungan
dengan perubahan peran, kehilangan anggota keluarga, stress financial, 11) takut
(kematian atau ketidak tahuan) berhubungan dengan hilang control, tidak
memprediksi masa depan, 12) antisipasi berduka berhubungan dengan antisipasi
kehilangan, rasa takut, perubahan self image, 13) disfungsi berduka berhubungan
dengan kehilangan rasa bersalah, marah, konflik yang tidak terselesaikan, 14)
putus harapan berhubungan dengan melihat harapan hidup, perubahan fisik dan
mental, hilang control, merasa hidup sendiri, 15) Gangguan peran b.d. perubahan
fungsi, 16) Potensial self care defisit berhubungan dengan ilangnya fungsi mental,
meningkatnya ketergantungan pada orang lain tentang perawatan, 17) gangguan
self konsep berhubungan dengan kehilangan fungsi fisik/ mental, meningkatnya
Universitas Sumatera Utara
33
ketergantungan pada orang lain tentang perawatan, 18) dystress spiritual
berhubungan dengan rasa salah yang tak terselesaikan, marah yang tidak
terselesaikan, perasaan putus harapan dan putus pertolongan, ketidakmampuan
untuk memaafkan diri dari orang lain
Perencanaan Keperawatan
Tujuan perawatan pada pasien terminal adalah membantu klien untuk hidup
lebih nyaman dan sepenuhnya sampai meninggal, membantu keluarga memberi
support pada pasien, membantu klien dan keluarga untuk menerima perhatian.
Kriteria hasil dan manajemen efektif adalah koping yang efektif, pasien dan
keluarga yang tidak mengetahui kematian, ditandai dengan: Percakapan antara
keluarga dan klien tentang hari terakhir dan jam terakhir yang disukai, percakapan
antara klien dan keluarga tentang kepercayaan spiritual dan tentang adanya
kematian dan interaksi antara klien dan keluarga yang berhubungan dengan arti
kehidupan dan ketakutan yang berhubungan dengan kematian.
Proses pemisahan yang berguna bagi klien dan keluarga, ditandai dengan
klien memberi kenang-kenangan pada anggota keluarga, klien mengucapkan
selamat tinggal pada tiap-tiap anggota keluarga, perubahan ekspresi verbal tentang
cinta antara kelurga dan klien, klien membuang semua harapannya, diskusi antara
klien dan pasangannya tentang bagaimana mengelakan kematian pada anaknya
dan bagaimana anak berpartisipasi dalam upacara pemakaman, tidak ada ekpresi
dystress berhubungan dengan nyeri, komunikasi dengan pengunjung meskipun
klien menjadi pendengar, berusaha memberikan perhatian dan sedikit komentar,
menonton TV atau membaca sendiri.
Universitas Sumatera Utara
34
Intervensi keperawatan
Komunikasi
Pada tahap denial gunakan teknik komunikasi listening (dengarkan apa yang
diungkapkan klien ), pertahankan kontak mata, observasi komunikasi non verbal.
Tahap Angger, pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi
listening seperti perawat berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang
dikatakan klien lalu diklarifikasikan. Tahap bargaining yang dapat dilakukan
perawat adalah membantu klien mengembangkan topik atau hal yang penting,
menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai untuk kemampuan
meluruskan kerancuan. Pada tahap acceptance perawat dapat membantu dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai dengan
kesejahteraan dan kemandirian klien seperti melaksanakan kegiatan sesuaai
dengan kemampuan, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, menggunakan unakan
waktu luang dengan aktivitas bermanfaat dan pemikiran positif menyampaikan
pada klien tentang apa yang dipikirkan dan harapan-harapannya. Selanjutnya
dalah tahap focusing pada tahap ini perawat dapat membantu klien mendiskusikan
hal yang menjadi topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai.
Persiapan klien
Fase denial beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan
dan ciptakan suasana tenang, Konfirmasikan rasa takut terhadap sesuatu yang
tidak diketahuinya dengan menanyakan kepada klien apa yang dipersepsikannya
tentang kehidupan setelah mati.
Universitas Sumatera Utara
35
Intervensi dengan keluarga
Bantu klien untuk mengerti tentang pentingnya komunikasi diantara klien
dan keluarga, berikan support yang bermutu yang didapatkan dengan cara berbagi
pengalaman dan perasaan, bantu keluarga untuk mengenal koping klien dalam
melewati fase ini, beri keyakinan yang realistik bahwa hubungan yang terbuka
dan jujur adalah hal penting bagi klien dalam melewati fase ini, bantu keluarga
dalam melewati proses kematian, resolusi yang dapat dilakukan setelah kematian.
Intervensi untuk pemberi asuhan
Adakan pertemuan untuk mengemukakan atau mengekpresikan perasaan
pemberi asuhan tentang kematian yang sudah dekat (study mengidentifikasikan
staf yang merawat klien dengan penyakit terminal lebih suka menjauh atau tidak
sering berada dekat dengan klien), pertemuan tim atau penulisan laporan tentukan
apa yang telah dikatakan kien bagi pengetahuan dengan lainnya yang akan
berinteraksi dengan klien.
Evaluasi
Asuhan keperawatan dapat dievaluasi melalui apakah klien ―terminal‖
ditinggal sendirian lebih dari klien yang ―non terminal‖ ketika anggota staf merasa
tidak nyaman disekitar klien ―drying‖ maka mereka tidak dapat memberikan
perawatan yang baik pada mereka. Sehingga klien lebih senang ditinggal
sendirian. Evaluasi tingkat kenyamanan klien baik fisik, emosi dan spiritual dapat
memberikan/menjadikan bukti bahwa perawatan yang efektif meskipun klien
mme gaya/pola mereka sendiri.
Universitas Sumatera Utara
36
Evaluasi perawat dapat menjadi pendengar yang baik, mengkaji pertanyaan
untuk menentukan iterest (rasa tertarik), kebutuhan-kebutuhan dan tugas-tugas
klien serta anggota keluarga, berkomunikasi secara teratur dengan anggota
keluarga klien, bertindak sebagai penengah antara dokter, klien dan keluarga,
menjamin kenyamanan fisik dan emosi, mensupport spiritual keluarga,
menemukan cara untuk membuat masa-masa terakhir klien menjadi sangat
berguna, merawat klien dengan penuh respek dan menjaga martabatnya,
membantu klien mengontrol dirinya semaksimal mungkin, tidak memberikan
informasi (rahasia) sebanyak mungkin kecuali bagi klien yang siap
mendengarnya, membimbing klien dalam pendekatannya menerima kematian,
mengembangkan dan menggunakan support bagi dirinya untuk tetap empati
terhadap kien dying, berbagi kenyamanan dengan menggunakan humor-humor
natural, menemukan keunikan setiap klien.
Evaluasi pada pasien klien dapat mempertahankan kontrol nyeri,
berinteraksi dengan keluarga, teman-teman dan staf perawatan, berdiskusi dan
mengekpresikan rasa takutnya, mempersiapkan dirinya terhadap kematian,
melakukan aktivitas yang dirasakan sangat bermanfaat bagi dirinya,
mengekpresikan perasaan-perasaaannya dengan cara yang tepat, mengembangkan
dan menggunakan support spiritualnya, mengembangkan dan menggunakan
support sosialnya, menjawab pertanyaan dokter,m enemukan cara untuk
mengekpresikan keunikan pribadinya dalam menghadapi kematian atau ―lifing
dying‖.
Setelah kepulanganya dari rumah sakit, klien dan keluarga dapat dirujuk
untuk follow-up dan support melalui organisasi-organisasi seperti: hospice,
Universitas Sumatera Utara
37
konselor pribadi, kelompok support masyarakat dan kunjungan organisasi
perawat. Dengan adanya tahap-tahap seperti diatas maka perawat harus dapat
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan masa-masa yang klien alami/
hadapi. Pendekatan psikososial sangat penting untuk diterapkan dalam
menghadapi klien terminal dengan mengikutsertakan faktor fisik, psikis, sosial,
spiritual serta budaya klien.
Meskipun setiap penderita memiliki keunikan sendiri yang berakar pada
jenis kelamin, pengalaman hidup, umur, fase hidup, sumber-sumber kekuatan dan
dukungan lainnya, kepercayaan, budaya dan sebagainya. Semua petugas
kesehatan yang merawat/ mendampingi penderita harus mampu menanggani
berbagai masalah umum yang utama.
Konsep Fenomenologi
Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata Fenomena dan
logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani ―phainesthai‖ yang berarti
menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya
sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena
bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan
sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan.
Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu
―menunjuk ke luar‖ atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua,
fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam
kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih
dahulu melihat ―penyaringan‖ (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang
murni (Moeryadi, 2009). Donny (2005) menuliskan fenomenologi adalah ilmu
Universitas Sumatera Utara
38
tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai
korelasi dengan kesadaran.
Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk
menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran
untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan
yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan
apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya
digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.
Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan
seksama pada kesadaran pengalaman manusia. Konsep utama dalam
fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari
pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial
dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith et al,
2009).
Prinsip-prinsip penelitian fenomenologis ini pertama kali diperkenalkan
oleh Husserl. Husserl mengenalkan cara mengekspos makna dengan
mengeksplisitkan struktur pengalaman yang masih implisit. Konsep lain
fenomenologis yaitu Intensionalitas dan Intersubyektifitas, dan juga mengenal
istilah Phenomenologic Hermeneutic yang diperkenalkan oleh Heidegger. Setiap
hari manusia sibuk dengan aktifitas dan aktifitas itu penuh dengan pengalaman.
Esensi dari pengalaman dibangun oleh dua asumsi (Smith, et al 2009).
Pertama, setiap pengalaman manusia sebenarnya adalah satu ekspresi dari
kesadaran. Seseorang mengalami sesuatu. Ia sadar akan pengalamannya sendiri
yang memang bersifat subyektif. Kedua, setiap bentuk kesadaran selalu
Universitas Sumatera Utara
39
merupakan kesadaran akan sesuatu. Ketika melihat mobil melewati kita, kita
berpikir siapa yang mengemudikannya, mengharapkan memiliki mobil seperti itu,
kemudian menginginkan pergi dengan mobil itu. Sama kuatnya antara ingin
bepergian dengan mobil seperti itu, ketika itu pula tidak dapat melakukannya. Itu
semua adalah aktifitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sebuah sikap
yang natural. Kesadaran diri merefleksikan pada sesuatu yang dilihat, dipikirkan,
diingat dan diharapkan, inilah yang disebut dengan menjadi fenomenologi.
Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami dalam kesadaran
individu, yang disebut sebagai intensionalitas. Intensionalitas (intentionality),
menggambarkan hubungan antara proses yang terjadi dalam kesadaran dengan
obyek yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam term fenomenologi,
pengalaman atau kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat adalah melihat
sesuatu, mengingat adalah mengingat sesuatu, menilai adalah menilai sesuatu.
Sesuatu itu adalah obyek dari kesadaran yang telah distimulasi oleh persepsi dari
sebuah obyek yang ―real‖ atau melalui tindakan mengingat atau daya cipta (Smith
et al, 2009).
Intensionalitas tidak hanya terkait dengan tujuan dari tindakan manusia,
tetapi juga merupakan karakter dasar dari pikiran itu sendiri. Pikiran tidak pernah
pikiran itu sendiri, melainkan selalu merupakan pikiran atas sesuatu. Pikiran
selalu memiliki obyek. Hal yang sama berlaku untuk kesadaran. Intensionalitas
adalah keterarahan kesadaran (directedness of consciousness). Dan intensionalitas
juga merupakan keterarahan tindakan, yakni tindakan yang bertujuan pada satu
obyek.
Universitas Sumatera Utara
40
Smith, et al (2009) menuliskan bahwa menurut Heidegger pandangan lain
dalam konsep fenomenologi adalah mengenai person (orang) yang selalu tidak
dapat dihapuskan dari dalam konteks dunianya (person-in-context) dan
intersubyektifitas. Keduanya juga merupakan central dalam fenomenologi.
Intersubyektifitas berhubungan dengan peranan berbagi (shared), tumpang tindih
(overlapping) dan hubungan alamiah dari tindakan di dalam alam semesta.
Polit dan Beck (2012) menyatakan bahwa terdapat dua jenis penelitian
fenomenologi yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif.
Descriptive phenomenology
Fenomenologi deskriptif dikembangkan oleh Husserl pada tahun 1962. Jenis
penelitian ini menekankan pada deskripsi pengalaman yang dialami oleh manusia
berdasarkan apa yang didengar, dilihat, diyakini, dirasakan, diingat, dievaluasi,
dilakukan, dan seterusnya. Fokus utama fenomenologi deskriptif adalah
‗knowing’. Penelitian ini memiliki empat langkah, yaitu bracketing, intuiting,
analyzing, dan describing.
Bracketing merupakan proses mengidentifikasi dan membebaskan diri dari
teori-teori yang diketahuinya serta menghindari perkiraan-perkiraan dalam upaya
memperoleh data yang murni. Intuting merupakan langkah kedua dimana peneliti
tetap terbuka terhadap makna yang dikaitkan dengan fenomena yang dialami oleh
partisipan. Analyzing merupakan proses analisa data yang dilakukan melalui
beberapa fase seperti; mencari pernyataan-pernyataan signifikan kemudian
mengkategorikan dan menemukan makna esensial dari fenomena yang dialami.
Describing merupakan tahap terakhir dalam fenomenologi deskriptif. Langkah ini
peneliti membuat narasi yang luas dan mendalam tentang fenomena yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
41
Fenomenologist dalam proses analisis data untuk fenomenologi deskriptif
adalah Collaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga
fenomenologis tersebut berpedoman pada Filosofi Husserl yang mana fokus
utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena.
