Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH USAHA PARIWISATA TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Program Strata-1
Disusun oleh :
Nama : Anggi Andriyana
N.I.M : 201218083
PROGRAM STUDI DESTINASI PARIWISATA
JURUSAN KEPARIWISATAAN
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA
BANDUNG
2017
i
PENGESAHAN PEMBIMBING
Bandung, ………………….2017 Bandung, ………………….2017
Pembimbing II Pembimbing I
Odang Permana S. S.E., M.E. Dr. Haryadi Darmawan, MM.
NIP. 19711225 119803 1 001
Bandung, ………………….2017
Menyetujui :
Kepala Bagian Administrasi Akademik
dan Kemahasiswaan
Drs. Alexander Reyaan, MM
NIP. 19630915 198603 1 001
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Anggi Andriyana
Tempat/Tanggal lahir : Tangerang, 5 Mei 1994
NIM : 201218083
Jurusan : Kepariwisataan
Program Studi : Studi Destinasi Pariwisata (S-1)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya buat ini merupakan hasil karya dan hasil penelitian saya
sendiri;
2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan
pihak lain kecuali arahan dari Tim Pembimbing;
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pemdapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan oranglain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka
4. Surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
saya peroleh karena karya tulis ini, dan sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini serta peraturan-peraturan terkait lainnya;
5. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bandung, 16 Februari 2017
Yang membuat pernyataan,
Anggi Andriyana
201218083
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil„alamin, penulis panjatkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT, karena atas izin, rahmat serta karunia-Nya, penulisan
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Usaha Pariwisata Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan.
Penulisan Skripsi dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat Program
Strata I, Studi Destinasi Pariwisata pada Jurusan Kepariwisataan di Sekolah
Tinggi Pariwisata Bandung. Dalam penyajian Usulan Penelitian ini penulis
menyadari masih belum mendekati kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan koreksi dan saran yang sifatnya membangun sebagai bahan
masukan yang bermanfaat demi perbaikan dan peningkatan diri dalam bidang
ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari, berhasilnya studi dan penyusunan Skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan semangat dan do‟a
kepada peulis dalam menghadapi setiap tantangan, sehingga sepatutnya pada
kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Anang Sutono, MM.Par., CHE selaku Ketua Sekolah Tinggi
Pariwisata Bandung
iv
2. Bapak Drs. Alexander Reyaan, MM., selaku Kepala Bagian Administrasi
Akademik dan Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung
3. Ibu Beta Budisetyorini A.Par., M.Sc., selaku Ketua Jurusan Kepariwisataan
4. Ibu Yanthi Adriani, Dra., M.Si., selaku Ketua Program Studi Destinasi
Pariwisata
5. Dr. Haryadi Darmawan, MM., selaku Dosen Pembimbing pertama yang selalu
membimbing sekaligus membangun mental, penulisan, pola pikir yang lebih
baik serta detil lainnya
6. Odang Permana S. S.E., M.E., selaku Dosen Pembimbing kedua yang selalu
membiming sekaligus membangun mental, penyusunan metodologi dan
analisis serta detil lainnya
7. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor
8. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor
9. Ke-dua orangtua atas do‟a dan dukungan yang tiada henti dari Ayahanda
H.Yus Rusmana dan Ibunda Hj.Cucun
10. Bibi Hj. Nurnaeningsih yang membantu dalam pengumpulan data di lokus
penelitian, Kabupaten Bogor
11. Ligiya Fitria Ramadhan yang membantu memberikan dukungan materi
maupun moril saat penyusunan skripsi
12. Sahabat MAJJAF, Ciwaruga Kingdom, Bhinneka, serta teman-teman lain di
kampus yang turut mendukung penyusunan skripsi ini
13. Kepada seluruh pihak yang terkait dalam membantu penyusunan skripsi ini
v
Akhir kata semoga Skripsi ini dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran untuk perkembangan pengetahuan bagi penulis maupun
bagi pihak yang berkepentingan.
Wasalamu‟alaikum Wr.Wb.
Bandung,.......................2017
Penyusun,
Anggi Andriyana
vi
ABSTRAK
Kabupaten Bogor merupakan salah satu destinasi wisata yang memiliki potensi
dan mampu bersaing dengan destinasi-destinasi wisata lainnya di Provinsi Jawa
Barat karena memiliki tingkat kunjungan wisatawan dan Produk Domestik
Regional Bruto di industri pariwisata yang cukup tinggi serta perkembangan
perekonomian yang cukup baik.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bogor yang sudah cukup pesat dipengaruhi oleh output dari usaha
pariwisata. Metodologi yang digunakan adalah analisis regresi berganda (ordinary
least square), pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen (Y) dan usaha
pariwisata sebagai variabel independen (X). Adapun beberapa tahap analisis yang
dilakukan yaitu; uji prasyarat (uji stasioneritas, normalitas dan heterokedastisitas),
analisis regresi berganda, uji permaslahan analisis regresi (uji autokorelasi dan uji
multikolinearitas) dan uji hipotesis (koefisien determinasi, uji-f dan uji-t).
Hasil dari analisis penelitian ini yaitu analisis koefisien determinasi menunjukan
bahwa output usaha pariwisata berpengaruh secara signifikan sebesar 59.5%. Uji
pengaruh secara bersama-sama atau uji-f menunjukan bahwa usaha pariwisata
berpengaruh secara signifikan (F hitung 8.681 > F tabel 1.93). Selanjutnya uji
pengaruh secara parsial atau uji-t, yang menghasilkan bahwa terdapat variabel
usaha pariwisata yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
yaitu Kawasan Wisata, Perjalanan Wisata, Penyelengaraan Hiburan & Rekreasi,
Jasa Konsultan Wisata, Jasa Pramuwisata dan Wisata Tirta.
Dari beberapa data temuan dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa, usaha pariwisata berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor.
Kata Kunci: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pertumbuhan
Ekonomi, Usaha Pariwisata, Ordinary Least Square (OLS), Kabupaten Bogor
vii
ABSTRAK
Kabupaten Bogor is one of tourism destination which has many potential and can
be compared with other tourism destination in West Java, because Kabupaten
Bogor has high tourist arrival and Gross Domestic Product in tourism industry,
also good in economic development.
The purpose of this research is to find does the high of economic growth in
Kabupaten Bogor influenced by the output of tourism business. The methodology
of this research is multiple regression analysis technique (ordinary least square),
economic growth as dependent variable (Y) and tourism business as independent
variable (X). Multiple regression analysis technique has some steps, there are; pre-
test (stationarity, normality, and heterokedastisity test), multiple regression
problems test (autocorrelation and multicolinearity test) and hypothesis test
(coefficient determination r-square, f-test and t-test).
The coefficient determination r-square result that the output of tourism business is
influence economic growth significantly by 59.5%. F-test also result that tourism
business is influence economic growth significantly (F-count 8.681 > F-table
1.93). Then t-test or parcial test result that some of tourism business is influence
tourism growth in Kabupaten Bogor, there are Kawasan Wisata, Perjalanan
Wisata, Penyelengaraan Hiburan & Rekreasi, Jasa Konsultan Wisata, Jasa
Pramuwisata dan Wisata Tirta.
Based on collected data and multiple regression analysis concluted that tourism
business is influence economic growth in Kabupaten Bogor.
Key Word: Gross Domestic Product (GDP), Economic Growth, Tourism
Business, Ordinary Least Square (OLS), Kabupaten Bogor
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................iii
ABSTRAK .................................................................................................................. vi
ABSTACT ................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ................................................................. 7
C. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 9
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................... 10
E. Sistematika Penulisan .................................................................................... 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 12
A. Paparan Konseptual ........................................................................................ 12
B. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 42
C. Kerangka Pemikiran ....................................................................................... 46
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................................ 48
A. Rancangan Penelitian ..................................................................................... 48
B. Obyek Penelitian ............................................................................................ 49
ix
C. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 50
D. Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 50
1. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 50
2. Alat Pengumpulan Data ........................................................................... 54
3. Matriks Operasionalisasi Varabel (MOV) ............................................... 55
E. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 56
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 69
A. Keadaan Umum .............................................................................................. 69
B. Analisis Regresi Berganda ............................................................................. 79
C. Pembahasan Hasil Analisis ............................................................................ 95
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 139
A. Kesimpulan .................................................................................................. 139
B. Saran ............................................................................................................. 145
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya, Kamar, dan Tempat Tidur di Jawa
Barat, 2013 ........................................................................................................................ 4
Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Akomodasi di Jawa Barat Menurut
Kabupaten/Kota, 2012....................................................................................................... 4
Tabel 1.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Menurut Kabupaten/Kota di
Jawa Barat, 2012 ............................................................................................................... 5
Tabel 1.4 Jumlah Rumah Makan/Restoran Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Barat, 2013 ........................................................................................................................ 5
Tabel 1.5 Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan
Pemerintah Kabupaten/Kota Menurut Jenis Penerimaan, 2013 (Ribuan Rupiah) ............ 6
Tabel 2.1 Rangkuman Teori & Konsep Usaha Pariwisata .............................................. 34
Tabel 2.2 Rangkuman Teori & Konsep Pertumbuhan Ekonomi .................................... 36
Tabel 2.3 Rangkuman Teori & Konsep Produk Domestik Regional Bruto .................... 40
Tabel 2.4 Rangkuman Teori & Konsep Produk Domestik Regional Bruto ........................
Tabel 3.1 Matriks Operasionalisasi Variabel .................................................................. 54
Tabel 3.1 Matriks Operasionalisasi Variabel .................................................................. 54
Tabel 4.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2015 ...... 71
Tabel 4.2 Jumlah Usaha Pariwisata Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2014 .................... 72
Tabel 4.3 Output Usaha Pariwisata di Kabupaten Bogor dari Tahun 2008 – 2014 (dalam
jutaan rupiah) ................................................................................................................. 74
xi
Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor 2008 – 2014 (dalam
jutaan rupiah) ................................................................................................................. 76
Tabel 4.6 Uji Stasioneritas Pada Setiap Variabel............................................................ 78
Tabel 4.7 Uji Normalitas Menggunakan Metode ............................................................ 79
Tabel 4.8 Pengujian Heteroskedastisitas Pada Variabel Lnei2 dengan LnX1 hingga
LnX2 ................................................................................................................................ 80
Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Berganda .................................................................... 81
Tabel 4.10 Pengujian Durbin Watson Variabel X1 – X12 Terhadap Variabel Y ............. 83
Tabel 4.11 Pengujian Multikolinearitas Pada Variabel X1-X12 Terhadap Y .................. 84
Tabel 4.12 Hasil Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Pada Variabel X1-X12
Terhadap Y ...................................................................................................................... 85
Tabel 4.12 Hasil Analisis Determinasi R2 ...................................................................... 86
Tabel 4.13 Hasil Uji-F..................................................................................................... 87
Tabel 4.14 Hasil Uji-t ...................................................................................................... 88
Tabel 4.15 Koefisien Pada Hasil Uji-t .......................................................................... 103
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 25
Gambar 3.1 Peta & Batasan Kabupaten Bogor dan Contoh Usaha Pariwisata ...... 27
Gambar 3.2 Tahapan Analisis ................................................................................ 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang menjanjikan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
World Economic Forum (WEF, 2008) menyatakan bahwa nilai transaksi
kepariwisataan dalam satu tahun dapat mencapai US$ 3.5 trilyun atau setara
dengan 6% dari penghasilan kotor dunia dan jumlah ini telah melampaui
pendapatan dari industri migas, otomobil, elektronik dan pertanian. Industri
kepariwisataan telah menyumbangkan kurang lebih US$ 421 milyar dari pajak
yang ditarik dari industri kepariwisataan dunia, jumlah ini belum termasuk
airport tax dan pajak perjalanan.
Bagi Indonesia sektor pariwisata juga menjadi salah satu solusi untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi pemerintah dan masyarakat. Seperti
yang tercantum pada Undang–Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, “Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani,
rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta
meningkatkan pendapatan Negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat”.
Selain itu, pariwisata juga menjadi salah satu dari sembilan agenda prioritas
Presiden Indonesia, Bapak Joko Widodo tepatnya pada nomor ke-enam
2
yang menyebutkan bahwa pemerintah akan meningkatkan daya saing, ini akan
memanfaatkan potensi yang belum tergarap dengan baik tetapi memberi
peluang besar untuk meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,
yakni, industri manufaktur, industri pangan, sektor maritim, dan pariwisata.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses meningkatkan pendapatan nasional,
suatu indikasi makroekonomi terutama PDRB per kapita, suatu dasar yang
tidak selalu linear atau sejalan dengan arah yang positif pada sektor sosial-
ekonomi dan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan dan taraf hidup
masyarakat. (Haller, 2012:66)
Brezina (2012:9-10) menyatakan bahwa Produk Domestik Regional Bruto
merupakan indikator yang paling penting dalam mengukur perekonomian
suatu Daerah. PDRB merupakan indikator pengukuran ekonomi terluas
sebagai nilai moneter pada semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu
Daerah selama periode waktu tertentu. Selanjutnya pada sektor pariwisata,
PDRB didefinisikan sebagai total nilai tambah yang diperoleh dari semua
produksi barang dan jasa pada industri pariwisata, termasuk penjualan kepada
non-wisatawan dan pengeluaran pariwisata (Mitchell dan Ashley, 2010:9).
Berdasarkan konsep tersebut dapat diketahui bahwa salah satu pendapatan
untuk memperoleh nilai tambah bagi PDRB sektor pariwisata yaitu usaha-
usaha pariwisata atau industri pariwisata. Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan, industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata
yang saling terkait dalam menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan pada penyelenggaraan pariwisata. Usaha pariwisata
3
merupakan kegiatan bisnis yang berhubungan langsung dengan kegiatan
wisata sehingga tanpa keberadaannya, pariwisata tidak dapat berjalan dengan
baik (Ismayanti 2010:19).
Berbagai kebutuhan wisatawan yang beragam menyebabkan tingkat
permintaan wisatawan yang tinggi sehingga hal ini menjadi salah satu faktor
dalam menghasilkan pendapatan bagi usaha-usaha pariwisata. Hal ini telah
dibuktikan oleh penelitian Santri (2009) dan penelitian pada Jurnal Perhotelan
dan Pariwisata: Peranan Sektor Pariwisata Dalam Perekonomian Provinsi Bali
(2013:15-16) yang menyimpulkan bahwa sektor pariwisata memiliki peran
yang relatif besar terhadap struktur perekonomian provinsi Bali dengan
posisi sektor pariwisata menduduki peringkat pertama diantara sektor-
sektor lain. Usaha Hotel dan Restoran memiliki kontribusi yang sangat besar
yaitu 19% serta jasa-jasa lainnnya sebesar 14% dari perbandingan dengan
sektor-sektor lainnya di PDRB. Hal ini membuktikan bahwa pembangunan
ekonomi Bali di topang oleh sektor Pariwisata.
Dari fenomena tersebut dapat diketahui bahwa usaha-usaha pariwisata sangat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Salah satu daerah tujuan wisata di
Indonesia yang saat ini sangat terlihat perkembangan ekonominya adalah
Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor terletak mengelilingi Kota Bogor dan
dekat dengan Ibukota Indonesia, Jakarta serta Ibukota Provinsi Jawa Barat,
Bandung. Keberadaan letaknya yang strategis merupakan potensi untuk
pengembangan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan pelayanan, pusat
industri nasional, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata.
4
Kabupaten Bogor termasuk ke dalam Kawasan Wisata Unggulan (KWU)
provinsi Jawa Barat terutama pada Kawasan Wisata Alam Pegunungan
Puncak. Kawasan Wisata Unggulan (KWU) provinsi merupakan kawasan
wisata yang diunggulkan di tingkat provinsi yang berperan dalam
menjawab isu‐isu pokok pembangunan kepariwisataan provinsi. KWU
berperan strategis karena keunikan lokasi maupun tingginya intensitas
kunjungan wisatawan.
Tabel 1.1 Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya, Kamar, dan Tempat Tidur di
Jawa Barat, 2013
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2014
Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Akomodasi di Jawa Barat
Menurut Kabupaten/Kota, 2012
Kabupaten/Kota Wisatawan
Mancanegara Wisatawan Nusantara
Jumlah
01. Kota Bandung 158,848 3,354,857 3,513,705
02. Kota Bogor 108,515 2,428,331 2,536,846
03. Kabupaten Bogor 47,719 1,290,897 1,338,616
04. Kabupaten Sukabumi 49,138 443,795 492,933
05. Kabupaten Garut 8,546,392 449,401 401,013
Kabupaten/Kota Jumlah Hotel dan
Akomodasi Jumlah Kamar
Jumlah Tempat Tidur
01. Kota Bandung 328 15,370 23,987
02. Kabupaten Bogor 152 7,438 14,395
03. Kabupaten Ciamis 223 3,383 5,619
04. Kabupaten Cianjur 138 4,577 8,490
05. Kabupaten Garut 126 1,881 2,895
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2014
5
Tabel 1.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Barat, 2012
Kabupaten/Kota Wisatawan
Mancanegara Wisatawan Nusantara
Jumlah
01. Kabupaten Bandung 62,101 5,583,468 5,645,569
02. Kabupaten Subang 170,274 3,227,988 3,398,262
03. Kabupaten Bogor 30,669 3,275,938 3,306,607
04. Kabupaten Sukabumi 46,975 2,551,807 2,598,782
05. Kota Depok 78,121 864,273 1,872,085
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2014
Tabel 1.4 Jumlah Rumah Makan/Restoran Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat, 2013
Kabupaten/Kota Rumah Makan/Restoran Restoran
01. Kabupaten Bandung 467 40
02. Kota Bandung 257 175
03. Kota Bekasi 143 92
04. Kabupaten Bogor 143 28
05. Kabupaten Garut 145 7
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2014
6
Tabel 1.5 Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten/Kota Menurut Jenis Penerimaan,
2013 (Ribuan Rupiah)
Kabupaten/Kota Bagian Dana Asli
Daerah (PAD) Penerimaan
Perimbangan Total Pendapatan
01. Kabupaten Bogor 8,485,710,397 32,315,852,409 4,953,126,646
02. Kota Bekasi 871,275,050 1,204,659,803 3,042,866,121
03. Kabupaten Bandung 368,109,368 2,049,968,644 2,976,159,913
04. Kota Bandung 1,344,159,105 1,820,636,329 1,820,636,329
05. Kabupaten Karawang
479,943,817 1,488,992,466 2,783,186,807
Sumber: Jawa Barat Dalam Angka 2014
Berdasarkan Data Jawa Barat Dalam Angka 2014 tersebut, dari beberapa
indikator Kabupaten Bogor rata-rata berada pada peringkat tiga besar;
peringkat kedua pada indikator jumlah akomodasi, selisih 9592 dengan Kota
Bandung. Indikator jumlah kunjungan wisatawan ke akomodasi dan obyek
wisata, Kabupaten Bogor berada di peringkat ketiga yaitu sebesar 1,338,616
dan 3,306,607 wisatawan. Selanjutnya pada indikator PAD (1,063,372,766),
penerimaan perimbangan (2,299,110,842), dan total pendapatan,
(4,894,953,126,646) Kabupaten Bogor berada di peringkat satu pada masing-
masing indikator.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Bogor
merupakan salah satu destinasi wisata yang memiliki potensi dan mampu
bersaing dengan destinasi-destinasi wisata lainnya di Provinsi Jawa Barat
karena memiliki tingkat kunjungan wisatawan dan industri pariwisata yang
cukup tinggi serta perkembangan perekonomian yang cukup baik.
7
Selanjutnya, berdasarkan RKPD Kabupaten Bogor 2008 - 2011, kontribusi
sektor sekunder terhadap PDRB dari tahun 2008 – 2011 semakin menurun,
yaitu 68.64% pada tahun 2008, 68.02% pada tahun 2009, 67.23% pada tahun
2010, dan 66.56% pada tahun 2011; sementara sektor tersier mulai bergerak
naik dari 24.58% pada tahun 2008, 25.59% pada tahun 2009, 26.37% pada
tahun 2010, dan 28.14% pada tahun 2011. Dengan demikian, lapangan usaha
perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa lainnya, mulai banyak diminati
di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan beberapa, kebijakan, konsep dan fenomena yang telah
dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengangkat topik “Pengaruh Usaha-usaha
Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor” sebagai
suatu kajian penelitian
B. Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
a. Rumusan Masalah
Berdasarkan data PDRB Kabupaten Bogor 2008 - 2011 yang diperoleh,
terjadi pergeseran antara kontribusi sektor sekunder (sektor industri
pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor bangunan) yang
mengalami penurunan dengan kontribusi sektor tersier (usaha
perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa lainnya) yang
mengalami peningkatan.
8
Menurut Mardiana (2015), sektor primer adalah sektor ekonomi yang
memanfaatkan sumber daya alam secara langsung. Sektor ini mencakup
pertanian, kehutanan, perikanan, dan pertambangan. Sektor sekunder
adalah sektor ekonomi yang mengolah hasil sektor primer menjadi barang
jadi, seperti pada manufaktur dan konstruksi. Industri pada sektor ini dapat
dibagi menjadi industri ringan dan industri berat. Sektor ekonomi tersier
(juga dikenal sebagai sektor jasa atau industri jasa) adalah satu dari tiga
sektor ekonomi, yang lainnya adalah sektor sekunder dan sektor primer.
Definisi umum sektor tersier adalah menghasilkan suatu jasa daripada
produk akhir seperti sektor sekunder. (Mardiana, 2015)
Peneliti mengamati bahwa pariwisata di Kabupaten Bogor mulai
berkembang pesat dan berpotensi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah ini sebagai suatu
penelitian.
b. Pembatasan Masalah
Berdasarkan Ismayanti (2010:19-21) dan diperkuat oleh Undang-Undang
No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, peneliti membatasi variabel
pertama yaitu usaha pariwisata yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Bogor yaitu meliputi 13 jenis usaha pariwisata.
Namun setelah dilakukan observasi dan pengumpulan data ke lokus
penelitian, salah satu usaha pariwisata yaitu jasa transportasi wisata tidak
termasuk ke dalam salah satu jenis usaha pariwisata, karena di Kabupaten
Bogor tidak memiliki transportasi khusus sektor pariwisata, melainkan
9
masih menggunakan transportasi umum, sehingga peneliti membatasi data
yang dikumpulkan sebanyak 12 jenis usaha pariwisata. Selanjutnya
peneliti membatasi variabel pertumbuhan ekonomi pada konsep Haller
(2012), Pertumbuhan ekonomi adalah proses meningkatkan pendapatan
nasional, suatu indikasi makroekonomi terutama PDRB per kapita, suatu
dasar yang tidak selalu linear atau sejalan dengan arah yang positif pada
sektor sosial-ekonomi dan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan
dan taraf hidup masyarakat. (Haller, 2012:66)
C. Pertanyaan Penelitian
Berikut merupakan beberapa pertanyaan penelitian yang ditimbulkan dari
rumusan masalah yang telah dipaparkan.
1. Bagaimana kondisi usaha pariwisata di Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana pengaruh usaha pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Bogor?
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusah masalah dan disesuaikan konsep yang digunakan (UU
RI No. 10 tahun 2009, Haller tahun 2012, Mitchel & Ashley tahun 2010)
serta penelitian empiris sebelumnya (Mosese tahun 2008, Amiri &
Walewangko tahun 2015, Bashori tahun 2011), sektor usaha pariwisata dan
pertumbuhan ekonomi memiliki suatu hubungan. Penelitian ini mengkaji
hubungan yang dihasilkan oleh output dari usaha pariwisata terhadap
pertumbuhan ekonomi (produk domestik regional bruto) Kabupaten Bogor.
10
Sehingga menghasilkan dugaan sementara hubungan antara variabel pada
penelitian ini.
, yang berarti usaha pariwisata ada pengaruh namun
tidak secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor
, yang berarti usaha pariwisata berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Mengetahui kondisi usaha-usaha pariwisata di Kabupaten Bogor
2. Mengetahui perkembangan perekonomian yang terkait dengan usaha-
usaha pariwisata di Kabupaten Bogor
3. Sebagai bahan edukasi dan informasi bagi pembaca, khususnya bagi
stakeholder pariwisata Kabupaten Bogor.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan dan
pembatasan masalah, pertanyaan penelitian dan hipotesis, tujuan dan
kegunaan penelitian yang akan dilaksanakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan tentang landasan teori atau paparan konseptual sebagai
dasar dalam penelitian yang akan dilakukan. Berbagai teori dan konsep yang
digunakan berkaitan dengan substansi penelitian atau variabel-variabel pada
penelitian ini. Berdasarkan teori dan konsep dapat dipilih metode, instrumen,
11
teknik analisis yang akan digunakan untuk merumuskan kesimpulan dari
penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini,
obyek penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data serta teknik
analisis data yang digunakan.
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dipaparkan tentang gambaran umum lokus penelitian, data
temuan yang telah diperoleh, penjelasan mengenai data temuan (deskripsi),
analisis data dengan menggunakan analisis regresi berganda, dan pembahasan
hasil analisis yang telah dilakukan.
BAB V KESIMPULAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai pembahasan dari tiga pertanyaan penelitian,
penarikan kesimpulan dari setiap pertanyaan penelitian, dan pemberian saran
oleh peneliti.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Paparan Konseptual
Sehubungan dengan penelitian ini, diperlukan pembahasan suatu konsep
mengenai variabel-variabel yang berkaitan dengan substansi penelitian ini.
Variabel pertama adalah usaha pariwisata dan variabel kedua adalah
pertumbuhan ekonomi.
1. Usaha Pariwisata
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, industri pariwisata
adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan
dalam penyelenggaraan pariwisata. Usaha pariwisata adalah usaha yang
menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Terdapat 13 jenis usaha yang
termasuk ke dalam usaha pariwisata.
Selanjutnya, Yoeti (1985:9) juga mengartikan industri pariwisata sebagai
kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama
menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang
dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya,
selama dalam perjalanannya.
13
Seperti yang disebutkan dua konsep di atas, yang termasuk ke dalam
kumpulan usaha pariwisata tidak hanya perusahaan (swasta), pemerintah
pun termasuk ke dalam industri pariwisata. Seperti yang dikemukakan oleh
Kusudianto (1996:11), bahwa industri pariwisata juga merupakan suatu
susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta. Organisasi tersebut
memiliki keterkaitan pada pengembangan, produksi dan pemasaran produk
suatu layanan yang memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang
bepergian, yaitu wisatawan.
Usaha pariwisata dapat dikatakan juga sebagai kumpulan kegiatan bisnis
karena di dalamnya terjadi sirkulasi hubungan langsung antara pengelola,
pengusaha, wisatawan, dan pemerintah. Ismayanti (2010:19-21)
mengemukakan bahwa usaha pariwisata merupakan kegiatan bisnis yang
berhubungan langsung dengan kegiatan wisata sehingga tanpa
keberadaannya, pariwisata tidak dapat berjalan dengan baik. Adanya usaha
pariwisata tentunya juga didukung oleh usaha-usaha lain karena industri
pariwisata adalah industri yang multisektor usaha pariwisata atau sering
juga disebut sebagai fasilitas wisata atau sarana wisata (superstructure),
diantaranya:
a. Daya tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik
wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan /
binaan manusia.
Pada penelitian sebelumnya menurut S Sinaga (2010) objek dan daya
tarik wisata merupakan salah satu unsur penting dalam dunia
14
kepariwisataan. Dimana objek dan daya tarik wisata dapat
menyukseskan program pemerintah dalam melestarikan adat dan
budaya bangsa sebagai asset yang dapat dijual kepada wisatawan.
Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Romani (2006) pada
dasarnya perencanaan wisata dimaksudkan untuk dapat meningkatkan
keuntungan ekonomi. Juga tercantum pada UU No. 9 Tahun 1990
bahwa pembangunan obyek dan daya tarik wisata bertujuan untuk
mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial
budaya. Namun di dalam perencanaan dan pembangunan ini harus
diupayakan juga agar tidak menyebabkan terjadinya perubahan sosial
dan kerusakan lingkungan. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui
bahwa pembangunan objek daya tarik seharusnya memiliki pengaruh
positif pada industri pariwisata dan perekonomian. Seperti pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Juliafitri (2005) di Kota Bitung,
Nasrul Qadarrochman (1994-2008) di Kota Semarang, I Wayan Gede
Sedana Putra (1991-2010) di Kabupaten Gianyar dan Ferry Pleanggra
(2012) di Kabupaten/Kota Jawa Tengah tentang pengaruh jumlah
obyek wisata terhadap pendapatan diperoleh hasil bahwa baik dari segi
jumlah obyek pariwisata maupun dari segi retribusi daya tarik wisata
memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan pariwisata dan
pembangunan daerah.
15
b. Kawasan pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan /
atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pariwisata.
Menurut Puranegara (2004) pada penelitian sebelumnya di Kabupaten
Ciamis, kontribusi kawasan wisata Pangandaran terhadap pendapatan
total sektor pariwisata ciamis pada tahun 2002 sebesar 72.06% dan
pada tahun 2003 sampai dengan bulan Agustus sebesar 72.72%. Hal
ini dapat dilihat bahwa Kawasan Wisata Pangandaran merupakan
kawasan andalan Ciamis yang memberikan kontribusi paling besar
terhadap pendapatan sektor pariwisata Ciamis. Hal ini juga
disampaikan oleh Fatimah S (2015) di Kota Ambon bahwa
pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata Bahari Kota Ambon
dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan,
maka dalam pelaksanaanya dibutuhkan strategi yang terencana dan
sistematis bagi masyarakat lokal. Keterlibatan atau partisipasi
masyarakat lokal menjadi penting pula termasuk dalam kaitannya
dengan upaya keberlanjutan pariwisata itu sendiri, yang mencakup
perlindungan terhadap lingkungan maupun manfaatnya bagi
kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang menjadi faktor utama
dalam prespektif pengembangan pariwista daerah. Pengembangan
kawasan wisata pada dasarnya adalah pengembangan masyarakat
dan wilayah yang didasarkan pada kehidupan masyarakat yang
untuk meningkatkan dan memajukan tingkat hidup masyarakat
16
sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal,
meningkatkan pendapatan secara ekonomis sekaligus
mendistribusikan secara merata pada penduduk lokal (Ratvany,
2016). Herdiana (2012) juga menyatakan bahwa perkembangan suatu
kawasan wisata tergantung pada apa yang dimiliki kawasan tersebut
untuk ditawarkan kepada wisatawan. Hal ini tidak dapat dipisahkan
dari peranan para pengelola kawasan wisata.
c. Jasa perjalanan wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha
agen perjalanan wisata.
Seperti yang tercantum pada Hollowey (1983, 2002) keberadaan jasa
perjalanan pariwisata menjadi sektor penting di beberapa Negara
seperti Spanyol dan Yunani. Jasa perjalanan pariwisata berfungsi
untuk menjual produk sektor lain seperti transportasi, akomodasi dan
jasa lainnya yang menjadi satu kombinasi paket wisata. Di Inggris,
lebih dari 300 perusahaan jasa perjalanan wisata sebagian besar
berpengaruh penting dalam penanganan pendapatan berbagai bisnis.
Oleh karena itu, industri jasa pariwisata memiliki peran yang sangat
penting pada industri pariwisata di beberapa Negara.
Hal ini juga disampaikan oleh Kesrul (2003) bahwa di Indonesia
sekarang ini biro perjalanan wisata yang beroperasi mencapai jumlah
3.190 kantor cabang yang tersebar. Tamu-tamu yang datang setiap hari
baik itu membeli tiket, memesan kamar hotel, ataupun untuk membeli
paket wisata menunjukkan bahwa semakin hari masyarakat semakin
17
membutuhkan jasa dan pelayanan dari biro perjalanan wisata. Seiring
dengan berkembangnya dunia pariwisata, jasa perjalanan wisata juga
sebagai sarana pendukung dalam meningkatkan industri pariwisata.
Jasa perjalanan wisata memegang peranan penting karena dapat
memberikan suatu pelayanan yang nyata bagi wisatawan, yaitu paket
perjalanan, seperti tiket transportasi udara, darat, laut; akomodasi
penginapan; pelayaran wisata; paket wisata; asuransi perjalanan; dan
produk lainnya yang berhubungan (Foster, 2000:77). Sebagai perantara
bagi perusahaan-perusahaan industri pariwisata, jasa perjalanan wisata
merupakan rantai yang amat penting dan sangat berperan besar untuk
mendorong atau merangsang agar orang mau melakukan perjalanan
wisata (Ni Nyoman Indah RP, 2006 dan DP Simamora, 2014).
d. Jasa makanan dan minuman adalah usaha penyediaan makanan dan
minum yang di lengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk
proses pembuatan yang berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar atau
kedai minuman.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sparks dkk (2003:12) di
daerah wisata Sidney, Melbourne, dan Brisbane, Australia menemukan
bahwa restoran memiliki peranan yang cukup signifikan dalam
menentukan tempat tujuan berlibur wisatawan. Dalam penelitian ini
disebutkan bahwa sebanyak 20% dari wisatawan yang diteliti yang
baru pertama kali mengunjungi kawasan wisata setuju bahwa restoran
memainkan peranan yang sangat penting dalam pemilihan daerah
18
tujuan wisata. Sedangkan 46% dari wisatawan yang telah memperoleh
pengalaman positif di restoran di daerah tujuan wisata tersebut setuju
untuk kembali berkunjung pada kesempatan berikutnya yang
disebabkan oleh alasan agar dapat kembali menikmati pelayanan di
restoran yang sama. Ini menunjukkan bahwa peranan restoran dan
bar sangatlah penting dalam industri pariwisata, oleh karena itu para
pelaku usaha dibidang ini perlu mengetahui kualitas standar produk
restoran yang diinginkan oleh wisatawan agar dapat mencapai
kepuasan wisatawan.
al ini juga disampaikan oleh Ni uastuti 2012) pada penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya di Kawasan Pariwisata Nusa Dua bahwa
restoran dan bar merupakan komponen pariwisata yang bersifat pisik,
yang berfungsi sebagai salah satu fasilitas pariwisata penunjang
pelayanan jasa. RP Wulandari (2015) juga menyebutkan bahwa
restoran merupakan bagian dari industri pariwisata yang berperan
sebagai penyedia jasa, makan dan minum bagi orang-orang yang
sedang berada jauh dari tempat tinggalnya. Dalam industri makanan
dan minuman untuk kepentingan pariwisata, fasilitas ini sangatlah
penting peranannya dalam menunjang pelayanan yang diberikan suatu
destinasi terhadap wisatawan, karenanya perlu dikelola dengan
profesional.
Perkembangan jaman yang semakin maju, pola kehidupan penduduk
mengalami perubahan, usaha restoran saat ini semakin popular dan
19
mengalami perkembangan yang pesat baik di pusat kota maupun di
daerah pinggiran kota (Prihastuti, 2009). Pada penelitian sebelumnya
Wibowo L Adi (2008) menyebutkan bahwa restoran atau jasa makan
& minum merupakan sarana pokok pariwisata (Main Tourism
Superstructures). Pada dasarnya, perusahaan-perusahaan tersebut
merupakan fasilitas minimal yang harus ada pada suatu daerah
tujuan wisata.
e. Penyediaan akomodasi adalah usaha yang megnyediakan pelayanan
penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lain.
Musselman dan Jackson (1984) memaparkan bahwa bisnis hotel dan
akomodasi sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dalam
peningkatan pendapatan. Bisnis hotel dan akomodasi lainnya
berkembang selaras dengan peningkatan pendapatan dan total
populasi. Pada tahun 1970 di Amerika pertumbuhan rata-rata pada
bisnis akomodasi sebesar 5.1% atau sekitar $50 milyar dan terus
meningkat hingga & $100 milyar pada akhir tahun 1970. Orang-orang
selalu memiliki keinginan untuk berlibur dari pekerjaannya, sehingga
orang yang memilliki waktu dan uang akan pergi berwisata. Oleh
karena itu, bisnis hotel dan akomodasi lainnya memiliki pengaruh yang
cukup jelas. Di Jawa Barat usaha yang bergerak dibidang akomodasi
pada tahun 2005 tercatat sebanyak 1,413 usaha, sebesar 9.55% adalah
usaha hotel berbintang dan sebesar 90.45% adalah usaha akomodasi di
luar hotel berbintang. Unsur terpenting di dalam kepariwisataan selain
20
obyek wisata yang menjadi tujuan utama wisatawan adalah sarana
akomodasi, sebagai tempat untuk beristirahat atau menginap di daerah
tujuan wisata (Wahyu Eridiana, 2008).
Selanjutnya pada penelitian yang telah dilakukan Dwi Pangastuti
Ujiani (2006) di Provinsi D.I. Yogyakarta juga menyatakan bahwa
sektor usaha jasa dan akomodasi pariwisata mampu memberikan
pengaruh terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya.
Meningkatnya output yang dihasilkan ini juga dapat meningkatkan
meningkatkan pula laju pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I.
Yogyakarta. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rizki Insan
Arif (2014) di Food and Beverage The Amaroosa Hotel Bandung,
akomodasi perhotelan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan
pariwisata. Tanpa kegiatan kepariwisataan dapat dikatakan akomodasi
perhotelan akan lumpuh. Sebaliknya pariwisata tanpa hotel merupakan
suatu hal yang tidak mungkin, karena jasa akomodasi termasuk ke
dalam sarana pokok kepariwisataan (main tourism superstructures).
Bila diumpamakan industri pariwisata itu sebagai suatu bangunan,
maka sektor perhotelan merupakan tiangnya. Dalam menunjang
pembangunan negara, Andi (2011) menjelaskan bahwa usaha
perhotelan memiliki peran antara lain; meningkatkan industri rakyat,
menciptakan lapangan kerja, membantu usaha pendidikan dan latihan,
meningkatkan pendapatan daerah dan Negara, meningkatkan devisa
negara, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
21
f. Penyelenggaraan kegiatan liburan dan rekreasi merupakan usaha yang
ruang lingkup kegiataan berupa usaha seni pertunjukan, arena
permainan, karaoke, bioskop dan kegiatan hiburan serta rekreasi lain
yang bertujuan untuk pariwisata.
Sinclair M T dan Stabler M (1991) menyatakan bahwa wisata belanja
(mal, factory outlet, dan pasar tradisional) memiliki dampak positif
pada ekonomi jika tidak adanya efek lingkungan dan sosial-budaya
yang negatif, seperti tidak menggangu atau menghancurkan tempat
tinggal masyarakat lokal, lingkungan alam dan situs budaya. Beberapa
atraksi lain yang memiliki dampak positif yang disediakan jasa
penyelenggaran hiburan dan rekreasi seperti pameran dan wisata
malam. Cahyono (2002: 94) menjelaskan bahwa tujuan
penyelenggaraan pameran di antaranya; tujuan sosial, tujuan
komersial, dan tujuan kemanusian. Menurut Sastra P (1999) tempat
hiburan malam adalah suatu tempat sejenis tourist attraction atau
kegiatan para wisatawan di mana para wisatawan datang untuk
menyaksikan, menikmati ataupun mengagumi kejadian-kejadian yang
berlangsung untuk mendapatkan kepuasan rohaniah sesuai dengan
keinginan para wisatawan yang dilakukan pada waktu malam hari.
Hiburan malam ini adalah merupakan salah satu kegiatan para
wisatawan yang dapat dirasakan di dalam dunia pariwisata tetapi juga
dapat memberikan ciri khas kepuasan tersendiri terhadap para
wisatawan. Fungsi dari tempat hiburan malam Marsum WA (2004:1)
22
diantarnya; untuk menghilangkan kejenuhan para wisatawan yang
selalu tinggal di hotel, memberikan gambaran tentang situasi aktivitas
pada malam hari di kota yang bersangkutan, untuk menjamu para relasi
bisnis. Tempat hiburan malam dengan bar tidak dapat dipisahkan,
di tempat hiburan malam terdapat bar yang akan menyediakan
berbagai minuman dari yang non-alcoholic sampai yang alcoholic.
Pada penelitian Mahardika (2014) yang dilakukan di Yogyakarta
sebelumnya, saat ini, wisata malam di Yogyakarta berkembang pesat.
Dibuktikan dengan banyak dibukanya industri hiburan seperti cafe,
tempat karaoke, dan warung kopi. Ada beberapa cafe, tempat karaoke,
danwarung kopi yang dibuka di Yogyakarta yang hadir dengan gaya
dankonsep yang berbeda–beda, seperti Terrace Cafe, Liquid Cafe,
Boshe Cafe, Happy Puppy karaoke, Hyperbox karaoke, dan Legend
Cafe.Banyaknya industri hiburan malam di Yogyakarta menjadikan
kota initidak pernah sepi dari pagi hingga larut malam. Hal ini juga
dikemukakan oleh Novitasari (2008) di Pasar Semawis Semarang
bahwa berbagai aktivitas dan kegiatan yang ada di Pasar Semawis
dapat memberikan berbagai keuntungan baik dari segi ekonomi bagi
para pelaku bisnis maupun pelestarian budaya khususnya etnik China.
Selain itu dengan keberadaan Pasar Semawis ini dapat dijadikan
sebagai alternatif sebagai tempat tujuan wisata baik wisata budaya
maupun wisata kuliner. Berbagai interaksi yang terjadi di Pasar
Semawis secara langsung dapat mempererat sosialisasi antara
23
masyarakat yang berasal dari etnis China maupun penduduk pribumi,
sehingga Pasar Semawis merupakan objek wisata yang sangat
berpotensi untuk perkembangan wisata di Kota Semarang.
g. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konfrensi dan
pameran adalah usaha yang memberikan jasa bagi karyawan dan mitra
usaha sebagai imbalan atas prestasi, dan menyelenggarakan pameran
untuk menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan jasa
yang bersekala nasional, regional dan internasional.
Roeseler (2008:4) yang menyatakan bahwa MICE (Meetings,
Incentives, Conventions, Exhibition) sebagai suatu industri banyak
mendatangkan orang untuk melakukan pertemuan, dan setiap
pengeluaran mereka dalam jangka waktu tersebut merupakan
pemasukan salah satunya pada industri pariwisata. Rata-rata orang
yang datang berasal dari luar daerah, sehingga mereka harus tinggal
dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, industri MICE sangat
berkontribusi pada industri pariwisata. Selanjutnya juga dinyatakan
oleh Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ibu Mari Elka
Pantestu (2011-2014) terdapat 3 hal utama sebagai upaya untuk
meningkatkan keuntungan dalam sektor pariwisata, yaitu
mengembangkan wisata minat khusus, salah satunya adalah MICE.
Hal ini juga disampaikan oleh Esthy Reko Astuti (2013), Dirjen
Pemasaran Kementerian Pariwisata bahwa sektor pariwisata dan MICE
dapat menciptakan peningkatan PDB di dunia, sementara di sektor
24
lainnya sedang menurun, justru MICE dan travel mengalami
pertumbuhan yang pesat. Bila dilihat dari data pertumbuhan MICE
Indonesia pada 2013 lalu bertumbuh 6 sampai 7% dan pada akhir 2014
diharapkan dapat mengalami pertumbuhan yang lebih besar. Selain itu,
industri MICE di tanah air semakin cerah dengan ditandatanganinya
Peraturan Presiden Nomor 69/2015 oleh Presiden Joko Widodo
tentang bebas Visa kunjungan bagi 45 negara.
Juga disampaikan oleh Indrajaya (2015) pada penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya di Kota Tangerang Selatan bahwa
perkembangan industri MICE di Indonesia memiliki potensi besar dan
merupakan salah satu produk unggulan industri Pariwisata Indonesia.
MICE merupakan salah satu dunia bisnis yang menjanjikan karena
pariwisata salah satu industri raksasa dunia yang mendorong
pertumbuhan sektor ekonomi paling cepat. Dampak besar bisnis MICE
dapat dilihat dari perolehan devisa pariwisata dengan diadakannya
sejumlah kegiatan konvensi nasional ataupun internasional dalam skala
besar. Industri MICE memiliki potensi pertumbuhan positif seiring
membaiknya perekonomian dan naiknya pendapatan masyarakat.
Berdasarkan teori/konsep dan penelitian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa industri jasa MICE diyakini memiliki peran sentral
bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Di banyak negara maju,
sektor ini telah menjadi pemicu dan pemacu bagi tumbuh-kembangnya
sektor ekonomi lainnya sehingga industri MICE juga merupakan
25
indikator kuat dari kemajuan perekonomian negara. Jasa
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi &
pameran di Kabupaten Bogor memiliki pengaruh namun tidak secara
signifikan. Seharusnya pengelola MICE di Kabupaten Bogor juga
fokus dalam mempromosikan berbagai produk lain yang berpotensi,
agar para wisatawan yang datang untuk pertemuan atau bisnis dapat
mengeluarkan uangnya sebagai pemasukan bagi MICE itu sendiri dan
sektor lainnya di industri pariwisata.
h. Jasa informasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan data, berita,
feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang
disebarkan dalam bentuk bahan cetak dan atau elektronik.
Menurut Prabowo (2009) jasa informasi pariwisata berperan penting
dalam memenuhi kebutuhan dan memudahkan para wisatawan yang
akan melakukan kegiatan pariwisata, untuk mendapatkan informasi
yang akurat dan lengkap, serba cepat, efisien, dan efektif mengenai
tujuan wisata beserta obyek-obyek yang menarik yang ada, serta
sarana transportasi yang bisa digunakan dalam mencapai tujuan.
Disamping kebutuhan para wisatawan juga informasi pariwisata
tersebut juga dibutuhkan bagi pengelola industri kepariwisataan dan
pemerintahan karena memiliki peran dalam mengambil keputusan dan
sebagai penentu kebijakan di bidang kepariwisataan.
Di dalam pemasaran pariwisata Novianto (2011) juga menyampaikan
peran dari sistem informasi pariwisata ini sangat penting, karena
26
perilaku calon wisatawan sagat dinamis perkembangannya dari waktu
ke waktu. Keputusan harus dapat cepat diambil untuk menyesuaikan
dengan perubahan yang terjadi. Jadi peranan jasa informasi pariwisata
sangat menunjang perkembangan pariwisata. Dengan jasa ini, maka
informasi dan komunikasi dapat dilakukan dengan sangat cepat, efisien
dan akurat sehingga wisatawan dapat mendapatkan informasi tentang
kegiatan pariwisata yang akan dilakukannya (Seanli, 2011).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Zainal (2004) di Jawa
Tengah, dalam memasarkan pariwisata di Jawa Tengah selain
menggunakan media konvensional, TIC juga menggunakan media
computer dan teknologi komunikasi. Adanya sistem informasi
pariwisata terpadu dengan mengembangkan teknologi informasi secara
integral diharapkan akan mampu meningkatkan daya saing bidang
kepariwisataan terutama pada promosi dan pemasaran pariwisata yang
nantinya dapat meningkatkan peran serta masyarakat. Dengan
demikian TIC dapat berperan aktif sebagai sarana informasi, sebagai
sarana promosi pariwisata, sebagaisarana penyebaran wisatawan,
sebagai mitra usaha jasa pariwisata. Hal ini juga dikuatkan oleh
penelitian yang telah dilakukan Respati (2011) di PT. (Persero)
Angkasa Pura I Bandara Internasional Juanda Surabaya yang
memperoleh hasil penelitian bahwa unit informasi mempunyai peran
yang sangat penting dalam menunjang pariwisata di Jawa Timur.
Dengan adanya penerangan bandara akan mempermudah para
27
wisatawan dalam mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek dan
daya tarik wisata yang ada di Jawa Timur. Pelayanan yang baik dari
pihak bandara khususnya bagian informasi akan membuat para
wisatawan ingin lebih sering mengunjungi obyek-obyek wisata di Jawa
Timur. Kesimpulannya, unit informasi Bandar Udara internasional
Juanda Surabaya memiliki peran yang strategis dalam
memperkenalkan pariwisata di Jawa Timur.
i. Jasa konsultasi pariwisata adalah usaha yang menyediakan saran dan
remendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha,
penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan.
Menurut Astina (2010) jasa konsultan pariwisata berperan dalam
analisis sektor pariwisata, sebagai media komunikasi dan informasi
ilmiah kepariwisataan, yang memuat tentang hasil ringkasan
penelitian, survei dan tulisan ilmiah populer kepariwisataan juga
pergeseran trend yang terjadi sehingga pembangunan pariwisata
Indonesia dapat terwujud secara berkelanjutan. Selain itu persaingan
global telah memberikan peningkatan standar baru persaingan. Dalam
kondisi ini, setiap perusahaan menginginkan untuk bisa bertahan dan
berkembang serta harus bisa menciptakan dan memperpanjang manfaat
kompetisi secara terus-menerus dengan cara meningkatkan daya saing.
Persaingan yang lebih tinggi mengharuskan perusahaan untuk
memiliki strategi persaingan yang inovatif dan pelaksanaan yang
optimal, peningkatan keuntungan dan dukungan ketahanan dari bisnis
28
tersebut (Smart Cipta, 2012). Selanjutnya Hananto (2015) usaha jasa
konsultan pariwisata mempunyai peran yang strategis dalam rangka
turut menciptakan dan mendorong pemenuhan sumberdaya manusia
dan terpenuhinya usaha bidang pariwisata yang terkompentensi
berdasar standar yang telah ditetapkan melalui proses sertifikasi.
Produk usaha jasa konsultan pariwisata mencakup bidang industri
pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata dan bidang
kelembagaan pariwisata memberikan ruang untuk tumbuh dan
berkembangnya usaha jasa konsultan pariwisata baik menyangkut
aspek teknis maupun bisnis terkait dengan produk usaha jasa konsultan
yang berupa opini, saran atau rekomendasi. Dengan demikian usaha
jasa konsultan di bidang pariwisata dapat bersinergi dengan
pemerintah maupun pemerintah daerah untuk bersama-sama
mendorong pertumbuhan usaha pariwisata dengan memanfaatkan
sumberdana pemerintah atau pemerintah daerah yang ada.
j. Jasa pramuwisata adalah usaha yang menyediakan dan atau
mengoordinasikan tenaga pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan dan / atau kebutuhan biro perjalanan wisata.
Hollowey (1983, 2002) menyatakan bahwa meskipun industri
pramuwisata terbilang kecil, kurang diakui secara aturan, namun jasa
pramuwisata merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam
industri pariwisata. Pemandu wisata dan interpreter menggambarkan
baiknya suatu destinasi wisata secara langsung kepada wisatawan. Hal
29
ini juga diperkuat oleh pernyataan Yogyakarta Tourist Informations
(2009) bahwa unsur terpenting yang bersinggungan langsung dengan
layanan wisatawan adalah pramuwisata atau pemandu wisata; yaitu
seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penerangan dan
petunjuk tentang obyek wisata serta membantu segala sesuatu yang
diperlukan wisatawan. Dalam menjalankan tugasnya, pemandu wisata
(tourist guide) harus memiliki standar kualifikasi layanan dan
kompetensi yang cukup berupa sikap, pengetahuan, ketrampilan teknik
serta kode etik profesi kepariwisataan yang telah diratifikasi. Profesi
ini menjadi ujung tombak industri pariwisata dimana sejak orang
keluar untuk berwisata sejak itu dibutuhkan peran dari tugas-tugas
seorang guide.
Selanjutnya Harum (2012) juga memaparkan bahwa pramuwisata
adalah seseorang yang menemani, memberikan informasi dan
bimbingan serta saran kepada wisatawan dalam melakukan aktivitas
wisatanya. Pramuwisata adalah orang mengarahkan sebuah tour dan
merupakan kunci utama yang akan membawa wisatawan mendapatkan
pengalaman-pengalaman selama tour. Pramuwisata adalah seseorang
yang memimpin wisatawan dan memberikan informasi tentang data
atau fakta obyek dan atraksi wisata yang dikemas oleh jasa perjalanan
wisata dalam tour itinerary sebelumnya serta segala sesuatu yang
memiliki daya tarik bagi wisatawan. Dari sudut pandang pariwisata
Indonesia pramuwisata merupakan "guru besar" yang dianggap serba
30
mengetahui tentang objek dan atraksi yang dimiliki daerahnya.
Kenyamanan wisatawan selama perjalanan merupakan tujuan utama
seorang pramuwisata. Selain itu seorang pramuwisata harus
memberikan cerminan dari kehidupan bangsa sendiri dengan segala
kepribadiannya dan selalu dapat dan ingin bekerjasama dengan segala
jenis bangsa yang datang ke Indonesia. Secara lebih luas, pramuwisata
adalah duta bangsa atau duta daerah tempat bertugas. Pramuwisata
adalah cerminan karakter masyarakat setempat (F. H. Debora, 2009).
Dalam industri pariwisata menurut Saraida (Waibobo, 2014) seorang
pramuwisata tetap menjaga citra pariwisata dan kredibilitas bangsa dan
negara di mata wisatawan dengan sesungguhnya. Peranan pramuwisata
sangat penting untuk majunya suatu jasa perjalanan wisata dan
meningkatkan kunjungan wisatawan, tergantung pada pelayanan yang
diberikan oleh pramuwisata kepada wisatawan. Selain itu pramuwisata
juga berperan sebagai sales-person bagi pariwisata Indonesia pada
umumnya. Dengan pelayanan yang professional pramuwisata ikut
menyumbangkan jasa untuk menjual produk-produk wisata dalam
bentuk paparan kepada wisatawan selama dalam penanganannya.
k. Wisata tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan
olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa
yang lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai
dan sungai, danau dan waduk. Menurut D.G. Bengen (2002) pada
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, salah satu jenis wisata
31
yang berkembang di Indonesia adalah jenis wisata tirta/bahari. Hal ini
dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas
ribuan pulau besar dan kecil, seluruhnya mencakup 17.508 pulau
dengan garis pantai lebih dari 81.000 km serta memiliki potensi
sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar. Industri wisata tirta
merupakan salah satu sarana yang tepat dalam meningkatkan
kemajuan ekonomi masyarakat baik lokal maupun global. Selain itu
dampak dan manfaat lain dari industri wisata tirta yaitu dapat
menghasilkan devisa negara dan memperluas lapangan kerja, sektor
pariwisata bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan
mengembangkan budaya lokal.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh W. Yuliasri (2005) di
Semarang memperoleh hasil penelitian bahwa kawasan wisata air
Rawa Pening termasuk dalam kategori yang memiliki pertumbuhan
produk rendah dengan pasar yang tinggi (Kuadran Cash Cows).
Dengan kata lain kawasan wisata air Rawa Pening saat ini hanya
memiliki pangsa pasar kecil, tetapi tumbuh dan berkembang relatif
cepat. Saat ini usaha pengembangan kawasan wisata diarahkan kepada
pengembangan produk, salah satunya pengembangan atraksi wisata air.
Dritasto dan Anggraeni (2013) pada penelitian yang telah dilakukan
juga mengatakan bahwa dengan terkaitnya masyarakat dalam kegiatan
wisata tirta di Pulau Tidung maka dapat memberikan dampak ekonomi
masyarakat yaitu berupa pendapatan. Secara umum kegiatan wisata
32
yang ada di Pulau Tidung telah memberikan dampak ekonomi kepada
masyarakat walaupun dampak yang dirasakan terbilang cukup kecil.
Dampak ekonomi ini terjadi karena adanya perputaran uang antara
wisatawan, unit usaha, dan tenaga kerja. Semakin banyaknya
wisatawan yang datang ke Pulau Tidung memberikan dampak berupa
pendapatan yang lebih banyak kepada unit usaha.
l. Spa adalah usaha jasa perawatan yang memberikan dengan metode
kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah–rempah, layanan
makanan / minuman sehat dan olah aktifitas fisik dengan tujuan
menyeimbangkan jiwa dan raga, yang tetap memperhatikan tradisi dan
budaya Indonesia.
