54
PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN URINE SAPI SEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH RUMAH TANGGA (Skripsi) Oleh ANGGINO SAPUTRA JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN …digilib.unila.ac.id/23122/19/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfurine was achieved on bio-activator 1 and 2 with its absorbance are 0,3761 dan

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN URINE SAPISEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH

RUMAH TANGGA

(Skripsi)

Oleh

ANGGINO SAPUTRA

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG

2016

ABSTRACT

THE EFFECT OF COW'S RUMEN VOLUME VARIATION AND COW'SURINE AS A BIOACTIVATOR IN COMPOSTING OF THE

HOUSEHOLD WASTE

By

ANGGINO SAPUTRA

Cow's rumen is a part of the ruminant's stomach which contains cattle feed suchas grasses and complementary feed (concentrat). The purpose of this research isto get the optimum composisition of cow rumen and cow urine to degradehousehold waste. The optimum composition of cow rumen and urine wasdetermned using optical density (OD) method. The compost was analyzed for C-Organik by Walkey Black method, and N-Total by Kjedhal method. The result ofshowed the optimum composition of cow’s rumen variations analysis and cow’surine was achieved on bio-activator 1 and 2 with its absorbance are 0,3761 dan0,3099 (OD600). The best result of C/N ratio was achieved on the secondcomposter using variation of bio-activator 2 with C/N ratio is 13.26 %.

Key Word : Cows Rumen, Optical Density, C/N Ratio.

ABSTRAK

PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN URINE SAPISEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH

RUMAH TANGGA

Oleh

ANGGINO SAPUTRA

Rumen sapi merupakan salah satu bagian lambung ternak ruminansia yang berisibahan pakan ternak seperti rumput dan pakan penguat (konsentrat). Tujuan daripenelitian ini adalah untuk mengetahui variasi rumen sapi dan urine sapi yangoptimum dalam mendegradasi sampah rumah tangga. Komposisi optimum darivolume rumen sapi dan urine sapi diuji dengan metode optical density (OD), padakompos yang diperoleh dilakukan analisis C-Organik menggunakan metodeWalkey Black dan metode Kjedhal untuk analisis N–Total. Hasil analisamenunjukkan variasi komposisi optimum rumen sapi dan urine sapi dicapai padabioaktivator 1 dan 2 dengan absorbansi sebesar 0,3761 dan 0,3099 (OD600). Hasilratio C/N terbaik terdapat pada komposter ke-2 dengan menggunakan variasibioaktivator 2 dan ratio C/N sebesar 13,26 %.

Kata Kunci : Rumen Sapi, Optical Density, Ratio C/N

PENGARUH VARIASI VOLUME RUMEN SAPI DAN URINE SAPISEBAGAI BIOAKTIVATOR PEMBUATAN KOMPOS DARI SAMPAH

RUMAH TANGGA

Oleh

ANGGINO SAPUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA SAINS

Pada

Jurusan KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 09 November 1992,

merupakan anak ke empat dari empat bersaudara, lahir dari pasangan

Bapak (Alm) Amrizal Dan Ibu Medi Etni. Penulis telah menyelesaikan

pendidikan di SDN 2 Kemiling Permai pada tahun 2005, sekolah menengah pertama

di SMPN 28 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan sekolah Menengah Atas di SMA

Persada Bandar Lampung pada tahun 2011, pada tahun 2011 penulis diterima sebagai

mahasiswa di Universitas Lampung , S1 jurusan kimia melalui jalur beasiswa

PMPAP.

Selama menjadi mahasiswa, penulis terdaftar sebagai kader muda Himaki (KAMI)

dan generasi muda (GARUDA ) BEM FMIPA pada tahun 2011 - 2012. Penulis

menjadi anggota aktif bidang kepemimpinan dan pengembangan organisasi (KPO)

HIMAKI pada tahun 2012 - 2013. Penulis mengemban amanah menjadi kepala dinas

hubungan luar dan pengabdian masyarakat (HLPM) BEM FMIPA dan menjadi ketua

UKM Shorinji Kempo Universitas Lampung pada tahun 2013 -2014 . Penulis juga

mengikuti komunitas yaitu Jalan Inovasi Sosial (JANIS) indonesia hingga sekarang.

Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Kimia Analitik dan asisten

Praktikum Kimia Dasar dan Sains Dasar.

MOTTO

“ Usaha, kerja keras dan doa adalah salah satu pintukesuksesan”

(Anggino Saputra )

“Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini ketika kitamau berusaha”

(Anggino Saputra )

“Orang yang berbahagia bukanlah orang yang hebatdalam segala hal, tapi orang yang bisa menemukanhal sederhana dalam hidupnya dan mengucapkan

syukur”

(Warren Buffet )

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, ku persembahkan karya sederhana ini

sebagai wujud bakti dan tanggung jawab ku kepada :

Mamaku tersayang (Ibu Medi Etni ) & Papaku (Bapak (Alm)Amrizal)

Yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, kerja keras serta motivasi dan

selalu mendoakan keberhasilanku.

Kakak – kakakku tersayang

Opitriyani, Zandra Liza Dan Apriyanto Putra

Yang telah memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayang..

Rasa hormat saya kepada

Ibu Dr.Rinawati, M.Si dan bapak ibu dosen jurusan kimia

Atas semua dedikasinya selama penulis menempuh pendidikan dikampus

Sahabat – sahabatku yang selalu memberikan semangat dandoa untukku

serta

Almamaterku tercinta Universitas Lampung

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan

judul ”Pengaruh Variasi Volume Rumen Sapi dan Urine Sapi Sebagai Bioaktivator

Pembuatan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga”. Sebagai syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan.

Namun, dengan kehendak Allah SWT maka skripsi ini terselesaikan. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ibu Dr. Rinawati M.Si selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan

ilmu pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan, semangat, kritik dan

saran kepada penulis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian serta

dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Aspita Laila, M.Si selaku pembimbing kedua dan pembimbing

Akademik yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis

sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik, serta kesediaannya untuk

memberikan bimbingan, bantuan, nasehat dan informasi yang bermanfaat kepada

penulis selama perkuliahan.

3. Bapak Dr.Eng. Suripto Dwi Yuwono selaku ketua jurusan Kimia FMIPA

Universitas Lampung dan sekaligus sebagai pembahas yang telah memberikan

semangat, kritik, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini

terselesaikan dengan baik.

4. Prof. warsito, D.E.A., Ph.D., selaku dekan FMIPA Universitas Lampung yang

telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu

pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.

6. Laboran jurusan kimia, mba Liza, mba Iin, Uni Gusniar, mba Wiwit, dan mas

Udin serta staf administrasi jurusan kimia pak Gani dan mba Nora terimakasih

atas seluruh bantuan yang diberikan kepada penulis.

7. Mama, Uda dan Uni tercinta yang telah memberikan kasih sayang, do’a,

dukungan, semangat dan motivasi serta menantikan keberhasilanku.

8. Paman Hj. Yulhendri dan Bibi Hi. Eli warnida yang telah memberikan kasih

sayang, do’a, dukungan, dan semangat serta motivasi kepada penulis.

9. Rinawati’s Research Group Ayu Fitriani, Lewi Puji Lestari M.N , Mba Iin dan

Mas Udin. Terimakasih atas kerjasama, motivasi dan dukungannya.

