7
Fi tr ia Rachmawaty Fakult as Psikologi Univer si t as Merdeka Mal ang Abst ract : Autism i s a ment al disorder in childr en wer e much discussed recent ly. The devel opment of auti sm al so i ncreased shar pl y i n recent decades. Aut ism was fir St i ntroduced i n a paper i n 1943 by an American psychiatrist named Leo Kanner . He f ound el even children who have the same char act er i st ics, t hat i s not abl e t o communicat e and i nt er act with ot her i ndividual s and very i ndifferent to the envir onment out si de of hi msel f, and his behavior seemed li ke living i n hi s own worl d. In t his case use the method assessment t echni ques with observat ion and i nt ervi ews, and support ed by sever al psychologi cal t eSt s. Pr omi nent features of auti st i c behavior i t sel f is the difficult y i n soci al i nt er action, communicat ion language Stereot yped or repetitive. Besi des, t he client St i l l has not been abl e t o expr ess his desi re, one of which is a small kekamar i ndependent l y, for it wi l l be used in this case shapi ng t echni ques i n shapi ng the behavior of the new subjects i n or der t o be bet t er abl e t o expr ess his desire t o go back t o the room is smal l. Of the t echnique perfor med showed signi fi cant on the subj ect, namel y the change of i nt er est i ng hands accompanying t eacher s when t hey want to pee, t o be abl e t o say t he word "paisa" when t hey want t o pee. Keywor ds : Aut isme, Shapi ng, Toilet Trainin^. PSI KOI SLAMI KA. Jur nal Psi kologi I sl am (JPI ) copyright © 2015 Pusat Peneli t an dan Layanan Psi kol ogi. Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015 PENDAHULUANpenyebab sepert i: Pr eval ensi anak auti sme mengal ami peningkat an1) Fakt or geneti k, di duga karena kr omososm eStimasi pr eval ensi auti sme antar a 4- 5 / 10.000( di t emukan pada 5-20 % penyandang Aut is) indi vi du. Berdasar kan penelit ian diperkir akansepert i kelainan kr omososm yang di sebut prevalensi meningkat menj adi 10- 12/ 10. 000 indi vi dus^ndrome fr agile - x. ( Faradz, 2003). Juml ah penyandang auti sme mencapai 2) Kel alai an ot ak, adanya ker usakan atau 60% dar i keseluruhan populasi anak dunia (Sousa,ber kurangnya j uml ah sel syar af yang disebut 2010). Gejala aut i sme sangat bervar iasi , sebagi ansel pur kenye. anak aut isme berperi l aku hiperakt i f dan agresif atau3) Kelainan neur ot r ansmi tt er , ter jadi karena menyaki t i dir i, t api ada pul a yang pasif. Mer ekai mpuls li Stri k antar sel t er ganggu alir annya. cender ung sangat sulit mengendal i kan emosi nya dan4) Kel ainan pept ida pada ot ak. Dalam keadaan seri ng t empert antr um ( menangi s dan mengamuk). normal , glut en ( pr ot ei n gandum) dan kasei n Tantr um mer upakan gej al a yang pal i ng khas yang( pr otei n susu) di pecah dalam usus menj adi akan mempengar uhi i nter aksi anak di sekolahnyapept i da dan asam ami no. Sebagian keci l ( Yayasan Aut is I ndonesi a, 2009 dalam Ria, 2011) .peptida tersebut diserap di usus dan kemudian Sampai saat i ni par a ahli belum menentukanber edar dalam dar ah, bil a berl ebi han akan apa penyebab Speci al Needs. Namun beberapadi keluar kan melalui ur ine. Sebagian lai nnya ahli ber pendapat McCandl ess ( 2003) Speci al Needsakan disaring kembali saat mel ewat i bat ang merupakan sindroma yang disebabkan ol eh berbagaidar ah ot ak, sehi ngga yang masuk ke dalam otak hanya sedi ki t dan ber peran dal am Jur nal Psikoi sl amika I Vol ume 12 Nomor 1 Tahun 20155 PENGGUNAAN TEKNIK SHAPI NG DENGAN TOI LET TRAI NI NG PADAANAKAUTI S

PENGGUNAAN TEKNIK SHAPING DENGAN TOILET TRAINING …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Fitria RachmawatyFakultas Psikologi

