Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI INDITIK PADA BERBAGAI VARIETAS PADI
DEVELOPMENT
TECHNOLOGY
PENGEMBANGAN FARMING SISTEM DENGAN
TEKNOLOGI INDITIK PADA BERBAGAI VARIETAS PADI
DEVELOPMENT OF FARMING SYSTEM WITH INDITIK
TECHNOLOGY IN VARIOUS VARIETIES OF
ANSAR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
FARMING SISTEM DENGAN
TEKNOLOGI INDITIK PADA BERBAGAI VARIETAS PADI
OF FARMING SYSTEM WITH INDITIK
OF RICE
ii
PENGEMBANGAN FARMING SISTEM DENGAN
TEKNOLOGI INDITIK PADA BERBAGAI VARIETAS PADI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Sistem Sistem Pertanian
Disusun dan diajukan oleh
ANSAR
Kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Ansar
Nomor Mahasiswa : P0100215002
Program Studi : Sistem Sistem Pertanian
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Aapabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Januari 2018
Yang menyatakan
Ansar
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
dengan selesainya tesis ini.
Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil
pengamatan penulis terhadap kehidupan para petani padi yang berkerja
mulai terbit fajar sampai larut senja tanpa henti, dengan penghasilan yang
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum mereka. Penulis
bermaksud menyumbangkan beberapa konsep untuk mengangkat kondisi
kehidupan mereka yang umumnya berada di bawah garis kemiskinan ke
taraf yang lebih tinggi.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka
penyusunan tesis ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka
tesis ini selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan
tulus menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.Muh. Farid BDR, M.P
sebagai ketua komisi penasihat dan Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang,
M.Sc sebagai anggota komisi penasihat atas bantuan dan bimbingan yang
telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap permasalahan
penelitian ini, pelaksanaan penelitiannya sampai dengan penulisan tesis
ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Jasmal A.
Syamsu, M.Si, Prof. Dr. Ir.Yunus Musa, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Sylvia
Syam, MS selaku tim penilai yang telah banyak memberikan koreksi
berupa masukan dan saran yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian
vi
tesis ini. Kepada Ayahanda Dg Baso dan Ibunda Rosmiati serta kakak dan
adikku tersayang terimakasih atas segala doa dan motivasinya, teman
teman kelas program studi sistem sistem pertanian angkatan 2015 yang
banyak memberikan nasihat dan motivasi, serta teman seangkatan
program studi pascasarjana lain yang tidak sempat disebutkan namanya
satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian
tesis ini.
Penulis berharap semoga apa yang terdapat dalam tesis ini dapat
bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Amin
Makassar, Januari 2018
Ansar
vii
ABSTRAK
ANSAR. Pengembangan Farming Sistem dengan Teknologi Inditik padaBerbagai Varietas Padi (dibimbing oleh Muh. Farid BDR dan SyamsuddinGarantjang).
Penelitian ini bertujuan (1) mengkaji produktivitas berbagai varietaspadi dengan sistem monokultur dan produktivitas berbagai varietas padidengan teknologi Inditik, (2) mengkaji jumlah itik yang memberikanpengaruh optimal terhadap pertumbuhan dan produksi padi denganteknologi Inditik, dan (3) menganalisis interaksi antara jumlah itik denganvarietas terhadap pertumbuhan dan produksi padi dengan teknologiInditik.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2017 di DesaKampili Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa Provinsi SulawesiSelatan. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petakterpisah (RPT) dengan dua faktor. Faktor pertama yakni kepadatan itiksebagai petak utama, dan faktor kedua yakni varietas padi sebagai anakpetakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman padi denganteknologi Inditik pada perlakuan I1 memberikan hasil terbaik pada jumlahanakan, jumlah malai, panjang malai, berat bulir, jumlah bulir berisi, berat1000 bulir dan produktivitas tanaman padi, dan pada perlakuan I2memberikan hasil terbaik pada tinggi tanaman saja. Produktivitas berbagaivarietas padi dengan teknologi Inditik pada perlakuan I1 memberikan hasilterbaik (4,20 ton ha-1) dibandingkan dengan perlakuan I2 (3,72 ton ha-1),dan perlakuan I0 (3,38 ton ha-1). Varietas Mekongga memberikanproduktivitas terbaik (4,00 ton ha-1) dibandingkan dengan varietas lainnya.Pada penambahan bobot badan itik, perlakuan I1 memberikan hasil terbaik(2.958 g hari-1) dibanding dengan perlakuan I2 (2,678 g hari-1). Hasilusahatani dengan teknologi Inditik pada berbagai varietas padimenunjukkan bahwa perlakuan I1 memberikan pendapatan nilai R/C danB/C rasio tertinggi yaitu 2,63 dan 1,63 dibandingkan dengan perlakuan I2dan perlakuan I0.
Kata Kunci : Varietas padi, Kepadatan Itik, Teknologi Inditik.
viii
ABSTRACT
ANSAR. Development of Farming System with "lnditik" Technology inVarious Varieties of Rice (supervised by Muh. Farid BDR andSyamsuddin Garantjang)
This study aims to: (1) analyse the productivity of rice varieties withmonoculture system and the productivity of rice varieties with inditik(intensifikasi padi dan itik or rice and duck intensification) technology; (2)analyse the number of ducks that can give an optimum effect on the growthand production of rice with inditik technology; and (3) analyse the interactionbetween the number of ducks and variaties in the growth and production ofrice with inditik technology.
The research was conducted from January to May 2017 at Kampilivillage, Pallangga subdistrict, Gowa regency, South Sulawesi province. Themethod of research was the split-plot design (SPD) with two factors. The firstfactor was duck density as the main plot, and the second factor was rice verietyas the subplot.
The results showed that rice plants treated with inditik technology in the11 treatment gave the best results in the number of tillers, the number of panicle,the length of panicle, the weight of grains, the number of filled grains, theweight of 1000 grains, and the productivity of rice plant. The 12 treatmentgave the best results only in the height of plant. In terms of the productivity ofvarious rice variaties with inditik technology, I, treatment gave the best result(4.20 tons ha-1) compared with the 12 treatment (3.72 tons ha-1) and lo treatment(3.38 tons ha-1). Mekongga variety gave the best productivity (4.00 tons ha-1)compared to the other varieties. In terms of the increase of duck body weight,the 11 treatment gave the best results (2.958 g day-1) compared with the 12
treatment (2.678 g day-1). The results of farming with inditik technology in variousrice varieties revealed that the treatment resulted in income values with thehighest ratio of R/C and B/C (2.63 and 1.63) compared with 12 and 10 treatments.
Keywords: Rice Variety, Duck Density, Inditik Technology
ix
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………... iii
PRAKATA ……………………………………………………………. iv
ABSTRAK ……………………………………………………………. vi
ABSTRACT…………………………………………………………... vii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS………………………………… viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 4
C. Tujuan …………………………………………………………. 4
D. Manfaat ………………………………………………………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Tanaman Padi …………………………………. 6
B. Morfologi Padi …………………………………………………. 7
C. Syarat Tumbuh Tanaman Padi..……………………………... 8
D. Deskripsi Padi …………………………………………………. 9
1. Varietas Way Apo Buru ………………………………….. 10
2. Varietas Ciliwung …………………………………………. 11
3. Varietas Mekongga ……………………………………..… 11
4. Varietas Ciherang…………………………………………. 12
x
E. Sistem Jajar Legowo (2:1) ……………………………………. 13
F. Pupuk Organik …………………………………………………. 15
1. Pupuk Kandang ……..…………………………………….. 16
2. Pupuk Organik Cair ………………………………………... 17
G. Itik ……………………………………………………………….. 18
H. Pakan …………………………………………………………… 20
I. Kebutuhan Gizi Itik …………………………………………..… 22
J. Kebutuhan Air Untuk Itik …………………………………….... 23
K. Teknologi Intensifikasi Padi dengan Itik (Inditik) ………........ 24
L. Kerangka Konseptual ………………………………………….. 26
M. Hipotesis ………………………………………………………… 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………….... 29
B. Alat dan Bahan …………………………………………………. 29
C. Rancangan Penelitian ……………………………………….… 30
D. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………….. 31
1. Persemaian …………………………………………………. 31
2. Persiapan dan Pengolahan Tanah Sawah ……………… 32
3. Penanaman …... ……………………………………………. 33
4. Pemeliharaan dan Pelepasan Itik ………………………… 33
5. Pemeliharaan Tanaman Padi ….…………………………. 35
6. Panen ……………………………………………………….. 37
7. Pengambilan Sampel ……………………………………… 38
E. Variabel Penelitian …………………………………………….. 38
F. Analisis Data ………………………………………………….… 40
G. Analisis Ekonomi ………………………………………………. 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL …………………………………………………………… 43
xi
1. Tinggi Tanaman……………………………………………. 43
2. Jumlah Anakan……………………………………………. 44
3. Jumlah Malai……………………………………………….. 45
4. Panjang Malai……………………………………………… 46
5. Berat Bulir…………………………………………………… 47
6. Jumlah Bulir Berisi…………………………………………. 48
7. Berat 1000 Bulir ……………………………………………. 49
8. Produktivitas Padi ………………………………………….. 50
9. Pertambahan Bobot Itik……………………………………. 51
10. Analisis Ekonomi………………………………………….. 52
B. PEMBAHASAN………………………………………………… 53
1. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi dengan
Teknologi Inditik……………………………………………. 53
2. Kepadatan Itik Terhadap Pertambahan Bobot Badan Itik.. 62
3. Dampak Interaksi Kepadatan Itik dengan Varietas
Tanaman Padi………………………………………………. 63
4. Analisis Usahatani Tanaman Padi dengan
Teknologi Inditik……………………………………………. 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN………………………………………………….. 68
B. SARAN………………………………………………………….. 69
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 70
LAMPIRAN……………………………………………………………… 76
A. Lampiran Tabel…………………………………………………. 77
B. Lampiran Gambar………………………………………………. 92
xii
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
1. Unsur Hara pada Pupuk Kandang Dalam Persen……….. 16
2. Kebutuhan Pakan Itik Sesuai Tahapan Pertumbuhan…… 22
3. Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur…………. 23
4. Komposisi Pakan Penelitian…………………………………. 35
5. Deskripsi Varietas Way Apo Buru……………………………. 77
6. Deskripsi Varietas Ciliwung…………………………………... 78
7. Deskripsi Varietas Mekongga………………………………… 79
8. Deskripsi Verietas Ciherang………………………………….. 80
9. Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Padi………………………. 81
10. Rata-Rata Jumlah Anakan (Tanaman.Rumpun-1) Tanaman.. 82
11. Rata-Rata Jumlah Malai (Malai.Rumpun-1) Tanaman Padi…. 83
12. Rata-Rata Panjang Malai (cm.Malai-1) Tanaman Padi……….. 84
13. Rata-Rata Berat Bulir (g.Malai-1) Tanaman Padi……………… 85
14. Rata-Rata Jumlah Bulir Berisi (Bulir.Malai-1) Tanaman Padi… 86
15. Rata-Rata Berat 1000 Bulir (g) Tanaman Padi………………… 87
16. Rata-Rata Produktivitas Tanaman Padi (ton.ha-1)…………….. 88
17. Rata-Rata Pertambahan Bobot Badan (g) Itik…………………. 89
18. Analisis Usaha Tani Produksi Padi dengan Teknologi Inditik
dan Tanpa Teknologi Inditik……………………………………… 89
19.Analisi Usahatani Ternak Itik (600) Ekor…………………………. 91
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
1. Pola Tanam Jajar Legowo 2:1…………………………. 13
2. Kerangka Konseptual Farming Sistem dengan Teknologi
Inditik pada Berbagai Varietas Padi………………………… 27
3. Tata Letak Penelitian………………………………………… 92
4. Pembuatan Petakan Percobaan……………………………. 93
5. Petakan Penelitian dengan Teknologi Inditik……………… 94
6. Pengukuran Tinggi Tanaman……………………………….. 95
7. Perbedaan Serangan Gulma pada Tanaman Padi Tanpa
dan dengan Teknologi Inditik.……………………………… 96
8. Identifikasi Gulma Tanaman Padi Tanpa Teknologi
Inditik…………………………………………………………… 97
9. Fase Pembungaan Tanaman Padi Umur 60 Hst………… 98
10.Pengukuran Panjang Malai…………………………………… 99
11.Penimbangan Berat 1000 Bulir……………………………….. 100
12.Penimbangan Berat Produktivitas Tanaman………………... 101
13.Masa Pembesaran Itik Umur 4-5 Minggu…………………… 101
14.Layout Kandang Itik Masing-Masing Perlakuan……………. 102
15. Penimbangan Bobot Badan Itik………………………………. 103
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permintaan terhadap beras sebagai makanan utama sebagian
besar penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya,
hal ini dibarengi dengan kenaikan komsumsi beras yakni sebesar 2%,
disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan
komsumsi beras perkapita. Tercatat dalam Survei Sosial Ekonomi
Nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, menyebutkan
bahwa komsumsi beras nasional perkapita per maret 2015 sebesar 98
kilogram per tahun, jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya
yang hanya 97,2 kilogram per tahun.
Produksi padi di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2015
tercatat sebanyak 5,47 juta ton gabah kering giling (GKG), dimana
mengalami kenaikan sebanyak 5,71 ribu ton (0,84%) dibandingkan tahun
2014. Berdasarkan angka realisasi tanam menunjukkan bahwa kenaikan
produksi padi pada tahun 2015 hanya terjadi pada fase tanam II (Mei-
Agustus), sedangkan pada fase tanam I (Januari-April) dan fase tanam III
(September-Desember) terjadi penurunan. Menurunnya produktivitas padi
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: iklim, penggunaan varietas,
jarak tanam, cara budidaya, kesuburan tanah dan perkembangan hama
penyakit yang semakin resisten akibat pemakaian bahan kimia secara
2
terus menerus dengan dosis yang terus bertambah. Sedangkan
penurunan laju pertumbuhan produksi disebabkan oleh relatif mahalnya
harga input produksi akibat penghapusan subsidi pupuk dan benih secara
bertahap (Adnyana dan Kariyasa, 2000).
Rendahnya produktivitas pertanian di Indonesia saat ini
dikarenakan oleh berbagai faktor salah satunya pemilihan varietas, petani
cenderung menggunakan varietas yang sama dari tahun ke tahun dengan
memperhatikan hasil produksi padi secara visual saja tanpa
memperhitungkan faktor lainnya. Ditambah lagi dengan pengusahaan
tanaman padi pada lahan sawah secara monokultur sepanjang tahun
tanpa dibarengi dengan diversifikasi usaha tani akan dapat mengurangi
tingkat produktivitas lahan sawah. Hal ini disebabkan karena sifat fisika,
kimia tanah akan terganggu yang akhirnya membawa konsekuensi
terhadap pendapatan dan kesajahteraan petani.
Menghadapi kemungkinan terganggunya kegiatan usahatani oleh
meningkatnya harga-harga sarana produksi padi (saprodi) dan sarana
produksi ternak (sapronak), sedangkan dilain pihak harga produksinya
belum dapat mengimbangi kenaikan harga input tersebut, mengakibatkan
petani dan peternak sangat berat dalam menjalankan usaha taninya. Oleh
karena itu, perlu dipikirkan suatu metode yang dapat menekan biaya
produksi sekaligus meningkatkan hasil produksinya.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi pertanian dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan mampu
3
meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani adalah dengan
melaksanakan usaha pertanian yang saling terintegrasi yakni suatu
konsep usaha yang saling melengkapi dengan meniadakan limbah yang
selama ini terjadi.
Teknologi Intensifikasi padi dengan itik (Inditik) adalah salah satu
sistem “Mix Farming” yang merupakan suatu terobosan intensifikasi padi
dengan menggunakan ternak itik. Ternak itik difungsikan sebagai tenaga
untuk menyiangi padi, pengendali hama, dilain pihak ternak itik
mendapatkan area umbaran, yang saat ini area umbaran semakin sempit
karena banyaknya alih fungsi lahan pertanian. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa teknologi Inditik dapat menekan pakan itik sampai
50% dan produksi padi dapat meningkat 35% dibanding intensifikasi padi
biasa (Mahfudz dkk., 1999). Kepadatan itik 100 ekor.ha-1 mampu
mengendalikan gulma (Furuno, 2009). Teknologi Inditik selain menekan
biaya produksi dan meningkatkan hasil juga meningkatkan efesiensi,
karena pada lahan yang sama dan dalam waktu yang bersamaan dapat
diproduksi dua komoditas sekaligus yaitu padi dan itik.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti melakukan penelitian
berjudul “Pengembangan Farming Sistem dengan Teknologi Inditik
pada Berbagai Varietas Padi”
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas maka dapat
disusun suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapa besar produktivitas berbagai varietas padi dengan sistem
monokultur dan produktivitas berbagai varietas padi dengan
teknologi Inditik?
2. Berapa jumlah itik yang memberikan pengaruh optimal terhadap
pertumbuhan dan produksi padi dengan teknologi Inditik?
3. Bagaimana interaksi antara jumlah itik dengan varietas terhadap
pertumbuhan dan produksi padi dengan teknologi Inditik?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji produktivitas berbagai varietas padi dengan sistem
monokultur dan produktivitas berbagai varietas padi dengan
teknologi Inditik.
2. Untuk mengkaji jumlah itik yang memberikan pengaruh optimal
terhadap pertumbuhan dan produksi padi dengan teknologi Inditik.
3. Untuk menganalisis interaksi antara jumlah itik dengan varietas
terhadap pertumbuhan dan produksi padi dengan teknologi Inditik.
5
D. Manfaat
1. Sebagai sumber informasi usahatani integrasi tanaman padi
dengan ternak itik bagi petani dan peternak.
2. Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti tentang
teknologi Inditik.
3. Sebagai bahan rujukan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi
terkait dalam mengambil kebijakan untuk peningkatan produktivitas
lahan tanaman pangan (Padi) ramah lingkungan dan berkelanjutan
dengan mengaplikasikan teknologi Inditik.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Tanaman Padi
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae (graminae
atau glumiflorae). Berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit
memanjang), urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun
sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa loret, floret
tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi satu spikelet hanya memiliki
satu floret, buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir atau
kariopsis. Daun berbentuk lanset,warna hijau muda hingga hijau
tua,berurat daun sejajar,tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim berasal
dari tumbuhtumbuhan golongan rumput-rumputan “graminae” yang
sudah dibudidayakan oleh petani di Indonesia sejak dahulu hingga
sekarang ini. Oleh karena itu padi adalah salah satu bahan pangan
pemegang kendali motivasi manusia Indonesia yang paling mendasar
yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Padi merupakan bahan
makanan pokok sehari-hari pada kebanyakan penduduk di Indonesia.
Padi dikenal sebagai sumber karbohidrat, terutama pada bagian
endosperma. Bagian lain dari padi umumnya dikenal sebagai bahan
bakuindustry, antara lain: minyak dari bagian kulit luar beras (katul),
sekam sebagai bahan bakar atau bahan pembuat kertas dan pupuk,
7
dedak hasil dari penghilingan gabah sebagai bahan baku pakan
ternak. Padi memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi
dan tidak dapat digantikan oleh bahan makan yang lain. Oleh sebab
itu, padi juga disebut sebagai makanan energi (Aak, 1990).
B. Morfologi Padi
Menurut Ina (2007), tanaman padi secara morfologi di bagi atas
dua bagian yaitu bagian vegetatif dan generatif yaitu:
1. Bagian Vegetatif
a. Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat
makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas
tanaman.
b. Batang, tanaman padi mempunyai batang yang beruas-ruas
ditutupi oleh pelepah daun yang berfungsi memperkuat batang
padi.
c. Anakan, tanaman padi akan membentuk rumpun dengan
anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada bagian dasar
batang. Pembentukan anakan teradi secara bersusun yaitu anakan
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
d. Daun, ciri khas daun tanaman padi adalah sisik dan telinga daun.
Daun padi dibagi menjadi beberapa bagian yakni helaian daun,
pelapah daun, dan lidah daun.
8
2. Bagian Generatif
a. Malai, merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar
dari buku paling atas. Bulir padi terletak pada cabang pertama dan
kedua. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam
dan cara menanamya.
b. Buah padi (gabah), merupakan ovary yang sudah masak, bersatu
dengan lema dan palea. Buah ini adalah hasil penyerbukan dan
pembuahan yang mempunyai bagian-bagian seperti embrio
(lembaga), endosperm, dan bekatul.
C. Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, tanaman padi
memerlukan syarat tumbuh yang cocok diantaranya tanah dan iklim.
Tanaman padi tumbuh di daerah tropis/sub tropis pada 45° Lintang Utara
sampai 45° Lintang Selatan, cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan
curah hujan rata-rata yang baik adalah 200 mm bulan-1 atau 1500-2000
mm tahun-1. Ketinggian tempat sesuai untuk tanaman padi yaitu di dataran
rendah. Tanaman padi tumbuh pada ketinggian 0-650 m di atas
permukaan laut (dpl) dengan suhu 22-27°C, sedangkan di dataran tinggi
650-1.500 mdpl dengan suhu 19-23°C (Ina, 2007).
Jenis tanah yang sesuai buat tanaman padi agar dapat tumbuh
dengan baik adalah tanah persawahan yang memiliki kandungan fraksi
pasir, debu dan lempung, dalam perbandingan tertentu dengan kebutuhan
9
air dalam jumlah yang cukup. Padi sawah dapat tumbuh dengan baik
pada tanah lumpur yang subur dengan ketebalan lumpur 18-22 cm,
memiliki lapisan keras 30 cm di bawah tanah lumpur. Keasaman tanah
berkisar antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah penggenangan akan
mengubah pH tanah menjadi normal (Ina, 2007).
D. Deskripsi Padi
Keberlanjutan pertanian antara lain ditentukan oleh penggunaan
varietas unggul tahan hama penyakit dan hemat energi. Usaha untuk
menghasilkan varietas yang hemat energi di antaranya adalah dengan
mengubah tipe tanaman C3 menjadi C4, atau mengubah arsitektur
tanaman menjadi lebih produktif, misalnya padi tipe baru dengan anakan
sedikit dan bentuk daun yang memiliki kemampuan lebih tinggi untuk
berfotosintesis sehingga dapat berproduksi lebih tinggi (Cantrell, 2004).
Dalam memilih varietas yang akan ditanam, nilai tambah produksi dan
pemasaran juga perlu diperhitungkan. Hal ini penting artinya karena
setiap varietas mempunyai karakter yang berbeda. Dalam praktek
pertanian yang baik, petani perlu dibimbing dalam memilih varietas yang
tidak rakus hara, hemat air, tahan hama dan penyakit, dan berproduksi
normal di mana pun ditanam. Ini penting artinya agar mereka tidak
menggunakan input secara berlebihan, baik pupuk, air maupun
pestisida, sebagaimana yang dikehendaki oleh kaidah praktek
pertanianyang baik menuju keberlanjutan sistem produksi.
10
Balai besar padi merupakansatu-satunya lembaga penelitian padi
di Indonesia yang berkerjasama dengan International Rice Research
Institute (IRRI) telah melakukan penelitian mengenai varietas padi yang
toleran rendaman dan tahan hama penyakit. Balai tersebut telah melepas
varietas padi unggul baru yang merupakan varietas padi yang diperoleh
dari persilangan varietas unggul padi lokal untuk menghasilkan varietas
padi unggulan (Balitbangtan, 2007).
1. Varietas Way Apo Buru
Varietas Way Apo Buru merupakan varietas introduksi dari IRRI
yang merupakan hasil seleksi persilangan antara IR18349-53-1-3-1-
3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64. Umur tanaman relatif genjah/pendek yaitu
115-125 hari setelah tanam serta memiliki anakan produktif yakni 15-18
batang.
Bentuk tanaman dan daun tegak dengan tinggi tanaman berkisar
105-113 cm, memiliki bentuk gabah panjang ramping dengan warna
gabah kuning bersih dengan kerontokan gabah sedang dan kerebahan
sedang. Way Apo Buru memiliki tekstur nasi pulen dengan kandungan
kadar amilosa berkisar ± 23%, rata-rata berat 1000 bulir varietas berkisar
27 g, rata-rata hasil berkisar 5,5 ton/ha dengan potensi hasil 8,0 ton/ha.
Way Apo Buru merupakan varietas yang tahan terhadap serangan hama
dan penyakit wereng coklat biotipe 2, dan rentan terhadap wereng batang
coklat biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain II dan IV.
11
2. Varietas Ciliwung
Varietas Ciliwung merupakan varietas introduksi dari IRRI yang
merupakan hasil seleksi persilangan antara IR38/ Pelita I-1/ IR4744-128-
4-1-2 yang toleran dan dapat bertahan terendam selama1-2 minggu pada
fase vegetatif. Umur tanaman relatif genjah/pendek yaitu 117-125 hari
setelah tanam serta memiliki anakan produktif yakni 18-25 batang.
Bentuk tanaman dan daun tegak dengan tinggi tanaman berkisar
114-124 cm, memiliki bentuk gabah sedang ramping dengan warna gabah
kuning bersih dengan kerontokan gabah sedang dan tahan kerebahan.
Ciliwung memiliki tekstur nasi pulen dengan kandungan kadar amilosa
berkisar ± 22%, rata-rata berat 1000 bulir varietas berkisar 23 g, rata-rata
hasil berkisar 4,8 ton /ha dengan potensi hasil 6,5 ton/ha. Ciliwung
merupakan varietas yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit
wereng coklat biotipe 1 dan 2, dan rentan terhadap wereng batang coklat
biotipe 3. Agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain IV.
3. Varietas Mekongga
Mekongga merupakan persilangan antara padi jenis Galur A2970
yang berasal dari Arkansas, Amerika Serikat, dengan varietas yang
populer di Indonesia yaitu IR 64. Umur tanaman relatif genjah/pendek
yaitu 116-125 hari setelah tanam serta memiliki anakan produktif yakni 13-
16 batang.
Bentuk tanaman dan daun tegak dengan tinggi tanaman berkisar
91-106 cm, memiliki bentuk gabah ramping panjang dengan warna gabah
12
kuning bersih dengan kerontokan gabah sedang. Verietas Mekongga
memiliki tekstur nasi pulen dengan kandungan kadar amilosa berkisar ±
23%, rata-rata berat 1000 bulir varietas berkisar 28 g, rata-rata hasil
berkisar 6,0 ton/ha dengan potensi hasil 8,4 ton/ha. Mekongga merupakan
varietas yang agak tahan terhadap serangan hama dan penyakit wereng
coklat biotipe 2 dan 3, agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain IV.
4. Varietas Ciherang
Varietas Ciherang merupakan varietas introduksi dari IRRI yang
merupakan hasil seleksi persilangan antara IR18349-53-1-3-1-
3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64. Umur tanaman relatif genjah/pendek yaitu
116-125 hari setelah tanam serta memiliki anakan produktif yakni 14-17
batang.
Bentuk tanaman dan daun tegak dengan tinggi tanaman berkisar
107-115 cm, memiliki bentuk gabah panjang ramping dengan warna
gabah kuning bersih dengan kerontokan gabah sedang dan kerebahan
sedang. Ciherang memiliki tekstur nasi pulen dengan kandungan kadar
amilosa berkisar ± 23%, rata-rata berat 1000 bulir varietas berkisar 28 g,
rata-rata hasil berkisar 6,0 ton/ha dengan potensi hasil 8,5 ton/ha.
Ciherang merupakan varietas yang tahan terhadap wereng coklat biotipe
2 dan agak tahan terhadap coklat biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun
bakteri strain III dan IV.
13
E. Sistem Jajar Legowo (2:1)
Sistem tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah
dengan pola beberapa barisan tanaman yang diselingi satu barisan
kosong. Tanaman yang seharusnya ditanam pada barisan yang kosong
dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Pada baris kosong,
di antara unit legowo, dapat dibuat parit dangkal. Parit dapat berfungsi
untuk mengumpulkan keong mas, menekan tingkat keracunan besi pada
tanaman padi atau untuk pemeliharaan ikan kecil (muda).
Gambar.1 Pola Tanam Jajar Legowo 2:1
Dalam penerapan sistem jarak tanam legowo dikenal Sistem
Legowo 2 : 1 , yaitu jarak tanam (20 cm x 10 cm) x 40 cm atau (25 cm x
12,5 cm) x 50 cm. Penerapan Sistem jarak tanam legowo 2:1 dengan
menggunakan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm akan menghasilkan
jumlah populasi tanaman kurang lebih 333.300 rumpun per hektar,
sedangkan dengan menggunakan jarak tanam 25 cm x 12,5 cm x 50 cm
akan menghasilkan jumlah populasi tanaman per ha kurang lebih 213.300
14
rumpun per hektar , serta akan meningkatkan populasi tanaman 33,31%
dibanding pola tanam tegel (25x25) cm yang hanya 160.000 rumpun/ha.
Hasil yang lebih tinggi dicapai dengan sistem tanam legowo
dibandingkan dengan sistem tegel (25x25) cm. Semakin lebar jarak tanam
menghasilkan anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar yang lebih
baik disertai dengan berat kering akar dan tekanan turgor yang tinggi, serta
kandungan prolin yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih
sempit. Legowo 4:1 menghasilkan produksi gabah tertinggi, tetapi untuk
mendapat bulir gabah berkualitas benih lebih baik jika digunakan legowo 2:1.
Legowo 2:1 mampu mengurangi kehampaan akibat efek tanaman pinggir
(Badan Litbang Pertanian, 2007).
Pada jajar legowo 2:1 serangan penyakit leaf smut dan sheath blight
lebih rendah, populasi penggerek batang tidak berbeda nyata baik pada
penggunaan sistem tanam legowo 2:1 maupun tegel. Pada tanaman
padi dengan sebaran ruang legowo, wereng hijau kurang aktif berpindah
antar rumpun, sehingga penyebaran tungro terbatas. Tanam jajar legowo
mengakibatkan habitat kurang disukai tikus karena lebih menyukai
memakan tanaman yang berada di tengah petakan. Seperti halnya untuk
penyakit hawar daun bakteri yang serangannya menjadi berkurang.
Kemudahan yang diperoleh pada sistem legowo menurut dalam hal
cara penyiangan, pemupukan serta pemeliharaan tanaman (Kamandalu
dkk, 2006).
15
F. Pupuk Organik
Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah
adalah dengan melakukan pemupukan menggunakan pupuk organik.
Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi,
selain itu pupuk ini juga data memperbaiki sifat-sifat fisik tanah seperti
permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan
air dan kation-kation tanah. Pupuk organik berupa serasah, bahan
hijau daun, kompos, dan pupuk kandang berperan penting dalam
meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan melalui
perbaikan sifat-sifat tanah. Kandungan C-organik yang terkandung
dalam pupuk organik harus memenuhi kriteria minimal C-organik yaitu
sebesar 12 % (Hartatik dan Setyorini, 2009).
Bahan organik memiliki peranan cukup besar terhadap
perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Hartatik dan Setyorini,
2009). Bahan organik mampu memperbaiki aerasi tanah, penetrasi akar,
penyerapan air, dan mengurangi pengerasan permukaan tanah.
Penambahan bahan organik pada tanah berpasir dapat memperbaiki
retensi hara dan air Pemberian pupuk organik akan membantu
meningkatkan kesuburan tanah melalui pelepasan nitrogen dan unsur
hara lain secara perlahan-lahan melalui proses mineralisasi.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman,
hewan atau manusia. Bahan dasar pupuk organik, baik dalam bentuk
kompos ataupun kandang, yang berasal dari limbah pertanian, antara lain
16
jerami dan sekam padi, kulit kacang tanah, ampas tebu, batang jagung,
dan bahan hijauan lainnya. Sebaliknya, kotoran ternak yang banyak
dimanfaatkan sebagai pupuk kandang adalah kotoran sapi, kerbau,
kambing, ayam, itik dan babi (Sutanto, 2012).
1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang terbuat dari kotoran hewan dan urin yang
dibiarkan membusuk dengan bantuan mikroorganisme tanah yang
mampu membusukkan sampah organik kompleks menjadi bahan-bahan
yang mudah diasimilasi oleh tanaman. Kandungan pupuk kandang
tergantung dari asal bahan yang digunakan sejauh mana telah terjadi
dekomposisi oleh mikroorganisme tanah (Rao, 1994). Kandungan hara
dalam pupuk kandang sangat menentukan kualitas pupuk kandang. Pupuk
kandang yang berasal dari kotoran ayam memiliki kandungan hara yang
lebih tinggi dibandingkan jenis ternak lainnya (Hartatik dkk., 2009).
Kandungan unsur hara dan berbagai kotoran ternak yang sudah
membusuk disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Unsur Hara pada Pupuk Kandang Dalam Persen (%)
Ternak N P2O5 K2O
Unggas (ayam) 1,70 1,90 1,50
Sapi 0,29 0,17 0,35
Kuda 0,44 0,17 0,35
Babi 0,60 0,41 0,13
Domba 0,55 0,31 0,15
Sumber: Hardjowigeno (2003).
17
2. Pupuk Cair Organik
Pupuk organik cair (POC) adalah larutan dari pembusukan
bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan,
dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur.
Pupuk organik cair dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi serta mempercepat masa panen, karena mengandung unsur-
unsur hara yang sempurna. Pupuk organik cair selain dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu
meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk
tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai
alternatif pengganti pupuk kandang. Pupuk cair juga mempunyai
beberapa manfaat diantaranya adalah (Nur, Erlina, dan Nasih, 2007):
a. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun
dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga
meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan
nitrogen dari udara.
b. Dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi
kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap
kekeringan, cekaman cuaca dan serangan pathogen penyebab
penyakit.
c. Merangsang pertumbuhan cabang produksi.
d. Meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta
e. Mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah.
18
Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi
atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Berdasarkan
beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk
organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil
tanaman yang lebih baik dari pada pemberian melalui tanah. Semakin
tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsure hara yang
diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan
semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada
tanaman, maka kandungan unsure hara juga semakin tinggi. Namun,
pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan
timbulnya gejala kelayuan pada tanaman (Abdul Rahmi dan Jumiati,
2007).
G. Itik
Itik dikenal dengan istilah Itik (bahasa Jawa), nenek moyang itik
berasal dari Amerika Utara yang merupakan itik liar (Anas Moscha)
atau Wild Mallard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga
jadilah itik yang dipelihara sekarang yang disebut Anas domesticus
(ternak itik).
Klasifikasi itik menurut tipenya dikelompokan dalam 3 (tiga)
gologan, yaitu: 1. Itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell,
Buff (Buff Orpington) dan CV 2000-INA, 2. Itik pedaging seperti Peking,
Rouen, Alylesbury, Muscovy, Cayuga, dan 3. Itik ornamental (itik
19
kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call), Mandariun,
Blue Swedish, Crested, Wood.