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011, terimakasih atas kebersamaannya

dalam menuntut ilmu menggapai impian juga canda-tawa-bahagia yang selalu

kita hadirkan, anorgroup’s: Yunia S.Si, Rio Woo S.Si, Rina S.Si, Irkham, dan

Nico S.Si. Biokimgroup’s: Ana, April, Uswah, Windi, dan Jeje,.

Organikgroup’s: Juned S.Si, Rio Feb, Mirfat S.Si, Miftah S.Si, Wagiran S.Si,

Arik, Ridho S.Si, Lili S.Si, dan Andri S.Si. Fisikgroup’s: Lusi S.Si, Vevi S.Si,

Yudha, Tata S.Si, Yusry, Umee S.Si, Eva S.Si, Ramos S.Si, Ivan S.Si.

Analitikgroup’s: Nira S.Si, Cimoy S.Si, Ari, Mega S.SI, MardianS.Si dan Daniar

S.Si, Mila, Fany S.Si,

11. Teman-teman Komunitas JANIS Rizky Kurnia Wijaya, A.H Adnan, Aditya,

Ahmed, Aima, Ajeng, Alan, Amelia, Andez, Anggi, Ericha, Dyla, Popo, Ardika,

Aria, fiqi, algi, Arif, Bella, Bherliana, Brajannoto, Chairunnisa, Cinda, Dea,

Debby, Dedi, Diah, Dony R.P, Dwi Siska, Edo, Elisya, Enda, Fajar Adi, Fajri,

Fangky, Fikrikholid, Gilang, Gita, Inggit, Intan, Jovita, Karin, Kevin Addict,

Sivam, Jerry, Aden, Merry, Okta, Panji, Reinaldy, Rizkia, Sheilla, Shinta,

Shoffan, Sikho, Uni, Varanetta. Terima kasih sudah menjadi bagian dari

perjalanan hidup penulis.

12. Teman teman KKN yang selalu mendoakanku yaitu yogi yose clinton, Trida

Hema Zevita, Hutami Eka Pratiwi dan Rohana Fitri Silvia. Terima kasih untuk

doa dan dukungannya.

13. Almamater tercinta, Universitas Lampung.

Akhir kata, Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna sebagai manamestinya, amin.

Bandar Lampung, Juni 2016Penulis,

Anggino Saputra

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iv

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang .......................................................................... 1B. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5C. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Sampah ...................................................................................... 7

a.Sampah Organik........................................................................ 8b.Sampah Anorganik .................................................................... 8c.Sampah B3 ............................................................................... 8

B. Kompos ..................................................................................... 91. Definisi Kompos ..................................................................... 92. Proses Pengomposan ............................................................... 103. Teori Dasar Pembuatan Kompos .............................................. 124. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan ..................... 135. Standar Baku Mutu Kompos ..................................................... 16

C. Rumen Sapi................................................................................. 16D. Urine Sapi .................................................................................. 18E. Fase Pertumbuhan Bakteri ............................................................ 19F. Penetuan C-Organik dengan Metode Walkey Black......................... 20G. Penentuan Nitrogen Total dengan Metode Kjedhal .......................... 21

1. Tahap Destruksi ....................................................................... 222. Tahap Destilasi ........................................................................ 233. Tahap Titrasi............................................................................ 24

III. METODOLOGI PENELITIANA. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 25B. Alat dan Bahan ........................................................................... 25C. Prosedur Penelitian ..................................................................... 26

1. Pembuatan Bioaktivator Dari Variasi Rumen Sapi ...................... 262. Pembuatan Bioaktivator Dari Variasi Urine Sapi......................... 273. Kurva Pertumbuhan Sel............................................................ 294. Pembuatan Pupuk Kompos ....................................................... 29

ii

5. Penentuan Kadar Air ................................................................ 306. Penentuan Kandungan C-Organik Pada Pupuk Kompos............... 307. Penentuan Kandungan Nitrogen Total Pada Pupuk Kompos ........ 31

D. Diagram Alir Penelitian ................................................................ 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN1. Pembuatan Bioaktivator Variasi Rumen Sapi .................................. 332. Pembuatan Bioaktivator Variasi Urine Sapi .................................... 373. Pembuatan Pupuk Kompos ........................................................... 41

a. Kualitas fisik.......................................................................... 421.Perubahan Warna................................................................. 432.Perubahan Tekstur ............................................................... 433.Perubahan Bau .................................................................... 444.Hubungan Waktu dengan pH ...................................................... 465.Hubungan Waktu dengan Temperatur .................................... 48

b. Kualias Kimia ........................................................................ 501.Hubungan Waktu dengan Kadar Air ...................................... 502.Hubungan Waktu dengan N-Total ......................................... 523.Hubungan Waktu dengan Kadar Karbon ................................ 544.Hubungan Waktu dengan Kadar Ratio C/N............................. 56

V. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan .................................................................................... 59B. Saran ......................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 61

LAMPIRAN ......................................................................................... 65

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Organisme Yang Terlibat Dalam Proses Pengomposan .................... 12

2. Standar Baku Mutu Tiap Parameter ............................................... 16

3. Variasi Pembuatan Bioaktivator Rumen Sapi .................................. 35

4. Data Standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Rumen Sapi ............. 37

5. Variasi Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi .................................... 38

6. Data Standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Urine Sapi ............... 38

7. Variasi Bioaktivator pada Komposter............................................. 41

8. Pengukuran Parameter Fisik Warna, Tekstur, dan Bau dari Kompos.. 42

9. Kondisi pH Kompos pada Pupuk Kompos ...................................... 47

10. Kondisi Temperatur pada Pupuk Kompos....................................... 49

11. Kondisi Kadar Air Kompos pada Pupuk Kompos ............................ 51

12. Penentuan Kadar N-Total (%N) pada Pupuk Kompos ...................... 53

13. Penentuan Kadar Karbon (%C) pada Pupuk Kompos ....................... 55

14. Penentuan Ratio C/N pada Pupuk Kompos ..................................... 57

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perubahan Suhu dan Jumlah Mikroba Selama Pengomposan ............. 11

2. Saluran Pencernaan Sapi ...................................................................... 17

3. Grafik Fase Bakteri .............................................................................. 20

4. Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 32

5. Rumen Sapi .......................................................................................... 33

6. Bioaktivator 40 g,50 g, 60 g dan Blanko.............................................. 34

7. Kurva standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Rumen Sapi ............. 35

8. Kurva Standar Pertumbuhan Sel Bakteri Variasi Urine Sapi............... 38

9. Pembuatan Variasi Bioaktivator 1, Bioaktivator 2, dan EM4.............. 41

10. Grafik Hubungan Waktu dengan pH.................................................... 46

11. Grafik Hubungan Waktu dengan Temperatur ...................................... 49

12. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar air.......................................... 51

13. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar N-Total ................................. 53

14. Grafik Hubungan Waktu dengan Kadar Karbon.................................. 55

15. Grafik Hubungan Waktu dengan Ratio C/N ........................................ 56

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Bandar Lampung merupakan ibu kota Provinsi Lampung, dengan jumlah

penduduk mencapai 942.039 jiwa pada tahun 2013, 960.695 jiwa pada tahun 2014

dan 979.287 jiwa pada tahun 2015 (BPS,2015). Peningkatan jumlah penduduk

tersebut, diikuti dengan semakin tingginya aktivitas dan daya beli masyarakat

sehingga menyebabkan semakin bertambahnya jumlah sampah sebagai sisa aktivitas.

