93
1 PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI DENGAN PENEMPATAN BENDA APUNG THE CONTROL OF SEDIMENTATION IN IRRIGATION CHANNEL USING FLOATING OBJECTS PLACEMENT SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: Ferdian Agung Nugroho I.0106071 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

  • Upload
    buinhan

  • View
    304

  • Download
    17

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

1

PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI DENGAN PENEMPATAN BENDA APUNG

THE CONTROL OF SEDIMENTATION IN IRRIGATION CHANNEL USING

FLOATING OBJECTS PLACEMENT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

Ferdian Agung Nugroho

I.0106071

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

Page 2: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya

mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Makanan pokok beras

dihasilkan dari pertanian tanaman padi di sawah. Oleh sebab itu, tanaman padi di

sawah harus dipelihara dan dikembangkan sehingga dapat diperoleh hasil yang

baik dan meningkat, agar dapat memenuhi kebutuhan yang kian hari kian

meningkat sesuai dengan pertumbuhan penduduk Indonesia. Pemeliharaan irigasi

yang dimaksudkan adalah tindakan/upaya yang dilakukan pada sistem/jaringan

irigasi yang sudah ada agar tetap berfungsi dengan baik.

Perubahan iklim (climate changes) membuat masalah yang cukup

kompleks. Salah satu dampak dari perubahan iklim dapat diamati dari perubahan

kondisi cuaca yang sangat ekstrim. Perubahan cuaca ini dapat berupa adanya

penyebaran curah hujan yang tidak teratur dan ketebalan curah hujan yang terjadi

abnormal sehingga sangat mengganggu masa tanam dan masa panen dalam siklus

pertanian.

Adanya perubahan tata guna lahan atau perubahan lapisan penutup

permukaan (soil coverage), menyebabkan berkurangnya daerah–daerah tangkapan

air (catchment area). Akibatnya, terjadinya perubahan pola aliran permukaan (run

off) dan peningkatan laju erosi permukaan.

Dari data Badan Planologi (2004), diketahui kerusakan hutan di kawasan

hutan produksi mencapai 44,42 juta hektare, di kawasan hutan lindung mencapai

10,52 juta hektare, dan di kawasan hutan konservasi mencapai 4,69 juta hektare.

Page 3: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

3

Departemen kehutanan menyebutkan pada 2000-2005, laju kerusakan hutan

Indonesia rata-rata 1,18 juta hektare per tahun. Klimaks kerusakan hutan negeri

ini disebabkan oleh praktek ilegal loging sehingga menempatkan Indonesia

sebagai paling masif (besar) dalam laju kerusakan hutan

(www.tempointeraktif.com, 20 Mei 2009)

Partikel tanah hasil proses erosi sebagian tertahan diatas tanah dan sisanya

akan terakumulasi pada aliran sungai. Mencegah proses sedimentasi adalah suatu

hal yang tidak mungkin dapat dilakukan karena sedimentasi adalah hasil suatu

proses alami yang berlangsung secara terus menerus, laju proses kadang

dipercepat oleh kegiatan manusia (Digital Library Universitas Islam Sultan

Agung, 20 Mei 2009)

Air sungai merupakan sumber air untuk memasok kebutuhan air daerah

irigasi. Dengan peningkatan angkutan sedimen di sungai, secara otomatis akan

ada peningkatan butir sedimen yang terbawa arus masuk ke jaringan irigasi

melalui pintu intake di bendung. Sedimentasi menyebabkan kapasitas alir jaringan

irigasi mengalami penurunan. Sehingga dibutuhkan upaya yang dapat mengurangi

laju sedimentasi pada jaringan irigasi, hal ini menarik untuk dikaji agar

pengendapan yang mungkin terjadi di saluran irigasi dapat diminimalkan,

sehingga kapasitas pengaliran saluran irigasi tetap dapat berfungsi dengan baik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola aliran sedimentasi yang terjadi pada saluran?

2. Bentuk transisi saluran yang bagaimana untuk membentuk arus turbulensi?

3. Dapatkah arus turbulensi yang dibentuk menghambat proses sedimentasi?

4. Alat-alat apa saja yang diperlukan untuk membangkitkan arus turbulensi?

Page 4: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

4

1.3. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada hal sebagai berikut:

1. Aliran pada saluran dianggap seragam dan tetap (steady uniform flow),

2. Dasar saluran dianggap kedap air dan pengaruh rembesan air diabaikan,

3. Penelitian dibatasi untuk sediment non-cohessive, dengan butiran seragam

diameter 2,36 mm atau lolos ayakan no 8,

4. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Open Flume yang menjadi model

saluran irigasi dengan ukuran 7,5 x 20 x 500 cm3.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui pola aliran sedimentasi yang terjadi pada saluran,

2. Mengetahui bentuk transisi saluran untuk membentuk arus turbulensi,

3. Mengetahui pengaruh arus turbulensi terhadap terjadinya sedimentasi,

4. Mengetahui jenis peralatan yang diperlukan untuk dapat membentuk arus

turbulensi.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Memberikan informasi keilmuan dalam bidang teknik sipil khususnya irigasi dan

hidrolika yaitu bentuk transisi penampang saluran yang paling tepat yang dapat

digunakan untuk mengurangi laju sedimentasi yang terjadi pada saluran–saluran

irigasi.

Page 5: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

5

2. Manfaat praktis

Memberikan informasi bagi pengelola adanya cara yang efisien dan ekonomis

yang dapat digunakan untuk mengurangi laju sedimentasi.

Page 6: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Sedimen

Persoalan tentang sungai yang selalu menarik untuk dikaji adalah proses

angkutan sedimen, baik sedimen dasar (bed load) maupun sedimen suspensi

(suspended load).

Pragnyono, 1987, menjelaskan bahwa angkutan sedimen menurut asal

bahan dasarnya dibedakan menjadi: 1) muatan material dasar (bed material load)

dan 2) muatan bilas (wash load). Muatan dapat berupa muatan dasar (bed load)

atau muatan melayang (suspended load). Muatan dasar bergerak di dasar saluran

dengan cara menggelinding (rolling), menggeser (sliding) atau meloncat

(jumping), tanpa meninggalkan dasar. Muatan melayang adalah bahan dasar yang

bergerak melayang di dalam aliran fluida dan gerak butirnya sangat tergantung

turbulensi fluida.

Apabila laju angkutan sedimen dalam sungai melebihi batas

keseimbangan, maka akan menimbulkan masalah bagi:

a. Fasilitas irigasi, yaitu mengurangi kapasitas alir saluran-saluran irigasi,

menghambat operasional bangunan-bangunan irigasi dan mengurangi

kapasitas waduk,

b. Fasilitas transportasi sungai, karena membuat sungai menjadi dangkal,

c. Dalam jumlah besar (hasil letusan gunung berapi), dapat membahayakan

keamanan lingkungan.

Chalov dkk., 2008, menguraikan bahwa hubungan ruang dan waktu antara

erosi dan terakumulasinya sedimen yang terjadi akibat erosi mempertimbangkan

proses-proses yang terjadi di dalam saluran tersebut, antara lain: 1) Profil

Page 7: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

7

memanjang saluran, 2) Bentuk penampang dan jenis aliran saluran, 3) Jenis dasar

saluran dan tanah endapan dasar saluran (bed load) dan 4) Butiran lepas sedimen.

A. Transpor Sedimen

Ada dua macam transportasi sedimen, yaitu gerakan fluvial (fluvial

movement) dan gerakan massa (mass movement).

Pola gerakan fluvial, gaya-gaya yang berkaitan dengan gerakan sedimen di

permukaan dasar sungai terdiri dari komponen gaya gravitasi dan gaya geser.

Apabila gaya tarik yang ditimbulkan oleh air lebih besar dari gaya tarik kritis

butiran sedimen, atau dengan kata lain kecepatan geser aliran lebih besar dari

kecepatan geser butiran sedimen, maka butiran sedimen akan bergerak. Bagian

sungai yang dipengaruhi oleh aliran fluvial disebut daerah aliran sedimen

(sedimen flow region). Umumnya daerah yang demikian mempunyai tingkat

aliran 3 dan kemiringan dasar lebih landai dari 1/30.

Gerakan massa sedimen disebut sebagai aliran debris, yaitu aliran sedimen

berupa campuran sedimen dari berbagai ukuran butir, dapat terjadi di alur sungai

yang mempunyai kemiringan lebih besar dari 15o. Pada umumnya sungai dengan

tingkat aliran kurang dari 3 dengan kemiringan lebih curam daripada 1/30

digolongkan sebagai daerah pengaliran massa sedimen (debris flow region).

An-ping Shu dkk., 2008, menyatakan bahwa koefisien energi efektif yang

diperlukan untuk dapat menggerakkan sedimen suspensi dengan memanfaatkan

energi yang dihasilkan oleh aliran turbulen, dapat didefinisikan sebagai

perbandingan antara energi yang diperlukan sedimen suspensi dengan energi yang

dihasilkan oleh aliran turbulen untuk menggerakkan sedimen suspensi tersebut.

B. Mekanisme Transportasi Sedimen

Pada saluran dengan dasar mobile bed (material sedimen non kohesif yang

dapat bergerak), akan terjadi interaksi antara aliran dengan dasar seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.1. Perubahan aliran dapat menyebabkan terjadinya

Page 8: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

8

perubahan konfigurasi dasar (tinggi kekasaran). Dan sebaliknya, perubahan

kekasaran akan mempengaruhi aliran itu sendiri.

Gambar 2.1 Akibat aliran terjadi gelombang pasir

Keterangan gambar:

1. Sebelum terjadi gelombang pasir k » d,

2. Setelah terjadi gelombang pasir k >> d.

Jenis konfigurasi dasar sangat tergantung dari sifat aliran dan bahan

penyusun material dasar (pasir, kerikil).

Dalam saluran terbuka, angka Froude, Fr, sering digunakan sebagai

kriteria suatu aliran. Untuk tujuan klasifikasi konfigurasi dasar (bed form),

dibedakan 3 regim aliran, yaitu: 1) Lower flow regime (Fr < 1), 2) Transition

flow regime (Fr » 1), dan 3) Upper flow regime (Fr > 1).

Bentuk ideal dari konfigurasi dasar terjadi apabila:

1. Kecepatan aliran masih sangat kecil, tegangan gesek kritik, tocr, dari dasar

masih belum terlampaui dan material sedimen tidak/belum bergerak sehingga

sedimen dasar masih rata (plane bed).

2. Phase ini mulai terjadi angkutan sedimen, maka:

a. butiran akan bergerak secara menggelinding, menggeser atau meloncat

secara random terhadap ruang dan waktu,

b. apabila material sedimen adalah halus, dapat terjadi saltasi, awan (clouds),

dan suspended load.

3. Dengan bertambahnya kecepatan, intensitas angkutan sedimen bertambah, dan

terbentuk konfigurasi dasar. Bentuk konfigurasi dasar yang terjadi pada lower

flow regime biasanya mempunyai karakteristik seperti bukit-bukit pasir.

Bentuk bukit – bukit pasir tersebut sering dikenal sebagai ripples atau dunes.

Gambar 2.2 menunjukkan bentuk konfigurasi dasar saluran yang mengalami

Page 9: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

9

sedimentasi dengan bentuk bukit pasir Ripple, Gambar 2.3 menunjukkan

bentuk konfigurasi dasar saluran yang mengalami sedimentasi dengan bentuk

bukit pasir Dunes, dan Gambar 2.4 menunjukkan bentuk konfigurasi dasar

saluran yang mengalami sedimentasi dengan bentuk bukit pasir Bars.

Gambar 2.2 Bentuk Bukit Pasir Ripple

Gambar 2.3 Bentuk Bukit Pasir Dunes

Bars biasanya terbentuk pada waktu debit/kecepatan besar dan akan tampak

sebagai pulau – pulau kecil pada waktu debit kecil (air dangkal).

Gambar 2.4 Bentuk Bukit Pasir Bars

4. Kemiringan yang curam pada sisi hilir dari dunes menyebabkan terjadinya

separasi aliran, sehingga gundukan pasir bergerak ke arah hilir dan bergabung

(menjadi satu) dengan dunes di sebelah hilirnya. Sehingga panjang dunes

bertambah, puncak mendatar (bars), dan shape roughness berkurang seperti

yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Page 10: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

10

Gambar 2.5 Mekanisme Erosi dan Endapan

5. Antara lower flow regime dan upper flow regime, terdapat kondisi transition.

Pada kondisi ini dunes seperti dibersihkan (tergelontor). Konfigurasi dasar

tidak teratur dari bentuk dunes sampai flat/plane bed.

6. Apabila kecepatan aliran terus bertambah, the upper flow regime akan tercapai.

Bentuk konfigurasi yang pertama kali diamati adalah plane bed (sheet flow), k

» d. Apabila kecepatan terus bertambah, permukaan air menjadi tidak stabil,

dan dasar plane bed berubah terbentuk gelombang pasir antidunes.

7. Apabila angka Froude tidak terlalu besar (meskipun Fr > 1), muka air hanya

bergelombang (antidunes standing wave), tetapi apabila angka Fr sangat besar,

muka air yang bergelombang tersebut akan berkembang, menjadi tidak stabil

dan pecah (antidunes breaking wave). Bila hal ini terjadi, bentuk anti dunes

rusak, dan dasar menjadi rata kembali.

8. Aktifitas antidunes yang sangat kuat akan menghasilkan chutes & pool flows.

9. Apabila dunes menjadi satu, gundukan-gundukan pasir akan sangat besar

dengan ukuran » lebar saluran. Bentuk ini dikenal dengan nama bars.

Klasifikasi Bedforms dan informasi lain mengenai bed material sedimentation

ditunjukkan oleh Tabel 2.1.

Page 11: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

11

Berbagai bentuk penumpukkan sedimen yang terjadi pada dasar saluran

ditunjukkan oleh Gambar 2.6.

Tabel 2.1 Klasifikasi Bedforms dan informasi lainnya

Gambar 2.6 Bentuk Penumpukan Sedimen pada Dasar Saluran

(Sumber: Simons dkk, 1965-1966, dalam buku Hidraulics of Sediment Transport)

Page 12: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

12

Berbagai bentuk permukaan dasar sedimen yang terjadi pada dasar saluran

berdasarkan jenis aliran yang mengalir di saluran ditunjukkan oleh Gambar 2.7.

C. Awal Gerak Butiran Sedimen

Angkutan sedimen pada dasarnya ditentukan oleh gerakan awal butiran,

dari partikel yang dibawa oleh aliran saluran. Partikel sedimen tidak akan

bergerak apabila tegangan geser kritis tidak terlampaui. Ketika tegangan geser

besar, partikel sedimen yang akan terbawa aliran saluran karena tegangan geser

kritis terlampaui, pada saat inilah terjadi transport sedimen (Alfan Widyastanto,

2006)

Garde dan Raju, 1977, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan awal

gerak butiran adalah salah satu dari kondisi berikut:

1. Satu butiran bergerak,

2. Beberapa (sedikit) butiran bergerak,

3. Butiran bersama-sama bergerak dari dasar,

4. Kecenderungan pengangkutan butiran yang ada sampai habis.

Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran

Page 13: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

13

Akibat adanya aliran air, timbul gaya-gaya aliran yang bekerja pada

material sedimen. Gaya-gaya tersebut mempunyai kecenderungan untuk

menggerakkan/menyeret butiran material sedimen.Untuk material sedimen kasar

(pasir dan batuan), gaya untuk melawan gaya-gaya aliran tersebut tergantung dari

berat butiran sedimen. Untuk material sedimen halus yang mengandung fraksi

lanau (silt) atau lempung (clay), yang cenderung bersifat kohesif, gaya untuk

melawan gaya-gaya aliran lebih disebabkan oleh kohesi dari pada berat material

(butiran) sedimen.

Pada waktu gaya-gaya aliran (gaya hidrodinamik) yang bekerja pada partikel sedimen mencapai suatu nilai tertentu, akan menyebabkan butiran sedimen bergerak, maka kondisi tersebut dinamakan sebagai kondisi kritik.

Menurut Graf, 1971, secara umum awal gerak butiran dapat dihitung

dengan beberapa pendekatan yaitu 1) berdasarkan tegangan gesek kritis, 2)

berdasarkan kecepatan kritis, 3) berdasarkan gaya angkat (uplift), dan 4)

berdasarkan persamaan debit.

