Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGUATAN RANAH
PSIKOMOTORIK BAGI SISWA SEKOLAH DASAR
PENGUATAN RANAH PSIKOMOTORIK SISWA
SEKOLAH DASAR
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PERBUKUAN
PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN
2020
ii
PENGUATAN RANAH PSIKOMOTORIK SISWA SEKOLAH DASAR
Penulis:
Lucia Hermin Winingsih (Kontributor Utama)
Erni Hariyanti (Kontributor Anggota)
Lisna Sulinar Sari (Kontributor Anggota)
ISBN: 978-623-6044-00-1
Penyunting:
Ida Kintamani, M.Si
Tata Letak:
Erni Hariyanti
Desain Cover:
Genardi Atmadiredja, S.Sn., M.Sn.
Penerbit:
Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Redaksi:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gedung E Lantai 19
Jalan Jenderal Sudirman-Senayan, Jakarta 10270
Telp. +6221-5736365
Faks. +6221-5741664
Website: https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id
Email: [email protected]
Cetakan pertama, 2020
PERNYATAAN HAK CIPTA
© Puslitjakdikbud/Copyright@2020
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa
izin tertulis dari penerbit.
iii
KATA SAMBUTAN
Untuk meningkatkan ranah psikomotorik siswa banyak kegiatan yang dapat
dilakukan di sekolah. Namun pada kenyataannya implementasi ranah
psikomotorik belum optimal hanya pada mata pelajaran pendidikan olahraga
dan kesehatan serta pada kegiatan ekstrakurikuler. Padahal ranah psikomotorik
ini penting bagi kesehatan jasmani dan rohani siswa yang berdampak pada
peningkatan keterampilan dan prestasi siswa.
Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan
Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupaya melaksanakan
kajian untuk mengetahui penguatan ranah psikomotorik siswa SD. Walaupun
belum sempurna diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk
mengembangkan ranah psikomotorik di sekolah khususnya dalam proses
pembelajaran siswa SD.
Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang
telah membantu terwujudnya Buku laporan Hasil Penelitian Ini.
Jakarta, Agustus 2020
Plt. Kepala Pusat
Irsyad Zamjani, Ph.D.
iv
KATA PENGANTAR
Ranah psikomotorik adalah ranah yang menitikberatkan pada kemampuan
fisik dan kerja otot. Ranah ini membedakan antara ranah motorik kasar dan
motorik halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang membutuhkan
keseimbangan dan koordinasi antaranggota tubuh dengan menggunakan otot-
otot besar dari sebagian atau seluruh anggota tubuh. Sementara motorik halus
berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan
koordinasi mata dan tangan. Syaraf motorik halus dapat dilatih dan
dikembangkan melalui kegiatan rangsangan secara rutin.
Kemampuan psikomotorik ini idealnya dikembangkan sejak usia dini, sejak
anak usia 0 sampai 8 tahun. Dalam sebagian rentang usia tersebut anak berada
pada jenjang pendidikan dasar (Sekolah Dasar). Pada saat ini, secara umum
dalam sistem pendidikan kita, guru dan orangtua lebih menekankan pada
ranah kognisi dan afeksi. Intervensi ranah psikomotorik diserahkan
sepenuhnya pada guru pendidikan jasmani/olahraga yang hanya bertemu siswa
dua jam pelajaran per minggu.
Dampak tumbuh kembang motorik yang tidak optimal pada tahapan ideal anak
ini dapat berakibat kurang baik pada kesehatan dan keterampilan anak pada
masa dewasa. Oleh karena itu, pertanyaan dalam kajian ini adalah bagaimana
sistem pembelajaran di sekolah dilakukan dalam mendukung atau merangsang
tumbuh kembang psikomotorik siswa.
Kajian ini dilakukan di tingkat SD karena pendidikan dasar merupakan tahap
yang sangat penting untuk meletakan dasar-dasar perkembangan, baik yang
meliputi kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Kajian ini memfokuskan pada
aspek psikomotorik anak dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
Agustus, 2020
Peneliti
v
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN………………………………………………………. iii
KATA
PENGANTAR……………………………………………………...iiv
DAFTAR ISI………………………………………………………………...v
DAFTAR TABEL………………………………………………………….vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..viii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………... 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………...1
B. Permasalahan………………………………………………………….. 11
C. Tujuan………………………………………………………………….. 12
D. Ruang Lingkup………………………………………………………… 12
BAB II LITERATUR REVIU TERKAIT RANAH
PSIKOMOTORIK…………………………………………………………13
A. Taksonomi Bloom……………………………………………………... 13
B. Psikomotorik Kasar dan Psikomotorik Halus…………………………. 24
C. Pengukuran Psikomotorik……………………………………………... 25
D. Pengaruh Aspek Psikomotorik terhadap Prestasi Siswa………………. 26
BAB III METODOLOGI…………………………………………………29
A. Metode…………………………………………………………………. 29
B. Populasi dan Sampel……………………………………………………29
C. Variabel dan Indikator…………………………………………………. 30
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………….. 30
E. Teknik Analisis Data…………………………………………………...
311
BAB IV HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN……………………….33
vi
A. Pemetaan Kebijakan Pendidikan terkait Aspek Psikomotorik………… 33
1. Ranah Psikomotorik dalam Sistem Pendidikan di Empat Negara… 33
2. Ranah Psikomotorik dalam Regulasi di Indonesia………………... 39
B. Bentuk-bentuk Kegiatan terkait Aspek Psikomotorik…………………
444
1. Pemahaman Guru mengenai Ranah Psikomotorik………………... 44
2. Pelaksanaan/Implementasi Aspek Psikomotorik oleh Guru……… 45
3. Bentuk Penguatan Ranah Psikomotorik…………………………... 46
4. Inovasi Kegiatan yang Dilakukan oleh Guru………………………47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 60
A. Simpulan……………………………………………………………….. 60
B. Saran……………………………………………………………………
611
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...
622
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pemaha Anakman Guru Mengenai Aspek
Psikomotik
44
Tabel 4.2 Implementasi Guru Terkait Aspek Psikomotorik 45
Tabel 4.3 Bentuk Penguatan Aspek Psikomotorik 47
Tabel 4.4 Aktivitas Pada Jam Istirahat 49
Tabel 4.5 Akses Siswa Dari Rumah Ke Sekolah 50
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Fungsi Otak Kiri dan Kanan 3
Gambar 2.1 Perkembangan Manusia 20
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 32
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ujung
tombak dalam pendidikan adalah pendidik/guru, karena pendidik/guru yang
langsung berinteraksi kepada siswa dalam memberikan pembelajaran. Pasal 1,
Ayat (6), disebutkan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.
Yang dimaksud dengan guru dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun
2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru, Pasal 1, Ayat (1) dijelaskan bahwa “Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”. (Republik Indonesia, 2017).
Guru berperan dalam membina dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, sikap, serta pemahaman peserta didik. Tugas seorang
guru sebagai seorang yang profesional memang berat, karena selain sebagai
seorang yang profesional, juga harus memiliki empat kompetensi, yaitu
kompetensi pedagogi, profesional, kepribadian, dan sosial. Seorang guru
dianggap berkompeten jika memiliki: (i) persyaratan pendidikan yang
memadai (minimal S1/D-IV), (ii) pribadi yang luhur, (iii) akhlak mulia, serta
(iv) memiliki sikap dan perilaku yang berdampak positif terhadap lingkungan
sosial sekitarnya. Seorang guru yang profesional mampu menghadapi dan
mengolah tantangan menjadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan, memahami apa
yang diajarkan, dan menguasai bagaimana cara mengajarkannya.
2
Dalam proses pembelajaran seorang guru harus dapat mentransformasikan
ilmu sesuai dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). KI dan
KD merupakan acuan yang harus dicapai peserta didik/siswa untuk memenuhi
standar kompetensi lulusan (SKL) yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 20, Tahun 2003 Pasal 35 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) Pendidikan Dasar dan Menengah (Republik
Indonesia, 2003 dan Kemendikbud, 2016). SKL merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik, yang harus dicapai dan dipenuhi oleh satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. SKL terdiri atas kriteria kualifikasi
kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah
menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Setiap lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah
memiliki kompetensi pada tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Dalam Taksonomi Bloom (dalam Rahmahilma, 2017) juga dijelaskan bahwa
yang harus dicapai sebagai hasil belajar peserta didik adalah pencapaian tiga
ranah kecerdasan yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan
demikian, ketiga kapabilitas kecerdasan ini seharusnya dimiliki setiap siswa
dengan seimbang agar siswa tersebut dapat menjadi manusia berkualitas. Hal
ini sepertinya belum banyak disadari oleh guru dan orang tua. Guru dan
orangtua belum memahami sepenuhnya bahwa anak selain distimulus
kecerdasan kognitifnya, anak juga membutuhkan kedua kecerdasan lainnya
untuk menyeimbangkan fungsi otak kiri dan otak kanan, sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 1.1.
3
Gambar 1.1 Fungsi Otak Kiri dan Kanan
Sumber: Williams dalam Haryadi (2015: 41)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), psikomotorik diartikan sebagai
suatu aktivitas fisik yang berhubungan dengan proses mental dan psikologi.
Psikomotorik berkaitan dengan tindakan dan ketrampilan, sepertilari,
melompat, melukis, dan sebagainya. Dalam dunia pendidikan, psikomotorik
terkandung dalam mata pelajaran praktik. Psikomotorik memiliki korelasi
dengan hasil belajar yang dicapai melalui manipulasi otot dan fisik.
Pada dasarnya ketiga aspek atau domain ini memiliki hubungan yang sangat
erat dan tidak dapat dipisahkan. Ranah kognitif mencakup kegiatan otak,
seperti kemampuan berpikir, mengingat, memecahkan masalah, dan evaluasi.
Sementara ranah afektif mencakup dengan sikap, nilai, perasaan, emosi, dan
minat. Sebaliknya, ranah psikomotor berhubungan dengan aktivitas fisik,
misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, menempel, menulis, dan
sebagainya. Pada intinya mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik
yang lebih menitikberatkan pada ranah psikomotor. Sementara itu, mata
pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitikberatkan pada ranah
kognitif, dan dalam keduanya itu selalu mengandung ranah afektif
(Kristiyanto, TT). Dari ketiga aspek kualifikasi yang harus dicapai tersebut,
sebagian besar guru masih sangat mementingkan dan menekankan pada aspek
kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) siswa, sedangkan aspek
4
psikomotorik belum dikembangkan secara optimal, hanya sebatas pada saat
belajar praktik. Selain itu, pengembangan aspek psikomotorik pada siswa
selama ini masih terbatas dilakukan melalui pembelajaran pendidikan jasmani
dan olahraga, yang diberikan selama 2 jam pelajaran per minggu. Terbatasnya
waktu yang ada untuk pendidikan jasmani menyebabkan guru pendidikan
jasmani (guru penjas) tidak mampu melakukan evaluasi tumbuh kembang
motorik siswa secara individual.
Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas
tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan
khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Anak usia
sekolah dasar (SD) dapat diartikan sebagai anak yang berada dalam rentang
usia 6-12 tahun, di mana anak mulai memiliki lingkungan lain selain keluarga
(Supraptini, 2004 dalam Nur, 2016).
Masa-masa kelas rendah (6-8 tahun) siswa memiliki sifat-sifat khas seperti
disajikan berikut ini.
1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan
jasmani dengan prestasi sekolah.
2. Adanya sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan-peraturan
permainan yang tradisional.
3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
4. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu
dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
5. Ketka tidak dapat menyelesaikan suatu soal maka soal itu dianggapnya tidak
penting.
6. Pada masa ini anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik tanpa
mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik.
7. Hal-hal yang bersifat konkret lebih mudah dipahami ketimbang yang
abstrak.
8. Bagi anak usia ini, kehidupan adalah bermain sesuai yang dibutuhkan dan
dianggap serius serta tidak dapat membedakan secara jelas antara bermain
dengan bekerja.
5
9. Kemampuan mengingat (memory) dan berbahasa berkembang sangat cepat
dan mengagumkan.
Ciri-ciri sifat anak pada masa kelas tinggi (9-12 tahun) di Sekolah Dasar (SD)
seperti disajikan berikut ini.
1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; hal ini
menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-
pekerjaan yang praktis.
2. Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal atau mata
pelajaran khusus, para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai
mulai menonjolnya faktor-faktor.
4. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang
dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi
keinginannya; setelah kira-kira umur 11,0 pada umumnya anak menghadapi
tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
5. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang
tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah;
6. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya
untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak
tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat
peraturan sendiri;
7. Peran manusia idola yang sempurna sehingga guru acapkali dianggap
sebagai manusia yang serba tahu.
Dalam tahap tumbuh kembang manusia dari lahir menuju dewasa, fase anak-
anak memiliki keistimewaan tersendiri yang biasa dikenal dengan masa
keemasan atau golden age (anak usia dini usia 0-6 tahun). Pada masa ini
merupakan masa terbentuknya pondasi sikap, perilaku, mental, serta
kecerdasan (spiritual, intelektual, emosional, kinestetik, seni, dan sosial).
Keistimewaan masa tumbuh kembang pada masa anak-anak ini dipahami oleh
sebagian besar guru dan orang tua, sehingga mereka berupaya untuk selalu
memaksimalkan potensi anak, dengan cara anak terus dilatih untuk
menonjolkan kecerdasannya melalui berbagai cara. Sesuai standar PAUD
Nasional tingkat capaian perkembangan anak usia 0-6 tahun yang harus
6
dikembangkan, yaitu agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial
emosional, dan seni.
Menurut Hurlock (1980), fase perkembangan manusia sejak lahir hingga
meninggal terbagi dalam 10 periodesasi. Pada periodesasi kelima, yaitu masa
pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood), rentang usia
kira-kira enam hingga sebelas tahun, periode ini biasanya disebut dengan
tahun-tahun sekolah dasar. Pada masa ini, keterampilan-keterampilan
fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai. Anak
juga secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas termasuk
kebudayaan. Selain itu, prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia
anak dan pengendalian diri mulai meningkat (https://rhenniyhanasj.
wordpress.com/2014/05/25/). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pada anak usia 6-11 tahun pembelajarannya sudah mencakup dan
mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Namun, fenomena yang banyak dijumpai di sekitar kita, dari berbagai
kecerdasan yang ada, guru dan orang tua cenderung lebih fokus pada
kecerdasan intelektual. Jika orang tua merasa intensitas dan kualitas
pendidikan anak di sekolah masih kurang maka orang tua akan menambahkan
melalui les privat atau bimbingan belajar. Paradigma ini memberikan kesan
bahwa keberhasilan anak sangat ditentukan oleh kecerdasan intelektual yang
mengarah ke ranah kognitif dan tes intelegensi (Haryadi, 2015). Hal ini
diperkuat dengan kebijakan di banyak sekolah di Indonesia yang masih
menerapkan sistem pendidikan konvensional, dengan kurikulum yang
menitikberatkan sebagian besar pada ranah kognitif. Kecerdasan afektif
melalui kurikulum 2013 (K-2013) saat ini sudah mulai mendapat perhatian
khusus melalui program Pendidikan Peningkatan Karakter (PPK). Sementara
itu, ranah kecerdasan yang masih kurang optimal dikembangkan, yaitu
kecerdasan psikomotorik.
Kemampuan motorik adalah kematangan otot dan syaraf dalam menunjang
aktivitas gerak anggota tubuh. Makin tinggi kemampuan perkembangan
motorik seseorang maka dimungkinkan daya kerjanya akan menjadi lebih
tinggi dan begitu juga sebaliknya. Menurut Hurlock (1980) perkembangan
motorik adalah perkembangan pengendalian gerak jasmaniah melalui kegiatan
pusat syaraf, urat syaraf dan otot terkoordinasi. Perkembangan motorik
menurut Sukadiyanto (1997:70) merupakan suatu kemampuan perkembangan
7
seseorang dalam menampilkan kemampuan gerak yang lebih kompleks.
Sukadiyanto juga menyatakan lebih lanjut bahwa kemampuan perkembangan
motorik merupakan suatu kemampuan umum seseorang yang berkaitan dengan
penampilan berbagai keterampilan atau tugas gerak. Menurut Purnomo Ananto
(2000) dinyatakan bahwa motorik dapat diuraikan dengan kata seperti
otomatis, cepat dan akurat atau dengan kata lain titik beratnya adalah pada
ketelitian dan ketepatan. Simpulannya bahwa pola gerak merupakan
pengertian umum dan motorik merupakan gerak yang lebih khusus.