Menurut Hamni (2010), rata-rata peningkatan jumlah sampah setiap tahun mencapai

1,52% dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah sampah mencapai 2.363 m3/hari.

Sistem persampahan yang ada di Kota Bandar Lampung saat ini masih menggunakan

sistem pengelolaan sampah di kota-kota lain, dimana proses pengelolaannya dimulai

dari asal limbah menuju tempat pembuangan sementara kemudian berakhir ditempat

pembuangan akhir dengan menggunakan sitem open dumping (membuang langsung

ke Tempat Pemrosesan Akhir) jumlah ini diluar kemampuan tempat penampungan

akhir (TPA) bakung.

Berdasarkan standar buangan sampah SNI jumlah sampah perkapita

3,25/liter/orang/perhari, produksi sampah yang diproduksi kota Bandar Lampung

2

lebih kurang 1.180 ton/hari. Jumlah sampah terangkut oleh dinas kebersihan dan

pertanaman kota Bandar Lampung sekitar 834 m3/hari (560 ton/hari) dengan

menggunakan 18 armada truk, dibuang ke TPA bakung. Sampah yang tidak

terangkut ke TPA akan di bakar, dibuang dipinggir jalan dan dibuang ke sungai. Jika

tidak dikelola dengan baik akan memberikan dampak negatif baik langsung atau tidak

langsung bagi masyarakat dan lingkungan kota Bandar Lampung (Hamni dkk,2010).

Pada umumnya sampah kota dibagi menjadi dua yaitu sampah organik dan anorganik.

Sampah organik merupakan sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun

tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,

perikanan atau yang lainnya. Sedangkan sampah anorganik berasal dari sumber daya

alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri.

Berdasarkan sifatnya tersebut maka sampah rumah tangga termasuk ke dalam sampah

organik yang dapat diperbaharui misalnya dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk

kompos.

Menurut Murbandono (2000), kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi

dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya.

Kompos sebagai pupuk organik mempunyai fungsi untuk memperbaiki struktur

tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah

terhadap unsur hara. Kompos juga mengandung zat hara yang lengkap yang

dibutuhkan oleh tanaman.

3

Dalam pembuatan kompos dilakukan proses pengomposan yaitu dimana bahan

organik akan mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-

mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Dalam proses

pengomposan, kompos dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan bantuan oksigen

(aerobik) dan tanpa bantuan oksigen (anaerobik).

Pembuatan kompos dengan aerobik dilakukan di tempat terbuka, karena

mikroorganisme yang berperan dalam proses tersebut membutuhkan oksigen.

Sedangkan untuk pembuatan kompos secara anaerobik dilakukan di tempat tertutup

karena mikroba yang berperan tidak membutuhkan oksigen. Umumnya pembuatan

kompos dengan proses anerobik tidak diinginkan selama proses pengomposan karena

akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Menghasilkan senyawa-senyawa seperti:

asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan

H2S (Yuwono, 2005).

Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba perlu diperhatikan selama proses

pengomposan, misalnya aerasi,kelembaban, media tumbuh dan sumber makanan bagi

mikroba (Yuwono, 2005). Proses pengomposan dengan menggunakan aktivator

sudah banyak beredar di pasaran diantaranya EM4 (Effective Microorganisms),

MOL, orgadec dan stardec. Pada dasarnya aktivator ini adalah mikroorganisme yang

berada dalam cairan bahan penumbuh, apabila cairan yang berisi mikroorganisme

dilarutkan dalam air dan dicampurkan ke dalam bahan yang akan dikomposkan maka

dengan cepat mikroorganisme ini berkembang. Sebenarnya aktivator ini dapat dibuat

4

sendiri yaitu dengan mengembangbiakkan mikroorganisme yang berasal dari perut

(kolon, usus) hewan ruminansia, misalnya sapi atau kerbau (Isnaini, 2006).

Menurut Mindelwill (2006), perut ternak ruminansia dibagi menjadi empat bagian

yaitu retikulum (perut jala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu) dan

abomasum (perut sejati). Dalam studi fisiologi ternak ruminansia, rumen dan

retikulum sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen.

Omasum disebut sebagai perut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100

lembar. Cairan rumen merupakan limbah yang diperoleh dari rumah potong yang

dapat mencemari lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik (Sophian, 2012).

Teknik pengomposan dipengaruhi oleh kandungan C/N rasio, dimana C/N

merupakan perbandingan karbon dan nitrogen yang terkandung dalam suatu bahan

organik. Angka C/N rasio yang semakin besar menunjukkan bahwa bahan organik

belum terdekomposisi sempurna. Angka C/N rasio yang semakin rendah

menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan hampir menjadi

humus sehingga besarnya nilai C/N rasio tergantung dari jenis sampah.

Jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam

terminologi rasio karbon/nitrogen (C/N). Apabila C/N rasio sangat tinggi, nitrogen

akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas persyaratan protein

dan tak lama bereaksi ke arah kiri pada kandungan karbon pada bahan. Sebagai

akibatnya, produksi metan akan menjadi rendah. Sebaliknya apabila C/N rasio sangat

rendah, nitrogen akan bebas dan akan terakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4).

5

Oleh karena itu untuk meningkatkan kandungan C/N perlu ditambahkan sumber

protein seperti urine sapi (Djuarnani et al, 2009).

Analisis yang digunakan dalam penentuan karbon dan nitrogen adalah dengan

menggunakan alat titrasi untuk analisis C- Organik dengan metode walkey black dan

analisis kadar nitrogen total dilakukan dengan metode Kjedahl. Dari uraian diatas

penulis tertarik melakukan penelitian dengan variasi rumen sapi dan urine sapi

sebagai bioaktivator pembuatan kompos dari sampah rumah tangga dan juga untuk

mengetahui kondisi optimum serta kandungan nitrogen total dan carbon organik dari

masing-masing komposter.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui variasi rumen sapi dan urine sapi yang terbaik sebagai bioaktivator.

2. Mengetahui kandungan nitrogen total dan karbon organik dari kompos yang

dihasilkan dengan menggunakan bioaktivator rumen sapi dan urine sapi.

3. Mengetahui kondisi optimum dari masing-masing komposter.

6

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan sampah organik sebagai bahan

baku kompos dengan bioaktivator yang berasal dari rumen sapi dan urine sapi.

2. Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan limbah RPH yaitu rumen sapi dan

urine sapi sebagai bioaktivator.

3. Diharapkan masyarakat dapat mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke

TPA (tempat pembuangan akhir) dan beralih dengan membuat kompos dari

sampah organik dirumah sendiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh

manusia atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan

manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan,

sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi

atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi

dengan sendirinya.

Limbah atau sampah menurut Kristianto (2002) adalah buangan yang kehadirannya

pada suatu waktu dan tempat tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki

nilai ekonomis.

Sampah sayur-sayuran merupakan bahan buangan yang biasanya dibuang secara

Open Dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga akan meninggalkan gangguan

lingkungan dan bau tidak sedap. Limbah sayuran mempunyai kandungan gizi rendah,

yaitu protein kasar sebesar 1-15% dan serat kasar 5-38% (Afifudin, 2011).

