28
1 PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL Diah Sulistyowati Dosen Pembimbing : Drs. Dul Muid, M.Si., Akt ABSTRACT This research is aimed to analyze the influence of Regional Taxes, Regional Retribution, General Allocation Fund, and Specific Allocation Fund toward the Allocation of Capital Expenditure. Capital expenditure has important role in operating government system that is to increase public prosperity and as a form of good governance. The samples which are use in this research are regency/municipality of Java and Bali that report routine the realization report of the estimate income of regional expense (APBD) from 2007 until 2010 for Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah. Based on that criteria, samples which are use in this research are 168 regencies/municipalities. The instrument that use is multiple regression. The result of this research shows that regional taxes, regional retribution, and general allocation fund has positive influence toward the allocation of capital expenditure. Besides specifiic allocation fund has negative influence toward the allocation of capital expenditure. Password : Regional Taxes, Regional Retribution, General Allocation Fund, Specific Allocation Fund, Capital Expenditure, Good Governance, the realization report of the Estimate Income of Regional Expense (APBD)

PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI …eprints.undip.ac.id/26746/1/JURNAL_BELANJA_MODAL_(DIAH...yang berkelanjutan (Darwanto dan Yulia Yustikasari, 2007). Pendelegasian wewenang dari

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH,

DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS

TERHADAP ALOKASI BELANJA MODAL

Diah Sulistyowati

Dosen Pembimbing : Drs. Dul Muid, M.Si., Akt

ABSTRACT

This research is aimed to analyze the influence of Regional Taxes, Regional

Retribution, General Allocation Fund, and Specific Allocation Fund toward the

Allocation of Capital Expenditure. Capital expenditure has important role in

operating government system that is to increase public prosperity and as a form

of good governance.

The samples which are use in this research are regency/municipality of Java

and Bali that report routine the realization report of the estimate income of

regional expense (APBD) from 2007 until 2010 for Dirjen Perimbangan

Keuangan Pemerintah Daerah. Based on that criteria, samples which are use in

this research are 168 regencies/municipalities. The instrument that use is multiple

regression.

The result of this research shows that regional taxes, regional retribution,

and general allocation fund has positive influence toward the allocation of capital

expenditure. Besides specifiic allocation fund has negative influence toward the

allocation of capital expenditure.

Password : Regional Taxes, Regional Retribution, General Allocation Fund,

Specific Allocation Fund, Capital Expenditure, Good Governance,

the realization report of the Estimate Income of Regional Expense

(APBD)

2

I. PENDAHULUAN

Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan

Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat

dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

2004) dan UU No. 25 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004).

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan mengenai pembagian dan pembentukan

daerah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersifat otonom dan

menerapkan asas desentralisasi. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk

perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat

kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah Daerah mempunyai wewenang

untuk mengatur daerahnya sendiri baik dari sektor keuangan maupun dari sektor

nonkeuangan.

Dalam Khusaini (2006), asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan menurut UU No. 22 tahun 1999 mencakup paling tidak 4 hal yaitu:

1. Memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi daerah. Keleluasaan otonomi artinya mencakup

kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan pemerintahan

termasuk penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian,

dan evaluasi.

2. Otonomi yang nyata, artinya daerah punya keleluasaan untuk

menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara

nyata ada, dibutuhkan, tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah.

3. Otonomi yang bertanggung jawab, berarti sebagai konsekuensi logis dari

pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam pemberian pelayanan

kepada publik dan peningkatan kesejahteraan bagi rakyat di daerahnya.

4. Otonomi untuk daerah provinsi diberikan secara terbatas yaitu (a)

kewenangan lintas kabupaten/kota; (b) kewenangan yang belum dilaksanakan

oleh kabupaten/kota; (c) kewenangan lainnya menurut PP No.25 tahun 2000.

3

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah menyusun

anggaran yang kemudian dijadikan pedoman dalam menjalankan berbagai

aktivitasnya. Anggaran dalam Pemerintah Daerah biasa disebut dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh penerimaan dan pengeluaran

Pemerintahan Daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/jasa pada tahun

anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar dkk, 2008).

APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja

daerah dan pembiayaan daerah (Darise, 2008).

Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam organisasi

sektor publik adalah mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran

merupakan jumlah alokasi dana untuk masing-masing program. Dengan sumber

daya yang terbatas, Pemerintah Daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan

yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja daerah

merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan

merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa

diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum (Kawedar dkk, 2008).

Selama ini, Pemerintah Daerah lebih banyak menggunakan pendapatan daerah

untuk keperluan belanja operasi daripada belanja modal.

