76
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG GARUT DENGAN MAIZENA DAN JENIS TELUR (UTUH DAN PUTIH) TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN NON TERIGU SKRIPSI Oleh : NI’MA ILYANA 135100501111028 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG GARUT DENGAN ...repository.ub.ac.id/3430/1/Ni’ma Ilyana.pdfTepung Garut dengan Maizena dan Jenis Telur (Utuh dan Putih) terhadap Kualitas Fisik dan Organoleptik

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

  • PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG GARUT DENGAN MAIZENA DAN

    JENIS TELUR (UTUH DAN PUTIH) TERHADAP KUALITAS FISIK DAN

    ORGANOLEPTIK MUFFIN NON TERIGU

    SKRIPSI

    Oleh :

    NI’MA ILYANA

    135100501111028

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG GARUT DENGAN MAIZENA DAN

    JENIS TELUR (UTUH DAN PUTIH) TERHADAP KUALITAS FISIK DAN

    ORGANOLEPTIK MUFFIN NON TERIGU

    Oleh :

    NI’MA ILYANA

    135100501111028

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Teknologi Pertanian

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • i

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Batu-Malang pada tanggal 30 Oktober 1994 dari

    ayah yang bernama Achmad Sa’id dan Ibu Sri Mastutik, serta satu adik

    perempuan bernama Atania Alya Rahma.

    Penulis menyelesaikan pendidikan TK di RA. Thoriqul Huda Giripurno

    pada tahun 2001, dilanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar di SDN Giripurno 01

    Bumiaji Batu pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah

    Pertama di SMPN 01 Batu, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Akhir di

    SMAN 01 Batu pada tahun 2013.

    Penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Universitas

    Brawijaya Malang di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi

    Pertanian tahun 2017. Pada masa pendidikannya, penulis pernah menjadi

    anggota paduan suara fakultas yang bernama FLOICE tepatnya dalam grup

    sopran 1.

  • ii

    Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu

    Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!“

    Maka jadilah sesuatu itu

    (QS. Yaasiin : 82)

    Don’t think that someone else is more blessed than you are,

    Allah blessed us in different ways.

    Alhamdulillah ‘alaa kulli hal

    Jika ada kata yang lebih dari sekedar terima kasih,

    Maka kata tersebut ku tujukan pada Ilaahi Robbi

    Tanpa-Nya diriku hanyalah hamba yang tak berdaya

  • iii

    NI’MA ILYANA. 135100501111028. Pengaruh Perbandingan Tepung Garut dengan Maizena dan Jenis Telur (Utuh dan Putih) terhadap Kualitas Fisik dan Organoleptik Muffin Non Terigu. SKRIPSI. Pembimbing: Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc

    RINGKASAN

    Tepung terigu merupakan bahan baku penting dalam pembuatan produk bakery. Terigu digunakan karena memiliki komponen khas terigu yaitu gluten yang berpengaruh terhadap daya elastisitas dalam adonan serta kekenyalan makanan. Namun, tepung terigu yang merupakan salah satu komoditas impor di Indonesia yang mencapai 775 ribu ton per tahun (BPS, 2012). Selain itu, kandungan gluten dalam tepung terigu membuat penderita celiac disease (gluten intolerance) tidak bisa mengkonsumsi produk bakery berbahan dasar tepung terigu. Oleh karena itu, digunakan tepung garut (Maranta arundinaceae L) yang berpotensi menjadi substituen terigu. Granula tepung garut sangat mudah pecah, dan tidak stabil, selama pemanasan, serta mudah membentuk gel dengan viskositas yang tinggi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pembuatan muffin yang menggunakan pencampuran tepung garut dan tepung maizena dengan perbandingan tertentu. Selain itu, telur merupakan salah satu komponen utama pembentuk struktur. Jenis telur (utuh dan putih) akan menghasikan karakteristik yang berbeda-beda. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan penggunaan tepung garut dengan tepung maizena dan jenis penambahan telur yang tepat untuk membuat kue muffin yang kualitasnya baik.

    Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor, faktor I yaitu perbandingan tepung garut dan maizena (1:0, 3:1, 1:1, 1:3, dan 0:1) dan faktor II yaitu jenis telur (utuh dan putih), masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Pada penelitian ini dilkukan analisa fisik (distribusi pori, volume, tekstur dan warna), kimia (kadar air, kadar pati, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat), dan organoleptik (warna, aroma, , pori, tekstur, rasa, dan keseluruhan).

    Hasil analisa ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan, kekerasan, nilai kecerahan, nilai kemerahan, dan nilai kekuningan. Sedangkan pada karakteristik ukuran pori, jenis telur berpengaruh nyata terhadap ukuran pori dan perbandingan tepung garut dengan maizena tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran pori. Hasil uji Friedman, menunjukkan bahwa panelis berpengaruh nyata pada atribut warna, aroma, pori, teksur, rasa, dan keseluruhan. Berdasarkan analisa Multiple Attribute Zeleny, diperoleh perlakuan terbaik pada perlakuan perbandingan tepung garut dan maizena (3:1) dan jenis telur utuh. Kata kunci: Kue Muffin, Tepung Garut (Maranta arundinaceae L), Tepung

    Maizena, Kualitas Muffin.

  • iv

    NI’MA ILYANA. 135100501111028. The Effect of Arrowroot Flour With Cornstarch Ratio and the Type of Egg Addition in Physic And Sensory Quality of Muffin Non Wheat Flour. ESSAY. Supervisor: Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc

    SUMMARY

    Wheat flour is the most important raw material in baked product. Wheat

    flour used in baked product because it has a component called gluten that influence in dough and food elasticity. But, wheat flour is one of highest import comodity in Indonesia, based on statistic wheat flour import reach 775,000 Ton per year. Beside that, person with celiac disease (gluten intolerance) can not consume all the food with gluten content. Because of that, we used the subtituent flour like arrowroot (Maranta arundinaceae Linn.) flour. Arrowroot starch granule has the characteristic very easily broken, unstable when heating, and easy to form gel with the high viscous. To stabilize its characteristic, we use cornstarch and than mixed with arrowroot flour with certain ratio. Furthermore, egg is one of structure builder in baked product. Different type of egg addition will give the different result too. The aim of this research is knowing the right arrowroot flour with cornstarch ratio and the type of egg addition to make the best quality muffin

    Experimental design that used in this research is factorial randomize design with two factor, first factor is ratio between arrowroot flour and cornstarch (1:0, 3:1, 1:1, 1:3, and 0:1) and the second factor is type of egg (whole egg and white egg), each treatment was done with three replication. Physical characteristic (volume expansion, hardness, average pore size, and colour) and sensory attributes will be analyzed in this research.

    The result showed that ratio between arrowroot flour and cornstarch and type of egg had significant difference on volume expansion, hardness, and color. Type of egg addition have the real different effect on average pore size, but ratio between arrowroot flour and cornstarch does not have real different effect on average pore size. Friedman test show that panelis have real real different effect on all sensory attributes. Based on Multiple Attribute Zeleny, the best quality of muffin found on ratio between arrowroot flour and cornstarch 1:3 and whole egg addition. Key word: Muffin, Arrowroot Flour (Maranta arundinaceae L.), Corn Starch ,

    Muffin quality.

  • v

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha

    Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga

    penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbandingan

    Tepung Garut dengan Maizena dan Jenis Telur (Utuh dan Putih) terhadap

    Kualitas Fisik dan Organoleptik Muffin Non Terigu”. Penulisan skripsi ini

    bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat

    untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian.

    Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada :

    1. Bapak Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

    memberikan waktu, tenaga, serta pikiran untuk membimbing serta

    memberikan saran dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

    2. Bapak, Ibu, dan keluarga yang selalu mengiringi saya dengan doa agar

    saya bisa dengan lancar menyelesaikan proposal skripsi ini.

    3. Sahabat dan teman-teman yang membantu dan menjadi penyemangat

    selama ini.

    Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa

    masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis sangat

    mengharapkan saran dan kritik yang membangun, dari semua pihak demi

    perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini dan dapat memeberikan manfaat bagi

    kita semua..

    Malang, 25 July 2017

    Penulis

  • vi

    DAFTAR ISI

    RINGKASAN ................................................................................................. i

    SUMMARY .................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... iv

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

    I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3

    1.3 Tujuan ............................................................................................ 3

    1.4 Manfaat .......................................................................................... 3

    1.5 Hipotesa ......................................................................................... 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4

    2.2 Kue Muffin ...................................................................................... 4

    2.2 Tepung Terigu ................................................................................. 5

    2.3 Celiac disease ................................................................................. 8

    2.4 Gluten Free Baking ......................................................................... 9

    2.5 Umbi Garut ...................................................................................... 11

    2.6 Tepung Garut .................................................................................. 13

    2.7 Tepung Maizena .............................................................................. 15

    2.8 Bahan-bahan lain yang Diperlukan dalam Pembuatan Kue Muffin ... 16

    2.8.1 Telur ...................................................................................... 16

    2.8.2 Gula ...................................................................................... 18

    2.8.3 Margarin ............................................................................... 19

    2.8.4 Susu Skim ............................................................................ 19

    2 8.5 Baking Powder ...................................................................... 20

    2.9 Tahapan Pembuatan Kue Muffin ..................................................... 21

    2.9.1 Mixing (Pencampuran Adonan) .............................................. 21

    2.9.2 Pemanggangan (Pengovenan) .............................................. 21

    III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 24

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 24

    3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 24

  • vii

    3.2.1 Alat ....................................................................................... 24

    3.2.2 Bahan ................................................................................... 24

    3.3 Metodologi Penelitian ..................................................................... 24

    3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 25

    3.4.1 Formulasi dan Prosedur Pembutan Kue Muffin ..................... 26

    3.5 Pengujian dan Analisa Data ............................................................. 27

    3.5.1 Pengujian .............................................................................. 27

    3.5.2 Analisa Data ......................................................................... 27

    3.6 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 28

    3.6.1 Diagram Alir Pembutan Kue Muffin ....................................... 28

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 29

    4.1 Karakteristik Bahan Baku................................................................. 29

    4.2 Karakteristik Fisik Muffin non Terigu ................................................ 31

    4.2.1 Volume Pengembangan ........................................................ 31

    4.2.2 Kekerasan ............................................................................ 33

    4.2.3 Ukuran Pori ........................................................................... 35

    4.2.4 Warna ................................................................................... 37

    4.3 Karakteristik Organoleptik Muffin non Terigu ................................... 45

    4.3.1 Uji Hedonik ........................................................................... 45

    4.3.2 Uji Skoring ............................................................................ 47

    4.4 Perlakuan Terbaik ........................................................................... 49

    4.5 Analisa Proksimat Perlakuan Terbaik .............................................. 49

    V. PENUTUP ............................................................................................. 52

    5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 52

    5.2 Saran ............................................................................................... 52

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 54

    LAMPIRAN ................................................................................................... 57

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Muffin .............................................................. 5