8

Berdasarkan jenis dan asalnya sampah (padat) dapat di bedakan menjadi:

a. Sampah Organik

Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari bahan-bahan penyusun

tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,

perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dapat dengan mudah diurai dalam proses

alami. Sampah rumah tangga sebagian besar sampah organik, seperti sampah dari

dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun.

b. Sampah Anorganik

Sampah anorganik merupakan sampah yang berasal dari sumber daya alam tak

terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari

bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat

anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya

hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah

tangga misalnya: botol kaca, botol plastik, tas plastik dan kaleng (Nisandi, 2007).

c. Sampah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun )

Sampah B3 merupakan jenis sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi

manusia. Umumnya, sampah ini mengandung merkuri seperti kaleng bekas cat

semprot atau minyak wangi (Powendro dan Nurhidayat, 2007).

9

B. Kompos

1. Definisi Kompos

Kompos merupakan hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran

bahan - bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai

macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau

anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).

Pemupukan menggunakan kompos mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan

(berpasir atau remah) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi.

Sementara itu, tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat

air. Kompos juga mengandung zat hara yang lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman

Menurut Lingga dan Marsono (2001), kandungan utama yang terdapat dalam kompos

adalah nitrogen, kalium, fosfor, kalsium, karbon dan magnesium yang mampu

memperbaiki kesuburan tanah walaupun kadarnya rendah.

Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi atau

pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya,

berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Indriani, 2004). Bahan organik

tersebut dapat berasal dari bahan pertanian (limbah tanaman dan limbah ternak),

limbah padat industri dan limbah rumah tangga.

10

2. Proses Pengomposan

Proses pengomposan dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan bantuan oksigen

(aerobik) dan tanpa bantuan oksigen (anaerobik). Pembuatan kompos aerobik

dilakukan di tempat terbuka karena mikroorganisme yang berperan dalam proses

tersebut membutuhkan oksigen. Untuk pembuatan kompos secara anaerobik

dilakukan di tempat tertutup karena mikroba yang berperan tidak membutuhkan

oksigen. Umumnya pembuatan kompos dilakukan secara aerobik. Proses

dekomposisi secara anaerobik tidak diinginkan selama proses pengomposan karena

akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-

senyawa yang berbau tidak sedap, seperti : asam-asam organik (asam asetat, asam

butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Yuwono, 2005).

Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,

prosesnya dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk

(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob untuk

membantu mendekomposisi bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang

dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi

(sundari dkk, 2012).

Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2),

dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam

propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan

sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung

11

bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar

airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus di kering anginkan (Esther,

2009).

Gambaran umum mengenai proses pengomposan dan perubahan suhu yang terjadi

selama pengomposan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama pengomposan (Isroi, 2008).

Organisme yang berperan dalam proses pengomposan terdapat pada Tabel 1,

Tabel 1. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan (Isroi, 2008).

KelompokMikroorganisme

Organisme Jumlah g/kompos

Microflora

MikrofaunaMakroflora

BakteriAktinomycetes

KapangProtozoa

Jamur tingkat tinggiCacing tanah, rayap,

semut, kutu

10 8 – 10 9

10 5 – 10 8

104 - 10 6

104 - 10 5

12

3. Teori Dasar Pembuatan Kompos

Dilihat dari proses pembuatannya terdapat dua macam cara membuat kompos,

yaitu melalui proses aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa udara). Kedua

metode ini menghasilkan kompos yang sama baiknya hanya saja bentuk fisiknya

agak sedikit berbeda. Proses pembuatan kompos secara aerob sebaiknya dilakukan di

tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku

yang cocok untuk pengomposan aerobik adalah material organik yang mempunyai

perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 40-

50%, dan pH sekitar 6-8. Apabila kekurangan bahan yang megandung karbon, bisa

ditambahkan arang sekam padi ke dalam adonan pupuk. Cara membuat kompos

secara aerobik memakan waktu 40-50 hari. Perlu dilakukan pengontrolan dengan

seksama antara suhu dan kelembaban kompos saat proses pengomposan berlangsung

dan tumpukan kompos harus dibalik untuk menyetabilkan suhu dan kelembabannya.

Proses pembuatan kompos dengan metode anaerobik biasanya memerlukan

bioaktivator sebagai starter untuk mempercepat proses pengomposannya.

Bioaktivator terdiri dari mikroorganisme pilihan yang bisa menguraikan bahan

organik dengan cepat, seperti efektif mikroorganime (EM4). Terdapat juga jenis

bioaktivator di pasaran dari berbagai merek seperti superbio dan probio. Bahan baku

yang digunakan sebaiknya material organik yang mempunyai perbandingan C dan N

tinggi ( > 30:1). Waktu yang diperlukan untuk membuat kompos dengan metode

anaerobik bisa 10-80 hari, tergantung pada efektifitas decomposer dan bahan baku

13

yang digunakan. Suhu optimal selama proses pengomposan berkisar 35-45 ° C

dengan tingkat kelembaban 30-40%.

4. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos

Pembentukan kompos dipengaruhi beberapa faktor antara lain:

a. Perbandingan Karbon - Nitrogen (C/N) Bahan Baku Pupuk Organik

Nitrogen merupakan suatu zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan

berkembang biak, nitrogen yang jumlahnya sedikit tidak akan menghasilkan panas

sehingga pembusukan yang terjadi didalam kompos akan terhambat (Murbandono,

2000). Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar Nitrogen dalam

satu bahan. mahluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan karbon serta nitrogen

dalam jumlah kecil. Unsur karbon dan bahan organik (dalam bentuk karbohidrat )

dan nitrogen (dalam bentuk protein ,asam nitrat, amoniak dan lain –lain), merupakan

makanan pokok bagi bakteri anerobik. Unsur karbon (C) digunakan untuk energi dan

unsur nitrogen (N) untuk membangun struktur sel dan bakteri. Bakteri memakan

habis unsur C 30 kali lebih cepat dari memakan unsur N, pembuatan kompos yang

optimal membutuhkan rasio C/N sebesar 25/1 sampai 35/1 (Yuwono, 2006).

b. Ukuran Bahan

Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik

karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada bahan yang lembut dari pada

bahan dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran bahan yang dianjurkan pada

14

pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm. Sedangkan pada pengomposan anaerobik,

sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-lumatnya sehingga

menyerupai bubur atau lumpur. Hal ini mempercepat proses penguraian oleh bakteri

dan mempermudah pencampuran bahan menjadi kompos (Yuwono, 2006).

c. Komposisi Bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.

Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambahkan dengan

kotoran hewan.

d. Jumlah Mikroorganisme

Dengan semakin banyaknya jumlah maka proses pengomposan diharapkan akan

semakin cepat.

e. Kelembaban

Mikroorganisme dapat bekerja pada kelembaban sekitar 40 -60°C. Bila suhu terlalu

tinggi mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah

atau lebih tinggi akan menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati.

