Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH KOMPETENSI APARATUR TERHADAP
KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI
PEMERINTAH
(Survey pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat)
THE INFLUENCE OF APARATUR COMPETENCY TO THE QUALITY OF
FINANCIAL STATEMENT AND THE IMPLICATIONS OF GOVERNMENT
ACCOUNTABILITY PERFORMANCE
(Survey at the Goverment of Kabupaten Bandung Barat)
Seminar Proposal
Oleh: Dwianti Radikha Putri
21115205
4AK5
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah.............................................................. 9
1.3 Rumusan Masalah ................................................................. 10
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian ............................................. 10
1.5.1 Maksud Penelitian ..................................................... 10
1.5.2 Tujuan Penelitian ....................................................... 10
1.5 Kegunaan Penelitian ............................................................. 11
1.5.1 Kegunaan Praktis ....................................................... 11
1.5.2 Kegunaan Akademis .................................................. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka ..................................................................... 12
2.1.1 Kompetensi Aparatur ............................................... 12
2.1.1.1 Definisi Sistem Pengendalian internal ....... 12
2.1.1.2 Indikator Kompetensi Aparatur ................. 13
2.1.2 Kualitas Laporan Keuangan ..................................... 14
2.1.2.1 Definisi Kualitas Laporan Keuangan ......... 15
2.1.2.2 Komponen Laporan Keuangan ................ 15
2.1.2.3 Indikator Laporan Keuangan ................... 16
2.1.3 Akuntabilitas Kinerja .............................................. 20
2.1.3.1 Definisi Akuntabilitas Kinerja .................. 21
2.1.3.2 Indikator Akuntabilitas Kinerja ................. 22
2.2 Kerangka Pemikiran ........................................................... 23
2.2.1 Pengaruh Kompetensi Aparatur Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan .................................... 23
2.2.1 Pengaruh Kualitas Laporan Keuangan Terhadap
Akuntabilitas Kinerja ............................................... 24
2.3 Hipotesis Penelitian .......................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ............................................................. 27
3.2 Operasionalisasi Variabel ................................................. 29
3.3 Sumber Data dan Teknik Pegumpulan Data .................... 32
3.3.1 Sumber Data ........................................................... 32
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data ..................................... 32
3.4 Populasi, Sampel, Tempat dan Waktu Penelitian ............ 34
3.4.1 Populasi .................................................................. 34
3.4.2 Penarikan Sampel ................................................... 36
3.4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................ 37
3.5 Metode Pengujian Data ..................................................... 38
3.5.1 Uji Validitas ........................................................... 39
3.5.2 Uji Reliabilitas ....................................................... 40
3.6 Metode Analisis Data ........................................................ 41
3.6.1 Analisis Data Deskriptif ......................................... 41
3.6.2 Analisis Data Verifikatif ........................................ 43
3.7 Uji Hipotesis ..................................................................... 50
3.7.1 Pengujian Hipotesis ................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 52
LAMPIRAN ............................................................................................... 56
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis (skripsi) saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di UNIKOM maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku
Bandung, April 2019
Dwianti Radikha Putri
NIM. 21115205
SURAT KETERANGAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI
Bahwa yang bertandatangan dibawah ini, peneliti dan pihak perusahaan tempat
penelitian menyetujui:
“Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas Royalti
Nonekslusif atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-kan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk kepentingan riset dan penelitian”.
Bandung, April 2019
Peneliti
Dwianti Radikha Putri
NIM. 21115205
OPD Kabupaten Bandung Barat
Perwakilan OPD KBB
Nip.
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dr. Surtikanti, SE., M.Si., Ak., CA
NIP : 4127.34.03.007
Catatan:
Kecuali BAB I, BAB IV, dan BAB V serta lampiran tidak untuk di-online-kan,
dengan alasan file-file di atas merupakan data hasil kerja peneliti selama
penyusunan Skripsi.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki
kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan mendorong pemerintah
untuk senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungan nya yaitu dengan berupaya
memberikan pelayanan terbaik pada pemerintah tersebut, kinerja instansi
pemerintah kini lebih banyak menjadi sorotan karena masyarakat sering memonitor
setiap perencanaan pemerintah dalam suatu periode, masyarakat mulai
mempertanyakan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh
instansi pemerintah (Istiqomatunnisa, 2017).
Sementara itu konteks pelayanan publik adalah melayani kebutuhan yang
berkaitan dengan kepentingan publik, pelayanan publik adalah melayani secara
keseluruhan aspek pelayanan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk
dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya, pelayanan publik menjadi suatu sistem yang
dibangun dalam pemerintahan untuk memenuhi kepentingan rakyat, dalam
pemberian pelayanan menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk
menyediakan secara akuntabel dan optimal (Hayat, 2017:22).
Dalam Inpres Nomor 7 tahun 1999 dinyatakan bahwa akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggung jawabkan keberhasilan pelaksanaan misi organisasi dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban
secara periodik. Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut untuk
memiliki akuntabilitas yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan
mendorong pemerintah untuk senantiasa tanggap terhadap lingkungannya, dengan
berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan berkualitas,
disamping itu pemerintah daerah juga dituntut untuk melakukan pembagian ugas
yang baik pada pemerintahan yang ada di lingkungan daerah tersebut.
Menurut Ihyaul Ulum (2009:41) akuntabilitas merupakan suatu kewajiban
seseorang yang diberikan kepercayaan dalam mengelola sumber daya publik dan
mampu mempertanggungjawabkan kepada masyarakat. Dengan pengungkapan
tersebut, pemerintah harus mau serta mampu menjadi subyek pemberi informasi.
Informasi tersebut terdiri atas aktivitas keuangan dan kinerja yang diperlukan
secara akurat, tepat waktu, relevan, dapat dipercaya dan konsisten. Pemberian
informasi dan pengungkapan kinerja dilakukan dalam rangka pemenuhan hak-hak
masyarakat yang berupa hak untuk mendapatkan informasi, hak diberi penjelasan,
hak untuk diperhatikan pendapatnya, serta hak menuntut pertanggungjawaban.
Berdasarkan PP No 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah, Sistem Akuntabilitas Kinerja merupakan integrasi dari sistem
perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan yang selaras dengan
pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi
diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta
kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku. Produk akhir dari SAKIP adalah
LAKIP. LAKIP yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh suatu instansi
pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai APBN/APBD.
Fenomena terkait akuntabilitas kinerja pada Kabupaten Bandung Barat
yaitu Pemerintah Kab. Bandung Barat belum bisa mendapatkan nilai “A” dari
“rapor” atas kinerja yang diberikan KEMENPAN (RB). Pertahun 2018, Pemerintah
Kabupaten Bandung Barat hanya mendapatkan nilai “B”. Hasil ini naik dari
sebelum nya yang pada tahun 2017 hanya mendapatkan nilai “CC” pada penilaian
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) nya.
Maman S Sunjaya selaku Sekertaris Daerah KBB mengatakan bahwa
SAKIP pada PemKab Bandung Barat mengalami peningkatan yakni mendapatkan
nilai B dari asalnya CC, ini menjadi kebanggaan bagi Kabupaten Bandung Barat
sendiri dan semua itu bisa terwujud atas dukungan semua pihak termasuk
masyarakat Bandung Barat. Terlepas dari itu masih ada beberapa hal yang perlu di
perbaiki seperti memaksimalkan penggunaan teknologi informasi serta peningkatan
kualitas yang menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
evaluasi kinerja aparatur. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai tingkat
akuntabilitas atau pertanggungjawaban atas hasil terhadap penggunaan anggaran
dalam rangka terwujudnya pemerintahan yang berorientasi pada hasil. Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa Pemkab Bandung Barat memperoleh nilai 64,88 dari
24 indikator komponen yang dinilai mencakup perencanaan kinerja dengan nilai
22,56 pengukuran kinerja nilai 16,56 pelaporan 9,96 evaluasi internal 5,50 capaian
kinerja 10,30. Penilaian tersebut menunjukkan tingkat efektivitas dan efesiensi
penggunaan anggaran dibandingkan dengan capain kinerjanya, kualitas
pembangunan budaya, kinerja birokrasi, dan penyelenggaraan pemerintah yang
berorientasi pada hasil di Pemkab Bandung Barat sudah sangat baik. (Maman S
Sunjaya, 2018)
SAKIP merupakan penilaian terhadap akuntabilitas kinerja pemerintah,
SAKIP berjalan selaras dengan Sistem Akuntansi Pemerintah. Salah satu bentuk
pencapaian kinerja yaitu kinerja pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
pendapatan dan anggaran belanja negara yang sesuai UU Pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dalam bentuk laporan keuangan. Catatan Atas Laporan
Keuangan pada Laporan Keuangan dapat menjadi dasar informasi penilaian capaian
kinerja. (Jan Hoesada, 2015)
Maka dari itu laporan keuangan yang disajian haruslah berkualitas dan telah
memenuhi karakteristik laporan keuangan. Dadang Suwanda (2013:96)
menyatakan bahwa yang menjadi karakteristik laporan keuangan pemerintah
daerah meliputi: (1) Lengkap, (2) Penyajian jujur, (3) Netralitas, (4) Tepat waktu,
(5) Dapat diverifikasi, (6) Memiliki manfaat prediktif.
