Upload
trantruc
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Tipe TPS (Think-Pair-Share) Berbantuan
Video Tutorial Dalam Mata Pelajaran Simulasi Digital
(Studi Kasus Smk N 2 Salatiga)
Skripsi
Diajukan sebagai prasyarat penyusunan skripsi
guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Komputer
Disusun oleh:
Olivia Noor Prita Sari
NIM : 702011123
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2015
Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Tipe TPS (Think-Pair-Share) Berbantuan
Video Tutorial Dalam Mata Pelajaran Simulasi Digital
(Studi Kasus Smk N 2 Salatiga)
1)Olivia Noor Prita Sari
2)Krismiyati, Spd., M.A.
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1)
Abstract
The purpose of this study was to determine the effect of the use of learning methods
kooperative type of TPS (Think-Pair-Share) aided video tutorials in subjects digital simulation. This
research was conducted using the method of quasi experimental design with nonequivalent control
group. The population in this study were students of SMK N 2 Salatiga. Sampling was done by
Purpose Sampling, on the class X TGB TGB A and B with the number of students each as much as 36
students. The instrument used is a multiple choice objective test in pretest and posttest, questionnaire
responses and student activity observation sheet. This research obtains the average yield for a post
test of 75%. After the treatment is held in the form of learning methods kooperative type of TPS
(Think-Pair-Share) aided video tutorials, the average class into a class observation sheet 94,44%.
The results indicate activity of students in class at 78.96%, while the students' responses to the
questionnaire shows the results obtained at 80.14 % and the questionnaire responses of teachers by
80%.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan metode pembelajaran
kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share) berbantuan video tutorial dalam mata pelajaran simulasi
digital. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode quasi eksperimental dengan desain
nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK N 2 Salatiga.
Pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling, yaitu pada kelas X TGB A dan TGB B
dengan jumlah siswa masing-masing sebanyak 36 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes pilihan
ganda pada pretest dan posttest, angket tanggapan dan lembar observasi keaktifan siswa. Penelitian
ini mendapatkan hasil rata-rata untuk post test sebesar 75%. Setelah diadakan treatment berupa
metode pembelajaran kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share) berbantuan video tutorial, rata-rata
kelas menjadi 94.44%. Hasil lembar observasi kelas menunjukan keaktifan siswa dikelas treatment
sebesar 78.96 %, sedangkan untuk angket tanggapan siswa menunjukan hasil yang diperoleh sebesar
80.14 % dan angket tanggapan guru sebesar 80%.
Kata Kunci : Keaktifan, Cooperative tipe TPS (Think-Pair-Share), Media Pembelajaran,
Video Tutorial
1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga 2)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan
Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2)
Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Pengaruh Metode Pembelajaran Cooperative Tipe TPS (Think-Pair-Share)
Berbantuan Video Tutorial Dalam Mata Pelajaran Simulasi Digital
(Studi Kasus Smk N 2 Salatiga)
1)Olivia Noor Prita Sari
2)Krismiyati, Spd., M.A.
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1)
Abstract
The purpose of this study was to determine the effect of the use of learning
methods kooperative type of TPS (Think-Pair-Share) aided video tutorials in subjects
digital simulation. This research was conducted using the method of quasi experimental
design with nonequivalent control group. The population in this study were students of
SMK N 2 Salatiga. Sampling was done by Purpose Sampling, on the class X TGB TGB A
and B with the number of students each as much as 36 students. The instrument used is a
multiple choice objective test in pretest and posttest, questionnaire responses and student
activity observation sheet. This research obtains the average yield for a post test of 75%.
After the treatment is held in the form of learning methods kooperative type of TPS
(Think-Pair-Share) aided video tutorials, the average class into a class observation sheet
94,44%. The results indicate activity of students in class at 78.96%, while the students'
responses to the questionnaire shows the results obtained at 80.14 % and the
questionnaire responses of teachers by 80%.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan metode
pembelajaran kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share) berbantuan video tutorial dalam
mata pelajaran simulasi digital. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
quasi eksperimental dengan desain nonequivalent control group design. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa SMK N 2 Salatiga. Pengambilan sampel dilakukan dengan
Purposive Sampling, yaitu pada kelas X TGB A dan TGB B dengan jumlah siswa
masing-masing sebanyak 36 siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes pilihan ganda
pada pretest dan posttest, angket tanggapan dan lembar observasi keaktifan siswa.
Penelitian ini mendapatkan hasil rata-rata untuk post test sebesar 75%. Setelah diadakan
treatment berupa metode pembelajaran kooperative tipe TPS (Think-Pair-Share)
berbantuan video tutorial, rata-rata kelas menjadi 94.44%. Hasil lembar observasi kelas
menunjukan keaktifan siswa dikelas treatment sebesar 78.96 %, sedangkan untuk angket
tanggapan siswa menunjukan hasil yang diperoleh sebesar 80.14 % dan angket tanggapan
guru sebesar 80%.
Kata Kunci : Keaktifan, Cooperative tipe TPS (Think-Pair-Share), Media
Pembelajaran, Video Tutorial
1
1. Pendahuluan
Kurikulum merupakan jembatan dalam menyukseskan pendidikan
sebagai modal dasar pembangunan nasional untuk itu pelaksanaannya perlu
dikawal, dikritisi, dan terus dievaluasi dengan segenap kekurangan dan
kelebihannya. Pemerintah melalui (Kemendikbud) telah melakukan
pengembangan kurikulum sebagai revisi atas Kurikulum (KTSP) yang diberi
nama Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini diberlakukan mulai Tahun
Pelajaran 2013/2014 yang dilaksanakan secara bertahap sampai tahun 2015[1].
Penerapan kurikulum 2013 yang terkesan terburu buru oleh pemerintah
membuat sekolah kesulitan dikarenakan belum adanya pengarahan maupun
kompetensi untuk guru pengajar mata pelajaran baru pada kurikulum 2013.
SMK N 2 Salatiga adalah salah satu sekolah yang sudah menerapkan
kurikulum 2013 pada satu tahun terakhir ini. Pada penerapan kurikulum 2013
ada penambahan mata pelajaran simulasi digital yang hanya ada pada kelas X
pada setiap program keahlian. Tidak terkecuali pada program keahlian TGB
(Teknik Gambar Bangunan).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru pengampu mata
pelajaran simulasi digital di SMK N 2 Salatiga, diketahui bahwa guru tersebut
merupakan pengampu mata pelajaran teknik kayu yang diminta oleh sekolah
untuk sekaligus mengajar simulasi digital, karena pada kurikulum 2013 pada
semua kejuruan diharuskan ada mata pelajaran simulasi digital dan pada
program keahlian TGB belum memiliki guru yang memang berbasic di mata
pelajaran simulasi digital. Sebagai guru profesinal, guru seharusnya mengajar
sesuai bidang dan kompetensi yang dikuasainya [25]. Dengan dasar
pengetahuan pengajar yang biasa mengajar mata pelajaran teknik kayu, dalam
melaksanakan proses pembelajaran pada mata pelajaran simulasi digital guru
belum terbiasa menggunakan media pembelajaran lain selain modul atau
materi dari internet. Metode pembelajaran yang digunakan juga masih
menggunakan metode konvensional dimana pembelajaran berpusat pada guru.
Hal ini dikarenakan guru yang belum memiliki basic mata pelajaran simulasi
digital, maka pada pembelajarannya siswa dan guru masih sama-sama belajar.
Hal ini menyebabkan siswa cepat bosan dan tidak bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran yang berdampak pada keaktifan siswa pada saat
mengikuti pembelajaran menjadi kurang. Hal ini juga menyebabkan hasil
belajar siswa terhadap pembelajaran kurang. Pada data awal diperoleh
sebanyak 73,61% siswa tuntas pada kelas TGB A, dan 52,78% siswa tuntas
pada kelas TGB B. Persentase ketuntasan lebih besar pada kelas TGB A.
Simulasi digital berkaitan erat dengan pembelajaran praktek
menggunakan komputer, yang dimana guru menjelaskan cara-cara
mempraktikkan software animasi, software pengolah kata, menjelaskan cara
membuat kelas maya, pengggunaan media sosial dan lain lain. Pada program
keahlian TGB sarana prasarana untuk pembelajaran simulasi digital masih
dalam proses penyempurnaan. Diketahui bahwa lab komputer sudah
disediakan oleh sekolah, tetapi untuk jumlah laptop masih belum memadai, 1
laptop masih digunakan oleh 2 siswa. Karena ketersediaan laptop yang
kurang, guru menyarankan kepada siswa yang memiliki laptop untuk selalu
2
dibawa pada saat pembelajaran simulasi digital untuk mendukung
pembelajaran dikelas. Terdapat juga fasilitas internet pada lab komputer.