15

f. Suhu

Suhu merupakan factor yang sangat berperan dalam proses pengomposan karena suhu

berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi

pengomposan adalah 40 – 60 °C. Bila suhu terlalu tinggi maka mikroorganisme akan

mati. Bila suhu relative rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam

keadaan dorman.

g. Keasaman (pH)

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas

mikroorganisme. Kisaran pH yang baik sekitar 6,5 -7,5 (netral). Oleh karena itu,

dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk

menaikkan pH (Indriani, 2000).

Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena

sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan

organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis

lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki

derajat keasaman yang tinggi dan mendekati normal (Djuarnani dkk, 2005).

Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan pemberian kapur.

Namun dengan pemantauan suhu bahan kompos secara tepat waktu dan benar sudah

dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral tanpa pemberian kapur

(Yuwono, 2006).

16

5. Standar Baku Mutu Kompos

Standar baku mutu SNI 19-7030-2004 untuk tiap parameter yang akan diuji dapat

dilihat pada Tabel 2, sebagai berikut :

Tabel 2. Standar baku mutu tiap parameter

No Pengujian SatuanSyarat Menurut SNI-19-7030-2004

Min Maks1 Suhu 0C - ± 302 pH - 6,8 7,493 Warna - - Kehitaman4 Bau - - Tanah5 Kadar Air % - 506 Rasio C/N % 10 207 Karbon ( C ) % 9,80 328 Nitrogen (N) % 0,40 -9 Kalium (K2O) % 0,20 -

10 Phosfer (P2O5 ) % 0,10 -Sumber : SNI 19-7030-2004

C. Rumen Sapi

Dalam mencerna makanan sapi memiliki 4 Lambung, yaitu Rumen, Reticulum,

Omasum, Abomasum. Setelah sapi makan maka makanan akan menuju rumen lalu

akan dimuntahkan kembali ke retikulum. Setelah di retikulum maka makanan akan

menuju omasum, abomasum, lalu usus. Rumen sapi mengandung berbagai

mikroorganisme seperti bakteri, fungi maupun protozoa. Mikroorganisme tersebut

mengeluarkan berbagai enzim yang berguna pada proses pencernaan pakan pada

ruminansia (Suseno, 2009).

17

Gambar 2 . Saluran Pencernaan Sapi (Suseno, 2009).

Cairan rumen sapi kaya akan berbagai enzim seperti enzim selulase, amilase,

protease, xilanase dan lain-lain (Ayuningtyas, 2008). Enzim yang diisolasi dari

rumen sapi memiliki kelebihan dibandingkan enzim komersial, diantaranya, lebih

stabil pada suhu tinggi, aktivitas spesifik yang lebih tinggi, pH optimum lebih tinggi

dan biaya produksi yang lebih rendah (Heim, 2011).

Menurut Budiansyah, dkk (2010), menyatakan bahwa aktivitas enzim selulase dari

cairan rumen sapi lokal lebih tinggi dibandingkan aktivitas enzim selulase dari cairan

rumen sapi impor. Cairan rumen sapi berasal dari limbah rumah potong hewan dan

jika tidak ditangani dengan baik limbah ini berpotensi mencemari lingkungan.

Selama ini isi rumen hanya dibuang dan hanya sebagian kecil saja yang

memanfaatkannya sebagai kompos. Saat ini jumlah sapi yang dipotong setiap tahun

tidak kurang dari 1,75 juta ekor, dimana sekitar 1,5 juta ekor berasal dari sapi lokal,

18

dan sisanya adalah sapi impor. Dengan jumlah cairan rumen mencapai 31 liter/ekor,

maka potensi cairan rumen sapi mencapai 54,25 juta liter/tahun (Berutu, 2007).

Menimbang potensi cairan rumen sapi yang besar, serta berbagai kelebihan enzim

selulase dibandingkan enzim komersial, maka produksi enzim selulase dari cairan

rumen sapi sangat layak untuk dikembangkan.

D. Urine Sapi

Urine sapi merupakan kotoran ternak yang berbentuk cair, selama ini urine sapi

dibuang karena dianggap kotor juga bau dan ternyata urine memiliki manfaat menjadi

pupuk cair bagi tanaman. Urine sapi cocok untuk tanaman sayur sayuran karena

dapat meningkatkan hasil produksi salah satunya adalah tanaman sawi. Kandungan

makro antara kotoran hewan (kuda, kambing, sapi, babi dan ayam) yang berbentuk

padat dan cair memiliki perbedaan. Kotoran padat kandungan nitrogen dan

kaliumnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah persentase di dalam kotoran cair

(Hadisuwito, 2007).

Urine sapi mengandung unsur hara N,P,K dan bahan organik, yang berperan

memperbaiki unsur tanah. Urine sapi dapat digunakan langsung sebagai pupuk baik

sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan (Sutanto, 2002). Pemakaian 10 % - 15 %

pupuk pabrik ditambah kotoran sapi dan urine sapi akan menghasilkan pupuk yang

berimbang bagi tanaman sehingga akan diperoleh tanaman yang subur (Rudy, 2003).

19

Pupuk kandang cair (urine sapi) selain dapat bekerja cepat juga mengandung hormon

tertentu yang nyata dapat merangsang perkembangan tanaman. Dalam pupuk

kandang cair kandungan N dan K cukup besar, sedangkan dalam pupuk kandang

padat cukup kandungan P nya, sehingga hasil campuran antara keduanya didalam

kandang merupakan pupuk yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(Aisyah dkk, 2011).

E. Fase Pertumbuhan Bakteri

Pengukuran pertumbuhan bakteri dilakukan dengan menggunakan prinsip

turbidimetri yang berdasarkan kekeruhan larutan. Apabila seberkas cahaya dengan

panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu larutan, maka semakin pekat

larutan tersebut akan semakin banyak menyerap cahaya, sehingga semakin sedikit

cahaya yang diteruskan. Prinsip turbidimetri pada panjang gelombang 600 nm

digunakan untuk mengukur biomassa sel bakteri hidup maupun mati. Pemilihan

metode didasarkan pada mekanisme bioremediasi uranium yang melibatkan sel

bakteri hidup dan yang mati; karena sel bakteri yang mati juga berperan dalam

mekanisme biosorpsi dengan memnfaatkan gugus-gugus fungsional pada permukaan

dinding sel bakteri.

Lag

Log (eksponensial)

Stasioner

Kematian

20

Gambar 3. Grafik Fase Pertumbuhan Bakteri

Adapun penentuan kurva pertumbuhan bakteri dimaksudkan untuk melakukan

identifikasi fase pertumbuhannya. Pola pertumbuhan bakteri secara batch culture

terdiri dari empat fase, yaitu fase lambat (lag phase), fase logaritmik (exponential

phase), fase statis (stationary phase) dan fase kematian (death phase). Analisis kurva

pertumbuhan bakteri dititik beratkan pada lama waktu pencapaian fase stasioner

dalam jam. Fase stasioner dicapai setelah bakteri mengalami fase lag dan log

sehingga dalam rentang waktu pencapaian fase stasioner berlangsung fase lag dan log

(Yazid dkk,2010).

F. Penentuan C- Organik dengan Metode Walkey Black

Material organik merupakan kandungan yang berasal dari sisa tumbuhan, hewan, dan

organisme tanah, baik yang telah maupun sedang mengalami dekomposisi. Material organik

yang tidak terdekomposisi akan menjadi humus berwarna coklat sampai hitam dan bersifat

koloidal. Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik yang

mudah teroksidasi dan mereduksi Cr2O72- yang diberikan secara berlebihan. Terjadinya

reaksi ini karena adanya panas yang dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7.

