Upload
okta-viasari
View
105
Download
27
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tentang distraksi ,penelitian yg dilakukan pada siswi sma
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Visi pembangunan kesehatan Indonesia, seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang Kesehatan RI No.36 Tahun 2009 yakni : “Meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi”. Makna yang
terkandung dari pernyataan tersebut adalah bahwa setiap upaya pembangunan
harus berkontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
diantaranya adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit reproduksi
(Notoatmodjo, 2012).
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera baik fisik, mental
dan sosial secara utuh, yang tidak hanya bebas dari penyakit/ kecacatan, dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya
(Depkes RI, 2009). Dalam konferensi kependudukan di Kairo pada tahun 2009,
definisi kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi
aspek fisik, mental dan sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit atau gangguan
di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi maupun sistim
reproduksi tersebut (WHO, 2009 ).
2
Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak
kemasa dewasa (Hurlock, 2010). Periode transisi tersebut ditandai dengan
perubahan fisik dan psikis yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku remaja,
serta menimbulkan persoalan dan permasalahan remaja. Salah satu perubahan
yang dialami remaja adalah perubahan pada organ reproduksi yaitu terjadi
kematangan seksual yang meliputi tanda-tanda primer dan sekunder. Pada anak
perempuan akan terjadi kematangan seksual yang ditandai dengan perubahan
bertahap dari tanda-tanda kelamin sekunder yaitu pertumbuhan rambut pubis
serta datangnya menstruasi yang pertama kali atau menarche (Narendra, 2008).
Menstruasi adalah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus,
disertai dengan pelepasan (deskuamasi) endometrium yang merupakan bagian
dari proses regular yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulannya untuk
kehamilan (Winkjosastro, 2007). Walaupun menstruasi datang setiap bulan pada
usia reproduksi, banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan fisik atau
merasa tersiksa saat menjelang atau selama haid berlangsung, salah satu
ketidaknyamanan fisik saat menstruasi yaitu dismenore.
Dismenore adalah kram, nyeri dan ketidaknyamanan yang di hubungkan
dengan menstruasi. Kebanyakan wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi,
pada beberapa wanita hal itu muncul dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan
letih, sedangkan beberapa yang lain menderita rasa sakit yang mampu
menghentikan aktifitas sehari-hari. Namun waspadalah bila nyeri haid terjadi
terus menerus setiap bulannya dalam jangka waktu lama karena kondisi itu
3
merupakan salah satu gejala endometriosis (penyakit kandungan yang
disebabkan timbulnya jaringan otot non-kanker sejenis tumor fibroid di luar
rahim). Dismenore dikelompokkan sebagai dimenorea primer saat tidak ada
sebab yang dapat dikenal dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas yang
menyebabkannya (Sastrowardoyo,2007).
Rata-rata siswi setingkat SMA berusia 15-19 tahun yang merupakan usia
remaja yang mempunyai kondisi kejiwaan labil sebagai salah satu faktor
penyebab dan faktor resiko terjadinya dismenorea khusunya dismenorea primer.
Stress psikis atau sosial yang dialami saat pembelajaran ataupun interaksi antar
teman juga sebagai salah satu faktor resiko terjadinya dismenorea primer
(Winkjosastro, 2010).
Angka kejadian nyeri menstruasi primer di Indonesia mencapai 54,89%
sedangkan sisanya adalah penderita tipe sekunder, yang menyebabkan mereka
tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas
hidup pada masing-masing individu (Proverawati & Misaroh,2009). Dari hasil
penelitian Jusmita (2011) mahasiswa STIKes Bhakti Husada Bengkulu, nyeri
menstruasi menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari dan harus absen dari
sekolah 1-7 hari setiap bulannya pada 15% responden berusia 15–17 tahun.
Remaja yang mengalami nyeri menstruasi berat mendapat nilai yang rendah
(6.5%), menurunnya konsentrasi (87.1%) dan absen dari sekolah (80.6%)
(Tangchai, 2012). Namun yang berobat kepelayanan kesehatan sangatlah sedikit,
yaitu hanya 1% - 2% (Abidin, 2007).
4
Akibat yang dapat ditimbulkan dari Dismenore yaitu terganggunya
aktifitas sehari – hari dan mengalami ketidaknyamanan fisik bahkan dapat
berlanjut menjadi infertilitas karena beberapa faktor yang menyertai misalnya
adanya endometriosis. Sehingga perlu diadakan penjelasan dan diskusi mengenai
cara hidup, pekerjaan makanan sehat, istirahat yang cukup dan lingkungan
penderita. Pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter perlu dilakukan untuk
mengantisipasi adanya kemungkinan yang kurang baik (Iqvita, 2010).
Upaya penanganan dismenore saat menstruasi, terdapat beberapa terapi
farmakologi dengan menggunakan obat-obat anti sakit (analgetic). Obat-obat
penghambat pengeluaran hormon prostaglandin seperti aspirin, endomethacin,
asam mafenamat. Selain menggunakan terapi farmakologi, penanganan
dismenore dapat juga dilakukan dengan terapi non-farmakologi, yaitu dengan
teknik relaksasi, distraksi, bio umpan balik, teory gate control, akupuntur,
hipnotis, terapi sentuhan (Brunner & suddarth, 2008).
Distraksi merupakan salah satu teknik yang mencakup memfokuskan
perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang
sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab
terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Hal ini disebabkan distraksi diduga
dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulus sistem kontrol desensen,
yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Adapun teknik distraksi yang paling efektif adalah salah satunya mendengarkan
musik (Brunner & suddarth, 2008).
5
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 24-27 November
2014, terdapat 123 remaja putri siswi kelas I-3 di SMA Muhammadiyah 1 kota
Bengkulu. Catatan yang didapat di ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) SMA
Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu pada bulan januari 2015 siswi yang datang ke
ruang UKS dengan keluhan nyeri haid ada 40 orang, diantaranya 25 orang siswi
pernah absensi dan izin pulang kerumah karena tidak mampu untuk mengikuti
pembelajran kelas dan 15 orang siswi lainnya hanya mengoleskan minyak kayu
putih dan balsam didaerah nyeri.
Saat 5 orang siswi di wawancarai, diantaranya menyatakan mengalami
kejadian nyeri menstruasi (dismenore). Diantaranya ada 3 siswi yang izin untuk
tidak mengikuti pelajaran dan dirawat di UKS (Unit Kesehatan Siswa).
Sebaliknya ada 1 siswi yang tetap memaksakan diri untuk mengikuti proses
pelajaran, walaupun teramat sakit dan 1 siswi lagi hanya membiarkan nyeri
tersebut. Hasil wawancara langsung dengan salah satu guru juga menyatakan
bahwa siswinya banyak yang tidak masuk ataupun izin pulang dikarenakan
dismenore, guru juga menyatakan bahwa dismenore sangat mengganggu aktifitas
belajar dan mempengaruhi tingkat kehadiran presentase siswa. Upaya
penanganan dismenore yang dilakukan oleh sebagian siswi diantaranya 2 siswi
hanya mengoleskan minyak kayu putih atau balsem pada daerah yang nyeri, 3
orang siswi berbaring di UKS, dan minum obat pengurang rasa sakit. Belum ada
siswi yang menggunakan teknik terapi non-farmakologi seperti distraksi, bio
umpan balik, teory gate control, akupuntur, hipnotis, terapi sentuhan.
