Upload
ramadhansyahputra
View
203
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
wew
Citation preview
KELOMPOK 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
serta karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “UJI PUNTIR” ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Ir.
Riski Elpari Siregar,MT selaku Dosen mata kuliah Pengujian Bahan di UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai dasar-dasar dan pengertian dari uji puntir dan contoh
pengujian bahan dengan melakukan uji puntir. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Medan, November 2015
Penyusun .
| PENGUJIAN PUNTIR 1
KELOMPOK 3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 3
B. TUJUAN 3
C. BATASAN MASALAH 4
D. SISTEMATIKA PENULISAN 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN 5
B. JENIS-JENIS TUMPUAN 21
C. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN PADA UJI PUNTIR 22
D. ISTILAH-ISTILAH 23
E. JENIS-JENIS TEGANGAN 23
F. PENGARUH TEGANGAN GESER PADA SIKAP MEKANIK 29
G. KURVA TEGANGAN-REGANGAN 30
H. HUBUNGAN TEGANGAN-REGANGAN 37
I. CONTOH PERCOBAAN 38
BAB III
1. KESIMPULAN 47
2. KESIMPULAN DARI CONTOH PERCOBAAN 47
DAFTAR PUSTAKA 48
| PENGUJIAN PUNTIR 2
KELOMPOK 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGTegangan geser terjadi pada bidang material, berbeda dengan tegangan normal
yang tegak lurus dengan bidang. Kondisi tegangan geser dapat terjadi dengan
melakukan geseran secara langsung (Direct Shear) dan tegangan puntir (torsional
Stress). Fenomena geseran secara langsung dapat dilihat pada saat kita menancapkan
paku ke balok kayu. Pada setiap permukaan di paku dan kayu yang bersinggungan
langsung dengan paku akan mengalami geseran secara langsung. Sedangkan
fenomena tegangan puntiran, dapat terjadi apabila suatu specimen mengalami torsi.
Uji puntir pada suatu spesimen dilakukan untuk menentukan elastisitas suatu
material. Specimen yang digunakan pada pengujian puntir adalah batang dengan
penampang lingkaran karena bentuk penampang ini sederhana sehingga mudah
diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya
karena dua pembebanan akan memberikan ketidakkonstanan sudut puntir yang
diperoleh dari pengukuran.
B. TUJUANMakalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut:
a. Mengetahui standard dan prosedur Uji puntir
b. Mengetahui pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material
c. Mampu menghitung besaran- besaran sifat mekanik material dari uji punter
d. Memahami mekanisme terbentuknya patahan material oleh tegangan geser.
Selain itu makalah ini juga dibuat untuk melengkapi tugas dari mata kuliah
“PENGUJIAN BAHAN” yang dibawakan oleh bapak Ir. Riski Elpari Siregar, MT.
| PENGUJIAN PUNTIR 3
KELOMPOK 3
C. BATASAN MASALAH
Batasan pada makalah ini adalah sampai pada penjelasan tentang apa itu Uji
Puntir, diagram alir, dan alat-alat pada Uji Puntir.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan pada makalah ini terbagi menjadi 3 bab, yaitu PENDAHULUAN, PEMBAHASAN, dan PENUTUP. BAB I menjelaskan tentang Latar Belakang,Tujuan, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan. BAB II menjelaskan tentang pembahasan Uji Puntir, dan BAB III Penutup.
| PENGUJIAN PUNTIR 4
KELOMPOK 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. TEORI
Puntiran adalah suatu pembebanan yang penting. Sebagai contoh, kekuatan
puntir menjadi permasalahan pada poros-poros, karena elemen deformasi plastik
secara teori adalah slip (geseran) pada bidang slip, modulus kekakuan adalah
konstanta yang penting, yang diperoleh dari pengujian puntir (dalam banyak kasus).
Deformasi puntiran tidak menunjukkan tegangan uniform pada potongan lintang
seperti halnya pada deformasi lenturan. Untuk mendapat deformasi puntiran dengan
tegangan yang uniform perlu dipergunakan batang uji berupa silinder tipis.
Patahan karena puntiran dari bahan getas terlihat pada arah kekuatan tarik,
yaitu pada 450 terhadap sumber puntiran, sedangkan bagi bahan yang liat patahan
terjadi pada sudut tegak lurus terhadap sumbu puntiran setelah gaya pada arah sumbu
terjadi dengan deformasi yang besar, dari hal tersebut sangat mudah menentukan
keliatan dan kegetasan.
Uji puntir dilakukan untuk menentukan tegangan alir (flow stress) dari
material, menentukan batas luluh geser, dan menentukan modulus elastisitas geser
dari material. Flow stress adalah ketahanan material terhadap perubahan bentuk. Jadi
pada kurva , flow stress dimulai dari batas luluhnya hingga titik fracture-nya.
Pada uji puntir ini digunakan penampang berbentuk lingkaran karena
merupakan geometri paling sederhana untuk perhitungan tegangan. Ketika material
diberi beban puntir didapat diameter dan panjang spesimen yang berubah. Seharusnya
pengujian yang kita lakukan tidak merubah dimensi geometris dari spesimen karena
beban yang kita berikan hanya beban puntir dan tidak ada beban tarik ataupun tekan.
Perubahan dimensi ini dapat diakibatkan karena mesin uji puntir dan spesimen tidak
tepat sesumbu. Hal ini terlihat dari spesimen hasil uji yang bengkok sehingga ada
kemungkinan terjadi beban bending ataupun beban lainnya pada spesimen tersebut.
Walaupun demikian untuk mendapatkan flow stress yang lebih baik kita
| PENGUJIAN PUNTIR 5
KELOMPOK 3
menggunakan uji puntir ini karena pada uji puntir tidak terjadi necking (pengecilan
penampang setempat) dan barreling (pembesaran penampang setempat).
Dari kuva MT – n yang kita dapatkan melalui percobaan, dapat diolah menjadi
kurva MT - . Lalu dengan cara membuat gradien regangan dan gradien tegangan
gesernya kita dapatkan kurva tegangan – regangan geser. Penentuan gradien pada
beberapa titik ini perlu dilakukan untuk didapatkan hasil yang merepresentasikan
tegangan – regangan gesernya. Setelah itu, kita dapat membuat kurva tegangan –
regangan sebenarnya dengan metode Tresca dan metode von Misces. Sesungguhya
konversi-konversi grafik yang kita lakukan adalah untuk meminimalisir kesalahn
akibat geometri specimen.