    Tabel 2.2 Kandungan Tepung Terigu ........................................................... 6

    Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Terigu........................................................... 7

    Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Garut ..................................................... 13

    Tabel 2.5 Perbandingan Kandungan Gizi Tepung Terigu dan Tepung Garut 13

    Tabel 2.6 Syarat Mutu Tepung Garut ............................................................ 14

    Tabel 2.7 Syarat Mutu Tepung Maizena ....................................................... 15

    Tabel 2.8 Komposisi Maizena ....................................................................... 16

    Tabel 2.9 Komposisi Telur ............................................................................ 17

    Tabel 3.1 Formula Perlakuan Kue Muffin ...................................................... 25

    Tabel 3.2 Formula Bahan dalam Pembuatan Kue Muffin .............................. 26

    Tabel 4.1 Perbandingan Data Analisis Kimia Bahan Baku dengan Literatur . 29

    Tabel 4.2 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Volume

    Pengembangan Muffin non Terigu ................................................ 32

    Tabel 4.3 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap

    Kekerasan Muffin non Terigu ........................................................ 34

    Tabel 4.4 Pengaruh Jenis Telur terhadap Ukuran Pori Muffin non Terigu ..... 35

    Tabel 4.5 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai

    Kecerahan (L) crust Muffin non Terigu .......................................... 39

    Tabel 4.6 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai

    Kecerahan (L) crumb Muffin non Terigu ........................................ 40

    Tabel 4.7 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai

    Kemerahan (a*) crust Muffin non Terigu ....................................... 41

    Tabel 4.8 Pengaruh Perbandingan Tepung (Garut:Maizena) terhadap

    Kemerahan Crumb ....................................................................... 42

    Tabel 4.9 Pengaruh Jenis Telur terhadap Kemerahan Crumb ...................... 42

    Tabel 4.10 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai

    Kekuningan (b*) crust Muffin non Terigu ....................................... 43

    Tabel 4.11 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai

    Kekuningan (b*) crumb Muffin non Terigu ..................................... 44

    Tabel 4.12 Karakteristik Organoleptik Muffin non Terigu Uji Hedonik .............. 46

    Tabel 4.13 Karakteristik Organoleptik Muffin non Terigu Uji Skoring ............... 47

    Tabel 4.14 Karakteristik Muffin non Terigu Perlakuan Terbaik ........................ 44

  • ix

    Tabel 4.15 Perbandingan Karakteristik Kimia Muffin Non Terigu dengan Muffin

    Terigu Standar USDA ................................................................... 50

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kue Muffin ................................................................................... 4

    Gambar 2.2 Struktur Gluten ............................................................................ 8

    Gambar 2.3 Umbi Garut ................................................................................. 12

    Gambar 2.4 Tepung Garut .............................................................................. 14

    Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Kue Muffin ........................................... 28

    Gambar 4.1 Tepung Garut dan Tepung Maizena ............................................ 29

    Gambar 4.2 Kenampakan Pori Muffin Seluruh Perlakuan ............................... 36

    Gambar 4.3 Kenampakan Warna Muffin Seluruh Perlakuan ........................... 38

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Prosedur Analisis Kimia, Fisik dan Organoleptik ......................... 57

    Lampiran 2. Analisa Kimia Proksimat Bahan Baku ......................................... 62

    Lampiran 3. Data Analisa Volume Pengembangan ......................................... 64

    Lampiran 4. Data Analisa Kekerasan .............................................................. 65

    Lampiran 5. Data Analisa Ukuran Pori ............................................................ 66

    Lampiran 6. Data Analisa Warna Crust ........................................................... 67

    Lampiran 7. Data Analisa Warna Crumb ......................................................... 68

    Lampiran 8. Data Analisa Ragam menggunakan Minitab 16 ........................... 69

    Lampiran 9. Formulir Isian untuk Uji Organoleptik .......................................... 81

    Lampiran 10. Data Analisa Organoleptik......................................................... 83

    Lampiran 11. Uji Friedman menggunakan Minitab 16 ..................................... 84

    Lampiran 12. Analisa Ukuran Pori .................................................................. 88

    Lampiran 13. Analisa Kimia Perlakuan Terbaik dan Pembanding ................... 90

  • xii

  • xiii

  • 1

  • 1

    I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Gandum dan tepung terigu merupakan salah satu komoditas impor di

    Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor biji gandum

    pada tahun 2011 mencapai 4,8 juta ton dengan nilai 1.4 Milliar US$, sedangkan

    impor terigu mencapai 775.000 ton (BPS, 2012). Menurut Asosiasi Produsen

    Tepung Terigu Indonesia (Aptindo, 2014), permintaan tepung terigu dalam negeri

    mencapai 44.560 ton. Tepung terigu banyak digunakan sebagai bahan baku

    pembuatan produk bakery. Tingginya impor tepung terigu disebabkan karena

    tepung terigu memiliki komponen khas terigu yaitu gluten yang tidak dimiliki oleh

    tepung non-terigu. Gluten merupakan jenis protein dan berada dalam terigu

    sekitar 80% dari total protein terigu. Gluten terdiri atas gliadin dan glutenin, yang

    berperan penting dalam membuat adonan menjadi elastis, dapat memerangkap

    gas di dalam produk yang dipanggang, membentuk tekstur yang ringan dan

    lembut.

    Namun, produk berbasis terigu tidak dapat dikonsumsi oleh semua orang,

    karena pada beberapa populasi, terdapat orang yang menderita celiac disease.

    Celiac disease adalah ketidaktoleranan yang bersifat seumur hidup terhadap

    fraksi gliadin dari gandum. Penderita celiac disease tidak bisa mengonsumsi

    makanan yang berbahan dasar tepung terigu. Hal ini disebabkan karena

    kerusakan pada lapisan mukosa usus penyerapan, sehingga berakibat pada

    ketidakmampuan menyerap nutrient dari makanan. Penangan yang efektif bagi

    penderita celiac disease dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang bebas

    gluten. Produk-produk bebas gluten yang umum dikalangan masyarakat

    diantaranya roti, cake, cookies, dan sebagainya yang diperoleh dari proses

    gluten free baking. Gluten free baking berbeda dari proses pembuatan produk

    bakery pada umumnya karena menggunakan tepung yang bebas gluten. Hasil

    dari gluten free baking biasanya kurang mengembang karena tidak adanya

    gluten, sehingga diperlukan bahan tambahan lain berupa hidrokoloid yang dapat

    menggantikan peran gluten dalam memerangkap gas. Namun, pada produk

    quick bread seperti muffin tidak memerlukan hidrokoloid, karena muffin memiliki

    karakteristik volume pengembangan yang tidak terlalu besar. Sehingga putih

    telur dan baking powder digunakan sebagai agen pengembang yang

  • 2

    menghasilkan muffin yang mengembang seperti muffin yang terbuat dari tepung

    terigu.

    Pembuatan muffin dapat menggunakan 100% tepung terigu maupun

    dilakukan subtitusi dengan tepung lain seperti umbi-umbian dengan

    perbandingan tertentu. Pada penelitian yang dilakukan Intan (2013),

    menggunakan subtituen tepung kulit singkong dalam pembutan muffin, diperoleh

    kualitas muffin yang terbaik pada perbandingan tepung terigu 80% dan tepung

    kulit singkong 20%. Sedangkan hasil penelitian Setyanti (2015), pembuatan

    muffin dengan subtituen tepung sorghum dengan perbandingan tepung terigu

    90% dan tepung sorghum 10% memiliki kualitas terbaik. Pada penelitian

    sebelumnya hanya dilakukan subtitusi tepung terigu dalam pembuatan muffin,

    sehingga pada penelitian ini dilakukan pembuatan muffin tanpa tepung terigu.

    Sebagai pengganti tepung terigu, dipilihlah komoditas lokal yaitu umbi

    garut karena berpotensi sebagai sumber karbohidrat namun pemanfaatannya

    masih terbatas. Garut dapat dimanfaatkan dalam bentuk pasta, tepung maupun

    patinya. Garut (Maranta arundinaceae L) atau arrowroot dapat menjadi

    substituen terigu dalam pembuatan kue kering, mie, dan roti tawar apabila dibuat

    tepung terlebih dahulu (Karjono, 1998).

    Pemilihan garut dalam bentuk tepung daripada pati disebabkan oleh

    kandungan serat tepung lebih tinggi karena tepung diperoleh dengan mengiris

    tipis umbi kemudian mengeringkan dan menggilingnya. Sedangkan pati garut

    diperoleh dengan ekstraksi sehingga kemungkinan mengandung serat lebih

    sedikit daripada tepung garut. Kelemahan menggunakan tepung garut dalam

    pembuatan kue muffin adalah granula tepung garut sangat mudah pecah, dan

    tidak stabil, selama pemanasan, serta mudah membentuk gel dengan viskositas

    yang tinggi sehingga menghasilkan tekstur yang terlalu kenyal (Umi, 2011). Oleh

    karena itu pada penelitian ini dilakukan pembuatan kue muffin yang

    menggunakan pencampuran tepung garut dan maizena dengan perbandingan

    tertentu untuk menghasilkan tekstur yang disukai masyarakat. Maizena juga

    merupakan bahan tambahan atau pengganti terigu yang biasa digunakan dalam

    pembuatan cake karena membuat teksturnya menjadi lembut.

    Selain komponen tepung, faktor utama yang berpengaruh pada tekstur

    muffin adalah jenis telur. Telur dalam adonan berfungsi mengikat semua

    komposisi agar menjadi satu. Protein dalam telur terkoagulasi ketika dipanaskan

    untuk membentuk struktur yang kuat pada adonan dan lemak pada telur

  • 3

    membuat kue enjadi empuk (Alberta, 2006). Bagian kuning telur mengandung

    fosfolipid dan lipoprotein yang dapat bertindak sebagai pengemulsi dalam

    adonan muffin. Sedangkan protein pada putih telur berfungsi sebagai pembentuk

    struktur yang menghasilkan produk yang mengembang dan stabil. Pada

    penelitian ini akan dilihat pula pengaruh jenis telur dalam pembuatan muffin.

    1.2 Rumusan Masalah

    Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah "Bagaimana pengaruh perbandingan penggunaan

    tepung garut dengan maizena dan jenis telur terhadap kualitas fisik, kimia, dan

    organoleptik kue muffin?"

    1.3 Tujuan Penelitian

    Mengetahui perbandingan penggunaan tepung garut dengan maizena dan

    jenis telur yang tepat untuk membuat kue muffin yang kualitasnya baik sehingga

    menyerupai muffin yang terbuat dari tepung terigu.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah :

    1. Diharapkan penelitian ini dapat menciptakan kue muffin dari tepung non

    terigu dengan kualitas yang baik.