Itik merupakan sumber keanekaragaman hayati ternak di
Indonesia yang mempunyai peluang utuk dikembangkan sebagai
penghasil telur dan daging. Keanekaragaman itik yang ada di Indonesia
didasarkan pada letak geografisnya, sehingga itik yang berkembang
memiliki nama dan karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa jenis itik
yang ada di Indonesia sebagian besar dikenal dengan itik petelur dan
secara morfologi dapat dibedakan antara lain: Itik Cirebon, Itik
Cihateup, Itik Mojosari, Itik Magelang, Itik Turi, Itik Alabio dari
Kalimantan, Itik Damiaking dari Tenggerang Banten, Itik Lombok, dan
masih banyak itik lainnya yang tersebar dibeberapa wilayah Indonesia.
Itik pedaging merupakan ternak unggas penghasil daging yang
sangat potensial di samping ayam. Kelebihan ternak ini adalah lebih
tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras sehingga
pemeliharaannya mudah dan tidak banyak mengandung resiko. Daging
itik merupakan sumber protein yang bermutu tinggi dan itik mampu
berproduksi dengan baik, oleh karena itu pengembangannya
diarahkan kepada produksi yang cepat dan tinggi sehingga mampu
memenuhi permintaan konsumen (Ali dkk, 2009).
Pemanfaatan daging itik di masyarakat banyak digunakan
sebagai bahan baku masakan, seperti sate daging itik dan
daging itik bakar/panggang. Permintaan daging itik sebagai bahan untuk
20
dikonsumsi masyarakat relatif besar. Itik yang sering dimanfaatkan
sebagai penghasil daging biasanya bertipe jantan. Namun, tipe betina
juga bisa dijadikan sebagai itik pedaging, tetapi yang sudah
memasuki masa afkir (kurang berproduksi lagi). Menurut Mulatshi
(2010), berat badan yang dicapai oleh itik jantan pada umur 0, 4, 8 dan
16 minggu, dapat mencapai 37 gram, 623 gram, 1.405 gram dan 1.560
gram, sedangkan pada umur 6 bulan dapat mencapai bobot 1.750 gram.
Adapun manfaat lain dari itik yaitu: 1. Untuk usaha ekonomi
kerakyatan mandiri, 2. Untuk mendapatkan telur itik komsumsi, daging,
dan juga pembibitan ternak itik, 3. Kotorannya bisa sebagai pupuk
tanaman pangan/palawija, 4. Sebagai pengisi kegiatan dimasa pensiun,
dan 5. Untuk mencerdaskan bangsa melalui penyediaan gizi masyarakat.
H. Pakan
Pakan merupakan kebutuhan primer dunia usaha perternakan
dimana dalam budidaya ternak secara intensif biaya pakan mencapai
sekitar 70% dari total biaya produksi, sehingga harga bahan pakan
sangat menentukan biaya produksi. Disamping harga pakan nilai gizi
pakan juga menentukan produksi ternak, dengan nilai gizi yang baik
maka produksi ternak semakin baik. Sementara itu beberapa bahan baku
masih di impor dengan harga mahal. Untuk menekan biaya produksi,
dibutuhkan bahan baku yang cukup murah dan mudah didapat dengan
gizi yang cukup.
21
Salah satu cara memecahkan kendala tersebut adalah dengan
memanfaatkan limbah pertanian. Limbah pertanian terdiri dari aneka
ragam jenis, dapat berupa limbah industri perkebunan seperti lumpur
sawit, bungkil inti sawit, bungkil kelapa, limbah kakao, atau limbah
industri kecil seperti ampas sagu, ampas ubi, ampas tahu, dan lain-lain.
Ampas tahu merupakan limbah industri tahu yang
mengandung protein, karbohidrat, lemak dan zat-zat mineral yang
sangat cocok untukcampuran makanan ternak. Menurut Lestari
(2001), ampas tahu dapat digunakan sebagai pakan ternak besar dan
kecil. Ampas tahu sangat cocok sebagai bahan campuran makanan
ternak selain dedak. Protein dalam kedelai hanya sebagian yang dapat
dimanfaatkan dan terserap pada tahu, sedangkan sebagian lagi masih
tertinggal dan terserap pada ampasnya. Pemberian ransum yang
mengandung ampas tahu 30% masih menghasilkan pertambahan bobot
badan yang tidak berbeda dengan ransum kontrol. Berdasarkan hasil
kandungan bahan pakan, komposisi ampas tahu 30% mengandung
lemak kasar 6,72%, dan 26,80% protein kasar. Pemberian ampas
tahu dengan batasan tertentu memberikan dampak yang positif
terhadap unggas.
Menurut Hardi (2010), kemampuan itik mencerna pakan lebih
baik dari ayam. Dedak padi dapat diberikan kepada itik sampai 75%
tanpa mempengaruhi bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan.
Dedak padi hanya dapat diberikan pada itik Pekin tidak lebih dari 40%
22
karena akan menurunkan FCR (feed conversion ratio). Mereka juga
melaporkan bahwa pakan bentuk pelet meningkatkan FCR
karena proses pembuatan pelet cenderung meningkatkan daya cerna
gizi pakan. Untuk penggemukan itik, Sinurat (1993), dalam Hardi,
(2010) melaporkan bahwa dedak padi sebanyak 30 - 45% dengan
tingkat energi pakan sebanyak 2.700 kkal EM/kg dapat dipakai tanpa
mempengaruhi penampilan itik. Kandungan serat kasar pakan itik tidak
boleh lebih darungki 12%.
Tabel 2. Kebutuhan Pakan Itik Sesuai Tahapan Pertumbuhan
Uraian Umur (minggu) Kebutuhan Pakan gr/ekor/hari
Anak (starter layer) DOD-1
1-2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
15
41
67
93
108
115
115
120
Dara (grower) 8-9
9-15
15-20
130
145
150
Dewasa (petelur) ≥ 20 160-180
Sumber: Sandy, 2009.
I. Kebutuhan Gizi Itik
Kebutuhan gizi untuk itik petelur pada fase pertumbuhan umur
1−16 minggu cenderung lebih rendah yaitu sekitar 85−100%, kebutuhan
23
gizi untuk itik petelur fase produksi 6 bulan pertama cenderung lebih
rendah (± 3%) dibanding kebutuhan gizi pada fase produksi 6 bulan
kedua. Dilaporkan bahwa kebutuhan lisin untuk itik berumur 0 − 8 minggu
adalah 3,25 g/kkal EM dengan tingkat energi 3.100 kkal EM/kg dan 2,75
g/kkal EM dengan tingkat energi 2.700 kkal EM/kg pakan. Dalam penelitian
tersebut juga dilaporkan kebutuhan asam amino lain pada berbagai tingkat
energi pakan (Ketaren dan Prasetyo (2002) dalam Hardi, (2010)).
Tabel 3. Kebutuhan Gizi Itik Petelur pada Berbagai Umur
GiziStarter
(0-8 minggu)Grower
(9-20 minggu)Layer
(>20 minggu)Protein kasar (%) 17-20 15-18 17-19
Energi ( kkal EM/kg) 3100 2700 2700
Metionin (%) 0,37 0,29 0,37
Lisin (%) 1,05 0,74 1,05
Ca (%) 0,6-1,0 0,6-1,0 2,90-3,25
P tersedia (%) 0,6 0,6 0,6
Sumber: Sinurat (2000, dalam Hardi, 2010).
J. Kebutuhan Air Untuk Itik
Air adalah gizi yang sangat penting bagi seluruh jenis ternak,
misalnya, ayam tanpa air minum akan lebih menderita dan bahkan
lebih cepat mati dibanding ayam tanpa pakan. Sebagai contoh, sekitar
58% dari tubuh ayam dan 66% dari telur adalah air (Esmail, 1996 dalam
Hardi, 2010). Mutu air sering diabaikan oleh peternak karena kenyataan
yang mereka lihat yaitu itik mencari makan dan minum ditempat kotor
24
seperti kali, sawah atau bahkan di selokan. Air juga dapat berfungsi
sebagai sumber berbagai mineral seperti Na, Mg dan Sulfur. Oleh
karena itu, mutu air akan menentukan tingkat kesehatan ternak itik. Air
yang sesuai untuk konsumsi manusia pasti juga sesuai untuk konsumsi
itik. Air harus bersih, sejuk dengan pH antara 5−7, tidak berbau,
tawar/tidak asin dan tidak mengandung racun. Jumlah kebutuhan air
untuk unggas secara umum termasuk ternak itik diperkirakan
sebanyak 2 kali dari kebutuhan pakan/ekor/hari. Esmail (1996,
dalam Hardi, 2010) mengestimasi bahwa konsumsi air untuk ayam
akan meningkat sebanyak 7% setiap kenaikan temperatur udara
lingkungan 1° C diatas 21° C.
K. Teknologi Intensifikasi Padi dengan Itik (Teknologi Inditik)
Teknologi intensifikasi padi dengan itik adalah suatu sistem “mix
farming” yang merupakan suatu terobosan intensifikasi padi dengan
menggunakan ternak itik. Adanya sistem integrasi padi dengan itik sangat
mendukung program pemerintah dalam melaksanakan penanaman padi di
berbagai daerah di Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan
produksi padi melalui kebijakan intesifikasi dilakukan secara berlebihan,
seperti penambahan input pupuk dan pestisida mengakibatkan polusi
lingkungan di daerah-daerah pertanian serta menyebabkan peningkatan
biaya produksi (Mulya, 2001).
25
Pada penelitian terdahulu teknologi Inditik dapat menekan pakan
itik sampai 50 % dan produksi padi dapat meningkat 35 % dibanding
intensifikasi padi biasa (Mahfudz et al., 1999). Teknologi Inditik selain
menekan biaya produksi dan meningkatkan hasil juga meningkatkan
efesiensi, karena pada lahan yang sama dan dalam waktu yang
bersamaan dapat diproduksi 2 (dua) komoditas sekaligus yaitu padi dan
itik. Produknya merupakan bahan pangan organik yang sangat aman dan
sehat, karena tidak menggunakan pupuk buatan, pestisida, dan herbisida.
Selain itu juga menghemat tenaga menyiangi padi yang akhir-akhir ini
semakin langkah (Mahfudz et al,. 1999).
Di Aigamo, lokasi budidaya terpadu itik dan padi di Jepang, jumlah
pertumbuhan gulma ditekan dengan baik di plot-plot aigamo dibanding
dengan plot-plot yang diaplikasikan secara monokultur (Furuno, 1996;
Manda, 1992 dalam Cagauan, et.al., 2001). Pada percobaan di Philippina,
Cagauan (1997) bahwa total biomasa gulma di areal persawahan telah
dikurangi oleh itik-itik mallard dengan ratio antara 52 – 58%. Mekanisme
pengontrolan gulma oleh itik adalah dengan memakan beberapa jenis
gulma tertentu, dan aktivitas itik selama di area sawah juga mengganggu
aktivitas pertumbuhan dari gulma tersebut.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, padi dapat ditanam dengan
sistem jejer legowo 2 atau 3 baris dengan jarak tanam 20 x 10 cm. Itik
yang dilepas biasa berumur 14 hari dengan jumlah 300-450 ekor/ha
(Suwandi, 2011; Hossain, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
26
Hossain (2005) mengemukakan bahwa kombinasi antara padi dengan itik
tidak hanya menurunkan populasi serangga hama, tetapi juga
meningkatkan kandungan N, P, K, S, dan Ca dalam tanah. Penelitian
yang sama juga menunjukkan bahwa tida perbedaan nyata jumlah
serangga menguntungkan antara pertanian konvensional dan kombinasi
padi dengan itik.
Itik mempunyai 6 manfaat untuk budidaya padi: 1. Manfaat untuk
penyiangan, 2. Manfaat pengendalian hama penyakit, 3. Manfaat
pemupukan, 4. Manfaat pembajakan dan penggemburan tanah sepanjang
waktu, 5. Manfaat mengendalikan keong emas, 6. Manfaat stimulasi
pertumbuhan padi. Di sisi lain sawah padi mempunyai manfaat untuk
pemeliharaan itik seperti berikut: 1. Penggunaan sumber alami sebagai
makanan seperti gulma, serangga, air tanaman, 2. Penggunaan ruang
yang tersisa di sawah padi sebagai habitat itik, 3. Penggunaan air yang
berlimpah, 4. Sebagai tempat itik bersembunyi dibawah daun padi.
L. Kerangka Konseptual
Pada teknologi intensifikasi padi dengan itik (Inditik), terjadi
interaksi timbal balik antara itik dan tanaman padi di lahan sawah.
Sistem padi dan itik menghasilkan keragaman output yang dihasilkan
dalam satu lahan usahatani dan dapat meningkatkan produktivitas lahan
yang berarti ikut meningkatkan pendapatan petani itu sendiri. Kerangka
konseptual penelitian disajikan pada gambar 2.
27
Gambar 2. Kerangka Konseptual Farming Sistem dengan Teknologi
Inditik pada Berbagai Varietas Padi.
Produktivitas lahan sawah rendah
Teknologi intensifikasi padi dengan
itik (Inditik)
Varietas padi Kepadatan itik
Produksi padi dan itik meningkat
Pemeliharaan itik bersama padi
Evisiensi dan optimalisasi lahantercapai
28
M. Hipotesis
1. Terdapat satu atau lebih varietas padi yang baik digunakan dengan
teknologi Inditik.
2. Terdapat jumlah itik yang memberikan pengaruh optimal terhadap
pertumbuhan dan produksi padi dengan teknologi Inditik.
3. Terdapat interaksi antara jumlah itik dengan varietas padi terhadap
pertumbuhan dan produksi padi dengan teknologi Inditik.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Lompokiti Desa Kampili
Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, dilakukan pada lahan sawah
irigasi, yang berlangsung dari bulan Februari sampai bulan Juni 2017.
B. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Benih padi yang terdiri dari 4 varietas: varietas Way Apo Buru,
varietas Ciliwung, varietas Mekongga, dan varietas Ciherang.
2. Itik yang digunakan adalah itik lokal, umur 60 hari sebanyak 72
ekor.
3. Pakan itik terdiri dari campuran dedak, jagung giling dan ampas
tahu.
4. Pupuk yang diberikan terdiri dari pupuk kandang, pupuk anorganik
dan pupuk cair.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Penerapan tanaman padi: hand traktor, cangkul, ember, mistar, tali
rapiah, papan perlakuan, dan meteran.
30
2. Penerapan Teknologi Inditik: terpal plastik, palu, gergaji, parang,
ajir bambu, jaring pengaman, gunting, baskom (tempat makan dan
minum itik), timbangan, kamera, dan alat tulis menulis.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode split plot petak terbagi
dalam bentuk percobaan di lapangan menggunakan Rancangan Petak
Terpisah (RPT) dengan dua faktor. Faktor pertama sebagai petak
utama adalah kepadatan itik yang digunakan terdiri dari 3 taraf yaitu: I0
(tanpa itik), I1 (2 ekor), dan I2 (4 ekor). Hal ini sesuai dengan
penyataan Furuno (2009), bahwa untuk meningkatkan padat tebar antara
150 dan 300 ekor itik ha-1 akan menguntungkan petani dengan
meningkatkan pengendalian hama, pasokan hara, dan mampu
meningkatkan kualitas tanah. Faktor kedua sebagai anak petakan
adalah perlakuan pada varietas padi, terdiri atas 4 taraf yaitu: V1
(Varietas Way Apo Buru), V2 (Varietas Ciliwung), V3 (Varietas
Mekongga) dan V4 (Varietas Ciherang). Adapun kombinasi perlakuan
adalah sebagai berikut:
I0V1 I0V2 I0V3 I0V4
I1V1 I1V2 I1V3 I1V4
I2V1 I2V2 I2V3 I2V4
Terdapat 12 kombinasi kepadatan itik dan perlakuan varietas
padi yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 36 petakan
31
percobaan. Pengamatan sampel tanaman setiap petak percobaan
yaitu 10 % dari jumlah populasi tanaman. Ukuran petakan yaitu 2 x 5
meter (10 m2), hal ini sesuai dengan pernyataan Mahfudz (1999),
bahwa pengaruh luas areal sawah sebagai umbaran terhadap
pertumbuhan berat badan, berat badan akhir, persentase karkas dan
konversi pakan paling baik adalah 10 m2/ekor.
D. Pelaksanaan Penelitian
Sistem integrasi tanaman padi dengan ternak itik meliputi persiapan
lahan mulai dari persemaian, persiapan dan pengolahan tanah,
penanaman, pelepasan itik, pemeliharaan padi, pemeliharaan itik, panen
dan pengambilan sampel.
1. Persemaian
a. Penggunaan dan pemilihan benih unggul dan bersertifikat: benih padi
varietas Way Apo Buru, varietas Ciliwung, varietas Mekongga, dan
varietas Ciherang.
b. Pemeliharaan persemaian: pengairan pada persemaian kering
dilakukan dengan cara mengalirkan air keselokan yang berada
diantara bedengan, agar terjadi perembesan sehingga pertumbuhan
tanaman dapat berlangsung. Pemupukan di persemaian dilakukan
dengan cara pemupukan basah yakni campuran pupuk urea dan TSP
dengan perbandingan 1:1, dilarutkan dalam air kemudian di
32
semprotkan dalam bedengan yang berisi benih umur 1 minggu setelah
penaburan.
