52
Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015 e-ISSN Halaman 61 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN BERDASARKAN PASAL 2 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN TEGUH RIANTO S.H M.H Pengawas di Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia ABSTRAK Jurnal penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dengan jelas Pengawasan Ketenagakerjaan di Perusahaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan mengenai perusahaan yang menghalang-halangi Pengawas Ketenagakerjaan yang akan masuk ke perusahaan untuk melakukan pemeriksaan di perusahaan, karena jika perusahaan tersebut menghalang-halangi pengawas ketenagakerjaan maka dapat diancam dengan tindak pidana ringan. Dalam jurnal penelitian ini menggunakan studi kasus putusan Pengadilan Negeri Serang Perkara Nomor 4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg. yang menjatuhkan putusan tindak pidana ringan kepada seorang manajemen perrusahaan PT. Siemens Indonesia karena menghalang- halangi Pengawas Ketenagakerjaan saat akan memeriksa perusahaannya. Tujuan penelitian ini agar dapat mengetahui peranan Pengawas Ketenagakerjaan, tindak pidana di bidang ketenagakerjaan dan apakah dengan adanya putusan tindak pidana ringan tersebut dapat membuat efek jera bagi perusahaan-perusahaan lainnya. Peran Pengawas Ketenagakerjaan adalah untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah ketenagakerjaan. Karakteristik sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan membedakan perbuatan pidana di bidang

PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 61

PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN

BERDASARKAN PASAL 2 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 3

TAHUN 1951 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN

TEGUH RIANTO S.H M.H Pengawas di Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia

ABSTRAK

Jurnal penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dengan jelas Pengawasan Ketenagakerjaan di Perusahaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan mengenai perusahaan yang menghalang-halangi Pengawas Ketenagakerjaan yang akan masuk ke perusahaan untuk melakukan pemeriksaan di perusahaan, karena jika perusahaan tersebut menghalang-halangi pengawas ketenagakerjaan maka dapat diancam dengan tindak pidana ringan. Dalam jurnal penelitian ini menggunakan studi kasus putusan Pengadilan Negeri Serang Perkara Nomor 4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg. yang menjatuhkan putusan tindak pidana ringan kepada seorang manajemen perrusahaan PT. Siemens Indonesia karena menghalang-halangi Pengawas Ketenagakerjaan saat akan memeriksa perusahaannya. Tujuan penelitian ini agar dapat mengetahui peranan Pengawas Ketenagakerjaan, tindak pidana di bidang ketenagakerjaan dan apakah dengan adanya putusan tindak pidana ringan tersebut dapat membuat efek jera bagi perusahaan-perusahaan lainnya. Peran Pengawas Ketenagakerjaan adalah untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah ketenagakerjaan. Karakteristik sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan membedakan perbuatan pidana di bidang

Page 2: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 62

ketenagakerjaan ke dalam bentuk kejahatan dan pelanggaran, subjek yang di ancam pidana terdiri atas pegawai (Pengawas Ketenagakerjaan) dan koporasi (pengusaha). Penerapan sanksinya dilakukan secara alternatif, yaitu pelaku tindak pidana dapat diterapkan salah satu sanksi. Juga tidak menganut sanksi minimal dan sanksi maksimal khusus. Nominal denda yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) hanya sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah) yang tidak relevan untuk digunakan pada masa sekarang.

Kata kunci: Pengawas Ketenagakerjaan, Perusahaan, Tindak Pidana Ringan.

A. Latar Belakang

Kebijakan dasar dalam hukum ketenagakerjaan adalah

melindungi pihak yang lemah, dalam hal ini pekerja/buruh,

dari kesewenang-wenangan majikan/pengusaha yang dapat

timbul dalam hubungan kerja dengan tujuan memberikan

perlindungan hukum dan mewujudkan keadilan sosial.

Timbulnya hukum ketenagakerjaan dikarenakan adanya

ketidaksetaraan posisi tawar yang terdapat dalam hubungan

ketenagakerjaan (antara pekerja/buruh dengan

pengusaha/majikan), dengan alasan itu pula dapat dilihat

tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah agar dapat

meniadakan ketimpangan hubungan di antara keduanya.

Untuk mencapai tujuan hukum pada umumnya, yaitu keadilan,

kemanfaatan, dan kepastian hukum, maka diperlukan proses

Page 3: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 63

pembentukan dan pelaksanaan hukum agar sesuai dengan

tujuan tersebut, untuk itu diperlukan politik hukum. Dalam hal

ini politik hukum sebagai kebijakan dasar juga dimaksudkan

sebagai sarana dalam rangka mewujudkan pembinaan hukum

nasional. Akan tetapi, menurut Sunaryati Hartono, hukum

bukan merupakan suatu tujuan melainkan hanya merupakan

jembatan yang akan membawa kepada ide yang dicita-citakan,

ide yang di cita-citakan itu tidak lain merupakan tujuan hukum

itu sendiri yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Dalam usaha untuk mewujudkan pembinaan hukum nasional,

politik hukum menentukan hukum yang seharusnya berlaku

mengatur berbagai hal kehidupan dengan kehidupan

bermasyarakat dan bernegara, yang sering diistilahkan dengan

kebijakan hukum (legal policy).1

Pemerintah (negara) harus mampu memposisikan

dirinya sebagai regulator yang bijak melalui saran

pembentukan dan pelaksanaan Hukum Ketenagakerjaan,

dikarenakan hukum ketenagakerjaan akan menjadi sarana

untuk menjalankan kebijakan pemerintah di bidang

ketenagakerjaan itu sendiri.2

1 Sunaryati Hartono dalam Agusmidah, Dilematika Hukum

Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum, (Jakarta: Sofmedia, 2011), hal. 2-3. 2Ibid. hal. 12

Page 4: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 64

Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana,

sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial

termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Di

samping itu, karena tujuannya adalah untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan

penegakan hukum itu pun termasuk dalam bidang kebijakan

sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat.3

Demi mencapai kesejahteraan masyarakat, khususnya

dalam hal ini adalah kaum pekerja/buruh, dan untuk

mencegah terjadinya tindak pidana terhadap pekerja/buruh,

maka pemerintah mengambil kebijakan untuk menggunakan

sarana “penal” (hukum pidana) yaitu dengan menerbitkan

peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan

yang sifatnya mengatur dan melindungi hak dan kewajiban

pekerja/buruh dengan menyertakan ketentuan-ketentuan

pidana ke dalamnya, baik yang berupa pidana administrasi,

pidana denda, pidana kurungan, maupun pidana penjara,

sehingga diharapkan hal tersebut dapat menimbulkan efek jera

dan menjadi salah satu upaya penanggulangan tindak pidana di

bidang ketenagakerjaan.

3Ibid

Page 5: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 65

Dalam rangka menegakkan hukum di bidang

ketenagakerjaan, dibentuk Pegawas Ketenagakerjaan yang

berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Pembinaan dan

Pengawasan Ketenagakerjaan - Kementerian Ketenagakerjaan

yang merupakan unit kerja teknis yang bertugas memberikan

perlindungan ketenagakerjaan bagi pekerja dan pengusaha di

Indonesia. Visi Direktorat ini adalah mewujudkan masyarakat

industri yang sejahtera dan berkeadilan dengan

mempromosikan kepastian hukum. Direktorat ini juga menjadi

lembaga andalan serta menciptakan lingkungan kerja yang

nyaman dan produktif. Salah satu target pembinaan kerja

untuk periode 2015-2019 adalah peningkatan kepatuhan

perusahaan atas hukum ketenagakerjaan.4

Berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa

“Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai

pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan

independen guna menjamin pelaksanaan peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan”.5

4Lembar Fakta: Pengawasan Ketenagakerjaan di Indonesia.

http://www.ilo.org/wcmsp5 /groups/public/asiaro-bangkok/ilo, diakses tanggal 20 Juni 2018.