6
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Pengaruh Pemberian Teknik Distraksi Terhadap Penurunan
Dismenore pada siswi SMA Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah didapat masih
banyaknya siswi yang mengalami nyeri haid (dismenore) yang terganggu
aktivitasnya dan belum ada siswi yang menggunakan teknik non-farmakologi
seperti distraksi di SMA Muhammadiyah 1 bengkulu.
C. Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat pengaruh distraksi terhadap penurunan dismenore pada
siswi SMA Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh distraksi terhadap penurunan dismenore pada
siswi SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui skala nyeri sebelum diberikan tindakan distraksi pada siswi
SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu.
b. Mengetahui skala nyeri sesudah diberikan tindakan distraksi pada siswi
SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu.
c. Mengetahui pengaruh distraksi terhadap penurunan dismenore pada
siswi SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu.
7
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Prodi Keperawatan STIKes Bhakti Husada Bengkulu
Hasil penelitian ini mampu menambah kepustakaan/referensi, yang
dapat di manfaatkan oleh mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan
dan bimbingan yang berhubungan dengan kejadian dismenore.
b. Menjadi landasan untuk penelitian sejenis selanjutnya yang terkait
dengan dismenore.
c. Memberikan informasi tentang pengaruh distraksi terhadap penurunan
dismenore.
2. Manfaat Praktis
a. Institusi
1) SMA Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu
Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan pelaksanaan program
kegiatan bimbingan, pembinaan dan konseling dalam upaya
penanganan siswi untuk menangani penurunan dismenore di SMA
Muhammadiyah 1 Bengkulu.
2) Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pembelajaran di
bidang kesehatan mahasiswa/I yang bersangkutan dapat memahami
penurunan dari dismenore tersebut.
8
3) Profesi kesehatan
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan
meningkatkan pemberian asuhan kesehatan reproduksi wanita,
khususnya di lingkungan sekolah.
F. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penelitian belum ada yang melakukan penelitian tentang
“Pengaruh distraksi terhadap penuruanan dismenora pada siswi SMA
Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu” tetapi sudah ada yang melakukan penelitian
dengan variable yang sama, tempat dan waktu dilakukan oleh: Jusmita (2011)
dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Dismenore dengan Tingkat
Kecemasan Saat Mengalami Dismenorea pada Remaja Putri Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) 01, 02, 03, 04, dan 05 Negeri Kota Bengkulu”.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dismenore
1. Definisi
Dismenore adalah rasa nyeri yang timbul menjelang dan selama
menstruasi, ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah.
Gejala ini disebabkan karena tingginya produksi hormon Prostaglandin.
Dismenore merupakan rasa nyeri yang hebat yang dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari (Wijayanti, 2009).
Proverawati & Misaroh (2009), dismenore adalah nyeri menstruasi
yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat pada menurunnya
kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari. Istilah Dismenore
(dysmenorrhoea) berasal dari bahasa “Greek” yaitu dys (gangguan atau
nyeri hebat/ abnormalitas), meno (bulan) dan rrhoea yang artinya flow
(aliran). Jadi dismenore adalah gangguan aliran darah menstruasi atau nyeri
menstruasi.
Dismenore adalah nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan
suatu penyakit tumbul akibat kontraksi disritmik miomentrium yang
menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari ringan sampai berat pada
perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spamodik pada sisi medial paha.
(Nurmasitoh, 2008).
10
2. Klasifikasi
Ada dua tipe-tipe dari dismenore primer dan sekunder:
a. Dismenore primer
Dismenore primer adalah nyeri haid yang sangat dijumpai tanpa
kelainan pada alat-alat genetal yang nyata. Dismenore primer terjadi
beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih,
oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah
menarche umumnya berjenis anovulatior atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada
beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah
kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi
dapat menyebar kedaerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa
nyeri dapat di jumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas,
dan sebagainya (Simanjuntak, 2007).
Disebut dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang
mendasarinya dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah
kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan
lebih daro 50% wanita mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami
nyeri pada saat menstruasi hebat. Biasanya dismenore primer timbul
pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama.
Nyeri pada dismenore primer juga diduga berasal dari kontraksi rahim
yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri yang dirasakan semkin hebat
11
ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati
serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit. Faktor
lainnya yang bisa memburuk dismenore adalah:
1) Rahim yang menhadap kebelakang (retrovesi)
2) Kurang berolah raga
3) Stres psikis atau stres sosial
Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan
menghilangnya dismenore primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya
kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilannya sebagaian saraf
pada akhir kehamilan. Perbedaan beratnya nyeri saat menstruasi
tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami
dismenore/nyeri menstruasi memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami
dismenore. Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh
wanita hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk
merangsang persalinan. Dismenore primer juga disebabkan faktor
perilaku dan psikologis. Meskipun faktor-faktor ini belum meyakinkan
di buktikan, mereka harus dipertimbangkan jika pengobatan mesis
gagal.
b. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder (DS) adalah nyeri saat menstruasi yang
disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kandungan. Pada umunya
12
terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Tipe nyeri dapat
pula menyerupai nyeri menstruasi dismenore primer, namun lama nyeri
dirasakan melebihi periode menstruasi dan dapat pula terjadi bukan pada
saat menstruasi. Pemberian terapi analgesic non-narkotik, obat
antiinflamasi nonsteroid dan pil kontrasepsi tidak memberikan banyak
manfaat. Nyeri haid yang disebabkan oeh patologi pelvis secara
anatomis atau mikroskopis dan terutama terjadi pada wanita berusia 30-
45 tahun. Pengertian yang lain menyebutkan definisi dismenore
sekunder sebagai nyeri yang muncul saat menstruasi namun disebabkan
oleh adanya penyakit lain. Penyakit lain yang sering menyebabkan
dismenore sekunder antara lain endometriosis, fibroid uterin,
adenomyosis uterin, dan inflamasi pelvis kronis (Simanjuntak, 2007).
Dismenore sekunder disebabkan oleh kondisi latrogenik dan
patalogis yang beraksi uterus, tuba falopi, ovarium, atau pelvis
peritoneum. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang
mengubah tekanan didalam atau disekitar pelvis, perubahan atau
terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini
berkombinasi dengan fisiologi normal dari menstruasi sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi pada saat
menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab dismenore
sekunder dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan, yaitu penyebab
intrauterin dan penyebab ekstrauterin (Smith, 2003).
13
Tanda dan gejala pada dismenore sekunder dan nyeri pelvis
dapat beragam dan banyak. Umunya gejala tersebut sesuai dengan
penyebabnya. Keluhan yang biasa muncul adalah gejala pada
gastrointestinal, kesulitan berkemih, dan masalah pada punggung.
