Upload
lamnguyet
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI MATA-TANGAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN
TEKNIK DASAR BOLAVOLI (Studi Eksperimen Latihan Plaiometrik dan Berbeban pada Atlet Pemula Putra Klub Bola Voli
Baja 78 Bantul Yogyakarta)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan
Oleh :
Tri Saptono A.120908036
PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Olahraga bersifat universal karena olahraga dapat dilakukan oleh seluruh
lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, latar belakang
pendidikan, status ekonomi maupun gender. Begitu besar peran olahraga terhadap
kehidupan manusia, sehingga olahraga dapat dijadikan sebagai sarana atau media
untuk berekreasi, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, kebudayaan bahkan
sebagai sarana untuk mencapai prestasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa olahraga
telah banyak memberikan sumbangannya untuk kebahagiaan umat manusia. Ini
berarti olahraga sebagai aktivitas fisik dapat memberikan kepuasan kepada para
pelakunya.
Bolavoli sebagai aktivitas jasmani merupakan salah satu cabang olahraga
yang populer dan berkembang pesat di Indonesia. Banyak orang melakukan
olahraga bolavoli dengan berbagai macam tujuan, diantaranya untuk rekreasi dan
hiburan, menjaga kebugaran dan kesehatan sampai untuk tujuan olahraga prestasi.
Sebagai cabang olahraga prestasi, bolavoli termasuk olahraga kompetitif yang
memerlukan gerakan eksplosif, banyak gerakan berlari, meloncat untuk smes,
refleks, kecepatan merubah arah dan juga membutuhkan koordinasi mata-tangan
yang baik.
Untuk tujuan prestasi di Indonesia masih jauh dari harapan, hal ini
dikarenakan dalam proses latihan masih banyak pelatih yang cenderung
menggunakan metode tradisional. Masih banyak pelatih dalam melakukan latihan
baik fisik maupun teknik belum diterapkan perbedaan perlakuan antara atlet yang
memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah, kemampuan fisik tinggi dan
rendah serta belum diterapkan pendekatan metode ilmiah sehingga hasil dalam
latihan belum maksimal. Pelatih bolavoli yang melatih sering mempergunakan
pendekatan atau metode tradisional yang paling disenangi pelatih dalam
palaksanaan proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli. Proses latihan
secara tradisional sering mengabaikan tugas-tugas latihan dan tidak sesuai dengan
taraf perkembangan pemain (Cholik, 2002:18).
Penerapan metode latihan yang tepat dalam proses latihan keterampilan
teknik dasar bolavoli juga akan memberikan peluang bagi pelatih dalam
memanfaatkan fasilitas yang tersedia secara maksimal sehingga tidak ada alasan
bagi pelatih bolavoli karena terhambatnya proses latihan bolavoli dan faktor
kurang memadainya fasilitas bolavoli yang tersedia pada klub bolavoli.
Pemilihan dan penerapan metode dalam latihan keterampilan teknik dasar
bolavoli untuk atlet pemula putra klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta, agar
metode yang diterapkan mampu meningkatkan hasil latihan atlet dalam
penguasaan keterampilan teknik dasar bolavoli, maka pada penelitian ini akan
dicobakan dua macam metode yang diterapkan dalam proses latihan keterampilan
teknik dasar bolavoli yakni latihan plaiometrik dan berbeban.
Tuntutan terhadap metode latihan yang efektif dan efisien didorong oleh
kenyataan atau gejala-gejala yang timbul dalam pelatihan. Beberapa alasan
tentang pentingnya kebutuhan metode latihan yang efisien menurut Rusli
(1988:26) adalah ”1) efisiensi akan menghemat waktu, energi atau biaya, 2)
metode efisien akan memungkinkan para atlet atau atlet untuk menguasai tingkat
keterampilan yang lebih tinggi”.
Latihan berbeban adalah suatu latihan yang menggunakan beban, baik
latihan secara isometrik, secara isotonik maupun secara isokinetik. Latihan ini
dilakukan dengan menggunakan beban berupa alat maupun berat badan atlet.
Latihan berbeban adalah suatu cara menerapkan prosedur tertentu secara
sistematis pada berbagai otot tubuh. Pada program latihan berbeban ini dalam
pelaksanaannya menggunakan alat-alat berupa barbell atau beban yang telah
dikombinasikan menjadi alat khusus untuk latihan berbeban (weight training).
Latihan pliometrik merupakan suatu metode latihan yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kesegaran biomotorik atlet, termasuk kekuatan dan kecepatan
yang memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kegiatan olahraga, dan secara
khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan power. Pola gerakan
dalam latihan pliometrik sebagian besar mengikuti konsep “power chain” (rantai
power) dan sebagian besar latihan, khusus melibatkan otot-otot anggota gerak
bawah, karena gerakan kelompok otot ini secara nyata merupakan pusat power.
Pada prinsipnya latihan pliometrik didasarkan pada prinsip pra peregangan
otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon atau penyerapan
kejutan dari ketegangan yang dilakukan otot sewaktu bekerja. Sebagai metode
latihan fisik, latihan pliometrik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok latihan,
yaitu 1) Latihan untuk anggota gerak bawah, 2) Latihan untuk batang tubuh, dan
3) Latihan untuk anggota gerak atas. Beberapa bentuk latihan pliometrik yang
dapat digunakan untuk meningkatkan daya ledak anggota gerak bawah adalah
“bounds, hops, jumps, leaps, skips, ricochets, jumping-in place. Standing jumps,
multiple hop and jump, box drills, bounding dan dept jump” (Radcliffe &
Farentinos: 1985).
Agar metode latihan yang akan diterapkan dapat dirancang dengan baik,
terlebih dahulu ditelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan teknik
dasar bolavoli. Untuk peningkatan prestasi olahraga bolavoli khususnya di klub
bolavoli Baja 78 Bantul diperlukan latihan yang intensif. Pembinaannya meliputi
faktor fisik, teknik, taktik dan mental. Selama ini pada latihan yang diberikan
lebih menekankan pada faktor teknik. Sedangkan kondisi fisik belum dibina
secara maksimal, hal ini bisa disebabkan bahwa faktor fisik dianggap telah
terwakili pada saat latihan sehingga kondisi fisik secara otomatis meningkat.
Anggapan tersebut kurang benar, karena bolavoli memerlukan unsur kondisi fisik
tersendiri sehingga membutuhkan pembinaan fisik yang lebih tepat. Unsur kondisi
fisik yang diperlukan pada bolavoli antara lain, power, kekuatan, kecepatan,
kelincahan, kelentukan, koordinasi, fleksibilitas.
Dalam bolavoli ada beberapa latihan teknik dasar yang harus dikuasai
diantaranya: teknik memukul bola, teknik penguasaan kerja lengan. Menurut
Sudjarwo (1995:43) bahwa ”teknik dasar adalah penguasaan teknik tingkat awal
yang terdiri dari gerakan dasar dari proses gerak bersifat sederhana dan mudah
dilakukan”. Latihan teknik ini diberikan setelah pemberian latihan fisik. Sesuai
dengan sistem energi yang dibutuhkan dalam bolavoli unsur yang dominan adalah
koordinasi mata-tangan.
Keberhasilan dalam keterampilan teknik dasar bolavoli adalah faktor
pemain. Perbedaan kemampuan terutama terjadi karena kualitas fisik yang
berbeda (Sugiyanto, 1997:353). Senada dengan hal tersebut Rusli (1988:332)
mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses latihan keterampilan
teknik dasar bolavoli adalah: (1) kondisi internal; dan (2) kondisi eksternal.
Kondisi internal mencakup faktor-faktor yang terdapat pada individu, atau atribut
lain yang membedakan pemain satu dengan pemain yang lainnya. Salah satu
faktor kondisi internal adalah kemampuan fisik. Kemampuan fisik berhubungan
dengan koordinasi mata-tangan yang mempengaruhi penampilan pemain baik
dalam latihan gerakan-gerakan keterampilan maupun dalam pertandingan. Dengan
demikian dapat dikatakan koordinasi mata-tangan yang baik adalah suatu
persyaratan dalam usaha pencapaian prestasi maksimal bagi pemain dalam latihan
keterampilan teknik dasar bolavoli. Perbedaan koordinasi mata-tangan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu koordinasi mata-tangan tinggi dan koordinasi mata-
tangan rendah. Perbedaan koordinasi mata-tangan yang ada pada diri pemain
harus menjadi pertimbangan sebagai suatu faktor yang menentukan dalam
keterampilan teknik dasar bolavoli. Perbedaan pemain dalam hal koordinasi mata-
tangan akan menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan
metode latihan yang sesuai dengan karakter dari masing-masing pemain sehingga
bisa mencapai hasil latihan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, maka
penelitian ini berjudul “Pengaruh Metode Latihan dan Koordinasi Mata-Tangan
Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli (Studi Eksperimen
Latihan Plaiometrik dan Berbeban pada Atlet Pemula Putra Klub Bolavoli Baja 78
Bantul Yogyakarta)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian
ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Penggunaan metode latihan yang digunakan untuk meningkatkan kondisi fisik
atlet belum maksimal.
2. Latihan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli mempunyai
banyak variasi.
3. Latihan yang digunakan pelatih, dan pengajar dalam peningkatan kondisi fisik
atlet disesuaikan dengan sistem energi yang diperlukan dalam permainan.
4. Pengaruh metode latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan
keterampilan teknik dasar bolavoli belum diketahui.
5. Komponen koordinasi mata-tangan dapat mempengaruhi peningkatan
keterampilan teknik dasar bolavoli.
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan tidak meluas, sehingga tidak menimbulkan penafsiran
yang berbeda-beda, maka permasalahan perlu dibatasi. Pembatasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan
teknik dasar bolavoli.
2. Keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang memiliki koordinasi
mata-tangan tinggi dan rendah.
3. Interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap
peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka perlu dirumuskan permasalahan-
permasalahan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh antara latihan plaiometrik dan berbeban terhadap
peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli?
2. Adakah perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet
yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah?
3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan
terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan
keterampilan teknik dasar bolavoli.
2. Perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang
memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah.
3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap
peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai kegunaan bagi pelatih,
pembina maupun guru olahraga yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan tambahan wawasan dalam memilih dan mengembangkan metode
latihan disesuaikan tingkat kondisi fisik atlet.
2. Meningkatkan kondisi fisik dengan memilih dan menggabungkan metode
latihan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli.
3. Koordinasi mata-tangan dapat dijadikan acuan untuk memilih metode latihan
yang sesuai sehingga dalam menyusun program latihan akan lebih efektif dan
efisien.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Metode Latihan
Kemampuan berprestasi dalam olahraga adalah perpaduan dari sekian
banyak kemampuan yang turut menentukan prestasi, yang dibangun dalam
proses latihan yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Banyak
pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian atau
definisi dari latihan. Berkaitan dengan proses dan jangka waktu latihan Nossek
(1982:10) menyatakan bahwa “latihan adalah suatu proses atau dinyatakan
dengan kata lain, periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai
atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi”. Sedangkan Harsono
(1988: 101) mengemukakan bahwa “latihan adalah proses yang sistematis dari
berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian
bertambah jumlah beban atau pekerjaannya”. Pendapat senada dikemukakan
oleh Bompa (1990:2) yang menyatakan bahwa “latihan merupakan aktivitas
olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif
dan individual, yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis
manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan”.
Tidak jauh berbeda seperti dalam berbagai kegiatan manusia, latihan pun
harus direncanakan dan diorganisir dengan baik agar dapat mencapai prestasi
yang merupakan sasaran dari latihan. Seperti yang dikemukakan oleh Suharno
(1993:7) yang mendefinisikan bahwa “latihan adalah suatu proses
penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal
dengan diberi beban fisik, teknik dan taktik dan mental secara teratur, terarah,
meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya”.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, secara garis besar terdapat
beberapa kesamaan yang dapat dikemukakan mengenai pengertian latihan bahwa
latihan merupakan:
a. Suatu proses
b. Dilakukan secara sistematis
c. Berulang-ulang
d. Dilaksanakan secara kontinyu dan berkelanjutan
e. Ada peningkatan beban latihan
f. Dalam jangka waktu yang lama
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu
proses kerja yang diorganisir dan direncanakan secara sistematis, dilakukan
secara berulang-ulang dan berkelanjutan serta adanya unsur peningkatan beban
secara bertahap.
Latihan dilakukan secara sistematis maksudnya adalah latihan dilaksanakan
secara terencana, menurut jadual, menurut pola dan sistem tertentu, dari yang
mudah ke yang sukar dan dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Latihan
mengandung unsur pengulangan, dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan tubuh (fisik) dalam melakukan kerja. Disamping itu latihan dapat
pula ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam gerakan, agar gerakan-
gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah dan otomatis
dalam pelaksanaannya sehingga semakin menghemat energi.
Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara
menyeluruh yang penekanannya adalah terhadap peningkatan kemampuan fisik
dalam melakukan kerja. “Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan
tergantung pada tipe beban yang diberikan serta tergantung dari kekhususan
latihan” (Fox, Bowers & Foss, 1988:358). Oleh karena itu perlu dipahami
prinsip-prinsip dasar latihan yang akan dijadikan pedoman. Dengan latihan fisik
yang terencana, sistematis dan kontinyu dengan pembebanan tertentu akan
mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap tingkat
kesegaran jasmani ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga dapat menunjang
penampilan atlet dalam berolahraga.
a. Tujuan Latihan
Untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya, maka usaha
pembinaan atlet harus dilakukan dengan menyusun strategi dan perencanaan
yang rasional. Para atlet perlu dibekali pengetahuan yang berhubungan
dengan olahraga yang dipilihnya. Untuk itu kerja sama antara pelatih dan
atlet sangat diperlukan.
Melalui latihan fisik atlet mempersiapkan diri untuk tujuan tertentu.
Tujuan latihan fisik yang utama dalam olahraga prestasi adalah untuk
mengembangkan kemampuan biomotornya ke standar yang paling tinggi,
atau dalam arti fisiologisnya, atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan
sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau
penampilan olahraganya.
Keberhasilan dalam penampilan olahraga tidak hanya ditentukan oleh
pencapaian pada domain fisik saja, melainkan juga ditentukan oleh
pencapaian pada domain psikomotor, kognitif dan afektif. Oleh karena
keempat domain ini dalam kenyataannya merupakan satu kesatuan yang
saling berkaitan, maka dalam peningkatannya harus dikembangkan secara
bersamaan atau simultan. Dengan demikian secara terinci tujuan latihan
menurut Haree (1982:8) adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan kepribadian.
2. Kondisioning dengan sasaran utama untuk meningkatkan power,
kecepatan dan daya tahan.
3. Meningkatkan teknik dan koordinasi gerak.
4. Meningkatkan taktik, serta
5. Meningkatkan mental.
b. Prinsip-Prinsip Latihan
Prestasi dalam olahraga dapat dicapai dan ditingkatkan melalui latihan
yang sistematis, intensif dan teratur, seperti yang dikemukakan Nossek
(1982:10) bahwa “latihan yang sistematis adalah dilakukan secara teratur,
latihan tersebut berlangsung beberapa kali dalam satu minggu, tergantung
pada standar atlet dan periode latihan”. Pelaksanaan latihan harus
berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan
merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang
terorganisir dengan baik.
Dari pendapat tersebut di atas jelas bahwa prinsip latihan merupakan
landasan ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang teguh dalam
melakukan dan mencapai tujuan latihan. Prinsip-prinsip tersebut adalah 1)
prinsip overload, 2) prinsip penggunaan beban secara progresif, 3) prinsip
pengaturan latihan dan 4) prinsip kekhususan program latihan. Latihan yang
dilakukan dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan jika dilaksanakan
dengan berdasarkan pada prisnip-prinsip latihan yang benar.
1) Prinsip Beban Lebih (Overload Principle)
Latihan olahraga pada prinsipnya adalah memberikan tekanan
(stress) pada tubuh yang akan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan kapasitas kemampuan kerja dan mengembangkan system
serta fungsi organ ketingkat standart nilai yang lebih tinggi. Prinsip
beban lebih merupakan dasar dalam latihan.
Beban latihan yang diberikan harus di atas ambang rangsang
latihan. Jika latihan tidak ditingkatkan meskipun latihan dilakukan
dengan rutin, prestasi tidak akan meningkat. Berkaitan dengan beban
lebih ini, Harsono (1988:50) mengemukakan bahwa “perkembangan otot
hanyalah mungkin apabila otot-otot tersebut dibebani dengan tahanan
yang kian bertambah berat”. Jika beban terlalu ringan atau tidak
ditambah atau tidak diberi (overload), maka berapa lamapun kita
berlatih, betapa sering pun kita berlatih atau sampai bagaimanapun
capeknya kita mengulang-ulang latihan tersebut, peningkatan prestasi
tidak mungkin tercapai” (Harsono, 1988:103). Hal ini menunjukkan
bahwa untuk meningkatkan kemampuan seseorang, beban yang
diberikan dalam latihan harus lebih berat dari beban sebelumnya. Oleh
karena itu prinsip latihan ini harus benar-benar diterapkan dalam
pelaksanaan latihan. Jonath & Krempel (1987:29) menjelaskan bahwa
“peningkatan prestasi terus menerus hanya dapat dicapai dengan
peningkatan beban latihan”.
Pembebanan yang lebih berat dapat merangsang penyesuaian
fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan kemampuan
otot atau tubuh. Satu hal yang harus diingat bahwa beban latihan yang
diberikan tidak boleh terlalu berat atau berlebihan. Hal ini justru akan
berakibat tidak baik terhadap hasil latihan. Jika beban latihan yang
diberikan terlalu berat dan berlebihan, bukan kemampuan fisik yang
meningkat justru sebaliknya kemungkinan akan terjadi cedera dan
penurunan kemampuan kondisi fisik.
Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa prinsip beban lebih
bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh.
Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang
tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan
tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh yang meningkat
dimungkinkan akan mampu mencapai prestasi yang lebih baik.
2) Prinsip Penggunaan Beban Secara Progresif.
Peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban
secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Dengan pemberian
beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat
jumlah pembebanannya, maka otot akan mengalami adaptasi fisiologis
dimana akan terjadi proses peningkatan kekuatan otot. Jika proses
adaptasi ini telah dicapai, maka kerja otot yang tadinya melebihi beban
kemampuannya akan tidak lagi terjadi. Penambahan beban latihan tidak
boleh tergesa-gesa dan berlebihan, sehingga peningkatan beban latihan
harus tepat dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta
dtingkatkan setahap demi setahap. Penambahan beban yang meningkat
tersebut dapat diberikan dengan menambah jumlah berat beban yang
diberikan atau menambah jumlah pengulangannya. Pelatih harus cermat
dalam memperhitungkan penambahan beban yang akan diberikan, dan
jangan sampai beban yang diberikan berlebihan.
Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara
progresif adalah otot-otot tidak akan terasa sakit. Peningkatan beban
lebih paling tidak dilakukan setelah dua atau tiga kali latihan. Seperti
yang dikemukakan oleh Suharno (1993:14) bahwa “peningkatan beban
latihan jangan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan
baru dinaikkan”. Dengan peningkatan beban yang teratur diharapkan ada
kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya,
sehingga dapat terjadi superkompensasi.