Menurut Fahmi (2012:25) mengemukakan bahwa laporan keuangan adalah
hasil proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi
antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan data atau aktivitas tersebut. Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) setiap tahunnya mendapat penilaian berupa Opini dari Badan
Pengawas Keuangan (BPK). Ketika BPK memberikan Opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD),
artinya dapat dikatakan bahwa laporan keuangan suatu entitas pemerintah daerah
tersebut disajikan dan diungkapkan secara wajar dan berkualitas. (As Syifa
Nurillah, Dul Muid, 2014).
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK semester I Tahun 2018 (IHP
SI) pada hasil pemeriksaan pemerintah daerah Terhadap 542 LKPD (Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah), BPK memberikan Opini WTP (Wajar tanpa
pengecualian) atas 411 entitas, Opini WDP (Wajar dengan pengecualian) atas 113
entitas, Opini TMP (Tidak memberikan Opini) atas 18 entitas. Dalam 5 tahun
terakhir (2013-2017) opini LKPD mengalami perbaikan. Selama periode tersebut,
LKPD yang memperoleh opini WTP naik 30% pada LKPD Tahun 2013 menjadi
76% pada LKPD Tahun 2017. Provinsi Jawa Barat sendiri telah mendapatkan Opini
WTP selama 5 tahun berturut-turut. Hal tersebut dapat diperoleh karena dukungan
Opini WTP yang diberikan Kabupaten/ Kota lainnya yang berada dalam wilayah
Provinsi Jawa Barat.
Pada Provinsi Jawa Barat hanya kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat
dan Kabupaten Subang yang gagal mendapatkan opini WTP. Terdapat beberapa
permasalahan yang berhubungan dengan indikator akuntabilitas yaitu akuntabilitas
financial. Menurut Arman Syifa selaku Kepala BPK Perwakilan Jawa Barat, masih
ditemukannya beberapa permasalahan yang melebihi batas tolerensi atau yang
disebut materialitas, dimana isu pokok yang muncul adalah belum baiknya
pengelolaan asset dalam Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sehingga LKPD
nya mendapatkan opini WDP dari Badan Pemeriksa Keuangan. Selain itu di
temukannya beberapa masalah diantaranya yaitu ditemukannya persoalan
mengenai belanja pemeliharaan yang penyajiannya belum didukung rinciannya,
kemudian pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan pembukuan hingga
beban persediaan kesehatan dalam hal ini vaksin yang pecatatanya dan penyajianya
belum didukung dengan daftar rincian. (Arman Syifa, 2018)
Laporan Keuangan merupakan sebuah produk yang dihasilkan oleh bidang
atau disiplin ilmu akuntansi. Oleh karena itu, dibutuhkan Aparatur yang kompeten
untuk menghasilkan sebuah laporan keuangan yang berkualitas. Begitu juga pada
entitas pemerintahan, untuk menghasilkan laporan keuangan daerah yang
berkualitas dibutuhkan sumber daya manusia yang paham dan memiliki kompetensi
dalam bidang akuntansi pemerintahan keuangan daerah bahkan organisasional
tentang pemerintahan (Roviyantie, 2011)
Menurut Narawi dalam Chr. Jimmy L.Gaol (2015:44) menyatakan bahwa
kompetensi aparatur adalah manusia yang bekerja di suatu organisasi (disebut juga
personal tenaga kerja, atau karyawan), yang melaksanakan atau melakukan suatu
pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan pengetahuan serta dukungan
oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Fenomena yang berhubungan dengan kompetensi aparatur terhadap kualitas
laporan keuangan yaitu Arman Syifa selaku Kepala BPK Perwakilan jawa barat
meminta kepada daerah yang belum mendapatkan Opini WTP untuk menambah
tenaga akuntan karena banyaknya terjadi kesalahan yaitu dalam pembukuan asset.
Menurutnya, Akuntan itu eksak, karena judgement professional jadi misalnya
apabila transaksi atau pembukuan, tidak diperlakukan secara akuntabel mungkin
akan jadi masalah nantinya apabila SDM kurang berkompeten. (Arman Syifa,
2018)
Selain itu, untuk melahirkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang profesional,
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) melakukan penjaringan dan
identifikasi kompetensi para pegawainya melalui sebuah workshop Analisa
Kebutuhan Diklat (AKD) untuk melakukan pemetaan kebutuhan, sehingga bisa
meminimalisir kesenjangan antara kompetensi yang dibutuhkan dengan
kompetensi yang dimiliki aparatur dalam menduduki sebuah jabatan. Menurut Dedi
Junaedi selaku Sekertaris Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BKPSDM) menjelaskan bahwa ada beberapa permasalahan mendasar
sehingga dipandang perlu adanya upaya meningkatkan kompetensi dan
kemampuan para aparatur sebagai pekerja profesional, seperti perkembangan
teknologi yang semakin pesat, tuntutan kompetensi yang sangat tinggi, dan
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. (Dedi Junaedi,
2018)
Adapun pada beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
menjadi dasar dari penelitian ini, diantaranya dilakukan oleh Ruswanto, dkk
(2017) pada penelitiannya tentang Pengaruh Kompetensi Aparatur, Pemanfaatan
Sistem Informasi Keuangan Dan Peran Internal Audit Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah dengan hasil penelitian mengemukakan bahwa
terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Kompetensi aparatur terhadap
kualitas laporan keuangan yang artinya bahwa kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kompetensi
aparatur. Hal itu selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Synthia (2017)
pada penelitiannya tentang The effect of Human Resource Competence and
Application of Regional Financial Accounting System on Quality of Financial
Report dengan hasil penelitianya bahwa kompetensi aparatur berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kualitas laporan keuangan.
Sementara itu penelitian yang dilakukan Bambang (2012) menunjukan
bahwa kualitas laporan keuangan pemerintah berpengaruh secara langsung
terhadap akuntabilitas kinerja, dengan kesimpulan bahwa dalam rangka
menunjukkan akuntabilitas kinerja, maka antara lain diperlukannya akuntabilitas
keuangan yang dapat mengukur dan menilai upaya capaian hasil.
“Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk
mengambil judul “Kompetensi Aparatur Pemerintah terhadap Kualitas Laporan
Keuangan dan Implikasinya terhadap Akuntabilitas Kinerja”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah dipaparkan sebelumnya,
maka identifikasi masalah yang dapat disimpulkan dan yang akan dibahas dalam
penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Telah dilakukannya diklat sebagai upaya peningkatan kompetensi pada Aparatur
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tapi Kualitas Laporan Keuangan yang
diperoleh belum mendapatkan Opini WTP.
2. Walaupun Kualitas Laporan Keuangan diberi Opini WDP tetapi penilaian
Akuntabilitas Kinerja mengalami peningkatan dari CC menjadi B
1.3 Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, maka peneliti
mencoba merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah
sebagai berikut:
1. Seberapa besar Kompetensi Aparatur Pemerintah terhadap Kualitas Laporan
Keuangan pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
2. Seberapa besar Pengaruh Kualitas Laporan Keuangan dan implikasinya terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.4.1 Maksud Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini dimaksud untuk
mendapatkan bukti-bukti empiris dilapangan mengenai Kompetensi Aparatur
Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan dan implikasinya terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
1.4.2 Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah untuk
mempelajari:
1. Untuk mengetahui besarnya Pengaruh Kompetensi Aparatur Pemerintah
terhadap Kualitas Laporan Keuangan
2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Kualitas Laporan Keuangan terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Praktis
Berdasarkan pengertian diatas, hasil ini diharapkan dapat memberikan saran
atau masukan kepada perusahaan atau instansi sehingga hasil yang diharapkan
dapat digunakan sebagai dasar pemecahan masalah dalam Kualitas Laporan
Keuangan yang berimplikasi pada Akuntabiitas Kinerja Instansi Pemerintah
1.5.2 Kegunaan Akademis
Selain memiliki kegunaan praktis, diharapkan penelitian ini dapat
bermanfaat secara akademis yakni:
1. Bagi pengembangan ilmu akuntansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu akuntansi
khususnya akuntansi pemerintah mengenai kualitas Laporan Keuangan
2. Bagi peneliti lain dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penelitian lebih
lanjut dalam bidang yang sama, mengenai Kompetensi Aparatur, Kualitas
Laporan Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja Instansi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kompetensi Aparatur
2.1.1.1 Definisi Kompetensi Aparatur
Sebelum mendefinisikan pengertian kompetensi aparatur maka penulis
perlu mengurai terlebih dahulu pengertian perkata, yaitu menurut beberapa ahli
diantaranya adalah sebagai berikut:
Menurut Abdullah M. Ma’ruf. (2014:51) pengertian Kompetensi adalah
sebagai berikut:
“Kompetensi merupakan kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang
untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana
kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu kemampuan intelektual
dan kemampuan fisik”.
