Upload
doanthu
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PEMBERIAN ZPT (ROOTONE-F) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK Duabanga moluccana, Blume.
KAKA ENINDHITA PRAKASA
DEPARTEMEN SILVIKULTURFAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011
PENGARUH PEMBERIAN ZPT (ROOTONE-F) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK Duabanga moluccana, Blume.
KAKA ENINDHITA PRAKASA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTURFAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011
Kaka Enindhita Prakasa, E14204027. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh (Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto
Ringkasan
Kebutuhan bahan baku kayu yang tinggi untuk menjalankan industri kehutanan menyebabkan para pengusaha kehutanan mulai beralih dari penggunaan kayu dari hutan alam ke hutan tanaman yang mengembangkan jenis - jenis cepat tumbuh. Duabanga moluccana Blume, merupakan salah satu jenis pohon asli Indonesia yang cepat tumbuh dan memiliki karakteristik yang baik untuk bahan baku industri. Perbanyakan jenis D. mollucana selain dapat dilakukan melalui benih dapat juga dilakukan dengan perbanyakan vegetatif. Stek pucuk dan stek batang merupakan salah satu cara alternatif untuk memperoleh bibit unggul dalam jumlah yang memadai dalam waktu yang tepat. Penambahan zat pengatur tumbuh (Rootone - F) diharapkan dapat meningkatkan persentase berakar dan persentase hidup stek.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ZPT terhadap pertumbuhan stek pucuk dan stek batang bibit D. mollucana. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan dalam pengadaan bibit berkualitas dari kebun pangkas D. mollucana.
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dengan sistem KOFFCO (Komatsu-Forda Fog Cooling System) di Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Kementrian Kehutanan, Gunung batu, Bogor, Jawa Barat selama bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2010. Bahan yang digunakan adalah pucuk dan batang bibit Duabanga mollucana dari benih pohon plus (M07) di Kebun SEAMEO BIOTROP. ROOTONE-F, Dithane M45. sekam padi, cocopeat, dan zeolite. Dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor yang pertama adalah bahan stek yaitu pucuk dan batang , dan faktor kedua adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh dari Rootone-F yaitu 0 ppm, 500ppm, 1000ppm, 1500ppm. Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah : (1) Persentase hidup, (2) Persentase berakar, (3) Jumlah akar, (4) Panjang akar, (5) Berat basah dan berat kering akar, (6) Berat bash dan berat kering pucuk, (7) Nisbah pucuk akar. Kemudian data yang diperoleh diolah dan dilakukan sidik ragam dan uji lanjut.
Hasil penelitian menunjukkan stek pucuk berpengaruh sangat nyata terhadap parameter (1) Persentase hidup, (2) Persentase berakar, (3) Jumlah akar, (4) Panjang akar, (5) Berat basah dan berat kering akar, (6) Berat basah dan berat kering pucuk, (7) Nisbah pucuk akar, sedang stek batang tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter tersebut diatas. Persentase berakar rata-rata pada stek pucuk 82% dan pada stek batang 0 %. Demikian juga konsentrasi hormon tidak berpengaruh nyata terhadap keberhasilan stek, karena stek pucuk tanpa hormon menghasilkan persentase berakar yang tinggi (77%), diikuti dengan konsentrasi 500 ppm (80%), 1500 ppm (83%), dan 1000 ppm (87%). Interaksi antara bahan stek dan konsentrasi ZPT tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diukur karena stek batang pada semua konsentrasi ZPT tidak berakar, sementara itu stek pucuk pada semua konsentrasi ZPT tidak berbeda nyata sebagai akibat stek pucuk tanpa ZPT berakar dan memiliki persentase hidup yang tinggi (77%).
EFFECT OF PLANT GROWTH REGULATOR (ROOTONE-F) ON CUTTINGS OF DUABANGA MOLLUCANA BLUME
By :
Kaka E. Prakasa and Supriyanto
INTRODUCTION Insufficient supply of raw materials to support wood based industries in Indonesia cause of the changes on orientation for wood supply from natural forest to plantation forest in developing fast growing tree species. Duabanga mollucana Blume, is an Indonesian native fast growing tree species that have good characteristic as raw materials for wood based industries. Vegetative propagation can be done to this species besides their ability to be propagated from seed. Shoot and stem cuttings are alternative ways to obtain qualified seedlings in appropriate amounts and timely manner. Plant growth regulator treatment was expected to increase cutting's survival rate and rooting percentage.
Objective of this research was to determine the effect of plant growth regulator on the growth of shoot and stem cutting of Duabanga moluccana. This research would be useful to provide information for the production for high quality seedlings.
MATERIAL AND METHOD This research was carried out on green house with KOFFCO system (Komatsu-Forda Fog Cooling System) at Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Gunung Batu, Bogor, West Java. from August to october 2010. Materials used in this research were shoot and stem of Duabanga seedlings from selected mother trees (M07) from SEAMEO BIOTROP, Rootone-F, Dithane M-45, rice husk, cocopeat, and zeolite. The experimental design in this research was completely randomized design with 2 factors and 3 replicates. The first factor was source of cutting material (shoot and stem) and the second factor was concentration of plant growth regulator (0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, and 1500 ppm). Growth parameters observed were (1) survival rate, (2) rooting percentage, (3) number of roots, (4) root length, (5) root fresh weight and dry weight (6) shoot fresh weight and dry weight (7) shoot-root ratio. Data was processed with analysis of variance then followed by fisher's LSD test.
RESULT AND CONCLUSION Analysis of variance was conducted to explore the impact of all factors on growth parameters, shoot cutting was found to be the most significantly different related to each growth parameters observed; those were (1) survival rate, (2) rooting percentage, (3) number of roots, (4) root length, (5) root fresh weight and dry weight (6) shoot fresh weight and dry weight (7) shoot-root ratio , beside that, stem cuttings was not significantly different related to those growth parameters observed. Rooting percentage on shoot cuttings was 82% and stem cuttings was 0%. Plant growth regulator treatments were not significantly affected cuttings, because control (0 ppm) on shoot cuttings showed high rooting percentage value (77%), followed by 500 ppm (80%), 1500 ppm (83%), and 1000 ppm (87%). Interaction between source of materials and concentration of plant growth regulators was also not significantly related on each growth parameters observed because all of stem cutting could not survive during root primordial initiation, shoot cuttings was also not significantly different related to those growth parameters observed, because control (0 ppm) on shoot cuttings produced significant survival rate (77 %).
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian ZPT (Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga moluccana, Blume. adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Kaka Enindhita PrakasaNRP. E14204027
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Pemberian ZPT (Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga moluccana. Blume. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini mengemukakan upaya penulis dalam mencari alternatif produksi bibit Duabanga dan upaya untuk meningkatkan keberhasilan produksinya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan produksi dalam pengadaan bibit Duabanga dan kegiatan konservasinya. Penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan teknologi perbanyakan tanaman kehutanan di Indonesia. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Bogor, Januari 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini yang tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah ikut mendukung dan memberi bantuan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Supriyanto selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu serta senantiasa selalu memberikan bimbingan, saran, dan koreksi kepada penulis sejak perencanaan praktek penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MSc dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.
3. Dr. Ir. Atok Subiakto, MSi. Atas fasilitas yang diberikan selama di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor .
4. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS, Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana. MS. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda. MSc., Dr. Ir. Siti Chalimah. MSi., Drs. Imam Mawardi. yang telah memberikan saran-saran yang membangun bagi penulis.
5. Bapak dan Ibu, serta Mas Dodik, Dani, Dina, dan seluruh keluarga besar atas doa restu, kesabaran dan dorongan moril maupun materilnya selama ini.
6. Segenap pegawai Fakultas Kehutanan IPB, terutama Tata Usaha Fakultas Kehutanan IPB dan KPAP Silvikultur.
7. Asep dan rekan-rekan di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, Sarif Wahyudi dan rekan-rekan di persemaian PT.ATN atas bantuan yang diberikan selama percobaan.
8. Keluarga Besar Fahutan atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini, terutama BDH 41.
9. Rekan-rekan di BTech, KPLI Bogor dan dev.blankonlinux.or.id atas dukungan dan doanya .
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 27 Juli 1986 sebagai putra
kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Sri Margono dan Ibu Titik
Marwati.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 – 1997 di SD Negeri
Jajar I Surakarta, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 2 Surakarta hingga lulus
tahun 2001 pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU
Negeri 2 Surakarta dan lulus pada tahun 2004.
Tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan
Departemen Silvikultur Program Studi Budidaya Hutan angkatan 41. Selama
kuliah di IPB, penulis aktif di UKM MAX!! (2004–2007), dan Badan Eksekutif
Mahasiswa (2005–2006) dan (2007–2008). Selain itu diluar kampus IPB penulis
aktif di Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI) cabang Bogor (2007–
sekarang) dan sebagai ketua KPLI Bogor pada tahun 2009 - 2010. Pada tahun
2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Cilacap –
Baturraden Jawa Tengah dan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Getas Jawa
Timur serta Praktek Kerja Lapangan di PT. TIMAH tbk pada tahun 2008.
Sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas
Kehutanan IPB, penulis melakukan praktek khusus berupa penelitian yang
berjudul Pengaruh Pemberian ZPT (Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek
Duabanga moluccana, Blume. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL...................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi
I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................2
1.3 Manfaat..........................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................3
2.1 Tinjauan Umum Duabanga (Duabanga moluccana Blume.)........................3
2.1.1 Klasifikasi dan penyebaran..................................................................3
2.1.2 Ekologi, botani dan silvikultur............................................................4
2.1.3 Prospek dan manfaat............................................................................5
2.2 Pembiakan Vegetatif Stek..............................................................................5
2.2.1 Fungsi stek...........................................................................................7
2.2.2 Stek pucuk...........................................................................................8
2.3 Batang tanaman.............................................................................................8
2.4 Faktor Penentu Keberhasilan stek...............................................................10
2.4.1 Faktor internal ..................................................................................10
2.4.2 Faktor eksternal ................................................................................12
2.5 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ......................................................................14
2.6 Sistem Perakaran Tanaman .........................................................................17
III. METODOLOGI...............................................................................................19
3.1 Waktu dan tempat........................................................................................19
3.2 Bahan dan alat ...........................................................................................19
3.3 Rancangan percobaan..................................................................................19
ii
3.3.1 Parameter yang diukur......................................................................20
3.4 Metode Kerja ..............................................................................................21
3.4.1 Penyiapan media tanam.....................................................................23
3.4.2 Penyiapan ZPT..................................................................................23
3.4.3 Penyiapan bahan stek........................................................................23
3.4.4 Penanaman stek.................................................................................24
3.4.5 Pemeliharaan ....................................................................................24
3.4.6 Pengolahan data ................................................................................25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................26
4.1 Hasil.............................................................................................................26
4.1.1 Pengamatan visual..............................................................................26
4.1.2 Pengamatan parameter pertumbuhan.................................................27
4.2Pembahasan..................................................................................................42
4.2.1 Pengaruh bahan stek..........................................................................43
4.2.2 Pengaruh konsentrasi hormon...........................................................45
4.2.3 Pengaruh interaksi bahan stek dan konsentrasi hormon....................48
V. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................50
5.1 Kesimpulan..................................................................................................50
5.2 Saran............................................................................................................50
VI. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................51
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Keunggulan dan kelemahan perbanyakan dengan stek.....................................7
2. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perbedaan konsentrasi ZPT terhadap stek pucuk dan stek batang...............................................................28
3. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap persentase hidup..............................................................................................29
4. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap persentase hidup..............................................................................................29
5. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap persentase hidup..............................................................................................30
6. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap persentase berakar...........................................................................................31
7. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek terhadap persentase berakar.............31
8. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap persentase berakar...........................................................................................32
9. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap jumlah akar......................................................................................................33
10. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap jumlah akar......................................................................................................33
11. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap jumlah akar.......34
12. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap panjang akar....................................................................................................35
13. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap panjang akar....................................................................................................35
14. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap panjang akar.......36
15. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering pucuk..........................................................................................37
16. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering pucuk....................................................................................................38
iv
17. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap bobot kering pucuk..........................................................................................38
18. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering akar.............................................................................................39
19. Hasil sidik ragam pengaruh bahan dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering akar.............................................................................................39
20. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap parameter bobot kering akar.............................................................................................40
21. Rekapitulasi data pengaruh bahan dan konsentrasi ZPT terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA) ..........................................................................................41
22. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA)...............................................................................41
23. hasil uji lanjut fisehr's LSD bahan stek pada parameter Nisbah Pucuk Akar (NPA) ..............................................................................................................42
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Daun, Bunga dan Buah Duabanga moluccana...................................................5
2. Ilustrasi Koffco System (Subiakto. et al., 2007)...............................................22
3. Perendaman stek Duabanga moluccana dengan ZPT (Rootone-F)..................23
4. Penanaman stek batang dan stek pucuk Duabanga moluccana.......................24
5. Kondisi stek batang Duabanga moluccana pada 6 MST..................................26
6. Kondisi stek pucuk Duabanga moluccana pada 6 MST...................................27
7. Stek Pucuk Duabanga moluccana....................................................................34
8. Stek batang Duabanga moluccana yang mati dan tidak berakar......................34
9. Perakaran stek pucuk Duabanga moluccana pada 3 MST...............................44
10.Kondisi stek batang Duabanga moluccana pada 3 MST..................................45
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 0 ppm............52
2. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 500 ppm........53
3. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 1000 ppm......54
4. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 1500 ppm......55
5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 0 ppm..........56
5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 500 ppm......57
5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 0 ppm..........58
5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 1500 ppm....59
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri kehutanan pernah menjadi salah satu kontributor terbesar dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia, namun hal itu sudah tidak terjadi lagi sejak
kebutuhan bahan baku untuk menjalankan industri kehutanan tidak mampu
memenuhi kapasitas industri yang dibutuhkan (Kewilaa, 2007). Berdasarkan data
Departemen Kehutanan per Mei 2010 industri kayu lapis di pulau Jawa
membutuhkan bahan baku 114.000 m3/bulan untuk memenuhi kapasitas
produksinya, sedangkan kebutuhan Indonesia secara keseluruhan adalah
20.640.331 m3. Untuk menyikapi hal tersebut, banyak pengusaha mulai beralih
dari penggunaan bahan baku industri dari hutan alam ke hutan tanaman yang
mengembangkan jenis – jenis pohon cepat tumbuh seperti sengon dan saat
sekarang banyak ditanam jenis jabon karena sengon banyak diserang penyakit
karat puru.