Aitchison C, Macleod N, dan Shawn (2000) menyatakan bahwa spa
merupakan salah satu industri pariwisata yang paling penting dan
popular di beberapa Negara. Industri spa dipercaya sekitar 15 juta turis
sebagai tempat untuk menyembuhkan berbagai penyakit dengan
berendam di air panas. Ketertarikan turis yang menganggap industri
spa sebagai suatu pengobatan alternatif membuat industri spa terus
berkembang, menjadi elemen penting di industri pariwisata, hingga
lebih dari 300 ribu turis inggris terus bepergian ke luar negeri untuk
perawatan setiap tahunnya. Pada beberapa negara spa dikategorikan
dalam wisata kesehatan (health tourism) yang berkaitan dengan rumah
sakit dan teknologi yang diandalkan. Namun spa lebih berkaitan
dengan leisure, relaksasi, dan juga ada nilai tradisi budaya lokal di
33
dalamnya. Pun juga spa lebih mengarah pada menjaga, relaksasi dan
membangkitkan kebugaran. Oleh karena itu spa lebih tepat disebut
wisata kebugaran (wellness tourism).
Tidak hanya di luar negeri, saat ini perkembangan industri bisnis
bidang jasa spa mulai menemukan titik yang baik dan sudah
mendapatkan atensi dari masyarakat luas yang sudah dapat kita lihat
pada bisnis industri spa di Bali. Bali menjadi tolok ukur perkembangan
industri spa di Indonesia karena beberapa kali sudah mendapatkan
penghargaan menjadi industri spa terbaik, seperti penghargaan The
Readers Spa Awards 2010 oleh majalah Conde Nast Traveller 2.
Kemajuan industri spa di Bali dapat memacu untuk usaha pencapaian
perkembangan industri jasa spa di daerah lainnya ke masa depan yang
lebih baik karena industri jasa ini dapat menaikan devisa dan juga
pendapatan daerah.
Menurut Cohen (2008) industri spa memprediksi, spa masih hal yang
baru dan merupakan sektor yang berkembang untuk pariwisata.
Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya, tradisi, dan juga hasil
kekayaan alamnya. Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia
untuk dikembangkan menjadi sesuatu hal yang berguna seperti halnya
ramuan-ramuan rempah khas Indonesia untuk dijadikan produk
kecantikan dan juga kesehatan. Hal ini juga disampaikan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid
II, Mari Elka Pangestu pada tahun 2013 bahwa Kemenparekraf tengah
34
mengembangkan tujuh wisata minat khusus salah satunya adalah
wisata kesehatan atau spa. Keanekaragaman pelayanan spa mendapat
sambutan besar seiring dengan apresiasi global yang semakin tinggi
terhadap kebugaran, kesehatan dan umur panjang. Dengan peningkatan
keanekaragaman spa tersebut dan ditambah dengan trend spa yang
terus berkembang menjadi objek perdagangan internasional di antara
banyak negara, ada desakan kebutuhan untuk mengidentifikasi dan
mendorong layanan spa berkualitas tinggi, menciptakan transparasi,
meningkatkan kepercayaan pelanggan dan mempromosikan pertukaran
informasi (SNI Valuasi, 2013).
Berikut merupakan rangkuman beberapa konsep usaha pariwisata.
Tabel 2.1 Rangkuman Teori & Konsep Usaha Pariwisata
No Penulis / Sumber
Konsep Definisi Teori & Konsep Komponen
1 Yoeti (1985:9)
Industri pariwisata diartikan sebagai
kumpulan dari macam-macam
perusahaan yang secara bersama
menghasilkan barang-barang dan jasa-
jasa (goods and service) yang
dibutuhkan para wisatawan pada
khususnya dan traveler pada umumnya,
selama dalam perjalanannya.
Barang & Jasa
untuk Kebutuhan
Wisatawan
Kusudianto
(1996:11)
Industri pariwisata adalah suatu
susunan organisasi, baik pemerintah
maupun swasta yang terkait dalam
pengembangan, produksi dan
pemasaran produk suatu layanan yang
memenuhi kebutuhan dari orang yang
sedang bepergian.
Produk Layanan
untuk
Kebutuhan
Wisatawan
35
3
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun
2009
Industri Pariwisata adalah kumpulan
usaha pariwisata yang saling terkait
dalam rangka menghasilkan barang
dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dalam
penyelenggaraan pariwisata. Usaha
pariwisata adalah usaha yang
menyediakan barang dan/atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan
dan penyelenggaraan pariwisata.
Barang & Jasa
untuk Kebutuhan
Wisatawan
4 Ismayanti
(2010:19-21)
Usaha pariwisata merupakan kegiatan
bisnis yang berhubungan langsung
dengan kegiatan wisata sehingga tanpa
keberadaannya, pariwisata tidak dapat
berjalan dengan baik. Adanya usaha
pariwisata tentunya juga didukung oleh
usaha-usaha lain karena industri
pariwisata adalah industri yang
multisektor usaha pariwisata atau sering
juga disebut sebagai fasilitas wisata
atau sarana wisata (superstructure)
Barang & Jasa
untuk Kebutuhan
Wisatawan
5.
UU No. 10
Tahun 2009
Tentang
Kepariwisataan
& Ismayanti
(2010)
Fasilitas wisata atau sarana wisata
(superstructure) yang termasuk ke
dalam usaha pariwisata meliputi 13
jenis usaha pariwisata
13 Jenis Usaha
Pariwisata
Sumber: Olahan Peneliti
Dari beberapa konsep usaha pariwisata yang telah dipaparkan, peneliti
memilih menggunakan konsep dari Ismayanti tahun 2010, karena sesuai
dengan kebijakan Republik Indonesia pada Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009. Selain itu, di dalam konsep tersebut juga terdapat definisi
dari masing-masing 13 jenis usaha pariwisata.
2. Pertumbuhan Ekonomi
36
Haller (2012:66) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses
meningkatkan pendapatan nasional, suatu indikasi makroekonomi
terutama PDRB per kapita, suatu dasar yang tidak selalu linear atau sejalan
dengan arah yang positif pada sektor sosial-ekonomi dan berdampak pada
meningkatnya pertumbuhan dan taraf hidup masyarakat.
Definisi tersebut juga dinyatakan oleh Alam S (2007:25), bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB) suatu Daerah atau
daerah melebihi tingkat pertumbuhan penduduk dalam jangka panjang.
Selain PDRB, meningkatnya pendapatan nasional juga dapat dilihat dari
total produksi dan perkembangan permintaan terhadap barang dan jasa dari
waktu ke waktu, biasanya lebih dari satu tahun. (BIS, 2010:3) & (Bucknall
B. K., 2013:1)
Investopedia (2014) juga mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan proses meningkatkan kapasitas pada ekonomi untuk
memproduksi barang dan jasa, yang dibandingkan dari satu periode
dengan periode lainnya.
Berikut merupakan rangkuman beberapa konsep pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2.2 Rangkuman Teori & Konsep Pertumbuhan Ekonomi
No
Penulis /
Sumber
Konsep
Definisi Teori & Konsep Komponen
1 Alam S
(2007:25)
Pertumbuhan ekonomi merupakan
suatu proses yang bertujuan untuk
menaikkan produk domestik regional
bruto suatu Daerah atau daerah
melebihi tingkat pertumbuhan
penduduk dalam jangka panjang.
Proses
Meningkatkan
PDRB
37
2 BIS (2010:3)
Economic growth is the continuous
improvement in the capacity to satisfy
the demand for goods and services,
resulting from increased production
scale, and improved productivity
(innovations in products and
processes).
Proses
Mengoptimalkan
Barang dan Jasa
3 Haller
(2012:66)
Eonomic growth is the process of
increasing the sizes of national
economies, the macro-economic
indications, especially the GDP per
capita, in an ascendant but not
necessarily linear direction, with
positive effects on the economic-social
sector, while development
shows us how growth impacts on the
society by increasing the standard of
life.
Proses
Meningkatkan
Pendapatan
Nasional
4 Bucknall B.
K. (2013:1)
It is the change in national income over
time, usually measured over one year.
National income is the amount
produced by a country in one year.
Perubahan
Pendapatan
Nasional
5 Investopedia
(2014)
Economic growth is an increase in the
capacity of an economy to produce
goods and services, compared from one
period of time to another. Economic
growth can be measured in nominal
terms, which include inflation, or in
real terms, which are adjusted for
inflation.
Peningkatan
Perekonomian
Pada Barang dan
Jasa yang
Sumber: Olahan Peneliti
Berdasarkan berbagai konsep pertumbuhan ekonomi yang dipaparkan,
peneliti memilih menggunakan konsep Haller tahun 2012, karena konsep
tersebut menyebutkan bahwa;
a) Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses,
b) PDRB merupakan indikator utama yang menunjukan pertumbuhan
ekonomi suatu Daerah atau daerah, dan
38
c) Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan dampak positif pada sektor
sosial yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat
Selanjutnya menurut Haller, terdapat hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan Produk Domestik Regional Bruto. Oleh karena itu perlu
dipaparkan teori & konsep mengenai PDRB.
3. Produk Domestik Regional Bruto
Mankiw (2009:510) mengemukakan bahwa Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa yang
dihasilkan pada suatu Daerah dalam jangka waktu tertentu. Produk
Domestik Regional Bruto merupakan indikator yang paling penting dalam
mengukur perekonomian suatu Daerah. (Brezina 2012:9-10). Brezina juga
mendefinisikan PDRB sebagai indikator pengukuran ekonomi terluas
sebagai nilai moneter pada semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu
Daerah selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. PDRB adalah
nilai pasar dari semua barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu Daerah
dalam jangka waktu tertentu.
Selanjutnya, Bank Indonesia (2013) mengemukakan bahwa PDRB pada
dasarnya merupakan nilai tambah pada penjumlahan yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu daerah, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada
suatu daerah.
39
Pada sektor pariwisata, PDRB dapat didefinisikan dalam 2 sisi, sisi supply
dan demand. Pada sisi supply, PDRB industri pariwisata adalah total nilai
tambah yang diperoleh dari semua industri pariwisata, termasuk penjualan
kepada non-wisatawan. Selanjutnya pada sisi demand, PDRB industri
pariwisata adalah nilai tambah khusus yang diperoleh dari pengeluaran
pariwisata di semua sektor ekonomi, apakah termasuk dalam industri
pariwisata maupun tidak. (Mitchell & Ashley, 2010:9)
Selanjutnya, produk domestik regional bruto dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan. Menurut Bank
Indonesia (2013), PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan
nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun
dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui
kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi
suatu daerah. Sementara itu, PDRB konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan
ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga. PDRB juga dapat
digunakan untuk mengetahui perubahan harga dengan menghitung
deflator PDRB (perubahan indeks implisit). Indeks harga implisit
merupakan rasio antara PDRB menurut harga berlaku dan PDRB menurut
harga konstan.
40
Berikut merupakan rangkuman berbagai konsep Produk Domestik
Regional Bruto.
Tabel 2.3 Rangkuman Teori & Konsep Produk Domestik Regional Bruto
No
Penulis /
Sumber
Konsep
Definisi Teori & Konsep Komponen
1 Mankiw
(2009:510)
GDP is the market value of all final
goods and services produced within an
economy in a given period of time
Total Nilai Pasar
dari Barang &
Jasa
2 Brezina
(2012:9-10)
Gross Domestic Product (GDP) is the
total value of goods and services
produced in a nation during a given
period of time, usually one year
Basically, it is the sum total of all
purchases, both goods and services,
made in a country in one year
Indikator
Pengukuran
Perekonomian
3
Mitchell dan
Ashley
(2010:9)
Gross domestic product (GDP) of
tourism industries is the total value
added by all „tourism characteristic‟
industries, including the share of their
output that is sold to non-tourists. This
supply-based definition is useful for
maintaining compatibility with SNA
and for comparison with other sectors.
Tourism GDP is the value added
specifically due to tourism expenditure
across all economic sectors, whether
they are „tourism characteristic‟ or not.
This demand-based definition is a more
accurate reflection of activity caused by
tourists
Total Nilai
Tambah dari
Demand & Supply
41
4
Bank
Indonesia
(2013)
PDRB pada dasarnya merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu
daerah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi pada suatu daerah. PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan
nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada
tahun berjalan, sedang PDRB atas
dasar harga konstan menunjukkan
nilai tambah barang dan jasa
tersebut yang dihitung menggunakan
harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai tahun dasar. PDRB
menurut harga berlaku digunakan
untuk mengetahui kemampuan
sumber daya ekonomi, pergeseran,
dan struktur ekonomi suatu daerah.
Sementara itu, PDRB konstan
digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi secara riil dari
tahun ke tahun atau pertumbuhan
ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh
faktor harga.
Indikator Untuk
Mengetahui
Kondisi Ekonomi
Sumber: Olahan Peneliti
Berdasarkan berbagai konsep PDRB yang dipaparkan, peneliti memilih
menggunakan konsep Mitchell dan Ashley tahun 2010 karena konsep
mendefinisikan pertumbuhan ekonomi dengan melihat dua sisi yang
menjadi komponen penting dalam perekonomian, yaitu sisi penawaran dan
permintaan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diperoleh dari sisi penawaran
yaitu melalui total penjualan atau pendapatan industri pariwisata,
sedangkan dari sisi permintaan diperoleh dari total pengeluaran wisatawan.
42
B. Penelitian Terdahulu (Empiris)
1. The Role And Impact of Services Sector on Economic Growth: An
Econometic Investigation of Tourism and Air Services in Fiji (1968-2006)
oleh Mosese Tavaga Qasenivalu, Universitas Massey New Zealand, 2008
Latar belakang penelitian ini yaitu berbagai studi empiris telah menetapkan
bahwa pariwisata merupakan penentu utama pertumbuhan ekonomi dan
layanan udara internasional memberikan keuntungan pada pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi. Hal ini menjadikan sektor perdagangan dan
perusahaan publik reformasi di sektor jasa, lebih ditingkatkan di berbagai
Negara, sehingga memberikan dampak positif terhadap sektor lainnya. Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk meneliti kontribusi yang diberikan
ekspor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi dalam kasus Fiji,
menganalisis apakah reformasi pariwisata yang dijalankan oleh Fiji di Tahun
1999 dibawah WTO GATS berdampak pada total ekspor di sektor pariwisata,
melakukan penyelidikan terhadap pertumbuhan jasa penerbangan, serta
mengevaluasi dampak dari aktivitas perusahaan penerbangan dalam
memberikan pelayanan di penerbangan.
Pada penelitian ini metodologi yang digunakan yaitu pendekatan
Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Microfit versi 4.1 oleh Pesaran
(1999) digunakan sebagai alat yang berfungsi untuk memperkirakan model-
model persamaan dan menghubungkan variabel dependen dengan variabel
independen. Penelitian ini menggunakan empat basis model; Tourism Growth
Model, Determinants of Tourism and Reform Models, Air-Services Growth
43
Model & Determinants of Air Services and Reform Models. Ke-empat model
ini diuji kemudian diestimasikan untuk mengetahui variabel yang paling
berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Fiji.
Hasil penelitian ini yaitu secara keseluruhan, kedua sektor ini jasa pariwisata
dan layanan udara merupakan penentu utama pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan pada total PDB di Fiji. Namun, pada sektor industri pariwisata,
pembaruan yang dilakukan untuk menghilangkan hambatan pada akses pasar
yang membatasi investasi langsung oleh asing di hotel dan akomodasi hanya
menciptakan dampak positif pada pendapatan pariwisata dengan jangka waktu
yang pendek. Di saat yang sama, instensitas pada penghasilan pariwisata tidak
berdampak positif pada pendapatan pariwisata dan dan menunjukkan
rendahnya tingkat investasi langsung oleh asing di hotel dan restoran.
Selanjutnya pada sektor industri penerbangan, saat manajemen dan para ahli
asing melakukan peningkatan jumlah penumpang secara signifikan dalam
jangka panjang, perbaruan lain yang dilakukan pada airport privatization telah
gagal untuk meningkatkan jumlah penumpang yang signifikan dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Variabel tiruan yang digunakan untuk
pelaksanaan kedua perbaruan penerbangan di atas menegaskan bahwa
perbaruan tersebut belum membuat dampak positif dan signifikan terhadap
ekspor jasa layanan udara.
2. Sektor Perdagangan, Hotel, Restoran Dan Sektor Jasa-Jasa Terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Manado oleh Amiri,
Kalangi dan Walewangko, Universitas Sam Ratulangi, 2015
44
Latar belakang penelitian ini yaitu pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang
berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan
ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti
kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan
pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan output
agregat (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
setiap tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sektor
perdagangan, hotel, restoran dan sektor jasa-jasa terhadap pertumbuhan PDRB
di Kota Manado sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam
perencanaan pembangunan ekonomi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series)
dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Manado dari tahun 2000-
2013. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu model analisis
regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang
meliputi pengujian serempak (uji-f), pengujian individu (uji-t) dan pengujian
ketepatan perkiraan (R2) dan uji asumsi klasik; multikolinieritas,
heteroskedastisitas dan autokorelasi.
Berdasarkan hasil analisis yang menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS), variabel sektor perdagangan, hotel, restoran berpengaruh positif dan
signifikan terhadap PDRB Kota Manado. Dan variabel sektor jasa-jasa
mempunyai pengaruh positif terhadap PDRB Kota Manado. Secara teori
apabila sektor perdagangan, hotel, restoran dan sektor jasa-jasa meningkat
45
maka akan mendorong keinginan para pelaku konsumen untuk menggunakan
suatu barang atau jasayang otomatis akan meningkatkan PDRB Kota Manado.
3. Pengaruh Investasi Sektor Pariwisata dan Pengeluaran Wisatawan
Mancanegara Terhadap Produk Domestik Bruto Sektor Pariwisata
Indonesia Tahun 1990-2009 oleh Bashori Yulianto, Universitas Airlangga,
2011
Latar belakang penelitian ini yaitu Indonesia merupakan Negara yang
memiliki sumber daya alam yang melimpah dan berpotensi sebagai obyek
pariwisata dunia. Sebagai sektor yang mempunyai sumber yang melimpah,
sektor pariwisata diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia.
Penelitian ini ditujukan untuk melakukan analisis mengenai pengaruh
investasi sektor pariwisata dan pengeluaran wisatawan mancanegara terhadap
PDB sektor pariwisata Indonesia tahun 1990 - 2009.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan Ordinary
Least Square (OLS) first difference. Dengan metode tersebut, analisis yang
diperoleh yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara investasi sektor
pariwisata dan pengeluaran wisatawan mancanegara terhadap PDB sektor
pariwisata Indonesia. Variabel investasi sektor pariwisata mempunyai
pengaruh positif, namun variabel pengeluaran wisatawan mempunyai
pengaruh negatif terhadap PDB sektor pariwisata Indonesia.
46
Tabel 2.4 Rangkuman Penelitian Empiris
No Penulis & Judul Penelitian Variabel X Variabel Y
Metode Hasil Analisis &
Kesimpulan
1
The Role And Impact of
Services Sector on
Economic Growth: An
Econometic Investigation
of Tourism and Air
Services in Fiji (1968-
2006) oleh Mosese
Tavaga Qasenivalu
Tourism and
Air Services
Economic
Growth
(GDP)
Autoregressive
Distributed Lag
(ARDL)
Secara
keseluruhan, kedua
sektor ini jasa
pariwisata dan
layanan udara
merupakan
penentu utama
pertumbuhan
ekonomi dan
pertumbuhan pada
total PDB di Fiji.
2
Sektor Perdagangan,
Hotel, Restoran Dan
Sektor Jasa-Jasa
Terhadap Produk
Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kota Manado
oleh Amiri 2015
Sektor
Perdagangan,
Hotel, dan
Sektor Jasa-
jasa
PDRB Ordinary Least
Square (OLS)
Sektor
perdagangan,
hotel, restoran, dan
variabel sektor
jasa-jasa
mempunyai
pengaruh positif
dan signifikan
terhadap PDRB
Kota Manado
3
Pengaruh Investasi
Sektor Pariwisata dan
Pengeluaran Wisatawan
Mancanegara Terhadap
Produk Domestik Bruto
Sektor Pariwisata
Indonesia Tahun 1990-
2009 oleh Bashori
Yulianto
Investasi
Sektor
Pariwisata
dan
Pengeluaran
Wisatawan
PDRB Ordinary Least
Square (OLS)
Terdapat
hubungan yang
signifikan antara
investasi sektor
pariwisata dan
pengeluaran
wisatawan
mancanegara
terhadap PDB
sektor pariwisata
Indonesia
Berdasarkan pemaparan ketiga penelitian empiris sebelumnya dapat diketahui
bahwa sektor pariwisata (variabel X) memiliki pengaruh yang positif terhadap
perekonomian (variabel Y) dengan produk domestik regional bruto sebagai
indikator pengukurannya serta analisis regresi merupakan suatu metodologi
yang tepat untuk mengkaji pengaruh antara ke-dua variabel tersebut.
47
C. Kerangka Pemikiran
Berikut merupakan kerangka penelitian yang akan dilakukan. Peneliti akan
mengidentifikasi perkembangan 12 jenis usaha pariwisata, dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Di mana :
X1 : Daya Tarik Wisata
X2 : Kawasan Wisata
X3 : Jasa Perjalanan Wisata
X4 : Jasa Makan & Minum
X5 : Jasa Akomodasi
X6 : Penyelenggaraan kegiatan liburan dan rekreasi
X7 : Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konfrensi dan pameran
X8 : Jasa informasi pariwisata
X9 : Jasa konsultasi pariwisata
X10 : Jasa Pramuwisata
X11 : Wisata Tirta
X12 : Spa
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor
X1
PDRB
Analisis Ekonometrik
(Regresi Berganda)
X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian statistik deskriptif dengan melalui
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu studi
pustaka, studi penjajagan dan observasi lapangan. Studi pustaka dilakukan
untuk mendapatkan data dan informasi mengenai topik penelitian, yaitu usaha
pariwisata dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Selain itu, studi
pustaka ini juga berguna untuk memilah data dan informasi mana saja yang
belum didapat, sehingga dapat direncanakan sebelum peninjauan dan
pengumpulan data serta informasi di lapangan. Kedua, studi penjajagan
dengan instansi terkait untuk memperoleh data-data sekunder yang berkaitan
dengan usaha pariwisata dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Data
yang diperoleh dari studi pustaka dan penjajagan, dapat menjadi pembanding
antara satu data dengan data lainnya, atau bias disebut sebagai verifikasi data.
Tahap ketiga, observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh gambaran
umum mengenai kondisi perkembangan usaha pariwisata di Kabupaten Bogor.
Selanjutnya, data yang telah diperoleh pada ketiga tahap tersebut akan dipilah
kembali, sehingga data yang tepat dan dibutuhkan pada penelitian ini dapat
terangkum. Selanjutnya data yang telah dipilah akan dianalisis guna
mendapatkan suatu hasil untuk menjawab pertanyaan penelitian ini.
49
B. Obyek Penelitian
Menurut Suryana (2010:34) obyek penelitian memuat tentang variabel-
variabel penelitian beserta karakteristik-karakteristik atau unsur-unsur yang
akan diteliti, populasi penelitian, sampel penelitian, unit sampel penelitian dan
tempat penelitian. Obyek penelitian memuat tentang apa, siapa, dimana dan
kapan.
Berkaitan dengan topik penelitian, maka variabel yang menjadi fokus atau
obyek penelitian yaitu 12 jenis usaha pariwisata yang terdapat di Kabupaten
Bogor dan pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh usaha-usaha
pariwisata tersebut. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder
berdasarkan runtut waktu (time series) dalam periode 2008-2014, yang
meliputi usaha pariwisata, produk domestic regional bruto (PDRB), kunjungan
wisatawan, Data yang dibutuhkan bersumber dari Dinas Kebudayaan
(Disbudpar) dan Pariwisata dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor
Gambar 3.2 Peta & Batasan Kabupaten Bogor
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor
50
C. Populasi
Populasi adalah semua bagian atau anggota dari obyek yang akan diamati.
Populasi bisa berupa orang, benda, obyek, peristiwa atau apa pun yang
menjadi obyek dari survei penelitian. Populasi tidak selalu sama dengan
penduduk: orang yang tinggal di wilayah geografis tertentu. Populasi
ditentukan oleh topik atau tujuan survei. (Sarwono, 2006)
Populasi pada penelitian ini adalah 12 jenis usaha pariwisata yang telah
dibatasi, juga disebutkan pada Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10
Tahun 2009 dan konsep Ismayanti (2010) yang terdapat di wilayah Kabupaten
Bogor.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Pustaka atau Literatur
Menurut Sarwono (2006: 47) studi literatur disebut juga dengan kajian
pustaka, yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian
sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya
ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan
diteliti. Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan
yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.
Zed (2004: 2-3) mengemukakan bahwa terdapat empat ciri utama studi
kepustakaan, diantaranya:
1) Ciri pertama ialah bahwa peneliti berhadapan langsung dengan teks
(nash) atau data angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari
51
lapangan atau saksi-mata (eyewitness) berupa kejadian, orang atau
benda-benda lainnya.
2) Ciri kedua, data pustaka bersifat „siap pakai‟ ready-made). Artinya
peneliti tidak pergi ke mana-mana, kecuali hanya berhadapan
langsung dengan bahan sumber data atau informasi yang sudah
tersedia.
3) Ciri ketiga ialah bahwa data pustaka umumnya adalah sumber
sekunder, dalam arti bahwa peneliti memperoleh bahan dari tangan
kedua dan bukan data orisinil dari tangan pertama di lapangan.
4) Ciri keempat adalah bahwa kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan informasi statik, tetap.
Artinya kapan pun peneliti datan dan pergi, data tersebut tidak akan
pernah berubah karena data tersebut merupakan data “mati” yang
tersimpan dalam rekaman tertulis.
Pada penelitian ini, studi pustaka dilakukan secara online dan
menggunakan beberapa buku, jurnal, dan penelitian sebelumnya (empiris)
untuk memperoleh data yang berkaitan dengan substansi penelitian di
Kabupaten Bogor.
b. Pengumpulan Data Sekunder
Pada penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder sebagai data inti
karena data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data makro berupa
angka yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
dinas-dinas dan pihak terkait di Kabupaten Bogor. Berdasarkan informasi
52
yang diperoleh dari Fasluki Iksanuddin (2012) dalam www.academia.edu,
yang menyatakan bahwa pengambilan data sekunder tidak boleh dilakukan
secara sembarangan, oleh karena itu peneliti memerlukan metode tertentu.
Cara-cara pengambilan data dapat dilakukan secara manual, online dan
kombinasi manual dan online.
1) Pencarian Secara Manual
Hingga saat ini masih banyak organisasi, perusahaan, kantor yang
tidak mempunyai database lengkap yang dapat diakses secara online.
Oleh karena itu, peneliti masih perlu melakukan pencarian secara
manual. Pencarian secara manual dilakukan dengan melihat buku
indeks, daftar pustaka, referensi, dan literatur yang sesuai dengan
substansi penelitian. Data sekunder dari sudut pandang peneliti dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data internal (data yang sudah
tersedia di lapangan) dan data eksternal (data yang dapat diperoleh
dari berbagai sumber lain).
Pada penelitian ini, data-data yang berkaitan dengan substansi
penelitian telah diperoleh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bogor, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bogor, Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda) Kabupaten Bogor, serta Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Bogor.
53
2) Pencarian Secara Online
Dengan berkembangnya teknologi internet maka munculah banyak
database yang menjual berbagai informasi bisnis maupun non-bisnis.
Database ini dikelola oleh sejumlah perusahaan jasa yang
menyediakan informasi dan data untuk kepentingan bisinis maupun
non-bisnis. Tujuannya ialah untuk memudahkan perusahaan, peneliti
dan pengguna lainnya dalam mencari data.
Pencarian secara online memberikan banyak keuntungan bagi peneliti,
diantaranya ialah: hemat waktu (peneliti dapat melakukan hanya
dengan duduk didepan komputer, ketuntasan (melalui media Internet
dan portal tertentu peneliti dapat mengakses secara tuntas informasi
yang tersedia kapan saja tanpa dibatasi waktu), kesesuaian (peneliti
dapat mencari sumber-sumber data dan informasi yang sesuai dengan
mudah dan cepat), hemat biaya (dengan menghemat waktu dan cepat
dalam memperoleh informasi yang sesuai berarti peneliti banyak
menghemat biaya).
a) Kriteria Dalam Mengevaluasi Data Sekunder
Ketepatan memilih data sekunder dapat dievaluasi dengan kriteria
sebagai berikut:
Waktu Keberlakuan: Apakah data mempunyai keberlakuan waktu?