Tujuan dari pembuatan kurva tegangan – regangan sebenarnya dengan metode
Tresca dan von Misces sesungguhnya sama yaitu untuk menunjukkan kapan tepatnya
suatu material terdeformasi plastis. Hanya saja peninjauannya yang berbeda. Menurut
Tresca, suatu material tepat terdeformasi plastis ketika tegangan gesernya sama
dengan tegangan geser maksimumnya. Sedangkan menurut von Misces, suatu
material tepat terdeformasi plastis ketika energi maksimum yang bekerja pada benda
sama dengan energi distorsi maksimumnya. Dari pengertian dan kurva yang diperoleh
kita ketahui bahwa kurva yang akan menggambarkan lebih dahulu suatu material
terdeformasi plastis adalah kurva von Misces. Hal ini disebabkan karena von Misces
meninjau dari tiga energi yang bekerja pada benda tersebut sedangkan Tresca hanya
meninjau dari tegangan pada bendanya.
Setelah kita mendapatkan kurva alir (flow curve) melalui metode Tresca dan
Von Misces kita dapat menentukan koefisien tegangan dan koefisien strain hardening
material uji dengan membuatnya kedalam persamaan logaritma natural. Dari
perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai koefisien tegangan dan koefisien
strain hardening yang sedikit berbeda dengan data literatur. Hal ini bisa disebabkan
karena adanya perubahan ukuran geometri (panjang dan diameter) akibat gaya yang
bekerja tidak murni gaya puntir saja. Selain itu sulitnya membuat gradien tegangan
dan regangan gesernya membuat kurva yang didapat kurang tepat.
Uji puntir pada suatu spesimen dilakukan untuk menentukan elastisitas suatu material. Specimen yang digunakan pada pengujian puntir adalah batang dengan penampang lingkaran karena bentuk penampang ini sederhana sehingga mudah diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya karena dua pembebanan akan memberikan ketidakkonstanan sudut puntir yang diperoleh dari pengukuran.
| PENGUJIAN PUNTIR 6
KELOMPOK 3
Gambar 1. Batang Silindris dengan Beban Puntiran
Rumus tegangan dan regangan geser untuk batang padat :
τ = T cIp
𝛾 = θrL
Sedangkan Momen Inersia (J) pada keadaan maksimum silinder adalah :
Ip = 1
32π D4
Pengukuran yang dilakukan pada uji puntir adalh momen puntir dan sudut puntir. Pengukuran ini kemudian dikonversikan menjadi sebuah grafik momen puntir terhadap sudut puntir (dalam putaran).
2. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN
Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu-satunya yang harus diperhitungkan
dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama pentingnya. Dengan derajat
lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan, dan keliatan menetapkan pemilihan
bahan sifat ini ditetapkan dengan membuat pengujian bahan dan membandingkan
hasilnya dengan standar yang telah ada.
Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi oleh
gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya internal tadi
dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti hakekat gaya internal
ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu benda diberi beban. Mula-mula
harus ditegaskan bahwa dalam praktek, semua beban bekerja sedikit demi sedikit.
| PENGUJIAN PUNTIR 7
KELOMPOK 3
Proses pembebanan ini dapat diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat,
namun tak akan pernah sesaat.
Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan berubah dan
molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya. Pergeseran ini
mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang tergabung untuk menentang
gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila beban bertambah, perubahan bentuk
benda makin besar dan gaya-gaya antar molekul juga bertambah sampai pembebanan
mencapai harga akhirnya.
Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan berlawanan,
sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam keadaan tegang dan
terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini pasti berhubungan, tegangan
dalam bahan harus didampingi regangan dan sebaliknya. Untuk menyederhanakan
perhitungan, seringkali lebih mudah bila diperhatikan ‘benda tegar’, namun ini hanya
merupakan suatu konsep; karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda
nyata yang dapat menahan beban,tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.
Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh suatu
bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang karena
pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal (yaitu gaya antar
molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini. Intensitas tegangan (untuk mudahnya
biasanya disebut ‘tegangan’) di suatu titik pada bidang, didefinisikan sebagai gaya
internal per satuan luas.
Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus pada
bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan sesuai dengan
arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat (compressive). Bila gaya internal
sejajar dengan bidang yang diamati, didapat tegangan tangensial atau geser.
Seringkali resultan gaya pada elemen luasan membentuk sudut dengan bidang
luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya tersebut diuraikan menjadi komponen
normal dan tangensial, serta menghasilkan kombinasi tegangan-tegangan normal
geser.
Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut regangan.
Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil dan menghasilkan
regangan normal; atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser yang satu terhadap yang
lain dan menghasilkan regangan geser. Untuk batang dalam keadaan tarik atau
| PENGUJIAN PUNTIR 8
KELOMPOK 3
komprensi sederhana, akibat yang paling jelas terlihat adalah perubahan panjang
batang, yaitu regangan normal. Intensitas regangan (biasanya disebut ‘regangan’ saja)
untuk regangan normal, didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran
terhadap ukuran semula.
Gambar 2. Diagram Tegangan-Regangan
3. TEGANGAN
Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu- satunya yang harus diperhitungkan
dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama pentingnya. Dengan derajat
lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan, dan keliatan menetapkan pemilihan
bahan sifat ini ditetapkan dengan membuat pengujian bahan dan membandingkan
hasilnya dengan standar yang telah ada.
Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi oleh
gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya internal tadi
dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti hakekat gaya internal
ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu benda diberi beban. Mula-mula
harus ditegaskan bahwa dalam praktek, semua beban bekerja sedikit demi sedikit.
Proses pembebanan ini dapat diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat,
namun tak akan pernah sesaat.
| PENGUJIAN PUNTIR 9
KELOMPOK 3
Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan berubah dan
molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya. Pergeseran ini
mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang tergabung untuk menentang
gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila beban bertambah, perubahan bentuk
benda makin besar dan gaya-gaya antar molekul juga bertambah sampai pembebanan
mencapai harga akhirnya.
Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan berlawanan,
sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam keadaan tegang dan
terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini pasti berhubungan, tegangan
dalam bahan harus didampingi regangan dan sebaliknya. Untuk menyederhanakan
perhitungan, seringkali lebih mudah bila diperhatikan benda tegar, namun ini hanya
merupakan suatu konsep karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda
nyata yang dapat menahan beban, tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.
Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh suatu
bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang karena
pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal (yaitu gaya antar
molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini. Intensitas tegangan (untuk mudahnya
biasanya disebut tegangan) di suatu titik pada bidang, didefinisikan sebagai gaya
internal per satuan luas.
Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus pada
bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan sesuai dengan
arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat (compressive). Bila gaya internal
sejajar dengan bidang yang diamati, didapat tegangan tangensial atau geser.
Seringkali resultan gaya pada elemen luasan membentuk sudut dengan bidang
luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya tersebut diuraikan menjadi komponen
normal dan tangensial, serta menghasilkan kombinasi tegangan-regangan normal
geser.
4. REGANGAN
Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut regangan.
Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil dan menghasilkan
regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser yang satu terhadap yang
lain dan menghasilkan regangan geser. Untuk batang dalam keadaan tarik atau
| PENGUJIAN PUNTIR 10
KELOMPOK 3
komprensi sederhana, akibat yang paling jelas terlihat adalah perubahan panjang
batang, yaitu regangan normal. Intensitas regangan (biasanya disebut regangan saja)
untuk regangan normal, didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran
terhadap ukuran semula.
5. PUNTIRAN POROS BERPENAMPANG LINGKARAN
Akibat puntiran murni pada poros berpenampang lingkaran adalah timbulnya
tegangan geser murni dalam bahan. Bila poros dibagi menjadi dua bagian oleh bidang
transversal khayal, akan terlihat bahwa permukaan-permukaan pada kedua pihak dari
bidang ini cenderung berputar, relatif yang dianggap terdiri dari lapisan-lapisan tipis
transversal yang jumlahnya tak terhingga, masing-masing relatif berputar sedikit
terhadap lapisan berikutnya bila torsi diberikan, akibatnya poros akan terpuntir.
Pergerakan angular salah satu ujung relatif terhadap yang lain disebut sudut puntiran.
Tegangan puntir disebabkan oleh momen puntir yang bekerja pada penampang
batang. Dalam menganalisa tegangan puntir, momen torsi yang biasanya dinyatakan
dalam vektor rotasi diubah menjadi vektor translasi dengan menggunakan aturan
tangan kanan. Lipatan jari tangan menunjukkan arah vektor rotasi dan jari jempol
menunjukkan vektor translasi. Seperti halnya gaya aksial, tegangan puntir muncul
(momen puntir ada) bila batang tersebut dipotong. Metode irisan tetap digunakan
untuk mendapatkan momen puntir dalam, sehingga tegangan puntir dapat dicari.
Momen puntir dalam ini yang akan mengimbangi momen puntir luas sehingga bagian
struktur tetap dalam kondisi seimbang.
Gambar 3. Poros yang mengalami Puntiran
| PENGUJIAN PUNTIR 11
KELOMPOK 3
Untuk mencari hubungan antara momen puntir dalam dengan tegangan pada
penampang batang bulat, perlu dibuatkan asumsi sbb:
a. Potongan normal tetap di bidang datar sebelum maupun sesudah puntiran.
b. Regangan geser berbanding lurus terhadap sumbu pusat.
c. Potongan normal tetap berbentuk bulat selama puntiran.
d. Batang dibebani momen puntir dalam bidang tegak lurus sumbu batang.
e. Tegangan puntir tidak melebihi batas proporsional.
f. Tegangan geser berubah sebanding dengan regangan linear.
Gambar 4. Potongan Penampang
Berdasarkan asumsi yang diambil (butir 2 dan 6) maka tegangan geser
maksimum terletak pada keliling penampang sehingga dapat dicari hubungan antara
tegangan geser dengan jarak terhadap sumbu pusat. Gaya geser inilah nantinya akan
mengantisipasi momen torsi luar.
Besar momen inseria polar dari luas penampang, yang dinotasikan sebagai Ip, sehingga
:
Ip = 1
32π D4
Besarnya tegangan secara umum :
τ = T cIp
Dimana :
t = tegangan geser
| PENGUJIAN PUNTIR 12
KELOMPOK 3
I p = Momen inersia polar penampang luas.
c = jari-jari lingkaran
Dalam mendesain bagian-bagian struktur yang menyangkut kekuatan, maka
tegangan geser yang memenuhi syaratlah yang dipilih. Karena batang yang
mengalami puntiran sering dipakai untuk meneruskan gaya, maka percobaan puntiran
pada batang sering dilakukan.
6. SIFAT-SIFAT MEKANIK
Bagaimanapun baiknya suatu kristal dipersiapkan, pasti memiliki cacat-cacat
kisi yang akan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan strukstur kristal
tersebut. Dengan mengamati sifat mekanik logam, akan diperoleh sifat-sifat cacat kisi
tersebut. Pada beberapa cabang industri, pengujian mekanik yang biasa dilakukan
seprti uji tarik, kekerasan, impak, creep dan fatik, digunakan untuk mempelajari
keadaan cacatnya (defect state) tetapi untuk memeriksa kualitas produk yang
dihasilkan berdasarkan suatu standar spesifikasi.
a. Tensile Strength, biasanya dilakukan pengujian tarik terhadap suatu material
logam untuk mengetahui seberapa besar ketahanan material tersebut terhadap
beban tarik.
b. Kekerasan, didefinisikan sebagai ketahanan suatu material logam terhadap
penetrasi, memeberikan sifat-sifat deformasinya.
c. Impak, Suatu bahan mungkin memiliki kakuatan tarik (Tensile Strength) yang
tinggi tetapi tidak memenuhi syarat untuk kondisi pembebanan kejut (tumbukan)
d. Creep (pemuluran), didefinisikan sebagai aliran plastis pada kondisi tegangan
yang konstan.
e. Fatiq, adalah fenomena yang berkaitan dengan perpatahan logam secara premature
karena tegangan rendah yang terjadi berulang kali dan terutama berperanan
penting dalam industri penerbangan.
7. PENGERTIAN DASAR
a. Ketangguhan adalah ukuran besarnya energi yang diperlukan untuk mengubah
bentuk suatu material.
| PENGUJIAN PUNTIR 13
KELOMPOK 3
b. Kekerasan adalah ketahanan suatu material yang terhadap penetrasi yang
diberikan pada permukaannya.
c. Momen adalah hasil kali gaya dengan jarak gaya ke titik pusat.
M = F x L
Dimana : M = Momen
F = Gaya
L = Jarak
d. Gaya adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan benda bermassa mengalami
percepatan.
F = m x a
Dimana : F = gaya
m = massa
a = percepatan
e. Sudut Puntir /angle of twist (θ) adalah suatu poros dengan panjang L dikenai
momen puntir T secara konstan dikeseluruhan panjang poros.
8. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KEKUATAN MATERIAL
TERHADAP PUNTIRAN
a. Panjang batang, semakin panjang batang yang dikenai beban puntir maka puntiran
akan semakin besar.
b. Sifat-sifat material antara lain modulus geser, struktur material, dan jenis material.
c. Luas penampang batang atau material dimana gaya puntir bekerja.
d. Bentuk penampang batang yang dikenai puntiran.
e. Arah gaya puntir pada batang
9. SIFAT-SIFAT KIMIA
a. Kelarutan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi atau menentukan kelarutan yaitu:
1) Temperatur larutan: Umumnya kalau temperatur naik kelarutan meningkat.
2) Berat molekul, Struktur molekul: Berat molekul besar maka kelarutan kecil.