Gaya gesek yang bekerja pada aliran dianggap berperan terhadap

pergerakan partikel sedimen merupakan pendekatan pertama. Du Boys, 1879,

mencoba memasukkan parameter tegangan gesek, tegangan gesek kritis dan

koefisien Straub yang merupakan fungsi dari diameter untuk menghitung volume

butiran sedimen yang bergerak tiap satuan lebar dan tiap satuan waktu. Sedangkan

Shields, 1936, mencoba menurunkan persamaan yang diperoleh dari korelasi

antara volume bed load yang dapat diangkut oleh aliran berdasarkan bilangan

Reynolds dengan adanya tegangan geser, tegangan geser kritis, berat jenis butiran

dan kekentalan kinematis.

Pendekatan kedua beranggapan pada konsep bahwa kecepatan aliran kritis

dianggap berperan terhadap pergerakan partikel sedimen.

Menurut Jefrey, 1974, kondisi kritis dipengaruhi oleh berada daerah

kecepatan mendatar, terjadi perbedaan tekanan, arus turbulensi dan gaya angkat

yang sama dengan gaya berat sedimen. Namun, pernyataan tersebut hanya berlaku

untuk butiran yang seragam.

Schocklitsch, 1962, menyatakan bahwa debit satuan kritis (qcr) dapat

dipakai sebagai pengganti tegangan gesek kritis berdasarkan parameter rapat

massa butiran, rapat massa air, diameter butiran dan kemiringan dasar saluran

Page 14: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

14

untuk menghitung debit angkutan dasar. Barthurst, 1987, menurunkan persamaan

dengan parameter data laboratorium untuk sedimen dasar dengan distribusi ukuran

butir seragam dengan syarat batas 0,25% < S <20% dan 3 mm < D < 44 mm serta

perbandingan kedalaman air dengan diameter butiran dengan nilai mencapai 1.

Dan untuk butiran tidak seragam, syarat batas S = 0,1-10% dengan dasar saluran

berupa boulder dan gravel. Einstein, 1950, menurunkan persamaan angkutan

sedimen dasar dengan pendekatan teoriitis yang memasukkan pengaruh

konfigurasi sedimen dasar. Meyer-Peter, 1957, menurunkan persamaan angkutan

sedimen dasar dengan pendekatan kemiringan energi berdasarkan koefisien

kemiringan Strickler.

2.1.2. Irigasi

Irigasi berarti segala kegiatan yang berhubungan dengan usaha

mendapatkan air untuk keperluan pertanian. Sistem irigasi terdiri dari petak sawah

dan jaringan saluran air. Untuk memudahkan dalam operasional dan perawatan,

petak dan jaringan dibedakan sesuai dengan lokasi maupun fungsinya.

a. Jaringan irigasi

Jaringan irigasi berfungsi untuk membawa air dari sumbernya (bendung,

bendungan) ke petak-petak sawah guna memenuhi kebutuhan air bagi tanaman.

Saluran diupayakan lurus dengan dimensi dan kemiringan sedemikian rupa

sehingga memenuhi syarat tidak terjadi endapan maupun penggerusan.

Mengingat kondisi topografi yang sering kali tidak sesuai dengan

perencanaan, maka kadang diperlukan lining (pada tanah porous atau mudah

longsor), bangunan (pada persilangan jalan, sungai, selokan, lembah) maupun

belokan (menghindari kampung, kuburan, mencari kontur yang lebih sesuai).

Walaupun demikian, bangunan maupun belokan yang dimaksud harus tetap dapat

memenuhi syarat teknis agar tidak terjadi gerusan pada belokan dan tidak

kehilangan energi pada bangunan, yang dapat mengakibatkan penurunan muka air

yang cukup tinggi. Penurunan muka air ini mengakibatkan berkurangnya luas

Page 15: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

15

areal yang dapat dilayani. Jaringan dibedakan menjadi saluran primer (saluran

langsung dari sumber air), sekunder (cabang dari saluran primer atau saluran

langsung dari bendung bila debit relatif kecil), dan tersier.

Berdasarkan lapisan dasarnya, saluran dibedakan menjadi: 1) saluran tanpa

lapisan dan 2) saluran dengan lapisan. Saluran tanpa lapisan adalah saluran tanah

yang tidak menggunakan perlindungan baik pada dasar maupun pada tebing

saluran.

Maksud penggunaan lapisan pada saluran irigasi antara lain untuk: 1)

melindungi dari kelongsoran, 2) melindungi dari gerusan air, 3) perbaikan tanah

karena kondisi tanah asli yang tidak memenuhi persyaratan teknis, dan 4)

mengurangi kehilangan air di saluran.

b. Geometri Saluran irigasi

Saluran irigasi umumnya berpenampang trapesium/segi empat. Geometris

saluran adalah unsur penampang saluran yang dipakai sebagai

pertimbangan/perhitungan. Unsur-unsur geometri saluran dapat diperiksa pada

Tabel 2.2. Secara teoritis hidrolika saluran sebagai berikut:

1. Luas penampang (A) yaitu luasan penampang air pada saluran tersebut,

2. Keliling basah (P) yaitu panjang bagian penampang saluran yang menyentuh

air,

3. Jari-jari hidrolis (R) yaitu geometri saluran yang melambangkan ukuran yang

merupakan hasil pembagian antara luas basah dengan keliling basah R = A/P,

4. Lebar puncak (T) yaitu lebar penampang air yang menyentuh udara,

5. Kedalaman hidrolis (D) yaitu unsur geometris yang melambangkan

kedalaman teoritis hidrolis saluran yang besarnya = A/T,

6. Faktor penampang (Z) yaitu untuk perhitungan aliran kritis Z = AÖD dan

untuk perhitungan aliran seragam Z = AR2/3.

Tabel 2.2 Unsur-unsur geometris penampang saluran

Page 16: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

16

Penampang Luas

(A)

Keliling

Basah

(P)

Jari –jari

Hidrolik

(R)

Lebar

Puncak

(T)

Kedalaman

Hidrolik

(D)

B.h B+2.h hB

hB.2

.+

B h

(B+z.h).h 21..2 zhB ++

21..2

)..(

zhB

hhzB

++

+ B+2.z.h

hzB

hhzB

..2

)..(

++

(Sumber: Chow dkk., 1989 dalam buku Hidrolika Saluran Terbuka (terjemahan),

terbit tahun 1992)

c. Dimensi Saluran Irigasi

Dimensi saluran dan bangunan yang direncanakan harus mampu

mengalirkan debit rencana. Debit rencana sebuah saluran menurut Standar

Perencanaan Irigasi KP-03, (1986) dihitung dengan rumus umum berikut:

Aae

ANFRcQ .

..== (2.1)

dengan Q = debit rencana (l/det atau m3/dt), A = luas area yang akan disuplai air (ha), NFR = kebutuhan bersih air per satuan luas (l/dt.ha), C = koefisien rotasi pemberian air (tidak ada sistem golongan), e = efisiensi, a = kebutuhan air rencana (l/dt/ha). Jika air yang dialirkan oleh saluran juga untuk keperluan selain irigasi,

maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk

keperluan itu, dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran.

Efisiensi pengaliran untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap

seperempat sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air

itu sampai di lokasi areal. Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya

kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan

eksploitasi.

Page 17: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

17

Mamok Soeprapto, 2000, menentukan dimensi saluran irigasi berdasarkan

faktor-faktor berikut:

1. Kemiringan saluran

Kemiringan dasar saluran pada umumnya ditentukan oleh kondisi

topografi dan kemiringan garis energi yang diperlukan aliran. Di dalam penentuan

kemiringan dasar saluran ini harus di jaga agar kehilangan energi sekecil

mungkin. Penentuan besarnya kemiringan adalah tahap awal dalam penentuan

dimensi saluran. Kemiringan dasar saluran yang diambil harus sedemikian rupa,

sehingga dimensi saluran yang dihasilkan sesuai dengan keadaan di lapangan.

Pedoman perencanaan dimensi saluran dapat mengacu pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Pedoman perencanaan dimensi saluran

Debit (m3/dt) Kemiringan

Dinding 1 : m Perbandingan

b/h

0,15 - 0,30 1 1,0 0,30 - 0,50 1 1,0 - 1,2 0,50 - 0,75 1 1,3 - 1,5

1,00 - 1,50 1 1,5 - 1,8 1,5 - 3,00 1,5 1,8 - 2,3 3,00 - 4,5 1,5 2,3 - 2,7 4,5 - 5,00 1,5 2,7 - 2,9

5,00 - 6,00 1,5 2,9 - 3,1 6,00 - 7,50 1,5 3,1 - 3,5 7,50 - 9,00 1,5 3,5 - 3,7 9,00 - 10,00 1,5 3,7 - 3,9

10,00 - 11,00 2 3,9 - 4,2 11,00 - 15,00 2 4,2 - 4,9 15,00 - 25,00 2 4,9 - 6,5

25,00 - 40,00 2 6,5 - 9,0 (Sumber: KP-03 Standar Perencanaan Irigasi, 1986)

Page 18: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

18

2. Tinggi Air Saluran

Tinggi saluran dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:

a. Tinggi air normal, yaitu tinggi air saluran yang diperhitungkan atas dasar

100% Q rencana,

b. Tinggi air rendah, yaitu tinggi saluran yang diperhitungkan atas dasar 70%

Q rencana.

Tinggi air saluran harus diperhitungkan pada dua keadaan tersebut. Hal ini

dimaksudkan agar pada saat aliran maksimal, saluran mampu mengalirkan air, dan

pada saat air rendah, saluran dan bangunan-bangunan masih tetap berfungsi

dengan baik. Selain itu perlu adanya perencanaan tinggi jagaan dimaksudkan

untuk menghindari terjadinya luapan di saluran. Untuk lebih jelasnya dapat

melihat Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Tinggi air dan tinggi jagaan pada saluran irigasi

Harga-harga minimum untuk tinggi jagaan yang diambil dari USBR

adalah seperti yang disajikan pada Tabel 2.4. Tabel ini juga menunjukkan tinggi

tanggul tanah yang sama dengan tanggul saluran tanah tanpa pasangan.

y

B

w

Page 19: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

19

z1

z2

2

1

y2

y1

Muka air

Grs energi hf

Bidang persamaan

g2u 2

1

g2u 2

2

Aliran pada saluran terbuka

Tabel 2.4 Tinggi jagaan minimum untuk saluran dari tanah dan dari pasangan

batu

Besarnya debit

Q (m3/det)

Tinggi jagaan (m)

untuk pasangan batu

Tinggi jagaan (m)

saluran dari tanah

< 0,50

0,50 – 1,50

1,50 – 5,00

5,00 – 10,00

10,00 – 15,00

> 15,00

0,20

0,20

0,25

0,30

0,40

0,50

0,40

0,50

0,60

0,75

0,85

1,00

(Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-03, 1986)

2.1.3. Hidolika Saluran Terbuka

Secara umum saluran air terbagi menjadi dua yaitu saluran tertutup dan

saluran terbuka. Saluran irigasi merupakan saluran terbuka. Pengaliran saluran

terbuka dipengaruhi oleh gravitasi. Menurut Chow, 1989, dalam buku Hidrolika

Saluran Terbuka (terjemahan), terbit tahun 1992 menyebutkan unsur energi pada

aliran saluran terbuka dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Unsur-unsur energi pada aliran saluran terbuka

Page 20: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

20

A. Jenis Aliran Saluran Terbuka dan Sifat-sifatnya

Saluran terbuka dapat digolongkan menjadi dua, yaitu saluran alami dan

saluran buatan. Sifat hidrolis saluran alamiah sangat tidak menentu. Sehingga

dalam penyelesaian secara teoritis perlu pengalaman, sehingga anggapan dan

persyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima. Sedangkan saluran buatan

adalah saluran yang dibuat dan direncanakan oleh manusia. Saluran irigasi, adalah

salah satu dari beberapa saluran buatan. Sifat hidrauliknya dapat direncanakan

sesuai dengan kebutuhan, sehingga penerapan teori hidrolika pada saluran buatan

memberikan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya.

Debit aliran adalah merupakan perkalian antara luas tampang saluran

dengan kecepatan rata-ratanya atau dapat dinyatakan:

Q = U . A (2.2)

dengan Q = Debit aliran (m3/s), U = Kecepatan rata-rata (m2/s), A = Luas penampang (m2).

Bila ditinjau berdasarkan perubahan kedalaman dan kecepatan ke dalam

aliran mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi:

1. Aliran tetap (Steady Flow)

Aliran tetap (Steady Flow) terjadi apabila kedalaman, luas penampang, kecepatan

dan debit pada setiap penampang saluran adalah sama selama jangka waktu

tertentu. Aliran tetap memiliki kemiringan saluran (So), kemiringan muka air (SW),

dan kemiringan energi (Se) sama. Pada keadaan aliran tetap, berlaku Hukum

Kontinuitas. Aliran tetap memiliki sifat: 1) aliran seragam (uniform flow) yaitu

terjadi bila kecepatan aliran tidak berubah dan kedalaman saluran sama pada

setiap penampang, keadaan ini terjadi pada saluran laboratorium, saluran irigasi.

2) sebaliknya bila kedalaman tidak sama pada setiap penampang disebut aliran tak

seragam (non uniform flow). Non uniform flow/varied flow digolongkan pada dua

keadaan yaitu:

a. Gradually varied flow terjadi pada saluran akibat pembendungan atau pada

gelombang banjir,

b. Rapidly varied flow terjadi pada loncatan air atau pada penyempitan bukaan

pintu dan penurunan hidrolik.

Page 21: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

21

2. Aliran tak tetap (Unsteady Flow)

Aliran tak tetap (Unsteady Flow) terjadi apabila kedalaman atau kecepatan aliran

yang terjadi selalu berubah. Pada keadaan aliran tidak tetap, berlaku Hukum

Kontinuitas. Aliran tidak tetap memiliki sifat: 1) aliran seragam (uniform flow)

yaitu terjadi bila kecepatan aliran tidak berubah dan kedalaman saluran sama pada

setiap penampang, keadaan ini terjadi pada saluran laboratorium, saluran irigasi.

2) sebaliknya bila kedalaman tidak sama pada setiap penampang disebut aliran tak

seragam (non uniform flow). Non uniform flow/varied flow digolongkan pada dua

keadaan yaitu:

a. Gradually varied flow, adalah aliran berubah sedikit demi sedikit di

sepanjang aliran, sehingga lengkung garis aliran dianggap lurus,

b. Rapidly varied flow adalah aliran yang terjadi bila kedalaman aliran berubah

secara tiba-tiba.

Pada Gambar 2.10 ditunjukkan berbagai tipe aliran pada saluran terbuka.

Gambar 2.10 Bentuk muka air dari berbagai tipe aliran

UF GV RV

GV RV

y = tetap

Aliran tetap (steady flow)

muka air

aliran tak tetap (unsteady flow)

Gelombang banjir (GV)

Catatan : UF : Uniform Flow GV : Gradually varied flow RV : Rapidly varied Flow

Page 22: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

22

B. Aliran Laminer dan Aliran Turbulen

Pada dasarnya keadaan atau sifat aliran saluran terbuka ditentukan oleh

pengaruh kekentalan/viskositas dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya

inersia aliran. Pengaruh dari kekentalan ini dapat mengakibatkan aliran bersifat

laminer, turbulen dan transisi.

Aliran bersifat laminer apabila gaya kekentalan relatif besar dibandingkan

dengan gaya kelembaman/inersia, sehingga pengaruh kekentalan besar terhadap

sifat aliran. Dalam aliran laminer partikel-partikel fluida seolah-olah bergerak

menurut lintasan tertentu yang teratur atau lurus, dan selapis cairan yang sangat

tipis seperti menggelincir di atas lapisan disebelahnya.

Aliran turbulen terjadi bila gaya kekentalan relatif kecil dibandingkan

dengan gaya kelembamannya. Pada aliran turbulen partikel-partikel fluida

bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak lancar dan tidak tetap,

walaupun partikel-partikel dalam aliran tersebut secara keseluruhan tetap

menunjukkan gerakan maju. Aliran disebut bersifat peralihan (transisi) apabila

keadaan alirannya bersifat suatu campuran antara keadaan laminer dan turbulen.

Pengaruh kekentalan terhadap kelembaman dinyatakan dengan Bilangan Reynolds

(Re) dan didefinisikan sebagai berikut:

uLv.