Duabanga moluccana Blume, merupakan salah satu jenis pohon asli
Indonesia yang cepat tumbuh dan memiliki karakteristik yang baik untuk bahan
baku industri. Pohon ini memiliki ketinggian hingga 45 meter dan diameter
hingga 100 cm (BPTH Bali dan Nusa Tenggara, 2009), disamping itu bentuk
batangnya yang bulat dan lurus membuat jenis ini cocok untuk bahan baku
berbagai industri kayu mulai dari bahan bangunan, kayu lapis, korek api, dan lain
lain sehingga jenis ini sangat potensial untuk dibudidayakan.
Perbanyakan jenis D. moluccana dapat dilakukan melalui benih karena
jenis ini tergolong mudah berkecambah. Persentase kecambah tanaman ini
mencapai 87,5% (BPTH Bali dan Nusa Tenggara, 2009) namun kecambahnya
sangat mudah terserang dumping off atau busuk akar. Dalam perbanyakan bibit
melalui benih, terdapat beberapa permasalahan yang seringkali dijumpai
dilapangan yaitu : (1) D. moluccana berbuah sepanjang tahun namun tingkat
kemasakan buahnya tidak seragam. (2) Buah D.moluccana masak kemudian
pecah di pohon sehingga untuk memanennya harus dilakukan pengunduhan secara
2
langsung ketika buah belum pecah (3) Benih D.moluccana tidak dapat disimpan
terlalu lama karena benihnya bersifat rekalsitran. (4) Pada saat dikecambahkan
jenis D. moluccana rentan terhadap serangan jamur Pythium yang menyebabkan
lodoh, dan serangan ulat pemakan daun kecambah D.moluccana.
Perbanyakan vegetatif melalui stek batang dan pucuk merupakan salah
satu cara alternatif yang dapat dilakukan untuk memperoleh bibit unggul dalam
jumlah yang memadahi dan dalam waktu yang cepat, disamping itu tanaman hasil
perbanyakan vegetatif seperti stek memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Perbanyakan bibit melalui teknik stek pada umumnya tidak memerlukan biaya
yang besar sehingga lebih terjangkau dan dapat dilakukan sepanjang tahun.
Keberhasilan stek dapat ditentukan oleh faktor internal (mutu fisiologi) dan faktor
eksternal (lingkungan).
Penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada stek diharapkan dapat
meningkatkan persentase hidup dan persentase berakar stek D. moluccana seerta
untuk menstimulir perakaran apabila hormon endogen tidak tercukupi. Pada
percobaan ini dilakukan stek pucuk dan stek batang bibit tanaman D. moluccana
dengan pemberian Rootone-F dengan beberapa konsentrasi yaitu 500 ppm, 1000
ppm, 1500 ppm.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ZPT
terhadap pertumbuhan stek pucuk dan stek batang bibit D. moluccana.
1.3 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan dalam pengadaan
bibit berkualitas dari kebun pangkas D. moluccana.
2 kaka
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Duabanga (Duabanga moluccana Blume.).
2.1.1 Klasifikasi dan penyebaran
Duabanga moluccana Blume. dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Plantamor, 2008) :
Kingdom : Tumbuhan tingkat tinggi
Sub-kingdom : Tracheobionta – Tanaman berpembuluh
Super-divisi : Spermatophyta – Tanaman berbiji
Divisi : Magnoliophyta – Tanaman berbunga
Klas : Magnoliopsida – Berkeping dua / dikotil
Sub-klas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Soneratiaceae
Genus : Duabanga
Species : Duabanga moluccana, Blume
Allaby (1998) menyatakan Duabanga merupakan salah satu jenis pohon
yang tersebar dari pegunungan Himalaya hingga New Guinea, tanaman ini
memiliki percabangan monopodial dan penyerbukannya terjadi di malam hari
dibantu oleh kelelawar, buahnya berbentuk kapsul. Duabanga menghasilkan kayu
ringan berwarna pucat yang berharga.
Nama Duabanga diberikan oleh Francis Hamilton dari bahasa daerah
Tripura yaitu Duyaabangga, pohon ini memiliki batang yang lurus setinggi 40 –
80 kaki atau sekitar 12 – 24 meter tumbuh lurus penuh atau membelah dari
bawah. Percabangannya menyebar dan terkulai dari batangnya, memiliki susunan
daun opposite, bunganya berbentuk lonceng tertutup 6 buah kelopak yang akan
segera rontok, serta memiliki benang sari yang sangat banyak.
4
2.1.2 Ekologi, botani dan silvikultur
a. Ekologi
Berdasarkan floristik melanesia, marga Duabanga terdiri dari D.
grandiflora, D. moluccana, dan D. sonneratioides. D. grandiflora dan D.
sonneratioides penyebarannya secara geografis terdapat di Malaysia Barat
(Semenanjung Malaya), Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara. Sebaran
D. moluccana di Malaysia Timur, Sulawesi, kep. Maluku, Papua, Bali dan
Nusa Tenggara Barat. Khusus di Nusa Tenggara Barat di Gunung
Tambora Pulau Sumbawa D.moluccana tumbuh secara homogen.
Duabanga moluccana tumbuh di hutan yang terbuka pada ketinggian 300-1200
mdpl, secara alami pertumbuhan yang baik adalah 400- 900 mdpl, pada kondisi
hutan musim, dengan curah hujan rata-rata 2000-3500 mm/tahun, tipe iklim B-C
menurut Schmidt dan Ferguson, rata rata suhu 27oC-32oC pada siang hari dan
15oC-24oC pada malam hari, kelembaban relatif pada musim kemarau 60% - 70%.
Jenis ini termasuk intoleran (membutuhkan cahaya) untuk pertumbuhannya.
Sumber benih Duabanga di wilayah BPTH Bali dan Nusa Tenggara di Wanariset
Rarung Kabupaten Lombok Tengah Propinsi NTB.
b. Botani
Tinggi tanaman hingga 25- 45 m, diameter batang 70-100 cm, batang lurus
dan bulat. Permukaan kulit tidak teratur, tetapi agak pecah dan bersisik, ciri pohon
tua adalah kulit luar berwarna kelabu coklat muda dan memiliki lenti sel dengan
warna coklat tua, kulit bagian dalam berserat halus getah berwarna kecoklatan
pada bagian kambium sedikit berwama kemerahan. Banir batang rendah yaitu 50
cm dari permukaan tanah. Daun berbentuk bulat telur (ovate), panjang 9-14 cm,
lebar 4-8 cm ujung daun runcing memanjang, dasar daun membulat. Tulang daun
primer pada bagan bawah daun menonjol. Tulang daun sekunder terdiri dari 15-16
pasang dan membentuk sudut 60 terhadap tulang daun primernya dengan tulang
daun tersier berbentuk jala.
5
c. Silvikultur
Buah Duabanga termasuk buah kapsul dan kemasakannya tidak seragam.
Buahnya berkatup 4-8, biji banyak, warna coklat tua sampai hitam, panjang rata
rata 2,65 cm. Benih sangat halus, albumen tidak ada, berekor di kedua ujungnya,
berwama coklat muda sampai tua, panjang rata-rata 0,6 cm, lebar rata-rata 0,1 cm.
2.1.3 Prospek dan manfaat
Tanaman D. moluccana, Blume. memiliki berat jenis 0,39 (0,27-0,52),
kelas awet IV -V dan kelas kuat III- IV, banyak digunakan untuk kayu
pertukangan, veneer kayu lapis, pembuatan papan semen dan pulp. Kayu teras D.
molluccana berwarna kuning muda atau coklat kekuningan sedangkan kayu gubal
berwarna lebih muda tetapi tidak ada batas yang jelas dengan kayu terasnya.
Tekstur urat kayunya kasar dengan arah serat lurus atau terpadu padat seratnya.
2.2 Pembiakan vegetatif stek
Pembiakan vegetatif adalah salah satu cara memperbanyak tumbuhan
tanpa menggunakan biji. Tumbuhan diperbanyak dari bagian-bagian vegetatif
yakni akar, batang dan daun. Individu yang terbentuk memiliki sifat yang sama
dengan induknya (Harahap, 1972). Pembiakan vegetatif (asexual propagation)
melibatkan perbanyakan dari bagian-bagian vegetatif tanaman dan dimungkinkan
Gambar 1. Daun, Bunga dan Buah Duabanga moluccana
6
oleh karena adanya kemampuan dari bagian-bagian vegetatif untuk beregenerasi
(Hartmann dan Kester, 1968) .
Menurut Harahap (1972), pembiakan vegetatif secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu :
(1) Allovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif pada dua jenis
genotip yang berbeda seperti pada sambungan dan okulasi.
(2) Autovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari genotip yang
sama seperti pada cangkok dan stek.
Dengan cara stek dan cangkok diusahakan agar terbentuk akar adventif
pada pangkal stek dan bidang cangkok, sedangkan pada penyambungan atau
tempel/okulasi tidak diperlukan terbentuknya akar adventif namun memiliki
tanaman baru hasil dari menggabungkan sifat tanaman yang dikehendaki (Moko,
2004).
Stek dapat dibedakan berdasarkan bagian tanaman yang dijadikan bahan
stek, yaitu stek akar, stek batang, stek pucuk, stek umbi dan sebagainya. Stek yang
dilakukan pada bagian atas tanaman disebut stek pucuk dan stek batang, bertujuan
untuk mengoptimalkan pembentukan sistem perakaran baru. Sementara stek yang
dilakukan pada bagian bawah tanaman seperti stek akar, bertujuan untuk
mengoptimalkan pembentukan sistem bagian atas tanaman. Stek daun bertujuan
pembentukan sistem perakaran dan batang tanaman (Rochiman dan Hardjadi,
1973; Hartmann dan Ketser, 1983).
7
Tabel 1. Keunggulan dan kelemahan perbanyakan dengan stek.
Keunggulan Kelemahan
• Menghasilkan pertumbuhan bibit yang homogen dengan jumlah dan waktu yang diinginkan, serta tahan terhadap hama dan penyakit.
• Dapat digunakan untuk menganalisa tempat tumbuh.
• Dapat digunakan untuk menghasilkan bibit dengan mutu genetik yang sama dengan induknya
• Dapat ditanam pada permukaan air tanah yang dangkal, karena tanaman hasil stek tidak memiliki akar tunggang
• Penyetekan dapat dilakukan secara berulang, konsisten serta berkelanjutan
• Sederhana dan murah
• Pembentukan akar pada stek cenderung lebih lama.
• Perakaran dangkal dan tidak ada akar tunggang, saat terjadi angin kencang tanaman menjadi mudah roboh.
• Apabila musim kemarau panjang, tanaman menjadi tidak tahan kekeringan
Sumber : Rochimi (2008).
2.2.1 Fungsi stek
Teknik perbanyakan vegetatif tanaman mempunyai peranan penting dalam
program pembangunan hutan tanaman (Moko, 2004 dalam Rochimi, 2008).
Menurut Wright (1962) dalam Husnaeni (1996), pembiakan vegetatif dalam
rangka pemuliaan pohon berfungsi untuk :
(1) Pembiakan secara besar-besaran, misalnya dengan stek.
(2) Mempermudah dan memperlancar penyerbukan terkontrol pada kebun
benih.
(3) Memperlancar produksi buah pada pohon-pohon kerdil.
(4) Menentukan variasi genetik suatu jenis pohon.
(5) Melindungi atau memelihara plasma nutfah yang unggul untuk percobaan
persilangan.
(6) Memperoleh tanaman yang mempunyai sifat genetik yang identik dengan
induknya.
8
2.2.2 Stek pucuk
Stek pucuk adalah sebuah metode yang penting dalam perbanyakan
tanaman hutan. Stek pucuk merupakan sebuah teknik perbanyakan vegetatif
sederhana yang dapat diterapkan pada jenis tanaman pohon. Pada dasarnya teknik
stek pucuk dikembangkan dari teknik stek batang yang telah diaplikasikan secara
luas pada tanaman hutan seperti pada famili Dipterocarpaceae, Morus alba,
Peronema canescens dan Pterocarpus indicus.(Subiakto, 2007).
Teknik yang tergolong sederhana namun dapat digunakan untuk produksi
masal bibit secara vegetatif adalah teknik stek pucuk (Kantarli, 1993; Zabala,
1993, dalam Subiakto 2007). Untuk perbanyakan secara masal jenis-jenis pohon
hutan, stek pucuk merupakan teknik penting karena sederhana dan telah
diaplikasikan pada skala operasional pembangunan hutan tanaman (Subiakto,
2007).
2.3 Batang tanaman
Tjitrosoepomo (2000) menyatakan bahwa batang merupakan bagian tubuh
tumbuhan yang amat penting, mengingat tempat serta kedudukan batang bagi
tubuh tumbuhan. Batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan
Pada umumnya batang memiliki sifat-sifat berikut:
(1) Umumnya berbentuk bulat panjang seperti silinder atau dapat pula
mempunyai bentuk lain. Akan tetapi selalu bersifat aktinomorf, artinya
dapat dengan sejumlah bidang dibagi menjadi dua bagian setangkup.
(2) Terdiri atas ruas-ruas yang masing-masing dibatasi oleh buku-buku, dan
pada buku-buku inilah terdapat daun.
(3) Tumbuhnya biasanya ke atas, menuju cahaya atau matahari (bersifat
fototrop atau heliotrop),
(4) Selalu bertambah panjang di ujungnya. Oleh sebab itu sering dikatakan,
bahwa batang mempunyai pertumbuhan yang tidak terbatas.
(5) Bercabang dan selama hidupnya tumbuhan tidak digugurkan, kecuali
kadang-kadang cabang atau ranting yang kecil.
9
(6) Umumnya tidak berwarna hijau, kecuali tumbuhan yang umurnya pendek,
misalnya rumput atau batang yang masih muda.
Sebagai bagian tubuh tumbuhan batang memiliki tugas untuk :
(1) Mendukung bagian-bagian tumbuhan yang ada di atas tanah, yaitu: daun,
bunga, dan buah.