3) Kristalinitas: Menyangkut derajat kristalinitas. Bahan yang memiliki
kristalinitas tinggi seperti polietilen dan polipropilen mempunyai kelarutan
yang kurang, tetapi polimer berkristal yang biasa larut.
4) Kepolaran: Bahan polimer mudah sekali larut dalam pelarut polar.
| PENGUJIAN PUNTIR 14
KELOMPOK 3
5) Pelarut campuran: Klau ke dalam suatu pelarut dimana polimer bisa larut
dibubuhkan pelarut lain, kadang-kadang kelarutannya meningkat.
b. Tahanan Kimia
Ketahanan kimia berada di daerah luas mulai dari bahan yang sukar diserang
oleh setiap bahan kimia seperti politetraflouroetilen sampai ke bahan mudah larut
dalam pelarut organik seperti dalam asetat dan alkohol, umpamanya polivinil asetat.
Sifat-sifat ini sampai sejauh tertentu dapat dianggap ditentukan oleh struktur
molekul bahan polimer.
Polimer mempunyai kelompok eter, ester dan amida mudah terhidrolisa oleh asa.
Selulosa, poliester, poliamid, dan polimetil akrilat mempunyai kecenderungan
tersebut. Apabila polietilen bersentuhan dengan asam belerang pekat atau asam nitrat,
akan diserang dan terurai menerima akibat dari sulfunasi, nitrasi dan oksidasi pada
cinin bensin. Resin urea, resin melami dan resin epoksi menjadi lemah didalam asam
kuat. Terutama resin fenol dan resin metil metakrilat menerima akibat pengoksidasian
asam, sedangkan resin fenol, resin urea, resin melamin dan banyak resin kondensasi
formalin lain sangat dipengaruhi oleh alkali kuat.
10. KARAKTERISTIK MATERIAL
Disini material yang akan dibahas karakteristiknya adalah material BAJA dan
material KUNINGAN.
a. Karakteritik Baja
Baja karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah oleh
karena itu umumnya sebagian besar baja komersial hanya mengandung karbon
dengan sedikit paduan lain. Baja karbon rendah (C < 0,3%) memiliki kekuatan
sedang dengan keuletan yang sangat baik dan digunakan dalam kondisi anil atau
normalisasi untuk keperluan konstruksi jembatan, bangunan, kendaraan, dan kapal
laut.
Baja karbon (0,3 < C < 0,7 %) sedang dapat dicelup untuk membentuk
martensit disusul dengan penemperan untuk meningkatkan ketangguhan
disamping kekuatan yang telah dimilikinya.
Baja karbon tinggi (0,7 < C < 1,7 %) biasanya dicelup agar keras disusul
dengan penemperan pada 250 derajat celcius sehingga dapat dicapai kekuatan
| PENGUJIAN PUNTIR 15
KELOMPOK 3
yang memadai dengan keuletan yang memenuhi persyaratan untuk per,die dan
perkakas potong.
Modulus Elastisitas baja : E = 2,01 x 106 kg/c m2
b. Karakteristik Kuningan
Berbeda dengan baja karbon kuningan adalah logam tahan karat, selain itu
juga kuningan memiliki keuletan yang lebih baik dibandingkan dengan baja.
Tetapi tingkat kekerasan dan ketangguhan kuningan lebih rendah dibandingkan
dengan baja. Sedangkan untuk konduktivitas listrik kuningan lebih baik daripada
baja.
Modulus Elastisitas Kuningan E = 9.17x105kg/c m2
11. MACAM-MACAM DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN
Berikut ini adalah macam-macam diagram tegangan-regangan untuk beberapa
material:
Gambar 5. Diagram Tegangan – Regangan Baja Karbon Rendah
| PENGUJIAN PUNTIR 16
KELOMPOK 3
Gambar 6. Diagram Tegangan – Regangan Besi Cor
Gambar 7. Diagram Tegangan – Regangan Bahan Polimer
Gambar 8. Diagram Tegangan – Regangan Paduan Al-2%Cu
| PENGUJIAN PUNTIR 17
KELOMPOK 3
12. MODULUS ELASTISITAS
1. Regangan
Didefinisikan sebagai perbandingan antara pertambahan panjang dengan
panjang awalnya (L). Pertambahan panjang ini tidak hanya terjadi pada ujungnya
saja, tetapi pada setiap bagian batang yang terentang dengan perbandingan yang
sama.
Karena merupakan hasil bagi dari dua besaran yang berdimensi sama, maka
regangan tidak memiliki satuan.
2. Tegangan
Tegangan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tarik (F) yang
dikerjakan pada benda dengan luas penampangnya (A).
Dalam SI tegangan memiliki satuan atau Pascal.
Besarnya gaya untuk menghasilkan tegangan dan regangan tiap-tiap benda
pada umumnya berbeda, tergantung pada jenis dan sifat benda.
3. Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Modulus Elastisitas didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan,
dengan regangan suatu bahan selama gaya yang bekerja tidak melampaui batas
elastisitasnya.
| PENGUJIAN PUNTIR 18
KELOMPOK 3
Dalam SI satuan modulus elastisitas sama dengan satuan tegangan.
Semakin besar nilai E, berarti semakin sulit untuk merentangkan benda, artinya
dibutuhkan gaya yang lebih besar.
Berikut ini beberapa Nilai modulus Young untuk beberapa benda :
Tabel 1. Modulus Young Beberapa Benda
Jenis
Zat
Modulus
Young (N/m2)
Tungsten
Steel
Copper
Brass
Aluminium
Kaca
Kuarsa
35 x 1010
20 x 1010
11 x 1010
9,1 x 1010
7,0 x 1010
6,5 – 7,8 x 1010
5,6 x 1010
13. Puntiran pada Kawat Baja
Tali/kawat baja sering dipakai pada mesin-mesin pengangkat sebagai salah
satu perangkat mesin pemindah bahan. Dibandingkan dengan rantai, tali baja
mempunyai keunggulan sebagai berikut :
a. Lebih ringan
b. Lebih tahan terhadap sentkan
c. Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan operasi yang tinggi
d. Keandalan operasi yang lebih tinggi
| PENGUJIAN PUNTIR 19
KELOMPOK 3
b = 130 sampai 200 Tali baja terbuat dari kawat baja dengan kekuatan 130-200
kg/mm2. dimana dalam proses pembuatannya kawat baja diberi perlakuan panas
tertentu dan digabung dengan penarikan dingin, sehingga menghasilkan sifat mekanis
kawat baja yang tinggi.
Salah satu hal yang dapat menyebabkan puntiran pada kawat baja yaitu proses
pembuatan yang dilakukan dengan pemintalan (penganyaman) yang akan
menyebabkan timbulnya gaya internal pada kawat baja. Hal lain yang dapat
menyebabkan puntiran adalah kawat diberi pembebanan maka pintalan tadi cenderung
akan mengecil sehingga juga akan menyebabkan puntiran pada kawat.