Keluhan menstruasi berat disertai nyeri menandakan adanya perubahan
kondisi uterus seperti adenomyosis, myomas, atau polip. Penyebab dari
dismenore primer antara lain infeksi, adenomiosis, mioma uteri,
salpingitis kronis, stenosis servisis uteri, kista ovarium, polip uteri dan
lain-lain. Faktor-faktor risiko DS antara lain infeksi pelvis, penyakit
menular seksual, dan endometriosis. Terapi dismenore sekunder
berdasarkan penyakit dasarnya. Selain obat-obatan, terkadang perlu
dilakukan tindakan bedah. Bila anda mengalami nyeri saat menstruasi,
segera ketahui tipe nyeri anda. Karena, mungkin saja itu adalah salah
satu gejala awal terdapat kelainan ginekologik pada anda (Smith, 2007).
3. Penyebab Dismenore
a. Dismenore primer
Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan
penyebab dismenore primer, tetapi patofisiologinya belum jelas di
mengerti. Menurut Simanjuntak (2007), beberapa faktor memegang
peranan sebagai penyebab dismenore primer antara lain:
14
1) Faktor kejiwaan: pada gadis-gadis yang secara emosional tidak
stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang tidak
baik tentang proses haid, mudah timbul dismenore.
2) Faktor konstitusi: faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor
tersebut di atas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa
nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan
sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore.
3) Faktor obstruksi kanalis servikalis: salah satun teori yang paling
tua untuk menerangkan terjadinya dismenore primer ialah stenosis
kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam
hiperanteflekasi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis,
akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang
penting sebagai penyebab dismenore. Mioma submukosum
bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dismenore
karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk
mengeluarkan kelainan tersebut.
4) Faktor endokrin: pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang
terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus
yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan
soal tonus dan kontraksilitas otot usus.
15
5) Faktor alergi: teori ini dikemukakan setelah memperhatikan
adanya asosiasi antara dismenore dengan migrane atau asma
bronkhiale. Smith menduga bahwa alergi ialah toksin haid.
b. Dismenore sekunder
Simanjuntak (2007), nyeri mulai pada saat haid dan
meningkatkan bersamaan dengan keluarnya darah haid. Dapat
disebabkan oleh antara lain:
1) Endometriosis
2) Fibroid
3) Adenomiosis
4) Peradangan tuba falopi
5) Perlengkapan abnormal antara organ didalam perut
6) Pemakain IUD
Seperti disebutkan suatu kanal leher rahim yang sempitnya tidak
biasa cenderung untuk meningkatkan kejang-kejjang menstruasi. Faktor
anatomi lain nya di perkirakan untuk kontribusipada kejang-kejang
menstruasi adalah suatu kemiringan yang memutar kembali dari
kandungan (retroverted uterus).
Telah lama diperkirakan bawha faktor-faktor psikologis juga
memainkan suatu peran. Contohnya, adalah diterima secara luas bahwa
stress emosi dapat meningkatkan ketidaknyamanan dari nyeri
menstruasi.
16
4. Gejala dismenorea (nyeri menstruasi)
Menurut Simanjuntak (2007), gejala dismenore menyebabkan nyeri
pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar kepunggung bagian bawah dan
tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai
nyeri tumpul yang terus menerus ada.
Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi,
mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan
menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual,
sembelit, atau diare dan sering berkemih.
Gejala utama adalah nyeri dismenore terkonsentrasi di perut bagian
bawah, di daerah umbilikalis atau dareah suprapubik perut.hal ini sering
dirasakan di perut kanan atau kiri. Hal itu dapat memancarkan ke paha dan
punggung bawah. Gejala lain mungkin termasuk mual dan muntah, diare
atau sembelit, sakit kepala, pusing, disorientasi, hipersensitivitas terhadap
suara, cahaya, bau, dan sentuhan, pingsan, dan kelelahan.
Oleh karena itu, hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di
perut bagian bawah sebelum dan selama haid dan seringkali rasa mual,
maka istilah dismenore hanya dipakai jika nyeri haid sedemikian hebatnya,
sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan
atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari.
17
Kejang-kejang dismenore dapat secara ilmiah ditunjukkan dengan
mengukur tekanan didalam kandungan dan angka dan frekuensi dari
kontraksi-kontraksi kandungan. Sewaktu suatu periode menstruasi normal,
wanita rata-rata mempunyai kontraksi-kontraksi dari suatu tekanan yang
rendah (50-80mmHg), yang berlangsung 15-30 detik pada suatu frekuensi
dari 1-4 kontraksi-kontraksi setiap 10 menit. Ketika seorang wanita
mempunyai kejang-kejang dismenore, kontraksi-kontraksinya adalah dari
suatu tekanan yang lebih tinggi (mereka mungkin melewati 400 mmHg),
berlangsung lebih lama 900 detik, dan seringkali terjadi kurang dari 15 detik
terpisah.
B. Nyeri
1. Definisi
Nyeri merupukan faktor untuk menghambat kemampuan dan
keinginan individu untuk pulih dari suatu penyakit (Potter & Perry, 2006).
Kusnadi (2013), mengatakan bahwa nyeri adalah persepsi sensori dari
rangsangan psikis atau fisik maupun lingkungan yang diinterpretasikan oleh
otak sehingga menimbulkan reaksi terhadap rangsangan tersebut.
Nyeri adalah bentuk suatu rasa sensorik ketidaknyamanan yang
bersifat subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan
(Andarmoyo,2013)
18
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual atau pootensial
(Smeltrzer,2005)
2. Mekanisme Nyeri
Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk
melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan
ditubuh. Mekanisme nyeri adalah sebagai berikut rangsangan diterima oleh
reseptor nyeri, diubah dalam bentuk impuls yang dihantarkan kepusat nyeri
di korteks otak. Setelah diproses dipusat nyeri, impuls dikembalikan ke
perifer dalam bentuk persepsi nyeri (Saputra, 2012).
Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri berasal dari berbagai
faktor dan dikelompokkan 3 (tiga) bagian, yaitu:
a. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh
mekanik seperti tekanan, tusukan jarum, irisan pisaudan lain-lain.
b. Rangsangan Termal : Nyeri disebabkan karena pengaruh suhu, Rta-
rata manusia akan merasakan nyeri jika menerima panas diatas
45derajat C, dimana mulain pada suhu tersebut jaringan akan
mengalami kerusakan.
c. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akan
membebaskan zat yang disebut mediator yang dapat berkaitan dengan
reseptor nyeri antara lain: bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolin
19
dan prostaglandin. Bradikinin merupakan zat byang paling berperan
dalam meinmbulkan nteri karena kerusakan jaringan.
3. Klasifikasi Nyeri
Smeltzer (2005), nyeri dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan
bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk
menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyei.
Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik,
nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan,
nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya
kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan.
b. Nyeri kronik adalah nyerti konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak
mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk
diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap
20
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Mesti nyeri akut dapat
menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan
sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan
sendirinya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Potter & Perry (2006), faktor-faktor yanga mempengaruhi nyeri adalah
sebagai berikut:
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang
ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana
anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil
mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat yang menyebabkan nyeri. Nyeri bukan merupakan bagian dari
proses menuaan yang tidak dapat dihindari. Pada lansia yang
mengalami nyeri, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis, dan
penatalaksanaan secara agresif.
b. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam berespon terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah
menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan
tetapi, toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan
21
merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan
jenis kelamin.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan
dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri.
d. Makna Nyeri
Makna seseorang yang berkaitan dengan nyeri mempengaruhi
pengalamanan nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya
individu tersebut. Individu mempersepsikan nyeri dengan cara yang
berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman, tantangan.
e. Perhatian
Tingkat seseorang klien memfokuskasn perhatian pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat,
sedangkan, upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun.
f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
22
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Sistem limbik dapat
memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau
menghilangkan nyeri.
g. Keletihan
Keletihan meningkatkan perserpsi nyeri. Rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap
individu yang menderita penyakit dalam jangka lama.
h. Pengalaman Sebelumnya
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian
episode nyeri berat maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat
muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengn jenis
yanag sama berulang-ulang, akan lebih mudah bagi individu tersebut
untuk menginterprestasikan saensasi nyeri akibatnya, akliaen akan
lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk
menghilangkan nyeri.
i. Gaya Koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian
maupun keseluruhan/total. Klien sering kali menenukan berbagai cara
untuk mengembankan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri.
Penting untuk memahami sumber-sumber koping klien selama ia
mengalami nyeri.
23
j. Dukungan Keluarga dan Sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri ialah
kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Individu yang mengalami nyeri sering kali tergantung
pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan, atau perlindungan.
5. Penilaian Respon Intensitas Nyeri
Andarmoyo (2013), intesietas nyeri merupakan gambaran tentang
seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intesitas nyeri
sangat subjektif dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intesitas
yangsama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan teknik ini juga tigdak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri.
Potter & Perry (2006), pengukuran intensitas nyeri dapat dilakukan
dengan menggunakan skala sebagai berikut:
a. Skala numerik
Skala penilaian numerik (numerical reating scales, NRS) lebih
digunakan sebagai pengganti alat pendiskripsi kata. Dalam hal ini,
klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Hasil
pengukurannya adalah 0 termasuk kategori tidak ada nyeri, skor 1-3
24
termasuk pada skala nyeri ringan, skor 4-6 termasuk nyeri sedang, 7-
10 termasuk kategori nyeri berat. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan
patokan 10 cm.
Gambar 2.2
Numerik rating scales (NRS)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri hebat
Nyeri
b. Skala deskriptif
Skala deskriptif merupakan alat pngukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (verbal descriptor
scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima
kata pendiskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis, pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai
“nyeri yang tidak tertahan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut
dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilihkan sebuah
kategori untuk mendiskripsikan nyeri.
25
Gambar 2.3
Verbal Descriptor Scale (VDS)
Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Paling
Ada nyeri Ringan Sedang Hebat Sangat Hebat Hebat
c. Skala analog visual
Smeltzer (2005), skala analog visual (Visual analog scale,
VAS) adalah suatu garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnnya. Pasien diminta untuk menunjukkan titik pada
garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut.
Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” dan “tidak nyeri”,
sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang
paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan
sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada
nyeri” diukur dan di tulis dalam centimeter.
Skala ini memberikan klien kebebesan penuh untuk
mengidenfikasikan pekarahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien dapat
26
mengidenfikasikan setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa
memilih salah satu kata atau angka.
Gambar 2.4
Visual analog scale (VAS)
Tidak Nyeri
Nyeri Sangat
Hebat
6. Strategi penatalaksanaan nyeri farmakologi dan nonfarmakologi
kusnadi (2013), strategi penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi
adalah sebagai berikut:
1. Relaksasi
Relaksasi adalah teknik pelemasan otot sehingga akan
mengurangi tekanan pada otot dalam menurunkan atau meredakan
nyeri. Pertama, dengan menggepalkan jari ketika mengambil napas
dalam. Setelah menahan nafas beberapa waktu, klien menghembuskan
nafas sembari membiarkan tubuh melemas. Siklus ini diikuti oleh
nafas dalam dan perlahan, hyang mirip seperti menguap.
2. Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu
27
tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal diluar nyeri. Dengan
demikian, harapan pasien tidak berfokus pada nyeri lagi dan dapat
menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2013).
Andarmoyo (2013), jenis distraksi antara lain :
a. Distraksi visual atau penglihatan
Distraksi visual atau penglihatan adalah pengalihan
perhatian selain nyeri yang diarahkan kedalam tindakan-tindakan
visual atau pengamatan. Misalnya melihat pertandingan olah
raga, menonton televisi, membaca Koran, melihat pemandangan
atau gambar yang indah.
b. Distraksi audio atau pendengaran
Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan
kedalam tindakan-tindakan melalui organ pendengaran.
Misalnya, mendengarkan musik yang disukai atau mendengarkan
suara kicauan burung serta gemercik air. Saat mendengarkan
musik, individu dianjurkan untuk memilih musik yang sesuai dan
musik tenang seperti musik klasik dan diminta untuk
berkosentrasi pada lirik dan irama lagu.
28
3. Bio umpan balik
Terdiri dari sebuah program latihan yang bertujuan untuk
membantu seseorang mengendalikan aspek tertentu sistem saraf
otonom.
4. Teory gate control
Serabut saraf kulit merupakan saraf berdiameter besar yang
menghantarkan impuls ke susunan saraf pusat. Apabila
terkenarangsangan misalnya pemijatan, maka diduga bahwa rasa nyeri
dapat dikendalikan dengan menutup pintu gerbang disubstansia
gelatinosa medulla spinals sehingga nyeri tidak sampai ke otak.
5. Akupuntur
Suatu teknik tusuk jarum yang menggunakan jarum-
jarumkecil, panjang untuk menusuk ke bagian-bagian tertentu dalam
tubuh untuk menghasilkan ketidakpekaan terhadap rasa nyeri.
6. Hipnotis
Reaksi seseorang akan yeri dapat diubah dengan signifikan
melalui hipnotis. Hipnotis berbasis pada sugesti, disosiasi, dan proses
memfokuskan perhatian.
7. Terapi sentuhan
Terpi sentuhan telah digunakan untuk beberapa gangguan sakit
kepala. Terapi ini merupakan turunan dari “meletakkan ” tangan.
29
Tubuh manusia dipercaya memili sumber energi yang mengekspesikan
pola yang menyimpang ketika sistem tubuh terganggu.
Andarmoyo (2013), strategi penatalaksanaan nyeri mencakup
pendekatan farmakologi. Salah satu pendekatan farmakologis yang biasa
digunakan adalah analgesic. Analgesic merupakan metode yang paling
umum untuk mengatasi nyeri walaupun analgesikdapat menghilangkan
nyeri dengan efektif. Ada 3 jenis analgesic antara lain:
a. Analgesik non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan
nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis rheumatoid,
prosedur pengobatan gigi, dan prosedur bedah minor, episiatomi, dan
masalah punggung bagian bawah. Satu pengecualian yaitu ketorolak
(toradol), merupakan agens analgesic pertama yang dapat
dibandingkan dengan morfin (Potter & Perry, 2006).
b. Analgesic narkotik atau opiate
Analgesic narkotik atau opiate umumnya diresepkan dan
digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti pasca operasi dan
nyeri maligna. Analgesic ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk
menghasilkan kombinasi efek mengespresikan dan menstimulasi.
c. Obat tambahan (adjuvan)
Adjuvan seperti sadatif, anti cemas, dan relaksasi otot
meningkatkan kntrol nyeri atau menghilangkan gejala lainyang terkait
30
dengan nyeri seperti mual, dan muntah. Agen tersebut diberikan dalam
bentuk atau disertai dengan analgesik, sadatif seringkali diresepkan
untuk menderita nyeri kronik. Obat-obatan ini dapat menimbulkan
rasa kantuk dan kerusakan koordinasi, keputusan, dan kewaspadaan
mental.