Anak-anak memiliki potensi yang besar dalam tumbuh kembangnya, baik
kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Potensi tersebut akan berkembang
optimal apabila diberikan layanan berupa kesempatan melakukan kegiatan
motorik yang dilatih dan diarahkan atau digunakan sesuai dengan
perkembangan anak.
Besar kecilnya naluri bergerak bagi anak tidak selalu sama. Dorongan
bergerak tidak dapat diajarkan, tetapi merupakan pembawaan masing-masing.
Akan tetapi guru dapat memberikan kesempatan dan mengarahkan dorongan
bergerak itu, melalui pemberian permainan yang menarik perhatian. Guru juga
dapat menyalurkan dorongan bergerak ke arah yang bermanfaat.
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh gizi, status kesehatan, dan
perlakuan gerak yang sesuai dengan masa perkembangannya. Jadi, secara
anatomis, perkembangan akan terjadi pada struktur tubuh individu yang
berubah secara proporsional seiring dengan bertambahnya usia seseorang.
Status gizi yang kurang akan menghambat laju perkembangan yang dialami
individu, akibatnya proporsi struktur tubuh menjadi tidak sesuai dengan
usianya yang pada akhirnya semua itu akan berimplikasi pada perkembangan
aspek lain.
Faktor kebutuhan stimulasi atau rangsangan terhadap anak untuk
memperkenalkan suatu pengetahuan ataupun keterampilan baru ternyata
sangat penting dalam peningkatan kecerdasan anak. Salah satu bentuk
kecerdasan yang harus dikembangkan ialah stimulasi motorik, alasannya
perkembangan motorik anak sangat pesat. Perkembangan motorik terkait
dengan perkembangan fisik dan rasa percaya diri. Apabila pada usia tertentu
anak belum dapat melakukan gerak/motorik tertentu maka dikatakan anak
mengalami keterlambatan. Oleh sebab itu, stimulasi motorik harus
dikembangkan karena anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan
8
lebih cepat berkembang jika dibandingkan dengan anak yang tidak/kurang
mendapatkan stimulasi.
Dengan demikian, sentuhan yang tepat untuk tumbuh kembang motorik anak
akan memberikan dampak positif pada perkembangan aspek-aspek lainnya
(kognisi, afeksi dan psikomotor). Perkembangan fisik berkaitan dengan adanya
pertumbuhan dan perubahan yang terjadi pada tubuh seseorang.
Perkembangan fisik mudah diamati dengan ditandai adanya perubahan pada
bentuk dan ukuran tubuh.
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan
tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan syaraf, otot, otak dan
spinal cord. Perkembangan fisik motorik adalah perkembangan jasmani
melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Dengan
demikian, sebelum perkembangan gerak motorik mulai berproses maka anak
akan tetap tak berdaya (Suyadi, 2010). Gerak tersebut berasal dari
perkembangan reflex dan kegiatan yang telah ada sejak lahir. Perkembangan
motorik adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan
pusat syaraf (otak), urat syaraf dan otot yang terkoordinansi. Ketika motorik
bekerja, ketiga unsur tersebut (otak-syaraf-otot) melaksanakan perannya
secara “interkasi positif”, berarti bahwa unsur yang satu saling berkaitan,
saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lain untuk mencapai
kondisi motoris yang sempurna keadaannya. Menurut Gallahue (dalam
Hendrayuda. 2018), motorik atau motor adalah faktor biologi dan mekanis
yang mempengaruhi gerak.
Gerakan merupakan unsur utama dalam pengembangan motorik anak, jika
anak banyak bergerak maka akan semakin banyak manfaat yang akan
diperoleh anak ketika anak makin terampil menguasai gerakan motorik halus
maupun motorik kasar, yang keduanya berfungsi sebagai rangsangan dalam
pengembangan intelegensia dan kesehatan. Kemampuan motorik kasar (gross
motor skills), yaitu kemampuan untuk mengontrol dan mengkoordinasikan
otot-otot besar dalam tubuh. Koordinasi ini mencakup otot di lengan dan di
lutut. Sebaliknya, kemampuan motorik halus (fine motor skills), yaitu gerakan
yang dilakukan hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan oleh otot-otot kecil serta membutuhkan koordinasi yang cermat.
Keterampilan motorik kasar diawali dengan bermain yang merupakan gerakan
kasar. Pada usia 3 tahun sesuai dengan tahap perkembangan, anak umumnya
9
sudah menguasai sebagian besar keterampilan motorik kasar. Sementara itu,
keterampilan motorik halus baru mulai berkembang, yang diawali dengan
kegiatan yang amat sederhana, seperti memegang pensil, memegang sendok
dan mengaduk. Keterampilan motorik halus lebih lama pencapaiannya
daripada keterampilan motorik kasar, karena keterampilan motorik halus
membutuhkan kemampuan yang lebih sulit, misalnya konsentrasi, kontrol,
kehati-hatian dan koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lain. Seiring
dengan pertambahan usia anak, kepandaian anak akan kemampuan motorik
halusnya semakin berkembang dan maju pesat.
Berbagai negara menggunakan cara berbeda dalam merangsang tumbuh
kembang psikomotorik anak. Sebagai contoh, sistem pendidikan di Jepang
selain adanya pendidikan jasmani dan olahraga, juga mensyaratkan bahwa
seluruh siswa terlibat dalam kegiatan membersihkan sekolah, yang meliputi
menyapu kelas, mengelap meja kursi kelas, membersihkan toilet dan kamar
mandi dan mengepel lantai. Kegiatan ini dilakukan setelah kelas selesai dan
sebelum masuk pada kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan cleaning ini
melibatkan seluruh siswa dan guru dan dilakukan setiap hari secara
berkelompok. Kegiatan ini tidak hanya menyebabkan mereka bergerak dan
menggunakan fisik mereka, melainkan juga mendidik anak untuk bisa saling
bekerja sama dan menghargai pekerjaan sendiri dan pekerjaan orang lain.
Contoh lain, seperti yang ada pada SD di Australia. Pembelajaran jam pertama
pada sekolah tersebut, dikhususkan pada pemberian waktu pada anak untuk
bergerak bebas di lingkungan sekolah. Di sekolah telah disiapkan berbagai
sarana prasarana yang dapat dipergunakan anak untuk menyalurkan energi
geraknya, seperti untuk memanjat, bergantung, belajar keseimbangan dan lain-
lain. Semua peralatan tersebut telah disiapkan sekolah, di berbagai sudut
lingkungan sekolah. Dari kedua contoh tersebut di atas terlihat bahwa kedua
negara tersebut memberikan perhatian khusus pada perkembangan motorik
siswanya.
Sementara itu, di Indonesia ditengarai bahwa pemberian kesempatan tumbuh
kembang psikomotorik siswa, terutama siswa SD (dan SMP) kurang
mendapatkan porsi yang cukup. Ada mata pelajaran olahraga, namun secara
waktu hanya diberikan 2 jam per minggu per kelas, jadi hal ini dianggap kurang
untuk bisa merangsang psikomotorik atau aspek myelin (psikomotor) anak
secara maksimal. Hasil penelitian Hasan (2014), menunjukkan bahwa
hambatan pelaksanaan pembelajaran tematik di SD Negeri Wonosari IV
10
berupa: 1) keterbatasan pemahaman guru tentang konsep perkembangan anak
usia SD dan karakteristiknya karena hanya diperoleh saat kuliah kependidikan
dan berdampak pada kurang optimalnya guru dalam melaksanakan
pembelajaran tematik sesuai perkembangan anak, 2) keterbatasan pengetahuan
guru mengenai pelaksanaan pembelajaran tematik, sehingga berdampak pada
ketidakmunculan beberapa karakteristik pembelajaran tematik, dan 3) faktor-
faktor yang menghambat pelaksanaan pembelajaran tematik adalah: a) guru
kurang disiplin waktu dalam hal melengkapi tugas administrasi guru, b) guru
belum begitu memahami tentang pengembangan pembelajaran tematik dalam
RPP, c) guru kesulitan dalam mengintegrasikan tema ke dalam jadwal yang
sudah ada, d) guru kesulitan mengelola proses pembelajaran siswa kelas
rendah karena kurang pemahaman dalam perkembangan anak usia SD, e) guru
tidak fokus terhadap materi yang diajarkan, f) guru belum bisa menilai siswa
secara menyeluruh dalam mengevaluasi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor.
Hasil penelitian dari Tukirno (2012), menunjukkan bahwa ditemukan kendala
dalam pelaksanaan mata pelajaran seni budaya bidang seni rupa. Dalam
persiapan antara lain kendala dalam merumuskan tujuan, menetapkan langkah
pembelajaran, menentukan metode dan media yang tepat. Pada pelaksanaan
pembelajaran masalah yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan kelas,
pemberian motivasi dan penguatan. Hal yang perlu diperhatikan pada
pelaksanaan evaluasi, aspek penilaian pada karya siswa. Disarankan kepada
semua pihak untuk lebih menyiapkan diri terutama bagi lingkungan
pendidikan/sekolah agar persiapan sebelum pembelajaran benar-benar
disiapkan, pelaksanaanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada dan
tentunya evaluasi benar-benar dilaksanakan sesuai kurikulum/aturan yang
berlaku.
Oleh sebab itu, guru SD dituntut untuk mampu mengimplikasikannya tugas-
tugas perkembangan ini dalam proses pembelajaran (Yusran dan Alfi, 2013).
Untuk itu, kajian ini menganalisis sejauh mana tumbuh kembang aspek
psikomotorik anak ini mendapat perlakuan di sekolah dan kendala-kendala apa
yang dialami di tingkat sekolah dalam menumbuhkembangkan aspek
psikomotorik anak.
11
B. Permasalahan
Ada beberapa aspek yang mempengaruhi perkembangan seorang anak atau
siswa sekolah, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek
tersebut sangat penting dalam proses pendidikan untuk mencapai standar
perkembangan atau pertumbuhan anak. Untuk mendapatkan taraf
perkembangan dan pertumbuhan anak ketiga aspek tersebut sangat diperlukan,
dan saling mendukung satu sama lain. Tidak maksimalnya salah satu aspek
maka akan mempengaruhi aspek lain dalam pertumbuhan anak. Oleh karena
itu, sistem pendidikan akan berhasil baik bila memperhatikan aspek-aspek
tersebut secara berkesinambungan. Sistem pendidikan yang baik harus mampu
membangun dan mempersiapkan anak untuk mencapai standar aspek-aspek
tersebut.
Pada saat ini, secara umum dalam sistem pendidikan dan pembelajaran kita
belum menekankan pada aspek myelin (psikomotor), tetapi masih lebih
menekankan pada kognisi dan afeksi. Kurangnya pemahaman guru dan orang
tua akan pentingnya intervensi ranah psikomotorik, sehingga anak hanya
digenjot pada tambahan pelajaran dan pendidikan karakter. Intervensi ranah
psikomotorik diserahkan sepenuhnya pada guru penjas yang biasanya hanya 1
orang di setiap SD dan hanya bertemu siswa 2 jam pelajaran per minggu.
Tumbuh kembang psikomotorik sifatnya individual, dengan alokasi waktu
pelajaran yang diberikan, guru penjas tidak cukup waktu dan tenaga untuk
mengamati dan mencatat tumbuh kembang motorik setiap siswa. Padahal
keoptimalan tumbuh kembang psikomotorik merupakan aspek yang sangat
penting dalam tahap tumbuh kembang anak di usia 5-8 tahun atau selaras
dengan usia anak SD kelas awal. Dampak tumbuh kembang motorik yang tidak
optimal pada tahapan ini dapat berakibat kurang baik pada kesehatan dan
keterampilan anak pada masa dewasa. Oleh karena itu, pertanyaan dalam
kajian ini adalah bagaimana sistem pembelajaran di sekolah dilakukan dalam
mendukung atau merangsang tumbuh kembang psikomotorik siswa. Secara
khusus maka permasalahan yang diajukan ada dua, yaitu 1) Bagaimana
kebijakan pendidikan yang terkait dengan penguatan aspek psikomotorik anak
dan 2) Bagaimana bentuk-bentuk intervensi tumbuh kembang aspek
psikomotorik yang dilakukan guru di sekolah.
12
C. Tujuan
Secara umum tujuan studi ini adalah untuk memberikan saran kebijakan terkait
dengan penguatan ranah psikomotorik (kemampuan myelin) anak SD dan
secara lebih khusus studi ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis dan memetakan kebijakan pendidikan yang terkait dengan
penguatan aspek psikomotorik anak.
2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk intervensi tumbuh kembang aspek
psikomotorik yang dilakukan guru di sekolah.
D. Ruang Lingkup
Kajian ini dilakukan di tingkat SD karena pendidikan dasar merupakan tahap
yang sangat penting untuk meletakan dasar-dasar perkembangan, baik yang
meliputi kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Kajian ini memfokuskan pada
aspek psikomotorik anak dalam kegiatan pendidikan di sekolah.
13
BAB II
LITERATUR REVIU TERKAIT RANAH
PSIKOMOTORIK
A. Taksonomi Bloom
Konsep tentang kognitif, afektif dan psikomotorik ini dikenal dengan istilah
taksonomi Bloom (Benjamin Bloom, 1956), yaitu konsep mengenai 3 model
herarki yang digunakan untuk mengklasifikasikan perkembangan pendidikan
anak secara objektif. Hierarki tersebut terdiri dari aspek kognitif, aspek afektif,
dan aspek psikomotorik.
1. Aspek Kognitif
Aspek kognitif merupakan aspek utama dalam banyak kurikulum
pendidikan dan menjadi tolok ukur penilaian perkembangan anak. Kognitif
memiliki arti pengenalan, yang mengacu pada proses mengetahui maupun
kepada pengetahuan itu sendiri. Dengan kata lain, aspek kognitif
merupakan aspek yang berkaitan dengan nalar atau proses berfikir, yaitu
kemampuan dan aktivitas otak untuk mengembangkan kemampuan
rasional. Aspek kognitif mempunyai enam aspek. Pertama, pengetahuan
(knowledge). Aspek ini merupakan aspek yang mendasar yang merupakan
bagian dari aspek kognitif. Kognisi mengacu pada kemampuan untuk
mengenali dan mengingat materi-materi yang telah dipelajari mulai dari
hal sederhana hingga mengingat teori-teori yang memerlukan kedalaman
berfikir dan juga kemampuan mengingat konsep, proses, metode, serta
struktur. Kedua, pemahaman (comprehension.) Aspek ini lebih tinggi
dari aspek pengetahuan. Aspek ini mengacu pada kemampuan untuk
mendemosntrasikan fakta dan gagasan dengan mengelompokkan,
mengorganisir, membandingkan, memberi deskripsi, memahami dan
terutama memahami makna dari hal-hal yang telah dipelajari. Memahami
suatu hal yang telah dipelajari dalam bentuk translasi (mengubah bentuk),
intepretasi (menjelaskan atau merangkum), dan ekstrapolasi (memperluas
arti dari satu materi). Ketiga, penerapan (application). Tujuan dari aspek
ini adalah untuk menerapkan materi yang telah dipelajari dengan
menggunakan aturan serta prinsip dari materi tersebut dalam kondisi yang
14
baru atau dalam kondisi nyata. Juga kemampuan menerapkan konsep
abstrak dan ide atau teori tertentu. Penerapan merupakan tingkat yang lebih
tinggi dari kedua aspek sebelumnya yaitu pengetahuan dan pemahaman.
Keempat, analisis (analysis). Menganalisis melibatkan pengujian dan
pemecahan informasi ke dalam beberapa bagian, menentukan bagaimana
satu bagian berhubungan dengan bagian lainnya, mengidentifikasi motif
atau penyebab dan membuat simpulan serta materi pendukung simpulan
tersebut. Tiga karakteristik yang ada dalam aspek analisis, yaitu analisa
elemen, analisa hubungan, dan analisa organisasi. Kelima, sintesis
(synthesis). Sintesis termasuk menjelaskan struktur atau pola yang tidak
terlihat sebelumnya dan juga mampu menjelaskan mengenai data atau
informasi yang didapat. Dengan kata lain, aspek sintesis meliputi
kemampuan menyatukan konsep atau komponen sehingga dapat
membentuk suatu struktur yang memiliki pola baru. Pada aspek ini
diperlukan sisi kreatif dari seseorang atau anak didik. Keenam, evaluasi
(evaluation). Adalah kemampuan untuk berpikir dan memberikan
penilaian serta pertimbangan dari nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
Dengan kata lain, kemampuan menilai sesuatu untuk tujuan tertentu.
Evaluasi ini dilakukan berdasarkan kriteria internal dan eksternal.