Pemerintah Daerah harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal

dengan baik karena belanja modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah

Daerah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Untuk dapat meningkatkan

pengalokasian belanja modal, maka perlu diketahui variabel-variabel yang

berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal, seperti pajak daerah, retribusi

daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dalam mengelola keuangannya, Pemerintah Daerah harus dapat

menerapkan asas kemandirian daerah dengan mengoptimalkan penerimaan dari

sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah merupakan

sumber penerimaan Pemerintah Daerah yang berasal dari daerah itu sendiri

berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak

daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Kawedar, 2008).

4

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 sumber PAD yang terbesar.

Setiap daerah mempunyai dasar pengenaan pajak yang berbeda-beda tergantung

dari kebijakan Pemerintah Daerah setempat. Untuk daerah dengan kondisi

perekonomian yang memadai, akan dapat diperoleh pajak yang cukup besar.

Tetapi untuk daerah tertinggal, Pemerintah Daerah hanya dapat memungut pajak

dalam jumlah yang terbatas. Demikian halnya dengan retribusi daerah yang

berbeda-beda untuk tiap daerah. Kemampuan daerah untuk menyediakan

pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan

merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan

ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah

yang berkelanjutan (Darwanto dan Yulia Yustikasari, 2007).

Pendelegasian wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah

disertai dengan pengalihan dana, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.

Pengalihan dana dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah diwujudkan dalam

bentuk dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana

Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum

(DAU) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang disalurkan ke

Pemerintah Daerah untuk mengatasi kesenjangan keuangan antardaerah. Fungsi

DAU sebagai pemerataan kapasitas fiskal (Darise, 2008). DAK dimaksudkan

untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang

merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk

membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang

belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan

daerah (Darise, 2008). Dana dari Pemerintah Pusat digunakan oleh Pemerintah

Daerah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada publik

(dapat digunakan untuk meningkatkan belanja modal).

Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya dapat dilihat dari seberapa besar

daerah akan memperoleh dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi

dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu

memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan,

partisipatif, dan bertanggung jawab (Darise, 2008). Pelaksanaan pemerintahan

5

yang bertanggung jawab dan transparan akan mewujudkan terciptanya good

governance.

Menurut World Bank, good governance merupakan suatu penyelenggaraan

manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan

prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana

investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, dan

menjalankan disiplin anggaran. Pengalokasian dana investasi merupakan suatu

aktivitas pendanaan, dimana pendapatan yang diperoleh Pemerintah Daerah

digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan yang manfaatnya dapat dirasakan

dalam jangka panjang. Salah satu bentuk pengalokasian dana investasi dalam

sistem pemerintahan adalah belanja modal.

Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: pertama, apakah pajak daerah berpengaruh terhadap alokasi belanja

modal? Kedua, apakah retribusi daerah berpengaruh terhadap alokasi belanja

modal? Ketiga, apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap alokasi

belanja modal? Keempat, apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh

terhadap alokasi belanja modal?

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian

ini adalah untuk memberikan bukti empiris pada:

1. Pengaruh Pajak Daerah terhadap alokasi belanja modal

2. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap alokasi belanja modal

3. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja modal

4. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap alokasi belanja modal

6

II. TELAAH PUSTAKA

1.1. Anggaran Daerah Berbasis Kinerja

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,

sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu

anggaran (Mardiasmo, 2004). Dalam Ghozali (2008), anggaran pemerintah

merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif

tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah dan

pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau

pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan defisit atau surplus. Anggaran

yang disusun oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah akan disesuaikan dengan

tujuan yang diharapkan yaitu untuk memberikan pelayanan dan kesejahteraan bagi

rakyat.

Anggaran daerah merupakan instrumen yang dapat menjamin terciptanya

disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan

pendapatan maupun belanja daerah (Rohman, 2009). Sesuai dengan UU No. 17

Tahun 2003, penyusunan anggaran daerah atau sering disebut dengan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) digunakan pendekatan anggaran berbasis

kinerja. Menurut Warsito Kawedar dkk (2008), dengan membangun suatu sistem

penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran

tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil

yang diharapkan. Hal ini disebut dengan anggaran berbasis kinerja (ABK).

Dalam Warsito Kawedar (2008) disebutkan bahwa penyusunan APBD harus

berorientasi pada anggaran berbasis kinerja yaitu suatu pendekatan penganggaran

yang mengutamakan keluaran atau hasil dari program dan kegiatan yang akan atau

telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan

kualitas yang terukur. Jadi ABK dalam pemerintahan daerah yang dimaksud yaitu

Pemerintah Daerah merencanakan terlebih dahulu program yang akan dijalankan,

kemudian menganggarkan semua belanja yang dibutuhkan, dan terakhir

merencanakan penerimaan untuk dapat menjalankan program tersebut.

