Upload
askari-zakariah
View
125
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGGUNAAN PROBIOTIK UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK RUMIANANSIA
M Askari Zakariah 09/288529/PT/05771
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
PENDAHULUAN
Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti
jerami padi, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari
serat kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Produk akhir dari aktivitas mikroba dalam
mendegradasi substrat dinding sel tanaman adalah berupa asam lemak
terbang (VFA). Komponen VFA yang utama adalah asam asetat, asam
propionat, asam butirat, dan sejumlah kecil asam valerat. Selain
menghasilkan asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acid-SCFA),
fermentasi karbohidrat dalam rumen akan menghasilkan sejumlah gas dan
sel mikroba.
Asam lemak terbang yang dihasilkan dari fermentasi karbohidrat
merupakan sumber energi bagi ternak inang. Pada proses fermentasi ini juga
dihasilkan produk-produk yang tidak berguna bagi ternak seperti CH4,
ammonia, dan nitrat. Usaha-usaha peningkatan efisiensi penggunaan energi
dari pakan telah banyak dan terus dilakukan, salah satu usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan cara manipulasi proses fermentasi yang terjadi
dalam rumen dalam cara mengubah ekologi rumen yang pada akhirnya
bertujuan meningkatkan produk fermentasi yang diharapkan dan dapat
menekan hasil fermentasi yang kurang bermanfaat.
Penambahan probiotik diharapakan dapat memanipulasi fermentasi di
rumen ataupun pencernaan dan penyerapan di ileum, mamfaat probiotik bagi
kesehatan tubuh diperkirakan melalui tiga mekanisme fungsi yaitu : fungsi
protektif, fungsi sistem immun dan fungsi metabolik probiotik. Banyak bukti
tentang manfaat probiotik untuk ternak, namun karena belum menyebarnya
informasi dan belum ditunjang dengan data yang cukup maka peternak masih
ragu-ragu untuk memanfaatkannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Anatomi dan proses pencernaan ruminansia
Nama ruminant berasal dari bahasa latin “ruminare” yang artinya
mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia
dikenal sebagai hewan yang memah biak. Ternak ruminansia seperti sapi,
kerbau digolongkan juga sebagai ternak poligastrik, karena saluran
pencernaan (khususnya bagian perutnya) terbagi menjadi beberapa
kompartemen. Menurut Swenson (1997) pada poligastrik perut dibagi
menjadi empat yaitu rumen, reticulum, omasum, dan abomasum, sehingga
urutan saluran pencernannya menjadi mulut, oesophagus, rumen, reticulum,
omasum, abomasum, small intestinum, large intestinum, rectum,dan anus
Rumen terbagi menjadi dua kantong yakni kantong sebelah dorsal
disebut saccus dorsalis, dan kantong sebelah ventral disebut saccus
ventralis. Bila rumen dibelah, terlihat tiang-tiang otot yang memisahkan saccu
dorsalis dengan saccus ventralis. Tiang-tian otot tersebut diberi nama pilae
ruminis. Dalam saccus dorsalis terdapat lebih banyak bahan-bahan kasar
dan bahan-bahan kering dibandingkan pada saccus ventralis. Oleh karena
itu, berat jenis digesta yang terdapat dalam saccus dorsalis lebih rendah
daripada yang terdapat dalam saccus ventralis. (soeharsono, 2010).
Rumen yang berfungsi sebagai tempat fermentasi. Rumen
mengandung populasi mikrobia seperti bakteri, protozoa, fungi, dan yeast.
Sumber utama energy yan terabsosi oleh ruminant dari produk ahir dari
fermentasi diketahui sebagai volatile fatty acid. Selain itu, diproduksi pula gas
karbon dioksida, methan. Menurut church (1988) komposisi gas di rumen
adalah 65% C02, 27% CH4, 7%N2, 0,6% O2, 0,2%H2 dan 0,01%H2S.
Pergerakan ingesta dari retikulorumen akan bergerak ke abomasum.
Abomasum merupakan perut sejati, aliran ingesta tersebut akan melewati
omasum. Omasum merupakan kompartemen yang kecil yang mengandung
lapisan membrane yang berfungsi sebagai filter. Ingesta pakan harus sudah
didegradasi sehinga memiliki bentuk yang lebih kecil sehingga sebelum
ingesta tersebut dapat melewati omasum. Omasum memiliki fungsi dalam
retensi pakan dalam rumen, sehingga memaksimalkan proses efisiensi
fermentasi.
Abomasum merupakan tempat disekresikannya asam lambung (HCl
dan enzim proteolitik). Keadaan asam tersebut dapat mematkan bagi
mikrobia, seperti mikrobia yang ikut dalam aliran pakan menuju abomasum.