2. Aspek Afektif
Aspek afeksi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan emosi seperti
penghargaan, nilai, perasaan, semangat, minat, dan sikap terhadap sesuatu
hal. Menurut Bloom, tahap afeksi meliputi lima hal. Pertama, penerimaan
(receiving/attending) Mengacu pada kemampuan untuk memperhatikan
dan merespon stimulasi yang tepat dan juga kemampuan untuk
menunjukkan atensi atau penghargaan terhadap orang lain. Dalam domain
atau ranah afektif, penerimaan merupakan hasil belajar yang paling
rendah. Contohnya, mendengarkan pendapat orang lain. Kedua, responsif
(responsive), yang berada satu tingkat di atas penerimaan dan ini akan
terlihat ketika siswa menjadi terlibat dan tertarik terhadap suatu materi.
Anak memiliki kemampuan berpartisipasi aktif dalam suatu pembelajaran
dan selalu memiliki motivasi untuk bereaksi dan mengambil tindakan.
Contoh, ikut berpartisipasi dalam diskusi kelas mengenai suatu pelajaran.
Ketiga, penilaian (value). Domain ini mengacu pada pentingnya nilai atau
keterikatan diri terhadap sesuatu, seperti penerimaan, penolakan atau tidak
menyatakan pendapat. Juga kemampuan untuk menyatakan mana hal yang
15
baik dan yang kurang baik dari suatu kegiatan atau kejadian dan
mengekspresikannya ke dalam perilaku. Contoh, mengusulkan kegiatan
kelompok untuk suatu materi pelajaran. Keempat, organisasi
(organization). Tujuan dari ranah organisasi adalah penyatuan nilai, sikap
yang berbeda yang membuat anak lebih konsisten, membentuk sistem
nilai internalnya sendiri, dan menyelesaikan konflik yang timbul di
antaranya. Juga mengharmonisasikan berbagai perbedaan nilai yang ada
dan menyelaraskan berbagai perbedaan. Kelima, karakterisasi
(characterization). Acuan domain ini adalah karakter seseorang dan daya
hidupnya. Kesemua hal ini akan tercermin dalam sebuah tingkah laku
yang ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial, dan emosi.
Nilai-nilai telah berkembang sehingga tingkah laku lebih mudah untuk
diperkirakan.
3. Aspek Psikomotorik
Psikomotorik adalah domain yang meliputi perilaku gerakan dan
koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik
seseorang. Keterampilan yang akan berkembang jika sering dipraktikkan
ini dapat diukur berdasarkan jarak, kecepatan, ketepatan, teknik dan cara
pelaksanaan. Dalam aspek psikomotorik terdapat tujuh kategori mulai dari
yang terendah hingga tertinggi. Pertama, peniruan. Kategori ini terjadi
ketika anak bisa mengartikan rangsangan atau sensor menjadi suatu
gerakan motorik. Anak dapat mengamati suatu gerakan kemudian mulai
melakukan respons dengan yang diamati berupa gerakan meniru, bentuk
peniruan belum spesifik dan tidak sempurna. Kedua, kesiapan. Kesiapan
anak untuk bergerak meliputi aspek mental, fisik, dan emosional. Pada
tingkatan ini, anak menampilkan sesuatu hal menurut petunjuk yang
diberikan dan tidak hanya meniru. Anak juga menampilkan gerakan
pilihan yang dikuasainya melalui proses latihan dan menentukan
responsnya terhadap situasi tertentu. Ketiga, merupakan tahap awal dalam
proses pembelajaran gerakan kompleks yang meliputi imitasi, juga proses
gerakan percobaan. Keberhasilan dalam penampilan dicapai melalui
latihan yang terus menerus. Keempat, mekanisme. Merupakan tahap
menengah dalam mempelajari suatu kemampuan yang kompleks. Pada
tahap ini respon yang dipelajari sudah menjadi suatu kebiasaan dan
gerakan bisa dilakukan dengan keyakinan serta ketepatan tertentu.
Kelima, respon tampak kompleks. Ini merupakan tahap gerakan motorik
16
yang terampil yang melibatkan pola gerakan kompleks. Kecakapan
gerakan diindikasikan dari penampilan yang akurat dan terkoordinasi
tinggi tetapi dengan tenaga yang minimal. Penilaian termasuk gerakan
yang mantap tanpa keraguan dan otomatis. Keenam, adaptasi. Pada tahap
ini, penguasaan motorik sudah memasuki bagian di mana anak dapat
memodifikasi dan menyesuaikan keterampilannya hingga dapat
berkembang dalam berbagai situasi berbeda. Ketujuh, penciptaan.
Artinya, menciptakan berbagai modifikasi dan pola gerakan baru untuk
menyesuaikan dengan tuntutan suatu situasi. Proses belajar menghasilkan
hal atau gerakan baru dengan menekankan pada kreativitas berdasarkan
kemampuan yang telah berkembang pesat.
4. Peranan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik dalam Pendidikan
Selama ini, di sebagian besar kegiatan pendidikan kita, pengukuran
pencapaian materi pengajaran lebih banyak ditekankan pada hasil
pembelajaran sehingga lebih banyak menekankan pada aspek kognitif dan
kerap kali mengabaikan aspek lainnya. Oleh karena itu, sering kali
hasilnya tidak efektif, karena untuk dapat mencapai tingkat pengetahuan
atau perkembangan tertentu anak atau siswa, yang diperlukan justru
sebuah proses secara keseluruhan agar menghasilkan anak mempunyai
pertumbuhan secara menyeluruh. Anak tidak hanya mempunyai
pengetahuan yang tinggi melainkan juga mempunyai pemahaman lain
yang baik. Hal ini meliputi aspek afeksi dan psikomotorik anak.
Oleh karena itu, ketiga aspek atau domain ini sangat penting dalam
perkembangan atau tumbuh kembang seorang anak. Hal ini juga
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak karena
ketiga aspek ini digunakan untuk mengukur keberhasilan proses
pembelajaran terhadap anak. Ketiga aspek ini akan digunakan untuk
mengevaluasi sejauh mana materi pendidikan dapat diserap oleh anak
dengan mengacu pada kategori-kategori di dalam tiga domain utama
tersebut. Ketiganya masing-masing memiliki fungsi berbeda untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan proses belajar dan kemampuan anak
dalam menyerap materi pembelajaran tertentu dan juga sejauh mana
efektivitas metode pengajaran yang digunakan oleh guru atau oleh secara
lebih luas oleh sistem pendidikan.
17
Ketiga aspek atau domain kognitif, afektif dan psikomotorik ini memiliki
hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Sebelum sampai
pada aspek psikomotorik, terlebih dahulu anak akan mengalami tahap
kognitif dan afektif. Pada tahap penerimaan, anak terlebih dulu perlu
memiliki suatu perhatian untuk dapat menerima materi yang diberikan.
Dengan adanya perhatian maka akan mudah bagi anak untuk menerima
pengetahuan tersebut dan seterusnya.
Dalam setiap aspek afektif, terbukti memiliki aspek kognitif di dalamnya
untuk saling mendukung. Setelah anak melalui tahap kognitif dan afektif
maka ia akan siap untuk melanjutkan ke tahap psikomotorik berdasarkan
apa yang sudah dipelajarinya di kedua tahap sebelumnya.
5. Manfaat Mempelajari Aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotorik
Dengan menggunakan ketiga domain ini sebagai dasar untuk memberikan
pengajaran atau pendidikan kepada anak, hasilnya tidak hanya akan
membuat anak mengerti tentang konsep pelajaran secara menyeluruh
melainkan juga akan mengembangkan kemampuan emosional serta
motorik anak pada saat yang bersamaan. Aspek-aspek ini membantu para
pengajar dan pendidik untuk mengenali pada tahap mana kemampuan
masing-masing anak berada. Hal itu akan membantu para pendidik untuk
menciptakan instruksi yang mengarah pada kemampuan berpikir kritis
untuk masing-masing anak.
Pembelajaran tanpa mengenal konsep dasar atau kemampuan berpikir
kritis akan sulit untuk diterapkan dan pada akhirnya hanya akan
membiasakan seorang anak untuk mengenali teori tanpa mengerti dasar-
dasar dari pengetahuan yang dimilikinya dan pada akhirnya akan
membuatnya sulit untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam
berbagai situasi.
Contohnya, memiliki kemampuan berhitung akan sia-sia tanpa
kemampuan untuk mengetahui bagaimana, kapan, dan apa cara
mengaplikasikan hitungan tersebut dalam dunia nyata. Penerapan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik akan membantu anak mengembangkan
kemampuan dirinya secara menyeluruh dan tidak sebagian saja.
18
6. Tumbuh Kembang Anak Usia 6 – 12 Tahun
Pertumbuhan anak merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil
dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung
secara normal pada anak yang sehat dan pada waktu yang normal.
Pertumbuhan merupakan proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan
tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif
secara berkesinambungan dan berkaitan dengan perubahan kuantitatif
yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Hasil
pertumbuhan antara lain bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak,
seperti berat badan, panjang atau tinggi badan, dan kekuatannya, serta
perubahan yang semakin sempurna pada sistem jaringan syaraf dan
perubahan-perubahan struktur jasmani lainnya. Pertumbuhan dapat
disimpulkan sebagai proses perubahan dan pematangan fisik.
Sementara itu, perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif
yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman,
bekerja dalam suatu proses perubahan yang berkenaan dengan aspek-
aspek fisik dan psikis atau perubahan tingkah laku dan kemampuan
sepanjang proses perkembangan individu mulai dari massa konsepsi
sampai meninggal. Perkembangan bertujuan untuk memperoleh
penyesuaian diri terhadap lingkungan di mana ia hidup. Menurut Nuraini
(2014) perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami oleh
individu menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara
sistematis, progresif dan bersinambungan, baik mengenai fisik maupun
psikis”.
Perubahan dalam perkembangan memiliki sifat antara lain 1) sistematis,
berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan
atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian fisik dan psikis dan
merupakan satu kesatuan; 2) progresif, berarti perubahan yang terjadi
bersifat maju, meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif
(fisik) maupun kualitatif (psikis); 3) berkesinambungan, berarti perubahan
pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara berurutan atau
beraturan, dan 4) perkembangan mempunyai makna yang luas.
Perkembangan fisik anak usia SD meliputi pertumbuhan tinggi dan berat
badan. Perubahan proporsi antar bagian tubuh yang membentuk postur
tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan dan
19
perkembangan fisik anak menentukan keterampilan anak bergerak.
Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara memandang dirinya
sendiri dan orang lain yang berdampak dalam melakukan penyesuaian
dengan dirinya dan orang lain. Pertumbuhan dan perkembangan itu antara
lain seperti disajikan berikut ini.
a. Pertumbuhan Tinggi Badan, tinggi badan setiap anak berbeda-beda,
tetapi mengikuti pola yang sama, yaitu 1) anak usia 5 tahun memiliki
tinggi tubuh 2 kali dari tinggi/panjang tubuh saat lahir, setelah itu
melambat 7 cm setiap tahun, 2) anak usia 12 atau 13 tahun memiliki
tinggi badan sepanjang 150 cm, masih bertambah sampai usia 18 tahun
ketika mengakhiri masa remaja, dan 3) pada akhir usia SD dan anak
masuk masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dari anak
perempuan. Namun, setelah itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat.
b. Perkembangan Berat Tubuh Peserta Didik, yaitu 1) untuk anak usia 5
tahun memiliki berat badan 5 kali setelah dilahirkan, 2) untuk anak
masa anak memiliki berat badan sekitar 35-40 kg, 3) anak usia 10-12
tahun merupakan awal/permulaan menginjak masa remaja.
Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1980), ada tiga kemungkinan
perubahan bentuk primer anak SD, yaitu 1) bentuk tubuh endomorph,
bentuk tumbuh tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan besar,
2) bentuk tubuh mesomorph, bentuk tubuh kelihatannya kokoh, kuat,
dan lebih kekar, dan 3) berat tubuh ektomorf, bentuk tumbuh tampak
jangkung, dada pipih, lemah dan seperti tak berotot.
c. Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan Lemak, antara lain nampak pada
1) pertumbuhan tulang (jumlah dan komposisi) pada peserta didik usia
SD cenderung lambat dibandingkan anak awal dan remaja, 2)
pengerasan tulang dan tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung
terus sampai akhir masa remaja, 3) pertumbuhan tulang terjadi tidak
serempak dan kecepatannya berbeda, tergantung pada hormon, gizi dan
zat mineral yang dikonsumsi, 4) pada dua tahun terakhir masa anak
akhir di mana terjadi periode lemak, terjadi pembengkokkan tulang
karena tulang belum/tidak cukup keras menompang berat badan, dan 5)
pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta didik usia
SD menjadi peristiwa penting karena dapat mempengaruhi perilaku
anak, 6) perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang
20
mempengaruhi perkembangan indra dan berpikir anak yang berdampak
pada kemampuan anak dalam belajar.
Sebagian peserta didik usia SD juga mengalami perbedaan pada masa
awal remaja/puber, yang nampak pada 1) masa ini terjadi perubahan fisik
yang sangat pesat dalam ukuran tinggi, berat badan, proporsi tubuh, 2)
kematangan kelenjar dan hormon yang berkaitan dengan pertumbuhan
seksual, dan 3) mengalami ketidakseimbangan, terlalu memperhatikan
perubahan fisik, menarik diri dari pergaulan, perubahan minat/aktivitas
bermain, bersikap negatif/menentang, kurang percaya diri (PD) dan
sebagainya.
Perkembangan fisik peserta didik usia SD lebih lambat jika dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan masa masa bayi dan TK awal dan sesudah
masa puber dan remaja. Waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama,
ada yang berlangsung cepat, sedang atau lambat. Hal tersebut dipengaruhi
oleh banyak faktor, antara lain 1) pengaruh keluarga, 2) faktor keturunan,
3) faktor lingkungan , 4) jenis kelamin (anak laki-laki cenderung lebih
tinggi dan lebih berat jika dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali
pada usia 12-15 tahun), 5) gizi dan kesehatan, dan 6) status sosial
ekonomi. Perkembangan manusia dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Perkembangan Manusia, Sumber: Dictio.id
Kualitas tumbuh kembang anak dalam kesehatan dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam (internal) dan faktor yang
berasal dari luar (eksternal). Faktor internal terdiri dari enam hal seperti
disajikan berikut ini.
21
1. Ras/etnik atau bangsa. Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika
tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
2. Keluarga. Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh
tinggi, pendek, gemuk atau kurus.
3. Umur. Kecepatan pertumbuhan yang pesat terjadi pada masa prenatal,
tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
4. Jenis kelamin. Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang
lebih cepat daripada laki-laki. Namun, setelah melewati masa
pubertas pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
5. Genetik. Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak, yaitu
potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan
genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Salah satu
contohnya adalah tubuh kerdil.
6. Kelainan kromosom. Kelainan kromosom umumnya disertai dengan
kegagalan pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor eksternal terdiri dari tiga hal, yaitu faktor prenatal, faktor
persalinan dan faktor pasca persalinan.
a. Faktor prenatal dipengaruhi oleh 9 hal, yaitu gizi, mekanis, toksin/zat
kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imonologi, anoksia embrio,
dan psikologis ibu.
Gizi, nutrisi yang dikonsumsi ibu selama hamil akan mempengaruhi
pertumbuhan janin yang dikandungnya. Oleh karena itu, asupan nutrisi
pada saat hamil harus sangat diperhatikan. Pemenuhan zat gizi menurut
kaidah gizi seimbang patut dijalankan. Dalam setiap kali makan,
usahakan ibu hamil mendapat cukup asupan karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral.
Mekanis, trauma dan posisi fetus yang abnormal dapat menyebabkan
kelainan kongenital seperti club foot, dislokasi panggul, falsi fasialis,
dan sebagainya.
Toksin/zat kimia, beberapa obat-obatan seperti aminopterin,
thalidomid dapat menyebabkan kelainan kongenital palatoskisis.
22
Endokrin, diabetes mellitus pada ibu hamil dapat menyebabkan
makrosomia, kardiomegali, hyperplasia adrenal.
Radiasi, paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental
dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, kelainan
jantung.
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (toksoplasma,
rubella, cytomegalo virus, herpes simpleks) dapat menyebabkan
kelainan pada janin, seperti katarak, bisu tuli, mikrosepali, retardasi
mental dan kelainan jantung kongenital.
Kelainan imunologi, eritoblastosis fetalis timbul karena perbedaan
golongan darah antara ibu dan janin sehingga ibu membentuk antibody
terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk ke
dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kern ikterus yang
akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan janin terganggu.