Superkompensasi adalah suatu proses kenaikan kemampuan
jasmani atlet setelah mengikuti latihan. Berkaitan dengan pemberian
beban latihan Sudjarwo (1995:18) mengemukakan bahwa “pemberian
beban latihan harus dapat dan benar-benar merupakan rangsangan
(stimuli) untuk menimbulkan superkompensasi atlet”. Penambahan
beban yang dilakukan dengan tepat akan dapat menimbulkan adaptasi
tubuh terhadap latihan secara tepat pula, sehingga hasil latihan akan lebih
optimal. Dengan alasan tersbut di atas, maka program latihan yang
disusun harus juga berdasarkan pada prinsip-prinsip progresifitas beban
latihan.
3) Prinsip Pengaturan Latihan
Latihan harus dilakukan secara teratur dan kontinyu, hal ini
dimaksudkan agar terjadi adaptasi terhadap jenis keterampilan yang
dipelajari. Seperti halnya dalam program latihan berbeban harus disusun
agar kelompok otot yang lebih besar dilatih sebelum kelompok otot yang
lebih kecil. Seperti yang dikemukakan oleh Sajoto (1995:31) bahwa
“latihan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok otot-otot
besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini
dilaksanakan agar kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan
lebih dulu”.
Alasan perlunya penyusunan dan pengaturan latihan ini adalah otot-
otot yang lebih kecil cenderung lebih cepat lelah dan lebih lemah
dariapada kelompok otot yang lebih besar. Oleh karena itu untuk
menentukan urutan latihan, lebih tepat mendahulukan melatih otot-otot
yang lebih besar baru kemudian melatih otot-otot yang lebih kecil
sebelum mengalami kelelahan. Misalnya kelompok otot kaki dan paha
dilatih lebih dahulu dari pada kelompok otot lengan yang lebih kecil.
Disamping itu pengaturan latihan berbeban, juga harus memperhatikan
pemberian beban terhadap otot dan diupayakan tidak memberikan latihan
yang sama secara berurutan bagi otot yang sama. Sehingga otot yang
dilatih memiliki kesempatan recovery sebelum diberi latihan lebih lanjut.
4) Prinsip Kekhususan
Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan bersifat
khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan
system energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan
pada unsur kondisi fisik atau teknik dasar tertentu hanya akan
memberikan pengaruh besar terhadap komponen kondisi fisik atau teknik
dasar yang dipelajari.
Agar aktivitas latihan dapat memberikan pengaruh yang baik, maka
latihan yang dilakukan harus bersifat khusus disesuaikan dengan tujuan
yang akan dicapai. Kekhususan tersebut menyangkut sistem energi serta
pola gerakan (keterampilan) yang sesuai dengan unsur kondisi fisik
maupun nomor yang dikembangkan. Bentuk latihan yang dilakukan pun
harus bersifat khusus pula disesuaikan dengan cabang olahraga, baik itu
pola geraknya, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih
harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan. Jika
latihan yang dilakukan memperhatikan prinsip ini, maka latihan akan
lebih efektif, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan akan lebih
optimal.
c. Latihan Fisik
Banyak pendapat tentang latihan fisik. Pendapat para ahli adalah
sebagai berikut: latihan fisik adalah kegiatan dalam memberikan beban pada
tubuh secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehingga dapat
meningkatkan kemampuan dalam melakukan kerja (Brooks & Fahey,
1984:395). Agak berbeda dengan pendapat Suharno (1993:7) menyatakan
bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk
mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik,
taktik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-
ulang.
Hal senada disampaikan oleh Bompa (1994:3) bahwa latihan adalah
merupakan kegiatan sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara
progresif dan individual mengarah kepada ciri-ciri fisiologis dan psikologis
manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Sedangkan menurut Pate,
et al (1984:317) bahwa latihan fisik didefinisikan sebagai peran serta yang
sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
fungsional fisik dan daya tahan latihan.
Pendapat ahli yang lain, yaitu menurut Lamb (1984:2) latihan fisik
merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan dengan
tujuan untuk meningkatkan respon fisiologi terhadap intensitas, durasi dan
frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu.
Pendapat Engkos (1993:55), bahwa latihan ialah proses kerja yang
harus dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dan jumlah beban yang
diberikan semakin hari semakin bertambah. Pendapat senada disampaikan
oleh Harsono dalam Rusli (1988:90) yaitu latihan atau training sustu proses
berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari
jumlah beban latihannya kian bertambah.
1) Tujuan Latihan Fisik
Tujuan latihan fisik secara umum tergantung dari macam sasaran
yang akan dikembangkan yang dapat mencakup sebagai berikut: 1)
meningkatkan kualitas fisik, 2) meningkatkan prestasi, 3) pencegahan
terhadap kerusakan, 4) rehabilitasi maupun pengobatan akibat kerusakan,
5) rehabilitasi karena penyakit (Soekarman, 1987:10) atau sesuai
olahraga yang dilakukan, baik untuk rekreasi, pendidikan, kesegaran
jasmani dan prestasi (Sajoto, 1995:1-2).
Untuk masalah utama pada tujuan latihan fisik dalam olahraga
prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotor dalam
standart yag paling tinggi atau secara fisiologi atlet dapat mencapai
tujuan perbaikan organisme dan fungsinya untuk mencapai prestasi
olahraga yang maksimal. Menurut Harre (1982:10-12) menyampaikan
tujuan secara rinci adalah untuk: 1) mengembangkan kepribadian, 2)
kondisioning, dengan sasaran utama meningkatkan stamina, power dan
kecepatan, 3) meningkatkan teknik dan koordinasi gerak, 4)
meningkatkan taktik serta, 5) meningkatkan mental.
Sedangkan menurut Bompa (1994:1-5) tujuan-tujuan latihan
berupa: 1) mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara
menyeluruh, 2) menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus
sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan didalam olahraga, 3)
menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi, 4)
mempertahankan keadaan kesehatan, 5) mencegah cidera, 6) memberi
sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar
fisiologis, psikologis latihan, perencanaan gizi dan regenerasi.
Sedangkan menurut Soekarman (1987:12-13) bahwa tujuan latihan
seharusnya dibuat bertingkat, yaitu tingkat umum sampai akhirnya ke
tingkat khusus untuk mencapai prestasi tertinggi. Tujuan latihan harus
mengarah ke suatu cabang olahraga tertentu. Isi dari tujuan latihan harus
meliputi bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Gambar 1. Siklus/Daur Ulang Perencanaan dan Pelaksanaan Program Latihan (Soekarman, 1987:12)
INFORMASI
EVALUASI
PENGUKURAN HASIL LATIHAN
PROSEDUR LATIHAN
TUJUAN
HIPOTESIS
2) Prinsip-Prinsip Latihan Fisik
Untuk mencapai hasil latihan fisik yang optimal dan sesuai tujuan
latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar.
Banyak pendapat para pakar yang mendeskripsikan tentang prinsip-
prinsip latihan fisik. Menurut Pyke (1991:115-121) mengemukakan
mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan
latihan sebagai berikut: 1) prinsip beban berlebih, 2) prinsip pemulihan,
3) prinsip kembali asal (reversibility), 4) prinsip kekhususan, dan 5)
prinsip individualitas.
Pendapat pakar yang lain, yaitu Soekarman (1987:60) latihan
berprinsip pada pedoman: 1) kekhususan, 2) tambah beban (over load
principle), 3) hari berat dan hari santai, 4) latihan dan kelebihan latihan
(over training), 5) latihan dasar dan pencapaian puncak, 6) kembali asal
(reversibility). Sedangkan menurut Harsono (1988:307), prinsip-prinsip
latihan yang penting mencakup prinsip overload, dan prinsip yang
lainnya seperti prinsip individualitas, multilateral, spesialisasi densitas
latihan, sistem recovery, reversibility, spesificity dan lain-lain.
Pada literatur yang lain Harsono dalam Rusli (1988:88-109)
mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip latihan mencakup: 1) pemanasan
tubuh, 2) metode, 3) berpikir positif, 4) prinsip beban lebih, 5) intensitas
latihan, 6) kualitas latihan, 7) variasi latihan, 8) metode bagian dan
metode menyeluruh, 9) perbaiki kesalahan, 10) model latihan, 11)
penetapan sasaran.
Pada dasarnya latihan-latihan fisik untuk kekuatan, termasuk pada
plyometrics, berpedoman pada prinsip-prinsip dasar yang meliputi:
prinsip over load (penambahan beban), prinsip progressive, prinsip
specificity, prinsip individuality, dan prinsip reversibility.
a) Prinsip Overload (Penambahan beban lebih)
Prinsip over load adalah pemberian beban terhadap kinerja otot
yang dilatih harus melebihi beban yang biasa diterima dalam keadaan
normal atau dengan kata lain pembebanan latihan yang semakin berat
(Harsono, 1988:94). Dengan prinsip over load, maka tubuh akan
beradaptasi terhadap beban yang diberikan, sehingga mampu
merangsang penyesuaian fisiologis tubuh (Bompa, 1990:44).
b) Prinsip Progressive
Prinsip progressive berarti bahwa dalam latihan, peningkatan
latihan harus diberikan tahap demi tahap secara cermat. Sharkey
(2003:12) menyatakan bahwa bila beban latihan ditingkatkan terlalu
cepat, tubuh tidak akan mampu mengadaptasi beban yang diberikan
dan bahkan kemungkinan akan terjadi overtraining. Untuk itu
diperlukan pengontrolan terhadap beban latihan secara cermat akan
menjamin peningkatan secara terus menerus. Menurut Bompa dalam
Harsono (1988:96) menyarankan untuk memakai sistem step type
approach atau sistem tangga.
c) Prinsip Specificity
Prinsip specificity merupakan substansi latihan harus dipilih
sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga. Menurut Pyke (1991:119)
latihan harus ditujukan khusus terhadap sistem energi atau serabut
otot yang digunakan juga dikaitkan peningkatan ketrampilan motorik
khusus. Specificity dalam olahraga mencakup: a) specificity
kebutuhan energi, b) specificity model latihan, c) specificity pola
gerak dan kelompok otot yang terlibat pada masing-masing cabang
olahraga.
d) Prinsip Individuality
Prinsip individuality berarti bahwa setiap atlet memiliki potensi
sejak lahir yang berbeda baik berupa karakteristik maupun kondisi
atlet. Oleh karena itu mengacu pada prinsip individual maka beban
latihan untuk atlet yang satu dengan yang lain tidak sama, atau
penentuan dosis latihan secara individual. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bompa (1994:36-37) mengemukakan bahwa faktor-faktor
seperti umur, jenis kelamin, kematangan, latar belakang pendidikan,
kemampuan berlatih, tingkat kesegaran jasmaniah, ciri-ciri
psikologinya. Semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam
mendesain program latihan.
e) Prinsip Reversibility
Prinsip reversibility berarti bahwa adaptasi yang terjadi sebagai
akibat perlakuan suautu latihan selalu bersifat kebalikan, keadaan ini
menunjukkan bila latihan dihentikan maka atlet secara otomatis
mengalami penurunan kualitas fungsional tubuhnya.
3) Sistem Energi pada Latihan Fisik
Olahraga merupakan implementasi dari serangkaian gerak fisik
yang sistematis dan memiliki tujuan. Dengan gerak fisik akan terjadi
kontraksi otot yang berulang-ulang. Terjadinya kontraksi otot
memerlukan energi. Energi dalam otot berupa ATP yang berasal dari
mitokhondria. Kebutuhan energi pada setiap latihan fisik tergantung dari
jenis olahraga yang dilakukan. Antara olahraga aerobik dan anaerobik
mempergunakan sistem energi yang berbeda.
Struktur ATP terdiri atas satu komponen yang sangat kompleks,
yakni adenosin dan tiga bagian lainnya yang tidak begitu komplek yaitu
kelompok-kelompok fosfat. ATP dalam sel otot jumlahnya terbatas dan
dapat dipakai sebagai sumber energi hanya dalam waktu 1-2 detik.
Menurut Rushall & Pyke (1990:15) bahwa ATP-PC disimpan dalam otot
dengan kadar yang sangat kecil. Agar supaya kontraksi otot tetap
berlangsung, maka ATP ini harus diisi kembali melalui penguraian zat-
zat lain yang juga tersimpan di dalam otot. ATP bisa diberikan pada sel-
sel otot melalui 3 cara, yaitu dua cara anaerobik dan satu cara aerobik.
Gambar 2. Hubungan Sistem Energi (Pyke, 1991:15)
Proses anaerobik artinya tanpa menggunakan oksigen, yaitu pada
kerja dengan intensitas tinggi dan waktu pendek. Sistem energi anaerobik
terdiri dua jalur, yaitu a) sistem ATP-PC atau sistem alaktasid, dan b)
sistem glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat sehingga
disebut juga sistem laktasid (Pate, et al, 1984:11-14).
Sistem ATP-PC disebut juga sistem phospahgen. Pada olahraga
yang memerlukan intensitas yang sangat tinggi dalam waktu pendek
seperti “in play” pada pertandingan bolavoli diperlukan persediaan
energi yang sangat cepat, dan ini hanya dapat dipenuhi melalui ATP
yang sudah tersedia dalam otot. Apabila ATP habis, ATP harus
diresintesis menggunakan energi dari pemecahan PC (pospo creatin).
Pospo creatin (PC) yang tersedia dalam otot dalam jumlah terbatas, apa
bila pecah akan keluar energi, dan energi yang keluar dari PC ini
digunakan untuk resintesis ATP (Fox, et al, 1984:11-21).
ENERGY
AEROBIC ANAEROBIC
PHOSPHATE LACTIC
a) Sistem Anaerobik
(1) Sistem ATP-PC
Molekul ATP :
Pemecahan ATP :
Energi dari pemecahan ATP untuk energi mekanik, sintesis
zat, transport aktif.
Pemecahan PC : PC à Pi + Creatin + Energi
Energi untuk : resintesis ATP, yaitu energi + Pi + ADP à ATP
(2) Sistem glikolisis anaerobik atau sistem LA. Berasal dari
pemecahan glikogen dalam otot tanpa menggunakan oksigen dan
setiap satu molekul glikogen hanya menghasilkan 3 ATP,
sedangkan apabila pemecahan glikogen menggunakan oksigen
menghasilkan 39 ATP.
Pemecahan glikogen : (C6H12O6)n 2C3H6O3 + Energi Glikogen Asam laktat
Energi untuk : energi + 3 ADP + 3 Pi 3 ATP
Tabel 1. Tenaga Maksimal dan Kapasitas Maksimal dari Sistem Energi
Sistem Tenaga maksimal (unit ATP yang disediakan per menit)
Kapasitas Maksimal (Jumlah unit ATP tersedia)
ATP-PC 3.6 0.7 Glikolisis Anaerobic 1.6 1.2 Aerobic 1.0 Tak terbatas
Adenosine P P P
Adenosine P P + Energi
b) Sistem energi aerobik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
(1) Glikolisis aerobik: pemecahan glikogen atau glukose dengan
menggunakan oksigen pada tahap permulaan hanya
menghasilkan 2 ATP (glukose) atau 3 ATP (glikogen).
(C6H12O6) n- 2C3H4O3 + Energi Glikogen Asam piruvat
Energi + 3 ADP + 3 Pi 3 ATP
(2) Siklus Krebs: Asam piruvat selanjutnya dipecah dengan
pertolongan Co enzym A.
Asam Piruvat + Co enzym A Acetyl A + 2CO2 + 4H
Siklus ini dimulai dari setelah terbentuknya asam piruvat
selama glikosis aerobik, terus masuk ke mitokondria dan
melanjutkan rangkaian reaksi pemecahannya dalam siklus krebs
(Siklus Asam Trikarbosilat (TCA)). Pemecahan asam piruvat
menjadi karbondioksida dan air di intramitokondrial sangat
komplek. Fase-fasenya sebagai berikut :
(a) Apabila suplai oksigen memadai, molekul asam piruvat
diproduksi pada fase pertama glikolisis, kemudian berdifusi
dari sarkoplasma memasuki membran mitokondria, dan
setiap molekul asam piruvat kehilangan atom karbon dan dua
atom oksigen sebagai CO2. Pada waktu yang bersamaan,
setiap molekul asam piruvat dioksidasi dengan adanya
NAD+; dan kehilangan dua elektron dan dua ion hidrogen.
(b) Dua molekul karbon yang tersisa setelah setiap molekul asam
piruvat kehilangan CO2, elektron dan ion hidrogen
dinamakan kelompok asetil. Kelompok asetil ini kemudian
bergabung dengan molekul lain yang dinamakan Ko enzim A
(Co A) untuk membentuk asetil KoA (reaksi A pada gambar
siklus krebs). Setiap molekul asetil KoA kemudian masuk ke
reaksi rangkaian siklus berikutnya (siklus krebs).
(c) Pada proses kelanjutannya itu, dapat kita lihat bahwa asetil
KoA bergabung dengan asam oksaloasetat dan kehilangan
molekul Koenzim A, dan hasil dari reaksi ini adalah molekul
asam sitrat. Asam sitrat kemudian dikonversi menjadi asam
sis asonitat (cis-aconitic) dan selanjutnya dirubah menjadi
asam isositrat (isocitric-acid). Pada reaksi B, asam asositrat
dioksidasi (dengan bantuan pengangkut elektron, NAD+)
menjadi asam oksalosuksinat (oxalosuccinic acid). Pada
reaksi C, asam oksalosuksinat kehilangan/melepaskan
molekul karbondioksida (CO2) dan menjadi asam alfa-
ketoglutarat (alpha-ketoglutaric acid). Dengan kehilangan
molekul CO2 didalam reaksi C artinya, kita sekarang dapat
memandang bahwa hanya satu dari ketiga atom karbon yang
berasal dari molekul asam piruvat yang tinggal. Terakhir
karbon hilang sebagai CO2 didalam rangkaian D pada waktu
asam alf-ketoglutarat mengalami oksidasi dengan NAD+ dan
kehilangan CO2 ketika menghasilkan 1 molekul ATP.
Sebenarnya hanya molekul ATP yang diproduksi didalam
siklus Krebs untuk setiap molekul asetil-KoA yang melintasi
siklus.
(d) Setelah reaksi D, kita dapat menganggap bahwa setiap karbon
yang berasal dari asam piruvat tidak dapat tinggal terlalu
lama, dan karbon tetap hanya untuk mengangkut 4 elektron
tambahan dan ion hidrogen didalam reaksi E dan F. didalam
reaksi E pengangkut elektron bukan molekul NAD+ yang
biasa, tetapi molekul lain yang dinamakan flavin adenin
denukleotida (flavin adenine dinucleotide –FAD). Pada reaksi
F asam oksaloasetat (oxaloacetic acid) mengalami regenerasi,
dan siklus dapat dimulai dengan yang baru lagi.
Gambar 3. Siklus Krebs (Fos & Keteyian, 1998:30)
(3) Sistem transport elektron: kelanjutan pemecahan glikogen adalah
terbentuknya H2O yang dihasilkan dari persenyawaan H+ yang
terjadi dalam siklus krebs serta O2 yang kita hirup. Rangkaian
reaksi sampai terjadinya H2O disebut sistem transport elektron
yang terjadi di dalam dinding dalam mitokhondria.
4H + 4e + O2 2H2O
Pada sistem transport elektron (lihat pada gambar transport
eletron), elektron dan ion hidrogen ditransfer dari persenyawaan
yang satu ke persenyawaan berikutnya. Energi kimia dibebaskan
pada tiga langkah (A, D, G) untuk menyediakan energi dalam
pembentukan ATP dari ADP dan kelompok fosfat. Hilangnya
elektron (oksidasi) pada waktu mengalami berbagai
persenyawaan adalah tanggung jawab untuk mengikat fosfat
(fosforilasi) terhadap ADP untuk membentuk ATP. Jadi produksi
ATP di dalam mitokondria berhubungan dengan oksidasi
molekul yang berurutan didalam sistem tranport elektron yang
diketahui sebagai fosforilasi oksidasi (oxidative phosporylation).