Pada saat tali ditekuk maka akan timbul gaya-gaya yang rumit pada kawat
yang terdiri dari tarikan, tekanan dan puntiran, oleh karena itu sangatlah sulit untuk
mendeteksi gaya-gaya yang terjadi.
14. Tali Baja Anti Puntir
Perkembangan terakhir pada pembuatan tali baja menghasilkan jenis tali baja
yang anti puntir. Tali yang demikian diproduksi oleh The Odessa Rope Works. Pada
tali ini sebelum dipintal setiap kawat dan untaian dibentuk sesuai dengan
kedudukannya di dalam tali. Akibatnya tali yang tidak dibebani tidak akan mengalami
tegangan internal.
Tali ini mempunyai kecenderungan untuk terurai walaupun ujung tali ini tidak
disimpul. Sifat ini akan mempermudah penyambungan anyaman tali. Diantara
keunggulan tali ini dibandingkan tali biasa yaitu :
a. Distribusi beban yang merata pada setiap kawat sehingga tegangan internal yang
terjadi minimal.
b. Lebih fleksibel
B. JENIS-JENIS TUMPUAN
1. Rol
| PENGUJIAN PUNTIR 20
KELOMPOK 3
Rol merupakan tumpuan yang hanyadapat menerima gaya reaksi yang tegak lurus
dengan tumpuanl. Alat ini mampu melawan gaya-gaya dalam suatu garis aksi yang
spesifik.
Penghubung yang terlihat pada gambar dibawah ini dapat melawan gaya hanya
dalam arah tegak lurus dengan tumpuan. Pada gambar dibawah hanya dapat melawan
beban yang tegak lurus dengan tumpuan. Sedang rol-rol hanya dapat melawan suatu
tegak lurus pada tumpuan.
Gambar 9. Tumpuan Rol dan DBB
2. Engsel
Engsel merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi vertikal dan
gaya reaksi horisontal. Tumpuan yang berpasak mampu melawan gaya yang bekerja
dalam setiap arah dari bidang.
Jadi pada umumnya reaksi pada suatu tumpuan seperti ini mempunyai dua
komponen yang satu dalam arah horisontal dan yang lainnya dalam arah vertikal.
Tidak seperti pada perbandingan tumpuan rol atau penghubung,maka perbandingan
antara komponen-komponen reaksi pada tumpuan yang terpasak tidaklah tetap. Untuk
menentukan kedua komponen ini, dua buah komponen statika harus digunakan.
Gambar 10. Tumpuan Engsel dan DBB
3. Jepit
| PENGUJIAN PUNTIR 21
KELOMPOK 3
Jepit merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi vertical, gaya
reaksi horizontal dan momen akibat jepitan dua penampang. Tumpuan jepit ini
mampu melawan gaya dalam setiap arah dan juga mampu melawan suaut kopel
atau momen. Secara fisik,tumpuan ini diperoleh dengan membangun sebuah balok
ke dalam suatu dinding batu bata. Mengecornya ke dalam beton atau mengelas ke
dalam bangunan utama. Suatu komponen gaya dan sebuah momen
Gambar 11. Tumpuan Jepit dan DBB
C. Alat – Alat Pengujian Pada Uji Puntir
ALAT UJI PUNTIR
Gambar 12. Alat Uji Puntir
Alat uji puntir sering juga disebut dengan alat uji torsi atau alat uji torque adalah
suatu alat yang dirancang untuk mengukur seberapa besar gaya puntir yang dapat dilakukan
saat kita melakukan pengujian dari suatu alat. Caranya adalah dengan memuntir batang uji
terus-menerus sampai batang uji itu putus atau mencapai jumlah puntiran yang ditentukan.
Putarannya harus searah.
| PENGUJIAN PUNTIR 22
KELOMPOK 3
Alat uji puntir biasa digunakan oleh industri untuk pengukuran dan mendapatkan data
kekuatan puntir suatu aplikasi, sehingga standar yang ingin diketahui dapat diterima dan
diketahui.
Alat uji puntir yang ada di alatuji.com adalah untuk memberikan solusi baik bagi
industri yang membutuhkan untuk kepentingan aplikasi yang ada pada industri. berikut
merupakan perangkat Alat uji puntir :
TQ-STR6 Torsional
Torsion Testing Machine (30Nm) (SM1001)
PNW-1400 Computer Controlled Light Wheel Torsion Fatigue Testing Machine
NJS-02 Digital Display Torsion Testing Machine
TNS-DW Series Micro Computer Controlled Torsion Testing Machine
D. ISTILAH-ISTILAH
Puntir adalah peristiwa yang terjadi pada suatu material yang diberikan torsi
dengan arah yang berlawanan dan memiliki jarak tertentu.
Gaya adalah aksi yang diberikan pada suatu benda.sehingga benda mengalami
perpindahan, kecepatan, dan percepatan.
Gaya dalam adalah gaya reaksi yang terjadi di dalam benda akibat pembebanan
yang diberikan.
Gaya luar adalah gaya yang ada diluar benda sebagai aksi reaksi dari sebuah
benda.
Momen adalah benda yang diberi beban dalam jarak tertentu sehingga benda
tersebut berputar terhadap satu titik.
Torsi adalah benda yang diberi beban dalam jarak tertentu sehingga benda
tersebut berputar terhadap sumbunya.
Tegangan adalah kemampuan suatu luas benda untuk menahan gaya yang
diberikan.
Regangan adalah perbandingan antara perubahan panjang (ΔL) dengan panjang
awalnya (Lo).
Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi pada
porosnya
| PENGUJIAN PUNTIR 23
KELOMPOK 3
Kopel adalah suatu peristiwa yang terjadi pada material akibat gaya yang sejajar ,
berlawanan arah , dan memiliki besar yang sama.
E. Jenis – jenis tegangan
Tegangan Geser dan tegangan normal
Tegangan geser berbeda dengan tegangan tarik maupun tegangan tekan, karena
tegangan geser disebabkan oleh gaya yang bekerja sepanjang atau sejajar dengan luas
penahan gaya, sedangkan tegangan tarik atau tegangan tekan disebabkan oleh gaya yang
tegak lurus terhadap luas bidang gaya.
Tegangan geser terjadi apabila beban terpasang menyebabkan salah satu penampang
benda cenderung mengelincir pada penampang yang bersinggungan.
a. Tegangan Normal
Tegangan normal terjadi akibat adanya reaksi yang diberikan pada benda. Jika gaya
dalam diukur dalam N, sedangkan luas penampang dalam m2, maka satuan tegangan
adalah N/m2 atau dyne/cm2.