(2) Dengan percabangannya memperluas bidang asimilasi, dan menempatkan
bagian-bagian tumbuhan di dalam ruang sedemikian rupa, hingga dari segi
kepentingan tumbuhan bagian-bagian tadi terdapat dalam posisi yang
paling menguntungkan
(3) Jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari bawah ke atas dan jalan
pengangkutan hasil-hasil asimilasi dari atas ke bawah.
(4) Menjadi tempat penimbunan zat-zat makanan cadangan.
Batang tumbuhan dapat dibedakan seperti berikut :
(1) Batang basah (herbaceus), yaitu batang yang lunak dan berair, misalnya
pada bayam (Amaranthus spinosus L.), krokot (Portulaca oleracea L.).
(2) Batang berkayu (lignosus), yaitu batang yang biasa keras dan kuat, karena
sebagian besar terdiri atas kayu, yang terdapat pada pohon-pohon
(arbores) dan semak-semak (frutices) pada umumnya. Pohon adalah
tumbuhan yang tinggi besar, batang berkayu dan bercabang jauh dari
permukaan tanah, sedangkan semak adalah tumbuhan yang tak seberapa
besar, batang berkayu, bercabang-cabang dekat dengan permukaan tanah
atau mungkin didalam tanah.
(3) Batang rumput (calmus), yaitu batang yang tidak keras, mempunyai ruas-
ruas yang nyata dan seringkali beronga misalnya pada padi (Oryza sativa
L.) dan rumput (Gramineae) pada umumnya.
(4) Batang mendong (calamus), seperti batang rumput, tetapi mempunyai
ruas-ruas yang lebih panjang, misalnya pada mendong (Fimbristylis
globulosa Kunth.).
10
2.4 Faktor Penentu Keberhasilan stek
2.4.1 Faktor internal
(1) Jenis tanaman
Jenis tanaman berpengaruh terhadap kemampuan stek menghasilkan akar
dan tunas baru (Kramer dan Kozlowski, 1960). Proses perakaran pada stek
tergantung dari spesies. Ada spesies yang mudah berakar cukup dengan air saja,
tetapi banyak pula yang susah berakar walaupun dengan perlakuan yang khusus
(Kusumo,1984. dalam Irwanto, 2003 ).
(2) Bahan stek
Kandungan nutrisi di bahan stek harus cukup, terutama persediaan
karbohidrat dan nitrogen sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas
stek, Pada rasio C/N yang tinggi akan mempercepat pembentukan akar primordial,
sedangkan rasio C/N yang rendah akan pembentukan tunas (Kramer dan
Kozlowski, 1960). Daun muda dan tunas aktif dapat berperan mendorong inisiasi
akar (Salisbury dan Ross, 1995).
(3) Ketersediaan air
Kehilangan air akibat pemisahan bahan stek dengan pohon induk dapat
diatasi dengan memaksimalkan kelembaban udara di lingkungan sekitar bahan
tanaman, misalnya peletakan bahan stek di bawah sungkup, pengurangan dan
pengendalian suhu seperti memberikan naungan yang cukup terhadap sinar
matahari, dan pengurangan permukaan transpirasi dengan cara memotong daun-
daun stek, serta menutup ujung-ujung daun dengan lilin (Kramer dan Kozlowski,
1960). Perbedaan tekanan uap daun dan udara pada stek harus dijaga serendah
mungkin agar pembentukan akar berlangsung dengan optimal (Subiakto et al.,
2005).
(4) Hormon endogen
Hormon endogen hanya diproduksi oleh bagian-bagian tertentu tanaman.
Apabila pada suatu tanaman dilakukan stek, maka suplai hormon dari induk akan
terputus. Keberadaan hormon endogen terutama auksin diperlukan dalam
11
pembentukan akar dan pembelahan sel lainnya. Jika kandungan hormon endogen
mencukupi, maka hormon eksogen tidak perlu diberikan (Kramer dan Kozlowski,
1960).
(5) Umur dan tipe bahan stek
Kemampuan membentuk akar dari stek dipengaruhi umur bahan stek yang
bergantung pada umur pohon induk. Stek dari tanaman yang lebih muda akan
lebih mudah berakar dibanding dengan tanaman yang lebih tua. Namun, apabila
stek tersebut terlalu muda dan lunak, maka proses transpirasi menjadi sangat cepat
dan akhirnya stek menjadi kering dan mati (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Selain itu, jenis bahan stek dari jaringan tanaman yang masih muda lebih
mudah diperbanyak dan lebih cepat terbentuk akar apabila dibandingkan dengan
jaringan tanaman yang sudah tua. Semakin tua jaringan tanaman, maka semakin
menurun kemampuan untuk berakar pada banyak jenis tanaman (Moko, 2004).
Menurut Hartmann dan Kester (1968), bahan stek yang gagal tumbuh diakibatkan
oleh :
a) Adanya penambahan produksi senyawa inhibitor yang muncul secara
alami pada bagian tunas dan terangkut dalam reaksi metabolik menuju
daerah perakaran
b) Pengurangan senyawa fenolik yang bersifat kofaktor auksin dalam proses
inisiasi akar
c) Adanya rintangan struktur anatomi batang.
Terkait pada cincin sklerenkima kontinyu yang melingkar antara floem dan
korteks tempat akar terbentuk, akan mempengaruhi dan menghalangi
pembentukan akar. Kondisi daun pada cabang yang hendak diambil sebaiknya
berwarna hijau tua. Dengan demikian seluruh daun dapat melakukan fotosintesis
yang akan menghasilkan zat makanan dan karbohidrat. Pada proses berikut, zat ini
akan disimpan dalam organ penyimpanan, antara lain di batang. Karbohidrat pada
batang ini penting sebagai sumber energi yang dibutuhkan pada waktu
pembentukan akar baru (Prastowo et al., 2006).
12
(6) Kehadiran virus penyakit
Kehadiran virus penyakit mampu menghambat dan mengurangi persentase
berakar dan jumlah akar yang dibentuk (Kramer dan Kozlowski, 1960). Pada saat
pengambilan bahan stek, pohon induk harus dalam keadaan sehat dan tidak
sedang bertunas agar pertumbuhan stek menjadi tidak terhambat (mati atau
merana).
Salah satu jenis penyakit yang sering menyerang batang adalah penyakit
defisiensi nitrogen. Tanda-tanda penyakit ini adalah warna daun agak kekuningan.
Kandungan nitrogen yang sangat kurang akan menyulitkan akar untuk terbentuk
dan tunas-tunas yang tumbuh biasanya sangat lemah, berwarna hijau kekuningan.
Oleh karena itu, cabang yang dipilih sebaiknya berwarna kehijauan. Cara melihat
warna cabang tersebut adalah dengan mengelupas kulit ari cabang (Wudianto,
1996).
2.4.2 Faktor eksternal
(1) Suhu
Menurut (Kramer dan Kozlowski, 1960) menyatakan bahwa, suhu udara
yang tepat untuk merangsang pembentukan akar primordial untuk setiap jenis
tanaman berbeda- beda. Kisaran suhu lingkungan yang baik untuk merangsang
pembentukan akar adalah 21 - 27° C (70 – 80 °F). Pada umumnya suhu yang
optimum digunakan adalah 29°C, sedangkan suhu media sekitar 24°C, karena
pada kisaran suhu tersebut terjadi pembagian sel dalam daerah perakaran yang
distimulir. Suhu rendah mampu membantu terbentuknya jaringan kalus dan suhu
yang tinggi dapat membantu pertumbuhan akar (Rochiman dan Harjadi, 1973).
(2) Kelembaban udara
Kelembaban udara yang tinggi akan menghambat laju evapotranspirasi
stek, mencegah stek dari kekeringan dan kematian sebelum stek mampu
membentuk akar (Rochiman dan Harjadi, 1973). Kelembaban di dalam media stek
harus tinggi dan dipertahankan mendekati 90 %, agar tidak terjadi transpirasi yang
besar pada stek (Irwanto, 2003). Menurut Yasman dan Smits (1986), kelembaban
13
pada stek harus diusahakan konstan di atas 90%, terutama sebelum stek berakar.
(3) Intensitas cahaya
Cahaya berfungsi untuk pembentukan auksin dan karbohidrat (proses
fotosintesis). Namun, cahaya yang diperlukan untuk proses sintesis stek dapat
meningkatkan perbedaan tekanan uap air dan udara. Apabila kebutuhan cahaya
telah mencukupi, cahaya dapat berpengaruh menghambat pembentukan akar. Pada
stek yang diberi perlindungan akan berakar lebih banyak daripada stek yang
menerima cahaya matahari langsung ( Subiakto et al., 2005).
Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan melalui pengaturan
intensitas naungan (Kramer dan Kozlowski, 1960). Ruangan untuk penyetekan
diusahakan memiliki intensitas cahaya sekitar 5 – 12 % (Moko, 2004). Sungkup
plastik umum digunakan untuk meningkatkan kelembaban sehingga
meminimumkan perbedaan tekanan uap daun dan udara (Subiakto et al., 2005).
(4) Media perakaran
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960), lingkungan perakaran atau media
tumbuh ideal adalah media yang dapat memberikan porositas yang cukup dengan
kemampuan drainase yang baik, serta bebas dari hama penyakit, sedangkan pH
yang baik adalah berkisar antara pH 7 (netral).
Rochiman dan Harjadi (1973) menyatakan bahwa media perakaran
diusahakan menggunakan bahan yang dapat mengikat air dalam waktu lama agar
kelembaban media tetap terjaga. Media dengan aerasi baik penting untuk
pembentukan akar. Sedangkan pembentukan suberin (gabus) dan kambium
memerlukan oksigen yang banyak. Menurut Prastowo et al., (2006), syarat media
tumbuh yang baik adalah ringan, murah, mudah didapat, porus (gembur) dan
subur (kaya unsur hara). Media yang yang digunakan untuk penyetekan
diusahakan lembut, beraerasi baik dan steril. Media yang baik tersebut antara lain
vermikulit, perlit, gambut dan pasir. Selain itu, media yang berasal dari sabut
kelapa dan sekam padi sangat cocok untuk pertumbuhan stek (Moko, 2004).
14
Wiguna (2007) mengungkapkan, cocopeat mempunyai kemampuan
menahan air cukup tinggi sampai 73 %. Pemberian air yang berlebih akan
menyebabkan media terlalu lembab sehingga dapat menyebabkan busuk akar.
Oleh sebab itu, dalam penggunaan media cocopeat biasanya dicampur dengan
media tanam lain yang daya ikat airnya tidak terlalu tinggi. Cocopeat mempunyai
banyak kandungan hara essensial seperti Kalsium, Magnesium, Kalium, Natrium
dan Fosfor .
(5) Teknik penyiapan stek
Dalam penyiapan bahan pada pembiakan vegetatif stek beberapa hal yang
perlu diperhatikan adalah perlakuan sebelum pengambilan stek, waktu
pengambilan stek, pemotongan stek dan pelukaan, penggunaan dan pemberian zat
pengatur tumbuh, serta kebersihan dan pemeliharaan (Rochiman dan Harjadi,
1973). Hal ini terkait pada keberhasilan pertumbuhan akar stek dengan faktor
mekanis (Kramer dan Kozlowski, 1960).
2.5 Zat Pengatur Tumbuh
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon . Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-
reaksi metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme
dengan proses metabolik dan tidak berfungsi didalam nutrisi (Heddy, 1986).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Apabila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
maka sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi, dari sudut
pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan
pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
jenisnya (Rochimi, 2008).
Hormon dibedakan menjadi dua tipe, yaitu hormon endogen, dihasilkan
sendiri oleh individu yang bersangkutan dapat diganti dengan pemberian zat-zat
15
tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan hormon eksogen yang diberikan
dari luar sistem individu. Hormon eksogen ini lebih dikenal sebagai zat pengatur
tumbuh (Irwanto, 2003).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara
kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaturan
pertumbuhan ini dilakukan dengan cara pembentukan hormon-hormon yang sama,
mempengaruhi sintesis hormon, perusakan translokasi atau dengan cara perubahan
tempat pembentukan hormon (Wattimena, 1992).
Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup
pengamanan hasil, memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk
(misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu
berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan
tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya. Sejauh ini dikenal
sejumlah golongan zat yang dianggap sebagai fitohormon, yaitu auksin, sitokinin,
giberilin atau asam giberelat (GA), etilena, asam absisat (ABA), asam jasmonat,
steroid (brasinosteroid), salisilat dan poliamina (Rochimi, 2008).
Auksin adalah suatu hormon yang bersifat merangsang pembelahan sel di
bagian tanaman yang masih aktif membelah diri seperti ujung akar atau pucuk
(Weaver, 1983). Auksin dapat ditemukan di seluruh jaringan tanaman yang
tertranslokasikan dari jaringan-jaringan yang masih meristematik, seperti pada
titik-titik pertumbuhan antara lain koleoptil, tunas, ujung daun dan ujung akar
(Devlin, 1975 dalam Rochimi, 2008). Secara umum, auksin berfungsi dalam
pemanjangan sel dan pembesaran jaringan, pembelahan sel (pembentukan kalus),
Pembentukan tunas adventif, menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas
aksiler serta embriogenesis pada kultur suspensi. Pada konsentrasi auksin yang
rendah dapat merangsang pembentukan akar adventif, namun pada konstrasi yang
tinggi justru terjadi pembentukan kalus sedangkan pembentukan akar gagal terjadi
(Pierik, 1997 dalam Raharjo, 2004).
16
Pada konsentrasi auksin yang rendah dapat merangsang pembentukan akar
adventif, namun pada konstrasi yang tinggi justru terjadi pembentukan kalus
sedangkan pembentukan akar gagal terjadi (Pierik, 1997 dalam Raharjo, 2004).
Terdapat beberapa jenis auksin yang secara luas digunakan adalah Indole Acetic
Acid (IAA), Indole Butiric Acid (IBA) dan Napthalene Acetic Acid (NAA). Jenis
auksin yang dipergunakan secara luas dan merupakan bahan terbaik dibanding
jenis auksin lain adalah IBA (Hartmann dan Kester, 1997).
Rootone-F merupakan zat pengatur tumbuh yang bukan termasuk hormon.