7

1.2. Proses Penyusunan APBD

Proses penyusunan APBD diawali dengan penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang kemudian dijabarkan

dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode 1 tahun.

Berdasarkan RKPD tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) menyusun Kebijakan

Umum Anggaran (KUA) yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan APBD.

Kemudian Pemerintah Daerah menyusun Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara (PPAS) untuk selanjutnya diserahkan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD). Setelah PPAS telah disetujui DPRD, maka disusunlah

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang kemudian

disahkan menjadi APBD.

1.3. Hubungan Keagenan Dalam Sektor Publik

Teori keagenan merupakan suatu hubungan yang terjalin berdasarkan

kontrak perjanjian antara 2 pihak atau lebih dimana pihak pertama disebut

prinsipal dan pihak yang lainnya disebut dengan agen. Prinsipal merupakan pihak

yang bertindak sebagai pemberi perintah dan bertugas untuk mengawasi,

memberikan penilaian dan masukan atas tugas yang telah dijalankan oleh agen.

Sedangkan agen adalah pihak yang menerima dan menjalankan tugas sesuai

dengan kehendak prinsipal.

Menurut Lane (2003a) dalam Halim (2006), teori keagenan dapat diterapkan

dalam organisasi publik. Menurut Andvig et al. (2001) dalam Halim

(2008), principal-agent model merupakan rerangka analitik yang sangat berguna

dalam menjelaskan masalah insentif dalam institusi publik dengan dua

kemungkinan kondisi, yakni (1) terdapat beberapa prinsipal dengan masing-

masing tujuan dan kepentingan yang tidak koheren dan (2) prinsipal juga bisa

bertindak tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat, tetapi mengutamakan

kepentingannya yang sifatnya lebih sempit. Hubungan keagenan dalam

pemerintahan dijalankan berdasarkan peraturan daerah dan bukan semata-mata

hanya untuk memenuhi kepentingan prinsipal saja. Hal ini dikarenakan ada

banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam membangun suatu daerah. Jadi

8

tujuan prinsipal harus mengiringi tujuan untuk mengembangkan suatu daerah dan

untuk membuat rakyatnya sejahtera.

Teori keagenan dalam sektor publik merupakan sistem keagenan yang

bertingkat. Bertingkat yang dimaksudkan disini adalah karena hubungan keagenan

dalam pemerintahan terjadi dalam dua bentuk, yaitu:

1.3.1. Hubungan Keagenan antara Legislatif dan Eksekutif

Dalam perspektif keagenan sektor publik, legislatif (DPRD) merupakan

pihak yang berperan sebagai prinsipal dan eksekutif (Pemda) bertindak sebagai

agen. Anggaran daerah disusun oleh Pemda sesuai dengan program yang akan

dijalankan. Setelah anggaran disusun dalam bentuk RAPBD, kemudian RAPBD

tersebut diserahkan kepada DPRD untuk kemudian diperiksa. Jika RAPBD yang

telah diajukan Pemda tersebut dianggap telah sesuai dengan RKPD (Rencana

Kerja Pemerintah Daerah), maka DPRD akan mengesahkannya menjadi APBD.

APBD tersebut yang akan menjadi alat kontrol bagi DPRD untuk memantau

kinerja Pemda.

1.3.2. Hubungan Keagenan antara Legislatif dan Publik

Dalam hal memberikan pelayanan kepada publik, legislatif (DPRD)

bertindak sebagai agen dan publik (rakyat) bertindak sebagai prinsipal. Legislatif

merupakan perwakilan dari rakyat yang dipercaya untuk dapat menjalankan

tugasnya dalam mensejahterakan rakyat dan mengembangkan daerahnya.

Legislatif bertindak berdasarkan keinginan rakyat dan rakyat memantau kinerja

dari legislatif. Jadi walaupun di satu sisi legislatif menjadi prinsipal, tapi dalam

hubungannya dengan publik, legislatif bertindak sebagai agen. Sehingga dalam

menjalankan tugasnya, legislatif menempatkan dirinya sebagai pihak yang

menerima tugas dari publik, kemudian melakukan pendelegasian tugas kepada

eksekutif untuk melakukan penganggaran.

9

Hipotesis Penelitian

Salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Dari

beberapa komponen PAD tersebut, pajak dan retribusi daerah mempunyai

kontribusi terbesar dalam memberikan pendapatan bagi daerah.