C. Distraksi Pendengaran
1. Definisi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu tindakan
pengalihan perhatian pasien kehal-hal diluar nyeri. Dengan demikian,
diharapkan pasien tidak berfokus pada nyeri lagi dan dapat menurunkan
kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap
nyeri.
Distraksi pendengaran yaitu mendengarkan musik yang disukai,
suara burung, atau gemercik air. Klien dianjurkan untuk memilih musik
yang disukai dan musik yang tenang, seperti musik klasik. Klien diminta
untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu . klien juga diperbolehkan
untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu, seperti bergoyang,
mengetukkan jari tau kaki (Tamsuri, 2007).
Musik terbukti menunjukan efek yaitu menurunkan tekanan darah,
dan mengubah persepsi waktu. Perawat dapat menggunakan musik dengan
kreatif di berbagai situasi klinik, pasienumunya lebih menyukai melakukan
31
suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau
mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati
individu, merupakan pilihan yang paling baik (Potter & Perry, 2006).
Setyoadi (2011), terapi musik adalah teknik yang digunakan untuk
penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama
tertentu.
Terapi musik adalah suatu proses yang menggabungkan antara aspek
penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi, fisik/tubuh,
emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan social seseorang (Natalina,
2013).
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen
musik untuk meningkatkan, mempertahankan, serta mengembalikan
kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual (Setyoadi, 2011).
2. Jenis Terapi Musik
Natalina (2013), Terapi musik terdiri dari dua jenis:
a. Aktif – kreatif
Terapi musik diterapkan dengan melibatkan klien secara langsung
untuk ikut aktif dalam sebuah sesi terapi melalui cara:
1) Menciptakan lagu (composing), klien diajak untuk menciptakan
lagu sederhana ataupun membuat lirik dan terapis yang akan
melengkapi secara harmoni.
32
2) Improvisasi, klien membuat musiksecara spontan dengan
menyanyi ataupun bermain musik pada saat itu juga atau membuat
improvisasi dari musik yang diberikan oleh terapis. Improvisasi
dapat juga sebagai ungkapan perasaan klien akan moodnya, situasi
yang dihadapi maupun perasaan terhadap seseorang.
b. Pasif – reseptif
Dalam sesi reseptif, klien akan mendapatkan terapi dengan
mendengarkan musik. Terapi ini menekankan pada physical, emotional
intellectual, aesthetic or spiritual dari musik itu sendiri sehingga klien
akan merasakan ketenangan atau relaksasi. Musik yang digunakan dapat
bermacam jenis dan style tergantung dengan kondisi yang dihadapi
klien.
3. Manfaat Terapi Musik
Terapi musik merupakan pengobatan secara holistik yang langsung
menuju pada symptom penyakit. Terapi ini akan berhasil jika ada kerja sama
antara klien dengan terapis. Menurut Natalina (2013), terapi musik memiliki
beberapa manfaat, diantaranya:
a. Musik pada bidang kesehatan
1) Menurunkan tekanan darah melalui ritmik musik yang stabil
memberi irama teratur pada sistem jantung manusia.
33
2) Menstimulasi kerja otak mendengarkan musik dengan harmoni
yang baik akan menstimulasi otak untuk melakukan proses analisa
terhadap lagu tersebut.
3) Meningkatkan imunitas tubuh suasana yang ditimbulkan oleh
musik akan mempengaruhi sistem kerja hormone manusia, jikakita
mendengar musik yang baik atau positif maka hormone yang
meningkatkan imunitas tubuh juga akan memproduksi.
4) Memberi keseimbangan pada detak jantung dan denyut nadi.
b. Musik meningkatkan kecerdasan
1) Daya ingat- menyanyi dengan menghafalkan lirik lagu, akan
melatih daya ingat
2) Konsentrasi- saat terlibat dalam bermusik(menyayi, bermain
instrumen) akan menyebabkan otak berkerja secara terfokus
3) Emosiomal- musik mampu memberikan pengharuh secara
emosional terhadap makhluk hidup
c. Musik meningkatkan kerja otot- mengaktifkan motorik kasar dan halus.
Musik untuk kegiatan gerak tubuh(menari, olahraga dll)
d. Musik meningkatkan produktifitas, kreatifitas, dan imajinasi
e. Musik menyebabkan tubuh menghasilkan hormone beta-endorphine
ketika mendengar suara kita sendiri yang indah maka hormon
“kebahagian” (beta-endorphine) akan berproduksi
34
f. Musik membentuk sikap seseorang- meningkatkan mood. Karakteristik
makhluk hidup dapat terbentuk melalui musik, rangkaian nada yang
indah akan membangkitkan perasaan bahagia/semangat positif.
g. Musik mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi-
bermusik akan menciptakan sosialisasi karena dalam bermusik
dibutuhkan komunikasi.
h. Meningkatkan visualisasi melalui warna musik- musik mampu
membangkitkan imajinasi melalui rangkaian nada-nada harmonisasinya.
4. Teknik terapi musik
Setyoadi (2011), teknik dalam terapi musik adalah anatara lain :
a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan:
1) Mp3 jenis musik yang digunakan
2) Lingkungan yang tenang, nyaman, dan bersih
Persiapan klien :
1) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan, serta meminta
persetujuan klien untuk mengikuti terapi musik
2) Posisikan tubuh klien secara nyaman dan rileks
b. Prosedur
1) Memberikan kesempata klien memilih jenis musik
2) Mengaktifkan Mp3 jenis musik dan mengatur volume suara sesuai
dengan selera klien
35
3) Mempersilakan klien mendengarkan musik selama 15 menit
4) Saat klien mendengarkan musik arahkan untuk focus dan rileks
terhadap lagu yang didengar dan melepaskan semua beban yang ada
5) Setelah musik berhenti klien mempersilakan mengungkapkan
perasaan yang muncul saat musik tersebut diputar, serta perubahan
yang terjadi dalam dirirnya
D. Pengaruh Teknik Distraksi Terhadap Penurunan Dismenore
Distraksi merupakan perhatian dijauhkan dari sensai nyeri atau
rangsangan emosional negatif yang dikaitkan dengan episode nyeri. Penjelasan
teoritis yang utama adalah bahwa seseorang mampu untuk memfokuskan
perhatiannya pada jumlah fosi yang terbatas. Dengan memfokuskan perhatian
secara aktif pada tugas kognitif dianggap adapat membatasi kemampuan
seseorang untuk memperhatikan sensasi yang tidak menyenangkan. Agar
efektif, aktivitas distraksi memerlukan upaya kognitif yang cukup. Latihan
distraksi yang terlalu mudah secara cepat mudah menjadi otomatis atau
melibatkan respons monoton yang berulang cenderung tidak efektif (Reni,
2013).
Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa
aktivitas retikuler menghambat stimulus nyeri. Jika seseorang menerima input
sensori berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak
(nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus yang menyenangkan
dari luar juga dapat merangsang sekresi endofrin, sehingga stimulus nyeri yang
36
dirasakan oleh klien berkurang. Peredaan nyeri secara umum berlangsung
dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan
dan minat individu dalam stimulus. Oleh karena itu, stimulus pendengaran,
memungkinkan lebih efektif untuk menurunkan nyeri (Tamsuri, 2007).
Intervensi dapat dilakukan dengan pemberian modalitas yang bervariasi
yang memerlukan klien untuk terlibat dalam aktivitas mental yang
menyenangkan dan memerlukan fokus yang tinggi. Teknik yang umum sering
dilakukan termasuk mendengarkan musik favorit. Teknik distraksi akan lebih
efektif jika melibatkaan klien dalam aktifitas. Sebagai contoh, mendengarkan
musik sambil mengetukkan jari mengikuti ritme akan lebih efektif daripada
mendengarkan secara pasif saja. Strategi kognitif perlu untuk disesuaikan
dengan pilihan pribadi klien (Reni, 2013).
Setyoadi (2011), musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran
yang terogarnisasi, terdiri atas melodi, ritme, harmoni,warna (timbre), bentuk,
dan gaya. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan
ketidakmampuan yang dialami oleh seseorang. Ketika musik diaplikasikan
menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan , memulihkan, memelihara
kesehatan fisik, mental, emosional, social, dan spiritual dari setiap individu. Hal
ini dikarenakan musik memiliki beberapa kelebihan, seperti bersifat universal,
nyaman, menyenangkan, dan terstruktur . sebagai contoh naafas, detak jantung
pulsasi semuanya berulang dan berirama. Intervensi menggunakan terapi musik
37
dapat mengubah ambang otak yang dalam keadaan stress menjadi lebih adaptif
secara fisiologis dan efektif.
Semua jenis musik dapat digunakan sebagai terapi seperti lagu-lagu
rileksasi, lagu popular, maupun klasik. Musik terbukti menunjukkan efek
menurunkan tekanan darah dan mengubah persepsi waktu. Perawat dapat
menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien umumnya
lebih suka menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik,
menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai
dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik (Potter &
Perry, 2006).
Hasil Penelitian Devynatalia Mathius (2012), tentang pengaruh terapi
musik instrument mozart terhadap penurunan nyeri dismenore pada siswi SMK
kesehatan Samarinda dapat disimpulkan bahwa terapi musik memiliki pengaruh
yang bermakna terhadap perubahan respon fisiologis dan respon prilaku pada
klien yang sedang mengalami nyeri dismenore.
38
E. Kerangka konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep
tentang pengaruh pemberian teknik distraksi terhadap penurunan dismenore pada
siswi SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu pada penelitian ini adalah :
Variabel Independent Variabel Dependent
Bagan 1. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Ada pengaruh antara teknik distraksi dengan penurunan dismenore pada siswi
SMA Muahammadiyah 1 kota Bengkulu tahun 2015.
Teknik Distraksi Penurunan Dismenore
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah desain Quasi Eksperimen dengan
rancangan sebelum dan sesudah intervensi pada satu kelompok (one group pretest
and postest ).
O1 X O2
Keterangan :
O1 : Nyeri sebelum dilakukan distraksi
O2 : Nyeri sesudah dilakukan distraksi
X : Tindakan : distraksi
B. Kerangka Penelitian
Pola kerangka penelitiann ini dapat dilihat bahwa penelitian ini melalui pre
dan post intervensi
Pre test eksperimen Post test
Nyeri sebelum distraksi
Distraksi Nyeri sesudah distraksi
40
C. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
Terapi distraksi
Terapi distraksi dengan mengalihkan pikiran sdengan mendengarkan musik yang disukai oleh responden (Pop, Klasik, dan lain-lain)selama 15 menit
Mp3 observasi
Dismenore Nyeri yang disrasakan oleh siswi dengan karakteristik nyeri abdomen bagian bawah
NRS (Numerical rating scales)
Responden diminta menunjukkan tingkat nyeri pada alat pengukur nyeri/ NRS
0 = tidak nyeri1-3 = nyeri ringan 4-6 = nyeri sedang
Interv
al
D. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang UKS SMA Muhammadiyah 1 kota
Bengkulu. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2015.
E. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
41
(Sugiyono,2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMA
Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu berjumlah 123 orang siswi.
2. Sampel
Sampel adalah bagian polulasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2013).
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana , jumlah anggota sampel
adalah 10 sampai dengan 20 responden (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian
ini peneliti mengambil sampoel yaiti 10 orang siswi yang menderita
dismenore. Sampel yang diambil menggunakan teknik purposive sampling,
yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang
dikehendaki peneliti (Setiadi, 2007).
kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Siswi yang mengalami dismenore atau nyeri haid skala sedang.
b. Siswi yang bersedia menjadi responden.
kriteria eksklusi :
a. Siswi yang tidak mengalami dismenore.
b. Menolak menjadi responden.
F. Teknik Pengambilan Data
1. Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan data sekundee
yang diperoleh langsung dari UKS SMA Muhammadiyah 1 Bengkulu.
2. Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan data primer
(jumlah siswi yang mengalamu dismenore) yang diperoleh langsung dari
42
responden. Instrument menggunakan lembar observasi sebelum dan
sesudah dilakukan distraksi. Langkah-langkah pengambilan data primer
dalam penelitian ini adalah :
a. Melakukan pengkajian karakteristik responden
b. Lingkungan yang nyaman, tenang, dan bersih.
c. Penelitian menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan dan
instrument pengkajian NRS.
d. Karakteristikresponden dikaji oleh peneliti.
e. Responden diminta menunjukkan nyerinya pada skala 0-10 yang ada
pada instrument pengkajian NRS untuk menilai skala nyeri pasien
sebelum diberikan terapi distraksi.
f. Responden memilih musik yang disukai dari mp3 atau memilih
daftar pilihan musik yang diberikan oleh peneliti.
g. Responden mulai mendengarkan musik arahkan untuk focus dan
rileks terhadap lagu yang didengar.
h. Terapi dilakukan selama 15 menit.
i. Setelah dilakukan terapi distraksi pendengaran, peneliti
memperlihatkan kembali alat ukur nyeri/Numerical ratting scales
(NRS).
j. Responden diminta menunjukkan nyerinya pada skala 0-10 yang ada
pada instrument pengkajian NRS untuk menilai skala nyeri pasien
sesudah diberikan terapi distraksi pendengaran.
43
G. Pengelolahan Data
Pengelolahan data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan computer,
melalui beberapa tahap antara lain:
1. Editing
Yaitu memeriksa data yang terkumpul tentang kelengkapan isisan, sehingga
bila ternyata ada yang belum lengkap bias diulang kesumber yang
bersangkutan.
2. Coding
Yaitu pemberian kode-kode tertentu pada masing-masing jawaban menurut
macamnya untuk memudahkan dalam tahap pengelolahan data yaitu dengan
memberikan kode angka.