5 Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 13 Tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279, Pasal 176.

Page 6: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 66

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan dalam satu

kesatuan sistem pengawasan ketenagakerjaan yang terpadu,

terkoordinasi dan terintegrasi dalam rangka menjamin

penegakan hukum megenai kondisi kerja dan perlindugan

tenaga kerja da peraturan yang menyangkut waktu kerja,

pengupahan, keselamatan, sesehatan serta kesejahteraan,

tenaga kerja anak serta orang muda dan masalah-masalah lain

yang terkait.

Dalam upaya penegakan hukum ketenagakerjaan

tersebut, pengawas ketenagakerjaan diberikan wewenang

sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk melakukan

upaya paksa melalui lembaga pengadilan. Mekanisme

penyidikan tindak pidaa ketenagakerjaan yang dilakukan oleh

PPNS ketenagakerjaan mengacu kepada Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Sebagaimana KUHAP, terdapat 3 mekanisme

penegakan hukum yaitu Acara Pemeriksaan Biasa, Acara

Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat. Salah satu

pelanggaran yang termasuk Acara Pemeriksaan Cepat adalah

pelanggaran Tindak Pidana Ringan Ketenagakerjaan sesuai

dengan Pasal 2015–210 KUHAP.

Kekuasaan pengawas ketenagakerjaan di antaranya

yaitu hak bebas memasuki setiap tempat kerja. Kekuasaan

pertama pegawas, tanpa adanya akan sangat sedikit pengawas

Page 7: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 67

dilakukan, adalah mengunjungi perusahaan. Pegawas

ketenagakerjaan diberikan kekuasaan yang memadai:6

1. Untuk secara bebas memasuki setiap tempat kerja yang

wajib diawasi dan tanpa pemberitahuan sebelumnya pada

setiap jam di siang dan malam hari;

2. Untuk memasuki pada siang hari setiap tempat di mana

yang secara layak dipercaya sebagai tempat yang wajib

diawasi.

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang

Pengawasan Perburuhan terkandung diktum-diktum tentang

pengawasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut :7

1. Pegawai yang dimaksud di atas beserta para pegawai

penbantunya dalam melakukan kewajiban pengawasan

terhadap para tenaga kerja yang menjadi wewenangnya,

berhak memasuki semua tempat dimana dijalankan atau

biasa dijalankan pekerjaan atau dapat disangka bahwa di

tempat itu dijalankan pekerjaan dan juga segala rumah

yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau

wakilnya untuk perumahan atau perawatan buruh;

6 Rachmat Trijono, Pegantar Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar

Sinanti, 2014), hal. 151-152 7 G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra SH, Ir. A.G. Kartasapoetra, Hukum

Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hal.232

Page 8: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 68

2. Andaikata pada waktu menjalankan tugas kewajiban

seperti diatas ternyata mereka ditolak oleh pihak

pengusaha, sehingga pelaksanaan tugas kewajibannya

menjadi terhalang atau memungkinkan tidak dapat

dilaksanakan, maka para pegawai tersebut dapat meminta

bantuan alat kekuasaan Negara c.q Polisi R.I untuk

memasuki perusahaan yang bersangkutan dan selanjutnya

melaksanakan tugas kewajiban dengan seksama;

Hal-hal tersebut di atas juga diadopsi Undang-Undang

No. 23 tahun 1948 jo Undang-Undang No. 3 Tahun 1951

tentang Pengawasan Perburuhan serta dalam Pasal 10

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 33

Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan.

Walaupun peraturan perundang-undangan mengatur

hak pengawas ketenagakerjaan demikian di atas, namun tidak

semua perusahaan patuh dan mentaatinya. Seperti Kasus PT.

Siemens Indonesia yang menghalang-halangi pengawas

ketenagakerjaan untuk memasuki perusahaan. Yang akhirnya

berujung pada perbuatan yang dapat dipidana.

Kasus PT. Siemens Indonesia berawal dari rencana

mogok kerja karyawan PT. Siemens Indonesia selama 1 (satu)

bulan yang disampaikan oleh Serikat Buruh Sejahtera

Page 9: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 69

Indonesia (SBSI) PT. Siemens Indonesia kepada Manajemen PT.

Siemens Indonesia dan Dinas Tenaga Kerja Kota Cilegon.

Kemudian diadakan Perundingan Bipartit antara SBSI PT.

Siemens Indonesia dengan Manajemen PT. Siemens Indonesia

oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Cilegon. Namun sayangnya,

perundingan Bipartit tersebut tidak bisa menghasilkan

keputusan yang bisa disepakati oleh SBSI PT. Siemens

Indonesia dan Manajemen PT Siemens Indonesia. Selanjutnya

masing-masing pihak menempuh jalan sendiri-sendiri.

Sehingga SBSI PT. Siemens Indonesia memilih tetap

melanjutkan Aksi Mogok Kerja selama 1 (satu) bulan.

Untuk mencegah supaya tidak berlarut-larut, Dinas

Tenaga Kerja Kota Cilegon melakukan pemeriksaan kepada

Manajemen PT. Siemens Indonesia. Namun, Manajemen PT.

Siemens Indonesia, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Ary

Reynold yang memegang Posisi sebagai Industrial Relation

Specialist, berusaha untuk menghalang-halangi Pengawas

Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Cilegon. Dan

akhirnya pengawas ketenagakerjaan memperkarakan Ary

Reynold secara pidana, sampai dirinya dinyatakan bersalah

karena telah melakukan perbuatan tindak pidana ringan

berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor:

4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg.

Page 10: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 70

B. Pelanggaran Tindak Pidana Ringan Ketenagakerjaan

1. Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang

Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari

Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Undang-

Undang Pengawasan Perburuhan)

a. Pasal 2

1) Menteri yang diserahi urusan perburuhan atau

pegawai yang ditunjuk olehnya, menunjuk pegawai-

pegawai yang diberi kewajiban menjalankan

pengawasan perburuhan;

2) Pegawai-pegawai tersebut dalam ayat (1) pasal ini,

beserta pegawai pegawai pembantu yang

mengikutinya, dalam melakukan kewajiban-

kewajiban tersebut dalam pasal I ayat (1), berhak

memasuki semua tempat-tempat, dimana

dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan, atau

dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan

dan juga segala rumah yang disewakan atau

dipergunakan oleh majikan atau wakilnya untuk

perumahan atau perawatan buruh. Yang

dimaksudkan dengan pekerjaan ialah pekerjaan

Page 11: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 71

yang dijalankan oleh buruh untuk majikan dalam

suatu hubungan kerja dengan menerima upah;

3) Jikalau pegawai-pegawai tersebut dalam ayat (1)

ditolak untuk memasuki tempat-tempat termaksud

dalam ayat (2) maka mereka memasukinya, jika

perlu dengan bantuan Polisi Negara.

b. Pasal 3 ayat (1)

Majikan atau wakilnya, demikian pula semua

buruh yang bekerja pada majikan itu, atas permintaan

dan dalam waktu sepantasnya yang ditentukan oleh

pegawai-pegawai tersebut dalam pasal 2 ayat (1), wajib

memberi semua keterangan keterangan yang sejelas-

jelasnya, baik dengan lisan maupun dengan tertulis, yang

dipandang perlu olehnya guna memperoleh pendapat

yang pasti tentang hubungan kerja dan keadaan

perburuhan pada umumnya di dalam perusahaan itu

pada waktu itu atau/dan pada waktu yang telah lampau.

c. Pasal 6 ayat (4)

Barang siapa menghalang-halangi atau

menggagalkan sesuatu tindakan yang dilakukan oleh

pegawai-pegawai dalam melakukan kewajibannya seperti

tersebut dalam pasal 2, begitu pula barang siapa tidak

Page 12: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 72

memenuhi kewajibannya termaksud dalam pasal 3 ayat

(1), dihukum dengan hukuman kurungan selama-

lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya lima

ratus rupiah.

