Upload
phamkien
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PENAMBAHAN ZAT HIGROSKOPIS TERHADAP
KUALITAS DAN DAYA SIMPAN AMPAS RUMPUT LAUTSEBAGAI
BAHAN PAKAN
PENGARUH PROSES PENGERINGAN DAN LAMA PENYIMPANAN
TERHADAP KUALITAS AMPAS RUMPUT LAUT
JANUAR RAGIL PUTRA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Proses Pengeringan
Dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Ampas Rumput Laut adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian
Bogor.
Bogor, Juli 2015-07-27
Januar Ragil Putra
NRP D24110066
ABSTRAK
JANUAR RAGIL PUTRA. Pengaruh Proses Pengeringan Dan Lama Penyimpanan Terhadap
Kualitas Ampas Rumput Laut. Dibimbing oleh YULI RETNANI dan HERI AHMAD
SUKRIA.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh proses pengeringan dan lama
penyimpanan pada ampas rumput laut. Limbah ampas rumput laut merupakan hasil samping
produksi rumput laut menjadi agar-agar PT Agar Swallow yang diisukan mencemari
lingkungan. Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan untuk menganalisa sifat fisik,
kandungan nutrien, kandungan mineral, serangan serangga, daya simpan selama 2 minggu
serta pengurangan kadar air bahan pada pengeringan matahari maupun dryer. Analisis
percobaan yang digunakan adalah RAL Faktorial (3x3) dengan faktor A0: ampas rumput laut
segar tanpa perlakuan, A1: ampas rumput laut dengan pengeringan matahari, dan A3: ampas
rumput laut dengan pengeringan dryer suhu 60oC, faktor B adalah waktu penyimpanan (0, 1
dan 2 minggu) dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses
pengeringan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penurunan kandungan kadar air masing-
masing A0=74.68±0.42%; A1=12.13±0.33%; A3=12.56±1.27%, aktivitas air masing-masing
A0=0.86±0.01; A1=0.68±0.00; A2=0.69±0.01, dan ukuran partikel bahan masing-masing
A0=1194.3±2.5 mikron; A1=468.6±2.1 mikron; A2=913.1±2.4 mikron. Proses pengeringan
matahari selama 3 hari dan proses pengeringan menggunakan dryer 60o selama 9 jam dengan
penyimpanan selama 2 minggu dapat memberikan kualitas ampas rumput laut yang baik.
Kata kunci: ampas rumpur laut, dryer¸matahari, pengeringan
ABSTRACT
JANUAR RAGIL PUTRA. The Effect of Heating Process and Storage Time in the Quality of
Seaweed Waste. Supervised by YULI RETNANI and HERI AHMAD SUKRIA.
This research aimed to observe the effect of heating procceses and storage duration of
the seaweed waste. Seaweed wastewas a waste from the production of agar PT Agar Swallow
that were issued contaminate the surrounding environment. This research was carried out for
2 months to analyzechemical and physical properties, insect attack and storage time for 2
weeks. The experimental design used was CRD (3x3) with 2 factors, factor A were A0:
seaweed waste without treatment, A1: seaweed waste with sun drying, A2: seaweed waste
with 60oC dryer heating. Factor B was storage times (0, 1 and 2 weeks) with three
replications.The result showed that the heating processes were significally effected (p<0.05)
on decreasing the water content each A0=74.68±0.42%; A1=12.13±0.33%;
A3=12.56±1.27%, water activity each A0=0.86±0.01; A1=0.68±0.00; A2=0.69±0.01, and
particle size of seaweed waste each A0=1194.3±2.5 mikron; A1=468.6±2.1 mikron;
A2=913.1±2.4 mikron. Both 3 days sun drying and artificial 9 hours drying in 60oC with
storage duration for 2 weeks could give the result of seaweed waste with the fine quality.
Keywords: dryer,heating,seaweed waste, sun
JANUAR RAGIL PUTRA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENGARUH PROSES PENGERINGAN DAN LAMA PENYIMPANAN
TERHADAP KUALITAS AMPAS RUMPUT LAUT
Judul Skripsi : Pengaruh Proses Pengeringan dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Ampas Rumput Laut
Nama NRP
: J anuar Ragil Putra : D24110066
~ Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc
,¢/""41fuL,. "'5 -t-pf~~tfp
Tanggal Lulus: 2 .:. S\:.P 2\J \:.J
Disetujui oleh
Dr Ir Heri Ahmad Sukria, MAgrSc Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahuwata’ala atas segala
karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada PT Agar Swallow yang telah mendanai proyek penelitian ini dengan
judul Pengolahan Limbah Rumput Laut PT Agar Swallow Sebagai Pakan Ternak Komersil
yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani MSc.
Potensi dari ampas rumput laut sangat besar mengingat besarnya produksi rumput laut
di Indonesia. Ampas rumput laut yang merupakan hasil samping dari pengolahan Agar-agar
dituding mencemari lingkungan sekitar. Ampas rumput laut tersebut dapat dijadikan pakan
yang bermanfaat jika diberikan pengolahan yang baik dan benar, salah satunya menjadi
bahan baku pakan. Pengolahan yang baik dapat diterapkan untuk memanfaatkan bahan
tersebut, salah satunya melalui proses pengeringan.