Pajak daerah merupakan PAD yang tarifnya ditetapkan melalui Peraturan

Daerah (Perda). Pajak daerah dapat berupa pajak hotel, pajak restoran, pajak

tempat hiburan, pajak reklame, pajak galian golongan C, pajak parkir, dan pajak

penerangan jalan. Menurut Sianturi (2009), terdapat keterkaitan antara pajak

daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh

Pemerintah Daerah, maka semakin besar pula PAD. Pemerintah Daerah

mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor

belanja langsung ataupun untuk belanja modal. Berdasarkan landasan teori

tersebut, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut :

H1 : Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal

Peningkatan pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan apabila

pendapatan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah juga memadai. Meskipun

Pemerintah Daerah mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah Pusat, namun

Pemerintah Daerah juga tetap harus dapat mengoptimalkan potensi daerahnya

untuk dapat meningkatkan PAD. Dengan meningkatnya PAD maka daerah

tersebut akan menjadi daerah yang mandiri sesuai dengan tujuan otonomi daerah.

Kemandirian daerah dapat diwujudkan dengan salah satu cara yaitu dengan

meningkatkan PAD dari sektor retribusi daerah. Jika retribusi daerah meningkat,

maka PAD juga akan meningkat sehingga dapat meningkatkan pengalokasian

belanja modal untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Dalam

Harianto (2007) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah yang semakin tinggi

akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu

pelayanannya kepada publik. Landasan teori tersebut menghasilkan hipotesis

sebagai berikut :

H2 : Retribusi Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

10

Sumber pendapatan daerah yang memiliki peran penting dalam memberikan

pendapatan bagi daerah selain PAD adalah dana perimbangan. Dana perimbangan

meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Non-Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan

Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima

Pemerintah Daerah dapat dialokasikan untuk belanja modal. Penelitian Holtz-

Eakin et. Al. (1985) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat

keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja

Pemerintah Daerah.

Meskipun otonomi daerah telah diberlakukan sejak lama, namun

kenyataannya masih terdapat beberapa Kab/Kota yang masih menggantungkan

sumber pendanaan pemerintahan daerahnya pada dana perimbangan (dana transfer

dari Pemerintah Pusat). Misalnya Kab Cilacap pada tahun 2009 mempunyai PAD

Rp 100.784.000.000,00 dan DAU sebesar Rp 782.157.000.000,00. Berdasarkan

nilai tersebut dapat dilihat bahwa Kab Cilacap mempunyai nilai DAU yang lebih

besar daripada PAD, ini berarti Kab. Cilacap masih sangat tergantung pada dana

perimbangan dari Pemerintah Pusat. Besarnya nilai DAU dipastikan akan

menambah jumlah pendapatan Pemerintah Daerah. Berdasarkan landasan teori

tersebut, dapat menghasilkan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap alokasi

belanja modal

Sumber dana perimbangan yang kedua adalah dana lokasi khusus. Dengan

adanya DAK, maka membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang

ditanggung oleh Pemerintah Daerah. Lembaga penelitian SMERU (2008),

mengungkapkan bahwa sumber pendanaan untuk belanja modal salah satunya

berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Landasan teori tersebut menghasilkan

hipotesis sebagai berikut:

H4 : Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif terhadap alokasi

belanja modal

11

III. METODE PENELITIAN

1.1. Sampel dan Data Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.

Sedangkan sampel yang digunakan adalah Kab/Kota di Jawa dan Bali. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive

sampling. Kriteria yang digunakan adalah Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali yang

telah memasukkan data Laporan Realisasi APBD (sektor pajak daerah, retribusi

daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan belanja modal) di situs

Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah secara rutin dari tahun 2007

hingga 2010 .

1.2. Definisi Operasional Variabel

Belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya

melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan

selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan

pada kelompok belanja administrasi umum (Halim, 2004). Dalam UU No. 34

Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah, disebutkan bahwa pajak daerah

yang selanjutnya disebut sebagai pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh

orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan

pembangunan daerah.

Dalam UU No. 34 Tahun 2000 disebutkan bahwa retribusi daerah yang

selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Berdasarkan UU

No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari

APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-

Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN,

12

yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu

(UU No. 33 Tahun 2004).

1.3. Kerangka Pemikiran

Belanja daerah yang seringkali lebih diperhatikan adalah pengalokasian

terhadap belanja operasi. Padahal untuk pengalokasian belanja modal merupakan

hal yang penting karena belanja modal pemerintah daerah difokuskan untuk

menambah aset daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap

publik.

Variabel-variabel dari APBD yang berhubungan dengan pengalokasian

belanja modal diantaranya adalah dari sektor pendapatan asli daerah yaitu pajak

daerah dan retribusi daerah. Alasan pengambilan 2 variabel ini adalah karena

pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 variabel yang sangat berpengaruh

besar terhadap penerimaan yang didapatkan daerah. Sedangkan dari sektor dana

perimbangan, variabel yang berpengaruh adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan

Dana Alokasi Khusus (DAK).