Re= (2.3)

dengan v = kecepatan aliran (m/s), L = panjang karakteristik (pada saluran terbuka dianggap sama dengan

jari-jari hidrolis R),

u = rm

,kekentalan kinematik (m2/det),

m = kekentalan dinamik dan r = rapat massa fluida. Volker Gravemeier, 2003, mengatakan bahwa aliran disebut laminer

apabila bilangan Reynold kecil, ditandai dengan lintasan yang teratur. Dengan

peningkatan bilangan Reynolds, aliran laminer menjadi tidak stabil dan terjadi

olakan-olakan kecil, sehingga aliran disebut transisi. Setelah melalui tahap

transisi, akan memasuki tahap dimana aliran disebut turbulen. Aliran akan terlihat

bergelombang dan tidak teratur. Nilai-nilai berikut merupakan batasan sifat aliran

fluida dalam aliran saluran terbuka.

Page 23: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

23

Re £ 2000 = aliran laminer

2000 < Re £ 4000 = aliran transisi

Re > 4000 = aliran turbulen

C. Rumus Aliran

Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap. Dan

untuk menghitung kecepatan aliran dipergunakan rumus Strickler, Chezy atau

Manning. Ketiga rumus tersebut hanya dibedakan pada nilai koefisien

kekasarannya. Rumus Chezy menggunakan nilai koefisien kekasaran kekasaran C

yang ditentukan oleh Ganguillet dan Kutter, H. Bazin, atau Powell (Chow dkk.,

1989). Sedangkan Strickler menggunakan nilai koefisien kekasaran ks yang

memiliki nilai sendiri.

Adapun rumus Manning yang memiliki nilai koefisien kekasaran (n) yang

dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, tetumbuhan, ketidakteraturan saluran,

trase saluran, pengendapan dan penggerusan, hambatan, ukuran dan bentuk

saluran, serta taraf dan debit air (Chow dkk.,1989, dalam buku Hidrolika Saluran

Terbuka (terjemahan), terbit tahun 1992)

D. Jenis-jenis transisi saluran

Secara teori, debit (Q) suatu aliran dalam saluran ditentukan oleh

kecepatan aliran (V) dan luas penampang saluran (A). Apabila luas penampang

saluran kecil, maka kecepatan aliran akan bertambah. Sebaliknya, jika luas

penampang saluran besar, maka kecepatan aliran akan berkurang. Selain itu,

perubahan penampang saluran juga dapat berpengaruh pada perubahan tekanan

dan kecepatan aliran pada saluran. Perubahan penampang saluran tersebut bisa

berupa perbesaran saluran maupun pengecilan saluran.

Perubahan penampang saluran (transisi saluran) dapat dibedakan menjadi:

1. Pembesaran bertahap

Bentuk transisi pembesaran bertahap akan terjadi kenaikkan tekanan dan

penurunan kecepatan secara bertahap terjadi kehilangan energi yang lebih kecil

daripada kehilangan energi pada pembesaran tidak bertahap dengan parameter

sudut lubang. Berlaku persamaan kontinuitas A1.v1=A2.v2.

Page 24: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

24

2. Pembesaran tidak bertahap

Bentuk transisi pembesaran tidak bertahap akan terjadi kenaikkan tekanan

dan penurunan kecepatan secara tidak bertahap terjadi kehilangan energi yang

lebih besar daripada kehilangan energi pada pembesaran bertahap. Pembesaran

saluran tidak bertahap dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pembesaran penampang saluran

3. Penyempitan bertahap

Bentuk transisi penyempitan bertahap akan terjadi penurunan tekanan dan

kenaikkan kecepatan secara bertahap.

4. Penyempitan tidak bertahap

Bentuk transisi penyempitan tidak bertahap akan terjadi penurunan

tekanan dan kenaikkan kecepatan secara tidak bertahap terjadi kehilangan energi

berdasarkan koefisien kotraksi (perbandingan luas antara penampang 1 dan

penampang lainnya) dan profil peralihannya. Penyempitan saluran tidak bertahap

dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Penyempitan penampang saluran

Page 25: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

25

E. Kekuatan Aliran (Stream Power)

Kekuatan aliran adalah energi dari suatu aliran untuk menggerakan butiran

sedimen. Knight, 1999, mendefinisikan bahwa energi yang dihasilkan berasal dari

energi potensial aliran tersebut, energi ini pada akhirnya akan berubah menjadi

energi kinetik.

Menurut Knight, 1999, faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan aliran

adalah sebagai berikut:

1. Berat jenis air,

2. Debit aliran,

3. Kemiringan saluran.

F. Pembangkit Arus Turbulen

M. Yushar Y A, 2010, melaksanakan penelitian yang menggunakan

metode perubahan aliran laminer menjadi aliran turbulen dengan mempersempit

penampang basah menggunakan alat pembangkit arus turbulen (Bandal), yang terbuat dari kayu berbentuk silinder dengan panjang 7 cm dan berdiameter 3 cm.

Pembangkitan arus turbulen bertujuan untuk mempercepat dan mengendalikan

transportasi sedimen yang terjadi, dengan hasil penelitian antara lain:

1. Jarak awal sedimen dari pelimpah bertambah 32% setelah ada bandal,

2. Panjang sedimen yang terjadi bertambah 5,8 % setelah ada bandal,

3. Tebal sedimen yang terjadi akan berkurang 5,6 % setelah ada bandal.

Page 26: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

26

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Analisis Awal Sedimen

a. Berat Jenis Tanah (Specify Grafity)

Berat jenis tanah didapat dari perbandingan antara berat butir tanah dengan

berat air di udara pada volume yang sama dan temperatur tertentu. Penelitian berat

jenis butiran tanah (Gs) ini dilakukan berdasarkan ASTM D 854-92.

Pada percobaan ini digunakan alat piknometer, yaitu botol gelas dengan

leher sempit dan bertutup yang berlubang kapiler, dengan kapasitas 50 cc. Untuk

mendapatkan besar berat jenis butiran tanah (specify gravity), digunakan rumus

sebagai berikut:

223114

12

).().(

)(

tWWtWW

WWGs ---

-= (2.4)

dengan Gs = Berat jenis butiran tanah,

W1 = Berat piknometer kosong (gr), W2 = Berat piknometer + sampel tanah kering (gr), W3 = Berat piknometer + sampel tanah kering + aquades (gr), W4 = Berat piknometer + aquades (gr), t1 = Suhu pada W4 (

0C), t2 = Suhu pada W3 (

0C).

b. Analisis Hidrometer (Hydrometer Analysis)

Analisis hidrometer ini dimaksudkan untuk menentukan distribusi ukuran

butir tanah yang memiliki diameter kurang dari 0,075 mm (lolos saringan no. 200

ASTM) dengan cara pengendapan.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

wss G gg .= (2.5)

dengan sg = berat isi butiran (gr/cm3), Gs = berat jenis butiran, wg = berat jenis air.

Page 27: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

27

2.2.2. Analisa Angkutan Sedimen Non-Cohessive

Faktor-faktor yang berkaitan dengan awal gerak butiran sedimen yang

menyebabkan terjadinya angkutan sedimen antara lain:

a. Kecepatan aliran dan diameter/ukuran butiran,

b. Gaya angkat yang lebih besar dari gaya berat butiran,

c. Gaya geser kritis.

Sebenarnya banyak sekali variasi rumus kecepatan mengenai aliran

seragam. Namun, dalam penelitian ini untuk menentukkan kecepatan aliran

digunakan rumus Manning sebagai berikut:

21

321

fIRn

V = (SI) (2.6)

dengan V = kecepatan aliran (m/det), n = angka kekasaran Manning, R = Jari – jari hidrolik (m), if = kemiringan garis energi (m/m).

Dari hasil penelitiannya Manning, dapat diketahui angka kekasaran (n)

untuk berbagai jenis bahan yang membentuk saluran seperti yang ditunjukkan

oleh Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Harga n untuk tipe dasar dan dinding saluran

Tipe Saluran Harga n

1. Saluran dari pasangan batu tanpa plengsengan

2. Saluran dari pasangan batu dengan pasangan

3. Saluran dari beton

4. Saluran alam dengan rumput

5. Saluran dari batu

0,013

0,015

0,017

0,020

0,025

(Sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-03, 1986)

Gaya-gaya yang bekerja pada suatu butiran sedimen non-kohesif dalam

aliran air dapat dilihat pada Gambar 2.13. Gaya-gaya yang bekerja pada suatu

butiran sedimen non-kohesif dalam aliran air sebagai berikut:

a. Gaya berat (gravity force),

b. Gaya apung (buoyancy force),

Page 28: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

28

c. Gaya angkat (hydrodynamic lift force),

d. Gaya seret (hydrodynamic drag force).

Dalam penurunan rumus (analisa secara teoritis), gaya angkat (lift force)

biasanya tidak muncul secara eksplisit, karena gaya angkat sebenarnya tergantung

pada variabel-variabel yang sama dengan gaya seret (drag force). Disamping itu,

konstanta dalam persamaan yang akan diperoleh ditentukan dari data

eksperimental sehingga gaya angkat secara tidak langsung telah diperhitungkan.

Gambar 2.13 Gaya-gaya yang bekerja pada butiran sedimen

Keterangan gambar:

FD : gaya seret,

Fg : gaya berat di dalam air,

f : sudut kemiringan dasar,

q : sudut gesek (longsor) alam (the angle of repose),

a1 : jarak antara pusat berat (CG) sampai titik guling (point of support),

a2 : jarak antara pusat gaya seret (drag) sampai titik guling.

Secara umum metode Einstein dengan pendekatan semi-teoritik didasarkan pada 2 konsep, yaitu:

a. Konsep kondisi kritis ditiadakan,

b. Proses angkutan sedimen dasar lebih dipengaruhi oleh adanya

fluktuasi aliran yang terjadi yang ditunjukkan dengan adanya

pengaruh gaya-gaya hidrodinamik yang bekerja pada sedimen.

Page 29: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

29

Salah satu yang mampu menggerakkan butir sedimen pada awal geraknya

adalah kecepatan. Kecepatan efektif untuk menggerakan butiran dapat ditulis

dalam rumus:

IRgux ..= (2.7)

dengan *u = kecepatan geser (m/dt), g = gravitasi (m/dt2), R = jari-jari hidraulik (m), I = kemiringan dasar saluran.

Kecepatan geser tersebut digunakan untuk menentukan bilangan Reynolds

yang terjadi. Rumus bilangan Reynolds adalah sebagai berikut:

us

e

DuR

.*= (2.8)

dengan Re = bilangan Reynolds,

*u = kecepatan geser (m/dt), Ds = diameter butiran sedimen (m), υ = viskositas (m2/dt).

Bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan dimensi tegangan geser

( *F ) dengan menggunakan diagram Shields pada Gambar 2.14. Rumus dimensi

tegangan geser adalah sebagai berikut:

ss

c

DF

).( ggt-

=* (2.9)

dengan *F = dimensi tegangan geser, ct = tegangan geser kritis (kg/m2),

sg = berat jenis butiran sedimen (kg/m3),

g = berat jenis air (kg/m3),

Ds = diameter butiran sedimen (m).

Tegangan geser dirumuskan sebagai berikut:

IRgw ...0 rt = (2.10)

dengan τ0 = dimensi tegangan geser (kg/m2), g =gravitasi (m/dt2), ρw = berat jenis air (kg/m3), R = jari-jari hidraulik (m), I = kemiringan dasar saluran.

Page 30: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

30

Gambar 2.14 Diagram Shields

Awal gerak butiran sedimen tergantung besarnya tegangan geser yang

terjadi apabila:

τ0 > τc maka butiran bergerak

τ0 = τc maka butiran mulai bergerak (kondisi kritis)

τ0 < τc maka butiran diam

2.2.3. Keseimbangan Benda Terapung

Suatu benda terapung dalam keseimbangan stabil apabila pusat beratnya

berada di bawah pusat apung. Rumus-rumus berikut untuk menentukan

keseimbangan benda terapung dalam bentuk silinder.

Page 31: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

31

Berat benda dalam air dirumuskan sebagai berikut:

bendalG HDF gp ....41 2= (2.11)

dengan FG = Berat benda (N), D = Diameter benda (cm), H = Tinggi benda (cm), bendag = Berat jenis air (gr/cm3).

Berat air yang dipindahkan dirumuskan sebagai berikut:

airB dDF gp ....41 2= (2.12)

dengan Fb = Berat benda (N), D = Diameter benda(cm), d = Kedalaman benda yang terendam (cm), airg = Berat jenis air (gr/cm3).

Untuk rumus momen inersia tampang silinder adalah sebagai berikut:

40 .

64DI

p= (2.13)

dengan I0 = Momen inersia (cm4), D = Diameter benda (cm).

Dari rumus-rumus di atas, keseimbangan suatu benda dalam zat cair dapat

diketahui. Dalam keadaan mengapung berlaku FG = FB.

2.2.4. Transisi yang membentuk aliran turbulen

Perubahan penampang saluran (transisi saluran) yang dapat membentuk aliran turbulen dalam penelitian ini adalah menggunakan metode perbandingan antara penyempitan tidak bertahap berdasarkan profil peralihan penampang salurannya. Profil peralihan penampang saluran yang dimaksud adalah sesuai Gambar 2.15 dan Gambar 2.16.

Page 32: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

32

V

Sedimen

Gambar 2.15 Penyempitan tidak bertahap dengan tepi mencuat tajam

Sedimen

V

Gambar 2.16 Penyempitan tidak bertahap dengan tepi yang diserong

2.2.5. Turbulensi dan sedimentasi

Teori awal gerakan suatu butiran di dasar saluran didasarkan oleh sebuah konsep mengenai kondisi kritis aliran butiran tersebut. Suatu partikel butiran mulai bergerak karena adanya pengaruh gaya-gaya gaya-gaya hidrodinamik yang bekerja pada sedimen.

Kondisi kritis adalah kondisi pada saat butiran sedimen mualai bergerak karena adanya aliran air. Suatu butiran di dasar saluran mempunyai batasan tertentu yang disebut nilai kritis. Apabila nilai kriitis belum terlampaui maka butiran sedimen tersebut belum bergerak, tetapi apaabila kondisi kritis telah terlampaui maka butiran sedimen tersebut bergerak.

Dari parameter nilai kritis yang telah diulas dalam tinjauan pustaka maka dalam penelitian ini dipakai parameter debit, kemiringan dasar saluran dan diameter butiran, sehingga nilai kritis butiran tersebut dianggap sebagai nilai debit kritis dan kemiringan kritis.

2.2.6. Alat-alat pembentuk arus turbulensi

Page 33: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

33

Alat Pembangkit Arus Turbulen

Sedimen

Alat Pembangkit Arus Turbulen

Sedimen

Penelitian ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengurangi sedimentasi

yang terjadi di saluran irigasi. Prinsip penelitian ini, sedimentasi yang berasal dari

sungai terbawa aliran air masuk ke dalam saluran irigasi, sebagian masuk dan

mengendap. Dengan adanya transisi saluran, diharapkan terjadi arus turbulen

sehingga tidak terjadi proses sedimentasi. Adapun komponen yang digunakan

untuk membangkitkan arus turbulen adalah dengan pemasangan benda apung,

seperti pada Gambar 2.17 dan 2.18. Benda apung dalm penelitian ini selanjutnya

disebut sebagai bandal. Bandal adalah salah satu struktur lokal yang

dikembangkan di benua India yang digunakan untuk mempersempit penampang

saluran guna mengendalikan sedimen yang terjadi di saluran irigasi. Namun,

penelitian yang dilaksanakan di India hanya transisi saluran yang bersifat

horizontal.

Gambar 2.17 Alat pembentuk arus turbulensi dengan benda apung (bandal) berbentuk segi empat

Gambar 2.18 Alat pembentuk arus turbulensi dengan benda apung (bandal) berbentuk bentuk lingkaran

Page 34: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

34

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Umum

Perencanaan tahap-tahap yang sistematis runtut dan saling

berkesinambungan disusun untuk memperoleh hasil yang maksimal serta untuk

menghindari timbulnya kesulitan yang mungkin terjadi pada saat penelitian.

Metode yang dipakai untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah

dengan percobaan langsung atau eksperimen di laboratorium. Eksperimen

dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

UNS. Penelitian ini dilalui dengan serangkaian kegiatan pendahuluan, untuk

mencapai validitas hasil yang maksimal. Kemudian, untuk mendapatkan

kesimpulan akhir, data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan kelengkapan

studi pustaka.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian kali ini ada 2 laboratorium, yaitu:

a. Laboratorium Mekanika Tanah, sebagai tempat untuk uji butiran pasir yang

akan digunakan sebagai bahan sedimen. Uji tersebut meliputi pengayakan

untuk mendapatkan butiran seragam dan percobaan berat jenis sedimen

(Specific Gravity),

b. Laboratorium Hidrolika sebagai laboratorium utama karena hampir 90 %

kegiatan penelitian dilakukan di sini, yaitu penelitian mengenai pola

angkutan sedimentasi, bentuk transisi saluran untuk membangkitkan arus

turbulen, pengaruh adanya arus turbulen terhadap angkutan sedimen dan

jenis peralatan yang dipakai dalam penelitian ini.

