Upload
vanbao
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE UNTUK MENGHINDARI FINANCIAL DISTRESS
DENGAN VARIABEL KONTROL UKURAN PERUSAHAAN DAN SUMBER PENDANAAN
(Studi pada Perusahaan Go Publik Non Sektor Keuangan yang Listed di BEI)
Oleh
Nidia Galuh Hendriani
NIM: 107081001394
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432/2011 M
PENGARUH PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE UNTUK MENGHINDARI FINANCIAL DISTRESS
DENGAN VARIABEL KONTROL UKURAN PERUSAHAAN DAN SUMBER PENDANAAN
(Studi pada Perusahaan Go Publik Non Sektor Keuangan yang Listed di BEI)
Oleh
Nidia Galuh Hendriani
NIM: 107081001394
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432/2011 M
PENGARUH PENERAPAN COKPORATE GOVERNANCEUNTUK MENGHINDARI FINANCIAL DIS TRESS
DENGAI\ VARTABEL KOI\TROL UKURAN PERUSAHAANDAI{ SUMBER PENDANAAN
(Studi pada Ferusahaan Go publik Non Sektor Keuanganyang Listed di BEI)
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
untuk Memenuhi syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Nidia Galuh HendrianiNIM: 107081001394
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ahmad Dumvati Bashori. i\{ANIP: 19100106200312 I 001
i\{uniatv Aisvah. N{N{
NIP: 19780307 20110i 2 003
UNI\/ERSITAS ISLANI NEGERI SYARIF' IIIDAYATULLAHJAI{.4.RTA
1432 Ht2011I)r
\
LENIBAR PENGESAHAN UJIAN KOI\{PREI{EI{SIF'
Hari ini, Rabu, 25 Ap'il 2011 telah dilakukan ujian Kompreirensif atasmahasiswa:
1 Nama :Nidia Galuh Hendriani
2. NIM :107081001394
3. Jurusan : Manajemen
4. Judul Skripsi :pENGARUH PENERAPAN COR\ORATEGOI/ERNAIICd UNTUK MENGHINDARI FINANCIALDISTRESS DENGAN VARIABEL KONTROLUKURAN PERUSAHAAN DAN SUMBERPENDANAAN (Studi pada perusahaan Go publik NonSektor Keuangan yang Listed di BEI).
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yangbersangkutan selama proses ujian komprehensif maka diputuskan bahwamahasiswa tersebut di atas dinyatakan rurus dan diberi kesempatan untukmelanjutan ke tahap Ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar Sarjana Ekonom i pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis ljniversitas IslamNegeri Sy.arif Hidayatullah I akarta.
Jakarta, 25 Apil20ll
l. Prof, Dr. Ahmad Rodoni
NIP. 19690203 200112 | 003
2. Leis Suzanawaty, SE, M.Si.
NIP. 19720809 200s01 2 004
I
3. Titi Dewi Warninda, SE. M.Si.
NIP. 19731221200s01 2 002
,--I: &4,Ketua -#-'
M^r ,Sekretaris
Penguji Ahli
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Rabu, 8 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama2. NIM3. Jurusan4. Judul Skripsi
Nidia Galuh Hendriani1 07081001394ManajemenPENGARUH PENERAPAN COftP O RATE
GOVERNANCE LTNTUK MENGHINDARI FINANCIALD/SZRESS DENGAN VARIABEL KONTROL UKURANPERUSAHAAN DAN SUMBER PENDANAAN (StUdi
Pada Perusahaan Go Publik Non Sektor Keuangan yangListed di BED
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yangbersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswatersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,8 Juni 2011
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MSNrP. 19s706t7 r98s03 r 002
2. Suhendra, S.Ag, MMNIP. 1971t206200312 1 001
3. Indo YamaNasaruddin, SE, MABNIP. 19741r27 200ll2I 002
4. Dr. Ahmad Dumyati Bashori, MA
NrP. 19700106200312 1 001
5. Muniaty Aisyah, MM
NrP. 19780307 201101 2 003
Ketua
Sekretaris
a{,'wyPembimbing I
Pembimbing II
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nidia Galuh Hendriani
1 0708 1 001 934
Ekonomi dan Bisnis
Manajemen
Nama
No. Induk Mahasiswa
Fakultas
Jurusan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggu n gj awabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin
dari pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data'
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini'
.likalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bahwa saya telah
melanggar pernyatan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang
berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta'
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya'
cinut{, 20 M3l 2011
'Tqhffi w"'':_'''"'*'Y'."'!d-091 D9AAF4561rw-. uu-"v,"p$ \.
Q.{idia Galuh Henoriani)
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Nidia Galuh Hendriani
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Agustus 1989
Agama : Islam
Alamat : Komp. Villa Mutiara JL. Mutiara III Blok: KK no. 24,
Sawah Baru, Ciputat, Tangerang.
Telp / Hp : (021) 7412571/085780078991
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2007-2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2004-2007 : SMAN 29 Jakarta
2001-2004 : SMPN 161 Jakarta
1995-2001 : SDN Ciputat VI
iii
ABSTRACT
There were some researches who analyze about prediction of firm financial distress which used companies financial ratio as the variable, but few researches which used corporate governance data as the variable. The financial distress condition hapenned before bankruptcy.
The purpose of this research was to know the influenced of corporate governance to financial distress. This research used binary logistic regression, a hypothesis which showed that corporate governance influenced financial distress. The variable to proxy for corporate governance used in this research was managerial ownership, institutional ownership, the shareholding of the second largest shareholder, the number of board directors, public ownership, founder participation, and ownership dispersion. The sample consisteed of 10 companies which were delisted from 2005 until 2008 and 31 companies listed from 2001 until 2005, which choosen by the purposive sampling method.
From the result of this sudy showed that variables of corporate governance simultaneously influenced financial distress and partially also influenced finacial distress as shoen by intitutional ownership, the shareholding of the second largest sharholder, and ownership dispersion”.
Keywords : corporate governance, financial distress, and binary logistic regression.
iv
ABSTRAK
Telah banyak penelitian yang meneliti tentang prediksi financial distress pada perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan perusahaan sebagai variabel, tetapi sedikit yang menggunakan data corporate governance sebagai variabelnya. Kondisi financial distress terjadi sebelum kebangkrutan.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap financial distress. Penelitian ini menggunakan regresi logistik binary, dimana hipotesisnya menunjukkan bahwa corporate governance mempengaruhi financial distress. Variabel corporate governance yang digunakan sebagai proksi dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri, dan penyebaran kepemilikan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 perusahaan yang delisted pada tahun 2005 sampai 2008 dan 31 perusahaan yang masih terdaftar dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 yang dipilih dengan metode purposive sampling.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel corporate governance berpengaruh terhadap financial distress dan secara parsial juga berpengaruh terhadap financial distress yang ditunjukkan oleh variabel “kepemilikian institusional, pemegang saham terbesar kedua, dan penyebaran kepemilikan”. Kata kunci: corporate governance, financial distress dan regresi logistik binary.
v
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Meskipun demikian, penulis telah
berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan
benar.
Pada kesempatan ini, penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Papah dan Mamah tercinta, Bapak H. Pansuri dan Ibu Hj. Hendriyati yang
selalu memberi dukungan, baik moril maupun materil tanpa henti pada
penulis. Terima kasih untuk papah dan mamah atas kasih sayang dan cinta
serta doa yang tidak pernah putus dan selalu setia mendampingi saat penulis
mulai kehilangan semangat. Semua jerih payah ini, penulis dedikasikan selalu
untuk Papah dan Mamah.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan satu Uin Jakarta.
4. Bapak Dr. Ahmad Dumyati Bashori, LC, MA, selaku Dosen Pembimbing
utama dan Ibu Muniaty Aisyah, MM selaku Dosen Pembimbing kedua yang
telah bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan petunjuk,
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Terima kasih kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Uin Jakarta.
vi
6. Kakak dan Adik tersayang, Hizratul Chairita, Nadia Galuh Hendriana, dan
Emma Silmy Akmaliya, yang selalu memberi semangat serta dukungannya
kepada penulis. Terima kasih Booya, ayu, mimi.
7. Bimo Ali Guntoro, terima kasih untuk support semangat dan bantuannya
kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat penulis, Pingkan Prawitasari, Wulan Praditasari, Achmad
Wirman Chauzi, Bangga Syahmadan, dan M. Doli terima kasih atas semua
semangat, dukungan dan waktu-waktu yang menyenangkan selama ini.
9. Sahabat-sahabat Manajemen Keuangan B angkatan 2007 (agus, ria, rizki, adit,
bimo, ariyanto, emily, elvin, umi, dedi, lingga, andri, dery, dll) terima kasih
untuk semangat dan untuk waktu yang menyenangkan yang telah kita lewati
bersama.
10. Sahabat-sahabat Manajemen B angkatan 2007 (zadi, dini, novi, chaca, ayucil,
haikal, adisu, jeje, dll), terima kasih untuk waktu-waktu yang telah kita lewati
bersama.
11. Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta; staf administrasi,
keuangan dan perpustakaan.
12. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril
maupun materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari seluruh pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, Mei 2011
Penulis
Nidia Galuh Hendriani
vii
DAFTAR ISI
Hal
COVER
COVER Dalam
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................... ii
ABSTRACT...................................................................................................... iii
ABSTRAK........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... v
DAFTAR ISI..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian…………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah………………………………………....... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitiaan……………………………… 9
1. Tujuan Penelitian……………………………………….. 9
2. Manfaat Penelitian……………………………………… 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Good Corporate Governance, Financial Distress
1. Good Corporate Governance…………………......................... 11
1.1 Pengertian Good Corporate Governance…………….……. 11
1.2 Latar Belakang Good Corporate Governance……………… 14
1.3 Prisip Utama Good Corporate Governance..……… ……… 16
viii
1.4 Manfaat Good Corporate Governance………....………….. 20
1.5 Tahap-tahap Penerapan Corporate Governance……..…….. 21
1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Good Corporate Governance………………………………… 26
1.7 Struktur Corporate Governance di Indonesia........................... 28
1.8 Mekanisme Good Corporate Governance................................ 29
1.9 Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia..... 36
2. Financial Distress (Kesulitan Keuangan) Perusahaan.................. 37
2.1 Definisi Financial Distress...................................................... 37
2.2 Penyebab Financial Distress Perusahaan................................. 43
2.3 Akibat Dari Financial Distress................................................ 46
3. Perseroan Terbatas......................................................................... 47
4. Hubungan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
dengan Kesulitan Keuangan (Financial Distress)……………….. 50
5. Variabel Kontrol dalam Financial Distress.................................... 51
B. Penelitian Terdahulu……………………........................................... 59
C. Kerangka Pemikiran………………………………………………… 61
D. Hipotesis……………………………………………………………. 63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………… 64
B. Metode Penentuan Sampel…………………………………….. 65
C. Metode Pengumpulan Data……………………………………. 69
D. Metode Analisis……………………………………………….. 70
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian................................... 75
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas gambaran Objek Penelitian.............................................. 79
1. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia (BEI)....................... 79
2. Deskripsi Objek Penelitian....................................................... 81
ix
B. Analisis dan Pembahasan............................................................. 88
1. Analisis Statistik Deskriptif..................................................... 88
2. Analisis Regresi Logistik Binary…………….......................... 93
3. Hasil Pengujian Hipotesis...................................... ................... 100
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan………………………………….……..........….….. 118
B. Saran………………………………………………………....… 119
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………................. 120
x
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Hal
Tabel 3.1 Sampel perusahaan yang mengalami financial distress................... 66
Tabel 3.2 Sampel perusahaan yang tidak mengalami financial distress.......... 67
Tabel 4.1 Distribusi perusahaan yang mengalami delisted.............................. 82
Tabel 4.2 Distribusi perusahaan yang sehat.................................................... 83
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ukuran dewan Direksi secara keseluruhan.... 84
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Partisipasi Pendiri secara Keseluruhan.......... 85
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penyebaran Kepemilikan
secara Keseluruhan.......................................................................... 86
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi Sumber Pendanaan secara Keseluuruhan....... 87
Tabel 4.7 Hasil Uji Statistik Deskriptif.......................................................... 88
Tabel 4.8 Hosmer and Lemeshow Test........................................................... 94
Tabel 4.9 Overall Model Fit Test..................................................................... 95
Tabel 4.10 Model Summary.............................................................................. 96
Tabel 4.11 Variables in the Equation................................................................ 99
Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi Logistik...................................................... 117
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Hal
Gambar 2.1 Struktur Corporate Governance di Indonesia................................ 29
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran....................................................................... 62
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Hal
Lampiran 1 Hasil Uji Statistik Deskriptif.............................................. 124
Lampiran 2 Hasil Uji Regresi Logistik.................................................. 125
Lampiran 3 Data variabel Kepemilikan Manajerial
(dalam persentase).............................................................. 130
Lampiran 4 Data variabel Kepemilikan Institusional
(dalam persentase).............................................................. 132
Lampiran 5 Data variabel Pemegang Saham Terbesar Kedua
(dalam persentase)............................................................. 134
Lampiran 6 Data Variabel Ukuran Dewan Direksi (dummy variabel).. 136
Lampiran 7 Data Varaibel Kepemilikan Publik (dalam persentase).... 138
Lampiran 8 Data Variabel Partisipasi Pendiri (dummy variabel)......... 140
Lampiran 9 Data Variabel Penyebaran Kepemilikan
(dummy variabel)............................................................... 142
Lampiran 10 Data Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan
(dalam logaritma natural total asset).................................. 144
Lampiran 11 Data Variabel kontrol Sumber Pendanaan
(dummy variabel)................................................................ 146
Lampiran 12 Data variabel dependen kondisi financial distress
perusahaan (dummy variabel).............................................. 148
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia bisnis yang semakin berkembang memicu pelaku bisnis
untuk berusaha menjadi lebih baik dalam menjalankan fungsi manajemen
perusahaannya. Fungsi manajemen tersebut meliputi planning, organizing,
leading, dan controlling. Dengan menjalankan fungsi manajemen secara
baik, maka kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan efektif
dan efisien, perusahaan dapat mencapai laba yang optimal dan dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya sehingga memperoleh kepercayaan
dari stakeholders.
Perusahaan didirikan dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan
melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.
Namun di lain pihak manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai
tujuan yang berbeda terutama dalam hal peningkatan prestasi individu dan
kompensasi yang akan diterima. Jika manajer perusahaan melakukan
tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan
kepentingan investor, maka akan menyebabkan jatuhnya harapan para
investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah mereka
tanamkan. Oleh karenanya dibutuhkan adanya suatu perlindungan
2
terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut
(Almilia dan Sifa, 2006).
Hui dan Jing Jing (2008) sekalipun perusahaan secara umum
berjalan mulus, biasanya mengalami periode financial distress. Kesulitan
keuangan biasanya dianggap sebagai situasi yang memalukan karena tidak
mampu membayar beban atau hutang jatuh tempo karena masalah
likuiditas, equity/modal yang tidak cukup, kegagalan dalam debt/utang dan
kurangnya aktiva lancar. Biaya financial distress ada dua yaitu biaya
langsung dan tidak langsung. Biaya langsung meliputi berkurangnya asset
yang disebabkan konflik antara pemilik dan kreditor, biaya legal dan biaya
administratif lainnya.
Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial distress sebagai
tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi (Almilia, 2006:1).
Penelitian mengenai sistem atau metode guna memberikan
peringatan dini (early warning) tentang terjadinya financial distress telah
banyak dilakukan, dimana sistem ini memberikan peringatan berdasarkan
isi dari laporan keuangan dan informasi lain yang terkait. Namun laporan
keuangan biasanya bersifat ex-post dan juga telah mengalami proses
window dressing agar bisa tampil cantik dan memenuhi harapan pemegang
saham. Maka kita perlu mencari sumber informasi lain yang bersifat ex-
3
ante agar mampu digunakan untuk memprediksi terjadinya financial
distress (Tsun Siou Lee dan Yin Hua yeh, 2001).
Penelitian Wijanti (2007) menyatakan bahwa perusahaan perlu
memahami pentingnya faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kondisi
kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya dapat
menyebabkan berhentinya operasi suatu perusahaan. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan adalah besarnya hutang yang dipakai, baik buruknya
pengelolaan perusahaan serta memahami ciri industri.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tahun
2001, Tata kelola perusahaan atau sering disebut sebagai corporate
governance telah diyakini sebagai salah satu faktor utama yang
menimbulkan krisis finansial Asia di tahun 1997. FCGI juga
mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan (Masruddin, 2007).
Daniri (2005) menyatakan bahwa sulit dipungkiri selama sepuluh
tahun terakhir ini, istilah Good Corporate Governance (GCG) kian
populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga ditempatkan di posisi
terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan
4
untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus
memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan
Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan
penerapan GCG (Kaihatu,2006).
Di lain pihak Johson, Boone, Breach dan Friedman (1999)
menyatakan bahwa variabel-variabel corporate governance lebih mampu
dalam menjelaskan terjadinya krisis ekonomi 1997 daripada variabel-
variabel ekonomi makro. Mereka juga menunjukkan bahwa prospek
ekonomi yang kurang cerah membuat masalah agensi menjadi makin
parah, dan selanjutnya membuat bursa saham crash dan terjadi depresiasi
terhadap mata uang, terutama pada negara-negara yang penerapan
corporate governancenya lemah (Masruddin, 2007).
Claessens, Djankov dan Ferri (1999) dalam Wijantini (2007),
menyatakan masalah tata kelola perusahaan muncul karena lemahnya
struktur pengawasan perusahaan terutama kurangnya pengawasan dari
pemegang saham, dewan komisaris dan bank kreditur. Tingginya
konsentrasi kepemilikan dan struktur kepemilikan yang berorientasi pada
hubungan keluarga mengakibatkan keputusan stratejik perusahaan masih
berada pada anggota keluarga.
Sekalipun bukti empiris yang ada mendukung hipotesa yang
menyatakan bahwa corporate governance yang lemah akan cenderung
untuk mengurangi nilai korporat, namun masih belum jelas apakah
5
corporate governance yang lemah akan menimbulkan peluang bagi
terjadinya financial distress. Financial distress bisa menimbulkan
kepailitan, likuidasi atau perubahan-perubahan signifikan pada kendali
yang bisa memangkas aliran dari besarnya sewa yang diperkirakan akan
dihasilkan oleh ekspropriasi. Pada umunya, pihak controlling shareholder
cenderung akan mengalihkan kekayaan bagi kepentingannya sendiri
semaksimal mungkin (Masruddin, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko dari financial distress
antara lain: sensitivitas pendapatan perusahaan terhadap aktivitas ekonomi
secara keseluruhan, proporsi biaya tetap terhadap biaya variabelnya,
likuiditas dan kondisi pasar dari asset perusahaan, kemampuan kas
terhadap bisnis perusahaan. Dengan diadakannya penelitian tentang
financial distress dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi krisis atau
kebangkrutan.
Sudah banyak peneliti yang sudah melakukan penelitian tentang
prediksi financial distress pada perusahaan-perusahaan. Penelitian dalam
memprediksi financial distress banyak informasi yang dapat dijadikan
bahan acuan seperti dengan menggunakan variabel-variabel akuntansi
maupun dengan menggunakan variabel corporate governancenya.
6
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Tsun-Siou Lee dan Yin-Hua
Yeh pada tahun 2001, mereka meneliti tentang Corporate Governance and
Financial Distress:Evidances from Taiwan. Dalam penilitian ini mereka
meneliti tentang hubungan corporate governance dan financial distress
dengan mengambil sampel negara yaitu perusahaan-perusahaan publik
yang berada di Taiwan. Dengan menggunakan variabel corporate
governance, mereka menyimpulkan bahwa perusahaan publik di Taiwan
biasanya dikendalikan oleh keluarga. Variabel corporate governance yang
digunakan adalah variabel struktur kepemilikan dan komposisi dewan.
Hasil dari penelitian mereka membuktikan bahwa variabel-variabel
tersebut di atas positif berkaitan dengan risiko kesulitan keuangan.
Penelitian lain diteliti oleh Masruddin tahun 2007, beliau meneliti
tentang Pengaruh Corporate Governance terhadap Financial Distress
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEJ). Dalam
penelitian ini variabel-variabel corporate governance yang digunakan
adalah rasio saham yang dimiliki manajer (kepemilikan manajerial), rasio
saham yang dimiliki institusi (kepemilikan institusional), besarnya andil
pemegang saham terbesar kedua, partisipasi pendiri, ukuran dewan direksi,
kepemilikan publik, penyebaran kepemilikan. Dari penelitian ini
menemukan bahwa variabel-variabel corporate governance secara
simultan dapat mempengaruhi financial distress dan secara parsial juga
dapat mempengaruhi financial distress yang terbukti pada variabel ukuran
dewan direksi, partisipasi pendiri, dan kepemilikan publik.