Keadaan ini menyebabkan Cr6+ direduksi oleh C- organik menjadi warna hijau dari Cr3+

(Suin, 2002)

Metode walkey dan Black merupakan metode untuk penetapan C-Organik yang paling

sederhana dengan teknik oksidasi bahan organik oleh dikromat. Dalam prosedurnya Kalium

21

Dikromat (K2Cr2O7) dan Asam Sulfat (H2SO4) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana

larutan tersebut harus didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air.

Penambahan Asam Pospat (H3PO4) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi

interferensi dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi. Persamaan reaksinya adalah sebagai

berikut :

2Cr2O72- + 3 C + 16 H+ 4Cr3+ + 3CO2 + 8H2O

Prosedur ini sangat luas digunakan, sederhana,cepat dan tidak memerlukan peralatan yang

mahal, akan tetapi prosedur ini hasil oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang

mana prosedur tersebut hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60%-75%

(Zimerman, 1997).

G. Penentuan Nitrogen Total dengan Metode Kjedahl

Metode kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total

pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel

didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai

sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat

amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif kedalam larutan penyerapan

dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab

hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisis yang

pendek. Prinsip cara analisis metode kjedahl adalah sebagai berikut: mula - mula

bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis butiran Zn. Amonia

yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.

22

Cara kjedahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara yaitu cara makro dan

semimaktro. Cara makro kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi

dan besar contoh 1-3 g, sedangkan semimakro dirancang untuk contoh ukuran kecil

yaitu kurag dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan

berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam

sampel tidak terdapat dalam jumlah besar. Analisis protein metode kjeldahl pada

dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu proses destruksi, proses destilasi dan

tahap titrasi.

1. Tahan Destruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi

menjadi unsur-unsur. Elemen karbon, hidrogen peroksida menjadi CO, CO 2 dan

H 2O. Sedangkan nitrogen (N) akan berubah menjadi (NH4)2 SO 4. Dianjurkan

menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik

didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain

katalisator yang disebutkan tadi dapat diberikan selenium. Selenium dapat

mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikan titik didih juga

mudah mengadakan perubahan valensi tinggi ke valensi lebih rendah atau sebaliknya.

Reaksinya yaitu:

R-CH-COOH + H2SO4 → CO 2 + H 2 O + (NH4 ) 2 SO 4 + SO2NH 2

23

2. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi amonia (NH 3) dengan

penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama dititrasi tidak terjadi

superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar

maka dapat ditambahkan logam seng (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya

akan ditangkap oleh asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan.

Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung

destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam

keadaan berlebih maka diberi indikator misalnya metilen blue dan pp.

Reaksi yang terjadi pada tahap ini :

(NH4 )2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2NH4OH

2 NH4OH → 2 NH3 + 2H2O

4 NH3 + 2H3BO3 → 2(NH 4 )2BO3 + H2

3. Tahap Titrasi

24

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang

bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi

ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang

selama 30 detik bila menggunakan indikator pp. Apabila penampung destilasi

digunakan asam borat maka banyak asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat

diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator brom

cresol green dan metil merah. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan

dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh % N, selanjutnya dihitung kadar

proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi

protein ini tergantung pada presentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan

(Fatmawaty, 2009).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 - April 2016 di Laboratorium

Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA, Analisis Nitrogen Total (%N) di UPT

Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi (LT-SIT) Universitas Lampung. Analisis

Optical Density menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dilakukan di Laboratorium

Instrumentasi FMIPA Universitas Lampung dan Analisis Karbon Organik (%C) di

Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah Botol Plastik, Timbangan, Corong,

Pengaduk, Kjedhal Destruction Set, Thermometer, Spektrofotometri UV-Vis ,

Komposter Buatan, Neraca Analitik, Buret, Labu Destilasi, Hot Plate, Oven, Alat-

Alat Gelas Dan Ember.

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah Rumen Sapi, Air, Gula Merah, Terasi,

Urine Sapi, Dedak, Nanas, Sampah Sayuran, K2Cr2O7 1N, FeSO4 0,5 N, NaOH 50 %

(w/w), HCl 0,1 N, H3BO4 4% (w/v), H2SO4 pekat, larutan Phenantrolin, Indikator

Metil Merah dan Aquades.

26

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Bioaktivator dari Variasi Rumen Sapi

a. Pembuatan Bioaktivator dari Rumen Sapi (Variasi 1)

Menurut Sudarsono (2015), proses pembuatan bioaktivator dari rumen sapi dibuat

dengan cara memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air

dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50

g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah

larutan dingin, ditambahkan 40 g rumen sapi dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata

kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan hari

ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.

b. Pembuatan Bioaktivator dari Rumen Sapi (Variasi 2)

Proses pembuatan bioaktivator dari rumen sapi , mula - mula dibuat dengan cara

memasukkan 50 gr dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak

hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 g air tebu, 50 g nanas yang

telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin,

ditambahkan 50 g rumen sapi dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian

ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan hari ketujuh

campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.

27

c. Pembuatan Bioaktivator dari Rumen Sapi (Variasi 3)

Proses pembuatan bioaktivator dari rumen sapi dibuat dengan cara memasukkan 50 gr

dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih.

Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan

dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin ditambahkan 60 g

rumen sapi dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama

dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan hari ketujuh campuran tersebut sudah

dapat digunakan sebagai aktivator secara langsung.

d. Pembuatan Bioaktivator Blanko (Variasi 4)

Pembuatan bioaktivator dari rumen sapi dibuat dengan cara memasukkan 50 gr dedak

ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah

dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan

diblender, 1,65 g terasi, 1 g ragi dan ditambahkan 50 mL urine sapi. Setelah itu

diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk

kembali dan hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator

secara langsung

2. Pembuatan Bioaktivator Variasi Urine Sapi

a. Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi (Variasi 1)

Pembuatan bioaktivator dari urine sapi dibuat dengan menggunakan rumen sapi yang

optimum yaitu dengan cara memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang

28

berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan

100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan

1 g ragi. Setelah larutan dingin, ditambahkan rumen sapi yang optimum dan 40 mL

urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari

ketiga diaduk kembali dan pada hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat

digunakan sebagai aktivator secara langsung.

b. Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi (Variasi 2)

Proses pembuatan bioaktivator dari urine sapi, mula - mula dibuat dengan cara

memasukkan 50 g dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak

hingga mendidih. Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang

telah dihancurkan dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin,

ditambahkan rumen sapi yang optimum dan 50 mL urine sapi diaduk hingga rata

kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan pada

hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat digunakan sebagai aktivator secara

langsung.

c. Pembuatan Bioaktivator Urine Sapi (Variasi 3)

Proses pembuatan bioaktivator dari urine sapi dibuat dengan cara memasukkan 50 g

dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih.