Page 35: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

35

3.3. Peralatan dan Bahan

3.3.1. Peralatan yang dipakai di Laboratorium Mekanika Tanah

a. Ayakan pasir

Ayakan yang digunakan adalah 1 set ayakan standar dengan nomor 4, 8, 16,

20, 40 dan pan. Ayakan tersebut disusun urut, paling atas mulai dari yang

memiliki lubang diameter 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,85 mm, 0,425 mm,

hingga pan paling bawah. Ayakan ini digunakan untuk mendapatkan butiran

seragam dari pasir yang akan dijadikan sebagai bahan sedimen.

b. Mesin penggetar

Mesin ini digunakan untuk menggetarkan 1 set ayakan yang sudah disusun di

atasnya, sehingga proses pengayakan lebih efisien.

c. Oven

Alat ini dipakai untuk mengeringkan sedimen sampai kadar airnya habis,

sehingga dapat dipakai dalam percobaan Spesific Gravity.

d. Timbangan digital

Timbangan ini digunakan untuk mengukur berat sedimen dalam percobaan

Spesifik Grafity dengan ketelitian tinggi.

e. Picnometer

Botol kaca khusus, berukuran kecil, dipakai dalam percobaan Spesific Grafity.

f. Kotak alumunium

Penampung sedimen agar mudah diletakkan di oven.

Page 36: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

36

3.3.2. Peralatan di laboratorium Hidrolika

a. Open Flume

Merupakan alat utama dalam percobaan loncatan hidrolis, gerusan dan timbunan.

Flume ini, sebagian besar komponennya terbuat dari fiber dan memiliki bagian-

bagian penting, yaitu:

1. Saluran air, tempat utama dalam percobaan ini, untuk meletakkan pelimpah,

balok kayu, dan sedimen. Berupa talang air dengan ukuran 7.5x20x500 3cm .

Saluran air berdinding transparan untuk mempermudah pengamatan,

2. Hyrdraulic Bench, bak penampung yang berfungsi menampung air yang akan

dialirkan ke talang maupun yang keluar dari saluran,

3. Pompa air, terletak di Hydraulic Bench, berfungsi untuk memompa air agar

bisa didistribusikan sepanjang talang air. Pompa ini dilengkapi dengan

tombol on/off otomatis untuk supply listrik 220/240 V, 50 Hz,

4. Kran debit, merupakan kran yang berfungsi mengatur besar-kecilnya debit

yang keluar dari pompa. Memiliki skala bukaan debit 6-9 range,

5. Pipa ukur debit, berfungsi mengukur besar-kecilnya debit yang sedang

dipakai dalam percobaan. Bebentuk pipa yang di dalamnya tedapat air yang

bisa naik turun sesuai dengan debit air yang keluar dari pompa. Terdapat

skala pembacaan volume 0,5-2,5 liter/detik,

6. Roda pengatur kemiringan, terletak di hulu saluran yang bisa diputar secara

manual untuk mengatur kemiringan dasar saluran (bed slope) yang

diinginkan. Roda pengatur bed slope ini memiliki skala untuk maximum

positive bed slope + 3,0 % dan maximum negative bed slope – 1,0 %.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Page 37: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

37

Gambar 3.1 Open Flume 7.5x20x500 3cm .

b. Alat pembangkit arus turbulensi

Alat ini berbentuk bundar dengan menggunakan model kayu yang

dipotong dengan panjang 7 cm dan diameter 3 cm. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Alat pembangkit arus turbulensi

c. Saringan penangkap sedimen

Page 38: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

38

Pelimpah Mercu Ogee

Dipakai untuk menangkap sedimen yang masuk ke Hydraulic Bench, agar

sedimen tidak masuk pompa dan mengganggu kelancaran aliran air.

d. Pelimpah

Terbuat dari balok kayu jati, dengan jenis Mercu Ogee. Bentuk dan

dimensi pelimpah seperti dalam Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Sketsa dimensi pelimpah Mercu Ogee.

e. Stopwatch

Stopwatch dipakai untuk mengukur waktu pada perhitungan debit aliran.

f. Termometer

Termometer untuk mengukur suhu ruangan dan suhu aliran air.

g. Mistar ukur

Mistar ukur atau meteran digunakan untuk mengukur panjang loncatan hidrolis.

h. Point Gauge

Alat pengukur kedalaman atau ketinggian muka air. Alat ukur ini memiliki

ketelitian sampai dengan 0,1 mm. Bentuk alat point gauge dapat dilihat pada

Gambar 3.4.

Page 39: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

39

Gambar 3.4 Alat ukur kedalaman air (Point Gauge).

i. Current meter

Current meter berfungsi sebagai alat pengukur kecepatan aliran. Sketsa

bentuk dari current meter dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Current meter

3.3.3. Bahan-bahan yang dipakai selama penelitian

a. Air bersih

Aliran air yang digunakan adalah clear-water scour (air bersih), air yang

tidak membawa sedimen.

b. Pasir

Pasir sebagai bahan sedimen non-cohesive, yang lolos ayakan no 8 dengan

butiran seragam diameter 2,36 mm.

c. Malam (lilin)

Sebagai pelapis yang menutupi celah antara pelimpah dengan dasar atau

dinding Flume dan celah antara balok kayu dengan dinding Flume.

3.4. Langkah Penelitian

3.4.1 Persiapan Sedimen

Page 40: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

40

Pelaksanaan tahap persiapan sedimen dilakukan di Laboratorium

Mekanika Tanah. Persiapan sedimen dilakukan dengan pengukuran diameter

butiran sedimen (pengayakan) dan pengukuran massa jenisnya (Spesific Grafity).

Langkah-langkah pengukuran diameter butiran adalah sebagai berikut:

a. Membersihkan ayakan dan menyusunnya sesuai nomor urut,

b. Masukkan pasir ke dalam ayakan,

c. Letakkan susunan ayakan yang sudah berisi pasir tadi di atas mesin penggetar

kemudian mulailah mengayak secara otomatis,

d. Pisahkan sedimen terpilih dari ayakan,

e. Ulangi pengayakan sampai kebutuhan butiran sedimen terpenuhi.

Setelah kita mendapatkan butiran sedimen ukuran 2,36 mm, maka butiran

sedimen tadi dimasukkan kotak alumunium untuk dikeringkan dalam oven selama

24 jam sampai kadar airnya habis. Selanjutnya, mulailah kita melakukan tes

Spesific Grafity untuk mendapatkan Spesific Grafity dari butiran sedimen.

Langkah-langkah percobaan Spesific Grafity adalah sebagai berikut:

a. Membersihkan dan mengeringkan picnometer kosong lalu menimbangnya (=

W1 gram),

b. Mengambil sedikit contoh tanah yang telah kering oven dan telah didinginkan

kemudian memasukkan dalam picnometer kemudian menutup dan

menimbangnya (=W2 gram),

c. Mengisi aquades ke dalam piknometer kira-kira sebanyak 10 cc, sehingga

tanah terendam seluruhnya lalu membiarkan terendam selama 24 jam,

d. Menambahkan aquades sampai penuh lalu menutup dengan hati-hati dan

mengeringkan bagian luarnya dengan kain. Selanjutnya menimbang

picnometer berisi tanah dan air (=W3 gram), lalu mengukur suhunya dengan

termometer,

e. Mengosongkan piknometer dan membersihkannya lalu mengisi penuh dengan

aquades dan menutup dan mengeringkan bagian luarnya dengan kain,

selanjutnya menimbangnya (=W4 gram) dan mengukur suhunya dengan

termometer,

Page 41: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

41

f. Mengambil 3 contoh tanah dari setiap satu tabung sampel yang diperlakukan

sama seperti langkah-langkah tersebut di atas untuk mendapatkan nilai berat

jenis rata-rata.

Setelah ketiga percobaan di atas selesai dan mendapatkan data yang

diperlukan kemudian dilanjutkan pada tahap persiapan alat.

3.4.2 Persiapan Alat

Alat yang membutuhkan persiapan khusus adalah Flume, karena alat ini

harus dirangka dan dimodifikasi dengan alat-alat lain agar dapat digunakan secara

sempurna. Langkah-langkah untuk menyiapkan Flume adalah sebagai berikut:

a. Membersihkan flume dengan ditergen agar kotoran-kotoran yang melekat

akibat percobaan-percobaan sebelumnya tidak mengganggu jalannya

penelitian. Membersihkan Flume ini meliputi :

1. Menguras air di Hydraulic Bench,

2. Membersihkan talang air dan dinding kacanya,

3. Membersihkan kelereng penyaring yang ada di ujung flume (bagian hulu)

sebagai peredam indulasi,

b. Memastikan kemiringan Flume 0 % dengan memutar roda pengatur

kemiringan dasar saluran,

c. Mengisi Hydraulic Bench dengan air bersih sampai pompa terendam air,

karena jika pompa air tidak terendam air maka akan terbakar,

d. Memasang saringan penangkap sedimen di Hydraulic Bench,

e. Memasang pelimpah pada tempat yang sudah disediakan dan melapisi malam

di celah-celah antara pelimpah dengan dinding dan dasar saluran,

f. Menutup celah-celah antara palimpah dengan dinding dan dasar saluran

dengan malam, untuk mencegah kebocoran atau rembesan,

g. Memasang alat ukur kedalaman, point gauge,

h. Mempersiapkan alat pembangkit arus turbulensi.

Page 42: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

42

Persiapan alat tidak hanya diawal, tetapi juga setiap pergantian running

percobaan, Flume harus disiapkan kembali.

3.4.3 Pengecekan Alat (Kalibrasi Alat Ukur Debit)

Pengecekan alat dilakukan setelah alat benar-benar siap dipakai.

Pengecekan dilakukan untuk mengetahui nilai pembacaan alat lebih akurat, sesuai

dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan

kalibrasi alat pengukur debit pada Hydraulic Bench.

Kalibrasi alat ukur debit dilakukan untuk mengetahui apakah debit yang

terbaca pada Hydraulic Bench sama dengan yang dialirkan oleh pompa. Sehingga

diketahui bahwa alat ukur debit pada Hydraulic Bench berfungsi baik. Kalibrasi

debit dilakukan sebagai berikut:

a. Menghidupkan pompa setelah Hydraulic Bench terisi cukup oleh air untuk

membuat sirkulasi aliran,

b. Membuka kran pengatur debit aliran pada skala yang diinginkan,

c. Pengukuran debit dengan menggunakan alat ukur debit yang terdapat pada

Hydraulic Bench, pengukuran dilakukan setelah aliran pada saluran stabil.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Menutup katup dimana air dari saluran akan masuk kembali ke Hydraulic

Bench,

2. Pada saat yang bersamaan permukaan air pada pipa pengukur yang sudah

ada skala volumenya akan naik, menghitung dengan stopwatch waktu

yang diperlukan untuk mencapai volume yang diinginkan,

3. Debit diperoleh dengan membandingkan antara volume dengan waktu.

d. Pengukuran debit pada aliran yang dialirkan oleh pompa. Langkah-

langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan ember kecil untuk menampung air,

Page 43: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

43

2. Menampung air yang keluar dari saluran tetapi sebelum air masuk ke

Hydraulic Bench,

3. Saat air mulai masuk ke ember, menghidupkan stopwatch dan mematikan

stopwatch saat ember berisi air tersebut diangkat,

4. Menghitung volume air yang tertampung dalam ember dengan

menggunakan gelas ukur,

5. Volume yang diperoleh dibagi waktu yang terjadi / waktu yang terbaca

pada stopwatch tadi sehingga diperoleh debit aliran yang terjadi.

e. Mengulangi kegiatan ke-2 dan kegiatan ke-3 pada beberapa variasi skala kran

pengatur debit yang diinginkan,

f. Data diperoleh dalam bentuk tabel dan dibuat grafik dengan bantuan MS

Excel sehingga didapat suatu persamaan.

3.4.4 Pengolahan Data Kalibrasi Alat Ukur Debit

Tujuan dari kalibrasi alat ukur debit adalah untuk mencari perbandingan

debit dari alat ukur debit di hydraulic bench dengan debit yang keluar dari saluran

langsung atau debit yang tertampung di ember.

Sehingga, untuk debit dari alat ukur debit di Hydraulic Bench, data yang

dibutuhkan adalah volume yang dicapai oleh air di dalam pipa ukur dan waktu

yang ditempuhnya. Sedangkan untuk debit yang keluar dari saluran atau

tertampung di ember, dibutuhkan data volume air yang tertampung di ember dan

waktu yang dibutuhkan. Hasilnya kita akan mendapatkan data debit Hidraulic

Bench (Qhb) dengan debit ukur dengan ember (Qukur) dalam beberapa variasi skala

bukaan debit tertentu. Data-data itu diplot dalam grafik dengan program Ms

Excel, dan dicari regresinya, nilai R dan y nya. Jika R mendekati 1, maka

hubungan antara Qhb dengan Qukur adalah linear atau sama, artinya alat ukur debit

di Hidraulic Bench bisa digunakan. Begitu juga sebaliknya, jika nilai R jauh dari

1, maka hubungan keduanya tidak linear, sehingga alat ukur debit di Hydraulic

Bench tidak bisa digunakan.

Page 44: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

44

3.4.5. Pengambilan Data

3.4.5.1. Pengambilan Data Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran dalam flume diukur dengan menggunakan alat current

meter yang dimasukkan ke dalam aliran air. Langkah-langkah pengukurannya

adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan current meter,

b. Dengan current meter pengukuran dilakukan pada tiga titik yaitu: di tengah

flume, di hulu flume dan di hilir flume. Masing-masing titik diukur dengan

tiga kedalaman yang berbeda yaitu: di tengah, di bagian atas dan bagian

bawah aliran untuk memperoleh data n1, n2, dan n3,

c. Menghidupkan stop watch untuk menentukan waktu pengukuran,

d. Membaca jumlah putaran baling-baling pada current meter dan mencatatnya

dalam tabel,

e. Mengulangi pengukuran dengan variasi kecepatan.

Setelah melakukan pengukuran kecepatan aliran flume dengan current

meter, dilanjutkan dengan mengkonversi nilai yang didapat dari pengukuran. Hal

ini dilakukan untuk memperoleh nilai kecepatan yang sebenarnya karena nilai

yang didapat dari alat current meter masih dalam satuan radian.

Berdasarkan data sertifikat alat current meter yang digunakan didapat

rumus untuk pengukuran kecepatan adalah sebagai berikut:

Jika: n < 1,65 ® v = 0,061.n + 0,0128 (3.1)

1,65 < n <3,66 ® v = 0,0599.n + 0,0146 (3.2)

Page 45: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

45

n > 3,66 ® v = 0,0523.n + 0,0425 (3.3)

dengan: n = jumlah rerata putaran baling-baling per detik, v = kecepatan aliran (m/dt).

Pengukuran dilakukan pada 3 titik yaitu: di tengah flume, di hulu flume,

dan di hilir flume. Kemudian di cari rerata dari 3 data tersebut dan didapat

kecepatan rerata aliran dalam flume.

Namun, pada penelitian kali ini alat current meter tidak dapat digunakan

karena tidak berfungsi dengan baik sehingga pembacaan skala pengukuran tidak

akurat. Oleh karena itu, pengambilan data kecepatan menggunakan perhitungan

dengan membandingkan debit aliran dengan luas penampang basah flume.

3.4.5.2. Pengambilan Data Sedimen / Data Inti

Pengambilan data dilakukan dengan pengujian langsung dengan flume. Langkah-

langkah penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Menyetel knop alat pengatur debit dengan skala debit tertentu, dimulai

dengan skala debit terkecil,

b. Mengatur kemiringan flume, dari kemiringan 0 % hingga +1,5 %,

c. Memasukkan sedimen ke atas pelimpah sehingga sedimen terbawa aliran air

dalam flume,

d. Mengamati sedimen yang terjadi sampai stabil (mengendap pada flume) dan

sudah tidak ada pergerakan sedimen lagi,

e. Melakukan pengambilan data dengan mencatatnya dalam tabel yang sudah

dipersiapkan sebelumnya dan menggambar bentuk sedimen yang terjadi,

f. Meletakkan alat pembangkit arus turbulensi di atas sedimen yang mengendap

pada flume,

g. Mengamati perpindahan sedimen akibat peningkatan arus turbulensi dan

mencatatnya dalam tabel serta menggambar sedimen yang terjadi,

h. Mengulangi percobaan di atas dengan variasi debit dan kemiringan yang

sudah ditentukan.