7
Bukti-bukti ini mengindikasikan bahwa variabel-variabel
corporate governance dapat menjadi bahan penelitian dalam memprediksi
akan terjadinya financial distress.
Berdasarkan latar belakang masalah mengenai pengaruh corporate
governance terhadap fianancial distress peneliti tertarik untuk meneliti
financial distress dengan menggunakan variabel-variabel corporate
governance berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, sampel
yang digunakan adalah perusahaan go public non sektor keuangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti
merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Masruddin (2007)
yang melakukan penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu yaitu :
Claessens, Djankov dan Klapper (1999) dan Tsun Sion Lee dan Yin Hua
Yeh (2001).
Adapun perbedaan penelitian terletak pada periode tahun dan
sektor industri yang diteliti. Jika dalam penelitian sebelumnya Masruddin
(2007) menggunakan sampel industri manufaktur dengan periode tahun
1996 sampai 2002, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan sampel
perusahaan go publik non sektor keuangan yang terdaftar di Bursa efek
Indonesia dengan periode tahun 2001 sampai 2008. Kemudian variabel
corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan
direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri, dan penyebaran
kepemilikan. Variabel corporate governance digunakan sebagai variabel
8
independen dan variabel dependen terdiri dari 2 kategori diantaranya (0)
sebagai perusahaan yang mengalami financial distress dan (1) sebagai
perusahaan yang tidak mengalami financial distress.
Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu luas pembahasannya
maka peneliti membatasi masalah pada pembagian kriteria sampel yang
digunakan, yaitu :
1. Perusahaan go publik non sektor keuangan yang delisted di BEI
pada tahun 2008, 2007, 2006, dan 2005
2. Perusahaan go publik non sektor keuangan yang memiliki laporan
keuangan lima tahun terakhir sebelum delisted
Sebagai sampel pembanding adalah perusahaan go publik non
sektor keuangan yang masih terdaftar (listed) di BEI yang memiliki
laporan keuangan lima tahun terakhir, yaitu tahun 2001 sampai dengan
tahun 2005. Data laporan keuangan tahun 2001-2005 merupakan data yang
akan diolah.
9
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian terdahulu
yang dikemukakan sebelumnya terlihat terdapat beberapa variabel
corporate governance yang dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh
financial distress suatu perusahaan. Dalam penelitian ini peneliti ingin
menemukan bukti pengaruh bahwa dengan menggunakan variabel
corporate governance dapat memprediksi financial distress. Maka
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
“Apakah terdapat pengaruh corporate governance terhadap financial
distress?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh penerapan
corporate governance untuk meghindari financial distress.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan Go Publik
Memberikan informasi bagi perusahaan mengenai
penerapan Good Corporate Governance dalam
memprediksi financial distress, serta diharapkan dapat
menjadi masukan untuk memprediksi financial distress
serta diharapkan dapat menjadi masukan untuk
10
memperbaiki kelemahan perusahaan dan meningkatkan
kemajuan yang telah dicapai oleh perusahaan.
b. Bagi Investor
Investor dapat mengambil keputusan yang menyangkut
investasinya dengan melihat penerapan Good Corporate
Governance pada perusahaan untuk memprediksi financial
distress.
c. Bagi Institusi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi
dalam ilmu pengetahuan khususnya di bidang manajemen
keuangan dan sebagai perbandingan untuk penelitian
sejenis selanjutnya.
d. Bagi Peneliti
Peneliti mengetahui bagaimana pengaruh dari variabel
corporate governance yang dapat digunakan untuk
memprediksi financial distress suatu perusahaan dan
sebagai media pembelajaran bagi penulis guna memperoleh
pengetahuan yang lebih luas khususnya di dalam bidang
manajemen keuangan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Good Corporate Governance, Financial Distress dan Perseroan
Terbatas
1. Good Corporate Governance
1.1 Pengertian Good Corporate Governance
Komite Cadbury (1992) mendefinisikan corporate governance
sebagai:
Corporate governance adalah sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh
perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan
pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan
dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer,
pemegang saham, dan sebagainya (Surya dan Yustiviandana,
2008:24).
Pengertian corporate governance menurut Turnbull report di
Inggris (April 1999) yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma (2003)
dalam Effendi (2008:1) adalah sebagai berikut :
12
“Corporate governance is a company’s system of internal control,
which has as its principal aim the management of risks that are
significant to the fulfillment of its business objectives, with a view
to safe guarding the company’s assets and enhancing over time the
value of the shareholders investment”. (Berdasarkan pengertian di
atas, corporate governance didefinisikan sebagai suatu sistem
pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama
mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya
melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai
investasi pemegang saham dalam jangka panjang).
Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor KEP-117/M-MBU/2002 dalam Surya dan Yustiavandana
(2008:25), corporate governance adalah suatu proses dari struktur
yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan
nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
Center for European Policy Studies (CEPS), mendefinisikan
Good Corporate Governance merupakan seluruh sistem yang
dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik
yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai
13
catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas
kepada shareholders saja (James D. Wolfensohn, 1999).
Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan good corporate
governance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan
kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan (Effendi, 2008:1).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good
Corporate Governance yaitu (James D. Wolfensohn, 1999):
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis
tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham
dan para stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan
atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi
munculnya dua peluang pengelolaan yang salah dan
penyalahgunaan asset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan
perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Good Corporate Governance secara singkat dapat diartikan
sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi
14
para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan karena good
corporate governance dapat mendorong terbentuknya pola
kerja manajemen yang bersih, transparan dan profesional.
1.2 Latar Belakang Good Corporate Governance
Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia
yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
tahun 2006, menjelaskan bahwa:
Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance (KNKG) yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 telah
mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang
pertama. Pedoman tersebut telah beberapa kali disempurnakan,
terakhir pada tahun 2001. Berdasarkan pemikiran bahwa suatu
sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki karakteristik yang
sama, maka pada awal tahun 2004 dikeluarkan Pedoman Good
Corporate Governance Perbankan Indonesia dan pada awal tahun
2006 dikeluarkan Pedoman Good Corporate Governance
Perasuransian Indonesia. Sejak Pedoman Good Corporate
Governance dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses
pembahasan pedoman Good Corporate Governance sektor
perbankan dan sektor perasuransian, telah terjadi perubahan-
perubahan yang mendasar, baik di dalam negeri maupun luar
15
negeri. Walaupun peringkat penerapan Good Corporate
Governance di dalam negeri masih sangat rendah, namun semangat
menerapkan Good Corporate Governance di kalangan dunia usaha
dirasakan ada peningkatan.
Perkembangan lain yang penting dalam kaitan dengan
perlunya penyempurnaan Pedoman Good Corporate Governance
adalah adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1999
yang di Indonesia berkembang menjadi krisis mutidimensi yang
berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain terjadi karena banyak
perusahaan yang belum menerapkan Good Corporate Governance
secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika bisnis.
Oleh karena itu, etika bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal
penting yang dituangkan dalam bab tersendiri. Di luar negeri
terjadi pula perkembangan dalam penerapan Good Corporate
Governance. Organisation for Economic Cooperation and
Development (OECD) telah merevisi Principles of Corporate
Governance pada tahun 2004. Tambahan penting dalam pedoman
baru Organisation for Economic Cooperation and Development
adalah adanya penegasan tentang perlunya penciptaan kondisi oleh
pemerintah dan masyarakat untuk dapat dilaksanakannya Good
Corporate Governance secara efektif.
16
Dengan latar belakang perkembangan tersebut, maka pada
bulan November 2004, Pemerintah dengan Keputusan Menko
Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 telah
menyetujui pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite
Korporasi. Dengan telah dibentuknya Komite Nasional Kebijakan
Governance, maka Keputusan Menko Ekuin Nomor:
KEP/31/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance dinyatakan tidak
berlaku lagi.
1.3 Prinsip Utama Good Corporate Governance
Asas-asas dasar penerapan good corporate governance
yang dikemukakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah
sebagai berikut (www.kpk.go.id) :
a. Keterbukaan Informasi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis,
perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga
17
hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya
b. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu
perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
c. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan
serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan
sebagai good corporate citizen.
d. Kemandirian (Independency)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai
18
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Kestaraan dan Kewajaran (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran.
Asas-asas dasar good corporate governance ini diharapkan
menjadi titik rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam
membangun framework bagi penerapan good corporate
governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal asas-asas ini
dapat menjadi guaidance atau pedoman dalam mengelaborasi best
practices bagi peningkatan nilai dan kelangsungan hidup
perusahaan.
Dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip
Good Corporate Governance harus mencerminkan pada hal-hal
sebagai berikut (Dyah dan Budi, 2007):
a. Transparansi
Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-Undang
seperti misalnya mengemukakan pendirian PT dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia ataupun Surat
Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan
menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalam
19
hal penerapan management keterbukaan, informasi
kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas dan tepat waktu
baik kepada shareholders maupun stakeholder.
b. Akuntabilitas
Adanya keterbukaan informasi dalam bidang finansial
dalam hal ini ada dua pengendalian yang dilakukan oleh
direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional
perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan
terhadap jalannya perusahaan oleh direksi, termasuk
pengawasan keuangan. Sehingga sudah sepatutnya dalam
suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak diperlukan
kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya
mekanisme, peran dan tanggung jawab jajaran manajemen
yang profesional atas semua keputusan dan kebijakan yang
diambil sehubungan dengan aktivitas operasional
perusahaan.
c. Responsibility
Pertanggungjawaban perseroan baik kepada shareholders
maupun stakeholder dengan tidak merugikan kepentingan
para shareholders maupun anggota masyarakat secara luas.
Yang ditekankan dalam UU ini perseroan haruslah
berpegang pada hukum yang berlaku.
20
d. Fairness
Prinsip keadilan menjamin bahwa setiap keputusan dan
kebijakan yang diambil adalah demi kepentingan seluruh
pihak yang berkepentingan baik itu pelanggan,
shareholders ataupun masyarakat luas.
1.4 Manfaat Good Corporate Governance
Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat
(FCGI, 2001), yaitu:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya
proses pengambilan keputusan yang lebih baik,
meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih
murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang
pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholders’s values dan dividen.
21
Menurut Tri Gunarsih (2003), esensi corporate governance
adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui superfisi atau
pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas
manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan
lainnya, berdasarkan kerangka aturan yang berlaku. Untuk
meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite
audit, serta remunerisasi eksekutif. Good Corporate Governance
memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan
berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances
di perusahaan (Vinanta, 2010).
Manfaat bagi perusahaan Publik yang menerapkan Good
Corporate Governance adalah (Suhendah, 2003) :
a. Terciptanya suatu pola hubungan yang baik dan terbuka
antara manajer dan karyawan dalam rangka meningkatkan
kinerja masing-masing untuk mencapai tujuan perusahaan.
b. Membentuk keseimbangan antara karakter dan kapabilitas
setiap individu dalam perusahaan.
1.5 Tahap-tahap Penerapan Corporate Governance
Menurut Chinn (2000) dan Shaw (2003) dalam Kaihatu (2006),
pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan Good Corporate Governance menggunakan
pentahapan berikut :
22
a. Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness
building, 2) Good Corporate Governance assessment, dan
3) Good Corporate Governance manual building.
Awareness building merupakan langkah awal untuk
membangun kesadaran mengenai arti penting Good
Corporate Governance dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta
bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.
Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok. Good Corporate
Governance Assessment merupakan upaya untuk mengukur
atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam
penetapan Good Corporate Governance saat ini.
Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level
penerapan Good Corporate Governance dan untuk
mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang
kondusif bagi penerapan Good Corporate Governance
secara efektif. Dengan kata lain, Good Corporate
Governance assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi
aspek-aspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih
dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk
23
mewujudkannya. Good Corporate Governance manual
building, adalah langkah berikut setelah Good Corporate
Governance assessment dilakukan.
Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan
perusahaan dan upaya indentifikasi prioritas penerapannya,
penyusunan manual atau pedoman implementasi Good
Corporate Governance dapat disusun. Penyusunan manual
dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen
dari luar perusahaan.
b. Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki Good Corporate
Governance manual, langkah selanjutnya adalah memulai
implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3
langkah utama yakni :
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan
kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang
terkait dengan implementasi Good Corporate
Governance khususnya mengenai pedoman
penerapan Good Corporate Governance. Upaya
sosialisai perlu dilakukan dengan suatu tim khusus
yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah
pengawasan direktur utama atau salah satu direktur
24
yang ditunjuk sebagai Good Corporate Governance
champion di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan
dengan pedoman Good Corporate Governance yang
ada, berdasar roadcamp yang telah disusun.
Implementasi harus bersifat top down approach
yang melibatkan dewan komisaris dan direksi
perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup
pula upaya manajemen perubahan (change
management) guna mengawal proses perubahan
yang ditimbulkan oleh implementasi Good
Corporate Governance.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam
implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya
untuk memperkenalkan Good Corporate
Governance di dalam seluruh proses bisnis
perusahaan kerja, dan berbagai peraturan
perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan
bahwa penerapan Good Corporate Governance
bukan sekedar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam
seluruh aktivitas perusahaan.
25
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan
secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh
mana efektivitas penerapan Good Corporate Governance
telah dilakukan dengan meminta pihak independen
melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik
Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak
perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit
yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan
yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk
assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara
mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan
BUMN.
Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan
kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam
implementasi Good Corporate Governance sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu
berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
26
1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Good
Corporate Governance
Menurut James D. Wolfensohn, President of the World
Bank, c. (1999), keberhasilan penerapan GCG juga memiliki
prasyarat tersendiri. Terdapat dua faktor yang memegang peranan,
yaitu:
1) Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang
berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi
keberhasilan penerapan GCG. Diantaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga
mampu menjamin berlakunya supremasi hukum
yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/
lembaga pemerintahan yang diharapkan dapat pula
melaksanakan Good Governance dan Clean
Government menuju Good Government Governance
yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat
(best practices) yang dapat menjadi standar
pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional.
Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
27
d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang
mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini
penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul
partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat
untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG
secara sukarela.
e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai
prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama
di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi
yang berkembang di lingkungan publik dimana
perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja.
Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas
dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
2) Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan
pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam
perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture)
yang mendukung penerapan GCG dalam
mekanisme serta sistem kerja manajemen di
perusahaan.
28
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan
perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai
GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga
didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang
efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap
penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk
mampu memahami setiap gerak dan langkah
manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan
publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap
langkah perkembangan dan dinamika perusahaan
dari waktu ke waktu.
1.7 Struktur Corporate Governance di Indonesia
Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 1995 yang
menyatakan bahwa anggota dewan direksi diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS (pasal 80 ayat 1 dan pasal 91 ayat 1),
demikian juga anggota dewan komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 dan pasal 101 ayat 1).
Dengan adanya struktur yang demikian, maka baik dewan
komisaris maupun dewan direksi bertanggungjawab terhadap
29
RUPS (kedudukannya sejajar). Gambar 2.1 di bawah ini
menunjukan struktur CG di Indonesia.
Gambar 2.1
Sumber : Tjager dkk (2003) dan Syakhroza (2005) dalam Arifin
(2005)
1.8 Mekanisme Good Corporate Governance
Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan
main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang
mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan
kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme
governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya
General Meetings of Shareholders
(RUPS)
Board of Commissioners
(Dewan Komisaris)
Board of Director
(Dewan direksi)
Management
30
sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsh dan Seward,
1990).
Menurut Bamhari dan Rosenstein (1998) dalam Midiastuty dan
Machfoeds (2003), mengemukakan mekanisme corporate
governance meliputi mekanisme internal, seperti adanya struktur
dewan direksi, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif;
dan mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan,
kepemilikan istitusional, dan tingkat pendanaan dengan hutang
(debt financing) (Iqbal dan Fachriyah, 2007:38).
1. Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ
yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam struktur
kepengurusan perusahaan. Rapat Umum Pemegang Saham
mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada
direksi atau komisaris seperti melakukan pengambilan
keputusan tentang pengubahan Anggaran Dasar
Perusahaan, penggabungan, pelaburan, pengambilalihan,
kepailitan, dan pembubaran Perseroan. Wewenang tersebut
pada dasarnya hanya dibatasi oleh UU PT dan Anggaran
dasar Perusahaan.
31
2. Kepemilikan Institusional
Menurut Diyah Kusumawaty (2008), Sifat masalah
keagenan secara langsung berhubungan dengan struktur
kepemilikan. Struktur kepemilikan yang tersebar tidak akan
memberikan insentif kepada pemilik untuk memonitor
pengelolaan manajemen. Hal ini disebabkan para pemilik
akan menanggung sendiri biaya pengawasan (monitoring
cost), sehingga semua pemilik akan menikmati manfaat
(Riska Septiana, 2010:34).
Menurut Faisal (2005) dalam Diyah Kusumawaty
(2008) menemukan hubungan yang berlawanan antara
kinerja saham dan kepemilikan saham institusional.
Perusahaaan dengan kepemilikan institusional yang besar
mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor
manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional, maka
pemanfaatan aktiva perusahaan semakin efisien. Dengan
demikian, proporsi kepemilikan institusional bertindak
sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan
manajemen.
3. Kepemilikan Manajerial
Menurut Chen dan Steiner (1999) dalam Nuringsih
(2005), manajer mendapat kesempatan untuk terlibat pada
kepemilikan saham dengan tujuan untuk mensetarakan
32
dengan pemegang saham. Melalui kebijakan ini manajer
diharapkan menghasilkan kinerja yang baik serta
mengarahkan dividen pada tingkatan yang rendah. Dengan
penetapan dividen rendah perusahaan memiliki sumber
dana internal relatif tinggi. Proksi managerial ownership
menggunakan persentase kepemilikan manajer dan direktur
terhadap total common stock outstanding.
Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan
di manajemen perusahaan baik sebagai dewan komisaris
asebagai atau sebagai managerial ownership. Adanya
kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan ada suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan
diambil oleh manajemen perusahaan (Handayani dan
Hadinugroho, 2009).
Menurut Jensen dan Meckling (1967) dalam Rudi
Isnanta (2008) menunjukkan bahwa untuk meminimalkan
konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan
manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999)
menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen
dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk
berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk
kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya
sendiri.
33
4. Direksi
Direksi merupakan organ perseroan yang
menjalankan tugas melaksanakan pengurusan perseroan
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagai
amanat dari pemegang saham yang ditetapkan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham, Direksi harus bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan (Vinanta, 2010).
5. Komite Audit
Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)
mendefinisikan komite audit sebagai berikut :
Suatu komite yang bekerja secara profesional dan
independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan
dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan
memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan
pengawas) dalam menjalankan fungsi pengawasan
(oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen
risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate
governance di perusahaan-perusahaan.
Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004
adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk
melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Komite audit dapat dibentuk oleh komisaris dan
34
bertanggung jawab kepada komisaris dengan pertimbangan
bahwa dalam rangka mengoptimalkan kinerja, BUMN
dituntut untuk dapat mengelola kegiatan usahanya dengan
hemat, berdaya guna dan berhasil guna dan dengan menaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
mewujudkan sistem dan pelaksanaan pengawasan yang
kompeten dan independen (Vinanta, 2010).
6. Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah anggota dewan
komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota
dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali,
serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance,
2004).
Beberapa kriteria komisaris independen menurut
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI),
yaitu:
a. Komisaris independen bukan merupakan anggota
manajemen
b. Komisaris independen bukan merupakan pemegang
saham mayoritas, atau seorang pejabat atau dengan
35
cara lain yang berhubungan secara langsung atau
tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas
dari perusahaan.
c. Komisaris independen dalam kurun waktu tiga
tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam
kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau
perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan
tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai
komisaris setelah tidak lagi menempati posisi
seperti itu.
d. Komisaris independen bukan merupakan penasihat
profesional perusahaan tau perusahaan lainnya yang
satu kelompok dengan perusahaan tersebut.
e. Komisaris independen bukan merupakan pemasok
atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh
dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu
kelompok, atau dengan cara lain berhubungan
secara langsung atau tidak langsung dengan
pemasok atau pelanggan tersebut.
f. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan
dan urusan bisnis apa pun atau hubungan lainnya
yang dapat atau secara wajar dapat dianggap
sebagai campur tangan secara materal dengan
36
kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk
bertindak demi kepentingan yang menguntungkan
perusahaan.