Interpretive phenomenology
Interpretive Phenomenology dikembangkan oleh Heidegger pada tahun
1962. Filosofi yang dianut oleh Heidegger berbeda dengan Husserl. Inti
filosofinya ditekankan pada pemahaman dan interpretif (penafsiran), tidak sekedar
deskripsi pengalaman manusia. Pengalaman hidup manusia merupakan suatu
proses interpretif dan pemahaman yang merupakan ciri dasar keberadaan manusia.
Penelitian interpretif bertujuan untuk menemukan pemahaman dari makna
pengalaman hidup dengan cara masuk ke dalam dunia partisipan. Pemahaman
yang dimaksud adalah pemahaman setiap bagian dan bagian-bagian secara
keseluruhan.
Van Manen adalah ahli fenomonelogi interpretif yang berpedoman pada
filosofi Heiddegrian. Metode analisis datanya menggunakan kombinasi
karakteristik pendekatan fenomenologi deskriptif dan interpretif (Polit & Beck,
2012). Van Manen (2006) dalam Polit dan Beck (2012) menekankan bahwa
pendekatan metode fenomenologi tidak terpisahkan dari praktik menulis.
Penulisan hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya aktif untuk memahami
dan mengenali makna hidup dari fenomena yang diteliti yang dituangkan dalam
bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh peneliti harus dapat
mengarahkan pemahaman pembaca dalam memahami fenomena tersebut. Van
Manen juga mengatakan identifikasi tema dari deskripsi partisipan tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
42
diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga dapat diperoleh
dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang
dapat menyediakan wawasan bagi peneliti dalam melakukan interpretasi dan
pencarian makna dari suatu fenomena.
Penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan
integritas dalam proses penelitiannya. Oleh karena itu, perlu diperiksa bagaimana
tingkat keabsahan data pada penelitian kualitatif termasuk fenomenologi. Tingkat
keabsahan data dikenal dengan istilah Thusthworthiness of Data.
Menurut Lincoln dan Guba (1985) bahwa untuk memperoleh hasil
penelitian yang dapat dipercaya dan mempertahankan kepadatan data (rigor)
maka data divalidasi dengan 4 kriteria yaitu: derajat kepercayaan (credibilty),
keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian
(confirmability). Keabsahan data penelitian kualitatif ini dapat dicapai sejak
melakukan penelitian, pengkodingan atau analisis data, dan presentasi hasil
temuan.
Credibility berarti keyakinan pada kebenaran dan interpretasi data. Lincoln
dan Guba (1985) menyatakan bahwa kredibiltas suatu penelitian dapat dicapai
sejak proses penelitian dilakukan melalui beberapa teknik seperti prolonged
engagement; catatan lapangan yang komprehensif (comprehensive field note);
hasil rekaman dan transkrip (audotaping dan verbatim transcription); triangulasi
data atau metode,; saturasi data; dan member checking. Kredibilitas pada saat
proses pengkodingan atau analisis data dapat dilakukan dengan teknik transkripsi
yang rigor, adanya pengembangan buku kode (intercoder book); triangulasi dari
peneliti lain, teori, analisis; peer review/debriefing. Sedangkan pada saat
Universitas Sumatera Utara
43
presentasi hasil temuan, kredibilitas dapat dicapai melalui teknik dokumentasi dari
peneliti, dokumentasi refleksi.
Dependability berarti stabilitas atau reliabilitas dari data yang diperoleh dari
waktu ke waktu (Lincoln & Guba, 1985). Dependability sangat bergantung pada
credibility karena apabila dilakukan pengulangan penelitian dengan partisipan dan
konteks yang sama, akan mempunyai hasil yang sama dengan syarat data yang
diperoleh kredibel. Dependability dapat dilakukan selama proses penelitian
melalui teknik dokumentasi yang baik (careful documentation) dan triangulasi
data atau metode. Sedangkan pada saat proses pengkodingan atau analisis data,
dependability dilakukan audit (inquiry audit).
Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa Transferability berarti
bagaimana suatu penelitian dapat dilakukan di tempat lain. Seorang peneliti harus
dapat menyediakan deskripsi data yang baik pada laporan penelitiannya sehingga
pengguna lainnya dapat mengevaluasi data kedalam konteks yang lain. Saat
proses penelitian, transferability dapat dicapai melalui catatan lapangan yang
komprehensif dan saturasi data. Sedangkan pada saat presentasi hasil temuan
dapat dicapai melalui thick description dan upaya peningkatan kualitas
dokumentasi.
Confirmability yang dinyatakan Lincoln dan Guba (1985) mempunyai
objektivitas, yang mana adanya kesamaan tentang akurasi data, relevansi, atau
makna yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Kriteria ini dilaksanakan dengan
menetapkan bahwa data mewakili informasi yang diberikan partisipan, saat proses
penelitian, confirmability dapat dilakukan dengan strategi pendokumentasian yang
cukup baik (careful documentation). Confirmability juga dapat dilakukan selama
Universitas Sumatera Utara
44
proses pengkodingan atau analisis data, yaitu dengan cara mengembangan suatu
kode (codebook), triangulasi (investigator, teori, dan analisis, peer review, dan
inquiry audit.
Konsep Teori
Kerangka teori untuk penelitian ini adalah Roy Adaptasi Model (RAM). Ini
adalah teori yang sistematis yang menggambarkan interaksi antara individu dan
lingkukngan untuk mencapai adaptasi. RAM mendefenisikan adaptasi sebagai
―proses dan hasil dimana fikiran dan perasaan individu menggunakan kesadaran
dan pilihan untuk membuat manusia dan integrasi lingkungan‖. Individu tersebut
digambarkan holistic, sebagai sistem adaftive yang merupakan‖ keseluruhan
bagian yang berfungsi sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan‖ (Roy &
Andrews,1999, dalam Tomey & Alligood, 2006)
Manusia secara terus menerus mendapat pengalaman dari lingkungannnya,
sehingga pada akhirnya sebuah respon terbentuk dan terjadi adaptasi. Respon
adaptasi berupa adaptif dan maladaptive. Respon adaptif meningkatkan integrasi
dan menolong manusia untuk mencapai tujuan-tujuan dari adaptasi yaitu
kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi, keahlian dan perubahan sedangkan
respin maladaptive gagal mencapai tujuan adaptif.
Menurut Roy, lingkungan adalah kondisi, keadaan yang mempengaruhi
perkembangan dan perilaku individu atau kelompok dengan beberapa
pertimbangan saling menguntungkan individu dan sumber daya alam. Dalam hal
ini, perubahan lingkungan dapat menstimulasi individu untuk berespon adaptif.
Lingkungan adalah input bagi individu sebagai system adaptif yang melibatkan
antara faktor internal dan eksternal, faktor- faktor ini mungkin memiliki pengaruh
Universitas Sumatera Utara
45
sedikit atau banyak, negatif atau positif. Namun tuntutan perubahan lingkungan
meningkatkan energi untuk beradaptasi dengan situasi. Faktor lingkungan yang
memiliki efek terhadap individu dikategorikan menjadi stimuli fokal, kontekstual,
dan residual. a) Stimuli fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
individu dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap individu. b) stimuli
kontekstual yaitu stimulus yang dialami individu baik internal maupun eksternal
yang dapat mempengaruhi situasi. Rangsangan ini muncul secara bersamaan
dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal (presifitasi). c)
Stimuli residual yaitu stimulus yang merupakan ciri tambahan yang ada atau
sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar
dilakukan observasi (Roy & Andrews,1999, dalam Tomey & Alligood, 2006)
Ada dua subsistem yang saling berhubungan dalam teori Roy. Pertama,
fungsional atau proses control subsistem yang terdiri dari regulator dan kognator.
Kedua, system effector yang terdiri dari empat mode adaptif yaitu, fisiologis,
konsep diri, fungsi peran, dan interdependen. Roy menggambarkan regulator dan
kognator sebagai koping. Regulator koping subsistem merupakan metode adaptif
fisiologis yang melibatkan system saraf, kimia, dan endokrin. Kognator koping
subsistem merupakan kognitif-emotif koping. Kognator subsistem diperoleh
melalui persepsi dan pengolahan informasi, pembelajaran, penilaian dan emosi
(Roy & Andrews,1999, dalam Tomey & Alligood, 2006).
Universitas Sumatera Utara
46
Input Kontrol Processes Effectors Output
Feedback
Skema 1. Manusia sebagai sistem adaptif
Fisiologis berfokus pada interaksi manusia terhadap lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti oksigen, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan
istirahat, dan perlindungan. Konsep diri fokus terhadap pada aspek psikososial
dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan
integritas psikis antara persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep
diri individu meliputi physicalself (sensasi dan gambaran tubuh) dan personalself
(konsistensi diri, ideal diri, dan moral-etika-spiritual diri) (Roy & Andrews,1999,
dalam Tomey & Alligood, 2006).
Fungsi peran digambarkan bagaimana peran seseorang dalam mengenal
pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain yang dicerminkan
dalam peran 1) peran primer menentukan perilaku seseorang dalam periode waktu
dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan tahap perkembangan seperti menjadi
seorang wanita dewasa. 2) peran sekunder merupakan perpanjangan dari peran
primer dan berhubungan dengan penyelesaian tugas seperti menjadi seorang isteri.
3) peran tersier merupakan peran yang dipilih secara bebas oleh seseorang, dan
Stimuli
adaptor
level
Coping
mechanism
Regulaor
cognator
Physiological
function
Selft-concept
Role function
interdependence
Adaptive and
ineffective
responses
Universitas Sumatera Utara
47
sering dikaitkan dengan pemnuhan tugas kecil dalam pengenmbangan seseorang,
misalnya peran dalam organisasi. Fokusnya bagaimana seseorang dapat
memerankan dirinya di masyarakat sesuai kedudukannya. Interdependen
digambarkan seperti kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih
saying, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat
individu maupun kelompok. (Roy & Andrews,1999, dalam Tomey & Alligood,
2006).
Skema 2. Diagram Sistem Adaptasi Manusia
Berkenaan dengan sistem social manusia, Roy secara luas
mengkategorikan proses control kedalam subsistem penyeimbang dan pembaru.
Sistem penyeimbang sejalan dengan regulator subsistem dari individu yang
memperhatikan keseimbangan. Untuk mempertahankan sistem, stabilizer
subsistem terlibat dalam struktur organisasi, nilai budaya dan pengaturan dari
aktivitas sehari-hari dan memperlihatkan kreatifitas, perubahan dan pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
48
Kerangka Konseptual
Fenomena yang dihadapi perawat dalam memberikan perawatan penyakit
terminal dimana perawat perawat memiliki peran yang lebih besar dalam
perawatan penyakit terminal seperti menghubungkan dan menjadi perantara
komunikasi antara dokter dengan pasien atau anggota keluarga untuk proses
pembuatan keputusan.
Dalam memberikan perawatan terminal perawat sebagai manusia biasa
dapat mengalami perasaan emosional seperti kesedihan dan kecemasan saat
memberikan perawatan paliatif, sehingga cepat menimbulkan kehilangan
semangat (merasa gagal). Hal ini dikategorikan sebagai stimuli sehingga
diperlukan mekanisme koping yang baik agar tidak berujung pada stres,
merasa gagal dan ketidakpuasan dalam memberikan pelayanan penyakit
terminal.
Proses kontrol dan koping akan memunculkan prilaku adaptasi bagi
perawat. Perilaku ni ditentukan oleh kemampuan penerimaan dan
penyesuaian diri terhadap kondisi yang dialami. Perilaku adaptif akan tampak
pada pasien yang menggunakan koping secara optimal dan kemampuan
menerima serta menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Perilaku adaptasi pada perawat yang memberikan penyakit terminal
meliputi: 1) adaptasi fisiologis: kemampuan melakukan aktivitas, kemampuan
memberikan pelayanan yang baik; 2) adaptasi konsep diri meliputi: gambaran diri
terhadap tamplan diri, harga diri dan deal diri akibat keterbatasan fisik serta
tingkat depresi yang dialami; 3) adaptasi peran meliputi: menerima perubahan dan
Universitas Sumatera Utara
49
melakukan peran baru sesuai kemampuannya; 4) adaptasi interdependen meliputi:
interaksi dengan keluarga, kelompok dan masyarakat.
Skema 3. Kerangka Konseptual
Faktor- Faktor Pencetus
Diabetes militus, penyakit kanker, gagal ginjal, stroke, aids,
cedera kepala berat, gagal jantung
Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal,
tidak mempercepat atau menunda kematian, menghilangkan nyeri dan keluhan lain
yang menganggu, menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual, berusaha agar
penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
Perawatan terminal
Stimulus fokal
Beban kerja
Workplace
Stimulus
Kontekstual
Ketidakpuasan
terhadap sistem
pelayanan
kesehatan, adanya
SPO dan kebijakan
Stimulus Residual
Pola koping masa
lalu
Mekanisme Koping
1. Mekanisme
koping adaptif
2. Mekanisme
koping
maladaptif
3. Manajemen
stress
Karakteristik individu dan
lingkungan
Penyesuaian diri
Fisik fisiologis
Kelelahan, aktivitas
istirahat,
perlindungan
Konsep diri
Sensasi dan body
image, konsistensi
diri, moral etik
spiritual
Interdependen
Relationship yang
spsifik dan adanya
dukungan
Universitas Sumatera Utara
50
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini mengenai pengalaman perawat dalam memberikan perawatan
penyakit terminal. Studi ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pendekatan ini dipilih agar pengalaman partisipan dapat
dieksplorasi menjadi lebih terungkap sehingga gambaran pengalaman perawat
dalam memberikan perawatan penyakit terminal dapat tergambar secara nyata.
Selain itu, penelitian ini melakukan eksplorasi, analisis dan deskripsi secara
langsung fenomena perawat dalam memberikan perawatan penyakit terminal
dengan sebebas mungkin dari sebuah intuisi yang tidak bias diukur secara
langsung (Spiegelberg, 1975, dalam Streubertb& Carpenter, 2011).