Selain dari peraturan perundang-undangan dan pasal-

pasal sebagaimana diuraikan di atas, pelaksanaan tindak

pidana ringan dapat digunaKan pada peraturan perundang-

undangan ketenagakerjaan dan pasal-pasal yang lain sepanjang

memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal

205 sampai dengan Pasal 210 dan proses dapat dilakukan

secara cepat.

C. Penanganan Tindak Pidana Ringan Ketenagakerjaan

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan dalam satu

kesatuan sistem pengawasan ketenagakerjaan terpadu,

terkoordinasi dan terintegrasi dalam rangka menjamin

penegakkan hukum mengenai kondisi kerja dan peraturan

yang menyangkut waktu kerja, pengupahan, keselamatan,

kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta orang

muda dan masalah-masalah lain yang terkait.

Dalam upaya penegakkan hukum ketenagakerjaan

tersebut, pengawasan ketenagakerjaan diberikan kewenangan

Page 13: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 73

sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk

melakukan upaya paksa melalui lembaga pengadilan.

Mekanisme penyidikan tindak pidana ketenagakerjaaan yang

dilakukan oleh PPNS ketenagakerjaan mengacu pada hukum

acara sesuai yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP). Sebagaimana KUHAP, terdapat 3 (tiga)

mekanisme penegakkan hukum yaitu Acara Pemeriksaan

Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan

Cepat. Salah satu pelanggaran yang termasuk acara

pemeriksaan capat adalah tindak pidana ringan

ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 205-210 KUHAP.

Dasar hukum penaganan tindak pidana ringan

ketenagakerjaan, yaitu sebagai berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (Wetboek

van Strafrecht) voor Nederlandsch-Indie Stbl. Nomor 732

Tahun 1915;

2. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stroom Ordonantie

1930);

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan

berlakunya Undang-Undang Perburuhan Tahun 1948

Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh

Indonesia;

Page 14: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 74

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja;

5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor

Ketenagakerjaan di Perusahaan;

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan;

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah;

9. Peraturan Kepala Kopolisian Republik Indonesia Nomor 6

Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil;

10. Peraturan Kepala Kopolisian Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2010 tentang Koordinasi, Pengawasan dan

Pembinaan Penyidikan Bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil;

11. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan

Jumlah Denda Dalam KUHP;

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi,

Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian

Page 15: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 75

Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk

Pengamanan Swakarsa;

13. Permenaker Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Pengawasan Ketenagakerjaan.

Dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP bahwa “yang diperiksa

menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara

yang dincam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama

tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima

ratus rupiah” dan ketentuan sampai dengan Pasal 210 KUHAP

maka kategori suatu kasus sebagai tindak pidana ringan

ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

1. Pasal tindak pidana ringan dan sangat sederhana;

2. Hakim pada persidangan tunggal;

3. Penuntut umum tidak hadir, petugas kejaksaan pada

persidangan sebagai penerima pembayaran denda vonis;

4. Putusan dapat dijatuhkan cukup dengan keyakian hakim

yang didukung satu alat bukti yang sah (Penjelasan Pasal

184 KUHAP);

5. Tidak dibuat surat dakwaan;

6. Tidak dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

Pengadilan;

Page 16: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 76

7. Tidak dapat dimintakan banding kecuali putusan

dijatuhkan pidana merampas kemerdekaan.

Dalam penanganan tindak pidana ringan

ketenagakerjaan, sebagaimana amanat pada Pasal 182 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, penyidik berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta

keterangan tentang tindak pidana di bidang ketenaga-

kerjaan;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga

melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau

badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di

bidang ketenagakerjaan;

d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau

barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang

ketenagakerjaan;

e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen

lain tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan

tugas penyidikan tindak pidana di bidang

ketenagakerjaan; dan

Page 17: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 77

g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup

bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di

bidang ketenagakerjaan.

Berkaitan hal tersebut di atas, penyidik atas kuasa

penuntut umum setelah pemeriksaan dibuat, menghadapkan

terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa

ke persidangan.

Adapun tahapan-tahapan dalam menangani tindak

pidana ringan di dalam hukum ketenagakerjaan yaitu:8

1. Tahap Persiapan

Dalam melaksanakan penyidikan, kelengkapan

administrasi penyidikan yang harus disiapkan Penyidik

Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

a. Surat Perintah Tugas;

b. Surat Perintah Penyidikan;

Pada Tahap persiapan, Penyidik ketenagakerjaan harus

berkoordinasi dengan lembaga/instansi terkait sebagai

berikut:

a. Kepolisian;

b. Kejaksaan;

c. Pengadilan Negeri;

d. Lembaga Pemasyarakatan; dan

8Ibid

Page 18: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 78

e. Pemerintah Daerah.

Bentuk koordinasi dengan lembaga/instansi terkait

dapat berupa pengiriman berkas administrasi penyidikan

dan penyampaian rencana tindak pidana ringan

ketenagakerjaan.

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan, kelengkapan administrasi

penyidikan yang disiapkan penyidik ketenagakerjaan adalah

sebagai berikut:

a. Nota Pemeriksaan;

b. Berita Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan

Ketenagakerjaan yang terdiri dari 5 (lima) rangkap,

yaitu:

1) Lembar warna putih untuk Pengadilan Negeri;

2) Lembar warna merah untuk Tersangka;

3) Lembar warna biru untuk Kejaksaan Negeri;

4) Lembar warna kuning untuk Kepolisian;

5) Lembar warna hijau untuk PPNS Ketenagakerjaan

c. Berita Acara Pemeriksaan Tindak pidana Ringan

Ketenagakerjaan, sebagaimana tersebut di atas

ditandatangani oleh PPNS Ketenagakerjaan, dan

diketahui oleh pimpinan Unit Kerja Pengawasan

Page 19: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 79

Ketenagakerjaan serta Korwas PPNS/Reskrim/Penyidik

POLRI setempat. Setelah itu, tembusan berita acara

pemeriksaan tindak pidana ringan ketenagakerjaan

diberikan kepada lembaga/instansi terkait.

Dalam melaksanakan penyidikan, administrasi

penyidikan harus berpedoman pada mekanisme sebagai

berikut:9

a. Denda yang dikenakan dikonversi sesuai dengan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012

tentang Penyesuaian Batasn Tindak Pidana Ringan dan

Jumlah Denda Dalam KUHP, yakni minimal 1.000,-

(seribu) kali nilai rupiah yang ditetapkan dalam

Undang-Undang yang menjadi kewenangannya;

b. Terkait dengan konversi denda sebagaimana pada huruf

a, maka penyidik ketika mengajukan tuntutan denda

nilainya sudah menyesuaikan/dikonversi;

c. Menggunakan dan menerapkan prinsip-prinsip

penulisan Bahasa Indonesia dan administrasi

perkantoran yang sesuai ketentuan, meliputi:

1) Penulisan dan penerapan pasal, tanggal, tanda

tangan, dan stempel dinas;

9Ibid

Page 20: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 80

2) Merupakan kebulatan pikiran yang jelas/padat,

dengan susunan yang sistematis dan dapat

meyakinkan pihak terkait;

3) Tulisan menggunakan huruf cetak, terang dan jelas

dapat dibaca (apabila ditulis dengan tangan)

dengan mudah, menggunakan Bahasa Indonesia

yang mudah untuk dimengerti;