Menurut Wibowo (2012:324) menyatakan bahwa definisi kompetensi
aparatur adalah Suatu kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang
dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh perilaku dan sikap
kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Menurut Moeheriono (2015:5) menyatakan bahwa Kompetensi Aparatur
adalah sebagai berikut:
“Kompetensi aparatur adalah karakteristik dasar seseorang yang
mengindikasikan cara berfikir, sikap, dan bertindak seseorang serta menarik
kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada
waktu periode tertentu“.
Menurut Sedarmayanti (2017:236) menyatakan bahwa Kompetensi
Aparatur adalah sebagai berikut:
“Kompetensi aparatur adalah Kompetensi yang merujuk pada pendekatan
perilaku, perilaku tertentu atau tipe dan tingkat perilaku yang berbeda yang
dijadikan parameter untuk mampu melaksanakan pekerjaan secara efektif,
berhasil dan unggul/superior”
Berdasarkan definsi tersebut dapat disimpulkan bahwa Kompetensi
Aparatur merupakan Kemampuan seseorang dalam mengerjakan tugas nya dengan
dilandasi keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk mencapai tujuan
berorganisasi.
2.1.1.2 Indikator Kompetensi Aparatur
Adapun yang menjadi indikator kompetensi aparatur menurut Wibowo
(2012:320) yaitu:
1. Pengetahuan
2. Keterampilan
3. Perilaku
Sedangkan Moeheriono (2015:14) mengemukakan mengenai karakteristik
kompetensi sumber daya manusia yaitu:
1. Watak (traits)
Yaitu yang membuat seseorang mempunyai sikap perilaku atau bagaimanakah
orang tersebut merespon sesuatu dengan cara tertentu, misalnya percaya diri
(self-confidence), kontrol diri (self-control), ketabahan atau daya tahan
(hardiness).
2. Motif (motive)
Sesuatu yang diinginkan seseorang atau secara konsisten dipikirkan dan
diinginkan yang mengakibatkan suatu tindakan atau dasar dari dalam yang
bersangkutan untuk melakukan suatu tindakan.
3. Bawaan (self-concept)
Sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang.
4. Pengetahuan (knowledge)
Informasi yang dimiliki seseorang pada bidang tertentu dan pada area tertentu.
5. Keterampilan atau keahlian (skill),
Kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik secara fisik maupun
mental.
2.1.2 Kualitas Laporan Keuangan
2.1.2.1 Definisi Kualitas Laporan Keuangan
Iman Mulyana (2010:96) menyatakan bahwa:
“Kualitas dapat diartikan sebagai kesesuaian dengan standar, diukur
berbasis kadar ketidaksesuaian, serta dicapai melalui pemeriksaan.”
Menurut Rosmery Elsye (2016:48) Laporan Keuangan adalah sebagai
berikut:
“Laporan keuangan adalah hasil proses akuntansi yang dapat digunakan
sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau
aktivitas tersebut.”
Menurut Mahmudi (2016:2) menyatakan bahwa:
“Laporan Keuangan Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk
pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada masyarakat dalam
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dan pembangunan dalam bentuk
program dan kegiatan yang menggambarkan kinerja keuangan dari
organisasi perangkat daerah dan pemerintah daerah secara keseluruhan
dalam melaksanakan perencanaan yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah
selaku pengelola dana harus mampu menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan secara akurat, relevan, tepat waktu dan dapat dipercaya. Selain
itu laporan keuangan tersebut juga perlu dilengkapi dengan pengungkapan
yang memadai mengenai informasi-informasi yang dapat mempengaruhi
keputusan.”
Sedangkan menurut Erlina dkk (2016:21) mengemukakan bahwa Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:
“Kualitas Laporan keuangan pemerintah daerah adalah suatu hasil dari
proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dari transaksi ekonomi
(keuangan) dari entitas akuntansi yang ada dalam suatu pemerintah daerah
yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan entitas akuntansi dan pengambilan keputusan
ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukannya.”
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa kualitas laporan keuangan pemerintah daerah adalah hasil dari proses
akuntansi yang terstruktur dan sesuai dengan standar yang berlaku dalam rangka
pertanggungjawaban pemerintah daerah yang nantinya akan digunakan oleh
beberapa pihak yang berkepentingan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
2.1.2.2 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah
Menurut Kasmir (2012:9) kelima komponen yang terkait atas laporan
keuangan yaitu:
a. Balance Sheet (Neraca)
b. Income Statement (Laporan Laba Rugi)
c. Laporan Perubahan Modal
d. Laporan Arus Kas
e. Laporan Catatan Atas Laporan Keuangan
Sejak Januari 2015 serentak seluruh entitas pemerintahan di Indonesia mulai
menggunakan standar akuntansi berbasis akrual, yang mengacu pada PP Nomor 71
Tahun 2010 dari mulai pemerintah pusat sampai SKPD mengacu pada peraturan
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) tersebut, komponen laporan keuangan pada
pemerintah adalah:
1) Laporan Realisasi
2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
3) Neraca
4) Laporan Operasional
5) Laporan Arus Kas
6) Laporan PErubahan Ekuitas
7) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
2.1.2.3 Indikator Kualitas Laporan Keuangan
Menurut Erlina, dkk (2016:21) Berdasarkan Laporan keuangan sesuai
dengan SAP yang terkandung dalam Paragraf 32 Lampiran II PP No. 71 Tahun
2010 menyatakan bahwa Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan adalah
ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi
sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan
prasayarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemeritah dapat
memenuhi kualitas yang dikehendaki yaitu: relevan, andal, dapat diperbandingkan,
dan dapat dipahami.
a. Relevan
b. Andal
c. Dapat diperbandigkan
d. Dapat dipahami
Laporan keuangan yang berkualitas harus memenuhi unsur-unsur karakteristik
kualitatif laporan keuangan sebagai berikut:
1. Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di
dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka
mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dengan memprediksi masa depan,
serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu. Dengan
demikian, informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan
maksud penggunaannya. Informasi yang relevan:
a. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi
ekspektasi mereka dimasa lalu.
b. Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan
datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
c. Tepat Waktu
Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna
dalam pengambilan keputusan.
d. Lengkap
Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin
mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. Informasi
yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam
laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam
penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
2. Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan
kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi.
Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat
diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat
menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:
a. Penyajian Jujur
Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
disajikan.
b. Dapat Diverifikasi (verifiability)
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila
pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap
menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.
c. Netralitas
Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada
kebutuhan pihak tertentu.
3. Dapat dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat
dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan
entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan bila suatu
entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun.
Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan
menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah
menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik dari pada kebijakan akuntansi
yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya
perubahan.
4. Dapat dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh
pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas
pemahaman para pengguna. Pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang
memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya
kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.
Menurut Marja Sinurat (2014:119) mengemukakan karakteristik yang
merupakan persyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah
dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki yaitu:
1. Relevan
2. Andal
3. Dapat dibandingkan
4. Dapat dipahami
2.1.3 Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah
2.1.3.1 Definisi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Menurut Abdul Halim (2012:20) akuntabilitas dalam arti luas merupakan
kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban serta menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang, badan hukum atau pimpinan organisasi kepada pihak yang lain
yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban dan
keterangan.
Menurut Rudi M. Harahap (2013:19) menyatakan bahwa Akuntabilitas
Kinerja instansi pemerintah adalah:
“Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban dan menerangkan kinerja atas
pelaksanaan keberhasilan/ kegagalan misi organisasi/ badan hukum/
pimpinan kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban.”