    2. Diharapkan penelitian ini dapat mengurangi penggunaan tepung terigu dan

    berdampak pada menurunnya tingkat impor terigu di Indonesia

    3. Diharapkan penelitian ini dapat mengoptimalkan penggunaan tepung

    berbahan baku lokal yang sebelumnya belum maupun kurang termanfaatkan

    1.4 Hipotesa

    Diduga perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur

    berpengaruh terhadap kualitas fisik, kimia, dan organoleptik kue muffin.

  • 4

    II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kue Muffin

    Muffin dikenal sebagai roti dengan bentuk seperti cangkir, yang

    dihidangkan dalam kondisi panas serta dapat dikonsumsi sebagai makanan

    berat ataupun sebagai makanan ringan (Smith et al., 2004). Nama muffin berasal

    dari bahasa Jerman muffe atau dari bahasa Perancis moufflet, yang artinya roti

    halus (soft bread). Muffin pada umumnya yang dikembangkan saat ini tergolong

    sebagai quick bread karena agen pengembang kimia yang digunakan dapat

    bereaksi dengan cepat sebagai pengganti ragi yang merupakan agen

    pengembang biologis yang reaksinya lebih lambat (Ira, 2016).

    Muffin merupakan produk yang tergolong quick breads yaitu produk

    bakery yang dibuat tanpa melalui proses fermentasi. Ciri khas muffin yaitu

    permukaan crust yang merekah serta simetris, crust berwarna coklat keemasan,

    pori crumb tidak halus namun ukurannya seragam, ringan, lembut, lembab, serta

    tidak membutuhkan volume pengembangan yang besar (Vail et al., 1978).

    Menurut Smith et al. (2004), penggunaan tepung terigu 100% pada

    produk muffin menghasilkan bentuk yang seragam, bagian puncaknya melingkar

    atau bulat dengan warna coklat keemasan, ukuran rongga sedang dan seragam,

    cita rasa yang manis serta aromanya sedap, tekstur produk lembut dan lembab,

    mudah dibelah dan dikunyah, serta cita rasa yang ditinggalkan menyenangkan

    dimulut setelah ditelan. Penampakan muffin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Kue Muffin (Hamidah, 2009)

    Muffin yang dikemas dalam bentuk satuan memiliki umur simpan tiga

    sampai lima hari sedangkan muffin yang dikemas dalam nampan dan dikemas

  • 5

    dengan menggunakan alumunium foil atau pembungkus plastik memiliki umur

    simpan selama empat sampai tujuh hari. Muffin yang langsung terpapar pada

    oksigen dan kelembaban akan mempengaruhi umur simpannya (Mc Williams et

    al., 2001). Syarat mutu yang digunakan untuk muffin menurut USDA (2016)

    dapat dilihat pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Muffin

    Kandungan nutrisi Satuan Jumlah per 100 gram

    Air g 37,20

    Energi kkal 243,00

    Energi kj 1017,00

    Protein g 9,40

    Total lemak g 2,10

    Abu g 2,50

    Karbohidrat g 48,70

    Serat kasar, serat pangan g 5,00

    Total gula g 1,70

    Kalsium, Ca mg 193,00

    Zat besi, Fe mg 3,12

    Magnesium, mg mg 42,00

    Phospor, P mg 125,00

    Potasium, K mg 202,00

    Sodium, na mg 384,00

    Zinc, zn mg 1,22

    Copper, cu mg 0,16

    Mangan, mn mg 1,12

    Selenium, se μg 31,80

    Vitamin C, total asam askorbat mg 0,00

    Thiamin mg 0,38

    Sumber : USDA, 2016

    2.2 Tepung Terigu

    Tepung terigu adalah salah satu bahan utama dalam pembuatan kue dan

    pastry. Bubuk halus yang berasal dari bulir gandum dan digunakan sebagai

    bahan dasar kue, mie dan roti ini berperan dalam menentukan kekenyalan

    makanan yang dibuat dengan tepung terigu. Menurut jenisnya tepung terigu

    dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

    (1) Tepung terigu lunak yang biasa digunakan untuk cake, biskuit, dan kue

    kering, mengandung protein 8 - 9%,

  • 6

    (2) Tepung terigu sedang yaitu campuran antara tepung lunak dan tepung

    keras, biasa digunakan untuk cake, gorengan dan kue kering, mengandung

    protein 9 - 11%,

    (3) Tepung terigu keras biasa digunakan untuk membuat roti dan mie,

    mengandung protein 11 - 13 % (Suhardjito, 2005).

    Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan muffin adalah jenis

    tepung terigu soft atau lunak yang mengandung protein 8 - 9% dan kadar abu

    0,3%. Karakteristik tepung terigu soft ini adalah teksturnya lembut, berwarna

    putih murni, daya serap air rendah, lengket, dan tidak elastis. Fungsi tepung

    terigu dalam pembuatan muffin adalah sebagai kerangka pada adonan.

    Kandungan tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.2

    Tabel 2.2 Kandungan Tepung Terigu

    Komponen Kadar %

    Kadar air 12 Kadar protein 8

    Kadar abu 1,3 Kadar pati 60-68

    Kadar serat 2,5 Kadar lemak 1,5

    Sumber : Sunarsi dkk. (2011)

    Berikut merupakan syarat mutu tepung terigu menurut Standar Nasional

    Indonesia (SNI) 01-3751-2009 tentang syarat mutu tepung terigu sebagai bahan

    makanan yang disajikan dalam Tabel 2.3

  • 7

    Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Terigu

    Jenis uji satuan persayaratan

    Kriteria Uji Satuan Persyaratan

    Keadaan : - Bentuk Serbuk

    - Bau Normal (bebas bau asing)

    - Warna - Putih, khas terigu - Benda asing - Tidak ada

    - Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak

    - Tidak ada

    Kehalusan - Lolos ayakan 70 mesh % Min 95

    Kadar air % (b/b) Maks 14,5 Kadar Abu % (b/b) Maks 0,70

    Kadar protein % (b/b) Min 7,0 Derajat asam mg KOH / 100 g Maks 50

    Falling number (atas dasar kadar air 14%) detik Min 300 Besi (Fe) mg/kg Min 50 Seng (Zn) mg/kg Min 30

    Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Min 2,5 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Min 4

    Asam folat mg/kg Min 2 Cemaran logam :

    Timbal (Pb) Raksa (Hg)

    Cadmium (Cd)

    mg/kg mg/kg mg/kg

    Maks 1,0 Maks 0,05 Maks 0,1

    Cemaran arsen mg/kg 0,50

    Angka lempeng total E.coli

    Kapang Bacillus cereus

    Koloni/g APM/g

    Koloni/g Koloni/g

    Maks 1 x 106

    Maks 10 Maks 1 x 10

    4

    Maks 1 x 104

    Sumber : SNI (2009)

    Pati tepung terigu memiliki viskositas puncak yang paling rendah

    dibandingkan dengan ketiga jenis tepung lainnya. Nilai viskositasnya empat kali

    lebih rendah dibandingkan dengan jenis tepung lainnya. Aplikasi pada

    pengolahan pangan adalah tepung terigu kurang cocok digunakan sebagai

    bahan pembentuk kekentalan pada makanan semi-solid (Immaningsih, 2012).

    Menurut Bellitz et al. (1999), komposisi protein dalam tepung terigu

    adalah protein gliadin dan protein glutenin yang berbeda pada proporsi 50:50.

    Pada saat diaduk, kedua protein tersebut akan tercampur kemudian membentuk

    gluten. Gluten merupakan protein yang terkandung dalam endosperm gandum.

    Gluten adalah golongan protein yang mempunyai proporsi terbesar pada

    gandum. Gluten dapat dibedakan atas gluten dengan berat molekul tinggi,

    sedang, dan rendah. Setelah gluten terbentuk, adonan yang lengket akan

    menjadi liat, elastis serta timbul gelembung-gelembung pada permukaan

  • 8

    adonan. Apabila dicampur air, protein pada gluten akan menyerap air dan

    volumenya akan membesar (Wade,1988). Struktur gluten dapat dilihat pada

    Gambar 2.2

    Gambar 2.2 Struktur Gluten (Wade, 1988)

    Struktur gluten tergolong struktur sekunder protein yang termasuk ke

    dalam β-spiral. Mekanisme pembentukan adonan oleh gluten diawali dengan

    interaksi hidrofobik sehingga terbentuk agregat protein yang mengikat lemak dan

    substansi nonpolar lainnya. Selanjutnya akan terbentuk ikatan hidrogen yang

    akan mengikat air dan bersifat kohesi dan adhesi, kemudian ikatan sulfihidril dan

    disulfida akan membentuk polimer (Chayati dkk., 2008).

    .

    2.3 Celiac Disease

    Celiac disease adalah penyakit autoimun serius yang bersifat genetik,

    yang dipicu oleh konsumsi protein bernama gluten yang ditemukan pada

    gandum, barley dan rye. Ketika penderita celiac disease mengkonsumsi

    makanan yang mengandung gluten, sistem imun mereka merespon dengan cara

    merusak vili dari usus halus, kemudian tubuh tidak dapat mengabsorbsi nutrisi ke

    dalam pembuluh darah dan berakhir pada malnutrisi (Cereda, 2004). Selain itu,

    bagi penderita autis, gluten dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis

    tidak memproduksi enzim yang berfungsi untuk mencerna jenis protein tersebut

    (Amalia, 2014). Menurut Murry (1999), celiac disease adalah ketidaktoleranan

    yang bersifat seumur hidup terhadap fraksi gliadin dari gandum, prolamin dari rye

    (secalins), barley (hordein), dan kemungkinan oats (avenin). Reaksi pencernaan

    gluten pada penderita celiac disease ditandai dengan terjadinya inflamasi dari

  • 9

    usus halus hingga malabsorbsi pada beberapa nutrien termasuk besi, asam folat,

    kalsium, dan vitamin larut lemak (Feighery,1999).

    Menurut data statistik, 1 dari 133 orang Amerika dan Eropa mengidap

    celiac disease, namun studi terbaru menunjukkan bahwa banyak populasi Asia

    yang mengidap celiac disesase. Ketidaktoleranan pada gandum, rye, barley, oat,

    dan malt pada penderita celiac disease, membuat mereka tidak bisa

    mengonsumsi produk bakery, pasta, biskuit, cookies, es krim, dan produk lainnya

    yang terbuat dari tepung terigu. Satu-satunya penanganannya yang efektif

    terhadap penderita celiac disease terletak pada gluten free diet yang dilakukan

    seumur hidup. Hal ini dapat membuat mukosa memulihkan fungsinya dan

    mengembalikan kondisi fisiologis penderita.

    Konsumsi makanan bebas gluten ini harus terus berlanjut karena

    penderita celiac disease sangat dimungkinkan untuk mengidap penyakit

    lymphoma dan tipe kanker lainnya (Tesch, 2006). Selama bulan Januari 2007,

    FDA berniat untuk membuat peraturan pemberian label pada produk bebas

    gluten untuk memuaskan tingginya permintaan konsumen pada cookies atau pun

    roti bebas gluten dengan kualitas yang tinggi, hampir sama dengan cookies dan

    roti yang terbuat dari tepung terigu (Sweeta, 2011).