Page 46: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

46

Data-data yang dicatat saat penelitian berlangsung adalah sebagai berikut:

a. Panjang flume

Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur.

b. Lebar flume

Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur.

c. Tinggi pelimpah

Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur.

d. Panjang pelimpah

Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur.

e. Debit flume

Data ini diperoleh dari pembacaan pada knop pengatur debit pada flume.

f. Kemiringan flume

Data ini diperoleh dari pembacaan pada kran pengatur kemiringan pada flume.

g. Data saat percobaan sebelum pemasangan alat pembangkit arus turbulensi.

Sketsa percobaan dapat melihat pada Gambar 3.6 dan pengambilan data mengacu

pada sketsa tersebut.

H1

H2

H6

L1 L2

Pelimpah SedimenH3 H4 H5

Gambar 3.6 Sketsa percobaan sebelum pemasangan alat pembangkit arus

turbulensi

Keterangan gambar:

H1 = Tinggi muka air di belakang pelimpah,

H2 = Tinggi muka air di atas pelimpah,

Page 47: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

47

H3, H4, H5 = Tebal sedimen yang terjadi (pengukuran dilakukan di

beberapa titik),

H6 = Tinggi muka air normal,

L1 = Jarak antara pelimpah dengan ujung awal sedimen,

L2 = Panjang sedimen yang terjadi.

h. Data saat percobaan setelah pemasangan alat pembangkit arus turbulensi.

Sketsa percobaan dapat melihat pada Gambar 3.7 dan pengambilan data mengacu

pada sketsa tersebut.

Gambar 3.7. Sketsa percobaan setelah pemasangan alat pembangkit arus

turbulensi

Keterangan gambar:

H1 = Tinggi muka air di belakang bendung,

H2 = Tinggi muka air di atas bendung,

H3 = Jarak ujung awal sedimen dengan muka air,

H4 = Jarak sedimen di tengah dengan muka air,

H5 = Jarak sedimen di tengah dengan muka air,

H6 = Jarak ujung akhir sedimen dengan muka air,

H7 = Tinggi muka air normal,

L1 = Jarak antara bendung dengan ujung awal sedimen,

L2 = Panjang sedimen yang terjadi,

S = Jarak antar alat pembangkit arus turbulensi.

Setelah tahap pengambilan data selesai, data-data tersebut dianalisis pada

tahap pengolahan data dengan cara membandingkan keadaaan sedimen yang

terjadi sebelum dan setelah digunakan alat pembanghkit arus turbulensi.

L1 L2

H1

H2

H3 H4 H5

H6 H7 Bendung Sedimen

S

Page 48: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

48

Roda pengatur kemiringan

3.4.6. Pengolahan Data

Pada tahap ini, data-data yang sudah didapat melalui percobaan dianalisis

dengan cara membandingkan percobaan sebelum dan setelah pemasangan alat

pembangkit arus turbulensi. Pengolahan data mengacu pada rumus-rumus yang

telah dicantumkan pada Bab 2 mengenai landasan teori.

3.4.7. Pembahasan

Pada tahap ini data yang telah diolah, dibahas dengan bantuan grafik-

grafik melalui Ms Excel dan ditarik kesimpulan sementara yang berhubungan

dengan tujuan penelitian. Grafik tersebut meliputi:

a. Hubungan kecepatan aliran (V) dengan jarak awal sedimen dari kaki

pelimpah (L0), panjang sedimen yang terjadi (L), dan tebal sedimen (T) baik

pada debit knop 7 (Q7) maupun debit knop 8 (Q8),

b. Hubungan kecepatan aliran (V) dengan jarak awal sedimen dari kaki

pelimpah (L0), panjang sedimen yang terjadi (L), dan tebal sedimen (T) baik

sebelum adanya pembangkit arus turbulensi maupun setelah adanya

pembangkit arus turbulensi,

c. Hubungan kecepatan aliran (V) dengan kedalaman aliran (H) baik pada Q7

maupun Q8,

d. Hubungan kekuatan aliran (Ω) dengan jarak awal sedimen dari kaki pelimpah

(L0) baik pada baik pada debit knop 7 (Q7) maupun debit knop 8 (Q8)

sebelum dan setelah adanya pembangkit arus turbulensi.

Yang dimaksud debit knop 7 dan debit knop 8 pada penelitian ini seperti

ditujukkan pada Gambar 3.8.

Page 49: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

49

Untuk lebih jelasnya, bagan alur penelitian pada Gambar 3.9.

Pengambilan Data Penelitian (Dengan Variasi

Kemiringan Saluran): - Pengukuran Kecepatan Saluran - Pengukuran Dimensi Sedimen - Pengamatan Sedimen Transport Sebelum dan

Sesudah dipasang Bandals

Mulai

Studi Pustaka

Kajian terhadap Sedimen (Penelitian dan Penenentuan Gradasi Butiran,

Kadar Air dan Spesifik Gravity)

Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Batasan Masalah

Syarat Gradasi Butiran, Kadar Air dan Spesifik Gravity terpenuhi ?

Tidak

Ya

Peninjauan: Suhu Air, Unsur-unsur saluran

(Kemiringan, Dimensi dan Kekasaran Dinding

Saluran)

Dilakukan 3 kali

Running Percobaan

Kalibrasi Alat: Open Flume dan

Current meter

Variasi

Kemiringan

Saluran

7 8 Debit Knop 7 Debit Knop 8

Gambar 3.8 Sketsa Debit knop 7 dan Debit knop 8

Page 50: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

50

Gambar 3.9 Bagan alur penelitian.

YA

A

Data Cukup?

A

TIDAK

Selesai

Analisis perbandingan transportasi Sedimen sebelum dan sesudah dipasang

Bandals

Hasil berupa KecepatanSaluran , Debit Saluran , konfigurasi dasar Sedimen

dan nilai angkutan sedimen

Page 51: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

51

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Sedimen

Analisis butiran sedimen meliputi analisis diameter butiran dan analisis berat

jenis sedimen (Specific Gravity). Percobaan untuk analisis butiran, baik

pengayakan maupun Specific Gravity dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4.1.1. Analisis Diameter Butiran

Penelitian ini menggunakan 1 jenis sedimen, yaitu pasir butiran seragam

ukuran 2,36 mm atau lolos ayakan nomor 8. Pasir yang digunakan merupakan

pasir yang sudah mengalami proses penyaringan, sehingga relatif bersih, tidak

bercampur dengan kotoran-kotoran atau butiran-butiran lain. Sedimen butiran

seragam ini didapatkan dengan pengayakan. Ayakan disusun sesuai dengan

standar urutan pengayakan, yaitu ayakan no 4, 8, 16, 20, 40, dan pan. Masing-

masing ayakan tersebut memiliki lubang diameter 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm,

0,85 mm, 0,425 mm, dan pan 0 mm sebagai tampungan paling bawah. Setelah

ayakan disusun sedemikian rupa, sedimen dimasukkan dari atas lubang ayakan no

4, kemudian digetarkan dengan mesin penggetar. Sedimen yang lolos ayakan

nomor 8 (2,36 mm) dan tertampung di nomor 16 (1,18 mm) adalah sedimen yang

diambil untuk penelitian ini. Sedimen butiran 2,36 mm merupakan butiran halus

(pasir), yang karakteristiknya non-cohesive, mudah terangkat oleh aliran air

sehingga mudah untuk dilakukan pengamatan.

4.1.2. Analisis Berat Jenis Sedimen (Specific Gravity)

Berat jenis sedimen dapat diketahui dengan percobaan Specific Gravity

menggunakan Picnometer. Hasil percobaan disajikan dalam Tabel 4.1.

Page 52: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

52

Tabel 4.1 Hasil pengujian berat jenis tanah

Data 1 2 3

Berat piknometer kosong (W1) 28,30 gr 29,00 gr 28,60 gr

Berat piknometer + tanah (W2) 51,28 gr 51,95 gr 47,59 gr

Berat piknometer + tanah + air (W3) 93,10 gr 94,44 gr 90,40 gr

Berat piknometer + air (W4) 78,61 gr 80,70 gr 78,19 gr

T1 = temperature of W4 29° 29° 29°

T2 = temperature of W3 29° 29° 29°

Perhitungan mengacu pada rumus specific gravity yang telah dicantumkan

dalam Bab 2 pada dasar teori. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:

Data

a. Berat piknometer kosong (W1) = 28,30 gram

b. Berat piknometer + air (W4) = 78,61 gram

c. Berat piknometer + tanah (W2) = 51,28 gram

d. Berat piknometer + tanah + air (W3) = 93,10 gram

e. Temperatur W4 (T1) = 29 o

f. Temperatur W3 (T2) = 29 o

g. Faktor koreksi pada suhu T1 (oC) = 1,004

h. Faktor koreksi pada suhu T2 (oC) = 1,004

Gs = 223114

12

)-(W-)W-(

) W- (

tWtW

W

Gs = 1,004 ) 51,28-93,10 (- 1,004 ) 28,30 - 78,61 (

28,30 - 51,28= 2,70

Untuk Perhitungan selanjutnya disajikan pada Tabel 4.2.

Page 53: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

53

Tabel 4.2 Hasil perhitungan berat jenis tanah

Data 1 2 3

Berat piknometer kosong (W1) 28,30 gr 29,00 gr 28,60 gr

Berat piknometer + tanah (W2) 51,28 gr 51,95 gr 47,59 gr

Berat piknometer + tanah + air (W3) 93,10 gr 94,44 gr 90,40 gr

Berat piknometer + air (W4) 78,61 gr 80,70 gr 78,19 gr

T1 = temperature of W4 29 oC 29 oC 29 oC

T2 = temperature of W3 29 oC 29 oC 29 oC

Faktor koreksi pada suhu T1 (oC) 1,004 1,004 1,004

Faktor koreksi pada suhu T2 (oC) 1,004 1,004 1,004

Gs = 223114

12

)-(W-)W-(

) W- (

tWtW

W 2,70 2,48 2,79

Gs rata-rata 2,6559

Berat jenis spesifik sedimen yang dipakai dalam penelitian ini adalah 2,6559

gr/cm3. Ini membuktikan bahwa sedimen yang dipakai benar-benar dari jenis

pasir.

4.2. Analisis Alat Pembangkit Arus Turbulensi (Bandal)

4.2.1. Berat Jenis Alat Pembangkit Arus Turbulensi (Bandal)

Alat pembangkit arus turbulensi (bandal) dalam penelitian ini menggunakan

model dari kayu berbentuk balok dengan ukuran panjang 7 cm, lebar 3 cm, dan

tebal 2 cm. Jumlah bandal yang digunakan 6 buah dengan jarak antara bandal 3

cm. Berat jenis bandal tersebut adalah sebagai berikut:

Data berat jenis bandal

a. Volume = 42 ml = 42 cm3

b. Massa = 27,71 gr

Page 54: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

54

Berat jenis (ρ) = VolumeMassa

= 42

71,27 = 0,6598 gr/cm3 = 659,8kg/m3

Jadi, berat jenis bandal arus turbulensi adalah 659,8 kg/m3.

4.2.2. Keseimbangan Alat Bandal Arus Turbulensi

Keseimbangan bandal dalam air adalah sebagai berikut: (lihat Gambar 4.1)

dB

G

F B

Gambar 4.1 Keseimbangan bandal dalam air

a. ρbandal = 659,8 kg/m3

b. ρair = 1000 kg/m3

c. Dbandal = Tbandal = 2 cm

d. Volume bandal = 48 ml = 4,8 x 10-5 m3

e. Berat bandal = 27,71 gr

Dalam benda terapung berlaku FG = FB, maka:

airbandal dlpTlp gg ...... =

gdlpgTlp airbandal ........ rr =

cmHdair

bandal 3196,12.1000

8,659. ===

rr

1. Kedalaman bandal yang terendam adalah 1,3196 cm,

Page 55: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

55

2. Jarak pusat apung terhadap dasar bandal,

OB cmd

6598,02

3196,12

===

3. Jarak pusat berat terhadap dasar bandal,

OG cmD

122

2===

4. Jadi jarak pusat berat bandal dengan pusat apungnya adalah:

BG = OG - OB = 1 – 0,6598 = 0,3402 cm

5. Momen inersia bandal,

4330 22.3.

121

..121

cmhbI ===

6. Volume air yang dipindahkan,

39176,73196,1.2.3.. mdlpV ===

cmV

IBM 2526,0

9176,720 ===

7. Tinggi metasentrum,

GM = BM – BG = 0,2526 – 0,3402 = 0,0876 cm

Tanda negatif menunjukkan bahwa metasentrum M berada di bawah pusat

berat G, sehinggga bandal dalam keadaan tidak stabil. Hal ini dikarenakan adanya

aliran air pada flume.

4.3. Analisis Kalibrasi Alat Ukur Debit

Kalibrasi perlu dilakukan untuk mengetahui akurasi alat percobaan. Dalam

penelitian ini debit aliran dalam flume yang digunakan adalah pada putaran kran

pengatur debit knop 7 (Q7) dan knop 8 (Q8). Debit yang diperoleh dari alat ukur

debit pada Hydraulic Bench disajikan dalam Tabel 4.3.

Page 56: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

56

Tabel 4.3 Data debit aliran dalam flume

Percobaan ke

Kemiringan (%)

Volume (m3)

Waktu (s)

Q7 (m3/s) Kecepatan

(m/s) 1 0 2,000 x10-3 9,054 2,209 x10-4 6,896 x10-2 2 0,5 2,000 x10-3 8,636 2,459 x10-4 1,102 x10-1 3 1,0 2,000 x10-3 7,824 2,556 x10-4 3,018 x10-1 4 1,5 2,000 x10-3 8,066 2,480 x10-4 4,182 x10-1

Percobaan ke

Kemiringan (%)

Volume (m3)

Waktu (s)

Q8 (m3/s) Kecepatan

(m/s) 5 0 2,000 x10-3 7,58 2,639 x10-4 8,063 x10-2 6 0,5 2,000 x10-3 8,132 2,459 x10-4 1,170 x10-1 7 1,0 2,000 x10-3 8,108 2,467 x10-4 3,520 x10-1 8 1,5 2,000 x10-3 8,014 2,496 x10-4 4,155 x10-1

Debit-debit tersebut kemudian dicari reratanya, sehingga diperoleh 2 data debit

yaitu:

1. Q7 = 2,390 x10-4 m3/dt,

2. Q8 = 2,515 x10-4 m3/dt.

Kedua debit tersebut kemudian digunakan untuk mencari kecepatan aliran pada

flume.

Hasil debit pada Tabel 4.3 dibandingkan dengan pengukuran langsung

menggunakan ember untuk menampung air yang keluar dari pipa Hydraulic

Bench untuk menentukan keakuratan alat tersebut. Hasil kalibrasi alat ukur debit

disajikan dalam Tabel 4.4 berikut. Percobaan (1), (2), (3), dan (4) termasuk dalam

debit knop 7 (Q7) dan percobaan (5), (6), (7), dan (8) termasuk dalam debit knop 8

(Q8) dengan kemiringan masing-masing secara berurutan 0%; 0,5%; 1,0%; 1,5%.