1.9 Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia
Menurut Akhmad syakhroza dan Camelia Malik (2007),
implementasi Good Corporate Governance di negara kita sangat
terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain, mengingat
masuknya konsep GCG di Indonesia relatif masih baru. Konsep
GCG di Indonesia pada awalnya diperkenalkan oleh pemerintah
Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) dalam rangka
pemulihan ekonomi (economy recovery) pasca krisis (Effendi,
2009:7).
Pada April 2001, Komite Nasional Indonesia untuk
Kebijakan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance
Policies) mengeluarkan The Indonesian Code for Good Corporate
Governance (Kode Tata Kelola Perusahaan yang Baik) bagi
masyarakat bisnis Indonesia. Dalam Indonesian Code for Good
Corporate Governance tersebut dimuat hal-hal yang berkaitan
dengan : pemegang saham dan hak mereka, fungsi dewan
komisaris perusahaan, fungsi direksi perusahaan, sistem audit,
sekretaris perusahaan, pemangku kepentingan (stakeholders),
prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan,
37
prinsip kerahasiaan, etika bisnis dan korupsi, dan perlindungan
terhadap lingkungan hidup (Effendi, 2009:7-8).
Menurut Sutojo dan Aldridge (2005) dalam Effendi
(2009:8), menyatakan bahwa pada tahap pertama, ketentuan
tentang tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) tersebut (terutama) ditujukan bagi perusahaan-
perusahaan yang mempergunakan dana publik atau ikut serta
dalam pengelolaan dana publik.
2. Financial Distress (Kesulitan Keuangan) Perusahaan
2.1 Definisi Financial Distress
Menurut Brigham dan Gapenski (1992) dalam Musdholifah
(2006), menyatakan bahwa financial distress merupakan
keseluruhan kondisi keuangan yang meliputi mulai dari kesulitan
mengenai harapan profitabilitas di masa depan sampai pada suatu
keadaan di mana suatu perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi.
Claessens et al (2001) dalam Khania (2010) menyatakan bahwa :
“when firm are in financial distress, the value of their assets is
insufficient to repay all of their creditors’ claims. Therefore,
ownership of the firm becomes uncertain, because equity will be
worthless if the firm is forced to repay creditors claim in full.
Creditors have an incentive to be first to collect on their claims,
because some creditors will be forced to take losses, and those that
38
collect earliest will receive the most. Managers have an incentive
to gamble with failing firm’s assets, because a gamble that pays off
will save the firm and a gamble that fails will leave managers and
equity no worse off than they would have been anyway”. (Ketika
perusahaan berada dalam kesulitan keuangan, nilai aset mereka
tidak mencukupi untuk membayar semua klaim kreditur mereka.
Oleh karena itu, kepemilikan perusahaan menjadi tidak pasti,
karena modal akan berguna jika perusahaan dipaksa untuk
membayar klaim kreditur secara penuh. Kreditur akan mengambil
semua klaim tersebut, dan yang menagih lebih awal akan
menerimanya. Manajer harus menerima kegagalan perusahaan
dengan melepas aset yang dimiliki, karena kegagalan tersebut
harus dibayar dengan melepas ekuitas yang ada).
Menurut Khaira Amalia Fachrudin (2008:2-5), menyatakan
bahwa ada beberapa definisi kesulitan keuangan, sesuai tipenya,
yaitu economic failure, business failure, technical insolvency,
insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy (Brigham dan
Gapenski, 1997). Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Economic failure
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan
dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total
biaya, termasuk cost of capitalnya. Bisnis ini dapat
melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan
39
modal dan pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian
(rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan
modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat
juga menjadi sehat secara ekonomi.
2. Business failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang
menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.
3. Technical insolvency
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical
insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika
jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis
menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara,
yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar
hutangnya dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency
adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi
perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial
disaster).
4. Insolvency in bankruptcy
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvent in
bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset.
Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena,
umumnya, ini adalah tanda economic failure, dan bahkan
mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam
40
keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam
tuntutan kebangkrutan secara hukum.
5. Legal bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah
diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang
(Brigham dan Gapenski, 1997).
Menurut Hofer (1980) dan Whitaker (1999) dalam Almilia
(2006), mendefinisikan financial distress sebagai suatu kondisi
perusahaan mengalami laba bersih (net income) negatif selama
beberapa tahun.
Menurut Platt dan Platt (2002), mendefinisakan financial
distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi
sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi (Almilia, 2004).
Menurut Luciana Spica Almilia (2004), mendefinisikan
kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dimana perusahaan
mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas
negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger.
Menurut Ahmad Rodoni dan Rahman Muslim (2009),
menyatakan financial distress adalah kondisi keuangan perusahaan
pada tahap penurunan sebelum terjadi likuidasi atau kebangkrutan
pada perusahaan. Umumnya perusahaan yang mengalami financial
distress tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban perusahaan
saat ini karena mengalami kerugian pada laba bersih perusahaan
41
dan harus dilakukan restrukturisasi keuangan pada perusahaan
tersebut.
Selain istilah kepailitan seperti yang diuraikan di atas,
dalam dunia bisnis dikenal pula istilah kepailitan seperti yang
diuraikan di atas, dalam dunia bisnis dikenal pula istilah delisted.
Peraturan Pencatatan Bursa efek Jakarta No.1B tahun 2000 dan
2001 menyebutkan pengaturan delisted (Amrullah, 2010) sebagai
berikut :
1) Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten
maupun diputuskan oleh Bursa. Dalam hal delisting
diputuskan oleh Bursa terlebih dahulu wajib mendengar
pendapat dari Komite Pencatatan Efek.
2) Delisting atas permohonan emiten hanya dapat
dilaksanakan apabila hal tersebut telah diputuskan oleh
RUPS dan emiten yang bersangkutan telah menyelesaikan
seluruh kewajibannya kepada bursa.
3) Delisting atas permohonan emiten diajukan 2 (dua) bulan
sebelum tanggal diberlakukan dengan mengemukakan
alasannya serta melampirkan berita acara RUPS
sebagaimana dimaksud pada angka 2 (dua) di atas.
4) Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib
mengumumkan rencana delisting tersebut sekurang-
kurangnya 30 hari sebelum tanggal delisting diberlakukan.
42
5) Emiten yang efeknya tercatat di bursa yang mengalami
salah satu kondisi tersebut di bawah ini, dipertimbangkan
untuk dikenakan delisting :
a. Selama 3 tahun berturut-turut menderita rugi, atau
terdapat saldo rugi sebesar 50% atau lebih dari
modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun
terakhir;
b. Selama 3 tahun berturut-turut tidak membayar
dividen tunai (untuk saham). Melakukan tiga kali
cedera janji (untuk obligasi);
c. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp.
3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah);
d. Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal
(orang/badan) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
berdasarkan laporan bulanan emiten/Biro
Administrasi Efek.
e. Selama 5 bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi;
f. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan
yang ditetapkan oleh BAPEPAM;
g. Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan
ketentuan pasar modal pada umumnya;
43
h. Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar
kepentingan umum berdasarkan keputusan instansi
yang berwenang;
i. Emiten dilikuidasi baik karena merger,
penggabungan, bangkrut, dibubarkan (reksadana)
atau alasan lainnya.
j. Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan
k. Emiten menghadapi gugatan/perkara/peristiwa yang
secara material mempengaruhi kondisi dan
kelangsungan hidup perusahaan;
l. Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayaan
bersih (nilai asset value) turun menjadi kurang dari
50% dari nilai perdana yang disebabkan oleh
kerugian operasi.
2.2 Penyebab Financial Distress Perusahaan
Dun dan Bradstreet meneliti penyebab-penyebab kegagalan
bisnis (Brigham dan Daves, 2003). Penyebab utama adalah faktor
ekonomi (37,1%) dan faktor keuangan (47,3%), selain itu
disebabkan oleh kelalaian, malapetaka, dan kecurangan (neglect,
disaster, dan fraud), yaitu sebanyak 14%, serta faktor-faktor lain
yang tidak dirinci yaitu sebanyak 1,6%. Faktor ekonomi meliputi
kelemahan industri dan lokasi yang buruk. Faktor keuangan
44
meliputi hutang yang terlalu banyak dan modal yang tidak
memadai. Pentingnya faktor-faktor yang berbeda ini bervariasi dari
waktu ke waktu, bergantung beberapa hal seperti keadaan ekonomi
dan tingkat suku bunga. Juga, kebanyakan kegagalan bisnis terjadi
karena kombinasi sejumlah faktor yang membuat bisnis tidak dapat
bertahan (Khaira Amalia Fachrudin, 2008:9).
Lizal (2002) dalam Khaira Amalia Fachrudin (2008:6-7),
mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya
dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab
Kesulitan Keuangan. Menurut beliau, ada tiga alasan yang
mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu:
a. Neoclassical model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber
daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika
kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah.
Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan
laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur
profitabilitas), dan liabilities/assets.
b. Financial model
Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan
liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti
bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam
jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka
45
pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak
sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi
pemicu utama kasus ini. Tidak dapat secara terang
ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau
buruk untuk direstrukturisasi. Model ini mengestimasi
kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja
seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA,
ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover,
cash flow/ total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-
reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short
term assets/daily operating expenses, gearing ratio,
turnover per employee, coverage of fixed assets, working
capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.
c. Corporate governance model
Disini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan
struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.
Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of
the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata
kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini
mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan.
Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola
perusahaan dan goodwill perusahaan.
46
Dalam penelitian Wijantini (2006), beliau meneliti tentang
faktor utama penyebab kesulitan keuangan perusahaan. Umumnya
terdapat 3 (tiga) alasan utama sebuah perusahaan dapat dengan
mudah menuju ke kondisi distress. Alasan pertama adalah struktur
modal perusahaan yang mengacu pada banyaknya penggunaan
hutang sebagai sumber pendanaan, penyebab kedua adalah
buruknya pengelolaan perusahaan, sedangkan penyebab yang
terakhir adalah kondisi negatif dari perkembangan industri dari
masing-masing perusahaan.
2.3 Akibat dari Financial Distress Perusahaan
Menurut NetTel Africa (2002), Kerugian utama perusahaan
yang mempunyai tingkat hutang yang lebih tinggi adalah
peningkatan resiko kesulitan keuangan, dan akhirnya likuidasi. Hal
ini mungkin mempunyai pengaruh merugikan bagi pemilik ekuitas
dan hutang (Khaira Amalia Fachrudin, 2008:15).
Akibat kesulitan keuangan sebagai berikut:
Resiko biaya kesulitan keuangan mempunyai dampak
negatif terhadap nilai perusahaan yang mengoffset nilai
pembebasan pajak (tax relief) atas peningkatan level hutang.
Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi
ketika kesulitan, hubungannya dengan supplier, pelanggan,
pekerja, dan kreditor menjadi rusak parah.
47
Suplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin
lebih berhati-hati, atau bahkan menghentikan pasokan sama
sekali, jika mereka yakin tidak ada kesempatan peningkatan
perusahaan dalam beberapa bulan.
Pelanggan mungkin mengembangkan hubungan dengan
supplier mereka, dan merencanakan sendiri produksi
mereka dengan andaian ada keberlanjutan dari hubungan
tersebut. Adanya keraguan tentang longevity perusahaan
tidak menjamin kontrak yang baik. Pelanggan umumnya
menginginkan jaminan bahwa perusahaan cukup stabil
untuk menepati janji.
3. Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas (corporation), yaitu suatu entitas yang
tercatat di sebuah negara bagian dan membayarkan pajak serta secara
hukum dapat dibedakan dari pemiliknya.
Seseorang dapat menjadi pemilik dari suatu perseroan terbatas
dengan cara membeli sahamnya. Kebanyakan perseroan terbatas kecil
merupakan perseroan tertutup (privately held), yaitu kepemilikannya
dibatasi hanya untuk sekelompok kecil investor saja. Sedangkan
kebanyakan perseroan terbatas besar merupakan perseroan terbuka
(publicly held), yaitu saham mereka dapat dengan mudah dibeli atau
dijual oleh para investornya.
48
Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan
yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat.
Penjualan saham ke masyarakat dilakukan dengan cara Initial Public
Offering (IPO). IPO adalah proses penawaran saham perusahaan
kepada masyarakat untuk pertama kali. Di Indonesia, perusahaan
seperti ini biasanya mempunyai tambahan singkatan Tbk, di belakang
nama perusahaannya (http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahan_publik).
Para pemegang saham dari perseroan terbuka dapat menjual
saham mereka ketika mereka membutuhkan uang, kecewa dengan
kinerja perseroan, atau mungkin karena mereka memperkirakan harga
saham tidak akan mengalami peningkatan lagi di masa mendatang.
Saham mereka dapat dijual (dengan bantuan pialang saham) ke
beberapa investor lain yang ingin menempatkan investasinya di
perusahaan tersebut.
Keuntungan Perseroan Terbatas
Bentuk kepemilikan perseroan terbatas menawarkan
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a. Kewajiban Terbatas. Para pemilik perseroan terbatas
mempunyai kewajiban yang terbatas, berbeda dengan
pemilik tunggal dan sekutu umum yang pada umumnya
memiliki kewajiban yang tidak terbatas.
49
b. Akses ke Pendanaan. Perseroan terbatas dapat dengan
mudah memperoleh pendanaan dengan menerbitkan
saham baru. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi
perseroan terbatas untuk tumbuh dan bergerak di usaha-
usaha bisnis yang baru.
c. Perpindahan Kepemilikan. Para investor di
perusahaan besar dan terbuka biasanya dapat menjual
saham mereka dalam hitungan menit dengan
menghubungi pialang mereka atau menjualnya secara
online melalui internet.
Kerugian Perseroan Terbatas
Di samping keuntungan-keuntungan yang dimilikinya, bentuk
kepemilikan perseroan terbatas memiliki kerugian-kerugian
sebagai berikut:
a. Biaya Organisasi yang Tinggi. Pengorganisasian suatu
perseroan terbatas biasanya lebih mahal daripada
pembentukan kepemilikan bisnis yang lain karena
adanya kebutuhan pembuatan akta pendirian perseroan
dan mencatatkannya ke negara bagian.
b. Pengungkapan Keuangan. Ketika saham dari
perseroan terbatas diperdagangkan secara terbuka, maka
masyarakat investasi memiliki hak, dalam batasan-
50
batasan tertentu, untuk memeriksa data-data keuangan
perusahaan.
c. Masalah Perwakilan. Perseroan terbatas terbuka
biasanya dijalankan oleh para manajer yang
bertanggung jawab dalam melakukan pengambilan
keputusan bagi bisnis yang akan melayani kepentingan
para pemiliknya.
d. Pajak yang Tinggi. Oleh karena perseroan terbatas
adalah entitas yang terpisah, maka perusahaan akan
dikenakan pajak secara terpisah dari para pemiliknya.
Pajak tahunan yang dibayarkan oleh perseroan terbatas
ditentukan dengan menghitungkan tarif pajak perseroan
terhadap laba tahunan perusahaan.
4. Hubungan Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
dengan Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
Menurut Larcker et.al (2005) dalam Wardhani (2006), Tata
kelola perusahaan biasanya mengacu pada sekumpulan mekanisme
yang mempengaruhi keputusan yang akan diambil manajer ketika ada
pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian. Beberapa
pengendalian ini terletak pada fungsi dari dewan direksi, pemegang
saham institusional, dan pengendalian dari mekanisme pasar.
Pengambilan keputusan oleh direksi, pengawasan oleh komisaris
51
independen, peran kreditur dalam pemberian kredit dapat
mempengaruhi kemungkinan kesulitan keuangan, walaupun tidak
mutlak (Khaira Amalia Fachrudin, 2008:34).
Kemudian, Kebangkrutan digambarkan sebagai ‘proses
menurun yang berlarut-larut’ (protracted process of decline) dan
‘spiral yang cenderung menurun’ (downward spiral) (Hambrick and
d’Aveni, 1988). Tentu, ada bukti-bukti empiris yang menunjukkan
faktor pembeda antara perusahaan bangkrut dan tidak selama lima
tahun sebelum ia masuk file kebangkrutan (Daily dan Dalton, 1994).
Serangan yang menurunkan kestabilan keuangan sampai kebangkrutan
mungkin memberi dasar konseptual untuk hubungan antara struktur
governance dan kebangkrutan formal (Khaira Amalia Fachrudin,
2008:35).
5. Variabel Kontrol dalam Financial Distress
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel kontrol, yaitu:
a) Ukuran Perusahaan (Size)
Menurut Tittman dan Wessels (1988) dalam Yustiana
Ratna Nuraini (2010), firm size (ukuran perusahaan) merupakan
ukuran besar kecilnya perusahaan yang diukur melalui logaritma
natural dari total asset (Ln total asset). Total asset dijadikan
sebagai indikator ukuran perusahaan karena sifatnya jangka
panjang dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar suatu
52
perusahaan maka kecenderungan penggunaan dana eksternal juga
akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang
besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif
pemenuhan dana yang tersedia menggunakan pendanaan eksternal.
Baik McCornell dan Muscarella (1985) dan Chan, Martin
dan Kensinger (1990) menyarankan bahwa semakin tinggi rasio
beban R&D dan iklan untuk total penjualan, semakin tinggi nilai
perusahaan dapat menikmati, dan karenanya semakin rendah
kemungkinan kesulitan keuangan. Tingkat resiko keuangan jelas
berkaitan dengan kemungkinan kesulitan keuangan dan diukur
dengan rasio utang. Ukuran perusahaan, yang didefinisikan sebagai
total nilai pasar saham yang beredar pada akhir tahun sebelum
kesulitan keuangan, dihipotesiskan secara negatif terkait untuk
kemungkinan kesulitan keuangan (Tsun-Siou Lee dan Yin-Hua
Yeh, 2001).
Data kontrol biasanya dipergunakan untuk tujuan adakah
data dari objek yang diteliti memiliki perbedaan karakteristik (atau
memiliki karakteristik spesifik) tertentu. Variabel kontrol yang
sering dipakai adalah size. Dalam hal ini biasanya size muncul
sebagai variabel penjelas. Proksi size biasanya adalah total asset
perusahaan. Karena asset biasanya sangat besar nilainya dan untuk
menghindari bias skala maka besaran asset perlu dikompres.
53
Secara umum proksi size dipakai Logaritma (log) atau Logaritme
Natural asset (Ahmad Rodoni dan Herni Ali, 2010:180).
b) Sumber Pendanaan
Sumber pendanaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Sumber Pendanaan Jangka Pendek
Sumber pendanaan jangka pendek adalah dana
tersedia pada saat dibutuhkan, dan pemakaian biaya dengan
efektif (Arief Sugiono, 2009:19).
Jenis Pendanaan jangka Pendek (Arief Sugiono, 2009:19-
20):
Sumber pendanaan jangka pendek bias juga
dikelompokkan dalam pinjaman dengan jaminan (agunan)
dan pinjaman tanpa jaminan (tanpa agunan). Pinjaman
tanpa jaminan merupakan pinjaman yang didasarkan pada
kepercayaan kreditor dalam mengeluarkan pinjamannya
serta kepercayaannya mengenai kemampuan untuk
mengembalikan pinjaman. Umumnya pinjaman tanpa
jaminan memiliki biaya bunga yang lebih tinggi. Yang
dapat termasuk dalam kategori ini adalah utang dagang,
commercial paper, dan kredit bank tanpa jaminan.
Pinjaman dengan jaminan merupakan sumber
pendanaan yang dijamin dengan kebendaan atau tagihan
untuk menutup kerugian apabila peminjam tidak dapat
54
melunasi utangnya. Contoh: kredit bank, anjak piutang
(factory funding), dan jaminan piutang (pledge receivable).
Beberapa contoh bentuk pembiayaan / pendanaan jangka
pendek adalah sebagai berikut:
Pinjaman Bank Jangka Pendek
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa
pinjaman bank ada yang menggunakan jaminan
(agunan) dan ada pula yang tanpa jaminan. Selain
itu, juga kita mengenal istilah pinjaman overdrift,
yaitu suatu kredit yang diberikan dengan cara
menetapkan suatu plafon kredit dalam rekening
koran nasabah. Dengan demikian, pemasok dapat
menarik uangnya di bank nasabah meskipun
dananya tidak mencukupi. Jika hal ini terjadi,
rekening Koran nasabah yang bersangkutan akan
bersaldo negatif. Kondisi ini berbeda dengan
cerukan (cek kosong).