Proses ini menyediakan jumlah ATP yang terbesar untuk
kontraksi otot.
Saat molekul pertama yang dioksidasi (reaksi A) adalah
nikotamida adenin dinukleutida (NADH). Pada reaksi B,
Flavoprotein H2 yang mengalami reduksi pada A, sekarang
mengalami oksidasi. Dari sini sampai langkah H, hanya elektron
yang ditransfer diantara persenyawaan, sedangkan dua ion
hidrogen (H+) yang terikat ke flavoprotein H2 sekarang masuk
kedalam larutan dan dapat dipergunakan lagi pada H, pada akhir
reaksi oksidasi-reduksi. Oksigen dari darah menerima dua
elektron dari persenyawaan 6 (cytochrome oxidase) dan
bergabung dengan larutan ion hidrogen (H+) untuk membentuk
air (H2O).
Skema transport elektron dapat kita lihat bahwa, untuk
setiap dua elektron (atau atom hidrogen) dapat lewat dengan jalan
dari NADH + H+ menjadi H2O, tiga molekul ATP diproduksi
(pada reaksi A, D, G). (Lamb, 1984:39-63; Junusul, 1989:67-
115; Riequier, 2000:3-10; Coustou, 2003:49625-49635).
Gambar 4. Sistem Transport Elektron (Lamb, 1984:49)
(4) Pengaruh Latihan Terhadap Fisik
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur, terprogram dan
terukur dengan baik akan menghasilkan perubahan-perubahan
fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi
yang lebih besar dan memperbaiki penampilan atau prestasi fisik.
Menurut Fox, et al (1988:24) perubahan fisiologis yang terjadi
akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam
perubahan antara lain :
(a) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan yakni perubahan
yang berhubungan dengan biokimia.
(b) Perubahan yang terjadi secara sistematik yakni perubahan
pada sistem sirkulasi dan respirasi, termasuk sistem
pengangkutan oksigen.
(c) Perubahan lain yang terjadi pada kompisi tubuh, kadar
kolesterol darah dan trigliserida, perubahan tekanan darah,
dan perubahan yang berkenaan dengan aklimatisasi panas.
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan
bahwa tidak semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari
program latihan tunggal. Pengaruh latihan adalah khusus, yakni
sesuai dengan program latihan yang digunakan, apakah itu
program latihan aerobik (endurance) atau anaerobik (sprint).
(a) Perubahan-perubahan biokimia
Perbaikan penampilan dalam olahraga seperti gerakan
yang bersifat cepat (sprinting, kicking) disatu sisi belum dapat
dijelaskan oleh adaptasi dalam metabolisme anaerobik akibat
latihan. Disisi lain, bentuk-bentuk latihan anaerobik
digunakan dalam bolavoli, pencak silat, atletik, dan lain-lain
untuk menimbulkan adaptasi pada serabut-serabut otot.
Terutama disini karena meningkatkan phosphate kaya energi
dan glikogen intramuskuler yang bergabung untuk
meningkatkan aktivitas dari beberapa enzim.
(1) Perubahan-perubahan dalam serabut otot
Akibat latihan akan terlihat hipertropi otot. Karena
latihan dalam tubuh terdapat dua macam otot, yakni otot
lambat (slow twich fiber) adan otot cepat (fast twich
fiber), maka dengan sendirinya juga terjadi hipertropi
pada kedua macam otot tersebut. Hipertropi ini
tergantung dari macam latihan yang dilakukan. Bila untuk
ketahanan yang akan menjadi hipertropi adalah otot
lambat, sedangkan bila untuk kecepatan yang menjadi
hipertropi adalah otot cepat. Hipertropi yang disebabkan
karena latihan, biasanya disertai perubahan-perubahan
sebagai berikut :
(a) Peningkatan diameter miofibril.
(b) Peningkatan jumlah miofibril
(c) Peningkatan protein kontraktil
(d) Peningkatan jumlah kapiler
(e) Peningkatan kekuatan jaringan ikat, tendon, dan
ligamen. (Soekarman, 1987:32).
Perubahan-perubahan antar tipe-tipe serabut otot,
sedikit terjadi pada seseorang yang melakukan latihan
anaerobik seperti lari cepat, menendang, memukul,
smash. Peningkatan pada diameter (hipertropi) dari
serabut otot lambat (ST) maupun otot cepat (FT) pada
vastus lateralis, terjadi hipertropi yang lebih nyata pada
serabut otot cepat (Fox, et al, 1984:228-231).
(2) Perubahan-perubahan dalam sistem anaerobik
Perubahan-perubahan dalam otot akibat dari latihan
meliputi peningkatan kapasitas atau kemampuan dari: a)
sistem phospagen (ATP-PC), dan b) sistem glikolisis
anaerobik (LA). Dalam kaitannya dengan perubahan
biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik. Costill, et
al (1979:96-99) menyatakan tiga hasil temuan penelitian
mereka mengenai “adaptasi dalam otot skelet setelah
mengikuti latihan kekuatan” sebagai berikut :
(a) Dengan menggunakan 10 kali repitisi dalam 30 detik
melawan kerja maksimal 4 kali per minggu adalah
cukup merangsang peningkatan aktifitas
phosphorylaze (ATP-ase) otot, phospho fruktokinase
(PFK), creatinine phosphokinase (CPK), myokinase
(MK), malate dehydrigenase (MDH), dan succinate
dehydrogenase (SDH).
(b) Aktifitas enzim-enzim otot meningkat.
(c) Terdapat perubahan komposisi otot dari serabut
vastus lateralis setelah 7 minggu latihan. Dari contoh
biopsi menunjukkan adanya perubahan yang
signifikan dalam prosentase komposisi area serabut
otot tipe I dan II a.
Menurut Fox, et al (1988:327) perubahan biokimia
yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahan-
perubahan:
(a) Peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot.
(b) Peningkatan aktifitas enzim-enzim anaerobik dan
aerobik; dan
(c) Peningkatan aktifitas enzim glikolitik.
(3) Perubahan-perubahan dalam sistem aerobik
Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak
setelah latihan anaerobik atau lari cepat. Tampak pula
pada konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)nya (Fox, et
al, 1984:229).
(b) Perubahan-perubahan pada sistem kardiorespirasi
Perubahan akibat latihan kecepatan oleh Radioputro
(1987:26-27) dinyatakan bahwa akibat kenaikan frekuensi
detak jantung dan bertambah kuatnya kontraksi otot jantung,
maka jadilah dilatasi jantung dan hipertropi otot jantung.
Kecuali hipertropi dan dilatasi jantung akibat latihan terjadi
pula perubahan-perubahan seperti :
(1) Turunnya frekuensi detak jantung
(2) Bertambahnya volume sekuncup
(3) Kenaikan frekuensi yang lebih kecil pada waktu latihan
(4) Pemulihan kembali ke frekuensi dan desakan pada waktu
istirahat berlangsung lebih cepat.
(c) Perubahan-perubahan lain yang terjadi dalam latihan
Disamping perubahan biokimia dan perubahan
kardiorespirasi, latihan juga menghasilkan perubahan-
perubahan lain yang terpenting seperti :
(1) Perubahan dalam komposisi tubuh
(2) Perubahan dalam kadar kolesterol dan trigliserida
(3) Perubahan dalam tekanan darah
(4) Perubahan dalam aklimatisasi panas
(5) Perubahan-perubahan dalam jaringan penghubung (Fox,
et al, 1988:347-348).
Perubahan fisiologis yang lain, selain dari 3 hal yang
telah dikemukan adalah perubahan-perubahan pada struktur
syaraf. Kebanyakan penelitian tentang pengaruh fisiologis
dari latihan terfokus pada perubahan-perubahan dalam otot
skelet. Meskipun demikian, beberapa penelitian yang
memusatkan perhatian pada motor end plate dan motor
neuron tidak kalah pentingnya, bahkan mungkin lebih
penting, karena ditemukan bahwa susunan-susunan atau
struktur ini menunjukkan perubahan sebagai hasil dari latihan
(Fox, et al, 1984:231).
Perubahan-perubahan ini termasuk adaptasi seluler dan
sub seluler dalam setrukturnya, modifikasi dari transmisi dan
perubahan dalam refleks, bahan kimia dan respon biokimia
(yang terakhir dalam motor neuron itu sendiri).
d. Latihan Plaiometrik
Ciri khas dari latihan plaiometrik adalah adanya peregangan
pendahuluan (pre-streehing) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat
melakukan kerja. Latihan ini dikerjakan dengan cepat, kuat eksplosif dan
reaktif. Tipe latihan yang melibatkan unsur-unsur tersebut di atas,
merupakan tipe dari kemampuan daya ledak. Oleh karena itu Radcliffe &
Farentinos (1985:1), mengemukakan bahwa “Latihan plaiometrik
merupakan salah satu metode latihan yang sangat baik untuk
meningkatkan eksplosif koordinasi”. Gerakan-gerakan plaiometrik
dilakukan dengan spektrum yang luas menggunakan koordinasi. Secara
umum latihan plaiometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam
berbagai kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan ini sangat
bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi (daya ledak) baik siklik
maupun asiklik.
1) Tujuan Latihan Plaiometrik
Plaiometrik berasal dari bahasa latin ”plyo dan metries” yang
berarti ”measurable increases” atau peningkatan yang terukur Chu
(1992:1). Istilah ini muncul dalam terminologi bahasa Inggris. Hal ini
sebagai akibat tidak tepatnya definisi plaiometrik secara pasti.
Plaiometrik pertama kali dikemukakan oleh salah seorang warga
Amerika yang berfikiran jauh ke depan tentang kepelatihan Atletik
bernama Fred Wilt pada tahun 1975.
Fox, et al (1988:175) mengemukakan bahwa latihan plaiometrik
merupakan bentuk program latihan yang mengkombinasikan suatu
regangan awal pada unit tendon yang diikuti oleh suatu kontraksi
isotonik. Pendapat senada dikemukakan oleh Radcliffe & Farentinos
(1985:3-7) yang menyatakan bahwa latihan plaiometrik adalah suatu
latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat
kuat yang merupakan respon dari pembebanan atau regangan yang
cepat dari otot-otot yang terlibat atau disebut juga reflek regang atau
reflek miotetik atau reflek muscle spindle. Sedangkan Chu (1992:1-3)
berpendapat bahwa latihan plaiometrik adalah latihan yang
memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu
yang sesingkat mungkin.
Dari beberapa batasan latihan plaiometrik yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut di atas pada prinsipnya sama,
bahwa latihan plaiometrik adalah salah satu bentuk latihan yang
didalamnya terdapat kontraksi dan regangan otot secara cepat yang
memungkinkan otot mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang
singkat.
2) Prinsip-Prinsip Latihan Plaiometrik
Dalam kegiatan olahraga, kerja atlet mungkin dikaitkan dengan
tiga jenis kontraksi otot, yaitu: konsentrik (memendek), isometrik
(tetap) dan eksentrik (memanjang). Tipe gerakan dalam latihan
plaiometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan reaktif.
Latihan plaiometrik sebagai metode latihan fisik untuk
mengembangkan kualitas fisik, selain harus mengikuti prinsip-prinsip
dasar latihan secara umum. Juga harus mengikuti prinsip-prinsip
khusus yang terdiri dari :
a) Memberikan regangan pada otot
Tujuan dari pemberian regangan yang cepat pada otot, yaitu
untuk mendapatkan tenaga elastis dan menimbulkan reflek
regangan.
b) Beban lebih yang meningkat (Progresive Overload)
Dalam latihan plaiometrik harus menerapkan beban lebih
dalam hal beban/tahanan, keterampilan teknik dasar dan jarak.
Tahanan atau beban yang overload biasanya pada latihan
plaiometrik diperoleh dari bentuk pemindahan dari anggota badan
atau tubuh yang cepat, seperti menanggulangi akibat jatuh,
meloncat, melambung, memantul dan sebagainya.
c) Kekhususan latihan (Spesific Training)
Dalam latihan plaiometrik harus menerapkan prinsip
kekhususan yaitu: a) Kekhususan terhadap kelompok otot yang
dilatih atau kekhususan neuromuscular, b) Kekhususan terhadap
sistem energi utama yang digunakan dan c) Kekhususan terhadap
pola gerakan latihan (Bompa, 1994:32).
Agar latihan koordinasi dapat memberikan hasil seperti yang
diharapkan, maka latihan harus direncanakan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi komponen-
komponennya. Aspek-aspek yang menjadi komponen dalam
latihan plaiometrik tidak jauh berbeda dengan latihan kondisi fisik
yang meliputi: ”(1). Volume, (2). Intensitas yang tinggi, (3).
Frekuensi dan (4). Pulih asal”. (Chu, 1992:14).
3) Bentuk Latihan Plaiometrik
Latihan plaiometrik yang dilakukan untuk meningkatkan
koordinasi mata-tangan harus bersifat khusus yaitu latihan yang
ditujukan untuk otot lengan. Salah satu bentuk latihan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan koordinasi mata-tangan dalam latihan
pliometrik adalah medicine ball scoop toss dan medicine ball throw.
Medicine ball scoop toss merupakan latihan plaiometrik yang
dilakukan secara cepat dan eksplosif melibatkan otot lengan, lingkar
bahu dan otot-otot punggung bagian bawah. Gerakannya meloncat
dengan melempar bola medisin keatas dan menangkap kembali, bola
diletakkan diantara kedua tungkai. Medicine ball throw merupakan
latihan dengan gerakan melempar bola medisin ke depan sejauh
mungkin, dengan posisi berlutut dengan kedua lutut ditekuk selebar
bahu, gerakan ini melibatkan otot-otot bahu, lengan, dada dan togok.
Latihan ini menghendaki hampir seluruh koordinasi tubuh, yang
melibatkan otot-otot punggung bawah, fleksor pinggul, lingkar bahu,
lengan dan Quadricep Radcliffe dan Farentinos.
4) Pengaruh Latihan Plaiometrik Terhadap Peningkatan Keterampilan
Teknik Dasar Bolavoli
Pengaruh latihan bersifat khusus dan sesuai dengan karakteristik
tipe kerja dari suatu latihan. Tipe latihan plaiometrik adalah cepat,
eksplosif dan reaktif, tipe ini merupakan tipe kerja dari koordinasi.
Latihan plaiometrik yang dilakukan secara berulang-ulang akan
berpengaruh terhadap otot lengan dan bahu. Otot-otot yang terlibat
harus bekerja secara berulang-ulang dan terus-menerus. Latihan
plaiometrik merupakan latihan yaug cocok unluk meningkatkan
kemampuan meloncat, melompat, melempar, mengayun, mendorong,
menarik, memukul. Karena kemampuan mengayun, mendorong dan
memukul bola dengan cepat merupakan tipe dari latihan yang bersifat
cepat dan eksplosif. Latihan ini merupakan perpaduan antara kekuatan
dan keterampilan teknik dasar yang merupakan unsur dominan di
dalam koordinasi. Sehingga latihan ini sangat baik untuk
meningkatkan koordinasi mata-tangan.
Latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dan
berkesinambungan akan berpengaruh terhadap sistem fisiologis dan
neurologi khususnya pada otot lengan, sehingga akan terjadi adaptasi
terhadap gerakan yang dilakukan. Dengan demikian koordinasi mata-
tangan atlet yang bersangkutan dapat meningkat. Hal ini dikarenakan
pola gerakan dan sistem energi yang digunakan sesuai dengan gerakan
dan sistem energi pada koordinasi. Latihan ini dilakukan dengan cepat,
eksplosif dan bertenaga, sehingga cukup melelahkan. Oleh karena itu
peningkatan dosis latihan, sebaiknya diberikan secara bertahap.
Latihan pliometrik diperkirakan menstimulasi berbagai
perubahan dalam sistem neuromuscular, memperbesar kemampuan
kelompok-kelompok otot untuk memberikan respon lebih cepat dan
lebih kuat terhadap perubahan-perubahan yang ringan dan cepat pada
otot, sehingga latihan ini memiliki dan memberi beberapa keuntungan
bagi pelakunya, diantaranya adalah: 1) kecepatan gerakan dalam
latihan lebih tinggi, sehingga sangat baik dan efektif untuk
menghasilkan tenaga pada jenis gerakan (kecepatan gerak jauh lebih
baik), 2) resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih
aman pada saat melakukan latihan, 3) kontrol kesungguhan dan
kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah, 4)
peningkatan beban latihan lebih tepat, sesuai dengan ketentuan, dan
5) memungkinkan sejumlah peserta untuk berlatih bersama, sehingga
menghemat waktu.
Sedangkan kelemahan dari latihan pliometrik diantaranya adalah:
1) beban latihan relatif ringan, sehingga peningkatan kekuatan lebih
rendah, 2) unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik, 3)
timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah,
karena jenis latihan yang tidak berubah, dan 4) timbulnya kelelahan
yang sangat bagi pelaku.
e. Latihan Berbeban
Latihan beban adalah suatu cara untuk menerapkan prosedur
pengkondisian secara sistematis pada berbagai otot tubuh. Cara
pengkondisian tersebut akan meningkatkan kekuatan, daya tahan, ukuran
otot dan penampilan seseorang. Latihan beban juga dikenal dengan istilah
weight training merupakan latihan fisik yang efektif dengan bantuan alat
berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan,
koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Selain itu unsur-unsur
biomotor kekuatan, keterampilan teknik dasar, daya tahan, koordinasi,
fleksibilitas, tidak dapat dipisahkan semuanya saling berhubungan dan
melengkapi. Maka dapat disimpulkan bahwa program latihan berbeban
dapat meningkatkan unsur-unsur biomotor.
1) Prinsip-Prinsip Latihan Berbeban
Dalam olahraga prestasi untuk memperoleh prestasi puncak harus
melalui program latihan yang disusun secara sistematis, teratur,
kontinyu dan menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan. Nossek
(1982:10) mengemukakan bahwa latihan yang sistematis adalah
dilakukan secara teratur, latihan tersebut berlangsung beberapa kali
dalam satu minggu, tergantung pada periodisasi latihan dan standar
atlet tersebut. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-
prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman
yang hendaknya digunakan dalam latihan yang terorganisir dengan
baik.
Dapat dirangkum dari pendapat tersebut di atas bahwa prinsip
latihan merupakan landasan ilmiah dalam pelatihan yang harus
dipegang erat dalam proses latihan. Diantara prinsip-prinsip latihan
tersebut diantaranya adalah: 1) Prinsip beban lebih 2) Prinsip progresif,
3) Prinsip pengaturan latihan, 4) Prinsip kekhususan program latihan.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut diharapkan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai prestasi puncak.
a) Prinsip beban lebih
Latihan fisik pada prinsipnya adalah memberikan tekanan
pada tubuh yang akan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan kapasitas kemampuan kerja dan mengembangkan
sistem serta fungsi organ tubuh ketingkat standar nilai yang lebih
tinggi.
Beban latihan yang diberikan harus di atas ambang batas
rangsang latihan. Jika latihan tidak ditingkatkan meskipun latihan
dilakukan dengan rutin, prestasi tidak akan meningkat. Lebih lanjut
Harsono (1988:50) mengemukakan bahwa “perkembangan otot
hanyalah mungkin apabila otot-otot tersebut dibebani dengan
tahanan yang kian bertambah berat “. Lebih lanjut dijelaskan pula
bahwa latihan dengan bobot yang ringan tidak akan
mengembangkan kekuatan. Hal ini berarti bahwa seorang atlet
tidak akan meningkat prestasinya jika dalam latihan mengabaikan
prinsip beban berlebih. Kemampuan seorang atlet dapat meningkat
jika mendapat beban latihan yang lebih berat dari beban yang
diterima sebelumnya secara teratur dan kontinyu. Jonath &
Krempel (1987:29) menerangkan bahwa ”peningkatan prestasi
terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban
latihan“.