Zat pengatur tumbuh ini terdiri atas lima macam senyawa yang menjadi bahan
aktifnya, yaitu :
a. Naphtalene acetamide (NAD) sebanyak 0,067%
b. Methy-1-Naphteleneacetic acid (MNAA) sebanyak 0,033%
c. Methyle-1-Naptheleneacetamide (MNDA) sebanyak 0,013%
d. Indole-3-butyric acid (IBA) sebanyak 0,057%
e. Tetramethylthiuram disulfide (Thiram) sebanyak 4,00
Campuran tersebut tidak dapat disebut auksin sintetik maupun alamiah,
karena kehadiran Thiram yang justru lebih banyak dibanding dengan NAD,
MNAA, MNAD dan IBA. Keempat bahan aktif yang pertama tampak berasosiasi
dengan auksin sintetik dan Thiram berfungsi sebagai fungisida. NAD, MNAA dan
MNAD merupakan turunan IAA, sedangkan IBA sudah lama diketahui memiliki
aktivitas serupa dengan IAA (Manurung, 1987).
Kusumo (1984) dalam Irwanto (2003) menyatakan cara pemberian zat
pengatur tumbuh untuk perakaran stek atau cangkok, misalnya dengan pasta ,
bentuk larutan encer, bentuk larutan pekat, pemberian dengan tepung, dan
penyemprotan. Dari cara - cara tersebut, pemberian dengan larutan encer dianggap
cara yang paling efektif. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan
pemberian zat pengatur tumbuh tersebut antara lain:
17
a) Kondisi pohon induk seperti umur, kesuburan dan bagian stek yang
diambil.
b) Faktor dalam seperti rhizokalin dan zat makanan organik.
2.6 Sistem Perakaran Tanaman
Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan
bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Gardner et al., 1991). Akar merupakan bagian bawah dari sumbu tanaman dan
berkembang di bawah pemukaan tanah, namun terdapat akar yang mampu tumbuh
di luar tanah (Hidayat, 1995).
Menurut Weaver (1976) dalam Gardner et al., (1991), fungsi akar adalah :
(1) penyerapan; (2) penambahan (anchorage); (3) penyimpanan; (4) transpor dan
(5) pembiakan (propagation). Akar-akar berperan aktif dalam mengambil zat
makanan (nutrisi) dan air, menyimpan karbohidrat hasil fotosintesa, memproduksi
hormon serta menyalurkan kembali hasil-hasil tersebut ke seluruh komponen
tanaman (Djapilus, 1990).
Pembentukan akar terjadi karena adanya pergerakan ke bawah dari auksin,
karbohidrat dan rooting cofactor (zat-zat yang berinteraksi dengan auksin yang
mengakibatkan perakaran) baik dari tunas maupun daun. Zat-zat ini akan
menstimulir pembentukan akar. Proses pembentukan bakal akar berawal dengan
pembelahan sel-sel meristem yang terletak di antara atau di luar jaringan
pembuluh, kemudian memanjang membentuk kembali lebih banyak sel-sel yang
berkembang menjadi bakal akar yang disebut akar morfologi atau akar primordial.
Sebagian dari sel yang membelah atau membentuk ujung akar (root tip) yang
tumbuh terus melewati korteks dan epidermis dan akan muncul di bagian stek atau
cangkok menjadi akar adventif atau akar lateral (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Menurut Gardner et al., (1991), pembentukan akar lateral tersebut
dikendalikan secara genetik maupun dipengaruhi lingkungan. Kendali genetik
merupakan akibat tiga faktor :
18
a) Produksi penghambat -β pada ujung akar yang berhubungan dengan
dominansi ujung
b) Produksi bahan penggiat pertumbuhan pada pucuk yang ditranspor ke akar
(misalnya auksin, tiamin, asam nikotinat dan adenin)
c) Suatu keseimbangan atau interaksi antara bahan penghambat pertumbuhan
dan bahan penggiat pertumbuhan.
3
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan ruang KOFFCO Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, dan laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP,
Bogor Jawa barat selama 3 bulan dari bulan Agustus hingga bulan November
2010.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah pucuk dan batang bibit tanaman D.
moluccana . berumur tiga bulan yang disemaikan dari benih pohon plus (M07) di
Kebun SEAMEO BIOTROP. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah
ROOTONE-F dengan zat aktif sebagai berikut :
a) 1 – Naphthaleneacematide (0,06 %)
b) 2 – Methyl – 1 – Naphthaleneacetic Acid (0,033 %)
c) 3 – Methyl – 1 – Naphthaleneacematide (0,013 %)
d) Indole – 3 – Butiryc Acid (0,057 %)
e) Thiram (Tetramethyl thiuram disulfida) (4,000 %)
Untuk mencegah pertumbuhan jamur selama masa aklimatisasi stek digunakan
fungisida Dithane M-45. Media perakaran yang digunakan adalah campuran
antara sekam padi dengan cocopeat dengan perbandingan 1:2.(v/v) dan zeolite
(sebagai penutup alas).
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Gunting Stek,
Ember Plastik, kotak propagasi, Potray (45 bibit), sendok, gelas ukur, sprayer,
timbangan digital, oven, mistar ukur, dan alat tulis.
3.3 Rancangan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh kosentrasi zat pengatur tumbuh (Rootone-F)
dan bahan stek, digunakan rancangan percobaan acak lengkap pola faktorial 2 x 4
dengan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 10 unit ulangan. Dalam
20
percobaan ini terdapat 8 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri atas
30 stek.
Perlakuan yang digunakan adalah :
Faktor A : Bahan stek
a1 : Pucuk
a2 : Batang
Faktor B : Konsentrasi ZPT
b1 : Konsentrasi 0 ppm
b2 : Konsentrasi 500 ppm
b3 : Konsentrasi 1000 ppm
b4 : Konsentrasi 1500 ppm
Perendaman bahan stek dilakukan selama 15 menit
Model umum percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap adalah sebagai
berikut :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ∑ijk
keterangan :
Yijk : Nilai pengamatan
μ : Nilai rata-rata pengamatan
αi : Pengaruh perlakuan zat pengatur tumbuh Rootone – F taraf ke-i
βj : Pengaruh perlakuan diameter bahan stek batang taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi dosis zat pengatur tumbuh Rootone - F taraf
ke-i dengan diameter bahan stek batang ke-j
∑ijk : Galat percobaan
3.3.1 Parameter yang diukur
Parameter yang diukur dalam percobaan ini meliputi :
a) Persentase berakar
Persentase berakar=Jumlah stek yang berakarJumlah stek yang ditanam
×100
b) Persentase hidup
Persentase hidup=Jumlah stek yang bertahanJumlah stek yang ditanam
×100
21
c) Jumlah akar
Jumlah akar primer dihitung secara manual diakhir pengamatan.
d) Bobot kering akar
Diukur dengan cara menimbang akar stek setelah dilakukan pengovenan
dengan suhu 70 oC selama 48 jam, pemilihan suhu 70oC agar kandungan
nitrogen tidak menguap
e) Bobot kering pucuk
Diukur dengan cara menimbang pucuk stek setelah dilakukan pengovenan
dengan suhu 70 oC selama 48 jam
f) Panjang akar
Panjang akar dihitung dengan cara mengukur panjang akar terpanjang
pada setiap stek pada 8 minggu setelah tanam (MST) dengan
menggunakan penggaris.
g) Nisbah pucuk akar
Nisbah pucuk akar dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot kering
pucuk dengan bobot kering akar.
NPA=bobot kering pucukbobot kering akar
3.4 Metode Kerja
Percobaan ini dilakukan pada KOFFCO system ( Komatsu FORDA Fog
Coolling System), yaitu sebuah sistem lingkungan terkendali yang telah
disesuaikan untuk kebutuhan stek tanaman. Sistem KOFFCO terdiri dari rumah
kaca dengan pengontrol suhu elektronik yang terhubung dengan Nozzle / Air
Cooler untuk melakukan pengkabutan sehingga suhu ruangan dapat terjaga pada
kisaran 29 – 30 oC dengan kelembaban relatif (RH > 95%). selain itu didalamnya
juga terdapat shading net yang berguna untuk menjaga kebutuhan cahaya stek
pucuk dan stek batang (5000 – 10.000 lux). Stek ditanam pada potray yang
dimasukan kedalam kotak propagasi yang terbuat dari bahan PVC transparan.
22
Gambar 2. Ilustrasi Koffco System (Subiakto. et al., 2007)
23
3.4.1 Penyiapan media tanam
Media tanam stek disiapkan dengan mencampur 2 bagian cocopeat dengan
1 bagian sekam padi (2:1, v/v) kemudian disterilisasi dengan menggunakan
autoclav pada suhu 120 oC dengan tekanan 1,5 bar uap selama 1 jam. Media
tanam yang telah siap dimasukkan kedalam potray yang telah dicuci dengan air
mengalir, kemudian dimasukan ke dalam kotak propagasi yang di bagian dasarnya
telah diberi zeolite yang telah dicuci dengan air bersih secara merata. Selanjutnya
media di aklimatisasi dalam ruang KOFFCO selama 2 hari.
3.4.2 Penyiapan ZPT
Rootone-F ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, dengan
bobot masing – masing 0.5 gr , 1 gr dan 1,5gr kemudian dilarutkan dalam 100 ml
akuades sehingga diperoleh konsentrasi ZPT 500 ppm, 1000 ppm, dan 1500 ppm.
3.4.3 Penyiapan bahan stek
Bahan stek dibuat dari bibit Duabanga yang telah berumur sekitar 3 bulan
dari benih pohon plus (M07) di kebun SEAMEO BIOTROP. Bahan dipilih yang
telah berkayu dan berdiameter sekitar 0.5 cm. Kemudian dipotong bagian pucuk
sepanjang 5 - 10 menggunakan gunting stek dengan menyisakan daun 3-4 helai
yang kemudian dipotong dan disisakan sepertiga panjang daun untuk mengurangi
transpirasi pada bahan. Bahan stek batang sepanjang 5-10 cm dipotong dari
bagian bawah stek pucuk, kemudian daun yang ada di bersihkan. Bahan stek
pucuk dan bahan stek batang berasal dari bibit yang sama.
Gambar 3. Perendaman stek Duabanga moluccana dengan ZPT (Rootone-F)
24
Untuk menjaga agar bahan stek tetap segar maka bahan stek dimasukkan
kedalam ember plastik yang berisi air. Bahan stek kemudian direndam pada
larutan ZPT (Rootone-F) konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm, dan 1500 ppm selama
15 menit, kecuali pada kontrol (0 ppm) langsung ditanam. Kegiatan penyiapan
bahan stek dilakukan pada pukul 08.00 – 09.00 untuk mengindari suhu yang
berlebihan.
3.4.4 Penanaman stek
Penanaman stek pucuk dan stek batang pada media yang telah disiapkan
dilakukan sekitar pukul 10.00 – 11.00, dengan terlebih dahulu dibuat lubang
tanam agar bahan tidak mengalami kerusakan akibat gesekan vertikal dengan
media.
3.4.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan stek berupa penyiraman yang dilakukan setiap 3 hari sekali
dengan menyemprotkan air menggunakan sprayer. Pencegahan jamur dan bakteri
dilakukan dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45.
Gambar 4. Penanaman stek batang dan stek pucuk Duabanga moluccana
25
3.4.6 Pengolahan data
Hasil pengukuran dicatat dalam tallysheet yang telah disiapkan kemudian
dipindah dalam aplikasi spreadsheet untuk pengolahan data lebih lanjut.
Pengolahan data dengan menggunakan aplikasi R dan pembuatan laporan
dilakukan dengan menggunakan openoffice.org 3.1
4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pengamatan visual
Pengamatan visual terhadap stek pucuk dan stek batang pada berbagai
konsentrasi hormon dengan sistem Koffco adalah sebagai berikut
– Daun pada stek pucuk mulai rontok pada hari ke 3 namun tidak layu.
– Batang mulai berwarna kecoklatan mulai pada pengamatan 2 MST.
– Pembentukan pucuk baru terjadi pada 2 MST sampai 3 MST.
– Melalui hasil sampling pemunculan akar mulai nampak pada pengamatan
3 MST.
– Akar primordial muncul pada stek pucuk sekitar 1 cm dari pangkal stek.
– Sungkup kotak propagasi dibuka maksimum selama 3 menit karena jika
lebih dari 3 menit daun akan layu. Untuk itu penyiraman harus dilakukan
secara hati-hati dengan hanya membuka sebagian sungkup atau tutup
kotak propagasi. Ketika bibit disapih di polybag harus disungkup terlebih
dahulu selama 1 minggu setelah penyapihan.
– Gejala serangan cendawan mulai muncul pada pada pengamatan 3 MST
yang ditandai dengan pemunculan hifa, serangan cendawan dapat
dihilangkan dengan fungisida jenis dithane M-45 pada dosis 1 gr/2 liter air.
– Secara umum kondisi stek pucuk dan stek batang pada umur 6 minggu
setelah tanam dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kondisi stek batang Duabanga moluccana pada 6 MST
27
Berdasarkan pengamatan visual di atas maka hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembibitan menggunakan stek pucuk ataupun batang jenis
Duabanga atau Benuang adalah iklim mikro di dalam sungkup dan kebersihan
sungkup yang harus dijaga dengan baik. Selama proses inisiasi akar tidak
dilakukan pemupukan karena akan merangsang pertumbuhan cendawan atau
patogen yang lain.
4.1.2 Pengamatan parameter pertumbuhan
Pengamatan terhadap parameter pertumbuhan stek D. moluccana
menunjukkan pertumbuhan stek pucuk lebih baik dibandingkan dengan bahan
yang berasal dari batang, sedangkan penggunaan ZPT dengan beberapa
konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan stek.
Hasil sidik ragam dari setiap parameter yang diamati menunjukkan bahwa
bahan stek mempengaruhi pertumbuhan stek, sedangkan pemberian zat pengatur
tumbuh tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan stek,
demikian juga interaksi antara bahan dan ZPT (Tabel 2).
Gambar 6. Kondisi stek pucuk Duabanga moluccana pada 6 MST
28
Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perbedaan konsentrasi ZPT terhadap stek pucuk dan stek batang.