2. Persiapan dan Pengolahan Tanah Sawah
Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian
dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah)
yang dikehendaki. Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa tahap:
a. Pembersihan: sebelum tanah sawah dicangkul terlebih dahulu
dilakukan pembersihan jerami-jerami dengan cara dibabat.
b. Pencangkulan: perbaikan pematang dan petak sawah yang sukar
dibajak.
c. Membajak dilakukan dengan menggunakan mesin hand traktor:
memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah, membalikkan
tanah beserta tumbuhan rumput (jerami) sehingga akhirnya
membusuk, dan proses pembusukan dengan bantuan mikro organisme
yang ada dalam tanah. Selesai pembajakan sawah digenangi air
selama 5-7 hari untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman
dan melunakkan bongkahan-bongkahan tanah.
d. Penggaruan: Meratakan dan menghancurkan gumpalan-gumpalan
tanah, pada saat menggaru sebaiknya sawah dalam keaadan basah,
selama digaru saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup agar
lumpur tidak hanyut terbawa air keluar, dan penggaruan yang
dilakukan berulang kali akan memberikan keuntungan yakni
permukaan tanah menjadi rata, air yang merembes kebawah menjadi
33
berkurang, sisa tanaman atau rumput akan terbenam, penanaman
menjadi mudah, dan meratakan pembagian pupuk dan pupuk
terbenam.
e. Pembuatan petak percobaan dengan ukuran 2x5 m (10 m2), ketinggian
pematang 15 cm, lebar permukaan pematang10 cm.
f. Tiap petakan dibuat parit model keliling dengan lebar permukaan 25
cm dan kedalaman 25 cm.
g. Pemberian pupuk organik yakni pupuk kandang ayam, di lakukan
setelah pembuatan petakan atau 1 minggu sebelum penanaman
dilakukan. Pupuk organik yang diberikan kedalam lahan sebanyak 10
ton/ha.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan pada saat benih padi berumur 21 hari setelah
semai, dengan menggunakan 3 benih perlubang tanam. Sistem tanam padi
yang digunakan adalah sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam
(20x10) x 40 cm. Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam apabila
terdapat tanaman yang mati. Pengairan berselang (tidak dilakukan), sawah
selalu tergenang.
4. Pemeliharaan dan Pelepasan Itik
Sebelum pelaksanaan sistem itegrasi tanaman padi dengan ternak
itik dilakukan, beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebagai berikut.
a. Penyiapan kandang itik terbuat dari kayu,bambu dan terpal plastik,
berbentuk kandang kelompok (postal) dengan lantai tanah yang diberi
34
alas sekam atau rumput kering, terpal plastik sebagai atap kandang.
Kandang dibuat terpisah dari lahan sawah sebagai kandang utama.
b. Kandang kelompok diberi pencahayaan dari lampu neon, itik dipelihara
dalam kandang kelompok yang diberi lampu sebagai pencahayaan
pada malam hari saja.
c. Sawah padi ditutup dengan pagar bambu, dan plastik mengelilingi
setiap petakan sawah. Penutupan sawah ini bertujuan untuk menjaga
dan mencegah itik lepas keluar sawah.
d. Itik ditimbang dan dikelompokkan menjadi tiga kelompok dan diberi
warna pada leher dan ekor itik: kelompok pertama pada perlakuan
kepadatan itik 0 ekor (I0) sebagai kontrol, kelompok dua pada
perlakuan kepadatan itik 2 ekor (I1) sebanyak 24 ekor diberi warna
merah dan kelompok tiga pada perlakuan kepadatan itik 4 ekor (I2)
sebanyak 48 ekor diberi warna kuning.
e. Itik dilepas secara bergiliran ke dalam masing-masing petakan yang
telah disediakan, itik pertama kali dilepas ketika padi sudah berumur
empat minggu atau ketika padi berumur 30 hari setelah tanam.
f. Itik dilepas di sawah pada pagi hari pukul 09.00 wita setelah
pemberian pakan pertama kemudian digiring masuk kandang pada
sore hari pukul 15.00 wita, untuk diberikan pakan kedua.
g. Itik diberi pakan 100 gram / ekor per hari dengan kombinasi dedak
halus (50 gram), jagung giling (20 gram) dan ampas tahu (30 gram).
35
h. Pakan diberikan dua kali yakni pada pagi hari pukul 08.00 wita dan sore hari
pukul 16.00 wita. Pemberian pakan dilakukan di kandang adapun
banyaknya pakan yang diberikan yakni 100 gram per ekor hari-1.
Tabel 4. Komposisi Pakan Penelitian
Jenis bahanEnergi
metabolisme(kkal/kg)
Proteinkasar(%)
Fosfor(%)
Calcium(%)
Metionin(%)
Lisin(%)
Dedak padiJagungAmpas tahu
240033002830
12,08,524,5
1,00,300,88
0,200,021,1
0,250,18
-
0,450,20
-
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2000.
i. Pada saat pemupukan itik di kandangkan agar tidak keracunan,
yakni pada pemupukan kedua dan ketiga ketika padi berumur 30
hts, dan 45 hst.
j. Jika intensitas hujan deras dan berlangsung lama (sehari penuh),
maka untuk mengantisipasi hal yang tidak dinginkan, itik
dikandangkan dan diberi pakan di kandang, dikawatirkan jika itik
dilepas akan mengakibatkan kematian karena kedinginan.
k. Sawah dijaga agar selalu tergenang, pada saat tidak ada air itik
dikandangkan untuk menghindari itik terbalut lumpur yang akan
menyebabkan kematian.
l. Pada saat tanaman padi berbunga (umur 70 hari) itik ditarik dari
sawah, untuk menghindari gangguan pembungaan.
5. Pemeliharaan Tanaman Padi
Pemeliharaan meliputi pengairan, penyiangan, penanggulangan
36
hama penyakit, dan pemupukan.
a. Pengairan
Pengaturan kondisi air pada awal penanaman dibuat macak-
macak hingga tanaman berumur 4 hari setelah tanam (HTS). Setelah
tanaman berumur 10 HTS air dimasukkan dengan ketinggian 5 sampai
10 cm dan dibiarkan selalu tergenam.
b. Penyiangan
Pengendalian gulma pada sistem padi dan itik lebih praktis dan
lebih efisien, hal ini diakibatkan pertumbuhan gulma otomatis tertekan
karena lahan sawah tergenang air hampir sepanjang musim guna
pemeliharaan itik. Disamping itu juga dengan adanya itik akan dapat
mengendalikan gulma.
c. Penanggulangan Hama Penyakit
Beberapa hama pada budidaya padi itik seperti hama wereng,
putih palsu dan penggerek batang dapat ditekan perkembangan oleh
itik. Penanggulan hama dan penyakit dilakukan apabila terdapat
serangan hama dan penyakit yang melebihi ambang batas ekonomi
atau berpotensi merusak tanaman menggunakan pestisida nabati agar
tidak mengganggu itik.
d. Pemupukan
Penelitian ini menggunakan pupuk kandang ayam yang
diaplikasikan setelah terbentuk petakan percobaan perlakuan pupuk
organik yakni 7 hari sebelum penanaman benih padi. Selain itu pada
37
penelitian ini juga melakukan pemupukan dengan pupuk anorganik
dengan kombinasi 300 kg pupuk NPK Ponska (kandungan hara
Nitrogen 15%, P2O5 15%, dan K2O 15%) dan 150 kg pupuk urea
(kandungan nitrogen 46%) per hektar, dikonversikan dalam luasan
lahan percobaan sehingga didapatkan penggunaan pupuk Ponska
sebesar 300g/10m2 dan pupuk urea sebesar 150g/10m2. Pemupukan
dilakukan tiga kali yakni pemupukan dasar pada umur 7 hari setelah
tanam, pemupukan kedua umur 30 hari setelah tanam dan pemupukan
ketiga umur 45 hari setelah tanam.
Pemupukan susulan menggunakan pupuk organik cair yang
diaplikasikan ketanaman dengan cara penyemprotan. Penyemprotan
pertama 15 hari setelah tanam, penyemprotan kedua 30 hari setelah
tanam dan penyemprotan ketiga 45 hari setelah tanam, dengan
rentang waktu aplikasi 15 hari sekali. Dosis pemakian 10 ml/liter air,
disemprotkan pada batang, daun sampai buah. Pemupukan dan
penyemprotan dilakukan sebelum jam 9 pagi atau setelah jam 4 sore.
6. Panen
Panen padi yang paling baik dilakukan ketika malai telah
memperlihatkan masak 90%. Adapun tanda-tanda padi yang siap
panen yaitu dengan malai yang telah menunduk, menghasilkan biji
atau bulir telah terisi penuh serta keras jika ditekan dan bulir yang telah
menguning.
38
7. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada padi dilakukan dengan mengambil 7
sampel tanaman setiap petakan percobaan sehingga diperoleh 252
unit tanaman pengamatan, pengukuran sampel tinggi tanaman
dilakukan umur 20, 40, 60, dan 90 hst. Pada ternak itik penimbangan
bobot itik dilakukan 2 minggu sekali yakni umur 14, 28, 42, 56, dan 70
hari setelah tanam.
E. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan perlu ditetapkan, diidentifikasi
dan diklasifikasi. Jumlah variabel bergantung dari luas serta sempitnya
penelitian yang akan dilakukan.
1. Paremeter pengamatan pertumbuhan dan produksi tanaman padi
yamg diamati sebagai data utama adalah sebagai berikut:
a. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal tanaman sampai ujung
daun tertinggi, berdasarkan fase pertumbuhan tanaman padi,
vegetatif pada umur 20 hst, umur 40 hst, fase generatif pada umur
60 hst, fase pemasakan pada umur 90 hst dan 115 umur panen
berdasarkan jumlah tanaman sampel per petak.
b. Jumlah anakan (tanaman rumpun-1), dihitung tanaman sampel per
petak pada saat panen.
c. Jumlah malai (malai rumpun-1), dihitung berdasarkan sampel
tanaman perpetak pada saat tanaman memasuki fase generatif
39
atau pada waktu keluarnya malai.
d. Panjang malai (cm malai-1), diukur pada saat pemanenan padi
dilakukan dengan mengukur panjang malai yang dihasilkan.
e. Berat bulir per malai (g malai-1), dilakukan dengan cara menghitung
berat bulir per malai pada setiap sampel setelah panen.
f. Jumlah bulir berisi (bulir malai-1), dihitung semua bulir yang berisi
pada saat panen.
g. Berat 1000 bulir (g), ditimbang pada saat menimbang jumlah 1000
bulir setiap perlakuan varietas padi.
h. Produktivitas padi (ton ha-1).
2. Paremeter pengamatan pada ternak itik yaitu pertambahan bobot
badan harian (PBBH), pertumbuhan direfleksikan dengan
pertambahan bobot hidup ternak kurun waktu tertentu.
penimbangan bobot dilakukan setiap dalam dua minggu sekali
dihitung dengan rumus:
PBBH =ௐ మ� �ௐ భ
௧మ� �௧భ
(Ihwanul, Nasich, dan Marjuki, 2011)
Dimana: W1 = bobot badan awal (kg)
W2 = bobot badan akhir (kg)
t1 = waktu awal pengamatan (hari)
t2 = waktu akhir pengamatan (hari)
40
F. Analisis Data
Hasil pengamatan yang diperoleh dari penelitian dianalisis
dengan menggunakan Analisis ragam. Apabila ada pengaruh
perlakuan pada analisis ragam maka dilakukan uji lanjut untuk
membedakan rerata antar perlakuan dengan menggunakan Uji Beda
Nyata Terkecil (BNT).
G. Analisis Ekonomi
Soekartawi (2006), menyatakan bahwa pendapatan diperoleh
dari total penerimaan dikurangi dengan biaya dalam satu proses
produksi.
Pendapatan usaha tani dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pd = TR – TC
Dimana:
Pd = pendapatan usaha tani (Rp)
TR = total penerimaan (total revenue) (Rp)
TC = total biaya (Rp)
Jumlah penerimaan usaha tani akan diterima dari suatu proses
produksi tertentu dapat ditentukan dengan mengalikan jumlah hasil
produksi yang hasilkan dengan harga produksi tersebut. Pernyataan
tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
TR = Py . Y
41
Dimana:
TR = total penerimaan (total revenue)
Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani
Py = harga produksi.
Analisis R/C Ratio (return cost ratio), Soekartawi (2006),
menyatakan R/C ratio adalah perbandingan (nisbah) antara
penerimaan dan biaya. Secara matematik R/C ratio dirumuskan
sebagai berikut:
a = R / C
R = Py.Y
C = FC + VC
a = {(Py.Y) / (FC + VC)}
Dimana:
a = R/C ratio
R = penerimaan
C = biaya
Py = harga output
Y = output
FC = biaya tetap (fixed cost)
VC = biaya variabel (variable cost)
Menurut Harmono dan Andoko (2005), dengan kriteria jika nilai
R/C ratio > 1, maka usaha tani telah efesien, artinya setiap tambahan
42
biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan
yang lebih besar daripada tambahan biaya secara sederhana kegiatan
usaha tani menguntungkan. Kriteria R/C ratio adalah sebagai berikut:
R/C >1 : untung, R/C < 1: rugi, dan R/C = 1: impas
Analisis benefit-cost ratio (B/C) ratio pada prinsipnya sama saja
dengan analasis R/C: hanya saja pada analisis B/C ini data yang
dipentingkan adalah besarnya manfaat. Secara teoritis manfaat ini
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
�ൗ =
{(∑ ୀ )/(+ {(
{(∑ ୀ )/(+ ൘{(
B/C = benefit-cost ratio
i = tingkat bunga yang berlaku
t = jangka waktu usaha tani
Analisa benefit-cost ratio (B/C) ratio adalah perbandingan
tingkat keuntungan atau pendapatan yang telah diperoleh dengan total
biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan
manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol (0), semakin besar nilai
B/C maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha
tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003:69). Kriteria B/C ratio adalah
sebagai berikut:
B/C > 1: layak dijalankan (memberi manfaat)
B/C < 1: tidak layak diusahakan (tidak memberi kemanfaatan)
B/C = 1: berada pada kondisi break even point atau merupakan
titik impas usaha.
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam pengamatan tinggi tanaman padi pada Tabel 9
menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik dan varietas berpengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman padi.
Tabel 9. Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Padi umur 90 Hst.
VarietasKepadatan Itik
Rata-rataNpv BNT
0,05i0 i1 i2v1 103,67 101,92 112,88 106,16q
v2 103,85 109,89 113,67 109,14q 3,33
v3 108,47 114,98 117,26 113,57p
v4 103,76 111,54 109,08 108,13q
Rata-rata 104,94b 109,59a 113,22a
Npi BNT 0,05 3,70
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (ab)dan kolom (pq) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTtaraf 5%
Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik 4 ekor (i2)
memberikan tinggi tanaman tertinggi (113,22 cm) dan berbeda nyata
perlakuan kepadatan itik 0 ekor (i0) tetapi tidak berbeda nyata dengan
perlakuan kepadatan itik 2 ekor (i1). Varietas Mekongga (v3) memberikan
tinggi tanaman tertinggi (113,57 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan
varietas lainnya.
44
2. Jumlah Anakan
Hasil analisis ragam pada pengamatan jumlah anakan tanaman
padi (Tabel 10) menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik, varietas
dan interaksi antara kepadatan itik dengan varietas berpengaruh sangat
nyata terhadap jumlah anakan tanaman padi.
Tabel 10. Rata-Rata Jumlah Anakan (Tanaman.Rumpun-1) Tanaman Padi.
Varietas Kepadatan Itik Rata- Npv BNTi0 i1 i2 rata 0,05
v1 13,42ݎ
16,24ݍ
17,29 15,65
v2 14,71ݍ
16,95ݍ 16,14
ݍ
15,93 0,77
v3 16,38
18,33 16,28
ݍ
17,00
v4 15,74 18,14
15,80
ݍ
16,56
Rata-rata 15,06 17,42 16,38Npi BNT 0,05 0,78
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (abc)dan kolom (pqr) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTtaraf 5%
Tabel 10 menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan jumlah anakan terbanyak
(18,33 tanaman rumpun-1) dan berbeda nyata dengan interaksi kepadatan
itik 4 ekor dengan varietas Mekongga (i2v3) dan interaksi kepadatan itik 0
ekor dengan varietas Mekongga (i0v3). Interaksi kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan jumlah anakan terbanyak
dan berbeda nyata dengan Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
Way Apo Buru (i1v1) dan Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
45
varietas Ciliwung (i1v3), tetapi tidak berbeda nyata dengan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas varietas Ciherang (i1v4).
3. Jumlah Malai
Hasil analisis ragam pada pengamatan jumlah malai tanaman padi
(Tabel 11) menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik, varietas dan
interaksi antara kepadatan itik dengan varietas berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah malai tanaman padi.
Tabel 11. Rata-Rata Jumlah Malai (Malai.Rumpun-1) Tanaman Padi.
Varietas Kepadatan Itik Rata- Npv BNTi0 i1 i2 rata 0,05
v1 13,81ݎ
16,18ݍ 15,23
ݍ
15,07
v2 14,66ݍ
16,86ݍ 16,52
16,01 0,70
v3 15,93
17,90 16,23
16,69
v4 14,95ݍ 18,01
15,86
ݍ
16,27
Rata-rata 14,86 17,24 15,96Npi BNT 0,05 0,79
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (abc)dan kolom (pqr) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTtaraf 5%
Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Ciherang (i1v4) memberikan jumlah malai terbanyak ( 18,
01 malai rumpun-1) dan berbeda sangat nyata dengan interaksi antara
kepadatan itik 0 ekor dengan varietas Ciherang (i0v4), tetapi berbeda nyata
dengan interaksi antara kepadatan itik 4 ekor dengan varietas Ciherang
(i2v4). Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciherang (i1v4)
46
memberikan jumlah malai terbanyak dan berbeda nyata dengan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Way Apo Buru (i1v1) dan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciliwung (i1v2), tetapi tidak berbeda
nyata dengan Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Mekongga
(i1v3).
4. Panjang Malai
Hasil analisis ragam pada pengamatan panjang malai tanaman
padi (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik, dan
varietas berpengaruh sangat nyata dan interaksi antara kepadatan itik
dengan varietas berpengaruh nyata terhadap panjang malai tanaman
padi.
Tabel 12. Rata-Rata Panjang Malai (cm.malai-1) Tanaman Padi.