Pembebanan yang lebih dapat merangsang penyesuaian
fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan
kemampuan otot dalam tubuh. Satu hal yang harus diingat bahwa
beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu berat atau
berlebihan, karena hal ini justru akan berakibat tidak baik terhadap
hasil latihan. Jika beban latihan yang diberikan terlalu berat atau
berlebihan, bukan kemampuan fisik yang meningkat justru
sebaliknya kemungkinan akan terjadi cedera dan penurunan
kemampuan kondisi fisik.
Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa prinsip beban
lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan
tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya
tersebut akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban
tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat.
Kemampuan tubuh yang meningkat dimungkinkan akan mampu
mencapai prestasi yang lebih baik.
b) Prinsip Progresif
Agar latihan dapat dirasakan kemajuannya maka beban yang
diberikan haruslah progresif. Disini yang dimaksud dengan
peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban
secara teratur dan bertahap, sedikit demi sedikit. Dengan
pemberian beban secara bertahap yang kian hari kian meningkat
jumlah pembebanannya. Hal ini akan memberikan efektifitas
kemampuan fisik. Peningkatan beban latihan harus tepat
disesuaikan dengan tingkat kemampuan fisiologis dan psikologis
atlet serta ditingkatkan setahap demi setahap. Keuntungan
penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif adalah
otot-otot tidak akan terasa sakit. Peningkatan beban lebih
diterapkan paling tidak setelah dua atau tiga kali latihan.
Menurut Bompa (1994:44) bahwa prinsip peningkatan beban
secara bertahap merupakan dasar dari semua perencanaan latihan
olahraga mulai dari siklus mikro sampai siklus olimpiade, dan
harus diterapkan bagi semua atlet tanpa memandang tingkat
prestasinya. Keterampilan seseorang untuk memperbaiki
prestasinya, tergantung pada teknik dasar dan cara bagaimana dia
meningkatkan beban latihannya. Tetapi harus diingat apabila beban
latihan yang diberikan selamanya terus menerus dan linear, maka
akan terjadi kemerosotan dari segi fisik dan psikologis atlet,
sehingga prestasinya akan menurun. Suatu pembebanan latihan
yang mendadak tajam, akan memepengaruhi toleransi kemampuan
adaptasi tubuh, keseimbangan fisiologis dan psikologis atlet. Untuk
itu beban latihan yang diberikan harus diikuti oleh fase tanpa
beban, dimana pada fase ini organ tubuh akan menyesuaikan diri
dan terjadi regenerasi fungsi organ tubuh. Hal ini sangat diperlukan
untuk persiapan peningkatan beban latihan yang baru. Keadaan ini
harus mempertimbangkan juga kebutuhan setiap atlet, keterampilan
teknik dasar penyesuaian serta kalender pertandingan.
c) Prinsip Pengaturan Latihan
Prinsip ini berkaitan mengenai pengaturan tahapan latihan.
Latihan harus dilakukan secara teratur dan kontinyu, hal ini
dimaksudkan agar terjadi adaptasi terhadap jenis ketrampilan yang
dipelajari. Hal ini diterapkan misalnya pada latihan berbeban,
dimana kelompok otot yang besar harus dilatih terlebih dahulu
sebelum otot-otot yang kecil. Hal ini diterapkan agar kelompok
otot kecil tidak mengalami kelelahan terlebih dahulu. Penerapan
aturan ini mempunyai tujuan bahwa otot-otot yang lebih kecil
mempunyai kecenderungan lebh cepat lelah bila dibandingkan
otot-otot besar. Oleh sebab itu untuk menentukan beban lebih yang
tepat yaitu dengan mendahulukan melatih otot-otot besar terlebih
dahulu. Kemudian setelah itu melatih otot-otot yang besar.
Contohnya kelompok otot pada kaki dan kelompok otot pada paha
dilatih terlebih dahulu, dari pada kelompok otot bagian lengan
yang lebih kecil.
d) Prinsip kekhususan
Pengaruh yang dtimbulkan akibat latihan bersifat khusus,
sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan sistem
energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada
unsur kondisi fisik atau teknik dasar tertentu hanya akan
memberikan pengaruh besar terhadap komponen kondisi fisik atau
teknik dasar yang dipelajari.
Oleh karena itu program latihan yang dilakukan harus bersifat
khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan
tersebut menyangkut sistem energi serta pola gerakan
(keterampilan) yang sesuai dengan unsur fisik maupun nomor yang
dikembangkan.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam latihan adalah
jumlah latihan dan beban latihan yang meliputi intensitas, repetisi,
jumlah set dan recovery.
1) Jumlah latihan
Jumlah ini merupakan kunci dari efektifitas latihan.
Penetapan jumlah latihan ini sering dilupakan oleh beberapa
pelatih. Untuk dapat menyeleksi latihan yang akan diberikan
perlu dipertimbangkan beberapa aspek diantaranya:
a) Umur dan tingkat penampilan.
b) Kebutuhan dari cabang olahraga.
c) Fase latihan.
2) Beban latihan
Jumlah beban yang digunakan atau diangkat dalam
mengembangkan koordinasi, terdiri dari :
a) Jumlah repetisi
Yang dimaksud dengan repetisi adalah ulangan
angkatan yang akan dilakukan pada waktu angkat beban.
b) Jumlah set
Setiap jumlah ulangan tersebut disebut set, misalnya 2
set dengan 6 repetisi, maksudnya adalah dengan melakukan
angkatan sebanyak 6 kali diselingi istirahat kemudian
melakukan ulangan sebanyak 6 kali lagi
3) Bentuk Latihan Berbeban Untuk Meningkatkan Keterampilan
Teknik Dasar Bolavoli
Bentuk latihan berbeban yang digunakan untuk
meningkatkan keterampilan teknik dasar harus melibatkan
kelompok otot lengan dan bentuk latihan yang sesuai untuk
meningkatkan koordinasi mata-tangan yang melibatkan
kelompok otot tersebut diantaranya adalah straight arm pull
over dan forward raise. Latihan straight arm pull over adalah
latihan yang dilakukan dengan sikap awal berbaring terlentang
di atas bangku kedua lengan lurus ke belakang kepala dengan
memegang beban. Gerakannya: beban diangkat sampai tegak
lurus bangku dengan kedua lengan tetap lurus. Latihan forward
raise adalah latihan yang dilakukan dengan sikap awal berdiri
tegak tangan memegang dumbbell, gerakannya yaitu putar
tangan arah pronasi kemudian kearah supinasi.
4) Pengaruh Latihan Berbeban Terhadap Peningkatan
Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.
Latihan berbeban latihan yang memberikan pembebanan
terhadap otot lengan, selama latihan otot-otot tubuh khususnya
otot lengan terlibat dalam gerakan melawan beban dilakukan
secara berulang-ulang. Otot-otot lengan atlet harus bekerja
untuk melawan beban secara berulang-ulang dan terus-
menerus. Otot-otot yang terlibat dapat beradaptasi terhadap
beban, sehingga keterampilan teknik dasar dan kekuatan otot
dapat meningkat. Peningkatan kekuatan otot ini dapat terjadi
akibat adanya pembesaran otot. Latihan beban secara teratur
dan pola makan yang baik menyebabkan otot menjadi kuat,
dapat memikul beban yang lebih berat, rasa lelah berkurang,
sistem neuromuskuler berfungsi lebih baik, otot dapat bergerak
lebih cepat dalam berbagai pola gerakan. Otot yang terlatih
dapat menjadi lebih besar, sehingga keterampilan teknik dasar
dan kekuatan otot pun akan meningkat.
Latihan berbeban memberikan beberapa keuntungan
diantaranya adalah: 1) peningkatan keterampilan teknik dasar
bolavoli yang cukup besar, 2) dengan adanya beban tambahan
dari luar, lebih memberikan tantangan bagi pelaku sehingga
dapat meningkatkan semangat dan motivasi dalam latihan, 3)
kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan
program latihan lebih mudah, 4) dapat dirancang untuk
berbagai keperluan dan 5) prinsip overload benar-benar
terlihat.
Sedangkan kelemahan dari latihan berbeban ini
diantaranya adalah: 1) kecepatan gerak otot lengan dalam
keterampilan teknik dasar bolavoli terabaikan karena beban
terlalu berat sehingga peningkatan kecepatan lebih rendah, 2)
resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih besar, 3)
peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai dengan
perhitungan karena berat beban yang tersedia ukurannya
terbatas dan 4) timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan.
Namun demikian latihan ini pun juga dapat digunakan untuk
meningkatkan power.
Tabel 2. Perbedaan Latihan Pliometrik dan Berbeban Untuk Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli
METODE LATIHAN
LATIHAN BERBEBAN LATIHAN PLIOMETRIK Kelebihan: Kelebihan: 1. Peningkatan keterampilan teknik
dasar bolavoli yang cukup besar. 2. Dengan adanya beban tambahan
dari luar, lebih memberikan tantangan bagi pelaku sehingga dapat meningkatkan semangat dan motivasi dalam latihan.
3. Kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah.
4. Dapat dirancang untuk berbagai keperluan.
5. Prinsip overload benar-benar terlihat.
1. Kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga kecepatan gerak jauh lebih baik.
2. Resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih aman pada saat melakukan latihan.
3. Kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah.
4. Peningkatan beban latihan lebih tepat, sesuai dengan ketentuan.
5. Memungkinkan sejumlah peserta untuk berlatih bersama, sehingga menghemat waktu.
Kelemahan: Kelemahan: 1. Kecepatan gerak otot lengan
terabaikan sehingga peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih rendah.
2. Resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih besar.
3. Peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai perhitungan karena ukuran berat beban yang tersedia terbatas.
4. Timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan.
1. Beban latihan relatif lebih ringan, sehingga peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih rendah dan tidak optimal.
2. Unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik.
3. Timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah, karena jenis latihan yang tidak berubah.
4. Timbulnya kelelahan yang sangat bagi pelaku.
2. Koordinasi Mata-Tangan
Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks.
Koordinasi erat hubungannya dengan keterampilan teknik dasar, kekuatan,
daya tahan, dan fleksibilitas dan sangat penting untuk mempelajari dan
menyempurnakan teknik dan taktik. Menurut Barrow dan McGee dalam
Harsono (1988:219) bahwa dalam koordinasi termasuk juga agilitas, balance
(keseimbangan), dan kinestetic sence. Koordinasi penting kalau kita berada
dalam situasi dan; lingkungan yang asing seperti misalnya dalam perubahan
lapangan pertandingan, peralatan dan sebagainya yang dihadapi didalam
pertandingan. Demikian pula, koordinasi penting untuk orientasi ruang, seperti
pada waktu berada di udara misalnya pada saat salto dalam senam atau loncat
indah.
Pengertian dari koordinasi menurut beberapa ahli seperti menurut
Suharno (1993:61) bahwa “koordinasi adalah kemampuan atlet untuk
merangkaikan beberapa gerak menjadi satu gerakan yang utuh dan selaras”.
Barrow dan McGee yang dikutip oleh Harsono (1988:220) memberikan
batasan mengenai koordinasi yaitu “kemampuan untuk memadukan berbagai
macam gerakan kedalam satu atau lebih pola gerak khusus”. Dengan demikian
kesimpulan dan pendapat-pendapat tersebut ialah koordinasi merupakan
kemampuan dari dua atau lebih organ tubuh yang bergerak dengan suatu pola
gerakan tertentu.
Broer dan Zernicke dalam Harsono (1988:221) menjelaskan bahwa
koordinasi adalah kemampuan untuk mengkombinasikan beberapa gerakan
tanpa ketegangan, dengan urutan yang benar dan melakukan gerakan yang
kompleks secara mulus tanpa pengeluaran energi yang berlebihan. Dengan
demikian hasilnya adalah gerakan yang efisien, halus, mulus (smooth) dan
terkoordinasi dengan baik.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa rumusan koordinasi
merupakan salah satu unsur yang penting untuk keterampilan gerak motorik.
Tingkat koordinasi atau baik tidaknya koordinasi gerak seseorang tercermin
dalam kemampuannya untuk melakukan suatu gerakan secara mulus, tepat dan
efisien. Seorang atlet dengan koordinasi yang baik bukan hanya mampu
melakukan suatu keterampilan secara sempurna, akan tetapi juga mudah dan
cepat dapat melakukan keterampilan yang masih baru baginya. Disamping itu
juga dapat mengubah secara cepat dari pola gerak yang satu ke pola gerak
yang lain sehingga gerakannya menjadi efisien. Atlet yang koordinasinya
tidak baik biasanya melakukan gerakan-gerakannya secara kaku, dengan
ketegangan dan dengan energi yang berlebihan sehingga tidak efisien.
Dalam koordinasi gerak, keterampilan teknik dasar, kekuatan, daya
tahan, kelentukan, kinesthetic sense, keseimbangan dan ritme kesemuanya
memberikan sumbangan atau pengaruh yang tidak dapat diabaikan. Bila salah
satu unsur tidak ada atau kurang berkembang, maka hal ini akan berpengaruh
terhadap kesempumaan koordinasi.
Pusat pengatur koordinasi di otak kecil (cerebulum) dengan proses dari
pusat syaraf ke syaraf tepi ke indera dan terus ke otot untuk melaksanakan
gerak yang selaras dan utuh otot sinergis dan antagonis. Menurut Suharno
(1993:62). Koordinasi mempunyai kegunaan sebagai:
1) Mengkoordinasikan beberapa gerakan agar menjadi satu gerakan yang utuh dan serasi.
2) Efisiensi dan efektif dalam penggunaaan tenaga. 3) Untuk menghindari terjadinya cedera. 4) Mempercepat berlatih, menguasai teknik. 5) Dapat untuk memperkaya taktik dalam bertanding.
6) Kesiapan mental atlet lebih mantap untuk menghadapi pertandingan.
Seorang atlet dengan koordinasi yang baik bukan hanya mampu
melakukan suatu keterampilan secara sempurna, akan tetapi juga mudah dan
cepat dapat melakukan keterampilan yang baru baginya. Atlet juga dapat
mengubah dan berpindah secara cepat dari pola gerak yang satu ke pola gerak
yang lain sehingga gerakannya menjadi efisien.
Koordinasi gerakan itu sendiri dapat berbagai macam seperti koordinasi
mata-kaki (foot-eye coordination) seperti misalnya dalam keterampilan
menendang bola, atau koordinasi mata-tangan (eye-hand coordination) seperti
misalnya keterampilan melempar suatu objek ke sasaran tertentu. Beberapa
aktivitas membutuhkan koordinasi menyeluruh (over-all coordination) dari
tubuh, misalnya keterampilan senam. Dan koordinasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah koordinasi mata-tangan. Jadi yang dimaksudkan dengan
kordinasi mata-tangan dalam penelitian ini adalah kordinasi antara mata
(penglihatan) dengan gerakan tangan dalam melakukan servis bolavoli.
a. Latihan Koordinasi
Latihan yang baik untuk memperbaiki koordinasi adalah dengan
melakukan berbagai variasi gerak dan keterampilan. Atlet-atlet yang
mempunyai spesialisasi suatu cabang olahraga tertentu, sebaiknya
dilibatkan dalam keterampilan dalam berbagai cabang olahraganya atau
cabang olahraga lain. Atlet harus banyak dilatih dengan keterampilan-
keterampilan baru dari cabang olahraganya atau cabang olahraga lain.
Kalau tidak, koordinasinya tidak akan berkembang dan kemampuan untuk
belajar gerak baru akan menurun. Dalam melatih keterampilan-
keterampilan, faktor kesulitan dan kompleksitas gerakan harus senantiasa
ditingkatkan. Koordinasi paling mudah dikembangkan pada anak usia
muda, yaitu pada waktu kemampuan adaptasi nervous sistemnya lebih
baik dari pada kepunyaan orang dewasa (Bompa dalam Harsono,
1988:222).
Menurut Harre yang dikutip Harsono (1988:223) dalam latihan
koordinasi dianjurkan latihan-latihan koordinasi harus mencakup:
1) Latihan-latihan dengan perubahan keterampilan teknik dasar dan irama.
2) Latihan-latihan dalam kondisi lapangan dan peralatan yang berubah-ubah. Memperkecil dan memperluas lapangan.
3) Kombinasi berbagai latihan senam. 4) Kombinasi berbagai permainan. 5) Latihan-latihan untuk mengembangkan reaksi. 6) Lari halang-rintang dalam waktu tertentu. 7) Latihan di depan kaca, latihan keseimbangan, latihan dengan mata
tertutup 8) Melakukan gerakan-gerakan yang kompleks pada akhir latihan. 9) Latihan keseimbangan segera setelah melakukan rol beberapa kali
atau setelah berputar-putar di tempat.
Dengan memperhatikan ciri-ciri dalam melakukan latihan
koordinasi, maka bentuk latihan-latihan koordinasi antara lain:
1) Melatih gerak yang simultan dari yang mudah ke yang sulit, dari
tempo lambat ke tempo yang cepat, dari gerak yang sederhana ke
gerak yang kompleks.
2) Bentuk latihan yang mengkoordinasikan kerja pusat syaraf, syaraf tepi,
indera dan otot secara berulang-ulang.
3) Kombinasi gerak kanan dan kiri dari tangan dan kaki serta berulang-
ulang.
4) Lari berkelok-kelok dengan rintangan-rintangan tiang tonggak
membentuk empat persegi panjang.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Latihan Koordinasi
Selain memperhatikan ciri-ciri dari latihan koordinasi, masalah-
masalah yang perlu diperhatikan dalam latihan ini, seperti pengertian
inervasi resiproke yaitu suatu pacuan yang datangnya bersamaan dengan
yang satu negatif dan yang lainnya positif. Otot-otot sinergis dan antagonis
bekerja sama secara harmonis untuk menghasilkan koordinasi yang baik.
Kelincahan, keseimbangan dan kelentukan perlu ditingkatkan sebaik-
baiknya untuk mendukung koordinasi berkualitas tinggi. Hampir semua
cabang olahraga memerlukan koordinasi, gerakan-gerakan yang kompleks
meskipun kadar kesulitan dan kebutuhannya berbeda-beda untuk tiap-tiap
cabang olahraga. Melatih kemampuan sebaiknya sejak umur dini dalam
proses pengayaan gerak sebagai dasar keterampilan pada atlet yunior dan
senior.
3. Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli
Salah satu tujuan pemberian program pendidikan jasmani kepada atlet
adalah agar atlet menjadi terampil dalam melakukan aktifitas fisik olahraga.
Atlet yang memiliki keterampilan kemampuan individu dalam menggunakan
gerakan otot atau gerakan tubuh akan mensukseskan pelaksanaan beberapa
keterampilan dan teknik olahraga secara tepat untuk mencapai tujuan dalam
jangka waktu sesingkat mungkin. Semakin baik penguasaan gerak
keterampilan seseorang, maka pelaksanaannya akan semakin efisien
(Sugiyanto dan Sudjarwo, 1994:249).
Rusli (1988:96) menjelaskan keterampilan adalah kemampuan untuk
menggunakan satu atau beberapa teknik secara tepat, baik dari segi waktu
maupun situasi. Schmidt (1991:5) memberikan batasan keterampilan sebagai
kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu yang
minimum.