    2.4 Gluten Free Baking

    Gluten seringkali terasosiasi dengan gandum dan tepung terigu, namun

    juga bisa ditemukan pada barley, rye, dan triticale (gandum hibrida). Protein

    gluten pada tepung terigu dapat membuat adonan menjadi elastis dan dapat

    memerangkap gas di dalam produk yang dipanggang, membentuk tekstur yang

    ringan dan lembut. Selain itu gluten ditemukan pada produk salad dressing,

    saos, dan bahkan pasta gigi (Fenster, 2007).

    Produk bebas gluten dapat dibuat dari berbagai macam tepung maupun

    pati yang tidak mengandung gluten seperti amaranth, garut, kacang-kacangan,

    buckwheat, chia, tepung jagung, maizena, flax, millet, montina, kacang, quinoa,

    kentang, beras, sorgum, teff, dan tapioka (Belton, 2002). Menurut Sweta (2011),

    suatu produk dikatakan bebas gluten apabila mengandung gluten tidak lebih dari

    20 ppm.

    Pembuatan produk bebas gluten dapat menjadi tantangan karena gluten

    berkontribusi penting dalam kualitas beberapa produk seperti cookies, cake,

    pastries, dan roti. Pengembangan gluten tidak terlalu penting bagi cookies dan

  • 10

    cake, sehingga tepung terigu dapat disubtitusi dan menghasilkan kualitas yang

    sama. Selain itu, untuk mengganti tepung terigu dengan tepung bebas gluten,

    bahan tambahan dapat digunakan untuk menahan gas. Bahan tambahan pangan

    tersebut dapat berupa xanthan gum, dan guar gum yang umum ditemui di

    pasaran. Roti dapat menjadi produk bebas gluten yang paling menantang untuk

    dibuat, karena gluten membantu pembentukan struktur dan crumb yang lembut

    ,serta dapat menahan gas. Dengan adanya penelitian tentang kombinasi dari

    tepung bebas gluten dan gum yang dapat membantu dalam pengembangan

    volume yang baik dan tekstur yang lembut (Hagman, 2000).

    Banyaknya jenis tepung dan pati bebas gluten dapat dikombinasi

    sehingga terbentuk produk dengan kualitas tinggi. Formulasi tersebut dapat

    terdiri dari dua hingga empat tepung yang berbeda. Tepung dengan flavor yang

    kuat biasanya memiliki jumah yang tidak lebih dari 30% dari total campuran

    tepung, dan diimbangi dengan tepung yang netral. Bahan pengikat yang kuat

    dalam roti bebas gluten. Telur dapat menggantikan banyak fungsi dari gluten

    seperti kemampuan mengikat, memperbaiki tekstur, dan membentuk struktur

    akhir dari produk. Disamping itu, telur yang merupakan protein-based disatukan

    dengan produk berbasis pati (guar gum dan xanthan gum) sering digunakan

    untuk pengikat dan pengental gluten free baked product (Washburn, 2003).

    Beberapa hal yang disarankan untuk mencapai hasil yang baik dalam

    gluten free baking diantaranya adalah (Watson, 2008) :

    1. Untuk meningkatkan nutrisi : digunakan jenis tepung bebas gluten yang

    memiliki kandungan nutrisi tinggi, tepung yang berasal dari penggilingan

    seluruh bagian biji sehingga mengandung vitamin dan mineral, dan

    subtitusi 25% bagian dengan flaxseed.

    2. Untuk meningkatkan kelembaban (kadar air) : dapat ditambahkan gelatin,

    tambahan telur atau minyak pada resep, madu atau rice malt syrup dapat

    membantu mempertahankan kelembaban, mengganti gula pasir dengan

    brown sugar, serta menggunakan dough enhancer untuk meningkatkan

    keempukan dan staling resistance.

    3. Untuk menambah flavor : ditambah chocolate chips, kacang, atau pun

    buah-buahan yang dikeringkan

    4. Untuk meningkatkan struktur : dapat digunakan kombinasi tepung bebas

    gluten dan dicampur sebelum bahan-bahan lain ditambahkan,

    ditambahkan susu bubuk atau keju lembut dalam resep, penggantian

  • 11

    susu biasa dengan susu evaporasi (evaporated milk), untuk mengurangi

    tekstur berpasir digunakan campuran tepung beras atau pun tepung

    jagung dengan air kemudian dididihkan dan didinginkan sebelum

    dicampur dengan bahan lain, serta dapat ditambahkan telur berlebih atau

    putih telur jika produk terlalu rapuh.

    5. Pengembang : tepung pati membutuhkan lebih banyak bahan

    pengembang daripada tepung terigu, bahan pengembang tersebut dapat

    berupa baking powder, baking soda dan butter milk, krim tartar dapat

    ditmbahkan untuk menetralkan baking soda.

    6. Tekstur/ kelembutan : penngayakan tepung/pati dapat membantu

    memperbaiki tekstur, meletakkan adonan selama setengah jam hingga

    semalam dalam refrigerator untuk melembutkan dan memperbaiki tekstur

    akhir produk.

    7. Peralatan baking : digunakan peralatan (cetakan) yang memiliki ukuran

    yang lebih kecil dari biasanya dalam suhu yang lebih rendah dan waktu

    yang lebih lama, digunakan pula wadah yang gelap untuk browning yang

    lebih baik.

    8. Freshness : gluten free baked product juga dapat kehilangan kelembaban

    dan kualitasnya dengan cepat sehingga produk ditutup dengan plastik

    wrap dan diletakkan dalam refrigerator atau freezer untuk menghindari

    kondisi kering dan staling.

    Sementara itu, Muffin tergolong dalam produk quick bread. Karakteristik

    quick bread tidak membutuhkan pengembangan yang terlalu besar dalam

    prosesnya. Cakes dan quick bread lainnya membutuhkan gluten karena

    kemampuannya dalam menahan gas yang menghasilkan tekstur halus dan

    ringan dan crumb yang empuk . Peranan gluten dalam muffin free gluten

    maupun quick breads dapat digantikan oleh telur dan baking powder (Case,

    2006).

    2.5 Umbi Garut ( Maranta arundinacea Linn.)

    Garut (Maranta arundinacea Linn.) merupakan tanaman berbentuk terna

    yang memiliki umbi dengan ciri-ciri yaitu tegak, berumpun, dan merupakan

    tanaman tahunan. Tinggi tanaman mencapai 1 – 1,5 m dengan batang berdaun

    dan memiliki percabangan menggarpu. Tumbuh baik pada lahan dengan

    ketinggian 0-900 mdpl (meter di atas permukaan laut) dan paling baik pada

  • 12

    ketinggian 60-90 m. Masa panen tanaman ini berlangsung dari bulan Mei hingga

    Agustus. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan khusus dan kasus hama

    penyakit yang menjangkit relatif sedikit (Rukmana, 2000).

    Menurut Rukmana (2000), tingkatan takson tanaman garut adalah

    sebagai berikut:

    Kerajaan : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Kelas : Monocotyledoneae

    Bangsa : Zingerbales

    Suku : Marantaceae

    Marga : Maranta

    Jenis : Maranta arundinacea Linn.

    Garut dapat ditanam diseluruh wilayah Indonesia tetapi belum banyak

    digunakan. Menurut Djaafar dkk., (2006), umbi garut dapat dijadikan sumber

    karbohidrat alternatif untuk menggantikan tepung terigu karena kandungan

    patinya yang tergolong besar, terutama yang berumur 10 bulan setelah tanam.

    Batang tanaman memiliki tinggi 75-90 cm, batang semu, bulat, membentuk

    rimpang dan berwarna hijau. Daun tunggal, bulat memanjang, ujung runcing,

    bertulang menyirip, panjang 10-27 cm, lebar 4,5 cm berpelepah, berbulu, dan

    berwarna hijau. Bunga majemuk bentuk tandan, kelopak bunga hijau muda,

    mahkota berwarna putih, buah memiliki garis tengah 1 cm, bentuk kotak dan

    agak buat dengan bulu menyelimuti badan buah (Soedibyo, 1995). Bentuk umbi

    garut dapat dlihat pada Gambar 2.3.

    Gambar 2.3 Umbi Garut (Rukmana, 2000)

  • 13

    2.6 Tepung Garut

    Tepung garut merupakan tepung yang diperoleh dari penepungan umbi garut

    ( Maranta arundinacea Linn.). Tepung garut memiliki tekstur yang lembut, kering,

    dan berwarna putih. Tepung garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk

    pengganti atau subtitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie,

    roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, karena mempunyai sifat

    yang mendekati tepung terigu, dan kandungan gizinya tidak jauh berbeda

    dengan tepung terigu. Selain itu tepung garut juga digunakan dalam industri

    kimia, kosmetik, pupuk, gula cair, dan obat-obatan (Sukarsa, 2011). Komposisi

    kimia tepung garut ditunjukkan pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5. Sedangkan

    perbandingan kandungan gizi tepung terigu dan tepung garut disajikan dalam

    Tabel 2.4.

    Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Garut

    Komposisi Kimia Jumlah (%)

    Air 11,9 Abu 0,58

    Protein 0,14 Lemak 0,84 Amilosa 25,94

    Serat Larut Air 5,03 Serat Tidak Larut Air 8,74

    Sumber : Marsono, 2005

    Tabel 2.5 Perbandingan Kandungan Gizi tepung terigu dan tepung garut per 100 gram

    No. Kandungan Gizi Tepung Terigu Tepung Garut

    1. Kalori (kal.) 365 355 2. Protein (g) 8,9 0,7 3. Lemak (g) 1,3 0,2 4. Karbohidrat (g) 77,3 85,2 5. Kalsium (mg) 16 8 6. Fosfor (mg) 106 22 7. Zat besi (mg) 1 2 8. Vitamin B 0,12 0,09

    Sumber: Suyatno (2010)

    Selain kandungan gizi yang terdapat pada tabel tersebut, umbi garut

    mempunyai keunggulan dalam hal nilai indeks glikemiksnya yang rendah yaitu

    14 (Marsono, 2002). Granula tepung garut meskipun memiliki permukaan yang

    halus, namun permukaan itu berlekuk. Kekerasan gel paling tinggi pada garut

    dan uwi ungu, jika diukur menggunakan TAXT-Plus Texture Analyzer. Pati garut

    dapat mengembang bila terkena air panas, pengembangannya sebesar 54%

    (Mariati, 2001).