Utang Dagang (Trade Credits)
Utang dagang merupakan bentuk yang lazim dan
hampir semua perusahaan memilikinya. Utang
dagang akan timbul sebagai akibat dari suatu
transaksi pembelian suatu barang. Syarat
55
pembayaran atau pemebelian barang dinyatakan
dalam suatu credit terms.
Surat Berharga (Commercial Paper)
Surat berharga yang dimaksudkan itu merupakan
surat berharga pasar uang yang berjangka pendek
dan merupakan suatu janji dari perusahaan yang
menerbitkannya untuk membayar pada tanggal jatuh
tempo. Jenis ini biasanya dikeluarkan oleh
perusahaan besar yang telah memiliki reputasi yang
baik di dalam dunia bisnis.
2) Sumber Pendanaan Jangka Panjang
Modal Sendiri
Sumber modal sendiri dapat berasal dari dalam
perusahaan maupun luar perusahaan. Sumber dari
dalam (internal financing) berasal dari hasil operasi
(laba) yang ditahan. Sedangkan sumber dari luar
(external financing) dapat dalam bentuk saham
biasa atau saham preferen. Bagi perusahaan yang
tidak berbentuk PT, sumber dari luar yang berupa
modal sendiri adalah (tambahan) modal yang
disetor.
56
Hutang Jangka Panjang
Hutang merupakan sumber dana yang mempunyai
jangka waktu tertentu. Dalam bab ini dibicarakan
hutang yang mempunyai jangka waktu yang relatif
lama. Jenis-jenis hutang tersebut yang kita
bicarakan di sini adalah obligasi, hipotek, dan kredit
investasi.
a. Obligasi
Obligasi merupakan surat tanda hutang, dan
umumnya tidak dijamin dengan aktiva
tertentu. Karena itu kalau perusahaan
bangkrut, pemegang obligasi akan
diperlukan sebagai kreditor umum.obligasi
akan mencantumkan : (1) Nilai pelunasan
atau face value, (2) Jangka waktu akan
dilunasi, (3) Bunga yang dibayarkan
(disebut sebagai coupon rate), (4) Berapa
kali dalam satu tahun bunga tersebut
dibayarkan.
b. Kredit Investasi
Jenis pendanaan ini disediakan oleh
perbankan, dan masih banyak dimanfaatkan
oleh kalangan pengusaha. Per akhir
57
September 1993 misalnya, posisi kredit
investasi oleh bank-bank di Indonesia
mencapai Rp. 30.381 milyar. Yang menarik
adalah bahwa suku bunga kredit investasi di
Indonesia dinyatakan lebih rendah dari suku
bunga kredit modal kerja. Meskipun
demikian seringkali suatu klausul yang
menyatakan bahwa debitur tidak dapat
melunasi kredit investasi yang diambilnya
lebih cepat dari jangka waktu yang
disepakati, membuat tingkat bunga efektif
yang ditanggungnya tidak selalu lebih kecil
dari tingkat bunga kredit jangka pendek
(modal kerja).
c. Hipotek (mortgage)
Hipotek merupakan bentuk hutang jangka
panjang dengan agunan aktiva tidak
bergerak (tanah, bangunan). Dalam
perjanjian kreditnya disebutkan secara jelas
aktiva apa yang dipergunakan sebagai
agunan. Dalam peristiwa likuidasi kreditur
akan dibayar terlebih dulu dari hasil
penjualan aktiva tetap yang dipergunakan
58
sebagai agunan. Apabila hasil penjualan
aktiva yang digunakan tersebut belum
cukup, maka sisanya menjadi kreditur
umum, sama seperti pemilik obligasi.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman modal, yaitu:
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun
penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia.
Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam
modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri
dengan menggunakan modal dalam negeri.
Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah negara republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan modal dalam negeri.
59
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian Variabel yang digunakan Metode yang digunakan Hasil Penelitian
Tsun-Siaou, Lee& Yin-Hua Yeh(2001).
Variabel Dependen: kondisi financial distress perusahaan-perusahaan publik di Taiwan. Variabel Independen : variabel tata kelola perusahaan yang terdiri dari struktur kepemilikan dan komposisi dewan. Variabel kontrol: ukuran perusahaan.
Pengujian penelitian ini menggunakan regresi logistik biner. Dengan menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan pada perusahaan-perusahaan listed di Taiwan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang diproksikan yaitu pesentase kursi direksi yang dikendalikan oleh pemegang saham terbesar, persentase saham yang dijadikan jaminan kredit oleh anggota dewan dan manajer,penyimpangan dan hak kontrol dari hak arus kas positif berkaitan dengan risiko kesulitan keuangan. Bahkan setelah adanya pengendalian untuk mengetahui adanya kemungkinan pengaruh kinerja keuangan.
Almilia, Luciana Spica & Emanuel Kritiadji. (2003).
Variabel dependen: kondisi financial distress perusahaan. Variabel independen: profit margin, likuiditas, efisiensi, operasi, profitabilitas, financial leverage, posisi kas, pertumbuhan
Pengujian penelitian menggunakan regresi logit. Dengan menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan 1998-2001 yang dipublikasikan di BEJ.
Dari penelitian ini dibentuk 12 persamaan regresi logit, yang menunjukkan bahwa rasio- rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Karena itu hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Sedangkan tambahan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel rasio keuangan yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah: rasio profit margun yaitu laba bersih dibagi dengan penjualan (NI/S), rasio financial leverage yaitu hutang lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA), rasio likuiditas yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL), rasio pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva (GROWTH NI/TA).
Almilia, Luciana Spica (2004).
Variabel Dependen: probabilitas perusahaan yang mengalami financial distress dan perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Variabel Independen: Rasio keuangan, Rasio relatif industri, kumulatif return harian saham, sensitifitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi, Reputasi auditor.
Pengujian penelitian ini menggunakan regresi logistik. Dengan menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan tahun 1993-2001 yang terdapat di ICMD, indikator makro ekonomi diambil dari Laporan mingguan Bank Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, data pasar modal untuk mengetahui harga saham dan return saham pada tahun 1993-2000 yang dapat diperoleh di Database PPA UGM.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio relatif industri memiliki kekuatan klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan industri. Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa sensitifitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi(IHSG, General Consumer Price Index, Money Supply, dan suku bungan SBI) dan reputasi auditor adalah variabel yang signifikan dalam menentukan kondisi kesulitan keuangan perusahaan.
Amilia, Luciana Spica. (2006)
Variabel Dependen: kondisi financial distress perusahaan yang merupakan variabel kategori, 0 untuk perusahaan sehat dan 1&2 untuk perusahaan yang mengalami financial distress. Variabel Independen:
Penelitian ini menggunakan uji regresi multinomial logit. Teknik pengumpulan data pada 43 perusahaan yang sehat/non financial distress, 14 perusahaan dengan pendapatan negatif (2000-2001) dan masih
Hasil menunjukkan dari ketiga model variabel yang digunakan adalah: Model 1: lap. L/R & Neraca memiliki daya klasifikasi model sebesar 79.0%. Model 2: lap. Arus kas memiliki daya klasifikasi sebesar 58.0%. Model 3: lap.L/R, Neraca, & arus kas
60
rasio keuangan dari laporan laba rugi, neraca & arus kas.
terdaftar, 24 perusahaan dengan pendapatan negatif & nilai buku ekuitas negatif (2000-2001) yang terdaftar di BEJ.
memiliki daya klasifikasi sebesar 79,6%.
Sayidah, Nur (2007).
Variabel Dependen: kinerja perusahaan publik. Variabel Indepnden: Kualitas Corporate governance, yang diproksikan oleh skor GCPI. Skala skor CGPI yang digunakan adalah 0-100 Variabel kontrol: LogBM, LogTA, Log Years.
Penelitian ini menggunakan data sekunder data terdiri dari skor CGPI untuk peringkat10 besar untuk tahun 2003,2004 &2005. harga saham, Laporan laba rugi,. pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan model regresi berganda.
hasil analisis regresi menunjukkan bahwa secara signifikan ada pengaruh antara skor CGPI, dan PM, ROA, ROE dan ROI Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara kualitas penerapan tata kelola perusahaan dan kinerja perusahaan.
Masruddin, (2007).
Variabel Dependen:probabilitas perusahaan yang mengalami financial distress dan perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Variabel Independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Pemegang saham terbesar kesua, ukuran direksi, kepemilikan publik, penyebaran kepemilikan dan partisipasi pendiri. Varriabel kontrol: ukuran perusahaan dan sumber pendanaan.
Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Logistik berganda(multiple logistic regression). dengan menggunakan data sekunder laporan keuangan perusahaan dari tahun 1996-2002 yang dipublikasikan di BEJ. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 60 perusahaan. Dengan 19 perusahaan yang mengalami financial distress dan 41 perusahaan sehat.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel corporate governance berpengaruh secara simultan dengan financial distress dan secara parsial juga berpengaruh terhadap financial distress yang terlihat melalui variabel ukuran dewan direksi, partisipasi pendiri, dan kepemilikan publik.
Nur, Emrinaldi DP. (2007)
Variabel Dependen: kesulitan keuangan, disajikan dalam bentuk variabel dummy dengan ukuran binominal, yaitu 1 untuk perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dan 0 untuk perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan diukur dengan mengamati keberadaan laba per lembar saham negatif. Variabel Independen: Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, komisaris independen, dan komite audit.
Penelitian ini menggunakan model logit regression. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 129 observasi dengan periode pengamatan selama 3 tahun, yaitu mulai dari tahun 2000 hingga 2002.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan ukuran dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap kesulitan keuangan.
Parulian, Safrida Rumondang. (2007).
Variabel dependen: probabilitas terjadinya finanacial distress pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia. Variabel independen: Komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan saham oleh blockholders, kepemilikan saham oleh insider, ukuran perusahaan, dan leverage.
Penelitian ini menggunakan regresi binary logistic. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2006. Sampel penelitian ini ada sebanyak 44 perusahaan.
Penelitian ini membuktikan , bahwa variabel yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya financial distress adalah LnAsset, Blockholder, persentase komisaris independen, dan Leverage. Penelitian ini tidak berhasil membuktikan bahwa kepemilikan saham oleh investor institusional, atau oleh insider, memiliki hubungan yang signifikan dengan financial distress. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah sampel yang tidak terlalu besar. Ini juga sekaligus merupakan kelemahan dari penelitian ini.
61
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
independen yang terdiri atas kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi,
kepemilikan publik, partisipasi pendiri dan penyebaran kepemilikan
berpengaruh terhadap variabel dependennya yaitu financial distress
dengan terdapat variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan dan sumber
pendanaan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dibuat suatu kerangka
teoritis yang digambarkan dalam bentuk diagram sistematik sebagai
berikut :
62
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional
Pemegang Saham Terbesar Kedua
Ukuran Dewan Direksi
Kepemilikan Publik
Partisipasi Pendiri
Penyebaran Kepemilikan
Ukuran Persahaan (SIZE)
Sumber Pendanaan
Gambar 2.2
Variabel Independen Variabel Dependen
(X) (Y)
Variabel Kontrol
Financial Distress
(Kesulitan Keuangan)
63
D. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan kerangka penelitian, penelitian terdahulu, dan tujuan
penelitian yang akan dilakukan maka dapat dibuat hipotesis:
1. Hipotesis I : Diduga kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi,
kepemilikan publik, partisipasi pendiri dan penyebaran
kepemilikan berpengaruh secara simultan terhadap
kondisi financial distress.
2. Hipotesis II: Diduga kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran
dewan direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri
dan penyebaran kepemilikan berpengaruh secara parsial
terhadap kondisi financial distress.
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan tahunan
periode 2001-2008 yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dan telah
diaudit oleh auditor independen. Adapun laporan keuangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah laporan mengenai corporate
governance yang kemudian akan diolah untuk mengetahui pengaruh
financial distress pada perusahaan-perusahaan go publik di Indonesia.
Variabel dalam penelitian ini adalah data-data mengenai corporate
governance yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi, kepemilikan
publik, partisipasi pendiri dan penyebaran kepemilikan sebagai variabel
independen (X) dan kondisi financial distress sebagai variabel dependen
(Y), sedangkan variabel kontrol yang digunakan adalah ukuran perusahaan
dan sumber pendanaan dalam penelitian ini.
65
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua laporan keuangan
perusahaan go publik yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dari
tahun 2001-2008. Metode penentuan sampel penelitian ini adalah
Purposive Sampling method yaitu: pengambilan data disesuaikan dengan
kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun sampel yang
digunakan dalam penelitian berdasarkan kriteria di bawah ini:
1. Laporan keuangan tahunan perusahaan go publik non sektor
keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia periode
2001-2008.
2. Perusahaan go publik non sektor keuangan yang delisted di BEI
pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 kemudian memiliki laporan
keuangan lima tahun sebelum delisted. Sebagai sampel
pembanding adalah perusahaan go publik non sektor keuangan
yang masih terdaftar di BEI yang memiliki laba operasi positif dari
tahun 2001 hingga tahun 2008 kemudian memiliki laporan
keuangan lima tahun terakhir, yaitu tahun 2001 sampai dengan
tahun 2005.
3. Data laporan keuangan tahunan periode 2001-2005 merupakan
data yang akan diolah.
66
Berdasarkan metode penentuan sampel yang digunakan maka peneliti
menggunakan sampel sebanyak 41 perusahaan go publik non sektor
keuangan, 10 perusahaan yang dikatakan mengalami financial distress
(0) dan 31 perusahaan tidak mengalami financial distress (1) di Bursa
Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
go publik non sektor keuangan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.
Tabel 3.1 Sampel Perusahaan yang Mengalami Financial Distress
No. Kode Nama Perusahaan Tanggal
Listing 1 ACAP PT. Andhi Chandra Automotove Tbk 04/12/2000 2 BASS PT. Bahtera Admina Samudra Tbk 1999 3 BUKK PT. Bukaka Teknik Utama Tbk 09/01/1995 4 DNKS PT. Dankos Laboratories tbk 22/03/1990 5 KOMI PT. Komatsu Indonesia 14/12/2000 6 KOPI PT. Korpora Persada Investama Tbk 23/04/2001 7 RYAN PT. Ryane Adibusana Tbk 17/10/2001 8 SHDA PT. Sari Husada Tbk 1990 9 SMPL PT. Summitplast Interbenua Tbk 03/07/2000 10 SUDI PT. Surya Dumai Industri Tbk 24/07/1996
Sumber : ICMD (Indonesia Capital Market Directory)
Dalam tabel 3.1 diatas dapat diketahui bahwa perusahaan yang
mengalami delisted dari tahun 2008, 2007, 2006 dan 2005 dan telah di
seleksi sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan di atas,
maka didapatkan sampel sebanyak 10 perusahaan. Sampel perusahaan
yang mengalami financial distress di beri nilai kategori 0.
67
Tabel 3.2 Sampel Perusahaan Yang Tidak Mengalami Financial Distress
No. Kode Nama Perusahaan Tanggal Listing
1 AALI PT. Astra Agro Lestari Tbk 1997
2 ANTM PT. Aneka Tambang Tbk 27/11/1997
3 ASII PT. Astra International Tbk 18/12/1991
4 BATA PT. Sepatu Bata Tbk 24/03/1982
5 BLTA PT. Berlian laju Tanker Tbk 01/03/1993
6 CTBN PT. Citra Tubindo Tbk 02/07/1990
7 DPNS PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk 12/12/1991
8 GGRM PT. Gudang Garam Tbk 27/08/1990
9 HMSP PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk 15/06/1992
10 INDF PT. Indofood Sukse Makmur Tbk 1994
11 JPRS PT. Jaya Pari Steel Tbk 04/08/1989
12 JPRT PT. Jaya Real Property Tbk 29/06/1994
13 KAEF PT. Kimia Farma Tbk 04/07/2001
14 LION PT. Lion Metal Works Tbk 03/11/1997
15 LMSH PT. Lionmesh Prima Tbk 30/11/1990
16 LPCK PT. Lippo Cikarang Tbk 24/07/1997
17 PTRO PT. Petrosea Tbk 12/12/2000
18 PYFA PT. Pyramid Farma Tbk 16/10/2001
19 RALS PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk 24/07/1996
20 RIGS PT. Rig Tenders Tbk 05/03/1990
21 SMDR PT. Samudera Indonesia Tbk 05/07/1999
22 SMGR PT. Semen Gresik Tbk 02/06/1995
23 SMRA PT. Summarecon Agung Tbk 17/01/1995
24 SMSM PT. Selamat Sempurna Tbk 09/09/1996
68
25 STTP PT. Siantar Top Tbk 16/12/1996
26 TCID PT. Mandom Indonesia Tbk 30/09/1993
27 TGKA PT. Tigaraksa Satria Tbk 1991
28 TLKM PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk 14/11/1995
29 UNIC PT. Unggul Indah Cahaya Tbk 06/04/1990
30 UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk 02/01/1998
31 ETWA PT. Eterindo Wahanatama Tbk 16/05/1997
Sumber : ICMD (Indonesia Capital Market Directory)
Dari tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa sampel perusahaan
yang non financial distress atau sehat dari tahun 2001 sampai dengan
2008 dan telah di seleksi sesuai dengan kriteria di atas, maka di
dapatkan sampel sebanyak 31 perusahaan. Sampel perusahaan non
financial distress atau sehat di beri nilai kategori 1.
69
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan untuk menganalisis masalah dalam penelitian
ini adalah:
Data kuantitatif yang merupakan data berupa angka-angka yang
memiliki satuan hitung dan dapat dihitung secara matematis, yaitu ukuran
perusahaan yang merupakan variabel kontrol dalam penelitian ini. Dalam
penelitian ini juga menggunakan data kualitatif yang merupakan data
berupa informasi penerapan corporate governance oleh perusahaan yang
merupakan variabel independen dalam penelitian ini. Seluruh informasi
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data
yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, telah dikumpulkan dan diolah
pihak lain. Data-data yang digunakan diperoleh dari Pusat Referensi Pasar
Modal (PRPM) yang berada di Bursa Efek Indonesia yang berupa laporan
keuangan, hasil penelitian terdahulu dan jurnal.
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa
teknik berikut:
1. Studi Lapangan (Field Research)
Pengumpulan data yang didapat langsung di Pusat Referensi Pasar
Modal (PRPM) di Indonesia Stock Exchange (Bursa Efek
Indonesia). Data yang diambil berupa laporan keuangan tahunan
periode tahun 2001 sampai dengan than 2008 di Bursa Efek
Indonesia.
70
2. Studi Kepustakaan (Library Research)
Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa bahan-bahan teori
atau konsep yang didapat dari www.idx.com, perpustakaan berupa
literatur, artikel/jurnal ilmiah (English and Indonesian Journals)
yang dapat mendukung sebagai bahan kajian penelitian dan juga
sebagai landasan untuk menganalisa permasalahan.
D. Metode Analisis
Data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode :
1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini pada dasarnya
merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk
tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Ukuran
yang digunakan dalam deskripsi antara lain: maksimum, minimum,
nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi (Ghozali, 2009:19).
2. Analisis Regresi Logistik Binary
Pengujian kedua hipotesis dilakukan dengan analisis
multivariate dengan menggunakan regresi logistik (logistic
regression), yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara
metrik dan non metrik (nominal) untuk menguji variabel-variabel
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, pemegang
saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi, kepemilikan publik,
71
partisipasi pendiri dan penyebaran kepemilikan berpengaruh
terhadap financial distress.
Menurut Mudrajad Kuncoro (2004) yang dikutip dari
mudrajad.com Regresi Logistik adalah :
Tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas yang
digunakan dalam model.
Variabel bebas bisa variabel kontinyu, diskrit dan dikotomis.
Distribusi respon atas variabel terikat diharapkan nonlinear.
Jenis :
1. Binary Logistic Regression
2. Multinomial Logistic Regression
Model binary logistic adalah model yang memiliki variabel
dependen berupa kategori, sedangkan variabel independennya
berupa data numerik. Data kategori pada variabel independen
kemudian di beri nilai 0 dan 1. Setiap nilai dugaan dari variabel
independen terhadap variabel dependen dinyatakan dalam nilai
probabilitas (Nawari, 2010 : 185).
Dalam penelitian ini, model regresi logistik yang digunakan
adalah model binary logistic regression. Dimana variabel
dependen berupa data kategori yaitu nilai 0 untuk perusahaan yang
mengalami financial distress dan 1 untuk perusahaan sehat. Teknik
72
analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi
klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2009 : 8).
