5
19 << 28 | 2 | Juni 2016 PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA Warta T Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Dwi Suci Rahayu 1) dan Adi Prawoto 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk salah satu dari 10 produsen kakao terbesar di Indonesia dengan areal sekitar 48.448 ha dengan produksi sekitar 12.449 ton. Areal kakao di NTT tersebar di delapan kabupaten, dengan areal terluas berada di Kabupaten Sikka seluas 21.631 ha disusul Kabupaten Ende, Kabupaten Flores Timur dan yang paling sempit berada di Kabupaten Manggarai dengan luas 1.418 ha. Di Kabupaten Sikka, kakao tersebar di 10 kecamatan dan menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sikka, total areal tercatat 31.642 ha termasuk tanaman muda, tanaman menghasilkan dan tanaman rusak. Areal paling luas berada di Kecamatan Kangae disusul Mego, Nita, Bola, Paga, Hewokloang, Doreng, Waigete, Lela, dan Koting. Secara geografis, kakao di Sikka dibagi dua wilayah yaitu Sikka timur dengan kekhasan topografi rerata berbukit-bergunung, kelerengan terjal yaitu di Kecamatan Hewokloang, Kangae, Waigete, Bola dan Doreng, sedangkan Sikka barat dengan topografi cenderung datar yaitu di Kecamatan Nita, Mego, Paga, Koting, dan Lela. Jumlah petani kakao di Kabupaten Sikka tercatat 33.278 KK dengan rerata kepemilikan kebun kakao 0,65 ha. opografi Sikka bagian timur berciri khas berbukit sehingga sekitar 77% areal kakao diusahakan di kelerengan dengan tingkat sedang sampai curam. Kondisi demikian perlu penanganan khusus terutama aspek konservasi lahan. Salah satu kearifan petani di Sikka adalah kesadaran untuk membuat teras-teras pada lahan yang kemiringannya curam. Bangunan teras khusus yang memang cukup murah dan mudah dibuat dan sesuai untuk tanah bertekstur pasiran dan curah hujan tidak terlalu tinggi, diberi nama "blepeng". Bangunan "blepeng" tersebut sesungguh- nya adalah teras bangku. Di samping itu sekitar 9% petani membuat teras-teras individu dan sekitar 32% tidak membuat teras karena lahan yang relatif landai. Jika dibandingkan dengan topografi di Sikka bagian timur, kondisi topografi di Sikka bagian barat relatif lebih datar. Dari hasil pengamatan di lapangan 60,71% kebun kakao termasuk landai; 21,43% kebun mempunyai tingkat kelerengan antara 20–30 O ; dan 17,86% tingkat kelerengan >30 O . Pada kebun-kebun yang agak curam, petani membuat teras untuk menahan erosi dan mempermudah perawatan tanaman. Sebagian besar areal penanaman kakao di Sikka bagian timur maupun barat berada di pekarangan di sekitar rumah dengan luas

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timuriccri.net/download/warta_puslit_koka/vol._28_no._2_juni_2016/4... · kemiri. Pola tanam tumpangsari bertujuan untuk meminimumkan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timuriccri.net/download/warta_puslit_koka/vol._28_no._2_juni_2016/4... · kemiri. Pola tanam tumpangsari bertujuan untuk meminimumkan

19 <<28 | 2 | Juni 2016

PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIAWarta

T

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka,Nusa Tenggara Timur

Dwi Suci Rahayu1) dan Adi Prawoto1)

1)Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk salah satu dari 10 produsen kakaoterbesar di Indonesia dengan areal sekitar 48.448 ha dengan produksi sekitar12.449 ton. Areal kakao di NTT tersebar di delapan kabupaten, denganareal terluas berada di Kabupaten Sikka seluas 21.631 ha disusul KabupatenEnde, Kabupaten Flores Timur dan yang paling sempit berada di KabupatenManggarai dengan luas 1.418 ha. Di Kabupaten Sikka, kakao tersebar di 10kecamatan dan menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sikka,total areal tercatat 31.642 ha termasuk tanaman muda, tanaman menghasilkandan tanaman rusak. Areal paling luas berada di Kecamatan Kangae disusulMego, Nita, Bola, Paga, Hewokloang, Doreng, Waigete, Lela, dan Koting.Secara geografis, kakao di Sikka dibagi dua wilayah yaitu Sikka timur dengankekhasan topografi rerata berbukit-bergunung, kelerengan terjal yaitu diKecamatan Hewokloang, Kangae, Waigete, Bola dan Doreng, sedangkanSikka barat dengan topografi cenderung datar yaitu di Kecamatan Nita, Mego,Paga, Koting, dan Lela. Jumlah petani kakao di Kabupaten Sikka tercatat33.278 KK dengan rerata kepemilikan kebun kakao 0,65 ha.