4) Format baku;

5) Buat ruang tepi untuk pembetulan manakala ada

kata yang akan diperbaiki;

6) Apabila ada tulisan yang salah jangan di tipe-ex;

7) Tulisan yang salah digaris satu kali;

8) Penggantian tulisan yang salah diparaf;

3. Pengisian Blangko Berita Acara Penyidikan Tindak Pidana

Ringan

Blanko Berita Acara Penyidikan Tindak Pidana

menggunakan format sebagaimana tercantum dalam

pedoman ini:

a. Nomor register

Nomor register yang dikhususkan untuk dokumen

berita acara dari masing-masing Unit Kerja

Pengawasan Ketenagakerjaan

Page 21: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 81

b. Waktu pemeriksaan

Waktu, Nomor Surat Perintah Penyidikan;

c. Nama dan pangkat/golongan/jenjang jabatan dan

fungsi, Nomor Induk Kepegawaian yang melakukan

penyidikan

d. Identitas tersangka berisi:

1) Nama Tersangka;

2) Tempat/tanggal lahir/umur;

3) Jenis kelamin;

4) Kewarganegaraan;

5) Agama;

6) Pekerjaan;

7) Alamat tempat tinggal;

8) Tanggal dan tempat kejadian;

9) Peraturan perundangan yang dilanggar.

e. Identitas saksi berisi:

1) Nama;

2) Umur;

3) Alamat

4) Waktu dan tempat pengambilan keterangan;

5) Peraturan perundangan yang dilanggar.

Jumlah saksi minimal 2 (dua) orang.

f. Barang bukti dapat berupa:

Page 22: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 82

1) Nota pemeriksaan; dan//atau

2) Bukti lain (akte pengawasan ketenagakerjaan,

dokumen pemeriksaan/pengujian atau dokumen

lainnya yang terkait)

g. Waktu menghadap pengadilan;

Tanggal, hari, jam, lokasi pengadilan

h. Penandatanganan berita acara dilakukan oleh:

1) Tersangka;

2) Saksi-saksi;

3) Korwas PPNS/Reskrim/Penyidik POLRI;

4) Penyidik;

5) Pimpinan Unit Pengawasan Ketenagakerjaan

i. Pasal yang dilanggar

Nomor pasal, ayat atau huruf.

j. Uraian pelanggaran

4. Tahap akhir

Pada tahap akhir, berkas perkara tipiring

disampaikan ke Pengadilan Negeri dan Korwas

PPNS/Reskrim/Penyidik POLRI sesuai wilayah hukumnya

dengan surat pengantar dari Pimpinan Unit Kerja

Pengawasan Ketenagakerjaan. Adapun prosedur

Page 23: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 83

pemeriksaan perkara tipiring ketenagakerjaan di

Pengadilan sebagai berikut:

a. Penyidik atas kuasa hukum penuntut umum dalam

waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara Pemeriksaan

dibuat, menghadapkan pelanggar ke sidang pengadilan

(Pasal 205 ayat (2) KUHAP);

b. Jaksa Penuntut Umum dapat hadir dipersidangan

dengan sebelumnya menyatakan keinginannya untuk

hadir pada sisang;

c. Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal, pada

tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal

dijatuhi pidana perampasan kemerdekaan terdakwa

dapat banding (Pasal 205 ayat (3) KUHAP);

d. Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari

untuk mengadili perkara dengan acar pemeriksaan

tipiring (Pasal 206 KUHAP), yakni salah satu hari yang

khusus ditunjuk sebagai hari dilaksanakannya

pemeriksaan tipiring;

e. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada

pelanggar tentang hari, tanggal, jam, dan tempat ia

harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut

dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan

Page 24: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 84

bersama berkas dikirim ke Pengadilan (Pasal 207 ayat

(1) poin a KUHAP);

f. Perkara tipiring yang diterima harus disidangkan pada

hari itu juga (Pasal 207 ayat (1) poin a KUHAP);

g. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera

mencatat dalam buku register semua perkara yang

diterimanya, dengan memuat nama lengkap, tempat

lajir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,

tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta

apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 207 ayat (2)

poin a dan b KUHAP);

h. Saksi tidak disumpah/janji, kecuali hakim

menganngap perlu (Pasal 208 KUHAP);

Adapun ketentuan Putusan Perkara Tipiring

Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

a. Tidak dibuat Surat Putusan secara tersendiri,

melainkan dicatat dalam daftar catatan perkara

kemudian panitera mencatat dalam buku register serta

ditandatangani oleh hakim dan panitera yang

bersangkutan (Pasal 209 ayat (1) KUHAP);

b. Putusan dijatuhkan pada hari yang sama dengan hari

diperiksanya perkara itu juga, toleransi penundaan

Page 25: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 85

dapat dilakukan apabila ada permohonan dari

Terdakwa;

c. Putusan pemidanaan dapat dijatuhkan cukup dengan

keyakinan hakim yang didukung satu alat bukti yang

sah (penjelasan Pasal 184 KUHAP);

d. Bersifat “cepat” itu menghendaki agar perkara tidak

sampai tertunggak, di damping itu situasi serta kondisi

masyarakat belum memungkinkan apabila untuk

semua perkara Tipiring terdakwa diwajibkan hadir

pada waktu putusan diucapkan, maka perkara-perkara

cepat (baik tipiring maupun tilang) dapat diputus di

luar hadirnya Terdakwa (verstek) dan “Pasal 214

KUHAP” berlaku untuk semua perkara yang diperiksa

dengan Acara Cepat;

e. Terhadap putusan verstek sebagaimana tersebut

dalam poin di atas, yang berupa pidana perampasan

kemerdekaan, terpidana dapat mengajukan

perlawanan verstek) ke Pengadilan Negeri yang

memutuskan perkara tersebut dengan tata cara

sebagai berikut:

1) Panitera memberitahukan PPNS adanya

perlawanan/verzet;

2) Hakim menetapkan hari sidang perlawanan;

Page 26: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 86

3) Perlawanan diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari

setelah putusan diberitahukan secara sah kepada

Terdakwa;

4) Terhadap putusan pengadilan dalam perkara

tipiring yang menjatuhkan pidana perampasan

kemerdekaan data diajukan banding ke

Pengadilan Tinggi.

D. Analisa Kasus Tindak Pidana Ringan Berdasarkan Putusan

Pengadilan Negeri Serang Perkara Nomor:

4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg.

Kasus tindak pidana ringan di bidang ketenagakerjaan

berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Serang di bawah

register perkara Nomor 4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg. berawal

dari peristiwa hukum di mana buruh PT. Siemens Indonesia

yang berlokasi di Kawasan Industrial Estate Cilegon melakukan

aksi mogok kerja untuk menuntut penolakan diskriminasi

upah. Berkaitan dengan tuntutan dari para buruh tersebut

kemudian diadakan perundingan Bipartit antara buruh PT.

Siemens Indonesia yang diwakili oleh Serikat Buruh Sejahtera

Indonesia (SBSI) PT. Siemens Indonesia dengan Manajemen

PT. Siemens Indonesia di Dinas Tenaga Kerja Kota Cilegon.

Namun sayangnya, rencana perundingan tersebut tidak bias

Page 27: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 87

dilaksanakan karena PT. Siemens Indonesia tidak hadir

sehingga tidak dapat menghasilkankeputusan yang bias

disepakati oleh SBSI PT. Siemens Indonesia danManajemen PT.

Siemens Indonesia.