  • 14

    Penelitian Umi (2011) menunjukkan data karakteristik gelatinisasi pati

    (pasting behaviour) hasil analisis menggunakan amylograph menunjukkan

    bahwa tepung garut memiliki viskositas 4963 cP, viskositas breakdown 2820 cP

    dan peak time 6,73 menit. Hal ini menunjukkan bahwa granula tepung garut

    sangat mudah pecah, dan tidak stabil, selama pemanasan, serta mudah

    membentuk gel dengan viskositas yang tinggi. Tingginya viskositas sangat

    berkaitan dengan besarnya granula. Granula pati garut memiliki ukuran sebesar

    10.5 µm. ukuran pati mempengaruhi daya serap air yang berakibat pada

    pengembangan adonan pada roti. Granula pati tepung garut kebanyakan

    berbentuk bulat dengan celah dan bulat yang tidak beraturan. Tepung garut

    memiliki kekuaatan gel 288,60 g/cm2, titik pecah 0,842 cm, rigidity 171,375,

    hardness 22,855 g. Berikut merupakan syarat mutu tepung garut menurut BSN

    (1999) yang disajikan dalam Tabel 2.6.

    Tabel 2.6 Syarat Mutu Tepung Garut

    Sumber : BSN (1999)

    Gambar 2.4 Tepung Garut (Marsono,2002)

    Kriteria Syarat

    Bentuk Serbuk halus Benda asing Tidak ada

    Lolos ayakan 100 mesh Minimal 95% Kadar air Maksimal 16%

    Serat kasar Maksimal 1% Derajat asam maksimal 4.0 ml NaOH/100 g

    Residu SO2 Maksimal 30 mg/kg

  • 15

    2.7 Maizena (Corn Starch)

    Maizena adalah tepung yang terbuat dari pati jagung yang diperoleh dari

    penggilingan pada kernel jagung. Maizena termasuk ke dalam golongan tepung

    yang bebas dari gluten. Syarat mutu maizena dapat dilihat pada Tabel 2.7.

    Tabel 2.7 Syarat Mutu Maizena

    Jenis uji satuan persayaratan

    Kriteria Uji Satuan Persyaratan

    Keadaan : - Bau - Normal - Rasa - Normal

    - Warna - Normal - Benda asing - Tidak boleh

    - Serangga - Tidak boleh - Pati selain jagung - Tidak boleh

    Kehalusan - Lolos 80 mesh % Min 70 - Lolos 60 mesh % Min 99

    Kadar air % (b/b) Maks 10 Kadar Abu % (b/b) Maks 1.5

    Silikat % (b/b) Maks 0.1 Serat kasar % (b/b) Maks 1.5

    Derajat asam Ml N NaOH / 100 g

    Maks 4.0

    Timbal (Pb) Mg/Kg Maks 1.0 Tembaga (Cu) Mg/Kg Maks 10

    Seng (Zn) Mg/Kg Maks 40 Raksa (Hg) Mg/Kg Maks 0.04

    Cemaran arsen (As) Mg/Kg Maks 0.5 Angka lempeng total Koloni/g Maks 5 x 10

    6

    E.coli APM/g Maks 10 Kapang Koloni/g Maks 10

    4

    Sumber : SNI 01-3727-1995

    Maizena sering menjadi bahan tambahan atau bahan pengganti terigu

    dalam pembuatan makanan. Misalnya, dalam pembuatan cake, kue kering,

    bubur, puding, dan saus, maizena akan menghasilkan tekstur makanan yang

    lebih baik. Penggunaannya memang tidak boleh terlalu banyak, karena

    penggunaan yan berlebihan justru akan membuat kue lebih cepat basi dan

    berjamur. Tekstur maizena halus dan lembut seperti tepung terigu, namun

    warnanya lebih pucat dan keruh daripada tepung terigu (Sholihah, 2007). Berikut

    ini merupakan komposisi kimia maizena yang disajikan pada Tabel 2.8.

    http://www.kerjanya.net/faq/17860-tepung-terigu.html

  • 16

    Tabel 2.8 Komposisi Kimia Maizena

    Komposisi Kimia Jumlah (%)

    Air 11 Pati

    Amilosa Amilopektin

    88 28 72

    Protein 0,35 Lemak 0,04 Serat 0,1 Abu 0,1

    Sumber : Kulp (2000)

    Granula pati jagung (maizena) memiliki ukuran yang cukup besar berkisar

    antara 5-25 µm dan tidak homogen (Bellitz et al., 1999). Bentuk pati jagung

    adalah polygonal shape (Synder, 1984). Granula pati yang lebih kecil akan

    menunjukkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air

    daripada granula pati yang besar. Suhu optimal gelatinisasi pati jagung adalah

    62-70oC dengan waktu sekitar 30 menit (Harborne, 1987).

    2.8 Bahan-Bahan lain yang Diperlukan dalam Pembuatan Kue Muffin

    2.8.1 Telur

    Telur merupakan bahan yang penting dalam pembuatan kue muffin. Telur

    terdiri dari kuning telur, putih telur (albumen), dan cangkang. Di dalam telur

    terdapat pula membran tipis yang terletak pada cangkang, rongga udara pada

    salah satu ujung telur, dan kalaza yang berfungsi untuk menjaga posisi kuning

    telur agar tetap di tengah. Bagian kuning telur kaya akan lemak dan protein,

    mengandung zat besi dan beberapa vitamin. Warnanya berkisar antara kuning

    terang hingga kuning gelap, hal ini tergantung pada pakan ayam. Pada putih

    telur, protein utamanya adalah albumin yang berwarna bening dan larut air

    apabila dalam keadaan mentah, tetapi pada saat terkoagulasi warnanya berubah

    menjadi putih dan keras. Putih telur juga mengandung Sulfur. Telur dilindungi

    oleh cangkang, yang merupakan pengemas alami. Cangkang telur memiliki

    tekstur berporos sehingga bau dan flavor pada lingkungan dapat terabsorbsi ke

    dalam telur (Gisslen, 2013) Komposisi umum telur mentah dapat dilihat pada

    Tabel 2.9.

  • 17

    Tabel 2.9 Komposisi Telur

    Komposisi Telur utuh (%) Putih Telur (%) Kuning Telur (%)

    Air 73 86 49 Protein 13 12 17 Lemak 12 - 32

    Mineral dan komponen lain 2 2 2

    Sumber : Gisslen (2013)

    Menurut Huff (2015), peranan kuning telur (yolk) umumnya

    memanfaatkan kandungan lemak dan kemampuan mengemulsi. Lemak

    membuat produk bakery memiliki cita rasa yang kuat (extra rich flavor) dan

    tekstur yang lembut (velvety texture). Kuning telur juga memiliki kemampuan unik

    untuk mengikat cairan dan lemak bersama membentuk sebuah emulsi dan

    mencegahnya untuk memisah. Proses emulsi ini membantu membuat campuran

    bahan-bahan menjadi lebih homogen, bahkan kuning telur membantu dalam

    distribusi cairan dan lemak yang merata di seluruh bagian agar menghasilkan

    adonan yang halus, custard yang mengkilap, dan curd yang lembut (creamy

    curd). Ketika yolk dipanaskan, ikatan protein yang terkandung di dalamnya akan

    terlepas dan membentuk gel. Suhu yang terlalu tinggi membuat protein semakin

    menjadi gel, dan menjadi sangat kental serta kasar. Namun,ketika dipanaskan

    pada suhu yang sedang (hangat), kuning telur memiliki kemampuan yang baik

    untuk mengentalkan produk seperti saos dan custard.

    Ketika putih telur digunakan tanpa kuning telur, putih telur akan

    menunjukkan kemampuan membentuk krim kocok (whipped cream).

    Pengocokan putih telur berarti menggabungkan jutaan gelembung-gelembung

    udara kecil ke dalam putih telur sehingga terbentuk warna putih. Buih tersebut

    bersifat sangat stabil untuk membuat soufflé hingga meringue. Untuk membantu

    menstabilkan putih telur, dapat ditambahkan pengasam seperti krim tartar dan

    jus lemon. Penggunaan terbaik dari putih telur kocok adalah sebagai agen

    pengembang pada cake yang halus, sponge cake dan soufflé. Dalam kondisi

    panas pada oven udara yang terjebak pada buih akan mengembang tanpa

    bantuan yeast maupun baking soda. Buih putih telur juga dapat dikocok dengan

    gula untuk membuat meringue. Pengocokan yang terlalu lama akan membuat

    putih telur terlalu mengembang dan kasar serta sulit untuk menyatu dalam

    adonan (Huff, 2015).

    Ketika kuning telur dan putih telur (whole egg) digunakan, beberapa sifat

    terbaik dari keduanya akan muncul. Meskipun kemampuan mengemusi whole

  • 18

    egg tak sebagus kuning telur, whole egg masih bisa menjadi agen pengikat yang

    baik, terutama pada cake, cookies, dan produk bakery yang lainnya. Telur juga

    akan mengeras dan memadat ketika dipanaskan, dan memberikan struktur yang

    baik dalam dessert yang lembut dan pastries. Disaat yang bersamaan, telur

    membuat produk bakery menjadi lebih empuk dan tekstur ringan (Huff, 2015).

    2.8.2 Gula

    Gula ditambahkan pada adonan kue untuk melengkapi karbohidrat dan

    memberikan rasa manis. Selain itu penambahan gula juga dapat mempengaruhi

    tekstur (Buckle et al., 1987). Dari berbagai penelitian terdahulu, diketahui bahwa

    gula dapat memberi efek tenderizing terhadap tekstur produk akhir dalam

    pengolahan produk berbahan dasar pati (Farhat dkk., 2000). Menurut Mudjajanto

    dkk. (2004), gula dapat memberikan daya pembasahan dan memberikan warna

    cokelat yang menarik pada cake dan roti. Jenis-jenis gula yang biasa digunakan

    pada pengolahan bakery yaitu sukrosa, fruktosa, dextrose, laktosa dan gula

    merah (semua berbentuk kristal) serta gula cair antara lain sirup jagung, HFCS,

    sirup gula invert, tetes tebu dan madu.

    Sifat-sifat utama gula yang harus diperhatikan dalam aplikasinya sebagai

    komposisi produk bakery adalah kemanisan, kelarutan, dan higroskopis. Jenis

    gula yang paling banyak digunakan adalah sukrosa. Selain sebagai pemanis,

    sukrosa berperan dalam penyempurnaan mutu pengovenan dan warna crust,

    dan memungkinkan proses pematangan yang lebih cepat (Koswara, 2009).

    Struktur cake sangat dipengaruhi oleh tingkat dan jenis gula yang digunakan,

    sebutan low ratio cake dipakai untuk cake yang jumlah gulanya sama atau

    kurang dibanding jumlah terigu, sedang istilah high ratio cake dipakai pada cake

    yang jumlah gulanya melebihi jumlah terigunya. Cake yang tinggi kandungan

    gulanya juga tinggi kandungan shortening dan airnya sehingga dihasilkan volume

    yang besar dan remah yang empuk.

    Penggantian sukrosa dengan gula lain di dalam formulasi cake tidaklah

    sesederhana pada roti dan membutuhkan formulasi ulang khusus. Pengaruh

    penggantian sukrosa oleh gula lain yang telah diobservasi terdiri atas penurunan

    waktu pemanggangan, penurunkan volume cake, mengubah warna remah dan

    kerak cake, memperbesar ukuran butiran remah, mengubah rasa (sweetness),

    dan kesan bergetah (gummy mouthfeel) (Intan, 2013).