3. Entering
Memasukkan data yang telah diedit dan dikoding menggunakan fasilitas
komputer dengan program komputer.
4. Tabulating
Yaitu pengelompokan data kedalam table yang dibuat sesuai dengan
maksud dan tujuan peneliti.
5. Cleaning
Pada tahap inio data yang telah dimasukkan kedalam tabel/komputer
sebelum dianalisis dilakukan pengecekan kembali, jika ditemukan kesalahan
pada entry data sehingga dapat diperbaiki dan dinilai.
44
H. Teknik Analisa Data
1. Uji Hipotesis
Uji t adalah test statistik yang dapat dipakai untuk menguji perbedaan,
persamaan kedua kondisi atau perlakuan yang berbeda dengan prinsip
memperbandingkan rata-rata. (Subana, 2000).
Adapun rumus t-tes yang digunakan dengan menggunakan SPSS for
windows release version 16 adalah :
T = Md √∑ X2d
N(N-1)
Keterangan:
Md = Mean dari perbedaan pretest dan postes
Xd = Deviasi masing-masing subjek (d-Md)
∑X2d= Jumlah kuadrat deviasi
N = Subjek sampel
(Arikunto, 2010)
2. Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui kontribusi dari variabel independen (teknik
distraksi) terhadap variabel dependen (penurunan dismenore), menggunakan
rumus :
45
KD = r2 x 100%
Keterangan :
KD = koefisien determinasi
R = koefisien korelasi
(Subana, 2000)
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitaian
1. Jalannya Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian teknik distraksi
terhadap penurunan dismenore. Penelitian dilakukan dari tanggal 22 April
2015 sampai 22 Mei 2015. Langkah awal dilakukan adalah mengurus surat
izin penelitian di STIKes Bhakti Husada Bengkulu, Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu (KP2T) provinsi.
Untuk mengambil sampel dalam penetian ini digunakan teknik
purpossiv sampling, dengan kriteria insklusi yaitu siswi yang mengalami
disminore yang sesuai dengan kriteria peneliti. Pengumpulan data yang
dilakukan penelitian dengan menggunakan data primer (jumlah siswi yang
mengalami dismenore) yang diperoleh langsung dari responden dengan
metode wawancara secara singkat. Data primer dengan menggunakan lembar
observasi sebelum dan sesudah dilakukan distraksi.
Setelah didapat siswi yang sesuai kriteria, peneliti membuat
kesepakatan kepada responden mengenai waktu untuk mulai melakukan
penelitian yaitu saat responden mengalami dismenore. Langkah pertama,
setelah responden setuju untuk dilakukan distraksi pendengaran, peneliti
47
menanyakan tingkat nyeri yang dirasakan responden dengan menggunakan
format skala nyeri 0-10. Langkah kedua, peneliti memberikan posisi
responden senyaman mungkin. Lalu peneliti memberikan terapi distraksi
pendengaran yaitu musik yang disukai siswi selama 15 menit. Saat musik
dimainkan, dengarkan dengan seksama instrumennya, seolah-olah pemainnya
sedang ada di ruangan memainkan musik bias memilih duduk lurus di depan
speaker, atau bisajuga menggunakan headphone dan yang terpentingbiarkan
musik mengalir keseluruh tubuh. Bayangkan gelombang suara itu datang dari
speaker atau headphone dan mengalir keseluruh tubuh dan rasakan secara
fisik tapi juga fokuskan dalam jiwa. Fokuskan ditempat mana yang ingin
disembuhkan, dan suara mengalir ke sana. Dengarkan, sembari
membayangkan alunan musik itu mengalir melewati seluruh tubuh dan
melengkapikembali sel-sel, lapisan tipis tubuh dan organ dalam. Setelah terapi
diberikan peneliti menanyakan kembali tingkat nyeri yang dirasakan
responden dengan menggunakan format skala nyeri 0-10. Jika nyeri yang
dirasakan pasien belum ada penurunan, peneliti kembali melakukan terapi
distraksi dengan waktu yang sama.
Setelah diberikan teknik distraksi pendengaran, dilakukan dilakukan
pengkajian tingkat nyeri dismenore setelah diberikan perlakuan. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan asisten penelitian untuk membantu
kegiatan penelitian. Data yang telah diperoleh dari penelitian kemudian
48
ditabulasi sesuai dengan keperluan peneliti dan data diolah melalui analisis
univariat dan analisis bivariat.
Hasil penelitian disajikan dalam analisis univariat dari variabel
independent dan variabel dependent, analisis bivariat bertujuan untuk meneliti
pengaruh teknik distraksi terhadap penurunan disminore.
2. Hasil pengukuran
Tabel 2
Pengukuran Pemberian Teknik Distraksi Terhadap Penurunan
Disminore pada Siswi Muhammadiyah 1 Kota Bengkulu
NO INISIAL RESPONDENPENURUNAN DISMENORE
Pre test Post test
1. Nn. A 6 3
2. Nn. W 5 3
3. Nn. M 6 3
4. Nn. S 6 25. Nn. H 5 36. Nn. T 5 37. Nn. L 6 28. Nn. R 6 29. Nn. A 6 210. Nn. S 6 3
3. Deskripsi pretest posttest
49
Mean Std.Deviasi Kategori
Pre Test 5,70 0,483 Nyeri Sedang
Post Test 2,60 0,516 Nyeri Ringan
Dapat dilihat peningkatan yang terjadi pada saat pre test dan post test.
Pada data pre test terlihat jumlah mean sebesar 5,70 dengan standar deviasi
sebesar 0,483 berada pada kategori nyeri sedang. Sedangkan pada data post test
terlihat jumlah mean sebesar 2,60 dengan standar deviasi sebesar 0,516 berada
pada kategori nyeri ringan. Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan
setelah diberikan perlakuan menggunakan teknik disetraksi terhadap penurunan
dismenore pada siswa.
4. Uji Normalitas 5.
Kolmogorov- Smirnov T
Sig. Keterangan
Pre Test 1,368 0,057 (Data Berdistribusi Normal)
Post Test
1,204 0,110 (Data Berdistribusi Normal)
Hasil uji normalitas yang diuji menggunakan Software Statistical
Packages for Social Science (SPSS) for Window Release 16,00 dapat dilihat
pada kolom Kolmogorov Smirnov dengan nilai signifikansi sebesar 0,057 pada
data pre-test dan 0,110 pada data post-test yang menunjukkan data pre-test dan
post-test lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa data tersebut memenuhi asumsi normal atau berdistribusi
normal.
6. Hasil Uji Paired Samples t-test
T Sig.
50
Pre test –
Post test
11.196 0,000
Terlihat pada nilai t = 11.196 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang
berarti menunjukkan bahwa p<0,05 maka ada pengaruh yang signifikan antara
pemberian teknik distraksi terhadap penurunan dismenore.
7. Koefisien Determinasi
N Corelation Sig
Pre test –
Post test
10 0.535 0,111
Dengan rumus koefisien determinasi maka :
KD = r2 x 100% = (0,535)2 x 100% = 28,6%
Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara teknik distraksi terhadap
penurunan dismenore pada siswa sebesar 28,6%.
