Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Proyek Perubahan 1
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
PROYEK PERUBAHAN
Penguatan e-Ekosistem Inovasi Teknologi
Sumberdaya Hayati Mendukung Transformasi
Bio-ekonomi Menjadi Kekuatan Ekonomi Hijau
26 November 2019
Asep Riswoko
NDH 06
Proyek Perubahan 2
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan ................................................................................................................................ 3
Kata Pengantar ................................................................................................................................... 4
EXECUTIVE SUMMARY .................................................................................................................... 5
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 8
1. Latar Belakang ............................................................................................................................. 8
2. Kondisi Saat Ini .......................................................................................................................... 13
3. Tujuan Proyek Perubahan ........................................................................................................ 15
4. Manfaat Proyek Perubahan ..................................................................................................... 17
BAB II. DESKRIPSI PROYEK PERUBAHAN .............................................................................. 18
1. Ruang Lingkup ........................................................................................................................... 24
2. Kerangka Berfikir ....................................................................................................................... 25
3. Deskripsi Inovasi Yang Dikembangkan .................................................................................. 30
4. Pentahapan (Milestone) ............................................................................................................ 32
5. Tata Kelola Proyek .................................................................................................................... 34
6. Peta Sumber Daya .................................................................................................................... 35
7. Potensi Pengembangan Kolaborasi ....................................................................................... 37
8. Strategi Komunikasi ................................................................................................................... 38
9. Potensi Kendala, Risiko Dan Alternatif Solusi ....................................................................... 39
BAB III. IMPLEMENTASI PROYEK PERUBAHAN..................................................................... 40
1. Bisnis Model e-Ekosistem Inovasi Teknologi ........................................................................ 40
2. Dashboard Ekosistem Inovasi Digital ..................................................................................... 49
3. Kendala/Masalah Yang Dihadapi Dan Penyelesaiannya .................................................... 52
BAB IV. PENUTUP ............................................................................................................................ 55
1. Kesimpulan ................................................................................................................................. 55
2. Rekomendasi .............................................................................................................................. 55
3. Faktor Kunci Keberhasilan (Lesson Learned Kepemimpinan) ........................................... 56
LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 57
A. Lampiran 1. Diskusi dan Rapat-Rapat Persiapan ................................................................ 57
B. Lampiran 2. Dokumen Naskah Urgensi Peraturan Badan .................................................. 57
C. Lampiran 3. Peraturan Terkait Penguatan (Ekosistem) Inovasi ........................................ 57
Proyek Perubahan 3
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Surat Pernyataan
Proyek Perubahan 4
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Kata Pengantar
Dengan rahmat Allah SWT, kami mengucapkan puji syukur yang sedalam-dalamnya
atas terlaksananya program pembelajaran PKN tingkat I angkatan 43 tahun 2019.
Pendidikan Kepemimpinan Nasional yang dilaksanakan hampir 5 bulan sejak bulan
Agustus hingga awal Desember 2019 ini, didalamnya terdapat kegiatan di kelas
dengan materi tentang kolaborasi kepemimpinan serta merancang proyek perubahan,
kegiatan Benchmarking di Jepang dengan melihat dan mendalami permasalahan
terkait birokrasi yang agile.
Pendidikan ini sangat bermanfaat bagi kami terutama dalam upaya menghadapi
beratnya berbagai tantangan dalam mensukseskan program-program pemerintah
utamanya yang memerlukan kolaborasi kepemimpinan. Berbagai materi yang
disampaikan oleh narasumber sangat relevan dengan kondisi yang ada dan dapat
membuka wawasan dan memberi inspirasi sehingga mengubah cara pandang kami
dalam bekerja dan mendorong lebih semangat dalam berinovasi dan menyiapkan
strategi untuk mengusung perubahan. Melalui interaksi dengan pemimpin dari
berbagai institusi lain dan latar belakang tupoksi kerja yang berbeda, sangat banyak
memberikan pengaruh dalam memahami kompleksitas negara dalam mengelola
permasalahan yang ada. Berbagai inovasi yang diusulkanpun memberikan kami
banyak inspirasi dan mendorong gagasan-gagasan baru untuk perubahan ke arah
yang lebih baik.
Tak ada gading yang tak retak. Tentunya dalam pelaksanaan proyek perubahan ini
masih banyak yang harus disempurnakan. Kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu
atas terwujudnya proyek perubahan hingga penulisan laporan akhirnya. Terima kasih
sebesar-besarnya kami sampaikan juga kepada mentor yang kami hormati Kepala
BPPT Bpk Dr.Ir Hammam Riza MSc dan bimbingan dari bapak Deputi TAB Bpk Dr.
Soni Solistia WIrawan atas segala bimbingan dan arahannya, serta terima kasih kami
ucapkan kepada coach kami Bpk.Dr. Marpaung atas saran-saran dan koreksinya.
Semoga kebaikan dan jasa-jasanya dalam mendukung terlaksananya proyek ini
dibalas kebaikan oleh Allah SWT.
Asep Riswoko
Proyek Perubahan 5
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
EXECUTIVE SUMMARY
Penguatan e-Ekosistem Inovasi Teknologi Sumberdaya Hayati
Mendukung Transformasi Bio-ekonomi Menjadi Kekuatan Ekonomi
Hijau
Indonesia memiliki sumberdaya alam yang berlimpah, termasuk didalamnya
keanekaragaman dan sumberdaya hayati. Secara umum, pengelolaan sumberdaya
alam Indonesia telah banyak menghasilkan berbagai komoditas yang diperdagangkan
baik untuk ekspor maupun konsumsi domestik. Saat ini perkiraan nilai keekonomian
dari hasil sumberdaya alam hayati sekitar Rp. 300 triliun. Namun sebagian besar dari
komoditas tersebut masih berupa barang mentah dan hanya sebagian kecil (<3%)
saja yang sudah diolah menjadi produk jadi. Sehingga kekayaan sumberdaya hayati
ini belum menjadi penopang perekonomian nasional. Melimpahnya kekayaan
sumberdaya hayati Indonesia masih dipandang sebagai kekayaan alam yang indah
semata dan belum dikelola menjadi sumber kekuatan ekonomi nasional.
Indonesia membutuhkan kekuatan ekonomi baru sebagai terobosan untuk
pencapaian visi Indonesia Maju 2045. Untuk mencapai visi tersebut, pertumbuhan
PDB Indonesia harus tinggi (>7%) dan melebihi konsekuensi beban lingkungan yang
ditimbulkan akibat aktifitas industri dan pertambangan. Bila konsekuensi beban
lingkungan tetap tinggi dan tatakelola industri dan pertambangan tidak dibenahi,
Indonesia terancam jebakan negara berpenghasilan menengah. Dengan memperkuat
ekonomi baru berbasis sumberdaya hayati (Bioekonomi), Indonesia berpeluang
untuk terhindar dari ancaman tersebut dan dapat mewujudkan cita-cita menjadi
negara maju dan berpenghasilan tinggi. Bioekonomi ini akan menjadi bagian dari Peta
Jalan Pembangunan Hijau (Bappenas, 2015). Untuk mendukung transformasi
Bioekonomi menjadi kekuatan di dalam pembangunan ekonomi hijau, diperlukan
adanya tatakelola dan pengembangan ekosistem inovasi yang baik dan menyeluruh.
Peringkat daya saing Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati urutan
ke 50 dari 140 negara (The Global Competitiveness Report 2019). Dari 12 pilar daya
saing yang diukur, pilar Kapabilitas Inovasi Indonesia mendapat skor terendah di
angka 38 dan menempati peringkat ke 74. Rendahnya skor pilar ini, menyebabkan
total skor daya saing Indonesia menjadi sangat rendah. Pilar kapabilitas inovasi ini
Proyek Perubahan 6
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
meliputi kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kekuatan
ekosistem inovasi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki
kekayaan alam yang berlimpah, namun sisi pembangunan inovasi dan ekosistem
sangat lemah. Pembangunan kapabilitas inovasi ini sejatinya dapat diwujudkan
melalui peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), penguatan
infrastruktur, pembangunan ekosistem penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
(inovasi teknologi) serta pembangunan kualitas sumberdaya manusianya. Jika hal ini
dapat dilakukan, budaya enterpreneurship dapat tumbuh dan berkembang baik di
masyarakat, dan akan meningkatkan skor kapabilitas inovasi Indonesia.
Pembangunan ekosistem inovasi harus bisa menjangkau seluruh wilayah
nusantara termasuk daerah marjinal. Untuk mencapai sasaran tersebut, kami
mengusulkan sebuah terobosan proyek perubahan berupa penyiapan ekosistem
inovasi dijital (e-ekosistem inovasi teknologi) sebagai wahana transformasi
Bioekonomi menjadi kekuatan dalam pembangunan ekonomi hijau. Dengan
menyediakan wahana dijital bagi pelaksanaan kegiatan inovasi, akan memudahkan
para aktor inovasi dapat saling terkait dan memberikan benefit bagi semua pihak
(kolaborasi A-B-G). Dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai
sumberdaya alam hayati akan dapat dimanfaatkan secara maksimal melalui
industrialisasi dan menjadi beragam produk-produk yang berkualitas dan bernilai
tambah tinggi.
Dalam masa pelaksanaan Proyek Perubahan Jangka Pendek (tgl 11
September - 22 November 2019), berbagai pihak yang terkait dengan pembangunan
konsep bisnis ekosistem inovasi dijital telah dijajagi untuk lebih memahami urgensi
dan tujuannya. Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, dalam masa yang
sangat singkat, kami telah mendapat dukungan penuh dari pemangku kepentingan,
baik yang terkait dengan bahan baku, penyedia tenaga terampil, teknologi, sarana
produksi dan market. Dengan adanya dukungan tersebut, gagasan konsep bisnis
telah berhasil disiapkan menjadi konsep bisnis model yang cukup matang sehingga
akan menopang sistem jaringan inovasi (Simbio-Net). Konsep bisnis ini juga berhasil
didukung dengan peraturan yang kuat yang menjamin legalitas dari pengoperasian
sistem. Peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah
badan pemerintah (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang memiliki tugas
Proyek Perubahan 7
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
dan fungsi pengkajian dan penerapan teknologi sesuai amanat Undang-Undang
Sisnas Iptek no 11 tahun 2019.
Sebagai wahana dari konsep bisnis model ekosistem inovasi dijital, kami telah
menyiapkan sebuah dashboard D’Pabriku untuk memonitor, mengumpulkan dan
memfasilitasi berbagai data dan informasi terkait kegiatan inovasi (Open Innovation
System). Sistem ini masih berfokus pada penerapan teknologi sumberdaya hayati
sebagai komitmen awal untuk mendukung transformasi bioekonomi menjadi kekuatan
ekonomi hijau. Dengan platform ekosistem inovasi dijital ini, masyarakat dapat
menciptakan suatu produk baru dengan cara memanfaatkan informasi tentang
metode pembuatan, bahan baku yang dibutuhkan, sarana yang digunakan, tenaga
terampil dan juga tempat memasarkan produknya. Sebagai pendukung, dashboard e-
ekosistem ini juga menyediakan berbagai jasa layanan untuk sertifikasi atau pengujian
produk, konsultasi teknis jika ada permasalahan produksi, disain produk, perijinan,
pelatihan produksi, dan permodalan. Semua yang dibutuhkan diberikan ruang yang
dapat diisi oleh siapapun untuk digunakan oleh siapapun yang berkeinginan kuat
untuk melakukan inovasi.
Melalui terobosan dalam proyek perubahan ini, diharapkan Indonesia makin
memiliki kemampuan untuk menciptakan berbagai produk baru yang berbahan baku
sumberdaya hayati lokal terutama yang mendukung industri pangan, kosmetik, dan
kesehatan. Sebagai informasi, industri pangan berkontribusi hingga 35% PDB industri,
sehingga jika proyek perubahan ini berhasil maka akan memberikan pengaruh
signifikan bagi pembangunan industri nasional secara keseluruhan. Sebagaimana
dipahami, maraknya penjualan online produk dan marketplace tidak serta merta
membangun industri lokal menjadi berkembang, justru makin memudahkan produk
luar negeri masuk ke pasar domestik. Hal ini perlu dirubah, agar Indonesia tidak
sekedar menjadi pasar bagi produk asing tapi justru dapat menjadi tuan rumah di
negeri sendiri. Ekosistem inovasi dijital ini diharapkan akan berdampak pada
kemudahan berusaha (business easy doing) terutama dalam hal penciptaan berbagai
produk pangan dan ingredien lokal, serta menjadikan bioekonomi nasional makin
berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi baru Indonesia.