Universitas Merdeka Malang

Abstract: Autism is a mental disorder in children were much discussed recently. The developmentof autism also increased sharply in recent decades. Autism was firSt introduced in a paperin 1943 by an American psychiatrist named Leo Kanner. He found eleven children who havethe same characteristics, that is not able to communicate and interact with other individualsand very indifferent to the environment outside of himself, and his behavior seemed likeliving in his own world. In this case use the method assessment techniques with observationand interviews, and supported by several psychological teSts. Prominent features of autisticbehavior itself is the difficulty in social interaction, communication language Stereotyped orrepetitive. Besides, the client Still has not been able to express his desire, one of which is asmall kekamar independently, for it will be used in this case shaping techniques in shapingthe behavior of the new subjects in order to be better able to express his desire to go backto the room is small. Of the technique performed showed significant on the subject, namelythe change of interesting hands accompanying teachers when they want to pee, to be able tosay the word "paisa" when they want to pee.

Keywords : Autisme, Shaping, Toilet Trainin^.

PSIKOISLAMIKA. Jurnal Psikologi Islam (JPI) copyright © 2015 Pusat Penelitan dan LayananPsikologi. Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

PENDAHULUANpenyebab seperti:Prevalensi anak autisme mengalami peningkatan1) Faktor genetik, diduga karena kromososm

eStimasi prevalensi autisme antara 4-5 /10.000(ditemukan pada 5-20 % penyandang Autis)individu. Berdasarkan penelitian diperkirakanseperti kelainan kromososm yang disebutprevalensi meningkat menjadi 10-12/10.000 individus^ndrome fragile - x.(Faradz, 2003). Jumlah penyandang autisme mencapai2) Kelalaian otak, adanya kerusakan atau60% dari keseluruhan populasi anak dunia (Sousa,berkurangnya jumlah sel syaraf yang disebut2010). Gejala autisme sangat bervariasi, sebagiansel purkenye.anak autisme berperilaku hiperaktif dan agresif atau3) Kelainan neurotransmitter, terjadi karenamenyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Merekaimpuls liStrik antar sel terganggu alirannya.cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan4) Kelainan peptida pada otak. Dalam keadaansering tempertantrum (menangis dan mengamuk).normal, gluten (protein gandum) dan kaseinTantrum merupakan gejala yang paling khas yang(protein susu) dipecah dalam usus menjadiakan mempengaruhi interaksi anak di sekolahnyapeptida dan asam amino. Sebagian kecil(Yayasan Autis Indonesia, 2009 dalam Ria, 2011).peptida tersebut diserap di usus dan kemudian

Sampai saat ini para ahli belum menentukanberedar dalam darah, bila berlebihan akanapa penyebab Special Needs. Namun beberapadikeluarkan melalui urine. Sebagian lainnyaahli berpendapat McCandless (2003) Special Needsakan disaring kembali saat melewati batangmerupakan sindroma yang disebabkan oleh berbagaidarah otak, sehingga yang masuk ke dalam

otak hanya sedikit dan berperan dalam

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 20155

PENGGUNAAN TEKNIK SHAPING DENGANTOILET

TRAINING PADAANAKAUTIS

Jumal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

sehingga tertaidang anak mengekspresikan kesulitannyadengan cara tantrum. Anak juga mempunyai masalahuntuk berhias, toileting, bersikap ataupun belajar

(Noor; dkk, 2014).Kemandirian anak salah satunya yaitu mengenai

bantu diri, makan, minum, mandi, maupun kebutuhantoileting. Ginanjar (2008), mengemukakan bahwa^^rategi pelatihan toilet training pada anak autismeyaitu dengan menggunakan alat bantu visual sesuaidengan taraf pemahaman pada anak. Alat bantuvisual yang ditampilkan dalam bentuk foto, tandaatau gambar bertulisan yang menunjukkan kapananak harus ke kamar mandi dan urutan kegiatanapa saja yang harus dilakukan anak pada saatmelakukan kegiatan toileting.

Survey dari 100 anak dengan gangguan autismdi Amerika dengan usia rata-rata 19 tahun dilaporkanbahwa 22% mengalami kegagalan untuk pergiketoilet dalam cakupan teknik mencuci tanganataupun membersihkan kotoran. Anak dengangangguan autis memiliki masalah pada prosessensori terhadap kontrol kandung kemih dan usus(Yip&Kuo, 2013).

Pembelajaran metode demon^^rasi sangatberpengaruh dalam pembelajaran toilet training padaanak. Selain itu kesiapan anak serta pengetahuanorang tua sangat berperan dalam proses toilettraining (Binawarti, 2006; Luqmansyah, 2010).