Psikologis ibu, pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan
salah/ kekerasan mental pada ibu selama hamil serta gangguan
psikologis lainnya dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.
2) Faktor persalinan, komplikasi yang terjadi pada saat proses persalinan
seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan
otak bayi.
3) Faktor pascapersalinan dipengaruhi oleh delapan hal, yaitu gizi,
penyakit kronis/kelainan congenital, lingkungan fisik dan kimia,
psikologis, endokrin, sosio ekonomi, lingkungan pengasuhan, dan
obat-obatan.
Gizi, untuk tumbuh dan berkembang secara optimal maka bayi dan
anak memerlukan gizi/nutrisi yang adekuat. Pada masa bayi, makanan
utamanya adalah air susu ibu (ASI). Berikan hak anak untuk
mendapatkan ASI eksklusif, yaitu hanya ASI sampai bayi berusia 6
bulan. Setelah itu, tambahkan makanan pendamping ASI (MP ASI),
23
yang diberikan sesuai dengan usia anak. Pemberian MP ASI harus
diberikan secara bertahap sesuai dengan usia anak. Secara garis besar
pemberian MP ASI dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu MP ASI untuk usia
6 bulan dan MP ASI untuk usia 9 bulan ke atas. Keduanya berbeda
dalam rasa dan teksturnya karena disesuaikan dengan perkembangan
dan kemampuan anak.
Penyakit kronis/kelainan congenital, penyakit-penyakit kronis seperti
tuberculosis, anemia serta kelainan kongenital seperti kelainan jantung
bawaan atau penyakit keturunan seperti thalasemia dapat
mengakibatkan gangguan pada proses pertumbuhan.
Lingkungan fisik dan kimia, lingkungan sering disebut milieu adalah
tempat anak hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar
anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya
sinar matahari, paparan sinar radio aktif, zat kimia tertentu (plumbum,
mercuri, rokok dan sebagainya) mempunyai dampak negatif terhadap
pertumbuhan anak.
Faktor psikologis yang dimaksud adalah bagaimana hubungan anak
dengan orang di sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh
orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami
hambatan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Endokrin, gangguan hormon, seperti pada penyakit hipotiroid dapat
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
Sosio-ekonomi, kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan
makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan.
Keadaan seperti ini dapat menghambat proses pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi
tumbuh kembang anak.
Obat-obatan, pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian juga dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan syaraf yang menyebabkan terhambatnya produksi
hormon pertumbuhan (Amalia dan Martinaman, 2017).
24
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD yang beranjak matang maka
perkembangan motoriknya sudah dapat terkoordinasi dengan baik yang
mana, setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya.
Pada fase anak usia SD (7-12) tahun ditandai dengan gerak atau aktivitas
motorik yang lincah. Oleh karena itu, potensi yang ada pada anak usia SD
harus dikembangkan secara optimal. Pada anak usia SD merupakan masa
yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik,
baik halus maupun kasar.
Upaya-upaya yang dapat sekolah lakukan untuk memfasilitasi
perkembangan fisik-motorik secara fungsional, di antaranya adalah seperti
berikut ini.
1. Sekolah merancang pelajaran keterampilan yang bermanfaat bagi
perkembangan atau kehidupan anak seperti mengetik, menjahit,
merupa, atau kerajinan tangan lainnya.
2. Sekolah memberikan pelajaran senam atau olahraga kepada para siswa,
yang sejenisnya disesuaikan dengan usia siswa.
3. Sekolah perlu merekrut (mengangkat) guru-guru yang memiliki
keahlian dalam bidang-bidang tersebut diatas.
4. Sekolah menyediakan sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan
pelajaran tersebut (Nur, 2016).
B. Psikomotorik Kasar dan Psikomotorik Halus
Ranah psikomotorik adalah ranah yang menitikberatkan pada kemampuan
fisik dan kerja otot. Ranah ini membedakan antara ranah motorik kasar dan
motorik halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang membutuhkan
keseimbangan dan koordinasi antaranggota tubuh dengan menggunakan otot-
otot besar dari sebagian atau seluruh anggota tubuh, di mana gerakan ini
dipengaruhi oleh usia, berat badan, dan perkembangan fisik anak. Gerakan-
gerakan yang menggunakan motorik kasar antara lain adalah berlari,
melompat, dan menendang.
Sementara itu, motorik halus berhubungan dengan keterampilan fisik yang
melibatkan otot kecil dan koordinasi mata dan tangan. Syaraf motorik halus
25
dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan rangsangan secara rutin,
seperti bermain puzzle, menyusun balok, memasukkan benda ke dalam lubang
sesuai bentuknya, dan lain-lain. Kemampuan motorik halus setiap anak
berbeda-beda, baik dalam hal kekuatan maupun ketepatannya. Perbedaan ini
bisa dipengaruhi oleh pembawaan dan stimuli yang didapatkan anak.
C. Pengukuran Psikomotorik
Ada beberapa metode untuk mengukur tingkat perkembangan psikomotorik
anak. Dalam modul tentang evaluasi perkembangan motorik yang
dikembangkan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dikatakan bahwa
langkah evaluasi perkembangan motorik ini terbilang sulit dalam
pelaksanaannya. Perkembangan motorik tidak dapat diamati, sehingga
dikembangkan suatu cara agar mengukur pertambahan keterampilan pada satu
proses latihan dapat terlihat nyata? Hasil perkembangan motorik yang terlihat
dari keterampilan anak dapat dikumpulkan dalam waktu yang cukup panjang,
misalnya dalam satu bulan, satu semester bahkan satu tahun. Hasil
perkembangan tersebut dapat dipetakan dalam bentuk grafik. Jika anak
berhasil dalam perkembangan motoriknya maka grafik akan menunjukkan
garis menanjak, dan atau sebaliknya.
Dalam pengukuran perkembangan motorik perlu diperhatikan antara penilaian
yang berorientasi terhadap produk dan yang berorientasi terhadap proses.
Performa seorang anak yang dinilai dari jumlah lemparan bola yang berhasil
ditangkapnya dibandingkan dengan jumlah lemparan bola yang tidak berhasil
ditangkapnya, ini termasuk penilaian berorientasi produk. Teknik penilaian
yang berorientasi proses telah dikembangkan oleh Roberton dkk. di University
of Wisconsin didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan pada komponen-
komponen tubuh yang berbeda, berlangsung pada saat yang berbeda-beda pula,
maka penilaian mengenai perkembangan motorik harus mencakup pendekatan
segmental atau komponen. Pendekatan komponen ini membutuhkan
pengidentifikasian karakteristik perkembangan bagian-bagian tubuh dalam
pelaksanaan suatu tugas” (Safrit, 1990:199). Untuk mampu melakukan
penilaian ini dibutuhkan pemahaman yang komprehensif mengenai tahapan-
tahapan perkembangan dalam periode waktu. Guru sangat membutuhkan
26
kajian-kajian sebelum melakukan pengamatan mengenai definisi dari masing-
masing tahap perkembangan.
D. Pengaruh Aspek Psikomotorik terhadap Prestasi Siswa
Saat ini ada kecenderungan meningkatnya jumlah anak yang tidak aktif secara
fisik. Anak sekarang lebih sibuk dengan gadgetnya jika dibandingkan dengan
permainan yang melibatkan aktivitas fisik. Di sisi lain, pelajaran pendidikan
jasmani di sekolah hanya mendapat porsi 2 jam per minggu. Bahkan, tidak
dipungkiri, dalam menghadapi ujian nasional (UN), di banyak sekolah ada
kebijakan untuk mengurangi bahkan meniadakan jam pelajaran pendidikan
jasmani untuk digantikan mata pelajaran lain sebagai upaya meningkatkan
prestasi akademik siswa. Padahal sejumlah studi memperlihatkan adanya
hubungan positif antara prestasi akademik dengan aktivitas fisik (Ambardini,
2009).
Dasar pendidikan jasmani adalah gerak, beberapa penelitian (Ambardini,
2009) menyebutkan bahwa gerak memberi efek positif bagi tubuh, baik fisik
maupun mental, termasuk kemampuan kognitif dan emosional. Penelitian
CDC, 2006 (dikutip dari Ambardini, 2009) mengatakan bahwa anak yang tidak
aktif secara fisik cenderung tidak aktif pada masa dewasa. Kecenderungan ini
meningkatkan risiko obesitas yang berakibat meningkatnya prevalensi
penyakit kronik degeneratif, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan jantung.
Menurut CDC, 2006, aktivitas fisik melalui pendidikan jasmani membantu
membentuk dan mempertahankan tulang dan otot yang sehat, membantu
mengontrol berat badan, membentuk otot dan mengurangi lemak, mengurangi
depresi, kecemasan, serta mencegah atau memperlambat hipertensi.
Senada dengan penelitian Carison et al, 2008 (dikutip dari Ambardini, 2009)
menunjukkan bahwa pendidikan jasmani berdampak positif terhadap prestasi
akademik siswa. Bahkan, pada siswa perempuan yang mendapat pendidikan
jasmani lebih banyak terdapat peningkatan nilai matematika dan membaca.
Riset Podulka, 2006 (dikutip dari Ambardini, 2009) memperlihatkan bahwa
program pendidikan jasmani yang didesain dengan baik dapat mendorong anak
untuk aktif secara fisik dan memberikan efek positif pada nilai akademis,
termasuk peningkatan konsentrasi, memperbaiki kemampuan matematika,
27
membaca, dan menulis. Kondisi aerobik membantu fungsi memori. Aktivitas
fisik berpengaruh pada lobus frontalis, suatu area otak untuk konsentrasi
mental dan perencanaan. Selain itu juga dijelaskan bahwa mekanisme
meningkatnya prestasi akademik siswa sebagai hasil aktivitas fisik melalui
pendidikan jasmani di antaranya adalah melalui meningkatnya rentang
perhatian dan konsentrasi. Aktivitas fisik intensitas tinggi berkaitan erat
dengan meningkatnya prestasi akademis, sementara aktivitas fisik sedang tidak
berhubungan secara bermakna dengan prestasi akademis.
Bukti lain yang mendukung ditemukan oleh Dwyer et al, 2001 (dikutip dari
Ambardini, 2009) dalam studinya yang melibatkan siswa sekolah dasar sampai
sekolah menengah di Australia bahwa skor kebugaran jasmani berhubungan
secara bermakna dengan prestasi akademik.
Melalui pembelajaran motorik di SD akan berpengaruh terhadap beberapa
aspek kehidupan para siswa seperti: 1) melalui pembelajaran motorik anak
mendapatkan hiburan dan memperoleh kesenangan, 2) melalui pembelajaran
motorik anak dapat beranjak dari kondisi lemah menuju kondisi independen,
3) melalui pembelajaran motorik anak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan, 4) melalui pembelajaran motorik akan menunjang keterampilan
anak dalam berbagai hal, dan 5) melalui pembelajaran motorik akan
mendorong anak bersikap mandiri, sehingga dapat menyelesaikan segala
persoalan yang dihadapinya (Decaprio, 2013, p.24, dikutip dari Sukadiyanto,
2014).
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru penjas SD terkait dengan
pembelajaran motorik sebagai berikut: 1) kurangnya pengalaman dan
kreativitas guru penjas dalam menyusun model pembelajaran motorik yang
variatif dan menarik, sehingga berpengaruh terhadap proses pembelajaran
yang masih bersifat konvensional, 2) kurangnya sarana prasarana yang tersedia
di SD serta minimnya kreativitas guru penjas SD dalam menyiapkan atau
memodifikasi peralatan olahraga yang digunakan dalam pembelajaran
motorik, dan 3) terbatasnya jumlah jam pelajaran pendidikan jasmani untuk
SD serta masih kurangnya kemampuan guru dalam mengelola kelas pada
pembelajaran motorik (Sukadiyanto, 2014).
Dalam makalahnya Ambardini, 2009 menyimpulkan bahwa pendidikan
jasmani yang berkualitas setiap hari menjadi esensial untuk proses belajar yang
optimal. Apabila kurikulum tidak memungkinkan untuk diubah maka sangat
28
dianjurkan untuk membuat siswa aktif di kelas, yaitu dengan menyisipkan
aktivitas fisik dengan setting kelas pada mata pelajaran lain. Oleh karena
aktivitas fisik dapat meningkatkan fungsi kognitif melalui perbaikan
hippocampus yang berperan pada pembelajaran spasial, melalui plastisitas
sinaptik, dan neurogenesis (van Praag et al., 1999). Lebih jauh dijelaskan
bahwa aktivitas fisik berpengaruh baik pada fungsi kognitif karena dapat
meningkatkan kadar faktor pertumbuhan syaraf (nerve growth factor) yang
menyokong daya survival dan pertumbuhan jumlah sel-sel syaraf sehingga
pemiliknya semakin cerdas.
29
BAB III
METODOLOGI
A. Metode
Kajian ini akan menggunakan dua metode, yaitu kuantitatif dan kualitatif atau
disebut metode campuran karena mengumpulkan dan menganalisis data
kuantitatif dalam penelitian yang sama. Metode kuantitatif meneliti data yang
bersifat numerik dan menggunakan alat statistik untuk menganalisis data yang
dikumpulkan sehingga memungkinan untuk pengukuran variabel
(https://penelitianilmiah.com/).
Metode kualitatif digunakan untuk menjaring data kuantitatif, seperti data
psikomotorik dan kebugaran siswa, data prestasi siswa, peningkatan tumbuh
kembang anak, dan data kegiatan fisik yang dilakukan oleh guru dan siswa
yang terkait dengan variabel pengembangan psikomotorik siswa.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data kualitatif
ini dijaring dengan menggunakan focus group discussion (FGD) dan
wawancara. Verifikasi dan validasi data dilakukan dengan FGD dan meminta
mengumpulkan data ke beberapa SD di Kecamatan Tanah Abang, Jakarta
Pusat. Pengumpulan data dengan menggunakan angket. Pengumpulan data di
tingkat sekolah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dan
data terkait bentuk-bentuk psikomotorik yang dilakukan di tingkat sekolah.
Responden atau informan adalah semua guru yang terdapat di SD sampel.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari satuan atau individu yang
karakteristiknya akan diteliti dan satuan tersebut disebut unit analisis. Unit
analisis dapat berupa orang atau institusi. Sampel adalah sebagian populasi
yang karakteristiknya akan diteliti. Untuk mendapatkan sample maka
digunakan teknik sampling. Teknik sampling adalah cara pengambilan sampel
dari populasi. Teknik ini diambil bila populasi bersifat homogen atau memiliki
karakter yang sama atau hampir sama. Untuk menghasilkan sampel yang
30
sesuai maka dipilih sampel secara purposif atau judgemental sampling
(https://www.statistikian.com/2012/10/).
Berdasarkan pengertian tersebut maka populasi kajian ini adalah semua SD
pada kelas awal di Indonesia, sedangkan sampelnya adalah siswa kelas awal
pada SD yang diambil secara purposif sehingga diperoleh SD di Kecamatan
Tanah Abang, Jakarta Pusat, berjumlah 12 SD dengan kategori baik dan
sedang. Responden dalam kajian ini meliputi guru kelas, siswa, kepala sekolah,
guru yang terlibat dalam UKS, dokter OR/kesehatan jasmani, dan psikolog
keolahragaan.
C. Variabel dan Indikator
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan dalam kajian ini ada dua jenis, yaitu pengumpulan data
sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder diawali dengan studi
dokumentasi terkait kemampuan atau tumbuh kembang psikomotorik siswa
dan mengumpulkan data di tingkat sekolah, seperti hasil pengukuran atau
penilaian kemampuan psikomotorik siswa. Sementara itu, data primer
dikumpulkan melalui observasi kegiatan guru dan siswa SD, FGD, mengisi
angket dan mengukur kemampuan psikomotorik siswa SD.
31
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses sistematis untuk mengubah data yang
diperoleh dari kegiatan pengumpulan data sekunder dan data primer menjadi
informasi yang berguna untuk menyelesaikan masalah penelitian. Analisis data
meliputi tiga hal, yaitu persiapan, tabulasi, dan penerapan data sesuai dengan
metode penelitian. Analisis data sekunder menghubungkan variabel
kebugaran dan prestasi siswa dengan menggunakan korelasi, sedangkan
analisis data primer di lapangan menggunakan tiga hasil, yaitu dari isian
instrumen guru, isian instrumen siswa, dan hasil FGD. Data hasil FGD
digunakan dan dianalisis untuk menunjang data primer. Analisis data primer
dilakukan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang dipelajari, dan membuat simpulan
sehingga mudah dipahami oleh orang lain.