Fenomenologi deskriptif adalah pengalaman yang secara sadar dialami oleh
partisipan dan hal-hal termasuk mendengar, melihat, percaya, merasa, mengingat,
memutuskan, mengevaluasi, dan bertindak (Polit & Beck, 2012). Peneliti
melakukan langkah-langkah dengan kaidah fenomenologi deskriptif yaitu
mengidentifikasi tiga langkah dalam proses fenomenologi deskriptif, yaitu
intuiting, analyzing,dan describing. Pada langkah pertama, intuiting, peneliti
menyatu secara total dengan fenomena perawat dalam memberikan perawatan
penyakit terminal dengan mempelajari berbagai literatur. Proses pengumpulan
data, peneliti menjadi alat pengumpul data dan mendengarkan deskripsi yang
diberikan perawat selama wawancara berlangsung. Selanjutnya data tentang
pengalaman ditranskripkan dan ditelaah berulang-ulang. Pada langkah kedua,
Universitas Sumatera Utara
51
analyzing, peneliti mengidentifikasi esensi fenomena pengalaman dengan
mengeksplorasi hubungan dan keterkaitan antara elemen-elemen tertentu dengan
fenomena tersebut. Selanjutnya pada langkah ketiga, describing, peneliti
mengkomunikasikan dan memberikan gambaran tertulis dari elemen atau esensi
yang kritikal dideskripsikan secara terpisah dan kemudian dalam konteks
hubungannya terhadap satu sama lain dari pengalaman perawat tersebut
(Spiegelberg, 1975, dalamStreubertb& Carpenter, 2011).
Menggunakan pendekatan fenomenologi adalah untuk menggali persepsi,
pengalaman hidup dan pemahaman esensi hidup seorang individu. Metode ini
sangat tepat digunakan untuk menggali fenomena perawat dalam memberikan
perawatan penyakit terminal karena setiap pasien memiliki persepsi tersendiri
tentang pengalaman hidupnya sesuai dengan pandangannya terhadap diri sendiri.
Dengan metode ini diharapkan dapat dihasilkan berbagai tema tentang perawat
dalam memberikan perawatan penyakit terminal.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan mengambil data perawat
yang bekerja di ruang perawatan paliatif melalui database perawat di rumah sakit
tersebut. Penelitian dilakukan di Murni Teguh Memorial Hospital Medan.
Waktu penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli- September 2018. Proses analisa
data dilakukan Oktober 2018.
Universitas Sumatera Utara
52
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat yang memberikan perawatan
penyakit terminal. Pada penelitian kualitatif jumlah partisipan harus didasarkan
pada kebutuhan informasi. Oleh karena itu prinsip dalam pengambilan sampel
adalah saturasi data yaitu sampling sampai pada suatu titik kejenuhan dimana
tidak ada informasi baru diperoleh dan redundansi tercapai (Polit & Beck, 2012).
Secara definitif agar hasil penelitian lebih kredibel dan dapat dipercaya,
dibutuhkan minimum 10-20 partisipan (Saldana, 2011).
Penelitian yang dilakukanoleh Paganini, dan Bousso (2015), melakukan
wawancara terhadap 14 partisipan pada studi fenomenologi sudah terjadi saturasi
data, sehingga partisipan dalam penelitian ini 10-15 orang.
Pengambilan partisipan dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling. Strubert dan Carpenter (2011) menyatakan bahwa purposive sampling
yaitu pemilihan individu sebagai partisipan dalam penelitian berdasarkan
pengetahuan dan kemampuanya tentang fenomena yang akan dikaji dan bersedia
untuk membagi pengetahuan tersebut.
Semua partisipan yang dipilih dalam penelitian ini adalah perawat yang
memiliki karakteristik sebagai berikut: bersedia menjadi partisipan, tidak
mengalami gangguan komunikasi, sehat fisik dan mental.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan metode, alat dan prosedur
pengumpulan data sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
53
Metode pengumpulan data
Data atau informasi yang menjadi bahan baku penelitian untuk diolah
merupakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh
melalui serangkaian kegiatan, yaitu wawancara mendalam, sedangkan data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan atau pengolahan data
yang bersifat studi dokumentasi.
Tehnik pengumpulan data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode wawancara secara mendalam (indepth interview) yang dilakukan oleh
peneliti sendiri dengan durasi 60-90 menit dan metode observasi. Metode
Wawancara mendalam (in-depth interveiw) atau disebut juga sebagai wawancara
tak terstruktur yang bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu
dari semua partisipan, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-
ciri tiap partisipan. Metode wawancara mendalam menggunakan panduan
wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada partisipan.
Hal ini dapat memudahkan peneliti untuk melakukan wawancara, menggali
informasi, keterangan, dan data sewaktu berada di lokasi penelitian (Ghony&
Almansyur, 2012). Peneliti membebaskan partisipan untuk mengungkapkan
pengalamannya atas pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara sehingga
data yang diperoleh merupakan informasi yang alamiah sesuai dengan
pengalaman partisipan.
Universitas Sumatera Utara
54
Prosedur pengumpulan data meliputi kegiatan sebagai berikut:
Pilot study
Wawancara terhadap partisipan pertama, peneliti melakukan pilot study
pada 1 partisipan yang bertujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik
wawancara setelah itu, hasil wawancara dari pilot study dibuat dalam bentuk
transkrip selanjutnya dikonsultasikan kepada pembimbing dan setelah mendapat
persetujuan dari pembimbing kemudian peneliti melanjutkan wawancara kepada
partisipan berikutnya.
Prolonged engagement
Peneliti melakukan pendekatan (prolonged engagement) kepada partisipan.
Pendekatan prolonged engagement dilakukan peneliti selama kurang lebih 1
minggu dengan tujuan untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara
peneliti dan partisipan sekaligus tahap pengenalan situasi dan kondisi. Pada tahap
ini peneliti memperkenalkan diri, membina komunikasi yang baik dengan
partisipan.
Setelah itu peneliti mendatangi pastisipan kembali dengan waktu yang
berbeda dimana peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan dan
pengumpulan data yang dilakukan terhadap partisipan. memberikan informed
concent untuk mendapatkan persetujuan menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Kemudian jika partisipan bersedia untuk menjadi partisipan dilanjutkan dengan
membuat kontrak waktu dan tempat untuk wawancara. Semua wawancara
dilakukan ditempat yang tenang, nyaman, dan menjaga privasi partisipan. Peneliti
meminta izin terlebih dahulu untuk merekam percakapan selama wawancara
berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
55
Pertanyaan yang diajukan selama wawancara berdasarkan panduan
wawancara yang telah ada. Kemudian peneliti melanjutkan mengajukan berbagai
pertanyaan dengan menggunakan tehnik probing. Tehnik probing yang dilakukan
selama wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Peneliti
menggunakan teknik diam sebagai cara untuk memberikan kesempatan kepada
partisipan mengingat kembali dan menceritakan pengalamannya. Peneliti juga
berupaya untuk tidak mengarahkan jawaban partisipan dan membiarkan partisipan
mengungkapkan pengalamannya secara bebas terhadap pertanyaan yang diajukan
selama proses wawancara sehingga data yang diperoleh merupakan informasi
alamiah yang sesuai dengan pengalaman partisipan.
Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner data demografi,
panduan wawancara, lembar observasi, dan field note. Alat pengumpulan data
utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan kata lain peneliti sebagai
instrumen penelitian. Peneliti menggunakan studi fenomenologi dengan
menggunakan dirinya sendiri untuk mengumpulkan data yang ―kaya‖ tentang
pengalaman perawat dalam meberikan perawatan penyakit terminal dan
mengembangkan hubungan antara peneliti dengan partisipan dalam wawancara
intensif.
Peneliti menggunakan menggunakan kuesioner data demografi partisipan
yang mencakup inisial, usia partisipan, jenis kelamin partisipan, status
kepegawaian, lama bekerja. Selain itu, peneliti juga menggunakan panduan
wawancara selama proses pengumpulan data.
Universitas Sumatera Utara
56
Panduan wawancara tersebut berisi pertanyaan yang diajukan kepada
partisipan, dimana pertanyaan tersebut dibuat sendiri oleh peneliti. Panduan
wawancara dibuat berdasarkan landasan teori yang relevan dengan masalah yang
akan digali dalam penelitian. Panduan wawancara dibuat mendalam, dimulai
dengan pertanyaan terbuka, dan tidak bersifat kaku. Pertanyaan dapat berkembang
sesuai dengan proses yang sedang berlangsung selama wawancara tanpa
meninggalkan landasan teori yang telah ditetapkan. Panduan wawancara dibuat
untuk memudahkan peneliti supaya jalannya wawancara terarah dan sesuai
dengan tujuan penelitian. Selain itu panduan wawancara digunakan untuk
mengingatkan peneliti terhadap pokok permasalahan yang dibahas (Speziale &
Carpenter,2003).
Hal-hal yang ditanyakan terkait mengenai pengalaman perawat dalam
memberikan perawatan penyakit terminal. Panduan wawancara tersebut akan
dilakukan content validity oleh 3 expert.
Catatan lapangan (field note) juga digunakan peneliti untuk mengumpulkan
data catatan lapangan yang merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar,
dilihat, dialami, dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap
data dalam penelitian kualitatif berupa dokumentasi respon non-verbal selama
proses wawancara berlangsung (Polit & Beck,2012). Hasil catatan lapangan pada
penelitian ini berisi tanggal, waktu, suasana tempat, deskripsi atau gambaran
partisipan, serta respon non-verbal partisipan selama proses wawancara. Hasil
catatan lapangan tersebut memperkuat temuan observasi sehingga memperkaya
data yang diperoleh. Peneliti menggunakan alat perekan suara recorder untuk
merekam percakapan selama wawancara, kemudian hasil wawancara diketik
Universitas Sumatera Utara
57
dalam bentuk transkrip. Alat bantu lainnya yang peneliti gunakan adalah kertas
dan pulpen untuk mencatat hal-hal penting terkait kata-kata kunci dan kejadian
yang penting.
Variabel dan Defenisi Operasional
Definisi operasional dari pengalaman perawat dalam memberikan perawatan
penyakit terminal adalah pengalaman atau persepsi perawat dalam memberikan
perawatan penyakit terminal selama bertugas memberikan asuhan keperawatan.
Metode Analisis Data
Metode analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara analisis isi
(content analysis). Dokumen yang berisi ―pengalaman― dapat dianalisis dengan
menggunakan content analysis artinya bahwa tema-tema, isu-isu, dan motif-motif
yang terkandung didalamnya dapat dipisahkan, dihimpun, dan diinterpretasikan.
Untuk memudahkan dalam pengorganisasian data maka proses analisa data akan
dilakukan dengan bantuan komputerisasi. Adapun tahapan analisis data kualitatif
menurut Colaizzi (1978), (dalam Streubert & Carpenter, 2011) sebagai berikut: 1)
membaca seluruh deskripsi wawancara yang telah diungkapkan oleh partisipan.
Dalam proses analisis ini, pernyataan partisipan ditranskrip dari audio rekaman
wawancara dari masing-masing kelompok partisipan, 2) melakukan ekstraksi
terhadap pernyataan signifikan (pernyataan yang secara langsung berhubungan
dengan fenomena yang diteliti). Setiap pernyataan dalam transkrip partisipan yang
berhubungan langsung dengan fenomena yang diteliti dianggap signifikan.
Pernyataan yang signifikan di ekstraksi dari masing-masing transkrip dan
diberikan nomor, 3) menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan
signifikan. Dalam tahap analisis ini peneliti berupaya untuk memformulasikan
Universitas Sumatera Utara
58
kembali pernyataan signifikan umum diekstraksi dari transkrip partisipan, 4)
menggabungkan makna yang dirumuskan ke dalam kelompok tema. Peneliti
menetapkan atau mengatur makna yang telah dirumuskan kedalam kelompok
sejenis. Dengan kata lain, makna yang dirumuskan dikelompokkan kedalam
kelompok tema. Artinya, beberapa pernyataan mungkin berhubungan, 5)
mengembangkan sebuah deskripsi tema dengan lengkap yaitu, deskripsi yang
komprehensif dari pengalaman yang diungkapkan partisipan. Sebuah deskripsi
yang lengkap dikembangkan melalui sintesis dari semua kelompok tema dan
makna yang dirumuskan dan dijelaskan oleh peneliti, 6) mengidentifikasi
landasan struktur dari fenomena tersebut. Struktur dasar mengacu kepada esensi
dari fenomena pengalaman yang diungkapkan dengan analisis ketat dari setiap
deskripsi lengkap dari fenomena tersebut, dan 7) kembali ke partisipan untuk
melakukan validasi. Pertemuan untuk tindak lanjut dibuat antara peneliti dengan
masing-masing partisipan untuk tujuan memvalidasi esensi dari fenomena dengan
partisipan. Setiap perubahan yang dibuat disesuaikan dengan umpan balik
partisipan untuk memastikan makna yang dimaksudkan partisipan tersampaikan
dalam struktur dasar dari fenomena tersebut. Integrasi dari informasi tambahan
oleh partisipan untuk dimasukkan ke dalam deskripsi final dari fenomena yang
terjadi saat ini.
Tingkat Keabsahan Data (Thrustworthiness)
Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa penelitian kualitatif termasuk
fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integitas dalam proses penelitian
melalui tingkat keabsahan data (thrusthworhiness of data). Tingkat keabsahan
Universitas Sumatera Utara
59
data yang dilakukan pada penelitian adalah credibility, dependability,
transferability, dan confirmability.
Credibility pada penelitian ini dicapai sejak proses penelitian dilakukan
melalui beberapa teknik yaitu prolonged engagement, catatan lapangan yang
komprehensif, hasil rekaman dan transkrip, triangulasi data atau metode, dan
member checking. Prolonged engagement pada penelitian ini adalah mengadakan
pertemuan dengan partisipan selama 2 jam setiap pertemuan. Peneliti bertemu
dengan partisipan 2 kali dalam seminggu selama 1 minggu sebelum pengumpulan
data. Hal ini bertujuan agar terjalin hubungan saling percaya antara peneliti
dengan partisipan, sehingga partisipan dapat dengan aman dan nyaman
memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.
