54
Iim Ibrahim Nur 1 IMPLEMENTASI MANAJEMEN PAJAK PADA PT. MEGA VISUAL ELEKTRONIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Iim Ibrahim Nur Universitas Multimedia Nusantara [email protected] ABSTRAK Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak (sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan). Untuk dapat meminimumkan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan maupun yang melanggar aturan perpajakan seperti tax avoidance dan tax evasion. Salah satu metode/cara yang paling banyak dilakukan oleh Wajib Pajak dalam meminimalkan beban pajak adalah dengan melakukan manajemen pajak atas laporan keuangan, yaitu dengan mengubah non-deductible menjadi deductible expenses. Dari hasil penelitian didapat bahwa dengan mengubah non-deductible menjadi deductible expenses, maka perusahaan akan dapat menghemat pajak sebesar Rp 1.478.235.276. Keyword: Manajemen pajak, Perencanaan pajak. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umumnya perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan Ultima Accounting Vol 2. No.2. Desember 2010

Pengaruh Pajak Terhadap Finalcial

Embed Size (px)

Citation preview

Analisis Peranan Manajemen Mutu Terpadu Dalam Meningkatkan Produktivitas PT Mustka Ratu yang Bersertifikat ISO 9002

36 Implementasi Manajemen Pajak Pada PT. Mega Visual Elektronik Dan Dampaknya Terhadap Laporan KeuanganIim Ibrahim Nur35

IMPLEMENTASI MANAJEMEN PAJAK PADA PT. MEGA VISUAL ELEKTRONIK DAN DAMPAKNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN

Iim Ibrahim NurUniversitas Multimedia [email protected]

ABSTRAKPerencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak (sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan). Untuk dapat meminimumkan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan maupun yang melanggar aturan perpajakan seperti tax avoidance dan tax evasion.

Salah satu metode/cara yang paling banyak dilakukan oleh Wajib Pajak dalam meminimalkan beban pajak adalah dengan melakukan manajemen pajak atas laporan keuangan, yaitu dengan mengubah non-deductible menjadi deductible expenses. Dari hasil penelitian didapat bahwa dengan mengubah non-deductible menjadi deductible expenses, maka perusahaan akan dapat menghemat pajak sebesar Rp 1.478.235.276.Keyword: Manajemen pajak, Perencanaan pajak.

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangUmumnya perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance) secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak (sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan). Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.Untuk dapat meminimumkan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan maupun yang melanggar aturan perpajakan seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan perpajakan umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau fenomena terutang pajak. Seandainya fenomena tersebut terutang pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya.Pada dasarnya, perencanaan pajak harus tidak melanggar ketentuan peraturan perpajakan, secara bisnis harus masuk akal, dan bukti-bukti pendukungnya harus memadai. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pajak adalah:1. Aspek Formal:a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan Surat Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.b. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.c. Memotong dan/atau memungut pajak.d. Membayar pajak.e. Menyampaikan SPT.2. Aspek Materiil:Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana maka penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak harus dilakukan dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan perpajakan.3. Aspek Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)a. Karakteristik Pajak.b. Subjek Pajak.c. Objek Pajak.d. Tarif Pajak.e. Prosedur Perpajakan.4. Aspek Peraturan Perpajakan (Tax Law).5. Aspek Administrasi Perpajakan (Tax Administration).

B. PermasalahanPT. Mega Visual Elektronik (perusahaan) didirikan berdasarkan akta notaris Maria SH No. 5 Tanggal 1 Juni 1990. Akta pendirian perusahaan telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C4-487.HT.01.01.TH.91 tanggal 28 September 1991 dan diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia No. 43 Tanggal 19 November 1991, tambahan No. 3299.Perusahaan yang bergerak dalam perakitan dan penjualan alat-alat elektronik seperti televisi dan radio dengan menggunakan merek berdasarkan pesanan dari pelanggan. Perusahaan sedang melakukan perencanaan manajemen pajak supaya pada akhir tahun 2008 pajak terutang dapat diminimaliasi dengan cara yang benar dan tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.`Kantor pusat dan pabrik perusahaan bertempat kedudukan di Cikarang. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada Bulan Desember 1998. Laporan keuangan perusahaan tahun 2008 adalah sebagai berikut:

PT. Mega Visual Elektronik

Laporan Neraca

Per-31 Desember 2008

Aset

Aset Lancar:

Kas dan Setara Kas42,051,870,092

Deposito Berjangka1,646,960,000

Piutang Usaha304,340,383,030

Piutang Lainnya1,465,076,750

Persediaan161,651,476,367

Pajak dibayar dimuka3,978,881,246

Biaya dibayar dimuka950,587,228

Jumlah Aset Lancar516,085,234,713

Aset Tidak Lancar:

Aset Tetap Pemilikan Langsung447,254,351,357

Aset Lain-Lain:

Uang Muka Pembelian Aset Tetap238,441,584

Jaminan544,521,301

Biaya ditangguhkan - Net452,060,665

Hak Paten10,713,475

Jumlah Aset Tidak lancar448,500,088,382

Jumlah Aset964,585,323,095

Kewajiban Dan Ekuitas

Kewajiban Lancar:

Hutang Bank Jangka Pendek53,505,272,000

Hutang Usaha315,661,342,370

Hutang Pajak2,351,560,557

Hutang Lain-Lain22,690,523,897

Beban Yang Masih Harus Dibayar6,431,928,365

Jumlah Kewajiban Lancar400,640,627,189

Kewajiban Tidak Lancar:

Hutang Hubungan Istimewa28,500,000,000

Kewajiban Panjak Tangguhan11,210,567,874

Kewajiban Imbalan Pajak8,646,577,526

Jumlah Kewajiban Tidak Lancar48,357,145,400

Hak Minoritas10,475,000

Ekuitas:

Modal Saham, Nilai Nominal Rp 150 persaham

Modal Dasar - 4.920.000.000 saham

Ditempat dan Disetor - 1.771.448.000 saham265,717,200,000

Tambahan Modal Disetor217,229,578,833

Selisih Kurs Karena Penjabaran Laporan Keuangan15,876,173,425

Saldo Laba16,754,123,248

Jumlah Ekuitas515,577,075,506

Jumlah Kewajiban dan Ekuitas964,585,323,095

Sumber: Laporan Keuangan PT. Mega Visual Elektronik

PT. Mega Visual Elektronik

Laporan Laba Rugi

31 Desember 2008

Pendapatan:

Penjualan2,105,211,912,606

Jasa Perakitan156,164,547,142

Jumlah Pendapatan2,261,376,459,748

Beban Pokok:

Penjualan:

Persediaan awal, bahan baku105,773,840,496

Pembelian bersih1,841,043,987,546

Persediaan akhir, bahan baku(84,322,876,251)

Bahan baku yang digunakan1,862,494,951,791

Upah Langsung64,981,113,822

Biaya Produksi Tidak Langsung

Penyusutan39,424,744,106

Gaji dan Tunjangan28,589,566,773

Listrik20,408,250,068

Bahan Pembantu16,708,432,690

Pengepakan6,350,310,842

Perbaikan dan Pemeliharaan14,936,222,330

Bahan Bakar4,801,212,067

Pengangkutan2,782,737,198

Astek1,983,347,531

Lain-lain1,690,101,851

Jumlah Biaya Produksi Tidak Langsung137,674,925,456

Jumlah Biaya Produksi2,065,150,991,069

Barang dalam proses, awal52,022,288,365

Barang dalam proses, akhir(68,226,782,016)

Barang sisa produksi823,347,272

Jumlah Biaya Pokok Produksi2,049,769,844,690

Persediaan barang jadi, awal662,022,319

Persediaan barang jadi, akhir(1,315,018,165)

Beban Pokok Penjualan2,049,116,848,844

Jasa Perakitan

Upah Langsung8,379,982,968

Penyusutan5,193,959,096

Gaji dan Tunjangan5,191,947,278

Listrik4,343,025,006

Bahan Pembantu4,170,109,563

Perbaikan dan Pemeliharaan1,919,482,165

Pengangkutan1,343,147,355

Pengepakan507,203,730

Bahan Bakar471,278,829

Lain-lain2,317,163,613

Jumlah33,837,299,603

Jumlah Beban Kotor2,082,954,148,447

Laba Kotor178,422,311,301

Beban Usaha

Beban Penjualan:

Jasa Manajemen3,670,855,229

Pengangkutan2,974,608,385

Gaji dan Tunjangan508,820,596

Lain-Lain363,383,969

Jumlah Beban Usaha7,517,668,179

Beban Umum dan Administrasi

Gaji dan Tunjangan20,811,840,873

Pengobatan1,535,275,000

Tunjangan perumahan525,000,000

Makan dan Minum bagi Seluruh Karyawan775,252,300

Tunjangan transportasi445,785,000

Penyusutan6,954,311,777

Perjamuan2,054,830,969

Sumbangan775,301,110

Cadangan imbalan kerja2,394,805,609

Jasa profesional2,140,574,892

Listrik, Air dan Telepon2,079,942,817

Astek1,641,661,875

Perbaikan dan Pemeliharaan1,341,978,457

Perizinan1,188,100,117

Bahan Bakar1,134,424,396

Perjalanan Dinas1,128,575,965

Alat Tulis Kantor710,411,496

Lain-lain6,545,737,648

Jumlah Beban Umum dan Administrasi54,183,810,301

Jumlah61,701,478,480

Laba Usaha116,720,832,821

Penghasilan (Beban) Lain-Lain

Rugi Penjualan Sisa Produksi(2,222,963,812)