Proyek Perubahan 8
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tema pembangunan yang dituangkan dalam teknokratik RPJMN 2020-2024
adalah Indonesia Berpenghasilan Menengah – Tinggi yang Sejahtera, Adil, dan
Berkesinambungan. RPJMN ke IV ini memiliki 4 pilar, yaitu kelembagaan politik dan
hukum yang mantap, kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat, struktur
ekonomi yang terus maju dan kokoh, serta terwujudnya keanekaragaman hayati yang
terjaga.
Gambar 1. 4 Pilar Pembangunan RPJMN 2020-2024
Agenda ke 1 dalam RPJMN 2020-2024 adalah Memperkuat Ketahanan
Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas, dimana Pembangunan ekonomi akan
dipacu untuk tumbuh lebih tinggi, inklusif dan berdaya saing melalui:
1. Pengelolaan sumber daya ekonomi yang mencakup pemenuhan
pangan dan pertanian serta pengelolaan kelautan, sumber daya air,
sumber daya energi, serta kehutanan; dan
2. Akselerasi peningkatan nilai tambah agrofishery industry, kemaritiman,
energi, industri, pariwisata, serta ekonomi kreatif dan digital.
Dalam rancangan teknokratik RPJMN ke IV ini, agenda pembangunan akan
memfokuskan pada pendayagunaan potensi sumberdaya hayati sebagai kekuatan
ekonomi, namun tetap memperhatikan kelestarian kekayaan hayati. Ini menjadi
petunjuk bahwa pemerintah akan berupaya menjadikan ekonomi melingkar sebagai
basis paradigma pembangunan ekonomi dalam 5 tahun mendatang. Hal ini diperkuat
Proyek Perubahan 9
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
dalam agenda ke 6, yaitu Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan
Bencana dan Perubahan Iklim.
Terkait dengan daya saing Indonesia saat ini, berdasarkan laporan The Global
Competitiveness Report 2019, peringkat Indonesia berada di urutan ke 50 dari 140
negara, dengan skor 64,6. Hal ini berarti daya saing Indonesia turun lima tingkat
dibanding tahun sebelumnya dengan skor 64,9. Peringkat Indonesia tertinggal jauh
dibanding peringkat negara-negara tetangga ASEAN seperti Singapura (peringkat 1),
Malaysia (27) dan Thailand (40). Dari 12 pilar indikator daya saing yang diukur, pilar
kestabilan ekonomi makro dan ukuran pasar domestik Indonesia menyumbang skor
tinggi masing-masing di angka 90 dan 82 dari kemungkinan 100. Sedangkan, pilar
kapabilitas inovasi menempati skor terendah di angka 38 dan menempati peringkat ke
74, atau turun tujuh tingkat dibanding tahun sebelumnya, meskipun skornya naik 1
poin. Hal ini menunjukkan dari sisi pembangunan inovasi, Indonesia masih sangat
lemah dan harus berjuang keras untuk menjadi lebih baik.
Gambar 2. Komponen Peringkat Daya Saing Indonesia Tahun 2019
Pembangunan nasional perlu memperhatikan daya dukung sumber daya alam
dan daya tampung lingkungan hidup, kerentanan bencana, dan perubahan iklim.
Proyek Perubahan 10
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Pembangunan lingkungan hidup, serta peningkatan ketahanan bencana dan
perubahan iklim diperlukan agar Indonesia terlepas dari jebakan negara
berpenghasilan menengah dan menjadi negara berpenghasilan tinggi (GDP USD 7
trilliun) di tahun 2045. Saat ini, dengan populasi sebesar 264,2 juta jiwa, Indonesia
memiliki GDP per kapita sebesar USD 3.870,6 (GDP USD 1 trilliun) dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 4,8%. Agar dapat mencapai cita-cita tersebut,
Indonesia harus memiliki nilai rata-rata pertumbuhan GDP diatas 7%. Namun, nilai
rata-rata pertumbuhan tersebut sulit dicapai karena pertumbuhan ekonomi terus
terkoreksi oleh dampak negatif pembangunan yang mengabaikan kualitas lingkungan.
Gambar 3. Ilustrasi isi Pidato Pelantikan Presiden Jokowi 19 Oktober 2019.
Hal ini mendorong ketidakefisiensian dalam aktifitas pembangunan karena
konsekuensi penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu dipandang sangat urgen
untuk menumbuhkembangkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
meningkatkan pendayagunaannya melalui strategi penguatan inovasi dan ekosistem
industrialisasi sumberdaya alam guna mendorong daya saing nasional dan
Proyek Perubahan 11
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
pembangunan yang berkelanjutan, melalui kebijakan: 1) Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup; 2) Peningkatan Ketahanan Bencana dan Iklim; serta 3)
Pembangunan Rendah Karbon.
Guna mencapai agenda pembangunan tersebut, maka upaya-upaya yang
memberikan kontribusi dalam bentuk penciptaan inovasi teknologi yang mendukung
program pembangunan industri berkelanjutan yang memanfaatkan keunggulan dan
kemampuan sumberdaya hayati lokal menjadi sangat strategis. Ilmu pengetahuan dan
teknologi hayati yang merupakan teknologi kunci dalam membangun industri ramah
lingkungan ini perlu didorong dan ditingkatkan penerapannya secara maksimal oleh
masyarakat luas guna mendukung efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
hayati secara berkelanjutan.
Gambar 4. Kerangka Berfikir Alur Inovasi hingga Hilirisasi ke Dunia Usaha
Sebagai landasan bagi pengaturan inovasi teknologi dan ekosistem
pemanfaatan iptek dalam pengelolaan sumberdaya alam, Undang-Undang Sisnas
Iptek no 11 tahun 2019 berperan penting untuk mengkoordinasi seluruh kekuatan
tanpa adanya tumpang tindih sehingga dapat mempercepat proses peningkatan
kemandirian dan peningkatan daya saing bangsa. Hal ini merupakan isu mendesak,
Proyek Perubahan 12
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
agar pembangunan industri dapat selaras dengan kelestarian lingkungan hidup serta
dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Partisipasi masyarakat
luas memanfaatkan teknologi ramah lingkungan ini sangat diperlukan guna
memaksimalkan pendayagunaan potensi ekonomi dari sumberdaya alam hayati atau
disebut sebagai bioekonomi.
Bioekonomi menurut definisi McKinsey (2013) adalah kegiatan ekonomi yang
menghasilkan material, bahan kimia dan energi berasal dari sumber daya hayati yang
terbarukan. Indonesia sebagai negara tropis memiliki kekayaan keanekaragaman
hayati terbesar kedua dunia setelah Brazil.
Gambar 5. Bioekonomi dalam rangkaian nilai tambah produk
Namun potensi megabiodiversitas ini belum terkelola secara baik menjadi kekuatan
ekonomi. Melalui sentuhan inovasi teknologi, potensi mega biodiversitas ini
diharapkan dapat menjadi kekuatan ekonomi yang kokoh dengan membangun
industri berbasis sumberdaya hayati. Dalam rancangan proyek perubahan ini, akan
dibahas mengenai urgensi, strategi serta tahapan untuk memaksimalkan
pendayagunaan potensi mega biodiversitas Indonesia sebagai kekuatan ekonomi
melalui pembangunan dan penguatan ekosistem dijital yang memungkinkan inovasi
teknologi semakin luas diterapkan oleh masyarakat.
Proyek Perubahan 13
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
2. Kondisi Saat Ini
Peringkat index inovasi global (GII) Indonesia tahun 2018 menempati ranking
85 dari 126 negara dengan skor sebesar 29,8 (dari skala 0-100). Dengan skor GII
tersebut, Indonesia berada pada peringkat 13 dari 30 lower-middle-income countries
dan peringkat 14 dari 15 negara-negara Asia Tenggara dan Oceania. Sementara daya
saing Indonesia tahun 2019, menurun 5 peringkat menjadi ranking 50 dari 140 negara
dengan skor sebesar 64,6 yang menurun 2 poin dari tahun sebelumnya. Capaian Pilar
ke-12 Innovation capacity memperoleh skor terendah yaitu 38 dan menempati
peringkat ke 74. Jika dilihat dari kondisi ini jelas menunjukkan bahwa sebagai salah
satu komponen penting daya saing, inovasi dan pembangunan iptek belum menjadi
faktor pengungkit daya saing Indonesia.
Gambar 6. Isu Strategis Pembangunan Iptek
Dari tahun 2000 ke 2010 PDB Indonesia tumbuh 5,2%. Hanya sebesar 0,9%
bersumber dari total factor productivity (TFP), sisanya 3,5% dari modal finansial
(capital) dan 0,8% dari modal manusia. Kontribusi TFP ini lebih rendah dibandingkan
dengan Malaysia (1,2%) dan Thailand (2,4%). Melihat dari situasi ini, maka
pembangunan iptek dan inovasi menjadi suatu hal yang sangat krusial dan harus
segera untuk dilakukan. Pertengahan tahun ini, Indonesia baru saja mengesahkan UU
no 11 tahun 2019 tentang Sistem nasional Iptek. Harapannya, ini menjadi tonggak
Proyek Perubahan 14
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
dimulainya kontribusi iptek yang semakin signifikan sebagai penghela pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Dengan populasi sebesar 264,2 juta jiwa, Indonesia memiliki GDP per kapita
sebesar USD 3.870,6 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,8%. Sementara GDP
per kapita Singapura dan Thailand masing-masing dikisaran USD 64 ribu dan 7 ribu.
Agar Indonesia terlepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah dan menjadi
negara berpenghasilan tinggi (GDP per kapita diatas USD 14 ribu), Indonesia harus
memiliki nilai rata-rata pertumbuhan GDP diatas 7%. Namun faktanya, nilai rata-rata
pertumbuhan GDP 7% ini sulit dicapai karena pertumbuhan ekonomi terus tergerus
oleh dampak negatif pembangunan yang mengabaikan kualitas lingkungan. Hal ini
mendorong ketidakefisiensian dalam aktifitas pembangunan karena harus membayar
konsekuensi penurunan kualitas lingkungan.
Oleh karena itu dipandang sangat urgen untuk menumbuhkembangkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan pendayagunaannya
melalui strategi penguatan inovasi dan ekosistem industrialisasi sumberdaya alam
terutama di pedesaan guna mendorong daya saing nasional dan pembangunan yang
berkelanjutan. Sebagai landasan bagi pengaturan inovasi teknologi dan ekosistem
pemanfaatan iptek dalam pengelolaan sumberdaya alam, Undang-Undang Sisnas
Iptek no 11 tahun 2019 berperan penting untuk mengkoordinasi seluruh kekuatan
tanpa adanya tumpang tindih sehingga dapat mempercepat proses peningkatan
kemandirian dan peningkatan daya saing bangsa.
Dalam mengatasi permasalahan diatas dan sesuai amanat UU Sisnas Iptek no
11 tahun 2019, komponen-komponen penggerak inovasi seperti ekosistem inovasi,
kelembagaan, dukungan politik, dll perlu didorong untuk makin menguat dan efektif
berjalan. Penguatan komponen ekosistem inovasi ini akan :
1. Memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan inovasi teknologi;
2. Mendorong Lembaga untuk melaksanakan 7 peran kaji terap dalam
menghasilkan inovasi untuk peningkatan kemandirian dan daya saing
bangsa;
3. Mendorong difusi teknologi dan komersialisasi teknologi sebagai penghela
pertumbuhan ekonomi nasional;
Proyek Perubahan 15
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
4. Mengintegrasikan tata kelola inovasi teknologi yang ada di Lembaga-
lembaga litbang jirap;
5. Memberikan arah dan panduan pada penyelenggaraan inovasi teknologi
agar tercapainya tujuan strategi nasional
6. Mendorong kebijakan yang mendukung terbangunnya ekosistem inovasi
teknologi.
Dengan memanfaatkan berbagai inovasi teknologi sumberdaya hayati yang
telah dikembangkan, lembaga jirap seperti BPPT dapat menjadi motor penggerak
terobosan agar potensi sumberdaya hayati (genetika) dapat mendorong transformasi
bioekonomi menjadi semakin solid dan meluas. Hal yang krusial untuk itu adalah
adanya ekosistem penyebarluasan dan pendifusian teknologi hayati (agroindustri dan
bioteknologi) kepada masyarakat luas termasuk industri kecil dan menengah. Dari
tinjauan diatas, permasalahan yang harus segera dirumuskan penyelesaiannya dari
sisi pembangunan kapabilitas inovasi dan penguatan kapasitas ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah:
1. Bagaimana mendorong pengembangan rantai nilai dan rantai pasok produk
dari sumberdaya alam secara efektif dan efisien?