Setelah dedak larut ditambahkan 100 mL air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan

dan diblender, 1,65 g terasi, dan 1 g ragi. Setelah larutan dingin, ditambahkan rumen

sapi yang optimum dan 60 mL urine sapi diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat

29

selama dua hari, pada hari ketiga diaduk kembali dan pada hari ketujuh campuran

tersebut sudah dapat digunakan sebapgai aktivator secara langsung.

d. Pembuatan Bioaktivator Blanko (Variasi 4)

Pembuatan bioaktivator blanko dibuat tanpa urine sapi dengan cara memasukkan 50 g

dedak ke dalam suatu wadah yang berisi 250 mL air dan dimasak hingga mendidih.

Setelah dedak larut ditambahkan 100 g air tebu, 50 g nanas yang telah dihancurkan

dan diblender, 1,65 g terasi, 1 g ragi dan ditambahkan rumen sapi yang optimum.

Setelah itu diaduk hingga rata kemudian ditutup rapat selama dua hari, pada hari

ketiga diaduk kembali dan pada hari ketujuh campuran tersebut sudah dapat

digunakan sebagai aktivator secara langsung.

3. Kurva Pertumbuhan Sel

Penentuan pertumbuhan sel digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dari sel

bakteri dengan cara mengencerkan sampel kultur. Sebanyak 0,1mL kultur

dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 3,9 mL akuades

kemudian diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang

gelombang 600 nm.

4. Pembuatan Pupuk Kompos

Sebanyak 20 kg sampah sayuran dipotong-potong kecil kemudian dimasukkan

kedalam 4 komposter yang telah ditambahkan bioaktivator. Komposter pertama

berisi sebanyak 5 mL Bioaktivator variasi A, kedua berisi 5 mL bioaktivator variasi

30

B, komposter ketiga berisi 5 ml bioaktivator EM4 dan komposter ke empat tanpa

menggunakan bioaktivator. Kemudian sampah yang telah ditambahkan bioaktivator

diaduk rata dan didiamkan selama 10 -14 hari hingga menjadi kompos setelah itu

dikeringkan, diukur parameter fisik ,kimia dan dianalisis C-Organik dan N-total.

5. Penentuan Kadar Air

Pertama-tama cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C dalam oven selama 1

jam setelah itu cawan didingankan dalam desikator selama 30 menit setelah dingin

cawan ditimbang dan kemudian sampel dalam cawan ditimbang sebanyak 45 g dan

dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai tercapai berat konstan selama 8

jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

6. Penentuan Kandungan C-Organik pada Pupuk Kompos

Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer.

Ditambahkan sebanyak 10 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N sambil mengoyangkan

Erlenmeyer perlahan-lahan agar pencampuran berlangsung sempurna, ditambahkan

10 mL H2SO4 pekat dan digoyangkan hingga tercampur merata. Setelah itu dikocok

diamkan selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 100 mL aquades dan 2,5 mL

larutan NaF 4% dan 5 tetes indikator difenil amin. Selanjutnya dititrasi dengan

larutan FeSO4 0,5 N hingga timbul warna cokelat kehijauan hingga menjadi biru

keruh. Lalu dititrasi setetes demi tetes lalu goyangkan hingga warna berubah menjadi

hijau terang. Setelah itu lakukan prosedur yang sama pada blanko.

31

7. Penentuan Kandungan Nitrogen Total pada Pupuk Kompos

Sebanyak 1 g (w) sampel ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g, kemudian di

masukkan kedalam tabung digestion. Ditambahkan 7,8 g katalis selenium reagen

mixture ,15 mL H2SO4 pekat dengan menggunakan pipet volumetrik jika sampel

berbusa ditambahkan 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan. Setelah itu dilakukan

pemanasan pada heating power 75 % selama 30 menit, kemudian dilanjutkan

pemanasan pada heating power 60 % selama 120 menit. Sampel yang sudah

terdestruksi sempurna akan berwarna hijau kebiruan. Kemudian didinginkan sampai

± 30 menit dalam lemari asam selanjutnya sampel hasil destruksi ditambahkan

dengan larutan sebanyak 40 mL larutan NaOH 50%, setelah itu didestilasi dengan

menggunakan 20 mL asam borat 4% dan ditambahkan 2 tetes indikator sebagai

penampung. Dititrasi dengan menggunakan larutan HCl 0,1 N sebagai titran,

kemudian dicatat volume larutan yang digunakan. Dihitung kadar total N dan

lakukan prosedur yang sama pada blanko reagen.

32

D. Diagram Alir Penelitian

Secara keseluruhan ,penelitian ini terangkum dalam diagram alir penelitian sebagaiberikut:

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

Rumen Sapi

Pembuatan BioaktivatorVariasi Rumen Sapi

Variasi 3Rumen Sapi 60 g

Variasi 2Rumen Sapi 50 g

Variasi 4 Blanko(Tanpa Rumen

Sapi)

Variasi 1Rumen Sapi 40 g

PenentuanN- Total

PenentuanC -Organik

Pembuatan Kompos

Variasi 2 Blanko(Tanpa Urine)

Variasi 3

Urine Sapi 60 mL

Variasi 2

Urine Sapi 50 mL

Variasi 1

Urine Sapi 40 mL

Pembuatan Bioaktivator Variasi Urine Sapidari Rumen Sapi Optimum

Kurva Pertumbuhan Sel

PenentuanKadar Air

PenentuanRasio C/N

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh simpulan

sebagai berikut :

1. Nilai absorbansi tertinggi pada variasi rumen dan urine sapi terdapat pada

bioaktivator ke-1 dan ke-2 dengan volume variasi urine sapi 40 mL dan 50 mL

nilai absorbansinya sebesar 0,3761 dan 0,3099 pada panjang gelombang 600

nm.

2. Selama proses pengomposan kadar rata-rata N-total tertinggi terdapat pada

komposter ke-4 yaitu sebesar 3,31% dengan menggunakan bioaktivator EM4 .

3. Selama proses pengomposan kadar C-Organik tertinggi terdapat pada

komposter ke-3 yaitu sebesar 37,17 % pada hari ke-13 tanpa menggunakan

bioaktivator.

4. Variasi bioaktivator yang terbaik terdapat pada komposter 2 dengan ratio C/N

sebesar 13,26 dan terjadi pada hari ke-13 dengan menggunakan bioaktivator 2

yang berisi variasi urine sapi sebesar 50 mL.

60

B. SARAN

Dari pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan saran untuk

penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Dalam proses pengomposan perlu dilakukan penambahan sekam atau abu

gosok untuk menurunkan kadar air pada kompos.

2. Komposisi material awal perlu dibuat variasi sehingga Ratio C/N terpenuhi

pada standar pembuatan kompos.

DAFTAR PUSTAKA

Afifudin. 2011. Pengaruh Berbagai Aktivator Terhadap C/N Rasio Kompos Kotora.Penerbit CV. Bogor.

Aisyah S.,N.sunarlim, dan B.solfan. 2011. Pengaruh Urine Sapi TerfermentasiDengan Dosis Dan Interfal Pemberian Yang Berbeda TerhadapPertumbuhan Tanaman Sawi (Brasika Juncea L.) Jurnal Agroteknologi. Vol.2 No 1.

Ali Hanafiah, Kemas. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Anif, S dan Harismah, K. 2004. Efektivitas Pemanfaatan Limbah Tomat sebagaiPengganti EM4 pada Proses Pengomposan Sampah Organik. LaporanDosen Muda, DP3M Dirjen Dikti. Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUMS, Surakarta.