Kritik dan saran diperlukan untuk membangun dan guna penyempurnaan di masa
mendatang. Semoga penulisan karya ilmiah ini bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Bogor, Agustus 2015
Januar Ragil Putra
DAFTAR ISI
PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI i
ABSTRAK iii
LEMBAR PENGESAHAN vii
PRAKATA ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
MATERI DAN METODE 2
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Materi 2
Bahan 2
Peralatan 2
Metode 2
Prosedur Percobaan 2
Persiapan bahan penelitian 2
Proses pengeringan dengan sinar matahari 3
Proses pengeringan dengan mesin dryer 3
Proses penyimpanan 3
Analisis uji kimia 3
Uji ketahanan serangan serangga 3
Rancangan percobaan dan analisis data 4
Perubah yang diamati 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Karakteristik dan proses produksi ampas rumput laut 5
Kandungan nutrien ampas rumput laut 6
Analisis kandungan zat makanan ampas rumput laut 9
Kualitas fisik 10
Keadaan umum selama penyimpanan 11
Kadar air 11
Aktivitas air 12
Ukuran partikel 13
Serangan serangga 13
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 19
UCAPAN TERIMA KASIH 19
DAFTAR TABEL
1. Analisis proksimat dan mineral ampas rumput laut segar 6
2. Suhu dan Rh rata-rata matahari selama pengeringan 7
3. Kandungan nutrien ampas rumput laut (%BK) 9
4. Kualitas fisik ampas rumput laut setelah pengeringan 10
5. Rataan suhu dan Rh ruang penyimpanan selama penyimpanan 11
6. Analisis kadar air ampas rumput laut 11
7. Hasil analisis aktivitas air ampas rumput laut 12
8. Ukuran partikel ampas rumput laut sebelum dan setelah
pengeringan di berbagai waktu simpan 13
9. Diameter rata-rata bahan (Dgw) 13
DAFTAR GAMBAR
1. Proses produksi ampas rumput laut 5
2. Kandungan kadar air pada suhu dan waktu yang berbeda 8
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis ragam kadar air 17
2. Uji lanjut Duncan kadar air 17
3. Analisis ragam aktivitas air 17
4. Uji lanjut Duncan aktivitas air 18
5. Analisis ragam ukuran partikel 18
6. Uji lanjut Duncan ukuran partikel 18
1
PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan bahan yang sangat populer di dunia perdagangan
yang dapat dimanfaatkan mulai dari sektor kuliner, kosmetik, hingga ke bidang
pertanian. Di perairan Indonesia hampir semua jenis rumput laut tumbuh dan
tersebar. Produksi rumput laut di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2005 produksi rumput laut mencapai 910.636 ton. Produksi rumput laut
meningkat lebih tinggi pada tahun 2010, yakni mencapai 2.672.800 ton (Basmal
2010). Luas lahan budidaya rumput laut di Indonesia mencapai 769.452 ha dan
pemerintah menyebutkan pada tahun 2014 produksi rumput laut mencapai 10 juta
ton (Kemendag 2014). Rumput laut atau alga laut memiliki jenis yang beragam,
diantaranya Porphyra sp, Undaria sp, Gelidium sp, dan Sargassum sp. Rumput
laut yang sudah banyak dibudidayakan adalah jenis Gracilaria sp dan Euchema
cottoni Salah satu jenis rumput laut yang digunakan untuk produksi agar-agar
adalah Gracilaria sp (Anggadiredja 2006).
Salah satu industri yang memanfaatkan komoditi ini dalam jumlah besar
adalah PT Agar Swallow, kecamatan Citeureup, kabupaten Bogor. Hasil samping
yang dihasilkan Industri ini berjumlah sangat besar yaitu mencapai 720 ton/tahun
dan dituding masyarakat sebagai penyebab pencemaran lingkungan karena
dibuang ke sungai secara sembarangan (Basmal 2003). Oleh karena itu PT Agar
Swallow dituntut segara mencari solusinya. Potensi hasil samping pengolahan
rumput laut tersebut sangat besar, namun ampas rumput laut segar memiliki
karakteristik kandungan kadar air yang tinggi yaitu sebesar 74% yang
membutuhkan proses pengolahan yang tepat. Dengan adanya proses pengolahan
diharapkan nilai guna dari ampas rumput laut tersebut meningkat dan dapat
dimanfaatkan secara maksimal terutama di bidang pakan ternak. Salah satu proses
pengolahan adalah proses pengeringan.
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dari bahan
dengan menggunakan energi. Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan
alami adalah pengeringan dengan meniru alam bekerja atau dengan kata lain
menggunakan energi/panas matahari. Pengeringan dengan sinar matahari biasanya
menghasilkan mutu yang baik, asalkan cara-cara pengeringan yang dianjurkan
diikuti dengan seksama (Kartasapoetra 1994). Pengeringan buatan merupakan
metode pengeringan dengan menggunakan alat atau mesin. Mesin pengering yang
sederhana terdiri atas satuan baling-baling kipas angin, satuan alat pemanas,
satuan alat pengering, dan satuan motor penggerak. Menurut SNI (2011) pakan
yang baik ialah pakan yang mengandung KA sebesar 14% sedangkan untuk
penyimpanan adalah 12%.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh proses pengeringan
yang berbeda terhadap kualitas dan lama penyimpanan ampas rumput laut,
sehingga ampas rumput laut ini dapat dimanfaatkan sebagai sesuatu yang
bermanfaat dengan ketersediaan yang diharapkan selalu ada yaitu sebagai bahan
pakan alternatif.
2
MATERI DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Maret 2015 hingga Mei
2015 di Laboratotium Industri Pakan, dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Pakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Materi
Bahan
Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas rumput
laut yang diperoleh dari PT Agar Swallow.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dryer counter flow,
grinder, termometer, alat uji AW digital, alat uji fisik (corong, gelas ukur, mistar,
timbangan, pengaduk), alat uji proksimat untuk komposisi kimiawi uji kadar air,
kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein kasar, serta peralatan lain yang
menunjang kegiatan penelitian.
Metode
Prosedur Percobaan
Persiapan bahan penelitian
Ampas rumput laut yang diperoleh langsung dari PT Agar Swallow
sebagai limbah pengolahan agar-agar digiling tanpa screen terlebih dahulu. Lalu
dihitung kadar air sebagai hasil untuk kadar air segar.
Proses pengeringan dengan sinar matahari
Dilakukan sampling untuk proses pengeringan matahari. Ampas rumput
laut segar diambil dari karung penyimpanan pada sudut kanan kiri karung dan
tengah karung kemudian dihomogenkan. Ampas rumput laut ditimbang sebanyak
2 kg. Ampas rumput laut kemudian ditumpuk dengan panjang dan lebar yang
dibuat seragam, dengan panjang dan lebar 60x50 cm dan tinggi 2 cm dengan
digunakan ulangan sebanyak 3 kali. Lalu selama pengeringan di bawah panas
sinar matahari bahan dialasi di atas terpal di dalam laboratorium industri pakan di
bawah shading. Pengeringan dilakukan selama 3 hari dan suhu serta kelembaban
ruang penyimpanan diukur dengan termometer ruangan digital yang diletakkan di
dekat sampel. Setelah bahan mencapai kadar air yang optimal yaitu sekitar 14%,
3
dilakukan sampling kedua dengan cara yang sama tiap ulangan dan ditimbang 200
g untuk dilakukan uji fisik, dihitung kadar air, aktivitas air dan analisis proksimat.
Kemudian dilakukan juga penyimpanan terhadap bahan selama 2 minggu yang
setelah itu dilakukan uji fisik dan serangan serangga.