opografi Sikka bagian timur bercirikhas berbukit sehingga sekitar 77%areal kakao diusahakan di kelerengandengan tingkat sedang sampai

curam. Kondisi demikian perlu penanganankhusus terutama aspek konservasi lahan. Salahsatu kearifan petani di Sikka adalah kesadaranuntuk membuat teras-teras pada lahan yangkemiringannya curam. Bangunan teras khususyang memang cukup murah dan mudah dibuatdan sesuai untuk tanah bertekstur pasiran dancurah hujan tidak terlalu tinggi, diberi nama"blepeng". Bangunan "blepeng" tersebut sesungguh-nya adalah teras bangku. Di samping itu sekitar

9% petani membuat teras-teras individu dansekitar 32% tidak membuat teras karena lahanyang relatif landai. Jika dibandingkan dengantopografi di Sikka bagian timur, kondisi topografidi Sikka bagian barat relatif lebih datar. Dari hasilpengamatan di lapangan 60,71% kebun kakaotermasuk landai; 21,43% kebun mempunyai tingkatkelerengan antara 20–30O; dan 17,86% tingkatkelerengan >30O. Pada kebun-kebun yang agakcuram, petani membuat teras untuk menahanerosi dan mempermudah perawatan tanaman.

Sebagian besar areal penanaman kakao diSikka bagian timur maupun barat berada dipekarangan di sekitar rumah dengan luas

Page 2: Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timuriccri.net/download/warta_puslit_koka/vol._28_no._2_juni_2016/4... · kemiri. Pola tanam tumpangsari bertujuan untuk meminimumkan

28 | 2 | Juni 2016

>> 20PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIAWarta

kepemilikan kebun kakao sekitar 0,25–1,50 ha.Rata-rata usia tanaman kakao lebih dari 20 tahundan pada saat itu belum mengenal bahan tanamklonal, maka lebih dari 50% pekebun mengguna-kan bahan tanam asal biji. Jarak tanam kakaoyang digunakan sangat bervariasi mengikuti gariskontur dan menyesuaikan jarak tanaman lain yangada di kebun. Namun, pekebun yang sudah ber-pengalaman menggunakan jarak tanam 3 m x 3 matau 4 m x 3 m.

Polatanam yang digunakan pekebun sudahtepat, hampir semua pekebun melakukan inter-cropping (tumpangsari) dan paling banyakmenggunakan tanaman kelapa, cengkeh, dankemiri. Pola tanam tumpangsari bertujuan untukmeminimumkan risiko dan memaksimumkanproduktivitas lahan. Di kawasan bertipe iklimkering seperti di Kabupaten Sikka, pola tanamtumpangsari adalah yang paling tepat. Tanamanintercrop yang digunakan berfungsi sebagaitanaman penaung dan cukup produktif.

Pola tanam tumpangsari pada kakaodimungkinkan, asalkan tata tanam dilakukandengan benar. Tata tanam tanaman intercropyang terlalu rapat menyebabkan tingkat penaunganterlalu berat, sebaliknya bilamana tata tanamterlalu jarang menyebabkan tingkat penaungankurang. Tanaman kakao menghendaki tingkatpenyinaran matahari sekitar 80% terhadappenyinaran langsung. Tingkat penaungan yangterlalu berat artinya penyinaran matahari yangsampai ke kanopi kakao kurang dari 50%menyebabkan pembungaan dan pembuahankakao rendah karena bantalan bunga kakao akanaktif jikalau mendapat suhu udara yang hangat(>29OC). Kondisi yang cenderung “gelap” tersebutjuga memacu perkembangan penyakit karenajamur, misalnya penyakit busuk buah. Sebaliknya,tingkat penaungan yang kurang menyebabkanper-tumbuhan kakao terhambat terlebih jikatingkat kesuburan tanah rendah dan ketersediaanlengas tanah terbatas. Kondisi lingkungan sepertitersebut yang paling lazim terjadi di KabupatenSikka. Tingkat penaungan yang rendah hanyadisarankan manakala kondisi lahan subur dantidak bermasalah dengan ketersediaan lengas.Akan tetapi untuk kondisi lingkungan di Sikka,keberadaan tanaman penaung adalah mutlakdiperlukan. Tanaman penaung berfungsi sebagaipenyangga (buffer) terhadap faktor lingkungan

yang tidak kondusif, seperti sering berlangsungkemarau panjang, kesuburan tanah rendah, dansering bertiup angin kencang.