Page 57: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

57

Tabel 4.4 Hasil kalibrasi debit

Debit Terukur dalam Hidraulic Bench

Percobaan ke Kemiringan (%) Volume (m3)

Waktu (s) Q7 (m3/s)

1 0 2,000 x10-3 9,054 2,209 x10-4 2 0,5 2,000 x10-3 8,636 2,316 x10-4 3 1,0 2,000 x10-3 7,824 2,556 x10-4 4 1,5 2,000 x10-3 8,066 2,480 x10-4

Percobaan ke Kemiringan (%) Volume (m3)

Waktu (s) Q8 (m3/s)

5 0 2,000 x10-3 7,58 2,639 x10-4 6 0,5 2,000 x10-3 8,132 2,459 x10-4 7 1,0 2,000 x10-3 8,108 2,467 x10-4 8 1,5 2,000 x10-3 8,014 2,496 x10-4

Debit Terukur dalam Ember/Gelas Ukur

Percobaan ke Kemiringan (%) Volume (m3)

Waktu (s) Q7 (m3/s)

1 0 5,000 x10-3 22,632 2,209 x10-4 2 0,5 5,000 x10-3 22,444 2,228 x10-4 3 1,0 5,000 x10-3 21,262 2,352 x10-4 4 1,5 5,000 x10-3 20,678 2,418 x10-4

Percobaan ke Kemiringan (%) Volume (m3)

Waktu (s) Q8 (m3/s)

5 0 5,000 x10-3 19,784 2,527 x10-4 6 0,5 5,000 x10-3 21,228 2,355 x10-4 7 1,0 5,000 x10-3 21,262 2,352 x10-4 8 1,5 5,000 x10-3 20,678 2,418 x10-4

Perbandingan debit hydraulic bench dengan debit ember pada Tabel 4.4

akan ditampilkan dalam bentuk grafik hubungan hasil kalibrasi debit Hydraulic

Bench dengan debit ember seperti pada Gambar 4.2.

Page 58: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

58

Gambar 4.2 Grafik hasil kalibrasi debit hydraulic bench dengan debit ember

Gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara debit hasil bacaan pada

Hydraulic Bench dengan debit ukur hasil tampungan ember. Hubungan keduanya

linear, dengan nilai regresinya R2 = 0,9964259 dan Standard Error = 0,0000071,

sehingga alat ukur debit pada Hydraulic Bench dapat dinyatakan akurat. Untuk

perhitungan selanjutnya digunakan alat ukur Hydraulic Bench sebagai patokan,

karena lebih mudah dalam hal pengamatan.

4.4. Analisis Data

Analisis data ini meliputi analisis data kecepatan aliran, analisis data awal

gerak butiran sedimen, dan analisis data sedimen yang terjadi di saluran.

4.4.1. Analisis Data Kecepatan

A. Analisis Data Kecepatan Sebelum Ada Bandal

Data kecepatan sebelum ada bandal diperoleh dengan cara membandingkan

debit dengan luas penampang basah yang sudah diperoleh sebelumnya. Luas

penampang basah merupakan perkalian dari lebar flume (B) dengan tinggi air

Page 59: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

59

pada flume (H3). Tinggi air diukur dari dasar flume sampai muka air pada jarak

150 cm dari kaki pelimpah. Contoh perhitungan kecepatan tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Debit knop 7

a. Q7 = 2,209x10-4 m3/dt

b. B = 0,077 m

c. H3 = 0,0416 m

sm

HB

QV 06896,0

)0416,0077,0(10209,2

)(

4

3

77 =

´´

=-

2. Debit knop 8

a. Q8 = 2,2639x10-4 m3/dt

b. B = 0,077 m

c. H3 = 0,0425 m

sm

HB

QV 08063,0

)0425,0077,0(102639,2

)(

4

3

88 =

´´

=-

Untuk Perhitungan selanjutnya disajikan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.

Lebar (B) flume = 0,077 m

Tabel 4.5 Hasil perhitungan kecepatan untuk debit knop 7

Percobaan ke

S (%)

Volume (m3)

Waktu (s)

H7 (m)

Q7 (m3/s)

V7 (m/s)

1 0 2,000 x10-3 9,054 0,0416 2,209 x10-4 6,896 x10-2 2 0,5 2,000 x10-3 8,636 0,0313 2,316 x10-4 1,102 x10-1 3 1,0 2,000 x10-3 7,824 0,011 2,556 x10-4 3,018 x10-1 4 1,5 2,000 x10-3 8,066 0,0077 2,480 x10-4 4,182 x10-1

Tabel 4.6 Hasil perhitungan kecepatan untuk debit knop 8

Percobaan ke

S (%)

Volume (m3)

Waktu (s)

H8 (m) Q8 (m

3/s) V8

(m/s) 5 0 2,000 x10-3 7,58 0,0425 2,639 x10-4 8,063 x10-2 6 0,5 2,000 x10-3 8,132 0,0273 2,459 x10-4 1,170 x10-1 7 1,0 2,000 x10-3 8,108 0,0091 2,467 x10-4 3,520 x10-1

Page 60: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

60

8 1,5 2,000 x10-3 8,014 0,0078 2,496 x10-4 4,155 x10-1 Dari hasil perhitungan kecepatan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 kemudian

diolah dalam bentuk grafik baik hubungan kecepatan dengan debit aliran maupun

hubungannya dengan sedimen yang terjadi.

Adapun hubungan kecepatan dengan debit aliran sebelum ada bandal dapat

dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hubungan kecepatan dengan debit aliran sebelum ada bandal

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa hubungan kecepatan aliran pada flume

dengan debit aliran sebelum ada bandal adalah polynomial derajat 3 baik dalam

kondisi debit knop 7 maupun kondisi debit knop 8. Persamaan y = 18,84815x3 –

15,5881x2 + 3,811083x + 0,003041 untuk debit knop 7 dan y = 19,75167x3 –

16,2684x2 + 3,94249x + 0,0067 untuk debit knop 8 merupakan persamaan dari

hubungan kecepatan dan kedalaman aliran. Dengan y adalah debit aliran dan x

adalah kecepatan aliran.

Page 61: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

61

B. Analisis Data Kecepatan Setelah Ada Bandal

Data kecepatan setelah ada bandal diperoleh dengan cara membandingkan

debit dengan luas penampang basah yang sudah diperoleh sebelumnya. Luas

penampang basah merupakan perkalian dari lebar flume (B) dengan tinggi air

pada flume dikurangi kedalaman bandal yang terendam air dikurangi tebal

sedimen dibawah bandal (H3). Tinggi air diukur dari dasar flume sampai muka air

pada jarak 150 cm dari kaki pelimpah. Contoh perhitungan kecepatan tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Debit knop 7

a. Q7 = 2,209x10-4 m3/dt

b. B = 0,077 m

c. H3 = 0,024904 m

sm

HB

QV 1152,0

)024904,0077,0(10209,2

)(

4

3

77 =

´´

=-

2. Debit knop 8

a. Q8 = 2,2639x10-4 m3/dt

b. B = 0,077 m

c. H3 = 0,0254 m

sm

HB

QV 134,0

)0254,0077,0(102639,2

)(

4

3

88 =

´´

=-

Untuk Perhitungan selanjutnya disajikan pada Tabel 4.7.

Lebar (B) flume = 0,077 m

Page 62: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

62

Tabel 4.7 Hasil perhitungan kecepatan sebelum dan setelah pemasangan bandal

Kecepatan sebelum ada bandal Percobaan

ke Kemiringan

(%) Volume

(m3) H7 (m)

Q7 (m3/s)

Kecepatan (m/s)

1 0 2,000 x10-3 0,0416 2,209 x10-4 0,06896 2 0,5 2,000 x10-3 0,0313 2,316 x10-4 0,1102 3 1,0 2,000 x10-3 0,011 2,556 x10-4 0,3018 4 1,5 2,000 x10-3 0,0077 2,480 x10-4 0,4182

Percobaan ke

Kemiringan (%)

Volume (m3)

H8 (m)

Q8 (m3/s)

Kecepatan (m/s)

5 0 2,000 x10-3 0,0425 2,639 x10-4 0,08063 6 0,5 2,000 x10-3 0,0273 2,459 x10-4 0,1170 7 1,0 2,000 x10-3 0,0091 2,467 x10-4 0,3520 8 1,5 2,000 x10-3 0,0078 2,496 x10-4 0,4155

Kecepatan setelah ada bandal Percobaan

ke Kemiringan

(%) Volume

(m3) H7 (m)

Q7 (m3/s)

Kecepatan (m/s)

1 0 2,000 x10-3 0,0249 2,209 x10-4 0,1152 2 0,5 2,000 x10-3 0,01619 2,316 x10-4 0,1972 3 1,0 2,000 x10-3 0,01315 2,556 x10-4 0,2524 4 1,5 2,000 x10-3 0,00393 2,480 x10-4 0,8186

Percobaan ke

Kemiringan (%)

Volume (m3)

H8 (m)

Q8 (m3/s)

Kecepatan (m/s)

5 0 2,000 x10-3 0,02541 2,639 x10-4 0,1348 6 0,5 2,000 x10-3 0,01219 2,459 x10-4 0,2619 7 1,0 2,000 x10-3 0,00731 2,467 x10-4 0,4380 8 1,5 2,000 x10-3 0,00391 2,496 x10-4 0,8281

Adapun hubungan kecepatan dengan debit aliran setelah ada bandal dapat

dilihat pada Gambar 4.4.

Page 63: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

63

Gambar 4.4 Hubungan kecepatan dengan debit aliran setelah ada bandal

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa hubungan kecepatan aliran pada flume

dengan debit aliran setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3 baik dalam

kondisi debit knop 7 maupun kondisi debit knop 8. Persamaan y = 7,236972 –

8,95981x2 + 2,787275x + 0,000677 untuk debit knop 7 dan y = -4,460321x3 –

6,20356x2 + 2,368835x + 0,010171 untuk debit knop 8 merupakan persamaan dari

hubungan kecepatan dan kedalaman aliran. Dengan y adalah debit aliran dan x

adalah kecepatan aliran.

4.4.2. Analisis Data Awal Gerak Butiran Sedimen

Perhitungan untuk awal gerak butiran sedimen adalah sebagai berikut:

Data:

a. υ = 8 x 10-7 m/dt

b. D = 2,36 mm = 0,236 cm = 2,36 x 10-3 m

c. g = 9,18 m/dt2

d. γs = 2,6559 gr/cm3

Page 64: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

64

1. Debit knop 7 dengan S = 0,5%

mHB

HBPA

R 010433,0)0273,0.2(077,0

0313,0.077,02

.=

+=

+==

dtmIRgU /022622,0005,0.010433,0.81,9..* ===

735,66108

1036,2.022622,0.7

3* =

´´

==-

-

uDU

Re

Dari grafik Shields pada Gambar 2.14 didapat F* = 0,041, maka:

22

*

16023,0016023,0

236,0).16559,2(041,0

).(

mkg

cmgr

DF

c

c

ss

c

==

-=

-=

t

tggt

20 51174,0005,0.010433,0.81,9.1000...m

kgIRgw === rt

Karena 0t > ct = 0,51174 > 0,16023 maka butiran sedimen bergerak.

2. Debit knop 7 dengan S = 1,0%

mHB

HBPA

R 310556,8)011,0.2(077,0

011,0.077,02

. -´=+

=+

==

dtmIRgU /03039,0011,0.10556,8.81,9.. 3* =´== -

635,89108

1036,2.03039,0.7

3* =

´´

== -

-

uDU

Re

Dari grafik Shields pada Gambar 2.14 didapat F* = 0,045, maka:

22

*

1759,001759,0

236,0).16559,2(045,0

).(

mkg

cmgr

DF

c

c

ss

c

==

-=

-=

t

tggt

Page 65: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

65

23

0 92328,0011,0.10556,8.81,9.1000...m

kgIRgw =´== -rt

Karena 0t > ct = 0,92328 > 0,164 maka butiran sedimen bergerak.

3. Debit knop 7 dengan S = 1,5%

mHB

HBPA

R 3104167,6)0077,0.2(077,0

0077,0.077,02

. -´=+

=+

==

dtmIRgU /03073,0501,0.104167,6.81,9.. 3* =´== -

648,90108

1036,2.03073,0.7

3* =

´´

== -

-

uDU

Re

Dari grafik Shields pada Gambar 2.14 didapat F* = 0,046, maka:

22

*

1798,001798,0

236,0).16559,2(046,0

).(

mkg

cmgr

DF

c

c

ss

c

==

-=

-=

t

tggt

23

0 94422,0015,0.104167,6.81,9.1000...m

kgIRgw =´== -rt

Karena 0t > ct = 0,94422 > 0,1798 maka butiran sedimen bergerak.

4. Debit knop 8 dengan S = 0,5%

mHB

HBPA

R 01597,0)0273,0.2(077,0

0273,0.077,02

.=

+=

+==

dtmIRgU /02799,0005,0.01597,0.81,9..* ===

5734,82108

1036,2.02799,0.7

3* =

´´

== -

-

uDU

Re

Dari grafik Shields pada Gambar 2.14 didapat F* = 0,041, maka:

Page 66: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

66

22

*

16023,0016023,0

236,0).16559,2(041,0

).(

mkg

cmgr

DF

c

c

ss

c

==

-=

-=

t

tggt

20 7833285,0005,0.01597,0.81,9.1000...m

kgIRgw === rt

Karena 0t > ct = 0,7833285 > 0,16023 maka butiran sedimen bergerak.

5. Debit knop 8 dengan S = 1,0%

mHB

HBPA

R 3103603,7)0091,0.2(077,0

0091,0.077,02

. -´=+

=+

==

dtmIRgU /026871,001,0.103603,7.81,9.. 3* =´== -

269,79108

1036,2.026871,0.7

3* =

´´

==-

-

uDU

Re

Dari grafik Shields pada Gambar 2.14 didapat F* = 0,040, maka:

22

*

156,00156,0

236,0).16559,2(040,0

).(

mkg

cmgr

DF

c

c

ss

c

==

-=

-=

t

tggt

23

0 72205,001,0.103603,7.81,9.1000...m

kgIRgw =´== -rt

Karena 0t > ct = 0,72205 > 0,156 maka butiran sedimen bergerak.

6. Debit knop 8 dengan S = 1,5%

mHB

HBPA

R 310486,6)0078,0.2(077,0

0078,0.077,02

. -´=+

=+

==

dtmIRgU /03089,0015,0.10486,6.81,9.. 3* =´== -

Page 67: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

67

136,91108

1036,2.03089,0.7

3* =

´´

==-

-

uDU

Re

Dari grafik Shields pada Gambar 2.14 didapat F* = 0,047, maka:

22

*

1837,001837,0

236,0).16559,2(047,0

).(

mkg

cmgr

DF

c

c

ss

c

==

-=

-=

t

tggt

23

0 9544,0015,0.10486,6.81,9.1000...m

kgIRgw =´== -rt

Karena 0t > ct = 0,9544 > 0,172 maka butiran sedimen bergerak.

Rekapitulasi dari perhitungan awal gerak butiran sedimen disajikan pada Tabel

4.8..

Tabel 4.8 Rekapitulasi hasil perhitungan awal gerak butiran sedimen

Q7 Q8

S (%)

τ0

(kg/m2) τc

(kg/m2) Keterangan

S (%)

τ0

(kg/m2) τc

(kg/m2) Keterangan

0,5 0,51174 0,16023 Butiran bergerak

0,5 0,72205 0,156 Butiran bergerak

1,0 0,92328 0,164 Butiran bergerak

1,0 0,7833 0,16023 Butiran bergerak

1,5 0,94422 0,1798 Butiran bergerak

1,5 0,9544 0,172 Butiran bergerak

4.4.3. Analisis Data Sedimen di Saluran

Data sedimen diperoleh dari percobaan langsung di Laboratorium Hidrolika

dengan menggunakan flume. Semua hasil percobaan disajikan dalam bentuk

gambar yang di lampiran dan diolah dalam grafik untuk kemudian dilakukan

analisis. Setiap variasi percobaan dilakukan dengan 3 kali pengamatan.

Page 68: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

68

4.4.3.1. Jarak Sedimen Dari Kaki Pelimpah (L0)

Jarak sedimen dari kaki pelimpah dapat dilihat pada Tabel 4.9. Pengukuran

jarak tersebut dimulai dari kaki pelimpah sampai ujung awal terjadinya sedimen.

Gambar 4.5 menunjukkan salah satu contoh pengamatan jarak sedimen dari kaki

pelimpah pada percobaan 1 dengan variasi kecepatan = 0,06896 m/dt.

Tabel 4.9 Hasil percobaan pengukuran jarak sedimen

Q7 (m3/s) Q8 (m

3/s)

L07 L08

P Kecepatan (m/s)

Sebelum Ada

Bandal (cm)

Setelah Ada

Bandal (cm)

P Kecepatan (m/s)

Sebelum Ada

Bandal (cm)

Setelah Ada

Bandal (cm)

1 6,896 x10-2 6,0 12,0 5 8,063 x10-2 5,5 12,5 2 1,102 x10-1 21,0 28,0 6 1,170 x10-1 27,5 70,5 3 3,018 x10-1 198,5 239,5 7 3,520 x10-1 214,5 260,5 4 4,182 x10-1 279,0 317,5 8 4,155 x10-1 284,5 329,5

Keterangan: P = Percobaan, Q7 = Debit knop 7, Q8 = Debit knop 8, V7 = Kecepatan kecil pada Q7, V8 = Kecepatan besar pada Q8, L07 = Jarak awal sedimen pada Q7, L08 = Jarak awal sedimen pada Q8.