Menurut V. Wiratna Sujarweni (2015:28) mendefinisikan akuntabilitas
kinerja adalah:
“Suatu bentuk keharusan seorang (pimpinan/ pejabat/ pelaksana) untuk
menjamin bahwa tugas dan kewajiban yang diembannya sudah
dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Akuntabilitas dapat dilihat
melalui laporan tertulis yang informatif dan transparan”.
Sedangkan menurut Mahmudi (2013:18) menyatakan bahwa:
“Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban pemegang amanah untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang
memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut.”
Berdasarkan pemaparan definisi oleh para ahli diatas, dapat dikatakan
bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah pertanggungjawaban
lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien,
serta menerangkan kinerja dan tindakan seseorang, badan hukum atau pimpinan
organisasi kepada pihak yang lain yang memiliki hak dan kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban.
2.1.3.2 Indikator Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Menurut Hopwood dan Tomkins, 1984; Elwood, 1993 dalam Mahmudi
(2013:19) menjelaskan bahwa terdapat 5 komponen:
a. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
b. Akuntabilitas Manajerial
c. Akuntabilitas Program
d. Akuntabilitas Kebijakan
e. Akuntabilitas Finansial
Berikut dibawah ini merupakan penjelasan mengenai dimensi akuntabilitas
publik:
a. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-lembaga
publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan menaati ketentuan hukum yang
berlaku. Penggunaan dana publik harus dilakukan secara benar dan telah
mendapatkan otorisasi. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam menjalankan
organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi dan kolusi. Akuntabilitas
hukum menuntut penegakan hukum (law of enforcement), sedangkan
akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktik organisasi yang sehat tidak
terjadi malpraktik dan maladministrasi.
b. Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas Manajerial adalah pertanggugjawaban lembaga publik untuk
melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif. Inefisiensi
organisasi publik adalah menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan
dan tidak boleh dibebankan kepada klien atau customer-nya. Akuntabilitas
manajerial merupakan akuntabilitas bawahan kepada atasan dalam suatu
organisasi.
c. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi
hendaknya merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam
pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Lembaga publik harus
mempertanggung jawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan
program.
d. Akuntabilitas Kebijakan
Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan
kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak dimasa
depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan
tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan.
e. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik
untuk menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien dan
efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas
finansial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama masyarakat.
Akuntabilitas ini mengharuskan lembaga-lembaga publis untuk membuat
laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada
pihak luar.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Kompetensi Aparatur Pemerintah Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan
Adapun beberapa teori dari para ahli yang menyatakan bahwa Kompetensi
Aparatur berpengaruh terhadap kualitas Laporan Keuangan yaitu:
Menurut Abdul Hafiz (2014:76) salah satu permasalahan mendasar
penyebab terjadinya LKPD yang tidak mendapatkan opini WTP dari BPK RI, dan
nyata dihadapi banyak instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah adalah
kelangkaan sumber daya aparatur yang memiliki kompetensi yang memadai untuk
menyelenggarakan administrasi keuangan negara/daerah.
Menurut Bastian (2006:55) berpendapat bahwa pengaruh antara kompetensi
Aparatur dengan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah yaitu;
“Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan yang berkualitas
memerlukan aparatur yang menguasai akuntansi pemerintahan, yang
nantinya menjadi faktor kunci dalam menciptakan laporan keuangan yang
berkualitas karena yang menyusun laporan keuangan adalah mereka yang
mengusai SAP. Betapapun bagusnya SAP, jika tanpa didukung aparatur
yang memadai dan sangat membantu proses kebijakan-kebijakan akuntansi
tersebut agar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan akuntansi
yaitu berbasis akrual.”
Hal tersebut sesuai berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Ruswanto, dkk (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kompetensi
Aparatur, Pemanfaatan Sistem Informasi Keuangan Dan Peran Internal Audit
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Palu dengan hasil
bahwa kompetensi aparatur berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan
keuangan yang artinya bahwa kualitas laporan keuangan pemerintah daerah akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kompetensi aparatur.
2.2.2 Pengaruh Kualitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah
Adapun beberapa teori yang menyatakan kualitas Laporan Keuangan
berpengaruh terhadap Akuntabilitas Kinerja yaitu:
. Menurut Mursyidi (2013:59) menyatakan bahwa untuk mengetahui posisi
akuntabilitas dan kinerja keuangan suatu entitas atau instansi dapat dilihat dalam
laporan keuangannya untuk satu periode atau pada saat tertentu. Untuk menciptakan
akuntabilitas maka laporan keuangan yang disampaikan juga harus berkualitas
Sementara itu, Mahmudi (2016:10) menyatakan bahwa banyak pihak yang
mengandalkan informasi keuangan yang dipublikasikan oleh pemerintah daerah
sebagai dasar pertanggungjawaban dalam pengambilan keputusan. Analisis laporan
keuangan hanya akan bermanfaat jika laporan keuangan yang dianalis dan disajikan
dengan valid dan dapat diandalkan.
Menurut Indra Bastian (2010:297) mengungkapkan bahwa, hubungan
antara laporan keuangan dengan akuntabilitas kinerja mempunyai hubungan positif
yang menyatakan bahwa dalam rangka menciptakan akuntabilitas kinerja,
pemerintah daerah selaku penanggung jawab sistem pengelolaan keuangan dituntut
untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas aktivitas dan kinerja
finansial kepada stakeholdernya.
Adapun ungkapan dari penelitian terdahulu yang meneliti tentang seberapa
besar pengaruh dari kompetensi aparatur pemerintah terhadap kualitas laporan
keuangan yang dilakukan oleh Santha, dkk (2016) pada penelitiannya tentang
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Dan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah dengan hasil penelitian ini membuktikan adanya
pengaruh pada kualitas laporan keuangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi,
yang artinya meningkatnya kualitas laporan keuangan diikuti dengan meningkatnya
akuntabilitas kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
negara.
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
2.1 Hipotesis
Setelah adanya kerangka pemikiran, maka diperlukan suatu pengujian
hipotesis untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat.
Sugiyono (2017:96) mengungkapkan pengertian Hipotesis merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Kompetensi Aparatur
Pemerintah (X)
Wibowo (2012:324)
Moerheriono (2015:5)
Sedarmayanti
(2017:238)
Kualitas Laporan
Keuangan (Y)
Erlina, dkk (2016:21)
Rosmery elsye
(2016:18)
Mahmudi (2016:2)
Akuntabilitas
Kinerja Instansi (Z)
Rudi Harahap
(2013:19)
Mahmudi (2013:18)
V. Wiratna Sujarweni
(2015:28)
Berdasarkan kerangka penelitian diatas, maka penulis merumuskan
hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari sebuah penelitian sebagai
berikut :
H1: Kompetensi Aparatur Pemerintah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
H2: Kualitas Laporan Keuangan Terhadaap Akuntabilitas Kinerja
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2017:2) menjelaskan definisi metode penelitian adalah
Cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara
ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu
rasional, empiris, dan sistematis. Data yang diperoleh melalui penelitian ini adalah
data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Tujuan dan
kegunaan penelitian ini yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian, dan
pengembangan.
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif. dengan pendekatan
kuantitatif sebagai suatu bentuk penelitian yang berdasarkan data yang telah dikumpulkan
selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang
diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya,
kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori-teori dan literatur-literatur yang
berhubungan. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan hasil penelitian
sedangkan metode penelitian verifikatif digunakan untuk menguji kebenaran teori dan
hipotesis yang telah dikemukakan para ahli mengenai keterkaitan antara Kompetensi
Aparatur, Kualitas Laporan Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja apakah diterima
atau ditolak.
Metode verifikatif digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan alat
uji statistik yaitu Structural Equation Modelling (SEM) – Partial Least Square
(PLS).
Metode verifikatif yang digunakan untuk menguji hipotesis ini dengan
menggunakan alat uji statistik yaitu Analisa Jalur atau Path Analysis.
Pertimbangan dengan menggunakan model ini, karena kemampuannya untuk
mengukur konstruk melalui indikator-indikatornya serta menganalisis variabel
indikator, variabel laten, dan kekeliruan pengukurannya.
Selanjutnya, objek penelitian merupakan sasaran dalam penelitian dengan suatu
tujuan tertentu yang bersifat objektif tentang suatu hal yang diteliti. Dalam
penelitian ini yang menjadi objek penelitiannya sebagai variabel bebas atau
independent variable adalah Kompetensi Aparatur dan Kualitas Laporan
Keuangan, sedangkan variabel terikat atau dependent variable adalah Akuntabilitas
Kinerja.