Proses pengeringan dengan mesin dryer
Dilakukan sampling untuk proses pengeringan dryer. Ampas rumput laut
segar diambil dari karung penyimpanan pada sudut kanan kiri karung dan tengah
karung kemudian dihomogenkan. Ampas rumput laut ditimbang sebanyak 2 kg
lalu dikeringkan dalam dryer bersuhu 60o selama 9 jam dengan digunakan
ulangan sebanyak 3 kali. Penentuan suhu dan waktu pengeringan didasarkan pada
penelitian pendahuluan yang sebelumnya dilakukan terlebih dahulu. Penelitian
pendahuluan dilakukan secara bertahap dengan suhu dan waktu yang berbeda
beda. Dimulai dari suhu 40oC, 50oC, dan 60oC dengan waktu 1 jam hingga 12
jam. Setelah bahan mencapai kadar air yang optimal yaitu 14 %, dilakukan
sampling kedua dengan cara yang sama tiap ulangan dan ditimbang 200 g untuk
dilakukan uji fisik, dihitung kadar air, aktivitas air dan analisis proksimat.
Kemudian dilakukan juga penyimpanan terhadap bahan selama 2 minggu. Lalu
dilakukan uji fisik dan serangan serangga.
Proses penyimpanan
Ampas rumput laut yang telah mencapai kadar air yang optimal pada
kedua pengeringan, dimasukkan ke dalam karung plastik sebanyak 500 g pada
masing-masing karung. Tiap perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan.
Penyimpanan dilakukan di dalam gudang yang beralaskan pallet yang terbuat dari
kayu. Pengamatan berupa uji fisik dan serangan serangga dilakukan pada
penyimpanan minggu ke-0, 1 dan 2.
Analisis Uji Kimia
Pengukuran kadar air dilakukan menurut prosedur dari AOAC (2003),
aktivitas air diukur dengan aw meter digital, ukuran partikel menggunakan
metode ASAE (American Society of Agriculture Engineering) (1993).
Uji Ketahanan Serangan Serangga
Limbah ampas rumput laut yang disimpan selama 2 minggu diayak
menggunakan saringan Vibrator balmill no.16 yang bertujuan agar serangga dapat
lolos tapi ampas tidak, kemudian serangga yang lolos dihitung jumlahnya.
Kemudian bahan yang telah diperiksa diberi kode, berikut kode pemeriksaan yang
ada (Roza, 1998):
C/A = Aman, yaitu tidak terlihat serangga dan tidak ditemukan adanya serangga
dari bahan.
C/R = Ringan, yaitu terlihat adanya serangga, maksimum 1-2 ekor kg-1 bahan.
C/M = Medium, yaitu serangga terlihat sekitar 3-5 ekor kg-1 bahan.
4
C/B = Berat, yaitu serangga jelas banyak ditemukan sekitar 6-10 ekor kg-1 bahan.
C/SB = Sangat berat, yaitu serangga > 10 ekor kg-1 bahan.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3
ulangan. Data analisis menggunakan program SPSS untuk analisis ragam
(ANOVA). Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata diuji lanjut dengan uji
Duncan. Model matematika dari rancangan ini adalah:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana:
Yijk = Nilai pengamaan pada faktor A taraf ke-I faktor B taraf ke-j dan ulangan
ke-k
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor A
βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor B
(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A dan faktor B
εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2).
Dengan menggunakan 2 faktor sebagai berikut :
Faktor A:
A0 = ampas rumput laut segar tanpa perlakuan pengeringan.
A1 = ampas rumput laut dengan pengeringan matahari selama 3 hari.
A2 = ampas rumput laut dengan pengeringan menggunakan mesin dryer dengan
suhu 60oC selama 9 jam.
Faktor B:
B0 = penyimpanan pada minggu ke-0
B1 = penyimpanan pada minggu ke-1
B2 = penyimpanan pada minggu ke-2
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah uji fisik yang terdiri dari
warna, aroma, tekstur, ukuran partikel, dan ketahanan serangan serangga. Serta
komposisi kimia yang terdiri dari aktivitas air (Aw), kadar air, protein kasar, serat
kasar, kadar abu, dan kandungan mineral Ca dan P.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik dan Proses Produksi Ampas Rumput Laut
Ampas rumput laut yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil
samping dari proses pengolahan rumput laut jenis Gracilaria sp menjadi agar-
agar. Jenis rumput laut ini banyak digunakan dibandingkan dengan jensi lainnya
dikarenakan rumput laut Gracilaria sp mudah diperoleh, murah, dan mudah
dalam pengolahan (Alamsjah et al. 2010). Ampas rumput laut dihasilkan dari
proses ekstraksi kedua pengolahan rumput laut menjadi agar-agar. Rumput laut
Gracilaria sp direndam selama 1 malam kemudian dipisahkan dari kotoran-
kotoran. Dilakukan pemucatan dengan merendam rumput laut di dalam air kapur
0.5% selama 5-10 menit, kemudian rumput laut direndam kembali dalam air dan
dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Selanjutnya rumput laut
diekstraksi melalui dua tahap. Tahap ekstraksi awal, rumput laut direbus dengan
air selama 2 jam (suhu 85oC - 95oC) sambil diaduk. Hasil perebusan disaring,
kemudian ampas direbus kembali selama 1 jam. Hasil perebusan disaring, ampas
rumput laut dibuang. Berikut merupakan diagram proses pembuatan agar-agar dan
proses dihasilkannya ampas rumput laut (Irianto dan Giyatmi 2009)
Gambar 1 Proses pengolahan agar-agar dari rumput laut
Rumput Laut (Gracilaria sp)
Pembersihan
Pemucatan dengan larutan
kapur 5%
Penjedalan dengan KCL
atau KOH
Drying
Agar-agar
Ekstrasi 1
Ekstrasi 2
cairan
Padatan (ampas rumput
laut)
padatan
cairan
6
Kandungan Nutrien Ampas Rumput Laut
Gracilaria sp merupakan salah satu jenis rumput laut penghasil agar yang
memiliki kandungan nutrien (16-20)% air, (2.3-5.9)% protein, (0.3-0.55)% lemak,
(67,85-76,15)% karbohidrat, (0.8-2.1)% serat, dan (3.4-3.6)% abu (Salamah et al.
2006). Komposisi kimia yang terkandung dalam rumput laut bervariasi dari setiap
spesies. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi budidaya dan musim panen. Faktor lain
yang mempengaruhinya adalah konsentrasi CO2, suhu tekanan udara, dan
intensitas cahaya matahari.