ParameterSumber Keragaman
Interaksi Bahan dan ZPTBahan Konsentrasi ZPT
% Hidup” *** ns ns
% Berakar” *** ns ns
Jumlah akar *** ns ns
Panjang akar *** ns ns
Bobot kering pucuk *** ns ns
Bobot kering akar *** ns ns
Nisbah pucuk akar *** ns Ns
a. Persentase hidup
Persentase hidup merupakan perbandingan antara jumlah stek bibit
Duabanga moluccana yang hidup hingga akhir masa pengamatan (8 MST)
dengan seluruh bahan stek yang ditanam. Salah satu tanda yang menunjukkan
adanya proses keberhasilan stek pucuk adalah munculnya tunas baru, yang terjadi
pada 2 minggu setelah tanam.
Kemampuan stek pucuk untuk bertahan hidup lebih tinggi daripada stek
batang. Persentase hidup stek pucuk yang terbesar terdapat pada konsentrasi ZPT
1000 ppm yaitu 87 %, sedangkan persentase hidup terendah terdapat pada
konsentrasi ZPT 0 ppm yaitu 77%.
Kemampuan stek pucuk untuk mempertahankan hidup lebih tinggi
daripada stek batang. Pada stek batang seluruh stek tidak mampu
mempertahankan hidupnya hingga masa akhir pengamatan atau 8 MST, sehingga
persentase hidup stek batang menjadi 0% (Tabel 3).
29
Tabel 3. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap persentase hidup
Bahan
stekUlangan
Konsentrasi ZPT (ppm)
0
(%)
500
(%)
1000
(%)
1500
(%)
Total Rata – rata
Pucuk
1 70 90 100 80 340 85
2 80 70 80 100 330 82,5
3 80 80 80 70 310 77,5
Sub total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 77 80 87 83 81.75
Batang
1 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0
Sub total 0 0 0 0 0 0
Rata – rata 0 0 0 0 0
Total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 38 40 43 42 163 41
Hasil perhitungan sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT
dapat dibaca pada Tabel 4
Tabel 4. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap persentase hidup
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.0251 0.0125 0.5033 0.6150
Bahan 1 8.1748 8.1748 328.2049 4.092e-11 **
ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Bahan x ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Galat 14 0.3487 0.0249
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa bahan stek berpengaruh
sangat nyata terhadap persentase hidup stek pucuk dan stek batang. Untuk
mengetahui bahan stek yang paling cocok untuk menghasilkan bibit Duabanga
maka dilakukan uji fisher's LSD (Tabel 5)
30
Tabel 5 : Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap persentase hidup
Bahan Rata - rata
Pucuk 1.17 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Hasil uji fisher's LSD (Tabel 5) menunjukkan bahwa persentase hidup stek
pucuk lebih tinggi daripada stek batang. Dengan demikian bahan stek pucuk lebih
baik daripada bahan stek batang untuk jenis Duabanga.
b. Persentase berakar
Kemampuan stek untuk berakar merupakan kunci keberhasilan dalam
produksi bibit baik dari pucuk maupun batang. Jika bahan stek tersebut mampu
menghasilkan perakaran baru maka diharapkan stek tersebut akan tumbuh dan
berkembang seperti halnya bibit yang berasal dari benih. Persentase berakar
merupakan perbandingan keseluruhan stek Duabanga yang hidup dan berakar
dengan seluruh stek yang ditanam. Pada stek pucuk keseluruhan stek yang hidup
berakar dengan baik, sehingga nilainya sama dengan persentase hidup, sedangkan
pada stek batang mengalami kegagalan untuk mempertahankan hidup hingga
masa pengamatan selesai (8 MST) (Tabel 5).
Tabel 6 menunjukkan bahwa stek pucuk Duabanga yang berakar dapat
terjadi karena hormon endogen (0 ppm) atau karena hormon eksogen (500, 1000,
1500). Persentase berakar stek pucuk pada berbagai konsentrasi ZPT adalah 77%
sampai dengan 87%. dosis ZPT optimal untuk stek pucuk Duabanga adalah 1000
ppm karena pada dosis 1500 telah bersifat inhibitor. Hasil pada Tabel 6 juga
menunjukkan bahwa stek batang dari bibit yang berumur 3 bulan tidak mampu
menginduksi akar primordial walaupun telah menggunakan ZPT 500, 1000, dan
1500 ppm, ketidakberhasilan stek batang untuk menghasilkan akar primordial
diduga karena ketidakcukupan kandungan nitrogen dalam stek batang tersebut.
31
Tabel 6. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap persentase berakar
Bahan
stekUlangan
Konsentrasi ZPT (ppm)
0
(%)
500
(%)
1000
(%)
1500
(%)
Total Rata – rata
Pucuk
1 70 90 100 80 340 85
2 80 70 80 100 330 82,5
3 80 80 80 70 310 77,5
Sub total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 77 80 87 83 81.75
Batang
1 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0
Sub total 0 0 0 0 0 0
Rata – rata 0 0 0 0 0
Total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 38 40 43 42 163 41
Tabel 7. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek terhadap persentase berakar
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.0251 0.0125 0.5033 0.6150
Bahan 1 8.1748 8.1748 328.2049 4.092e-11 **
ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Bahan x ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Galat 14 0.3487 0.0249
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Hasil sidik ragam pada Tabel 7 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
terhadap faktor bahan stek. Untuk mengetahui beda nilai terkecil pada bahan stek
dilakukan uji fisher's LSD (Tabel 8).
32
Tabel 8. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap persentase Berakar
Bahan Rata - rata
Pucuk 1.17 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut (Tabel 8) dapat dilihat rata-rata persentase berakar pada stek
pucuk berbeda nyata terhadap persentase berakar stek batang.
c. Jumlah akar
Jumlah akar merupakan gambaran kemampuan ZPT dalam menginduksi
dan menggandakan sel – sel meristematik akar untuk tumbuh dan berkembang
menjadi akar yang berfungsi untuk menopang pertumbuhan bibit menyerap unsur
hara dan air yang terdapat pada media tumbuh.
Jumlah akar yang dihitung dalam percobaan ini adalah jumlah akar primer
yang tumbuh pada setiap stek Duabanga. Jumlah akar tersebut dihitung pada pada
akhir pengamatan (8 MST).
Jumlah akar yang terbentuk menunjukkan respon stek terhadap zat
pengatur tumbuh yang diberikan, pada pemberian konsentrasi ZPT pada stek
yang semakin meningkat, pada stek pucuk menunjukkan besarnya jumlah akar
yang juga relatif meningkat . Jumlah akar yang terbanyak diperoleh pada
konsentrasi ZPT 1000 ppm adalah 15.57 helai, sedangkan jumlah akar terendah
terdapat pada konsntrasi ZPT 500 ppm yaitu 10.37 helai. Pada stek batang jumlah
akar tidak dapat di hitung karena seluruh bahan gagal dalam mempertahankan
hidupnya sebelum berakar hingga akhir pengamatan (Tabel 9).
33
Tabel 9. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap jumlah akar.
Bahan
StekUlangan
Konsentrasi ZPT (ppm)
0 500 1000 1500 Total Rata – rata
Pucuk 1 12.4 11.3 20 13 56.70 14.18
2 9.4 9.7 12.5 14.9 46.50 11.63
3 20.4 10.1 14.2 9.5 54.20 13.55
Sub total 42.20 31.10 46.70 37.40 157.40 39.35
Rata – rata 14.07 10.37 15.57 12.47 52.47 13.12
Batang 1 0 0 0 0 0 0.00
2 0 0 0 0 0 0.00
3 0 0 0 0 0 0.00
Sub total 0 0 0 0 0 0.00
Rata – rata 0 0 0 0 0 0.00
Total 42.20 31.10 46.70 37.40 157.40 39.35
Rata – rata 7.03 5.18 7.78 6.23 26.23 6.56
Tabel 9 menunjukkan akar yang tumbuh pada stek pucuk baik tanpa ZPT
maupun dengan ZPT tetap menghasilkan jumlah akar yang hampir sama (10
sampai dengan 15 helai), keberhasilan pertumbuhan akar pada kontrol (0 ppm)
diduga karena ujung koleoptil pucuk duabanga secara aktif menghasilkan auksin
IAA yang bergerak ke arah bawah (basipetal) untuk menginduksi pembentukan
akar primordial. Hasil sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa bahan stek
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar yang dibentuk.
Tabel 10. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap jumlah akar
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 7 3.53 0.4714 0.6337
Bahan 1 1032.28 1032.28 137.7414 1.243e-08 **
ZPT 3 22.34 7.45 0.9934 0.4245
Bahan x ZPT 3 22.34 7.45 0.9934 0.4245
galat 14 104.92 7.49
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
34
Untuk mengetahui bahan stek yang terbaik untuk induksi jumlah akar
dilakukan uji lanjut fisher's LSD (Tabel 11).
Tabel 11. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap jumlah akar
Bahan Rata - rata
Pucuk 13.12 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut Tabel 11 dapat dilihat bahwa jumlah akar pada stek pucuk
berbeda nyata dibandingkan dengan stek batang. Hal ini berarti stek pucuk akan
memproduksi akar lebih banyak daripada stek batang.
d. Panjang akar
Panjang akar yang terbentuk memperlihatkan respon stek terhadap
gravitropisme dan menunjukkan kemampuan ZPT dalam menjalankan perannya
pada stek sebagai zat pengatur tumbuh atau telah menjadi faktor penghambat pada
pertumbuhan akar. Panjang akar diukur pada 8 MST atau pada akhir pengamatan.
Gambar 7. Stek Pucuk Duabanga moluccana
Gambar 8. Stek batang Duabanga moluccana yang mati dan tidak berakar
35
Tabel 12. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap panjang akar
Bahan
StekUlangan
Konsentrasi ZPT (ppm)Total Rata – rata
0 (cm) 500 (cm) 1000 (cm) 1500 (cm)
Pucuk
1 11.45 16.5 16.9 15.1 59.95 14.99
2 15.8 11.8 16.4 15.8 59.80 14.95
3 16.5 13.3 15 13.2 58.00 14.50
Sub total 43.75 41.60 48.30 44.10 177.75 44.44
Rata – rata 14.58 13.87 16.10 14.70 59.25 14.81
Batang
1 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0
Sub total 0 0 0 0 0 0
Rata – rata 0 0 0 0 0 0
Total 43.75 41.60 48.30 44.10 177.75 44.44
Rata – rata 7.29 6.93 8.05 7.35 29.63 79.41
Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa panjang akar dipengaruhi oleh ZPT
yang diberikan pada saat induksi akar primordial. Pada konsentrasi 1500 ppm
yang diberikan ZPT Rootone-F bersifat menghambat pertumbuhan akar dengan
panjang akar rata-rata 14.70 cm. Sementara itu stek pucuk Duabanga yang tanpa
diberi ZPT (0 ppm) juga menghasilkan panjang akar yang sangat baik. Hal ini
diduga ada peran dari ZPT endogen yang mampu memperpanjang akar.
Tabel 13. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap panjang akar
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.29 0.15 0.0649 0.9375
Bahan 1 1316.46 1316.46 580.2316 8.528e-13 **
ZPT 3 3.93 1.31 0.5768 0.6397
Bahan x ZPT 3 3.93 1.31 0.5768 0.6397
galat 14 31.76 2.27
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Pada stek pucuk rata – rata panjang akar terpanjang terdapat pada
konsentrasi ZPT 1000 ppm dengan nilai 16.10 cm, sedangkan panjang rata-rata
36
terpendek terdapat pada konsentrasi ZPT 500 ppm dengan nilai 13.87 cm. Pada
stek batang panjang akar tidak dapat dilakukan pengukuran karena seluruh stek
batang tidak mampu untuk bertahan hidup dan berakar hingga 8MST atau akhir
masa pengamatan (Tabel 13).
Pada sidik ragam (Tabel 13) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
sangat nyata antara panjang akar stek pucuk dan stek batang, untuk mengetahui
bahan stek yang terbaik maka dilakukan uji beda nilai terkecil pada stek pucuk
dan stek batang maka dilakukan uji lanjut fisher's LSD (Tabel 14)
Tabel 14. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap panjang akar
Bahan Rata - rata
Pucuk 14.81 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut Tabel 14 menunjukkan bahwa panjang akar pada stek pucuk
berbeda nyata dengan panjang akar pada stek batang, dapat dilihat nilai rata - rata
panjang akar pada stek pucuk berbeda nyata dibandingkan dengan panjang akar
pada stek batang.
e. Bobot kering
Bobot kering tanaman merupakan keberhasilan interaksi antara faktor
lingkungan dengan fisiologi stek yang telah berakar. Hal ini terjadi karena
perakaran stek telah berkembang dan berfungsi dengan baik untuk membantu
proses fotosintesis bibit dari stek yang pada gilirannya hasil fotosintesis
(fotosintat) di distribusikan untuk pembentukan jaringan dan organ tanaman.
Dalam hal ini bobot kering dibagi menjadi 2 bagian yaitu bobot kering pucuk dan
bobot kering akar. besarnya biomassa yang terdapat pada tanaman tersebut,
parameter ini diukur pada akhir pengamatan (8 MST).
37
f. Bobot kering pucuk
Besarnya total biomassa yang terbentuk di pucuk dipengaruhi oleh jumlah
daun, pemanjangan dan penambahan diameter pada stek. Pada stek pucuk rata –
rata bobot kering pucuk terbesar diperoleh pada konsentrasi ZPT 1500 ppm
sebesar 1.11 gr, sedangkan bobot kering rata-rata terkecil terdapat pada
konsentrasi ZPT 500 ppm yaitu sebesar 0.93 gr (Tabel 15).
Pada stek batang pengukuran parameter bobot kering pucuk tidak dapat
dilakukan karena tidak terdapat stek batang yang mampu bertahan hidup hingga
akhir masa pengukuran.
Tabel 15. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering pucuk
Bahan
StekUlangan
Konsentrasi ZPT (ppm)Total Rata – rata
0 (gr) 500 (gr) 1000 (gr) 1500 (gr)
Pucuk
1 0.26 0.33 0.38 0.42 1.39 0.35
2 0.36 0.31 0.36 0.40 1.43 0.36
3 0.36 0.29 0.33 0.28 1.28 0.32
Sub total 0.98 0.93 1.08 1.11 4.10 1.02
Rata – rata 0.33 0.31 0.36 0.37 1.37 0.34
Batang
1 0 0 0 0 0 0.00
2 0 0 0 0 0 0.00
3 0 0 0 0 0 0.00
Sub total 0 0 0 0 0 0.00
Rata – rata 0 0 0 0 0 0.00
Total 0.98 0.93 1.08 1.11 4.10 20.53
Rata – rata 0.49 0.47 0.54 0.55 2.05 3.42
Untuk mengetahui pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
bobot kering pucuk dilakukan sidik ragam (Tabel 16).