Adapun definisi dari unit analisis adalah keseluruhan satuan atau unit yang akan
diteliti dalam suatu penelitian. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar
validitas dan reliabilitas penelitian dapat terjaga. Penelitian ini menggunakan OPD
pada Kabupaten Bandung Barat sebagai unit analisis, dalam hal ini SKPD yang
berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat sebanyak 27 SKPD yang dijadikan
unit analisis. Sedangkan unit observasi adalah sumber informasi atau tempat
dimana kita mendapatkan informasi yang dapat mendukung penelitian yang sedang
dilakukan. Dalam penelitian ini unit observasinya yaitu Kepala Dinas sebanyak 27
orang dan Kasubag keuangan sebanyak 27 yang berjumlah 47 orang yang dijadikan
sebagai unit observasinya.
3.2 Operasionalisasi Variabel
Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala
dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga pengujian hipotesis
dapat dilakukan secara benar sesuai dengan judul penelitian. Operasional variabel
menjelaskan suatu cara yang dapat digunakan untuk mengoperasionalkan konsep
tersebut yang nantinya dapat digunakan lagi oleh penelitian selanjutnya atau untuk
dikembangkan lagi dengan cara yang lebih baik.
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel independent, intervening dan dependen yaitu sebagai
berikut:
1. Variabel Independent
Variabel independent (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat).
Berdasarkan judul penelitian yang diambil, maka dalam penelitian ini variabel (X)
dan (Y) sebagai variabel bebas.
2. Variabel Dependent
Variabel dependent (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Berdasarkan judul penelitian yang
diambil, maka dalam penelitian ini variabel (Z) sebagai variabel terikat.
3. Variabel intervening
Variabel intervening (penghubung) adalah variabel yang secara teoritis
mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen menjadi
hubungan yang tidak langsung.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Definisi Indikator Skala Itei
Item
Kompetensi
Aparatur (X)
Kompetensi aparatur
adalah suatu kemampuan
untuk melaksanakan suatu
pekerjaan yang dilandasi
atas keterampilan dan
pengetahuan serta
didukung oleh perilaku
dan sikap kerja yang
dituntut oleh pekerjaan
tersebut.
Wibowo (2012:324)
1. Keterampilan
2. Pengetahuan
3. Perilaku
Wibowo (2012:320)
Ordinal
1-3
Kualitas
Laporan
Keuangan
(Y)
Suatu hasil dari proses
pengidentifikasian,
pengukuran, pencatatan
dari transaksi ekonomi
(keuangan) dari entitas
akuntansi yang ada dalam
suatu pemerintah daerah
yang dijadikan sebagai
informasi dalam rangka
pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan
entitas akuntansi dan
pengambilan keputusan
ekonomi oleh pihak-pihak
yang memerlukannya.
Erlina, dkk (2016:21)
1. Dapat dipahami
2. Relevan
3. Keandalan
4. Dapat
diperbanding kan
Erlina, dkk
(2016:21)
Ordinal
4-7
Penelitian ini menggunakan skala ordinal. Skala ordinal memberikan informasi
tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh objek atau individu
tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah
dengan sarana peringkat relatif tetentu yang memberikan informasi apakah suatu
objek memiliki karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berupa banyak
kekurangan dan kelebihannya. Variabel-variabel tersebut dapat diukur oleh
Instrument pengukuran dalam bentuk kuiesioner berskala ordinal yang memenuhi
pernyataan-pernyataan tipe rating scale.
Menurut Sugiyono (2017:93) rating scale didefinisikan sebagai berikut:
“Skala rating adalah data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian
ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Dalam skala model rating scale, responden
tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tapi
menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu,
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah
(Z)
Akuntabilitas kinerja
adalah kewajiban
pemegang amanah untuk
memberikan
pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan,
dan mengungkapkan
segala aktivitas dan
kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada
pihak pemberi amanah
(principal) yang memiliki
hak dan kewenangan
untuk meminta
pertanggungjawaban
tersebut
Mahmudi (2013:18)
1. Akuntabilitas
Hukum dan
Kejujuran
2. Akuntabilitas
Manajerial
3. Akuntabilitas
Program
4. Akuntabilitas
Kebijakan
5. Akuntabilitas
Finansial
Mahmudi(2013:19)
Ordinal
8-12
rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas pengukuran sikap saja tetapi bisa juga
mengukur persepsi responden terhadap fenomena”.
Berdasarkan defenisi-defenisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa rating scale
adalah alat pengumpulan data dari jawaban responden yang dicatat secara
bertingkat. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rating scale karena
dalam tingkatan pengukuran terdapat titik pengukuran, yaitu titik 1 sampai 5 yang
artinya tingkat pengukuran setiap item pernyataan di kuiesioner. Jawaban
responden pada tiap item kuesioner mempunyai nilai dimana nilai 1 dikatakan nilai
yang tidak baik dan nilai untuk titik 5 dikatan nilai yang paling baik.
Tabel 3.2
Rating Scale
Kategori Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Cukup Setuju 3
Kurang Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: Sugiyono (2017:98)
3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer karena peneliti
mengumpulkan sendiri data-data yang dibutuhkan yang bersumber langsung dari
objek pertama yang akan diteliti dengan menyebarkan kuesioner. Data primer
dalam penelitian ini adalah hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden.
Responden dalam penelitian ini adalah pegawai pada OPD Pemerintah Kabupaten
Bandung Barat.
Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari berbagai
literatur seperti penelitian sebelumnya, dan buku-buku yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Kegunaan literatur ini adalah untuk memperoleh sebanyak
mungkin dasar-dasar teori yang diharapkan akan menunjang data yang akan
dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian secara langsung terhadap
permasalahan yang menjadi objek penelitian dan pengumpulan data dilakukan
melalui beberapa cara antara lain:
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Untuk melihat kenyataan yang sebenarnya dari masalah yang ada, maka diperlukan
penelitian lapangan untuk memperoleh data primer secara langsung dari
perusahaan/instansi. Adapun langkah-langkah dalam pengelompokan data primer
dengan cara sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab atau wawancara
langsung dengan para pegawai yang berwenang dilingkungan perusahaan untuk
mengumpulkan data mengenai objek yang diteliti.
b. Kuesioner
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan daftar pertanyaan atau
pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Adapun Kuesioner yang akan di sebar yaitu kepada Kepala Instansi 27 SKPD
sebagai penanggungjawab dan dapat menggambarkan kinerja di masing masing
SKPD dan kepada Kasubag Keuangan sebagai penanggungjawab dalam
penyusunan laporan keuangan dengan bobot nilai kuiesioner sebagai berikut:
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Dalam melaksanakan studi kepustakaan, dimaksudkan untuk memperoleh data
sekunder dalam menunjang data primer yang telah didapat dari penelitian lapangan.
Dalam melakukan studi kepustakaan ini, penulis mengumpulkan data dengan
membaca literatur dan buku-buku yang berhubugan dengan masalah yang dibahas.
3.4 Populasi, Sampel dan Tempat serta Waktu Penelitian
3.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2017:80) mengemukakan pengertian populasi adalah sebagai
berikut:
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Berdasarkan pengertian diatas, Populasi adalah keseluruhan objek penelitian pada
suatu wilayah tertentu dan memenuhi syarat yang sesuai dengan masalah penelitian.
Maka populasi dalam penelitian ini adalah 27 SKPD dalam lingkungan OPD
Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari 54 orang atas Kepala
Instansi SKPD dan Kasubag Keuangan pada tiap - tiap SKPD.
Tabel 3.5
Daftar SKPD Kabupaten Bandung Barat
No Nama SKPD Kepala
DInas
Kasubag
Keuangan
1 Inspektorat Daerah 1 1
2 Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembagan
Daerah
1 1
3 Badan Kepegawaian dan Pengembagan SDM 1 1
4 Badan Pengelolaan Keuangan Daerah 1 1
5 Dinas Pendidikan 1 1
6 Dinas Kesehatan 1 1
7 Dinas Sosial 1 1
8 Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi 1 1
9 Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang 1 1
10 Dinas Perumahan dan Pemukiman 1 1
11 Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Satuan Polisi
Pamong Praja
1 1
12 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 1 1
13 Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah 1 1
14 Dinas Perhubungan 1 1
15 Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik 1 1
16 Dinas Perikanan dan Perternakan 1 1
17 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan 1 1
18 Dinas Kepemudaan dan Olahraga 1 1
19 Dinas Lingkungan Hidup 1 1
20 Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 1 1
21 Dinas Kearsipan dan Perpustakaan 1 1
22 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan 1 1
23 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 1 1
24 Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu 1 1
25 Dinas Pengendalian Kependudukan, Keluarga
Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak
1 1
26 Dinas Pelayanan Pajak 1 1
27 Kesbangpol 1 1
Jumlah 27 27
Total Jumlah 54
3.4.2 Penarikan Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri, kriteria atau
keadaan tertentu sesuai dengan yang akan diteliti. Atau dapat dikatakan, sampel
sebagai anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu
sehingga diharapkan dapat mewakili populasi.
