207
PENGARUH PENYULUHAN MODEL PENDAMPINGAN TERHADAP PERUBAHAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 – 24 BULAN THE INFLUENCE OF OUTREACH MODE COUNSELING TOWARD NUTRITIONAL STATUS CHANGE ON 6 – 24 MONTHS OLD CHILDREN Tesis Untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai derajat S-2 Magister Gizi Masyarakat Aswita Amir E4E 006 061 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

PENGARUH INTERVENSI PENYULUHAN MODEL … · penyuluhan model pendampingan, perubahan pengetahuan ibu, hari sakit (Diare dan ISPA), tingkat asupan makanan (TKE dan TKP), jumlah tahun

  • Upload
    vuthu

  • View
    246

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH PENYULUHAN MODEL PENDAMPINGAN TERHADAP PERUBAHAN STATUS GIZI

ANAK USIA 6 – 24 BULAN

THE INFLUENCE OF OUTREACH MODE COUNSELING TOWARD

NUTRITIONAL STATUS CHANGE ON 6 – 24 MONTHS OLD CHILDREN

Tesis Untuk memenuhi sebagai persyaratan

Mencapai derajat S-2

Magister Gizi Masyarakat

Aswita Amir E4E 006 061

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2008

3

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini adalah pekerjaan saya

sensiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga

pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan

maupun belum/tidak diterbitkan sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan

daftar pustaka.

Semarang, Juli 2008

Aswita Amir

4

ABSTRAK

PENGARUH PENYULUHAN MODEL PENDAMPINGAN TERHADAP PERUBAHAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 – 24 BULAN

Aswita Amir

Latar Belakang : Pengetahuan yang kurang tentang gizi dan kesehatan akan menyebabkan asupan makanan yang tidak cukup serta meningkatnya risiko penyakit infeksi diantaranya Diare dan ISPA. Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan penyuluhan. Penyuluhan terdiri dari beberapa model diantaranya adalah pendampingan dengan fokus pemberdayaan keluarga. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan model pendampingan selama 3 bulan terhadap perubahan status gizi anak usia 6 – 24 bulan. Metode Penelitian : Desain penelitian adalah Quasi Experiment berupa non randomized pre post test control group. Kelompok intervensi mendapat penyuluhan model pendampingan oleh Tenaga Gizi Pendamping (TGP) dan kelompok kontrol mendapat penyuluhan konvensional oleh Tenaga Gizi Puskesmas. Penelitian dilakukan di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya sebagai lokasi intervensi dan Puskesmas Bira sebagai lokasi kontrol. Subjek penelitian adalah anak usia 6 – 24 bulan dengan skor Z BB/U -3 sd 0 SD. Jumlah subjek untuk kelompok intervensi 32 dan kontrol 37 anak. Variabel yang diamati meliputi perubahan dari pengetahuan ibu, Tingkat Kecukupan Energi (TKE), Tingkat Kecukupan Protein (TKP), hari sakit (Diare dan ISPA) dan status gizi (skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji beda dan analisis multivariat dengan regresi linear variabel dummy. Hasil : Setelah 3 bulan intervensi, peningkatan rerata skor pengetahuan ibu dan TKE, serta penurunan jumlah hari sakit diare lebih tinggi pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol. Penurunan status gizi (skor Z BB/U dan PB/U) pada kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan kontrol (p<0,05), terjadi peningkatan skor Z BB/PB pada kelompok intervensi dan penurunan skor Z BB/PB pada kelompok kontrol (p<0,05). Simpulan : Penyuluhan model pendampingan lebih efektif dari pada penyuluhan konvensional dalam menekan penurunan status gizi anak usia 6 – 24 bulan. Kata Kunci : Penyuluhan model pendampingan, perubahan status gizi, anak usia 6-24 bulan.

5

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF OUTREACH MODE COUNSELING TOWARD NUTRITIONAL STATUS CHANGE ON 6 – 24 MONTHS OLD CHILDREN

Aswita Amir Background: Insufficient knowledge of food and health will lead to inadequate food intake and high infection risk, especially diarrhea and Upper Respiratory Tract Infection (URTI). Improvement of knowledge can be achieved by counseling. There are several mode of counseling, one of them is outreached mode. Purpose: This study aimed is to analyzed the influence of outreach mode counceling toward the change of nutritional status 6 – 24 months old children. Research Method: Research design was Quasi Experiment wiyh non randomized pre post test control group. Intervention group recieved outreach mode counseling by outreach nutritionists (Tenaga Gizi Pendamping) and control group recieved conventional counseling from nutritionists of primary health care center (Tenaga Gizi Puskesmas). The study was done in Makassar City, South Sulawesi Province. Working area of Sudiang Raya’s Primary Health Care was chosen as intervention area and Bira’s Primary Health Care as control site. Subjects were children aged 6 – 24 months with WAZ betwen -3 until 0 SD. The number of subjects in intervention group were 32 and control were 37 children. The observation variables were changes of mother’s knowledge, energy adequacy level, protein adequacy level, diarrhea and ARI duration and nutritional status (WAZ, HAZ and WHZ) of children. Data were analyzed by comparison test’s bertwen two groups and multivariats analyses by linear regressions. Result: After 3 months of intervention, there increase in mother’s knowledge, energy adequacy level, and the decrease of duration Diarrhea was higher in the outreached mode counseling group than the control group. The decrease of WAZ and HAZ in outreached counseling group were lower than control group, there was an increase in WHZ in outreached counseling group but there was a decrease in control group. Conclusion: Outreach counseling intervention model is more effective than conventional counseling in lowering the decrease of nutritional status on 6 – 24 months old children Key words: Outreach mode counseling, nutritional status, 6 – 24 months old children.

6

RINGKASAN

PENGARUH PENYULUHAN MODEL PENDAMPINGAN TERHADAP

STATUS GIZI ANAK USIA 6 – 24 BULAN

Latar Belakang

Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita masih menjadi

masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

langsung disebabkan oleh asupan yang kurang dan tingginya penyakit

infeksi. Hal ini berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan pelayanan

kesehatan yang tidak memadai, gangguan akses makanan, perawatan ibu

yang tidak adekuat serta kurangnya pengetahuan ibu tentang cara pemberian

makanan yang baik untuk anak usia penyapihan (WHO, 1998).

Berbagai upaya perbaikan pemberian Makanan Pendamping Air Susu

Ibu (MP-ASI) telah dilakukan. Penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan,

pemberian suplemen zat gizi tertentu seperti zat besi dan vitamin A,

pemberian MP-ASI pabrikan dan MP-ASI lokal untuk anak gizi kurang hanya

mampu meningkatkan status gizi pada saat program berjalan. Salah satu

langkah yang cukup strategis untuk menimbulkan motivasi ke arah perbaikan

status gizi anak adalah melakukan pemberdayaan keluarga atau masyarakat

(Depkes RI 2005). Bentuk kegiatan pemberdayaan keluarga antara lain

dilakukan melalui kegiatan pendampingan gizi yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan keluarga dalam mencegah dan mengatasi sendiri

7

masalah gizi anggota keluarganya. Namun program pendampingan seperti ini

belum dilaksanakan oleh semua provinsi di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan

model pendampingan selama 3 bulan terhadap perubahan status gizi anak

usia 6 – 24 bulan. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

masukan bagi jajaran dinas kesehatan dalam melakukan, khususnya dalam

upaya memperbaiki status gizi anak usia 6 – 24 bulan.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan di

dua wilayah puskesmas yaitu Puskesmas Sudiang Raya yang meliputi

Kelurahan Daya, Kelurahan Paccerakkang dan Kelurahan Sudiang Raya

sebagai lokasi intervensi dengan jumlah subjek sebanyak 32 anak dan

wilayah kerja Puskesmas Bira yang meliputi Kelurahan Bira, Kelurahan

Parangloe dan Kelurahan Kapasa sebagai lokasi kontrol dengan jumlah

subjek sebanyak 37 anak.

Subjek dalam penelitian ini adalah semua anak usia 6 - 21 bulan di

lokasi penelitian yang memenuhi kriteria : lahir cukup bulan, berat badan lahir

2500 – 4000 gram, berusia 6 – 21 bulan dengan skor Z BB/U < 0 s/d > -3 SD,

berdomisili di lokasi penelitian, tidak menderita penyakit kronis (DIARE) dan

cacat, serta orang tuanya setuju menjadi responden dan anaknya menjadi

subjek.

8

Disain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen non

randomized pre test post test control group design. Kelompok intervensi

diberi penyuluhan model pendampingan yang dilakukan oleh Tenaga Gizi

Pendamping (TGP) berupa: (1) sesi intensif pada hari ke 1 – 7. Sesi ini

dilakukan untuk membantu ibu dalam memberikan MP-ASI pada anak yang

meliputi waktu pemberian, frekwensi, porsi, jenis, cara pembuatan dan cara

pemberian; (2) Sesi penguatan dilakukan pada hari ke 8 – 14. Pada sesi ini

ibu tidak lagi didampingi setiap hari tetapi hanya dua kali seminggu; (3) Sesi

praktek mandiri pada hari ke 15 – 28. Sesi ini TGP tidak lagi mengunjungi

responden kecuali pada hari ke 28 untuk melihat apakah rekomendasi yang

telah diberikan dapat dilaksanakan oleh ibu. Setelah melewati tiga sesi

tersebut penelitian dilanjutkan dua bulan untuk melihat apakah ibu benar-

benar telah mengerti dan mempraktekkan rekomendasi pemberian MP-ASI

yang telah di berikan dan dapat mengatasi masalah yang dialami secara

mandiri. Kelompok kontrol diberi penyuluhan konvensional dilakukan satu kali

setiap bulan di posyandu dengan materi waktu pemberian, frekwensi, porsi,

jenis, cara pembuatan dan cara pemberian MP-ASI yang dilakukan oleh

Tenaga Gizi Puskesmas.

Penelitian dilakukan selama 3 bulan dan dilakukan pengukuran skor

pengetahuan ibu per bulan, tingkat asupan makanan dua kali per bulan, hari

sakit per 2 minggu sekali dan status gizi per bulan. Analisis data dilakukan

dengan independent t test dan dependent t test untuk perbandingan dengan

9

data yang berdistribusi normal, Mann-Whitney dan Wilcoxon Signed Ranks

Test untuk data berdistribusi tidak normal serta chi square untuk data

kategori. Analisis Multivariat Regresi Linear dengan variabel Dummy

digunakan untuk menguji pengaruh bersama-sama variabel bebas

penyuluhan model pendampingan, perubahan pengetahuan ibu, hari sakit

(Diare dan ISPA), tingkat asupan makanan (TKE dan TKP), jumlah tahun

pendidikan ibu, usia mulai diberi MP-ASI dan usia awal subjek terhadap

variabel terikat perubahan status gizi (skor Z BB/U).

Hasil

Karakteristik awal ibu yang meliputi data usia, pekerjaan dan

penghasilan antara kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda (p>0,05),

sedangkan untuk jumlah tahun pendidikan ibu lebih tinggi pada kelompok

intervensi (p= 0,0001) dibanding kelompok kontrol. Jumlah subjek laki-laki

dan perempuan antara kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda

(p=0,296), namun rerata usia awal subjek pada kelompok intervensi lebih tua

dari kelompok kontrol (p=0,013).

Skor pengetahuan awal ibu antara kedua kelompok tidak berbeda

pada awal intervensi, selanjutnya setelah 1 bulan intervensi rerata skor

pengetahuan ibu pada kelompok intervensi lebih tinggi secara bermakna

dibanding kelompok kontrol demikian pula halnya setelah 2 bulan dan 3 bulan

10

intervensi. Perbedaan peningkatan skor pengetahuan ibu antara kedua

kelompok terjadi setelah 1 bulan intervensi (p=0,0001).

Gambaran pola makan subjek yang meliputi jenis makanan berupa

ASI + MP-ASI, ASI + Susu Formula + MP-ASI dan Susu Formula + MP-ASI

sebelum intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda

(p=0,317), tetapi rerata usia subjek mulai diberi MPASI lebih cepat pada

kelompok intervensi (p=0,031). Jenis MP-ASI yang pertama diberikan adalah

bubur instant, bubur tepung beras, pisang/air buah dan biskuit sebanyak 3

kali sehari. Data ASI Eksklusif tidak dapat ditampilkan karena sebagian

responden sudah lupa.

Rerata TKE dan TKP subjek pada awal sampai akhir intervensi antara

kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Rerata peningkatan TKE lebih tinggi

pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol (p=0,0001), tetapi rerata

peningkatan TKP lebih rendah (p=0,292) pada kelompok intervensi

dibandingkan kontrol.

Rerata jumlah hari sakit Diare dan ISPA pada awal intervensi tidak

berbeda pada kedua kelompok. Setelah 3 bulan pengamatan rerata jumlah

hari sakit Diare pada kelompok intervensi menurun tetapi terjadi peningkatan

pada kelompok kontrol (p=0,019). Rerata jumlah hari sakit ISPA subjek pada

kedua kelompok menurun setelah intervensi tetapi tidak berbeda signifikan

diantara kedua kelompok (p=0,372).

11

Rerata skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB pada kedua kelompok tidak

berbeda pada awal intervensi. Pada akhir intervensi, skor Z BB/PB pada

kelompok intervensi meningkat sedangkan kelompok kontrol menurun, skor Z

PB/U dan BB/U kedua kelompok menurun tetapi lebih rendah pada kelompok

intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Rerata perubahan skor Z BB/U,

PB/U dan BB/PB subjek antara kelompok intervensi dan kontrol berbeda

setelah intervensi (semua dengan p<0,05).

Berdasarkan hasil analisis regresi, perubahan skor Z BB/U secara

signifikan dipengaruhi oleh variabel penyuluhan model pendampingan dan

umur awal anak dengan nilai koefisien regresi 0,256 (intervensi) dan 0,020

(umur awal anak). Hasil tersebut menunjukan bahwa penyuluhan model

pendampingan dapat merubah skor Z BB/U lebih tinggi (0,256 SD)

dibandingkan kelompok yang mendapat penyuluhan konvensional.

Penyuluhan model pendampingan tidak dapat merubah skor Z PB/U

(p>0,05). Perubahan skor Z BB/U dipengaruhi oleh variabel umur awal anak

dan peningkatan pengetahuan ibu berhubungan signifikan dengan

peningkatan skor Z PB/U dengan nilai koefisien regresi 0,053 (umur awal

anak) dan 0,002 (peningkatan pengetahuan ibu). Penyuluhan model

pendampingan mampu merubah skor Z BB/PB 0,321 SD lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok yang mendapat penyuluhan konvensional.

Pembahasan

12

Karakteristik responden sebelum intervensi umumnya tidak ada

perbedaan kecuali tahun penddikan ibu. Menurut Murti (1995), penelitian

quasi eksperimental dengan menggunakan sampel yang diambil secara

purposive harus memiliki kesetaraan karakteristik. Jumlah tahun pendidikan

pada kelompok intervensi lebih tinggi dari kelompok kontrol, tetapi tidak

berbeda dalam hal pengetahuan gizi. Hasil ini berbeda dengan penelitian

sebelumnya yang menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan yang

tinggi mempunyai pengetahuan gizi yang tinggi pula dan mempunyai

kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan sistem perawatan keluarga

(Ruel MT, 1992). Hal ini disebabkan karena pengetahuan seseorang

biasanya diperoleh dari pengalaman misalnya media massa, media

elektronik, buku petunjuk, media poster, kerabat dekat, penyuluhan dan

pelatihan atau kursus.

Penyuluhan yang dilakukan oleh TGP berpengaruh terhadap

perbedaan perubahan skor pengetahuan ibu, TKE, hari sakit Diare serta

status gizi (skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB) subjek, tetapi tidak berpengaruh

pada TKP dan jumlah hari sakit ISPA subjek antara kelompok intervensi dan

kontrol. Peningkatan skor pengetahuan ibu lebih tinggi secara bermaknan

pada kelompok intervensi. Seperti dikemukakan Notoatmodjo (1993), bahwa

pendidikan kesehatan dalam jangka waktu pendek dapat menghasilkan

perubahan dan peningkatan pengetahuan individu, kelompok dan

masyarakat.

13

Penelitian Gulden, et.al., (2000) di Cina menunjukkan bahwa ibu yang

mendapat intervensi pendidikan gizi selama 1 tahun mempunyai

pengetahuan dan praktik pemberian makan dan pertumbuhan bayi yang lebih

baik. Penelitian intervensi di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan (1997)

menunjukkan bahwa penyuluhan selama 7 bulan dapat meningkatkan

kualitas pola makan keluarga di lokasi penelitian. Terdapat 3 faktor yang

mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok yaitu faktor

predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong seperti sikap petugas

kesehatan (Green LW, 1991). Penelitian di Kelurahan Kayu Manis, Jakarta

Timur (1996) juga menunjukkan pentingnya peranan petugas kesehatan

sebagai sumber informasi utama mengenai makanan balita.

Rerata subjek mulai diberi MP-ASI pada kelompok intervensi lebih

cepat (4,6 ±1,34 bulan) dibandingkan kontrol (5,3 ± 1,42 bulan). Jenis

makanan yang diberikan adalah bubur instant, bubur tepung beras, pisang/air

buah dan biskuit 3 kali sehari. Anak sebaiknya diberi ASI Eksklusif sampai

usia 6 bulan, dan selanjutnya mulai diperkenalkan MP-ASI. Rekomendasi

untuk memberikan ASI sampai dengan 6 bulan baru dikeluarkan WHO tahun

2001. Sebelumnya rekomendasinya adalah memberikan ASI eksklusif

selama 4-6 bulan. Alasan yang dikemukakan adalah : ASI masih dapat

memberikan kecukupan gizi bagi bayi, memperlama masa tidak subur bagi

ibu dan mengurangi kejadian diare pada bayi. Fakta ini tidak hanya terjadi di

negara sedang berkembang, tetapi juga terjadi di negara maju. Di

14

masyarakat, tidak ada efek samping yang terjadi akibat penundaan

pemberian MP ASI mulai 6 bulan. Kebutuhan nutrisi pada bayi cukup bulan

tercukupi sampai bayi usia 6 bulan jika status gizi tergolong baik (WHO,

2001).

Perbedaan perubahan TKE antara kelompok intervensi dan kontrol

terjadi setelah 3 bulan intervensi. Peningkatan TKE sesuai dengan

peningkatan pegetahuan ibu yaitu lebih tinggi pada kelompok intervensi

dibandingkan kontrol. Penelitian Bhandari N, et.al., (2001) di Delhi Selatan

menunjukkan bahwa konseling gizi meningkatkan asupan energi secara

bermakna. Penelitian Wright, et.al., (1998) di Newcastle menunjukkan bahwa

kelompok yang mendapat perlakuan berupa kunjungan rumah oleh petugas

kesehatan mempunyai nafsu makan yang lebih baik dibandingkan anak pada

kelompok kontrol. Penelitian Brown LV (1992) di Bangladesh menunjukkan

pendidikan gizi melalui demonstrasi oleh pekerja desa dapat meningkatkan

masukan energi pada anak kelompok perlakuan setelah 5 bulan intervensi.

Terjadi peningkatan TKP pada kedua kelompok (intervensi : 3,5%

(±17,64); Kontrol : 8,2% (±18,09) setelah 3 bulan intervensi,tetapi tidak

terdapat perbedaan peningkatan yang bermakna antara kelompok intervensi

dan kontrol. Peningkatan TKP tidak bermakna pada kelompok intervensi

diduga karena bertambahnya kuantitas makanan seiring dengan

meningkatnya umur anak, sedangkan pada kelompok kontrol walaupun

penelitian dilakukan pada saat musim peralihan dimana ikan laut langka,

15

namun masih mampu meningkatkan asupan protein. Pada kelompok kontrol

walaupun daya beli menurun tetapi masih memiliki sumber protein selain ikan

yaitu telur. Anak pada kelompok kontrol mempunyai kebiasaan

mengkonsumsi telur rebus walaupun hanya bagian putihnya saja.

Rerata TKP berdasarkan sumber asupan makanan pada kelompok

kontrol menunjukkan adanya peningkat konsumsi susu formula pada akhir

intervensi. Walaupun diberi susu formula yang menyebabkan peningkatan

asupan protein, namun tidak cukup untuk meningkatkan asupan energi

subjek pada kelompok kontrol. Kandungan protein dalam ASI memang lebih

rendah dibandingkan dengan kadar protein susu formula, namun kualitas

protein ASI sangat tinggi dan mengandung asam-asam amino esensial yang

sangat dibutuhkan oleh pencernaan anak (Widjaja, 2004).

Setelah 3 bulan intervensi, terjadi perbedaan penurunan jumlah hari

sakit Diare secara bermakna dimana penurunan pada kelompok intervensi

lebih tinggi dari kelompok kontrol, sedangkan jumlah hari sakit ISPA tidak

berbeda. Hal ini diduga karena pengaruh cuaca dan faktor-faktor lain seperti

higiene dan sanitasi lingkungan yang tidak banyak berubah. Pada saat

penelitian dimulai (bulan Oktober – November) saat itu adalah musim

peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Hasil penelitian Thaha (1995)

menemukan bahwa anak menderita Diare lebih lama pada akhir musim

kemarau dibandingkan dengan musim hujan.

16

Penurunan jumlah rerata hari sakit Diare yang berbeda secara

signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol diduga karena telah terjadi

perbaikan praktik pemeliharaan kesehatan dan pemberian makanan untuk

anak, sedangkan peningkatan jumlah hari sakit Diare pada kelompok kontrol

sesuai dengan peningkatan penggunaan susu formula. Pendidikan

kesehatan bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi

morbiditas seorang anak. Masih banyak faktor lain yang berpengaruh seperti

imunitas, kebersihan/kesehatan lingkungan, akses ke pelayanan kesehatan

dan lain-lain.

Penelitian English, et.al., (1997) di Vietnam memperlihatkan bahwa

proyek gizi dengan memfokuskan pada peningkatan produksi makanan dan

pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek dalam

pemberian makan pada anak dan secara bermakna menurunkan insiden dan

derajat beratnya ISPA serta insiden penyakit Diare pada anak usia

prasekolah. Penelitian Sripaipan, et.al., (2002) yang juga dilakukan di

Vietnam berupa pendidikan kebiasaan makan yang baik dan kebersihan

menunjukkan anak pada kelompok intervensi mempunyai kejadian ISPA lebih

rendah dibanding kontrol. Tidak ada perbedaan bermakna dalam kejadian

Diare pada kedua kelompok. Insiden ISPA yang lebih rendah diduga

berhubungan dengan perbaikan higiene, seperti kebiasaan mencuci tangan,

dan atau perbaikan asupan makanan, meliputi pemberian ASI dan

mikronutrien.

17

Rerata perubahan skor Z PB/U dan BB/PB antara kelompok intervensi

dan kontrol tidak berbeda sedangkan skor Z BB/U berbeda pada akhir

intervensi. Hal ini disebabkan karena perbedaan usia subjek dimana

kelompok intervensi lebih tua dibandingkan kontrol. sedangkan skor Z PB/U

tidak berbeda dari awal sampai akhir intervensi karena perubahan skor Z

PB/U memerlukan waktu yang lama. Setelah 3 bulan intervensi skor Z BB/PB

meningkat pada kelompok intervensi, sedangkan kelompok kontrol menurun.

Skor Z PB/U dan BB/U kelompok intervensi lebih rendah pada akhir

intervensi tetapi penurunannya tidak setajam kelompok kontrol. Penelitian ini

sesuai dengan penelitian Jahari (2000), bahwa laju penurunan skor Z BB/U

pada anak Indonesia rata-rata sekitar 0,1 SD per bulan. Keadaan ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan anak semakin menyimpang dari kurva

normal dengan semakin meningkatnya usia. Hasil ini dapat diterima karena

banyak faktor yang mempengaruhi status gizi dan adalah sulit untuk

mengharapkan meningkatan status gizi hanya dengan penyuluhan. Berapa

lama waktu yang diperlukan untuk merubah praktik tidak diketahui dengan

pasti.

Penelitian Brown LV (1992) di Bangladesh menunjukkan pendidikan

gizi melalui demonstrasi oleh pekerja desa dapat menekan penurunan skor Z

BB/U, tetapi penurunan pada kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan

kelompok kontrol (-0,19 vs -0,65 SB). Penelitian Bhandari N, et.al., (2004) di

Haryana, India menunjukkan intervensi pendidikan gizi dapat meningkatkan

18

panjang badan meskipun kecil tetapi bermakna pada kelompok perlakuan

(rerata perbedaan 0,32 cm), sedangkan berat badan tidak terpengaruh.

Hasil analisis regresi linear Dummy variabel menunjukan bahwa

penyuluhan model pendampingan dapat merubah skor Z BB/U (0,028 SD)

dan skor Z BB/PB (0,321 SD) lebih tinggi dibandingkan kelompok yang

mendapat penyuluhan konvensional, tetapi tidak dapat merubah skor Z PB/U.

Indikator skor Z BB/U dan BB/PB merupakan parameter status gizi yang

dapat berubah dalam jangka waktu yang singkat sedangkan perubahan skor

Z PB/U memerlukan waktu yang lama.

Intervensi yang diberikan dalam penelitian ini adalah penyuluhan

model pendampingan. Metode pendampingan pada akhirnya dapat

meningkatkan pengetahuan ibu menjadi lebih baik. Namun yang perlu dikaji

lebih lanjut adalah retensi hasil penyuluhan model pendampingan yang

diberikan. Berapa lama efek penyuluhan model pendampingan terhadap

berbagai parameter gizi belum pernah dilakukan, bagaimana pengetahuan

ibu setelah 6 bulan atau 1 tahun penyuluhan dan berapa lama waktu yang

dibutuhkan untuk merubah perilaku ibu dalam pemberian makanan pada

anak usia 6 – 24 bulan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyuluhan model pendampingan

dapat menekan penurunan skor Z BB/U, meningkatkan skor Z BB/PB,

pengetahuan ibu dan TKE, menurunkan jumlah hari sakit Diare tetapi tidak

dapat meningkatkan TKP, skor Z PB/U dan menurunkan jumlah hari sakit

19

ISPA yang berbeda dengan kelompok yang mendapat penyuluhan

konvensional.

Rekomendasi dari penelitian ini adalah penyuluhan kesehatan dapat

dilakukan dengan metode pendampingan, tetapi materinya tidak hanya

masalah gizi saja dan sebaiknya juga tentang sanitasi lingkungan dan upaya

peningkatan pendapatan keluarga.

20

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka

khawatirkan terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan

perkataan benar.”

(Surat An Nisaa: 9)

Karya ini Saya persembahkan

untuk keluarga, suami dan

anak-anak-Ku TERCINTA

21

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :

Nama : Aswita Amir

Tempat tanggal lahir : Suli, 16 Januari 1977

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : BTP Blok H No. 57 Makassar

Riwayat Pendidikan :

No STRATA INSTITUSI TEMPAT TAHUN LULUS

1 Sekolah Dasar

SDN 13 Kombong Suli 1985

2 Sekolah Menengah Pertama SMPN Belopa

Belopa 1991

3 Sekolah Menengah Atas SMAN Belopa

Belopa 1994

4 Diploma III

AKZI Depkes Makassar 1997

5 Diploma IV Gizi Klinik UNIBRAW Malang 1999 Riwayat Pekerjaan :

No INSTANSI TEMPAT KEDUDUKAN PERIODE 1 Poltekkes Makassar

Jurusan Gizi Makassar Dosen 1999

sampai sekarang

22

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Tesis

berjudul Pengaruh Penyuluhan Model Pendampingan Terhadap Status Gizi

Baduta. Tesis ini penulis ajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan

pendidikan di Magister Gizi Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro Semarang.

Tesis ini tidak dapat penulis selesaikan tanpa bantuan dari berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Diponegoro yang memberikan kesempatan kepada

siapa saja yang berkeinginan untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya.

2. Prof. Dr. S. Fatimah Muis, MSc, SpGK, selaku Ketua Program Magister

Gizi Masyarakat Program Pasca Sarjana Undip dan selaku Pembimbing I

yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk memberi

bimbingan, dorongan, motivasi dan arahan yang tidak putus-putusnya

untuk dapat menyelesaikan studi dan penyusunan Tesis ini.

3. Ir. Suyatno, M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan

masukan dan saran yang sangat berharga.

4. dr. Martha Irene Kartasurya, MSc, PhD, selaku Sekretaris Program

Magister Gizi Masyarakat Program Pasca Sarjana Undip dan Moderator

atas segala sarannya yang menyejukkan hati.

23

5. dr. JC Susanto, SpA(K), selaku penguji dan dosen Mata Kuliah Penunjang

Tesis yang dengan sabar membantu memberi solusi yang cerdas dalam

penulisan Tesis ini.

6. Dr. dr. S.A. Nugraheni, M.Kes, yang telah memberikan koreksi dan saran

serta meluangkan waktu sebagai penguji Tesis.

7. Semua dosen pengajar di Magister Gizi Masyarakat Universitas

Diponegoro yang telah memberikan ilmu selama penulis menjalani

pendidikan.

8. Staf Magister Gizi Masyarakat : Mbak Vivi, Mbak Kris, Mas Sam dan Mas

Hari. Terima kasih dengan kesabarannya memberi petunjuk dan

membantu dalam penyelesaian studi di UNDIP.

9. Direktur Poltekkes Makassar dan staf yang telah mengijinkan penulis

untuk melanjutkan pendidikan.

10. Semua staf dan kader di Puskesmas Sudiang Raya dan Bira yang telah

bersedia memberikan informasi dam membantu dalam penelitian.

11. Adik-adik TGP dan enumerator yang dengan sabar dan tekun membantu

dalam penelitian. Allah akan membalas kerja keras kalian.

12. Semua responden yang telah membantu meluangkan waktu untuk ikut

dalam penelitian ini.

13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006, Kelompok Makassar (Mama

Ayik, Mbak Uun dan Mami Dewi), terima kasih telah menjadi teman yang

24

baik. Mudah-mudahan silaturrahmi yang telah terjalin tidak putus oleh

jarak dan waktu.

14. Bapak Amir Waru, S.Pd dan Ibu Sidjerah, S.Ag, orang tuaku tercinta dan

Bapak Alm. Sutriyo dan Ibu Munjiah, mertuaku tercinta, yang dengan

penuh kasih sayang telah mengasuh, mendidik dengan kasih sayang,

serta memberikan dorongan, bantuang moril dan materil. Sujud dan bakti

penulis haturkan dengan tulus hati.

15. Saudara, ipar dan keponakan yang tersayang. Terima kasih telah

menjaga titipan kami yang sangat berharga.

16. Suamiku tercinta Rudy Hartono, SKM,M.Kes, serta kedua buah hati dan

cinta kami Muhammad ‘Alif Arqham Hartono dan Dzahirah Nurul ‘Afifah

Hartono yang begitu luar biasa dengan setia dan tabah mendampingi,

memberikan dorongan, semangat, pengorbanan dan doa malam yang

tidak ada putusnya selama penulis menjalani pendidikan. Maafkan Ibu

yang telah melewatkan momen-momen berharga dalam tumbuh kembang

kalian.

Semoga Allah selalu berkenan memberikan berkat dan rahmatNya

kepada kita semua. AMIN.

Semarang, Juli 2008

Aswita Amir

25

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................... i

Halaman Pengesahan............................................................................... ii

Halaman Komisi Penguji...... ..................................................................... iii

Pernyataan ............................................................................................... iv

Abstrak...................................................................................................... v

Abstrack.................................................................................................... vi

Ringkasan................................................................................................. vii

Halaman Persembahan ............................................................................ xx

Riwayat Hidup........................................................................................... xxi

Kata Pengantar ......................................................................................... xxii

Daftar Isi ................................................................................................... xxv

Daftar Tabel .............................................................................................. xxix

Daftar Gambar .......................................................................................... xxxi

Daftar Lampiran ........................................................................................ xxxiii

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5

1. Tujuan Umum.................................................................. 5

2. Tujuan Khusus................................................................... 5

26

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6

E. Keaslian Penelitian .................................................................. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 9

A. Status Gizi Baduta ..................................................................... 9

1. Pengertian Status Gizi ...................................................... 9

2. Ukuran dan Indeks Antropometri. .................................... 10

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi pada Baduta.... 11

1. Asupan Zat Gizi dan MP-ASI........................................... 13

2. Penyakit Infeksi ............................................................... 27

3. Pendidikan dan Pengetahuan ......................................... .. 32

4. Sumber Daya Ekonomi Keluarga .................................... 35

5. Pelayanan Kesehatan dan Sanitasi................................ 38

C. Program Perbaikan Baduta Anak Melalui Perubahan Perilaku . 39

1. Penyuluhan..................................................................... 39

2. Metode Penyuluhan Model Pendampingan..................... 42

D. Kerangka Teori .......................................................................... 49

E. Kerangka Konsep ...................................................................... 50

F. Hipotesis .................................................................................... 51

BAB III. METODE PENELITIAN................................................................ 53

A. Rancangan Penelitian................................................................ 53

B. Lokasi Penelitian........................................................................ 54

C. Populasi dan Sampel................................................................. 54

27

D. Variable Penelitian..................................................................... 57

E. Definisi Operasional................................................................... 57

F. Instrumen Penelitian .................................................................. 59

G. Prosedur Pengambilan Data ..................................................... 60

H. Analisis Data.............................................................................. 65

I. Etik Penelitian ............................................................................. 66

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 67

A. HASIL ........................................................................................ 67

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................... 67

2. Karakteristik Responden....................................................... 68

3. Karakteristik Subjek .............................................................. 68

4. Pengetahuan Ibu................................................................... 69

5. Tingkat Asupan Makanan Subjek ......................................... 72

6. Hari Sakit Subjek .................................................................. 78

7. Perubahan Status Gizi Subjek .............................................. 83

8. Analisis Multivariat ................................................................ 92

B. Pembuktian Hipótesis ................................................................ 93

C. Pembahasan ............................................................................. 95

D. Keterbatasan Penelitian............................................................. 107

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 108

A. Simpulan.................................................................................... 108

B. Saran ........................................................................................ 109

28

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 110

LAMPIRAN.............................................................................................. 117

29

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan........................... 7

2. Persentase Penurunan Kasus Kurang Gizi pada Dua Studi

di Haiti...................................................................................... 47

3. Kenaikan Nilai WAZ selama 5 bulan Pelaksanaan Model Tungku di Haiti .......................................................................