Apakah data dapat peneliti peroleh pada saat diutuhkan. Jika saat
dibutuhkan data tidak tersedia atau sudah kedaluwarsa, maka
sebaiknya jangan digunakan lagi untuk penelitian peneliti.
54
Kesesuaian: Apakah data sesuai dengan kebutuhan peneliti?
Kesesuaian berhubungan dengan kemampuan data untuk digunakan
menjawab masalah yang sedang diteliti.
Ketepatan: Apakah peneliti dapat mengetahui sumber-sumber
kesalahan yang dapat mempengaruhi ketepatan data, misalnya apakah
sumber data dapat dipercaya? Bagaimana data tersebut dikumpulkan
atau metode apa yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut?
Biaya: Berapa besar biaya untuk mendapatkan data sekunder tersebut?
Jika biaya jauh lebih dari manfaatnya, sebaiknya peneliti tidak perlu
menggunakannya.
2. Alat Pengumpulan Data
a. Check List
Check List merupakan suatu daftar yang mengandung atau mencakup
faktor-faktor yang ingin diselidiki (Bimo Walgito, 1985). Menurut
Sutrisno Hadi (1990) check list adalah suatu daftar yang berisi nama-nama
subjek dan faktor-faktor yang akan diselidiki. Check list merupakan daftar
yang berisi unsur-unsur yang mungkin terdapat dalam situasi atau tingkah
laku atau kegiatan individu yang diamati (Depdikbud : 1975).
Pada penelitian ini, check list digunakan untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi data-data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Bogor, Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Bogor, Dinas Pendapatan
55
Daerah (Dispenda) Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Bogor.
3. Matriks Operasionalisasi Variabel (MOV)
Tabel 3.1 Matriks Operasionalisasi Variabel
No Variabel Dimensi Indikator
1 Usaha
Pariwisata
Output Usaha
Pariwisata
PDRB Daya Tarik Wisata
PDRB Kawasan Pariwisata
PDRB Jasa Perjalanan Wisata
PDRB Jasa Makanan dan Minuman
PDRB Penyediaan Akomodasi
PDRB Penyelenggaraan Hiburan
dan Rekreasi
PDRB Penyelenggaraan Pertemuan
PDRB Jasa Informasi Pariwisata
PDRB Jasa Konsultasi Pariwisata
PDRB Jasa Pramuwisata
PDRB Wisata Tirta
PDRB Spa
2 Ekonomi
Makro
Pertumbuhan
Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto
Sumber: Olahan Peneliti
E. Teknik Analisis Data
1. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika
yang sering kali digunakan untuk mengkaji hubungan antara beberapa
variabel dan meramal suatu variabel (Kutner, Nachtsheim dan Neter,
2004). Nawari (2010:12) juga mendefinisikan analisis regresi sebagai
suatu metode untuk melakukan investigasi tentang hubungan fungsional di
antara beberapa variabel yang diwujudkan dalam suatu model matematis.
56
Penelitian ini menggunakan jenis data time series sebagai variabel-variabel
yang akan dianalisis melalui analisis regresi berganda. Analisis data time
series merupakan menentukan pola data masa lampau yang telah
dikumpulkan secara teratur menurut urutan waktu kejadian. Pola masa lalu
ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk forecasting di masa
yang akan datang. Deret berkala/waktu (time series) adalah data statistik
yang disusun berdasarkan urutan waktu kejadian. Pengertian waktu dapat
berupa tahun, kuartal, bulan, minggu, dan sebagainya (Oktavin, 2011).
Data time series sering disebut juga dengan data runtut waktu yaitu
merupakan rangkaian observasi pada suatu nilai yang diambil pada waktu
yang berbeda. Data tersebut dapat dikumpulkan secara berkala pada
interval waktu tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan, atau tahunan.
Meskipun data time series sering digunakan dalam penelitian ekonomi,
sebenarnya data time series sering menimbulkan masalah dalam
analisisnya, terutama masalah stationary. Secara singkat data yang tidak
stasioner adalah data di mana nilai rata-rata dan variansnya tidak sistematis
dalam kurun waktu tertentu (Gujarati, 2004:25-28).
Oleh karena itu peneliti menggunakan software SPSS dan Eviews sebagai
alat pengolahan data untuk jenis data berupa time series dengan salah satu
tujuannya untuk melakukan peramalan dalam ekonomi makro. Pada
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh output usaha pariwisata
terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Adapun software
tersebut digunakan pada tiga tahap analisis yaitu pertama-tama data PDRB
57
yang dihasilkan oleh usaha-usaha pariwisata dan data PDRB Kabupaten
Bogor diuji stasioneritas dan normalitas data serta uji heterokedastisitas
dengan software SPSS. Tahap kedua berupa pengujian permasalahan pada
uji regresi yang telah dilakukan pada data-data tersebut berupa uji
autokorelasi (SPSS) dan multikolinear (Eviews). Kemudian tahap terakhir
uji hipotesis yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan dan hipotesis
penelitian pada Bab I, yaitu dengan uji koefisien determinasi r-square, uji-
f dan uji-t dengan menggunakan software SPSS.
Selanjutnya, menurut Nawari (2010: 1) pada model regresi, variabel
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu variabel respons atau biasa juga
disebut variabel bergantung (dependent variable) serta variabel explanory
atau biasa juga disebut variabel penduga (predictor variable) atau disebut
juga variabel bebas (independent variable). Variabel bergantung
dinyatakan sebagai fungsi dan variabel penduga yang dirumuskan dalam
persamaan:
( )
Nilai y menyatakan dugaan terhadap variabel bergantung (y) dan X1
menyatakan variabel penduga. Dalam kenyataannya, nilai dugaan (y) yang
diberikan oleh model regresi tidak selalu sama persis dengan nilai
sebenarnya (y), melainkan terdapat selisih. Selisih inilah yang kemudian
disebut sebagai error atau residu, atau disebut juga dengan galat ( ). Oleh
karenanya, model persamaan regresi juga dapat dituliskan dengan rumus:
( )
58
2. Ordinary Least Square
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter
model regresi berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary
Least Square/OLS) (Kutner et.al, 2004). Ordinary Least Square adalah
suatu metode ekonometrik dimana terdapat variabel independen yang
merupakan variabel penjelas dan variabel dependen yaitu variabel yang
dijelaskan dalam suatu persamaan linier (Gibran, 2012).
Ekonometrika menurut Tintner dalam Gujarati (2004:1) secara sederhana,
berarti pengukuran indikator ekonomi, terutama pengukuran secara
kuantitatif terhadap konsep-konsep ekonomi seperti produk domestik bruto
(PDB), pengangguran, inflasi, impor dan ekspor. Namun ruang lingkup
ekonometrika jauh lebih luas, sebagaimana yang dapat kita tangkap dari
definisi-definisi berikut ini:
Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial di mana perangkat
teori ekonomi, matematika dan statistik inferensial diterapkan dalam
menganalisis fenomena ekonomi. (Goldberger, 1964 dalam Gujarati,
2004:1)
Ekonometrika sebagai hasil dari suatu tinjauan tertentu tentang peran ilmu
ekonomi, mencakup aplikasi statistik matematik atas data ekonomi guna
memberikan dukungan empiris terhadap model yang disusun berdasarkan
matematika ekonomi serta memperoleh hasil berupa angka-angka.
(Samuelson, Koopmans and Stone, 1954 dalam McGraw 2004:1)
59
Definisi Ordinary Least Square menurut Kholil, Gibran (2012) merupakan
metode regresi yang meminimalkan jumlah kesalahan (error) kuadrat.
Model regresi linier yang dipakai dengan metode OLS tersebut, harus
memenuhi asumsi “BLUE” (Best Liniear Unbiased Estimator) dalam
melakukan pendugaan interval dan pengujian parameter regresi populasi.
Asumsi-asumsi BLUE antara lain:
1) Model regresi adalah linier pada parameter-parameternya.
2) Variabel bebas adalah bukan stokastik (memiliki nilai yang tetap
untuk sampel yang berulang) dan tidak ada hubungan linier yang
persis antara dua atau lebih peubah-peubah bebas (no-
multicolinearity)
3) Error term atau galat mempunyai nilai harapan nol, E εi) = 0
4) Error term atau mempunyai varians konstan untuk semua observasi
(homoskedasticity), E ε2) = σ
2
5) Error term atau galat pada suatu observasi tidak berhubungan dengan
error term pada observasi lain (no-autocorrelation)
6) Error term atau galat berdistribusi normal
Untuk menguji metode OLS, dapat dilakukan uji asumsi klasik sebagai
prasyarat analisis regresi. Namun sebelum dilakukan uji asumsi klasik,
data-data yang diperoleh harus diuji terlebih dahulu, salah satunya
menggunakan uji stasioneritas data.
60
a. Uji Prasyarat
1) Uji Stasioneritas Data
Sebelum melakukan uji asumsi klasik, data time seres pada penelitian
ini perlu dilakukan uji stasioneritas terlebih dahulu terhadap seluruh
variabel untuk mengetahui apakah variabel-variabel tersebut stasioner
atau tidak. Suatu data dikatakan stasioner apabila data tersebut tidak
mengandung akar-akar unit atau unit root dimana mean, varians, dan
kovarians adalah konstan di sepanjang waktu (Gujarati, 2005).
Apabila data yang digunakan dalam model ada yang tidak stasioner,
maka data tersebut perlu dipertimbangkan kembali validitas dan
kestabilannya, karena hasil regresi berasal dari data yang tidak
stasioner akan menyebabkan spurious regression. Spurious regression
adalah regresi yang secara statistik signifikan dan memiliki R2 yang
tinggi, namun tidak ada hubungan yang berarti diantara keduanya.
Bila spurious regression diinterpretasikan maka hasil analisanya akan
bias sehingga berakibat pada biasnya pengambilan kebijakan.
Dalam penelitian ini, uji stasioneritas data dilakukan dengan
menggunakan pengujian unit root memakai metode Augmented
Dickey-Fuller (ADF) unit root test. Jika suatu data time series tidak
stasioner pada orde nol, I(0), maka stasioneritas data tersebut bias
dicari melalui orde berikutnya sehingga diperoleh tingkat stasioneritas
pada orde ke-n (first difference atai I(1), atau second difference atau
61
I(2), dan seterusnya). Beberapa model yang dapat dipilih untuk
melakukan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) yakni :
(tanpa intercept)
(dengan intercept)
(intercept dengan trend waktu)
Di mana :
: first difference dari variabel yang digunakan
: variabel trend
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
(terdapat unit root, tidak stasioner)
(tidak terdapat unit root, stasioner)
Kriteria pengujian hipotesis di atas adalah :
tidak ditolak jika τ ≥ nilai statistik DF (Dickey Fuller) atau
Probabilitas ADF value ≥ critical value
ditolak jika τ < nilai statistik DF (Dickey Fuller) atau
Probabilitas ADF value < critical value
2) Uji Normalitas Regresi
Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah
nilai residual yang dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual
yang terdistribusi secara normal. Pada penelitian ini metode yang
digunakan untuk menguji normalitas adalah metode statistik One
Sample Kolmogorov Smirnov. Metode ini digunakan untuk mengetahui
62
distribusi data, apakah mengikuti distribusi normal, poisson, uniform,
atau exponential. Dalam hal ini untuk mengetahui apakah distribusi
residual terdistribusi normal atau tidak. Residual berdistribusi normal
jika nilai signifikansi lebih dari 0,05.
3) Uji Heterokedastisitas
Asumsi penting model regresi klasik adalah bahwa varians tiap unsur
disturbance μi, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang
menjelaskan, adalah suatu angka konstan (Homoskedastisitas) dan
sebaliknya tidak terjadi Heteroskedastisitas (Gujarati, 1993).
H0: γ = 0
Ha: γ ≠ 0
Kriteria uji :
probability Obs*R-squared < α maka H0 ditolak
probability Obs*R-squared ≥ α , maka H0 tidak ditolak
Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model.
Sebaliknya jika H0 tidak ditolak, maka tidak terdapat gejala
heteroskedastisitas.
Pendeteksian heteroskedastisitas menggunakan SPSS dilakukan
dengan melihat hasil White Heteroscedasticity test. Jika probabilitas
Obs*R-squared dari White Heteroscedasticity test lebih besar dari
taraf nyata α) yang digunakan, maka model terbebas dari
heteroskedastisitas.
63
Adanya heteroskedastisitas dapat mengakibatkan: (1) Estimasi
mengunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau
tidak efisien. (2) Prediksi (nilai Y dan X tertentu) dengan estimator
dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi
sehingga prediksi menjadi tidak efisien. (3) Tidak dapat diterapkan uji
nyata tidaknya koefisien atau selang kepercayaan dengan
menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians.
b. Pengujian Masalah pada Analisis Regresi
1) Uji Autokorelasi
Autokorelasi dalam Gujarati (1993) adalah korelasi antara error masa
lalu (ei-t) dengan error masa sekarang (et). Untuk menguji ada tidaknya
autokorelasi, dapat digunakan uji Durbin Watson, yakni :
∑( )
∑
Pada Eviews, uji autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-
Godfrey Serial Correlation LM Test. Hal ini dapat dilihat pada nilai
probabilitasnya, jika nilai probabilitas obs* squared lebih besar dari
taraf nyata yang digunakan maka model persamaan tidak mengalami
masalah autokorelasi dan sebaliknya. Adanya autokorelasi dapat
menyebabkan terjadinya: (1) dugaan perameter tak bias; (2) nilai galat
baku terautokorelasi sehingga ramalan tidak efisien; (3) ragam galat
berbias; (4) terjadi pendugaan kurang pada ragam galat (standar error
underestimated sehingga Sb underestimate, maka t overestimate / t
64
cenderung lebih besar dari yang sebenarnya dan tadinya tidak
signifikan menjadi signifikan (Gujarati,1993).
2) Uji Multikolinier
Multikolinier adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel di antara
satu dengan lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas
tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal
adalah variabel bebas yang nilai korelasi diantara sesamanya sama
dengan nol. Jika terdapat korelasi sempurna diantara sesama variabel
bebas ini sama dengan satu, maka konsekuensinya adalah koefisien-
koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, nilai standar error
setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga (Gujarati, 1993).
c. Uji Hipotesis
Beberapa tahapan untuk menguji suatu hipotesis yaitu korelasi
berganda dan koefisien determinasi, uji-F untuk signifikansi
menyeluruh, uji-t untuk signifikansi koefisien individu, dan pengujian
galat nilai sisa (residual error).
1) Korelasi Berganda dan Koefisien Determinasi
Korelasi berganda dikenal sebagai R, yang merupakan korelasi antara
variabel tidak bebas Y dengan taksiran Y berdasarkan variabel-variabel
bebas berganda (X). Dengan demikian dapat dituliskan sebagai
berikut.
65
Untuk menghitung bentuknya adalah sama seperti pada regresi
sederhana:
∑( ̂ ̅)
∑( ̅) ( )
( )
Di mana SS berarti jumlah kuadrat deviasi.
2) Uji-F
Setelah menaksir koefisien model regresi untuk menentukan nilai ̂,
dapat membentuk uji-F menyeluruh untuk memeriksa signifikansi
model regresi secara statistik. Karena statistik F didefinisikan sebagai
rasio dua ragam, maka “jumlah kuadrat” harus dirubah menjadi
“kuadrat nilai tengah” sebagai berikut:
MStotal = SStotal ( ),
MSyang dapat diterangkan = SSyang dapat diterangkan ( )
MSyang tak dapat diterangkan = SSyang tak dapat diterangkan ( ).
Rasio-F yang menguji signifikansi model regresi adalah
dengan ( )
∑( ̂ ̅)
( )
∑( ̅) ( )
Uji-F ini peka terhadap kekuatan relative dari pembilang penyebut.
Jika MS yang tidak dapat diterangkan (ragam kesalahan) besar, maka
model regresi tidak baik dan F menjadi kecil. Jika MS yang
diterangkan relative lebih besar daripada MS yang tidak dapat
diterangkan, maka F menjadi lebih besar. Dengan mencari tabel nilai-
66
nilai F untuk derajat-bebas tertentu, dapat mengambil keputusan
signifikiansi model regresi tersebut. Sehingga terdapat hubungan yang
dekat antara dan F, maka pada kasus regresi berganda dapat
dituliskan:
[ ( )]
[ ( )]
3) Uji-t
Uji-t terhadap sebuah koefisien individu adalah suatu uji tentang
signifikansinya dengan memperhatikan kehadiran semua regresor
(variabel bebas) yang lain.
Regresi berganda memanfaatkan saling ketergantungan regresor untuk
memodelkan Y. walaupun demikian, untuk setiap koefisien regresi bj
kita dapat menentukan galat standar (ukuran kestabilan koefisien) dan
dengan asumsi kenormalan yang ditetapkan pada model regresi, maka
diketahui bahwa t mempunyai suatu sebaran t dengan derajat bebas
( ) dan ditetapkan oleh persamaan berikut:
( )
( )
Dimana :
= koefisien ke-j yang ditaksir
= parameter ke-j yang dihipotesakan
( ) = kesalahan standar bj
67
Oleh karena itu, dengan menggunakan persamaan tersebut untuk
setiap koefisien regresi, dapat dilakukan uji statistik formal tentang
signifikansi koefisien tersebut.
3. Model Persamaan Usaha Pariwisata dan Pertumbuhan Ekonomi
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi berkembangnya perekonomian dalam sektor pariwisata
adalah usaha pariwisata. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya,
untuk mengukur Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, untuk
mengukur pengaruh dari output yang dihasilkan usaha pariwisata terhadap
pertumbuhan ekonomi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut.
( ) ( )
( )
Di mana :
: Total Produk Domestik Regional Bruto
: Output 12 jenis usaha pariwisata
: Total Output setiap jenis usaha pariwisata
Parkin (1990:600) menyebutkan bahwa pengukuran PDRB melalui
pendekatan output yaitu dengan menggabungkan nilai yang ditambahkan
pada setiap sektor pada ekonomi, dalam penelitian ini yaitu usaha
pariwisata. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2009 terdapat 12 jenis
usaha pariwisata yang telah dibatasi, diantaranya; daya tarik wisata (X1);
68
kawasan pariwisata (X2); jasa perjalanan pariwisata (X3); jasa makanan
dan minuman (X4); penyediaan akomodasi (X5); penyelenggaraan kegiatan
hiburan dan rekreasi (X6); penyelenggaraan pertemuan, perjalanan intensif,
konferensi dan pameran (X7), jasa informasi pariwisata (X8); jasa
konsultan pariwisata (X9); jasa pramuwisata (X10); wisata tirta (X11); dan
spa (X12).
Dengan model persamaan tersebut, pengaruh yang terjadi antara usaha
pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi (PDRB) Kabupaten Bogor
diukur dengan mengukur nilai output yang dihasilkan oleh setiap usaha
pariwisata (X1-X12) di Kabupaten Bogor.
69
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum
1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bogor
Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah ±2.301,95 Km2, sekitar
5,19% dari luas Wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kabupaten
Bogor terletak di antara 6,19o LU - 6,47
o LS dan 106
o 1‟ – 107
o 103‟ Bujur
Timur. Kabupaten Bogor memiliki batas strategis antara lain:
Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi
Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak
Sebelah Barat Daya, berbatasan dengan Kabupaten Tangerang
Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Depok
Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta
Sebelah Timur Laut, berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
Sebelah Tenggara, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur
Sebelah Tengah, Kota Bogor
Gambar 4.1 Gambaran Kabupaten Bogor
Sumber: Observasi Peneliti
70
Ketinggian wilayah bervariasi pada 15-100 mdpl (29,3%), 100-500 mdpl
(42,6%) dan 500-1000 mdpl (19,5%) dan 1000-2000 mdpl (8,4%) dan 2000-
2500 mdpl (0,2%). Dengan demikian morfologi wilayah bervariasi dari
dataran rendah (bagian utara) hingga dataran tinggi (bagian selatan); dengan
konturnya berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan. Secara
klimologis wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di
bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah
hujan tahunan 2.500 - 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan
sebagian kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu
rata-rata 20o-30
oC, dengan rata-rata tahunan 25
oC. Kelembaban udara 70%
dan kecepatan angin rata-rata cukup rendah, yaitu 1,2 m/detik dengan
evaporasi di daerah terbuka rata-rata 146,2 mm/bulan. Secara administratif
pada akhir 2013 Kabupaten Bogor tersusun atas 40 kecamatan, 417 desa dan
17 kelurahan. Pada tahun 2013 penduduk Kabupaten Bogor adalah 5,20 juta
jiwa.
Dengan keadaan morfologi tersebut, Kabupaten Bogor memiliki bentang
alam yang indah, sehingga menjadi salah satu potensi wisata alam. Potensi
wisata alam ini berupa kondisi wilayah yang beragam dengan keberadaan dua
pegunungan besar yaitu; Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Halimun-
Salak yang berpengaruh terhadap kondisi ekologis setiap wilayah kecamatan
di Kabupaten Bogor. Selanjutnya potensi pertanian, perkebunan, hortikultura,
perikanan, tambang dan industri dapat mendukung perkembangan
71
pembangunan pariwisata ataupun pembangunan secara umum di Kabupaten
Bogor.
Selain itu, Kabupaten Bogor juga memiliki beragam budaya dan peninggalan
serta wisata minat khusus. Berbagai potensi tersebut tersebar di seluruh
wilayah di Kabupaten Bogor, selain itu juga Kabupaten Bogor memiliki
potensi Budaya Tradisional Masyarakat Sunda yang merupakan warisan
kebudayaan pada zaman kerajaan (Pakuan Pajajaran) yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata. Tambahan lainnya Kabupaten
Bogor memiliki sejarah kolonial (Belanda dan Jepang) yang menjadi cerita
menarik dalam mengembangkan pariwisata, termasuk di dalamnya
peninggalan-peninggalan pada masa kerajaan dan kolonial.
Secara Nasional pada saat ini positioning kepariwisataan Kabupaten Bogor
masuk dalam 50 Wilayah Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) yang
mencakup 2 wilayah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
meliputi; KSPB Puncak-Gede Pangrango dan
sekitarnya dan KSPN Halimun dan sekitarnya.
Tingkat kunjungan wisata di Kabupaten Bogor
relatif meningkat dari tahun ke tahun, hingga
pada tahun 2014 mencapai 4,9 juta tingkat
kunjungan, baik wisatawan lokal, wisatawan
domestik, maupun wisatawan mancanegara.
Secara detil terlihat bahwa wisatawan terbesar
Gambar 4.2 Taman Safari Indonesia dan
Taman Matahari Kabupaten Bogor,
Sumber: Observasi Peneliti
72
berkunjung ke Taman Wisata Matahari, Taman Safari Indonesia dan
Jungleland.
2. Kondisi Usaha Pariwisata Kabupaten Bogor
Sebagai sebuah industri, pariwisata juga menawarkan produk sebagian besar
berupa jasa pelayanan (services) dan hospitalitas (hospitality). Produk jasa
pelayanan dan hospitalitas yang ditawarkan (supply sides) meliputi; kawasan,
destinasi pariwisata (obyek dan daya tarik wisata), transportasi, penginapan
(hotel, losmen, villa), restoran, pemandu, dan produk jasa pelayanan serta jasa
hospitalitas yang lainnya. Beberapa hal tersebut menjadi suatu peluang bagi
pemerintah, investor (pihak swasta), produsen/supplier, distributor, bahkan
masyarakat untuk memperoleh benefit maupun profit dari kegiatan tersebut.
Sehingga mereka pun ikut menggerakan roda kegiatan pariwisata dengan
mendirikan berbagai macam usaha pariwisata guna memenuhi berbagai
kebutuhan wisatawan yang berkunjung.
Gambar 4.3 Berbagai Usaha Pariwisata di Kabupaten Bogor
Sumber: Observasi Peneliti
73
Gambar 4.4 Berbagai Usaha Pariwisata di Kabupaten Bogor
Sumber: Observasi Peneliti
Saat ini industri pariwisata merupakan salah satu sektor di Kabupaten Bogor
yang cukup berkembang pesat. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat
kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bogor meningkat setiap tahunnya.
Tabel 4.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2015
Tahun Jenis Wisatawan
Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara
2008 20,246 2,209,746
2009 22,007 2,239,148
2010 24,204 2,573,177
2011 30,669 3,275,938
2012 67,658 2,255,219
2013 54,927 4,075,198
2014 16,527 4,351,644
2015 103,042 4,894,955
Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka 2008 – 2015 dan Disbudpar Kabupaten Bogor
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kunjungan wisatawan dari tahun
2008 hingga 2015 ke Kabupaten Bogor terus meningkat. Peningkatan dari
tahun 2008 hingga tahun 2009 sebanyak 1.3%, 2009 hingga 2010 sebanyak
14.91%, 2010 hingga 2011 sebanyak 27.31%, 2011 hingga 2012 menurun
sebanyak 31.15% %, 2012 hingga 2013 80.7%, 2013 hingga 2014 sebanyak
74
6.78% dan 2014 hingga 2015 sebanyak 12.48%. Pada tahun 2008 hingga
2010 rata-rata jumlah kunjungan wisatawan sebanyak ±2,3 juta, kemudian
terjadi peningkatan cukup pesat pada tahun 2013, selisih dengan tahun 2014
sebanyak 702,761 wisatawan.
Dengan tingkat kunjungan wisatawan yang semakin meningkat maka peluang
membuka usaha di sektor pariwisata pun semakin tinggi. Usaha-usaha seperti
daya tarik wisata, jasa akomodasi, jasa makan/minum, tempat hiburan, paket
wisata serta usaha lainnya di Kabupaten Bogor saat ini telah banyak didirikan
dan dikelola baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat.
Tabel 4.2 Jumlah Usaha Pariwisata Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2014
No Jenis Usaha Pariwisata Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Daya Tarik Wisata 65 68 68 70 76 78 98
2 Kawasan Wisata 4 4 4 4 4 4 4
3 Jasa Transportasi Wisata - - - - - - -
4 Jasa Perjalanan Wisata 10 10 10 15 20 20 25
5 Jasa Makan & Minum 115 117 122 127 175 235 255
6 Akomodasi 110 117 182 185 200 248 250
7 Penyelenggaraan Hiburan & Rekreasi
20 15 42 99 52 77 93
8 Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi & Pameran
15 7 23 31 20 21 29
9 Jasa Informasi Pariwisata 30 35 35 35 40 40 65
10 Jasa Konsultan Pariwisata 3 3 5 4 5 5 10
11 Jasa Pramuwisata 83 135 160 183 210 231 285
12 Wisata Tirta 5 5 8 11 13 15 16
13 Spa 38 41 47 47 52 64 65
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor
75
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Presentase Penduduk yang Bekerja Menurut 9 Sektor Lapangan Usaha
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa usaha pariwisata dari Tahun 2008
hingga 2014 telah banyak diminati dan berkembang cukup pesat. Jumlah
penginapan (hotel, wisma, villa, dan sebagainya) pada tahun 2014 berjumlah
250, meningkat 117.39% dari tahun 2008.
Gambar 4.5 Presentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha di Kabupaten Bogor tahun 2013-2014 (dalam persen)
Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2015
Berdasarkan diagram tersebut, ada 3 sektor lapangan usaha yang kini menjadi
sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor,
yaitu: sektor perdagangan, industri, dan jasa. Pada 2014, komposisi
penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 – 2014 menunjukkan sektor
perdagangan, rumah makan & jasa akomodasi sebagai sektor penyerap tenaga
kerja terbanyak.
Selanjutnya berkembangnya usaha pariwisata juga berkontribusi pada Produk
Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor. Daya tarik wisata, akomodasi,
76
jasa makan dan minuman merupakan ke-3 sektor usaha pariwisata yang
paling memberikan output terbesar. Pada tahun 2011 rata-rata dari ke-12
usaha pariwisata mengalami peningkatan sebesar 65.5%, dan tahun 2011
merupakan tahun yang paling memberikan output terbesar pada Produk
Domestik Regional Bruto. Secara umum, dari tahun 2008 hingga 2014, ke-12
jenis usaha pariwisata di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan.