Ampas rumput laut memiliki potensi besar untuk lebih dimanfaatkan
melihat produksi rumput laut yang sangat tinggi di Indonesia. Berdasarkan data
penelitian oleh Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan Tahun 2002-2003, jumlah ampas rumput laut yang dihasilkan pada
pengolahan agar berkisar 70-85% (Basmal et al 2003). Ampas rumput laut yang
didapatkan langsung dari PT. Agar Swallow berbentuk bongkahan. Dilakukan
proses penggilingan terlebih dahulu agar dapat diproses lebih lanjut. Ampas
rumput laut segar setelah penggilingan memiliki karakteristik diantaranya
berwarna coklat tua, beraroma normal khas agar-agar, bertekstur kasar dengan
ukuran partikel sebesar 1.96±0.05 mm. Selain itu ampas rumput laut segar juga
memiliki komposisi kimia sebagai berikut.
Tabel 1 Analisis kandungan zat makanan ampas rumput laut segar (%BK)
Kandungan zat makanan* %
BK 22.78
Abu 58.16
PK 3.43
SK 11.59
LK 0.94
BETN 25.88
Ca 0.75
P 0.21 *Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor (2015). BK: bahan kering, PK: protein kasar, SK: serat kasar, LK: lemak kasar, BETN:
bahan ekstrak tanpa nitrogen, Ca: Calsium, P: Phospor.
Tabel 1 menunjukkan kandungan zat makanan dari ampas rumput laut
segar. Ampas rumput laut memiliki kadar air yang sangat tinggi dilihat dari BK
yang didapat. Kadar air ampas rumput laut menjadi lebih tinggi dari rumput laut
dikarenakan proses pembuatan agar melalui tahap perebusan sehingga terjadi
penyerapan air yang tinggi. Kadar abu pada ampas rumput laut juga sangat tinggi
yaitu sebesar 58.16%. Menurut Aini (2015) ampas rumput laut mengandung
58.58% abu. Santi (2012) menyatakan kadar abu bahan dasar rumput laut sendiri
sebesar 30.89% hingga 46.25%. Setelah melalui proses pengolahan hingga
dihasilkan ampas rumput laut kandungan abu menjadi lebih tinggi karena di
dalam proses ekstrasi sendiri dilakukan pemucatan dengan larutan kapur. Kapur
sendiri adalah mineral terutama kalsium (Ca) yang merupakan bagian dari abu.
Kandungan PK dan LK ampas rumput laut rendah yaitu hanya sebesar 3.43% dan
0.94%. dibandingkan dengan kandungan rumput laut sendiri protein ampas
7
rumput laut lebih kecil. Hal ini dikarenakan saat proses produksi agar-agar
hingga dihasilkannya ampas rumput laut menggunakan perebusan dengan suhu
yang tinggi yaitu 85-95oC. Suhu yang tinggi tersebut dapat menyebabkan protein
larut dan terpisah dari ampas rumput laut sehingga menjadi lebih kecil jumlahnya.
Bahan pakan yang berasal dari tanaman, hewan dan ikan yang mengandung
protein kasar 20% atau lebih dan kandungan serat kasarnya lebih rendah dari 18
% merupakan bahan pakan sumber protein (Tillman et al. 1998). Maka dari itu
ampas rumput bukan merupakan bahan sumber protein. Serat kasar ampas rumput
laut sebesar 11.59 hal ini sesuai dengan pernyataan Hartati (2001) bahwa
kandungan serat kasar limbah agar-agar adalah sebesar 11.56%.
Dilihat dari komposisi kimia pada Tabel 1 maka dilakukan proses
pengeringan untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan yang berbeda
terhadap kualitas ampas rumput laut. Pengeringan adalah proses pengeluaran air
atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan
menggunakan energi panas. Proses pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan pengeringan matahari dan pengeringan menggunakan mesin dryer.
Pengeringan matahari dilakukan di bawah naungan berupa fiber dan suhu dicatat
selama penelitian. Pengeringan matahari diakukan di bawah naungan fiber glass
untuk menanggulangi agar terlindung dari air hujan. Pengeringan kedua yaitu
menggunakan artificial dryer atau mesin dryer. Penggunaan mesin ini membuat
lingkungan dapat dikontrol sesuai keinginan. Menurut Yani et al (2009) kecepatan
aliran udara yang tinggi dapat mempersingkat waktu pengeringan. Arah aliran
udara pengering yang sejajar dengan produk lebih efektif dibandingkan dengan
aliran udara yang datang dalam arah tegak lurus produk. Proses pengeringan
sangat dipengaruhi oleh lama dan suhu pengeringan.
Keadaan cuaca pada saat proses pengeringan sangat cerah, panas matahari
cukup baik dan tidak hujan. Pengukuran suhu dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu
pada pukul 09.00 WIB, pukul 12.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui suhu rataan tertinggi dan terendah dalam satu hari pengeringan.
Suhu dan Rh rata-rata harian matahari pada proses pengeringan matahari selama 3
hari adalah 34.54oC dan 57.22%. Kondisi selama pengeringan matahari yang baik
akan mempercepat proses pengeringan. Suhu, kelembaban, arah aliran udara, serta
lingkungan merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses pengeringan.
Pengeringan menggunakan mesin dryer suhu dan lama waktu pengeringan
yang digunakan didasarkan pada penelitian pendahuluan untuk mendapatkan suhu
dan kadar air optimal yang ingin dicapai. Data yang didapat pada penelitian
pendahuluan ditampilkan pada gambar 2.
8
Ket :
Gambar 2 kandungan kadar air pada suhu dan waktu yang berbeda dengan
pengeringan dryer
Hasil di atas menunjukkan perbedaan kadar air pada suhu dan waktu yang
berbeda. Pada suhu tinggi dan waktu yang lebih lama kadar air yang terkandung
dalam bahan akan memiliki nilai yang lebih kecil. Hal ini sesuai bahwa proses
pengeringan sangat dipengaruhi oleh lama dan suhu pengeringan. Menurut SNI
(2011) pakan yang baik untuk penyimpanan ialah pakan yang mengandung kadar
air sebesar 12%. Dilihat pada gambar 2, pengeringan dengan suhu 40oC kadar air
yang diinginkan belum tercapai. Kemudian dilakukanlah pengeringan pada suhu
50oC. Pengeringan 50oC dengan lama waktu 12 jam dapat menurunkan kadar air
hingga 14.57% namun belum mencapai kriteria SNI sebagai kadar air simpan.