Ketidak hadiran PT. Siemens Indonesia dalam pertemuan

bipartit membuat kecewa SBSI PT. Siemens Indonesia,

sehingga SBSI PT. Siemens Indonesia membuat laporan tindak

pidana yang dilakukan oleh PT. Siemens Indonesia kepada

Pengawas Ketenagakerjaan Kota Cilegon mengenai peristiwa di

mana ketika sejumlah buruh PT. Siemens Indonesia melakukan

aksi mogok kerja untuk menuntut haknya tenyata PT. Siemens

Indonesia malah merekrut sebanyak 50 orang dengan

memperkerjakan tenaga baru untuk menggantikan para buruh

yang tidak bekerja karena sedang melakukan mogok kerja.

Atas dasar laporan tersebut, Pengawas Ketenagakerjaan Kota

Cilegon melakukan investigasi ke PT. Siemens Indonesia.

Karena berdasarkan Pasal 144 huruf a Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan, yang menyatakan:

Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 pengusaha

dilarang mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan

pekerja/buruh lain dari luar perusahaan.

Page 28: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 88

Sanksi bagi perusahaan yang mengganti pekerja/buruh

yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar

perusahaan sebagaimana ketentuan Pasal 187 adalah

pelanggaran tindak pidana yang diancam dengan pidana

kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12

(duabelas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp

10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Menindak lanjuti laporan dari SBSI PT. Siemens Indonesia

tentang adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh PT.

Siemens Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) /

Pengawas Ketenagakerjaan Kota Cilegon dengan membawa

surat tugas melakukan pemeriksaan kepada Manajemen PT.

Siemens Indonesia untuk meminta data soal adanya pekerja

pengganti saat buruh melakukan mogok kerja, akan tetapi

perusahaan melalui Ary Reynold selaku Industrial Relation

Specialis PT. Siemens Indonesia tidak memberikan data-data

yang diminta PPNS/Pengawas Ketenagakerjaan tersebut,

bahkan malah berusaha untuk menghalang-halangi Pengawas

Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Cilegon.

Tindakan PT. Siemens Indonesia yang berusaha

menghalang-halangi Pengawas Ketenagakerjaan adalah

merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan, karena

Page 29: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 89

Pengawas Ketenagakerjaan memiliki hak untuk memasuki

tempat/perusahaan yang diduga melakukan pekerjaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata

Cara Pengawas Ketenagakerjaan, yang menyatakan: Pengawas

Ketenagakerjaan berhak memasuki seluruh Perusahaan atau

Tempat Kerja atau tempat-tempat yang diduga dilakukannya

pekerjaan.

Bahkan suatu perusahaan yang melakukan tindakan

menghalang-halangi pengawas ketenagakerjaan merupakan

suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya

Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor

23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia.

Ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 1951

menyatakan bahwa: “Pegawai-pegawai tersebut dalam ayat (1)

pasal ini, beserta pegawai-pegawai pembantu yang

mengikutinya, dalam melakukan kewajiban-kewajiban

tersebut dalam pasal I ayat (1), berhak memasuki semua

tempat-tempat, dimana dijalankan atau biasa dijalankan

pekerjaan,atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan

pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau

Page 30: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 90

dipergunakan oleh majikan atau wakilnya untuk perumahan

atau perawatan buruh”.

Ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 1951

menyatakan bahwa Majikan atau wakilnya, demikian pula

semua buruh yang bekerja pada majikan itu, atas permintaan

dan dalam waktu sepantasnya yang ditentukan oleh pegawai-

pegawai tersebut dalam pasal 2 ayat (1), wajibmemberi semua

keterangan keterangan yang sejelas-jelasnya, baikdengan lisan

maupun dengan tertulis, yang dipandang perlu olehnya guna

memperoleh pendapat yang pasti tentang hubungan kerja dan

keadaan perburuhan pada umumnya di dalam perusahaan itu

pada waktu itu atau/dan pada waktu yang telah lampau.

Ketentuan Pasal Pasal 6 ayat (4) UU Nomor 3 Tahun 1951

menyatakan bahwa: “Barang siapa menghalang-halangi atau

menggagalkan sesuatu tindakan yang dilakukan oleh pegawai-

pegawai dalam melakukan kewajibannya seperti tersebut

dalam pasal 2, begitu pula barang siapa tidak memenuhi

kewajibannya termaksud dalam pasal 3 ayat (1), dihukum

dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau

denda sebanyak-banyaknya lima ratus rupiah”.

Merasa dihalang-halangi oleh PT. Siemens Indonesia,

Pengawas Ketenagakerjaan yang juga Penyidik Pegawai Negeri

Sipil (PPNS), melaporkan dan mempidanakan staf perusahaan

Page 31: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 91

PT Siemens di Kota Cilegon, Ary Reynold di PN Serang, dengan

tuntutan menghalang-halangi dalam penyelesaian aksi mogok

kerja. dan meminta data karyawan.

Dalam sidang kasus tindak pidana ringan yang digelar di

Pengadilan Negeri (PN)/Hubungan Industrial/Tindak Pidana

Korupsi Klas 1A Serang pada hari Rabu tanggal 2 November

2016 di bawah register perkara Nomor

4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg. yang dipimpin oleh Hurhadi AS.,

SH., MH. Selaku hakim tunggal yang dibantu oleh Radita

Pitaloka, SH. sebagai Panitera Pembantu, Penuntut Umum dari

Dinas Ketenagakerjaan Kota Cilegon Rachamatullah dalam

dakwaannya menyebutkan terdakwa (Ary Relnold) dinilai

telah terbukti melakukan pelanggaran atas proses pengawasan

yang telah dilakukan pengawas. Padahal pengawas telah

membawa surat tugas dalam menunaikan tugasnya pada saat

itu. Pengawas Ketenagakerjaan Kota Cilegon waktu

mendatangi PT Siemens telah membawa surat tugas untuk

meminta data soal adanya pekerja pengganti saat pekerja yang

lain berdemontrasi. Akan tetapi pihak perusahaan PT. Siemens

Indonesia melalui Ary Reynold tidak memberikannya.

Sedangkan Ary Reynold membantahnya dengan argumen

bahwa data yang dibutujkan/diminta oleh Pengawas

Page 32: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 92

Ketenagakerjaan: Karena pihaknya berdalih data yang

dibutuhkan pengawas berada di Jakarta.

Setelah Penuntut Umum dan Terdakwa mengajukan

bukti-bukti serta saksi-saksi, Hakim yang memeriksa perkara

tersebut menyatakan bahwa Ary Reynold selaku Industrial

Relation Specialis PT. Siemens Indonesia terbukti secara sah

dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ringan

melanggar Pasal 4 ayat (4) juncto Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan

Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun

1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh

Indonesia, yang amarnya putusannya sebagai berikut:10

M E N G A D I L I

1. Menyatakan bahwa Terdakwa ARY REYNOLD anak dari

ARTHUR TAMBUNAN tersebut telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Menghalang-halangi atau menggagalkan sesuaru

yang dilakukan oleh pegawai pengawas

Ketenagakerjaan”;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa ARY REYNOLD

anak dari ARTHUR TAMBUNAN oleh karena itu dengan

pidana penjara selama 1 (satu) bulan;

10 Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor 4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg.

Page 33: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 93

3. Menetapkan bahwa pidana penjara tersebut tidak perlu

dijalankan Terdakwa apabila dalam tenggang waktu

selama 2 (dua) bulan sejak putusan diucapkan tidak

dihukum dalam putusan pengadilan lain yang telah

berkekuatan hukum tetap;

4. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sejumlah

Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah).