Catatan lapangan juga merupakan salah satu aspek kredibilitas berupa
dokumentasi non-verbal selama wawancara untuk menambahkan informasi dari
hasil wawancara. Hasil wawancara yang direkam dan transkrip juga memperkuat
kredibilitas penelitian ini.
Credibility dipertahankan dengan cara member checking yang akan
dilakukan kepada partisipan untuk memvalidasi hasil tematik yang telah
ditemukan. Member checking dilakukan dengan membawa kembali laporan akhir
atau deskripsi atau tema-tema spesifik yang telah dianalisa peneliti kepada
partisipan dan meminta partisipan membaca dan melihat keakuratan tema yang
muncul tersebut, menanyakan kepada partisipan, apakah diantara tema yang
muncul yang tidak sesuai dengan persepsi partisipan. Partisipan diberikan hak
untuk mengubah, menambah atau mengurangi kata kunci atau tema yang sudah
diangkat. Selain itu, untuk lebih meyakinkan partisipan dengan kata kunci dan
Universitas Sumatera Utara
60
tema yang diangkat, peneliti juga akan memperdengarkan hasil wawancara yang
telah direkam kepada setiap partisipan (Creswell, 1998).
Dependability yaitu apabila dilakukan penelitian pada partisipan yang sama
dalam konteks yang sama menghasilkan hasil yang sama. Oleh karena itu selama
proses penelitian dependability dilakukan melalui teknik pendokumentasian yang
baik (careful documentation) dan metode triangulasi. Dependability dalam hal ini
akan dilakukan dengan cara menyerahkan semua hasil transkrip kegiatan
penelitian kepada pembimbing tesis dan kemudian mendiskusikan kata kunci,
kategori, sub tema, dan tema-tema yang sesuai dengan tujuan dari penelitian
sehingga terbentuk sebuah analisa data.
Confirmability yang dilakukan pada penelitian ini adalah audit trial.
Selama proses penelitian berlangsung, peneliti berusaha mempertahankan
pendokumentasian dengan baik seperti jika terdapat hal-hal yang kurang jelas,
peneliti melakukan konfirmasi kepada partisipan. Selain itu hasil temuan tema
diperlihatkan kepada partisipan dan dilakukan validasi oleh partisipan. Audit trial
diperkuat dengan peneliti juga menyerahkan hasil temuan selama proses
penelitian kepada pembimbing untuk dikonfirmasi sehingga lebih objektif.
Transferability yaitu bagaimana penelitian ini dapat dilakukan di tempat
yang lain. Transferability yang dilakukan pada penelitian ini melalui penyediaan
laporan penelitian sebagai thick description. Thick description proses penelitian
berarti peneliti menyimpan semua arsip dan materi selama proses penelitian.
Authencity mengacu pada sejauh mana peneliti dengan adil dan tepat
menunjukkan kenyataan yang terjadi. Keaslian dari hasil penelitian ditemukan
ketika laporan tersebut dapat menyampaikan perasaan pastisipan selama
Universitas Sumatera Utara
61
memberikan pelayanan perawatan penyakit terminal. Authencity dalam penelitian
ini dibuktikan dengan tanpa merubah kata-kata maupun pernyataan yang
disampaikan partisipan sehingga maksud dan tujuan penyampaiannya dapat
tercapai. Hal ini dapat dilihat dari transkip wawancara masing- masing parisipan.
Pertimbangan Etik
Pengambilan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. Setelah mendapatkan izin, selanjutnya peneliti mencari partisipan yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Partisipan dalam hal ini
adalahperawat yang bertugas di ruang perawatan penyakit terminal.
Selanjutnya, peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian dan memberikan
informed consent berisi informasi penelitian, menjelaskan tujuan penelitian,
prosedur, resiko, ketidaknyamanan dan keuntungan serta harapan atas patisipasi
individu dalam penelitian. Secara operasional, peneliti memberikan lembaran
informed consent yang bila disetujui partisipan ditandatangani dan bila tidak,
partisipan bebas atas tindakannya. Individu memiliki kebebasan untuk memilih
tanpa kontrol eksternal, ia dapat menentukan apakah akan berperan serta dalam
penelitian ini atau tidak, ia dapat saja menarik diri dari penelitian tanpa ada
konsekuensi (Creswell, 2003).
Hak privasi dan martabat (Right to privacy and dignity) dilakukan peneliti
dengan menyapa/memperlakukan partisipan sesuai dengan keinginan mereka
untuk diperlakukan. Memberikan lingkungan yang dapat menjamin kenyamanan
partisipan untuk mendapatkan privasi saat pengambilan data/wawancara
dilakukan, lokasi dan waktu disepakati sesuai dengan yang diinginkan partisipan.
Universitas Sumatera Utara
62
Demi menjaga privasi, wawancara dihentikan sementara disaat adanya gangguan
datang. Wawancara kembali dilanjutkan setelah kondisi kembali kondusif dan
partisipan bersedia diwawancara tak lama kemudian.
Keberadaan anonimity (tanpa nama) pada partisipan diberikan agar identitas
subjek tidak dihubungkan bahkan oleh peneliti sendiri dengan resonnya. Subjek
hanya diberikan kode nomor. Identitas individu tidak akan dihubungkandengan
informasi serta tidak dipublikasikan dengan bebas (confidentiality). Perekaman
dan pengolahan data diolah langsung oleh peneliti.
Pada pelaksanaan hak mendapatkan perlakuan yang sama (Right to fair
treatment) individu diperlakukan adil, dan mendapatkan perlakuan yang sama.
Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu
kejelasan prosedur penelitian. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti
mempertimbangkan aspek keadilan, siapa pun partisipan, baik perempuan atau
laki-laki mendapatkan hak dan perlakuan yang sama baik sebelum, selama,
maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek
(nonmaleficence). Dalam penelitian ini peneliti meminimalisir hal tersebut hanya
terkait dengan pengumpulan data berupa wawancara pada partisipan.
Ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selama proses wawancara seperti
kelelahan, bosan, diantisipasi peneliti dengan memberitahukan hak partisipan
terkait dengan kebebasan memilih waktu dan tempat, bebas untuk berhenti
sewaktu-waktu apabila ada urusan, untuk kemudian dilanjutkan lagi wawancara
sesuai kesepakatan.
Universitas Sumatera Utara
63
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini diuraikan bertujuan untuk menjelaskan pengalaman
perawat dalam memberikan perawatan terminal di kota Medan. Bab ini
menjelaskan tentang deskripsi karakteristik data demografi partisipan dan hasil
tema yang diperoleh dari wawancara mendalam (in-depth interview) dengan
perawat yang memeberikan perawatan terminal di kota Medan.
Karakteristik Demografi Partisipan
Partisipan dalam penelitian berjumlah 12 perawat yang memenuhi kriteria
penelitian seperti bersedia menjadi partisipan, tidak mengalami gangguan
komunikasi, sehat fisik dan mental, bekerja diruangan perawatan paliatif . Hasil
penelitian berdasarkan karakteristik partisipan yang akan dipaparkan mencakup
usia partisipan, jenis kelamin partisipan, jabatan partisipan, lama bertugas
partisipan, pelatihan yang telah diikuti partisipan.
Data yang diperoleh menunjukkan umumnya partisipan berusia 23-33
tahun sebanyak 10 orang (84%), jenis kelamin partisipan keseluruhan adalah
perempuan 12 orang (100%), umumnya jabatan partisipan sebagai perawat
pelaksana sebanyak 8 orang (66.6%), umumnya lama bertugas partisipan adalah
1-2 tahun sebanyak 6 orang (50.0%), umumnya pelatihan yang pernah diikuti
partisipan adalah perawatan palliatif sebanyak 7 orang (58.3%). Data demografi
partisipan ditampilkan secara rinci dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Universitas Sumatera Utara
64
Tabel 1 Karakteristik Demografi Partisipan
Data demografi F %
Usia
23- 33 tahun 10 84
34-43 tahun 1 8,3
44- 53 tahun 1 8,3
Jenis kelamin
Laki- laki - 0
Perempuan 12 100
Jabatan
Kepala ruangan 2 16,7
Kepala tim /penanggungjawab shift 2 16,7
Perawat pelaksana 8 66,6
Lama bertugas
1-2 tahun 6 50,0
3-4 tahun 5 41,7
5-6 tahun 1 8,3
Pelatihan yang pernah diikuti
Perawatan paliatif 7 58,3
Belum mengikuti pelatihan 5 41,7
Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Terminal Di Kota Medan
Hasil wawancara berupa transkrip tertulis dilakukan content analysis
dengan bantuan software Welf-QDA. Berdasarkan hasil analisis ditemukan
beberapa tema yaitu: 1) memberikan perawatan spiritual; 2) melakukan peran
sesuai kemampuan; 3) melakukan kolaborasi dalam pemberian perawatan
terminal. Tema-tema ini akan dibahas secara terperinci untuk memaknai
pengalaman perawat memberikan perawatan terminal.
Memberikan dukungan spiritual
Pemenuhan perawatan spiritual pada pasien terminal merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh perawat melalui sikap dan tindakan dalam praktek
keperawatan berdasarkan nilai- nilai keperawatan spiritual yang mengakui
martabat manusia, kebaikan, keikhlasan, belas kasih sayang, ketenangan dan
kelemahlembutan. Hal tersebut tergambar dari sub-tema yaitu: 1) memberikan
Universitas Sumatera Utara
65
semangat, keyakinan kepada Tuhan, berkomunikasi dengan pasien: motivasi dan
berdoa. Masing-masing kategori dijelaskan sebagai berikut:
Memberikan semangat
Motivasi
Dalam memberikan pelayanan terminal perawat sering menjumpai pasien
putus asa, tidak memiliki tujuan dalam hidupnya, menganggap dirinya dijauhi
Tuhan, dan tidak melakukan kegiatan ibadah. Dalam kondisi ini membuat
semangat perawat akan mencari makna tentang apa yang terjadi dan dapat
mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terasing. Mengahadapi pasien putus
asa dalam kehidupan nya membuat perawat menyukuri kehidupan nya dan
menimbulkan motivasi memberikan pelayanan. Untuk itu diharapkan perawat
mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam proses keperawatan dengan penuh
kasih sayang. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan partsipan:
“Kita sebagai perawat kadang kasihan kali lihat pasien- pasien yang
merasa Tuhan gak adil. Kadang ya gitu awak bersyukur masih diberi
kesehatan kadang kasihan lihat pasien yang merasa gak berguna lagi
pengen mati aja, sering juga dengar mereka bilang kok aku lah yang sakit
gini ya sus. Banyak kali dosaku ya makanya aku dihukum gitu katanya, ya
sebagai perawat awak semangatin lah kak”......... (Partisipan 1)
Apabila kondisi pasien menunjukkan putus asa maka perawat mencari
anggota keluarga yang paling disenangi atau disayangi pasien. Perawat dan
keluarga melakukan diskusi untuk proses perawatan pasien. Perawat memberikan
motivasi dan penjelasan kepada keluarga tentang kondisi pasien. Hal ini dilakukan
karena jika kondisi putus asa berkepanjangan dapat menjadi penyulit dalam
perawatan pasien
Universitas Sumatera Utara
66
Partisipan lain mengungkapakan bahwa dirinya merasa bersyukur karena
Tuhan memberikan kesehatan dan dapat menjalankan aktivitas dengan baik.
Pasien terminal membuat perawat termotivasi memberikan pelayanan terminal
yang lebih baik lagi melalui harapan dan doa yang berikan pasien sehingga
perawat lebih termotivasi lagi memberikan yang terbaik
Hal ini dibuktikan dengan penyataan:
“Kalo dilihat pasien- pasien disini kasihan kali. Gak banyak yang bisa
dilakukannya lagi, anak nya gak ada yang sabar menjaganya, kita senang
bisa menjalani hidup, kita juga sering didoakan pasien kiranya kita diberi
kesehatan sama Tuhan biar bisa berguna, karna kalo dilihat hidup itu
cuma sementara jadi termotivasi awak berbuat baik dan selalu
bersyukur”........(Partisipan 5)
Menumbuhkan kecintaan pada Tuhan
Berdoa
Setiap manusia memiliki dimensi spiritual dan semua pasien memiliki
kebutuhan spiritual dan kebutuhan ini menonjol pada saat keadaan stress
emosional, sakit, atau bahkan menjelang kematian. Ketika pasien menjelang ajal
maka perawat harus tanggap akan kebutuhan spiritual pasien dan berespon dengan
tepat. Pemenuhan kebutuhan pasien dapat meningkatkan perilaku koping dan
memperluas sumber-sumber kekuatan pada perawat. Rasa puas memberikan
perawatan tergambarkan dari sikap selalu mendoakan agar pasien kuat menjalani
proses kematian dengan tenang dan keluarga juga menerima kondisi pasien setiap
operan shift yang dilakukan perawat. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan:
“Sebagai perawat aku selalu berdoa agar pasien ini tenang menjalani
perawatan, apa yang kita kasih dapat menolongnya aku bersyukur bisa kerja
disini karna aku lebih banyakmendoakan orang. Kalo doa yang baik
mendatangkan yang baik juga untuk awak nantinya apalagi ini orang sakit. Terus
pas operan shift kami selalu doa bersama menurut agama masing masing untuk
pasien pasien kami.” (Partisipan 1).
Universitas Sumatera Utara
67
Partisipan lain mengatakan bahwa sejak bekerja di unit perawatan paliatif
membuat nya lebih mencintai Tuhan karena melihat sebagian besar klien terminal
ingin mandiri dalam melakukan ibadah tetapi kadang aktifitas ibadahnya
terganggu oleh kondisinya.