Tetapi tersedianya fasilitas internet juga dapat mengganggu konsentrasi siswa
dalam menerima materi pembelajaran. Pada saat guru menerangkan materi
sebagian siswa lebih tertarik untuk membuka jejaring sosial. Ketersediaan
fasilitas internet apabila tidak dikontrol dengan baik oleh guru dapat
mengganggu proses belajar mengajar.
Seorang guru dituntut untuk dapat memanfaatkan dan menerapkan
media dan model pembelajaran yang tepat dengan kondisi kelas saat itu.
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Pemilihan
model pembelajaran dan media pembelajaran yang tepat diharapkan dapat
menciptakan suasana kelas yang kondusif, siswa aktif dalam pembelajaran,
siswa dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai [2]. Salah satu model pembelajaran yang
menuntut keaktifan siswa adalah cooperative learning. Cooperative
mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama.
Pada dasaranya cooperative mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam
struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang
atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari
setiap anggota kelompok itu sendiri [3]. Salah satu model pembelajaran
kooperative adalah tipe Think Pair Share (TPS). TPS merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. TPS merupakan metode pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain.
Metode pembelajaran ini adalah adanya optimalisasi partisipasi siswa [4].
Berdasarkan penelitian oleh Kusumastuti dkk dengan menggunakan metode
TPS dapat meningkatkan aktivitas siswa [7]. Penelitian lain juga dilakukan
oleh Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Lasmiyatun & Saptaningrum
dengan memanfaatkan media pembelajaran multimedia dan metode TPS pada
saat pembelajaran dapat dikatakan telah memenuhi indikator keberhasilan [6].
Dengan menggunakan model pembelajaran TPS nantinya siswa dapat
berperan aktif dalam pembelajaran. Selain penggunaan model pembelajaran,
penggunaan media pembelajaran tidak kalah penting untuk menunjang
pembelajaran dalam kelas. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang
berfungsi dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran [5].
Untuk mendampingi model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
peneliti menggunakan media video tutorial sebagai penunjang pembelajaran
dikelas. Dengan menggunakan video tutorial diharapkan siswa dapat lebih
memahami materi pembelajaran dan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang diinginkan. Untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa maka
akan diterapkan model pembelajaran cooperative tipe TPS (Think-Pair-Share)
berbantuan video tutorial sebagai solusi.
3
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut : (1) Apakah penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-
Pair-Share berbantuan video tutorial berpengaruh terhadap peningkatan
keaktifan dan hasil belajar siswa? (2) Bagaimana tanggapan siswa dan guru
terhadap model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan
video tutorial ?
2. Tinjauan Pustaka
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lutfiyatun, Widodo &
Martono hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan metode pembelajara think pair share (TPS) berbantuan
media power point pada pokok bahasan menyusun proposal usaha di kelas XI
SMK N 1 Dukuhturi dapat meningkatkan keaktifan siswa, peningkatannya
lebih efektif dibandingkan dengan proses pembelajaran dengan menggunakan
metode konvensional atau ceramah. Penerapan metode pembelajaran think
pair share (TPS) berbantuan media power point dapat meningkatkan hasil
belajar kewirausahaan pokok bahasan proposal usaha di kelas XI SMK
Negeri 1 Dukuhturi. Peningkatan hasil belajar pada kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan pada kelas kontrol [4].
Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Lasmiyatun & Saptaningrum
meningkatnya hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus kedua
menunjukkan bahwa pemanfaatan multimedia pembelajaran berbasis
Macromedia Flash yang disertai dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share pada saat pembelajaran dapat dikatakan telah memenuhi
indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian tindakan kelas ini,
yaitu sebesar 70% dari seluruh siswa yang ada di kelas tersebut memperoleh
nilai 65 [6].
Selain itu penelitian yang telah dilakukan oleh Kusumastuti, Kurniana
& Susilo penerapan model Think Pair Share dalam pembelajaran dapat
meningkatkan aktivitas siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pengamatan
terhadap aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dari siklus I sampai
dengan siklus III. Skor aktivitas siswa pada siklus I adalah 18,2 dengan
kriteria baik. Pada siklus II skor aktivitas siswa adalah 19,73 dengan kriteria
baik. Sedangkan pada siklus III skor aktivitas siswa adalah 21,3 dengan
kriteria sangat baik [7].
Penelitian yang dilakukan oleh Amalia, Astutik & Yushardi hasil
penelitian menyimpulkan bahwa Aktivitas belajar siswa dengan menerapkan
model kooperatif tipe TTW menggunakan multimedia video pembelajaran
baik dimana aktivitas siswa termasuk dalam kategori aktif yaitu dengan rata-
rata 69,49% [8].
Persamaan dengan penelitian terdahulu yaitu : penelitian yang akan
digunakan adalah model pembelajaran kooperative learning tipe Think-Pair-
Share untuk meningkatkan keaktifan atau aktivitas dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran. Perbedaan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini
menggunakan model pembelajaran kooperative learning tipe Think-Pair-Share
dengan berbantuan media pembelajaran video tutorial. Berdasarkan persamaan
dan perbedaan yang ada dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
4
mengguanakan model pembelajaran kooperative learning tipe Think-Pair-
Share dan media pembelajaran video tutorial.
Keaktifan secara harfiah keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti
giat atau sibuk. Aktif mendapat awalan ke- dan an-, sehingga keaktifan
mempunyai arti kegiatan atau kesibukan [9]. Keaktifan siswa dalam proses
belajar merupakan upaya siswa dalam memperoleh pengalaman belajar, yang
mana keaktifan belajar siswa dapat ditempuh dengan upaya kegiatan belajar
kelompok maupun belajar secara perseorangan [9]. Indikator yang digunakan
untuk mengukur keaktifan belajar siswa dengan berpedoman pada apa yang
diungkapkan oleh Sudjana. Indikator keaktifan siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar dapat dilihat dalam : (1) Turut serta dalam melaksanakan
tugas belajarnya, (2) Terlibat dalam pemecahan masalah, (3) Bertanya kepada
siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, (4)
Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah, (5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru,
(6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, (7) Melatih
diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis [10].
Pembelajaran cooperative Think-Pair-Share Think-Pair-Share
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling
membantu dalam kelompok kecil (2‑6 anggota). Think‑Paire‑Share
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama
dengan orang lain. Keunggulan model pembelajaran ini, yaitu mampu
mengoptimalkan partisipasi siswa [11]. Adapun langkah-langkah
pembelajaran TPS adalah sebagai berikut : (1) Think, pembelajaran ini
diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran
untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada
mereka memikirkan jawabannya. (2) Pair, pada tahap ini guru meminta
peserta didik berpasang-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini
dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui
intersubjetif dengan pasangannya. (3) Share, Hasil diskusi intersubjektif di
tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas
Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada
pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat
menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya [2]. Kelebihan
model pembelajaran (TPS) Think-Pair-Share : (1) Siswa berperan aktif
selama pembelajaran berlangsung. (2) Dengan memberi kesempatan kepada
siswa melalui kelompoknya memungkinkan siswa mengkontruksi
pengetahuannya. (3) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar
sendiri. (4) Memotivasi siswa untuk belajar [12]. Kekurangan model
pembelajaran (TPS) Think-Pair-Share : (1) Tidak mungkin semua
kelompok mendapat giliran untuk menjelaskan hasil pekerjaannya atau
menjawab pertanyaan baik dari siswa maupun dari guru. (2) Bagi kelompok
yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam mengkomunikasikan ide-
idenya, akan merasa ketakutan jika mendapat giliran untuk menjelaskan
5
tentang jawaban dari penyelesaian pekerjaannya. (3) Hanya kelompok yang
pandai saja yang mampu menjawab pertanyaan dari guru yang menuntut
kelompok untuk berpikir tingkat tinggi [12].