Putusan tersebut diputus pada hari Rabu tanggal 2

Nopember 2016 oleh Nurhadi, AS., SH., MH. sebagai Hakim

Tunggal putusan mana diucapkan dalam sidang yang terbuka

untuk umum pada hari itu juga, oleh Hakim Tunggal tersebut

dengan dibantu oleh Radita Phitaloka, S., SH. sebagai Panitera

Pengganti yang dihadiri oleh Rachmatullah, SH. selaku

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Tenaga Kerja dan

Terdakwa yang didampingi Kuasa Hukumnya.

Putusan hakim yang menghukum terdakwa Ary Reynold

dengan pidana penjara selama 1 bulan kurungan dan

membayar biaya perkara tersebut adalah hukuman pidana

percobaan, artinya Terdakwa tidak diharuskan menjalankan

pidana penjara tersbut kalau selama 2 bulan tidak melakukan

tindakan pindana lain.

Page 34: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 94

E. Kendala dan Penanggulangan Tindak Pidana Ringan

Ketenagakerjaan

Bahwa Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi Banten,

Alhamidi11 cukup puas dan senang dengan putusan Pengadilan

Negeri Serang dengan Perkara Nomor

4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg. yang menyatakan Ary Reynold

selaku Industrial Relation Specialis PT. Siemens Indonesia

telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana ringan karena

melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang

Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan

Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 Dari Republik Indonesia

Untuk Seluruh Indonesia (Undang-Undang Pengawasan

Perburuhan), Menurut Alhamidi, pelaporan terhadap

Manajemen PT. Siemens Indonesia tersebut untuk

memberikan pemahaman kepada perusahaan dan pengusaha

atas peran dan fungsi pegawai pengawas ketenagakerjaaan,

karena di lapangan pegawai Pengawas Ketenagakerjaan selalu

mengalami kesulitan pada saat menjalankan tugas untuk minta

data kepada perusahaan akan jumlah pegawai, termasuk

tenaga kerja asing., padahal tugas kita ini dilindungi oleh UU

nomor 3 tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan. Lanjut

11 Alhamidi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Banten,

wawancara: 2 Juli 2018.

Page 35: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 95

Alhamdi, pelaporan dan proses persidangan dengan tindak

pidana ringan atau tipiring, agar ada efek jera dan tidak ada

lagi kesewenang-wenangan perusahaan terhadap Pengawas

Ketenagakerjaan terhadap peran dan fungsi pengawasan.

Akan tetapi menurut Penulis penjatuhan pidana seperti

kasus tersebut belum dirasakan memberikan efek jera bagi

Terdakwa termasuk juga bagi perusahaan yang telah

melakukan tindak pidana di bidang Ketenagakerjaan, apalagi

hukuman tersebut hanya berupa hukuman percobaan, yang

notabene tidak perlu dijalankan. Tugas Pegawas

Ketenagakerjaan dalam menjalankan kewenangannya tidak

mudah, karena yang diawasi adalah pengusaha yang memiliki

kekayaan (uang). Sehingga dengan kekayaan yang dimiliki

pengusaha dapat mempengaruhi berbagai pihak demi

kepentingannya. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa selama

ini pengusaha mengeluarkan biaya siluman demi kelancaran

usahanya baik secara terpaksa maupun dengan sukarela.12Hal

ini tentunya dikhawatirkan para pengusaha akan menganggap

remeh dan tidak menghargai hukum ketenagakerjaan

Indonesia serta tidak menutup kemungkinan akan ada kasus-

kasus ini terulang di tempat-tempat perusahaan lain.

12 Penegakan Tindak Pidana Ketenagakerjaan Tindak Pidana Ketenagakerjaan Harus Dimaksimalkan Melalui PPK dan PPNS, http://buruh-online.com/2015/11/penegakan-tindak-pidana-ketenagakerjaan-harus-dimak simalkan-melalui-ppk-dan-ppns.html, diakses tanggal 9 Mei 2016.

Page 36: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 96

Penjatuhan tindak pidana ringan oleh Pengadilan Negeri

Serang dan Pengadilan Negeri Ambon tersebut di atas adalah

sama yaitu melanggar ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan karena

menghalang-halangi pegawai pengawas ketenagakerjaan untuk

meminta keterangan dari pengusaha.

Karakteristik sanksi pidana dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan ini

membedakan perbuatan pidana di bidang ketenagakerjaan ke

dalam bentuk kejahatan dan pelanggaran, subjek yang di

ancam pidana terdiri atas pegawai (Pengawas

Ketenagakerjaan) dan koporasi (pengusaha). Bentuk sanksi

yang diatur dalam undang–undang ini dibedakan ke dalam

sanksi kejahatan bagi pegawai berupa pidana penjara atau

pidana denda atau administrasi, dan pelanggaran bagi

pengusaha berupa pidana penjara (kurungan) atau denda

dengan penjatuhan secara alternatif. Kategori bentuk sanksi

pidana ini sangat tergantung pada jenis perbuatan pidana yang

dilakukan oleh pengusaha maupun pegawai. Penerapan

sanksinya dilakukan secara alternatif, dalam pengertian bahwa

terhadap pelaku tindak pidana dapat diterapkan salah satu

sanksi, misalnya pidana penjara saja, atau denda saja. Hal ini

tidak dimungkinkan sanksi tersebut dijatuhkan saksi yang

Page 37: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 97

bersifat komulatif dengan redaksi “pidana penjara dan / atau

denda ”, tetapi bersifat alternatif dengan redaksi “pidana

penjara atau denda“.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 juga tidak

menganut sanksi minimal dan sanksi maksimal khusus.

Perlunya adanya penetapan sanksi minimal khusus yang

demikian ini digunakan untuk jenis–jenis kejahatan di bidang

ketenagakerjaan yang memiliki dampak yang merugikan

terhadap masyarakat secara masiv. Oleh karenya diperlukan

adanya sanksi khusus, dengan harapan perbuatan itu tidak

akan pernah dilakukan. Di samping itu, sanksi pidananya

mempunyai karakteristik yang sangat luwes, di mana

perbuatan tindak pidananya ringan sanki pidananya juga

ringan, perbuatan pelanggaran pidananya berat sanksi pidanya

juga ringan.

Konsep sanksi pidana dalam di bidang Pengawasan

Ketenagakerjaan tidak dikenakan kepada perusahaan

(korporasi), melainkan kepada orang perorangan sebagai

subyek hukum pidana, ini disebabkan karena ada beberapa

delik yang menurut sifatnya tidak dapat dilakukan oleh

korporasi. Sistem penjatuhan/pengenaan sanksi pidana dalam

ketenagakerjaan kurang memenuhi rasa keadilan yang

bermartabat, karena memakai sistem alternatif (atau), yaitu

Page 38: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 98

sanksi pidana ringan atau denda yang notabene sudah tidak

relevan lagi dan tidak sebanding di masa sekarang. Sehingga

sanksi pidana ketenagakerjaan akan lebih bisa mewujudkan

keadilan yang bermartabat apabila memakai sistem pidana

komulatif artinya sanksi pidana penjara dan denda, karena

menurut sifat sanksi pidana yang dikenakan sebagai obat

terakhir (ultimum premedium) mengarah ke premedium atau

utama artinya hukum pidana labih diutamakan dari yang lain

juga adanya nilai denda yang harus diberikan.

Nominal denda yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)

Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 hanya sebesar Rp. 500,-

(lima ratus rupiah) perlu disesuaikan lagi, seperti halnya nilai

denda dengan nominal “dua ratus lima puluh rupiah” dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibaca atau

disesuaikan menjadi Rp. 2.500.000,00,- (dua juta lima ratus

ribu rupiah) berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung

(PERMA) Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Bahkan

ketentuan pidana denda dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan nilai nominal terendah

sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sampai yang

tertinggi sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Page 39: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 99

perbedaan Undang-Undang no. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dengan UU No. 3 Tahun 1951 tentang

Pengawasan Perburuhan, yaitu di mana Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah menggunakan

sanksi yang bersifat alternatif komulatif dengan redaksi

“pidana penjara dan/atau denda”, dan menggunakan sanksi

minimal khusus dan maksimal khusus baik itu pidana penjara

maupun dendanya. Sedangkan mengenai besaran jumlah

denda pun sudah dirasakan memenuhi nominal dalam keadaan

sekarang. Sanksi pidana tersebut tidak atau belum digunakan

untuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang

Pengawasan Perburuhan.