Permainan bolavoli merupakan permainan dengan memukul bola secara
serentak atau langsung, artinya bola di voli sebelum jatuh ke tanah atau lantai,
dengan memainkan atau memantulkan bola sebanyak-banyaknya tiga kali dan
tidak dibenarkan setiap pemain memainkan bola di udara sebanyak dua kali
berturut-turut. Permainan ini dimainkan dua regu, masing-masing regu terdiri
atas enam pemain. Dimana setiap pemain berusaha untuk memvoli setiap bola
yang datang, baik dengan jari-jari tengah maupun dengan satu tangan atau
kedua belah tangan, dengan tujuan menyelamatkan bola di lapangan sendiri
dan menyerang ke lapangan lawan.
Teknik dasar merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam
keterampilan bermain bolavoli, dengan teknik yang baik dan benar akan
berdampak pada produktifitas dan efektifitas dalam permainan bolavoli.
Dalam bahasa sederhananya untuk dapat bermain bolavoli dengan baik dan
benar seorang pemain harus dapat menguasai teknik dasar permainan bolavoli
dengan terampil. Beutelstahl (2003:9), menjelaskan teknik-teknik dasar
permainan bolavoli meliputi: (1) servis; (2) pass bawah; (3) pass atas; (4)
smas; (5) blok; (6) pertahanan.
Sementara Durrwachter (1990:82) mengemukakan, “tahap awal
permainan bolavoli sudah memadai apabila pemain telah menguasai teknik
dasar yang terdiri dari servis dan passing. Pengertian teknik menurut
Scrhreiter dalam Suharno (1993:11) adalah: ”suatu proses melahirkan
keaktifan jasmani dan pembuktian suatu praktek dengan sebaik mungkin
untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang permainan bolavoli.
Adapun teknik-teknik dasar dalam permainan bolavoli, adalah:
1. servis
2. passing
3. smash
4. umpan
5. bendungan/block
Di bawah ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Teknik Dasar Servis Atas
Servis atas adalah teknik dasar servis yang dilakukan dengan
perkenaan bola di atas kepala. Teknik servis atas memiliki tingkat
kesulitan yang lebih tinggi. Tujuan utama melakukan servis dari atas
adalah mempercepat laju bola menukik dari atas ke bawah. Menurut Viera
& Fergusson (1996:27), servis atas paling efektif, karena sulit
menangkisnya. Jalannya bola berbeda-beda tergantung bagian mana dari
bola yang terkena pukul.
Teknik dasar servis atas yang ada dalam permainan bolavoli terdiri
dari beberapa macam, menurut Yunus (1992:111) terdiri dari, “(1) Tenis
servis, (2) Floating, dan (3) Cekis”. Jenis servis atas pada permainan
bolavoli dapat pula diklasifikasikan berdasarkan hasil putaran bola.
Putaran bola yang dihasilkan merupakan pengaruh yang ditimbulkan oleh
adanya gerakan telapak tangan pada saat melakukan pukulan servis. Atas
dasar putaran bola yang dihasilkan dari pukulan servis atas dapat
dibedakan menjadi 5 yaitu, (a) Top spin, (b) Back spin, (c) In side spin, (d)
Out side spin, dan (e) Float. Back spin adalah servis dengan arah putaran
bola ke belakang. Apabila arah putaran bola hasil servis tersebut ke arah
samping dalam disebut inside spin, sedangkan ke arah samping luar
disebut outside spin. Top spin merupakan servis dengan arah putaran bola
ke depan. Sedangkan float merupakan servis bola mengapung (tanpa
putaran).
Teknik servis atas ini memiliki kecepatan dan tingkat kesulitan yang
lebih tinggi dari pada teknik servis bawah. Untuk dapat melakukan servis
atas dengan baik pemain harus menguasai teknik dasar yang ada dengan
baik. Menurut Beutelstahl (2003:10) bahwa, “Setiap jenis servis itu dibagi
dalam tiga tahap, (1) Tahap pertama: melempar bola ke atas throw-up, (2)
tahap kedua: memukul bola hitting the hall, (3) tahap ketiga gerakan akhir
follow-throught”. Adapun menurut Yunus (1992:111) tcknik dasar servis
terdiri dari tiga tahap yaitu “(a) sikap permulaan, (b) gerak pelaksanaan
dan (c) gerak lanjutan (follow throught)”. Teknik pelaksanaan tiap tahapan
servis atas adalah:
(1) Sikap permulaan
Ambil sikap berdiri dengan kaki kiri berada lebih ke depan dari
pada kaki kanan dan kedua lutut sedikit ditekuk. Tangan kiri dan kanan
bersama-sama memegang bola. Tangan kiri menyangga bola
sedangkan tangan atas memegang bagian atas bola. Bola
dilambungkan dengan tangan kiri ke atas sampai ketinggian kurang
lebih setengah meter di atas kepala. Tangan kanan segera ditarik ke
belakang atas kepala, dengan telapak tangan menghadap ke depan.
(2) Gerak pelaksanaan
Setelah tangan kanan berada di belakang atas kepala dan bola
berada sejangkauan tangan maka bola segera dipukul dengan cara
memukul seperti pada smash. Saat perkenaan telapak tangan dengan
bola, posisi telapak tangan terbuka membentuk lengkung bola dan
berada di belakang atas bola. Setelah bola berhasil dipukul maka bola
menjadi top spin selama menjalani lintasannya. Sewaktu akan
melakukan servis perhatian harus selalu terpusat kepada bola. Lecutan
tangan dan lengan sangat diperlukan dalam tenis servis ini dan bila
perlu dibantu gerakan togok ke arah depan sehingga bola akan
memutar lebih banyak. Pada waktu lengan dilecutkan siku jangan
sampai ikut tertarik ke bawah.
(3) Gerak Lanjut (follow throught)
Setelah tangan kanan memukul bola maka dilanjutkan dengan
melangkah ke depan masuk ke dalam lapangan permainan dan
mengambil sikap normal. Setiap pemain harus melakukan tiga tahapan
servis tersebut dengan baik. Untuk mendapatkan hasil servis yang
baik, pemain harus dapat melakukan gerakan servis atas dengan
koordinasi gerak yang baik.
Gambar 5. Gerakan Servis Atas
(Yunus, 1992:117)
Gerakan servis harus ritmis, mulai dari persiapan, pukulan dan
gerakan lanjutan yang harus dilakukan dengan tidak terpotong-potong
dan kaku. Salah satu hal yang sangat penting yang juga harus
diperhatikan adalah sikap tangan pada saat mengenai (impact) bola.
Pada saat tangan mengenai bola, tangan harus ditegangkan agar
pantulan bola dari tangan menjadi kencang (tidak lemah).
2) Strategi Pelaksanaan Servis
Kecermatan melakukan servis ikut menentukan terhadap jalannya
pertandingan. Saat melakukan servis harus benar-benar siap dan cermat,
sehingga konsentrasi pada saat melakukan servis harus diperhatikan.
Menurut Beutelstahl (2003:66) bahwa pendekatan taktik secara individual
dalam servis terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:
a) Pemain berjalan dengan tenang menuju area tempat melancarkan servis.
b) Ia berkonsentrasi dahulu sebelum mulai melancarkan servis. c) Ia memperhatikan dahulu pihak lawannya: pemain yang manakah
yang akan diberi bola servis itu, bagaimana posisi para lawan.
Agar dapat menjadikan servis sebagai taktik serangan secara
individual konsentrasi pemain sebelum melakukan servis adalah sangat
penting. Di samping itu kontrol terhadap arah bola juga sangat penting.
Mengingat besarnya manfaat servis, teknik servis perlu dilatihkan dengan
sungguh-sungguh.
Pemain yang melakukan servis perlu mengupayakan agar hasil servis
yang dilakukan menjadi sulit diterima lawan. Agar servis yang dihasilkan
sulit diterima lawan. Menurut Suharno (1993:54) server harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Arahkan servis ke penerima yang lemah penguasaan teknik passing.
b) Servislah ke tempat yang kosong. c) Pergunakanlah teknik servis float, kemudian ganti-ganti teknik
servis cekis yang keras. d) Arahkan servis ke pemain yang sedang bergerak. e) Arahkan ke sasaran sudut datang bola yang sukar, agar penerima
sulit untuk memberikan bola ke pengumpan.
f) Perhitungkan arah angin, sinar matahari dan timing pukulan setelah ada tanda peluit dari wasit.
Berkaitan strategi pelaksanaan servis bolavoli, Beutelstahl (2003:66)
mengemukakan bahwa sedapat mungkin seorang server harus melancarkan
servisnya kepada pemain pihak lawan yang paling lemah. Kecuali itu ia
harus cermat mencari tempat-tempat di pihak lawan yang kurang terjaga
dengan baik, antara lain:
a) Di daerah net
b) Di daerah sisi
c) Di belakang.
Kecepatan, ketepatan dan keakuratan penempatan bola pada
pelaksanaan servis merupakan hal yang pokok untuk memperoleh hasil
yang optimal. Apabila pemain mengarahkan servisnya ke tempat yang
tidak dijaga atau pemain yang paling lemah, maka itu merupakan hal yang
menyulitkan bagi regu lawan.
Mengingat pentingnya peranan teknik servis tersebut, maka tiap
pemain harus memiliki kemampuan servis yang sulit diterima lawan dan
mematikan. Tiap pemain tersebut harus memiliki penguasaan teknik servis
dengan baik. Pelatih harus memberikan pembelajaran dan latihan servis
pada para pemainnya secara intensif dengan program latihan yang benar.
3) Karakteristik Keterampilan Servis Bolavoli
Keterampilan teknik servis bolavoli merupakan kualitas penampilan
pemain dalam melakukan tugas gerak dalam servis bolavoli. Gerakan
servis bolavoli dilakukan dari sikap berdiri siap memegang bola,
selanjutnya melemparkan bola, memukul bola dan gerak lanjutan.
Pengembangkan keterampilan gerak servis bolavoli perlu dipahami
karakteristik dan klasiflkasi gerakan servis bolavoli. Menurut Sugiyanto
(1997:289) bahwa keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
“(a) klasiflkasi berdasarkan kecermatan gerakan. (b) klasiflkasi
berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan dan (c) klasiflkasi
berdasarkan stabilitas lingkungan”. Menurut Rusli (1988:193-199) bahwa
keterampilan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori yaitu: (1)
keterampilan kasar dan halus (gross and fine), (2) keterampilan diskrit,
serial dan kontinus, (3) keterampilan terbuka dan tertutup (open and closed
skills)”.
Berdasarkan kecennatan gerakan, keterampilan dapat
diklasifikasikan menjadi yaitu keterampilan kasar dan halus (gross and
fine). Keterampilan kasar dan halus merupakan klasifikasi keterampilan
berdasarkan jumlah otot yang terlibat dan kadar energi yang digunakan.
Makin besar otot-otot yang terlibat dan makin banyak energi yang
digunakan, maka keterampilan ini disebut keterampilan kasar, sedangkan
keterampilan halus merupakan kebalikannya. Berdasarkan hal tersebut
maka gerakan keterampilan servis bolavoli termasuk keterampilan
perpaduan antara keterampilan gerak kasar dan gerak halus.
Keterampilan dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan titik
awal dan akhir gerakan. Menurut Sugiyanto (1997:290) bahwa
berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan keterampilan gerak
bisa dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu:
a) Keterampilan gerak diskret (discrete motor skills).
b) Keterampilan gerak serial (serial motor skills).
c) Keterampilan gerak kontinyu (continuous skills).
Keterampilan gerak diskret adalah keterampilan gerak dimana dalam
pelaksanaannya bisa dibedakan secara jelas titik awal dan titik akhir dari
gerakan. Keterampilan gerak serial merupakan keterampilan gerak diskret
yang dilakukan beberapa kali secara berlanjut. Keterampilan gerak
kontinyu adalah keterampilan gerak yang tidak bisa dengan mudah
ditandai titik awal atau titik akhir dari gerakannya. Gerakan servis bolavoli
termasuk keterampilan gerak diskret, karena jelas titik awal dan akhirnya.
Titik awal gerakan servis yaitu pada saat pelaku berdiri dengan sikap siap
dan memegang bola, sedangkan titik akhirnya adalah pada saat pelaku
sudah memukul bola dan melakukan gerak lanjutan.
Keterampilan gerak dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sifat
objek dan stabilitas lingkungan. Berdasarkan sifat objek dan stabilitas
lingkungan (Rusli & Suherman, 2000:57) bahwa keterampilan dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: keterampilan tertutup
(closed skills), keterampilan tertutup yang digunakan pada lingkungan
yang berbeda-beda, dan keterampilan terbuka (open skills)”. Keterampilan
tertutup yaitu keterampilan yang dilakukan pada lingkungan yang tetap
dan tidak berubah-ubah. Keterampilan terbuka yaitu keterampilan yang
dilakukan pada lingkungan yang berubah-ubah. Keterampilan servis
bolavoli merupakan keterampilan tertutup karena dilakukan pada
lingkungan yang tidak berubah-ubah. Bola yang dipukul pada saat servis
dilemparkan sendiri oleh pemain.
4) Teknik Dasar Servis Tangan Bawah
Servis tangan bawah adalah suatu usaha memasukkan bola ke daerah
lawan oleh pemain yang berada di daerah servis untuk memukul bola
dengan satu tangan di bawah pinggang atau kira-kira setinggi pinggang.
Servis ini sering digunakan oleh pemain pemula dan pemain wanita.
Karena menurut Robinson (1997:36) bahwa “untuk pemain baru, servis
tangan bawah merupakan cara yang paling mudah”.
Pada dasarnya pelaksanaan servis bawah sama dengan pelaksanaan
servis atas. Perbedaannya adalah hanya pada saat perkenaan bola dengan
tangan. Dimana servis bawah perkenaannya di bawah bahu, sedangkan
servis atas perkenaannya di atas kepala. Menurut Beutelstahl (2003:9)
bahwa ”setiap jenis servis itu dibagi dalam tiga tahap: (1) Tahap pertama:
melempar bola ke atas throw-up. (2) Tahap kedua: memukul bola hitting
the ball. (3) Tahap ketiga gerakan akhir follow-throught”. Adapun
menurut Yunus (1992:111) teknik dasar servis terdiri dari tiga tahap yaitu
“(a) sikap permulaan, (b) gerak pelaksanaan dan (c) gerak lanjutan (follow
throught)”.
Setiap pemain harus melakukan tiga tahapan servis tersebut dengan
baik. Untuk mendapatkan hasil servis yang baik, pemain harus dapat
melakukan gerakan servis atas dengan koordinasi gerak yang baik.
Beutelstahl (2003:10), menguraikan tahap-tahap pelaksanaan servis bawah
sebagai berikut :
Tahap pertama : Fase throw-up (melempar bola). Berat badan ditempatkan pada kaki sebelah belakang. Lengan digerakkan ke belakang dan ke atas (lengan pemain).
Tahap kedua : Fase hitting the ball. Lengan bermain (lengan yang digunakan untuk memukul bola. Dengan istilah asing disebut striking arm. Lengan kanan untuk pemain kanan dan lengan kiri untuk pemain kidal) diayunkan ke bawah, dari belakang ke depan dan memukul bola yang telah dilemparkan rendah-rendah. Sementara itu berat badan dipindahkan ke kaki sebelah depan. Bola dipukul telapak tangan terbuka, pergelangan tangan sekaku mungkin.
Tahap ketiga : Fase follow throught. Lengan bermain terus mengikuti arah bola. Pemain cepat-cepat pindah ke posisi yang baru di lapangan.
Viera & Fergusson (1996:30) mengemukakan mengenai pelaksanaan
servis bawah adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Pelaksanaan Servis Lengan Bawah (Viera & Fergusson, 1996:30)
a. Persiapan b. Eksekusi c. Gerakan Lanjutan 1. Kaki dalam posisi
melangkah dengan santai
1. Ayunkan lengan ke belakang
1. Ayunkan lengan ke arah bagian atas net.
2. Berat badan terbagi dengan seimbang
2. Pindahkan berat badan ke kaki belakang
2. Pindahkan berat badan ke kaki depan
3. Bahu sejajar dengan net
3. Ayunkan lengan ke depan
3. Bergerak ke lapangan pertandingan
4. Pegang bola setinggi pinggang atau lebih rendah
4. Pindahkan berat badan ke kaki depan
5. Pegang bola di depan tubuh
5. Pukul bola dengan pergelangan tangan terbuka
6. Gunakan telapak tangan terbuka
6. Pukul bola pada posisi setinggi pinggang
7. Mata ke arah bola 7. Jatuhkan tangan anda yang memegang bola
8. Pukul bola pada bagian tengah belakang
9. Konsentrasi pada bola
Gerakan servis harus ritmis, mulai dari persiapan, pukulan dan
gerakan lanjutan yang dilakukan harus dilakukan dengan tidak terpotong-
potong dan kaku. Durrwachter (1990:45) mengemukakan bahwa, ”pemain
harus memiliki koordinasi gerak yang tepat antara mengayun dan
melambungkan bola, serta memukul dan gerakan maju ke depan”.
Kesalahan dalam mencermati lambungan bola dan ayunan tangan
kemudian memukul bola akan berakibat kegagalan dalam melakukan
gerakan servis tangan bawah. Agar servis yang dilakukan dapat mencapai
hasil secara optimal, gerakan servis harus dilakukan dengan benar. Agar
tidak terjadi kesalahan dalam melakukan servis maka hal-hal kesalahan-
kesalahan umum yang sering terjadi dalam melakukan servis harus
diperhatikan. Menurut Beutelstahl (2003:11), kesalahan umum yang
sering terjadi pada servis adalah :
a) Pergerakan yang tidak ritmis. Ini terjadi kalau si pemain ragu-ragu. b) Stance yang salah. Dengan istilah stance dimaksudkan: sikap pemain
pada waktu hendak memukul bola, baik sikap tubuh, kaki ataupun lengan.
c) Lengan kurang terayun, sehingga daya kekuatannyapun berkurang. d) Lemparan bola kurang baik, sehingga bola kurang terkontrol. e) Kurang memperhatikan bola.
Pemain harus melakukan pukulan servis dengan baik, dan sedapat
mungkin berusaha agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan. Apabila
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi tersebut dapat dihindari maka
servis yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai hasil sesuai dengan
yang diharapkan. Pemain dan pelatih harus selalu mengadakan evaluasi
mengenai teknik yang digunakan, agar kesalahan-kesalahan yang mungkin
terjadi dapat di atasi.
Servis yang baik akan dapat mempengaruhi jalannya pertandingan.
Di samping itu servis yang baik dalam arti keras dan akurat, akan dapat
mematikan serangan lawan. Hal ini sesuai dengan pendapat Beutelstahl
(2003:65) bahwa servis dapat bertujuan untuk: ”(1) Langsung meraih
angka kemenangan, dan (2) Menghalang-halangi formasi penyerangan
pihak lawan”.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kemampuan
servis yang baik dapat memberikan manfaat yang besar bagi suatu regu.
Manfaat servis dalam permainan bolavoli, di samping sebagai tanda
dimulainya suatu pertandingan, servis sangat bermanfaat sebagai serangan
untuk meraih angka.
Pemain bolavoli harus memiliki kemampuan servis yang baik.