48

4. Karekteristik Lokasi Penelitian ............................................... 67

5. Gambaran Umum Ibu Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol 68

6. Gambaran Umum Subjek pada Awal Intervensi antara Kelompok Intervensi dan Kontrol ...........................................

69

7. Rerata Skor Pengetahuan Ibu pada Awal dan Akhir Intervensi ................................................................................

70

8. Rerata Peningkatan Skor Pengetahuan Ibu pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Akhir Intervensi .........................

71

9. Gambaran Pola Pemberian Makanan Subjek.........................

72

10. Rerata TKE Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi...............

73

11. Rerata TKP Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi ..............

75

12. Beda Rerata Perubahan TKE dan TKP pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Setelah Intervensi................................

77

13. Rerata Jumlah Hari Sakit Diare Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi ................................................................................

78

14. Beda Rerata Jumlah Hari Sakit ISPA Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi...............................................

80

15. Rerata Perubahan Jumlah Hari Sakit Diare dan ISPA pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Akhir Penelitian .........

81

30

16. Rerata Skor Z BB/U Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi . 83

17. Rerata Skor Z PB/U Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi 84

18. Rerata Skor Z BB/PB Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi 85

19. Beda Rerata Perubahan skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Akhir Penelitian ........

87

20. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Berganda antara Berbagai Variabel Bebas dengan Perubahan BB/U ..............................

93

31

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut

UNICEF 1998............................................................................... 12

2. Mekaniske Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Status Gizi Anak.............................................................................................

36

3. Kerangka Teori Penelitian ........................................................... 49

4. Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 50

5. Grafik Beda Median Skor Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.........

70

6. Grafik Beda Median Perubahan Skor Pengetahuan Ibu Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol...................................................................................

71

7. Grafik Beda Rerata TKE Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.................................................

74

8. Grafik Rerata TKE Berdasarkan Kontribusi Sumber Asupan Energi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ............................

74

9. Grafik Beda Median TKP Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol........................................

76

10. Grafik Rerata TKP Berdasarkan Kontribusi Sumber Asupan Protein pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ..........................

76

11. Grafik Beda Median Perubahan TKE Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.......................

78

12. Grafik Beda Rerata Jumlah Hari Sakit Diare Berdasarkan

Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ......... 79

13. Grafik Beda Rerata Jumlah Hari Sakit ISPA Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol..........

80

32

14. Grafik Beda Rerata Jumlah Hari Sakit Berdasarkan Pengamatan

Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol............................... 81

15. Grafik Beda Rerata Perubahan Jumlah Hari Sakit Diare Berdasarkan Lama Waktu Intervensi ...........................................

82

16. Grafik Beda Rerata Perubahan Jumlah Hari Sakit Berdasarkan Lama Waktu Intervensi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ..

83

17. Grafik Beda Rerata BB/U Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol........................................

84

18. Grafik Beda Median PB/U Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.........................................

85

19. Grafik Beda Rerata Skor Z BB/PB Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol...............................

86

20. Grafik Beda Median Perubahan Skor Z BB/U Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.............

88

21. Grafik Beda Median Perubahan PB/U Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol........................

88

22. Grafik Beda Median Perubahan Skor Z BB/PB Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol...

89

23. Grafik Skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB pada Anak Usia < 12 Mulai dari Lahir sampai Akhir Intervensi pada Kelompok Intervensi..................................................................................

90

24. Grafik Skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB pada Anak Usia < 12 Mulai dari Lahir sampai Akhir Intervensi pada Kelompok Kontrol....................................................................................

90

25. Grafik Skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB pada Anak Usia > 12 Mulai dari Lahir sampai Akhir Intervensi pada Kelompok Intervensi................................................................................

91

26. Grafik Skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB pada Anak Usia > 12 Mulai dari Lahir sampai Akhir Intervensi pada Kelompok Intervensi......................................................................................

91

33

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman1. Alur Penelitian.................................................................... 117

2. Rancangan Alur Pendampingan ........................................ 118

3. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden....................... 119

4. Kuesioner Penyaringan Data Awal...................................... 120

5. Kuesioner Pengumpulan Data Dasar.................................. 124

6. Form Recall Konsumsi 24 Jam .......................................... 125

7. Kuesioner Penyakit Infeksi Baduta dalam Dua Minggu

Terakhir .............................................................................. 126

8. Modul Pelatihan TGP ......................................................... 152

9. Hasil Analisis Data ............................................................. 153

10. Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Provinsi Sulawesi Selatan .....................................

154

11. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Bira .................................................................

155

12. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Sudiang Raya..................................................

156

13. Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian.......................... 157

14. Peta Wilayah Puskesmas Bira ........................................... 158

15. Peta Wilayah Puskesmas Sudiang Raya ........................... 159

34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita masih menjadi

masalah gizi utama yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius.

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita di Indonesia masih

tinggi. Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu dari sepuluh provinsi

dengan status gizi kurang pada anak balita yang sangat tinggi. Hasil

pengumpulan data dasar Program Tenaga Gizi Pendamping (TGP)

Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2006 menunjukkan prevalensi gizi buruk

berdasarkan berat badan per umur (BB/U) untuk anak umur 6 – 11 bulan

sebesar 5,5% dan umur 12 – 23 bulan sebesar 7,5%. Sedangkan

prevalensi gizi kurang sebesar 10,8% (anak usia 6 – 11 bulan) dan

sebesar 16,2% pada usia 12 – 23 bulan (Dinkes Provinsi Sulawesi

Selatan, 2007).

Masalah gizi secara langsung disebabkan oleh asupan yang

kurang dan tingginya penyakit infeksi. Hal ini berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai; gangguan

akses makanan, perawatan ibu yang tidak adekuat serta kurangnya

35

pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak

usia penyapihan (WHO, 1998).

Di Indonesia umumnya MP-ASI diberikan terlalu dini, terlalu

banyak, dan terlalu sering padahal keadaan lingkungan kurang

menguntungkan sehingga infeksi sering terjadi pada anak masa

penyapihan. Disamping itu makanan yang diberikan mempunyai kualitas

rendah baik energi, protein, vitamin maupun mineral (Krause V, 2000).

Pemberian makanan yang terlalu dini, terlalu sering dan terlalu banyak ini

dapat menyebabkan anak akan lama kenyang, sehingga frekuensi

menyusui berkurang, akibatnya produksi ASI berkurang, padahal

makanan sapihan yang diberikan tidak sebaik ASI. Jadi sudah ada

perubahan praktek pemberian makanan dari makanan pendamping ASI

menjadi makanan pengganti ASI (Susanto JC, 2003).

Usia penyapihan merupakan waktu yang sangat penting bagi anak.

Pada masa ini anak tumbuh dengan cepat dan membutuhkan asupan

makanan yang tinggi tetapi kapasitas lambungnya kecil. Anak sering sakit

dan lebih sering terkena infeksi diantaranyan Diare dan ISPA. Makanan

dan pengetahuan yang tidak cukup serta penyakit pada masa penyapihan

menyebabkan anak tidak dapat tumbuh dengan baik. Hal ini terlihat pada

Kartu Menuju Sehat (KMS) dimana kenaikan berat badan yang tidak

memuaskan bahkan penurunan berat badan (Muis, 1992).

36

Berbagai upaya perbaikan pemberian MP-ASI telah dilakukan.

Penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian suplemen zat

gizi tertentu seperti zat besi dan vitamin A, pemberian MP-ASI pabrikan

dan MP-ASI lokal untuk anak gizi kurang hanya mampu meningkatkan

status gizi pada saat program berjalan. Hal ini karena: pertama, program

penanggulangan gizi kurang belum mampu menjangkau semua wilayah

karena keterbatasan dana. Kedua, upaya yang dilakukan selama ini

kurang mengarah kepada pemberdayaan keluarga. Ketiga posyandu yang

diharapkan akan menjadi sarana penyuluhan ternyata saat ini tidak

berjalan sesuai dengan harapan (Dinkes Kab. Gowa, 2007).

Salah satu langkah yang cukup strategis untuk menimbulkan

motivasi ke arah perbaikan status gizi anak adalah melakukan

pemberdayaan keluarga atau masyarakat. Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Menengah Nasional (RP JPMN) 2004 – 2009 bidang

kesehatan menargetkan untuk menurunkan prevalensi gizi kurang dari

25,2% menjadi setinggi-tingginya 20%, penurunan prevalensi gizi buruk

dari 8% menjadi 5% pada tahun 2009 dengan salah satu pokok

kegiatannya adalah pemberdayaan keluarga (Depkes RI 2005). Bentuk

pemberdayaan keluarga adalah melakukan kegiatan pendampingan gizi

yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam

mencegah dan mengatasi sendiri masalah gizi anggota keluarganya,

37

tetapi program pendampingan belum dilaksanakan di semua provinsi di

Indonesia.

Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Kesehatan merupakan

salah satu provinsi yang telah melaksanakan program pendampingan

mulai tahun 2006. Pendampingan di bidang gizi dan kesehatan adalah

salah satu bentuk penyuluhan yang bersifat intensif lewat tatap muka

harian. TGP ini akan membantu ibu dalam praktek pemberian makan

pada anak, praktek kebersihan diri dan praktek pengobatan pada anak

gizi kurang dan gizi buruk. Pendampingan diharapkan pada akhirnya akan

membantu mempercepat penyelesaian permasalahan gizi yang terjadi di

masyarakat. Program pendampingan diharapkan dapat memberikan

kontribusi dalam perbaikan kebiasaan pemberian MP-ASI.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian terdahulu maka, dirumuskan masalah utama

penelitian yaitu bagaimana pengaruh penyuluhan model pendampingan

selama 3 bulan terhadap perubahan status gizi anak usia 6 – 24 bulan?

C. Tujuan Penelitian

38

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh penyuluhan model pendampingan

selama 3 bulan terhadap perubahan status gizi anak usia 6 – 24 bulan.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis perbedaan perubahan pengetahuan ibu antara

kelompok penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan

konvensional.

b. Menganalisis perbedaan perubahan tingkat asupan makanan anak

antara kelompok penyuluhan model pendampingan dan

penyuluhan konvensional.

c. Menganalisis perbedaan perubahan hari sakit anak antara

kelompok penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan

konvensional.

d. Menganalisis perbedaan perubahan status gizi anak antara

kelompok penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan

konvensional.

e. Menganalisis pengaruh secara bersama-sama variabel bebas

terhadap perubahan status gizi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

39

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan upaya pencegahan dan perbaikan status gizi anak melalui

pemberian MP-ASI, dan sebagai referensi untuk studi lebih lanjut bagi

para peneliti yang tertarik pada masalah pemberian MP-ASI.

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan bagi jajaran dinas kesehatan dalam

melakukan intervensi, khususnya dalam upaya memperbaiki status gizi

anak melalui intervensi penyuluhan model pendampingan dalam

pemberian MP-ASI.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan referensi yang ada, belum ada penelitian tentang

pengaruh penyuluhan model pendampingan status gizi anak di Kota

Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian – penelitian yang

dilakukan dalam bentuk penyuluhan atau konseling yang pernah

dilakukan sebelumnya seperti pada Tabel 1.

Pada penelitian ini yang berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu

penyuluhan model pendampingan keluarga miskin yang memiliki anak gizi

kurang. Penyuluhan model pendampingan ini adalah salah satu upaya

peningkatan status gizi yang berbeda dari program sebelumnya yang

mengakibatkan ketergantungan pada masyarakat. Metode ini akan

40

membantu masyarakat mengatasi masalahnya sendiri sesuai sumber

daya yang dimiliki.

Tabel 1

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan.

Peneliti (Tahun)

Judul Desain Variabel Hasil Penelitian

Tjukarni, 2002

Potensi Lembaga Keagamaan dan Posyandu dalam Pengentasan Masalah Kekurangan Energi Protein pada anak 3 – 5 tahun.

Quasi Eksperimental dengan Non Randomized pre test post test control group design.

Variabel Bebas : Penyuluhan Gizi, PMT Swadaya Variabel Terikat : Pengetahuan Gizi, Konsumsi Protein, Status Gizi

Penyuluhan gizi dapat meningkatkan pengetahuan dan asupan protein balita. Tidak ada perbedaan status gizi antara kelompok perlakuan dan kontrol setelah penelitian.

Zulkarnaeni, 2003

Pengaruh Pendidikan Gizi Pada Murid SD Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Keluarga Mandiri Sadar Gizi di Kabupaten Wonogiri Hilir

Quasi Eksperimental dengan Nonrandomized Control Group pre test post test Design pada murid SD

Variabel Bebas Pendidikan Gizi Variabel Terikat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Keluarga Mandiri Sadar Gizi

Ada pengaruh pendidikan gizi terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu keluarga mandiri sadar gizi.

Widajanti L, Kartini A, Wijasena B, 2004

Pengaruh Komik Penanggulangan GAKY terhadap peningkatan pengetahuan dan Sikap Anak SD/MI di Kabupaten Temanggung.

Quasi Eksperimental dengan pre test post test only one group design

Variabel Bebas : Komik penanggulangan GAKY Variabel Terikat : Pengetahuan dan Sikap anak SD/MI terhadap GAKY

Ada pengaruh intervensi komik pwenanggulangan GAKY terhadap pengetahuan dan sikap anak SD/MI

Peneliti (Tahun)

Judul Desain Variabel Hasil Penelitian

Noviati, 2005 Pengaruh Intervensi Penyuluhan Gizi

Quasi Eksperimental (the non

Variabel Bebas Intensifikasi Penyuluhan Gizi

Terdapat perbedaan bermakna ∆ WAZ, ∆ HAZ dan ∆ WHZ

41

di Posyandu Terhadap Arah Pertumbuhan Anak Usia 4 – 18 Bulan

equivalent control group design)

di Posyandu Variabel Terikat ∆ WAZ, ∆ HAZ, ∆ WHZ, N/D

kelompok perlakuan dan kontrol. N/D pada kelompok perlakuan lebih tinggi sevara bermakna (P= 0,000).

Sukiarko E, 2007

Pengaruh Pelatihan Metode Belajar Berdasarkan Masalah terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader Gizi dlam Kegiatan Posyandu (Studi di Kecamatan Tempuran Kab. Magelang)

Quasi Eksperimental dengan Nonrandomized Control Group pre test post test Design pada Kader Posyandu

Variabel Bebas : Pelatihan Metode Belajar Berdasarkan Masalah Variabel Terikat : Pengetahuan dan Keterampilan Kader Gizi dalam Kegiatan Posyandu

Pelatihan metode belajar berdasarkan masalah lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader gizi dalam kegiatan posyandu dibanding metode konvensional.

Sirajuddin, 2007

Pengaruh Model Tungku Terhadap Status Gizi Anak Usia 12 – 59 Bulan di Kabupaten Selayar

Quasi Eksperimental dengan Nonrandomized Control Group pre test post test Design pada anak usia 12 – 59 bulan

Variabel Bebas : Penerapan Model Tungku Variabel Terikat : Status gizi dan status pertumbuhan anak

Penerapan model tungku dapat menurunkan prevalensi wasting sebesar 8,28%selama 3 bulan dan meningkatkan status pertumbuhan sebesar 28,6%

42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Status Gizi Anak

1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi

kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2001). Menurut Jahari (2002) status

gizi adalah gambaran tentang perkembangan keadaan keseimbangan

antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak untuk berbagai

proses biologis termasuk tumbuh.

Secara umum, status gizi dapat dikatakan sebagai fungsi

kesenjangan gizi, yaitu selisih antara konsumsi zat gizi dengan

kebutuhan zat gizi tersebut. Kesenjangan gizi bermanifestasi menurut

tingkatannya, sebagai berikut:

a. Mobilisasi cadangan zat gizi, yaitu upaya menutup kesenjangan

yang masih kecil dengan menggunakan cadangan gizi dalam

tubuh;

b. Deplesi jaringan tubuh yang terjadi jika kesenjangan tersebut tidak

dapat ditutupi dengan pemakaian cadangan;

c. Perubahan biokimia, suatu kelaian yang terlihat dalam cairan

tubuh;

43

d. Perubahan fungsional, yaitu kelaianan yang terjadi dalam tata kerja

faali;

e. Perubahan anatomi. Suatu perubahan yang bersifat lebih menetap

(Supariasa, 2002).

2. Ukuran dan Indeks Antropometri

Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status

gizi. Atas dasar ini ukuran-ukuran dengan menggunakan metode

antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan

bagi penentuan status gizi untuk negara-negara berkembang.

(Suharjo, 1996).

Ukuran antropometri terbagi atas 2 tipe, yaitu ukuran

pertumbuhan tubuh dan komposisi tubuh. Ukuran pertumbuhan yang

biasa digunakan meliputi: tinggi badan atau panjang badan, lingkar

kepala, lingkar dada, tinggi lutut. Pengukuran komposisi tubuh dapat

dilakukan melalui ukuran: berat badan, lingkar lengan atas, dan tebal

lemak di bawah kulit. Ukuran pertumbuhan lebih banyak

menggambarkan keadaan gizi masa lampau, sedangkan ukuran

komposisi tubuh menggambarkan keadaan gizi masa sekarang atau

saat pengukuran (Supariasa, 2002).

Indikator status gizi yang didasarkan pada ukuran Berat Badan

(BB) dan Tinggi Badan (TB) biasanya disajikan dalam bentuk indeks

44

yang terkait dengan umur (U) atau kombinasi antara keduanya. Indeks

antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur

(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut

Tinggi Badan (BB/TB) . Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan

indikator status gizi yang memiliki karakteristik masing-masing (Jahari,

2002).

Kegiatan pemantauan status gizi untuk jarak waktu yang cukup

panjang (dua tahun atau lebih) pilihan utama adalah indeks TB/U.

Indeks ini cukup sensitif untuk mengukur perubahan status gizi dalam

jangka panjang, stabil, tidak terpengaruh oleh fluktuasi perubahan

status gizi yang sifatnya musiman. Perubahan-perubahan yang

disebabkan oleh keadaan secara musiman yang dapat mempengaruhi

status gizi dapat ditunjukkan oleh indeks BB/U. Kalau tujuan penilaian

status gizi seperti dalam evaluasi suatu kegiatan program gizi,

gabungan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB dapat memberikan informasi

yang rinci tentang status gizi, baik gambaran masa lalu maupun masa

kini atau keduanya (kronis dan akut).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Banyak pendapat mengenai faktor determinan yang dapat

menyebabkan timbulnya masalah gizi pada bayi diantaranya menurut

Schroeder (2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi dipengaruhi oleh

45

konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi

sedangkan penyebab mendasar adalah perawatan (pola asuh) dan

pelayanan kesehatan seperti diterangkan pada Gambar 1.

Gambar 1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut UNICEF 1998

Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat

menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi

perlu dipertimbangkan. Menurut Martorell dan Habicht (1986), status

ekonomi mempengaruhi pertumbuhan bayi, melalui konsumsi makan

Masukan makan Tidak adekuat Penyakit

Gangguan akses

makanan

Perawatan Ibu & anak yang Tidak adekuat

Lingkungan yg jelek & pelayanan kesehatan

Yg tidak adekuat

Informasi / Pendidikan / Pelatihan

Sumber dan kontrol manusia, ekonomi &

organisasi

Politik dan super struktur ideologi struktur ekonomi

Sumber-sumber Potensial

Dampak

Penyebab langsung

Penyebab yg mendasari

Penyebab dasar

Status Gizi

46

dan kejadian infeksi. Status sosial ekonomi terhadap konsumsi makan

mempengaruhi kemampuan rumah tangga untuk memproduksi atau

membeli pangan, menentukan praktek pemberian makanan bayi,

kesehatan serta sanitasi lingkungan.

1. Asupan Zat Gizi dan MP-ASI

Makanan Pendamping ASI (Complementary feeding) adalah

pemberian makanan selain ASI. Pada masa ini bayi semakin terampil

makan makanan keluarga. Pada tahap akhir, sekitar umur 24 bulan

ASI diganti dengan makanan keluarga (Susanto JC, 2008). Salah satu

faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak adalah masukan

makanan yang diperoleh sehari-hari. Pemberian makanan bergizi

dalam jumlah yang cukup pada anak merupakan hal yang perlu

mendapat perhatian serius agar anak tidak jatuh ke keadaan kurang

gizi. Apalagi pada anak usia 6 – 24 bulan merupakan masa

penyapihan yaitu peralihan antara penyusuan dan makanan dewasa

sebagai sumber energi dan zat gizi utama. Pada masa sapih biasanya

pemberian ASI mulai dikurangi atau konsumsi ASI berkurang dengan

sendirinya sehingga untuk mencukupi kebutuhan gizi anak perlu diberi

makanan tambahan. Makanan yang dikonsumsi dibutuhkan untuk

mencukupi kebutuhan gizi anak khususnya energi dan protein

(Sulaeman dan Muchtadi, 2003 ).

47

Rekomendasi untuk memberikan ASI sampai dengan 6 bulan

baru dikeluarkan WHO tahun 2001. Sebelumnya rekomendasinya

adalah memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Alasan yang

dikemukakan adalah : ASI masih dapat memberikan kecukupan gizi

bagi bayi, memperlama masa tidak subur bagi ibu dan mengurangi

kejadian diare pada bayi. Fakta ini tidak hanya terjadi di negara

sedang berkembang, tetapi juga terjadi di negara maju.

Di masyarakat, tidak ada efek samping yang terjadi akibat

penundaan pemberian MP-ASI mulai 6 bulan. Kebutuhan nutrisi pada

bayi cukup bulan tercukupi sampai bayi umur 6 bulan jika ibu gizi baik

(Dewey KG, 2001). Tetapi dalam keadaan tertentu bayi dapat

mengalami kekurangan mikronutrien. Bayi BBLR mempunyai risiko

kekurangan besi yang lebih tinggi, oleh karena itu dianjurkan untuk

bayi BBLR mendapat medicinal iron pada umur 2 bulan. Demikian juga

halnya dengan Seng. Di dalam ASI kadar seng rendah, cadangan di

hati juga rendah, sehingga sering terjadi kekurangan seng. Karenanya

bayi BBLR juga perlu medicinal zinc (Dewey KG, 2001). Bayi disebut

tidak mendapat ASI eksklusif jika bayi telah diberi minuman atau

makanan setengah padat. Masalahnya, minuman atau makanan

setengah padat tersebut sering terlalu encer, kurang bergizi,

terkontaminasi, tetapi menyebabkan bayi kenyang sehingga bayi

jarang menyusu, akibatnya produksi ASI jadi berkurang bahkan kering.

48

Penelitian Marriott (2007) yang melibatkan 20 negara termasuk

Indonesia yang dilakukan tahun 1999 - 2003, melaporkan, hampir

seluruh bayi (92,3%) di Indonesia umur 0-6 bulan pernah mendapat

ASI. Sebaliknya 43% bayi tersebut telah mendapatkan makanan

setengah padat, disamping itu 23% telah mendapat susu formula.

Dapat disimpulkan bahwa bayi yang mendapat ASI tidak eksklusif

cukup tinggi (Susanto JC, 2008).

Pemberian MP-ASI atau cairan lain terlalu dini akan berakibat

penurunan produksi ASI lebih cepat. Hal ini bukan saja terjadi di

negara sedang berkembang, tetapi juga di negara maju. Konsekuensi

yang lain adalah mempercepat kesuburan ibu sehingga ibu akan cepat

hamil lagi (WHO, 1998).

Kesiapan bayi menerima makanan ini ditandai maturasi otot dan

syaraf terutama di sekitar leher dan mulut, saluran cerna dan sistem

ekskresi. Sebelum umur 4 bulan bayi akan mendorong keluar

makanan yang ditaruh di lidahnya, karena bayi belum mampu

mengontrol gerakan lidah. Gerakan ini dinamai gerakan ekstrusi. Saat

bayi umur 4-6 bulan bayi: mampu mengontrol gerakan lidah, mampu

menggerakkan makanan, gigi mulai tumbuh, dapat meraih benda dan

memasukkannya ke mulut dan interest dengan makanan yang baru.

Tanda bahwa anak siap menerima MP-ASI adalah : setidaknya umur 4

49

bulan, setelah cukup mendapat ASI bayi masih terlihat lapar dan

tumbuh kurang sesuai.

Menurut Walker (2006), saat dilahirkan tubuh bayi belum

berkembang sempurna pada seluruh sistem organnya. Sebelum umur

4 bulan sistem pencernaan dan ginjal bayi belum siap menangani

beban dari memproses berbagai jenis makanan dan mengeiuarkan

bahan-bahan yang tidak diperiukan tubuh. Usia 4 bulan usus dan

ginjal bayi siap diperkenalkan makanan secara bertahap. Pada umur 6

bulan bayi mampu untuk menggerakkan rahang bawah ke atas dan ke

bawah serta menggigit (Susanto, JC, 2008). Bahaya pemberian MP-

ASI terlalu dini adalah:

a. Saat itu bayi belum memerlukannya, dan pemberian MP-ASI akan

mengganti ASI, bayi kemudian akan jarang menyusu dan akhirnya

produksi ASI berkurang, akibatnya bayi akan suiit mendapatkan

kecukupan nutrisi.

b. Karena produksi ASI menurun, bayi akan menerima sedikit faktor

proteksi, yang dapat mengakibatkan bayi sering menderita sakit.

c. Risiko diare karena makanan yang diberikan tidak sebersih ASI.

d. Makanan yang diberikan sering berupa bubur yang terlalu encer,

dengan sup yang sangat tinggi kadar airya, atau bubur yang

diselingi air karena makanan ini sangat mudah diterima bayi, tetapi

50

makanan ini kandungan gizinya sangat rendah, sehingga tidak

dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.

e. Ibu akan lebih mudah hamil lagi.

Jika MP-ASI tertambat diberikan:

a. Bayi tidak mendapatkan ekstra makanan yang dibutuhkan.

b. Bayi tidak tumbuh.

c. Risiko malnutrisi dan defisiensi mikronutrien (WHO, 2000).

Peran ASI saat bayi mulai mendapat MP-ASI masih sangat

penting. Saat bayi umur 12-23 buian kontribusi ASI masih sekitar 35 -

40 % dari total energi untuk masyarakat di negara sedang

berkembang. Karena kandungan lemaknya yang tinggi, ASI

merupakan penyumbang energi dan asam lemak esensial yang

penting. ASI juga penting dalam mencukupi kebutuhan vitamin A

(70%), kalsium (40%) dan riboflavin (37%). Manfaat ASI ini sangat

terasa saat anak sedang sakit yang disertai penurunan nafsu makan,

tetapi masih mau menyusu. ASI juga penting dalam meningkatkan

kekebalan, menurunkan morbiditas dan mortalitas, meningkatkan

pertumbuhan linier dan kognitif (Dewey KG, 2001).

Pada waktu anak sakit, lakukan pemberian makan yang

responsif, terapkan prinsip pelayanan psiko-sosial. Dengan ciri:

51

a. Berikan makan kepada bayi secara langsung dan bantu anak yang

lebih besar untuk makan sendiri, sehingga mereka lebih sensitif

merasakan lapar.

b. Berikan secara pelan dan sabar, dan dukung anak untuk makan

tetapi jangan memaksa,

c. Jika anak menolak makan, coba makan yang lain dengan

kombinasi, rasa, textur dan metode dukungan

d. Kurangi gangguan/ interupsi selama makan, jika anak kehilangan

selera.

e. Ingat bahwa waktu makan adalah masa untuk belajar dan

mencintai, bicaralah dengan anak saat makan dengan kontak mata

ke mata.

Pemberian makan yang optimal tidak hanya tergantung makan

apa yang diberikan, tetapi juga tergantung bagaimana, kapan, dimana,

dan oleh siapa. Penelitian di Ghana menunjukkan bahwa perbaikan

perhatian pada pemberian MP-ASI berhubungan positif dengan status

antropometri anak (WHO, 2005).

Bahan makanan padi-padian umumnya merupakan yang terbaik

sebagai makanan pertama. Beras sebagai bahan makanan yang

pertama kali unuk MP-ASI, dengan alasan jarang menyebabkan alergi

dan bebas gluten. Bentuk makanan yang dianjurkan adalah Bubur

ASI. Empat sampai enam sendok ASI dicampur dengan satu sendok

52

peres tepung beras, didihkan sampai 5-7 menit, dan berikan ke bayi

mulai satu sendok teh. Jadi mulai diperkenalkan dengan satu jenis

makanan, sedikit, mulai satu kali.

Berikan makanan setengah padat ini dengan sendok, dan

bukan dengan mencampurkan sereal dengan susu formula dan

memberikannya dengan botol. Setelah 5 hari, amati apakah terjadi

reaksi alergi pada anak: perhatikan kulit (apakah gatal, kemerahan

atau bengkak), saluran cerna (regurgitasi, muntah, kembung, kolik,

diare) dan saluran napas (bersin, pilek, batuk, sesa napas). Jika tidak

ada gejala di atas volume dinaikkan dan setelah satu minggu

diperkenalkan makanan yang baru. Jika ditemukan satu gejala ini

segera hentikan makanan tersebut. Setelah mulai memberikan

makanan sereal, panduan yang baik untuk diikuti adalah

memperkenalkan satu jenis makanan baru pada satu waktu selama

periode 3-7 hari sebelum menambah makanan yang lain. Setiap

makanan baru hanya terdiri dari satu bahan dasar. Dengan demikian

jika bayi terjadi alergi akan cepat diidentifikasi (Susanto JC, 2008).

Kebutuhan MP-ASI tergantung dari berapa banyak produksi

ASI, berapa kadar lemak ASI, berapa cepat pertumbuhan anak dan

seberapa sering sakit. Pemberian MP-ASI dimulai umur 6 bulan,

dengan porsi makan yang kecil dinaikkan secara bertahap, sementara

ibu masih sering menyusui untuk mempertahankan produksi ASI.

53

Kebutuhan energi dari MP-ASI untuk bayi di negara sedang

berkembang, dengan masukan ASI yang cukup (average) sekitar 200

kkal/hari untuk anak umur 6-8 bulan, 300 kkal/hari untuk anak umur

9-11 bl dan 550 kkal/hari untuk anak umur 12-23 bulan. Sedang untuk

negara maju, kebutuhan tersebut adalah 130, 330 dan 580 kkal/hari

untuk kelompok umur di atas. Estimasi kebutuhan tersebut hanya

berlaku untuk anak yang mengkosumsi ASI rata-rata. Jika konsumsi

ASI lebih banyak atau lebih sedikit kebutuhan energi dari ASI dapat

bertambah atau berkurang. Tentu orang tua atau pengasuh tidak tahu

berapa banyak ASI yang telah dikonsumsi. Untuk mengetahui hal

tersebut digunakan prinsip responsive feeding (Dewey KG, 2001).

Sedang untuk bayi yang tidak mendapat ASI, kebutuhan

energinya 600 kkal/haripada umur 6-8 bulan, 700 kkal/hari pada umur

9-11 bulan dan 900 kkal/hari pada anak umur 12-23 bulan. Kebutuhan

ini jauh lebih banyak dibanding kebutuhan energi pada bayi yang

mendapat ASI. Hal ini tidak hanya karena adanya masukan ASI, tetapi

resting metabolic rate pada bayi yang mendapat susu formula lebih

tinggi. Secara praktisnya, ibu atau pengasuh tidak mungkin untuk

mengukur berapa kandungan energi dan gizi tiap saat bayi makan.

Jadi berapa banyak bayi harus makan tergantung berapa banyak bayi

mengkonsumsi makanan (WHO, 2005).

54

Bayi perlu belajar bagaimana menggunakan bibirnya untuk

membersihkan makanan di sendok dan bagaimana menarik makanan

ke bagian belakang mulut kemudian menelannya. Perilaku bayi pada

masa ini sering diinterpretasikan sebagai tidak suka akan makanan

(yang baru). Dengan perhatian dan dorongan anak akan segera tahu

bagaimana makan makanan yang baru dan menikmati rasanya

(Susanto JC, 2008).

Dengan semakin bertambahnya umur bayi dianjurkan:

a. Ibu tetap menyusui bayinya.

b. Mulai makan sekali kemudian ditingkatkan sehingga saat umur 12

sudah 3 kali makan dan 2 kali snack.

c. Kenalkan makanan satu demi satu, perkenalkan makanan

seminggu sekali

d. Meningkatkan volume makanan secara bertahap.

e. Mula-mula berikan makanan yang lembut dan makin lama makin

kasar/bertekstur (Dewey KG, 2001).

Secara bertahap, sesuai bertambahnya umur, konsistensi dan

variasi makanan ditingkatkan bertahap sesuai kebutuhan, dan

kemampuannya. Setelah bayi mulai makan bubur setengah padat

pada umur 6 bulan, bayi dapat makan finger foods (makanan yang

dapat dipegang dan digigit) pada umur 8 bulan, kemudian makanan

keluarga pada umur 12 bulan.