Ayuningtyas, A. 2008. Eksplorasi Enzim Selulase dari Isolat Bakteri Asal RumenSapi. Skripsi pada Departemen Kimia Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Airlangga.

Berutu, K.M.. 2007. Dampak Lama Transportasi Terhadap Penyusutan BobotBadan, pH Daging Pasca Potong dan Analisis Biaya Transportasi SapiPotong Peranakan Ongole dan Shorthorn. Skripsi pada DepartemenPeternakan Fakultas Pertanian USU.

BPS. 2015. Statistik Penduduk Kota Bandar Lampung dalam angka 2015. BadanPusat Statistik. Lampung.

Budiansyah, A., Resmi, K., Wiryawan, K.G., Soehartono, M.T., Widyastuti, Y.,Ramli, N. 2010. Isolasi dan karakterisasi Enzim Karbohidrase Cairan RumenSapi Asal Rumah Potong Hewan. Media Peternakan, 33 (1): 36-43

Budihardjo. M. 2006 ,”Studi Potensi Pengomposan Sampah Kota sebagai Salah SatuAlternatif Pengelolaan Sampah Di TPA dengan Menggunakan AktivatorEM4”, Universitas Diponegoro, Semarang.

62

Crawford,J.H. 2003. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.Bogor.

Djuarnani, Nan dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta AgromediaPustaka.

Djuarnani, N., Kristiani, dan B.S Setiawan. 2009. Cara Cepat Membuat Kompos.Agromedia Pustaka. Jakarta.

Esther ,T.L. 2009. Studi Tentang Kandungan Nitrogen , Karbon (C) Organik DanC/N Dan Kompos Tumbuhan Kembang Bulan (Tithoni Diversifolia). Skripsi.Universitas Sumatra Utara. Medan.

Fatmawaty, 2009. Metode Kejedhal. http//www.Turbovista.Com/Kuantitatif E-Analysis.Php.Htm, Diakses Tanggal 15 November 2015.

Hadisuwito,S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agro Media. Jakarta

Hamni,A. Harmen Gandidi.I.M. 2010. Studi System Pengelolaan Sampah TerpaduDalam Upaya Penanggulangan Kerentanan Terhadap Dampak PerubahanIklim,Laporan Penelitian, Universitas Lampung.

Heim, S., 2011. Technology Offer New Cellulase From Cow Rumen, Foundation forPromotion of Life Science

Indriani, Y.H., 2000. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Indriani, Y.H., 2004. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Irlbeck,N.A. 2000. Basic Of Alpaca Nutrition. Alpaca Owners and BreederAssociation Annual Conference Procedings. June 4. Louisville.

Isnaini,M. 2006. Pertanian Organik Kreasi Wacana. Yogyakarta. Hlm 247-248.

Isroi, 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor.http://id.wikipedia.org/wiki/kompos. Diakses tanggal 20 November 2015.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.Jakarta.

Lopulisa, Christian. 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Lembaga Penerbitan.Universitas Hasanudin. Makassar.

63

Marsono,dan paulus, S. 2001. Pupuk: Jenis Dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mindelwill, I. 2006. Mikroba dalam rumen sapi. www.google.go.id. (21 November2015)

Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtalaningsih. 2001. Studi Pengaruh Penambahan Bakteri Dan Cacing TanahTerhadap Laju Reduksi dan Kualitas Kompos. Laporan Tugas Akhir JurusanTeknik Lingkungan FTSP-ITS. Surabaya.

Nisandi. 2007. Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arangdan Asap Cair. Seminar Nasional Teknologi. Yogyakarta.

Nurdin Muhammad Suin. 2002. Metode Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Nyimas Yangoritha. 2013. Optimasi Aktivator dalam Pembuatan Kompos Organikdari Limbah Kakao. Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri Institut TeknologiMedan. Sumatera Utara.

Pandenbesie, E.S dan Rayuanti,D. 2012. Pengaruh Penambahan Sekam Pada ProsesPengomposan Sampah Domestik. Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.

Paulin. B. and P. O'malley. 2008. Compost Production and Use in Horticulture.Department of Agriculture and Food. Government of Western Australia.28p.

Pelczar, M. 2005. Dasar-dasar mikrobiologi. UI. Jakarta

Purwoko,T. 2007. Fisiologi Mikroba. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Purwendro.s., dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah Untuk Pupuk Dan PestisidaOrganik Seri Agritekno. Penebar Swadaya.Jakarta.

Roihana, N. 2006. Pengaruh Kompos Dengan Stimulator EM 4 (EffectiveMicroorganisms 4) Trhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (ZeaMays Var. Saccharata). Jurusan Biologi FMIPA UNDIP. Semarang.

Rudy,c. 2003. Taruminingkeng.http://tumontou./6-sem2-023/kel 4-Seml -023.htm.

Sukumaran, R.K., Singhania, R.R.,Pandey, A. 2005. Microbial Cellulases-Production, Application and Challenges. Journal of Scientific and IndustrialResearch, vol 64 : 832-844

Sofian. 2007. Sukses Membuat Kompos Dari Sampah. PT.Agromedia ,Jakarta.

64

Sriharti, dan Salim.T. 2008. Pemanfaatan Limbah Pisang untuk Pembuatan PupukKompos Menggunakan Kompos Rotary Drum. Prosising Seminar NasionalBidang Teknik Kimia Dan Tekstil. Yogyakarta.

Suseno, D. 2009. Aktivitas Antibeakteri Propolis Trigona spp. pada Dua KonsentrasiBerbeda Terhadap Cairan Rumen Sapi. Program Studi Biokimia FakultasMatematika dan IPA IPB, Bogor.

Sundari, E., Sari,E. dan Rinaldo, R.N. 2012. Pembuatan Pupuk Organik CairMenggunakan Bioaktivator Biosca Dan EM4. Fakultas Teknologi IndustriUniversitas Bung Hatta. Palembang.

Susanto R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif DanBerkelanjutan.Kanisius. Yogyakarta.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik:Pemasyarakatan DanPenerapannya. Karisius. Yogyakarta

Suwahyono, Untung. 2014. Cara Cepat Buat Kompos dari Limbah.Penebar Swadaya. Jakarta Timur

Winda,L. 2009. Penyisihan senyawa organik pada biowaste fase padat menggunakanreaktor batch anaer. Tugas akhir rogram studi teknik lingkungan. ITB.Bandung.

Yanqoritha. N. 2013. Optimasi Aktivator dalam Pembuatan Kompos Organik dariLimbah Kakao. Staf Pengajar Fakultas Teknik Industri ITM. Sumatera Utara.

Yazid,dkk. 2010. Pengaruh Stimulan Asam Asetat Terhadap Efisiensi PengikatanUranium Dalam Bioremidiasi Lingkungan Menggunakan Bacillus Sp.DanPseudomonas Sp. Pusat Teknologi Akselerator Dan Proses Bahan. Batan.Yogyakarta.

Yuwono, D. 2005. Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yuwono, D. 2006. Kompos Dengan Cara Aerob Maupun Anaerob UntukMenghasilkan Kompos Yang Berkualitas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Zimmerman ,C.F.,J.Bashe. 1997. Determination of Carbon and Nitrogen in Sedimentand Particular of Estuarine/Coastal Water Using Element Analysis. U.S.Enviromental Protection Agency, Cincinnati,Ohio.