Gambaran atau ciri autisme dimiliki oleh siswasalah satu Sekolah Dasar di Malang yang menjadisubjek dalam Studi ini. Sekolah menengah tempatBT belajar adalah sekolah dasar inklusi, dimanaBT dapat belajar bersama dan bersosialisasidengan teman-teman non ABK. Hasil assesmentmenunjukkan suara yang keluar dari BT sangatpelan dan terkadang tidak menjawab ketika diajakbicara. Kemudian BT memunculkan perilaku ^tereotippada minat dan aktivitas yaitu sering mengulang-ngulang pembicaraan. Atau ketika menginginkansesuatu hanya mengulang-ngulang kata-kata. Dalampre^tasi akademik BT tertinggal dibandingkan anakseusianya, namun ketika disuruh membaca, menulisdan berhitung BTsudah bisa melakukannya. Ketikadilakukannya tes WISC pada bagian informasi, BTcenderung menatap diam pemeriksa dan tidakbisa menjawab pertanyaan. BT hanya diam ataumengulang-ngulang apa yang diucapkan pemeriksa,dan ketika pada bagian mengerjakan simbol, BTmampu melakukannya meskipun dengan waktuyang cukup lama.

BT mengalami hambatan dalam inisiatif untukkekamar mandi ketika ingin membuang air kecil

peningkatan jumlah endorfin dan enfekali yangdibutuhkan dalam pengaturan aktifitas otak.Bila kadar endoruin dan enkefalin melebihi

kebutuhan akan menyebabkan gangguanperilaku, persepsi, intelegensia emosi danperasaan. Pada sebagian besar penyandangAutis turunan peptida yaitu gliadorpin dancasomorphin dalam urin jumlahnya berlebihyang menunjukkan adanya kelebihan peptida

pada darah dan otak.5)Komplikasi saat ibu hamil dan persalinan.

Komplikasi yang terjadi seperti pendarahanpada triseme^ter pertama gawat janin yangdisertai terhisapnya cairan ketuban yangbercampur feses dan obat-obatan yang diminumibu selama kehamilan.

6)Kekebalan tubuh. Terjadi karena kemungkinanadanya interaksi gangguan kekebalan tubuhdengan faktor lingkungan.

7)Keracunan. Keracunan yang paling banyakdicurigai adalah karena keracunan logam berattimah hitam (plumbum), arsen, antimoni,kadmium dan merkuri yang berasal dari polusiudara, air maupun makanan.

8)Kejang. Setelah mengalami kejang beberapaanak menunjukkan gejala Autis (Novia &Kurniawan, 2007).Tidak semua anak menunjukkan gejala yang

sama ataupun sama berat. Auti^tik untuk diagnosiskasus gangguan auti^^ik yang berat dan memenuhikriteria Diagno^tic and Statistical Manual-IV (DSM-IV). Orang tua sangat berperan dalam membinakomunikasi dengan para guru di sekolah. Hal inidikarenakan kerja sama orang tua dengan para guru,keterbukaan orang tua tentang kondisi anak, dankesediaan untuk mengikuti berbagai program gunakemajuan anaknya. Gangguan perkembangan autismeadalah ketidakmampuan anak dalam berinteraksidengan orang lain akibat penguasaan bahasa yangtertunda, mutism (penolakan berbicara), ecolalia(membeo), keinginan yang obsesif, rigid routines(keteraturan lingkungan), serta adanya aktivitasbermain yang bersifat repetitive (menimbulkanmasalah nyeri) dan Streotip (menimbulkan prasangka/kecurigaan) (Safaria, 2005).

Hasil survey dari lima orangtua anak penyandangautisme menyatakan bahwa kelima orangtua merasa

sangat kesulitan untuk merawat anak autisme,terkadang mereka sama sekali tidak mengetahuiapa yang diinginkan oleh anak. Anak kesulitanbersosialisasi dengan orang lain terutama dalammengungkapkan keinginan dan permasalahannya,

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

dilakukan pada saat wawancara, kegiatan sehari-hari BT di sekolah, di rumah, serta pada saatpemeriksaan psikologis. Tujuan dari penggunaanmetode observasi untuk melihat pola perilaku danekspresi BT dalam segala situasi.