55

Biasanya makanan pertama diberikan berupa bubur susu atau

bubur instant yang telah difortifikasi vitamin dan mikronutrien sehingga

mencukupi kebutuhan bayi. Kemudian diberikan nasi tim dimulai umur

7- 9 bulan mulai dari tim yang saring sampai tim kasar. Snack/ finger

food dianjurkan diberikan mulai umur 8 bulan. Ini berupa makanan

yang dapat dipegang dan digigit dan dikunyah oleh anak, sehingga

bukan dalam bentuk cair. Makanan keluarga diberikan mulai umur 12

bulan. Dari konsistensi ini dapat dimaklumi bahwa masyarakat yang

tidak mampu dan kurang pengetahuan akan memberikan makanan

sapihan yang terlalu rendah nilai gizinya dengan risiko malnutrisi.

Sebaliknya masyarakat yang mampu akan memberikan makanan

dengan nilai gizi yang tinggi dengan resiko kegemukan. Jika makanan

yang diberikan mempunyai konsistensi terlalu encer, anak tidak

mampu mengkonsumsi sesuai kebutuhannya, atau memerlukan waktu

untuk makan yang terlalu lama (Susanto JC, 2008)

Seberapa sering bayi yang menyusu ibunya harus mendapat

MP-ASI, tergantung dari densitas energi dari makanan dan berapa

banyak makanan yang dapat dikonsumsi. Rata-rata, bayi yang

mendapat ASI diberi MP-ASI 2-3 kali sehari saat bayi umur 6-8 bulan

dan 34 kali per hari saat bayi umur 9-11 bulan dan 12-24 bulan

dengan tambahan makanan selingan (snack) bergizi 1 - 2 kali sehari.

Snack merupakan makanan yang dapat dipegang (finger food)

56

hendaknya dimakan antara makan, mudah disiapkan dan bergizi

(Dewey KG, 2001). Peningkatan frekuensi makan yang terlalu cepat

memungkinkan terjadinya penurunan asupan ASI, dengan akibat

penurunan asupan energi dan nutrien lagi, apa lagi jika MP-ASI kurang

padat gizi (WHO, 2000).

Pada anak yang tidak mendapat ASI, frekuensi makan

tergantung densitas kalori dari makanan lokal dan kebiasaan

makannya. Jika densitas kalori rendah dan anak hanya mampu makan

dengan porsi kecil, maka diperlukan sering makan. Secara teoritis

kemampuan anak mengkosumsi makanan sebanyak 30

gram/kgBB/hari dan densitas energi 0,8 kkal/gram. Untuk anak yang

makan 5x/hari perlu densitas energi 0,65 kkal/gr, jika makan 4x/hari

perlu densitas energi 0,75 dan jika anak makan 3x perlu densitas

energi 1 kkal/gr. Jika kemampuan anak mengkonsumsi makanan lebih

sedikit dari kapasitas lambung, frekuensi makan perlu dinaikkan

(WHO, 2005). Harus disadari bahwa periode 6 - 11 bulan adalah

periode belajar makan, belajar merasakan, mengunyah dan menelan.

Saat itu makanan utama masih ASI, sebagai sumber utama energi,

protein dan mikronutrien. Jangan sampai ASI diganti dengan MP-ASI.

Daging, ayam, ikan atau telur hendaknya dimakan tiap hari

sebab makanan tersebut banyak mengandung zat gizi seperti besi dan

seng. Susu kaya akan kalsium dan beberapa zat gizi yang lain.

57

Makanan yang tidak mengandung bahan hewani tidak dapat

mencukupi kebutuhan gizi kecuali makanan yang difortifikasi dan

disuplementasi. Jika makanan nabati dikonsumsi cukup dan teratur,

susu yang diperlukan sekitar 300 - 500 ml/hari. Yang dimaksud susu

disini adalah susu hewan (susu sapi dll), susu 'UHT, yogurt,

reconstituted evaporated mine (WHO, 2005).

Lemak mempunyai peran sangat penting dalam diet bayi dan

anak, karena merupakan sumber energi yang efisien, sumber asam

lemak esensial, membantu penyerapan vitamin yang larut dalam

minyak. Pada anak yang mendapat ASI, minyak merupakan sumber

kalori utama. Kandungan lemak dalam ASI sekitar 40 - 55% dari total

energi (WHO, 1998). Saat bayi mulai mendapat MP-ASI, pasokan

energi dari lemak menurun seiring menurunnya kontribusi ASI.

Sekalipun demikian MP-ASI tidak mungkin menggunakan konsentrasi

lemak yang rendah seperti halnya pada orang dewasa. Dianjurkan

lemak sebagai sumber energi sekitar 30 - 45% (Dewey KG dan Brown

KH, 2003)

Sekalipun masih hangat diperdebatkan berapa kebutuhan

optimal lemak pada anak, sampai sekarang masih disepakati

kebutuhan lemak sekitar 30 - 45% dari total energi, dengan demikian

kekurangan (yang dapat mengakibatkan kekurangan asam lemak

esensial, kekurangan densitas kalori) atau kelebihan (berhubungan

58

dengan obesitas dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari) dapat

dihindari (WHO, 2005).

Dalam pemrograman diet biasanya kalori yang berasal dari

lemak setidaknya 30%. Jika dalam pemberian makanan secara teratur

cukup mendapat sumber makanan hewani, maka ke dalam dietnya

hanya ditambahkan minyak 5 gram/hari. Tetapi jika makanan hewani

tidak dikonsumsi secara teratur minyak yang harus diberikan sebanyak

10-20 gram/hari. Kecuali yang sudah mendapat makanan yang tinggi

lemak seperti alpukat atau kacang (WHO, 2005).

Penambahan minyak untuk mengejar kecukupan energi ini

bukan tanpa risiko. Penambahan 1 sendok teh minyak nabati ke dalam

100 gram tepung beras seperti yang dilakukan penduduk di Afrika

selain meningkatkan densitas energi (dari 0,28 menjadi 0,73 kkal/gr)

tetapi juga mengakibatkan penurunan densitas protein (dari 8,9%

menjadi 3,3%), besi (dari 0,5 menjadi 0,2 mg/100 kkal) dan

mikroriutrien yang lain.

Hal ini berbeda dengan rekomendasi yang sebelumnya. WHO

1983 menganjurkan bahan makanan yang terdiri atas 4 macam

(makanan pokok, pembangun, pengatur dan sumber energi). Sedang

WHO 1988 menyatakan : berikan kepada anak bubur setengah padat

dan selalu tambahkan minyak atau santan. Lebih lanjut King 1996

menganjurkan untuk anak umur 6 -12 bulan perlu minyak 20 gram/hari

59

atau sekitar 23 ml/hari dan anak umur 12 - 24 bulan perlu minyak 28

ml/hari (Susanto JC, 2008).

Sementara itu makanan yang siap dimakan untuk penderita gizi

buruk dengan minyak sekitar 50 % dari total kalori. Makanan hewani

adalah sumber protein yang bagus. Sementara makanan tradisional

dengan bahan tunggal seperti bubur kosong atau bubur singkong,

kandungan protein dan lisin rendah, sementara kacang polong

kandungan sulfurnya rendah. Dengan mencampur kedua bahan

makanan tersebut akan memperbaiki mutu makanan (WHO, 2005).

Diperlukan makanan hewani untuk mencukupi kebutuhan besi

dan seng, kecuali makanan telah disuplementasi. Sebutir telur dan

sepotong daging atau hati atau ikan diperlukan untuk kebutuhan

sehari. Sulit dipenuhi kebutuhan kalsium jika bayi tidak mengkonsumsi

susu. Ikan dapat dijadikan alternatif sumber kalsium. Sayuran warna

hijau tua mempunyai kandungan kalsium yang tinggi, tetapi

kandungan oksalatnya juga tinggi (seperti bayam), sehingga

bioavaibilitas kalsiumnya rendah. Sumber kalsium yang lain adalah

kedelai, wortel, pepaya, jambu, labu dan lain-lain.

Pada masa penyapihan anak sering sakit. Anak yang sakit

pengeluarannya meningkat misalnya demam menyebabkan

peningkatan metabolisme dan penguapan. Saat yang sama nafsu

makan menurun. Seperti halnya pada orang dewasa sakit sering

60

menyebabkan lidah terasa pahit, perut terasa penuh, bila makan perut

terasa mual yang menyebabkan anak tidak mau makan. Oleh karena

itu selama anak sakit anjurkan anak makan manakan yang lembut,

bervariasi, enak, disukai (makanan favorit). Setelah sembuh berikan

makanan yang sering dari biasanya dan dukung agar anak makan

tebih banyak, sampai kembali ke berat badan semula.

Selama sakit kebutuhan cairan lebih tinggi dari normal,

misalnya saat demam, diare, muntah dan lain-lain, sehingga

memeriukan extra cairan. Jika anak yang tidak menyusu ibunya tidak

dapat mengkonsumsi cairan lebih banyak, anak perlu dikurangi

makanan yang mungkin dapat meningkatkan renal solute load seperti

ikan, daging, ayam, hati dan mentega. Selama sakit tetap dukung

anak makan, sekalipun nafsu makannya menurun, untuk

mempertahankan masukan makanan, mengganti cairan yang

hilang selama sakit dan tumbuh kejar. Makanan ekstra

diperlukan sampai dengan anak mencapai berat badan semula

(Susanto JC, 2008).

2. Penyakit infeksi

Interaksi antara infeksi, status gizi, dan sistem imun telah

diketahui sejak lama. Infeksi mengakibatkan malnutrisi dan malnutrisi

menyebabkan kerentanan terhadap terjadinya infeksi. Malnutrisi yang

61

disertai infeksi akan memperburuk malnutrisi yang ada, sebaliknya

infeksi yang menyertai malnutrisi dapat memperburuk derajat infeksi

yang terjadi serta mengakibatkan terjadinya infeksi berulang. Malnutrisi

berat akan menghambat imunitas tubuh terhadap infeksi, merusak

barier perlindungan kulit dan membran mukosa serta menurunkan

jumlah dan kapasitas fagositosis lekosit sebagai bagian dari sistem

imunitas tubuh, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Pada saat

terjadinya infeksi, tubuh kehilangan zat-zat gizi yang diperlukan dalam

sistem imunitas akibat diare, gangguan absorpsi usus, anoreksia,

proses katabolisme, peningkatan penggunaan zat-zat gizi dan

penarikan zat-zat gizi dari tubuh yang dibutuhkan untuk sintesis dan

pertumbuhan jaringan, yang semuanya menurunkan sistem imunitas

tubuh sehingga berakibat pada memburuknya infeksi yang ada

(Schrimshaw NS; Brown KH, 2003).

Malnutrisi dapat mempengaruhi sistem imun pada beberapa

tahap yaitu:

a. Perkembangan dan diferensiasi sel imun

b. Inisiasi respons terhadap patogen

c. Hambatan perlindungan sistem imun

Efek defisiensi gizi terhadap respons imun tergantung pada

tingkat dan lamanya defisiensi. Kurang energi protein (KEP)

berhubungan dengan kerentanan terhadap infeksi, derajat infeksi yang

62

lebih berat, dan morbiditas yang tinggi akibat infeksi. KEP

menyebabkan atrofi organ limfoid dan gangguan sistem imun,

khususnya imunitas seluler dimana terjadi pergeseran populasi limfoid

dari populasi sel T ke sel non T, non B dengan mempertahankan

jumlah dan persentase sel limfoid. Peningkatan null cell secara nyata

berhubungan dengan peningkatan populasi sel natural killer (NK cell)

(Sorensen RU et.al., 1993)

Sedangkan infeksi dapat mempengaruhi masukan zat gizi dan

metabolisme melalui peranan sitokin. Sitokin merupakan mediator larut

dari respons imun, yang memegang peranan penting dalam

pengaturan imun. Sitokin diproduksi sebagai respons terhadap faktor

pencetus seperti infeksi, respons inflamasi, dan stress seperti

kelaparan. Respons sitokin penting dalam pertahanan tubuh, tapi juga

dapat menyebabkan kondisi ekstrim seperti syok septik dan

menyebabkan kehilangan jaringan tak berlemak (lean tissue) dan

lemak tubuh.

Penelitian juga menunjukkan bahwa kerentanan terhadap infeksi

pada KEP mungkin berhubungan langsung dengan defisiensi zat gizi

mikro, komplikasI yang sering terjadi pada malnutrisi. Zat gizi mikro

penting dalam perkembangan dan pertumbuhan organ limfoid dan

respons imun (Cunningham-Rundles S dan Cervia JS, 1997).

63

Infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur,

tetapi lebih nyata pada kelompok anak-anak. Infeksi juga mempunyai

kontribusi terhadap defisiensi kalori, protein, dan zat gizi lain karena

menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan berkurang.

Kebutuhan energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali kebutuhan

normal karena meningkatnya metabolisme basal (Thaha, 1995).

Respon katabolik terhadap infeksi ditandai dengan demam,

hipermetabolisme dan gangguan metabolisme glukosa, protein dan

lemak. Glukoneogenesis hepatik, lipolisis perifer dan proteolisis

meningkat. Hipermetabolisme dapat meningkatkan kebutuhan basal

sampau 20 – 60 %. Kembalinya metabolisme menjadi normal dan

keseimbangan nitrogen positif tergantung eliminasi infeksi

(Williamsonm 1992). Interaksi-antara infeksi dan status gizi telah lama

diketahui. Infeksi mengakibatkan status gizi kurang dan status gizi

kurang menyebabkan kerentanan terhadap terjadinya infeksi. Gizi

kurang disertai infeksi akan memperburuk derajat infeksi yang terjadi

serta meningkatkan kejadian infeksi berulang (Keusch, 2003).

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu

panyakit infeksi yang erat kaitannya dengan masalah gizi. Tanda dan

gejala penyakit ISPA ini bermacam-macam antara lain batuk, kesulitan

bernafas, tenggorakan kering, pilek demam dan sakit telinga. ISPA

disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan ricketsia. Dua

64

penelitian yaitu Maltene (1991) dan Walker (1992) menunjukkan

adanya korelasi yang signifikan antara berat badan dan infeksi saluran

pernafasan. Pada anak umur 12 bulan batuk sebagai salah satu gejala

infeksi saluran pernafasan hanya memiliki asosiasi yang signifikan

dengan perubahan berat badan, tidak dengan perubahan tinggi badan

(Depkes, 1996).

Berbagai hasil studi menujukkan terjadinya penurunan berat

badan anak setiap hari selama ISPA berlangsung (Noor, 1996).

Diperkirakan panas yang menyertai ISPA memegang peranan penting

dalam penurunan asupan status gizi karena menurunnya nafsu makan

anak (Thaha, 1995).

Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian

pada anak di negara berkembang. Sekitar 80% kematian yang

berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.

Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai

akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Diare menjadi

penyebab penting bagi kekurangan gizi. Hal ini disebabkan oleh

adanya anoreksia pada penderita diare, sehingga ia makan lebih

sedikit daripada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan

juga berkurang. Padahal kebutuhan tubuh akan makanan meningkat

akibat dari adanya infeksi. Setiap episode diare dapat menyebabkan

kekurangan gizi, sehingga bila episodenya berkepanjangan maka

65

dampaknya terhadap pertumbuhan anak akan meningkat (Depkes RI.,

1999).

Diare secara epidemiologik didefinisikan sebagai keluarnya tinja

yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari. Secara klinik

ada tiga macam sindroma diare (Depkes RI., 1999) yaitu

a. Diare akut adalah pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang

sering dan tanpa darah, biasanya berlangsung kurang dari 7 hari.

Diare ini dapat menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan

kurang akan mengakibatkan kurang gizi.

b. Disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Akibat penting

disentri antara lain anoreksia, penurunan berat badan dengan

cepat dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif.

c. Diare persisten adalah diare yang mula-mula bersifat akut, namun

berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini dapat dimulai sebagai

diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering

terjadi dan volume tinja dalam jumlah yang banyak sehingga ada

risiko mengalami dehidrasi. Diare persisten berbeda dengan diare

kronik yaitu diare intermiten (hilang-timbul), atau yang berlangsung

lama dengan penyebab non infeksi, seperti sensitif terhadap gluten

atau gangguan metabolisme yang menurun.

66

3. Pendidikan dan Pengetahuan

Banyak kepustakaan menunjukkan hubungan yang positif

antara tingkat pendidikan ibu dengan kesehatan dan status gizi anak.

Penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan yang

tinggi mempunyai pengetahuan gizi yang tinggi dan mempunyai

kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan sistem perawatan

keluarga (Ruel MT, 1992). Sedangkan penelitian di Bangladesh

terhadap anak umur 4 – 27 bulan dengan perhatian terhadap tingkat

pendidikan orang tua menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan

memberikan anak mereka makanan tambahan lebih sering dan tempat

yang lebih bersih dan terlindung dibandingkan ibu yang tidak

berpendidikan, bahkan setelah dikontrol dengan status sosial ekonomi

(Guldan GS, 1993). Laporan Persagi tahun 1999 dalam visi dan misi

gizi mencapai Indonesia sehat tahun 2010 disebutkan bahwa

pendidikan dan pengetahuan merupakan pokok masalah yang harus

dijelaskan dalam melihat masalah gizi kurang atau KEP di Indonesia

(Bakri, 2000).

Di Indonesi masih banyak ibu yang memberikan MP-ASI terlalu

dini atau terlambat, disamping itu kualitas dan kuantitas MP-ASI yang

diberikan tidak memadai. Hal ini disebabkan karena minimnya

67

pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan yang baik dan

sehat untuk anak usia dibawah 2 tahun (Latief, 2000).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 1993).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa

dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu

terhadap stimulus yang berupa materi atau objek diluarnya, sehingga

menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek

yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yang telah diketahui dan

disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh

lagi yaitu berupa tindakan (Notoatmodjo, 1997).

Perubahan perilaku adalah tujuan dari pendidikan/penyuluhan

kesehatan. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku

individu maupun kelompok yaitu :

68

a. Faktor predisposisi, mencakup : pengetahuan dan sikap terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan

sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah

terjadinya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

b. Faktor pendukung, mencakup : ketersediaan sarana dan prasarana

fasilitas kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas ini

pada hakikatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan,

maka faktor ini disebut faktor pemungkin.

c. Faktor pendorong yaitu faktor yang memperkuat perubahan

perilaku seseorang dikarenakan adanya sikap dan perilaku yang

lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas

kesehatan.

Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat

kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu : lingkungan,

perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan, maka penyuluhan

kesehatan adalah sebuah alternatif untuk merubah perilaku kesehatan

masyarakat (Notoatmodjo, 1993; Green, 1991).

4. Sumber Daya Ekonomi Keluarga

Faktor sosial ekonomi mempengaruhi status gizi melalui

masukan makanan dan atau insiden dan beratnya penyakit infeksi

69

(Martorrel, 1986). Gambar 2 menunjukkan mekanisme faktor sosial

ekonomi mempengaruhi status gizi anak.

Gambar 2

Mekaniske Faktor Sosial Ekonomi Mempengaruhi Status Gizi Anak

Kemiskinan hampir selalu disertai dengan malnutrisi karena

ketersediaan makanan rendah akibat daya beli yang rendah, kondisi

yang padat dan kumuh serta perawatan yang tidak layak. Anak hanya

diberi ASI dalam waktu yang singkat dan mendapat makanan

tambahan yang tidak layak ketika ASI mulai dihentikan sehingga

terjadi gangguan pertumbuhan. Hal ini diperberat dengan

Tanah

Status Sosial Ekonomi (Kesejahteraan, pendidikan dll

Pendapatan Praktek Pemberian Makanan

Pola Hidup Sehat

Sanitasi Lingkungan

Sumber Pangan

Masukan Zat Gizi

Infeksi

Ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler

Status Gizi

70

ketidaktahuan tentang sumber makanan bergizi, pemberian makanan

yang baik selama sakit dan pembagian makanan yang tidak tepat

antar anggota keluarga. Lingkungan yang padat dan kumuh juga

menyebabkan anak mudah terkena penyakit infeksi. Akses fasilitas

pelayanan kesehatan juga terbatas karena kemiskinan (WHO, 1998).

Pendapatan keluarga per kapita yang berfluktuasi sepanjang

tahun berbanding lurus dengan fluktuasi pengeluaran untuk makanan.

Fluktuasi pengeluaran untuk makanan berhubungan bermakna

dengan konsumsi zat gizi makro. Hubungan tersebut makin jelas pada

kelompok keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan (Thaha,

1995). Thaha (1995) melalui hasil penelitiannya pada keluarga

nelayan di Lombok Timur NTB mengemukakan, bahwa terdapat

hubungan posistif yang sangat kuat antara pendapatan dan

pengeluaran keluarga per kapita untuk makanan keluarga nelayan.

Pendapatan yang meningkat, maka alokasi pengeluaran untuk

makanan dan kesehatan juga akan meningkat sehingga asupan zat

gizi dan keadaan kesehatan juga akan meningkat. Jika keadaan

seperti ini didukung oleh keadaan kesehatan tubuh yang baik maka

akan meningkatkan status gizi keluarga. Keadaan sebaliknya terjadi

pada musim kemarau, dimana tingkat pendapatan keluarga menurun

menyebabkan menurunnya jumlah pengeluaran baik untuk makanan

71

dan kesehatan juga menurun, sehingga pada akhirnya pertumbuhan

berat badan anak mengalami penurunan.

5. Pelayanan Kesehatan dan Sanitasi

Pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak

dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan

kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan

persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta

sarana kesehatan yang baik seperti peryandu, puskesmas, praktek

bidan atau dokter, rumah sakit dan persediaan air bersih. Tidak

terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak

mampu membayar), kurang pendidikan dan pengetahuan merupakan

kendala masyarakat dan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status

gizi anak. Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana

pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil risiko

terjadinya gizi kurang.

Status gizi berkaitan dengan keterjangkauan terhadap

pelayanan kesehatan dasar. Anak sulit dijangkau oleh berbagai

kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya karena tidak dapat

datang sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar.

72

Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih

mudah terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi

status gizi. Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air

bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan

peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedianya air bersih

untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit

infeksi dan status gizi akan meningkat (Soekirman, 2000).

C. Program Perbaikan Gizi Anak Melalui Perubahan Perilaku

1. Penyuluhan

Penyuluhan adalah suatu proses yang berorientasikan belajar

yang dilakukan dalam sosial yang sederhana dari orang ke orang

dimana seorang penyuluh mencoba membantu klien dengan metode

yang sesuai dengan kebutuhan klien dan dalam hubungannya dengan

program personalia untuk mengetahui lebih banyak mengenai dirinya

untuk belajar bagaimana menggunakan pengertiannya dalam

hubungannya dengan tujuan yang ditetapkan secara wajar dan

dihayati secara jelas hingga akhirnya klien dapat menjadi anggota

masyarakat yang lebih produktif dan bahagia.

Dalam pendidikan kesehatan diharapkan bahwa sudah ada

kesiapan mental dan sasaran untuk merubah perilakuknya, namun

kenyataannya tidak selalu demikian, sehingga perlu adanya konseling.

73

Konseling merupakan suatu pendekatan yang paling banyak

digunakan dalam pendidikan kesehatan untuk membantu individu dan

keluarga menyelesaikan masalah yang dialami (Notoatmodjo, 1993).

Pendekatan edukatif dapat diartikan sebagai rangkaian

kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, terarah dan

peran serta aktif dari individu atau kelompok atau masyarakat untuk

memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat tersebut. Dalam

hal ini tidak terlepas dari faktor sosial, ekonomi dan budaya

masyarakat setempat. Dengan pendekatan edukatif ini yang akan

dicapai bukan hanya pemecahan masalah individu/kelompok atau

masyarakat, tetapi juga dikembangkan kemampuan individu/kelompok

atau masyarakat agar dapat memecahkan sendiri permasalahan yang

ada.

Berdasarkan pengertian diatas, maka penyuluhan gizi adalah

pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu/masyarakat

yang diperlukan dalam peningkatan atau dalam mempertahankan gizi

tetap baik (Suhardjo,1988). Tujuan penyuluhan gizi adalah sebagai

berikut :

a. Dapat membentuk sikap positif terhadap gizi

b. Terciptanya pengetahuan dan kecakapan dalam memilih dan

menggunakan bahan makanan

c. Terbentuknya kebiasaan makan yang baik

74

d. Adanya motivasi untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal-hal

yang berkaitan dengan gizi.

Bhandari, et.al., (2004) meneliti hubungan intervensi pendidikan

dengan promosi praktek MP-ASI dan pertumbuhan anak di India.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa peningkatan pemberian MP-ASI

dapat dilakukan melalui intervensi pendidikan praktis kepada

kelompok ibu tetapi efeknya masih sangat terbatas pada pertumbuhan

anak. Faktor yang membatasi pertumbuhan hendaknya didisain

sedemikian rupa dalam bentuk intervensi sehingga pengaruhnya

menjadi lebih nyata dalam intervensi program gizi yang lebih efektif.

Santos, et.al., (2001), melakukan penelitian tentang pengaruh

konseling gizi terhadap peningkatan berat badan anak di Brasil.

Menyimpulkan bahwa konseling dan latihan gizi memiliki pengaruh

nyata terhadap kenaikan berat badan anak, perbaikan praktek

pemberian makan anak dan ibu.

Penelitian Hotz dan Gibson (2004) menunjukkan ada pengaruh

nyata pada praktek pemberian makan, persiapan makan, jumlah

makanan yang diberikan, asupan energi, protein hewani, niacin,

riboflavin kalsium dan besi antara kelompok yang diberikan pelatihan

tentang praktek pemberian makan anak dengan kelompok

pembanding (p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah adopsi praktek

pemberian makan yang baru selama latihan mempengaruhi intake

75

energi dan zat gizi dari MP-ASI sehingga dapat meningkatkan kualitas

asupan gizi secara keseluruhan pada kelompok intervensi.

Amar, et.al., (2002) meneliti pengaruh tingkat pendidikan

terhadap kemampuan pengasuhan anak oleh ibu di Kota Akra-Grana.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu

merupakan kendala dalam meningkatkan skor indeks pemberian

makan, indeks kebersihan dan indeks pencegahan penyakit (p<0,05).

Penelitian ini merekomendasikan perlunya intervensi pendidikan dan

latihan kepada ibu tentang cara pemberian makan anak, cara menjaga

kebersihan dan cara mencegah terjadinya penyakit.

2. Penyuluhan Model Pendampingan

Penyuluhan model pendampingan keluarga adalah kegiatan

dukungan dan layanan bagi keluarga agar dapat mencegah dan

mengatasi masalah gizi (gizi kurang dan gizi buruk) anggota

keluarganya. Pendampingan dilakukan dengan cara memberikan

perhatian, menyampaikan pesan, menyemangati, mengajak,

memberikan pemikiran/solusi, menyampaikan layanan/bantuan,

memberikan nasihat, merujuk, menggerakkan dan bekerjasama.

Metode pendidikan model pendampingan kelaurga

dilaksanakan dengan prinsip-prinsip: (1) pemberdayaan keluarga atau

masyarakat; (2) partisipatif, dimana tenaga pendamping berperan

76

sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat yang didampingi; (3)

melibatkan keluarga atau masyarakat secara aktif, dan (4) tenaga

pendamping hanya berperan sebagai fasilitator. Kegiatan

pendampingan merupakan intervensi yang sistematik dan terukur,

berkelanjutan merujuk pada kemampuan masyarakat untuk mengambil

alih program yang ada dengan sumberdaya sendiri dan berlangsung

secara terus menerus (Nadimin, 2007)

Tenaga gizi pendamping adalah individu yang karena

profesinya mampu mendampingi masyarakat/keluarga untuk

melakukan praktek pemberian makan anak, praktek pengasuhan

anak, praktek pencarian pengobatan dikala sakit dan praktek

kebersihan. Kegiatan pendekatan diwujudkan dalam aplikasi asuhan

gizi anak dengan kegiatan pendampingan tentang cara memberi

makan, cara mengasuh, cara merawat, cara menilai pertumbuhan dan

perkembangan anak, yang dilakukan oleh seorang TGP kepada ibu,

pengasuh anak dalam bentuk kunjungan rumah, konseling, diskusi

kelompok, dilakukan selama tiga sesi (30 hari) pada setiap individu

atau kelompok wilayah binaan yang telah ditentukan (Sirajuddin,

2006).

Metode yang digunakan dalam kegiatan pendampingan adalah

metode pendidikan individual (perorangan) dengan bentuk pendekatan

penyuluhan (konseling). Dengan cara ini kontak antara ibu anak

77

dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh ibu

dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya ibu dengan

sukarela, berdasarkan kesadaran, dan penuh pengertian akan

menerima perilaku tersebut atau mengubah perilaku (Notoatmodjo S,

2007).

Pendampingan dilaksanakan dengan pendekatan asuhan gizi

individu dan pendekatan asuhan gizi berkelompok. Pendekatan

individu dilakukan terhadap sasaran yang tergolong gizi buruk atau

sasaran yang tinggal berjauhan. Bagi sasaran yang tinggal berdekatan

(berkelompok) dan sasaran yang menderita gizi kurang,

pendampingan dilakukan menggunakan model asuhan gizi

berkelompok. Proses metode pendidikan model pendampingan

dilakukan melalui tiga sesi, yaitu:

a. Pendampingan intensif. Sesi ini dilakukan pendampingan intensif

oleh TGP guna membantu ibu menerapkan praktek asuhan gizi

bagi anak dan keluarganya. TGP diharapkan dapat mengajarkan

ibu atau pengasuh anak tentang cara pengolahan makanan anak,

perawatan kebersihan dan higiene anak, pengobatan sederhana

bagi anak yang sakit, dengan metode konsultasi. Bagi sasaran

yang gizi buruk terutama gizi tingkat berat (disertai tanda-tanda

klinis marasmus dan kwashiorkor), TGP berperan sebagai perujuk

78

atau mengantar langsung sasaran tersebut ke Puskesmas.

Kegiatan pendampingan intensif berlangsung selama satu minggu

berturut-turut (hari pertama sampai hari ke tujuh).

b. Penguatan. Sesi ini dilaksanakan selama satu minggu yaitu hari

ke8 - 14 (minggu kedua). Pada sesi ini, sasaran tidak lagi

dikunjungi setiap hari, namun hanya dua kali seminggu. Tujuannya

adalah untuk memberikan penguatan atas apa yang dilakukan ibu

atau pengasuh anak, sesuai dengan rekomendasi dan yang

dianjurkan oleh tenaga pendamping. Bagi ibu atau pengasuh anak

yang kurang mampu mengikuti instruksi dianjurkan untuk didekati

secara persuasif agar ia mampu melakukan praktek asuhan gizi

secara sederhana.

c. Praktek mandiri. Setelah melakukan penguatan, ibu atau

pengasuh anak diberi kesempatan dua minggu (hari ke-15 sampai

ke-28) untuk mempraktek secara mandiri terhadap instruksi-

instruksi yang dianjurkan. Pada sesi ini, sasaran tidak lagi

dikunjungi kecuali pada hari ke-28 dimana tenaga pendamping

akan melakukan penilaian terhadap output pendampingan. Output

yang akan dinilai pada akhir sesi ini adalah kenaikan berat badan

anak dan kemampuan ibu atau pengasuh dalam melaksanakan

asuhan gizi anak . Sasaran yang belum lulus harus didampingi

79

kembali sebagai sasaran pada sesi intensif pada kegiatan

pendampingan tahap selanjutnya (Depkes, 2007).

Penyuluhan model pendampingan keluarga yang dilakukan di

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan pengembangan dari model

tungku yang sebelumnya dilakukan. Burkhalter dan Northrup (1996)

menyebutkan definisi model tungku (hearth model) secara istilah

berasal bahasa Inggris hearth yang berarti dapur atau perapian

keluarga. Istilah hearth pertama kali digunakan dalam program

intervensi gizi di Vietnam tahun 1994. Alasan memakai istilah model

tungku (hearth model) adalah semua basis pendekatan yang

digunakan untuk perbaikan gizi anak harus bersumber dari keluarga,

diolah dari dapur keluarga, dengan mempertimbangkan kemampuan

ekonomi dan ketersediaan pangan lokal.

Model tungku pada mulanya dilakukan pada anak sekolah yang

mengalami kurang gizi di Haiti tahun 1960 (Centre d’Education et

Rehabilitation Nutrionelle), melalui pemberian makan selama 3 bulan,

yang kemudian memberi rekomendasi bahwa perlu penyampaian

komunikasi, informasi dan edukasi dalam setiap program pemberian

makan anak agar dapat diterima dengan baik (Burkhalter dan

Northrup,1996).

Pada tahun 1993 Jerry dan Sternin juga melakukan pendekatan

yang sejenis dengan NDF di Vietnam didukung oleh Save the Children

80

Foundation (SCF). Kegiatan ini kemudian disebut Nutritional

Rehabilitation Program (NERP). Pada waktu yang bersamaan

Berggren, at.al., memperkenalkan model Tungku (hearth) kedalam

program Hopital Albert Switer (HAS) di Haiti.

Zeitlin, (1990) menyarankan agar ada kolaborasi antara

berbagai pendekatan yang berbasis pemberdayaan keluarga dengan

muatan deviasi positif status gizi anak. Berdasarkan pertimbangan ini,

maka aplikasi pendekatan NERP di Vietnam dan HAS di Haiti memiliki

latar yang berbeda dengan pendekatan NDF dan Mothercraft Centers

di Haiti.