2. Bagaimana memperkuat tatakelola inovasi dan ekosistem industrialisasi
sumberdaya alam yang lebih lincah dan responsif dengan memanfaatkan
transformasi dijital ?
3. Tujuan Proyek Perubahan
Tujuan dari proyek perubahan ini adalah :
1. Untuk memberdayakan potensi ekonomi sumberdaya hayati agar dapat
menjadi kekuatan ekonomi baru melalui pembangunan ekosistem inovasi
dijital sehingga memperkuat difusi teknologi hayati.
2. Mengacu era dijital saat ini, ekosistem inovasi dijital mendorong industrialisasi
bahan baku hayati dan memberikan manfaat yang besar terutama untuk
menggerakkan perekonomian wilayah-wilayah yang secara geografis terpisah
yang jauh.
Proyek Perubahan 16
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
3. Mendukung perumusan kebijakan yang mengarah pada terwujudnya iklim
membangun yang lebih sehat dan berkelanjutan terutama untuk mengangkat
dan memberdayakan potensi ekonomi berbasis kekayaan sumberdaya hayati.
Secara kumulatif, semua hasil pemberdayaan ini akan mengangkat daya
saing nasional.
Gambar 7. Transformasi Bioekonomi menjadi fondasi pembangunan ekonomi dengan penguatan Iptek dan Inovasi
Proyek Perubahan 17
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
4. Manfaat Proyek Perubahan
Dengan keberhasilan proyek perubahan ini, manfaat yang akan diperoleh sebagai
outcome maupun dampak adalah sebagai berikut:
• Keberhasilan proses transformasi bioekonomi menjadi kekuatan ekonomi hijau
akan mendorong penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi dan
investasi: Inovasi dibidang bioekonomi menjadi sumber penting dalam
penciptaan lapangan kerja baik dilevel daerah maupun nasional, di perkotaan
dan di pedesaan, serta terbukanya peluang pasar baru untuk produk bio seperti
bio fuel, makanan serta produk berbasis bio lainnya.
• Memperkuat basis industri melalui tumbuhnya inovasi-inovasi teknologi baru
berbasis sumberdaya hayati dan makanan akan memperkuat pertumbuhan
GDP, menciptakan ekonomi melingkar yang ramah sumberdaya.
• Meningkatkan keterkaitan bioekonomi didalam peta jalan pertumbuhan
ekonomi hijau: Hal ini sesuai dengan fokus dari peta jalan pertumbuhan
ekonomi hijau dalam memitigasi perubahan iklim. Bioekonomi dengan berbagai
teknik penerapannya mampu berkontribusi dalam menghadapi perubahan iklim
baik dengan cara paling sederhana yaitu memanfaatkan ulang limbah
pertanian hingga yang kompleks seperti membuat material-material baru
berbasis sumberdaya hayati seperti bioplastik dll.
• Menghasilkan inovasi teknologi yang memberikan manfaat kepada sektor
industri manufaktur berupa:
o peningkatan aktifitas sektor industri manufaktur namun tidak
mengabaikan lingkungan, meminimalisasi limbah dan emisi gas rumah
kaca dari aktifitas industri dengan memanfaatkan teknologi bio-
engineering seperti biokatalis dan agen hayati
o peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, penerapan energi
terbarukan dan sistem integrasi data yang akan mempercepat
pembangunan industri manufaktur berkelanjutan
o mendukung perluasan program industri hijau nasional
o menjadi solusi teknologi dengan melibatkan lintas unit kerja dan institusi
memanfaatkan kompetensi unggulan BPPT dalam berbagai inovasi
teknologi
Proyek Perubahan 18
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
BAB II. DESKRIPSI PROYEK PERUBAHAN
Proyek perubahan dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional tingkat I yang
berjudul “Penguatan e-Ekosistem Inovasi Teknologi Sumberdaya Hayati Mendukung
Transformasi Bio-ekonomi Menjadi Kekuatan Ekonomi Hijau” ini diusung sebagai
terobosan baru untuk mewujudkan pembangunan inovasi di masyarakat secara luas
dengan memanfaatkan hasil pengembangan teknologi dalam negeri. Saat ini,
kekayaan alam berlimpah yang dimiliki Indonesia belum banyak dikelola dengan
sentuhan teknologi sampai menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. Umumnya,
kekayaan alam masih dikelola sebagai komoditas mentah dan dijual dengan nilai
tambah rendah. Hal ini menjadi penyebab rendahnya kontribusi sumberdaya alam
bagi pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi lebih banyak bertumpu
pada konsumsi masyarakat dan penyerapan anggaran pemerintah.
Pemberian nilai tambah terhadap komoditas sumberdaya alam ini sangat
penting bagi pembangunan ekonomi nasional. Dengan adanya aktifitas pemberian
nilai tambah terhadap komoditas sumberdaya alam, maka akan terbangun supply
chain dan aktifitas-aktifitas ekonomi yang menyerap tenaga kerja dan
mendistribusikan kesejahteraan secara merata bagi masyarakat luas. Untuk
terjadinya aktifitas pemberian nilai tambah terhadap komoditas tersebut, kuncinya
adalah inovasi dan industrialisasi. Tentunya faktor-faktor lain seperti regulasi,
investasi, pasar dll yang terkait kemudahan berusaha (business easy doing) pun
sangat mempengaruhi terjadinya industrialisasi dalam proses pemberian nilai tambah.
Kapabilitas inovasi adalah hal yang sangat menentukan apakah suatu negara
akan berhasil menjadi negara makmur atau justru terjebak dalam midle income trap.
Setiap tahun, World Economic Forum membuat suatu kriteria dan pengukuran khusus
kepada setiap negara didunia (140 negara) dan menilai ketahanan dan daya saing
negara-negara tersebut berdasarkan 12 pilar dan salah satunya adalah pilar indikator
kapabilitas inovasi. Namun sayang, Indonesia selalu menempati ranking rendah
dalam hal indikator kapabilitas inovasi dibanding negara-negara lain di dunia (lihat
Gambar 2).
Kapabilitas inovasi ini tidak bisa dibangun dalam sesaat. Anggaran pemerintah
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja tidak cukup untuk dapat
Proyek Perubahan 19
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
membangun kapabilitas inovasi yang kuat. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
terbangunnya kapabilitas inovasi, seperti bagaimana membangun ekosistem yang
mendukung kemudahan penerapan hasil-hasil riset ilmu pengetahuan dan
perekayasaan teknologi ke tengah masyarakat, bagaimana membangun hubungan
yang sinergis antara pemerintah, institusi riset dan inovasi serta dunia usaha,
bagaimana pemerintah menyiapkan program-program yang menjaga konstrain
aktifitas eksplorasi sumberdaya alam sehingga tidak menimbulkan dampak negatif
pembangunan, dst.
Gambar 8. Ekosistem Inovasi menurut MIT Practical Impact Alliance
Dalam hal membangun kapabilitas inovasi, banyak negara-negara
berkembang yang mencoba mereplikasi keberhasilan pembangunan di negara-
negara maju, namun justru banyak yang menemui kegagalan. Salah satu
penyebabnya adalah gagalnya negara tersebut dalam membangun dan
mengembangkan ekosistem inovasi (Gambar 9). Ada negara yang terperangkap
kedalam nascent innovation ecosystem yaitu ekosistem inovasi yang terus menerus
tidak berkembang sejak didirikan sehingga menjadi eksosistem yang tidur (dormant
innovation ecosystem). Ada negara yang terterangkap kedalam lopsided innovation
ecosystem yaitu ekosistem inovasi yang timpang antara lain karena ketimpangan
aktor (ada yang dominan dan ada yang lemah), ketimpangan alokasi sumberdaya,
ketimpangan lingkungan yang mendukung sehingga inovasi tidak/kurang berdampak
terhadap perekonomian. Ada juga negara yang terperangkap kedalam disconnected
Proyek Perubahan 20
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
innovation ecosystem yaitu ekosistem inovasi yang aktornya tidak mampu
berkoordinasi dan berkolaborasi karena berbagai alasan seperti ketiadaan atau
kurangnya trust.
Sebagaimana Gambar 9 diatas, inovasi terdiri dari banyak aktor. Aktor-aktor
ini masing-masing memiliki peran dan harus dapat melaksanakan peran tersebut
dengan optimal. Aktor-aktor tersebut adalah :
• LEMBAGA RISET & PENDIDIKAN. Aktor ini berperan melakukan riset,
pendidikan dan pelatihan. Riset dikategorikan sebagai riset dasar, riset
terapan dan riset pengembangan (R&D).
• BISNIS. Aktor ini terdiri dari wirausaha pebisnis pemula (start-up),
pebisnis kecil, pebisnis menengah sampai pebisnis besar.
• PEMERINTAH. Aktor ini mulai dari pemerintah pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan lembaga pemerintah sektoral.
• LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT. Aktor ini mulai dari lembaga
yang berbasis komunitas, lembaga nirlaba, lembaga swadaya
masyarakat nasional dan lokal.
• LEMBAGA PENDANAAN. Aktor ini yang menyediakan dana seperti
hibah, pinjaman, ekuiti, dan produk finansial lainnya termasuk
pendanaan dari angel investor dan venture capital.
• JEJARING. Aktor ini antara lain komunitas ilmiah, aliansi pengusaha,
dan jejaring masyarakat, kelompok idividu baik formal maupun informal.
Melalui kegiatan masing-masing maupun melalui interaksi (koordinasi dan
kolaborasi) dari setiap aktor-aktor tersebut, maka akan terjadi suatu kegiatan
menciptakan, mendukung dan memungkinkan terjadinya inovasi. Inovator
mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan cara baru atau cara yang lebih
baik dalam memproduksi barang/jasa atau memperbaiki proses. Inovator secara
individu atau bersama sama dengan aktor lainnya memiliki peran penting didalam
ekosistem inovasi. Lalu para aktor tersebut dipertemukan melalui jaringan sosial atau
melalui mata rantai pengembangan sebagai faktor fundamental dalam proses
berinovasi. Kegiatannya adalah membangun jejaring, melakukan mediasi, dan
mengembangkan rantai pasok, membangun trust diantara para aktor inovasi.
Proyek Perubahan 21
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Dengan optimalnya para aktor menjalankan perannya untuk melakukan inovasi,
menghubungkan masing-masing aktor, merayakan keberhasilan, melakukan
advokasi, mendanai, berbagi ilmu pengetahuan, memberikan pelatihan,
mempertemukan dan memfasilitasi, maka kegiatan pembangunan inovasi di suatu
negara akan berjalan dengan sangat cepat. Namun sebaliknya, jika peran aktor tidak
terisi karena aktornya tidak ada, tidak efektif atau tidak berfungsi (tidak perform), maka
aktor tidak saling terhubungkan (disconnect) karena buruknya koneksi atau karena
tidak adanya trust atau tidak terciptanya saling berbagi informasi dan sumberdaya
atau karena aktor tidak mau berkoordinasi, sehingga pembangunan inovasi di suatu
negara tersebut akan gagal.
Mempertemukan & memfasilitasi pertemuan semua aktor didalam ekosistem
inovasi dan memfasilitasi terjadinya interaksi yang produktif melalui kelompok kerja,
lokakarya, satuan tugas, atau melalui platform inovasi adalah hal yang sangat urgent
dan memegang peranan penting bagi keberhasilan inovasi. Saat ini, upaya-upaya
fasilitasi seperti ini di Indonesia masih sangat minim dan tidak perform. Upaya-upaya
fasilitasi masih dilakukan dengan metode konvensional yang memakan biaya dan
waktu sehingga tidak efektif. Untuk itu, sangat diperlukan sebuah strategi fasilitasi
yang lebih cepat dan efektif memanfaatkan terobosan platform dijital. Melalui
terobosan “Penguatan e-Ekosistem Inovasi Teknologi Sumberdaya Hayati
Mendukung Transformasi Bio-ekonomi Menjadi Kekuatan Ekonomi Hijau” inilah upaya
fasilitasi itu sedang disiapkan dan akan dilakukan.