Sedapat mungkin dalam melakukan servis memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi. Dalam hal ini Viera & Fergusson (1996:27) mengemukakan
bahwa ”dalam suatu pertandingan, sangat penting bagi anda untuk
melakukan servis dengan konsisten, yaitu paling tidak 90% dari servis
anda dapat melewati net ke daerah lawan”. Keberhasilan servis dapat
memberikan keuntungan bagi regu, sebaliknya kegagalan servis sangat
merugikan regunya. Apalagi sesuai dengan peraturan sekarang ini, yaitu
nilai bolavoli berlangsung secara rally, sehingga kegagalan servis dapat
langsung memberikan nilai kepada regu lawan.
a) Strategi Pelaksanaan Servis
Keberhasilan servis dapat membantu memenangkan pertandingan
bolavoli. Kecermatan servis ikut menentukan terhadap jalannya
pertandingan. Pada saat melakukan servis harus benar-benar siap dan
cermat, sehingga konsentrasi pada saat melakukan servis harus
diperhatikan. Menurut Beutelstahl (2003:66) bahwa pendekatan taktik
secara individual dalam servis terdiri dari elemen-elemen sebagai
berikut :
1) Pemain berjalan dengan tenang menuju area tempat melancarkan servis.
2) Ia berkonsentrasi dahulu sebelum mulai melancarkan servis. 3) Ia memperhatikan dahulu pihak lawannya: pemain yang
manakah yang akan diberi bola servis itu, bagaimana posisi para lawan.
Servis yang baik dapat merupakan tatik serangan pertama pada
permainan bolavoli. Untuk dapat menjadikan servis sebagai taktik
serangan secara individual konsentrasi pemain sebelum melakukan
servis adalah sangat penting. Di samping itu kontrol terhadap arah bola
juga sangat penting. Mengingat besarnya manfaat servis, teknik servis
perlu dilatihkan dengan sungguh-sungguh.
Servis yang baik dapat menjadi senjata untuk melakukan
serangan yang menyulitkan bagi lawan. Untuk menjadikan servis
sebagai serangan tidaklah mudah, tetapi seorang pemain dituntut
benar-benar menguasai teknik servis tersebut dengan baik. Di samping
itu dalam melakukan servis pemain tersebut harus cermat dan akurat.
Untuk dapat mencapai manfaat servis secara optimal dalam melakukan
penempatan bola servis harus akurat. Pemain yang melakukan servis
perlu mengupayakan agar hasil servis yang dilakukan menjadi sulit
diterima lawan. Agar servis yang dihasilkan sulit diterima lawan, maka
menurut Suharno (1993:54) server harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1) Arahkan servis ke penerima yang lemah penguasaan teknik passing.
2) Servislah ke tempat yang kosong. 3) Pergunakanlah teknik servis float, kemudian ganti-ganti
teknik servis cekis yang keras. 4) Arahkan servis ke pemain yang sedang bergerak. 5) Arahkan ke sasaran sudut datang bola yang sukar, agar
penerima sulit untuk memberikan bola ke pengumpan. 6) Perhitungkan arah angin, sinar matahari dan timing pukulan
setelah ada tanda peluit dari wasit.
Hasil servis lebih optimal jika pemain dapat melakukan servis
dengan cepat, cermat, tepat dan akurat. Berkaitan dengan hal tersebut,
Beutelstahl (2003:66) mengemukakan bahwa :
Sedapat mungkin seorang server harus melancarkan servisnya kepada pemain pihak lawan yang paling lemah. Kecuali itu ia harus cermat mencari tempat-tempat di pihak lawan yang kurang terjaga dengan baik : a. di daerah net b. di daerah sisi c. di belakang
Apabila pemain mengarahkan servisnya ke tempat yang tidak
dijaga atau pemain yang paling lemah, maka itu merupakan hal yang
menyulitkan bagi regu lawan. Mengingat pentingnya peranan teknik
servis tersebut, maka tiap pemain harus memiliki kemampuan servis
yang sulit diterima lawan dan mematikan. Tiap pemain tersebut harus
memiliki penguasaan teknik servis dengan baik. Pengajar harus
memberikan pembelajaran dan latihan servis pada para pemainnya
secara intensif dengan program yang benar.
5) Teknik Dasar Passing
Teknik passing dalam permainan bolavoli ada dua: (a) teknik passing
bawah, (b) dan teknik passing atas.
a. Teknik passing bawah
Teknik passing bawah merupakan keterampilan yang paling
sering digunakan dalam permainan bolavoli terutama untuk
penerimaan servis dan penerimaan serangan dari lawan. Cara
melakukan teknik adalah sebaiknya bola disentuh persis sedikit lebih
atas dari pergelangan tangan, sikap lengan dan tangan diupayakan
selurus mungkin dan kedua siku sebaiknya difiksir untuk mencegah
terjadinya pergeseran yang memberikan kemungkinan arah bola yang
dikehendaki tidak melenceng. Sikap kaki dibuka selebar bahu, dan
salah satu kaki berada di depan.
Secara teknik gerakan passing bawah dapat dibagi menjadi 3
tahapan atau fase, yaitu persiapan (sikap permulaan), pelaksanaan
(sikap perkenaan) dan gerak lanjutan (sikap akhir). Seperti
dikemukakan Yunus (1992:79) bahwa, “gerakan pass bawah normal
terdiri dari (1) sikap permulaan, (2) gerak pelaksanaan dan (3) gerak
lanjutan”. Secara rinci mengenai pelaksanaan masing-masing tahapan
teknik gerakan passing bawah dapat dilihat pada gambar dan
penjelasan di bawah ini :
Gambar 7. Sikap Tangan dan Posisi Badan Saat Passing Bawah Yunus (1992:79)
Sikap permulaan, ambil posisi sikap siap normal pada saat tangan
akan dikenakan pada bola, segera tangan dan lengan diturunkan serta
tangan dan lengan dalam keadaan terjulur ke bawah depan lurus. Siku
tidak boleh ditekuk, kedua lengan merupakan papan pemukul yang
selalu lurus keadaannya. Sikap perkenaan, pada saat akan mengenakan
bola pada bagian sebelah atas (bagian proximal) dari pada pergelangan
tangan, ambillah terlebih dahulu posisi yang sedemikian hingga badan
menghadap bola. Begitu bola berada pada jarak yang tepat maka
segeralah ayunkan lengan yang telah lurus dan diflixir dari arah bawah
ke atas depan. Sikap akhir, setelah bola berhasil dipass bawah maka
segera diikuti pengambilan sikap siap normal kembali dengan tujuan
agar dapat bergerak lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan.
Pada saat melakukan passing bawah, tangan berpegangan satu
dengan yang lain. Yunus (1992:79) mengemukakan bahwa, “kedua
tangan saling berpegangan yaitu, punggung tangan kanan diletakkan di
atas telapak tangan kiri kemudian saling berpegangan”. Pada saat
passing usahakan agar perkenaan bola tepat di bagian proximal dari
pada pergelangan tangan dan dengan bidang yang selebar mungkin
agar bola selama menempuh lintasannya tidak banyak membuat
putaran. Pantulan bola setelah mengenai bagian proximal dari pada
pergelangan tangan, akan memantul keatas depan dengan
lambungannya cukup tinggi dan dengan sudut pantul 900.
b. Teknik passing atas
Teknik passing atas terutama dipergunakan untuk mengumpan
bola kepada penyerang. Cara melakukan teknik passing atas adalah
jari-jari tangan terbuka lebar dan kedua tangan membentuk mangkuk
hampir saling berhadapan. Sebelum menyentuh bola, lutut sedikit
ditekuk hingga tangan berada di muka setinggi hidung. Sudut antara
siku dan badan kurang lebih 450o. Secara rinci mengenai pelaksanaan
masing-masing tahapan teknik gerakan passing atas dapat dilihat pada
gambar dan penjelasan di bawah ini:
Gambar 8. Sikap Tangan dan Posisi Badan Pada Saat Passing Atas Yunus (1992:81)
Sikap permulaan, pemain mengambil sikap siap normal yaitu
pengambilan sikap tubuh sedemikian hingga memudahkan untuk
secepatnya bergerak ke arah yang diinginkan. Pemain berdiri dengan
salah satu kaki berada di depan kaki lain. Lutut ditekuk badan agak
condong kedepan dengan tangan siap didepan dada. Pada saat akan
melakukan passing, maka segeralah menempatkan diri di bawah bola.
Dan tangan diangkat ke atas depan kira-kira setinggi dahi. Jari-jari
tangan secara keseluruhan membentuk suatu setengah bulatan. Jari-jari
diregangkan sedikit dan kedua ibu jari membentuk satu sudut. Sikap
perkenaan bola, perkenaan bola pada jari adalah diruas pertama dan
kedua terutama dari ibu jari. Pada saat jari disentuhkan pada bola maka
jari agak ditegangkan sedikit dan pada saat itu juga diikuti gerakan
pergelangan, lengan kearah depan atas agak eksplosif. Sikap akhir,
setelah bola berhasil di pass maka lengan harus lurus sebagai suatu
gerakan lanjutan diikuti dengan badan dan langkah kaki ke depan agar
koordinasi tetap terjaga. Gerakan tangan, pergelangan, lengan dan kaki
harus merupakan suatu gerakan yang harmonis, sedang pandangan
kearah bola.
6) Keterampilan teknik dasar bolavoli (smash/spike)
Keterampilan teknik dasar bolavoli (smash/spike) adalah gerakan
memukul bola yang dilakukan dengan kuat dank eras serta jalannya bola
cepat, tajam, dan menukik. Keterampilan teknik dasar bolavoli dapat
mematikan atau sulit diterima lawan apabila pukulan itu dilakukan dengan
cepat dan tepat. Yang harus diperhatikan saat akan melakukan
keterampilan teknik dasar bolavoli, yaitu cara mengambil awalan/ancang-
ancang, cara melakukan tolakan, cara melakukan pukulan, cara melakukan
pendaratan.
Teknik keterampilan teknik dasar bolavoli merupakan teknik yang
cukup sulit dibandingkan dengan teknik dasar yang lain seperti servis atau
passing. Gerakan keterampilan teknik dasar bolavoli harus
mengkoordinasikan banyak gerakan mulai awalan, lompatan, pukulan dan
mendarat di lantai (Durrwachter, 1990:65).
7) Mengumpan (set-up)
Mengumpan bola dilakukan dengan passing atas atau melambungkan
bola yang diterima ke atas denga kedua belah tangan. Saat mau menerima
bola, posisi badan setengah jongkok dengan lutut lentur, badan dijulurkan
dengan meluruskan tungkai; dan lurus sambil berjungkat saat
melambungkan bola. Posisi lengan dan tangan dari jari seperti hendak
menrangkum bola saat melambungkan bola ke atas. Bola dilambungkan
dengan kedua belah tangan ke atas di depan pemain siap melakukan
pukulan keterampilan teknik dasar bolavoli. Untuk dapat mengumpan
dengan baik, cepat, tepat, luwes dan lancar perlu melakukan latihan
berulang-ulang hingga benar-benar menguasai (Syarifuddin, 2003:12).
8) Membendung (blocking)
Membendung (blocking) adalah bentuk gerakan seseorang atau
beberapa orang pemain yang berada di dekat net. Tujuannya untuk
menutupi datangnya bola dari lapangan lawan. Caranya dengan
menjulurkan kedua belah tangan ke atas dengan ketinggian jangkauan
lebih tinggi dati tepian atas net. Untuk dapat melakukan bendungan
dengan baik dan benar, harus memperhatikan: sikap permulaan,
gerakannya, pembendungan oleh seorang pemain, pembendungan oleh dua
atau tiga orang pemain. Perlu diingat latihan membendung diberikan
kepada atlet setelah atlet memiliki bekal kemampuan keterampilan teknik
dasar bolavoli, karena dengan memiliki kemampuan keterampilan teknik
dasar bolavoli maka akan memudahkan dalam memprediksi kapan
membendung harus dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas, untuk melakukan gerakan-gerakan dalam
bolavoli secara baik diperlukan kemampuan fisik prima dan untuk dapat
bermain bolavoli dengan baik dan benar seorang pemain harus dapat
menguasai teknik dasar permainan. Sebagaimana disebutkan Durrwachter
(1990:82) bahwa, “tahap awal permainan bolavoli sudah memadai apabila
pemain telah menguasai teknik dasar yang terdiri dari servis dan passing.
Dengan demikian bila seorang pemula atau seseorang ingin dapat bermain
bolavoli dengan baik harus menguasai teknik dasar bermain bolavoli, dan
diantara teknik dasar yang harus dikuasai dalam permainan bolavoli adalah
servis dan passing.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai latihan plaiometrik dan berbeban sudah banyak
dilakukan, beberapa hasil temuan penelitian yang menarik dan memiliki relevansi
yang dekat dengan penelitian ini, akan diungkap kembali sebagai berikut:
1. Tirtawirya, D. (2003:101) meneliti tentang pengaruh metode latihan
pliometrik terhadap peningkatan power otot tungkai, yang menyimpulkan
bahwa latihan pliometrik metode kombinasi paling baik dalam meningkatkan
power tungkai jika dibandingkan dengan metode menempuh jarak dan metode
ditempat. Sedangkan metode menempuh jarak lebih baik jika dibandingkan
dengan metode ditempat dalam meningkatkan power tungkai.
2. Rahimi, R. (2006) tentang evaluasi latihan plaiometrik, latihan beban dan
kombinasi plaiometrik, pada kecepatan sudut dalam bersepeda, yang
menyimpulkan bahwa kombinasi latihan beban dan latihan plaiometrik dapat
meningkatkan hasil kecepatan sudut dalam bersepeda. Oleh karena itu,
pelatihan gabungan dapat membantu meningkatkan prestasi lomba sepeda
jarak pendek yang memerlukan kecepatan sudut, percepatan sudut dan power.
3. Sri Santoso Sabarini (2008) tentang perbedaan pengaruh metode latihan dan
koordinasi mata tangan terhadap keterampilan bermain baseball, yang
menyimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh metode latihan dengan
menggunakan latihan beban dan plaiometrik terhadap ketrampilan baseball,
ada perbedaan antara koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah terhadap
ketrampilan baseball, ada interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-
tangan terhadap ketrampilan baseball.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, dapat
dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap
peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
Metode latihan merupakan prosedur dan cara pemilihan jenis latihan dan
penataannya menurut kadar kesulitan kompleksitas dan berat badan. Dalam
keterampilan teknik dasar bolavoli, maka latihan plaiometrik dan berbeban
sebagai metode latihannya. Program latihan plaiometrik merupakan salah satu
metode latihan yang sangat baik untuk meningkatkan eksplosif koordinasi
baik siklik maupun asiklik. Sedangkan program latihan berbeban merupakan
latihan fisik yang efektif dengan bantuan alat berupa besi (dumbell, barbel,
stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, ketahanan otot dan
pembentukan otot. Dengan kondisi tersebut tentunya koordinasi mata-tangan
akan meningkat. Keuntungan dan kelebihan dari latihan plaiometrik adalah
kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga sangat baik dan efektif
untuk menghasilkan tenaga pada jenis gerakan (kecepatan gerak jauh lebih
baik), resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih aman pada
saat melakukan latihan, kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam
pelaksanaan program latihan lebih mudah, peningkatan beban latihan lebih
tepat, sesuai dengan ketentuan, dan memungkinkan sejumlah peserta untuk
berlatih bersama, sehingga menghemat waktu. Sedangkan kelemahan latihan
pliometrik adalah beban latihan relatif ringan, sehingga peningkatan kekuatan
lebih rendah, unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik,
timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah, karena jenis
latihan yang tidak berubah, dan timbulnya kelelahan yang sangat bagi pelaku.
Latihan berbeban merupakan latihan fisik yang efektif dengan bantuan
alat berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan,
koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Sama halnya dengan
latihan plaiometrik, latihan berbeban yang memiliki kelebihan atau
keuntungan berupa peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang
cukup besar, dengan adanya beban tambahan dari luar, lebih memberikan
tantangan bagi pelaku sehingga dapat meningkatkan semangat dan motivasi
dalam latihan, kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan
program latihan lebih mudah, dapat dirancang untuk berbagai keperluan dan
prinsip overload benar-benar terlihat. Sedangkan kelemahan dari latihan
berbeban adalah kecepatan gerak otot lengan dalam keterampilan teknik dasar
bolavoli terabaikan karena beban terlalu berat sehingga peningkatan
kecepatan lebih rendah, resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih
besar, peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai dengan
perhitungan karena berat beban yang tersedia ukurannya terbatas dan
timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan. Namun demikian latihan ini pun
juga dapat digunakan untuk meningkatkan power.
Metode latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dan
berkesinambungan akan berpengaruh terhadap koordinasi mata-tangan
sehingga akan terjadi adaptasi terhadap gerakan yang dilakukan. Dengan
demikian keterampilan teknik dasar bolavoli pada atlet pemula dapat
meningkat. Hal ini dikarenakan pola gerakan yang digunakan sesuai dengan
gerakan pada koordinasi. Oleh karena itu peningkatan dosis metode latihan,
sebaiknya diberikan secara bertahap.
Dari uraian di atas dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan
yang ada pada masing-masing metode latihan, maka dapat diduga bahwa
antara latihan plaiometrik dan berbeban akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap keterampilan teknik dasar bolavoli.
2. Perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet
yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah
Koordinasi mata-tangan yang dimiliki oleh setiap atlet tidak semuanya
sama, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Tinggi rendahnya koordinasi
mata-tangan yang dimiliki oleh seorang atlet tentunya akan berpengaruh
terhadap reaksi otot lengan atlet yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
koordinasi mata-tangan merupakan salah satu unsur yang dominan dalam
gerakan-gerakan yang memerlukan tingkat eksplosifitas tinggi.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diduga bahwa perbedaan koordinasi
mata-tangan yang tinggi dan rendah dapat memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan
terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli
Latihan menggunakan latihan plaiometrik tidak terlalu membutuhkan
kemampuan koordinasi mata-tangan yang tinggi, karena program latihan yang
sangat baik untuk meningkatkan eksplosif koordinasi. Sedangkan penggunaan
latihan berbeban akan membutuhkan koordinasi mata-tangan yang lebih
tinggi, dikarenakan program latihan yang efektif dengan bantuan alat berupa
besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi,
ketahanan otot dan pembentukan otot.
Bagi atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah penerapan
latihan plaiometrik kurang menguntungkan. Dengan koordinasi mata-tangan
yang rendah atlet akan sulit beradaptasi dengan membutuhkan koordinasi
mata-tangan yang tinggi. Latihan berbeban lebih tepat digunakan bagi atlet
yang memiliki koordinasi mata-tangan yang rendah untuk menguasai
keterampilan teknik dasar bolavoli.
Dari uraian di atas, maka dapat diduga terdapat interaksi antara metode
latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap keterampilan teknik dasar
bolavoli.
D. Pengajuan Hipotesis
Dalam penelitian ini peneliti mengajukan beberapa hipotesis, yaitu:
1. Ada perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap
peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
2. Ada perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet
yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah.
3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan
terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di klub bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta,
sebagai tempat latihan bolavoli atlet.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini diperkirakan dilaksanakan selama dua bulan dimulai
tanggal 4 Oktober sampai dengan 29 November 2009, dengan frekuensi
pertemuan tiga kali seminggu yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jum’at.
Lamanya latihan 120 menit setiap kali pertemuan. Jumlah pertemuan 24 kali.
Latihan dimulai pukul 15.00 s/d 17.30 WIB.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 2x2. Menurut Sudjana
(2002:148) eksperimen faktorial adalah eksperimen yang hampir atau semua taraf
sebuah faktor dikombinasikan atau disilangkan dengan semua taraf tiap faktor
lainnya yang ada dalam eksperimen.