Tabel 2

Persentase Penurunan Kasus Kurang Gizi pada Dua Studi di Haiti

Studi Group (n) Sebelum Program

Setelah Program

Persentase Poin Kenaikan

HAS (1994)* Intervensi (192) Pembanding (182)

72,9% 76,7%

62,0% 69,7%

10,9 6,5

48Dubusson et.al (1994)**

Intervensi (122) Pembanding (96)

76,9% 63,5%

46,3% 63,5%

30,6 0

Sumber: Burkhlater, 2006

Model Tungku di Haiti yang dikenal dengan istilah Hopital Albert

Schwetzer (HAS). Model ini diteliti melalui disain penelitian eksperimen

semu dengan mengukur kenaikan berat badan antara kelompok

intervensi dan kelompok pembanding. Jumlah kelompok intervensi

sebanyak 192 yang masuk program model tungku dan sebanyak 155

81

orang yang tidak masuk dalam kelompok model tungku dan hasilnya

pada Tabel 2.

Kelompok intervensi gizi yang dilakukan dalam model HAS

adalah pemberian makan (feeding practice) anak dan pendidikan ibu

(nutritional training). Hasil studi di Haiti menyebutkan bahwa evaluasi

program dapat dilakukan tiap 3 bulan akan tetap mampu mendeteksi

persentase kenaikan berat badan baik diukur menurut BB/U maupun

Rerata BB/U. Bila evaluasi ini dipilih maka hasil berikut ini menjadi

acuan untuk menilai kenaikan berat badan akibat intervensi dengan

model Tungku selama 3 bulan (Burkhlater, 2006).

Tabel 3

Kenaikan Nilai BB/U selama 6 Bulan Pelaksanaan Model Tungku di Haiti

Kelompok Intervensi Kelompok Pembanding Fase BB/U Median BB/U BB/U Median BB/U

I (0-3 bulan) 0,07 0,25 0,01 -0,52

II (4-6 bulan) 0,16 1,15 0,09 0,47

Sumber: Burkhlater , 2006

Analisis kenaikan nilai skor Z BB/U pada kelompok intervensi

dan kelompok pembanding (0-3 bulan) menunjukkan bahwa rata-rata

kenaikan BB/U pada kelompok intervensi sebesar 0,11 sedangkan

kelompok pembanding -0,19 dengan kata lain standar deviasi

kenaikan berat badan sebesar 0,30 (Burkhlater, 2006).

82

D. Kerangka Teori

Kesimpulan dari uraian kepustakaan adalah status gizi

dipengaruhi secara langsung oleh asupan gizi dan penyakit infeksi.

Pendidikan dan pengetahuan, sumber daya ekonomi keluarga dan

pelayanan kesehatan menjadi penyebab tidak langsung. Peningkatan

pengetahuan dapat dilakukan dengan metode pendidikan individual

(perorangan) dengan bentuk pendekatan penyuluhan. Penyuluhan akan

meningkatkan pengetahuan dan akan menyebakan perubahan perilaku

ibu dalam pemberian makanan dan perawatan anak. Secara singkat

kesimpulan uraian kepustakaan digambarkan dalam skema berikut :

83

Gambar 3 Kerangka Teori Penelitian

E. Kerangka Konsep

Berangkat dari skema kerangka teori, maka dibuat kerangka

konsep penelitian. Pendidikan ibu, ketersediaan dan penggunaan sarana

kesehatan, sosial ekonomi keluarga dan sanitasi lingkungan tidak

diikutkan dalam penelitian karena sudah dianggap homogen. Lokasi

penelitian di Kecamatan Gerbang Taskin yang kondisi lingkungan dan

sosial ekonomi penduduknya hampir sama.

Asupan Makanan

Penyakit

Perawatan Ibu & anak yang Tidak adekuat

Soaial Ekonomi Keluarga

Penyuluhan

Status Gizi

Ketersediaan dan Penggunaan Sarana

Kesehatan

Pendidikan dan Pengetahuan Ibu

Sanitasi Lingkungan

84

Gambar 4

Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Variabel bebas : Penyuluhan yaitu model pendampingan dan

konvensional.

Variable terikat : Status gizi dengan parameter perubahan skor Z

BB/U, PB/U dan BB/PB

Variabel Antara : Pengetahuan ibu dengan parameter perubahan

skor pengetahuan ibu

Asupan Makanan dengan parameter perubahan

tingkat kecukupan energi dan protein (TKE dan

TKP).

Penyakit Infeksi dengan parameter perubahan

jumlah hari sakit anak (Diare dan ISPA).

Pengetahuan Ibu

Penyakit Infeksi

Asupan Makanan

Penyuluhan

Perubahan Status Gizi

85

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dipaparkan, maka

hipotesis penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan perubahan pengetahuan ibu antara kelompok

penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan konvensional.

2. Terdapat perbedaan perubahan tingkat asupan makanan anak antara

kelompok penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan

konvensional.

3. Terdapat perbedaan perubahan hari sakit anak antara kelompok

penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan konvensional.

4. Terdapat perbedaan perubahan status gizi anak antara kelompok

penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan konvensional.

5. Terdapat pengaruh semua variabel bebas terhadap perubahan skor Z

BB/U.

86

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian Quasi eksperimen non

randomized pre post test control group design karena dalam pemberian

penyuluhan tidak dilakukan randomisasi (Pratiknya, 1986; Noor, 2000).

Rancangan penelitian sebagai berikut:

O1a X1 O1b

O2a X2 O2b

Keterangan :

O1a = skor pengetahuan ibu, tingkat asupan makanan, hari sakit dan

status gizi diukur pada awal (bulan-0) intervensi X1

O2a = skor pengetahuan ibu, tingkat asupan makanan, hari sakit dan

status gizi pada awal (bulan-0) intervensi X2

X1 = penyuluhan model pendampingan

X2 = penyuluhan konvensional

O1b = skor pengetahuan ibu, tingkat asupan makanan, hari sakit dan

status gizi pada bulan ke-1, ke-2 dan ke-3 intervensi X1.

O2b = skor pengetahuan ibu, tingkat asupan makanan, hari sakit dan

status gizi pada bulan ke-1, ke-2 dan ke-3 intervensi X2.

87

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Makassar Provinsi Sulawesi

Selatan. Wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya yang meliputi Kelurahan

Daya, Kelurahan Paccerakkang dan Kelurahan Sudiang Raya dijadikan

sebagai lokasi kelompok intervensi, wilayah kerja Puskesmas Bira yang

meliputi Kelurahan Bira, Kelurahan Parangloe dan Kelurahan Kapasa

dijadikan sebagai kelompok kontrol.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 6 – 21 bulan

yang terdapat di wilyah kerja Puskesmas Sudiang Raya dan Puskesmas

Bira Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

Subjek dalam penelitian ini adalah semua anak usia 6 - 21 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya dan Puskesmas Bira yang

memenuhi kriteria.

1. Kriteria inklusi

a. Anak lahir cukup bulan

b. Berat badan lahir 2500 – 4000 gram

c. Anak usia 6 – 21 bulan dengan skor Z BB/U < 0 s/d > -3 SD.

d. Berdomisili di Wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya dan

Puskesmas Bira Kota Makassar

e. Tidak menderita penyakit kronis (Diare) dan cacat

88

f. Orang tuanya setuju menjadi responden dan anaknya menjadi

subjek

2. Kriteria eksklusi:

a. Mengalami cacat bawaan (sindrom down, retardasi mental)

b. Menderita penyakit kronis (DIARE Kronis)

c. Gizi buruk (kwashiorkor. Marasmus, marasmus-kwashiorkor)

3. Kriteria drop out:

a. Tidak ikut dalam penelitian secara lengkap selama 3 bulan

b. Skor Z BB/U dan/atau PB/U dan/atau BB/PB berubaha <-3 SD.

c. Pindah dari lokasi penelitian (keluar Kota Makassar)

Besar sampel ditentukan secara estimasi berdasar perubahan rata-

rata berat badan menurut hasil uji coba Model Tungku di Haiti. Penentuan

besar sampel dihitung berdasarkan rumus (Lemeshow, 1997) :

2 σ ² (Z1/2α +Zβ) ²

n . = --------------------------------

(µ1 – µ2) ²

n = besar sampel setiap kelompok

σ = standar deviasi kenaikan nilai skor Z BB/U sebesar 0,30

(Penelitian HAS, 1994) selama 3 bulan.

Z1/2α = standar deviasi normal, digunakan 1,96 sesuai dengan

kemaknaan 95%.

Zβ = Power Test 90% (1,282)

89

µ1 = Kenaikan rata-rata nilai BB/U kelompok Intervensi sebesar 0,07

(penelitian Model Tungku Burkhalter & Northrup, 1994)

µ2 = kenaikan rata-rata nilai BB/U kelompok pembanding sebesar 0,01

(penelitian Model Tungku Burkhalter & Northrup, 1994)

Hasil perhitungan besar sampel diperoleh sebanyak 32 anak usia

6 – 21 bulan untuk masing-masing kelompok. Dengan memperhitungkan

kemungkinan droup out, maka dipersiapkan cadangan sampel sebanyak

15% untuk setiap kelompok (15% x 32) + 32= 36,8 atau dibulatkan

menjadi 37 subjek.

Pengambilan sampel untuk masing-masing kelompok dengan cara

purposive karena alasan logistik dan geografis daerah. Dari lokasi yang

telah ditentukan dipilih posyandu dengan jumlah kunjungan subjek

terbanyak pada bulan Agustus 2007. Pemulihan subjek dilakukan pada

hari penimbangan di posyandu yang bersangkutan, kemudian dipilih

subjek yang memenuhi kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah subjek

yang diinginkan. Lokasi intervensi jumlah subjek sebanyak 43 diperoleh

dari 5 posyandu, dan lokasi kontrol jumlah subjek sebanyak 40 diperoleh

dari 5 posyandu. Terdapat 10 responden pada kelompok intervensi yang

drop out karena pindah lokasi dan 1 subjek dengan skor Z BB/PB >-3 SD

sehingga jumlah responden yang ikut sampai akhir intervensi sebanyak

32. Pada kelompok kontrol terdapat 3 subjek yang drop out karena 1

orang dengan skor Z BB/U >-3 SD dan 2 orang yang pindah dari lokasi

90

intervensi sehingga jumlah responden yang yang ikut sampai akhir

intervensi sebanyak 37.

D. Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dipaparkan pada

Gambar 4, maka variabel penelitian ini adalah :

Variabel bebas : Penyuluhan model pendampingan dan

konvensional

Variable terikat : Perubahan Status Gizi Anak

Variabel Antara : Perubahan Skor Pengetahuan Ibu, Perubahan

Tingkat Asupan Makanan dan Perubahan

Jumlah Hari Sakit

E. Definisi Operasional

1. Penyuluhan model pendampingan kegiatan pemberian dukungan dan

layanan bagi ibu tentang pemberian MP-ASI yang meliputi waktu

pemberian, frekwensi, porsi, jenis, cara pembuatan dan cara

pemberian yang dilakukan oleh TGP kepada ibu, pengasuh anak

dalam bentuk kunjungan rumah, konseling, diskusi kelompok,

dilakukan selama tiga sesi (30 hari) yang dilanjutkan sampai 3 bulan

pada setiap individu atau kelompok wilayah binaan yang telah

ditentukan.

91

Skala : Nominal

2. Penyuluhan konvensional adalah peningkatan pengetahuan keluarga

khususnya ibu dalam pemberian MP-ASI yang meliputi waktu

pemberian, frekwensi, porsi, jenis, cara pembuatan dan cara

pemberian yang dilakukan di posyandu oleh Tenaga Pelaksana Gizi

Puskesmas.

Skala : Nominal

3. Perubahan skor pengetahuan ibu adalah selisih skor dari segala

sesuatu yang diketahui tentang pemberian MP-ASI (waktu pemberian,

frekwensi, porsi, jenis, cara pembuatan dan cara pemberian ) diukur

berdasarkan kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan melalui

kuesioner pengetahuan ibu sebelum dan setelah 3 bulan intervensi

Skala : Rasio

4. Perubahan tingkat asupan makanan adalah selisih antara sebelum

dan setelah 3 bulan intervensi dari rata-rata jumlah energi dan protein

yang dikonsumsi dari makanan, dikumpulkan melalui metode recall 24

jam setiap bulan selama dua hari tidak berturut-turut selama penelitian,

lalu dibandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKG) tahun 2004

untuk anak per hari (Hardinsyah, 2004), dinyatakan dalam persentesi.

Skala : Rasio

92

5. Perubahan hari sakit Diare adalah selisih jumlah hari anak menderita

sakit Diare dalam satu bulan terakhir, dicatat secara terus menerus

setiap 2 minggu selama 3 bulan intervensi.

Skala : Rasio

6. Perubahan hari sakit ISPA adalah selisih jumlah hari anak menderita

sakit ISPA dalam satu bulan terakhir, dicatat secara terus menerus

setiap 2 minggu selama 3 bulan intervensi.

Skala : Rasio

7. Perubahan Status Gizi adalah selisih antar skor Z BB/U, PB/U dan

BB/PB anak sebelum dan setelah 3 bulan intervensi.

Skala : Rasio

F. Intrumen Penelitian

1. Modul Pelatihan TGP yang disusun oleh peneliti dengan konusultasi

ke beberapa ahli (spesialis anak dan ahli gizi). Materi modul meliputi

pemantauan pertumbuhan, Makanan Pendamping ASI dan Metode

Pendampingan.

2. Kuesioner terstruktur berisi pertanyaan terbuka dan tertutup yang

dibuat berdasarkan tinjauan kepustakaan. Kuesioner sebelum

dipergunakan dilakukan uji coba kuesioner di lapangan dengan

karakteristik yang hampir sama dengan lokasi penelitian. Untuk

menentukan hal-hal apakah susunan dan bahasanya cukup dimengerti

93

baik pengumpul data atau responden dan apakah waktu yang

diperlukan untuk wawancara kurang, cukup atau terlalu lama.

Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas dan validitas kuesioner untuk

mengetahui butir-butir pertanyaan secara tepat dapat dipergunakan

dalam penelitian ini. Uji validitas alat ukur pengetahuan ibu dianalisis

dan dilakukan untuk seleksi item dengan menggunakan korelasi

product moment dari Pearson, dikatakan valid apabila menunjukkan

signifikansi < 0,05 (p<0,05). Pertanyaan yang gugur tidak digunakan

lagi sebagai alat ukur dalam penelitian. Uji realibilitas mempergunakan

teknik Conbach Alpha , dikatakan reliable apabila nilai alpha > 0,600

(Azwar, 2000). Dari 31 butir pertanyaan yang disiapkan, tersisa 15

butir yang memenuhi persyaratan validitas dan realibilitas.

3. Formulir recall konsumsi untuk mengetahui asupan makanan anak.

4. Formulir kuesioner hari sakit yang terdiri dari formulir durasi dan status

kesehatan anak tiap 2 minggu terakhir.

5. Alat ukur berat badan yaitu timbangan Seca Produksi UNICEF

dengan tingkat ketelitian 0,1 kg.

6. Alat ukur panjang badan dengan menggunakan infantometer dengan

tingkat ketelitian 0,1 cm.

7. Formulir Informed Consent.

94

G. Prosedur Pengambilan Data

1. Persiapan

a. Mengurus surat ijin penelitian ke Badan Penelitian dan

Pengembangan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan,

kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota

Makassar dan Dinas Kesehatan Kota Makassar.

b. Mengurus etik penelitian pada Komite Etik Penelitian Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

c. Pelatihan Petugas Lapangan.

Enumerator yang dipilih adalah dengan kualifikasi lulusan D.III Gizi

dengan alasan lulusan D.III Gizi dengan nilai ujian kompetensi

Mata Kuliah Penilaian Status Gizi pada transkrip nilai A sedangkan

TGP yang dipilih adalah lulusan D.III Gizi dengan nilai Mata Kuliah

Gizi Dalam Daur Kehidupan dan Penilaian Status Gizi pada

transkrip nilai A dengan alasan bahwa kemampuan akademik

enumerator sama. Selanjutnya dilakukan pelatihan petugas

lapangan selama masing-masing 2 hari kepada enumerator dan

TGP secara terpisah. Dilakukan pre dan post test untuk

mengetahui pengetahuan gizi sebelum dan setelah pelatihan. TGP

harus mempunyai nilai post test minimal 75. Pada akhir bulan ke-0,

ke-1 dan ke-2 dilakukan evaluasi dan penyegaran kembali.

95

2. Pelaksanaan pengumpulan data

a. Identifikasi data sekunder dan identifikasi subyek. Untuk

memperoleh data tersebut peneliti bekerjasama dengan petugas

gizi puskesmas dan kader posyandu untuk mendapatkan data anak

usia 6 - 21 bulan. Umur subjek ditentukan berdasarkan tanggal

lahir yang tercantum di KMS dan dinyatakan dalam bulan.

Dilakukan pengukuran berat badan (BB) dengan menggunakan

alat timbangan anak dan panjang badan (PB) dengan

menggunakan alat ukur panjang badan untuk mengetahui status

gizi subjek sebelum intervensi. Selanjutnya dilakukan penyaringan

data untuk memperoleh subjek sesuai kriteria inklusi.

b. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan pada orang

tua/wali subjek yang masuk kriteria inklusi dan eksklusi.

c. Intervensi dilakukan terhadap anak usia 6 – 21 bulan bulan

dengan skor Z BB/U <0 s/d > -3 SD selama tiga bulan, dengan

menggunakan TGP untuk melakukan pendampingan dan Tenaga

Gizi Puskesmas untuk melakukan penyuluhan pada kelompok

tanpa pendampingan.

d. Intervensi penyuluhan model pendampingan dilakukan dengan tiga

sesi yaitu (1) sesi pendampingan intensif pada hari ke 1 – 7. Sesi

ini dilakukan pendampingan oleh TGP guna membantu ibu dalam

96

memberikan MP-ASI pada anak yang meliputi waktu pemberian,

frekwensi, porsi, jenis, cara pembuatan dan cara pemberian; (2)

Sesi penguatan dilakukan pada hari ke 8 – 14. Pada sesi ini ibu

tidak lagi didampingi setiap hari tetapi hanya dua kali seminggu.

Tujuannya untuk memberi penguatan atas apa yang ibu telah

lakukan apakah telah sesuai dengan rekomendasi waktu

pemberian, frekwensi, porsi, jenis, cara pembuatan dan cara

pemberian MP-ASI yang telah diberikan; (3) Sesi praktek mandiri

pada hari ke 15 – 28. Sesi ini TGP tidak lagi mengunjungi

responden kecuali pada hari ke 30 untuk melihat apakah

rekomendasi yang telah diberikan dapat dilaksanakan oleh ibu.

Indikator yang dilihat adalah tingkat asupan dan berat badan anak.

Setelah melewati tiga sesi tersebut penelitian dilanjutkan dua bulan

lagi untuk melihat apakah ibu benar-benar telah mengerti dan

mempraktekkan rekomendasi pemberian MP-ASI yang telah di

berikan dan dapat mengatasi masalah yang dialami secara mandiri.

e. Penyuluhan konvensional dilakukan satu kali setiap haru

penimbangan di posyandu dengan materi waktu pemberian,

frekwensi, porsi, jenis, cara pembuatan dan cara pemberian MP-

ASI.

f. Pengukuran skor pengetahuan gizi ibu dilakukan dengan cara pre

dan post test dengan menggunakan kuesioner pengetahuan gizi

97

ibu . Dilakukan pada bulan ke-0, bulan ke-1, bulan ke-2 dan bulan

ke-3 intervensi.

g. Data hari sakit yang dicatat adalah jumlah hari anak menderita

Diare dan ISPA selama penelitian, dikumpulkan dengan metode

wawancara dengan ibu, dilakukan 2 minggu sekali selama 3 bulan

intervensi.

h. Data tingkat asupan makanan dilakukan 2 kali setiap bulan secara

tidak berturut-turut dengan metode recall 24 jam selama 3 bulan

intervensi. Penentuan jumlah konsumsi makanan menggunakan

ukuran rumah tangga setempat untuk menyatakan berat dalam

gram. Rerata jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dari MP-

ASI, ASI dan susu formula, lalu dibandingkan dengan Angka

Kecukupan Energi (AKG) tahun 2004 untuk anak per hari

(Hardinsyah, 2004), dinyatakan dalam persentesi. Bila anak

mendapat ASI maka ditambahkan energi dan protein berdasarkan

umur sebagai berikut:

umur 6,1 – 12 bulan 450 kkal/hr dan 7,5 gr/hr; umur 12,1 – 18

bulan 200 kkal/hr dan 3 gr/hr; umur 18,1 – 24 bulan 100 kkal/hr dan

1,5 gr/hr (Satoto, 1990).

i. Data status gizi diukur setiap sebulan selama tiga bulan penelitian

yang dilakukan oleh pengumpul data terlatih. Pengukuran

antropometri dilakukan dengan alat ukur BB dan PB serta

98

enumerator yang sama, dilakukan tiga kali pengulangan kemudian

diambil nilai reratanya. Selanjutnya hasil pengukuran BB dan PB

diolah dengan menggunakan program WHO Antro 2005 untuk

memperoleh nilai skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB.

3. Tahap akhir

Sebelum data diolah, terlebih dahulu dilakukan editing dan

coding dilanjutkan dengan entri data. Pengolahan menggunakan

program SPSS versi 13 for Windows .

H. Analisis Data

Data dianalisis dengan komputer menggunakan program SPSS for

windows versi 13 untuk menguji hipotesis. Sebelum dianalisis terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas dengan Saphiro-Wilk. Data yang tidak

berdistribusi normal dilakukan transformasi square, logarithm dan

reciplocal tetapi tidak berhasil sehingga silakukan analisis parametrik dan

nonparametrik sesuai normalitas data.

Analisis bivariat yang digunakan adalah dependent t test dan

Wilcoxon Signed Rank test untuk menganalisis perbedaan skor

pengetahuan ibu, tingkat asupan makanan , hari sakit dan status gizi

subjek awal dan akhir intervensi pada masing-masing kelompok.

Independent t test dan Mann-Whitney untuk menganalisis perbedaan

99

umur responden, jumlah tahun pendidikan, pekerjaan ibu, penghasilan

keluarga, jenis kelamin subjek, umur subjek, umur diberi MP-ASI, pola

makan, skor pengetahuan ibu, tingkat asupan makanan , hari sakit dan

status gizi subjek antara kelompok intervensi dan kontrol.

Analisis Multivariat Regresi Linear dengan variabel Dummy

dilakukan untuk menguji pengaruh bersama-sama variabel bebas

penyuluhan model pendampingan, pengetahuan ibu, hari sakit (Diare dan

ISPA), tingkat asupan makanan (TKE dan TKP), jumlah tahun pendidikan

ibu, usia mulai diberi MP-ASI dan usia awal subjek terhadap variabel

terikat perubahan status gizi (skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB). Variabel

penyuluhan model pendampingan dengan kategori = 1; penyuluhan

konvensional dengan kategori = 0.

Digunakan metode enter karena untuk mengetahui kontribusi dari

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis Nul

(Ho) ditolak jika nilai p lebih kecil dari nilai α (p < 0,05) (Pratiknya, 1986;

Murti, 1997).

I. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat community agreement dari

tokoh masyarakat dalam hal ini Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar

serta kesediaan untuk ikut menjadi subjek penelitian dari ibu (informed

consent), persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas

100

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Untuk alasan etik maka

pada akhir penelitian kelompok kontrol diberi penyuluhan dengan materi

yang sama dengan kelompok intervensi yang dilakukan oleh TGP di

posyandu.

101

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitan ini dilaksanakan di Puskesmas Sudiang Raya dan

Puskesmas Bira Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah kerja

Puskesmas Sudiang Raya meliputi Kelurahan Daya, Kelurahan

Paccerakkang dan Kelurahan Sudiang Raya dijadikan sebagai lokasi

intervensi dan wilayah kerja Puskesmas Bira yang meliputi Kelurahan

Bira, Kelurahan Parangloe dan Kelurahan Kapasa dijadikan sebagai

lokasi kontrol. Karakteristik lokasi penelitian hampir sama kecuali dalam

hal jumlah penduduk di lokasi kontrol lebih sedikit dibandingkan kontrol

karena lokasi kontrol sebagian adalah kawasan industri. Karakteristik

daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian

Karakteristik Intervensi (Puskesmas Sudiang Raya)

Kontrol (Puskesmas Bira)

Wilayah Kerja 3 Kelurahan 3 Kelurahan

Jumlah Posyandu 52 21

Jumlah Kader 20 12

Jumlah Penduduk 57.702 jiwa 25.676 jiwa

Sumber Air Minum PDAM PDAM

102

2. Karakteristik Responden

Karakteristik ibu pada kelompok intervensi dan kontrol meliputi umur,

jumlah tahun pendidikan, pekerjaan ibu dan jumlah penghasilan keluarga

seperti ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5

Gambaran Umum Ibu Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Variabel Intervensi n = 33

Kontrol n = 38

Nilai p

Umur (th) 29 (±4,63) 28 (±5,37) t = -0,362a 0,719

Pendidikan Ibu (th) 10,1 (±2,35) 7,4 (±2,95) z = -3,645b 0,0001 **

Pekerjaan Ibu

• wiraswasta

• Karyawati

• IRT

1 (1,4%)

0 (0%)

33 (44,9%)

1 (1,4%)

1 (1,4%)

35 (50,7%)

χ2 = 0,885c 0,643

Penghasilan

Keluarga (Rp)

985,625

(±514,448)

904,054

(±216,467)

z = -0,327b 0,744

**p<0,05; aIndependent t Test; cUji Mann-Whitney; bUji Chi Square

Karakteristik awal ibu yang meliputi data usia, pekerjaan dan

penghasilan antara kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda

(p>0,05), sedangkan untuk jumlah tahun pendidikan ibu lebih tinggi pada

kelompok intervensi (p=0,0001).

3. Karakteristik Subjek

Karakteristik awal subjek meliputi jenis kelamin dan umur. Jumlah

subjek laki-laki dan perempuan; skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB antara

103

kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda (p>0,05), namun rerata

umur awal pada kelompok intervensi lebih tua dari kelompok kontrol

(p=0,013). Data ASI Eksklusif tidak dapat ditampilkan karena sebagian

besar responden sudah lupa.

Tabel 6

Gambaran Umum Subjek pada Awal Intervensi antara Kelompok Intervensi dan Kontrol

Variabel Intervensi

n = 33 Kontrol n = 38

Nilai p

Jenis Kelamin : • Laki-laki • Perempuan

15 (21,7%) 17 (24,6%)

22 (31,9%) 15 (21,7%)

χ2 = 1,093a 0,296

Umur (Bulan) 15,7 (±3,84) 13,4 (±3,61) t = -2,540b 0,013**

Skor Z BB/U -1,4 (±0,78) -1,5 (±0,65) t = -0,332b 0,741

Skor Z PB/U -0,9 (±1,05) -1,15 (±0,73) z = -0,265c 0,791

Skor Z BB/PB -1,3 (±0,98) -1,3 (±0,91) t = 0,145b 0,884

**p<0,05; aUji Chi Square; bIndependent t test; c Uji Mann- Whitney

4. Pengetahuan Ibu

a. Pengukuran Sebelum dan Setelah Intervensi

Skor pengetahuan ibu diukur setiap bulan selama 3 bulan

intervensi. Pada akhir intervensi kedua kelompok menunjukkan

peningkatan skor pengetahuan ibu yang bermakna (p=0,0001), tetapi

rerata skor pegetahuan ibu pada kelompok intervensi lebih tinggi

dibandingkan kontrol.

104

Tabel 7 Rerata Skor Pengetahuan Ibu pada Awal dan Akhir Intervensi

Skor Pengetahuan Ibu Kelompok Awal Akhir Nilai p

Intervensi n = 33

40,2 (±11,17)

81,9 (±9,54) z = -4,956a 0,0001**

Kontrol n = 38

40,0 (±9,16) 56,57 (±12,82) z =-4,733a 0,0001** aWilcoxon Signed Ranks Test; **p<0,01

Rerata skor pengetahuan ibu pada awal intervensi tidak

berbeda pada kedua kelompok. Setelah 1 bulan intervensi

peningkatan skor pengetahuan ibu lebih tinggi pada kelompok

intervensi dibandingkan kontrol. Rerata peningkatan skor pengetahuan

ibu selama intervensi dapat dilihat pada Gambar 5.

0102030405060708090

0 1 2 3

Bulan Intervensi

Peng

etah

uan

Ibu

Intervensi Kontrol

Gambar 5

Grafik Beda Rerata Skor Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

p=0,853

p=0,0001 p=0,0001 p=0,0001

105

b. Pengaruh Intervensi Terhadap Rerata Peningkatan Pengetahuan Ibu.

Perubahan skor pengetahuan ibu awal dan akhir intervensi

pada masing-masing kelompok tercantum dalam Tabel 8.

Tabel 8

Rerata Peningkatan Skor Pengetahuan Ibu pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Akhir Intervensi

Perubahan Skor Pengetahuan Ibua

Kelompok x (SD)

Intervensi (n=33)

41,72 (±11,21)

Kontrol (n=38) 16,6 (±14,02) a z =-5,975; p = 0,0001

Setelah 3 bulan intervensi rerata peningkatan skor pengetahun

ibu pada kelompok intervensi lebih tinggi dari kontrol (p=0,0001).

Perbedaan perubahan skor pengetahuan ibu terjadi setelah 1 bulan

intervensi.

05

1015202530354045

Satu BulanPertama

Dua BulanPertama

Tiga BulanPertama

Lama Intervensi

Per

ubah

an S

kor Pen

geta

huan

Ibu Intervensi

Kontrol

Gambar 6

Grafik Beda Rerata Perubahan Skor Pengetahuan Ibu Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

p=0,0001

p=0,0001 p=0,0001

106

5. Tingkat Asupan Makanan Subjek

a. Gambaran Pola Pemberian Makanan Subjek

Gambaran pola pemberian makan awal subjek pada kelompok

intervensi dan kontrol umur pemberian MP-ASI dan pola makan seperti

ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9

Gambaran Pola Pemberian Makanan Subjek

Variabel Intervensi n = 33

Kontrol n = 38

Nilai p

Umur MP-ASI (Bulan)

4,6 (±1,34)

5,3 (±1,42) z = -2,152a 0,031**

Pola Makan :

• ASI+MP-ASI • ASI+SF + MP-ASI • SF+MP-ASI

16 (23,2%) 6 (8,7%)

10 (14,5%)

18 (26,1%) 12 (17,4%) 7 (10,1%)

χ2 = 2,297b 0,317

**p<0,05; aUji Mann-Whitney; bUji Chi Square

Rerata umur subjek mulai diberi MP-ASI berbeda antara

kelompok intervensi dan kontrol (p=0,031). Jenis MP-ASI yang

pertama diberikan adalah bubur instant, bubur tepung beras,

pisang/air buah dan biskuit sebanyak 3 kali sehari. Subjek pada

kelompok kontrol memiliki kebiasaan makan putih telur rebus karena

sebagian besar penduduk merupakan Suku Bugis Pangkep yang

merupakan daerah penghasil telur dan ikan bandeng, selain itu

umumnya pekerjaan keluarga adalah pedagang ikan keliling.

107

b. Tingkat Asupan Makanan Subjek Sebelum dan Setelah Intervensi

Tingkat asupan makanan subjek dihitung dari asupan energi

dan protein yang berasal dari MP-ASI, ASI dan Susu Formula. Rerata

TKE kelompok intervensi lebih rendah dari kelompok kontrol pada awal

intervensi. Setelah 3 bulan intervensi rerata TKE subjek kelompok

intervensi meningkat secara bermakna, sedangkan pada kelompok

kontrol tidak berbeda. Rerata TKE pada akhir intervensi lebih tinggi

pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol (Tabel 10).

Tabel 10

Rerata TKE Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi

TKE Kelompok Awal Akhir Nilai p Intervensi n = 33

72,6 (±10,17)

83,14 (±8,62) t = -7,974a 0,0001**

Kontrol n = 38

77,7 (±16,23) 78,3 (±14,49) t = -0,462a 0,647

**p<0,05; aDependent t test

Rerata TKE subjek kedua kelompok pada awal intervensi tidak

berbeda. Rerata TKE subjek pada kelompok intervensi mengalami

peningkatan secara konsisten mulai pada dua bulan pertama

intervensi, sedangkan rerata TKE subjek kelompok kontrol relatif stabili

selama 3 bulan intervensi. Secara statistik rerata TKE subjek pada

awal sampai akhir intervensi antara kedua kelompok tidak berbeda

bermakna (p>0,05).

108

66687072747678808284

0 1 2 3

Bulan Intervensi

% T

KE

Intervensi Kontrol

Gambar 7 Grafik Beda Rerata TKE Berdasarkan Pengamatan Ulang

pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Rerata TKE berdasarkan kontribusi sumber asupan energi

subjek untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada Gambar 8.

0

10

20

30

40

50

60

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

MPASI ASI Susu Formula

Sumber Asupan Energi

TKE Intervensi

Kontrol

Gambar 8

Grafik Rerata TKE Berdasarkan Kontribusi Sumber Asupan Energi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Terjadi peningkatan konsumsi MP-ASI pada kelompok

intervensi sedangkan pada kelompok kontrol menurun pada akhir

p=0,127 p=0,148

p=0,937 p=0,108

109

intervensi. Rerata konsumsi susu formula pada kedua mengalami

peningkatan sedangkan rerata konsumsi ASI menurun.