“Dulu sebelum disini pernah juga aku di ruangan jantung, tapi disini aku
semakin dekat rasanya sama Tuhan, yang kulihat disekelilingku orang yang lemah
yang pengen beribadah tapi gak sanggu, lah awak sehat tapi sholat aja sering
tinggal tinggal .” (Partisipan 3).
Perawat bisa memberikan dorongan kepada klien dalam beribadah dan
memfasilitasi pasien untuk dapat melaksanakannya. Seorang partisipan merasa
bersalah karena tidak bisa memfasilitasi pasien dalam beribadah
“Pengalaman yang membuat aku rasanya kayak tertampar kali, aku
merasa perlu mendalami ilmu agamaku lagi, adalah satu pasien yang bertanya
sama ku cara bertayammum tapi aku gak bisa ajarkan, ,malu kali aku seharusnya
perawat disini harus bisa mengajarkannya. Ini lah jadi pelajaran buat ku.”
(Partisipan 7).
Seorang partisipan mengungkapkan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual
pada pasien dipenuhi oleh perawat. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan:
“Pasien terminal kan otomatis dia tidak mampu untuk mengerjakan
sesuatu apa yang dibutuhkan untuk dirinya misalnya memberikan makan atau
mandi, mobilisasi ringan nah termasuk juga kadang dia lupa berdoa, sholat bagi
yang muslim. Jadi kami ajak berdoa misalnya sebelum injeksi sebelum vital sign.”
(Partisipan 1).
Beberapa partisipan mengungkapan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual
pasa pasien dilakukan perawat saat operan shift . Pernyataan ini sesuai dengan
ungkapan:
“Pokoknya kebutuhan spiritual itu misalnya kami ajak berdoa bersama
setelah operan shift. Kami berdoa setiap pagi. . .” (Partisipan 2).
“kadang ada juga yang bilang kok gak berdoa kita pagi ini sus, kadang
masih operan bu nanti kita berdoa kami bilang lah”. . . . .” (Partisipan 6).
Universitas Sumatera Utara
68
Berkomunikasi dengan pasien
Marah
Fase anger atau kemarahan terjadi ketika pasien tidak dapat lagi
mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal dimana ia mengakui bahwa
kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan
munculnya ketakutan dan kemarahan yang tidak jarang diekspresikan dalam sikap
rewel dan mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah.
Bahkan kadang-kadang ditujukan pada orang-orang yang disekitarnya termasuk
keluarga dan perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan:
― Pas dia tau dia sudah masuk terminal kadang marah- marah, pernah
aku dilempar kursi sama keluarganya, itulah yang jadi kenangan kali sampai
sekarang, dia merasa kita gak becus menyembuhkan nya padahkan emang dari
kemo udah tanya dia itu.............. (partisipan 3).
:Yang paling gak enaknya dokter kan menyampaikan kalau dia sakit
terminal tinggal nunggu aja giliran dokter keluar aku yang menghadapi marah-
marahnya. Tapi sebgagai perawat aku tau ini tugasku, kudengarkan aja pasien
dan keluarganya gak mau ku sela cakapnya, tapi sambil ku tunjukkan sikap
pengertianku abis tu kucari diantara keuarga siapa yang paling dituakan baru
kuajak ngomong ku jelaskan kembali pelan-pelan dan kalau gak bisa
kupanggillah karu ku.............. (Partisipan 4)
Depresi
Fase depresi adalah fase dimana pasien merasa putus asa melihat masa
depannya yang tanpa harapan. Pada fase depresi tidak banyak yang dilakukan oleh
perawat hanya sebagai pendengar yang baik dan menunggu fase depresi berakhir.
Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan:
“Pasien depresi gak mau diajak ngomong, biarkan ajalah dulu dengan
kesedihannya tapi tetap kita berikan pelayanan seperti biasa lama lama pasien
kan bisa berubah tapi itu dia gak bisa ditebak kapan
berubahnya...........(Partisipan 2)
Universitas Sumatera Utara
69
“Aku kalau pasiennya depresi gak mau diapa apain keluarganya lah yang
awak ajak cakap karna takut juga kadang dia tiba tiba menjerit, marah bukan
apa-apa nanti terganggu pasien lain..........(Partisipan 6)
Bargaining (fase tawar menawar)
Fase bargaining atau tawar menawar adalah fase di mana pasien akan
mulai menawar kemarahannya. Pasien mulai mendiskusikan dengan perawat
bagaimana agar dirinya dapat hidup sedikit lebih lama lagi dengan mengurangi
penderitaannya sehingga dapat meninggal dengan tenang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan partisipan:
“Kadang semalam abis dia marah- marah paginya awak operan awak
tanya kabarnya, baru kan kita tanyakan lah apakah kita bisa berdiskusi apa aja
keluhannya, kadang ada pasien yang lama kali baru terbuka tapi ada juga yang
bilang jadi apalah sus yang bisa saya lakukan biar bisa menjalani ini
semua??.................... (Partisipan 2)
“Kalau sudah terima dia sama kondisinya jadi enak diajak diskusi,
kooperatif dalam proses perawatan, ada dulu pasien ku yang hilang apapun yang
terbaik untukmku sus aku mau lah menerimanya............(Partisipan 5)
Menerima
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan. Pada
umumnya setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan
bahwa kematian sudah dekat sehingga mereka mulai terbuka untuk
berkomunikasi. Fase ini dapat digunakan perawat untuk menumbuhkan semangat
pasien untuk menjalani proses perawatannya. Dalam berkomunikasi perawat
hendaknya menggunakan komunikasi terbuka dan jujur dan menunjukkan rasa
empati. Perawat juga harus bisa menjadi pendengar yang baik tetap berpikiran
terbuka serta amati respon verbal dan nonverbal klien dan keluarga. Pernyataan
ini sesuai dengan ungkapan:
―Memberikan dukungan, mengajak cerita, biar dia jangan merasa
sendiri….”(Partisipan 5)
Universitas Sumatera Utara
70
―Memberikan motivasi, yang kedua pendekatan, dan pendekatan ini bisa
secara rohani, ataupun curhat-curhat atau bagaimana…”(Partisipan 7)
―Ya seperti yang kita ketahui pasien yang terminal itu pasti semangatnya
juga kurang, sensitif juga, kita beri motivasi, semangat” (Partisipan 5).
Seorang partisipan mengatakan bahwa pasien sangat membutuhkan
komunikasi. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan:
“Karena kan mereka butuhnya komunikasi, kalo masalah terapi sih ya
paling itu-itu aja”…… (Partisipan 5).
Pada fase acceptance atau menerima perawat akan lebih mudah
memberikan perawatan terminal kepada pasien. Perawat akan berdiskusi dengan
pasien dan keluarga tentang perawatan yang akan dijalani. Kontribusi pasien dan
keluarga dalam perawatan terminal dapat meningkatkan proses perawatan
sehingga pasien tidak bosan menjalani pertawatan jangka panjang
Memberikan pelayanan dengan baik
Fenomena yang dihadapi perawat dalam memberikan perawatan penyakit
terminal dimana perawat perawat memiliki peran yang lebih besar dalam
perawatan penyakit terminal seperti menghubungkan dan menjadi perantara
komunikasi antara dokter dengan pasien atau anggota keluarga untuk proses
pembuatan keputusan. Dalam memberikan perawatan terminal perawat
sebagai manusia biasa dapat mengalami perasaan emosional seperti
kesedihan dan kecemasan saat memberikan perawatan paliatif, sehingga
cepat menimbulkan kehilangan semangat (merasa gagal). Hal ini
dikategorikan sebagai stimuli sehingga diperlukan mekanisme koping yang
baik agar tidak berujung pada stres, merasa gagal dan ketidakpuasan dalam
memberikan pelayanan penyakit terminal. Hal tersebut tergambar dari sub-tema
Universitas Sumatera Utara
71
yaitu: 1) memberikan pelayanan dengan baik dengan kategori: beban kerja dan
dukungan tim. Masing-masing kategori dijelaskan sebagai berikut:
Beban kerja
Beban kerja merupakan kondisi membebani yang dialami pekerja dalam
bekerja baik secara fisik maupun non fisik. Beban kerja penting diketahui sebagai
dasar untuk mengetahui kapasitas kerja perawat agar terdapat keseimbangan
antara tenaga perawat dengan beban kerja Beban kerja yang dilakukan tenaga
kerja dapat diperberat oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung secara
fisik maupun non fisik. Tenaga perawat di ruang paliatif merupakan salah satu
tenaga kerja yang tidak lepas dari beban kerja. Tenaga perawat melakukan
berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan medis keperawatan maupun
non medis yang menunjangnya. Tenaga perawat tersebut bekerja dalam tiga shift
kerja, yaitu shift pagi, shift sore, dan shift malam, sehingga kondisi shift kerja
yang berbeda tersebut dapat mempengaruhi perbedaan beban kerja yang
diterimanya.
Partisipan mengatakan bahwa sebaiknya diperhatikan lagi kebutuhan
tenanga perawat. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan:
“Setidaknya diperbanyak lah karena untuk merawat paliatif ini kan gg
cukup satu orang kadang shift pagi awak sendiri yang dilapangan yang
lainnya berkas, kepala ruangankan sering rapat gag ke pasie lagi ….”
(Partisipan 8).
“Jam kerja mau nya kan, kadang lama kali awak pulang, misalnya
paskanlah, kerjaan terlalu banyak. Pokoknya tenaga perawatnya
ditambahi gitu.…” (Partisipan 4).
Universitas Sumatera Utara
72
Partisipan lain juga mengatakan agar tenaga perawat dapat ditambahkan.
Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan:
―Kami udah sering buat permintaan penambahan perawat tapi belum
terealisasi dinas pagi awak kadang pulang jam 5 sore karna gag siap siap
urusin pasien.” (Partisipan 9).
Partisipan juga mengatakan mereka agar penambahan perawat perlu
karena pasien terminal memiliki ketergantungan total. Pernyataan ini sesuai
dengan ungkapan:
“Kalau bisa sih kita kan disini kan memang onkologi, ada yang kemo,
kalau bisa sih kami ada lah penambahan tenaga istilahnya pasien yang
didalam ini semua kebetuhan nya harus awak penuhi supaya sama sama
enak kerja,….” (Partisipan 9).
Partisipan lain mengatakan mereka agar penambahan perawat perlu
karena pasien terminal memiliki ketergantungan total. Pernyataan ini sesuai
dengan ungkapan:
“Kalau bisa sih kita kan disini kan memang onkologi, ada yang kemo,
semua kebutuhan kita penuhi, ini itu kita yang urus belum lagi akreditasi,
laporan lagi terlalu banyak yang diurus. Kadang aku merasa gagal gak
bisa memberikan yang terbaik untuk pasien tapi gimana lagi bukan nya
ditambah perawatnya. Stres juga lama lama pulang gak sesuai jam,….”
(Partisipan 2).
Dukungan tim
Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan. Konflik yang
terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan
pengunjung, staf dengan dokter. Setiap hari perawat menjalani tugas dengan
banyak resiko penyebab stres yang dapat mempengeruhi kinerja perawat.
Universitas Sumatera Utara
73
Diperlukan koping yang baik dalam menjalani kondisi yang dihadapi
perawat. Proses kontrol dan koping akan memunculkan prilaku adaptasi bagi
perawat. Perilaku ini ditentukan oleh kemampuan penerimaan dan
penyesuaian diri terhadap kondisi yang dialami. Perilaku adaptif akan tampak
pada perawat yang menggunakan koping secara optimal dan kemampuan
menerima serta menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan partisipan:
―awak disini kerja, masih butuh makan kadang gak enaknya kenak
marah sama pasien, pasien gag sabaran tapi yaudahlah mau gimana lagi
kita disini melayani jadi kita harus sabar, saling membantu dengan kawan
yang lain.....(Partisipan 1)
Partisipan lain mengungkapkan pernah mendapat perlakuan yang tidak
baik seperti dilempar kursi ketika keluarga tidak menerima kematian
keluarganya. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan:
―Pernah yang paling gak bisa kulupakan aku dilkepmar kursi karna
dianggap gak becus merawat ibunya. Aku nangis kesakitan, langsung
kepru ku dan teman lani datang membantu aku, sempat mau
kulaporkan tapi teman- temanku meredakan emosi ku bahwa itu lah
resiko kita sebagai perawat mereka langsung menyekesaikan masalah
dengan pasien itu, abg itu datang nangis- nangis minta maaf samaku,
entah kenapa hati ku langsung luluh aku harus paham kondisi
kehilangan mereka dan kami pun di shift itu saling
menguatkan.(Partisipan 5)
Partisipan lain mengungkapakan harus banyak bersabar dalam merawat
pasien terminal. Hal ini sesuai dengan pernyataan partisipan:
―Ya harapan saya sebagai perawatya banyak belajar bersabar lah disini,
karena kan kita kan gak Cuma satu watak keluarga atau pasien aja yang
kita hadapi, berbagai watak disinikan jadi bersabar ya menerima
curahan, curahan pasien ataupun keluarga gitu....... (Partisipan 4)
Melakukan kolaborasi dalam pemberian perawatan terminal
Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya penyakit yang dideritanya. Perhatian ini tidak dibatasi pada pasien
secara individu namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode
Universitas Sumatera Utara
74
pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan
mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian pelayanan pada
pasien diberikan secara paripurna hingga meliputi segi fisik, mental, sosial, dan
spiritual. Maka timbulah pelayanan perawatan terminal yang mencakup pelayanan
terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas sosial-medis, psikolog,
rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Kolaborasi dengan dokter
Kolaborasi dengan dokter merupakan hubungan terintegrasi antara dokter
dengan perawat. Partisipan menyatakan kolaborasi antara dokter dengan perawat
dilakukan berkesinambungan dan terdokumentasi dalam rekam medis pasien.
Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan:
“Kita harus kolaborasi semuanya, kolaborasi antara dokter, sama
perawat ka itu berkesinambungan. Apalagi ini hanya untuk meningkatkan
kualitas hidupnya saja. Sikit-sikit dia mengeluh kesakitan, jadi kita pun
mengkaji dan kita atasi secara kebutuhan keperawatan nya baru kita
diskusikan ke dokter tentang kondisi pasien kita. .” (Partisipan 6).
Salah satu partisipan menyatakan bahwa dalam berkomunikasi dengan
dokter sering mengalami komunikasi yang kurang baik. Pernyataan ini sesuai
dengan ungkapan:
“Kalau kolaborasi dengan dokter yang gak enaknya itu tentang
dipenjelasan penyakit. Kadang dokter ini gak bisa lama menjelaskan ke
pasien tentang kondisi terminalnya, sementara pertanyaan pasien ini
banyak, kalau disini penjelasan kondisi pasien kan dilakukan oleh dokter
tp sering awak jadi sasaran dokternya terlalu sibuk, awak dikerjar terus
sama pasien ini yang gak enak. .” (Partisipan 3).
Kolaborasi dengan ahli gizi
Salah satu tindakan yang dilakukan pada psien kanker adalah dengan
kemoterapi. Tujuan kemoterapi untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker,
tetapi efek samping dari kemoterapi berhubungan dengan saluran cerna seperti
Universitas Sumatera Utara
75
kurangnya asupan makan dan gangguan pencernaan selama kemoterapi. Beberapa
partisipan mengatakan bahwa kolaborasi yang mereka lakukan kolaborasi dengan
ahli gizi untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Pernyataan ini sesuai
dengan uangkapan:
―Perawtaan terminal itu, kan kalo pasien terminal yang pastinya udah
taulah keluarganya jalan ke depannya itu gimana. Jadi kalo pasien udah
kemo pasien ini mual muntah gak selera makan. Jadi kami kolaborasi lah
sama orang gizi kira- kira makanan apa yang bisa dikonsumsi biar
terpenuhi nutrisi nya….”(Partisipan 3).
―Melalui catatan perkembangan pasien terintegrasi kami sampaikan ke
ahli gizi bahwa pasien sering gak menghabiskan diet nya karna kan ahli
gizi gak tau kalo dietnya gak dimakan karna bukan ahli gizi yang ngutip
diet lagi…..” (Partisipan 2).
“Kami lihat pasien mual, muntah, gak selera makan, trus kami bilang lah
sama ahli gizi yang visit tiap hari bahwa pasien itu mual, gak selera
makan nah ahli gizi langsung lah memberikan asuhan gizinya sama kayak
kita juga asuhan keperawatan ...” (Partisipan 2).
Kolaborasi dengan klinik nyeri
Rumah sakit Murni Teguh memiliki spesialisasi klinik nyeri yang
merupakan salah satu klinik unggulan di rumah sakit tersebut dimana untuk
mencapai misinya dalam memberikan pelayanan kesehatan berkualitas serta
menyeluruh kepada masyarakat terutama pelayanan onkologi dan kardiovaskuler.
Nyeri merupakan masalah yang dialami pasien terminal dengan diagnosa kanker.
Universitas Sumatera Utara
76
Pasien dan keluarga dapat berkonsultasi dengan klinik nyeri sehingga
permasalahan nyeri pasien dapat ditangani.
Kolaborasi dengan rohaniawan
Pelayanan bimbingan kerohanian merupakan bagian integral dari bentuk
pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-psyco-socio-
spiritual, yang komprehensif karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat
kebutuhan dasar spiritual. Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah
menjadi ketetapan WHO yang menyatakan aspek agama (spiritual) merupakan
salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Untuk itu Rumah
Sakit mengadakan kegiatan pelayanan bimbingan rohani pasien di Rumah
Sakit sebagai langkah konkrit untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhannya. Bimbingan rohani pasien adalah bentuk kegiatan yang
didalamnya terjadi proses bimbingan dan pembinaan rohani kepada pasien di
rumah sakit sebagai bentuk kepedulian kepada mereka yang sedang sakit.
Partisipan mengatakan bahwa kolaborasi yang mereka lakukan adalah kolaborasi
dengan tim rohaniawan. Pernyataan ini sesuai dengan uangkapan:
―Itulah kita bantu juga dengan tim rohani, ada kita tim rohaniawan, tim
komunitas kanker kita juga ada kita datangkan, ahli psikologi juga
ada…..” (Partisipan 1).
Partisipan lain juga mengatakan bahwa kolaborasi dengan rohaniawan
dilakukan apabila pasien meminta dan membutuhkan. Pernyataan ini sesuai
dengan ungkapan:
―Kita punya rohaniawan untuk semua agama yang diakui di Indonesia.
Kita akan tanyakan kepasien apakah mereka mau didoakan oleh
Universitas Sumatera Utara
77
rohaniawan kita, kalau mau mereka isi form permintaan baru kita
hubungi rohaniawannya nya…..” (Partisipan 1).
Partisipan lain mengatakan bahwa kolaborasi dengan rohaniawan Tidak di
dokumentasikan apabila pasien atau keluarga membawa roaniawan sendiri
misalnya dari kelompok organisasi atau pengajian tetapi proses ini tetap
diperbolehkan manajemen rumah sakit. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan:
“Kadang pas kita tawarkan bahwa rumah sakit punya rohaniawan di
rumah sakit. Ada juga keluarga yang menolak karena mereka mau
rohaniawan yang dipilihnya, itu boleh gak apa apa tapi tidak di catat di
catatan kita…..” (Partisipan 1).
Tabel 2 Matriks Tema
Tema 1: Memberikan dukungan spiritual
Sub-tema:
1. Memberikan semangat
2. Keyakinan kepada Tuhan
3. Berkomunikasi dengan pasien
Kategori:
1. Motivasi
2. Berdoa dan Bersyukur dengan
kehidupan
1. Tema 2: Memberikan pelayanan dengan baik
Sub-tema:
1. Beban kerja
2. Dukungan tim
Tema 3: Melakukan kolaborasi dalam pemberian perawatan terminal
1. Kolaborasi dengan dokter
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Kolaborasi dengan klinik nyeri
4. Kolaborasi dengan rohaniawan
Universitas Sumatera Utara
78
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini berfokus pada pengalaman perawat dalam memberikan
perawatan terminal. Partisipan yang terpilih sesuai dengan kriteria inklusi
penelitian dan berasal dari wilayah kota Medan dan bekerja diruang paliatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengidentifikasi terdapat lima tema.
Lima tema tersebut adalah: 1 Memberikan dukungan spiritual; 2) Memberikan
pelayanan dengan baik; 3) Melakukan kolaborasi dalam pemberian perawatan
terminal. Penelitian ini menemukan 3 tema utama yang merupakan hasil dari
penelitian ini. Tema-tema tersebut teridentifikasi untuk memberikan jawaban
berdasarkan pada tujuan penelitian. Pengalaman perawat dalam memberikan
perawatan terminal teridentifikasi dari seluruh tema pertama adalah memberikan
dukungan spiritual dengan sub tema memberikan semangat, keyakinan kepada
Tuhan, berkomunikasi dengan pasien . Kedua memberikan pelayanan dengan baik
dengan sub tema beban kerja dan dukungan tim. Ketiga melakukan kolaborasi
dalam pemberian perawatan terminal dengan kategori kolaborasi dengan dokter,
kolaborasi dengan ahli gizi, kolaborasi dengan klinik nyeri, kolaborasi dengan
rohaniawan.
Memberikan dukungan spiritual
Penelitian tentang keperawatan paliatif saat ini menunjukkan bahwa pasien
menjelang ajal mempunyai kebutuhan yang beragam dalam perawatannya, tidak
hanya masalah fisik namun masalah psikologis, spiritual, dan dukungan sosial
(Smith, 2003). Kebutuhan tersebut tidak lepas dari pentingnya peningkatan sikap
dalam merawat pasien dengan menjelang ajal. Keberhasilan perawatan pasien
Universitas Sumatera Utara
79
menjelang ajal dipengaruhi oleh sikap perawat dalam proses perawatannya
(Gallagher et al, 2015)
Pada kondisi terminal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, dan
nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien,
klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi
kematian. Perawat harus tanggap terhadap perubahan fisik yang terjadi pada
klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
Seseorang yang menghadapi kondisi terminal akan merespon terhadap
berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian
utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan
atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan
orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. (Friedenberg 2011)
Perawatan terminal yang diberikan di RS Murni Teguh lebih menekankan
kepada peningkatan kualitas hidup pasien dan hal penting yang dijelaskan
sebelum pasien di rawat adalah persetujuan tidak dilakukan resusitasi apabila
pasien mengalami penurunan kesadaran.
Menurut teori adaptasi model oleh Roy, interaksi manusia terhadap
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti oksigen, nutrisi, eliminasi,
Universitas Sumatera Utara
80
aktivitas dan istirahat, dan perlindungan. Konsep diri fokus terhadap pada aspek
psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan
dengan integritas psikis antara persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri individu meliputi physicalself (sensasi dan gambaran tubuh) dan
personal self (konsistensi diri, ideal diri, dan moral-etika-spiritual diri) (Roy &
Andrews,1999, dalam Tomey & Alligood, 2006).
Fungsi peran digambarkan bagaimana peran perawat dalam mengenal pola-
pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain yang dicerminkan
dalam peran 1) memenuhi kebutuhan dasar pasien, . 2) memberikan movitasi pada
pasien terminal dan keluarga. 3) membina hubungan yang baik dengan pasien.
Fungsi peran perawat tergambar dari pemenuhan tugas dalam interaksi dengan
seseorang ataupun kelompok.
Menurut Meilita, Kusman, dan Hana (2014) menyimpulkan bahwa perawat
perlu memberikan perawatan yang membantu pasien meninggal dengan tenang,
memberikan dukungan untuk keluarga, dan perawat lebih difokuskan untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pada pasien, sehingga diperlukan pengetahuan
yang baik tentang perawatan pasien menjelang ajal termasuk pengetahuan tentang
bimbingan spiritual.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cypress (2009) beberapa
partisipan ada yang mengatakan pasien dan anggota keluarga merasakan
perawatan fisik dan kenyamanan sebagai salah satu kebutuhan prioritas dari
individu yang sakit kritis di ICU. Perawatan yang diberikan meliputi memandikan
pasien, perawatan mulut, mendorong sentuhan, mengobati rasa sakit, dan
Universitas Sumatera Utara
81
memastikan kamar pasien bersih, sebagai cara memberikan perawatan fisik
kepada yang sakit kritis.
Memberikan pelayanan dengan baik
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan dituju kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik
sehat maupun sakit (UU Keperawatan No 38 Tahun 2014). Mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit juga ditentukan oleh mutu pelayanan keperawatan.
Pelayanan keperawatan terutama diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan dasar
manusia.
Pelaksanaan layanan keperawatan tidak terlepas dari fungsi-fungsi
manajemen keperawatan yang dilaksanakan secara efisien dan efektif. Ada lima
fungsi manajemen keperawatan yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), ketenagaan (staffing), pengarahan (actuating), pengawasan
(controling) (Marquisdan Huston , 2013). Masing-masing fungsi manajemen
tersebut saling keterkaitan satu sama lain dan dapat diterapkan baik oleh manajer
tingkat atas, menengeh maupun bawah. Dalam jajaran keperawatan dapat
diterapkan mulai dari Kepala bagian keperawatan sampai kepala ruangan
(Swansburg, 2000).
Rumah Sakit Murni Teguh dalam memberikan pelayanan keperawatan
menggunakan metode tim. Pelaksanaan metode tim menggunakan tim yang terdiri
dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
kelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/ group yang terdiri dari
perawat profesional, teknikal, dan pelaksana dalam satu tim kecil yang saling
Universitas Sumatera Utara
82
membantu. Metode ini didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang
tinggi.
Perawat secara terus menerus mendapat pengalaman dari lingkungannnya,
sehingga pada akhirnya sebuah respon terbentuk dan terjadi adaptasi. Respon
adaptasi berupa adaptif dan maladaptive. Respon adaptif meningkatkan integrasi
dan menolong manusia untuk mencapai tujuan-tujuan dari adaptasi yaitu
kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi, keahlian dan perubahan sedangkan
respon maladaptive gagal mencapai tujuan adaptif.
Menurut Roy, lingkungan adalah kondisi, keadaan yang mempengaruhi
perkembangan dan perilaku individu atau kelompok dengan beberapa
pertimbangan saling menguntungkan individu dan sumber daya alam. Dalam hal
ini, perubahan lingkungan dapat menstimulasi individu untuk berespon adaptif
atau maladaftif. Lingkungan menjadi hal yang paling penting dalam pemberian
pelayanan. Partisipan mengungkapakan bahwa prinsip atau fokus perawatan
terminal yang diberikan adalah dukungan dari tim dalam pemberian perawatan
terminal untuk mengurangi keluhan fisik dan meningkatkan kualitas hidup pasien
secara terus menerus.
Lingkungan kerja tidak selamanya menimbulkan respon adaftif kepada
perawat. Adakalanya lingkungan menjadi stimuli perawat menjadi respon
maladaftif seperti beban kerja yang berat, merasa gagal ketika perawatan yang
diberikan tidak berhasil. Dibutuhkan mekanisme koping yang baik untuk dapat
mengatasi respon maladaftif perawat.
Universitas Sumatera Utara
83
Melakukan kolaborasi dalam pemberian perawatan terminal
Kolaborasi merupakan hubungan terintegrasi antara dokter dan gizi.
Beberapa partisipan menyatakan kolaborasi antara tenaga medis, gizi, dokter,
sama perawat dilakukan berkesinambungan dan terokumentasi dalam catatan
terintegrasi sehingga pelayanan dapat diberikan secara holistik.