Laba Penjualan Aset Tetap112,652,050

Bunga dan Administrasi Bank(2,208,969,858)

Rugi Selisih Kurs - Net(4,046,200,298)

Lain-lain1,205,392,522

Jumlah Beban Lain-lain -Net(7,160,089,396)

Laba Sebelum Taksiran Pajak Penghasilan109,560,743,425

Taksiran Pajak Penghasilan

Pajak Kini(33,548,818,189)

Pajak Tangguhan5,592,069,684

Laba Bersih81,603,994,920

Laba Ditahan, Awal(64,849,871,672)

Laba Ditahan, Akhir16,754,123,248

Sumber: Laporan Keuangan PT. Mega Visual Elektronik

Permasalah yang dihadapi oleh perusahaan antara lain sebagai berikut:a. Tunjangan perumahan tidak diperhitungkan dalam perhitungan PPh pasal 21 sebesar Rp 525.000.000,-b. Beban pengobatan (reimbursement) tidak diperhitungkan dalam perhitungan PPh pasal 21 sebesar Rp 1.535.275.000,-c. Tunjangan tidak diperhitungkan dalam perhitungan PPh pasal 21 sebesar Rp 445.785.000,-d. Beban perjamuan tidak dibuat daftar nominatif.e. Di dalam beban perjalanan dinas terdapat biaya perjalan istri direksi sebesar Rp 120.575.000,-f. Di dalam akun beban listrik, air, dan telepon terdapat beban pulsa telepon seluler sebesar Rp 52.500.000,-g. Dalam sbban perbaikan dan pemeliharaan terdapat perbaikan dan pemeliharaan untuk kendaraan dinas kepala pabrik sebesar Rp 250.050.000,- kepada bagian perakitan sebesar Rp 125.155.000,- dan direktur keuangan sebesar Rp 345.670.000,-h. Dalam beban profesional terdapat biaya konsultan KJPP Nirwan & Rekan sebesar Rp 306.000.000,- dimana jumlah tersebut termasuk PPh pasal 23 yang ditanggung perusahaan dan dihitung secara non-gross up sebesar Rp 6.000.000.

II. LANDASAN TEORITerdapat beberapa tahapan dalam perencanaan pajak (tax planning), yaitu:a. Menganalisis informasi yang ada (analysis of existing database).b. Merancang satu atau beberapa kemungkinan model perencanaan pajak (design of one or more possible tax plans).c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax planning).d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali prencanaan pajak (debugging the tax planning).e. Memutakhirkan rencana pajak (updating tax planning).

Strategi Umum Perencanaan Pajak:a. Tax SavingTax Saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp 100.000.000,- dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang secara tunai. Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5% - 25% untuk penghasilan karyawan diatas Rp 200.000.000,-b. Tax AvoidanceTax Avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan cara menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian secara fiskal perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang secara tunai menjadi pemberi natura/kenikmatan. Hal ini disebabkan bahwa natura/kenikmata bukan merupakan objek PPh pasal 21. Dengan demikian terhadi penghematan pajak yang dipotong dari penghasilan karyawan antara 5% - 35% c. Menghindari Pelanggaran dan Peraturan PerpajakanDengan menguasai peraturan perpajakan yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa: Sanksi administrasi yang meliputi denda, bunga, maupun kenaikna. Sanksi pidana berupa pidana atau kurungan.

d. Menunda Pembayaran Kewajiban PajakMenunda kewajiban pembayaran pajak tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN misalnya. Penundaan ini dilakukan dengan cara menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu penerbitan faktur pajak yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang secara keseluruhan, hal ini sesuai dengan aturan yang berlaku.e. Mengoptimalkan Kredit Pajak Yang DiperkenankanWajib Pajak kadang-kadang kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya PPh pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor serta fiskal luar negeri atas perjalanan dinas karyawan.Dalam hal kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan dokumen lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak standar seperti halnya SPPB (Surat Perintah Pengiriman Barang / Delivery Order) yang dikeluarkan oleh Bulog/Dolog untuk penyaluran tepung terigu kepada masyarakat, atau PNBP (Faktur Nota Bon Penyerahan) yang dikeluarkan oleh Pertamina dalam hal penyerahan BBM dan/atau bukan BBM, serta tanda bukti pembayaran atau kuitansi telepon ataupun listrik.PPh Badan merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas laba perusahaan (badan usaha) yang biasanya disebut sebagai Penghasilan Kena Pajak atau Laba Sebelum Pajak. Secara singkat yang dimaksud Penghasilan Kena Pajak sendiri terdiri dari unsur penghasilan dan biaya menurut aturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yang notabene pengakuan penghasilan dan biaya akan berbeda antara akuntansi keuangan dengan perpajakan. Di sisi lain, penghitungan penghasilan kena pajak tidak dapat terlepas dari kewajiban melakukan pembukuan dan/atau pencatatan. Khusus untuk wajib pajak badan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan bunyi ketentuan pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sehingga perusahaan dapat menghitung penghasilan kena pajak secara benar dan akurat.Oleh karena itu, Wajib Pajak perlu memahami dengan benar perbedaan-perbedaan mendasar antara perlakuan akuntansi keuangan dengan perpajakan. Secara aturan pajak, terdapat penghasilan yang merupakan objek pajak juga terdapat penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Penghasilan yang merupakan objek pajakpun ada yang dikenakan PPh yang bersifat final dan ada yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final seperti diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).Selain itu, dalam pengakuan biaya/pengeluaran, terdapat biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau yang sering dikenal dengan istilah deductible expenses seperti yang diatur dalam pasal 6 ayat (10 UU PPh dan terdapat pula biaya yang tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto (non-deductible expenses) seperti yang diatur dalam pasal 9 ayat (1) UU PPh. Dsamping itu terdapat beberapa perbedaan metode pembukuan antara akuntansi keuangan dan pajak, misalnya dalam hal penyusutan, amortisasi, penilaian persediaan, pencadangan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut perlu diketahui oleh Wajib Pajak agar dapat dilakukan perencanaan pajak dengan baik.Perencanaan pajak yang terkait dengan PPh Badan memiliki porsi yang terbanyak dibandingkan dengan perencanaan pajak untuk jenis pajak lainnya karena PPh Badan tidak dapat dilepaskan dari aktifitas pembukuan. dan akuntansi keuangan. Disamping itu, PPh Badan memiliki interdependensi dengan kewajiban PPh pasal 21, PPh pasal 22/26, PPh pasal 23/26, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh final, dan juga PPN. Hal-hal yang tersebut tadi akan tercermin pula dalam laporan keuangan yang menjadi dasar perhitngan PPh Badan, misalnya:1. Dasar Penganaan Pajak (DPP) PPh pasal 21 berupa penghasilan bruto yang dibayarkan kepada seluruh karyawan dan penerimaan penghasilan lainnya harus sama dengan total biaya gaji, honorarium, dan sebagainya yang menyangkut dengan kesejahteraan karyawan yang tercantum pada SPT PPh Badan tahun yang bersangkutan. Jika terdapat perbedaan antara keduanya, maka harus dapat dijelaskan penyebabnya yang kemudian dibuat laporannya dalam bentuk laporan Equalisasi SPT PPh Tahunan Badan dan SPT Tahunan PPh pasal 21/26.2. Perbedaan dalam bentuk natura/kenikmatan kepada pegawai tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto dalam laporan laba rugi perusahaan seperti yang diatur dalam pasal 9 ayat (1) UU PPh, kecuali penyediaan makan dan minum bagi seluruh karyawan serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja ataupun diwajibkan oleh otorita regulator yang bersangkutan seperti misalnya seragam SATPAM, seragam pegawai bank, dan lain-lain.3. Secara normal, omset penjualan dalam SPT Tahunan PPh Badan harus sama dengan total omset penjualan yang ada dalam akumulasi SPT Masa PPN selama 12 bulan. Artinya jika terjadi perbedaan, maka harus dapat secepatnya diantisipasi oleh perusahaan dan dapat dijelaskan kepada petugas pajak.4. Dasar Pengenaan Pajak PPh pasal 22/23/26 maupun PPh final juga tercermin di dalam laporan keuangan yang menjadi dasar perhitngan PPh Badan.

Pada bagian berikut ini akan dibahas masalah:1. Laba komersil yang dibandingkan dengan laba kena pajak (Penghasilan Kena Pajak).2. Perencanaan Pajak dalam rangka mengefisiensikan PPh Badan.3. Perencanaan Pajak PPh Badan atau transaksi-transaksi khusus.4. Rekonsiliasi fiskal.