Untuk lebih lengkapnya, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Output Usaha Pariwisata di Kabupaten Bogor dari
Tahun 2008 – 2014 (dalam jutaan rupiah)
No Jenis Usaha Pariwisata
Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Daya Tarik
Wisata 138,723.13 133,511.62 161,083.50 638,669.40 301,022.65 310,088.75 315,991.00
2 Kawasan Wisata 65,810.95 68,253.15 48,330.73 140,055.87 167,555.20 83,262.00 85,246.55
3 Jasa Perjalanan
Wisata 65,918.52 86,227.88 91,932.42 118,613.33 39,119.00 39,930.85 83,338.91
4 Jasa Makan &
Minum 185,223.00 212,899.35 272,901.77 950,974.61 243,601.08 321,652.15 322,042.35
5 Akomodasi 251,221.05 342,221.00 289,532.04 962,391.15 272,832.60 352,741.00 392,341.33
6 Penyelenggara
Hiburan & Rekreasi
56,882.20 33,721.05 36,821.10 190,501.50 33,933.25 51,722.55 49,672.75
7
Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan
Insentif, Konferensi &
Pameran
8,321.00 23,155.20 28,073.18 125,899.10 19,056.89 18,361.15 25,020.00
8 Jasa Informasi
Pariwisata 34,341.88 18,309.55 24,990.50 27,901.85 14,437.20 20,260.00 22,733.25
9 Jasa Konsultan
Pariwisata 5,397.40 5,024.80 18,752.15 7,230.00 8,551.70 19,013.95 13,005.86
10 Jasa
Pramuwisata 7,210.75 4,771.22 6,944.07 12,977.23 10,792.00 8,005.67 9,557.00
11 Wisata Tirta 19,245.54 12,053.61 10,552.00 23,811.50 17,822.76 13,920.20 16,520.05
12 Spa 20,661.65 13,177.39 24,911.77 26,883.20 18,341.00 16,159.73 19,715.62
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Bogor
77
0
1
2
3
4
5
6
7
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor
Fluktuasi perekonomian Kabupaten Bogor hampir menyerupai fluktuasi
pertumbuhan ekonomi nasional, dengan angka laju pertumbuhan ekonomi.
Sejak tahun 2011 pertumbuhan ekonomi sangat stabil di sekitar angka 6% per
tahun.
Gambar 4.6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor (dalam persen)
Sumber: Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Stau Pintu (BPMPTSP)
Dari tahun 2001 hingga 2013, laju pertumbuhan ekonomi cenderung
meningkat dari 4% hingga 6%. Penurunan terjadi pada tahun 2008 (5.58%)
dan 2009 (4.14%). Hal ini diduga terjadi karena konsumsi rumah tangga,
pembelian masyarakat atas barang dan jasa menurun, jumlah investasi yang
turun, dan realisasi belanja modal pemerintah untuk infrastruktur lebih
rendah. Selanjutnya pada tahun 2011 kembali meningkat sebesar 5.96%.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2013, yaitu sebanyak
6.03%. Mesin perekonomian Kabupaten Bogor adalah industri manufaktur
dengan kontribusi yang stabil di sekitar 60% dari total PDRB harga konstan.
78
Sektor lain yang menjadi tulang punggung perekonomian adalah
perdagangan, hotel, restoran dan pertanian.
Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor 2008 – 2014
(dalam jutaan rupiah)
Indikator PDRB
Tahun PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan
2008 58,389,411.43 13.86 29,721,698.04 5.58
2009 66,083,788.55 13.18 30,952,137.83 4.14
2010 73,800,700.55 11.68 32,526,449.67 5.09
2011 83,032,460.00 12.51 34,464,837.00 5.96
2012 95,905,597.00 15.50 36,530,743.00 5.99
2013 109,670,735.00 14.35 38,738,210.00 6.03
2014 123,554,013.87 11.23 41,066,202.00 5.70
Berdasarakan data diatas dapat dilihat bahwa selama kurun waktu tahun 2008
hingga tahun 2014, PDRB Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan
baik harga berlaku dan harga konstan setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi
terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 123,554,013,87.
Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, memberikan dampak positif
bagi masyarakat, terutama meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
menurunkan kemiskinan. Menurut hasil Sakernas 2014, pada tahun 2013,
jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 2,131,478 orang dan meningkat
sebesar 6.70% pada tahun 2014 yaitu sebanyak 2,137,954 orang. Selanjutnya
tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor tahun 2014 sebesar 7.65%
(177,222 orang). Tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor berada
di bawah TPT Provinsi Jawa Barat (8.45%) namun masih berada di atas
angka nasional (5.94%).
Sumber: BAPPEDA dan Disbudpar Kabupaten Bogor
79
B. Analisis Regresi Berganda
1. Uji Prasyarat
Untuk menguji data pada metode Ordinary Least Square, dapat dilakukan
uji asumsi klasik sebagai prasyarat analisis regresi. Namun sebelum
dilakukan uji asumsi klasik, data-data yang diperoleh harus diuji terlebih
dahulu dengan menggunakan beberapa uji sebagai berikut.
a. Uji Stasioneritas Data
Metode yang digunakan dalam uji stasioneritas adalah uji akar unit atau
unit root test dimana dalam uji tersebut digunakana uji formal yaitu
Augmented Dickey Fuller (ADF), berdasarakan prosedurnya, untuk
mengetahui data yang dimiliki termasuk kedalam data stationeritas atau
tidak dapat menggunakan cara membandingkan nilai statistik ADF dengan
nilai kritis distribusi Mac Kinnon. Nilai statistik ADF ditunjukkan oleh
nilai t statistik. Data menunjukan stationer apabila nilai absolut statistik
ADF lebih besar dari nilai kritisnya dan apabila nilai statistik ADF lebih
kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Adapaun model
persamaannya sebagai berikut:
ΔYt = a + Yt-1+ Σ βΔYt-1+1+ et ..........
Keterangan:
Y : variabel yang diamati
ΔYt : Yt – Yt-1
t : Trend waktu
Adapun output yang dihasilkan dari uji root test sebagai berikut:
80
Tabel 4.6 Uji Stasioneritas Pada Setiap Variabel
Variabel
Tingkat Stasioneritas
Level First Difference
t-statistic Prob Ket t-statistic Prob Ket
X1 -2.204947 0.2062 Tidak Stasioner -8.859996* 0.0000 Stasioner
X2 -2.108270 0.2421 Tidak Stasioner -8.811081* 0.0000 Stasioner
X3 -2.58093 0.1126 Tidak Stasioner -11.73262* 0.0001 Stasioner
X4 -1.639154 0.4582 Tidak Stasioner -9.117938* 0.0000 Stasioner
X5 -2.185514 0.2131 Tidak Stasioner -10.30457* 0.0000 Stasioner
X6 -1.694514 0.4303 Tidak Stasioner -9.575929* 0.0000 Stasioner
X7 -1.790886 0.3826 Tidak Stasioner -9.692898* 0.0000 Stasioner
X8 -2.713371 0.0760 Stasioner -7.814336* 0.0000 Stasioner
X9 -2.227192 0.1984 Tidak Stasioner -9.370787* 0.0000 Stasioner
X10 -2.20774 0.2069 Tidak Stasioner -9.501506* 0.0000 Stasioner
X11 -2.823952 0.0593 Stasioner -9.234809* 0.0000 Stasioner
X12 -3.074555 0.0324 Stasioner -9.579496* 0.0000 Stasioner
Sumber: Olahan Peneliti
Keterangan :
* > nilai kritis Mc Kinnon pada α = 1%
Dari hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tingkatan level semua
hanya variabel X8, X11, X12 yang memiliki data stasioner. Oleh karena itu,
variabel yang memiliki data tidak stasioner kembali diuji pada tingkat first
difference agar menghindari terjadinya spurious regression, sehingga
semua variabel menghasilkan data yang stasioner. Selanjutnya pada
tingkat first difference semua variabel yang memiliki data stasioner berada
pada tingkatan nilai kritis Mc Kinnon pada > α = 1%.
b. Uji Normalitas Regresi
Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai
residual yang dihasilkan dari regresi terdistribusi secara normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang
terdistribusi secara normal. Pada penelitian ini metode yang digunakan
untuk menguji normalitas adalah metode statistik One Sample Kolmogorov
81
Smirnov. Metode ini digunakan untuk mengetahui distribusi data, apakah
mengikuti distribusi normal, poisson, uniform, atau exponential. Dalam hal
ini untuk mengetahui apakah distribusi residual terdistribusi normal atau
tidak. Residual berdistribusi normal jika nilai signifikansi ≥ 0.05.
Tabel 4.7 Uji Normalitas Menggunakan Metode
One Sample Kolmogorov Smirnov
Sumber: Olahan Peneliti
Dari hasil uji tersebut menghasilkan output yang menunjukan bahwa nilai
signifikansi (Asymp.Sig 2-tailed) sebesar 0.640. Karena nilai signifikansi
lebih dari 0.05 (0.640 > 0.05), maka nilai residual dari ke-12 variabel X
(usaha pariwisata) terhadap Y (pertumbuhan ekonomi) tersebut telah
normal.
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heterokedastisitas, yaitu adanya
ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model
regresi. Prasyarat yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak
adanya gejala heteroskedastisitas. Ada beberapa metode pengujian yang
bisa digunakan, pada penelitian ini menggunakan metode uji Park. Metode
uji Park yaitu dengan meregresikan nilai residual (Lnei2) dengan masing-
masing variabel independen (LnX1, LnX2,…dan seterusnya).
Sig Keterangan
Asymp. Sig. (2-tailed) .640 Normal
82
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
1) H0 : tidak ada gejala heteroskedastisitas
2) Ha : ada gejala heteroskedastisitas
3) H0 tidak ditolak apabila –t tabel ≤ t hitung ≤ tabel berarti tidak terdapat
heteroskedastisitas dan H0 ditolak bila t hitung > t tabel atau –t hitung < -t
tabel yang berarti terdapat heteroskedastisitas.
Berikut merupakan hasil dari uji Heteroskedastisitas pada variabel LnX1
sampai LnX2 dengan variabel Lnei2.
Tabel 4.8 Pengujian Heteroskedastisitas Pada Variabel Lnei2
dengan
LnX1 hingga LnX2
Model t Sig.
(Constant) .356 .723
LnDIFFX1 1.151 .253
LnDIFFX2 .290 .773
LnDIFFX3 1.602 .114
LnDIFFX4 2.141 .036
LnDIFFX5 -1.574 .120
LnDIFFX6 -.868 .388
LnDIFFX7 -1.723 .089
LnDIFFX8 -.658 .513
LnDIFFX9 -1.169 .246
LnDIFFX10 -.565 .574
LnDIFFX11 -.001 .999
LnDIFFX12 .165 .869
Sumber: Olahan Peneliti
Dari hasil output di atas dapat diketahui bahwa nilai t hitung dari LnX1
sampai LnX12 adalah 0.356, 1.151, 0.290, 1.602, 2.141, -1.574, -868, -
1.723, -658, -1.169, -565, -001, dan 0.165. Berdasarkan t tabel dengan df =
83
n – 12 (84 - 12 = 72) pada pengujian signifikansi 0.05 di peroleh t tabel
sebesar 1.666. Pengujian antara Lnei2 dengan LnX1 hingga LnX12
menghasilkan t hitung rata-rata berada pada –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel (–
1.666 < t hitung < 1.666), maka H0 tidak ditolak, yaitu pada pengujian
tersebut tidak ada gejala heteroskedastisitas. Dengan ini dapat disimpulkan
bahwa tidak ditemukannya masalah heteroskedastisitas pada model
regresi.
2. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua
atau lebih variabel independen (X1, X2, …, Xn) dengan variabel dependen
(Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen, apakah masing-masing variabel
independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai
dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami
kenaikan atau penurunan.
Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Berganda
Model t Sig.
(Constant) 2.773 .007
DIFF(X1) -.154 .878
DIFF(X2) 4.502 .000
DIFF(X3) 2.661 .010
DIFF(X4) -1.746 .085
DIFF(X5) -1.161 .250
DIFF(X6) 1.176 .243
DIFF(X7) -.046 .964
DIFF(X8) -1.052 .296
84
DIFF(X9) 3.841 .000
DIFF(X10) 2.341 .022
DIFF(X11) .296 .768
DIFF(X12) -.914 .364
Sumber: Olahan Peneliti
Persamaan regresi berganda sebagai berikut.
( ) ( )
( )
Di mana :
: Total Produk Domestik Regional Bruto
: Output 12 jenis usaha pariwisata
: Total Output setiap jenis usaha pariwisata
: Koefisien Regresi
3. Pengujian Masalah pada Analisis Regresi
a. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model
regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi
dalam model regresi. Metode pengujian yang digunakan pada penelitian
ini adalah dengan uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Jika DW lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka
hipotesis nol (H0) ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.
85
2) Jika DW terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol (H0) tidak
ditolak, yang berarti tidak ada autokorelasi.
3) Jika DW terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL),
maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Tabel 4.10 Pengujian Durbin Watson Variabel X1 – X12
Terhadap Variabel Y
Model Durbin-Watson
1 2.180
Sumber: Olahan Peneliti
Dari hasil output di atas, diperoleh nilai DW yang dihasilkan dari model
regresi adalah 2.180. Berdasarkan tabel statistik Durbin Watson
signifikansi 0.05 dan n = 84 (jumlah data), serta k = 12 (jumlah variabel
independen) diperoleh nilai dU sebesar 1.9796 dan dL sebesar 1.3361.
Maka nilai DW sebesar 2.180 berada pada daerah antara dU dan 4-dU
(1.9796 < 2.180 < 3.9796), sehingga tidak terjadi autokorelasi pada model
regresi.
b. Uji Multikolinier
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik multikolineraritas yaitu adanya hubungan
antara variabel independen dalam model regresi. Ada beberapa metode
pengujian yang dapat digunakan, pada penelitian ini metode yang
digunakan adalah dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model
regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak
adanya multikolinieritas. Menurut Ghozali (2006:95) dan Priyatno (2009)
86
variabel dikatakan mempunyai masalah multikolineritas apabila nilai
tolerance lebih kecil dari 0.1 atau nilai VIF lebih besar dari 10.
Tabel 4.11 Pengujian Multikolinearitas Pada Variabel X1-X12 Terhadap Y
Model Collineartity
Keterangan (Constant) VIF
DIFFX1 .740 1.351 Tidak Multikolinearitas
DIFFX2 .192 5.203 Tidak Multikolinearitas
DIFFX3 .277 3.614 Tidak Multikolinearitas
DIFFX4 .059 16.984 Multikolinearitas
DIFFX5 .081 12.334 Multikolinearitas
DIFFX6 .139 7.218 Tidak Multikolinearitas
DIFFX7 .117 8.543 Tidak Multikolinearitas
DIFFX8 .382 2.616 Tidak Multikolinearitas
DIFFX9 .305 3.281 Tidak Multikolinearitas
DIFFX10 .289 3.459 Tidak Multikolinearitas
DIFFX11 .233 4.292 Tidak Multikolinearitas
DIFFX12 .220 4.540 Tidak Multikolinearitas
Sumber: Olahan Peneliti
Dari output yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa nilai variance inflation
factor (VIF) dari variabel X1, X2, X3, X6, X7, X8, X9, X10, X11 dan X12
tidak melebihi dari nilai tolerance yang telah ditentukan, yaitu 10.
Sehingga variabel independen; daya tarik wisata, kawasan wisata,
perjalanan wisata, penyelenggaraan hiburan & rekreasi, penyelenggaraan
pertemuan, perjalanan insentif, konferensi & pameran, jasa informasi
pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta dan
spa tidak terjadi persoalan multikolinearitas, sedangkan variabel
independen lainnya; jasa makan & minuman (X4) dan akomodasi (X5)
terjadi persoalan multikolinearitas.
87
Selanjutnya, karena terjadi persoalan multikolinearitas pada X4 dan X5
maka perlu dilakukan uji LM test (Breusch-Godfrey Serial Correlation LM
Test) agar dapat diketahui apakah analisis regresi yang telah dilakukan
masih terdapat masalah atau tidak. Berikut merupakan hasil dari uji LM
test.
H0 : tidak terdapat korelasi serial pada model regresi, p ≤ 0.05
Ha : apabila terdapat korelasi serial pada model regresi, p > 0.05
Tabel 4.12 Hasil Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Pada
Variabel X1-X12 Terhadap Y
Prob. F Prob. F Prob. Chi-Square
DIFFY, DIFFX1, DIFFX2, DIFFX3,
DIFFX4, DIFFX5, DIFFX6,
DIFFX7, DIFFX8, DIFFX9,
DIFFX10, DIFFX11, DIFFX12
0.0050 0.0030
Sumber: Olahan Peneliti
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa probabilitias F sebesar
0.0050 dan probabilitas Chi-Square sebesar 0.0030. Hal ini menunjukan
nilai probabilitas F dan Chi-Square (0.0050 & 0.0030 < 0.05) maka H0
tidak ditolak, yaitu tidak terdapat korelasi serial pada model regresi.
a. Koefisien Determinasi (R2)
Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk
mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1,
X2,…,Xn) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Koefisien ini
88
menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel independen yang
digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. R2
sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun prosentase sumbangan
pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen,
atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model tidak
menjelaskan sediktpun variasi variabel dependen. Sebaliknya R2 sama
dengan 1, maka prosentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel
independen terhadap variabel dependen adalah sempurna, atau variasi
variabel independen yang digunakan dalam model menjelaskan 100%
variasi variabel dependen.
Tabel 4.12 Hasil Analisis Determinasi R2
Sumber: Olahan Peneliti
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh angka R2
(R Square) sebesar 0.595
atau (59.5%). Hal ini menunjukan bahwa prosentase sumbangan pengaruh
variabel X1 hingga X12 (usaha pariwisata) terhadap variabel dependen
(pertumbuhan ekonomi) sebesar 59.5% dan sebesar 40.5% dipengaruhi
oleh faktor lainnya.
b. Uji-F
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen X1
hingga X12 secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen (Y). Untuk mengetahui apakah variabel independen X1
Model R R Square Adjusted R Square
1 .771a .595 .526
89
hingga X12 secara berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Y) dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H0 : Ada pengaruh namun tidak secara signifikan antara X1 hingga X12
secara bersama-sama terhadap Y
Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara X1 hingga X12 secara
bersama-sama terhadap Y
Dengan kriteria pengujian berupa H0 tidak ditolak bila F hitung < F tabel
atau H0 ditolak bila F hitung ≥ F Tabel.
Setelah hipotesis dirumuskan, maka tahap selanjutnya adalah
membandingkan F hitung dengan F tabel.
Tabel 4.13 Hasil Uji-F
Model F Sig.
1 8.681 .000b
Sumber: Olahan Peneliti
Dari hasil uji-F yang telah dilakukan, diperoleh bahwa F hitung sebesar
8.681. Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 jumlah
variabel - 1 = 11) dan df 2 (jumlah data/n – jumlah variabel independen/k
– 1) 84 – 12 – 1 = 71, maka f tabel yang diperoleh sebesar 1.93. Karena F
hitung ≥ F tabel (8.681 > 1.93) maka H0 ditolak, sehingga dapat
disimpulkan dari uji F yang telah dilakukan yaitu ada pengaruh secara
signifikan antara variabel independen (usaha pariwisata) terhadap variabel
dependen (pertumbuhan ekonomi).
90
c. Uji-t
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel
independen (X1 hingga X12) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen (Y). Untuk mengetahui apakah variabel independen X1
hingga X12 secara berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Y) dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H0 : Secara parsial ada pengaruh namun tidak secara signifikan antara
X1 hingga X12 terhadap Y
Ha : Secara parsial ada pengaruh secara signifikan antara X1 hingga
X12 terhadap Y
Dengan kriteria pengujian menurut Neyman-Pearson berupa H0 ditolak
apabila tingkat signifikansi α = 5% (signifikansi 5% atau ≤ 0,05)
Setelah hipotesis dirumuskan, maka tahap selanjutnya adalah
membandingkan siginifikansi yang dihasilkan dari analisis regresi dengan
signifikansi ≤ 0,05.
Tabel 4.14 Hasil Uji-t
Model t Sig.
(Constant) 2.773 .007
DIFFX1 -.154 .878
DIFFX2 4.502 .000
DIFFX3 2.661 .010
DIFFX4 -1.746 .085
DIFFX5 -1.161 .250
DIFFX6 1.176 .243
DIFFX7 -.046 .964
91
DIFFX8 -1.052 .296
DIFFX9 3.841 .000
DIFFX10 2.341 .022
DIFFX11 .296 .768
DIFFX12 -.914 .364
Sumber: Olahan Peneliti
Penjelasan pada tabel di atas, dipaparkan sebagai berikut.
1) Tingkat Signifikansi pada Variabel X1 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X1 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.878. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.878 > 0,05) artinya
secara parsial variabel independen (X1) atau daya tarik wisata ada
pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap variabel dependen
(Y), pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
2) Tingkat Signifikansi pada Variabel X2 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X2 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.000. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 ditolak (0.000 < 0,05) artinya secara
parsial variabel independen (X2) atau Kawasan wisata ada pengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen (Y), pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bogor.
3) Tingkat Signifikansi pada Variabel X3 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X3 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.010. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 ditolak (0.01 < 0,05) artinya secara
92
parsial variabel independen (X3) atau jasa perjalanan wisata ada
pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y),
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
4) Tingkat Signifikansi pada Variabel X4 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X4 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.085. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.085 > 0,05) artinya
secara parsial variabel independen (X4) atau jasa makanan dan
minuman ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap
variabel dependen (Y), pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
5) Tingkat Signifikansi pada Variabel X5 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X5 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.25. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.25 > 0,05) artinya
secara parsial variabel independen (X5) atau jasa akomodasi ada
pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap variabel dependen
(Y), pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
6) Tingkat Signifikansi pada Variabel X6 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X6 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.24. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.24 > 0,05) artinya
secara parsial variabel independen (X6) atau penyelenggara kegiatan
hiburan & rekreasi ada pengaruh namun tidak secara signifikan
93
terhadap variabel dependen (Y), pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bogor.
7) Tingkat Signifikansi pada Variabel X7 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X7 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.96. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.96 > 0,05) artinya
secara parsial variabel independen (X7) atau penyelenggaraan
pertemuan, perjalanan insentif, konferensi & pameran ada pengaruh
namun tidak secara signifikan terhadap variabel dependen (Y),
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
8) Tingkat Signifikansi pada Variabel X8 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X8 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.29. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.25 > 0,05) artinya
secara parsial variabel independen (X8) atau jasa informasi pariwisata
ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap variabel
dependen (Y), pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
9) Tingkat Signifikansi pada Variabel X9 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X9 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.000. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 ditolak (0.000 < 0,05) artinya secara
parsial variabel independen (X9) atau jasa konsultan pariwisata ada
94
pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y),
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
10) Tingkat Signifikansi pada Variabel X10 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X10 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.02. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 ditolak (0.02 < 0,05) artinya secara
parsial variabel independen (X10) atau jasa pramuwisata ada pengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen (Y), pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bogor.
11) Tingkat Signifikansi pada Variabel X11 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X11 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.76. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.76 > 0,05) artinya
secara parsial variabel independen (X11) atau wisata tirta ada pengaruh
namun tidak secara signifikan terhadap variabel dependen (Y),
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
12) Tingkat Signifikansi pada Variabel X12 Terhadap Variabel Y
Dari hasil uji-t yang telah dilakukan pada variabel X12 Terhadap
variabel Y, diperoleh bahwa tingkat signifikansi sebesar 0.36. Maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak (0.36 > 0,05) maka
dengan kriteria uji hipotesis, H0 tidak ditolak artinya secara parsial
variabel independen (X12) atau usaha spa ada pengaruh namun tidak
95
60
70
80
90
100
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Daya Tarik Wisata
secara signifikan terhadap variabel dependen (Y), pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bogor.
C. Pembahasan Hasil Analisis
1. Pemaparan Hasil Analisis Usaha Pariwisata di Kabupaten Bogor
UU RI No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyebutkan bahwa
usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
Jenis usaha pariwisata terbagi menjadi 13 jenis. Di Kabupaten Bogor terdapat
12 jenis usaha pariwisata yang telah disebutkan oleh UU RI No. 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan, kecuali Jasa Transportasi Wisata. Jasa
Transportasi Wisata adalah usaha khusus yang menyediakan angkutan untuk
kebutuhan dan kegiatan pariwisata dan bukan angkutan transportasi reguler
atau umum (Ismayanti, 2016). Di Kabupaten Bogor transportasi yang
digunakan wisatawan untuk menuju ke suatu Daya Tarik Wisata masih
menggunakan transportasi umum atau kendaraan pribadi, transportasi khusus
untuk kegiatan pariwisata belum terdapat di Kabupaten Bogor.
Gambar 4.7 Jumlah Daya Tarik Wisata
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
96
3
4
5
6
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Kawasan Wisata
Daya Tarik Wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik
wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan / binaan
manusia (Ismayanti, 2010). Di Kabupaten Bogor, pada tahun 2008 jumlah
usaha yang mengelola DTW sebanyak 65 usaha, kemudian meningkat pada
tahun 2009 sebanyak 68 usaha, dan terus mengalami peningkatan hingga
puncaknya pada tahun 2014 sebanyak 98 usaha.
Gambar 4.8 Jumlah Kawasan Wisata
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Kawasan Pariwisata adalah usaha yang kegiatannya membangun dan / atau
mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata (Ismayanti, 2010). Pada tahun 2008 hingga tahun 2014 jumlah
usaha yang mengelola Kawasan Wisata di Kabupaten Bogor, tidak
mengalami peningkatan ataupun penurunan, yaitu sebanyak 4 usaha.
Jasa Perjalanan Wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen
perjalanan wisata (Ismayanti, 2010). Pada tahun 2008 hingga 2010, jumlah
usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata yaitu sebanyak
10 usaha. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2011 (15) dan 2012
97
5
10
15
20
25
30
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Perjalanan Wisata
100
150
200
250
300
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Makan & Minum
(20), serta mengalami puncak peningkatan pada tahun 2014 yaitu sebanyak
25 usaha.
Gambar 4.9 Jumlah Perjalanan Wisata
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Gambar 4.10 Jumlah Makan & Minum
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Jasa Makanan & Minuman adalah usaha penyediaan makanan dan minum
yang di lengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan
yang berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar atau kedai minuman
(Ismayanti, 2010). Jumlah usaha makanan dan minuman di Kabupaten Bogor
pada tahun 2008 sebanyak 115 usaha. Kemudian mengalami peningkatan
98
85
135
185
235
285
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Akomodasi
0
25
50
75
100
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi
yang cukup pesat pada tahun 2011 sebanyak 127 usaha, tahun 2012 sebanyak
175 usaha hingga puncaknya pada tahun 2014 yaitu sebanyak 255 usaha.
Gambar 4.11 Jumlah Akomodasi
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Penyediaan Akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan
penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lain
(Ismayanti, 2010). Pada tahun 2008 jumlah Akomodasi di Kabupaten Bogor
sebanyak 110 usaha, kemudian meningkat cukup pesat pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 182 usaha. Puncak meningkatnya jumlah Akomodasi yaitu pada
tahun 2013 sebanyak 248 usaha.
Gambar 4.12 Jumlah Penyelenggaraan Kegiaran Hiburan & Rekreasi
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
99
5
12
19
26
33
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konfrensi dan Pameran
Penyelenggaraan Kegiatan Liburan & Rekreasi merupakan usaha yang ruang
lingkup kegiataan berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan, karaoke,
bioskop dan kegiatan hiburan serta rekreasi lain yang bertujuan untuk
pariwisata (Ismayanti, 2010). Pada tahun 2008 jumlah Penyelenggaran
Kegiatan Hiburan & Rekreasi di Kabupaten Bogor sebanyak 20 usaha.