  • 19

    2.8.3 Margarin

    Lemak yang sering digunakan untuk adonan muffin adalah margarin.

    Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80%

    fase lemak (O’Brien, 2009). Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega

    dengan kenampakan fisik, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama

    dengan mentega. Margarin mrngandung 80 % lemak, 16% air, dan beberapa zat

    lain (Wahyuni dkk., 1998). Minyak nabati yang sering dijadikan lemak adalah

    minyak kelapa, minya inti sawit, minyak biji kapas, miyak wijen, minyak kedelai

    dan minyak jagung. Minyak nabati umumnya berwujud cair karena mengandung

    asam lemak tidak jenuh, seperti asam oleat, linoleat, dan linolenat.

    Berdasarkan SNI 01-3541-2002, margarin merupakan produk makanan

    berbentuk emulsi (w/o), baik semi padat maupun cair, yang dibuat dari lemak

    makan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi

    termasuk sebagai bahan utama serta mengandung air dan bahan tambahan

    pangan yang diizinkan. Menurut Desrosier (1988), fungsi dari penambahan

    margarin dalam adonan adalah untuk memerbaiki struktur fisik seperti volume

    pengembangan, tekstur, dan memberikan flavour serta sebagai pelumas dan

    mencegah pengembangan protein yang berlebih selama pembuatan adonan.

    Lemak atau shortening membantu membuat kue muffin menjadi empuk,

    memberikan tekstur yang baik, membantu dalam proses browning kue, dan

    menjaga kue agar tetap lembab (Alberta, 2006).

    2.8.4 Susu Skim

    Penggunaan susu skim untuk produk-produk bakery berfungsi

    membentuk flavor, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur

    yang kuat dan berpori karena adanya kasein, membentuk warna karena terjadi

    reaksi pencoklatan, dan menambah keempukan karena adanya laktosa

    (Koswara, 2009).

    Menurut Hamidah dkk. (2009), fungsi susu dalam pengolahan cake

    adalah untuk menambah gizi, membangkitkan rasa dan aroma, dan mampu

    menjaga cairan dan membantu mongontrol kerak pada cake. Komposisi pada

    susu bubuk bervariasi tergantung bahan bakunya, karena sebagian besar airnya

    dihilangkan maka bahan keringnya naik kira-kira dengan proporsi yang sama.

    2.8.5 Baking Powder

  • 20

    Baking powder sebagai bahan pengembang yang dipakai secara luas

    dalam produksi roti dan kue. Baking powder merupakan bahan pengembang

    hasil reaksi asam dengan Natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan

    berlangsung, baking powder mengasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat

    merugikan. Fungsi baking powder pada pembuatan roti dan kue adalah

    mengembangkan adonan dengan sempurna, menyeragamkan remahan, dan

    menjaga kue agar tidak rusak (Aliem, 1995).

    Menurut Sutomo (2011), baking powder biasanya digunakan sebagai

    pengembang (leavening agent) cake, bolu panggang, bolu kukus, cup cake, dan

    pancake. Baking powder harus ditimbang secara tepat, bila baking powder

    melebihi batas, maka akan menghasilkan kue yang keriput dan bantat.

    Sedangkan baking powder yang terlalu sedikit akan menghasilkan kue yang

    padat dan berat (Anni dkk., 2008). Persamaan kimia pada baking powder adalah:

    NaHCO3 + H+→Na+ + CO2 + H2O.

    Cara kerja baking powder, yaitu dengan melepaskan gas karbon dioksida

    ke dalam adonan melalui reaksi asam-basa, sehingga menyebabkan adanya

    gelembung-gelembung di dalam adonan yang masih basah, dan ketika

    dipanaskan adonan menjadi memuai namun pada saat adonan matang

    gelembung-gelembung tersebut terperangkap hingga menyebabkan kue menjadi

    naik dan ringan (Tyana, 2011).

    Baking powder umumnya terbuat dari unsur basa biasa disebut soda kue

    atau Natrium bikarbonat ditambah satu atau lebih garam asam, dan pati lembam

    (umumnya pati jagung). Penambahan pati lembam dalam baking powder

    bertujuan unutk menyera kelembaban sehingga umur simpan dapat lebih lama

    karena mencegah terjadinya reaksi unsur asam-basa sebelum pemakaian baking

    powder. Baking powder digunakan unutk menggantikan ragi ketika tidak ada

    proses fermentasi pada adonan dan ketika adonan kurang memiliki sifat elastis

    untuk menahan gelembung-gelembung gas lebih dari beberapa menit (Tyana,

    2011).

    2.9 Tahapan Pembuatan Kue Muffin

    2.9.1 Mixing (Pencampuran Adonan)

  • 21

    Menurut Ira (2016), terdapat dua metode dalam pencampuran adonan

    muffin, yaitu metode cake dan metode muffin. Pada metode cake, melibatkan

    proses pembentukan krim gula bersamaan dengan mentega, kemudian

    penambahan bahan cair, dan terakhir dengan penambahan bahan kering.

    Sedangkan metode muffin melibatkan dua sampai tiga tahapan. Pertama semua

    bahan kering dicampur menjadi satu, kedua bahan cair lainnya dicampur di

    wadah terpisah, kemudian bahan cair ditambahkan ke bahan kering dan

    dicampur hingga bahan kering menjadi lembab.

    Proses pencampuran yang tidak mencukupi akan menghasilkan muffin

    dengan volume yang rendah karena sebagian baking powder akan menjadi

    kering untuk bereaksi sempurna dengan bahan lainnya (Smith et al., 2004).

    Waktu mixing umumnya selama 8-10 menit atau 10-12 menit menggunakan

    mixer (Mudjajanto dkk., 2004). Untuk kue muffin, mixing dilakukan sampai bahan

    kering menjadi basah. Overmixing menurunkan volume dan keempukan

    (kelembutan) serta mencegah kue mengalami browning yang baik. Pengisian

    adonan dalam cetakan dilakukan hingga tiga per empat bagian dari cetakan

    (Alberta, 2006).

    2.9.2 Pemanggangan (Pengovenan)

    Pengovenan adalah suatu cara untuk mematangkan muffin menggunakan

    oven, dengan suhu dan waktu yang ditentukan. Terlebih dahulu oven tersebut

    dipanaskan, sebelum muffin masuk dalam oven. Pengovenan dilakukan dengan

    cara memasukkan muffin dalam cetakan ke dalam oven (di atas nampan)

    kemudian di lalu panggang dengan suhu oven atas 180°C dan suhu oven bawah

    200°C selama 30 menit. Selama pemanggangan tidak boleh terlalu sering di

    buka karena akan mempengaruhi pemanasan yang kurang maksimal (Intan,

    2013).

    Pemanggangan atau pengovenan akan menyebabkan kenaikan suhu.

    Dalam pemanggangan terjadi pengembangan adonan, kehilangan air,

    pencoklatan kulit, dan bentuk roti menjadi tetap. Selain itu juga terjadi reaksi

    Maillard yang terjadi mulai suhu 1500C dan menyebabkan kulit roti berwarna

    coklat (oleh senyawa mellanoidin). Peristiwa yang juga terjadi selama

    pemanggangan adalah pati mulai menggembung dan tergelatinisasi pada suhu

    sekitar 600C (Haryadi, 2004).

  • 22

    Ketika proses pengovenan berlangsung, adonan akan kehilangan kadar

    air kurang lebih 8-10% dari total berat adonan. Lama waktu proses pengovenan

    tergantung dari jenis roti, besar adonan dan loyang yang dipergunakan dalam

    proses pengovenan (Astuti, 2015). Tahapan dalam proses pengovenan menurut

    (Gisslen, 2013) :

    Melelehnya lemak (melting of fat) : lemak padat yang bercampur dengan

    adonan memerangkap udara, ketika lemak tersebut meleleh gas akan

    dilepaskan sehingga memberi kontribusi untuk pengembangan kue muffin.

    Umumnya lemak memiliki titik leleh antara 32 – 55oC.

    Pembentukan dan pengembangan gas : gas merupakan komponen utama

    yang membuat muffin mengembang. Beberapa gas seperti karbondioksida

    terbentuk ketika proses mixing menggunakan mixer. Beberapa gas lainnya

    terbentuk ketika terjadi peningkatan suhu pada adonan. Baking powder

    memproduksi gas dengan cepat ketika adonan diletakkan ke dalam oven.

    Gas yang terbentuk kemudian mengembang, akan terperangkap pada

    jaringan yang elastis terbentuk dari protein yang berasal dari telur.

    Koagulasi protein : protein utama yang terdapat pada telur sangat

    berpengaruh pada struktur. Protein tersebut dapat memperbaiki struktur

    muffin ketika suhunya cukup untuk koagulasi atau mengeras. Proses ini

    terjadi pada suhu 60-70oC. Ketika proses ini berjalan, gas akan melanjutkan

    pengembangannya dan untaian protein menjadi lentur. Pada akhirnya, ketika

    koagulasi selesai rongga udara tidak dapat mengembang lagi. Suhu yang

    tepat sangat penting untuk membuat muffin yang memiliki pengembangan

    yag baik. Apabila suhu pengovenan terlalu tinggi, koagulasi akan terjadi

    lebih awal sebelum ekspansi gas dalam adonan dimulai, sehingga muffin

    memiliki volume yang kecil dan bagian luar muffin (crust) yang retak.

    Sedangkan suhu pengovenan yang terlalu rendah, protein tidak terkoagulasi

    sesegera mungkin sehingga muffin dapat mengempis.

    Gelatinisasi pati : pati merupakan bagian penting pembentuk struktur.

    Molekul pati tersusun dalam granula yang kecil dan keras. Granula pati

    menarik air ketika proses mixing. Ketika dipanaskan pada oven, air tersebut

    diabsorbsi oleh granula pati kemudian mengembang. Beberapa granula pati

    pecah dan mengeluarkan molekul pati. Pada proses ini, molekul pati

    berikatan dengan air yang ada sehingga bagian dalam muffin menjadi

    kering.Proses ini terjadi pada suhu 40-95oC.

  • 23

    Pengeluaran uap air dan gas : pada proses pengovenan, beberapa air

    berubah wujud menjadi uap air dan terlepas ke udara. Ketika proses ini

    terjadi sebelum protein terkoagulasi, uap air dan gas dapat berkontribusi

    pada pengembangan volume adonan. Pengeluaran uap air dan gas

    menyebabkan berkurangnya kelembaban adonan sehingga menginisiasi

    terbentuknya crust.

    Pembentukan crust dan browning : crust terbentuk ketika air terevaporasi

    dari permukaan dan membuatnya kering. Browning tidak dapat terjadi

    apabila suhu permukaan kurang dari 150oC. browning terjadi ketika terdapat

    perubahan kimia pada pati, gula, dan protein. Terdapat dua reaksi yang

    terlibat yaitu karamelisasi (pencoklatan gula) dan reaksi Maillard yang

    menyebabkan browning pada crust. Reaksi Maillard terjadi ketika protein

    dan gula dikenai suhu tinggi. Perubahan kimia yang diakibatkan oleh

    karamelisasi dan reaksi Maillard berkontribusi terhadap flavor dan

    penampakan luar muffin.