Gambar 13. Tegangan Normal
Tegangan Normal akibat beban aksial
Adalah tegangan yang di akibatkan oleh beban akibat beban dengan arah
aksial.beberapa contoh Tegangan normal akibat beban aksial
| PENGUJIAN PUNTIR 24
KELOMPOK 3
Tegangan TarikTegangan tarik pada umumnya terjadi pada rantai, tali, paku keling, dan
lain-lain. Rantai yang diberi beban W akan mengalami tegangan tarik
yang besarnya tergantung pada beratnya.
Gambar 14. Tegangan Tarik
Tegangan TekanTegangan tekan terjadi bila suatu batang diberi gaya F yang saling
berlawanan dan terletak dalam satu garis gaya. Misalnya, terjadi pada
tiang bangunan yang belum mengalami tekukan, porok sepeda, dan batang
torak. Tegangan tekan dapat ditulis:
Gambar 14. Tegangan Tekan
| PENGUJIAN PUNTIR 25
KELOMPOK 3
Tegangan Normal akibat momen lenturAdalah tegangan yang diakibatkan oleh momen yang ditimbulkan oleh gaya
luar.contohnya:
Tegangan Lentur.
Menurut teori lentur sederhana, distribusi tegangan di dalam
penampang yang mendukung momen lentur dinyatakan dengan
persamaan:
dengan :
fy = tegangan lentur
M = momen pada penampang yang ditinjau.
y = jarak serat ke pusat berat penampang.
I = momen inersia (kelembamam).
persamaan (1) berlaku untuk penampang yang masih elastis dan batas
berlakunya sampai dengan serat terluar mencapai tegangan leleh.
Persamaan (1) tidak berlaku bila sebagaian atau seluruh telah menjadi
plastis.
Selanjutnya akan ditinjau tegangan yang terjadi pada salah satu potongan
balok yang penampangnya persegi empat dan mendukung momen lentur
bertahap, dari nol hingga seluruh seratnya mencapai tegangan leleh,
distribusi tegangan ditunjukan dengan gambar 15.b. Pada kondisi ini
distribusi tegangan masih linier.
C C1 C
h C2
T T2 T
T1
| PENGUJIAN PUNTIR 26
KELOMPOK 3
b
(a) balok segiempat (b) elastis (c) elastis-plastis (d) plastis
Gambar 15. distribusi tegangan akibat lentur.
b. Tegangan Geser
Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang berlawanan
arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada penampangnya tidak
terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada konstruksi. Misalnya: sambungan
keling, gunting, dan sambungan baut.
Gambar 16. Tegangan Geser pada Baut/Paku Keling
Tegangan geser terjadi karena adanya gaya radial F yang bekerja pada
penampang normal dengan jarak yang relatif kecil, maka pelengkungan benda
diabaikan. Untuk hal ini tegangan yang terjadi adalah Apabila pada konstruksi
mempunyai n buah paku keling, maka sesuai dengan persamaan dibawah ini tegangan
gesernya adalah
| PENGUJIAN PUNTIR 27
KELOMPOK 3
Tegangan geser akibat gaya lintang
Adalah tegangan geser yang timbul akibat reaksi gaya dalam terhadap
gaya luar yang diberikan.contohnya
Tegangan Lentur
Gambar 17. Tegangan Lentur
Tegangan geser akibat momen puntir
Tegangan Torsi (Puntir)
Terkadang suatu komponen struktu rmenerima puntiran, kopel punter
atau momen puntiran.Puntiran tersebut menimbulkan tegangan geseran
yang disebut sebagai tegangan geser puntir.
Tegangan punter sering terjadi pada poros roda gigi dan batang-batang
torsi pada mobil, juga saat melakukan pengeboran. Jadi, merupakan
tegangan tangensial.
| PENGUJIAN PUNTIR 28
KELOMPOK 3
Gambar 18. Tegangan Puntir
F. Pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material
Sifat Mekanik
Beberapa sifat mekanik yang penting :
1. Kekuatan (Strength)
bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah.
Kekuatan ini tergantung pada jenis pembebannya, yaitu :
Kekuatan tarik akibat beban tarik
Kekuatan geser akibat beban geser
Kekuatan tekan akibat beban tekan
Kekuatan torsi akibat beban torsi
Kekuatan lengkung akibat beban bending
2. Kekerasan (hardness)
Kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau
penetrasi. Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance). Kekerasan juga berkorelasi
dengan kekuatan.
3. Kekenyalan (elastisitas)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan.
| PENGUJIAN PUNTIR 29
KELOMPOK 3
4. Kekakuan (stiffness)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan / beban tanpa mengakibatkan terjadinya
perubahan bentuk(deformasi/defleksi
5. Plastisitas (plasticity)
Kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis tanpa mengakibatkan
terjadinya kerusakan
6. Ketangguhan (toughness)
Kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energy tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan.
7. Kelelahan (fatique)
Kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima beban yang berulang/dynamic yang
besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan
elastiknya.
8. Creep (merangkak)
Kecenderuangan suatu logam untuk mengalami deformasi plastic yang besarnya merupakan
fungsi waktu.
G. Kurva Tegangan – Regangan
Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.
Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.
| PENGUJIAN PUNTIR 30
KELOMPOK 3
Gambar 19. Gambaran singkat uji tarik dan datanya
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan
tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile
Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik
maksimum.
1. Hukum Hooke (Hooke’s Law)
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan
antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang
bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva
pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:
rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan
Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan
panjang dibagi panjang awal bahan.
Stress: σ = F/A F: gaya tarikan, A: luas penampang
Strain: ε = ΔL/L ΔL: pertambahan panjang, L: panjang awal
| PENGUJIAN PUNTIR 31
KELOMPOK 3
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = σ / ε
Untuk memudahkan pembahasan, Gbr.1 kita modifikasi sedikit dari hubungan antara
gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan
(stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan Gbr.2, yang merupakan kurva standar ketika
melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana
perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus
Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan
stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).
Gambar 20. Kurva tegangan-regangan
Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti
pada Gbr.3 berikut.
| PENGUJIAN PUNTIR 32
KELOMPOK 3
Gbr.3 Dimensi spesimen uji tarik (JIS Z2201).
Gambar 21. Ilustrasi pengukur regangan pada specimen
Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage)
yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrasikan pada Gbr.21. Bila pengukur
regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai
hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi perubahan
regangan.
2. Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam
Sekarang akan kita bahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk
keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat
digeneralisasi seperti pada Gbr.22.
Gambar 22. Profil data hasil uji tarik
| PENGUJIAN PUNTIR 33
KELOMPOK 3
Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman
pada hasil uji tarik seperti pada Gambar 22. Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik
mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.