● Diskusi (FGD)
● Data: data sekunder dan data hasil diskusi
● Responden/informan: birokrat (direktorat SD/kurikulum dan
pembelajaran, Puskur/kurikulum dan pembelajaran, Kemenpora), dokter
kesehatan jasmani/olahraga, Psikolog olahraga, kepala sekolah, dan guru
mata pelajaran/olahraga.
32
Gambar 3.1: Kerangka Berpikir
Kurikulum 2013 Sarana Prasarana di
sekolah
Kemampuan dan
Pemahaman Guru Kelas
Siswa
berkualitas
secara
kognitif,
afektif dan
psikomotor
Ranah Kognitif: siswa
berpikir kreatif, kritis,
kolaboratif (abad 21)
Siswa
cerdas, berkarakter, aktif
Ranah Afektif: siswa
berkarakter melalui PPK
Ranah Psikomotor:
penjas 2 jpl/minggu, 1
guru penjas/sekolah
Pengukuran tumbuh kembang psikomotorik
33
BAB IV
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pemetaan Kebijakan Pendidikan terkait Aspek
Psikomotorik
Pemetaan kebijakan pendidikan terkait aspek psikomotorik disajikan pada
empat negara, yaitu Finlandia, Australia, Singapura, dan Jepang dibandingkan
dengan Indonesia.
1. Ranah Psikomotorik dalam Sistem Pendidikan di Empat Negara
Sistem pendidikan Finlandia saat ini dianggap sebagai salah satu sistem
pendidikan terbaik di dunia. Finlandia selalu menempati skor terbaik
dalam survei penilaian siswa internasional (PISA) yang dilakukan tiga
tahun sekali, karena Finlandia menduduki peringkat ke-13 untuk skor
matematika, peringkat ke-4 literasi baca, dan peringkat ke-5 untuk
sains. Jika dibandingkan dengan sekolah di Indonesia dan sekolah di
negara lain pada umumnya yang jam belajarnya dimulai pada pukul 7.00
sampai pukul 15.00, sekolah di Finlandia memiliki hari sekolah yang lebih
singkat. Sekolah di Finlandia juga tidak melakukan ulangan atau ujian
standar. Di Finlandia, sekolah biasanya dimulai pada pukul 9.00 dan
berakhir pada pukul 14.00-14.45. Finlandia hanya menerapkan 5 sesi
pembelajaran/5 jam pelajaran per hari. Setiap sesi berlangsung 45 menit
dan ada waktu istirahat selama 15 menit di setiap akhir sesi. Jadi, di
Finlandia jumlah istirahat per harinya adalah 75 menit.
Ketika anak mencapai usia 7 tahun, anak masuk dalam pendidikan
dasar. Pendidikan dasar yang dimaksud adalah setara dengan SD dan SMP
di Indonesia. Mereka menawarkan pendidikan struktur tunggal selama
sembilan tahun selama 190 hari per tahun. Dalam pembelajaran
pendidikan dasar, sekolah diberikan banyak ruang untuk merevisi dan
mengubah kurikulum sesuai kebutuhan siswa mereka yang unik. Tujuan
dari pendidikan dasar adalah "untuk mendukung pertumbuhan siswa
menuju kemanusiaan dan keanggotaan masyarakat yang bertanggung
jawab secara etis dan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan yang
34
dibutuhkan dalam kehidupan." Tujuan ini tercakup dalam panduan
pendidikan, yaitu tentang tes apa yang harus diberikan, cara mengevaluasi
kemajuan dan kebutuhan siswa, dan bahkan kemampuan untuk mengatur
jadwal harian dan mingguan.
Menurut Harefa (2018) ada satu yang unik dalam peraturan pendidikan
yang diterapkan oleh guru dan siswa di Finlandia. Pada umumnya aturan
mengerucut pada tiga hal, yaitu hormati diri sendiri, hormati orang lain,
dan hormati lingkungan. Ketiga aturan ini diterapkan kepada setiap siswa
dan dikembangkan di dalam Anchor Charts (aturan pokok), yang
bertujuan untuk membuat harapan-harapan kelas menjadi lebih jelas dari
hari ke hari dengan menerangkan setiap tindakan siswa demi tercapainya
tujuan tertentu, seperti mendengarkan dengan baik atau sesuai sasaran
utama strategi ini, menjaga lingkungan belajar yang tenang.
"Pendidikan dasar di Finlandia sangat menghargai anak-anak bermain
bebas dan melakukan hal-hal lain daripada hanya duduk di kelas," kata
Profesor Erno Lehtinen, guru besar pendidikan dari Universitas Turku
Finlandia. Pada awalnya berdasarkan pengamatan guru di salah satu
sekolah, sebagian besar siswa duduk pasif pada jam istirahatnya. Pada saat
guru meminta siswa untuk bangkit dan melakukan kerja mandiri, tampak
siswa merasa jengkel dan guru harus sedikit memaksa dengan menarik
beberapa siswa yang duduk di lantai untuk berdiri. Kondisi tidak aktif
sepanjang hari ini mengakibatkan anak-anak kehilangan manfaat yang
kaya dari gerak aktif secara fisik. Padahal penelitian telah menunjukkan
bahwa kegiatan fisik dapat menangkal obesitas, mengurangi risiko
penyakit kardiovaskuler, memperbaiki fungsi kognitif (seperti ingatan dan
perhatian), dan secara positif mempengaruhi kesehatan mental (Walker,
2015 dalam Walker 2017).
Pada Raport Finlandia 2014 Mengenai Kegiatan Fisik Untuk Anak-Anak
Dan Kaum Muda, anak-anak Finlandia mendapat nilai D untuk semua
tingkat kegiatan fisik. Penelitian Walker pada tahun 2013,
mengungkapkan bahwa hanya 50% siswa SD di Finlandia yang mampu
melakukan kegiatan fisik tingkatan sedang hingga berat selama satu jam
setiap harinya. Kondisi lebih buruk terjadi pada siswa sekolah menengah
yang hanya mencapai 17% (Walker, 2015 dalam Walker 2017).
Berdasarkan hasil penelitian ini, pemerintah berusaha keras membuat
35
anak-anak aktif dalam satu hari melalui insiatif pemerintah yang disebut
Finnissh Schools on The Move (Sekolah Finlandia Bergerak). Program ini
diujicobakan di 45 sekolah pada 2010-2012. Pada akhir program
diujicobakan, dilakukan survei yang hasilnya adalah bahwa separuh dari
siswa SD dan sepertiga dari siswa sekolah menengah menunjukkan
adanya kegiatan fisik yang meningkat (Walker,2015, dikutip pada Walker,
2017).
Pendidikan dasar di Finlandia menerapkan konsep bermain lebih penting
daripada belajar. Kondisi ini membuat siswa baru yang pertama kali
masuk ke sekolah di Finlandia tidak perlu mengalami cultural shock, tidak
seperti yang terjadi pada siswa baru di tempat lainnya. Siswa baru di
Finlandia cenderung memamerkan pengalaman pertama di sekolah pada
orangtuanya, sekaligus tentang jam istirahat yang panjang. Demikian
santainya suasana sekolah di Finlandia, dari 60 menit waktu belajar
mengajar, selalu terselip 15 menit untuk beristirahat.
Finlandia juga menerapkan metode pembelajaran “permainan interaktif”
(joyfull learning) menjadi metode yang sangat dominan digunakan sejak
SD hingga strata SMA. Joyfull learning dinilai lebih efektif digunakan
karena akan meningkatkan motivasi, minat, dan hasil belajar siswa,
Dilansir dari laporan Big Think yang dipublikasikan World Economic
Forum (WEF) (Harususilo, Kompas 2019), sistem pendidikan Finlandia
dapat berfungsi dengan baik karena strukturnya ditopang oleh beberapa
prinsip utama, yaitu akses yang sama terhadap pendidikan dan siswa
diberi kebebasan memilih jalur pendidikan berdasarkan minat dan bakat.
Setyawan (2017) mencoba merangkum beberapa keunggulan dari
pendidikan di Finlandia yang dapat menginspirasi guru Indonesia adalah:
a. Istirahat setiap 45 menit sekali, sebagai salah satu keunikan sistem
pendidikan di Finlandia,
b. Tidak ada pekerjaan rumah (PR), Finlandia memiliki pandangan
bahwa aktivitas anak di luar jam sekolah adalah untuk aktivitas untuk
bersosialisasi dengan keluarga/masyarakat, aktivitas bermain, hingga
aktivitas untuk menerapkan keilmuannya,
c. Tidak ada ujian, karena Finlandia beranggapan bahwa penilaian
paling otentik adalah penilaian proses. Penilaian yang diberikan
36
selama proses belajar berlangsung adalah assessment detail tentang
kemajuan dan kesulitan belajar siswa. Kebijakan guru mutlak tentang
kelayakan seorang siswa untuk bisa lanjut ke kelas/jenjang
selanjutnya,
d. Satu guru berbanding dengan dua belas siswa. Setiap rombongan
belajar hanya berisi 12 siswa dan diampu oleh seorang guru,
e. Sistem pendidikan di Finlandia cukup 5 sesi pembelajaran per hari,
f. Sekolah formal dimulai di usia 7 tahun, tidak ada pendidikan anak
usia dini di Finlandia,
g. Metode pembelajaran “Permainan Interaktif” (joyfull learning)
mendominasi hingga jenjang SMA. Metode ini dinilai lebih efektif
digunakan karena akan meningkatkan motivasi, minat, hingga hasil
belajar siswa,
h. Semua guru di Finlandia dibiayai negara untuk meraih gelar Master,
karena Finlandia mencanangkan bahwa guru harus berpendidikan S2.
Selain itu, yang berhak menjadi guru adalah para lulusan terbaik dari
kampus yang terbaik pula,
i. Biaya pendidikan sepenuhnya ditanggung negara,
j. Gaji guru tertinggi di Finlandia, karena profesi guru sangat dihargai,
k. Guru adalah pemegang kebijakan kurikulum. Guru satu dengan guru
lainnya bisa menerapkan kurikulum yang berbeda. Setiap guru
memiliki kewenangan penuh untuk menentukan, merancang, hingga
mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan kehendaknya.
Kurikulum yang dirancang guru akan dibuat berdasarkan kondisi,
kebutuhan, hingga potensi siswa yang dipegang oleh setiap guru,
l. Tidak mengenal adanya “kompetisi”, karena semua siswa dianggap
sebagai ranking 1 atas potensi dan keahlian masing-masing,
m. Guru difasilitasi program pengembangan profesi keguruan setiap
pekan, guru setiap minggunya wajib mengikuti Program
Pengembangan Profesi Keguruan,
n. Metode pengajaran yang inovatif, guru sangat menguasai teknik dan
strategi pembelajaran, sedangkan inovasi pembelajaran adalah satu
37
rahasia yang dilakukan mulai dari perencanaan, metode,
hingga media pembelajaran.
Pembelajaran di Australia, pada jam pertama pada sekolah tersebut,
dikhususkan pada pemberian waktu pada anak untuk bergerak bebas di
lingkungan sekolah. Di sekolah telah disiapkan berbagai sarana prasarana
yang dapat dipergunakan anak untuk menyalurkan energi geraknya,
seperti untuk memanjat, bergantung, belajar keseimbangan dan lain-lain.
Semua peralatan tersebut telah disiapkan sekolah, di berbagai sudut
lingkungan sekolah.
Sementara itu, di Singapura menerapkan penguatan aspek psikomotorik
melalui kegiatan ekstrakurikuler. Seluruh siswa di sekolah diharapkan
untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, musik, seni,
dan lain-lain. Di samping itu, pemerintah Singapura juga memberi
perhatian yang besar kepada siswa yang mempunyai bakat olahraga dan
mendorong sehingga bermunculan juara-juara olahraga. Contoh lain
adalah Finlandia, yang secara khusus memberi perhatian khusus dengan
membuat gerakan The Finish School on the Move pada tahun 2010-2012,
yang berdampak pada pengurangan obesitas di kalangan remaja.
Kualitas pendidikan di Jepang memang tak perlu dipertanyakan, hal ini
terlihat dari berhasilnya Jepang dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Salah satu yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah kurikulum
pendidikan di negara tersebut. Tidak hanya di Indonesia yang gemar
mengganti kurikulum pendidikan, demikian juga negara maju seperti
Jepang kerap mengganti kurikulum. Perubahan tersebut mau tidak mau
membawa dampak perubahan permintaan kualifikasi dan kompetensi
pendidik di Jepang.
Menurut Ahmad Sentosa dalam artikel berjudul Kurikulum dan
Kompetensi Guru di Jepang, Ia menjelaskan untuk level pendidikan taman
kanak-kanak (TK), di Jepang lebih cenderung merupakan lembaga
pengembangan dan pelatihan kebiasaan sehari-hari. Oleh karena itu,
pendidikan di TK bukanlah pengajaran, tatapi lebih tepat disebut
pendidikan.
38
Untuk tingkat SD, sifat dan karakteristik kurikulum di Jepang hampir
sama dengan kurikulum SD di Indonesia. Hanya yang membedakan
adalah pada mata pelajaran kebiasaan hidup yang umumnya diajarkan di
kelas 1 dan 2. Tujuan utama diajarkan mata pelajaran ini adalah untuk
mengenalkan dan membiasakan anak-anak pada pola hidup mandiri.
Menurut mereka, daripada mengajarkan mata pelajaran IPA dan IPS,
Jepang lebih memilih memperkenalkan tata cara kehidupan sehari-hari
kepada anak-anak yang baru lulus dari tingkat TK yang lebih
memfokuskan kegiatan bermain daripada belajar di dalam kelas.
Pembelajaran utama seperti bahasa Jepang dan berhitung mempunyai
porsi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pelajaran lainnya.
Pelajaran moral diajarkan tidak secara khusus dalam mata pelajaran
tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau
diintegrasikan melalui pelajaran lain. Pendidikan moral sudah termasuk
pada pendidikan agama (Kristen, Budha, Shinto). Selain siswa disibukkan
dengan pendidikan akademik, pendidikan bersifat estetik berupa musik
dan menggambar juga diajarkan dalam porsi besar di kelas 1 dan 2. Untuk
pendidikan SMP, kurikulum menitikberatkan pada pendidikan bahasa
Jepang, Matematika, IPA dan IPS, sedangkan pendidikan bahasa asing
seperti Inggris dan Jerman tidak diwajibkan dan hanya bersifat pilihan
bagi siswa. Pelajaran bahasa Inggris baru dijadikan pelajaran wajib pada
level SMP pada kurikulum 2002. Adanya mata pelajaran pilihan seperti
bahasa Jepang, IPS, matematika, IPA, musik, art, pendidikan jasmani,
keterampilan, dan bahasa asing, merupakan pembeda khas antara
kurikulum pendidikan SMP di Jepang dan Indonesia. Selain itu,
pendidikan utama di Jepang juga dilengkapi dengan pendidikan
ekstrakurikuler seperti di Indonesia.
Jika dibandingkan antara kurikulum SD dan SMP, kurikulum SMA di
Jepang paling sering berubah. Pada tingkat ini sudah diadakan sistem
penjurusan seperti di Indonesia. Sifat khas kurikulum SMA adalah
kompleksnya pelajaran yang diajarkan. Contohnya pelajaran bahasa
Jepang yang mulai dikelompokkan menjadi literatur klasik dan modern.
Penjurusan dilakukan di kelas 3, jurusan yang ada meliputi IPA dan
budaya/sosial. tetapi seiring berjalannya waktu penjurusan mengalami
perkembangan karena banyaknya lulusan SMA yang memilih akademi
39
yang terkait dengan teknik, pertanian, perikanan, kesejahteraan
masyarakat, dan lain lain.
Bukan hanya di Indonesia, banyak pro dan kontra tentang kurikulum
pendidikan, di Jepang pun kurikulum dilakukan secara top
down, bukan bottom up. Oleh karenanya banyak yang tidak dapat
diterapkan di sekolah secara optimal dan pada akhirnya mendapat protes
keras dari para guru. Di Jepang memperlakukan kegiatan belajar di luar
secara berkala, mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lahan
pertanian atau perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk dan menggali
umbi-umbian, bahkan sampai belajar menanam padi di sawah. Di lain
waktu, siswa secara berkelompok diajarkan cara menumpang kereta
(densha) untuk melatih kemandirian. Selain itu, diselingi kegiatan
wawancara dengan berbagai narasumber kemudian menjadi bahan untuk
presentasi di depan kelas.