Praktek pemangkasan kakao dalam artimembatasi tinggi kanopi, memotong ranting sakitdan tidak produktif, menurunkan buah busuk danmengurangi cabang yang saling tumpang-tindih(over-lapping) jarang dilakukan. Berdasarkan hasilwawancara, sekitar 60% responden di KabupatenSikka melakukan pemangkasan hanya 1–2 kaliper tahun. Terkait dengan praktek pemangkasankakao ini, sesungguhnya lebih dari 55% respondenpernah mengikuti pelatihan pemangkasan danmemiliki peralatan pangkas. Namun demikian,pengetahuan tentang pemangkasan kakao belumsepenuhnya dipraktekkan di kebun, hal ini terlihatdari tingginya kanopi kakao, kanopi cenderungrimbun, dan masih banyak sisa buah busuktertinggal di pohon yang akan menjadi sumberpenyakit busuk buah ketika musim hujan tiba.

Perawatan tanaman berupa pemupukanjarang sekali dilakukan oleh pekebun, adapunpetani yang melakukan pemupukan umumnyamenggunakan pupuk bantuan pemerintah melaluiprogram GERNAS kakao. Sebagian pekebunsebenarnya menyadari bahwa pemupukan dapatmeningkatkan produksi, tetapi mereka tidakmelakukannya karena sumber dana yang terbatasdan harga pupuk dirasakan cukup mahal.Disadari bahwa alasan pekebun tersebut memangbenar mengingat kondisi lahan yang kurangsubur, kepemilikan lahan terbatas, umur kakaoyang tua, bahan tanam benih asalan, dan tingkatpenaungan yang berlebih menjadikan tanamantidak responsif terhadap pemupukan.

Pengendalian Hama danPenyakit Kakao

Hampir seluruh petani berhadapan denganmasalah hama dan penyakit kakao, di antaranyapenggerek buah kakao (PBK, Conopomorphacramerella) dan penyakit busuk buah. Buah kakaoyang terserang PBK bergejala masak awal, yaitubelang kuning hijau dan jika buah digoyang tidakberbunyi seperti halnya buah masak normal2).Sedangkan untuk buah kakao yang terserangpenyakit busuk buah ditandai dengan adanyabercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari

Page 3: Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timuriccri.net/download/warta_puslit_koka/vol._28_no._2_juni_2016/4... · kemiri. Pola tanam tumpangsari bertujuan untuk meminimumkan

21 <<28 | 2 | Juni 2016

PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIAWarta

pangkal, tengah atau ujung buah. Semua ukuranbuah dapat terserang, dari buah muda/pentilsampai tua3). Serangan hama Helopeltis spp.,penyakit VSD, kanker batang dan jamur akarbelum dijumpai. Gejala penyakit VSD lazimnyatampak jelas di musim kemarau ketika tanamanmengalami cekaman lengas dan kondisikesehatannya lemah. Hama PBK dihadapi olehhampir seluruh petani kakao dengan tingkatserangan beragam. Dari buah yang dipanen reratamenunjukkan serangan PBK berat sekitar 12–39%,sedang 3,57–8% dan ringan 14–18,21%; sedangkansebanyak 22,5–40% tidak terserang PBK (sehat).Teknik pengendalian hama PBK yang sudahditerapkan yaitu penyarungan buah kakao,pemanfaatan musuh alami berupa semut hitamdan aplikasi insektisida kimia. Menurut hasilpengamatan, persentase serangan dan menunjuk-kan tingkat serangan PBK 0%, artinya semua buahdipanen bebas dari serangan hama PBK.Penyarungan buah merupakan metode pengendalianPBK yang paling efektif dan dapat dilakukan petani.

Teknik pengendalian PBK dengan konsep PPPS(pemangkasan, pemupukan, panen sering,sanitasi) harus dikerjakan bersama-sama dalamsatu hamparan kebun. Pemanfaatan musuh alamisemut hitam dilakukan dengan menyediakansarang semut yang terbuat dari daun kakao dandibungkus kantong plastik hitam. Setiap pohondipasang 1–2 sarang semut.

Produktivitas kakao di Kabupaten Sikka bagianbarat maupun timur rata-rata masih rendah dengansebaran tingkat produktivitas kakao mulai dari<100 kg/ha per tahun hingga >1.200 kg/ha per tahun,akan tetapi percontohan kebun kakao yang menunjuk-kan produktivitas tinggi (sekitar 950 kg/ha) sudahada, di mana pemeliharaan tanaman pada kebunkakao tersebut sudah sesuai standar GAP (standarbudidaya tanaman yang baik). Demoplot seperti iniperlu diperbanyak dan digunakan untuk sekolahlapang petani. Petani yang bersedia untuk mencontohteknologi yang diterapkan di petak percontohan,difasilitasi oleh pemerintah dan pelaksanaannyadidampingi intensif oleh petugas terkait.