Varietas Kepadatan Itik Rata- Npv BNTi0 i1 i2 rata 0,05
v1 23,29ݍ
24,50ݍ 24,24
ݍ 24,01
v2 24,13
25,38ݍ 24,00
ݍ
24,50 0,57
v3 24,09ݍ
25,67 24,57
24,77
v4 23,47ݍ 23,95
ݍ 23,62
ݍ 23,68
Rata-rata 23,75 24,88 24,11Npi BNT 0,05 0,55
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (ab)dan kolom (pq) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTtaraf 5%
Tabel 12 menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan panjang malai terpanjang (
47
25,67 cm malai-1) dan berbeda nyata dengan interaksi antara kepadatan
itik 0 ekor dengan varietas Mekongga (i0v3) dan interaksi antara kepadatan
itik 4 ekor dengan varietas Mekongga (i2v3). Interaksi kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan panjang malai terpanjang
dan berbeda nyata dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
Way Apo Buru (i1v1) dan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
Ciherang (i1v4), tetapi tidak berbeda nyata dengan interaksi kepadatan itik
2 ekor dengan varietas Ciliwung (i1v2).
5. Berat Bulir
Hasil analisis ragam pada pengamatan berat bulir tanaman padi
(Tabel 13) menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik, varietas dan
interaksi antara kepadatan itik dengan varietas berpengaruh sangat nyata
terhadap berat bulir tanaman padi.
Tabel 13. Rata-Rata Berat Bulir (g malai-1) Tanaman Padi.
VarietasKepadatan Itik Rata-
rataNpv BNT
0.05i0 i1 i2
v1 5,77
7,40ݍ 5,67
ݍ
6,28
v2 5,73 7,43
ݍ 6,23
ݍ
6,47 0,37
v3 5,57ݍ 7,83
6,60
6,67
v4 5,37ݍ
7,20ݍ 5,43
ݍ
6,00
Rata-rata 5,61 7,47 5,98Npi BNT 0,05 0,38
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (abc)dan kolom (pq) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTtaraf 5%
48
Tabel 13 menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan berat bulir terberat (7,83 g
malai-1) dan berbeda sangat nyata dengan interaksi antara kepadatan itik
0 ekor dengan varietas Mekongga (i0v3), tetapi berbeda nyata dengan
interaksi antara kepadatan itik 4 ekor dengan varietas Mekongga (i2v3).
Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Mekongga (i1v3)
memberikan berat bulir terberat dan berbeda nyata dengan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Way Apo Buru (i1v1), Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciliwung (i1v2), dan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciherang (i1v4).
6. Jumlah Bulir Berisi
Hasil analisis ragam pada pengamatan jumlah bulir berisi tanaman
padi (Tabel 14) menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik, varietas
dan interaksi antara kepadatan itik dengan varietas berpengaruh sangat
nyata terhadap jumlah bulir berisi tanaman padi.
Tabel 14 menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan jumlah bulir berisi terbanyak
(142,67 bulir malai-1) dan berbeda sangat nyata dengan interaksi antara
kepadatan itik 0 ekor dengan varietas Mekongga (i0v3), tetapi berbeda
nyata dengan interaksi antara kepadatan itik 4 ekor dengan varietas
Mekongga (i2v3). Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
Mekongga (i1v3) memberikan jumlah bulir berisi terbanyak dan berbeda
sangat nyata dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Way
49
Apo Buru (i1v1), dan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
Ciherang (i1v4), tetapi berbeda nyata dengan interaksi kepadatan itik 2
ekor dengan varietas Ciliwung (i1v2).
Tabel 14. Rata-Rata Jumlah Bulir Berisi (bulir malai-1) Tanaman Padi.
VarietasKepadatan Itik Rata-
rataNpv BNT
0,05i0 i1 i2
v1 113,00ݍ
125,33ݎ
128,33 122,22
v2 115,33
138,33ݍ 111,67
ݎ
121,78 4,26
v3 103,67ݎ
142,67 122,00
ݍ
122,78
v4 117,00
122,33ݎ
113,33ݎ
117,56
Rata-rata 112,25 132,17 118,83Npi BNT 0,05 3,95
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (abc)dan kolom (pqr) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTtaraf 5%
7. Berat 1000 Bulir
Hasil analisis ragam pada pengamatan berat 1000 bulir tanaman
padi (Tabel 15) menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik
berpengaruh sangat nyata terhadap berat 1000 bulir tanaman padi.
Tabel 15 menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik 2 ekor (i1)
memberikan berat 1000 bulir terberat (30,55 gram) dan berbeda sangat
nyata dengan perlakuan kepadatan itik 0 ekor (i0), tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan kepadatan itik 4 ekor (i2).
50
Tabel 15. Rata-Rata Berat 1000 Bulir (g) Tanaman Padi.
VarietasKepadatan Itik Rata-
rata
Npv BNT
0,05i0 i1 i2v1 27,50 31,27 29,10 29,29
v2 27,53 29,93 26,10 27,86 1,51
v3 26,70 30,03 30,17 28,97
v4 25,90 30,97 29,03 28,63
Rata-rata 26,91c 30,55a 28,60b
Npi BNT 0,05 1,23
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (abc)berarti tidak berbeda nyata pada uji BNT taraf 5%
8. Produktivitas Padi
Hasil analisis ragam pada pengamatan produktivitas tanaman padi
(Tabel 16) menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik dan varietas
berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas tanaman padi.
Tabel 16. Rata-Rata Produktivitas Tanaman Padi (ton ha-1)
VarietasKepadatan Itik
Rata-rataNpv BNT
0,05i0 i1 i2v1 3,33 4,17 3,67 3,72q
v2 3,40 4,07 3,73 3,73q 0,09
v3 3,63 4,53 3,83 4,00p
v4 3,17 4,03 3,63 3,61r
Rata-rata 3,38c 4,20a 3,72b
Npi BNT 0,05 0,12
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris (abc)dan kolom (pqr) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNTtaraf 5%
Tabel 16 menunjukkan bahwa perlakuan (i1) memberikan
produktivitas tertinggi (4,20 ton ha-1), dan berbeda sangat nyata dengan
51
perlakuan (i0), namun berbeda nyata dengan perlakuan (i2). Varietas
Mekongga (v3) memberikan produktivitas tertinggi (4,00 ton ha-1), dan
berbeda sangat nyata dengan perlakuan varietas Ciherang (v4), tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan varietas Way Apo Buru (v1) dan
perlakuan varietas Ciliwung (v2).
9. Pertambahan Bobot Badan Itik
Selama penelitian, bobot badan itik yang ditebar pada setiap
perlakuan ditimbang sebanyak lima kali. Penimbangan dilakukan pada
saat akan dilepas, dan penimbangan selanjutnya dilakukan setiap dalam
dua minggu sekali.
Tabel 17. Rata-Rata Pertambahan Bobot Badan Harian (g) Itik Umur 15
Minggu
PerlakuanMinggu ke-
PBBH0 2 4 6 7
i1 854.16 920.83 968,75 993,75 1002,08 2,958
i2 852.08 911.45 940,62 963,54 986,45 2,678
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2017.
Tabel 17 menunjukkan rata-rata pertambahan bobot badan itik
sampai minggu ke 7 pada perlakuan kepadatan itik 2 ekor (i1) memberikan
pertambahan bobot badan harian lebih tinggi (2,958 g hari-1), dibanding
dengan perlakuan kepadatan itik 4 ekor (i2) dengan pertambahan bobot
badan harian 2,678 g hari-1.
52
10.Analisis Ekonomi
Hasil analisis usahatani pada pertanian dengan teknologi Inditik
dan tanpa teknologi Inditik disajikan pada lampiran tabel 20. Perhitungan
R/C dan B/C rasio dalam analisis usahatani farming sistem dengan
teknologi Inditik pada berbagai varietas padi.
Tabel 18. Analisis Usahatani Produksi Padi dengan Teknologi Inditik dan
Tanpa Teknologi Inditik pada Berbagai Varietas
UraianTanpa
teknologi InditikDengan
teknologi Inditiki0 i1 i2
Total biaya produksi 7.850.000 11.686.000 16.652.000Total penerimaan 15.159.300 30.837.000 40.684.200Total pendapatan 7.309.300 19.151.000 24.032.200R/C rasio 1,93 2,63 2,44B/C rasio 0,93 1,63 1,44
Berdasarkan tabel 18 menunjukkan adanya perbedaan keuntungan
yang diperoleh, usahatani dengan teknologi Inditik baik perlakuan I1 dan
perlakuan I2 memberikan pendapatan tertinggi dibanding dengan
perlakuan I0 (tanpa teknologi Inditik). Dimana total pendapatan perlakuan
I1 sebesar Rp 19.151.000,00 dengan nilai R/C dan B/C rasio masing-
masing adalah 2,63 dan 1,63, total pendapatan perlakuan I2 sebesar Rp
24.032.200,00 dengan nilai R/C dan B/C rasio masing-masing adalah 2,44
dan 1,44. Sedangkan total pendapatan perlakuan I0 sebesar Rp
7.309.300,00 dengan nilai R/C dan B/C rasio masing-masing adalah 1,93
dan 0,93.
53
B. PEMBAHASAN
1. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi dengan Teknologi
Inditik
Pertumbuhan dan produksi tanaman padi pada berbagai varietas
dengan teknologi Inditik secara umum dari hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan kepadatan itik dan varietas memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur 90 Hst, jumlah anakan,
jumlah malai, panjang malai, berat bulir, jumlah bulir berisi, dan
produktivitas tanaman padi, namun tidak berpengaruh nyata terhadap
berat 1000 bulir. Adapun interaksi antara kepadatan itik dengan varietas
tanaman padi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah
anakan, jumlah malai, dan jumlah bulir berisi, dan berpengaruh nyata
terhadap panjang malai, dan berat bulir, tetapi tidak berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, berat 1000 bulir, dan produktivitas tanaman padi.
a. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman umur 90 Hst dapat dilihat pada (Tabel 9), hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan 4 ekor itik (i2) pada
berbagai varietas padi memberikan tinggi tanaman tertinggi (113,22 cm)
dan berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan itik 0 ekor (i0) tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan itik 2 ekor (i1). Adanya
perbedaan rata-rata tinggi tanaman padi dimana pada petak perlakuan
padi dan itik lebih tinggi jika dibanding dengan petak perlakuan padi saja.
Hal ini dikarenakan bahwa dengan adanya aktivitas itik di dalam lahan
54
padi secara tidak langsung akan mampu menambah pasokan unsur hara
dari feses itik selama berada di area sawah sehingga tanaman akan
tumbuh lebih baik dengan ketersediaan hara dalam tanah yang lebih
banyak. Seiring dengan pendapat Hossain (2005), yang mengemukakan
bahwa kepadatan itik 300 ekor per hektar akan menguntungkan petani
dengan meningkatnya pengendalian hama, menambah pasokan unsur
hara, meningkatkan kualitas tanah, serta mampu menjadi stimulus
tanaman padi.
Varietas Mekongga (v3) memberikan tinggi tanaman tertinggi
(113,57 cm) dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Hal ini diduga
karena tingkat kemampuan adaptasi varietas mekongga lebih baik
dibandingkan dengan varietas lainnya jika diintegrasikan dengan ternak
itik. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman varietas
Mekongga juga berbeda dengan deskripsi varietas Mekongga yang tertera
pada kemasan benih dengan tinggi tanaman varietas Mekongga antara
91-106 cm (Lampiran Tabel 7).
b. Jumlah Anakan
Hasil sidik ragam pada jumlah anakan tanaman padi yang disajikan
pada (Tabel 10) menunjukkan bahwa interaksi kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan jumlah anakan terbanyak
(18,33 tanaman rumpun-1) dan berbeda nyata dengan interaksi kepadatan
itik dengan varietas Mekongga lainnya. Interaksi kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan jumlah anakan terbanyak
55
dan berbeda nyata dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
Way Apo Buru (i1v1) dan varietas Ciliwung (i1v2), tetapi tidak berbeda
nyata dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciherang
(i1v4). Nampak bahwa variabel jumlah anakan produktif pada interaksi
kepadatan itik 4 ekor dengan varietas Mekongga (i2v3) lebih rendah
dibandingkan jumlah anakan produktif pada interaksi kepadatan itik 2 ekor
dengan varietas Mekongga (i1v3). Secara alamiah pembentukan anakan
susulan terus berlangsung beriringan dengan masa pertumbuhan meri,
namun demikian pembentukan anakan padi setelah pemasukan itik akan
terganggu dan mati akibat aktivitas itik di lahan sehingga anakan padi
cenderung tidak bertambah. Saat pemasukan itik tanaman padi sudah
berumur 30 hari sehingga jumlah anakan terbentuk sudah cukup banyak
dan kuat terhadap gangguan meri. Secara visual anakan padi yang dapat
bertahan sampai panen adalah anakan produktif yang terbentuk sebelum
pemasukan itik di lahan.
Interaksi kepadatan itik dengan varietas Mekongga dalam
menghasilkan jumlah anakan lebih banyak dibanding dengan varietas
Way Apo Buru, varietas Ciliwung dan varietas Ciherang. Menurut
Suprihatno (2010) bahwa potensi varietas Mekongga dalam membentuk
anakan dapat mencapai 16 batang per rumpun.
c. Jumlah Malai
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan
itik 2 ekor dengan varietas Ciherang (i1v4) memberikan jumlah malai
56
terbanyak (18,01 malai rumpun-1) dan berbeda sangat nyata dengan
interaksi kepadatan itik 0 ekor dengan varietas Ciherang (i0v4), tetapi
berbeda nyata dengan interaksi kepadatan itik 4 ekor dengan varietas
Ciherang (i2v4).
Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciherang (i1v4)
memberikan jumlah malai terbanyak dan berbeda nyata dengan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Way Apo Buru (i1v1) dan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciliwung (i1v2), tetapi tidak berbeda
nyata dengan Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Mekongga
(i1v3). Perolehan jumlah malai per rumpun berkaitan erat dengan
kemampuan tanaman menghasilkan anakan dan kemampuan
mempertahankan berbagai fungsi fisiologis tanaman. Semakin banyak
anakan yang terbentuk semakin besar peluang terbentuknya anakan yang
menghasilkan malai. Hal ini sejalan dengan pendapat Murayama (1995)
yang menyatakan bahwa pada saat tanaman mulai berbunga hampir
seluruh hasil fotosintesis dialokasikan ke bagian generative tanaman
(malai) dalam bentuk tepung. Selain itu, terjadi juga mobilisasi karbohidrat,
protein dan mineral yang ada di daun, batang dan akar untuk dipindahkan
ke malai.
d. Panjang Malai
Interaksi antara kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Mekongga
(i1v3) memberikan panjang malai terpanjang (25,67 cm malai-1) dan
berbeda nyata dengan interaksi antara kepadatan itik 0 ekor dengan
57
varietas Mekongga (i0v3) dan interaksi antara kepadatan itik 4 ekor dengan
varietas Mekongga (i2v3). Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas
Mekongga (i1v3) memberikan panjang malai terpanjang dan berbeda nyata
dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Way Apo Buru
(i1v1) dan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciherang (i1v4),
tetapi tidak berbeda nyata dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan
varietas Ciliwung (i1v2). Setiap varietas memiliki karakteristik panjang
malai yang berbeda. Adanya perbedaan panjang malai berpengaruh
terhadap perbedaan jumlah bakal gabah dengan kecenderungan semakin
panjang malai semakin banyak bakal gabah yang terbentuk. Kemampuan
tanaman untuk menghasilkan jumlah gabah dipengaruhi oleh berbagai
faktor salah satu faktor yang paling penting adalah panjang malai dan
ketersediaan unsur hara.
e. Berat Bulir
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan
itik 2 ekor dengan varietas Mekongga (i1v3) memberikan berat bulir
terberat (7,83 g malai-1) dan berbeda sangat nyata dengan interaksi antara
kepadatan itik 0 ekor dengan varietas Mekongga (i0v3), tetapi berbeda
nyata dengan interaksi antara kepadatan itik 4 ekor dengan varietas
Mekongga (i2v3).
Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Mekongga (i1v3)
memberikan berat bulir terberat dan berbeda nyata dengan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Way Apo Buru (i1v1), Interaksi
58
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciliwung (i1v2), dan Interaksi
kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciherang (i1v4). Perbedaan berat
bulir per malai yang dihasilkan masing-masing varietas disebabkan oleh
faktor genetik masing-masing varietas. Varietas Mekongga relatif lebih
stabil dibanding varietas lainnya sehingga memiliki berat bulir yang tinggi.
Kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai cenderung merangsang proses
inisiasi malai menjadi sempurna, sehingga peluang terbentuknya bakal
gabah menjadi lebih banyak. Namun demikian semakin banyak gabah
yang terbentuk, meningkatkan beban tanaman untuk membentuk gabah
bernas.
f. Jumlah Bulir Berisi
Pada komponen jumlah bulir berisi per malai, hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa interaksi antara kepadatan itik 2 ekor dengan
varietas Mekongga (i1v3) memberikan jumlah bulir berisi terbanyak (142,67
bulir malai-1) dan berbeda sangat nyata dengan interaksi antara kepadatan
itik 0 ekor dengan varietas Mekongga (i0v3), tetapi berbeda nyata dengan
interaksi antara kepadatan itik 4 ekor dengan varietas Mekongga (i2v3).
Hal ini dapat terjadi karena dengan adanya itik di dalam lahan padi,
tanaman padi tidak lagi dapat membentuk anakan baru akibat aktivitas itik
di dalamnya, sehingga tanaman padi akan mengkompensasi unsur hara
dengan jumlah gabah isi permalai yang lebih banyak yang prosesnya
mirip efek penjarangan pada tanaman pada umumnya.