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tidak hanya
bergantung pada sistem pendidikan itu sendiri, melainkan juga setiap
sistem dan orang di dalamnya seperti guru dan para pelajar pun harus ikut
mendukung dalam mencapai visi dan misi yang sama. Jadi, Jepang dalam
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak semata-
mata dengan hasil instant tetapi dengan proses yang hampir sama dengan
negara maju lain pada umumnya. Seperti yang dikatakan sebelumnya
proses kurikulum di Jepang pun tidak lepas dari kata bongkar pasang,
tetapi dengan loyalitas para pengajar dan tingkat kedisiplinan pelajar yang
akhirnya dapat menciptakan banyak SDM berkualitas. Selain itu, pelajar
dilarang keras menggunakan kendaraan motor sendiri ke sekolah dan
bangunan gedung sekolah dibuat modern, megah dan lengkap dengan
gedung olahraga, kolam renang dan lapangan yang luas. Namun, siswa
piket wajib membersihkan sekolah sebelum pulang ke rumah usai jam
pelajaran.
2. Ranah Psikomotorik dalam Regulasi di Indonesia
Ada 7 peraturan perundang-undangan yang memuat tentang aspek
psikomotorik, yaitu Undang-Undang Nomor 4, Tahun 1950, Undang-
Undang Nomor 20, Tahun 2003, Permendikbud Nomor 37, Tahun 2018.
40
Permendikbud Nomor 24, Tahun 2014, Permendikbud Nomor 22, Tahun
2014, Silabus, dan Permendiknas Nomor 24, Tahun 2007. Masing-masing
peraturan tidak memberikan secara eksplisit aspek psikomotorik.
No. Aspek Temuan
1. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950,
Bab IV Pasal 9 tentang
Dasar-dasar
Pendidikan dan
Pengajaran di sekolah
Keselarasan antara tubuh dan perkembangan
jiwa merupakan usaha untuk membuat bangsa
Indonesia sehat lahir dan batin
2. Undang- Undang
Nomor 20, Tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan
sesuai dengan bakat, minat, standar SKL, dan
Kurikulum.
Kurikulum wajib memuat
keterampilan/kejuruan, pendidikan jasmani dan
olahraga.
3. Permendikbud Nomor
37, Tahun 2018
tentang Perubahan atas
Permendikbud Nomor
2,. Tahun 2016 tentang
Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar.
Kompetensi Inti 4 (Keterampilan), kompetensi
dasar yang harus dikuasai siswa SD sudah
mencakup psikomotorik, namun tidak dijelaskan
secara implisit. Contoh yang tersurat:
● Kelas 1 KD nya mempraktikkan, melafalkan,
menyampaikan, mengemukakan,
menggunakan, dan melisankan puisi.
● Kelas 2, KD meliputi: menirukan,
melaporkan, menyajikan, membacakan,
menyampaikan, menulis, menceritakan.
● Kelas 3, KD mencakup: menyajikan,
meringkas, menjelaskan, dan memeragakan.
● Kelas 4 KD terdiri dari: menata, menyajikan,
melaporkan, mengomunikasikan, melisankan,
dan menyampaikan.
● Kelas 5, KD yaitu: menyajikan (hasil
identifikasi, klasifikasi informasi, ringkasan
dan konsep-konsep), memeragakan,
41
No. Aspek Temuan
memaparkan, melisankan pantun, dan
membuat surat undangan.
● Kelas 6, KD nya meliputi: menyajikan
(simpulan, hasil penggalian informasi, haasil
pengaitan peristiwa), menyampai-kan (pidato,
informasi, hasil membandingkan dan
penjelasan), memaparkan informasi,
mengubah teks puisi, dan mengisi teks
formulir.
4. Permendikbud Nomor
24 Tahun 2014 tentang
Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar
Pendidikan Jasmani,
olahraga, dan
Kesehatan SD/MI
Kompetensi Inti 4 (Keterampilan), KD nya lebih
banyak pada praktik yang masuk dalam ranah
psikomotorik. KD untuk:
● Kelas 1: mempraktikan gerak dasar
lokomotorik, nonlokomotor, pola gerak dasar
manipulatif, sikap tubuh, berbagai pola gerak
dominan, berbagai pengenalan aktivitas air),
dan menceritakan bagian-bagian tubuh.
● Kelas 2: mempraktikkan (variasi gerak dasar
lokomotorik, non lokomotorik, manipulatif,
prosedur bergerak secara seimbang, pola gerak
dominan, penggunaan variasi gerak dasar
lokomotorik dan nonlokomotorik),
menceritakan manfaat (pemanasan dan
pendinginan, cara menjaga kebersihan
lingkungan).
● Kelas 3: mempraktikkan (gerak kombinasi
dasar lokomotorik, kombinasi
nonlokomotorik, bergerak secara seimang,
kombinasi berbagai pola gerak dominan,
penggunaan kombinasi gerak dasar semuanya,
gerak dasar mengambang), menceritakan
bentuk dan manfaat istirahat, perlunya
memilih makanan bergizi dan jajanan sehat.
● Kelas 4, mencakup: mempraktikkan (variasi
gerak dasar, variasi pola dasar jalan, lari,
42
No. Aspek Temuan
lompat dan lempar melalui
permainan/olahraga, berbagai aktivitas
kebugaran jasmani, variasi dan kombinasi
berbagai pola gerak dominan, variasi gerak
dasar langkah dan ayunan lengan, gerak dasar
satu gaya renang), mendemonstrasikan (cara
menanggulangi jenis cedera, perilaku terpuji
dalam pergaulan sehari-hari).
● Kelas 5, meliputi: mempraktikan kombinasi
gerak, mempraktikan (kombinasi gerak, gerak
dasar, kombinasi gerak dasar jalan, lari,
melompat dan lempar, variasi gerak dasar,
aktivitas latihan, kombinasi pola gerak
dominan, penggunaan kombinasi gerak dasar
langkah dan ayunan, salah satu gaya renang),
menerapkan konsep pemeliharaan diri dan
orang lain, serta memaparkan bahaya
merokok.
● Kelas 6, terdiri dari: mempraktikkan (variasi
dan kombinasi gerak, variasi dan kombinasi
gerak dasar, gerak dasar jalan, lari, lompat,
dan lempar, latihan kebugaran jasmani,
rangkaian tiga pola gerak dominan,
penggunaan variasi dan kombinasi gerak
dasar, keterampilan salah satu gaya renang),
dan memaparkan perlunya pemeliharaan
kebersihan.
5. Permendikbud Nomor
22, Tahun 2014
tentang Standar Proses
Sikap aktivitasnya mencakup: menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan.
Pengetahuan aktivitasnya meliputi: mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis dan
mengevaluasi.
Keterampilan aktivitasnya mencakup:
mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji dan mencipta. Untuk keterampilan
43
No. Aspek Temuan
aktivitas yang mengarah ke psikomotorik tidak
terlihat jelas.
6. Permendiknas Nomor
24, Tahun 2007
tentang Standar Sarana
Dan Prasarana
SD/MI, SMP/MTs,
dan SMA/MA
● Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai
area bermain, berolahraga, pendidikan
jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler.
● Tempat bermain/berolahraga yang berupa
ruang terbuka sebagian ditanami pohon
penghijauan.
● Tempat bermain/berolahraga diletakkan di
tempat yang tidak mengganggu proses
pembelajaran di kelas.
7. Silabus Pembelajaran tematik memuat mata pelajaran
dan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh
siswa, materi pelajaran dan kegiatan pelajaran.
Pada kegiatan pembelajaran banyak kegiatan
yang mengakomodir psikomotorik, tetapi tidak
dijelaskan secara eksplisit.
Beberapa regulasi dan peraturan perundangan tersebut di atas
menunjukkan adanya dukungan untuk mengimplementasikan dan
menguatkan aspek psikomotorik siswa di sekolah, yang secara implisit
termuat di dalam sebagian pasal-pasalnya. Implementasi aspek
psikomotorik tidak secara jelas diuraikan dalam bentuk-bentuk kegiatan
siswa yang melibatkan aktivitas fisik di kelas maupun di sekolah.
Penjelasan implementasi aspek psikomotorik dalam perundangan
membutuhkan kreativitas guru untuk mewujudkannya melalui metode
pembelajaran yang dipilihnya.
Sementara itu, berdasarkan pada tataran kebijakan terkait kompetensi
siswa maka kompetensi psikomotorik siswa yang harus dimiliki adalah
menunjukkan keterampilan berpikir dan bertindak, yaitu kreatif,
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif dan komunikatif, dan dalam bahasa
yang jelas, sistematis, logis, dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam
44
gerakan yang mencerminkan anak sehat dan tindakan yang mencerminkan
perilaku anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
B. Bentuk-bentuk Kegiatan terkait Aspek Psikomotorik
Bagian ini menguraikan tentang implementasi kebijakan ranah psikomotorik
yang dilakukan di SD. Untuk itu, ada empat hal yang dijelaskan, yaitu: 1)
diawali dengan pemahaman guru mengenai psikomotorik, 2) implementasi
guru, 3) penguatan ranah psikomotorik yang dilakukan oleh guru, dan 4)
inovasi kegiatan yang dilakukan oleh guru sekolah sampel. Data dikumpulkan
melalui kuesioner dengan pertanyaan terbuka, sehingga jawaban guru sangat
beragam. Namun, dapat dikelompokkan dan hasilnya disajikan berikut ini.
1. Pemahaman Guru mengenai Ranah Psikomotorik
Pemahaman guru dirinci menjadi lima, yaitu kegiatan yang menekankan
olah/altvitas fisik, berhubungan dengan keterampilam/motorik,
kemampuan bertindah, keterampilan anak dalam menerima pelajaran dan
lain-lain.
Tabel 4.1. Pemahaman Guru mengenai Aspek Psikomotorik Anak
(N=164)
No. Pemahaman menurut Guru Frekuensi %
1. Kegiatan yang menekankan
olah/aktifitas fisik
87 53
2. Berhubungan dengan
ketrampilan/motorik
31 18.9
3. Kemampuan bertindak 10 6,1
4. Ketrampilan anak dalam menerima
pelajaran
9 5,4
5. Lain-lain 6 3,6
45
Hampir semua guru sudah memahami tentang aspek psikomotorik anak,
meskipun disampaikan dengan kalimat berbeda tetapi intinya dikatakan
bahwa aspek psikomotorik anak adalah kegiatan yang menekankan
olah/aktivitas fisik yang dijawab oleh guru sebesar 87 orang atau 53,0%,
yang lain menjawab berhubungan dengan olah fisik, aktivitas fisik,
keterampilan/motorik sebesar 31 orang atau 18,9% dan kemampuan
bertindak dan keterampilan anak dalam menerima pelajaran dijawab oleh
sebagian kecil guru.
Namun, ada sebagian kecil guru yang beranggapan bahwa aspek
psikomotorik anak adalah keterampilan anak dalam menerima pelajaran,
yang tidak selalu berbentuk aktivitas fisik. Ada sebagian kecil guru yang
beranggapan bahwa aspek psikomotorik anak adalah keterampilan anak
dalam menerima pelajaran, yang tidak selalu berbentuk aktivitas fisik.
2. Pelaksanaan/Implementasi Aspek Psikomotorik oleh Guru
Pelaksanaan guru dirinci menjadi delapan, yaitu dalam berbagai model
pembelajaran, aktivitas fisik, praktikum, diskusi/tugas kelompok,
membuat produk, pelajaran berhubungan dengan kegiatan/keterampilan
motorik atau fisik, olahrga/gerak tubuh/jasmani, ice breaking, baris, piket,
gerak lagu, tepuk dan belajar sambil bermain, pengamatan/observasi kelas
dan lain-lain.
Pemahaman guru tentang psikomotorik dibuktikan dengan berbagai
bentuk implementasi guru terkait aspek psikomotorik di kelas.
Tabel 4.2. Implementasi Guru terkait aspek Psikomotorik (N=164)
No. Pelaksanaan Frekuensi %
1. Dalam berbagai model pembelajaran 28 17,1
2. Aktifitas fisik (seni, tari, pola, gambar) 21 12,8
3. Praktikum, diskusi/tugas kelompok,
membuat produk
19 11,6
4. Pelajaran berhubungan dengan
kegiatan/ ketrampilan motoric atau fisik
12 7,3
5. Olahraga/gerak tubuh/jasmani 14 8,5
46
No. Pelaksanaan Frekuensi %
6. Ice breaking, baris, piket, gerak lagu,
tepuk dan belajar sambal bermain
18 18,6
7. Pengamatan/observasi kelas 8 4,9
8. Lain-lain 15 9,2
Berbagai bentuk kegiatan di kelas terkait aspek psikomotorik telah
dilakukan oleh guru, yang terbesar melalui pendekatan berbagai model
pembelajaran sebesar 28 orang atau 17,1% dan aktivitas fisik sebesar 21
orang atau 12,8%. Kondisi ini menjelaskan bahwa guru telah paham
sehingga mampu mengimplementasikan pembelajaran yang juga
memperkaya aspek psikomotorik anak.
Selain bentuk implementasi aspek psikomotorik yang termuat di Tabel
4.2, masih ada banyak bentuk implementasi yang dikemukakan guru
dalam rangka implementasi psikomotorik di kelas. Beberapa di antaranya
adalah kegiatan kreatif melibatkan gerak fisik dengan observasi;
melakukan tes pada siswa untuk mengukur pengetahuan keterampilan
sikap; membaca jus 'amma bersama; berlatih hadroh; dan lain-lain.
3. Bentuk Penguatan Ranah Psikomotorik
Bentuk penguatan yang dilakukan guru dirinci menjadi tujuh, yaitu
memberi pujian ke siswa, peragaan/contoh, menumbuhkan rasa percaya
diri, memberi tugas keterampilan, kegiatan di luar sekolah, mendorong
anak ikut ekstrakurikuler, dan lainnya.
Guru secara rutin melakukan penguatan aspek psikomotorik, beberapa
bentuk penguatan aspek psikomotorik yang banyak muncul pada jawaban
guru disajikan pada Tabel 4.3.sebagai berikut:
47
Tabel 4.3. Bentuk Penguatan Aspek Psikomotorik (N=164)
No. Penguatan Frekuensi %
1. Memberi pujian ke siswa setelah
melakukan melakukan beragam
aktivitas fisik
67 40.9
2. Peragaan/contoh berulang baru praktek
bersama
20 12.2
3. Menumbuhkan rasa percaya diri 5 3
4. Memberi tugas ketrampilan dan latihan 16 9.7
5. Kegiatan di luar sekolah 5 3
6. Mendorong anak ikut ekstra kurikuler 4 2.4
7. Lainnya 20 12.2
Selain implementasi di kelas, guru juga melakukan penguatan pada aspek
psikomotorik anak dengan yang terbesar memberikan pujian pada siswa
yang melakukan beragam aktivitas fisik sebesar 67 orang atau 40,9%,
mengajak siswa melakukan aktivitas fisik dengan memberikan contoh
gerakan sebesar 20 guru atau 12,2 %, memberikan tugas
keterampilan/latihan sebesar 16 guru atau 9,7 %. Sedangkan
menumbuhkan rasa percaya diri, mendorong siswa mengikuti
ekstrakurikuler dan kegiatan di luar sekolah dijawab paling sedikit.
Selain bentuk-bentuk yang diuraikan dalam Tabel 4.3, guru juga
menguatkan aspek psikomotorik dengan kerja kelompok, main peran,
diskusi, permainan, observasi, eksperimen dalam proses pembelajaran;
mengulang secara berkala dan sering berlatih aktivitas pembelajaran
tersebut.
4. Inovasi Kegiatan yang Dilakukan oleh Guru
Berbagai inovasi bentuk pembelajaran yang dilakukan guru dalam
penguatan aspek psikomotorik seperti belajar dengan bernyanyi dan
menari, bermain games, role play, ice breaking di sela-sela belajar,
48
demonstrasi. Inovasi pembelajaran dengan penguatan aspek psikomotorik
dapat mengurangi kebosanan belajar di kelas, menjadikan gerakan untuk
mencapai kebugaran dan terakhir bertujuan pada keoptimalan belajar.