Menurut Sugiyono (2017:85) pengertian dari sampling jenuh adalah sebagai
berikut:
“Teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang,
atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat
kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi
dijadikan sampel”.
Berdasarkan dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa sampling jenuh adalah
cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi menjadi
sampel.
Penelitian ini menggunakan alat uji statistik yaitu dengan uji persamaan strukturan
berbasis variance. Menurut Imam Ghozali (2013:18), metode Partial Least Square
(PLS) adalah model persamaan strukturan berbasis variance (PLS) mampu
menggambarkan variabel laten (tak terukur langsung) dan dapat diukur
menggunakan indikator-indikator (variable manifest).
Selanjutnya berkaitan dengan digunakannya Structural Equation Model (SEM)
dengan penaksiran PLS (Partial Least Square) untuk menganalisis data penelitian,
maka peneliti menggunakan ketentuan ukuran penarikan sampel minimal dalam
SEM-PLS seperti yang dinyatakan oleh Hair, et al. (2014:20) bahwa untuk
menentukan ukuran sampel minimal dalam SEM-PLS dapat dilakukan dengan 2
(dua) cara, yaitu: Rule of Thumb dan Power Analysis.
1) Dalam rule of thumb ukuran sampel minimal harus sama dengan atau lebih
besar dari:
a) 10 kali jumlah terbanyak dari indikator formatif digunakan untuk
mengukur satu konstruk, atau
b) 10 kali jumlah terbanyak dari jalur struktural diarahkan pada suatu
konstruksi tertentu dalam model structural (Hair et. al 2014:20)
2) Sedangkan menurut power analysis ukuran sampel minimal ditentukan
berdasarkan jumlah terbanyak panah menunjuk pada konstruk dalam model
jalur PLS, pada tingkat signifikasi (α), minimum R² untuk mencapai
statistical power tertentu secara umum digunakan 80% (Hair et.al 2014:20).
Jika menggunakan power analysis, berdasarkan jumlah terbanyak yang
menunjuk pada konstruk adalah 3, maka pada tingkat signifikasi (α)= 0.05
dan minimum R²= 0.25, serta untuk mencapai power analysis 80%
diperlukan untuk sampel minimum.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 54 pegawai yang terdiri dari
Kepala Instansi dan Kasubag Keuangan dari 27 SKPD pada Pemerintah Kabupaten
Bandung Barat.
3.4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat yang
beralamat di Jl. Padalarang - Cileunyi No.Km.2, Mekarsari, Ngamprah, Kabupaten
Bandung Barat, Jawa Barat 40552
Tabel 3.6
Waktu Penelitian
A Deskripsi Kegiatan 2019
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu
Pra Survei:
a. Persiapan Judul
1 b. Persiapan Teori
c. Pengajuan Judul
d. Mencari Perusahaan
Usulan Penelitian:
a. Penulisan UP
2 b. Bimbingan UP
c. Sidang UP
d. Revisi UP
3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan Data
Penyusunan Skripsi:
a. Bimbingan Skripsi
5 b. Sidang Skripsi
c. Revisi Skripsi
d. Pengumpulan Skripsi
3.5 Metode Pengujian Data
Menurut Sugiyono (2015: 207) definisi dari analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain.
Dari penjabaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis data dibutuhkan
untuk dapat memudahkan penelitian yang dilakukan agar informasi yang
dikeluarkan dapat dipahami dengan mudah oleh orang lain.
Penelitian ini menggumpulkan data primer dengan menggunakan kuisioner, data
yang diperoleh dari para responden maka perlu dilakukan uji keabsahannya.
Untuk itu menguji kesungguhan jawaban responden diperlukan dua macam
pengujian yaitu test of validity dan test of reability.
3.5.1 Uji Validitas
Validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana instrumen yang digunakan
dapat dipakai untuk mengukur akurasi penelitian. Uji validitas instrumen dilakukan
untuk menunjukan keabsahan dari instrumen yang akan dipakai pada penelitian. Uji
validitas menunjukkan derajat ketetapan antara data yang sesungguhnya terjadi
pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Pengertian validitas
tersebut menunjukan ketepatan dan kesesuaian alat ukur yang digunakan untuk
mengukur variabel. Alat ukur dapat dikatakan valid jika benar-benar sesuai dan
menjawab secara cermat tentang variabel yang akan diukur. Validitas juga
menunjukkan sejauh mana ketepatan pernyataan dengan apa yang dinyatakan
sesuai dengan koefisien validitas.
Untuk menguji validitas menggunakan korelasi product moment (indeks validitas)
yang dinyatakan oleh Barker et al. (2002:70) yaitu butir pernyataan dinyatakan
valid apabila koefisien korelasi butir pernyataan ≥ 0,30. Pengujian tersebut
menggunakan rumus korelasi pearson yaitu :
Keterangan:
r = Koefisien korelasi pearson
X = Skor item pertanyaan
Y = Skor total item pertanyaan
N = Jumlah responden dalam pelaksanaan uji coba instrument
3.5.2 Uji Reliabilitas
Uji relialibitas dapat digunakan Untuk menguji kehandalan atau kepercayaan alat
pengungkapan dari data. Dengan diperoleh nilai r dari uji validitas yang
menunjukkan hasil indeks korelasi yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan
antara instrumen.
Menurut Sugiyono (2017:21) Reliabilitas adalah konsistensi suatu pengukuran.
Reliabilitas tinggi menunjukan bahwa indikator-indikator mempunyai konsistensi
tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Secara umum untuk mengestimasi
reliabilitas adalah test retest, alternative form, splithalves dan Cronbach’s Alpha
Sumber: Sugiyono (2017:21)
Pengujian reliabilitas ini dimaksudkan untuk menguji tingkat keandalan alat ukur
penelitian. Dalam penelitian ini, untuk menguji keandalan dari alat ukur penelitian
digunakan metode PLS Algorithm dan Bootstrapping (model struktural). Suatu
konstruk dapat diterima jika memilki nilai koefisien >0.7
Uji reliabilitas merupakan salah satu ciri utama instrument pengukuran yang baik.
Adapun kriteria penilaian uji reliabilitas yang dikemukakan oleh Barker et al
(2002:70).
Tabel 3.7
Standar Penilaian Reliabilitas
Kategori Nilai
Good 0,80
Acceptable 0,70
Margin 0,60
Poor 0,50
Sumber: Barker et al. (2002:70)
3.6 Metode Analisis Data
3.6.1 Analisis Data Deskritif
Penelitian ini menggunakan jenis atau alat bentuk penelitian deskriptif yang
dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan.
Menurut Sugiyono (2017:147) mendefinisikan metode deskriptif adalah sebagai
berikut:
“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi.”
Tujuan dari metode deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran secara faktual,
sistematis dan akurat mengenai data yang diperoleh dan diolah. Dalam penelitian
ini, metode deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh Kompetensi Aparatur
terhadap Kualitas Laporan Keuangan dan Implikasinya terhadap Akuntabilitas
Kinerja.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian deskriptif untuk menganalisa
Kompetensi Aparatur terhadap Kualitas Laporan Keuangan dan Implikasinya
terhadap Akuntabilitas Kinerja adalah dengan kuesioner ini, data yang diperoleh
kemudian dianalisis untuk memperoleh suatu kesimpulan. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Menurut Umi Narimawati (2010:245) langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian deskriptif adalah sebagai berikut:
1. Setiap indikator yang dinilai oleh responden, diklasifikasikan dalam lima
alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang menggambarkan
peringkat jawaban.
2. Dihitung total skor setiap variabel/subvariabel = jumlah skor dari seluruh
indikator variabel untuk semua responden.
3. Dihitung skor setiap variabel/subvariabel = rata-rata dari total skor.
4. Untuk mendeskripsikan jawaban responden, juga digunakan statistik deskriptif
seperti distribusi frekuensi dan tampilan dalam bentuk tabel ataupun grafik.
5. Untuk menjawab deskripsi tentang masing-masing variabel penelitian ini,
digunakan rentang kriteria sebagai berikut:
Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah diajukan.
Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden diasumsikan
memilih jawaban dengan skor tertinggi. Penjelasan bobot nilai skor aktual dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.8
Kriteria Persentase Tanggapan Responden
No. % Jumlah skor Kriteria
1. 20.00 - 36.00 Sangat Kurang
2. 36.01 - 52.00 Kurang
3. 52.01 - 68.00 Cukup
4. 68.01 - 84.00 Baik
5. 84.01 – 100 Sangat Baik
Sumber: Umi Narimawati (2010:85)
3.6.2 Analisis Data Verifikatif
Analisis verifikatif dalam penelitian ini dengan menggunakan alat uji statistik yaitu
dengan uji persamaan strukturan berbasis variance dengan metode alternatif partial
least square (PLS) menggunakan software SmartPLS v.2.0. Metode Partial Leas
Square (PLS) didefinisikan sebagai Model persamaan struktur berbasis variance
(PLS) mampu menggambarkan vaiabel laten (tak terukur langsung) dan diukur
menggunakan indikator-indikator (variable manifest).
Penulis menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan alasan bahwa variabel
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel laten (tidak terukur
langsung) yang dapat diukur berdasarkan pada indikator-indikatornya (variable
manifest), serta secara bersama-sama melibatkan tingkat kekeliruan pengukuran
(error). Sehingga penulis dapat menganalisis secara lebih terperinci indikator dari
variabel laten yang merefleksikan nilai terkuat dan nilai terlemah variabel laten
yang mengikutkan tingkat kekeliruannya.
Partial Leas Square (PLS) menurut Imam Ghozali (2013:18), menyatakan bahwa:
“Partial Leas Square (PLS) merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena
tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, jumlah sampel
kecil. Tujuan Partial Leas Square (PLS) adalah untuk membantu peneliti
mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi.”
Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar teori pada
perancangan model lemah atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model
pengukuran refleksi PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat
digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya untuk
pengujian proposisi.
Keunggulan PLS menurut Imam Ghozali (2013:4) antara lain:
1. PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator
refleksif dan indikator formatif.
2. Fleksibilitas dari algoritma, dimensi ukuran bukan masalah, dapat menganalisis
dengan indikator yang banyak.
3. Sampel data tidak harus besar.
Adapun cara kerja PLS menurut Imam Ghazali (2013:19) weight estimate untuk
menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana inner
model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer
model (model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya)
dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen (keduanya
variabel laten dan indikator diminimumkan).
Adapun langkah-langkah metode Partial Least Square (PLS) yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang Model Pengukuran (outer model)
Model pengukuran (outer model) adalah model yang menghubungkan variabel
laten dengan variabel manifest. Untuk variabel laten Kompetensi Aparatur terdiri
dari 3 variabel manifest. Untuk Kualitas Laporan terdiri dari 4 manifest dan
Akuntabilitas Kinerja terdiri dari 5 manifest.
2. Merancang Model Struktural (inner model)
Model struktural (inner model) pada penelitian ini terdiri dari satu variabel laten
eksogen Kompetensi Aparatur dan satu variabel intervening yaitu Kualitas Laporan
Keunagan dan satu variabel laten endogen Akuntabilitas Kinerja. Hubungan antara
tiga variabel laten tersebut berbentuk kausal (sebab-akibat) dimana Kompetensi
Aparatur mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan dan mempengaruhi
Akuntabilitas Kinerja. Inner model yang kadang disebut juga dengan inner relation
structural model dan substantive theory, yaitu untuk menggambarkan pengaruh
antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory, dengan model
persamaannya dapat ditulis sperti dibawah ini:
Sumber: Imam Ghozali (2013:22)
Dimana βji dan ϒjb adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen
dan variabel laten eksogen ξ dan ɳ sepanjang range indeks i dan β dan Ϛj adalah
inner residual variabel.
3. Mengkonstruksi Diagram Jalur
Dalam mengkontruksi diagram jalur, model struktural dan model pengukuran
digabung dalam satu diagram yang sering disebut dengan diagram jalur full model.
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga.
Kategori pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor
variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur yang menghubungkan variabel
laten dan antar variabel laten dengan indikatornya. Kategori ketiga adalah berkaitan
dengan means dan lokasi parameter untuk indikator dan variabel laten. Untuk
memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses integrasi tiga tahap dan
setiap tahap integrasi menghasilkan estimasi.
Gambar 3.1
Struktur Analisis Variabel Penelitian Secara keseluruhan
Keterangan:
X = Kompetensi Aparatur
Y = Kualitas Laporan Keuangan
Z = Akuntabilitas Kinerja Instansi
λ = Bobot Faktor Laten Variabel dengan Indikatornya
δ = Kesalahan Pengukuran Indikator Exogenous Latent Variable
𝛽 = Koefisien Pengaruh Langsung antara Exogenous Latent Variable dan Endogenous
Latent Variable
γ = Koefisien pengaruh.
Tabel 3.9
Lambang Statistik untuk Indikator dan Variabel yang Diteliti Lambang Indikator Lambang Indikator
X.1 Keterampilan
X Kompetensi Aparatur X.2 Pengetahuan
X.3 Perilaku Y.1 Andal
Y
Kualitas
Laporan
Keuangan
Y.2 Relevan Y.3 Dapat Dipahami Y.4 Dapat diperbandingkan
Z.1 Akuntabilitas Hukum dan
Kejujuran
Z
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Z.2 Akuntabilitas Manajerial
Z.3 Akuntailitas Program
Z.4 Akuntabilitas Kebijakan
Z.5 Akuntabilitas Finansial
4. Konversi Diagram Jalur ke dalam Sistem Persamaan
a. Berdasarkan konsep model penelitian pada tahap dua di atas dapat di
formulasikan dalam bentuk matematis. Persamaan yang dibangun dari
diagram alur seperti gambar diatas
Setelah diuraikan model pengukuran dari masing-masing variabel laten, selanjutnya
dijabarkan model struktural (inner model) yang menjabarkan spesifikasi hubungan
antara variabel laten. Sehingga dapat dibentuk dua model struktural antar variabel
laten sebagai berikut:
η1 = β ξ 1 + γ ξ 2 + δ
η2 = β ξ 1 + γ ξ 2 + ζ η1 + ε
Tabel 3.10
Keterangan Simbol Simbol Keterangan Nama
Δ Measurement Error Exogenous Indicator Delta
Ε Measurement Error Endogenous Indicator Epsilon
Ξ Exogenous Latent Variable Ksi
Η Endogenous Latent Variable Eta
Λ Bobot Faktor antara Latent Variable dengan
Indikatornya
Lamda
Γ Koefisien pengaruh langsung antara Exogenous Latent Variable dan Endogenous Latent Variable
Gamma
β Koefisien pengaruh langsung antara Endogenous Latent
Variable dan Endogenous Latent Variable Beta
Ζ Error pada Endogenous Latent Variable Zeta
5. Estimasi
Pada tahap ini nilai γ, β, dan λ yang terdapat pada langkah keempat diestimasi
menggunakan program SmartPLS. Dasar yang digunakan dalam estimasi adalah
resampling dengan Bootestrapping yang dikembangkan oleh Geisser & Stone.
Menurut Imam Ghozali (2013:85) menjelaskan bahwa tahap pertama dalam
estimasi menghasilkan penduga bobot (weight estimate), tahap kedua menghasilkan
estimasi untuk inner model dan outer model, tahap ketiga menghasilkan estimasi
means dan parameter lokasi (konstanta).
6. Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit)
Uji kecocokan model pada structural equation modeling melalui pendekatan
Partial Least Square terdiri dari dua jenis, yaitu uji kecocokan model pengukuran
dan uji kecocokan model struktural. Model pengukuran measurement model (Outer
model) dalam dievaluasi dengan convergent validity and discriminan validity.
Convergent validity dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score
dengan construct score yang dihitung dengan PLS.
Menurut Imam Ghozali (2013:110) Ukuran yang digunakan adalah jika korelasi
antara item score/component score dengan construct score angkanya lebih dari 0,7
dikatakan tinggi dan jika angkanya antara 0,4 –0,6 dikatakan cukup. Discriminan
validity melihat bagaimana validitas dari konstruk yang terbentuk dibandingkan
dengan konstruk yang lainnya. Discriminan validity dilihat berdasarkan nilai
Average Variance Extracted (AVE) dimana direkomendasikan nilai AVE lebih
besar dari 0,5.