Menurut Cheeke (2005), abomasum merupakan tempat digesti protein
mikrobia yang merupakan penyedia utama asam amino untuk ternak
ruminansia. Ingesta pakan setelah dari abomasum akan menuju doedenum
yang berbentu loop, kantong empedu dan pakreas akan mensekresikan
produknya pada bagian doedenum tersebut untuk proses hidrolisis lipid,
protein, dan karbohidrat.
b. Mikrobiologi rumen
Menurut churc (1988) type yang mikroorganisme yang berkembang
dalam rumen adalah mikroorganisme yang memiliki daya adaptasi terhadap
kondisi ekosistem yang spesifik dari rumen tersebut. Bakteri dalam rumen
dapat ditemukan sebanyak 1010 sampai 1011 sel/gram dari isi rumen. Bakteri
rumen dapa diklasifikasikan menjadi bebrapa bagian berupa: bakteri
selulolitik, amilolitik, hemiselulolitik, pengguna gula sederhana, pengguna
intermediate acid proteolitik, penghasil ammonia, lipolitik, penghasil methan.
Sedangkan jumlah protozoa dalam rume berkisar sekitar 105 sampai 106
sel/g dari isi rumen, yang mana terdiri dari protozoa yang berflagellata dan
berciliata.
Mikrobia yang lainnya selain bakteri dan protozoa adalah fungi,
menurut Van Soest (1982) fungi yang bersifat anaerob terdapat dalam
rumen, sebelumnya diketahui bahwa hal tersebut adalah zoospore maka
orang-orang berasumsi bahwa hal itu adalah protozoa yang berflagellat. Hal
ini karena zoospora yang sangat kuat melekat pada ingesta serat tanaman.
Oleh karena itu, sampel tersebut dipreparasi dan dipaparkan ternyata
didapatkan hal baru dari scane mikrobiologi.
c. Potensi probiotik pada ternak ruminansia.
Probiotik merupakan produk yang mengandung mikroorganisme hidup
dan nonpatogen, yang diberikan pada hewan ternak untuk memperbaiki laju
pertumbuhan, menstabilkan produksi pada ternak, efisiensi konversi ransum,
meningkatkan penyerapan nutrisi, kesehatan hewan, menambah nafsu
makan sehingga mempercepat peningkatan berat badan dan memperbaiki
kualitas feces. Menurut soeharsono (2010) mikrobia yang digunakan sebagai
probiotik adalah bakteri, khamir atau ragi, mould, dan mungkin pada suatu
saat termasuk protozoa dan bahkan metazoan.
Potensi mikrobia pada ruminansia berkaitan dengan fungsi
mikroorganisme terhadap ingesta pakan secara langsung ataupun tidak
langsung, diatas telah disebutkan terdapat beberapa penggolongan bakteri
sesuai produk yang dihasilkan ataupun penggunaan sebuah senyawa. Sifat-
sifat dari sebuah kelompok mikrobia yang akan dijadikan sebagai probiotik
menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Penggunaan probiotik sebagai
imbuhan pada ruminansia sangat prospektif karena berbagai efek positif yang
ditimbulkannya.
Mekanisme kerja dari suatu probiotik yaitu dengan memproduksi asam
laktat, memproduksi metabolti penghambat, kolonilisasi pada saluran
pencernaan, respon immune Non- spesifik dan penyerapan bakteri oleh
jamur. (soeharsono, 2010). Biasanya mikrobia yang dijadikan sebagai
probiotik merupakan mikrobia penghasil asam laktat. Hal ini karena aktivitas
mikrobia asam laktatdapat menyebabkan pH saluran pencernaan yang
rendah di bawah lingkungan pH yang digunakan untuk aktivitas bakteri
pathogen. Penghambatan oleh mikroorganisme dengan cara menrunkan pH
adalah dikarenakan pengrusakan oleh enzim dan fungsi enzim dalam sel dan
atau bekerjasama transport intraseluler.
Hasil kajian yang telah dilakukan pada ternak, mampu menaikka
produksi susu 15-20% dan produksi daging 20%sehingga menekan biaya
produksi (Wallace et al, 1995; soeharsono, 2010). Pengujan probiotik S.
cerevisae (PSc) terhadap sapi potong di jawa barat memberikan
pertambahan kenaikan produksi daging 0,43 Kg/ ekor/ hari pada sapi
Brahman cross. Sedangkan sapi perah memberikan kenaikan produksi susu
15% dari produksi normal/ ekor/ hari pada sapi FH. Komposisi probiotik PSc
terdiri dari: Mikrobia S. cerevisae 5,2 x 1011, protein 13-15%, karbohidrat 32-
35%, lemak 5-10%, mineral dan vitamin 1-2%. Beberapa penilitian juga
menunukkan efek dari S. cerevisae terhadap aktivitas anaerobic
mikrooraganisme rumen dapat menstimulasi fungi selulolitik dalam
perkembangbiakkan zoospore dan degradasi selulosa (soeharsono, 2010).