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut :Kerangka pemikiran dalam penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Belanja Modal

13

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengujian hipotesis yang pertama adalah uji asumsi klasik. Pengujian

asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji

multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Hasil uji asumsi

klasik penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.1. Hasil Uji Asumsi Klasik

4.1.1. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data terdistribusi secara

normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan 2 cara untuk mengetahui tingkat

distribusi data yang digunakan. Kedua cara tersebut yaitu grafik distribusi (normal

probably plot dan histogram) dan analisis statistik. Salah satu cara termudah untuk

melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang

membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi

normal (Ghozali, 2006).

Berdasarkan histogram (gambar 2), dapat dilihat bahwa kenaikan/penurunan

data observasi mendekati garis melengkung yang menggambarkan distribusi

normal.

Gambar 2

Hasil Uji Normalitas : Histrogram

14

Cara yang lebih baik dalam menentukan tingkat kenormalan distribusi data

selain menggunakan histogram adalah dengan melihat grafik normal probably

plot. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan normal probably plot

(gambar 3), dapat dilihat bahwa data (titik) menyebar secara teratur di sekitar

garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data yang digunakan terdistribusi

secara normal sehingga model regresi memenuhi asumsi klasik. Hasil ini sesuai

dengan hasil yang diperoleh dengan melihat histogram.

Gambar 3

Hasil Uji Normalitas : Grafik Normal Probably Plot

Uji normalitas dengan menggunakan grafik distribusi merupakan suatu cara

yang sangat sederhana dalam menentukan tingkat distribusi data. Untuk

memberikan hasil yang lebih valid, maka uji normalitas juga dilakukan dengan

menggunakan analisis statistik. Analisis statistik ini bertujuan untuk memperkuat

hasil yang diperoleh dari grafik distribusi. Analisis statistik yang digunakan dalam

penelitian ini adalah uji statistik nonparametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

15

Tabel 1

Hasil Uji Normalitas : Kolmogorov-Sminov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 168

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .41915672

Most Extreme Differences Absolute .049

Positive .049

Negative -.048

Kolmogorov-Smirnov Z .641

Asymp. Sig. (2-tailed) .806

Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S)

pada tabel 1 menunjukkan nilai 0,641 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,806.

Karena hasil Kolmogorov-Smirnov menunjukkan signifikansi diatas 0,05 (sebesar

0,806) maka hal tersebut menunjukkan bahwa data residual terdistribusi secara

normal. Hasil uji ini memperkuat hasil uji normalitas dengan grafik distribusi

dimana keduanya menunjukkan hasil bahwa data terdistribusi secara normal.

4.1.2. Hasil Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan korelasi antarvariabel independen. Jika tidak terjadi korelasi

antarvariabel independen maka dapat dikatakan bahwa model regresi tersebut

baik. Untuk mengetahui adanya multikolonieritas, dapat dilihat dari nilai

Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cut-off yang biasa dipakai

untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau

sama dengan nilai VIF > 10.

16

Berdasarkan hasil uji multikolonieritas (tabel 2), dapat dilihat bahwa nilai

tolerance pajak sebesar 0,590, retribusi 0,602, DAU 0,590, dan DAK 0,733.

Keempat variabel independen dalam penelitian ini memiliki nilai tolerance diatas

0,10 yang berarti bahwa tidak terjadi korelasi antarvariabel independen. Hasil

yang sama dilihat dari nilai VIF keempat variabel independen yang menunjukkan

angka dibawah 10 (pajak 1,694, retribusi 1,662, DAU 1,694 dan DAK 1,364).

Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi terbebas dari multikolonieritas

antarvariabel.

4.1.3. Hasil Uji Autokorelasi

Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu

pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).

Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, digunakan pengujian Durbin-Watson

dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 2

Hasil Uji Multikolonieritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 4.549 1.042 4.366 .000

Pajak .235 .033 .496 7.085 .000 .590 1.694

Retribusi .128 .054 .164 2.361 .019 .602 1.662

DAU .300 .100 .211 3.008 .003 .590 1.694

DAK -.020 .056 -.023 -.362 .717 .733 1.364

a. Dependent Variable: Belanja.Modal

17

Tabel 3

Pengambilan Keputusan Autokorelasi

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0<d<d1

Tidak ada autokorelasi positif No decision d1≤d≤du

Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4-d1≤d≤4

Tidak ada autokorelasi negatif No decision 4-du≤d≤4-d1

Tidak ada autokorelasi, positif atau negatif Tidak ditolak du≤d≤4-du

Tabel 4

Hasil Uji Autokorelasi : Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .839a .703 .696 102927.888 1.817

a. Predictors: (Constant), Dana_Alokasi_Khusus, Retribusi_Daerah, Dana_Alokasi_umum,