38
Tabel 16. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering pucuk
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.0358 0.0179 0.8207 0.4602
Bahan 1 10.2398 10.2398 469.7225 3.609e-12 **
ZPT 3 0.0942 0.0314 1.4411 0.273
Bahan x ZPT 3 0.0942 0.0314 1.4411 0.273
galat 14 0.3052 0.0218
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Pada sidik ragam Tabel 16 diketahui bahwa bahan stek berpengaruh
sangat nyata terhadap pembentukan bobot kering pucuk. Untuk mengetahui
pengaruh bahan stek terhadap pembentukan biomassa pucuk maka dilakukan uji
lanjut fisher's LSD (Tabel 17)
Tabel 17. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap bobot kering pucuk
Bahan Rata - rata
Pucuk 1.31a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut (Tabel 17) dapat dilihat bahwa bobot kering pucuk pada stek
yang berasal dari stek pucuk memiliki berat kering pucuk yang lebih baik
daripada berat kering pucuk pada stek batang. Hal ini berarti stek pucuk dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik karena primordial pucuk tinggal
melanjutkan pembelahan sel meristematik untuk menjadi jaringan dan organ-
organ pertumbuhan seperti daun dan batang.
g. Bobot kering akar
Besarnya total biomassa yang terbentuk pada akar dipengaruhi oleh jumlah
akar dan panjang akar yang terbentuk selama masa pertumbuhan stek. Pada stek
pucuk diperoleh bobot kering akar terbesar terdapat pada konsentrasi ZPT 1000
ppm sebesar 0.0405 gr, sedangkan bobot terkecil terdapat pada konsentrasi ZPT
1500 ppm dengan bobot 0.0265 gr (Tabel 18).
39
Pada stek batang pengukuran parameter panjang akar tidak dapat
dilakukan karena hingga akhir masa pengukuran tidak terdapat stek batang yang
mampu berakar karena tidak ada stek batang yang mampu bertahan hidup.
Tabel 18. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering akar
Bahan
StekUlangan
Konsentrasi ZPT (ppm)
0 (gr) 500 (gr) 1000 (gr) 1500 (gr)Total Rata – rata
Pucuk 1 0.02776 0.03377 0.04913 0.03125 0.14 0.04
2 0.03273 0.02666 0.04527 0.0268 0.13 0.03
3 0.04026 0.02481 0.02715 0.02134 0.11 0.03
Sub total 0.10 0.09 0.12 0.08 0.39 0.10
Rata – rata 0.0336 0.0284 0.0405 0.0265 0.13 0.03
Batang 1 0 0 0 0 0 0.00
2 0 0 0 0 0 0.00
3 0 0 0 0 0 0.00
Sub total 0 0 0 0 0 0.00
Rata – rata 0 0 0 0 0 0.00
Total 0.10 0.09 0.12 0.08 0.39 20.53
Rata – rata 0.05 0.04 0.06 0.04 0.19 3.42
Tabel 19. Hasil sidik ragam pengaruh bahan dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering akar
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.0000514 0.0000257 0.9054 0.4268
Bahan 1 0.0062381 0.0062381 219.8146 5.94E-010 **
ZPT 3 0.0001775 0.0000592 2.0847 0.1483
Bahan:ZPT 3 0.0001775 0.0000592 2.0847 0.1483
galat 14 0.0003973 0.0000284
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Pada sidik ragam (Tabel 19) diketahui bahwa bahan stek berpengaruh
sangat nyata terhadap bobot kering akar. Untuk mengetahui bahan stek yang
terbaik maka dilakukan uji fisher's LSD (Tabel 20)
40
Tabel 20. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap parameter bobot kering akar
Bahan Rata - rata
Pucuk 0.0322 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut (Tabel 20) dapat dilihat bahwa nilai bobot kering akar pada
stek pucuk berbeda nyata terhadap bobot kering stek batang, hal ini berarti bobot
kering akar pada stek pucuk berkembang lebih baik daripada stek batang.
h. Nisbah Pucuk Akar (NPA)
Nisbah Pucuk Akar (NPA) merupakan perbandingan dari bobot kering
pucuk dan akar stek yang hidup. Nisbah pucuk akar menunjukkan keseimbangan
pertumbuhan antara akar dengan bagian pucuk bibit yang terbentuk pada stek
selama kurun waktu pengamatan (8 MST). NPA juga digunakan sebagai indikator
kemampuan bibit untuk beradaptasi terhadap lingkungan jika ditanam di lapangan
umumnya bibit yang memiliki perkembangan akar yang bagus maka kemampuan
serap terhadap air dan nutrisi juga akan lebih baik dibandingkan dengan bibit yang
memiliki perakaran yang sederhana.
Tabel 21 menunjukkan bahwa nilai NPA antara kontrol dan perlakuan
berkisar antara 1 sampai dengan 2 hal ini berarti pertumbuhan pucuk diimbangi
dengan pertumbuhan akar.
Perlakuan pemberian ZPT 1500 ppm pada stek pucuk, menunjukkan rata-
rata nilai nisbah pucuk akar tertinggi sebesar 2.25, dan nilai rata-rata terendah
nisbah pucuk akar ditunjukkan pada kontrol dan perlakuan pemberian ZPT 500
ppm sebesar 1.71. Hal ini berarti pertumbuhan biomassa yang terjadi pada kontrol
dan pada perlakuan pemberian ZPT 500 ppm terjadi lebih seimbang dibandingkan
dengan perlakuan pemberian ZPT 1500 ppm (Tabel 21).
41
Tabel 21. Rekapitulasi data pengaruh bahan dan konsentrasi ZPT terhadap (Nisbah Pucuk Akar) NPA
BahanStek
UlanganKonsentrasi ZPT (ppm)
Total Rata – rata0 500 1000 1500
Pucuk
1 1.75 1.38 1.69 2.01 6.84 1.71
2 2.13 1.68 1.35 2.52 7.68 1.92
3 1.25 2.07 2.26 2.23 7.80 1.95
Total 5.14 5.13 5.30 6.76 22.33 5.58
Rata – rata 1.71 1.71 1.77 2.25 7.44 1.86
Batang
1 0 0 0 0 0 0.00
2 0 0 0 0 0 0.00
3 0 0 0 0 0 0.00
Total 0 0 0 0 0 0.00
Rata – rata 0 0 0 0 0 0.00
Total 5.14 5.13 5.30 6.76 22.33 5.58
Rata – rata 0.86 0.86 0.88 1.13 3.72 0.93
Pada stek batang parameter nisbah pucuk akar tidak dapat dilakukan
pengukuran karena tidak terdapat stek batang yang menunjukkan pertumbuhan
hingga akhir waktu pengamatan karena tidak ada yang dapat mampu bertahan
hidup sehingga rata-rata nisbah pucuk akar adalah 0.
Tabel 22. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap (Nisbah Pucuk Akar) NPA
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
ulangan 2 0.000245 0.000123 1.0805 0.36612
Bahan 1 0.05343 0.05343 471.2064 3.533e-12 **
ZPT 3 0.001321 0.00044 3.8846 0.03269
Bahan x ZPT 3 0.001321 0.00044 3.8846 0.03269
galat 14 0.001587 0.000113
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Perbedaan pertumbuhan stek pucuk dan stek batang ditunjukkan pada hasil
sidik ragam nisbah pucuk akar (Tabel 22) yang memperlihatkan adanya pengaruh
yang nyata akibat perbedaan bahan stek yaitu antara stek pucuk dan stek batang.
Untuk mengetahui beda nilai terkecil pada stek pucuk dan stek batang maka
dilakukan uji lanjut fisher's LSD (Tabel 23).
42
Tabel 23. hasil uji lanjut fisehr's LSD bahan stek pada parameter (Nisbah Pucuk akar) NPA
Bahan Rata - rata
Pucuk 0.09 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Hasil uji lanjut (Tabel 23) menunjukkan bahwa nilai rata – rata nisbah
pucuk akar pada stek pucuk berbeda nyata dengan nilai nisbah pucuk akar pada
stek batang. Dengan kata lain stek pucuk berkembang lebih baik daripada stek
batang.
4.2 Pembahasan
Stek adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif
yang dipisahkan dari induknya, apabila ditanam pada kondisi yang
menguntungkan untuk beregenerasi akan berkembang menjadi tanaman baru yang
sempurna (Soerianegara dan Djamhuri, 1979).
Stek pucuk merupakan pemisahan bagian pucuk dari bagian tanaman
induk untuk dijadikan tanaman sempurna. sedangkan stek batang merupakan
pemisahan batang dari bagian tanaman induk untuk dijadikan tumbuhan
sempurna. Keberhasilan kedua teknik perbanyakan tersebut untuk tumbuh dan
berkembang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal ruang lingkup
percobaan. Penggunaan sistem Koffco pada percobaan kali ini dilakukan untuk
memastikan kebutuhan faktor eksternal stek tanaman percobaan dapat terjaga
dengan baik.
Percobaan stek pucuk bibit D. moluccana dilakukan selama 8 Minggu.
Pengamatan dan pemeliharaan dilakukan 3 hari sekali setelah penanaman stek.
Pemeliharaan meliputi penyiraman dan penyemprotan fungisida apabila terdapat
gejala munculnya hifa pada kotak propagasi. Intensitas penyiraman dikurangi
menjadi seminggu sekali setelah 3 MST untuk mencegah pembusukan pada stek
karena kondisi kotak propagasi yang menjadi terlalu lembab. Hal ini dilakukan
43
karena pada percobaan pendahuluan kegagalan stek terjadi ketika kondisi sungkup
terlalu lembab dan menyebabkan pembusukan baik di stek batang maupun stek
pucuk. Bibit tanaman Duabanga merupakan tanaman yang sensitif terhadap
perubahan kondisi lingkungan, pada percobaan pendahuluan kondisi iklim
lingkungan yang tidak stabil menjadi salah satu faktor kegagalan stek tanaman ini.
4.2.1 Pengaruh bahan stek
Hasil sidik ragam (Tabel 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21) menunjukkan bahwa
bahan stek berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan (persentase
hidup, persentase berakar, jumlah akar, panjang akar, berat kering, NPA). Hasil uji
lanjut (Tabel, 4,7,10,13,16,19,22) menunjukkan bahwa bahan stek yang terbaik
adalah dari pucuk, dengan persentase keberhasilan 81.67% sedangkan pada stek
batang 0 %, oleh karena itu stek pada D. moluccana lebih baik menggunakan
pucuk daripada batang.
Pada stek batang, tidak diperoleh stek yang bertahan hidup, kematian stek
batang dimulai pada 2 MST dan pada 7 MST sudah tidak terdapat lagi stek batang
yang bertahan. Meskipun terdapat beberapa bahan stek pucuk yang mati namun
persentase hidup stek pucuk masih tinggi. Kegagalan stek batang untuk hidup
diduga disebabkan oleh faktor umur bahan dan defisiensi karbohidrat.
Perakaran pada stek pucuk mulai terlihat pada 3 MST pengecekan
dilakukan dengan cara mencabut stek dengan hati-hati dari potray. Pengambilan
sampel dilakukan secara acak dan dilakukan dengan cepat untuk mencegah stek
agar tidak stress akibat perubahan suhu yang mendadak. Pada saat yang sama juga
dilakukan pengecekan akar pada stek batang dan hasilnya belum menunjukkan
terbentuknya akar.
Rochimi (2008) menyatakan, teknik stek pucuk memanfaatkan potongan
bagian pucuk juvenil dengan menyertakan bagian daunnya. Daun diperlukan
sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesa yang menghasilkan karbohidrat
yang diperlukan untuk pembentukan akar. Berdasarkan pendapat tersebut maka
kegagalan stek batang duabanga dapat diduga karena tidak adanya daun pada stek
44
batang yang rontok beberapa hari setelah disungkup. Gugurnya daun pada stek
batang menyebabkan fotosintesis tidak terjadi dengan baik untuk mampu
menghasilkan karbohidrat untuk pertumbuhan walaupun stek batang berwarna
hijau.
Kecukupan karbohidrat pada stek pucuk D. moluccana menjadikan bahan
ini dapat bertahan selama masa inisiasi akar primordial, diduga sumber
karbohidrat berasal dari karbohidrat yang masih terdapat pada bahan stek sejak
dilakukan penyetekan dan terus terbentuk dari hasil fotosintesis daun yang berada
pada bahan stek pucuk, kemudian digunakan untuk pertumbuhan tunas baru dan
akar. Setelah terbentuk tunas baru, kemudian proses inisiasi akar primordial
segera dimulai.
Daun berperan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat,
sedangkan tunas berperan sebagai pusat penghasil auksin endogen yang berperan
untuk menstimulir pembentukan akar (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Tidak adanya daun pada batang diduga menjadi faktor utama pada
kematian seluruh stek batang, hal tersebut menyebabkan tidak tersedianya
karbohidrat yang cukup selama inisiasi tunas baru dan akar primordial. Pada
pengamatan visual dari bibit sumber bahan stek yang telah memiliki akar yang
mantap membutuhkan waktu sekitar 8 minggu untuk menginisiasi tunas baru.
Gambar 9. Perakaran stek pucuk Duabanga moluccana pada 3 MST
45
Ketersediaan karbohidrat dari bahan stek batang diduga maksimal hanya dapat
bertahan hingga sekitar 7 MST karena setelah 7 MST tidak ada lagi bahan stek
batang yang bertahan hidup sebelum terbentuknya tunas baru.
Cadangan makanan yang cukup pada bahan stek dibutuhkan untuk
pembentukan akar, Menurut Curtis Clark (1950) dalam Samsijah (1974),
kemampuan pembentukan akar pada suatu jenis tanaman apabila distek antara lain
dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat serta keseimbangan hormon dalam bahan
stek. Disamping itu batang orthotrop memiliki jaringan yang lebih tua daripada
pucuk sehingga kemampuan berakar dari stek batang diduga telah menurun,
Moko (2004), menyatakan penurunan kemampuan berakar pada jaringan tanaman
tua kemungkinan karena berkurangnya kandungan senyawa fenol yang berfungsi
sebagai kofaktor auksin. Selain itu, pada jaringan tanaman tua secara anatomi
telah terbentuk sel schlerenchym yang sering menghambat inisiasi akar adventif
karena sel – selnya sudah tidak hidup lagi.