Media Pembelajaran kerap sekali kata media pembelajaran diartikan
sebagai istilah alat bantu atau media komunikasi, “Media pembelajaran
meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran, yang terdiri dari : buku, tape recorder, kaset, video camera, video
recorder, film, overhead proyektor, slide (gambar bingkai), foto, gambar,
grafik, televisi, multimedia, dan komputer” [13]. Media pembelajaran juga
dapat didefinisikan sebagai sebuah alat yang berfungsi dan dapat digunakan
untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Media pembelajaran juga dapat
didefinisikana segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar dapat terjadi
[5]. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk
menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses
komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak
akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Bentuk
bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah
hubungan atau interaksi manusia, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan
suara yang direkam [14]. Dapat disimpulkan media pembelajaran adalah alat
atau media yang dapat digunakan untuk mendukung suatu pembelajaran yang
dapat berupa media digital.
Video Tutorial video adalah teknologi untuk menangkap, merekam,
memproses, mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak. Biasanya
menggunakan film seluloid, sinyal elektronik, atau media digital. Berkaitan
dengan “penglihatan dan pendengaran [15]. Tutorial secara istilah adalah
bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan,
petunjuk, arahan dan motivasi agar siswa belajar secara efektif dan efisien.
Definisi tutorial dalam pembelajaran berbasis komputer adalah pembelajaran
khusus dengan instruktur yang terkualifikasi dengan menggunakan software
komputer yang berisi materi pelajaran yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman secara tuntas (mastery learning) kepada siswa mengenai bahan
atau materi pelajaran yang sedang dipelajari [14]. Dari paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa video tutorial adalah media pembelajaran yang berupa
video yang didalamnya berisi langkah langkah suatu materi yang sistematis
sehingga dapat digunakan untuk alat pembelajaran suatu materi tertentu
sehingga memudahkan siswa untuk pahan akan suatu materi. Kelebihan dari
video dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : (1) Memaparkan
keadaan riel dari suatu proses, fenomena atau kejadian. (2) Sebagai bagian
terintegrasi dengan media lain seperti teks atau gambar, video dapat
memperkaya pemaparan. (3) Pengguna dapat melakukan replay pada bagian-
bagian tertentu untuk melihat gambaran yang lebih fokus. Hal ini sulit
diwujudkan bila video disampaikan melalui media seperti televisi. (4) Sangat
cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor. (5)
Kombinasi video dan audio dapat lebih efektif dan lebih cepat menyampaikan
6
pesan dibandingkan media text. (6) Menunjukkan dengan jelas suatu langkah
procedural [15].
3. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk
mendapatkan data dan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti [16]. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kuantitatif eksperimen, yaitu penelitian yang berusaha mencari
pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang
terkontrol secara ketat [17]. Rancangan yang digunakan adalah desain
eksperimen Quasi Experimental Design dengan bentuk Nonequivalent
Control Group Design. Bentuk desain penelitian dapat dilihat pada tabel
dibwah ini :
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Tabel 1 Desain Penelitian
Keterangan :
O1 : hasil pretest kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan.
O2 : hasil posttest kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan.
O3 : hasil pretest kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan.
O4 : hasil posttest kelompok kontrol.
X : treatment yang diberikan pada kelompok eksperimen
- : tidak adanya perlakuan pada kelompok kontrol
Populasi Dan Sample, populasi dalam penelitian ini adalah semua
siswa kelas X SMK Negeri 2 Kota Salatiga. Sampel yang akan dijadikan
subjek penelitian ini diambil dua kelas yaitu kelas X TGB A dan TGB B
(Teknik Gambar Bangunan) dengan masing-masing kelas berjumlah 36
siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non
probability sampling dimana pemilihan unit sampling didasarkan pada pada
pertimbangan atau penilaian subjektif dan tidak pada penggunaan teori
probabilitas. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling yang
merupakan metode penetapan responden untuk dijadikan sampel berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu [18].
Variabel Penelitian, menurut Sugiyono variabel penelitian adalah
suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya [19]. Variable yang akan digunakan dalam
penelitian ini ada dua, diantaranya adalah (1) Variabel bebas (independent)
adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab terjadinya
perubahan pada variabel lain. (2) Variabel terikat (dependent) adalah variabel
yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas [19].
Penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share
berbantuan video tutorial merupakan variabel bebas (independent), sedangkan
peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa merupakan variabel terikat
(dependent). Variabel bebas akan mempengaruhi variabel terikat.
7
Tahap Penelitian dalam melaksanakan sebuah penelitian diperlukan
pula tahapan penelitian atau langkah-langkah penelitian yang digunakan
supaya penelitian lebih terarah dan sistematis. Penelitian ini dilakasanakan
melalui tiga tahap, yaitu (1) Tahap persiapan, (2) Tahap pelaksanaan, (3)
Tahap pengolahan dan analisis data. Adapun langkah-langkah penelitian
tersebut adalah sebagai berikut : No. Tahapan Penelitian Keterangan
1 Tahap Persiapan Wawancara
Studi Literatur
- Menentukan populasi dan sampel
- Menyiapkan materi
- Menyusun angket
- Menyusun lembar observasi keaktifan
Menyusun soal tes
2 Tahap Pelaksanaan - Memberikan tes awal (pretest)
- Memberikan perlakuan (treatment)
- Memberikan tes akhir (posttest)
Memberikan angket tanggapan
3 Pengolahan dan
Analisis Data
- Mengolah hasil pretest
- Mengolah hasil posttest
- Mengolah hasil lembar observasi keaktifan siswa
- Mengolah hasil angket
Tabel 2 Tahapan Penelitian modifikasi dari Rinawan (2014) [24]
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah (1)
wawancara dilakukan untuk mengetahui masalah pembelajaran yang terjadi
selama proses pembelajaran simulasi digital di sekolah. (2) Studi Literature
dilakukan untuk memperoleh pemahaman teori-teori media pembelajaran,
gaya mengajar. Pemahaman teori didapat dari studi pustaka berupa jurnal ber
issn dan ber volume, dan buku (baik cetak maupun elektronik). (3)
Menentukan populasi dan sample yang nanti akan di beri perlakuan
penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share
berbantuan video tutorial. (4) Menyiapkan materi dan rancangan penggunaan
model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video
tutorial yang akan digunakan untuk pembelajaran dikelas. Materi video
tutorial menggunakan video yang sudah ada, bisa didownload melalui
youtube maupun web. (5) Menyusun instrument penelitian berupa lembar
observasi, angket dan soal tes, menganalisa instrumen penelitian yang
kemudian akan diterapkan dalam penelitian.
Pada tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan, memberikan tes awal
(pretest) pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen untuk mengetahui hasil
belajar awal siswa. Setelah pretest dilaksanakan, selanjutnya adalah
memberikan perlakuan (treatmen) dengan menggunakan model pembelajaran
kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial pada kelas
eksperimen (X TBG B). Pada saat treatmen dilaksanakan, juga dilakukan
pengamatan keaktifan siswa dengan menggunakan lembar observasi yang
disediakan dan diisi oleh guru kelas. Setelah treatmen dilaksanakan,
selanjutnya adalah pemberian posttest pada kelas kontrol dan eksperimen
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Tahap terakhir adalah pemberian
angket tanggapan pada kelas eksperimen (X TBG B) untuk mengetahui
8
tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran kooperative tipe
Think-Pair-Share berbantuan video tutorial.
Pada tahap terakhir yaitu pengolahan dan analisis data. Mengolah data
hasil observasi keaktifan siswa. Hasil perhitungan lembar observasi akan
dibandingkan antara kelas kontol dan eksperimen. Langkah berikutnya adalah
mengolah data hasil pretest dan posttest. Hasil tes akan dibandingakan antara
kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk melihat apakah ada peningkatan
hasil belajar siswa pada kelas eksperimen setelah diberikan treatmen
menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share
berbantuan video tutorial. Langkah terakhir adalah menghitung skor dan
persentase angket tanggapan yang diberikan pada kelas eksperimen. Semua
hasil analisis akan dianalisa kemudian diambil kesimpulan berdasarkan hasil
yang diperoleh dari pengolahan data. Laporan penelitian dibuat berdasarkan
hasil yang telah di olah dan dianalisis.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
(1) Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan [23]. Metode
observasi digunakan untuk mengamati keterlaksanaan pembelajaran dilihat
dari keaktifan siswa. Untuk mengamati keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran dikelas digunakan indikator keaktifan : (1) Turut serta dalam
melaksanakan tugas belajarnya, (2) Terlibat dalam pemecahan masalah, (3)
Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang
dihadapinya, (4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah, (5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan
petunjuk guru, (6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang
diperolehnya, (7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang
sejenis [10]. (2) Metode Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan
pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu
objek [19]. Metode tes (pretest dan posttest) yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui hasil belajar siswa pada kompetensi dasar komunikasi
dalam jaringan dalam mata pelajaran simulasi digital. Indikator kemampuan
siswa atau hasil belajar siswa menggunakan KKM dari sekolah, yaitu B- atau
75 dari skala 100. (3) Metode angket merupakan serangkaian atau daftar
pertanyaan yang disusun sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh
responden [20]. Metode angket digunakan untuk memperoleh informasi
tentang tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperative
tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial selama mengikuti
pembelajaran. Angket atau kuesioner yang akan digunakan adalah angket
cheklist skala likert dengan 5 kategori. Tujuan angket tanggapan untuk
mengetahui apakah media dan model pembelajaran yang diterapkan sudah
layak atau belum jika digunakan untuk guru pengajar yang ada disekolah.