Kemudian untuk meningkatkan efisiensi waktu dan penurunan kadar air lebih
lanjut dilakukanlah pengeringan pada suhu 60oC. Pada pengeringan 60oC didapat
kadar air yang diinginkan dengan lama waktu pengeringan 9 jam yaitu sebesar
12.56%. Pengeringan memiliki beberapa keuntungan. Diantaranya pengeringan
dapat menjadikan bahan pangan sesuai untuk pengolahan lebih lanjut, sehingga
memudahkan penanganan, pengemasan, pengangkutan dan konsumsi (Iradiasi
1991). Disamping memberikan keuntungan, pengeringan juga mempunyai
beberapa kerugian yaitu karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat
berubah misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
lain-lainnya (Winarno 1980). Pada persiapan bahan, terlebih dahulu bahan
digiling karena sebelumnya bahan berbentuk bongkahan. Menurut Rachmawan
(2001) lama pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan
yang dikeringkan. Penelitian ini menggunakan suhu 60oC dengan lama waktu
40oC 50oC 60oC
9
pengeringan 9 jam untuk mendapatkan KA sesuai dengan yang diinginkan untuk
dilakukannya perbandingan kualitas di antara dua metode pengeringan yang
dilakukan.
Analisis Kandungan Zat Makanan Ampas Rumput Laut
Analisis proksimat dilakukan setelah proses pengeringan. Pengaruh proses
pengeringan terhadap ampas rumput laut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan nutrien ampas rumput laut (% BK)
Peubah Perlakuan
A0 A1 A2
BK(%)
Abu (%)
22.78
58.16
87.87
64.47
87.44
47.60
PK (%) 3.43 4.23 4.55
SK (%) 11.59 10.83 10.88
LK (%) 0.94 1.24 0.97
BETN (%) 25.88 19.22 36.00
Ca (%) 0.75 1.22 0.69
P (%) 0.21 0.13 0.10 Keterangan: A0 (ampas rumput laut tanpa perlakuan pengeringan), A1 (ampas rumput laut dengan
pengeringan matahari), A2 (ampas rumput laut dengan pengeringan mesin dryer 60oC selama 9
jam)
Perlakuan dengan melakukan pemanasan terhadap ampas rumput laut
dapat menurunkan kadar air bahan dan meningkatkan bahan kering (BK) karena
bahan kering dipengaruhi jumlah kadar air suatu bahan (Suparjo 2000). Kadar abu
pada bahan pakan dapat menentukan jumlah mineral yang ada dalam suatu bahan
pakan (Herniawan 2010). Abu merupakan zat anorganik yang tersisa dari hasil
pembakaran zat organik. Semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi
kandungan mineralnya (Herniawan 2010). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil
yang didapat bahwa kandungan abu tertinggi pada perlakuan A1 yaitu sebesar
64.47% memiliki kandungan mineral terutama Ca lebih tinggi daripada perlakuan
lain dengan kandungan Ca sebesar 1.22%.
Bahan organik merupakan selisih antara bahan kering dan abu yang di
dalamnya termasuk kandungan karbohidrat, lemak, dan protein secara kasar.
Berdasarkan hasil yang didapat pada perlakuan A1 dan A2 kandungan protein
kasar lebih tinggi yaitu 4.23% dan 4.55%. Hal ini diduga karena terjadinya variasi
pada sampling ataupun variasi pada analisa yang menyebabkan kandungan nutrien
ampas rumput laut berbeda.
Kandungan BETN pada tiap perlakuan berbeda-beda. Soejono (1994)
menyatakan bahwa besar kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung
pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar.
BETN didapat dari hasil perhitungan 100 yang dikurangi dengan jumlah
persentase abu, protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar.
10
Kualitas Fisik
Pengujian kualitas fisik merupakan analisis pakan dengan cara melihat
keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali
bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara
kualitatitif.. Pengolahan berupa pengeringan dengan menggunakan panas matahari
ataupun mesin dryer menyebabkan beberapa perbedaan karakteristik pada ampas
rumput laut. Proses pengeringan mempengaruhi penampakan fisik maupun
kualitas fisik bahan. Hasil kualitas fisik dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kualitas fisik ampas rumput laut setelah pengeringan
Perlakuan Peubah yang diamati
Warna Aroma Ukuran partikel (mikron)
Segar Coklat
Tua Khas agar-agar 1194.3±2.5
Matahari Coklat
muda
Khas agar-agar
berkurang 468.6±2.1
Dryer Coklat
muda
Khas agar-agar
berkurang 913.1±2.4
Keterangan: A0 (ampas rumput laut tanpa perlakuan pengeringan), A1 (ampas rumput laut dengan
pengeringan matahari), A2 (ampas rumput laut dengan pengeringan mesin dryer 60oC selama 9
jam)
Perlakuan dengan pemanasan matahari merubah warna ampas rumput laut
menjadi coklat muda, begitupun dengan pemanasan menggunakan mesin dryer.
Hal ini dikarenakan proses dihasilkannya ampas rumput laut adalah dilakukannya
proses pemucatan dengan larutan kapur dan setelah itu direbus dalam air. Proses
perebusan dengan air inilah yang diduga membuat warna ampas rumput laut
menjadi lebih gelap akibat penyerapan air. Kemudian setelah dilakukan
pemanasan warna ampas rumput laut akan menjadi pudar setelah kadar airnya
berkurang. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kadar abu dalam ampas
rumput laut yang tinggi. Kadar abu yang tinggi menimbulkan warna putih kapur
pada ampas rumput laut sehingga ampas rumput laut setelah mengalami
pengeringan terlihat lebih pudar. Ampas rumput laut setelah pengeringan baik
pengeringan matahari maupun mesin dryer mengalami penurunan aroma menjadi
sedikit tercium bau agar-agar. Kadar air yang menguap membawa aroma khas
agar-agar ikut menguap dan akhirnya menjadi sedikit tercium bau agar-agar.
Penurunan ukuran partikel ampas rumput laut terjadi pada pengeringan matahari
yaitu menjadi 468.6±2.2 µ. Hal ini terjadi karena pengeringan matahari memiliki
suhu yang tidak terlalu tinggi. Terjadi pemecahan air pada partikel bahan yang
menyebabkan ukuran partikel ampas rumput laut mengecil. Pada ampas rumput
laut terkandung binder namun binder tersebut tidak dapat bekerja maksimal pada
suhu pengeringan matahari. Maka dari itu ukuran partikel pada pengeringan
matahari lebih kecil daripada perlakuan lain. Pada pengeringan menggunakan
dryer 60oC selama 9 jam meskipun terjadi pemecahan molekul air dan ukuran
partikel mengecil namun binder bekerja lebih maksimal pada suhu tersebut
sehingga terjadi pelekatan kembali pada bahan. Hal inilah yang menyebabkan
ukuran partikel dengan pengeringan matahari selama 3 hari dan dryer 60oC
selama 9 jam berbeda.