Pajak_Daerah

b. Dependent Variable: Belanja_Modal

Berdasarkan hasil pengujian autokorelasi (Tabel 4), maka dapat dilihat

bahwa nilai Durbin-Watson adalah sebesar 1,817. Nilai tersebut akan

dibandingkan dengan nilai tabel dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel

168 dan jumlah variabel independen 4 (k=4). Oleh karena nilai DW 1,817 lebih

besar dari batas atas (du) 1,788 dan kurang dari (4-du) 2,212, maka keputusannya

adalah H0 tidak ditolak. Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak

terdapat autokorelasi (sesuai dengan tabel pengambilan keputusan).

4.1.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

(Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.

18

Gambar 4

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Hasil uji heteroskedastisitas dengan scatterplot menunjukkan titik-titik yang

menyebar secara tidak beraturan di sekitar angka 0 pada sumbu Y. Dengan

demikian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas

pada model regresi, sehingga model regresi layak digunakan

4.2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

4.2.1. Koefisien Determinasi

Hasil nilai adjusted R-Square (R2) dari regresi digunakan untuk mengetahui

besarnya struktur modal yang dipengaruhi oleh variabel-variabel independen.

19

Tabel 5

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .839a .703 .696 102927.888

a. Predictors: (Constant), Dana_Alokasi_Khusus, Retribusi_Daerah, Dana_Alokasi_umum,

Pajak_Daerah

Sumber : Data Sekunder diolah (SPSS 16.0)

Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi dalam tabel 5, dapat

dilihat bahwa besarnya Adjusted R2 adalah 0,696. Hal ini berarti 69,6% variasi

belanja modal dapat dijelaskan oleh 4 variabel independen yaitu pajak daerah,

retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Sedangkan sisanya

(100% - 69,6% = 30,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model.

4.2.2. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji f)

Uji f atau uji ANOVA bertujuan untuk menguji hubungan antara satu

variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen. ANOVA

digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dan pengaruh

interaksi (interaction effect) dari variabel independen kategorikal (sering disebut

faktor) terhadap variabel dependen metrik (Ghozali, 2006). Pengambilan

keputusannya adalah jika probabilitas uji f > taraf signifikansi 5% maka secara

simultan variabel-variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen.

20

Tabel 6

Hasil Uji f

Sumber : Data Sekunder diolah (SPSS 16.0)

Berdasarkan hasil uji ANOVA atau uji f (tabel 6), diperoleh f hitung sebesar

45.585 dengan nilai probabilitas 0,000 (signifikan). Karena nilai probabilitas lebih

kecil daripada 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi

belanja modal atau dapat dikatakan bahwa pajak daerah, retribusi daerah, dana

alokasi umum, dan dana alokasi khusus secara simultan dengan taraf signifikansi

5% mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal.

4.2.3. Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen

(Ghozali, 2006).

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 32.822 4 8.206 45.585 .000a

Residual 29.341 163 .180

Total 62.163 167

a. Predictors: (Constant), DAK, Retribusi, DAU, Pajak

b. Dependent Variable: Belanja.Modal

21

Tabel 7

Hasil Uji t

Sumber : Data Sekunder diolah (SPSS 16.0)

Berdasarkan hasil uji t, dapat dilihat bahwa dari keempat variabel

independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel dana alokasi

khusus (DAK) tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Hal ini dapat

dilihat dari nilai probabilitas untuk dana alokasi khusus sebesar 0,717 yang jauh di

atas taraf signifikansi 0,05. Sedangkan variabel pajak daerah, retribusi daerah, dan

dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dengan nilai

probabilitas masing-masing 0,000, 0,019, dan 0,003.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

variabel belanja modal dipengaruhi oleh pajak daerah, retribusi daerah, dan dana

alokasi umum dengan persamaan sistematis sebagai berikut:

Alokasi Belanja Modal = 4,549 + 0,235Pajak + 0,128Retribusi + 0,300DAU -

0,020 DAK

Keterangan :

Pajak : Pajak Daerah

Retribusi : Retribusi Daerah

DAU : Dana Alokasi Umum

DAK : Dana Alokasi Khusus

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 4.549 1.042 4.366 .000

Pajak .235 .033 .496 7.085 .000 .590 1.694

Retribusi .128 .054 .164 2.361 .019 .602 1.662

DAU .300 .100 .211 3.008 .003 .590 1.694

DAK -.020 .056 -.023 -.362 .717 .733 1.364

a. Dependent Variable: Belanja.Modal

22

Persamaan tersebut dapat diartikan:

Konstanta (nilai mutlak Y) sebesar 4,549 menyatakan bahwa jika variabel

independen dianggap konstan, maka alokasi belanja modal tiap daerah sebesar

4,549 (dalam jutaan rupiah).