Rerata TKP awal lebih tinggi pada kelompok intervensi, tetapi

setelah 3 bulan intervensi rerata TKP kelompok intervensi lebih rendah

dibanding kelompok kontrol. Kedua kelompok menunjukkan

peningkatan TKP setelah 3 bulan intervensi, tetapi peningkatan TKP

pada kelompok intervensi lebih rendah dibandingkan kelompok

kontrol.

Tabel 11 Rerata TKP Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi

TKP Kelompok Awal Akhir Nilai p

Intervensi n = 33

81,8 (±13,54)

85,4 (±22,24) z = -1,253a 0,210

Kontrol n = 38

78,0 (±17,31) 86,2 (±17,51) t = -2,748b 0,009**

**p<0,05; aWilcoxon Signed Ranks Test; bDependent t test

Rerata TKP awal subjek lebih tinggi pada kelompok intervensi,

selanjutnya mengalami penurunan pada bulan pertama dan

mengalami peningkatan yang konsisten sampai akhir intervensi.

Sedangkan kelompok kontrol mengalami peningkatan yang konsisten

dari awal sampai akhir intervensi. Rerata TKP subjek antara kelompok

intervensi dan kontrol selama intervensi tidak berbeda bermakna

(p>0,05).

110

74

76

78

80

82

84

86

88

0 1 2 3

Bulan Intervensi

%TK

P

Intervensi Kontrol

Gambar 9 Grafik Beda Rerata TKP Berdasarkan Pengamatan Ulang

pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Apabila rerata TKP dibedakan berdasarkan kontribusi masing-

masing sumber asupan protein subjek maka rerata TKP untuk masing-

masing kelompok dapat dilihat pada Gambar 10. Rerata TKP dari MP-

ASI pada kelompok intervensi meningkat tatapi pada kelompok kontrol

menurun pada akhir intervensi. Rerata TKP dari ASI menurun pada

kedua kelompok. Peningkatan rerata TKP dari susu formula lebih

rendah pada kelompok intervensi dibanding kontrol.

0

10

20

30

40

50

60

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

MPASI ASI Susu Formula

Sumber Asupan Protein

TKP Intervensi

Kontrol

Gambar 10

Grafik Rerata TKP Berdasarkan Kontribusi Sumber Asupan Protein pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

p=0,322p=0,540

p=0,667

p=0,727

111

c. Pengaruh Intervensi Terhadap Rerata perubahan Tingkat Asupan Makanan Subjek

Perbandingan rerata TKE dan TKP subjek dilakukan dengan

membandingkan rerata TKE dan TKP subjek kedua kelompok pada

awal dan akhir intervensi (Tabel 12).

Tabel 12

Beda Rerata Perubahan TKE dan TKP pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Setelah Intervensi

Perubahan TKEa Perubahan TKPb

Kelompok x (SD) x (SD)

Intervensi (n=33)

10.6 (±7,80) 3,5 (±17,64)

Kontrol (n=38) 0,7 (±9,13) 8,2 (±18,09)

a z = -4,332, p = 0,0001. b t = 1,062, p =0,292

Rerata peningkatan TKE antara kelompok intervensi lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol (p<0,0001), tetapi rerata peningkatan

TKP tidak berbeda bermakna antara kelompok intervensi dan kontrol

(p=0,292) setelah intervensi. Gambar 11. menunjukkan perbedaan

perubahan TKE antara kelompok intervensi dan kontrol terjadi pada

dua bulan pertama intervensi.

112

0123456789

10

Satu BulanPertama

Dua BulanPertama

Tiga BulanPertama

Lama Intervensi

Peru

baha

n %

TKE

IntervensiKontrol

Gambar 11 Grafik Beda Rerata Perubahan TKE Berdasarkan Lama Waktu

Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

6. Hari Sakit Subjek

a. Hari Sakit Subjek Sebelum dan Setelah Intervensi

Data hari sakit subjek diukur dengan menghitung jumlah hari

sakit diare dan ISPA setiap 2 minggu. Pada awal intervensi rerata

jumlah hari sakit Diare pada kelompok intervensi lebih tinggi dibanding

kontrol. Pada akhir intervensi jumlah hari sakit Diare menurun pada

kelompok intervensi tetapi tidak bermakna, sedangkan kontrol

mengalami peningkatan yang bermakna.

Tabel 13

Rerata Jumlah Hari Sakit Diare Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi

Diare Kelompok Awal Akhir Nilai p Intervensi (n = 33)

0,9 (±1,09) 0,4 (±0,94) z = -1,198a 0,231

Kontrol (n = 38) 0,7 (±1,14) 1,1 (±1,22) z = -2,196a 0,035 aWilcoxon Signed Ranks Test

p=0,025

p=0,0001

p=0,773

113

Rerata jumlah hari sakit Diare subjek pada kelompok intervensi

mengalami penurunan yang konsisten setelah bulan-1 intervensi,

tetapi rerata jumlah hari sakit Diare subjek pada kelompok kontrol

cenderung tidak stabil. Rerata jumlah hari sakit Diare subjek antara

kelompok intervensi dan kontrol berbeda pada akhir intervensi

(p<0,05).

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 1 2 3

Bulan Intervensi

Har

i Sak

it Di

are

IntervensiKontrol

Gambar 12

Grafik Beda Rerata Jumlah Hari Sakit Diare Berdasarkan Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Rerata jumlah hari sakit ISPA pada awal intervensi lebih tinggi

pada kelompok intervensi dibanding kontrol. Pada akhir intervensi

terjadi penurunan jumlah hari sakit ISPA pada kelompok intervensi dan

kontrol tetapi tidak bermakna (p>0,05). Rerata jumlah hari sakit ISPA

pada akhir intervensi lebih rendah pada kelompok intervensi.

p=0,309 p=0,150

p=0,584 p=0,023

114

Tabel 14 Beda Rerata Jumlah Hari Sakit ISPA Subjek

pada Awal dan Akhir Intervensi

ISPA Kelompok Awal Akhir Nilai p Intervensi (n = 33)

1,3 (±1,34) 0,7 (±1,22) z = -1,547a 0,122

Kontrol (n = 38) 1,2 (±1,27) 1,1 (±1,62) z = -0,675a 0,500 aWilcoxon Signed Ranks Test

Rerata jumlah hari sakit ISPA subjek pada kelompok intervensi

mengalami penurunan yang konsisten sedangkan kelompok kontrol

penurunannya tidak konsisten. Rerata jumlah hari sakit ISPA subjek

antara kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda selama

intervensi (p>0,05).

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0 1 2 3

Bulan Intervensi

Hari

Sak

it Is

pa

Intervensi Kontrol

Gambar 13 Grafik Beda Rerata Jumlah Hari Sakit ISPA Berdasarkan

Pengamatan Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Rerata perubahan jumlah hari sakit diare dan ISPA subjek

antara kelompok intervensi dan kontrol jika dilihat secara keseluruhan

p=0,984

p=0,852

p=0,072 p=0,354

115

dapat ditunjukkan Gambar 14. Rerata jumlah hari sakit subjek antara

kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda dari awal sampai akhir

intervensi (p>0,05).

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 1 2 3

Bulan Intervensi

Jum

lah

Hari

Sakit

Intervensi Kontrol

Gambar 14 Grafik Beda Rerata Jumlah Hari Sakit Berdasarkan Pengamatan

Ulang pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

b. Pengaruh Intervensi Terhadap Rerata Perubahan Hari Sakit Diare dan ISPA.

Tabel 15

Rerata Perubahan Jumlah Hari Sakit Diare dan ISPA pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Akhir Penelitian

Diarea ISPAb

Kelompok x (SD) x (SD)

Intervensi (n=33)

-0,4 (±1,70) -0,7 (±1,75)

Kontrol (n=38) 0,4 (±1,18) -0,2 (±1,89)

a z =-2,352, p = 0,019 b z =-0,893; p = 0,372

Rerata perubahan jumlah hari sakit Diare dan ISPA subjek lebih

tinggi pada kelompok intervensi (p<0,05) setelah intervensi. Rerata

perubahan jumlah hari sakit Diare berbeda (p=0,019), tetapi jumlah

p=0,384p=0,334

p=0,072 p=0,058

116

hari sakit ISPA subjek tidak berbeda antara kelompok intervensi dan

kontrol (p=0,372) setelah intervensi.

Perbedaan rerata perubahan jumlah hari sakit diare subjek

pada kedua kelompok terjadi pada bulan-3 intervensi (Gambar 15).

-0.5-0.4-0.3-0.2-0.1

00.10.20.30.40.5

Satu BulanPertama

Dua BulanPertama

Tiga BulanPertama

Lama Waktu Intervensi

Peru

baha

n Ju

mla

h Har

i Sak

it

Diar

e IntervensiKontrol

Gambar 15 Grafik Beda Rerata Perubahan Jumlah Hari Sakit Diare

Berdasarkan Lama Waktu Intervensi

Perbedaan rerata jumlah total hari sakit subjek antara kelompok

intervensi dan kontrol berdasarkan lama waktu intervensi seperti

disajikan dalam Gambar 16.

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

1 2 3

Lama Waktu Intervensi

Peru

baha

n Ju

mlah

Hari

Sak

it

IntervensiKontrol

Gambar 16 Grafik Beda Rerata Perubahan Jumlah Hari Sakit Berdasarkan Lama Waktu Intervensi pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

p=0,019

p=0,262

p=0,060

p=0,124

p=0,147p=0,058

117

Rerata perubahan jumlah hari sakit subjek antara kelompok

intervensi dan kontrol tidak berbeda secara bermakna baik pada satu

bulan, dua bulan dan tiga bulan pertama intervensi (semua dengan

p>0,05).

7. Perubahan Status Gizi Subjek

a. Pengukuran Sebelum dan Setelah Intervensi

Data status gizi subjek terdiri dari skor Z BB/U, PB/U dan

BB/PB. Rerata skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB awal dan akhir

intervensi pada kedua kelompok masing-masing ditunjukkan pada

Tabel 16 - 18.

Tabel 16 Rerata Skor Z BB/U Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi

Skor Z BB/U Kelompok Awal Akhir Nilai p

Intervensi n = 33

-1,4 (±0,79)

-1,5 (±0,72) t = 3,366a 0,002**

Kontrol n = 38

-1,5 (±0,65) -1,8 (±0,59) t = 15,972a 0,0001**

**p<0,01; aDependent t test

Rerata skor Z BB/U awal dan akhir intervensi lebih tinggi pada

kelompok intervensi. Kedua kelompok menunjukkan penurunan skor Z

BB/U yang signifikan (p<0,05) pada akhir intervensi.

118

-2

-1.5

-1

-0.5

0

Lahir 0 1 2 3

Bulan Intervensi

Skor

Z B

B/U

Intervensi Kontrol

Gambar 17 Grafik Beda Rerata BB/U Berdasarkan Pengamatan Ulang

pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Rerata BB/U subjek pada saat lahir berbeda antara kelompok

intervensi dan kontrol, tidak berbeda pada awal sampai bulan-2

intervensi (p>0,05), tetapi pada akhir intervensi rerata skor Z BB/U

antara kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan kontrol berbeda

(p=0,030).

Tabel 17

Rerata Skor Z PB/U Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi

Skor Z PB/U Kelompok Awal Akhir Nilai p Intervensi n = 33

-0,9 (±1,06)

-1,3 (±0,91)

z = -4,900a 0,0001**

Kontrol n = 38

-1,2 (±0,72) -1,6 (±0,59) z = -5,288a 0,0001**

**p<0,01; aWilcoxon Signed Ranks Test

p=0,030p=0,539

p=0,741p=0,618p=0,009

119

Rerata skor Z PB/U pada awal dan akhir intervensi lebih tinggi

pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol. Pada akhir intervensi

rerata skor Z PB/U kedua kelompok menunjukkan terjadinya

penurunan yang signifikan (p=0,0001).

-2

-1.5

-1

-0.5

0

Lahir 0 1 2 3

Bulan Intervensi

Skor

Z P

B/U

Intervensi Kontrol

Gambar 18 Grafik Beda Rerata PB/U Berdasarkan Pengamatan Ulang

pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Rerata skor Z PB/U dari lahir sampai selama intervensi pada

kedua kelompok menunjukkan penurunan yang konsisten. Rerata

PB/U antara kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda (p>0,05)

dari awal sampai akhir intervensi.

Rerata skor Z BB/PB pada awal intervensi tidak berbeda antara

kedua kelompok, tetapi pada akhir intervensi skor Z BB/PB kelompok

intervensi meningkat (p=0,0001) sedangkan kelompok kontrol

menurun secara signifikan (p=0,0001). Rerata skor Z BB/PB kelompok

p=0,470p=0,271

p=0,136

p=0,791p=0,482

120

intervensi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol pada akhir

intervensi namun perbedaan ini tidak signifikan.

Tabel 18

Rerata Skor Z BB/PB Subjek pada Awal dan Akhir Intervensi

Skor Z BB/PB Kelompok Awal Akhir Nilai p Intervensi n = 33

-1,3 (±0,98) -1,1 (±0,92) t =-8,300a 0,0001**

Kontrol n = 38

-1,3 (±0,91) -1,4 (±0,87) t = 10,556a 0,0001**

**p<0,01; aDependent t test

Rerata skor Z BB/PB pada waktu lahir tidak berbeda tetapi

mengalami penurunan sampai pada awal intervensi. Rerata skor Z

BB/PB subjek antara kelompok intervensi dan kontrol tidak berbeda

selama intervensi (p>0,05), walaupun rerata skor Z BB/PB pada

kelompok intervensi meningkat pada bulan-3 intervensi.

-1.6

-1.4

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0Lahir 0 1 2 3

Bulan Intervensi

Sko

r Z

BB/P

B

Intervensi Kontrol

Gambar 19 Grafik Beda Rerata Skor Z BB/PB Berdasarkan Pengamatan Ulang

pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

p=0,884

p=0,942 p=0,986

p=0,137p=0,714

121

b. Pengaruh Intervensi Terhadap Rerata Perubahan Status Gizi Subjek.

Perubahan status gizi subjek pada kelompok inervensi dan

kontrol dinilai pada awal intervensi, bulan pertama, bulan kedua dan

akhir intervensi. Hasil analisis perbedaan rerata perubahan skor Z

BB/PB, PB/U dan BB/U subjek pada awal dan akhir intervensi antara

masing-masing kelompok serta hasil uji statistik tercantum pada Tabel

19.

Rerata perubahan skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB subjek antara

kelompok intervensi dan kontrol berbeda setelah 3 bulan intervensi

(semua dengan p<0,05). Secara umum, terjadi penurunan rerata skor

Z BB/U dan PB/U subjek pada kedua kelompok, peningkatan skor Z

PB/U pada kelompok intervensi tetapi menurun pada kelompok

kontrol.

Tabel 19

Beda Rerata Perubahan skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Akhir Penelitian

Perubahan

Skor Z BB/Ua Perubahan

Skor Z PB/Ub Perubahan

Skor Z BB/PBc Kelompok x (SD) x (SD) x (SD)

Intervensi (n=33) -0,1 (±0,09) -0,4 (±0,23) 0,16 (±1,112)

Kontrol (n=38) -0,3 (±0,13) -0,3 (±0,19) -0,19 (±1,111)

a z = -6,383, p = 0,0001

b z = -2,136, p = 0,033

c z = -6,791 p = 0,0001

122

Perbedaan rerata perubahan skor Z BB/U subjek antara

kelmpok intervensi dan kontrol terjadi pada satu bulan pertama

intervensi. Kedua kelompok menunjukkan rerata penurunan skor Z

BB/U tetapi rerata penurunan skor Z BB/U pada kelompok intervensi

tidak setajam kelompok kontrol (Gambar 20).

-0.4-0.35-0.3

-0.25-0.2

-0.15-0.1

-0.050

Satu BulanPertama

Dua BulanPertama

Tiga BulanPertama

Lama Waktu Intervensi

Per

ubah

an S

kor Z

BB/U

IntervensiKontrol

Gambar 20

Grafik Beda Rerata Perubahan Skor Z BB/U Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Rerata perubahan skor Z PB/U subjek antara kelompok

intervensi dan kontrol berbeda pada satu bulan pertama intervensi,

tetapi kedua kelompok masih menunjukkan penurunan rerata skor Z

BB/PB sampai akhir intervensi (Gambar 21).

p=0,011 p=0,0001 p=0,032

123

-0.5

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0

0.1

Satu BulanPertama

Dua BulanPertama

Tiga BulanPertama

Lama Waktu Intervensi

Peru

baha

n Sko

r Z P

B/U

IntervensiKontrol

Gambar 21

Grafik Beda Rerata Perubahan PB/U Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Rerata perubahan skor Z BB/PB subjek mulai berbeda pada

satu bulan pertama intervensi, walaupun kedua kelompok masih

menunjukkan penurunan rerata skor Z BB/PB. Peningkatan rerata skor

Z BB/PB subjek pada kelompok intervensi terjadi setelah 3 bulan

intervensi sedangkan kelompok kontrol terus mengalami penurunan

rerata skor Z BB/PB (Gambar 22).

-0.3-0.25-0.2

-0.15-0.1

-0.050

0.050.1

0.150.2

Satu BulanPertama

Dua BulanPertama

Tiga BulanPertama

Lama WaktuIntervensi

Peru

baha

n Sk

or Z

BB/

PB

IntervensiKontrol

Gambar 22

Grafik Beda Rerata Perubahan Skor Z BB/PB Berdasarkan Lama Waktu Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

p=0,003 p=0,030 p=0,033

p=0,018 p=0,020

p=0,0001

124

8. Analisis Multivariat.

Analisis multivariat regresi linear berganda variabel Dummy

dilakukan pada perubahan skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB. Ringkasan

hasil analisis regresi berganda variabel dummy dapat dilihat pada Tabel

20 - 22.

Tabel 20

Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linear Berganda antara Berbagai Variabel Bebas dengan Perubahan Skor Z BB/U*

Variabel Bebas Koefisien Regresi p Value

Konstanta -0,617 0,0001 Intervensi 0,256 0,0001**

Tahun Pendidikan Ibu 0,002 0,592

Umur diberi MP-ASI -7,2 x 10-5 0,993 Peningkatan Pengetahuan -0,001 0,334 Peningkatan TKE 0,001 0,646 Penurunan Jumlah Hari Sakit Diare -0,002 0,850

Umur Awal Subjek 0,020 0,0001**

p Value 0,0001** Adjusted R Square 0,772

*Analisis Regresi Berganda Variabel Dummy Metode Enter; **p<0,05

Berdasarkan hasil analisis regresi, dapat dikatakan bahwa secara

bersama-sama variabel bebas yang terdiri dari penyuluhan model

pendampingan, pengetahuan ibu, hari sakit Diare, TKE, jumlah tahun

pendidikan ibu, usia mulai diberi MP-ASI dan usia awal subjek mempunyai

hubungan dengan perubahan skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB (p=0,0001).

dimana variabel-variabel bebas tersebut mengkontribusi sebesar 77,2%

terhadap perubahan skor Z BB/U (Tabel 20), 89,4% terhadap perubahan

125

skor Z PB/U (Tabel 21) dan 70,9% terhadap perubahan skor Z BB/PB

(Tabel 22).

Berdasarkan hasil analisis regresi, perubahan skor Z BB/U secara

signifikan dipengaruhi oleh variabel penyuluhan model pendampingan dan

umur awal anak dengan nilai koefisien regresi 0,256 (intervensi) dan

0,020 (umur awal anak). Hasil tersebut menunjukan bahwa penyuluhan

model pendampingan dapat merubah skor Z BB/U lebih tinggi (0,028 SD)

dibandingkan kelompok yang mendapat penyuluhan konvensional.

Tabel 21

Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linear Berganda antara Berbagai Variabel Bebas dengan Perubahan Skor Z PB/U*

Variabel Bebas Koefisien Regresi p Value

Konstanta -0,109 0,0001 Intervensi 0,028 0,323 Umur Awal Subjek 0,053 0,0001**

Tahun Pendidikan Ibu 0,001 0,882 Umur diberi MP-ASI 0,004 0,560 Peningkatan Pengetahuan 0,002 0,015 Peningkatan TKE 0,000 0,663 Penurunan Jumlah Hari Sakit Diare 0,000 0,954

p Value 0,0001** Adjusted R Square 0,894

*Analisis Regresi Berganda Variabel Dummy Metode Enter; **p<0,05 Penyuluhan model pendampingan tidak dapat merubah skor Z

PB/U (p>0,05). Perubahan skor Z PB/U dipengaruhi oleh variabel umur

awal anak dan peningkatan pengetahuan ibu berhubungan signifikan

126

dengan peningkatan skor Z PB/U dengan nilai koefisien regresi 0,053

(umur awal anak) dan 0,002 (peningkatan pengetahuan ibu).

Tabel 22

Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linear Berganda antara Berbagai Variabel Bebas dengan Perubahan Skor Z BB/PB*

Variabel Bebas Koefisien Regresi p Value

Konstanta -0,320 0,0001 Intervensi 0,321 0,0001**

Tahun Pendidikan Ibu 0,006 0,174 Umur diberi MP-ASI 0,005 0,370 Peningkatan Pengetahuan 0,001 0,898 Peningkatan TKE 0,000 0,791 Penurunan Jumlah Hari Sakit Diare 0,000 0,857

Umur Awal Subjek -0,001 0,893 p Value 0,0001** Adjusted R Square 0,709

*Analisis Regresi Berganda Variabel Dummy Metode Enter; **p<0,05 Penyuluhan model pendampingan mampu merubah skor Z BB/PB

0,321 SD lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mendapat

penyuluhan konvensional.

B. Pembuktian Hipotesis

1. Hipotesis Nul (Ho) DITERIMA seperti ditunjukkan pada Tabel 8, berarti

ada perbedaan perubahan pengetahuan ibu antara kelompok

penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan konvensional.

127

2. Hipotesis Nul (Ho) DITERIMA seperti ditunjukkan pada Tabel 12,

artinya ada perbedaan perubahan TKE anak antara kelompok

penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan konvensional.

3. Hipotesis Nul (Ho) DITOLAK seperti ditunjukkan pada Tabel 12,

artinya tidak ada perbedaan perubahan TKP anak antara kelompok

penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan konvensional.

4. Hipotesis Nul (Ho) DITERIMA seperti ditunjukkan pada Tabel 15,

berarti ada perbedaan perubahan jumlah hari sakit diare anak antara

kelompok penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan

konvensional.

5. Hipotesis Nul (Ho) DITOLAK seperti ditunjukkan pada Tabel 15,

artinya tidak ada perbedaan perubahan jumlah hari sakit ISPA anak

antara kelompok penyuluhan model pendampingan dan penyuluhan

konvensional.

6. Hipotesis Nul (Ho) DITERIMA seperti ditunjukkan pada Tabel 19,

artinya ada perbedaan perubahan status gizi (skor Z BB/U, PB/U dan

BB/PB) antara kelompok penyuluhan model pendampingan dan tanpa

penyuluhan.

7. Hipotesis Nul (Ho) DITERIMA SEBAGIAN seperti ditunjukkan pada

Tabel 20 - 22, artinya secara bersama-sama variabel bebas

penyuluhan model pendampingan, tahun pendidikan ibu, umur mulai

diberi MP-ASI, peningkatan skor pengetahuan ibu, peningkatan TKE,

128

penurunan jumlah hari sakit Diare dan umur anak berpengaruh

terhadap perubahan skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB, sedangkan TKP

dan jumlah hari sakit ISPA tidak diikutkan dalam analisis regresi

karena tidak hasil analisi menunjukkan tidak ada perbedaan antara

kelompok intervensi dan kontrol.

C. Pembahasan

Karakteristik responden sebelum intervensi umumnya tidak ada

perbedaan. Hasil uji statistik karakteristik antara kelompok intervensi dan

kontrol yang meliputi umur ibu dan anak, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu,

penghasilan, jenis kelamin subjek, skor pengetahuan ibu, tingkat asupan

makanan (TKE dan TKP), status gizi (skor Z BB/U, PB/U dan BB/PB), dan

hari sakit (jumlah hari sakit diare dan ISPA) subjek menunjukkan tidak ada

perbedaan, berarti kondisi awal kelompok intervensi dan kontrol sama,

kecuali tingkat pendidikan ibu dan umur awal subjek. Menurut Murti (1995),

penelitian quasi eksperimental dengan menggunakan sampel yang diambil

secara purposive harus memiliki kesetaraan karakteristik.

Tingkat pendidikan pada kelompok intervensi lebih tinggi dari

kelompok kontrol, tetapi tidak berbeda dalam hal pengetahuan gizi. Hasil ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ibu

dengan tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai pengetahuan gizi yang

tinggi pula dan mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan

129

sistem perawatan keluarga (Ruel MT, 1992). Penelitian di Bangladesh

terhadap anak umur 4 – 27 bulan dengan perhatian terhadap tingkat

pendidikan orang tua menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan

memberikan anak mereka makanan tambahan lebih sering dan tempat yang

lebuh bersih dan terlindung dibandingkan ibu yang tidak berpendidikan,

bahkan setelah dikontrol dengan status sosial ekonomi (Guldan GS, 1993).

Hal ini disebabkan karena pengetahuan pengetahuan seseorang biasanya

diperoleh dari pengalaman misalnya media massa, media elektronik, buku

petunjuk, media poster, kerabat dekat, penyuluhan, pelatihan atau kursus.

Penyuluhan yang dilakukan oleh TGP berpengaruh terhadap

perbedaan perubahan skor pengetahuan ibu, TKE, status gizi (skor Z BB/U,

PB/U dan BB/PB) serta hari sakit diare subjek, tetapi tidak berpengaruh pada

TKP dan jumlah hari sakit ISPA subjek antara kelompok intervensi dan

kontrol. Peningkatan skor pengetahuan ibu lebih baik secara bermaknan

pada kelompok intervensi. Rerata skor pengetahuan ibu pada awal intervensi

tidak berbeda, tetapi pada satu bulan pertama sampai akhir intervensi skor

pengetahuan ibu pada kelompok intervensi mengalami peningkatan yang

konsisten, sedangkan pada kelompok kontrol mengalami stabilisasi pada

bulan-1 sampai akhir intervensi. Hal ini disebabkan karena intervensi yang

diberikan berupa penyuluhan yang intensif dan materi penyuluhan antara

kelompok intervensi dan kontrol berbeda. Seperti dikemukakan Notoatmodjo

(1993), bahwa pendidikan kesehatan dalam jangka waktu pendek dapat

130

menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan individu, kelompok

dan masyarakat. Penelitian Sukiarko E (2007), menunjukkan bahwa pelatihan

dengan metode Belajar Berdasar Masalah dapat meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan kader gizi dalam kegiatan posyandu dan mempertahankan

pengetahuan lebih lama dibandingkan dengan metode konvensional.

Penelitian Gulden, et.al., (2000) di Cina menunjukkan bahwa ibu yang

mendapat intervensi pendidikan gizi selama 1 tahun mempunyai

pengetahuan dan praktik pemberian makan dan pertumbuhan bayi yang lebih

baik. Penelitian intervensi di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan (1997)

menunjukkan bahwa penyuluhan selama 7 bulan dapat meningkatkan

kualitas pola makan keluarga di lokasi penelitian. Terdapat 3 faktor yang

mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok yaitu faktor

predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong seperti sikap petugas

kesehatan (Green LW, 1991). Penelitian di Kelurahan Kayu Manis, Jakarta

Timur (1996) juga menunjukkan pentingnya peranan petugas kesehatan

sebagai sumber informasi utama mengenai makanan balita.

Penelitian di Peru dan Nigeria menunjukkan bahwa pemberian edukasi

gizi pada ibu mempengaruhi pengetahuan dan penerapan pemberian makan.

Dalam 5 bulan setelah pemberian edukasi, di Peru dan Nigeria berturut-turut

82% dan 57% ibu mengetahui pemberian makanan yang baik, 16 % dan 48%

telah melakukannya minimal sekali di rumah, 12% dan 17% berniat untuk

menruskan pemberian makanan tersebut. Pemberian edukasi melalui media

131

massa (radio) kurang efektif, komunikasi interpersonal lebih penting. Edukasi

gizi ini diberikan oleh edukator gizi dan ibu yang telah dilatih kepada ibu

kelompok target (Greed KH, 1991; Guptill KS, 1993).

Pola makan subjek antara kelompok intervensi dan kontrol tidak

berbeda (p>0,05) sebelum intervensi, tetapi berbeda dalam hal rerata umur

subjek mulai diberi MP-ASI (p>0,05). Jenis MP-ASI yang pertama diberikan

adalah bubur instant, bubur tepung beras, pisang/air buah dan biskuit

sebanyak 3 kali sehari.

Rerata subjek mulai diberi MP-ASI pada kelompok intervensi lebih

cepat (4,6 ±1,34 bulan) dibandingkan kontrol (5,3 ± 1,42 bulan). Jenis

makanan yang diberikan adalah bubur instant, bubur tepung beras, pisang/air

buah dan biskuit 3 kali sehari. Anak sebaiknya diberi ASI Eksklusif sampai

usia 6 bulan, dan selanjutnya mulai diperkenalkan MP-ASI. Rekomendasi

untuk memberikan ASI sampai dengan 6 bulan baru dikeluarkan WHO tahun

2001. Sebelumnya rekomendasinya adalah memberikan ASI eksklusif

selama 4-6 bulan. Alasan yang dikemukakan adalah : ASI masih dapat

memberikan kecukupan gizi bagi bayi, memperlama masa tidak subur bagi

ibu dan mengurangi kejadian diare pada bayi. Fakta ini tidak hanya terjadi di

negara sedang berkembang, tetapi juga terjadi di negara maju. Di

masyarakat, tidak ada efek samping yang terjadi akibat penundaan

pemberian MP-ASI mulai 6 bulan. Kebutuhan nutrisi pada bayi cukup bulan

tercukupi sampai bayi usia 6 bulan jika status gizi tergolong baik (Dewey KG,

132

2001). Pemberian makanan sapihan yang terlalu awa! akan meningkatkan

risiko terjadinya morbiditas karena diare dan alergi serta malnutrisi karena

menurunkan produksi AS!. Pemberian makanan sapihan terlalu dini, terlalu

sering dan terlalu banyak dapat mengakibatkan bayi lama kenyang, sehingga

frekuensi menyusu berkurang, akibatnya produksi ASI berkurang, padahal

makanan sapihan yang diberikan tidak sebaik ASI. Pemberian makanan

sapihan yang terlambat mengakibatkan growth faltering atau pelandaian

pertumbuhan, penurunan kekebalan dan malnutrisi serta defisiensi

mikronutrien karena ASI saja tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan

anak (King FS, 1996; Susanto JC, 2000).

Perbedaan perubahan TKE antara kelompok intervensi dan kontrol

terjadi setelah 3 bulan intervensi. Peningkatan TKE sesuai dengan

peningkatan pegetahuan ibu yaitu lebih tinggi pada kelompok intervensi

dibandingkan kontrol. Penelitian Bhandari N, et.al., (2001) di Delhi Selatan

menunjukkan bahwa konseling gizi meningkatkan asupan energi secara

bermakna. Penelitian Wright, et.al., (1998) di Newcastle menunjukkan bahwa

kelompok yang mendapat perlakuan berupa kunjungan rumah oleh petugas

kesehatan mempunyai nafsu makan yang lebih baik dibandingkan anak pada

kelompok kontrol. Penelitian Brown LV (1992) di Bangladesh menunjukkan

pendidikan gizi melalui demonstrasi oleh pekerja desa dapat meningkatkan

masukan energi pada anak kelompok perlakuan setelah 5 bulan intervensi.

133

Terjadi peningkatan TKP pada kedua kelompok (intervensi : 3,5%

(±17,64); Kontrol : 8,2% (±18,09) setelah 3 bulan intervensi. Peningkatan

TKP yang tidak bermakna pada kelompok intervensi diduga karena

bertambahnya kuantitas makanan seiring dengan meningkatnya umur anak,

sedangkan pada kelompok kontrol walaupun penelitian dilakukan pada saat

musim peralihan dimana ikan laut langka, namun masih mampu

meningkatkan asupan protein. Pada kelompok kontrol walaupun daya beli

menurun tetapi masih memiliki sumber protein selain ikan yaitu telur. Anak

pada kelompok kontrol mempunyai kebiasaan mengkonsumsi telur rebus

walaupun hanya bagian putihnya saja.

Rerata TKP berdasarkan sumber asupan makanan pada kelompok

kontrol menunjukkan peningkat konsumsi susu formula pada akhir intervensi.

Walaupun diberi susu formula yang menyebabkan peningkatan asupan

protein, namun tidak cukup untuk meningkatkan asupan energi subjek pada

kelompok kontrol. Kandungan protein dalam ASI memang lebih rendah

dibandingkan dengan kadar protein susu formula, namun kualitas protein ASI

sangat tinggi dan mengandung asam-asam amino esensial yang sangat

dibutuhkan oleh pencernaan anak (Widjaja, 2004).

Setelah 3 bulan intervensi, penurunan jumlah hari sakit Diare pada

kelompok intervensi lebih tinggi secara bermakna dari kelompok kontrol,

sedangkan jumlah hari sakit ISPA tidak berbeda. Hal ini diduga karena

pengaruh cuaca dan faktor-faktor lain seperti higiene dan sanitasi lingkungan

134

yang tidak banyak berubah. Pada saat penelitian dimulai (bulan Oktober –

November) saat itu adalah musim peralihan dari musim kemarau ke musim

hujan. Hasil penelitian Thaha (1995) menemukan bahwa anak menderita

Diare lebih lama pada akhir musim kemarau dibandingkan dengan musim

hujan.