  • 24

    III METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan Laboratorium Pengolahan dan Rekayasa Pangan,

    Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, dan Laboratorium sensori Jurusan

    Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

    Malang. Penelitian tersebut dimulai dari bulan Januari hingga April 2017.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat yang digunakan untuk pembuatan kue muffin adalah baskom,

    sendok makan, sendok teh, sarung tangan kain, mixer, cetakan muffin, kertas

    label, dan oven listrik. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah

    neraca analitik, oven listrik (merk Maspion), color reader, Tensile Strength,

    penggaris, cawan, oven untuk analisa kadar air, desikator (merk Scoot Duran),

    cawan porselen, penjepit, furnace, Soxhlet, labu lemak, buret, statip, labu

    Kjeldahl, alat destilasi, glassware, spatula, dan plastik.

    3.2.2 Bahan

    Bahan yang digunakan untuk membuat kue muffin adalah tepung garut,

    maizena, margarin (merk Forvita), susu skim, telur, dan baking powder.

    Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisa adalah sampel, tablet Kjedahl,

    H2SO4 pekat, pp (phenoftalein), akuades, NaOH, H3BO3, Metil Red, HCl (0,1 N),

    dan petroleum eter.

    3.3 Metodologi Penelitian

    Metode Penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan

    Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I adalah perbandingan tepung

    garut dan maizena yang terdiri dari 5 level (1:0, 3:1, 1:1, 1:3, dan 0:1). Faktor II

    adalah jenis telur yang terdiri dari 2 level (utuh dan putih). Pada perlakuan ini

    diperoleh 10 kombinasi perlakuan dengan ulangan 3 kali sehingga diperoleh 30

    satuan percobaan. Berikut merupakan rincian perlakuan yang digunakan dalam

    penelitian ini.

  • 25

    Faktor I adalah perbandingan tepung garut dan maizena (P) yang terdiri dari 5

    level yaitu :

    P1 = perbandingan tepung garut dan maizena 1:0

    P2 = perbandingan tepung garut dan maizena 3:1

    P3 = perbandingan tepung garut dan maizena 1:1

    P4 = perbandingan tepung garut dan maizena 1:3

    P5 = perbandingan tepung garut dan maizena 0:1

    Faktor II adalah jenis telur yang terdiri dari 2 level (T) yaitu :

    T1 = utuh

    T2 = putih

    Tabel 3.1 Formula Perlakuan Kue Muffin

    Jenis Telur Perbandingan Tepung

    T1

    P1

    P2

    P3

    P4

    P5

    T2

    P1

    P2

    P3

    P4

    P5

    Keterangan : P1T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:0 dan jenis telur utuh P1T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:0 dan jenis telur putih P2T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 3:1 dan jenis telur utuh P2T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 3:1 dan jenis telur putih P3T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:1 dan jenis telur utuh P3T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:1 dan jenis telur putih P4T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:3 dan jenis telur utuh P4T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:3 dan jenis telur putih P5T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 0:1 dan jenis telur utuh P5T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 0:1 dan jenis telur putih

    3.4 Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

    penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui

    ketepatan perbandingan tepung garut dan maizena yang digunakan, serta

    menentukan faktor kedua yaitu pengaruh jenis telur. Penelitian selanjutnya

  • 26

    dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan penggunaan tepung garut

    dengan maizena dan jenis telur terhadap kualitas fisik dan organoleptik kue

    muffin.

    3.4 1 Formulasi dan Prosedur Pembuatan Kue Muffin

    Berikut merupakan formulasi bahan dalam pembuatan kue muffin untuk

    seluruh perlakuan yang disajikan dalam Tabel 3.2.

    Tabel 3.2 Formulasi Bahan dalam Pembuatan Kue Muffin Nama Bahan

    Satuan Proporsi

    P1 T1

    P1 T2

    P2 T1

    P2 T2

    P3 T1

    P3 T2

    P4 T1

    P4 T2

    P5 T1

    P5 T2

    Tepung garut

    gram 100 100 75 75 50 50 25 25 0 0

    Maizena gram 0 0 25 25 50 50 75 75 100 100

    Margarin gram 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

    Gula gram 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

    Susu skim

    gram 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

    Telur utuh

    (kuning dan

    putih)

    gram 100 0 100 0 100 0 100 0 100 0

    Putih telur

    gram 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100

    Baking powder

    gram 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

    Adapun prosedur pembuatan muffin adalah sebagai berikut :

    margarin dihaluskan dengan mixer kecepatan sedang

    gula bubuk dan susu bubuk skim dimasukkan secara perlahan sambil

    dicampur menggunakan mixer hingga halus.

    telur dimasukkan dan dicampur menggunakan mixer sampai halus dan

    mengembang.

    Tepung dan baking powder kemudian dimasukkan dan diaduk hingga rata

    dengan sendok dan selanjutnya dicampur dengan mixer

    Adonan dimasukkan dalam cetakan dan dipanggang dalam oven dengan

    suhu 170 °C selama 25-30 menit (Artanti, 2014).

  • 27

    3.5 Pengujian dan Analisa Data

    i. Pengujian

    1. Pengamatan Fisik meliputi :

    - Volume Pengembangan (Yuwono dan Susanto, 1998)

    - Kekerasan metode “Digital Force Gauge” (Yuwono dan Susanto, 1998)

    - Ukuran pori (Schoenlechner, 2009)

    - Warna metode “Colour Reader Test” (Yuwono dan Susanto, 1998)

    2. Pengamatan Kimia meliputi :

    - Kadar Air Metode Thermogravimetri (Sudarmadji dkk, 1996)

    - Kadar Abu (Sudarmaji dkk, 1996)

    - Kadar Protein (SNI-01-2782-1998)

    - Kadar Lemak (Sudarmaji dkk, 1996)

    - Kadar Karbohidrat by difference

    3. Pengamatan Organoleptik meliputi (Rahayu, 2001) :

    - Warna

    - Aroma

    - Pori

    - Tekstur

    - Rasa

    - Keseluruhan

    4. Pemilihan Perlakuan Terbaik Multipe Atribute Zeleny

    3.5.2 Analisa Data

    Data analisa-analisa tersebut yang diperoleh dari hasil penelitian

    dianalisa dengan metode analysis of variance (ANOVA). Apabila dari hasil uji

    menunjukkan adanya beda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji BNT (Beda

    Nyata Terkecil) dan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).

  • 28

    3.6 Diagram Alir Penelitian

    3.6.1 Pembuatan Kue Muffin

    Dihaluskan dengan mixer

    Dicampur menggunakan mixer hingga halus

    Dicampur menggunakan mixer hingga mengembang ± 10 menit

    Dicampur menggunakan mixer selama ± 3 menit

    Dimasukkan dalam cetakan

    Dimasukkan ke dalam oven bersuhu 170oC selama ± 35 menit

    Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Kue Muffin (Artanti, 2014) yang telah

    dimodifikasi

    23% (b/b) Margarin

    23% (b/b) gula dan 7% (b/b) susu skim

    23% (b/b) telur utuh; 23% (b/b) putih telur

    Tepung garut dan maizena (1:0; 3:1; 1:1; 1:3; 0:1)

    Uji fisik : - volume pengembangan - kekerasan - ukuran pori - warna

    0,2% (b/b) Baking powder dan maizena

    Muffin non terigu

    Organoleptik : - Warna - Aroma - Pori - Tekstur - Rasa - Keseluruhan

    Perlakuan

    Terbaik

    Uji kimia : - kadar air - kadar abu - kadar protein - kadar lemak - kadar karbohidrat

  • i

  • 29

    IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Karakteristik Bahan Baku

    Pada penelitian ini, pembuatan muffin non terigu menggunakan dua jenis

    tepung yaitu tepung garut dan maizena. Bahan baku tersebut dianalisa kimia

    untuk mengetahui kualitasnya berdasarkan nilai kadar air, kadar abu, kadar

    protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, dan kadar serat sebelum digunakan.

    Kemudian hasil analisis tersebut dibandingkan dengan literatur untuk

    memudahkan peneliti dalam mengoreksi analisis yang dilakukan dengan metode

    standar yang telah ditentukan. Bahan baku tepung garut dan maizena serta data

    perbandingan analisis bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1.

    a b

    Gambar 4.1 Tepung Garut (kiri) dan Maizena (kanan) (Dokumentasi Pribadi, 2017)

    Tabel 4.1 Perbandingan Data Analisis Kimia Bahan Baku dengan Literatur

    Parameter (%) Tepung Garut Maizena Analisa Literatur Analisa Literatur

    Kadar Air 12,00±0.87

    9,01-11,71a

    11,28±0.47 14,00b

    Kadar Abu 0,63±0.28 1,2-1,6a 0,12±0.02 0,70

    b

    Kadar Protein 3,74±2.50 1,12-1,68a 8,12±0.18 0,30

    b

    Kadar Lemak 0,37±1.78 0,21-1,28a 3,59±0.19 0,00

    b

    Kadar Karbohidrat 82,65±83.38 85,20-86,54a

    76,89±76.88 85,00b

    Pati Amilosa

    - 75,58-81,03a

    21,91-25,09a

    - 88c

    28c

    Serat - 0,57d

    - 0,1c

    Sumber : Mariati (2001)a

    Kulp et al. (2000)c

    Rukmana (2005)b

    Wijayanti (2015)d

  • 30

    Berdasarkan Tabel 4.1, hasil analisa kadar air pada tepung garut yaitu

    12,00%, lebih tinggi dibandingkan dengan literatur 9,01-11,71%. Namun

    perbedaan hasil tersebut tidak signifikan. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan

    varietas umbi garut. Menurut Mariati (2001), variasi kadar air dari masing-masing

    varietas baik tepung maupun pati dipengaruhi oleh kondisi pengeringan yang

    meliputi metode, lama, dan suhu pengeringan. Sedangkan hasil analisa kadar air

    maizena menghasilkan nilai 11,28%. Hasil tersebut lebih rendah jika

    dibandingkan dengan hasil pada literatur (14,00%). Perbedaan yang tidak terlalu

    signifikan tersebut dapat disebabkan karena perbedaan varietas jagung dan

    perbedan pengolahan yang meliputi metode dan kondisi pengeringan. Untuk

    mendapatkan produk tepung yang awet, batas kadar air minimum dimana

    mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (Fardiaz, 1989).