Koefisien regresi Pajak sebesar 0,235 menyatakan bahwa setiap ada kenaikan

pajak sebesar 1% maka akan meningkatkan belanja modal sebesar 0,235 atau

sebesar 23,5%.

Koefisien regresi Retribusi sebesar 0,128 menyatakan bahwa setiap ada

kenaikan retribusi sebesar 1% maka akan meningkatkan belanja modal sebesar

0,128 atau 12,8%.

Koefisien regresi Dana Alokasi Umum sebesar 0,300 menyatakan bahwa setiap

ada kenaikan dana alokasi umum sebesar 1% maka akan meningkatkan belanja

modal sebesar 0,300 atau 30%.

4.3. Pembahasan

Berdasarkan pengujian t yang telah dilakukan, maka berikut ini adalah

ringkasan hasil pengujian hipotesis:

Tabel 4.8

Ringkasan Hasil Uji Hipotesis

No Hipotesis Hasil Uji

H1 Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian

anggaran Belanja Modal

Diterima

H2 Retribusi Daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian

anggaran belanja modal

Diterima

H3 Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap

pengalokasian anggaran belanja modal

Diterima

H4 Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap

pengalokasian anggaran belanja modal

Ditolak

23

Berdasarkan hasil uji t di atas, dapat dilihat bahwa nilai B untuk variabel

pajak daerah pada kolom unstandardized coefficients menunjukkan nilai yang

positif yaitu 0,235 dan nilai probabilitas untuk variabel pajak daerah adalah 0,000.

Karena nilai probabilitas ini lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, maka

kesimpulannya adalah pajak daerah secara individual mempunyai pengaruh positif

dan signifikan terhadap belanja modal.

Pada tabel 7, dapat dilihat bahwa Nilai B untuk retribusi daerah

menunjukkan nilai yang positif yaitu sebesar 0,128. Nilai probabilitas retribusi

daerah sebesar 0,019. Karena nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari taraf

signifikansi 0,05. Ini berarti retribusi daerah secara individual mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Dengan demikian maka

kesimpulannya adalah hipotesis 2 diterima.

Pada output regresi dapat dilihat bahwa Dana Alokasi Umum (DAU)

mempunyai nilai B yang positif yaitu 0,300 dan nilai probabilitas sebesar 0,003.

Nilai probabilitas ini lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, sehingga dapat

diambil kesimpulan bahwa dana alokasi umum secara individual berpengaruh

positif dan signifikan terhadap belanja modal. Sehingga dapat dikatakan bahwa

hipotesis 3 diterima.

Pada output regresi dapat dilihat bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK)

mempunyai nilai B yang negatif yaitu -0,020. Nilai probabilitas untuk dana

alokasi khusus adalah sebesar 0,717. Nilai probabilitas ini jauh melebihi taraf

signifikansi 0,05 sehingga kesimpulannya adalah dana alokasi khusus secara

individual tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Ini

berarti hipotesis 4 ditolak. Dalam UU No.34 Tahun 2004, Pemerintah Pusat belum

memiliki persentase yang pasti mengenai alokasi DAK untuk Pemerintah Daerah.

PP No. 55/2005 menyebutkan bahwa besaran DAK dalam APBN ditentukan

setiap tahun dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Alokasi

DAK ini hanya merupakan “residu” sebab besaran alokasi transfer lainnya (DAU

dan DBH) sudah ditentukan persentasenya dalam UU sehingga penetapannya

akan didahulukan (Poesoro, 2008).

24

V. KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan pengujian statistik dengan menggunakan regresi linier

berganda, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja

modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada pajak daerah, maka akan

meningkatkan alokasi belanja modal.

2. Retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja

modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada retribusi daerah, maka akan

meningkatkan alokasi belanja modal.

3. Dana Alokasi Umum (DAU) daerah berpengaruh positif dan signifikan

terhadap alokasi belanja modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada DAU,

maka akan meningkatkan alokasi belanja modal.

4. Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap alokasi belanja modal. Sehingga apabila terjadi kenaikan pada DAK,

maka tidak akan mempengaruhi alokasi belanja modal.

5. Pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus

secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Keterbatasan

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya adalah:

1. Periode penelitian hanya 4 tahun yaitu dari tahun 2007 sampai tahun 2010

sehingga mempengaruhi hasil yang diperoleh.