Jika tanggapan siswa baik maka media dan model pembelajaran yang peneliti
gunakan baik untuk digunakan oleh pengajar di SMK N 2 Salatiga. Nantinya
angket ini akan diberikan kepada siswa kelas treatmen, dan guru pengajar,
agar peneliti mengetahui tanggapan dari sisi guru maupun siswa.
9
Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji
instrumen tes dan analisis data kuantitatif serta data kualitatif. Data kuantitatif
diolah secara deskriptif menggunakan perangkat pengolah data. Untuk data
kualitatif data yang ada dikodekan terlebih dahulu sebelum dianalisa untuk
menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
4. Desain Pembelajaran
Dalam penelitian ini nantinya peneliti akan terjun langsung dan
mengajar dalam proses pembelajaran. Adapun desain pembelajaran yang
telah di rancang mengadaptasi dari langkah langkah pembelajaran
kooperative tipe Think-Pair-Share menurut Suprijono (2011), yaitu seperti
pada tabel 3 dibawah ini : No Langkah-
Langkah
pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Think Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
Guru membagikan video tutorial dan meminta
siswa untuk mempelajari dan mempraktikan
Guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait
dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta
didik.
Guru memberi kesempatan kepada mereka
memikirkan jawabannya.
Siswa memperhatikan penjelasan
tujuan pembelajaran dari guru
Siswa memperhatikan dan
mempraktikan latihan yang ada pada
video tutorial
Siswa mendengarkan pertanyaan / topik
diskusi dari guru
Siswa memikirkan jawaban terkait
pertanyaan yang diberikan oleh guru
2 Pair Guru meminta peserta didik berpasang-pasangan
untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat
memperdalam makna dari jawaban yang telah
dipikirkannya dengan pasangannya.
Siswa berpasang-pasangan (teman
sebangku 2-3 siswa per kelompok)
untuk mendiskusikan soal dari guru
3 Share Guru memimpin setiap kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi yang dibicarakan
dengan pasangan ke seluruh kelas.
Siswa secara berpasangan dan
bergantian mempresentasikan hasil
diskuis di depan kelas
Tabel 3. Desain Pembelajaran
5. Hasil Dan Pembahasan
Instrumen tes yang berupa pretest dan posttest disusun sesuai dengan
materi pokok dan indikator mata pelajaran simulasi digital. Sebelum tes
diberikan kepada kelas kontrol dan treatmen tes dilakukan uji validitas dan
reliabilitas menggunakan sebuah aplikasi pengolah data. Hasil dari 30 soal
yang di uji validitas diperoleh 25 soal yang valid dan 5 soal yang tidak valid
yaitu pada butir soal nomor 12, 19, 27, 28, dan 30. Jadi kelima soal tesebut
tidak digunakan dalam soal pretest maupun posttest. Soal yang valid tersebut
kemudian di uji reliabilitas, hasil dari perhitungan uji reliabilitas nilai
Spearman Brown Coefficient atau rhitung (0,923) > ttabel (0,349), maka tes
secara keseluruhan dinyatakan reliabel.
Materi pembelajaran pada kelas kontrol dan treatmen sama, yaitu bab
komunikasi dalam jaringan dengan materi pengertian komunikasi daring
beserta jenisnya, tujuan, fungsi, komponen pendukung komunikasi dalam
jaringan, kelebihan dan kekurangan komunikasi dalam jaringan, jenis
komunikasi dalam jaringan (Komunikasi daring syncrounous dan
asyncronous), video chat dan text chat, mengoperasikan google+, google
hangout dan google drive. Pada kelas kontrol pembagian materi
menggunakan modul dan sebagian materi yang kurang mengambil dari
10
internet karena tidak ada buku paket materi simulasi digital dan materi yang
ada dalam modul juga belum lengkap. Pada kelas kontrol materi dijelaskan
dengan media power point. Sedangkan pada kelas treatmen materi
mengoperasikan google+, google hangout dan google drive dibagikan melalui
video tutorial, kemudian untuk materi lain dibahas pada saat diskusi supaya
siswa terangsang untuk berdiskusi. Setelah diskusi selesai guru akan
menyimpulkan diskusi tersebut dan memberikan kesimpulan sesuai dengan
materi yang ada di modul pada kelas kontrol. Sehingga kedua kelas tesebut
memperoleh bobot materi yang sama.
Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif TPS
(Think-Pari-Share) berbantuan video tutorial diawali dengan memberi
salam, kemudian ketua kelas memimpin doa, guru mengecek kehadiran
siswa. Langkah berikutnya adalah pemberian pretes kepada kelas eksperimen.
Kemudian pembelajaran dimulai dengan pengenalan model pembelajaran
kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial beserta langkah-
langkah nya. Lalu guru menyampaikan tujuan pembelajaran, penjelasan
tentang komunikasi dalam jaringan (google+ merupakan komunikasi
syncrounous atau asyncronous, jelaskan mengapa, sebutkan tujuan dan fungsi
komunikasi daring) dan memberikan video tutorial membuat google plus dan
meminta siswa untuk melihatnya, setelah itu guru meminta siswa untuk
mempraktikkan langkah-langkah yang ada pada video tutorial. Lalu siswa
diminta untuk berkelompok berpasang-pasangan dengan teman sebangku dan
mendiskusikan pertanyaan (google+ merupakan komunikasi syncrounous
atau asyncronous, jelaskan mengapa, dan jelaslam perbedaan komunikasi
daring syncrounous dan asyncronous beserta contoh) yang diberikan oleh
guru, setelah berdiskusi kemudian siswa per kelompok untuk membagikan
hasil diskusi didepan kelas. Sembari siswa berdiskusi guru juga melakukan
pengamatan terhadap keaktifan siswa. Pengamatan keaktifan siswa dilakukan
oleh guru mata pelajaran yang sudah lebih mengenal siswanya. Setelah
semuanya selesai guru menyampaikan jawaban atas diskusi kemudian di
akhiri dengan memberikan kesimpulan atas pembelajan pada hari itu.
Pertemuan berikutnya pemberian treatmen masih sama dengan
minggu pertama. Pembelajaran di kelas eksperimen diawali dengan memberi
salam, kemudian ketua kelas memimpin doa dan lalu guru mengecek
kehadiran siswa. Lalu siswa diberikan sedikit penjelasan tentang penerapan
komunikasi daring syncronous kemudian guru memberikan video tutorial
bagaimana cara menggunakan google hangout dan meminta siswa untuk
melihat dan mempraktikkannya. Setelah selesai guru memberikan pertanyaan
untuk didiskusikan (apa perbedaan dari video chat dan text chat beserta
pengertian, contoh dan sebutkan komponen pendukung dari komunikasi
daring). Siswa berdisukusi dengan teman sebangku dan guru mengamati
keaktifan siswa dengan mengisi lembar observasi keaktifan siswa. Setelah
selesai siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas guru
memberikan jawaban atas diskusi dan pembelajaran diakhiri dengan
memberikan kesimpulan atas pembelajaran hari itu.
11
Pertemuan selanjutnya pembelajaran diawali dengan memberi salam
dan ketua kelas memimpin doa. Siswa sudah mulai terbiasa dengan
pembelajaran sebelumnya yang telah diterapkan oleh guru. Guru menjelaskan
tentang berbagi menggunakan komunikasi daring dan memberikan video
tutorial tentang cara membuat dan menggunakan google drive, kemudian
siswa diarahkan untuk melihat video tersebut dan mempraktikkannya. Setelah
praktik selesai, guru memberikan pertanyaan untuk didiskusikan (berikan
contoh media berbagi file menggunakan komunikasi daring yang lain dan
jelaskan kelebihan dan kekurangan dari komunikasi daring). Siswa berdiskusi
dengan teman sebangku, dan setelah selesai siswa mempresentasikan hasil
diskusi didepan kelas. Pada pertemuan ini guru masih mengamati keaktifan
siswa. Pada akhir pembelajaran guru menyampaikan kepada siswa bahwa
minggu depan akan diadakan tes, maka siswa diminta untuk mempersiapkan
diri.