Melalui terobosan e-ekosistem ini, fasilitasi dapat berfungsi membagi
pengetahuan diantara para aktor (peneliti, entrepreneur, pebisnis, pemodal,
konsumen) agar berkontribusi terhadap inovasi dan penyebaran informasi didalam
ekosistem inovasi. Berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing) ini meliputi berbagi
pengetahuan ilmiah, teknis, praktis, informasi dan intelijen bisnis. Inovasi
membutuhkan melakukan sesuatu dengan cara baru sehingga dari setiap aktor
diperlukan perubahan mindsets, keahlian, dan kapabilitas baru. Melalui fasilitasi e-
ekosistem ini, masyarakat dapat diberikan pelatihan dan capacity-building baik itu
pelatihan teknis maupun pelatihan keahlian bisnis dan kepemimpinan yang
merupakan faktor kunci dalam proses inovasi didalam ekosistem inovasi. Fasilitasi e-
ekosistem ini juga dapat menjadi penghubung bagi inovator dan sumber pendanaan.
Pendanaaan merupakan faktor yang sangat esensial didalam ekosistem inovasi mulai
Proyek Perubahan 22
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
dari filantropi, pendanaan hibah sampai kredit, pinjaman, dan investasi dalam bentuk
ekuiti. Didalam ekosistem inovasi yang sehat berbagai ragam bentuk pendanaan
tersedia sesuai dengan keragaman dan kebutuhan setiap tahap dari inovasi.
Sebagai objek inovasi, sumberdaya alam memegang peranan penting.
Karakteristik lingkungan termasuk natural heritage, natural capital dan sumberdaya
lingkungan memberikan konteks dan sebagai katalis bagi lahirnya inovasi.
Lingkungan alam memberikan peluang, tantangan, kendala dan ruang untuk
berinovasi termasuk penyediaan bahan baku yang dibutuhkan selama proses
berinovasi. Melalui inovasi, eksplorasi sumberdaya alam tidak lagi dilakukan secara
linier seperti misalnya meningkatkan kapasitas pertanian dengan ekspansi lahan
secara membabi buta, namun akan mempertimbangkan keseimbangan alam dan
kesinambungan pembangunan. Eksplorasi alam akan memperhatikan beban
lingkungan yang ditimbulkan, dampak-dampak sosial, ekonomi, budaya dan politik,
serta urgensi pembangunan yang berkelanjutan. Ketika batasan konstrain ini
diabaikan, maka akan terjadi dampak-dampak negatif akibat eksplorasi sumberdaya
alam seperti bencana alam, kerusakan lingkungan, konflik antar masyarakat, dsb. Hal
inilah yang menjadi inti dari kekuatan ekonomi hijau, dimana pemanfaatan
sumberdaya alam dilakukan dengan perspektif pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia saat ini belum
terstruktur dan terkelola dengan baik. Melalui lahirnya Undang-Undang tentang
Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi no 11 Tahun 2019, muncul harapan
agar Indonesia memiliki rencana pembangunan nasional berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologi serta inovasi. Sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4 diatas,
Undang-Undang Sisnas Iptek no 11 tahun 2019 berperan penting untuk
mengkoordinasi seluruh kekuatan tanpa adanya tumpang tindih sehingga dapat
mempercepat pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendorong
peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa. Tujuan utama lahirnya undang-
undang tersebut adalah dalam rangka menyiapkan sumberdaya manusia yang unggul
dalam melakukan pembangunan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi serta
inovasi. Ilmu pengetahuan, keahlian, kapasitas dan kompetensi yang memungkinkan
orang menghasilkan inovasi, mendukung proses inovasi, dan berkontribusi bagi
peekonomian melalui penciptaan barang, jasa dan gagasan baru. Sumberdaya
manusia adalah individu dan kelompok yang memiliki pengetahuan/teknologi.
Proyek Perubahan 23
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Dalam rancangan teknokratis RPJMN IV, agenda pembangunan akan
memfokuskan pada pendayagunaan potensi sumberdaya hayati sebagai kekuatan
ekonomi, namun tetap memperhatikan kelestarian kekayaan hayati. Ilmu
pengetahuan dan teknologi harus mampu menjawab tantangan dan target pemerintah
tersebut. Dengan berbasis hasil kajian ilmu pengetahuan dan teknologi, Pemerintah
dapat mengusulkan dan mengusung program-program yang sesuai dengan
kebutuhan sehingga agenda berjalan efektif. Agar program-program yang terkait
dengan rencana pencapaian agenda tersebut dapat berjalan efektif, diperlukan
pengelolaan ekosistem yang mendukung. Dengan tersedianya ekosistem yang
memadai, program-program pemerintah yang memfokuskan pendayagunaan potensi
sumberdaya hayati sebagai kekuatan ekonomi akan mudah mencapai tujuannya.
Untuk itulah, ekosistem perlu dibangun, sehingga tujuan dari program-program
pemerintah dapat mencapai sasarannya yaitu kesejahteraan masyarakat seutuhnya.
Gambar 9. Ekosistem inovasi dan kewirausahaan
Berbicara tentang ekosistem, sebagaimana diuraikan diatas, tentunya memiliki
cakupan yang sangat luas. Ekosistem ini akan mempertemukan antara kegiatan
inovasi dan dunia usaha (Gambar 10). Menurut definisi, ekosistem adalah kumpulan
komponen-komponen pembentuk yang saling terkait dan membutuhkan untuk dapat
tumbuh dan berkembang secara organik. Dalam konteks ilmu pengetahuan dan
teknologi, ekosistem inovasi adalah keterkaitan antar pemangku kepentingan dalam
melakukan aktifitasnya melalui kolaborasi dan kerja sama untuk menghasilkan
lingkungan yang mendukung aktifitas inovasi. Untuk itu, diperlukan adanya
pembatasan ruang lingkup agar tujuan dari proyek perubahan ini dapat tercapai tepat
waktu dan tepat sasaran.
Proyek Perubahan 24
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam kegiatan proyek perubahan ini dibatasi sesuai dengan
maksud dan tujuan pembangunan ekosistem inovasi yaitu untuk pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mendorong pengelolaan sumberdaya hayati yang
berkelanjutan. Sebagai infrastrukturnya, ekosistem yang dibangun adalah jaringan
inovasi yang memanfaatkan teknologi informasi dengan fitur-fitur yang memudahkan
terjadinya transaksi bisnis B to B antar aktor inovasi. Dengan demikian, setiap
tahapannya akan menghasilkan beberapa output kunci di setiap tahapan proyek, yang
terbagi sebagai berikut:
I. Jangka Pendek:
a. Rancangan bisnis model aggregator SIMBio-Net (P)
b. Disain Dashboard Interaktif PABRIKU (P)
c. Rancangan Peraturan Badan tentang Tatakelola Ekosistem Inovasi
Bioekonomi berbasis Industri hijau (P)
II. Jangka Menengah
a. Bisnis model bioekonomi aggregator (M)
b. Dashboard interaktif PABRIKU (M)
c. Rekomendasi Teknologi berbasis Kajian dan analisis data (M)
d. Kepka BPPT tentang Tatakelola inovasi Bioekonomi berbasis Industri
hijau (M)
III. Jangka Panjang
a. e-Ekosistem inovasi untuk pemanfaatan potensi ekonomi sumberdaya
hayati (Pa)
b. Forum sosialisasi Kepka BPPT tentang Tatakelola inovasi Bioekonomi
berbasis Industri hijau (Pa)
Proyek Perubahan 25
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
2. Kerangka Berfikir
Sebagai landasan berfikir, Proyek Perubahan ini mengacu pada Undang-
Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana kegiatan
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan yang menghasilkan invensi, dan
kemudian dilanjutkan dengan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sehingga
menghasilkan Inovasi harus menjadi solusi dari permasalahan dan landasan bagi
pembangunan nasional (Gambar 11). Aliran proses inovasi sebagaimana
digambarkan dalam ilustrasi dibawah, merupakan hasil dari kegiatan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi yang dibangun atas dasar berbagai inputan, baik melanjutkan
hasil-hasil invensi, penugasan, maupun atas dasar kebutuhan rekayasa balik. Dalam
konteks pembangunan ekonomi, Ilmu pengetahuan dan Teknologi yang disiapkan
hingga menjadi sebuah inovasi tersebut harus dapat terhubung ke dunia usaha
melalui peran-peran yang dijalankan oleh aktor-aktor inovasi. Selain menghasilkan
kebijakan dan rekomendasi bagi pembangunan nasional, melalui dukungan dari
Pemerintah Pusat dan Daerah, inovasi teknologi harus menjadi inisiasi bagi
terbangunnya kewirausahaan.
Gambar 10. Alur berfikir kebutuhan ekosistem inovasi
Proyek Perubahan 26
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Ekosistem kewirausahaan berbasis inovasi ini pada akhirnya akan mendorong
budaya technopreneurship di setiap aktifitas ekonomi masyarakat. Di masa
mendatang, masyarakat tidak lagi menjadi penonton bagi hadirnya berbagai produk
asing yang dijual di pasar domestik baik melalui jalur online maupun offline. Melalui
wadah ekosistem inovasi, ke depan masyarakat akan didorong menjadi pemain di
rumah sendiri dan menentukan pasar bagi produk-produk berbasis sumberdaya alam.
Gambar 11. Semangat perubahan melalui penguatan industri
Pada gambar 12 diatas, dijelaskan pentingnya merubah mindset masyarakat
tentang pemanfaatan sumberdaya hayati sebagai sumber pemasukan bagi
perekonomian nasional. Saat ini, produk yang dihasilkan dari hasil pertanian,
perkebunan, perikanan dan perhutanan lebih banyak dimanfaatkan sebagai
komoditas bahan baku dan hanya dikemas untuk memudahkan pengiriman. Rantai
pasok tanpa pemrosesan nilai tambah ini, secara jangka pendek memberikan
keuntungan, namun tidak terlalu besar. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada gambar
13 berikut. Di pedalaman hutan sepanjang pulau Sumatera, tumbuh tanaman rotan
spesies Daemonorops Draco yang ditemukan oleh seorang ahli botani Belanda Kohler
tahun 1897. Tanaman berdahan penuh duri ini, memiliki buah bersisik kemerahan dan
kulitnya kasar diselimuti oleh zat seperti resin (Gambar 13 kiri). Resin berwarna
kemerahan ini telah lama digunakan oleh masyarakat pedalaman sebagai pewarna,
Proyek Perubahan 27
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
dupa dan bahan obat tradisional. Resin tersebut diambil dengan cara dikikis dan
dikumpulkan menjadi berupa serbuk merah. Buah kering ini dijual oleh masyarakat
per 1 kg seharga kisaran Rp. 50 ribu. Jika diambil resinnya, tiap 20 kg buah dapat
diperoleh 1 kg serbuk resin dan dijual seharga Rp. 3 juta (perkiraan harga pasar per
November 2019). Artinya, dengan sedikit proses, maka akan didapat keuntungan
kotor sekitar Rp 2 juta per kg serbuk (sebelum dipotong biaya pengiriman, pajak, dll).
Bagi masyarakat awam, keuntungan ini dirasa sudah cukup besar, namun jika
diproses lebih jauh menggunakan teknologi ekstraksi hasil pengembangan riset dalam
negeri, maka akan diperoleh produk dengan standar ekspor atau standar negara
tujuan dengan harga yang berlipat (Rp. 15 jt per kg). Sehingga dari hasil komoditas
ini saja, maka akan dimungkinkan terjadi perdagangan (ekspor) produk bernilai tinggi
dengan nilai diatas 10 juta USD (Rp 150 Milyar per tahun). Ada ratusan bahkan ribuan
komoditas lainnya seperti ini yang dapat dikembangkan menjadi produk bernilai tinggi
yang akan terakumulasi menjadi kekuatan ekonomi nasional.
Gambar 12. Contoh produk hayati dari hasil hutan
Dari ilustrasi diatas, maka dapat dipahami bahwa proses industrialisasi hasil
pengelolaan sumberdaya hayati ini sangat penting dilakukan guna meningkatkan
kontribusi sumberdaya hayati bagi perekonomian nasional. Melalui inovasi dan difusi
teknologi, maka produk komoditas alam dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi
dan dapat diserap di pasar global. Sehingga masyarakat banyak akan mendapatkan
lebih banyak manfaat dari hasil budidaya atau panennya. Jika proses industrialisasi
ini tersosialisasi dan teraplikasi secara sistematis, maka diyakini akan dapat
Proyek Perubahan 28
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
membangkitkan sumber kekuatan ekonomi baru berbasis sumberdaya hayati atau
disebut kekuatan Bioekonomi.