Wawancara dilakukan dengan BT (autoanamnesa),orang tua, gum-guru BT di sekolah (alloanamnesa).Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengumpulkandata-data terkait dengan BT guna menunjang dalammelakukan penegakan diagnosis dari permasalahanBT.

Di samping kedua metode di atas, tes psikologijuga digunakan untuk memperkuat hasil wawancaradan observasi pada BT. Tes psikologi juga bertujuanuntuk mengases hal-hal yang tidak ditampakkan BTseperti taraf inteligensi dan kapasitas mental BT. Tespsikologi yang diberikan pada BT adalah WISC.

HASILBanyak sekali penelitian yang dilakukan untuk

memaAikan apakah sebenarnya faktor penyebabdari autisme. Penelitian di bidang neuro-anatomi,neurofisiologi, neurokimia, dan genetik padapenyandang autisme menemukan fakta adanyagangguan neurobiologis pada penyandang autisme.Autisme disebabkan oleh gangguan atau kelainanpada perkembangan sel-sel otak selama dalamkandungan. Saat pembentukan sel-sel tersebut, timbuigangguan dari vims, jamur, oksigenasi (perdarahan),keracunan makanan ataupun inhalasi (keracunanpernafasan), yang menyebabkan pertumbuhan otaktidak sempurna. Penyebab kelainan neuro-anatomis:faktor genetik (keturunan), infeksi jamur dan virus,kekurangan nutrisi, oksigenasi, polusi udara, polusiair dan makanan.

Gangguan tersebut diyakini terjadi padausia kehamilan 0-4 bulan sehingga menyebabkankelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellumdan siAem limbik. Dari sekian banyak faktor yangmenjadi penyebab dari autis pada subyek BT, salahsatunya yang menjadi penyebabnya adalah polamakan ibu BT yang sering mengkonsumsi makananinAant atau kaleng serta makanan cepat saji yangbanyak mengandung MSG monosodium glutamat)ketika mengandung subyek, hal ini dikarenakanibu BT adalah seorang wanita karier denganberbagai macam kesibukan yang tidak sempatuntuk memasak dirumah. Selain itu faktor yangbisa dipertimbangkan adalah ketika hamil BT, ibuE sering pergi kesalon untuk menAyl/A rambutnyasetiap tiga hari sekali, seperti mewarnai rambutatau sekedar untuk berkeramas. Disamping hal itu,

maupun besar, subyek hanya menahannya denganmengapitkan kedua paha sembari menggerakkankedua kakinya atau mencubit gum pendampingnya.Kemudian jika ingin buang air besar, maka gejalayang timbui hanya tercium bau dari buang anginyang dilakukan BT. Jika sudah terjadi seperti itu,pendamping BT menyuruh BT untuk kekamar kecil.BT bisa melakukannya sendiri ketika dikamarkecil, meskipun terkadang BT sering lupa untukmenutup resleting celana setelah keluar darikamar kecil. Jika sudah terjadi demikian, makapendampingnya menyuruh subyek untuk kekamar,subyek mampu melakukannya sendiri ketika beradadi toilet, meskipun terkadang subyek sering lupauntuk menutup resleting celana setelah keluardari toilet. BT memiliki karakter cenderung pasif,adanya hambatan dalam interaksi sosial, yaituketika diajak berbicara, suara yang keluar sangatpelan dan terkadang tidak menjawab ketika diajakbicara.

Permasalahan yang dialami subyek ini disampingkarena adanya gangguan autis yang dialaminya,ternyata juga diakibatkan oleh hubungan interaksiyang jarang dan kurang pada subyek. Adanyaperceraian kedua orang tua subyek serta kesibukkanibu E sebagai wanita karir, mengakibatkan kurangnyainteraksi antara orang tua dan anaknya, sehinggaproses pembelajaran perilaku yang diterima anaktidak semaksimal ketika adanya interaksi yangberkualitas pada kedua orang tua yang memberikanperhatian yang cukup pada anaknya, terlebih subyekmengalami gangguan autis yang sangat memerlukanperhatian khusus dari kedua orang tua dan lingkungansekitar dalam membentuk perilakunya.

Seringkali orangtua tidak terlalu memahamimengenai anak Autis sehingga mereka merasabimbang terhadap kondisi anaknya dan mengalamikonflik dalam diri orangtua itu sendiri. Konfliktersebut terkait dengan keinginan dan harapanyang tidak terpenuhi untuk memiliki anak yang bisadibanggakan dalam lingkungan. Ketidaksesuaianterjadi antara kenyataan dan idealisme (Novia &Kurniawan, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusanpermasalahan yang diajukan dalam penulisan iniadalah "apakah terapi shaping dengan toilet trainingefektif untuk meningkatkan kemandirian anak padapenderitaautisme."