Tabel 3. Kerangka Desain Penelitian
Koordinasi Mata-Tangan (B)
Variabel Atribut Variabel Manipulatif
Tinggi (b1)
Rendah (b2)
Latihan Plaiometrik (a1) a1b1 a1b2
Metode Latihan
(A)
Latihan Beban (a2) a2b1 a2b2
Keterangan:
a1b1 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dilatih menggunakan metode latihan plaiometrik.
a2b1 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dilatih menggunakan metode latihan beban.
a1b2 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dilatih menggunakan metode latihan plaiometrik.
a2b2 : Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dilatih menggunakan metode latihan beban.
Untuk mendapatan keyakinan bahwa keterampilan teknik dasar bolavoli
yang merupakan hasil perlakuan maka dapat digeneralisasikan ke dalam populasi
yang ada.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas (independent)
dan satu variabel terikat (dependent) dengan rincian yaitu :
1. Variabel bebas (independent)
a. Variabel manipulatif yaitu metode latihan yang terdiri dari 2 taraf.
1) Latihan plaiometrik.
2) Latihan beban.
b. Variabel bebas atributif (yang dikendalikan) dalam penelitian ini yaitu:
1) Koordinasi mata-tangan tinggi.
2) Koordinasi mata-tangan rendah.
2. Variabel terikat (dependent)
Dalam penelitian ini variabel terikatnya yaitu peningkatan keterampilan
teknik dasar bolavoli.
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk memberikan penafsiran yang sama terhadap variabel-variabel dalam
penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi dari variabel-variabel penelitian yaitu
sebagai berikut:
1. Latihan Plaiometrik
Plaiometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu
kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan
dinamik atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat. Latihan
plaiometrik yang mendukung gerakan servis atas yaitu Medicine Ball Throw,
Medicine Ball Chest Pass, Medicine Ball Two Hand Hit, Medicine Ball Sit Up
Throw, Double Leg Bound, Medicine Ball Back Throw. Semua latihan
dilakukan sesuai program latihan yang direncanakan.
2. Latihan Berbeban
Latihan berbeban ini adalah latihan fisik dengan menggunakan beban
baik dengan berat beban sendiri maupun dengan beban dari luar yang berupa
barbel atau dumbel yang terbuat dari besi atau bahan lain yang keras, yang
ditujukan untuk meningkatkan bermacam-macam kemampuan fisik, antara
lain daya tahan otot, kekuatan otot dan daya ledak otot dilakukan secara
berulang-ulang dengan intensitas dan repetisi tertentu sesuai program latihan.
Jenis latihan berbeban yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
beban luar, dengan bentuk latihan antara lain: Straight Arm Pull Over, Chest
Pres, Tricep Extension, Sit Up, Leg Press, Reverse Arm Curl. Semua latihan
dilakukan sesuai program latihan yang direncanakan.
3. Koordinasi Mata-Tangan
Koordinasi mata-tangan adalah suatu klasifikasi koordinasi mata-tangan
yang dihitung di atas rerata hasil pengukuran koordinasi mata-tangan pada
sampel penelitian.
Strata I = Koordinasi mata-tangan tinggi
Strata II = Koordinasi mata-tangan rendah
4. Teknik Dasar Bolavoli
Teknik dasar bolavoli adalah prosedur yang telah dikembangkan
berdasarkan praktek dan bertujuan mencari penyelesaian suatu problema
pergerakan tertentu dengan cara yang paling ekonomis dan berguna.
Contohnya servis, pass bawah, pass atas, smas, blok dan pertahanan.
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah atlet pemula putra klub Bolavoli
Baja 78 Bantul Yogyakarta yang berjumlah 50 atlet.
2. Sampel Penelitian
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 atlet, yang
diperoleh dengan teknik purposive random sampling. Menurut Sudjana
(2002:148) teknik purposive random sampling yaitu dari jumlah populasi
yang ada untuk menjadi sampel harus memenuhi ketentuan-ketentuan untuk
memenuhi tujuan penelitian.
Dari sejumlah 50 atlet tersebut, kemudian dilakukan tes dan pengukuran
koordinasi mata-tangan diperoleh dengan tes lempar tangkap bola tenis
(Kirkendall, et al, 1987:412), data hasil koordinasi mata-tangan tersebut
dipakai untuk mengelompokkan yaitu sampel yang memiliki koordinasi mata-
tangan tinggi dan sampel yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah.
Selanjutnya dirangking, dari hasil rangking tersebut dibagi atas tiga kelompok
yaitu tingkat koordinasi mata-tangan tinggi, sedang dan rendah. 10 atlet yang
memiliki tingkat koordinasi mata-tangan sedang tidak diikutsertakan, sehingga
besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 atlet yang terdiri
dari 20 atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan 20 atlet yang
memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Selanjutnya 20 atlet yang memiliki
koordinasi mata-tangan tinggi dan yang memiliki koordinasi mata-tangan
rendah masing–masing dibagi menjadi dua kelompok dengan cara diundi
(random), yaitu 10 atlet mendapatkan latihan plaiometrik dan 10 atlet sebagai
kelompok yang mendapatkan latihan berbeban.
F. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan variabel, maka instrumen penelitian yang digunakan adalah:
(1) Tes lempar tangkap bola tenis dan (2) Tes AAHPER Volley Skill Test Manual.
1) Data koordinasi mata-tangan
Koordinasi mata-tangan diukur dengan tes lempar tangkap bola tenis
(Kirkendall, et al, 1987:412). Data koordinasi mata-tangan diukur sebanyak 10
kali ulangan yaitu sebelum perlakuan diberikan pada atlet pemula putra klub
Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta selaku sampel. Data koordinasi mata-
tangan dapat dipakai untuk mengelompokkan (1) sampel yang memiliki
koordinasi mata-tangan tinggi dan (2) sampel yang memiliki koordinasi mata-
tangan rendah. Sebelum digunakan, dicari reliabilitas tesnya menggunakan
rumus dari Baumgartner & Jackson (1991:134).
MSs - MSw R =
MSs
SSt + SSI MSw = dft+dfI
2) Data keterampilan teknik dasar bolavoli
Teknik pengumpulan data keterampilan teknik dasar bolavoli digunakan
dengan baterai tes AAHPER Volley Skill Test Manual (Strand & Wilson,
1993:136-139). Tes ini meliputi: 1) tes servis, yaitu kesanggupan testee
melakukan servis dengan mengarahkan bola pada daerah sasaran, 2) tes
passing, kemampuan testee menerima dan mengembalikan passing (operan)
bola, 3) tes setting, kemampuan testee dalam mengoper (mengumpan) bola
melewati rintangan dan mengarahkannya ke daerah sasaran, 4) tes memvolley,
kemampuan testee dalam memvolley bola kedinding dengan baik dan benar
dalam jangka waktu 1 menit. Karena dalam penelitian ini hanya memberikan
treatmen pada 4 (empat) teknik dasar yaitu servis atas, passing bawah dan
passing atas dan smash normal, maka yang akan di tes juga adalah keempat
teknik dasar tersebut dengan menggunakan baterai tes di atas. Sebelum
digunakan, dicari reliabilitas tesnya menggunakan rumus Baumgartner &
Jackson (1991:134).
3) Mencari Reliabilitas Tes
Sebelum data hasil penelitian dianalisis terlebih dahulu data harus dicari
relaibilitanya, untuk mengetahui keajegan dari tes yang bersangkutan. Untuk
mencari besarnya koefisien reliabilita, dipergunakan ANAVA (Thomas &
Nelson, 2001: 187) dengan rumus:
B
wB
MS
MSMSR
-=
Dengan:
B
BB df
SSMS =
ABA
ABAW dfdf
SSSSMS
++
=
Keterangan: R = Koefisien reliabilitas SS = Jumlah kuadrat perlakuan MS = Rata-rata kuadrat perlakuan df = Derajat kebebasan A = Perlakuan kolom B = Perlakuan baris AB = Interaksi antara perlakuan baris dan perlakuan kolom
Uji coba instrumen penelitian untuk tes koordinasi mata-tangan dan tes
keterampilan teknik dasar bolavoli adalah dengan mencari koefisien
reliabilitasnya. Tes koordinasi mata-tangan yang diukur dengan tes lempar
tangkap bola tenis ini oleh Kirkendall, et al (1987:412) mempunyai validitas
face validity. Setelah dilakukan uji tes, ternyata diperoleh reliabilitas 0.872,
selanjutnya hasil tes ini digunakan untuk mencari dan menentukan sampel
yang diperlukan dalam penelitian yaitu sampel yang masuk kategori
koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah. Sedangkan tes keterampilan teknik
dasar bolavoli yang diukur dengan baterai tes AAHPER Volley Skill Test
Manual oleh Strand & Wilson (1993:136-139) dinyatakan mempunyai
reliabilitas 0.977, objektivitas 0.99 dan validitas 0.989, dan selanjutnya setelah
dilakukan uji tes diperoleh reliabilitas tes 0.989.
Dalam mengartikan kategori koefisien reliabilita hasil tersebut dengan
menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter, yang
dikutip Mulyono (1999:22).
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis varian
(ANAVA) rancangan faktorial 2x2 pada α = 0,05. Jika nilai F yang diperoleh
(Fo) signifikan analisis dilanjutkan dengan uji rentang hewman-keuls
(Sudjana, 2004:36). Untuk memenuhi asumsi dalam teknik anava, maka
dilakukan uji normalitas (Uji lilliefors) dan uji Homogenitas Varians (dengan
uji Bartlett) (Sudjana, 2002:261-264). Urutan langkah-langkah analisis data
penelitian ini adalah:
1. Pengujian Prasyarat Analisis
Sebelum dilakukan analisis data dilakukan uji prasyarat analisis yaitu
uji normalitas (Uji Liliefors) dan uji Homogenitas Varians (dengan uji
Bartlett). Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan dalam penelitian berasal dari sampel berdistribusi normal atau
tidak. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi pada
tiap-tiap kelompok homogen atau tidak.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data penelitian ini menggunakan metode Liliefors
(Sudjana, 2002:466). Adapun prosedur pengujian normalitas tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Pengamatan x1, x2, ……., xn dijadikan bilangan baku z1, z2, …….,
zn dengan menggunakan rumus:
zi =
Keterangan : = Rata-rata = Nilai variabel
s = Simpangan baku
2) Untuk setiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi
normal baku, kemudian dihitung peluang F(zi) = P (z ≤ zi).
3) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, ……., zn yang lebih kecil atau
sama dengan zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S(zi), maka
S(zi) =
4) Hitung selisih F(zi) - S(zi), kemudian ditentukan harga mutlaknya.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih
tersebut. Harga terbesar ini merupakan Lhitung.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan uji Bartlett. Langkah-langkah
pengujiannya sebagai berikut :
1) Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom
kelompok sampel; dk (n-1); 1/dk; SDi2, dan (dk) log SDi
2.
2) Menghitung varians gabungan dari semua sampel, dengan rumus:
SD2 = ……. (1)
B = Log SDi2 (n-1)
3) Menghitung χ2, dengan rumus:
χ2 = (Ln) B – (n–1) Log SDi ……….. (2)
dengan (Ln 10) = 2,3026
Hasilnya (χ2hitung) kemudian dibandingkan dengan χ2
tabel, pada
taraf signifikansi α = 0,05 dan dk (n-1).
4) Apabila χ2hitung < χ2
tabel, maka Ho diterima.
Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila
χ2hitung > χ2
tabel, maka Ho ditolak, artinya varians sampel bersifat
tidak homogen.
2. Uji Hipotesis
Langkah-langkah melakukan uji hipotesis adalah sebagai berikut:
a. Anava Rancangan Dua Jalur
1) Metode AB untuk Perhitungan Anava Dua Jalur
Tabel 4. Ringkasan Dua Jalur
Sumber Variasi Dk JK RJK F0
Rata-rata Perlakuan
A B
AB Kekeliruan
1
a – 1 b – 1
(a-1)(b-1) ab (n-1)
Ry
Ay
By
ABy
Ey
R
A B
AB E
A/B B/E
AB/E
Keterangan: A = Kelompok A B = Kelompok B AB = Interaksi antara kelompok A dengan kelompok B
2) Kriteria Pengujian Hipotesis
Jika F ≥ F(1-α) (v1-v2), maka hipotesis nol ditolak. Jika F <
F(1-α) (v1-v2), maka hipotesis nol diterima. Dengan demikian dk
pembilang v1 (k-1) dan dk penyebut v2 = (n1 + … nk – k), α = taraf
signifikansi untuk pengujian hipotesis.
b. Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Anava
Menurut Sudjana (2004:36) langkah-langkah untuk melakukan
uji Newman-Keuls adalah sebagai berikut:
1) Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya, dan
yang paling kecil sampai kepada yang terbesar.
2) Dari rangkaian ANAVA, diambil harga RJKe disertai dk-nya.
3) Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk tiap perlakuan dengan
rumus:
Sy =
RJK (kekeliruan) juga didapat dari hasil rangkuman ANAVA.
4) Tentukan taraf signifikansi α, lalu gunakan daftar rentang student.
Untuk uji Newman-Keuls, di ambil v = dk dari RJK (kekeliruan)
dan p = 2,3...,k. Harga-harga yang di dapat dari badan daftar
sebanyak (k-1) untuk v dan p supaya di catat.
5) Kalikan harga-harga yang didapat di titik (...) di atas masing-
masing dengan Sy, dengan jalan demikian diperoleh apa yang
dinamakan rentang signifikan terkecil (RST).
6) Bandingkan selisih rata-rata terkecil dengan RST untuk mencari p-
k selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil kedua dengan RST
untuk p= (k-1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan
selisih rata-rata terbesar kedua rata-rata terkecil dengan RST untuk
p = (k-1), selisih rata-rata terbesar kedua dan rata-rata terkecil
kedua dengan RST untuk p = (k-2), dan seterusnya. Dengan jalan
begini, semuanya akan ada ½ k (k-1) pasangan yang harus
dibandingkan. Jika selisih-selisih yang didapat lebih besar dari
pada RST-nya masing-masing maka disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikansi di antara rata-rata perlakuan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Deskripsi hasil analisis data hasil tes keterampilan teknik dasar bolavoli
yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai
berikut:
Tabel 5. Deskripsi Data Hasil Tes Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan
Perlakuan Tingkat
Koordinasi Mata-
Tangan
Statistik Hasil Tes
Awal
Hasil Tes
Akhir
Peningkatan
Jumlah 3895 4515 620
Rerata 389.500 451.500 67.850
Tinggi SD 35.106 37.673 15.000
Jumlah 3549 4203 654
Rerata 354.900 420.300 65.400
Metode latihan plaiometrik
Rendah SD 31.072 36.028 14.773
Jumlah 3697 4591 894
Rerata 369.700 459.100 89.400
Tinggi SD 34.395 38.318 13.836
Jumlah 3454 4092 638
Rerata 345.400 409.200 63.800
Metode latihan beban
Rendah SD 23.419 25.039 10.619
Gambaran menyeluruh dari nilai rata-rata keterampilan teknik dasar bolavoli
maka dapat dibuat histogram perbandingan nilai-nilai sebagai berikut:
0
50
100
150
200
250
Nil
ai K
eter
amp
ilan
Kelompok
Tes Awal 177.9 176.7 185.5 169.1
Tes Akhir 227.85 217.5 234.8 210.55
WT (A1) P (A2) KMT T (B1) KMT R (B2)
Gambar 9. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan
MT = Kelompok metode latihan plaiometrik
MD = Kelompok metode latihan beban
KD T = Kelompok koordinasi mata-tangan Tinggi
KD R = Kelompok koordinasi mata-tangan rendah
= Hasil tes awal
= Hasil tes akhir
Masing-masing sel (kelompok perlakuan) memiliki peningkatan
keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda. Nilai peningkatan keterampilan
teknik dasar bolavoli masing-masing sel (kelompok perlakuan) dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 6. Nilai Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Masing-Masing Sel (Kelompok Perlakuan)
No Kelompok Perlakuan (Sel)
Nilai Peningkatan Keterampilan Teknik
Dasar Bolavoli
1 A1B1 (KP1) 59.5
2 A1B2 (KP2) 40.4
3 A2B1 (KP3) 39.1
4 A2B2 (KP4) 42.5
Nilai rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang dicapai
tiap kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut:
Gambar 10. Histogram Nilai Rata-Rata Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar
Bolavoli Pada Tiap Kelompok Perlakuan.
Keterangan : KP1 = Kelompok metode latihan plaiometrik pada tingkat koordinasi mata-
tangan tinggi KP2 = Kelompok metode latihan plaiometrik pada tingkat koordinasi mata-
tangan rendah KP3 = Kelompok metode latihan beban memiliki koordinasi mata-tangan Tinggi KP4 = Kelompok metode latihan beban pada tingkat koordinasi mata-tangan
rendah
Metode latihan plaiometrik dan metode latihan beban memberikan pengaruh
terhadap pembentukan keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda. Jika
antara kelompok atlet yang mendapat metode latihan plaiometrik dan dengan
metode latihan beban dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok
perlakuan metode latihan plaiometrik memiliki peningkatan keterampilan teknik
dasar bolavoli sebesar 9.15 lebih tinggi dari pada kelompok metode latihan beban.
Jika antara kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan
rendah dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok atlet yang memiliki
koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar
bolavoli sebesar 7.85 lebih tinggi dari pada kelompok atlet yang memiliki
koordinasi mata-tangan rendah.
B. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas pada tes bertujuan untuk mengetahui tingkat keajegan hasil
tes dilakukan. Tes yang dilakukan terdiri dari tes awal dan tes akhir keterampilan
teknik dasar bolavoli serta tes koordinasi mata-tangan. Hasil uji reliabilitas data
kemudian dikategorikan, dengan menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi
dari Book Walter yang dikutip Mulyono B.A (1999:22), yaitu :
Tabel 7. Range Kategori Reliabilitas
Kategori Reliabilita
Tinggi Sekali 0,90 – 1,00
Tinggi 0,80 – 0,89
Cukup 0,60 – 0,79
Kurang 0,40 – 0,59
Tidak Signifikan 0,00 – 0,39
Adapun hasil uji reliabilitas data keterampilan teknik dasar bolavoli pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data
Variabel Reliabilita Kategori a. Tes awal keterampilan teknik dasar bolavoli
1) Servis 0,81 Tinggi 2) Passing bawah 0,84 Tinggi 3) Passing atas 0,76 Cukup 4) Smash 0,77 Cukup
b. Tes akhir keterampilan teknik dasar bolavoli 1) Servis 0,84 Tinggi 2) Passing bawah 0,75 Cukup 3) Passing atas 0,83 Tinggi 4) Smash 0,82 Tinggi
c. Tes koordinasi mata-tangan 0,81 Tinggi
C. Pengujian Persyaratan Analisis Varians
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji
normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji
normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data
Kelompok
Perlakuan
N M SD Lhitung Ltabel 5% Kesimpulan
KP1 10 59.500 6.607 0.1910 0.258 Berdistribusi Normal
KP2 10 40.400 10.938 0.1289 0.258 Berdistribusi Normal
KP3 10 39.100 10.193 0.1621 0.258 Berdistribusi Normal
KP4 10 42.500 8.835 0.1703 0.258 Berdistribusi Normal
Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP1 diperoleh nilai Lo =
0.1910. Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf
signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data
pada KP1 termasuk berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas yang dilakukan
pada KP2 diperoleh nilai Lo = 0.1289, yang ternyata lebih kecil dari angka batas
penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP2 termasuk berdistribusi normal.
Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP3 diperoleh nilai Lo = 0.1621.
Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan menggunakan
signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data
pada KP3 termasuk berdistribusi normal. Adapun dari hasil uji normalitas yang
dilakukan pada KP4 diperoleh nilai Lo = 0.1703, yang ternyata juga lebih kecil
dari angka batas penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu
0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP4 juga termasuk
berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians antara
kelompok 1 dengan kelompok 2. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan
dengan uji Bartlet. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2
adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data
∑ Kelompok Ni SD2
gab χ2o χ2
tabel 5% Kesimpulan
4 10 86.308 2.433 7.81 Varians homogen
Dari hasil uji homogenitas diperoleh nilai χ2
o = 2.433. Sedangkan dengan K
- 1 = 4 – 1 = 3, angka χ2tabel 5% = 7,81, yang ternyata bahwa nilai χ2
o = 2.433 lebih
kecil dari χ2tabel 5% = 7.81. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara kelompok
dalam penelitian ini memiliki varians yang homogen.
D. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan
interketerampilan analisis varians. Uji rentang Newman-Keuls ditempuh sebagai
langkah-langkah uji rata-rata setelah Anava. Berkenaan dengan hasil analisis
varians dan uji rentang Newman-Keuls, ada beberapa hipotesis yang harus diuji.
Urutan pengujian disesuaikan dengan urutan hipotesis yang dirumuskan pada bab
II.
Hasil analisis data, yang diperlukan untuk pengujian hipotesis sebagai
berikut:
Tabel 11. Ringkasan Nilai Rata-Rata Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan
a1
a2
Variabel
Rerata Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli
b1 b2 b1 b2
Hasil tes awal 184.80 171.00 186.20 167.20
Hasil tes akhir 244.30 211.40 225.30 209.70
Peningkatan 59.50 40.40 39.10 42.50
Keterangan : A1 = Metode latihan plaiometrik. A2 = Metode latihan beban. B1 = Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi B2 = Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah
Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode Latihan (A1 dan A2)
Sumber Variasi
Dk JK RJK Fo Ft
A 1 837.23 837.23 8.730 * 4.11 Kekeliruan 36 3452.30 95.90
Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Koordinasi Mata-
Tangan (B1 dan B2)
Sumber Variasi Dk JK RJK Fo
Ft
B 1 616.23 616.23 6.426 * 4.11 Kekeliruan 36 3452.30 95.90
Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor
Sumber Variasi
Dk JK RJK Fo Ft
Rata-rata Perlakuan 1 82355.63 82355.63
A 1 837.23 837.23 8.730 * 4.11 B 1 616.23 616.23 6.426 *
AB 1 1265.62 1265.62 13.198 * Kekeliruan 36 3452.30 95.90
Total 40 88527.00
Tabel 15. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians
KP A2B1 A1B2 A2B2 A1B1 RST
Rerata 39.10 40.40 42.50 59.50 A2B1 39.10 - 1.300 3.400 20.400 * 8.9495 A1B2 40.40 - 2.100 19.100 * 10.7766 A2B2 42.50 - 17.000 * 11.8914 A1B1 59.50 -
Keterangan ;
Yang bertanda * signifikan pada p £ 0,05.
Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat dilakukan pengujian hipotesis
sebagai berikut:
1. Pengujian Hipotesis I
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode latihan plaiometrik
memiliki peningkatan yang berbeda dengan metode latihan beban. Hal ini
dibuktikan dari nilai Fhitung = 8.730 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol
(H0) ditolak. Yang berarti bahwa metode latihan plaiometrik memiliki
peningkatan yang berbeda dengan metode latihan beban dapat diterima
kebenarannya. Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata metode latihan
plaiometrik memiliki peningkatan yang lebih baik dari pada metode latihan beban,
dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 49.95 dan 40.80.
2. Pengujian Hipotesis II
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet yang memiliki koordinasi
mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang
berbeda dengan atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Hal ini
dibuktikan dari nilai Fhitung = 6.426 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol
(H0) ditolak. Yang berarti bahwa atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan
tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda
dengan atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dapat diterima
kebenarannya.
Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata atlet yang memiliki
koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar
bolavoli yang lebih baik dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan
rendah, dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 49.30 dan 41.45.
3. Pengujian Hipotesis III
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara latihan teknik
dasar bolavoli dan tingkat koordinasi mata-tangan sangat bermakna. Karena Fhitung
= 13.198 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol ditolak. Terdapat interaksi
yang signifikan antara jenis latihan teknik dasar bolavoli dan tingkat koordinasi
mata-tangan.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran yang lebih lanjut
mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan. Berdasarkan
pengujian hipotesis telah menghasilkan dua kelompok kesimpulan analisis yaitu :
(a) Ada perbedaan pengaruh yang bermakna antara faktor-faktor utama
penelitian. Faktor utama yang diteliti meliputi:
1) Perbedaan metode latihan teknik dasar bolavoli
2) Perbedaan tingkat koordinasi mata-tangan
(b) Ada interaksi yang bermakna antara faktor-faktor utama dalam bentuk
interaksi dua faktor.
Kelompok kesimpulan analisis dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai
berikut:
1. Perbedaan Pengaruh Latihan Plaiometrik dan Berbeban Terhadap
Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan
pengaruh yang nyata antara kelompok atlet yang mendapatkan metode latihan
plaiometrik dan kelompok atlet yang mendapatkan metode latihan beban
terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. Pada kelompok atlet
yang mendapat metode latihan plaiometrik mempunyai peningkatan
keterampilan teknik dasar bolavoli yang lebih baik dibandingkan dengan
kelompok atlet yang mendapat metode latihan beban.
Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan
bahwa perbandingan rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli
yang dihasilkan oleh metode latihan plaiometrik nilai 9.15 lebih tinggi dari
pada dengan metode latihan beban.
2. Perbedaan Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Antara
Atlet Yang Memiliki Koordinasi Mata-Tangan Tinggi Dan Rendah.
Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh
yang nyata antara kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan
koordinasi mata-tangan rendah terhadap peningkatan keterampilan teknik
dasar bolavoli. Pada kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi
mempunyai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih baik
dibanding kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan rendah.
Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh
yang nyata antara kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan
koordinasi mata-tangan rendah terhadap hasil keterampilan teknik dasar
bolavoli. Pada kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi
mempunyai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih tinggi
dibanding kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan rendah. Pada
kelompok atlet koordinasi mata-tangan tinggi memiliki potensi yang lebih
tinggi dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah.
Koordinasi mata-tangan merupakan modalitas untuk melakukan latihan
keterampilan.
Koordinasi mata-tangan merupakan kemampuan yang mendasari dari
gerak yang dilakukan seseorang. Koordinasi mata-tangan merupakan unsur
yang sangat penting bagi atlet, sebab koordinasi mata-tangan atlet merupakan
dasar dalam pembentukan keterampilan atlet. Koordinasi mata-tangan yang
baik menunjang kesiapan atlet untuk melakukan latihan keterampilan. Atlet
yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi memiliki kemampuan untuk
beradaptasi terhadap keterampilan gerak teknik dasar bolavoli yang lebih baik,
dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah.
Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan
bahwa perbandingan rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli
pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah 7.85 yang lebih tinggi
dari pada kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi.
3. Pengaruh Interaksi Antara Metode Latihan dan Koordinasi Mata-
Tangan Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.
Dari tabel ringkasan hasil analisis varian dua faktor, nampak bahwa
faktor-faktor utama penelitian dalam bentuk dua faktor menunjukkan interaksi
yang nyata. Untuk kepentingan pengujian bentuk interaksi AB terbentuklah
tabel di bawah ini.
Tabel 16. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, A dan B Terhadap Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli.
Faktor A = Metode latihan teknik dasar bolavoli
Taraf A1 A2 Rerata A1 – A2 B1 59.500 39.100 49.3 20.400
B = Koordinasi mata-tangan B2 40.400 42.500 41.45 2.100 Rerata 49.95 40.8 45.375 7.85 B1 – B2 19.100 3.400 9.15
Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
0
10
20
30
40
50
60
70
A1 A2
0
10
20
30
40
50
60
70
B1 B2
Gambar 11. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli
Keterangan :
: A1 = Metode latihan plaiometrik : A2 = Metode latihan beban. : B1 = Koordinasi mata-tangan tinggi : B2 = Koordinasi mata-tangan rendah
Atas dasar gambar di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai
keterampilan teknik dasar bolavoli adalah tidak sejajar dan bersilangan. Garis
perubahan peningkatan keterampilan antar kelompok memiliki suatu titik
pertemuan atau persilangan. Antara jenis latihan teknik dasar bolavoli dan tingkat
koordinasi mata-tangan memiliki titik persilangan. Berarti terdapat interaksi yang
signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa koordinasi
mata-tangan berpengaruh terhadap hasil latihan teknik dasar bolavoli.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 16, ternyata atlet yang memiliki
koordinasi mata-tangan tinggi dengan metode latihan plaiometrik, memiliki
peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 59.500 yang lebih baik
dibandingkan atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan mendapat perlakuan
metode latihan berbeban sebesar 39.100. Sedangkan atlet yang memiliki
koordinasi mata-tangan rendah dengan metode latihan berbeban, memiliki
peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 42.500 yang lebih baik
dibandingkan atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan mendapat perlakuan
metode latihan berbeban sebesar 40.400. Kefektifan penggunaan metode latihan
teknik dasar bolavoli dipengaruhi oleh klasifikasi koordinasi mata-tangan yang
dimiliki atlet.
F. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, baik dalam menyusun kajian teori, melaksanakan
program latihan, maupun dalam pengambilan data di lapangan dan berbagai upaya
ini telah dilakukan agar hasil penelitian benar-benar sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, tetapi dengan adanya beberapa faktor sebagai variabel intervening
yang tidak dapat dikendalikan sehingga hasil penelitian memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya:
1. Penelitian ini hanya dilakukan di Klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta
dengan sampel relatif terbatas, sehingga penelitian ini belum cukup
digeneralisasikan secara nasional.
2. Ada kemungkinan sampel kontrol juga melakukan perlakuan yang sama
dengan kelompok yang diberi perlakuan karena kewajiban latihan sehingga
mempengaruhi validitas perlakuan kelompok.
3. Selama pelaksanaan penelitian sampel tidak diasramakan, sehingga faktor lain
yang akan mempengaruhi hasil penelitian, seperti faktor gizi, istirahat dan
pengalaman lainnya diduga akan mempengaruhi hasil penelitian.
4. Kontrol terhadap unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi keterampilan
teknik dasar bolavoli, seperti unsur kondisi fisik selain kekuatan otot, faktor
kualitas psikis dan juga kemampuan motorik tidak diperhitungkan sehingga
variabel-variabel tersebut akan dapat mempengaruhi hasil penelitian.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan,
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan plaiometrik dan
berbeban terhadap keterampilan teknik dasar bolavoli. Pengaruh latihan
plaiometrik lebih baik dari pada dengan latihan beban.
2. Ada perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang
signifikan antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan
rendah. Peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli pada atlet yang
memiliki koordinasi mata-tangan tinggi lebih baik dari pada yang memiliki
koordinasi mata-tangan rendah.
3. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan dan
koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar
bolavoli.
a. Atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi lebih cocok jika
diberikan latihan plaiometrik.
b. Atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah lebih cocok jika
diberikan latihan berbeban.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, memberikan implikasi bahwa
dalam merancang program latihan, khususnya dalam menentukan metode latihan
yang akan digunakan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli,
para pelatih perlu memperhatikan pilihan-pilihan metode, teknik dan strategi
secara tepat. Metode atau bentuk latihan yang digunakan dalam proses latihan
harus dipertimbangkan efektifitas dan efisiensi dari metode tersebut dalam
mencapai hasil latihan yang maksimal. Hal tersebut juga harus disesuaikan dengan
karakteristik atlet dan karakteristik latihan yang akan diajarkan. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa latihan plaiometrik memperoleh hasil yang lebih baik dan
optimal dari pada latihan berbeban dalam latihan. Kebaikan latihan plaiometrik ini
dapat dipergunakan sebagai solusi bagi pengajar dan pelatih dalam upaya
meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli.
Dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli, karakteristik
pemain yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar untuk menetukan metode
latihan atau bentuk latihan yang akan digunakan adalah koordinasi mata-tangan.
Pemain yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi akan lebih mudah
menguasai gerakan keterampilan teknik dasar bolavoli, sehingga kualitas atlet
yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi menjadi lebih baik dari pada atlet
yang memiliki koordinasi mata tangan rendah.
Dalam penjelasan di atas maka perbedaan atlet dalam hal koordinasi mata-
tangan akan membawa implikasi bagi pelatih dalam menentukan metode latihan
yang tepat dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka kepada pengajar dan pelatih diberikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Para pelatih dalam melatih keterampilan teknik dasar bolavoli tanpa
mengesampingkan efektifitas keberhasilan dalam pencapain tujuan latihan.
2. Penerapan penggunaan metode latihan untuk meningkatkan keterampilan
teknik dasar bolavoli, perlu memperhatikan faktor koordinasi mata-tangan.
3. Para pelatih bolavoli dalam melatih keterampilan teknik dasar bolavoli dapat
menggunakan latihan plaiometrik dan berbeban, yang disesuaikan dengan
koordinasi mata-tangan atlet, dimana atlet yang memilki koordinasi mata-
tangan tinggi lebih efektif latihan dengan menggunakan latihan plaiometrik.
Sedangkan pemain yang memilki koordinasi mata-tangan rendah lebih efektif
latihan dengan menggunakan latihan berbeban.
4. Para peneliti lain yang akan mengadakan penelitian yang sejenis dengan
penelitian ini dapat menggunakan penelitian ulang dengan jumlah sampel
yang lebih banyak dan jangka waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Baumgartner, T.A. & Jackson, A.S. 1991. Measurement for Evaluation in Physical Education and Exercise Science. USA: Wm.c. Brown Communication. Inc.
Beutelstahl, Dieter. 2003. Belajar Bermain Bolavoli. Bandung: CV. Pioner Jaya. Bompa, O. T. 1990. Theory And Methodology Of Training The Key To Athletic
Performance. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt. ___________. 1994. Power Training For Sport: Plyometrics For Maximum
Power Development. Ontario: Mosaic Press. Brooks, G.A. & Fahey, T.D. 1984. Exercise Physiology Human Bioenergetics and
its Aplication. Canada: Jhon Wiley & Sons Inc. Cholik Mutohir. 2002. Pendidikan dan Pengembangan, Pelaksanaan Pendidikan
Jasmani dan Olahraga di Sekolah dan Perguruan Tinggi. IKIP Surabaya.
Chostill, D.L.; Coyle, EF.; Frink, W.F.; Lesnes, G.R & Witszman, F.A. 1979.
Adaptations in Skeletal Muscle Following Strength Training. Journal Appl. Physiol: Respirat Environ Exercise Physiol 46 (1) : 96-99.
Chu, Donald A. 1992. Jumping Into Plyometrics. California: Leisure Press
Champaign, Illionis. Custou, Virginie. 2003. ATP Generation in The Trypanosoma Brucei Procyclic
Form. Journal of Biological Chemistry. Vol 278 No. 49. December. p.373-387.
Durrwachter, G. 1990. Bola Volley, Belajar dan Berlatih Sambil Bermain. Alih
Bahasa Oleh Tim Redaksi PT. Gramedia. Jakarta: PT. Gramedia. Engkos Kosasih. 1993. Olahraga: Teknik & Program Latihan. Jakarta: Akapres. Fos, M.L. & Keteyian, S.J. 1998. Physiological Basic For Exercise and Sport.
Dubuque: McGraw-Hill Companis. Fox, E.L, Bowers, RW., Foss, ML. 1984. Sports Physiology. Philadelphia: WB.
Sounders Company.
_______, Bowers, RW. Foss, ML. 1988. The Psycological Basic of Physical Education and Athletics. Philadelphia: WB. Sounders Company.
Haree, Dietrich. 1982. Principles of Sport Training. Berlin: Sportverlag. Harsono. 1988. Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta:
Dikti P2LPTK. Jonath. U, Haag E & Krempel, R. 1987. Atletik I. Alih Bahasa Suparmo, Jakarta:
PT. Rosda Jaya Putra. Junusul, Hairy. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Dirjendikti Kirkendall, D. R. Joseph, J. R. Robert, E. J. 1987. Measurement and Evaluation
for Physical Educators. Illionis: Human Kinetics Publishers. Inc. Lamb, David R. 1984. Physiology of Exercise Responses and Adaptations.
Canada: Mac Milk Publising Company. Mulyono, B.A. 1999. Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani Olahraga.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Nossek, Josef. 1982. General Theory of Training. National Institute for Sports,
Lagos: Pan African Press. Pate, R. R., McClenaghan, B. & Rotella, R. 1984. Scientific Foundations of
Coaching. Philadelphia: Saunders College Publiser. Pyke, F. S. 1991. Toward Better Coaching The Art and Science of Coaching.
Canbera, Australia: Government Publishing Service. Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. 1985. Plyometrics. Illionis: Human Kinetics
Publiser. Inc. Radioputro, R. 1987. Fisiologi Olahraga. Yogyakarta: Yayasan STO Yogyakarta. Rahimi, R. 2006. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan dan Power Otot Tungkai
Terhadap Peningkatan Prestasi Lomba Sepeda Jarak Pendek. Surakarta: Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Riequier, Daniel. 2000. Mitochondrial Uncoupling Proteins: From Mitochondria
to the Regulation of Energy Balance. Journal of Physiology. Vol 529 No. 1. p.3-10.
Robinson, B. 1997. Bolavoli Bimbingan, Petunjuk dan Teknik Bermain. Semarang: Dahara Prize.
Rushall, B.S & Pyke, R.S. 1990. Training for Sport and Fitness. Cambera: The
Mac Millan Company of Australia. PIY. LTD. Rusli Lutan. 1988. Belajar Keterampilan Motorik. Pengantar Teori dan Metode.
Jakarta: Depdikbud. Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sajoto, M. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta: Ditjendikti. Schmidt, Richard A. 1991. Motor Learning and Performance: from principles to
practice. England: Human Kinetics Publisher (UK). Ltd. Sharkey, B. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soekarman, R. 1987. Dasar Olahraga: Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet. Jakarta:
PT. Indayu Press. Sri Santoso Sabarini. 2008. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Dan
Koordinasi Mata Tangan Terhadap Keterampilan Bermain Baseball (Studi Eksperimen Weight Training dan Plyometric pada Pemain Putra Pembinaan Baseball JPOK FKIP UNS Surakarta Tahun 2008). Surakarta : Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Strand, B.N & Wilson, R. 1993. Assesing Sport Skill. Champaign: Human
Kinetics Publishers. Sudjana, 2002. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. _______, 2004. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjarwo. 1995. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press. Sugiyanto. 1997. Perkembangan Gerak. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto dan Soedjarwo. 1994. Kepelatihan Bolavoli. Surakarta: UNS Press. Suharno HP. 1982. Tes Kecekapan Bermain Bolavoli Untuk Pelajar Putra SMA.
Yogyakarta: FKIK IKIP.
__________. 1993. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Syarifuddin, Aip. 2003. Panduan Olahraga Bolavoli. Jakarta. PT. Grasindo. Thomas, J.P. & Nelson, J.K. 2001. Research Methods in Physical Aktivity. Second
Edition. Champaign Illionis. Human Kinetic Publiser. Tirtawirya, D. 2003. Pengaruh Metode Latihan Pliometrik Terhadap Peningkatan
Power Otot Tungkai (Studi Eksperimen Pada Atlet Taekwondo MAN Yogyakarta III). Surakarta : Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Viera, Barbara L. & Fergusson, Bonnie Jil, M.S. 1996. Bolavoli Tingkat Pemula.
Alih Bahasa. Monti. Jakarta: Raja Grafindo. Yunus, M. 1992. Olahraga Pilihan Bolavoli. Jakarta: Depdikbud.