Praktik kolaborasi tidak hanya dapat dilihat dari segi komunikasi dan
kerjasama dalam penanganan pasien saja, namun juga bisa dilihat pada lembaran
catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT). Lembaran terintegrasi ini
digunakan untuk mendokumentasikan asuhan dari beberapa profesi pemberi
pelayanan pasien yang diisi oleh dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis
dan pemberi pelayanan lainnya. Dibutuhkan kolaborasi yang baik agar lembaran
terintegrasi lengkap sesuai dengan ketentuan yang ada sehingga dapat
mencegah terjadinya kesalahan informasi, koordinasi multidisipliner, dan
mencegah informasi berulang.
Perawat memiliki peran yang lebih besar dalam perawatan penyakit
terminal seperti menghubungkan dan menjadi perantara komunikasi antara
multidisiplin ilmu dengan pasien atau anggota keluarga untuk proses
perawatan. Kebutuhan akan keperawatan menjelang ajal di rumah sakit meningkat
seiring dengan peningkatan kejadian penyakit kronis (Todaro-Franceschi &
Spellmann, 2012). Perawatan menjelang ajal menurut Higgs (2010) sebagai suatu
istilah yang digunakan dalam penyebutan perawatan pasien dan keluarga dari aspek
klinis sampai sistem dukungan saat pasien menghadapi kematian.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Polohindang, Rattu,
Umboh, dan Tilaar (2012) di RS. Sam Ratulangi menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
84
kolaborasi dokter-perawat menurut informan sudah dilaksanakan, meskipun
masih banyak kendala, tetapi hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar
proses kolaborasi belum diaplikasikan dalam pelayanan kesehatan di ruang rawat
inap.
Penelitian yang dilakukan Utami, L., Hapsari, S., & Widyandana di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih (2016). Hasil penelitian menunjukkan sikap
dokter dan perawat terhadap kolaborasi interprofesi di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rapih didapatkan nilai p 0,752 (p>0,05), yang menunjukkan
secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Sehingga dapat
disimpulkan baik dokter maupun perawat memiliki sikap yang positif terhadap
kolaborasi interprofesi. Hal tersebut menunjukkan adanya kecenderungan sikap
dokter dan perawat yang semakin positif terhadap kolaborasi.
Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan proses penelitian yang dilalui, beberapa keterbatasan yang
teridentifikasi antara lain:
Keterbatasan kemampuan peneliti sebagai instrumen utama. Penelitian ini
merupakan pengalaman pertama bagi peneliti dalam melakukan penelitian
kualitatif. Karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen utama
dalam pengumpulan data, maka kemampuan dan pengalaman peneliti dalam
wawancara mendalam banyak mempengaruhi hasil yang didapat. Solusinya,
peneliti membuat catatan-catatan kecil mengenai inti dari setiap pernyataan
partisipan, agar dapat ditanyakan kembali kepada partisipan sehingga dapat
diperoleh gambaran fenomena secara mendalam.
Universitas Sumatera Utara
85
Pemilihan tempat dan situasi wawancara kadang kurang tepat dan kurang
mendukung kebebasan partisipan untuk mengungkapkan perasaanya. Berdasarkan
pengalaman peneliti wawancara yang dilakukan di ruang edukasi sering
mengalami kendala karena ruangan digunakan untuk rapat harian. Solusinya
mencari ruangan lain untuk melakukan wawancara.
Implikasi Hasil Penelitian
Temuan dalam penelitian ini memiliki beberapa implikasi bagi praktik,
penelitian dan pendidikan keperawatan. Penelitian ini memberikan gambaran
mendalam tentang pengalaman perawat dalam memberikan perawatan terminal.
Pengalaman partisipan bervariasi dari tindakan yang dilakukannya, cara
berkomunikasi dengan pasien, dan harapannya terhapat pasien terminal. Implikasi
dari setiap komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bagi praktik keperawatan
Penelitian ini memberikan gambaran mendalam mengenai pengalaman
perawat memberikan perawatan terminal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
perawat perlu memberikan perawatan yang membantu pasien meninggal dengan
tenang, memberikan dukungan untuk keluarga. Hal ini juga bermanfaat untuk
menyusun pedoman perawatan pasien terminal yang menjadi salah satu program
akreditasi rumah sakit bab hak pasien dan keluarga (HPK). Pedoman ini menjadi
penting agar dapat menjadi refrensi dalam keseragaman perawat memberikan
perawatan terminal.
Universitas Sumatera Utara
86
Bagi penelitian keperawatan
Implikasi terhadap penelitian keperawatan juga terkait dengan penelitian
ini. Penelitian ini tergali empat tema yang berkaitan dengan pengalaman perawat
memberikan perawatan terminal. Kempat tema ini dapat dijadikan landasan atau
data dasar bagi penelitian selanjutnya. Perlu dikembangkan tema-tema yang ada
melalui perluasan variasi partisipan dan wilayah serta kualitas layanan rumah
sakit dan komunitas yang berbeda-beda.
Bagi pendidikan keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi landasan mengembangkan materi
pembelajaran dalam asuhan keperawatan pada perawatan pasien terminal. Dalam
penelitian ini diperoleh tema yang berkaitan bagaimana pengalaman perawat
memberikan perawatan terminal. Melalui penelitian ini dapat dikembangkan
tentang format dan metode pengkajian keperawatan umumnya mengenai
kebutuhan psikologis pasien terminal, sehingga asuhan keperawatan yang
diberikan menjadi holistik dan komprehensif.
Universitas Sumatera Utara
87
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini mengungkapkan bahwa perawat dalam memberikan
perawatan terminal kepada pasien. Sikap dalam perawatan pasien merupakan hal
yang utama dimiliki oleh perawat dalam upaya peningkatan status derajat
kesehatan pasien menjelang ajal. Penelitian tentang perawatan terminal saat ini
menunjukkan bahwa pasien menjelang ajal mempunyai kebutuhan yang
beragam dalam perawatannya, tidak hanya masalah fisik namun masalah
psikologis, spiritual, dan dukungan sosial. Kebutuhan tersebut tidak lepas dari
pentingnya peningkatan sikap dalam merawat pasien dengan menjelang ajal.
Keberhasilan perawatan pasien menjelang ajal dipengaruhi oleh sikap perawat
dalam proses perawatannya. Penelitian ini memberikan pemahaman tentang
pengalaman perawat dalam memberikan perawatan terminal.
Saran
Bagi pendidikan magister keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khususnya mahasiswa
keperawatan medikal bedah dalam merawat pasien terminal. Meningkatkan
mekanisme koping bagi mahasiswa untuk menghadapi pasien terminal dengan.
Bagi pelayanan keperawatan
Peningkatan pelayanan kesehatan khususnya oleh perawat dalam
memberikan perawatan seperti memberikan motivasi, bersyukur kepada
kehidupan, berkomunikasi yang baik sesuai dengan tahapan berduka pasien.
Universitas Sumatera Utara
88
Selain itu juga perawat hendaknya berkolaborasi dengan multidisiplin ilmu untuk
memberikan pelayanan yang baik.
Bagi peneliti keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar penelitian selanjutnya
(evidence based) dan dapat lebih dikembangkan dengan menggunakan metode
penelitian lain seperti eksperimen atau action research.
Universitas Sumatera Utara
89
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, K.L., & Burckhardt, C.S. (1999). Conceptualization and measurement
of quality of life as an outcome variable for health care intervention and
research. Journal of Advanced Nursing, 29, 298-306.
Brunelli., Mulligan. (2004) . Palliative Care Nursing: Principles and Evidence for
Practice 2nd ed. Open Univer- sity Press
Chesnay, M. D. (2015). Nursing Research Using Phenomenology Qualitative
Design and Methods in Nursing. Springer: New York.
Creswell, J. W. (2012). Qualitative inquiry & research design: choosing among
five approaches. USA: SAGE Publication.
Creswell, J. W. (2003). Research design: qualitative. Quantitative, and mixed
methods approaches, 2nd
, Edition. Thousand Oaks. CA: Sage Publications.
Cypress, B., S. (2011). Patient- Family-Nurse Intensive Care Unit Experience A
Roy Adaptation Model- Based Qualitative Study. Qualitative Research
Journal, 11(2), 3-16. https://doi.org/10.3316/QRJ1102003.
Davies., Et al. ( 2008). Attitudes toward care of the terminally ill : An educational
intervention. American Journal of Hospice & Palliative Care, 20: 13-22.
Djauzi, S. (2011). Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri Pada Penyakit Kanker.
Jakarta: YPI. Pers
Dong., Fu. (2014). The Neuroscience ICU Nurse‘s Perceptions about End Of
Life, volume 39, pages 143
Eric., Prommerand., Ficek., Brand. ( 2012). End of life care education, past and
present: a review of the literature. Nurse Education, 34: 31-42.
Enggune at al. (2014). Persepsi Perawat Neurosurgical Critical Care Unit
terhadap Perawatan Pasien Menjelang Ajal. Volume 2
Friedenberg., et al. (2011). Attitudes toward caring for dying patients: An
Universitas Sumatera Utara
90
overview among Italian nursing students and preliminary psycho metrics of
the FATCOD-B scale. Journal of Nursing Education and Practice: 4. 1
8 8 -1 9 6
Gallagher, A., et al. (2015). Negotiated reorienting: a grounded theory of nurses'
end of life decision making in the intensive care unit. International Journal
of Nursing Studies, 52: 7 9 4 -8 0 3 .
Ghony, M., D., & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Grubb, Arthur, Grubb. (2015). Student nurses‘ experience of and attitudes towards
care of the dying: A cross-sectional study. Palliative Medicine, 30:83-88
Hajaroh, M. (2013). Paradigma, Pendekatan dan Metode Penelitian
Fenomenologi.
Higgins, Kirchhoff. (2010). Promoting a peacefull death in the ICU. School of
Nursing, University of Wisconsin. USA. Crit Care Nure Clins NA. Elsevier
Science (USA)
Ichikyo, M. (2012). The process used by surrogate decision makers to withhold
and withdrawal life-sustaining measures in an intensive care environment.
Journal Oncology Nursing Forum, 34(2), 331-339.
Kementerian Kesehatan RI. (2007). Kebijakan Perawatan Paliatif. Jakarta:
Kepmenkes RI. No. 812 Tahun 2007.
Kisori., L., C., & Gayle, C., L. (2016). Intensive Care Nurses‘ Experiences of End
Of Life Care. Intensive and Critical Care Nursing, 33, 30-38.
doi:10.1016/j.iccn.2015.11.002
Muckaden, M. et al., (2011). Pediatric palliative care: theory to practice. Indian
Journal of palliative, 1,52-60
Universitas Sumatera Utara
91
Noome, Dijkstra, Leeven & Vloet. (2015). Development of an end-of-life
care/decision Pamphlet in the ICU. Chico:California State University,
Pagainini, M. C. & Bousso, R.S. (2015). Nurses‘ Autonomy in end of life
situations in intensive care units. Journal of nursing, 22, 803-814.
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Research: Generating and assesing
evidence for nursing practice. 9 ed. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins..
Rushton., et al. (2006). Nurses involvement in patients' dying and death: scale
devel-opment and validation. Journal of Death and Dying, 70: .278-300.
Tomey, Ann Mariner & Alligood, Martha Raile. (2006). Middle Range Theories:
Peaceful end of life theory.Missoury: Mosby
Smeltzer, S., & Bare. (2014). Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.
Smith, J.A., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative phenomenological
analysis: Theory, method and research. Los Angeles, London, New Delhi,
Singapore, Washington: Sage.
Streubert, H.J., & Carpenter, D.R. (2011). Qualitative research in nursing
advancing the humanistic imperative. Philadelphia: Lippincott.
Stevens et all. (2011). Caring for patients and families at end of life: The
experiences of nurses during withdrawal of life-sustaining treatment.
Dynamics, 22(4), 31–35.
Ogle., et al.(2011). Effects of a palliative care intervention on clinical outcomes
in patients with advanced cancer. International Journal of Nursing
Studies.302: 741–749.
Universitas Sumatera Utara
92
White, Latour. (2002) European intensive care: nurses‘ attitudes and beliefs
towards end-of-life care. Journal Nursing in Critical Care, 14(3), 110–
121.
Wright., Hogan. (2008). Providing end of life care to patients: critical care nurses‘
perceived obstacles and supportive behaviors. Journal Criticall Care
14:395—403.
World Health Organization. (2005). perawatan paliatif .
Universitas Sumatera Utara
93
LAMPIRAN 1
Instrument Penelitian
Universitas Sumatera Utara
94
LAMPIRAN A
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Judul Penelitian :
“Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Penyakit Terminal
di Kota Medan”
Peneliti : Hizrah Hanim Lubis
Nomor Handphone : 081260705890
Peneliti merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, mohon kesediaan bapak/ibu untuk
berpartisipasi dalam penelitian saya dengan judul ―Pengalaman Perawat
Memberikan Perawatan Perawatan Penyakit Terminal di Kota Medan‖, partisipan
ini sepenuhnya sukarela. Bapak/ ibu boleh memutuskan untuk berpartisipasi atau
menolak, tanpa ada konsekuensi atau dampak apapun.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan
pelayanan keperawatan pada pasien dengan kondisi terminal. Oleh karena itu,
diharapkan informasi yang mendalam dari pengalaman bapak/ ibu. Penelitian ini
tidak menimbulkan risiko apupun terhadap bapak/ ibu. Jika bapak/ ibu merasa
tidak nyaman selama wawancara, dapat memilih untuk tidak menjawab
pertanyaan yang diajukan peneliti atau mengundurkan diri dari partisipan.