Pertemuan terakhir, pembelajaran diawali dengan memberi salam,
ketua kelas memimpin doa dan guru memeriksa kehadiran siswa. Kemudian
guru memberikan soal tes (posttest) kepada siswa dan siswa diarahkan untuk
mengerjakan soal posttest tersebut. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan
tes adalah 45 menit. Guru mengawasi siswa dengan tujuan agar siswa
mengerjakan tes dengan tenang dan tidak diperbolehkan bekerja sama dengan
siswa lain. Setelah tes selesai, kemudian guru memberikan angket tanggapan
siswa terhadap model pembelajaran yang telah diterapkan dan siswa
diarahkan untuk mengisi angket tersebut. Waktu pengisian angket selama 30
menit. Pembelajaran diakhiri dengan salam.
Peraturan pengelompokan yaitu kelompok kecil (2‑6 anggota) [11].
Pengelompokan dalam pembelajaran pada kelas treatmen pada penelitian ini
yaitu guru membagi siswa menjadi kelompok kecil yaitu 2-3 siswa sesuai
dengan teman sebangku masing-masing. Hal ini sesuai dengan langkah-
langkah model pembelajaran model kooperatif Think-Pair-Share yaitu guru
meminta peserta didik berpasang-pasangan itu untuk berdiskusi [2].
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran mengajar
simulasi digital ditemukan beberapa kendala diantaranya adalah : (1)
Dalam menggunakan video tutorial ada beberapa laptop yang tidak suport
dengan file video yang diberikan oleh guru, maka ada beberapa siswa yang
menggunakan 1 laptop untuk 3 orang untuk melihat video tutorial tersebut,
(2) dengan tiga jam pelajaran dan banyaknya kelompok yang harus
mempresentasikan hasil diskusinya kedepan kelas membuat sharing tersebut
tidak dapat dilakukan oleh semua kelompok, hal ini sesuai dengan kelemahan
dari model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share yaitu tidak mungkin
semua kelompok mendapat giliran untuk menjelaskan hasil pekerjaannya
atau menjawab pertanyaan baik dari siswa maupun dari guru [12], solusi dari
kekurangan ini adalah untuk mempersingkat waktu maka guru bertanya
kepada siswa, bagi yang memiliki jawaban yang berbeda dengan kelompok
yang sudah maju, maka kelompok tersebut harus maju mempresentasikan
hasil diskusinya dan menjelasakan mengapa jawaban mereka bisa berbeda
dengan kelompok lain, (3) ada beberapa kelompok siswa yang ketika ditunjuk
12
maju kedepan mereka ketakutan dan tidak percaya diri dengan hasil diskusi
mereka, hal ini sesuai dengan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif
Think-Pair-Share yaitu bagi kelompok yang mengalami kesulitan atau
hambatan dalam mengkomunikasikan ide-idenya, akan merasa ketakutan jika
mendapat giliran untuk menjelaskan tentang jawaban dari penyelesaian
pekerjaannya [12], solusi dari kekurangan ini adalah dengan menunjuk atau
mengundi kelompok, dan memberikan motivasi, kemudian kelompok yang
sudah ditunjuk atau terpilih harus mempresentasikan hasil diskusinya dengan
baik.
Dari kekurangan diatas juga ada beberapa kelebihan berdasarkan
hasil pengamatan : (1) penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran karena
siswa dintuntut untuk bekerja sama dan saling bertukar pikiran dalam
memecahkan masalah dalam satu kelompoknya. Ini sesuai dengan salah satu
kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share yaitu
siswa berperan aktif selama pembelajaran berlangsung [12]. (2) penggunaan
media pembelajaran video tutorial memudahkan siswa dalam mempraktikkan
materi secara sistematis, membuat siswa lebih mudah memahami
pembelajaran karena siswa dapat me-reply, mem-pause, men-stop video pada
bagian materi yang belum dipahami oleh siswa, membuat siswa tidak cepat
bosan dalam pembelajaran, ini sesuai dengan beberapa kelebihan dari video
pembelajaran yaitu pengguna dapat melakukan replay pada bagian-bagian
tertentu untuk melihat gambaran yang lebih fokus dan menunjukkan dengan
jelas suatu langkah prosedural [15]. (3) pembelajaran menggunakan model
kooperatif tipe Think-Pair-Share membuat mental siswa menjadi lebih baik,
karena siswa dituntut untuk maju kedepan bersama teman kelompoknya
untuk mengungkapkan hasil diskusi mereka yang secara tidak langsung
melatih keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat. Tugas guru disini
adalah mengawasi agar setiap kelompok benar-benar melaksanakan kegiatan
pembelajaran berjalan baik dan memberikan pengarahan kepada siswa atau
kelompok siswa yang bertanya. Guru memberikan pertanyaan yang nantinya
akan menjadi topik diskusi. Pada akhir pembelajaran guru memberikan
kesimpulan tentang materi yang sudah dipelajari oleh siswa.
Pemanfaatan dari video tutorial sendiri dalam penelitian ini adalah sebagai media untuk menyampaikan materi praktik. Video tutorial ini juga
digunakan sebagai perangsang siswa untuk berdiskusi. Dengan menggunakan
video tutorial ini terdapat tiga manfaat yang dirasakan sekaligus oleh siswa.
Yang pertama, siswa dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan
video tutorial, dan mereka bebas memutar ulang atau reply, mem-pause stop
video tersebut hingga siswa paham dengan materi. Yang kedua, dengan
menggunakan media dengan kombinasi video dan audio membuat siswa
menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran dan membuat
siswa tidak mudah bosan. Yang terakhir, video tutorial yang didalam nya
berisi langkah prosedural membuat sesuatu memudahkan siswa belajar lebih
sistematis atau teratur.
13
Perhitungan untuk mengetahui keaktifan siswa pada saat proses
pembelajaran mengacu pada indikator keaktifan siswa. Pengamatan dilakukan
dengan cara mengisi checklist lembar observasi yang telah disediakan.
Pengisian lembar observasi dilakukan oleh guru mata pelajaran yang sudah
hafal dengan peserta didiknya supaya hasil yang diperoleh akurat.
Pengamatan dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung.
Pengamatan keaktifan siswa dilakukan pada kelas kontrol dan eksperimen.
Hasil perhitungan lembar observasi akan dibandingkan antara kelas
kontrol dan eksperimen. Hasil pengamatan keaktifan siswa pada saat proses
pembelajaran dapat dilihat pada tabel 4.
No Indikator Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Pertemuan 1
kelas
kontrol
Pertemuan
2 kelas
kontrol
Pertemuan 3
kelas
kontrol
Pertemuan 1
kelasn
Eksperimen
Pertemuan 2
kelas
Eksperimen
Pertemuan 3
kelas
Eksperimen
1 Siswa ikut serta dalam melaksanakan
proses belajarnya,
61,11 66,67 75 63,89 63,89 80,56
2 Siswa terlibat dalam pemecahan masalah
50 63,89 50 58,33 61,11 77,78
3 Siswa bertanya kepada siswa lain
atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya 63,89 52,78 63,89 58,33 66,67 75
4 Siswa berusaha mencari berbagai
informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah 77,78 63,89 58,33 69,44 72,22 77,78
5 Melaksanakan diskusi kelompok
sesuai dengan petunjuk guru
52,78 55,56 44,44 66,67 77,78 86,11
6 Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya 50 58,33 69,44 52,78 66,67 77,78
7 Melatih diri dalam memecahkan soal
atau masalah yang sejenis 52,78 50 50 52,78 61,11 77,78
TOTAL keaktifan keseluruhan 58,33
58,73 58,73 60,31 67,06 78,96
Tabel 4. Hasil Pengamatan Keaktifan siswa
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil rata-rata keaktifan siswa
pada kelas kontrol tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Sedangkan
pada kelas eksperimen peningkatan keaktifan siswa terjadi pada setiap
pertemuan. Pada petemuan pertama dibandingkan dengan pertemuan kedua
kelas eksperimen mengalami peningkatan keaktifan sebesar 6,75%, pada
pertemuan kedua dibandingkan dengan pertemuan ketiga selisih peningkatan
keaktifan sebesar 11,9%. Menurut pengamatan hal ini disebabkan karena
siswa sudah mulai terbiasa dengan model dan media pembelajaran yang
diterapkan pada pertemuan kedua dan ketiga, maka keaktifan siswa pada
kelas eksperimen setiap pertemuan mengalami peningkatan. Selain itu dengan
menggunaan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-Share ketika siswa
bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kelompok, mereka berusaha untuk
memberikan informasi, dorongan, atau anjuran pada teman satu kelompoknya
yang membutuhkan bantuan. Selain itu, saat berinteraksi bersama, siswa
memiliki kesempatan untuk menunjukkan keterampilan berpikir dan
pemecahan masalahnya satu sama lain, menerima feedback, dan mampu
mengkontruksikan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan yang baru
[21]. Dengan begini siswa akan menjadi lebih aktif dalam kegiatan
14
pembelajaran karena mereka saling bertukar pemikiran, saling menerima
feedback dalam memecahkan suatu masalah dengan teman satu
kelompoknya.