Model Regresi Logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis
sebagai berikut :
Di mana :
β0 = Konstanta
β1-7 = Koefisien
NFD = Probabilitas bahwa faktor / covariate ke-NFD punya
respon = 1 (NFD) dari respon regresi logistik biner yang
mempunyai nilai 1 (NFD) dan 0 (1-NFD = FD).
KM = Kepemilikan manajerial
KI = Kepemilikan Institusional
STK = Pemegang saham Terbesar kedua
UDW = Ukuran Dewan Direksi (Variabel dummy, Apabila
perusahaan mempunyai jumlah dewan direksi 1-7 = 1,
apabila perusahaan mempunyai jumlah dewan direksi >7 =
0)
Ln (NFD/1-NFD) = β0 + β1 KM + β2 KI + β3 STK + β4 UDW + β5 KP
+ β6 PP+ β7 PK+ β8 SIZE+ β9 SP+ ε
73
KP = Kepemilikan Publik
PP = Partisipasi Pendiri ( Variabel dummy, Apabila pendiri
perusahaan atau keturunannya masih tetap memegang
kendali=1 dan apabila sebaliknya = 0)
PK = Penyebaran Kepemilikan (variabel dummy, apabila
perusahaan mempunyai kepemilikan yang menyebar =1,
dan sebaliknya = 0)
SIZE = Ukuran Perusahaan
SP = Sumber Pendanaan (Variabel dummy, apabila perusahaan
tersebut memiliki sumber dana yang berasal dari
Penanaman Modal asing (PMA) = 1 dan perusahaan yang
memiliki dana bersumber dari Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN).
ε = variabel gangguan
74
3. Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data
empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan
antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika
nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of fit test statistic sama
dengan atau kurang dari 0.05, maka hipotesis nol ditolak yang
berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai
observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model
tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik
Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit lebih besar daripada 0,05
maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat
diterima karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali,
2009:269).
4. Menilai Model Fit
Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -2LL
function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya menunjukkan
bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006).
Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum
75
of Square Error” pada model regresi, sehingga penurunan Log
Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik.
5. Estimasi Parameter dan Interpretasinya
Estimasi parameter dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien
regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan bentuk
hubungan antara variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig) dengan tingkat
signifikasi (α).
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (X)
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi
variabel lain. Dalam penelitian ini menggunakan variabel
independen berupa elemen corporate governance yang meliputi :
a) Kepemilikan Manajerial (KM), yaitu persentase saham
yang dimiliki oleh manajemen (komisaris, direksi dan
karyawan). Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio.
b) Kepemilikan Institusional (KI), adalah jumlah persentase
hak suara yang dimiliki oleh institusi. Dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan indikator persentase jumlah
saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham
76
yang beredar. Skala pengukuran yang digunakan adalah
rasio.
c) Pemegang Saham Terbesar Kedua (STK), yaitu besarnya
andil dari pemegang saham terbesar kedua, baik alamat,
nama dewan direksi atau atas nama institusi. Dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator
persentase jumlah saham. Skala pengukuran yang
digunakan adalah rasio.
d) Ukuran dewan Direksi (UDW), yaitu jumlah dewan direksi,
jika jumlah dewan direksi 1-7 orang maka diberi skala 1
dan jika jumlah dewan direksi > 7 maka diberi skala 0.
Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal
(dummy).
e) Kepemilikan Publik (KP), yaitu persentase saham yang
dimiliki oleh publik. Skala pengukuran yang digunakan
adalah rasio.
f) Partisipasi Pendiri (PP), yaitu seberapa besar partisipasi
pendiri atau campur tangan pihak pendiri terhadap
pengelolaan perusahaan. Jika pendiri perusahaan atau
keturunannya masih tetap memegang kendali, kita
memberikan skala 1 dan apabila sebaliknya maka diberi
skala 0. Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal
(dummy).
77
g) Penyebaran Kepemilikan (PK), yaitu kepemilikan saham
yang menyebar. Dalam penelitian ini dukur dengan dummy
variabel, kategori 1 untuk perusahaan yang mempunyai
struktur kepemilikan saham yang menyebar (kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional dan kepemilikan
publik) dan kategori 0 untuk perusahaan yang mempunyai
struktur kepemilikan tidak menyebar atau terdapat saham
mayoritas.
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kondisi financial distress perusahaan yang merupakan
variabel kategori, 0 untuk perusahaan yang mengalami financial
distress dan 1 untuk perusahaan sehat.
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan variabel yang digunakan untuk
melengkapi atau mengontrol hubungan kausal antara variabel
independen dan variabel dependen, agar mendapatkan model
empiris yang lebih lengkap dan lebih baik. Variabel kontrol
bukanlah variabel utama yang akan diteliti dan diuji, tetapi lebih ke
variabel lain yang mempunyai efek pengaruh (Jogiyanto,
2004:157).
78
a) Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Firm Size (ukuran perusahaan) merupakan ukuran besar
kecilnya perusahaan yang diukur melalui logaritma natural
dari total asset (Ln total asset).
Firm Size = Ln Total Asset
b) Sumber Pendanaan
Dalam penelitian sumber pendanaan dapat dukur dengan
dummy variabel yaitu kategori 1 untuk perusahaan yang
memiliki dana bersumber dari Penanaman Modal Asing
(PMA) dan 0 untuk perusahaan yang memiliki dana
bersumber dari Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN).
79
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Objek Penelitian
1. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia (BEI)
Objek penelitian ini adalah laporan keuangan konsolidasi tahunan
yang berakhir setiap tanggal tutup buku 31 Desember pada
perusahaan-perusahaan go publik non sektor keuangan yang
dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dan telah diaudit oleh auditor
independen. Alasan Bursa Efek Indonesia dipilih sebagai sumber dari
objek penelitian ini karena Bursa Efek Indonesia merupakan Bursa
tertua yang ada di Indonesia. Bursa Efek Indonesia (Indonesia stock
exchange / IDX) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas
operasional dan transaksi, pemerintah memutuskan untuk
menggabungkan Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa
Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil
penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. Bursa Efek
Indonesia berpusat di Kawasan Niaga Sudirman, JL. Jend.Sudirman
52-53, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
80
Bursa Efek Jakarta pada awalnya pada saat pemerintahan Hindia
Belanda mendirikan di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang
diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel. Pada tanggal
11 Januari 1925 dibuka Bursa Efek di Surabaya, dan disusul dengan
pembukaan Bursa Efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.
Kemudian pada tahun 1956 pemerintah mengaktifkan pasar modal
sebagai sarana pembiayaan ekonomi.
Pada tanggal 13 Juli 1992 Bursa Efek Jakarta diswastakan
kemudian pada tahun 1995 bursa Efek jakarta meluncurkan sistem
perdagangan yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading System)
sistem ini memberikan fasilitas pada perdagangan saham secara fair
dan transparan sehingga informasi dapat diserap oleh investor dengan
cepat, dan pada tahun 2002 Bursa Efek Jakarta juga mulai menerapkan
sistem perdagangan jarak jauh yang disebut (remote trading system),
sebagai upaya meningkatkan akses pasar, kecepatan, dan frekuensi
perdagangan.
81
2. Deskripsi Objek Penelitian
Objek penelitian berupa perusahaan go publik non sektor
keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
dikelompokkan ke dalam dua kategori berdasarkan kondisi kesehatan
perusahaan tersebut, yaitu:
1. Perusahaan yang mengalami kondisi financial distress apabila
perusahaan tersebut mengalami delisted.
2. Perusahaan yang tidak mengalami kondisi financial distress
atau sehat apabila perusahaan tersebut memiliki laba bersih
positif selama periode waktu yang ditentukan.
Sebagaimana tujuan penelitian, pengujian signifikansi
pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi, kepemilikan
publik, partisipasi pendiri dan penyebaran kepemilikan terhadap
kondisi financial distress perusahaan yang akan diuji dengan
menggunakan model regresi logistik. Hal ini dikarenakan ukuran
kondisi financial distress disajikan dalam bentuk data nominal.
Distribusi perusahaan go publik non sektor keuangan yang
mengalami financial distresss dan yang telah memenuhi kriteria yang
telah ditentukan ada sebanyak 10 perusahaan. Mulai dari 2005 hanya
terdapat satu perusahaan yang delisted dan telah memenuhi kriteria
yaitu PT. Dankos Laboratories Tbk, kemudian tahun 2006 terdapat
82
tiga perusahaan yaitu PT. Komatsu Indonesia Tbk, PT. Bukaka Teknik
Utama Tbk, dan PT. Ryane Adibusana Tbk. Tahun 2007 terdapat lima
perusahaan yaitu PT. Summitplast Tbk, PT. Adhi Chandra
Automotive Tbk, PT. Sari Husada Tbk, dan PT. Korpora Persada
Investama Tbk. Tahun 2008 terdapat dua perusahaan yaitu PT. Surya
Dumai Industri Tbk dan PT. Bahtera Admina Samudra Tbk.
Tabel 4.1 Distribusi perusahaan yang mengalami delisted
No. Kode Nama Perusahaan Tahun Delisted
1. DNKS PT. Dankos Laboratories Tbk 2005 2. KOMI PT. Komatsu Indonesia Tbk 2006 3. BUKK PT. Bukaka Teknik Utama Tbk 2006 4. RYAN PT. Ryane Adibusana Tbk 2006 5. SMPL PT. Summitplast Tbk 2007 6. ACAP PT. Adhi Chandra Automotive Tbk 2007 7. SHDA PT. Sari Husada Tbk 2007 8. KOPI PT. Korpora Persada Investama Tbk 2007 9. SUDI PT. Surya Dumai Industri Tbk 2008 10. BASS PT. Bahtera Admina Samudra Ybk 2008 Sumber : Fact Book 2009, 2008, 2007, dan 2006.
Distribusi perusahaan go publik non sektor keuangan yang sehat atau
tidak mengalami financial distress, yang dilihat dari nilai laba bersih
yang positif dari tahun 2008 hingga tahun 2001 yaitu terdapat 31
perusahaan. Dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini :
83
Tabel 4.2 Distribusi perusahaan yang sehat/non financial distress
Sumber : Indonesia Capital Market Directory (ICMD)
No. Kode Nama Perusahaan Tahun Listing 1. AALI PT. Astra Agro Lestari Tbk 1997 2. ANTM PT. Aneka Tambang Tbk 1997 3. ASII PT. Astra International Tbk 1991 4. BATA PT. Sepatu Bata Tbk 1982 5. BLTA PT. Berlian Laju Tanker Tbk 1993 6. CTBN PT. Citra Tubindo Tbk 1990 7. DPNS PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk 1991 8. GGRM PT. Gudang Garam Tbk 1990 9. HMSP PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk 1992 10. INDF PT. Indofood Sukses Makmur Tbk 1994 11. JPRS PT. Jaya Pari Steel Tbk 1989 12. JPRT PT. Jaya Real Property Tbk 1994 13. KAEF PT. Kimia Farma Tbk 2001 14. LION PT. Lion Metal Works Tbk 1997 15. LMSH PT. Lionmesh Prima Tbk 1990 16. LPCK PT. Lippo Cikarang Tbk 1997 17. PTRO PT. Petrosea Tbk 2000 18. PYFA PT. Pyramid Farma Tbk 2001 19. RALS PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk 1996 20. RIGS PT. Rig Tenders 1990 21. SMDR PT. Samudera Indonesia Tbk 1999 22. SMGR PT. Semen Gresik Tbk 1995 23. SMRA PT. Summarecon Agung Tbk 1995 24. SMSM PT. Selamat Sempurna Tbk 1996 25. STTP PT. Siantar Top Tbk 1996 26. TCID PT. Mandom Indonesia Tbk 1993 27. TGKA PT. Tigaraksa Satria Tbk 1991 28. TLKM PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk 1995 29. UNIC PT. Unggul Indah Cahaya Tbk 1990 30. UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk 1998 31. ETWA PT. Eterindo Wahanatama Tbk 1997
84
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ukuran Dewan Direksi secara Keseluruhan
Sumber : Output SPSS 17
Dalam Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa variabel ukuran dewan
direksi diukur dengan variabel dummy yaitu jika jumlah dewan direksi
1-7 orang maka diberi skala 1 dan jika jumlah dewan direksi >7 maka
diberi skala 0. Perusahaan yang memiliki jumlah dewan direksi 1-7
mencapai 180 perusahaan atau sebesar 87.8% dan perusahaan yang
memiliki jumlah dewan direksi >7 sebanyak 25 perusahaan atau
sebesar 12.2%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel
perusahaan yang diteliti memiliki jumlah dewan direksi antara 1
sampai 7 orang.
UDW
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0 25 12.2 12.2 12.2
1 180 87.8 87.8 100.0 Total 205 100.0 100.0
85
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Partisipasi Pendiri secara Keseluruhan
PP
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 128 62.4 62.4 62.4 1 77 37.6 37.6 100.0 Total 205 100.0 100.0
Sumber : output SPSS 17
Dalam tabel 4.4 dapat dilihat bahwa variabel partisipasi pendiri
diukur dengan variabel dummy yaitu jika pendiri perusahaan atau
keturunannya masih tetap memegang kendali diberi skala 1 dan jika
tidak terdapat campur tangan dari pendiri atau keturunannya diberi
skala 0. Perusahaan yang memiliki campur tangan dari pihak pendiri
atau keturunannya terdapat 77 perusahaan atau sebesar 37.6% dan
perusahaan yang tidak memiliki campur tangan pihak pendiri atau
keturunannya mencapai 128 perusahaan atau sebesar 62.4%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar sampel perusahaan yang diteliti
tidak terdapat campur tangan pihak pendiri atau keturunannya.
86
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penyebaran Kepemilikan secara Keseluruhan
PK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 67 32.7 32.7 32.7 1 138 67.3 67.3 100.0 Total 205 100.0 100.0
Sumber : output SPSS 17
Dalam Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa variabel penyebaran
kepemilikan diukur dengan menggunakan variabel dummy yaitu jika
berskala 1 perusahaan memiliki kepemilikan saham yang menyebar
atau tidak terdapat saham mayoritas (kepemilikan, manajerial,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan publik) dan jika
perusahaan tidak memiliki perusahaan yang menyebar diberi skala 0.
Perusahaan yang memiliki saham yang menyebar mencapai 138
perusahaan atau sebesar 67.3% sedangkan perusahaan yang tidak
memiliki saham yang menyebar terdapat 67 perusahaan atau sebesar
32.7%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel perusahaan
memiliki kepemilikan saham yang menyebar atau tidak terdapat
saham mayoritas.
87
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi Sumber Pendanaan secara Keseluuruhan
SP
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0 158 77.1 77.1 77.1 1 47 22.9 22.9 100.0 Total 205 100.0 100.0
Sumber : Output SPSS 17
Dalam tabel 4.4 dapat dilihat bahwa variabel kontrol sumber
pendanaan diukur dengan dummy variabel yaitu jika perusahaan
mendapatkan permodalan dari luar negeri atau Penanaman Modal
Asing (PMA) diberi skala 1 dan jika perusahaan mendapatkan
permodalan dari dalam negeri atau Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) diberi skala 0. Perusahaan yang sumber permodalannya
berasal dari luar negeri atau asing (PMA) terdapat 47 perusahaan atau
sebesar 22.9% sedangkan perusahaan yang sumber permodalannya
berasal dari dalam negeri (PMDN) mencapai 158 perusahaan atau
sebesar 77.1%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian sampel
perusahaan yang diteliti memiliki sumber permodalan yang berasal
dari dalam negeri atau PMDN.
88
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Statistik Deskriptif
Sebagai tinjauan terhadap data penelitian, berikut ini akan
disajikan ringkasan data dalam bentuk statistik deskriptif untuk
masing-masing variabel. Ada sebanyak 205 data pengamatan yang
dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KM 205 .000008 75.300000 4.09867524 1.168651071E1
KI 205 8.530000 99.250000 66.06951220 1.714675222E1
STK 205 .000008 30.570000 9.99700905 7.724999184 KP 205 .750000 66.540000 28.39131707 1.318632464E1
SIZE 205 24,254409 31,760910 27,66177237 1,702393920 Valid N (listwise) 205
Sumber : Output SPSS
Data penelitian sebagaimana diringkas pada tabel 4.7
tersebut menunjukkan bentuk statistik deskriptif dari variabel-
variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang berbentuk skala
interval atau rasio. Variabel DW (Ukuran Dewan Direksi), PP
(Partisipasi Pendiri), PK (Penyebaran Kepemilikan) dan SP
(Sumber Pendanaan) tidak dimasukkan dalam perhitungan statistik
89
deskriptif karena ketiga variabel ini merupakan skala nominal.
Skala nominal merupakan skala pengukuran kategori atau
sekelompok atau sekelompok dari suatu subyek, (Ghozali, 2009).
Angka ini hanya berfungsi sebagai data kategori semata tanpa nilai
intrinsik dan tidak memiliki arti apa-apa. Oleh karena itu, tidak
tepat menghitung nilai maksimum, minimum, rata-rata dan standar
deviasi dari variabel tersebut.
Tujuan dari hasil uji statistik deskriptif ini adalah untuk
melihat kualitas data penelitian yang ditunjukkan dengan angka
atau nilai yang terdapat pada mean dan standar deviasi. Dapat
dikatakan apabila mean lebih besar daripada standar deviasi atau
penyimpangan maka kualitas data adalah lebih baik.
Dalam tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa variabel KM
(Kepemilikan Manajerial) memiliki rata-rata sebesar 4.09867524%
lebih besar dibandingkan standar deviasinya yaitu 1.168651071%.
Variabel KI (Kepemilikan Institusional), menunjukkan rata-rata
66.06951220% lebih besar bila dibandingkan dengan standar
deviasinya yaitu 1.1714675222%, kemudian variabel STK
(pemegang saham terbesar kedua) menunjukkan rata-rata
9.99700905% lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai
standar deviasinya yaitu sebesar 7.724999184%, sedangkan
variabel KP (kepemilikan publik) menunjukkan rata-rata
90
28.39131707% lebih besar bila dibandingkan dengan standar
deviasinya yaitu sebesar 1.318632464% dan variabel kontrol SIZE
(ukuran perusahaan) menunjukkan rata-rata 27,66177237 dengan
standar deviasi yaitu sebesar 1,702393920.
KM (kepemilikan manajerial) menunjukkan seberapa besar
saham yang dimiliki oleh pihak dalam atau manajemen, baik saham
yang dimiliki oleh komisaris, direksi maupun karyawan. Dalam
tabel menunjukkan rata-rata kepemilikan saham yang dimiliki oleh
pihak dalam atau manajemen sebesar 4.09867524%. Hal ini berarti
bahwa porsi rata-rata saham yang dimiliki oleh dewan komisaris,
dewan direksi maupun karyawan adalah sebesar 4.09867524% dari
seluruh saham yang beredar. Kepemilikan saham manajerial paling
rendah sebesar 0.000008% sedangkan yang paling tinggi mencapai
75.30%. Kepemilikan manajerial memiliki nilai standar deviasi
sebesar 1.168651071% yang dapat diartikan bahwa batas
penyimpangan kepemilikan manajerial adalah 1.168651071%.
KI (kepemilikan institusional) menunjukkan seberapa besar
saham yang dimiliki oleh institusi. Dalam tabel menunjukkan rata-
rata kepemilikan saham yang dimilki oleh institusi 66.06951220%,
hal ini berarti bahwa porsi rata-rata saham yang dimiliki oleh
institusi adalah sebesar 66.06951220% dari jumlah saham yang
beredar. Kepemilikan saham institusional paling rendah adalah
91
sebesar 8.53%, sedangkan yang tertinggi adalah sebesar 99.25%.
Kepemilikan institusional memiliki nilai standar deviasi sebesar
1.714675222%, yang berarti bahwa batas penyimpangan
kepemilikan institusional adalah sebesar 1.714675222%.
STK (pemegang saham terbesar kedua) menunjukkan
seberapa besar saham yang dimiliki oleh pemegang saham terbesar
kedua baik atas nama, alamat, direksi maupun institusi. Dalam
tabel terlihat bahwa rata-rata saham yang dimiliki oleh pemegang
saham terbesar kedua adalah sebesar 9.99700905%, hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata saham yang dimiliki oleh pemegang
saham terbesar kedua adalah sebesar 9.99700905% dari jumlah
saham yang beredar. Kemudian saham yang terendah yang dimiliki
oleh pemegang saham terbesar kedua adalah sebesar 0.000008%
sedangkan saham tertinggi sebesar 30.57%. pemegang saham
terbesar kedua memiliki nilai standar deviasi sebesar
7.724999184%, yang berarti bahwa batas penyimpangan variabel
pemegang saham terbesar kedua adalah sebesar 7.724999184%.