METODEMetode yang digunakan dalam ^udi ini adalah

observasi, wawancara, dan tes psikologi. Observasi

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

ketika berada dirumah tidak memiliki model dalamproses belajar dirumah yang tidak maksimal.Terlebih subyek mengalami gangguan mental autisyang sangat memerlukan perhatian serta terapiperilaku guna memaksimalkan kemandiria padasubyek. Karena adanya proses belajar tersebut,maka menimbulkan masalah pada subyek yaitusubyek tidak bisa mengungkapkan secara verbal

keinginannya untuk pergi ke kamar kecil. Subyek

hanya bisa menarik-narik pendampingnya ataumencubit ketika ingin ke kamar kecil.

Dilihat dari penyebab permasalahan kemandirianpada subyek, maka dapat dilakukan melaluipendekatan behavioriStik yaitu hubungan yangkurang harmonis atau berkualitas antara kedua orangtua, terutama ibu dan anak, akan menyebabkankurang maksimalnya perilaku kemandirian padaanak. Hal ini dikarenakan tidak adanya modelsecara khusus yang diterima oleh anak sehinggaanak kurang bisa mempelajari tipe perilaku yangseharusnya bisa dilakukakan oleh anak. Terlebihpada subyek yang mengalami gangguan autis, butuhmodel dan perlakuan khusus dalam pembentukanperilaku pada anak. Untuk itu sangat dibutuhkaninteraksi yang berkualitas antara ibu dan anak.Hal ini dikarenakan karena sangat rawannyapermasalahan hubungan antara ibu dengan anakyang mengalami gangguan mental, seperti dalampenelitian yang dilakukan oleh (Essex, dkk, 2002)bahwa perilaku maladaptif pada orang dewasa denganketerbelakangan mental dapat mengikis hubunganibu dan anak dan akibatnya dapat mempengaruhiperasaan ibu tentang pengalaman pengasuhan.KarakteriStik ibu tertentu juga memiliki telahterbukti memiliki efek pada hubungan ibu terhadapanak dan pengalaman pengasuhan, dengan demikianterdapat pula pengaruh dari ibu pesimisme, hargadin, serta Status perkawinan. Hubungan ibu-anaktelah menunjukkan terpengaruh oleh pesimismeibu tentang masa depan anak (Bristol & Schopler,1983). Kualitas hubungan antara ibu dan anakmemang merupakan faktor penting, ibu yang bisamengendalikan karakteriStik anak serta ibu yangmengasuh anak secara kuat akan memberikanpengaruh positif yang lebih besar terhadap putraatau putri mereka, hal ini menunjukkan pentingnya

kualitas hubungan ibu dan anak untuk memeliharapengasuhan ibu serta kapasitas keluarga individudengan gangguan spektrum autisme. Pada obsrvasidan wawancara yang dilakukan, semua kebutuhan

ayah BT adalah seorang perokok berat sehinggamemungkinkan adanya polusj udara yang terjadipada ibu E ketika hamil BT yang menjadi faktorpenunjang dari penyebab terjadinya gangguan autispada subyek. Simon & Morley (2002) mengatakanfaktor lingkungan saat ini sedang diselidiki sebagaifaktor risiko untuk autisme. Ini termasuk timahdan keracunan merkuri, konsumsi alkohol ibu,obat penyalahgunaan dan merokok, paparan asamvalproik atau thalidomide sangat awal kehamilan,dan pra-atau perinatal anoxia / asfiksia, sertaberbagai jenis virus dalam rahim infeksi. Pemahamanbahasa juga biasanya sangat terganggu seperti yangdijelaskan oleh Waterhouse & Fein (1982), bahasaekspresif biasanya lebih maju dari pada bahasareseptif. Walaupun anak-anak mungkin dapat ikutipetunjuk sederhana seperti "duduk," "datang kesini," dan "makan", namun pada mereka mengalami

kegagaian untuk mengembangkan pemahamantentang petunjuk itu. Autisme ditandai denganadanya penurunan dalam penggunaan perilakunonverbal untuk mengatur interaksi sosial (misalnya,gerak tubuh, kontak mata), kurangnya kenikmatanberbagi dengan orang lain, dan kurangnya timbalbalik sosial atau emosional (American PsychiatricAssociation, 2000). Dan gangguan terus-menerus inimempengaruhi hubungan ibu-anak di masa remajadan dewasa dan dampaknya terhadap keluarga(Travis a Sigman, 1998). BT memiliki hambatandalam kemampuan untuk berkomunikasi, ekspresiemosi serta kemampuan secara kognitif.