Dalam rangka membangun program industrialisasi ke dalam pengelolaan
sumberdaya hayati, sangat diperlukan adanya ekosistem yang mendukung. Dengan
adanya ekosistem inovasi yang mendukung dunia usaha sebagaimana diilustrasikan
pada Gambar 10 diatas, maka kegiatan industrialisasi sumberdaya hayati akan dapat
terwujud. Wikipedia.org menjelaskan, “Industrialisasi adalah suatu proses perubahan
sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi
masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana
masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam
(spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian
dari proses modernisasi di mana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat
hubungannya dengan inovasi teknologi”. Dari deskripsi tersebut, dapat dipahami
bahwa kegiatan industrialisasi adalah kegiatan ekonomi yang bertumpu pada suatu
proses pemberian nilai tambah.
Gambar 13. Komponen Proses Industri
Untuk proses pemberian nilai tambah, maka diperlukan bahan baku, sarana
produksi, metode pemrosesan dan tenaga ahli yang melakukan proses tersebut. Pada
Proyek Perubahan 29
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
ujung dari proses, yaitu outputnya, akan diserap oleh pasar. Jadi kelima komponen
tersebut merupakan hal utama yang harus ada dalam kegiatan industri. Berbagai
sumberdaya alam hayati yang selama ini dijadikan komoditi yang layak maupun tidak
layak diperdagangkan dapat dimasukkan sebagai kategori bahan baku. Hal ini
sejatinya tidak ada bahan alam yang tidak berguna, semuanya pasti berguna dan
dapat dimanfaatkan asal ada metode pemrosesan yang tepat dan menghasilkan
berbagai produk bernilai tinggi dan dapat diserap pasar. Sebagai contoh telah
diuraikan diatas di Gambar 13 adalah buah jernang (dragon blood) yang menjadi
bahan baku penting industri herbal medicine China. Contoh lainnya adalah bekatul
yang merupakan limbah dari pemrosesan padi menjadi beras putih. Dalam
cuplikannya di Riausky.com, KaBulog Buwas menyampaikan permasalahan terkait
berlimpahnya limbah bekatul yang belum dikelola dengan baik.
“Ternyata ada poduk kualitas yang dihasilkan dari beras, yaitu bekatul atau
dedak. Itu dulu untuk pakan ayam dan ikan. Tapi orang asing yang mengerti
kualitas pangan mereka mengkonsumsi itu dedek. Lihat saja di Ranch Market
harga bekatul itu mahal. Timbul pemikiran saya kita memproduksi beras kok itu
kita abaikan, padahal punya nilai ekonomis dan jelas nilai vitamin yang tinggi
karena itu ada di kulit ari-nya beras. Akhirnya saya bilang Direksi coba pikir ini
akan jadi produk kita. Tapi tidak baku, bagaimana kalau kita bikin jadi tepung,
bahan dasar kue pengganti terigu," urainya.
Hal ini menjadi contoh dimana limbah biomaspun bisa menjadi bahan baku bagi
industri karena ada sebuah riset yang dilakukan di BPPT menyatakan bahwa limbah
bekatul dapat dibiokonversi menjadi vanilla yang bermutu tinggi dan bernilai jual layak
ekspor. Dilansir dari Metro.uk (08/05), harga bubuk vanila sekitar £443 (Rp.
8.417.000,-) per kilogram. Harga ini jauh lebih mahal dari pasaran harga perak di
Inggris. Bubuk vanilla ini sangat dibutuhkan dalam industri Ice cream yang sangat
populer di Eropa.
Proyek Perubahan 30
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
3. Deskripsi Inovasi Yang Dikembangkan
Melalui pemahaman pada kerangka berfikir diatas, maka didapat korelasi
antara aktor-aktor yang berperan dalam suatu ekosistem inovasi, dan saling
berkontribusi positif kepada tujuan besar pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai amanat Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi no 11 tahun 2019. Proyek perubahan yang diusulkan ini mengusung topik
“bagaimana membangun bioekonomi sebagai kekuatan ekonomi baru dengan
meningkatkan nilai tambah terhadap sumberdaya hayati melalui proses industrialisasi
yang menggunakan hasil inovasi dalam negeri?”. Topik ini kemudian diuraikan ke
dalam sebuah konsep bisnis model e-ekosistem inovasi teknologi sumberdaya hayati.
Konsep bisnis model ini kemudian diimplementasikan dalam sebuah platform dijital
Simbio-net project dengan nama D’Pabriku, kependekan dari Dijital Platform
Agregrasi Bisnis berbasis Riset dan Industrialisasi Komoditas dan Usaha Tani.
Gambar 14. Perubahan yang diharapkan
Inovasi dalam proyek perubahan tersebut diatas, diilustrasikan pada Gambar
15. Inovasi yang dilakukan ini untuk merubah situasi yang terjadi saat ini, dimana
sumberdaya hayati Indonesia kurang optimal diberdayakan dan belum memberikan
kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Hal ini terjadi karena
pengelolaan sumberdaya hayati masih tergantung pada produk komoditas bernilai
Proyek Perubahan 31
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
tambah rendah. Sehingga keekonomian dari sumberdaya alam ini juga rendah. Upaya
yang perlu dilakukan untuk mengatasi ini adalah dengan memfasilitasi komponen-
komponen yang diperlukan untuk terbangun sebuah situasi dan sistem dimana
produk-produk komoditas dan hasil pertanian dapat diberikan nilai tambah melalui
industrialisasi dan penerapan inovasi teknologi. Sistem yang diusulkan sebagaimana
gambar 15 diatas adalah Simbio-net project, kependekan dari Jaringan Sistem
Informasi Manajemen Pengembangan Bioproduk. Jaringan sistem ini akan menjadi
backbone bagi terbangunnya ekosistem dijital D’Pabriku, dimana jaringan ini akan
menjadi rumah bagi terkumpulnya data dan informasi yang diperlukan bagi
pelaksanaan bisnis pembuatan bioproduk. Harapannya, jaringan ini akan
mengakuisisi dan mengumpulkan data aktifitas bisnis dan menjadi feedback bagi
kegiatan bisnis selanjutnya. Demikian seterusnya diharapkan siklus ini akan terus
hidup dan berkembang seiring berjalannya waktu. Sistem jaringan Simbio-net akan
semakin kuat dan berkembang ke arah perbaikan ekosistem, sehingga dapat
mencapai tujuan akhirnya yaitu tercapainya pemanfaatan potensi bioekonomi secara
maksimal menjadi kekuatan ekonomi nasional.
Gambar 15. Ekosistem Inovasi Dijital
Proyek Perubahan 32
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
4. Pentahapan (Milestone)
Untuk mencapai tujuan dari inovasi ini yaitu tercapainya pemanfaatan potensi
bioekonomi secara maksimal menjadi kekuatan ekonomi nasional, maka tahapan
yang sedang dan akan dilakukan terbagi menjadi tiga. Tahapan yang pertama adalah
tahapan jangka pendek, dimana implementasi dari proyek perubahan dilakukan
selama masa off campus dari tanggal 11 September hingga 25 November 2019.
Tahapan ini disebut tahapan prototyping e-ecosystem. Pada tahapan ini, kegiatan
implementasi inovasi diawali dengan merancang konsep bisnis D’PABRIKU sebagai
platform penyedia informasi yang diperlukan oleh seseorang yang ingin membangun
bisnis bioproduk. D’Pabriku ini dirancang untuk membangun ekosistem inovasi dijital
yang sehat dan tumbuh secara organik memanfaatkan inovasi teknologi dalam negeri
guna mengolah dan memberikan nilai tambah bagi komoditas/produk pertanian
menjadi bioproduk yg bernilai tinggi. Rancangan konsep bisnis ini kemudian
dituangkan dalam suatu dashboard system untuk memudahkan masyarakat
mengakses data dan informasi dan memberikan fasiliitasi bagi masyarakat untuk
membangun produk (Gambar 16). Pada tahapan ini juga akan dirancang sebuah
peraturan pendukung guna memperkuat posisi dan legalitas pelaksanaan proyek
perubahan ini dalam bentuk Peraturan Badan.
Tahapan Jangka Pendek:
1. Terbentuk dan terelaborasinya tim efektif
2. Terkumpulkannya data dan informasi awal
3. Tersedianya rancangan bisnis model SIMBio-Net
4. Tersedianya disain platform Dashboard Interaktif SIMBio-Net
5. Terkumpulnya persiapan pembuatan Peraturan BPPT tentang Tatakelola
Inovasi Bioekonomi berbasis Industri hijau
Tahapan selanjutnya adalah tahapan Jangka Menengah, yang dilakukan
setelah kegiatan pendidikan dan pelatihan selesai guna melanjutkan dan
mematangkan hasil-hasil dari tahapan Jangka Pendek. Tahapan ini akan dilakukan
dalam kurun waktu 1 tahun sejak Desember 2019 hingga akhir 2020. Pada tahapan
ini, diharapkan semua rancangan dan konsep bisnis e-ekosistem menjadi semakin
matang dan siap dilaunching ke tengah-tengah masyarakat. Dalam masa-masa awal
Proyek Perubahan 33
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
penerapan, aktifitas dan kinerja D’Pabriku maupun Jaringan Sistem Simbio-net akan
dimonitor dan dilakukan perbaikan atau penguatan jika diperlukan. Pada tahapan ini
pula diharapkan preliminary data semakin terkumpul dan diperlukan upaya-upaya
promosi dan sosialisasi agar data dan informasi semakin terkumpul lebih banyak. Hal
ini sangat diperlukan mengingat validitas sistem dan dashboard harus bisa diuji dan
dipastikan kehandalannya. Pada tahapan ini pula, peraturan pendukung legalitas
implementasi e-ekosistem dijital, diharapkan sudah terbit dan dapat menjadi acuan
bagi pelaksanaan implementasi selanjutnya.
Tahapan Jangka Menengah:
1. Terbangunnya bisnis model dan dashbord interaktif siap aplikasi
2. Terkumpulnya basic data untuk validasi bisnis model SIMBio-Net
3. Tersiapkannya masukan (rekomendasi) dalam rangka penguatan outlook
bioekonomi berdasarkan model bisnis SIMBio-Net
4. Tersedianya rekomendasi dalam bentuk Peraturan Kepala BPPT tentang
Tatakelola Inovasi Bioekonomi
Pada tahapan yang paling akhir adalah tahapan Jangka Panjang. Tahapan ini
menjadi harapan bagi terealisasinya visi perubahan yang diusung. Perubahan yang
diharapkan terjadi adalah terjadinya peningkatan kontribusi keekonomian dari
pengelolaan sumberdaya hayati. Semakin banyak bioproduk-bioproduk yang
dihasilkan dari aktifitas industri pengolahan sumberdaya hayati, akan menjadi bukti
bagi keberhasilan proyek perubahan yang sesungguhnya. Total factor productivity
(TFP) dari aktifitas inovasi teknologi akan mulai dapat diukur dan dipastikan arah
kecenderungannya. Indikator ini akan diolah dan menjadi sebuah rekomendasi yang
siap diusulkan guna merancang kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah
dalam mengembangkan potensi kekayaan alam yang dimilikinya dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi ke dalam berbagai
aktifitas ekonomi masyarakat.
Tahapan Jangka Panjang:
1. Terbangunnya e-ekosistem pemanfaatan potensi ekonomi sumberdaya
hayati guna mendukung pembangunan bioekonomi yang kokoh
Proyek Perubahan 34
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
2. Terlaksananya implementasi dan sosialisasi Keputusan Kepala BPPT
tentang Tatakelola Inovasi Bioekonomi berbasis Industri hijau guna
meningkatkan keterlibatan masyarakat luas terkait pemanfaatan potensi
ekonomi sumberdaya hayati.
5. Tata Kelola Proyek
Dalam rangka pelaksanaan proyek perubahan, maka dibutuhkan personil
internal unit kerja dan berkolaborasi dengan personil lainnya sebagai tim efektif.
Dengan demikian, komponen tim efektif dapat berasal dari internal maupun eksternal
dimana masing-masing memiliki deskripsi pekerjaan dan target hasil.
Gambar 16. Tim Efektif Proyek
Tugas tim dan target hasil:
1. Koordinator Proyek bertugas menyiapkan, merencanakan, mengelola dan
mengatur sumberdaya proyek.