Selanjutnya peningkatan terjadi pada tahun 2010 (42) dan tahun 2011 (99).
Penurunan terjadi pada tahun 2009 (15) dan tahun 2012 (52). Kemudian
peningkatan kembali pada tahun 2013 dan 2014 yaitu sebanyak 77 dan 93
usaha.
Gambar 4.13 Jumlah Penylenggaraan Pertemuan, Perjalan Insentif, Konfrensi
dan Pameran
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konfrensi Dan Pameran
adalah usaha yang memberikan jasa bagi karyawan dan mitra usaha sebagai
imbalan atas prestasi, dan menyelenggarakan pameran untuk
menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang
bersekala nasional, regional dan internasional (Ismayanti, 2010). Pada tahun
100
20
40
60
80
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Jasa Informasi Pariwisata
2008 Penyelenggaraan Pertemuan/Insentif/Konferensi/Pameran sebanyak 15
usaha, namun mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 7 usaha.
Puncak peningkatan terjadi pada tahun 2011 yaitu sebanyak 31 usaha.
Penurunan kembali terjadi pada tahun 2012 menjadi 20 usaha, kemudian
meningkat hingga tahun 2014 yaitu sebanyak 29 usaha.
Gambar 4.14 Jumlah Jasa Informasi Pariwisata
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Jasa Informasi Pariwisata adalah usaha yang menyediakan data, berita,
feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang
disebarkan dalam bentuk bahan cetak dan atau elektronik (Ismayanti, 2010).
Di Kabupaten Bogor pada tahun 2008, jumlah Jasa Informasi Pariwisata yaitu
sebanyak 30 usaha, kemudian meningkat cukup pesat pada tahun 2012
menjadi 40 usaha. Puncak peningkatan terjadi pada tahun 2014 yaitu
sebanyak 65 usaha.
Jasa Konsultasi Pariwisata adalah usaha yang menyediakan saran dan
remendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha,
penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan (Ismayanti, 2010). Pada
101
2
4
6
8
10
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Jasa Konsultasi Pariwisata
tahun 2008 jumlah Jasa Konsultasi Pariwisata yang terdapat di Kabupaten
Bogor sebanyak 3 usaha, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2010
sebanyak 5 usaha, dan peningkatan terbanyak pada tahun 2014 yaitu 10
usaha. Penurunan hanya terjadi pada tahun 2011 yaitu menjadi 4 usaha.
Gambar 4.15 Jumlah Jasa Konsultasi Pariwisata
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Jasa Pramuwisata adalah usaha yang menyediakan dan atau
mengoordinasikan tenaga pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan dan / atau kebutuhan biro perjalanan wisata (Ismayanti, 2010).
Pada tahun 2008 Jasa Pramuwisata yang terdapat di Kabupaten Bogor yaitu
sebanyak 83 usaha. Kemudian terus mengalami peningkatan pada tahun
berikutnya 2009 (135), 2010 (160), 2011 (183), 2012 (210), 2013 (231) dan
puncaknya pada tahun 2014 yaitu sebanyak 285 usaha.
102
50
100
150
200
250
300
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Jasa Pramuwisata
4
8
12
16
20
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Wisata Tirta
Gambar 4.16 Jumlah Jasa Pramuwisata
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Gambar 4.17 Jumlah Wisata Tirta
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Wisata Tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga
air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa yang lainnya yang
dikelola secara komersial di perairan laut, pantai dan sungai, danau dan
waduk (Ismayanti, 2010). Pada tahun 2008 jumlah Wisata Tirta di Kabupaten
Bogor sebanyak 5 usaha, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2010
sebanyak 8 usaha dan terus mengalami peningkatan hingga puncaknya pada
tahun 2014 yaitu sebanyak 16 usaha.
103
30
40
50
60
70
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Spa
Gambar 4. 18 Jumlah Spa
Sumber: Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Spa adalah usaha jasa perawatan yang memberikan dengan metode
kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah–rempah, layanan makanan /
minuman sehat dan olah aktifitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa
dan raga, yang tetap memperhatikan tradisi dan budaya Indonesia (Ismayanti,
2010). Di Kabupaten Bogor jumlah usaha Spa pada tahun 2008 yaitu
sebanyak 38 usaha. Peningkatan yang pesat terjadi pada tahun 2013 yaitu
sebanyak 64 usaha dan tahun berikutnya 2014 sebanyak 65 usaha.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan tersebut, para stakeholder baik
pemerintah, investor (pihak swasta), produsen/supplier, distributor, bahkan
masyarakat di Kabupaten Bogor telah ikut menggerakan roda kegiatan
pariwisata dengan mendirikan berbagai macam usaha pariwisata.
Peningkatan jumlah usaha pariwisata yang terjadi setiap tahunnya dapat
disebabkan karena tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bogor yang
juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menjadi salah satu
104
manfaat bagi para stakeholder untuk mendapatkan keuntungan dari peluang
tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Ismayanti (2010) bahwa usaha
pariwisata merupakan kegiatan bisnis. Kegiatan bisnis ini tentu berhubungan
langsung dengan kegiatan wisata sehingga tanpa keberadaannya, pariwisata
tidak dapat berjalan dengan baik, karena usaha pariwisata ini memiliki
peranan penting bagi pemenuhan berbagai kebutuhan wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Bogor. Usaha pariwisata yang terus mengalami
peningkatan juga memberikan dampak positif bagi perekeonomian di
Kabupaten Bogor. Pemaparan selanjutnya dijelaskan pada sub-Bab di bawah
ini.
2. Pemaparan Hasil Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor
Pertumbuhan Ekonomi menurut aller 2012:66), “economic growth is the
process of increasing the sizes of national economies, the macro-economic
indications, especially the GDP per capita, in an ascendant but not
necessarily linear direction, with positive effects on the economic-social
sector, while development shows us how growth impacts on the society by
increasing the standard of life.” Dari definisi yang dinyatakan tersebut,
Haller (2012) menyebutkan 3 hal penting, diantaranya;
a) Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses;
b) PDB merupakan indikator utama yang menunjukan pertumbuhan ekonomi
suatu Negara atau daerah, dan;
105
c) Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan dampak positif pada sektor sosial
yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Berdasarkan konsep yang telah dinyatakan Haller (2012), pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Bogor merupakan suatu proses dari perkembangan
ekonomi yang terjadi di setiap tahunnya dalam periode tertentu. Dari data
temuan yang diperoleh, pertumbuhan ekonomi yang berlangsung di
Kabupaten Bogor selama kurun waktu 14 tahun, dari tahun 2001-2014.
Dalam melihat suatu pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Regional
Bruto merupakan indikator utama yang menunjukan pertumbuhan ekonomi
suatu daerah (Haller, 2012). Brezina juga mendefinisikan PDRB sebagai
indikator pengukuran ekonomi terluas sebagai nilai moneter pada semua
barang dan jasa yang diproduksi di suatu daerah selama periode waktu
tertentu, biasanya satu tahun.
Fluktuasi perekonomian Kabupaten Bogor hampir menyerupai fluktuasi
pertumbuhan ekonomi nasional, dengan angka laju pertumbuhan ekonomi.
Sejak tahun 2011 pertumbuhan ekonomi sangat stabil di sekitar angka 6% per
0
1
2
3
4
5
6
7
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Menurut PDRB Harga Konstan
106
tahun. Dari tahun 2001 hingga 2013, laju pertumbuhan ekonomi cenderung
meningkat dari 4% hingga 6%. Penurunan terjadi pada tahun 2008 (5.58%)
dan 2009 (4.14%). Hal ini dapat terjadi karena konsumsi rumah tangga,
pembelian masyarakat atas barang dan jasa menurun, jumlah investasi yang
turun, dan realisasi belanja modal pemerintah untuk infrastruktur lebih
rendah. Selanjutnya pada tahun 2011 kembali meningkat sebesar 5.96%.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2013, yaitu sebanyak
6.03%. Mesin perekonomian Kabupaten Bogor adalah industri manufaktur
dengan kontribusi yang stabil di sekitar 60% dari total PDRB harga konstan.
Menurut hasil Sakernas 2014, pada tahun 2013, jumlah penduduk yang
bekerja sebanyak 2,131,478 orang dan meningkat sebesar 6.70% pada tahun
2014 yaitu sebanyak 2,137,954 orang. Selanjutnya tingkat pengangguran
terbuka di Kabupaten Bogor tahun 2014 sebesar 7.65% (177,222 orang).
Tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor berada di bawah TPT
Provinsi Jawa Barat (8.45%) namun masih berada di atas angka nasional
(5.94%).
Dari data tersebut dapat diketahui pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor
yang terus mengalami peningkatan memberikan dampak positif yaitu
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan rendahnya tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor telah sesuai dengan poin ke-3
yang dipaparkan oleh Haller (2012) yaitu pertumbuhan ekonomi
mengakibatkan dampak positif pada sektor sosial yaitu meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Di Kabupaten Bogor terdapat 3 sektor lapangan usaha
107
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Presentase Penduduk yang Bekerja Menurut 9 Sektor Lapangan Usaha
yang kini menjadi sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di
Kabupaten Bogor, yaitu: sektor perdagangan, industri, dan jasa. Pada 2014,
komposisi penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013–2014 menunjukkan
sektor perdagangan, rumah makan & jasa akomodasi sebagai sektor penyerap
tenaga kerja terbanyak.
Keterangan :
Sektor 1 : Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
Sektor 2 : Pertambangan dan Penggalian
Sektor 3 : Industri
Sektor 4 : Listrik, Gas dan Air Minum
Sektor 5 : Konstruksi
Sektor 6 : Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi
Sektor 7 : Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Sektor 8: Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa
Perusahaan
Sektor 9 : Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
108
3. Pemaparan Hasil Analisis Uji Pengaruh Antara Usaha Pariwisata Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor
Persamaan regresi yang telah dipaparkan akan dijelaskan lebih detil sebagai
berikut:
( ) ( )
( )
( )( ) ( ) ( )
( )( ) ( )( ) ( )
( )( ) ( )( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( )
Tabel 4.15 Koefisien Pada Hasil Uji-t
Model B
(Constant) 1054581.488
DIFFX1 -0.614
DIFFX2 262.436
DIFFX3 107.639
DIFFX4 -35.627
DIFFX5 -11.422
DIFFX6 65.616
DIFFX7 -3.838
DIFFX8 -200.985
DIFFX9 620.395
DIFFX10 915.586
DIFFX11 68.711
DIFFX12 216.769
Sumber: Olahan Peneliti
Penjelasan dari persamaan tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
109
1) Konstanta sebesar 1054581.488; artinya jika X1 hingga X12 nilainya adalah
0, maka nilai pertumbuhan ekonomi (Y) adalah 1054581.488 x (dalam
jutaan rupiah) = Rp 1,054,581,488,000 atau sekitar 1 Trilyun 54 milyar
rupiah.
Koefisien regresi variabel X1 (Daya Tarik Wisata) sebesar -0.614, yang
berarti apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel X1
mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami penurunan sebesar Rp 614,000. Koefisien bernilai negatif
artinya terjadi hubungan negatif antara daya tarik wisata dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin naik X1 maka semakin turun pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Bogor. Daya Tarik Wisata ada pengaruh namun tidak
secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor.
Hal ini dapat disebabkan karena terpusatnya kunjungan wisatawan ke
Kawasan Wisata Puncak, terutama pada daya tarik wisata Taman Safari
Indonesia dan Taman Wisata Matahari, sehingga menyebabkan daya tarik
wisata di luar Kawasan Wisata Puncak mengalami penurunan kunjungan
wisata. Aktifitas wisata pada kedua daya tarik wisata ini terbilang banyak
disukai oleh wisatawan. Seperti yang dinyatakan oleh Johnson dan Moore
(1993) dalam Utama Rai (2011:13) bahwa pengukuran dampak ekonomi
pariwisata lebih dipengaruhi oleh aktifitas wisata tertentu yang sedang
berkembang pesat dan sumberdaya pariwisata yang dipergunakannya.
Pada penelitian sebelumnya menurut S Sinaga (2010:2-4) objek dan daya
tarik wisata merupakan salah satu unsur penting dalam dunia
110
kepariwisataan. Dimana objek dan daya tarik wisata dapat menyukseskan
program pemerintah dalam melestarikan adat dan budaya bangsa sebagai
asset yang dapat dijual kepada wisatawan. Selanjutnya pada penelitian
yang dilakukan oleh Romani (2006:65) pada dasarnya perencanaan wisata
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Juga
tercantum pada UU No. 9 Tahun 1990 bahwa pembangunan obyek dan
daya tarik wisata bertujuan untuk mendorong peningkatan perkembangan
kehidupan ekonomi dan sosial budaya. Namun di dalam perencanaan dan
pembangunan ini harus diupayakan juga agar tidak menyebabkan
terjadinya perubahan sosial dan kerusakan lingkungan. Dari pernyataan
tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan objek daya tarik seharusnya
memiliki pengaruh positif pada industri pariwisata dan perekonomian.
Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh, Nasrul Qadarrochman
(1994-2008) di Kota Semarang dalam Ferry Pleanggra (2012:26), I Wayan
Gede Sedana Putra (1991-2010) di Kabupaten Gianyar dalam Ferry
Pleanggra (2012:26)dan Juliafitri (2005) di Kota Bitung dalam Ferry
Pleanggra (2012:26), Ferry Pleanggra (2012:24) di Kabupaten/Kota Jawa
Tengah tentang pengaruh jumlah obyek wisata terhadap pendapatan
diperoleh hasil bahwa baik dari segi jumlah obyek pariwisata maupun
dari segi retribusi daya tarik wisata memiliki pengaruh positif terhadap
pendapatan pariwisata dan pembangunan daerah.
Dari beberapa teori/konsep serta penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa daya tarik wisata memiliki
111
hubungan positif, berpengaruh pada pendapatan dan pembangunan daerah.
Daya tarik wisata di Kabupaten Bogor memiliki pengaruh, namun
perencenaan dan pengelolaannya belum optimal, sehingga belum
berpengaruh secara signifikan. Kabupaten Bogor memiliki daya tarik
wisata yang cukup banyak, seharusnya daya tarik wisata Taman Safari
Indonesia dan Taman Wisata Matahari menjadi trigger sehingga
perencanaan dan pengelolaan dapat dilakukan secara optimal oleh daya
tarik wisata lainnya, juga kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bogor lebih
merata.
2) Koefisien regresi variabel X2 (Kawasan Wisata) sebesar 262.436; yang
berarti apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel X2
mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami peningkatan sebesar Rp 262,436,000. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara kawasan wisata dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin naik variabel X2 maka semakin
meningkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
Menurut Puranegara (2004:40) pada penelitian sebelumnya di Kabupaten
Ciamis, kontribusi kawasan wisata Pangandaran terhadap pendapatan total
sektor pariwisata ciamis pada tahun 2002 sebesar 72.06% dan pada tahun
2003 sampai dengan bulan Agustus sebesar 72.72%. Hal ini dapat dilihat
bahwa Kawasan Wisata Pangandaran merupakan kawasan andalan Ciamis
yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan sektor
pariwisata Ciamis. Hal ini juga disampaikan oleh Fatimah S (2015:55) di
112
Kota Ambon bahwa pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata
Bahari Kota Ambon dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
pembangunan, maka dalam pelaksanaanya dibutuhkan strategi yang
terencana dan sistematis bagi masyarakat lokal. Keterlibatan atau
partisipasi masyarakat lokal menjadi penting pula termasuk dalam
kaitannya dengan upaya keberlanjutan pariwisata itu sendiri, yang
mencakup perlindungan terhadap lingkungan maupun manfaatnya bagi
kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang menjadi faktor utama dalam
prespektif pengembangan pariwista daerah.
Pengembangan kawasan wisata pada dasarnya adalah pengembangan
masyarakat dan wilayah yang didasarkan pada kehidupan masyarakat
yang untuk meningkatkan dan memajukan tingkat hidup masyarakat
sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal,
meningkatkan pendapatan secara ekonomis sekaligus mendistribusikan
secara merata pada penduduk lokal (Ratvany, 2016:66-76). Herdiana
(2012:6) juga menyatakan bahwa perkembangan suatu kawasan wisata
tergantung pada apa yang dimiliki kawasan tersebut untuk ditawarkan
kepada wisatawan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari peranan para
pengelola kawasan wisata.
Berdasarkan teori/konsep dan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa pengembangan kawasan wisata dapat meningkatkan perekonomian
suatu daerah dan kesejahteraan masyarakat. Di Kabupaten Bogor, kawasan
wisata telah berkontribusi positif terhadap industi pariwisata dan
113
pertumbuhan ekonomi juga kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti
bahwa kawasan wisata di Kabupaten Bogor telah sesuai dengan
teori/konsep dan penelitian terdahulu.
3) Koefisien regresi variabel X3 (Jasa Perjalanan Wisata) sebesar 107.639;
yang berarti apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel
X3 mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami peningkatan sebesar Rp 107,639,000. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara jasa perjalanan wisata dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin naik variabel X3 maka semakin
meningkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
Seperti yang tercantum pada Hollowey (1983, 2002:265) keberadaan jasa
perjalanan pariwisata menjadi sektor penting di beberapa Negara seperti
Spanyol dan Yunani. Jasa perjalanan pariwisata berfungsi untuk menjual
produk sektor lain seperti transportasi, akomodasi dan jasa lainnya yang
menjadi satu kombinasi paket wisata. Di Inggris, lebih dari 300
perusahaan jasa perjalanan wisata sebagian besar berpengaruh penting
dalam penanganan pendapatan berbagai bisnis. Oleh karena itu, industri
jasa pariwisata memiliki peran yang sangat penting pada industri
pariwisata di beberapa Negara.
Hal ini juga disampaikan oleh (RP Indah, 2006:13) bahwa di Indonesia
sekarang ini biro perjalanan wisata yang beroperasi mencapai jumlah
3.190 kantor cabang yang tersebar. Tamu-tamu yang datang setiap hari
baik itu membeli tiket, memesan kamar hotel, ataupun untuk membeli
114
paket wisata menunjukkan bahwa semakin hari masyarakat semakin
membutuhkan jasa dan pelayanan dari biro perjalanan wisata. Seiring
dengan berkembangnya dunia pariwisata, jasa perjalanan wisata juga
sebagai sarana pendukung dalam meningkatkan industri pariwisata. Jasa
perjalanan wisata memegang peranan penting karena dapat memberikan
suatu pelayanan yang nyata bagi wisatawan, yaitu paket perjalanan, seperti
tiket transportasi udara, darat, laut; akomodasi penginapan; pelayaran
wisata; paket wisata; asuransi perjalanan; dan produk lainnya yang
berhubungan (Foster, 2000:77). Sebagai perantara bagi perusahaan-
perusahaan industri pariwisata, jasa perjalanan wisata merupakan rantai
yang amat penting dan sangat berperan besar untuk mendorong atau
merangsang agar orang mau melakukan perjalanan wisata (DP Simamora,
2014).
Berdasarkan pemaparan tersebut, jasa perjalanan wisata yang berada di
Kabupaten Bogor telah sesuai dengan pernyataan teori/konsep. Jasa
perjalanan wisata telah berperan dan memiliki pengaruh positif dalam
industri pariwisata dan perekonomian di Kabupaten Bogor.
4) Koefisien regresi variabel X4 (Jasa Makan & Minum) sebesar -35.627;
yang berarti apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel
X4 mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami penurunan sebesar Rp 35,627,000. Koefisien bernilai negatif
artinya terjadi hubungan negatif antara jasa makan & minum dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin naik variabel X4 maka semakin menurun
115
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Jasa Makan & Minum ada
pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat disebabkan karena kurang menarik dan
bervariasinya produk makanan & minuman serta kurang profesionalnya
kinerja pegawai di jasa makan dan minuman ini. Desain tempat makan di
Kabupaten Bogor juga kurang unik, secara umum dapat ditemukan di
daerah tujuan wisata lainnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sparks dkk (2003:12) di daerah
wisata Sidney, Melbourne, dan Brisbane, Australia menemukan bahwa
restoran memiliki peranan yang cukup signifikan dalam menentukan
tempat tujuan berlibur wisatawan. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa
sebanyak 20% dari wisatawan yang diteliti yang baru pertama kali
mengunjungi kawasan wisata setuju bahwa restoran memainkan peranan
yang sangat penting dalam pemilihan daerah tujuan wisata. Sedangkan
46% dari wisatawan yang telah memperoleh pengalaman positif di
restoran di daerah tujuan wisata tersebut setuju untuk kembali berkunjung
pada kesempatan berikutnya yang disebabkan oleh alasan agar dapat
kembali menikmati pelayanan di restoran yang sama. Ini menunjukkan
bahwa peranan restoran dan bar sangatlah penting dalam industri
pariwisata, oleh karena itu para pelaku usaha dibidang ini perlu
mengetahui kualitas standar produk restoran yang diinginkan oleh
wisatawan agar dapat mencapai kepuasan wisatawan.
116
Hal ini juga disampaikan oleh Nyoman Putra Sastra (2016: 2) pada
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Kawasan Pariwisata Nusa
Dua bahwa restoran dan bar merupakan komponen pariwisata yang
bersifat pisik, yang berfungsi sebagai salah satu fasilitas pariwisata
penunjang pelayanan jasa. RP Wulandari (2015:53) juga menyebutkan
bahwa restoran merupakan bagian dari industri pariwisata yang berperan
sebagai penyedia jasa, makan dan minum bagi orang-orang yang sedang
berada jauh dari tempat tinggalnya. Dalam industri makanan dan minuman
untuk kepentingan pariwisata, fasilitas ini sangatlah penting peranannya
dalam menunjang pelayanan yang diberikan suatu destinasi terhadap
wisatawan, karenanya perlu dikelola dengan profesional.
Perkembangan jaman yang semakin maju, pola kehidupan penduduk
mengalami perubahan, usaha restoran saat ini semakin popular dan
mengalami perkembangan yang pesat baik di pusat kota maupun di daerah
pinggiran kota (Prihastuti, 2009:1). Pada penelitian sebelumnya Wibowo L
Adi (2008:13) menyebutkan bahwa restoran atau jasa makan & minum
merupakan sarana pokok pariwisata (Main Tourism Superstructures). Pada
dasarnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan fasilitas minimal
yang harus ada pada suatu daerah tujuan wisata.
Dari beberapa teori/konsep serta penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jasa penyedia makan dan minum
memiliki hubungan positif dan berpengaruh pada industri pariwisata. Jasa
makan dan minum di Kabupaten Bogor memiliki pengaruh, namun
117
perencenaan dan pengelolaannya belum optimal, sehingga belum
berpengaruh secara signifikan. Di Kabupaten Bogor jasa penyedia makan
dan minum sebagai main tourism superstructures telah cukup banyak dan
memadai. Namun dalam pengelolaannya harus lebih ditingkatkan agar jasa
makan dan minum di Kabupaten Bogor lebih profesional dalam segi
kinerja pegawai, manajemen dan desain tempatnya.
5) Koefisien regresi variabel X5 (Akomodasi) sebesar -11.422; yang berarti
apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel X4 mengalami
kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan mengalami penurunan
sebesar Rp 11,422,000. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi hubungan
negatif antara akomodasi dengan pertumbuhan ekonomi, semakin naik
variabel X5 maka semakin menurun pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bogor. Jasa Akomodasi ada pengaruh namun tidak secara signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat
disebabkan karena terpusatnya kunjungan wisatawan ke Kawasan Wisata
Puncak sehingga wisatawan yang menggunakan penyedia akomodasi di
luar kawasan tersebut berkurang. Selain itu, Daya Tarik Wisata unggulan
di Kabupaten Bogor yaitu Taman Safari Indonesia dan Taman Matahari
merupakan Daya Tarik Wisata yang paling pesat jumlah kunjungannya,
namun para wisatawan tidak harus menggunakan jasa akomodasi untuk
mengunjungi obyek wisata tersebut, karena wisatawan yang melakukan
kunjungan ke suatu theme park dalam waktu sehari terbilang sudah cukup.
118
Hal ini kurang sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Musselman dan
Jackson (1984). Musselman dan Jackson (1984:104) memaparkan bahwa
bisnis hotel dan akomodasi sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
dalam peningkatan pendapatan. Bisnis hotel dan akomodasi lainnya
berkembang selaras dengan peningkatan pendapatan dan total populasi.
Pada tahun 1970 di Amerika pertumbuhan rata-rata pada bisnis akomodasi
sebesar 5.1% atau sekitar $50 milyar dan terus meningkat hingga & $100
milyar pada akhir tahun 1970. Orang-orang selalu memiliki keinginan
untuk berlibur dari pekerjaannya, sehingga orang yang memilliki waktu
dan uang akan pergi berwisata. Oleh karena itu, bisnis hotel dan
akomodasi lainnya memiliki pengaruh yang cukup jelas. Di Jawa Barat
usaha yang bergerak dibidang akomodasi pada tahun 2005 tercatat
sebanyak 1,413 usaha, sebesar 9.55% adalah usaha hotel berbintang dan
sebesar 90.45% adalah usaha akomodasi di luar hotel berbintang. Unsur
terpenting di dalam kepariwisataan selain obyek wisata yang menjadi
tujuan utama wisatawan adalah sarana akomodasi, sebagai tempat untuk
beristirahat atau menginap di daerah tujuan wisata (Eridiana, 2008:8).
Selanjutnya pada penelitian yang telah dilakukan Dwi Pangastuti Ujiani
(2006:78) di Provinsi D.I. Yogyakarta juga menyatakan bahwa sektor
usaha jasa dan akomodasi pariwisata mampu memberikan pengaruh
terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya. Meningkatnya output
yang dihasilkan ini juga dapat meningkatkan meningkatkan pula laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta. Pada penelitian yang
119
telah dilakukan oleh Rizki Insan Arif (2014:3) di Food and Beverage The
Amaroosa Hotel Bandung, akomodasi perhotelan tidak dapat dipisahkan
dengan kegiatan pariwisata. Tanpa kegiatan kepariwisataan dapat
dikatakan akomodasi perhotelan akan lumpuh. Sebaliknya pariwisata
tanpa hotel merupakan suatu hal yang tidak mungkin, karena jasa
akomodasi termasuk ke dalam sarana pokok kepariwisataan (main tourism
superstructures). Bila diumpamakan industri pariwisata itu sebagai suatu
bangunan, maka sektor perhotelan merupakan tiangnya. Dalam menunjang
pembangunan negara, Andi (2011) menjelaskan bahwa usaha perhotelan
memiliki peran antara lain; meningkatkan industri rakyat, menciptakan
lapangan kerja, membantu usaha pendidikan dan latihan, meningkatkan
pendapatan daerah dan Negara, meningkatkan devisa negara, serta
meningkatkan hubungan antar bangsa.
Dari beberapa teori/konsep serta penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jasa akomodasi memiliki
berpengaruh dan berperan penting pada industri pariwisata. Jasa
akomodasi di Kabupaten Bogor kurang sesuai dengan teori/konsep yang
telah dipaparkan. Di Kabupaten Bogor jasa akomodasi sebagai main
tourism superstructures industri pariwisata telah tersedia cukup banyak
dan memadai. Meskipun jasa akomodasi telah menciptakan lapangan kerja
baru bagi masyarakat, namun jasa akomodasi di Kabupaten Bogor belum
maksimal dalam memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Bogor.
120
6) Koefisien regresi variabel X6 (Penyelenggaran Hiburan & Rekreasi)
sebesar 65.616; yang berarti apabila variabel independen lain nilainya
tetap dan variabel X6 mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan
ekonomi (Y) akan mengalami peningkatan sebesar Rp 65,616,000.
Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara
penyelenggaran hiburan & rekreasi dengan pertumbuhan ekonomi,
semakin naik variabel X6 maka semakin meningkat pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Bogor. Hal ini telah sesuai dengan Sinclair M T dan Stabler M
(1991) yang menyatakan bahwa wisata belanja (mal, factory outlet, dan
pasar tradisional) memiliki dampak positif pada ekonomi jika tidak adanya
efek lingkungan dan sosial-budaya yang negatif, seperti tidak menggangu
atau menghancurkan tempat tinggal masyarakat lokal, lingkungan alam
dan situs budaya. Beberapa atraksi lain yang memiliki dampak positif
yang disediakan jasa penyelenggaran hiburan dan rekreasi seperti pameran
dan wisata malam. Cahyono (2002: 94) menjelaskan bahwa tujuan
penyelenggaraan pameran di antaranya; tujuan sosial, tujuan komersial,
dan tujuan kemanusian. Menurut Sastra P (1999:9) tempat hiburan malam
adalah suatu tempat sejenis tourist attraction atau kegiatan para wisatawan
di mana para wisatawan datang untuk menyaksikan, menikmati ataupun
mengagumi kejadian-kejadian yang berlangsung untuk mendapatkan
kepuasan rohaniah sesuai dengan keinginan para wisatawan yang
dilakukan pada waktu malam hari.
121
Hiburan malam ini adalah merupakan salah satu kegiatan para wisatawan
yang dapat dirasakan di dalam dunia pariwisata tetapi juga dapat
memberikan ciri khas kepuasan tersendiri terhadap para wisatawan. Fungsi
dari tempat hiburan malam Marsum WA (2004:1) diantarnya; untuk
menghilangkan kejenuhan para wisatawan yang selalu tinggal di hotel,
memberikan gambaran tentang situasi aktivitas pada malam hari di kota
yang bersangkutan, untuk menjamu para relasi bisnis. Tempat hiburan
malam dengan bar tidak dapat dipisahkan, di tempat hiburan malam
terdapat bar yang akan menyediakan berbagai minuman dari yang non-
alcoholic sampai yang alcoholic.
Pada penelitian Mahardika (2014) yang dilakukan di Yogyakarta
sebelumnya, saat ini, wisata malam di Yogyakarta berkembang pesat.
Dibuktikan dengan banyak dibukanya industri hiburan seperti kafe, tempat
karaoke, dan warung kopi. Ada beberapa kafe, tempat karaoke, dan
warung kopi yang dibuka di Yogyakarta yang hadir dengan gaya dan
konsep yang berbeda–beda. Banyaknya industri hiburan malam di
Yogyakarta menjadikan kota ini tidak pernah sepi dari pagi hingga larut
malam. Hal ini juga dikemukakan oleh Novitasari (2008:14) di Pasar
Semawis Semarang bahwa berbagai aktivitas dan kegiatan yang ada di
Pasar Semawis dapat memberikan berbagai keuntungan baik dari segi
ekonomi bagi para pelaku bisnis maupun pelestarian budaya khususnya
etnik China. Selain itu dengan keberadaan Pasar Semawis ini dapat
dijadikan sebagai alternatif sebagai tempat tujuan wisata baik wisata
122
budaya maupun wisata kuliner. Berbagai interaksi yang terjadi di Pasar
Semawis secara langsung dapat mempererat sosialisasi antara masyarakat
yang berasal dari etnis China maupun penduduk pribumi, sehingga Pasar
Semawis merupakan objek wisata yang sangat berpotensi untuk
perkembangan wisata di Kota Semarang.
Berdasarkan teori/konsep dan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa jasa penyelenggaran hiburan dan rekreasi memiliki peran dalam
menciptakan atraksi alternatif bagi para wisatawan agar daya tarik di suatu
destinasi wisata menjadi beragam. Penyelenggaran hiburan dan rekreasi di
Kabupaten Bogor mampu menarik perhatian para wisatawan lokal,
nusantara maupun mancaNegara untuk dikunjungi sehingga jasa
penyelenggara hiburan dan rekreasi di Kabupaten Bogor telah
berkontribusi positif di industri pariwisata dan perekonomian.
7) Koefisien regresi variabel X7 (Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan
Insentif, Konferensi & Pameran) sebesar -3.838; yang berarti apabila
variabel independen lain nilainya tetap dan variabel X7 mengalami
kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan mengalami penurunan
sebesar Rp 3,838,000. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi hubungan
negatif antara penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi
& pameran dengan pertumbuhan ekonomi, semakin naik variabel X7 maka
semakin menurun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
Penyelenggaraan Pertemuan/Perjalanan Insentif/ Konferensi & Pameran
ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap Pertumbuhan
123
Ekonomi di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa
event yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor tidak berbasis pada orientasi
bisnis, melainkan hanya melaksanakan suatu kegiatan pertemuan untuk
menyebarluaskan suatu informasi, sehingga tujuan wisatawan berkunjung
ke event tersebut tidak untuk berbelanja atau mengeluarkan uang.
Hal ini kurang sesuai dengan Roeseler (2008:4) yang menyatakan bahwa
MICE (Meetings, Incentives, Conventions, Exhibition) sebagai suatu
industri banyak mendatangkan orang untuk melakukan pertemuan, dan
setiap pengeluaran mereka dalam jangka waktu tersebut merupakan
pemasukan salah satunya pada industri pariwisata. Rata-rata orang yang
datang berasal dari luar daerah, sehingga mereka harus tinggal dalam
jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, industri MICE sangat berkontribusi
pada industri pariwisata. Selanjutnya juga dinyatakan oleh Mantan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ibu Mari Elka Pantestu (2011-2014)
terdapat 3 hal utama sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan dalam
sektor pariwisata, yaitu mengembangkan wisata minat khusus, salah
satunya adalah MICE.
Hal ini juga disampaikan oleh Esthy Reko Astuti (2013), Dirjen
Pemasaran Kementerian Pariwisata bahwa sektor pariwisata dan MICE
dapat menciptakan peningkatan PDB di dunia, sementara di sektor lainnya
sedang menurun, justru MICE dan travel mengalami pertumbuhan yang
pesat. Bila dilihat dari data pertumbuhan MICE Indonesia pada 2013 lalu
bertumbuh 6 sampai 7% dan pada akhir 2014 diharapkan dapat mengalami
124
pertumbuhan yang lebih besar. Selain itu, industri MICE di tanah air
semakin cerah dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor
69/2015 oleh Presiden Joko Widodo tentang bebas Visa kunjungan bagi 45
negara.
Juga disampaikan oleh Indrajaya (2015:80) pada penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya di Kota Tangerang Selatan bahwa perkembangan
industri MICE di Indonesia memiliki potensi besar dan merupakan salah
satu produk unggulan industri Pariwisata Indonesia. MICE merupakan
salah satu dunia bisnis yang menjanjikan karena pariwisata salah satu
industri raksasa dunia yang mendorong pertumbuhan sektor ekonomi
paling cepat. Dampak besar bisnis MICE dapat dilihat dari perolehan
devisa pariwisata dengan diadakannya sejumlah kegiatan konvensi
nasional ataupun internasional dalam skala besar. Industri MICE memiliki
potensi pertumbuhan positif seiring membaiknya perekonomian dan
naiknya pendapatan masyarakat.
Berdasarkan teori/konsep dan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa industri jasa MICE diyakini memiliki peran sentral bagi
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Di banyak negara maju, sektor ini
telah menjadi pemicu dan pemacu bagi tumbuh-kembangnya sektor
ekonomi lainnya sehingga industri MICE juga merupakan indikator kuat
dari kemajuan perekonomian negara. Jasa penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi & pameran di Kabupaten Bogor memiliki
pengaruh namun tidak secara signifikan. Seharusnya pengelola MICE di
125
Kabupaten Bogor juga fokus dalam mempromosikan berbagai produk lain
yang berpotensi, agar para wisatawan yang datang untuk pertemuan atau
bisnis dapat mengeluarkan uangnya sebagai pemasukan bagi MICE itu
sendiri dan sektor lainnya di industri pariwisata.
8) Koefisien regresi variabel X8 (Jasa Informasi Pariwisata) sebesar -200.985;
yang berarti apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel
X8 mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami penurunan sebesar Rp 200,985,000. Koefisien bernilai negatif
artinya terjadi hubungan negatif antara jasa informasi pariwisata dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin naik variabel X8 maka semakin menurun
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Jasa Informasi Pariwisata ada
pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat disebabkan karena meluasnya
penggunaan internet, sehingga para wisatawan dimudahkan untuk
mendapatkan informasi mengenai pariwisata ketika melakukan kunjungan
wisata ke Kabupaten Bogor.
Menurut Prabowo (2009) jasa informasi pariwisata berperan penting
dalam memenuhi kebutuhan dan memudahkan para wisatawan yang akan
melakukan kegiatan pariwisata, untuk mendapatkan informasi yang akurat
dan lengkap, serba cepat, efisien, dan efektif mengenai tujuan wisata
beserta obyek-obyek yang menarik yang ada, serta sarana transportasi
yang bisa digunakan dalam mencapai tujuan. Disamping kebutuhan para
wisatawan juga informasi pariwisata tersebut juga dibutuhkan bagi
126
pengelola industri kepariwisataan dan pemerintahan karena memiliki peran
dalam mengambil keputusan dan sebagai penentu kebijakan di bidang
kepariwisataan.
Di dalam pemasaran pariwisata Novianto (2011) juga menyampaikan
peran dari sistem informasi pariwisata ini sangat penting, karena perilaku
calon wisatawan sagat dinamis perkembangannya dari waktu ke waktu.
Keputusan harus dapat cepat diambil untuk menyesuaikan dengan
perubahan yang terjadi. Jadi peranan jasa informasi pariwisata sangat
menunjang perkembangan pariwisata. Dengan jasa ini, maka informasi
dan komunikasi dapat dilakukan dengan sangat cepat, efisien dan akurat
sehingga wisatawan dapat mendapatkan informasi tentang kegiatan
pariwisata yang akan dilakukannya (Seanli, 2011).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Zainal (2004) di Jawa Tengah,
dalam memasarkan pariwisata di Jawa Tengah selain menggunakan media
konvensional, TIC juga menggunakan media computer dan teknologi
komunikasi. Adanya sistem informasi pariwisata terpadu dengan
mengembangkan teknologi informasi secara integral diharapkan akan
mampu meningkatkan daya saing bidang kepariwisataan terutama pada
promosi dan pemasaran pariwisata yang nantinya dapat meningkatkan
peran serta masyarakat. Dengan demikian TIC dapat berperan aktif
sebagai sarana informasi, sebagai sarana promosi pariwisata,
sebagaisarana penyebaran wisatawan, sebagai mitra usaha jasa pariwisata.
Hal ini juga dikuatkan oleh penelitian yang telah dilakukan Respati
127
(2011:29) di PT. (Persero) Angkasa Pura I Bandara Internasional Juanda
Surabaya yang memperoleh hasil penelitian bahwa unit informasi
mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pariwisata di
Jawa Timur. Dengan adanya penerangan bandara akan mempermudah para
wisatawan dalam mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek dan daya
tarik wisata yang ada di Jawa Timur. Pelayanan yang baik dari pihak
bandara khususnya bagian informasi akan membuat para wisatawan ingin
lebih sering mengunjungi obyek-obyek wisata di Jawa Timur.
Kesimpulannya, unit informasi Bandar Udara internasional Juanda
Surabaya memiliki peran yang strategis dalam memperkenalkan pariwisata
di Jawa Timur.
Berdasarkan teori/konsep dan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa industri jasa informasi pariwisata memiliki peran aktif bagi industri
pariwisata. Jasa informasi di Kabupaten Bogor memiliki pengaruh namun
tidak secara signifikan. Seharusnya pengelola jasa informasi pariwisata di
Kabupaten Bogor juga fokus dalam mempromosikan jasanya sebagai suatu
bisnis dalam menyediakan berbagai informasi pariwisata di Kabupaten
Bogor dengan detil dan lengkap. Jasa informasi pariwisata tidak hanya
berperan penting pada wisatawan juga pada pengelola pariwisata dan
pemerintah, sehingga jasa informasi pariwisata berpengaruh besar pada
industri pariwisata di Kabupaten Bogor dan sektor lainnya.
9) Koefisien regresi variabel X9 (Jasa Konsultan Pariwisata) sebesar 620.395;
yang berarti apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel
128
X9 mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami peningkatan sebesar Rp 620,395,000. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara jasa konsultan pariwisata dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin naik variabel X9 maka semakin
meningkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
Menurut Astina (2010:1) jasa konsultan pariwisata berperan dalam analisis
sektor pariwisata, sebagai media komunikasi dan informasi ilmiah
kepariwisataan, yang memuat tentang hasil ringkasan penelitian, survei
dan tulisan ilmiah populer kepariwisataan juga pergeseran trend yang
terjadi sehingga pembangunan pariwisata Indonesia dapat terwujud secara
berkelanjutan. Selain itu persaingan global telah memberikan peningkatan
standar baru persaingan. Dalam kondisi ini, setiap perusahaan
menginginkan untuk bisa bertahan dan berkembang serta harus bisa
menciptakan dan memperpanjang manfaat kompetisi secara terus-menerus
dengan cara meningkatkan daya saing. Persaingan yang lebih tinggi
mengharuskan perusahaan untuk memiliki strategi persaingan yang
inovatif dan pelaksanaan yang optimal, peningkatan keuntungan dan
dukungan ketahanan dari bisnis tersebut (Smart Cipta, 2012). Selanjutnya
Hananto (2015) usaha jasa konsultan pariwisata mempunyai peran yang
strategis dalam rangka turut menciptakan dan mendorong pemenuhan
sumberdaya manusia dan terpenuhinya usaha bidang pariwisata yang
terkompentensi berdasar standar yang telah ditetapkan melalui proses
sertifikasi. Produk usaha jasa konsultan pariwisata mencakup bidang
129
industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata dan bidang
kelembagaan pariwisata memberikan ruang untuk tumbuh dan
berkembangnya usaha jasa konsultan pariwisata baik menyangkut aspek
teknis maupun bisnis terkait dengan produk usaha jasa konsultan yang
berupa opini, saran atau rekomendasi. Dengan demikian usaha jasa
konsultan di bidang pariwisata dapat bersinergi dengan pemerintah
maupun pemerintah daerah untuk bersama-sama mendorong pertumbuhan
usaha pariwisata dengan memanfaatkan sumberdana pemerintah atau
pemerintah daerah yang ada.
Berdasarkan beberapa teori/konsep yang dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa jasa konsultan pariwisata berperan penting dalam mengembangkan
sektor pariwisata baik dalam segi bisnis dan perencanaan. Jasa konsultan
pariwisata di Kabupaten Bogor telah sesuai dengan teori/konsep tersebut
sehingga perannya di industri pariwisata mampu memberikan kontribusi
dan manfaat positif bagi pemerintah, pengelola pariwisata, dan
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor.
10) Koefisien regresi variabel X10 (Jasa Pramuwisata) sebesar 915.586; yang
berarti apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel X10
mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami peningkatan sebesar Rp 915,586,000. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara jasa pramuwisata dengan
pertumbuhan ekonomi, semakin naik variabel X10 maka semakin
meningkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.
130
Hal ini telah sesuai dengan Hollowey (1983, 2002:220-223) yang
menyatakan bahwa meskipun industri pramuwisata terbilang kecil, kurang
diakui secara aturan, namun jasa pramuwisata merupakan salah satu fungsi
yang paling penting dalam industri pariwisata. Pemandu wisata dan
interpreter menggambarkan baiknya suatu destinasi wisata secara langsung
kepada wisatawan. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Yogyakarta
Tourist Informations (2009) bahwa unsur terpenting yang bersinggungan
langsung dengan layanan wisatawan adalah pramuwisata atau pemandu
wisata; yaitu seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penerangan
dan petunjuk tentang obyek wisata serta membantu segala sesuatu yang
diperlukan wisatawan. Dalam menjalankan tugasnya, pemandu wisata
(tourist guide) harus memiliki standar kualifikasi layanan dan kompetensi
yang cukup berupa sikap, pengetahuan, ketrampilan teknik serta kode etik
profesi kepariwisataan yang telah diratifikasi. Profesi ini menjadi ujung
tombak industri pariwisata dimana sejak orang keluar untuk berwisata
sejak itu dibutuhkan peran dari tugas-tugas seorang guide.
Selanjutnya Harum (2012) juga memaparkan bahwa pramuwisata adalah
seseorang yang menemani, memberikan informasi dan bimbingan serta
saran kepada wisatawan dalam melakukan aktivitas wisatanya.
Pramuwisata adalah orang mengarahkan sebuah tour dan merupakan kunci
utama yang akan membawa wisatawan mendapatkan pengalaman-
pengalaman selama tour. Pramuwisata adalah seseorang yang memimpin
wisatawan dan memberikan informasi tentang data atau fakta obyek dan
131
atraksi wisata yang dikemas oleh jasa perjalanan wisata dalam tour
itinerary sebelumnya serta segala sesuatu yang memiliki daya tarik bagi
wisatawan. Dari sudut pandang pariwisata Indonesia pramuwisata
merupakan "guru besar" yang dianggap serba mengetahui tentang objek
dan atraksi yang dimiliki daerahnya. Kenyamanan wisatawan selama
perjalanan merupakan tujuan utama seorang pramuwisata. Selain itu
seorang pramuwisata harus memberikan cerminan dari kehidupan bangsa
sendiri dengan segala kepribadiannya dan selalu dapat dan ingin
bekerjasama dengan segala jenis bangsa yang datang ke Indonesia. Secara
lebih luas, pramuwisata adalah duta bangsa atau duta daerah tempat
bertugas. Pramuwisata adalah cerminan karakter masyarakat setempat (F.
H. Debora, 2009:26).
Dalam industri pariwisata menurut Saraida (Waibobo, 2014:8) seorang
pramuwisata tetap menjaga citra pariwisata dan kredibilitas bangsa dan
negara di mata wisatawan dengan sesungguhnya. Peranan pramuwisata
sangat penting untuk majunya suatu jasa perjalanan wisata dan
meningkatkan kunjungan wisatawan, tergantung pada pelayanan yang
diberikan oleh pramuwisata kepada wisatawan. Selain itu pramuwisata
juga berperan sebagai sales-person bagi pariwisata Indonesia pada
umumnya. Dengan pelayanan yang professional pramuwisata ikut
menyumbangkan jasa untuk menjual produk-produk wisata dalam bentuk
paparan kepada wisatawan selama dalam penanganannya.
132
Berdasarkan teori/konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa
pramuwisata memiliki peranan yang sangat penting dalam impresi pertama
para wisatawan. Pramuwisata dapat merubah persepsi dan ekspektasi para
wisatawan terhadap suatu destinasi wisata. Jasa pramuwisata di Kabupaten
Bogor telah sesuai dengan teori/konsep yang telah dipaparkan, bahwa jasa
pramuwisata juga berperan sebagai promosi, seperti akomodasi, makan &
minum, dan daya tarik wisata lainnya, untuk memancing wisatawan
mengeluarkan uangnya di Kabupaten Bogor.
11) Koefisien regresi variabel X11 (Wisata Tirta) sebesar 68.711; yang berarti
apabila variabel independen lain nilainya tetap dan variabel X11
mengalami kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan
mengalami peningkatan sebesar Rp 68,711,000. Koefisien bernilai positif
artinya terjadi hubungan positif antara wisata tirta dengan pertumbuhan
ekonomi, semakin naik variabel X11 maka semakin meningkat
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Wisata Tirta ada pengaruh
namun tidak secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten Bogor. Hal ini dapat disebabkan karena sedikitinya jumlah
Daya Tarik Wisata yang atraksinya berupa air (danau/sungai/laut).
Sehingga usaha yang menyediakan sarana/prasarana seperti olahraga air,
berjumlah sedikit dan wisatawan tidak banyak melakukan kunjungan ke
Daya Tarik Wisata tersebut. Meskipun tidak secara signifikan, Wisata
Tirta memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bogor.
133
Menurut D.G. Bengen (2002:1) pada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, salah satu jenis wisata yang berkembang di Indonesia adalah
jenis wisata tirta/bahari. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil, seluruhnya
mencakup 17.508 pulau dengan garis pantai lebih dari 81.000 km serta
memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar. Industri
wisata tirta merupakan salah satu sarana yang tepat dalam meningkatkan
kemajuan ekonomi masyarakat baik lokal maupun global. Selain itu
dampak dan manfaat lain dari industri wisata tirta yaitu dapat
menghasilkan devisa negara dan memperluas lapangan kerja, sektor
pariwisata bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan mengembangkan
budaya lokal.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh W. Yuliasri (2005:117) di
Semarang memperoleh hasil penelitian bahwa kawasan wisata air Rawa
Pening termasuk dalam kategori yang memiliki pertumbuhan produk
rendah dengan pasar yang tinggi (Kuadran Cash Cows). Dengan kata lain
kawasan wisata air Rawa Pening saat ini hanya memiliki pangsa pasar
kecil, tetapi tumbuh dan berkembang relatif cepat. Saat ini usaha
pengembangan kawasan wisata diarahkan kepada pengembangan produk,
salah satunya pengembangan atraksi wisata air. Dritasto dan Anggraeni
(2013) pada penelitian yang telah dilakukan juga mengatakan bahwa
dengan terkaitnya masyarakat dalam kegiatan wisata tirta di Pulau Tidung
maka dapat memberikan dampak ekonomi masyarakat yaitu berupa
134
pendapatan. Secara umum kegiatan wisata yang ada di Pulau Tidung telah
memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat walaupun dampak yang
dirasakan terbilang cukup kecil. Dampak ekonomi ini terjadi karena
adanya perputaran uang antara wisatawan, unit usaha, dan tenaga kerja.
Semakin banyaknya wisatawan yang datang ke Pulau Tidung memberikan
dampak berupa pendapatan yang lebih banyak kepada unit usaha.
Berdasarkan konsep/teori dan penelitian terdahulu dapat disimpulkan
bahwa wisata tirta merupakan salah satu jenis kegiatan wisata yang cukup
diminati dan berkembang cukup pesat. Wisata tirta di Kabupaten Bogor
memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini
menunjukan meskipun daya Tarik wisata tirta tidak begitu banyak namun
mampu menunjukkan kontribusi positifnya terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Bogor sehingga sesuai dengan konsep/teori dan
penelitian terdahulu.
12) Koefisien regresi variabel X12 (Spa) sebesar -216.769; yang berarti apabila
variabel independen lain nilainya tetap dan variabel X12 mengalami
kenaikan 1%, maka pertumbuhan ekonomi (Y) akan mengalami penurunan
sebesar Rp 216,769,000. Koefisien bernilai negatif artinya terjadi
hubungan negatif antara spa dengan pertumbuhan ekonomi, semakin naik
variabel X12 maka semakin menurun pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Bogor. Pada jasa Spa seharusnya dapat meningkatkan jasa panggilan,
mengingat waktu luang wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Bogor
juga tergolong singkat. Kemudian pihak Spa juga dapat melakukan
135
kerjasama dengan berbagai pihak seperti jasa Akomodasi, Jasa Perjalanan
Wisata dan Jasa Informasi Wisata agar jasa Spa ikut dipromosikan dan
masuk ke dalam paket yang ditawarkan oleh pihak terkait.
Hal ini kurang sesuai dengan Aitchison C, Macleod N, dan Shawn
(2000:186) yang menyatakan bahwa spa merupakan salah satu industri
pariwisata yang paling penting dan popular di beberapa Negara. Industri
spa dipercaya sekitar 15 juta turis sebagai tempat untuk menyembuhkan
berbagai penyakit dengan berendam di air panas. Ketertarikan turis yang
menganggap industri spa sebagai suatu pengobatan alternatif membuat
industri spa terus berkembang, menjadi elemen penting di industri
pariwisata, hingga lebih dari 300 ribu turis inggris terus bepergian ke luar
negeri untuk perawatan setiap tahunnya. Pada beberapa negara spa
dikategorikan dalam wisata kesehatan (health tourism) yang berkaitan
dengan rumah sakit dan teknologi yang diandalkan. Namun spa lebih
berkaitan dengan leisure, relaksasi, dan juga ada nilai tradisi budaya lokal
di dalamnya. Pun juga spa lebih mengarah pada menjaga, relaksasi dan
membangkitkan kebugaran. Oleh karena itu spa lebih tepat disebut wisata
kebugaran (wellness tourism).
Tidak hanya di luar negeri, saat ini perkembangan industri bisnis bidang
jasa spa mulai menemukan titik yang baik dan sudah mendapatkan atensi
dari masyarakat luas yang sudah dapat kita lihat pada bisnis industri spa di
Bali. Bali menjadi tolok ukur perkembangan industri spa di Indonesia
karena beberapa kali sudah mendapatkan penghargaan menjadi industri
136
spa terbaik, seperti penghargaan The Readers Spa Awards 2010 oleh
majalah Conde Nast Traveller 2. Kemajuan industri spa di Bali dapat
memacu untuk usaha pencapaian perkembangan industri jasa spa di daerah
lainnya ke masa depan yang lebih baik karena industri jasa ini dapat
menaikan devisa dan juga pendapatan daerah.
Menurut Cohen (2008) dalam Ariansyah (2015:7) industri spa
memprediksi, spa masih hal yang baru dan merupakan sektor yang
berkembang untuk pariwisata. Indonesia kaya akan keanekaragaman
budaya, tradisi, dan juga hasil kekayaan alamnya. Hal ini dimanfaatkan
oleh masyarakat Indonesia untuk dikembangkan menjadi sesuatu hal yang
berguna seperti halnya ramuan-ramuan rempah khas Indonesia untuk
dijadikan produk kecantikan dan juga kesehatan. Hal ini juga disampaikan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Kabinet Indonesia Bersatu
jilid II, Mari Elka Pangestu pada tahun 2013 bahwa Kemenparekraf tengah
mengembangkan tujuh wisata minat khusus salah satunya adalah wisata
kesehatan atau spa. Keanekaragaman pelayanan spa mendapat sambutan
besar seiring dengan apresiasi global yang semakin tinggi terhadap
kebugaran, kesehatan dan umur panjang. Dengan peningkatan
keanekaragaman spa tersebut dan ditambah dengan trend spa yang terus
berkembang menjadi objek perdagangan internasional di antara banyak
negara, ada desakan kebutuhan untuk mengidentifikasi dan mendorong
layanan spa berkualitas tinggi, menciptakan transparasi, meningkatkan
137
kepercayaan pelanggan dan mempromosikan pertukaran informasi (SNI
Valuasi, 2013).
Berdasarkan beberapa konsep/teori dan berita yang telah dipaparkan dapat
disimpulkan bahwa healthy tourism dan wellness tourism merupakan
kegiatan wisata yang menjadi trend di Indonesia maupun beberapa Negara
di dunia. Di Kabupaten Bogor, industri spa belum menjadi perhatian
khusus bagi pemerintah dan pengelola kepariwisataan, sehingga spa belum
menjadi tujuan utama wisatawan melakukan wisata ke Kabupaten Bogor.
Dengan melihat industri spa yang berkembang di daerah lain, seharusnya
menjadi suatu trigger bagi pemerintah dan pengelola agar industri spa
terus dikembangkan dan dioptimalkan, sehingga menjadi suatu daya tarik
baru bagi para wisatawan, juga menjadi sektor yang turut berkontribusi
bagi perekonomian di Kabupaten Bogor.
Selanjutnya, dari berbagai pembahasan ke-12 variabel usaha pariwisata
secara detil berdasarkan teori/konsep dan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa berbagai industri usaha
pariwisata seharusnya berkontribusi positif pada sektor kepariwisataan dan
juga perekonomian suatu daerah. Pada penelitian ini, beberapa variabel
usaha pariwisata berkontribusi pada sektor kepariwisataan di Kabupaten
Bogor, namun memiliki hubungan negatif dengan variabel pertumbuhan
ekonomi. Hal ini dapat disebabkan perencanaan dan pengelolaan setiap
industri usaha pariwisata belum dilaksanakan secara matang dan optimal.
138
Setiap industri pada usaha pariwisata di Kabupaten Bogor harus
terintegrasi dan saling koordinasi, karena produk yang dijual kepada
wisatawan merupakan produk yang saling berkaitan sehingga industri
usaha pariwisata di Kabupaten Bogor dapat berjalan dengan maksimal dan
juga bersama-sama berkontribusi positif pada sektor kepariwisataan dan
perekonomian di Kabupaten Bogor, seperti membuka lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan pemerintah dan masyarakat, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dan tentunya meningkatkan kunjungan wisatawan
ke Kabupaten Bogor.