4.2.2 Pengaruh konsentrasi hormon
Rootone-F pada stek pucuk dan batang D. moluccana sebagai hormon
eksogen diberikan dalam konsentrasi rendah, yaitu 500 ppm, 1000 ppm dan 1500
ppm, bahan aktif yang dikandung dalam Rootone-F adalah Naphtalene acetamide
Gambar 10. Kondisi stek batang Duabanga moluccana pada 3 MST
46
(NAD) sebanyak 0,067%, Methy-1-Naphteleneacetic acid (MNAA) sebanyak
0,033%, Methyle-1-Naptheleneacetamide (MNDA) sebanyak 0,013%, Indole-3-
butyric acid (IBA) sebanyak 0,057%. Bahan aktif tersebut akan mempengaruhi
perubahan sel. Setiap hormon memiliki sifat yang berbeda dalam pembelahan sel,
namun secara keseluruhan mengandung auksin yang berfungsi merangsang
pertumbuhan akar.
Hartman dan Kester (1997), menjelaskan bahwa pemberian hormon dari
luar kurang memberikan pengaruh nyata apabila tidak disertai faktor pendukung
lainnya seperti kelembaban, temperatur, tingkat juvenilitas propagul maupun
intensitas cahaya yang sesuai.
Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi hormon terhadap parameter
pertumbuhan (persentase hidup, persentase berakar, jumlah akar, panjang akar,
berat kering, nisbah pucuk akar.) menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji
F = 95 % Pengaruh dosis hormon terhadap persentase berakar stek pucuk pada
konsentrasi hormon 0, 500, 1000, 1500 ppm adalah berturut -turut 76.67%, 80%,
86.67%, 83.33% . Hal ini berarti konsentrasi hormon tidak berpengaruh nyata
terhadap keberhasilan stek pucuk. Pada kondisi tersebut pada dasarnya stek pucuk
Duabanga yang berasal dari semai berumur 3 bulan dapat menghasilkan perakaran
dengan baik tanpa menggunakan hormon eksogen, karena hormon endogen dalam
tanaman telah mencukupi untuk pertumbuhan akar primordial (76.67%).
penerapan hormon eksogen pada konsentrasi 0, 500, 1000, 1500 ppm pada stek
batang dari bibit umur 3 bulan dalam percobaan ini tidak mampu menghasilkan
akar primordial baik yang induksi dengan hormon maupun yang tidak. Hal ini
diduga bahwa jumlah karbohidrat yang terkandung dalam stek batang hanya
cukup untuk mempertahankan hidupnya dan tidak mencukupi untuk menginisiasi
terbentuknya akar primordial maupun tunas baru. Ditambah tidak terdapat daun
yang melekat pada stek batang karena daunnya telah rontok.
Persentase hidup stek pucuk pada jenis D. moluccana yang tidak
berpengaruh nyata menunjukkan bahwa stek pucuk dapat dilakukan tanpa
47
penambahan ZPT. Pemberian ZPT konsentrasi 500 hingga 1000 ppm
menghasilkan persentase berakar yang semakin baik (80% dan 86.67%) kemudian
menurun menjadi 83.33%. pada 1500 ppm. Hal ini berarti bahwa jumlah
konsentrasi maksimum yang dibutuhkan adalah 1000 ppm. Diduga pada
konsentrasi 1500 ppm hormon eksogen dari Rootone-F telah bersifat menghambat
pertumbuhan akar.
Pada kadar rendah tertentu hormon/zat pengatur tumbuh akan mendorong
pertumbuhan, sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat
pertumbuhan, meracuni, bahkan mematikan tanaman (Kusumo,1984 dalam
Irwanto, 2003).
Pada konsentrasi ZPT 500 ppm dan 1000 ppm, stek pucuk memiliki rata-
rata NPA yang sama yaitu 1.7, nilai yang sama juga dimiliki pada stek pucuk
kontrol (0 ppm), ini menunjukkan bahwa penggunaan ZPT pada konsentrasi
tersebut masih Pada konsentrasi yang diperbolehkan sehingga pucuk dan akar
dapat berkembang normal, sedangkan pada konsentrasi ZPT 1500 ppm pucuk
memiliki rasio NPA yang lebih besar dari konsentrasi lain. Hal ini menunjukkan
bahwa biomassa yang terbentuk di pucuk jauh lebih besar dari yang terbentuk di
akar, dengan kata lain pertumbuhan di pucuk lebih dominan daripada
pertumbuhan di akar, hal ini diduga konsentrasi ZPT 1500 ppm mulai menjadi
inhibitor pertumbuhan akar stek pucuk D. moluccana.
Kondisi media perakaran pada sistem Koffco terdiri dari cocopeat dan
sekam padi dengan perbandingan 2 : 1, kondisi ini menjadikan media perakaran
minimum hara dan membuat fotosintesis menjadi satu-satunya sumber
karbohidrat untuk pertumbuhan. Pertumbuhan akar diduga dihambat oleh
konsentrasi ZPT yang terlalu tinggi, sedangkan pada bahan stek pucuk dengan
konsentrasi 500 ppm dan 1000 ppm, ZPT tidak memberikan pengaruh terhadap
perbandingan NPA, yang berarti pembentukan biomassa tanaman relatif
seimbang.
48
4.2.3 Pengaruh interaksi bahan stek dan konsentrasi hormon
Metode pembiakan vegetatif dilaksanakan dengan dasar pemikiran bahwa
setiap sel atau jaringan tumbuhan pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah
dalam suatu kultur dimana sel atau jaringan tumbuhan tersebut mempunyai
kemampuan untuk meregenerasi bagian-bagian yang diperlukan kembali menjadi
tanaman normal (Pusbang SDH Cepu, 2002). Pada saat dilakukan stek suplai
hormon dari tanaman induk ikut terputus. Hal ini mengakibatkan aktifitas
fisiologis untuk melakukan regenerasi yang diperlukan untuk kembali menjadi
tanaman normal akan terhambat, maka untuk mencukupi kebutuhan hormon
tersebut diperlukan hormon eksogen.
Pertumbuhan akar baru pada stek dipengaruhi oleh ketersediaan hormon
auksin pada bahan stek. Pada tanaman auksin banyak terbentuk pada tunas baru.
Salisbury (1995), mencatat bahwa terdapat konsentrasi IAA yang lebih tinggi
pada kuncup yang sedang tumbuh dibandingkan pada kuncup yang tidak sedang
tumbuh. Selanjutnya Salisbury (1995) mengatakan bahwa pemberian auksin
dalam konsentrasi yang sangar rendah akan memacu pemanjangan akar bahkan
pertumbuhan akar utuh dan pada konsentrasi yang lebih tinggi pemanjangan
hampir selalu terhambat.
Pada pengamatan seluruh parameter menunjukkan pertumbuhan stek
pucuk jauh lebih baik dibandingkan dengan stek batang pada setiap konsentrasi
ZPT yang diberikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak adanya interaksi yang
terjadi antara bahan stek dengan konsentrasi ZPT yang diberikan
Hasil sidik ragam interaksi antara bahan stek dan konsentrasi hormon
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata di setiap parameter pengukuran pada
taraf uji F = 95 %. Dugaan defisiensi karbohidrat yang terjadi pada stek batang,
yang menyebabkan stek batang tidak mampu untuk bertahan dan menginisiasi
akar baru menjadi salah satu faktor kondisi ini. Disamping itu batang sebagai
bahan vegetatif stek merupakan bagian yang memiliki jaringan sel lebih tua
dibanding bagian pucuk. Pucuk masih mengalami pertumbuhan dan
49
perkembangan hingga membentuk bagian kayu yang mengeras seperti batang
sehingga kemampuan untuk menginisiasi akar diduga telah menurun meskipun
ditambahkan ZPT.
5
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa keberhasilan stek pucuk lebih tinggi daripada stek batang jika bahan
steknya berasal dari bibit umur 3 bulan. Bahan stek pucuk mampu berakar tanpa
tambahan hormon eksogen. Pemberian zat pengatur tumbuh tidak berpengaruh
pada pertumbuhan stek pucuk dan batang pohon D. moluccana.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengujian penanaman di lapangan dari bibit hasil stek
pucuk D. moluccana. Perlu diadakan pengujian kemampuan pembentukan tunas
ortothrop baru di kebun pangkas D. moluccana.
6
7
VI. DAFTAR PUSTAKA
Allaby, M. 1998, Duabanga http://www.flowersofindia.net/catalog/slides/ Duabanga.html [7 Januari 2010]
BPTH Bali dan Nusa Tenggara, 2009, Kajumas, Duabanga moluccana. http://bpthbalinusra.net/isbseedleaflet/108-kajumas-duabanga-moluccana.html [27 Juli 2010]
Djapilus, A. 1990. Bibit Akar Telanjang Pangkasan Akar dan Prospeknya dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Perum Perhutani. Jakarta. Duta Rimba 119-120/ XVI.
Gardner, FP, RB Pearce dan RL Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah : Herawati Susilo dan Subiyanto. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Gomez, KA. Gomez AA. 1976. Statisticacl Procedures for Agricultural Research, Los Banos, Philippines : International Rice Research Institute.
Harahap, RMS. 1972. Percobaan Orientasi Vegetatif Beberapa Jenis Pohon. Laporan LPH No. 155. Bogor : Lembaga Penelitian Hutan.
Hartmann HT dan DE Kester. 1968. Plant Propagation Principle and Practices. 2nd
Ed. New Jersey : Prentice Hall International Inc. Englewood Cliffs.
Hartmann HT dan DE Kester. 1983. Plant Propagation Principle and Practise. 4 th
Ed. New York : Prentice Hall International Inc. Englewood.
Hartmann HT dan DE Kester. 1997. Plant Propagation Principle and Practise. 6th
Ed. New Delhi : Prentice Hall International Inc. Englewood.
Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta : CV Rajawali.
Hidayat, EB. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : Penerbit ITB.
Husnaeni, Y 1996. Teknik Rejuvenasi Menggunakan Metoda Rendaman Cabang Dalam Air pada Jenis A. mangium, E. deglupta, E. urophylla dan P. falcataria. Yogyakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Irwanto. 2003. Pengaruh IBA (Indole Butyric Acid) terhadap Keberhasilan Stek Biti (Vitex cofassus Reinw.). http://www.freewebs.com/irwantoshut/ stek_biti.pdf. [14 Desember 2010]
Kementerian Kehutanan RI. 2010. rekapitulasi industri primer hasil hutan kayu kapasitas produksi di atas 6.000 m3/tahun berdasarkan provinsi tahun 2005 - 31 mei 2010. www.dephut.go.id/files/IPHHK_6000_2005-31052010_0.pdf [30 Desember 2010]\
52
Kewilaa B. 2007. Effects of Wood Species and Log Diameter on Veneer Recovery , Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 5 No. 2 Bogor : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kramer, PJ dan TT Kozlowski. 1960. Physiology of Trees. New York : Mc Graw-Hill Book Co. Inc.
Manurung, SO. 1987. Status dan Potensi Zat Pengatur Tumbuh Prospek Penggunaan Rootone-F dalam Perbanyakan Tanaman. Jakarta : Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Departemen Kehutanan.
Moko, H. 2004. Teknik Perbanyakan Tanaman Hutan Secara Vegetatif. Informasi teknis Vol.2 No.1 Bogor : Pusat Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Plantamor, 2008. Informasi Spesies Ares (Duabanga moluccana, Blume), http://www.plantamor.com/index.php?plant=1966. [25 Januari 2011]
Prastowo, NH, JM Roshetko, GES Manurung, E Nugraha, JM. Tukan dan F Harum. 2006. Teknik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. http://www.worldagroforestrycentre.org/sea. [21 Desember 2010]
Pusbang SDH Cepu. 2003. Pengaruh Konsentrasi Hormon Pengatur Tumbuh terhadap Perakaran Stek Pucuk Jati (Tectona grandis). Cepu : Perum Perhutani Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan.
Raharjo, KD. 2004. Pengaruh Pemberian IBA, NAA, Air Kelapa dan Arang Aktif terhadap Induksi Akar Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs secara In Vitro [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Rochiman, K dan SS Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor : Departemen Agronomi Fakultas Pertanian IPB.
Rochimi, DK. 2008. Produksi Bibit Biti (Vitex cofassus Reinw. ex Blume) melalui Pembiakan Vegetatif. [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Salisbury, FB dan CW Ross. 1995. Plant Physiology 3rd Ed. California : Wardworth Publishing Company Belmont. Hal : 309 – 349
Samsijah. 1974. Pengaruh Panjang Stek Terhadap Kemampuan Hidup dan Pertumbuhan Morus multicaulis. Laporan No 178. Bogor : Lembaga Penelitian Hutan.
53
Soerianegara, I. dan E. Djamhuri. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Jurusan Manajemen Hutan, Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Subiakto, A, C Sakai, A Purnomo dan Taufiqurahman. 2005. Teknik Perbanyak Stek Beberapa Spesies Dipterokarp di P3HKA, PT. SBK dan PT. ITCIKU. Prosiding Peran Konservasi Sumberdaya Genetik,Pemuliaan dan Silvikultur dalam Mendukung Rehabilitasi Hutan; Yogyakarta 26 – 27 Mei 2005. Yogyakarta : Proyek ITTO Fakultas Kehutanan UGM.
Subiakto, A. 2007, The Manual of Koffco System Nursery Management, Bogor : Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Tjitrosoepomo, G. 2000. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Watimena, GA. 1992. Hormon Tumbuh Tanaman. Bogor : Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.
Weaver, R. J. 1983. Plant Growth Substances in Agriculture. W. H. Freeman Co. San Fransisco. Pp 119-131.
Wiguna, I. 2007. Berkebun Organik dengan Cocopeat. Trubus. 16 April 2007.