A. Laba Komersil Yang Dibandingkan Dengan Laba Kena PajakLaba komersil atau laba akuntansi merupakan pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis baik untuk kepentingan pasar mudal (bursa efek), perbankan, pemegang saham, dan kepentingan lainnya.Laba komersil ini dihitung berdasarkan standar akuntansi keungan yang berlaku di Indonesia yang sejak tahun 1995 berlaku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Dewan SAK yang bernaung dibawah Ikatan Akuntan Indonesia. Perhitungan laba komersil bertumpu pada prinsip matching cost against revenue (persandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya yang terkait). Dalam salah satu prinsip tersebut tersebut, terdapat konsep bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunya manfaat untuk masa yang akan datang bukanlah merupakan aset, oleh karena itu harus dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian, dalam akuntansi seluruh pengeluaran/beban perusahaan sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan akan diakui sebagai beban/biaya.Laba Kena Pajak (Penghasilan Kena Pajak / Taxable Income) merupakan laba yang dihitung mengacu kepada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksana dibawahnya.Perhitungan laba kena pajakdalam kaintannya dengan karyawan didasarkan pada prinsip umum taxibility-deductibility. Dengan prinsip ini, biaya baru dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto (deductible income) apabila pihak yang menerima penghasilan tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan dikenakan pajak (taxable). Dengan demikian akan selalu ada pihak yang dikenakan pajak sebagaimana dijelaskan di atas.Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa laba komersil yang lazim digunakan dalam bisnis berbeda dengan laba kena pajak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Banyak sekali biaya-biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto dalam pembukuan akuntansi keuangan, tetapi tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto menurut aturan perpajakan, seperti misalnya sumbangan, pemberian dalam bentuk natura/kenikmatan kepada karyawan, biaya representasi (penjamuan tamu), dan sebagainya.Agar dapat melakukan perhitungan penghasilan kena pajak dengan benar dan tepat, Wajib Pajak perlu memahami: Pendapatan menurut UU PPh ada yang merupakan Objek Pajak (UU PPh pasal 4 ayat (1)) dan ada yang bukan merupakan Objek Pajak (UU PPh pasal 4 ayat (3)). Pendapatan menurut UU PPh ada yang dikenakan PPh final (UU PPh pasal 4 ayat (2)) dan ada yang dikenakan PPh tidak final yang nantinya sebagai kredit pajak. Biaya menurut UU PPh ada yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) dan ada yang tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (non-deductible expense).

1. Penghasilan Yang Menjadi Objek Pajak dan Bukan Objek PajakPenghasilan yang menjadi objek pajak diatur dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh yang pada prinsipnya definis penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:a. Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan atau jasa.b. Hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan.c. Laba usaha.d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta:e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dgn penggunaan harta.j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.k. Keuntungan karena pembebasan utang.l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.n. Premi asuransi.o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya.p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak.q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah.r. Imbalan bunga.s. Surplus bank indonesiaSedangkan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak mengacuk kepada pasal 4 ayati (3) UU PPh meliputi:a. Bantuan, sumbangan, zakat yang diterima oleh BAZIS.b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah satu derajat, badan keagamaan, pendidikan, sosial, pengusaha kecil, koperasi yg ditetapkan oleh Menteri Keuangan.c. Warisan.d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura/kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa.g. Iuran yang diterima dana pensiun yg pendiriannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.h. Penghasilan dari modal yang ditanam oleh dana pensiun tersebut diatas.i. Dividen atau bagian laba yang diterima perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/D dari penyertaan modal badan usaha di Indonesia: Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. Menerima dividen minimal 25% dari jumlah modal yang disetor.j. Bagian laba yang diterima anggota perusahaan komanditer (CV) yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsik. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat badan pasangannya: Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yg menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek di Indonesia.l. Sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga nirlaba pendidikan dan penelitian pengembangan yang ditanamkan dalam jangka waktu 4 tahun.m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Bada Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Penghasilan Yang Dikenakan PPh FinalPPh pasal 4 ayat (2) merupakan jenis PPh yang mengatur tentang pengenenaan pajak yang bersifat final. Secara umum karakteristik PPh pasal 4 ayat (2) diatur sebagai berikut:a. Pengenaannya diatur khusus dengan Peraturan Pemerintah.b. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam laporan keuangan fiskal.c. Jumlah PPh final baik yang telah dibayar sendiri atau dipotong oleh pihak lain tidak dapat dikreditkan (bukan merupakan pajak dibayar dimuka).d. Biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan untuk memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto.Yang menjadi objek PPh pasal 4 ayat (2) meliputi:1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, tarif 20% dari Penghasilan Bruto.2. Transaksi Saham Di Bursa Efek, terif 0,1% dari Penghasilan Bruto (untuk saham pendiri tambahan 0,5% dari Penghasilan Bruto pada saat IPO).3. Bunga atau Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek:a. tarif 15% untuk WPDN dan BUT.b. tarif 20% untuk WPLN.c. tarif 20% untuk obligasi tanpa bunga dari selisih lebih harga jual diatas harga perolehan obligasi.d. kecuali bunga obligasi yang diterima oleh Wajib Pajak Reksadana pengenaan tarifnya sebagai berikut: tarif 0% untuk bunga obligasi sampai dengan tahun 2010. tarif 5% untuk bunga obligasi yang diterima periode 2011 2013. tarif 15% untuk bunga obligasi yang diterima mulai tahun 2014.4. Hadiah undian, tarif 25% dari Penghasilan Bruto.5. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, tarif 10% dari Penghasilan Bruto.6. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, tarif 5% dari Penghasilan Bruto.a. Kecuali pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, tarif 1% dari Penghasilan Bruto. 7. Usaha Jasa Konstruksia. tarif 2% untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil.b. tarif 4% untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.c. tarif 3% untuk Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.d. tarif 4% untuk Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha.e. tarif 6% untuk Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.8. Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya, tarif 0,1% dari jumlah transaksi penjualan.

Selain PPh pasal 4 ayat (2) merupakan jenis PPh yang bersifat final, juga PPh pasal 15 merupakan PPh yang bersifat final. PPh pasal 15 merupakan PPh yang dikenakan berdasarkan norma penghitungan khusus (NPK), yang objek pajaknya meliputi:1. PPh atas sewa (charter) pelayaran dalam negeri, tarif 1,2% dari penghasilan bruto.2. PPh atas sewa (charter) penerbangan dalam negeri, dengan tarif 1,8% dari penghasilan bruto.3. PPh atas sewa (charter) pelayaran dan atau penerbangan luar negeri, dengan tarif 2,64% dari penghasilan bruto.4. Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia, dengan tarif 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto.5. Pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk Perjanjian Bangunan Guna Serah (Built Operate and Transfer), tarif 5% dari Jumlah Bruto dari Nilai Tertinggi antara Nilai Pasar dengan NJOP Bagian Bangunan yang Diserahkan.3. Biaya Yang Boleh Dijadikan Pengurang Penghasilan Bruto (Deductible Expenses)Biaya-biaya yang boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) mengacu ke pasal 6 ayati (1) UU PPh diatur sebagai berikut:a. Biaya yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan usaha, seperti:b. Biaya pembelian bahan.c. Biaya berkenaan pekerjaan atau jasa termasuk upah gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.d. Biaya bunga, sewa, dan royalti.e. Biaya perjalanan.f. Biaya pengolahan limbah.g. Premi asuransi.h. Biaya administrasi.i. Pajak, kecuali pajak penghasilanj. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. k. Iuran kepada dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan Menkeu. l. Kerugian krn penjualan/pengalihan harta yg dimiliki dlm perusahaan.m. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.n. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. o. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan untuk meningkatkan SDM.p. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: q. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional.r. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.s. Biaya pembangunan infrastruktur sosial.t. Sumbangan fasilitas pendidikan.u. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.

4. Biaya Yang Tidak Boleh Dijadikan Pengurang Penghasilan Bruto (Non-Deductible Expenses)a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU Koperasi. b. Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, anggota.c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, penyalur kredit, leasing, perusahaan pembiayaan, dan perusahaan anjak piutang. Cadangan untuk perusahaan asuransi. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan. Cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan tambang. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, beasiswa yang dibayar oleh WP OP. Kecuali jika dibayar pemberi kerja dianggap penambah penghasilan dan bagi perusahaan dapat dibiayakan e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura/kenikmatan, kecuali makan/minum bagi seluruh pegawai dan natura/kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan ditetapkan dengan Kep Menkeu.f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.g. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, kecuali Sumbangan yang diperbolehkan menjadi pengurang menurut UU PPh pasal 6 ayat (1). Zakat yang dibayarkan oleh WP muslim kepada BAZIS.h. Pajak Penghasilan.i. Biaya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau tanggungannya.j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, persekutuan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.k. Sanksi administrasi (pajak) berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda.