    Kadar abu hasil analisa tepung garut adalah 0,63%, lebih rendah apabila

    dibandingkan dengan kadar abu pada literatur (1,2-1,6%). Perbedaan tersebut

    tidak terlalu signifikan. Hal tersebut diduga terjadi karena perbedaan varietas

    umbi garut. Begitu pula pada hasil analisa kadar abu pada maizena (0,12%) lebih

    rendah dibandingkan dengan literatur (0,70%). Perbedaan yang tidak terlalu

    signifikan tersebut dapat disebabkan karena perbedaan varietas jagung yang

    digunakan untuk membuat maizena. Menurut Wargiono (1979), perbedaan

    kandungan abu pada varietas tanaman diduga karena perbedaan kandungan

    mineral dalam tanaman yang disebabkan karena perbedaan penambahan pupuk

    dan kondisi tanah tempat tumbuh tanaman tersebut.

    Hasil analisa kadar protein tepung garut adalah sebesar 3,74%, lebih

    tinggi apabila dibandingkan dengan kadar protein pada literatur (1,12-1,68%).

    Sementara itu, hasil analisa kadar protein maizena adalah sebesar 8,12%, jauh

    lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil pada literatur (0,30%). Hal ini diduga

    karena perbedaan metode analisa kadar protein yang digunakan. Dalam

    penelitian ini metode analisa yang digunakan adalah metode Kjedahl. Penetapan

    kadar protein menggunakan metode Kjedahl merupakan metode empiris (secara

    tidak langsung) yaitu melalui kadar N dalam bahan. Dengan metode ini, senyawa

    bernitrogen lain selain protein juga terukur sebagai protein, sehingga metode ini

    sering disebut penetapan protein kasar (Poedjiadi, 1994).

    Analisa kadar lemak pada tepung garut menghasilkan nilai sebesar

    0,37%, dimana hasil ini telah sesuai dengan data pada literatur yaitu 0,21-1,28%.

    Kandungan lemak pada tepung garut ini tergolong rendah. Sementara itu, hasil

  • 31

    analisa kadar lemak pada maizena menghasilkan nilai sebesar 3,59%, dimana

    hasil tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan literatur (0,00%). Hal ini

    diduga disebabkan oleh perbedaan varietas jagung yang digunakan untuk

    membuat maizena serta metode ekstraksi yang digunakan untuk analisa kadar

    lemak. Menurut Kaur et al. (2006), perbedaan kadar lemak pada tepug

    disebabkan oleh bervariasinya kadar lemak bahan mentah.

    Kadar karbohidrat tepung garut berdasarkan analisa adalah 83,38%.

    Hasil tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan literatur (85,20-

    86,54%). Begitu pula analisa kadar karbohidrat pada maizena adalah 76,88%,

    lebih rendah jika dibandingkan dengan literatur 85,00%. Hal ini diduga

    disebabkan oleh perbedaan varietas, iklim, kesuburan tanah, dan umur panen

    dari bahan baku. Selain itu, metode analisa juga dapat mempengaruhi

    perbedaan kadar karbohidrat. Pengukuran karbohidrat sejak dahulu hingga

    sekarang yang masih dilakukan adalah menggunakan metode by difference.

    Hasil yang kurang akurat disebabkan oleh akumulasi dari kesalahan pada

    metode yang digunakan untuk menganalisis komponen lain, seperti protein dan

    lemak, sehingga nilai yang didapatkan semakin jauh dari nilai yang sebenarnya

    (Manikharda, 2011).

    4.2 Karakteristik Fisik Muffin non Terigu

    4.2.1 Volume Pengembangan

    Volume pengembangan merupakan perubahan volume ketika

    penambahan leavening agent hingga proses baking (Marcotte, 2007). Volume

    pengembangan muffin non gluten dapat dihitung dengan mengurangi tinggi

    muffin setelah proses baking dengan tinggi adonan muffin dibagi tinggi adonan

    kemudian dikalikan 100%. Pengukuran tinggi muffin dilakukan dengan

    menggunakan penggaris. Hasil analisa diolah menggunakan software Minitab 16

    dan akan menghasilkan data volume pengembangan dengan satuan persen

    (100%).

    Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan

    berbagai perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur

    memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) pada peningkatan volume

    pengembangan muffin non terigu. Data menunjukkan adanya interaksi antara

    kedua faktor. Hasil uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) perlakuan

  • 32

    perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur terhadap volume

    pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

    Tabel 4.2 Pengaruh Perlakuan Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Volume Pengembangan Muffin non Terigu

    Perbandingan Tepung (Garut :

    Maizena)

    Jenis Telur Rerata Volume Pengembangan (%)

    Nilai DMRT 5%

    1:0 Utuh 39,048 ± 0,952 c 1,295 1,359 1,399 1,427 1,447 1.463 1,475 1,484 1,491

    1:0 Putih 40,635 ± 0,550 d 3:1 Utuh 52,698 ± 1,010 g 3:1 Putih 24,762 ± 0,952 a 1:1 Utuh 45,714 ± 0,952 e 1:1 Putih 36,508 ± 0,549 b 1:3 Utuh 61,587 ± 0,549 h 1:3 Putih 35,238 ± 0,952 b 0:1 Utuh 49,524 ± 0,952 f 0:1 Putih 35,873 ± 0,549 b

    Keterangan : Data merupakan rerata dari 3 ulangan Angka yang disertai huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% atau α=0,05

    Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa volume pengembangan terendah

    terdapat pada perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 3:1 dan jenis

    telur putih yaitu sebesar 24,762%. Sedangkan hasil volume pengembangan

    tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 1:3 dan

    jenis telur utuh menunjukkan nilai sebesar 61,587%. Semakin banyak maizena,

    volume pengembangan muffin cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena kadar

    amilosa pada maizena (28%) lebih tinggi daripada kadar amilosa dalam tepung

    garut (21,91-25,09%).

    Menurut Juliano (1994), kandungan amilosa mempengaruhi tingkat

    pengembangan dan penyerapan air. Semakin tinggi kandungan amilosa,

    kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar

    karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih

    besar daripada amilopektin. Hal tersebut berdampak pula pada peningkatan

    volume pengembangan adonan. Selain itu, kadar serat tepung juga berpengaruh

    terhadap volume pengembangan muffin. Kadar serat pada maizena (0,1%) lebih

    rendah daripada kadar serat pada tepung garut (0,57%). Serat dapat berinteraksi

    secara kimia dengan protein melawan pelebaran adonan, sehingga kadar serat

    yang rendah akan berpengaruh positif terhadap pengembangan volume (Chung,

    1986).

  • 33

    Selain itu, volume adonan akan mengembang perlahan karena adanya

    telur dalam komposisi roti (Dexter et al.,1989). Jenis telur memberikan hasil

    volume pengembangan muffin yang lebih tinggi daripada putih telur. Pada jenis

    telur utuh, bagian protein putih telur akan membentuk buih ketika dilakukan

    pengocokan menggunakan mixer. Sedangkan bagian kuning telur mengandung

    lesitin yang berfungsi mengikat udara dalam buih sehingga adonan dapat

    mengembang pada saat terkena suhu tinggi (Bastin, 2010). Sementara itu, pada

    putih telur tidak terdapat lesitin sebagai pengemulsi dalam adonan, sehingga

    tidak ada yang menahan udara dalam buih dan berdampak pada terbentuknya

    adonan yang kurang mengembang (Huff, 2015).

    4.2.2 Kekerasan (Hardness)

    Kekerasan adalah salah satu sifat fisik yang termasuk dalam atribut

    tekstur. Kekerasan merupakan parameter yang sangat penting dalam

    mengetahui kualitas produk bakery. Pengukuran tingkat kekerasan dilakukan

    menggunakan Tensil Strength Instrument dengan satuan data berupa Newton.

    Presentasi data pengukuran (load) merupakan hasil dari pemberian gaya yang

    diperlukan untuk menekan atau memberi beban bahan sehingga bahan

    mengalami deformasi. Apabila nilai load besar maka semakin tinggi pula tingkat

    kekerasan.

    Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan

    berbagai perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur

    memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) pada kekerasan muffin non terigu.

    Data menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor. Hasil uji DMRT

    (Duncan Multiple Range Test) perlakuan perbandingan tepung garut dengan

    maizena dan jenis telur terhadap kekerasan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

  • 34

    Tabel 4.3 Pengaruh Perlakuan Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Kekerasan Muffin non Terigu

    Perbandingan Tepung (Garut :

    Maizena)

    Jenis Telur Rerata Kekerasan (N)

    Nilai DMRT 5%

    1:0 Utuh 4,700 ± 0,500 b 1,273 1,336 1,376 1,403 1,423 1,438 1,450 1,459 1,466

    1:0 Putih 5,733 ± 0,839 bc 3:1 Utuh 2,367 ± 0,751 a 3:1 Putih 7,733 ± 0,839 de 1:1 Utuh 4,733 ± 0,493 b 1:1 Putih 8,500 ± 1,015 e 1:3 Utuh 2,467 ± 0,902 a 1:3 Putih 6,400 ± 0.693 cd 0:1 Utuh 6,400 ± 0,702 cd 0:1 Putih 11,000 ± 0,265 f

    Keterangan : Data merupakan rerata dari 3 ulangan Angka yang disertai huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% atau α=0,05.

    Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai kekerasan terendah terdapat pada

    perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 3:1 dan jenis telur utuh yaitu

    sebesar 2,367 N. Sementara itu, nilai kekerasan tertinggi terdapat pada

    perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 0:1 dengan jenis telur putih

    yaitu 11 N. Semakin banyak perbandingan tepung garut dan semakin sedikit

    perbandingan maizena memiliki kecenderungan nilai kekerasan yang menurun.

    Karakteristik kekerasan muffin diduga berhubugan dengan kadar protein dalam

    tepung yang digunakan. Berdasarkan analisa bahan baku, kadar protein tepung

    maizena (8,12%) lebih tinggi daripada tepung garut (3,74%). Kekerasan suatu

    produk berkaitan dengan kadar air dan kadar protein tepung, dimana semakin

    tinggi kadar protein tepung akan semakin menyerap air. Menurut Mahmud

    (2009), daya serap air tergantung dari mutu protein dan jumlah kandungan asam

    amino polar dalam protein tepung. Kadar protein tinggi yang terdapat pada

    maizena akan meningkatkan daya serap air sehingga dihasilkan tekstur muffin

    yang lebih kokoh dan kekerasan yang lebih tinggi.

    Jenis telur utuh menghasilkan kekerasan yang lebih rendah daripada

    jenis telur putihsaja. Jenis telur utuh dapat membantu membuat tekstur muffin

    menjadi lembut. Hal ini terjadi karena kemampuan kuning telur yang

    mengandung lesitin sebagai pengemulsi komponen lemak dan cairan. Emulsifier

    tersebut cenderung berikatan dengan pati dan membentuk kompleks yang

    peranannya sangat tinggi dalam memperbaiki tekstur crumb dan crust (Koswara,

    2009). Sementara itu menurut Pilsbury (1999), telur adalah bahan pengikat yang

  • 35

    mempunyai kemampuan untuk mengikat seluruh bahan menjadi satu. Putih telur

    berfungsi sebagai pengera