139
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kondisi Usaha Pariwisata di Kabupaten Bogor
Berdasarkan berbagai data temuan yang diperoleh, saat ini di Kabupaten
Bogor terjadi pergeseran antara industri sektor sekunder ke industri sektor
tersier. Usaha pariwisata merupakan salah satu industri sektor tersier yang
berkembang pesat. Hal ini dapat disebabkan karena kunjungan wisatawan
dari tahun 2008 (20,246 jumlah wisman & 2,209,746 wisnus) ke tahun
2015 (103,042 jumlah wisman & 4,894,955 wisnus) semakin meningkat
sebesar 109.71%. Hingga saat ini perkembangan usaha pariwisata
mengalami peningkatan dari segi jumlah, dari tahun 2008 hingga 2014 Daya
Tarik Wisata meningkat sebesar 50%, Jasa Perjalanan Wisata sebesar 150%,
Jasa Makan & Minum sebesar 120%, Akomodasi 120%, Penyelenggaraan
Hiburan dan Rekreasi sebesar 5%, MICE sebesar 99% Jasa Konsultasi
Pariwisata 300%, Jasa Pariwisata sebesasr 250%, Wisata Tirta 3%, dan Spa
sebesar 80% serta berbagai usaha pariwisata tersebut juga menyumbangkan
output yang terus meningkat terhadap perekonomian di Kabupaten Bogor.
Dengan demikian, usaha pariwisata di Kabupaten Bogor telah cukup
memadai untuk segala kepentingan di sektor kepariwisataan, juga
140
berkontribusi pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan terbukanya
lapangan pekerjaan.
2. Kondisi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor
Berdasarkan berbagai data temuan yang diperoleh, pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor cenderung meningkat dari tahun
2001 sebesar 4% hingga 2013 sebesar 6%. Tingginya jumlah PDRB
Kabupaten Bogor, menjadikan Kabupaten Bogor termasuk ke dalam 15
besar Kabupaten/Kota yang memiliki output PDRB tertinggi se-Indonesia.
Berdasarkan hasil Sakernas 2014, pada tahun 2013, jumlah penduduk yang
bekerja di Kabupaten Bogor sebanyak 2,131,478 orang dan meningkat
sebesar 6.70% pada tahun 2014 yaitu sebanyak 2,137,954 orang.
Selanjutnya tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bogor tahun 2014
sebesar 7.65% (177,222 orang). Tingkat pengangguran terbuka di
Kabupaten Bogor berada di bawah TPT Provinsi Jawa Barat (8.45%) namun
masih berada di atas angka nasional (5.94%). Berdasarkan data tersebut,
tingkat penduduk yang bekerja di Kabupaten Bogor cukup tinggi dan
tingkat pengangguran di Kabupaten Bogor rendah. Oleh karena itu dapat
ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang
terus meningkat dan tingkat pengangguran yang rendah menunjukkan
bahwa perekonomian di Kabupaten Bogor cukup baik.
141
3. Pengaruh Usaha Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan hasil analisis regresi pada Bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa pengaruh usaha-usaha pariwisata terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:
1) Variabel yang Berpengaruh Secara Signifikan
Usaha-usaha pariwisata berikut; Kawasan Wisata, Jasa Perjalanan
Wisata, Jasa Konsultan Wisata, dan Jasa Pramuwisata, merupakan usaha
pariwisata yang berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Bogor, sesuai dengan teori Neyman-Pearson (α =
5%) bahwa tingkat signifikansi ke-empat variabel tersebut kurang dari ≤
0,05.
2) Variabel yang Ada Pengaruh Namun Tidak Secara Signifikan
1) Daya Tarik Wisata
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t bahwa Daya Tarik
Wisata ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor (tingkat signifikansi 0.878 >
0,05). Hal ini dapat disebabkan karena terpusatnya kunjungan wisatawan
ke Kawasan Wisata Puncak, terutama pada daya tarik wisata Taman
Safari Indonesia dan Taman Wisata Matahari. Hal ini dapat
menyebabkan daya tarik wisata di luar Kawasan Wisata Puncak
mengalami penurunan kunjungan wisata.
142
2) Jasa Makan & Minum
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t bahwa Jasa Makan &
Minum ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor (tingkat signifikansi 0.085 >
0,05). Hal ini dapat disebabkan karena kurang menarik dan bervariasinya
produk makanan & minuman serta desain tempat makan di Kabupaten
Bogor yang secara umum dapat ditemukan di daerah tujuan wisata
lainnya.
3) Akomodasi
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t bahwa Jasa
Akomodasi ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor (tingkat signifikansi 0.25 >
0,05). Hal ini dapat disebabkan karena terpusatnya kunjungan wisatawan
ke Kawasan Wisata Puncak sehingga wisatawan yang menggunakan
penyedia-penyedia akomodasi di luar kawasan tersebut berkurang.
Selain itu, Daya Tarik Wisata unggulan di Kabupaten Bogor yaitu
Taman Safari Indonesia dan Taman Matahari merupakan Daya Tarik
Wisata yang paling pesat jumlah kunjungannya, namun para wisatawan
tidak harus menggunakan jasa akomodasi untuk mengunjungi daya tarik
wisata tersebut, karena wisatawan yang melakukan kunjungan ke suatu
theme park dalam waktu sehari itu sudah cukup.
143
4) Penyelenggaraan Hiburan & Rekreasi
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t bahwa
Penyelenggaraan Hiburan & Rekreasi ada pengaruh namun tidak secara
signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor (tingkat
signifikansi 0.24 > 0,05). Hal ini dapat disebabkan karena secara umum
tujuan utama wisatawan berkunjung ke Kabupaten Bogor adalah untuk
mengunjungi Daya Tarik Wisata alam dan buatan, bukan untuk
menonton film di bioskop, karaoke, arena permainan, dan sebagainya.
5) Penyelenggaraan Pertemuan/Perjalanan Insentif/ Konferensi &
Pameran
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t bahwa
Penyelenggaraan Pertemuan/Perjalanan Insentif/ Konferensi & Pameran
ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Kabupaten Bogor (tingkat signifikansi 0.96 > 0,05). Hal ini
dapat disebabkan karena beberapa event yang dilaksanakan di Kabupaten
Bogor tidak berbasis pada orientasi bisnis, melainkan hanya
melaksanakan suatu kegiatan pertemuan untuk menyebarluaskan suatu
informasi, sehingga tujuan wisatawan berkunjung ke event tersebut tidak
untuk berbelanja atau mengeluarkan uang.
6) Jasa Informasi Pariwisata
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t Jasa Informasi
Pariwisata ada pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Bogor (tingkat signifikansi 0.25 >
144
0,05). Hal ini dapat disebabkan karena meluasnya penggunaan internet,
sehingga para wisatawan dimudahkan untuk mendapatkan informasi
mengenai pariwisata ketika melakukan kunjungan wisata ke Kabupaten
Bogor.
7) Wisata Tirta
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t Wisata Tirta ada
pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten Bogor (tingkat signifikansi 0.76 > 0,05). Hal ini dapat
disebabkan karena sedikitinya jumlah Daya Tarik Wisata yang
atraksinya berupa air (danau/sungai/laut). Sehingga usaha yang
menyediakan sarana/prasarana seperti olahraga air, berjumlah sedikit dan
jumlah wisatawan yang berkunjung ke Daya Tarik Wisata tersebut tidak
sebanyak jika dibandingkan dengan DTW lainnya. Meskipun tidak
secara signifikan, Wisata Tirta memiliki hubungan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor.
8) Spa
Berdasarkan teori Neyman-Pearson pada hasil uji-t Jasa Spa ada
pengaruh namun tidak secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Kabupaten Bogor (tingkat signifikansi 0.36 > 0,05). Hal ini dapat
disebabkan karena tujuan mayoritas wisatawan yang berkunjung ke
Kabupaten Bogor adalah untuk menikmati waktu luang di daya tarik
wisata sehingga jasa spa kurang diminati.
145
B. Saran
1. Kondisi usaha pariwisata di Kabupaten Bogor yang saat ini telah
berkembang pesat agar terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Beberapa
segi yang perlu diperhatikan yaitu jumlah & penyebaran usaha pariwisata,
lapangan kerja di sektor pariwisata, dan output yang dihasilkan oleh sektor
pariwisata.
1) Pemerintah Kabupaten Bogor seharusnya membuat suatu kebijakan
berupa peraturan daerah (PERDA) dan satuan kerja pemerintah daerah
(SKPD) mengenai pembatasan jumlah usaha pariwisata dan
pengutamaan masyarakat lokal atau warga Negara Indonesia (WNI)
sebagai investor/pendiri atau pun pekerja di usaha pariwisata Kabupaten
Bogor. Pembatasan yang dilakukan pada kawasan wisata utama atau
kawasan wisata yang paling ramai dikunjungi wisatawan agar terjadi
keseimbangan antara kawasan wisata yang satu dengan kawasan wisata
lainnya, sehingga dapat mencegah over capacity pada suatu kawasan
wisata dan menguntungkan semua kawasan wisata di Kabupaten Bogor.
Penyebaran usaha pariwisata yang lebih luas akan memudahkan para
wisatawan untuk memenuhi kebutuhannya selain itu juga dapat
memfasilitasi masyarakat atau stakeholder lain untuk mendirikan
berbagai usaha dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan dan juga
tetap mengutamakan masyarakat lokal untuk bekerja di sektor pariwisata
baik jasa pelayanan (services) maupun barang (goods). Kebijakan ini
perlu dilakukan karena dapat mengkontrol padatnya usaha pariwisata di
146
kawasan wisata, mensejahterakan masyarakat lokal, menekan angka
kemiskinan, dan mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Bogor.
2) Pemerintah Kabupaten Bogor seharusnya mampu mengintegrasikan
setiap pihak pengelola usaha pariwisata; pengelola DTW, pengelola jasa
akomodasi & MICE, pengelola perjalanan wisata dan masyarakat lokal,
agar setiap usaha yang bergerak di sektor pariwisata berjalan dengan
optimal, baik dari segi produksi, distribusi, penjualan produk dan
sebagainya, agar output yang dihasilkan usaha pariwisata terus
meningkat, bahkan menjadi sektor unggulan di Kabupaten Bogor.
2. Kondisi perekonomian di Kabupaten Bogor yang terus meningkat
diharapkan akan terus dipertahankan bahkan lebih ditingkatkan. Persaingan
dengan berbagai Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat bahkan di tingkat
nasional seharusnya menjadi motivasi bagi pemerintah Kabupaten Bogor
agar terus terpacu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Bogor.
1) Setiap badan atau organisasi di Kabupaten Bogor seperti pemerintah
daerah (BAPPEDA, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Sosial
Tenaga Kerja & Transmigrasi Kabupaten Bogor, Dinas Tata Ruang Dan
Pertanahan, Dinas Komunikasi Dan Informasi, Dinas Pendapatan
Daerah, Dinas Peternakan Dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Dinas Pertambangan dan Energi) serta Lembaga
Masyarakat dan Konsultan seharusnya saling bekerjasama dalam
melakukan kajian atau penelitian untuk menganalisa perekonomian yang
147
sedang atau akan terjadi di Kabupaten Bogor. Kajian ini berguna untuk
mengetahui sektor yang paling berkontribusi dalam perekonomian, sektor
yang berpotensi, dan sektor yang perlu ditingkatkan di Kabupaten Bogor
dan juga dapat melihat tren yang akan terjadi. Selanjutnya berdasarkan
kajian tersebut, pemerintah daerah dapat mengeluarkan atau membuat
sutau kebijakan berupa peraturan daerah (PERDA), satuan kerja
perangkat daerah (SKPD), rencana tata ruang dan wilayah (RTRTW),
dan juga rencana induk kepariwisataan daerah (RIPPARDA) sehingga
pemerintah Kabupaten Bogor dapat mengantisipasi setiap kemungkinan
karena telah memiliki kebijakan, strategi, perencanaan yang matang dan
tepat dalam meningkatkan perekonomian di Kabupaten Bogor.
3. Berdasarkan hasil uji-F yang telah dilakukan, berbagai jenis usaha
pariwisata secara keseluruhan berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Namun apabila dilihat dari hasil
analisis regresi secara parsial atau uji-t, terdapat beberapa usaha pariwisata
yang berhubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi, diantaranya:
1) Daya Tarik Wisata
Daya Tarik Wisata di Kabupaten Bogor seharusnya tidak terpusat pada
Kawasan Wisata Puncak, sehingga para wisatawan yang berkunjung
dapat secara merata tersebar di setiap DTW di luar kawasan tersebut.
Oleh karena itu, promosi pada setiap DTW perlu diperhatikan dan
ditingkatkan. Promosi tersebut dapat berupa video promosi, penyebaran
informasi melalui jasa informasi dan perjalanan wisata, media sosial
148
yang sedang menjadi tren saat ini (terutama Instagram), brosur yang
diletakkan di meja resepsionis Hotel, dan promosi melalui event atau
pameran yang akan dilaksanakan.
2) Jasa Makan & Minuman
Jasa Makan & Minuman seharusnya melakukan berbagai inovasi dari
segi produk makanan / minuman maupun dari desain tempat. Sehingga
produk-produk makanan di Kabupaten Bogor lebih bervariasi dan unik
serta desain tempat yang menarik akan membuat nyaman para
wisatawan yang berkunjung. Seperti yang terdapat pada Kota Bandung,
kue cubit yang mulanya merupakan kue yang sederhana namun dapat
diinovasikan dan dikemas sedemikian rupa menjadi kue cubit yang
memiliki rasa seperti kue-kue modern pada umumnya seperti green tea,
tobleron, red velvet dan sebagainya sehingga kue cubit ini mampu
menghebohkan sektor kuliner tidak hanya di Kota Bandung melainkan di
berbagai kota lainnya. Kabupaten Bogor juga memiliki berbagai
makanan khas diantaranya; kue lapis, asinan, toge goreng dan
sebagainya, berbagai produk ini dapat diinovasikan menjadi sesuatu unik
dan menarik para wisatawan untuk membeli. Desain tempat yang
menarik juga menjadi salah satu faktor wisatawan untuk mengunjungi
suatu tempat. Seperti di Kota Bandung, berbagai restoran, kafe dan
warung kopi mayoritas memiliki desain arsitektur maupun interior yang
menarik, seperti latar belakang alam yang indah, bangunan seperti tahun
80-an, bengkel / gudang yang menjadi kafe dan sebagainya. Jasa makan
149
& minum di Kabupaten Bogor juga dapat melakukan inovasi tersebut
karena Kabupaten Bogor juga memiliki bentang alam yang indah dan
perkotaan yang ramai.
3) Akomodasi
Jasa penyedia Akomodasi seharusnya dapat bekerjasama dengan pihak
DTW dan Perjalanan Wisata untuk membuat suatu paket kunjungan agar
menarik wisatawan untuk membeli atau menggunakan jasa pihak terkait
dan menguntungkan bagi setiap pihak tersebut. Seperti, penjualan paket
wisata 2 hari 1 malam dimana wisatawan akan mendapatkan akomodasi,
kunjungan ke beberapa DTW dan pelayanan lainnya. Selain itu,
penyedia Akomodasi seharusnya lebih mempromosikan produk dan
layanan unggulan kepada wisatawan seperti promosi melalui internet,
dan sosial media yang saat ini menjadi tren, agar dapat mengubah
mindset wisatawan bahwa berkunjung ke Kabupaten Bogor tidak perlu
menginap dan juga bagi para traveler atau orang-orang yang melintasi
Kabupaten Bogor agar membuat mereka tertarik untuk menggunakan
jasa Akomodasi.
4) Jasa Penyelenggaraan Hiburan & Rekreasi
Jasa Penyelenggaraan Hiburan & Rekreasi seharusnya dapat
menyelenggarakan suatu event atau festival mengenai budaya
masyarakat lokal, kemudian dipromosikan dan diselenggarakan
semenarik mungkin agar wisatawan yang berkunjung menemukan
sesuatu yang unik dan berbeda. Sebagai contoh, event Jazz Gunung yang
150
dilaksanakan di Gunung Bromo dapat menarik para peminat musik jazz
untuk berkunjung, karena menikmati musik di gunung merupakan
sesuatu yang unik dan tak lazim di telinga para wisatawan. Selanjutnya,
setiap event yang dilaksanakan seharusnya dapat menawarkan berbagai
produk lain yang terdapat di Kabupaten Bogor agar memancing
wisatawan untuk mengeluarkan uangnya di Kabupaten Bogor, meskipun
berbagai hiburan seperti karaoke, arena bermain, dan bioskop juga telah
banyak berada pada daerah asal wisatawan. Seperti dipromosikan
melalui MC event tersebut, mendirikan stan, dan sebagainya.
5) Jasa Penyelenggaraan Pertemuan/Perjalanan Insentif/ Konferensi &
Pameran
Jasa Penyelenggaraan Pertemuan/Perjalanan Insentif/ Konferensi &
Pameran seharusnya membuat suatu kegiatan acara yang berbasis
dengan orientasi bisnis. Salah satunya dengan bekerjasama dengan
berbagai pihak seperti jasa akomodasi, penyelenggara hiburan dan
rekreasi, pengelola DTW, jasa informasi dan perjalanan wisata untuk
menjadikan pertemuan tersebut sebagai wadah untuk mempromosikan
dan menjual suatu barang jasa milik perusahaan tersebut atau pihak lain
(yang bekerjasama) sehingga memancing wisatawan untuk
mengeluarkan uangnya di Kabupaten Bogor.
6) Jasa Informasi Pariwisata
Jasa Informasi Pariwisata seharusnya pengelola jasa informasi pariwisata
di Kabupaten Bogor juga fokus dalam mempromosikan jasanya sebagai
151
suatu bisnis dalam menyediakan berbagai informasi pariwisata di
Kabupaten Bogor dengan detil dan lebih lengkap dari internet seperti
menyediakan foto / video pariwisata yang menarik, analisis atau kajian
pariwisata, informasi DTW dan paket perjalanan wisata. Jasa informasi
pariwisata tidak hanya berperan penting pada wisatawan juga pada
pengelola pariwisata dan pemerintah.
7) Wisata Tirta
Pada jenis usaha ini seharusnya pengelola usaha wisata tirta mengetahui
target pasar yang sering atau berpotensi mengunjungi daya tarik wisata
ini. Selanjutnya pihak pengelola wisata tirta bekerjasama dengan
pengelola Daya Tarik Wisata daerah perairan, jasa informasi dan
perjalanan wisata, serta jasa akomodasi untuk mempromosikan berbagai
atraksinya sehingga wisatawan tertarik untuk berkunjung dan
mengeluarkan uangnya ke Daya Tarik Wisata tersebut. Promosi tersebut
dapat berupa foto/video yang dipublikasikan melalui internet dan sosial
media, paket wisata, brosur yang diletakkan di meja resepsionis Hotel
dan sebagainya.
8) Spa
Pada jasa Spa seharusnya dapat menyediakan jasa panggilan, mengingat
pada saat ini teknologi semakin berkembang, selain itu waktu luang
wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Bogor juga tergolong singkat.
Kemudian pihak Spa juga dapat melakukan kerjasama dengan berbagai
pihak seperti jasa Akomodasi, Jasa Perjalanan Wisata dan Jasa Informasi
152
Wisata agar jasa Spa ikut dipromosikan dan masuk ke dalam paket yang
ditawarkan oleh pihak terkait. Dengan cara ini, produk yang ditawarkan
jasa Spa akan diketahui oleh para wisatawan dan mempengaruhinya
untuk menggunakan jasa Spa. Promosi tersebut dapat berupa brosur
yang diletakkan di meja resepsionis Hotel, foto/video pelayanan Spa
yang dipublikasikan melalui internet dan sosial media, dan juga
termasuk ke dalam suatu paket wisata (bersama dengan produk jasa
lainnya).
DAFTAR PUSTAKA
Abel R. & Deitz. 2008. New Measures of Economic Growth and Productivity
in Upstate New York. New York: Current Issues Ineconomics and Finance Second
District Highlights
Bank Indonesia. 2013. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Departemen
Statistik Ekonomi dan Moneter, Divisi Statistik Sektor Riil
BIS. 2010. Economic growth, BIS Economics Paper no.9.
http://www.bis.gov.uk/assets/biscore/economics-and-statistics/docs/e/10-
1213-economic-growth.pdf
Brezina. 2012. Understanding the Gross Domestic Product and the Gross
National Product. New York: The Rosen Publishing Group
Bucknall B. K. 2013. THE DIFFERENCES BETWEEN “ECONOMIC
GROWTH”
AND “ECONOMIC DEVELOPMENT. United Kingdom: Nominet
Endah, Oktafia. 2014. Analisis Time Series.
https://oktafiaendah.wordpress.com/2014/06/10/analisis-time-series/
Eriyanto. 2007. Teknik Sampling: Analisis Opini Publik. Yogyakarta: LKiS
Pelangi Aksara Yogyakarta
Falk. 2015. ECONOMIC GROWTH. Iowa State University:
www2.econ.iastate.edu/classes/econ102/falk/lecture_7_gdp.pdf
Gerhard Tintner. 1968 dalam Gujarati, D N. 2004. Basic Econometrics Fourth
Edition. New York: McGraw Hill
Gibran Kholil. 2012. Pengertian Ordinary Least Square.
https://www.scribd.com/doc/91973934/Pengertian-OLS
Goldberger. 1964 dalam Gujarati, D N. 2004. Basic Econometrics Fourth Edition.
New York: McGraw Hill
Gujarati, D N. 2005. Basic Econometrics Fifth Edition. New York: McGraw Hill
Haller. 2012. Concepts of Economic Growth and Development. Challenges of
Crisis and of Knowledge Vol. 15. Romania
Iksanuddin, Fasluki. 2012. Data Sekunder.
https://www.academia.edu/9052081/data_sekunder
Investopedia. 2014. Economic Growth Definition. California;
http://www.investopedia.com/terms/e/economicgrowth.asp
Ismayanti. 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT Gramedia Widisarana
Indonesia
Kutner, M.H., C.J Nachtsheim dan J. Neter. 2004. Applied Linear Regression
Models Fourth Edition. New York: The McGraw-Hill Company, Inc
Lusiana N, Andriyani R, dkk. 2015. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kebidanan.
Yogyakarta: Deepublish
Mankiw. 2009. Principles of Economics. United States of America; South-
Western Cengage Learning
Mitchell dan Ashley. 2010. Tourism and Poverti Reduction: Pathways to
Prosperity. United Kingdom: Earthscan Publishing
Nawari. 2010. Analisis Regresi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Parkin. 1990.
Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Sutrisno Hadi. 1990. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset M
Suryana. 2010. Metodologi Penelitian (Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif). Bandung: Buku Ajar Perkuliahan Universitas Pendidikan Indonesia
Walgito, Bimo. 1985. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fak.
Psikologi UGM
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
Zed. 2004. Metode Penelitian: Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
LAMPIRAN
Dinas Pemerintah Daerah (PEMDA)
Kabupaten Bogor
Dinas Kesatuan Bangsa (Kesbang)
Kabupaten Bogor
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar) Kabupaten Bogor
Null Hypothesis: DIFFX1 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.859996 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX2 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.811081 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX3 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.73262 0.0001
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX1
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX2
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX3
Null Hypothesis: DIFFX4 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.117938 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX5 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.30457 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX6 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.575929 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX4
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX5
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX6
Null Hypothesis: DIFFX7 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.692898 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX8 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.814336 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX9 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.370787 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX7
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX8
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX9
Null Hypothesis: DIFFX10 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.501506 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX11 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.234809 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: DIFFX12 has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=11) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.579496 0.0000
Test critical values: 1% level -3.512290
5% level -2.897223
10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX10
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX11
Uji Stasioneritas Dengan Augmented
Dickey-Fuller Test Pada Variabel DIFFX12
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 84
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation 314395.818096
40
Most Extreme Differences
Absolute .081
Positive .081
Negative -.039
Kolmogorov-Smirnov Z .742
Asymp. Sig. (2-tailed) .640
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 7.277 20.449 .356 .723
LnDIFFX1 .804 .698 .237 1.151 .253
LnDIFFX2 .731 2.520 .141 .290 .773
LnDIFFX3 2.705 1.689 .491 1.602 .114
LnDIFFX4 7.944 3.711 2.443 2.141 .036
LnDIFFX5 -4.264 2.710 -1.118 -1.574 .120
LnDIFFX6 -1.488 1.715 -.516 -.868 .388
LnDIFFX7 -2.745 1.593 -1.302 -1.723 .089
LnDIFFX8 -1.699 2.582 -.195 -.658 .513
LnDIFFX9 -1.036 .886 -.285 -1.169 .246
LnDIFFX10 -1.124 1.989 -.213 -.565 .574
LnDIFFX11 -.002 2.052 .000 -.001 .999
LnDIFFX12 .401 2.423 .058 .165 .869
a. Dependent Variable: Lnei2
Uji Normalitas Data Dengan Kolmogorov-
Smirnov Z Uji Pada Model Regresi
Uji Hetoroskedastisitas Dengan Uji Park
Pada Model Regresi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .771a .595 .526 339927.76006
a. Predictors: (Constant), DIFFX1, DIFFX2, DIFFX3, DIFFX4, DIFFX5,
DIFFX6, DIFFX7, DIFFX8, DIFFX9, DIFFX10, DIFFX11, DIFFX12
b. Dependent Variable: DIFFY
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 1203743455181
9.240
12 1003119545984
.937
8.681 .000b
Residual 8204112626229
.779
71 115550882059.
574
Total 2024154717804
9.020
83
a. Dependent Variable: DIFFY
b. Predictors: (Constant), DIFFX1, DIFFX2, DIFFX3, DIFFX4, DIFFX5, DIFFX6, DIFFX7, DIFFX8,
DIFFX9, DIFFX10, DIFFX11, DIFFX12
Uji-F Pada Model Regresi
Uji Koefisien Deteminasi Pada Model
Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 1054581.488 380295.306 2.773 .007
DIFFX1 -.614 3.989 -.019 -.154 .878
DIFFX2 262.436 58.297 1.562 4.502 .000
DIFFX3 107.639 40.444 .492 2.661 .010
DIFFX4 -35.627 20.403 -1.901 -1.746 .085
DIFFX5 -11.422 9.840 -.577 -1.161 .250
DIFFX6 65.616 55.776 .744 1.176 .243
DIFFX7 -3.838 84.215 -.031 -.046 .964
DIFFX8 -200.985 191.081 -.195 -1.052 .296
DIFFX9 620.395 161.520 .642 3.841 .000
DIFFX10 915.586 391.131 .518 2.341 .022
DIFFX11 66.711 225.485 .066 .296 .768
DIFFX12 -216.769 237.157 -.213 -.914 .364
a. Dependent Variable: Y
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 2.180a
a. Predictors: (Constant), DIFFX1, DIFFX2, DIFFX3, DIFFX4, DIFFX5,
DIFFX6, DIFFX7, DIFFX8, DIFFX9, DIFFX10, DIFFX11, DIFFX12
b. Dependent Variable: DIFFY
Uji-t Pada Model Regresi
Uji Autokorelasi Dengan Durbin-Watson
Pada Model Regresi
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
DIFFX1 .740 1.351
DIFFX2 .192 5.203
DIFFX3 .277 3.614
DIFFX4 .059 16.984
DIFFX5 .081 12.334
DIFFX6 .139 7.218
DIFFX7 .117 8.543
DIFFX8 .382 2.616
DIFFX9 .305 3.281
DIFFX10 .289 3.459
DIFFX11 .233 4.292
DIFFX12 .220 4.540
a. Dependent Variable: DIFF(PDRB,1)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.749703 Prob. F(12,59) 0.0050
Obs*R-squared 29.75182 Prob. Chi-Square(12) 0.0030
Uji Breusch-Godfrey Serial Correlation
LM Test Pada Model Regresi
Uji Multikolinearitas Dengan Inflation
Factor (VIF) Pada Model Regresi