KP (kepemilikan publik) menunjukkan seberapa besar
saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat. Dalam tabel
terlihat bahwa rata-rata saham yang dimiliki oleh publik atau
masyarakat sebesar 28.39131707%, hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata saham yang dimiliki oleh publik atau masyarakat adalah
92
sebesar 28.39131707% dari jumlah saham yang beredar.
Kepemilikan saham publik yang terendah adalah sebesar 0.75%
dan yang tertinggi adalah sebesar 66.54%. Sedangkan kepemilikan
publik memiliki nilai standar deviasi sebesar 13.18632464% yang
berarti bahwa batas penyimpangan saham kepemilikan publik
adalah sebesar 13.18632464%.
SIZE (ukuran perusahaan) menunjukkan seberapa besar
total asset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, data dihitung
dengan menggunakan logaritma natural total asset. Dalam tabel
terlihat bahwa rata-rata dari logaritma natural total asset yang
dimiliki oleh perusahaan sebesar 27,66177237, hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata aset yang dimiliki oleh perusahaan
sebesar 27,66177237. Total asset terendah adalah sebesar
24,254409 dan yang tertinggi sebesar 31,760910. Sedangkan nilai
standar deviasi sebesar 1,702393920 yang berarti bahwa batas
penyimpangan logaritma natural total asset adalah sebesar
1,702393920.
93
2. Analisis Regresi Logistik Binary
Pengujian kedua hipotesis menggunakan model binary
logistic regression dengan metode enter pada tingkat signifikansi α
= 5%. Binary logistic regression digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen KM (kepemilikan manajerial), KI
(kepemilikan institusional), STK (pemegang saham terbesar
kedua), DW (ukuran dewan direksi), KP (kepemilikan publik), PP
(partisipasi pendiri), PK (penyebaran kepemilikan) dan variabel
kontrol SIZE (ukuran perusahaan) dan SP (sumber pendanaan)
terhadap financial distress. Pengujian hipotesis meliputi (1)
menilai kelayakan model regresi, (2) menilai keseluruhan model,
dan (3) menguji koefisien regresi.
a. Menilai Kelayakan Model Regresi (Goodness of Fit)
Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah
menilai kelayakan model regresi. Dari tampilan dalam tabel
Hosmer and Lemeshow Test menunjukkan bahwa besarnya
nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit
sebesar 4.725 dengan probabilitas 0.787 dimana 0.787 >
0.05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak (H0 diterima).
Hal ini dapat diartikan bahwa model regresi yang
dipergunakan dalam penelitian ini layak dipergunakan
94
untuk analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan
antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang
diamati.
Tabel 4.8
Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square df Sig. 1 4.725 8 .787
Sumber: Data diolah
b. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit Test)
Langkah berikutnya menilai kelayakan model
(overall model fit). Pada tabel 4.9 ditunjukkan uji kelayakan
dengan memperhatikan angka pada awal -2 LogLikelihood
(LL). Dari hasil perhitungan -2 LogLikelihood pada blok
pertama (block number = 0) terlihat nilai -2 LogLikelihood
sebesar 227.770. Kemudian hasil perhitungan nilai -2
LogLikelihood pada blok kedua (block number = 1) terlihat
nilai -2 LogLikelihood sebesar 151.665 terjadi penurunan
pada blok kedua (block number = 1) yang ditunjukkan pada
tabel 4. 9.
Penilaian keseluruhan model regresi menggunakan
nilai -2 LogLikelihood dimana jika terjadi penurunan pada
blok kedua dibanding blok pertama maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi kedua menjadi lebih
95
baik. Seperti yang ditunjukkan pada kedua tabel, pada blok
pertama (block number = 0) nilai-nilai -2 LogLikelihood
sebesar 227.770 dan pada blok kedua (block number = 1)
nilai -2 LogLikelihood 151.665. Dari hasil ini kita dapat
menyimpulkan bahwa model yang dihipotesiskan fit
dengan data.
Tabel 4.9 Overall Model Fit Test
Block Number = 0 -2 Log Likelihood
Block Number = 1 -2 Log Likelihood
227.770 151.665
Sumber : Data diolah
c. Menguji Koefisien Regresi
Tahap yang terakhir adalah uji koefisien regresi,
dimana hasilnya dapat dilihat pada tabel Model Summary.
Tabel tersebut menunjukkan hasil pengujian dengan regresi
logistik pada tingkat signifikansi 5 persen. Pada tabel
Model Summary memberikan nilai Cox & Snell R Square
sebesar 0.310 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0.462
yang menjelaskan bahwa dalam model regresi ini
kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
financial distress sebesar 46.2% dan sisanya 53.8%
dijelaskan oleh variabel lain.
96
Tabel 4.10 Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 151.665a .310 .462 a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.
Variabel lain yang dapat mempengaruhi financial
distress adalah faktor-faktor ekonomi makro. Menurut Ross
(2005) dalam (Ahmad Rodoni dan herni Ali, 2010: 182) ,
mengungkapkan bahwa ketidakpastian kondisi ekonomi
makro, merupakan contoh dari risiko sistematis yang
mempengaruhi sejumlah besar aset perusahaan. Kondisi ini
mempengaruhi semua saham diberbagai tingkat. Kepekaan
perusahaan terhadap tekanan kondisi ekonomi makro
merupakan inti dari risiko sistematis. Beberapa penjelasan
terkait dengan faktor ekonomi makro adalah sebagai
berikut:
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks pasar ini merupakan alat ukur kinerja sekuritas
khususnya saham yang listing di bursa yang digunakan
oleh bursa-bursa di dunia. IHSG digunakan untuk
mengukur kinerja saham. Fungsinya juga sebagai
benchmark kinerja portofolio, indikator trend pasar,
97
indikator tingkat keuntungan dan sebagai fasilitas
perkembangan produk derivatif.
Inflasi
Dalam ekonomi, inflasi memiliki pengertian suatu
proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi merupakan
proses suatu peristiwa dan bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya harga yang dianggap tinggi
belum tentu menunjukkan inflasi, dianggap inflasi jika
terjadi proses kenaikan harga yang terus-menerus dan
saling mempengaruhi.
Inflasi merupakan faktor risiko yang harus
dipertimbangkan dalam proses investasi. Adanya
kenaikan harga secara umum akan berdampak pada
berkurangnya daya beli sehingga tingkat hasil riil akan
turun. Dengan demikian apabila inflasi naik, maka
investor akan menginginkan kenaikan hasil nominal
guna melindungi tingkat inflasi riilnya.
98
Nilai Tukar
Globalisasi mendorong investasi lintas negara di
samping untuk tujuan diversifikasi. Oleh karena itu,
risiko nilai mata uang merupakan faktor ketidakpastian
yang dihadapi investor apabila melakukan investasi di
pasar global. Dengan terbukanya peluang investasi di
Bursa Efek Jakarta bagi investor asing, maka faktor
nilai tukar US Dollar terhadap rupiah merupakan faktor
risiko yang patut diperhitungkan. Semakin tinggi
fluktuasi nilai tukar mata uang yang bersangkutan.
Dengan demikian investor harus mempertimbangkan
pula premi risiko atas nilai tukar tersebut.
Nilai tukar rupiah terhadap US Dollar mempunyai
hubungan positif dan signifikan mempengaruhi return
saham. Dan return saham mempengaruhi kondisi
financial distress perusahaan, maka dapat diasumsikan
bahwa sensitifitas perusahaan terhadap nilai tukar
mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan.
99
Tabel 4.11
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a KM -.024 .027 .794 1 .373 .976
KI -.046 .023 4.049 1 .044 .955
STK .078 .036 4.689 1 .030 1.081
UDW .750 .996 .567 1 .451 2.117
KP .048 .028 2.962 1 .085 1.049
PP .849 .507 2.799 1 .094 2.337
PK -1.255 .533 5.552 1 .018 .285
SIZE 1.008 .231 19.044 1 .000 2.741
SP 2.265 .700 10.473 1 .001 9.633
Constant -25.484 6.901 13.638 1 .000 .000 a. Variable(s) entered on step 1: KM, KI, STK, UDW, KP, PP, PK, SIZE, SP.
Dari pengujian persamaan logistik tersebut, maka diperoleh model
regresi logistik sebagai berikut:
Ln (NFD/1-NFD) = -25.484 - 0.024KM – 0.046KI + 0.078STK
+ 0.750UDW + 0.048KP + 0.849PP – 1.255PK
+ 1.008SIZE + 2.265SP
100
3. Hasil Pengujian Hipotesis
a. Hasil Uji Hipotesis 1 : Kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar kedua,
ukuran dewan direksi, kepemilikan publik, partisipasi
pendiri dan penyebaran kepemilikan berpengaruh secara
simultan terhadap kondisi financial distress.
Untuk mengetahuinya, dalam regresi logistik binary
menggunakan statistik uji G, yaitu uji yang digunakan untuk
menguji peranan variabel independen dalam model secara
bersama-sama (Hosmer dan Lemeshow, 1989).
Berdasarkan hasil analisis untuk pengujian secara
simultan dari kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan
direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri dan penyebaran
kepemilikan berpengaruh terhadap financial distress. Pada
pengujian ini H0 1 ditolak atau Ha 1 diterima ditunjukkan
dengan besarnya probabilitas sebesar 0.000. nilai ini lebih kecil
dari 0.05 (0.000<0.05), ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh secara bersama-sama (simultan) dari variabel-
variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
pemegang saham terbesar kedua, ukuran dewan direksi,
101
kepemilikan publik, partisipasi pendiri dan penyebaran
kepemilikan terhadap kondisi financial distress.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Masruddin (2007) yang meyatakan bahwa
variabel-variabel kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, pemegang saham terbesar kedua, partisipasi
pendiri, ukuran dewan direksi, kepemilikan publik dan
penyebaran kepemilikan berpengaruh secara serentak
(simultan) terhadap kondisi financial distress.
Penelitian ini juga mendukung dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wijantini (2007), yang menyatakan bahwa salah
satu faktor penyebab kesulitan keuangan perusahaan adalah
buruknya pengelolaan perusahaan. Perusahaan-perusahaan di
Indonesia dinilai kurang berhasil dalam mengatasi krisis
dibanding dengan perusahaan di negara Asia lainnya. Salah
satu sebabnya adalah lemahnya tata kelola perusahaan.
Masalah tata kelola perusahaan muncul karena lemahnya
struktur pengawasan perusahaan terutama kurangnya
pengawasan dari pemegang saham, dewan komisaris dan bank
kreditur. Tingginya konsentrasi kepemilikan dan struktur
kepemilikan yang berorientasi pada hubungan keluarga
102
mengakibatkan keputusan stratejik perusahaan masih berada
pada anggota keluarga.
b. Hasil Uji Hipotesis Kedua : Kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar kedua,
ukuran dewan direksi, kepemilikan publik, partisipasi
pendiri dan penyebaran kepemilikan berpengaruh secara
parsial terhadap kondisi financial distress.
Pengujian variabel dilakukan satu per satu menggunakan
statistik uji wald (hosmer & lemeshow, 1989). Uji ini
dilakukan dengan membandingkan model terbaik yan
dihasilkan oleh uji simultan terhadap model tanpa variabel
bebas di dalam model terbaik.
Variabel KM (Kepemilikan manajerial) tidak berpengaruh
terhadap terjadinya financial distress. Dalam tabel
menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi sebesar -0.024,
dengan nilai probabilitas sebesar 0.373, nilai ini lebih besar
dari nilai signifikansi 0.05 (5%). Hal ini berarti bahwa
secara individu variabel kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap terjadinya financial distress.
103
Dari hasil diatas diketahui bahwa terdapat hubungan
negatif antara variabel kepemilikan manajerial dengan
financial distress. Atau dengan kata lain jika terjadi
peningkatan pada kepemilikan manajerial akan mampu
mendorong turunnya potensi kesulitan keuangan karena
akan mampu menyatukan kepentingan antara pemegang
saham dan manajer sehingga akan mampu menurunkan
potensi terjadinya kesulitan keuangan.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Masruddin (2007) yang menyatakan
bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap terjadinya financial distress. Menurut Classen,
Djankov dan Lang (2000) dalam Masruddin (2007)
menyatakan bahwa di Indonesia, 66.9% perusahaan yang
go publik adalah perusahaan keluarga. Untuk perusahaan
keluarga, ada kecenderungan bahwa antara pemilik
perusahaan dan manajemen (pengelola perusahaan) adalah
sama atau masih ada hubungan keluarga (istri, anak,
menantu, adik dan sebagainya) sehingga tidak bisa
dipisahkan antara keputusan atau policy yang ditetapkan
oleh pemilik perusahaan dengan keputusan yang diambil
oleh manajemen perusahaan.
104
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian
dari Huang Hui dan Jing-Jing Zhou (2008) yang
menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara
persentase saham yang dimiliki oleh para manajer dengan
biaya kesulitan keuangan atau tidak signifikan. Hal ini
mungkin terjadi karena proporsi saham manajer terlalu
kecil.
Terdapat hasil penelitian lain yang mendukung dari
hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Safrida Rumondang Parulian (2007). Menyatakan bahwa
kepemilikan saham oleh insider (direksi dan komisaris)
tidak terbukti memiliki hubungan signifikan dengan
terjadinya distress, walaupun arah hubungannya sesuai
dengan hipotesis.
Tetapi hasil ini kurang sejalan dengan teori agensi
dari Jensen (1993) dalam Masruddin (2007), yang
menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat
membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham
dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan
saham manajerial, maka semakin baik kinerja perusahaan.
Teori Jensen didasarkan atas asumsi bahwa antara pemilik
perusahaan dan manajemen (pengelola perusahaan) adalah
105
terpisah, sehingga timbul peluang terjadinya konflik antara
pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan (agency
conflict).
Variabel KI (Kepemilikan Institusional) berpengaruh
terhadap terjadinya financial distress. Dalam tabel
menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi sebesar -0.046
dengan nilai probabilitas sebesar 0.044, nilai ini lebih kecil
dari nilai signifikansi sebesar 0.05 (5 %). Dengan
diketahuinya nilai koefisien regresi yang negatif yaitu
sebesar -0.046 maka variabel kepemilikan institusional juga
memiliki hubungan negatif dengan variabel financial
distress. Maka setiap kenaikan 1% kepemilikan
institusional akan menurunkan probabilitas terjadinya
financial distress sebesar 0.046%. Artinya peningkatan
kepemilikan institusional dalam perusahaan akan
mendorong semakin kecilnya potensi financial distress. Hal
ini dikarenakan semakin besar kepemilikan institusional
akan semakin besar monitor yang dilakukan terhadap
perusahaan yang pada akhirnya akan mampu mendorong
semakin kecilnya potensi financial distress yang mungkin
tejadi di dalam persahaan. Hubungan yang bersifat negatif
106
tersebut juga didukung dengan kekuatan hubungan, yang
artinya terdapat hubungan signifikan antara variabel
kepemilikan institusional dengan variabel financial distress
yaitu sebesar 0.044 (signifikan pada tingkat 5%). Dengan
demikian terbukti bahwa secara individu (parsial) variabel
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap terjadinya
financial distress.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil
dari penelitian yang dilakukan oleh Masruddin (2007), yang
menyatakan bahwa variabel kepemilikan institusional tidak
berpengaruh terhadap terjadinya financial distress.
Sebagian besar pemegang saham perusahaan-perusahaan di
Indonesia adalah memakai nama suatu institusi daripada
nama pribadi. Kondisi ini akan menyulitkan untuk
mengetahui nama-nama direksi atau komisaris yang
mewakili pemegang saham perusahaan.
Tetapi hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian dari Emrinaldi Nur DP (2007) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kepemilikan institusional dengan perusahaan berstatus
kesulitan keuangan. Peningkatan kepemilikan institusional
dalam perusahaan akan mendorong semakin kecilnya
107
potensi terjadinya financial distress. Hal ini dikarenakan
semakin besar kepemilikan institusional akan semakin
besar monitor yang dilakukan terhadap perusahaan yang
pada akhirnya akan mampu mendorong semakin kecilnya
potensi financial distress yang mungkin terjadi di dalam
perusahaan.
Kepemilikan institusional adalah persentase jumlah
saham yang dimiliki oleh institusi. Institusi itu sendiri
meliputi pemerintah, perusahaan dan lembaga-lembaga
keuangan lainnya, hal ini dapat membuktikan bahwa peran
dari instutusi-intitusi tersebut besar terhadap perusahaan.
Sehingga institusi-institusi tersebut secara otomatis
memiliki kontrol yang besar terhadap perusahaan. Oleh
karena itu, perusahaanpun akan lebih baik lagi dalam hal
meningkatkan kinerja perusahaan guna untuk
mempertanggungjawabkan kinerjanya dan meningkatkan
kepercayaan para pemegang saham.
108
Variabel STK (pemegang saham terbesar kedua)
menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0.078 dengan
probabilitas sebesar 0.030 di bawah atau lebih kecil dari
nilai signifikansi 0.05 (5 persen). Dengan demikian terbukti
bahwa variabel pemegang saham terbesar kedua
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial
distress.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil
penelitian dari Masruddin (2007) yang menyatakan bahwa
variabel pemegang saham terbesar kedua tidak berpengaruh
terhadap terjadinya financial distress. Tetapi hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Tsun-
Siou Lee (2004), yang menyatakan bahwa peran pemegang
saham terbesar kedua dalam mengontrol kebijakan yang
diambil oleh pemegang saham terbesar akan mengurangi
peluang pengambilan keputusan yang cenderung
menguntungkan pemilik saham terbesar. Di samping itu
menurut Classen, Djankov & Lang (2000) dalam
Masruddin (2007), menyatakan bahwa untuk perusahaan
keluarga ada kecenderungan bahwa pemegang saham
terbesar kedua, masih ada hubungan keluarga atau masih
dari kelompok usaha yang sama sehingga hak suara yang
109
dimiliki cenderung mendukung keputusan pemegang saham
mayoritas.
Variabel UDW (ukuran dewan direksi) menunjukkan nilai
koefisien regresi sebesar 0.750 dengan probabilitas sebesar
0.451 lebih besar dari nilai signifikansi sebesar 0.05 (5%).
Hal ini mengandung arti bahwa secara individu (parsial),
terbukti bahwa variabel ukuran dewan direksi tidak
berpengaruh signifikan terhadap terjadinya financial
distress.
Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hasil
penelitian Masruddin (2007), yang menyatakan bahwa
variabel ukuran dewan direksi berpengaruh secara
signifikan terhadap terjadinya financial distress. Hal ini
tidak konsisten pula dengan penelitian Deni darmawati
(2004) dalam Masruddin (2007) yang menjelaskan bahwa
jumlah dewan direksi yang sesuai dengan besarnya
perusahaan akan lebih efektif dalam monitoring kinerja
perusahaan dan terciptanya network dengan pihak luar
perusahaan.
110
Tetapi Eisenberg et al. (1998) dalam Khaira Amalia
Fachrudin (2008:41) menyatakan bahwa ada hubungan
negatif antara ukuran dewan dan kinerja prusahaan, dengan
menggunakan sampel di Finlandia.
Dewan direksi menentukan kebijakan perusahaan.
Dewan komisaris memonitor penerapan kebijakan tersebut.
Wardhani (2006) menuliskan bahwa jumlah dewan yang
besar menguntungkan perusahaan dari sudut pandang
resources dependence (Alexander, Fernel, Halporn, 1993;
Goodstein, Gautarn, Boeker, 1994; Mintzberg, 1983).
Maksud dari pandangan resources dependence adalah
bahwa perusahaan akan tergantung dengan dewannya untuk
dapat mengelola sumber dayanya secara lebih baik.
Kerugian dewan yang besar adalah meningkatnya
permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi serta
turunnya kemampuan dewan untuk mengendalikan
manajemen, sehingga menimbulkan permasalahan agensi
yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan kontrol
(Jensen, 1993; Yermack, 1996) dalam (Khaira Amalia
Fchrudin, 2008:41).
111
Hasil statistik pada pengamatan tahun 2002 yang
dilakukan oleh Khairan Amalia Fachrudin (2008)
menunjukkan semakin banyak direktur semakin besar
kemungkinan perusahaan untuk tidak kesulitan keuangan.
Teori resources dependence mengatakan bahwa perusahaan
tergantung pada dewannya untuk mengelola sumber daya
secara lebih baik.
Variabel KP (kepemilikan publik) menunjukkan nilai
koefisien regresi sebesar 0.048 dengan probabilitas sebesar
0.085 lebih besar dari nilai signifikansi sebesar 0.05 (5%).