17.10

1.46

4.16

30.00 6.03 4.00 8.00 4.00

2.00

3.123.50

1.90

18.00

Gambar 4.5 Ilustrasi pengamatan pada percobaan 1

Keterangan: L0 = 6,03 cm,

Page 69: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

69

L = 18,00 cm, T = 3,50 cm.

A. Hubungan V7 dengan L07 sebelum ada bandal dan V7 dengan L07

setelah ada bandal

Gambar 4.6 menunjukkan hubungan kecepatan dengan jarak awal sedimen

dari kaki pelimpah pada debit knop 7. Pada percobaan (1) dan (2) terjadi

perbedaan jarak awal sedimen yang hampir sama (± 6 cm). Percobaan (3)

merupakan titik dimana perbedaan jarak awal sedimen mencapai titik tertinggi

dari percobaan lainnya. Namun, pada percobaan (4) perbedaan jarak awal

sedimennya mengecil dikarenakan pengaruh dari back water pada flume.

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan L07 sebelum

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7 mempunyai

persamaan regresi y = -8482,59.x3 + 4997,652.x2 + 74.x – 3,06473, Standard

Error: 15,7409847, Correlation Coefficient: 0,9982108. Dan hubungan antara

V7 dengan L07 setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit

knop 7 mempunyai persamaan y = -6902,55.x3 + 5133,05.x2 – 264,579.x +

0,334372, Standard Error: 1,7173886, Correlation Coefficient: 0,9999780.

Dengan y adalah jarak awal sedimen dan x adalah kecepatan aliran.

Page 70: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

70

Gambar 4.6 Hubungan V7 dengan L07 sebelum ada bandal dan V7 dengan L07

sesudah ada bandal

B. Hubungan V8 dengan L08 sebelum ada bandal dan V8 dengan L08

setelah ada bandal

Gambar 4.7 menunjukkan hubungan kecepatan dengan jarak sedimen dari

kaki pelimpah pada debit knop 8. Percobaan (7) adalah titik tertinggi dan akan

mengecil pada percobaan (8) karena pengaruh back water.

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa hubungan antara V8 dengan L08 sebelum

ada bandal adalah polynomial derajat 2 pada kondisi debit knop 8 mempunyai

persamaan y = 959,845.x2 + 412,98x – 5,93154, Standard Error: 18,8794801,

Correlation Coefficient: 0,9960742. Dan hubungan antara V8 dengan L08 setelah

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 8 mempunyai

persamaan regresi y = - 1955,63x3 + 2632,7x2 – 70,7039x – 0,79146, Standard

Error: 5,6171849, Correlation Coefficient: 0,9997782. Dengan y adalah jarak

awal sedimen dan x adalah kecepatan aliran.

Page 71: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

71

Gambar 4.7 Hubungan V8 dengan L08 sebelum ada bandal dan V8 dengan L08

sesudah ada bandal

C. Hubungan V7 dengan L07 dan V8 dengan L08 sebelum ada bandal

Gambar 4.8 menunjukkan hubungan kecepatan dengan jarak sedimen dari

kaki pelimpah sebelum ada bandal. Dari Gambar 4.7 dapat disimpulkan bahwa

ada perbedaan jarak awal sedimen dari kaki pelimpah pada debit knop 7 dan debit

knop 8 sebelum adanya bandal arus turbulensi. (Jarak awal sedimen percobaan (5)

lebih besar percobaan (1) dan seterusnya).

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan L07 sebelum

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7 mempunyai

persamaan regresi y = -6902,55.x3 + 5133,05.x2 – 264,579.x + 0,334372,

Standard Error: 1,7173886, Correlation Coefficient: 0,9999780. Dan

hubungan antara V8 dengan L08 sebelum ada bandal adalah polynomial derajat 3

pada kondisi debit knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 959,845.x2 +

412,98x – 5,93154, Standard Error: 18,8794801, Correlation Coefficient:

0,9960742. Dengan y adalah jarak awal sedimen dan x adalah kecepatan aliran.

Page 72: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

72

Gambar 4.8 Hubungan V7 dengan L07 dan V8 dengan L08 sebelum ada bandal

D. Hubungan V7 dengan L07 dan V8 dengan L08 setelah ada bandal

Gambar 4.9 menunjukkan hubungan kecepatan dengan jarak sedimen dari

kaki pelimpah sesudah ada bandal. Dari Gambar 4.7 dapat disimpulkan bahwa

ada perbedaan jarak awal sedimen dari kaki pelimpah pada debit knop 7 dan debit

knop 8 sesudah adanya bandal arus turbulensi. (Jarak awal sedimen percobaan (5)

lebih besar percobaan (1) dan seterusnya).

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan L07 setelah

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7 mempunyai

persamaan regresi y = -8482,59.x3 + 4997,652.x2 + 74.x – 3,06473, Standard

Error: 15,7409847, Correlation Coefficient: 0,9982108. Dan hubungan antara

V8 dengan L08 setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit

knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 959,845.x2 + 412,98x – 5,93154,

Standard Error: 18,8794801, Correlation Coefficient: 0,9960742. Dengan y

adalah jarak awal sedimen dan x adalah kecepatan aliran.

Page 73: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

73

Gambar 4.9 Hubungan V7 dengan L07 dan V8 dengan L08 sesudah ada bandal

4.4.3.2. Panjang Sedimen (LS)

Panjang sedimen yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.10. Contoh

pengamatan panjang sedimen pada percobaan 1 dengan variasi kecepatan =

0,06896 m/dt dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Tabel 4.10 Hasil percobaan pengukuran panjang sedimen

Q7 (m3/s) Q8 (m

3/s)

LS 7 LS 8

P Kecepatan (m/s)

Sebelum Ada

Bandal (cm)

Setelah Ada

Bandal (cm)

P Kecepatan (m/s)

Sebelum Ada

Bandal (cm)

Setelah Ada

Bandal (cm)

1 6,896 x10-2 18 28 5 8,063 x10-2 19 30 2 1,102 x10-1 32 30 6 1,170 x10-1 38 35 3 3,018 x10-1 78 48 7 3,520 x10-1 71 38 4 4,182 x10-1 46 24 8 4,155 x10-1 48 25

Keterangan: P = Percobaan, Q7 = Debit knop 7, Q8 = Debit knop 8, V7 = Kecepatan kecil pada Q7,

V8 = Kecepatan besar pada Q8,

LS 7 = Panjang sedimen pada Q7, LS 8 = Panjang sedimen pada Q8.

A. Hubungan V7 dengan LS7 sebelum ada bandal dan V7 dengan LS7

setelah ada bandal

Gambar 4.10 menunjukkan hubungan kecepatan dengan panjang sedimen

pada debit knop 7. Pada percobaan (1) dan (2) panjang sedimen menjadi semakin

besar sesudah adanya bandal, tetapi pada percobaan (3) dan (4) panjang sedimen

Page 74: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

74

menjadi semakin berkurang sesudah adanya bandal. Hal ini merupakan pengaruh

dari tinggi muka air pada flume.

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan LS7 sebelum

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7 mempunyai

persamaan regresi y = -3297,36.x3 + 1084,308x2 + 234,1144x – 0,46441,

Standard Error: 2,3852994, Correlation Coefficient: 0,9991841. Dan

hubungan antara V7 dengan LS7 setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3

pada kondisi debit knop 8 mempunyai persamaan regresi y = -23,42622.x3 –

867,138.x2 + 414,5183x + 0,738528, Standard Error: 3,7932036, Correlation

Coefficient: 0,9942001. Dengan y adalah panjang sedimen dan x adalah

kecepatan aliran.

Gambar 4.10 Hubungan V7 dengan LS7 sebelum ada bandal dan V7 dengan LS7

sesudah ada bandal

B. Hubungan V8 dengan LS8 sebelum ada bandal dan V8 dengan LS8

setelah ada bandal

Page 75: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

75

Gambar 4.11 menunjukkan hubungan kecepatan dengan panjang sedimen

pada debit knop 8. Pada percobaan (5) panjang sedimen menjadi semakin besar

sesudah adanya bandal arus turbulensi, tetapi pada percobaan (6), (7) dan (8)

panjang sedimen menjadi semakin berkurang sesudah adanya bandal arus

turbulensi. Hal ini merupakan pengaruh dari tinggi muka air pada flume.

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa hubungan antara V8 dengan LS8 sebelum

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 8 mempunyai

persamaan regresi y = -3296,45.x3 + 1126,248.x2 + 217,4643.x – 0,66816,

Standard Error: 4,7420440, Correlation Coefficient: 0,9961876. Dan

hubungan antara V8 dengan LS8 setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3

pada kondisi debit knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 462,8652.x3 –

1083,87.x2 + 430,2259.x + 0,342477, Standard Error: 2,4306250, Correlation

Coefficient: 0,9967742. Dengan y adalah panjang sedimen dan x adalah

kecepatan aliran.

Gambar 4.11 Hubungan V8 dengan LS8 sebelum ada bandal dan V8 dengan LS8

sesudah ada bandal

C. Hubungan V7 dengan LS7 dan V8 dengan LS8 sebelum ada bandal

Page 76: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

76

Gambar 4.12 menunjukkan hubungan kecepatan dengan jarak sedimen dari

kaki pelimpah sebelum ada bandal. Pada percobaan (1) dan (5); (2) dan (6)

panjang sedimen menjadi semakin besar dengan perbedaan debit dari debit knop 7

(percobaan (1) dan (2)) menjadi knop 8 (percobaan (5) dan (6)), tetapi pada

percobaan 3 dan 7; 4 dan 8 panjang sedimen menjadi semakin berkurang. Hal ini

dikarenakan adanya pengaruh dari back water pada flume.

Gambar 4.12 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan LS7 sebelum

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7 mempunyai

persamaan y = -3296,45.x3 + 1126,248.x2 + 217,4643.x – 0,66816, Standard

Error: 4,7420440, Correlation Coefficient: 0,9961876. Dan hubungan antara

V8 dengan LS8 sebelum ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit

knop 8 mempunyai persamaan regresi y = -3297,36.x3 + 1084,308x2 + 234,1144x

– 0,46441, Standard Error: 2,3852994, Correlation Coefficient: 0,9991841.

Dengan y adalah panjang sedimen dan x adalah kecepatan aliran.

Gambar 4.12 Hubungan V7 dengan LS7 dan V8 dengan LS8 sebelum ada bandal

D. Hubungan V7 dengan LS7 dan V8 dengan LS8 setelah ada bandal

Page 77: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

77

Gambar 4.13 menunjukkan hubungan kecepatan dengan jarak sedimen dari

kaki pelimpah sesudah ada bandal. Pada percobaan (1) dan (5) panjang sedimen

menjadi semakin besar dengan perbedaan debit dari debit knop 7 (percobaan (1))

menjadi knop 8 (percobaan (5)), tetapi pada percobaan (2) dan (6); (3) dan (7); (4)

dan (8) panjang sedimen menjadi semakin berkurang. Hal ini dikarenakan adanya

pengaruh dari back water pada flume.

Gambar 4.13 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan LS7 setelah

ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7 mempunyai

persamaan y = -23,42622.x3 – 867,138.x2 + 414,5183x + 0,738528, Standard

Error: 3,7932036, Correlation Coefficient: 0,9942001. Dan hubungan antara

V8 dengan LS8 setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit

knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 462,8652.x3 – 1083,87.x2 + 430,2259.x

+ 0,342477, Standard Error: 2,4306250, Correlation Coefficient: 0,9967742.

Dengan y adalah panjang sedimen dan x adalah kecepatan aliran.

Gambar 4.13 Hubungan V7 dengan LS7 dan V8 dengan LS8 sesudah ada bandal

Page 78: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

78

4.4.3.3. Tebal Sedimen (H Maks)

Tebal sedimen yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.11. Contoh

pengamatan panjang sedimen pada percobaan 1 dengan variasi kecepatan =

0,06896 m/dt dapat dilihat pada Gambar 4.5. Tebal sedimen yang diambil pada

grafik merupakan tebal tertinggi (H Maks) sedimen yang terjadi.

Tabel 4.11 Hasil percobaan pengukuran tebal sedimen

Q7 (m3/s) Q8 (m

3/s)

HMaks 7 HMaks 8

P Kecepatan (m/s)

Sebelum Ada

Bandal (cm)

Setelah Ada

Bandal (cm)

P Kecepatan (m/s)

Sebelum Ada

Bandal (cm)

Setelah Ada

Bandal (cm)

1 6,896 x10-2 3,5 2,04 5 8,063 x10-2 3,89 3,25 2 1,102 x10-1 1,91 1,12 6 1,170 x10-1 1,91 1,12 3 3,018 x10-1 0,65 0,78 7 3,520 x10-1 0,79 0,99 4 4,182 x10-1 1,57 2,11 8 4,155 x10-1 1,79 2,09

Keterangan: P = Percobaan, Q7 = Debit knop 7, Q8 = Debit knop 8, V7 = Kecepatan kecil pada Q7,

V8 = Kecepatan besar pada Q8,

HMaks 7 = Tebal sedimen pada Q7, HMaks 8 = Tebal sedimen pada Q8.

A. Hubungan V7 dengan HMaks 7 sebelum ada bandal dan V7 dengan HMaks 7

setelah ada bandal

Page 79: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

79

Gambar 4.14 menunjukkan hubungan kecepatan dengan tebal tertinggi

sedimen yang terjadi pada debit knop 7. Pada percobaan (1) dan (2) tebal sedimen

menjadi semakin kecil sesudah adanya bandal, tetapi pada percobaan (3) dan (4)

tebal sedimen menjadi semakin bertambah sesudah adanya bandal. Hal ini

merupakan pengaruh dari tinggi muka air pada flume.

Gambar 4.14 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan HMaks 7

sebelum ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7

mempunyai persamaan y = 448,93x3 – 301,044.x2 + 50,618x + 0,27064, Standard

Error: 1,3900514, Correlation Coefficient: 0,9575719. Dan hubungan antara

V7 dengan HMaks 7 setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi

debit knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 476,5874x3 – 317,829x2 +

53,83204x + 0,221145, Standard Error: 1,5695137, Correlation Coefficient:

0,9454191. Dengan y adalah tebal maksimum sedimen dan x adalah kecepatan

aliran.

Gambar 4.14 Hubungan V7 dengan HMaks 7 sebelum ada bandal dan V7 dengan

HMaks 7 setelah ada bandal

Page 80: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

80

B. Hubungan V8 dengan HMaks 8 sebelum ada bandal dan V8 dengan HMaks

8 setelah ada bandal

Gambar 4.15 menunjukkan hubungan kecepatan dengan tebal tertinggi

sedimen yang terjadi pada debit knop 7. Pada percobaan (5) tebal sedimen

menjadi semakin kecil sesudah adanya bandal, tetapi pada percobaan (6), (7), dan

(8) tebal sedimen menjadi semakin bertambah sesudah adanya bandal arus. Hal

ini merupakan pengaruh dari tinggi muka air pada flume.

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa hubungan antara V8 dengan HMaks 8

sebelum ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 8

mempunyai persamaan y = 282,622x3 – 177,418x2 + 29,50996x + 0,158149,

Standard Error: 0,8122795, Correlation Coefficient: 0,8893472. Dan

hubungan antara V8 dengan HMaks 8 setelah ada bandal adalah polynomial derajat

3 pada kondisi debit knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 385,9868x3 –

245,344x2 + 40,06953x + 0,228579, Standard Error: 1,6222704, Correlation

Coefficient: 0,9422395. Dengan y adalah tebal maksimum sedimen dan x adalah

kecepatan aliran.

Gambar 4.15 Hubungan V8 dengan HMaks 8 sebelum ada bandal dan V8 dengan

HMaks 8 setelah ada bandal

Page 81: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

81

C. Hubungan V7 dengan HMaks 7 dan V8 dengan HMaks 8 sebelum ada

bandal

Gambar 4.16 menunjukkan hubungan kecepatan dengan tebal tertinggi

sedimen yang terjadi sebelum ada bandal. Pada percobaan (1) dan (5); (2) dan (6)

tebal sedimen menjadi semakin kecil dengan perbedaan debit dari debit knop 7

(percobaan (1) dan (2)) menjadi knop 8 (percobaan (5) dan (6)), tetapi pada

percobaan (3) dan (7); (4) dan (8) panjang sedimen menjadi semakin bertambah.

Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari back water pada flume.

Gambar 4.16 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan HMaks 7

sebelum ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7

mempunyai persamaan y = 448,93x3 – 301,044.x2 + 50,618x + 0,27064, Standard

Error: 1,3900514, Correlation Coefficient: 0,9575719. Dan hubungan antara

V8 dengan HMaks 8 sebelum ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi

debit knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 282,622x3 – 177,418x2 +

29,50996x + 0,158149, Standard Error: 0,8122795, Correlation Coefficient:

0,8893472. Dengan y adalah tebal maksimum sedimen dan x adalah kecepatan

aliran.

Page 82: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

82

Gambar 4.16 Hubungan V7 dengan HMaks 7 dan V8 dengan HMaks 8 sebelum ada

bandal

D. Hubungan V7 dengan HMaks 7 dan V8 dengan HMaks 8 setelah ada bandal

Gambar 4.17 menunjukkan hubungan kecepatan dengan tebal tertinggi

sedimen yang terjadi sebelum ada bandal. Pada percobaan (1) dan (5); (2) dan (6)

tebal sedimen menjadi semakin besar dengan perbedaan debit dari debit knop 7

(percobaan (1) dan (2)) menjadi knop (percobaan (5) dan (6)), tetapi pada

percobaan (3) dan (7); (4) dan (8) panjang sedimen menjadi semakin berkurang.

Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari back water pada flume.

Gambar 4.17 menunjukkan bahwa hubungan antara V7 dengan HMaks 7

setelah ada bandal adalah polynomial derajat 3 pada kondisi debit knop 7

mempunyai persamaan y = 476,5874x3 – 317,829x2 + 53,83204x + 0,221145,

Standard Error: 1,5695137, Correlation Coefficient: 0,9454191. Dan

hubungan antara V8 dengan HMaks 8 setelah ada bandal adalah polynomial derajat

3 pada kondisi debit knop 8 mempunyai persamaan regresi y = 385,9868x3 –

245,344x2 + 40,06953x + 0,228579, Standard Error: 1,6222704, Correlation

Coefficient: 0,9422395. Dengan y adalah tebal maksimum sedimen dan x adalah

kecepatan aliran.

Page 83: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

83

Gambar 4.17 Hubungan V7 dengan HMaks 7 dan V8 dengan HMaks 8 setelah ada

bandal

4.4.4. Analisis Data Perhitungan Kekuatan Aliran (Stream Power)

4.4.4.1. Perhitungan Kekuatan Aliran (Ω)

Perhitungan untuk stream power adalah sebagai berikut:

Data:

a. g = 9,18 m/dt2

b. ρ = 1000 kg/m3

Page 84: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

84

1. Debit knop 7 dengan Q = 2,316.10-4 m3/s, S = 0,5%

SQg ...r=W

005,0.10.316,2.81,9.1000 4-=W

sN /01136,0=W

Jadi, besarnya stream power pada Q = 2,459.10-4 m3/s dan S = 0,5% adalah

0,01136 N/s.

2. Debit knop 7 dengan Q = 2,556.10-4 m3/s, S = 1,0%

SQg ...r=W

01,0.10.556,2.81,9.1000 4-=W

sN /02507,0=W

Jadi, besarnya stream power pada Q = 2,556.10-4 m3/s dan S = 1,0% adalah

0,02507 N/s.

3. Debit knop 7 dengan Q = 2,480.10-4 m3/s, S = 1,5%

SQg ...r=W

015,0.10.480,2.81,9.1000 4-=W

sN /03649,0=W

Jadi, besarnya stream power pada Q = 2,480.10-4 m3/s dan S = 1,5% adalah

0,03649 N/s.

4. Debit knop 8 dengan Q = 2,459.10-4 m3/s, S = 0,5%

SQg ...r=W

005,0.10.459,2.81,9.1000 4-=W

Page 85: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

85

sN /01206,0=W

Jadi, besarnya stream power pada Q = 2,459.10-4 m3/s dan S = 0,5% adalah

0,01206 N/s.

5. Debit knop 8 dengan Q = 2,467.10-4 m3/s, S = 1,0%

SQg ...r=W

010,0.10.467,2.81,9.1000 4-=W

sN /02420,0=W

Jadi, besarnya stream power pada Q = 2,467.10-4 m3/s dan S = 1,0% adalah

0,02420 N/s.

6. Debit knop 8 dengan Q = 2,496.10-4 m3/s, S = 1,5%

SQg ...r=W

015,0.10.496,2.81,9.1000 4-=W

sN /03673,0=W

Jadi, besarnya stream power pada Q = 2,496.10-4 m3/s dan S = 1,5% adalah

0,03673 N/s.

4.4.4.2. Hubungan Kekuatan Aliran (Ω) dengan Jarak Awal Sedimen dari

Kaki Pelimpah (L0)

A. Hubungan Ω dengan L07 Pada Q7

Rekapitulasi hasil analisis data kekuatan aliran dan jarak awal sedimen dari

kaki pelimpah pada Q7 dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Page 86: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

86

Tabel 4.12 Rekapitulai hasil analisis data kekuatan aliran dan jarak awal sedimen pada Q7

L07

S (%) Ω (N/dt) Sebelum Ada Bandal (cm)

Setelah Ada Bandal (cm)

0,5 0,01136 21,0 28,0 1,0 0,02507 198,5 239,5 1,5 0,03649 279,0 317,5

Keterangan: S = Kemiringan flume (%),

Ω = Kekuatan aliran (N/dt), L07 = Jarak awal sedimen dari kaki pelimpah pada Q7 (cm).

Adapun hubungan Ω dengan L07 Pada Q7 dapat dilihat pada Gambar 4.18.

Gambar 4.18 Hubungan Ω dengan L07 pada Q7

Gambar 4.18 menunjukkan bahwa semakin besar kekuatan aliran, maka

semakin besar pula jarak awal sedimen yang terjadi kaki pelimpah baik sebelum

maupun sesudah adanya bandal.

Persamaan untuk hubungan Ω dengan L07 pada Q7 sebelum adanya bandal

adalah 2.236930,78.21940975-2026481 xxy -+= . Dan untuk persamaan

hubungan Ω dengan L07 setelah adanya bandal adalah:

2.-377596,55.27010168-20032362 xxy -+= .

dengan y = Jarak awal sedimen dari kaki pelimpah pada Q7 (cm),

Page 87: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

87

x = Kekuatan aliran (N/dt).

B. Hubungan Ω dengan L08 Pada Q8

Rekapitulasi hasil analisis data kekuatan aliran dan jarak awal sedimen dari

kaki pelimpah pada Q8 dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Rekapitulai hasil analisis data kekuatan aliran dan jarak awal sedimen pada Q8

L08

S (%) Ω (N/dt) Sebelum Ada Bandal (cm)

Setelah Ada Bandal (cm)

0,5 0,01206 27,5 70,5 1,0 0,0242 214,5 260.5 1,5 0,03673 284,5 329,5

Keterangan: S = Kemiringan flume (%),

Ω = Kekuatan aliran (N/dt), L08 = Jarak awal sedimen dari kaki pelimpah pada Q8 (cm).

Adapun hubungan Ω dengan L08 Pada Q8 dapat dilihat pada Gambar 4.19.

Gambar 4.19 Hubungan Ω dengan L08 Pada Q8

Page 88: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

88

Gambar 4.19 menunjukkan bahwa semakin besar kekuatan aliran, maka

semakin besar pula jarak awal sedimen yang terjadi kaki pelimpah baik sebelum

maupun sesudah adanya bandal.

Persamaan untuk hubungan Ω dengan L08 pada Q8 sebelum adanya bandal

adalah 2.397934,02.29832712-27440555 xxy -+= . Dan untuk persamaan

hubungan Ω dengan L08 setelah adanya bandal adalah:

2.411185,96.30560344-23825339 xxy -+= .

dengan y = Jarak awal sedimen dari kaki pelimpah pada Q8 (cm), x = Kekuatan aliran (N/dt).

4.5. Ringkasan Hasil Percobaan

Dari data yang diperoleh dapat diambil ringkasan hasil percobaan sebagai berikut:

a. Jarak awal sedimen dari kaki pelimpah akan menjadi lebih panjang 61,1%

dengan adanya pemasangan bandal baik pada Q7 maupun Q8. Hal ini

dibuktikan dari hasil pengamatan di laboratorium. Adapun hasil pengamatan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Percobaan 1 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 6,00

cm menjadi 12,00 cm,

2. Percobaan 2 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 21,00

cm menjadi 28,00 cm,

3. Percobaan 3 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 198,50

cm menjadi 239,50 cm,

4. Percobaan 4 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 279,0

cm menjadi 317,50 cm,

5. Percobaan 5 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 5,50

cm menjadi 12,50 cm,

6. Percobaan 6 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 27,50

cm menjadi 70,50 cm,

Page 89: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

89

7. Percobaan 7 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 214,50

cm menjadi 260,50 cm,

8. Percobaan 8 jarak awal sedimen dari kaki pelimpah bertambah dari 284,50

cm menjadi 329,50 cm.

b. Panjang sedimen akan bertambah 10,2% dengan adanya pemasangan bandal

baik pada Q7 maupun Q8 apabila pengaruh back water pada flume diabaikan.

Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan di laboratorium. Adapun hasil

pengamatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Percobaan 1 panjang sedimen bertambah dari 18,0 cm menjadi 28,0 cm,

2. Percobaan 2 panjang sedimen berkurang dari 32,0 cm menjadi 30,0 cm,

3. Percobaan 3 panjang sedimen berkurang dari 78,0 cm menjadi 48,0 cm,

4. Percobaan 4 panjang sedimen berkurang dari 46,0 cm menjadi 24,0 cm,

5. Percobaan 5 panjang sedimen bertambah dari 19,0 cm menjadi 30,0 cm,

6. Percobaan 6 panjang sedimen berkurang dari 38,0 cm menjadi 35,0 cm,

7. Percobaan 7 panjang sedimen berkurang dari 71,0 cm menjadi 38,0 cm,

8. Percobaan 8 panjang sedimen berkurang dari 48,0 cm menjadi 25,0 cm.

c. Tebal sedimen akan berkurang 5,6% dengan pemasangan bandal baik pada

Q7 maupun Q8 apabila pengaruh back water pada flume diabaikan. Hal ini

dibuktikan dari hasil pengamatan di laboratorium. Adapun hasil pengamatan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Percobaan 1 tebal sedimen berkurang dari 3,50 cm menjadi 2,04 cm,

2. Percobaan 2 tebal sedimen berkurang dari 1,91 cm menjadi 1,12 cm,

3. Percobaan 3 tebal sedimen bertambah dari 0,65 cm menjadi 0,78 cm,

4. Percobaan 4 tebal sedimen bertambah dari 1,57 cm menjadi 2,11 cm,

5. Percobaan 5 tebal sedimen berkurang dari 3,89 cm menjadi 3,25 cm,

6. Percobaan 6 tebal sedimen berkurang dari 1,91 cm menjadi 1,12 cm,

7. Percobaan 7 tebal sedimen bertambah dari 0,79 cm menjadi 0,99 cm,

8. Percobaan 8 tebal sedimen bertambah dari 1,79 cm menjadi 2,09 cm.

d. Semakin besar kekuatan aliran yang terjadi maka semakin besar pula jarak

awal sedimen dari kaki pelimpah yang terjadi.

Page 90: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

90

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Kecepatan aliran pada debit knop 7 dengan kemiringan saluran 0,5%; 1,0%;

1,5% adalah 0,1102 m/dt; 0,3018 m/dt; 0,4182 m/dt. Sedangkan kecepatan

aliran pada debit knop 8 dengan kemiringan saluran 0,5%; 1,0%; 1,5% adalah

0,1170 m/dt; 0,3520 m/dt; 0,4155 m/dt. Dengan adanya bandal kecepatan

aliran meningkat 67,5%. Pola aliran sedimen yang bergerak di dasar saluran

dengan cara menggelinding (rolling), menggeser (sliding) atau meloncat

(jumping), tanpa meninggalkan dasar.

2. Bentuk transisi saluran dengan menggunakan alat pembangkit arus turbulensi

yang berbentuk balok dengan panjang 7 cm, lebar 3 cm, dan tebal 2 cm

ternyata efektif untuk mengendalikan sedimen agar tidak mengendap pada

saluran terbuka.

3. Sedimen yang terjadi pada saluran dapat dicegah dengan membangkitkan arus

turbulensi.

4. Bandal dapat digunakan sebagai alat pembangkit arus turbulensi.

5.2. Saran

Saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan data yang lebih mendekati keadaan di lapangan,

sebaiknya digunakan pemodelan saluran (flume) dengan skala yang lebih

besar.

2. Penelitian selanjutnya dapat dicoba dengan menggunakan jenis aliran yang

berbeda.

Page 91: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

91

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan variasi

bentuk bandal, variasi pelimpah dan diameter sedimen yang berbeda.

Page 92: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

92

DAFTAR PUSTAKA

Al farobi, M. Yushar, 2010, Pengendalian Sedimentasi di Saluran Irigasi dengan

Pembangkitkan Arus Turbulensi, Tugas Akhir S1, UNS Anggrahini, 1966, Hidrolika Saluran Terbuka, Surabaya: CV Citra Media Berg, J Van de, dan Vries, M de, 1979, Principle of River Engineering, London :

Pitman Publishing Chow, V.T., 1992, Hidrolika Saluran Terbuka (terjemahan), Jakarta : Erlangga. DPU Pengairan, 1986, Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan

Saluran KP-03, Bandung. Garde, R.J., dan Raju, K.G., 1977, Mechanics of Sediment Transportation and

Alluvial Stream Problem, Willy Eastern Limited, New Delhi. Graf, W.H., 1984, Hidraulics of Sediment Transport, Michigan: BookCrafters Inc. Graf, W.H., 1999, Laboratoire De Recherches Hydrauliques, Lausanne,

Switzerland. Hager, W.H., dan Li,D., 1992, Sill-Controlled Energi Dissipator, Journal

Hydraulic Research, Vol 30-92, page 165-181. Henderson, F. M., 1966, Open Channel Flow I, New York : Collier-Macmillan. Henderson, F. M., 1966, Open Channel Flow II, New York : Collier-Macmillan. Mardjikoen, P, 1987, Angkutan Sedimen, Yogyakarta : Jurusan Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas gadjah Mada. Rahardjo, Mamok Soeprapto, 2000, Buku Pegangan Kuliah Irigasi I, Surakarta :

Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Ranga Raju, K.G., 1986, Aliran Melalui Saluran Terbuka (terjemahan), Jakarta :

Erlangga. Susanto, Dimas Bayu, 2008, Pengaruh Locatan Hidrolis Terhadap Karakteristik

Gerusan Lokal dan Timbunan Lokal di Hilir Pelimpah, Tugas Akhir S1, UNS

Triatmodjo, B, 1994, Hidraulika I, Yogyakarta : Beta Offset. Triatmodjo, B, 1994, Hidraulika II, Yogyakarta : Beta Offset.

Page 93: PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI …... · Dalam saluran terbuka ... Gambar 2.7 Bentuk Permukaan Sedimen sesuai dengan jenis aliran yang mengalir pada saluran . 13 Akibat

93

Vischer, D.L., dan Hager, W.H., 1995, Energi Dissipators, IAHR Hydraulic Structure Design Mannual, Rotterdam : A.A. Balkema.

Widyastanto, Alfan, 2006, Pengaruh variasi kemiringan dasar saluran terhadap

laju bed load pada saluran terbuka dengan pola aliran steady uniform flow, Tugas Akhir S1, UNS

http://www.tempointeraktif.com, 20 Mei 2009 http://www.unissula.ac.id/perpustakaan/index.php?option=com_content&view=ar

ticle&id=417:analisa-dampak-sedimentasi-terhadap-knerja-bendung-dan-aliran-sungai-comal&catid=48:skripsi-teknik-sipil-a-lingkungan-planologi&Itemid=58

http://www.sciencedirect.com/science/article/B8JJR-4VF0H6S-

9/2/dfb6227256e4a60934bad2cde586b1b8\x26hl\x3den\x26client\x3dca-sciencedirect_b_js\x26adU\x3d

http://www.sciencedirect.com/science/article/B8JJR-4SX3HW4-

1/2/376e09f9f4045eb3e6636bdb292223d6\x26hl\x3den\x26client\x3dca-sciencedirect_b_js\x26adU\x3d