B. Pembahasan
1. Teknik Distraksi Pendengaran
Hasil penelitian didapatkan bahwa siswi SMA Muhammadiyah 1 Kota
Bengkulu Pada data pre test terlihat jumlah mean sebesar 5,70 dengan standar
deviasi sebesar 0,483 berada pada kategori nyeri sedang. Sedangkan pada data
post test terlihat jumlah mean sebesar 2,60 dengan standar deviasi sebesar
0,516 berada pada kategori nyeri ringan. Penelitian dengan teknik distraksi
pendengaran siswi yang mengalami disminore dapat menjadi lebih santai
dengan mendengarkan alunan musik kesukaan pasien yang dapat
menenangkan pikiran dan mengalihkan rasa nyeri yang sedang dirasakan.
Suasana lingkungan pun menjadi lebih nyaman dirasakan dengan
mendengarkan musik terlebih lagi orang yang suka mendengarkan musik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui uji normalitas nilai signifikansi
sebesar 0,057 pada data pre-test dan 0,110 pada data post-test yang
menunjukkan data pre-test dan post-test lebih besar dari 0,05 (p>0,05).
51
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data tersebut memenuhi
asumsi normal atau berdistribusi normal.
Tamsuri (2010), menjelaskan bahwa musik merupakan salah satu
teknik distraksi yang efektif, musik dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress,
dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dan nyeri. Musik
terbukti menunjukkan efek antara lain menurunkan frekuensi denyut jantung,
mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan
tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Stimulus sensori yang
menyenangkan menyebabkan pelepasan endorphin. Endorphin adalah
neuropeptide yang dihasilakn tubuh pada saat relaksi/tenang. Endorphin
dihasilkan diotak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat
berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan
rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk
mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.
Terlihat pada nilai t = 11.196 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang
berarti menunjukkan bahwa p<0,05 maka ada pengaruh yang signifikan antara
pemberian teknik distraksi terhadap penurunan dismenore. Maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh antara teknik distraksi terhadap penurunan
dismenore pada siswa sebesar 28,6%.
Elizabeth (2010), memeberikan penjelasan bahwa perasaan rileks
akan dialami oleh wanita ketika merasakan alunan musik, hal ini disebabkan
karena irama dan vibrasi yang ditangkap oleh indera pendengaran akan
transmisikan ke otak yang diterjemahkan oleh korteks cerebri untuk kemudian
mempengaruhi ritme internal untuk berespon dengan cara mengembangkan
gerak otomatisnya mengikuti irama musik yang disukai wanita
.
2. Pengaruh Teknik Distraksi Terhadap Penurunan Dismenore
Setelah peneliti melakukan penelitian dapat dilihat bahwa nyeri
merupakan sesuatu hal yang bersifat objektif dan berbeda pada setiap orang,
52
sehingga tingkat nyeri setiap orang pun berbeda. Perbedaan ini menyebabkan
respon setiap orang terhadap nyeri pun berbeda pula.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa teknik distraksi
pendengaran lebih efektif. Hal ini dapat disebabkan karena dengan teknik
distraksi pendengaran siswi yang mengalami disminore dapat menjadi lebih
santai dengan mendengarkan alunan musik kesukaan pasien yang dapat
menenangkan pikiran dan mengalihkan rasa nyeri yang sedang dirasakan.
Suasana lingkungan pun menjadi lebih nyaman dirasakan dengan
mendengarkan musik terlebih lagi orang yang suka mendengarkan musik.
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan pengaruh nyeri disminore
pada siswi SMA Muhammadiyah 1 kota Bengkulu sebelum dan sesudah
diberikan teknik distraksi didapatkan , pada data pre test terlihat jumlah mean
sebesar 5,70 dengan standar deviasi sebesar 0,483 berada pada kategori nyeri
sedang. Sedangkan pada data post test terlihat jumlah mean sebesar 2,60
dengan standar deviasi sebesar 0,516 berada pada kategori nyeri ringan.
Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan setelah diberikan
perlakuan menggunakan teknik disetraksi terhdap penurunan dismenore pada
siswi.
Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Tamsuri (2010), menjelaskan
bahwa musik merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif. Musik dapat
menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan mengalihkan
perhatian seseorang dan nyeri. Musik terbukti menunjukkan efek antara lain
menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi,
menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi
waktu.
BAB V
PENUTUP
53
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaruh distraksi terhadap
penurunan dismenore dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat nyeri sebelum diberikan tindakan distraksi terlihat jumlah mean sebesar 5,70 dengan standar deviasi sebesar 0,483 berada pada kategori nyeri sedang.
2. Tingkat nyeri sesudah diberikan tindakan distraksi jumlah mean sebesar 2,60 dengan standar deviasi sebesar 0,516 berada pada kategori nyeri ringan.
3. Tingkat nyeri dismenore setelah diberikan teknik distraksi dengan nilai t = 11.196 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang berarti menunjukkan bahwa p<0,05
Nilai signifikansi sebesar 0,057 pada data pre-test dan 0,110 pada data post-
test yang menunjukkan data pre-test dan post-test lebih besar dari 0,05 (p>0,05).
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data tersebut memenuhi
asumsi normal atau berdistribusi normal. Dengan demikian terdapat pengaruh
yang signifikan setelah diberikan perlakuan menggunakan teknik disetraksi
terhadap penurunan dismenore pada siswa.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan adapunsaran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Akademik
Hasil penelitian ini hendaknya bermanfaat untuk memperluas
wawasan dan pengalaman belajar dalam meningkatkan kemampuan
dibidang penelitian khususnya tentang penanganan terhadap dismenore
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan tamabahan pengetahuan dan
wawasan bagi peneliti lain, serta sebagai inspirasi untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang penanganan masalah nyeri disminore dengan
variabel penelitian yang berbeda, seperti teknik akupresur, terapi panas
54
dingin dengan metode, desain, seperti eksperimen murni dengan analisis
yang berbeda pula, seperti uji t- independent atau annova. Hendaknya
peneliti selanjutnya melakuakan penelitian dilakukan sendiri tidak
menggunakan pembantu peneliti, karena bias menyebabkan perbedaan
persepsi antara pembantu dengan peneliti.
2. Bagi SMA Muhammadiyah 1 Kota Bengkul
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan khususnya pada
UKS untuk tidak selalu memberikan obat penahan nyeri pada siswi yang
mengalami disminore. Penwlitian ini juga dapat menjadi alterrnatif
penanganan terhadap , teknik ini tidak memerlukan biaya yang mahal dan
mudah untuk di nlakukan oleh setiap siswi SMA Muhammadiyah 1 Kota
Bengkulu sehingga dapat membantu mengurangi disminore agar tidak
menganggu konsentrasi belajar dan mengajar, UKS diharapkan
menyediakan radio tape sebagai alat mendengarkan musik untuk melakukan
teknik distraksi.
Pada distraksi pendengaran sebaiknya dipersiapkan tempat nyaman,
tenag yang memang mendukung untuk keberhasilan dalam penanganan
disminore karna pada distraksi dibutuhkan kosentrasi klien untuk
mendengarkan musik yang diberikan.
Sebelum Dilakukan Distraksi
55
Saat Dilakukan Distraksi
56