Pada tabel diatas juga dapat dilihat bahwa hasil rata-rata keaktifan siswa
pada pertemuan pertama di kelas eksperimen (60,31%), lebih tinggi daripada
kelas kontrol (58,33%) karena pada kelas eksperimen sudah mulai
menggunakan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan
video tutorial. Menurut pengamatan pada saat penelitian hal ini dikarenakan
oleh penggunaan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan
video tutorial pada kelas eksperimen membuat siswa menjadi lebih tertarik
terhadap pembelajaran dibandingkan dengan kelas kontrol yang hanya
menggunakan media ppt dan pembelajaran ceramah yang menyebabkan siswa
merasa bosan dan cenderung tidak memperhatikan penjelasan guru.
Penggunaan video tutorial pada kelas eksperimen dalam penyampaian materi
membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran dikarenakan siswa lebih fokus
pada laptop masing-masing, selain itu menurut Nasution (2010) Pengguna
video mempunyai keuntungan sebagai berikut : dapat melakukan replay pada
bagian-bagian tertentu untuk melihat gambaran yang lebih fokus, kombinasi
video dan audio dapat lebih efektif dan lebih cepat menyampaikan pesan
dibandingkan media text, menunjukkan dengan jelas suatu langkah
prosedural. Dengan begini siswa akan lebih fokus dalam sebuah pembelajaran
yang mengakibatkan pada peningkatan indikator siswa ikut serta dalam
proses pembelajaran [15].
Pada kelas eksperimen dilihat selalu ada peningkatan keaktifan siswa.
Tetapi pada indikator pertama (siswa ikut serta dalam proses
pembelajaran) pertemuan pertama dibandingkan dengan pertemuan kedua
tidak mengalami peningkatan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh
keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran pada pertemuan pertama dan
kedua masih sama karena mereka merasa masih belum terbiasa dengan
pembelajaran yang diterapkan. Kemudian pada pertemuan kedua dengan
pertemuan ketiga keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran mengalami
peningkatan sebesar 16,67, karena mereka sudah mulai terbiasa dengan
pembelajaran yang diterapkan. Siswa mulai tertarik pada pembelajaran karena
mereka sudah tau langkah-langkah pembelajarannya. Tertarik karena mereka
belum pernah diterapkan model pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-
Share sehingga mereka merasa penasaran yang mengakibatkan pada
keikutsertaan siswa dalam melaksanakan proses belajar yang diterapkan oleh
guru meningkat. Media pembelajaran video tutorial juga menarik perhatian
siswa dalam keikutsertaan siswa dalam melaksanakan proses belajaranya.
Pada kelas eksperimen indikator kedua (Siswa terlibat dalam
pemecahan masalah) pertemuan pertama dibanding pertemuan kedua
mengalami peningkatan sebesar 2,78%, sedangkan pada pertemuan kedua
dibandingkan dengan pertemuan ketiga terjadi peningkatan keaktifan siswa
sebesar 16,67%. Keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah baru
mengalami peningkatan yang signifikan pada pertemuan kedua dan ketiga,
karena mereka pada pertemuan pertama dan kedua masih dalam keadaan
15
penyesuaian dengan pembelajaran yang diterapkan, maka belum mengalami
peningkatan yang signifikan. Pada pertemuan kedua dibanding pertemuan
ketiga siswa mulai bisa menyesuaikan diri dengan model pembelajaran
cooperative tipe Think-Pair-Share yang mengaharuskan siswa terlibat dalam
pemecahan masalah karena mereka harus diskusi dengan teman satu
kelompok untuk menjawab permasalahan yang ada.
Pada kelas eksperimen indikator ketiga (siswa bertanya kepada
siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang
dihadapinya) pertemuan pertama dan kedua mengalami peningkatan sebesar
8,34%, sedangkan pada pertemuan kedua dibandingkan pertemuan ketiga
mengalami peningkatan sebesar 8,33%. Pada indikator siswa bertanya kepada
siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya
tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap pertemuannya
karena mereka kebanyakan sudah mengerti dengan permasalah yang
dihadapinya. Mereka cenderung tidak mengalami kesulitan dalam memahami
persoalan yang dihadapinya sehingga keaktifan mereka bertanya kepada
siswa lain dan guru tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Pada kelas eksperimen indikator keempat (siswa berusaha mencari
berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah) pertemuan pertama dan kedua mengalami peningkatan sebesar 2,78%,
sedangkan pada pertemuan kedua dibandingkan pertemuan ketiga mengalami
peningkatan sebesar 5,56%. Dari pengamatan peningkatan pada indikator
siswa berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahakan masalah tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada
setiap pertemuannya dikarenakan mereka cenderung mencari informasi atas
masalah yang dihadapinya melalui gadget masing-masing, mereka browsing
dan mencari jawaban melalui internet dan kemudian didiskusikan kembali
dengan teman satu kelompoknya.
Pada kelas eksperimen indikator kelima (siswa melaksanakan
diskusi kelompok sesuai petunjuk guru) pertemuan pertama dan kedua
mengalami peningkatan sebesar 11,11% dan pada pertemuan kedua dan
ketiga mengalami peningkatan sebesar 8,33%. Penurunan keaktifan siswa
pada indikator melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru
pada pertemuan ketiga disebabkan oleh siswa yang cenderung fokus pada
praktik menggunakan video tutorial dikarenakan materi yang membuat siswa
kesulitan dalam mempraktikkanya.
Pada kelas eksperimen indikator keenam (siswa menilai kemampuan
dirinya dan hasil-hasil yang diperlehnya) pertemuan pertama dan kedua
mengalami peningkatan sebesar 13,89% dan pada pertemuan kedua
dibandingkan pertemuan ketiga mengalami peningkatan sebesar 11,11%.
Penurunan keaktifan siswa pada indikator menilai kemampuan dirinya dan
hasil-hasil yang diperolehnya pada pertemuan ketiga dikarenakan oleh pada
pertemuan ini siswa fokus pada kegiatan berdiskusi.
Pada kelas eksperimen indikator ketujuh (siswa melatih diri dalam
memecahkan soal atau masalah sejenis) pertemuan pertama dan kedua
mengalami peningkatan sebesar 8,33% dan pada pertemuan kedua
16
dibandingkan dengan pertemuan ketiga mengalami peningkatan sebesar
16,67%. Peningkatan yang tinggi pada indikator melatih diri dalam
memecahkan soal atau masalah sejenis pada pertemuan kedua dibandingkan
dengan pertemuan ketiga ini wajar karena pada pertemuan kedua dan ketiga
mereka sudah bisa beradaptasi dengan pembelajaran yang diterpakan, dan
sudah mulai terbiasa. Mereka sudah terbiasa memecahkan masalah dengan
berdiskusi dengan satu kelompok nya karena pada pertemuan kedua mereka
sudah bisa mengenal dan memahami teman satu kelompoknya dalam bertukar
pikiran. Sehingga menyebabkan peningkatan pada pertemuan ketiga.
Dibawah ini akan dijelaskan perbandingan antara keaktifan di kelas
kontrol dan dikelas eksperimen yang mengalami peningkatan dengan selisih
tertinggi, yang tidak mengalami penigkatan sama sekali dan yang mengalami
penurunan paling tinggi.