Dengan demikian, aspek psikomotorik sangatlah penting karena
merupakan domain yang meliputi perilaku gerakan dan koordinasi
jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik seseorang, yang
mampu membantu siswa mengoptimalkan proses belajarnya. Gerakan
yang diajarkan sebagai keterampilan akan berkembang jika sering
dipraktikkan, sehingga peningkatannya dapat diukur berdasarkan jarak,
kecepatan, ketepatan, teknik dan cara pelaksanaan.
a. Aspek psikomotorik dalam Kurikulum 2013
Pendapat beberapa guru tentang aspek psikomotorik dalam kurikulum
2013 adalah bahwa:
● Aspek psikomotorik sudah termasuk dalam setiap kegiatan guru
bidang studi, pada mata pelajaran sesuai tema;
● Aspek psikomotorik masuk dalam penilaian yang dicatat pada
rapor K-13 secara sistematis
● Dalam K-13 proses pembelajaran mengajak siswa untuk aktif
bergerak dan mandiri dalam proses pembelajaran, contoh adalah
siswa dapat mencoba, mengolah dan menyajikan materi secara
konkrit; banyak berisi aktivitas fisik dan keterampilan seperti
diskusi; dan menggabungkan semua aspek, sehingga siswa harus
lebih aktif
● Aspek psikomotorik sudah terimplikasi pada pembelajaran dengan
pendekatan individu
b. Aktivitas siswa pada saat jam istirahat
Jawaban guru pada pertanyaan aktivitas siswa pada saat jam istirahat
ada tiga, yaitu diam di kelas, ke kantin, main di halaman/lapangan
sekolah dan lainnya.
49
Tabel.4.4 Aktivitas pada jam istirahat (N=164)
No. Aktivitas pada jam istirahat Frekuensi %
1. Diam di kelas 1 6
2. Ke kantin 32 19.5
3. Main di halaman/lapangan sekolah 31 18.9
4. Lainnya 100 60
Aktivitas siswa pada saat jam istirahat terbesar berada pada pilihan
“lainnya” yaitu sebesar 100 orang atau 60,0%. Variasi jawaban guru
tentang aktivitas siswa pada saat jam istirahat pada pilihan “lainnya”
disajikan berikut ini.
● literasi pada istirahat kedua
● sebagian siswa ke kantin dan sebagian siswa bermain di halaman
● melanjutkan tugas guru atau berdiskusi dengan guru atau siswa
lain
● ke perpustakaan
● sebagian siswa makan bekal dari rumah, sebagian siswa membaca,
dan sebagian siswa bermain di halaman
● sebagian siswa ke kantin, sebagian siswa makan bekal di kelas,
sebagian siswa main di lapangan, dan sebagian siswa membaca di
perpustakaan
● sebagian siswa ke perpustakaan, dan sebagian siswa meneruskan
tugas keterampilan yg diberikan guru, serta berdiskusi
● sholat Dhuha
Variasi jawaban guru menunjukkan bahwa aktivitas siswanya
demikian beragam, tetapi sebagian besar siswa telah melakukan
aktivitas fisik pada saat jam istirahat, baik aktivitas fisik ringan
(berjalan ke kantin, ke perpustakaan) sampai aktivitas fisik sedang
(bermain di halaman sekolah). Sesuai usia tumbuh kembangnya, usia
50
siswa SD memang sedang aktif bergerak. Guru hanya memberikan
dorongan atau ajakan untuk beberapa siswa yang kurang aktif
bergerak, agar meningkatkan aktivitasnya dengan melakukan
aktivitas fisik.
c. Akses siswa ke sekolah
Variasi jawaban guru tentang bagaimana akses siswa dari rumah ke
sekolah ada lima, yaitu jalan kaki, naik sepeda, diantar motor, diantar
mobil, dan lainnya disajikan berikut ini.
Tabel 4.5 Akses siswa dari rumah ke sekolah (N=164)
No. Akses siswa dari rumah ke sekolah Frekuensi %
1. Jalan kaki 51 31
2. Naik sepeda 3 2
3. Diantar motor 72 44
4. Diantar mobil 9 6
5. Lainnya 28 17
Table 4.5 menunjukkan bahwa berdasarkan jawaban guru,
transportasi yang paling banyak dipergunakan siswa untuk menuju ke
sekolah adalah diantar jemput motor, yaitu 72 orang atau 44%
merupakan jawaban paling banyak. Selanjutnya, adalah siswa ke
sekolah dengan berjalan kaki sebesar 51 orang atau 31%. Penjelasan
dari fenomena ini adalah sesuai jenjangnya, orang tua siswa biasanya
menentukan pilihan SD untuk anaknya adalah yang lokasinya
terdekat dari rumah, sehingga untuk menuju ke sekolah dapat
dijangkau dengan berjalan kaki dan atau diantar jemput dengan motor
untuk mempersingkat waktu transportasi. Hanya sedikit sekali siswa
yang diijinkan orang tuanya naik sepeda ke sekolah sebanyak 3 orang
atau 2%, karena alasan keselamatan di jalan.
Sebaran jawaban ini menunjukkan sebagian siswa kurang melakukan
aktivitas fisik pada saat melakukan akses pergi pulang sekolah, yaitu
dengan naik motor. Fenomena ini terjadi karena alasan waktu,
51
keselamatan, kemacetan dan alasan lainnya di kota besar seperti di
Jakarta. Jawaban guru untuk pilihan jawaban “lainnya” adalah
kombinasi antara semua pilihan jawaban dengan jumlah siswa secara
merata, yaitu sebagian jalan kaki dan sebagian antar jemput motor.
d. Kegiatan rutin siswa sebelum masuk kelas
Guru menjelaskan bahwa siswa-siswanya biasanya melakukan
kegiatan rutin sebelum jam masuk kelas. Variasi kegiatannya adalah
sebagai berikut:
● mengucapkan salam pada guru, melakukan tugas piket kelas
sebelum jam masuk sekolah,
● berbaris di depan kelas, mengecek kerapian pakaian, dilanjutkan
menyanyikan lagu wajib dan lagu nasional bersama dan berdoa
bersama
● melakukan gerak pemanasan
● melakukan literasi selama 15 menit, atau tadarusan
● bermain di halaman sekolah dan jajan di kantin sebelum jam
masuk sekolah
● mengikuti pembiasaan yang berbeda setiap harinya
e. Kegiatan rutin siswa selesai jam sekolah
Seusai jam belajar, guru menjelaskan beberapa aktivitas rutin yang
biasa dilakukan siswanya dengan atau tanpa dipimpin guru adalah
sebagai berikut:
● bermain di lapangan, mengunjungi perpustakaan, atau mengikuti
ekstrakurikuler;
● istirahat makan siang di kelas atau di kantin;
● merapikan perlengkapan sekolah, berdoa bersama, mengucapkan
salam, dan guru mengantar dan melepas siswa ke pintu gerbang
sekolah;
● melakukan sholat dzuhur berjamaah;
● menyanyikan lagu wajib dan nasional;
52
● tanya jawab dengan guru, berdoa bersama, dan membaca buku
selama 15 menit bersama atau mendengarkan satu siswa yg
bercerita;
● mengikuti penguatan pembelajaran, refleksi pembelajaran,
memberikan umpan balik, dan mendapat informasi rencana
kegiatan selanjutnya;
● merapihkan kelas;
● melakukan tepukan motivasi di kelas.
f. Penerapan piket kelas
Semua guru memberikan jawaban bahwa guru telah menerapkan
kebijakan piket di kelasnya, yaitu piket kebersihan dan piket absensi.
Kebijakan piket kelas ini dilakukan untuk tujuan melatih kedisiplinan,
melatih kemandirian, melatih tanggung jawab, melatih kerjamsama,
dan melatih keterampilan kerja pada siswa
g. Bentuk pembelajaran di luar kelas
Beberapa proses pembelajaran yang dilakukan di luar kelas menurut
guru adalah pada mata pelajaran atau materi tentang:
● Matematika,
● Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan;
● pengamatan dalam pelajaran tematik;
● mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya membaca;
● pelajaran SDPA, praktik dalam mata pelajaran IPA dan IPS;
● praktik kerja kelompok
● praktik wudhu;
● membaca asmaul husna dan sholat dhuha bersama;
● melukis lingkungan sekolah;
● pengamatan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia;
● mengerjakan pekerjaan rumah;
53
● permainan pada pelajaran muatan lokal yang berupa pendidikan
lingkungan dan budaya Jakarta (PLBJ);
● melakukan praktik mengukur lebar panjang lapangan, mengamati
lingkungan sekitar, mengelompok benda-benda di lingkungan
sekitar;
● melakukan wawancara pada warga sekolah;
● baca tulis Al Quran, dan latihan marawis;
● melatih wawasan siswa,
● melaksanakan pembelajaran di perpustakaan untuk tugas
membaca;
● belajar sambil bermain, mengenal lingkungan secara langsung.
h. Tidak ada pembelajaran di luar kelas
Alasan yang dikemukakan guru yang memilih jawaban tidak
melaksanakan pembelajaran di luar kelas adalah karena ada
kekhawatiran siswa menjadi mudah terganggu konsentrasinya dan
untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan pada siswa yang
hiperaktif. Akan tetapi pembelajaran di luar kelas tetap dilaksanakan
guru pada muatan pelajaran yang mengharuskan siswa melakukan
kegiatan di luar kelas.
i. Saat siswa tidak bersemangat
Tugas guru selain memberikan pembelajaran, guru juga wajib
menjaga dan mengelola kelas agar siswa tetap bersemangat saat
belajar di kelas. Menurut pengakuan guru, beberapa hal yang
dilakukan guru di kelas pada saat siswanya menunjukkan
performance yang kurang (semangat) saat belajar adalah sebagai
berikut:
● Mengajak siswa menyanyi bersama, melakukan olah tubuh dan
bercerita;
● Guru menarik perhatian siswa dengan membuat aktivitas lucu;
● Guru memberikan tugas dan memberi reward meski tugasnya
tidak berhasil;
54
● Guru melakukan pendekatan secara personal, mencari tahu titik
permasalahan untuk mencari solusi;
● Guru mencari metode pembelajaran yang tidak membosankan;
● Guru mengajak siswa melakukan gerakan fisik ringan, tepuk
tangan, senam ringan, atau yel-yel untuk aktivitas ice breaking;
● Guru melakukan 3S (senyum salam sapa) pada siswa, kemudian
guru memberikan kepercayaan, kesempatan, tanggung jawab, dan
pujian untuk tugas-tugas yang diberikan;
● Guru menanyakan pada siswa secara individu, memotivasi, dan
atau mengajak bermain musik; dan atau mengadakan kuis;
● Guru melakukan konseling.
j. Variasi pembelajaran
Berbagai metode pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru di
kelas adalah sebagai berikut:
● ceramah, tanya jawab, bercerita, memberikan tugas baik secara
indvidu maupun kelompok, diskusi, demonstrasi, dan ceramah
saintifik dan interaktif
● pembelajaran metode snow ball
● karya wisata;
● mengajak siswa bernyanyi, melihat video, dan atau bermain yang
berhubungan dengan materi pelajaran;
● melakukan metode problem solving, yaitu diskusi untuk
memecahkan masalah;
● metode student centre dengan cara mengajak siswa untuk aktif,
bisa dilakukan sambil bernyanyi;
● sesekali menggunakan permainan kecil dalam pembelajaran;
● metode cooperative learning;
● metode discovery learning, mind mapping make a match;
● metode dengan menonton kuis;
55
● metode dengan melakukan games dan eksperimen kepada siswa.
k. Guru Memotivasi Siswa untuk Bergerak pada Jam Istirahat
Variasi jawaban guru dalam memberikan motivasi siswa untuk
bergerak (aktif) pada saat jam istirahat adalah sebagai berikut:
● Menyarankan siswa bermain bersama teman, menginformasikan
bahwa waktu harus dipergunakan sebaik-baiknya;
● Agar siswa melakukan aktivitas untuk melepaskan lelah dengan
kegiatan menyenangkan;
● mendorong siswa untuk lebih kreatif;
● mengajak siswa untuk menghilangkan kejenuhan di dalam kelas,
agar pikiran lebih segar dalam belajar dengan bermain di luar
ruangan kelas;
● guru membawa siswa main ke lapangan;
● mendorong siswa agar energi tersalurkan dengan bermain, agar
siswa dapat lebih berkonsentrasi pada jam belajar berikutnya;
● guru mempuyai kebijakan siswa tidak boleh bermain di dalam
kelas, jam stirahat dianjurkan keluar kelas agar bisa bergerak
bebas;
● guru memberikan pemahaman siswa bahwa bergerak untuk
melakukan sosialisasi sesama teman;
● guru mengajak agar siswa dapat mengeluarkan kreativitasnya;
● guru memberikan pemahaman bahwa siswa butuh bermain dan
berinteraksi, solidaritas, kepedulian;
l. Guru Tidak Memotivasi Siswa Bergerak pada Jam Istirahat
Namun, tidak semua guru memberikan jawaban telah memotivasi
siswanya untuk bergerak pada saat jam istirahat. Alasan guru yang
menjawab tidak memotivasi siswanya untuk bergerak pada jam
istirahat adalah karena:
● siswa sudah bergerak dengan sendirinya;
● jam istirahat terbatas;
56
● siswa lelah belajar dan jam istirahat adalah saat untuk siswa
melepaskan lelahnya;
● anak akan berkeringat dan kelelahan untuk mengikuti mata
pelajaran berikutnya;
● anak mudah terganggu konsentrasinya.
m. Fasilitasi Siswa untuk Bergerak di Dalam Kelas
Beberapa variasi jawaban guru untuk pertanyaan bagaimana cara guru
memfasilitasi siswa untuk bergerak di dalam kelas adalah sebagai
berikut:
● guru dan siswa melakukan gerak tubuh bersama di sela-sela KBM;
● gerakan diarahkan dalam bentuk bermain peran, menari,
menyanyi, main tradisional, praktik, dan bermain games;
● dalam rangka menumbuhkan semangat belajar di kelas, agar
pembelajaran tidak monoton/kaku/membosankan;
● membagi siswa dalam beberapa kelompok diskusi, dilanjutkan
dengan presentasi di depan kelas;
● dengan melakukan ice breaking, agar terjadi keseimbangan antara
kognitif dan motorik, mengkolaborasi motorik siswa dan
istirahatkan berpikir;
● dalam pembelajaran tematik di dalamnya terdapat materi
percakapan;
● melalui gerak tari SBDP;
● melalui pengaturan tempat duduk yang fleksibel.
n. Tidak Memotivasi Siswa Bergerak di Dalam Kelas
Alasan guru untuk tidak memberikan motivasi pada siswa bergerak di
kelas adalah karena kelas sempit atau ruangan kelas tidak memadai,
sehingga aktivitas pembelajaran menjadi kurang bebas.
o. Kegiatan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah
Variasi berbagai kegiatan olahraga yang biasa dilakukan di sekolah
yang disampaikan guru adalah olahraga bola volly, bola kasti, fultsal,
57
bulu tangkis, atletik, pencak silat, badminton, senam bersama, bola
basket, bela diri karate, panahan, berenang, dan berbagai permainan
olahraga pengembangan diri (lokomotor dan nonlokomotor)
p. Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah
Variasi tentang aktivitas ekstrakurikuler (ekskul) yang banyak
dilakukan di sekolah sebagaimana jawaban para guru adalah program
pramuka, program pengembangan diri, ekskul paduan suara, ekskul
silat, ekskul karate, ekskul futsal, ekskul basket, ekskul tae kwon do,
ekskul menari, ekskul renang, ekskul hasta kriya, ekskul line skate,
ekskul iqra, ekskul melukis, menggambar, marawis, dan program
UKS.
q. Permasalahan Siswa pada Bimbingan Konseling
Berbagai permasalahan siswa yang muncul di kelas atau sekolah pada
program bimbingan konseling sangat bervariasi. Variasi
permasalahan siswa menurut jawaban guru pada umumnya adalah
masalah kenakalan remaja, masalah siswa yang malas belajar, malas
mengerjakan tugas rumah, siswa sulit belajar, konflik antarsiswa,
siswa bicara tidak sopan, siswa tidak semangat belajar, siswa tidak
disiplin, siswa melakukan keisengan dengan temannya, siswa terlalu
aktif atau menunjukkan perilaku berlebihan, dan siswa sering datang
terlambat.