Hal ini dikarenakan gangguan mental autisyang dialami subyek. Subyek sering berperilakuStereotip atau berulang-ulang yaitu dengan mengepal-ngepalkan tangannya. Subyek merupakan gangguanautis dengan tipe pasif, hal ini terlihat dari perilakusubyek ketika berada disekolah, subyek cenderungdiam, tenang dan penurut. Dalam hal preStasi belajar,subyek memiliki kapasitas IQ mental defective.Subyek sekarang duduk dikelas 6 Sekolah Dasar,sejauh ini subyek sudah mamp membaca, menulisdan berhitung.

Dalam kesehariannya, subyek menghabiskanwaktunya disekolah, keperluan subyek sepertiperlengkapan sekolah serta berangkat dan pulangsekolah dikerjakan oleh kakak laki-laki subyek ataupengasuh subyek, hal tersebut dikarenakan adanyaperceraian kedua orang tua dan kedua orang tua

yang sibuk bekerja sehingga menimbulkan kontakkomunikasi secara verbal mapun nonverbal yangkurang. Dari hal tersebut maka menimbulkanproses belajar yang salah pada subyek. Subyek

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

antara individu dengan risiko biologis untukperilaku masalah. Proses keluarga yang positifjuga mungkin berpengaruh dalam mempromosikankesehatan mental dan mengurangi simtomatologiselama masa dewasa. Misalnya, hubungan antaralingkungan keluarga yang positif dan hasil lebihoptimal telah ditunjukkan dalam ^udi individudengan skizofrenia dan keluarga mereka. Hasilpenelitian dari Seltzer, Shattuck, Abbeduto, aGreenberg (2004) menekankan peran pentingpositif interaksi orangtua-anak dalam mengurangigejala dan masalah perilaku pada remaja danorang dewasa dengan autisme. Shattuck (2007)mengatakan iklim keluarga yang positif dapatmenjadi tambahan mekanisme perubahan perilakuyang berulang, faktor-faktor lingkungan memilikiarti-penting untuk perilaku repetitif selain untukkomunikasi atau kemampuan sosial.

Essex dkk (2002) bahwa perilaku maladaptifpada orang dewasa dengan keterbelakanganmental dapat mengikis hubungan ibu dan anakdan akibatnya dapat mempengaruhi perasaan ibutentang pengalaman pengasuhan. KarakteriAik ibutertentu juga memiliki telah terbukti memiliki efekpada hubungan ibu terhadap anak dan pengalamanpengasuhan, dengan demikian terdapat pulapengaruh dari ibu pesimisme, harga diri, sertaStatus perkawinan. Menurut Bristol & Schopler

(1983), hubungan ibu-anak telah menunjukkanterpengaruh oleh pesimisme ibu tentang masadepan anak. Kualitas hubungan antara ibu dananak memang merupakan faktor penting, ibu yangbisa mengendalikan karakteriStik anak serta ibu

yang mengasuh anak secara kuat akan memberikanpengaruh positif yang lebih besar terhadap putraatau putri mereka, hal ini menunjukkan pentingnyakualitas hubungan ibu dan anak untuk memelihara

pengasuhan ibu serta kapasitas keluarga individudengan gangguan spektrum autisme.

Pada obsrvasi dan wawancara yang dilakukan,semua kebutuhan subyek yang mengurusnya adalahkakak laki-laki subyek, seperti mengantarkankesekolah, memasak dan menyiapkan bekalkesekolah. Hal ini dikarenakan kesibukan ibusubyek yang bekerja dari pagi hingga sore hari.Dalam kasus ini akan digunakan teknik shapingdalam mengubah perilaku subyek dari kesulitandalam mengungkapkan keinginan untuk pergi ketoilet, tidak hanya dilakukan disekolah, tetapijuga diharapkan dapat dilakukan dirumah dengan

subyek yang mengurusnya adalah kakak laki-lakisubyek, seperti mengantarkan kesekolah, memasakdan menyiapkan bekal kesekolah. Hal ini dikarenakankesibukan ibu subyek yang bekerja dari pagi hinggasore hari.