59
Interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Mekongga (i1v3)
memberikan jumlah bulir berisi terbanyak dan berbeda sangat nyata
dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Way Apo Buru
(i1v1), dan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan varietas Ciherang (i1v4),
tetapi berbeda nyata dengan interaksi kepadatan itik 2 ekor dengan
varietas Ciliwung (i1v2). Adanya perbedaan jumlah bulir berisi yang
dihasilkan dari masing-masing varietas disebabkan oleh faktor genetiknya.
Disamping itu faktor lingkungan ikut berperan dalam tinggi rendahnya
jumlah gabah permalai, karena keadaan cuaca yang cerah dapat
meningkatkan laju fotosintesis, energi cahaya yang digunakan untuk
merombak air dan gas asam arang dirubah menjadi makanan, fotosintat
yang dihasilkan akan disimpan dalam jaringan batang dan daun,
kemudian akan ditranslokasikan ke gabah tingkat pematangan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Guswara (2007) jumlah gabah per malai
dipengaruhi oleh faktor genetik.
g. Berat 1000 Bulir
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kepadatan itik 2
ekor (i1) pada berbagai varietas memberikan berat 1000 bulir terberat
(30,55 gram) dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan kepadatan itik
0 ekor (i0), tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan itik 4 ekor
(i2).
Tinggi rendahnya berat bulir tergantung banyak atau tidaknya
bahan kering yang terkandung dalam biji, bahan kering dalam biji
60
diperoleh dari hasil fotosintesis yang selanjutnya dapat digunakan untuk
pengisian biji. Hal ini sesuai dengan pendapat (Rahmi dkk., 2011),
menyatakan bahwa rata-rata bobot biji sangat ditentukan oleh bentuk dan
ukuran biji pada suatu varietas, apabila tidak terjadinya perbedaan pada
ukuran biji maka yang berperan adalah faktor genetik. Tanaman yang
mendapat efek samping, menjadikan tanaman mampu memanfaatkan
faktor-faktor tumbuh yang tersedia seperti cahaya matahari, air dan CO
dengan lebih baik untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil, karena
kompetisi yang terjadi relative kecil (Wahyuni dkk., 2004).
h. Produktivitas Padi
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan (i1) memberikan
produktivitas tanaman padi lebih tinggi (4,20 ton ha-1) dibandingkan
dengan perlakuan (i0) dan perlakuan (i2) masing-masing sebesar (3,38 ton
ha-1) dan (3,72 ton ha-1). Tingginya produksi padi sawah pada tanaman
padi dengan penerapan teknologi Inditik baik perlakuan (i1) dan perlakuan
(i2) dikarenakan aktivitas itik di dalam lahan padi dapat menekan
pertumbuhan gulma dan serangga pengganggu tanaman padi lainnya.
Selain itu kotoran itik yang dihasilakan selama di areal lahan menjadi
pupuk yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan padi. Menurut
Hossain (2005) kombinasi antara padi dengan itik tidak hanya
menurunkan populasi serangga hama, tetapi juga meningkatkan
kandungan N, P, K, S, dan Ca dalam tanah. Hal ini sesuai dengan
beberapa penelitian terdahulu seperti Manda (1992) bahwa sistem aigamo
61
di jepang yaitu itik Aigamo dilepas di sawah, pertumbuhan gulma dapat
ditekan jauh lebih rendah daripada sawah tanpa Aigamo dan sawah
herbisida. Demikian juga dengan jumlah belalang dan keong lumpur dapat
dikontrol dengan sistem Aigamo. Lebih lanjut Boray (1991) menyatakan
bahwa sehubungan dengan banyaknya itik yang digembalakan di sawah-
sawah di Indonesia hal ini diduga dapat menurunkan populasi siput.
Varietas Mekongga memberikan produktivitas tertinggi (4,00 ton ha-
1), berbeda nyata dengan varietas lainnya. Hasil produktivitas padi
berhubungan erat dengan komponen hasil seperti jumlah malai per
rumpun, jumlah gabah per malai, jumlah bulir berisi dan bobot 1000 bulir.
Tingginya perolehan produktivitas varietas Mekongga ditunjang oleh
jumlah anakan, panjang malai, berat bulir, dan jumlah bulir berisi yang
lebih banyak dibandingkan dengan varietas lainnya.
Menurut Basuki dan Setyapermas (2012), bahwa usaha
pembesaran itik bersama padi dapat menghasilkan gabah lebih bernas,
secara umum pada perlakuan introduksi pembesaran itik pada tanaman
padi akan menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman padi monokultur sebagai dampak interaksinya berbagai
komponen teknologi secara sinergis dalam sistem usahatani termasuk
meningkatkan kesuburan tanah dari kotoran yang dihasilkan itik. Lebih
lanjut Subiharta dkk., (2001) menyatakan bahwa pada tanaman padi
tanpa ternak itik produksi padi gabah kering giling (GKG) sebanyak 3,58
ton ha-1 lebih sedikit dibanding produksi padi yang diintegrasikan dengan
62
ternak itik yang mencapai 5,11 ton ha-1. Rendahnya produksi padi
tanaman padi tanpa ternak itik akibat serangan hama penyakit pada
tanaman padi.
2. Kepadatan Itik Terhadap Pertambahan Bobot Badan Itik
Kegiatan usaha tani yang terpengaruh secara langsung oleh
perlakuan kepadatan itik pada tanaman padi terhadap pertambahan bobot
badan itik disajikan pada Tabel 17. Rata-rata pertambahan bobot badan
itik penelitian pada perlakuan kepadatan itik 2 ekor (i1) yaitu 2,958 g ekor-
1 hari-1, lebih tinggi dibanding dengan perlakuan itik 4 ekor (i2) yaitu 2,678
g ekor-1 hari-1.
Pada perlakuan kepadatan itik 4 ekor (i2) bobot badan akhir itik
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan itik 2 ekor (i1), hal ini diduga
karena jumlah kepadatan itik yang berbeda mempengaruhi tingkat
komsumsi makanan sehingga ada persaingan dalam perebutan makanan
baik pakan yang diberikan di kandang maupun pakan alamiah yang ada di
lahan sawah penelitian. Secara alamiah sifat itik apabila dipelihara pada
umbaran yang digenangi air, cenderung akan bermain dan mencari pakan
alami di areal umbaran. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan
alelomimetik yang meliputi tingkah laku berjalan, berlari, berenang dan
kegiatan yang dilakukan dalam satu kelompok (Wodzicka et al., 1991).
Akibatnya energi yang dikonsumsi banyak digunakan untuk aktivitas
gerak, sehingga berat badan akhir semakin menurun nyata. Widowson
63
(1980), Wahyu (1992) dan Anggorodi (1997), proses fisologis tubuh
membutuhkan energi untuk hidup pokok, pengaturan suhu tubuh,
pergerakan dan produksi. Semakin banyak energi yang digunakan
semakin sedikit energi untuk pertumbuhan, sehingga berat badan semakin
menurun. Lebih lanjut Margawati (1985) yang menyatakan bahwa
konsumsi dan konversi pakan dipengaruhi oleh tingkat kepadatan
kandang. Pengaturan jumlah itik dalam satu koloni petakan sangat
menentukan keragaman pertumbuhan tanaman dan itik.
Konsumsi pakan diberikan per hari yakni konsumsi pakan per ekor
per hari yang diberikan adalah sebesar 100 gram-1 ekor-1 hari.
Diasumsikan bahwa pakan yang diberikan pada itik tidak terisisa setiap
harinya.
3. Dampak Interaksi Kepadatan Itik dengan Varietas Tanaman Padi
Kegiatan usahatani yang terpengaruh secara langsung oleh
perlakuan Integrasi tanaman padi dengan teknologi Inditik disajikan pada
Lampiran gambar 7, dari gambar tersebut nampak bahwa ada perbedaan
nyata serangan gulma pada perlakuan tanaman padi tanpa teknologi
Inditik dengan perlakuan tanaman padi dengan teknologi Inditik. Pada
perlakuan tanaman padi tanpa teknologi Inditik penyiangan dilakukan
sebanyak dua kali yakni pada tanaman padi umur 25 hst dan 45 hst,
sedangkan pada tanaman padi dengan teknologi Inditik dilakukan
penyiangan satu kali yakni pada umur 25 hst, nampak bahwa kegiatan
64
usahatani dengan teknologi Inditik mengurangi waktu penyiangan dari dua
kali menjadi satu kali saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Setioko dkk.,
(1999) dan Manda (1992) menyatakan bahwa itik akan makan gulma yang
ada disawah sehingga membantu penyiangan.
Pada perlakuan tanaman padi tanpa Teknologi Inditik ditemukan
beberapa jenis gulma disajikan pada (lampiran gambar 8) dan terdapat
beberapa jenis gulma yang ditemukan sedangkan pada tanaman padi
dengan teknologi Inditik hampir tidak ditemukan gulma. Hal ini diduga
terjadi karena keberadaan itik pada lahan bersama padi dapat menjadi
musuh biologi terhadap jenis gulma tertentu. Selama masa pembesaran
itik di lahan sangat aktif menjelajah sampai keseluruh petak untuk mencari
berbagai jenis tumbuhan dan binatang yang dapat dimakan. Hasil
penelitian Mahfudz et al., (2001) itik akan lebih aktif bergerak ke seluruh
sudut petakan yang luas meskipun disediakan pakan yang cukup. Pada
kondisi demikian keberadaan gulma menjadi makanan itik yang dapat
menekan pertumbuhan gulma serta menghemat biaya penyiangan
Produktivitas tanaman padi dengan teknologi Inditik pada perlakuan
(i1) memberikan produktivitas lebih tinggi yaitu 4,20 ton ha-1, dibanding
dengan perlakuan (i2) yaitu 3,72 ton ha-1. Hal ini diduga karena pada
perlakuan (i2) jumlah itik dalam satu petakan terlalu padat sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Menurut
Mahfudz et al. (2001) jumlah koloni itik per petak harus optimal karena
apabila populasi itik melebihi daya dukung lahan (terlalu padat) maka
65
keberadaan itik akan merusak tanaman padi, demikian pula sebaliknya
apabila jumlah itik terlalu sedikit maka fisiknya kecil karena energinya
banyak digunakan untuk bergerak dimana keadaan tersebut kurang baik
untuk pembesaran.
Menurut Dwiyanto (2001), integrasi antara tanaman dengan ternak
saling menguntungkan dilihat dari sisi tanaman maupun ternaknya.
Keuntungan yang didapat pada ternak itik adalah pakan yang ada di
sawah seperti serangga, katak, keong dan biota lain yang ditemui di
sawah. Tanaman padi akan mendapat keuntungan dari integrasi antara
lain gulma yang ada dimakan itik sehingga mengurangi penyiangan.
Ternak makan serangga pengganggu tanaman termasuk wereng coklat,
tentunya dengan prilaku ini dapat mengurangi penggunaan pestisida
untuk pemberantasan serangga, belum lagi itik akan menyosor ke tanah
untuk mencari cacing sehingga membantu penggemburan tanah, selain
itu kotorannya juga dapat memberikan pupuk pada tanaman. Seperti
dilaporkan penelitian sebelumnya bahwa biota berupa serangga maupun
keong pengganggu tanaman padi yang ada di sawah akan menjadi pakan
itik (Setioko dkk., 1999).
Di sisi lain sawah padi mempunyai manfaat untuk pemeliharaan itik
antara lain: penggunaan sumber alami sebagai makanan tambahan alami
seperti gulma, serangga air, keong mas, cacing dan katak kecil sehingga
dapat menekan jumlah pakan yang diberikan jika dibanding dengan
pemeliharaan itik secara intensif (tersendiri) dan tentunya menguntungkan
66
peternak itik, penggunaan ruang yang tersisa di sawah padi dapat
dijadikan sebagai umbaran bagi itik yang saat ini umbaran itik semakin
sempit, penggunaan air yang berlimpah dilahan sawah dapat dijadikan
sebagai tempat bermain bagi itik sehingga dapat membantu menurunkan
tingkat stres pada itik jika di kandangkan setiap harinya, dan area sawah
juga dapat digunakan sebagai tempat itik bersembunyi dan berlindung
dibawah daun padi dari sinar matahari.
4. Analisis Usahatani pada Tanaman Padi dengan Teknologi Inditik
Aspek nilai produksi nampak bahwa keuntungan produksi
usahatani dengan teknologi Inditik lebih tinggi dibandingkan dengan
usahatani tanpa teknologi Inditik. Hal ini dapat terjadi karena nilai
akumulasi dari produksi padi dan produksi itik. Pada produktivitas
tanaman padi dengan teknologi inditik pada perlakuan (i1) total
pendapatan yang diterima sebesar Rp 19.151.000,00 dengan R/C rasio
2,63 yang artinya setiap pengeluaran uang Rp 100,00 untuk produksi padi
maka total penerimaan dari hasil produksi padi sebesar Rp 263,00 dengan
B/C rasio 1,63 lebih besar dari 1 yang artinya setiap pengeluaran Rp
100,00 untuk produksi padi maka total keuntungan dari hasil produksi padi
sebesar Rp 163,00. Pada usahatani tanpa teknologi Inditik (i2) total
pendapatan yang diterima sebesar Rp 24.032.200,00 dengan R/C rasio
yaitu 2,44 yang artinya setiap pengeluaran Rp 100,00 untuk produksi padi
maka total penerimaan dari hasil produksi padi sebesar Rp 244,00 dengan
67
B/C rasio 1,44 lebih besar dari 1 yang artinya setiap pengeluaran Rp
100,00 untuk produksi padi maka total keuntungan dari hasil produksi padi
sebesar Rp144,00.
Berdasarkan indikator B/C rasio nampak bahwa kedua pola usaha
tani tersebut layak secara finasial. walaupun pada perlakuan I2 total
pendapatan lebih besar yakni sebesar Rp 24.032.200,00 dengan nilai R/C
dan B/C rasio masing-masing adalah 2,44 dan 1,44. Namun dari nilai R/C
dan B/C rasio pada perlakuan I2 lebih rendah dari nilai R/C dan B/C rasio
pada perlakuan I1 masing-masing 2,63 dan 1,63 sehingga perlakuan I1
tetap dianjurkan karena dari rata-rata produksi utama (Varietas) padi pada
perlakuan I1 juga lebih tinggi (4,20 ton ha-1) dibanding dengan perlakuan I2
(3,72 ton ha-1).
Menurut Mahfudz dan Prasetya (2005) bahwa integrasi itik dengan
padi dapat meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis serta
meningkatkan pendapatan petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Atikah
(2012), yang menyatakan kriteria penilaian B/C rasio pada peluang usaha
lebih dari 1, artinya usaha layak untuk dilaksanakan karena
menguntungkan. Pernyataan tersebut didukung oleh Diwyanto dan
Haryanto (2001), menyatakan bahwa penerapan sistem integrasi akan
meningkatkan penghasilan petani hampir dua kali lipat lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan pola tanam tanpa integrasi dengan ternak.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Produktivitas berbagai varietas padi dengan teknologi Inditik pada I1
memberikan hasil terbaik (4,20 ton ha-1) dibanding dengan I2 (3,72 ton
ha-1), dan I0 (3,38 ton ha-1).
2. Varietas Mekongga memberikan produktivitas lebih tinggi (4,00 ton ha-1)
dibanding dengan produktivitas varietas Way Apo Buru (3,72 ton ha-1),
varietas Ciliwung (3,73 ton ha-1), dan varietas Ciherang (3,61 ton ha-1).
3. Kepadatan itik 2 ekor per petak (I1) memberikan pengaruh nyata
terhadap jumlah anakan, jumlah malai, panjang malai, berat bulir,
jumlah bulir berisi, berat 1000 bulir, dan produktivitas padi, serta
pertambahan bobot harian itik.
4. Adanya interaksi antara kepadatan itik dengan varietas terhadap
pertumbuhan dan produksi padi berpengaruh sangat nyata terhadap
jumlah anakan, jumlah malai, berat bulir, dan jumlah bulir berisi,
berpengaruh nyata terhadap panjang malai, dan tidak berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, berat 1000 bulir, dan produktivitas
tanaman padi.
69
B. SARAN
1. Kegiatan usahatani dengan teknologi Inditik dapat mengurangi waktu
penyiangan dari dua kali menjadi satu kali saja.
2. Sawah sebagai tempat tumbuhnya pakan alami itik sehingga dapat
membantu mengurangi biaya pakan.
3. Keuntungan yang diperoleh dengan teknologi Inditik adalah pada
luasan yang sama dan waktu yang sama dapat dipanen padi dan itik
secara bersamaan tanpa mengganggu produksi.
70
DAFTAR PUSTAKA
Aak, 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Abdul R. dan Jumiati., 2007. Pengaruh Konsentrasi Dan WaktuPenyemprotan Pupuk Organik Cair Sper ACI TerhadapPertumbuhan Dan Hasil Jagung Manis, J. Agritrop., 26 (3)., 105-109.
Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa.2000. Perumusan Kebijaksanaan HargaGabah dan Pupuk Dalam Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian danPengembangan Soseial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Ali, Arsyadi dan Febrianti, Nanda. 2009. Performans Itik Pedaging(lokal x peking) Fase Starter Pada Tingkat Kepadatan KandangYang Berbeda Di Desa Laboijaya Kabupaten Kampar. JurnalPeternakanVol 6 No 1 Februari 2009 (29 – 35) ISSN 1829 –8729. Pekanbaru.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan TernakUnggas. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Atikah, N., 2012. Analisis Peluang Usaha Lele Sangkuriang (ClarisGariepinus) Berbasis Sumberdaya Lokal. Meningkatkan DayaSaing dan Nilai Tambah Produk Pertanian BerbasisSumberdaya Lokal. Buku 4B: Social-Ekonomi-BudidayaPertanian Hal. 102-110.