Penurunan jumlah hari sakit diare pada kelompok perlakuan diduga

karena telah terjadi perbaikan praktik pemeliharaan kesehatan dan

pemberian makanan untuk anak, sedangkan peningkatan jumlah hari sakit

Diare pada kelompok kontrol sesuai dengan peningkatan penggunaan susu

formula. Pendidikan kesehatan bukan merupakan satu-satunya faktor yang

mempengaruhi morbiditas seorang anak. Masih banyak faktor lain yang

berpengaruh seperti imunitas, kebersihan/kesehatan lingkungan, akses ke

pelayanan kesehatan dan lain-lain.

Penelitian English, et.al., (1997) di Vietnam memperlihatkan bahwa

proyek gizi dengan memfokuskan pada peningkatan produksi makanan dan

pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek dalam

pemberian makan pada anak dan secara bermakna menurunkan insiden dan

derajat beratnya ISPA serta insiden penyakit Diare pada anak usia

prasekolah. Penelitian Sripaipan, et.al., (2002) yang juga dilakukan di

Vietnam beruoa pendidikan kebiasaan makan yang baik dan kebersihan

menunjukkan anak pada kelompok intervensi mempunyai kejadian ISPA lebih

rendah dibanding kontrol. Tidak ada perbedaan bermakna dalam kejadian

135

Diare pada kedua kelompok. Insiden ISPA yang lebih rendah diduga

berhubungan dengan perbaikan higiene, seperti kebiasaan mencuci tangan,

dan atau perbaikan asupan makanan, meliputi pemberian ASI dan

mikronutrien.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare dan ISPA,

diantaranya adalah pemakaian botol susu, makanan tidak ditutup, kebersihan

rumah, imunisasi, batuk lama dalam keluarga dan minum ASI (Roy CC,

1995). Diare banya ditemukan pada keluarga dengan higiene kurang baik,

seperti minum susu formula memakai botol susu, botol susu tidak direbus

atau mempunyai botol yang sedikit (kurang dari 3 botol) sehingga tidak

tersedia waktu yang cukup untuk membersihkan dan merebus botol susu

tersebut. Makanan yang tidak ditutup tudung saji juga memubahkan

pencemaran melalui lalat sehingga anak menjadi diare. Lantai berdebu,

ventilasi dan pencahayaan ruangan kurang baik (tidak ada jendela) dan

keluarga perokok memegang peranan dalam kejadian ISPA (Sunoto, 1999).

Infeksi akan menyebabkan kebutuhan energi meningkat karena terjadi

demam, sementara infeksi juga menyebabkan anak kehilangan nafsu makan

sehingga menurunkan jumlah masukan energi. Menurut Scrimshaw (1991)

pada saat infeksi terjadi pelepasan interleukin (IL) 1 dan 2 oleh fagosit. IL 1

akan menstimulasi proteolisis dan neuthropilia. IL 2 bereaksi pada

hipotalamus dan menyebabkan panas serta menstimulasi peningkatan

produksi adenocorticotropik hormone (ACTH) pada kelenjar hipofisis. Demam

136

akan meningkatkan basal metabolisme untuk 1oC peningkatan suhu. Sumber

energi lain dibutuhkan karena simpanan karbohidrat tidak cukup untuk

memenuhi peningkatan kebutuhan energi yang disebabkan oleh demam dan

respon katabolik karena infeksi. Pada keadaan infeksi, lemak bukan

merupakan sumber energi yang efisien maka digunakan sumber protein otot

untuk mensintesis glukosa pada hati. Defisiensi energi akan meningkat

selama demam. Pada saat terjadi infeksi akut, respon katabolik mempunyai

keseimbangan negatif pada nitrogen, natrium dan seng serta kehilangan

massa otot serta berat badan (King F & Ann Burges, 1996).

Penelitian Suyatno (2000), menyatakan bahwa peningkatan satu

episode diare dapat menurunkan status gizi (BB/U) sebesar 0,139 SD. Hasil

ini dapat diterima karena penyakit infeksi dan gangguan gizi sering terjadi

secara bersama dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

Interaksi yang sinergis antara penyakit infeksi dan status gizi dapat

mengakibatkan mekanisme patologik yang bermacam-macam baik secara

sendiri-sendiri maupun bersama-sama yaitu penurunan absorbsi dan

kebiasaan mengurangi makan saat sakit, Peningkatan kehilangan cairan

tubuh dan zat gizi, meningkatnya kebutuhan tubuh baik dari peningkatan

kebutuhan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh

serta dengan adanya panas atau demam mempunyai peranan penting dalam

penurunan asupan gizi akibat dari menurunnya nafsu makan.

137

Skor Z PB/U dan BB/PB antara kelompok intervensi dan kontrol tidak

berbeda sedangkan skor Z BB/U berbeda pada akhir intervensi. Hal ini

disebabkan karena perbedaan usia subjek dimana kelompok intervensi lebih

tua dibandingkan kontrol. sedangkan skor Z PB/U tidak berbeda dari awal

sampai akhir intervensi karena perubahan skor Z PB/U memerlukan waktu

yang lama. Setelah 3 bulan intervensi skor Z BB/PB meningkat pada

kelompok intervensi, sedangkan kelompok kontrol menurun. Skor Z PB/U dan

BB/U kelompok intervensi lebih rendah pada akhir intervensi tetapi

penurunannya tidak setajam kelompok kontrol. Penelitian ini sesuai dengan

penelitian Jahari (2000), bahwa laju penurunan skor Z BB/U pada anak

Indonesia rata-rata sekitar 0,1 SD per bulan. Keadaan ini menunjukkan

bahwa pertumbuhan anak semakin menyimpang dari kurva normal dengan

semakin meningkatnya usia. Hasil ini dapat diterima karena banyak faktor

yang mempengaruhi status gizi dan adalah sulit untuk mengharapkan

meningkatan status gizi hanya dengan penyuluhan. Berapa lama waktu yang

diperlukan untuk merubah praktik tidak diketahui dengan pasti.

Penelitian Brown LV (1992) di Bangladesh menunjukkan pendidikan

gizi melalui demonstrasi oleh pekerja desa dapat menekan penurunan zkor Z

BB/U, tetapi penurunan pada kelompok perlakuan lebih kecil dibandingkan

kelompok kontrol (-0,19 vs -0,65 SB). Penelitian Bhandari N, et.al., (2004) di

Haryana, India menunjukkan intervensi pendidikan gizi dapat meningkatkan

panjang badan meskipun kecil tetapi bermakna pada kelompok perlakuan

138

(rerata perbedaan 0,32 cm), sedangkan berat badan tidak terpengaruh.

Penelitian di Indonesia dengan memberikan edukasi gizi melalui kader dan

tokoh masyarakat setempat, poster, leaflet, dan radio menunjukkan bahwa 1

tahun setelah intervensi lebih dari 50% ibu di daerah perlakuan mendapat

mengulang dengan benar minimal satu isi edukasi gizi. Pengetahuan ibu

tentang pemberian makanan yang benar secara bermakna lebih baik di

daerah perlakuan dan terjadi perubahan dalam pemberian makan seperti

penggunaan kolostrum, pemberian nasi tim bayi dan pengenalan makanan

dewasa secara lebih lambat. Terjadi peningkatan masukan energi dari MP-

ASI, skor Z BB/U dan PB/U secara bermakna di daerah perlakuan (Manoff

Group, Inc, 1991).

Hasil analisis regresi linear Dummy variabel menunjukan bahwa

penyuluhan model pendampingan dapat merubah skor Z BB/U (0,028 SD)

dan skor Z BB/PB (0,321 SD) lebih tinggi dibandingkan kelompok yang

mendapat penyuluhan konvensional, tetapi tidak dapat merubah skor Z PB/U.

Indikator skor Z BB/U dan BB/PB merupakan parameter status gizi yang

dapat berubah dalam jangka waktu yang singkat sedangkan perubahan skor

Z PB/U memerlukan waktu yang lama.

Intervensi yang diberikan dalam penelitian ini adalah penyuluhan

model pendampingan. Metode pendampingan pada akhirnya dapat

meningkatkan pengetahuan ibu menjadi lebih baik. Namun yang perlu dikaji

lebih lanjut adalah retensi hasil intervensi penyuluhan model pendampingan

139

yang diberikan. Berapa lama efek penyuluhan model pendampingan

terhadap berbagai parameter gizi belum pernah dilakukan, bagaimana

pengetahuan ibu setelah 6 bulan atau 1 tahun penyuluhan dan berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk merubah perilaku ibu dalam pemberian

makanan pada anak usia 6 – 24 bulan.

Santos, et.al., (2001), melakukan penelitian tentang pengaruh

konseling gizi terhadap peningkatan berat badan anak di Brasil.

Menyimpulkan bahwa konseling dan latihan gizi memiliki pengaruh nyata

terhadap kenaikan berat badan anak, perbaikan praktek pemberian makan

anak dan ibu. Penelitian Hotz dan Gibson (2004) menunjukkan ada pengaruh

nyata pada praktek pemberian makan, persiapan makan, jumlah makanan

yang diberikan, asupan energi, protein hewani, niacin, riboflavin kalsium dan

besi antara kelompok yang diberikan pelatihan tentang praktek pemberian

makan anak dengan kelompok pembanding (p<0,05). Adopsi praktek

pemberian makan yang baru selama latihan mempengaruhi intake energi dan

zat gizi dari MP-ASI sehingga dapat meningkatkan kualitas asupan gizi

secara keseluruhan pada kelompok intervensi.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penyuluhan model pendampingan

dapat menekan penurunan skor Z BB/U, meningkatkan skor Z BB/PB,

pengetahuan ibu dan TKE, menurunkan jumlah hari sakit Diare tetapi tidak

dapat meningkatkan TKP, skor Z PB/U dan menurunkan jumlah hari sakit

140

ISPA yang berbeda dengan kelompok yang mendapat penyuluhan

konvensional.

D. Keterbatasan Penelitian

1. Tingkat pendidikan ibu, umur awal anak dan umur diberi MP-ASI

berbeda antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

2. Tingkat kecukupan energi dan protein dari ASI tidak dapat diketahui

jumlah karena hanya menggunakan estimasi rerata kandungan energi

dan protein menurut kelompok umur yang dipergunakan dalam

penelitian Satoto, 1990.

3. Materi modul yang digunakan intervensi penyuluhan model

pendampingan yang diberikan hanya mencakup pemantauan

pertumbuhan dan MP-ASI sehingga faktor lain yang berpengaruh

terhadap status gizi sulit dikontrol.

4. Modul yang digunakan dalam pendampingan belum pernah diuji coba

efektifitasnya.

5. Materi dan intensifitas penyuluhan antara kedua kelompok berbeda

sehigga akan berpengaruh pada peningkatan skor pengetahuan ibu.

6. Tenaga Gizi Puskesmas yang memberi penyuluhan di lokasi kontrol

tidak diberi pelatihan dengan materi yang sama dengan di lokasi

intervensi.

141

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Peningkatan skor pengetahuan ibu pada kelompok yang menerima

penyuluhan model pendampingan lebih tinggi secara signifikan (p

=0,001) dibandingkan kelompok penyuluhan konvensional.

2. Peningkatan TKE pada kelompok yang menerima penyuluhan model

pendampingan lebih tinggi secara signifikan (p=0,0001), sedangkan

peningkatan TKP lebih rendah tetapi tidak signifikan (p=0,292)

dibandingkan dengan kelompok penyuluhan konvensional.

3. Penurunan jumlah hari sakit Diare pada kelompok yang menerima

penyuluhan model pendampingan lebih tinggi secara signifikan

(p=0,019), sedangkan penurunan jumlah hari sakit ISPA tidak berbeda

secara signifikan (p=0,372) dibandingkan dengan kelompok

penyuluhan konvensional. Penurunan jumlah hari sakit (Diare dan

ISPA) tidak berbeda pada kedua kelompok.

4. Kedua kelompok menunjukkan penurunan skor Z BB/U dan PB/U yang

signifikan (p<0,05) pada akhir intvensi. Rerata skor Z BB/PB kelompok

intervensi lebih tinggi namun tidak signifikan dibandingkan kontrol

pada akhir intervensi (p=0,137). Rerata perubahan skor Z BB/U, PB/U

142

dan BB/PB antara kelompok intervensi dan kontrol berbeda setelah 3

bulan intervensi (semua dengan p<0,05).

5. Penyuluhan model pendampingan dapat merubah status gizi terutama

pada indikator skor Z BB/U (0,256 SD) dan BB/PB (0,321 SD) lebih

tinggi dibandingkan dengan penyuluhan konvensional.

B. Saran

1. Perlu ditingkatkan penyuluhan tentang waktu pemberian, frekuensi,

porsi, jenis, cara pembuatan dan cara pemberian MP-ASI serta

sanitasi dan higiene yang baik pada masyarakat miskin.

2. Materi dan intensifitas penyuluhan antara kelompok intervensi dan

kontrol tidak berbeda.

3. Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan dengan metode

pendampingan, tetapi materinya tidak hanya masalah gizi saja dan

sebaiknya juga tentang sanitasi lingkungan dan upaya peningkatan

pendapatan keluarga.

143

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Cipta, Jakarta:1 Armar, et.al., 2000. Poor Maternal Schooling Is the Main Constraint to Good

Child Care Practices in Acra. The American Society for Nurtition Sciences. Journal of Nutrition. 130:15971607.

Azwar S, 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Liberty,

Yogyakarta: 23 Bakri B, 2000. Peniaian Status Gizi. Akademi Gizi Depkes Malang, Malang. Bhandari, et.al., 2001. Food Supplementation with Encouragemen ti Feed it

to Infants from 4 to 12 month of age has a small impact on weight gain. Journal of Nutrition; 131: 1946-51.

Bhandari, et.al., 2004. An Educational Intervention to Promote Appropriate

Complementary Feeding Practices and Physical Growth in Infant and Young Children in Rural Haryana India. The American Society for Nurtition Sciences. Journal of Nutrition. 134:2342-2348. September

Brown KH, 2003. Diarrhea and Malnutrition. American Society for Nutritional

Science: 328S-32S. Brown LV, 1992. Evaluation of the Impact of Weaning Food Message on

Infant Feeding Practices and Child Growth in Rural Bangladesh. Am J Clin Nutr; 56: 994 -1003.

Burkhalter BR and Northrup SR, 2006. Hearth Program at the Hopital Albert

Schweitzer in Haiti. 2006. Hearth Nutrition Model Application in Haiti, Vietnam, and Banglades (ed: Walinka O, Keeley E, Burkhalter BR, Bashier N) (Online) (www.besic.org./publication/pubs/hearth/hert-ref.htm. akses 12 Januari 2008)

Cunningham-Rudles S, Cervia JS. Malnutrition and Host Defense. Dalam:

Walker WA, Watkins JB. Nutrition in Pediatric Basic Science and Clinical Application. London: B.C. Decker Inc. Publisher: 205-307.

Departemen Kesehatan RI, 1996. Pedoman Program Pemberantasan

Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita dalam Pelita VI. Dirjen PPM dan PLP, Jakarta.

144

Depkes RI, 1999. Buku Ajar Diare. Departemen Kesehatan RI Dirjen PPM dan PLP, Jakarta: 4-5, 44.

Depkes. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Direktorat

BGM Dirjen Binkesmas Depkes, Jakarta. Dewey KG, 2001. Guiding Principles for Complementary Feeding of the

Breastfed Child. PAHO/WHO:10-26. Dewey KG dan Brown KH, 2003. Update on Technical Issue Concerning

Complementary Feeding of Young Children in Developing Countries and Implication for Intervention Programs. Food and Nutrition Bulletin: 24:5-28.

Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa, 2007. Laporan Tahunan Program Gizi

Tahun 2006. Subdin Bina Kesga dan PKM Dinas Kesehatan Gowa. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2007. Data Dasar Program

Tenaga Gizi Pendamping tahun 2006. Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan Dinas Kesehatan, Makassar.

English RM, et.al.,, 1997. Effect of Nutrition Improvement Project on Morbidity

From Infectious Diseases in Preschool Children in Vietnam: Comparison With Control Commune. BMJ; 315:1122-25.

Greed KH, 1991. Use of Recipe Trials and Anthropological Techniques for

the Development of a Home-Prepared Weaning Food in the Central Highlands of Peru. Jurnal of Nutrition Education; 23: 30-5.

Green L.W., 1991. Health Promotion Planning an Educational and

Environmental Approach, second edition. Mayfield Publishing Company, USA: 87-150

Guldan GS, 1993. Maternal Education and Child Feeding Practices in Rural

Bangladesh. Social Science and Medicine; 36:925-35. Guptil KS, 1993. Evaluation of a Face-to-Face Weaning Food Intervention in

Kwara State, Nigeria: Knowledge, Trial and Adoption of a home-prepared Weaning Food. Social Science and Medicine; 36: 665-72.

Hardinsyah dan Tambunan V, 2004. WNPG VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi

di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan serat Makanan. Prosiding. Jakarta. p. 325

145

Hotz, C and R S Gibson, 2004. Participatory nutrition education and adoption of new feeding practices are associated with improved adpequacy of complementary diets among rural Malawian children: a pilot study.

Jahari AB, et.al., 2000. Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Sesudah

Krisis (Analisis Data Antropometri SUSENAS 1998 s/d 1999). Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, LIPI, Jakarta: 93-125

Jahari AB, 2002. Penilaian status gizi dengan antropometri (berat badan dan

tinggi badan) dalam prosiding kongres nasional persagi dan temu ilmiah XII. Persagi. Jakarta: 1-5

Latief D, Falah TS, Sumawang, 2000. Program ASI Eksklusif dan Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Dalam: Kumpulan makalah diskusi pakar bidang gizi tentang ASI, MP-ASI, Antropometri dan BBLR, Cipanas.

Keusch GT, 2003. The history of nutrition: malnutrition, infection and

immunity. American Society for Nutritional Sciences. King and Burgess, 1996. Nutrition for developing countries. Oxford University

Press, Oxford: 123-140. Muis SF, 1992. Masa Penyapihan dari Air Susu Ibu menuju Makanan

Keluarga. Petunjuk untuk Petugas Kesehatan dan Petugas Masyarakat. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Lemeshow S., Hosmen Jr. D.W., Klar. J & Lwanga S.K., 1990. Adequancy of

Sample Size in Health Studies, John Wiley and Son Ltd Chichester: 46-52.

Manoff Group, Inc, 1992. The Weaning Project. Improving yor Children

Feeding Practice in Indonesia: Project Overview. Nutrition Directorate, Ministry of Health and the Manoff Group, Inc.

Martorell R, Habicht JP, 1986. Growth in Early Childhood in Develipong

Countries. Dalam Falkner F, Tanner JM, Human Growth a Comprehensive Treatise. Volume 3. Metodology Ecological, Genetic, and Nutritional Effects on Growth. Edisi kedua. New Tork: Plenum Press.

146

Murti B, 1997. Prinsip Metode Riset Epidemiologi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta: 137-141.

Nadimin. 2007. Buku Pedoman Pelaksanaan Pendampingan Gizi di Provinsi

Sulawesi Selatan. Dinkes Prop. Sulsel, Makassar. Notoatmodjo S 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta: 37-38 Notoatmodjo S, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT.Rineka Cipta, Jakarta:

49-52. Notoatmodjo S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,

Jakarta. Noviati, 2005. Pengaruh Intensifikasi Penyuluhan Gizi di Posyandu Terhadap

Arah Pertumbuhan Anak Usia 4-18 Bulan. Tesis Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro. Semarang.

Pratiknya AW, 1986. Dasar-dasar penelitian kedokteran dan kesehatan. Raja

Grafindo Persada. Jakarta: 134 Roy CC, Silverman A, Alagille D, 1995. Pediatric Clinical Gastroenterology.

4th edition. Missouri, USA: Mosby. Ruel MT & P Menon, 2002. Child Feeding Practices are Asspciated with Child

Nutritional Status in Latin America : Innovative Uses of Demographic and Health Surveys. The American Society for Nurtition Sciences. Journal of Nutrition. 132:1181-1187.

Santos, et.al., 2001. Nutritional Counseling Increases Weight gain among

Brazilian Children. The American Society for Nurtition Sciences. Journal of Nutrition. 131:2866-2873. Nopember

Satoto, 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Pengamatan anak

umur 0- 18 bulan di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Disertasi Doctor pada Universitas Diponegoro Semarang: 7-10; 139-140.

Sayogo S et.al., 1996. Pengetahuan dan Perilaku Ibu Tentang Pemberian

Makanan pada Bayi di Kelurahan Kayu Manis Jakarta Timur. Maj. Kedok. Indon: 46: 297-301.

147

Schroeder DG, 2001. Malnutrition, Edited Samba R.D., and Bluem M.W.L., Nutrition and Health in Development Countries, Tatawa New Jersey Humania Press

Schrimshaw NS, 2003. Historical Concept of Interactions, Synergism and

Antagonism Between Nutrition and Infection. American Society for Nutritional Science : 316S-21S.

Sirajuddin. 2006. Peranan Tenaga Gizi Pendamping dalam Peningkatan

Status Gizi Balita. Makalah Sosialisasi Tenaga Gizi Pendamping, Makassar 15 Desember 2006.

Sirajuddin. 2007. Pengaruh Model Tungku Terhadap Status Gizi Anak Usia

12 – 59 Bulan di Kabupaten Selayar. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Hasanuddin, Makassar: 125-137.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Keluarga dan Masyarakat.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Jasional, Jakarta: 85.

Sorensen RU, Leiva LE, Kuvibidila S, 1993. Malnutrition and The Imune

Response. Dalam: Suskid RM, Lewinter-Suskind L. Textbook of Pediatric Nutrition. Edisi ke-2. New York: Reven Press, Ltd.

Sripaipan T, et.al., 2002. Effect of an Integrated Nutrition Program in Child

Morbidity Due to Respiratory infection and diarrhea in Northern Viet Nam. Food and Nutrition Bulletin;23:67-75.

Suhardjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta: 30-

35. Sukiarko E, 2007. Pengaruh Pelatihan dengn Metode Belajar Berdasarkan

Masalah Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader Gizi dalam Kegiatan Posyandu. Studi di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Diponegoro, Semarang: 83.

Sulaeman dan Muchtadi, 2003. Mutu gizi produk makanan dari bahan dasar

tepung singkong dan tepung pisang yang diperkaya dengan tepung ikan dan tepung tempe. Media Gizi Indonesia dan Keluarga, Desember 2003, 27 (2) :83.

148

Sunoto, 1999. Penyakit Radang Usus: Infeksi. Dalam Markum AH, penyunting Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid1. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 448-66.

Supariasa IDN. et.al., 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta: 27-65. Susanto JC, 2003. Memahami kebutuhan gizi anak sesuai perkembangan

keterampilan makan. Dalam: Seminar Ayahbunda-Nestle. Semarang. Susanto JC, 2008. Complementary Feeding. Dalam Simposisum dan

Workshop Nutrisi dan Metabolik, Endokrinologi, Nefrologi dan Neurologi, Semarang 29-30 Maret 2008.

Suyatno, 2000. Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Tradisional terhadap Kejadian ISPA, Diare dan Status Gizi Bayi pada 4 (empat) Bulan Pertama Kehidupannya. Tesis Tidak Dipublikasikan: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 94-100.

Thaha AR, 1995. Pengaruh musim terhadap pertumbuhan anak keluarga

nelayan. Disertasi Doktor pada Universitas Indonesia Jakarta: 228-229.

Tjokke AL, 1998. Intervensi Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pola Makan

Keluarga Masyarakat Pedesaan di Kabupaten Barru. J Med Nus; 19: 166-71.

Widjaja, MD, 2004. Gizi Tepat untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan

Balita. Kawan Pustaka, Jakarta. Widajanti L, Kartini A, Wijasena B, 2004. Pengaruh Komik Penanggulangan

GAKY terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Anak SD/MI di Kabupaten Temanggung. Prosiding Widyakarya Pangan dan Gizi 17 – 19 Mei 2004, Jakarta.

World Health Organization. 1998. Complementary Feeding of Young Children

in Developing Countries: A Review of Current Scientific Knowledge. Geneva:

World Health Organization, 2000. Complementary Feeding. Family Foods for

Breastfeed Children. Departement of Nutrition dan Development. Geneva:3-46

149

World Health Organization, 2005. Guidling Principles for Feeding non Breastfeed Children 6 – 24 Months of Age. Geneva: 10-23.

Wright CM et.al., 1998. Effect of Community Based Management in Failure to

Thrive: Randomized Controlled Trial. BMJ; 317:571-4. Zeitlin M, Ghassemi H, Mansour M, 1990. Positive Deviance in Child

Nutrition. United Nation University : Tokyo Zulkarnaeni, 2003. Pengaruh Pendidikan Gizi pada Murid SD Terhadap

Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan PErilaku Ibu Keluarga MAndiri Sadar Gizi di KAbupaten Wonogiri Hilir. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

150

Lampiran 1

Rancangan Alur Penelitian

Sebelum Penelitian Intervensi 3 bulan Akhir Penelitian

Kelompok Pembanding

Pengukuran Awal

•Pengetahuan Gizi Ibu

•Kejadian Penyakit Infeksi

•Asupan makanan (E & P)

•Status Gizi (BB/U, PB/U dan BB/PB)

Anak usia 6-21 bulan

Pengukuran Akhir

•Pengetahuan Gizi Ibu

•Kejadian Penyakit Infeksi

•Asupan makanan (E & P)

•Status Gizi (BB/U, PB/U dan BB/PB))

Kelompok Perlakuan :

151

Lampiran 2 Rancangan Alur Pendampingan

Ibu Subjek 6 – 21 bulan

Penyuluhan Model Konvensional oleh Tenaga Gizi Puskesmas bersamaan dengan Hari Posyandu

Penyuluhan Model Pendampingan

Kunjungan rumah oleh TGP: 1. Sesi Pendampingan

Intensip (hari 1-7) 2. Sesi Penguatan (hari 8-

14) 3. Sesi Praktek Mandiri

(hari 15-28)

Pengukuran Awal

Pengukuran Bulan 1

Penyuluhan Model Konvensional oleh Tenaga Gizi Puskesmas bersamaan dengan Hari Posyandu

Kunjungan rumah oleh TGP:

Evaluasi hasil pendampingan bulan-2

Penyuluhan Model Konvensional di posyandu oleh TGP bersamaan dengan ahri posyandu

Kunjungan rumah oleh TGP:

Evaluasi hasil pendampingan bulan-1

Penyuluhan Model Konvensional oleh Tenaga Gizi Puskesmas bersamaan dengan Hari Posyandu

Pengukuran Bulan 2

Pengukuran Bulan 3

Pasca Intervensi

152

Lampiran 3

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Penelitian Pengaruh Penyuluhan Model Pendampingan Terhadap Perubahan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 bulan

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ............................................. (L/P) Umur : ........................................... tahun Tanggal Lahir : ........... / ............... / 19..... Alamat :Desa/Dusun .................................... RT .................... RW .......................... Kec. ................................................ Orang Tua Anak : ....................................... Bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian Pengaruh Penyuluhan Model Pendampingan Terhadap Perubahan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 bulan yang akan dilakukan oleh Aswita Amir, mahasiswa dari Program Magister Gizi Masyarakat, Universitas Diponegoro Semarang. Demikian pernyataan ini kami buat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar,..........................2007 Mengetahui/menyetujui Orang tua / wali Anak (..............................................)

153

Lampiran 4

KUESIONER PENYARINGAN SUBJEK

Pengaruh Penyuluhan Model Pendampingan Terhadap Perubahan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 bulan

Nama Responden :........................... Nama Anak :.......................... Alamat :.......................... Petunjuk pengisian: Apabila jawaban pertanyaan (a), maka lanjutkan ke pertanyaan berikut, tetapi jika (b) maka respnden tidak dapat ikut dalam penelitian. 1 Alamat a. Lokasi Puskesmas Sudiang Raya

atau Bira b. Diluar lokasi diatas

2 Tanggal lahir (umur) c. 6 – 21 bulan d. < 6 atau > 21 bulan

3 Usia kehamilan saat dilahirkan a. Cukup bulan b. Prematur

4 Berat badan lahir a. 2500 – 4000 gram b. < 2500 atau > 4000 gram

5 Apakah saat ini anak menderita Diare? a. Tidak b. Ya

6 Apakah anak mengalami cacat bawaan ? (down sindrom, retardasi mental dan cacat di salah satu anggota tubuh)

a. Tidak b. Ya

7 Berat Badan ............. kg 8 Panjang badan .............. cm 9 Skor Z BB/U a. -3 s/d 0 SD

b. > 0 atau < -3 SD 10 Skor Z PB/U c. -3 s/d 0 SD

d. > 0 atau < -3 SD 11 Skor Z BB/PB a. -3 s/d 0 SD

b. >0 atau < -3 SD

Makassar, 2007 Pengumpul Data

(...............................)

154

Lampiran 5

KUESIONER KRITERIA DROP OUT

Pengaruh Penyuluhan Model Pendampingan Terhadap Perubahan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 bulan

Nama Responden :........................... Nama Anak :.......................... Alamat :.......................... Petunjuk pengisian: Apabila jawaban pertanyaan (a), maka lanjutkan ke pertanyaan berikut, tetapi jika (b) maka abaikan pertanyaan berikut dan berarti responden termasuk drop out. 1 Berat Badan ............. kg 2 Panjang badan .............. cm 3 Skor Z BB/U a. -3 s/d 0 SD

b. > 0 atau < -3 SD 4 Skor Z PB/U a. -3 s/d 0 SD

b. > 0 atau < -3 SD 5 Skor Z BB/PB a. -3 s/d 0 SD

b. 0 atau < -3 SD

Makassar, 2007 Pengumpul Data

(...............................)

155

Lampiran 6 KUESIONER PENGUMPULAN DATA DASAR

Pengaruh Penyuluhan Model Pendampingan Terhadap Perubahan

Status Gizi Anak Usia 6 – 24 bulan Tanggal Wawancara/pengukuran: Alamat:

:______________________

Kecamatan

:_______________________

Desa

:____________________

Kode Sampel:

DATA ANAK

1 Nama anak ____________________________

2 Jenis kelamin 1=laki-laki 2=perempuan

3 Tanggal lahir/Umur Bulan

4 Anak ke

5 Berat badan sekarang Kg

6 Berat badan lahir Kg

7 Panjang badan sekarang Cm

8 Panjang badan lahir Cm

DATA ANGGOTA KELUARGA

1 Nama Ibu

2 Umur ibu (dalam tahun) ____________ tahun

3 Jumlah anggota keluarga ____________ orang

4 Sekolah terakhir Ibu : a. Nama sekolah ………………………… b. Kelas terakhir yang dilampaui ……………………….. c. Jumlah tahun sekolah…….. tahun

156

5 Pekerjaan Ibu sekarang

Bapak Ibu

6 Jumlah Penghasilan Rp. PENGASUHAN PEMBERIAN MP-ASI 1 Mulai umur berapa bulan anak diberi makanan selain

ASI (MP-ASI) Bulan

2 Makanan apa yang pertama diberikan ? 1. air tajin 2. pisang atau buah lainnya 3. bubur instan dari pabrik 4. bubur beras/tepung 5. biscuit 6. lain-lain, sebutkan: ……………….

3 Dalam sehari, berapa kali ibu memberikan makanan selain ASI kepada anak ;

…………… kali

PENGETAHUAN IBU

No. PERNYATAAN Benar Salah 1 Agar anak tidak menangis maka dapat diberikan

makanan selain ASI walaupun usianya masih kurang dari 6 bulan

2 Makanan yang baik untuk anak usia 6 bulan adalah bubur tepung beras karena tidak menyebabkan alergi

3 Anak cukup makan 3 kali sehari karena sesuai dengan waktu makan keluarga.

4 Anak hanya boleh diberi makanan dalam jumlah sedikit tetapi kandungan gizinya tinggi

5 Anak harus makan sayur dan buah yang banyak karena kandungan vitamin sayur dan buah tinggi.

6 Makanan yang mengandung kolesterol tinggi (kuning telur, bahan Coto Makassar) boleh diberikan kepada anak karena baik untuk perkembangan otak.

7 Minyak boleh ditambahkan pada makanan anak usia 6 – 12 bulan karena tidak akan menyebabkan batuk

0= tidak bekerja; 2=petani; 3=buruh; 4= sopir;5=pedagang/wiraswasta; 6= karyawan/i; 7=PNS/Polri/TNI;8=IRT

157

8 Jika memberi makan pada anak sebaiknya didorong dengan air putih agar anak tidak mengemut makanannya

9 Air kacang hijau sebaiknya tidak diberikan kepada anak karena hanya mengandung vitamin

10 Pisang adalah makanan yang menyebabkan anak cepat kenyang dan menyebabkan anak sulit BAB

11 Makanan dicobakan terus kepada anak agar mau menerima walaupun sampai 7 hari

12 Mula – mula anak diberi makan satu kali sehari, satu jenis makanan dan jumlahnya sedikit

13 Ikan dan putih telur dapat menyebabkan alergi sehingga perlu diberikan sedikit demi sedikit

14 Buah cukup diberi 2 sendok saja agar tidak menyebabkan anak cepat kenyang dan kurang menyusu

15 Buah jangan diberikan kepada anak sebagai makan selingan karena akan menyebabkan anak kenyang

158

Lampiran 7

FORM RECALL KONSUMSI 24 JAM Nama Anak : Kode Sampel : Nama Ibu : Alamat : Status Recall : I/II/III/IV Waktu Makan Menu Bahan Makanan URT Berat

Enumerator 2007

159

Lampiran 8 KUESIONER KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI ANAK

DALAM DUA MINGGU TERAKHIR

Nama Anak : Kode Sampel : Alamat : Tanggal Pengambilan Data :

Pertanyaan untuk Penyakit Infeksi :

1. Apakah anak ibu selama dua minggu terakhir mengalami penyait infeksi

(mencret atau berak cair/ lebih lembek, batuk, pilek, demam) ?

a. Ya b. Tidak (Abaikan pertanyaan berikutnya)

2. Form Penyakit Infeksi (Dua Mingguan)

Tanyakan dengan teliti kepada ibu apakah anak pernah terkena penyakit infeksi selama 14 hari terakhir. Beri tanda x pada hari yang dimaksud.