B. Perencanaan Pajak Dalam Rangka Efisiensi PPh BadanPerencanaan Pajak dalam rangka efisiensi PPh Badan dapat diupayakan melalui:1. Pemilihan alternatif dasar pembukuan dan tata cara pembukuan.2. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada karyawan.3. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap berwujud dan amortisasi aktiva tetap tak berwujud.4. Transaksi yang berkaitan dengan witholding tax.5. Penyertaan pada perseroan terbatas dalam negeri.6. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.7. Permohonan penurunan pembayaran lumpsum (angsuran PPh pasal 25).8. Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk PPh pasal 22 atau PPh pasal 23.

1. Pemilihan alternatif dasar pembukuan dan tata cara pembukuan.Dasar penentuan yang dapat diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah stelsel akrual (accrual basis) dan stelsel kas yang dimodifikasi (modified cash basis). Sedangkan stelsel kas murni tidak diperbolehkan oleh aturan perpajakan yang berlaku.Pada stelsel akrual, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada sat timbulnya kewajiban meskipun uangnya belum diterima atau dibayarkan. Sedangkan stelsel kas murni, pendapatan dan beban dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran uang. Pemilihan dasar pembukuan harus dilakukan taat asas (konsisten). Stelsel kas yang diakui oleh peraturan perundang-undangan perpajakan atas pelaporan penghasilan dan beban dalam rangka menghitungan PPh Badan terutang adalah sebagai berikut:a. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh pernjualan, baik yang tunai maupun yang kredit. Dalam perhitungan harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.b. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan/atau amortisasi.c. Biaya-biaya yang bileh dibebankan adalah biaya-biaya yang benar-benar telah dibayar.Apabila dibandingkan dengan stelsel akrual dan stelsel kas menurut peraturan perundang-undangan perpajakan, yang berbeda hanyalah biaya administrasi dan umum. Biaya teresbut dilaporkan pada saat terjadinya pembayaran. Jika dipandang dari strategi manajemen perpajakan, maka pemilihan stelsel akrual lebih menguntungkan daripada stelsel kas, karena dengan stelsel akrual pengakuan biaya akan lebih cepat dibandingkan dengan dengan stelsel kas.

2. Pengelolaan Transaksi Yang Berhubungan Dengan Kesejahteraan KaryawanPada biaya-biaya yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan, terdapat banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh Badan. Strategi utama efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan ini sangat tergantung dari kondisi perusahaan sebagai berikut:a. Bagi perusahaan yang telah dikenakan tarif pajak tertinggi (PKP lebih dari 100.000.000) dan pengenaan pajaknya tidak final, harus menghindari pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan karena tidak dapat dijadikan biaya fiskal.b. Untuk perusahaan yang pengenaan PPh badannya dengan PPh final, diupayakan secara minimal memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura/kenikmatan dari pemberi kerja karena natura/kenikmatan ini bukan merupakan objek PPh paal 21. Dari sisi perusahaan, pemberian natura/kenikmatan tidak masalah karena PPh final dikenakan terhadap penghasilan bruto (biaya-biaya diabaikan).c. Bagi perusahaan yang masih merugi, pemberian natura/kenikmatan akan menurunkan PPh pasal 21 yang harus dibayar karyawan. Sementara itu PPh Badan tetap nihil.

Peluang-peluang lain yang dapat mengefisiensikan PPh Badan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan adalah biaya-biaya yang berkaitan:a. PPh pasal 21 karyawan PPh pasal 21 ditanggung karyawan yang bersangkutan. Dalam hal ini, perusahaan hanya sebagai pemotong PPh pasal 21 (deductible expenses). Tunjangan PPh pasal 21. Tunjangan ini tercantum dalam slip/daftar gaji pegawai sehingga merupakan objek PPh pasal 21. Dalam perhitungan laba-rugi perusahaan, tunjangan PPh pasal 21 ini menyatu dalam pos gaji dan tunjangan karyawan sehingga boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto (deductible expenses). PPh pasal 21 ditanggung oleh perusahaan. PPh pasal 21 ini tidak tercantum sebagai tunjangan dalam slip/daftar gaji pegawai. Dalam laporan laba rugi perusahaan akan terlihat biaya PPh pasal 21 terpisah dengan gaji dan tunjangan karyawan. PPh pasal 21 ini merupakan kenikmatan dan tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (non-deductible expenses)b. Pengobatan/kesehatan karyawan Perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerja sama dengan rumah sakit tertentu (langganan) dan pengambilan obat juga dari apotik tertentu (langganan). Kondisi seperti ini dikategorikan sebagai natura/kenikmatan sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengobatan karyawan tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Karyawan diberi tunjangan kesehatan rutin baik sakit ataupun tidak. Karyawan diperkenankan berobat ke rumah sakit atau dokter atas nama karyawan atau keluarganya, membayar terlebih dahulu kemudian oleh perusahaan diberi penggantian.Jika penggantian memenuhi syarat-syarat: tidak ada mark-up atau mark-down, bukti asli diserahkan ke peruashaan, bukti atas nama perusahaan atau atas nama karyawan dan keluarganya (qq. atas nama perusahaan) dan diatur dalam kontrak kerja karyawan, maka esensinya merupakan natura dan tidak boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam laporan laba rugi fiskal perusahaan. Kecuali penggantian tersebut kemudian dicatat sebagai penghasilan karyawan dan dikenakan PPh pasal 21 (konsep taxibility-deductibilty). Karyawan diikutkan asuransi kesehatan, sehingga klaim jika sakit dilakukan pihak rumah sakit kepada perusahaan asuransi.c. Pembayaran asuransi untuk pegawai Premi ditanggung perusahaan. Premi ditanggung karyawan yang bersangkutan. Premi sebagian ditanggung perusahaan, sebagian ditanggung karyawan.Jika premi asuransi karyawan tersebut dibayarkan kepada perusahaan asuransi yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan, maka atas pengeluaran untuk pembayaran premi asuransi karyawan tersebut dapat diakui menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expenses).d. Iuran pensiun/THT/JHT Iuran pensiun atau tunjangan hari tua yang ditanggung perusahaan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto bagi perusahaan sedangkan bagi karyawan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21. Syarat bahwa iuran tersebut dibayarkan ke perusahaan dana pensiun yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan (pasal 6 UU PPh). Iuran ditanggung karyawan yang bersangkutan, tentu menjadi pengurang penghasilan bagi karyawan. Sehingga PPh pasal 21 yang dipotong atas penghasilan karyawan akan berkurang.e. Rumah dinas/mess karyawan Perusahaan menyediakan rumah dinas/mess yang dibuat atau dibeli oleh perusahaan atau disewakan oleh perusahaan. Kondisi seperti ini dapat dikategorikan sebagai natura/kenikmatan yang diterima oleh karyawan sehingga biaya-biaya sehubungan dengan pengadaan rumah dinas/mess tersebut tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto (non-deductible expenses). Berdasarkan SE-42/PJ.23/1984 biaya-biaya tersebut tidak boleh lebih kecil dari biaya eksploitasi atau beban penyusutan rumah dinas/mess karyawan tersebut. Sehingga biaya ekploitasi rumah dinas/mess karyawan dan beban penyusutan menurut surat edaran tersebut dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Perusahaan memberikan penggantian uang sewa rumah dinas yang dibayar oleh karyawan. Penggantian ini dimasukkan ke dalam tunjangan perumahan bagi pegawai, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Perusahaan memberikan tunjangan perumahan yang dibayarkan secara rutin tiap bulan dalam slip gaji. Karena bagi karyawan dikenakan PPh pasal 21, maka di pihak perusahaan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto.f. Transportasi untuk karyawan Karyawan diantar jemput khusus dengan mobil perusahaan. Biaya eksploitasi dan penyusutan kendaraan boleh diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) meskipun bukan merupakan penghasilan bagi karyawan (mengacu ke Surat Dirjen Pajak No. 1215/PJ.23/1984 jo UU No. 36 Tahun 2008 penjelasan pasal 9 ayat (1) huruf e). Perusahaan memberikan tunjangan transportasi. Merupakan deductible expenses karena merupakan penghasilan bagi karyawan yang dikenakan PPh pasal 21. Kendaraan dinas dikuasakan kepada pegawai tertentu dan dibawa pulang.Biaya penyusutan dan biaya eksploitasi kendaraan boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) sebesar 50% dari total biaya (sesuai dengan Kep DJP No. KEP-220/PJ./2002). Apabila pada posisi jabatan tertentu diberikan kendaraan, agar biaya tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dapat diatasi dengan cara: kepada karyawan yang menguasai kendaraan diberi pinjaman (car loan) seharga mobil yang diperuntukkannya, setiap bulan karyawan teresbut diberi tunjangan transport setelah dikurangi PPh pasal 21 yang diperlakukan sebagai unsur piutang pegawai yang bersangkutan. Masalah lain yang dapat timbul adalah berkaitan dengan biaya operasional kendaraan seperti bensin, penggantian oli, dan sebagainya. Jika melihat ketentuan KEP-220 tersebut semestinya yang dapat diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi hanya sebesar 50% dari total biaya yang dikeluarkan.g. Pakaian kerja karyawanPemberian pakaian kepada karyawan dapat dikategorikan sebagai natura/kenikmatan. Namun demikian pemberian natura/kenikmatan yang merupakan keharusan atau diwajibkan oleh pemerintah dalam lingkungan pekerjaan, maka natura/kenikmatan tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto meskipun bagi pegawai tidak dianggap sebagai penghasilan yang dipotong PPh pasal 21.Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan ini berkaitan dengan keamanan atau keselamatan kerja yang biasanya diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau oleh Pemerintah Daerah setempat, termasuk pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, pakaian proyek, pakaian seragam buruh pabrik, pakaian SATPAM atau HANSIP, dan penginapan untuk awak kapal/pesawat, serta antar jemput pegawai (mengacu ke Kep DJP No. KEP-213/PJ./2001). Pakaian kerja yang diwajibkan, untuk satpam, pegawai hotel, pilot, buruh, pakaian keselamatan kerja, pegawai bank. Pakaian kerja karyawan pada umumnya.