11
Keadaan Umum selama Penyimpanan
Suhu serta kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh pada
kualitas fisik bahan. Maka dari itu perlu diperhatikan kondisi ruang penyimpanan
yang baik. Tabel 4 menunjukkan suhu dan kelembaban ruangan selama
penyimpanan berkisar 27-28oC, sedangkan kelembaban berkisar 80-82%. Suhu
batas aman untuk penyimpanan bahan pakan berkisar pada suhu 27-30oC dengan
kelembaban relatif adalah 70% (Syarief dan Halid 1993).
Tabel 4 Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan selama penyimpanan
Lama Penyimpanan Suhu (oC) RH (%)
Minggu ke- 0 27±0.32 80±1.00
Minggu ke- 1 27±0.67 80±1.53
Minggu ke- 2 28±0.10 82±0.53
Keterangan: suhu dan kelembaban merupakan rataan selama 2 minggu penyimpanan
Wiraatmadja et al. (1995) menyatakan, kelembaban yang tinggi
berpengaruh terhadap kondisi sampel yang disimpan, terutama pada peningkatan
kadar air dan aktivitas air bahan. Peningkatan kadar air dan aktivitas air
berpengaruh pada tingkat pertumbuhan mikroorganisme pada bahan yang
disimpan.
Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pakan. Hal ini terkait
dengan penampakan, cita rasa serta tekstur bahan pakan yang dapat menentukan
kualitas bahan itu sendiri (Winarno et al 1984). Hasil penelitian menunjukan
bahwa ampas rumput laut segar memiliki KA yang cukup tinggi yaitu sebesar
74.68± 0.42%, sehingga pada penelitian dilakukan proses pengeringan untuk
mengetahui pengaruhnya. Menurut SNI (2011) pakan yang baik ialah pakan yang
mengandung KA sebesar 14% sedangkan untuk penyimpanan adalah 12%.
Berikut hasil analisis kadar air yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Analisis kadar air ampas rumput laut (%)
Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu)
Rataan 0 1 2
Segar 74.68±0.42 75.33±0.22 75.96±0.15 75.33±0.13b
Matahari 12.13±0.33 13.25±0.44 14.90±1.62 13.43±0.71a
Dryer 12.56±1.27 13.81±1.14 15.12±0.65 13.83±0.32a
Rataan 33.12±0.52a 34.13±0.48b 35.33±0.75c
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(p<0.05). A0 (ampas rumput laut tanpa perlakuan pengeringan), A1 (ampas rumput laut dengan
pengeringan matahari), A2 (ampas rumput laut dengan pengeringan dryer 60oC)
Berdasarkan uji statistik perlakuan A1 dan A2 berbeda nyata (p<0.05)
terhadap penurunan kadar air. Menurut Wirakartakusumah (1992) proses
12
pengeringan sangat dipengaruhi oleh lama dan suhu pengeringan. Pada penelitian
ini waktu yang digunakan untuk pengeringan matahari adalah selama 3 hari dan
menggunakan mesin dryer adalah 9 jam. Hal ini berdasarkan penelitian
pendahuluan yang dilakukan untuk menghasilkan bahan kering yang sama pada
bahan agar dapat dibandingkan kualitasnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Estiasih (2009) bahwa kecepatan pengeringan maksimum dipengaruhi oleh pindah
panas dan pindah massa selama proses pengeringan di mana pada mesin dryer
lingkungan pengeringan dapat dikendalikan sesuai keinginan dibandingkan
dengan pengeringan matahari.
Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kenaikan kadar air bahan
namun tidak ada interaksi antara perlakuan dan lama penyimpanan. Semakin lama
bahan disimpan maka kadar air bahan akan semakin meningkat. Pada perlakuan
A0 peningkatan kadar air pada minggu 1 sebesar 0.87% dan pada minggu ke 2
naik sebesar 0.84%. Pada perlakuan A1 peningkatan kadar air pada minggu 1
sebesar 9.2% dan pada minggu ke 2 sebesar 12.45%. Pada perlakuan A2
peningkatan kadar air pada minggu 1 sebesar 10% dan pada minggu ke 2 sebesar
9.5%. Perlakuan A1 dan A2 masih menunjukkan kecenderungan peningkatan
kadar air sehingga masih dimungkinkan akan terus meningkat kadar air bahan bila
dilakukan penyimpanan lebih lama.
Aktivitas Air
Aktivitas air merupakan salah satu indikator dalam penentuan kualitas
bahan baku dan erat kaitannya dengan kadar air. Semakin tinggi kadar air maka
aktivitas air akan tinggi pula. Aktivitas air berhubungan dengan pertumbuhan
mikroorganisme dalam suatu bahan pakan. Menurut Syarif dan Halid (1993) jasad
renik membutuhkan air untuk pertumbuhan dan aktivitas mengangkut zat-zat gizi
atau bahan-bahan limbah kedalam dan keluar sel. Hasil analisis aktivitas air
ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil analisis aktivitas air ampas rumput laut
Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu)
Rataan 0 1 2
Segar 0.86±0.01 0.87±0.00 0.89±0.00 0.87±0.00c
Matahari 0.68±0.00 0.70±0.00 0.73±0.00 0.70±0.00a
Dryer 0.69±0.01 0.70±0.00 0.73±0.00 0.71±0.00b
Rataan 0.74±0.00a 0.76±0.00b 0.78±0.00c
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(p<0.05). A0 (ampas rumput laut tanpa perlakuan pengeringan), A1 (ampas rumput laut dengan
pengeringan matahari), A2 (ampas rumput laut dengan pengeringan dryer 60oC)
Berdasarkan uji statistik menunjukan bahwa perlakuan A1 dan A2
berpengaruh nyata terhadap penurunan Aw. Penurunan Aw yang paling besar ada
pada perlakuan A1 yaitu sebesar 20.8% atau 0.178. Sedangkan pada A2
penurunan Aw sebesar 19.04% atau 0.163. Hal ini sesuai dengan pernyataan
bahwa kadar air dan Aw saling terkait. Makin tinggi kadar air bahan maka tinggi
pula Awnya, begitu juga sebaliknya. Lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap kenaikan nilai Aw namun tidak ada interaksi antara perlakuan dan lama
13
penyimpanan. Terjadi kenaikan Aw pada tiap minggunya diikuti dengan kenaikan
kadar airnya. Aw paling tinggi terdapat pada penyimpanan minggu ke 2 sebesar
0.785±0.003. Menurut Herawati (2008) nilai Aw antara 0.8-0.9 adalah Aw yang
baik untuk pertumbuhan mikroba, kapang dan khamir.