Dengan demikian, demi tercapainya kesejahteraan

masyarakat, khususnya dalam hal ini adalah kaum

pekerja/buruh, dan untuk mencegah terjadinya tindak pidana

terhadap pekerja/buruh, bahkan terhadap Pengawas

Ketenagakerjaan maka perlu adanya kebijakan untuk

menggunakan sarana “penal” (hukum pidana) yang maksimal

yaitu dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan

yang sesuai dengan masa sekarang mengenai ketenagakerjaan

yang sifatnya mengatur dan melindungi hak dan kewajiban

pekerja/buruh serta Pengawas Ketenagakerjaan dengan

menyertakan ketentuan-ketentuan pidana yang maksimal juga

Page 40: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 100

ke dalamnya, baik yang berupa pidana administrasi, pidana

denda, pidana kurungan, maupun pidana penjara secara

maksimal dengan sistem kumulatif di bidang hukum

ketenagakerjaan, sehingga diharapkan hal tersebut dapat

menimbulkan efek jera dan pengusaha akan taat dan takut

serta mematuhi peraturan perundang–undangan

ketenagakerjaan.

Kebijakan dasar dalam hukum ketenagakerjaan adalah

melindungi pihak yang lemah, dalam hal ini pekerja/buruh,

dari kesewenang-wenangan majikan/pengusaha yang dapat

timbul dalam hubungan kerja dengan tujuan memberikan

perlindungan hukum dan mewujudkan keadilan sosial.

Timbulnya hukum ketenagakerjaan dikarenakan adanya

ketidaksetaraan posisi tawar yang terdapat dalam hubungan

ketenagakerjaan (antara pekerja/buruh dengan

pengusaha/majikan), dengan alasan itu pula dapat dilihat

tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah agar dapat

meniadakan ketimpangan hubungan di antara keduanya.

Untuk mencapai tujuan hukum pada umumnya, yaitu keadilan,

kemanfaatan, dan kepastian hukum, maka diperlukan proses

pembentukan dan pelaksanaan hukum agar sesuai dengan

tujuan tersebut.

Page 41: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 101

Dalam teori tujuan hukum yang dikemukakan oleh

Mochtar Kusumaatmadja tujuan pokok daripada hukum

apabila hendak direduksi pada satu hal saja, adalah ketertiban

(order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama daripada

segala hukum. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan

syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat

manusia yang teratur. Terlepas dari segala kerinduan akan hal-

hal lain yang juga menjadi tujuan daripada hukum., ketertiban

sebagai tujuan utama hukum merupakan suatu fakta objekrif

yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala

bentuknya.13

Tujuan hukum yang diajukan oleh Mochtar

Kusumaatmadja itu berkaitan erat dengan definisi atau

pengertian hukum yang diajukan beliau jika diartikan dalam

artinya yang luas, maka hukum itu tidak saja merupakan

keseluruhan asas-asas (principle) dan kaidah-kaidah (norms)

yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,

melainkan meliputi juga lembaga-lembaga (institutions) dan

proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya

kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. Dengan perkataan lain,

suatu pendekatan yang normatif semata-mata tentang hukum

13 Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit.

Page 42: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 102

tidak cukup apabila kita hendak melakukan pembinaan hukum

secara menyeluruh.

Oleh karena itu guna mencapai ketertiban

ketenagakerjaan sebagaimana salah satu tujuan hukum di

bidang pengawasan ketenagakerjaan, Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) bersama dengan pemerintah seharusnya

menyiapkan undang–undang yang komprehensif yang mampu

memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dan

bagi pengawas ketenagakerjaan, agar para pengusaha bisa

mematuhi dan mentaati hukum ketenagakerjaan. Karena

Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Nomor 3 Tahun

1951 sudah tidak relevan lagi untuk digunakan di masa

sekarang ini.

Disamping itu pemerintah dengan seluruh jajarannya

dari pusat sampai daerah melaksanakan undang–undang

tersebut secara konsisten dan konsekuen, termasuk semua

pemangku kepentingan harus bekerja sama dan saling

mendukung agar tidak muncul perselisihan antara tenaga kerja

dengan pengusaha, serta masing–masing memenuhi hak dan

kewajibannya.

Dan tidak menutup kemungkinan bahwa terhadap

pelaku usaha yang melanggar norma–norma hukum

ketenagakerjaan ditambahkan sanksi kerja sosial, sehingga

Page 43: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 103

dapat menimbulkan efek jera bagi perusahaan yang melanggar

peraturan perundang-undangan.

Ataupun juga bisa menggunakan sistem restorative

justice, karena keadilan restoratif tidak berfokus pada

hukuman penjara, melainkan pada bagaimana perbaikan atau

pemulihan keadaan pasca terjadinya suatu tindak

pidana.Dalam hal ini, pelaku tindak pidana dapat diwajibkan

untuk membayar ganti rugi, melakukan kerja sosial, atau

tindakan wajar lainnya yang diperintahkan oleh penegak

hukum atau pengadilan.

Diterapkannya keadilan restoratif ini karena jika

pengusaha dihukum dengan penjara pidana, maka dapat

mengakibatkan pekerja/buruh pun tidak dapat bekerja dan

mendapatkan upah, karena pengusaha tersebut tidak bisa

menjalankan perusahaannya sampai hukuman pidananya

selesai. Oleh karenannya dengan sistem restoratif justice ini

diharapkan pengusaha yang melakukan tindak pidana

khususnya tindak pidana ringan tidak diwaajibkan dipidana,

akan tetapi cukup dengan didenda dengan nominal yang sesuai

saat ini (minimal Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta) sampai

dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Page 44: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 104

F. Penutup

Peran Pengawas Ketenagakerjaan adalah untuk

mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang masalah ketenagakerjaan, yaitu Transparasi

Pengusaha dan Pekerja dan memangku kepentingan lainnya

diinformasikan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik

penguasaha maupun pekerja, serta apa yang mereka harapkan

menurut Undang-undang. Yaitu bahwa peran dari pada

pengawasan ketenagakerjaan adalah untuk melindungi

buruh/tenaga kerja atas kesejahteraan, keselamatan kerja,

kesehatan kerja, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja dan

perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia. Pengawasan

ketenagakerjaan adalah pegawai negeri sipil yang dijamin

hubungan kerja dan kemandirian dari pengaruh eksternal yang

tidak pantas, baik secara politis maupun finansial. Pengawas

ketenagakerjaan harus memiliki akuntabilitas atas tindakan

dan kinerja mereka. Efisiensi dan efektifitas, prioritas

ditetapkan atas dasar kriteria yang tepat untuk

memaksimalkan dampak. Serta aspirasi layanan pengawasan

ketenagakerjaan adalah untuk mencapai lingkup yang

universal, memperluas peranan dan aktivitasnya untuk

melindungi sebesar mungkin pekerja diseluruh sektor

Page 45: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 105

ekonomi bahkan pekerja yang di luar hubungan kerja

tradisional;

Karakteristik sanksi pidana dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan

membedakan perbuatan pidana di bidang ketenagakerjaan ke

dalam bentuk kejahatan dan pelanggaran, subjek yang di

ancam pidana terdiri atas pegawai (Pengawas

Ketenagakerjaan) dan koporasi (pengusaha). Penerapan

sanksinya dilakukan secara alternatif, yaitu pelaku tindak

pidana dapat diterapkan salah satu sanksi, misalnya pidana

penjara saja, atau denda saja. Hal ini tidak dimungkinkan

sanksi tersebut dijatuhkan saksi yang bersifat komulatif

dengan redaksi “pidana penjara dan / atau denda ”, tetapi

bersifat alternatif dengan redaksi “pidana penjara atau denda“.

juga tidak menganut sanksi minimal dan sanksi maksimal

khusus. Nominal denda yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)

hanya sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah) yang tidak relevan

untuk digunakan pada masa sekarang.

