Upload
dangxuyen
View
236
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT
MESOPHILOBACTER SP.
ENDANG S. SRIMARIANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2000
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Faktor Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc; Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA; dan Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2000
Endang S. Srimariana Nrp. 97388
ABSTRACT
ENDANG S. SRIMARIANA. The effect of physicochemical factors on the pigment formation by a marine bacteria, Mesophilobacter sp. Supervised by LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, and SUKARNO.
It has been conducted an observations on the effect of environmental
factors especially physicochemical factors on the growth and pigment formation by a marine bacteria Mesophilobacter sp. The objectives of this research were to study the effect of : 1) cultivation temperature (25oC, 30oC and 35oC); 2) pH of growth medium (5, 7, and 9); 3) salinity of growth medium (0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt and 40 ppt), 4) carbon sources (glucose, acetate, citrate, and maltose), and 5) nitrogen sources (peptone, yeast extract, sodium nitrate, and ammonium sulfate) on the growth of bacteria and the pigment formation. Bacteria were cultivated in 500 ml flasks with a working volume of 250 ml in marine broth and incubated on a shaker incubator with the agitation speed of 120 rpm for seven days. Variables that were observed during the cultivation process involved bacterial growth (cell concentration), pigment concentration, and pH. Observations were carried out up to 168 hours. The cell and pigment concentrations were monitored spectrophotometrically. The results indicated that Mesophilobacter sp. grew well and formed the highest concentration of pigment (P) at temperature 30oC, with value of P 0.12 + 0.003 (λ 463 nm). At pH experiment the highest average P was obtained from medium with pH 9 was 0.14 + 0.006 (λ 463 nm) and significantly different from pH 7 (p <0.5). At salinity experiment, the highest average P obtained from the growth medium with 10 ppt salinity is 3.54 + 0.11 in λ 368 nm. At carbon source experiment, the highest average of P were obtained from maltose, with value 12.13 + 1.33 (λ 232 nm) and 15.86 + 0.52 (λ 258 nm), while in λ 312 nm, λ 368 nm and λ 656 nm that obtained from glucose were 11.59 + 0.28, 7.22 + 0.44 and 1.50 + 0.05. At nitrogen source experiment, the result showed that Mesophilobacter sp. grew rapidly in the medium with yeast extract. The pigment has a maximum absorbance at five wavelengths, namely λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, and 658 nm. The average concentration of cells and pigment, showed that yeast extract is the best nitrogen source in cell growth and pigment formation (p <0.05). The highest average P is 12.49 + 0.22 (λ 232 nm); 12.86 + 0.21 (λ 258 nm); 11.09 + 0.56 (λ 312 nm) ; 11.88 + 0.97 (λ 368 nm) and 1.29 + 0.04 (λ
656 nm).
Keywords: physicochemical factors, Mesophilobacter sp., cells concentration, pigment concentration, spectrophotometrically.
RINGKASAN
ENDANG S. SRIMARIANA. Pengaruh Faktor FisikoKimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, dan SUKARNO.
Kondisi lingkungan baik kondisi fisika maupun kimia (nutrien) merupakan faktor penting yang menentukan produktifitas mikroorganisme. Kedua kondisi tersebut merupakan faktor eksternal yang dapat dikendalikan untuk keberhasilan suatu proses yang memanfaatkan organisme (bioproses). Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menentukan suhu kultivasi, 2) menentukan pH kultivasi, 3) menentukan intensitas cahaya, 4) menentukan salinitas, 5) menentukan sumber karbon, 6) menentukan sumber nitrogen yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen dari bakteri laut Mesophilobacter sp. yang diisolasi dari terumbu karang.
Dalam penelitian ini kultivasi dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume kerja 250 ml pada inkubator goyang dengan kecepatan 121 rpm. Suhu kultivasi yang digunakan adalah 25oC, 30oC dan 35oC; pH medium pertumbuhan yang dicoba adalah 5, 7, dan 9; intensitas cahaya yang dicoba adalah 2350Wm-2 (kondisi tanpa penambahan cahaya), 4710Wm-2, dan 12500Wm-2; salinitas medium pertumbuhan yang dicoba adalah 0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil; sumber karbon yang diuji adalah glukosa, asetat, sitrat, dan maltosa; dan sumber nitrogen yang diuji adalah pepton, ekstrak khamir, sodium nitrat, dan ammonium sulfat. Variabel yang diamati selama proses kultivasi meliputi pertumbuhan bakteri (konsentrasi sel), konsentrasi pigmen, dan pH. Selain itu dihitung juga laju spesifik pertumbuhan sel (µ), laju spesifik pembentukan pigmen (qp
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan yang sesuai dengan setiap faktor fisika dan kimia yang hendak dipelajari. Pengaruh suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (Anova). Jika terdapat perbedaan akibat adanya perlakuan terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Koopmans, 1987).
) dan rendemen biomassa (sel). Pengamatan dilakukan sampai kultur berumur 168 jam.
Pada percobaan suhu; laju spesifik pertumbuhan sel (µ) dan laju spesifik pembentukan pigmen (qp) tertinggi yang diolah selama bakteri berada pada fase logaritmik, diperoleh dari medium yang diinkubasi pada suhu 30oC dengan nilai µ sebesar 0,24 jam-1 dan qp 0,02 jam-1 berturut-turut. Rata-rata konsentrasi pigmen (P) tertinggi diperoleh dari inkubasi suhu 25oC dan 30oC, yaitu sebesar 0,12 + 0,02 dan 0,12 + 0,003 (λ 463 nm). Diperoleh hasil bahwa suhu yang baik dalam pembentukan pigmen adalah 30oC. Suhu 30o
Pada percobaan pH; µ dan q
C digunakan sebagai suhu kultivasi dalam percobaan berikutnya.
p tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan pH 9, dengan nilai µ sebesar 0,42 jam-1 dan qp sebesar 0,04 jam-1 berturut-turut. Pada medium pertumbuhan dengan pH 5 tidak terjadi pembentukan pigmen
walaupun konsentrasi sel tertinggi diperoleh pada pH ini. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 9 yaitu sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm) dan berbeda nyata dengan pH 7 (p<0,5). pH optimum dalam pembentukan pigmen adalah 9, kemudian pH 9 digunakan sebagai pH medium pertumbuhan dalam percobaan berikutnya.
Pada percobaan intensitas cahaya; µ dari medium yang disertai penambahan cahaya 12500 Wm-2 adalah yang tertinggi dengan nilai µ 0,46 jam-1, akan tetapi qp tanpa penambahan cahaya memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,04 jam-1. Rata-rata P hasil kultivasi tanpa penambahan cahaya (suhu 30oC) adalah yang tertinggi dengan P sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm). Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata (p<0,05). Pengujian dilanjutkan dengan uji BNT, dengan hasil uji bahwa : suhu 30oC tanpa penambahan cahaya memberikan hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan Mesophilobacter sp. dan pembentukan pigmen dibanding dengan perlakuan penambahan cahaya 4700Wm-2 dan 12500 Wm-2
Pada percobaan salinitas; µ tertinggi adalah 0,38 jam.
-1 yang diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 0 permil, 10 permil dan 20 permil, sedangkan qp tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil, yaitu sebesar 1,68 jam-1
Pada percobaan sumber karbon, µ terbesar diperoleh dari media yang menggunakan sumber karbon asetat dengan nilai µ 0,36. Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada λ 232 nm dan 258 nm, rata-rata P tertinggi diperoleh dari sumber karbon maltosa, yaitu sebesar (12,13 + 1,33) dan (15,86 + 0,52), sedangkan pada λ 312 nm, 368 nm dan 656 nm diperoleh dari glukosa dengan rata-rata (11,59 + 0,28), (7,22 + 0,44) dan (1,50 + 0,05).
. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil yaitu 3,54 + 0,11 pada λ 368 nm. Dari hasil percobaan ini, disimpulkan bahwa salinitas terbaik adalah 10 permil.
Pada percobaan sumber nitrogen; µ dan qp tertinggi dari Mesophilobacter sp. diperoleh dari media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir dengan nilai µ 0,24 jam-1 dan nilai qp pada λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm dan 656 nm secara berturut-turut adalah 1,55 jam-1; 1,59 jam-1; 1,38 jam-1; 1,48 jam-1 dan 0,16 jam-1. Dari hasil ini terlihat bahwa Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah pepton dan ekstrak khamir, yang mempunyai absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Diperoleh hasil bahwa ekstrak khamir merupakan sumber nitrogen yang terbaik dalam pembentukan pigmen (p<0,05). Rata-rata konsentrasi P tertinggi adalah 12,49 + 0,22 (ODλ 232 nm); 12,86 + 0,21 (λ 258 nm); 11,09 + 0,56 (λ 312 nm); 11,88 + 0,97 (λ 368 nm); dan 1,29 +
0,04 (λ 656 nm).
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2000 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT
MESOPHILOBACTER SP.
ENDANG S. SRIMARIANA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2000
Judul Tesis : Pengaruh Faktor Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp.
Nama Mahasiswa : Endang S. Srimariana Nomor Pokok : 97388 Program Studi : Teknologi Kelautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc.
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA Anggota Anggota
Dr. Ir. Sukarno, M.Sc.
Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 27 Juli 2000 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah Bapa atas anugrahNya
sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan judul Pengaruh
Faktor FisikoKimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut
Mesophilobacter sp. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang besar kepada Dr. Ir. Linawati Harjito, M. Sc.
selaku ketua komisi pembimbing yang juga mendanai penelitian ini dengan
menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Ir. Sukarno masing-masing
selaku anggota komisi pembimbing, terima kasih atas pengarahan dan bimbingan
yang diberikan sejak penyusunan proposal hingga tesis ini dapat diselesaikan.
Dekan Fakultas Perikanan dan Rektor Universitas Pattimura Ambon yang telah
memberikan ijin untuk menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana di
Institut Pertanian Bogor. Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TKL), serta
seluruh Staf Pengajar S2
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan masukan-masukan demi penyempurnaan tesis ini.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
PS TKL Program Pascasarjanan IPB, atas pelayanan,
fasilitas dan kesempatan yang diberikan. Suami dan anak-anak tercinta serta mami
papi yang saya hormati serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa,
dorongan, pengorbanan dan semangat dengan penuh kesetiaan dan pengertian
untuk dapat melanjutkan studi sampai selesai.
Bogor, Desember 2000
Endang S. Srimariana
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Oktober 1961 di Airmadidi (Minahasa)
sebagai anak pertama dari enam bersaudara, dari keluarga bapak Bondan Bandono
dan ibu Fintje Wudan Waroh.
Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SDK. St. Angela, Surabaya dari
tahun 1968 dan lulus pada tahun 1973. Pada tahun 1974 penulis menempuh
pendidikan di SMPK. Stella Maris, Surabaya dan lulus pada tahun 1976,
kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri II, Surabaya dan lulus pada
tahun 1980.
Pada tahun akademik 1980/1981, penulis diterima sebagai mahasiswa
Institut Pertanian Bogor, Bogor melalui Proyek Perintis II dan diterima pada
Fakultas Perikanan IPB pada tahun akademik 1981/1982, pada program studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Lulus sebagai Sarjana Perikanan pada tahun
1985.
Pada tahun 1986, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya hingga tahun 1994,
kemudian pindah pada Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon pada
Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan dari tahun 1994 hingga sekarang.
Penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pra
Pascasarjana, IPB pada tahun akademik 1996/1997 dan lulus pada tahun 1997
dengan beasiswa dari URGE-DIKTI. Selanjutnya pada tahun itu juga penulis
kembali memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pascasarjana
pada Program Studi Teknologi Kelautan, IPB dengan beasiswa dari BPPS-DIKTI
dan ujian untuk mendapatkan gelar Magister Sains dilakukan pada tanggal 27 Juli
2000.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 1.4 Permasalahan .............................................................................. 4 1.5 Hipotesis Penelitian .................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5 2.1 Bakteri ......................................................................................... 5 2.2 Bakteri laut penghasil pigmen .................................................... 6
2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakterioklorofil ......... 6 2.2.2 Bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang dan
kokus ................................................................................. 9 2.2.3 Bakteri gram negatif, fakultatif an aerobik, berbentuk
batang ................................................................................ 10 2.2.4 Bakteri gram negatif, an aerobik, berbentuk batang dan
kokus ................................................................................. 10 2.3 Pertumbuhan bakteri ................................................................... 10
2.3.1 Siklus pertumbuhan .......................................................... 11 2.3.2 Pengaruh faktor-faktor lingkungan pada pertumbuhan .... 13 2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri .................... 17
2.4 Pewarna alami ............................................................................. 18 2.4.1 Pewarna makanan ............................................................. 21
3. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 23 3.1 Bahan dan alat ............................................................................. 23
3.1.1 Bahan ................................................................................ 23 3.1.2 Alat .................................................................................... 24
3.2 Metode penelitian ........................................................................ 24 3.2.1 Penelitian tahap pertama : Identifikais bakteri ................... 25 3.2.2 Penelitian tahap kedua ...................................................... 27 3.2.3 Penelitian tahap ketiga ....................................................... 31 3.2.4 Pengamatan ....................................................................... 34 3.2.5 Rancangan percobaan ....................................................... 35 3.2.6 Analisis data ...................................................................... 35
3.2.7 Tempat dan waktu penelitian ............................................ 35
xi
4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN ............................................................................................ 36
4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ........................................................................................ 36
4.2 Pengaruh pH terhadap pembentukan pigmen ............................. 39 4.3 Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan
pembentukan pigmen ................................................................. 42 4.4 Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan
pembentukan pigmen ................................................................. 46 4.5 Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan
pembentukan pigmen ................................................................. 49 4.6 Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan ...
pembentukan pigmen ................................................................. 54 5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 58 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 58 5.2 Saran ........................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 60 LAMPIRAN ........................................................................................... 64
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif ......... 5 2. Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri .................................. 18 3. Pigmen pada tumbuhan dan alga ........................................................ 20 4. Pigmen pada vertebrata ....................................................................... 20 5. Komposisi ekstrak khamir ................................................................... 24 6. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber karbon ................................................................................................... 32 7. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber nitrogen ................................................................................................ 34 8. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH 7, suhu kultivasi berbeda. .......... 38 9. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30oC ...................................................................................... 42 10. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9, suhu kultivasi 30oC serta perlakuan cahaya. ................................................................................. 45 11. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30oC. .................................................................... 48 12. Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok. ................ 51 13. Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok ................................................................................................... 56 14. Karakterisasi bakteri yang diisolasi dari air laut dan karakterisasi dari
Mesophilobacter sp. ............................................................................ 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri fotosintesis (Austin, 1988) .................................................................. 8 2. Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994) ............... 12 3. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25oC, 30oC, dan 35oC dengan pH 7 ........................................................................................ 36 4. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan pH 5, 7, dan 9 suhu 30oC ............................................................................................ 40 5 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan cahaya ................................................................................. 43 6. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada auhu 30 oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan salinitas .............................................................................. 47 7. Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 °C, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon ...................................................................... 50 8. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 oC, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon .................... 53 9. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada pada suhu 30 °C, PH 9, salinitas 10 permil Dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber nitrogen ........ 55
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil identifikasi bakteri ...................................................................... 65 2. Konsentrasi sel dan pigmen pada masing-masing perlakuan faktor fisika
dengan OD 540 nm .............................................................................. 66 3. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik ................................... 68
4. Perhitungan analisis statistika dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap.. .............................................................................................. 69 5. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber karbon ............ 83
6. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber nitrogen .......... 84 7. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ........................................ 85
8. Perubahan warna pada media pertumbuhan selama kultivasi ............. 86
9. Perubahan pH medium selama kultivasi ............................................ 88
10. Medium pertumbuhan yang mengandung glukosa yang telah beubah
warna menjadi merah .......................................................................... 89
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas
lebih dari 60% wilayah teritorialnya. Indonesia memiliki sumberdaya hayati laut
dengan keragaman yang tinggi. Di antara sumberdaya hayati laut yang besar itu,
organisme yang dimanfaatkan sebagian besar adalah ikan, udang, kerang-
kerangan, dan rumput laut. Sumberdaya hayati lain yang juga mempunyai potensi
yang besar untuk dikembangkan adalah mikroorganisme laut, namun belum
banyak mendapat perhatian terutama di Indonesia.
Mikroorganisme laut yang meliputi bakteri, fitoplankton, mikroalga dan
lain-lain merupakan sumber bahan aktif dan bahan kimia yang sangat potensial.
Dari biota laut tersebut dapat dihasilkan berbagai bahan alami yang bermanfaat
antara lain untuk industri farmasi (seperti anti-tumor/anti-cancer, antibiotik, anti-
inflammatory), bidang pertanian (fungisida dan pestisida), industri kosmetik dan
makanan (pigmen dan polisakarida) (Zilinkas dan Lundin, 1993; Fenical dan
Jensen, 1993). Selanjutnya dari biota laut juga dapat dihasilkan protein serta
bahan diet sebagai sumber makanan sehat (asam lemak tak jenuh omega-3,
vitamin, asam amino, berbagai jenis gula rendah kalori) dan lain-lain.
Perkembangan bioteknologi dewasa ini memungkinkan pemanfaatan
mikroorganisme untuk menghasilkan produk-produk tersebut di atas.
Dalam industri pangan (makanan dan minuman) atau non pangan (obat-
obatan, kosmetika, dan farmasi), pigmen merupakan bagian terpenting yang tidak
bisa diabaikan. Selain ikut menentukan penerimaan produk oleh konsumen,
pigmen juga berperan sebagai salah satu indikator mutu pangan dan non pangan.
Karena pentingnya zat pewarna tersebut, maka berbagai upaya dilakukan untuk
membuat produk pangan dan non pangan dengan warna yang menarik.
Penambahan zat pewarna ke dalam produk pangan maupun non pangan baik
pewarna alami maupun sintetik merupakan hal yang tidak dapat dihindari.
Sejalan dengan berkembangnya industri di Indonesia maka penggunaan
pewarna sintetik juga semakin meningkat. Penggunaan pewarna sintetik ini perlu
diwaspadai karena banyak diantaranya yang menimbulkan bahaya terhadap
2
kesehatan manusia (Jenie et al., 1994) seperti azorubin dan tartrazin yang terbukti
menyebabkan alergi (Fabre et al., 1993) dan bersifat karsinogenik (Blanc et al.,
1994). Berbeda dengan pewarna sintetik, pewarna alami tidak mengandung bahan
yang berbahaya bagi konsumen (Winarno, 1992). Dengan adanya kenyataan ini
maka penggunaan pewarna alami yang aman bagai kesehatan perlu ditingkatkan.
Biopigmen atau zat pewarna alami merupakan bahan yang penting dalam
industri baik pangan maupun non-pangan. Permintaan dan penggunaan zat
pewarna alami akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat tentang arti keamanan dan kesehatan bagi kehidupan dan lingkungan.
Kebutuhan tersebut telah mendorong dilakukannya penelitian ke arah penemuan
dan atau produksi zat warna alami.
Bakteri diketahui dapat memproduksi pewarna alami yang menyerupai
pewarna alami yang terdapat di tanaman (Hendry, 1992). Bacillus megaterium
merupakan bakteri penghasil pigmen merah (Mitchell et al., 1986);
Flavobacterium dehydrogenans (Djafar, 1987 in Fardiaz dan Rini, 1994),
Rhodobacter sphaeroides, Rhodobacter sulfidophilus (Urakami dan Yoshida,
1993), Rhodopseudomonas spheroides (Goodwin et al., 1955) merupakan bakteri
penghasil pigmen karotenoid; Streptomyces sp. MAFF 10-06015 menghasilkan
pigmen biru (Yanagimoto et al., 1988); Actinomycetes menghasilkan pigmen
violet kehitaman dan pigmen kuning (Tanabe et al., 1995). Urakami dan Yoshida
(1993) menyatakan bahwa khlorofil merupakan pigmen yang sangat berguna pada
industri makanan.
Pewarna alami (biopigmen) dapat diproduksi melalui kultur
mikroorganisme (Evans dan Wang, 1984; Nelis dan Leenheer, 1991; Lin dan
Demain, 1993) serta kultur sel dan jaringan tanaman (Taya et al., 1992; Hanagata
et al., 1993; Taya et al., 1994) atau ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian
tanaman. Dibandingkan dengan ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian
tanaman maka produksi biopigmen dengan kultur mikroorganisme dan kultur sel
atau jaringan tanaman lebih baik karena faktor lingkungan yang mempengaruhi
produksi biopigmen dapat dikendalikan dengan baik.
Produksi pigmen dari bakteri laut, berkaitan erat dengan kondisi lingkungan
tempat bakteri tersebut hidup dan berkembang. Bila kondisi lingkungan baik
3
kondisi fisik maupun kondisi kimiawi sesuai, maka pertumbuhan bakteri juga juga
akan baik dan cepat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dalam media
pertumbuhan.
Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut
Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat.
Penelitian ini merupakan kerja sama antara Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan dengan Center of Marine Biotechnology, University of Maryland.
Identifikasi awal telah dilakukan, bakteri tersebut termasuk bakteri Gram negatif,
katalase positif, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan dapat menghasilkan pigmen.
Untuk sementara bakteri tersebut diduga termasuk dalam genus Mesophilobacter
sp. dan akan dilakukan identifikasi lanjut untuk memastikan golongan bakteri
tersebut.
1.2 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh faktor fisika dan kimia
yang meliputi suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen
terhadap pertumbuhan sel bakteri laut Mesophilobacter sp. dan pembentukan
pigmennya, yang dapat dirinci sebagai berikut :
(1) Menentukan suhu kultivasi (25°C, 30°C dan 35°C) yang sesuai baik untuk
pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.
(1) Menentukan pH kultivasi (5, 7 dan 9) yang sesuai untuk sintesa biopigmen.
(2) Menentukan intensitas cahaya (2350 Wm-2 : kondisi tanpa penambahan
cahaya, 4710 Wm-2, dan 12500 Wm-2
(3) Menentukan salinitas (0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40
permil) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa
biopigmen.
) yang sesuai baik untuk pertumbuhan
maupun untuk sintesa biopigmen.
(4) Menentukan sumber karbon (glukosa, maltosa, asam asetat dan asam sitrat)
yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.
(5) Menentukan sumber nitrogen (pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat dan
amonium sulfat) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa
biopigmen.
4
1.3 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi baik bagi peneliti
maupun bagi industri dalam memproduksi pigmen dari bakteri laut baik yang
berkaitan dengan pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan mampu memicu perkembangan
industrialisasi di Indonesia khususnya industri yang berlandaskan bioproses.
Biopigmen yang dihasilkan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri di bidang
makanan dan minuman, farmasi, kosmetika dan lainnya.
1.4 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor
lingkungan baik faktor fisika maupun kimia yang meliputi suhu, pH, cahaya,
salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen yang berpengaruh pada
pertumbuhan bakteri dan ataupun pada pembentukan pigmen.
1.5 Hipotesis penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
(1) Suhu media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan
pembentukan pigmen.
(2) pH media pertumbuhan berpengaruh dalam pembentukan pigmen oleh
bakteri laut.
(3) Cahaya media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan
pembentukan pigmen.
(4) Salinitas media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut
dan pembentukan pigmen.
(5) Sumber karbon media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri
laut dan pembentukan pigmen.
(6) Sumber nitrogen media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan
bakteri laut dan pembentukan pigmen.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler, dan tidak mengandung
struktur yang dibatasi membran di dalam sitoplasmanya. Dinding sel bakteri
merupakan struktur yang unik secara biokimia. Dinding sel pada beberapa bakteri
mengandung murein, yang juga dikenal sebagai peptidoglikan atau mucopeptida.
Lapisan peptidoglikan ini tidak ditemukan pada organisme eukariotik (Atlas,
1984).
Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu
bentuk kokus (bulat), bentuk basil (silinder atau batang), dan bentuk spiral (batang
melengkung atau melingkar-lingkar). Berdasarkan struktur dan dinding sel,
bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.
Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif disajikan pada
Tabel 1 (Tortora et al., 1989).
Tabel 1 Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif
Ciri-ciri Gram-positif Gram-negatif
Struktur dinding sel :
Tebal (15 – 80 nm) Berlapis tunggal (mono)
Tipis (10 – 15 nm) Berlapis 3 (multi)
Komponen dinding sel : - Kandungan lipid dan
lipoprotein - Peptidoglikan
- Kandungan lipopolisakarida (LPS) - Asam tekoat - Toksin yang dihasilkan
Rendah Komponen utama (90% dari dinding sel) Tebal (multilayer)
Tidak ada Kebanyakan ada, terutama eksotoksin
Tinggi Jumlah sedikit (10% dari dinding sel) Tipis (single layer)
Tinggi Tidak ada, terutama indotoksin
Ketahanan terhadap pengeringan
Tinggi Rendah
Ketahanan terhadap gangguan fisik
Tinggi Rendah
Sumber : Tortora et al., 1989
6
2.2 Bakteri laut penghasil pigmen
Austin (1988) mengatakan bahwa sebagian besar bakteri yang terdapat pada
perairan laut terdiri dari bakteri Gram-negatif, sedangkan bakteri Gram-positif
sebagian besar terdapat pada sedimen. Pada umumnya, kebanyakan dari bakteri-
bakteri ini merupakan penghasil pigmen terutama pigmen kuning, oranye, atau
merah pada media padat.
2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakteriokhlorofil
Dikatakan pula kalau bakteri gram-negatif fototrof umumnya terdapat pada
permukaan perairan. Bakteri yang mengandung bakteriokhlorofil yang ditemukan
pada perairan laut, diwakili oleh lima famili, yaitu Chlorobiaceae (green sulphur
bacteria), Chromatiaceae (purple sulphur bacteria), Ectothiorhodospiraceae
(purple sulphur bacteria), Rhodospirillaceae (purple non-sulphur bacteria), dan
Thiocapsaceae (purple sulphur bacteria).
Selanjutnya Austin menyebutkan bahwa Famili Chlorobiaceae, yang
terdapat pada perairan laut adalah Chlorobium dan Prosthecochloris. Chlorobium
adalah bakteri an-aerob yang tidak dapat bergerak, berbentuk batang lurus atau
melengkung dengan vakuola yang tidak mengandung gas, mengandung pigmen
bakteriokhlorofil c, d, atau e, dan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene.
Pigmen-pigmen ini menyebabkan massa sel berwarna dari kuning – hijau – coklat,
yang terkandung pada vesikel yang terdapat di bawah dan melekat pada membran
sitoplasma (Gambar 1). Chlorobium yang terisolasi dari perairan laut adalah C.
limicola dan C. vibrioforme. Genus kedua adalah Prosthecochloris, yang
berbentuk bulat dan mengandung pigmen bakteriokhlorofil c atau e bersama-sama
dengan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene yang terdapat pada vesikel.
Prosthecochloris yang terisolasi dari lumpur pantai dan estuari adalah P. aestuarii
dan P. phaeoasteroidea.
Sedangkan Famili Chromatiaceae yang terdapat pada perairan laut adalah
Chromatium, Thiocystis dan Thiospirillum. Chromatium merupakan bakteri an-
aerob, tidak mempunyai vakuola, berbentuk batang dan menghasilkan lendir,
dapat bergerak dengan flagella polar. Memerlukan hidrogen sulfida untuk
fotosintesis, sedangkan sulfur yang dihasilkan disimpan pada sel intraseluler.
Massa sel berwarna purple atau coklat. Thiocystis merupakan bakteri yang
7
berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 3,0 µm, mengandung okenone dan atau
rhodopinal sebagai karotenoid yang memberikan warna purple – violet – merah
pada massa sel. Thiocystis yang ditemukan pada perairan dan lumpur pantai yang
mengandung hidrogen sulfida adalah T. gelatinosa dan T. violacea. Thiospirillum
jenense berbentuk spiral, mengandung likopene dan rhodopin sebagai karotenoid,
dan menyebabkan massa sel berwarna oranye – coklat.
Genus Ectothiorhodospira merupakan bakteri an-aerob yang berbentuk
spiral, sel tidak mempunyai vakuola, yang jika dapat bergerak karena memiliki
flagella polar. Bakteriokhlorofil a atau b terdapat pada stacked membrane
(Gambar 1), dan massa sel berwarna hijau atau merah. Hidrogen sulfida dioksidasi
selama fotosintesis dan melepaskan sulfur yang kemudian disimpan pada bagian
luar sel. Yang ditemukan pada perairan pantai adalah E. halochloris, E. halophila
dan E. mobilis (Truper dan Imhoff, 1981 in Austin, 1988).
Famili Rhodospirillaceae meliputi Rhodocyclus, Rhodomicrobium,
Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum. Dari genus Rhodocyclus, contohnya
adalah R. purpureus, merupakan bakteri mikro-aerofilik, tidak bergerak,
merupakan sel dengan pigmen purple – violet. Karotenoid meliputi rhodopin dan
rhodopinal. Pigmen fotosintesis terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun
seperti tabung (Gambar 1) (Truper dan Pfennig, 1981 in Austin, 1988).
Rhodomicrobium, meliputi R. vannielii, merupakan bakteri Gram-negatif yang an-
aerob, mampu melakukan metabolisme oksidasi pada kondisi mikro-aerofilik dan
aerobik. Organisme ini memiliki sebuah sistem membran lamellar (Gambar 1),
mengandung bakteriokhlorofil a, karotenoid grup I dan β-karoten (Moore, 1981 in
Austin, 1988). Rhodopseudomonas mempunyai dua spesies yang telah diisolasi
dari air laut, yaitu R. marina (Imhoff, 1983 in Austin, 1988) dan R. sulfidophila
(Hansen dan Veldkamp, 1973 in Austin, 1988). Bakteri ini dikenal sebagai purple
non-sulphur bacteria, toleran terhadap konsentrasi sulfida yang rendah yang tidak
dioksidasi menjadi sulfat, tetapi dioksidasi menjadi thiosulfat dan sulfur. Bakteri
berbentuk batang pendek, bergerak dengan flagella polar. Pigmen fotosintesis,
yaitu bakteriokhlorofil a dan karotenoid dari spirilloxanthine, yang terdapat pada
membran intrasitoplasma, tersusun seperti stacks (Gambar 1) dan terletak sejajar
dengan membran sitoplasma. Rhodospirillum, merupakan obligat halofilik,
8
contohnya adalah spesies R. salexigens, bakteri Gram-negatif, berbentuk spiral
atau melengkung yang bergerak dengan flagella bipolar. Pigmen utama adalah
bakteriokhlorofil a dan spirilloxanthine yang terdapat pada membran
intrasitoplasma, tersusun sejajar dengan membran sitoplasma (Drews, 1981 in
Austin, 1988).
Dari genus Thiocapsa, yang ditemukan pada lumpur estuarin dan lumpur
pantai adalah T. pfennigii dan T. roseopersicina. Sel bakteri berbentuk bulat
dengan diameter 1,2 – 3,0 µm, tidak mempunyai vakuola, tidak bergerak, pigmen
sel terdiri dari orange – coklat – pink – merah. Karotenoid merupakan
spirilloxanthine dan tetrahydrospirilloxanthine. Bersama dengan bakteriokhlorofil
a dan b, pigmen terdapat pada membran intrasitoplasma yang berbentuk vesicular
atau tube (Gambar 1) (Austin, 1988).
Keterangan :
1 = tubes, ditemukan pada Rhodocyclus, Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum; 2 = bundled tubes seperti yang ditemukan pada Thiocapsa; 3 = stacks, ditemukan pada Ectothiorhodospira dan Rhodospirillum; 4 = membran seperti pada Rhodomicrobium dan Rhodopseudomonas; 5 = vesicle, yang umum pada Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Thiocapsa dan Thiospirillum. Gambar 1 Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri
fotosintesis (Austin, 1988).
Dua genera yang lain, yaitu Chloroherpeton dan Erythrobacter.
Chloroherpeton, yang hanya satu spesies, yaitu C. thalassium, merupakan bakteri
9
Gram-negatif, berbentuk batang panjang, merupakan organisme green sulphur,
gliding dan obligat fototrof, mempunyai pigmen bakteriokhlorofil c dan sedikit
bakteriokhlorofil a bersama γ - karoten, memerlukan CO2
dan sulfida untuk
tumbuh. Sulfur disimpan di luar sel (Gibson et al., 1984 in Austin, 1988).
Erythrobacter, dengan spesies E. longus, tidak tumbuh secara fototrofik. Tetapi
selnya mengandung bakteriokhlorofil a, berbentuk batang oval, bergerak dengan
flagella sub-polar, aerobik, memerlukan biotin, memproduksi katalase, oksidase
dan fosfatase, menguraikan gelatin, menggunakan atau memanfaatkan glukosa,
asetat, butirat, glutamat dan piruvat sebagai sumber karbon (Shiba dan Simidu,
1982 in Austin, 1988).
2.2.2 Bakteri Gram-negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus
Organisme halofilik, yang memerlukan 15% NaCl, merupakan famili
Halobacteriaceae, dan terdapat pada lingkungan lautan adalah Halobacterium dan
Halococcus. Halobacterium yang terisolasi dari laut adalah H. denitrificans, H.
mediterranei, H. pharmaconis, H. saccharovorum, H. salinarium, H. sodomense
dan H. volcanii. Halobacterium merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk
batang, dapat bergerak atau tidak, memiliki metabolisme respiratory, dan
memproduksi katalase dan oksidase. Bakteri ini menghasilkan koloni berwarna
pink, merah, atau oranye. Pertumbuhan terbaik pada NaCl 20 - 26 %. Ciri-ciri
yang sama juga dilaporkan pada Halococcus, yang terisolasi dari laut dan
diklasifikasikan sebagai H. morrhuae merupakan bakteri yang menghasilkan
pigmen pink, merah atau oranye, Gram-negatif tidak bergerak, berbentuk kokus
dan memproduksi katalase dan oksidase. Pembelahan sel dengan septasi.
Metabolisme dengan respiratory (Larsen, 1984 in Austin, 1988).
Alteromonas, merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang yang
bergerak dengan flagellum tunggal yang polar. Bakteri ini melakukan
metabolisme secara respiratif, serta ditemukan pada perairan pantai dan lautan
terbuka. A. rubra membentuk pigmen warna merah, A. aurantia menghasilkan
pigmen warna oranye, A. citrea menghasilkan pigmen warna kuning lemon dan A.
luteoviolacea berwarna violet (Baumann et al., 1984a in Austin, 1988).
10
Genera Chromobacterium dan Janthinobacterium merupakan bakteri
aerobik berpigmen purple, berbentuk batang, Gram-negatif, dan bergerak dengan
flagellum tunggal yang polar. Janthinobacterium lividum terdapat dalam jumlah
yang rendah pada perairan pantai (Austin, 1988).
2.2.3 Bakteri Gram-negatif, fakultatif an-aerobik, berbentuk batang
Serratia rubidea berpigmen merah, Gram-negatif, berbentuk batang, yang
menghasilkan katalase tetapi tidak oksidase, bergerak dengan flagella peritrichous
(Grimont dan Grimont, 1984).
Vibrio merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada perairan
pantai dan estuarin. Berbentuk batang, menghasilkan katalase dan oksidase,
fermentatif, bergerak dengan flagella polar. V. fischeri merupakan bakteri yang
memancarkan cahaya, berpigmen oranye kekuningan. V. gazogenes menghasilkan
koloni dengan warna merah, Vibrio nigripulchritudo menghasilkan koloni dengan
pigmen biru kehitaman (Austin, 1988).
2.2.4 Bakteri Gram-negatif, an-aerobik, berbentuk batang dan kokus
Menurut Austin, 1988 dari famili Desulfurococcaceae, yang ditemukan di
laut dan menghasilkan pigmen adalah Desulfuromonas. Contoh bakteri ini adalah
D. acetoxidans, dengan ciri-ciri antara lain berbentuk batang, bergerak dengan
flagellum tunggal yang polar, membentuk koloni yang mengandung pigmen
peach – pink.
2.3 Pertumbuhan bakteri
Pada umumnya pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan secara
teratur pada semua komponen-komponen kimiawi sel dan struktur sel. Kecepatan
pertumbuhan untuk sistem uniseluler didefinisikan sebagai peningkatan jumlah sel
atau massa sel per satuan waktu. Setiap terjadi pembelahan sel disebut dengan
satu generasi, waktu yang diperlukan untuk pembelahan disebut waktu generasi.
Waktu generasi bervariasi antara mikroorganisme : biasanya bakteri memerlukan
satu sampai tiga jam untuk membelah diri tetapi ada juga yang hanya memerlukan
10 – 20 menit sedangkan mikroba yang lain memerlukan waktu 24 jam atau
lebih (Middelbeek et al., 1992 a).
11
Bakteri dapat tumbuh pada sistem tertutup, yang dikenal sebagai batch
culture atau pada sistem terbuka, dimana proses berlangsung secara kontinu. Pada
sistem terbuka, pertumbuhan dikontrol dengan menambahkan nutrien segar dan
membuang medium sisa dan sel-sel dari wadah pertumbuhan.
2.3.1 Siklus pertumbuhan
Pertumbuhan suatu populasi bakteri pada sistem tertutup hanya terwakili
pada tahap atau fase eksponensial (Gambar 2). Pertumbuhan bakteri dapat
dinyatakan secara grafik dengan menggunakan data hasil pengukuran populasi
bakteri yang hidup dalam kultur media cair pada selang waktu yang tetap.
Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase (tahap) yaitu : (1) tahap ancang-
ancang (lag phase), (2) tahap eksponensial (logaritmic phase), (3) tahap
stasioner (stationair phase) dan (4) tahap kematian (death phase) (Middelbeek et
al., 1992 a
Pada lag phase, tidak ada peningkatan jumlah sel atau turbiditas karena
bakteri sedang beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kemungkinan
medium tidak optimal untuk organisme sehingga organisme perlu mensintesa
enzym agar mampu menggunakan substrat sebagai sumber energi atau untuk
sintesis material sel. Selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu
perubahan jumlah sel (Sa’id, 1987).
).
Schlegel dan Schmidt (1994) menjelaskan bahwa, tahap ancang-ancang
mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan
pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang-ancang tergantung dari
konsentrasi awal, umur, bahan yang ditanam dan sifat medium pertumbuhan.
Dikatakannya pula bahwa tahap pertumbuhan eksponensial atau logaritmik
ditandai oleh kecepatan pembelahan maksimum yang konstan. Kecepatan
pembelahan pada fase logaritmik bersifat spesifik untuk tiap jenis bakteri dan
tergantung pada kondisi lingkungan, misalnya suhu dan komposisi medium kultur
(Middelbeek et al., 1992a). Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan pada
tahap logaritmik, maka dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh faktor-
faktor lingkungan (pH, potensial redoks, suhu, aerasi, dan sebagainya) terhadap
12
pertumbuhan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme menggunakan
berbagai substrat.
Y
(3)
(2) (4)
(1)
X
Keterangan : X Waktu inkubasi Y Jumlah sel bakteri (1) Tahap ancang-ancang (2) Tahap eksponensial (3) Tahap stasioner
(4) Tahap menuju kematian
Gambar 2 Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994).
Secara matematis, pertumbuhan eksponensial dapat didekati dengan dua
cara. Pendekatan pertama dengan menentukan jumlah awal sel. Perubahan jumlah
sel karena pembelahan atau pertumbuhan, diekspresikan dengan persamaan
(Middelbeek et al., 1992a
Nt = No . 2
) :
Log Nt = log No + n log 2
n
n/t = (log Nt – log No) / t log 2
dimana : Nt = jumlah sel setelah waktu tertentu No = jumlah awal sel N = banyaknya pembelahan
n/t = banyaknya pembelahan per satuan waktu yang disebut juga dengan konstanta kecepatan pertumbuhan (k)
Pendekatan lain adalah dengan menggambarkan kecepatan pertumbuhan
populasi sebagai suatu reaksi autokatalitik. Kecepatan reaksi katalis tergantung
pada banyaknya katalis. Pada kasus ini, biomassa merupakan katalis yang
sebenarnya, dan kecepatan produksi biomassa tergantung pada banyaknya
13
biomassa pada waktu tertentu. Pertumbuhan eksponensial dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (Middelbeek et al., 1992 a
Banyaknya biomassa pada satuan waktu tertentu : Xt = Xo . e
) : dx/dt = µ.X
Kecepatan pertumbuhan spesifik adalah : µ = (ln Xt – ln Xo) / t
µt
dimana : dx/dt = kecepatan pertumbuhan µ = kecepatan pertumbuhan spesifik X = banyaknya biomassa
Tahap stasioner dimulai ketika sel-sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan
pertumbuhan tergantung dari kadar substrat. Menurunnya kecepatan pertumbuhan
sudah terjadi ketika kadar substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai.
Penurunan kecepatan pertumbuhan juga disebabkan oleh kepadatan populasi yang
tinggi, tekanan parsial oksigen yang rendah dan timbunan produk metabolisme
yang bersifat toksik (mengintroduksi tahap stasioner). Pada tahap stasioner bahan-
bahan simpanan masih dapat digunakan, sebagian ribosom dapat diuraikan dan
masih ada pembentukan enzim. Selama energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan sel-sel masih dapat diperoleh dengan respirasi bahan simpanan
dan protein, bakteri masih mampu mempertahankan hidupnya untuk masa yang
cukup panjang. Masa bakteri yang dicapai pada tahap stasioner dinamakan hasil
atau keuntungan.
Tahap kematian dan sebab-sebab kematian sel bakteri dalam larutan biak
normal belum banyak diteliti. Pada tahap ini terjadi penimbunan asam misalnya
pada bakteri Escherichia coli dan Lactobacillus sp. Jumlah sel hidup dapat
berkurang secara eksponensial. Ada kemungkinan sel-sel diuraikan kembali oleh
enzim yang dihasilkan sendiri oleh sel (autolisis).
2.3.2 Pengaruh faktor lingkungan pada pertumbuhan
Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
yaitu faktor-faktor fisika dan faktor-faktor kimia. Faktor-faktor fisika yang
mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain yaitu suhu, ketersediaan air, pH,
tekanan hidrostatik dan cahaya (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992). Faktor-
faktor kimia sebagai sumber nutrisi yang juga mempengaruhi pertumbuhan yaitu
makro nutrien (C, O, N, H, P dan S), mikro nutrien atau trace element (Mn, Zn,
14
Co, Mo, Ni, Cu, dan Cl) dan faktor-faktor pertumbuhan (Middelbeek et al.,
1992b
Faktor Fisiko Kimiawi
).
(1) Suhu
Pengaruh suhu pada kecepatan pertumbuhan bakteri sebagian
menggambarkan pengaruh suhu pada kecepatan reaksi-reaksi (bio)kimia.
Berdasarkan toleransi suhu pertumbuhan, bakteri dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok : Psikrofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu yang
rendah, pada perairan Arctic dan Antarctic (di bawah 0oC), perairan laut dengan
suhu 1oC sampai 5oC. Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri psikrofil adalah
15oC atau lebih rendah dan suhu minimum 0oC. Bakteri fakultatif psikrofil atau
psikrotrop yaitu bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada 25oC
sampai 30oC dan suhu maksimum pertumbuhan pada 35oC. Mesofil, yaitu bakteri
yang hidup pada manusia dan hewan berdarah panas, pada daratan dan perairan di
daerah beriklim sedang dan tropis. Kisaran suhu bagi bakteri mesofil adalah 20oC
dan 40oC, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC. Thermofil,
yaitu bakteri yang pertumbuhannya optimum pada suhu 50oC sampai 70o
(2) pH
C
(Middelbeek dan Drijver-de Haas, 1992).
Semua mikroorganisme mempunyai kisaran pH tertentu dimana mereka
dapat tumbuh dan biasanya pada kisaran itu merupakan pH optimum dimana
mereka tumbuh dengan sangat baik. Pada umumnya bakteri tumbuh baik pada
kisaran pH 6,5 - 7,5.
Nilai pH air laut berkisar antara 7,5 dan 8,5 (Austin, 1988). Pada bakteri
yang dibiakkan di laboratorium, pH medium merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Selain itu, pH
medium juga sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme dari bakteri, oleh sebab
itu pH medium mempunyai kecenderungan berubah.
Pada proses fermentasi, bakteri menghasilkan asam organik (asam laktat,
asam asetat dan lain-lain) dan amonia yang dilepaskan ke medium saat asam
amino terfermentasi, sehingga pH medium mempunyai kecenderungan berubah.
Bila amonia adalah sumber nitrogen, maka pH cenderung menurun. Amonia pada
15
larutan (di bawah pH 9) berbentuk NH4+; mikroorganisme kemudian
menggabungkannya dengan sel sebagai R-NH3+, dimana R adalah suatu gugus
karbon. Pada saat proses fermentasi berlangsung, sebuah ion H+ tertinggal di
dalam medium. Bila nitrat adalah sumber nitrogen, maka ion-ion nitrogen diambil
dari medium untuk mereduksi NO3 menjadi R-NH3+
(3) Cahaya
, dan pH cenderung naik.
Untuk mempertahankan pH medium, dapat ditambahkan asam chlorida atau
natrium hidroksida.
Persyaratan cahaya hanya penting untuk pertumbuhan mikroorganisme
fotosintetik. Untuk mendapatkan pertumbuhan mikroorganisme fototropik dari
jenis yang berbeda, harus menggunakan cahaya dengan panjang gelombang yang
tepat. Eukariot dan alga biru hijau mengabsorbsi cahaya pada spektrum merah
terakhir sedangkan bakteri fotosintetik pada spektrum infra merah (Middelbeek et
al., 1992b
Cahaya dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri dan dapat juga
menyebabkan kematian. Banyak dari mikroorganisme mempunyai komponen-
komponen sel yang sensitif terhadap cahaya. Komponen-komponen sel yang
menyerap cahaya yaitu sitokhrom, flavin dan khlorofil menjadi aktif ketika
menyerap cahaya dan menghasilkan energi yang lebih tinggi. Mereka kemudian
dapat mengembalikan energi tersebut seperti semula melalui pemancaran cahaya
(fluorescens) atau mentransfer energi ke komponen sel yang lain. Transfer energi
dapat menguntungkan organisme (fotosintesis) tetapi dapat juga merusak
organisme. Pada kasus yang terakhir, ada dua mekanisme yang menimbulkan
pengaruh berbahaya, salah satunya adalah molekuler oksigen. Kerusakan karena
oksigen bebas disebabkan oleh pembentukan radikal bebas (O
).
2-
(4) Unsur-unsur nutrisi
) yang sangat
reaktif dan destruktif (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992).
Bakteri seperti organisme lain agar dapat tumbuh memerlukan nutrisi
esensial tertentu dari medium tempat hidup. Nutrisi esensial dibagi dalam dua
kelompok, yaitu nutrien yang diperlukan sebagai suplai energi untuk tumbuh dan
nutrien yang diperlukan sebagai suplai elemen-elemen kimia yang diperlukan
untuk biosintesis. Dari berbagai bentuk energi yang tersedia, bakteri dapat
16
menggunakan energi kimia dan cahaya untuk tumbuh (Sokatch, 1973). Nutrien
yang diperlukan dalam jumlah yang cukup besar dan yang merupakan bagian
terbesar dari berat kering dalam sel, disebut dengan makro nutrien. Yang termasuk
dalam makro nutrien adalah C (50 %), O (20 %), N (14 %), H (8 %), P (3 %), dan
S (1 %) serta K, Na, Ca, Mg dan Fe (Middelbeek et al., 1992b
Elemen-elemen yang disebut sebagai mikronutrien atau disebut juga trace
element adalah Mn, Zn, Co, Mo, Ni, Cu dan Cl. Biasanya trace element
diperlukan sebagai kofaktor enzim atau sebagai aktivator.
).
Kelompok nutrien yang merupakan bahan-bahan organik yang tidak dapat
disintesis oleh sel bakteri disebut faktor-faktor pertumbuhan, oleh sebab itu
medium pertumbuhan harus mengandung kelompok nutrien ini. Berdasarkan
struktur kimiawi dan fungsi metaboliknya, faktor pertumbuhan dibagi dalam tiga
kelompok (Middelbeek et al., 1992b
Berdasarkan kebutuhan nutrisinya baik sebagai sumber energi maupun
sebagai sumber karbon, organisme diklasifikasikan oleh Middelbeek et al. (1992
), yaitu : asam amino, sebagai unsur pokok
protein; purin dan pirimidin, sebagai unsur pokok asam nukleat; dan vitamin,
merupakan senyawa organik yang diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim. Asam
amino, purin dan pirimidin diperlukan dalam jumlah yang cukup besar, karena
merupakan unsur pembentuk untuk sintesis biopolimer. Vitamin diperlukan dalam
jumlah yang kecil karena merupakan kofaktor bagi enzim.
b
- Fototrof, bila cahaya merupakan sumber utama energi.
)
sebagai berikut :
- Kemotrof, bila bahan kimiawi merupakan sumber utama energi.
- Autotrof, bila bahan anorganik merupakan sumber utama karbon.
- Heterotrof, bila bahan organik merupakan sumber utama karbon.
Dengan mengkombinasikan kelompok organisme tersebut di atas, dapat
dibentuk empat kelompok organisme yang lain, yaitu :
- Fotoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai
sumber energi dan CO2
- Fotoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai
sumber energi dan senyawa organik sebagai sumber karbon.
sebagai sumber karbon.
17
- Kemoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi
sebagai sumber energi dan CO2
- Kemoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi
sebagai sumber energi dan bahan organik sebagai sumber karbon.
sebagai sumber karbon.
Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dapat dibedakan atas bakteri aerob,
yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup dan bakteri an-aerob, yaitu
bakteri yang tidak mampu menggunakan oksigen. Bakteri aerob dapat dibagi
dalam tiga kelompok yaitu bakteri aerob obligat, fakultatif, dan mikroaerofilik.
Bakteri aerob obligat memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, tetapi tidak
dapat tumbuh bila konsentrasi oksigen melebihi konsentrasi oksigen atmosfir (>
20%). Bakteri aerob fakultatif tidak memerlukan oksigen tetapi dapat tumbuh
dengan baik bila oksigen tersedia. Bakteri aerob mikroaerofilik memerlukan
oksigen tetapi dengan konsentrasi yang lebih rendah dari konsentrasi oksigen
atmosfir (2 – 10 % v/v). Bakteri an-aerob dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu
bakteri an-aerob obligat dan bakteri an-aerob aerotoleran. Pada bakteri an-aerob
obligat, adanya oksigen dalam media pertumbuhannya merupakan racun dan
berbahaya bagi bakteri tersebut. Bakteri an-aerob aerotoleran yaitu bakteri yang
tidak dapat menggunakan oksigen untuk pertumbuhannya tetapi dapat
mentoleransi adanya oksigen (Tortora et al., 1989; Middelbeek et al., 1992).
2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri
Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui berbagai
respon pertumbuhan mikroorganisme dalam berbagai media atau pada kondisi
yang berbeda-beda sehingga dapat digunakan dalam menilai daya dukung suatu
medium tertentu untuk menunjang pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1986).
Beberapa teknik untuk mengukur pertumbuhan mikroorganisme disajikan pada
Tabel 2.
Pertumbuhan populasi sel disertai juga dengan peningkatan total massa sel.
Pengukuran massa sel dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung
(Jenkins, 1992). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur massa sel
secara langsung adalah dengan menentukan berat kering sel. Pengukuran berat
kering massa sel meliputi tiga tahap, yaitu : pemisahan organisme dari medium,
pencucian sel dan pengeringan biomassa. Organisme dapat dipisahkan dari
18
medium dengan filtrasi atau dengan sentrifugasi. Pencucian biomassa harus
dilakukan sedemikian rupa agar tidak terjadi lisis pada organisme karena pecah
akibat osmosis. Pengeringan biomassa biasanya dilakukan pada suhu 80oC selama
24 jam atau 110o
BK (g/l) = -
x 10
C selama 8 jam (Jenkins, 1992). Berat Kering (BK) sel diperoleh
dengan cara sebagai berikut :
3
Pengukuran massa sel secara tidak langsung didasarkan pada kenyataan
bahwa sel bakteri memencarkan kembali cahaya yang membentur sel. Teknik
pengukuran ini merupakan teknik yang lebih cepat dan sensitif. Jumlah cahaya
yang tersebar adalah sebanding dengan konsentrasi sel yang ada. Banyaknya
cahaya yang menyebar dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer.
Dalam hal ini cahaya yang terukur sebanding dengan konsentrasi sel bakteri pada
tingkat absorbans yang rendah. Absorbans (A) didefinisikan sebagai logaritma
dari perbandingan antara intensitas cahaya yang melewati suspensi (Io) dengan
cahaya yang dipencarkan oleh suspensi (I), atau A = log(Io/I) (Jenkins, 1992).
l
Tabel 2 Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri
Metode Beberapa penetapan
Hitungan mikroskopik Perhitungan bakteri dalam susu dan vaksin
Hitungan cawan Perhitungan bakteri dalam susu, air, makanan, tanah, biakan dan sebagainya
Membran atau filter molekuler Sama seperti hitungan cawan
Pengukuran kekeruhan Uji mikrobiologis, pendugaan hasil panen sel, biakan, atau suspensi berair
Penentuan nitrogen Pengukuran panen sel dari suspensi biakan kental untuk digunakan pada penelitian mengenai metabolisme
Penentuan berat kering Sama seperti penentuan nitrogen
Pengukuran aktivitas biokimia Uji mikrobiologis
Sumber : Pelczar dan Chan, 1986
2.4 Pewarna alami
Pewarna alami dalam sistem biologi didefinisikan sebagai pewarna yang
terbentuk dan terakumulasi dalam atau dikeluarkan dari sel hidup (Hendry, 1992).
Pewarna yang terdapat pada sistem biologi dapat diklasifikasikan berdasarkan
19
jenis dari organisme (hewan, tumbuhan atau bakteri) penghasil pewarna tersebut.
Sehubungan dengan pewarna makanan, bakteri, fungi sel tunggal dan fungi
sederhana bersama-sama dengan alga sel tunggal dan juga zooplankton sederhana
dapat menjadi sumber pewarna baru karena potensinya untuk dieksploitasi dengan
teknik kultur. Pigmen dari organisme yang lebih tinggi seperti hewan, tumbuhan
dan fungi, lebih kecil kemungkinan untuk dieksploitasi karena struktur pigmennya
yang kompleks dengan jaringan sel yang kuat atau karena pigmen dari organisme
yang lebih tinggi hanya terbentuk pada saat-saat kritis dari perkembangan
organisme dalam suatu siklus hidup yang kompleks. Sebagai contoh, pigmen yang
berfungsi sebagai bahan perangsang dalam reproduksi seksual yang terbentuk
hanya setelah aspek-aspek lain dari siklus hidup selesai.
Klasifikasi pigmen pada sistem biologi menurut Hendry (1992) adalah
sebagai berikut :
(1) Tumbuh-tumbuhan termasuk alga
Pigmen dari tumbuhan merupakan penyumbang terbesar pewarna alami,
namun kisaran atau variasi pigmen yang terdapat pada tumbuhan adalah kecil.
Pewarna dominan yang berasal dari tumbuhan darat adalah khlorofil (2 jenis),
karotenoid (4 – 5 jenis) dari flavonoid (3 jenis). Dari lautan, terdapat 4 jenis
khlorofil yang umum, 6 atau 7 karotenoid dan 2 bentuk phycobilin. Kontribusi
pigmen lainnya dari tumbuhan, termasuk betalain, melanin, anthraquinon,
naphthaquinon, karoten yang tidak umum, xanthofil dan beberapa flavonoid yang
relatif tidak signifikan bila dilihat secara global. Pigmen-pigmen yang terdapat
pada tumbuhan termasuk alga disajikan pada Tabel 3.
(2) Hewan vertebrata
Pada hewan vertebrata, kelas-kelas yang menghasilkan pewarna adalah
burung, amphibi, ikan bertulang dan beberapa reptil. Pigmen tersebut disajikan
pada Tabel 4.
(3) Hewan invertebrata
Distribusi pigmen pada hewan lebih rendah lebih besar daripada vertebrata
dan merupakan saingan tumbuhan lebih tinggi dalam variasi.
20
Tabel 3 Pigmen pada tumbuhan dan alga
Pigmen Contoh Terdapat pada
Khlorofil a b c, d
Semua organisme eukariot yang berfotosintesis Semua tumbuhan darat, beberapa alga Alga coklat dan lainnya
Phycobilin Phycocyanin Phycoerythrin
Alga biru –hijau dan lainnya Alga merah dan lainnya
Karotenoid Lutein β-caroten Violaxanthin Neoxanthin Fucoxanthin
Xanthofil lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik Karoten lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Alga coklat dan lainnya
Anthocyanidin Cyanidin Pelargonidin Delphinidin
Yang paling umum anthicyanidin, tersebar luas pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi
Betalain Betacyanin Tersebar luas tetapi terbatas pada satu ordo timbuhan
Sumber : Hendry, 1992
Tabel 4 Pigmen pada vertebrata
Kelas Pigmen
Mamalia Terutama melanin Burung (termasuk telurnya) Melamin
Karotenoid Tetrapyrrole
Reptil dan Amfibi dan ikan bertulang
Melanin Karotenoid Pterin Riboflavin
Ikan bertulang rawan Melanin Sumber : Hendry, 1992
(4) Fungi
Fungi, terutama fungi sel tunggal yang lebih sederhana dapat diambil untuk
kultur skala besar, mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pigmen
alami.
(5) Bakteri
Pada umumnya bakteri mengandung banyak pigmen yang sama atau identik
dengan pigmen dari organisme yang lebih kompleks terutama tumbuhan. Klorofil
dari bakteri berbeda dengan klorofil tumbuhan dalam reduksi satu ikatan rangkap.
21
Karotenoid dari bakteri mempunyai ciri tersendiri yang berbeda tetapi secara
struktural dan biosintetik berhubungan erat dengan karotenoid dari tumbuhan dan
hewan. Kebanyakan bakteri baik fotosintetik maupun non-fotosintetik juga
mengandung β- dan γ-karoten.
2.4.1 Pewarna makanan
Pada umumnya pewarna makanan dapat dibagi dalam tiga kategori utama
(Bauernfeind, 1981), yaitu :
(a) Pewarna organik alami yang berasal dari tumbuhan atau hewan, diekstrak dari
alam atau senyawa-senyawa identik yang dihasilkan melalui sintesis kimiawi.
(b) Pewarna inorganik yang diambil dari alam atau dihasilkan secara sintetis.
(c) Pewarna buatan, yaitu senyawa-senyawa sintetis yang tidak berasal dari alam
atau tidak terdapat pada makanan yang dikonsumsi.
Secara kimiawi menurut Bauernfeind (1981) pewarna makanan alami dapat
dibagi menjadi beberapa grup, yaitu :
(a) Derivat isoprenoid (warna-warna karotenoid)
(b) Derivat tetrapyrrol (warna-warna klorofil dan heme)
(c) Derivat benzopiran (anthosianin dan flavonoid)
(d) Senyawa betalain (warna betanin dan yang berhubungan)
(e) Flavin (seperti riboflavin)
(f) Pigmen inorganik
Alasan ditambahkannya pewarna pada makanan menurut Henry (1992)
antara lain adalah untuk memperkuat warna pada makanan, memastikan
keseragaman warna makanan, memulihkan warna awal makanan yang berubah
karena pengaruh pengolahan, dan untuk memberi warna pada makanan tertentu
yang sebenarnya tidak berwarna.
Pewarna alami untuk makanan merupakan kelompok pewarna yang berbeda-
beda karakteristik solubilitas dan stabilitasnya. Oleh sebab itu setiap pewarna
tersedia dalam beberapa bentuk aplikasi yang berbeda, yang diformulasikan agar
pewarna sesuai dengan sistem makanan tertentu. Suatu bentuk aplikasi produk
pewarna adalah suatu formula yang memungkinkan bahan tambahan pangan
dengan mudah dan efisien tercampur dalam produk-produk makanan. Beberapa
faktor yang berhubungan dengan bentuk aplikasi yang harus dipertimbangkan
22
oleh ahli teknologi pangan adalah solubilitas, bentuk fisik, pH, kualitas
mikrobiologis dan bahan-bahan lain (Henry, 1992).
Karakteristik pewarna makanan yang baik menurut Bauernfeind (1981)
adalah sebagai berikut :
(1) Tidak toksik dan tidak bersifat karsinogenik pada berbagai level; tidak
mengandung bahan-bahan yang toksik.
(2) Kemampuan larut (solubilitas) dan kemampuan menyebar yang baik agar
dapat menyatu dengan produk-produk makanan dengan dasar air dan lemak.
(3) Tidak memberikan rasa atau bau yang berbeda terhadap produk-produk
makanan.
(4) Harus stabil terhadap cahaya, terhadap kisaran pH yang luas terutama pH 2 -
8, pada suhu panas, dan selama penyimpanan dan perlakuan sebelum
dikonsumsi.
(5) Tidak bereaksi dengan trace element atau dengan oxidizing atau bahan-
bahan pereduksi.
(6) Harus seragam pada tiap bagian dan dapat dimonitor baik dalam bentuk
konsentrat maupun dalam makanan dengan teknik analitis.
(7) Tersedia luas dan relatif ekonomis untuk digunakan pada makanan.
(8) Disetujui dan sesuai dengan spesifikasi pemerintah dan lebih baik bila
mempunyai status yang disetujui secara internasional.
23
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan dan alat 3.1.1 Bahan
1). Mikroorganisme
Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut
Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat yang
disediakan oleh Center of Marine Biotechnology, University of Maryland.
2). Media Pertumbuhan
Media yang digunakan terdiri dari media padat dan cair. Media padat
berfungsi untuk memelihara stok bakteri, yang dimodifikasi dari komponen
nutrien agar (Tortora et al., 1986). Media ini mengandung ekstrak khamir (2 g/l),
pepton (5 g/l), NaCl (20 g/l), agar (20 g/l). Komposisi ekstrak khamir dapat
dilihat pada Tabel 5. Media cair berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri dan
pembentukan pigmen. Media cair terdiri dari ekstrak khamir (2 g/l), pepton (5 g/l),
NaCl (20 g/l) dan trace element (5 ml/l). Komposisi trace element adalah
Na2EDTA (4,36 mg/l), FeCl36H2O (3,15 mg/l), CuSO45H2O (0,01 mg/l),
ZnSO47H2O (0,02 mg/l), CoCl26H2O (0,01 mg/l), MnCl24H2O (0,18 mg/l), dan
Na2MoO42H2O (0,006 mg/l). Untuk mempelajari pengaruh karbon dan nitrogen
dalam pertumbuhan dan pembentukan pigmen dari bakteri laut, maka digunakan
juga media cair yang terdiri dari sumber karbon dan sumber nitrogen. Sumber
karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukosa, asetat, sitrat,dan
maltosa. Sumber nitrogen yang digunakan adalah pepton, ekstrak khamir,
(NH4)2SO4, dan NaNO3
. Selain sumber karbon dan nitrogen, di dalam medium
cair juga ditambahkan NaCl dan trace element. Bahan kimia lainnya adalah
alkohol, HCl, NaOH dan metanol.
24
Tabel 5 Komposisi ekstrak khamir
Komponen mg/g Vitamin µg/g Total nitrogen Amino nitrogen Khlorida (NaCl) Berat Kering Phosphat (P2O5Karbohidrat
)
Sodium Pottasium Kalsium Besi Magnesium Tembaga Seng Mangan Kobalt
75 – 108 34 – 48 0,7 – 13 300 38 82 56 30 0,1 0,05 2 0,05 0,05 0,005 0,005
Thiamin Riboflavin Asam nukleat Asam pantotenat Piridoksin Biotin Inositol Kolin
10 20 400 50 25 1 1500 1500
Sumber : Bridson and Brecker (1970) in Sikyta (1983)
3). Penentuan Gram pada Identifikasi Bakteri
Bahan yang digunakan untuk identifikasi gram bakteri laut adalah : kristal
violet, larutan lugol, etanol 95%, aseton, safranin dan aquades.
3.1.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, cawan
petri, labu erlenmeyer, batang pengaduk, pipet, penjepit, lup inokulasi, vortex
mixer, inkubator, timbangan analitik, autoklaf, gelas ukur, sentrifus, clean bench,
inkubator goyang, spektrofotometer, refrigerator, kertas pH, tissue dan aluminium
foil.
3.2 Metode penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama penelitian adalah
identifikasi bakteri. Tahap kedua adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari
suhu, pH, cahaya dan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan
pembentukan pigmen. Tahap ketiga adalah penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan
sel bakteri dan pembentukan pigmen.
25
Selain itu, sebelum penelitian dimulai dilakukan pembuatan media untuk
stok bakteri dan penyegaran bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi,
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(a) Pembuatan media padat
Pembuatan media dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume
medium 250 ml. Komposisi media padat terdiri dari pepton 5 g, ekstrak khamir 2
g, NaCl 20 g, dan agar 20 g. Semua bahan dilarutkan dengan 1 liter aquades, pH
medium diatur pada 7. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o
(b) Penyegaran bakteri
C selama
15 menit. Setelah itu media dituang ke dalam cawan petri, masing-masing
sebanyak 20 ml secara aseptik. Setelah media dingin dan padat, siap digunakan
untuk penyegaran bakteri.
Bakteri digoreskan pada media padat secara aseptik. Setelah itu bakteri
diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 30o
C selama 24 jam.
3.2.1 Penelitian tahap petama: Identifikasi bakteri
Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan morfologi dan ciri-ciri fisiologi
bakteri.
1). Morfologi
(1). Pewarnaan Gram
Bakteri dioles di atas gelas obyek sebanyak satu lup dan diratakan dengan
aquades secukupnya hingga ukuran 1 x 1 cm, kemudian difiksasi di atas api
hingga kering. Tetesi dengan pewarna kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit.
Dicuci dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit. Bilas dengan aquades,
kemudian dibilas lagi dengan campuran etanol 95% sebanyak 80 ml dan aseton 20
ml, selama 1 menit. Dibilas kembali dengan aquades, kemudian diwarnai dengan
safranin selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan aquades dan dikeringkan.
Preparat siap diamati dengan mikroskop; bila berwarna violet gelap berarti
termasuk dalam bakteri Gram-positif, bila berwarna oranye maka termasuk dalam
bakteri Gram-negatif.
26
(2). Pemeriksaan mikroskop
Preparat yang sudah disiapkan pada pewarnaan Gram selanjutnya diperiksa
di bawah mikroskop dengan menggunakan lensa obyektif minyak imersi. Dengan
pengamatan mikroskopik dapat diketahui bentuk sel bakteri bulat (kokus) atau
batang (basili).
(3). Pergerakan bakteri
Medium yang digunakan dalam uji pergerakan bakteri adalah medium
motilitas. Secara aseptis dengan menggunakan loop, suspense bakteri ditusukkan
ke dalam medium motilitas yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya
diinkubasikan pada suhu 35 o
C selama 48 jam. Bila pertumbuhan bakteri
menyebar, maka bakteri tersebut bergerak (motil), dan bila pertumbuhan bakteri
tidak menyebar hanya berupa satu garis, maka bakteri tersebut tidak bergerak.
2) Ciri-ciri Fisiologi
(1). Uji Katalase
Secara aseptis diambil satu lup pertumbuhan bakteri dan dipindahkan pada
gelas obyek. Kemudian ditetesi dengan satu tetes larutan 30% H2O2
. Adanya
enzim katalase ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung kecil oksigen
yang terlihat seperti busa sabun.
(2). Uji Oksidase
Kultur bakteri ditumbuhkan pada medium Trypticase Soy Agar (TSA),
kemudian koloni yang terbentuk ditetesi dengan pereaksi untuk uji oksidase yaitu
p-aminodimetilanilin oksalat 1% sekitar dua sampai tiga tetes. Uji positif ditandai
dengan perubahan koloni menjadi merah muda, kemudian merah tua, dan
akhirnya hitam.
(3). Uji Indol
Medium yang digunakan adalah medium Tryptone Broth. Bakteri yang diuji
diionokulasi ke dalam tabung reaksi yang berisi Trypton Broth, dan diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 48 jam. Setelah inkubasi, masing-masing tabung
27
ditambahkan 0,5 ml pereaksi Kovaks. Terbentuknya cincin warna merah pada
permukaan medium menunjukkan uji Indol positif.
(4). Uji H2
Medium yang digunakan pada uji H
S
2S adalah medium Sulfit Agar. Bakteri
yang akan diuji diinokulasi dengan cara menusuk loop pada medium tegak Sulfit
Agar yang sudah disiapkan. Inkubasi dilakukan pada suhu 35oC selama 48 jam.
Terbentuknya warna hitam menunjukkan uji H2
S positif.
(5). Uji Reduksi Nitrat
Bakteri diinokulasi ke dalam Nitrat Broth kemudian diinkubasi pada suhu
35o
C selama 24 jam hingga 48 jam. Kemudian tambahkan larutan α Naftilamin
dan larutan asam sulfanilat masing-masing sebanyak 1 ml. Hasil uji positif bila
terbentuk warna merah. Hasil uji negatif, bila tidak terjadi perubahan warna dan
pengujian dilanjutkan dengan menambahkan serbuk Zink. Bila tidak terjadi
perubahan warna maka hasil pengujian positif,nitrat direduksi menjadi nitrit. Bila
terjadi perubahan warna menjadi merah maka hasil pengujian negatif, maka
bakteri tidak mereduksi nitrat.
(6). Uji Fermentasi Karbohidrat
Medium yang digunakan pada pengujian ini adalah Glukosa Broth, Laktosa
Broth, Fruktosa Broth, dan Sukrosa Broth. Masing-masing medium dimasukkan
ke dalam tabung reaksi dengan menambahkan Brom Creso Purple (BCP) dan
tabung Durham.
Bakteri yang akan diuji secara aseptis diinokilasikan pada masing-masing
medium yang telah disiapkan. Inkubasi dilakukan pada suhu 30o
C selama 48 jam.
Uji fermentasi positif ditandai dengan terbentuknya asam yaitu terjadi perubahan
warna menjadi kuning, dan bila bakteri tersebut memproduksi gas akan ditandai
dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham (Fardiaz, 1992).
3.2.2 Penelitian tahap kedua
Penelitian tahap kedua adalah penetapan suhu, pH, cahaya dan salinitas
optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.
28
1) Penetapan suhu optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen
Suhu air laut berkisar antara 25oC sampai 32oC dengan kisaran kurang dari
2oC (Austin, 1988). Pada penelitian ini digunakan suhu inkubasi yang sesuai
dengan suhu air laut yaitu 25oC, 30oC dan 35o
C.
(1). Persiapan medium cair
Komposisi medium cair yang digunakan terdiri dari pepton 5 g, ekstrak
khamir 2 g, trace element 5 ml, dan NaCl 20 g. Semua bahan dilarutkan dengan 1
liter aquades, kemudian dituang ke dalam 3 labu erlenmeyer 500 ml masing-
masing sebanyak 250 ml. pH awal medium diatur pada 7. Setelah itu medium
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o
C selama 15 menit.
(2). Percobaan suhu bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen.
a. Proses produksi pigmen
Proses produksi pigmen dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml yang telah
diisi 250 ml medium cair. Bakteri yang telah disegarkan dalam medium padat,
diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian bakteri
diinkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa
pengaturan aerasi. Suhu inkubasi untuk percobaan diatur pada 25oC, 30oC dan
35o
b. Isolasi pigmen
C. Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi
berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam.
Sampel yang menghasilkan pigmen kemudian disentrifus pada kecepatan
3000 rpm selama 30 menit. Filtrat yang diperoleh merupakan pigmen
ekstraseluler. Biomassa yang diperoleh diekstrak dengan metanol untuk
mendapatkan pigmen (intraseluser) dengan cara mensentrifus pigmen pada
kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
c. Pengukuran konsentrasi pigmen
Filtrat yang diperoleh merupakan pigmen yang dihasilkan. Selanjutnya
dengan menggunakan spektrofotometer, dilakukan scanning untuk mengetahui
serapan maksimum bagi pigmen intraseluler maupun pigmen ekstraseluler.
29
Konsentrasi pigmen kemudian diukur pada panjang gelombang sesuai dengan
hasil scanning yang diperoleh.
2) Penetapan pH optimum bagi pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen
Nilai pH air laut berkisar antara 7,5 dan 8,5 (Austin, 1988). Nilai pH yang
dicoba pada percobaan ini adalah 5, 7, dan 9. Nilai pH 5 juga dicoba pada
penelitian ini untuk mempelajari adanya kemungkinan bakteri laut yang
digunakan mengeluarkan metabolit sekunder pada pH yang ekstrim.
(1). Persiapan medium cair
Komposisi medium cair yang digunakan sama dengan komposisi untuk
penentuan suhu optimum, tetapi medium diatur pada pH 5, 7 dan 9. Setelah itu
medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o
C selama 15 menit. Setelah
proses sterilisasi, pH medium cair kembali diperiksa. Apabila nilai pH berubah,
nilai pH dikembalikan sesuai dengan pH semula dengan menambahkan NaOH
atau HCl steril.
(2). Percobaan pH optimum bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen
a. Proses produksi pigmen
Bakteri yang telah disegarkan pada medium padat, diambil sebanyak 2 lup
dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator
goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang
digunakan adalah suhu yang menghasilkan pertumbuhan sel bakteri dan
pembentukan pigmen yang optimum pada percobaan (1). Selama inkubasi
dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12,
15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam.
b. Isolasi pigmen
Sama dengan isolasi pigmen pada penentuan suhu optimum.
c. Pengukuran konsentrasi pigmen
Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu
optimum.
30
3) Penetapan cahaya optimum bagi pertumbuhan sel bakteri laut dan pembentukan pigmen
Intensitas cahaya yang digunakan pada penelitian ini adalah 2350 Wm-2
(kondisi lab tanpa penambahan cahaya dari lampu), 4700 Wm-2, dan 12500 Wm-2
.
Intensitas cahaya diperoleh dengan cara mengatur jarak letak sampel pada
inkubator goyang dengan lampu Philips 10 Watt dan 40 Watt.
(1). Persiapan medium cair
Komposisi medium cair yang digunakan sama dengan komposisi untuk
penentuan suhu dan pH optimum. pH medium diatur sesuai dengan pH yang
memberikan pertumbuhan yang terbaik dari percobaan (2). Setelah itu medium
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o
C selama 15 menit.
(2). Percobaan cahaya bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen
a. Proses produksi pigmen
Bakteri yang telah disegarkan pada medium padat, diambil sebanyak 2 lup
dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator
goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang
digunakan adalah suhu yang menghasilkan pertumbuhan yang optimum. Intensitas
cahaya yang digunakan 2350 Wm-2, 4700 Wm-2, dan 12500 Wm-2
b. Isolasi pigmen
. Selama
inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6,
9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam.
Sama dengan isolasi pigmen pada penentuan suhu dan pH optimum.
c. Pengukuran konsentrasi pigmen
Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu
optimum.
4). Penetapan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri laut dan
pembentukan pigmen
Salinitas air laut berkisar antara 32 permil dan 38 permil, sedangkan pada
perairan pantai lebih rendah yaitu antara 10 permil dan 32 permil. Salinitas air laut
tertinggi pada Laut Merah yaitu 44 permil. Berdasarkan kisaran tersebut, salinitas
31
yang digunakan pada penelitian ini adalah 0 permil, 10 permil, 20 permil, 30
permil, dan 40 permil.
(1). Persiapan medium cair
Komposisi medium cair yang digunakan sama dengan komposisi untuk
penentuan suhu dan pH optimum, salinitas diatur pada 0 permil, 10 permil, 20
permil, 30 permil, dan 40 permil, sedangkan pH diatur sesuai dengan pH yang
01+memberikan pertumbuhan yang terbaik dari percobaan (2). Setelah itu
medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o
C selama 15 menit.
(2). Percobaan salinitas bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen
a. Proses produksi pigmen
Bakteri yang telah disegarkan pada medium padat, diambil sebanyak 2 lup
dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator
goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang
digunakan adalah suhu yang menghasilkan pertumbuhan yang optimum. Intensitas
cahaya yang digunakan adalah intensitas cahaya yang menghasilkan pertumbuhan
sel dan pembentukan pigmen yang optimum berdasarkan hasil percobaan (3).
Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur
0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam.
b. Isolasi pigmen
Sama dengan isolasi pigmen seperti sebelumnya.
c. Pengukuran konsentrasi pigmen
Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu
optimum.
3.2.3 Penelitian tahap ketiga
Penelitian tahap ketiga adalah penetapan jenis sumber karbon dan sumber
nitrogen yang optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.
1). Penetapan sumber karbon optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan
pembentukan pigmen
Sumber karbon yang digunakan dalam percobaan adalah glukosa, asetat,
sitrat dan maltosa.
32
(1). Persiapan medium cair
Komposisi medium cair untuk percobaan yang menggunakan sumber karbon
glukosa, asetat, sitrat dan maltosa disajikan pada Tabel 6. Medium untuk masing-
masing percobaan setelah ditimbang dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500
ml dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 ml, kemudian pH medium diatur
hingga mencapai pH optimum pada percobaan tahap pertama dengan
menambahkan NaOH atau HCl. Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf
pada suhu 121o
C selama 15 menit. pH medium yang telah steril diperiksa
kembali, apabila pH medium berubah dilakukan penambahan NaOH atau HCl
sampai pH medium pH optimum.
Tabel 6 Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber karbon
Sumber Karbon Komposisi Medium Satuan Media Kompleks (Kontrol)
Pepton 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum
g/l g/l g/l g/l
Glukosa Glukosa 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum
g/l g/l ml/l g/l
Asetat Asetat 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum
g/l g/l ml/l g/l
Sitrat Sitrat 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum
g/l g/l ml/l g/l
Maltosa Maltosa 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum
g/l g/l ml/l g/l
(2). Percobaan sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen
a. Proses produksi pigmen
Proses produksi pigmen dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml yang telah
berisi 250 ml medium cair yang telah disiapkan pada persiapan (a). Bakteri yang
telah disegarkan dalam medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke
dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator goyang dengan
33
kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah
suhu optimum pada penelitian tahap pertama. Selama inkubasi dilakukan
pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24,
30, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam.
b. Isolasi pigmen
Sama dengan isolasi pigmen pada penelitian tahap pertama.
c. Pengukuran konsentrasi pigmen
Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu
optimum.
2). Penetapan sumber nitrogen optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan
pembentukan pigmen
Sumber nitrogen yang digunakan dalam percobaan adalah pepton, ekstrak
khamir, NaNO3, dan (NH4)2SO4
.
(1). Persiapan medium cair
Komposisi medium cair untuk percobaan yang menggunakan sumber
nitrogen pepton, ekstrak khamir, NaNO3, dan (NH4)2SO4 disajikan pada Tabel 7.
Sumber Karbon yang digunakan dalam percobaan ini adalah sumber karbon yang
memberi hasil optimum dalam pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada
percobaan pertama. Selain itu digunakan juga NaCl yang memberikan hasil yang
optimum dalam pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dari percobaan tahap
pertama serta trace element. Medium untuk masing-masing percobaan setelah
ditimbang dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml dan dilarutkan dengan
aquades sebanyak 250 ml, kemudian pH medium diatur hingga mencapai pH
optimum pada percobaan tahap pertama dengan menambahkan NaOH atau HCl.
Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121o
C selama 15 menit.
pH medium yang telah steril diperiksa kembali, apabila pH medium berubah
dilakukan penambahan NaOH atau HCl sampai pH medium pH optimum.
(2). Percobaan sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen
a. Proses produksi pigmen
34
Proses produksi pigmen dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml yang telah
berisi 250 ml medium cair yang telah disiapkan pada persiapan (a). Bakteri yang
telah disegarkan dalam medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke
dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator goyang dengan
kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah
suhu optimum pada penelitian tahap pertama. Selama inkubasi dilakukan
pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24,
30, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam.
b. Isolasi pigmen
Sama dengan isolasi pigmen pada penelitian tahap pertama.
c. Pengukuran konsentrasi pigmen
Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu
optimum.
Tabel 7 Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber nitrogen
Sumber Nitrogen Komposisi Medium Satuan Pepton Pepton 5
Sumber Karbon optimum 5 Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum
g/l g/l ml/l g/l
Ekstrak Khamir Ekstrak Khamir 5 Sumber Karbon optimum 5 Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum
g/l g/l ml/l g/l
NaNO NaNO3 3Sumber Karbon optimum 5
5
Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum
g/l g/l ml/l g/l
(NH4)2SO (NH4 4)2SO4Sumber Karbon optimum 5
5
Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum
g/l g/l ml/l g/l
3.2.4 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada setiap pengambilan contoh adalah :
1. Konsentrasi sel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
540 nm dan berat kering sel.
2. Konsentrasi pigmen diukur dengan spektrofotometer.
3. Perubahan pH diukur dengan kertas pH.
35
4. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ), laju spesifik pembentukan pigmen (qp
).
3.2.5 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(Koopmans, 1987).
3.2.6 Analisis data
Pengaruh suhu, pH, cahaya dan salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen
terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dianalisis dengan Analisis
Ragam. Jika terdapat perbedaan akibat perlakuan suhu (25oC, 30oC dan 35oC),
pH (5, 7 dan 9), cahaya (2350 Wm-2, 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2) dan salinitas
(0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil), sumber karbon (media
kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa) dan sumber nitrogen (pepton,
ekstrak khamir, (NH4)2SO4 dan NaNO3
) terhadap pertumbuhan sel dan
pembentukan pigmen, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan metode
BNT (Koopmans, 1987).
3.2.7 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia
dan Biokimia Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB.
Kegiatan penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 1998 sampai
dengan bulan Oktober 1999.
36
4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN
PIGMEN
4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen
Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang diuji diduga kuat adalah
Mesophilobacter sp. (Lampiran 1). Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri dan
pigmen dengan menggunakan media marine broth (ekstrak khamir, pepton, NaCl
dan trace element) pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC dengan pH 7 dapat dilihat
pada Lampiran 2. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pigmen pada suhu 25oC,
30oC dan 35oC disajikan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa
pertumbuhan sel bakteri pada percobaan ini mengalami beberapa fase seperti yang
dinyatakan oleh Middlebeek et al. (1992a
), yaitu fase adaptasi, fase logaritmik,
fase stasioner dan akhirnya mengalami fase kematian.
Keterangan : s: sel bakteri
p: pigmen
Gambar 3 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25oC, 30oC, dan 35o
C dengan pH 7.
00,20,40,60,8
11,21,41,61,8
22,2
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168
Kon
sent
rasi
Sel
(OD
540
nm
) dan
Kon
sent
rasi
Pig
men
(OD
463
nm
)
Waktu Kultivasi (jam)
25oC, pH 7s 30oC, pH 7s 35oC, pH 7s
25oC, pH 7p 30oC, pH 7p 35oC, pH 7p
37
Bakteri yang diikultivasi pada suhu 30oC dan 35oC segera menunjukkan
peningkatan sel (pertumbuhan) pada masa inkubasi 3 jam, sedangkan bakteri yang
dikultivasi pada suhu 25oC mengalami peningkatan sel setelah 9 jam inkubasi. Hal
ini menunjukkan bahwa medium pertumbuhan pada pH 7 dengan suhu 30oC dan
35oC merupakan lingkungan yang sesuai bagi Mesophilobacter sp. untuk
bertumbuh dan memperbanyak sel.
Masa adaptasi yang panjang dapat merugikan suatu proses produksi,
terutama produk yang merupakan hasil metabolit sekunder seperti pigmen.
Pigmen merupakan hasil metabolit sekunder yang pada umumnya dihasilkan atau
dibentuk setelah fase logaritmik berakhir (Sa’id, 1987). Namun ada juga beberapa
dari metabolit sekunder yang dibentuk bersamaan dengan fase logaritmik. Variasi
terbentuknya metabolit sekunder ini menurut Bu’Lock et al., 1975 in Vining,
1986 dipengaruhi juga oleh nutrien yang digunakan dalam medium pertumbuhan,
terutama dalam kultur tertutup. Pigmen yang dihasilkan pada percobaan ini adalah
pigmen warna orange yang mempunyai absorban maksimum pada λ 463 nm.
Secara deskriptif, berdasarkan hasil pengamatan kecepatan bakteri
memasuki setiap fase pertumbuhan terlihat bahwa 30oC merupakan suhu inkubasi
yang paling baik dibanding dengan suhu 25oC dan 35oC. Pada suhu 30oC dan
35oC, sel bakteri segera tumbuh dan memperbanyak sel hingga memasuki fase
stasioner masing-masing setelah 24 jam dan 48 jam. Pada suhu 25oC bakteri
memerlukan masa adaptasi yang panjang sebelum tumbuh, yaitu 9 jam. Setelah itu
baru memasuki fase logaritmik hingga 30 jam inkubasi. Fase stasioner dimasuki
setelah 48 jam inkubasi.
Laju pertumbuhan sel spesifik (µ) yang diperoleh selama bakteri berada
pada fase logaritmik, pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC secara berturut-turut adalah
0,19; 0,24 dan 0,06 jam-1. Nilai µ merupakan slope dari persamaan garis regresi
linier dari data konsentrasi sel (ln OD 540 nm) pada fase pertumbuhan
eksponensial (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai µ sel dapat disimpulkan
bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30oC mempunyai laju pertumbuhan sel
spesifik (µ) yang lebih tinggi dibanding dengan suhu 25oC dan 35o
Laju pembentukan pigmen spesifik (qp) pada suhu 25
C. oC, 30oC dan 35oC
secara berturut-turut adalah 0,01; 0,02 dan 0,003 jam-1. Nilai qp adalah merupakan
38 perbandingan antara konsentrasi pigmen dengan konsentrasi sel dan dikali dengan
laju spesifik pertumbuhan sel (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai qp
dapat disimpulkan juga bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30oC
mempunyai laju pertumbuhan pigmen spesifik (qp) yang lebih tinggi dibanding
dengan suhu 25oC dan 35oC. Contoh perhitungan µ dan qp disajikan pada
Lampiran 3.
Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini
disajikan secara ringkas pada Tabel 8. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata
konsentrasi sel tertinggi adalah hasil inkubasi pada suhu 25oC sebesar
3,51 + 0,55 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen yang diperoleh dari hasil
pengukuran OD 463 nm adalah sama untuk suhu 25oC dan 30oC yaitu 0,12. Akan
tetapi nilai µ dan qp terbesar adalah pada suhu 30oC, yaitu sebesar 0,24 dan
0,02 jam-1
T (
.
Tabel 8 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp.
dalam media marine broth pada pH 7, suhu kultivasi berbeda
oµ
(jamC) -1qp
(jam) -1X
(OD 540 nm ) ) BK (g/l)
P intraseluler (OD 463 nm)
25 30 35
0,19 0,24 0,06
0,01 0,02 0,003
1,61 + 0,32 a 1,37 + 0,11 a 1,55 + 0,20
3,51 + 0,55 2,83 + 0,16 3,17 + 0,34 a
0,12 + 0,02 a 0,12 + 0,003 a 0,08 + 0,002 b
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. T, suhu inkubasi; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner.
Hasil di atas menunjukkan bahwa suhu medium pertumbuhan merupakan
faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Dari hasil analisis dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dapat disimpulkan bakteri
Mesophilobacter sp. dapat tumbuh dengan baik dan tidak berbeda nyata pada
ketiga suhu yang dicobakan pada selang kepercayaan 95%. Analisis konsentrasi
pigmen yang dihasilkan pada ketiga suhu percobaan dengan RAL, terbukti bahwa
pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30oC adalah sama dan tidak berbeda
39 nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25oC. Hasil perhitungan
statistika disajikan pada Lampiran 4.
Fang dan Cheng (1993) dalam penelitiannya mendapati bahwa suhu yang
optimum dalam pertumbuhan massa sel Phaffia rhodozyma adalah 15°C – 20°C,
tetapi suhu optimum dalam pembentukan pigmen astaxanthin adalah 15oC.
Sementara itu Lin (1973) in Lin dan Demain (1991), serta Lin dan Demain (1991)
mendapati bahwa pertumbuhan yang optimum untuk Monascus sp. adalah suhu
37°C, dilain pihak Yoshimura et al. (1975) menyatakan bahwa Monascus sp. dari
strain yang lain lebih menyukai suhu yang lebih rendah, yaitu 25°C. Johnson dan
Lewis (1979), melaporkan bahwa suhu optimum bagi pertumbuhan dan
pembentukan pigmen dari P. rhodozyma adalah antara 20oC sampai 22oC.
Pada ketiga suhu inkubasi terlihat bahwa pigmen terbentuk bersamaan
dengan pertumbuhan sel, walaupun dengan konsentrasi yang rendah yaitu 0,016
pada OD 463 nm. Kondisi ini memperjelas bahwa pigmen yang dihasilkan oleh
Mesophilobacter sp. pada medium pertumbuhan ini merupakan produk dari
metabolit sekunder yang pembentukannya berasosiasi dengan pertumbuhannya
(growth associated).
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan RAL
ternyata pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30oC adalah sama dan tidak
berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25oC, akan tetapi nilai
laju pertumbuhan spesifik terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan
pigmen pada suhu 30o C lebih tinggi dibanding suhu 25oC. Suhu 30oC kemudian
dijadikan sebagai suhu yang optimum dan digunakan sebagai suhu kultivasi dalam
percobaan berikutnya.
4.2 Pengaruh pH terhadap pembentukan pigmen
pH medium diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan produk seperti pigmen. Semua bakteri laut mempunyai kisaran pH
tertentu untuk tumbuh dengan baik. Kebanyakan lingkungan perairan memiliki
pH pada kisaran antara 5 dan 9 dan umumnya pH optimum mikroorganisme
berada pada kisaran ini (Middelbeek dan de Haas, 1992).
40
Konsentrasi sel dan pigmen yang diperoleh dari medium pertumbuhan yang
terdiri dari ekstrak khamir, pepton, NaCl dan trace element; pH percobaan 5, 7
dan 9; dan diinkubasi pada suhu 30o
Gambar 4 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan pH 5, 7 dan 9 suhu 30
C dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 4
memperlihatkan bahwa pada medium pertumbuhan dengan pH 5 memerlukan
masa adaptasi yang panjang yaitu 48 jam. Penyebab utama hal ini terutama adalah
karena bakteri Mesophilobacter sp. diisolasi dari terumbu karang laut yang
mempunyai kisaran pH 7,5 – 8,5 (Austin, 1988). Meskipun memerlukan adaptasi
yang lebih lama, namun bakteri menunjukkan peningkatan jumlah konsentrasi sel
yang lebih tinggi yaitu dari konsentrasi 0,05 pada jam pengamatan 48 menjadi 3,0
pada jam pengamatan 96. Pengamatan pertumbuhan sel bakteri pada pH 7 dan 9
menunjukkan bahwa jumlah konsentrasi sel pada pH 7 dan 9 tersebut berturut-
turut mencapai maksimum pada 1,5 dan 1,74. Bakteri yang diinokulasi pada
medium pertumbuhan dengan pH 7 dan 9 tidak mengalami fase adaptasi tetapi
segera memasuki fase logaritmik. Terlihat bakteri segera menunjukkan
peningkatan konsentrasi yang cepat hingga 24 jam masa inkubasi. Setelah itu pada
kedua kondisi pH, bakteri memasuki fase stasioner hingga akhir pengamatan.
oC.
00,20,40,60,8
11,21,41,61,8
22,22,42,62,8
33,2
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168
Kon
sent
rasi
sel
(OD
540
nm
) dan
Kon
sent
rasi
Pig
men
(OD
463
nm
)
Waktu Kultivasi (jam)
30oC, pH 5s 30oC, pH 7s 30oC, pH 9s
30oC, pH 7p 30oC, pH 9p
41
Selama pengamatan terlihat bahwa Mesophbilobacter sp. yang diinokulasi
pada pH 5 tidak menghasilkan pigmen. Tetapi terjadi perubahan pada medium
pertumbuhan menjadi sangat kental dan membentuk gel-gel. Perubahan
kekentalan ini akibat usaha dari Mesophbilobacter sp. untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang ekstrim baginya agar dapat tetap hidup dan tumbuh dengan cara
mengeluarkan lapisan lendir (Volk dan Wheeler, 1984). Dari perubahan medium
serta beberapa percobaan di laboratorium, dapat disimpulkan bahwa
Mesophbilobacter sp. yang dikultivasi pada pH 5 menghasilkan polisakarida
dalam jumlah yang cukup tinggi. Kesimpulan tersebut ditunjang oleh Sutherland
(1990) juga mengatakan bahwa pada medium cair, kultur yang menghasilkan
polisakarida akan menjadi sangat kental, bahkan kadang-kadang memadat seperti
gel.
Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) bakteri yang diinokulasi pada pH 9
mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya; nilainya
mencapai 0,42 jam-1. Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) tertinggi juga
didapatkan dari medium dengan pH 9, dengan nilai sebesar 0,17 jam-1
Hasil di atas menunjukkan bahwa pH medium pertumbuhan merupakan
faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Analisis konsentrasi pigmen
pada fase stasioner dengan RAL memperlihatkan bahwa pigmen yang dihasilkan
pada pH 9 lebih tinggi dibanding dengan pH 7 dan berbeda nyata pada selang
kepercayaan 95%. Juga dapat disimpulkan konsentrasi sel pada pH 5 lebih tinggi
dibanding dengan pH 7 dan 9 serta berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.
Hasil perhitungan statistika disajikan pada Lampiran 4. Jadi walaupun konsentrasi
sel tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 5, tetapi konsentrasi pigmen
tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 9. Belum diperoleh bandingan
. Dapat
dilihat bahwa qp yang terbesar adalah dari pH 9. Contoh perhitungan µ dan qp
disajikan pada Lampiran 3.
Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini
disajikan secara ringkas pada Tabel 9. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata
konsentrasi sel tertinggi adalah pada pH 5 sebesar 4,84 + 0,96 (g/l). Rata-rata
konsentrasi pigmen tertinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran OD 463 nm
adalah pH 9 yaitu 0,14 + 0,006.
42 literatur bakteri laut lainnya untuk penelitian pigmen dan pertumbuhannya. Tetapi
Johnson dan Lewis (1979) menemukan pH optimum bagi mikroorganisme lainnya
yaitu kapang Phaffia rhodozyma adalah berbeda, dimana mikroorganisme tersebut
memproduksi sel maksimum dan kecepatan pertumbuhannya tertinggi terdapat
pada pH 4,5.
Tabel 9 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp.
dalam media marine broth pada pH percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30o
pH
C µ
(jam-1qp
(jam) -1X
(OD 540 nm) ) BK (g/l)
P intraseluler (OD 463 nm)
5 7 9
0,15 0,24 0,42
- 0,02 0,04
2,38 + 0,56 a 1,13 + 0,06 b 1,48 + 0,12
4,84 + 0,96 2,68 + 0,11 3,24 + 0,31 b
- 0,10 + 0,004 a 0,14 + 0,006 b
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel, qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner; - , tidak menghasilkan pigmen.
Dari Gambar 4 pada percobaan pH dapat dilihat bahwa pigmen terbentuk
bersamaan dengan pertumbuhan sel, sama dengan yang terjadi pada percobaan
suhu. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan baik secara deskriptif
maupun dengan menggunakan RAL dan nilai laju spesifik terhadap pertumbuhan
sel bakteri dan pembentukan pigmen diperoleh pH optimum bagi pembentukan
pigmen adalah pada pH 9. Kemudian suhu 30oC dan pH 9 dijadikan sebagai suhu
dan pH yang optimum dan digunakan dalam percobaan berikutnya.
4.3 Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan
pigmen
Hasil kultivasi bakteri Mesophilobacter sp. dalam media kompleks dengan
pH 9 dan suhu kultivasi 30o
Gambar 5 memperlihatkan secara deskriptif pertumbuhan Mesophilobacter
sp. yang dikultivasi dengan pemberian cahaya 4700 Wm
C yang disertai dengan perlakuan cahaya disajikan
pada Lampiran 1. Pertumbuhan bakteri ini dapat lebih jelas dilihat pada
Gambar 5.
-2 relatif sama dengan
yang dikultivasi tanpa pemberian cahaya 4700 Wm-2 (erlenmeyer tempat
43 pertumbuhan ditutup dengan aluminium foil). Waktu yang diperlukan untuk
memasuki setiap fase pertumbuhan juga relatif sama. Gambar 5 memperlihatkan
bahwa Mesophilobacter sp. tidak mengalami fase adaptasi, tetapi segera masuk
fase logaritmik setelah diinokulasikan ke dalam medium pertumbuhan hingga
15 jam masa inkubasi. Dari 15 jam hingga 24 jam inkubasi, Mesophilobacter sp.
berada pada fase pertumbuhan lambat. Kemudian bakteri memasuki fase
pertumbuhan stasioner hingga waktu pengamatan berakhir.
Keterangan : S: konsenrasi sel P: konsentrasi pigmen A: perlakuan cahaya 4700 Wm-2 B: perlakuan cahaya 12500 Wm-2 Gambar 5 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh
Mesophilobacter sp. pada suhu 30o
Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dengan penambahan cahaya dengan
intensitas 12500 Wm
C, pH 9 yang disertai dengan perlakuan cahaya.
-2 maupun yang ditutup dengan aluminium foil, mempunyai
pola pertumbuhan yang relatif sama. Pada perlakuan ini, Mesophilobacter sp. juga
segera berada pada fase logaritmik hingga 18 jam masa inkubasi. Dari 18 jam
hingga 30 jam inkubasi bakteri ada dalam fase pertumbuhan lambat. Setelah itu
masuk pada fase pertumbuhan stasioner hingga pengamatan berakhir.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168
Kon
sent
rasi
Sel
dan
K
onse
ntra
si P
igm
en
Waktu Kultivasi (jam)
OD 540 nm,SA OD 463 nm,PA OD 258 nm,PA OD 232 nm,PAOD 540 nm,SB OD 463 nm,PB OD 258 nm,PB OD 232 nm,PB
44
Secara deskriptif, pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang dikultivasi disertai
dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 terlihat bahwa
konsentrasi sel dari Mesophilobacter sp. yang disertai dengan penambahan cahaya
4700 Wm-2 lebih tinggi dibanding dengan hasil yang disertai dengan penambahan
cahaya 12500 Wm-2.
Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) yang dihitung selama bakteri berada pada
fase logaritmik dapat dilihat bahwa µ Mesophilobacter sp. yang disertai
penambahan cahaya 4700Wm-2 dan 12500 Wm-2 berturut-turut adalah 0,44 dan
0,46 jam-1, sedangkan nilai µ Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC tanpa
penambahan cahaya adalah 0,42 jam-1. Dapat dilihat bahwa nilai µ
Mesophilobacter sp. antara ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda jauh,
walaupun perlakuan penambahan cahaya 12500 Wm-2 sedikit lebih tinggi
dibanding dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan tanpa disertai penambahan
cahaya (suhu 30oC).
Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) dengan penambahan cahaya 4700
Wm-2 dan 12500 Wm-2 berturut-turut adalah 0,01 dan 0,009 jam-1, sedangkan nilai
qp pada suhu 30oC tanpa penambahan cahaya adalah 0,04 (Tabel 10). Terlihat
bahwa pada pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang diberi penambahan cahaya
12500 Wm-2 mempunyai nilai µ yang lebih tinggi. Diduga peristiwa ini ada
hubungannya dengan terjadinya sedikit peningkatan suhu dengan adanya
penambahan cahaya, sehingga menyebabkan gerakan molekul yang relatif cepat
dan energi yang dihasilkan dari tabrakan antar molekul menjadikan reaksi berjalan
lebih cepat (Atlas, 1989). Akan tetapi nilai qp tertinggi adalah pada suhu 30o
Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai hasil percobaan selama fase
stasioner disajikan secara ringkas pada Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat dilihat
bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen tertinggi adalah 3,24 + 0,31 (g/l) dan
0,14 + 0,006 yang merupakan hasil kultivasi pada suhu 30
C
tanpa penambahan cahaya. Contoh perhitungan µ dan qp disajikan pada
Lampiran 3.
oC. Jadi dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi sel dan pigmen yang dihasilkan oleh
Mesophilobacter sp. tidak dipengaruhi oleh cahaya, karena tanpa penambahan
45 cahaya hasil pigmen yang terbentuk lebih tinggi dibanding dengan penambahan
cahaya.
Tabel 10 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9, suhu kultivasi 30o
Cahaya
C serta perlakuan cahaya
µ
(jam-1qp
(jam) -1X
(OD 540 nm) ) BK (g/l)
P intraseluler (OD 463 nm)
30oC 4700 Wm-2
4700 Wm-2* 12500 Wm-2
12500 Wm
0,42 0,44 0,44 0,46 0,46 -2*
0,04 0,02 0,01 0,02 0,009
1,49 + 0,12a 1,38 + 0,06cd 1,33 + 0,17d 1,20 + 0,05b 1,03 + 0,12
3,24 + 0,31 3,11 + 0,10 3,04 + 0,28 2,81 + 0,08 2,52 + 0,20 c
0,14 + 0,006a 0,06 + 0,009c 0,03 + 0,003e 0,04 + 0,008b 0,02 + 0,003d
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil pengukuran konsentrasi pigmen selama kultivasi disajikan pada
Lampiran 5. Warna akhir pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah
orange yang mempunyai absorban maksimum pada tiga panjang gelombang yaitu
λ 232 nm, 258 nm dan 463 nm. Pembentukan pigmen dengan pemberian cahaya
4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 pada ketiga panjang gelombang ini lebih jelas
disajikan pada Gambar 5.
Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan
pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata
(p<0,05) (perhitungan disajikan pada Lampiran 10). Pengujian dilanjutkan dengan
uji BNT, dengan hasil bahwa suhu 30oC tanpa penambahan cahaya memberikan
hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan Mesophilobacter sp.
dan juga dalam pembentukan pigmennya dibanding dengan perlakuan
penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2. Secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa hasil pertumbuhan sel pada suhu 30oC , pH 9 dan tanpa
disertai dengan penambahan cahaya lebih baik dibanding dengan perlakuan yang
lain.
46 4.4 Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan
pigmen
Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri Mesophilobacter sp. dalam media
kompleks yang disertai dengan perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil; pH
medium 9 dan suhu inkubasi 30oC disajikan pada Lampiran 2. Pertumbuhan
Mesophilobacter sp. serta pembentukan pigmen dapat lebih jelas dilihat dalam
kurva pertumbuhan pada Gambar 6.
Secara deskriptif, dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa Mesophilobacter sp.
yang diinokulasi dalam medium pertumbuhan dengan salinitas yang berbeda
memasuki setiap fase pertumbuhan pada waktu yang berbeda. Masa adaptasi yang
diperlukan Mesophilobacter sp. adalah 3 jam inkubasi (pada medium 0, 10, dan
20 permil), sedangkan pada medium 30 dan 40 permil memerlukan adaptasi
hingga 6 jam dan 9 jam. Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik setelah
inkubasi 3 jam hingga 18 jam (0 dan 10 permil) dan 24 jam (20 permil), 6 jam
hingga 24 jam (30 permil) dan 9 jam hingga 24 jam (40 permil). Dari 18 jam
hingga 48 jam inkubasi Mesophilobacter sp. berada pada fase pertumbuhan
lambat (0 dan 10 permil) dan dari 24 jam hingga 48 jam inkubasi (20 permil),
sedangkan pada medium 30 permil dan 40 permil Mesophilobacter sp. tidak
mengalami fase pertumbuhan lambat. Fase stasioner dimulai dari 48 jam inkubasi
hingga akhir pengamatan baik pada 0, 10 dan 20 permil; pada 30 permil dari
24 jam hingga 120 jam inkubasi kemudian perlahan-lahan konsentrasi sel
menunjukkan penurunan sedangkan pada 40 permil dari 24 jam hingga 96 jam
inkubasi dan setelah itu konsentrasi sel berkurang hingga akhir pengamatan.
Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) yang diolah selama bakteri
Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik, pada salinitas 0, 10, 20, 30 dan
40 permil secara berturut-turut adalah 0,38; 0,38; 0,38; 0,36 dan 0,27 jam-1.
Berdasarkan nilai µ, dapat disimpulkan bahwa Mesophilobacter sp. yang
diinokulasikan pada medium pertumbuhan dengan salinitas 0, 10 , dan 20 permil
mempunyai laju spesifik pertumbuhan yang lebih besar dibanding dengan 30 dan
40 permil. Mesophilobacter sp. merupakan bakteri yang diisolasi dari laut. Austin
(1988) menyatakan bahwa kisaran salinitas air laut pada umumnya antara 10
sampai 30 permil. Berdasarkan nilai µ dan kemampuan Mesophilobacter sp. untuk
47 tumbuh dan berkembang pada salinitas uji dengan kisaran 0 sampai 40 permil,
dapat disimpulkan bahwa bakteri ini mempunyai toleransi hidup yang tinggi
terhadap kisaran salinitas yang panjang. Contoh perhitungan laju pertumbuhan
spesifik disajikan pada Lampiran 3.
Keterangan : A: Kurva Pertumbuhan Bakteri B: Kurva Pembentukan Pigmen
Gambar 6 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada auhu 30 oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan salinitas.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168
Kon
sent
rasi
Sel
(O
D 5
40 n
m)
Waktu Kultivasi (jam)
A 0 permil 10 permil 20 permil30 permil 40 permil
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168
Kon
sent
rasi
Pig
men
(OD
368
nm
)
Waktu Kultivasi (jam)
B0 permil 10 permil20 permil 30 permil40 permil
48
Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) dari Mesophilobacter sp. yang
dikultivasi pada salinitas 0, 10, 20, 30, dan 40 permil secara berturut-turut 1,47;
1,68; 1,38; 1,18; dan 0,44 jam-1. Contoh perhitungan laju pembentukan pigmen
spesifik disajikan pada Lampiran 3. Dari hasil perhitungan tampak bahwa nilai qp
tertinggi adalah hasil dari salinitas 10 permil. Rata-rata konsentrasi sel dan
pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada
Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi
diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil 0,97 + 0,26 pada
OD 540 nm dengan rata-rata berat kering 2,29 + 0,59 (g/l). Rata-rata konsentrasi
pigmen tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil
yaitu 3,54 + 0,11 pada OD 368 nm. Jadi walaupun rata-rata konsentrasi sel
tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil, akan
tetapi rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium dengan
salinitas 10 permil. Demikian juga dengan nilai µ tertinggi diperoleh dari medium
dengan salinitas 10, 20, dan 30 permil sedangkan qp tertinggi diperoleh dari
medium dengan salinitas 10 permil.
Tabel 11 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp.
dalam media marine broth dengan pH 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30oC
Salinitas (permil)
µ (jam-1)
qp (jam-1)
X (OD 540 nm)
BK (g/l)
P extraseluler (OD 368 nm)
0 10 20 30 40
0,38 0,38 0,38 0,36 0,27
1,47 1,68 1,38 1,18 0,44
0,64 + 0,24 a 0,80 + 0,33 a 0,96 + 0,37 a 0,97 + 0,26 a 0,66 + 0,25 a
1,83 + 0,42 2,12 + 0,58 1,67 + 0,34 2,29 + 0,59 1,63 + 0,43
2,47 + 0,13 a 3,54 + 0,11 a
3,48 + 0,37 a b 3,17 + 0,68 b 1,07 + 0,10 c
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak
berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil analisis konsentrasi sel dari RAL yang dihitung pada fase stasioner,
terlihat bahwa perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil mempunyai
pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap pertumbuhan
Mesophilobacter sp. pada fase stasioner (p>0,05).
49
Hasil pengujian analisis ragam dari konsentrasi pigmen yang dihitung pada
fase stasioner yang dilanjutkan dengan pengujian BNT terlihat bahwa pigmen
yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dalam medium dengan
salinitas 10 permil mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) dengan
salinitas 20 dan 0 permil dalam pembentukan pigmen (p>0,05). Akan tetapi
karena pigmen yang diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil
memberikan rata-rata konsentrasi yang tertinggi dibanding dengan yang lain,
maka disimpulkan bahwa salinitas 10 permil adalah yang terbaik. 4.5 Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan
pembentukan pigmen
Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah media
kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa. Salinitas yang digunakan adalah
10 permil, pH media 9 dan suhu inkubasi 30oC. Konsentrasi sel bakteri dapat
dilihat pada Lampiran 5. Kurva pertumbuhan sel bakteri dalam kelima media
disajikan pada Gambar 7. Karbon merupakan salah satu nutrien yang diperlukan
bakteri dalam jumlah yang cukup besar selain nitrogen dan lain-lain (Middelbeek
et al., 1992b). Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui sumber karbon yang
mana dari sumber karbon yang dicobakan yang memberikan hasil yang optimum
dalam pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dari bakteri laut
Mesophilobacter sp.
Pada Gambar 7, secara deskriptif terlihat bahwa media kompleks terlihat
lebih tinggi konsentrasi selnya dibanding sumber karbon yang lain, sedangkan
antara glukosa, dan asetat mula-mula memberikan hasil yang relatif sama dalam
pertumbuhan sel, namun setelah 72 jam inkubasi terlihat terjadi peningkatan sel
bakteri yang dikultivasi dalam media dengan sumber karbon glukosa. Ketiga
sumber karbon tersebut, yaitu glukosa, media kompleks dan asetat memberikan
hasil yang relatif lebih baik dalam pertumbuhan sel dibanding sitrat dan maltosa.
Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang
menggunakan sumber karbon media kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa
secara berturut-turut adalah 0,35; 0,25; 0,36; 0,13; dan 0,22 jam-1. Dari hasil ini
terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada
50 media dengan sumber karbon asetat dan media kompleks, kemudian berturut-turut
diikuti oleh sumber karbon glukosa, maltosa dan sitrat. Contoh perhitungan laju
pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
Gambar 7 Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 °C, pH
9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon.
Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pigmen dengan warna
hijau yang berbeda pada setiap media dengan absorban maksimum pada lima
panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada
media kompleks warna pigmen adalah hijau kebiruan, pada glukosa berwarna
hijau tua, pada asetat berwarna biru toska, pada asam sitrat warna hijau melon
sedangkan pada maltosa berwarna hijau daun tua. Setelah kultivasi bakteri hingga
hari ke sembilan, pigmen yang dihasilkan berubah menjadi merah. Hasil
pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 5.
Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen selama fase stasioner hasil percobaan
ini disajikan secara ringkas pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-
rata konsentrasi sel tertinggi adalah dari medium dengan sumber karbon glukosa,
yaitu 1,21 + 0,08 yang diukur pada OD 540 nm dengan rata-rata berat kering
sebesar 2,55 + 0,13 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah berbeda
pada setiap panjang gelombang. Pada panjang gelombang 232 nm, 258 nm,
51 312 nm, 368 nm dan 656 nm rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi secara
berturut-turut diperoleh dari medium kompleks (18,40 + 1,59), maltosa (15,86 +
0,52), glukosa (11,59 + 0,28), glukosa (7,22 + 0,44) dan glukosa (1,50 + 0,05).
Tabel 12 Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada
pH 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok
Variabel yang diukur
Sumber Karbon Media
Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa
µ (jam-1) 0,35 0,25 0,36 0,13 0,22 X (OD 540 nm) 1,05 + 0,19 ab 1,21+ 0,08 a 0,91 + 0,23 b 0,60 + 0,09 c 0,65 + 0,08 c
BK (g/l) 2,37 + 0,34 2,55 + 0,13 2,07 + 0,52 1,30 + 0,14 1,40 + 0,17 Yx/s (g/g) 0,34 + 0,05 0,51 + 0,03 0,41 + 0,10 0,26 + 0,03 0,28 + 0,03 qp (jam-1) ;
P (OD 232 nm) 6,13;
18,40 + 1,59 a 2,45;
11,86 + 1,95 bc 4,02;
10,17 + 0,55 c 1,18;
5,46 + 0,06 d 4,11;
12,13 + 1,33 b qp (jam-1) ;
P (OD 258 nm) 4,84;
14,53 + 0,41 b 2,65;
12,83 + 0,31 c 4,13;
10,44 + 0,65 d 1,27;
5,88 + 0,06 e 5,37;
15,86 + 0,51 a qp (jam-1) ;
P (OD 312 nm) 2,09;
6,28 + 0,06 b 2,40;
11,59 + 0,28 a 2,50;
6,33 + 0,57 b 0,43;
1,99 + 0,13 c 2,34;
6,90 + 0,45 b qp (jam-1) ;
P (OD 368 nm) 0,92;
2,76 + 0,29 b 1,49;
7,22 + 0,44 a 0,80;
2,03 + 0,15 c 0,19;
0,86 + 0,02 d 0,96;
2,83 + 0,19 b qp (jam-1) ;
P (OD 656 nm) 0,37;
1,11 + 0,02 b 0,31;
1,50 + 0,05 a 0,38;
0,97 + 0,05 c 0,05;
0,24 + 0,01 e 0,26;
0,78 + 0,08 d
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c, d, e) yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian
BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa sumber karbon yang digunakan dalam media
kompleks dan glukosa lebih baik pertumbuhan selnya dibanding sumber karbon
yang lain. Namun berdasarkan pertimbangan ekonomis (harga yang relatif lebih
murah) dan juga karena rata-rata konsentrasi sel pada glukosa lebih tinggi
daripada media kompleks maka dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
glukosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan sel. Hasil
perhitungan analisis statistika terdapat pada Lampiran 4.
Hasil analisis statistika pigmen dengan RAL yang dilanjutkan dengan
pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa konsentrasi pigmen tertinggi pada
panjang gelombang 232 nm dan 258 nm diperoleh dari medium dengan sumber
karbon media kompleks dan maltosa. Pada panjang gelombang 312 nm, 368 nm
52 dan 656 nm diperoleh dari medium dengan sumber karbon glukosa. Perhitungan
analisis statistika terdapat pada Lampiran 4.
Fang dan Cheng (1993), dalam penelitiannya yang mempelajari pengaruh
berbagai sumber karbon terhadap pertumbuhan P. rhodozyma NCHU-FS301
menyatakan bahwa fruktosa lebih menunjang pertumbuhan sel dibanding sumber
karbon lain yang diuji, seperti glukosa, sukrosa, maltosa, fruktosa, laktosa,
molases, L-Arabinose, D-Raflinose, D-Cellobiose, D-Sorbitol dan xylose. Selain
fruktosa, dikatakan pula bahwa glukosa dan sukrosa juga menunjang dalam
pembentukan konsentrasi sel yang tinggi.
Pemanfaatan sumber-sumber karbon untuk pertumbuhan sel adalah spesifik
untuk setiap strain mikroorganisme. Hal ini terlihat dalam hasil yang diperoleh
Lin dan Demain (1991), yang mendapatkan bahwa glukosa dan oligo- serta
polisakaridanya adalah lebih baik untuk pertumbuhan sel Monascus sp. dibanding
sumber karbon yang lain, sedangkan hasil yang diperoleh dan Lin (1973) in Lin
dan Demain (1991) adalah galaktose dan ethanol. Akan tetapi Yoshimura et al.
(1975), menyatakan bahwa ethanol menunjang Monascus dalam pembentukan
pigmen dengan kecepatan produksi yang lebih besar daripada gula.
Fang dan Cheng (1993), mendapatkan bahwa pembentukan pigmen
astaxanthin tertinggi oleh P. rhodozyma NCHU-FS301 diperoleh dari medium
pertumbuhan dengan sumber karbon glukosa dan sukrosa, walaupun pertumbuhan
sel tertinggi diperoleh dari medium dengan sumber karbon fruktosa. Lin dan
Demain (1991) juga memperoleh hasil bahwa konsentrasi pigmen yang tinggi dari
Monascus sp. diperoleh dari sumber karbon glukosa dengan oligo- dan
polisakaridanya. Sementara Chen dan Johns (1994) yang mempelajari pengaruh
sumber karbon maltose dan glukosa dalam nitrogen ammonium dalam
pembentukan pigmen dari Monascus purpureus mendapati bahwa medium
pertumbuhan dari maltose menjadi merah dalam waktu 1.5 hari dengan hasil tiga
pigmen utama, yaitu monascorubramine, monascin dan monascorubrin;
sedangkan warna medium pertumbuhan dari glukose kurang merah dengan hasil
pigmen alkaflavin dan rubropunctatin yang tinggi. Didapatkan pula bahwa
produksi monascorubramine dari maltose tiga kali lebih tinggi dibanding dari
glukose.
53
Gambar 8 Kurva pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 oC, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan
berbagai sumber karbon dengan panjang gelombang yang berbeda.
54 4.6 Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan
pembentukan pigmen
Sumber nitrogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepton, ekstrak
khamir, natrium nitrat dan ammonium sulfat. Sumber karbon yang digunakan
adalah glukosa. Salinitas yang digunakan adalah 10 permil, pH media 9 dan suhu
inkubasi 30 oC. Konsentrasi sel bakteri dan pigmen percobaan ini disajikan pada
Lampiran 6. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen dalam
kelima media disajikan pada Gambar 9.
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada natrium nitrat dan ammonium
sulfat, tidak terjadi pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen. Sumber nitrogen
yang sangat menunjang pertumbuhan bakteri dalam percobaan ini adalah ekstrak
khamir, karena ekstrak khamir merupakan nutrien kompleks yang mengandung
zat-zat yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhan. Tiga faktor pertumbuhan
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme adalah asam amino, purin dan pirimidin
serta vitamin (Middelbeek et al., 1992b), sedangkan ekstrak khamir merupakan
media yang terdiri atas campuran asam amino dan peptida, vitamin yang larut
dalam air, dan karbohidrat (Sikyta, 1983). Komposisi ekstrak khamir secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.
Fang dan Cheng (1993) juga mendapatkan bahwa ekstrak khamir
memberikan hasil yang tinggi dari massa sel P. rhodozyma NCHU-FS301,
sedangkan Lin dan Demain (1991) mendapati bahwa ammonium chlorida adalah
sumber nitrogen terbaik untuk pertumbuhan Monascus sp. dibanding ammonium
nitrat, glutamat dan potasium nitrat.
Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang
menggunakan sumber nitrogen pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat, dan
ammonium sulfat berturut-turut adalah 0.16, 0.24, 0.18 dan 0.07 jam-1 (Tabel 13).
Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat
adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil perhitungan laju
pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
55
Keterangan : A: Kurva pertumbuhan bakteri B: Kurva pembentukan pigmen Gambar 9 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh
Mesophilobacter sp. pada pada suhu 30 °C, PH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber nitrogen.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
2,2
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168
Kon
sent
rasi
sel
(OD
540
nm
)
Waktu Kultivasi (jam)
A Pepton Eks. khamirNaNO3 (NH4)2SO4
0
2
4
6
8
10
12
14
0 12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132 144 156 168
Kon
sent
rasi
Pig
men
Waktu Kultivasi (jam)
BP232nm E232nm P258 nmE258nm P312nm E312nmP368nm E368nm P656nm
56
Sumber nitrogen mempunyai pengaruh yang besar baik dalam kualitas
maupun kuantitas pigmen dari Monascus (Shepherd, 1977 in Jûzlová et al., 1994).
Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah
pepton dan ekstrak khamir. Pigmen yang dihasilkan pada akhir kultivasi ekstrak
khamir adalah pigmen dengan warna hijau tua, sedangkan pada pepton berwarna
hijau melon. Keduanya mempunyai absorban maksimum pada lima panjang
gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Setelah
pengamatan hingga dua minggu keduanya berubah warna menjadi merah. Hasil
pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 6.
Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) Mesophilobacter sp. dalam media
yang menggunakan sumber nitrogen pepton dan ekstrak khamir disajikan pada
Tabel 13. Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh
dengan cepat adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil
perhitungan laju pertumbuhan pigmen spesifik disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 13 Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi
Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok
Sumber Nitrogen Pepton Ekstrak
Khamir (NaNO)3 (NH4)2SO4
µ (jam-1) 0,16 0,24 - 0,18 0,07 X (OD 540 nm) 0,33 + 0,008 b 1,93 + 0,08 a 0,26 + 0,008 c 0,04 + 0,004 c
BK (g/l) 0,80 + 0,04 4,08 + 0,28 0,009 + 0,004 0,30 + 0,007 Y x/s (g/g) 0,16 + 0,01 0,82 + 0,06 0,05 + 0,002 0,06 + 0,001
qp (jam-1) ; P (OD 232 nm)
1,48 ; 3,06 + 0,04 b
1,55 ; 12,49 + 0,22 a
- -
qp (jam-1) ; P (OD 258 nm)
1,53 ; 3,16 + 0,02 b
1,60 ; 12,86 + 0,21 a
- -
qp (jam-1) ; P (OD 312 nm)
0,6 7 ; 1,38 + 0,09 b
1,38 ; 11,09 + 0,56 a
- -
qp (jam-1) ; P (OD 368 nm)
0,60 ; 1,24 + 0,12 b
1,48 ; 11,88 + 0,97 a
- -
qp (jam-1) ; P (OD 656 nm)
0,07 ; 0,14 + 0,005 b
0,16 ; 1,29 + 0,04 a
- -
Keterangan : Nilai dengan superskrip yang sama pada baris yang sama, berbeda nyata µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
57
Dari Tabel 13 juga dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen
tertinggi yang diukur selama bakteri berada pada fase stasioner diperoleh dari
medium dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Rata-rata konsentrasi sel
tertinggi adalah 1,93 + 0,08 (OD 540 nm), dengan rata-rata berat kering sebesar
4,08 + 0,28 (g/l); sedangkan rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah 12,49 +
0,22 (OD 232 nm); 12,86 + 0,21 (OD 258 nm); 11,09 + 0,56 (OD 312 nm); 11,88
+ 0,97 (OD 368 nm); dan 1,29 + 0,04 (OD 656 nm).
Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian
BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa ekstrak khamir adalah sumber nitrogen yang
terbaik baik dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen.
Perhitungan analisis statistika disajikan pada Lampiran 4.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak khamir merupakan penunjang baik
dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen dari
Mesophilobacter sp. Sedangkan pada P. rhodozyma pepton merupakan penunjang
utama dalam pembentukan pigmen selain nutrien broth, beef extract dan casein
hydrolysate (Fang dan Cheng (1993). Pada Monascus sp. berdasarkan hasil yang
diperoleh oleh Lin dan Demain (1991), sumber nitrogen utama yang
menghasilkan pigmen dengan konsentrasi yang tinggi adalah monosodium
glutamat.
58
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Mesophilobacter sp. mampu hidup dan tumbuh dengan baik pada suhu 25oC,
30oC dan 35oC, tetapi pembentukan pigmen terbaik adalah suhu 30oC. Pada suhu
30 o
Glukosa merupakan sumber karbon yang terbaik bagi pertumbuhan
Mesophilobacter sp. Pigmen yang dihasilkan adalah pigmen ekstraseluler dengan
warna hijau tua yang berubah menjadi merah setelah sembilan hari. Pada panjang
gelombang 232 nm sumber karbon yang memberikan rata-rata konsentrasi pigmen
tertinggi adalah media kompleks. Pada λ 258 nm, sumber karbon yang terbaik
dalam pembentukan pigmen adalah maltosa, sedangkan pada λ 312 nm, 368 nm
dan 658 nm adalah glukosa.
C, pH optimum dalam pembentukan pigmen adalah pH 9. Pigmen yang
diperoleh adalah pigmen intraseluler dengan warna oranye. Mesophilobacter sp.
juga mampu hidup dan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas dari 0 permil
sampai 40 permil, namun pembentukan pigmen terbaik terjadi pada salinitas
10 permil. Pigmen yang diperoleh adalah pigmen ekstraseluler dengan warna
merah.
Pada percobaan sumber nitrogen, ekstrak khamir merupakan penunjang utama
baik dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen. Warna akhir
pigmen yang dihasilkan pada akhir pengamatan dari ekstrak khamir adalah hijau
tua yang mempunyai absorban maksimum pada panjang gelombang 232 nm, 258
nm, 312 nm, 368 nm dan 658 nm.
59
5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, disarankan untuk
melakukan penelitian lanjut mengenai pigmen yang dihasilkan antara lain karakter
dari pigmen yang bersangkutan, yang meliputi stabilitas pigmen, toksisitas
pigmen dan stabilitas kimia pigmen.
60
DAFTAR PUSTAKA
Atlas RM. 1984. Microbiology. Fundamentals and applications. New York: Macmillan. 879 hal.
Austin B. 1988. Marine microbiology. Cambridge: Cambridge Univ Pr. 222 hal. Bauernfeind JC. 1981. Natural food colors. In: Bauernfeind JC, editor.
Carotenoids as Colorants and Vitamin a Precursors. Technological and nutritional applications. New York: Avi Publishing. hlm 1-45.
Bergey DH, Holt JG. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed
ke-9. Baltimore: Williams & Wilkins. hlm 87. Blanch HW, Clark DS. 1994. Biochemical Engineering. Marcel Dekker. 702 hlm. Blanc PJ et al. 1994. Pigment of Monascus. J Food Sci 59(4):862-865. Chen MH, Johns MR. 1994. Effect of carbon source on ethanol and pigment
production by Monascus purpureus. Enzyme Microb Technol 16:584-590. Evans PJ, Wang H. 1984. Pigment production from immobilized Monascus sp.
utilising polymeric resin adsorption. Appl Environ Microbiol 47:1323-1326. Fabre CE et al. 1993. Production and food applications of the red pigments of
Monascus ruber. J Food Sci 58(5):1099-1102. Fang TJ, Cheng YS. 1993. Improvement of astaxanthin production by Phaffia
rhodozyma through mutation and optimization of culture conditions. J Ferment Bioeng 75(6):466-469.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. 307 hal. Fardiaz, S, Rini PS. 1994. Produksi pigmen Rhodotorula glutinis di dalam
medium limbah cair tapioka. Bul TIP. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 5(2):9-14.
Fenical W, Jensen PR. 1993. Marine Microorganisms : a new biomedical
resource. In: Attaway DH, Zaborsky OR, editor. Marine Biotechnology. Vol ke-1. Pharmaceutical and Bioactive Natural Products. New York: Plenum Pr. hlm 419-457.
Goodwin TW, Land DG, Osman HG. 1955. Studies in carotenogenesis.
Carotenoid synthesis in the photosynthetic bacterium Rhodopseudomonas spheroides. Biochem 59:491-496.
61 Grimont PAD, Grimont F. 1984. Genus VIII. Serratia bizio 1823, 288. In: Krieg
NR, editor. Bergey’s manual of systematic bacteriology. Vol ke-1. Baltimore: Williams & Wilkins. hlm 477-484.
Hanagata N et al. 1993. Behavior of cell aggregate of Carthamus tinctorius L.
cultured cells and correlation with red pigment formation. J Biotechnol 30:259-269.
Hendry GAF. 1992. Natural Pigments in Biology. In: Hendry GAF, Houghton
JD, editor. Natural Food Colorants. New York: Avi Published. hlm 1-38. Henry BS. 1992. Natural Food Colours. In: Hendry GAF, Houghton JD, editor.
Natural Food Colorants. New York: Avi Published. hlm 39-78. Jenie BSL, Helianti, Fardiaz S. 1994. Pemanfaatan ampas tahu, onggok dan dedak
untuk produksi pigmen merah oleh Monascus purpureus. Bul TIP. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 5(2):22-29.
Jenkins RO. 1992. The Estimation of Biomass. In: Cartledge TG, editor. In Vitro
Cultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth – Heinemann. hlm 53-77.
Johnson EA, Lewis MJ. 1979. Astaxanthin formation by the yeast Phaffia
rhodozyma. J Gen Microbiol 115:173-183. Juzlova P, Martinkova L, Lozinski J, Machek F. 1994. Ethanol as substrate for
pigment production by the fungus Monascus purpureus. Enzyme Microb Technol 16:997-1001.
Koopmans, LH. 1996. Pengantar ke Statistika Kontemporer. Buku Ke-2.
Bambang Sumantri, penerjemah. University of New Mexico. 327 hlm. Lin TF, Demain AL. 1991. Effect of nutrition of Monascus sp. on formation of
red pigments. Appl Microbiol and Biotechnol 36:70-75. Lin TF, Demain AL. 1993. Resting cell studies on formation of water-soluble red
pigments by Monascus sp. J Ind Microbiol 12:361-367. Lin TF, Demain AL. 1994. Leucine interference in the production of water-
soluble red Monascus pigments. Arch Microbiol 162:114-119. Middelbeek EJ, Drijver JS - de Haas. 1992. Environmental Factors Influencing
Growth. In: Cartledge TG, editor. In Vitro Cultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth - Heinemann. hlm 145-175.
62 Middelbeek EJ, Jenkins RO, Drijver JS - de Haas. 1992a. Growth in Batch
Culture. In: Cartledge TG, editor. In VitroCcultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth - Heinemann. hlm 79-106.
Middelbeek EJ, Jenkins RO, Drijver JS- de Haas. 1992b. Nutrition and Cultivation
of Microorganisms. In: Cartledge TG, editor. In Vitro Cultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth - Heinemann. hlm 21-51.
Mitchell C, Iyer S, Skommuski JF, Vary JC. 1986. Red pigment in Bacillus
megaterium spores. App Env Microbiol 52(1):64-67. Nelis HJ, De Leenheer AP. 1991. Microbial sources of carotenoid pigments used
in foods and feeds. J Appl Microbiol 70:181-191. Pelczar, Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI Pr. hlm 131-156. Sa’id EG. 1987. Bioindustri. Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: Penerbit
PT Mediyatama Sarana Perkasa. 317 hlm. Schlegel HG, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Baskoro T, penerjemah.
Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Pr 6:202-245. Sikyta B. 1983. Method of Industrial Microbiology. Ells Harwood. Sokatch, J.R. 1973. Bacterial Physiology and Metabolism. London: Academic Pr.
hlm: 3-9. Sutherland IW. 1990. Biotechnology of Microbial Exopolysaccharides.
Cambridge Studies in Biotechnology 9. Cambridge: Cambridge University Pr. 163 hlm.
Tanabe, Kuriyama M, Nonomura H. 1995. Production of C2 – symmetrical
phenazines by some Actinomycetes. J Ferment Bioeng 79(4):384-386. Taya M, Yakura K, Kino-oka M, Tone S. 1994. Influence of medium constituens
on enhancement of pigment production by batch culture of red beet hairy roots. J Ferment Bioeng 77:215-217.
Taya M, Mine K, Kino-oka M, Tone S, Ichi T. 1992. Production and release of
pigments by culture of transformed hairy root of red beet. J Ferment Bioeng 31:31-36.
Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 1989. Microbiology. An Introduction. California:
The Benjamin/Cummings. 810 hlm.
63 Urakami T, Yoshida T. 1993. Production of ubiquinone and bacteriochlorophyll a
by Rhodobacter sphaeroides and Rhodobacter sulfidophilus. J Ferment Bioeng 76(3):191-194.
Vining LC. 1986. Secondary Metabolism. In:. Rehm H-J, Reed-Weinheim G,
editor. Biotechnology. Volume 4: Microbial Products II. Deerfield Beach, FL. VCH. hlm 19-38.
Volk WA, Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. Ed ke-5. Harper and Row. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-6. Jakarta: PT Gramedia.
hlm 171-200. Yanagimoto M, Matsumoto K, Mori K. 1988. IM2. A New inducer of blue
pigment production in Streptomyces sp. MAFF 10 – 06015. J Ferment Technol 66(1):1-6.
Yoshimura M, Yamanaka S, Mitsugi K, Hirose Y. Production of Monascus
pigments in submerged shaken culture. Agr Biol Chem 39:1789-1795. Zilinkas RA, Lundin CG. 1993. Marine Biotechnology and Developing Countries.
World Bank Discussion Papers. Washington DC: The World Bank. 115 hlm.
65
Lampiran 1. Hasil identifikasi bakteri
Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang diuji adalah sebagai berikut: bakteri Gram-
negatif yang berbentuk kokus, non motil, katalase positif, oksidase negatif, uji Indol positif,
tidak membentuk H2
Percobaan dari pertumbuhan bakteri diperoleh hasil bahwa suhu optimum bakteri adalah
30
S, nitrat direduksi menjadi nitrit, asam tetapi tidak menghasilkan gas dari
glukosa dan fruktosa.
o
C, dapat tumbuh pada kisaran pH 5 sampai pH 9, dapat tumbuh pada kisaran NaCl dari 0
sampai 40 permil.
Tabel 14. Karakterisasi bakteri yang diisolasi dari air laut dan karakterisasi dari Mesophilobacter sp.
Karakteristik Bakteri sampel Mesophilobacter sp.
1. Pewarnaan Gram 2. Bentuk 3. Motilitas 4. Uji Katalase 5. Uji Oksidase 6. Uji Indol 7. Uji H28. Uji Reduksi Nitrat
S
9. Uji Fermentasi Karbohidrat; Pembentukan gas dari: - Glukosa - Laktosa - Fruktosa - Sukrosa
10. Optimum temperature 11. pH medium pertumbuhan 12. NaCl medium pertumbuhan
Gram-negatif Kokus
Non motil Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif
Negatif
- Negatif
- 30 o9,0
C
0 – 40 permil
Gram-negatif Kokus
Non motil Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif
Negatif Positif Negatif Positif
33 – 37 o6,0 – 8,0
C
7 %
Hasil karakterisasi yang diperoleh dibandingkaan dengan karakterisasi dari Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology – 9 seperti yang tertera pada Tabel 14. Dari hasil tersebut,
dapat dilihat bahwa sampel bakteri memiliki beberapa karakter yang sama dengan karakter dari
Mesophilobacter sp. Oleh sebab itu, untuk sementara diduga kuat bahwa sampel bakteri tersebut
Mesophilobacter sp.
65
66
Lampiran 2 Konsentrasi sel dan pigmen pada masing-masing perlakuan faktor fisika dengan OD 540 nm
Jam Perlakuan Suhu Perlakuan pH 25o 30C, pH 7 o 35C, pH 7 o 30C, pH 7 o 30C, pH 5 o 30C, pH 7 oC, pH 9 Konsentrasi (OD = nm )
Konsentrasi (OD = nm )
Konsentrasi (OD = nm )
Konsentrasi (OD = nm )
Konsentrasi (OD = nm )
Konsentrasi (OD = nm )
sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen 540 463 540 463 540 463 540 540 463 540 463
0 0.060 0.060 0.040 0.050 0.060 0.045 3 0.110 0.016 0.170 0.016 0.180 0.017 0.050 - 0.170 0.016 0.210 0.024 6 0.082 0.016 0.250 0.017 0.240 0.017 0.042 - 0.250 0.017 0.560 0.042 9 0.080 0.016 0.290 0.028 0.260 0.020 0.050 - 0.290 0.028 0.700 0.067
12 0.230 0.028 0.600 0.039 0.340 0.022 0.050 - 0.600 0.039 0.950 0.071 15 - 18 0.470 0.036 1.000 0.078 0.470 0.020 0.050 - 1.000 0.044 1.150 0.094 24 0.750 0.045 1.470 0.100 0.560 0.019 0.050 - 1.470 0.100 1.620 0.110 30 1.050 0.090 1.500 0.108 0.880 0.022 0.050 - 1.500 0.102 1.740 0.125 48 1.860 0.090 1.480 0.120 1.500 0.035 0.050 - 1.350 0.098 1.740 0.130 72 1.860 0.094 1.480 0.122 1.750 0.080 1.500 - 1.170 0.106 1.620 0.129 96 1.770 0.113 1.400 0.127 1.750 0.078 3.000 - 1.140 0.108 1.560 0.130
120 1.560 0.130 1.360 0.124 1.650 0.075 2.550 - 1.050 0.104 1.440 0.138 144 1.560 0.131 1.300 0.125 1.350 0.080 2.580 - 1.080 0.100 1.470 0.142 168 1.020 0.123 1.200 0.120 1.300 0.078 2.250 1.200 0.103 1.300 0.139
67
Lampiran 2 (lanjutan)
Jam Perlakuan Cahaya (Wm-2) 4700 -4700 12500 -12500
Konsentrasi (OD = nm ) Konsentrasi (OD = nm ) Konsentrasi (OD = nm ) Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen 540 232 258 463 540 232 258 463 540 232 258 463 540 232 258 463
0 0.030 0.030 0.030 0.030 3 0.160 0.563 0.307 0.050 0.160 0.343 0.203 0.005 0.160 0.378 0.198 0.010 0.160 0.322 0.201 0.008 6 0.420 0.537 0.302 0.015 0.420 0.319 0.250 0.011 0.480 0.439 0.230 0.022 0.480 0.354 0.233 0.014 9 0.800 0.295 0.285 0.023 0.800 0.373 0.275 0.021 0.760 0.481 0.322 0.029 0.760 0.396 0.263 0.018 12 1.100 0.355 0.373 0.029 1.100 0.304 0.411 0.023 0.800 0.489 0.346 0.033 0.800 0.497 0.353 0.021 15 1.500 0.366 0.402 0.036 1.420 0.376 0.440 0.025 0.920 0.571 0.434 0.036 0.940 0.501 0.389 0.017 18 1.540 0.633 0.507 0.038 1.580 0.593 0.471 0.026 1.000 0.551 0.407 0.034 1.000 0.497 0.387 0.013 24 1.680 0.568 0.492 0.037 1.740 0.581 0.506 0.028 1.080 0.514 0.384 0.028 1.080 0.504 0.357 0.013 30 1.680 0.587 0.475 0.041 1.680 0.681 0.532 0.029 1.200 0.529 0.392 0.035 1.200 0.558 0.381 0.015 48 1.470 0.663 0.496 0.045 1.620 0.661 0.514 0.028 1.290 0.575 0.385 0.031 1.200 0.591 0.407 0.020 72 1.400 0.638 0.492 0.048 1.420 0.744 0.538 0.031 1.200 0.592 0.376 0.056 1.110 0.528 0.364 0.019 96 1.380 0.631 0.446 0.052 1.330 0.762 0.542 0.034 1.170 0.605 0.380 0.041 1.080 0.539 0.369 0.021
120 1.360 0.650 0.481 0.059 1.230 0.757 0.554 0.034 1.170 0.554 0.363 0.045 0.960 0.541 0.368 0.025 144 1.320 0.571 0.494 0.067 1.200 0.525 0.406 0.032 1.200 0.624 0.396 0.040 0.940 0.540 0.369 0.026 168 1.320 0.580 0.498 0.065 1.200 0.564 0.424 0.036 1.180 0.618 0.386 0.039 0.900 0.539 0.368 0.024
Perlakuan Salinitas (permil) 0 10 20 30 40 Konsentrasi (OD = nm ) Konsentrasi (OD = nm ) Konsentrasi (OD = nm ) Konsentrasi (OD = nm ) Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen sel Pigmen 540 232 258 368 540 232 258 368 540 232 258 368 540 232 258 368 540 232 258 368
0 0.020 0.012 0.016 0.390 0.020 0.011 0.015 0.392 0.020 0.012 0.015 0.391 0.020 0.011 0.015 0.376 0.020 0.011 0.015 0.363 3 0.024 0.011 0.015 0.375 0.030 0.014 0.020 0.388 0.030 0.013 0.018 0.391 0.025 0.012 0.016 0.370 0.022 0.011 0.015 0.370 6 0.068 0.027 0.017 0.403 0.112 0.060 0.036 0.464 0.111 0.057 0.033 0.470 0.050 0.027 0.037 0.380 0.040 0.011 0.015 0.360 9 0.305 0.012 0.018 0.445 0.480 0.034 0.039 0.529 0.455 0.036 0.046 0.538 0.180 0.013 0.018 0.432 0.080 0.011 0.015 0.369
12 0.660 0.037 0.056 0.580 0.820 0.048 0.053 0.852 0.800 0.046 0.05 0.860 0.600 0.065 0.071 0.680 0.235 0.011 0.015 0.410 15 0.680 0.077 0.084 0.900 0.830 0.063 0.067 1.200 0.860 0.068 0.072 1.360 0.760 0.059 0.066 0.845 0.530 0.017 0.02 0.492 18 0.710 0.089 0.094 1.198 0.960 0.079 0.083 1.498 1.000 0.078 0.084 1.842 0.920 0.054 0.063 0.921 0.780 0.039 0.048 0.600 24 0.850 0.123 0.141 1.485 1.060 0.108 0.126 2.142 1.290 0.090 0.108 2.304 1.280 0.069 0.084 0.930 1.000 0.048 0.051 0.762 30 0.990 0.201 0.209 1.669 1.215 0.161 0.163 2.842 1.350 0.121 0.124 2.604 1.280 0.097 0.098 0.967 0.980 0.038 0.042 0.796 48 1.080 0.147 0.151 2.286 1.335 0.152 0.154 3.333 1.500 0.122 0.126 2.742 1.260 0.031 0.035 1.830 0.900 0.031 0.035 0.868 72 0.740 0.129 0.13 2.326 0.940 0.170 0.175 3.588 1.170 0.123 0.125 3.570 1.200 0.112 0.116 3.150 0.860 0.034 0.037 1.110 96 0.540 0.134 0.141 2.550 0.870 0.134 0.138 3.540 1.110 0.119 0.123 3.600 1.050 0.123 0.129 3.300 0.820 0.032 0.035 1.110 120 0.540 0.127 0.131 2.550 0.720 0.132 0.137 3.570 0.840 0.119 0.123 3.630 0.930 0.109 0.113 3.600 0.660 0.029 0.032 1.080 144 0.480 0.114 0.118 2.550 0.510 0.114 0.117 3.630 0.600 0.107 0.111 3.600 0.720 0.104 0.107 3.560 0.380 0.026 0.03 1.110 168 0.430 0.104 0.111 2.550 0.430 0.107 0.112 3.600 0.530 0.108 0.112 3.750 0.628 0.106 0.11 3.600 0.330 0.029 0.034 1.140
68
Lampiran 3 Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik
Konsentrasi sel pada media dengan sumber nitrogen yang berbeda pada OD 540 nm (ln)
Jam Pepton Ekstrak Khamir NaNO (NH4)3 2SO4
Ln OD 540 nm Ln OD 540 nm Ln OD 540 nm Ln OD 540 nm 0 -4.6052 -2.9957 -4.6052 -4.6052 3 -4.6052 -2.1203 -4.6052 -4.6052 6 -2.9957 -1.3863 -4.6052 -4.6052 9 -2.4079 -0.8675 -4.6052 -4.6052 12 -1.7720 -0.5108 -5.5215 -4.2687 15 -1.4697 -0.1985 -5.5215 -4.2687 18 -1.5141 -0.1508 -6.2146 -3.9120 24 -1.4697 0.1133 -6.2146 -3.9120 30 -1.3471 0.2776 -6.2146 -3.9120 48 -1.2730 0.5188 -6.2146 -3.5066 72 -1.1087 0.5878 -6.2146 -3.4420 96 -1.0788 0.6931 -4.6052 -3.2702
120 -1.0788 0.6831 -4.6052 -3.5066 144 -1.1394 0.6729 -4.6052 -3.2189 168 -1.1087 0.6523 -4.4228 -3.4420 192 -0.9163 0.4447 -4.6052 -3.5066
Kultivasi bakteri Mesophilobacter sp. dalam medium pertumbuhan dengan
sumber nitrogen ekstrak khamir menunjukkan bahwa fase pertumbuhan eksponensial dimulai pada jam ke-0 sampai jam ke-9. Selama fase pertumbuhan eksponensial tersebut diperoleh data logaritmik normal seperti yang disajikan pada tabel di atas (daerah yang diarsir). Plot data tersebut dalam kurva pertumbuhan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode regresi linier diperoleh persamaan garis yaitu: Y = 0,24 X – 2,91. Dari persamaan yang terdapat pada halaman 15, yaitu µ = (ln Xt – ln Xo) / t dapat diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan spesifik Mesophilobacter sp. pada medium ekstrak khamir merupakan kemiringan garis dari persamaan garis kurva pertumbuhan selama fase eksponensial, yaitu 0,24 per jam.
y = 0,24x - 2,91R² = 0,99
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0 3 6 9 12
Kon
sent
rasi
Sel
(ln
OD
540
nm
)
Waktu Kultivasi (jam)
Laju Pertumbuhan Spesifik Bakteri pada Medium Ekstrak Khamir
69
70
69
Lampiran 4 Perhitungan analisis statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap I. Pengaruh faktor fisika terhadap pertumbuhan (konsentrasi) sel dan pembentukan
pigmen (1). Suhu Konsentrasi sel pada fase stasioner
Waktu Kultivasi (jam) 25o 30C, pH 7 o 35C, pH 7 o Total C, pH 7 48 72 96 120 144 168
1,86 1,86 1,77 1,56 1,56 1,02
1,48 1,48 1,40 1,36 1,30 1,20
1,50 1,75 1,75 1,65 1,35 1,30
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXSD
2
9,63 1,61 15,96 0,32
8,22 1,37 11,32 0,11
9,3 1,55 14,61 0,20
27,15
41,89
FK = = 40,95
JKP = - FK = 0,18 JKT = ΣX2
JKG = JKT - JKP = 0,76 - FK = 0,94
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel 0.05 (2,15) Perlakuan Galat
2 15
0,18 0,76
0,09 0,05
1,8 3,68
Total 17 0,94
Fhit. < Ftabel : Perlakuan suhu (25 oC, 30 oC dan 35 o
(tidak berbeda nyata pada α = 0.05) C) mempunyai pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan sel bakteri
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Jam 25 o 30 C, pH 7 o 35 C, pH 7 o Total C, pH 7
OD 463 nm OD 463 nm OD 463 nm
72 96 120 144 168
0,094 0,113 0,13 0,131 0,123
0,122 0,127 0,124 0,125 0,12
0,08 0,078 0,075 0,08 0,078
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXSD
2
0,59 0,12 0,07 0,56
0,62 0,12 0,08 0,06
0,39 0,08 0,03 0,12
1,60
0,18
FK = = 0.17
JKP = - FK = 0,006 JKT = ΣX2
JKG = JKT - JKP = 0,0009 - FK = 0,007
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(2,12) Perlakuan Galat
2 12
0,006 0,0009
0,003 0,000082
37,47 3,89
Total 14 0,007
70
Lampiran 4 (Lanjutan) Fhitung > Ftabel : Perlakuan suhu (25oC, 30oC dan 35o
C) mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap pembentukan pigmen (berbeda nyata).
BNT = = 0,013 Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT)
35
oC 25
oC 30
o
0,08 0,12 0,12 C
35
oC - 25
oC
35
= 0,04 > BNT o
C - 30o
C
25
= 0,05 > BNT o
C - 30o
C
= 0,005 < BNT
Konsentrasi pigmen pada suhu 30oC lebih tinggi dibanding suhu 35oC, suhu 25oC menghasilkan pigmen yang lebih tinggi dibanding suhu 35oC, tetapi konsentrasi pigmen antara suhu 30oC dengan 25o
C tidak berbeda nyata.
(2). pH Konsentrasi sel pada fase stasioner
Waktu Kultivasi (jam) 30o 30C, pH 5 o 30C, pH 7 o Total C, pH 9 72 96 120 144 168
1,5 3,0 2,55 2,58 2,25
1,17 1,14 1,05 1,08 1,20
1,62 1,56 1,44 1,47 1,30
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXSD
2
11,88 2,38 29,47 0,56
5,64 1,13 6,38 0,06
7,39 1,48 10,98 0,12
24,91
46,83
FK = = 41,37
JKP = - FK = 4,14 JKT = ΣX2
JKG = JKT - JKP = 1,32 - FK = 5,46
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(2,12) Perlakuan Galat
2 12
4,14 1,32
2,07 0,11
18,84 3,89
Total 14 5,46 Fhitung > Ftabel : Perlakuan pH (5, 7, 9) pada suhu 30o
C mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan sel (berbeda nyata pada α = 0,05).
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT = = 0,46
(30,7)(1) (30,9)(2) 1,13 1,48 2,38
(30,5)(3)
(3) - (1)
(2)
= 1,25 > BNT - (1)
(3)
= 0,35 < BNT - (2)
= 0,90 > BNT
Konsentrasi sel pada pH 5 lebih tinggi dibanding pH 7 dan 9, sedangkan pertumbuhan pada pH 7 dan 9 tidak berbeda nyata.
71
Lampiran 4 (Lanjutan)
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Waktu Kultivasi (jam) 30o 30C, pH 7 o Total C, pH 9 48 72 96 120 144 168
0,098 0,106 0,108 0,104 0,100 0,103
0,130 0,129 0,130 0,138 0,142 0,139
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXSD
2
0,62 0,10 0,06
0,004
0,81 0,14 0,11
0.006
1,43
0,17
FK = = 0,17
JKP = - FK = 2,67 x 10JKT = ΣX
-3 2 - FK = 3 X 10
JKG = JKT - JKP = 3,3 X 10-3
-4
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(1,10) Perlakuan Galat
1 10
2,67 x 103,3 x 10
-3 2,67 x 10-4 3,3 x 10
-3 80,91 -5
4,96
Total 11 3 x 10 -3 Fhit. > Ftabel
: Perlakuan pH (7 dan 9) mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan pigmen.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT). BNT = = 7,39 x 10
-3
pH9 pH7 0,14 0,10
pH9 - pH7
= 0,04 > BNT
Perlakuan pH 9 menghasilkan pigmen dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada pH 7. (3). Cahaya Tabel Konsentrasi sel pada fase stasioner
Jam 4700 Wm 12500 Wm-2 Kondisi lab. (30
-2 o
Total C) + - + -
48 72 96 120 144 168
1,47 1,40 1,38 1,36 1,32 1,32
1,62 1,42 1,33 1,33 1,20 1,20
1,29 1,20 1,17 1,17 1,20 1,18
1,20 1,11 1,08 0,96 0,94 0,90
1,74 1,62 1,56 1,44 1,47 1,30
Total Konsentrasi (∑X) Rataan Konsentrasi ( )
∑X
8,25
2 1,38 11,36
8,00 1,33 10,80
7,21 1,20 8,67
6,19 1,03 6,45
9,13 1,52 14,01
38,78
FK = = 50,13
JKP = - FK = 0,82 JKT = ΣX2
JKG = JKT - JKP = 0,35 - FK = 1,17
72
Lampiran 4 (Lanjutan)
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(4,25) Perlakuan Galat
4 25
0,82 0,35
0,21 0,01
14,71 2,76
Total 29 1,17 Fhitung > Ftabel
: Pemberian cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT) BNT = = 0,14 30
oC +4700 -4700 +12500
-12500
-12500
+12500
0,49* 0,34* 0,30* 0,17*
-4700
0,32* 0,17* 0,13
+4700
0,19* 0,04
0,15*
Hasil pengujian BNT menunjukkan bahwa : Medium pertumbuhan yang dikultivasi pada suhu 30o
C adalah yang terbaik dalam pertumbuhan sel.
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Jam 4700 Wm 12500 Wm-2 Kondisi lab. (30
-2 o
Total C) + - + -
48 72 96 120 144 168
0,045 0,048 0,052 0,059 0,067 0,065
0,028 0,031 0,034 0,034 0,032 0,036
0,031 0,056 0,041 0,045 0,040 0,039
0,020 0,019 0,021 0,025 0,026 0,024
0,130 0,129 0,130 0,138 0,142 0,139
Total Konsentrasi (∑X) Rataan Konsentrasi ( )
∑X
0,34
2 0,06 0,02
0,20 0,03 0,006
0,25 0,04 0,01
0,14 0,02
0,003
0,81 0,14 0,11
1,73
FK = = 0,10
JKP = - FK = 0.05 JKT = ΣX2
JKG = JKT - JKP = 0,0004 - FK = 0,05
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman dB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(4,25) Perlakuan Galat
4 25
0,05 0,0004
0,012 1,6 X 10
750 -5
2,76
Total 29 0,05 Fhit. > Ftabel
: Pemberian cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pigmen.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT). BNT = = 4,76 x 10
-3
30o
C +4700 +12500
-12500
-4700
-4700
0,112* 0,033* 0,019* 0,01*
+12500
0,102* 0,023* 0,009* 0,093* 0,014*
+4700
0,079*
Hasil pengujian BNT menunjukkan bahwa antara semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda, tetapi kondisi dengan suhu 30o
C memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan yang lain.
73
Lampiran 4 (Lanjutan) (4). Salinitas Konsentrasi sel pada fase stasioner
Waktu Kultivasi (jam) 0 permil 10 permil 20 permil 30 permil 40 permil Total 48 72 96 120 144 168
1,08 0,74 0,54 0,54 0,48 0,43
1,34 0,94 0,87 0,72 0,51 0,43
1,5 1,17 1,11 0,84 0,60 0,53
1,26 1,20 1,05 0,93 0,72 0,63
0,90 0,86 0,82 0,66 0,40 0,33
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXSD
2
3,81 0,64 2,71 0,24
4,81 0,80 4,40 0,33
5,75 0,96 6,20 0,37
5,79 0,97 5,91 0,26
3,97 0,66 2,93 0,25
24,13
FK = = 19,41
JKP = - FK = 0,59 JKT = ΣX2
JKG = JKT - JKP = 2,15 - FK = 2,74
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(4,25) Perlakuan Galat
4 25
0,59 2,15
0,15 0,86
1,72 2,76
Total 29 2,74 Fhitung < Ftabel
: Perlakuan salinitas (0, 10, 20, 30, 40 permil) mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap pertumbuhan sel.
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Waktu Kultivasi (jam) 0 permil 10 permil 20 permil 30 permil 40 permil Total
48 72 96 120 144 168
0,149 0,130 0,138 0,129 0,116 0,108
0,153 0,173 0,136 0,135 0,116 0,110
0,124 0,124 0,121 0,121 0,109 0,110
0,033 0,114 0,126 0,111 0,106 0,108
0,033 0,036 0,034 0,031 0,028 0,032
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣX
0,77
2 0,13 0,10
0,82 0,14 0,12
0,71 0,12 0,08
0,60 0,10 0,07
0,19 0,03 0,006
3,09
FK = = 0,32
JKP = - FK = 0,04 JKT = ΣX2
JKG = JKT - JKP = 0,01 - FK = 0,05
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(4,25) Perlakuan Galat
4 25
0,04 0,01
0,01 0,0004
27,6 2,76
Total 29 0,05 Fhitung > Ftabel
: Perlakuan salinitas (0, 10, 20, 30, dan 40 permil) mempunyai pengaruh yang berbeda (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT). BNT = = 0,02
74
Lampiran 4 (Lanjutan) 10 0 20 30
40 0,11*
30
0,10* 0,09* 0,07*
20
0,04* 0,03* 0,019
0
0,019 0,01
0,009
Hasil pengujian BNT menunjukkan bahwa : Bakteri yang dikultivasi dalam medium dengan salinitas 10 permil memberikan hasil yang lebih baik dalam pembentukan pigmen (berbeda
nyata) dibanding dengan salinitas 40 dan 30 permil, tetapi mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) dengan salinitas 20 dan 0 permil. 2). Pengaruh faktor kimia terhadap pertumbuhan (konsentrasi) sel dan pembentukan pigmen (1). Sumber Karbon Konsentrasi sel pada fase stasioner (λ 540 nm)
Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltose Total
48 72 96 120 144 168
1,3 1,28 1,2 1,02 0,9 0,84
1,14 1,2 1,26 1,29 1,2 1,08
1,2 1,18 1,1 0,9 0,74 0,64
0,66 0,66 0,64 0,66 0,6 0,45
0,8 0,78 0,66 0,62 0,59 0,58
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣX
6,54
2 1,09 7,32
7,17 1,20 8,60
5,76 0,96 5,81
3,67 0,61 2,28
4,03 0,67 2,75
27,17 26,76
FK = = 24,61
JKP = - FK = 1,57 JKT = (1,32 + 1,28 + … + 0,58) - FK = 2,16 JKG = JKT - JKP = 0,59 Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tab.(0.05(4,25))
Perlakuan Galat
4 25
1.57 0,59
0,39 0,02
16,73 2,76
Total 29 2,16 Fhitung > Ftab.(0.05 (4,25))
: tolak Ho
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT) BNT = = 0,18
sitrat(1) maltose(2) asetat(3) med.kompleks (4) glukosa(5) 0,61 0,67 0,96 1,09 1,20
(1) - (2) = 0,06 (2) - (4)
(1)
= 0,418 > BNT - (3) = 0,348 > BNT (2) - (5)
(1)
= 0,523 > BNT - (4) = 0,478 > BNT (3) - (4)
(1)
= 0,13 - (5) = 0,583 > BNT (3) - (5)
(2)
= 0,235 > BNT - (3) =0,288 > BNT (4) - (5)
= 0,105
Asetat, media kompleks dan glukosa berbeda nyata terhadap sitrat dan asetat (media dengan sumber karbon dari asetat, media kompleks dan glukosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan daripada sitrat dan asetat).
75
Lampiran 4 (Lanjutan)
Media dengan sumber karbon dari glukosa lebih baik pertumbuhan selnya daripada asetat. Media dengan sumber karbon dari asetat
memberikan hasil pertumbuhan yang sama dengan media kompleks, demikian juga antara media kompleks dan glukosa.
KESIMPULAN : Antara sumber karbon media kompleks dan glukosa, walaupun secara statistik memberikan hasil pertumbuhan yang sama, tetapi rata-rata
pertumbuhan bakteri dalam media dengan glukosa lebih tinggi daripada media kompleks. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 232 nm)
Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltose
Total OD 232 nm
OD 232 nm
OD 232 nm
OD 232 nm
OD 232 nm
72 96
120 144 168
20,6989 18,1686 18,6946 18,1482 16,2636
9,1311 14,6501 11,966 11,7672 11,7856
10,108 10,737 10,2528 10,4838 9,2868
5,4255 5,4082 5,437
5,5198 5,5258
12,6891 10,4178 11,0208 13,2822 13,2474
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
91,97 18,39
1701,89 5
59,3 11,86 718,55
5
50,87 10,17 518,73
5
27,32 5,46
149,25 5
60,66 12,13
742,91 5
290,12
3831,34
FK = 3366,69 JKP = 431,06 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP = 33,58 - FK = 464,65
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel 0.05 (4, 20)
Perlakuan Galat
4 20
431,06 33,58
107,77 1,68
64,18 2,87
Total 24 464,65
Fhitung > Ftabel
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT
: Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukosa, asetat, asam sitrat dan maltosa) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ 232 nm.
BNT = = 1,71
sitrat(1) asetat(2) glukose(3) maltose(4) media kompleks(5) 5,46 10,17 11,86 12,13 18,39
(5) - (1) = 12,93 > BNT (4) - (2)
(4)
= 1,96 > BNT - (1) = 6,67 > BNT (3) - (2)
(3)
= 1,69 < BNT - (1) = 6,40 > BNT (5) - (3)
(2)
= 6,53 > BNT - (1) = 4,71 > BNT (4) - (3)
(5)
= 0,27 < BNT - (2) = 8,22 > BNT (5) - (4)
= 6,26 > BNT
Kesimpulan: Media kompleks merupakan media terbaik dalam pembentukan pigmen pada panjang gelombang 232 nm.
76
Lampiran 4 (Lanjutan) Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 258 nm)
Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltose
Total OD 258 nm
OD 258 nm
OD 258 nm
OD 258 nm
OD 258 nm
96 120 144 168
14,1678 14,605 14,2578 15,0618
13,28099 12,6004 12,6908 12,7492
11,0515 10,446 10,7226 9,5364
5,8244 5,8276 5,9356 5,9178
15,5726 16,1024 16,4526 15,3222
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
58,09 14,52 844,18
4
51,32 12,83
658,75 4
41,76 10,44 437,17
4
23,51 5,88
138,14 4
63,45 15,86
1007,25 4
238,13
3085,49
FK = 2268,15 JKP = 814,50 JKT = 817,34 JKG = 2,84 Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(4, 11)
Perlakuan Galat
4 11
814,50 2,84
203,62 0,26
789,27 3,36
Total 15 817,34
Fhitung > Ftabel
: Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukosa, asetat, asam sitrat dan maltosa) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ258 nm.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT = = 0,79
sitrat(1) asetat(2) glukose(3) media kompleks(4) maltose(5) 5,88 10,44 12,83 14,52 15,86 X(5) - X(1) = 9,99 > BNT X(4) - X(2)X
= 4,08 > BNT (4) - X(1) = 8,65 > BNT X(3) - X(2)
X = 2,39 > BNT
(3) - X(1) = 6,95 > BNT X(5) - X(3)
X = 3,03 > BNT
(2) - X(1) = 4,56 > BNT X(4) - X(3)X
= 1,69 > BNT (5) - X(2) = 5,42 > BNT X(5) - X(4)
= 1,34 > BNT
Kesimpulan : Pada λ 258 nm, pembentukan pigmen terbaik adalah sumber karbon maltosa. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 312 nm)
Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltose
Total OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
120 144 168
6,22 6,29 6,33
11,36 11,53 11,89
6,68 6,65 5,68
1,84 2,10 2,03
6,93 7,34 6,44
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
18,84 6,28
118,36 3
34,78 11,60
403,34 3
19,00 6,33
120,99 3
5,97 1,99 11,92
3
20,71 6,90
143,39 3
99,31
798,01
FK = 657,44 JKP = 139,32
77
Lampiran 4 (Lanjutan) JKT = Total X2 - FK = 140,57 JKG = JKT - JKP = 1,25 Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel 0.05 (4, 10)
Perlakuan Galat
4 10
139,32 1,25
34,83 0,12
279,27 3,48
Total 14 140,57
Fhitung > Ftabel
: Penggunaan sumber karbon (kompleks, glukosa, asetat, asam sitrat dan maltosa) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ 312 nm.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT = = 0,64
sitrat(1) med.kompleks(2) asetat(3) maltose(4) glukosa(5) 1,99 6,28 6,33 6,90 11,59
(5) - (1) = 9,60 > BNT (4) - (2)
(4)
= 0,62 < BNT - (1) = 4,91 > BNT (3) - (2)
(3)
= 0,05 < BNT - (1) = 4,34 > BNT (5) - (3)
(2)
= 5,26 > BNT - (1) = 4,29 > BNT (4) - (3)
(5)
= 0,57 < BNT - (2) = 5,31 > BNT (5) - (4)
= 4,69 > BNT
Pada pembentukan pigmen dengan λ 312 nm, penggunaan sumber karbon dari glukosa memberikan hasil yang paling baik dibanding dengan maltosa, asetat, media kompleks dan sitrat. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 368 nm)
Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltose
Total OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
120 144 168
2,5583 2,6438
3,09
6,7632 7,2548 7,6356
2,0813 2,1388 1,8612
0,8524 0,887 0,8437
2,6522 3,0350 2,8089
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
8,29 2,76 23,08
3
21,65 7,22
156,68 3
6,08 2,03 12,37
3
2,58 0,86 2,23
3
8,50 2,83 24,14
3
47,11
218,49
FK = 147,93 JKP = 69,89 JKT = Total X2 - FK = 70,56 JKG = JKT - JKP = 0,66 Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel 0.05 (4,10)
Perlakuan Galat
4 10
69,89 0,66
17,47 0,07
263,28 3,48
Total 14 70,56
Fhitung > Ftabel
: Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukose, asetat, asam sitrat dan maltose) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ368 nm.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT = = 0,47
78
Lampiran 4 (Lanjutan)
sitrat(1) asetat(2) media kompleks(3) maltose(4) glukosa(5) 0.86 2.03 2.76 2.83 7.22
(5) - (1) = 6,36 > BNT (4) - (2)
(4)
= 0,80 > BNT - (1) = 1,97 > BNT (3) - (2)
(3)
= 0,74 > BNT - (1) = 1,90 > BNT (5) - (3)
(2)
= 4,45 > BNT - (1) = 1,17 > BNT (4) - (3)
(5)
= 0,07 < BNT - (2) = 5,19 > BNT (5) - (4)
= 4,39 > BNT
Dalam pembentukan pigmen dengan λ 368nm, glukosa merupakan sumber karbon yang paling baik dibanding sumber karbon maltose, media kompleks asetat dan sitrat. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 656 nm)
Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltose
Total OD 658 nm
OD 658 nm
OD 658 nm
OD 658 nm
OD 658 nm
120 144 168
1,1073 1,0865 1,1237
1,5276 1,4354 1,5228
1,0011 0,9920 0,9034
0,2294 0,2496 0,2386
0,7787 0,8543 0,7049
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
3,32 1,11 3,67
3
4,49 1,50 6,71
3
2,90 0,97 2,80
3
0,72 0,24 0,17
3
2,34 0,78 1,83
3
13,76
15,19
FK = 12,61 JKP = 2,55 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP = 0,02 - FK = 2,51
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel 0.05 (4,10)
Perlakuan Galat
4 10
2,55 0,02
0,64 0,002
274,24 3,48
Total 14 2,58
Fhitung > Ftabel
: Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukose, asetat, asam sitrat dan maltose) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ656 nm.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT = = 0,09
sitrat(1) maltose(2) asetat(3) media kompleks (4) glukosa(5)
0,24 0,78 0,97 1,11 1,50
(5) - (1) = 1,26 > BNT (4) - (2)
(4)
= 0,33 > BNT - (1) = 0,87 > BNT (3) - (2)
(3)
= 0,19 > BNT - (1) = 0,73 > BNT (5) - (3)
(2)
= 0,53 > BNT - (1) = 0,54 > BNT (4) - (3)
(5)
= 0,14 > BNT - (2) = 0,72 > BNT (5) - (4)
= 0,39 > BNT
Dalam pembentukan pigmen dengan λ 656 nm sumber karbon dari glukose memberikan hasil yang terbaik dibanding sumber karbon yang lain.
79
Lampiran 4 (Lanjutan)
(2). Sumber Nitrogen Konsentrasi sel pada fase stasioner (OD 540 nm)
Jam
Pepton Ekstrak Khamir NaNO (NH3 4)2SO
Total
4
OD 540 nm OD 540 nm OD
540 nm OD
540 nm
48 72 96 120 144 168
0,28 0,33 0,34 0,34 0,32 0,33
1,68 1,8 2
1,98 1,96 1,92
0,002 0,002 0,01 0,01 0,01
0,012
0,03 0,032 0,038 0,03 0,04
0,032
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
1,94 0,32 0,63
6
11,34 1,89
21,51 6
0,05 0,008 0,0005
6
0,20 0,03
0,007 6
13,53
22,15
FK = 7,63 JKP = 14,44 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP = 0,08 - FK = 14,52
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(3,20)
Perlakuan Galat
3 20
14,44 0,08
4,81 0,004
1189,74 3,1
Total 23 14,52
Fhitung > Ftabel : Penggunaan sumber nitrogen (pepton, ekstrak khamir, NaNO3 dan (NH4)2SO4
) memberikan hasil yang berbeda nyata dalam pertumbuhan sel pada λ 540 nm.
Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT = = 0,08
X XNaNO3(1) X(NH4)2SO4(2) Xpepton(3)
0,008 eks.khamir(4)
0,03 0,32 1,89 X(4) - X(1) = 1,88 > BNT X(4) - X(2)X
= 1,86 > BNT (3) - X(1) = 0,32 > BNT X(3) - X(2)
X = 0,29 > BNT
(2) - X(1) = 0,03 < BNT X(4) - X(3)
= 1,57 > BNT
Dalam penggunaan nitrogen dalam pertumbuhan bakteri terlihat bahwa ekstrak khamir memberikan hasil yang terbaik dalam pertumbuhan bakteri dibanding pepton, NaNO3 dan (NH4)2SO4. Antara NaNO3 dan (NH4)2SO4
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata.
80
Lampiran 4 (Lanjutan)
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 232 nm)
Jam Pepton Ekstrak Khamir
Total OD 232 nm OD 232 nm
72 96 120 144 168
3,04 3,04 3,04 3,05 3,12
12,12 12,52 12,6
12,68 12,52
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
15,29 3,06 46,77
5
62,44 12,49 779,94
5
77,73
826,70
FK = 604,20 JKP =222,31 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP =0,19 - FK =222,50
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(1,8)
Perlakuan Galat
1 8
222,31 0,19
222,31 0,02
9274,60
5,32
Total 9 222,50 Fhitung > Ftabel
Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 232 nm.
:
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 258 nm)
Jam Pepton Ekstrak Khamir
Total OD 258 nm OD 258 nm
72 96
120 144 168
3,14 3,16 3,16 3,17 3,19
12,64 13
12,64 13
13,04
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
15,82 3,16
50,06 5
64,32 12,86
827,58 5
80,14
877,64
FK = 642,24 JKP = 235,23 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP = 0,17 - FK = 235,39
81
Lampiran 4 (Lanjutan)
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(1,8)
Perlakuan Galat
1 8
235,23 0,17
235,23 0.02
11092,90 5,32
Total 9 235,39
Fhitung > F tabel
Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 258 nm.
:
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 312 nm)
Jam Pepton Ekstrak Khamir
Total OD 312 nm OD 312 nm
72 96
120 144 168
1,34 1,32 1,34 1,35 1,53
10,56 10,6 11
11,4 11,88
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
6,88 1,38 9,50
5
55,44 11,09
615,97 5
62,32
625,47
FK = 388,38 JKP = 235,81 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP = 1,28 - FK = 237,09
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(1,8)
Perlakuan Galat
1 8
235,81 1,28
235,81 0,16
1474,49 5,32
Total 9 237,09
Fhitung > F tabel
Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 312 nm.
:
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 368 nm)
Jam Pepton Ekstrak Khamir
Total OD 368 nm OD 368 nm
72 96
120 144 168
1,16 1,17 1,2 1,22 1,45
10,24 11,88 12,22 12,28 12,76
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
6,2 1,24 7,75
5
59,38 11,88
708,94 5
65,58
716,68
82
Lampiran 4 (Lanjutan) FK =430,07 JKP =282,81 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP =3,80 - FK =286,61
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(1,8)
Perlakuan Galat
1 8
282,81 3,80
282,81 0,47
595,88
5,32
Total 9 286,61 Fhitung > Ftabel
Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 368 nm.
:
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 656 nm)
Jam Pepton Ekstrak Khamir
Total OD 656 nm OD 656 nm
96 120 144 168
0,14 0,14 0,14 0,15
1,24 1,27 1,32 1,32
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( )
ΣXn
2
0,57 0,14 0,08
4
5,15 1,29 6,64
4
5,72
6,72
FK = 4,09 JKP = 2,62 JKT = Total X2
JKG = JKT - JKP = 0,005 - FK = 2,63
Tabel Analisis Ragam
Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Fhitung tabel0.05(1,6)
Perlakuan Galat
1 6
2,62 0,005
2,62 0,0008 3312,06 5,99
Total 7 2,63
Fhitung > Ftabel
Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 656 nm.
:
83
Lampiran 5 Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber karbon
Jam Perlakuan sumber Karbon Konsentrasi sel (OD 540 nm) Konsentrasi pigmen (OD= 232nm)
Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa 0 0.030 0.075 0.020 0.020 0.100 3 0.030 0.075 0.020 0.020 0.100 6 0.035 0.080 0.020 0.020 0.100 9 0.090 0.100 0.046 0.020 0.100 12 0.280 0.280 0.200 0.020 0.100 2.999 3.056 2.835 2.171 3.066 15 0.640 0.450 0.470 0.020 0.410 3.823 3.047 2.843 2.200 3.080 18 0.820 0.680 0.600 0.040 0.610 5.706 3.024 2.866 2.281 3.093 24 1.120 0.800 0.820 0.100 0.800 5.600 3.054 2.877 2.844 3.234 30 1.240 1.100 1.000 0.200 0.820 5.900 3.130 5.898 3.659 6.983 48 1.300 1.140 1.200 0.660 0.800 13.216 3.182 9.626 5.454 10.975 72 1.280 1.200 1.180 0.660 0.780 20.699 9.131 10.108 5.426 12.689 96 1.200 1.260 1.100 0.640 0.660 18.169 14.650 10.737 5.408 10.418
120 1.020 1.290 0.900 0.660 0.620 18.695 11.966 10.253 5.437 11.021 144 0.900 1.200 0.740 0.600 0.590 18.148 11.767 10.484 5.520 13.282 168 0.840 1.080 0.640 0.450 0.580 16.264 11.786 9.287 5.526 13.247 Jam Konsentrasi pigmen (OD= 258nm) Konsentrasi pigmen (OD= 312nm)
Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa 12 3.200 3.272 3.077 2.938 3.255 2.127 2.509 1.354 0.800 2.966 15 3.398 3.247 3.087 3.010 3.277 2.159 2.527 1.388 0.845 3.025 18 5.021 3.231 3.105 3.044 3.318 2.162 2.555 1.590 1.011 3.108 24 6.039 3.228 3.179 3.101 3.755 2.434 2.797 1.758 1.218 3.221 30 8.668 3.326 5.517 4.066 8.039 3.662 2.668 2.673 1.483 4.422 48 13.121 3.383 10.236 5.815 15.959 6.051 2.601 4.215 1.903 6.315 72 15.199 8.826 9.418 5.820 16.604 5.981 6.721 5.422 1.859 6.785 96 14.168 13.281 11.052 5.824 15.573 6.388 8.220 6.807 1.864 6.534
120 14.605 12.600 10.446 5.828 16.102 6.218 11.356 6.677 1.843 6.931 144 14.258 12.691 10.723 5.936 16.453 6.295 11.528 6.646 2.100 7.342 168 15.062 12.749 9.536 5.918 15.322 6.330 11.894 5.678 2.029 6.439
Jam Konsentrasi pigmen (OD= 368nm) Konsentrasi pigmen (OD= 656nm) Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa
12 0.886 1.212 0.513 0.272 1.229 0.150 0.152 0.094 0.059 0.145 15 0.939 1.180 0.543 0.280 1.322 0.163 0.151 0.107 0.060 0.145 18 0.944 1.157 0.599 0.360 1.373 0.241 0.144 0.129 0.088 0.147 24 0.884 1.242 0.713 0.482 1.879 0.232 0.182 0.151 0.105 0.220 30 1.275 1.209 1.028 0.604 1.981 0.265 0.241 0.307 0.137 0.405 48 1.995 1.200 1.605 0.747 2.626 0.628 0.467 0.822 0.221 0.827 72 2.543 3.656 2.253 0.900 2.881 1.120 0.668 0.980 0.225 0.982 96 2.645 5.891 2.291 0.882 2.603 0.998 0.891 1.007 0.232 0.788
120 2.558 6.763 2.081 0.852 2.652 1.107 1.528 1.001 0.229 0.779 144 2.644 7.255 2.139 0.887 3.035 1.087 1.435 0.992 0.250 0.854 168 3.090 7.636 1.861 0.844 2.809 1.124 1.523 0.903 0.239 0.705
84
Lampiran 6 Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber nitrogen
Jam Perlakuan Sumber Nitrogen Konsentrasi sel (OD 540 nm)
Pepton Eks. khamir NaNO (NH4)3 2SO4
0 0.010 0.050 0.010 0.010 3 0.010 0.120 0.010 0.010 6 0.050 0.250 0.010 0.010 9 0.090 0.420 0.010 0.010
12 0.170 0.600 0.004 0.014 15 0.230 0.820 0.004 0.014 18 0.220 0.860 0.002 0.020 24 0.230 1.120 0.002 0.020 30 0.260 1.320 0.002 0.020 48 0.280 1.680 0.002 0.030 72 0.330 1.800 0.002 0.032 96 0.340 2.000 0.010 0.038
120 0.340 1.980 0.010 0.030 144 0.320 1.960 0.010 0.040 168 0.330 1.920 0.012 0.032
Jam Perlakuan Sumber Nitrogen Konsentrasi pigmen
OD 232 nm OD 258 nm OD 312 nm OD 368 nm OD 656 nm Pepton Ekstrak
khamir Pepton Ekstrak khamir Pepton Ekstrak
khamir Pepton Ekstrak khamir Pepton Ekstrak
khamir 12 2.940 3.200 2.990 3.320 0.940 2.970 0.460 1.400 0.110 0.150 15 2.930 3.120 3.000 3.190 0.960 2.920 0.490 1.450 0.100 0.150 18 2.940 3.180 3.020 3.280 0.980 2.840 0.500 1.440 0.100 0.180 24 2.950 3.270 3.030 3.400 1.007 3.240 0.640 1.600 0.100 0.210 30 2.960 4.460 3.050 4.580 1.040 4.290 0.710 3.080 0.100 0.380 48 2.970 8.620 3.150 8.780 1.220 8.660 0.980 6.460 0.110 0.680 72 3.040 12.120 3.140 12.640 1.340 10.560 1.160 10.240 0.120 0.840 96 3.040 12.520 3.160 13.000 1.320 10.600 1.170 11.880 0.140 1.240
120 3.040 12.600 3.160 12.640 1.340 11.000 1.200 12.220 0.140 1.270 144 3.050 12.680 3.170 13.000 1.350 11.400 1.220 12.280 0.140 1.320 168 3.120 12.520 3.190 13.040 1.530 11.880 1.450 12.760 0.150 1.320
85
Lampiran 7 Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian
autoclave
clean bench
inkubator
sentrifus
inkubator goyang
spektrofotometer
86
Lampiran 8 Perubahan warna pada media pertumbuhan selama kultivasi
Perubahan warna medium pada perlakuan suhu dan pH
Jam 25o 30C o 35C o pH 5 C pH 7 pH 9
0 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 3 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning keruh Kuning keruh 6 Kuning jernih Oranye Kuning jernih Kuning jernih Oranye Oranye 9 Kuning jernih Oranye Kuning jernih Kuning jernih Oranye Oranye 12 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 15 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 18 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 24 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 30 Kuning jernih Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 48 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning jernih Oranye Oranye 72 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye 96 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye
120 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye 144 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye 168 Oranye kekuningan kental Oranye Oranye Kuning keruh kental Oranye Oranye
Perubahan warna medium pada perlakuan cahaya Jam 4700 Wm tanpa 4700 Wm-2 12500 Wm-2 tanpa 12500 Wm-2 -2
0 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 3 Kuning keruh Kuning keruh Kuning keruh Kuning keruh 6 Kuning keruh Kuning keruh Kuning keruh Kuning keruh 9 Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye kekuningan
12 Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye kekuningan 15 Oranye Oranye Oranye Oranye 18 Oranye Oranye Oranye Oranye 24 Oranye Oranye Oranye Oranye 30 Oranye Oranye Oranye Oranye 48 Oranye Oranye Oranye Oranye 72 Oranye Oranye Oranye Oranye 96 Oranye Oranye Oranye Oranye 120 Oranye Oranye Oranye Oranye 144 Oranye Oranye Oranye Oranye 168 Oranye Oranye Oranye Oranye
87
Lampiran 8 (Lanjutan) Perubahan warna medium pada perlakuan salinitas Jam 0 Permil 10 Permil 20 Permil 30 Permil 40 Permil
0 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 3 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 6 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 9 Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih 12 Kuning jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Kuning jernih Kuning jernih 15 Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Kuning kehijauan Kuning jernih 18 Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Kuning kehijauan Kuning jernih 24 Hijau muda jernih Hijau toska Hijau muda jernih Kuning kehijauan Kuning jernih 30 Hijau daun jernih Hijau daun Hijau daun Hijau muda jernih Kuning jernih 48 Hijau daun ++ Hijau daun ++ Hijau daun ++ Hijau daun ++ Kuning jernih 72 Hijau kecoklatan muda Hijau kecoklatan muda Hijau kemerahan Hijau kemerahan Kuning jernih 96 Hijau kemerahan Hijau kemerahan Merah maron Merah maron Kuning jernih 120 Hijau kemerahan Merah maron kehijauan Merah maron Merah maron ++ Kuning jernih 144 Merah maron kehijauan Merah maron kehijauan Merah maron ++ Merah maron ++ Kuning jernih 168 Merah maron Merah maron Merah maron +++ Merah maron ++ Kuning jernih
Perubahan warna medium pada perlakuan sumber karbon Jam Media Kompleks Glukosa Asetat Asam Sitrat Maltosa
0 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 3 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 6 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 9 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 12 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 15 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 18 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning 24 Hijau melon muda Kuning muda Hijau melon muda Kuning muda Kuning 30 Hijau toska > Hijau daun muda Biru toska Hijau melon Kuning 48 Hijau toska >> Hijau daun Biru toska > Hijau melon Hijau daun tua 72 Hijau toska >>> Hijau tua > Biru toska >> Hijau melon Hijau daun tua 96 Hijau toska >>> Hijau tua >> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua 120 Hijau kebiruan > Hijau tua >>> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua 144 Hijau kebiruan > Hijau tua >>> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua 168 Hijau kebiruan >> Hijau tua >>> Biru toska >>> Hijau melon Hijau daun tua
Perubahan warna pada medium dengan sumber nitrogen yang berbeda
Jam Pepton Ekstrak Khamir NaNO3 (NH 4)2SO4
0 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening 3 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening 6 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening 9 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening 12 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening 15 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening 18 Kuning muda Kuning jernih Bening Bening 24 Hijau melon Hijau lumut Bening Bening 30 Hijau melon >> Hijau lumut >> Bening Bening 48 Hijau melon >>> Hijau lumut >>> Bening Bening 72 Kuning kehijauan Hijau daun Bening Bening 96 Kuning kehijauan Hijau daun >> Bening Bening
120 Hijau melon Hijau daun >>> Bening Bening 148 Hijau melon Hijau daun >>> Bening Bening 168 Hijau melon Hijau daun >>> Bening Bening
88
Lampiran 9 Perubahan pH medium selama kultivasi
Jam Perlakuan Suhu
(pH 7) Perlakuan pH
(suhu 30o
Perlakuan Cahaya
C) Perlakuan Salinitas
(permil) 4700 Wm
12500 Wm-2 -2
25o 30C o 35C o pH 5 C pH 7 pH 9 + - + - 0 10 20 30 40 0 7 7 7 5 7 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 7 6.5 6.5 5 6.5 8 8.5 8.5 8.5 9 9 9 9 9 9 6 6.5 6.5 6 5.25 6.5 8 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 9 6.5 6.5 7 5.25 6.5 8 8.5 7.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5
12 7 7.5 7 5.25 7.5 8 8 8 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 15 7 8 7.5 5.25 8 7.5 8 8 8.5 8 8 8 8 8 8 18 7.5 8 7.5 5.25 8 8 8 8 8.5 8.5 8 8 8 8 8 24 7.5 9 8 5.25 9 9 8.5 8 8.5 8.5 8 8 8 8 8 30 8 9 8 5.25 9 9 9 8.5 9 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 48 8 10 9 5.25 10 9 9 9 9 8.5 9 9 9 9 9 72 8 10 9 7 10 10 9 9 9 8.5 9 9 9 9 9 96 9 10 9 7 10 10 9 9 9 9 10 9 10 10 9 120 9 10 9.5 8 10 10 9 9.5 9 9 10 10 10 10 10 144 9 10 10 8 10 10.5 9 9.5 9 9 10 10 10 10 10 168 9 10 10 9 10 10.5 9 9.5 9 9 10 10 10 10 10
Jam Perlakuan Sumber Karbon Perlakuan Sumber Nitrogen
Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Pepton Ekst. khamir NaNO (NH3 4)2SO
4 0 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9 9 6 9 9 9 9 9 8.5 8.5 9 9 9 9 9 9 9 9 8.5 8.5 9 9
12 8 8 8 9 9 8 8 9 9 15 8 7.5 8 9 7 8 8 9 9 18 7.5 7 7.5 9 7 8 8 7 9 24 8 7 7.5 9 7 8 8 7 9 30 8.5 7 8.5 9 8 8 8 7 9 48 8.5 7 8.5 8 8 8 8 7 8.5 72 9 7.5 9 8.5 8 8 8 8 8.5 96 9 7.5 9 8.5 8.5 8.5 8 8 8 120 9 7.5 9.5 9 9 8.5 8 7 8 144 9 8 9.5 9 9 8.5 8 7 8 168 9 8 9.5 9 8.5 8.5 8 7 8
89
Lampiran 10 Medium pertumbuhan yang mengandung glukosa yang telah berubah warna menjadi merah
a. Kondisi medium pertumbuhan sesaat setelah bakteri laut Mesophilobacter sp. diinokulasi
b. Medium pertumbuhan berubah menjadi keruh setelah tiga jam inkubasi
c. Perubahan warna pada medium setelah 24 jam inkubasi
d. Perubahan warna pada medium setelah 30 jam inkubasi
e. Perubahan warna pada medium
setelah 168 jam inkubasi
f. Perubahan warna pada medium setelah
9 hari inkubasi
68