Hal ini dapat diartikan bahwa secara individu (parsial)
terbukti bahwa variabel kepemilikan publik tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya financial
distress.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Masruddin (2007), yang
menyatakan bahwa variabel kepemilikan publik
berpengaruh terhadap terjadinya financial distress.
Masyarakat atau publik dalam hal ini dapat berupa pribadi
atau suatu institusi. Keberadaanya menuntut untuk
diberikannya informasi kinerja perusahaan yang jujur, jelas
112
dan tepat waktu. Penerapan corporate governance yang
baik, akan banyak mempengaruhi tinggi rendahnya
kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan manajemen
dalam mengelola modal yang ditanamkan ke perusahaan
tersebut. Dengan demikian tanggung jawab perusahaan
dalam menerapkan corporate governance yang baik akan
lebih besar, dimana hal tersebut sebagai bagian dari aspek
transparansi dalam mekanisme corporate governance.
Variabel PP (partisipasi pendiri) menunjukkan nilai
koefisien regresi sebesar 0.849 dengan probabilitas sebesar
0.094 lebih besar dari nilai signifikansi 0.05 (5%). Hal ini
mengandung arti bahwa secara individu (parsial) terbukti
bahwa variabel partisipasi pendiri tidak berpengaruh
terhadap terjadinya financial distress.
Hasil penelitian ini tidak sebanding dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Masruddin (2007), yang
menyatakan bahwa variabel partisipasi pendiri berpengaruh
terhadap terjadinya financial distress. Tetapi hasil ini
konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tsun-Siou Lee dan Yin Hua Yeh (2004) yang menjelaskan
bahwa semakin besar campur tangan pihak pendiri (dan
113
keluarga) dalam menjalankan bisnis perusahaan, maka
tingkat kemandirian manajemen dalam mengelola
perusahaan akan cenderung rendah karena adanya campur
tangan dari pihak pendiri perusahaan, sehingga penerapan
prinsip-prinsip transparancy, accountability dan
responsibility akan cenderung lemah yang berarti lemahnya
penerapan corporate governance.
Yeh, Lee, dan Woidtke (2001) melaporkan
perusahaan keluarga yang memiliki tingkat control tinggi
akan memiliki kualitas kinerja keuangan yang rendah,
dibandingkan perusahaan keluarga yang memiliki tingkat
kontrol yang rendah dan telah dimiliki secara luas oleh
publik. Lebih lanjut, mereka menemukan bahwa nilai
perusahaan lebih tinggi ketika pengendali perusahaan
menempatkan wakilnya dalam jajaran manajemen dan
jumlahnya hanya minoritas saja dalam (Indra Surya dan
Ivan Yustiavandana, 2008:39).
114
Varaibel PK (penyebaran kepemilikan) menunjukkan nilai
koefisien regresi sebesar -1.255 dengan probabilitas sebesar
0.018 lebih kecil dari nilai signifikansi 0.05 (5%). Hal ini
dapat mengandung arti bahwa secara individu (parsial)
terbukti bahwa variabel penyebaran kepemilikan
berpengaruh terhadap terjadinya financial distress.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil
penelitian Masruddin (2007), yang menyatakan bahwa
variabel penyebaran kepemilikan tidak berpengaruh
terhadap terjadinya financial distress. Sebabnya adalah
perusahaan dengan struktur kepemilikan saham yang
menyebar (banyak pemilik dengan kepemilikan yang kecil)
menyebabkan pengendalian pemegang saham terhadap
manajemen cenderung lemah, karena tidak adanya
pemegang saham mayoritas dan meratanya hak suara dari
masing-masing pemegang saham. Pemegang saham tidak
mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengendalikan
manajemen sehingga manajemen mempunyai derajat
discreation yang tinggi yang memungkinkan mereka untuk
mengambil keputusan yang menguntungkan dirinya sendiri
(Tri gunarsih, 2003). Tetapi ada penelitian lain yang
mendapati bahwa dengan kepemilikan saham yang
115
menyebar, maka tidak ada pemegang saham yang terlalu
dominan, dengan demikian kebijakan-kebijakan perusahaan
akan banyak ditentukan oleh rapat umum pemegang saham
(RUPS) yang dihadiri oleh perwakilan dari semua
pemegang saham.
Sebuah riset yang dilakukan oleh ekonom Bank
Dunia pada tahun 1998 juga mengungkapkan bahwa
sepanjang tahun 1993 sampai tahun 1997, lebih dari 60
persen saham perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) hanya dikuasai oleh sepuluh
keluarga terkaya di Indonesia. Dengan kepemilikan
perusahaan Indonesia yang demikian kerap terjadi sengketa
kepentingan antara pemegang saham mayoritas dengan
pemegang saham minoritas. Sengketa kepentingan pada
perusahaan publik di Indonesia disebabkan pemegang
saham mayoritas umumnya memiliki kontrol yang sangat
besar terhadap perusahaan tersebut. Pemegang saham
mayoritas ini umumnya pemegang saham awal (keluarga)
di mana perusahaan publik di Indonesia pada mulanya
merupakan perusahaan keluarga. Walaupun perusahaan
telah menjadi perusahaan publik, kepemilikan keluarga
masih sangat besar dibandingkan jumlah saham yang
116
dilepas ke publik dalam (Indra Surya dan Ivan
Yustiavandana, 2008:56)
Forum For Corporate Governance in Indonesia
(2002) mengatakan bahwa pemegang saham mayoritas ini
kerap memanfaatkan kekuatannya pada perusahaan publik
untuk kepentingannya yang sebenarnya merugikan
pemegang saham minoritas. Hal-hal seperti inilah yang
menjadi penyebab sengketa antara pemegang saham
mayoritas dengan pemegang saham minoritas. Belajar dari
perilaku usaha di Indonesia selama kurun waktu yang
sangat panjang telah tercemar dengan berbagai tindakan,
kegiatan, dan modus usaha usaha yang tidak sehat, karena
pola dan kepemilikan usaha yang hanya terkonsentrasi pada
segelintir kelompok dan secara sistematis menerapkan
strategi usahanya dengan bertumpu pada praktik Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam (Indra Surya dan Ivan
Yustiavandana, 2008:57)
117
Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi Logistik
Variabel Independen
Unstandardized Coefficients β)
Sig Parsial (Uji Wald)
Sig Simultan (Uji G)
Interpretasi
(Constant) -25.484 0.000
KM -0.024 0.373 Tidak signifikan
KI -0.046 0.044 Signifikan
STK 0.078 0.030 Signifikan
UDW 0.750 0.451 Tidak signifikan
KP 0.048 0.085 Tidak Signifikan
PP 0.849 0.094 Tidak signifikan
PK -1.255 0.018 Signifikan
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
=0.310
=0.462
Sumber data : data sekunder yang diolah
Keterangan : *) Signifikansi pada level 5%
118
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris tentang
pengaruh corporate governance terhadap financial distress pada
perusahaan go publik non sektor keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dengan menggunakan sampel sebanyak 41 perusahaan pada
delapan periode tahun 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008
sehingga didapatkan jumlah sampel (n) sebanyak 41 x 5 = 205 sampel.
Dari hasil penelitian data dan pembahasan yang dilakukan, dengan
menggunakan regresi logistik maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Obyek penelitian terdiri dari 205 sampel dengan periode pengamatan
selama 5 tahun, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2 yang
menunjukkan bahwa sebanyak 10 perusahaan mengalami financial
distress dan 31 perusahaan sehat.
2. Secara simultan atau bersama-sama variabel kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, pemegang saham terbesar kedua, ukuran
dewan direksi, kepemilikan publik, partisipasi pendiri dan penyebaran
kepemilikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap finacial
distress. Hal ini ditunjukkan oleh angka signifikansi untuk model
regresi logistik ini adalah 0.000. angka signifikansi ini lebih kecil dari
nilai signifikansi 0.05 sehingga H1 diterima atau variabel-variabel
119
bebas dalam model regresi logistik ini secara simultan atau bersama-
sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat
(financial distress).
3. Secara parsial atau individu kepemilikan institusional, pemegang
saham terbesar kedua, dan penyebaran kepemilikan mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap financial distress. Hal ini
ditunjukkan oleh angka signifikannya sebesar 0.044, 0.030 dan 0.018.
Angka signifikansi ini lebih kecil dari 0.05. Sehingga H2 diterima atau
variabel-variabel bebas yaitu kepemilikan institusional, pemegang
saham terbesar kedua dan penyebaran kepemilikan dalam model
regresi logistik ini secara parsial atau individu mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap variabel terikat (financial distress).
B. Saran
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel-variabel
lain yang diduga mempengaruhi financial distress perusahaan seperti
komite audit dan komisaris independen.
2. Memperluas penelitian dengan menambah sampel penelitian dari
seluruh perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia sehingga
hasil yang diperoleh akan lebih dapat digeneralisasi dan akan lebih
menggambarkan kondisi sesungguhnya selama jangka panjang.
120
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica, “Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go Public dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit”, Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. XII No. 1, STIE Perbanas Surabaya, Maret 2006.
_____________________, Dan Emanuel Kristijadi, “Analisis Rasio Keuangan
untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI), Vol. 7 No. 2, STIE Perbanas Surabaya, Desember 2003.
_____________________, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi
Financial Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7 No. 1, STIE Perbanas Surabaya, Januari, 2004.
____________________, Dan Lailul L. Sifa, “Reaksi Pasar Publikasi Corporate
Governance Perception Index Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi, IX Padang, 2006.
Amrullah, Khania Vissiani, “Prediksi Financial Distress Perusahaan (Studi
Empirik Pada Perusahaan manufaktur Yang Terdaftar di BEI) Periode 2001-2008”. Skripsi Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Atikhasari, Vinanta. “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba”, Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti Jakarta, 2010.
Asri, Dyah Permata Budi. “Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
dalm Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta.
Effendi. M. Arief, “The Power of Corporate Governance: Teori dan
Imlementasi”. Jakarta: Salemba Empat, 2009. Fachrudin, Khaira Amalia, “Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal”, USU
Press, Medan, 2008 Ghazali, Imam, “Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 2005.
121
Habibie, M.Z., “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”, Skripsi Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti Jakarta, 2010.
Handayani, Dwi R. dan Bambang Hadinugroho, “Analisis Pengaruh Kepemilikan
Manajerial, Kebijakan Hutang, ROA, Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Deviden (Studi Kasus Pada Perusahaan manufaktur yang Terdaftar di BEJ Tahun 2001-2005)”, Fokus Manajerial, Vol. 7 No. 1, Jurusan Ekonomi fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, 2009.
Harahap, Sofyan Syarif, “Analisis Kritis atas Laporan Keuangan”, Edisi 1,
Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Hui, Huang dan Jing-Jing Zhou, “Relationship between Corporate Governance
and Financial Distress: An Empirical Study of Distressed Companies in China”, Internaational Journal of Management, Desember 2008.
Iqbal, Syaiful dan Nurul Fachriyah, “Corporate Governance Sebagai Alat Praktik
Manajemen Laba (Earnings Management)”. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, 2007.
Jogiyanto.2004.”Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-pengalaman”.BPFE-Yogyakarta.
Kaihatu, Thomas S, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indonesia”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.8 No.1, Maret. Universitas Kristen Petra Suarbaya, 2006.
Komite Kebijakan Corporate Governance, “Pedoman Good Corporate
Governance Indonesia”. Jakarta: KNKG, 2006. Madura, Jeff, “Introduction To Business (Pengantar Bisnis)”, Edisi 4 Buku 1.
Jakarta: Salemba Emapt, 2007. Masruddin, “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Financial Distress (Studi
pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEJ)”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. XI, No. 2, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Tadulako Palu, Mei 2007.
Musdholifah, “Analisis Hubungan Financial Distress, Rasio BV/MV, dan Pendapatan Saham pada Perusahaan di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 4 No. 2, Agustus 2006.
122
Nawari, “Analisis Regresi dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17”, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010.
Nur, Emrinaldi DP, “Analisis Pengaruh Praktek Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Terhadap Kesulitan Keuangan Perusahaan (Financial Distress): Suatu Kajian Empiris”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 9, No.1, April 2007.
Parulian, Safrida Rumondang, “Hubungan Struktur Kepemilikan, Komisaris Independe dan Kondisi Financial Distress Perusahaan Publik”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 1 Nomor 3, Desember 2007.
Rodoni, Ahmad dan Rahman Muslim, “Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go-Public Menggunakan Analisis Multinomial Logit”, Etikonomi, Vol. 8 No. 2, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus 2009.
______________, dan Herni Ali, “Manajemen Keuangan”. Edisi pertama. Jakarta:
Penerbit Mitra Wacana Media, 2010. Sayidah, Nur, “Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Kinerja
Perusahaan Publik (Studi Kasus Peringkat 10 Besar CGPI Tahun 2003, 2004, 2005)”, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI), Vol. 11 No. 1, Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Juni 2007.
Septiana, Riska. “Pengaruh Corporate Governance dan Perumbuhan Terhadap
Peringkat Obligasi”, Skripsi Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Sugiono. Arief, “Manajemen Keuangan untuk Praktisi Keuangan”, Jakarta; PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009. Suhendah, Rousilita, “Implementasi Konsep Good Corporate Governance di PT.
Astra International Tbk dan Bank central Asia dalam Rangka Meningkatkan Kinerja dan Kepercayaan Masyarakat”, Jurnal Manajemen, Vol. 7 No. 1, Universitas Tarumanegara Jakarta, Februari 2003.
Surya, Indra dan Ivan Yustiviandana, “Penerapan Good Corporate Governance
Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha”. Edisi 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
123
Tsun-Siou, Lee dan Yin Hua Yeh, “Corporate Governance and Financial Distress; Evidence from Taiwan”, E-mail: [email protected], 2001.
Widarjo, Agus, “Analisis Statistika Multivariat Terapan”, Yogyakarta: UPP STIM
YKPN, 2010. Wijantini, “Faktor Utama Penyebab Kesulitan Keuangan Perusahaan”, Jurnal
Akuntansi, Vol. XI No. 02, Prasetya Mulya Business School Jakarta, Mei 2007.
Wolfhenson, James D, “Good Corporate Governance, Pengertian dan Konsep
Dasar”, President of The World Bank, 1999.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_publik
http://www.deptan.go.id/bdd/admin/uu/UU-25-07.pdf
http://www.scribd.com/doc/52798915/Analisis-Regresi-Logistik-Multinomial
124
Lampiran 1: Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KM 205 .000008 75.300000 4.09867524 1.168651071E1
KI 205 8.530000 99.250000 66.06951220 1.714675222E1
STK 205 .000008 30.570000 9.99700905 7.724999184
KP 205 .750000 66.540000 28.39131707 1.318632464E1
SIZE 205 24,254409 31,760910 27,66177237 1,702393920
Valid N (listwise) 205
125
Lampiran 2 : Hasil Uji Regresi Logistik Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 205 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 205 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 205 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable
Encoding
Original
Value Internal Value
0 0
1 1
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 228.211 1.024
2 227.770 1.129
3 227.770 1.131
4 227.770 1.131
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 227,770
126
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 228.211 1.024
2 227.770 1.129
3 227.770 1.131
4 227.770 1.131
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 227,770
c. Estimation terminated at iteration number 4
because parameter estimates changed by less than
,001.
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct 0 1
Step 0 Y 0 0 50 .0
1 0 155 100.0
Overall Percentage 75.6
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant 1.131 .163 48.393 1 .000 3.100
127
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables KM 8.887 1 .003
KI 3.724 1 .054
STK .039 1 .844
UDW 4.148 1 .042
KP 19.299 1 .000
PP .872 1 .350
PK 2.266 1 .132
SIZE 28.549 1 .000
SP 4.468 1 .035
Overall Statistics 56.575 9 .000
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log
likelihood
Coefficients
Constant KM KI STK UDW KP PP PK SIZE SP
Step 1 1 175.096 -8.490 -.021 -.020 .033 .003 .012 .428 -.636 .373 .839
2 156.049 -16.687 -.023 -.034 .054 .311 .028 .637 -1.020 .688 1.618
3 151.984 -22.923 -.023 -.043 .070 .620 .042 .790 -1.193 .915 2.094
4 151.667 -25.251 -.024 -.046 .077 .739 .047 .844 -1.249 1.000 2.251
5 151.665 -25.482 -.024 -.046 .078 .750 .048 .849 -1.255 1.008 2.265
6 151.665 -25.484 -.024 -.046 .078 .750 .048 .849 -1.255 1.008 2.265
7 151.665 -25.484 -.024 -.046 .078 .750 .048 .849 -1.255 1.008 2.265 a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 227,770 d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.
128
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 76.105 9 .000
Block 76.105 9 .000
Model 76.105 9 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 151.665a .310 .462
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 4.725 8 .787
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Y = 0 Y = 1
Total Observed Expected Observed Expected
Step 1 1 17 16.242 4 4.758 21
2 10 11.950 11 9.050 21
3 7 8.138 14 12.862 21
4 9 6.231 12 14.769 21
5 4 3.559 17 17.441 21
6 2 1.992 19 19.008 21
7 0 1.087 21 19.913 21
8 1 .557 20 20.443 21
9 0 .204 21 20.796 21
10 0 .040 16 15.960 16
129
Classification Tablea
Observed
Predicted
Y Percentage
Correct 0 1
Step 1 Y 0 25 25 50.0
1 13 142 91.6
Overall Percentage 81.5
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a KM -.024 .027 .794 1 .373 .976
KI -.046 .023 4.049 1 .044 .955
STK .078 .036 4.689 1 .030 1.081
UDW .750 .996 .567 1 .451 2.117
KP .048 .028 2.962 1 .085 1.049
PP .849 .507 2.799 1 .094 2.337
PK -1.255 .533 5.552 1 .018 .285
SIZE 1.008 .231 19.044 1 .000 2.741
SP 2.265 .700 10.473 1 .001 9.633
Constant -25.484 6.901 13.638 1 .000 .000
a. Variable(s) entered on step 1: KM, KI, STK, UDW, KP, PP, PK, SIZE, SP.