h. Pemberian Natura lainnya Untuk KaryawanTerhadap pemberian natura lainnya kepada karyawan yang tidak boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto (non-deductible expenses) dapat diupayakan agar dapat diakui sebagai beban perusahaan dengan cara diberikan dalam bentuk tunjangan untuk karyawan yang merupakan penghasilan karyawan yang akan dikenakan PPh pasal 21, sepanjang tarif pajak penghasilan pegawai yang menerima tunjangan tersebut lebih rendah dari tarif PPh Badan.i. Pemberian Natura lainnya Untuk KaryawanBiaya dalam rangka perjalanan dinas perusahaan seperti misalnya biaya transportasi, hotel, dan sebagainya merupakan biaya yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) dan bukan merupakan penghasilan karyawan, sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur untuk kepentingan pribadi seperti diatur dalam Surat Dirjen Pajak No. S-1215/PJ.23/1984.j. Bonus dan Jasa Produksi Bonus dan jasa produksi kepada karyawan merupakan biaya perusahaan (deductible expenses) apabila dibebankan dalam tahun berjalan. Apabila bonus, gratifikasi dan jasa produksi yang dibayarkan kepada karyawan dan direksi dibebankan ke laba ditahan (Retained Earning) bukan merupakan biaya perusahaan (non-deductible expenses). Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris dari pemegang saham yang didasarkan pada prosentase tertentu dari laba perusahaan, tidak dapat dijadikan biaya perusahaan dan bagi penerimanya merupakan penghasilan dan dikenakan PPh pasal 21.Pembayaran gaji, bonus, jasa produksi yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham yang juga menjadi komisaris, direksi, atau pegawai, tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan (non-deductible expenses). Pembayaran tantiem seperti ini merupakan dividen sehingga dipotong PPh pasal 23/26 (mengacu Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-16/PJ.44/1992)k. Pemberian Natura di Daerah TerpencilPemberian natura/kenikmatan di daerah terpencil diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-213/PJ/2001. Pengertian daerah terpencil adalah: Daerah yang mempunyai potensi ekonomi yang layak dikembangkan namun daerah tersebut sulit dijangkau karena sangat terbatasnya sarana angkutan umum baik melalui darat, laut dan udara, serta sarana prasarana lainnya tidak tersedia. Sehingga untuk menjalankan usahanya para penanam modal harus menyediakan sendiri sarana prasarana sosial ekonomi dimaksud, misalnya fasilitas jalan, perumahan, listrik dan air bersih Daerah perairan laut dengan kedalaman lebih dari 50 meter yang didasar lautnya memiliki cadangan mineral.Natura dan kenikmatan yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah: Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya sepanjang lolasi pekerjaan tersebut tidak ada tempat tinggal yang dapat disewa. Pelayanan kesehatan, sepanjang di lokasi pekerjaan tersebut tidak terdapat pelayanan kesehatan. Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya sepanjang di lokasi pekerjaan tersebut tidak terdapat sarana pendidikan yang setara. Pengangkutan bagi pegawai di lokasi kerja. Untuk pengangkutan bagi keluarga terbatas pada pengangkutan sehubungan dengan kedatangan pertama ke lolasi kerja dan kepergian pegawai dan keluarganya karena berhentinya hubungan kerja. Olah raga bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di lokasi pekerjaan tidak terdapat sarana yang dimaksud. Sarana olahraga ini tidak termasuk boating, golf dan pacuan kuda.Pengeluaran perusahaan dalam bentuk natura di atas bukan merupakan penghasilan karyawan. Sedangkan penetapan daerah terpencil diberikan untuk jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpanjang. Permohonan keputusan tentang penerapan daerah terpencil diajukan kepada Kakanwil DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

3. Pemilihan Metode Penyusutan Aktiva Tetap dan Amortisasi Atas Aktiva Tetap Tidak BerwujudPenyusutan dan amortisasi aktiva tetap berwujud ataupun tidak berwujud yang diakui oleh peraturan perpajakan hanya 2 metode, yaitu Metode Garis Lurus dan Metode Saldo Menurun.Penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus akan menghasilkan beban penyusutan yang sama besarnya tiap tahun. Sedangkan penyusutan dengan metode saldo menurun akan menghasilkan beban penyusutan lebih besar pada awal pembelian aktiva dan makin menurun pada tahun-tahun berikutnya, tetapi pada pada saat akhir umur ekonomis akumulasi penyusutan aktiva tetap tersebut akan sama. Metode penyusutan saldo menurun ini lebih menguntungkan bagi wajib pajak dari segi likuiditas.

4. Transaksi Yang Berhubungan Dengan Witholding TaxDalam dunia usaha, tidak jarang perusahaan memiliki transaksi yang mengharuskan pemungutan pajak dari pihak ketiga dimana pihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong witholding tax (PPh pasal 21, PPh pasal 23, PPh Final, PPh pasal 26, dsb), maka jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus, perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar witholding tax dimaksud ditambah dengan denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari pokok pajak. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat ditempuh. Perusahaan membayarkan witholding tax (PPh ditanggung perusahaan), pajak yang dibayarkan ini tidak dapat diakui sebagai biaya/pengurang penghasilan bruto (non-deductible expenses). Nilai transaksi di gross-up, sehingga jumlah transaksi dalam kontrak sudah termasuk pajak yang harus dipungut. Atas jumlah pajak yang dibayarkan boleh diakui sebagai biaya/pengurang penghasilan bruto (deductible expenses).

5. Penyertaan Pada Perseroan Terbatas Dalam NegeriPenyertaan modal saham pada Perseroan Terbatas dalam negeri dapat dilakukan atas nama perseroan terbatas atau perorangan. Apabila modal saham atas nama perorangan, maka dividen yang diperoleh dikenakan pajak sebesar 10% dan bersifat final. Sedangkan modal saham yang dimiliki perseroan terbatas, koperasi, BUMN dan BUMD, maka peneriman dividen tersebut bukan objek pajak, sehingga tidak dikenakan pajak sepanjang memenuhi persyaratan: Dividen berasal dari cadangan laba ditahan. bagi perseroan terbatas, BUMN, BUMD yang menerima dividen, jika kepemilikan saham pada badan usaha yang membayarkan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor.

6. Optimalisasi Pengkreditan Pajak Penghasilan Yang Telah DibayarPajak penghasilan yang dapat dikreditkan atas PPh Badan yang terutang selain PPh pasal 25 adalah PPh yang dibayar sendiri maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final. PPh yang dapat dikreditkan antara lain PPh atas pengalihan tanah/bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estate, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, dan angsuran PPh pasal 25. Agar memenuhi kelengkapan formal, maka setiap kali dilakukan pemotongan pajak oleh pihak lain sebaiknya langsung minta bukti potong PPh sehingga tidak perlu menunggu sampai akhir tahun.

7. Pengajuan Penurunan Angsuran PPh pasal 25Kenaikan pembayaran angsuran PPh pasal 25 disebabkan terdapat SKPKB (Surat Ketetapan Kurang Bayar) karena pemeriksaan untuk tahun lalu, dan karena adanya kenaikan laba pada tahun lalu. Akan tetapi di lain pihak bisa saja terjadi bahwa dalam tahun pajak yang bersangkutan terjadi penurunan laba. Apabila kita mengangsur PPh pasal 25 tetap seperti tahun lalu, dikhawatirkan pada akhir tahun berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Untuk mengatasi hal ini, maka pada bulan Juli tahun berjalan perusahaan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh pasal 25 dengan disertai proyeksi laba pada akhir tahun dan alasan terjadinya penurunan laba.Pengajuan penurunan PPh pasal 25 diajukan ke KPP dengan me-lampirkan: Proyeksi perhitungan laba/rugi tahun berjalan. Proyeksi neraca pada akhir tahun berjalan. Proyeksi besarnya PPh badan terutang yang ternyata akan terjadi kelebihan bayar jika PPh pasal 25 tidak dikurangi.