Koordinator Project: Dr. Asep Riswoko, B.Eng, M.Eng
2. Manajer Pengembangan Digital dan Platform (DPD) bertugas menyiapkan
segala keperluan terkait, merancang ekosistem serta dijitalisasi PABRIKU
hingga pengelolaannya.
Target hasil berupa: Dashboard Interaktif dan PABRIKU
Manajer DPD: Dicky Adihayyu ST
3. Manajer Pengembangan Inovasi dan Teknologi (ITD) bertugas menyiapkan
data kebutuhan inovasi dan rekayasa teknologi, merancang tahapan kesiapan
teknologi serta mengelola pelaksanaan pengembangannya.
Target hasil berupa: Teknologi siap pakai, Bioproduk hasil teknologi
Proyek Perubahan 35
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Manajer ITD: Maria Ulfah ST, MT
4. Manajer Pengembangan Network dan Rantai Nilai (NVC) bertugas menyiapkan
bisnis model SIMBIO-Net, merancang dan mengkaji kebijakan yang diperlukan.
Target hasil berupa: bisnis model dan kebijakan/peraturan kepala
Manajer NVC: Teguh Baruji ST, MT
• Tim IT dibantu oleh vendor: CV Redim Infotech Solusindo yang berlokasi di
Tangerang Selatan.
• Tim Advokasi hukum dibantu oleh: Biro Hukum, Kerjasama dan Hubungan
Masyarakat (HKH) BPPT.
6. Peta Sumber Daya
Proyek perubahan adalah proyek yang bersifat kolaboratif. Proyek ini tidak
dapat diwujudkan tanpa adanya bantuan dan dukungan serta partisipasi dari banyak
pihak. Data yang nantinya akan diperoleh guna dijadikan sebagai basisi analisa faktor
produktifitas pun akan didapat melalui banyaknya partisipasi dalam sistem Simbio-net
melalui dashboard D’Pabriku. Untuk itu, selain merancang dan menyiapkan konsep
bisnis model serta membangun platform berbasis website yang dikerjakan oleh tim
efektif, kegiatan proyek perubahan ini juga akan banyak melibatkan stakeholder baik
berasal dari kementerian / lembaga, industri-industri terkait, pemerintahan desa,
koperasi, juga perusahaan jasa lainnya.
Mengingat banyaknya potensi stakholder yang terlibat, maka untuk menguarai
keberadaan dan menyiapkan strategi komunikasinya, diperlukan pengelompokan dan
pemetaan berdasarkan 4 zona stakeholder. Dalam diagram Gambar 18 dibawah, ada
4 zona yang dibuat berdasarkan tingkat interest (ketertarikan pada proyek) dan
influence (pengaruhnya terhadap keberhasilan proyek). Zona 1 disebut zona laten,
zona 2 adalah zona promotor, zona 3 adalah zona apatis dan zona 4 adalah defence.
Masing-masing zona ini memiliki arti, misalnya zona 1 (laten) berada di kiri atas adalah
zona dimana stakeholder tidak terlalu interest dengan proyek namun dapat
memberikan pengaruh positif pada keberhasilan pencapaian tujuan proyek. Jika tidak
dikelola dengan baik, stakeholder di zona ini dapat berubah menjadi makin tidak peduli
(apatis), namun jika dikelola dengan baik maka dapat menjadi stakeholder (SH) yang
mempromosikan proyek.
Proyek Perubahan 36
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Gambar 17. Pemetaan Stakeholder
Zona 2 adalah zona promotor, merupakan zona ideal yang diharapkan dari
seluruh stakeholder terkait. Dalam zona promotor ini, semua stakeholder memiliki
interest dan pengaruh positif bagi terjadinya proyek perubahan yang diharapkan.
Stakeholder yang ditempatkan di zona promotor saat ini adalah terdiri dari institusi-
institusi yang dianggap memiliki kepentingan selaras dengan tujuan proyek
perubahan sesuai dengan tupoksi yang dimiliki. Namun untuk memastikan
stakeholder tersebut berada di zona promotor, perlu dilakukan koordinasi lebih lanjut.
Zona berikutnya adalah zona 3. Zona ini terdiri dari lembaga dan institusi yang
dianggap apatis atau tidak memiliki interest maupun pengaruh bagi proyek perubahan.
Meskipun demikian, stakeholder ini dianggap masih terkait dengan kegiatan proyek
perubahan. Sementara yang terakhir adalah zona defense. Zona ini dianggap cukup
krusial karena, stakeholder yang berada di zona ini berpotensi menghambat atau
menolak proyek perubahan meskipun keberadaan dan partisipasi mereka cukup
dibutuhkan. Stakeholder di zona defense ini tentunya terdiri dari pemangku
kepentingan yang merasa akan terganggu oleh hadirnya proyek perubahan, sehingga
diperlukan strategi komunikasi yang khusus agar tidak menjadi hambatan dikemudian
hari.
Zona Laten Zona Promotor
Zona Apatis Zona Defence
Proyek Perubahan 37
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
7. Potensi Pengembangan Kolaborasi
Beberapa stakeholder berikut ini, memegang peranan penting untuk
kesuksesan proyek sebagaimana dituliskan dalam kolom fungsi. Untuk itu,
stakeholder terkait ini perlu untuk diajak berkolaborasi agar bersama-sama dapat
mensukseskan perubahan yang diusulkan.
Table 1. Stake holder dan fungsinya
No Nama Fungsi
1 Direktorat Pelestarian
Lingkungan Hidup -
Kemenko Perekonomian
membangun roadmap pembangunan ekonomi berbasis
sumberdaya hayati (Outlook Bioeconomy Indonesia)
dan merumuskan rencana aksi implementasi PP
46/2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup.
2 Direktorat Jendral Industri
Agro - Kementerian
Perindustrian
membangun roadmap pembangunan industri berbasis
sumberdaya hayati (Green Industry Policy).
3 Direktorat Jendral
Prasarana dan Sarana
Pertanian - Kementerian
Pertanian
membangun implementasi dan rencana aksi
Pembangunan Industri Pertanian Berkelanjutan
(Bioindustri)
4 Direktorat Lingkungan
Hidup - Bappenas
merumuskan pemanfaatan inovasi teknologi hayati
dalam mendukung pembangunan nasional
5 Direktur Sistem Katalog-
LKPP
e-katalogisasi penyediaan barang dan jasa ramah
lingkungan
6 Dirjen Pembangunan dan
Pemberdayaan
Masyarakat Desa-
Kemendes
perumusan strategi pemberdayaan perekonomian desa
berbasisi SD Hayati
Proyek Perubahan 38
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
8. Strategi Komunikasi
Untuk membangun kolaborasi dengan para stakeholder yang terlibat, maka
bagi tiap-tiap stakeholder yang telah dipetakan, perlu disiapkan strategi komunikasi
yang tepat. Berikut ini uraian strategi komunikasi yang diperlukan untuk menghadapi
stake holder di 4 zona berikut:
• Zona promotor (interest +; influence +) (kanan atas) : banyak stake holder
terdapat di zona ini karena mengingat tupoksi dan kepentingannya.
Stakeholder di zona ini perlu dikomunikasikan melalui forum-forum informal
maupun formal agar mengetahui tentang proyek perubahan ini.
• Zona laten (interest -; influence +) (kiri atas): diisi oleh beberapa stakeholder
yang dapat mempengaruhi keberhasilan proyek namun perlu sosialisasi proyek
agar interestnya meningkat baik melalui audiensi maupun membuat forum
diskusi.
• Zona apatis (interest -; influence -) (kiri bawah): diisi oleh stakeholder
yang masih terkait namun tidak memiliki interest karena tupoksinya. Namun
Stakeholder ini dapat menjadi penghambat jika tidak dikomunikasikan tentang
proyek yang sedang dikerjakan. Misalnya BPOM merupakan instansi yang
mengeluarkan perijinan terkait produk kesehatan (obat), jika tidak
dikomunikasikan maka ada potensi menghambat ketika perijinan bioproduk
tidak keluar.
• Zona defence (interest +; influence -) (kanan bawah): adalah zona yang diisi
oleh stakeholder yang merasa dirugikan dengan adanya proyek perubahan.
Hal ini diakibatkan karena kepentingannya terganggu, misalnya importir bio
produk yang selama ini menyuplai produk dari luar negeri merasa pasarnya
terganggu akibat dari outcome proyek perubahan. Untuk stakeholder di zona
ini, yang diperlukan adalah komunikasi untuk bekerjasama agar mendapatkan
win-win solution.
Proyek Perubahan 39
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
9. Potensi Kendala, Risiko Dan Alternatif Solusi
Dalam mengimplementasikan proyek perubahan, beberapa potensi kendala
dan resiko telah dipetakan sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut.
Table 2. Potensi kendala, resiko dan solusi
No. Potensi Kendala Resiko Alternatif Solusi
1. Penetapan
stakeholder tidak
akurat dan rinci
• Tidak semua stakeholder
terlingkupi
• Stakeholder penting justru
terlewat
Perlu diskusi dan
investigasi
mendalam
2. Stakeholder tidak
mau bekerjasama
(Paradigma Ekonomi
Linear yg Kuat)
• Linkage terputus
• Tim efektif tidak terbangun
Menyiapkan
strategi komunikasi
yg sesuai
3. Akuisisi data sulit
dilakukan
(Akibat pelaku yg
terlibat sedikit,
frekuensi transaksi
rendah)
• Data sebagai konten
penting tidak terkumpul
• Menyiapkan
platform
sederhana tapi
reliable
• Menyiapkan
strategi
pemasaran yg
baik
4. Model bisnis sulit
ditetapkan dan
diterapkan
(akibat kendala
informasi)
• Kerangka kerja perubahan
sulit diimplementasikan
• Perlu diskusi
mendalam
bersama tim inti
dan menyiapkan
opsi-opsi model
• Menyiapkan tim
yang khusus
mendalami
informasi
5. Minimnya jumlah
inovasi teknologi
• Industri tidak punya teknik
mengolah bahan baku
hingga menjadi produk bio
yang diharapkan
• Mendorong
penyiapan
teknologi baik di
BPPT maupun
lembaga pengkaji
teknologi lainnya
Proyek Perubahan 40
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
BAB III. IMPLEMENTASI PROYEK PERUBAHAN
1. Bisnis Model e-Ekosistem Inovasi Teknologi
Konsep bisnis model e-ekosistem inovasi teknologi sumberdaya hayati adalah
sebuah model open innovation system yang dikembangkan berdasarkan hasil diskusi
dan brainstorming ke beberapa stakeholder. Sebagaimana diuraikan diatas, e-
ekosistem ini dirancang sebagai jaringan inovasi terbuka yang memanfaatkan
teknologi informasi guna memfasilitasi terkoneksinya komponen-komponen
pembentuk inovasi. Selama ini, komponen inovasi tidak terkoneksikan dan masing-
masing berdiri sendiri sehingga tidak diberdayakan secara maksimal. Misalnya
ketersediaan komoditas bernilai tambah rendah (barang mentah), tidak terkoneksikan
dengan teknologi pengolahan maupun tenaga ahli, sehingga terjadi bypass antara
komoditas barang mentah dengan pasar global dan mengakibatkan nilai jual atau
daya tawar yang rendah. Sebaliknya, ketersediaan sarana permesinan tidak
terkoneksikan dengan bahan baku, akibatnya investasi peralatan menjadi mangkrak
dan tidak produktif. Hal-hal seperti ini perlu dibenahi dan diatur melalui konsep bisnis
model yang bersifat kolaboratif dan saling memberikan keuntungan.
Gambar 18. Canvas Busines Model
Proyek Perubahan 41
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Gambar 19 menjelaskan mengenai konsep bisnis model e-ekosistem. Di
canvas ini dapat terlihat aktifitas utama yang dilakukan adalah membangun e-
ekosistem inovasi teknologi. Konsep e-ekosistem ini merupakan terobosan baru yang
diusulkan dalam proyek perubahan ini. Oleh karena itu, konsep ini betul-betul
dibangun dari nol dan harus mencari referensi yang sesuai. Referensi yang didapat
dari Bpk Chaidir Abdini selaku narasumber dari Sekjen AIPI, dalam forum FGD
kelembagaan yang diselenggarakan oleh Biro HKH BPPT tgl 11 Oktober 2019 di
Jakarta menjelaskan tentang urgensi dan definisi ekosistem inovasi. Keberhasilan
negara-negara maju yang memberika kemakmuran bagi rakyatnya berkorelasi linier
dengan keberhasilan pembangunan inovasi. Negara-negara berkembang yang ingin
meniru berbagai inovasi yang dilakukan negara maju, akhirnya banyak yang gagal.