Correlation Matrix
Constant KM KI STK UDW KP PP PK SIZE SP
Step 1 Constant 1.000 -.449 -.104 -.334 -.462 -.216 -.509 .046 -.940 -.417
KM -.449 1.000 .750 -.091 -.005 .443 .404 .207 .212 .144
KI -.104 .750 1.000 -.155 -.186 .565 .241 .124 -.197 -.065
STK -.334 -.091 -.155 1.000 .181 .008 .093 -.497 .352 .216
UDW -.462 -.005 -.186 .181 1.000 -.118 .272 -.054 .400 .482
KP -.216 .443 .565 .008 -.118 1.000 .136 -.005 -.012 .224
PP -.509 .404 .241 .093 .272 .136 1.000 .063 .393 .317
PK .046 .207 .124 -.497 -.054 -.005 .063 1.000 -.113 -.107
SIZE -.940 .212 -.197 .352 .400 -.012 .393 -.113 1.000 .346
SP -.417 .144 -.065 .216 .482 .224 .317 -.107 .346 1.000
130
Lampiran 3 : Data variabel Kepemilikan Manajerial (dalam persentase)
TABEL 1 PERUSAHAAN SEHAT/NON FINANCIAL DISTRESS
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 1.36 3.60 3.22 0.08 0.08 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 0.043 0.044 0.025 0.015 0.016 3. PT. Astra International Tbk ASII 0.02 0.01 0.01 0.09 0.04 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 0.28 0.24 0.20 0.0094 0.0094 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 0.65 0.65 0.63 0.641 0.641 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 1.9 1.9 0.83 1.9 1.9 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 1.75 1.74 1.74 1.74 2.06 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 6.72 2.69 1.97 2.0 2.0 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 0.522 0.51 0.47 0.12 0.05 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 15.53 2.20 2.20 2.20 2.20 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 0.0001 0.001 0.001 0.001 0.001 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 0.97 0.97 0.97 0.97 0.40 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 25.78 25.78 25.78 25.61 25.61 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 1.46 2.85 2.85 2.85 2.85 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 0.39 0.43 0.42 0.19 0.19 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 23.08 23.08 23.08 23.08 23.08 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 3.71 3.71 3.71 3.71 3.71 20. PT. Rig Tenders RIGS 0.03 0.03 0.03 0.002 0.00045 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 2.29 2.29 2.29 2.29 2.29 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 0.0010 0.00013 0.00013 0.00013 0.000033 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 0.66 0.66 0.37 0.37 0.36 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 1.91 1.91 1.9 1.9 1.9 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 6.28 6.28 8.18 6.28 6.28 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 2.00 2.01 1.80 1.80 0.9672 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 0.012 0.003 0.012 0.012 0.01 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 0.408 0.408 0.000626 0.00041 0.00038 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 0.049 0.04 0.04 0.04 0.04 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 0.003 0.003 0.002 0.001 0.001 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 0.33 0.29 0.31 0.25 0.06
131
TABEL 2
PERUSAHAAN FINANCIAL DISTRESS
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 0.000008 0.000012 0.000012 0.000012 0.000012 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 0.01 0.01 0.0003 0.0003 0.00028 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 0.24 0.24 0.24 8.86 9.15 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0.0053 0.0038 0.0075 0.067 0.0012 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 0.099 0.086 0.086 0.079 0.079 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 75.3 68.0 68.0 68.0 68.0 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 5.08 5.1 2.69 4.5 1.82 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 0.0013 0.0006 0.0006 1.42 0.0148 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 1.89 1.89 0.60 0.60 0.60 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 5.92 5.92 4.67 4.67 4.67
132
Lampiran 4 : Data variabel Kepemilikan Institusional (dalam persentase)
TABEL 3 PERUSAHAAN SEHAT/NON FINANCIAL DISTRESS
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 74.1 66.84 79.94 79.94 79.68 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 65.0 70.75 70.42 70.0 75.0 3. PT. Astra International Tbk ASII 50.35 51.86 41.94 47.55 50.11 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 80.6 80.6 80.6 72.6 84.1 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 62.31 51.97 63.19 45.38 45.35 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 70.86 63.36 63.36 63.54 58.08 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 49.67 49.67 49.67 65.29 65.29 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 72.12 72.12 72.12 72.12 72.12 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 32.06 42.53 44.78 44.78 97.95 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 48.0 51.89 51.53 51.53 51.53 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 29.76 30.78 32.18 32.18 32.18 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 68.07 74.13 74.42 74.42 75.95 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 90.03 90.03 90.03 90.02 90.03 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 57.7 57.7 57.7 57.7 57.7 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 32.22 32.22 32.22 37.56 37.62 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 64.12 57.79 57.79 57.79 52.99 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 80.46 79.24 82.29 82.29 77.90 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 53.85 53.85 53.85 53.85 53.85 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 65.50 65.50 65.50 64.07 63.78 20. PT. Rig Tenders RIGS 70.47 76.82 70.47 77.47 96.85 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 78.82 74.26 75.0 75.0 66.48 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 51.01 51.01 51.01 76.53 76.54 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 39.93 39.93 39.93 39.93 33.1 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 68.02 68.02 68.02 62.08 68.02 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 65.5 65.5 65.5 71.22 66.14 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 68.03 77.62 60.12 60.12 79.5 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 95.3 93.12 93.17 97.83 93.2 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 54.29 65.98 66.6 65.88 68.04 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 73.38 63.74 73.38 73.38 74.04 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 85.0 85.0 85.0 84.99 85.0 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 68.98 60.25 73.78 73.78 73.78
133
TABEL 4
PERUSAHAAN FINANCIAL DISTRESS
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 64.92 64.93 64.93 64.93 64.92 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 80.36 72.74 74.43 74.43 84.0 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 56.98 67.4 67.4 64.19 63.65 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 71.46 78.69 76.78 80.09 81.25 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 80.49 83.93 90.26 84.0 84.0 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 8.53 10.49 17.24 27.24 45.0 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 86.67 67.64 73.05 69.05 52.47 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 80.80 80.80 80.85 87.08 98.59 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 74.85 92.02 82.56 88.67 99.25 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 63.93 63.93 71.52 71.52 71.52
134
LAMPIRAN 5 : Data variabel Pemegang Saham Terbesar Kedua (dalam persentase)
TABEL 5 PERUSAHAAN SEHAT/NON FINANCIAL DISTRESS
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 7.01 3.65 3.22 0.06 0.06 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 0.010 5.75 5.42 5.0 10.0 3. PT. Astra International Tbk ASII 7.5 8.06 4.90 4.90 0.02 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 8.0 8.0 8.0 7.60 7.60 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 17.32 16.19 12.36 0.06 0.06 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 25.0 25.0 25.0 25.0 25.0 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 6.32 6.32 5.68 14.50 14.50 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 5.32 5.32 5.32 5.32 5.32 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 5.2 6.68 7.17 7.17 2.05 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 12.16 0.306 0.39 0.10 0.04 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 17.22 17.22 17.22 17.22 17.22 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 0.001 0.001 0.001 0.001 12.36 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 0.97 0.97 0.97 0.42 0.40 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 28.85 28.85 28.85 28.85 28.85 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 14.09 14.09 14.09 14.09 14.09 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 15.59 15.59 15.59 15.59 10.79 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 6.98 0.15 0.15 0.15 0.15 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 11.54 11.54 11.54 11.54 11.54 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 3.71 3.71 3.71 3.71 3.70 20. PT. Rig Tenders RIGS 11.37 11.37 11.37 11.41 11.41 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 8.52 8.52 8.52 8.52 8.50 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 25.53 25.53 25.53 25.53 25.53 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 8.58 8.58 8.58 8.58 8.17 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 1.53 1.53 1.53 1.52 1.52 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 6.28 6.28 6.28 6.28 6.28 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 6.31 11.19 11.18 7.91 11.31 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 20.26 25.08 25.06 25.06 30.57 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 0.223 8.73 8.89 8.12 9.18 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 10.11 9.61 10.11 10.11 10.11 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 3.3 2.9 5.0 5.0 5.0 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 21.83 21.83 14.25 14.25 14.25
135
TABEL 6 PERUSAHAAN FINANCIAL DISTRESS
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 0.000008 0.000012 0.000012 0.000012 0.000012 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 9.38 6.10 8.02 8.02 10.69 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 8.26 9.88 9.88 9.95 9.88 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0.0038 7.23 5.32 8.63 9.79 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 18.28 18.28 18.28 5.0 5.0 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 8.53 10.49 9.01 19.0 10.0 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 2.5 1.82 20.58 18.18 18.18 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 10.67 12.16 10.79 5.15 5.15 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 21.38 21.38 21.38 21.38 9.27 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 5.92 5.92 21.05 21.05 12.36
136
Lampiran 6 : Data Variabel Ukuran Dewan Direksi (dummy variabel)
Tabel 7
Perusahaan Sehat/Non Financial Distress
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 1 1 1 1 1 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 1 1 1 1 1 3. PT. Astra International Tbk ASII 1 1 1 1 1 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 1 1 1 1 1 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 1 1 1 1 1 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 1 1 1 1 1 7. PT. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 1 1 1 0 0 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 0 0 0 0 0 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 1 1 1 1 1 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 0 0 0 0 0 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 1 1 1 1 1 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 1 1 1 1 1 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 1 1 1 1 1 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 1 1 1 1 1 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 1 1 1 1 1 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 1 1 1 1 1 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 1 1 1 1 1 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 1 1 1 1 1 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 1 1 1 1 1 20. PT. Rig Tenders RIGS 1 1 1 1 1 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 1 1 1 1 1 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 1 0 1 1 1 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 1 1 1 1 1 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 1 1 1 1 1 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 1 1 1 1 1 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 0 0 0 0 0 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 1 1 1 1 1 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 1 1 1 1 1 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 1 1 1 1 1 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 0 0 0 0 0 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 1 1 1 1 1
137
Tabel 8 Perusahaan Financial Distress
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 1 1 1 1 1 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 1 1 1 1 1 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 1 1 1 1 1 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 1 1 1 1 1 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 0 0 1 1 1 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 1 1 1 1 1 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 1 1 1 1 1 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 1 1 1 1 1 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 1 1 1 1 1 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 1 1 1 1 1
138
Lampiran 7 : Data Varaibel Kepemilikan Publik (dalam persentase)
Tabel 9 Perusahaan Sehat/Non Financial Distress
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 24.60 29.51 20.06 20.06 20.32 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 35.0 35.0 35.0 35.0 35.0 3. PT. Astra International Tbk ASII 49.63 48.13 58.06 52.36 49.89 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 19.40 19.40 19.40 27.40 15.90 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 37.49 47.91 36.69 54.50 54.53 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 28.62 36.22 36.43 36.46 41.92 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 41.11 41.11 41.75 34.71 34.71 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 26.13 26.14 26.14 26.14 25.82 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 61.22 54.78 53.25 53.25 2.05 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 52.0 48.11 48.47 48.47 48.47 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 19.27 18.25 16.85 16.85 16.85 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 31.93 25.87 25.58 25.58 24.05 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 9.0 9.0 9.0 9.56 9.7 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 42.12 42.12 42.12 42.12 42.12 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 41.98 42.0 42.0 36.83 36.77 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 35.88 42.21 39.36 39.36 44.16 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 19.54 20.76 17.71 17.71 22.10 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 23.07 23.07 23.07 23.07 23.07 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 30.79 30.79 30.79 32.22 32.52 20. PT. Rig Tenders RIGS 29.39 23.04 29.39 22.42 3.04 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 21.45 23.45 22.71 22.71 31.23 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 23.46 23.46 23.46 23.47 23.46 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 60.07 60.07 60.07 60.07 66.54 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 30.07 30.07 30.08 30.08 30.08 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 28.22 28.22 26.32 22.50 27.58 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 4.70 6.88 39.88 2.17 6.80 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 31.97 22.38 6.83 31.97 20.50 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 45.71 34.02 33.40 33.41 31.96 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 26.62 36.26 26.62 26.62 25.96 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 15.0 15.0 15.0 15.01 15.0 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 30.61 39.34 25.81 25.93 25.93
139
Tabel 10 Perusahaan Financial Distress
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 35.08 35.07 35.07 35.07 35.08 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 19.64 27.26 19.47 19.47 16.0 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 41.93 25.95 25.95 26.95 27.33 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 28.54 28.54 23.22 19.91 18.75 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 19.51 16.07 9.74 16.0 16.0 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 16.17 21.52 14.77 14.77 37.0 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 8.25 8.25 16.98 22.59 27.59 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 19.2 19.2 19.15 12.92 1.41 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 25.15 6.09 7.57 11.60 0.75 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 30.15 30.15 23.81 23.81 23.81
140
Lampiran 8 : Data Variabel Partisipasi Pendiri (dummy variabel)
Tabel 11 Perusahaan Sehat/Non Financial Distress
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 0 0 0 0 0 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 0 0 0 0 0 3. PT. Astra International Tbk ASII 0 0 0 0 0 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 0 0 0 0 0 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 0 0 0 0 0 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 1 1 1 1 1 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 1 1 0 0 0 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 1 1 1 1 1 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 1 1 1 1 0 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 0 0 0 0 0 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 1 1 1 1 1 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 1 1 1 1 1 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 0 0 0 0 0 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 1 1 1 1 1 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 0 0 0 0 0 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 0 0 0 0 0 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 0 0 0 0 0 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 1 1 1 1 1 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 0 0 0 0 0 20. PT. Rig Tenders Tbk RIGS 0 0 0 0 0 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 0 0 0 0 0 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 0 0 0 0 0 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 1 1 1 1 1 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 1 1 1 1 1 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 1 1 1 1 1 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 1 1 1 1 1 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 0 0 0 0 0 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 0 0 0 0 0 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 0 0 0 0 0 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 0 0 0 0 0 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 1 1 1 1 1
141
Tabel 12 Perusahaan Financial Distress
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 1 1 1 1 1 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 0 0 0 0 0 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 1 1 1 1 1 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0 0 0 0 0 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 0 0 0 0 0 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 0 0 0 0 0 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 0 0 1 1 0 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 0 0 0 0 0 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 1 1 1 1 0 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 0 0 0 0 0
142
Lampiran 9 : Data Variabel Penyebaran Kepemilikan (dummy variabel)
Tabel 13 Perusahaan Sehat/ Non Financial Distress
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 1 0 1 0 0 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 0 1 0 0 0 3. PT. Astra International Tbk ASII 1 1 0 0 0 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 1 0 1 1 1 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 1 1 1 1 1 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 1 0 1 1 1 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 1 0 1 1 1 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 1 1 1 1 1 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 1 1 1 1 0 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 1 0 0 0 0 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 1 0 1 1 1 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 0 1 0 0 1 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 0 1 0 0 0 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 1 0 1 1 1 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 1 1 1 1 1 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 1 0 1 1 1 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 1 0 0 0 0 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 0 1 0 0 0 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 0 1 0 0 0 20. PT. Rig Tenders Tbk RIGS 1 0 1 1 1 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 1 0 1 1 1 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 1 1 1 1 1 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 1 1 1 1 1 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 0 0 0 0 0 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 1 1 1 1 1 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 1 0 1 1 1 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 1 0 1 1 1 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 0 1 1 1 1 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 1 1 1 1 1 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 0 0 0 0 0 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 1 1 1 1 1
143
Tabel 14
Perusahaan Financial Distress
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 0 0 0 0 0 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 1 1 1 1 1 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 1 1 1 1 1 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0 1 1 1 1 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 1 1 1 1 1 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 0 0 0 1 1 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 0 1 1 1 1 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 1 1 1 1 1 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 1 1 1 1 1 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 0 0 1 1 1
144
Lampiran 10 : Data Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan (dalam logaritma natural Total Asset)
Tabel 15
Perusahaan Sehat/Non Financial Distress
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 28,54690176 28,59098456 28,67647311 28,84973109 28,79157951 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 28,56927332 28,96246507 29,09585952 29,42986311 29,48774308 3. PT. Astra International Tbk ASII 30,91093733 30,89623095 30,94172134 31,29829517 31,54276132 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 26,1300474 26,07076377 26,17113619 26,2867704 26,44612846 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 28,82195914 28,58302951 28,73309972 29,11124152 29,69897025 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 27,29556796 27,22838301 27,20839561 27,20110244 27,69295124 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 25,60317722 28,93994484 28,91161657 29,17970236 29,15971307 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 30,22986073 30,36880506 30,48397359 30,65589409 30,73034063 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 29,87920704 29,91514423 29,95318999 30,09054714 30,11046286 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 30,20351319 30,35569347 30,35945247 30,38068378 30,32470758 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 25,26633719 25,57084088 25,5974703 26,22630613 26,04622703 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 27,95204971 27,95431113 27,94486204 27,95878051 28,00145714 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 27,80342364 27,66884181 27,94447692 27,79095902 27,79450213 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 25,32942553 25,40782929 25,51596069 25,71167597 25,82939311 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 24,39352297 24,27440505 24,25440902 24,47858825 24,46438189 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 27,46218107 27,70536949 27,67642173 27,75310777 27,73589091 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 27,24180379 27,26285179 27,23801853 27,42394774 27,6735249 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 25,06275025 24,96819759 24,94669232 24,97788515 25,06122302 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 28,43392543 28,46025742 28,55221023 28,57050793 28,48037985 20. PT. Rig Tenders Tbk RIGS 26,89314432 26,86197297 26,98512577 27,14333242 27,23112099 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 28,47965166 28,36507509 28,351513 28,58747827 28,80493968 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 29,80156799 29,55852665 29,51193473 29,52801574 29,61847949 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 27,30405892 27,57930879 28,00106352 28,02234741 28,25415294 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 27,06370098 27,09252792 27,17311996 27,20166795 27,22024895 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 26,72482922 26,87695977 26,94882772 26,87637506 26,89171271 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 26,60261097 26,59821623 26,6832423 26,88101571 27,02532605 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 27,16332841 25,70252742 27,25297952 27,25390729 27,41821272 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 31,11134633 31,42216596 31,54869312 31,65956756 31,76091048 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 28,4246745 28,24919149 28,44487107 28,69258207 28,62368383 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 28,61737135 28,7597917 28,85957218 28,9249529 28,97710553 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 28,81310561 28,72372968 26,81003375 26,91642964 26,91751407
145
Tabel 16
Perusahaan Financial distress
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE
TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 25,64445042 25,65386898 25,71983601 25,6995374 25,69595694 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 26,96611342 26,96995189 27,00912239 26,92340983 26,67504316 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 28,21072016 26,91069183 26,6486253 26,68806295 26,80798618 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 27,0662865 27,0662865 27,21694252 27,44080206 27,68065569 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 27,15241257 27,22935628 27,22935628 27,32611421 27,62613922 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 25,72526394 25,1412386 25,12958256 24,63908164 25,07596664 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 24,97098935 24,97098935 25,05485407 24,72218188 24,46074496 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 27,40353314 27,56436836 27,74544117 27,82989329 27,71468465 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 26,05047188 25,82413177 25,95608422 25,98736953 26,04223351 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 28,00395546 27,90625528 27,50869302 27,37133546 27,24047762
146
Lampiran 11 : Data Variabel kontrol Sumber Pendanaan (dummy variabel)
Tabel 17
Perusahaan Sehat/Non Financial Distress
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN
2001 2002 2003 2004 2005 1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 0 0 0 0 0 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 0 0 0 0 0 3. PT. Astra International Tbk ASII 1 1 1 1 1 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 1 1 1 1 1 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 0 0 0 0 0 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 0 0 0 0 0 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 0 0 0 0 0 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 0 0 0 0 0 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 0 0 0 0 1 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 0 0 0 0 0 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 0 0 0 0 0 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 0 0 0 0 0 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 0 0 0 0 0 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 1 1 1 1 1 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 0 0 0 0 0 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 0 0 0 0 0 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 1 1 1 1 1 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 0 0 0 0 0 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 0 0 0 0 0 20. PT. Rig Tenders Tbk RIGS 1 1 1 1 1 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 0 0 0 0 0 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 0 0 0 0 0 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 0 0 0 0 0 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 0 0 0 0 0 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 0 0 0 0 0 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 1 1 1 1 1 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 0 0 0 0 0 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 0 0 0 0 0 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 1 1 1 1 1 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 1 1 1 1 1 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 0 0 0 0 0
147
Tabel 18
Perusahaan Financial Distress
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE TAHUN 2001 2002 2003 2004 2005
1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 0 0 0 0 0 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 0 0 0 0 0 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 0 0 0 0 0 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0 0 0 0 0 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 1 1 1 1 1 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 0 0 0 0 0 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 0 0 0 0 0 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 0 0 0 0 0 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 0 0 0 0 1 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 0 0 0 0 0
148
Lampiran 12 : Data variabel dependen kondisi financial distress perusahaan (dummy variabel)
Tabel 19
Perusahaan sehat/Non Financial Distress
NO.
NAMA PERUSAHAAN KODE KONDISI FD
1. PT. Astra Agro Lestari Tbk AALI 1 2. PT. Aneka Tambang Tbk ANTM 1 3. PT. Astra International Tbk ASII 1 4. PT. Sepatu Bata Tbk BATA 1 5. PT. Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 1 6. PT. Citra Tubindo Tbk CTBN 1 7. PT.. Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNS 1 8. PT. Gudang Garam Tbk GGRM 1 9. PT. Hanjaya Mandula Sampoerna Tbk HMSP 1 10. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 1 11. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS 1 12. PT. Jaya Real Property Tbk JPRT 1 13. PT. Kimia Farma Tbk KAEF 1 14. PT. Lion Metal Works Tbk LION 1 15. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH 1 16. PT. Lippo Cikarang Tbk LPCK 1 17 PT. Petrosea Tbk PTRO 1 18. PT. Pyramid Farma Tbk PYFA 1 19. PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk RALS 1 20. PT. Rig Tenders Tbk RIGS 1 21. PT. Samudera Indonesia Tbk SMDR 1 22. PT. Semen Gresik Tbk SMGR 1 23. PT. Summarecon Agung Tbk SMRA 1 24. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM 1 25. PT. Siantar Top Tbk STTP 1 26. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID 1 27. PT. Tigaraksa Satria Tbk TGKA 1 28. PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk TLKM 1 29. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC 1 30. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR 1 31. PT. Eterindo Wahanatama Tbk ETWA 1
149
Tabel 20
Perusahaan Financial Distress
NO. NAMA PERUSAHAAN KODE KONDISI FD 1. PT. Adhi Chandra Automotive Tbk ACAP 0 2. PT. Bahtera Admina Samudra Tbk BASS 0 3. PT. Bukaka Teknik Utama Tbk BUKK 0 4. PT. Dankos Laboratories Tbk DNKS 0 5. PT. Komatsu Indonesia Tbk KOMI 0 6. PT. Korpora Persada Investama Tbk KOPI 0 7. PT. Ryane Adibusana Tbk RYAN 0 8. PT. Sari Husada Tbk SHDA 0 9. PT. Summitplast Tbk SMPL 0 10. PT. Surya Dumai Industri Tbk SUDI 0