Kondisi pertanaman kakao dan pengendalian hama PBK di Sikka

Page 4: Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timuriccri.net/download/warta_puslit_koka/vol._28_no._2_juni_2016/4... · kemiri. Pola tanam tumpangsari bertujuan untuk meminimumkan

28 | 2 | Juni 2016

>> 22PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIAWarta

Panen dan Pemasaran Biji Kakao

Frekuensi panen buah kakao sebagian besardilakukan dua minggu sekali (interval 14 hari),dan sebagian lagi ada yang setiap tiga minggusekali (interval 21 hari) dan 30 hari sekali (intervalsatu bulan). Sebanyak 9% responden meng-gunakan frekuensi selama 2–3 hari. Frekuensipanen memang tergantung tingkat pembuahan,dalam kondisi yang normal frekuensi panen kakaosetiap tujuh hari saat puncak panen dan 14 harisaat pembuahan kecil.

Produktivitas kakao di Kabupaten Sikka Baratmaupun Timur rata-rata masih rendah dengantingkat produktivitas berkisar mulai dari <100 kg/ha per tahun hingga >1.200 kg/ha per tahun, akantetapi pada kebun contoh menunjukkan produktivitashasil yang tinggi (sekitar 950 kg/ha) sebab sudahmenerapkan standar GAP (standar budidayayang baik). Demoplot seperti ini perlu diperbanyak

dan digunakan untuk sekolah lapang petani.Petani yang bersedia untuk mencontoh teknologiyang diterapkan di petak percontohan, difasilitasioleh pemerintah dan pelaksanaannya didampingisecara intensif oleh petugas terkait.

Pemasaran hasil biji kakao di Sikka sangatmudah, bahkan setiap hari banyak pedagangpengumpul keliling desa guna mencari biji yangsedang dijemur. Di Sikka terdapat satu pedagangbesar yaitu UD. Fajar yang terdapat di GelitingMaumere serta perusahaan besar PT. MayoraComextra. Kondisi ini sangat menguntungkan bagipekebun karena rantai pasar menjadi sangatpendek. Ada tiga model pemasaran hasil, yaitumelalui pedagang pengumpul, melalui unitpengolahan hasil (UPH) dan langsung kepedagang besar. Sebagian besar pekebunmenempuh jalur pasar pertama, yakni melaluipedagang pengumpul, sementara jalur ketigahanya dilakukan oleh 18% responden yang

Jalur pasar biji kakao di Kabupaten Sikka

UPH UD Fajar - Geliting

UD Fajar - Geliting

Pedagang Pengumpul

PT Mayora Comextra

Pabrikan/Eksportir

Petani Petani Petani

Page 5: Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timuriccri.net/download/warta_puslit_koka/vol._28_no._2_juni_2016/4... · kemiri. Pola tanam tumpangsari bertujuan untuk meminimumkan

23 <<28 | 2 | Juni 2016

PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIAWarta

memiliki produk biji kakao relatif banyak. Pekebunlebih banyak yang menjual biji kakaonya ke UD.Fajar karena semua kualitas biji kakao dibedakandan pembayaran secara tunai. Sementara itujalur pasar kedua jarang dilakukan oleh pekebunkarena kuantum minimum harus sebanyak 30 kgdan biji-biji yang diterima harus memenuhistandar kualitas mutu yang baik.

PenutupPengembangan budidaya kakao di Kabupaten

Sikka masih terganjal adanya beberapa hambatanseperti sistem budidaya yang masih tradisional,iklim kering (musim kemarau yang panjang). Untukmerubah pola budidaya memang tidak mudah,karena harus merubah adat kebiasaan yangmungkin sudah menjadi tradisi turun temurun.Rekomendasi yang disarankan di sektor hulu dankelembagaan hendaknya lebih berfokus padaprogram bottom up yaitu disesuaikan dengankeinginan dan kebutuhan petani. Apabila terdapatprogram top down sebaiknya lebih ditujukan

kepada petani yang mempunyai motivasi danmemiliki kebun yang memenuhi persyaratanteknis. Pihak pemerintah seperti Disbun diharapkanmelakukan koordinasi yang intensif dengan BPTP(Litbang) dan LSM yang ada di Sikka untukmelakukan bimbingan teknis. Diperlukan penguatankelembagaan petani sehingga kegiatan pengolahandan pemasaran biji kakao dapat dilakukan secaraberkelompok melalui UPH.

Sumber Pustaka

1)Dishutbun (2014). Kajian pengelolaan potensi perkebunankomoditas kakao di Kabupaten Sikka . DinasKehutanan dan Perkebunan. Sikka.

2)Sukamto, S. (1999). Pengendalian penyakit busuk buahpada tanaman kakao: Panduan Pelatihan:Pengenalan dan Pengendalian Hama danPenyakit Tanaman Kakao. Pusat penelitian Kopidan Kakao Indonesia, Jember.

3)Sulistyowati, E.; S. Wiryadiputra; F. Yuliasmara & D.S. Rahayu(2012). Pengendalian penggerek buah kakao yangramah lingkungan. Prosiding Simposium Kakao2012, 7–9 Nopember 2012. Padang.

**0**