Berdasarkan informasi yang diperoleh melaluiobservasi, wawancara dan tes inteligensi yangdilakukan, maka diagnosis yang dapat ditegakkan padasubjek BT (14 tahun), adalah sebagai berikut:DiagnosisAxis I : 299. 00 AutiAic Disorder

(Masalah dalam toilet training)Axis II : V71. 09 no diagnosisAxis III : V71. 09 no diagnosisAxis IV : Primary support group

(orang tua yang bercerai)Axis V : GAF = 51

(moderate simptom, afek datar, berbicarayang tidak jelas, kesulitan sedang dalam fungsisosial, fungsi sekolah, dan konflik bersama temansebaya).

PrognosisFaktor yang meringankan pada keadaan

subyek adalah : Subyek merupakan tipe anak autisyang pasif dan menurut, lingkungan sekolah yangmendukung dalam perubahan perilaku subyek.

Faktor yang memberatkan pada keadaansubyek adalah : Perceraian kedua orang tua danibu yang kurang memiliki waktu untuk subyek.Adanya faktor-faktor yang memberatkan danfaktor pendukung pada subyek, maka prognosisadalah sedang.

IntervensiTujuan : Memberikan teknik shaping guna

melatih serta meningkatkan perilaku subyek dalammengutarakan keinginannya untuk pergi kekamarkecil.

DISKUSIDalam kasus ini akan digunakan teknik shaping

dalam mengubah perilaku subyek dari kesulitandalam mengungkapkan keinginan untuk pergi ketoilet, tidak hanya dilakukan disekolah, tetapijuga diharapkan dapat dilakukan dirumah dengandidampingi oleh ibu subyek sehingga secara otomatis

pula diharapkan mampu meningkatkan hubunganyang berkualitas antara ibu dan subyek. Eisenberg(2001) menjelaskan bagaimana lingkungan menjadifaktor seperti pengaruh ibu khusus positif, bisamempengaruhi jalannya perkembangan perilaku

Jurnal Psikoislamika | Volume 12 Nomor 1 Tahun 201510

Cohen., S. B. (2001). Theory of mind in normaldevelopment and autism. Journal appearedin Prisme (34) 174-183.

Faradz S.M.H. (2003) "Konferensi NasionalAutisme-1". Jakarta. Perhimpunan DokterSpesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.

Greenberg., Orsmond., Krauss. (2006). Mother-ChildRelationship Quality Among Adolescents and

Adults With Autism. American Journal OnMental Retardation, (2) 121-137.

Ginanjar, A. (2007). Memahami spektrum autiStiksecara holiStik. Jakarta: Fakultas Psikologi

KEPUSTAKAANAmerican Psychiatric Association (APA). (2010).

Diagno^tic and Statistical Manual of MentalDisorder Fourth Edition Text Revision (DSMIV-TR). Washington: American PsychiatricAssociation (APA).

Binarwati, D. (2006). Pengaruh pembelajaran metodedemonStrasi terhadap perilaku orang tua dan

kemampuan toilet training pada anak usia1 tahun sampai dengan 3 tahun. Diperolehtanggal 09 Agu^^us 2012 dari http:// ners.unair. ac.id/materikuliah/5-tugas-metris-

nursalam.pdf.

perilaku yang baru pada subyek. Dalam teknik iniperubahan yang dilakkan masih pada tahap awaldengan mengubah perilaku secara verbal yang dahulusubyek hanya mampu mencubit dan menarik tanganketika ingin pergi ke kamar kecil, maka sekarangsubyek ketika ditanya sudah mampu menjawab danmengutarakan keinginannya. Dari teknik shapingyang dilakukan selama 8 sesi pada subyek ketikaberada disekolah cukup memberikan hasil yangsignifikan yaitu adanya perubahan perilaku secaraverbal seperti subyek cukup mampu mengucapkankata "pis". Meskipun kata-kata yang diucapkanbelum sempurna seperti kata "pipis" namun haltersebut cukup memberikan peningkatan perilakuyang positif dan signifikan bagi anak yang mengalamigangguan mental autis. Perubahan ini memberikankesan tersendiri bagi pihak sekolah, terutama padaguru pendamping subyek.