Hal ini karena negara berkembang tidak memiliki ekosistem inovasi yang kuat dan
memadai. Dalam penjelasan lebih lanjut, ekosistem inovasi dan dunia usaha adalah
sesuatu yang saling terhubung kuat dan menjadikan inovasi di negara-negara maju
dapat hidup berkembang bahkan menjadi landasan pengambilan kebijakan (lihat
Gambar 9 hal 20). Oleh karena itu, value dari hasil membangun bisnis model ini
adalah akan meningkatkan keekonomian dan nilai tambah sumberdaya hayati melalui
pemanfaatan inovasi dan industrialisasi.
Sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai value tersebut adalah
ketersediaan komponen industri seperti bahan baku, teknologi (metode pengolahan),
sarana, tenaga ahli dan tentunya pasar yang menyerap hasil proses yang disiapkan
oleh aktor-aktor inovasi. Peran yang dilakukan oleh aktor-aktor ini akan dapat
berkesinambungan ketika dihubungkan oleh kemiteraan yang saling menguntungkan.
Oleh sebab itu, diperlukan sebuah fasilitas yang bisa mempertemukan kepentingan-
kepentingan para aktor tersebut. Fasilitas ini disiapkan dalam bentuk platform dijital
agar dapat menjangkau berbagai pelosok tanah air tanpa harus dengan biaya tinggi.
Platform dijital yang disebut D’Pabriku ini terhubung dengan sistem jaringan inovasi
Simbio-Net dan secara daring mengakuisisi dan mengumpulkan data dari seluruh
aktifitas yang dilakukan. Aktifitas bisnis yang dilakukan dapat ditempuh dengan cara
alih teknologi, pelatihan, pembelian lisensi, dan mekanisme B to B lainnya.
Value dari bisnis model ini dapat lebih cepat tercapai jika memanfaatkan
transformasi dijital. Ekosistem inovasi saat ini masih dilakukan secara konvensional.
Upaya-upaya koordinasi baik secara kelembagaan maupun kebijakan insentif telah
Proyek Perubahan 42
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
banyak dilakukan, namun outputnya masih sangat minim. Ego sektoral antar lembaga
masih sangat tinggi dan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari
pembangunan inovasi. Informasi yang bisa diakses oleh masyarakat juga sangat
minim sehingga masyarakat sulit terkoneksi dengan hasil-hasil inovasi yang dilakukan
lembaga riset. Hal ini menyebabkan penciptaan produk-produk baru berbasis
sumberdaya alam lokal menjadi sangat terbatas dan sulit dilakukan. Dari pengalaman
penulis, untuk mewujudkan suatu produk dari hasil inovasi yang dialihteknologikan ke
masyarakat, membutuhkan waktu lebih dari 3 tahun. Tentunya ini sangat tidak efisien,
mengingat momentum pasar juga tidak menentu dan harus diantisipasi dengan cepat.
Waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan produk baru ini termasuk menemukan
mitra produksi, penyiapan sarana produksi, penyelesaian perijinan hingga edukasi
produk kepada masyarakat.
Gambar 19. Simulasi pengaruh faktor dijital dalam ekosistem inovasi
Proyek Perubahan 43
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Mata rantai yang sangat panjang dan tidak efisien ini sebenarnya bisa
dipersingkat jika ada wahana transformasi dijital. Proses-proses tersebut dapat
dipangkas menjadi kurang dari 1 tahun, jika data dan informasi tersedia dan mudah
diakses oleh masyarakat. Kami membuat simulasi terkait pengaruh faktor
transformasi dijital terhadap kecepatan penciptaan produk dalam kurun waktu tertentu.
Simulasi yang digunakan menggunakan Vensim PLE versi 8.0 (Gambar 19). Dari
hasil simulasi tersebut, diketahui bahwa dalam kurun waktu yang sama (5 tahun), jika
dilakukan secara konvensional, jumlah produk baru hanya akan tumbuh kurang dari
50 produk, sementara jika dilakukan melalui wahana ekosistem dijital, maka akan
dicapai lebih dari 100 produk (Gambar 20).
Gambar 20. Grafik pertumbuhan jumlah produk baru dengan transformasi dijital
Melalui hasil simulasi diatas, maka dapat dipahami urgensi transformasi dijital
dalam pembangunan ekosistem inovasi. Ekosistem inovasi dijital ini perlu
menyediakan informasi terkait keberadaan komponen-komponen yang diperlukan
untuk bisnis bioproduk. Pengguna dapat mencari, melihat, mengakses hingga
Proyek Perubahan 44
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
melakukan transaksi untuk memperoleh bahan baku, teknologi pembuatan, sarana
produksi, tempat penjualan hingga tenaga terlatih/ahli yang dibutuhkan. Selain kelima
komponen tersebut, juga diperlukan informasi layanan pendukung lainnya seperti
proses perijinan, pendanaan, sertifikasi & pengujian produk, pelatihan, disain produk,
dan konsultasi teknis. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana agar komponen-
komponen yang disediakan oleh aktor-aktor inovasi ini bisa terkoneksi dengan baik
dan cepat. Disinilah urgensi dari 7 peran BPPT yang terdiri dari Intermediasi,
Perekayasaan, Alih teknologi, Audit teknologi, Kliring teknologi, Difusi teknologi, dan
Komersialisasi dapat menjadi perekat bagi penyelenggaraan inovasi yang kuat dan
cepat (Gambar 21). Pada canvas bisnis model gambar 18 diatas, Costumer
Relationship dapat terjadi jika ada suatu aktifitas yang melakukan konektivitas atas
beberapa komponen yang disediakan dalam e-ekosistem. Hasil konektivitas ini akan
memberika output berupa produk-produk baru yang akan diserap oleh segmen pasar
(Costumer Segmen). Oleh karena itu, 7 Peran BPPT sebagai enabler ekosistem
inovasi ini sangat krusial dan harus diperkuat dengan peraturan dan perundangan
(Kepka BPPT no 179 tahun 2019).
Gambar 21. 7 Peran BPPT sebagai enabler terjadinya kegiatan inovasi
Proyek Perubahan 45
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Dengan penyederhanaan proses, ditunjang dengan kolaborasi yang kuat antar
stakeholder A-B-G sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 22 dibawah serta
promosi dan edukasi kepada masyarakat, maka kecepatan dalam penciptaan produk
juga dapat makin ditingkatkan. Pemerintah sebagai penguasa melalui fungsi regulasi
perlu mengatur tatanan ekosistem agar dapat berjalan secara efektif. Saat ini,
Pemerintah telah memiliki peraturan yang memungkinkan dunia usaha mendapat
benefit dengan memproduksi barang hasil kegiatan riset dan inovasi. Kontribusi
pemerintah dalam mengangkat motivasi dunia usaha agar terpacu memanfaatkan
hasil-hasil riset dan inovasi ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah no 45 tahun
2019 tentang super tax deductible. Melalui insentif ini, maka dunia usaha akan dapat
diuntungkan 20-30% dari pengurangan pajak sebesar 300% biaya yang dikeluarkan
untuk kegiatan riset dan pengembangan.
Gambar 22. Kolaborasi dan sinergi triple helix
Jika diasumsikan pertumbuhan produk baru oleh mitra sebanyak 10% per
tahun dan promosi dilakukan 5 produk per tahun, kemudian dikurangi produk-produk
yang tidak berkembang atau masa kadaluarsa produk 3 tahun, maka simulasi dapat
dilakukan seperti Gambar 23 berikut. Hasil simulasi pertumbuhan produk baru dapat
dilihat pada Gambar 24. Dari hasil simulasi ini, dapat diyakini bahwa melalui konsep
Proyek Perubahan 46
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
bisnis e-ekosistem dijital dan diperkuat dengan kolaborasi ABG, maka dalam periode
5 tahun mendatang, 100 produk atau startup baru akan dapat dibangun.
Gambar 23. Simulasi Vensim untuk mengukur efektifitas insentif, promosi dan keterlibatan mitra dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan jumlah produk
baru.
Gambar 24. Hasil simulasi efektifitas insentif, promosi dan keterlibatan mitra bagi pertumbuhan produk baru
Proyek Perubahan 47
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Dari keseluruhan penjelasan konsep bisnis yang diuraikan diatas, maka dapat
diambil kesimpulan sementara bahwa e-ekosistem inovasi memiliki potensi yang kuat
untuk dapat diterapkan dengan catatan kolaborasi dan promosi harus secara
konsisten dilakukan. Validitas bisnis model ini sangat tergantung pada bagaimana
kohesi dan interaksi antar komponen inovasi ini dapat dipertemukan melalui 7 peran
BPPT sebagai lembaga yang ditunjuk negara menjalankan amanat Undang-Undang
Sisna Iptek no 11 tahun 2019 untuk menjadi motor bagi penyelenggaraan inovasi.
Selain peraturan yang terkait dengan penguatan peran, dalam rangka
memberikan kekuatan hukum bagi pelaksanaan ekosistem inovasi berbasis dijital
sebagai mandat Undang-Undang Sisnas Iptek tersebut, BPPT telah melakukan
penyiapan dan penguatan peraturan turunan termasuk menyiapkan Peraturan dalam
penyelenggaraan kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan
inovasi. Naskah urgensi penyiapan peraturan dilakukan melalui rapat-rapat pokja
yang diselenggarakan oleh Biro Hukum, Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (HKH)
BPPT dari tgl 8-9 Oktober 2019 di Jakarta. Konsep berfikir naskah urgensi peraturan
Badan dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 25).
Gambar 25. Konsep Naskah Urgensi Peraturan Badan terkait Penyelenggaraan Inovasi dan Ekosistem.
Proyek Perubahan 48
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Penyelenggaraan inovasi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Sinas Iptek dimulai dari kegiatan penyusunan perencanaan, program, anggaran dan
sumberdaya iptek. Langkah selanjutnya adalah menyiapkan serangkaian kegiatan
inovasi itu sendiri melalui kegiatan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Hasil dari
kegiatan berupa inovasi teknologi kemudian didifusikan kedalam suatu ekosistem
inovasi dan didayagunakan agar meningkatkan kapabilitas inovasi masyarakat.
Melalui pendayagunaan tersebut, diharapkan penyelenggaraan inovasi dapat
mencapai tujuannya yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat. Dari naskah urgensi, kemudian dilanjutkan ke penguraian ke dalam
pasal-pasal peraturan sehingga diperoleh dan disepakati dalam rapat pleno pokja
yang dihadiri oleh Kepala dan Sekretais Utama BPPT serta seluruh peserta pokja
terkait. Peraturan yang dihasilkan tersebut dituangkan sebagai Peraturan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi no 20 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk Menghasilkan Inovasi. Didalam
peraturan badan tersebut, peraturan terkait ekosistem inovasi, jaringan inovasi dan
pelaksanaan jaringan inofasi memanfaatkan teknologi informasi dituangkan dalam
Bagian Keempat dari Pasal 49 hingga 53 (Gambar 26).
Gambar 26. Peraturan Badan terkait Ekosisitem Inovasi dan Jaringan Inovasi berbasis IT (dokumen lengkap disiapkan dalam lampiran)
Proyek Perubahan 49
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
2. Dashboard Ekosistem Inovasi Digital
Model inovasi terbuka (Open Innovation) yang diusung dalam sistem jaringan
inovasi Simbio-Net memerlukan wadah yang kongkrit. Wadah ini digunakan sebagai
dashboard, dimana aktor-aktor inovasi berinteraksi dan saling melaksanakan
perannya. Peran penyedia teknologi, bahan baku, sarana produksi, tenaga terampil
dan marketplace bertemu dalam suatu forum imajiner dalam website : d-pabriku.com.
Melalui media website ini, para talenta dan aktor inovasi dapat berkontribusi
menyediakan fasilitas barang dan jasa yang diperlukan sehingga ide-ide membangun
bisnis dapat terlaksana dan menghasilkan produk berbasis sumberdaya hayati yang
siap untuk diperjual belikan. Inovasi terbuka ini tentunya membutuhkan keterlibatan
banyak pihak dan memberikan peluang terjadinya transaksi business to business
(Gambar 27).