Metabolit penghambat yang biasa dihasilkan oleh probiotik adalah
bakteriosin ataupun metabolit sekunder lainnya seperti hidroge peroksida.
Bakteriosin tersebut dapat digunakan sebagai bakteriosidal. Hydrogen
peroksida yang bersifat toxic dapat menjadi penghambat bakteri patogen
yang tidak memiliki enzim peroksidase untuk menghidrolisis hydrogen
peroksidase. Kolonisasi pada sistem pencernaan dengan prinsip competitive
akan dapat mengeluarkan mikrobia pathogen dari dalam tubuh ternak.
Kolonisasi probiotik yang biasanya merupakan mikrobia asam laktat akan
bersaing untuk mendapatkan nutrient dan berkolonisasi di epitel usus halus,
sehingga mikrobia pathogen yang kalah bersaing dengan mikrobia asam
laktat akan ke dalam tubuh ternak. Menurut murwani (2008) mekanisme
kemampuan mikrobia probiotik dalam mereduksi mikrobia pathogen adalah
dengan melalui stimulasi sistem kekebalan di tingkat jaringan limfoid di
usus(khususnya ragi), degradasi toksin bakteri oleh enzim proteolitik dari ragi,
penghambatan perlekatan bakteri pada sel epitel pencernaan melalui
pelepasan enzim protease yang memecah reseptor bakteri tersebut.
Fermentasi dalam rumen sangat membantu mengkonversi pakan
dengan kualitas rendah menghaskan produksi seperti daging ataupun susu.
Proses fermentasi yang terjadi dalam rumen akan mengubah komponen-
komponen pakan yang kompleks menjadi produk-produk yang lebih
sederhana dan berguna bagi ternak. Introduksi bakteri selulolitik yang
memiliki keunggulan dalam mencerna serat, diharapkan dapat meningkatkan
kecernaan serat kasar pakan yang pada gilirannya diikuti oleh peningkatan
produksi asam lemak terbang sebagai hasil akhir fermentasi serat. Bakteri
selulolitik diisolasi dari cairan rumen, sehingga tidak menimbulkann dampak
sampingan bagi ternak.
Isolasi dan identifikasi bakteri selulolitik yang berasal dari probiotik
yoghurt sapi menghasilkan 3 spesies bakteri selulolitik yang dominan yaitu R.
albus, B. fibrisolvens, dan F. succinogenes. Pemberian probiotik yoghurt sapi
pada Domba ekor gemuk secara in vitro terbukti dapat meningkatkan
kecernaan serat kasar, selulosa, dan hemiselulosa (Hendraningsih, 2004).
Namun belum dapat menjelaskan secara spesifik mekanisme dan spesies
bakteri yang paling berperan.
KESIMPULAN
Pemberian probiotik ke ternak ruminansia dapat memperbaiki laju
pertumbuhan, menstabilkan produksi pada ternak, efisiensi konversi ransum,
meningkatkan penyerapan nutrisi, kesehatan hewan, menambah nafsu
makan sehingga mempercepat peningkatan berat badan dan memperbaiki
kualitas feces. Hal ini tentunya setelah mikrobia yang akan dijadikan probiotik
telah ditentukan dan disesuaikan daya tahan terhadap tempat aktivitas
metabolisme antara di rumen dan di usus halus.
DAFTAR PUSTAKA
Cheeke, P. R. 2005. Applied Animal Nutrition Feed And Feeding. Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Church, D. C. 1988. The Ruminant Animal Digestive Physiology And Nutrition. Prentice Hall. New Jersey. Murwani, R. 2008. Aditif Pakan, Aditif Alami Pengganti Antibiotika. UNNES Press. Semarang.
Hendraningsih, L. 2004. Daya Hidup Bakteri Selulolitik Asal Probiotik Yoghurt Sapi Pada Media Pembawa Pollard. Naskah Publikasi. Fakultas Peternakan – Perikanan. Universitas Muhammadiyah Malang
Soeharsono. 2010. Probiotik Basis Ilmiah. Widya Padjajaran.Bandung.
Van Soest, P. J. 1982. Nutritional Ecology Of The Ruminant. Cornell University. London.
Wallace, R. J., A. Chesson. 1995. Biotechnology In Anial Feed And Animal Feeding. VCH. New York.