8. Pengajuan SKB (Surat Keterangan Bebas) PPh pasal 22 dan PPh pasal 23Untuk beberapa jenis witholding tax seperti PPh pasal 22 dan PPh pasal 23 (tidak termasuk yang PPh finalnya) dapat diajukan permohonan Surat Keterangan Bebas oleh Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: Wajib pajak yang dalam tahun berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang pajak penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, atau Wajib pajak berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal (baik yang dicantumkan dalam SKP atau SPT PPh dalam hal belum ada SKP) sepanjang kerugian tersebut jumlahnya lebih besar dari perkiraan penghasilan neto tahun pajak yang bersangkutan, atau Pajak penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari pajak penghasilan yang akan terutang.Yang dimaksud dengan kerugian fiskal seperti tersebut diatas adalah kerugian fiskal yang terjadi karena: Wajib pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi, atau Wajib pajak belum sampai pada tahap produksi komersial, atau Untuk perusahaan yang sudah berjalan yang karena sesuatu peristiwa yang berada di luar kemampuan (force majure) sehingga akan mengakibatkan mengalami suatu kerugian dan tidak akan terutang pajak penghasilan.Dalam hal pengajuan surat permohonan, Wajib Pajak harus melampirkan: Perkiraan penghasilan neto dalam tahun berjalan. Daftar pihak-pihak pemberi penghasilan serta nilai transaksi yang diperkirakan akan diterima atau diperoleh.

C. Perencanaan Pajak PPh Badan Atas Transaksi TertentuPerlakuan khusus PPh Badan yang berkaitan dengan transaksi tertentu meliputi:1. Equalisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Tahunan PPh pasal 21/26, SPT Tahunan PPh pasal 23 serta SPT Masa PPN.2. Hutang/piutang pemegang saham.3. Transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.4. Bungan pinjaman.5. Pencadangan/penghapusan piutang tak tertagih.6. Transaksi leasing.7. Bunga pinjaman selama masa konstruksi.8. Biaya pendirian perusahaan/biaya pra-operasi.

1. Equalisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Tahunan PPh pasal 21/26, SPT Tahunan PPh pasal 23 serta SPT Masa PPNPada prakteknya di lapangan bahwa SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak akan dilakukan equalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak, maka agar mudah untuk mengecek kekurangan-kekurangan yang terjadi sebaiknya perusahaan melakukan rekonsiliasi secara periodik terhadap terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam SPT Tahunan PPh Badan dengan unsur yang terdapat dalam SPT PPh pasal 21, SPT PPh pasal 23, serta SPT Masa PPN. Jika terdapat perbedaan, maka perbedaan tersebut harus ditelusuri dan dikoreksi secepatnya.2. Hutang/piutang pemegang sahamBunga yang berasal dari hutang/piutang kepada pemegang saham baik kepada pemegang saham perorangan atau perusahaan harus dihitung dengan tingkat bunga yang wajar. Hutang kepada pemegang saham dapat tidak dihitung/dibebani bunga apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Pinjaman tersebut berasal dari dana pemegang saham itu sendiri, dan bukan dari pihak lain. Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor seluruhnya. Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi. Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan dana untuk kelangsungan usahanya.Apabila salah satu dari keempat unsur di atas tidak terpenuhi, maka atas pinjaman tersebut dapat dilakukan koreksi menjadi terutang bunga dengan tingkat suku bunga yang wajar yang ditentukan oleh fiskus (sesuai dengan surat Dirjen Pajak No. S-165/PJ.312/1992 tentang pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham).3. Transaksi Dengan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan IstimewaPihak-pihak yang dianggap mempunya hubungan istimewa menurut peraturan perundang-undangan perpajakan adalah sebagai berikut: Wajib pajak yang memiliki penyertaan modal pada wajib pajak lain sebesar 25% atau lebih, baik secara langsung maupun tidak langsung. Wajib pajak menguasai wajib pajak lain dua atau lebih berada di bawah penguasaan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung (misalnya manajemen, teknologi, dsb.) Terdapat hubungan kerluarga sedarah dan/atau semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping satu derajat. Terhadap transaksi hubungan istimewa yang nilainya tidak wajar dan dapat mempengaruhi besarnya penghasilan kena pajak, fiskus dapat melakukan koreksi fiskal untuk memperoleh nilai penghasilan yang wajar (pasal 18 ayat 3 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008)

4. Bunga PinjamanSepanjang digunakan untuk operasional perusahaan, maka bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai biaya. Dalam pasal 18 UU PPh yang ditegaskan lagi bahwa Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang pajak dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak.Hal yang harus dipertimbangkan adalah apabila perusahaan mempunyai pinjaman dari pihak ketiga dimana di sisi lain perusahaan memiliki deposito, maka bunga yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah sebesar proporsional nilai pinjaman dikurangi dengan nilai deposito, karena atas bunga deposito telah dikenakan PPh yang bersifat final (mengacu Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-46/PJ.4/1995).5. Pencadangan/penghapusan piutang tak tertagihMenurut peraturan perundang-undangan perpajakan, penyisihan piutang macet/cadangan untuk mengantisipasi kerugian piutang tak tertagih/kerugian lainnya hanya diperbolehkan untuk jenis perusahaan tertentu, yaitu:a. Perbankan.b. Sewa Guna Usaha (leasing) dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen ataupun perusahaan anjak piutang.c. Perusahaan asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial juga cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Sosial.d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan termasuk cadangan biaya reboisasi untuk usaha kehutanan.e. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.Namun demikian, pada prinsipnya setiap usaha dapat mengakui pembebanan piutang yang memang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang.d. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum/khusus atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.6. Transaksi LeasingTransaksi dengan financial/capital lease harus memenuhi kriteria sebagai berikut:a. Jumlah pembayaran selama masa leasing ditambah dengan nilai residu barang modal harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan leassor.b. Masa/periode leasing sekurang-kurangnya: Dua tahun untuk barang modal golongan 1. Tiga tahun untuk barang modal golongan 2 dan 3. Tujuh tahun untuk golongan bangunan.Perlakuan perpajakan atas transaksi financial/capital lease adalah sebagai berikut:a. Untuk Lessor (perusahaan leasing): Karena bunga yang diterima oleh perusahaan pembiayaan (leasing) bukan merupakan objek pajak, maka bungan leasing pada financial lease tidak dikenakan pajak. Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal yang di-leasing-kan.b. Untuk Lessee (penyewa usaha): Lessee tidak boleh menyusutkan barang modal selama proses leasing sampai lessee menggunakan hak opsinya untuk membeli barang modal tersebut. Penyusutan dilakukan mulai tahun pajak digunakannya hak opsi. Dasar penyusutan yang dipakai adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan. Pembayaran yang dilakukan lessee dapat dijadikan pengurang seluruhnya (deductible expenses).Perlakuan perpajakan di atas berbeda dengan standar akuntansi yang berlaku umum. Perlakuan akuntansi untuk lessee dalam financial lease harusnya untuk mengkapitalisasi barang modal yang di-leasing-kan dan menimbulkan hutang pajak senilai harga wajar barang modal dalam leasing. Aktiva yang di-leasing-kan kemudian diamortisasi sesuai dengan umur ekonominya. Pembayaran pokok leasing mengurangi hutang leasing dan bunga dibebankan sebagai bunga leasing (mengacu Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-29/PJ.42/1992 jo SE-02/PJ.31/1993).

7. Bunga Pinjaman Selama Masa KonstruksiBunga pinjaman selama masa konstruksi berupa gedung yang dibangun untuk dipakai sendiri atau untuk disewakan atau untuk dijual kembali (merupakan persediaan), harus dikapitalisasi ke dalam nilai aktiva yang bersangkutan. Bunga pinjaman yang harus dibayar setelah aktiva tersebut dipakai dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) pada tahun yang bersangkutan (mengacu pada Surat Dirjen Pajak No. S-217/PJ.42/1994).8. Biaya Pra-OperasiBiaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebelum perusahaan beroperasi secara komersial dapat dikelompokkan ke dalam:a. Biaya RutinBiaya rutin merupakan pengeluaran yang bersifat rutin seperti gaji, rekening telepon, listrik, air, dan biaya rutin kantor lainnya. Biaya ini dibebankan ke dalam biaya laba/rugi tahun berjalan.b. Biaya PendirianBiaya pendirian perusahaan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebelum perusahaan beroperasi pada tahap komersil dan bukan merupakan biaya rutin. Biaya ini dikapitalisasi dan diamortasasi berdasarkan umur ekonomisnya dengan metode garis lurus atau dengan metode saldo menurun (mengacu Surat Dirjen Pajak No. S-248/PJ.62/1988)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rekonsiliasi FiskalPT. Mega Visual Elektronik

Laporan Laba Rugi

Laporan KomersilKoreksiLaba Fiskal

2008PositifNegatif2008

Pendapatan:

Penjualan2,105,211,912,606 2,105,211,912,606

Jasa Perakitan156,164,547,142 156,164,547,142

Jumlah Pendapatan2,261,376,459,748 2,261,376,459,748

Beban Pokok:

Penjualan:

Persediaan awal, bahan baku105,773,840,496 105,773,840,496

Pembelian bersih1,841,043,987,546 1,841,043,987,546

Persediaan akhir, bahan baku(84,322,876,251)(84,322,876,251)

Bahan baku yang digunakan1,862,494,951,791 1,862,494,951,791

Upah Langsung64,981,113,822 64,981,113,822

Biaya Produksi Tidak Langsung

Penyusutan39,424,744,106 39,424,744,106

Gaji dan Tunjangan28,589,566,773 28,589,566,773

Listrik20,408,250,068 20,408,250,068

Bahan Pembantu16,708,432,690 16,708,432,690

Pengepakan6,350,310,842 6,350,310,842

Perbaikan dan Pemeliharaan14,936,222,330 0 14,936,222,330

Bahan Bakar4,801,212,067 4,801,212,067

Pengangkutan2,782,737,198 2,782,737,198

Astek1,983,347,531 1,983,347,531

Lain-lain1,690,101,851 1,690,101,851

Jumlah Biaya Produksi Tidak Langsung137,674,925,456 137,674,925,456

Jumlah Biaya Produksi2,065,150,991,069 2,065,150,991,069

Barang dalam proses, awal52,022,288,365 52,022,288,365

Barang dalam proses, akhir(68,226,782,016)(68,226,782,016)

Barang sisa produksi823,347,272 823,347,272

Jumlah Biaya Pokok Produksi2,049,769,844,690 2,049,769,844,690

Persediaan barang jadi, awal662,022,319 662,022,319

Persediaan barang jadi, akhir(1,315,018,165)(1,315,018,165)

Beban Pokok Penjualan2,049,116,848,844 2,049,116,848,844

Jasa Perakitan

Upah Langsung8,379,982,968 8,379,982,968

Penyusutan5,193,959,096 5,193,959,096

Gaji dan Tunjangan5,191,947,278 5,191,947,278

Listrik4,343,025,006 4,343,025,006

Bahan Pembantu4,170,109,563 4,170,109,563

Perbaikan dan Pemeliharaan1,919,482,165 0 1,919,482,165

Pengangkutan1,343,147,355 1,343,147,355

Pengepakan507,203,730 507,203,730

Bahan Bakar471,278,829 471,278,829

Lain-lain2,317,163,613 2,317,163,613

Jumlah33,837,299,603 33,837,299,603

Jumlah Beban Kotor2,082,954,148,447 2,082,954,148,447

Laba Kotor178,422,311,301 178,422,311,301

Beban Usaha

Beban Penjualan:

Jasa Manajemen3,670,855,229 3,670,855,229

Pengangkutan2,974,608,385 2,974,608,385

Gaji dan Tunjangan508,820,596 508,820,596

Lain-Lain363,383,969 363,383,969

Jumlah Beban Usaha7,517,668,179 7,517,668,179

Beban Umum dan Administrasi

Gaji dan Tunjangan20,811,840,873 20,811,840,873

Pengobatan1,535,275,000 0 1,535,275,000

Tunjangan perumahan525,000,000 0 525,000,000

Makan dan Minum bagi Seluruh Karyawan775,252,300 775,252,300

Tunjangan transportasi445,785,000 0 445,785,000

Penyusutan6,954,311,777 6,954,311,777

Perjamuan2,054,830,969 0 2,054,830,969

Sumbangan775,301,110 775,301,110 0

Cadangan imbalan kerja2,394,805,609 2,394,805,609 0

Jasa profesional2,140,574,892 0 122,449 2,140,697,341

Listrik, Air dan Telepon2,079,942,817 52,500,000 2,027,442,817

Astek1,641,661,875 1,641,661,875

Perbaikan dan Pemeliharaan1,341,978,457 0 1,341,978,457

Perizinan1,188,100,117 1,188,100,117

Bahan Bakar1,134,424,396 1,134,424,396

Perjalanan Dinas1,128,575,965 120,575,000 1,008,000,965

Alat Tulis Kantor710,411,496 710,411,496

Lain-lain6,545,737,648 6,545,737,648

Jumlah Beban Umum dan Administrasi54,183,810,301 50,840,751,031

Jumlah61,701,478,480 58,358,419,210

Laba Usaha116,720,832,821 120,063,892,091

Penghasilan (Beban) Lain-Lain

Rugi Penjualan Sisa Produksi(2,222,963,812)(2,222,963,812)

Laba Penjualan Aset Tetap112,652,050 112,652,050 0

Bunga dan Administrasi Bank(2,208,969,858)(2,208,969,858)

Rugi Selisih Kurs - Net(4,046,200,298)(4,046,200,298)

Lain-lain1,205,392,522 1,205,392,522

Jumlah Beban Lain-lain -Net(7,160,089,396)(7,272,741,446)

Laba Sebelum Taksiran Pajak Penghasilan109,560,743,425 3,343,181,719 112,774,499 112,791,150,645

PPh Badan Terutang33,819,845,194

10% x 50.000.000

15% x 50.000.000

30% x 112.691.150.000

Kredit Pajak:18,147,047,634

PPh pasal 224,684,936,414

PPh pasal 2313,462,111,220

PPh pasal 2915,672,797,560

PPh pasal 29 (sebelum perencanaan pajak)17,151,032,835

PPh Badan yang dihemat = 17.151.032.835 - 15.672.797.560 =1,478,235,276

Sumber: Laporan Keuangan PT. Mega Visual ElektronikPerusahaan melakukan manajemen perpajakan dengan cara sebagai berikut:1. Tunjangan perumahan diperhitungkan dalam perhitungan PPh pasal 21 sebesesar Rp 525.000.000,-2. Beban pengobatan (re-imbursemen) diperhitungkan dalam penghitungan PPh pasal 21 karyawan sebesar Rp 1.535.275.000,-3. Tunjangan transportasi diperhitungkan dalam penghitungan PPh pasal 21 sebesar Rp 445.785.000,-4. Beban perjamuan dibuat daftar nominatifnya.5. Beban perbaikan dan pemeliharaan terdapat perbaikan dan pemeliharaan untuk kendaraan dinas kepala pabrik sebesar Rp 250.050.000,- kepala bagian perakitan sebesar Rp 125.155.000 dan direktur keuangan sebesar Rp 345.670.000,- Kendaraan dinas di pool di kantor perusahaan.6. Beban profesional terdapat biaya konsultan KJPP Nirwan &Rekan sebesar Rp 300.000.000,- PPh pasal 23 dihitung secara gross-up sehingga jumlah PPh pasal 23 sebesar Rp 6.122.449,- dan jumlah beban profesional yang diakui sebagai beban sebesar Rp 306.122.449,-

B. Perencanaan Pajak Atas Laporan Keuangan

PT. Mega Visual Elektronik

Laporan Laba Rugi

Laporan KomersilKoreksiLaba Fiskal

2008PositifNegatif2008

Pendapatan:

Penjualan2,105,211,912,606 2,105,211,912,606

Jasa Perakitan156,164,547,142 156,164,547,142

Jumlah Pendapatan2,261,376,459,748 2,261,376,459,748

Beban Pokok:

Penjualan:

Persediaan awal, bahan baku105,773,840,496 105,773,840,496

Pembelian bersih1,841,043,987,546 1,841,043,987,546

Persediaan akhir, bahan baku(84,322,876,251)(84,322,876,251)

Bahan baku yang digunakan1,862,494,951,791 1,862,494,951,791

Upah Langsung64,981,113,822 64,981,113,822

Biaya Produksi Tidak Langsung

Penyusutan39,424,744,106 39,424,744,106

Gaji dan Tunjangan28,589,566,773 28,589,566,773

Listrik20,408,250,068 20,408,250,068

Bahan Pembantu16,708,432,690 16,708,432,690

Pengepakan6,350,310,842 6,350,310,842

Perbaikan dan Pemeliharaan14,936,222,330 0 14,936,222,330

Bahan Bakar4,801,212,067 4,801,212,067

Pengangkutan2,782,737,198 2,782,737,198

Astek1,983,347,531 1,983,347,531

Lain-lain1,690,101,851 1,690,101,851

Jumlah Biaya Produksi Tidak Langsung137,674,925,456 137,674,925,456

Jumlah Biaya Produksi2,065,150,991,069 2,065,150,991,069

Barang dalam proses, awal52,022,288,365 52,022,288,365

Barang dalam proses, akhir(68,226,782,016)(68,226,782,016)

Barang sisa produksi823,347,272 823,347,272

Jumlah Biaya Pokok Produksi2,049,769,844,690 2,049,769,844,690

Persediaan barang jadi, awal662,022,319 662,022,319

Persediaan barang jadi, akhir(1,315,018,165)(1,315,018,165)