Peneliti berjanji akan menjunjung tinggi dan menghargai bapak/ ibu dengan
cara menjamin kerahasiaan identitas dan data yang diperoleh baik dalam
pengumpulan data, maupun dalam penyajian laporan penelitian. Semua hasil
catatan atau data akan dimusnahkan setelah peelitian selesai dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
95
Saya sangat menghargai kesediaan bapak/ ibu menjadi partisipan dalam
penelitian ini. Untuk itu saya mohon kesediaanya untuk menandatangani lembar
persetujuan menjadi partisipan. Atas perhatian, kerjasama dan kesediaanya
menjadi partisipan, saya mengucapkan terima kasih banyak.
Universitas Sumatera Utara
96
LAMPIRAN B
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN
Setelah membaca penjelasan penelitian ini dan mendapatkan jawaban atas
pertanyaan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan
penelitian ini, saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan menjunjung tinggi
hak-hak saya sebagai responden.
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi
saya. Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya dalam penelitian ini sangat besar
manfaatnya untuk menggali pengalaman saya sebagai pemberi pelayanan
keperawatan pada pasien dengan kondisi terminal.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya tandatangani dengan sukarela
tanda ada paksaan dari siapapun.
Medan, …………………..2018
Partisipan,
………………….
Universitas Sumatera Utara
97
LAMPIRAN C
KUESIONER DATA DEMOGRAFI
“Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Penyakit Terminal
di Kota Medan”
Petunjuk Pengisian:
Di bawah ini adalah data demografi yang dibutuhkan sebagai identitas
partisipan dalam penelitian. Isilah pernyataan di bawah ini sesuai keadaan Bapak/
Ibu yang sebenarnya, dengan member tanda checklist (√) pada kotak yang telah
disediakan.
No. Partisipan:
1. Usia partisipan : tahun
2. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
3. Jabatan : ( ) Kepala ruangan
( ) Kepala Tim/ Penanggung jawab shift
( ) Perawat pelaksana
4. Lamanya bertugas :
5. Pelatihan yang pernah diikuti :
Universitas Sumatera Utara
98
LAMPIRAN D
PANDUAN WAWANCARA
“Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Penyakit Terminal
di Kota Medan”
Pertanyaan:
1. Bagaimana perawatan penyakit terminal yang bapak/ ibu berikan kepada
pasien ?
2. Bagaimana hubungan antar multidisiplin ilmu dalam memberikan
perawatan penyakit terminal?
3. Dengan tugas yang bapak/ ibu jalani saat ini, dukungan dari pihak
manajemen seperti apa yang bapak/ ibu harapkan ?
Universitas Sumatera Utara
99
LAMPIRAN E
FORMAT CATATAN LAPANGAN
No. Partisipan:
Tempat wawancara: Waktu wawancara:
Suasana tempat saat akan dilakuka wawancara:
Gambaran partisipan saat dilakukan wawancara:
a. Posisi:
b. Non-verbal:
Gambaran respon partisipan saat wawancara berlangsung:
Respon partisipan saat interaksi:
Universitas Sumatera Utara
100
LAMPIRAN 2
Biodata Expert
Universitas Sumatera Utara
101
Universitas Sumatera Utara
102
Universitas Sumatera Utara
103
Universitas Sumatera Utara
104
LAMPIRAN 3
Izin Penelitian
Universitas Sumatera Utara
105
Universitas Sumatera Utara
106
Universitas Sumatera Utara
107
Universitas Sumatera Utara
108
Universitas Sumatera Utara
109
Universitas Sumatera Utara
110
Universitas Sumatera Utara
111
Universitas Sumatera Utara
112
Universitas Sumatera Utara
113
Universitas Sumatera Utara
114
Pengalaman Perawat Memberikan Perawatan Terminal di Kota Medan
Hizrah Hanim¹, Nunung Febriany² and Nurmaini3
¹ Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
² Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
email: [email protected]
Kata kunci: Pengalaman, Perawatan terminal, kanker
Abstrak:
Pasien terminal adalah pasien yang dalam keadaan menderita penyakit dengan
stadium lanjut yang penyakit utamanya tidak bisa diobati kembali dan bersifat
progresif. Pengobatan yang diberikan hanya bersifat menghilangkan gejala dan
keluhan, memperbaiki kualitas hidup, dan pengobatan penunjang lainnya. Pada
pasien yang mengalami kondisi terminal harapan dan pengobatan serta usaha
memperpanjang harapan hidup menurun, kondisi ini membuat perawat dan
keluarga mengalami sedih, ketakutan, merasa bersalah dan merasa gagal sehingga
meningkatkan kecemasan. Perawat membutuhkan pendekatan secara holistik
dalam memberikan perawatan penyakit terminal pada pasien dan keluarga
meliputi kebutuhan fisik, emosi dan spiritual. Perawat merupakan salah satu tim
perawatan terminal yang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan perawatan terminal yang terbaik untuk pasien dan keluarga. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah design kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi dengan tekhnik wawancara. Pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara secara mendalam (indepth
interview) yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan durasi 60-90 menit dan
metode observasi dengan jumlah partisipan12 orang perawat yang bekerja di
ruang paliatif dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan tiga tema yaitu memberikan dukungan spiritual, memberikan
pelayanan dengan baik, dan melakukan kolaborasi multidisiplin ilmu Penelitian
ini diharapkan dapat memotivasi perawat dalam melayani pasien menjelang ajal
yang mempunyai kebutuhan yang beragam dalam perawatannya, tidak hanya
masalah fisik namun masalah psikologis, spiritual, dan dukungan social
Universitas Sumatera Utara
115
Latar belakang
Kondisi terminal sering digunakan untuk menggambarkan pasien pada
kondisi hidup yang terbatas dimana kematian sulit untuk dihindari. Perawatan
penyakit terminal ditujukan untuk menutupi atau menyembunyikan keluhan
pasien, dan memberikan kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan tidak
mungkin disembuhkan (Muckaden, 2011).
Pasien terminal adalah pasien yang dalam keadaan menderita penyakit dengan
stadium lanjut yang penyakit utamanya tidak bisa diobati kembali dan bersifat
progresif (meningkat). Pengobatan yang diberikan hanya bersifat menghilangkan
gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup, dan pengobatan penunjang
lainnya. Pasien terminal yang menghadapi penyakit kronis beranggapan bahwa
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai
macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit, kecemasan, dan kegelisahan tidak akan berkumpul lagi dengan keluarga dan
lingkungan sekitarnya (Ali Yafie, 2006).
Pada kondisi terminal, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium terminal suatu penyakit tidak hanya pemenuhan
atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan. Respon klien dalam
kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial yang
dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal
ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
(Smeltzer & Suzanne, 2001).
Pada kondisi terminal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik.
Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, dan
nyeri. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien,
klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi
kematian. Perawat harus tanggap terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
Universitas Sumatera Utara
116
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri. (Smeltzer & Suzanne, 2001)
Seseorang yang menghadapi kondisi terminal cenderung menjalani hidup dengan
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri
tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri
yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan
perpisahan, kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri,
terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau
sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal
yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang
lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Metode
Penelitian ini menggunakan design kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Pendekatan ini dipilih agar pengalaman partisipan dapat dieksplorasi menjadi
lebih terungkap sehingga gambaran pengalaman perawat dalam memberikan
perawatan penyakit terminal dapat tergambar secara nyata. Partisipan dalam
penelitian ini brjumlah 12 orang perawat yang bertugas di ruang rawat paliatif.
Pengambilan partisipan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling.
Strubert dan Carpenter (2011) menyatakan bahwa purposive sampling yaitu
pemilihan individu sebagai partisipan dalam penelitian berdasarkan pengetahuan
dan kemampuanya tentang fenomena yang akan dikaji dan bersedia untuk
membagi pengetahuan tersebut.
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
wawancara secara mendalam (indepth interview) yang dilakukan oleh peneliti
sendiri dengan durasi 60-90 menit dan metode observasi
Semua partisipan yang dipilih dalam penelitian ini adalah perawat yang memiliki
karakteristik sebagai berikut: bersedia menjadi partisipan, tidak mengalami
gangguan komunikasi, sehat fisik dan mental.
Universitas Sumatera Utara
117
Hasil
Hasil wawancara berupa transkrip tertulis dilakukan content analysis dengan
bantuan software Welf-QDA. Berdasarkan hasil analisis ditemukan beberapa tema
yaitu: 1) dukungan spritual; 2) memberikan pelayanan dengan baik; 3) melakukan
kolaborasi dalam pemberian perawatan terminal. Tema- tema ini akan dibahas
secara terperinci untuk memaknai pengalaman perawat memberikan perawatan
terminal
Tema 1: Memberikan dukungan spiritual
Sub-tema:
4. Memberikan semangat
5. Keyakinan kepada Tuhan
6. Berkomunikasi dengan pasien
Kategori:
3. Motivasi
4. Berdoa dan Bersyukur dengan
kehidupan
Tema 2: Memberikan pelayanan dengan baik
Sub-tema:
3. Beban kerja
4. Dukungan tim
Tema 3: Melakukan kolaborasi dalam pemberian perawatan terminal
5. Kolaborasi dengan dokter
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
7. Kolaborasi dengan klinik nyeri
8. Kolaborasi dengan rohaniawan
Kesimpulan
Penelitian ini mengungkapkan bahwa perawat dalam memberikan perawatan
terminal kepada pasien . Sikap dalam perawatan pasien merupakan hal yang utama
dimiliki oleh perawat dalam upaya peningkatan status derajat kesehatan pasien
menjelang ajal. Penelitian tentang perawatan terminal saat ini menunjukkan
bahwa pasien menjelang ajal memp u nya i keb u t u ha n ya ng b er a ga m da la
m perawatannya, tidak hanya masalah fisik namun masalah psikologis, spiritual,
dan dukungan sosial. Kebutuhan tersebut tidak lepas dari pentingnya peningkatan
sikap dalam merawat pasien dengan menjelang ajal. Keberhasilan perawatan pasien
menjelang ajal dipengaruhi oleh sikap perawat dalam proses perawatannya.
Penelitian ini memberikan pemahaman tentang pengalaman perawat dalam
memberikan perawatan terminal.
Diskusi
Temuan penting dalam penelitian ini berkaitan dengan komunikasi pada pasien
sesuai dengan tahapan berduka . Meski tidak semua partisipan menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
118
mereka tidak punya masalah besar dengan masalah komunikasi dengan pasien.
Perawat harus memperhatikan apakah kondisi pasien dan keluarga sudah
menerima kondisinya dan sudah paham terkait perawatan yang akan diberikan
selama pasien dirawat
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, K.L., & Burckhardt, C.S. (1999). Conceptualization and measurement
of quality of life as an outcome variable for health care intervention and research.
Journal of Advanced Nursing, 29, 298-306.
Chesnay, M. D. (2015). Nursing Research Using Phenomenology Qualitative
Design and Methods in Nursing. Springer: New York.
Creswell, J., W. (2012). Qualitative inquiry & research design: choosing among
five approaches. USA: SAGE Publication.
Creswell, J., W. (2003). Research design: qualitative. Quantitative, and mixed
methods approaches, 2nd
, Edition. Thousand Oaks. CA: Sage Publications.
Cypress, B., S. (2011). Patient- Family-Nurse Intensive Care Unit Experience A
Roy Adaptation Model- Based Qualitative Study. Qualitative Research Journal,
11(2), 3-16.
Djauzi, S., (2011). Perawatan Paliatif dan Bebas NyeriPada Penyakit Kanker.
Jakarta: YPI. Pers
Dong & Fu. (2014). The Neuroscience ICU Nurse‘s Perceptions about End Of
Life, volume 39, pages 143
Enggune at al. (2014). Persepsi Perawat Neurosurgical Critical Care Unit
terhadap Perawatan Pasien Menjelang Ajal. Volume 2
Ghony, M., D., & Almanshur, F. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Hajaroh, M. (2013). Paradigma, Pendekatan dan Metode Penelitian
Fenomenologi.
Higgins, Kirchhoff. (2010). Promoting a peacefull death in the ICU. School of
Nursing, University of Wisconsin. USA. Crit Care Nure Clins NA. Elsevier
Science (USA)
Universitas Sumatera Utara
119
Ichikyo, M. (2012). The process used by surrogate decision makers to withhold
and withdrawal life-sustaining measures in an intensive care environment. Journal
Oncology Nursing Forum, 34(2), 331-339.
Kisori., L., C., & Gayle, C., L. (2016). Intensive Care Nurses‘ Experiences of End
Of Life Care. Intensive and Critical Care Nursing, 33,30-38. doi:10 .1016/j.iccn.
2015. 11.002
Muckaden, M. et al., (2011). Pediatric palliative care: theory to practice. Indian
Journal of palliative, 1,52-60
Noome, Dijkstra, Leeven & Vloet. (2015). Development of an end-of-life
care/decision Pamphlet in the ICU. Chico:California State University,
Pagainini, M. C. & Bousso, R.S. (2015). Nurses‘ Autonomy in end of life
situations in intensive care units. Journal of nursing, 22, 803-814.
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Polit, D.F., & Beck, C.T. (2012). Nursing Research: Generating and assesing
evidence for nursing practice. 9 ed. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins..
Tomey, Ann Mariner & Alligood, Martha Raile. (2006). Middle Range Theories:
Peaceful end of life theory.Missoury: Mosby
Smeltzer, S., & Bare. (2002). Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.
Smeltzer, S., & Bare. (2014). Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.
Smith, J.A., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative phenomenological
analysis: Theory, method and research. Los Angeles, London, New Delhi,
Singapore, Washington: Sage.
Streubert, H.J., & Carpenter, D.R. (2011). Qualitative research in nursing
advancing the humanistic imperative. Philadelphia: Lippincott.
Stevens et all. (2011). Caring for patients and families at end of life: The
experiences of nurses during withdrawal of life-sustaining treatment. Dynamics,
22(4), 31–35.
Universitas Sumatera Utara
120
White, Latour. (2002) European intensive care: nurses‘ attitudes and beliefs
towards end-of-life care. Journal Nursing in Critical Care, 14(3), 110–121.
Universitas Sumatera Utara