KESIMPULANDari dilakukannya teknik observasi, didapatkan

hasil berupa BT memiliki karakter cenderung pasif.Adanya hambatan dalam interaksi sosial, yaituketika diajak berbicara, suara yang keluar sangatpelan dan terkadang tidak menjawab ketika diajakbicara, dengan diagnosis gangguan autis. Darigangguan tersebut memunculkan permasalahandalam toilet training. Untuk itu digunakannyateknik shaping guna melatih serta meningkatkanperilaku subyek dalam mengutarakan keinginannyauntuk pergi kekamar kecil. Dari teknik shaping yangdilakukan selama 8 sesi pada subyek ketika beradadisekolah cukup memberikan hasil yang signifikanyaitu adanya perubahan perilaku secara verbalyang cukup membaik.

didampingi oleh ibu subyek sehingga secara otomatispula diharapkan mampu meningkatkan hubunganyang berkualitas antara ibu dan subyek.

Teknik ShapingDatam pembentukkan respons, tingkah laku

sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuatunsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yangdiinginkan secara berturut-turut sampai mendekatitingkah laku akhir. Pembentukkan respons berwujudpengembangan suatu respons yang pada mulanyayang tidak dapat dalam perbendaharaan tingkah lakuindividu (Jones, 2011). Jika terapis menginginkanadanya penambahan perilaku dengan segera, makadiberikannya jadwal secara terus-menerus dan diberipengukuh yang kuat (Soekadji, 1983). Perkuatansering digunakan dalam proses pembentukan responsini. Maka jika pemeriksa ingin melatih subyek dalammengutarakan keinginannya untuk pergi kekamarkecil, maka di sela-sela waktu terapi ataupun setelahdilakukannya terapi, pemeriksa memberikan pujianketika mendampingi BT dalam belajar mengutarakankeinginannya. Pemeriksa disini lebih memberikanpenguatan-penguatan dalam proses pendampinganbelajar tersebut.

Dalam memodifikasi perilaku memiliki keunggulandikarenakan prosesnya yang direncanakan sertadisetujui oleh subyek sehingga berpotensi dalampeningkatan perubahan perilaku yang lebih baik lagi(Soekadji, 1983). Berdasarkan gejala yang dialamioleh BT adalah ia mengalami hambatan dalamperilaku verbal untuk mengutarakan keinginannyake toilet sehingga jika dikemudian hari subyek tidakbersama orang-orang yang mengerti keadaannya,maka dikhawatirkan akan terjadi masalah padasubyek. Untuk itu dilakukannya teknik shapingdalam mengubah perilaku yang lama untuk menjadi

Jumal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

Lund., S. K., Pelios., L. V. (2001). A SelectiveOverview of Issues on Classification, Causation,and Early Intensive Behavioral Interventionfor Autism. Jornal Of Behavior Modification,

25(5) 678-697.Lidsky., T. I., Schneider,. J. S. (2005). Autism and

AutiStic Symptoms Associated with ChildhoodLead Poisoning. The Journal of AppliedResearch, 5(1)2005.

Luqmansyah. (2010). Hubungan tingkat pengetahuanibu tentang toilet training dengan penerapantoilet training pada anak usia toddler diKelurahan Mijen Kecamatan Mijen KotaSemarang. Diperoleh tanggal 09 AguStus 2012darihttp://jtptunimus-gdl-luqmansyah-5215-3-bab2 jtptunimus-gdl-luqmansyah-5215-3-bab2.com.

Zachor., D. A., Itzchak., E. B. (2010). Treatment

Approach, Autism Severity And InterventionOutcomes In Young Children. Journal OfElsevier, (4)425-432.

Universitas Indonesia.

Kaplan, I.H., Sadock, M.D., 6Grebb, A.J. (2010).Sinopsis Psikiatri. Tangerang : BinarupaAksara

Ria, R. T. (2011). Pengalaman ibu merawat anakautiStik dalam memasuki masa remaja diJakarta. Oiperoleh pada tanggal 13 Juni 2014dari/pbs.up/.edu.

Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman baru untukhidup bermakna bagi orang tua. Yogyakarta:Graha llmu.

Simon, B. C, Leslie, A. M. , Frith, U. (1985). Doesthe autiftic child have a "theory of mind"?.Journal of Cognitif Development, 2 (2)37-46.

Smith, L. E., Jan., & Seltzer., M. M. (2008). Symptomsand Behavior Problems of Adolescents andAdults With Autism: Effects of Mother-ChildRelationship Quality, Warmth, and Praise.American Journal On Mental Retardation,

113(5)387-402.