Selanjutnya pada uji kecocokan model struktural terdapat dua ukuran yang sering
digunakan, yaitu nilai R-square dan nilai statistik t. R-square untuk konstruk
dependen menunjukkan besarnya pengaruh/ketepatan konstruk independen dalam
mempengaruhi konstruk dependen.
Menurut Imam Ghozali (2013:99) Semakin besar nilai R-square berarti semakin
baik model yang dihasilkan. Kemudian nilai statistik t yang besar (lebih besar dari
1,96) juga menunjukkan bahwa model yang dihasilkan semakin baik.
Ketentuan untuk melihat keeratan korelasi digunakan acuan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.11
Kriteria Penilaian Korelasi No Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan
1 0,000-0,199 Sangat Rendah/Sangat Lemah
2 0,200-0,399 Rendah/Lemah
3 0,400-0,599 Sedang/Moderat
4 0,600-0,799 Kuat/Erat
5 0,800-1,000 Sangat Kuat/Sangat Erat
Setelah model secara keseluruhan dan secara parsial diuji, serta diperoleh model
yang fit dengan data, maka pada tahap berikutnya dilakukan pengujian hipotesis
dengan metode resampling Bootstrap. Metode resampling Bootstrap adalah
membangun data bayangan (pseudo data) dengan menggunakan informasi dari data
asli dengan tetap memperhatikan sifat-sifat dari data asli tersebut, sehingga data
bayangan akan memiliki karakteristik yang semirip mungkin dengan data asli
3.7 Uji Hipotesis
3.7.1 Pengujian Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan mengenai populasi yang perlu diuji kebenarannya.
Untuk melakukan pengujian dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi,
cara ini lebih mudah dibandingkan dengan menghitung seluruh jumlah populasi
yang ada. Setelah mendapatkan hasil statistik dari sampel, maka hasil tersebut dapat
digunakan untuk menguji pernyataan mengenai populasi. Seluruh proses tersebut
dikenal dengan pengujian hipotesis.
Terdapat empat hipotesis dalam penelitian ini. Dalam menguji hipotesis penelitian
secara parsial dilakukan melalui uji hipotesis statistik sebagai berikut:
a. Jika thitung ≥ ttabel (1,96), maka H0 ditolak, berarti Ha diterima.
b. Jika thitung ≤ ttabel (1,96), maka H0 diterima, berarti Ha ditolak.
Menghitung nilai thitung dan membandingkan dengan ttabel. Adapun nilai thitung dapat
dicari dengan persamaan sebagai berikut:
Sumber: Sugiyono (2017:230)
Keterangan:
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑟√𝑛 − 2
√1 − 𝑟2
t : Nilai uji t
n : Jumlah sampel
r : Koefisien korelasi
Hipotesis :
H0 : β = 0 Kompetensi Aparatur tidak berpengaruh terhadap Kualitas Laporan
Keuangan
H1 : β ≠ 0 Kompetensi Aparatur berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan
H0 : β = 0 Kualitas Laporan Keuangan tidak berpengaruh terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi
H1: β ≠ 0 Kualitas Laporan Keuangan berpengaruh terhadap Akuntabilitas Kinerja
Instansi
Gambar 3. 2 Daerah Penerimaan dan Peolakan Hipotesisi
Sumber: Sugiono dalam Umi Narimawati(2010:54)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafiz Tanjung. 2010. Akuntansi Pemerintahan Daerah. Bandung: Alfabeta.
Abdul Halim. 2012. Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 4. Jakarta: Salemba
As Syifa Nurillah, Dul Muid (2014) Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia,
Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (Sakd), Pemanfaatan
Teknologi Informasi, Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Skpd Kota
Depok) Diponegoro Journal Of Accounting Volume 3 Nomor .2tahun 2014,
Halaman… ISSN (Online): 2337-3806
Azhar Susanto. 2013. Sistem Informasi Akuntansi. Bandung: Lingga Jaya.
Bambang Pamungkas (2012) Pengaruh Penerapan Akuntansi Sektor Publik dan
Pengawasan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan dan Implikasinya
Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi. Jurnal Ilmiah Ranggagading.
Volume 12 No 2, Oktober 2012: 82-93
Cahyani, N. M. M., & Utama, I. 2015. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran,
Pengendalian Akuntansi Dan Sistem Pelaporan Pada Akuntabilitas Kinerja.
E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 10(3), 825-840. ISSN: 2302-8556
Deddi Nordiawan. 2010. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat
Erlina, Omar Sakti Rambe, dan Rasdianto. 2016. Akuntansi Keuangan Daerah
Berbasis Akrual. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Empat
Hadari, Narawi. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Harahap Muhammad Rudi. 2013. Akuntabilitas Kinerja Sektor Publik. Jakarta:
Buletin
Hayat. 2017. Manajemen Pelayanan Publik. Depok: Raja Grafindo
http://jabarekspres.com/2018/menpan-berikan-nilai-sakip-b/
http://www.ksap.org/sap/laporan-keuangan-dan-laporan-kinerja/
https://bandungraya.net/2018/11/01/tingkatkan-kompetensi-aparatur-untuk-
lahirkan-pegawai-profesional.html
https://juaranews.com/berita/31793/29/01/2018/kemenpan-rb-beri-nilai-b-untuk-
sakip-pemda-kbb
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4045429/kota-bandung-bandung-barat-
dan-subang-gagal-raih-opini-wtp
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4045925/bpk-jabar-sarankan-daerah-
yang-raih-wdp-perbanyak-tenaga-akuntan
Ida Ayu Made Dwiki Paramitha Dan Gayatri. 2016. Pengaruh Ketepatan Sasaran
Anggaran, Sistem Pengendalian Manajerial Sektor Publik Dan Sistem
Pelaporan Pada Akuntabilitas Kinerja. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana Vol.16.3. September (2016): 2457-2479 ISSN: 2302-8556
Ihyaul Ulum, 2009. Audit Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta. Penerbit PT.
BumiAksara
Imam Ghozali. 2013. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 21
Edisi 27 Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang.
Imam Mulyana. 2010. Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba
Empat
Indra Bastian. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga
Indra Bastian. 2010. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi Ketiga.
Penerbit. Erlangga:Jakarta.
Irham Fahmi. 2012. Analisis Kinerja Keuangan, Bandung: Alfabeta
Istiqomatunnisa, 2017. Pengaruh Good Governance, Pengendalian Intern Dan
Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Pada
Skpd Kabupaten Siak). Jom Fekon Vol. 4 No.1.
Laura Wahdatul, Sri Rahayu, Vaya Juliana Dillak. 2012. Pengaruh Anggaran
Berbasis Kinerja Dan Sistem Pelaporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Bandung. e-Proceeding of
Management: Vol.3, No.2. ISSN: 2355-9357
Ma’ruf Abdullah. 2014. Manajemen Dan Evaluasi Kinerja Karyawan. Yogyakarta:
Aswaja Pressindo
Mahmudi, 2016. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN, Yogyakarta
Mahmudi. 2013. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: UII Press
Moeheriono. 2015. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Edisi Revisi Jakarta:
Rajawali Pers
Muhammad Sandy. 2015. Karakteristik Pekerjaan dan Kinerja Dosen Luar Biasa
UIN Sunan Gunung Djati. Komitmen Organisasi Sebagai Variabel
Moderating. Tesis Universitas Widyatama Bandung.
Mursyidi. 2013. Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia. Bandung. PT Revika
Aditama
Nurmalia Hasanah dan Achmad Fauzi. 2016. Akuntansi Pemerintah. Jakarta: IN
MEDIA
PP No 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Rosemary Elyse, Dadang Suwanda dan Umuh Muchidin. 2016. Dasar-Dasar
Akuntansi Akrual Pemerintah Daerah. Cetakan 1 Ghalia Indonesia, Bogor.
ISBN 978-979-450-709-4
Ruswanto Ngguna, Muliati dan Fadli Moh. Saleh. Pengaruh Kompetensi Aparatur,
Pemanfaatan Sistem Informasi Keuangan Dan Peran Internal Audit
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Palu Jurnal
Katalogis, Volume 5 Nomor 12, Desember 2017 hlm 34-42 ISSN: 2302-2019
Sedarmayanti.2017. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: PT Refika Aditama
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta
Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Akuntansi Manajemen. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Synthia (2017) The effect of Human Resource Competence and Application of
Regional Financial Accounting System on Quality of Financial Report.
Journal of Applied Accounting and Taxation Article History Vol. 2, No. 1,
March 2017, 68-74 Received July, 2016 e-ISSN: 2548-9925
Wibowo. 2012. Manajemen Kinerja, (Edisi Ketiga). Jakarta: Rajawali Pers