Putusan tindak pidana ringan terhadap perusahaan

dikhawatirkan tidak membuat efek jera bagi perusahaan,

karena sistem pengenaan sanksi pidana kurang memenuhi

rasa keadilan yang bermartabat, karena memakai sistem

alternatif (atau), yaitu sanksi pidana ringan atau denda yang

Page 46: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 106

nominalnya sudah tidak relevan lagi untuk masa sekarang.

Sehingga sanksi pidana ketenagakerjaan akan lebih bisa

mewujudkan keadilan yang bermartabat apabila memakai

sistem pidana tunggal, atau tidak alternatif artinya sanksi

pidana penjara dan nominal denda seperti nominal denda

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Page 47: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 107

DAFTAR PUSTAKA

A. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU No.

13 Tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN No.

4279.

____________. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU

Nomor 23 Tahun 2014, LN. No. 224 Tahun 2014.

TLN. No. 5587.

____________. Undang-Undang Peradilan Umum. Undang-Undang

No. 49 LN. No. 158 Tahun 2009. TLN No. 5077.

Juncto Undang-Undang No. 8 LN No. 34 Tahun 2004.

TLN. No. 4379. Juncto Undang-Undang No. 2 LN. 20

Tahun 1986. TLN. No. 3327

____________. Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 LN.

No. 76 Tahun 1981, TLN. No. 3209.

____________. Undang-Undang tentang Pernyataan Berlakunya

Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun

1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk

Page 48: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 108

Seluruh Indonesia (Pengawasan Perburuhan) UU No.

3 Tahun 1951. LN. No. 4 Tahun 1951.

____________. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van

Strafrecht voor Nederlandsh-Indie) Stbl. 732 Tahun

1915.

Peraturan Presiden tentang Pengawasan Ketenagakerjaan.

Perpres No. 21 Tahun 2010

Peraturan Mahkamah Agung tentang Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam

KUHP. Perma No. 02 Tahun 2012

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara

Pengawasan Ketenagakerjaan. Permenaker No. 33

Tahun 2016.

B. Buku

Abdussalam, HR. Dan Adri Desasfuryanto. Hukum

Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan). Cetakan Ke-

5. Jakarta: PTIK. 2016.

_____________. Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Restu Agung,

2008.

Agusmidah. Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan

Politik Hukum. Jakarta: Sofmedia. 2011.

Page 49: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 109

Anwar, Yesmil.. 2009. System Peradilan Pidana (Konsep,

Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan

Hukum Di Indonesia), Bandung: Widya Padjadjaran.

Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum, Cet. Ke-2. Jakarta:

Rineka Cipta. 1992.

Bambang, R. Joni. Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Pustaka

Setia. 2013.

Budiono, Abdul Rachmat, Hukum Perburuhan Di Indonesia,

(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1995.

Darmadiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum

(apa dan bagaimana filsafat hukum Indonesia).

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008

Fanani, Ahmad Zaenal.makalah dengan judul Teori Keadilan

dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam. Diakses

di www.badilag.net tanggal 24 Mei 2014.

Farid, Zainal Abidin. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika.

2010.

Gautama, Sudargo. Pengantar Hukum Perdata Internasional

Indonesia, Cet. 5. Bandung: Binacipta, 1987.

Hamzah, Andi. 2010. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi

Revisi. Cetakan Ketiga. Jakarta: Sinar Grafika.

Kartasapoetra, G, dkk. Hukum Perburuhan di Indonesia

Berlandaskan Pancasila, Jakarta: Bina Aksara. 1986.

Page 50: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 110

Khakim, Abdul. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan

Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009.

Kusumaatmadja, Mochtar. Fungsi dan Perkembangan Hukum

Dalam Pembangunan Nasional. Bandung : Binacipta.

1970.

Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril. 2004. Hukum Acara

Pidana Dalam Teori Dan Praktek. Cetakan Pertama.

Jakarta : Ghalia Indonesia.

Manan, Abdul. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi,

Cetakan kesatu, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2014.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. Ke-

1. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2004.

Patrik, Purwahid. Asas Itikad Baik dan Kepatutan dalam

Perjanjian. Semarang: Badan penerbit UNDIP. 1986.

Prints, Darwan. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung:

Citra Aditya Bakti. 2000.

Riyanto, Astim. Teori Konstitusi. Bandung : Yapemdo, 2009.

Salam, Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori &

Praktek, Bandung: Mandar Maju.

Sastrohadiwiryo, Siswanto. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia

Pendekatan Administratif dan Operasional. Cetakan

Ketiga. Jakarta: Bumi Aksara. 2005.

Page 51: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 111

Soedjono, Wiwoho. Hukum Perjanjian Kerja. Jakarta :Bina

Aksara, 2003.

Soedarjadi. Hak dan Kewajiban Pekerja-Pengusaha. Yogyakarta:

Pustaka Yustisia. 2009.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3, Jakarta:

UI Press. 2008.

Soesilo, R. 1973. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian

Perkara Pidana Bagi Penegak Hukum). Bogor :

Politeia.

Sova, Sakhiyatu. Tiga Nilai Dasar Hukum menurut Gustav

Radbruch. Semarang: Fakultas Hukum Diponegoro,

2013.

Tanya, Bernard L. dan Yoan. Simanjuntak, Markus Y. Hage.

Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang

dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publishing. 2010.

Trijono, Rachmat. Pegantar Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta:

Sinar Sinanti, 2014.

Widodo, Hartono. dan Judiantoro. Hukum Ketenagakerjaan

Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Raja Grafindo

Persada. 2013.

Wijayanti, Asri. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi.

Jakarta: Sinar Grafika. 2009.

Page 52: PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN …

Pakuan Law Review Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2015

e-ISSN

Halaman 112

C. Lain-lain

Ahamidi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi

Banten. Wawancara: tanggal 10 Juli 2016.

Casale, Giuseppe. Pengawasan Ketenagakerjaan Apa dan

Bagaimana: Panduan Untuk Pekerja, (Organisasi

Perburuhan Internasionl). Direktur Program

Admiistrasi dan Pengawasan Ketenagakerjaan).

Lembar Fakta: Pengawasan Ketenagakerjaan di Indonesia.

http://www.ilo.org

/wcmsp5/groups/public/asiaro-bangkok/ilo,

diakses tanggal 20 Juni 2016.

Noname. Undang-Undang Ketenagakerjaan Terbaru UU No 13

Tahun 2003 dan Klasifikasi Tenagakerja. dalam

http://www.gurupendidikan.net., Diakses 26 April

2016.

Noname. “Pengertian Hubungan Kerja”. Dalam

http://www.sarjanaku.com. Diakses 26 April 2016.

Penegakan-tindak-pidana-ketenagakerjaan-harus-

dimaksimalkan-melalui-ppk-dan-ppns.http://buruh-

online.com/2015/11/diakses tanggal 9 Mei 2018.

Putusan Pengadilan Negeri Serang Nomor

4/Pid.Tipiring/2016/PN.Srg.