Gejala Hari ke- dari

sekarang Batuk/Pilek/

Demam Muntah/Diare/Demam

Diagnosa*

-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11 -12 -13 -14

160

Lampiran 9

MODUL PELATIHAN TENAGA GIZI PENDAMPING (TGP) MODUL 1

PEMANTAUAN PERTUMBUHAN

Waktu : 2 x 45 menit (Teori 1 jam; praktek 1 jam)

Sasaran : Tenaga Gizi Pendamping

Tujuan Instruksional Umum (TIU) : Peserta mampu menguasai pemantauan pertumbuhan dan arah alur

pemantauan pertumbuhan.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : 1. Peserta mampu menguasai arti arah pertumbuhan

2. Peserta mampu menguasai alur pemantauan pertumbuhan.

Pokok Bahasan : 1. Pemantauan petumbuhan

2. Alur pemantauan pertumbuhan

Metoda : Ceramah, Diskusi, Praktek

Langkah – Langkah : 1. Persiapan

a. Fasilitator/ pelatih mempersiapkan materi di transparan atau media lain

untuk disampaikan dalam kelas

b. Fasilitator mempersiapkan lembar penugasan untuk praktek

161

2. Proses pembelajaran

a. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan, TIU dan TIK yang ingin di

capai

b. Fasilitatos menyampaikan materi secara berurutan sesuai dengan

pokok bahasan

Materi : 1. Bagaimana cara menilai arah pertumbuhan anak pada KMS ?

Anak sehat bertambah umur bertambah berat. Motto ini sangat bagus

sehingga merangsang ibu-ibu menimbang anaknya setiap bulan untuk

mengetahui apakah berat badan anak naik atau tidak.

Jika seorang anak lahir atau awal kehidupannya berada pada pita hijau,

maka bulan-bulan berikutnya juga berada di pita hijau ssampai umur 2

tahun, 5 tahun sebaiknya tetap ada di pita hijau.

Anak dikatakan tumbuh normal jika berat badan dan panjang badan anak

tumbuh pada persentil yang sama. Tumbuh pada persentil yang sama ini

pada KMS dapat terluhat pada arah pertumbuhan yang mengikuti garis

yaitu sejajar atau berimpit dengan garis yang ada dalam KMS dimanapun

letak garis tersebut. Apakah berupa garis yang membatasi pita hijau

paling atas, garis yang membedakan warna kuning, hijau atau garis

merah.

Arah pertumbuhan anak pada KMS dibagi menjadi 5 macam. Yang

disebut Naik (N) Catch-up growth dan Normal growth, sedangkan yang

disebut Tidak Naik (T) adalah Growth faltering, Flat growth dan Loss of

growth.

162

a. Catch-up growth (N1): arah pertumbuhan yang lebih cepat dari kurva

pertumbuhan normal.

N1

N1

N1 N1

163

b. Normal growth (N2) : arah pertumbuhan yang searah dengan arah

kurva baku rujukan.

N2 N2

N2

N2

164

c. Growth faltering (T1) : arah pertumbuhan yang meningkat, berat

badan bulan ini lebih berat dari berat badan bulan lalu terapi tidak

sesuai dengan arah garis baku rujukan atau lebih landai

T1T1

T1

165

d. Flat growth (T2) : arah garis pertumbuhan yang mendatar. Berat

bulan ini sama dengan berat bulan lalu.

T2T2

166

e. Loss of growth (T3) : arah garis pertumbuhan menurun.

T3

T3

T3

167

Barikut adalah contoh arah pertumbuhan seorang anak yang mengalami 5

arah pertumbuhan.

N1

N1T1 T2 T3

168

2. Bagaimana cara melakukan tindakan berdasarkan catatan dalam KMS

anak?

Berdasarkan catatan hasil penimbangan, perkembangan serta keadaan

kesehatan anak dalam KMS, petugas kesehatan dapat melakukan

konseling atau dialog dengan ibu untuk membantu dalam memecahkan

masalah pertumbuhan anaknya. Sebelum dilakukan konseling petugas

kesehatan harus dapat menggali secara mendalam tentang hal-hal yang

berkaitan dengan hasil penimbangan bulan ini sesuai dengan arah grafik.

Dengan demikian asi atau pesan yang diberikan disesuaikan dengn grafik

pertumbuhan anak tersebut dan disesuaikan dengan penjelasan ibunya

tentang keadaan kesehatan anaknya.

169

Alur tindakan berdasarkan hasil penimbangan adalah :

Timbang

Plotting

Buat grafik

Interpretasi

N

T

N1

N2

T1

T2

T3

Cari kemungkinan penyebab

Tentukan penyebab

Tentukan solusi Evaluasi

170

3. Nasihat Makanan Anak sesuai Hasil Penimbangan

Konseling tentang nasehat makanan anak dilakukan dengan

melihat arah pertumbuhan anak pada KMS. Dibedakan menurut umur

anak yaitu 6 – 12 bulan dan 12 – 24 bulan.

Bayi umur 6 – 12 bulan a) Berat badan bayi naik

1. Beri pujian kepada ibu

2. Lanjutkan pemberian ASI sesuai keinginan anak

3. Berikan nasi lunak ditambah telur / ayam / ikan / tempe / tahu /

daging / wortel / bayam / kacang hijau/ /sedikit santan / minyak

diberikan 3 kali sehari

b) Berat badan bayi satu bulan tidak naik (1 T)

1. Tanyakan apakah anak sedang sakit, atau baru sembuh dari

sakit, atau telah terjadi sesuatu yang dapat mengakibatkan

pertumbuhannya terganggu. Konsultasikan dengan petugas

kesehatan.

2. Berikan penyuluhan cara pemberian makanan dan manajemen

anak sakit.

3. Berikan ASI sesuai dengan keinginan bayi

4. Berikan MP-ASI 5 kali sehari satu piring sedang

5. Berikan 2 kali nasi dengan lauk pauk yang dihaluskan.

c) Berat badan bayi dua bulan berturu-turut tidak naik (2 T)

1. Tanyakan apakan semua nasehat bulan lalu sudah

dilaksanakan.

2. Kalau belum, tanyakan apa yang menjadi hambatannya. Beri

nasehat sesuai masalahnya. Ulangi nasehat yang diberikan

bulan lalu.

171

3. Jika sudah dilaksanakan, disamping makanan sehari-hari, anak

perlu diberi tambahan panganan atau kudapan.

4. Jika masih sakit, konsunltasikan dengan petugas kesehatan

d) Berat badan bayi tiga bulan berturu-turut tidak naik (3 T)

1. Jelaskan kepada ibunya, mengenai arti grafik berat badan

anaknya.

2. Tulis surat pengantar rujukan ke Puskesmas / Rumah Sakit

untuk pemeriksaan kesehatan lebuh lanjut.

Anak umur 12 - 24 bulan a) Berat badan anak naik

1. Berikan ASI sesuai keinginan anak

2. Anak sudah bias diberi makanan orang dewasa

3. Berikan makanan dewasa trsebut 3 kali sehari

4. Berikan juga makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu

makan seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari dsb.

b) Berat badan anak satu bulan tidak naik (1 T)

1. Tanyakan apakah anak sedang sakit, atau baru sembuh dari

sakit, atau telah terjadi sesuatu yang dapat mengakibatkan

pertumbuhannya terganggu. Konsultasikan dengan petugas

kesehatan.

2. Berikan penyuluhan cara pemberian makanan dan manajemen

anak sakit.

3. Berikan ASI sesuai dengan keinginan anak

4. Berikan makanan orang dewasa 5 kali sehari

c) Berat badan anaki dua bulan berturu-turut tidak naik (2 T)

1. Tanyakan apakan semua nasehat bulan lalu sudah

dilaksanakan.

172

2. Kalau belum, tanyakan apa yang menjadi hambatannya. Beri

nasehat sesuai masalahnya. Ulangi nasehat yang diberikan

bulan lalu.

3. Jika sudah dilaksanakan, tambahkan porsi / frekuensi makan,

perbaiki nafsu makan anak dengan jalan mengganti

hidangannya

4. Jika masih sakit, periksakan ke petugas kesehatan /

puskesmas.

d) Berat badan anak tiga bulan berturu-turut tidak naik (3 T)

1. Jelaskan kepada ibunya, mengenai arti grafik berat badan

anaknya.

2. Tulis surat pengantar rujukan ke Puskesmas / Rumah Sakit

untuk pemeriksaan kesehatan lebuh lanjut.

173

MODUL 2 MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)

Waktu : 2 x 45 menit (Teori 1 jam; praktek 1 jam)

Sasaran : Tenaga Gizi Pendamping

Tujuan Instruksional Umum (TIU) : Peserta mampu menguasai berbagai masalah dalam pemberian MP-ASI

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : 1. Peserta mampu menguasai cara pemberian MP-ASI

2. Peserta mampu menguasai cara membuat MP-ASI yang padat gizi

Pokok Bahasan : 1. Pemantauan petumbuhan

2. Alur pemantauan pertumbuhan

Metoda : Ceramah, Diskusi, Praktek

Materi : 1. Apa yang dimaksud dengan masa penyapihan ?

Masa penyapihan adalah proses dimana bayi mulai mendapat makanan

selain ASI kemudian secara bertahap dirubah makin lama makin

mendekati makanan keluarga sampai sampai bayi berhenti menapat ASI.

Proses ini berlangsung mulai bayi berumur sekitar 6 bulan sampai dengan

umur 24 bulan. Masa ini sangat penting karena pada masa ini sering

terjadi hambatan pertumbuhan akibat makanan yang tidak mencukupi dan

anak sering sakit. Pada masa ini selain masih terjadi pertumbuhan cepat

174

fisik atau tubuh juga terjadi pertumbuhan cepat otaknya. Jadi masa ini

adalah masa kritis tetapi sering kurang mendapat perhatian. Bayi-bayi

yang sehat yang pada usia penyapihan akan tumbuh dan berkembang

sangat cepat, sehingga perlu penjagaan khusus untuk melihat atau

memastikan bahwa bayi mendapat cukup makanan yang benar. Yang

dimaksud dengan tumbuh cepat adalah bayi lahir rata-rata dengan BB

lahir 3 kg, umur 1 tahun diharapkan BB menjadi 10 kg .

2. Anak bukan dewasa kecil

Anak itu tumbuh cepat tetapi lambungnya kecil sehingga perlu

diberikan makanan dalam porsi kecil karena anak tidak mungkin dapat

menghabiskan makanan dalam porsi yang banyak. Diberikan sering

yaitu tiap 2-3 jam sekali mendapat makanan, baik bentuk padat, setengah

padat dan cair. Padat gizi untuk menopang pertumbuhan anak yang

cepat, untuk kompensasi dari lambung bayi yang kecil sehingga perlu

dibuat makanan yang mendekati makanan ideal yaitu ASI ( kandungan

energi yang berasal dari lemak = 50% total kalori). Anak tidak bisa

bertumbuh jika mendapat makanan sumber kalori berasal dari minyak

kurang dari 22%. Jika anak dibawah 2 tahun diberi makanan yang

densitas kalori yang berasal dari lemak < 30% dari total kalori, maka anak

tidak dapat menghabiskan makanannya karena volumenya terlalu besar.

175

3. Faktor apa yang mempengaruhi pertumbuhan anak ?

4. Kapan anak mulai diberi makanan sapihan ?

Ketika bayi berumur 6 bulan, mulutnya mulai siap untuk menerima

makanan yang bukan cairan. Pemberian makan tidak semata-mata

ditentukan oleh umur tetapi ditentukan perkembangan anak. Tanda –

Lingkungan yg jelek & pelayanan kesehatan

Yg tidak adekuat

Penyebab Dasar

Penyebab yang mendasari

Masukan makan Tidak adekuat Penyakit

Informasi / Pendidikan / Pelatihan

Politik dan super struktur ideologi struktur ekonomi

Perawatan Ibu & anak yang Tidak adekuat

Gangguan akses

makanan

Sumber dan kontrol manusia, ekonomi &

organisasi

Sumber-sumber Potensial

Hambatan pertumbuhan

Malnutrisi

Manifestasi

Penyebab Langsung

176

tanda bayi siap menerima makanan adalah mampu menyanggah

kepalanya saat duduk atau didudukkan, bayi mencoba meraih makanan

dengan tangannnya saat ibu makan, gerakan menjulurkan lidah sudah

menghilang sehingga bayi mampu mengunyah dan menelan makanan

serta bayi kelihatan kelaparan setelah mendapat ASI.

Sekitar 9 bulan, tangannya telah mulai dapat mengambil sesuatu

untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Bayi-bayi yang mulai diberi

makanan setengah padat ataupun makanan padat sebelum usia 6 bulan

biasanya akan menyusu lebih sedikit, sebab perut mereka yang kecil akan

lebih mudah penuh. Akibatnya pertumbuhan bayi menjadi tidak baik. Hal

ini dapat terlihat pada kartu pertumbuhannya. Seorang bayi mungkin akan

lebih sering menangis daripada biasanya karena lapar dan kurang gizi. Di

pihak lain setelah umur 6 bulan, ASI saja tidak lagi cukup untuk

pertumbuhan bayi. Alasan inilah yang menyebabkan perlunya berhati-hati

dalam mengambil keputusan makanan apa yang perlu diberikan, kapan

dan bagaimana makanan tersebut harus diberikan. Setiap bayi akan

berbeda-beda. Bayi yang sangat besar perlu mendapatkan makanan lebih

cepat dibandingkan dengan bayi lain yang lebih kecil.

5. Bagaimana cara pemberian MP-ASI Pemberian makanan sapihan dilakukan secara bertahap. MP-ASI

bukan sebagai makanan pengganti ASI tetapi makanan yang diberikan

untuk menambah nilai gizi dan produksi ASI yang menurun secara

bertahap. Proses pemberian MP-ASI adalah :

a. Mulai dari sehari sekali menjadi berkali-kali

b. Mulai dari makanan tunggal menjadi makanan dwitunggal, tritunggal

dan caturtunggal.

c. Mulai dari makanan yang halus makin lama makin kasar

d. Mulai dari porsi sedikit makin lama makin banyak.

177

Makanan yang biasa diberikan adalah dari bubur susu ke nasi tim dan

terakhir nasi sesuai dengan makanan keluarga.

6. Bahan makanan apa yang diberikan dalam MP-ASI? Makanan terbaik yang diberikan pada bayi pada usia penyapihan adalah :

a. Baik untuk bayi

b. Mudah didapatkan keluarga

c. Tidak terlalu mahal.

Biasanya makanan tersebut dapat diambil dari makanan yang

dimakan keluarga. Makanan bayi khusus yang dapat dibeli di toko atau

apotik mungkin lebih mudah disajikan, tetapi mungkin lebih mahal dan

kurang bergizi dibanding dengan makanan yang disiapkan di rumah. Juga

jika ibu sebenarnya tidak mampu membeli makanan tersebut, dia mungkin

mencoba memberikan dalam jumlah terlalu sedikit atau kurang hingga

tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi tersebut. Bahan makanan yang

sebaiknya ada dalam campuran namakan sapihan adalah :

Berikan kepada anak bubur setengah padat dan selalu tambahkan santan

atau minyak.

Untuk anak usia 6 – 12 bulan dapat diberikan tambahan minyak sebanyak

20 gr atau 23 ml setara dengan 4,5 dendok obat, sedangkan untuk anak

Makanan Pokok

Beras,Kentang,

Jagung dll

Zat Pengatur

Buah Sayuran

Zat Pembangun

Ikan, Telur Kacang-

kacangan dll

Sumber Energi

Minyak,Santan,

Gula

AASI

178

usia 12 – 24 bulan dapat diberi minyak 25 gr atau 28 ml setara dengan

5,5 sendok obat.

a) Sumber Energi

Pemberian minyak sering dianggap tabu karena masyarakat

menganggap minyak, margarin atau santan dpat mengakibatkan batuk,

cacingan atau disentri dan mengandung kolesterol tinggi. Bahan makanan

ini merupakan sumber energi yang efisien karena setaip satu gram

mengandung 9 kilo kalori. Sehingga minyak dapat meningkatkan

masukan kalori tanpa menambah volume makanan. Hal ini sesuai dengan

perut bayi yang kecil. Di samping itu minyak juga mengandung asam

lemak esensial yang penting untuk otak dan retina, pembawa vitamin

yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K. Minyak juga akan

memberi rasa enak dan makanan mudah ditelan oleh anak.

b) Sumber Zat Pembangun

Sebagai sumber zat pengatur dapat diberikan telur, ikan, daging dan

kacang-kacangan. Kacang – kacangan merupakan jenis makanan

makanan yang bergizi. Hampir semua bahan makanan dari hewani

bergizi, tetapi pada umumnya harganya mahal. Daging sering perlu

dicincang dengan baik, atau ditumbuk dengan alat agar dapat dimakan

dengan mudah oleh bayi. Duri ikan harus diambil dengan teliti agar tidak

menusuk dan membuat bayi tersedak. Makanan hewani dapat dicampur

dengan makanan pokok dan dapat diberikan kepada bayi. Anak boleh

diperkenalkan kuning telur mulai usia 8 bulan. Selanjutnya anak boleh

diberikan putih dan kuning telur setelah usia 9 bulan. Sebaiknya diberikan

dalam bentuk telur dadar karena mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari

pada telur rebus.

Apabila dimakan bersama-sama makanan pokok, nilai gizi kacang-

kacangan dapat setara dengan makanan dari hewani dan harganya lebih

murah. Kulit luar dari kacang-kacangan sulit untuk dicerna, tetapi

179

pemasakan yang benar dan baik dapat mengatasi masalah ini. Pertama-

tama direndam dan kemudian dimasak sampai lunak. Kulit arinya dapat

dihilangkan dengan cara menggerus atau menyaring. Kacang-kacangan

juga baik untuk anggota keluarga yang lain. Untuk membuat agar bayi

menyukai rasa dari kacangkacangan, cara yang terbaik adalah pertama-

tama mencampur sedikit sja kacang-kacangan ke dalam bubur. Jumlah

tersebut secara perlahan dapat ditingkatkan. Kacang-kacangan dan biji-

bijian dapat dipakai sebagai tambahan zat gizi dalam bubur. Sebaiknya

tidak mengkonsumsi air rebusan kacang-kacangan saja karena hanya

mengandung karbohidrat, sehingga jika dikonsumsi semua kandungan

gizinya lebih lengkap karena mengandung karbohidrat, protein dan

vitamin.

c) Sumber Zat Pengatur

Bermacam-macam sayuran yang berwarna hijau tumbuh di tempat

yang berbeda. Pada umumnya daun yang berwarna gelap mempunyai

nilai gizi lebih baik. Sayuran melunak dan menyusut selama dimasak.

Sayuran ini sangat mudah untuk dicincang dan dimasukkan dalam bubur.

Sayuran yang berwarna kuning dan jingga juga sangat mudah diperoleh

di semua tempat. Keduanya juga sangat baik untuk anak-anak. Biasanya

ada cara untuk membuatnya lunak. Sayuran itu juga dapat dimakan

begitu saja atau dapat dicampur ke dalam kananan pokok bayi. Contoh

sayuran berwarna hijau adalah bayam, kangkung, sawi, buncis, daun

kelor, daun singkong dan sebagainya. Sayuran jingga seperti tomat, labu

kuning, pepaya dan wortel.

Buah-buahan jika sangat bersih, sangat baik untuk anak kecil,

karena buah dapat meningkatkan absorbsi mineral seperti Fe dan Zn jika

dimakan bersamaan. Jadi pada masa penyapihan sebaiknya buah

diberikan bersama-sama atau segera setelah makan. Buah sebaiknya

tidak diberikan dalam jumlah banyak cukup satu sendok pagi dan satu

180

sendok siang. Karena buah hanya mengandung banyak karbohidrat,

vitamin dan mineral tidak banyak mengandung energi, protein dan lemak.

Jika bayi banyak mengkonsumsi buah akan memberi rasa kenyang tetapi

energi yang didapat jumlahnya sedikit. Contoh buah-buahan adalah

pepaya, pisang, jeruk dan sebagainya.

d) Makanan Pokok

Makanan pertama yang terbaik diberikan kepada bayi, bersama

dengan ASI adalah bubur lembut, kental dan gurih yang terbuat dari

makanan pokok yang ada dalam masyarakat. Setiap masyarakat

mempunyai makanan pokok sendiri. Makanan pokok biasanya

mengandung zat tepung, dan dimakan oleh hampir semua orang di

masyarakat pada setiap kali makan. Biasanya juga lebih murah

dibandingkan dengan jenis makanan lain. Makanan pokok bervariasi pada

setiap daerah. Dapat berupa nasi, jagung, ketela pohon, ubi jalar, kentang

dan sebagainya. Di daerah pedesaan keluarga-keluarga mungkin

menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk menanam,

menyimpan dan memasak makanan pokok.

Makanan pokok ini merupakan bahan dasar yang sangat baik

untuk membuat makanan sapihan pertama untuk bayi, sebab biasanya

lebih murah dibandingkan dengan jenis makanan yang lain, lebih mudah

didapatkan, dan juga merupakan sumber utama karbohidrat, dan kadang-

kadang juga mengandung zat gizi lain yang diperlukan untuk

pertumbuhan. Bubur yang lembut, kental dan gurih dapat dibuat dari

makanan pokok apapun, dan dapat diberikan kepada bayi bersamaan

dengan pemberian ASI. Makanan pokok bervariasi pada setiap daerah.

Dapat berupa nasi, jagung, ketela pohon, ubi jalar, kentang dan

sebagainya. Di daerah pedesaan keluarga-keluarga mungkin

menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk menanam,

menyimpan dan memasak makanan pokok.

181

Makanan pokok ini merupakan bahan dasar yang sangat baik

untuk membuat makanan sapihan pertama untuk bayi, sebab biasanya

lebih murah dibandingkan dengan jenis makanan yang lain, lebih mudah

didapatkan, dan juga merupakan sumber utama karbohidrat, dan kadang-

kadang juga nengandung zat gizi lain yang diperlukan untuk

pertumbuhan. Bubur yang lembut, kental dan gurih dapat dibuat dari

makanan pokok apapun, dan dapat diberikan kepada bayi bersamaan

dengan pemberian ASI.

Makanan pokok dapat merupakan bahan dasar yang baik untuk

makanan bayi, akan tetapi itu saja tidak cukup. Makanan-makanan lain

juga diparlukan. Makanan lain yang paling penting adalah ASI. Namun

dengan bertambah besarnya bayi, jenis-jenis makanan lain diperlukan.

7. Makanan apa yang pertama kali diberikan pada masa penyapihan ? Pada permulaan bayi akan makan bubur yang terbuat dari

makanan pokok setempat dalam jumlah kecil yang direbus dengan air

atau susu, dan diperkaya dengan lemak, santan atau minyak. Bubur

harus dibuat kental atau setengah padat, tidak terlalu encer atau cair.

Bubur yang terlalu encer tidak cukup memberikan zat gizi kepada bayi.

Bayi memerlukan waktu beberapa hari untuk mulai menyenangi rasanya

sehingga pada awalnya hanya mau makan dalam jumlah sedikit. Tidak

menjadi masalah jika bayi hanya dapat menghabiskan satu sampai dua

sendok penuh. Hampir semua makanan bayi masih berasal dari ASI.

Lama kelamaan bayi akan makan lebih banyak makanan padat dan

menyukai rasanya. Setelah selama dua minggu diberi bubur, kebanyakan

bayi akan mulai suka makan bubur. Makanan lain dapat ditambahkan ke

dalam makanannya. Bahan makanan tersebut harus dicincang atau

ditumbuk agar dapat dimasak bersamaan dengan bubur atau diberikan

secara terpisah. Kacang-kacangan atau bahan makanan hewani amat

182

penting dan diberikan kepada bayi jika memungkinkan bersama dengan

bubur. Harus ditambahkan pula minyak, santan atau lemak.

Makanan yang pertama kali diberikan adalah bubur beras untuk

menghindari alergi dan tidak mengandung gluten. Dapat dimulai dengan

pemberian bubur ASI. Bubur ASI dibuat dari tepung beras dan ASI

dengan perbandingan 4 – 6 : 1. Makanan ini diberikan cukup 1 x sehari @

1 sendok obat (5 ml) setiap hari selama 5 hari. Kemudian diamati apakah

ada tanda-tanda alergi. Jika tidak ada dapat diberikan satu kali sehari

semau anak. Setelah selama 7 hari dilanjutkan dengan memperkenalkan

buah lalu bubur susu. Memperkenalkan makanan dimulai dari satu jenis

selama seminggu kemudian ke satu jenis bahan makanan lain. Mulai

dikenalkan nasi tim yang terdiri dari beras (makanan pokok), telur (zat

pembangun), sayur (zat pengatur) dan selalu tambahkan inyak atau

margarin atau santan. Pemberian secara bertahap dari satu kali dengan

bentuk tim saring pada umur 8 bulan sampai menjadi tiga kali dan kasar

pada umur 10 bulan.

8. Bagaimana cara pembuatan ? Makanan pokok seperti umbi-umbian atau buah-buahan yang

mengandung tepung misalnya pisang tidak begitu bergizi seperti biji-

bijian. Jika digunakan untuk bubur sangatlah penting untuk menambahkan

bahan makanan hewani, seperti daging, ikan, telur atau susu, seminggu

setelah bayi mulai menyenangi bubur.

Petunjuk 1-1-4 sangat bagus untuk diikuti. Satu sendok penuh

bahan makanan hewani dan atau satu sendok penuh kacang-kacangan

yang sudah dimasak dapat dimakan bersama-sama empat sendok

makanan pokok. Sedikit minyak, santan atau lemak harus ditambahkan.

Jika tersedia beri pula sedikit sayuran berwarna hijau atau jingga. Satu

genggam sayuran berwarna hijau sudah cukup untuk sekali makan.

183

Setelah dimasak, satu genggam tersebut akan menyusut. Sangat bagus

untuk menambahkan sedikit demi sedikit kacang-kacangan pada saat

membuat makanan hingga tercapai campuran 1-1-4 secara sempurna.

Beberapa resep dapat dibuat dengan menggunakan formulasi 1-1-

4 badi bahan makanan setempat. Tujuannya adalah membuat bayi mulai

makan makanan keluarga sedini mungkin. Pada mulanya, lebih mudah

jika disajikan dalam bentuk bubur campur. Selanjutnya, bahan-bahan

makanan lain dapat diberikan secara terpisah. Apakah makanan diberikan

terpisah atau dicampur, petunjuk 1-1-4 harus tetap diikuti untuk mencapai

menu berimbang.

Makanan untuk bayi umur 6 -8 bulan adalah makanan yang

disaring atau dibuat dari tepung. Makanan untuk bayi usia 9 – 11 bulan

adalah makanan yang dibuat dari bahan makanan yang dicacah dan

makanan anak umur 1 tahun adalah makanan yang dibuat dari bahan

makanan yang dipotong-potong.

Makanan keluarga dapat dibuat makanan yang padat kalori.

Contoh, 1 mangkuk sayur bening bayam ditambahkan 1,5 sendok obat

minyak lalu dipanaskan. Campuran ini akan menghasilkan makanan yang

padat kalori dengan volume yang kecil.

9. Berapa kali makanan sapihan diberikan dan berapa banyak ? Menyusui dengan sering haruslah tetap dilanjutkan, tetapi pada

saat yang sama, mulailah bayi untuk diberi bubur adonan mulai dati

dwitunggal, tritunggal sampai caturtunggal secara bertahap sesuai

kemampuan bayi. Pemberian dimulai dari 1 – 2 kali per hari sebanyak

satu sampai dua sendok penuh. Frekuensi pemberian makanan lama

kelamaan dapat ditingkatkan menjadi 4 – 5 kali per hari.

Dengan bertumbuhnya bayi, jumlah makanan bayi perlu ditambah.

Setelah bayi mulai biasa makan makanan baru, dia dapat makan 3 – 6

184

sendok penuh tiap kali makan. Tentu saja bai harus tetap disusui. Pada

saat bayi berumur 6 – 9 bulan, dia perlu makan bubur paling tidak empat

kali sehari, disamping tetap disusui. Apabila tampak masih lapar, dapat

diberikan makanan kecil, misalnya biskui atau kue kering diantara waktu

makan. Bayi perlu makan sesuatu tiap dua jam selama bangun.

Pada saat bayi berusia 9 bulan dapat mulai makan makanan kasar

karena gigi sudah mulai tumbuh. Mengunyah sangat abgus untuk

merangsang pertumbuhan gigi. Sekitar satu tahun anak akan mulai

makan lebih banyak masakan yang dimasak untuk keluarga. Tetapi dia

harus tetap makan 4 – 5 kali sehari dengan komposisi yang lengkap.

Anak umur 1 – 2 tahun mempunyai perut yang sangat kecil. Mereka

hanya mampu makan sekitar 1 – 1,5 mangkok (200 – 300 ml) makanan

pada setiap kali makan. Hal inilah yang menyebabkan mengapa mereka

perlu sering diberi makan.

10. Bagaimana MP-ASI yang baik ?

Makanan yang baik untuk MP-ASI hendaknya:

1. Kaya kalori, protein dan mikronutrien (terutama besi, Zn, Kalsium,

vitamin A, vitamin C dan folat).

2. Bersih dan aman

- tidak patogen

- tidak mengandung zat kimia yang berbahaya.

- tdk ada benda yang keras atau runcing

- tidak teriaiu panas

3. Mudah dicema

4. Disukai anak

5. Tidak teriaiu pedas dan asin

6. Mudah didapat dan terjangkau

7. Mudah disiapkan

185

Sering makanan yang disiapkan sebagai MP-ASI dengan densitas energi

dan kalori terlalu rendah. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya

digunakan:

1. Kedelaiataukacang

2. Makanan hewani

3. Sayur hijau gelap

4. Minyak atau lemak

11. Jadwal Pemberian Makan Pada Anak

Umur Jenis Makanan Frekuensi 6 bulan Bubur susu 1 kali

6,5 bulan

Bubur susu

2 kali

7 bulan

Bubur

Nasi Tim

1 kali 2 kali

8 bulan

Bubur

Nasi tim Buah Snack

1 kali 2 kali

2 kali 1 sdm saat makan2 kali antara makan

9 bulan

Nasi tim

Buah Snack

3 kali

2 kali 1 sdm saat makan2 kali antara makan

12 bulan

Makanan keluarga

> 3 kali

186

Lampiran 10

HASIL ANALISIS DATA

KARAKTERISTIK RESPONDEN

intervensi * kerja_ib Crosstabulation

1 1 35 372.7% 2.7% 94.6% 100.0%

50.0% 100.0% 53.0% 53.6%1.4% 1.4% 50.7% 53.6%

1 0 31 323.1% .0% 96.9% 100.0%

50.0% .0% 47.0% 46.4%1.4% .0% 44.9% 46.4%

2 1 66 692.9% 1.4% 95.7% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%2.9% 1.4% 95.7% 100.0%

Count% within intervensi% within kerja_ib% of TotalCount% within intervensi% within kerja_ib% of TotalCount% within intervensi% within kerja_ib% of Total

kontrol

intervensi

intervensi

Total

pedagang/wiraswasta karyawati IRT

kerja_ib

Total

Chi-Square Tests

.885a 2 .6431.266 2 .531

.095 1 .758

69

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .46.

a.

Explore intervensi

Tests of Normality

.165 37 .013 .947 37 .078

.110 32 .200* .955 32 .194

.216 37 .000 .925 37 .015

.289 32 .000 .859 32 .001

.167 37 .011 .938 37 .039

.239 32 .000 .895 32 .005

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

umr_ibu

thddkibu

jlh_hsl

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

187

Means Report

28.2162 7.4324 904054.137 37 37

5.36519 2.94902 216467.327.0000 9.0000 900000.0

20.00 1.00 600000.0041.00 12.00 1500000

28.6563 10.1094 985625.032 32 32

4.62538 2.35459 514448.929.0000 10.5000 890000.0

21.00 5.50 250000.0040.00 14.00 2500000

28.4203 8.6739 941884.169 69 69

5.00413 2.98997 383587.128.0000 9.0000 900000.0

20.00 1.00 250000.0041.00 14.00 2500000

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

umr_ibu thddkibu jlh_hsl

T-Test

Independent Samples Test

.445 .507 -.362 67 .719 -.44003 1.21582 -2.86683 1.98676

-.366 67.000 .716 -.44003 1.20273 -2.84068 1.96062

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumed

umr_ibuF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Mann-Whitney Test

Test Statisticsa

299.000 565.0001002.000 1093.000

-3.645 -.327.000 .744

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

thddkibu jlh_hsl

Grouping Variable: intervensia.