Batas elastisσE ( elastic limit)
Dalam Gbr.22 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai
pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke
kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada
titik O (lihat inset dalam Gbr 22). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A,
hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat
konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut
perubahan elastis yaitu kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan
0.005% . Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini. [1]
Batas proporsional σp (proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak ada
standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan
batas elastis.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gbr.22 yaitu
bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan
deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi
plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah
tegangan ini.
| PENGUJIAN PUNTIR 34
KELOMPOK 3
Regangan luluh εy (yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe (elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis εp (plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan
ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp. Perhatikan
beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika
beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE)
adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength)
Pada Gbr.22 ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum
yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength)
Pada Gbr.22 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan
yang diuji putus atau patah.
Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas,
tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan
permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.23).
| PENGUJIAN PUNTIR 35
KELOMPOK 3
Gambar 23. Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m2)
dan strain adalah besaran tanpa satuan.
3. Istilah lain
Selanjutnya akan kita bahas beberapa istilah lain yang penting seputar interpretasi hasil
uji tarik.
Kelenturan (ductility)
Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang
terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile)
bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu
bahan disebut getas (brittle).
Derajat kelentingan (resilience)
Derajat kelentingan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi
dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan (Modulus of
Resilience), dengan satuan strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam
Gbr.19, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.
Derajat ketangguhan (toughness)
| PENGUJIAN PUNTIR 36
KELOMPOK 3
Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut
putus. Sering disebut dengan Modulus Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam
Gbr.5, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
Pengerasan regang (strain hardening)
Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding
regangan setelah memasuki fase plastis.
Tegangan sejati , regangan sejati (true stress, true strain)
Dalam beberapa kasus definisi tegangan dan regangan seperti yang telah dibahas di
atas tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai definisi tegangan dan regangan sejati, yaitu
tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time.
H. Hubungan Tegangan – Regangan
Grafik tegangan σ dan regangan ε adalah linear - elastik untuk small deflection.
Artinya, jika gaya F diberikan pada benda sedemikian sehingga terjadi regangan ε, maka
perbandingan antara gaya F dengan perpindahan kecil δL adalah sebanding dengan
perbandingan tegangan σ terhadap regangan ε. Perbandingan nilai σ terhadap regangan ε
adalah suatu konstanta E yang dinamakan modulus elastisitas yang tergantung pada
bahan. Inilah yang dinamakan linear. Modulus ini nilainya berubah terhadap suhu, dan
dalam waktu yang sangat lama berubah juga terhadap waktu. yang dimaksud elastik
adalah, jika gaya F tadi dihilangkan, maka benda yang berdeformasi akan kembali pada
posisi semula. Untuk prinsip-prinsip dasar mekanika, analisis selalu berada dalam daerah
linear - elastik dan harga E yang tetap.
Tegangan merupakan parameter yang lebih berarti dari pada gaya dalam
mempelajari bahan, karena efek gaya terpakai P pada suatu bahan terutama tergantung
| PENGUJIAN PUNTIR 37
KELOMPOK 3
kepada luas penampang dari bagan struktur. Sebagai akibatnya adalah biasa
menggambarkan diagram hubungan antara tegangan dan regangan dalam laporan
pengujian tertentu. Diagram diagram demikian menentukan hubungan antara tegangan
dan regangan, dan untuk berbagai macam kegunaan dianggap tidak tergantung dari
ukuran specimen dan panjang ukurannya.
Untuk kurva-kurva tegangan-regangan ini, biasa pula digunakan skala ordinat
untuk tegangan dan skala absis untuk untuk regangan. Tegangan biasa dihitung
berdasarkan luas asli dari spesimen, meskipun bagaimana disebutkan sebelumnya
penyusutan dan pemuaian dari bahan selalu terjadi setiap saat. Bila tegangan dihitung
dengan membagi gaya terpakai dengan luas bersangkutan yang sesungguhnya dari
specimen pada saat yang sama, maka kita memperoleh apa yang disebut tegangan sejati.
Plot tegangan sejati vs regangan disebut kurva tegangan-regangan sejati. Kurva-kurva
seperti itu jarang digunakan dalam praktek.
Secara eksperimen diterangkan bahwa diagram tegangan-regangan sangat
berbeda untuk bahan-bahan yang berbeda. Untuk bahan yang sama diagram ini berbeda
pula, tergantung pada suhu pengujian yang dilakukan, kecepatan pengujian dan beberapa
variabel lainnya. Tetapi, umumnya ada dua jenis diagram yang dikenal. Yang satu jenis
untuk baja tuang, bahan ulet yang banyak digunakan dalam kontruksi. Jenis yang lainnya
bermacam - macam bahan seperti baja perkakas, beton, tembaga, dan seterusnya
mempunyai kurva jenis ini, meskipun mempunyai harga ekstrim dari regangan dimana
bahan-bahan ini dapat bertahan.
I. CONTOH PERCOBAAN
1. INSTALASI PERCOBAAN
| PENGUJIAN PUNTIR 38
KELOMPOK 3
Gambar 24. Instalasi Percobaan Uji Puntir
2. PROSEDUR PRAKTIKUM
Langkah – langkah yang dilakukan dalam pengujian adalah sebagai berikut :
1. Siapkan alat pengujian beserta digital force display, kunci chuck, dan specimen.
2. Hubungkan digital force display dengan sensor pada alat pengujian.
3. Hubungkan digital force display tersebut dengan saklar arus listrik. Lalu periksa
apakah digital force display sudah terpasang dengan baik.
4. Siapkan spesimen uji dan ukur dimensi spesimen tersebut.
5. Letakan kedua ujung spesimen pada chuck yang ada dialat pengujian dengan
ukuran yang sudah ditentukan. Lalu kunci kedua chuck tersebut.
6. Beri pembebanan sesuai gaya atau sudut yang ditentukan. Lalu lihat hasil pada
digital force display (gaya) dan protactor scale (sudut).