Ukuran Partikel
Ukuran partikel menjadi salah satu faktor penentu dalam keefisienan kerja
pada sebuah industri, khususnya pada saat penyimpanan yang melibatkan
penumpukan bahan pakan dalam bin (Fogo 1994). Dicari nilai diameter rata-rata
partikel. Pengukuran Dgw dan Sgw dilakukan dengan metode ASAE (1993). Data
yang digunakan dalam perhitungan adalah diameter bukaan ayakan dan berat yang
tertinggal pada masing-masing ayakan (tidak termasuk yang tertinggal di pan).
Hasil yang didapat disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Ukuran partikel ampas rumput laut sebelum dan setelah pengeringan di
berbagai waktu simpan (mikrometer)
Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu)
Rataan 0 1 2
Segar 1194.3±2.5 1238.6±2.4 1240.5±2.4 1224.5±2.4c
Matahari 468.6±2.1 347.3±2.5 390.4±2.5 402,1±2.4a
Dryer 913.1±2.4 949.8±3.0 968.4±3.0 943,7±2.8b
Rataan 858.7±2.3 845.3±2.6 866.5±2.6 Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata
(p<0.05). A0 (ampas rumput laut tanpa perlakuan pengeringan), A1 (ampas rumput laut dengan
pengeringan matahari), A2 (ampas rumput laut dengan pengeringan dryer 60oC)
Uji statistik menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata
(p<0.05) namun lama penyimpanan tidak berbeda. Tidak ada interaksi antara
perlakuan dan lama penyimpanan. Perlakuan dapat menurunkan ukuran partikel
bahan. Nilai ukuran partikel terkecil terdapat pada perlakuan A1 yaitu sebesar
468,6±2.1 µ. Semakin rendah kadar air maka inti partikel bahan tersebut akan
lebih kecil sehingga menyebabkan menurunnya ukuran partikel. Dilihat pada hasil
penyimpanan ampas rumput laut tiap minggunya tidak banyak menunjukkan
perbedaan pada ukuran diameter rata-rata partikel ampas rumput laut.
Serangan Serangga
Bahan pakan secara umum tidak akan diserang oleh serangga pada suhu di
bawah 17oC, sedang serangan kutu dapat terjadi pada suhu 3-30oC dan kadar air di
atas 12%. Setiap species serangga mempunyai suhu optimum, dimana tingkat
pertumbuhannya akan mencapai titik optimum (Syarief dan Halid 1993).
Kerusakan bahan pakan akibat serangan serangga merupakan hal yang sering
terjadi pada bahan pakan. Serangga mengambil zat-zat makanan pada biji-bijian
atau bahan pakan lain sehingga merusak lapisan pelindung bahan. Uji serangan
serangga pada ampas rumput laut dilakukan dan diamati selama 2 minggu. Tiap
minggu sampel dibuka dan dilakukan pengayakan. Hasil menunjukkan tidak
14
ditemukan adanya serangga yang menyerang pada ampas rumput laut. Hal ini
diduga karena fase hidup serangga mulai dari bertelur hingga menjadi dewasa
lebih lama dari waktu penyimpanan yang dilakukan. Hal inilah yang
menyebabkan tidak adanya serangan serangga selama penyimpanan 14 hari.
Selain itu jenis kemasan atau karung yang digunakan pada saat penyimpanan
adalah karung plastik yang memiliki pori-pori lebih kecil dibandingkan karung
goni karena terbuat dari polyethylene, karena itulah ampas rumput laut yang
disimpan menjadi lebih terlindung dari serangan serangga (Wigati 2009). Selain
itu ampas rumput laut diduga memiliki kandungan senyawa yang bersifat
repellant atau sebagai penolak serangga. Senyawa tersebut dapat berupa gas yang
menguap ataupun sejenis minyak yang terdapat dalam bahan. Ampas rumput laut
memiliki bau yang sedikit menyengat, hal ini juga yang diduga sebagai repellant
atau penolak serangga pada ampas rumput laut saat penyimpanan.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Pengeringan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kualitas
ampas rumput laut. Namun lama penyimpanan tidak berpengaruh pada ukuran
partikel. Pengeringan matahari selama 3 hari dan mesin dryer 60oC selama 9 jam
serta penyimpanan selama 2 minggu memberikan kualitas fisik yang baik. Ampas
rumput laut memiliki kandungan serat dan abu cukup tinggi yaitu 11.59% dan
58.16%.
SARAN
Pengeringan ampas rumput laut sebaiknya dilakukan dengan pengeringan
matahari selama 3 hari atau mesin dryer 60oC selama 9 jam. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai daya simpan yang lebih lama untuk kualitas fisik
dan serangan serangga pada ampas rumput laut dan penerapannya pada ternak.
Perlu adanya perhitungan tingkat efisiensi dari masing-masing metode
pengeringan agar dapat diketahui pengeringan mana yang lebih baik dari segi
ekonomi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Aini, FN. 2015. Peningkatan kualitas ampas rumput laut (Gracilaria sp.) melalui
biofermentasi menggunakan khamir Saccharomyces cereviseae dan
Schizosaccharomyces pombe [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor.
Anggadiredja JT, atnika AZ, Purwoto H, dan Istini S. 2006. Rumput Laut:
pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran komoditas perikanan
potensial. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Alamsjah MA, Ayuningtian AO, Subekti S. 2010. Pengaruh lama penyinaran
terhadap pertumbuhan dan klorofil a gracilaria verrucosa pada sistem
budidaya indoor. J Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 2(1).
[AOAC] Association of analytical Chemist. 2003. Official Methods of Analysis.
13th ed. Washington (US): Association of Official Analytical Chemist.
ASAE. 1993. Method of determining and expressing fineness of feed materials by
sieving. ASAE Standard ASAE S319.2.
Badan standarisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-
7652.3:2011. Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging.
Ed ke-3: Grower. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Indonesia.
Basmal J. 2010. Prospek Industri Rumput Laut Penghasil Semi Refine
Carrageenan dan Refien Carrageenan. Jakarta (ID): Instalasi Balai
Penelitian Perikanan Laut, Puslitbang Perikanan Badan Litbang Pertanian.
Basmal J, Yeni Y, Murdinah, Suherman M, Gunawan B. 2003. Laporan
Teknis Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan. Jakarta (ID): Badan Riset Kelautan dan Perikanan –
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Estiasih, Teti, Ahmadi KGS. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang (ID):
Bumi Aksara.
Fogo W. 1994. Laboratory Testing. In: R. R. McEllhiney (Editor). Feed
Manufacturing Industry. 4th Edition. Arlington (US): American Feed
Industry Association Inc.