Badan Litbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang PengelolaanTanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. DepartemenPertanian. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2000. PenyusunRamsum Untuk Itik Petelur. Intalasi Penelitian Dan PengkajianTeknologi Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Padi di Provinsi Sulawesi Selatan.Diakses 27 Februari 2017 pukul 21.00 wita. Sulsel.bps.go.id.
Basuki, S, dan Setapermas. MN, 2012. Pemanfaatan Cuaca EkstrimDengan Pembesaran Itik Dalam Sistem Usahatani Padi (StudiKasus Di Kabupeten Brebes. Prosiding Seminar NasionalKedaulatan Pangan Dan Energi. Universitas Trunojoyo. Madura.
71
Boray, J.C. 1991. Current Status Of The Control Of Trematode InfectionsIn Livestock In Developing Countries. Working Paper For ExpertConsultation On Helm Inth Infections Of Livestock In DevelopingCountries. FAO Rome pp. 1-33.
Cagauan, A.G. 1997. “ Final Report. Integrated Rice-Fish-Azolla-DuckFarming System”. A research project funded by the Food andAgriculture Organization (FAO), Catholic University of Louvain,Belgium, and the Freshwater Aquaculture Center, Center LuzonState University, Philippines. Pp. 265.
Cagauan, A.G. and R.C. Joshi. 2001. "Golden Apple Snail (Panaceaspp.) in the Philippine." In Wada, T. (Ed.), Proceeding of theSpecial Working Group on the Golden Apple Snail (Panaceaspp.) at the Seventh International Congress on Medical andApplied Malacology (7th ICMAM), Los Banos Laguna S EARCA, Philippines. October 2002. p. 1-36.
Cantrell. 2004. New technologies for rice farmers. ICM Edition, Bayer CropSci. 1: 21-22.
Diwyanto, K. and B. Haryanto, 2001. Impotance of Integration inSustainable Farming System. In: Integration of Agricultural andEnviromental Policies in an Environmental Age. KREI/FFTC-ASPAC, Seoul, Korea. pp. 97-111.
Dwiyanto. K, Prawiradiputra B.R, dan Lubis D., 2001. Integrasi TanamanTernak Dalam Pembangunan Agribisnis Yang Berdaya Saing,Berkelanjutan Dan Berkerakyatan. Prosiding Seminar NasionalTeknologi Perternakan dan Veteriner. PUSLITBANGNAK, Bogor.
Evans, AJ dan AR. Setioko. 1985. Traditional System of Layer FlockManagement in Indonesia. Duck Production in Indonesia. In DuckProduction and World Practice, Farrell, D.I and Stapleton, P. (Ed).University of New England, pp 306-322
Furuno, T. 2009. “Significance and Practice of Integrated RiceCultivation and Duck Farming-Sustainable Agriculture”. KyushuInternational Center, Japan International Cooperation Agency,and Kitakyushu Forum on Asia Women. Pp.12.
Guswara, A. 2007. Peningkatan Hasil Tanaman Padi MelaluiPengembangan Padi Hibrida: Dalam Kumpulan RDTP/ROPP.Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
72
Hardi.P.L., 2010. Panduan Budidaya dan Usaha Ternak Itik. BalaiPenelitian Ternak. Ciawi Bogor.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. IlmuTanah. Penerbit AkademikaPressindo: Jakarta
Harmono, dan Andoko. A. 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis.Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hartatik W, Setyorini D. 2009. Pengaruh pupuk organic terhadap sifatkimia tanah dan produksi tanaman padi sawah organik.Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya LahanPertanian. Bogor (ID). hlm 21-35.
Hasanuddin, A. 2005. Peranan proses sosialisasi terhadap adopsivarietas unggul padi tipe baru dan pengelolaannya. LokakaryaPemuliaan Partisipatif dan Pengembangan Varietas Unggul TipeBaru (VUTB). Bogor.
Hossain, S.T. (2005). Effect og integrated rice-duck farming on riceyield, farm productivity, and rice-provisioning ability of farmers.Asian Journal of Agriculture and Development 2 (1&2): 79-86.
Ihwanul A., Nasich M., dan Marzuki. 2011. Pertambahan Bobot BadanDan Konversi Pakan Sapi Limousine Cross Dengan PakanTambahan Probiotik. Jurnal Tidak Diterbitkan. Fakultasperternakan, Universitas Brawijaya Indonesia. Malang.
Ina, H. 2007. Bercocok Tanam Padi. Azka Mulia Media. Jakarta.
Irawan, Bambang. 2008. Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu DanAgribisnis Yang Berbawawasan Lingkungan. Seminar NasioanalTeknologi Perternakan dan Veteriner. Bandung.
Iskandar, P., 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu. http://my greennature.blogspot.com/2008_03_01_archive.html?zx=50dd172e2d3d889. Diakses pada tanggal 16 Juni 2017.
Juliano, B. O. 2003. Rice Chemistry and Quality. Philippine: Philrice.
Kamandalu A.A.N.B., I B.K Suastika, dan I K.D Arsana,. 2006. Kajiansistem tanam jajar legowo terhadap produksi padi sawah. Prosidingseminar nasional percepatan transformasi teknologi pertanianuntuk mendukung pembangunan wilayah. Balai Besar Pengkajiandan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 586 p.
73
Lestari, S. 2001. Pengaruh Kadar Ampas T a h u Y a n g D i fe rmen tas iTerhadap Efisiensi Pakandan Pertumbuhan Ikan Mas(Cyprinuscarpio) .Skr ips i S1. Prodi Budidaya Perairan IPB,Bogor.
Mahfudz, L.D., S. Kismiatidan W. Sarengat. 1999. Pengaruh LuasLahan dan Pemberian Pakan Itik yang Dipelihara pada ArealSawah Terhadap Performans Itik. Pros. Seminar UnggasLokal II. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,Semarang.
Mahfudz, L.D., U. Atmomarsono dan N.S. Yuningsih. 1999.Pengaruh Luas Lahan dan Pemberian Pakan Itik yangDipelihara pada Areal Sawah Terhadap Persentase KarkasItik. Pros. Seminar UnggasLokal II. Fakultas PeternakanUniversitas Diponegoro, Semarang.
Mahfudz, L.D., W. Sarengatdan B. Srigandono. 1999. PenggunaanAmpas Tahu Sebagai Penyusun Ransum Ayam Broiler.Pros. Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Lokal,Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Mahfudz, LD, dan E. Prasetya, 2005. Tingkat Efisiensi Teknis EfisiensiTeknis Dan Ekonomis Pada Sistem Pemeliharaan TerpaduAntara Tanaman Padi Itik Lokal Jantan. J. Indo. Trop. Anim.Agric. 30 (1) March.
Mahfudz, LD, Umiyati AM, Warsono S dan Nuniek SY, 2001a. PengaruhLuas Lahan Pada Sistem Integrasi Padi Dengan Itik TerhadapPerformans Itik Local Jantan. Animal Production, Edsus, Feb.Unsoed Press. Purwokerto.
Mahfudz, LD, W. Serengat, SM. Ardiningsari, E. Supriyati dan B.Srigandono, 2001b. Pemeliharaan Sistem Terpadu DenganTanaman Padi Terhadap Performans Dan Kualitas Karkas ItikLokal Jantan Umur 10 Minggu. Prosiding. Seminar NasionalIntegrasi Tanaman Ternak. Undip. Semarang.
Makarim, A.K. dan Suhartatik, E. 2006. “Partial Efficiency Concept InNew Rice Plant Type As Indicated By N Uptake”. InSumarnodkk. (Ed) Rice Industry, Culture, and Environment.Book 1 p. 185-191. Indonesian Center For Rice Research.
Manda, M., 1992. Paddy Rice Cultivation Using Crossbreed Ducks.Agricultural Science and Nature Resources, Faculty of
74
Agrigulture; Kagoshima University. Farming Japan Vi. 26-4, pp35-42.
Manurung, S. O, dan M Ismunandi. 1999. Buku Padi. Ed ke-1. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Margawati, E. T. 1985. Pengaruh Tingkat Kepadatan Kandang Itik DalamSangkar Terhadap Pertambahan Berat Badan Pada PeriodeAwal Pertumbuhan. Prosiding Seminar Perternakan Dan ForumPeternak Unggas Dan Aneka Ternak. Pusat Penelitian DanPengembangan Peternakan, Badan Penelitian DanPengembangan Pertanian, Bogor. Hlm. 256-261.
Mugnisjah, W, Q., 2001. Ekolfisiologi Tanaman Tropika. ProgramPascaSarjana, Institute Pertanian Bogor.
Mulatshi, Sumiati, dan Tjakraddidjaja. 2010. Intensifikasi usahapeternakan itik. Kanisius. Yogyakarta.
Mulya, S.H, Ade. R, Agus, G, Trinty, R.K, dan Iwan. J., 2001. DampakPengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Terhadap KelestarianLingkungan. Prosiding, Seminar Nasional PengelolaanLingkungan Pertanian. Pudlit Pengembang Tanah danAgroklimat, Bogor.
Murayama, N. 1995 Fertilizer application to rice in relation tonutriphysiology of ripening. 2.j.Agri.Sci.24:71-77.(J) dalam skripsiH. Sukardi. 2006. Pengaruh Dosis Pupuk Anorganik (NPK) danOrganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryzasativa L.). Fakultas Pertanian Unsika.
Nur F., Erlina A., dan Nasin W., 2007. Pengaruh Dosis Dan FrekuensiPemberian Pupuk Organic Cair Terhadap Pertumbuhan DanHasil Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) Dataran Rendah. JurnalIlmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No. 1 (2007) p:43-53
Prihatman, K. 2000. Padi (Oriza Sativa). Badan Pemberdayaan danPemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.
Rahmi, Z. Zuhry, E. Nurbaiti. 2011. Pengaruh Jarak Tanam TerhadapPertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L)Verietas Batang Piaman dengan Metode System of RiceIntensification (SRI) di Padang Marpoyan Pekanbaru. JurnalFakultas Pertanian. Universitas Riau.
75
Rao, NS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.Susilo H, Penerjemah. Jakarta (ID) : UI Press.
Sandy, S. W. 2009. Berternak itik tanpa air. Penebar Swadaya.Jakarta.
Satri Rasyid, 2013. Evaluasi Pertambahan Bobot Badan dan EfisiensiPenggunaan Pakan Pada Itik Pedaging Yang Diberi Level AnpasTahu Yang Berbeda. Jurnal Galung Tropika, Januari 2013, hlmn.9-13. Pare-Pare.
Siregar, H., 1981. Budidaya Tanaman Padi Indonesia. P.T. SastraHudaya. Jakarta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. Penerbit Universitas Indonesia.Jakarta.
Subiharta, Datjana, Widarto dan Hartono, 2001. Sistem Usaha TaniTerpadu Padi-Itik Mendukung Pengembangan PertanianOrganik. Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Pertanian.Puslit Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor
Suprihatno, AA Darajat, Satoto, SE. Baehaki, Suprihanto, A. Setyono,SD. Indrasari, IP. Wardana dan H. Sembiring, 2010. DeskripsiVarietas padi. BB Penelitian Tanaman Padi. Badan LitbangPertanian.
Sutanto, Rachman. 2012. Pertanian Organik, Menuju PertanianAlternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Ternak. Cetakan ke-2. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
Wahyuni, S.U.S. Nugraha dan Soejadi. 2004. Karakteristik Dormansi danMetode Efektif Untuk Pematahan Dormansi Benih PlasmanutfahPadi. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan. Hal 12.
Widowson, E.M. 1980. Definition of Growth. Dalam: Mannual Nutrition ofGrowth. T.L.J. Lawrence (Ed.) Australia Vice Concelor Commite.
Wodzicka, M.T., I.K. Sutama, L.G. Putu dan T.D. Chaniago. 1991.Reproduksi, Tingkah Laku dan Reproduksi Ternak di Indonesia.PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
76
LAMPIRAN
77
A. Lampiran Tabel
Tabel 5. Deskripsi Varietas Way Apo Buru
Nomor seleksi : S3383-1D-PN-16-2Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-
3//4*IR64Golongan : CereUmur tanaman : 115-125 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 105-113 cmAnakan produktif : 15-18 batangWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : Panjang rampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangKerebahan : SedangTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 23 %Bobot 1000 butir : 27 gRata-rata hasil : 5,5 t/haPotensi hasil : 8,0 t/haKetahanan terhadapHama Penyakit :Tahan wereng coklat biotipe 2 dan
rentanbiotipe 3Tahan hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasidataran rendah sampai sedang (600 m dpl)
Pemulia : Z. A. Simanulang, E. Sumadi, Taryat T.,Aan A. Daradjat dan B. Suprihatno
Dilepas tahun : 1998
78
Tabel 6. Deskripsi Varietas Ciliwung
Nomor seleksi : B4183B-PN-33-6-1-2Asal persilangan : IR38//2*Pelita I-1/IR4744-128-4-1-2Golongan : CereUmur tanaman : 117 - 125 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 114 - 124 cmAnakan produktif : 18 - 25 batangWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaWarna daun : Hijau tuaMuka daun : KasarPosisi daun : TegakDaun bendera : Miring sampai tegakBentuk gabah : Sedang sampai rampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangKerebahan : TahanTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 22%Indeks Glikemik : 86Bobot 1000 butir : 23 gRata-rata hasil : 4,8 t/haPotensi hasil : 6,5 t/haKetahanan terhadapHama Penyakit :Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan rentan
wereng coklat biotipe 3Agak tahan terhadaphawar daun bakteri strain IV
Anjuran tanam :Baik ditanam di lahan irigasi berelevasi rendahsampai 550 m dpl
Pemulia : I. Sahi, Taryat T., dan H. MaknunDilepas Tahun : 1988
79
Tabel 7. Deskripsi Varietas Mekongga
Nomor seleksi : S4663-5D-KN-5-3-3Asal persilangan : A2790/2*IR64Golongan : CereUmur tanaman : 116-125 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 91-106 cmAnakan produktif : 13-16 batangWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaWarna daun : HijauMuka daun : Agak kasarPosisi daun : TegakDaun bendera : Miring sampai tegakBentuk gabah : Ramping panjangWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangKerebahan : SedangTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 23%Indeks Glikemik : 88Bobot 1000 butir : 28 gRata-rata hasil : 6,0 t/haPotensi hasil : 8,4 t/haKetahanan terhadapHama Penyakit : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 2
dan 3Agak tahan terhadap hawar daun bakteristrain IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah dataranrendah sampai ketinggian 500 m dpl
Institusi pengusul : Balitpa dan BPTP Sultra
Pemulia : Z. A. Simanullang, Idris Hadade, Aan A.Daradjat, dan Sahardi
Tim Peneliti : B. Suprihatno, Y. Samaullah, Atito DS.,Ismail B. P., Triny S. Kadir, dan A. Rifki
Teknisi : M. Suherman , Abd. Rauf Sery, Uan D.,S. Toyib S. M., Edi S. MK, M. Sailan, SailHanafi, Z. Arifin, Suryono, Didi dan NenengS.
Dilepas tahun : 2004
80
Tabel 8. Deskripsi Varietas Ciherang
Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-
3//4*IR64Golongan : CereUmur tanaman : 116-125 hariBentuk tanaman : TegakTinggi tanaman : 107-115 cmAnakan produktif : 14-17 batangWarna kaki : HijauWarna batang : HijauWarna telinga daun : Tidak berwarnaWarna lidah daun : Tidak berwarnaMuka daun : Kasar pada sebelah bawahPosisi daun : TegakDaun bendera : TegakBentuk gabah : Panjang rampingWarna gabah : Kuning bersihKerontokan : SedangKerebahan : SedangTekstur nasi : PulenKadar amilosa : 23 %Bobot 1000 butir : 28 gRata-rata hasil : 6,0 t/haPotensi hasil : 8,5 t/haKetahanan terhadapHama Penyakit :Tahan wereng coklat biotipe 2 dan agak
tahan biotipe 3Tahan hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasidataran rendah sampai sedang (500 m dpl)
Pemulia : Z. A. Simanulang, E. Sumadi, Taryat T., danAan A. Daradjat.
Dilepas tahun : 1998
81
Tabel 9a. Rata-Rata Pengamatan Tinggi Tanaman Padi (cm) Umur 90
HST
Kepadatan Itik danVarietas
Kelompoki ii iii
i0v1 101,06 103,17 106,78
i0v2 102,09 103,98 105,48
i0v3 106,01 109,21 110,19
i0v4 105,70 99,19 106,38
i1v1 101,75 92,54 111,48
i1v2 108,09 109,70 111,89
i1v3 110,52 116,48 117,95
i1v4 105,50 113,48 115,64
i2v1 113,83 110,91 113,91
i2v2 112,10 110,18 118,74
i2v3 116,29 116,95 118,54
i2v4 111,26 107,59 108,39
Tabel 9b. Analisis Ragam Tinggi Tanaman Padi Umur 90 HST
Sidik
KeragamanDB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 147,83 73,92
i 2 414,13 207,07 19,42 ** 6,94 18,00
Error i 4 42,66 10,66
v 3 265,53 88,51 7,81 ** 3,16 5,09
i x v 6 161,07 26,85 2,37 tn 2,66 4,01
Error v 18 204,10 11,34
Total 35 1235,33
kk i 2,99%
kk v 3,08%
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata * = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
82
Tabel 10a. Rata-Rata Pengamatan Jumlah Anakan (Tanaman.Rumpun-1)
Tanaman Padi.