Permasalahan bimbingan konseling di jenjang SD adalah tidak
tersedia guru khusus Bimbingan Konseling. Proses bimbingan
konseling dilakukan oleh masing-masing guru kelas. Berbagai solusi
yang sudah dilakukan guru untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan siswa yang ada dengan melakukan pendekatan secara
individu, memanggil orang tua untuk bekerja sama menyelesaikan
masalah, berdiskusi dengan kepala sekolah atau guru lain, minta
orang tua melakukan pendampingan, memberikan tambahan belajar
setelah selesai sekolah.
r. Cara Mengatasi Siswa yang Pasif
Variasi strategi guru dalam menghadapi masalah untuk mengatasi
siswa yang pasif adalah sebagai berikut:
58
● Guru melakukan pendekatan siswa secara individu untuk
mengetahui permasalahan dan mencari solusi, kadang dengan cara
memanggil orang tua untuk mencari info tentang keluarga dan
melakukan pendampingan siswa;
● Guru menyapa, memberi arahan dan menasehati siswa secara
langsung agar aktif dalam pelajaran dan terus memberikan
motivasi siswa untuk belajar mandiri dan bekerja sama;
● Guru memberi pertanyaan untuk memancing siswa, minta siswa
ke depan kelas, dan memberikan reward atau pujian untuk siswa;
● Guru memberikan kegiatan atau tugas siswa untuk bicara;
● Guru mengajak dan memotivasi serta memfasilitasi kebutuhan
siswa;
● Guru memberikan perhatian lebih kepada siswa dan mengajak
siswa untuk lebih aktif
● Guru melakukan bimbingan konseling kepada siswa;
● Guru melakukan kerja sama dengan orang tua, melakukan
komunikasi dan mencarikan teman yang aktif, dan memberikan
apresiasi;
● Guru memberikan stimulus dan pendekatan ekstra kepada siswa
tersebut.
Temuan hasil survei secara umum guru telah memahami tentang
aspek psikomotorik dalam pembelajaran, sehingga guru telah
mengimplementasikannya di proses pembelajaran. Berbagai inovasi
pembelajaran dilakukan guru dalam penguatan aspek psikomotorik
seperti belajar dengan bernyanyi dan menari, bermain games, role
play, ice breaking di sela-sela belajar, demonstrasi. Inovasi ini
bertujuan untuk mengurangi kebosanan belajar di kelas, bergerak
untuk bugar dan terakhir bertujuan pada keoptimalan belajar.
Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa aktivitas fisik yang
dilakukan dengan tepat dapat membuat kondisi badan sehat dan
bugar. Kondisi badan yang sehat dan bugar mengoptimalkan paru-
paru untuk menghirup oksigen secara maksimal. Kecukupan oksigen
59
di otak akibat paru-paru yang optimal dalam menghirup oksigen
menjadikan siswa lebih mudah berkonsentrasi termasuk konsentrasi
dalam belajar, sehingga proses belajar siswa menjadi optimal. Proses
belajar yang optimal dapat menyumbang kecerdasan yang
berimplikasi pada peningkatan prestasi belajar. Dengan demikian,
dapat dikatakan ada hubungan walaupun tidak secara langsung antara
aktivitas fisik dengan peningkatan prestasi belajar. Pendapat ini
sejalan dengan hasil penelitian Ambardini (2009) yang mengatakan
dalam abstraknya bahwa physical activity, especially aerobic activity,
increased neurotransmitter activity, blood flow to the brain, and
production BDNF (brain derived neurothropic factor). BDNF is
responsible for neuron’s creation, survival, and resistanceto damage
and stress, which is support learning. Dengan kata lain aktivitas fisik
berpengaruh baik pada fungsi kognitif karena dapat meningkatkan
kadar faktor pertumbuhan syaraf (nerve growth factor) yang
menyokong daya survival dan pertumbuhan jumlah sel-sel syaraf
sehingga pemiliknya semakin cerdas.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa aspek
psikomotorik sangatlah penting karena merupakan domain yang
meliputi perilaku gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan
motorik dan kemampuan fisik seseorang. Selain berimplikasi pada
kesehatan dan kebugaran, aspek psikomotorik menyebabkan
keterampilan akan berkembang jika sering dipraktikkan, dan
keterampilan ini dapat diukur berdasarkan jarak, kecepatan,
ketepatan, teknik dan cara pelaksanaan.
60
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Keselarasan antara tubuh dan perkembangan jiwa merupakan usaha untuk
membuat bangsa Indonesia sehat lahir dan batin, untuk itu setiap anak berhak
mendapatkan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, standar SKL, dan
kurikulum. Permendikbud yang memuat tentang kurikulum 2013, aspek
psikomotorik tertuang dalam metode pembelajaran, terutama pada
pembelajaran tematik di Sekolah Dasar yang mendorong siswa untuk menjadi
aktif kreatif dan inovatif. Dalam pelaksanaan pembelajaran K-13 diimbangi
dengan aktivitas fisik, praktik dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
keterampilan atau menghasilkan produk. Aspek psikomotorik juga termuat
dalam buku tema yang menggambarkan aktivitas anak sehari-hari. Dengan
demikian, secara kebijakan kurikulum aspek psikomotorik termuat dalam
SKL, SI, KI dan KD.
Pada tataran implementasi di sekolah, meskipun hampir semua guru responden
memahami tentang aspek psikomotorik anak, namun belum semua guru
mampu menterjemahkan kurikulum aspek psikomotorik dalam proses
pembelajaran. Alasan-alasan guru mengintegrasikan aspek psikomotorik pada
proses pembelajaran lebih kepada mengurangi kebosanan siswa dari
pembelajaran yang monoton (ceramah). Belum ada alasan guru melakukan
penguatan aspek pskomotorik sebagai kontribusi pada tingkat
kesehatan/kebugaran siswa.
Standar Proses disesuaikan sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan,
sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah
kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang
berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui
aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta
61
perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar
proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan
karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning).
B. Saran
Berikut adalah beberapa saran kebijakan yang diusulkan terkait dengan
peningkatan aspek atau ranah psikomotorik siswa SD
1. Tingkat regulasi lebih memperjelas dukungan aspek psikomotorik dan
pentingnya implementasi aspek psikomotorik di kelas. Adanya
pemahaman guru tentang pentingnya aktivitas fisik sebagai bagian dari
pembiasaan siswa.
2. Perlu ada gerakan nyata dari pusat untuk membiasakan siswa gemar
bergerak sejak dini, contohnya melakukan senam bersama setiap hari, atau
gerakan ice breaking di tengah proses pembelajaran. Gerakan ini bertujuan
untuk selalu menjaga kebugaran siswa agar lebih siap dan optimal dalam
mengikuti proses pembelajaran.
3. Dalam Permendikbud tentang sarana prasarana perlu adanya penambahan
sarana prasarana yang mendukung aktivitas fisik di sekolah, seperti
tersedianya alat-alat olahraga sederhana dan tersedia sarana yang
memfasilitasi aktivitas fisik seperti balok titian, siku gantung tekuk, bak
pasir dan lain-lain.
62
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Tika, Martianman, Junaedi, 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Pertumbuhan dan perkembangan Manusia,
https://www.dictio.id/t/faktor-faktor-apa-saja-yang-mempengaruhi-
pertumbuhan-dan-perkembangan-manusia/13149
Ambardini Rachmah Laksmi. 2009. Pendidikan Jasmani dan Prestasi
Akademik: Tinjauan Neurosains. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia
Vol 6, No 1 (2009) Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Ananto. Purnomo. 2000. Kesegaran Jasmani dan Kesehatan Mental: Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia.
Elizabeth B. Hurlock. 1980. Psikologi perkembangan: suatu pendekatan
sepanjang Rentang Kehidupan. Surabaya. Erlangga.
Harefa, Febriwan, 2018. Belajar Metode Pendidikan yang Digunakan oleh
Finlandia, https://www.kompasiana.com/iwan02/5ae961d7bde575124
545cd43/belajar-metode-pendidikan-yang-digunakan-oleh-negara-
finlandia?page=all#, diakses tanggal 16 April 2019.
Harususilo, Yohane Enggar, 2019. Tidak hanya Pendidikan, Finlandia Hebat
dalam 3 Hal Ini, https://edukasi.kompas.com/read/2019/04/
20/10300061/tidak-hanya-pendidikan-finlandia-hebat-dalam-3-hal-
ini-?page=all, diakses tanggal 20 Agustus 2019.
Haryadi. Toto. 2015. Melatih Kecerdasan Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Anak Sekolah Dasar Melalui Perancangan Game Simulasi
“Warungku”. Universitas Dian Nuswantoro. Semarang.
Hendrayuda Viktor. 2018. Pengembangan Model Pembelajaran Akuatik di
Sekolah Dasar Melalui Permainan Tradisional Lit-Litan. Semarang.
Universitas Negeri Semarang.
Herlambang, Satriya, 2016. Hubungan Kebugaran Jasmani Daya Tahan Paru
Jantung dengan Keaktifan Belajar Siswa Kelas V SDN Seneng di
Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, Tahun Ajaran
2015/2016. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan
Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
63
Negeri Yogyakarta. https://eprints.uny.ac.id/37945/1/Satriya%
20Herlambang.pdf. Diakses tanggal 2 Desember 2019.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpji/article/view/432
https://journal.uny.ac.id/index.php/jolahraga/article/view/2625/2180
https://www.researchgate.net/publication/315751239_Melatih_Kecerdasan_
Kognitif_Afektif_dan_Psikomotorik_Anak_Sekolah_Dasar_Melalui_
Perancangan_Game_Simulasi_Warungku/link/58e20d4baca272059ab
08e6f/download
https://www.ekaikhsanudin.net/2014/06/standar-kompetensi-lulusan-
kurikulum.html
https://penelitianilmiah.com/macam-metode-penelitian/ diakses pada 15
Desember 2019.
https://www.statistikian.com/2012/10/pengertian-populasi-dan-sampel.html,
diakses pada 15 Desember 2019.
https://rhenniyhanasj.wordpress.com/2014/05/25/fase-fase-perkembangan-
manusia/, diakses 19 April 2019.
Ismail, Hasan. 2014. Identifikasi Hambatan Guru Pada Pelaksanaan
Pembelajaran Tematik Di SDN Wonosari IV Gunung Kidul, Skripsi
dalam
https://eprints.uny.ac.id/14413/1/SKRIPSI_Hasan%20Ismail.pdf,
diakses Tanggal 10 April 2019, 11.23 WIB.
Kemendikbud. 2014a. Permendikbud Nomor 21, Tahun 2014 tentang Standar
Isi.
Kemendikbud. 2014b. Permendikbud Nomor 22, Tahun 2014 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kemendikbud. 2014c. Permendikbud Nomor 24, Tahun 2014 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pendidikan Jasmani, Olahraga,
dan Kesehatan SD/MI.
Kemendikbud. 2016. Permendikbud Nomor 20, Tahun 2016 tentang Standar
Kompetensi Lulusan (SKL).
64
Kemendikbud. 2018. Permendikbud Nomor 37, Tahun 2018 tentang
Perubahan atas Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.
Kemdiknas. 2007. Permendiknas Nomor 24, Tahun 2007 tentang Standar
Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.
Kementerian Kesehatan. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta:
Balitbangkes Kemenkes.
Kementerian Kesehatan, 2019. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Tahun 2018. Jakarta: Balitbang, Kemenkes.
Kompas.com. 2012. Tingkat Obesitas di Indonesia dan Amerika Mirip.
https://lifestyle.kompas.com/read/2012/05/11/08083737/
Tingkat.Obesitas.di.Indonesia.dan.Amerika.Mirip, diakses 3
Desember 2019
Kristiyanto, Daud. Definisi Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik,
https://www.academia.edu/9127924/DEFINISI_KOGNITIF_AFEKTI
F_DAN_PSIKOMOTORIK, diakses 10042019.
Nakita, 2018. Masyarakat Indonesia Darurat Sedentary Cegah Dengan Rutin
Lakukan Aktivitas Fisik. https://nakita.grid.id/read/021254451/
masyarakat-indonesia-darurat-sedentari-cegah-dengan-rutin-lakukan-
aktivitas-fisik?page=all, diakses tanggal 2 Desember 2019.
Nur Sidiq, Muhammad, Khairun Nisa, Etika Husnul, Larasati, Islami, Nadya,
2016. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah,
https://www.academia.edu/30521156/Perkembangan_Anak_Usia_Sek
olah, diakses tanggal 16 April 2019.
Nuraini, Falasifah, 2014. Hakikat dan Karakteristik Perkembangan,
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/35244849/HAKI
KAT_DAN_KARAKTERISTIK_PERKEMBANGAN.docx?AWSAc
cessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1555292397&
Signature=FH%2FoCLvUpIoAw21d9f71FW%2BEMrY%3D, diakses
tanggal 15 April 2019.
Rahmahilma Syifa Aswa. 2017. Penggunaan Model Pembelajaran Discovery
Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Subtema
Keberagaman Budaya Bangsaku (Penelitian Tindakan Kelas Pada
65
Siswa Kelas Iv Sdn Cibaduyut 148 Kecamatan Bojongloa Kidul Kota
Bandung Tahun Ajaran 2017/2018). Bandung. Universitas Pasundan.
Republik Indonesia. 1950. Undang-Undang Nomor 4, Tahun 1950, Bab IV
Pasal 9 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah. ok
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 20, Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Republik Indonesia, 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 67, Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar
Dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
Republik Indonesia. 2017. Peraturan Pemerintah Nomor 19, Tahun 2017
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru.
Safrit, 1990. Evaluasi Perkembangan Motorik. Bandung. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Setyawan, Ibnu Aji, 2017. Sistem Pendidikan di Finlandia: Inspirasi untuk
Guru Indonesia, https://gurudigital.id/sistem-pendidikan-di-finlandia-
inspirasi-untuk-guru-indonesia/, diakses tanggal 16 April 2019.
Silabus Contoh KTSP SDS Muhammadiyah Pandes 2011/2012.
Sukadiyanto. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Motorik Dengan
Pendekatan Bermain Menggunakan Agility Ladder Untuk Anak
Sekolah Dasar. Department of Sport Science, Graduate School of
Universitas Yogyakarta. Yogyakarta.
Suyadi, 2010. Perkembangan Motorik Kasar. Gerak Motorik Kasar
adalah Gerak Anggota Badan Secara Kasar Atau Keras. Purwokerto.
IAIN Purwokerto
Tukirno, 2012. Kesulitan-kesulitan dalam Pelaksanaan Pembelajaran Mata
Pelajaran Seni Budaya Dan Keterampilan Bidang Seni Rupa Di Kelas
V SDN Arjosari 01 Kecamatan Blimbing Tahun Ajaran 2011-2012,
http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikelFB96745B56294
635656D807B1F42FE32.pdf, diakses tanggal 10 April 2019.
Van Praag et al., 1999. Running Enhances Neuurogenesis, Learning, and
Long-term Potentiation In Mice. Proceedings of the national Academy
66
of Sciences (PNAS), Volume 96. Nomor 23. 9 November 1999.
https://www.pnas.org/content/pnas/96/23/13427.full.pdf, diakses
tanggal 20 April 2019.
Walker Timothy D., 2017. Teach Like Finland. Jakarta: Grasindo.
WHO, 2018. Global Action Plan on Physical Activity 2018-2030: More Active
People For a Healthier World.
Yusran, Zairi dan Alfi, Nuhasanah, 2013. Implikasi Pendidikan Bagi Anak
Usia SD,
https://www.academia.edu/5760820/Implikasi_Pendidikan_Bagi_Ana
k_Usia_SD, diakses 15 April 2019.
Pusat Penelitian Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020
Kajian Penelitian Penguatan Ranah Psikomotorik bertujuan: 1. Menganalisis dan memetakan kebijakan pendidikan yang terkait dengan penguatan aspek psikomotorik anak, dan 2. Mengidentifikasi bentuk-bentuk intervensi tumbuh kembang aspek psikomotorik yang dilakukan guru di sekolah. Kajian ini menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif. Hasil Temuan menunjukkan bahwa Permendikbud yang memuat tentang kurikulum 2013, aspek psikomotorik tertuang dalam metode pembelajaran, terutama pada pembelajaran tematik di Sekolah Dasar yang mendorong siswa untuk menjadi aktif kreatif dan inovatif. Dalam pelaksanaan pembelajaran K-13 diimbangi dengan aktivitas fisik, praktik dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan atau menghasilkan produk. Aspek psikomotorik juga termuat dalam buku tema yang menggambarkan aktivitas anak sehari-hari. Dengan demikian, secara kebijakan kurikulum aspek psikomotorik termuat dalam SKL, SI, KI dan KD.
Pada tataran implementasi di sekolah, meskipun hampir semua guru responden memahami tentang aspek psikomotorik anak, namun belum semua guru mampu menterjemahkan kurikulum aspek psikomotorik dalam proses pembelajaran. Alasan-alasan guru mengintegrasikan aspek psikomotorik pada proses pembelajaran lebih kepada mengurangi kebosanan siswa dari pembelajaran yang monoton (ceramah). Belum ada alasan guru melakukan penguatan aspek pskomotorik sebagai kontribusi pada tingkat kesehatan/kebugaran siswa.
Standar Proses disesuaikan sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan berbasis pemecahan masalah (project based learning).