7. Masukan data yang akan diambil pada table pengamatan.
8. Pengolahan data.
| PENGUJIAN PUNTIR 39
KELOMPOK 3
PROSEDUR PERCOBAANDIAGRAM ALIR
| PENGUJIAN PUNTIR 40
Ukur dimensi dari spesimen
Pilih beban momen puntir skala penuh pada mesin uji puntir
Tentukan kecepatan Puntiran dan kecepatan kertas
Letakkan specimen pada mesin uji punter, dan pastikan specimen
terpasang dengan kuat
Beri tanda pada specimen dengan tinta atau tip-ex
Jalankan Mesin Uji Puntir
Perhatikan perubahan yang terjadi pada pena dan kertas perekam data
Saat specimen patah, lepaskan specimen dari mesin uji puntir
Ukur diameter di tempat patahan dan daerah deformasi plastis
KELOMPOK 3
Data dan Hasil Percobaan
material : st-37
| PENGUJIAN PUNTIR 41
KELOMPOK 3
Kekerasan awal : 37.5 HRA
Kekerasan akhir : 46 HRA
panjang spesimen : 66 mm
diameter spesimen : 6.85 mm
kecepatan putar mesin : 16 rpm
jumlah putaran spesimen : 5.6
diameter spesimen di tempat yang patah : 5.3 mm
mesin uji yang digunakan : Tarno Grocki
Kurva dari mesin uji puntir:
0 1 2 3 4 5 6 7 80
5
10
15
20
25
30
35
40
45
39.91796875
Kurva Uji Puntir
Putaran (n)
Mo
men
Pu
nti
r (N
m)
PENGOLAHAN DATA
| PENGUJIAN PUNTIR 42
KELOMPOK 3
Dengan persamaan , maka diperoleh kurva vs MT sebagai
berikut:
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00-505
1015202530354045
vs MT
Mom
en P
untir
(Nm
)
Untuk menentukan batas luluh geser material uji kita dapat melihat kelinearan
kurva. Selain itu kita dapat menentukan batas luluh gesernya dengan cara offset yaitu
0,04 rad/m dari gage length. Dengan persamaan , dimana L adalah panjang
gage length. Maka didapat kurva vs MT sebagai berikut:
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0.0006 0.0007 0.0008-505
1015202530354045
' vs MT
'
MT
| PENGUJIAN PUNTIR 43
KELOMPOK 3
Untuk memperoleh kurva tegangan – regangan geser, dilakukan perhitungan
dengan :
τ=Momenpuntir
momen tahanan=MT
J
Dari perhitungan dengan formula di atas, didapatkan kurva tegangan –
regangan geser sebagai berikut:
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003-100
0
100
200
300
400
500
600
700
vs shear stress (N/mm2)
(rad)
shea
r str
ess (
N/m
m2)
Dengan persamaan: dan , diperoleh kurva Tresca yaitu:
0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 0.0014-200
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
933.785073055268
Tresca curve ( vs )
Dengan persamaan:
dan , diperoleh kurva von Misces yaitu:
| PENGUJIAN PUNTIR 44
KELOMPOK 3
0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 0.0014 0.0016-50
0
50
100
150
200
250
300
350
400
von miscesh
Apabila disatukan, menjadi:
0
0.0002
0.0004
0.0006
0.00080.001
0.0012
0.0014
0.0016-200
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Tresca + Von Miscesh
Von MisceshTresca
| PENGUJIAN PUNTIR 45
KELOMPOK 3
Menentukan koefisien kekuatan (K) dan koefisien strain hardening (n):
o Pada kurva Tresca:
-8.5 -8 -7.5 -7 -6.5 -66.6
6.8
7
7.2
7.4
7.6
7.8
8
f(x) = 0.224419743734376 x + 8.72112720841313
tresca
ln
ln
Diketahui persamaan tegangan alir: σ t =Ken
ln σ t=ln K+n lne
dengan cara regresi lineardidapat persamaan garis: y = 0.224x + 8.721
jadi: koefisien strain hardening (n) = 0,224
koefisien kekuatan (K) ln K = 8.721
K = 6130 MPa
| PENGUJIAN PUNTIR 46
KELOMPOK 3
o Pada kurva von Misces:
-8.5 -8 -7.5 -7 -6.5 -65
5.2
5.4
5.6
5.8
6
6.2
6.4
f(x) = 0.224419743734374 x + 7.44639311503081
von miscesh
ln
ln
Dengan cara sama didapat:
koefisien strain hardening (n) = 0.224
koefisien kekuatan (K) ln K = 7.446
K = 1713 MPa
ANALISA
Terjadi perbedaan antara hasil percobaan dan hasil perhitungan di hampir
semua perhitungan.
Adanya perbedaan antara θ pada baja dan θ pada kuningan , dikarenakan
perbedaan Modulus Geser antara baja dan kuningan
Pada percobaan kuningan terjadi error yang lebih besar kemungkinan
dikarenakan kesalahan penglihatan ketika mengambil data sudut θ.
Dengan F yang sama ,θ kuningan lebih besar dibanding dengan baja
kemungkinan dikarenakan, σyield baja lebih tinggi dibandingkan dengan
kuningan.
θ pada pengukuran lebih besar dari pada θ perhitungan , kemungkinan
dikarenakan setting nol yang tidak benar.
| PENGUJIAN PUNTIR 47
KELOMPOK 3
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Uji puntir dilakukan untuk menentukan tegangan alir (flow stress) dari material,
menentukan batas luluh geser, dan menentukan modulus elastisitas geser dari material. Flow
stress adalah ketahanan material terhadap perubahan bentuk. Jadi pada kurva , flow stress
dimulai dari batas luluhnya hingga titik fracture-nya.
Pada uji puntir ini digunakan penampang berbentuk lingkaran karena merupakan
geometri paling sederhana untuk perhitungan tegangan. Ketika material diberi beban puntir
didapat diameter dan panjang spesimen yang berubah. Seharusnya pengujian yang kita
lakukan tidak merubah dimensi geometris dari spesimen karena beban yang kita berikan
hanya beban puntir dan tidak ada beban tarik ataupun tekan. Perubahan dimensi ini dapat
diakibatkan karena mesin uji puntir dan spesimen tidak tepat sesumbu. Hal ini terlihat dari
spesimen hasil uji yang bengkok sehingga ada kemungkinan terjadi beban bending ataupun
beban lainnya pada spesimen tersebut.
KESIMPULAN DARI CONTOH PERCOBAAN
1. Dari uji puntir ini, kita memperoleh :
a. Batas luluh geser dari material = 466.89 MPa
b. Koefisien kekuatan (K) = 6130 MPa (Tresca)
1713 MPa (Von Misces)
d. Koefisien strain hardening (n) = 0.224
2. Hasil percobaan jika dibandingkan dengan data literature sesuai bahan uji menunjukkan
nilai yang relative sama.
| PENGUJIAN PUNTIR 48
KELOMPOK 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Callister, William ”Materials and Science Engineering”, McGraw-Hill Book Co.
2. Dieter, G.E “Mechanical Metallurgy”, McGraw-Hill Book Co.USA, 1978.
3. http://muchlis88.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-tumpuan-dan-reaksi.html
4. http://iwansugiyarto.blogspot.com/2011/11/puntiran.html
5. http://www.scribd.com/doc/38673396/Bab-3-Puntiran
6. http://www.alatuji.com/detail/155/500/tns-dw-series-micro-computer-controlled-
torsion-testing-machine#.UWqmGixPGcI
7. http://www.alatuji.com/detail/155/499/njs-02-digital-display-torsion-testing-
machine#.UWqmGSxPGcI
| PENGUJIAN PUNTIR 49