Wiratri, N. 2008. Pengaruh Cara Pemberian Rootone-F dan Jenis Stek Terhadap Induksi Akar Stek Gmelina (Gmelina Arborea Linn). [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Wudianto, R. 1996. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Bogor : Penebar Swadaya.
Yasman, I dan WTM Smits. 1986. Metode Pembuatan Stek Dipterocarpaceae. Samarinda : Balai Penelitian Kehutanan Samarinda.
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Rekapitulasi data pengamatan Pucuk pada perlakuan ZPT 0 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 0 0 0 0 0 0
1-2 11 26 2.58 0.91 0.5729 0.037
1-3 0 0 0 0 0 0
1-4 0 0 0 0 0 0
1-5 28 28 1.52 1.71 0.3586 0.071
1-6 17 25 1.63 1.62 0.4296 0.0695
1-7 21 19 2.68 0.81 0.4382 0.0294
1-8 10 7 2.95 0.53 0.4037 0.023
1-9 15 3 1.23 0.31 0.1517 0.0106
1-10 12.5 16 1.71 1.05 0.2729 0.0371
Total 114.5 124 14.3 6.94 2.6276 0.2776
Rata-rata 11.45 12.4 1.43 0.694 0.26276 0.02776
2-1 0 0 0 0 0 0
2-2 27 9 2.3 1.14 0.4676 0.0427
2-3 22 15 2.24 1.23 0.6472 0.0519
2-4 0 0 0 0 0 0
2-5 23 16 2.02 0.97 0.3763 0.0454
2-6 16 5 1.68 1 0.4905 0.0469
2-7 13 30 3.12 0.82 0.4203 0.0382
2-8 28 7 2.21 1.44 0.3693 0.0604
2-9 12 8 3.22 0.35 0.4061 0.0143
2-10 17 4 2.47 0.72 0.4132 0.0275
Total 158 94 19.26 7.67 3.5905 0.3273
Rata-rata 15.8 9.4 1.926 0.767 0.35905 0.03273
3-1 0 0 0 0 0 0
3-2 20 16 2.65 1.03 0.6475 0.0371
3-3 23 7 1.69 0.96 0.2927 0.0312
3-4 16 58 1.77 0.93 0.374 0.0389
3-5 22 26 1.72 1.06 0.3169 0.0545
3-6 21 20 2.35 1.67 0.5941 0.0795
3-7 21 15 1.99 1.41 0.5393 0.0642
3-8 26 28 1.5 1.22 0.4192 0.0454
3-9 16 34 1.38 1.26 0.4451 0.0518
3-10 0 0 0 0 0 0
Total 165 204 15.05 9.54 3.6288 0.4026
Rata-rata 16.5 20.4 1.505 0.954 0.36288 0.04026
56
Lampiran 2. Rekapitulasi data pengamatan Pucuk pada perlakuan ZPT 500 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 16 12 0.74 0.41 0.1419 0.0175
1-2 23 9 1.17 1.01 0.3444 0.0465
1-3 18 10 1.84 1.18 0.5733 0.0486
1-4 0 0 0 0 0 0
1-5 4 20 1.41 1.43 0.3303 0.0622
1-6 29 16 2.19 0.44 0.3698 0.0155
1-7 24 7 1.77 1.35 0.5235 0.0676
1-8 15 10 0.72 0.48 0.1681 0.0179
1-9 16 10 2.44 0.77 0.5176 0.0314
1-10 20 19 1.06 0.53 0.3189 0.0305
Total 165 113 13.34 7.6 3.2878 0.3377
Rata-rata 16.5 11.3 1.334 0.76 0.32878 0.03377
2-1 23 14 2.22 1.37 0.4819 0.0587
2-2 0 0 0 0 0 0
2-3 0 0 0 0 0 0
2-4 17 12 2.6 1.63 0.6638 0.0656
2-5 13 14 1.93 0.3 0.3871 0.0132
2-6 18 17 1.66 0.98 0.4393 0.0436
2-7 16 9 2.11 0.62 0.3857 0.0201
2-8 18 28 2.25 1.52 0.531 0.0548
2-9 0 0 0 0 0 0
2-10 13 3 0.92 0.17 0.1724 0.0106
Total 118 97 13.69 6.59 3.0612 0.2666
Rata-rata 11.8 9.7 1.369 0.659 0.30612 0.02666
3-1 11 13 1.5 0.29 0.5131 0.0185
3-2 9 18 2.36 0.57 0.2745 0.0093
3-3 12 6 1.57 0.49 0.4097 0.0161
3-4 18 10 2.59 0.34 0.4596 0.0134
3-5 0 0 0 0 0 0
3-6 24 16 2.78 1.72 0.4636 0.07
3-7 14 18 2.19 0.55 0.3059 0.023
3-8 20 9 2.09 1.26 0.2567 0.0384
3-9 25 11 1.31 1.51 0.298 0.0594
3-10 0 0 0 0 0 0
Total 133 101 16.39 6.73 2.9811 0.2481
Rata-rata 13.3 10.1 1.639 0.673 0.29811 0.02481
57
Lampiran 3. Rekapitulasi data pengamatan Pucuk pada perlakuan ZPT 1000 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 9 9 1.78 1.09 0.5141 0.0726
1-2 25 13 1.48 0.88 0.3216 0.0538
1-3 16 7 1.05 0.34 0.2198 0.0223
1-4 19 12 2.34 1.67 0.5875 0.1238
1-5 25 50 0.93 0.24 0.1534 0.0117
1-6 23 18 2 0.8 0.4021 0.0367
1-7 10 13 2.55 0.25 0.4211 0.0155
1-8 8 35 2.04 1.31 0.436 0.075
1-9 16 12 1.07 0.46 0.3022 0.0212
1-10 18 31 1.65 1.17 0.4599 0.0587
Total 169 200 16.89 8.21 3.8177 0.4913
Rata-rata 16.9 20 1.689 0.821 0.38177 0.04913
2-1 19 33 3.87 1.51 0.7258 0.0634
2-2 21 20 2.18 1.66 0.5124 0.0831
2-3 17 3 1.48 0.39 0.2927 0.0155
2-4 23 19 1.64 1.15 0.425 0.0531
2-5 0 0 0 0 0 0
2-6 22 15 1.64 0.98 0.3412 0.0385
2-7 25 17 1.8 1.74 0.3774 0.0646
2-8 24 9 2.23 1.76 0.5346 0.0994
2-9 0 0 0 0 0 0
2-10 13 9 1.7 0.83 0.4087 0.0351
Total 164 125 16.54 10.02 3.6178 0.4527
Rata-rata 16.4 12.5 1.654 1.002 0.36178 0.04527
3-1 11 13 1.97 0.35 0.2662 0.0101
3-2 16 10 2.29 0.51 0.4129 0.0206
3-3 27 28 2.9 1.05 0.6068 0.0488
3-4 0 0 0 0 0 0
3-5 12 17 1.86 0.41 0.402 0.0217
3-6 21 24 2.14 1.15 0.4779 0.0543
3-7 22 11 1.92 0.49 0.3083 0.0188
3-8 0 0 0 0 0 0
3-9 20 20 1.66 1.14 0.5834 0.0557
3-10 21 19 1.36 1.03 0.2641 0.0415
Total 150 142 16.1 6.13 3.3216 0.2715
Rata-rata 15 14.2 1.61 0.613 0.33216 0.02715
58
Lampiran 4. Rekapitulasi data pengamatan Pucuk pada perlakuan ZPT 1500 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 18 19 2.79 0.92 0.7701 0.0388
1-2 13 13 2.75 0.83 0.6759 0.0361
1-3 18 21 3.17 0.72 0.6807 0.0281
1-4 0 0 0 0 0 0
1-5 22 26 1.97 1.1 0.3559 0.0445
1-6 0 0 0 0 0 0
1-7 21 22 3.34 1.22 0.6115 0.041
1-8 19 12 1.89 0.68 0.4288 0.0209
1-9 21 11 2.15 1.18 0.368 0.0448
1-10 19 6 1.63 1.37 0.2878 0.0583
Total 151 130 19.69 8.02 4.1787 0.3125
Rata-rata 15.1 13 1.969 0.802 0.41787 0.03125
2-1 7 15 1.82 0.26 0.282 0.0098
2-2 24 16 1.71 1.47 0.3806 0.0652
2-3 12 22 2.58 0.67 0.5248 0.0207
2-4 24 10 2.14 0.53 0.3943 0.0171
2-5 19 29 2.39 0.64 0.4421 0.0212
2-6 9 13 2.55 0.78 0.4879 0.032
2-7 11 10 2.1 0.45 0.3473 0.0165
2-8 4 6 1.54 0.21 0.1818 0.0074
2-9 23 14 2.42 0.9 0.4567 0.0295
2-10 25 14 2.16 1.27 0.5177 0.0486
Total 158 149 21.41 7.18 4.0152 0.268
Rata-rata 15.8 14.9 2.141 0.718 0.40152 0.0268
3-1 3 9 1.56 0.11 0.3024 0.0024
3-2 24 20 2.61 1.06 0.4676 0.0373
3-3 30 23 1.72 0.41 0.3177 0.0149
3-4 24 12 2.24 1.4 0.4847 0.053
3-5 0 0 0 0 0 0
3-6 0 0 0 0 0 0
3-7 11 10 2.56 0.93 0.4953 0.0387
3-8 20 10 1.81 0.82 0.3545 0.0374
3-9 0 0 0 0 0 0
3-10 20 11 2.15 0.78 0.4343 0.0297
Total 132 95 14.65 5.51 2.8565 0.2134
Rata-rata 13.2 9.5 1.465 0.551 0.28565 0.02134
59
Lampiran 5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 0 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 0 0 0 0 0 0
1-2 0 0 0 0 0 0
1-3 0 0 0 0 0 0
1-4 0 0 0 0 0 0
1-5 0 0 0 0 0 0
1-6 0 0 0 0 0 0
1-7 0 0 0 0 0 0
1-8 0 0 0 0 0 0
1-9 0 0 0 0 0 0
1-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
2-1 0 0 0 0 0 0
2-2 0 0 0 0 0 0
2-3 0 0 0 0 0 0
2-4 0 0 0 0 0 0
2-5 0 0 0 0 0 0
2-6 0 0 0 0 0 0
2-7 0 0 0 0 0 0
2-8 0 0 0 0 0 0
2-9 0 0 0 0 0 0
2-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
3-1 0 0 0 0 0 0
3-2 0 0 0 0 0 0
3-3 0 0 0 0 0 0
3-4 0 0 0 0 0 0
3-5 0 0 0 0 0 0
3-6 0 0 0 0 0 0
3-7 0 0 0 0 0 0
3-8 0 0 0 0 0 0
3-9 0 0 0 0 0 0
3-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
60
Lampiran 5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 500 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 0 0 0 0 0 0
1-2 0 0 0 0 0 0
1-3 0 0 0 0 0 0
1-4 0 0 0 0 0 0
1-5 0 0 0 0 0 0
1-6 0 0 0 0 0 0
1-7 0 0 0 0 0 0
1-8 0 0 0 0 0 0
1-9 0 0 0 0 0 0
1-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
2-1 0 0 0 0 0 0
2-2 0 0 0 0 0 0
2-3 0 0 0 0 0 0
2-4 0 0 0 0 0 0
2-5 0 0 0 0 0 0
2-6 0 0 0 0 0 0
2-7 0 0 0 0 0 0
2-8 0 0 0 0 0 0
2-9 0 0 0 0 0 0
2-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
3-1 0 0 0 0 0 0
3-2 0 0 0 0 0 0
3-3 0 0 0 0 0 0
3-4 0 0 0 0 0 0
3-5 0 0 0 0 0 0
3-6 0 0 0 0 0 0
3-7 0 0 0 0 0 0
3-8 0 0 0 0 0 0
3-9 0 0 0 0 0 0
3-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
61
Lampiran 5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 0 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 0 0 0 0 0 0
1-2 0 0 0 0 0 0
1-3 0 0 0 0 0 0
1-4 0 0 0 0 0 0
1-5 0 0 0 0 0 0
1-6 0 0 0 0 0 0
1-7 0 0 0 0 0 0
1-8 0 0 0 0 0 0
1-9 0 0 0 0 0 0
1-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
2-1 0 0 0 0 0 0
2-2 0 0 0 0 0 0
2-3 0 0 0 0 0 0
2-4 0 0 0 0 0 0
2-5 0 0 0 0 0 0
2-6 0 0 0 0 0 0
2-7 0 0 0 0 0 0
2-8 0 0 0 0 0 0
2-9 0 0 0 0 0 0
2-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
3-1 0 0 0 0 0 0
3-2 0 0 0 0 0 0
3-3 0 0 0 0 0 0
3-4 0 0 0 0 0 0
3-5 0 0 0 0 0 0
3-6 0 0 0 0 0 0
3-7 0 0 0 0 0 0
3-8 0 0 0 0 0 0
3-9 0 0 0 0 0 0
3-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
62
Lampiran 5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 1500 ppm
Nomor ulangan
Panjang akar (Cm)
Jumlah akar
(n)
Berat basah pucuk
(gr)
Berat basah akar(gr)
Berat kering pucuk
(gr)
Berat kering akar(gr)
1-1 0 0 0 0 0 0
1-2 0 0 0 0 0 0
1-3 0 0 0 0 0 0
1-4 0 0 0 0 0 0
1-5 0 0 0 0 0 0
1-6 0 0 0 0 0 0
1-7 0 0 0 0 0 0
1-8 0 0 0 0 0 0
1-9 0 0 0 0 0 0
1-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
2-1 0 0 0 0 0 0
2-2 0 0 0 0 0 0
2-3 0 0 0 0 0 0
2-4 0 0 0 0 0 0
2-5 0 0 0 0 0 0
2-6 0 0 0 0 0 0
2-7 0 0 0 0 0 0
2-8 0 0 0 0 0 0
2-9 0 0 0 0 0 0
2-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0
3-1 0 0 0 0 0 0
3-2 0 0 0 0 0 0
3-3 0 0 0 0 0 0
3-4 0 0 0 0 0 0
3-5 0 0 0 0 0 0
3-6 0 0 0 0 0 0
3-7 0 0 0 0 0 0
3-8 0 0 0 0 0 0
3-9 0 0 0 0 0 0
3-10 0 0 0 0 0 0
Total 0 0 0 0 0 0
Rata-rata 0 0 0 0 0 0