Pada perbandingan keaktifan pertemuan pertama kelas kontrol dan
eksperimen terjadi peningkatan keaktifan siswa pada indikator ke satu, dua,
lima dan enam. Yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah pada
indikator ke lima dengan selisih 13,89% yaitu melaksanakan diskusi
kelompok sesuai dengan petunjuk guru. Menurut pemangamatan yang telah
dilakukan peneliti selama penelitian hal ini disebabkan oleh pada kelas
eksperimen yang menggunakan pembelajaran cooperative tipe Think-Pair-
Share berbantuan video tutorial. Diskusi kelompok tipe Think-Pair-Share
terbukti dapat meningkatkan keaktifan siswa karena siswa dituntut untuk aktif
saling bertukar pikiran dengan teman sekelompok untuk memecahkan
masalah, kemudian menshare hasil diskusi ke depan kelas. Selain itu dengan
menggunakan video tutorial siswa semakin tertarik dengan pembelajaran,
karena siswa belum pernah mendapatkan sebelumnya sehingga membuat
siswa penasaran dan menjadi tertarik ingin mempelajarinya. Dibandingkan
dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran ceramah dan media
power point siswa cenderung bosan dengan penjelasan guru, siswa hanya
mendengarkan penjelasan guru tanpa melaksanakan diskusi pada saat
pembelajaran.
Perbandingan keaktifan siswa kelas kontrol dan eksperimen pada
indikator ke tiga dan empat mengalami penurunan, yang mengalami
penurunan paling tinggi adalah pada indikator ke empat dengan selisih 8,34%
yaitu siswa berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah. Menurut pengamatan hal ini disebabkan oleh sumber
atau buku paket mata pelajaran simulasi digital yang memang tidak ada.
Maka pada saat siswa ingin menjawab permasalahan yang ada siswa masih
bingung ingin mencari informasi dari mana. Selain itu jika ingin mencari
informasi melalui internet terhambat oleh wifi sekolah yang sangat lamban.
Maka mereka hanya mengandalkan diskusi kelompok dalam memperoleh
informasi, bertukar pikiran dengan teman sekelompoknya.
Pada pertemuan kedua perbandingan keaktifan siswa kelas kontrol dan
eksperimen terjadi peningkatan pada indikator ke tiga, empat, lima, enam,
dan tujuh. Sama seperti pada pertemuan yang mengalami peningkatan paling
17
tinggi adalah indikator ke lima dengan selisih sebesar 22,22% yaitu
melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.
Pada pertemuan ketiga perbandingan keaktifan siswa kelas kontrol dan
eksperimen semua indikator mengalami peningkatan. Yang mengalami
penigkatan paling tinggi adalah pada indikator kelima dengan selisih sebesar
41,67%. Alasan masih sama dengan penjelasan sebelumnya, belum ada
penyebab lain yang dapat meningkatkan keaktifan siswa pada indikator ke
lima ini. Pada pertemuan ketiga ini adalah peningkatan yang paling
siginifikan, menurut pengamatan hal ini dikarenakan siswa sudah mulai
terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada indikator kelima
pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga selalu mengalami peningkatan.
Dari pertemuan pertama dengan kedua mengalami peningkatan keaktifan
siswa dengan selisih 8,33%, dan selisih pada petemuan kedua dan ketiga
sebesar 19,45%. Selisih kenaikan yang siginifikan pada pertemuan kedua dan
ketiga ini disebabkan oleh siswa yang mulai terbiasa dan dapat menyesuaikan
diri pada pembelajaran yang diterapkan, sudah bisa mengikuti langkah-
langkah pembelajaran yang diterapkan, sehingga pada pertemuan kedua dan
ketiga selisih kenaikan keaktifan selalu lebih signifikan dibanding dengan
peningkatan pertemuan pertama dan ketiga.
Tes digunakan untuk mengukur pengetahuan siswa terhadap materi
ajar Komunikasi Dalam jaringan, dengan pokok bahasan memahami
komunikasi dalam jaringan, penerapan komunikasi daring asyncroun dan
penerapan komunikasi daring syncroun dalam mata pelajaran simulasi digital.
Instrumen tes yang digunakan adalah isntrumen yang sudah dinyatakan valid
dengan melalui uji validitas dan reliabilitas. Tes yang digunakan adalah
sebanyak 25 butir soal. Hasil belajar siswa dikatakan tinggi apabila proses
pembelajaran yang dilakukan berhasil. Hasil belajar rendah apabila
pembelajaran yang dilakukan tidak berhasil [22]. Pelaksanaan proses
pembelajaran kelas treatmen pada kelas X TGB B mengalami peningkatan.
Hal ini ditunjukkan pada hasil belajar nilai rata-rata pretest sebesar 79,89%
menjadi 87% pada posttest. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar siswa.dengan menggunakan model kooperatif tipe Think-Pair-
Share berbantuan video tutorial
Ketuntasan hasil belajar siswa, selain dilihat dari tingkat keaktifan
dan nilai rata-rata hasil belajar siswa, untuk mengetahui pengaruh
pembelajaran yang telah diberikan, digunakan pula analisis ketuntasan
belajar. Secara individual, siswa dinyatakan tuntas apabila hasil belajar siswa
melebihi KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 75, tingkat
ketuntasan siswa pada kelas kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada grafik
dibawah ini :
18
Tabel 5. Persentase Ketuntasan
Dapat dilihat pada grafik diatas bahwa dengan jumlah siswa pada kelas
kontrol dan eksperimen berjumlah sama yaitu 36 siswa. Pada kelas kontrol
jumlah siswa yang memenuhi KKM adalah 27 siswa, dan pada kelas
eksperimen jumlah siswa yang memenuhi KKM adalah 34 siswa. Jika di
persentase pada kelas kontrol tingkat ketuntasan siswa sebesar 75%
sedangkan pada kelas eksperimen 94,44%. Hasil ketuntasan belajar siswa
pada kelas kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Dapat
disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen yang menggunakan model
pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial
memperoleh tingkat ketuntasan lebih tinggi dari pada kelas kontrol yang
menggunakan pembelajaran konvensional yang biasa digunakan oleh guru
yang berupa ceramah dan menggunakan media power point.
Metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang
disusun sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden [20]. Angket
tanggapan digunakan untuk mengetahui tanggapan atau respon siswa dan
guru setelah digunakannya model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-
Share berbantuan video tutorial. Hasil perhitungan angket tanggapan siswa
dapat dilihat pada tabel dibawah ini : No. Pertanyaan Persentase
1 Materi pelajaran Simulasi Digital dapat dipelajari dan dipahami dengan mudah melalu
pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial.
80,6
2 Saya lebih senang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe
Think-Pair-Share berbantuan video tutorial dibandingkan dengan cara belajar yang lainnya.
80
3 Dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan
video tutorial saya lebih bersemangat dalam mempelajari Simulasi Digital.
80,6
4 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial membuat
saya lebih akrab dan dekat dengan teman-teman di kelas.
80
5 Dengan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial
saya dapat belajar dan mengerjakan tugas secara kelompok, dapat membantu untuk
mengerti pelajaran Simulasi Digital lebih baik.
80
6 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial membuat
saya lebih giat belajar, agar dapat menyumbangkan pikiran dalam kerja kelompok
80,6
7 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial
memberikan kesempatan untuk diskusi dan saling tukar pendapat lebih banyak.
84,4
8 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial membuat
saya belajar menyampaikan pendapat dan mendengar pendapat orang lain.
72,2
9 Saya lebih bergairah dan antusias dalam belajar menggunakan model pembelajaran
kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial.
81,7
10 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial
memungkinkan saya untuk belajar bukan hanya dari Guru, tetapi juga dengan teman.
81,1
11 Saya merasa senang apabila dalam mengajar guru memberikan pekerjaan secara kelompok
dalam mengerjakan tugas.
80
12 Model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial
memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk belajar
80,6
36 277536 34
94,44
jumlah siswa jumlah siswa yang memenuhi kkm (posttest)
presentase ketuntusan
Persentase Ketuntasan
kontrol eksperimen
19
13 Saya ingin dalam setiap mengajar, Guru menggunakan model pembelajaran kooperative
tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial
80
Total 80,12
Tabel 6. Angket Tanggapan Siswa
Angket tanggapan siswa memperoleh skor sebesar 1875 jika
dipersentase sebesar 80,12% yaitu berada pada kategori baik. Dari hasil
persentase dapat dilihat bahwa perolehan persentase hampir memliki hasil
yang sama yaitu berada dikisaran 80%, tetapi pada soal nomor 7 memperoleh
persentase sebesar 84,4% paling tinggi dari pada hasil persentase nomor soal
yang lainnya. Hal tersebut wajar karena berdasarkan kelebihan dari model
pembelajaran kooperatif tipe tps memang membuat siswa memliki
kesempatan diskusi lebih banyak. Kelebihan model kooperatif tipe TPS
diantaranya adalah (1) memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan
bekerja sama dengan orang lain, (2) mengoptimalkan partisipasi siswa, (3)
memberikan kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap
siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain, dan yang
terkahir (4) bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas
[21]. Pada nomor soal 8 memperoleh hasil persetase paling rendah yaitu
sebesar 72,2%, berdasarkan pengamatan hal ini disebabkan oleh siswa belum
sepenuhnya bisa menerima pendapat dari teman satu kelompoknya, ada
beberapa siswa yang sulit menerima pendapat dari teman satu kelompoknya.
Hasil skor dari tanggapan guru adalah sebesar 52. Jika dipersentase =
52/65*100 = 80%, 65 diperoleh dari jumlah butir soal dikalikan dengan skor
makisamal. Dari hasil persentase angket tanggapan guru sebesar 80%, yaitu
terdapat pada kategori baik. Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan
video tutorial juga memperoleh tanggapan baik dari guru kelas.
Dari kedua analisis data hasil angket tanggapan siswa dan guru dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial memperoleh
tanggapan baik dari sudut pandang siswa maupun guru pengajar.
6. Simpulan
Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian, hasil analisis data, dan
pembahasan yang telah dipaparkan maka diperoleh :
1. Dari hasil analisis lembar observasi, rata-rata keaktifan siswa kelas
eksperimen (78,96%) lebih tinggi dari pada kelas kontrol (58,73%). Dari
hasil postest yang diperoleh siswa, jumlah siswa yang dinyatakan tuntas
atau memenuhi KKM pada kelas eksperimen sebesar 94,44% lebih tinggi
dari pada kelas kontrol 75%. Maka dapat disimpukan bahwa penggunaan
model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video
tutorial berpengaruh terhadap peningkatan keaktifan dan hasil belajar
siswa.
2. Dari hasil analisis angket tanggapan siswa diperoleh nilai sebesar 80,12%,
yaitu berada pada kategori baik. Angket tanggapan juga diberikan pada
guru pengajar supaya dari sisi pengajar juga ada tanggapan tentang
penggunaan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-Share
berbantuan video tutorial. Pada hasil angket tanggapan guru diperoleh
20
persentase sebesar 80% yaitu berada pada kategori baik. Maka dapat disimpulkan
bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperative tipe Think-Pair-
Share berbantuan video tutorial dalam pembelajaran memperoleh tanggapan baik
dari siswa maupun guru. Dari kedua analisis diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
keaktifan dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran
kooperative tipe Think-Pair-Share berbantuan video tutorial serta
memperoleh tanggapan baik dari siswa maupun guru.
7. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini maka dapat
disarankan pada penelitian selanjutnya dapat melaksanakan penelitian yang
sama dengan memperbaiki apabila ada yang kurang pada penelitian ini.
Disarankan untuk penelitian berikutnya dapat memperbaiki atau
menggunakan model pembelajaran dan media yang bervariasi pada proses
pembelajaran.
Daftar pustaka
[1] Alawiyah, 2013, Dampak Implementasi Kurikulum 2013 Terhadap
Guru Vol. V, No. 19/I/P3DI/Oktober/2013
[2] Suprijono, Agus. (2011). Kooperative Learning : Teori dan Aplikasi
Paikem. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
[3] Solihatin & Suharjo. (2011). Cooperative learning analisis model
pembelajaran IPS, Jakarta : PT. Bumi Aksara
[4] Lutfiyatun, Widodo & Martono, (2012). Implementasi Metode Think
Pair Share (Tps) Berbantuan Media Power Point Pada Pembelajaran
Kewirausahaan Pokok Bahasan Proposal Usaha Untuk Meningkatkan
Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Kelas Xi Smk Negeri 1 Dukuhturi
Kabupaten Tegal. Economic Education Analysis Journal, ISSN 2252-
6544
[5] Musfiqon, (2012). Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran.
Jakarta:Prestasi Pustaka.
[6] Lasmiyatun, Saptaningrum (2012). Implementasi Macromedia Flash
Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Sebagai Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Penelitian
Pembelajaran Fisika, ISSN : 2086-2407 Vol. 3 No. 1 April 2012
[7] Kusumastuti, Kurniana & Susilo, (2013). Peningkatan Kualitas
Pembelajaran Ips Melalui Model Think Pair Share Berbantuan Video
Pembelajaran Pada Siswa Kelas V A Sdn Bojong Salaman 02 Kota
Semarang. Joyful Learning Journal, ISSN 2252-6366.
[8] Amalia, Sri Astutik & Yushardi, (2012). Penerapan Model Kooperatif
Tipe Ttw (Think, Talk, Write) Menggunakan Multimedia Video
Pembelajaran Dalam Pembelajaran Fisika Di Sma. Jurnal
Pembelajaran Fisika, Volume 1, Nomor 2, September 2012 ISSN :
2301-9794
[9] Doly Nst, Marah. (2015). Jurnal EduTech : Penerapan Strategi Instant
Assessment Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa
21
Smp Al Hidayah Medan T.P 2013/2014. Vol .1 No 1 Maret 2015 ISSN
: 2442-6024 e-ISSN : 2442-7063
[10] Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bangung : PT Remaja Rosdakarya
[11] R Djuanda, Dony, (2015). Engineering Education Journals UNIMA :
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X TKJ Di SMK Negeri 1
Tomohon.. ISSN 23375892, Volume 3, No 2, 2015.
[12] Novita, Rita. (2014). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share (Tps) Pada Materi Trigonometri Di Kelas Xi Ia1 Sma
Negeri 8 Banda Aceh. ISSN 2086 – 1397, Volume V Nomor 1.
Januari – Juni 2014
[13] Eliza, Fivia. 2013. Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikan :
Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif Mata Kuliah
Gambar Listrik Yang Menggunakan Autocad Pada Program Studi
Pendidikan Teknik Elektro FT UNP. ISSN : 2086 – 4981, VOL. 6 NO.
2 September 2013
[14] Putra, (2013). Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika :
Pengembangan Media Pembelajaran Dreamweaver Model Tutorial
Pada Mata Pelajaran Mengelola Isi Halaman Web Untuk Siswa Kelas
Xi Program Keahlian Multimedia Di Smk Negeri 3 Singaraja., Volume
1/Nomor2/Juli 2013
[15] Nasution, Darmeli. (2010). Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu : Analisis
Pembuatan Bahan Ajar Video Untuk Siswa Berbantuan Televisi. Vol.3
No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 – 5408 Jurnal 432
[16] Darmawan, Deni. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, PT Remaja
Rosdakarya
[17] Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D,
Bandung: Alfabeta.
[18] Siregar, Syofian. (2013). Statistik Parametrik Untuk Penelitian
Kuantitatif : Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS
Versi 17. Jakarta : Bumi Aksara
[19] Widoyoko. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[20] Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta:
Kencana
[21] Huda, Miftahul. (2013). Cooperative Learning : Metode, Teknik,
Struktur dan Model Penerapan.Yogyakarta : Pustaka Belajar
[22] Mulyasa, (2009), Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kemandirian Guru Dan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara.
[23] Riduwan. 2013. Metode Dan Teknik Menyusun Tesis, Bandung :
Alfabeta.
[24] Rinawan, Soni Yanu. (2014). Aiti Jurnal Teknologi Informasi :
Efektifitas Penggunaan Metode Pembelajaran Jigsaw Berbasis Wifi Ad
Hoc Dalam Pembelajaran Sistem Basis Data Kelas XI Jurusan
22
Rekayasa Perangkat Lunak (Studi Kasus SMKN 1 Tengaran). ISSN :
1693-8348, Vol. 11/No. 2/Agustus 2014
[25] Lingariani Andikaningrum. (2014). Efektivitas E-Book Berbasis
Mulitmedia Menggunakan Flip Book Maker Sebagai Media
Pembelajaran Dalam Meningkatkan Kekatifan Belajar (studi kasus pada
mata pelajaran TIK kelas XI SMA Kristen Satya Wacana Salatiga).
Skripsi Universitas Kristen Satya Wacana