Beban Pokok Penjualan2,049,116,848,844 2,049,116,848,844

Jasa Perakitan

Upah Langsung8,379,982,968 8,379,982,968

Penyusutan5,193,959,096 5,193,959,096

Gaji dan Tunjangan5,191,947,278 5,191,947,278

Listrik4,343,025,006 4,343,025,006

Bahan Pembantu4,170,109,563 4,170,109,563

Perbaikan dan Pemeliharaan1,919,482,165 0 1,919,482,165

Pengangkutan1,343,147,355 1,343,147,355

Pengepakan507,203,730 507,203,730

Bahan Bakar471,278,829 471,278,829

Lain-lain2,317,163,613 2,317,163,613

Jumlah33,837,299,603 33,837,299,603

Jumlah Beban Kotor2,082,954,148,447 2,082,954,148,447

Laba Kotor178,422,311,301 178,422,311,301

Beban Usaha

Beban Penjualan:

Jasa Manajemen3,670,855,229 3,670,855,229

Pengangkutan2,974,608,385 2,974,608,385

Gaji dan Tunjangan508,820,596 508,820,596

Lain-Lain363,383,969 363,383,969

Jumlah Beban Usaha7,517,668,179 7,517,668,179

Beban Umum dan Administrasi

Gaji dan Tunjangan20,811,840,873 20,811,840,873

Pengobatan1,535,275,000 0 1,535,275,000

Tunjangan perumahan525,000,000 0 525,000,000

Makan dan Minum bagi Seluruh Karyawan775,252,300 775,252,300

Tunjangan transportasi445,785,000 0 445,785,000

Penyusutan6,954,311,777 6,954,311,777

Perjamuan2,054,830,969 0 2,054,830,969

Sumbangan775,301,110 775,301,110 0

Cadangan imbalan kerja2,394,805,609 2,394,805,609 0

Jasa profesional2,140,574,892 0 122,449 2,140,697,341

Listrik, Air dan Telepon2,079,942,817 52,500,000 2,027,442,817

Astek1,641,661,875 1,641,661,875

Perbaikan dan Pemeliharaan1,341,978,457 0 1,341,978,457

Perizinan1,188,100,117 1,188,100,117

Bahan Bakar1,134,424,396 1,134,424,396

Perjalanan Dinas1,128,575,965 120,575,000 1,008,000,965

Alat Tulis Kantor710,411,496 710,411,496

Lain-lain6,545,737,648 6,545,737,648

Jumlah Beban Umum dan Administrasi54,183,810,301 50,840,751,031

Jumlah61,701,478,480 58,358,419,210

Laba Usaha116,720,832,821 120,063,892,091

Penghasilan (Beban) Lain-Lain

Rugi Penjualan Sisa Produksi(2,222,963,812)(2,222,963,812)

Laba Penjualan Aset Tetap112,652,050 112,652,050 0

Bunga dan Administrasi Bank(2,208,969,858)(2,208,969,858)

Rugi Selisih Kurs - Net(4,046,200,298)(4,046,200,298)

Lain-lain1,205,392,522 1,205,392,522

Jumlah Beban Lain-lain -Net(7,160,089,396)(7,272,741,446)

Laba Sebelum Taksiran Pajak Penghasilan109,560,743,425 3,343,181,719 112,774,499 112,791,150,645

PPh Badan Terutang33,819,845,194

10% x 50.000.000

15% x 50.000.000

Kredit Pajak:18,147,047,634

PPh pasal 224,684,936,414

PPh pasal 2313,462,111,220

PPh pasal 2915,672,797,560

PPh pasal 29 (sebelum perencanaan pajak)17,151,032,835

PPh Badan yang dihemat = 17.151.032.835 - 15.672.797.560 =1,478,235,276

Sumber: Laporan Keuangan PT. Mega Visual ElektronikSehingga dengan melakukan perencanaan pajak atas laporan keuangan, perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp 1.478.235.276 (17.151.032.835 - 15.672.797.560).

C. Perencanaan Pajak atas PPNSedangkan dalam melakukan manajemen pajak atas PPN perusahaan telah melakukan hal-hal sebagai berikut:1. Pastikan dalam hal penerbitan faktur pajak keluaran sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang perpajakan yang berlaku waktu maupun validasinya.2. Penerbitan faktur pajak keluaran pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan apabila piutang usaha dilunasi dalam jangka waktu lebih dari satu bulan. Dengan cara ini pelunasan PPN ke kas negara dapat ditunda.3. Penerbitan faktur pajak keluaran pada saat menerbitkan faktur (komersial) jika piutang usaha dilunasi dalam jangka waktu tidak lebih dari satu bulan. Dengan cara ini proses equalisasi antara omset penjualan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan total penyerarahan menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan lebih mudah dilakukan. Selisih pada proses equalisasi ini dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut:a. Penggunaan kurs yang berbeda pada saat pencatatan.b. Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma PPN yang dianggap penyerahan.c. Penjualan di bulan Desember yang faktur pajaknya dibuat di bulan Januari.d. Objek PPN yang tidak seluruhnya dicatat di pendapatan usaha tapi dipendapatan luar usaha.4. Faktur pajak yang batal (void) tetap disimpan dengan baik supaya pada saat pemeriksaan pajak melakukan sample test dalam bentuk pengurutan nomor seri faktur pajak keluaran penemuan nomor yang tidak urut di di formulir pajak dapat langsung diklarifikasi.5. Nilai diskon tercantum di dalam faktur pajak standar agar dasar pengenaan PPN-nya dapat berkurang sebesar diskon tersebut.6. Item harga jual/pengganti/termijn/uang muka di dalam setiap faktur pajak yang diterbitkan sesuai dengan petunjuk untuk di coret yang tidak perluSedangkan untuk Pajak Masukan, yang perlu diperhatikan dalam aktifitas perencanaan pajak adalah sebagai berikut::1. Pastikan bahwa faktur pajak standar yang diterima dari pemasok tidak cacat.2. Mintakan segera faktur pajak masukan tersebut agar tidak dikreditkan dengan pajak keluaran pada saat pelaporan SPT Masa PPN atau dalam masa 3 bulan faktur pajak masukan masih dapat dikreditkan dengan pajak keluaran, selama memang atas pajak masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.3. Lakukan transaksi dengan pemasok yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) agar seluruh transaksi pajak masukan dapat dikreditkan dan tanggung jawab renteng sebagaimana diatur dalam pasa 33 UU KUP dapat dihindari.Jika pajak masukan diterima lebih dari 3 bulan setelah akhir masa pajak, maka faktur pajak tersebut dapat dilakukan:1. Dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi SPT PPh.2. Pembetulan SPT. WP masih dapat melakukan pembetulan SPT Masa PPN dengan memnuhi syarat:a. Belum dilakukan pemeriksaan.b. Paling lambat 2 tahun setelah akhir masa pajak.

IV. SIMPULAN DAN SARANA. SimpulanManajemen perpajakan merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar sesuai dengan peraturan dan undang-undang perpajakan tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Mega Visual Elektronik dapat ditarik simpulan sebagai berikut:1. Pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance) sudah dilakukan oleh PT. Mega Visual Elektronik dengan benar sesuai aturan dalam perundang-undangan perpajakan, hal ini dilakukan oleh PT. Mega Visual Elektronika untuk menghindari munculnya sanksi perpajakan dan pemeriksaan pajak yang akan memperluas kekurangan dalam pelaporan pajak perusahaan.2. Namun demikian, PT. Mega Visual Elektronik belum melakukan manajemen pajak dengan baik, dimana masih terdapat hal-hal melenceng jauh dari konsep manajemen pajak. Hal ini dapat terlihat dari besarnya koreksi fiskal dalam rekonsiliasi yang dilakukan oleh PT. Mega Visual Elektronika sebesar Rp 8.270.510.188,- untuk koreksi fiskal positif dan sebesar Rp 112.652.050,- untuk koreksi fiskal negatif.

B. SaranSaran yang dapat diberikan oleh penulis kepada PT. Mega Visual Elektronik adalah:1. Tingkatkan terus tax compliance dengan cara selalu meng-update peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku. Karena kita ketahui bahwa peraturan perpajakan selalu berubah dengan cepat. Pengiriman karyawan bidang perpajakan ke tempat kursus-kursus atau seminar dan lokakarya adalah cara yang telap untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang perpajakan.2. Lakukan manajemen pajak secara konsisten dengan mengubah non-deductible expenses menjadi deductible expenses, dari manajemen pajak yang dilakukan oleh penulis terhadap laporan keuangan PT. Mega Visual Mandiri, perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp 1.478.235.276,-

V. REFERENSIDepartemen Keuangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta.Departemen Keuangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Jakarta.Departemen Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-213/PJ./2001. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-42/PJ.23/1984. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.4/1995. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.42/1992. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ.31/1993. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-42/PJ.23/1984. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Dirjen Pajak Nomor S-1215/PJ.23/1984. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Dirjen Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Dirjen Pajak Nomor S-217/PJ.42/1994. Jakarta.Direktorat Jenderal Pajak. Surat Dirjen Pajak Nomor S-248/PJ.62/1988. Jakarta.Erly Suandi. 2009. Perencanaan Perpajakan. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.Muhammad Zain. 2008. Manajemen Perpajakan. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Ultima Accounting Vol 2. No.2. Desember 2010Ultima Accounting Vol 2. No.2. Desember 2010