2. Data realisasi anggaran tahun 2010 merupakan data yang sifatnya masih

sementara, sehingga belum dapat menggambarkan secara penuh kondisi

realisasi APBD untuk tahun tersebut.

3. Variabel independen yang digunakan hanya terbatas pada komponen yang

tercantum dalam laporan realisasi anggaran, tanpa menambahkan variabel

lain di luar laporan realisasi anggaran

25

Saran

1. Untuk Pemerintah Daerah sebaiknya lebih memperhatikan bagaimana

meningkatkan pajak daerah, retribusi daerah, dan dana alokasi umum agar

pengalokasian anggaran ke belanja modal juga dapat meningkat.

2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan rentang waktu

penelitian yang lebih panjang agar memperoleh hasil yang lebih relevan.

3. Penambahan variabel baru sebagai variabel independen maupun variabel

dependen sangat penting untuk melengkapi hasil penelitian terdahulu.

26

VI. REFERENSI

Agustina, Wiwit, 2009, Pengaruh Pendapatan Domestik Regional Bruto,

Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Transfer Terhadap Pengalokasian

Anggaran Belanja Modal, Tesis Program Pasca Sarjana Megister Sains

Akuntansi Universitas Diponegoro, (tidak dipublikasikan)

Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Erlangga,

Jakarta

Bastian, Indra, 2006, Sistem Akuntansi Sektor Publik Edisi 2, Salemba Empat,

Jakarta

Darise, Nurlan, 2008, Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor

Publik), PT Indeks, Jakarta

Darwanto dan Yulia Yustikasari, 2007, “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,

Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian

Anggaran Belanja Modal”, Simposium Nasional Akuntansi X

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, “Data Series Keuangan Daerah”,

http://www.djpk.depkeu.go.id

Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS :

Cetakan IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Ghozali, Imam, 1993, Pokok-Pokok Akuntansi Pemerintahan : Edisi 3, BPFE,

Yogyakarta

Ghozali, Imam, Dwi Ratmono, 2008, Akuntansi Keuangan Pemerintah Pusat

(APBN) dan Daerah (APBD), Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang

Halim, Abdul, 2004, Akuntansi Keuangan Daerah : Edisi Revisi, Salemba

Empat

Halim, Abdul & Syukriy Abdullah, 2006, Hubungan dan masalah keagenan di

pemerintahan daerah: sebuah peluang penelitian anggaran dan akuntansi,

Jurnal Akuntansi Pemerintah 2(1): 53-64

Halim, Abdul & Syukriy Abdullah, 2006, Study atas Belanja Modal pada

Anggaran Pemerintah Daerah Dalam Hubungannya dengan Belanja

Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan, Jurnal Akuntansi Pemerintah

Vol.2 No.2

27

Harianto, David dan Priyo Hari Adi, “Hubungan Antara Dana Alokasi Umum,

Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita”

Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar, 26-28Juli 2007

Kawedar, Warsito, Abdul Rohman dan Sri Handayani, 2008, Akuntansi Sektor

Publik : Buku 1, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Khusaini, Mohammad, 2006, Ekonomi Publik Desentralisasi Fiskal dan

Pembangunan Daerah, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Brawijaya, Malang

Maimunah, Mutiara, “Flypaper Effect Pada Dana Aloaksi Umum (DAU) Dan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada

Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera”, Simposium Nasional Akuntansi IX,

Padang, 23-26 Agustus 2006

Mardiasmo, 2004, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit ANDI, Yogyakarta

Mardiasmo, 2006, Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui

Akuntansi Sektor Publik : Suatu Sarana Good Governance, Jurnal

Akuntansi Pemerintah, Vol.2, No.1, Hal 1-17

Poesoro, Adri, 2008, Mekanisme Penetapan Alokasi DAK, Lembaga

Penelitian, SMERU, http://www.smeru.or.id

Prawira, Vidi Yudha, 2009, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan

Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian

Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kab/Kota di Jawa Tengah,

Skripsi Program Sarjana Ekonomi Universitas Diponegoro, (tidak

dipublikasikan)

Robert D Mason, Douglas A.Lind, 1999, Teknik Statistika untuk Bisnis dan

Ekonomi : Jilid 2, Erlangga, Jakarta

Rohman, Abdul, 2009, Akuntansi Sektor Publik, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang

Santosa, Purbayu Budi dan Ashari, 2005, Analisis Statistik dengan Microsoft

Excel dan SPSS, Penerbit ANDI, Yogyakarta

Sianturi, Agave, 2010, Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Pemerintah

Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, Skripsi Program Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

28

Singgih, Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex

Media Komputindo

________ . PP No 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

________ . UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

________ . UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

________ . UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah

________ . UU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah