Upload
nindya-adeline
View
121
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pengaruh sistem imun terhadap inflamasi
Citation preview
NINDYA ADELINE
2011730156
6. Bagaimana pengaruh sistem imun terhadap proses inflamasi di scenario?
Untuk melindungi diri terhadap serangan pathogen, banyak mekanisme efektor yang
mampu melindungi tubuh terhadap antigen-antigen yang berasal dari pathogen dan non-patogen
tersebut tersebut. Dan hal ini dapat diperankan oleh berbagai sel maupun molekul terlarut.
Respons awal dari tubuh terhadap infeksi atau kerusakan ini disebut inflamasi akut. Respons ini
non-spesifik dan merupakan lini pertahanan tubuh sistemik pertama terhadap “bahaya”, terdiri
atas mobilisasi mediator-mediator imunologis, endokrin dan neurologis secara terkoordinasi,
misalnya komplemen, amine, molekul-molekul adhesi, sitokin, khemokin, hormone, steroid, dll.
Inflamasi sistemik yang disertai infeksi, disebut sepsis. Inflamasi akut merupakan akibat umum
dari dari respons imun bawaan sedangkan respons imun didapat juga dapat meningkatkan
inflamasi. Selama respons imun berlangsung sel-sel tubuh dapat menjadi rusak oleh sel efektor
dan molekul-molekul yang berperan dalam mekanisme imunologis, karena itu dari sudut
pandang ini inflamasi dapat disebut sebagai respons imunopatologis.
Pada inflamasi terjadi peningkatan aliran darah karena adanya vasodilatasi pada tempat
terjadinya infeksi atau kerusakan jaringan. Pembuluh kapiler menjadi lebih permeable sehingga
cairan, molekul-molekul besar dan leukosit dapat keluar dari pembuluh darah dan masuk ke
jaringan. Leukosit, terutama neutrofil dan monosit, dapat bergerak menuju sasarran akibat
khemotaksis. Selain itu juga terjadi penglepasan protease dan radikal bebas, akibatnya yaitu
KDRT (Kalor; panas, Dolor; rasa sakit, Rubor; kemerahan & Tumor; pembengkakan).
INFLAMASI AKUT
Respons imun bawaan dan inflamasi terkait erat satu sama lain. Peran sitokin dalam
inflamasi juga telah diterima secara luas. Produksi sitokin berlebihan dan berkelanjutan sebagai
respons terhadap lipopolisakharida (LPS) bakteri atau supfrerantigen merupakan ciri dari respons
inflamasi sistemik yang dapat mematikan. Penyebaran produk bakteri ini menginduksi
gelombang produksi sitokin pro-inflamasi misalnya tumor necrosis factor-a (TNF-a), IL-1, IL-6,
IL-8, yang mengaktifkan lebih banyak sel-sel imun dan membawanya ke daerah infeksi. Sitokin
pro-inflamasi ini dalam jumlah berlebihan dapat merusak dinding vaskuler dan mengakibatkan
disfungsi organ. Baik LPS maupun superantigen menginduksi transduksi sinyal ke nucleus sel
fagosit mononuclear dan sel T. jalur sinyal ini diperantai oleh NFkB yang memegang peran
penting dalam memprogram ekspresi dan mentranskripsi gen sitokin. Untuk mengimbanginya,
dilepaskan mediator anti-inflamasi misalnya IL-10 dan transforming growth factor-β (TGF-β)
yang menghambat penglepasan sitokin pro-inflamasi. Pada awal infeksi, sel-sel fagosit
teraktivasi membunuh bakteri secara langsung dengan menelannya dan mensekresi berbagai
substansi toksik seperti radikal bebas.
Respons inflamasi akut diawali dengan pathogen merangsang responder inflamasi dini
dengan tujuan untuk membunuh pathogen. Mediator inflamasi dini ini kemudian mengaktifkan
mediator inflamasi lambat yang dapat memicu mediator awal lebih lanjut. Secara ideal, respons
inflamasi harus dapat menyingkirkan pathogen kemudian mereda. Pada beberapa keadaan,
respons imun yang terjadi tidak cukup kuat untuk menyingkirkan pathogen. Pada keadaan lain
dapat terjadi umpan balik positif antara gelombang pro-inflamasi dini dan lambat yang
mengakibatkan respons imun yang tidak mereda. Secara klinis respons inflamasi yang menetap
bermanifestasi sebagai renjatan septik dan kegagalan organ.
Seperti yang telah diuraikan di atas, sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi memegang
peran penting pada inflamasi. Dalam golongan sitokin pro-inflamasi yang sangat poten termasuk
diantaranya TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, IL-18. Kadar–kadar sitokin yang tinggi ini lah yang
menyebabkan demam tinggi, hipotensi, kerusakan sel endotel vaskuler dan DIC, blood capillary
leak syndrome dan kegagalan organ.
Ada sejenis sitokin lain yang berkaitan dengan inflamasi sistemik, yaitu macrophage
migration inhibitory factor (MIF). MIF merupakan sitokin yang disekresikan oleh sel-sel imun
dan kelenjar hipofisis anterior. Sedangkan sel T merupakan sumber utama dari MIF. Disamping
itu ACTH yang diproduksi sebagai respons terhadap stres pembedahan pada gilirannya
menginduksi hormon glukokortikoid yang kemudian merangsang sel-sel sistem imun untuk
melepaskan MIF. Ekspresi berlebihan dari MIF berakibat produksi sitokin Th1 berlebihan.
Pentingnya MIF dalam menimbulkan respons inflamasi sistemik dibuktikan dengan percobaan
bahwa delesi gen MIF atau netralisasi protein MIF dapat mencegah terjadinya renjatan yang
diproduksi oleh LPS.
Respons neutrofil terhadap inflamasi tidak terlepas dari pengaruh khemokin. Khemokin
memegang peran penting dalam migrasi neutrofil dengan cara meningkatkan konsentrasi dan
mengaktifkan molekul adhesi pada permukaan neutrofil. Bila khemokin ini terikat pada
reseptornya ia akan mengaktifkan integrin pada permukaan neutrofil sehingga neutrofil melekat
pada permukaan endotel dan melakukan transmigrasi, dengan demikian memfasilitasi repons
neutrofil terhadap inflamasi.
Respons imun juga tidak terlepas dari pengaruh fungsi reseptor pada permukaan sel-sel
imun yang dikenal sebagai toll-like-reseptor (TLR), khususnya TLR4. TLR4 bukan hanya
berinteraksi dengan substansi-substansi endogen yang dikeluarkan oleh matriks ekstraseluler
atau cairan synovial seperti produk proteoglikan, fragmen hialuronat dan glikosaminoglikan
sehingga produk-produk ini juga dapat mengakibatkan inflamasi sistemik.
Sumber
Kresno, Siti Boedina. 2010. IMUNOLOGI: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi Kelima.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.