Hartati S. 2001. Pemanfaatan limbah agar-agar kertas untuk produksi enzim
selulase dari kapang Trichoderma viride. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Herniawan. 2010. Pengaruh metode pengeringan terhadap mutu dan sifat kimia
tepung kasava terfermentasi. [Skripsi]. Bogor (ID): Insititut Pertanian
Bogor.
Irianto HE, Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta
(ID): Universitas Terbuka.
Kartasapoetra AG. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta (ID):
Rineka Cipta.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Rumput Laut Indonesia.
Jakarta (ID): Kementrian Perdagangan [diunduh 20 September 2015].
Tersedia pada http://djpen.kemendag.go.id/.
16
Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia.
Parde S, Johal RA, Jayas DS, White NDG. 2003. Physical properties of
buckewheat cultivars. Can Bion Engin. 45(3) 19-22.
Rachmawan O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas
Pertanian. Jakarta (ID): Tim Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian.
Salamah E, Anna CE, Yuni R. 2006. Pemanfaatan Gracilaria sp. dalam pembuatan
permen jelly. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 9(1): 38-46.
Santi AR. 2012. Komposisi kimia dan profil polisakarida rumput laut. J Akuatika.
Vol III No.2, 105-114.
Suparjo. 2000. Pembuatan pakan ternak unggas. Jakarta (ID): Penerbit CV
Amissco.
Soejono M. 1994. Pengenalan dan Pengawasan Kualitas Bahan Baku dan Pakan.
Ditjen Peternakan. Dit. Jakarta (ID): Bina Produksi.
Syarif R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor (ID): Arcan dan
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Tillman AD, Hartadi H, Prawirokoesoemo S, Reksohadiprodjo S, Lebdosoekojo.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Wigati D. 2009. Pengaruh Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan
Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter. [Skripsi]. Bogor (ID):.
Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta
(ID): PT Gramedia.
Wiraatmadja SE, Prihatiningsih, Sumangat D. 1995. Studi pembuatan selai jambu
mete (Anacardum occideltale L): Pengaruh jenis kemasan dan suhu
penyimpanannya. J Teknologi Industri Pertanian, 2(1):23-25.
Wirakartakusumah NA. 1992. Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Institut Pertanian Bogor.
Yani E, Abdurrachim, Pratoto A. 2009. Analisis efisiensi pengeringan ikan
nila pada pengering surya aktif tidak langsung. J Teknik mesin
CAKRAM. 31(2):1-8.
17
Lampiran 1 Hasil uji sidik ragam kadar air
SK JK db KT F Sig
Faktor A 22.838.346 2 11.419.173 1.659 0.000
Faktor B 21.924 2 10.962 15.928 0.000
Galat 15.141 22 0.688
Total 22.875.411 26
Keterangan : JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, sig: signifikasi.
Lampiran 2 Hasil uji lanjut Duncan kadar air
Perlakuan N Subset for alpha = .05
1 2
2 9 13.4322
3 9 13.8289
1 9
75.3256
Sig
0.321 1.000
Minggu N Subset for alpha = .05
1 2 3
1 9 33.1256
2 9
34.1311
3 9
35.3300
Sig
1.000 1.000 1.000
Lampiran 3 Hasil uji sidik ragam aktivitas air
SK JK dB KT F Sig
Faktor A 0.170 2 0.085 1.433 0.000
Faktor B 0.008 2 0.004 70.203 0.000
Galat 0.001 22 5.917
Total 0.179 26
Keterangan : JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, sig: signifikasi.
Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan aktivitas air
Perlakuan N Subset for alpha = .05
1 2 3
2 9 0.7011
3 9
0.7092
18
1 9
0.8731
Sig
1.000 1.000 1.000
Minggu N Subset for alpha = .05
1 2 3
1 9 0.7462
2 9
0.7562
3 9
0.7847
Sig
1.000 1.000 1.000
Lampiran 5 Hasil uji sidik ragam ukuran partikel
SK JK dB KT F Sig
Faktor A 6.409 2 3.204 22.3670 0.000
Faktor B 0.087 2 0.044 0.226 0.046
Galat 0.271 22 0.012 3.553
Total 6.767 26
Keterangan : JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, sig: signifikasi.
Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan ukuran partikel
Perlakuan N Subset for alpha = .05
1 2 3
2 9 14.622
1 9
20.511
3 9
26.556
Sig
1.000 1.000 1.000
Minggu N Subset for alpha = .05
1 2
1 9 19.833
2 9 20.633 20.633
3 9
21.222
Sig
0.140 0.272
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Januari 1993 di
Jepara, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan Achmad Suprihadi, S.H dan
Marwati Kartawijaya S.Pd. Penulis menempuh pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Jepara pada tahun 2005
hingga 2008 kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Banjarnegara pada tahun 2008
hingga 2011. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN tulis dan diterima di Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mendapat berbagai penghargaan di bidang seni musik dan akademik
diantaranya Juara 1 festival Pertamina (2010), Juara 2 festival band SMA se-
kabupaten Banjarnegara (2009), best bass player (2009), dan pada semester 3
mendapat penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi INTP Award menurut IPS
3.85. Penulis menjadi anggota organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Makanan
Ternak (Himasiter) pada tahun 2013 hingga 2015, penulis juga merupakan salah
satu anggota dari Unit Kegiatan Mahasiswa MAX!! IPB pada tahun 2013 dan
berpartisipasi dalam kepanitiaan seperti Inagurasi MAX!! 8 (2013), ACRA
(2014), Student Seminar (2013), Student Seminar and Converence (2014).
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc dan Dr Ir Heri Ahmad Sukria MSc selaku
dosen pembimbing skripsi. Prof Dr Ir Nahrowi MSc selaku dosen penguji di
seminar saya pada tanggal 24 Juni 2015. Dr Ir Asep Sudarman Mrur Sc dan Dr Ir
Afton Atabany Msi sebagai dosen penguji sidang saya pada tanggal 11 September
2015. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan Deti Inayatun Nuraida yang
selalu menemani dalam suka maupun duka sampai terselesaikannya skripsi ini,
kepada Teh Yati yang selalu membantu selama penelitian, tim penelitian (Alfian,
Ridia, Muti, Galuh), serta teman-teman dan keluarga DESOLATOR yang selalu
memberikan perhatian dan bantuannya. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada keluarga tercinta kepada Bapak (Achmad Suprihadi SH), Ibu
20
(Marwati Kartawijaya SPd), kakak (Ari dan Dimas) atas segala doa dan kasih
sayangnya.