Gambar 27. Tentang Wahana Ekosistem Inovasi Dijital
Proyek Perubahan 50
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Gambar 28. Halaman depan website
Halaman depan website berisi informasi tentang pilihan kategori komponen
inovasi yang dibutuhkan (Gambar 28). Pengunjung yang membuka website sebagai
viewer dapat melihat berbagai komponen inovasi yang diperlukan sesuai kategori
yang disediakan. Pengunjung juga dapat mencari sesuatu melalui search box dengan
menuliskan kata kunci, lalu klik kotak “Search” dan akan diarahkan ke informasi terkait.
Gambar 29. Flow pengunjung website bukan penyedia
Proyek Perubahan 51
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Jika dari hasil pencarian tersebut pengunjung menemukan jasa dan barang yang
dibutuhkan, maka pengunjung yang ingin melihat lebih detil serta ingin berkomunikasi
lebih jauh perlu melakukan registrasi. Registrasi dapat dilakukan melalui kotak “Daftar”
jika belum memiliki akun, dan “Masuk” jika sudah memiliki akun (Gambar 29).
Gambar 30. Tahapan registrasi bagi penyedia informasi barang/jasa untuk kegiatan inovasi.
Bagi pengunjung yang ingin menjadi mitra dan berkontribusi sebagai aktor
inovasi yang menyediakan barang / jasa, juga perlu melakukan registrasi. Registrasi
dapat dilakukan melalui kotak “Daftar” jika belum memiliki akun, dan “Masuk” jika
sudah memiliki akun. Namun untuk keperluan validasi data, mitra yang ingin
bergabung akan dilakukan verifikasi data dan admin akan menentukan apakah layak
untuk diikutsertakan atau tidak (Gambar 30). Jika layak, maka mitra baru tersebut
akan segera tampil dilayar website sebagai “Mitra Yang Baru Bergabung”. Seperti
layaknya marketplace, cara pemanfaatan website ini sangat mudah, pengunjung
tinggal memilih apa yang dibutuhkan apakah sebagai user atau sebagai penyedia.
Semua proses transaksi untuk sementara dapat dilakukan oleh masing-masing dan
tidak dibatasi. Harapannya, ini sebagai pemicu bagi keterlibatan banyak pihak dan
memudahkan proses pengembangan ide-ide bisnis. Sebagai fungsi pendampingan,
website juga menyediakan layanan konsultasi untuk memudahkan pengunjung
mendapatkan pilihan yang sesuai untuk keperluan bisnis menciptakan produk. Selain
itu disediakan layan pengujian, sertifikasi, diasin produk, perijinan dsb. Semua
disediakan agar ekosistem memberikan kenyamanan dalam berinovasi.
Proyek Perubahan 52
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
3. Kendala/Masalah Yang Dihadapi Dan Penyelesaiannya
Pada tgl 21 November 2019, sebagai salah satu alumni penerima beasiswa
Habibie, kami diundang untuk dapat berdiskusi dengan Menteri Riset dan Teknologi /
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bpk. Prof. Dr. Bambang Soemantri
Brodjonegoro, SE, MUP, PhD di ruang rapat beliau di Gedung BPPT II lantai 24
Jakarta. Dalam salah satu momen beliau sampaikan pesan sebagai berikut.
“Kalau dengar pak Habibie, inginnya tidak
hanya di ristek atau sampai di terbentuknya
BPPT, melainkan terus lanjut lagi. Dengan
dibentuknya badan baru ini (BRIN), di mana
kata inovasi ini masuk ke portofolio Kabinet, di
sini kita harus fokus. Dari pengalaman turun ke
berbagai tempat seperti di Perguruan Tinggi dll,
para peneliti itu cukup bagus sampai ke prototipe, tapi begitu ingin
melanjutkan komersialisasi produk itu menjadi lebih masal disitulah
timbul masalah yang besar. Turunnya indeks kompetitif kita salah
satunya karena sedikitnya inovasi yang kita capai. Sehingga di sini
tantangan utama adalah bagaimana membawa mulai dari riset lalu riset
terapan, invensi dan inovasi. Bagaimana BRIN ini dapat menghasilkan
sesuatu yang berbeda, bukan hanya sekedar pembentukan
organisasinya”.
Permasalahan inovasi, saat ini menjadi isu nasional. Dalam pemerintahan
Jokowi periode II ini, Menteri Riset dan Teknologi mendapat tugas yang cukup berat
dimana harus bisa membawa Indonesia keluar dari segala karut sengkarut masalah
inovasi. Dari masalah kelembagaan hingga mekanisme inovasi baik di internal
lembaga pemerintah maupun dilevel dunia usaha atau masyarakat luas. Tugas berat
ini membutuhkan kerja ekstra untuk dapat mengurai problematikanya satu persatu.
Sebagai insan iptek yang telah menggeluti dunia iptek dan inovasi sejak memulai
program studi di Jepang sebagai mahasiswa undergraduate tahun 1992 hingga
menyelesaikan program postdoctoral di Saitama University tahun 2003 bidang
Material Science and Engineering, dan kemudian dilanjut bekerja sebagai perekayasa
di BPPT hingga saat ini, permasalahan iptek dan inovasi di Indonesia ini dirasakan
Proyek Perubahan 53
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
sebagai permasalahan yang sangat kronis dan mengakar. Sejak era IMF mendikte
Indonesia untuk menghentikan segala program yang berbau iptek dan industrialisasi,
permasalahan ini menjadi seperti benang kusut yang tidak ada ujung penyelesaiannya.
Kebangkitan teknologi Indonesia seperti dihancurleburkan dan menyisakan problem
ego sektoral yang sangat kuat. Semua bermain aman dan tidak peduli dengan situasi
di sekitarnya. Namun tentunya kita tidak ingin terus berlarut dalam kubangan lumpur
tanpa usaha kuat untuk melepaskan diri dari segala tekanan. Untuk itulah, sebagai
rasa syukur dapat menjalani program Pendidikan Kepemimpinan Nasional Tingkat I,
kami berusaha untuk memikirkan dan memberikan sumbangsih ide dan pemikiran
untuk mendobrak segala kebuntuan terutama masalah penguatan inovasi nasional.
Sejak ide membangun konsep bisnis model ekosistem inovasi dijital ini
digulirkan, cukup banyak tukar fikiran kami lakukan. Meskipun model ini terinspirasi
dari konsep open innovation yang digagas Henry Chesbrough, adjunct professor and
faculty director of the Center for Open Innovation of the Haas School of Business at
the University of California tahun 1960 an, namun kongkrit dari konsep ini sangat sulit
ditemukan. Untuk itu, kami harus mengkaji dan mengkonsep sendiri bersama tim
internal tentang apa dan bagaimana cara kerja bisnis model e-ekosistem inovasi ini.
Beberapa data dan literatur yang kami peroleh, kami kaji satu persatu dan dipelajari
untuk dikombinasikan dengan model bisnis e-ekosistem. Selain itu, secara paralel
kami juga melakukan langkah-langkah visualisai model bisnis ini dalam sebuah sistem
interaktif dan melibatkan kolaborasi banyak pihak. Melalui diskusi yang sangat
produktif dengan tim internal serta pihak-pihak terkait seperti penyedia bahan baku
(PT. Nudira Sumberdaya Indonesia), Asosiasi eksportir produk bahan alam sekaligus
marketplace (Aspenku.com), lembaga iptek (LIPI), produsen barang jadi (PT.Pachira
Distrinusa), kami berhasil mendapatkan inspirasi model dashboard yang kami
inginkan. Bekerjasama dengan vendor penyedia jasa coding, akhirnya kami dapat
menyiapkan seluruh target bahkan melebihi rancangan proyek perubahan. Selain
konsep bisnis dan dashboard interaktif, kami juga mendapatkan dukungan yang
sangat besar dari bapak Kepala BPPT Bpk Dr.Ir. Hammam Riza, MSc, IPU untuk
mematangkan konsep e-ekosistem melalui penggunaan simulasi Vensim dan Canvas
Business model. Kami juga mendapat dukungan besar dari atasan kami Bpk.Dr.Ir.
Soni Solistia Wirawan M.Eng untuk lebih fokus dan terarah. Dukungan penyediaan
perangkat peraturan pendukung kami dapatkan juga dari Sekretaris Utama BPPT, Bpk.
Proyek Perubahan 54
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
Ir. Dadan M.Nurjaman, M.T. dan Kepala Biro HKH Bpk Ir Ardi Matutu MSc yang sangat
menginginkan percepatan pembangunan ekosistem inovasi dan membantu secara
penuh sehingga peraturan pendukung ekosistem ini bisa terbit dengan cepat dan
melebihi ekspektasi awal.
Tentunya kami juga sangat terbantu oleh bimbingan dari Coach kelompok II
Bpk. Dr. Pangihutan Marpaung, M.Sc yang begitu telaten memberikan masukan dan
koreksi. Terima kasih atas segala dukungan dan support dari tim teknis di Pusat
Teknologi Bioindustri yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Proyek Perubahan 55
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
BAB IV. PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Tata kelola ekosistem inovasi merupakan kebutuhan berskala nasional yang
mendesak dilakukan guna mewujudkan pembangunan berbasis Iptek.
2. Ekosistem inovasi yang terdiri dari komponen utama dan pendukung, akan
tumbuh secara organik melalui konsep bisnis yang memadukan kolaborasi riset,
pemerintah dan dunia usaha serta diakselerasi dengan transformasi dijital.
3. D’PABRIKU sebagai platform pendukung pembangunan ekosistem inovasi
berbasis sistem jejaring informasi telah dibangun dengan prinsip SMART
sehingga siap berfungsi sebagai katalisator bagi inter-koneksi antar komponen
utama dan pendukung kegiatan inovasi
4. Tata kelola ekosistem inovasi dijital D’PABRIKU diyakini akan merubah pola
berfikir mengenai penciptaan produk-produk baru berbasis kekayaan hayati
nasional sehingga lebih mudah dan sistematis serta akan
menumbuhkembangkan budaya technopreneurship di tengah-tengah
masyarakat.
2. Rekomendasi
1. Konsep bisnis pembangunan ekosistem inovasi harus dibangun berdasarkan
SMART: specific, measurable, achievable, reliable, time based sehingga tujuan
akumulasi data sebagai bahan analisa untuk rekomendasi dan penyiapan
tatakelola dapat sesuai harapan.
2. Terobosan ini akan menjadi katalis bagi pembangunan bioekonomi melalui
pelibatan banyak stakeholder, untuk itu diperlukan strategi komunikasi dan
promosi yg sesuai.
3. Kegiatan inovasi dan difusi teknologi merupakan bagian utama terobosan,
untuk itu diperlukan kesiapan khusus, diantaranya mendorong terciptanya
proses bisnis yang efektif dan efisien di internal BPPT sebagai pilot project.
4. Pemasok bahan baku, mitra industri dan end user (B2B) adalah aset utama
terbangunnya SIMBIO-net, oleh karena itu perlu komitmen dan persepsi yang
sama.
Proyek Perubahan 56
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
3. Faktor Kunci Keberhasilan (Lesson Learned Kepemimpinan)
1. Agar amanat UU Sinas Iptek no 11 Tahun 2019 yaitu mewujudkan
pembangunan berbasis Iptek dapat tercapai, perlu secepatnya dibuat regulasi
hingga ke tingkat teknis.
2. Kolaborasi riset, pemerintah dan dunia usaha mutlak dibutuhkan guna
meningkatkan kapabilitas inovasi nasional.
3. Infrastruktur jejaring internet perlu diperkuat dan diperluas sehingga
meningkatkan akses masyarakat kepada data dan informasi terutama terkait
pemanfaatan sumberdaya alam hayati.
4. Pemerintah perlu menyiapkan kebijakan pro inovasi sehingga lebih
menumbuhkembangkan budaya technopreneurship di tengah-tengah
masyarakat.
Proyek Perubahan 57
PENGUATAN E-EKOSISTEM INOVASI TEKNOLOGI SDH
LAMPIRAN
A. Lampiran 1. Diskusi dan Rapat-Rapat Persiapan
B. Lampiran 2. Dokumen Naskah Urgensi Peraturan Badan
C. Lampiran 3. Peraturan Terkait Penguatan (Ekosistem) Inovasi
2.1. Peraturan Badan BPPT tentang Penyelenggaraan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi yang Menghasilkan Inovasi no 20 Tahun
2019
2.2. Keputusan Kepala BPPT tentang Tim Penguatan Peran BPPT no
179 Tahun 2019