Kepadatan Itik danVarietas
Kelompoki ii Iii
i0v1 13,33 13,47 13,47i0v2 15,33 14,47 14,33i0v3 16,33 16,19 16,61i0v4 16,50 15,50 15,21i1v1 16,57 16,14 16,00i1v2 16,85 17,14 16,85i1v3 18,71 18,14 18,14i1v4 18,00 18,14 18,28i2v1 17,14 17,43 17,29i2v2 16,14 16,43 15,86i2v3 16,14 16,71 16,00i2v4 16,85 16,14 14,42
Tabel 10b. Analisis Ragam Jumlah Anakan Tanaman Padi.
Sidik
KeragamanDB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 1,26 0,63
i 2 33,34 16,67 75,77 ** 6,94 18,00
Error i 4 0,86 0,22
v 3 9,99 3,33 16,65 ** 3,16 5,09
i x v 6 17,56 2,93 14,65 ** 2,66 4,01
Error v 18 3,58 0,20
Total 35 66,60
kk i 2,85%
kk v 2,74%
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
83
Tabel 11a. Rata-Rata Pengamatan Jumlah Malai (Malai.Rumpun-1)
Tanaman Padi.
Kepadatan Itik dan
Varietas
Kelompok
i ii Iii
i0v1 14,00 14,14 13,28
i0v2 15,00 14,57 14,42
i0v3 15,83 16,26 15,69
i0v4 15,03 15,12 14,69
i1v1 16,28 15,85 16,42
i1v2 17,29 17,14 16,14
i1v3 18,00 17,71 18,00
i1v4 18,14 18,00 17,88
i2v1 15,71 15,14 14,85
i2v2 16,85 17,28 15,42
i2v3 16,71 17,14 14,85
i2v4 15,86 16,00 15,71
Tabel 11b. Analisis Ragam Jumlah Malai Tanaman Padi.
Sidik
KeragamanDB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 2,87 1,43
i 2 34,66 17,33 49,51 ** 6,94 18,00
Error i 4 1,39 0,35
v 3 12,62 4,21 26,31 ** 3,16 5,09
i x v 6 3,90 0,65 4,06 ** 2,66 4,01
Error v 18 2,97 0,16
Total 35 58,39
kk i 3,68%
kk v 2,54%
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
84
Tabel 12a. Rata-Rata Pengamatan Panjang Malai (cm.Malai-1) Tanaman
Padi.
Kepadatan Itik danVarietas
Kelompoki Ii Iii
i0v1 23,29 23,57 23,00
i0v2 24,61 24,04 23,75
i0v3 24,04 24,18 24,04
i0v4 23,90 23,61 22,90
i1v1 24,85 24,43 24,23
i1v2 26,00 25,14 25,00
i1v3 26,43 25,57 25,00
i1v4 24,00 24,14 23,71
i2v1 24,57 24,00 24,14
i2v2 24,14 24,14 23,71
i2v3 24,57 25,28 23,86
i2v4 24,29 23,71 22,85
Tabel 12b. Analisis Ragam Panjang Malai Tanaman Padi.
SidikKeragaman
DB JK KT F. HitF. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 3,11 1,56
i 2 8,01 4,00 57,14 ** 6,94 18,00
Error i 4 0,26 0,07
v 3 6,51 2,17 19,73 ** 3,16 5,09
i x v 6 2,23 0,37 3,36 * 2,66 4,01
Error v 18 1,99 0,11
Total 35 22,11
kk i 1,06%
kk v 1,37%
Keterangan : * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
85
Tabel 13a. Rata-Rata Pengamatan Berat Bulir (g.Malai-1) Tanaman
Padi.
Kepadatan Itik dan
Varietas
Kelompok
i ii iii
i0v1 5,70 5,70 5,90
i0v2 5,90 5,40 5,90
i0v3 5,50 5,70 5,50
i0v4 5,30 5,40 5,40
i1v1 7,90 7,10 7,20
i1v2 7,70 7,30 7,30
i1v3 7,90 7,80 7,80
i1v4 7,10 7,30 7,20
i2v1 5,70 5,50 5,80
i2v2 6,30 6,00 6,40
i2v3 6,60 6,50 6,70
i2v4 5,10 5,80 5,40
Tabel 13b. Analisis Ragam Berat Bulir.Malai-1 Tanaman Padi.
Sidik
KeragamanDB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 0,07 0,03
i 2 23,18 11,59 231,80 ** 6,94 18,00
Error i 4 0,22 0,05
v 3 2,17 0,72 14,40 ** 3,16 5,09
i x v 6 1,30 0,22 4,40 ** 2,66 4,01
Error v 18 0,86 0,05
Total 35 27,79
kk i 3,66%
kk v 3,43%
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
86
Tabel 14a. Rata-Rata Pengamatan Jumlah Bulir Berisi (Bulir.Malai-1)
Tanaman Padi.
Kepadatan Itik dan
Varietas
Kelompok
i ii iii
i0v1 118 112 109
i0v2 113 118 115
i0v3 102 104 105
i0v4 116 118 117
i1v1 123 127 126
i1v2 138 140 137
i1v3 145 143 140
i1v4 123 124 120
i2v1 128 127 130
i2v2 110 113 112
i2v3 126 121 119
i2v4 113 113 114
Tabel 14b. Analisis Ragam Jumlah Bulir Beriisi Malai-1 Tanaman Padi.
Sidik
KeragamanDB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 11,17 5,58
i 2 2471,17 1235,58 510,57 ** 6,94 18,00
Error i 4 9,67 2,42
v 3 153,86 51,29 8,30 ** 3,16 5,09
i x v 6 1585,72 264,29 42,77 ** 2,66 4,01
Error v 18 111,17 6,18
Total 35 4342,75
kk i 1,28%
kk v 2,05%
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
87
Tabel 15a. Rata-Rata Pengamatan Berat 1000 Bulir (g) Tanaman Padi.
Kepadatan Itik dan
Varietas
Kelompok
i ii iii
i0v1 27,80 28,00 26,70
i0v2 27,80 28,10 26,70
i0v3 26,80 27,10 26,20
i0v4 25,70 26,70 25,30
i1v1 32,50 28,40 32,90
i1v2 29,40 30,10 30,30
i1v3 31,70 31,70 26,70
i1v4 29,40 31,50 32,00
i2v1 31,70 29,00 26,60
i2v2 26,30 25,50 26,50
i2v3 30,80 29,80 29,90
i2v4 29,70 29,30 28,10
Tabel 15b. Analisis Ragam Berat 1000 Bulir Tanaman Padi.
Sidik
KeragamanDB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 2 5,82 2,91
i 2 2 79,70 39,85 33,77** 6,94 18,00
Error i 4 4 4,72 1,18
v 3 3 10,21 3,40 1,46 tn 3,16 5,09
i x v 6 6 26,62 4,44 1,91 tn 2,66 4,01
Error v 18 18 41,89 2,33
Total 35 35 168,96
kk i 3,79%
kk v 5,32%
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
88
Tabel 16a. Rata-Rata Pengamatan Produktivitas (Ton.Ha-1) Tanaman
Padi.
Kepadatan Itik dan
Varietas
Kelompok
i ii iii
i0v1 3,20 3,40 3,40
i0v2 3,40 3,40 3,40
i0v3 3,80 3,50 3,60
i0v4 3,10 3,20 3,20
i1v1 4,20 4,20 4,10
i1v2 4,00 4,20 4,00
i1v3 4,60 4,60 4,40
i1v4 4,20 4,00 3,90
i2v1 3,70 3,70 3,60
i2v2 3,70 3,80 3,70
i2v3 3,90 3,80 3,80
i2v4 3,70 3,60 3,60
Tabel 16b. Analisis Ragam Produktivitas Tanaman Padi.
Sidik
KeragamanDB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Kelompok 2 0,03 0,02
i 2 4,05 2,02 202,00 ** 6,94 18,00
Error i 4 0,04 0,01
v 3 0,74 0,25 25,00 ** 3,16 5,09
i x v 6 0,14 0,02 2,00 tn 2,66 4,01
Error v 18 0,14 0,01
Total 35 5,14
kk i 2,71%
kk v 2,34%
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata
89
Tabel 17. Pertambahan Bobot Badan Itik (g), dan Rata-Rata Pertambahan
Bobot Badan Itik (g) pada Umur 15 Minggu
PerlakuanMinggu ke-
0 2 4 6 7
I1 20500 22100 23250 23850 24050
Rata-rata 854,16 920,83 968,75 993,75 1002,08
I2 40900 43750 45150 46250 47350
Rata-rata 852,08 911,45 940,62 963,54 986,45
Keterangan: I1 (24 ekor) dan I2 (48 ekor), minggu ke 7 (50 hari)
Tabel 18. Analisis Usahatani Pengembangan Farming System dengan
Teknologi Inditik pada Berbagai Varietas Padi
No
Uraian SatuanHargasatuan
Total harga
Tek. InditikNon Tek.
InditikTanaman Padi
1 Benih-Varietas Way apo buru-Varietas Ciliwung-Varietas mekongga-Varietas Ciherang
25 kg25 kg25 kg25 kg
8.0008.0008.0008.000
200.000200.000200.000200.000
200.000200.000200.000200.000
2.
Pupuk-Kandang Ayam-POC (600 ml)-Urea-Phonska
10 ton6 botol150 kg300 kg
15020.0002.0003.000
1.500.000120.000300.000900.000
1.500.000120.000300.000900.000
3.
Obat-obatan-Insektisida-Herbisida-Fungisida
3 liter1 liter1 liter
420.000/l140.000/l
45.000/100ml
000
1.260.000140.000450.000
4 Tenaga kerja-Traktor-Pencabutan Bibit-Penanaman-Penyiangan-Pemupukan-Pengendalian OPT-Panen
1 ha6 HOK
10 HOK
8 HOK4 HOK8 HOK
10 HOK
10.00030.00030.000
30.00030.00030.00030.000
1.000.000180.000300.000
0120.000
0300.000
1.000.000180.000300.000240.000120.000240.000300.000
90
Total Input 5.520.000 7.850.000
Ternak Itik5 Perlakuan I1
-Anak itik (DOD)-Pakan Stater(0-4 minggu)-Pakan pertumbuhan(4-8minggu)-Pakan Grower(8-16 minggu)
dedak ampas tahu jagung giling
Kandang sederhanaTenaga kerja (4 bulan)
200 ekor90 kg
558 kg
600 kg360 kg240 kg1 buah
1 orang
5.0006.0004.000
500150
3.500200.000250.000
1.000.000540.000
2.232.000
300.00054.000
840.000200.000
1.000.000
000
0000
Total input perlakuan I 6.166.000 0Perlakuan I2-Anak itik (DOD)-Pakan Stater(0-4 minggu)-Pakan pertumbuhan(4-8minggu)-Pakan Grower(8-16 minggu)
dedak ampas tahu jagung giling
Kandang sederhanaTenaga kerja (4 bulan)
400 ekor180 kg
1.116 kg
1.200 kg720 kg480 kg1 buah
1 orang
5.0006.0004.000
500150
3.500200.000250.000
2.000.0001.080.0004.464.000
600.000108.000
1.680.000200.000
1.000.000
000
00000
Total input perlakuan II 11.132.000 06. Total biaya InputPerlakuan I0 7.850.000Perlakuan I1 11.686.000Perlakuan I2 16.652.000
OUTPUT
7. Pendapatan padi rata-rata
Perlakuan I0 3.38 ton/ha 4.485 15.159.300
Perlakuan I1 4.20 ton/ha 4.485 18.837.000
Perlakuan I2 3.72 tonha 4.485 16.684.200
8. Pendapatan itik
Perlakuan I0 0 60.000 0
Perlakuan I1 200 ekor/ha 60.000 12.000.000
Perlakuan I2 400 ekor/ha 60.000 24.000.000
9. Total pendapatanPerlakuan I0 15.159.300
91
Perlakuan I1 30.837.000Perlakuan I2 40.684.20010. KeuntunganPerlakuan I0 7.309.300Perlakuan I1 19.151.000Perlakuan I2 24.032.20011. R/C rasioPerlakuan I0 1,93Perlakuan I1 2,63Perlakuan I2 2,4411. B/C rasioPerlakuan I0 0,93Perlakuan I1 1,63Perlakuan I2 1,44
Keterangan : I0 (Tanpa teknologi Inditik), I1 dan I2 (dengan teknologi Inditik)
harga gabah kering panen Rp 4.485 / kg (BPS Mei 2017)
Tabel 19. Analisis Usahatani Ternak Itik (600 ekor)
No Uraian Volume Satuan Total Biaya (Rp)
I BiayaAnak Itik (DOD) 600 ekor 5.000 3.000.000Pakan:*Pakan Stater (1-30 hari) 270 kg 6.000 1.620.000*Pakan pertumbuhan (30-60 hari) 1.674 kg 4.000 6.696.000Pakan penelitian:
*Perlakuan IDedak 600 kg 500 300.000Ampas Tahu 360 kg 150 54.000Jagung Giling 240 kg 3.500 840.000*Perlakuan IIDedak 1.200 kg 500 600.000Ampas Tahu 720 kg 150 108.000Jagung Giling 480 kg 3.500 1.680.000Kandang sederhana 2 buah 200.000 400.000tenaga kerja 4 bulan 250.000 1.000.000
Total 16.298.000II Produksi 600 ekor 60.000 36.000.000III Keuntungan 19.702.000
92
B. Lampiran Gambar
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
I0V1 a I0V1 b I0V1 c
I0V2 a I0V2 b I0V2 c
I0V3 a I0V3 b I0V3 c
I0V4 a I0V4 b I0V4 c
I1V1 a I1V1 b I1V1 c
I1V2 a I1V2 b I1V2 c
I1V3 a I1V3 b I1V3 c
I1V4 a I1V4 b I1V4 c
I2V1 a I2V1 b I2V1 c
I2V2 a I2V2 b I2V2 c
I2V3 a I2V3 b I2V3 c
I2V4 a I2V4 b I2V4 c
Keterangan: I0, I1, I2 sebagai induk petak, dan V1, V2, V3, V4 anakpetak, ukuran anak petakan 2x5 = 10 m2, perlakuanI0 (tanpa itik), I1 (2 ekor per anak petakan), dan I2 (4ekor per anak petakan)
Gambar 3. Tata Letak Percobaan di Lapangan
I0
I1
I2
Gambar 4. Pembuatan
(b) Petak Perlakuan
(a)
(b)
embuatan Petakan Percobaan (a) Pembuatan Parit
Petak Perlakuan dengan Teknologi Inditik .
Kedalaman 15 cm
Lebar Permukaan 20 cm
93
(a) Pembuatan Parit Petakan,
.
Kedalaman 15 cm
Lebar Permukaan 20 cm
94
Gambar 5. Petakan Penelitian Sebelum Perlakuan Teknologi Inditik
(a) dan (b dan c) dengan Perlakuan Teknologi Inditik
(a)
(b)
(c)
Gambar 6.
dengan
(a)
(c)
. Pengukuran Tinggi Tanaman pada Petak Percobaan
dengan Teknologi Inditik.
(b)
95
Petak Percobaan
Gambar 7. Perbedaan Serangan Gulma
Teknologi Inditik (
dengan
a1
b1
. Perbedaan Serangan Gulma pada Tanaman Padi Tanpa
Teknologi Inditik (a), dan Serangan Gulma pada
dengan Teknologi Inditik (b).
a2
b2
96
Tanaman Padi Tanpa
pada Tanaman
Gambar 8. Identifikasi Jumlah Gulma Yang Ditemukan
Padi Tanpa Teknologi Inditik
. Identifikasi Jumlah Gulma Yang Ditemukan pada
Padi Tanpa Teknologi Inditik (i0).
97
pada Tanaman
Gambar 9. Pengamatan Langsung Tanaman Padi Umur 60
Mengalami Fase Pembungaan)
dengan
Pengamatan Langsung Tanaman Padi Umur 60
Mengalami Fase Pembungaan) pada Perlakuan Tanaman
dengan Teknologi Inditik
98
Pengamatan Langsung Tanaman Padi Umur 60 Hst (Sudah
Perlakuan Tanaman
99
Gambar 10. Pengukuran Panjang Malai pada Varietas Mekongga, pada
(a) Perlakuan Tanpa Itik (I0), (b) Perlakuan Kepadatan 2
Ekor Itik (I1), dan (c) Perlakuan Kepadatan 4 Ekor Itik (I2).
(a) (b) (c)
Gambar 11. Berat 1000 Bulir Berbagai Varietas PadiTanpa Teknologi Inditik (aKepadatan Itik 2 Ekor (bKepadatan Itik 4 Ekor (c
a1
b1
c1
. Berat 1000 Bulir Berbagai Varietas Padi padaTanpa Teknologi Inditik (a1,a2,a3,dan aKepadatan Itik 2 Ekor (b1, b2, b3, dan b4) dan padaKepadatan Itik 4 Ekor (c1, c2, c3, dan c4).
a2 a3
b2 b3
c2 c3
100
pada Perlakuana4), Perlakuanpada Perlakuan
a4
b4
c4
101
Gambar 12. Penimbangan Berat Produktivitas Tanaman Padi Varietas
Mekongga pada Masing-Masing Perlakuan a (Perlakuan
Tanpa Itik), b (Perlakuan dengan Kepadatan Itik 2
Ekor/Petak), dan c (Perlakuan dengan Kepadatan Itik 4
Ekor/Petak).
Gambar 13. Pembesaran Itik Umur 1-2 Bulan Sebelum Penelitian
a b c
102
Gambar 14. a.Layout Kandang Sederhana, b. Kandang Itik Perlakuan I1,
dan c. Kandang Itik Perlakuan I2.
a
b
c
103
Gambar 15. Pemberian Warna dan Penimbangan Bobot Badan Itik