188

KARAKTERISTIK SUBJEK intervensi * jn_kel Crosstabulation

22 15 3759.5% 40.5% 100.0%59.5% 46.9% 53.6%31.9% 21.7% 53.6%

15 17 3246.9% 53.1% 100.0%40.5% 53.1% 46.4%21.7% 24.6% 46.4%

37 32 6953.6% 46.4% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%53.6% 46.4% 100.0%

Count% within intervensi% within jn_kel% of TotalCount% within intervensi% within jn_kel% of TotalCount% within intervensi% within jn_kel% of Total

kontrol

intervensi

intervensi

Total

laki-laki perempuanjn_kel

Total

Chi-Square Tests

1.093b 1 .296.645 1 .422

1.095 1 .295.340 .211

1.077 1 .299

69

Pearson Chi-SquareContinuity Correction a

Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.84.

b.

Tests of Normality

.106 37 .200* .967 37 .327

.149 32 .068 .940 32 .073

intervensikontrolintervensi

umur01Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Means Report

umur01

13.4054 37 3.60909 14.0000 7.00 21.0015.6875 32 3.84739 16.0000 8.00 21.0014.4638 69 3.86759 14.0000 7.00 21.00

intervensikontrolintervensiTotal

Mean N Std. Deviation Median Minimum Maximum

189

T-Test Independent Samples Test

.466 .497 -2.540 67 .013 -2.28209 .89833 -4.07517 -.48902

-2.528 64.147 .014 -2.28209 .90256 -4.08509 -.47910

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumed

umur01F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

PENGETAHUAN IBU

Tests of Normality

.172 37 .007 .943 37 .056

.231 32 .000 .933 32 .047

.219 37 .000 .872 37 .001

.163 32 .031 .933 32 .048

.214 37 .000 .932 37 .026

.187 32 .006 .851 32 .000

.227 37 .000 .930 37 .022

.170 32 .020 .907 32 .009

.173 37 .007 .931 37 .025

.190 32 .005 .913 32 .013

.175 37 .006 .936 37 .035

.186 32 .006 .966 32 .402

.159 37 .019 .923 37 .014

.194 32 .003 .948 32 .128

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

penget0

penget1

penget2

penget3

dpeng10

dpeng20

dpeng30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Means Report

40.0000 56.2162 58.3789 56.5768 16.2162 18.3789 16.576837 37 37 37 37 37 37

9.16320 10.12759 9.86403 12.82639 10.72036 12.00912 14.0216440.0000 60.0000 60.0000 60.0000 13.3400 20.0000 13.3400

20.00 33.33 40.00 26.67 .00 -13.33 -26.6660.00 93.33 80.00 86.67 46.66 46.67 46.67

40.2078 69.5841 79.1672 81.9366 29.3763 38.9594 41.728832 32 32 32 32 32 32

11.16651 11.47757 10.67625 9.54265 11.83688 13.97455 11.2110836.6650 66.6700 80.0000 80.0000 30.0050 40.0000 40.0000

20.00 40.00 40.00 53.33 6.67 6.67 20.0066.67 86.67 93.33 93.99 46.67 66.66 66.66

40.0964 62.4158 68.0199 68.3378 22.3194 27.9235 28.241469 69 69 69 69 69 69

10.06513 12.62735 14.57824 17.05574 12.97768 16.50034 17.9171340.0000 60.0000 66.6700 66.6700 20.0000 26.6700 26.6700

20.00 33.33 40.00 26.67 .00 -13.33 -26.6666.67 93.33 93.33 93.99 46.67 66.66 66.66

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

penget0 penget1 penget2 penget3 dpeng10 dpeng20 dpeng30

190

A. PENGETAHUAN AWAL DAN AKHIR KELOMPOK INTERVENSI Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statistics b

-4.956a

.000ZAsymp. Sig. (2-tailed)

penget3 -penget0

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

B. PENGETAHUAN AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statisticsb

-4.733a

.000ZAsymp. Sig. (2-tailed)

penget3 -penget0

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

C PERBEDAAN PENGETAHUAN Mann-Whitney Test

Test Statisticsa

577.000 208.500 84.500 67.500 253.000 166.500 98.0001105.000 911.500 787.500 770.500 956.000 869.500 801.000

-.185 -4.716 -6.170 -6.365 -4.112 -5.153 -5.975.853 .000 .000 .000 .000 .000 .000

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

penget0 penget1 penget2 penget3 dpeng10 dpeng20 dpeng30

Grouping Variable: intervensia.

191

TINGKAT ASUPAN MAKANAN A. POLA MAKAN

intervensi * jsusu Crosstabulation

18 12 7 3748.6% 32.4% 18.9% 100.0%52.9% 66.7% 41.2% 53.6%26.1% 17.4% 10.1% 53.6%

16 6 10 3250.0% 18.8% 31.3% 100.0%47.1% 33.3% 58.8% 46.4%23.2% 8.7% 14.5% 46.4%

34 18 17 6949.3% 26.1% 24.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%49.3% 26.1% 24.6% 100.0%

Count% within intervensi% within jsusu% of TotalCount% within intervensi% within jsusu% of TotalCount% within intervensi% within jsusu% of Total

kontrol

intervensi

intervensi

Total

ASI+MPASI

ASI+SUSUFORMULA+

MPASI

SUSUFORMULA+

MPASI

jsusu

Total

Chi-Square Tests

2.297a 2 .3172.326 2 .313

.300 1 .584

69

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

0 cells (.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is 7.88.

a.

Tests of Normality

.197 37 .001 .925 37 .015

.336 32 .000 .824 32 .000

intervensikontrolintervensi

umr_mpasStatistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Means Report

umr_mpas

5.3243 37 1.41527 6.0000 3.00 8.004.6250 32 1.33803 4.0000 2.00 8.005.0000 69 1.41421 5.0000 2.00 8.00

intervensikontrolintervensiTotal

Mean N Std. Deviation Median Minimum Maximum

192

Mann-Whitney Test Test Statistics a

420.500948.500

-2.152.031

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

umr_mpas

Grouping Variable: intervensia.

B. TKE AWAL DAN AKHIR KELOMPOK INTERVENSI Tests of Normality

.144 37 .052 .962 37 .228

.071 32 .200* .970 32 .486

.095 37 .200* .975 37 .573

.084 32 .200* .977 32 .719

.067 37 .200* .987 37 .934

.063 32 .200* .994 32 .999

.105 37 .200* .971 37 .430

.120 32 .200* .977 32 .694

.347 37 .000 .607 37 .000

.193 32 .004 .887 32 .003

.155 37 .026 .881 37 .001

.107 32 .200* .974 32 .615

.140 37 .065 .931 37 .025

.110 32 .200* .953 32 .174

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

tke0

tke1

tke2

tke3

dtke10

dtke20

dtke30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Means Report

77.6808 77.4908 77.2316 78.3741 -.1900 -.4492 .693237 37 37 37 37 37 37

16.23570 15.85495 14.77907 14.49503 9.88357 10.71551 9.1357676.8100 76.1800 78.2500 80.2500 1.5600 1.9800 2.4500

45.00 35.94 39.51 41.17 -45.71 -37.72 -19.30116.75 118.31 111.95 116.00 11.18 15.89 16.68

72.5422 72.6044 77.4781 83.1472 .0622 4.9359 10.605032 32 32 32 32 32 32

10.17069 10.97599 9.98877 8.61689 7.85509 6.46871 7.8020271.4250 72.4100 77.0500 84.2350 1.0700 5.2800 9.2550

50.87 53.25 54.92 63.72 -26.09 -11.98 -1.5188.77 95.93 97.89 100.39 14.27 16.70 32.84

75.2977 75.2246 77.3459 80.5877 -.0730 2.0483 5.290069 69 69 69 69 69 69

13.90586 13.92945 12.69393 12.28134 8.93648 9.33714 9.8350073.9500 73.6000 78.0400 82.4600 1.2100 2.7900 5.7900

45.00 35.94 39.51 41.17 -45.71 -37.72 -19.30116.75 118.31 111.95 116.00 14.27 16.70 32.84

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

tke0 tke1 tke2 tke3 dtke10 dtke20 dtke30

193

T-Test Paired Samples Test

-10.60500 7.80202 1.37921 -13.41793 -7.79207 -7.689 31 .000tke0 - tke3Pair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

C. TKE AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL T-Test

Paired Samples Test

-.69324 9.13576 1.50191 -3.73926 2.35277 -.462 36 .647tke0 - tke3Pair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

D. PERBEDAAN TKE T-Test

Independent Samples Test

3.235 .077 1.546 67 .127 5.13862 3.32314 -1.49440 11.77165

1.597 61.401 .115 5.13862 3.21821 -1.29573 11.57298

2.339 .131 1.465 67 .148 4.88644 3.33465 -1.76955 11.54242

1.504 64.096 .138 4.88644 3.24943 -1.60486 11.37773

3.265 .075 -.080 67 .937 -.24650 3.08703 -6.40825 5.91524

-.082 63.500 .935 -.24650 3.00354 -6.24768 5.75467

4.627 .035 -1.629 67 .108 -4.77313 2.92936 -10.62016 1.07389

-1.688 59.830 .097 -4.77313 2.82823 -10.43076 .88449

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed

tke0

tke1

tke2

tke3

F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Mann-Whitney Test

Test Statistics a

568.000 406.000 232.0001096.000 1109.000 935.000

-.289 -2.238 -4.332.773 .025 .000

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

dtke10 dtke20 dtke30

Grouping Variable: intervensia.

194

E. TKP AWAL DAN AKHIR KELOMPOK INTERVENSI Tests of Normality

.074 37 .200* .978 37 .659

.103 32 .200* .975 32 .633

.081 37 .200* .986 37 .911

.091 32 .200* .988 32 .973

.112 37 .200* .965 37 .299

.117 32 .200* .946 32 .109

.088 37 .200* .953 37 .118

.178 32 .011 .836 32 .000

.139 37 .070 .906 37 .004

.068 32 .200* .991 32 .993

.122 37 .182 .931 37 .024

.101 32 .200* .907 32 .009

.113 37 .200* .961 37 .211

.148 32 .073 .958 32 .237

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

tkp0

tkp1

tkp2

tkp3

dtkp10

dtkp20

dtkp30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Means Report

78.0276 81.6965 84.0232 86.2024 3.6689 5.9957 8.174937 37 37 37 37 37 37

17.31829 17.58444 18.89359 17.51908 17.98196 20.45926 18.0977876.6700 81.9000 84.8100 86.1400 2.0100 2.2700 9.0700

31.64 38.62 37.31 39.82 -46.09 -56.76 -33.42111.78 120.10 120.96 112.00 63.69 57.98 48.92

81.8019 79.3613 82.2991 85.3913 -2.4406 .4972 3.589432 32 32 32 32 32 32

13.54374 13.18608 13.22116 22.24741 13.28076 15.14053 17.6449083.2100 79.5000 82.5950 92.3050 -1.7300 -1.7450 5.8200

42.86 50.25 56.93 23.31 -33.52 -21.18 -39.93108.71 107.16 103.13 115.20 28.79 52.59 42.68

79.7780 80.6135 83.2236 85.8262 .8355 3.4457 6.048369 69 69 69 69 69 69

15.68443 15.63145 16.41405 19.70507 16.15589 18.26843 17.9064178.9400 81.7000 82.7200 89.6500 -.2300 1.5600 8.0000

31.64 38.62 37.31 23.31 -46.09 -56.76 -39.93111.78 120.10 120.96 115.20 63.69 57.98 48.92

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

tkp0 tkp1 tkp2 tkp3 dtkp10 dtkp20 dtkp30

Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statistics b

-1.253a

.210ZAsymp. Sig. (2-tailed)

tkp3 - tkp0

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

195

F. TKP AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL T-Test

Paired Samples Test

-8.17486 18.09778 2.97526 -14.20896 -2.14077 -2.748 36 .009tkp0 - tkp3Pair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

G. PERBEDAAN TKP T-Test

Independent Samples Test

1.245 .268 -.997 67 .322 -3.77431 3.78650 -11.33219 3.78358

-1.015 66.373 .314 -3.77431 3.71999 -11.20072 3.65211

1.603 .210 .616 67 .540 2.33524 3.79087 -5.23137 9.90184

.629 65.752 .532 2.33524 3.71357 -5.07967 9.75014

2.238 .139 .433 67 .667 1.72418 3.98636 -6.23262 9.68098

.444 64.350 .659 1.72418 3.88719 -6.04056 9.48892

.011 .916 1.062 67 .292 4.58549 4.31868 -4.03463 13.20561

1.064 66.015 .291 4.58549 4.31064 -4.02094 13.19192

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed

tkp0

tkp1

tkp2

dtkp30

F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Mann-Whitney Test

Test Statisticsa

563.000 472.000 457.0001266.000 1000.000 985.000

-.349 -1.444 -1.624.727 .149 .104

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

tkp3 dtkp10 dtkp20

Grouping Variable: intervensia.

196

HARI SAKIT DIARE A. HARI SAKIT DIARE AWAL DAN AKHIR KELOMPOK INTERVENSI

Tests of Normality

.446 37 .000 .613 37 .000

.381 32 .000 .693 32 .000

.336 37 .000 .742 37 .000

.409 32 .000 .667 32 .000

.453 37 .000 .590 37 .000

.480 32 .000 .511 32 .000

.346 37 .000 .749 37 .000

.490 32 .000 .506 32 .000

.231 37 .000 .893 37 .002

.294 32 .000 .857 32 .001

.306 37 .000 .842 37 .000

.273 32 .000 .849 32 .000

.336 37 .000 .772 37 .000

.227 32 .000 .872 32 .001

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

diare0

diare1

diare2

diare3

ddiare10

ddiare20

ddiare30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

Report

.6486 1.1351 .5676 1.0541 .4865 -.0811 .405437 37 37 37 37 37 37

1.13569 1.22842 .95860 1.22352 1.78919 1.44103 1.18929.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -4.00 -4.00 -2.004.00 3.00 3.00 4.00 3.00 2.00 2.00

.8750 .7188 .4375 .4375 -.1563 -.4375 -.437532 32 32 32 32 32 32

1.09985 1.05446 .84003 .94826 1.41671 1.47970 1.70270.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -3.00 -3.00 -3.003.00 3.00 2.00 3.00 3.00 2.00 3.00

.7536 .9420 .5072 .7681 .1884 -.2464 .014569 69 69 69 69 69 69

1.11679 1.16169 .90136 1.13946 1.64742 1.45931 1.49993.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -4.00 -4.00 -3.004.00 3.00 3.00 4.00 3.00 2.00 3.00

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

diare0 diare1 diare2 diare3 ddiare10 ddiare20 ddiare30

Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statistics b

-1.198a

.231ZAsymp. Sig. (2-tailed)

diare3 -diare0

Based on positive ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

197

B. HARI SAKIT DIARE AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statistics b

-2.106a

.035ZAsymp. Sig. (2-tailed)

diare3 -diare0

Based on negative ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

C. PERBEDAAN JUMLAH HARI SAKIT DIARE Mann-Whitney Test

Test Statistics a

522.000 486.500 558.000 435.000 445.500 507.000 411.5001225.000 1014.500 1086.000 963.000 973.500 1035.000 939.500

-1.017 -1.438 -.547 -2.277 -1.880 -1.121 -2.354.309 .150 .584 .023 .060 .262 .019

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

diare0 diare1 diare2 diare3 ddiare10 ddiare20 ddiare30

Grouping Variable: intervensia.

HARI SAKIT ISPA A. HARI SAKIT ISPA AWAL DAN AKHIR KELOMPOK INTERVENSI

Tests of Normality

.321 37 .000 .749 37 .000

.324 32 .000 .778 32 .000

.361 37 .000 .742 37 .000

.329 32 .000 .744 32 .000

.314 37 .000 .789 37 .000

.440 32 .000 .627 32 .000

.396 37 .000 .687 37 .000

.444 32 .000 .609 32 .000

.239 37 .000 .908 37 .005

.314 32 .000 .842 32 .000

.181 37 .004 .917 37 .009

.275 32 .000 .897 32 .005

.210 37 .000 .917 37 .009

.219 32 .000 .911 32 .012

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

ispa0

ispa1

ispa2

ispa3

dispa10

dispa20

dispa30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correctiona.

198

Report

1.2432 1.0811 1.2703 1.0811 -.1622 .0270 -.162237 37 37 37 37 37 37

1.27814 1.32032 1.34678 1.62238 1.80298 2.07480 1.893172.0000 .0000 2.0000 .0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -3.00 -3.00 -3.003.00 4.00 4.00 5.00 4.00 4.00 4.00

1.2500 1.1250 .7188 .6875 -.1250 -.5313 -.562532 32 32 32 32 32 32

1.34404 1.18458 1.22433 1.14828 1.51870 1.75948 1.758621.0000 1.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -4.00 -4.00 -4.004.00 3.00 4.00 3.00 2.00 4.00 3.00

1.2464 1.1014 1.0145 .8986 -.1449 -.2319 -.347869 69 69 69 69 69 69

1.29939 1.25023 1.31163 1.42607 1.66517 1.94138 1.829712.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -4.00 -4.00 -4.004.00 4.00 4.00 5.00 4.00 4.00 4.00

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

ispa0 ispa1 ispa2 ispa3 dispa10 dispa20 dispa30

Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statistics b

-1.547a

.122ZAsymp. Sig. (2-tailed)

ispa3 - ispa0

Based on positive ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

B. HARI SAKIT ISPA AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statisticsb

-.675a

.500ZAsymp. Sig. (2-tailed)

ispa3 - ispa0

Based on positive ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

199

C. PERBEDAAN HARI SAKIT ISPA Mann-Whitney Test

Test Statistics a

590.500 578.000 460.500 528.500 574.000 502.500 521.0001118.500 1281.000 988.500 1056.500 1277.000 1030.500 1049.000

-.020 -.187 -1.799 -.926 -.233 -1.112 -.893.984 .852 .072 .354 .816 .266 .372

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

ispa0 ispa1 ispa2 ispa3 dispa10 dispa20 dispa30

Grouping Variable: intervensia.

D. JUMLAH HARI SAKIT (DIARE DAN ISPA) Tests of Normality

.264 37 .000 .840 37 .000

.272 32 .000 .854 32 .001

.202 37 .001 .899 37 .003

.266 32 .000 .848 32 .000

.213 37 .000 .853 37 .000

.358 32 .000 .737 32 .000

.241 37 .000 .856 37 .000

.358 32 .000 .745 32 .000

.208 37 .000 .938 37 .040

.329 32 .000 .833 32 .000

.117 37 .200* .965 37 .294

.212 32 .001 .890 32 .004

.186 37 .002 .950 37 .096

.211 32 .001 .925 32 .028

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

jlhsakit0

jlhsakit1

jlhsakit2

jlhsakit3

djlhsakit10

djlhsakit20

djlhsakit30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Means Report

1.8919 2.2162 1.8378 2.1351 .3243 -.0541 .243237 37 37 37 37 37 37

1.96898 1.58351 1.69170 2.18787 2.65679 2.83770 2.607742.0000 2.0000 2.0000 2.0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -6.00 -5.00 -5.006.00 6.00 6.00 7.00 6.00 6.00 6.00

2.1250 1.8438 1.1563 1.1250 -.2813 -.9688 -1.000032 32 32 32 32 32 32

1.23784 1.32249 1.60863 1.36192 1.41955 1.90897 1.796052.0000 2.0000 .0000 .0000 .0000 -1.0000 -1.5000

.00 .00 .00 .00 -4.00 -4.00 -4.004.00 4.00 6.00 4.00 2.00 4.00 2.00

2.0000 2.0435 1.5217 1.6667 .0435 -.4783 -.333369 69 69 69 69 69 69

1.66274 1.46964 1.67691 1.90716 2.17901 2.47700 2.336832.0000 2.0000 2.0000 2.0000 .0000 .0000 .0000

.00 .00 .00 .00 -6.00 -5.00 -5.006.00 6.00 6.00 7.00 6.00 6.00 6.00

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

jlhsakit0 jlhsakit1 jlhsakit2 jlhsakit3 djlhsakit10 djlhsakit20 djlhsakit30

200

Mann-Whitney Test Test Statisticsa

522.000 515.000 452.500 444.000 471.000 473.500 437.5001225.000 1043.000 980.500 972.000 999.000 1001.500 965.500

-.875 -.966 -1.799 -1.899 -1.537 -1.450 -1.894.382 .334 .072 .058 .124 .147 .058

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

jlhsakit0 jlhsakit1 jlhsakit2 jlhsakit3 djlhsakit10 djlhsakit20 djlhsakit30

Grouping Variable: intervensia.

BB/PB A. BB/PB AWAL DAN AKHIR KELOMPOK INTERVENSI

Tests of Normality

.116 37 .200* .975 37 .558

.115 32 .200* .944 32 .098

.107 37 .200* .976 37 .595

.111 32 .200* .953 32 .176

.101 37 .200* .977 37 .611

.114 32 .200* .946 32 .109

.088 37 .200* .974 37 .516

.095 32 .200* .941 32 .080

.174 37 .006 .891 37 .002

.285 32 .000 .683 32 .000

.213 37 .000 .901 37 .003

.284 32 .000 .699 32 .000

.132 37 .100 .951 37 .101

.150 32 .063 .920 32 .021

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

bbpb0

bbpb1

bbpb2

bbpb3

dbbpb10

dbbpb20

dbbpb30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Report

-1.2549 -1.3822 -1.4911 -1.4486 -.1273 -.2362 -.193837 37 37 37 37 37 37

.90544 .88439 .88040 .87376 .03641 .06626 .11166-1.2400 -1.3600 -1.4500 -1.3900 -.1200 -.2200 -.1600

-2.78 -2.87 -2.97 -2.86 -.21 -.39 -.501.08 .87 .69 .74 -.08 -.06 .01

-1.2881 -1.3984 -1.4872 -1.1231 -.1103 -.1991 .165032 32 32 32 32 32 32

.98116 .97809 .96943 .91937 .03641 .06124 .11245-1.3800 -1.4800 -1.5800 -1.2850 -.1000 -.2000 .1900

-2.67 -2.87 -2.83 -2.43 -.27 -.29 -.141.03 .89 .76 1.04 -.07 .07 .35

-1.2703 -1.3897 -1.4893 -1.2977 -.1194 -.2190 -.027469 69 69 69 69 69 69

.93443 .92210 .91585 .90347 .03714 .06620 .21178-1.2400 -1.3700 -1.4700 -1.3100 -.1100 -.2100 -.0800

-2.78 -2.87 -2.97 -2.86 -.27 -.39 -.501.08 .89 .76 1.04 -.07 .07 .35

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

bbpb0 bbpb1 bbpb2 bbpb3 dbbpb10 dbbpb20 dbbpb30

201

T-Test Paired Samples Test

-.16500 .11245 .01988 -.20554 -.12446 -8.300 31 .000bbpb0 - bbpb3Pair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

B. BB/PB AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL T-Test

Paired Samples Test

.19378 .11166 .01836 .15655 .23101 10.556 36 .000bbpb0 - bbpb3Pair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

C. PERBEDAAN BB/PB T-Test

Independent Samples Test

.068 .795 .146 67 .884 .03326 .22722 -.42027 .48679

.146 63.717 .885 .03326 .22856 -.42338 .48990

.141 .708 .073 67 .942 .01628 .22425 -.43132 .46387

.072 63.150 .943 .01628 .22591 -.43515 .46770

.162 .689 -.017 67 .986 -.00389 .22274 -.44848 .44069

-.017 63.275 .986 -.00389 .22431 -.45211 .44433

.092 .763 -1.506 67 .137 -.32552 .21610 -.75685 .10580

-1.501 64.472 .138 -.32552 .21690 -.75878 .10773

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed

bbpb0

bbpb1

bbpb2

bbpb3

F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Mann-Whitney Test

Test Statistics a

397.000 399.500 28.0001100.000 1102.500 731.000

-2.373 -2.332 -6.791.018 .020 .000

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

dbbpb10 dbbpb20 dbbpb30

Grouping Variable: intervensia.

202

PB/U A. PB/U AWAL DAN AKHIR KELOMPOKINTERVENSI

Tests of Normality

.193 37 .001 .855 37 .000

.207 32 .001 .801 32 .000

.198 37 .001 .854 37 .000

.210 32 .001 .799 32 .000

.228 37 .000 .854 37 .000

.247 32 .000 .793 32 .000

.186 37 .002 .869 37 .000

.251 32 .000 .785 32 .000

.150 37 .035 .913 37 .007

.188 32 .006 .898 32 .005

.148 37 .039 .921 37 .012

.170 32 .019 .908 32 .010

.127 37 .142 .960 37 .198

.117 32 .200* .974 32 .615

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

pbu0

pbu1

pbu2

pbu3

dpbu10

dpbu20

dpbu30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

Report

-1.1576 -1.2030 -1.3162 -1.5981 -.0454 -.1586 -.440537 37 37 37 37 37 37

.72825 .68187 .64276 .59668 .07286 .14131 .23259-1.3700 -1.5300 -1.6500 -1.8500 -.0200 -.1200 -.3900

-1.97 -1.96 -2.03 -2.28 -.21 -.48 -.95.51 .41 .24 -.12 .05 .03 .11

-.9947 -.9922 -1.0863 -1.3228 .0025 -.0916 -.328132 32 32 32 32 32 32

1.05558 1.00306 .95114 .90702 .06466 .13123 .19521-1.3750 -1.3850 -1.4800 -1.7200 .0250 -.0600 -.2800

-1.99 -1.95 -1.99 -2.20 -.17 -.43 -.762.04 1.90 1.67 1.28 .08 .07 .08

-1.0820 -1.1052 -1.2096 -1.4704 -.0232 -.1275 -.388469 69 69 69 69 69 69

.89187 .84619 .80280 .76332 .07277 .13985 .22181-1.3700 -1.4100 -1.5100 -1.7600 -.0100 -.0900 -.3600

-1.99 -1.96 -2.03 -2.28 -.21 -.48 -.952.04 1.90 1.67 1.28 .08 .07 .11

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

pbu0 pbu1 pbu2 pbu3 dpbu10 dpbu20 dpbu30

Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statisticsb

-4.900a

.000ZAsymp. Sig. (2-tailed)

pbu3 - pbu0

Based on positive ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

203

B. PB/U AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL Wilcoxon Signed Ranks Test

Test Statistics b

-5.288a

.000ZAsymp. Sig. (2-tailed)

pbu3 - pbu0

Based on positive ranks.a.

Wilcoxon Signed Ranks Testb.

C. PERBEDAAN PB/U Mann-Whitney Test

Test Statisticsa

570.000 532.000 500.500 468.000 342.500 412.000 414.5001273.000 1235.000 1203.500 1171.000 1045.500 1115.000 1117.500

-.265 -.722 -1.101 -1.492 -3.007 -2.168 -2.136.791 .470 .271 .136 .003 .030 .033

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

pbu0 pbu1 pbu2 pbu3 dpbu10 dpbu20 dpbu30

Grouping Variable: intervensia.

BB/U A. BB/U AWAL DAN AKHIR KELOMPOK INTERVENSI

Tests of Normality

.099 37 .200* .963 37 .259

.112 32 .200* .944 32 .096

.087 37 .200* .965 37 .281

.110 32 .200* .943 32 .089

.084 37 .200* .964 37 .267

.101 32 .200* .950 32 .147

.099 37 .200* .965 37 .293

.112 32 .200* .939 32 .071

.204 37 .000 .800 37 .000

.158 32 .041 .877 32 .002

.180 37 .004 .848 37 .000

.136 32 .143 .937 32 .061

.163 37 .015 .873 37 .001

.083 32 .200* .973 32 .575

intervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensikontrolintervensi

bbu0

bbu1

bbu2

bbu3

dbbu10

dbbu20

dbbu30

Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance.*.

Lilliefors Significance Correctiona.

204

Report

-1.4792 -1.5892 -1.7195 -1.8276 -.1100 -.2403 -.348437 37 37 37 37 37 37

.65261 .61921 .60504 .58827 .04939 .08893 .13268-1.4800 -1.6600 -1.8100 -1.9200 -.1000 -.2100 -.3400

-2.59 -2.65 -2.74 -2.79 -.23 -.47 -.75-.03 -.26 -.45 -.54 -.06 -.10 -.19

-1.4216 -1.5050 -1.6175 -1.4763 -.0834 -.1959 -.054732 32 32 32 32 32 32

.78874 .77500 .76419 .72966 .03298 .04599 .09190-1.4700 -1.5350 -1.6550 -1.5950 -.0750 -.1850 -.0500

-2.69 -2.73 -2.82 -2.59 -.20 -.28 -.28-.07 -.17 -.20 -.19 -.04 -.13 .10

-1.4525 -1.5501 -1.6722 -1.6646 -.0977 -.2197 -.212269 69 69 69 69 69 69

.71409 .69180 .68019 .67607 .04433 .07515 .18691-1.4800 -1.6100 -1.7300 -1.7600 -.0900 -.2000 -.2200

-2.69 -2.73 -2.82 -2.79 -.23 -.47 -.75-.03 -.17 -.20 -.19 -.04 -.10 .10

MeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximumMeanNStd. DeviationMedianMinimumMaximum

intervensikontrol

intervensi

Total

bbu0 bbu1 bbu2 bbu3 dbbu10 dbbu20 dbbu30

T-Test

Paired Samples Test

.05469 .09190 .01625 .02156 .08782 3.366 31 .002bbu0 - bbu3Pair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

B. BB/U AWAL DAN AKHIR KELOMPOK KONTROL T-Test

Paired Samples Test

.34838 .13268 .02181 .30414 .39261 15.972 36 .000bbu0 - bbu3Pair 1Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

C. PERBEDAAN BB/U Mann-Whitney Test

Test Statistics a

382.000 414.500 24.0001085.000 1117.500 727.000

-2.542 -2.140 -6.838.011 .032 .000

Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)

dbbu10 dbbu20 dbbu30

Grouping Variable: intervensia.

205

T-Test Independent Samples Test

.970 .328 -.332 67 .741 -.05763 .17353 -.40398 .28873

-.328 60.357 .744 -.05763 .17593 -.40950 .29425

1.358 .248 -.501 67 .618 -.08419 .16793 -.41938 .25101

-.493 59.153 .624 -.08419 .17068 -.42570 .25733

1.347 .250 -.618 67 .539 -.10196 .16495 -.43121 .22729

-.608 58.834 .546 -.10196 .16776 -.43767 .23375

1.588 .212 -2.213 67 .030 -.35132 .15872 -.66812 -.03451

-2.179 59.468 .033 -.35132 .16122 -.67386 -.02878

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed

bbu0

bbu1

bbu2

bbu3

F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

ANALISIS REGRESI LINEAR DUMMY VARIABEL Regression

Variables Entered/Removedb

ddiare30,dtke30,umr_mpas,thddkibu,umur01,dpeng30,intervensi

a

. Enter

Model1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: dbbu30b.

Model Summary

.892a .796 .772 .08915Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), ddiare30, dtke30, umr_mpas,thddkibu, umur01, dpeng30, intervensi

a.

206

ANOVAb

1.891 7 .270 33.985 .000a

.485 61 .0082.376 68

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), ddiare30, dtke30, umr_mpas, thddkibu, umur01, dpeng30,intervensi

a.

Dependent Variable: dbbu30b.

Coefficientsa

-.617 .075 -8.190 .000.256 .034 .689 7.466 .000.020 .003 .411 6.055 .000.002 .004 .037 .539 .592

-7.2E-005 .008 -.001 -.009 .993-.001 .001 -.083 -.974 .334.001 .001 .033 .462 .646

-.002 .008 -.013 -.190 .850

(Constant)intervensiumur01thddkibuumr_mpasdpeng30dtke30ddiare30

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: dbbu30a.

Regression

Variables Entered/Removedb

ddiare30,dtke30,umr_mpas,thddkibu,umur01,dpeng30,intervensi

a

. Enter

Model1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: dbbpb30b.

207

Model Summary

.859a .739 .709 .11429Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), ddiare30, dtke30, umr_mpas,thddkibu, umur01, dpeng30, intervensi

a.

ANOVA b

2.253 7 .322 24.637 .000a

.797 61 .0133.050 68

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), ddiare30, dtke30, umr_mpas, thddkibu, umur01, dpeng30,intervensi

a.

Dependent Variable: dbbpb30b.

Coefficients a

-.320 .097 -3.311 .002.321 .044 .762 7.301 .000.006 .004 .106 1.375 .174.005 .005 .069 .902 .370.001 .010 .009 .129 .898.000 .001 .026 .266 .791.000 .002 .015 .181 .857

-.001 .011 -.010 -.135 .893

(Constant)intervensiumur01thddkibuumr_mpasdpeng30dtke30ddiare30

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: dbbpb30a.

Regression Variables Entered/Removedb

ddiare30,dtke30,umr_mpas,thddkibu,umur01,dpeng30,intervensi

a

. Enter

Model1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: dpbu30b.

208

Model Summary

.951a .905 .894 .07215Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), ddiare30, dtke30, umr_mpas,thddkibu, umur01, dpeng30, intervensi

a.

ANOVAb

3.028 7 .433 83.112 .000a

.318 61 .0053.346 68

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), ddiare30, dtke30, umr_mpas, thddkibu, umur01, dpeng30,intervensi

a.

Dependent Variable: dpbu30b.

Coefficientsa

-1.109 .061 -18.194 .000.028 .028 .063 .996 .323.053 .003 .930 20.072 .000.001 .003 .007 .148 .882

-.004 .007 -.025 -.587 .560-.002 .001 -.146 -2.512 .015.000 .001 .022 .438 .663.000 .007 .003 .057 .954

(Constant)intervensiumur01thddkibuumr_mpasdpeng30dtke30ddiare30

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig.

Dependent Variable: dpbu30a.